Download - Kawin Kontrak Dalam Islam
MAKALAH FIQIH
KAWIN KONTRAK MENURUT ISLAM
Oleh:
SARNI SUSANTI
KELAS XI IPA
GURU PEMBIMBING :
MAHMUDAH, S.Ag
MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN)
OLAK KEMANG KOTA JAMBI
TAHUN PELAJARAN
2012 / 2013
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan judul “Kawin
Kontrak Menurut Islam” yang disusun berdasarkan data-data yang di peroleh dari
berbagai sumber informasi.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata pelajaran Fiqih.
Penulis sangat berterima kasih kepada Ibu Mahmudah, S.Ag selaku guru
pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih banyak terhadap teman-teman
sekalian yang telah membantu banyak dalam penyusunan tugas ini.
Walaupun makalah ini telah selesai, namun penulis menyadari bahwa
makalah ini masih sangat banyak memiliki kesalahan dan kekurangan-kekurangan
sehingga makalah ini sangatlah jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, penulis
sangatlah berharap mendapat masukan-masukan mengenai makalah ini agar ke
depannya penulis dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan dan kekurangan-
kekurangan yang ada pada makalah ini di makalah selanjutnya.
Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi diri sendiri
dan para pembaca pada umumnya. Dan penulis berharap bahwa makalah ini juga
bisa menjadi salah satu sumber informasi bagi para pembaca yang sedang
mengkaji masalah yang sama dengan makalah ini
Jambi, Februari 2013
Penulis.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi nikah mut’ah .......................................................................... 3
B. Sejarah Nikah Mut'ah ........................................................................... 4
C. Nikah Mut'ah Menurut Hukum Agama Islam ..................................... 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 10
B. Saran .................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hidup bersama antara seorang pria dan wanita mempunyai akibat yang
sangat penting dalam masyarakat, baik terhadap kedua belah pihak maupun
terhadap keturunannya serta anggota masyarakat lainnya. Oleh karena itu
dibutuhkan suatu peraturan yang mengatur tentang hidup bersama
tersebut.Dengan demikian sejak dulu kala hubungan pria dan wanita dalam
perkawinan telah dikenal, walaupun dalam sistem yang beraneka ragam, mulai
dari yang bersifat sederhana sampai kepada masyarakat yang berbudaya tinggi,
baik yang pengaturannya melalui lembaga-lembaga masyarakat adat maupun
denganperaturan perundangan yang dibentuk melalui lembaga kenegaraan serta
ketentuan-ketentuan yang digariskan agama.
Allah menetapkan adanya aturan tentang perkawinan bagi manusia dengan
aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar, manusia tidak boleh berbuat semaunya
seperti binatang, kawin dengan lawan jenis semaunya atau seperti tumbuh-
tumbuhan yang kawin dengan perantara angin. Allah telah memberikan batas
dengan peraturan-peraturannya,yaitu dengan syare’at yang terdapat dalam Kitab-
Nya dan Hadist Rasul-Nya dengan hukum-hukum perkawinan. Namun
kenyataannya dalam perkembangan masyarakat sekarang ini ada yang
menyalahgunakan perkawinan dengan melakukan nikah mut’ah seperti yang
terjadi kota tertentu seperti bogor . Istilah nikah mut’ah menggambarkan suatu
perkawinan yang dilakukan berdasarkan kontrak yang berisi perjanjian untuk
hidup bersama sebagai suami istri dalam jangka waktu tertentu dengan adanya
imbalan. Pelaksanaan nikah mut’ah sangat bertentangan dengan UU No.1 Tahun
1974 tentang perkawinan, walaupun nikah mut’ah tidak diatur secara khusus
karena nikah mut’ah merupakan fenomena baru dalam masyarakat. Tujuan dari
nikah mut’ah adalah untuk menyalurkan nafsu birahi tanpa adanya keinginan
untuk hidup bersama dan membentuk rumah tangga yang kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa bahkan terkadang juga tidak mengharapkan adanya
keturunan, hal ini tentu saja bertentangan dengan tujuan perkawinan.
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang melatar belakangi dan menjadi tujuan wanita bersedia
melakukan nikah mut’ah?
2. Dimanakah biasanya nikah mut’ah banyak/sering dilakukan?
3. Bagaimana nikah mut’ah dilihat dari perspektif islam dan dari perspektif
budaya norma Indonesia?
4. Wanita yang seperti apakah yang biasanya melakukan nikah mut’ah?
5. Mengapa nikah mut’ah diharamkan?
C. TUJUAN
Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui latar belakang dan tujuan wanita melakukan kawin
kontrak atau nikah mut’ah.
2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan kawin kontrak (nikah mut’ah)
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI NIKAH MUTH'AH
Nikah secara bahasa artinya berkumpul atau bercampur, sedangkan
menurut syari’at secara hakekat adalah akad (nikah) dan secara majaz adalah al-
wath’u (hubungan seksual) menurut pendapat yang shahih, karena tidak diketahui
sesuatupun tentang penyebutan kata nikah dalam kitab Allah -Subhanahu wa
ta’ala- kecuali untuk makna at-tazwiij (perkawinan).Kata mut’ah dan derivasinya
disebutkan sebanyak 71 kali dalam Al-Qur’an, dalam surat yang berbeda-beda,
walaupun maknanya bermacam-macam tetapi kembali kepada satu pokok seputar
pengambilan manfaat atau keuntungan.
Nikah muth'ah adalah ikatan seeorang laki-laki dengan seseorang
perempuan dalam batas waktu tertentu dengan upah tertentu pula. Menurut imam-
imam madzhab di dalam kitab mereka, nikah muth'ah adalah pernikahan dengan
batasan waktu baik waktunya sudah diketahui atau tidak, kurang lebih lamanya
waktu adalah sampai empat puluh lima hari, kemudian nikah itu naik dengan
mengganti batas waktu tersebut dengan batasan satu kali haidh atau dua kali haidh
pada wanita yang haidh. Dan selama 4 bulan 10 hari pada wanita yang ditinggal
mati suaminya, dan hukum nikah tersebut bahwasanya tidak ditetapkan mahar
tanpa syarat baginya, dan tidak ditetapkan nafkah baginya, dan tidak ada waris-
mewaris, tidak ada I'ddah kecuali meminta lepas menurut yang ia ingat, dan tidak
ditetapkan nasab. Dari definisi tersebut bahwasanya perkawinan yang seperti ini
terjadi kontradiksi terhadap arti nikah sesungguhnya. Bahwa nikah itu adalah
suatu ikatan yang kuat dan perjanjian yang teguh yang ditegakkan di atas landasan
niat untuk bergaul antara suami istri dengan abadi supaya memetik buah kejiwaan
yang telah digariskan Allah dalam al-qur'an yaitu ketentraman, kecintaan, dan
kasih sayang. Sedangkan tujuan yang bersifat duniawi adalah demi
berkembangnya keturunan dan kelangsungan hidup manusia. Seperti Firman
Allah :
3
والل��ه جع��ل لكم من انفس��كم ازواج��ا وجع��ل لكم منازواجكم بنين وحفدة )النحل : (
Artinya :Allah telah menjadikan jodoh bagimu dari jenismu sendiri (laki-laki dan perempuan), dan dari perjodohanmu itu anak-anakmu. (An-nahl : 76)
يايهاالن��اس اتق��وا ربكم ال��ذى خلقكم من نفس واح��دةوخلق منها زوجها وبث منهارجاال كثيرا ونساء )ألنس��اء :
1) Artinya :Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Allah menciptakan istrinya dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (An-nisa' : 1)
B. SEJARAH KAWIN KONTRAK (NIKAH MUTH'AH)
Nikah muth'ah pernah diperbolehkan oleh Rasulullah sebelum stabilitasnya
syari'at islam, yaitu diperbolehkannya pada waktu berpergian dan peperangan.
Akan tetapi kemudian diharamkan. Rahasia diperbolehkan nikah muth'ah waktu
itu adalah karena masyarakat islam pada waktu itu masih dalam transisi (masa
peralihan dari jahiliyah kepada islam). Sedang perzinaan pada masa jahiliyah
suatu hal yang biasa. Maka setelah islam datang dan menyeru pada pengikutnya
untuk pergi berperang. Karena jauhnya mereka dari istri mereka adalah suatu
penderitaan yang berat. Sebagian mereka ada yang kuat imannya dan adapula
yang sebagian tidak kuat imannya. Bagi yang lemah imannya akan mudah untuk
berbuat zina yang merupakan sebagai berbuatan yang keji dan terlarang. Dan bagi
yang kuat imannya berkeinginan untuk mengkebiri dan mengipoternkan
kemaluannya. Seperti apa yang dikatakatan oleh Ibn Mas'ud :
ص��امعن بن مسعود قال : كنا نغزوا م��ع رس��ول الل��ه وليس معنا نساء فقلن��ا : أال نستخص��ى؟ فنهان��ا رس��ول الله صام عن ذالك. ورخص لن��ا ان ننكح الم��رأة الث��وب
إلى أجل.Artinya :Dari mas'ud berkata : waktu itu kami sedang perang bersama Rasulullah SAW dan tidak bersama kami wanita, maka kami berkata : bolehkah kami mengkebiri (kemaluan kami). Maka Raulullah SAW melarang kami melakukan itu. Dan
4
Rasulullah memberikan keringanan kepada kami untuk menikahi perempuan dengan mahar baju sampai satu waktu.
Tetapi rukhshah yang diberikan nabi kepada para shabat hanya selama tiga
hari setelah itu Beliau melarangnya, seperti sabdanya :
وعن سلمة بن األكوع ق��ال : رخص رس��ول الل��ه ص��لى الله عليه وسلم عام أوط��اس فى المطع��ة, ثالث��ة أي��ام,
ثم نهى عنها )رواه مسلم (Artinya :Dari Salamah bin Akwa' berkata : Rasulullah SAW memberikan keringanan nikah muth'ah pada tahun authas (penaklukan kota Makah) selama 3 hari kemudian beliau melarangnya (HR Muslim)
Dari hadis Salamah ini memberikan keterangan bahwasanya Rasulullah
pernah memperbolehkan nikah muth'ah kemudian melarangnya dan menasah
rukhshah tersebut. Menurut Nawawi dalam perkataannya bahwasanya
pelarangannya dan kebolehannya terjadi dua kali, kebolehannya itu sebelum
perang khaibar kemudian diharamkannya dalam perang khaibar kemudian
dibolehkan lagi pada tahun penaklukan Makah (tahun Authas), setelah itu nikah
muth'ah diharamkan selama-lamanya, sehingga terhapuslah rukhshah itu selama-
lamnya. Seperti dalam hadis Rasulullah SAW :
وعن علي رضي الله تعالى عنه قال : نهى رس��ول الل�ه عن المتعة عام خيبر )متفق عليه(صام
Artinya :Dari Ali ra. berkata : Rasulullah melarang nikah muth'ah pada tahun Khaibar.
وعن ربي��ع بن س��بورة, عن أبي��ه رض��ي الل��ه عن��ه, أن ق��ال : إنى كنت أذنت لكم اإلس��تمناعصامرسول الله
من النس��اء, وإن الل��ه ق��د ح��رم ذل��ك إلى ي��وم القيام��ة)أخرجه مسلم وأبو داود والنساء وأحمد وابن حبان(
Artinya :Dari Rabi' bin Saburah, dari ayahnya ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : sesungguhnya aku telah memberikan izin kepadamu untuk memintak muth'ah dari wanita, dan sesungguhnya Allah SAW telah mengharamkan itu sampai hari kiamat (HR Muslim, Abu Daud, Nasai', Ahmad, dan Ibn Majah)
5
C. NIKAH MUT'AH MENURUT HUKUM AGAMA ISLAM
Dikalangan umat islam, sudah sejak lama dikenal kawin kontrak yaitu
dengan istilah nikah mut’ah. Diawal era islam nikah mut’ah telah ada, adanya
nikah mut’ah karena banyak orang-orang tidak berada dinegerinya atau ditempat
tinggalnya karena sedang dalam peperangan ditempat yang jauh dan dalam
perjalanan yang panjang. Pada saat itu masih banyak orang-orang yang
meninggalkan masa jahiliyah dan kekafiran, sehingga untuk menghentikan
mereka dari perbuatan keji dilakukan dengan cara bertahap. Kata nikah mut’ah
berasal dari kata At-tamatu yang menurut bahasa arab mempunyai arti bersenang-
senang.
Menurut istilah fikih, nikah mut’ah atau kawin kontrak adalah seorang
laki-laki menikahi seorang perempuan, dengan memberikan sejumlah harta
tertentu, dalam waktu tertentu, pernikahan ini akan berakhir sesuai dengan batas
waktu yang telah ditetapkan, tanpa talak, tanpa kewajiban memberi nafkah
maupun tempat tinggal dan tanpa adanya saling mewarisi antara keduanya, jika
salah satu dari keduanya mati sebelum berakhirnya nikah mut’ah itu. Kawin ini di
katakan mut’ah atau bersenang-senang, karena akadnya semata-mata untuk
senang-senang saja antara laki-laki perempuan dan untuk memuaskan nafsu,
bukan untuk bergaul untuk sebagai suami istri, bukan untuk mendapatkan
keturunan atau hidup sebagai suami istrui dengan membina rumah tangga
sejahtera.
Nikah mut’ah atau kawin mut’ah juga dinamakan kawin muaqqat artinya
kawin untuk waktu tertentu atau kawin munqathi artinya kawin terputus yaitu
seorang laki-laki mengikat perkawinan dengan perempuan untuk beberapa hari,
seminggu atau sebulan. Menurut pendapat seorang ahli tafsir Ibnu’Athiyah Al
Andalusi, bahwa nikah mut’ah atau kawin kontrak adalah seorang lelaki menikahi
seorang wanita dengan dua orang saksi dan izin wali dalam waktu tertentu, tanpa
adanya saling mewarisi antara keduanya. Silelaki memberinya uang menurut
kesepakatan keduanya. Apabila masanya telah berakhir, maka silelaki tak
mempunyai hak lagi atas siwanita, dan siwanita harus membersihkan rahimnya.
6
Apabila tidak hamil maka ia dihalalkan menikah lagi dengan lelaki lainnya. Pada
pelaksanaan nikah mut’ah adanya saksi dalam akad nikah, hukumnya
mustahab/tidak mewajibkannya.
Demikian pula izin wali tidaklah merupakan suatu keharusan hanya saja
hal itu merupakan suatu kehati-hatian jika siwanita masih gadis. Dalam kawin
mut’ah tidak aturan tentang talak karena perkawinan itu akan berakhir dengan
habisnya waktu yang telah ditentukan. Setelah masa nikah berakhir, masa iddah
bagi istri adalah 2 kali haid. Jika tidak datang bulan, maka masa iddahnya 45 hari,
tapi jika suami meninggal dunia masa iddahnya 4 bulan 10 hari, dan tidak ada hak
waris-mewarisi suami istri tersebut. Nikah mut’ah dilarang dalam islam,
berdasarkan firman Allah dalam Al Quran surat Al Mukminun ayat 7 yang artinya
“Barang siapa yang mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang
melampai batas”. Sedang Hadist Rasulullah yang mengharamkan nikah mut’ah
seperti diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan Ibnu Hibban adalah “Wahai
sekalian manusia, sungguh saya pernah mengizinkan kalian untuk kawin mut’ah,
ingatlah bahwa sekarang Allah telah mengharamkannya sampai hari kaimat”.
Nikah mut’ah termasuk menyimpang dari ketentuan yang digariskan
Allah, karena wanita yang di akad/ diikat kontrak tersebut tidak termasuk budak
wanita yang dimilikinya dan tidak pula termasuk istrinya. Adapun akad
perkawinan selalu diikuti oleh sahnya talak, saling mewarisi, iddah dan kewajiban
memberi nafkah, yang mana semua itu tidak ada praktisi hukumnya dalam nikah
mut’ah. Di dalam nikah mut’ah tidak terdapat persyaratan sebagaimana yang ada
pada nikah biasa kecuali akad dalam bentuk perjanjian biasa. Selain itu tujuan
luhur yang terkandung dalam perkawinan tidak ada dalam nikah mut’ah.
Seseorang yang melakukan nikah mut’ah tidak bertujuan mempunyai anak,
bahkan nikah mut’ah bisa berakibat tidak menentunya garis keturunan. Dan
sya’riat menganjurkan supaya akad nikah didasarkan atas dasar kasih sayang,
cinta dan rasa kebersamaan dalam hidup.
Rasa saling menyayangi dan kebersamaan tidak akan timbul dari ikatan
atau akad yang hanya bertujuan untuk melampiaskan nafsu syahwat dalam jangka
waktu terbatas, bukankah pernikahan seperti itu sama dengan praktik zina. Dan
bukankah zina itu bukan terjadi atas dasar suka sama suka antara keduanya
7
sekedar untuk mengumbar nafsu dan itulah yang menjadi dasar terjadinya nikah
mut’ah. Maka apabilanikah mut’ah dibolehkan, maka hal ini akan dijadikan
kesempatan bagi orang-orang yang suka berbuat iseng untuk menghindari ikatan
perkawinan yang sah.
Untuk mencegah terjadinya nikah mut’ah, Majelis Ulama Indonesia
sebenarnya telah mengeluarkan fatwa No. Kep-B-679/MUI/XI/1997. Fatwa itu
memutuskan bahwa nikah mut’ah haram hukumnya dan pelaku nikah mut’ah
harus dihadapkan ke pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pendapat Para Ulama' Tentang hukum Nikah Muth'ah
1. Jumhur Ulama'
Kebanyakan dari para shahabat dan semua Ulama'-Ulama' fiqih
mengharamkan nikah muth'ah berdasarkan hadist Rasulullah yang mutawatir
tentang pengharaman nikah tersebut. Yang menjadi ikhtilaf dikalangan mereka
adalah waktu pengharaman nikah muth'ah. Dari sebagian riwayat yang
mengharamkannya pada perang khaibar, ada yang sebagian pada penaklukan
Makah, ada yang sebagian pada waktu perang Tabuk, ada yang sebagian pada haji
wada', ada yang sebagian pada umrah qadha' dan ada sebagian pada waktu tahun
Authas.
2. Ibn Abbas
Yang telah terkenal bahwasanya Beliau menghalalkan nikah muth'ah. Ibn
Abbas ini mengikuti pendapat dari ahli Makah dan Ahli Yaman, mereka
meriwayatkan bahwasanya Ibn Abbas dalam Firman Allah :
النساء ( : ) عليكم جناح وال فريضة أجورهن فأتوهن منهن به فمااستمتعتمArtinya :
Maka istri-istri yang telah kamu ni'mati (campuri) diantara mereka, berikanlah
kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagaian sebagai kewajiban dan
tiada dosa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya,
sesudah menentukan mahar. (An-nisa' : 24)
Dan pada suatu huruf darinya (ibn Abbas) sampai batas waktu yang
ditentukan, diriwayatkan darinya sesungguhnya dia berkata : "muth'ah
8
(bersenang-senang terhadap istri) tidak lain adalah rahmat dari Allah Azza Wa
Jalla, Dia telah memberikan rahmat kepada umat Muhammad SAW berupa
muth'ah, dan Umar tidak melarangnya karena dalam keadaan terpaksa takut untuk
zina kecuali bagi yang impoten. Dan ini diriwayatkan dari Ibn Abbas rawi darinya
Jarih, Umar, dan Ibn Dinar. Dari Atha' ia berkata : saya mendengar jabir bin
Abdillah berkata : kami melakukan nikah muth'ah sejak masa Rasulullah
kemudian kepemimpinan Abu Bakar, dan setengah dari kepemimpinan Umar
kemudian setelah itu Umar melarang muth'ah kepada semua manusia (umat
muslim).
Gambaran Nikah Mut’ah di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Di dalam beberapa riwayat yang sah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
jelas sekali gambaran nikah mut’ah yang dulu pernah dilakukan para sahabat
radhiyallahu ‘anhum. Gambaran tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
Dilakukan pada saat mengadakan safar (perjalanan) yang berat seperti perang,
bukan ketika seseorang menetap pada suatu tempat. (HR. Muslim hadits no.
1404)
Tidak ada istri atau budak wanita yang ikut dalam perjalanan tersebut. (HR.
Bukhari no. 5116 dan Muslim no. 1404)
Jangka waktu nikah mut’ah hanya 3 hari saja. (HR. Bukhari no. 5119 dan
Muslim no. 1405)
Keadaan para pasukan sangat darurat untuk melakukan nikah tersebut
sebagaimana mendesaknya seorang muslim memakan bangkai, darah dan
daging babi untuk mempertahankan hidupnya. (HR. Muslim no. 1406)
9
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di atas yang telah saya uraikan di atas, maka saya
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Latar belakang yang mendorong wanita melakukan kawin kontrak adalah:
a. Ekonomi
b. Agama
c. Sosial
d. Budaya
2. Sedangkan tujuan wanita melakukan kawin kontrak adalah:
a. Ekonomi
b. Biologis
B. SARAN
Menilai dari hasil kesimpulan diatas penulis memberikan saran:
1. Agar diadakan penyuluhan tentang masalah perkawinan dengan meminta
bantuan para tokoh agama atau tokoh masyarakat melalui kelompok pengajian
atau perkumpulan.
2. Peran orang tua sangat penting bagi kehidupan anak-anaknya dalam
pendidikan dan menanamkan pendidikan agama dengan baik sejak kecil, serta
melakukan pengawasan terhadap perilaku anak sehari-hari.
3. Untuk para wanita yang belum menikah perlu lebih memahami tentang
perkawinan, dan kelak bila melangsungkan perkawinan agar dilaksanakan
sesuai dengan UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
10
DAFTAR PUSTAKA
Asmin. 1986. Status Perkawinan Antar Agama Ditinjau dari UU Perkawinan No.1 Tahun 1974. Jakarta: PT. Dian Rakyat.
Abdul Aziz Dahlan. 2003. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT Ichtiar Van Hoeve.
Ramulyo, Mohd. Idris. 2002. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta:Bumi Aksara.
Fakhriah, Efa Laela. Kawin Kontrak Tidak Sesuai Aturan Agama Maupun Negara.
11