Download - KEPEMIMPINAN KH. MUHAMMAD HASAN MUTAWAKKIL …
At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.07, No.02,Agustus 2020 P-ISSN: 2086-3179 Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN: 2581-1622
At-Turost: Journal of Islamic Studies 186
KEPEMIMPINAN KH. MUHAMMAD HASAN MUTAWAKKIL
ALALLAH TERHADAP PENEGEMBANGAN PONDOK
PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG PROBOLINGGO
Herwati1 1Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Zainul Hasan Genggong Probolinggo
Abstrak:
KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah was the 4th Caliph who continued the
leadership relay of Zainul Hasan Islamic Boarding School, Genggong Probolinggo
after his father's KH. Hasan Saifourridzal. Pondok Pesantren Zainul Hasan Gengggong
Probolinggo is the oldest pesantren in Probolinggo Regency, which has continued to
grow until now despite the succession of several caliphs. This pesantren journey
through the turn of the century, political lezim and different eras, provides its own
dynamics. The existence of Genggong pesantren is not only determined by elements that
are ethnographic (mosques, kiai, santri and yellow books), but mainly upheld by
philosophical content, such as the value of honesty, sincerity, istiqomah, taqwa, trust,
respect for kiai, grave pilgrimage and so on . This pesantren has experienced 4
generations, which currently continue to strengthen its identity as a quality and salaf-
based pesantren, with many developing the latest education system to keep abreast of
the times and respond to the needs of the times. KH.
Keyword: Leadership, KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, Development of
Zainul Hasan Genggong Islamic Boarding School.
Abstrak
KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah adalah Khalifah ke-4 yang melanjutkan
estafet kepemimpinan Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo setelah
ayahnya KH. Hasan Saifourridzal. Pondok Pesantren Zainul Hasan Gengggong
Probolinggo merupakan pesantren tertua di Kabupaten Probolinggo yang terus
berkembang hingga saat ini meski ada suksesi beberapa khalifah. Perjalanan pesantren
melewati pergantian abad, lezim politik dan era yang berbeda, memberikan dinamika
tersendiri. Keberadaan pesantren Genggong tidak hanya ditentukan oleh unsur-unsur
yang bersifat etnografi (masjid, kiai, santri dan kitab kuning), tetapi terutama dijunjung
oleh muatan filosofis, seperti nilai kejujuran, keikhlasan, istiqomah, taqwa, amanah,
penghormatan terhadap kiai. , ziarah kuburan dan sebagainya. Pesantren ini telah
mengalami 4 generasi, yang saat ini terus memperkuat jati dirinya sebagai pesantren
yang bermutu dan berbasis salaf, dengan banyak mengembangkan sistem pendidikan
terkini untuk mengikuti perkembangan zaman dan menjawab kebutuhan zaman. KH.
Kata kunci : Kepemimpinan, KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah,
Pengembangan Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong.
At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.07, No.02,Agustus 2020 P-ISSN: 2086-3179 Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN: 2581-1622
At-Turost: Journal of Islamic Studies 187
PENDAHULUAN
Pesantren Zainul Hasan Genggongmerupakan lembaga pendidikan yang
mempunyai sejarah panjang dan unik. Secara historis pesantren Zainul Hasan Genggong
adalah salah satu pesantren tertua di kabupaten Probolinggo, pesantren ini telah berusia
kurang lebih 181 Tahun pada tahun 2020 (Aziz, 2013:13) dan telah mengalami
beberapa pergantian pemimpin. Pesanten Zainul Hasan Genggong berada di Desa
Karangbong Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo sebagai sebuah institusi
yang tumbuh dan berkembang secara mandiri, pondok pesantren Zainul Hasan
Genggong memiliki tradisi dan karakter yang kuat, diantaranya adalah adanya kekuatan
(power) figur Kiai dalam manajemennya. Secara kasat mata sosok kiai memiliki peran
yang sangat dominan dalam mewujudkan cita-cita pesantren. Kekuatan (power) kiai
pesantren menjadi lembaga paling otonom yang tidak bisa diinventarisir oleh pihak-
pihak luar kecuali atas izin kiai (Sindu Galba, 1999:62). Dalam perjalanannya pondok
pesantren Zainul Hasan Genggong telah mengalami transformasi yang
memungkinkannya kehilangan identitas jika nilai – nilai tradisonalnya tidak
dilestarikan. Karena keunikan tersebut maka Pesantren Zainul Hasan Genggong hadir
dalam berbagai situasi dan kondisi dan hampir dapat dipastikan bahwa lembaga ini,
meskipun dalam keadaan yang sangat sederhana dan karekteristik yang beragam, tidak
pernah mati.
Memasuki era globalisasi saat ini, keberadaan pondok pesantren Zainul Hasan
Genggong sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Kabupaten Probolinggo tentu
harus dikelola (manaj) dengan lebih professional jika tidak ingin ditinggalkan
masyarakat sebagai stakeholder. Arus global saat ini menjadikan dunia informasi dan
pengetahuan semakin mudah diakses masyarakat. Untuk itu tidak menaruh
kemungkinan pondok pesantren Zainul Hasan Genggong yang dulu dijadikan pusat
kajian keislaman dan pengamalannya sekaligus, pada saatnya menjadi tidak diminati
dan ditinggalkan masyarakat sebagai pengguna jasa.
Pesantren Zainul Hasan Genggong mempunyai tujuan menanamkan nilai-nilai
ajaran islam di tengah masyarakat dan alumni umumnya serta kepada santri khususnya.
Melihat perkembangan Pesantren Zainul Hasan Genggong begitu pesat terlihat jelas
gedung-gedung lembaga pendidikan menjulang tinggi, para santripun banyak yang
meraih prestasi dari tingkat nasional maupun internasional setelah masa kepemimpinan
KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah.
At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.07, No.02,Agustus 2020 P-ISSN: 2086-3179 Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN: 2581-1622
At-Turost: Journal of Islamic Studies 188
Keberadaan KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah sebagai pemimpin ke 4
setelah ayahnya KH. Hasan Saifourridzal memliki kekuatan (power) kharismatik dan
barokah kiai Hasan. Dengan adanya kekuatan (power) kiai, pesantren dapat menjadi
model intuisi pendidikan yang khas dan memiliki keunikan tersendiri dalam mewadahi
dan tanggung jawab untuk mendidik santri yang unggul, menguasai ilmu keagamaan
dan sekaligus pengembagan masyarakat (community development) (Syan, 2005:132).
Dengan demikian, disebabkan karena keberadaan kiai, pesantren dapat menjadi institusi
yang memiliki keunggulan, baik pada sisi keilmuan dan juga transmisi serta
internalisasi moralitasnya.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan /empiris (field research) terhadap
perkembangan pesantren Zainul Hasan Genggong sebagai implikasi dari kepemimpinan
KH. Mohammad Hasan Mutawakil Alallah. Penelitian ini menggunakan pendekatan
Studi Kasus dengan jenis penelitian kualitatif, metode pendekatan ini dipandang mampu
merefleksikan respon masyarakat dan, mampu menangkap makna di balik interaksi
yang di lakukan oleh subyek. Pemakaian metode kualitatif dalam penelitian ini
dimaksudkan untuk memperoleh diskripsi tentang makna-makna yang terkonsepsi
dalam subyek penelitian, khususnya yang terkait dengan interaksi (Yusuf, 2012:51).
Metode pendekatan studi kasus dengan kerangka sebagai berikut, pertama
membaca literatur tentang sejarah kepemimpinan Pondok Pesantren Zainul Hasan
Genggong. Kedua mengumpulkan data umum berupa dokumen dan sebgaainya yang
dapat memberikan gambaran tentang perkembangan pondok pesantren Zainul Hasan
Genggong sejak kepemimpinan periode pertama hingga kini. Ketiga, mengenali
informan kunci yang memahami perkembangan Pesantren Zainul Hasan Genggong
dengan tetap memperhatikan varian dan keterjangkauan informan (Miles dan
Huberman, 2007:21-22). Data yang diperoleh dan dikumpulkan dari informan melalui
hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi di lapangan, selanjutnya direduksi,
dideskripsikan untuk kemudian dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi (Miles
dan Huberman, 2007:26).
PEMBAHASAN
Periodeisasi Kepemimpinan Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong
Pesantren Genggong itulah sebutan nama pesantren pada awal berdirinya, dari
pengasuh pertama dan kedua telah dikenal oleh masyarakat dan masyhur di tengah-
tangah masyarakat. Kemudian berganti nama pada masa pengasuh ketiga, perubahan
At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.07, No.02,Agustus 2020 P-ISSN: 2086-3179 Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN: 2581-1622
At-Turost: Journal of Islamic Studies 189
tersebut di ambil dari nama pendiri dan pengasuh pertama, yaitu KH. Zainal Abidin dan
pengasuh kedua, yaitu, KH. Moh. Hasan (Aziz, 2013:25). Nama pesantren Zainul Hasan
Genggong perubahan namanya digagas oleh KH. Hasan Saifurridzal dengan
mengabadikan dua nama menjadi nama pesantren seperti nama di atas. Pesantren Zainul
Hasan Genggong didirikan pada tahun 1839 M/1250 H. Pesantren ini ada jauh sebelum
Indonesia merdeka. Pesantrenlah yang lebih dahulu melaksanakan proses pembelajaran,
mencerdaskan kehidupan umat, utamanya pembelajaran dengan materi ilmu-ilmu agana,
menanamkan nilai tauhid, memberikan pemahaman tatacara beribadah ilmu fiqih dan
membimbing perilaku umat berakhlakul karimah dengan memberikam ilmu akhlaq
tasawwuf.
Pesantren ini telah mengalami 4 generasi, yang saat ini terus memperkuat jati
dirinya sebagai pesantren berbasis mutu dan salaf, dengan banyak mengembangkan
sistem pendidikan terkini dengan mengikuti perkembangan zaman dan menjawab
kebutuhan zaman. Nama pendiri dan pengasuh pertama adalah KH. Zainal Abidin pada
tahun 1839 sampai dengan 1865, kemudian di lanjutkan oleh pengasuh kedua yaitu KH.
Moh Hasan, 1865 sampai dengan 1952, pengasuh ketiga yaitu KH. Hasan Saifurridzal
pada tahun 1952 sampai dengan 1991 serta pengasuh keempat dan ketua Yayasan yaitu
KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah SH. MM.
Bila ditinjau dari segi historis, nama pesantren Genggong berasal dari sekuntum
bunga yang tumbuh dalam pekarangan pondok tersebut. Konon bunga tersebut banyak
memiliki manfaat sehingga nama bunga itu di abadikan menjadi nama pondok yaitu
pondok Genggong. Nama pondok Genggong diabadikan sejak kepemimpinan KH.
Zainul Abidin sampai kepemimpinan KH. Moh. Hasan dari tahun 1839 M sampai 1952.
Pada tahun 1952 pada masa kepemimpinan KH. Moh Hasan Saifurridzal di ganti
dengan nama Asrama Pelajar Islam Genggong (APIG) dengan latar belakang berdirinya
asrama yang ditempati para santri dan bertambahnya jumlah santri pada masa itu. Pada
tahun 1959 timbul gagasan untuk merubah nama pondok dengan motif timbulnya
dorongan rasa ingin menjadi kepada kedua tokoh sebelumnya yang telah berasil
mengorbitkan nama pondok Genggong dikalangan masyarakat luas. Maka sejak tanggal
1 Muharrom 1379 H/19 Juli 1959 M dalam pertemuan dewan pengurus, KH. Moh.
Hasan Saifurridzal telah menetapkan perubahan nama Asrama Pelajar Islam Genggong
menjadi Pesantren Zainul Hasan tersebut, adalah hasil berpaduan dari tokoh sebelumnya
dimana kata “ZAINUL” di ambil dari nama KH. Zainul Abidin sebagai pembina
At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.07, No.02,Agustus 2020 P-ISSN: 2086-3179 Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN: 2581-1622
At-Turost: Journal of Islamic Studies 190
pertama dan kata “HASAN” di ambil dari nama KH. Moh. Hasan sebagai pembina
kedua.
Pada masa awal mula pesantren Zainul Hasan didirikan hingga mengalami
pergantian priode sampai saat ini dipimpin oleh KH. Moh. Hasan Mutawakkil Allah,
pesantren Zainul Hasan banyak mengalami perkembangan baik dari segi pendidikan
bahkan sampai sosial budaya sehingga nama pesantren Zainul Hasan tersohor tidak
hanya di tarap Nasional saja akan tetapi di taraf internasional.
Kepemimpinan KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah Terhadap Pengembangan
Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong
Sejarah mengatakan bahwa berkembangnya pondok pesantren Zainul Hasan
Genggong yang menjadi tombak utama adalah barokah dari pendiri pertama yaitu KH.
MOH. Hasan (kiai sepuh) (Aziz, 2013:34) kemudian dilanjutkan oleh penerusnya
dengan memegang prinsip “almuhafadotu ‘alal qodimis sholih wal akhdu bil jadidil
ashlah” menjaga teori lama dan mengambil teori baru yang lebih baik (arief, 1975:89).
Prinsip tersebut tetap dijadikan sebuah qonun oleh pengasuh keempat sekaligus
ketua yayasan Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong yaitu KH. Moh. Hasan
Mutawakkil Alallah dalam memimpin dan mengembangkan pondok pesantren Zainul
Hasan Genggong. Menurut Robbins, seperti yang dikutip oleh Sudarwan Danim dan
Suparno, kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi kelompok kearah
pencapaian tujuan (Danim dan Suparno,2009:3). Owens mendefinisikan kepemimpinan
sebagai suatu interaksi antara satu pihak sebagai yang memimpin dengan pihak yang
dipimpin (Danim dan Suparno,2009:41). Dari beberapa definisi kepemimpinan tersebut
dapat di simpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu kegiatan untuk mempengaruhi
orang lain agar prang tersebut mau bekerjasama (mengkolaborasi dan mengelaborasi
potensinya) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga sering
dikenal sebagai kemampuan untuk memperoleh consensus anggota organisasi untuk
melakukan tugas managemen agar tujuan organisasi tercapai. Dari beberapa pengertian
tersebut diatas, bahwa kepemimpinan terdiri atas:
1. Mempengaruhi orang lain agar mau melekukan sesuatu.
2. Memperoleh konsensus atau suatu pekerjaan.
3. Untuk mencaai tujuan manager.
4. Untuk mempperoleh manfaat bersama.
At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.07, No.02,Agustus 2020 P-ISSN: 2086-3179 Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN: 2581-1622
At-Turost: Journal of Islamic Studies 191
Dalam management kepemimpinannya tak luput dari fungsi management.
Secara umum, ada empat fungsi manajemen yang sering orang menyebutnya “POAC”,
yaitu Planning, Organizing, Actuating, dan Controling. Dua fungsi pertama
dikategorikan sebagai kegiatan mental sedangkan dua berikutnya dikategorikan sebagai
kegiatan fisik. Suatu manajemen bisa dikatakan berhasil jika keempat fungsi di atas bisa
dijadikan dengan baik. Kelemahan pada salah satu fungsi manajemen akan
mempengaruhi manajemen secara keseluruhan dan mengakibatkan tidak tercapainya
proses yang efeektif dan efisien.
Untuk itu dalam mengembangkan pondok pesantren Zainul Hasan Genggong
menjadi lebih maju dan berkembang menjalankan fungsi kepemimpinan tersebut.
Walaupun semua lapisan masyarakat mengakui bahwa pondok pesantren Zainul Hasan
Genggong berkembang karena barokah, namun hal itu jika tidak di sandingkan dengan
kerja keras maka barokah tersebut tidak akan terasa.
Alhasil dari beberapa informan, observasi maupun dokumentasi tipe
kepemimpinan di gunakan oleh KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah dalam
mengembangkan pesantren adalah sebagai berikut:
Perencanaan (Planning)
Perencanaan menjadi pegangan setiap pemimin dan pelaksanaan untuk dilakukan.
Dengan demikian melalui perencanaan dapat dipaersatukan persamaan pandangan sikap
dan tindak dalam pelaksanaan di lapangan (Thoha, 1999:59). Dapat pula dikatakan
bahwa emimpin harus mengetahui secara asti tujuan jangka panjang, menengah dan di
atas perencanaan jangka panjang ini ula ia harus menentukan perencanaan jangka
pendek. Perencanaan jangka pendek ini harus dirinci berdasarkan skala prioritas, mana
yang harus dikerjakan terlebih dahulu dan secara bertahap serta terencana dalam
melaksanakan tahap-tahap berikutnya hingga tujuan jangka pendek itu tercapai
sepenuhnya, perlu diadakan evaluasi untuk menyempurnakan langkah selanjutnya
(Wahyudi, 2014:71).
Perencanaan merupakan suatu proses yang tidak berakhir bila rencana tersebut
telah ditetapkan, rencana yang harus diimplementasikan. Setiap saat selama proses
implementasi dan pengawasan, rencana-rencana mungkin memerlukan modifikasi agar
tetap berguna (Ukas, 1990:261-262). Oleh karena itu perencanaan harus
mempertimbangkan kebutuhan fleksibilitas, agar mampu menyesuaikan diri dengan
situasi dab kondisi yang baru secepat mungkin (Faliyandra, 2020). Perencanaan adalah
proses dimana manajemen memutuskan tujuan dan cara mencapainya. Perbedaan
At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.07, No.02,Agustus 2020 P-ISSN: 2086-3179 Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN: 2581-1622
At-Turost: Journal of Islamic Studies 192
pelaksanaan adalah hasil tipe dan tingkat perencanaan yang berbeda pula. Perencanaan
dalam organisasi adalah esensial, karena dalam kenyataannya perencanaan memegang
peranan lebih disbanding fungsi-fungsi manajemen lainnya. Fungsi-fungsi
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan sebenarnya hanya melaksanakan
keputusan-keputusan perencanaan (Ritha, 2020).
Adapun dalam proses ini kiai melakukan beberapa hal diataranya; Pertama,
Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan yang termaktub dalam Visi Misi Pesantren
Zainul Hasan Genggong. Kedua, Merumuskan keadaan saat ini. Ketiga,
Mengidentifikasi segala peluang dan hambatan. Keempat, Mengembangkan rencana
atau serangkaian kegiatan dalam pencapaian tujuan dengan cara menetapkan program
kerja dalam RAKER (rapat kerja)yang akan dilakukan selama satu tahun kedepan.
sehingga dengan begitu tanpa disuruhpun mereka akan bekerja sesuai tugas dan
tanggung jawab masing-masing.
Pengorganisasian (Organizing)
Fungsi management kepemimpinan yang diterapkan oleh KH. Moh.
HasanMutawakkil Alallah yang kedua dalam mengembangkan pesantren Zainul Hasan
Genggong adalah pengorganisasian (organizing). Pengorganisasian merupakan proses
penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya, dan
lingkungan. Dua aspek utama proses susunan struktur organisasi yaitu
depertementalisasi dan pembagian kerja. Departementalisasi adalah pengelompokan
kegiatan-kegiatan kerja organisasi agar kegiatan-kegiatan yang sejenis saling
berhubungan dapat dikerjakan bersama. Hal ini akan tercermin pada struktur formal
suatu organisasi dan tampak atau ditunjukkan oleh bagan suatu organisasi. Pembagian
kerja adalah perincian tugas pekerjaan agar setiap individu pada organisasi bertanggung
jawab dalam melaksanakan sekumpulan kegiatan. Kedua aspek ini merupakan dasar
proses pengorganisasian suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
secara efisien dan efektif (Thoha, 1999:63).
Dalam membentuk organisasi tersebut KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah
membentuk kepala bagian yang disebut dengan BIRO. Biro-biro tersebut terdiri dari
Biro Pesantren, Biro Pendidikan, Biro Keminfo, Biro Keuangan dan Biro Humas,
kemudian kiai juga menunjuk kepala yang berkecipung dalam pendidikan mulai dari
PAUD, TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, PT, dan Kesehatan. Kemudian memberikan
tugas dan tanggung jawab masing-masing terhadap biro dan kepala bagian yang di
tunjuknya. Pada konteks ini, penulis sepakat dengan pernyataan Widayat bahwa
At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.07, No.02,Agustus 2020 P-ISSN: 2086-3179 Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN: 2581-1622
At-Turost: Journal of Islamic Studies 193
kepemimpinan akan berlangsung efektif jika ia berada di tangan orang yang
berpengalaman atau terlatih dalam memimpin (Widayat, 2014:27).
Pengarahan (Actuating)
Selanjutnya untuk mengembangkan pesantren Zainul Hasan Genggong KH.
Moh. Hasan Mutawakkil Alallah melakukan pengararah (Actuating) terhadap
bawahannya. Pengarahan merupakan hubungan manusia dalam kepemimpinan yang
memikat para bawahan agar bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya secara
efektif serta efisien dalam pencapaian tujuan suatu organisasi (Faliyandra, 2020:70). Di
dalam manajemen, pengarahan ini bersifat sangat kompleks karena disamping
menyangkut manusia juga menyangkut berbagai tingkah laku dari manusia-manusia itu
sendiri. Manusia dengan berbagai tingkah lakunya yang berbeda. Ada beberapa prinsip
yang dilakukan oleh kia dalam melakukan pengarahan diantaranya; Prinsip mengarah
kepada tujuan, Prinsip keharmonisan dengan tujuan dan Prinsip kesatuan komando
(Tyson dan Jackson, 2000:90)
Pada umumnya pemimpin menginginkan pengarahan kepada bawahan dengan
maksud agar mereka bersedia untuk bekerja sebaik mungkin, dan diharapkan tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip di atas. Dalam hal ini ada dua cara yang di gunakan
oleh KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah dalam memberikan pengarahan terhadap
bawahannya. Pertama dilakukan secara pribadi (face to face), hal tersebut dilakukan
apabila kepala bagian memiliki kesalahan atau sebuah problem yang tak harus di
ketahui oleh kepala bagian lainnya. Kedua memberikan arahan dalam forum (rapat
yayasan) yang dilakukan 3 bulan sekali, dalam forum tersebut kiai memberikan arahan
terhadap bawahannya apabila program terlaksana maupun tidak, sehingga dari beberapa
arahan yang dierikan oleh kiai tersebut diterima oleh semua kepala bagian tanpa
terkecuali.
Pegawasan (Controlling)
Fungsi kepemimpinan yang terakhir adalah pengawasan (controlling).
Controlling atau pengawasan, sering juga disebut pengendalian adalah salah satu fungsi
manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi
sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan kejalan yang benar dengan
maksud dan tujuan yang telah digariskan semula. Controlling (pengawasan) ialah proses
pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar
semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai rencana yang ditetapkan
(Silalahi, 2020:175). Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk
At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.07, No.02,Agustus 2020 P-ISSN: 2086-3179 Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN: 2581-1622
At-Turost: Journal of Islamic Studies 194
menetapkan standar prestasi dengan sasaran perencanaan, merancang system umpan
balik informasi, membandingkan prestasi actual dengan standar yang telah di tetapkan
itu, menentukan apakah terdapat menyimpangan dan mengukur signifikan tersebut dan
mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber
daya perusahaan yang sedang digunakan sedapat mungkin secara lebih efisien dan
efektif guna mencapai sasaran perusahaan (Siswanto, 1991:159). Pengawasan
(controlling) dapat diartikan sebagai proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang
sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula (Manullang, 1998:173).Kegiatan
pengawasan dimaksudkan untuk mencegah penyimpangan-penyimpangan dalam
pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan dan sekaligus melakukan tindakan-tindakan
perbaikan apabila penyimpangan sudah terjadi dari apa yang sudah direncanakan.
Pengawasan yang dilakukan oleh KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah dalam
mengebangkan pondok pesantren Zainul Hasan Genggong adalah pertamakiai
mengevaluasi program dengan cara mengadakan rapat 3 bulan sekali.Kedua dengan
cara terjun langsung ke lapangan bersama biro terkait, artinya untuk membuktikan
program tersebut berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan atau tidak, kiai
membuktikan langsung dengan melihat ke lapangan. Hal ini membuktikan bahwa
tanggung jawab kiai sebagai pemimpin sangatlah besar. Jadi sangatlah wajar jika
pesantren Zainul Hasan Genggong berkembang pesat di bawah kepemimpinan karena
tugas-tugas kepemimpinan dalam management kepimpinan terlaksana dengan baik dan
benar. Fungsi controlling kepemimpinan KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah
merupakan suatu proses untuk mengawasi segala kegiatan tertuju pada sasarannya,
sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai serta merupakan tindakan
perbaikan dalam pelaksanaan segala kegiatan program kerja yang sesuai dengan rencana
yang telah ditetapakan.
Tabel 1
Proses Pengembangan Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong yang di laksanakan
oleh KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah
FUNGSI KEGIATAN
Planning
1. Menjadi Konseptor Idea
2. Membuat Program RAKER (Rapat kerja)
At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.07, No.02,Agustus 2020 P-ISSN: 2086-3179 Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN: 2581-1622
At-Turost: Journal of Islamic Studies 195
Organizing
1. Membuat Struktural Pesantren
2. Menetapkan Biro dan Kepala Bagian (Biro
Pendidikan, Biro Kepesantrenan, Biro Kominfo, Biro
Pembangunan, Biro Keuangan)
Actuating
1. Memberikan arahan dengan cara pribadi (face to face)
2. Memberikan arahan dalam forum (rapat yayasan)
Controling
1. Mengevaluasi langsung ke lapangan bersama biro
terkait
2. Mengadakan rapat yayasan pe 3 bulan sekali
Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Pengembangan Pesantren Zainul
Hasan Genggong di bawah Kepemimpinan KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah
Melakukan perubahan terhadap sesuatu budaya pesantren yang telah mapan
memang tidak mudah. Untuk itu diperlukan kometmen untuk mau dan berani
melakukan perubahan. Menurut Jones bahwa perubahan ini tentu bisa dilakukan
dengan cara evolusioner dan atau revolusioner.
Upaya melakukan perubahan dari segala aspeknya tentu harus tetap
menimbulkan kondisi yang lebih baik, sebab tidak semua perubahan yang terjadi akan
menimbulkan kondisi yang lebih baik. Perubahan yang tidak direncanakan, spontan,
acak tentu akan menimbulkan kondisi yang tidak diinginkan dan bisa bersifat merusak
(destruktif). Perubahan hendaknya senantiasa mengandung makna beralih dari keadaan
sebelumnya (the befor condition) belum mapan, tidak baik, tidak berkualitas, memiliki
stigma negatif menjadi berubah kepada keadaan setelahnya (the after condition) yang
sebaliknya. (Winardi, 2010:1)
Namun perlu diingat bahwa melakukan perubahan tidak selalu berlangsung
dengan lancar, mengingat bahwa perubahan sering kali disertai aneka macam
pertentangan dan konflik yang muncul. Munculnya pertentangan dan konflik ini
biasanya datang dari kelompok yang pro akan kemapanan. Hal ini karena mereka
terlanjur merasakan enjoy dengan kebiasaan yang telah dilakukan, sehingga tidak mau
repot-repot lagi, atau takut terhadap hal-hal yang tidak diketahui, malas dan mengisolasi
diri dari mengakses informasi yang terkini, takut bergesernya kemapanan ekonomi
yang telah dinikmati dari segala aspeknya dan yang lainya.
At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.07, No.02,Agustus 2020 P-ISSN: 2086-3179 Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN: 2581-1622
At-Turost: Journal of Islamic Studies 196
Untuk itu pengelola/pengasuh ponpes dalam hal ini harus berani mengahadapi
resiko apapun dan tentangan-tentangan yang terjadi tatkala melakukan perubahan.
Namun demikian hrus tetap menggunakan metode/teknik serta menerapkan strategi
untuk memperkecil resiko yang tidak diinginkan itu sekecil-kecilnya, tetapi perubahan
besar yang diharapkan segera terwujud.
Dalam mengembangkan pondok pesantren tentu memiliki Faktor pendukung
dan penghambat, yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam
mengembangkan PONPES Zainul Hasan Genggong. Adapun yang menjadi faktor
pendukung maju dan berkembangnya pondok pesantren zainul hasan Genggong di
bawah kepemimpinan KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah tersebut, diantaranya;
1. Barokah almarhum KH. MOH. Hasan (kiai sepuh)
2. Tipe kepemimpinan yang sangat luar biasa
3. Pelaksana (biro / kepala bagian) professional
4. Outpun pesantren berkualitas yang dipercaya masyarakat
5. Sumber dana yang memadai
6. Apresiasi penuh dari alumni, simpatisan dan masyarakat
7. Memenuhi permintaan stackhouder
8. Memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat
Dari beberapa alasan itulah Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong di bawah
kepemimpinan KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah berkembang dengan pesat dan
mampu bersaing sesuai dengan tantangan zaman.
Gerak lajunya pesantren Zainul Hasan Genggong tidak luput dari tantangan yang
menjadi faktor penghambat, faktor-faktor penghambat berkembangnya Pondok
Pesantren Zainul Hasan Genggong di bawah kepemimpinan KH. Moh. Hasan
Mutawakkil Alallah yang paling utama adalah tata letak (area) pesantren Zainul Hasan
berada di tengah pemukiman warga sehingga untuk mengembangkan pembangunan
(menambah ruang belajar) sangatlah sulit yang berakibat pada proses belajar mengajar
kurang begitu efektif. Kemudian alasan lain yang menjadi faktor penghambat adalah
1. Area pendidikan sudah memenuhi batas maksimal
2. Masyarakat sekitar pesantren kerang mendukung terhadap pembangunan gedung
3. Minimnya wali santri terhadap tata kelola pesantren
Agar memudahkan pembaca untuk memahami apa saja yang menjadi faktor
pendukung dan faktor penghambat dalam mengembangkan pondok pesantran Zainul
Hasan genggong ini penulis rangkum dalam tabel sebagai berikut;
At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.07, No.02,Agustus 2020 P-ISSN: 2086-3179 Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN: 2581-1622
At-Turost: Journal of Islamic Studies 197
Tabel 2
Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Pengembangan pesantren Zainul Hasan
Genggong di bawah kepemimpinan KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah
FAKTOR
P
E
N
D
U
K
U
N
G
Barokah KH. MOH. Hasan (kiai sepuh).
Memiliki pemimpin yang professional.
Pelaksana (Biro / kepala bagian) yang handal.
Outpun pesantren berkualitas yang dipercaya masyarakat.
Sumber dana yang memadai.
Apresiasi penuh dari alumni, simpatisan dan masyarakat.
Memenuhi permintaan stackhoulder.
Memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat.
FAKTOR
P
E
N
G
H
A
M
B
A
T
Area pendidikan sudah memenuhi batas maksimal.
Masyarakat sekitar pesantren kurang mendukung terhadap
pembangunan gedung.
Minimnya wali santri terhadap tata kelola pesantren.
Kesimpulan
Pesantren Zainul Hasan Genggong ini telah mengalami 4 generasi, yang terus
memperkuat jati dirinya sebagai pesantren berbasis mutu dan salaf, dengan banyak
mengembangkan sistem pendidikan terkini mengikuti perkembangan zaman dan
menjawab kebutuhan zaman.Berkembangnya pondok pesantren Zainul Hasan
Genggong yang menjadi tombak utama adalah barokah dari pendiri pertama yaitu KH.
MOH. Hasan (kiai sepuh) yang kemudian dilanjutkan oleh penerusnya dengan
memegang prinsip “almuhafadotu ‘alal qodimis sholih wal akhdu bil jadidil ashlah”
menjaga teori lama dan mengambil teori baru yang lebih baik. Dalam memimpin dan
mengembangkan pondok pesantren Zainul Hasan Genggong KH. Moh. Hasan
Mutawakkil Alallah melaksanakan fungsi manajemen secara sempurna yaitu Planning,
At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.07, No.02,Agustus 2020 P-ISSN: 2086-3179 Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN: 2581-1622
At-Turost: Journal of Islamic Studies 198
Organizing, Actuating, dan Controling. Planning dilakukan membuat structural dan
menetapkan program, Organizing adalah membentuk biro atau kepala bagian, Actuating
adalah dengan cara memberikan arahah secara pribadi (face to face) dan memberikan
arahan dalam forum (rapat yayasan), dan Controling adalah dengan cara terjun langsung
ke lapangan bersama biro dan diadakan rapat yayasan setiap tiga bulan sekali.
Sedangkan yang menjadi faktor pendukung berkembangnya pondok pesantren
Zainul Hasan Genggong adalah, Area pendidikan sudah memenuhi batas maksimal.
Masyarakat sekitar pesantren kerang mendukung terhadap pembangunan gedung.
Minimnya wali santri terhadap tata kelola pesantren. Adapun yang menjadi faktor
pendukung maju dan berkembangnya pondok pesantren zainul hasan Genggong di
bawah kepemimpinan KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah tersebut, diantaranya;
Barokah almarhum KH. MOH. Hasan (kiai sepuh), tipe kepemimpinan yang sangat luar
biasa, pelaksana (biro / kepala bagian) professional, outpun pesantren berkualitas yang
dipercaya masyarakat, sumber dana yang memadai, apresiasi penuh dari alumni,
simpatisan dan masyarakat, memenuhi permintaan stackhouder, memberikan pelayanan
yang baik terhadap masyarakat
Daftar Pustaka
Amin Haedari. (2004). Panorama Pesantren Dalam Cakrawala Modern. Jakarta: Diva
Pustaka.
A’la, Abd. (2006). Pembaharuan Pesantren. Yogyakarta:Lkis.
Aziz, Abd. (2012). Kiai Sang Manager Peran dan Tanggung Jawab Kiai Moh Hasan
Mutawakkil, (Probolinggo; STAI Zainul Hasan Press.
Aziz, Abd. (2013). Filsafat Pesantren Genggong. Probolinggo; STAI Zainul Hasan
Genggong Press.
Azra, Asyumardi. (2002). Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium
Baru. Jakarta: Logos.
Bognan, Robert C., and SK. Bilkel. (1992). Qualitative Research for Education: An
Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bocan Inc.
Bukhori. Imam. Satlogi Santri Pesantren Zainul Hasn Genggong Pajarakan
Probolinggo: Local Genius Penguat Karakter Bangsa. Jurnal Humanistika,
no.1 (Januari 2020)
Danim, S & Suparno. (2009). Manajemen dan Kepemimpinan Transformasional
Kekepalasekolaan. Jakarta: Reneka Cipta.
At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.07, No.02,Agustus 2020 P-ISSN: 2086-3179 Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN: 2581-1622
At-Turost: Journal of Islamic Studies 199
Departemen Agama RI. (2003). Pola Pembelajaran di Pesantren. Jakarta: Departemen
Agama RI.
E. Mulyasa. (2004). Managemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, Dan
Implementasi. Bandung: PT. Reamaja Rosdakarya.
E. Mark Hanson. (1996). Educational Administration and Organizational Behavior.
Massacusens: A. Simon and Shuster Company.
Haedani, H. Amin M.Pd dkk. (2004). Panorama, Pesantren Dalam Cakrawala
Modern.. Jakarta: Diva Pustaka.
Faliyandra, F. (2020). Model Komunikasi Pendidikan di Sosial Media Pada Era
Perkembangan Teknologi. Islam Universalia, 1(3), 434-459.
JB. Wahyudi. (2014). Dasar-dasar Manajemen Penyiaran (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama)
Madjid, Nurcholis. (1985). Bilik-Bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalan. Jakarta:
Paramadina.
Mas’ud, Abdurrahman. (2007). Memahami Agama Damai Dunia Pesantren, dalam
Badrus Sholeh (ed.). Budaya Damai Komonitas Pesantren. Jakarta: LP3ES.
Miftah Thoha. (1999). Kepemimpinan Dalam Manajemen: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
M. Manullang. (1998). Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta: Ghalia Indonesia.
Mutawakkil, and dkk. (2005). Biografi Kiai Moh. Hasan Saifourridzal Pejuan dan
Teladan Umat. Probolinggo: Genggong Press YPPZH.
Nata, Abudin. (2001). Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga – Lembaga
Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Grafindo persada.
Noor, Mahpuddin. (2006). Potret Dunia Pesantren. Bandung: Humaniora.
Shaun Tyson dan Tony Jackson. (2000). The Essence of Organizational Behavior:
Perilaku Organisasi, peterj.:, Deddy Jacobus dan Dwi Prabantini. Yogyakarta:
Andi.
Tjahjono, Herry. (2003). Kepemimpinan Dimensi Keempat. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Tobroni, (1994). Pesantren Sebagai Subkultur Dalam Pesantren dan Pembaharuan,
(Jakarta: LP3ES).
Tobroni. (2005). Perilaku Kepemimpinan Spiritual dalam Pengembangan Organisasi
Pendidikan dan Pembelajaran; Kasus Lima Pemimpin Kota Malang. Disertasi,
PPs UIN Sunan Kalijaga.
At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.07, No.02,Agustus 2020 P-ISSN: 2086-3179 Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN: 2581-1622
At-Turost: Journal of Islamic Studies 200
Ulbert Silalahi. (2000). Studi Tentang Ilmu Administrasi. Bandung: CV. Sinar Baru.
Umar, Arief dkk. (1975). 150 Tahun Menebar Ilmu di Jalan Allah. Probolinggo:
Genggong Press YPPZH.
Wahid, Abdurrahman. (2010). Menggerakkan Tradisi. Yogyakarta : LKiS.
Zuhairini. (1992) . Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.