Download - Lap.farfis Kelarutan1
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Modul 1
KELARUTAN
A. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu, untuk :
1) Dapat menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat
aktif.
2) Dapat menentukan usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kelarutan
suatu zat.
B. LANDASAN TEORI
a. Kelarutan
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia
tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent).
Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut
dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan
jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap
suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam
bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat
murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain,
atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air,
hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut"
(insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun
sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada
bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan
kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut
lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil.
Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan
konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut
tersebut. Bila suatu pelarut pada suhu tertentu melarutkan semua zat
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University1 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
terlarut sampai batas daya melarutkannya, larutan ini disebut larutan
jenuh.
Karena suatu larutan jenuh yang berhubungan dengan kelebihan
solut membentuk kesetimbangan dinamik, maka bila mana sistem tersebut
diganggu, efek gangguan tersebut dapat diramalkan berdasarkan kaidah Le
Chatelier. Perubahan temperatur merupakan salah satu gangguan. Kita
tahu bahwa kenaikan temperatur menyebabkan posisi kesetimbangan
bergeser ke arah yang akan mengabsorbsi panas. Karena, kalau solut
tambahan yang ingin melarut dalam larutan jenuh harus mengabsorbsi
energi, maka kelarutan zat tersebut akan bertambah jika temperatur
dinaikkan. Sebaliknya, jika solut tambahan yang dimasukkan ke dalam
larutan jenuh menimbulkan proses eksotermik, maka solut akan menjadi
kurang larut jika temperatur dinaikkan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara
lain :
-pH
-temperatur
-jenispelarut
-bentukdan ukuran partikel zat
- konstanta dielektrik pelarut
- adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks, ion sejenis dll.
(Ahmad, 2009)
1. Pengaruh pH
Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya
adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat
dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam organik lemah seperti
barbiturat dan sulfonamida dalam air akan bertambah dengan naiknya pH
karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa
organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal pada umumnya sukar
larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan penambahan asam kuat
maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air.
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University2 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Hubungan antara pH dengan kelarutan asam dan basa lemah digambarkan
oleh persamaan sebagai berikut :
Untuk asam lemah :
pHp = pKw + log S-So/So
Untuk basa lemah :
pHp = pKw - pKb + log S – So/So
Keterangan :
pHp = harga pH terendah/tertinggi dimana zat yang berbentuk asam atau
basa lemah masih dapat larut.
S = Konsentrasi molar zat dalam yang ditambahkan
So = Kelarutan molar fraksi asam atau basa yang tidak terdisosiasi
2. Pengaruh temperatur (suhu)
Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur,
titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Kelarutan suatu
zat padat dalam air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas
(kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat
tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan
gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh
gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh
kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini
disebabkan karena gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan
air bila suhu meningkat. (Ahmad, 2009)
3. Pengaruh jenis pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut
polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula
sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti
perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang
rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air.
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University3 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam
senyawa polar. Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan
senyawa polar sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan
senyawa polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam
senyawa nonpolar, misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa
nonpolar umumnya tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut
dalam minyak tanah.
Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut :
-Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.
-Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini bersifat
amfiprotik.
- Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara
ion-ion karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat
memecahkan ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen.
Pelarut ini dapat melarutkan zat-zat non polar dengan tekanan internal yang
sama melalui induksi antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi
tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non polar. Ia bertindak sebagai
perantara (Intermediete Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar
dengan non polar.(Anonim, 2008)
4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel
suatu zat, sesuai dengan persamaan berikut :
Log S/So = 2 v/2,303 RTr
Keterangan :
S = kelarutan dari partikel halus
So = kelarutan zat padat yang ukuran partikelnya lebih besar
r = Tegangan permukaan partikel zat padat
v = volume partikel dalam cm2 per mol
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University4 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
R = jari-jari akhir partikel dalam cm2
T = temperatur absolute
Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh
terhadap kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah
larut bila dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris.
5. Pengaruh konstanta dielektrik
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut
polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat
non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan
dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain.
Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari
tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan % volume
masing-masing komponen pelarut.
Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran
dibandingkan pelarut tunggalny. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-
solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk campuran dapat menaikkan
kelarutan suatu zat diseut co-solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol
adalah co-solvent yang umum digunakan dalam bidang farmasi untuk
pembuatan eliksir. (Anonim, 2008)
6. Pengaruh penambahan zat-zat lain
Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan
kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian
polar dan non polar.apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang
rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian
polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara, surfaktan mempunyai
kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal sebagai misel.
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University5 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik
(KMK). (Ahmad, 2009)
Kosolven merupakan pelarut atau solven organik yang dapat
campur dengan air, digunakan dalam formulasi sediaan cair untuk
meningkatkan kelarutan bahan yang memiliki kelarutan rendah dalam air
atau untuk meningkatkan stabilitas kimiawi-nya. Kosolven dengan
signifikan dapat meningkatkan kelarutan suatu bahan aktif obat, bisa
mencapai 500 kali lipat bahkan lebih. Pemakaian kosolven dalam formulasi
sediaan cair sangat disukai karena sederhana dan efektif. Kerugian
kosolven terkait dengan efek biologisnya sehingga pemakaian kosolven
dibatasi untuk menghindari toksisitas, iritasi jaringan, respon tonisitas pada
membran biologis. Di samping itu, kemungkinan dapat terjadi
pengendapan bahan aktif obat pada sediaan yang perlu diencerkan
sebelum diaplikasikan, contohnya untuk sediaan injeksi. Pertimbangan lain
ketika menggunakan kosolven adalah viskositas, tonisitas, rasa, kelarutan
dan stabilitas kosolven terhadap komponen selain bahan aktif obat.
Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus polar yang suka
air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik) sekaligus,
sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air.
Surfaktan adalah bahan aktif permukaan, yang bekerja menurunkan
tegangan permukaan cairan, sifat aktif ini diperoleh dari sifat ganda
molekulnya. Bagian polar molekulnya dapat bermuatan positif, negatif
ataupun netral, bagian polar mempunyai gugus hidroksil semetara bagian
non polar biasanya merupakan rantai alkil yang panjang. Surfaktan pada
umumnya disintesis dari turunan minyak bumi dan limbahnya dapat
mencemarkan lingkungan, karena sifatnya yang sukar terdegradasi, selain
itu minyak bumi merupakan sumber bahan baku yang tidak dapat
diperbarui.
Tween 80 dapat menurunkan tegangan antarmuka antara obat dan
medium sekaligus membentuk misel sehingga molekul obat akan terbawa
oleh misel larut ke dalam medium (Martin et al., 1993). Penggunaan
surfaktan pada kadar yang lebih tinggi akan berkumpul membentuk
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University6 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
agregat yang disebut misel. Selain itu pada pemakaiannya dengan kadar
tinggi sampai Critical Micelle Concentration (CMC) surfaktan diasumsikan
mampu berinteraksi kompleks dengan obat tertentu selanjutnya dapat pula
mempengaruhi permeabilitas membran tempat absorbsi obat karena
surfaktan dan membran mengandung komponen penyusun yang sama
(Attwood & Florence, 1985; Sudjaswadi, 1991).
Salah satu sifat penting dari surfaktan adalah kemampuan untuk
meningkatkan kalarutan bahan yang tidak larut atau sedikit larut dalam
medium dispersi. Surfaktan pada konsentrasi rendah, menurunkan
tegangan permukaan dan menaikkan laju kelarutan obat (Martin et al.,
1993). Sedangkan pada kadar yang lebih tinggi surfaktan akan berkumpul
membentuk agregat yang disebut misel (Shargelet al., 1999)
b.Asam Salisilat
Asam salisilat merupakan serbuk hablur halus putih, biasanya
berbentuk jarum halus, rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk
sintetis warna putih dan tidak berbau. Asam salisilat sukar larut dalam air
dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam
air mendidih dan agak sukar larut dalam kloroform (Anonim a, 1995).
Struktur Asam salisilat :
Asam salisilat (asam ortohidroksibenzoat)
merupakan asam yang bersifat iritan lokal, yang dapat digunakan secara
topikal. Terdapat berbagai turunan yang digunakan sebagai obat luar, yang
terbagi atas 2 kelas, ester dari asam salisilat dan ester salisilat dari asam
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University7 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
organik. Di samping itu digunakan pula garam salisilat. Turunannya yang
paling dikenal asalah asam asetilsalisilat.
Asam salisilat mendapatkan namanya dari spesies dedalu (bahasa
Latin: salix), yang memiliki kandungan asam tersebut secara alamiah, dan
dari situlah manusia mengisolasinya. Penggunaan dedalu dalam
pengobatan tradisional telah dilakukan oleh bangsa Sumeria, Asyur dan
sejumlah suku Indian seperti Cherokee.
Salisilat umumnya bekerja melalui kandungan asamnya. Hal tersebut
dikembangkan secara menetap ke dalam salisilat baru. Selain sebagai obat,
asam salisilat juga merupakan hormon tumbuhan. (Anonim b, 2009).
C. MONOGRAFI ZAT AKTIF
Zat aktif yang digunakan pada saat praktikum adalahAsam Salisilat, dengan
monografi sebagai berikut (Farmakope Indonesia, Ed. III, 1979. Hal 56) :
ACIDUM SALICYLICUM
Asam Salisilat
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University8 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
C7H6O3 BM 138,12
Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% C7H6O3 .
Pemerian Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih; hampir
tidak berbau; rasa agak manis dan tajam.
Kelarutan Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%);
mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P; larut dalam larutan
amonium asetat P, dinatrium hidrogenfosfat P, kalium sitrat P dan natrium
sitrat P.
Penetapan kadar Timbang seksama 3g, larutkan dalam 15ml etanol (95%) P
hangat yang telah dinetralkan terhadap larutan merah fenol P, tambahkan
20ml air. Titrasi dengan natrium hidroksida 0,5N menggunakan indikator
merah fenol P.
1ml natrium hidroksida 0,5N ≈ 69,06mg C7H6O3
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat dan penggunaan Keratolitikum, antifungi.
D. ALAT DAN BAHAN Alat
· Elemeyer 500 ml
· Elemeyer 50 ml
· Timbangan analitik
· Kertas tibang
· Batang pengaduk
· Pengocok orbital
· Corong
· Kertas saring
· Alat titrasi
· Indicator ph
Bahan
· Alcohol
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University9 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
· Air
· Propilen glikol
· Asam salisilat
· Fenoftalein
· NaOH 0,1 N
· Tween 80
E. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN
a. Pengaruh Pelarut Campur (Cosolvent) Terhadap kelarutan suatu Zat· Konstanta Dielektrik Campuran Pelarut
Kd Campuran = % Air (Kd Air) + % Alkohol (Kd Alkohol) + %
Propilen glikol (Kd Propilen glikol)
· KD Campuran 1
Kd = 30% (80) + 10% (20) + 10% (50)
Kd = 24 + 2 + 5
Kd = 31
· KD Campuran 2
Kd = 30% (80) + 17,5% (20) + 2,5% (50)
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University10 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Kd = 24 + 3,5 + 1,25
Kd = 28,75
· KD Campuran 3
Kd = 30% (80) + 20% (20) + 0% (50)
Kd = 24 + 4 + 0
Kd = 28
· KD Campuran 4
Kd = 30% (80) + 15% (20) + 5% (50)
Kd = 24 + 3 + 2,5
Kd = 27,5
Konsentrasi Asam Salisilat Terlarut
1. V1 = 48,4 ml (30, 10, 10)
V1.M1=V2.M2
48,4 . 0,1 = 50 . M2
M2 = 9,68 × 10-2
2. V1= 28,3 ml 930, 17,5, 2,5)
V1.M1=V2.M2
28,3 . 0,1 = 50 . M2
M2 = 5,66 × 10-2
3. V1=26,5 ml (30, 20, 0)
26,5 . 0,1 = 50 . M2
M2 = 5,3 × 10-2
4. V1=45 ml (30, 15, 5)
45 . 0,1 = 50 . M2
M2 = 9 × 10-2
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University11 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
b. Pengaruh Penambahan Surfaktan Terhadap Kelarutan
a). Perhitungan Penambahan surfaktan
1. V1 M1 = V2 M2
X . .20 = 50 . 0
100 100
X = 0 ml
2. V1 M1 = V2 M2
X . 20 = 50 . 0.6
100 100
X = 1.5 ml
3. V1 M1 = V2 M2
X . 20 = 50 . 4.0
100 100
X = 10 ml
4. V1 M1 = V2 M2
X . 20 = 50 . 8.0
100 100
X = 20 ml
b). Perhitungan Konsentrasi Titrasi Dari Hasil Penambahan Surfaktan
1. Labu 0 ml 3. Labu 10 ml
V1 M1 = V2 M2 V1 M1 = V2 M2
8.6 . 0.1 = 50 M2 10.5 . 0.1 = 50 M2
M2 = 1.72 × 10-2 M2 = 2.1 × 10-2
2. Labu 1.5 ml 4. Labu 20 ml
V1 M1 = V2 M2 V1 M1 = V2 M2
8.2 . 0.1 = 50 M2 12.5 . 0.1 = 50 M2
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University12 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
M2 = 1.64 × 10-2 M2 = 2.5 × 10-2
c. Pengaruh pH terhadap kelarutan
Rumus dasar perhitungan kadar:
V1 × M1 = V2 × M2
Asam salisilat NaOH
pH 5 NaOH 1 N
titrasi 27,9
V1 . M1 = V2 . M2
27,9 . 1 = 25 . M2
M2 = 27,9 = 1,116 M
25
pH 6 NaOH 1 N
titrasi 6,3
V1 . M1 = V2 . M2
6,3 . 1 = 25 . M2
M2 = 6,3 = 0,252 M
25
pH 7 NaOH 1 N
titrasi 4
V1 . M1 = V2 . M2
4 . 1 = 25 . M2
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University13 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
M2 = 4 = 0,16 M
25
pH 8 NaOH 1 N
titrasi 3,9
V1 . M1 = V2 . M2
3,9 . 1 = 25 . M2
M2 = 3,9 = 0,156 M
25
F. PROSEDUR KERJA
Pengaruh pelarut campur (cosolvent) terhadap kelarutan suatu zat
Buat pelarut campur
Air (% v/v) Alkohol (%v/v)Propilen glikol
(%v/v)
60 0 40
60 5 35
60 10 30
60 15 20
60 20 115
60 30 10
60 35 5
60 40 0
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University14 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Diambil 50 ml campuran, larutkan dalam masing-masing campuran dalam
1 gram Asam salisilat
Dikocok menggunakan pengocok orbital selama 2 jam
Ditambahkan sejumlah asam salisilat sampai kembali jenuh jika ada
endapan yang terlarut
Saring larutan, tentukan kadar asam salisilat dengan titrasi asam basa
menggunakan indicator fenolftalein dan NaOH 0,1 N sebagai peniter
Dibuat kurva antara kelarutan Asam salisilat dengan konstanta dielektrik
campuran
G. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
Dibaut 50ml larutan seri yang mengandung tween 80 dengan konsentrasi :
( 0 | 0,2 | 0,4 | 0,6 | 0,8 | 1,0 | 2,0 | 4,0 | 6,0 | 8,0 | 10,0 )mg Tween 80
100ml Air
Ditambahkan 1gr Asam salisilat kedalam setiap komposisi pelarut
Dikocok menggunakan pengocok orbital selama 2 jam
Ditambahkan sejumlah asam salisilat sampai kembali jenuh jika ada
endapan yang terlarut
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University15 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Saring larutan, tentukan kadar asam salisilat dengan titrasi asam basa
menggunakan indicator fenolftalein dan NaOH 0,1 N sebagai peniter
Dibuat kurva antara kelarutan Asam salisilat dengan konstanta dielektrik
campuran
H. Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat
Dengan pH 4,5,6,7, dan 8, buat 100ml larutan Dapar fosfat
Diambil 25 ml dari setiap larutan, tambahkan 0,5gram Asam salisilat
Dikocok menggunakan pengocok orbital selama 2 jam
Ditambahkan sejumlah asam salisilat sampai kembali jenuh jika ada
endapan yang terlarut
Saring larutan, tentukan kadar asam salisilat dengan titrasi asam basa
menggunakan indicator fenolftalein dan NaOH 0,1 N sebagai peniter
Dibuat kurva antara kelarutan Asam salisilat dengan konstanta dielektrik
campuran
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University16 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
I. HASIL PENGAMATAN
a. Pengaruh Pelarut Campur (Cosolvent) Terhadap Kelarutan suatu Zat
Tabel 1. Komposisi Pelarut Campur
Air (% v/v) Alkohol (% v/v) Propilen glikol (% v/v)
30 10 10
30 17,5 2,5
30 20 0
30 15 5
Tabel 2. Volume NaOH Setelah Titrasi Asam Basa
No Volume NaOH Konsentrasi Asam Salisilat
Terlarut
1. 48,4 ml 9,68 × 10-2 M
2. 28,3 ml 5,66 × 10-2 M
3. 26,5 ml 5,3 × 10-2 M
4. 45 ml 9 × 10-2 M
b. Pengaruh Penambahan Surfaktan Terhadap Kelarutan Suatu Zat.
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University17 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Penambahan Campuran
Surfaktan
Konsentras
i Asam
salisilat
Konsentrasi
Tween
NaOH
0,1 N
0 ml 1.72 × 10-2 0 8.6
1.5 ml 1.64 × 10-2 0.6 8.2
10 ml 2.1 × 10-2 4 10.5
20 ml 2.5 × 10-2 8 12.5
c. Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat
pH NaOH 1 NKonsentrasi kadar Asam
salisilat yang terlarut
5 27,9 1,116
6 6,3 0,252
7 4 0,16
8 3,9 0,156
GRAFIK DARI HASIL PERCOBAANKELARUTAN DENGAN PENGARUHNYA MASING-MASING.
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University18 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
27 27.5 28 28.5 29 29.5 30 30.5 31 31.50
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
R² = 0.202911678767692
GRAFIK PENGARUH KOSOLVEN TERHADAP KELARUTAN
nilai kd terhadap kelarutanLinear (nilai kd terhadap kelarutan)
7 8 9 10 11 12 130
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
R² = 1
GRAFIK PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KE-LARUTAN
PENGARUH SURFAKTANLinear (PENGARUH SURFAKTAN)
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University19 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
0 1 2 3 4 5 6 7 8 90
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
R² = 0.976800482424101
GRAFIK KMK (KONSENTRASI MISEL KRITIS)
GRAFIK KMKLinear (GRAFIK KMK)
2 3 4 5 6 7 8 90
200
400
600
800
1,000
1,200
R² = 0.0508474576271187
Grafik pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat
kadar asam salisilatLinear (kadar asam salisilat)
pH
kons
entr
asi a
sam
salis
ilat
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University20 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
J. PEMBAHASAN
a. PENGARUH PENAMBAHAN COSOLVENT TERHADAP
KELARUTAN.
Pada percobaan ini diawali dengan melakukan pencampuran larutan
yaitu antara air, alkohol dan propilen glikol dengan perbandingan yang
berbeda-beda sesuai dengan yang telah ditentukan. Kemudian sampel
(asam salisilat) dilarutkan dalam pelarut campuran tersebut dan dilakukan
pengocokan dengan menggunakan pengocok orbital selama 1 jam. Setelah
itu dilakukan titrasi pembakuan terhadap larutan baku sekunder (NaOH 0,1
N). Titrasi yang dilakukan adalah titrasi asam-basa, yaitu titrasi terhadap
larutan asam salisilat terhadap larutan yang berasal dari basa dengan
menggunakan indikator fenolptalein (pp). Indikator fenolptalein dipilih
karena rentang pH yang dimilikinya, yaitu berkisar 8,0 - 10,0. Indikator
fenolptalein berfungsi untuk menetapkan atau mengetahui titik akhir titrasi
atau titik ekuivalen. Titik ekuivalen titrasi adalah titik dimana larutan titran
dan larutan uji telah bereaksi sempurna yang ditandai dengan terjadinya
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna merah muda atau
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University21 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
pink rose.hingga diperoleh larutan jenuh, yaitu larutan dimana zat terlarut
ada yang tidak larut dalam pelarutnya. Larutan kemudian difiltrasi dengan
kertas saring untuk memisahkan endapan dan pengotor.
Larutan yang telah disaring kemudian di titrasi dengan larutan NaOH
dan indikator pp hingga diperoleh titik ekuivalen. Titrasi harus dilakukan
dengan cepat untuk mencegah terjadinya penguapan dari alkohol karena
sifat alkohol yang sangat mudah menguap. Volume NaOH yang dibutuhkan
untuk menitrasi asam salisilat dalam berbagai konsentrasi pelarut campur,
berbeda-beda. Volume NaOH yang dibutuhkan hanya sedikit untuk asam
salisilat dengan pelarut campur yang kandungan airnya lebih banyak.
Semakin banyak jumlah air dalam pelarut campur volume NaOH yang
dibutuhkan akan semakin sedikit, sebaliknya semakin banyak volume
alkohol dalam pelarut campur volume NaOH yang dibutuhkan semakin
banyak. Pada percobaan ini menunjukkan titik ekuivalen dengan waktu
yang lama, sehingga memerlukan volume NaOH yang cukup banyak Hal ini
disebabkan NaOH lebih mudah bereaksi dengan air dibanding dengan
alkohol.
Asam salisilat sangat mudah larut dalam etanol, sangat sukar larut
dalam aquadest. Banyaknya volume titran (NaOH) juga dipengaruhi oleh
kelarutan dari asam salisilat tersebut. Dengan etanol pekat (96%) asam
salisilat sangat mudah larut sehingga jika kandungan alkohol pada pelarut
campur lebih banyak asam salisilat yang terlarut pun semakin banyak dan
ikatannya semakin kuat, sehingga pada saat di titrasi dengan NaOH ikatan
akan sulit dipisahkan sehingga dibutuhkan volume NaOH yang lebih
banyak. Berbeda dengan apabila kandungan aquadest lebih banyak maka
volume NaOH yang dibutuhkan lebih sedikit karena asam salisilat yang
terkandung dalam pelarut lebih sedikit, terlebih lagi sebelum dilakukan
titrasi, penyaringan dilakukan untuk mendapatkan larutan jenuh, dimana
asam salisilat yang tidak larut akan tertinggal dikertas saring sehingga
asam salisilat berada dalam bentuk asam bebas. Dengan demikian titrasi
yang terjadi hanya antara NaOH dan aquadest.(Domina, 2010).
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University22 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut
polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula
sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti
perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang
rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air.
Senyawa polar (mempunyai kutub atau muatan) akan mudah larut
dalam senyawa polar. Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam
merupakan senyawa polar sehingga mudah larut dalam air yang juga
merupakan senyawa polar.
Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai
berikut :
· Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.
· Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini
bersifat amfiprotik.
· Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.(Ahmad, 2009)
Pada percobaan ini diawali dengan melakukan pencampuran larutan
yaitu antara air, alkohol dan propilen glikol dengan perbandingan yang
berbeda-beda sesuai dengan yang telah ditentukan. Kemudian sampel
(asam salisilat) dilarutkan dalam pelarut campuran tersebut dan dilakukan
pengocokan dengan menggunakan pengocok orbital selama 1 jam. Setelah
itu dilakukan titrasi pembakuan terhadap larutan baku sekunder (NaOH 0,1
N).
Titrasi yang dilakukan adalah titrasi asam-basa, yaitu titrasi terhadap
larutan asam salisilat terhadap larutan yang berasal dari basa dengan
menggunakan indikator fenolptalein (pp). Indikator fenolptalein dipilih
karena rentang pH yang dimilikinya, yaitu berkisar 8,0 - 10,0. Indikator
fenolptalein berfungsi untuk menetapkan atau mengetahui titik akhir titrasi
atau titik ekuivalen. Titik ekuivalen titrasi adalah titik dimana larutan titran
dan larutan uji telah bereaksi sempurna yang ditandai dengan terjadinya
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna merah muda atau
pink rose.hingga diperoleh larutan jenuh, yaitu larutan dimana zat terlarut
ada yang tidak larut dalam pelarutnya. Larutan kemudian difiltrasi dengan
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University23 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
kertas saring untuk memisahkan endapan dan pengotor. Larutan yang
telah disaring kemudian di titrasi dengan larutan NaOH dan indikator pp
hingga diperoleh titik ekuivalen.
Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk mencegah terjadinya
penguapan dari alkohol karena sifat alkohol yang sangat mudah menguap.
Volume NaOH yang dibutuhkan untuk menitrasi asam salisilat dalam
berbagai konsentrasi pelarut campur, berbeda-beda. Volume NaOH yang
dibutuhkan hanya sedikit untuk asam salisilat dengan pelarut campur yang
kandungan airnya lebih banyak. Semakin banyak jumlah air dalam pelarut
campur volume NaOH yang dibutuhkan akan semakin sedikit, sebaliknya
semakin banyak volume alkohol dalam pelarut campur volume NaOH yang
dibutuhkan semakin banyak. Hal ini disebabkan NaOH lebih mudah
bereaksi dengan air dibanding dengan alkohol.
Asam salisilat sangat mudah larut dalam etanol, sangat sukar larut
dalam aquadest. Banyaknya volume titran (NaOH) juga dipengaruhi oleh
kelarutan dari asam salisilat tersebut. Dengan etanol pekat (96%) asam
salisilat sangat mudah larut sehingga jika kandungan alkohol pada pelarut
campur lebih banyak asam salisilat yang terlarut pun semakin banyak dan
ikatannya semakin kuat, sehingga pada saat di titrasi dengan NaOH ikatan
akan sulit dipisahkan sehingga dibutuhkan volume NaOH yang lebih
banyak. Berbeda dengan apabila kandungan aquadest lebih banyak maka
volume NaOH yang dibutuhkan lebih sedikit karena asam salisilat yang
terkandung dalam pelarut lebih sedikit, terlebih lagi sebelum dilakukan
titrasi, penyaringan dilakukan untuk mendapatkan larutan jenuh, dimana
asam salisilat yang tidak larut akan tertinggal dikertas saring sehingga
asam salisilat berada dalam bentuk asam bebas. Dengan demikian titrasi
yang terjadi hanya antara NaOH dan aquadest.(Domina, 2010)
Maka grafik yang diperoleh antara konstanta dielektrik(kd) dan
konsentrasi asam salisilat adalah
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University24 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
27 27.5 28 28.5 29 29.5 30 30.5 31 31.50
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
R² = 0.202911678767693
GRAFIK PENGARUH KOSOLVEN TERHADAP KELARUTAN
nilai kd terhadap kelarutanLinear (nilai kd terhadap kelarutan)
Dari grafik berdasarkan litelatur pengaruh pelarut campur terhadap
kelarutan, dapat diketahui bahwa semakin banyak alkohol yang terkandung
dalam pelarut campur tersebut maka kelarutan asam salisilatnya semakin
tinggi.
b. PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN.
Pada praktikum kali ini dapat dilihat dari data pengamatan
bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan yang dimasukan ke
dalam larutan asam salisilat, semakin besar juga volume NaOH
pada saat dilakukan titrasi asam basa. Hal ini menunjukan bahwa
semakin besar konsentrasi surfaktan, maka semakin tinggi juga
kelarutan dari asam salisilat.
Ini terjadi karena surfaktan merupakan molekul ampifilik yaitu
memiliki gugus hidrofil (suka air/polar) dan memiliki gugus lipofil
(suka minyak.nonpolar) sehingga surfaktan memiliki afinitas
dengan pelarut polar (air) ataupun nonpolar (minyak).
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University25 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Grafik antara konsentrasi asam salisilat dengan konsentrasi
surfaktan sebagai berikut :
7 8 9 10 11 12 130
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
R² = 1
GRAFIK PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KE-LARUTAN
PENGARUH SURFAKTANLinear (PENGARUH SURFAKTAN)
Berdasarkan grafik di atas, konsentrasi asam salisilat semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi surfaktan.
Grafik setelah naik akan memperlihatkan garis lurus yang berarti
konsentrasinya menjadi konstan.
Hal ini menunjukan surfaktan tersebut telah menurunkan
tegangan permukaan pada larutan asam salisilat sampai pada titik
KMK (Konsentrasi Misel Kritik). Pada titik KMK (Konsentrasi Misel
Kritik) ini surfaktan menjadi jenuh dan surfaktan yang berlebih
akan membentuk misel. Misel sendiri adalah suatu agregat yang
mengandung monomer-monomer surfaktan. Pada konsentrasi
setelah KMK (Konsentrasi Misel Kritik), surfaktan akan
meningkatkan kelarutan zat yang tidak larut air karena zat
tersebut dapat tersembunyi di dalam misel.
Misel ini berperan dalam proses solubilisasi miselar. Solubilisasi
miselar adalah suatu pelarutan spontan yang terjadi pada molekul
zat yang sukar larut dalam air melalui interaksi yang reversibel
dengan misel dari surfaktan larutan sehingga terbentuk suatu
larutan yang stabil secara termodinamika.
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University26 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Grafik kmk
0 1 2 3 4 5 6 7 8 90
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
R² = 0.976800482424101
GRAFIK KMK (KONSENTRASI MISEL KRITIS)
GRAFIK KMKLinear (GRAFIK KMK)
c. Pengaruh pH terhadap kelarutan
Suatu larutan terdiri dari dua komponen yang penting. Biasanya
salah satu komponen yang mengandung jumlah zat terbanyak
disebut sebagai pelarut (solven). Sedangkan komponen lainnya yang
mengandung jumlah zat sedikit disebut zat terlarut (solut). Kedua
komponen dalam larutan dapat sebagai pelarut atau zat terlarut
tergantung komposisinya. Misalnya dalam alkohol 70% (70 : 30),
maka alkohol merupakan pelarut dan air sebagai zat terlarut.
Sedangkan dalam keadaan yang sukar ditentukan seperti alkohol
50% (50 : 50), karena jumlah kedua zat dalam larutan sama, maka
baik alkohol maupun air dapat dianggap pelarut atau zat terlarut.
Untuk campuran zat padat dalam air, seperti sirop 60% (60 : 40),
kebanyakan orang memilih air sebagai pelarut karena air tetap
mempertahankan keadaan fisiknya, dan gula sebagai zat terlarut
karena berubah keadaan fisiknya (Koesman, 2007).
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University27 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Untuk menjamin larutan homogen yang jernih dan keefektifan
terapi yang maksimum, pembuatan harus disesuaikan pada pH
optimum. Pada percobaan ini digunakan sampel asam salisilat yang
akan diukur kadar konsentrasi yang terlarutnya. Karakteristik dari
asam salisilat ini sebagai berikut:
Asam salisilat (FI IV, hlm 51)
Nama resmi : Acidum Salicylicum
Sinonim : Asam salisilat
RM/BM : C7H6O3/138,12
Pemerian : Hablur putih, umumnya seperti jarum,
atau serbuk putih, tidak berbau atau berbau
lemah
Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam
etanol, larut dalam kloroform dan dalam eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai sampel
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ph
terhadap kelarutan suatu zat. Dengan menyiapkan larutan dapar
Fosfat dengan pH 5, 6, 7 dan 8. Lau diambil dari setiap larutan 25 ml,
kemudian ditambahkan asam salisilat. Yang selanjutnya dikocok
menggunakan pengocok orbital selama 1 jam. Lalu disaring dan
ditentukan kadar asam salisilat yang terlarut dengan titrasi asam
basa menggunakan indiKator Fenolftalein dengan peniter NaOH 1 N.
Dari hasil percobaan setelah dikocok selama 1 jam dan dilakukan
titrasi, dapat diketahui kadar asam salisilat yang terlarut adalah
sebagai berikut:
a. pH 5: 27,9
b. pH 6: 6,3
c. pH 7: 4
d. pH 8: 3,9
Dari data tersebut, kita dapat membuat kurva atau grafik
hubungan antara konsentrasi zat yang diperoleh dengan pH larutan.
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University28 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Dari data diatas dapat kita ketahui bahwa semakin besar ph
maka konsentrasi zat yang terlarut dalam larutan tersebut akan
semakin mengecil. Seperti terlihat digambar grafik dibawah ini:
4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.50
5
10
15
20
25
30
Grafik pengaruh pH terhadap ke-larutan suatu zat
Dari grafik diatas, dapat diketahui bahwa semakin tinggi pH
maka akan semakin rendah konsentrasi asam salisilat yang
terlarutnya. Hal ini dipengaruhi oleh dari hasil titrasi yang kurang
tepat, sehingga dapat mempengaruhi larutan dapar tersebut.
Sedangkan seharusnya apabila pH nya tinggi, maka kelarutannya pun
akan naik atau meningkat. Hal ini terjadi karena suatu zat aktif yang
memiliki pH asam, maka kelarutannya pun akan tinggi.
Pengaruh ph disini adalah Pengaruh pH. Kelarutan asam-asam
organik lemah (misalnya barbiturat dan sulfanamida) dalam air akan
bertambah dengan naiknya pH. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya
garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik
seperti alkaloida dan anestetik lokal pada umumnya sukar larut
dalam air. Bila pH diturunkan dengan penambahan asam kuat maka
akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air.
Pengaruh temperatur. Kelarutan zat padat dalam larutan ideal
tergantung pada temperatur. Makin tinggi temperatur, maka makin
tinggi pula kelarutan.
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University29 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Pada grafik terlihat bahwa kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh
pH.hal ini dikarenakan reaksi asam basa yang terjadi yang membuat
asam salisilat berikatan dengan basa membentuk molekul garam dan
air. Dalam hal ini asam salisilat dapat terionisasi sehingga dapat
mudah larut. (Martin, 2008)
Reaksi asam basa:
Asam + basa garam + air
Asam salisilat yang bersifat asam lemah akan lebih mudah larut
dalam pelarut yang bersifat basa. Dalam hal ini, asam salisilat larut
dengan baik pada pH 8. Semakin tinggi pH-nya maka semakin larut
pula asam salisilatnya. Dalam perhitungan juga terbukti jelas
konsentrasi maksimum pelarutan ada di pH 8 sebesar 0,1284 N, lebih
besar dibandingkan pH dibawahnya.
Penentuan pH optimum tidak dapat ditentukan dikarenakan
percobaan ini dilakukan hanya pada pH 5-8 sedangkan pH dibawah
dan diatasnya tidak diujicobakan. Selain itu pada saat pengocokan
juga terdapat bahan yang larut, namun tidak dilakukan penambahan
asam salisilat lagi jadi tidak dapat diketahui juga berapa kadar
maksimum pelarutan asam salisilat terhadap pengaruh pH ini.
K. KESIMPULAN
Pengaruh Pelarut Campur Terhadap Kelarutan Suatu Zat
Dari data pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan
bahwa :
Dengan bertambahnya konsentrasi alkohol pada pelarut campur
dapat meningkatkan kelarutan asam salisilat yang ditambahkan pada
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University30 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
pelarut itu. Semakin tinggi konsentrasi alkohol maka semakin banyak asam
salisilat yang dapat dilarutkan kedalamnya.
· Pengaruh surfaktan terhadap kelarutan
Dari data pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan
bahwa surfaktan dapat meningkatkan kelarutan setelah mencapai KMK
karena pada keadaan KMK zat yang tidak terlarut tersembunyi di dalam
misel.
· Pengaruh pH terhadap kelarutan
Dari percobaan pengaruh pH terhadap kelarutan, dapat disimpulkan
bahwa pH sangat berpengaruh terhadap kelarutan. Asam salisilat yang
bersifat basa lemah larut terhadap larutan yang ber pH basa lemah. Hal ini
dapat terlihat pada hasil perhitungan berikut ini:
pH NaOH 1 NKonsentrasi kadar Asam
salisilat yang terlarut
5 27,9 1,116
6 6,3 0,252
7 4 0,16
8 3,9 0,156
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University31 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
DAFTAR PUSTAKA
1. Agoes, G. 2006. Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: Penerbit ITB.
2. Kurniawan, D. W. 2009.Teknologi Sediaan Farmasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
3. Martin, A et.al. 1993. Farmasi Fisika. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
4. Perrie, Y. 2010. FASTtrack: Pharmaceutics - Drug Delivery and Targeting. London: Pharmaceutical Press.
5. Jones, D. 2008. FASTtrack: Pharmaceutics – Dosage Form and Design. London: Pharmaceutical Press.
6. Langley, C. 2008. FASTtrack: Pharmaceutical Compounding and Dispensing.London: Pharmaceutical Press.
7. http://fasttrackpharmacy.com.Diakses pada tanggal 10 Oktober 2010.
8. http://pharmpress.com.Diakses pada tanggal 10 Oktober 2010.
Bandung, 1o Mei 2011
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University32 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
MengesahkanAsisten Penanggungjawab Kelompok, Nilai Laporan Praktikum,
_______Septian Andryana N_________________________
______________________________
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University33 dari 30