BAB IVKONSEP DAN ARAHAN PENATAAN RUANG
BAGIAN WILAYAH KOTA II
4.1 Tujuan Penataan Ruang BWK II
Penataan ruang kota merupakan proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Tata ruang
sendiri adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang wilayah
nasional, ruang wilayah kabupaten/kotamadia, yang mencakup
perkotaan dan perdesaan, baik direncanakan maupun tidak yang
menunjukkan adanya hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang.
Secara umum prinsip -prinsip penataan ruang BWK adalah sebagai
berikut:
1. Azas penataan ruang:
a. Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu,
berdaya guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan;
b. Keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.
2. Tujuan penataan ruang:
a. Meningkatkan peran kota dalam pelayanan yang lebih luas
agar mampu berfungsi sebagai pusat pembangunan dalam
suatu pengembangan wilayah;
b. Memberikan kejelasan pemanfaatan ruang yang lebih akurat
dan berkualitas;
c. Mempercepat pembangunan secara tertib dan terkendali;
d. Terselenggaranya peraturan pemanfaatan ruang kawasan
lindung dan kawasan budidaya;
e. Tercapainya pemanfaatan ruang yang akurat dan berkualitas
untuk:
Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya
alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan
sumber daya manusia;
Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna, dan tepat
guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia;
Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur
dab sejahtera;
Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah
serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan;
Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan
keamanan.
4.2 Fungsi dan Peran Bagian Wilayah Kota II
Bagian Wilayah Kota II (BWK II) merupakan daerah transisi antara
daerah pusat kota dengan daerah pinggiran kota. Sebagai daerah
ekstensi dari pusat kota maka BWK II memiliki peranan sebagai daerah
penunjang pusat kota serta daerah lain yang berada di belakangnya.
Berdasarkan kondisi tersebut diatas maka beberapa peranan yang
dimiliki oleh BWK II di tinjau dari potensi-potensi yang ada adalah
sebagai berikut:
1. Secara fisik geografis, BWK II memiliki lokasi yang cukup strategis
didalam menghubungkan daerah-daerah yang berada disekitarnya
khususnya antara daerah pusat kota dengan daerah pinggiran kota.
2. Berdasarkan kebijaksanaan yang telah di tetapkan, BWK II memiliki
beberapa fungsi utama yaitu fungsi sebagai kawasan pemukiman
perkotaan, kawasan perkantoran, kawasan perdagangan dan jasa,
kawasan percampuran (permukiman dan perdagangan), kawasan
olah raga dan rekreasi dan kawasan pendidikan.
3. Berdasarkan fasilitas-fasilitas yang dimilikinya, BWK II memiliki
beberapa fasilitas yang mempunyai skala pelayanan regional yaitu
sebagai pusat pendidikan tinggi serta kawasan olahraga dan
rekreasi.
Berdasarkan beberapa peranan tersebut maka penjelasan elemen-
elemen fungsi untuk masing-masing kelurahan yang berada di BWK II
adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Permukiman perkotaan, beberapa kelurahan yang
mendukung fungsi tersebut diatas meliputi Kelurahan Bendungan,
Petompon, Bendan Duwur, Karangrejo, Jomblang, Kaliwiru,
Jatingaleh, Karanganyar Gunung, Lempongsari, Bendan Ngisor,
Gajah Mungkur, Sampangan, Wonotinggal, Candi, dan Tegalsari.
2. Fungsi Perkantoran, beberapa kelurahan yang berkembang menjadi
fungsi perkantoran meliputi, Kaliwiru, Karangrejo, Wonotinggal,
Tegalsari, dan Jatingaleh.
3. Fungsi Perdagangan dan Jasa, beberapa kelurahan yang
berkembang menjadi fungsi perdagangan dan jasa meliputi
kelurahan Wonotinggal, Jatingaleh, dan Gajah Mungkur.
4. Fungsi Campuran (Permukiman dan Perdagangan) meliputi
Kelurahan Sampangan, Wonotinggal, Jomblang, Petompon,
Tegalsari.
5. Fungsi Kawasan Olahraga dan Rekreasi, beberapa kelurahan yang
memiliki fungsi tersebut meliputi Kelurahan Karangrejo, dan
Kelurahan Kaliwiru.
6. Fungsi Kawasan Pendidikan, beberapa kelurahan yang berkembang
menjadi fungsi kawasan pendidikan meliputi Kelurahan Bendan
Duwur, Sampangan, dan Petompon, Gajah Mungkur, Jatingaleh, dan
Karangrejo.
Berdasarkan peran dan fungsi tersebut maka struktur pelayanan BWK II
diarahkan untuk dapat memanfatkan potensi - potensi kawasan untuk
dikembangkan menjadi pusat kegiatan baik untuk skala pelayanan
tingkat regional, kota ataupun BWK.
4.3 Konsep Penataan Ruang Bagian Wilayah Kota II
4.3.1.Konsep Struktur Tata Ruang
Konsep struktur tata ruang Bagian Wilayah Kota (BWK) merupakan
gambaran tentang konsep dari pola tata jenjang pusat-pusat pelayanan
dan pola jaringan jalan serta distribusi penduduk pada pusat-pusat
pelayanan suatu Bagian Wilayah Kota (BWK) yang akan mendasari
perencanaan struktur Bagian Wilayah Kota (BWK) ke dalam bentuk
susunan/formasi yang terdiri dari berbagai ruang fungsional sesuai
dengan jenis kegiatannya, tujuan dan ruang lingkup pelayanan yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan penduduk sekitar dalam
pengembangan lingkungan secara optimal.
Secara khusus konsep struktur tata ruang kota menunjukkan hal-hal
sebagai berikut:
a) Penetapan tingkat pengembangan masing-masing wilayah secara
proporsional kecenderungan pengembangan fungsional yang
sedang berlangsung.
b) Mengatur hirarki fungsi dalam bentuk pembagian intensitas fisik,
dan mengatur pengembangan wilayah secara merata dan
proporsional, agar tidak terjadi akumulasi kegiatan yang melebihi
batas daya dukungnya.
c) Memberikan pedoman dalam pola pemanfaatan lahan terutama
dalam penyediaan fasilitas sosial dan utilitas yang dibutuhkan.
Dengan adanya rencana struktur tata ruang BWK diharapkan dapat
lebih mengefektifkan jangkauan pelayanan terhadap sarana dan
prasarana serta pemerataan pemenuhan kebutuhan pelayanan fasilitas
dan utilitas tiap wilayah dalam BWK tersebut.
a. Struktur Tata Ruang BWK
Dasar-dasar penetapan pengembangan struktur tata ruang BWK
umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari dalam
(internal) maupun faktor–faktor dari luar (eksternal).
Untuk struktur tata ruang Bagian Wilayah Kota (BWK), faktor–faktor
internal yang memepengaruhi pola struktur tata ruangnya adalah:
Pola jaringan dan fungsi jalan dengan hirarkinya yang ada pada
saat ini.
Jenis penggunaan lahan yang dominan/mendominasi bagian
wilayah kota tersebut.
Jumlah dan distribusi penduduk pendukung.
Radius pelayanan yang dimiliki tiap pusat-pusat pelayanan yang
ada dalam bagian wilayah kota tersebut.
Tingkat kelengkapan fasilitas yang dimiliki dan skala
pelayanannya.
Sedangkan faktor-faktor eksternal yang akan mempengaruhi
struktur tata ruang kota adalah:
Penetapan jenis dan letak kegiatan penggunaan lahan yang
berskala regional/kota yang ada di bagian wilayah kota tersebut.
Pola dan fungsi jaringan jalan yang berskala regional/kota yang
melalui bagian wilayah kota tersebut.
Arah dan kecenderungan perkembangan Kabupaten Pekalongan
yang mengarah ke wilayah perencanaan
Berdasarkan kriteria-kriteria yang mempengaruhi struktur tata
ruang diatas, maka struktur tingkat pelayanan yang ada dalam tiap
bagian wilayah kota dibagi ke dalam tiga jenjang, yaitu:
a. Pusat pelayan skala regional
Pusat pelayanan regional di tujukan untuk melayani penduduk
di luar wilayah Kabupaten Pekalongan. Penetapan skala
pelayanan ini erat kaitannya dengan fungsi Kabupaten
Pekalongan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Jenis
fasilitas yang terdapat di pusat pelayanan ini adalah :
Fasilitas kesehatan : rumah sakit tipe A
Fasilitas peribadahan : masjid, Gereja dan Pura/kuil besar/
agung
Fasilitas pendidikan : pendidikan tinggi (universitas/
akademi), sekolah unggulan dan perpustakaan wilayah.
Fasilitas perdagangan : pasar raya, mall
Fasilitas olah raga dan rekreasi : Kompleks olah raga
b. Pusat pelayan skala Kota,
Pusat pelayanan ini mempunyai wilayah pelayanan seluruh
Kabupaten Pekalongan. Jenis fasilitas yang terdapat di pusat
pelayanan ini dapat berupa fasilitas kesehatan, fasilitas
peribadahan, fasilitas pendidikan, fasilitas perdagangan,
fasilitas olah raga dan rekreasi.
c. Pusat pelayan skala BWK
Pusat pelayanan skala bagian wilayah kota direncanakan
berada pada pusat permukiman. Jenis fasilitas yang terdapat di
pusat pelayanan ini meliputi :
Fasilitas kesehatan : rumah sakit tipe C atau puskesmas
Fasilitas peribadahan : masjid, Gereja dan Pura/kuil
Fasilitas pendidikan : perpustakaan
Fasilitas perdagangan : pasar, pertokoan
Fasilitas olah raga dan rekreasi : bioskop, taman, dsb.
d. Pusat pelayanan skala Blok,
Pusat pelayanan skala Blok merupakan pusat pelayanan hirarki
kedua dengan jangkauan pelayanan untuk satu blok
lingkungan. Pusat pelayanan ini idektik dengan fasilitas skala
pelayanan 30.000 penduduk. Fasilitas pelayanan terdiri dari
fasilitas pendidikan, fasilitas peribadatan, fasilitas perdagangan
dan jasa, Fasilitas kesehatan dan fasilitas olah raga dan ruang
terbuka.
e. Pusat pelayanan skala Sub-Blok.
Merupakan pusat pelayanan hirarki ke tiga dengan skala
pelayanan tingkat lingkungan. Pusat pelayanan ini idektik
dengan fasilitas skala pelayanan 10.000 penduduk. Fasilitas
pelayanan terdiri dari fasilitas pendidikan, Fasilitas
peribadatan, fasilitas perdagangan dan jasa, Fasilitas
kesehatan dan fasilitas olah raga dan ruang terbuka.
b. Konsep Pembagian Blok
Pembagian blok lingkungan di dalam Bagian Wilayah Kota (BWK)
merupakan salah satu upaya untuk mengefektifkan jangkauan
pelayanan terhadap sarana dan prasarana dalam suatu Bagian
Wilayah Kota. Pembentukan blok–blok lingkungan akan
memudahkan perencanaan kota berdasar kesamaan karakteristik
wilayah perencanaan, kedekatan dan hubungan yang kuat antar tiap
lingkungan. Dalam hal ini persebaran penduduk dapat semakin
mudah diarahkan dan dikontrol sehingga pelayanan fasilitas dan
utilitas kota menjadi lebih merata.
Pembagian blok di bagian wilayah kota ditentukan berdasarkan tolok
ukur sebagai berikut:
1. Jumlah penduduk pendukung.
Di dalam menentukan blok lingkungan, diharapkan terjadi
keseimbangan jumlah penduduk tiap–tiap blok lingkungan.
2. Kondisi geografis.
Pembagian blok lingkungan memperhatikan batas–batas fisik
lingkungan seperti sungai, saluran, jalan dan lain–lain yang
dapat dijadikan poedoman bagi kejelasan batas fisik.
3. Karakteristik kegiatan.
Dalam penentuan pembagian blok berdasar karakteristik
kegiatan dangan memperhatikan pola penggunaan lahan
wilayah perencanaan ataupun secara administrasi masih
terdapat dalam kesatuan pelayanan. Hubungan yang erat
dalam satu satuan lingkungan dapat dipertimbangkan dalam
penentuan blok lingkungan.
4. Radius Pelayanan.
Masing–masing blok yang direncanakan memiliki radius
pelayanan yang telah ditentukan dan memiliki efektifitas dalam
jangkauan pelayanan. Penentuan blok lingkungan tidak dapat
lepas dari kecenderungan tiap-tiap wilayah perencanaan serta
rencana pengembangannya dimasa yang akan datang.
4.3.2.Konsep Pola Pemanfaatan Lahan
a. Kriteria pola pemanfaatan lahan
Berdasarkan penetapan struktur tata ruang BWK, arah
pengembangan struktur dan pengembangan fasilitas pelayanan
dalam BWK, maka kriteria-kriteria pemanfaatan lahan dapat di
tentukan sebagai berikut:
Pemanfaatan lahan eksisting yang tidak menyimpang dari dasar
struktur pengembangannya struktur kegiatannya maka guna
lahan eksisting ini tetap dipertahankan dengan pengaturan
penataan lebih lanjut dengan pemanfaatan lahan secara
optimal.
Potensi daya dukung lahan terutama untuk lahan-lahan kosong
yang belum dimanfaatkan secara optimal dimanfaatkan menjadi
guna lahan baru yang dipandang lebih produktif dan
kemungkinan alih fungsi terutama untuk lahan-lahan yang
kurang tepat pemanfaatannya perlu dikaji kemungkinan alih
fungsinya kepada pemanfaatan lahan yang lebih efektif.
Konsep peruntukan lahan pada dasarnya merupakan usaha untuk
menampung berbagai kegiatan/fungsi yang telah, sedang dan akan
berkembang di bagian wilayah kota tersebut. Berbagai
fungsi/kegiatan tersebut adalah:
1. Permukiman perkotaan.
2. Perkantoran.
3. Perdagangan dan Jasa
4. Pendidikan
5. Konservasi
6. Jaringan prasarana dan utilitas
Dari berbagai jenis dan macam kegiatan masing-masing memiliki
persyaratan tertentu untuk pemilihan lokasi, baik untuk
kepentingannya sendiri maupun hubungan dengan fungsi lain (antar
fungsi). Persyaratan tersebut antara lain:
1. Permukiman.
Daerah permukiman cenderung memilih daerah datar dan
dekat dengan jaringan jalan dan transportasi umum serta
fasilitas pelayanan kota.
2. Perkantoran.
Daerah perkantoran pada lahan relatif datar, bebas genangan,
dekat akses jalan utama dan cenderung berada ditengah
kegiatan lainnya yang berkaitan.
3. Perdagangan dan Jasa.
Lahan relatif datar, dekat dengan akses ke jalan–jalan utama
kota dan luar kota, sehingga menjamin arus keluar masuk
barang dan dekat dengan fungsi-fungsi lain yang berkaitan,
seperti pergudangan, terminal/ stasiun.
4. Pendidikan
Berada pada kawasan yang tenang dan jauh dari gangguan
kegiatan yang dapat mengurangi semangat maupun
mangganggu proses kegiatan belajar-mengajar.
5. Daerah Lindung/Konservasi.
Daerah lindung ini meliputi lindung setempat dan lindung
karena daerah di bawahnya, yang meliputi garing sempadan
sungai, daerah rawan bencana dan daerah dengan kelerengan
di atas 40%.
6. Jaringan Prasarana dan Utilitas
Membentuk jaringan transportasi yang menguhubungkan
berbagai daerah fungsional dan bebas genangan banjir. Untuk
terminal tipe B dan tipe C berada dimungkinkan berada
ditengah-tengah permukiman, sedangkan untuk terminal tipe A
diharapkan berada di pinggir kota sehingga mudah dicapai dari
luar kota dan dalam kota.
b. Alokasi Penggunaan Lahan BWK II
Berdasarkan kecenderungan perkembangan kegiatan dan
kesesuaian fungsi guna lahan yang ada maka secara fungsional
penggunaan lahan masing-masing kawasan di BWK II dapat
diperinci sebagai berikut:
1. Perumahan perkotaan
Perumahan perkotaan dikembang disekuruh wilayah
perencanaan. Untuk mengendalikan kepadatan bagunan
perumahan dilakukan dengan penertiban IMB dan penataan
kawasan permukiman.
2. Perkantoran.
Penempatan Fasilitas Umum disesuaikan dengan penempatan
dan hirarki-hirarki pusat pelayanan. Pengembangan fasilitas
umum bersifat aglomerasi dengan fasilitas umum yang lain.
Sehingga dengan aglomerasi ini diharapkan akan
mempermudah warga sekitarnya dalam memanfaatkan
fasilitas tersebut serta menguntungkan dalam pengadaan
sarana-prasarana penunjangnya.
3. Perdagangan dan jasa.
Perdagangan dan jasa di Bagian Wilayah Kota II ini akan tetap
dikembangkan di sepanjang jalan-jalan utama di kawasan ini.
4. Pendidikan.
Bagian Wilayah Kota (BWK) II merupakan wilayah
pengembangan permukiman yang berskala pelayanan regional/
nasional. Hal ini ditandai dengan berdirinya Kampus Akpol dan
perguruan tinggi swasta di Daerah Bendan.
5. Kawasan Lindung/Konservasi
Sesuai dengan RTRW Kabupaten Pekalongan maka kawasan
konservasi yang ada di BWK II tetap dipertahankan
keberadaannya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga
keseimbangan lingkungan dan membatasi perkembangan fisik
kota.
4.4 Arahan Pengembangan Wilayah BWK II
Arahan pengembangan bagian wilayah kota (BWK) II dalam rencana
RDTRK Kabupaten Pekalongan 2000-2010 ini merupakan kerangka dasar
bagi perencanaan wilayah BWK II. Proses perumusan arahan dengan
pengkajian terhadap kebijaksanaan yang sudah ada serta kesimpulan-
kesimpulan dari hasil analisis beberapa aspek tertentu. Arahan ini
meliput arahan pengembangan penduduk, struktur tata ruang,
pemanfaatan ruang, sarana prasarana dan pengaturan bangunan.
4.4.1.Arahan Pengembangan Penduduk
Penentuan arahan pengembangan penduduk BWK II Kecamatan Gajah
Mungkur dan Candisari, terkait dengan faktor kebijakan lingkup regional
Kabupaten Pekalongan serta kebijaksanaan lokal yang tertuang dalam
tiap-tiap rencana bagian wilayah kota. Penentuan arah pengembangan
juga didasarkan pada kondisi perkembangan penduduk dan kemampuan
atau daya tampung wilayah. Strategi pengaturan kepadatan penduduk
dan penyebarannya diperhitungkan berdasarkan proyeksi jumlah
penduduk sampai dengan tahun perencanaan tahun 2010 terhadap luas
perumahan.
Faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan arah pengembangan
penduduk adalah : Untuk BWK II selain proyeksi jumlah penduduk secara
alami juga diperhitungkan mengenai proyeksi dan daya tampung
penduduk.
Sesuai dengan perkembangan yang ada sampai dengan akhir tahun
perencanaan maka luasan untuk perumahan akan lebih banyak. Hal ini
dimungkinkan karena adanya pengaruh fungsi dari BWK I sebagai pusat
kota. Selain itu, hal ini juga didukung secara geografis oleh kondisi BWK
II dimana selain dekat dengan pusat kota juga merupakan daerah bebas
banjir. Hal ini tidak menutup kemungkinkan adanya mutasi penduduk di
kawasan pusat kota ke kawasan ini.
Dari kondisi tersebut maka fungsi perumahan pada masa yang akan
datang akan lebih mengalami perkembangan dibanding dengan kondisi
saat ini. Perubahan fungsi tersebut nantinya akan mempengaruhi angka
kepadatan penduduk. Hal ini dapat terjadi karena kondisi perumahan
akan perumahan akan lebih kecil perpetakannya juga ada
kecenderungan dibangunnya rumah susun untuk mengantisipasi kondisi
pemukiman kumuh. Pembangunan rumah susun diarahkan untuk
dibangun pada kawasan yang mempunyai kepadatan tinggi.
Berdasarkan kebijakan penataan ruang wilayah dapat disimpulkan
bahwa pengembangan di wilayah BWK II pada pengembangan sektor
pendidikan, olah raga dan budaya/sejarah. Sedangkan berkaitan dengan
arah pengembangan penduduk di BWK II yaitu pengembangan
penduduk dengan tingkat kepadatan sedang sampai tinggi.
4.4.2 Arahan Struktur Tata Ruang
Pengembangan struktur tata ruang berdasarkan pada kondisi jaringan
jalan, fungsi dan peran BWK II, pola penyebaran kegiatan,
kecenderungan perkembangan, tingkat pelayanan kebutuhan ruang,
pola distribusi, hubungan fungsional dan bertuk struktur yang
direncanakan. BWK II yang terdiri dari Kecamatan Gajah Mungkur dan
Kecamatan Candisari, dalam konstelasi regional merupakan daerah
yang diarahkan bagi pengembangan pusat pendidikan, olah raga,
konservasi, dengan skala pelayananan BWK, kota bahkan regional dan
pengembangan budaya/sejarah.
Pengembangan struktur BWK II didasarkan pada kebijaksanaan yang
tercantum dalam arahan rencana tata ruang yang lebih tinggi dan
perkembangan kegiatan sudah terjadi. Untuk mencapai struktur tata
ruang yang efisien dalam pelaksanaan rencana penataan struktur ruang
BWK II, maka dibutuhkan struktur jaringan jalan dan sistem
pembangunan pusat pelayanan skala lingkungan maupun BWK. Dengan
kedua hal tersebut diharapkan tercipta suatu tata ruang yang optimal
dan efisien. Pertimbangan utama dalam penyusunan konsep struktur
tata ruang BWK II adalah :
Mengendalikan dan mengurangi mobilitas penduduk untuk menuju
ke pusat kota guna mengatasi kemacetan lalu lintas, dengan
memeratakan perkembangan wilayah dengan membuat pusat
kegiatan/pusat pertumbuhan yang dapat mengalihkan mobilitas
penduduk ke pusat kota.
Meningkatkan pemerataan pelayanan penduduk yang ada di BWK II
dengan mendistribusikan fasilitas pelayanan kebutuhan pada area
pemukiman penduduk.
Merangsang intensitas penggunaan lahan yang merata pada seluruh
wilayah BWK II, salah satunya dengan peningkatan sarana
transportasi. Akan tetapi pemanfaatan lahan harus tetap
memperhatikan kemampuan dan keterbatasan lahan.
Struktur utama BWK II terbentuk dengan adanya fungsi lahan yang
dominan yaitu Kawasan pendidikan tinggi swasta, olah raga,
pemukiman, dan budaya. Dari fungsi tersebut struktur BWK II
diwujudkan dengan jaringan-jaringan jalan dengan kegiatan yang
berlangsung. Struktur pembentuk BWK II adalah :
BWK II dilalui oleh jalur jalan arteri primer (jalan tol), yang
berfungsi sebagai jalur transportasi regional antar kota.
Jalan Setiabudi, Jalan Sultan Agung dan Jalan S. Parman sebagai
jalur utama kawasan kota atas menuju pusat kota dengan beban
lalu lintas yang padat terutama pada jam sibuk.
Jalan Tegalsari sebagai jalur alternatif menuju pusat kota dan
pusat-pusat pelayanan seperti kawasan Sriwijaya, Pasar
Peterongan, pertokoan Mataram dll.
Jalan Sampangan, Jalan lamongan dan jalan Kelud Raya merupakan
jalur utama menuju pusat dari kawasan pusat pendidikan swasta,
kawasan pusat pemukiman. Jalur ini berkembang kegiatan
perdagangan dan jasa sebagai salah satu pembentuk struktur
ruang.
Jalan Karangrejo - Jalan Pawiyatan Bendan Dhuwur - Bendan Ngisor
sebagai jalur utama dari kawasan kota atas menuju kawasan
pendidikan dan kawasan pusat olah raga. Di sepanjang jalan ini
saat ini mulai berkembang kegiatan perdagangan (toko/kios) dan
jasa. Kawasan ini merupakan pusat pendidikan tinggi swasta dan
kawasan pusat olah raga, serta Jalan Semeru sebagai jalur
alternatif menuju kawasan olah raga.
Jalan Papandayan dan Tumpang sebagai jalur alternatif menuju
kawasan pusat perdagangan pasar sampangan. Didominasi oleh
fungsi pemukiman dengan kepadatan sedang.
Jalan Sriwijaya juga sebagai pembentur struktur ruang BWK II yang
mempunyai fungsi sebagai jalan arteri sekunder, berkembang
secara linier kegiatan perdagangan jasa campuran.
4.4.3.Arahan Pemanfaatan Ruang
Pengembangan pemanfaatan ruang berdasarkan kepada kondisi fisik
dasar, fungsi dan peranan bagian wilayah kota. Berdasarkan potensi
kondisi fisik dasar dan kemampuan daya dukung lahan pada dasarnya
lahan di BWK II sesuai untuk dikembangkan sebagai daerah konservasi
dengan yang memungkinkan untuk dikembangkan menjadi kawasan
terbangun dengan kepadatan sedang – tinggi. Untuk daerah tertentu
pada kawasan BWK II yaitu daerah dengan kemiringan topografi 15 –
45% diarahkan untuk tetap dijadikan kawasan konservasi (lindung).
Secara umum penyediaan infrastruktur kota pada BWK II disesuaiakan
dengan daya tampung dan jangkauan palayanan. Arah pengembangan
pemanfaatan ruang di wilayah BWK II berdasarkan jenis-jenis
pemanfaatannya adalah sebagai berikut :
1. Arahan Pengembangan Kawasan Pendidikan.
Pada saat ini jangkauan pelayanan pendidikan terutama kawasan
perguruan tinggi swasta melayani kebutuhan pendidikan
pelayanan lokal Kabupaten Pekalongan dan regional. Pada
perkembangannya fasilitas pendidikan ini diharapkan tetap
memiliki fungsi pelayanan seperti kondisi sekarang. Sesuai dengan
fungsi tersebut maka arahan pemanfaatan ruang sebagai fungsi
pendidikan harus mempunyai aksesibilitas yang mudah dan sarana
prasarana harus dapat mendukung kegiatan pendidikan. Selain itu
pengembangan kawasan pendidikan harus tetap memperhatikan
faktor kondisi fisik dasar dan faktor kelestarian lingkungan.
2. Arahan Pengembangan Kawasan Perdagangan Dan
Kegiatan Ekonomi.
Kegiatan perdagangan di BWK II memiliki intensitas hubungan
fungsional yang kuat kegiatan yang berkembang. Kegiatan ini
mempunyai nilai strategis yang tinggi sehingga perlu adanya
arahan pengembangan kawasan yang tepat. Untuk arahan
pengembangan perdagangan BWK II, untuk mengembangkan
perdagangan dengan skala lingkungan sehingga dapat mengurangi
ketergantungan pelayanan pusat kota.
3. Arahan Pengembangan Kawasan Jasa, Perkantoran Dan
Budaya.
Sesuai dengan kondisi yang ada sekarang arahan pengembangan
kawasan jasa, perkantoran dan budaya diarahkan untuk
berkembang sesuai dengan kecenderungan sekarang yaitu
sepanjang Kawasan Sriwijaya.
4. Arahan Pengembangan Pemukiman.
Diarahkan dapat menciptakan keserasian lingkungan dengan
pengaturan kawasan perumahan yang ada, serta memberikan
arahan secara seksama untuk pengembangan kawasan perumahan
tersebut sesuai dengan persyaratan pemukiman. Kawasan
pemukiman ini kemudian dilengkapi dengan infrastruktur yang
memadai.
5. Arahan pengembangan sistem transportasi.
Kepadatan lalu lintas tergantung pada kegiatan yang ada di
sepanjang jalan. Arahan pengembangan sistem transportasi terdiri
dari dari beberapa aspek, yaitu rencana pengembangan sarana
prasarana, fasilitas. Untuk mendukung terbentuknya struktur ruang
perlu adanya kebijaksanaan pengembangan manajemen
transportasi.
6. Arahan Intensitas Penggunaan Lahan.
Kebijaksanaan intensitas penggunaan lahan meliputi arahan untuk
pengendalian distribusi kepadatan penduduk dan kepadatan
bangunan. Kedua hal ini harus mempertimbangkan aspek
aksesibilitas ke pusat kegiatan kota dan ke suatu bagian wilayah
kota terhadap kota secara keseluruhan.
7. Kebijaksanaan Penggunaan Lahan.
Mengembangkan kawasan hijau dengan kemiringan
curam/daerah, dan daerah rawan longsor sebagai kawasan
lindung dengan menanami tanaman penyangga, sehingga
keberadaanya dapat berfungsi sebagai penahan aliran air dan
cadangan air. Untuk kawasan perumahan diarahkan tetap
menyediakan lahan untuk penghijauan sebagai cadangan air
kota bawah.
Sedangkan arahan pengembangan lahan terbangun harus
memperhatikan beberapa fungsi lindung yang ada di wilayah
ini sehingga lahan terbangun tersebut menjadi lebih optimal
dan tidak merusak lingkungan sekitarnya.
Untuk kawasan pendidikan, olah raga dan budaya/sejarah
diarahkan tetap berkembang sesuai dengan kondisi yang ada
sekarang.
Mengembangkan kegiatan perdagangan untuk pusat pelayanan
lingkungan untuk mengatasi kepadatan di pusat BWK/kota.
8. Kebijaksanaan dan Strategi Prasarana dan Sarana
Perkotaan
Kebijaksanaan pelayanan fasilitas dan utilitas dilakukan dengan
pembenahan dan peningkatan kondisi yang sudah ada disesuaikan
dengan jumlah/ penyebaran penduduk serta jangkauan pelayanan.
Arahan jenis sarana dan prasarana yang harus disediakan meliputi
fasilitas untuk melayani dalam lingkup regional, kota, BWK, dan
lingkungan/blok. Disamping itu juga mempertimbangkan faktor
aksesibilitas pelayanan penduduk kota dalam hubungannya
dengan penduduk, dan juga dimaksudkan sebagai faktor pengikat
kesatuan lingkungan. Penentuan kebutuhan sarana prasarana
diperhitungkan dengan daya tampung penduduk yang akan
dilayani. Strategi pengembangan prasarana dan sarana kota
dilakukan dengan mempertimbangkan kebijaksanaan penataan
ruang pada masing-masing sektoral.
9. Kebijaksanaan dan Strategi Pengaturan Bangunan
Kebijaksanaan pengaturan bangunan mencakup pengaturan
intensitas penggunaan lahan, penentuan Koofisien Dasar Bangunan
(KDB), Koofisien Lantai Bangunan KLB dan Garis Sepadan
Bangunan (GSB). Penetapan KDB, KLB dan GSB ditetapkan dengan
pertimbangan beberpa hal yaitu Jenis kegiatan yang akan
dikembangkan, Intensitas kegiatan, keadaan fisik, dan
kebijaksanaan yang tertuang dalam rencana tata ruang yang lebih
tinggi. Secara spesifik kebijaksanaan poengembangan intensitas
penggunaan lahan dapat diuraikan sebagai berikut :
Pengaturan intensitas penggunaan lahan dimplementasikan
berupa pengendalian distribusi kepadatan penduduk dan
distribusi kepadatan bangunan.
Pengaturan kepadatan bangunan dan pengendalian aspek
jarak fisik dari pusat-pusat kegiatan kota serta tingkat
aksesibilitas suatu bagian wilayah kota terhadap struktur kota
secara keseluruhan.
Pengaturan massa bangunan dengan penyesuaian terhadap
kebijaksanaan KDB, KLB dan GSB dengan didasarkan kepada
kondisi BWK II. Didukung dengan pengketatan peraturan-
peraturan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan
untuk bangunan baru.
Pengaturan KLB massal yang berupa upaya pengendalian KDB
pada kawasan pemukiman baru sebesar 60% dari keseluruhan
luas kawasan perencanaannya di luar luasan yang
dipergunakan untuk jaringan utilitasnya.
Pengaturan KDB pada rumah/permukiman tunggal sebesar
60% pada kawasan yang mempunyai tingkat kelerengan
rendah (kurang dari 40%) sedangkan untuk kawasan dengan
kelerengan 35-40% KDB maksimum sebesar 40%
Pengaturan GSB didasarkan pada fungsi dan lebar jalan (GSB =
½ l. jalan), dan adanya pengaturan spesifik pada kawasan
tertentu seperti pengaturan bangunan pada kawasan
perdagangan jasa.
Ketinggian bangunan yang dipengaruhi oleh fungsi bangunan,
arahan ketinggian bangunan yaitu perumahan 1 – 2 lantai,
fungsi perdagangan 2 – 7 lantai.