KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM
PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS
DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Hukum
pada Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum UNSRI
Oleh:
N A M A : ROBBY SANDES
N I M : 02023100100
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
INDRALAYA
2007
ii
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama : ROBBY SANDES
NIM : 02023100100
Program Studi : ILMU HUKUM
Program Kekhususan : Studi Hukum Dan Sistem Peradilan Pidana
Judul Skripsi : KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN
DALAM PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI
RADIO KHUSUS DI INDONESIA
Menyetujui
Pembimbing Utama
Ruben Achmad., S.H., M.Hum
NIP 130989244
Pembimbing Pembantu
Malkian Elvani, S.H., M.Hum
NIP 131470620
iii
Telah diuji dan lulus pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 7 Februari 2007
Nama : Robby Sandes
Nomor Induk Mahasiswa : 02023100100
Program Kekhususan : Studi Hukum Dan Sistem Peradilan Pidana
TIM PENGUJI
1. Ketua : Ruben Achmad., S.H., M.H. ( )
NIP 130989244
2. Sekretaris : Syahmin A.K., S.H., M.H. ( )
NIP 130292297
3. Anggota : Mohjan., S.H., M. Hum. ( )
NIP 131638923
Indralaya, Februari 2007
Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum
H.M. RASYID ARIMAN, S.H., M,H.
NIP. 130604256
iv
MOTTO :
“If you want to make the world a better place,
Take a look at your self then make a change” (Bila engkau ingin melihat dunia menjadi lebih baik,
Lihatlah pada dirimu dan lakukan perubahan)
Kupersembahakan untuk :
- Syaiful Yazan Sutan Rajo Ameh dan
Yunani, yang telah melahirkan dan
membesarkan ku dengan penuh kasih dan
sayang.
- Pipit, Rama, Agus dan Rahma adik-adikku
yang tercinta yang telah memberikan
suasana hidup terasa menjadi lebih hidup
- Dwi Agustin Nanik Sukarno yang telah
memberikan segalanya untukku
- Baju kuning almamater ku tercinta.
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih yang tiada terhingga kepada :
1. Bapak Ruben Achmad SH. MH, selaku Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan kepada peneliti untuk menyusun laporan penelitian ini.
2. Bapak Malkian Elvani SH. MHum, selaku Pembimbing Pembantu yang juga
telah memberikan bimbingan kepada peneliti dalam penyusunan laporan
penelitian ini.
3. Bapak Amrullah Arpan SH. SU, selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan pengarahan akademik kepada peneliti selama melakukan studi di
Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.
4. Ibu Wahyu Ernaningsih SH, MHum, yang dengan penuh kelembutan dan kasih
sayang telah menjadi ibu bagi peneliti selama melakukan studi di Fakultas
Hukum Universitas Sriwijaya.
5. dr. H Nazaruddin, yang telah menjadi tempat bernaung dan berlindung selam
peneliti melakukan studi di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.
6. Yan Anton Ferdian, yang telah begitu besar membantu peneliti dalam berbagai
hal selama peneliti melakukan studi di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.
7. Bapak Hamid, yang telah dengan sabar membantu segala permasalahan
administrasi selama peneliti melakukan studi di Fakultas Hukum Universitas
Sriwijaya.
8. Ir. Suherman dan Ir. Wartaty, yang telah memberikan dorongan moril dan
materiel kepada peneliti untuk menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum
Universitas Sriwijaya
9. Teman-teman mahasiswa dan pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas budi baik mereka semua. Amin.
vi
KATA PENGANTAR
Tiada kata awal yang paling indah, selain mengucapkan puji dan syukur kepada
Allah SWT yang berkat Rahmat dan RidhoNya peneliti dapat menyelesaikan
penelitian, yang merupakan tugas akhir yang harus peneliti tempuh untuk
menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Indralaya.
Penelitian ini merupakan implementasi dari beberapa bidang ilmu yang peneliti
miliki, yaitu ilmu teknik radio dan elektronika serta ilmu hukum. Dimana ilmu teknik
radio dan elektronika tersebut telah peneliti dapatkan sebelum menuntut ilmu di
Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, dan ilmu hukum peneliti dapatkan dari dosen-
dosen pengajar yang ada di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.
Adalah perlu peneliti sampaikan, bahwa penelitian ini hanyalah suatu langkah
awal untuk mendapatkan hasil penelitian akhir yang dapat langsung bermanfaat dan
diterapkan dalam kehidupan masyarakat, namun karena berbagai keterbatasan yang
ada pada peneliti, maka peneliti hanya dapat menyelesaikan penelitian awal yang
hasilnya merupakan data awal untuk melakukan penelitian berikutnya.
Ada pun topik yang diteliti adalah pelaksanaan pengaturan telekomunikasi
radio khusus di Indonesia. Seperti yang dapat diketahui bahwa telah ada undang-
undang dan peraturan pelaksana dibawahnya yang mengatur secara rinci dan tegas
sehubungan dengan penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia.
Namun yang terjadi adalah masih terdapat begitu banyaknya pelanggaran-
vii
pelanggaran yang terjadi dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus
tersebut.
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan baik penal (yang
mengandung sanksi pidana) maupun non penal, tujuannya adalah tidak lain untuk
menciptakan suatu ketertiban dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di
Indonesia. Namun dalam kenyataannya, masih terjadi begitu banyak pelanggaran-
pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus tersebut. Atas dasar
inilah peneliti memandang perlu untuk mengkaji dan mencari adakah kebijakan-
kebijakan lain yang dapat diterapkan untuk menciptakan ketertiban dalam
penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia.
Akhir kata peneliti mengharapkan agar pada waktu yang akan datang dapat
dilaksanakan penelitian kembali sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini. Dan
peneliti juga berharap adanya kritik dan saran untuk peneliti yang dapat dijadikan
pandangan untuk menuju suatu kesempurnaan.
Indralaya, Februari 2007
Peneliti
Robby Sandes
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................iv
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................................v
KATA PENGANTAR ..............................................................................................vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................13
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ....................................................................13
D. Metode Penelitian.........................................................................................14
1. Pendekatan Masalah .............................................................................14
2. Sumber Data.........................................................................................14
3. Teknik Pengumpulan Data....................................................................15
4. Lokasi Penelitian ..................................................................................19
5. Teknik Penentuan Sampel.....................................................................19
ix
6. Teknik Analisa Data .............................................................................21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telekomunikasi Radio..................................................................................22
1. Gambaran Umum Telekomunikasi Radio .............................................22
a. Power Supply..................................................................................24
b. Modulator .......................................................................................25
c. Oscillator ........................................................................................29
d. Transmitter .....................................................................................30
e. Antenna ..........................................................................................31
2. Teknologi Terapan Dalam Telekomunikasi Radio.................................33
1. Telekomunikasi Teleponi................................................................33
2. Komunikasi Data ............................................................................37
3. Remote Station ...............................................................................38
B. Pengaturan Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Khusus
Di Indonesia .................................................................................................39
1. Pengertian Telekomunikasi Radio.........................................................39
2. Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Khusus ..................................41
a. Penguasaan Perangkat Telekomunikasi Radio. ................................44
b. Sertifikasi Perangkat Telekomunikasi Radio ...................................44
c. Alokasi Frekuensi ...........................................................................49
3. Tindakan Pengawasan Dan Penertiban..................................................52
C. Teori Kebijakan Kriminal.............................................................................54
x
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Dalam Penyelenggaraan
Telekomunikasi Radio Khusus....................................................................61
B. Kebijakan Kriminal Non Penal Terhadap Pelanggaran Penyelenggaraan
Telekomunikasi Radio Khusus....................................................................79
1. Kebijakan Kriminal Non Penal Sehubungan Dengan Administrasi
(Perizinan). ...........................................................................................80
2. Kebijakan Kriminal Non Penal Sehubungan Dengan Teknologi
Telekomunikasi Radio ..........................................................................83
3. Radio Trunking System ........................................................................85
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan ..................................................................................................94
B. Rekomendasi................................................................................................96
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................98
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Karakteristik Gelombang Elektromagnet ................................................ 22
Gambar 2 Hubungan Panjang Gelombang Dengan Frekuensi Radio........................ 23
Gambar 3 Karakteristik Pancaran FM ..................................................................... 25
Gambar 4 Karakteristik Pancaran AM..................................................................... 26
Gambar 5 Metode Konfersi Data............................................................................. 27
Gambar 6 Kode Morse Internasional....................................................................... 28
Gambar 7 Contoh Skema Rangkaian Oscillator....................................................... 30
Gambar 8 Contoh Sebuah Directional Antenna ....................................................... 31
Gambar 9 Diagram Alur Sebuah Pemancar Radio ................................................... 32
Gambar 10 Diagram Alur Sebuah Penerima Radio.................................................. 33
Gambar 11 Ilustrasi Telekomunikasi Radio Menggunakan Teknologi Repeater ...... 34
Gambar 12 Penerapan Berbagai Teknologi Komunikasi Radio Mengunakan Radio
IC-F7000 Buatan Icom Inc .................................................................. 36
Gambar 13 Penggunaan Gelombang Radio Pada Radar........................................... 39
Gambar 14 Struktur Industri Telekomunikasi Di Indonesia ..................................... 42
Gambar 15 Diagram Alur Prose Sertifikasi Perangkat Telekomunikasi ................... 48
Gambar 16 Diagram Alur Proses Pelaksanaan Pengawasan Dan Penertiban
Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Di Indonesia ......................... 53
xii
Gambar 17 Ilustrasi Telekomunikasi Radio Menggnakan Repeater ......................... 86
Gambar 18 Ilustrasi Penerapan Radio Trunking System Pada Sebuah Perusahaan... 88
Gambar 19 Ilustrasi Penerapan Radio Trunking System Pada Sebuah
Kabupaten/Kota................................................................................... 90
xiii
DAFTAR TABLE
Table 1 Responden berdasarkan daerah................................................................... 65
Table 2 Responden berdasarkan penggunaan .......................................................... 65
Table 3 Responden berdasarkan status responden.................................................... 65
Table 4 Merek Dan Type Radio Yang Digunakan Responden ................................. 72
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jauh sebelum diundangkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang
Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi telah
menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis dalam menunjang dan
mendorong kegiatan perekonomian masyarakat, memantapkan pertahanan dan
keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara,
serta meningkatkan hubungan dengan bangsa lain. Dalam penjelasan Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, spektrum frekuensi radio dan orbit
satelit dinyatakan sebagai suatu sumber daya alam terbatas,1 sehingga penggunaannya
harus sesuai dengan peruntukannya serta tidak saling mengganggu,2 Mengingat sifat
spektrum frekuensi radio yang juga dapat merambat ke segala arah tanpa mengenal
batas wilayah negara dan derajat perangkat telekomunikasi radio yang disetarakan
dengan senjata api dan senjata tajam,3 maka sumber daya alam tersebut perlu dikelola
dan diatur pembinaannya guna memperoleh manfaat yang optimal dengan
1 Indonesia., Penjelasan Undang-undang Nomor 3 Tentang Telekomunikasi., 1989.,
www.postel.go.id. 2 Indonesia., Undang-undang Nomor 36 Tentang Telekomunikasi., 1999., www.postel.go.id.,
Pasal 33 ayat (2) 3 Anonymous., Himpunan Peraturan Tentang Kegiatan Amatir Radio–Paket Pembinaan
Organisasi., Organisasi Amatir Radio Indonesia Daerah Sumatra Selatan, 1999., Hal 42.
1
2
memperhatikan kaidah hukum nasional maupun internasional seperti konstitusi dan
konvensi International Telecommunication Union serta Radio Regulation, dan
perhatian akan hal tersebut telah dituangkan oleh pemerintah dalam Undang-undang
Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi beserta peraturan-peraturan
pelaksananya.
Dalam pengaturannya, penyelenggaraan telekomunikasi dibagi menjadi dua
macam, yaitu penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan
telekomunikasi radio khusus.4 Untuk penyelenggaraan jaringan telekomunikasi
dilakukan oleh beberapa badan usaha yang bergerak dalam bidang telekomunikasi
yang mendapat izin dari pemerintah untuk mengelola suatu jasa jaringan
telekomunikasi yang diperuntukkan untuk umum. Dan untuk penyelenggaraan
telekomunikasi khusus dilakukan oleh badan usaha atau Dinas/instansi atau
perorangan yang mendapat izin dari pemerintah untuk menyelenggarakan
telekomunikasi untuk keperluan khusus. Keperluan khusus yang dimaksud adalah
kebutuhan telekomunikasi untuk mendukung kegiatan berbagai untuk keperluan
sendiri, keamanan, latih diri, telekomunikasi darurat dan kegiatan lainnya yang dalam
pelaksanaannya membutuhkan suatu jaringan telekomunikasi tersendiri dan terpisah
dari jaringan telekomunikasi umum atau kegiatan tersebut belum dapat terjangkau
oleh jaringan telekomunikasi umum.
Penggunaan gelombang elektromagnet yang mampu merambat melalui udara
menyebabkan telekomunikasi radio memiliki jarak jangkau yang lebih jauh bila
4 Indonesia., Opcit., Pasal 7 ayat (1)
3
dibandingkan dengan teknologi telekomunikasi yang menggunakan media kabel atau
lainnya, sehingga dalam perhitungan biaya operasionalnya telekomunikasi radio
menduduki posisi yang terendah di antara jenis telekomunikasi lainnya.5 Oleh karena
itu, banyak pihak terutama para pelaku usaha yang membutuhkan telekomunikasi
untuk mendukung kegiatannya cenderung memilih telekomunikasi radio sebagai
alternatif. Jaringan telekomunikasi umum yang hingga pada saat ini belum
menjangkau tempat-tempat tertentu juga menjadi alasan mengapa pihak pengguna
telekomunikasi menggunakan telekomunikasi radio untuk melaksanakan kegiatannya.
Ini terbukti dari masih banyaknya daerah yang tidak tersedia jaringan telepon baik
kabel maupun seluler. Telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi
telekomunikasi tertentu juga membutuhkan suatu jaringan telekomunikasi yang
terpisah dari jaringan telekomunikasi umum. Misalnya telekomunikasi radio yang
menggunakan mode paging, atau telekomunikasi radio yang dijadikan sebagai remote
station, atau telekomunikasi radio sebagai penentu lokasi/radar dan telekomunikasi
radio siaran atau bahkan untuk keperluan medis, semua mode telekomunikasi tersebut
secara teknik dan prosedur operasionalnya membutuhkan suatu perangkat, frekuensi
dan prosedur pengoperasian yang berbeda dari jaringan telekomunikasi umum yang
telah ada. Dan dengan alasan pengembangan ilmu pengetahuan telekomunikasi radio
yang terpisah dari jaringan telekomunikasi umum juga diperlukan untuk keperluan
5 Leonard Feldman, Sir Robert Alexander Watson-Watt, Vladimir Kosma Zworykin., Radio.,
Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
4
pendidikan dan latih diri yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan dan
perorangan.
Menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi,
semua kegiatan telekomunikasi radio tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan apa
yang telah diatur dalam Undang-undang tersebut dan peraturan-peraturan pelaksana
dibawahnya. Pengaturan tentang prosedur pelaksanaan telekomunikasi radio dimulai
dari jenis perangkat radio yang digunakan. Ini diatur dalam Pasal 32 ayat (1) yang
menyatakan bahwa:
“Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit,
dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia
wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
dan diatur pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan telekomunikasi pada Bab IV yang intinya adalah mengatur semua
jenis perangkat dan alat telekomunikasi radio yang digunakan harus mengikuti
standar yang telah ditentukan oleh Pemerintah.6 Dan lebih spesifik diatur dalam
Keputusan Direktur Jenderal Pos Dan Telekomunikasi Nomor 84 Tahun 1999 tentang
Spesifikasi Teknis Perangkat Telekomunikasi.7
Perangkat telekomunikasi yang telah sesuai dengan standar yang ditentukan
oleh Pemerintah tersebut, masih harus mendapatkan izin untuk dioperasikan.
6 Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.,
2000., www.postel.go.id. 7 Keputusan Direktur Jenderal Pos Dan Telekomunikasi Nomor 84 Tahun 1999 Tentang
Spesifikasi Teknis Perangkat Telekomunikasi., www.postel.go.id.
5
Pengaturan tentang izin tersebut dituangkan dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-undang
Nomor 36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi yang menyatakan bahwa :
“Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib
mendapatkan izin Pemerintah”
dan Pasal 46 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi yang menyatakan bahwa :
“Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau
penyelenggara jasa telekomunikasi belum dapat menyediakan akses di
daerah tertentu, maka penyelenggara telekomunikasi khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a dapat menyelenggarakan
jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan izin
Menteri.”
Pemerintah juga mengatur secara khusus tentang penyelenggaraan
telekomunikasi radio yang dilaksanakan oleh orang pribadi atau amatir radio yang
dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 49 Tahun 2002 Tentang Pedoman
Kegiatan Amatir Radio yang didalamnya mengatur tentang izin penguasaan
perangkat telekomunikasi radio dan izin untuk mendirikan, mendirikan, memiliki,
mengoperasikan stasiun radio amatir dan menggunakan frekuensi amatir radio.
Namun dalam kenyataannya masih banyak penyelenggara telekomunikasi radio
yang melaksanakan kegiatan telekomunikasi dengan tidak mengikuti ketentuan-
ketentuan yang telah diatur oleh Pemerintah. Kondisi ini dapat ditemukan hampir di
semua daerah di Indonesia dengan indikasi banyaknya laporan-laporan yang diangkat
oleh media massa atau informasi dari penyelenggara telekomunikasi radio.
Pelanggaran-pelanggaran yang dapat terlihat misalnya penyelenggaraan
6
telekomunikasi radio yang menggunakan perangkat radio yang tidak sesuai dengan
standar yang telah ditentukan oleh Pemerintah. Pembuktian akan hal ini adalah
banyak perangkat telekomunikasi radio yang digunakan dengan tidak melalui proses
sertifikasi yang diwajibkan oleh pemerintah seperti yang dinyatakan dalam
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Tata Cara Penerbitan
Sertifikat Tipe Alat Dan Perangkat Telekomunikasi Pasal 2 ayat (1) yaitu:8:
“Setiap tipe alat dan perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit,
dimasukkan untuk diperdagangkan dan atau digunakan di wilayah
Negara Republik Indonesia wajib dilakukan sertifikasi”
Pelanggaran lain adalah penyelenggaraan telekomunikasi radio yang menggunakan
pita frekuensi tanpa izin atau di luar yang ditentukan oleh izin yang diberikan.
Pelanggaran seperti ini kerap kali dilakukan oleh badan usaha atau bahkan
Dinas/instansi Pemerintah yang menggunakan telekomunikasi radio. Kemudian
pelanggaran juga terjadi dalam hal peruntukannya, misalnya penyelenggaraan
telekomunikasi radio yang seharusnya digunakan untuk keperluan
Dinas/instansi/perusahaan dalam kenyataannya juga digunakan untuk keperluan
amatir radio atau telekomunikasi untuk amatir radio tetapi digunakan untuk keperluan
usaha baik badan hukum maupun perorangan atau penyelenggara telekomunikasi
memungut biaya dalam pengoperasiannya. Hal ini melanggar ketentuan sebagaimana
8 Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 2., 2001., www.postel.go.id.
7
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Pasal 50 yang
menyebutkan bahwa:
“Penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal. 41, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 45
dilarang untuk:
a. menyelenggarakan telekomunikasi di luar peruntukannya; b. menyambungkan atau mengadakan interkoneksi dengan jaringan
telekomunikasi lainnya; dan
c. memungut biaya dalam bentuk apa pun atas penggunaan dan atau pengoperasiannya, kecuali untuk telekomunikasi khusus yang
berkenaan dengan ketentuan internasional yang telah diratifikasi.”
Pelanggaran-pelanggaran seperti tersebut di atas, dapat menimbulkan akibat-akibat
baik berupa gangguan secara teknis atau kekacauan bahkan dapat menimbulkan
kerugian langsung terhadap pihak lain. Akibat-akibat tersebut diantaranya adalah
penggunaan perangkat telekomunikasi radio yang tidak melalui proses sertifikasi
dapat menimbulkan gangguan teknis seperti timbulnya interference9 yang dapat
mengganggu pihak lain pengguna frekuensi radio misalnya pengguna televisi tidak
dapat menyaksikan siaran televisi akibat gangguan dari pancaran pengguna
telekomunikasi radio, bahkan bila didirikan dengan tidak mengikuti ketentuan teknis
telekomunikasi radio maka dapat menimbulkan kerugian langsung pada pihak lain
misalnya penggunaan tiang antenna yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis dapat
menyebabkan robohnya tiang antenna. Akibat lain adalah kekacauan yang
9 Dijelaskan oleh Dunning, John. On the Air: The Encyclopedia of Old-Time Radio. Oxford
University Press, 1998 dalam Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft
Corporation.. 1993-2005. Bahwa Interference adalah gelombang radio palsu yang terpancar pada
frekuensi lain selain frekuensi utama yang timbul sebagai akibat dari tidak sesuainya (unmatched)
penerapan komponen pada rangkaian oscillator. Gangguan ini dapat mengakibatkan menghilangnya
gelombang radio asli apabila kekuatan gelombang interference ini lebih kuat dibandingkan gelombang
radio yang asli.
8
ditimbulkan oleh penggunaan pita frekuensi radio yang tanpa atau tidak sesuai
dengan izin. Kekacauan yang dimaksud adalah kemungkinan adanya lebih dari satu
penyelenggaraan telekomunikasi radio yang beroperasi pada satu frekuensi yang
sama, yang pada akhirnya menghambat laju penyelenggaraan telekomunikasi radio
tersebut bahkan dapat menyebabkan kerusakan pada bagian pemancar apabila sering
terjadi pancaran ganda (double transmission).10 Contoh kekacauan ini pernah
diutarakan oleh seorang amatir radio Indonesia daerah Sumatra Selatan Lokal Musi
Rawas Syaiful Yazan-YC4IBO yang mengatakan bahwa International Amateur
Radio Union (IARU) pernah memerintahkan stasiun pusat kendali satelit Orbiting
Satellite Carrying Amateur Radio (OSCAR) untuk menonaktifkan semua fasilitas
yang dimiliki oleh OSCAR11 ketika orbit satellite berada tepat di atas Indonesia.
12
Pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi radio juga menyebabkan kerugian
terhadap negara dalam hal Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Jenis Penerimaan
10 Gibilisco, Stan. Amateur Radio Encyclopedia. TAB, 1993 dalam Microsoft Encarta Premium
Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005. Mengatakan bahwa setiap
gelombang radio memiliki kekuatan pancaran, dan apabila pada saat memancar terdapat gelombang
radio lain yang masuk atau gelombang radio asli yang kembali ke rangkaian pemancar maka akan
mengakibatkan melemahnya komponen penguat akhir pada rangkaian pemancar tersebut. Pancaran
ganda juga menyebabkan informasi yang dikirimkan menjadi sulit untuk diterima terutama untuk komunikasi radio yang menggunakan mode pancaran Frequency Modulation (FM)
11 Dalam Buku Himpunan Peraturan Tentang Kegiatan Amatir Radio–Paket Pembinaan
Organisasi dijelaskan bahwa OSCAR (Orbiting Satellite Carrying Amateur Radio) adalah sebuah
satelit non pemerintah yang diorbitkan khusus untuk mendukung kegiatan amatir radio di seluruh
dunia, satelit ini memiliki fasilitas-fasilitas yang dapat digunakan oleh setiap amatir radio yang telah
memiliki izin dengan fasilitas, mode komunikasi, jenis teknologi, serta frekuensi yang digunakan
untuk uplink dan downlink yang digunakan satelit tersebut bekerja pada frekuensi yang khusus
dialokasikan untuk amatir radio 12 Syaiful Yazan-YC4IBO, Direct FM QSO dengan Robby Sandes-YD4PGM on 144,540 MHz
F3E Simplex, YD4PGM Log sheet., Maret 1997.
9
Negara Bukan Pajak jo Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 Tentang Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen
Perhubungan jo Peraturan Menteri Telekomunikasi Dan Informatika Nomor 21
Tahun 2005 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan
Pajak Dari Biaya Sertifikasi Dan Permohonan Pengujian Alat/Perangkat
Telekomunikasi jo Peraturan Menteri telekomunikasi Dan Informatika Nomor 17
Tahun 2005 Tentang Tata Cara Perizinan Dan Ketentuan Operasional Penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio jo Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 10 Tahun 2005
Tentang Sertifikasi Alat Dan Perangkat Telekomunikasi bahwa semua biaya
perizinan dan biaya lainnya dalam hal penyelenggaraan telekomunikasi radio
merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Pelanggaran-pelanggaran seperti tersebut di atas dilaporkan banyak terjadi di
beberapa daerah di Indonesia, seperti di Jakarta dilaporkan akibat dari penggunaan
frekuensi yang tidak sesuai atau tidak dengan izin membuat kegiatan penyiaran antara
Kota Jakarta dan Tangerang menjadi kacau balau.13 Kemudian di Semarang juga
dilaporkan bahwa sekitar 400 radio gelap atau yang tidak memiliki izin resmi dari
pemerintah mengudara dan mengganggu kegiatan siaran radio lain. Bahkan Pengurus
Daerah PRSSNI Jawa Tengah Wisnu Pujonggo mengatakan bahwa di seluruh
Indonesia terdeteksi lebih dari 1000 lebih radio siaran gelap yang mengudara pada
13 Kompas., Keluhan Gangguan Frekuensi Terus Mengalir., www.kompas.com., 23 Agustus
2004.
10
frekuensi 88 sampai 108 MHz.14 Ketua Organisasi Amatir Radio Indonesia Daerah
Jawa Barat Lokal Bandung Barat Eman Sulaeman, S.E. juga mengeluhkan bahwa
anggota ORARI Lokal Bandung Barat mengalami kesulitan dalam melakukan
kegiatan rutin mereka terutama dalam memberikan bantuan telekomunikasi
(BANKOM) pada saat menjelang dan sesudah Hari Raya Idul Fitri 1426 H dan
pelaksanaan Pilkada.15 Di sekitar Kabupaten Rembang dilaporkan pula bahwa
sebagian besar masyarakat di sana mengeluhkan tentang gangguan yang mereka
terima pada saat menyaksikan siaran televisi, gangguan tersebut disinyalir
diakibatkan oleh pemancar radio pada band 88–108 MHz yang dimodifikasi dan
digunakan untuk telekomunikasi radio dua arah serta pemancar High Frequency (HF)
yang menggunakan mode Single Side Band (SSB) terutama yang bekerja pada band
80 dan 40 meter.16
Dari berbagai contoh pelanggaran yang dikemukakan di atas, kesemuanya
diancam dengan pidana seperti dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun
1999 tentang Telekomunikasi. Misalnya Personal Auto patch Repeater17 yaitu
14 Suara Merdeka., Radio Gelap Ganggu Frekuensi-Desak RUU Penyiaran Dituntaskan.,
www.suaramerdeka.com., 30 Januari 2002 15 Pikiran Rakyat., ORARI Keluhkan Radio Gelap., www.pikiran-rakyat.com, 9 Nopember
2005. 16 Suara Merdeka., Warga Mengeluh Siaran Televisi Sering Mengganggu.,
www.suaramerdeka.com., 13 Januari 2006. 17 Oleh Rutland, David. Behind the Front Panel: The Design & Development of 1920's Radios.
Wren, 1994 dalam Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation..
1993-2005. Dijelaskan bahwa Personal Auto patch Repeater adalah suatu modifikasi teknologi
komunikasi radio teleponi yang merubah fungsi repeater radio yang seharusnya memancarkan kembali
sinyal radio yang diterima menjadi memancarkan suara dari jaringan telepon kabel, sehingga teknis
operasionalnya berubah selayaknya jaringan telepon seluler. Kegiatan ini banyak dilakukan oleh
pengguna komunikasi radio baik untuk keperluan usaha atau pribadi untuk dapat melakukan
komunikasi telepon melalui pesawat radio yang dijinjingnya. Dan hingga kini teknologi ini masih
11
penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus yang disambungkan ke jaringan
telekomunikasi umum selain untuk kegiatan penyiaran, kegiatan ini melanggar
ketentuan Pasal 29 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi yang menyebutkan bahwa :
“Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (3) huruf a dan huruf b, dilarang disambungkan ke jaringan
penyelenggara telekomunikasi lainnya”
dan dalam Pasal 51 dinyatakan bahwa :
“Penyelenggara telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (2),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau
denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)”
kemudian kegiatan telekomunikasi radio khusus yang menggunakan perangkat
telekomunikasi radio yang tidak mendapatkan izin untuk digunakan di Indonesia
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi bahwa :
“Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit,
dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia
wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
yang mana pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 32 ini diatur dalam Pasal 52
yang menyebutkan bahwa :
banyak digunakan terutama untuk daerah-daerah yang belum terjangkau jaringan telepon seluler atau
untuk menghindari biaya komunikasi bila menggunakan jaringan telepon seluler, karena teknologi ini
dihubungkan dengan jaringan telepon kabel biasa yang harga pulsanya jauh lebih rendah dibandingkan
dengan penggunaan telepon seluler.
12
“Barang siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan atau
menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik
Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah)”
Pelanggaran lain adalah pelanggaran-pelanggaran yang berhubungan dengan izin
penyelenggaraan telekomunikasi radio dan akibat-akibat yang ditimbulkannya.
Seperti yang diatur dalam Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi:
1. Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling
banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
2. Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun
Dari penjabaran di atas, dapatlah kita lihat bahwa dalam pengaturan
telekomunikasi radio khusus telah diterapkan suatu kebijakan kriminal dengan
menyertakan sanksi pidana pada setiap pelanggaran yang dimaksud. Namun, melihat
dari data-data pengamatan awal serta laporan-laporan yang ada mengenai
penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus, dapat pula terlihat bahwa kebijakan
kriminal yang dimaksud belum menunjukkan efektifitas seperti yang diharapkan.
Dengan demikian, peneliti memandang perlu untuk dilakukan sebuah penelitian
untuk mencari kembali ide-ide terbaru mengenai kebijakan kriminal terhadap
pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus.
13
B. Rumusan Masalah
1. Faktor apa yang menjadi penyebab pelanggaran dalam penyelenggaraan
telekomunikasi radio khusus di Indonesia.
2. Kebijakan kriminal non penal yang bagaimana dapat digunakan untuk
penanggulangan pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio
khusus di Indonesia
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menemukan dan mengidentifikasi faktor-faktor penyebab timbulnya
pelanggaran-pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di
Indonesia.
2. Untuk menemukan dan menjelaskan kebijakan-kebijakan non penal yang dapat
diterapkan oleh pejabat/Dinas/instansi terkait dalam penanggulangan pelanggaran
dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia.
Dan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:
1. Secara teoritis, diharapkan menjadi kajian akademik dibidang hukum pidana
untuk merumuskan teroi-teori penaggulangan tindak pidana pada umumnya dan
pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khususnya.
2. Secara praktis dapat menjadi rekomendasi bagi pejabat/dinas/instansi terkait
terutama yang menangani pengaturan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit
untuk menerapkan langkah-langkah yang dihasilkan dari penelitian ini dalam
14
rangka menanggulangi pelanggaran-pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi
radio khusus.
D. Metode Penelitian
1. Pendekatan Masalah
Penelitian ini menggunakan pendekatan empiris yaitu pendekatan penelitian
yang menggunakan data primer sebagai bahan atau data yang dianalisa, dalam
penelitian ini berupa data-data mengenai apa yang terjadi di lapangan sehubungan
dengan pelaksanaan telekomunikasi radio khusus sebagaimana diatur dalam Undang-
undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi.
2. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, di
mana data primer adalah semua data dan atau informasi yang berhubungan dan
berguna bagi penelitian ini yang peneliti dapatkan secara langsung melalui studi
lapangan, dan data sekunder adalah:
a) Bahan hukum primer yaitu kaidah-kaidah hukum positif yang berlaku di
wilayah hukum negara Republik Indonesia seperti Undang-undang Dasar,
peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan bahan hukum lainnya.
b) Bahan hukum sekunder yaitu rancangan Undang-undang, pendapat dan karya
tulis para ahli hukum.
c) Bahan Hukum tersier yaitu kamus atau ensiklopedi
Data-data sekunder tersebut didapat melalui studi kepustakaan.
15
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Lapangan
Dari pengalaman peneliti dalam bidang telekomunikasi radio, maka untuk
memperoleh data primer peneliti membagi-bagi sumber data menjadi
beberapa kelompok, yaitu:
1. Penjual.
Yaitu orang atau badan hukum yang menyediakan perangkat
telekomunikasi radio baik buatan pabrik atau buatan perorangan untuk
dijual kepada masyarakat pengguna perangkat telekomunikasi radio.
2. Teknisi.
Yaitu orang atau badan hukum yang memberikan jasa/layanan
pemasangan/instalasi, perakitan, perbaikan, atau bahkan pembuatan
perangkat telekomunikasi radio.
3. Pemakai.
Yaitu orang atau badan hukum yang secara langsung memiliki dan
menggunakan perangkat telekomunikasi radio.
Dan untuk mendapatkan data yang dimaksud peneliti menggunakan metode:
1. Pengamatan.
Yaitu dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan terhadap
objek penelitian dan hal-hal lain yang dianggap berhubungan dan berguna
dalam penelitian ini. Di antara pengamatan ini dilakukan dengan
16
menggunakan alat bantu yang berupa beberapa peralatan elektronika yang
umum digunakan dalam penyelenggaraan suatu telekomunikasi radio,
peralatan-peralatan tersebut adalah:
a. Transceiver.
Yaitu sebuah perangkat telekomunikasi radio yang dalam penelitian
ini dapat berjumlah lebih dari satu buah berdasarkan jangkauan
frekuensi kerjanya. Frekuensi kerja yang diamati adalah :18 High
Frequency (frekuensi 3 hingga 30 MHz); Very High Frequency
(frekuensi 30 hingga 300 MHz); Ultra High Frequency (frekuensi 300
hingga 3000 MHz); Super High Frequency (frekuensi 3 hingga 30
GHz); Extremely High Frequency (frekuensi 30 hingga 300 GHz).
b. Frequency Counter.
Yaitu sebuah alat penampil frekuensi kerja suatu rangkaian oscillator
yang dalam penelitian ini dilakukan modifikasi sehingga berubah
fungsi menjadi bagian dari alat penentu lokasi pemancar.19
18 Berdasarkan pengalaman peneliti, band frekuensi antara 3 MHz hingga 300 GHz adalah
frekuensi yang paling umum digunakan untuk menyelenggarakan komunikasi radio, baik untuk keperluan penyiaran (broadcasting), keperluan badan usaha, keperluan pribadi (amatir radio),
pertahanan keamanan dan medis. Ini dapat dilihat dari sudut pandang biaya yang murah, teknologi
yang umum, perangkat yang mudah didapat dan cara pengoperasian yang dianggap lebih mudah. 19 Rekayasa teknologi ini pernah peneliti lakukan dalam rangka mengikuti perlombaan Fox
Hunting yang diadakan oleh ORARI Daerah Bengkulu yaitu suatu perlombaan uji ketangkasan dalam
mencari dan menemukan beberapa pemancar radio yang disembunyikan, dan peneliti berhasil
menemukan semua pemancar yang dimaksud Dengan merubah fungsi penghitung frekuensi yang
dimiliki oleh Frequency Counter menjadi alat pengukur kuat lemahnya suatu gelombang radio pada
suatu frekuensi, kemudian menggabungkannya dengan sebuah Yagi Uda Array Antenna
memungkinkan untuk mendapatkan arah asal suatu gelombang radio.
17
c. Yagi Uda Array Multi Band Antenna.
Yaitu sebuah Directional Antenna20 yang dapat digunakan pada
beberapa band frekuensi yang digunakan untuk menentukan lokasi
pemancar dengan cara menggabungkannya dengan rangkaian
Frequency Counter yang telah dimodifikasi.
Selain peralatan tersebut di atas peneliti juga masih menggunakan
beberapa perangkat keras dan perangkat lunak tambahan sebagai
pendukung dari pengumpulan data atau informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian ini, seperti adanya kemungkinan untuk menggunakan software
AX2521 untuk melakukan decoding
22 agar peneliti dapat memonitor
terhadap pancaran gelombang radio yang menggunakan mode Packet
Radio23. Peralatan-peralatan tersebut di atas digunakan sebagai alat bantu
teknis peneliti dalam mengamati langsung tentang apa yang terjadi pada
frekuensi-frekuensi yang dimaksud dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
20 Dijelaskan dalam artikel Packet pada Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On
DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005 bahwa Directional Antenna adalah suatu jenis antenna
komunikasi radio yang dirancang khusus untuk mengarahkan pancaran gelombang radio yang dikirim
atau diterima sesuai dengan arah yang diinginkan, dalam masyarakat umum dikenal dengan sebutan
antenna pengarah atau boomer, dan lain-lain 21 Suatu perangkat lunak komputer yang dijalankan di atas sistem operasi Microsoft Windows®
yang dikembangkan oleh suatu perkumpulan/club amatir radio di Jerman. Perangkat lunak ini
digunakan untuk melakukan komunikasi data dengan mengirimkan informasi dalam format digit
melalui komputer yang dihubungkan dengan perangkat komunikasi radio. Perangkat ini dapat
diperoleh secara cuma-cuma dari www.flexnet.net. 22 Suatu proses penyusunan kembali informasi yang telah diacak ke dalam bentuk
data/informasi yang dapat dimengerti, 23 Suatu teknik komunikasi yang merubah data/informasi menjadi potongan-potongan data
digital untuk dipancarkan melalui perangkat komunikasi radio. Komunikasi ini lazim dilakukan
dengan menggunakan suatu perangkat komputer atau setidak-tidaknya terdapat suatu perangkat yang
melakukan decoding dan atau encoding terhadap data/informasi yang dikirim.
18
oleh pengguna telekomunikasi radio. Pengamatan ini peneliti lakukan
dengan dibantu beberapa orang anggota Organisasi Radio Amatir
Indonesia (ORARI) dan Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) di
beberapa propinsi dengan dibekali petunjuk pelaksanaan yang ditentukan
oleh peneliti.
2. Wawancara.
Yaitu dengan melakukan tanya jawab dengan nara sumber yang dianggap
memiliki informasi atau data yang diperlukan dalam penelitian ini.
Wawancara ini tidak hanya dilakukan secara langsung atau tatap muka
namun juga dilakukan dengan perantara media lain seperti Direct QSO
melalui perangkat telekomunikasi radio atau media lainnya dengan tidak
mengurangi materi inti hasil wawancara tersebut.
3. Dokumentasi.
Yaitu dengan melakukan pengumpulan data-data berupa surat, gambar dan
atau benda-benda lain yang dianggap memiliki informasi yang diperlukan
dalam penelitian ini.
4. Kuestioner
Yaitu dengan membuat sejumlah pertanyaan terbuka yang sistematis yang
berhubungan dengan penelitian ini untuk diberikan kepada para responden
untuk diisi dan kemudian dikembalikan kepada peneliti sebagai sumber
data.
19
b. Studi Kepustakaan
Untuk memperoleh data sekunder berupa bahan hukum primer dan sekunder,
peneliti melakukan studi kepustakaan berupa pencarian literatur yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti baik melalui koleksi pustaka
pribadi, perpustakaan umum, perpustakaan khusus, maupun melalui sarana
internet. Untuk mendukung data primer dimaksud, dilakukan penelusuran data
sekunder berupa data-data yang berhubungan dengan pelaksanaan Undang-
undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi dan peraturan
pelaksananya.
4. Lokasi Penelitian
Untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan penyelenggaraan
telekomunikasi radio khusus di Indonesia, maka penelitian dilakukan pada beberapa
daerah yang dipandang dapat mewakili masalah yang diteliti. Dalam hal ini peneliti
memilih beberapa Propinsi di Indonesia sebagai lokasi penelitian, dimana pada
daerah-daerah tersebut peneliti memiliki kontak person yang dapat membantu peneliti
dalam mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
5. Teknik Penentuan Sample
Peneliti menentukan sample penelitian dengan teknik random purpose
sampling pembagian sumber data yang telah peneliti lakukan sebelumnya.
20
1. Berdasarkan Lokasi
Data diambil dari setiap ibukota propinsi yang ditentukan, yaitu:
a. Medan (Sumatra Utara).
b. Palembang (Sumatra Selatan).
c. Bandar Lampung (Lampung)
d. Jakarta (DKI Jakarta)
e. Bandung (Jawa Barat)
Penentuan ini didasarkan pada asumsi peneliti yang melihat bahwa
kepadatan pengguna telekomunikasi radio akan mencapai jumlah terbanyak
pada ibukota suatu propinsi yang dengan demikian diharapkan dapat
mewakili kota atau daerah lainnya dalam propinsi yang sama.
2. Berdasarkan Status.
Selain berdasarkan lokasi, peneliti juga memilah sample dengan melihat
status sumber data, yaitu:
a. Kelompok Penjual.
b. Kelompok Teknisi.
c. Kelompok Pemakai.
3. Berdasarkan Penggunaan.
Peneliti juga memilah sumber data berdasarkan penggunaan telekomunikasi
radio tersebut, yaitu:
1. Telekomunikasi radio untuk Penyiaran.
2. Telekomunikasi radio untuk Institusi Pemerintah
21
3. Telekomunikasi radio untuk Perusahaan.
4. Telekomunikasi radio untuk Radio Amatir.
5. Telekomunikasi radio untuk Keamanan dan Pertahanan Negara.
6. Teknik Analisa Data
Semua data yang diperoleh dari studi lapangan dianalisa secara kuantitatif, yaitu
dengan melihat kemungkinan-kemungkinan pola-pola yang muncul dari setiap data
yang didapat. Dengan teknik ini diharapkan dapat ditemukan gejala/kebiasaan yang
umum yang sedang terjadi di lapangan.
Hasil analisa secara kuantitatif tersebut dianalisa kembali dengan data
kepustakaan secara kualitatif dengan harapan dapat menemukan kebijakan-kebijakan
kriminal non penal yang dapat diambil dan diterapkan oleh yang berwenang untuk
mengatasi pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus. Dengan
demikian diharapkan didapat suatu hasil akhir penelitian yang menuju sebuah
kesimpulan yang merupakan tujuan dari penelitian ini.
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telekomunikasi Radio
1. Gambaran Umum Telekomunikasi Radio
Radio. Suatu hasil rekayasa teknologi elektronika yang memanfaatkan
gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dan merambat melalui udara dengan
tujuan mengirimkan suatu informasi. Gelombang elektromagnetik terpancar dan
bekerja pada suatu frekuensi yang diukur dengan satuan Hertz, nama satuan ini
diambil dari nama belakang seorang ilmuwan fisika Jerman yang telah menemukan
adanya perbedaan karakteristik pada gelombang elektromagnetik yaitu Heinrich
Hertz24.
Gambar 1 Karakteristik Gelombang Elektromagnet
Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan dalam panjang suatu gelombang
elektromagnetik. Semakin panjang suatu gelombang elektromagnetik (wavelength),
24 Leonard Feldman, Sir Robert Alexander Watson-Watt, Vladimir Kosma Zworykin., Radio.,
Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
22
23
maka akan semakin rendah frekuensi gelombang elektromagnetik tersebut, dan
sebaliknya semakin pendek suatu gelombang elektromagnetik, maka akan semakin
tinggi frekuensi gelombang tersebut25. Ilustrasi dalam Gambar 1 memperlihatkan
karakteristik suatu gelombang elektromagnetik, sedangkan Gambar 2
memperlihatkan hubungan antara frekuensi dengan panjang suatu gelombang.
Dengan demikian frekuensi adalah jumlah pengulangan suatu gelombang
elektromagnetik dari puncak gelombang (crest) melalui lembah gelombang (trough)
kemudian kembali ke puncak selama 1 detik.
Gambar 2 Hubungan Panjang Gelombang Dengan Frekuensi Radio
Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
Dalam prakteknya, frekuensi seolah-olah menjadi semacam tanda atau acuan
dalam menyelenggarakan telekomunikasi radio tersebut, karena kegiatan mengirim
dan menerima informasi melalui gelombang elektromagnetik (selanjutnya disebut
dengan gelombang radio) harus dilakukan pada frekuensi yang sama. Dalam
penyelenggaraan telekomunikasi radio, gelombang radio ini digunakan sebagai media
25 Earnest C. Watson., Wave Motion., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On
DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
24
penghantar untuk mengirim suatu informasi, sehingga sistem ini menjadi alternatif
yang sangat diminati dibandingkan dengan sistem telekomunikasi yang menggunakan
media penghantar kabel, serat optic atau yang lainnya.
Penyelenggaraan telekomunikasi radio membutuhkan beberapa peralatan
elektronika pendukung. Peralatan-peralatan tersebut adalah:
a. Power Supply
Rangkaian awal ini merupakan pemasok tenaga listrik yang akan digunakan oleh
rangkaian lain. Rangkaian ini bertugas merubah arus listrik yang berasal dari
sumber listrik menjadi arus listrik yang siap dan dapat digunakan oleh rangkaian
lain yang terhubung kepadanya.26 Pada umumnya, sumber listrik yang digunakan
adalah listrik arus bolak balik (alternating current)27 dengan tegangan mulai dari
110-380 VAC. Arus listrik ini belum tentu dapat dikonsumsi langsung oleh
rangkaian yang digunakan, kemungkinannya adalah arus tersebut terlalu besar
atau terlalu kecil, atau mungkin jenis arus yang memang jelas berbeda misalnya
arus searah atau DC (direct current). Untuk itu, digunakanlah rangkaian power
supply ini untuk menaikkan atau menurunkan atau bahkan merubah arus listrik
dari sumber menjadi arus listrik yang dapat digunakan oleh rangkaian. Pada
umumnya rangkaian ini berisi komponen elektronika berupa transformer untuk
26 Leonard Feldman, Sir Robert Alexander Watson-Watt, Vladimir Kosma Zworykin., Radio.,
Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005 27 Arus bolak balik (alternating current (AC)). Arus listrik ini dibangkitkan oleh suatu
generator listrik dengan kutub yang selalu berpindah-pindah. Arus AC dapat saja langsung dikonsumsi
untuk beberapa rangkaian elektronika, dalam hal pemancar radio penggunaan arus AC ini dapat
langsung dikonsumsi untuk rangkaian yang menggunakan komponen tabung (vacuum tube)
25
menaikkan atau menurunkan arus dan rangkaian komponen penyearah arus bila
arus yang dibutuhkan adalah arus searah (direct current).
b. Modulator
Rangkaian kedua adalah rangkaian modulator. Rangkaian ini berfungsi untuk
merubah informasi yang akan dikirim untuk disiapkan menjadi getaran listrik
(modulation) yang dapat dibawa oleh gelombang radio, di sini juga menentukan
bagaimana gelombang radio tersebut dipancarkan.28 Ada beberapa jenis
modulation yang digunakan dalam telekomunikasi radio, yaitu:
Gambar 3 Karakteristik Pancaran FM
Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
a. Frequency Modulation (FM).
Suatu sistem pemancaran (transmission) gelombang radio yang dikenalkan
pertama kali oleh Edwin H. Armstrong pada tahun 1936,29 dengan cara “me-
modulasi-kan” secara penuh gelombang radio pembawa dengan gelombang
28 Leonard Feldman, Sir Robert Alexander Watson-Watt, Vladimir Kosma Zworykin., Radio.,
Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005 29 Ibid.
26
suara (audio frequency wave), artinya gelombang radio pembawa akan tetap
memancar dengan kekuatan penuh walaupun tidak ada informasi yang
dibawanya. Gambar 3 memperlihatkan suatu pancaran frequency modulation.
Gambar 4 Karakteristik Pancaran AM
Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
b. Amplitude Modulation (AM)
Dalam sistem ini, gelombang radio pembawa yang dipancarkan “di-modulasi-
kan” sesuai dengan besar gelombang suara. Sehingga kekuatan pancaran
gelombang radio yang menggunakan sistem ini akan selalu bervariasi sesuai
dengan besar gelombang suara yang dikirimkan. Sistem pemancaran FM dan
AM lazim digunakan untuk telekomunikasi radio teleponi.
c. Shift Keying
Sistem pemancaran ini menyesuaikan dengan mode informasi yang akan
dikirimkan, yang mana dalam sistem ini informasi yang dikirimkan berbentuk
27
data. Data yang dimaksud adalah data yang menggunakan sistem digit yang
mengartikan suatu informasi yang berbentuk sistem bilangan binary (0 dan 1).
Gambar 5 Metode Konfersi Data
Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005 Sistem pemancaran ini dilakukan dengan melakukan memancarkan dan
menghentikan pemancaran dengan pola yang telah ditentukan, sehingga
pancaran yang terputus-putus tersebut akan terlihat seperti serangkaian kode
yang dapat diartikan sebagai suatu informasi. Sistem ini digunakan untuk
penyelenggaraan telekomunikasi radio dengan bentuk informasi yang telah
diubah bentuknya menjadi data digital. Sistem ini disesuaikan dengan teknik
digit yang hanya menggunakan symbol 1 dan 0 untuk mengartikan suatu
informasi, yang mana pada saat gelombang dipancarkan maka akan diartikan
sebagai 1 dan bila pancaran dihentikan maka akan diartikan sebagai 0.
28
d. Continuous Wave (CW)
Sistem ini hampir sama dengan sistem pemancaran shift keying, perbedaannya
adalah bila pada shift keying yang diputuskan atau dihentikan adalah
pemancarannya sedangkan pada continuous wave (CW) yang diputus adalah
modulasinya.
Gambar 6 Kode Morse Internasional
Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
Prinsip dasar pemancaran ini adalah dengan mengirimkan informasi dalam
bentuk dengungan (tone) panjang dan pendek secara terus menerus
(continuous) sehingga membentuk suatu pola teratur yang merupakan
serangkaian kode-kode yang menunjuk kepada suatu informasi, dalam
Gambar 6 dengungan panjang diilustrasikan sebagai sebuah garis dan
dengungan pendek diilustrasikan sebagai titik. Umumnya, telekomunikasi
29
dengan mode CW ini menggunakan kode International Morse. Perbedaan
lainnya antara CW dan shift keying adalah sistem shift keying mempunyai
kemungkinan kecepatan pengiriman yang lebih tinggi dibandingkan dengan
sistem CW.
Semua sistem pemancaran (transmission) tersebut di atas adalah sistem dasar
pemancaran (basic transmission system) dari suatu gelombang radio. Seiring
dengan perkembangan teknologi elektronika dan informatika maka telah banyak
modifikasi-modifikasi yang dilakukan terhadap sistem dasar pemancaran,
sehingga sekarang telah banyak dikenal sistem-sistem pemancaran baru seperti
Single Side Band (SSB), Lower Side Band (LSB), Upper Side Band (USB), Radio
Teletype (RTTY), Amplitude Frequency Shift Keying (AfsK), Frequency Shift
Keying (FSK), Global Packet Radio System (GPRS), Slow Scan Television
(SSTV), yang kesemuanya tidak lain merupakan pengembangan dari sistem dasar
pemancaran yang telah ada lebih dahulu.
c. Oscillator
Rangkaian elektronika berikutnya adalah oscillator. Oscillator merupakan suatu
rangkaian elektronika yang paling vital dalam rangka memancarkan gelombang
radio. Rangkaian ini berfungsi untuk membangkitkan denyut-denyut gelombang
radio yang nantinya akan dipancarkan dengan membawa informasi yang
dikirimkan.30
30 Ibid.
30
Gambar 7 Contoh Skema Rangkaian Oscillator
Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
Dalam rangkaian ini pula, getaran frekuensi gelombang radio ditentukan, dengan
menggunakan beberapa komponen elektronika, maka kita dapat mengendalikan
frekuensi kerja gelombang radio yang akan dipancarkan.
d. Transmitter
Setelah informasi yang telah dimodulasikan bercampur dengan gelombang radio
pembawa yang telah dibangkitkan, maka campuran tersebut (intermediate
frequency) diolah dan disiapkan untuk dipancarkan. Rangkaian yang digunakan
adalah pemancar (transmitter). Pada dasarnya, rangkaian ini hanyalah sebuah
rangkaian penguat yang bekerja menguatkan gelombang radio agar dapat
memancar dalam jarak tertentu. Ukuran kekuatan sebuah pemancar akan
dikendalikan pada rangkaian ini. Kenyataannya rangkaian ini banyak dibuat
menjadi beberapa tahap dengan maksud mendapatkan kekuatan pancaran dengan
31
memanfaatkan faktor perkalian dari kekuatan awal, dan setelah besar kekuatan
yang diinginkan tercapai, maka sinyal radio siap untuk dipancarkan.
Gambar 8 Contoh Sebuah Directional Antenna
Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
e. Antenna
Terakhir adalah antenna. Antenna adalah suatu rangkaian yang berfungsi untuk
melepaskan gelombang radio ke udara. Pada umumnya antenna hanya terdiri dari
benda-benda yang terbuat dari logam yang dirangkai sedemikian rupa berdasarkan
perhitungan-perhitungan yang berlaku. Bahan logam yang digunakan bermacam-
macam, namun intinya adalah logam yang mampu berinteraksi dengan baik terhadap
gelombang radio dan udara.
Bila rangkaian-rangkaian tersebut di atas dihubungkan satu dengan yang
lainnya maka akan tercipta suatu peralatan telekomunikasi yang umum dikenal
dengan sebutan pemancar radio, dengan peralatan ini maka seseorang telah dapat
32
melakukan telekomunikasi radio yaitu mengirimkan informasi dengan cara
memancarkannya melalui gelombang radio yang dipancarkan dengan bantuan
pemancar radio. Namun, telekomunikasi yang dilakukan adalah telekomunikasi satu
arah, artinya orang tersebut hanya dapat mengirimkan informasi tanpa dapat
menerima informasi.
Gambar 9 Diagram Alur Sebuah Pemancar Radio
Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
Agar dapat dilakukan telekomunikasi dua arah/timbal balik, maka dibutuhkan
suatu rangkaian elektronika lagi yang hampir sama dengan peralatan pemancar
namun berbeda dalam fungsinya, yaitu peralatan penerima. Peralatan ini merupakan
kebalikan dari peralatan pemancar dengan cara kerja menangkap gelombang radio
dari udara melalui antenna, kemudian gelombang yang telah tertangkap diperkuat,
kemudian dilakukan pemisahan antara gelombang radio pembawa dengan gelombang
audio yang berisikan informasi, yang akhirnya dikeluarkan pada rangkaian akhir
sesuai dengan sistem pancaran yang digunakan.
33
Gambar 10 Diagram Alur Sebuah Penerima Radio
Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
2. Teknologi Terapan Dalam Telekomunikasi Radio
Dengan penyesuaian terhadap kebutuhan dan ketersediaan teknologi, kini
telekomunikasi radio tidak lagi merupakan sebuah peralatan elektronika yang
sederhana. Sekarang setiap pihak yang menyelenggarakan telekomunikasi radio telah
melakukan modifikasi teknologi terhadap perangkat telekomunikasi radio yang
digunakannya. Lalu teknologi apa saja yang dapat diterapkan dalam perangkat
telekomunikasi radio? Berikut ini adalah beberapa contohnya.
1. Telekomunikasi Teleponi
Teknologi ini adalah yang paling umum yang diterapkan dalam penyelenggaraan
telekomunikasi radio baik telekomunikasi satu arah atau dua arah. Prinsip kerja
teknologi teleponi adalah mengirimkan informasi dalam bentuk suara yang dapat
didengar langsung oleh telinga manusia. Umumnya suara yang dikirimkan adalah
ucapan/pembicaraan atau dalam telekomunikasi radio penyiaran juga dikirimkan
suara musik atau lainnya.31
31 Anonymous., Himpunan Peraturan Tentang Kegiatan Amatir Radio–Paket Pembinaan
Organisasi., Organisasi Amatir Radio Indonesia Daerah Sumatra Selatan, 1999., Hal 54
34
Sistem pemancaran yang dapat digunakan dalam telekomunikasi teleponi adalah
FM, AM, SSB, USB, LSB, dan penambahan sinyal informasi gambar dapat
dilakukan dengan sistem pemancaran Slow Scan Television (SSTV). Awalnya
sistem pemancaran yang dipakai adalah system amplitude modulation (AM),
kemudian penyelenggara telekomunikasi radio terutama telekomunikasi radio
penyiaran banyak yang berpindah ke sistem pemancaran frequency modulation
(FM) karena sistem ini mampu menerima modifikasi teknologi lain seperti
pengiriman suara yang stereo.
Gambar 11 Ilustrasi Telekomunikasi Radio Menggunakan Teknologi Repeater
Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
35
Untuk telekomunikasi teleponi dua arah, tidak banyak teknologi terapan lain yang
digunakan. Hanya apabila dalam keadaan tertentu digunakan teknologi terapan
lain, misalnya pada saat telekomunikasi langsung simplex titik ke titik (direct
communication) tidak dapat lagi dilakukan karena jarak atau kondisi propagation
yang buruk, penyelenggara telekomunikasi radio menggunakan teknologi
pemancar ulang (repeater). Teknologi ini adalah meletakkan sebuah stasiun radio
pada sebuah tempat yang telah diperhitungkan dapat menjangkau daerah yang
diinginkan (misalnya di atas sebuah gedung yang tinggi atau pada puncak sebuah
bukit), pemancar radio repeater ini bekerja secara otomatis menerima sinyal radio
pada frekuensi tertentu dan pada saat yang sama mengirimkannya lagi pada
frekuensi lain. telekomunikasi ini disebut telekomunikasi duplex karena
menggunakan dua frekuensi yang berbeda dalam berkomunikasi. Teknologi ini
dapat kita lihat dalam penyelenggaraan telekomunikasi telepon seluler yang
membutuhkan banyak repeater (lebih dikenal dengan simulcast transmission base
station (STBS)) agar dapat mencapai daerah jangkauan yang lebih luas, atau
dapat pula kita lihat pada suatu jaringan telekomunikasi radio yang
pelaksanaannya banyak menggunakan perangkat telekomunikasi radio
genggam/jinjing (handheld) dan bergerak (mobile), misalnya pada jaringan
telekomunikasi kepolisian, keamanan, dan lain-lain. Dari sini dapat terlihat bahwa
tujuan penerapan teknologi ini adalah untuk memperluas jarak jangkau suatu
penyelenggaraan telekomunikasi radio.
36
Pada saat tertentu, teknologi repeater ini juga tidak lagi mampu untuk
memperluas jarak jangkau telekomunikasi radio atau terlalu banyak stasiun
repeater yang dibutuhkan, pada kondisi ini penyelenggara telekomunikasi radio
akan meletakkan sebuah stasiun repeater di luar angkasa yang mana pada posisi
ini hambatan yang ada menjadi sangat kecil. Stasiun repeater ini dikenal dengan
sebutan satellite,32 sehingga jarak jangkau telekomunikasi radio yang
menggunakan satellite benar-benar luas. Khusus untuk Indonesia, teknologi
satellite memang sangat membantu mengingat kondisi alam yang berbentuk
kepulauan.
Gambar 12 Penerapan Berbagai Teknologi Komunikasi Radio Mengunakan Radio IC-F7000
Buatan Icom Inc
Sumber : www.icom.com.us
32 Communications Satellite., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD.,
Microsoft Corporation.. 1993-2005.
37
2. Komunikasi Data
Untuk memenuhi kebutuhan akan lalulintas informasi yang semakin besar dan
cepat, penyelenggara telekomunikasi radio memanfaatkan teknologi komunikasi
dalam bentuk data. Dengan menerapkan teknologi ini, lebih banyak kemungkinan
ragam informasi, besar, dan kecepatan pengiriman yang dapat dilakukan.
Penerapan teknik digit telah membawa perubahan secara besar-besaran dalam
dunia telekomunikasi radio. Dengan telekomunikasi data ini, operator radio tidak
lagi harus kelelahan dalam mengucapkan informasi-informasi yang harus
dikirimkannya, yang mereka lakukan hanyalah menekan tombol-tombol tertentu
bahkan seringkali cukup dilakukan satu kali saja dan selanjutnya seluruh
instrument akan bekerja secara otomatis. Gambar 12 adalah contoh penerapan
teknologi dalam telekomunikasi radio yang menggunakan perangkat radio F-7000
buatan Icom Inc.
Teknologi telekomunikasi data ini merupakan pengembangan dari sistem
pemancaran shift keying. Berawal dari ditemukannya teknologi radio teletype
(RTTY) yang mampu mengirimkan informasi bukan teleponi hanya dalam bentuk
tulisan, kemudian berkembang menjadi packet radio yang telah mampu
mengirimkan data lain selain tulisan (sekarang lebih dikenal dengan teknologi
global packet radio system (GPRS)). Kini teknologi ini telah berkembang
menjadi teknologi multimedia yang mampu mengirimkan berbagai informasi
yang telah diubah bentuknya dalam data digital.
38
Implementasinya adalah dengan menghubungkan perangkat telekomunikasi radio
dengan piranti pendukung lainnya. Misalnya dalam RTTY yang kemudian
berkembang menjadi facsimile. Dalam telekomunikasi ini dibutuhkan sebuah
encoder pada rangkaian pemancar dan decoder pada bagian penerima, guna
rangkaian ini adalah untuk merubah informasi yang dikirim atau diterima. Untuk
telekomunikasi packet radio ini akan dibutuhkan bantuan rangkaian yang sama
yang lebih dikenal dengan sebutan modem (modulator demodulator).33
3. Remote Station
Teknologi telekomunikasi selanjutnya adalah teknologi telekomunikasi yang
digunakan sebagai remote station (pengendali). Dalam teknologi ini, perangkat
telekomunikasi tidak digunakan untuk mengirimkan sebuah informasi kepada
stasiun radio lainnya, tetapi digunakan sebagai alat bantu piranti lain. Misalnya
penentu lokasi (radar). Prinsip kerja radar adalah memancarkan sebuah
gelombang radio ke suatu arah dan gelombang radio tersebut akan memantul dan
merambat kembali setelah terhalang sesuatu ke arah penerima, dengan
menggunakan perhitungan terhadap cepat rambat suatu gelombang radio, maka
akan dapat ditentukan lokasi atau jarak suatu benda yang terpantau oleh radar
tersebut.
33 Modem., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation..
1993-2005
39
Gambar 13 Penggunaan Gelombang Radio Pada Radar
Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
Penerapan lainnya adalah pemancar yang berfungsi sebagai pengendali jarak jauh
(remote controller (RC)). Teknologi ini memanfaatkan pemancar radio sebagai
pengganti media penghubung lainnya misalnya kabel. Pancaran gelombang radio
ini berisikan informasi yang hanya dapat dimengerti oleh perangkat penerima RC
untuk melakukan sesuatu. Penggunaan teknologi remote station ini banyak
digunakan dalam dunia penerbangan, pertahanan dan keamanan serta medis.
B. Pengaturan Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Khusus Di Indonesia
1. Pengertian Telekomunikasi Radio
Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, tidak
diberikan pengertian secara khusus tentang apa pengertian telekomunikasi radio,
begitu juga dalam peraturan pelaksana dibawahnya seperti Peraturan Pemerintah
40
Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi hingga peraturan-
peraturan lain setingkat Menteri atau dibawahnya.
Namun dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
dan peraturan pelaksana diberikan pengertian tentang apa itu telekomunikasi, seperti
dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi yang berbunyi :
“Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau
penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat,
tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau
sistem elektromagnetik lainnya;”
Juga dalam Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi:
Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan
dalam bertelekomunikasi;
Kemudian dalam Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi:
Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang
memungkinkan bertelekomunikasi;
Lalu dalam Pasal 1 ayat (4) yang berbunyi:
Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan
memancarkan gelombang radio;
Dengan pengertian-pengertian yang tersebut di atas, peneliti melihat
sebenarnya Undang-undang tersebut telah memberikan pengertian tentang apa yang
dimaksud telekomunikasi radio hanya saja pengertian tersebut tidak berbentuk suatu
kalimat utuh. Bila kita merangkai kalimat-kalimat yang ada pada Pasal 1 ayat (1)
41
hingga (4) maka menurut peneliti akan ditemukan pengertian telekomunikasi radio.
Akhirnya peneliti menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan telekomunikasi
radio menurut Undang-undang tersebut adalah setiap pemancaran, pengiriman dan
atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan,
gambar, suara, dan bunyi melalui alat telekomunikasi yang menggunakan dan
memancarkan gelombang radio
2. Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Khusus
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan
Telekomunikasi Pasal 1 ayat (11) berbunyi:
“Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan
telekomunikasi yang sifat, peruntukan dan pengoperasiannya khusus;”
artinya telekomunikasi ini memang sejak awal dirancang hanya untuk keperluan yang
khusus. Dalam Gambar 14 terlihat kegiatan apa saja yang termasuk dalam
telekomunikasi khusus, seperti, radio amatir, dinas pemerintah, layanan khusus
(seperti keperluan medis), perusahaan (niaga), penyiaran, dan terakhir keamanan dan
pertahanan.
Menurut Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi dinyatakan bahwa:
“Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf c dapat dilakukan oleh:
a. Perseorangan b. instansi pemerintah; atau
42
c. Badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.”
Yang dimaksud dengan telekomunikasi khusus untuk keperluan perseorangan
adalah telekomunikasi radio yang dilakukan oleh para amatir radio seperti mereka
yang tergabung dalam Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI) dan
Telekomunikasi radio Antar Penduduk (KRAP) (sekarang telah diubah menjadi
Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI)). Telekomunikasi yang dilakukan berupa
telekomunikasi biasa dengan tujuan kepentingan pribadi (bukan niaga) dan
pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berhubungan dengan telekomunikasi
radio. Pengaturan tentang hal ini termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52
Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Pasal 40, 41, dan 42.
Gambar 14 Struktur Industri Telekomunikasi Di Indonesia
Sumber : www.postel.go.id.
43
Kemudian yang dimaksud dengan telekomunikasi khusus untuk keperluan
instansi pemerintah adalah setiap kegiatan telekomunikasi radio yang dilakukan untuk
menunjang pelaksanaan kegiatan dinas pemerintah, seperti yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan
Telekomunikasi Pasal 43 ayat (1) dan (2). Telekomunikasi ini hanya dilakukan
apabila jaringan telekomunikasi umum tidak mampu memenuhinya, atau belum
terjangkau, atau kegiatan tersebut memang memerlukan jaringan telekomunikasi
tersendiri atau yang terpisah dari jaringan telekomunikasi umum.
Sedangkan telekomunikasi khusus untuk keperluan badan hukum (perusahaan)
adalah setiap kegiatan telekomunikasi radio yang dilakukan oleh suatu badan hukum
swasta untuk menunjang kegiatan perekonomiannya. Pengaturan tentang hal ini dapat
ditemui pada Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan
Telekomunikasi Pasal 45. Menurut asumsi peneliti, telekomunikasi khusus untuk
keperluan penyiaran seharusnya telah termasuk dalam kategori telekomunikasi
khusus untuk badan hukum, namun ternyata pemerintah mengaturnya secara
tersendiri dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
Selain itu diatur pula tentang telekomunikasi khusus untuk keperluan
pertahanan dan keamanan yang digunakan oleh TNI dan POLRI serta keperluan
khusus lainnya, seperti keperluan medis dan bantuan telekomunikasi darurat yang
semuanya diatur dalam Pasal 47 hingga Pasal 50 dalam Peraturan Pemerintah Nomor
52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.
44
a. Penguasaan Perangkat Telekomunikasi Radio
Semua telekomunikasi radio yang tersebut di atas memerlukan perangkat
telekomunikasi radio. Dalam penjelasan Pasal 4 Undang-undang Nomor 36 Tahun
1999 Tentang Telekomunikasi dijelaskan bahwa telekomunikasi merupakan salah
satu cabang produksi yang penting dan strategis dalam kehidupan nasional, maka
penguasaannya dilakukan oleh negara yang dalam penyelenggaraannya ditujukan
untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat. Dalam hal ini
pemerintah melaksanakan fungsi pengawasan yaitu pengawasan terhadap
penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk pengawasan terhadap penguasaan,
pengusahaan, pemasukan, perakitan, penggunaan frekuensi dan orbit satelit, serta
alat, perangkat, sarana dan prasarana telekomunikasi.
Dengan demikian setiap perangkat telekomunikasi radio yang dikuasai oleh
seseorang baik pribadi atau badan hukum memerlukan suatu keterangan yang
dituangkan dalam suatu perizinan untuk menguasai suatu perangkat telekomunikasi
radio. Kewajiban tentang perizinan yang dimaksud diatur dalam Bab IV tentang
Perizinan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan
Telekomunikasi dari Pasal 55 sampai dengan Pasal 67
b. Sertifikasi Perangkat Telekomuikasi Radio
Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah, juga dilakukan terhadap
identifikasi teknologi terapan yang digunakan oleh setiap perangkat telekomunikasi
radio. Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi berbunyi:
45
“Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit,
dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia
wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Pengawasan ini dilakukan dalam rangka menjamin keterhubungan dalam
jaringan telekomunikasi, mencegah saling mengganggu antar alat dan perangkat
telekomunikasi, melindungi masyarakat dari kemungkinan kerugian yang
ditimbulkan akibat pemakaian alat dan perangkat telekomunikasi, dan mendorong
berkembangnya industri, inovasi dan rekayasa teknologi telekomunikasi nasional
(Pasal 72 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan
Telekomunikasi). Proses sertifikasi ini tertuang secara rinci dalam Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor: Km. 10 Tahun 2005 Tentang Sertifikasi Alat Dan Perangkat
Telekomunikasi.
Dengan adanya pengaturan ini, maka setiap perangkat telekomunikasi radio
yang dirakit (dibuat), dimasukkan, digunakan, diperjualbelikan di Indonesia harus
melalui proses sertifikasi yang dilakukan oleh departemen terkait. Proses ini ditandai
dengan dikeluarkannya suatu sertifikat. Pengecualian akan hal ini adalah setiap
perangkat telekomunikasi radio yang dibuat oleh para amatir radio yang telah
memenuhi persyaratan teknis sebagaimana termuat dalam Pasal 11 Ayat (1)
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: Km. 49 Tahun 2002 Tentang Pedoman
Kegiatan Amatir Radio yang berbunyi:
“Kegiatan Amatir Radio dalam rangka latih diri dan penyelidikan di
bidang teknik radio dengan cara merakit/ modifikasi alat dan perangkat
Amatir Radio yang telah sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana
46
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) tidak diperlukan lagi
sertifikasi dan penandaan dari Direktur Jenderal”
Prosedur sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi pada dasarnya dapat
dibagi menjadi 3 (tiga) tahap:
1. Permohonan Sertifikasi
Pada tahap ini pemohon sertifikasi mengajukan permohonan sertifikasi alat dan
perangkat telekomunikasi yang ditujukan kepada Direktur Standarisasi Pos dan
Telekomunikasi. Pemohon sertifikasi adalah Pabrikan (Perwakilannya), Distributor
(Resmi), Importir dan Institusi. Institusi adalah badan usaha yang menggunakan alat
dan perangkat telekomunikasi untuk keperluan sendiri, seperti operator
telekomunikasi, service provider atau institusi pemerintah. Permohonan sertifikasi
dilampiri:
a. Formulir FR PM 4 dan FR PM 5 (diisi terlebih dahulu untuk 1 tipe alat atau
perangkat masing-masing 1 formulir)
b. Dokumen legal perusahaan, yaitu Akte Pendirian Perusahaan, Surat Izin Usaha
Perdagangan, NPWP.
c. Dokumen teknis perangkat, yaitu buku manual, brosur dan spesifikasi teknis
alat dan perangkat yang akan disertifikasi.
d. Bagi pemohon distributor resmi, melampirkan surat penunjukkan sebagai
distributor dari pabrikan atau principal.
e. Bagi pemohon importir, melampirkan copy Nomor Pengenal Impor Khusus
(NPIK).
47
f. Khusus sertifikasi dalam hal Mutual Recognition Arrangement (MRA),
dokumen tambahan (Laporan Hasil Uji dari laboratorium pengujian yang telah
terakreditasi ISO 17025)
Setelah permohonan diajukan, maka akan dilakukan pengecekan kelengkapan
persyaratan administrasi dan persyaratan teknis alat dan perangkat telekomunikasi
yang akan digunakan sebagai acuan untuk pengujian. Apabila persyaratan
administrasi dinyatakan lengkap dan persyaratan teknis tersedia, maka dalam waktu
maksimum 5 hari akan diterbitkan Surat Pemberitahuan Pembayaran (SP2) dan Surat
Pengantar Pengujian Perangkat (SP3), apabila pengujian dilakukan di Balai Uji
Ditjen Postel. Apabila pengujian perangkat akan dilakukan di Telkom Risti Bandung,
maka maksimum 5 hari akan diterbitkan Surat Pengantar Pengujian Perangkat (SP3)
Apabila persyaratan teknis yang akan digunakan sebagai acuan pengujian
belum tersedia, maka akan dilakukan penyusunan persyaratan teknis terlebih dahulu.
Sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi belum dapat diproses lebih lanjut
sampai dengan ditetapkannya persyaratan teknis oleh Dirjen Postel.
2. Pengujian Alat dan Perangkat Telekomunikasi.
Setelah pemohon menerima SP3, tahap sertifikasi dilanjutkan dengan
pengujian alat dan perangkat telekomunikasi. Pemohon membawa bukti pembayaran
biaya pengujian dan SP3 ke Balai Uji Ditjen Postel. Membawa SP3 untuk pengujian
di Telkom Risti. Disamping itu, pemohon membawa pula sample alat dan perangkat
yang akan diuji, 2 buah sample untuk perangkat consumer premises equipment (CPE)
dan 1 untuk perangkat non-CPE, seperti sentral.
48
Saat ini lembaga pengujian alat dan perangkat telekomunikasi yang tersedia
adalah Balai Uji Perangkat Telekomunikasi Ditjen Postel dan Telkom Risti Bandung.
Pengujian alat dan perangkat telekomunikasi maksimum dilaksanakan selama 45 hari.
3. Penerbitan Sertifikat.
Setelah selesai pengujian alat dan perangkat telekomunikasi, Balai Uji Ditjen
Postel atau Telkom Risti Bandung mengirimkan Laporan Hasil Uji kepada Direktur
Standarisasi Postel. Laporan Hasil Uji tersebut akan dilakukan evaluasi lebih lanjut.
Gambar 15 Diagram Alur Prose Sertifikasi Perangkat Telekomunikasi
Sumber : www.postel.go.id.
Apabila alat dan perangkat telekomunikasi memenuhi persyaratan teknis yang
berlaku, akan diterbitkan sertifikat. Sedangkan apabila alat dan perangkat
telekomunikasi tidak memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan, pemohon akan
49
diberitahukan melalui surat. Sertifikat atau pemberitahuan tidak memenuhi
persyaratan teknis diterbitkan maksimum 10 hari sejak diterimanya Laporan Hasil
Uji.
Setelah pemohon menerima sertifikat, pemohon wajib melekatkan label pada
alat dan perangkat telekomunikasi yang telah bersertifikat. Label ini untuk keperluan
perlindungan konsumen dan pengawasan alat dan perangkat telekomunikasi di pasar.
c. Alokasi Frekuensi
Setiap perangkat telekomunikasi radio menggunakan paling tidak satu pita
frekuensi untuk dapat melakukan pengiriman atau penerimaan informasi melalui
gelombang radio. Dengan demikian harus dilakukan pengaturan secara cermat
mengenai alokasi pita frekuensi dari setiap pengguna agar dapat menjamin
keberlangsungan telekomunikasi yang dimaksud, karena bila tidak maka akan terjadi
suatu kekacauan dalam penyelenggaraan telekomunikasi yang berakibat pada
gagalnya telekomunikasi yang dimaksud.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 Tentang Penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio Dan Orbit Satelit Pasal 1 ayat (16) yang dimaksud alokasi
frekuensi adalah pencantuman pita frekuensi tertentu dalam tabel alokasi frekuensi
untuk penggunaan oleh satu atau lebih dinas telekomunikasi radio teresterial atau
dinas telekomunikasi radio ruang angkasa atau dinas radio astronomi berdasarkan
persyaratan tertentu. Istilah alokasi ini juga berlaku untuk pembagian lebih lanjut pita
frekuensi tersebut di atas untuk setiap jenis dinasnya.
50
Penyelenggara telekomunikasi radio yang telah mendapatkan izin dari Menteri
mendapatkan suatu alokasi pita frekuensi. Semua kegiatan telekomunikasi yang
dilakukan oleh penyelenggara tersebut harus sesuai dengan alokasi yang diberikan.
Seyogyanya alokasi pita frekuensi yang diberikan kepada seorang penyelenggara
telekomunikasi berbeda dengan yang diberikan kepada penyelenggara lainnya, namun
kini telah ada teknologi terapan yang memungkinkan dua penyelenggara atau lebih
secara bersamaan bekerja pada frekuensi yang sama.
Setiap penyelenggara telekomunikasi radio mendapatkan alokasi frekuensi
berdasarkan table alokasi frekuensi yang dibuat oleh pemerintah. Tabel ini
merupakan suatu daftar panjang yang memuat keterangan dari setiap pita frekuensi
dan penggunaannya. Table ini menunjukkan penggunaan suatu pita frekuensi dari
mulai siapa yang berhak hingga teknologi apa yang digunakan pada frekuensi
tersebut. Misalnya pada band frekuensi 88 hingga 108 MHz dialokasikan untuk
keperluan radio siaran dengan mode pemancaran Frequency Modulation (FM), maka
pada band frekuensi ini hanya boleh digunakan bagi penyelenggara telekomunikasi
untuk radio siaran.
Dalam mendapatkan alokasi frekuensi ini penyelenggara dikenakan sejumlah
biaya yang disebut dengan Biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHP). Biaya ini
disetorkan kepada kas Negara dan menjadi salah satu Pendapatan Negara Bukan
Pajak. Tata cara perhitungan besar BHP yang dikenakan kepada seorang
penyelenggara telekomunikasi radio mengikuti petunjuk yang dijelaskan pada
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
51
(PNBP), Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak yang
berlaku di Departemen Perhubungan, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000
tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit dan Keputusan
Menteri Perhubungan Nomor 40 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif
Pendapatan Negara Bukan Pajak Dari Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio.
Misalnya seorang pengusaha bermaksud untuk mendirikan sebuah stasiun radio
yang akan digunakan untuk menunjang kegiatan usahanya. Pengusaha tersebut
menggunakan perangkat radio yang bekerja pada frekuensi 7,600 MHz, dengan
kekuatan pemancar sebesar 100 Watt dengan menggunakan directional antenna yang
mempunyai besar penguatan 13,6 db. Dengan spesifikasi demikian maka BHP yang
dikenakan kepada pengusaha tersebut adalah:
( ) ( )( )2
pHDDPIbHDLPI pb ××+×× = BHP Frekuensi (Rupiah) per tahun
Dimana:
Ib = Indeks biaya pendudukan lebar pita
Ib = Indeks biaya daya pemancar
HDLP = Harga Dasar Lebar Pita frekuensi radio
HDDP = Harga Dasar Daya Pemancar
p = Besar daya pancar antenna EIRP
b = Lebar pita frekuensi yang diduduki
52
Jadi:
( ) ( )( )2
13.6135.3530.1301014.5812.270 ××+×× = Rp 301.058,40/tahun
Jumlah tersebut dikalikan dengan masa izin, yang paling umum adalah 3 tahun,
sehingga untuk penyelenggaraan telekomunikasi radio tersebut penyelenggara
dibebankan BHP frekuensi sebesar Rp 903.175,21. Bila dari sebuah penyelenggaraan
telekomunikasi radio Negara mendapatkan pemasukan sebesar jumlah tersebut, maka
dapat dibayangkan berapa besar kerugian Negara bila para penyelenggara
telekomunikasi radio tidak membayar BHP frekuensi tersebut.
3. Tindakan Pengawasan Dan Penertiban
Dari website resmi Departemen Perhubungan (sekarang DepInfoKom) pada
www.postel.go.id, dapat ditemukan bahwa pemerintah dalam hal ini Dirjen Pos dan
Telekomunikasi melakukan fungsi pengawasan dan melakukan tindakan-tindakan
penertiban seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 16.
Pengawasan mulai dilakukan berdasarkan laporan adanya gangguan dari
seorang penyelenggara telekomunikasi radio. Berangkat dari laporan yang diterima,
Dirjen melakukan deteksi terhadap gangguan yang ada, kemudian melakukan
pengecekan antara peralatan teknis yang digunakan dengan izin yang diberikan, bila
terjadi perbedaan maka akan diupayakan penyesuaian kembali antara izin dan
peralatan teknis yang digunakan.
53
Gambar 16 Diagram Alur Proses Pelaksanaan Pengawasan Dan Penertiban Penyelenggaraan
Telekomunikasi Radio Di Indonesia
Sumber : www.postel.go.id.
Disini peneliti menemukan sesuatu yang unik, karena dengan alur proses yang
seperti tersebut di atas, maka semua laporan gangguan diasumsikan sebagai akibat
dari kesalahan teknis pelapor itu sendiri sampai dilakukan pengecekan secara
menyeluruh sehingga dapat dipastikan bahwa sumber gangguan bukan dari pelapor.
Bila sumber gangguan ternyata bukan dari pelapor, selanjutnya Dirjen akan
melakukan pelacakan terhadap sumber gangguan tersebut. Kegiatan ini dimulai dari
pelacakan untuk menemukan sumber gangguan. Bila ternyata sumber gangguan
54
adalah juga merupakan penyelenggara telekomunikasi radio, maka Dirjen akan
melakukan pengecekan terhadap penyelenggara tersebut, dimulai ada atau tidaknya
izin hingga kesesuaian perangkat telekomunikasi yang digunakan. Bila pihak
penyelenggara telekomunikasi tersebut ternyata tidak memiliki izin, maka Dirjen
akan melakukan penghentian kegiatan telekomunikasi tersebut dan dilakukan pula
tindakan penertiban yang pada umumnya berupa penyitaan perangkat telekomunikasi
yang digunakan. Selanjutnya dijalankan proses penegakkan hukum menurut Undang-
undang yang berlaku.
C. Teori Kebijakan Kriminal
Kebijakan (policy). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kebijakan
diartikan sebagai:34
“Rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana
dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak”
Sehingga kebijakan dalam dunia hukum dapat didefinisikan sebagai suatu
rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak dalam bidang
hukum.
Berkenaan dengan istilah kebijakan, istilah ini ternyata memiliki keragaman
arti. Hal itu dapat kita lihat dari pandangan beberapa tokoh yang mencoba untuk
menjelaskan apa sebenarnya kebijakan (policy) itu. Klein misalnya, menjelaskan
34 Tim Peyususn Kamus Pusat Bahasa dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Dasar-Dasar
Politik Hukum., PT. Raja Grafindo Persada., Jakarta., 2004., hal 22., www.rajawalipers.com. .
55
bahwa kebijakan itu adalah tindakan secara sadar dan sistematis, dengan
mempergunakan sarana-sarana yang cocok, dengan tujuan politik yang jelas sebagai
sasaran, yang dijalankan langkah demi langkah.35 Dan hamper senada dengan Klein,
Kuypers menjelaskan, kebijakan itu adalah suatu susunan dari : (1) tujuan-tujuan
yang dipilih oleh para administrator public baik untuk kepentingan diri sendiri
maupun untuk kepentingan kelompok; (2) jalan-jalan dan sarana-sarana yang dipilih
olehnya; dan (3) saat-saat yang mereka pilih.36 Sedangkan Friend memahami bahwa
kebijakan pada hakikatnya adalah suatu posisi yang sekali dinyatakan akan
mempengaruhi keberhasilan keputusan-keputusan yang akan dibuat dimasa
mendatang.37
Sementara itu, Carl J. Friedrick menguraikan kebijakan sebagai serangkaian
tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu
lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-
kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai
tujuan tertentu.38 Dan, James E. Andreson mengatakan bahwa kebijakan adalah
serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan
oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah
tertentu.39
35 Klien., dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Ibid., hal 22. 36 Kuypers., dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Ibid., hal 23. 37 Friend., dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Ibid., hal 23. 38 Carl. J. Friedrick., dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Ibid., hal 22. 39 James E Andreson., dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Ibid.
56
Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas,
peneliti ingin mengungkapkan bahwa:
1. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli tentang pengertian
kebijakan. Yang jelas konsep kebijakan itu sendiri tampaknya sulit
untuk dirumuskan dan diberikan makna yang tunggal, atau sulit bagi
kita untuk memperlakukan konsep kebijakan tersebut sebagai sebuah
gejala yang khas dan konkret, terutama bila kebijakan itu kita lihat
sebagai suatu proses yang terus menerus berkembang dan
berkelanjutan mulai dari proses pembuatan sampai implementasinya.
2. Terdapat perbedaan “penekanan” tentang kebijaksanaan di antara para
ahli. Sebagian melihat kebijakan sebagai suatu perbuatan, sedangkan
yang lain melihat sebagai suatu sikap yang direncakan (suatu rencana),
atau bahkan suatu rencana dan juga suatu tindakan.
3. Para ahli juga berbeda pendapat berkaitan dengan tujuan dan sarana.
Ada yang berpendapat bahwa kebijakan meliputi tujuan dan sarana,
bahkan ada yang tidak lagi menyebut baik tujuan maupun sarana.
Melengkapi uraian tersebut di atas, perlu dijelaskan pula di sini bahwa ada satu
istilah dalam bahasa Indonesia yang kerap kali dipakai secara bergantian dalam
pengertian yang hampir serupa dengan istilah kebijaksanaan, yaitu kebijakan.
Berkaitan dengan istilah tersebut Girindo Pringgodigdo memberikan penjelasan yang
menarik. Ia membedakan pengertian kebijaksanaan (policy; beleid) dan kebijakan
(wisdom; wijsheid). Menurut Pringgodigdo, kebijaksanaan adalah:
57
“Serangkaian tindakan atau kegiatan yang direncanakan di bidang hukum
untuk mencapai tujuan atau sasaran yang dikehendaki yang berorientasi
pada pembentukan dan penegakkan hukum masa kini dan masa depan”
Sedangkan kebijakan diartikan sebagai:
“Tindakan atau kegiatan seketika (instant decision) melihat urgensi serta
situasi/kondisi yang dihadapi, berupa pengambilan keputusan di bidang
hukum yang dapat bersifat pengaturan (tertulis) dan atau keputusan tertulis
atau lisan, yang antara lain berdasarkan kewenangan/kekuasaan diskresi
(discretionary power)”
Pembedaan pengertian kedua istilah di atas pada tataran konseptual dengan
sendirinya akan berimbas pada aktualisasi konsep itu pada tataran praktis. Namun,
meskipun terdapat perbedaan pengertian, kedua istilah ini kerap dipakai dalam
pengertian yang sama, yaitu serangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar
dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak.40
Kriminalisasi dalam kepustakaan asing dikenal dengan nama Kriminalization
atau Kriminalisering. Sudarto berpendapat bahwa dengan kriminalisasi dimaksudkan
proses penetapan suatu perbuatan orang sebagai perbuatan yang dapat dipidana.
Proses ini diakhiri terbentuknya undang-undang di mana perbuatan itu diancam
dengan suatu sanksi yang berupa pidana.41
Kebijakan kriminalisasi merupakan suatu kebijakan dalam menetapkan suatu
perbuatan yang semula bukan tindak pidana menjadi suatu tindak pidana. Pada
40 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Dasar-Dasar
Politik Hukum., PT. Raja Grafindo Persada., Jakarta., 2004., hal 25., www.rajawalipers.com. 41 Sudarto., Hukum dan Hukum Pidana., Bandung: Alumni., 1986., hal 32
58
hakikatnya, kebijakan kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan kriminal
dengan menggunakan sarana hukum pidana, dan oleh karena itu termasuk bagian dari
kebijakan hukum pidana.42
Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai
reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun
non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila
sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan
politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-
undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk
masa-masa yang akan datang.43
Di samping usaha penanggulangan kejahatan, lewat pembuatan undang-undang
pidana pada hakikatnya merupakan bagian integral dari usaha kesejahteraan
masyarakat (social welfare). Oleh karena itu wajar pula apabila dikatakan, bahwa
politik hukum pidana juga merupakan bagian integral dari kebijakan sosial (social
policy). Social policy dapat diartikan sebagai segala usaha yang rasional untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat sekaligus mencakup perlindungan masyarakat.
Jadi di dalam pengertian social policy, sekaligus didalamnya tercakup social welfare
policy dan social defense policy. Dilihat dari sudut yang luas tersebut, maka dapat
ditegaskan bahwa masalah kebijakan hukum pidana pada hakikatnya bukanlah
42 Barda Nawawi Arief., Kebijakan Kriminalisasi dan Masalah Jurisdiksi Tindak Pidana
Mayantara, Makalah Seminar Pemberdayaan Teknologi Informasi dalam Masyarakat Informasi,
Semarang, 26 Juli 2001., hal 2 43 Sudarto., Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat., Bandung., Sinar Baru., 1983., hal
109.
59
semata-mata pekerjaan teknik perundang-undangan yang dapat dilakukan secara
yuridis normatif dan sistematik dogmatik. Di samping pendekatan yuridis normatif,
kebijakan hukum pidana juga memerlukan pendekatan yuridis faktual yang dapat
berupa pendekatan sosiologis, psikologis, historis dan komparatif, bahkan
memerlukan pula pendekatan integral dengan kebijakan sosial dengan pembangunan
nasional pada umumnya.
Peneliti berpendapat bahwa kebijakan kriminal penal dan non penal bagaikan
berada pada dua sisi waktu yang berbeda namun mempunyai fungsi yang sama.
Kebijakan kriminal penal walaupun juga mempunyai dampak pencegahan terhadap
terjadinya tindak pidana, namun efektifitasnya masih diragukan karena masih
terdapat faktor-faktor yang seringkali lebih kuat sehingga masih memungkinkan
untuk mendorong pelaku melakukan tindak pidana. Faktor-faktor yang
mempengaruhi efektifitas kebijakan kriminal penal yaitu :
1. Faktor hukumnya sendiri dalam pengertian undang-undang; 2. Penegak hukum; 3. Sarana atau Fasilitas yang mendukung penegakan hukum; 4. Faktor masyarakat, dimana hukum itu berlaku; 5. Faktor kebudayaan.44
Selain itu, kebijakan kriminal penal baru berfungsi setelah suatu tindak pidana terjadi,
karena kebijakan ini tertumpu kepada pembuktian kesalahan peaku dan hukuman.
Sedangkan kebijakan kriminal non penal terletak pada garis waktu sebelum tindak
pidana itu terjadi, karena kebijakan kriminal non penal tertumpu kepada penutupan
44 Soerjono Soekamto. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum., Jakarta., CV
Rajawali., 1983., hal 5.
60
kemungkinan-kemungkinan terjadinya suatu tindak pidana sehingga yang diterapkan
adalah perlindungan/pencegahan tanpa hukuman (prevention without punishment)
karena memang kebijakan ini dijalankan sebelum ada pelaku tindak pidana.
Tentang kebijakan mana yang lebih penting, tentu saja kedua kebijakan ini
dibutuhkan untuk diterapkan dalam rangka melindungi kepentingan hukum. Oleh
karena kebijakan kriminal penal yang mengatur tentang penyelenggaraan
telekomunikasi khusus di Indonesia telah ada, maka dengan adanya penelitian ini
diharapkan dapat ditemukan rumusan kebijakan kriminal non penal yang berkaitan
dengan penyelenggaraan telekomunikasi khusus tersebut, sehingga dapat menekan
tingkat pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi khusus di Indonesia.
Kebijakan Kriminal Non
Penal
Kebijakan Kriminal
Penal
Tindak Pidana
Sebelum terjadi Sesudah terjadi
61
BAB III
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
1. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Dalam Penyelenggaraan
Telekomunikasi Radio Khusus.
Seperti yang telah dikemukakan pada Bab sebelumnya, salah satu teknik
pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah dengan melakukan wawancara
langsung melalui udara (menggunakan perangkat telekomunikasi). Wawancara ini
dilakukan oleh peneliti dan beberapa orang pembantu, metode pelaksanaannya adalah
dengan melakukan pencarian stasiun radio pada beberapa band frekuensi. Setelah
mendapatkan kontak dari stasiun-stasiun radio tersebut, maka dilakukan wawancara
langsung pada saat itu juga. Dengan cara ini peneliti berhasil mendapatkan sejumlah
data yang peneliti anggap cukup untuk melanjutkan penelitian ini.
Sebelumnya peneliti telah menentukan beberapa faktor yang diprediksi akan
menjadi faktor penyebab terjadinya pelanggaran dalam penyelenggaraan
telekomunikasi khusus di Indonesia. Beberapa faktor tersebut adalah:
1. Faktor ketidaktahuan penyelenggara telekomunikasi tentang peraturan
perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan telekomunikasi
khusus.
61
62
Untuk mendapatkan kondisi yang terjadi di lapangan, peneliti memberikan
pertanyaan kepada responden yaitu “Apakah saudara tahu bahwa
penyelenggaraan telekomunikasi khusus ini diatur oleh undang-undang?”
2. Faktor cara mendapatkan perangkat telekomunikasi radio.
Prediksi selanjutnya adalah tingkat kemudahan penyelenggara
telekomunikasi dalam mendapatkan perangkat telekomunikasi radio. Untuk
mendapatkan gambaran yang terjadi di lapangan peneliti memberikan
pertanyaan kepada responden yaitu:
a. Di mana anda mendapatkan/membeli perangkat komunikasi yang
anda gunakan? (responden memilih satu dari jawaban yang
ditentukan)
• Toko elektronika umum.
• Toko khusus komunikasi radio.
• Dari pengguna radio lain.
b. Bila saudara mendapatkan perangkat telekomunikasi radio tersebut
dari orang lain, apakah orang tersebut adalah seorang teknisi radio?
c. Apakah dalam membeli perangkat telekomunikasi radio tersebut
saudara diwajibkan untuk menunjukkan izin komunikasi radio yang
saudara miliki?
63
d. Apakah saudara memiliki izin khusus untuk menjual perangkat
telekomunikasi radio? (pertanyaan ini hanya diberikan kepada
responden yang menjual perangkat komunikasi radio)
3. Faktor teknologi yang digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
Teknologi yang dimaksud disini adalah jumlah pita frekuensi yang tersedia
dalam suatu perangkat telekomunikasi radio. Bila pita frekuensi yang
tersedia adalah lebar dan dapat diubah dengan mudah, maka terdapat
kemungkinan akan terjadi pelanggaran telekomunikasi radio.
Untuk mendapatkan gambaran tentang hal ini, peneliti memberikan
pertanyaan kepada responden yaitu:
a. Apa merek dan type perangkat telekomunikasi yang saudara gunakan?
(dari jawaban responden akan terlihat teknologi yang digunakan pada
perangkat telekomunikasi tersebut)
b. Apakah anda menggunakan frekuensi lain selain yang tertera dalam
izin yang anda miliki? (responden memilih satu dari jawaban yang
telah ditentukan)
- Selalu
- Kadang-kadang
- Tidak pernah
4. Faktor kemudahan pengurusan izin.
Panjangnya birokrasi yang harus ditempuh pada waktu penyelenggara
telekomunikasi mengurus izin yang diperlukan juga diprediksi menjadi
64
faktor penyebab banyaknya stasiun radio gelap yang merupakan
pelanggaran telekomunikasi radio.
Untuk mendapatkan informasi ini, peneliti memberikan pertanyaan kepada
responden yaitu:
Menurut saudara, bagaimana prosedur pengurusan izin komunikasi radio
yang berlaku saat ini? (Responden memilih satu dari jawaban yang
ditentukan)
- Mudah dan cepat.
- Sulit dan butuh waktu lama.
Selain dari pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, peneliti juga menyampaikan
beberapa pertanyaan kepada responden yang terstruktur dan mengarah kepada
penggalian informasi tentang kondisi nyata penyelenggaraan telekomunikasi radio
khusus yang diselenggarakan oleh responden, sehingga dari data tersebut dapat
diketahui kemungkinan-kemungkinan kebijakan kriminal non penal yang dapat
diambil.
Dan peneliti telah berhasil mengumpulkan data dengan perincian sample seperti
pada table berikut:
65
Table 1 Responden berdasarkan daerah
Daerah Jumlah
1. Sumatra Utara. 2. Sumatra Selatan. 3. Lampung. 4. DKI Jakarta. 5. Jawa Barat
10
25
10
10
10
Jumlah 65
Table 2 Responden berdasarkan penggunaan
Alokasi Penggunaan Jumlah
1. Perusahaan Swasta. 2. Amatir Radio. 3. Instansi Pemerintah. 4. Layanan Khusus.
26
25
4
10
Jumlah 65
Table 3 Responden berdasarkan status responden
Status Jumlah
1. Penjual. 2. Teknisi. 3. Pemakai.
5
13
47
Jumlah 65
Penelitian dimulai dengan menanyakan sejumlah pertanyaan kepada responden
yang ditemui,
Pertanyaan 5:
Apakah saudara mengetahui bahwa penyelenggaraan telekomunikasi radio
khusus diatur oleh undang-undang?
66
Dari pertanyaan 5, peneliti mendapatkan hasil bahwa hampir semua responden
mengetahui bahwa ada Undang-undang yang mengatur tentang penyelenggaraan
telekomunikasi khusus seperti yang mereka lakukan, namun responden tidak
mengetahui secara detil tentang apa saja yang diatur dalam Undang-undang tersebut,
responden hanya mengetahui bahwa untuk menyelenggarakan telekomunikasi radio
khusus harus mendapatkan izin dari instansi yang berwenang. Ketika peneliti
berusaha untuk menggali lebih dalam terungkap bahwa responden juga banyak yang
belum pernah melihat bentuk fisik izin telekomunikasi radio khusus yang dimaksud,
namun peneliti menganggap kondisi ini adalah suatu hal yang wajar karena beberapa
dari responden hanyalah operator radio dari suatu perusahaan, sehingga pengetahuan
yang mereka miliki hanya sebatas mengoperasikan perangkat radio.
97%
3%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Responden 100%
Tahu
Tidak Tahu
Pertanyaan 6:
Dimana saudara mendapatkan/membeli perangkat radio yang anda gunakan?
(Responden memilih satu dari jawaban yang telah ditentukan)
67
Dari pertanyaan 6, peneliti mendapatkan kenyataan bahwa 66% responden
mendapatkan perangkat telekomunikasi radionya dengan membelinya dari sejumlah
toko elektronika umum. Yang dimaksud toko elektronika umum disini adalah toko
yang menjual berbagai macam barang-barang elektronika (televisi, radio, movie
player, dan lain-lain), toko-toko seperti ini tentunya banyak dan mudah ditemui di
berbagai sudut kota. Kemudian sebanyak 12% responden mengatakan bahwa mereka
mendapatkan perangkat telekomunikasi radio dengan membeli pada toko elektronika
yang khusus menjual perangkat telekomunikasi radio. Beberapa responden juga
mengatakan bahwa pembelian perangkat telekomunikasi yang dimaksud sekaligus
dengan pengerjaan instalasi perangkat tersebut. Selain itu terdapat 9% responden
yang mendapatkan perangkat telekomunikasi radionya dari pengguna radio lain.
Yang dimaksud “pengguna radio lain” adalah bahwa responden membeli perangkat
telekomunikasi radio dari orang pribadi yang juga menyelenggarakan telekomunikasi
radio khusus, umumnya kondisi perangkat telekomunikasi radio tersebut adalah bekas
66%
13%9%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Responden 100%
Toko Elektronika Umum
Toko Khusus KomunikasiRadio
Pengguna Radio Lain
68
pakai, namun ada beberapa responden yang mendapatkan perangkat telekomunikasi
radio yang baru namun bukan buatan pabrik (rakitan). Data ini menunjukkan bahwa
responden dapat dengan mudah memperoleh perangkat telekomunikasi radio yang
diperlukannya, karena perangkat telekomunikasi radio tidak dijual secara khusus oleh
toko/penjual yang khusus.
Pertanyaan 7 hanya diberikan kepada responden yang mendapatkan perangkat
telekomunikasi radio dari sesama pengguna. Hasil yang peneliti dapatkan hanya
seorang responden yang menjawab bahwa perangkat telekomunikasi radio yang
digunakannya merupakan hasil rakitan dari seorang teknisi radio. Dari responden
tersebut peneliti juga mendapatkan informasi bahwa teknisi yang dimaksud memang
menjual atau menerima pesanan untuk membuatkan perangkat telekomunikasi radio
dan disampaikan pula bahwa teknisi yang dimaksud bekerja secara professional dan
terorganisir artinya teknisi tersebut dibantu dengan beberapa teknisi lainnya dan
kegiatan tersebut memang merupakan kegiatan rutin (mata pencaharian). Dengan
demikian ditemukan bahwa terdapat perangkat telekomunikasi radio yang
dibuat/dirakit/diperjualbelikan yang mungkin tidak/belum “disertifikasi” atau tidak
sesuai dengan spesifikasi standar teknis yang ditetapkan oleh pemerintah
sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999
Tentang Telekomunikasi yang mewajibkan pengujian dan sertifikasi setiap perangkat
telekomunikasi.
Pertanyaan 7:
Bila saudara mendapatkan perangkat telekomunikasi radio tersebut dari orang
lain, apakah orang tersebut adalah seorang teknisi radio?
69
Dari pertanyaan 8, peneliti mendapatkan kenyataan bahwa seluruh responden
tidak satu pun yang ditanyakan oleh penjual perangkat telekomunikasi tentang izin
penyelenggaraan telekomunikasi radio yang dimilikinya ketika responden membeli
perangkat telekomunikasi tersebut, beberapa responden mengatakan bahwa penjual
hanya menanyakan frekuensi radio yang akan digunakan dan teknologi terapan yang
diterapkan (misalnya komunikasi menggunakan repeater). Data ini membuktikan
bahwa di lapangan masyarakat begitu mudahnya mendapatkan perangkat
telekomunikasi radio. Bila dihubungkan dengan jawaban pertanyaan 6 dimana 66%
responden mendapatkan perangkat telekomunikasi radio melalui toko elektronika
umum mengungkapkan bahwa setiap orang dapat memiliki perangkat telekomunikasi
radio dengan tidak melalui prosedur yang sulit.
Pertanyaan 8:
Apakah dalam membeli perangkat telekomunikasi radio tersebut saudara diminta
untuk menunjukkan izin komunikasi radio yang saudara miliki?
0%
100%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Responden 100%
Ya
Tidak
70
Dari responden yang juga menjual perangkat telekomunikasi radio, peneliti
mendapatkan gambaran bahwa semua responden tidak memiliki izin usaha khusus
yang menjual perangkat telekomunikasi radio. Responden mengatakan bahwa mereka
hanya memiliki izin usaha perdagangan umum dengan komoditi utama barang-barang
elektronika. Pengkhususan izin untuk menjual perangkat telekomunikasi ini memang
belum ada pengaturannya, dan dari kondisi ini maka setiap pengusaha dapat menjual
perangkat telekomunikasi radio sehingga menyulitkan pemerintah melakukan kendali
terutama siapa saja yang menguasai perangkat telekomunikasi radio.
Hingga pertanyaan 9, peneliti menemukan suatu kondisi dimana perangkat
telekomunikasi radio dapat dengan sangat mudah diperoleh oleh siapa saja yang
membutuhkannya, hal ini terlihat dari data yang peneliti dapatkan dimana perangkat
telekomunikasi radio tersebut tidak dijual oleh penjual khusus, juga untuk
mendapatkannya tidak memerlukan prosedur-prosedur khusus misalnya penjual
menanyakan izin yang dimiliki oleh pembeli. Kenyataan ini menyebabkan perangkat
telekomunikasi radio yang tersebar di masyarakat sulit dikendalikan terutama dalam
hal penguasaan dan penggunaan perangkat tersebut dan akhirnya penyalahgunaan
perangkat telekomunikasi radio pun tak dapat dihindari.
Bila perangkat telekomunikasi radio dijual hanya pada tempat-tempat tertentu,
dan penjual melakukan pendataan dengan menanyakan identitas pemegang izin, maka
Pertanyaan 9:
Apakah saudara memiliki izin khusus untuk menjual perangkat telekomunikasi
radio? (Pertanyaan ini hanya diberikan kepada responden yang menjual
perangkat komunikasi radio)
71
tentunya perangkat telekomunikasi radio yang beredar di masyarakat luas dapat
terkendali. Sehingga peneliti mengambil kesimpulan sementara bahwa:
1. Perangkat telekomunikasi radio beredar luas di masyarakat dan dapat mudah
untuk mendapatkannya.
2. Tidak terdapat suatu pembatasan/pengendalian terhadap peredaran perangkat
telekomunikasi radio di masyarakat.
3. Cara mendapatkan perangkat telekomunikasi radio yang sangat mudah
merupakan salah satu penyebab terjadinya pelanggaran dalam penyelenggaraan
telekomunikasi radio khusus di Indonesia.
Kemudian peneliti melanjutkan pencarian data dengan memberikan pertanyaan
kepada responden sehubungan dengan teknologi perangkat telekomunikasi yang
digunakan terutama teknologi oscillator yang digunakan pada perangkat
telekomunikasi radio tersebut, hal ini dapat menunjukkan jangkauan/lebar pita
frekuensi yang tersedia pada perangkat telekomunikasi tersebut.
Dari jawaban responden ini akan terlihat jenis teknologi yang ada pada
perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh responden. Hasilnya peneliti
mendapatkan data sebagai berikut:
Pertanyaan 10:
Apa mark dan type perangkat telekomunikasi yang anda gunakan?
72
Table 4 Merek Dan Type Radio Yang Digunakan Responden
Merek Type Oscillator Keterangan
Icom
Icom
Icom
Icom
Kenwood
Kenwood
Kenwood
Yaesu
Yaesu
Motorola
Motorola
Motorola
Alnico
Alnico
IC V68
IC T22
IC T7H
IC
2100H
TR 7950
TS 440S
TS 430S
FT 30C
A 71S
GM300
GM500
GP68
DR150
DJ 180
VFO, VHF, FM
VFO, VHF, FM
VFO, VHF & UHF, FM
VFO, VHF, FM
VFO, VHF(144-148),
FM
VFO, HF, ALL MODE
VFO, HF, ALL MODE
VFO, HF, ALL MODE
XFO, HF, ALL MODE
VFO(CH), VHF, FM
VFO(CH), UHF, FM
VFO, VHF, FM
VFO, VHF, FM
VFO,VHF, FM
Jinjing, 130-170 MHz
Jinjing, 130-170 MHz
Jinjing, 130-170 & 400-490
MHz
Portable, 130-170 MHz
Portable, 142-149 MHz
Portable, 1,8 – 30 MHz
Portable, 1,8 – 30 MHz
Portable, 1,8 – 30 MHz
Portable. X’tal.
Portable. Ch Indicator
Portable. Ch Indicator
Jinjing, 130-170 MHz
Portable, 130-170 MHz
Jinjing, 130-170 MHz
Dari data di atas, ditemukan hanya 3 (tiga) jenis perangkat telekomunikasi radio
yang jangkauan frekuensinya terbatas yaitu Yaesu A71S yang oscillator-nya
dikendalikan oleh X’tal (XFO) dan Motorola GM300 dan GM500. Untuk jenis Yaesu
A71S pengguna hanya dapat menggunakan 1 (satu) frekuensi yang disediakan oleh
X’tal tersebut, sehingga bila pengguna ingin menggunakan frekuensi lain, maka
pengguna harus melakukan perubahan secara teknis yaitu dengan membeli X’tal
frekuensi yang baru untuk dipasangkan pada oscillator radio tersebut, jadi frekuensi
yang disediakan oleh perangkat ini sangat terbatas. Untuk jenis Motorola GM300 dan
GM500 sebenarnya menggunakan teknologi VFO, hanya saja pabrik membatasi pita
frekuensi yang digunakan, sehingga walaupun teknologi yang digunakan adalah VFO
dengan jangkauan 130-170 MHz untuk type GM300 atau 400-490 MHz untuk type
GM500, tetapi pengguna harus menentukan pita frekuensi yang digunakan paling
banyak 25 (duapuluh lima) pita frekuensi. Frekuensi yang akan digunakan oleh
73
pengguna ini akan di “program” dengan bantuan komputer yang menjalankan aplikasi
Radio Service Software (RSS) yang hingga saat ini tidak didistribusikan secara umum
sehingga hanya dapat dilakukan oleh agen resmi yang mendapat lisensi dari Motorola
Inc. Setelah perangkat radio tersebut selesai di “program” dengan frekuensi yang
dimaksud, maka pengguna telah dapat menggunakan perangkat telekomunikasi
tersebut hanya pada frekuensi yang telah di “program” dengan penampil/penunjuk
frekuensi berupa “CH1, CH2, CH3,……CH25”, dengan demikian walaupun
teknologi oscillator yang digunakan adalah VFO namun frekuensi yang dapat
digunakan tetap terbatas.
Selain 3 jenis perangkat telekomunikasi radio tersebut, jenis lain yang
digunakan responden adalah perangkat telekomunikasi radio yang menggunakan
teknologi VFO pada oscillator-nya. Responden yang menggunakan perangkat
telekomunikasi radio jenis ini dapat dengan mudah merubah frekuensi yang akan
digunakan tanpa harus meminta bantuan dari pihak lain atau melakukan perubahan
secara teknis pada perangkat yang dimilikinya, pengguna hanya cukup menekan
beberapa tombol yang berfungsi untuk merubah frekuensi sesuai dengan yang
diinginkannya dan jumlah pita frekuensi yang dapat digunakan adalah seluruh pita
frekuensi yang tersedia atau dapat dijangkau oleh perangkat telekomunikasi radio
tersebut.
Pertanyaan 10:
Apakah anda menggunakan frekuensi lain selain yang tertera dalam izin yang
anda miliki? (Responden memilih satu dari jawaban yang telah ditentukan)
74
Data yang peneliti dapatkan dari pertanyaan 10, menunjukkan hampir semua
responden melakukan pelanggaran yaitu menggunakan frekuensi diluar izin yang
ditentukan. Responden memberikan berbagai alasan mengapa mereka melakukan
pelanggaran tersebut. Ada responden yang menyatakan bahwa hal yang terpenting
adalah mereka telah memiliki izin dan membayar pajak yang berlaku, masalah
frekuensi yang mana yang mereka gunakan responden berpendapat sepanjang tidak
mengganggu pengguna lain maka penggunaan frekuensi diluar izin mereka anggap
bukan masalah. Selain itu ada juga responden yang menyatakan bahwa mereka
menggunakan frekuensi lain karena pada frekuensi yang sesuai dengan izin dalam
kondisi yang sibuk, sehingga mereka membutuhkan frekuensi lain untuk dapat tetap
berkomunikasi atau terdapat gangguan yang diyakini berasal dari pengguna lain,
gangguan ini kadangkala bukan hanya mengganggu tetapi juga dapat membuat
pengguna sama sekali tidak dapat melakukan komunikasi. Dari responden yang
memang tidak memiliki izin (liar) peneliti mendapatkan informasi bahwa beberapa
80%
18%
2%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Responden 100%
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
75
dari mereka sebelumnya pernah memiliki izin tetapi izin tersebut tidak diperpanjang
karena mereka tidak mendapatkan suatu jaminan kenyamanan berkomunikasi,
sedangkan bila dilaporkan adanya gangguan kepada pihak yang berwenang laporan
tersebut ditanggapi dengan lambat dan seringkali dianggap kesalahan teknis dari
perangkat telekomunikasi yang dimiliki pelapor, dan pada akhirnya mereka
mengambil inisiatif untuk bergeser ke frekuensi lain untuk tetap dapat
berkomunikasi. Peneliti juga mendapatkan informasi dari responden yang
menggunakan perangkat telekomunikasi radio untuk keperluan uji coba (penelitian),
kegiatan ini dilakukan oleh beberapa amatir radio. Dari mereka peneliti mendapatkan
informasi bahwa mereka sering menggunakan frekuensi yang tidak dialokasikan
untuk amatir radio, namun mereka melakukan hal tersebut hanya apabila mereka
sedang melakukan uji coba terhadap perangkat telekomunikasi radio yang umumnya
buatan mereka sendiri.
Pertanyaan 11:
Menurut saudara, bagaimana prosedur pengurusan izin komunikasi radio yang
berlaku saat ini? (Responden memilih satu dari jawaban yang ditentukan)
0%
100%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Responden 100%
Mudah Dan Cepat
Sulit Dan Lama
76
Seluruh responden menjawab bahwa pengurusan izin telekomunikasi radio
khusus di Indonesia adalah sulit dengan proses yang panjang serta membutuhkan
waktu yang lama. Responden mengatakan bahwa dalam pengurusan izin responden
seringkali mendapatkan pelayanan yang kurang memuaskan padahal tidak sedikit
responden yang harus menempuh jarak yang jauh (beberapa responden berada di
daerah yang bukan ibukota propinsi sedangkan pengurusan izin hanya dapat
dilakukan di ibukota propinsi), kemudian persyaratan yang tidak jelas dan akhirnya
membutuhkan biaya yang lebih besar dari seharusnya. Kondisi ini dialami oleh
responden yang menggunakan perangkat telekomunikasi radio untuk keperluan niaga,
dan kondisi ini pulalah yang dijadikan alasan beberapa responden yang tidak
memiliki izin. Kondisi yang lebih baik dialami oleh responden yang memiliki izin
telekomunikasi radio untuk keperluan pribadi (amatir radio), mereka mengatakan
bahwa yang sering mereka keluhkan adalah lamanya proses izin tersebut, bahkan ada
responden yang mengatakan bahwa pada saat izin mereka terima sedangkan masa
berlakunya akan habis dalam beberapa bulan ke depan. Sulit, lama, dan
membutuhkan biaya yang lebih besar dari seharusnya juga membuat beberapa
responden melakukan pelanggaran yaitu penggunaan perangkat telekomunikasi tidak
sesuai izin yang dimiliki. Informasi ini disampaikan oleh beberapa responden yang
mengaku bahwa perangkat telekomunikasi yang mereka miliki digunakan untuk
keperluan bisnis/perdagangan, sedangkan izin yang mereka miliki adalah izin amatir
radio. Beberapa responden berpendapat seharusnya pengurusan izin tidak harus ke
ibukota propinsi melainkan dapat dilakukan di daerah setempat (Kabupaten/kota),
77
menurut mereka kewenangan mengeluarkan izin yang hanya dimiliki pejabat
setingkat propinsi merupakan penyebab mengapa pengurusan izin telekomunikasi
radio khusus di Indonesia menjadi sulit dan butuh waktu lama.
Dari wawancara yang dilakukan peneliti, juga terungkap suatu kondisi dimana
tindakan pengawasan dan penertiban yang seharusnya dilaksanakan oleh pihak
berwenang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terlihat dari pengakuan
beberapa responden yang memiliki izin penyelenggaraan telekomunikasi radio amatir
tetapi menggunakannya untuk kepentingan bisnis/usaha yang mereka jalankan.
Menurut penuturan beberapa responden penyalahgunaan izin tersebut justru
disarankan oleh pihak yang berwenang (lebih dikenal dengan sebutan team sweeping)
yang telah merazia dan melakukan penyitaan terhadap perangkat telekomunikasi
radio yang mereka miliki, kemudian team tersebut menyarankan agar responden yang
perangkat telekomunikasi radionya disita mengurus izin telekomunikasi radio amatir
dan setelah izin yang dimaksud selesai, perangkat telekomunikasi radio yang disita
dikembalikan dan responden dapat kembali menyelenggarakan telekomunikasi radio.
Dari informasi ini, di dapat bahwa penertiban terhadap pelanggaran dalam
penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus sangat jarang atau bahkan peneliti
dapat mengatakan tidak ada yang diselesaikan melalui sistem peradilan pidana
sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi. Namun untuk hal ini peneliti tidak berhasil mendapatkan informasi
mengapa pihak berwenang (dalam hal ini team sweeping) tidak mengambil tindakan
tegas seperti yang diatur dalam Undang-undang.
78
Sampai disini peneliti dapat menarik kesimpulan sementara bahwa:
1. Responden mengetahui bahwa penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di
Indonesia diatur oleh Undang-undang, dan responden mengetahui
kewajibannya untuk memiliki izin penyelenggaraan telekomunikasi radio.
Dengan demikian ketidaktahuan responden akan kewajiban untuk memiliki izin
penyelenggaraan telekomunikasi radio bukan merupakan faktor penyebab
terjadinya pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di
Indonesia.
2. Responden dapat dengan mudah memperoleh perangkat telekomunikasi yang
dibutuhkan tanpa harus melalui prosedur pendataan, hal ini membuat kondisi
dimana kepemilikan perangkat telekomunikasi radio tidak dapat dikendalikan
dan bepengaruh pula terhadap penggunaan perangkat telekomunikasi radio
tersebut. Dengan demikian kemudahan mendapatkan perangkat telekomunikasi
radio atau kurangnya pembatasan kepemilikan perangkat telekomunikasi radio
merupakan penyebab terjadinya pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi
radio di Indonesia.
3. Faktor kemudahan yang dimaksud di atas juga dipengaruhi dari tidak adanya
izin usaha khusus bagi mereka yang bermaksud memperjualbelikan perangkat
telekomunikasi radio, sehingga kenyataan yang terjadi sekarang adalah siapa
saja dapat menjual perangkat telekomunikasi radio dan siapa pun dapat
membelinya.
79
4. Mayoritas responden menggunakan perangkat telekomunikasi radio yang
menggunakan teknologi Variable Frequency Oscillator (VFO) yang memiliki
jangkauan frekuensi sangat lebar dan pengguna dengan mudah dapat
menggunakan frekuensi sesuai keinginannya. Dengan demikian. Dengan
demikian tidak adanya pembatasan jangkauan frekuensi kerja suatu perangkat
telekomunikasi radio yang beredar di masyarakat merupakan faktor penyebab
terjadinya pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di
Indonesia.
5. Tindakan pengawasan dan penertiban yang dilakukan oleh pihak berwenang
yang lebih cenderung untuk menghindari proses sistem peradilan pidana seperti
yang diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi, juga merupakan faktor terjadinya pelanggaran
penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia.
2. Kebijakan Kriminal Non Penal Terhadap Pelanggaran Penyelenggaraan
Telekomunikasi Radio Khusus.
Berdasarkan pengumpulan data yang telah dilakukan, maka telah dapat terlihat
pola-pola kejadian yang diyakini oleh peneliti merupakan faktor penyebab terjadinya
pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia. Dari
pola inilah kemudian peneliti melakukan analisa tentang kemungkinan-kemungkinan
kebijakan kriminal non penal yang dapat diterapkan untuk menghadapi pola kejadian
80
yang tengah berlangsung di masyarakat. Hasil analisa yang peneliti lakukan adalah
sebagai berikut:
1. Kebijakan Kriminal Non Penal Sehubungan Dengan Administrasi
(Perizinan).
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa salah satu faktor penyebab
terjadinya pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di
Indonesia adalah kemudahan masyarakat dalam memperoleh perangkat
telekomunikasi radio. Untuk mengatasi kondisi tersebut maka harus diterapkan suatu
kebijakan yang dapat memperketat peredaran perangkat telekomunikasi radio di
masyarakat.
Bila perangkat telekomunikasi radio hanya dijual pada toko-toko khusus yang
menjual perangkat telekomunikasi radio dan penjual melakukan dan melaporkan hasil
pendataan terhadap identitas dan perizinan yang dimiliki, dan perangkat
telekomunikasi radio yang dibeli oleh calon pembeli, maka peredaran dan
penggunaan perangkat telekomunikasi akan dapat lebih terkendali. Kondisi ini akan
dapat terwujud karena masyarakat diwajibkan untuk menunjukkan izin
telekomunikasi radio yang dimilikinya sehingga kemungkinan penyalahgunaan
perangkat telekomunikasi radio oleh pihak yang tidak memiliki izin dan atau tidak
sesuai dengan izin akan dapat diperkecil. Dengan demikian, kebijakan kriminal non
penal yang dapat diterapkan adalah:
81
a. Setiap pihak yang melakukan jual beli perangkat telekomunikasi radio wajib
memiliki izin khusus untuk memperjualbelikan perangkat telekomunikasi
radio. Pada pelaksanaannya nanti, toko yang memiliki izin untuk menjual
perangkat telekomunikasi radio tersebut dapat saja merupakan toko
elektronika yang memang khusus menjual perangkat telekomunikasi radio
atau dapat pula toko elektronika umum yang memiliki izin khusus untuk
menjual perangkat telekomunikasi radio.
b. Penjual wajib melakukan pendataan terhadap calon pembeli perangkat
telekomunikasi radio yang akan dijual. Pendataan yang dimaksud meliputi
identitas, izin penyelenggaraan telekomunikasi radio, teknologi terapan
yang digunakan, dan lokasi penggunaan. Dan penjual dilarang menjual
perangkat telekomunikasi radio yang teknologi terapannya (khususnya
jangkauan frekuensi) diluar yang dialokasikan oleh izin yang dimiliki calon
pembeli.
Tujuan yang ingin dicapai adalah keakuratan data tentang siapa yang
memiliki/menggunakan dan bagaimana penggunaan dari perangkat telekomunikasi
radio yang beredar di masyarakat sehingga pemerintah dapat dengan mudah
melakukan pengawasan dan penertiban. Dengan adanya kebijakan tersebut, maka
pendistribusian, kepemilikan, dan penggunaan perangkat telekomunikasi radio akan
dapat lebih terkendali dan pada akhirnya kebijakan tersebut dapat
menutup/memperkecil kemungkinan terjadinya pelanggaran penyelenggaraan
telekomunikasi radio khusus di Indonesia. Kebijakan ini dapat saja menimbulkan
82
suatu masalah baru, yaitu apabila seorang pribadi yang mampu membuat/merakit
perangkat telekomunikasi bermaksud untuk menjual perangkat telekomunikasi yang
dibuatnya, tentunya akan timbul pertanyaan apakah orang tersebut harus memiliki
izin khusus untuk menjual perangkat telekomunikasi ? Berdasarkan analisa peneliti,
masalah ini dapat diatasi dengan mewajibkan perakit/pembuat hanya boleh menjual
kepada toko/badan hukum yang memiliki izin untuk memperjualbelikan perangkat
telekomunikasi
Kebijakan non penal selanjutnya adalah memperpendek birokrasi pengurusan
izin penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus. Saat ini, pengurusan izin
penyelenggaraan telekomunikasi radio hanya dapat dilakukan pada dinas/instansi
terkait setingkat propinsi (di ibukota propinsi), sedangkan pengguna perangkat
telekomunikasi radio juga banyak yang beroperasi di daerah Kabupaten/kota yang
jauh dari ibukota propinsi, sehingga tidak jarang pengguna harus menyediakan waktu
khusus dan jarak tempuh yang jauh untuk mengurus perizinan. Hal ini juga
merupakan faktor penyebab keengganan penyelenggara telekomunikasi radio untuk
mengurus izin, hanya bagi pengguna amatir radio yang mendapat sedikit kemudahan
karena pengurusan izin yang dimaksud dikoordinir oleh Organisasi tempat mereka
bergabung walaupun pada Kenyataannya izin tetap diurus di ibukota propinsi. Oleh
karena itu, peneliti memandang, bila kewenangan untuk mengeluarkan izin
penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus dapat diturunkan pada tingkat
Kabupaten/kota, maka para pengguna perangkat telekomunikasi radio akan dapat
dengan lebih mudah, lebih cepat, dan lebih menghemat biaya untuk mendapatkan izin
83
penyelenggaraan telekomunikasi radio. Atau setidak-tidaknya pintu gerbang
pelayanan pengurusan izin penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus dapat
dilakukan di Kabupaten/kota tempat penyelenggara beroperasi.
2. Kebijakan Kriminal Non Penal Sehubungan Dengan Teknologi
Telekomunikasi Radio.
Begitu lebarnya jangkauan frekuensi suatu perangkat telekomunikasi radio juga
merupakan faktor penyebab terjadinya pelanggaran dalam penyelenggaraan
telekomunikasi radio khusus di Indonesia. Teknologi yang digunakan dalam suatu
perangkat telekomunikasi radio adalah VFO dan XFO, dimana VFO memungkinkan
jangkauan frekuensi yang lebar karena oscillator dikendalikan secara variable (dapat
berubah dan diubah) tanpa harus melakukan perubahan secara teknis pada sistem,
sedangkan XFO hanya memungkinkan penggunaan frekuensi yang tetap karena
oscillator dikendalikan oleh sebuah kristal frekuensi yang hanya mampu
membangkitkan satu denyut frekuensi dan bila pengguna bermaksud untuk merubah
frekuensi yang akan digunakan, maka pengguna harus melakukan perubahan pada
sistem yaitu mengganti kristal frekuensi yang lama dengan kristal frekuensi baru yang
mampu membangkitkan denyut frekuensi yang dimaksud. Dari hasil penelitian
terungkap bahwa pengguna yang menggunakan perangkat telekomunikasi radio
dengan teknologi VFO cenderung untuk menggunakan frekuensi diluar dari yang
dialokasikan pada izin. Hal ini adalah wajar karena perangkat yang digunakan
84
memang memungkinkan untuk itu, sedangkan pengguna yang menggunakan
perangkat radio dengan teknologi XFO dapat dikatakan tidak dapat melakukan
pelanggaran karena perangkat yang digunakan tidak memungkinkan untuk merubah
frekuensi. Dari kondisi ini, peneliti memandang, bila perangkat telekomunikasi radio
yang beredar di masyarakat adalah yang menggunakan teknologi XFO, maka
pelanggaran dalam hal penggunaan frekuensi diluar izin akan dapat ditekan karena
perangkat hanya dapat bekerja pada satu frekuensi yang memang dialokasikan oleh
izin. Sehingga perlu dilakukan pengaturan lebih lanjut terhadap perangkat
telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi VFO. Implementasinya adalah
mewajibkan pengguna untuk memiliki perangkat telekomunikasi radio berteknologi
XFO yang hanya dapat bekerja pada frekuensi yang dialokasikan oleh izin atau
setidak-tidaknya perangkat yang menggunakan teknologi VFO namun dengan
Channel Indicator yang membatasi penggunaan frekuensi-frekuensi tertentu saja.
Kebijakan ini juga dapat diterapkan kepada pemilik izin amatir radio dengan
memberlakukan larangan kepemilikan perangkat telekomunikasi radio yang
mempunyai jangkauan frekuensi diluar yang dialokasikan. Contohnya adalah sebuah
produk dari Kenwood type TR 7950 yang menggunakan teknologi VFO pada
oscillator-nya tetapi hanya mampu bekerja pada frekuensi 143-148 MHz. perangkat
jenis ini seiring dengan alokasi frekuensi untuk amatir radio yaitu 144-148 MHz.
Selain larangan kepada pengguna kebijakan ini juga dapat berupa pembatasan
peredaran terhadap perangkat telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi
VFO dengan jangkauan frekuensi yang sangat lebar, sehingga perangkat tersebut
85
hanya digunakan oleh pihak-pihak yang memang memerlukan. Pembatasan yang
dimaksud bukan berarti bahwa perangkat tersebut dilarang beredar, melainkan
pembatasan frekuensi yang dapat digunakan dengan perangkat tersebut. Penampil
kanal (Channel Indicator) merupakan cara yang efektif untuk membatasi jangkauan
frekuensi suatu perangkat telekomunikasi radio. Dengan cara ini pengguna tidak
dengan sesuka hatinya merubah frekuensi yang akan digunakan karena perangkat
hanya dapat menjangkau frekuensi yang telah di ”program” sebelumnya. Perangkat
telekomunikasi radio produksi Motorola pada umumnya menggunakan teknologi
VFO namun dibatasi dengan penampil kanal yang pada umumnya hanya berjumlah 5
sampai 25 channel dan penentuan frekuensi yang akan di program hanya dapat
dilakukan oleh operator yang memiliki lisensi resmi dari Motorola. Type produk
seperti ini dapat membantu dalam rangka pembatasan yang dimaksud. Dengan
demikian kebijakan kriminal non penal untuk membatasi penggunaan teknologi VFO
pada perangkat telekomunikasi radio akan mampu mengatasi pelanggaran dalam
penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia terutama dalam hal
penggunaan frekuensi yang dialokasikan pada izin.
3. Radio Trunking System.
Dari pengamatan peneliti di lapangan terlihat bahwa sistem komunikasi yang
umum digunakan adalah sistem komunikasi jaringan yaitu suatu telekomunikasi radio
86
yang dilakukan antara satu/beberapa stasiun tetap/pusat dengan beberapa stasiun
mobile/jinjing.
Gambar 17 Ilustrasi Telekomunikasi Radio Menggnakan Repeater
Pihak penyelenggara telekomunikasi umumnya menggunakan bantuan
teknologi repeater untuk mengatasi keterbatasan jangkauan komunikasi dan bahkan
beberapa diantaranya menggunakan beberapa set repeater. Dengan demikian terdapat
banyak repeater yang mengakibatkan lebih banyak pula frekuensi yang digunakan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, repeater adalah suatu alat bantu
telekomunikasi radio yang bekerja secara otomatis dengan tujuan memperluas jarak
jangkau suatu sistem telekomunikasi radio. Prinsip kerjanya adalah menerima sinyal
87
pada satu frekuensi dan pada saat yang sama memancarkannya kembali pada
frekuensi lain (duplex operation) dengan demikian setidak-tidaknya ada dua frekuensi
yang digunakan oleh sebuah repeater sehingga semakin banyak repeater yang
beroperasi maka akan semakin banyak pula frekuensi yang terpakai. Sebuah repeater
umumnya diletakkan pada suatu tempat yang dipandang mempunyai daerah jangkau
yang luas, misalnya pada puncak sebuah bukit, sebuah gedung, atau dengan
membangun sebuah tiang/tower setinggi-tingginya, dapat dibayangkan berapa banyak
tiang antenna repeater yang berdiri tegak.
Terdapat suatu teknologi telekomunikasi radio yang merupakan modifikasi dari
teknologi dasar repeater, yaitu menggabungkan beberapa repeater menjadi satu.
Teknologi ini dikenal dengan Radio Trunking System (selanjutnya disebut dengan
trunking). Dengan teknologi ini puluhan repeater yang tersebar dalam dibeberapa
tempat dapat digabung menjadi satu dan para pengguna tetap dapat berkomunikasi
tanpa saling mengganggu tekniknya adalah dengan menggunakan digital
identification board yang dipasangkan pada pesawat radio masing-masing pengguna,
dengan digital identification board inilah Trunking memilah sinyal yang mana dan
untuk siapa, sehingga komunikasi sebuah kelompok pengguna tidak akan
mengganggu kelompok lainnya dan pengguna liar/yang tidak terdaftar pada trunking
tersebut tidak dapat mengganggu/menggunakan fasilitas tersebut.
88
Gambar 18 Ilustrasi Penerapan Radio Trunking System Pada Sebuah Perusahaan
Teknologi ini juga memungkinkan fitur-fitur lainnya, misalnya memungkinkan
pengguna untuk melakukan panggilan telepon melalui perangkat radio jinjingnya bila
Trunking dihubungkan dengan jalur telepon dan fasilitas komunikasi data. Sekilas
teknologi ini mirip dengan telepon seluler yang setiap pengguna memiliki identitas
jaringan sendiri, namun pengguna tidak perlu menekan nomor tujuan untuk
memanggil pengguna lain yang tergabung dalam kelompoknya, pengguna dapat
langsung memanggil dan berbicara dengan menekan tombol push to talk (PTT) pada
perangkat telekomunikasi radio yang digunakannya. Selama ini teknologi trunking
digunakan pada suatu perusahaan dengan banyak departemen/divisi dan semuanya
89
membutuhkan perangkat telekomunikasi. Dengan menerapkan sistem trunking, maka
perusahaan tersebut hanya membutuhkan sebuah repeater (trunking repeater) untuk
mendukung telekomunikasi yang dibutuhkan, sedangkan antar departemen tidak
saling terganggu walaupun berkomunikasi serentak dalam waktu yang bersamaan.
Contoh penerapan teknologi ini dapat ditemukan dibeberapa perusahaan besar
seperti perusahaan pertambangan, perusahaan perkeretaapian dan bandar udara. Pada
perusahaan tersebut masing-masing departemen memiliki kesibukan sendiri-sendiri
dan tentunya bila hanya menggunakan teknologi repeater biasa, maka sudah pasti
jalur komunikasi antara pekerja akan menjadi kacau atau mereka mendirikan repeater
tersendiri untuk masing-masing kelompok/departemen, sehingga akan terdapat
banyak repeater dalam sebuah perusahaan. Oleh karenanya teknologi Trunking
digunakan, dengan teknologi ini hanya dibutuhkan sebuah Trunking repeater untuk
dapat mendukung semua kegiatan komunikasi masing-masing departemen tanpa
saling menggangu, dan dari aspek biaya perusahaan dapat melakukan penghematan
karena hanya membutuhkan satu set Trunking repeater.
Sehubungan dengan tujuan pengawasan dan penertiban penyelenggaraan
telekomunikasi radio khusus di Indonesia, maka peneliti mengangkat suatu ide yaitu
dengan mengeluarkan kebijakan untuk menerapkan Radio Trunking System di setiap
daerah. Setiap Kabupaten/kota didirikan satu trunking server yang menjangkau
seluruh daerah Kabupaten/kota tersebut dan bila memungkinkan juga terhubung
(linked) ke berbagai trunking server di Kabupaten/kota lainnya, sehingga pengguna
telekomunikasi radio yang tergabung dengan trunking server pada Kabupaten/kota A
90
dapat berkomunikasi dengan pengguna yang berada dan tergabung dengan trunking
server pada Kabupaten/kota B dan seterusnya.
Gambar 19 Ilustrasi Penerapan Radio Trunking System Pada Sebuah Kabupaten/Kota
Bila trunking server telah dibangun pada suatu daerah Kabupaten/kota,
selanjutnya pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yaitu mewajibkan seluruh
pengguna radio telekomunikasi didaerah tersebut untuk tergabung pada trunking
server yang telah ada sepanjang teknologi yang digunakan didukung oleh trunking
server tersebut. Dalam pelaksanaannya, pemerintah dapat membentuk suatu badan
baru khusus atau yang telah ada atau bahkan dapat diserahkan kepada pihak swasta
91
untuk mengelola trunking server tersebut. Dan pada akhirnya, masyarakat yang
membutuhkan sarana telekomunikasi radio cukup dengan mendatangi pengelola
trunking server di daerahnya dan kemudian telah dapat berkomunikasi
Dengan adanya kebijakan seperti ini, maka diharapkan penggunaan,
penyelenggaraan telekomunikasi radio di Indonesia akan dapat lebih tertib, teratur
dan terkendali. Tindakan pengawasan dan penertiban yang menjadi kewajiban
instansi terkait pun akan dapat terlaksana dengan maksimal. Dan para pengguna
telekomunikasi radio akan mendapatkan berbagai kemudahan dari sisi teknis
peralatan, perizinan dan fasilitas lain yang didukung oleh Radio Trunking System.
Dari pembahasan tersebut di atas, peneliti dapat menarik suatu garis besar dari
hasil penelitin ini. Pertama, bahwa masyarakat dapat dengan mudah memperoleh
perangkat telekomunikasi radio dan masyarakat dapat dengan bebasnya
memperjualbelikan perangkat telekomunikasi radio. Kondisi ini menjadi faktor
penyebab peredaran perangkat telekomunikasi radio di Indonesia yang tidak
terkendali dengan baik, sehingga memicu terjadinya pelanggaran-pelanggaran seperti
penggunaan perangkat telekomunikasi tanpa izin dan penyalahgunaan perangkat
telekomunikasi yang tidak sesuai dengan izin sebagaimana diatur dalam Undang-
undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi pada Pasal 32 ayat (1) yang
menyatakan bahwa:
“Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit,
dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia
wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
92
Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan suatu kebijakan baru yang mengatur
peredaran perangkat telekomunikasi radio, sehingga peredarannya dapat lebih
terkendali.
Kedua, bahwa banyak perangkat telekomunikasi yang memiliki teknologi
terapan dan kemampuan operasi (terutama jangkauan frekuensi kerja) yang sangat
lengkap, kondisi ini menjadi faktor penyebab penyelenggara telekomunikasi radio
khusus dapat melakukan perubahan teknis dalam pengoperasiannya sehingga memicu
terjadinya pelanggaran-pelanggaran seperti penggunaan pita frekuensi yang diluar
izin yang diberikan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53
Tahun 2000 Tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio Dan Orbit Satelit.
Untuk itu diperlukan pula suatu kebijakan yang mengatur tentang teknologi yang
diperbolehkan pada suatu perangkat telekomunikasi radio.
Ketiga, bahwa prosedur yang harus dilewati oleh penyelenggara telekomunikasi
radio khusus untuk mendapatkan perizinan yang diperlukan masih dipandang terlalu
rumit dan tidak efisien, kondisi ini menjadi faktor penyebab timbulnya keengganan
bagi penyelenggara telekomunikasi radio khusus untuk mengurus izin-izin yang
diperlukan. Karenanya dibutuhkan pula suatu kebijakan untuk memperpendek jalur
birokrasi pengurusan izin dengan melakukan pelimpahan kewenangan untuk
mengeluarkan izin ke tingkat Kabupaten/Kota atau setidak-tidaknya membuka pintu
pelayanan pengurusan izin pada tingkat Kabupaten/Kota.
93
Keempat, bahwa dengan penerapan Radio Trunking System, maka
penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia akan lebih terkendali,
efisien dan tepat guna.
94
BAB IV
Kesimpulan Dan Rekomendasi
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana dilakukan pada bab
sebelumnya, maka dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Faktor penyebab terjadinya pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi
radio khusus di Indonesia adalah :
a. Kemudahan mendapatkan perangkat telekomunikasi radio atau kurangnya
pembatasan kepemilikan perangkat telekomunikasi radio merupakan
penyebab terjadinya pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi radio di
Indonesia. Kemudahan yang dimaksud di atas juga dipengaruhi dari tidak
adanya izin usaha khusus bagi mereka yang bermaksud memperjualbelikan
perangkat telekomunikasi radio, sehingga kenyataan yang terjadi sekarang
adalah siapa saja dapat menjual perangkat telekomunikasi radio dan siapa pun
dapat membelinya.
b. Penggunaan perangkat telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi
Variable Frequency Oscillator (VFO) yang memiliki jangkauan frekuensi
sangat lebar dan pengguna dengan mudah dapat menggunakan frekuensi
sesuai keinginannya. Dengan demikian tidak adanya pembatasan jangkauan
frekuensi kerja suatu perangkat telekomunikasi radio yang beredar di
94
95
masyarakat merupakan faktor penyebab terjadinya pelanggaran
penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia.
c. Tindakan pengawasan dan penertiban yang dilakukan oleh pihak berwenang
yang lebih cenderung untuk menghindari proses sistem peradilan pidana
seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi, juga merupakan faktor terjadinya pelanggaran
penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia.
2. Kebijakan kriminal non penal yang dapat diterapkan untuk menanggulangi
pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia
adalah :
a. Kebijakan yang mewajibkan setiap orang memperjualbelikan perangkat
telekomunikasi radio harus memiliki izin khusus dari instansi yang
berwenang.
b. Kebijakan yang mewajibkan Penjual melakukan pendataan terhadap calon
pembeli perangkat telekomunikasi radio yang akan dijual. Pendataan yang
dimaksud meliputi identitas, izin penyelenggaraan telekomunikasi radio,
teknologi terapan yang digunakan, dan lokasi penggunaan. Dan penjual
dilarang menjual perangkat telekomunikasi radio yang teknologi terapannya
(khususnya jangkauan frekuensi) diluar yang dialokasikan oleh izin yang
dimiliki calon pembeli.
c. Kebijakan untuk menurunkan kewenangan mengeluarkan izin dari pejabat
setingkat propinsi ke pejabat setingkat Kabupaten/kota atau setidak-tidaknya
96
pengurusan izin dapat dilakukan pada kantor perwakilan instansi yang ada di
Kabupaten/kota.
d. Kebijakan untuk membatasi peredaran perangkat telekomunikasi radio dengan
memiliki jangkauan frekuensi lebar atau menggunakan teknologi VFO,
sehingga perangkat telekomunikasi radio yang beredar adalah perangkat
telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi XFO atau setidak-
tidaknya perangkat telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi VFO
namun dengan fasilitas penampil kanal.
e. Kebijakan untuk membangun Radio Trunking System pada setiap
Kabupaten/kota dan mewajibkan semua pengguna perangkat telekomunikasi
radio yang bukan amatir radio dan kegiatan telekomunikasinya dapat
didukung oleh Radio Trunking System yang ada untuk menggunakan fasilitas
Radio Trunking System.
B. Rekomendasi
Dan peneliti merekomendasikan untuk :
1. Melakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan metode statistic guna
mendapatkan pengaruh faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggaran dalam
penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia serta kemungkinan-
kemungkinan penerapan kebijakan kriminal non penal sebagaimana disebutkan di
atas dengan menggunakan pendekatan hukum tata negara.
97
2. Meningkatkan fungsi pengawasan dan penertiban yang dilakukan oleh
instansi/badan yang berwenang, sehingga penegakkan hukum terhadap
pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam penyelenggaraan telekomunikasi
radio khusus di Indonesia dapat diselesaikan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
98
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous., Himpunan Peraturan Tentang Kegiatan Amatir Radio–Paket
Pembinaan Organisasi., Organisasi Amatir Radio Indonesia Daerah Sumatra
Selatan, 1999.
Anonymous., Communications Satellite., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia
2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
Anonymous., Modem., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD.,
Microsoft Corporation.. 1993-2005
Barda Nawawi Arief., Kebijakan Kriminalisasi Dan Masalah Jurisdiksi Tindak
Pidana Mayantara, Makalah Seminar Pemberdayaan Teknologi Informasi
Dalam Masyarakat Informasi, Semarang, 26 Juli 2001.
Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan No. 7 Tentang Pedoman
Item Uji Alat/Perangkat Telekomunikasi., 1999., www.postel.go.id.
Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 80 Tentang
Perrsyaratan Teknis Perangkat Amatir Radio., 1999., www.postel.go.id.
Direktur Jenderal Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 84 Tahun 1999
Tentang Spesifikasi Teknis Perangkat Telekomunikasi., www.postel.go.id.
Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 85 Tentang
Persyaratan Teknis Perangkat Radio Siaran., 1999., www.postel.go.id.
Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 169 Tentang
Persyaratan Teknis Alat Dan Perangkat Siaran Televisi Sistem Analog., 1999.,
www.postel.go.id.
Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 226 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Sertifikasi Dan Penandaan Alat/Perangkat
Telekomunikasi., 1999., www.postel.go.id.
Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 214 Tentang
Persyaratan Teknis Perangkat Komunikasi Dengan Daya Pancar Dibawah
10mw., 2005., www.postel.go.id.
98
99
Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 233 Tentang
Pengelompokan Alat Dan Perangkat Telekomunikasi., 2005., www.postel.go.id.
Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 266 Tentang
Persyaratan Teknis Perangkat Radio Maritim., 2005., www.postel.go.id.
Dunning, John. On The Air: The Encyclopedia Of Old-Time Radio. Oxford
University PRESS, 1998 Dalam Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006
On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005.
Earnest C. Watson., Wave Motion., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006
On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
Gibilisco, Stan. Amateur Radio Encyclopedia. Tab, 1993 Dalam Microsoft Encarta
Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005.
Indonesia., Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tentang Telekomunikasi., 1989.,
www.postel.go.id.
Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Perhubungan., 2000.,
www.postel.go.id.
Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Perhubungan., 2005.,
www.postel.go.id.
Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Komunikasi Dan
Informatika., 2005., www.postel.go.id.
Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tentang Penyelenggaraan
Telekomunikasi., 2000., www.postel.go.id.
Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tentang Penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio Dan Orbit Satelit., 2000., www.postel.go.id.
Indonesia., Undang-Undang Nomor 36 Tentang Telekomunikasi., 1999.,
www.postel.go.id.
Indonesia., Undang-Undang Nomor 32 Tentang Penyiaran., 2002.,
www.postel.go.id.
100
Indonesia., Undang-Undang Nomor 36 Tentang Telekomunikasi., 1999.,
www.postel.go.id.
Kompas., Keluhan Gangguan Frekuensi Terus Mengalir., Www.Kompas.Com., 23
Agustus 2004.
Leonard Feldman, Sir Robert Alexander Watson-Watt, Vladimir Kosma Zworykin.,
Radio., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft
Corporation.. 1993-2005.
Menteri Komunikasi Dan Informatika., Peraturan Nomor 13 Tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Yang Menggunakan Satelit., 2005.,
www.postel.go.id.
Menteri Komunikasi Dan Informatika., Peraturan Nomor 17 Tentang Tata Cara
Perizinan Dan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio., 2005.,
www.postel.go.id.
Menteri Komunikasi Dan Informatika., Peraturan Nomor 18 Tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Khusus Untuk Keperluan Instansi
Pemerintah Dan Badan Hukum., 2005., www.postel.go.id.
Menteri Komunikasi Dan Informatika., Peraturan Nomor 21 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Biaya
Sertifikasi Dan Permohonan Pengujian Perangkat Telekomunikasi., 2005.,
www.postel.go.id.
Menteri Komunikasi Dan Informatika., Peraturan Nomor 22 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Pungutan Biaya
Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi., 2005., www.postel.go.id.
Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 2., 2001., www.postel.go.id.
Menteri Perhubungan., Peraturan Nomor 2 Tentang Penggunaan Pita Frekuensi
2400 – 2483.5 Mhz., 2005., www.postel.go.id.
Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 3 Tentang Persyaratan Teknis Perangkat
Telekomunikasi., 2001., www.postel.go.id.
Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 5 Tentang Penyempurnaan Tabel Alokasi
Spektrum Frekuensi Radio Indonesia., 2001., www.postel.go.id.
101
Menteri Perhubungan., Peraturan Nomor 10 Tentang Sertifikasi Alat Dan Perangkat
Telekomunikasi., 2005., www.postel.go.id.
Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 42 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif
Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Biaya Sertifikasi Dan Permohonan
Pengujian Alat/Perangkat Telekomunikasi., 2000., www.postel.go.id.
Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 49 Tentang Pedoman Kegiatan Amatir
Radio., 2002., www.postel.go.id.
Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 66 Tentang Tata Cara Saling Pengakuan
Hasil Uji Alat Dan Perangat Telekomunikasi., 2003., www.postel.go.id.
Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 77 Tentang Pedoman Kegiatan
Komunikasi Radio Antar Penduduk., 2003., www.postel.go.id.
Pikiran Rakyat., ORARI Keluhkan Radio Gelap., www.pikiran-rakyat.com, 9
Nopember 2005.
Rutland, David. Behind The Front Panel: The Design & Development Of 1920's
Radios. Wren, 1994 Dalam Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On
DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005.
Suara Merdeka., Radio Gelap Ganggu Frekuensi-Desak Ruu Penyiaran Dituntaskan.,
www.suaramerdeka.com., 30 Januari 2002.
Suara Merdeka., Warga Mengeluh Siaran Televisi Sering Mengganggu.,
www.suaramerdeka.com., 13 Januari 2006.
Sudarto., Hukum Dan Hukum Pidana., Bandung: Alumni., 1986.,
Sudarto., Hukum Pidana Dan Perkembangan Masyarakat., Bandung., Sinar Baru.,
1983.
Soerjono Soekamto. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.,
Jakarta., Cv Rajawali., 1983.
Tim Peyususn Kamus Pusat Bahasa Dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari.,
Dasar-Dasar Politik Hukum., Pt. Raja Grafindo Persada., Jakarta., 2004.,
www.rajawalipers.com.