KATA PENGANTAR
Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang
diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan
pada publikasi dan data-data yang sudah dikeluarkan oleh Kementerian/Lembaga, dan
instansi internasional, maupun hasil dari Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan
bersama dengan beberapa Kementerian/Lembaga, pengamat, dan praktisi ekonomi.
Publikasi triwulan I tahun 2016 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai
perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan I tahun 2016. Dari sisi
perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan
negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian
nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I tahun 2016 dari
sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama
internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Dalam publikasi ini juga
tersaji Policy Brief terkait kebijakan pemerintah dan kondisi ekonomi terkini.
Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak
perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari
pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi ini
dapat tercapai.
Jakarta, Mei 2016
Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS
I
Ringkasan Eksekutif
Perekonomian negara-negara di berbagai kawasan pada triwulan I tahun 2016 mengalami
perlambatan. Amerika Serikat (AS) mengalami pertumbuhan sebesar 0,5 persen (YoY) atau
terendah sejak triwulan I tahun 2014. Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh penguatan
pasar tenaga kerja, pelemahan pengeluaran konsumsi dan apresiasi mata uang USD.
Sementara itu, perekonomian Uni Eropa telah memasuki fase penguatan dengan mayoritas
negara mengalami pertumbuhan kecuali Yunani dan Latvia. Namun demikian, pada triwulan
I tahun 2016 perekonomian Uni Eropa tumbuh melambat, yaitu tumbuh hanya sebesar 1,7
persen (YoY). Kondisi tersebut dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi Amerika Serikat, krisis
migran terkait jumlah pengungsi yang meningkat, dan kemungkinan Inggris meninggalkan
keanggotaan Uni Eropa.
Perekonomian Tiongkok tumbuh sebesar 6,7 persen (YoY) atau terendah sejak triwulan I
tahun 2009. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh ketidakpastian permintaan global, investasi
berlebih di beberapa sektor kunci, dan kinerja BUMN yang tetap melemah. Sementara itu,
perekonomian Jepang mengalami fase pertumbuhan tercepat dalam satu tahun yang
dipengaruhi oleh penguatan konsumsi swasta. Namun, kinerja ekonomi Jepang yang tumbuh
sebesar 1,7 persen (YoY) tersebut tidak dapat memperbaiki perekonomian setelah
mengalami resesi dua triwulan berturut-turut pada tahun 2015.
Pada triwulan I tahun 2016, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY),
meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015 yang sebesar 4,7 persen
(YoY) dan sedikit lebih rendah dari triwulan IV tahun 2015 yang mencapai 5,0 persen (YoY).
Dilihat dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh pertumbuhan Industri Pengolahan;
Konstruksi; Perdagangan Besar Eceran, Reparasi Mobil-Sepeda Motor; dan Jasa Informasi
dan Komunikasi. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan didorong oleh pertumbuhan
komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto.
Secara spasial, kontribusi terbesar terhadap PDB dari triwulan I tahun 2010 sampai dengan
triwulan I tahun 2016 didominasi oleh wilayah di Jawa. Dibandingkan triwulan I tahun 2015,
rata-rata pertumbuhan ekonomi wilayah di Sumatera serta Maluku dan Papua mengalami
peningkatan. Sementara itu, pada triwulan I tahun 2010 rata-rata pertumbuhan ekonomi
wilayah di Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara serta Jawa lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan ekonomi nasional.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I tahun 2016 mengalami defisit sebesar
USD0,3 miliar. Kinerja tersebut menurun signifikan dibandingkan dengan NPI pada triwulan
IV tahun 2015 yang surplus sebesar USD5,1 miliar maupun triwulan I tahun 2015 yang surplus
sebesar USD1,3 miliar. Penurunan kinerja tersebut dipengaruhi oleh defisit pada neraca
II
transaksi berjalan sebesar USD4,7 miliar dan penurunan surplus neraca transaksi transaksi
modal dan finansial secara signifikan.
Ekspor Indonesia pada triwulan I tahun 2016 sebesar USD33.585,4 juta, mengalami
penurunan sebesar 14,0 persen jika dibandingkan dengan triwulan I tahun 2015. Di sisi lain,
impor Indonesia secara total adalah sebesar USD31.938,4 juta atau menurun sebesar 13,1
persen (YoY). Sementara itu, cadangan devisa Indonesia pada triwulan I tahun 2016
mencapai sebesar USD107,5 miliar atau setara dengan 7,7 bulan impor.
Pada triwulan I tahun 2016, secara tahunan pergerakan inflasi meningkat namun tetap
terkendali. Tingkat inflasi hingga akhir triwulan I tahun 2016 sebesar 4,45 persen (YoY)
dengan IHK 123,8. Sementara itu, selama triwulan I tahun 2016, IHSG mencapai titik
terendahnya pada level 4414,1 pada akhir Januari 2016.
Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan I tahun 2016
sebesar Rp50,4 triliun, tumbuh sebesar 18,4 persen. Untuk Penanaman Modal Asing (PMA),
realisasi triwulan I tahun 2016 sebesar USD6.916,8 juta, dan mengalami pertumbuhan
sebesar 5,4 persen (YoY).
Di sisi lain, total realisasi pembiayaan per 31 Maret 2016 mencapai Rp165,8 triliun, atau 61,5
persen dari APBN. Jumlah tersebut didominasi oleh pinjaman dalam negeri yang sebesar
Rp167,8 triliun. Sementara itu, realisasi pinjaman luar negeri (neto) per 31 Maret 2016
sebesar minus Rp2 triliun. Adapun total utang pemerintah pusat sampai dengan tahun 2016
mengalami kenaikan sehingga mencapai Rp3.429 triliun dimana rasio utang terhadap PDB
menjadi sebesar 27 persen. Secara umum, utang pemerintah pusat meningkat 14,5 persen
per tahun selama 2011-2015.
Penjualan mobil pada triwulan I tahun 2016 mencapai 267.727 unit atau turun sebesar 5,4
persen (YoY). Namun penjualan tersebut meningkat dibandingkan dengan triwulan IV tahun
2015 yang sebesar 248.610 unit atau yang turun sebesar 9,7 persen (YoY). Penjualan motor
juga terjadi penurunan, yaitu mencapai 1.504.468 unit atau mengalami penurunan sebesar
6,3 persen dibandingkan dengan penjualan motor pada triwulan yang sama di tahun 2015.
Di sisi lain, penjualan semen pada Triwulan I tahun 2016 mencapai 14,4 juta ton, menurun
dibandingkan dengan Triwulan IV tahun 2015 tetapi tumbuh sebesar 3,8 persen (YoY).
Pada triwulan I tahun 2016, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) lebih tinggi
dibandingkan dengan jumlah wisman di periode yang sama tahun sebelumnya. Rata-rata
kunjungan wisman triwulan I tahun 2016 berjumlah 872.543 kunjungan.
VIII
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................................... VIII
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. VIII
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... XI
POLICY BRIEF .................................................................................................................. 1
POLICY BRIEF .................................................................................................................. 1
Isu Sektor Fiskal .............................................................................................................. 2
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA ............................................................................... 8
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA ............................................................................... 9
PERTUMBUHAN EKONOMI ........................................................................................... 11
Pertumbuhan Ekonomi .......................................................................................... 11
Perkiraan Ekonomi Dunia ....................................................................................... 14
PERKEMBANGAN KEUANGAN INTERNASIONAL ........................................................... 19
Nilai Tukar USD Terhadap Beberapa Mata Uang Negara Lain ............................... 19
Inflasi ...................................................................................................................... 21
Kebijakan Bank Sentral .......................................................................................... 22
Cadangan Devisa .................................................................................................... 24
Indeks Harga Saham ............................................................................................... 25
PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL ............................................. 27
Perkembangan Harga Internasional ...................................................................... 27
Harga Minyak Dunia dan Gas Alam ........................................................................ 28
Indeks Harga Komoditas Pertambangan................................................................ 30
Indeks Harga Pangan .............................................................................................. 31
Isu Terkini Kerjasama Ekonomi Internasional ........................................................ 32
Kerjasama Ekonomi Internasional ......................................................................... 33
Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA ........ 35
PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA ..................................................................... 42
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA ............................................................................. 43
IX
ISU TERKINI PEREKONOMIAN INDONESIA ................................................................... 44
PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA ....................................................................... 45
PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH .......................................................................... 52
PERKEMBANGAN HARGA KEBUTUHAN POKOK ........................................................... 55
Indeks Harga Bahan Pokok Nasional ...................................................................... 55
INDEKS TENDENSI KONSUMEN .................................................................................... 56
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN .................................................................................. 58
PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI ............................................................................ 60
Kondisi Bisnis Indonesia ......................................................................................... 60
Pertumbuhan Industri Pengolahan ........................................................................ 62
Data Penjualan Komoditas Industri Utama ............................................................ 69
Tenaga Kerja Industri ............................................................................................. 72
Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri ................................................... 74
Perkembangan Kawasan Industri Indonesia .......................................................... 76
Perkembangan Sektor Pariwisata .......................................................................... 77
Statistik Perjalanan Wisatawan Indonesia ............................................................. 77
Kebijakan Pembangunan Pariwisata Indonesia ............................................................ 78
KEUANGAN NEGARA .................................................................................................... 80
KEUANGAN NEGARA .................................................................................................... 81
PENDAPATAN PEMERINTAH ......................................................................................... 82
BELANJA PEMERINTAH ................................................................................................. 82
PEMBIAYAAN PEMERINTAH ......................................................................................... 85
Posisi Utang Pemerintah ........................................................................................ 86
Surat Berharga Negara (SBN) ................................................................................. 88
Pinjaman Luar Negeri ............................................................................................. 90
PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN.................................................................... 92
PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN.................................................................... 93
TRANSAKSI BERJALAN ................................................................................................... 96
X
Perkembangan Ekspor ........................................................................................... 96
Perkembangan Impor .......................................................................................... 100
Perkembangan Neraca Perdagangan ................................................................... 103
NERACA MODAL DAN FINANSIAL ............................................................................... 106
CADANGAN DEVISA .................................................................................................... 108
PERKEMBANGAN INVESTASI ...................................................................................... 110
PERKEMBANGAN INVESTASI ...................................................................................... 111
PERKEMBANGAN INVESTASI ...................................................................................... 112
Isu Terkini Perkembangan Investasi .................................................................... 112
PERKEMBANGAN INVESTASI ...................................................................................... 113
REALISASI INVESTASI .................................................................................................. 114
Realisasi Per Sektor .............................................................................................. 115
Realisasi Per Lokasi .............................................................................................. 116
Realisasi per Negara ............................................................................................. 118
PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN .......................................................... 120
PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN .......................................................... 121
PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER ................................................................... 122
Tingkat Inflasi ....................................................................................................... 122
Nilai Tukar Rupiah ................................................................................................ 125
SEKTOR PERBANKAN .................................................................................................. 129
LAMPIRAN ................................................................................................................... XIII
Lampiran 1: Inflasi Domestik ....................................................................................... XIV
Lampiran 1: Inflasi Domestik (lanjutan) ....................................................................... XV
Lampiran 2: Nilai Tukar Mata Uang ............................................................................. XVI
Lampiran 3: Indeks Saham Global .............................................................................. XVII
Lampiran 4: Indeks Harga Komoditas Internasional.................................................. XVIII
Lampiran 5: Harga Bahan Pokok Nasional ................................................................... XIX
VIII
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Belanja Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi ........................................................................ 5
Tabel 2. Hasil Regresi Newey-west autocorrelation-heteroscedastic SE .................................................. 6
Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF............................................................................. 14
Tabel 4. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Menurut ADB (YoY) ....................................................... 17
Tabel 5. Tingkat Inflasi Global Triwulan I-2016 (% YoY) .......................................................................... 21
Tabel 6. Perubahan Suku Bunga Bank Sentral Beberapa Negara Triwulan I Tahun 2016 (persentase poin) ................................................................................................................................................................ 24
Tabel 7. Posisi Cadangan Devisa Beberapa Bank Sentral (miliar USD) ................................................... 24
Tabel 8.Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih ....................................................................... 27
Tabel 9. Perkembangan Harga Minyak dan Gas Dunia ........................................................................... 29
Tabel 10. Status Perjanjian Ekonomi Internasional ................................................................................ 33
Tabel 11. Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia .............................................. 34
Tabel 12. Ekspor Indonesia-ASEAN (juta USD) ....................................................................................... 35
Tabel 13.Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan I Tahun 2016 Menurut Lapangan Usaha (YoY) ............................................................................................................................ 47
Tabel 14. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan I Tahun 2016 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) .......................................................................................................... 50
Tabel 15. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan I Tahun 2016 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya .................................................................................................................. 57
Tabel 16. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Mei 2015 – April 2016 .............................................. 58
Tabel 17. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan I Tahun 2016 ............................................. 61
Tabel 18. Perkembangan Realisasi Komposisi Pembiayaan APBN, 2011 – 2016 (Rp triliun) .................. 86
Tabel 19. Posisi Utang Pemerintah 2011-2015 (Rp triliun) ..................................................................... 86
Tabel 20. Perkembangan Realisasi Pembayaran Pokok dan Bunga Utang Pemerintah Pusat 2011 – 2016 (Rp triliun)............................................................................................................................................... 87
Tabel 21. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2011 - 2016 (triliun Rupiah) ................................ 88
Tabel 22. Posisi Pinjaman Luar Negeri Berdasarkan Kreditur (Rp Triliun) .............................................. 90
Tabel 23. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan I Tahun 2016 (Miliar USD)95
Tabel 24.Perkembangan Ekspor Triwulan I Tahun 2016......................................................................... 96
Tabel 25.Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Nonmigas Terbesar Triwulan I Tahun 2016 ........................................................................................................................................................ 98
Tabel 26.Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar Triwulan I Tahun 2016 ........... 99
Tabel 27.Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama Triwulan I Tahun 2016 ............... 99
Tabel 28. Perkembangan Impor Triwulan I Tahun 2016 ....................................................................... 101
IX
Tabel 29.Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan I Tahun 2016 .............................................................................................................................................................. 102
Tabel 30.Negara Utama Asal Impor Nonmigas Triwulan I Tahun 2016 ................................................ 103
Tabel 31.Neraca Perdagangan Indonesia Triwulan I Tahun 2016 ......................................................... 104
Tabel 32.Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Triwulan I Tahun 2016 ......................................... 104
Tabel 33.Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Triwulan I Tahun 2016 ............................................ 105
Tabel 34.Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Triwulan I Tahun 2016 .......................................... 105
Tabel 35.Neraca Perdagangan Indonesia-India Triwulan I Tahun 2016 ............................................... 106
Tabel 36.Neraca Perdagangan Indonesia-Thailand Triwulan I Tahun 2016 .......................................... 106
Tabel 37. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan I Tahun 2016 (persen) .......................................... 113
Tabel 38. Realisasi PMA dan PMDN Tahun 2010- Triwulan I Tahun 2016 ............................................ 114
Tabel 39. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan I Tahun 2016 Berdasar Sektor ................................................................................................................................................... 115
Tabel 40. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2016 ............................................... 116
Tabel 41. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan I 2016 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun) .................................................................................................................................................. 116
Tabel 42. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan I 2016 Berdasarkan Lokasi (USD Miliar) ................................................................................................................................................... 117
Tabel 43. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2016 ................................................ 118
Tabel 44. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan I Tahun 2016 .............................. 118
Tabel 45. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan I- 2016 ............................................................................. 123
Tabel 46. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen ................................................................ 123
Tabel 47. Inflasi berdasarkan Sumbangan (Share) Tahun 2015 ............................................................ 124
Tabel 48. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Bulanan ..................... 124
Tabel 49. Nilai Tukar Mata Uang per USD ............................................................................................. XVI
Tabel 50. Indeks Saham Global ............................................................................................................. XVII
Tabel 51. Indeks Harga Komoditas Internasional ................................................................................ XVIII
Tabel 52. Harga Bahan Pokok Nasional ................................................................................................. XIX
XI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Belanja Pemerintah (Persen PDB) ................................................................................................. 5
Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I Tahun 2016 di Beberapa Negara (YoY) ................................ 11
Gambar 3. Tingkat Pengangguran di Beberapa Negara................................................................................ 13
Gambar 4. Posisi USD terhadap Mata Uang Negara Lain per 31 Januari 2016 (% YtD) ............................... 19
Gambar 5. Posisi USD terhadap Mata Uang Negara Lain per 29 Februari 2016 (% YtD) ............................. 20
Gambar 6. Posisi USD terhadap Mata Uang Negara Lain per 31 Maret 2016 (% YtD) ................................. 20
Gambar 7. Indeks Saham BRIC & Indonesia ................................................................................................. 26
Gambar 8. Indeks Saham ASEAN-3 & Indonesia ........................................................................................... 26
Gambar 9. Indeks Saham Negara Maju & Indonesia .................................................................................... 27
Gambar 10. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pertambangan dan Gas Alam ................................... 30
Gambar 11. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global .......................................................... 31
Gambar 12. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi ................................. 34
Gambar 13. Persentase Penggunaan SKA Nonpreferensi terhadap Total SKA Nonpreferensi ..................... 35
Gambar 14. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014- Triwulan I Tahun 2016 (Persen) .... 45
Gambar 15. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Enam Pulau Besar di Indonesia ...................................... 52
Gambar 16. Kontribusi di Enam Pulau Besar Indonesia terhadap PDB ........................................................ 53
Gambar 17. Perkembangan Indeks Harga Komoditas 12 Kebutuhan Pokok ................................................ 56
Gambar 18. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2013 – Triwulan I Tahun 2016 . 57
Gambar 19. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari 2015 – April 2016 ................. 60
Gambar 20. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2010 - Triwulan I Tahun 2016 .................. 61
Gambar 21. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, %) .......................................................... 62
Gambar 22. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Triwulan III Tahun 2015 (YoY, %) ... 63
Gambar 23. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas ............................................ 65
Gambar 24. Ekspor Produk Industri ............................................................................................................. 66
Gambar 25. Penanaman Modal Asing (PMA) Sektor Industri ...................................................................... 67
Gambar 26. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Sektor Industri ....................................................... 68
Gambar 27. Penjualan Mobil Triwulan I Tahun 2016 ................................................................................... 69
Gambar 28. Penjualan Motor Di Indonesia Triwulan I Tahun 2016.............................................................. 70
Gambar 29. Penjualan Semen Di Indonesia Triwulan I tahun 2016 (Ton) ................................................... 71
Gambar 30. Tenaga kerja Sektor Industri (Juta Jiwa) ................................................................................... 72
Gambar 31. Rata-rata Upah Sektor Manufaktur Tahun 2008-2015 ............................................................. 73
Gambar 32. Rerata Upah Sektoral Tenaga Kerja Indonesia pada Tahun 2015 ............................................. 73
XII
Gambar 33. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan IV Tahun 2015 ....................................................... 74
Gambar 34. Ketersediaan Lahan Kawasan Industri ...................................................................................... 76
Gambar 35. Net Sales Kawasan Industri (Ha) ............................................................................................... 76
Gambar 36. Jumlah Wisatawan Mancanegara Triwulan I Tahun 2016 ........................................................ 77
Gambar 37. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Lima Besar Pintu Masuk Utama Triwulan I Tahun 2016 .............................................................................................................................................................. 78
Gambar 38. Perkembangan Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah, 2010 – 2016 .................. 82
Gambar 39. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Negara, 2010 – 2016 ........................................... 83
Gambar 40. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Pusat, 2010 – 2016 (triliun rupiah) .. 84
Gambar 41. Komposisi Transfer ke Daerah, APBN 2016 (triliun rupiah) ...................................................... 84
Gambar 42. Perkembangan Realisasi Defisit APBN, 2010 – 2016 ................................................................ 85
Gambar 43. Perbandingan Rasio Utang Pemerintah antar Negara, 2015 (% PDB) ...................................... 87
Gambar 44. Komposisi Kepemilikan SBN oleh Asing berdasarkan Tenor (% Total SBN) .............................. 90
Gambar 45. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan I Tahun 2016 (Miliar USD) . 94
Gambar 46. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Maret 2016 ........................................................................... 96
Gambar 47.Nilai dan Volume Impor Hingga Maret 2016 ........................................................................... 100
Gambar 48. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan I Tahun 2016 (Miliar USD) ............................................................................................................................................................ 107
Gambar 49. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) ............................................................... 125
Gambar 50. Nominal Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) ........................................................ 126
Gambar 51. Pertumbuhan Uang Beredar Triwulan I-2016 ......................................................................... 127
Gambar 52. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia ................................................................... 129
Gambar 53. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia .................................................... 130
Gambar 54. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya ................................................... 131
Gambar 55. Inflasi YoY 82 Kabupaten/ Kota Januari-Maret 2016 .............................................................. XIV
Gambar 56. Inflasi MtM 82 Kabupaten/ Kota Januari-Maret 2016 ............................................................. XV
XIII
XI
1
POLICY BRIEF
POLICY BRIEF
2
Isu Sektor Fiskal
Dampak Belanja Pemerintah Terhadap Produktivitas Sektor Swasta di Indonesia
Oleh: Mochammad Firman Hidayat, SE, MA
Perencana Pertama – Direktorat Keuangan Negara dan Analisa Moneter
“Everyone wants to live at the expense of the state. They forget that the state wants to live at the
expense of everyone.” (Frederic Bastiat)
Studi ini meninjau kembali dampak belanja pemerintah terhadap perekonomian, dengan
memfokuskan pada produktivitas sektor swasta. Hasil studi ini menunjukkan adanya
hubungan positif antara belanja modal dengan produktivitas sektor swasta, sementara
belanja rutin cenderung tidak memiliki pengaruh. Temuan ini menunjukkan bahwa
kebijakan pemerintahan saat ini sudah “on track”. Temuan lain dari studi ini adalah
adanya indikasi efek crowding out ketika sektor BUMN didorong.
Pendahuluan
Peran pemerintah dalam perekonomian hingga saat ini terus menjadi
perdebatan. Meski diakui memiliki peran penting, utamanya di negara berkembang
seperti Indonesia, efektivitas kebijakan pemerintah dalam mendorong perekonomian
masih ambigu. Studi dari Easterly dan Rebelo (1993), Levine dan Zervos (1993)
menunjukkan hubungan positif antara belanja pemerintah dengan pertumbuhan
ekonomi. Sementara studi dari Landau (1983), Koester dan Kormendi (1989), Engen dan
Skinner (1992), atau Hansson dan Henrekson (1994) menunjukkan sebaliknya. Beberapa
studi lain menunjukkan hasil yang ambigu antara keduanya, seperti studi dari Agell, Lindh,
dan Ohlsson (1997) dan Katz, Mahler, dan Frans (1983).
Dalam konteks Indonesia, peran pemerintah dalam perekonomian dapat
dievaluasi dengan melihat seberapa besar belanja pemerintah diukur rasionya terhadap
PDB. Ditarik ke belakang, ukuran belanja pemerintah berfluktuasi seiring dengan kondisi
ekonomi (gambar 1.1). Tahun 1970an, di awal pemerintahan masa Order Baru, rasio
belanja pemerintah terhadap PDB kurang dari 15 persen, meningkat pada periode setelah
Oil Boom (tahun 1973/74) mencapai dan mencapai nilai tertinggi, 24,6 persen PDB, pada
tahun 1981. Belanja pemerintah kemudian turun hingga 10-12 persen PDB pada periode
sebelum krisis Asia 1997/1998. Selepas krisis Asia, belanja pemerintah kembali meningkat
hingga ke tingkat 19 persen PDB di tahun 2000. Saat ini tingkat belanja pemerintah turun
pada 13-14 persen PDB.
Namun bila rasio belanja pemerintah terhadap PDB disandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi, sekilas tidak terlihat hubungan positif antara keduanya (tabel
1.1). Sebagai ilustrasi, rata-rata pertumbuhan ekonomi di tahun 1970-74 lebih tinggi
3
dibandingkan dengan tahun 1980-84, meskipun rasio belanja pemerintah terhadap PDB
di periode tersebut lebih rendah. Belanja modal terlihat lebih memiliki dampak positif
terhadap pertumbuhan ekonomi daripada total belanja pemerintah. Era Order Baru yang
belanja modalnya relatif tinggi, menikmati pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi
dibandingkan era setelahnya.
Di era pemerintahan Jokowi JK, belanja-belanja yang non-produktif dikurangi dan
direalokasi ke belanja produktif diantaranya melalui reformasi subsidi energi,
pengurangan belanja rutin, dan peningkatan belanja modal, terutama belanja
infrastruktur. Di tengah tekanan eksternal yang menyebabkan turunnya kinerja investasi
dan ekspor, peningkatan kualitas belanja pemerintah tersebut diharapkan mampu
membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun dengan melihat ketidakjelasan
hubungan antara belanja pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi, efektivitas dari
kebijakan ini mungkin dipertanyakan oleh beberapa kalangan.
Berangkat dari kondisi tersebut, studi ini meninjau kembali peran efektivitas
belanja pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Perbedaan dengan
studi-studi sebelumnya, studi ini menggunakan pendekatan yang sama dengan Aschauer
(1989) yang memfokuskan dampak belanja pemerintah terhadap produktivitas sektor
swasta. Hasil studi ini menunjukkan belanja modal pemerintah secara signifikan
meningkatkan produktivitas sektor swasta, sementara belanja yang sifatnya rutin
cenderung tidak memiliki dampak. Hasil ini mendukung langkah kebijakan pemerintahan
Jokowi JK. Temuan lain yang cukup menarik adalah adanya indikasi crowding out effect,
ketika sektor BUMN meningkatkan belanjanya.
Model dan Data
Studi ini menggunakan pendekatan yang sama dengan Aschauer (1989). Model
yang digunakan adalah:
𝑌𝑡 = 𝐴𝑒𝜃𝑡𝐾𝑡𝛼𝑁𝑡
𝛽𝐺𝑡𝛾𝐶𝑡1−𝛼−𝛽−𝛾
Dimana:
𝑌𝑡 = PDB sektor swasta (Total GDP minus GDP sektor jasa pemerintahan)
𝐴 = Total Factor Productivity (TFP)
𝐾 = Stok capital swasta
𝑁 = Stok tenaga kerja
𝐺 = Belanja modal pemerintah (dibagi
𝐶 = Pengeluaran konsumsi pemerintah
Dalam studi ini ada beberapa spesifikasi model yang digunakan. Di salah satu
spesikasi, selain swasta dan pemerintah, satu sektor lain, yakni BUMN ditambahkan
sebagai variable lain dalam model. Variabel dummy digunakan untuk menangkap
4
penurunan produktivitas selepas krisis Asia pada tahun 1997-1998. Data yang digunakan
adalah data tahunan, dari tahun 1984-2012. Semua variable dalam model adalah per stok
kapital dan dalam bentuk logaritma, kecuali variable dummy.
Hasil Estimasi
Hasil estimasi dapat dilihat pada tabel 1.2, yang merupakan hasil estimasi dengan
menggunakan Newey-West autocorrelation-Heteroscedasticity consistent standard
errors. Hasil estimasi menunjukkan:
Stok kapital sektor publik yang dihasilkan oleh pengeluaran/belanja modal
pemerintah meningkatkan produktivitas sektor non-pemerintah/sektor swasta.
Hubungan tersebut cukup besar, signifikan secara statistik dan robust dengan
berbagai alternatif spesifikasi model.
Penyediaan jasa pemerintah yang dihasilkan oleh pengeluaran pemerintah rutin
(konsumsi), dampaknya terhadap produktivitas sektor swasta tidak begitu kuat
(meyakinkan) secara statistik.
Pada spesifikasi yang memisahkan sektor BUMN (kolom 4 dan 5), stok capital yang
dimiliki oleh BUMN berdampak negatif terhadap produktivitas sektor swasta.
Hubungan negatif antara keduanya mengindikasikan terjadinya efek.crowding-
out, yang biasa dikenal dalam berbagai literatur makroekonomi.
Rekomendasi Kebijakan
Berikut beberapa rekomendasi kebijakan dari hasil estimasi studi ini:
Peningkatan dan penguatan peran negara (misalkan dengan peningkatan belanja
pemerintah) adalah “on track”.
Reaolokasi anggaran ke belanja investasi infrastruktur besar-besaran yang
dilakukan oleh pemerintahan Jokowi JK sudah pada arah yang benar dalam rangka
mendukung aktivitas ekonomi sektor swasta. Mengingat sektor swasta adalah
tulang punggung ekonomi, peningkatan aktivitas sektor swasta akan berdampak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Jika melihat kondisi saat ini yang menunjukkan belum bergeraknya sektor swasta
terlepas dari besarnya belanja infrastruktur yang sudah dikeluarkan oleh
pemerintah, kemungkinan besar disebabkan oleh adanya lag yang tidak ditangkap
oleh model.
Pengurangan belanja yang sifatnya konsumtif oleh pemerintahan Jokowi-JK juga
sudah tepat. Dalam jangka pendek mungkin dampak ke pertumbuhan ekonomi
lebih tinggi, tetapi tidak pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Retorika
konsumsi pemerintah sebagai pendorong pertumbuhan hanya terkait fluktuasi
permintaan agregat bukan pertumbuhan ekonomi potensial.
5
Hubungan yang tidak negatif (ekonometrik) berimplikasi bahwa pengeluaran
rutin memang tidak bersifat growth-promoting tapi sangat mungkin bersifat
welfare-enhancing. Masyarakat (pembayar pajak) juga menikmati pelayanan jasa
publik. Selain itu pengeluaran rutin adalah peran negara yang terpisahkan dalam
konteks keadilan ekonomi yang berbasis konstitusi.
Adanya indikasi crowding out ketika stok kapital BUMN yang ditingkatkan harus
menjadi perhatian oleh pemerintah. Peningkatan PMN ke BUMN harus dihitung
dengan cermat dengan mempertimbangkan efek negatifnya terhadap
produktivitas sektor swasta.
Gambar 1. Belanja Pemerintah (Persen PDB)
Tabel 1. Belanja Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi
Periode Total Belanja
Pemerintah (% PDB)
Belanja Pemerintah Pusat
(% PDB)
Belanja Modal
(% PDB)
Pertumbuhan Ekonomi
(%)
1970-74 13.6 12.2 3.8 8.1
1975-79 19.3 15.4 6.8 7.7
1980-84 23.3 19.3 9.4 6.7
1985-89 19.4 15.7 7.1 5.7
1990-94 17.9 14.6 7.1 8.3
1995-99 14.6 12.2 4.6 3.0
2000-04 21.3 15.9 3.0 4.6
2005-09 19.7 13.5 2.2 5.6
2010-14 17.7 12.3 1.6 5.8
0
5
10
15
20
25
30
19
69
19
71
19
73
19
75
19
77
19
79
19
81
19
83
19
85
19
87
19
89
19
91
19
93
19
95
19
97
19
99
20
01
20
03
20
05
20
07
20
09
20
11
20
13
Total Government Spending Central Government Spending
6
Tabel 2. Hasil Regresi Newey-west autocorrelation-heteroscedastic SE
Note: * p<0.1; ** p<0.05; *** p<0.01, kecuali variable dummy semua dalam bentuk logaritma; Y/K PDB
per stok kapital sektor swasta; (Y/K)’ PDB per stok capital di luar sektor pemerintah dan BUMN
7
8
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
9
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
10
Perbaikan ekonomi global yang melambat tetap berlanjut,
seiring dengan peningkatan gejolak pasar keuangan.
Pelemahan aktivitas perekonomian negara-negara maju
akhir tahun 2015 dan tekanan di beberapa negara
berkembang belum menunjukkan tanda akan mereda.
Selain itu, faktor-faktor lain seperti rebalancing secara
bertahap perekonomian Tiongkok, tanda-tanda
pelemahan ekonomi di beberapa negara berkembang
besar lainnya, dan penurunan harga komoditas energi
juga mempengaruhi kinerja ekonomi akhir tahun 2015.
Pada awal tahun 2016, kekhawatiran akan risiko tinggi dan
terbatasnya ruang kebijakan menyebabkan penilaian aset
dan harga minyak menurun tajam. Namun demikian,
sentimen pasar mulai membaik pada pertengahan bulan
Februari 2016 dan perbaikan secara keseluruhan pada
bulan Maret 2016.
Sementara itu, harga minyak mentah turun mencapai 32,0
persen sepanjang bulan Agustus 2015 hingga Februari
2016. Kondisi ini dipengaruhi oleh pasokan minyak yang
cukup kuat dari negara-negara OPEC dan Rusia. Selain itu,
kemungkinan pasokan lebih tinggi dari Iran, penguatan
permintaan global, dan perkiraan pertumbuhan ekonomi
jangka menengah global juga mempengaruhi harga
minyak. Pergerakan harga komoditas batu bara dan gas
alam sejalan dengan harga minyak mentah, termasuk
indeks harga kontrak minyak. Pelemahan harga komoditas
nonminyak seperti metal dan komoditas pertanian turun
sebesar 9,0 persen dan 4,0 persen. Kelebihan pasokan
minyak mendorong persediaan OECD mencapai level
cukup tinggi, meskipun permintaan minyak cukup kuat
dan harga jauh lebih rendah pada tahun 2015. Pada bulan
Maret 2016, perubahan harga minyak secara umum
seiring pemulihan sentimen pasar keuangan.
Perbaikan ekonomi global yang melambat tetap berlanjut, seiring dengan peningkatan gejolak pasar keuangan.
Harga komoditas hingga bulan Februari 2016 mengalami penurunan, akibat pasokan minyak cukup kuat dari negara-negara OPEC dan Rusia, penguatan permintaan global.
11
PERTUMBUHAN EKONOMI
Pertumbuhan Ekonomi Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I Tahun 2016 di Beberapa Negara (YoY)
Sumber: BEA, CAO, Eurostat, IBGE, NBSC, ONS, Singstat (diolah)
Perekonomian negara-negara di berbagai kawasan pada
triwulan I tahun 2016 mengalami perlambatan. Bureau of
Economic Analysis merilis kondisi ekonomi Amerika
Serikat (AS) mengalami pertumbuhan sebesar 0,5 persen
(YoY) atau terendah sejak triwulan I tahun 2014. Hal ini
dipengaruhi oleh pelemahan pengeluaran konsumsi dan
apresiasi mata uang USD. Namun demikian, pasar tenaga
kerja masih sedikit mendorong pertumbuhan pada
triwulan I tahun 2016. Pada bulan Maret 2016, defisit
neraca perdagangan turun menjadi sebesar USD56,90
atau terendah sejak bulan Februari 2015.
Perekonomian Uni Eropa kembali kehilangan momentum
pertumbuhan pada triwulan I tahun 2016. Kondisi
dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi Amerika Serikat,
krisis migran terkait jumlah pengungsi yang meningkat,
dan kemungkinan Inggris meninggalkan keanggotaan Uni
Eropa. Namun demikian, kondisi perekonomian Uni Eropa
telah memasuki fase penguatan dengan mayoritas negara
mengalami pertumbuhan kecuali Yunani dan Latvia.
Sementara itu, perekonomian Jerman tumbuh mencapai
1,6 persen. Hal ini didorong oleh konsumsi domestik yang
menguat dan dampak ekspansi kebijakan moneter
0,6
3,9
2,0 1,40,5
1,7 1,9 1,9 1,81,71,2 1,6 1,7 1,3 1,6
-1,0
0,7 1,70,7
1,7
7,0 7,0 6,9 6,8 6,7
-0,7-1,9
-4,5-3,8
-0,2
-6,0-5,0-4,0-3,0-2,0-1,00,01,02,03,04,05,06,07,08,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2015 2016
Pe
rce
nta
ge (
%,Y
oY
)
USA EU28 Germany UK Japan China Singapore Brazil
Kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) mengalami perlambatan dengan tumbuh sebesar 0,5 persen (YoY) atau terendah sejak triwulan I tahun 2014.
Perekonomian Uni Eropa kembali kehilangan momentum pertumbuhan akibat perlambatan ekonomi Amerika Serikat, krisis migran terkait jumlah pengungsi yang meningkat, dan kemungkinan Inggris meninggalkan keanggotaan Uni Eropa.
12
European Central Bank. Office of Nation Statistics juga
merilis data pertumbuhan ekonomi Inggris yang
melambat. Fluktuasi pasar keuangan global, kondisi
perdagangan dunia yang melambat, dan gejolak politik
menjelang referendum Inggris dari keanggotaan Uni
Eropa ikut mempengaruhi kinerja perekonomian
sepanjang bulan Januari hingga Maret 2016.
Sementara itu, perekonomian Tiongkok tumbuh sebesar
6,7 persen (YoY) atau paling rendah sejak triwulan I tahun
2009. Kondisi ini dipengaruhi oleh ketidakpastian
permintaan global, dan kinerja BUMN yang tetap
melemah. Namun demikian, kenaikan profit sektor
industri sejalan dengan perayaan tahun baru Imlek, dan
penguatan kinerja pasar real estate menjaga momentum
pertumbuhan ekonomi. Selain itu, stimulus kebijakan
moneter yang dimulai sejak bulan November 2014 mulai
membuahkan hasil, investasi yang berlebih di beberapa
sektor kunci, dan pengeluaran konsumsi yang tetap kuat.
Sementara itu, perekonomian Jepang mengalami fase
pertumbuhan tercepat dalam satu tahun yang
dipengaruhi oleh penguatan konsumsi swasta. Namun,
cepatnya kinerja ekonomi Jepang pada triwulan I tahun
2016 tidak dapat memperbaiki perekonomian setelah
mengalami resesi dua triwulan berturut-turut pada tahun
2015. Pergerakan data PDB akan mempengaruhi
kebijakan pemerintah Jepang untuk menunda kenaikan
pajak pertambahan nilai atau yang tidak direncanakan
tahun depan.
Berbeda dengan negara-negara lainnya, kinerja
perekonomian Brazil pada triwulan I tahun 2016 masih
terkontraksi (pertumbuhan negatif) sebesar 0,2 persen
(YoY). Kondisi ini dipengaruhi oleh penurunan investasi
berbagai perusahaan, gejolak politik dalam negeri, serta
kebijakan pemotongan pengeluaran pemerintah,
kenaikan tarif pajak dan listrik. Selain itu, investasi pada
triwulan I tahun 2016 juga turun sebesar 1,3 persen
Perlambatan ekonomi Tiongkok dipengaruhi oleh ketidakpastian permintaan global, investasi yang berlebih di beberapa sektor kunci, dan kinerja BUMN tetap melemah.
Kinerja perekonomian Brazil masih terkontraksi pada triwulan I tahun 2016 yang dipengaruhi oleh penurunan investasi dan gejolak politik dalam negeri.
Pada triwulan I tahun 2016, perekonomian Jepang mengalami fase pertumbuhan tercepat dalam satu tahun yang dipengaruhi oleh penguatan konsumsi swasta.
13
menandai penurunan tujuh bulan berturut-turut atau
periode terpanjang sejak tahun 1996. Pengeluaran
rumah tangga juga mengalami penurunan sebesar 1,5
persen yang menggambarkan kondisi triwulanan
terburuk sejak krisis keuangan global 2008.
Gambar 3. Tingkat Pengangguran di Beberapa Negara
Sumber: CEIC Data Manager
Seiring perlambatan ekonomi di beberapa negara, tren
tingkat pengangguran hingga triwulan I tahun 2016
cenderung berfluktuasi. Tingkat pengangguran Amerika
Serikat dalam tren menurun hingga triwulan I 2016 yang
menandai kuatnya pasar tenaga kerja dalam menahan
dampak pelemahan ekonomi global. Sejalan dengan tren
penurunan di Amerika Serikat, tingkat pengangguran Uni
Eropa (EU28) pada triwulan I tahun 2016 mencapai titik
terendah sejak bulan April 2009. Sebaliknya, tingkat
pengangguran Brazil pada triwulan I 2016 terus
meningkat hingga mencapai 10,2 persen atau setara
tingkat pengangguran Amerika Serikat pada krisis
keuangan tahun 2009. Hal ini disebabkan oleh kasus
korupsi Petrobas dan gejolak politik dalam negeri yang
masih terus berlangsung.
5,2
9,2
6,6
6,2
3,2
4,0
1,9
10,2
0,01,02,03,04,05,06,07,08,09,0
10,011,012,0
Q1Q2Q3Q4 Q1Q2Q3Q4 Q1Q2Q3Q4 Q1Q2Q3Q4 Q1
2012 2013 2014 2015 2016
Pe
rce
nta
ge (
%)
USA
EU28
Germany
Australia
Japan
China
Singapore
Brazil
Seiring perlambatan ekonomi di beberapa negara, tren tingkat pengangguran hingga triwulan I tahun 2016 cenderung berfluktuasi.
14
Perkiraan Ekonomi Dunia
Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF
WEO-IMF Realisasi Perkiraan
Kelompok Negara 2015 2016 2017
Dunia 3,1 3,2 3,5
Negara Maju 1,9 1,9 2,0
Amerika Serikat 2,4 2,4 2,5
Kawasan Eropa 1,6 1,5 1,6
Jerman 1,5 1,5 1,6
Inggris 2,2 1,9 2,2
Jepang 0,0 0,5 0,5
Australia 2,5 2,5 3,0
Negara Berkembang 4,0 4,1 4,6
Tiongkok 6,9 6,5 6,2
India 7,3 7,5 7,5
ASEAN-5 4,7 4,8 5,1
Amerika Latin dan Karibia -0,1 -0,5 1,5
Brazil -3,8 -3,8 0,0
Sub Sahara Afrika 3,4 3,0 4,0
Afrika Selatan 1,3 0,6 1,2
Sumber: World Economic Outlook, April 2016
IMF menjelaskan resiko ketidakpastian aktivitas ekonomi
global masih menandai kelanjutan pelemahan kondisi
ekonomi negara-negara berkembang dan perbaikan
ekonomi negara-negara maju. Pertumbuhan PDB negara-
negara berkembang tahun 2016 hanya akan mengalami
sedikit perbaikan dibandingkan tahun 2015. Kondisi ini
disebabkan oleh melemahnya kondisi ekonomi negara-
negara eksportir minyak dan negara-negara eksportir
komoditas nonminyak di kawasan Amerika Latin, serta
perlambatan ekonomi Tiongkok. Namun demikian,
aktivitas perekonomian negara-negara berkembang
diperkirakan akan menguat pada tahun 2017. Hal ini
dipengaruhi oleh perbaikan kondisi makroekonomi
negara-negara di kawasan Amerika Latin dan Sub Sahara
Afrika, walaupun perlambatan Tiongkok diperkirakan
tetap berlangsung.
Resiko ketidakpastian aktivitas ekonomi global masih menandai kelanjutan pelemahan kondisi ekonomi negara-negara berkembang dan perbaikan ekonomi negara-negara maju.
15
Sementara itu, moderasi pertumbuhan di negara-negara
maju masih terjadi pada tahun 2016, yang tercermin dari
rendahnya harga komoditas energi dan kebijakan
moneter akomodatif di beberapa negara, termasuk
kemungkinan kelanjutan pengetatan moneter di Amerika
Serikat. Pada tahun 2017, kinerja perekonomian sebagian
besar negara-negara maju akan semakin membaik,
meskipun ekonomi Jepang diperkirakan melemah akibat
rencana kenaikan pajak pertambahan nilai.
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan
tetap dalam fase moderat. Hal ini didorong oleh
penguatan kondisi neraca keuangan, kebijakan fiscal drag
yang tidak berlanjut pada tahun 2016, dan perbaikan
pasar perumahan. Fiscal drag adalah pengaruh negatif
pada perekonomian yang terjadi ketika kenaikan rata-
rata tingkat pajak karena pembayar pajak telah bergerak
ke dalam kelompok pendapatan tinggi selama ekspansi
ekonomi. Penguatan mata uang Dolar, perlambatan
ekonomi negara-negara mitra dagang, penurunan
investasi di bidang energi, dan pengetatan kondisi
keuangan domestik di sektor tertentu (industri terkait
minyak dan gas) juga diperkirakan mempengaruhi kondisi
perekonomian AS pada tahun 2016. Selanjutnya, potensi
pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat tahun 2017 tetap
dalam kisaran 2,0 persen akibat aging population dan
rendahnya pertumbuhan total factor productivity.
Di sisi lain, perbaikan ekonomi di kawasan Eropa
diperkirakan terus berlanjut pada tahun 2016-2017 dan
pertumbuhannya cenderung moderat. Hal ini disebabkan
oleh pelemahan permintaan eksternal sebagai akibat dari
rendahnya harga komoditas energi, penguatan kinerja
fiskal yang masih moderat, dan perbaikan kondisi
keuangan. Perkiraan laju pertumbuhan PDB di kawasan
Eropa masih dipengaruhi oleh dampak krisis seperti
tingginya tingkat utang pemerintah dan swasta,
rendahnya investasi, dan masih tingginya tingkat
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan dalam fase moderat, akibat penguatan kondisi neraca keuangan, kebijakan fiscal drag yang tidak berlanjut di tahun 2016, dan perbaikan pasar perumahan.
Perbaikan ekonomi di kawasan Eropa diperkirakan terus berlanjut pada tahun 2016-2017 akibat pelemahan permintaan eksternal, sebagai akibat dari rendahnya harga komoditas energi, penguatan kinerja fiskal masih moderat, dan perbaikan kondisi keuangan.
16
pengangguran dalam jangka panjang. Sementara itu,
perekonomian Inggris diperkirakan moderat yang
disebabkan oleh rendahnya harga komoditas energi,
kenaikan pasar properti, konsolidasi fiskal, dan
ketidakpastian terkait Referendum dari keanggotan Uni
Eropa pada bulan Juni 2016.
Pada tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Jepang tetap
pada kisaran 0,5 persen. Hal ini disebabkan oleh apresiasi
mata uang Yen dan melemahnya permintaan negara-
negara berkembang. Namun demikian, rendahnya harga
komoditas energi, stimulus fiskal, dan kebijakan
pelonggaran moneter melalui suku bunga sentral yang
negatif diperkirakan tetap menjaga momentum
pertumbuhan. Sebaliknya, kontraksi perekonomian
Jepang diperkirakan terjadi pada tahun 2017 akibat
rencana kenaikan pajak pertambahan nilai dan
penurunan jumlah angkatan kerja.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan
sedikit meningkat dibandingkan perkiraan sebelumnya
seiring dengan kebijakan stimulus. Pelemahan di sektor
industri, manufaktur, dan perumahan masih terus
berlanjut. Namun demikian, reformasi struktural
Tiongkok diharapkan dapat menjaga ekonomi agar tetap
dalam sasaran pertumbuhan yang ditetapkan. Disisi lain,
perekonomian India akan dipengaruhi oleh kenaikan
konsumsi swasta sebagai akibat rendahnya harga
komoditas dan tinggi pendapatan riil. Selain itu,
perbaikan sentimen, aktivitas industri, dan investasi
swasta diperkirakan mendorong pertumbuhan semakin
kuat. Perekonomian ASEAN-5 akan melambat dibeberapa
negara seperti Thailand dan Vietnam, dan moderat di
beberapa negara seperti Indonesia, Filipina dan Malaysia.
Pada tahun 2017, pertumbuhan ekonomi ASEAN-5
diperkirakan terus meningkat seiring dengan potensi
penguatan permintaan domestik dan kenaikan bertahap
tingkat ekspor.
Pertumbuhan ekonomi Tiongkok sedikit meningkat dibandingkan perkiraan sebelumnya seiring dengan kebijakan stimulus, sedangkan perbaikan ekonomi India dan ASEAN-5 terus berlanjut pada tahun 2016-2017.
Perekonomian Jepang tetap dalam kisaran 0,5 persen karena apresiasi mata uang Yen dan melemahnya permintaan negara-negara berkembang, walaupun kontraksi diperkirakan terjadi pada tahun 2017.
17
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di kawasan Amerika
Latin dan Karibia diperkirakan negatif pada tahun 2016, dan
akan kembali menguat hingga tumbuh 1,5 persen pada
tahun 2017. Proyeksi penurunan harga komoditas dan
pergolakan domestik menekan kinerja perekonomian
beberapa negara di Amerika Latin, terutama negara-negara
yang perekonomian nya berbasis sumber daya alam.
Sementara itu, Brazil sebagai salah satu perekonomian
terbesar di kawasan Amerika Latin diperkirakan kembali
tumbuh negatif. Resesi ekonomi berdampak pada tenaga
kerja, pendapatan riil, dan ketidakpastian kondisi domestik
membatasi kemampuan pemerintah untuk merumuskan
dan melaksanakan kebijakan.
Perekonomian di kawasan Sub Sahara Afrika cenderung
mengalami perlambatan kondisi eksternal yang tidak
menguntungkan bagi negara dengan resource intensive,
akibat penurunan harga komoditas dan pengetatan
keuangan global. Sementara itu, Afrika Selatan juga
diperkirakan melambat karena harga ekspor yang lebih
rendah, peningkatan ketidakpastian kebijakan, serta
pengetatan kebijakan moneter dan fiskal.
Tabel 4. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Menurut ADB (YoY)
Pertumbuhan PDB (%)
2015
2016 2017
ADO
Projection
ADO
Projection
Asia 5,9 5,7 5,7
Asia Timur 6,0 5,7 5,6
Tiongkok 6,9 6,5 6,3
Jepang 0,5 0,6 0,5
Asia Selatan 7,0 6,9 7,3
India 7,6 7,4 7,8
ASEAN 4,4 4,5 4,8
Sumber: Asian Development Outlook, Maret 2016
Pertumbuhan ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan negatif pada tahun 2016, dan akan kembali menguat pada tahun 2017.
Perekonomian di kawasan Sub Sahara Afrika cenderung mengalami perlambatan sebagai dampak dari penurunan harga komoditas khususnya minyak mentah.
18
ADB memprediksi pada tahun 2016 perekonomian di kawasan Asia Timur masih melambat seiring dengan moderasi pertumbuhan Tiongkok. Disisi lain, pertumbuhan ekonomi Korea Selatan cenderung stabil dan perekonomian Taiwan akan mengakselerasi investasi pemerintah lebih tinggi. Penurunan output pertambangan akan mendorong perekonomian Mongolia tumbuh hingga dibawah 1,0 persen dan sektor pariwisata Hongkong mengalami perlambatan. Pada tahun 2017, penguatan permintaan domestik dan perbaikan ekonomi global diperkirakan mendorong perekonomian seluruh kawasan.
ADB memperkirakan pelemahan ekonomi Tiongkok lebih
lanjut pada awal tahun 2016 dan dampak jangka pendek
reformasi struktural termasuk berkurangnya investasi di
sektor industri. Namun, target stimulus fiskal sedikit
meredam laju pertumbuhan untuk menciptakan stabilitas
sosial ekonomi. Sementara itu, perekonomian Jepang
pada tahun 2016 didukung oleh perbaikan secara
bertahap permintaan eksternal. Pada tahun 2017,
perekonomian Jepang dipengaruhi oleh harga minyak
mentah global diperkirakan naik secara bertahap dan
rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai.
Berbeda dengan publikasi IMF, estimasi pertumbuhan
ekonomi di kawasan Asia Selatan pada tahun 2016
dipengaruhi oleh pelemahan ekonomi India, seiring
dengan penurunan tingkat ekspor dan tingkat investasi
baik pemerintah maupun swasta. Peningkatan investasi
akan membawa perbaikan ekonomi kawasan ini pada
tahun 2017. Disisi lain, perlambatan aktivitas ekonomi
negara-negara lain dapat memberi sentimen negatif bagi
pertumbuhan kawasan Asia Selatan. Kondisi ini
disebabkan oleh penurunan pendapatan sektor
pariwisata Maladewa, lambatnya pemulihan ekonomi
akibat gempa besar dan konflik politik Nepal, serta
reformasi fiskal Srilanka. Namun demikian, Bangladesh
dan Pakistan diperkirakan tumbuh moderat, seiring
ADB memprediksi pada tahun 2016 perekonomian di kawasan Asia Timur masih melambat seiring dengan moderasi pertumbuhan Tiongkok.
Pada tahun 2016, perekonomian Tiongkok yang melambat sebagai dampak jangka pendek reformasi struktural. Perekonomian Jepang didukung oleh perbaikan secara bertahap permintaan eksternal.
Estimasi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan pada tahun 2016 dipengaruhi oleh pelemahan ekonomi India.
19
dengan kelanjutan reformasi struktural dan
makroekonomi.
Pertumbuhan kawasan ASEAN pada tahun 2016
cenderung moderat. Kondisi ini digambarkan melalui
perkiraan peningkatan investasi infrastruktur dan
pelaksanaan reformasi kebijakan Indonesia, perbaikan
bertahap ekonomi Thailand, penguatan pertumbuhan
Filipina dari konsumsi swasta dan investasi. Disisi lain,
Malaysia akan kembali memasuki fase perlambatan
ekonomi dan perekonomian Myanmar kembali menguat
setelah bencana banjir besar tahun 2015.
PERKEMBANGAN KEUANGAN INTERNASIONAL
Nilai Tukar USD Terhadap Beberapa Mata Uang Negara Lain
Gambar 4. Posisi USD terhadap Mata Uang Negara Lain per 31 Januari 2016 (% YtD)
Pada akhir Januari 2016, USD mengalami penguatan terhadap
mayoritas mata uang negara lain jika dibandingkan awal
tahun (YtD) (Gambar 4). Hal ini terutama disebabkan oleh
keputusan peningkatan suku bunga The Fed pada
pertengahan Desember 2015. Peningkatan suku bunga The
Fed diyakini akan dilakukan secara bertahap selama tahun
2016. Akan tetapi, selama Februari hingga Maret 2016,
pergerakan USD semakin melemah (Gambar 5 dan 6) seiring
dengan melemahnya data-data perekonomian Amerika
Serikat antara lain berupa data inflasi dan indeks kepercayaan
Perkiraan ekonomi Kawasan ASEAN pada tahun 2016 cenderung tumbuh moderat dipengaruhi oleh antara lain peningkatan investasi infrastruktur dan pelaksanaan reformasi kebijakan di Indonesia.
-3,4-1,0
-0,8-0,4
0,20,5
0,91,0
1,11,3
1,82,12,3
2,53,7
4,2USD-RUBUSD-GBPUSD-INRUSD-KRW
USD-PHPUSD-CNY
USD-ZAR
USD-TRYUSD-BRLUSD-SGD
USD-JPYUSD-EUR
USD-IDRUSD-MMKUSD-THBUSD-MYR
Hingga akhir triwulan I tahun 2016, pergerakan USD semakin melemah terhadap mayoritas mata uang negara lain.
20
konsumen. Pelemahan data-data tersebut membuat The Fed
semakin berhati-hati dalam menaikan suku bunganya.
Sementara itu, jika dilihat pergerakannya secara YoY, USD
masih mengalami penguatan tertinggi terhadap beberapa
negara emerging market, seperti Brazil, Rusia, Turki, dan
Afrika Selatan pada akhir Januari dan Februari 2016 (Lampiran
2). Kondisi sebaliknya terjadi pada Maret 2016 dimana negara-
negara tersebut mengalami recovery nilai tukar mata uang.
Nilai penguatan USD terhadap mata uang tersebut semakin
kecil secara YoY diiringi dengan pelemahan USD yang terjadi
secara MtM dan YtD
Gambar 5. Posisi USD terhadap Mata Uang Negara Lain per 29 Februari 2016 (% YtD)
Gambar 6. Posisi USD terhadap Mata Uang Negara Lain per 31 Maret 2016 (% YtD)
Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan
Keterangan: angka negatif (-) : USD melemah terhadap mata uang lain angka positif : USD menguat terhadap mata uang lain.
-6,5-5,3
-3,3-2,1
-1,1-0,4
-0,20,9
1,31,41,5
2,03,5
3,75,5
6,2
USD-RUB
USD-GBP
USD-INR
USD-KRW
USD-PHPUSD-CNY
USD-ZARUSD-TRYUSD-BRL
USD-SGD
USD-JPY
USD-EUR
USD-IDRUSD-MMK
USD-THBUSD-MYR
-9,3-9,2
-7,8-7,0
-6,6-5,1
-4,6-4,5
-4,3-3,6
-2,5-2,5
-2,0-0,6
0,22,9
USD-RUB
USD-GBPUSD-INR
USD-KRWUSD-PHPUSD-CNY
USD-ZAR
USD-TRY
USD-BRL
USD-SGD
USD-JPY
USD-EUR
USD-IDR
USD-MMK
USD-THB
USD-MYR
21
Inflasi
Tabel 5. Tingkat Inflasi Global Triwulan I-2016 (% YoY)
Januari Februari Maret
Indonesia 4,14 4,42 4,45
BRIC
Brazil 10,71 10,36 9,39
Russia 9,8 8,1 7,3
India 5,91 5,53 5,51
Tiongkok 1,8 2,3 2,3
ASEAN
Singapura -0,6 -0,8 -1
Malaysia 3,5 4,2 2,6
Thailand -0,53 -0,5 -0,46
Filipina 1,3 0,9 1,1
Vietnam 0,8 1,27 1,69
Negara Maju
Kawasan Euro 0,3 -0,2 0
Amerika Serikat 1,4 1 0,9
Inggris 0,3 0,3 0,5
Jepang 0 0,3 -0,1
Sumber: Bloomberg, data
Penurunan inflasi terutama terjadi pada kawasan Euro,
Amerika Serikat, dan Jepang. Pada akhir Maret 2016,
Kawasan Euro, Amerika Serikat, dan Jepang masing-
masing mencatatkan inflasi sebesar 0 persen, 0,9 persen,
dan -0,1 persen (Tabel 5). Penurunan ini merupakan
dampak dari penurunan harga minyak dunia. Sementara
itu, Inggris adalah salah satu negara maju yang mengalami
peningkatan inflasi selama triwulan I 2016 dimana pada
akhir Maret 2016 mencatatkan inflasi sebesar 0,5 persen
yang pada periode sebelumnya sebesar 0,3 persen. Hal
ini terutama disebabkan oleh peningkatan tarif angkutan
udara, harga rumah, serta sandang.
Beberapa negara emerging market juga mengalami
penurunan tingkat inflasi antara lain Brazil, Rusia,
India, Singapura, Malaysia, dan Filipina (Tabel 5)
sejalan dengan masih berlanjutnya tren penurunan
harga minyak dunia selama triwulan I tahun 2016.
Penurunan inflasi secara YoY juga terjadi pada sebagian besar negara emerging market.
Secara YoY, mayoritas negara-negara maju mengalami penurunan tingkat inflasi selama triwulan I tahun 2016.
22
Sebaliknya, Tiongkok, Indonesia, Thailand, dan
Vietnam mengalami peningkatan tingkat inflasi
namun cukup terkendali. Tekanan inflasi pada
beberapa negara tersebut terutama disebabkan oleh
lonjakan harga pangan sebagai dampak El-Nino pada
tahun 2015 lalu yang mempengaruhi keseimbangan
sisi penawaran hingga awal 2016.
Kebijakan Bank Sentral
Selama triwulan I tahun 2016, People’s Bank of China
(PboC) masih melanjutkan pelonggaran kebijakan
moneter. Tindakan terakhir yang dilakukan PbOC selama
triwulan I 2016 adalah pemotongan reserve requirement
ratio (RRR) sebesar 50 basis poin (bps). Akan tetapi PbOC
tetap berhati-hati dan belum memutuskan untuk
memangkas suku bunga kebijakannya dengan segera
terutama karena mempertimbangkan ketidakpastian
kondisi ekonomi global. Pelonggaran kebijakan moneter
sempat menekan mata uang Yuan pada Januari dan
Februari 2016, akan tetapi pada akhir Maret 2016 Yuan
kembali menguat terhadap USD diiringi dengan
peningkatan cadangan devisa dibandingkan bulan
sebelumnya.
Peningkatan suku bunga The Fed pada Desember 2015
merupakan yang pertama sejak tahun 2006. Keputusan
The Fed dalam meningkatkan suku bunganya didasarkan
pada aktivitas ekonomi yang telah berkembang secara
moderat. Indikator pasar tenaga kerja yang menunjukkan
perbaikan beserta laju inflasi yang stabil di bawah 2
persen membuat The Fed semakin yakin untuk
meningkatkan suku bunga pada tingkat 0,5 persen. Hal
sebaliknya terjadi pada triwulan I tahun 2016, dimana The
Fed memutuskan untuk tidak meningkatkan suku
bunganya seiring dengan rilis data-data ekonomi (inflasi
dan keyakinan konsumen) yang tidak sesuai ekspektasi.
Pada triwulan I tahun 2016, Amerika Serikat (The Fed) belum mengambil langkah untuk kembali meningkatkan suku bunganya sejak Desember 2015.
Tiongkok masih melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter melalui pemotongan RRR sebesar 50 bps pada Februari 2016.
23
European Central Bank (ECB) melanjutkan pelonggaran
kebijakan moneter pada bulan Maret 2016 dengan
menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 5 basis poin
menjadi 0 persen. Suku bunga pinjaman turun sebesar 5
basis poin (0,25 persen) dan suku bunga deposito turun
sebesar 10 basis poin (-0,40 persen). Selain itu, ECB juga
memperpanjang tanggal jatuh tempo pembelian aset
(dari September 2016 menjadi Maret 2017) dan
berkomitmen untuk menginvestasikan kembali sekuritas
yang telah jatuh tempo untuk memenuhi likuiditas pada
operasi pasar terbuka hingga awal 2018. Sama halnya
dengan ECB, Bank of Japan (BoJ) juga tetap melakukan
stimulus moneter, bahkan pada akhir Januari 2016 BoJ
menurunkan suku bunga deposito menjadi -0,1 persen.
Hal ini dilakukan untuk menstimulus perekonomian dan
meningkatkan tingkat inflasi Jepang. Akan tetapi
kebijakan yang ditempuh oleh BoJ dianggap belum efektif
karena penurunan imbal hasil obligasi diiringi oleh
pelemahan saham dan apresiasi Yen. Kondisi ini tidak
membawa dampak positif terhadap peningkatan inflasi.
Perubahan suku bunga terjadi pada beberapa bank
sentral emerging market terutama untuk mengendalikan
laju inflasi dan menstimulus perekonomian (Tabel 6). Tren
penurunan harga komoditas dunia tidak menjadi
pertimbangan utama beberapa bank sentral untuk
melonggarkan kebijakan moneternya, seperti Meksiko,
Afrika Selatan, dan Nigeria karena tekanan penguatan
USD dirasakan sangat berdampak pada peningkatan
inflasi masing-masing negara tersebut. Sebaliknya, Bank
Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan tingkat
suku bunganya selama tiga periode berturut-turut pada
triwulan I tahun 2016 karena dinilai risiko depresiasi nilai
tukar telah berkurang sebagai dampak The Fed telah
meningkatkan suku bunganya, bahkan BI merencanakan
menggunakan suku bunga kebijakan 7-day reverse repo
Sementara itu, negara kawasan Eropa dan Jepang masih melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter.
Sejumlah bank sentral emerging market memilih untuk merubah suku bunganya pada triwulan I tahun 2016.
24
dalam rangka meningkatkan efektivitas transmisi
kebijakan moneter jangka pendek.
Tabel 6. Perubahan Suku Bunga Bank Sentral Beberapa Negara Triwulan I Tahun 2016 (persentase poin)
Negara Desember Januari Februari Maret
Swedia -0,35 -0,35 -0,5 -0,5
Kawasan Euro 0,05 0,05 0,05 0,00
Selandia Baru 2,5 2,5 2,5 2,25
Meksiko 3,25 3,25 3,75 3,75
Afrika Selatan 6,25 6,75 6,75 7,00
Nigeria 11 11 11 12
Indonesia 7,5 7,25 7 6,75
Kolombia 5,75 6 6,25 6,5
Sumber: Bank Indonesia dan Bloomberg
Cadangan Devisa
Selama triwulan I Tahun 2016, perekonomian global
sedang mengalami pemulihan namun cukup lambat dan
rentan terhadap gejolak keuangan. Pemulihan
pertumbuhan ekonomi diiringi dengan tren peningkatan
cadangan devisa berbagai negara kawasan. Kondisi
sebaliknya, cadangan devisa bank sentral Tiongkok secara
QtQ mengalami penurunan seiring terjadinya capital
outflow pada negara tersebut setelah The Fed menaikkan
suku bunganya pada akhir tahun 2015. Begitu juga
Singapura sebagai salah satu mitra dagang utama
Tiongkok juga mengalami sedikit penurunan cadangan
devisa secara QtQ (Tabel 7).
Tabel 7. Posisi Cadangan Devisa Beberapa Bank Sentral (miliar USD)
Desember’15 Januari’16 Februari’16 Maret’16 %QtQ
BRIC
Brazil 356,5 357,5 359,4 357,7 0,3
Rusia 368,4 371,6 380,5 387,0 5,1
India 350,4 349,6 348,4 360,2 2,8
Tiongkok 3330,0 3308,3 3294,0 3305,4 -0,7
ASEAN-5
Indonesia 105,9 102,1 104,5 107,5 1,5
Malaysia 95,3 95,5 95,6 97,0 1,8
Singapura 247,7 244,9 244,0 246,5 -0,5
Thailand 156,5 160,1 168,0 175,0 11,8
Filipina 80,7 80,7 81,9 83,0 2,9
Fragile-5
Turki 110,5 111,4 112,8 na na
Mayoritas beberapa Negara terpilih mengalami peningkatan cadangan devisa.
25
Desember’15 Januari’16 Februari’16 Maret’16 %QtQ
Afrika Selatan 45,8 45,1 45,7 na na
Negara Maju
Jepang 1.233,2 1248,1 1254,1 1262,1 2,3
Kawasan Euro 701,4 720,2 761,7 na na
Inggris 155,9 161,6 166,0 163,5 4,9
Amerika Serikat 118,5 117,3 119,0 118,7 0,2
Sumber: International Monetary Fund, data
Indeks Harga Saham
Pada posisi akhir bulan, sebagian besar negara dalam
triwulan I tahun 2016 mengalami tren penguatan saham,
khususnya jika dibandingkan secara bulanan (MtM) dan
awal tahun (YtD). Penguatan indeks saham yang cukup
tinggi dialami oleh negara-negara berkembang BRIC,
beberapa negara ASEAN dan beberapa negara maju
setelah Kebijakan moneter the Fed yang lebih jelas dan
akomodatif pada bulan Desember 2015 (Gambar 7,8,dan
9).
Kebijakan suku bunga The Fed tetap yang diumumkan
tertanggal 16 Maret tahun 2016 membuat pergerakan
saham dunia lebih menguat. Indeks saham Amerika
Serikat (DJIA dan S&P 500) sendiri di posisi akhir bulan
Maret ikut menguat sebesar 7,1 persen dan 6,6 persen.
Pada akhir Maret 2016, Indeks DJIA dan S&P 500 ditutup
pada level 17.685,1 dan 2.059,7. Penguatan bursa Wall
Street ini diikuti dengan penguatan indeks saham negara
maju lainnya dimana penguatan dialami oleh Jepang
(N255), saham Hongkong (Hang Seng) dan Euro (STOXX-
50) yang masing-masing mencapai 8,7 persen, 4,6 persen
dan 2,0 persen (Lampiran 3). Indonesia sebagai negara
emerging market yang berhasil mempertahankan
penguatan sahamnya (IHSG) pada bulan Maret 2016
sebesar 1,6 persen (MtM).
Mayoritas indeks saham dunia menguat dalam triwulan I tahun 2016.
Respon positif dari kebijakan moneter The Fed juga berdampak pada penguatan saham negara maju lainnya.
26
Gambar 7. Indeks Saham BRIC & Indonesia
Sumber: Bloomberg, diolah kembali
Gambar 8. Indeks Saham ASEAN-3 & Indonesia
Sumber: Bloomberg, diolah kembali
Pada akhir Januari tahun 2016, posisi IHSG pada level
4615,2 menguat bertahap menjadi 4.771,0 pada akhir
Februari 2016 dan 4.845,4 pada akhir Maret 2016 seiring
dengan sentimen positif pada pasar modal internasional
serta pelonggaran moneter di dalam negeri. Rata-rata
IHSG pada triwulan I tahun 2016 sebesar 4.695,5,
menguat 4,1 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.
Hal ini seiring dengan pergerakan indeks saham negara-
negara ASEAN (Malaysia, Singapura, dan Thailand),
negara maju, dan negara emerging market lainnya yang
cenderung menguat khususnya pada bulan Februari dan
Maret 2016 (Gambar 7,8, dan 9). Penguatan IHSG ini
60,00
80,00
100,00
120,00
140,00
160,00
Jan
-15
Feb
-15
Mar
-15
Ap
r-1
5
May
-15
Jun
-15
Jul-
15
Au
g-1
5
Sep
-15
Oct
-15
No
v-1
5
Dec
-15
Jan
-16
Feb
-16
Mar
-16
INDONESIA BRAZIL RUSIA INDIA TIONGKOK
75,00
80,00
85,00
90,00
95,00
100,00
105,00
110,00
Jan
-15
Feb
-15
Mar
-15
Ap
r-1
5
May
-15
Jun
-15
Jul-
15
Au
g-1
5
Sep
-15
Oct
-15
No
v-1
5
Dec
-15
Jan
-16
Feb
-16
Mar
-16
INDONESIA MALAYSIA SINGAPURA THAILAND
Posisi IHSG pada akhir triwulan I tahun 2016 menguat dibandingkan akhir triwulan sebelumnya.
27
terutama ditopang oleh kondusifnya perekonomian
domestik, penurunan BI rate dan likuiditas yang
membaik/melonggar.
Gambar 9. Indeks Saham Negara Maju & Indonesia
Sumber: Bloomberg, diolah kembali
PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL
Perkembangan Harga Internasional
Berdasarkan data harga komoditas internasional yang
didapat dari Bank Dunia, pada akhir triwulan I tahun 2016,
sebagian besar harga komoditas internasional yang
mengalami penurunan harga tertinggi secara berturut-
turut yaitu Nickel sebesar 40,9 persen yang diikuti oleh
Mexican Shrimp dan West Texas Crude Oil sebesar 31,6
persen dan 31,6 persen.
Sementara itu, peningkatan harga komoditas terbesar pada
akhir triwulan I 2016 adalah komoditas Cocoa yang
harganya naik sebesar 2,1 persen. Sedangkan Woodpulp
masih bertahan pada harga yang sama (YoY).
Tabel 8.Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih
Komoditas Unit Jan-16 Feb-16 Mar-16 Q1 2016
ENERGI
Coal, Australia ($/mt) 49,8 50,7 52,2 152,7
Crude Oil, West Texas ($/bbl) 31,5 30,4 37,8 99,7
PERTANIAN
Cocoa ($/kg) 3,0 2,9 3,1 8,9
Coffe, robusta ($/kg) 1,6 1,6 1,7 4,9
Palm Oil ($/mt) 566,0 640,0 686,0 1.892,0
Soybeans ($/mt) 367,0 369,0 375,0 1.111,0
60,00
110,00
160,00
Jan
-15
Feb
-15
Mar
-15
Ap
r-1
5
May
-15
Jun
-15
Jul-
15
Au
g-1
5
Sep
-15
Oct
-15
No
v-1
5
Dec
-15
Jan
-16
Feb
-16
Mar
-16
INDONESIA BRAZIL RUSIA INDIA TIONGKOK
Pada akhir triwulan I
tahun 2016, sebagian
besar komoditas
internasional terpilih
mengalami penurunan
harga.
28
Komoditas Unit Jan-16 Feb-16 Mar-16 Q1 2016
Shrimp, Mexican ($/kg) 10,4 11,0 11,0 32,5
Woodpulp ($/mt) 875,0 875,0 875,0 2.625,0
Rubber*, Singapore/MYS ($/kg) 1,2 1,3 1,4 3,9
LOGAM & MINERAL
Copper ($/mt) 4.471,8 4.598,6 4.953,8 14.024,2
Iron ore ($/dmtu) 42,0 47,0 56,0 145,0
Nickel ($/mt) 8.507,3 8.298,5 8.717,3 25.523,0
Tin ($/mt) 13.808,1 15.610,1 16.897,6 46.315,8
Zinc ($/mt) 1.520,4 1.709,9 1.801,7 5.031,9
INFLASI Unit Jan-16 Feb-16 Mar-16 Q1 2016
ENERGI
Coal, Australia (%) -4,4 1,8 2,9 -16,8
Crude Oil, West Texas (%) -15,3 -3,6 24,3 -31,6
PERTANIAN
Cocoa (%) -11,8 -1,2 5,4 2,1
Coffe, robusta (%) -5,8 -0,9 2,1 -22,2
Palm Oil (%) -0,4 13,1 7,2 -7,7
Soybeans (%) -1,3 0,5 1,6 -10,0
Shrimp, Mexican (%) 2,9 5,6 0,0 -31,6
Woodpulp (%) 0,0 0,0 0,0 0,0
Rubber*, Singapore/MYS (%) -2,2 3,1 15,1 -24,5
LOGAM & MINERAL
Copper (%) -3,6 2,8 7,7 -19,9
Iron ore (%) 2,4 11,9 19,1 -23,3
Nickel (%) -2,3 -2,5 5,0 -40,9
Tin (%) -6,0 13,1 8,2 -16,0
Zinc (%) -0,5 12,5 5,4 -19,4
Sumber: LCMO Pink Sheet, World Bank
Harga Minyak Dunia dan Gas Alam
Pada triwulan I tahun 2016, pergerakan harga minyak
mentah dunia secara umum mengalami kenaikan akibat
penurunan produksi. Tren harga minyak mentah
cenderung meningkat pada triwulan I tahun 2016
disebabkan oleh pernyataan Menteri Perminyakan Qatar
terkait pertemuan produsen minyak baik dari dalam
maupun luar negara – negara OPEC di Doha pada 17 April
2016 merencanakan penahanan tingkat produksi.
Sementara itu, 15 negara OPEC dan NonOPEC yang hadir
yang menguasai 73,0 persen suplai minyak mentah dunia.
Berdasarkan laporan EIA (Energy Information
Administration), terdapat penurunan stok distillate sebesar
1,3 juta barel dan stok gasoline sebesar 9,9 juta barel di
Pada triwulan I tahun 2016, pergerakan harga minyak mentah dunia secara umum mengalami kenaikan akibat penurunan produksi.
29
Amerika Serikat pada akhir bulan Maret 2016,
dibandingkan stok pada akhir bulan Februari 2016. Kondisi
ini dapat mendorong harga minyak mentah menguat,
mengingat Amerika Serikat merupakan konsumen minyak
kedua terbesar di dunia.
Pergerakan harga minyak ICP sejalan dengan harga minyak
mentah utama di pasar internasional. Peningkatan harga
minyak ICP disebabkan oleh produksi minyak mentah OPEC
mengalami penurunan produksi bulan Maret 2016 sebesar
0,21 juta barel per hari atau menjadi sebesar 95,73 juta
barel per hari. Untuk kawasan Asia Pasifik, peningkatan
harga minyak mentah dipengaruhi oleh kenaikan impor
mentah Tiongkok dari Kuwait sebesar 2,1 persen menjadi
250 ribu BOPD dibandingkan bulan sebelumnya, dan
utilisasi kilang di Jepang sebesar 1,0 persen menjadi
sebesar 543.509 kilo liter perhari.
Tabel 9. Perkembangan Harga Minyak dan Gas Dunia
Harga Minyak Mentah dan Gas Dunia
Rata-rata Triwulanan Rata-rata Bulanan
2015 2016 2016
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Jan Feb Mar
Minyak Mentah (USD/barel)
Crude Oil (Rata-rata) 51,6 60,5 48,8 42,2 31,3 28,7 29,6 35,7
Crude Oil; Brent 53,9 62,1 50,0 43,4 34,4 30,8 33,2 39,1
Crude Oil; Dubai 52,2 61,4 49,9 41,4 30,6 27,0 29,5 35,2
Crude Oil; WTI 48,6 57,8 46,4 42,0 33,2 31,5 30,4 37,8
Indonesian Crude Price Oil
51,6 60,5 45,9 40,2 30,2 27,5 28,9 34,2
Gas (USD/mmbtu)
Gas Alam 2,8 2,7 2,7 2,2 2,0 2,2 1,9 1,8
Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM, EIA
Pergerakan harga minyak ICP sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar internasional.
30
Pada triwulan I tahun 2016, harga gas alam cenderung
menurun. Kondisi ini dipengaruhi oleh permintaan yang
menurun, seiring dengan temperatur udara yang lebih
hangat dibandingkan kondisi normal ketika musim dingin.
Selain itu, tingkat persediaan yang relatif tinggi dan
meningkatnya produksi gas alam mempengaruhi
penurunan harga gas alam. Selain itu, penurunan harga
komoditas energi sejak awal tahun memaksa perusahaan
mengurangi kapasitas produksi termasuk wilayah
Marcellus yang menyimpan shale gas terbesar di Amerika
Serikat.
Indeks Harga Komoditas Pertambangan
Gambar 10. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pertambangan dan Gas Alam
Sumber: Bloomberg, data diolah
(29 Mei 2014=100)
Penurunan terdalam harga komoditas minyak dunia
(Brent dan WTI) terjadi selama bulan Januari 2015 dan
menyentuh angka di bawah 30 USD/barrel. Penurunan
harga terutama berasal dari spekulasi peningkatan
pasokan minyak mentah akibat konflik nuklir Iran dan
penambahan kilang minyak AS. Akan tetapi, pada akhir
Februari 2016, secara MtM harga minyak dunia
mengalami peningkatan. Begitu juga pada akhir Maret
2016, baik secara MtM maupun YtD (Lampiran 4).
Peningkatan harga minyak terutama berasal dari
sentimen positif dari penurunan pasokan minyak di
20
40
60
80
100
120
Jan
-12
Ap
r-1
2
Jul-
12
Oct
-12
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Oct
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Oct
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Oct
-15
Jan
-16
EMAS PERAK BRENT OIL TEMBAGA GAS ALAM
Pada triwulan I tahun 2016, harga gas alam cenderung menurun terkait temperatur udara yang lebih hangat, tingkat persediaan yang relatif tinggi dan meningkatnya produksi gas alam.
Harga komoditas minyak dunia terutama Brent dan WTI Oil masih mengalami penurunan pada Januari, namun mulai meningkat pada Februari dan Maret 2016.
31
Kanada dan AS yang dilaporkan oleh Energy Information
Administration (EIA). Sementara itu, untuk komoditas
pertambangan komoditas lain masih mengalami
penurunan secara YoY hingga akhir Maret tahun 2016,
kecuali emas yang meningkat 4 persen (YoY) (Lampiran 4).
Indeks Harga Pangan
Dibandingkan triwulan sebelumnya (QtQ), sebagian besar
indeks harga komoditas pangan terpilih mengalami
penurunan, yaitu beras, gandum, kacang kedelai, dan
jagung. Sebaliknya, hanya indeks harga komoditas gula
yang meningkat tipis dibandingkan triwulan sebelumnya,
yaitu 1,9 persen (Lampiran 4). Pada posisi akhir bulan,
komoditas beras mengalami penurunan indeks harga
secara berturut-turut selama Januari-Maret 2016 secara
MtM dan YtD. Sementara itu, jika dibandingkan tahun
sebelumnya (YoY), komoditas jagung mengalami
penurunan harga terdalam dibandingkan komoditas
pangan terpilih lainnya.
Gambar 11. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global
Sumber: Bloomberg, data diolah
(29 Mei 2014=100)
usaha. Syarkawi bilang, KPPU berharap dapat bekerja
lebih dekat dengan asosiasi sehingga dapat mencegah
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,
antara lain dalam hal penetapan harga dan penetapan
50
70
90
110
May
-14
Jun
-14
Jul-
14
Au
g-1
4
Sep
-14
Oct
-14
No
v-1
4
Dec
-14
Jan
-15
Feb
-15
Mar
-15
Ap
r-1
5
May
-15
Jun
-15
Jul-
15
Au
g-1
5
Sep
-15
Oct
-15
No
v-1
5
Dec
-15
Jan
-16
Feb
-16
Mar
-16
BERAS GULA GANDUM JAGUNG KACANG KEDELAI
Selama triwulan I tahun 2016, sebagian indeks harga komoditas pangan global mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya.
32
pasokan. Dalam hal ini, asosiasi terkait mendukung pakta
integritas tersebut.
Isu Terkini Kerjasama Ekonomi Internasional Peningkatan Kerjasama ASEAN-Rusia: Penjajakan ASEAN-Rusia FTA
Peringatan 20 Tahun Kerja Sama Kemitraan ASEAN-Rusia
ditandai dengan gelaran ASEAN-Russia Summit 2016 di
Sochi, Rusia. Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN-Rusia 2016
tersebut telah resmi dibuka pada 20 Mei 2016. Secara
umum, ada tiga pilar kerja sama yang akan ditingkatkan
antara Rusia dan ASEAN, di antaranya politik keamanan
(peningkatan keamanan kawasan), ekonomi
(peningkatan perdagangan dan investasi, serta business
to business cooperation), dan sosial budaya (peningkatan
kerjasama bidang ilmu dan teknologi). Selain itu, isu-isu
regional dan global seperti counter-terrorism juga akan
menjadi salah satu topik bahasan dalam pertemuan ini.
Dalam KTT ini akan dihasilkan tiga dokumen penting yaitu
Sochi Declaration, Comprehensive Plan dan Report
ASEAN-Rusia. Sochi Declaration meliputi deklarasi politik
juga visi misi ASEAN-Rusia ke depannya. Comprehensive
Plan meliputi rencana ASEAN-Rusia dalam lima tahun ke
depan dan penjelasan kerja sama Rusia-ASEAN yang lebih
terperinci. Sedangkan Report ASEAN-Rusia adalah
laporan dari para ahli yang ditunjuk oleh masing-masing
anggota negara ASEAN dan juga Rusia untuk memberikan
rekomendasi ke para pemimpin negara guna menjadi
pertimbangan agar bisa terlaksana dalam kerja sama ini.
Memandang kemungkinan kerjasama ASEAN-Rusia
sebagai sebuah peluang, negara-negara anggota ASEAN
dan Rusia dapat mendapatkan keuntungan dari
kerjasama-kerjasama di bidang pembangunan
infrastruktur (pembangunan jalan tol dan infrastruktur
pelabuhan) serta dari kerjasama-kerjasama di sektor
energi. Khusus untuk kerjasama di sektor energi, Rusia
memiliki keunggulan kompetitif pada sektor ini,
Selain itu, peningkatan kerjasama ekonomi Indonesia dengan Tiongkok dan Rusia akan mengurangi ketergantungan dan kebergantungan perekonomian Indonesia terhadap pergerakan kurs USD dan kebijakan perekonomian Amerika Serikat.
Kerjasama dengan kekuatan-kekuatan ekonomi besar seperti Tiongkok dan Rusia sangat penting sebagai penyeimbang bagi kerjasama Indonesia dengan kekuatan ekonomi besar lainnya seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.
33
sementara kebutuhan kawasan (ASEAN) dalam sektor ini
sangatlah besar.
Kerjasama Ekonomi Internasional
Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia
Perkembangan perjanjian ekonomi internasional yang dilakukan Indonesia dijelaskan
pada tabel di bawah.
Tabel 10. Status Perjanjian Ekonomi Internasional
No PERJANJIAN EKONOMI STATUS
1 ASEAN-EU Free Trade Agreemeent (FTA) Negotiations launched
(the 7th round of negotiations)
2 ASEAN-Hong Kong, China Free Trade Agreement Negotiations launched
(the 3rd round of negotiations)
3 India-Indonesia Comprehensive Economic Cooperation Arrangement
Negotiations launched (consultation pre-negotiation)
4 Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement
Negotiations launched (the 3rd round of negotiations)
5 Indonesia-European Free Trade Association Free Trade Agreement
Negotiations launched (the 9th round of negotiations)
6 Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)
Negotiations launched (the 12th round of negotiations)
7 Republic of Korea-Indonesia Free Trade Agreement Negotiations launched
(the 7th round of negotiations)
8 Indonesia-Iran Preferential Trade Agreement (PTA) Negotiations launched
(the 1st round of negotiations) 9 Indonesia-Chile FTA Conclusion of Joint Study Group (JSG)
10 Indonesia-Turki FTA Conclusion of JSG
11 Indonesia-Tunisia FTA JSG ongoing
12 Indonesia-Egypt FTA Establishment of JSG
13 Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Conference
Signed but not yet In Effect
14 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect
15 ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement
Signed and In Effect
16 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement
Signed and In Effect
17 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect
18 ASEAN-China Comprehensive Economic Cooperation Agreement
Signed and In Effect
19 ASEAN-Republic of Korea Comprehensive Economic Cooperation Agreement
Signed and In Effect
20 Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement Signed and In Effect (under the review
process) 21 Pakistan-Indonesia Free Trade Agreement Signed and In Effect
22 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries
Signed and In Effect
Sumber: aric database, ADB ; Ditjen KPI, Kemendag
34
Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA)
Tabel 11. Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia
Periode SKA Preferensi
(%) SKA Nonpreferensi
(%) SKA Preferensi + SKA Non
Preferensi (%)
2012 45,4 11,8 57,2
2013 50,7 12,4 63,1
2014 50,6 11,9 62,5
2015 72,3 13,5 85,8
Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag
Sepanjang tahun 2015, penggunaan SKA Preferensi dan
SKA Nonpreferensi mencapai 85,8 persen terhadap total
ekspor Indonesia dimana SKA Preferensi mendominasi
penggunaan SKA dengan utilisasi sebesar 72,3 persen.
Form E yang merupakan SKA Preferensi atas perjanjian
ACFTA paling banyak dimanfaatkan sepanjang tahun 2015
dengan tingkat utilisasi sebesar 23,6 persen, diikuti oleh
Form A (Generalized System of Preferences) sebesar 20,6
persen (Gambar 12). Pada kurun waktu yang sama Form
B mendominasi utilisasi penggunaan SKA Nonpreferensi
dengan tingkat utilisasi sebesar 92,5 persen (Gambar 13).
Gambar 12. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi
Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag
Penggunaan SKA Preferensi dan SKA Nonpreferensi mencapai 85,8 persen terhadap total ekspor Indonesia pada tahun 2015.
2012 2013 2014 2015
Form E 17,74% 22,06% 17,23% 23,64%
Form A 29,27% 22,92% 26,12% 20,58%
Form D 19,15% 17,76% 18,65% 19,68%
Form AI 9,51% 12,07% 11,57% 12,51%
Form AK 11,68% 10,64% 10,34% 11,32%
Form IJEPA 0.011% 0.012% 0.011% 0.009%
Form AANZ 1,57% 2,19% 3,10% 2,42%
Form IP 0,00% 0,45% 1,64% 1,31%
Form GSTP 0,03% 0,03% 0,20% 0.000%
Form COA 0,03% 0,04% 0,02% 0.000%
Form Handicraft Products 0.000% 0.000% 0.000% 0.000%
Form Handicraft Goods 00.000% 00.000% 00.000% 00.000%
0%5%
10%15%20%25%30%
Persentase SKA Preferensi
35
Gambar 13. Persentase Penggunaan SKA Nonpreferensi terhadap Total SKA Nonpreferensi
Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag
Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA
Pada periode Januari-Februari Tahun 2016, Indonesia
mengalami surplus neraca perdagangan dengan
Bangladesh, Brunei Darussalam, Filipina, India, Iran,
Kamboja, Korea Selatan, Laos, Mesir, Myanmar, Pakistan,
dan Turki. Sementara itu pada periode yang sama,
Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan dengan
Australia, Jepang, Malaysia, Nigeria, Selandia Baru,
Singapura, Thailand, Tiongkok dan Vietnam.
Tabel 12. Ekspor Indonesia-ASEAN (juta USD)
Uraian 2014 2015 Trend (%)
2011-2015
Jan-Feb Perubahan (%)
2015/2014 2015 2016
AUSTRALIA
ekspor 4.948,4 3.679,9 -7,9 494,3 520,2 -25,6
migas 1.251,8 685,2 -24,5 112,0 79,5 -45,3
non migas 3.696,5 2.994,6 0,4 382,2 440,7 -19,0
impor 5.647,5 4.815,8 -0,8 735,6 644,0 -14,7
migas 156,7 143,4 103,7 0,0 24,4 -8,5
non migas 5.490,8 4.672,4 -1,3 735,5 619,6 -14,9
neraca perdagangan -699,1 -1.135,9 0,0 -241,3 -123,9 -62,5
migas 1.095,1 541,8 -27,8 112,0 55,1 -50,5
non migas -1.794,2 -1.677,8 -3,9 -353,3 -178,9 6,5
BANGLADESH
ekspor 1.377,6 1.340,8 1,8 242,5 244,0 -2,7
migas 2,3 0,2 -4,3 0,0 0,3 -89,7
non migas 1.375,3 1.340,6 1,8 242,5 243,7 -2,5
impor 71,3 59,5 12,8 8,8 10,4 -16,6
2012 2013 2014 2015
Form B 92,45% 92,83% 92,78% 90,87%
Form ICO 6,68% 6,62% 6,57% 8,53%
Form ANEXO III 0,22% 0,25% 0,36% 0,34%
Form TP 0,65% 0,31% 0,28% 0,26%
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
Persentase SKA Non Preferensi
Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan dengan 12 negara mitra FTA (sebesar 2.517,0 juta USD) dan defisit neraca perdagangan dengan 10 negara mitra FTA (sebesar 4.325,3 juta USD) pada periode Januari-Februari Tahun 2016.
36
Uraian 2014 2015 Trend (%)
2011-2015
Jan-Feb Perubahan (%)
2015/2014 2015 2016
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
non migas 71,3 59,5 12,8 8,8 10,4 -16,6
neraca perdagangan 1.306,3 1.281,3 1,4 233,7 233,6 -1,9
migas 2,3 0,2 0,0 0,0 0,3 -89,7
non migas 1.304,0 1.281,1 1,4 233,7 233,3 -1,8
BRUNEI DARUSSALAM
ekspor 1.377,6 1.340,8 1,8 242,5 244,0 -2,7
migas 2,3 0,2 -4,3 0,0 0,3 -89,7
non migas 1.375,3 1.340,6 1,8 242,5 243,7 -2,5
impor 71,3 59,5 12,8 8,8 10,4 -16,6
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
non migas 71,3 59,5 12,8 8,8 10,4 -16,6
neraca perdagangan 1.306,3 1.281,3 1,4 233,7 233,6 -1,9
migas 2,3 0,2 0,0 0,0 0,3 -89,7
non migas 1.304,0 1.281,1 1,4 233,7 233,3 -1,8
FILIPINA
ekspor 3.887,8 3.921,3 1,7 572,7 582,7 0,9
migas 1,0 4,7 -44,9 0,1 0,1 370,1
non migas 3.886,8 3.916,6 1,8 572,6 582,6 0,8
impor 699,7 683,1 -5,6 131,6 126,7 -2,4
migas 1,6 3,1 -26,8 2,5 0,5 93,1
non migas 698,1 680,0 -5,5 129,2 126,1 -2,6
neraca perdagangan 3.188,1 3.238,2 3,6 441,0 456,0 1,6
migas -0,6 1,6 0,0 -2,4 -0,5 360,4
non migas 3.188,7 3.236,6 3,7 443,4 456,5 1,5
INDIA
ekspor 12.249,0 11.713,0 -2,8 1.863,5 1.358,6 -4,4
migas 25,2 129,0 10,2 3,1 32,8 411,5
non migas 12.223,7 11.584,0 -2,9 1.860,4 1.325,8 -5,2
impor 3.952,1 2.741,4 -9,5 497,5 460,6 -30,6
migas 388,2 75,7 -23,9 2,5 2,5 -80,5
non migas 3.563,9 2.665,7 -8,8 495,0 458,0 -25,2
neraca perdagangan 8.296,9 8.971,6 0,0 1.366,0 898,1 8,1
migas -363,0 53,3 0,0 0,6 30,3 114,7
non migas 8.659,9 8.918,3 -0,6 1.365,4 867,8 3,0
IRAN
ekspor 406,1 216,5 -24,0 32,4 14,8 -46,7
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
non migas 406,1 216,5 -24,0 32,4 14,8 -46,7
impor 42,5 56,6 -58,5 7,8 7,8 33,0
migas 25,1 18,0 -66,4 1,3 4,4 -28,3
non migas 17,4 38,6 -43,2 6,5 3,4 121,4
neraca perdagangan 363,6 159,9 0,0 24,7 6,9 -56,0
migas -25,1 -18,0 -66,3 -1,3 -4,4 28,3
non migas 388,7 178,0 -18,7 26,0 11,3 -54,2
JEPANG
ekspor 16.728,3 12.632,3 -7,5 2.151,2 1.799,4 -24,5
migas 6.662,4 3.971,6 -11,4 615,3 357,4 -40,4
37
Uraian 2014 2015 Trend (%)
2011-2015
Jan-Feb Perubahan (%)
2015/2014 2015 2016
non migas 10.065,9 8.660,7 -5,3 1.535,8 1.442,0 -14,0
impor 25.185,7 18.022,6 -7,4 2.789,0 2.005,3 -28,4
migas 15.035,1 9.047,2 -10,4 1.526,4 828,4 -39,8
non migas 10.150,5 8.975,4 -3,6 1.262,6 1.176,9 -11,6
neraca perdagangan -8.457,3 -5.390,3 -7,0 -637,8 -205,9 36,3
migas -8.372,7 -5.075,6 -9,4 -911,1 -471,0 39,4
non migas -84,6 -314,7 0,0 273,2 265,1 -271,9
KAMBOJA
ekspor 415,8 429,7 14,6 67,1 74,2 3,3
migas 0,1 0,0 -59,1 0,0 0,0 -78,9
non migas 415,7 429,7 14,7 67,1 74,2 3,4
impor 18,7 21,1 27,6 3,6 4,3 13,0
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
non migas 18,7 21,1 27,6 3,6 4,3 13,0
neraca perdagangan 397,1 408,6 14,1 63,5 69,9 2,9
migas 0,1 0,0 -59,1 0,0 0,0 -78,9
non migas 397,0 408,6 14,2 63,5 69,9 2,9
KOREA SELATAN
ekspor 10.601,1 7.649,7 -17,1 1.452,3 1.135,1 -27,8
migas 4.884,2 2.224,8 -28,1 550,4 344,6 -54,4
non migas 5.716,9 5.425,0 -7,9 901,8 790,6 -5,1
impor 11.847,4 8.427,2 -8,4 1.459,4 1.068,1 -28,9
migas 4.091,0 2.148,6 -16,4 315,8 141,2 -47,5
non migas 7.756,4 6.278,6 -4,0 1.143,6 926,9 -19,1
neraca perdagangan -1.246,3 -777,5 0,0 -7,2 67,1 37,6
migas 793,2 76,2 -60,5 234,7 203,4 -90,4
non migas -2.039,5 -853,6 0,0 -241,8 -136,3 58,1
LAOS
ekspor 4,5 7,7 -17,0 1,1 1,2 70,4
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
non migas 4,5 7,7 -17,0 1,1 1,2 70,4
impor 51,3 0,8 19,8 0,8 0,3 -98,4
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
non migas 51,3 0,8 19,8 0,8 0,3 -98,4
neraca perdagangan -46,7 6,9 0,0 0,3 0,9 114,8
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 -100,0
non migas -46,7 6,9 0,0 0,3 0,9 114,8
MALAYSIA
ekspor 9.730,0 7.626,9 -8,4 1.415,9 1.041,4 -21,6
migas 3.332,8 1.403,1 -3,2 406,6 168,9 -57,9
non migas 6.397,2 6.223,8 -10,1 1.009,2 872,6 -2,7
impor 10.855,4 8.530,7 -5,0 1.352,4 1.083,7 -21,4
migas 5.076,9 3.551,3 -6,7 522,7 386,7 -30,0
non migas 5.778,5 4.979,4 -3,7 829,7 697,0 -13,8
neraca perdagangan -1.125,4 -903,8 0,0 63,5 -42,2 19,7
migas -1.744,1 -2.148,2 -10,9 -116,1 -217,8 -23,2
non migas 618,7 1.244,4 -28,0 179,6 175,6 101,1
MESIR
38
Uraian 2014 2015 Trend (%)
2011-2015
Jan-Feb Perubahan (%)
2015/2014 2015 2016
ekspor 1.341,0 1.197,9 -0,3 209,3 151,2 -10,7
migas 0,0 26,2 0,0 0,0 0,0 0,0
non migas 1.341,0 1.171,7 -0,7 209,3 151,2 -12,6
impor 145,9 243,1 0,6 14,8 91,7 66,6
migas 0,0 132,9 0,0 0,0 74,6 0,0
non migas 145,9 110,2 -14,1 14,8 17,1 -24,5
neraca perdagangan 1.195,1 954,8 -0,6 194,4 59,5 -20,1
migas 0,0 -106,7 0,0 0,0 -74,6 0,0
non migas 1.195,1 1.061,5 1,6 194,4 134,1 -11,2
MYANMAR
ekspor 566,9 615,7 15,3 115,1 72,6 8,6
migas 0,6 2,2 22,6 0,1 0,0 301,9
non migas 566,4 613,4 15,2 115,0 72,6 8,3
impor 122,1 160,4 25,6 16,0 10,9 31,4
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
non migas 122,1 160,4 25,6 16,0 10,9 31,4
neraca perdagangan 444,8 455,3 12,6 99,1 61,8 2,3
migas 0,6 2,2 22,6 0,1 0,0 301,9
non migas 444,3 453,0 12,6 99,1 61,7 2,0
NIGERIA
ekspor 648,8 445,7 3,7 77,6 55,9 -31,3
migas 0,3 0,3 87,7 0,1 0,0 -4,2
non migas 648,5 445,4 3,7 77,5 55,9 -31,3
impor 3.306,3 1.288,2 -2,9 180,6 105,5 -61,0
migas 3.286,1 1.284,5 -2,6 179,9 103,5 -60,9
non migas 20,2 3,7 -33,2 0,7 2,0 -81,9
neraca perdagangan -2.657,5 -842,4 -5,1 -103,0 -49,6 68,3
migas -3.285,7 -1.284,2 -2,6 -179,8 -103,5 60,9
non migas 628,2 441,8 5,1 76,8 53,9 -29,7
PAKISTAN
ekspor 2.045,3 1.989,6 20,9 267,5 328,5 -2,7
migas 0,0 0,0 -82,3 0,0 0,0 214,9
non migas 2.045,3 1.989,5 21,1 267,5 328,5 -2,7
impor 159,4 174,5 -8,4 29,8 23,4 9,5
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
non migas 159,4 174,5 -7,0 29,8 23,4 9,5
neraca perdagangan 1.885,9 1.815,1 26,5 237,6 305,0 -3,8
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 214,9
non migas 1.885,9 1.815,0 26,2 237,6 305,0 -3,8
SELANDIA BARU
ekspor 481,4 436,3 4,2 73,2 56,0 -9,4
migas 21,4 39,2 124,5 0,1 0,1 83,3
non migas 460,0 397,0 3,7 73,1 55,9 -13,7
impor 836,0 637,0 -0,9 104,8 76,6 -23,8
migas 0,0 8,6 0,0 0,0 0,0 233562,2
non migas 836,0 628,4 -1,1 104,8 76,6 -24,8
neraca perdagangan -354,6 -200,8 -7,9 -31,6 -20,6 43,4
migas 21,4 30,6 113,6 0,1 0,1 42,9
39
Uraian 2014 2015 Trend (%)
2011-2015
Jan-Feb Perubahan (%)
2015/2014 2015 2016
non migas -376,0 -231,3 -7,2 -31,7 -20,7 38,5
SINGAPURA
ekspor 16.728,3 12.632,3 -7,5 2.151,2 1.799,4 -24,5
migas 6.662,4 3.971,6 -11,4 615,3 357,4 -40,4
non migas 10.065,9 8.660,7 -5,3 1.535,8 1.442,0 -14,0
impor 25.964,7 18.022,6 -7,4 2.789,0 2.005,3 -30,6
migas 15.035,1 9.047,2 -10,4 1.526,4 828,4 -39,8
non migas 10.150,5 8.975,4 -3,6 1.262,6 1.176,9 -11,6
neraca perdagangan -8.457,3 -5.390,3 -7,0 -637,8 -205,9 36,3
migas -8.372,7 -5.075,6 -9,4 -911,1 -471,0 39,4
non migas -84,6 -314,7 0,0 273,2 265,1 -271,9
THAILAND
ekspor 5.783,1 5.507,2 -2,7 867,4 739,2 -4,8
migas 780,2 906,8 2,7 81,0 42,3 16,2
non migas 5.002,9 4.600,5 -3,5 786,4 696,8 -8,0
impor 9.781,0 8.083,4 -6,4 1.345,2 1.495,6 -17,4
migas 86,3 64,7 -20,2 10,4 7,8 -25,0
non migas 9.694,8 8.018,7 -6,2 1.334,8 1.487,8 -17,3
neraca perdagangan -3.997,9 -2.576,1 -12,2 -477,8 -756,4 35,6
migas 693,9 842,1 7,1 70,6 34,6 21,4
non migas -4.691,8 -3.418,2 -9,3 -548,4 -791,0 27,1
TIONGKOK
ekspor 17.605,9 15.045,3 -10,0 2.403,8 2.146,0 -14,5
migas 1.146,9 1.785,7 9,8 376,4 315,5 55,7
non migas 16.459,1 13.259,6 -11,4 2.027,4 1.830,4 -19,4
impor 30.624,3 29.410,9 2,8 5.207,9 4.904,7 -4,0
migas 162,8 186,1 -31,3 11,3 26,6 14,3
non migas 30.461,6 29.224,8 3,3 5.196,6 4.878,1 -4,1
neraca perdagangan -13.018,4 -14.365,6 41,6 -2.804,1 -2.758,7 -10,3
migas 984,1 1.599,7 34,6 365,0 288,9 62,6
non migas -14.002,5 -15.965,2 40,3 -3.169,1 -3.047,6 -14,0
TURKI
ekspor 1.446,1 1.158,8 -3,6 203,2 182,5 -19,9
migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
non migas 1.446,1 1.158,8 -3,6 203,2 182,5 -19,9
impor 1.030,6 249,8 -3,7 43,0 57,9 -75,8
migas 770,4 0,1 -22,4 0,1 0,0 -100,0
non migas 260,2 249,7 -7,9 42,9 57,9 -4,0
neraca perdagangan 415,5 909,0 -8,4 160,2 124,6 118,8
migas -770,4 -0,1 0,0 0,0 0,0 100,0
non migas 1.185,9 909,1 -2,4 160,3 124,6 -23,3
VIETNAM
ekspor 2.451,3 2.740,2 3,9 348,1 395,0 11,8
migas 14,9 3,3 -48,2 0,2 0,3 -78,0
non migas 2.436,3 2.736,9 4,6 347,9 394,8 12,3
impor 3.417,8 3.161,5 8,8 639,9 557,2 -7,5
migas 192,4 0,1 -66,6 0,1 0,0 -99,9
non migas 3.225,4 3.161,4 8,9 639,8 557,2 -2,0
40
Uraian 2014 2015 Trend (%)
2011-2015
Jan-Feb Perubahan (%)
2015/2014 2015 2016
neraca perdagangan -966,5 -421,4 91,0 -291,8 -162,2 56,4
migas -177,4 3,2 0,0 0,1 0,3 101,8
non migas -789,1 -424,5 76,8 -291,9 -162,5 46,2
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): Proporsi terhadap total ekspor ke ASEAN
41
42
PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA
43
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
44
ISU TERKINI PEREKONOMIAN INDONESIA
KPPU Gandeng 9 Asosiasi Monitoring Pangan
Instruksi Presiden Joko Widodo agar harga pangan
menjelang bulan Ramadhan dan Lebaran tidak melonjak,
mendapat respons positif dari Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU). Wasit persaingan usaha ini
menggandeng sembilan asosiasi pelaku usaha untuk
melakukan monitoring distribusi pangan. Tujuannya
adalah untuk mencegah terjadinya persaingan usaha
tidak sehat. Kesembilan asosiasi tersebut yaitu AGI
(Asosiasi Gula Indonesia), ABMI (Asosiasi Bawang Merah
Indonesia),Perpadi (Persatuan Penggilingan Padi dan
Pengusaha Beras Indonesia), KOPTI (Koperasi Tahu
Tempe Indonesia), dan APTINDO (Asosiasi Produsen
Tepung Terigu Indonesia).
Selain itu, AACI (Asosiasi Agrobisnis Cabai Indonesia),
GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Perunggasan),
ASI (Asosiasi Semen Indonesia), dan APPSI (Asosiasi
Pedagang Pasar Seluruh Indonesia). Ketua KPPU Syarkawi
Rauf mengatakan, tujuan kerja sama dengan asosiasi
pelaku usaha ini untuk mengidentifikasi akar
permasalahan yang melatarbelakangi terjadinya fluktuasi
harga komoditas pangan menjelang hari raya besar
keagamaan. Antara lain, fluktuasi harga beras, minyak
goreng, bawang merah, daging ayam, daging sapi, telur,
cabai, dan tepung terigu. Termasuk, harga semen dan
bahan bangunan. "KPPU meminta agar setiap asosiasi
berkomitmen terhadap pakta integritas anti praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat," ujar
Syarkawi, Rabu (11/5).
Untuk itu, KPPU mendorong agar para pelaku usaha
menginternalisasi prinsip-prinsip persaingan usaha sehat,
khususnya dalam lingkungan yang menjadi
Presiden menginstrusikan agar harga pangan menjelang bulan ramadhan dan lebaran tidak melonjak.
KPPU bekerjasama dengan sembilan asosiasi pelaku usaha untuk mencegah terjadinya lonjakan harga saat lebaran dan mencegah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
45
tanggungajwab masing-masing asosiasi. Selain itu, KPPU
meminta agar asosiasi tidak melakukan dan memfasilitasi
segala bentuk perjanjian, kegiatan dan penyalahgunaan
posisi dominan yang dapat berdampak terjadinya praktik
monopoli persaingan usaha tidak sehat. Langkah KPPU ini
untuk mencegah terjadinya lonjakan harga saat lebaran
akibat persaingan usaha tidak sehat di antara pelaku
PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
Perekonomian Indonesia pada triwulan I tahun 2016
tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY), meningkat
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun
2015 yang sebesar 4,7 persen (YoY) dan sedikit lebih
rendah dari triwulan IV tahun 2015 yang mencapai 5,0
persen (YoY). Dilihat dari sisi produksi, pertumbuhan
tersebut didorong oleh pertumbuhan Industri
Pengolahan; Konstruksi; Perdagangan Besar Eceran,
Reparasi Mobil-Sepeda Motor; dan Jasa Informasi dan
Komunikasi. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan
ekonomi didorong oleh pertumbuhan komponen
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga dan komponen
Pembentukan Modal Tetap Bruto.
Gambar 14. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014- Triwulan I Tahun 2016 (Persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik
5,15,0 5,0 5,0
4,7 4,7 4,7
5,04,9
4,0
4,5
5,0
5,5
I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016
Perekonomian Indonesia pada triwulan I tahun 2016 tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY), meningkat dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2015.
46
Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan didukung oleh
hampir semua lapangan usaha kecuali Pertambangan dan
Penggalian. Pertambangan dan Penggalian merupakan
satu-satunya lapangan usaha yang mengalami
pertumbuhan negatif sebesar -0,7 persen (YoY).
Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh perlambatan
pertumbuhan komponen Pertambangan Batubara dan
Lignit; Pertambangan Bijih Logam; dan Pertambangan
dan Penggalian Lainnya yang tumbuh masing-masing
sebesar -14,7 persen (YoY), -1,7 persen (YoY); dan 6,7
persen (YoY) pada triwulan I tahun 2016. Sementara itu,
Jasa Keuangan dan Asuransi merupakan lapangan usaha
dengan tingkat pertumbuhan tertinggi pada triwulan I
tahun 2016, yaitu dengan pertumbuhan sebesar 9,1
persen (YoY) atau lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan I tahun 2015 yang tumbuh sebesar 8,6 persen
(YoY).
Pada triwulan I tahun 2016, Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial tumbuh sebesar 8,5 persen (YoY), lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan I tahun 2015 yang sebesar
7,1 persen (YoY). Jasa Perusahaan tumbuh sebesar 8,1
persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I
tahun 2015 tumbuh sebesar 7,4 persen (YoY). Sementara
itu, Informasi dan Komunikasi dan Jasa lainnya masing-
masing tumbuh sebesar 8,3 persen (YoY) dan 7,9 persen
(YoY) pada triwulan I tahun 2016. Pertumbuhan tersebut
lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan
pada triwulan I tahun 2015 yang masing-masing sebesar
10,1 persen (YoY) dan 8,0 persen (YoY).
Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan didukung oleh hampir semua lapangan usaha kecuali Pertambangan dan Penggalian.
Pada triwulan I tahun 2016, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial serta Jasa Perusahaan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I tahun 2015. Sementara itu, Informasi dan Komunikasi serta Jasa Lainnya tumbuh lebih rendah.
47
Kinerja Konstruksi pada triwulan I tahun 2016 tumbuh
sebesar 7,9 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan
dengan triwulan I tahun 2015 yang sebesar 6,0 persen
(YoY). Transportasi dan Pergudangan tumbuh sebesar 7,7
persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I
tahun 2015 yang sebesar 5,8 persen (YoY). Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang tumbuh
sebesar 7,5 persen (YoY), meningkat signifikan
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I tahun 2015
yang sebesar 1,7 persen (YoY).
Tabel 13.Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan I Tahun 2016 Menurut Lapangan Usaha (YoY)
URAIAN 2014 2015 2016
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
5,2 4,9 3,6 3,3 4,0 6,9 3,3 1,6 1,8
Pertambangan dan Penggalian
-1,0 1,1 1,2 1,5 -1,3 -5,2 -5,7 -7,9 -0,7
Industri Pengolahan 4,5 4,8 5,0 4,2 4,0 4,1 4,5 4,4 4,6
Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es
3,3 6,5 6,0 6,5 1,7 0,8 0,6 1,8 7,5
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
4,9 5,8 5,9 6,9 5,4 7,8 8,7 6,8 4,8
Konstruksi 7,2 6,5 6,5 7,7 6,0 5,4 6,8 8,2 7,9
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
6,1 5,0 5,2 4,5 4,1 1,7 1,4 2,8 4,0
Transportasi dan Pergudangan
7,0 7,6 7,7 7,2 5,8 5,9 7,3 7,7 7,7
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
6,4 6,4 5,8 4,6 3,4 3,8 4,5 5,8 5,6
Informasi dan Komunikasi 9,8 10,5 9,8 10,3 10,1 9,7 10,7 9,7 8,3
Jasa Keuangan dan Asuransi 3,6 5,5 1,9 7,9 8,6 2,6 10,4 12,5 9,1
Real Estate 4,7 4,9 5,1 5,3 5,3 5,0 4,8 4,3 4,9
Jasa Perusahaan 10,3 10,0 9,3 9,7 7,4 7,6 7,6 8,1 8,1
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
2,7 -2,5 2,4 6,8 4,7 6,3 1,3 6,7 4,9
Kinerja Konstruksi; Transportasi dan Pergudangan; serta Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang masing-masing sebesar 7,9 persen (YoY), 7,7 persen (YoY) dan 7,5 persen (YoY).
48
URAIAN 2014 2015 2016
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
Jasa Pendidikan 4,6 4,5 6,3 6,6 5,0 11,7 8,1 5,3 5,3
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
7,6 8,7 9,6 6,0 7,1 7,5 6,3 7,4 8,5
Jasa lainnya 8,4 9,5 9,5 8,4 8,0 8,1 8,1 8,2 7,9
PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,1 5,0 5,0 5,0 4,7 4,7 4,7 5,0 4,9
Sumber: Badan Pusat Statistik
Kinerja Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
tumbuh sebesar 5,6 persen (YoY), lebih tinggi
dibandingkan triwulan I tahun 2015 yang sebesar 3,4
persen (YoY). Peningkatan pertumbuhan juga terjadi pada
Jasa Pendidikan serta Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib dengan tingkat
pertumbuhan sebesar 5,3 persen (YoY) dan sebesar 4,9
persen (YoY) pada triwulan I tahun 2015. Jasa Pendidikan
tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), sedangkan Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
tumbuh sebesar 4,7 persen (YoY).
Sementara itu, kinerja Real Estate dan Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang melambat
dengan tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY) dan 4,8 persen
(YoY), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I tahun
2015 yang tumbuh sebesar 5,3 persen (YoY) dan 5,4
persen (YoY). Kinerja Industri Pengolahan meningkat,
yaitu dengan tumbuh sebesar 4,6 persen (YoY) atau lebih
tinggi dibandingkan triwulan I tahun 2015 yang sebesar
4,0 persen (YoY).
Kinerja Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, Jasa Pendidikan, dan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I tahun 2015.
Real Estate dan Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang tumbuh melambat dibandingkan triwulan I tahun 2015. Sementara itu, Industri Pengolahan tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya.
49
Perlambatan pertumbuhan terjadi pada Perdagangan
Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor,
yaitu dengan pertumbuhan sebesar 4,0 persen (YoY) dari
yang sebelumnya, pada triwulan I tahun 2015 sebesar 4,1
persen (YoY). Perlambatan juga terjadi pada Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan, dengan hanya tumbuh
sebesar 1,8 persen (YoY) dari yang sebelumnya tumbuh
sebesar 4,0 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2015.
Perlambatan tersebut dipengaruhi oleh perlambatan
pertumbuhan pada semua komponen Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia
pada triwulan I tahun 2016 didorong oleh Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga dan Pembentukan Modal Tetap
Bruto yang masing-masing tumbuh sebesar 4,9 persen
(YoY) dan 5,6 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2016.
Sementara itu, Pengeluaran Konsumsi Lembaga non
Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) mengalami
pertumbuhan tertinggi diantara komponen yang lain
yaitu sebesar 6,4 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut
meningkat signifikan dibandingkan dengan triwulan I
tahun 2015 yang tumbuh negatif sebesar -8,1 persen
(YoY).
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) merupakan
komponen yang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi
tertinggi kedua, setelah Pengeluaran Konsumsi Rumah
Tangga. Pada triwulan I tahun 2016, PMTB tumbuh
sebesar 5,6 persen (YoY), meningkat dibandingkan
dengan pertumbuhan PMTB pada triwulan I tahun 2015
yang sebesar 4,6 persen (YoY). Peningkatan PMTB
terutama dipengaruhi oleh pertumbuhan Peralatan
lainnya sebesar 26,3 persen (YoY), pertumbuhan
Bangunan sebesar 7,7 persen (YoY), dan pertumbuhan
Cultivated Biological Resources (CBR) sebesar 3,8 persen
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor serta Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan mengalami perlambatan pertumbuhan dibanding triwulan I tahun 2015.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2016 didorong oleh Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto.
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan I tahun 2016 tumbuh sebesar 5,6 persen (YoY), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan PMTB pada triwulan I tahun 2015.
50
(YoY). Produk kekayaan intelektual tumbuh sebesar 3,8
persen (YoY) dari yang sebelumnya sebesar 11,0 (YoY)
pada triwulan I tahun 2015. Sementara itu, Mesin dan
Perlengkapan serta Kendaran tumbuh negatif masing-
masing sebesar -6,8 persen (YoY) dan -0,1 persen (YoY)
pada triwulan I tahun 2016.
Tabel 14. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan I Tahun 2016 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY)
URAIAN 2014 2015 2016
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga
5,3 5,1 5,1 5,1 5,0 5,0 5,0 4,9 4,9
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 23,2 22,4 5,8 -0,5 -8,1 -8,0 6,6 8,3 6,4
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
6,1 -1,8 1,2 0,9 2,9 2,6 7,1 7,3 2,9
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
5,2 4,1 4,5 4,6 4,6 3,9 4,8 6,9 5,6
Ekspor Barang dan Jasa 3,2 1,4 4,8 -4,6 -0,6 0,0 -0,6 -6,4 -3,9
Dikurangi Impor Barang dan Jasa 5,0 0,4 0,3 3,2 -2,2 -7,0 -5,9 -8,1 -4,2
PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,1 5,0 5,0 5,0 4,7 4,7 4,7 5,0 4,9
Sumber : Badan Pusat Statistik
Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga mengalami
perlambatan, yaitu dari 5,0 persen (YoY) pada triwulan I
tahun 2015 menjadi sebesar 4,9 persen (YoY) pada
triwulan I tahun 2016. Perlambatan tersebut dipengaruhi
oleh perlambatan pertumbuhan pada sebagian besar
komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga.
Sementara itu, Transportasi dan Komunikasi serta
Restoran dan Hotel, masing-masing tumbuh sebesar 5,4
persen (YoY) dan 5,5 persen (YoY) pada triwulan I tahun
2016.
Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga mengalami perlambatan, yaitu menjadi sebesar 4,9 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2016.
51
Sementara itu, Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
tumbuh sebesar 2,9 persen (YoY), relatif tidak berubah
dibandingkan triwulan I tahun 2016. Komponen Konsumsi
Kolektif pada triwulan I tahun 2016 meningkat menjadi
sebesar 3,2 persen (YoY) dari yang pada triwulan I tahun
2015 sebesar 2,4 persen (YoY). Sementara itu, komponen
Konsumsi Individu tumbuh sebesar 2,5 persen (YoY) atau
lebih rendah dari triwulan I tahun 2015 yang sebesar 3,8
persen (YoY).
Ekspor Barang dan Jasa masih menekan pertumbuhan
ekonomi Indonesia dimana ekspor barang dan jasa masih
tumbuh negatif sebesar -3,9 persen (YoY), menurun
dibandingkan triwulan I tahun 2015 yang tumbuh negatif
sebesar -0,6 persen (YoY). Penurunan tersebut
dipengaruhi oleh ekspor barang, baik barang nonmigas
maupun migas yang tumbuh melambat. Pertumbuhan
ekspor barang nonmigas sebesar -4,2 persen (YoY),
sementara itu barang migas tumbuh sebesar 4,7 persen
(YoY). Di sisi lain, pertumbuhan ekspor jasa justru
meningkat signifikan menjadi sebesar 3,0 persen (YoY)
pada triwulan I tahun 2016, dari yang sebelumnya
sebesar -4,9 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2015.
Impor Barang dan Jasa tumbuh negatif sebesar -4,2
persen (YoY) pada triwulan I tahun 2016. Pertumbuhan
tersebut melambat dibandingkan dengan triwulan I tahun
2015 yang tumbuh negatif sebesar -2,2 persen (YoY).
Perlambatan tersebut dipengaruhi oleh impor barang
nonmigas dan jasa yang masing-masing tumbuh negatif
sebesar -5,8 persen (YoY) dan -3,4 persen (YoY).
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah tumbuh sebesar 2,9 persen (YoY), relatif tidak berubah dibandingkan triwulan I tahun 2016.
Pada triwulan I tahun 2016, Ekspor Barang dan Jasa masih menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia dimana ekspor barang dan jasa masih tumbuh negatif sebesar 3,9 persen (YoY).
Impor Barang dan Jasa tumbuh negatif sebesar 4,2 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2016.
52
PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH
Secara spasial, pada triwulan I tahun 2016 rata-rata
pertumbuhan ekonomi di enam pulau terbesar di
Indonesia dari yang paling tinggi berturut-turut adalah di
Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, Jawa, Sumatera,
Maluku dan Papua, serta Kalimantan. Rata-rata
pertumbuhan di Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara serta
Jawa lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi
nasional. Sementara itu, Sumatera, Maluku dan Papua,
serta Kalimantan lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi nasional.
Gambar 15. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Enam Pulau Besar di Indonesia pada Triwulan I Tahun 2011 - Triwulan I Tahun 2016 (Persen)
Sumber : Badan Pusat Statistik
Pada triwulan I tahun 2016, rata-rata pertumbuhan
ekonomi di Sulawesi adalah sebesar 7,2 persen (YoY), lebih
rendah dibandingkan dengan triwulan I tahun 2015 yang
sebesar 7,5 persen (YoY). Rata-rata pertumbuhan ekonomi
di Bali dan Nusa Tenggara pada triwulan I tahun 2016
adalah sebesar 7,0 persen (YoY), lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang
sebesar 10,0 persen (YoY). di Jawa rata-rata tumbuh
sebesar 5,2 persen (YoY), atau relatif tidak berbeda
dengan pertumbuhan triwulan I tahun 2015.
-15,0
-12,0
-9,0
-6,0
-3,0
0,0
3,0
6,0
9,0
12,0
15,0
18,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Indonesia Sumatera Jawa
Bali dan Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara serta Jawa lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, serta Jawa pada triwulan I tahun 2016, masing-masing sebesar adalah sebesar 7,2 persen (YoY), 7,0 persen (YoY) dan 5,2 persen (YoY).
53
Sementara itu, Sumatera rata-rata tumbuh sebesar 4,3
persen (YoY) atau lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan I tahun 2015 yang sebesar 3,9 persen (YoY). Rata-
rata pertumbuhan di Maluku dan Papua pada triwulan I
tahun 2016 juga meningkat jika dibandingkan dengan
triwulan I 2015, yaitu menjadi sebesar 3,5 persen (YoY).
Gambar 16. Kontribusi di Enam Pulau Besar Indonesia terhadap PDB Pada Triwulan I Tahun 2011 - Triwulan I Tahun 2016
Sumber : Badan Pusat Statistik
Secara spasial, perkembangan kontribusi daerah terhadap
PDB dari tahun ke tahun relatif tidak banyak berubah.
Kontribusi terbesar terhadap PDB dari triwulan I tahun
2010 sampai dengan triwulan I tahun 2016 didominasi
oleh pulau di Jawa. Kontribusi terbesar berikutnya adalah
di Sumatera dan Kalimantan, dan diikuti oleh Sulawesi, Bali
dan Nusa Tenggara, serta Maluku dan Papua.
Pada triwulan I tahun 2016, kontribusi Jawa, Sumatra, dan
Kalimantan masing-masing adalah sebesar 58,9 persen,
22,2 persen dan 7,7 persen. Sementara itu, Sulawesi, Bali
dan Nusa Tenggara serta Maluku dan Papua memiliki
kontribusi sebesar 5,9 persen, 3,1 persen dan 2,3 persen
terhadap PDB pada triwulan I tahun 2016.
0
20
40
60
80
0,0
5,0
10,0
15,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Bali Nusa Tenggara Maluku dan Papua KalimantanSulawesi Sumatera (RHS) Jawa (RHS)
Rata-rata pertumbuhan ekonomi kelompok provinsi di Sumatera serta Maluku dan Papua meningkat jika dibandingkan triwulan I tahun 2015.
Kontribusi terbesar terhadap PDB dari triwulan I tahun 2010 sampai dengan triwulan I tahun 2016 didominasi oleh Pulau Jawa.
Kontribusi kelompok provinsi di Jawa, Sumatra, dan Kalimantan, masing-masing adalah sebesar 58,9 persen, 22,2 persen dan 7,7 persen.
54
Kontribusi Kalimantan terhadap PDB memiliki
kecenderungan menurun dari tahun ke tahun, yaitu dari
sebesar 9,5 persen pada triwulan I tahun 2010 menjadi
sebesar 7,7 persen pada triwulan I tahun 2016. Sementara
itu, kontribusi Sulawesi memiliki kecenderungan
meningkat, yaitu sebesar 5,9 persen dari yang sebesar 5,1
persen pada triwulan I tahun 2015. Di sisi lain, kontribusi
kelompok provinsi pada yang lain relatif tidak berubah.
Pada triwulan I tahun 2016, Provinsi DKI Jakarta
merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi
tertinggi di Jawa, yaitu sebesar 5,6 persen (YoY).
Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan I tahun 2015 yang sebesar 5,5 persen (YoY).
Provinsi DKI Jakarta memiliki kontribusi sebesar 17,2
persen terhadap perekonomian nasional, meningkat
dibandingkan dengan kontribusi pada triwulan I tahun
2015 yang sebesar 17,0 persen.
Di wilayah Sumatera, Sumatera Utara merupakan provinsi
dengan pertumbuhan yang paling tinggi, yaitu sebesar 5,5
persen (YoY). Tingkat pertumbuhan tersebut relatif tidak
berubah dibandingkan dengan triwulan I tahun 2015.
Adapun kontribusi provinsi Sumatera Utara terhadap PDB
adalah sebesar 1,5 persen pada triwulan I tahun 2016,
menurun dibandingkan triwulan I tahun 2015 yang
sebesar 1,6 persen. Kontribusi tersebut relatif kecil jika
dibandingkan dengan kontribusi provinsi yang lain di
Sumatera.
Pada triwulan I tahun 2016, Kalimantan Barat tumbuh
paling tinggi diantara provinsi lain di Kalimantan yaitu
sebesar 6,0 persen (YoY), lebih kecil dibandingkan triwulan
I tahun 2015 yang sebesar 6,3 persen (YoY). Kontribusi
Kalimantan Barat terhadap perekonomian Indonesia pada
triwulan I tahun 2016 sebesar 1,3 persen, relatif tidak
berubah dari triwulan I tahun 2015.
Kontribusi Kalimantan memiliki kecenderungan menurun, sementara kontribusi Sulawesi memiliki kecenderungan meningkat.
Pada triwulan I tahun 2016, Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Jawa, yaitu sebesar 5,6 persen (YoY).
Sumatera Utara merupakan provinsi dengan pertumbuhan yang paling tinggi diantara Sumatera, yaitu sebesar 5,5 persen (YoY).
Kalimantan Barat tumbuh paling tinggi diantara provinsi lain di Kalimantan yaitu sebesar 6,0 persen (YoY).
55
Provinsi Sulawesi Tengah tumbuh paling tinggi diantara
provinsi lain di Sulawesi yaitu sebesar 11,8 persen (YoY),
lebih kecil dibandingkan triwulan I tahun 2015 yang
sebesar 16,5 persen (YoY). Sementara itu, kontribusi
provinsi Sulawesi Tengah relatif kecil dibandingkan
kontribusi provinsi lain di Sulawesi, yaitu sebesar 1,0
persen baik pada triwulan I tahun 2016 maupun triwulan I
tahun 2015.
Sementara itu, pada kelompok provinsi di Bali dan Nusa
Tenggara, provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan
provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi yaitu
sebesar 10,0 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut
menurun signifikan dibandingkan dengan triwulan I tahun
2015 yang sebesar 19,4 persen (YoY). Adapun kontribusi
provinsi NTB terhadap perekonomian nasional sebesar 0,9
persen pada triwulan I tahun 2016, lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan I tahun 2015 yang sebesar
0,8 persen.
Di wilayah Maluku dan Papua, Maluku memiliki
pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 5,5 persen (YoY) pada
triwulan I tahun 2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan I
tahun 2015 yang tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY).
Kontribusi provinsi Maluku terhadap perekonomian
nasional adalah sebesar 0,3 persen, baik pada triwulan I
tahun 2016 maupun pada triwulan I tahun 2015.
PERKEMBANGAN HARGA KEBUTUHAN POKOK
Indeks Harga Bahan Pokok Nasional
Selama periode Januari-Maret 2016 komoditas bahan
pokok cabai merah dan bawang merah masih dalam tren
meningkat. Peningkatan harga dibandingkan tahun lalu
mencapai 50-60 persen (YoY). Meskipun komoditas
bawang merah sempat mengalami penurunan harga pada
Februari 2016, akan tetapi pada Maret kembali
mengalami peningkatan harga yang cukup tajam. Secara
Hingga triwulan I tahun 2016, peningkatan harga bahan pokok domestik terutama masih terjadi pada komoditas cabai merah dan bawang merah.
Provinsi Sulawesi Tengah tumbuh paling tinggi diantara provinsi lain di Sulawesi yaitu sebesar 11,8 persen (YoY).
Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Bali dan Nusa Tenggara yaitu sebesar 10,0 persen (YoY).
Maluku memiliki pertumbuhan tertinggi diantara kelompok provinsi di Maluku dan Papua yaitu sebesar 5,5 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2016.
56
keseluruhan peningkatan harga disebabkan oleh
gangguan pasokan akibat cuaca buruk (Gambar 17).
Peningkatan harga pada beberapa komoditas pertanian
merupakan dampak dari El Nino pada periode
sebelumnya. Sementara itu, pada posisi akhir bulan,
adapun komoditas daging ayam dan telur ayam ras yang
secara MtM mengalami penurunan berturut-turut selama
triwulan I tahun 2016 (Lampiran 5).
Gambar 17. Perkembangan Indeks Harga Komoditas 12 Kebutuhan Pokok
Sumber: Kementerian Perdagangan, data diolah
(Januari 2015=100)
INDEKS TENDENSI KONSUMEN
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan I tahun
2016 meningkat menjadi 102,9 yang menunjukkan
kondisi ekonomi masyarakat meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Peningkatan kondisi ekonomi
masyarakat terutama disebabkan oleh peningkatan
pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi. Komponen
pendapatan rumah tangga menurun dengan nilai sebesar
102,4. Selain itu, komponen pengaruh inflasi terhadap
konsumsi makanan sehari-hari serta tingkat konsumsi
beberapa komoditi makanan juga menurun dengan nilai
sebesar 101,9. Meningkatnya kondisi ekonomi
masyarakat pada triwulan I tahun 2016 tersebut didorong
40,00
90,00
140,00
190,00
Minyak Goreng Curah Daging Sapi Daging AyamTelur Ayam Tepung Terigu Kedelai ImporKedelai Lokal Beras Medium Gula PasirCabe Merah Keriting Cabe Merah Biasa Bawang Merah
Indeks tendensi konsumen (ITK) pada triwulan I tahun 2016 meningkat.
57
dengan adanya peningkatan kondisi ekonomi masyarakat
pada 28 provinsi.
Tabel 15. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan I Tahun 2016 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya
Variabel Pembentuk 2014 2015 2016
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
Pendapatan rumah tangga 108,8 110,7 113,5 106,1 96,63 104,4 108,4 103,1 102,4
Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari
110,4 112,6 109,9 106,3 109,0 105,6 108,1 101,9 103,8
Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buah-buahan, dll) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan, dan rekreasi)
112,5 108,5 113,2 113,0 100,7 105,6 111,6 103,0 102,8
Indeks Tendensi Konsumen 110,0 110,8 112,4 107,6 100,9 105,2 109,0 102,8 102,9
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pada triwulan I tahun 2016 pertumbuhan ITK meningkat
2,0 persen (YoY), seiring persepsi konsumen bahwa
triwulan I tahun 2016 akan lebih baik dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Tingkat persepsi konsumen
pada triwulan II tahun 2016 diperkirakan akan kembali
meningkat dibandingkan dengan triwulan I tahun 2016
yaitu dengan sebesar 106,6. Perkiraan membaiknya
kondisi ekonomi konsumen pada triwulan II tahun 2016
terutama didorong oleh perkiraan peningkatan
pendapatan rumah tangga menjadi sebesar 108,7, serta
meningkatnya rencana pembelian barang tahan lama,
rekreasi, dan pesta/hajatan sebesar 102,8.
Gambar 18. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2013 – Triwulan I Tahun 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik *Data proyeksi
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2*
2013 2014 2015 2016
Indeks Tendensi Konsumen 105 108 112 110 110 111 112 108 101 105 109 103 103 107
Kenaikan YoY (persen) (RHS) -1,7 -0,7 0,8 0,9 5,1 2,6 0,4 -1,8 -8,3 -5,1 -3 -4,5 2,0 1,3
-10
-5
0
5
10
9296
100104108112116
Pertumbuhan ITK pada triwulan I tahun 2016 meningkat dan diperkirakan kembali akan meningkat pada triwulan II tahun 2016.
58
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN
Setelah mengalami peningkatan sejak bulan September
hingga mencapai sebesar 112,6 pada bulan Januari 2016,
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) kembali mengalami
pelemahan. Pelemahan terus berlangsung hingga bulan
April 2016, namun masih berada pada level optimis yaitu
sebesar 109,0. Pelemahan optimisme konsumen tersebut
disebabkan oleh menurunnya persepsi konsumen
terhadap kondisi ekonomi saat ini, yaitu terkait dengan
penghasilan dan ketepatan waktu pembelian barang
tahan lama. Sementara itu, optimisme konsumen
terhadap perkiraan kondisi ekonomi selama enam bulan
mendatang meningkat tipis, digambarkan dengan Indeks
Ekspektasi Konsumen (IEK) yang meningkat tipis menjadi
sebesar 123,2 pada bulan April 2016.
Tabel 16. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Mei 2015 – April 2016
KETERANGAN 2015 2016
Aug Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
112,6 97,5 99,3 103,7 107,5 112,6 110,0 109,8 109,0
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
101,2 87,8 87,5 92,6 94,0 99,9 98,7 96,6 94,7
Penghasilan saat ini 121,6 108,1 106,7 109,3 112,3 117,7 120,0 115,5 110,9
Ketersediaan lapangan kerja 85,0 68,6 66,8 76,8 78,5 88,0 81,9 79,3 80,0
Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama
97,1 86,7 88,9 91,7 91,2 93,8 94,2 95,0 93,2
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
124,0 107,2 111,2 114,8 121,0 125,4 121,3 123,1 123,2
Ekspektasi Penghasilan 143,4 128,8 131,0 133,1 139,6 143,0 141,1 138,6 137,7
Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja
107,3 85,7 92,4 96,8 103,5 105,0 98,4 102,7 105,0
Ekspektasi Kegiatan Usaha 121,3 106,9 110,2 114,4 128,0 121,1 124,3 128,1 126,9
Sumber: Bank Indonesia
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia pada bulan April 2016 sebesar 109,0 atau terus mengalami penurunan sejak bulan Febuari 2016.
59
Dibandingkan pada bulan Januari 2016, Indeks Kondisi
Ekonomi (IKE) mengalami penurunan yang relatif
signifikan, yaitu dari sebesar 99,9 menjadi 94,7 pada
bulan April 2016. Penurunan tersebut disebabkan oleh
menurunnya persepsi konsumen terhadap penghasilan
dan ketepatan waktu pembelian barang tahan lama saat
ini dibandingkan dengan enam bulan lalu. Indeks
penghasilan saat ini bulan April sebesar 110,9, menurun
dibandingkan dengan bulan Januari yang sebesar 117,7.
Indeks ketepatan waktu pembelian barang tahan lama
bulan April 2016 sebesar 93,2 atau lebih kecil
dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya yang
masing-masing adalah sebesar 93,8 pada bulan Januari,
94,2 pada bulan Febuari dan 95,0 pada bulan Maret.
Sementara itu, indeks ketersediaan lapangan kerja pada
bulan April 2016 adalah sebesar 80,0, atau meningkat 0,7
poin dibandingkan dengan bulan Maret 2016, namun
lebih kecil dibandingkan dengan bulan Januari dan
Febuari 2016 yang masing-masing sebesar 93,8 dan 94,2.
Indeks Ekonomi Terkini (IEK) mengalami fluktuasi, yaitu
sebesar 125,4 pada bulan Januari 2016 yang kemudian
menurun pada bulan Febuari 2016 menjadi sebesar 121,3
dan kembali meningkat pada bulan Maret dan April 2016.
Pada bulan Maret 2016, nilai IEK sebesar 123,1 dan
menjadi sebesar 123, 2 pada bulan April 2016. Hal
tersebut didukung dengan indeks ekspektasi kegiatan
usaha yang meningkat dari 121,1 pada bulan Januari
2016 menjadi 126,9. Namun demikian, indeks tersebut
lebih rendah apabila dibandingkan dengan bulan Maret
2016 yang sebesar 128,1. Di sisi lain indeks ekspektasi
penghasilan menurun, dari sebesar 143,0 pada bulan
Januari 2016 menjadi sebesar 137,7 pada bulan April
2016. Sementara itu, indeks ekpektasi ketersediaan
lapangan kerja kembali meningkat mulai bulan Maret
2016 setelah pada bulan sebelumnya mengalami
Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) mengalami penurunan yang relatif signifikan, yaitu dari sebesar 99,9 menjadi 94,7 pada bulan April 2016.
Indeks Ekonomi Terkini pada bulan April 2016 adalah sebesar 123,2.
60
penurunan. Indeks ekspektasi ketersediaan lapangan
kerja pada bulan April sebesar 105,0.
Gambar 19. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari 2015 – April 2016
Sumber: Bank Indonesia
Tren IKK kembali mengalami peningkatan, setelah
sempat mengalami penurunan pada bulan Febuari 2016.
Pada bulan Febuari 2016, pertumbuhan IKK mengalami
pelemahan hingga sebesar 8,5 pesen (YoY). Pada bulan
Maret 2016, IKK tumbuh menguat, yaitu dengan
mengalami pelemahan sebesar 6,1 persen (YoY).
Penguatan IKK terus berlanjut hingga bulan April 2016,
yaitu dengan pertumbuhan IKK sebesar 1,3 persen (YoY).
PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI
Kondisi Bisnis Indonesia
Kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan I tahun 2016
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya dengan nilai
ITB sebesar 99,46. Penurunan antara lain pada lapangan
usaha pertambangan dan penggalian, konstruksi, dan jasa
lainnya. Adapun sektor informasi dan komunikasi, jasa
perusahaan, dan jasa keuangan merupakan beberapa
lapangan usaha yang indeksnya mengalami peningkatan.
Perkiraan ITB triwulan II tahun 2016 adalah sebesar
103,52.
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Aug Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr
2015 2016
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 120 120 117 107 113 111 110 113 97,5 99,3 104 108 113 110 110 109
Kenaikan (YoY) (persen) (RHS) 3 3,4 -1,1 -5,7 -3,5 -4,3 -8,3 -6,3 -19 -18 -14 -7,7 -6,3 -8,5 -6,1 1,5
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
0
20
40
60
80
100
120
140
Kondisi bisnis di Indonesia
pada triwulan I tahun 2016
turun dibandingkan
triwulan sebelumnya.
Tren IKK kembali mengami peningkatan, setelah sempat mengalami penurunan pada bulan Febuari 2016.
61
Gambar 20. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2010 - Triwulan I Tahun 2016
Sumber: BPS, diolah
Catatan: ITB berkisar antara 0 sampai dengan 200 dengan indikasi sebagai berikut: a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada triwulan berjalan menurun di banding triwulan
sebelumnya b. Nilai ITB=100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan
(stagnan) dibanding triwulan sebellumnya c. Nilai ITB > 100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan lebih baik (menigkat)dibanding
triwulan sebelumnya d. * = Angka perkiraan
Tabel 17. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan I Tahun 2016 Variabel pembentuk ITB Trw I-2016
No Sektor dalam ITB ITB Trw IV-2015
ITB Trw I-2016
Pendapatan Usaha
Penggunaan Kapasitas Produksi/
Usaha
Rata Rata Jam
Kerja
1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
90,18 106,10 - 106,10 -
2 Pertambangan dan Penggalian 94,74 86,03 85,25 82,65 88,09
3 Industri Pengolahan 101,03 97,29 97,25 96,51 97,65
4 Pengadaan Listrik dan Gas 111,18 99,65 98,30 99,34 100,90
5 Pengadaaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
109,82 99,79 98,14 98,86 101,55
6 Kosntruksi 107,98 93,02 86,71 98,41 95,99
7 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor
105,03 99,75 98,77 101,63 99,78
8 Transportasi dan Pergudangan 109,08 99,79 93,79 101,49 104,05
103,41
104,23
107,29106,63
102,16
105,75
107,86
106,92
103,89104,22
107,43
105,29
102,34
103,88
106,12
104,72
101,95
106,00
107,24
104,70
103,42
105,46106,04
105,22
99,46
103,52
99,00
100,00
101,00
102,00
103,00
104,00
105,00
106,00
107,00
108,00
109,00
I-2
01
0
II-2
01
0
III-
20
10
IV-2
01
0
I-2
01
1
II-2
01
1
III-
20
11
IV-2
01
1
I-2
01
2
II-2
01
2
III-
20
12
IV-2
01
2
I-2
01
3
II-2
01
3
III-
20
13
IV-2
01
3
I-2
01
4
II-2
01
4
III-
20
14
IV-2
01
4
I-2
01
5
II-2
01
5
III-
20
15
IV-2
01
5
I-2
01
6
II-2
01
6*
Ind
eks
Triwulan
62
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
109,19 103,04 108,26 96.51 101,45
10 Informasi dan Komunikasi 109,07 118,27 123,96 128,03 109,43
11 Jasa Keuangan 112,03 106,64 109,33 104,59 105,26
12 Real Estat 101,45 106,01 105,88 92,65 111,76
13 Jasa Perusahaan 111,23 108,67 111,15 109,26 106,35
14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
117,84 99,64 98,18 105,98 98,18
15 Jasa Pendidikan 107,99 99,60 100,62 98,30 99,30
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
108,10 100,42 99,50 101,76 100,63
17 Jasa Lainnya 110,02 93,16 89,36 81,91 101,06
Indeks Tendensi Bisnis 105,22 99,46 98,91 99,77 99,79
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pertumbuhan Industri Pengolahan
Gambar 21. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, %)
Sumber: Badan Pusat Statistik 2015, diolah
Grafik di atas menggambarkan pertumbuhan PDB
nasional dan industri manufaktur nonmigas tahun 2009-
Triwulan I 2016. Pada triwulan I tahun 2016, nilai tambah
sektor industri manufaktur nonmigas mencapai Rp543
triliun (Harga Berlaku). Pencapaian pertumbuhan industri
non-migas pada triwulan ini menunjukkan hasil yang
kurang menggembirakan. Angka pertumbuhan sektor
industri pengolahan non-migas hanya tumbuh sebesar
Pada triwulan I tahun 2016, PDB industri pengolahan non-migas atas dasar harga berlaku mencapai Rp540 triliun dan tumbuh sebesar 5,04 persen (YoY).
63
4,46 persen, lebih kecil dari angka pertumbuhan pada
Triwulan IV tahun 2015 sebesar 5,04 persen. Secara
nasional, pertumbuhan PDB Indonesia juga hanya
mencapai angka 4,92 persen, lebih rendah dari prediksi
para pemangku kebijakan di pemerintah ataupun dari
pihak swasta. Pertumbuhan industri pengolahan non-
migas tampak belum berhasil menjadi pendorong utama
laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Trend perlambatan pertumbuhan sektor industri non-
migas terus terjadi dari tahun 2011. Terhitung semenjak
triwulan I tahun 2011, dari 25 triwulan, tercatat hanya
dua triwulan dimana pertumbuhan industri nonmigas
lebih rendah dari pertumbuhan PDB nasional yaitu pada
triwulan IV tahun 2013 dan triwulan I tahun 2016.
Gambar 22. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Triwulan III Tahun 2015 (YoY, %)
Sumber: Badan Pusat Statistik 2015, diolah
64
Grafik di atas menunjukkan pertumbuhan subsektor
industri manufaktur non migas pada triwulan I tahun
2016. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor
industri mesin dan perlengkapan; industri kulit; industri
logam dasar yang masing-masing tumbuh sebesar 15,35
persen, 9,21 persen, dan 8,99 persen. Berdasarkan
keterangan dari Asosiasi Industri Mesin Perkakas
Indonesia (Asimpi), pertumbuhan industri mesin yang
tinggi disebabkan oleh meningkatnya aktivitias usaha
mesin dalam mendukung proyek pembangkit tenaga
listrik yang saat ini didorong oleh Pemerintah Indonesia.
Terdapat empat subsektor yang memiliki pertumbuhan
negatif yaitu industri karet (-4,1 persen), industri kertas (-
2,4 persen), industri kimia (-1,8 persen) dan industri
tekstil (-1,6 persen). Pada triwulan I 2016, industri tekstil
dan industri kertas terhitung tumbuh negatif selama lima
triwulan berturut-turut. Dengan kondisi perekonomian
dunia yang belum pulih sepenuhnya dan produktivitas
serta efisiensi bisnis yang belum optimal, maka
Pemerintah perlu melakukan langkah antisipasi untuk
menahan laju perlambatan sektor industri dan juga dalam
menjaga tingkat penyerapan kerja pada dua sektor
tersebut.
Industri karet masih terpengaruh oleh perlambatan
perekonomian dunia sehingga tidak mampu tumbuh
positif. Hal yang mengkhawatirkan adalah perlambatan di
subsektor industri kimia dan farmasi yang terjadi pertama
kali dalam lebih dari tujuh tahun terakhir. Industri kimia
dan farmasi memiliki sifat sebagai industri yang memiliki
elastisitas yang rendah terhadap perubahan daya beli
masyarakat, sehingga perlu dilakukan analisa lebih
mendalam untuk mengetahui penyebab yang sebenarnya
terhadap perlambatan pertumbuhan kimia dan farmasi.
Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor industri mesin dan perlengkapan; industri kulit; industri logam dasar yang tumbuh sebesar 15,35 persen, 9,21 persen, dan 8,99 persen.
65
Gambar 23. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas
Sumber: Badan Pusat Statistik 2015, diolah
Grafik di atas menunjukkan komposisi pertumbuhan
industri manufaktur non migas pada triwulan I 2016.
Subsektor industri makanan dan minuman menjadi
subsektor yang memberikan kontribusi terbesar bagi
sektor industri manufaktur non migas dengan kontribusi
sebesar 51,0 persen. Nilai tersebut berada dalam rentang
yang normal untuk Indonesia tetapi juga sekaligus
memberikan gambaran bahwa pertumbuhan sektor
industri pengolahan non migas sangat bergantung kepada
pertumbuhan subsektor industri makanan dan minuman.
Pangsa pasar domestik yang besar dan kebutuhan
konsumsi masyarakat Indonesia yang tinggi menunjukkan
bahwa industri makanan dan minuman selalu memiliki
pasar untuk menjual produknya. Dengan demikian,
menjaga daya beli masyarakat Indonesia harus menjadi
salah satu prioritas Pemerintah Indonesia. Memperbaiki
konektivitas logistik dan menjaga kestabilan harga bahan
pangan domestik adalah sebagian dari target
pembangunan yang harus dicapai melalui penerapan
kebijakan publik.
Pada triwulan I 2016, subsektor makanan dan minuman masih menjadi subsektor yang dominan dalam industri pengolahan nonmigas.
66
Gambar 24. Ekspor Produk Industri
Sumber: Badan Pusat Statistik 2016, diolah
Grafik di atas menunjukkan nilai dan pertumbuhan
ekspor produk industri Indonesia dari triwulan pertama
pada tahun 2014 hingga triwulan I tahun 2016. Nilai
ekspor produk industri pada triwulan I 2016 mencapai
USD25,5 miliar. Jumlah tersebut lebih rendah 6,7 persen
dari Triwulan I pada tahun 2015 (YoY). Dari sisi laju
perlambatan, tampak saat ini kondisi penurunan ekspor
Indonesia sudah melewati masa terburuk, diharapkan
dalam beberapa bulan mendatang tren bisa berbalik dan
menuju ke arah pertumbuhan yang positif. Salah satu hal
yang menyebabkan penurunan ekspor Indonesia adalah
menurunnya permintaan dari pasar utama produk ekspor
Indonesia di Amerika Serikat, Jepang dan Tiongkok.
Penurunan ekspor industri yang sudah berlangsung
selama enam kuartal berturut-turut menjadi sebuah
pertanda bahwa pertumbuhan perekonomian negara-
negara tujuan ekspor tidak dapat diharapkan menjadi
sumber utama pertumbuhan perekonomian Indonesia.
Diversifikasi produk ekspor dan penemuan pasar ekspor
baru dapat menjadi dua target utama dalam intervensi
kebijakan ekspor peorduk industri Indonesia.
25.486
-6,70
-20,00-15,00-10,00-5,000,005,0010,0015,0020,0025,0030,00
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015 2016
Ekspor Produk Industri (persen, sb. kiri, y-on-y)Pertumbuhan Ekspor Produk Industri (persen, sb.…
Nilai ekspor produk industri Indonesia Triwulan I 2015 mencapai USD25,5 miliar.
67
Gambar 25. Penanaman Modal Asing (PMA) Sektor Industri
Sumber: BKPM
Nilai investasi asing langsung di sektor industri Indonesia
pada Triwulan I 2016 meningkat dengan pesat. Nilai PMA
mencapai USD5,5 milyar dengan tujuan utama investasi
di sektor industri kertas (USD 1,9 milyar), kimia farmasi
(USD955 juta) dan kendaraan bermotor (USD829 juta).
Triwulan I 2016 juga tercatat sebagai triwulan kedua
dimana terjadi pertumbuhan investasi yang positif,
semenjak Triwulan I tahun 2014.
Pertumbuhan investasi asing yang positif ini merupakan
hal yang sangat baik dan mencerminkan potensi
pertumbuhan perekonomian Indonesia di masa
mendatang. Beberapa intervensi kebijakan utama telah
dikeluarkan di penghujung tahun 2015 dan diharapkan
akan memberikan hasil di tahun ini dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi.
5.462
90,5
-50,0-30,0-10,010,030,050,070,090,0110,0130,0150,0
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015 2016Investasi PMA (Juta USD, sb. kiri)Pertumbuhan Investasi PMA (persen, sb. kanan, y-on-y)
68
Gambar 26. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Sektor Industri
Sumber: BKPM
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Indonesia pada
Triwulan I 2016 mencapai angka Rp. 25 Triliun—tumbuh
sebesar 45 persen. Investasi terbesar terjadi pada sektor
industri makanan (Rp. 8.9 Triliun), Industri kimia farmasi
(Rp. 5.7 Triliun) dan Industri mineral non logam (Rp. 2.9
Triliun). PMDN memegang peranan yang penting di dalam
menopang investasi nasional, terutama dengan
terjadinya perlambatan nilai investasi asing di Indonesia
dari Triwulan I 2014. Tercatat hanya satu kali saja PMDN
mengalami pertumbuhan yang negatif yaitu di Triwulan II
tahun 2014. Berdasarkan nilai kumulatif investasi PMDN
dari Triwulan I 2014, tercatat bahwa industri makanan
membukukan nilai investasi PMDN sebesar Rp. 53 Triliun,
jauh melampaui industri lainnya. Hal ini kembali
menguatkan hipotesis bahwa industri manufaktur
Indonesia memiliki orientasi pasar domestik yang lebih
kuat ketimbang pasar internasional, sehingga sangat
bergantung pada daya beli masyarakat Indonesia. Hal ini
bisa menjadi hal yang positif jika pemerintah Indonesia
dapat menjaga kestabilan harga domestik serta
melindungi dari perlambatan ekonomi internasional.
25.460
45,9
-40,0
-20,0
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015 2016
Investasi PMDN (Rp. Milyar, sb. kiri)Pertumbuhan Investasi PMDN (persen, sb. kanan, y-on-…
69
Akan tetapi, hal ini dapat berarti industri Indonesia belum
optimal memanfaatkan peluang pasar internasional yang
tersedia dengan luas.
Data Penjualan Komoditas Industri Utama
Terdapat tiga komoditi industri utama yang dapat
menggambarkan kondisi perekonomian sektor industri
secara keseluruhan, yaitu produk mobil, motor dan
semen. Penjualan mobil di Indonesia dianggap sebagai
indikator yang dapat menggambarkan daya beli
masyarakat kelas menengah ke atas, sedangkan
penjualan motor mencerminkan daya beli masyarakat
kelas menengah ke bawah. Dalam menggambarkan
tingkat pembangunan di Indonesia, penjualan semen
dianggap sebagai indikator yang sesuai. Gambar 27. Penjualan Mobil Triwulan I Tahun 2016
Sumber: GAIKINDO 2015, diolah
Grafik di atas menunjukkan siklus penjualan mobil setiap
triwulannya sekaligus pertumbuhannya secara tahunan
dari tahun 2014 hingga Triwulan I 2016. Penjualan mobil
di Triwulan I tahun 2015 ini mencapai 267.727 unit atau
turun sebesar 5,4 persen dibandingkan Triwulan I tahun
2016. Terlihat bahwa trend perbaikan industri mobil
267.227
-5,4
-25,0
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
-
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015 2016
Penjualan Mobil (Unit, sb. kiri)Pertumbuhan Penjualan Mobil (persen, sb. kanan, y-on-y)
Penjualan mobil di Triwulan I tahun 2016 ini mencapai 267.727 unit atau turun sebesar 5,4 persen dibandingkan Triwulan I tahun 2015.
70
terjadi, walaupun dengan laju yang cukup lambat. Terlihat
bahwa titik terendah terjadi pada Triwulan II tahun lalu
dan pada triwulan I 2016 telah terjadi perbaikan angka
penjualan mobil.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perbaikan
trend penjualan mobil adalah perbaikan kondisi ekonomi
pada golongan masyarakat kelas menengah ke atas dan
juga munculnya banyak varian produk mobil baru yang
dikeluarkan oleh dealer dengan tujuan untuk mengisi
kekosongan segmentasi pasar tertentu (“Range” harga
Rp. 220-275 Juta) serta ekspansi penjualan mobil untuk
segmen Low Cost City Car (1000 – 1500 cc).
Gambar 28. Penjualan Motor Di Indonesia Triwulan I Tahun 2016
Sumber: GAKINDO dan ASTRA 2016, diolah
Grafik di atas menggambarkan siklus penjualan motor
setiap triwulannya dan juga pertumbuhannya dari tahun
2014 hingga Triwulan I 2016. Angka penjualan motor
pada Triwulan I mencapai angka 1.504.468 unit atau
mengalami penurunan sebesar 6,3 persen dibandingkan
dengan penjualan motor pada triwulan yang sama di
tahun 2015. Triwulan I tahun 2016 merupakan triwulan
ke-tujuh penjualan motor mengalami pertumbuhan
1.504.468
-6,3
-35,0-30,0-25,0-20,0-15,0-10,0-5,00,05,010,015,020,025,030,0
-
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015 2016Penjualan Sepeda Motor (Unit, sb. kiri)
Pertumbuhan Penjualan Sepeda Motor (persen, sb. kanan, y-on-y)
Penjualan motor pada Triwulan I mencapai angka 1.504.468 unit atau mengalami penurunan sebesar 6,3 persen (YoY).
71
negatif. Terlihat dengan jelas bahwa penurunan
penjualan motor sudah melewati saat-saat terkritis yang
terjadi pada Triwulan II tahun lalu. Penjualan motor tahun
ini dapat kembali ke angka pertumbuhan positif dengan
catatan bahwa terjadi perbaikan daya beli masyarakat
khususnya kelas menengah.
Saat ini Indonesia masih merupakan pangsa pasar
terbesar untuk produk sepeda motor pabrikan Jepang,
tetapi dealer besar seperti Honda sudah melakukan
ekspansi di pasar negara lain, seperti India, sebagai
langkah antisipatif terhadap penurunan penjualan di
pasar Indonesia. Satu hal lain yang dapat menghambat
penjualan sepeda motor adalah penetrasi sepeda motor
di Indonesia yang sudah mencapai angka yang cukup
tinggi. Terhitung secara kumulatif selama 10 tahun
terakhir, angka penjualan sepeda motor mencapai lebih
dari 65 juta buah. Dengan jumlah tersebut, paling tidak 1
dari 5 orang Indonesia memiliki sepeda motor—sebuah
level penetrasi pasar yang cukup tinggi untuk barang yang
memiliki nilai cukup mahal.
Gambar 29. Penjualan Semen Di Indonesia Triwulan I tahun 2016 (Ton)
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (ASI) 2016, diolah
14.473.099
3,8
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
-
2.000.000
4.000.000
6.000.000
8.000.000
10.000.000
12.000.000
14.000.000
16.000.000
18.000.000
20.000.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015 2016
Penjualan Semen (Ton, sb. kiri)Pertumbuhan Penjualan Semen (persen, sb. kanan, y-on-y)
72
Grafik di atas menunjukkan siklus penjualan semen di
Indonesia setiap triwulan dari tahun 2014 hingga
Triwulan I 2016. Penjualan semen pada Triwulan I 2016
mencapai angka 14,4 juta ton, turun jika dibandingkan
dengan Triwulan IV 2015 tetapi tumbuh sebesar 3,8
persen (yoy). Penjualan semen yang rendah di Triwulan I
sejalan dengan siklus pertumbuhan industri konstruksi
yang memang tumbuh rendah di awal tahun—hanya
mengandalkan konstruksi swasta domestik dan belum
melaksanakan pembangunan infrastruktur pemerintah
yang terkendala siklus APBN.
Tenaga Kerja Industri
Gambar 30. Tenaga kerja Sektor Industri (Juta Jiwa)
Sumber: BPS 2016, diolah
Jumlah tenaga kerja industri bulan Februari 2016 adalah
sejumlah 15,97 juta tenaga kerja--meningkat sebanyak
700 ribu jika dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja
industri pada bulan Agustus 2015. Penyerapan tenaga
kerja terjadi pada sektor non-tradisional padat tenaga
kerja. Hal ini merupakan indikator yang bagus dan
menunjang berkembangnya perekonomian serta
mendorong diversifikasi struktur ekonomi nasional.
15,97
-2,5
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,5
13,0
13,5
14,0
14,5
15,0
15,5
16,0
16,5
Aug-10 Aug-11 Aug-12 Aug-13 Aug-14 Aug-15 Feb-16
Jumlah tenaga kerja sektor industri (Juta orang, sb. kiri)
Pertumbuhan jumlah tenaga kerja sektor industri (persen, sb. kanan, y-on-y)
Penjualan semen di triwulan I 2016 mencapai angka 14,4 juta ton.
Jumlah tenaga kerja industri pada bulan Februari 2016 mencapai hampir 16 juta tenaga kerja.
73
Gambar 31. Rata-rata Upah Sektor Manufaktur Tahun 2008-2015
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja 2016, diolah
Rerata upah pekerja pada sektor industri manufaktur
mencapai angka Rp. 1.792.416,- per bulan pada tahun
2015. Rata-rata kenaikan upah mencapai kurang lebih 11
persen per tahun selama tujuh tahun terakhir secara
kumulatif rerata upah tenaga kerja industri telah
meningkat lebih dari 2x lipat antar atahun 2008-2015.
Skema penentuan upah minimum yang dilakukan tripartit
menghasilkan kenaikan upah yang konsisten, akan tetapi
kenaikan tersebut jika tidak diiringi dengan kenaikan
produktifitas dan efisiensi produksi dari tenaga industri
maka akan memberikan dampak negatif terhadap daya
saing produk industri Indonesia.
Gambar 32. Rerata Upah Sektoral Tenaga Kerja Indonesia pada Tahun 2015
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja 2016, diolah
1.792.416
-
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
Dec-08 Dec-09 Dec-10 Dec-11 Dec-12 Dec-13 Dec-14 Dec-15
Rerata Upah Sektor Manufaktur (Rp. per bulan)
1.792.416
-
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
3.000.000
3.500.000Rerata Upah Sektoral (Rp. per bulan)
Rerata upah pekerja sektor manufaktur meningkat lebih dari 2x lipat antara tahun 2008 dan 2015.
74
Upah tenaga kerja sektor industri manufaktur sendiri,
kurang lebih sama dengan rerata upah tenaga kerja
keseluruhan sektor. Hanya lebih tinggi dari upah tenaga
kerja sektor pertanian, perdagangan dan konsutruksi.
Dalam kondisi ideal, tingkat upah merupakan
keseimbangan pada pasar tenaga kerja yang
memperhatikan supply dan demand tenaga kerja
Indonesia. Berdasarkan pemantauan di lapangan, terjadi
ketimpangan antara kebutuhan tenaga kerja industri
berkualitas tinggi dengan minimum pendidikan Sarjana
dengan jumlah yang tersedia setiap tahunnya.
Dengan struktur upah yang ada saat ini, besar
kemungkinan bahwa penyerapan tenaga kerja banyak
terjadi pada sektor yang memiliki upah lebih tinggi,
sehingga mempersulit tersedianya tenaga kerja ahli di
sektor industri manufaktur.
Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri
Gambar 33. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan IV Tahun 2015
Sumber: Bank Indonesia 2016, diolah
75
Grafik di atas menggambarkan jumlah pinjaman modal
kerja dan investasi dalam mata uang rupiah dan valuta
asing lainnya dari perbankan untuk sektor industri dan
juga menggambarkan suku bunga kredit untuk modal
kerja dan investasi pada sektor industri. Nilai outstanding
loan untuk modal kerja per akhir Maret 2016 adalah
sebesar Rp497 triliun dan nilai outstanding loan untuk
kredit investasi adalah sebesar Rp218 triliun.
Pertumbuhan nilai outstanding loan kredit modal kerja
antara Maret 2015 dan Maret 2016 adalah sebesar 4,0
persen dan untuk kredit investasi adalah sebesar 14,0
persen.
Suku bunga kredit modal kerja dan kredit investasi bank
umum juga konsisten menurun semenjak awal tahun
2015. Per Maret 2016, suku bunga kredit modal kerja
tercatat sebesar 12,28 persen dan suku bunga kredit
investasi sebesar 11,83. Suku bunga ini lebih rendah
kurang lebih sebesar 50 basis poin jika dibandingkan
dengan suku bunga pada bulan Januari 2015.
Perlambatan pada kredit modal kerja telah terjadi dari
Triwulan II 2012, sedangkan untuk kredit investasi telah
terjadi dari Triwulan II 2014. Perlambatan pertumbuhan
kredit perbankan--baik pada kredit modal kerja ataupun
kredit investasi—semakin memberatkan pertumbuhan
industri manufaktur. Supply kredit dari perbankan
merupakan salah satu prasyarat utama bagi tumbuh
sehatnya industri manufaktur nasional. Sampai saat ini
belum ditemukan katalis positif bagi pertumbuhan kredit
sektor perbankan yang disalurkan kepada sektor industri.
Outstanding Kredit untuk sektor industri dan suku bunga kredit terus menurun
76
Perkembangan Kawasan Industri Indonesia
Gambar 34. Ketersediaan Lahan Kawasan Industri
Per Maret 2016, luas lahan kawasan industri yang tersedia di Jabotabek Serang berjumlah lebih dari 12 ribu hektar, dengan jumlah terbanyak berada di Bekasi dan Karawang. Utilisasi terbesar masih berada di daerah Jakarta dan Bogor dengan tingkat penjualan di atas 80 persen. Sisa lahan yang masih tersedia di Bekasi dan Karawang kurang lebih 2.500 hektar sehingga masih menyisakan potensi pengembangan lanjutan untuk mewujudkan kluster kawasan industri yang terintegrasi.
Gambar 35. Net Sales Kawasan Industri (Ha)
Sumber: Cushman & Wakefield
Terlihat dengan jelas bahwa aktivitas penjualan lahan
baru kawasan industri di Triwulan I 2016 sangat minim—
dengan total penjualan sebesar hanya 19 hektar. Hal ini
mengindikasikan bahwa kegiatan industri yang ada belum
19
0
50
100
150
200
250
300
350
20
10
-TW
1
20
10
-TW
2
20
10
-TW
3
20
10
-TW
4
20
11
-TW
1
20
11
-TW
2
20
11
-TW
3
20
11
-TW
4
20
12
-TW
1
20
12
-TW
2
20
12
-TW
3
20
12
-TW
4
20
13
-TW
1
20
13
-TW
2
20
13
-TW
3
20
13
-TW
4
20
14
-TW
1
20
14
-TW
2
20
14
-TW
3
20
14
-TW
4
20
15
-TW
1
20
15
-TW
2
20
15
-TW
3
20
15
-TW
4
20
16
-TW
1
77
tumbuh dengan optimal. Di dalam perencanaan
pembangunan nasional 2015-2019, pembangunan
kawasan industri di luar Jawa dengan fokus membangun
industri pengolahan sumber daya alam mineral
merupakan flagship pembangunan industri kabinet
Jokowi-Kalla. Dengan melihat permintaan kawasan
industri saat ini yang masih lemah, pelaksanaan
pembangunan kawasan industri di luar Pulau Jawa agar
menyesuaikan dengan permintaan yang ada sehingga
tidak terjadi chronic overcapacity yang menghambat
dalam pengalokasian sumber daya APBN secara optimal.
Perkembangan Sektor Pariwisata
Statistik Perjalanan Wisatawan Indonesia
Jumlah Wisatawan Mancanegara
Gambar 36. Jumlah Wisatawan Mancanegara Triwulan I Tahun 2016
Sumber: CEIC dan BPS 2016, diolah
Pada triwulan I tahun 2016, menunjukkan bahwa jumlah
kunjungan wisman lebih tinggi dibandingkan dengan
jumlah wisman di periode yang sama tahun sebelumnya.
Rata-rata kunjungan wisman triwulan I tahun 2016
berjumlah 872.543 kunjungan. Jumlah kunjungan
penduduk mancanegara ini terdiri atas wisman yang
berkunjung lewat 19 pintu utama sebanyak 2,31 juta
kunjungan, wisman yang berkunjung di luar 19 pintu
utama sebanyak 308,6 ribu kunjungan. Peningkatan
650.000
700.000
750.000
800.000
850.000
900.000
950.000
Jumlah Wisman Tahun 2016 Jumlah Wisman Tahun 2015 Jumlah Wisman Tahun 2014
Terjadi peningkatan jumlah kunjungan wisman yang sangat signifikan dari bulan Januari 2016 hingga bulan Maret 2016.
78
jumlah kunjungan wisman tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain: (1) peristiwa Gerhana
Matahari Total 2016; (2) banyak pekerja paruh waktu
berasal dari sejumlah negara ASEAN sebagai dampak
perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
dan (3) fasilitas bebas visa bagi 169 negara yang
menyebabkan perwakilan negara yang datang ke Tanah
Air untuk tujuan bisnis membawa delegasi lebih banyak
dibanding sebelum adanya kebijakan bebas visa tersebut.
Wisman masuk Indonesia melalui 19 pintu masuk utama, antara lain: Soekarno Hatta, Ngurah Rai, Batam (Kepulauan Riau), Tanjung Uban (Kepulauan Riau), dan Juanda (Jawa Timur), dengan jumlah kedatangan terbanyak adalah melalui Ngurah Rai.
Gambar 37. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Lima Besar Pintu Masuk Utama Triwulan I Tahun 2016
Sumber: CEIC dan BPS 2016, diolah
Kebijakan Pembangunan Pariwisata Indonesia
10 Destinasi Pariwisata Prioritas
Pada tahun 2016 direncanakan target wisatawan
nusantara menjadi 260 juta kunjungan, wisatawan asing
12 juta orang, dan devisa dari sektor pariwisata sebanyak
Rp 172,8 Triliun. Kebijakan peningkatan daya saing
pariwisata diarahkan untuk melanjutkan kebijakan yang
sedang berjalan yaitu mendatangkan sebanyak mungkin
354.778
202.669
125.324
25.577
17.894
Ngurah Rai,Bali (U)
Soekarno-Hatta,…
Batam,Kep.Riau (L+U)
Tj.Uban,Kep.Riau (L)
Juanda,Jatim (U)
Januari 2016
Februari 2016
Maret 2016
Kunjungan wisman yang masuk melalui Soekarno-Hatta meningkat pesat di akhir Triwulan I tahun 2016.
Kebijakan peningkatan daya saing pariwisata diarahkan melalui kegiatan pemasaran dan penguatan citra Indonesia sebagai tujuan wisata dunia.
79
wisatawan mancanegara melalui kegiatan pemasaran dan
penguatan citra Indonesia sebagai tujuan wisata dunia.
Selain pemasaran, secara simultan kawasan wisata
Mandeh – Sumbar akan dicanangkan sebagai destinasi
wisata strategis yang menjadi percontohan bagi
pengembangan baru destinasi wisata. Di samping
pembangunan akses ke kawasan tersebut, maka juga
akan dilakukan upaya peningkatan daya tarik pariwisata
melalui kegiatan peningkatan amenitas, promosi melalui
festival dan pemberdayaan masyarakat. Menindaklanjuti
hal itu, pemerintah membenahi akses menuju kawasan
darat dan laut. Salah satunya adalah menyiapkan Kapal
Wisata Bintang Mandeh. Akhir triwulan I 2016, Kapal
Wisata Bintang Mandeh mengadakan pelayaran perdana.
Kapal berkapasitas 70 tempat duduk itu akan beroperasi
dengan rute Muara Padang, Padang, menuju Mandeh,
Pesisir Selatan.
Langkah perkuatan lainnya untuk dapat mendatangkan
wisatawan mancanegara sebanyak mungkin yaitu dengan
meningkatkan daya saing sumber daya manusia
pariwisata nasional. Upaya perkuatan tersebut dilakukan
dengan: (1) peningkatan pelaksanaan pelatihan,
sertifikasi dan penempatan tenaga kerja pariwisata; (2)
peningkatan kapasitas dan kualitas pendidikan tinggi
pariwisata di Medan, Bandung, Bali, dan Makassar. Di
samping itu pada tahun 2016 akan dimulai pembangun
pendidikan tinggi pariwisata di Palembang – Sumsel dan
Lombok – NTB.
Peningkatan kapasitas dan kualitas SDM Kepariwisataan sebagai salah satu kebijakan pembangunan pariwisata Indonesia.
80
KEUANGAN NEGARA
81
KEUANGAN NEGARA
82
PENDAPATAN PEMERINTAH
APBN 2016 menargetkan pendapatan negara dan hibah
sebesar Rp1.822,6 triliun, meningkat 21,1 persen dari
realisasi 2015. Peningkatan tersebut relatif tinggi
dibandingkan rata-rata pertumbuhan realisasi selama
lima tahun terakhir (10,3 persen) (Gambar 38).
Gambar 38. Perkembangan Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah, 2010 – 2016 (triliun rupiah)
*) per 31 Desember 2015 **) APBN Sumber: Nota Keuangan
Pada Gambar 38, perpajakan tetap menjadi sumber
utama pendapatan negara dan hibah. APBN 2016
menargetkan penerimaan perpajakan sebesar Rp1.546,7
triliun, atau 84,9 persen dari target pendapatan negara
dan hibah. Jika dibandingkan PNBP dan hibah, perpajakan
mengalami peningkatan lebih besar yakni 24,7 persen
dari realisasi 2015. Kebijakan tax amnesty yang
direncanakan akan diimplementasikan pada 2016,
diharapkan dapat membantu peningkatan capaian target
perpajakan.
BELANJA PEMERINTAH
Seiring peningkatan signifikan target Pendapatan Belanja
Negara dan Hibah, APBN 2016 juga menargetkan
peningkatan signifikan pada Belanja Negara. Belanja
Negara ditargetkan sebesar Rp2.095,7 triliun, meningkat
16,7 persen dari realisasi 2015. Peningkatan tersebut
lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan realisasi
0
500
1.000
1.500
2.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015* 2016**Perpajakan PNBP Hibah
Pada tahun 2016, Pendapatan Negara dan Hibah mengalami peningkatan signifikan dibandingkan realisasi 2015
Perpajakan masih menjadi sumber utama Pendapatan Negara dan Hibah, dengan proporsi hingga lebih dari 80 persen.
Pada 2016, Belanja Negara ditargetkan meningkat secara signifikan dibandingkan realisasi 2015.
83
selama lima tahun terakhir (11,7 persen). Selanjutnya
terkait dengan Transfer ke Daerah dan Dana Desa
menunjukan tren peningkatan lebih cepat dibandingkan
Belanja Pemerintah Pusat (Gambar 39).
Gambar 39. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Negara, 2010 – 2016 (triliun rupiah)
*) per 31 Desember 2015 **) APBN Sumber: Nota Keuangan
Pada APBN 2016, Belanja Pegawai menjadi belanja
terbesar dibandingkan jenis-jenis Belanja Pemerintah
Pusat lainnya. Belanja Pegawai ditargetkan sebesar
Rp347,5 triliun, lebih tinggi 23,6 persen dari realisasi
2015. Sementara itu, kebijakan subsidi listrik
menyebabkan penurunan alokasi Belanja Subsidi pada
2016. Belanja Subsidi ditargetkan sebesar Rp182,6 triliun,
turun 1,8 persen dari realisasi 2015. Selama 2011-2014,
Belanja Subsidi merupakan jenis Belanja Pemerintah
Pusat terbesar (Gambar 40).
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
2010 2011 2012 2013 2014 2015* 2016**
Pemerintah Pusat Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Pada APBN 2016, Belanja Pegawai merupakan Belanja Pemerintah Pusat dengan target terbesar. Sementara itu, kebijakan terkait subsidi listrik menyebabkan penurunan pada 2016.
84
Gambar 40. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Pusat, 2010 – 2016 (triliun rupiah)
*) per 31 Desember 2015 **) APBN Sumber: Nota Keuangan
Dana Perimbangan masih merupakan jenis Transfer ke
Daerah dan Dana Desa terbesar. Rata-rata proporsi
realisasi Dana Perimbangan selama 2010-2015 sebesar
84,5 persen dari total Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
APBN 2016 menargetkan Dana Perimbangan sebesar
Rp700,4 triliun, meningkat 44,2 persen dari realisasi 2015.
Peningkatan tersebut cukup tinggi dibandingkan rata-rata
pertumbuhan realisasi selama lima tahun terakhir (9,3
persen). Dana Alokasi Umum (DAU) masih menempati
proporsi terbesar yakni sekitar 55 persen dari Dana
Perimbangan (Gambar 41).
Gambar 41. Komposisi Dana Perimbangan, APBN 2016 (triliun rupiah)
Sumber: Nota Keuangan
0
500
1.000
1.500
2010 2011 2012 2013 2014 2015* 2016**
Pegawai Barang Modal Bunga Utang Subsidi Hibah Sosial Lainnya
106,1
385,4
208,9
Dana Bagi Hasil Dana Alokasi Umum Dana Transfer Khusus
Dana Perimbangan mengalami peningkatan signifikan dalam APBN 2016, dengan proporsi terbesar masih dimiliki DAU.
85
PEMBIAYAAN PEMERINTAH Gambar 42. Perkembangan Realisasi Defisit APBN, 2010 – 2016
*) per 31 Desember 2015 **) APBN Sumber: Nota Keuangan
Peningkatan target pendapatan yang lebih tinggi
dibandingkan belanja pada APBN 2016, menyebabkan
defisit anggaran diproyeksikan akan lebih rendah (2,2
persen dari PDB). Defisit anggaran 2016 ditargetkan
sebesar Rp273,2 triliun, lebih rendah dibandingkan
realisasi defisit 2015 (Rp318,5 triliun) (Gambar 42).
Dengan defisit tersebut, realisasi pembiayaan hingga
kuartal I 2016 relatif cukup besar. Total realisasi
pembiayaan per 31 Maret 2016 mencapai Rp165,8 triliun,
atau 61,5 persen dari APBN. Dari jumlah tersebut,
pinjaman dalam negeri mendominasi dengan nominal
sebesar Rp167,8 triliun (Tabel 19).
Sementara itu, realisasi pinjaman luar negeri (neto) per
31 Maret 2016 sebesar minus Rp2 triliun. Kondisi ini
disebabkan oleh pembayaran cicilan pokok yang lebih
besar dibandingkan penarikan pinjaman (bruto) (Tabel
18).
(0,73)
(1,14)
(1,86)
(2,33)(2,15)
(2,76)
(2,15)
-350
-280
-210
-140
-70
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015* 2016**
Rp triliun % PDB
Pinjaman dalam negeri masih mendominasi sumber pembiayaan dalam APBN 2016.
Realisasi pinjaman luar negeri (neto) per 31 Maret 2016, sebesar minus Rp2 triliun
Defisit APBN 2016 diproyeksikan sebesar 2,2 persen PDB, lebih rendah dari realisasi 2015.
86
Tabel 18. Perkembangan Realisasi Komposisi Pembiayaan APBN, 2011 – 2016 (Rp triliun)
Jenis 2011 2012 2013 2014 2015
2016
APBN Per 31
Mar
I Pinjaman Dalam Negeri (Neto) 148,7 198,6 243,2 261,2 307,7 272,8 167.8 a. Perbankan 48,9 62,7 34,2 5,0 3,8 5,5 1.8
b. Non perbankan 99,8 135,9 209,0 256,2 303,9 267,3 166.0 II Pinjaman Luar Negeri (Neto) (17,7) 27,6 (5,9) (12,3) 10,4 0,4 (2.0) a. Penarikan (Bruto) 33,8 27,6 55,2 52,6 77,5 75,1 7.8
i. Pinjaman Program 15,3 15,0 18,4 17,8 55,1 36,8 6.7 ii. Pinjaman Proyek 18,5 12,6 36,8 34,8 22,4 38,3 1.1 b. Penerusan Pinjaman (4,2) (3,8) (3,9) (2,5) (1,1) (5,9) 0.0
c. Pembayaran Cicilan Pokok (47,3) (51,1) (57,2) (62,4) (66,0) (68,8) (9.8) TOTAL 131,0 226,2 237,3 248,9 318,1 273,2 165,8
Sumber: Kementerian Keuangan
Posisi Utang Pemerintah
Total utang pemerintah pusat sampai dengan tahun 2016
diproyeksikan meningkat mencapai Rp3.429 triliun
dimana rasio utang terhadap PDB mencapai 27 persen.
Secara umum, utang pemerintah pusat meningkat rata-
rata 14,5 persen dalam periode 2011-2015 (Tabel 19).
Tabel 19. Posisi Utang Pemerintah 2011-2015 (Rp triliun)
2011 2012 2013 2014 2015* 2016**
Pinjaman 621.0 617.0 710.0 678.0 752.0 756.0
SBN 1,188.0 1,361.0 1,661.0 1,931.0 2,347.0 2,674.0
TOTAL UTANG 1,809.0 1,978.0 2,371.0 2,609.0 3,098.0 3,429.0
PDB 7,832.0 8,616.0 9,525.0 10,543.0 11,541.0 12,705.0
% PDB (RHS) 23.1 23.0 24.9 24.7 26.8 27.0
* Angka proyeksi menggunakan PDB berdasarkan APBN-P
** APBN 2016
Sumber: Kementerian Keuangan
Walaupun mengalami peningkatan tiap tahunnya, rasio
utang pemerintah Indonesia masih tergolong rendah
dibandingkan negara-negara lain. Hal ini dapat dilihat dari
Utang pemerintah pusat 2016 ditargetkan sebesar Rp756 triliun atau 27 persen dari PDB.
Dibandingkan negara lain, rasio utang pemerintah masih relatif rendah.
87
perbandingan rasio utang Indonesia dengan beberapa
negara di dunia (Gambar 43).
Gambar 43. Perbandingan Rasio Utang Pemerintah antar Negara, 2015 (% PDB)
Sumber: Bloomberg
Sementara itu, hingga kuartal I 2016, realisasi pembayaran
pokok dan bunga utang mencapai Rp162,4 triliun.
Pembayaran pokok dan bunga utang dalam negeri masih
mendominasi, mencapai sebesar Rp126,4 triliun atau 77,8
persen dari total keseluruhan (Tabel 20).
Tabel 20. Perkembangan Realisasi Pembayaran Pokok dan Bunga Utang Pemerintah Pusat 2011 – 2016 (Rp triliun)
2011 2012 2013 2014 2015 Q1-2016
Luar Negeri 62.4 81.4 89.4 135.6 123.9 36.0
Pokok 38.4 51.1 57.2 96.4 78.9 22.3
Bunga 24.0 30.4 32.2 39.2 45.0 13.7
Dalam Negeri 145.5 192.9 183.7 234.9 258.4 126.4
Pokok 86.3 122.4 103.2 140.6 147.4 87.2
Bunga 59.2 70.5 80.5 94.2 111.0 39.2
TOTAL 207.9 274.4 273.1 370.5 382.3 162.4
Sumber: Kementerian Keuangan.
0
50
100
150
200
250
Realisasi pembayaran pokok dan bunga utang pemerintah pusat pada kuartal I 2016 mencapai Rp162,4 triliun, di mana didominasi oleh utang dalam negeri.
88
Surat Berharga Negara (SBN)
Penurunan BI rate di awal tahun 2016, berpotensi
menurunkan beban pembayaran utang pemerintah
sebagai akibat penurunan yield SBN. Hal ini kemudian
memberikan ruang bagi pemerintah untuk semakin
mengoptimalkan SBN, terutama melalui penerbitan di
pasar domestik. Selama 2011-2016, nilai outstanding
SBN mengalami peningkatan siginifikan dari Rp1.187,7
triliun pada akhir tahun 2011 menjadi Rp2.490,6 triliun
per 31 Maret 2016. SBN berdenominasi rupiah masih
dominan, yakni sebesar Rp1.570,2 triliun atau 70,4
persen dari total SBN yang diperdagangkan (Tabel 22).
Walaupun berorientasi pada pasar domestik, penerbitan
SBN valas mengalami peningkatan signifikan. Realisasi
SBN denominasi valas per 31 Maret 2016 mencapai
Rp658,6 triliun atau meningkat lebih dari 200 persen dari
tahun 2011. SBN dengan denominasi USD masih
mendominasi keseluruhan SBN denominasi valas dengan
proporsi 90,3 persen. Tingginya penerbitan SBN USD,
mengindikasikan upaya pemerintah mempercepat
penerbitan guna mengantisipasi kenaikan suku bunga
Fed (Tabel 21).
Tabel 21. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2011 - 2016 (triliun Rupiah)
JENIS SBN 2011 2012 2013 2014 2015 31-Mar-16
I. Yang diperdagangkan
a. Surat Utang Negara (SUN) 684,6 757,2 908,1 1.099,3 1.288,6 1.366,0
Fixed Rate 517,1 610,4 751,3 946,0 1.148,9 1.246,3
Variable Rate 135,1 122,8 122,8 113,3 96,7 87,7
Zero Coupon 2,5 1,3
SPN 29,9 22,8 34,1 40,0 43,0 32,0
b. Surat berharga Syariah Negara (SBSN) 39,0 63,0 87,2 110,7 158,2 204,2
Fixed rate 37,7 62,8 78,5 100,0 149,2 193,3
SPN-Syariah 1,3 0,2 8,6 10,7 9,0 11,0
Total SBN Rupiah 723,6 820,3 995,3 1.210,0 1.446,8 1.570,2
SUN (dalam juta USD) 18,7 23,0 27,1 29,2 32,7 35,3
SBSN (dalam juta USD) 1,7 2,7 4,2 5,0 7,0 9,5
Penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan selama 2011-2016, di mana masih didominasi SBN berdenominasi rupiah
Sementara itu, SBN dengan denominasi valas mengalami peningkatan signifikan selama kurun waktu 2011-2016
89
Tabel 21. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2011 - 2016 (triliun Rupiah)
JENIS SBN 2011 2012 2013 2014 2015 31-Mar-16
SUN (dalam juta JPY) 95,0 155,0 155,0 155,0 255,0 255,0
SUN (dalam juta EUR) 1,0 2,3 2,3
Total SBN Valas 195,6 264,9 399,4 456,6 610,6 658,6
TOTAL (yang diperdagangkan) 919,2 1.085,2 1.394,7 1.666,6 2.057,5 2.228,8
II. Yang tidak diperdagangkan
SPNS 5,1
SUP 244,6 240,1 234,9 229,1 222,6 221,0
SPN 22,4 1,7
SBR 2,4 2,4 2,4
SDHI 23,8 35,8 31,5 33,2 36,7 36,7
TOTAL (yang tidak diperdagangkan) 268,4 275,9 266,4 264,6 289,2 261,8
TOTAL SBN 1.187,7 1.361,1 1.661,1 1.931,2 2.346,7 2.490,6
Sumber : Kementerian Keuangan
Terkait dengan komposisi kepemilikan SBN, kepemilikan
SBN oleh investor asing per 31 Maret 2016 mencapai
Rp606,1 triliun atau 38,5 persen dari keseluruhan SBN.
Peningkatan tersebut mengindikasikan tingkat
kepercayaan investor asing yang semakin tinggi terhadap
instrumen keuangan pemerintah, namun demikian dapat
juga berpotensi terjadinya sudden reversal. (Tabel 32).
Tingginya kepercayaan asing juga tercermin dari besarnya
proporsi kepemilikan dengan bertenor jangka panjang.
Selama 2011-2016, rata-rata proporsi kepemilikan asing
pada SBN di atas 5 tahun mencapai 76,1 persen.
Sementara proporsi kepemilikan pada SBN bertenor di
bawah 5 tahun cenderung mengalami penurunan
(Gambar 44).
Dalam kurun waktu 2011-2016, kepemilikan investor asing pada SBN mengalami peningkatan yang signifikan
Tingginya kepemilikan investor asing pada SBN didominasi pada SBN bertenor jangka panjang.
90
Gambar 44. Komposisi Kepemilikan SBN oleh Asing berdasarkan Tenor (% Total SBN)
Sumber : Kementerian Keuangan
Pinjaman Luar Negeri
Hingga Maret 2016, realisasi pinjaman luar negeri
mencapai Rp745,8 triliun, turun 0,3 persen dari 2015.
Jepang masih merupakan negara kreditur utama, dengan
pinjaman sebesar Rp220,9 triliun atau 29,6 persen dari
total pinjaman luar negeri. Sementara itu, Bank Dunia
masih menjadi lembaga keuangan internasional utama,
dengan pinjaman sebesar Rp221,4 triliun atau 29,7
persen dari total pinjaman luar negeri (Tabel 22).
Tabel 22. Posisi Pinjaman Luar Negeri Berdasarkan Kreditur (Rp Triliun)
NEGARA 2011 2012 2013 2014 2015 Mar-16
1. Negara 406,8 384,3 423,5 381,8 387,9 391,8
a Jepang 280,6 256,2 255,0 213,4 214,3 220,9
b Perancis 23,8 24,1 31,5 32,0 33,7 34,6
c Jerman 20,4 20,1 24,2 22,0 22,8 22,5
d Korsel 7,0 6,6 12,2 15,2 19,8 19,6
e Tiongkok 8,0 7,6 10,8 11,6 13,0 12,0
f AS 16,1 15,2 19,9 19,9 20,7 20,1
g Australia 8,5 8,0 9,2 8,3 8,0 7,9
h Spanyol 4,1 3,8 4,6 4,2 4,0 3,9
i Rusia 1,4 1,4 8,0 8,5 9,3 8,9
j Inggris 7,4 7,0 7,6 5,8 4,7 4,4
k Lainnya 29,6 34,3 40,6 40,9 37,7 37,0
24,9
27,8 32,0 33,639,0 37,5
38,245,0 44,5 42,8 44,7 46,8
0
20
40
60
80
100
2011 2012 2013 2014 2015 Mar-16
< 1 1 - 2 2 - 5 5 - 10 > 10
Jepang dan Bank Dunia masih menjadi kreditur utama pinjaman luar negeri Indonesia
91
NEGARA 2011 2012 2013 2014 2015 Mar-16
2. Lembaga Keuangan Internasional 213,0 230,1 288,3 292,3 360,0 353,9
a Bank Dunia 108,7 122,5 163,8 175,0 221,5 221,4
b ADB 97,9 100,4 114,6 107,4 126,8 121,0
c IDB 4,2 5,1 7,2 7,4 8,9 8,8
d IFAD 1,2 1,3 1,8 1,9 2,1 2,2
e EIB 0,5 0,6 0,6 0,5 0,4 0,4
f NIB 0,4 0,3 0,3 0,3 0,2 0,2
3. Suppliers 0,5 0,4 0,4 0,2 0,2 0,1
TOTAL 620,3 614,8 712,2 674,3 748,1 745,8
Sumber : Kementerian Keuangan
92
PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN
93
PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN
94
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I
tahun 2016 mengalami defisit sebesar USD0,3 miliar.
Kinerja tersebut menurun signifikan dibandingkan
dengan NPI pada triwulan IV tahun 2015 yang surplus
sebesar USD5,1 miliar maupun triwulan I tahun 2015
yang surplus sebesar USD1,3 miliar. Penurunan kinerja
neraca pembayaran Indonesia pada triwulan I tahun 2016
tersebut dipengaruhi oleh defisit pada neraca transaksi
berjalan yang sebesar USD4,7 miliar dan penurunan
surplus neraca transaksi modal dan finansial secara
signifikan. Defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan
I tahun 2016 mengalami perbaikan, lebih kecil
dibandingkan dengan defisit pada triwulan IV tahun 2015
yang sebesar USD5,1 miliar, namun lebih besar
dibandingkan dengan defisit pada triwulan I tahun 2015
yang sebesar USD4,1 miliar. Sementara itu, pada triwulan
I tahun 2016 neraca transaksi modal dan finansial
mengalami surplus sebesar USD4,1 miliar, lebih kecil
dibandingkan surplus pada triwulan IV tahun 2015 yang
sebesar USD9,8 miliar dan triwulan I tahun 2015 yang
sebesar USD5,0 miliar.
Gambar 45. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan I Tahun 2016 (Miliar USD)
Sumber: Bank Indonesia
85,0
90,0
95,0
100,0
105,0
110,0
115,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2013 2014 2015 2016
Transaksi Berjalan Transaksi Modal dan FinansialNeraca Keseluruhan Posisi Cadangan Devisa (RHS)
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I tahun 2016 mengalami defisit sebesar USD0,3 miliar.
95
Tabel 23. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan I Tahun 2016 (Miliar USD)
2014 2015 2016
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
I. Transaksi Berjalan -4.9 -9.6 -7.0 -6.0 -4.1 -4.3 -4.2 -5.1 -4.7
A. Barang 3.4 -0.4 0.2 2.4 3.1 4.1 4.1 2.0 2.8
- Ekspor 43.9 44.5 43.6 43.2 37.8 39.7 36.1 34.8 33.2
- Impor -40.6 -4.5 -42.0 -40.8 -34.8 -35.6 -31.9 -32.8 -3.0
1. Barang Dagangan Umum
2.8 -0.7 1.2 2.2 0.3 0.4 4.0 2.0 2.5
- Ekspor, fob. 43.4 44.2 43.2 42.9 3.7 39.4 35.7 34.4 32.8
- Impor, fob. -40.6 -44.9 -42.0 -40.8 -3.5 -35.6 -3.2 -32.4 -30.4
1. Non-migas 5.6 2.5 4.3 4.9 3.9 5.9 6.2 3.0 3.3
a. Ekspor 35.8 36.7 3.6 3.7 33.1 34.7 32.0 30.7 29.9
b. Impor -30.2 -34.2 -31.6 -31.6 -29.1 -2.9 -2.6 -27.7 -26.6
2. Migas -2.7 -3.2 -3.1 -2.8 -1.3 -2.1 -2.1 -1.0 -0.8
a. Ekspor 7.6 7.5 7.3 6.4 4.4 4.6 0.4 3.7 2.9
b. Impor -10.3 -10.7 -10.4 -9.2 -5.6 -6.8 -5.8 -4.7 -3.8
2. Barang Lainnya 0.5 0.3 0.4 0.3 0.4 0.3 0.1 -0.1 0.3
- Ekspor, fob. 0.5 0.3 0.4 0.3 0.4 0.3 0.4 0.3 0.4
- Impor, fob. 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 -0.3 -0.4 0.0
B. Jasa – jasa -2.1 -2.8 -2.5 -2.6 -1.8 -2.6 -2.1 -0.2 -1.1
II. Transaksi Modal 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
III. Transaksi Finansial
6.4 14.5 14.6 9.5 5.0 1.8 0.2 9.8 4.2
1. Investasi langsung
2.0 4.4 5.8 2.7 1.7 3.7 1.8 2.8 2.2
2. Investasi portofolio
8.7 8.0 7.4 1.9 8.5 5.6 -2.2 4.9 0.4
3. Investasi lainnya -4.2 2.0 1.4 5.0 -5.3 -0.7 0.4 2.5 -0.2
IV. Total (I + II + III) 1.5 4.9 7.5 3.6 0.9 -0.2 -3.9 4.8 -0.5
V. Selisih Perhitungan Bersih
0.6 -0.6 -1.1 -1.2 0.4 -0.5 -0.6 0.3 0.2
VI. Neraca Keseluruhan (V + VI)
2.1 4.3 6.5 0.2 1.3 -2.9 -4.6 5.1 -0.3
- Posisi Cadangan Devisa
102,
6
107,
7
111,
2
111,
9
111,
6
108,
0
101,
7
105,
9
107,
5
Dalam Bulan Impor 5,7 6,1 6,3 6,4 6,6 6,8 6,8 7,4 7,7
Transaksi Berjalan (%PDB)
-2,3 -4,3 -3,0 -2,7 -2,0 -2,0 -1,9 -2,4 -2,1
Sumber: Bank Indonesia
96
TRANSAKSI BERJALAN
Perkembangan Ekspor
Gambar 46. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Maret 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Nilai total ekspor Indonesia pada Triwulan I tahun 2016
sebesar USD33.585,4 juta, mengalami penurunan
sebesar 14,0 persen jika dibandingkan dengan periode
yang sama Triwulan I tahun 2015. Nilai ekspor pada
Januari tahun 2016 terendah sepanjang triwulan I yakni
sebesar USD10.500,2 juta.
Sementara itu kinerja ekspor nonmigas mengalami
penurunan sebesar 9,6 persen pada triwulan I tahun
2016. Kinerja ekspor nonmigas berdasarkan sektor pada
triwulan I tahun 2016 ditopang oleh sektor produk
industri sebesar USD25.485,8 juta dengan proporsi 75,9
persen dari total nilai ekspor nonmigas.
Tabel 24.Perkembangan Ekspor Triwulan I Tahun 2016
Komoditas Jan-16 Feb-16 Mar-16 Q1 2015* Q1 2016* Nilai Ekspor (USD Juta) 10.500,2 11.312,0 11.792,8 39.128,5 33.585,4
Migas 1.107,0 1.113,3 1.229,2 5.701,2 3.450,4
Minyak Mentah 356,5 476,6 558,6 1.859,7 1.392,7
Hasil Minyak 85,5 55,4 62,7 607,5 203,5
Gas 665,0 581,3 607,9 3.234,0 1.854,2
Non Migas 9.393,2 10.198,7 10.563,6 33.350,5 30.135,0
Pertanian 267,9 216,4 228,6 842,7 695,8
Industri 7.833,3 8.704,8 8.965,9 27.315,5 25.485,8
Pertambangan 1.292,0 1.277,5 1.369,1 5.192,3 3.953,4
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
02.0004.0006.0008.000
10.00012.00014.00016.00018.000
Mar
-15
Ap
r-1
5
Mei
-15
Jun
-15
Jul-
15
Agu
-15
Sep
-15
Okt
-15
No
v-1
5
Des
-15
Jan
-16
Feb
-16
Mar
-16
Vo
lum
e (
Juta
Kg)
Nila
i (U
SD J
uta
)
Volume Nilai
Nilai total ekspor Indonesia
pada triwulan I tahun 2016
sebesar USD33.585,4 juta
dengan pertumbuhan
negatif sebesar 14,0 persen.
97
Komoditas Jan-16 Feb-16 Mar-16 Q1 2015* Q1 2016*
Pertumbuhan Ekspor* (%) -22,3 7,8 4,3 -11,7 -14,0
Migas -14,8 0,6 10,4 -27,6 -39,5
Minyak Mentah -18,0 33,7 17,2 -15,9 -25,1
Hasil Minyak 8,1 -35,2 13,2 -33,5 -66,5
Gas -15,3 -12,6 4,6 -31,9 -42,7
Non Migas -11,3 8,6 3,6 -8,2 -9,6
Pertanian -37,8 -19,2 5,6 4,0 -17,4
Industri -7,8 11,1 3,0 -8,0 -6,7
Pertambangan -22,3 -1,1 7,2 -12,0 -23,9
Proporsi Ekspor (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Migas 10,5 9,8 10,4 14,6 10,3
Minyak Mentah 32,2 42,8 45,4 4,8 4,1
Hasil Minyak 24,0 11,6 11,2 1,6 0,6
Gas 777,8 1.049,3 969,5 8,3 5,5
Non Migas 1.412,5 1.754,5 1.737,7 85,4 89,7
Pertanian 2,9 2,1 2,2 3,4 2,1
Industri 2.924,0 4.022,6 3.922,1 68,8 75,9
Pertambangan 16,5 14,7 15,3 13,3 11,8
Sumber Pertumbuhan (%) -22,3 7,8 4,3 -11,7 -14,0
Migas -1,6 0,1 1,1 -4,0 -4,1
Minyak Mentah -5,8 14,4 7,8 -0,8 -1,0
Hasil Minyak 1,9 -4,1 1,5 -0,5 -0,4
Gas -119,3 -132,1 44,4 -2,6 -2,4
Non Migas -159,3 150,5 62,2 -7,0 -8,6
Pertanian -1,1 -0,4 0,1 0,1 -0,4
Industri -227,4 447,5 117,6 -5,5 -5,1
Pertambangan -3,7 -0,2 1,1 -1,6 -2,8
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY)
Pada triwulan I tahun 2016 nilai ekspor nonmigas
Indonesia untuk komoditas Lemak dan Minyak
Hewan/Nabati (HS-15) merupakan komoditas dengan
nilai ekspor terbesar dan mencatatkan nilai USD3.864,6
juta dan juga merupakan komoditas ekspor nonmigas
dengan proporsi terbesar yaitu 12,8 persen terhadap
total ekspor. Sementara itu komoditas ekspor nonmigas
yang memiliki kinerja positif pada triwulan I tahun 2016
adalah Kapal Laut (HS-89) dan Benda-benda dari Besi dan
Baja (HS-73) yang secara berturut-turut mencatatkan
pertumbuhan sebesar 274,1 persen dan 25,2 persen.
Selanjutnya komoditas dengan nilai pertumbuhan negatif
terbesar adalah Timah (HS-80) yaitu 62,8 persen (YoY),
Komoditas Kapal Laut (HS-
89) dan Benda-benda dari
Besi dan Baja (HS-73)
merupakan komoditas
dengan pertumbuhan positif
kedua terbesar yaitu
sebesar 274,1 persen 25,2
persen.
98
yang diikuti oleh Bahan Bakar Mineral (HS-27) yaitu
sebesar 28,3 persen.
Tabel 25.Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Nonmigas Terbesar Triwulan I Tahun 2016
HS Komoditi Volume Ekspor (Juta kg)
Pertumbuhan YoY (%)
Proporsi (%)
Q1 14 Q1 15 Q1 16 Q1 15 Q1 16 Q1 15 Q1 16
27 Bahan bakar mineral 103658,5 98.178,6 87.473,5 -5,3 -10,9 81,4 80,1
15 Lemak & minyak hewan/nabati 6275,8 6.627,0 6.629,4 5,6 0,0 5,5 6,1
25 Garam, Belerang, Kapur 1756,9 2.970,4 1.979,8 69,1 -33,3 2,5 1,8
44 Kayu, Barang dari Kayu 1492,8 1.561,0 1.379,2 4,6 -11,6 1,3 1,3
23 Ampas/Sisa Industri Makanan 1234,1 1.260,5 1.138,9 2,1 -9,6 1,0 1,0
26 Bijih, Kerak, dan Abu logam 7599,7 1.161,9 1.090,9 -84,7 -6,1 1,0 1,0
48 Kertas/Karton 1089,6 1.043,8 1.008,1 -4,2 -3,4 0,9 0,9
38 Berbagai produk kimia 1098,6 724,7 889,4 -34,0 22,7 0,6 0,8
47 Bubur kayu/Pulp 797,6 872,6 861,2 9,4 -1,3 0,7 0,8
40 Karet dan Barang dari Karet 854,8 754,6 771,7 -11,7 2,3 0,6 0,7
Total 10 Golongan Barang 131625,6 115.155,0 103.222,0 -12,5 -10,4 95,5 94,5
Total Lainnya 10223,5 5.472,7 5.977,0 -46,5 9,2 4,5 5,5
Total Ekspor Nonmigas 141849,0 120.627,7 109.199,0 -8,4 -9,5 100,0 100,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Total volume ekspor nonmigas Indonesia pada triwulan I
tahun 2016 adalah sebesar 109.199,0 juta kg dan
mengalami penurunan sebesar 9,5 persen (YoY).
Komoditas dengan volume ekspor terbesar pada pada
triwulan I tahun 2016 adalah Bahan Bakar Mineral (HS-
27) dengan volume 87.473,5 juta kg dan menyumbang
proporsi 80,1 persen terhadap total volume ekspor
nonmigas. Selanjutnya komoditas dengan volume dan
proporsi terbesar kedua adalah Lemak dan Minyak
Hewan/Nabati (HS-15) dengan volume 6.629,4 juta kg da
menyumbang proporsi 6,1 persen terhadap total volume
ekspor nonmigas Indonesia. Dilihat dari
pertumbuhannya, Berbagai Produk Kimia (HS-38) pada
triwulan I tahun 2016 mencatatkan peningkatan
pertumbuhan sebesar 22,7 persen (YoY). Sementara itu,
Garam, Belerang, Kapur (HS-25) merupakan barang
Total volume ekspor nonmigas
Indonesia pada triwulan I
tahun 2016 adalah sebesar
120.191,6 juta kg.
99
ekspor nonmigas dengan penurunan volume ekspor
paling tinggi jika dibandingkan sembilan komoditas
lainnya dengan penurunan sebesar 33,3 persen (YoY).
Tabel 26.Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar Triwulan I Tahun 2016
HS Komoditi Volume Ekspor (Juta kg)
Pertumbuhan YoY (%)
Proporsi (%)
Q1 15 Q1 16 Q1 15 Q1 16 Q1 15 Q1 16
27 Bahan bakar mineral 98.178,6 87.473,5 -5,3 -10,9 81,4 72,8
15 Lemak & minyak hewan/nabati 6.627,0 6.629,4 5,6 0,0 5,5 5,5
25 Garam, Belerang, Kapur 2.970,4 1.979,8 69,1 -33,3 2,5 1,6
44 Kayu, Barang dari Kayu 1.561,0 1.379,2 4,6 -11,6 1,3 1,1
23 Ampas/Sisa Industri Makanan 1.260,5 1.138,9 2,1 -9,6 1,0 0,9
26 Bijih, Kerak, dan Abu logam 1.161,9 1.090,9 -84,7 -6,1 1,0 0,9
48 Kertas/Karton 1.043,8 1.008,1 -4,2 -3,4 0,9 0,8
38 Berbagai produk kimia 724,7 889,4 -34,0 22,7 0,6 0,7
47 Bubur kayu/Pulp 872,6 861,2 9,4 -1,3 0,7 0,7
40 Karet dan Barang dari Karet 754,6 771,7 -11,7 2,3 0,6 0,6
Total 10 Golongan Barang 115.155,0 103.222,0 -12,5 -5,2 95,5 90,9
Total Lainnya 5.472,7 5.977,0 -46,5 100,9 4,5 9,1
Total Ekspor Nonmigas 120.627,7 109.1919,0 -8,2 -9,6 100,0 100,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pada triwulan I tahun 2016 Amerika Serikat merupakan
negara tujuan utama ekspor nonmigas Indonesia dengan
nilai sebesar USD3.628,4 juta. Sementara itu pada posisi
kedua negara tujuan ekspor Indonesia adalah Jepang
dengan nilai sebesar USD3.227,0 juta.
Secara keseluruhan perkembangan ekspor nonmigas ke-
5 (lima) negara tujuan utama pada triwulan I tahun 2016
mengalami penurunan sebesar 0,1 persen (YoY). India
merupakan negara tujuan ekspor nonmigas yang
mencatatkan penurunan pertumbuhan tertinggi yaitu
sebesar 28,4 persen.
Tabel 27.Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama Triwulan I Tahun 2016
Negara
Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD)
Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%)
Q1 15 Q1 2016 Q1 2015 Q1 2016 Q1 2015 Q1
2016
Amerika Serikat 3.779,7 3.628,4 -1,3 -4,0 11,3 12,0
Jepang 3.443,8 3.227,0 -0,2 -6,3 10,7 10,7
Tiongkok 3.132,6 2.840,1 -36,5 -9,3 9,4 9,4
Singapura 2.300,9 2.209,6 -11,6 -4,0 6,8 7,3
Perkembangan ekspor
nonmigas ke-5 (lima) negara
tujuan utama pada triwulan I
tahun 2016 turun sebesar
0,,1 persen (YoY).
100
Negara
Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD)
Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%)
Q1 15 Q1 2016 Q1 2015 Q1 2016 Q1 2015 Q1
2016
India 2.955,4 2.116,2 7,1 -28,4 8,8 7,0
Total 5 Negara 15.612,4 14.021,3 -0,1 -0,1 47,0 46,5
Total Lainnya 17.738,1 16.113,7 -0,1 -0,1 53,0 53,5
Total Ekspor Nonmigas 33.350,5 30.135,0 -8,2 -9,6 100,0 100,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Perkembangan Impor
Gambar 47.Nilai dan Volume Impor Hingga Maret 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pada triwulan I tahun 2016 nilai impor Indonesia secara
total adalah sebesar USD31.938,4 juta atau menurun
sebesar 13,0 persen (YoY). Penurunan nilai impor
tersebut disumbang oleh penurunan impor migas
sebesar 36,5 persen dan impor nonmigas sebesar 8,4
persen.
Berdasarkan golongan penggunaan barang, impor barang
baku merupakan komoditas yang mencatatkan nilai
impor terbesar pada triwulan I tahun 2016 sebesar
USD23.496,5 juta. Diikuti oleh impor barang modal dan
barang konsumsi dengan nilai berturut-turut sebesar
USD5.298,5 dan USD3.143,4 juta.
Dilihat dari sumbangannya impor bahan baku
memberikan sumbangan terbesar terhadap impor
nonmigas Indonesia sebesar 73,6 persen diikuti oleh
barang modal dan barang konsumsi sebesar 16,6 persen
0
5.000
10.000
15.000
0
5.000
10.000
15.000
Vo
lum
e (
Juta
Kg)
Nila
i (U
SD J
uta
)
Volume Nilai
Pada akhir triwulan I tahun
2016 total impor Indonesia
adalah sebesar
USD31.938,4 juta dengan
pertumbuhan negatif
sebesar 8,4 persen.
101
dan 9,8 persen. Impor barang konsumsi mengalami
peningkatan sebesar 23,7 persen, sedangkan impor
barang modal dan bahan baku mengalami penurunan
berturut-turut yaitu sebesar 18,2 persen dan 15,2 persen
(YoY).
Pertumbuhan negatif dari impor barang modal dan bahan
baku merupakan pertanda masih tertekannya output
sektor industri pada triwulan I tahun 2016.
Tabel 28. Perkembangan Impor Triwulan I Tahun 2016
Komoditas Jan-16 Feb-16 Mar-16 Q1 2015* Q1 2016* Nilai Impor (USD Juta) 10.449,6 10.175,8 11.295,8 36.731,4 31.938,4
Barang Konsumsi 1.161,2 1.005,2 977,4 2.540,4 3.143,4
Bahan Baku 7.499,0 7.376,4 8.623,3 27.712,2 23.496,5
Barang Modal 1.789,4 1.794,0 1.695,1 6.478,8 5.298,5
Migas 1.220,9 1.122,9 1.529,9 6.102,6 3.874,3
Minyak Mentah 393,9 325,0 1.341,2 1.952,8 1.341,2
Hasil Minyak 684,5 688,9 2.137,1 3.664,3 2.137,1
Gas 142,5 109,0 396,0 485,6 396,0
Non Migas 9.228,7 9.052,7 9.765,9 30.628,8 28.064,1
Pertumbuhan Impor* (%) -13,5 -2,9 11,0 -15,4 -13,0
Barang Konsumsi 5,1 -13,6 -2,8 -14,3 23,7
Bahan Baku -14,1 -1,8 16,9 -16,2 -15,2
Barang Modal -20,4 -0,5 -5,5 -10,3 -18,2
Migas -32,1 -8,8 36,3 -44,5 -36,5
Minyak Mentah -40,6 -17,5 91,5 -42,4 -31,3
Hasil Minyak -26,9 -0,7 10,8 -45,8 -41,9
Gas -28,0 -23,5 32,6 -42,8 -18,5
Non Migas -10,2 -2,1 7,9 -5,1 -8,4
Proporsi Impor (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Barang Konsumsi 11,1 9,9 9,6 6,9 9,8
Bahan Baku 71,8 72,5 84,7 75,5 73,6
Barang Modal 17,1 17,6 16,7 17,6 16,6
Migas 11,7 11,0 15,0 30,9 30,3
Minyak Mentah 3,8 3,2 13,2 11,9 12,7
Hasil Minyak 6,6 6,8 21,0 16,5 14,8
Gas 1,4 1,1 3,9 2,5 2,8
Non Migas 88,3 89,0 96,0 69,1 69,7
Sumber Pertumbuhan (%) -13,5 -2,9 11,0 -15,4 -13,1
Barang Konsumsi 0,6 -1,3 -0,3 -1,0 2,3
Bahan Baku -10,1 -1,3 14,3 -12,2 -11,2
102
Komoditas Jan-16 Feb-16 Mar-16 Q1 2015* Q1 2016* Barang Modal -3,5 -0,1 -0,9 -1,8 -3,0
Migas -3,7 -1,0 5,5 -13,8 -11,1
Minyak Mentah -1,5 -0,6 12,1 -5,0 -4,0
Hasil Minyak -1,8 0,0 2,3 -7,6 -6,2
Gas -0,4 -0,3 1,3 -1,1 -0,5
Non Migas -9,0 -1,9 7,6 -3,5 -5,8
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY)
Pertumbuhan impor nonmigas pada triwulan I tahun
2016 (YoY) mengalami penurunan sebesar 8,4 persen
disebabkan oleh adanya penurunan impor diberbagai
komoditas diantaranya penurunan impor Pupuk (HS-31)
sebesar 28,3 persen dengan proporsi 1,5 persen dari nilai
total impor nonmigas; penurunan impor Biji-bijian
berminyak (HS-12) sebesar 18,2 persen dengan proporsi
1,1 persen; serta penurunan Mesin dan Peralatan
Mekanik (HS-84) sebesar 13,0 persen dengan proporsi
18,2 persen.
Tabel 29.Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan I Tahun 2016
HS Komoditas Nilai Impor (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%)
Q1 2015 Q1 2016 Q1 2015 Q1 2016 Q1 2015 Q1 2016
84 Mesin dan Peralatan Mekanik 5.857,3 5.096,3 -6,0 -13,0 19,1 18,2
85 Mesin dan Peralatan Listrik 3.909,6 3.538,7 -11,8 -9,5 12,8 12,6
39 Plastik dan Barang dari Plastik 1.725,8 1.619,2 -5,7 -6,2 5,6 5,8
87 Kendaraan dan Bagiannya 1.461,4 1.302,7 -10,0 -10,9 4,8 4,6
29 Bahan Kimia Organik 1.420,1 1.251,4 -21,5 -11,9 4,6 4,5
31 Pupuk 594,0 425,7 62,4 -28,3 1,9 1,5
12 Biji-bijian berminyak 367,5 300,5 -5,2 -18,2 1,2 1,1
93 Senjata dan amunisi 23,3 223,6 -68,0 859,7 0,1 0,8
8 Buah-buahan 133,1 184,6 -31,2 38,7 0,4 0,7
7 Sayuran 120,4 120,4 -25,2 10,9 0,4 0,5
Total 10 Golongan Barang 15.612,5 14.076,2 -8,8 5,3 51,0 50,2
Barang Lainnya 15.016,3 13.987,9 -42,5 10,5 49,0 49,8
Total Impor Nonmigas 30.628,8 28.064,1 -5,1 -8,4 100,0 100,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pertumbuhan impor
nonmigas pada triwulan I
tahun 2016 mengalami
penurunan sebesar 8,4
persen (YoY).
103
Nilai impor nonmigas yang berasal dari 5 (lima) negara
utama asal impor pada triwulan I tahun 2016 mengalami
penurunan sebesar 6,5 persen (YoY). Negara utama asal
impor nonmigas terbesar Indonesia adalah Tiongkok
dimana pada triwulan I tahun 2016 nilai impor nonmigas
dari Tiongkok mencatatkan nilai sebesar USD7.128,2 juta,
namun demikian mengalami penurunan pertumbuhan
sebesar 4,4 persen.
Sementara itu nilai impor nonmigas Indonesia yang berasal
dari negara-negara di kawasan ASEAN pada triwulan I tahun
2016 sebesar USD6.390,9 juta dan menyumbangkan
proporsi sebesar 22,8 persen terhadap total impor nonmigas
Indonesia.
Tabel 30.Negara Utama Asal Impor Nonmigas Triwulan I Tahun 2016
Negara
Nilai Impor Nonmigas (Juta USD)
Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%)
Q1 2015 Q1 2016 Q1 2015 Q1 2016 Q1 2015 Q1 2016
Tiongkok 7.453,1 7.128,2 4,3 -4,4 24,4 25,4
Jepang 3.709,5 3.007,4 -12,5 -18,9 12,1 10,7
Thailand 2.131,8 2.377,8 -9,7 11,5 7,0 8,5
Singapura 1.940,2 1.809,3 -22,1 -6,8 6,3 6,5
Amerika Serikat 1.819,6 1.622,1 -8,2 -10,9 6,0 5,8
TOTAL 5 NEGARA 17.054,2 15.944,8 -0,1 -6,5 55,7 56,8
TOTAL ASEAN 6.470,1 6.390,9 -10,8 -1,2 21,1 22,8
TOTAL UNI EROPA 2.802,0 2.720,1 -11,6 -2,9 9,2 9,7
TOTAL LAINNYA 4.302,5 3.008,3 0,2 -30,1 14,1 10,7
TOTAL NON MIGAS 30.628,8 28.064,1 -5,1 -8,4 100,0 100,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Perkembangan Neraca Perdagangan
Pada triwulan I tahun 2016 Neraca Perdagangan total
Indonesia mencatatkan surplus sebesar USD1.647,0 juta
yang disumbangkan dari surplus pada neraca
perdagangan nonmigas sebesar USD2.070,9 juta,
sementara neraca perdagangan migas tercatat defisit
sebesar USD423,9 juta. Namun demikian, neraca
perdagangan Indonesia triwulan I tahun 2016 mengalami
penurunan sebesar 29,0 persen (YoY).
Nilai impor dari 5 (lima)
negara utama asal impor
Indonesia pada triwulan I
tahun 2016 mengalami
penurunan sebesar 6,5
persen (YoY).
Neraca perdagangan total
Indonesia pada triwulan I
tahun 2016 mengalami
surplus sebesar USD1.647,0
juta.
104
Tabel 31.Neraca Perdagangan Indonesia Triwulan I Tahun 2016 Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jan-16 Feb-16 Mar-16 Q1 2015 Q1 2016 Feb-16 Mar-16 Q1 2016
Ekspor Total (Juta USD) 10.480,6 11.312,0 11.792,8 39.051,7 33.585,4 7,9 4,3 -14,0
Ekspor Migas 1.107,9 1.113,3 1.229,2 5.701,2 3.450,4 0,5 10,4 -39,5
Ekspor Non Migas 9.372,7 10.198,7 10.563,6 33.350,5 30.135,0 8,8 3,6 -9,6
Impor Total (Juta USD) 10.467,0 10.175,6 11.295,8 36.731,4 31.938,4 -2,8 11,0 -13,0
Impor Migas 1.221,5 1.122,9 1.529,9 6.102,6 3.874,3 -8,1 36,2 -36,5
Impor Non Migas 9.245,5 9.052,7 9.765,9 30.628,8 28.064,1 -2,1 7,9 -8,4 Neraca Perdagangan (Juta USD) 13,6 1.136,4 497,0 2.320,3 1.647,0 8.255,9 -56,3 -29,0
Migas -113,6 -9,6 -300,7 -401,4 -423,9 -91,5 3.032,3 5,6
Non Migas 127,2 1.146,0 797,7 2.721,7 2.070,9 800,9 -30,4 -23,9
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok pada triwulan I
tahun 2016 mengalami defisit USD3.819,2 juta, hal itu
disebabkan oleh defisit pada neraca perdagangan sektor
nonmigas sebesar USD4.288,1 juta, yang lebih besar dari
surplus sektor migas sebesar USD469,0 juta.
Tabel 32.Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Triwulan I Tahun 2016
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jan-16 Feb-16 Mar-16 Q1 2015 Q1 2016 Feb-16 Mar-16 Q1
2016
Ekspor Total (Juta USD) 1.034,2 1.111,8 1.191,3 3.666,7 3.337,2 7,5 7,2 -9,0
Ekspor Migas 147,5 168,1 181,6 534,1 497,1 14,0 8,1 -6,9
Ekspor Non Migas 886,7 943,8 1.009,6 3.132,6 2.840,1 6,4 7,0 -9,3
Impor Total (Juta USD) 2.490,9 2.413,8 2.251,7 7.585,5 7.156,4 -3,1 -6,7 -5,7
Impor Migas 12,7 13,9 1,5 85,3 28,2 8,8 -88,9 -67,0
Impor Non Migas 2.478,1 2.400,0 2.250,2 7.457,3 7.128,2 -3,2 -6,2 -4,4 Neraca Perdagangan (Juta USD) -1.456,7 -1.302,0 -1.060,4 -3.871,8 -3.819,2 -10,6 -18,6 -1,4
Migas 134,7 154,2 180,1 448,8 469,0 14,4 16,8 4,5
Non Migas -1.591,4 -1.456,2 -1.240,5 -4.324,7 -4.288,1 -8,5 -14,8 -0,8
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-Jepang pada
triwulan I tahun 2016 mengalami surplus sebesar
USD1.053,8 juta, hal itu disebabkan oleh surplus
pada sektor migas dan nonmigas masing-masing
sebesar USD834,3 juta dan USD219,6 juta.
Neraca perdagangan
Indonesia-Tiongkok
pada triwulan I tahun
2016 mengalami
defisit.
Neraca perdagangan
Indonesia-Jepang pada
triwulan I tahun 2016
mengalami surplus.
105
Tabel 33.Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Triwulan I Tahun 2016 Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jan-16 Feb-16 Mar-16 Q1 2015 Q1
2016 Feb-16 Mar-16 Q1 2016
Ekspor Total (Juta USD) 1.312,1 1.436,9 1.319,8 5.255,0 4.068,8 9,5 -8,1 -22,6
Ekspor Migas 259,6 328,3 253,9 1.811,2 841,8 26,4 -22,7 -53,5
Ekspor Non Migas 1.052,5 1.108,6 1.066,0 3.443,8 3.227,0 5,3 -3,8 -6,3
Impor Total (Juta USD) 902,6 1.027,0 1.085,3 3.720,7 3.015,0 13,8 5,7 -19,0
Impor Migas 1,7 1,8 4,1 11,2 7,5 7,3 128,6 -32,5
Impor Non Migas 901,0 1.025,2 1.081,3 3.702,2 3.007,4 13,8 5,5 -18,8 Neraca Perdagangan (Juta USD) 409,5 409,9 234,5 1.534,3 1.053,8 0,1 -42,8 -31,3
Migas 258,0 326,5 249,8 1.800,1 834,3 26,6 -23,5 -53,7
Non Migas 151,5 83,4 -15,3 -258,4 219,6 -44,9 -118,3 -185,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-Amerika selama
triwulan I tahun 2016 mengalami surplus sebesar
USD2.141,4 juta. Hal tersebut disebabkan oleh surplus
pada neraca perdagangan sektor migas dan nonmigas
masing-masing sebesar USD135,1 juta dan USD2.006,3
juta.
Tabel 34.Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Triwulan I Tahun 2016
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jan-16 Feb-16 Mar-16 Q1 2015 Q1 2016 Feb-16 Mar-16 Q1 2016
Ekspor Total (Juta USD) 1.280,7 1.179,9 1.305,8 4.115,7 3.766,4 -7,9 10,7 -8,5
Ekspor Migas 50,5 33,6 53,8 336,0 138,0 -33,5 60,1 -58,9
Ekspor Non Migas 1.230,2 1.146,3 1.252,0 3.779,7 3.628,4 -6,8 9,2 -4,0
Impor Total (Juta USD) 506,9 508,2 609,8 1.826,5 1.625,0 0,3 20,0 -11,0
Impor Migas 0,9 1,0 1,0 6,9 2,9 12,3 -4,1 -58,2
Impor Non Migas 506,0 507,2 608,9 1.820,7 1.622,1 0,2 20,0 -10,9 Neraca Perdagangan (Juta USD) 773,8 671,7 696,0 2.289,2 2.141,4 -13,2 3,6 -6,5
Migas 49,6 32,6 52,9 329,0 135,1 -34,3 62,1 -58,9
Non Migas 724,2 639,1 643,1 1.959,1 2.006,3 -11,8 0,6 2,4
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Perdagangan Indonesia-India selama triwulan I tahun 2016
mengalami surplus yaitu sebesar USD1.456,9 juta. Surplus
ini disumbangkan oleh surplus pada neraca perdagangan
sektor migas dan nonmigas masing-masing sebesar USD32,7
juta dan USD1.424,1 juta.
Neraca perdagangan
Indonesia-Amerika pada
triwulan I tahun 2016
mengalami surplus.
Neraca perdagangan
Indonesia-India pada
triwulan I tahun 2016
mengalami surplus.
106
Tabel 35.Neraca Perdagangan Indonesia-India Triwulan I Tahun 2016
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%) Jan-16 Feb-16 Mar-16 Q1 2015 Q1 2016 Feb-16 Mar-16 Q1 2016
Ekspor Total (Juta USD) 694,2 664,4 793,9 2.958,9 2.152,6 -4,3 19,5 -27,2
Ekspor Migas 29,4 3,5 3,5 3,5 36,4 -88,2 1,6 939,8
Ekspor Non Migas 664,9 660,9 790,4 2.955,4 2.116,2 -0,6 19,6 -28,4
Impor Total (Juta USD) 242,1 218,5 235,2 779,2 695,7 -9,7 7,6 -10,7
Impor Migas 1,6 1,0 1,1 3,8 3,6 -38,4 13,6 -3,9
Impor Non Migas 240,5 217,5 234,0 775,4 692,1 -9,5 7,6 -10,7 Neraca Perdagangan (Juta USD) 452,1 445,9 558,7 2.179,7 1.456,9 -1,4 25,3 -33,2
Migas 27,8 2,5 2,4 -0,3 32,7 -91,0 -3,1 -11.210,6
Non Migas 424,4 443,4 556,4 2.180,0 1.424,1 4,5 25,5 -34,7
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-Thailand pada triwulan I
tahun 2016 mengalami defisit sebesar USD1.203,0 juta.
Hal tersebut akibat defisit pada neraca perdagangan
nonmigas sebesar USD1.306,6 juta yang lebih besar dari
surplus neraca perdagangan migas sebesar USD103,6
juta.
Tabel 36.Neraca Perdagangan Indonesia-Thailand Triwulan I Tahun 2016
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jan-16 Feb-16 Mar-16 Q1 2015 Q1 2016 Feb-16 Mar-16 Q1 2016
Ekspor Total (Juta USD) 341,7 397,5 447,2 1.331,2 1.186,4 16,3 12,5 -10,9
Ekspor Migas 5,5 36,8 72,8 121,0 115,2 569,3 97,7 -4,8
Ekspor Non Migas 336,2 360,7 374,4 1.210,1 1.071,2 7,3 3,8 -11,5
Impor Total (Juta USD) 666,0 829,6 893,8 2.149,4 2.389,4 24,6 7,7 11,2
Impor Migas 3,8 4,0 3,8 17,6 11,6 2,9 -4,0 -34,0
Impor Non Migas 662,2 825,6 890,0 2.131,7 2.377,8 24,7 7,8 11,5 Neraca Perdagangan (Juta USD) -324,3 -432,1 -446,6 -818,2 -1.203,0 33,2 3,4 47,0
Migas 1,7 32,9 69,0 103,5 103,6 1.875,3 109,9 0,1
Non Migas -326,0 -465,0 -515,6 -921,6 -1.306,6 42,6 10,9 41,8
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
NERACA MODAL DAN FINANSIAL
Pada triwulan I tahun 2016 neraca transaksi modal dan
finansial surplus sebesar USD4,2 miliar. Surplus tersebut
jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV tahun
2015 yang sebesar USD9,8 miliar. Surplus tersebut juga
lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada periode
yang sama tahun sebelumnya. Kinerja tersebut dipengaruhi
oleh membaiknya prospek ekonomi domestik dan adanya
Neraca perdagangan
Indonesia-Thailand pada
triwulan I tahun 2016
mengalami defisit.
Surplus neraca transaksi modal dan finansial pada triwulan I tahun 2016 menurun signifikan, yaitu menjadi sebesar USD4,2 miliar.
107
kebijakan moneter ekspansif di negara maju, sehingga
mendorong aliran dana ke Indonesia.
Gambar 48. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan I Tahun 2016 (Miliar USD)
Sumber : Bank Indonesia
Pada triwulan I tahun 2016, aliran investasi langsung
tercatat surplus sebesar USD2,2 miliar, lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
mencapai USD2,8 miliar. Namun demikian, surplus
investasi langsung tersebut masih lebih tinggi
dibandingkan dengan surplus pada triwulan yang sama
tahun sebelumnya yang sebesar USD1,7 miliar.
Menurunnya surplus tersebut terutama dipengaruhi oleh
menurunnya arus masuk modal investasi langsung sisi
kewajiban akibat melemahnya kegiatan ekonomi
domestik. Investasi langsung pada sisi kewajiban pada
triwulan I tahun 2016 tercatat surplus sebesar USD3,2
miliar, lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada
triwulan IV tahun 2015 yang sebesar USD3,9 miliar
maupun triwulan I tahun 2015 yang sebesar USD5,1
miliar.
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2013 2014 2015 2016
Investasi langsung Investasi portofolio Investasi lainnya
Pada triwulan I tahun 2016, aliran investasi langsung surplus sebesar USD2,2 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang besarnya USD2,8 miliar.
108
Investasi portofolio pada triwulan I tahun 2016
mengalami peningkatan, yaitu dengan surplus sebesar
USD4,4 miliar. Surplus tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2015 yang
sebesar USD4,9 miliar dan triwulan I tahun 2015 yang
sebesar USD8,5 miliar. Perkembangan tersebut didorong
oleh aksi investor asing yang menambah kepemilikannya
atas surat berharga swasta dan surat utang pemerintah
jangka panjang dalam mata uang Rupiah. Selain itu,
menurunnya kinerja investasi portofolio juga dipengaruhi
oleh penambahan kepemilikan masyarakat atas surat
berharga asing.
Pada triwulan I tahun 2016 investasi lainnya mengalami
defisit sebesar USD2,4 miliar, sedangkan triwulan IV
tahun 2015 yang sebesar USD2,5 miliar. Namun
demikian, defisit tersebut lebih kecil dibandingkan
dengan triwulan I tahun 2015 yang sebesar USD5,3 miliar.
Defisit tersebut terutama dipengaruh oleh penarikan
pinjaman luar negeri swasta yang lebih rendah seiring
dengan kegiatan ekonomi domestik yang relatif lemah.
CADANGAN DEVISA
Cadangan devisa Indonesia pada triwulan I tahun 2016
mencapai sebesar USD107,5 miliar atau setara dengan
7,7 bulan impor. Jumlah tersebut lebih besar
dibandingkan cadangan devisa pada triwulan IV tahun
2015 yang sebesar USD105,9 miliar atau setara dengan
7,7 bulan impor, namun masih lebih kecil dibandingkan
triwulan I tahun 2015 yang sebesar USD111,6 miliar atau
setara dengan 6,6 bulan impor.
Investasi portofolio pada triwulan I tahun 2016 mengalami peningkatan, yaitu dengan surplus sebesar USD4,4 miliar.
Pada triwulan I tahun 2016 investasi lainnya mengalami defisit sebesar USD2,4 miliar, berkebalikan dengan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar USD2,5 miliar.
Cadangan devisa Indonesia pada triwulan I tahun 2016 mencapai sebesar USD107,5 miliar atau setara dengan 7,7 bulan impor.
109
110
PERKEMBANGAN INVESTASI
111
PERKEMBANGAN INVESTASI
112
PERKEMBANGAN INVESTASI
Isu Terkini Perkembangan Investasi
Paket Kebijakan Ekonomi XII: Upaya Perbaikan Peringkat Kemudahan Berusaha atau
Ease of Doing Business (EoDB)
Survei Ease of Doing Business (EoDB) oleh Bank Dunia
menunjukkan Indonesia berada di peringkat 109 dari 189
negara pada tahun 2015. Peringkat ini masih jauh berada
di bawah negara ASEAN lainnya seperti Singapura yang
berada di peringkat pertama, Malaysia di peringkat 18,
dan Thailand yang berada di peringkat 49. Oleh karena
itu, Presiden menekankan pentingnya menaikkan
peringkat Indonesia hingga ke posisi 40.
Bank Dunia menetapkan 10 indikator tingkat kemudahan
berusaha, yaitu Memulai Usaha, Perizinan terkait
Pendirian Bangunan, Pendaftaran Properti, Pembayaran
Pajak, Akses Perkreditan, Penegakan Kontrak,
Penyambungan Listrik, Perdagangan Lintas Negara,
Penyelesaian Perkara Kepailitan, dan Perlindungan
Terhadap Investor Minoritas.
Melalui Paket Kebijakan XII yang diluncurkan pada 28
April 2016, sejumlah upaya perbaikan baik dari sisi
prosedur dan biaya, telah dilakukan untuk memperbaiki
peringkat di masing-masing indikator yang disurvei.
Untuk memperbaiki peringkat indikator memulai usaha,
jumlah prosedur yang harus dilalui dipangkas dari 13
menjadi 7 prosedur, waktu 47 hari menjadi hanya 10 hari,
dan biaya menjadi Rp2,7 juta dari sebelumnya sekitar
Rp6-7 juta. Begitu juga untuk memperbaiki indikator
perizinan terkait pendirian bangunan, jika sebelumnya
membutuhkan waktu 210 hari, 17 prosedur dan biaya
Rp86 juta untuk 4 izin, sekarang diperbaiki menjadi hanya
14 prosedur, dalam waktu 52 hari dan biaya Rp70 juta
untuk 3 jenis izin.
Sejumlah upaya perbaikan
baik dari sisi prosedur,
waktu, dan biaya dilakukan
untuk memperbaiki
peringkat setiap indikator
yang disurvei.
Presiden menargetkan
Indonesia mencapai
peringkat 40 di tahun 2016
(EoDB 2017).
113
Pemerintah juga telah menerbitkan 16 peraturan untuk
mendukung perbaikan peringkat EoDB, diantaranya PP
No. 7 Tahun 2016 tentang Perubahan Modal Minimum
bagi Pendirian PT, PP No. 7 Tahun 2016 tentang
Perubahan Modal Minimum bagi Pendirian PT,
Permenkumham No. 11/2016 tentang Pedoman Imbalan
Jasa Bagi Kurator dan Pengurus, Permen PUPR No 5/2016
tentang Izin Mendirikan Bangunan, Permen ATR/BPN no.
8/2016 tentang Peralihan HGB Tertentu di Wilayah
Tertentu, Permendagri No 22/2016 tentang Pencabutan
Izin Gangguan, Perka BPJS No. 1/2016 untuk Pembayaran
Online, Instruksi Gubernur DKI Jakarta No.42/2016
tentang Percepatan Pencapaian Kemudahan Berusaha, SE
Mahkamah Agung No 2/2016 tentang Peningkatan
Efisiensi dan Transparansi Penanganan Perkara Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Utang di Pengadilan, serta
Keputusan Direksi PDAM DKI Jakarta dan Kota Surabaya
tentang Proses Pelayanan Sambungan Air.
PERKEMBANGAN INVESTASI
Dalam perhitungan PDB sisi pengeluaran, komponen
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) triwulan I tahun
2016 tumbuh sebesar 5,57 persen (YoY) dibanding
periode yang sama tahun 2015, sementara pertumbuhan
triwulan I tahun 2016 dibanding triwulan IV tahun 2015
(QtQ) mengalami penurunan sebesar -5,75 persen.
Tabel 37. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan I Tahun 2016 (persen)
Q1-2015
(QtQ) Q1-2015
(YoY) Q1-2016
(QtQ) Q1-2016
(YoY) Pertumbuhan PDB -0,23 4,73 -0,34 4,92 Pertumbuhan PMTB (YoY)(PDB Konstan) -4,56 4,63 -5,75 5,57 a. Bangunan -5,56 5,47 -6,03 7,67 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri -0,99 -0,95 -11,04 -6,78 c. Kendaraan 0,67 -4,96 -6,23 -0,05 d. Peralatan Lainnya -8,83 12,02 6,81 26,29 e. Sumber Daya Hayati -6,49 8,98 -0,77 2,27 f. Produk Kekayaan Intelektual 7,09 10,92 4,38 3,75 Share PMTB terhadap PDB (harga berlaku) 32,85 33,16 a. Bangunan 24,69 25,00 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 3,18 3,01
Sebanyak 16 peraturan
telah diterbitkan dalam
rangka mendukung
perbaikan kemudahan
berusaha.
114
Q1-2015
(QtQ) Q1-2015
(YoY) Q1-2016
(QtQ) Q1-2016
(YoY) c. Kendaraan 1,44 1,47 d. Peralatan Lainnya 0,47 0,59 e. Sumber Daya Hayati 2,11 2,13 f. Produk Kekayaan Intelektual 0,95 0,95
Sumber: BPS, diolah
Untuk komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik
Bruto/PMTB, pertumbuhan triwulan I tahun 2016 (YoY)
sebesar 5,57 persen secara lebih detil didorong oleh
pertumbuhan Peralatan Lainnya sebesar 26,29 persen,
Bangunan sebesar 7,67 persen dan Produk Kekayaan
Intelektual sebesar 3,75 persen. Adapun sumbangan
terbesar dalam komponen PMTB pada triwulan I tahun
2016 secara detil yaitu pada Bangunan dengan
sumbangan 25,0 persen.
REALISASI INVESTASI
Tabel 38. Realisasi PMA dan PMDN Tahun 2010- Triwulan I Tahun 2016
Tahun PMDN PMA Pertumbuhan (YoY,%)
(Rp Triliun) (USD juta) PMDN PMA
2010 60,6 16.214,8 60,4 49,9
2011 76,0 19.474,2 25,4 20,1
2012 92,2 24.564,7 21,3 26,1
2013 128,2 28.617,5 39,0 16,5
2014 156,1 28.529,7 21,8 -0,3
2015 179,5 29.275,9 14,9 2,6
2016 Trw I 50,4 6.916,8 18,4 5,4 Sumber : BKPM, diolah
Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) triwulan I tahun 2016 sebesar Rp50,4
triliun, lebih besar dari realisasi triwulan I tahun 2015,
atau tumbuh sebesar 18,4 persen. Untuk Penanaman
Modal Asing (PMA), realisasi triwulan I tahun 2016
sebesar USD6.916,8 juta, dan mengalami pertumbuhan
sebesar 5,4 persen dibandingkan triwulan I tahun 2015.
Pembentukan Modal Tetap
Domestik Bruto/PMTB pada
triwulan I tahun 2016
tumbuh sebesar 5,57
persen (YoY).
Realisasi investasi untuk
Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) maupun
Penanaman Modal Asing
(PMA) triwulan I tahun 2016
mengalami pertumbuhan
positif.
115
Realisasi Per Sektor
Kenaikan realisasi terbesar PMA pada triwulan I tahun
2016 terjadi di sektor sekunder yang sebesar 90,5 persen,
sedangkan sektor lainnya mengalami penurunan. Untuk
PMDN, kenaikan realisasi didorong oleh pertumbuhan
sektor primer sebesar 77,0 persen dan sektor sekunder
sebesar 45,9 persen. Berdasarkan sumbangannya, pada
triwulan I tahun 2016, PMA sektor sekunder memberikan
sumbangan tertinggi yaitu sebesar 79,0 persen.
Sementara itu, pemberi sumbangan terbesar untuk
PMDN juga dari sektor sekunder yang sebesar 50,6
persen.
Tabel 39. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan I Tahun 2016 Berdasar Sektor
Tahun PMA
Jumlah (USD Juta)
PMDN Jumlah (Rp
Triliun) Primer Sekunder Tersier Primer Sekunder Tersier
2010 3.013,6 3.357,6 9.843,6 16.214,8 12,3 25,5 22,8 60,6
2011 4.870,3 6.779,5 7.824,9 19.474,7 16,3 39,0 20,6 76,0
2012 5.933,1 11.770,0 6.861,7 24.564,7 20,4 49,9 21,9 92,2
2013 6.471,8 17.326,4 6.286,9 30.085,1 25,7 51,2 51,3 128,2
2014 6.991,3 13.019,4 8.519,0 28.529,6 16,5 59,0 80,6 156,1
2015 6.236,4 11.763,1 11.276,5 29.275,9 17,1 89,0 73,4 179,5
2015 TW I 1.779,2 2.867,2 1.917,1 6.563,5 5,2 17,5 19,8 42,5
2016 TW I 390,0 5.462,1 1.064,7 6.916,8 9,3 25,5 15,6 50,4 Pertumbuhan (YoY,%)
-78,1 90,5 -44,5 5,4 77,0 45,9 -21,2 18,4
Share 2016 TRW I (%)
5,6 79,0 15,4 100,0 18,4 50,6 31,0 100,0
Sumber : BKPM, diolah
Berdasarkan sektor/bidang usaha, pada triwulan I tahun
2016, lima sektor/bidang yang memberikan kontribusi
terbesar terhadap total realisasi PMA secara berurutan
adalah sektor Industri Kertas, Barang dari Kertas dan
Percetakan dengan persentase 27,5 persen, Industri
Kimia Dasar, Barang Kimia dan Farmasi 13,8 persen,
Industri Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya 12,0
persen, Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan
Elektronik 10,1 persen dan Industri Makanan 6,8 persen.
Untuk PMDN, kontribusi terbesar berasal dari Industri
Pertumbuhan YoY terbesar
pada PMA adalah sektor
tersier, sedangkan untuk
PMDN adalah sektor
sekunder.
Sektor dengan persentase
realisasi terbesar untuk PMA
adalah sektor Industri
Kertas, Barang dari Kertas
dan Percetakan dan untuk
PMDN adalah sektor Industri
Makanan.
116
Makanan 17,7 persen, Tanaman Pangan dan Perkebunan
17,4 persen, Industri Kimia Dasar, Barang Kimia dan
Farmasi 11,3 persen, Listrik, Gas, dan Air 10,2 persen dan
Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi 9,8 persen.
Tabel 40. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2016 PMA PMDN
Sektor/Bidang Usaha USD juta % Thd total Sektor/Bidang Usaha Rp
Triliun % Thd total
1 Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Percetakan
1.902,4 27,5 1 Industri Makanan 8,9 17,7
2 Industri Kimia Dasar, Barang Kimia dan Farmasi
954,8 13,8 2 Tanaman Pangan dan Perkebunan
8,8 17,4
3 Industri Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya
828,9 12,0 3 Industri Kimia Dasar, Barang Kimia dan Farmasi
5,7 11,3
4 Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik
696,9 10,1 4 Listrik, Gas, dan Air 5,1 10,2
5 Industri Makanan 468,9 6,8 5 Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi
4,9 9,8
Gabungan lainnya 2.065,0 29,9 Gabungan lainnya 16,9 33,6
Jumlah / Total 6.916,8 100,0 Jumlah / Total 50,4 100,0 Sumber: BKPM, diolah
Realisasi Per Lokasi
Berdasarkan lokasi per wilayah, pertumbuhan realisasi
PMDN terbesar terjadi di Sulawesi dengan
pertumbuhan sebesar 2.365,1 persen diikuti Kalimantan
sebesar 119,1 persen. Berdasarkan kontribusinya, Jawa,
Kalimantan, dan Sumatera memberikan sumbangan
terbesar pada triwulan I tahun 2016 yaitu 68,4 persen,
25,4 persen dan 10,2 persen.
Tabel 41. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan I 2016 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun)
Tahun LOKASI
Total Sumatera Jawa Bali & NT Kalimantan Sulawesi Maluku Papua
2010 4,2 35,1 2,1 14,6 4,3 0 0,2 60,6
2011 16,3 37,2 0,4 13,5 7,2 0 1,4 76
2012 14,3 52,7 3,2 16,7 4,9 0,3 0,1 92,2
2013 22,9 66,5 4,4 28,7 3,6 1,1 0,9 128,2
2014 29,6 97,1 0,5 21,4 7,1 0,2 0,3 156,1
2015 37,8 103,8 2,9 20 13,7 0 1,3 179,5
Pada triwulan I tahun 2016,
pertumbuhan YoY realisasi
PMDN terbesar terjadi di
Sulawesi.
117
Tahun LOKASI
Total Sumatera Jawa Bali & NT Kalimantan Sulawesi Maluku Papua
2015 trw I 8,8 28,1 0,1 5,3 0,1 0 0 42,5
2016 trw I 5,1 31,6 0,1 11,7 1,9 0 0 50,4
Pertumbuhan (YoY, %)
-41,5 12,2 -49,5 119,1 2,365,1 -100 -99,5 18,4
Share trw I 2016 10,2 68,4 0,1 25,4 4 0 0 100
Sumber : BKPM, diolah
Untuk PMA pertumbuhan triwulan I tahun 2016
dibandingkan triwulan I tahun 2015 mengalami
pertumbuhan sebesar 5,4 persen dengan pertumbuhan
positif terjadi di Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara,
dan Maluku. Lokasi lainnya yaitu Kalimantan, Sulawesi,
dan Papua mengalami pertumbuhan negatif. Secara
sumbangan, pada triwulan I tahun 2016 pulau Jawa,
Sumatera, dan Kalimantan dan memberikan sumbangan
terbesar yaitu 51,1 persen, 29,0 persen dan 7,0 persen.
Tabel 42. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan I 2016 Berdasarkan Lokasi (USD Miliar)
TAHUN LOKASI
Total Sumatera Jawa
Bali & NT
Kalimantan Sulawesi Maluku Papua
2010 0,7 11,5 0,5 2 0,9 0,2 0,3 16,2
2011 2,1 12,3 1 1,9 0,7 0,1 1,3 19,5
2012 3,7 13,7 1,1 3,2 1,5 0,1 1,2 24,6
2013 3,4 17,3 0,9 2,8 1,5 0,3 2,4 28,6
2014 3,8 15,4 1 4,7 2,1 0,1 1,4 28,5
2015 3,7 15,4 1,3 5,8 1,6 0,3 1,2 29,3
2015 trw I 1 3,3 0,2 1,2 0,5 0 0,3 6,6
2016 trw I 2 3,5 0,3 0,3 0,5 0,1 0,3 6,9
Pertumbuhan (YoY, %)
104,6 5,9 49,7 -74,2 -4,2 57,4 -19,5 5,4
Share trw I 2016
29 51,1 4 4,5 7 0,7 3,7 100
Sumber : BKPM, diolah
Berdasar lokasi menurut provinsi, pada triwulan I tahun
2016 untuk PMDN, empat dari lima besar lokasi investasi
yang diminati terletak di Pulau Jawa, dengan kontribusi
Pada triwulan I tahun 2016,
pertumbuhan YoY realisasi
PMA terbesar terjadi di
Sumatera.
Pulau Jawa merupakan
lokasi PMDN dan PMA yang
paling diminati.
118
realisasi PMDN terbesar yaitu Jawa Timur sebesar 25,9
persen.
Tabel 43. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2016 PMA PMDN
Lokasi (Propinsi) USD Juta % Thd Total Lokasi (Propinsi) Rp Triliun % Thd Total
Sumatera Selatan 1.891,9 27,4 Jawa Timur 13,0 25,9
Jawa Barat 1.616,7 23,4 Kalimantan Tengah 6,3 12,4
Banten 900,7 13,0 Jawa Barat 6,1 12,1
DKI Jakarta 550,9 8,0 Jawa Tengah 5,3 10,5
Sulawesi Tengah 342,2 4,9 Banten 4,3 8,5
Gabung Lainnya 1.614,4 23,3 Gabung Lainnya 15,4 30,7
Jumlah 6.916,8 100,0 Jumlah 50,4 100,0 Sumber : BKPM, diolah
Untuk PMA, lima lokasi dengan realisasi paling besar
berturut-turut adalah Sumatera Selatan, Jawa Barat,
Banten, DKI Jakarta, dan Sulawesi Tengah dengan
sumbangan realisasi PMA terbesar berasal dari Sumatera
Selatan sebesar 27,4 persen.
Realisasi per Negara
Tabel 44. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan I Tahun 2016
Negara USD Juta %Terhadap Total
Singapura 2.863,1 41,4
Jepang 1.590,0 23,0
Hongkong, RRT 506,8 7,3
R. R. Tiongkok 464,6 6,7
Belanda 266,9 3,9
Gabung Lainnya 1.225,4 17,7
Jumlah 6.916,8 100,0 Sumber : BKPM, diolah
Pada triwulan I tahun 2016, empat dari lima besar negara
asal investasi PMA merupakan negara-negara di Asia,
yaitu: 1) Singapura, dengan nilai investasi sebesar
USD2.863,1 juta atau 41,4 persen dari total realisasi
investasi PMA; 2) Jepang dengan nilai USD1.590,0 (23,0
persen); 3) Hong Kong dengan nilai USD506,8 juta (7,3
persen); 4) R. R. Tiongkok dengan nilai realisasi investasi
USD464,6 juta (6,7 persen). Belanda berada di peringkat
ke-5 dengan nilai USD266,9 Juta atau 3,9 persen dari total
realisasi investasi PMA.
Singapura merupakan
Negara asal investasi PMA
terbesar pada triwulan I
tahun 2016
119
120
PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN
121
PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN
122
PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER
Penurunan pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2016
sebesar 4,92 persen tidak diiringi dengan penurunan
inflasi. Sebaliknya, angka inflasi mengalami peningkatan
tipis menjadi 4,45 persen pada akhir Maret 2016.
Sementara itu, nilai tukar Rupiah mengalami penguatan
dengan rata-rata Rp13522 per USD selama triwulan I
tahun 2016 dimana sebelumnya Rp13768 per USD selama
triwulan IV tahun 2015.
Di tengah perlambatan ekonomi dunia, kinerja pasar
modal Indonesia cukup kondusif dibanding negara lain,
hal ini tercermin pada IHSG yang menguat 4,1 persen
dibanding triwulan IV tahun 2015. Penguatan indeks
saham ini terutama disebabkan oleh sentimen positif dari
penguatan nilai tukar Rupiah. Selama triwulan I tahun
2016, IHSG mencapai titik terendahnya pada level 4414,1
di akhir Januari 2016.
Tingkat Inflasi
Indonesia mengalami peningkatan inflasi jika
dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya secara
tahunan (YoY). Tingkat inflasi hingga akhir triwulan I
tahun 2016 tercatat 4,45 persen (YoY) dengan IHK 123,8.
Akan tetapi secara bulanan (MtM) mengalami
penurunan. Meskipun dampak El-Nino masih dirasakan di
beberapa wilayah hingga awal tahun 2016, namun secara
keseluruhan stabilitas harga bahan pokok masih
terkendali. Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada bulan
Januari-Maret 2016 masing-masing sebesar 4,14 persen,
4,42 persen, dan 4,45 persen. Secara bulanan (MtM),
Indonesia mengalami inflasi masing-masing sebesar 0,51
persen, -0,09 persen, dan 0,19 persen (Tabel 55). Inflasi
tahunan pada akhir triwulan I tahun 2016 (Maret 2016)
merupakan inflasi bulan Maret terendah sejak tahun
2012.
Secara YoY, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, akan tetapi tingkat inflasi meningkat tipis pada periode yang sama.
Rata-rata IHSG selama triwulan I tahun 2016 menguat dibanding triwulan sebelumnya.
Secara YoY, pergerakan inflasi pada triwulan I tahun 2016 meningkat, namun tetap terkendali pada kisaran 4±1 persen.
123
Tabel 45. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan I- 2016
Persentase (%)
Januari Februari Maret
Year-on-Year 4,14 4,42 4,45
Month-to-month 0,51 -0,09 0,19
Tahun kalender 0,51 0,42 0,62
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Berdasarkan komponennya, secara tahunan (YoY), inflasi
terendah pada Maret tahun 2016 dimiliki oleh komponen
inflasi harga diatur Pemerintah, sebesar 2,76 persen yang
menurun dibandingkan bulan sebelumnya dimana Januari
dan Februari 2016 masing-masing sebesar 3,48 persen dan
3,98 persen. Adapun inflasi inti mengalami pergerakan
yang cukup stabil di triwulan I tahun 2016. Sementara itu,
inflasi harga bergejolak cenderung meningkat. Berbeda
halnya secara tahunan, ketiga komponen inflasi pada akhir
Maret tahun 2016, secara bulanan (MtM) mengalami
penurunan dibanding Januari 2016 (Tabel 46).
Tabel 46. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen
Komponen YoY MtM
Januari Februari Maret Januari Februari Maret
Inti 3,62 3,59 3,5 0,29 0,31 0,21
Bergejolak 6,77 7,87 9,59 2,4 -0,68 0,75
Diatur pemerintah 3,48 3,98 2,76 -0,55 -0,78 -0,35
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Selama triwulan I tahun 2016, sumbangan deflasi
berdasarkan komponen paling banyak terjadi pada bulan
Februari 2016 terutama pada komponen harga
bergejolak dengan sumbangan deflasi sebesar 0,12
persen dan harga diatur pemerintah dengan sumbangan
deflasi sebesar 0,15 persen (Tabel 47). Sementara itu,
sumbangan inflasi inti masih stabil dengan sumbangan
selama Januari-Maret 2016 masing-masing sebesar 0,17
persen, 0,18 persen, dan 0,12 persen.
Terkendalinya inflasi tahun terutama didorong oleh rendahnya tingkat inflasi pada komponen harga diatur pemerintah.
Share inflasi inti dan harga bergejolak terhadap inflasi bulanan cenderung menurun selama Januari-Maret 2016.
124
Tabel 47. Inflasi berdasarkan Sumbangan (Share) Tahun 2015
Komponen Persentase (%)
Januari Februari Maret
UMUM (headline) 0,51 -0,09 0,19
Inti 0,17 0,18 0,12
Bergejolak 0,45 -0,12 0,14
Diatur Pemerintah -0,11 -0,15 -0,07
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Terkendalinya tingkat inflasi selama triwulan I tahun 2016
terutama disumbang oleh deflasi yang terjadi pada
kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan
(tabel 48). Komoditas yang dominan memberikan
sumbangan deflasi antara lain tarif angkutan udara dan
bensin. Hal ini merupakan dampak dari kebijakan
penurunan harga BBM. Sebaliknya, kelompok makanan
jadi, minuman, rokok, dan tembakau serta kelompok
bahan makanan menyumbang inflasi tertinggi pada bulan
Januari dan Maret 2016, yang bersumber dari naiknya
harga mie, rokok, cabai merah, dan bawang merah.
Tabel 48. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Bulanan
Kelompok Pengeluaran persentase (%)
Januari Februari Maret
UMUM (headline) 0,51 -0,09 0,19
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan -0.21 -0,03 -0,04
Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga 0,01 0,01 0
Kesehatan 0,01 0,01 0,01
Sandang 0,02 0,04 0,04
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar 0,13 -0,11 -0,02
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 0,09 0,11 0,06
Bahan Makanan 0,46 -0,12 0,14
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan menyumbangkan deflasi terhadap pembentukan inflasi bulanan triwulan I tahun 2016.
125
Inflasi tahunan (YoY) tertinggi selama Januari-Maret 2016
masing-masing terjadi pada Tual (7,8 persen), Sorong (7
persen), dan Cilegon (8,6 persen) (Lampiran 1).
Sementara itu, inflasi bulanan (MtM) tertinggi terjadi
pada Sibolga (1,8 persen), Tanjung Pandan (1,0 persen),
dan Bukittinggi (1,2 persen). Adapun daerah dengan
tingkat inflasi terendah secara tahunan (YoY) selama
Januari-Maret 2016 dialami oleh Tanjung Pandan dan
Watampone. Sementara itu, secara bulanan (MtM) inflasi
terendah terjadi pada Gorontalo (-0,6 persen), Merauke
(-2,9 persen), dan Tanjung Pandan(-1,2 persen).
Nilai Tukar Rupiah
REER dan NEER ASEAN
Gambar 49. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100)
Sumber: Bank for International Settlements
Secara riil maupun nominal, nilai tukar Rupiah relatif lebih
rendah dibandingkan negara sekawasan lainnya, namun
menunjukkan peningkatan memasuki triwulan I tahun
2016 (lihat Gambar 49 dan 50). Pada bulan Maret 2015,
nilai REER Indonesia meningkat menjadi 92,74 dibanding
bulan sebelumnya. Real Effective Exchange Rate (REER)
Indonesia berada diatas REER Malaysia yang sebesar
89,58. Sementara itu, Pada bulan Maret 2016, nilai REER
negara kawasan ASEAN tertinggi dimiliki oleh Filipina
20
40
60
80
100
120
140
Feb
-95
Jan
-96
Des
-96
No
v-9
7
Okt
-98
Sep
-99
Agu
-00
Jul-
01
Jun
-02
Mei
-03
Ap
r-0
4
Mar
-05
Feb
-06
Jan
-07
Des
-07
No
v-0
8
Okt
-09
Sep
-10
Agu
-11
Jul-
12
Jun
-13
Mei
-14
Ap
r-1
5
Mar
-16
INDONESIA THAILAND MALAYSIA FILIPINA SINGAPURA
Pada akhir Maret tahun 2016, inflasi cukup tinggi dialami oleh Cilegon, secara YoY.
Nilai tukar riil dan nominal Rupiah (REER dan NEER) tergolong lemah dibandingkan mata uang negara sekawasan.
126
sebesar 114,85, disusul REER Singapura dan Thailand
masing-masing 110,38 dan 99,99.
Pergerakan nilai tukar pada triwulan I tahun 2016
menunjukkan kondisi positif. Dolar Amerika Serikat (USD)
melemah 1,8 persen terhadap Rupiah dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pada akhir Maret 2016, posisi nilai
tukar Rupiah terhadap USD sebesar Rp13239 per USD.
Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap USD selama
triwulan I tahun 2016 sebesar Rp13.522 per USD
(Lampiran 2).
Gambar 50. Nominal Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100)
Sumber: Bank for International Settlements
Jumlah Uang Beredar
Uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan I
tahun 2016 sebesar Rp 4561,1 triliun, tumbuh melambat
7,41 persen (YoY) dibandingkan pertumbuhan pada akhir
triwulan IV tahun 2015 yang sebesar 8,9 persen (YoY)
(Gambar 51). Perlambatan tersebut terutama bersumber
dari komponen uang kuasi (simpanan berjangka dan
tabungan baik dalam rupiah maupun valas serta
simpanan giro valuta asing). Begitu juga dengan uang
beredar dalam arti sempit (M1) tumbuh melambat
menjadi 11,2 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.
Jika dilihat berdasarkan faktor yang mempengaruhi,
60708090
100110120130140150160
Jan
-98
Agu
-98
Mar
-99
Okt
-99
Mei
-00
Des
-00
Jul-
01
Feb
-02
Sep
-02
Ap
r-0
3N
ov-
03
Jun
-04
Jan
-05
Agu
-05
Mar
-06
Okt
-06
Mei
-07
Des
-07
Jul-
08
Feb
-09
Sep
-09
Ap
r-1
0N
ov-
10
Jun
-11
Jan
-12
Agu
-12
Mar
-13
Okt
-13
Mei
-14
Des
-14
Jul-
15
Feb
-16
INDONESIA SINGAPURA THAILAND MALAYSIA FILIPINA
Selama triwulan I tahun 2016, USD melemah 1,8 persen terhadap Rupiah dibandingkan triwulan sebelumnya.
Uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan I tahun 2016 tumbuh melambat sebesar 7,41 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.
127
perlambatan pertumbuhan uang beredar terutama
disebabkan oleh melambatnya tagihan kepada sektor
lainnya berupa kredit yang pertumbuhannya melambat
menjadi 8,4 persen dibandingkan akhir triwulan IV tahun
2015 yang tumbuh 10,1 persen.
Gambar 51. Pertumbuhan Uang Beredar Triwulan I-2016
Sumber: Bank Indonesia
Respon Kebijakan Moneter
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) selama
Januari-Maret 2016 secara berturut-turut memutuskan
untuk menurunkan BI rate masing-masing sebesar 25
basis poin. Posisi BI rate hingga akhir Maret 2016 adalah
sebesar 6,75 persen poin dengan suku bunga Lending
Facility pada level 7,25 persen dan suku bunga Deposit
Facility pada level 4,75 persen. Jumlah penurunan BI rate
selama triwulan I tahun 2016 adalah sebesar 75 basis
poin. Keputusan ini didasarkan pada ruang pelonggaran
moneter yang semakin terbuka seiring dengan terus
menurunnya tekanan inflasi dan diharapkan dapat
memperkuat pelonggaran kebijakan makroprudensial
8,95%
7,75% 7,19%7,41%
12,00% 13,97%11,61%
11,19%
8,37%
6,27% 5,90% 6,33%
0,00%
2,00%
4,00%
6,00%
8,00%
10,00%
12,00%
14,00%
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
Desember Januari Februari Maret
M2 (triliun Rp) M1 (triliun Rp)
Uang Kuasi (triliun Rp) Pertumbuhan M2, %YoY
Pertumbuhan M1, %YoY Pertumbuhan Uang Kuasi, %YoY
BI memutuskan untuk menurunkan suku bunganya secara bertahap selama Januari-Maret 2016.
128
dan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) yang telah
dilakukan sebelumnya.
Berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan April
2016, Bank Indonesia berencana melakukan reformulasi
suku bunga kebijakan menjadi BI 7-day reverse repo rate.
Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan efektivitas
transmisi kebijakan moneter, khususnya dalam jangka
pendek. Perubahan suku bunga kebijakan tidak
mengartikan bahwa akan terjadi suatu perubahan stance
policy pada moneter, melainkan memberlakukan tenor
yang lebih pendek (7 hari) untuk menguatkan operasi
moneter. Sementara itu pada tenor 12 bulan, BI rate akan
tetap dijaga pada posisi 6,75 persen poin.
Ada tiga hal yang perlu dicermati terkait respon kebijakan
dalam meredam fluktuasi nilai tukar rupiah, yaitu: (i)
Mempercepat realisasi pembangunan infrastruktur. Di
tengah pelemahan konsumsi dan net-ekspor, kunci
peningkatan pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan
fiskal pemerintah. Pemerintah perlu menerapkan
kebijakan fiskal countercyclical. Pertumbuhan yang tinggi
dan membaiknya fundamental perekonomian Indonesia
merupakan kunci untuk menarik kembali kepercayaan
investor dan membangun persepsi positif pasar, sehingga
sudden capital outflow dapat dihindari; (ii) Meningkatkan
ekspor produk manufaktur, prioritas impor untuk barang
modal yang sifatnya produktif. Current Account Deficit
(CAD) yang sehat merupakan syarat bagi rupiah untuk
kembali menggeliat. Namun, pemerintah jangan terlena
dengan CAD yang membaik, tanpa melihat komposisi
didalamnya. Peningkatan ekspor harus menjadi modal
utama perbaikan CAD. Sementara impor dapat
diprioritaskan untuk membeli barang modal terutama
yang mendukung pembangunan infratsruktur; (iii)
Manajemen ekspektasi penting. Meningkatkan kualitas
komunikasi publik untuk menciptakan optimisme dan
mengurangi rasa panik di masyarakat. Hal ini bisa
Bank Indonesia berencana untuk mereformulasi suku bunga kebijakan menjadi BI 7-day (reverse) repo rate yang akan diterapkan pada Agustus 2016.
Pemerintah tetap siaga memantau fundamental ekonomi untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.
129
dilakukan dengan menyampaikan capaian yang sudah
dilakukan pemerintah secara berkala, terutama terkait
dengan proyek-proyek besar.
Koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank
Indonesia akan terus diintensifkan untuk menjaga
stabilitas makroekonomi. Ke depan, kebijakan moneter
tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas makroekonomi
dan stabilitas sistem keuangan melalui penguatan bauran
kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan
sistem pembayaran. Kebijakan moneter akan tetap
secara konsisten diarahkan untuk mengendalikan inflasi
menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke
tingkat yang lebih sehat.
SEKTOR PERBANKAN Gambar 52. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Catatan : Angka triwulan I merupakan angka bulan Februari 2016
Stabilitas sistem keuangan terjaga, ditopang oleh
ketahanan sistem perbankan dan kinerja pasar keuangan
yang semakin baik. Rasio kecukupan modal (Capital
Adequacy Ratio/CAR) kembali mengalami peningkatan.
CAR pada bulan Februari 2016 adalah sebesar 21,93
persen, meningkat 0,54 persen dibanding triwulan
sebelumnya (QtQ). Untuk rasio kredit bermasalah (Non
Performing Loan/NPL) pada bulan Februari 2016 masih
74,00
76,00
78,00
80,00
82,00
84,00
86,00
88,00
90,00
92,00
94,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
Q1
:20
12
Q2
:20
12
Q3
:20
12
Q4
:20
12
Q1
:20
13
Q2
:20
13
Q3
:20
13
Q4
:20
13
Q1
:20
14
Q2
:20
14
Q3
:20
14
Q4
:20
14
Q1
:20
15
Q2
:20
15
Q3
:20
15
Q4
:20
15
Q1
:20
16
CA
R, N
PL
(pe
rse
n)
LDR CAR NPL
LDR
(pe
rse
n)
Koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank Indonesia akan terus diintensifkan.
Stabilitas sistem keuangan terjaga, ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan kinerja pasar keuangan yang semakin baik.
130
dalam batas yang aman yaitu sebesar 2,87 persen. Angka
tersebut mengalami sedikit kenaikan sebesar 0,39 persen
dibanding triwulan sebelumnya (QtQ). Loan to Deposit
Ratio (LDR) mengalami sedikit penurunan sebesar 2,61
persen pada bulan Februari 2016 dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya (QtQ) menjadi 89,50 persen.
Gambar 53. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) industri perbankan
kembali mengalami perlambatan pertumbuhan. DPK
pada Bulan Februari tahun 2016 tercatat sebesar
Rp4.437,5 triliun atau tumbuh sebesar 6,89 persen
dibanding tahun lalu (YoY). Pada Februari tahun 2016,
kredit tercatat sebesar Rp3.998,1 triliun. Jumlah tersebut
mengalami pertumbuhan sebesar 8,11 persen dibanding
tahun sebelumnya (YoY). Rasio kredit terhadap dana
pihak ketiga (LDR) pada Februari 2016 masih tercatat
sekitar 90 persen. Hal tersebut masih berpotensi
membatasi ruang pertumbuhan kredit yang diberikan
perbankan kepada masyarakat.
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
3,000.00
3,500.00
4,000.00
4,500.00
5,000.00
Q1
:20
13
Q2
:20
13
Q3
:20
13
Q4
:20
13
Q1
:20
14
Q2
:20
14
Q3
:20
14
Q4
:20
14
Q1
:20
15
Q2
:20
15
Q3
:20
15
Q4
:20
15
Q1
:20
16
DPK Kredit Pertumbuhan DPK (yoy) Pertumbuhan Kredit (yoy)
DP
K, K
red
it (
trili
un
Rp
)
Pe
rtu
mb
uh
an(%
)
Kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan kembali mengalami perlambatan pertumbuhan.
131
Gambar 54. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya
Sumber: Bank Indonesia
Catatan : Angka triwulan I merupakan angka bulan September 2015
Walaupun secara umum mengalami perlambatan
pertumbuhan, Kredit Investasi mengalami pertumbuhan
cukup tinggi dibandingkan Kredit Modal Kerja dan Kredit
Konsumsi. Kredit Investasi tumbuh sebesar 12,60 persen
dibandingkan tahun sebelumnya (YoY) menjadi Rp1.019
triliun. Kredit Modal Kerja tumbuh sebesar 4,77 persen
dibanding tahun sebelumnya (YoY) menjadi Rp1.823
triliun. Sedangkan, Kredit Konsumsi tumbuh sebesar 9,02
persen dibanding tahun sebelumnya (YoY) menjadi
Rp1.148 triliun.
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
Q1:
2013
Q2:
201
3
Q3:
2013
Q4:
2013
Q1:
2014
Q2:
2014
Q3:
2014
Q4:
2014
Q1:
2015
Q2:
2015
Q3:
2015
Q4:
2015
Q1:
2016
KI (1.6) KMK (1.8) KK (1.10) Pertumbuhan KI Pertumbuhan KMK Pertumbuhan KK
KK
, KI,
KM
K (
trili
un
Rp
)
Per
tum
bu
han
(per
sen
)
Walaupun secara umum mengalami perlambatan pertumbuhan, Kredit Investasi mengalami pertumbuhan cukup tinggi dibandingkan Kredit Modal Kerja dan Kredit Konsumsi.
XIII
LAMPIRAN
1. INFLASI DOMESTIK KABUPATEN/KOTA 2. NILAI TUKAR MATA UANG 3. INDEKS SAHAM GLOBAL 4. INDEKS HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL 5. HARGA BAHAN POKOK NASIONAL
XIV
Lampiran 1: Inflasi Domestik
Gambar 55. Inflasi YoY 82 Kabupaten/ Kota Januari-Maret 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
-1,00%
0,00%
1,00%
2,00%
3,00%
4,00%
5,00%
6,00%
7,00%
8,00%
MeulabohBanda AcehLhokseumaweSibolga
Pematang SiantarMedan
Padang SidempuanPadang
Bukittinggi
Tembilahan
Pekanbaru
Dumai
Bungo
Jambi
Palembang
Lubuk Linggau
Bengkulu
Bandar Lampg
Metro
Tanjung Pandan
Pangkal Pinang
Batam
Tanjung Pinang
Jakarta
Bogor
Sukabumi
Bandung
Cirebon
Bekasi
Depok
Tasikmalaya
Cilacap
Purwokerto
Kudus
SurakartaSemarang
TegalYogyakarta
JemberBanyuwangiSumenepKediri
MalangProbolinggoMadiunSurabaya
SerangTangerang
Cilegon
Singaraja
Denpasar
Mataram
Bima
Maumere
Kupang
Pontianak
Singkawang
Sampit
Palangkaraya
Tabalong
Banjarmasin
Balikpapan
Samarinda
Tarakan
Manado
Palu
Bulukumba
Watampone
Makassar
Parepare
Palopo
Kendari
Bau-Bau
Gorontalo
Mamuju
AmbonTual
TernateManokwari
SorongMeraukeJayapura
Januari Februari Maret
XV
Lampiran 1: Inflasi Domestik (lanjutan)
Gambar 56. Inflasi MtM 82 Kabupaten/ Kota Januari-Maret 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
-3,00%
-2,50%
-2,00%
-1,50%
-1,00%
-0,50%
0,00%
0,50%
1,00%
1,50%
2,00%
MeulabohBanda AcehLhokseumaweSibolga
Pematang SiantarMedan
Padang SidempuanPadang
Bukittinggi
Tembilahan
Pekanbaru
Dumai
Bungo
Jambi
Palembang
Lubuk Linggau
Bengkulu
Bandar Lampg
Metro
Tanjung Pandan
Pangkal Pinang
Batam
Tanjung Pinang
Jakarta
Bogor
Sukabumi
Bandung
Cirebon
Bekasi
Depok
Tasikmalaya
Cilacap
Purwokerto
Kudus
SurakartaSemarang
TegalYogyakarta
JemberBanyuwangiSumenepKediri
MalangProbolinggoMadiunSurabaya
SerangTangerang
Cilegon
Singaraja
Denpasar
Mataram
Bima
Maumere
Kupang
Pontianak
Singkawang
Sampit
Palangkaraya
Tabalong
Banjarmasin
Balikpapan
Samarinda
Tarakan
Manado
Palu
Bulukumba
Watampone
Makassar
Parepare
Palopo
Kendari
Bau-Bau
Gorontalo
Mamuju
AmbonTual
TernateManokwari
SorongMeraukeJayapura
Januari Februari Maret
Meulaboh
XVI
Lampiran 2: Nilai Tukar Mata Uang
Tabel 49. Nilai Tukar Mata Uang per USD
Negara
Januari 2016 Februari 2016 Maret 2016 Rata-rata
Triwulanan QtQ (%) PAB
MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM
(%) YTD (%)
YOY (%)
Indonesia 13.778,00 -0,1 -0,4 8,7 13.375,00 -2,9 -3,3 3,4 13.239,00 -1,0 -4,3 1,3 13.522,48 -1,78
Turki 2,95 1,3 1,1 21,0 2,97 0,4 1,5 18,2 2,82 -5,0 -3,6 8,5 2,94 1,14
Afrika Selatan 15,89 2,7 2,1 36,4 15,87 -0,1 2,0 36,1 14,77 -7,0 -5,1 21,7 15,81 11,04
BRIC
Brazil 4,00 1,0 1,0 49,1 4,02 0,4 1,4 41,3 3,59 -10,6 -9,3 12,4 3,90 1,31
Rusia 75,55 4,2 4,2 8,8 75,19 -0,5 3,7 21,8 66,90 -11,0 -7,8 15,0 74,47 12,62
India 67,79 2,5 2,5 9,6 68,42 0,9 3,5 10,6 66,25 -3,2 0,2 6,0 67,45 2,34
Tiongkok 6,58 1,3 1,3 5,2 6,55 -0,4 0,9 4,5 6,45 -1,5 -0,6 4,1 6,54 2,33
ASEAN-6
Singapura 1,42 0,4 0,9 5,2 1,41 -1,2 -0,4 3,2 1,35 -4,1 -4,5 -1,7 1,40 -0,38
Malaysia 4,15 -3,4 -3,4 14,3 4,20 1,3 -2,1 16,6 3,90 -7,2 -9,2 5,3 4,19 -2,05
Thailand 35,69 -0,9 -1,0 8,9 35,63 -0,2 -1,1 10,1 35,13 -1,4 -2,5 7,9 35,65 -0,52
Filipina 47,74 1,8 1,8 8,2 47,51 -0,5 1,3 7,7 45,97 -3,2 -2,0 2,8 47,23 0,76
Myanmar 1.297,60 -0,9 -0,8 26,3 1.238,40 -4,6 -5,3 19,5 1.216,00 -1,8 -7,0 12,8 1.254,52 -2,95
Negara Maju
Kawasan Euro 0,92 0,2 0,2 4,2 0,92 -0,4 -0,2 3,0 0,88 -4,5 -4,6 -5,7 0,91 -0,80
Inggris 0,70 3,4 3,7 5,8 0,72 2,4 6,2 10,9 0,70 -3,1 2,9 3,2 0,70 5,85
Jepang 121,14 0,8 0,5 3,1 112,69 -7,0 -6,5 -5,8 112,57 -0,1 -6,6 -6,3 115,36 -5,01
Korea Selatan 1.199,13 2,0 2,3 9,6 1.236,65 3,1 5,5 12,6 1.143,42 -7,5 -2,5 3,0 1.200,55 3,78
Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan
XVII
Lampiran 3: Indeks Saham Global
Tabel 50. Indeks Saham Global
Negara
Oktober 2015 November 2015 Desember 2015 Rata-rata
Triwulanan QtQ (%) PAB
MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM
(%) YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
Indonesia (IHSG) 4.615,2 0,5 0,5 -12,7 4.771,0 3,4 3,9 -12,5 4.845,4 1,6 5,5 -12,2 4.695,5 4,1
BRIC
Brazil (IBOV) 40.012,0 -7,7 -7,7 -14,6 42.762,0 6,9 -1,4 -17,7 49.986,0 16,9 15,3 -2,5 43.373,5 -6,3
Russia (RTSI) 745,3 -1,6 -1,6 1,1 768,8 3,2 1,6 -14,3 876,2 14,0 15,7 -0,5 759,5 -8,6
India (BSE) 24.870,7 -4,8 -4,9 -14,8 23.002,0 -7,5 -12,1 -21,7 25.341,9 10,2 -3,1 -9,4 24.473,1 -6,6
Tiongkok (SSEA) 2.737,6 -22,6 -22,6 -14,7 2.688,0 -1,8 -24,1 -18,8 3.003,9 11,8 -15,1 -19,9 2.910,8 -15,8
ASEAN-4
Singapura (STI) 2.629,1 -8,8 -8,8 -22,5 2.666,5 1,4 -7,5 -21,6 2.840,9 6,5 -1,5 -17,6 2.710,7 -7,4
Malaysia (KLCI) 1.667,8 -1,5 -1,5 -6,4 1.654,8 -0,8 -2,2 -9,1 1.717,6 3,8 1,5 -6,2 1.669,4 -0,3
Thailand (SETI) 1.301,0 1,0 1,0 -17,7 1.332,4 2,4 3,4 -16,0 1.407,7 5,7 9,3 -6,5 1.320,0 -3,1
Negara Maju
Amerika Serikat (DJIA)
16.466,3 -5,5 -5,5 -4,1 16.516,5 0,3 -5,2 -8,9 17.685,1 7,1 1,5 -0,5 16.671,3 -4,6
Amerika Serikat (S&P 500)
1.940,2 -5,1 -5,1 -2,7 1.932,2 -0,4 -5,5 -8,2 2.059,7 6,6 0,8 -0,4 1.952,5 -4,8
Kawasan Euro (STOXX-50)
3.045,1 -6,8 -6,8 -9,1 2.945,8 -3,3 -9,8 -18,2 3.004,9 2,0 -8,0 -18,7 2.983,0 -10,5
Jepang (N225) 6.083,8 -2,5 -2,5 -9,9 6.097,1 0,2 -2,3 -12,2 6.174,9 1,3 -1,1 -8,8 6.001,0 -4,3
Hong Kong (Hang Seng)
17.518,3 -8,0 -8,0 -0,9 16.026,8 -8,5 -15,8 -14,7 16.758,7 4,6 -12,0 -12,7 16.884,9 -11,3
Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan
XVIII
Lampiran 4: Indeks Harga Komoditas Internasional
Tabel 51. Indeks Harga Komoditas Internasional
Komoditas
Januari 2016 Februari 2016 Maret 2016 Rata-rata Triwulan
QtQ (%) PAB
MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM
(%) YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
Beras 75,5 -1,6 -1,9 7,4 69,9 -7,5 -9,3 0,2 64,5 -7,7 -16,2 -10,9 71,6 -13,3
Gula 75,2 -13,3 -13,8 -11,2 83,3 10,8 -4,5 4,5 87,8 5,4 0,7 28,7 82,4 1,9
Gandum 75,8 2,0 2,0 -4,7 70,4 -7,1 -5,3 -14,0 74,9 6,4 0,7 -7,5 73,6 -8,2
Kacang Kedelai 58,9 0,8 1,3 -8,2 56,9 -3,3 -2,1 -17,2 60,8 6,8 4,5 -6,4 58,8 -1,2
Jagung 79,0 2,7 3,0 -9,1 74,9 -5,2 -2,4 -17,3 73,7 -1,7 -4,0 -15,7 76,9 -8,1 Minyak Mentah (Brent Oil)
31,6 -4,7 -6,8 -34,4 32,7 3,5 -3,5 -42,5 36,0 10,1 6,2 -28,1 32,1 -28,4
Minyak Mentah (WTI) 34,4
-9,0 -10,7 -29,0 35,3
2,8 -8,2 -30,2 39,2
10,9 1,9 -20,2 34,6 -26,9
Gas Alam 58,3 1,0 -2,6 -24,6 46,0 -21,2 -23,2 -39,1 49,8 8,3 -16,8 -32,3 52,6 -18,8
Emas 88,2 5,2 5,2 -13,0 97,5 10,6 16,4 1,3 97,5 0,0 16,4 4,0 93,4 1,9
Tembaga 66,8 -3,8 -3,3 -17,0 68,7 2,9 -0,4 -20,6 70,5 2,5 2,1 -20,0 68,2 -10,6
Perak 73,7 2,8 3,1 -18,0 77,1 4,6 7,8 -10,8 80,0 3,7 11,8 -7,8 77,1 -6,0
Mei 2014=100 Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan
XIX
Lampiran 5: Harga Bahan Pokok Nasional
Tabel 52. Harga Bahan Pokok Nasional
Komoditas
Januari 2016 Februari 2016 Maret 2016 Rata-rata
Triwulan PAB MTM
(%) YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM
(%) YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM
(%) YTD (%)
YOY (%)
Minyak Goreng Curah 10.350 -0,3 -0,6 -8,5 10.560 2,0 1,4 -6,2 10.820 2,5 3,9 -3,9 10.487
Daging Sapi 112.290 1,6 1,8 10,6 112.970 0,6 2,4 11,2 112.890 -0,1 2,4 11,4 112.226
Daging Ayam Broiler 33.240 -2,0 -2,8 10,5 29.790 -10,4 -12,9 9,0 29.610 -0,6 -13,4 12,3 31.859
Telur Ayam Ras 25.310 -2,5 -0,9 9,2 23.880 -5,6 -6,5 12,6 21.860 -8,5 -14,4 9,9 24.286
Tepung Terigu 9.090 0,3 0,3 3,4 9.090 0,0 0,3 3,1 9.080 -0,1 0,2 2,7 9.082
Kedelai Impor 11.090 1,1 0,9 -0,7 10.960 -1,2 -0,3 -1,7 11.000 0,4 0,1 -1,9 11.023
Kedelai lokal 11.020 -1,3 0,1 0,6 11.040 0,2 0,3 0,2 11.020 -0,2 0,1 -0,1 11.031
Beras Medium 10.890 1,5 1,7 13,1 10.890 0,0 1,7 3,9 10.850 -0,4 1,3 7,3 10.861
Gula Pasir 13.150 1,5 0,8 17,7 13.100 -0,4 0,5 17,4 13.070 -0,2 0,2 13,2 13.096
Cabai Merah Keriting 29.890 -24,5 -23,9 -17,6 36.370 21,7 -7,4 47,9 na na na na 36.531
Cabai Merah Biasa 32.360 -20,2 -17,7 6,1 39.150 21,0 -0,5 70,8 37.930 -3,1 -3,6 57,6 38.369
Bawang Merah 33.210 -7,0 -7,5 44,6 33.850 1,9 -5,7 58,3 42.540 25,7 18,5 41,8 35.097
Sumber: Kementerian Perdagangan (diolah kembali), posisi akhir bulan
Untuk memberikan hasil laporan terbaik, kami mengharapkan saran dan kritik
membangun dari pembaca.
Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut