Download - Lapkas Anestesi Regional
BAB I
PENDAHULUAN
Seksio sesarea sering dikerjakan terutama di negara-negara maju, dengan alasan yang
bervariasi. Perbedaan alasan terdapat di antara institusi pendidikan dan populasi umum,
namun secara nasional angka seksio sesarea makin meningkat. Beberapa factor yang
menyebabkan peningkatan angka seksio sesarea adalah terlambat mendapat keturunan,
dan meningkatnya usia ibu saat hamil. Permintaan ibu juga berkontribusi untuk
peningkatan angka seksio sesarea.1
Menurut data WHO, Indonesia mempunyai angka seksio sesarea antara 15 - 20%
untuk RS rujukan. Sejak tahun 1986 di Amerika satu dari empat persalinan diakhiri
dengan seksio sesaria. Di Inggris angka kejadian seksio sesaria di Rumah Sakit
Pendidikan relatif stabil yaitu antara 11-12 %, di Italia pada tahun 1980 sebesar 3,2% -
14,5%, pada tahun 1987 meningkat menjadi 17,5%. Dari tahun 1965 sampai 1988,
angka persalinan sesarea di Amerika Serikat meningkat progresif dari hanya 4,5%
menjadi 25%. Sebagian besar peningkatan ini terjadi sekitar tahun 1970-an dan tahun
1980-an di seluruh negara barat. Pada tahun 2002 mencapai 26,1%, angka tertinggi
yang pernah tercatat di Amerika Serikat.1,2
Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesaria di 12 Rumah Sakit Pendidikan
berkisar antara 2,1%-11,8%. Dengan peningkatan angka persalinan dengan seksio
sesarea yang cukup tajam. Hal ini memunculkan dilema tentang pilihan tindakan pada
persalinan berikutnya. Baik tindakan seksio sesarea lagi atau partus pervaginam pada
pasien dengan riwayat operasi seksio sesarea. Keputusan tersebut ditentukan oleh dokter
dan pasien2.
Salah satu indikasi seksio sesarea adalah adanya riwayat seksio sesaria sebelumnya.
Sebenarnya, persalinan melalui bedah caesar tidak mempengaruhi persalinan
selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak. Apabila memang ada indikasi
yang mengharuskan dilakukanya tindakan pembedahan, seperti bayi terlalu besar,
panggul terlalu sempit, atau jalan lahir yang tidak mau membuka, operasi bisa saja
dilakukan3. Tindakan operasi seksio sesarea seringkali menggunakan teknik anestesi
spinal. Teknik ini merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk tindakan-
tindakan bedah, obstetrik, operasi bagian bawah abdomen dan ekstremitas bawah4.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Seksio Sesarea
2.1.1 Definisi
Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin diatas 500 gram5.
2.1.2 Tipe Sayatan
Ada dua jenis sayatan operasi seksio sesarea yang dikenal yaitu :
a. Sayatan melintang
Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim (SBR). Sayatan melintang di
atas batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm. Keuntunganya adalah parut
pada rahim kuat sehingga cukup kecil risiko menderita rupture uteri (robek rahim) di
kemudian hari. Hal ini karna pada masa nifas, segmen bawah rahim tidak banyak
mengalami kontraksi sehingga luka operasi dapat sembuh lebih sempurna5.
b. Sayatan memanjang (bedah caesar klasik)
Sayatan pembedahan dibagian tengah (midline) yang memberikan suatu ruang yang
lebih besar untuk mengeluarkan bayi. Namun, jenis ini kini jarang dilakukan karena
rentan terhadap komplikasi, seperti rupture uteri5.
Gambar 1. Jenis Insisi pada Seksio Sesarea5
2
2.1.3 Indikasi
Seksio sesarea dianjurkan apabila kelahiran melalui vagina mungkin membawa
risiko pada ibu dan janin. Berikut merupakan indikasi untuk seksio sesarea, yaitu1,5:
Indikasi Medis
Ada 3 faktor penentu dalam proses persalinan yaitu :
a. Power
Yang memungkinkan dilakukan operasi caesar, misalnya daya mengejan lemah, ibu
berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain yang mempengaruhi tenaga untuk
mengejan.
b. Passanger
Diantaranya anak terlalu besar (makrosemia), janin dengan kelainan letak lintang,
primi gravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, dan janin dengan fetal distress
syndrome (denyut jantung janin kacau dan melemah).
c. Passage
Berupa panggul sempit, trauma persalinan serius pada jalan lahir atau pada anak,
adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bisa menular ke anak (seperti herpes
genitalis, condyloma lata (kondiloma sifilitik yang lebar dan pipih), condyloma
acuminata (penyakit infeksi yang menimbulkan massa mirip kembang kol di kulit luar
kelamin wanita), hepatitis B dan hepatitis C.
Indikasi Ibu
a. Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun, memiliki resiko
melahirkan dengan operasi. Apalagi pada wanita dengan usia 40 tahun ke atas. Pada
usia ini, biasanya seseorang memiliki penyakit yang beresiko, misalnya tekanan darah
tinggi, penyakit jantung, kencing manis, dan preeklamsia. Eklampsia dapat
menyebabkan ibu kejang sehingga dokter memutuskan persalinan dengan seksio
sesarea.
b. Tulang Panggul
Cephalopelvic diproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak melahirkan
secara alami. Tulang panggul sangat menentukan kelancaran proses persalinan.
3
c. Persalinan Sebelumnya dengan seksio sesarea
Sebenarnya, persalinan melalui bedah caesar tidak mempengaruhi persalinan
selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak. Apabila memang ada indikasi
yang mengharuskan dilakukanya tindakan pembedahan, seperti bayi terlalu besar,
panggul terlalu sempit, atau jalan lahir yang tidak mau membuka, operasi bisa saja
dilakukan.
d. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku sehingga tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir,
tali pusat pendek, dan ibu sulit bernafas.
e. Kelainan Kontraksi Rahim
Pada kondisi kontraksi uterus yang lemah dan tidak terkoordinasi (inkordinate
uterine action) atau ketidakelastisan leher rahim dapat mengganggu proses persalinan,
sehingga menyebabkan kepala bayi tidak terdorong, tidak dapat melewati jalan lahir
dengan lancar.
f. Ketuban Pecah Dini
Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera
dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban merembes ke luar sehingga tinggal sedikit
atau habis. Air ketuban (amnion) adalah cairan yang mengelilingi janin dalam rahim.
g. Rasa Takut Kesakitan
Umumnya, seorang wanita yang melahirkan secara alami akan mengalami proses
rasa sakit, yaitu berupa rasa mulas disertai rasa sakit di pinggang dan pangkal paha yang
semakin kuat dan “menggigit”. Kondisi tersebut karena keadaan yang pernah atau baru
melahirkan merasa ketakutan, khawatir, dan cemas menjalaninya. Hal ini bisa karena
alasan secara psikologis tidak tahan melahirkan dengan sakit. Kecemasan yang
berlebihan juga akan mengambat proses persalinan alami yang berlangsung.
Indikasi Janin
a. Ancaman Gawat Janin (fetal distress)
Normalnya detak jantung janin berkisar 120-160 kali permenit. Pada fetal distress
dapat ditemukan detak jantung janin melemah pada CTG (cardiotography), dan
biasanya akan dilakukan segera seksio sesarea untuk menyelematkan janin.
4
b. Bayi Besar (makrosemia)
Makrosemia didefinisikan sebagai berat badan bayi baru lahir yang lebih dari normal
(4000 - 4500 gram). Risiko ruptura uteri akan meningkat dengan meningkatnya berat
badan janin karena terjadinya distensi uterus.
c. Letak Sungsang
Letak yang demikian dapat menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan arah jalan
lahir. Pada keadaan ini, letak kepala pada posisi yang satu dan bokong pada posisi yang
lain.
Faktor Plasenta
a. Plasenta previa
Posisi plasenta terletak dibawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh jalan
lahir.
b. Solusio placenta
Kondisi ini merupakan keadaan plasenta yang lepas lebih cepat dari dinding rahim
sebelum waktunya. Persalinan dengan operasi dilakukan untuk menolong janin segera
lahir sebelum ia mengalami kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban.
c. Plasenta accreta
Merupakan keadaan menempelnya plasenta di otot rahim. Pada umumnya dialami
ibu yang mengalami persalinan yang berulang kali, ibu berisiko untuk hamil (di atas 35
tahun), dan ibu yang pernah operasi (operasinya meninggalkan bekas yang
menyebabkan menempelnya plasenta).
Kelainan Tali Pusat
a. Prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung)
Keadaan penyembulan sebagian atau seluruh tali pusat. Pada keadaan ini, tali pusat
berada di depan atau di samping atau tali pusat sudah berada di jalan lahir sebelum bayi.
b. Terlilit tali pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin tidak selalu berbahaya. Selama tali pusat tidak
terjepit atau terpelintir maka aliran oksigen dan nutrisi dari plasenta ke tubuh janin tetap
aman.
5
2.1.4 Menentukan Tindakan Persalinan pada Pasien dengan Riwayat Seksio
Sesarea Sebelumnya
Pada pasien dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya, tindakan persalinan untuk
kehamilan berikutnya dapat berupa persalinan pervaginam atau persalinan dengan
seksio sesarea. Untuk menentukan hal tersebut dapat digunakan penilaian dengan
menggunakan sistem skoring Bruce L. Flamm, MD dan Ann M. Geiger, PhD yaitu6:
No. Kriteria Nilai
1 Usia < 40 tahun 2
2 Riwayat persalinan pervaginam:
- sebelum dan setelah seksio sesarea 4
- setelah seksio sesarea pertama 2
- sebelum seksio pertama 1
- Belum pernah 0
3Indikasi seksio sesarea pertama bukan kegagalan kemajuan
persalinan1
4 Pendataran serviks pada saat masuk rumah sakit
- > 75% 2
- 25 – 75 % 1
- < 25% 0
5 Pembukaan serviks pada saat masuk rumah sakit ≥ 4 cm 1
Interpretasi:
Skor Angka Keberhasilan VBAC(%)
0 – 2 3 4 5 6 7 8 – 10
42-49 59-60 64-67 77-79 88-89 93 95-99
Pada skor < 3 biasanya angka keberhasilan VBAC (vaginal birth after caesarean)
adalah kurang dari 50%, sehingga biasanya dianjurkan untuk memilih persalinan
6
dengan seksio sesarea kembali. Anjuran untuk melakukan persalinan dengan seksio
sesarea pada pasien dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya juga diberlakukan pada
keadaan-keadaan seperti BSC >2x, bayi letak melintang, bayi besar (makrosemia),
gemeli, dan keadaan lain yang meningkatkan risiko terjadinya rupture uteri5,6.
2.2 Anestesi Spinal
2.2.1 Definisi
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid.
Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang
subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal
intradural atau blok intratekal4.
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis,
subkutis, Lig. Supraspinosum, Lig. Interspinosum, Lig. Flavum, ruang epidural,
durameter, ruang subarachnoid.
Gambar 2. Penampang Vertebra
2.2.2 Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan
Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah
Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung penuh)
karena penderita sadar
Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi
Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi
Perawatan post operasi lebih ringan
Kerugian
Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional
7
Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif
Sulit diterapkan pada anak-anak
Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional
Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional
2.2.3 Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi 4
Bedah ekstremitas bawah
Bedah panggul
Tindakan sekitar rektum perineum
Bedah obstetrik-ginekologi
Bedah urologi
Bedah abdomen bawah
Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan
anestesi umum ringan
Kontra indikasi absolut 4 :
Pasien menolak
Infeksi pada tempat suntikan
Hipovolemia berat, syok
Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
Tekanan intrakranial meningkat
Fasilitas resusitasi minim
Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.
Kontra indikasi relatif 4 :
Infeksi sistemik
Infeksi sekitar tempat suntikan
Kelainan neurologis
Kelainan psikis
Bedah lama
Penyakit jantung
Hipovolemia ringan
Nyeri punggung kronik
8
2.2.4 Obat-obatan4
a. Bupivacaine (Marcaine). 0.5% hyperbaric (heavy). Bupivacaine memiliki durasi
kerja 2-3 jam
b. Lignocaine (Lidocaine/Xylocaine). 5% hyperbaric (heavy), dengan durasi 45-90
minutes. Jika ditambahkan 0.2ml adrenaline 1:1000 akan memperpanjang durasi
kerja.
c. Cinchocaine (Nupercaine, Dibucaine, Percaine, Sovcaine). 0.5% hyperbaric
(heavy) sama dengan bupivacaine.
d. Amethocaine (Tetracaine, Pantocaine, Pontocaine, Decicain, Butethanol,
Anethaine, Dikain).
e. Mepivacaine (Scandicaine, Carbocaine, Meaverin). A 4% hyperbaric (heavy) sama
dengan lignocaine.
2.2.5 Teknik Anestesi
Teknik anestesi spinal yaitu dengan posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus
dengan tusukan pada garis tengah (median) atau paramedian. Tempat penyuntikan pada
perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista illiaka dengan tulang
punggung, ialah L4 atau L4-5. Setelah dilakukan tindakan asepsis dilakukan tusukan
(median atau paramedian). Tusukan introducer sedalam kira-kira 2cm agak sedikit ke
arah sefal, kemudian dimasukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang tersebut.
Struktur yang dilalui oleh jarum spinal sebelum mencapai CSF, diantaranya kulit, lemak
subkutan, ligamentum interspinosa, ligamentum flavum, ruang epidural, dura, ruang
subarachnoid. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar
likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dimasukkan pelan-pelan (0.5ml/detik)
diselingi aspirasi sedikit4.
2.2.6 Komplikasi4
a. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan
memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum tindakan.
b. Bradikardia
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-2
c. Hipoventilasi
9
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
d. Trauma pembuluh saraf
e. Trauma saraf
f. Mual-muntah
g. Gangguan pendengaran
h. Blok spinal tinggi atau spinal total
Komplikasi pasca tindakan:
a. Nyeri tempat suntikan
b. Nyeri punggung
c. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
d. Retensio urine
e. Meningitis
BAB III
10
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Umur : 28 tahun
Berat badan : 68 Kg
Tinggi badan : 155 cm
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Air Tiris, Kampar
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
Tanggal masuk RS : 08-04-2014
No. RM : -
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Nyeri pinggang yang menjalar ke perut depan sejak satu minggu yang lalu
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan nyeri pinggang yang menjalar
ke perut depan sejak satu minggu yang lalu, nyeri dirasakan hilang timbul,
seperti diremas-remas, lamanya ± 1 menit dengan jarak muncul nyeri ± 30
menit. Keluar air-air dari kemaluan dan lendir darah disangkal. Tidak ada
keluhan mual muntah, gerakan janin masih dirasakan, tidak ada riwayat
trauma.
- HPHT: 22-04-2013
- Riwayat persalinan :
G3P1A1H1
G1 : keguguran, usia kehamilan 4 minggu.
G2 : laki-laki, berat lahir 2700 gram, SC atas indikasi letak sungsang
(2011)
G3 : hamil sekarang
11
- Riwayat perkawinan : satu kali menikah
- Riwayat kontrasepsi : tidak pernah menggunakan kontrasepsi
- Pasien puasa dari jam 24.00 WIB
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
- Riwayat penyakit DM : disangkal
- Riwayat penyakit alergi obat dan makanan : disangkal
- Riwayat penyakit asma : disangkal
- Riwayat operasi sebelumnya : SC pada tahun 2011 atas indikasi bayi
letak sungsang
d. Riwayat Penyakit Keluarga:
- Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
- Riwayat penyakit DM : disangkal
- Riwayat penyakit alergi : disangkal
- Riwayat penyakit asma : disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign
- Tekanan darah : 100/80 mmHg
- Respirasi : 20 kali/menit
- Nadi : 80 /menit
- Suhu : 36 C
Kepala
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera iktenk -/-
Hidung : Discharge (-) epistaksis (-), deviasi septum (-)
Mulut : Bibir kering (-), hiperemis (-), pembesaran tonsil (-),
Gigi : Gigi palsu (-)
Telinga : Discharge (-), deformitas (-)
Leher : Pembesaran tiroid dan limfe (-), JVP tidak meningkat
12
Thorax :
Paru :
Inspeksi : bentuk dada normal, gerakan dada simetris kanan – kiri,
retraksi dinding dada (-)
Palpasi : vokal fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung kanan di RIC 4 linea parasternalis dextra, batas
jantung kiri di RIC 4 linea midclavicularis sinistra.
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : status obstetri
Extremitas : akral hangat, CRT < 2detik, edema tungka (-/-)
Vertebrae : Tidak ada kelainan
b. Status Obstetri
Inpeksi : perut tampak membesar sesuai usia kehamilan, striae
gravidarum (+), linea nigra (+)
Palpasi :
Leopold I : TFU 3 jari di bawah proc.xypoideus, teraba massa bulat,
lunak, tidak melenting
Leopold II : teraba tahanan terbesar di sebelah kanan
Leopold III : teraba massa bulat, keras, melenting
Leopold IV : bagian terbawah janin belum masuk PAP
TFU : 39 cm
TBJ : 4030 gram
His : 1x dalam 10 menit lamanya 20 detik
VBAC skor : 2 angka keberhasilan VBAC <50%
13
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 08-04-2014
Pemeriksaan darah lengkap :
Hb : 9,6 g/dl (12 – 16 g/dl)
Leukosit : 12.800 ul (5000 – 10000 ul)
Ht : 27,1 % (W 37 – 43 %)
Trombosit : 562000/ul (150000 – 450000/ul)
GDS : 73 mg/dl (<200mg/dl)
V. DIAGNOSIS KLINIS
Diagnosis pra operasi: G3P1A1H1 gravid 39 – 40 minggu belum inpartu +
BSC 1x a/i letsu (2011) + janin tunggal hidup intra uterin, letak memanjang,
persentasi kepala
Diagnosis post operasi: P2A1H2 post sectio cesarea transperitoneal profunda
a/i BSC 1x (2011) dengan skor VBAC ≤ 2 + makrosemia
VI. STATUS ANASTESI
ASA II (Pasien dengan gangguan sistemik ringan, perubahan anatomi dan
fisiologi dalam masa kehamilan)
VII. TINDAKAN
Dilakukan : Sectio Cesarea
Tanggal : 09 April 2014
VIII. LAPORAN ANESTESI
a. Persiapan Anestesi
- Informed concent
- Puasa
Pengosongan lambung, penting untuk mencegah aspirasi isi lambung
karena regurgitasi. Untuk dewasa dipuasakan 6-8 jam sebelum operasi
- Pemasangan IV line
14
Sudah terpasang jalur intravena menggunakan IV catheter ukuran 18
atau menyesuaikan keadaan pasien dimana dipilih ukuran yang paling
maksimal bisa dipasang.
- Dilakukan pemasangan monitor tekanan darah, nadi dan saturasi O2
b. Penatalaksanaan Anestesi
Jenis anestesi : Regional Anestesi (RA) spinal anestesi
Premedikasi :
- Ondansetron IV 1 ampul 2 mg
- Midazolam IV 2 mg
Medikasi Intra Operatif:
- Bupivacain spinal IV 2,5 cc (12,5 mg)
- Oksitosin IV 4 ampul ( 40 IU)
- Asam Traneksamat IV 500 mg
- Ketorolac IV 30 mg
Medikasi Post Operatif:
- Ketorolac 30 mg
- Tramadol 200 mg
Teknik anestesi :
Pasien dalam posisi duduk tegak dan kepala menunduk Dilakukan desinfeksi
di sekitar daerah tusukan yaitu di regio vertebra lumbal 4 – 5. Dilakukan Sub
Arakhnoid blok dengan jarum spinal no. 27 pada regio vertebra lumbal 4 – 5
dengan tusukan paramedian.
LCS keluar (+) jernih
Respirasi : Spontan
Posisi : Supine
Jumlah cairan yang masuk :
Kristaloid = 2500 cc (RL 1 + RL 2 + RL 3 + RL 4 + RL 5)
Perdarahan selama operasi : ± 500 cc
15
Pemantauan selama anestesi :
Mulai anestesi : 12.05 WIB
Mulai operasi : 12.10 WIB
Bayi lahir : 12.20 WIB, laki-laki, BBL : 4000 gram
Selesai operasi : 13.00 WIB
Tekanan darah dan frekuensi nadi :
Pukul (WIB) Tekanan Darah (mmHg) Nadi (kali/menit)
12.10 100 / 60 96
12.20 100 / 60 97
12.30 100/ 60 99
12.40 97/ 47 90
12.50 108 / 66 90
13.00 109 / 70 80
IX. PROGNOSA
Dubia ad bonam
16
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pre Operatif
Seksio sesarea pada pasien ini termasuk kedalam operasi elektif, walaupun begitu
persiapan anestesi dan pembedahan harus selengkap mungkin karena dalam pemberian
anestesi dan operasi selalu ada risiko. Persiapan yang dilakukan meliputi persiapan alat,
penilaian dan persiapan pasien, dan persiapan obat anestesi yang diperlukan. Penilaian
dan persiapan penderita diantaranya meliputi :
- informasi penyakit
- anamnesis/heteroanamnesis kejadian penyakit
- riwayat alergi, hipertensi, diabetes mellitus, operasi sebelumnya, asma, komplikasi
transfusi darah (apabila pernah mendapatkan transfusi)
- riwayat keluarga (penyakit dan komplikasi anestesia)
- makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau
muntah pada saat anestesi)
- Persiapan operasi yang tidak kalah penting yaitu informed consent, suatu
persetujuan medis untuk mendapatkan ijin dari pasien sendiri dan keluarga pasien
untuk melakukan tindakan anestesi dan operasi, sebelumnya pasien dan keluarga
pasien diberikan penjelasan mengenai risiko yang mungkin terjadi selama operasi
dan post operasi.
Setelah dilakukan pemeriksaan pada pasien, maka pasien termasuk dalam klasifikasi
ASA II.
Salah satu komplikasi anestesi spinal adalah mual-muntah, untuk itu tidak jarang
diberikan premedikasi secara intravena atau intramuskular dengan antasida, antagonis
reseptor H2 atau metoclopramide, walaupun tidak efektif dan menguntungkan. Pada
pasien ini diberikan premedikasi yaitu invomit (ondansentron) sebanyak 2 mg secara
intravena. Pemberian obat anti mual dan muntah ini sangat diperlukan dalam operasi
Sectio Cesarea dimana merupakan usaha untuk mencegah adanya aspirasi dari asam
lambung.
17
Untuk menenangkan pasien dari rasa cemas pada saat operasi, seringkali diberikan
obat-obatan sedatif seperti pada pasien ini juga diberikan midazolam 2 mg sebagai obat
premedikasinya.
4.2 Intra Operatif
Tindakan pemilihan jenis anestesi pada pasien obstetri diperlukan beberapa
pertimbangan. Teknik anestesi disesuaikan dengan keadaan umum pasien, jenis dan
lamanya pembedahan dan bidang kedaruratan. Metode anestesi sebaiknya seminimal
mungkin mendepresi janin, sifat analgesi cukup kuat, tidak menyebabkan trauma psikis
terhadap ibu dan bayi, toksisitas rendah, aman, nyaman, relaksasi otot tercapai tanpa
relaksasi rahim dan memungkinkan ahli obstetri bekerja optimal. Pada pasien ini
digunakan teknik Regional Anestesi (RA) dengan Sub Arakhnoid Block (SAB), yaitu
pemberian obat anestesi lokal ke ruang subarakhnoid, sehingga pada pasien dipastikan
tidak terdapat tanda-tanda hipovolemia. Teknik ini sederhana, cukup efektif.
Induksi menggunakan Bupivacaine HCL yang merupakan anestesi lokal golongan
amida. Obat anestesi regional bekerja dengan menghilangkan rasa sakit atau sensasi
pada daerah tertentu dari tubuh. Cara kerjanya yaitu memblok proses konduksi syaraf
perifer jaringan tubuh, bersifat reversibel. Mula kerja lambat dibanding lidokain, tetapi
lama kerja 8 jam. Setelah itu pasien diposisikan dalam keadaan terlentang (supine).
Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi pasien duduk tegak dengan kepala menunduk
hingga prossesus spinosus mudah teraba. Dicari perpotongan garis yang
menghubungkan kedua crista illiaca dengan tulang punggung yaitu antara vertebra
lumbal 3-4, lalu ditentukan tempat tusukan pada garis tengah. Kemudian disterilkan
tempat tusukan dengan alkohol dan betadin. Jarum spinal nomor 27-gauge ditusukkan
dengan arah paramedian, barbutase positif dengan keluarnya LCS (jernih) kemudian
dipasang spuit yang berisi obat anestesi dan dimasukkan secara perlahan-lahan, dalam
hal ini obat induksi anestesi yang diberikan adalah bupivakain 2,5 cc.
Seksio sesarea merupakan operasi besar dengan risiko perdarahan yang banyak,
untuk itu diberikan asam traneksamat 500 mg sebagai penghambat dari aktivator
plasminogen dan plasmin.
Monitor tekanan darah setiap 5 menit sekali untuk mengetahui penurunan tekanan
darah yang bermakna. Hipotensi terjadi bila terjadi penurunan tekanan darah sebesar 20-
30% atau sistole kurang dari 100 mmHg. Hipotensi merupakan salah satu efek dari
18
pemberian obat anestesi spinal, karena penurunan kerja syaraf simpatis. Bila keadaan
ini terjadi maka cairan intravena dicepatkan, bolus ephedrin 5-15mg secara intravena,
dan pemberian oksigen. Pada pasien ini terjadi hipotensi tidak terjadi, sehingga tidak
dilakukan pemberian cairan yang dicepatkan dan tidak diberikan bolus ephedrin
sebanyak 10mg secara intravena.
Sesaat setelah bayi lahir dan plasenta diklem diberikan drip oksitosin 10 IU
(1 ampul) di dalam 500 cc RL. Pemberian oksitosin bertujuan untuk mencegah
perdarahan dengan merangsang kontraksi uterus secara ritmik atau untuk
mempertahankan tonus uterus post partum, dengan waktu partus 3-5 menit. Drip
oksitosin ini dilanjutkan hingga operasi selesai.
Ketorolac 30 mg secara intravena diberikan sesaat sebelum operasi selesai. Ketorolac
adalah golongan NSAID (Non steroidal anti-inflammatory drug) yang bekerja
menghambat sintesis prostaglandin. Ketorolac diberikan untuk mengatasi nyeri akut
jangka pendek post operasi, dengan durasi kerja 6-8 jam.
Pada pasien ini berikan cairan infus RL (ringer laktat) sebagai cairan fisiologis untuk
mengganti cairan dan ele ktrolit yang hilang. Pasien sudah tidak makan dan minum ± 10
jam, maka kebutuhan cairan pada pasien dengan BB = 68 kg adalah
- Pemeliharaan cairan per jam:
(4 X 10) + (2 X 10) + (1 X 48) = 108 mL/jam
- Pengganti defisit cairan puasa:
10 jam X 108 mL = 1080 mL
- Kebutuhan kehilangan cairan saat pembedahan:
8 X 68 = 544 mL
- Jumlah darah selama operasi:
500cc x 3 = 1500 mL
- Jumlah terapi cairan:
108 + 1080 + 544 + 1500 = 3232 mL 6-7 kolf RL (kristaloid)
4.3 Post Operatif
Setelah operasi selesai, pasien bawa ke ruang UPPA (unit perawatan pasca anestesi).
Pasien berbaring dengan posisi kepala lebih tinggi untuk mencegah spinal headache,
karena efek obat anestesi masih ada. Observasi post operasi dilakukan selama 2 jam,
dan dilakukan pemantauan vital sign (tekanan darah, nadi, suhu dan respiratory rate),
19
dan memperhatikan adanya darah dari jalan lahir. Oksigen tetap diberikan 2-3
liter/menit.
15 menit saat observasi pasien tubuhnya menggigil. Menggigil pada pasien pasca
operasi dapat disebabkan karena hipotermia akibat suhu ruang operasi, ruang UPPA
yang dingin, cairan infus dingin, cairan irigasi dingin, atau bedah abdomen luas dan
lama, sehingga untuk penatalaksanaan dapat diberikan selimut yang hangat atau infus
hangat untuk menaikkan suhu tubuh pasien. Medikasi untuk pasien yang menggigil post
operasi bukan karena hipotermi dapat diberikan petidin 10-20 mg IV. Pada pasien ini
untuk mengatasinya keluhan menggigilnya, pasien ini diberikan selimut hangat untuk
menaikkan suhu tubuh, 15 menit kemudian keluhan menggigil menghilang, sehingga
tidak diperlukan pemberian petidin pada pasien ini. Setelah keadaan umum stabil, maka
pasien dibawa ke ruangan.
20
BAB V
KESIMPULAN
G3P1A1H1 usia 28 tahun, gravid 39 – 40 minggu + belum inpartu + BSC 1x a/i letsu
+ skor VBAC <2 + janin tunggal hidup intra uterin + letak memanjang, persentasi
kepala + makrosemia dengan keluhan nyeri pinggang yang menjalar ke perut depan
sejak 1 minggu yang lalu. Dilakukan tindakan seksio sesarea pada tanggal 09 April
2014 di ruangan operasi RSUD Bangkinang atas indikasi BSC 1x a/i letsu + skor
VBAC <2 + makrosemia.
Teknik anestesi dengan spinal anestesi (subarachnoid blok) merupakan teknik
anestesi sederhana, cukup efektif. Anestesi dengan menggunakan Bupivacain spinal 2,5
cc dan maintenance dengan oksigen 2-3 liter/menit. Untuk mengatasi nyeri digunakan
ketorolac sebanyak 30 mg. Perawatan post operatif dilakukan dibangsal dan dengan
diawasi vital sign, tanda-tanda perdarahan.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Gondo HK, Sugiharta K, Operasi seksio Sesarea di SMF Obstetri & Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar, Bali 2001 dan 2006. Dept. Obstetri & Ginekologi Fakultas Udayana Bali, 2006.
2. Martel MJ et al, Guidelines for Vaginal Birth After Previous Caesarean Birth. SOGC Clinical Practice Guidelines. No.155. February 2005.
3. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008.
4. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR.Petunjuk Praktis Anestesiologi.Ed.2.Cet.V.Jakarta:Bagian Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2010.
5. Angsar, MD dan Lilakusuma LS. Ilmu bedah kebidanan Sarwono Prawirohardjo, cetakan ke-7. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007.
6. Caughey AB. Vaginal Birth After Cesarean Delivery. Available on : www.medscape.com. Last update : Aug 27,2013.
22
23