Download - Konflik komunikasi organisasi aceh papua
KONFLIK KOMUNIKASI ORGANISASI ACEH & PAPUA
Oleh:
Hana Eka Kurniasari
0110112510
2013
A. Konflik Komunikasi Organisasi Propinsi Daerah Istimewa Aceh
1. Latar Belakang
Anthony Reid, seorang ahli sejarah Asia Tenggara yang pernah
belajar di Selandia Baru dan Cambridge. Dalam buku yang diberi judul
“Asal Mula Konflik Aceh” menyebutkan bahwa Aceh sudah bergejolak
dalam konflik sebelum bergabung bersama Indonesia hingga akhir abad
19. Saat Aceh ditetapkan menjadi salah satu wilayah Kesatuan Republik
Indonesia, pun Aceh dalam konflik.
Bicara tentang konflik Aceh harus bicara kelahiran negara Republik
Indonesia. Sebab, dari situlah kisah gerakan menuntut kemerdekaan
dimulai. Lima hari setelah RI diproklamasikan, Aceh menyatakan
dukungan sepenuhnya terhadap kekuasaan pemerintahan yang berpusat
di Jakarta. Tetapi, ternyata tak semua tokoh Aceh mengucapkan janji setia.
Mereka para hulubalang, prajurit di medan laga. Prajurit yang berjuang
melawan Belanda dan Jepang. Mereka yakin, tanpa RI, mereka bisa
mengelola sendiri negara Aceh. Inilah kisah awal sebuah gerakan
kemerdekaan.
Tahun 1948, ketika pemerintahan RI berpindah ke Yogyakarta dan
Syafrudin Prawiranegara ditunjuk sebagai Presiden Pemerintahan Darurat
RI (PDRI), Aceh minta menjadi propinsi sendiri. Tahun 1950 kekecewaan
tumbuh. Propinsi Aceh dilebur ke Propinsi Sumatera Utara. Rakyat Aceh
marah. Apalagi, janji Soekarno pada 16 Juni 1948 bahwa Aceh akan diberi
hak mengurus rumah tangganya sendiri sesuai syariat Islam tak juga
dipenuhi.
Gerakan Aceh Merdeka atau GAM lahir di era Soeharto. Saat itu,
sedang terjadi industrialisasi di Aceh. Kekayaan alam Aceh dikuras melalui
pembangunan industri yang dikuasai orang asing melalui kebijakan pusat.
Sementara rakyat Aceh tetap miskin. Pendidikan rendah, kondisi ekonomi
sangat memprihatinkan.
Melihat hal ini, Daud Beureueh (Gubernur Militer Aceh 1948-1952)
dan tokoh tua Aceh yang sudah tenang kemudian bergerilya kembali
untuk mengembalikan kehormatan rakyat, adat Aceh dan agama Islam.
Pertemuan digagas tahun 1970-an. Mereka sepakat meneruskan
pembentukan Republik Islam Aceh, yakni sebuah negeri yang mulia dan
penuh ampunan Tuhan. Kini mereka sadar, tujuan itu tak bisa tercapai
tanpa senjata. Setelah didirikan, GAM mendapat dukungan rakyat.
Hubungan dengan dunia internasional terus dibangun. Kekuatan
bersenjata pun disusun.
Selama 30 tahun lamanya GAM di Aceh dan Indonesia, banyak hal
yang terjadi dan menjadi liputan sejarah yang cukup bermakna bagi
semua bangsa. Pada masa perang DI/TII (Darul Islam/Tentera Islam
Indonesia) tahun 1953 sampai 1963, praktik Daerah Operasi Militer (DOM)
tahun 1989 sampai 1998 dan masa Darurat Militer/Darurat Sipil tahun
2003 sampai 2005.
2. Pemerintahan Republik Indonesia
Pemerintah RI sudah mengekalkan bahwa Aceh adalah bagian tak
terpisahkan dari Negara Kesatuan Indonesia. Apapun akan dilakukan jika
demi mempertahankan sejengkal tanah NKRI ini. Klaim Indonesia
terhadap Aceh sudah final: Aceh merupakan bagian dari Indonesia yang
harus dipertahankan.
Beberapa ketetapan dan kebijakan untuk Aceh yaitu diberi julukan
daerah istimewa, kebijakan syariat Islam tahun 2010, penerapan Undang-
Undang Pemerintahan Aceh (UU PA) juga salah satu percobaan Indonesia
apakah Aceh mampu mengelola daerahnya atau tidak.
Pada awalnya Pemerintah RI di Jakarta tak begitu merespon
gerakan GAM. Namun, karena ancaman terhadap keutuhan NKRI betul-
betul telah nampak di depan mata, apalagi aktivis GAM di luar negeri
sudah kembali ke Aceh dan memicu perang terbuka dengan serdadu
republic di Aceh. Mau tak mau memaksa pemerintah menggunakan
kekuatan bersenjata.
Pemerintah RI menganggap perundingan dengan GAM adalah
masalah dalam negeri Indonesia, karenanya tidak menganggap GAM
sebagai belligerent (pihak yang bersengketa) sehingga dengan begitu
tidak bisa dianggap sebagai subyek hukum internasional.
3. PEMPROP Aceh
Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan subnasional yang
setingkat dengan pemerintahan provinsi lainnya di Indonesia.
Pemerintahan Aceh adalah kelanjutan dari Pemerintahan Provinsi Daerah
Istimewa Aceh dan Pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Pemerintahan Aceh dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh, dalam hal ini
Gubernur Aceh sebagai lembaga eksekutif, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Aceh sebagai lembaga legislatif.
Penyelenggaraan Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan
Kabupaten/Kota berpedoman pada asas umum penyelenggaraan
pemerintahan yang memiliki khususan yaitu dimasukkannya asas ke-
Islaman. Penyelenggara Pemerintahan Aceh terdiri atas Pemerintah Aceh
dan DPRA. Penyelenggara Pemerintahan Kabupaten/Kota terdiri atas
Pemerintah Kabupaten/Kota dan DPRK. Susunan organisasi dan tata kerja
Pemerintahan Aceh dan Kabupaten/Kota diatur lebih lanjut dalam Qanun.
Pengesahan Qanun Aceh tentang Bendera dan Lambang dilakukan
Senin 25 Maret 2013 lalu. Gubernur Aceh selaku Kepala Pemerintah Aceh,
Zaini Abdullah, menetapkan Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tentang
Bendera dan Lambang Aceh pada tanggal 25 Maret 2013 dan Qanun
tersebut diundangkan/ditempatkan dalam Lembaran Aceh Tahun 2013
Nomor 3 dan Tambahan Lembaran Aceh Nomor 49, serta II (dua)
Lampiran.
Sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
yang merupakan turunan dari MoU Helsinki, dalam Pasal 246 yaitu : Butir
ke-2, Selain Bendera Merah Putih sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah Aceh dapat menentukan dan menetapkan bendera daerah
Aceh sebagai lambang yang mencerminkan “keistimewaan dan
kekhususan”.
Namun, Jakarta Senin 1 April 2013, Mendagri Gamawan Fauzi di
Kantor Presiden berkata, “Mestinya Pemda Aceh lebih fokus bagaimana
menyejahterakan masyarakat Aceh. Kalau begini terus kan sebentar lagi
ada masalah ini, sebentar lagi masalah ini, jadi akan menghambat
percepatan kesejahteraan masyarakat Aceh”.
4. GAM
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) didirikan oleh Teungku Hasan
Muhammad Tiro pada 4 Desember 1976. Pemberitahuan secara meluas
tentang gerakan itu dilakukan di Glee Alimon (gunung alimun) sebuah
tempat bersejarah dalam pergerakan DI/TII yang dipimpin Teungku
Muhammad Dawud Beureu-eh (Gubernur Militer Aceh 1948-1952).
GAM mengkampanyekan kemerdekaan untuk Aceh. Pada mulanya
kampanye lebih diarahkan pada penyadaran ideologis rakyat Aceh
sebagai bangsa yang memiliki kedaulatan. Meski pada awalnya sangat
sedikit masyarakat Aceh yang terpengaruh pada kampanye GAM ini.
Sejatinya, basis perjuangan GAM dilakukan dalam dua sisi,
diplomatik dan bersenjata. Jalur diplomasi langsung dipimpin Hasan Tiro
dari Swedia. Opini dunia dikendalikan dari sini. Sementara basis militer
dikendalikan dari markasnya di perbatasan Aceh Utara-Pidie. Seluruh
kekuatan GAM dioperasikan dari tempat ini.
Mengakui atau tidak mengakui, perjuangan GAM telah membawa
banyak hasil yang amat positif dan negatif bagi kehidupan masyarakat
Aceh. Tentu ada malapetaka akibat perang dalam waktu lama. Namun
demikian, adanya perhatian pemerintah Indonesia yang mengawal Aceh
dari Jakarta terhadap perbaikan jalan-jalan, jambatan-jambatan, pusat-
pusat pemerintahan di Aceh, pendidikan dan sejumlah infrastruktur
lainnya dalam masa 30 tahun terakhir tidak dapat dipisahkan dengan
perjuangan GAM.
5. KPK
Angka dugaan korupsi di Aceh ternyata mencengangkan. Dari 122
kasus dugaan korupsi selama tahun 2011, potensi kerugian negara yang
ditimbulkan mencapai Rp 1,7 triliun. Angka tersebut menempatkan Aceh
ke dalam lima besar daerah penyumbang kerugian negara terbesar akibat
korupsi di Indonesia. Uang negara yang dikorupsi tersebut antara lain
berasal dari dana otonomi khusus, APBD Aceh, APBD kabupaten dan kota.
Ada beberapa kasus menonjol yang hingga kini penanganannya
masih belum tuntas, yaitu: dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan CT
scan dan MRI RS Zainal Abidin Band a Aceh senilai Rp 18 miliar, pekerjaan
proyek anggaran luncuran (DPAL) 2009-2010 APBD Aceh Rp 489 miliar,
korupsi pembangunan rumah dhuafa dalam APBD Aceh 2008 Rp 200
miliar, pekerjaan penanganan proyek darurat (non-bencana alam) APBD
Aceh 2010 Rp 250 miliar, dan prose realisasi hibah di DPKKA dalam APBD
Aceh 2010 melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Kesehatan
Hewan, dan Dinas Pen didikan Aceh senilai Rp 21 miliar.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad
menyatakan, seharusnya pemimpin di Tanah Air ini menjadi teladan bagi
masyarakat, bukan menjadi perampas milik rakyat.
6. POLRI/TNI
Tentara Nasional Indonesia/TNI bertanggung jawab
menyelenggarakan pertahanan negara dan tugas lain di Aceh sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Prajurit Tentara Nasional
Indonesia yang bertugas di Aceh tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip
universal hak asasi manusia dan menghormati budaya serta adat istiadat
Aceh.
Kepolisian di Aceh merupakan bagian dari Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Kepolisian di Aceh bertugas menjaga keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, melindungi, mengayomi, melayani
masyarakat, dan melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan. Kebijakan ketenteraman dan ketertiban masyarakat
di Aceh dikoordinasikan oleh Kepala Kepolisian Aceh kepada Gubernur.
Namun tanggal 19 Mei 2003, Pemerintah Indonesia mengeluarkan
maklumat perang dalam bentuk pemberlakuan Darurat Militer di Aceh.
Kekuatan militer dikerahkan secara besar-besaran ke Aceh. Inilah
pengerahan Militer secara besar-besaran setelah invasi ke Timor-Timur
pada Tahun 1975.
7. KESIMPULAN
Baik RI maupun GAM memiliki tafsir tersendiri terhadap solusi
penyelesaian Aceh. Pertama, tafsir pemerintah RI. Bagi pemerintah konflik
Aceh dianggap selesai jika GAM menerima otonomi dan kembali ke
pangkuan NKRI. Upaya satu-satunya yang lebih cepat membuat GAM
menerima otonomi adalah melalui jalan operasi Militer. Meski, pemerintah
juga membuka dialog dengan GAM (seperti dirintis oleh Gus Dur). Tetapi,
dialog juga bertujuan meminta GAM menerima otonomi khusus dan
meletakkan senjata.
Kedua, tafsir GAM. Bagi GAM konflik Aceh dianggap selesai jika
Aceh Merdeka. TNI/Polri keluar dari Aceh. GAM tak hanya mengandalkan
kekuatan militer, melainkan juga menempuh jalur diplomasi untuk
mencari dukungan internasional mendukung kemerdekaan Aceh.
Sekarang ini Pemerintahan Aceh dan Kabupaten/Kota berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor publik
kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat
yaitu urusan pemerintahan yang bersifat nasional, politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan urusan
tertentu dalam bidang agama.
8. Alternatif
Persatuan dan kesatuan bangsa di Aceh hari ini tidak lagi berkisar
antara sesama GAM, sesama Partai Nasional, sesama Organisasi Massa
dan Pemuda, sesama pegawai negeri, sesama TNI dan POLRI atau antara
satu dengan Kabupaten lainnya. Akan tetapi persatuan Bangsa di Aceh
harus wujud persatuan menyeluruh agar mendatangkan kemakmuran dan
kesejakteraan terutama untuk masyarakat Aceh.
Proses mendamaikan dan memakmurkan Aceh harus diterima oleh
semua pihak, baik kalangan Aceh sendiri maupun pihak pemerintahan RI.
Jauh dari niat-niat jahat yang ingin mengkondisikan Aceh agar terus
kacau.
Aceh yang aman damai haruslah diisi dengan kemajuan pendidikan,
kemajuan ekonomi, kemajuan peradaban dan kesempurnaan sistem sosial
politik. Inilah yang harus diperhatikan oleh GAM maupun pemerintahan RI.
Organisasi pemerintahan yang adil dan mensejakterakan rakyat.
Jauh dari korupsi dan nepotisme. Organisasi pemerintahan yang
transparan maupun jelas. Dimana kepercayaan masyarakat Aceh tidak
boleh dihianati oleh oknum-oknum pengeruk kekayaan pribadi yang
mengambil keuntungan dari kekacauan Aceh sekarang ini.
B. Konflik Komunikasi Organisasi Propinsi Papua
1. Latar Belakang
Sudah lama Tanah Papua menjadi tanah konflik. Selain konflik
horizontal antar warga sipil, konflik vertikal yang terjadi antara
pemerintah Indonesia dan orang asli Papua telah mengorbankan banyak
orang. Konflik ini hingga kini belum diatasi secara tuntas. Masih adanya
konflik ini secara jelas diperlihatkan oleh adanya tuntutan Merdeka dan
Referendum,serta terjadinya pengibaran bendera bintang kejora, dan
berlangsungnya aksi pengembalian Undang-undang No. 21 Tahun 2001
Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Bentuk konflik di Papua, yaitu:
1. Konflik kelas social, karena konflik yang terjadi di Papua salah
satunya terjadi akibat adanya kesenjangan social dan budaya yang ada
di masyarakat Papua
2. Konflik Rasial. Paling banyak penyebab konflik di Papua
adalah karena terjadinya salah paham atau penghasutan antar suku yang
ada di daerah Papua
3. Konflik politik, konflik Papua salah satunya terjadi karena
menyangkut dengan diskriminasi atau penggolongan-penggolongan
antara rakyat biasa yang ada di Papua dengan imigran-imigran serta
pejabat-pejabat pemerintah dan juga kaum elit politik.
Konflik kekerasan di Papua pada umumnya disebabkan adanya
kondisi sosial yang timpang antara masyarakat asli Papua dengan
masyarakat migran yang datang dari luar Papua, sebagai akibat dari
adanya kekeliruan kebijakan pembangunan di Papua yang berlangsung
lama, sebagai berikut:
a. Terjadinya Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA)
Eksploitasi SDA telah menampilkan suatu ketidakadilan, berdasar
fakta-fakta masyarakat Papua, pemegang hak adat atas SDA tidak
dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, padahal semua
konsekuensi negatif pasti dipikul oleh mereka bukan oleh pengambil
keputusan. SDA merupakan sumber penghidupan utama bagi mereka
dengan batas-batas pemilikan, pengakuan, dan penghargaan yang jelas
dan tegas di antara para pemegang hak adat. Akibatnya, masyarakat
menjadi penonton dan terasing di tanahnya sendiri. Masyarakat Papua
sebagai komunitas lokal tidak dapat berpartisipasi dalam pembangunan
ekonomi, karena memang tidak dipersiapkan, dilatih, dan diberi
kesempatan.
b. Dominasi Migran di Berbagai Bidang-Bidang Kehidupan
Perlakuan yang kurang tepat terhadap masyarakat Papua juga
terjadi dalam bidang pemerintahan, dan proses-proses politik. Sadar atau
tidak, selama pemerintahan Orde Baru, orang Papua kurang diberikan
peran dalam bidang pemerintahan. Posisi-posisi utama selalu diberikan
kepada orang luar dengan dalih orang Papua belum mampu. Walaupun
untuk sebagian peran, dalih itu mungkin ada benarnya, tetapi pada
umumnya untuk mencekal orang Papua. Seleksi ketat yang dikenakan
terhadap orang Papua dilatarbelakangi oleh kecurigaan dan tuduhan
terhadap semua orang Papua sebagai OPM.
c. Penyeragaman Identitas Budaya dan Pemerintahan Lokal
Secara singkat, pengembangan SDM justru tidak berpijak pada
pengetahuan dan kearifan lokal. Menyadari ancaman terhadap eksistensi
orang Papua, tokoh seperti Arnold Ap berusaha untuk menggali dan
mengembangkan unsur-unsur budaya lokal. Tetapi, kelihatannya
penguasa melalui aparat militer melihatnya secara sempit dan dipahami
sebagai ancaman.
d. Tindakan Represif oleh Militer
Penindasan militer di tanah Papua meliputi beberapa bentuk,
antara lain intimidasi, teror, penyiksaan, dan pembunuhan. Intimidasi,
teror dan penyiksaan dilakukan berkenaan dengan pengambilalihan hak-
hak adat masyarakat Papua atas SDA secara paksa untuk berbagai
keperluan, seperti HPH, transmigrasi, pertambangan, dan industri
manufaktur maupun jasa wisata. Ketika penduduk asli berusaha
mempertahankan hak-haknya atas SDA mereka diintimidasi dan diteror.
Penyebab lainnya, yaitu:
Konflik Papua memiliki satu hal unik, yang membedakannya dengan
konflik-konflik lokal lain di Indonesia. Keunikan ini adalah adanya
nasionalisme Papua yang telah tertanam di dalam diri rakyat Papua
selama puluhan tahun. Rasa nasionalisme tersebutlah yang mendorong
rakyat Papua membenci adanya penjajahan terhadap mereka, baik yang
dilakukan Belanda maupun Indonesia.
2. Pemerintahan Republik Indonesia
Kebijakan/upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam
menyelesaikan konflik di Papua, yaitu:
a) Pendekatan Kekerasan
Pendekatan kekerasan dilakukan dengan menggunakan kekuatan senjata
atau sering dikenal dengan istilah pendekatan keamanan dilakukan oleh
militer atau ABRI untuk menumpas setiap bentuk perlawanan masyarakat
yang dianggap sebagai pemberontakan OPM di Papua yang dimulai sejak
awal pemberontakan tahun 1970 sampai sekitar tahun 1996. Kegiatan itu
dilakukan dengan menetapkan sebagian kawasan Papua, terutama di
daerah perbatasan dengan Negara Papua New Guinea, sebagai Daerah
Operasi Militer (DOM).
b) Pendekatan Non kekerasan
Sejak Papua masuk dalam wilayah Republik Indonesia pada tanggal 1 Mei
1963, maka kegiatan utama yang menjadi tugas pokok dari semua
petugas Indonesia Papua menggantikan posisi petugas Belanda adalah
“meng-Indonesiakan” orang-orang Papua. Aktivitas ini dilakukan oleh
lembaga pemerintah seperti lembaga pendidikan dan lembaga
penerangan. Tema yang digunakan adalah menyatakan bahwa Indonesia,
termasuk Papua dijajah oleh Belanda selama lebih dari 350 tahun. Masa
penjajahan itu membuat rakyat Papua seperti halnya rakyat Indonesia
lainnya, miskin, tertindas, dan melarat.
3. PEMPROP PAPUA
Gubernur Provinsi Papua Barat, Abraham O. Ataruri mengatakan,
pembangunan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat telah dipahami
dengan baik dan benar oleh Pemerintah Pusat.
Menurutnya, tanah Papua yang diatasnya terletak dua Provinsi,
yaitu Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, oleh Tuhan telah
dianugerahi kekayaan sumber daya alam yang berlimpah ruah.
Dia menuturkan, perlu fokus terhadap program-program strategis
yang akan melewati batas waktu tersebut, seperti: Infrastruktur (Jalan,
Jembatan, Bandara dan Utilitas), termasuk 6 Mega Proyek yang
merupakan program quickwin Percepatan Pembangunan di provinsi Papua
Barat. “Masih diperlukannya percepatan terhadap pelaksanaan
pembangunan di provinsi Papua Barat, untuk itu diharapkan keberlanjutan
program percepatan pada RPJMN 2015-2019,” ujarnya lagi.
4. OPM
Organisasi Papua Merdeka (disingkat OPM) adalah sebuah
organisasi yang didirikan tahun 1965 yang bertujuan untuk mewujudkan
kemerdekaan Papua bagian barat dari pemerintahan Indonesia. Organisasi
ini dianggap tidak sah di Indonesia. Perjuangan meraih kemerdekaan di
tingkat provinsi dapat dituduh sebagai tindakan pengkhianatan terhadap
negara.
Namun, OPM merasa bahwa mereka tidak memiliki hubungan
sejarah dengan bagian Indonesia yang lain maupun negara-negara Asia
lainnya. Penyatuan wilayah ini ke dalam NKRI sejak tahun 1969
merupakan buah perjanjian antara Belanda dengan Indonesia dimana
pihak Belanda menyerahkan wilayah tersebut yang selama ini dikuasainya
kepada bekas jajahannya yang merdeka, Indonesia. Perjanjian tersebut
oleh OPM dianggap sebagai penyerahan dari tangan satu penjajah kepada
yang lain.
Sejak berdiri, OPM berusaha mengadakan dialog diplomatik,
mengibarkan bendera Bintang Kejora, dan melancarkan aksi militan
sebagai bagian dari konflik Papua. Para pendukungnya sering membawa-
bawa bendera Bintang Kejora dan simbol persatuan Papua lainnya, seperti
lagu kebangsaan "Hai Tanahku Papua" dan lambang nasional. Lambang
nasional tersebut diadopsi sejak tahun 1961 sampai pemerintahan
Indonesia diaktifkan bulan Mei 1963 sesuai Perjanjian New York.
4. KPK
Kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Provinsi Papua
Barat sangat dinantikan oleh warga di Provinsi ini, sebagai jawaban atas
tuntutan dan juga aspirasi tingginya dugaan korupsi adanya dugaan telah
terjadi penyimpangan terhadap kucuran anggaran dana Otsus yang
jumlahnya cukup bombastik setiap tahunnya.
KPK akan sangat membantu dalam pengawasan terhadap
pemerintah. Dengan begitu, kinerja pemerintah daerah akan lebih optimal
untuk masyarakat. KPK saat ini hanya lebih banyak mengurusi kasus-
kasus besar yang ada di Jakarta.
Adanya korupsi menurut KAMPAK, telah mengecewakan
masyarakat Papua Barat. Kehadiran BPKP, terutama KPK sangat
diharapkan agar dapat memberikan efek jera kepada para pejabat yang
gemar makan uang rakyat . banyak sekali indikasi korupsi yang terjadi di
Papua Barat. Sesuai data yang dikantongi KAMPAK, anggaran yang
terkuras tak main-main, jumlahnya mencapai miliaran rupiah.
6. POLRI/TNI
Tujuan TNI yakni mendamaikan situasi dimana mereka ditempatkan
dalam hal ini Papua. TNI dikirim ke sejumlah daerah di Papua, adalah
untuk mengamankan daerah itu. Tidak akan ada tentara yang dikirim ke
suatu wilayah, jika disana tak ada konflik, karena tugas kami
mendamaikan.
Maraknya aksi penembakan dan penghadangan oleh kelompok
separatis Papua telah meresahkan masyarakat Papua. Sasaran tembak
kini tidak hanya kepada aparat TNI dan Polisi, namun masyarakat umum
serta karyawan Freeport kini dijadikan target. Sehingga tak
mengherankan bila hampir tiap hari terjadi penghadangan dan
penembakan oleh orang tak dikenal yang diyakini banyak orang adalah
separatis Papua.
7. KESIMPULAN
Umumnya kekerasan di Papua terkait dengan konflik antar warga
dengan suku, separatisme, dan kriminalitas. Proses dan hasil
pembangunan di Papua selama otonomi khusus belum dirasakan
sepenuhnya oleh orang asli Papua, terutama di wilayah pedalaman.
Sebagian besar masih berada di bawah garis kemiskinan dan
terpinggirkan. Bahkan kondisi pembangunan Papua masih kalah jauh
dengan kota-kota kelas dua di wilayah Pulau Jawa.Warga Papua merasa
tidak dihargai dan diabaikan.
Selain itu, minimnya sarana dan prasarana publik di daerah-daerah
di Papua dan Papua Barat, kelaparan dan kondisi kurang gizi di daerah-
daerah di Papua, serta rendahnya tingkat pendidikan di wilayah Indonesia
bagian timur itu merupakan faktor-faktor yang berpotensi menimbulkan
konflik.
Tetapi di sisi lain penyebab konflik di Papua, OPM dan sejenisnya
adalah sebagai salah satu penyebab konflik tersebut. Tujuan mereka
dalah menimbulkan kesan bagi pemerintah pusat dan daerah serta pihak
internasional bahwa Papua selalu tidak aman karena adanya OPM.
Selain itu, banyaknya peristiwa kekerasan dan konflik yang ada di
Papua menandakan bahwa institusi kepolisian dan TNI yang ada di Tanah
Papua di seluruh tanah papua seringkali tidak mampu mengungkapkan
kasus-kasus kekerasan bersenjata yang terjadi di Papua tersebut. Di
tambah lagi polisi di daerah ini susah sekali mendapatkan barang bukti
yang bisa menjadi petunjuk penting dalam mengungkapkan sebab dan
siapa pelaku dari setiap kasus tersebut.
8. Alternatif
Orang Papua bangkit dan bertekad untuk berpartisipasi secara aktif
dalam upaya menciptakan perdamaian di Papua. Memperbaharui tanah
leluhurnya menjadi tanah damai, dimana setiap orang yang hidup
diatasnya menikmat suatu kehidupan yang penuh kedamaian serta
sejaktera.
Selama kesenjangan terjadi, maka akan semakin banyak konflik
yang akan tetap membakar masyarakat di Papua. Apapun kebijakan yang
dilakukan pemerintah tidak akan benar-benar memadamkan konflik yang
terjadi. Justru sebaliknya, menurut orang Papua akan menilai kebijakan
yang dilakukan pemerintah tersebut adalah sebagai akal-akalan mereka
saja.
Untuk itu, diharapkan sebaiknya hal ini mendorong pemerintah
maupun OPM atau pihak-pihak yang terkait lainnya untuk mengupayakan
solusi dengan melakukan pembangunan secara intensif,
berkesinambungan, dan merata di tanah Papua tersebut. Bukan hanya
mengandalkan kericuhan dan kekacauan.
Kondisi stabil bisa dijaga oleh pemerintah setempat dan pemangku
kepentingan dengan berkomunikasi dengan cukup baik dengan OPM.
Dengan cara seperti itu sedikit demi sedikit konflik di Papua kemungkinan
akan memudar. Masyarakat akan merasakan kemakmuran jika
pemerintah pusat benar-benar mempedulikan nasip keseluruhan orang
papua. Adil dan merata, dimana kekayaan Papua diutamakan untuk orang
Papua.
Daftar Pustaka
http://www.atjehcyber.net/2011/12/asal-mula-konflik-
aceh.html#ixzz2SDlQY72N
http://handchetiga.blogspot.com/2010/12/asal-mula-gam-melawan-
ri-konflik-hasan.html
http://k3mb4r091.blogspot.com/2008/10/sejarah-asal-mula-gam-
penyebab-gerakan.html
http://holan-hukum.blogspot.com/p/gerakan-aceh-merdeka-
gam.html
http://jakartagreater.com/2013/04/pro-kontra-pengibaran-bendera-
gam-di-aceh/
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_Aceh
http://regional.kompas.com/read/2011/12/09/11323574/
Korupsi.di.Aceh.Mencengangkan.
http://www.slideshare.net/aiirmc/makalah-konflik-papua
http://aiirm59.blogspot.com/2012/05/konflik-papua.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Papua_Merdeka
http://www.farhan-bjm.web.id/2011/08/sejarah-singkat-
terbentuknya-organisasi.html
http://tabloidjubi.com/2013/04/18/gubernur-papua-barat-akui-
pemerintah-pusat-paham-papua/
http://bintangpapua.com/index.php/lain-lain/papua/papua-barat/
item/2681-masyarakat-pembentukan-kpk-papua-barat