Download - kasus 1.doc
MODUL ORGAN TINDAKAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
BALITA DENGAN DEMAM DAN SESAK
KELOMPOK IV
030.08.003 Adelina Dwi Putri
030.08.018 Almira Devina Gunawan
030.08.034 Anrico Muhammad
030.09.045 Bayu Permana
030.09.046 Bellinda Paterasari
030.09.048 Boy Sandy Sunardhi
030.09.051 Charisha Nadia
030.09.052 Chaterine Grace Tauran
030.09.053 Christopher P Siagian
030.09.054 Citra Indah Puspita Sari
030.09.055 Claudia Marisca
030.09.056 Cynthia Ayu Permatasari
030.09.057 Dani Fahma Qurani
030.09.058 Debby Adelayde
030.09.059 Debora Indah Angeli
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA, 7 MEI 2012
BAB I
PENDAHULUAN
Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah
retrofaring. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam ( deep neck
infection ). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang retrofaring berasal dari proses infeksi di
hidung, adenoid, nasofaring dan sinus paranasal, yang menyebar ke kelenjar limfe retrofaring.
Oleh karena kelenjar ini biasanya atrofi pada umur 4 – 5 tahun, maka sebagian besar abses
retrofaring terjadi pada anak-anak dan relatif jarang pada orang dewasa.
Akhir – akhir ini abses retrofaring sudah semakin jarang dijumpai . Hal ini disebabkan
penggunaan antibiotik yang luas terhadap infeksi saluran nafas atas. Pemeriksaan mikrobiologi
berupa isolasi bakteri dan uji kepekaan kuman sangat membantu dalam pemilihan antibiotik
yang tepat. Walaupun demikian, angka mortalitas dari komplikasi yang timbul akibat abses
retrofaring masih cukup tinggi sehingga diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat
dibutuhkan.1
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang bayi umur 2 tahun mengalami demam dan sesak napas sejak 5 hari yang lalu. NAfsu
makan berkurang, tangisnya melemah suaranya dan susah menelan.
Tujuh hari yang lalu bayi mengalami pilek dan batuk serta demam, kemudian diberi obat
flu/penurun panas.
Batuk pileknya berkurang namun bayi tetap panas dan susah menelan serta sesak napas.
Selama ini bayi mendapat ASI serta makanan tambahan sesuai dengan yang dianjurkan dari
PUSKESMAS. Riwayat kehamilan dan persalinan baik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
KU : Sakit sedang
Suhu 38°C
Nadi 90/m RR 24/m
Tanda-tanda vital dalam keadaan baik
Pada pemeriksaan THT didapatkan
AD/AS : LT lapang tenang
MT intak, mengkilat, tenang
Hidung : Rongga hidung lapang
Pada pemeriksaan lab terdapat :
- Hb : 13 g%
- Leukosit : 15000/ml
- Hitung Jenis : Ada, pergeseran ke kiri
Pada foto polos leher posisi lateral tampak penonjoloan dinding faring setinggi C4.
Septum lurus
Konka eutropis
Tenggorok : Tonsil T2/T2 tenang
Dinding faring belakang tampak agak menonjol
BAB III
PEMBAHASAN
I. Identitas Pasien
Nama : -
Usia : 2 tahun
Jenis Kelamin : -
Alamat : -
Pekerjaan : -
Pekerjaan Orang tua :
Ayah : -
Ibu : -
II. Keluhan utama
Demam dan sesak napas sejak 5 hari yang lalu
III. Hipotesis
Penyakit
Demam
Infeksi oleh bakteri :
- Tuberculosis
- Difteri
- Pneumonia
Infeksi oleh virus
Otitis Media Akut
Sesak Napas
Bronkiolitis
Obstruksi saluran napas atas akibat :
- ISPA
- Tonsillitis
- Abses retrofaring
SARS
Asthma
IV. Daftar Masalah
Masalah Dasar Masalah
Demam Akut Didahului Infeksi Saluran Napas Atas
Terjadi pada anak usia dibawah 4-5 tahun
Terjadi sejak 5 hari yang lalu
Sesak Napas Obstruksi jalan napas
Hipersekresi mukus
Sulit Menelan Penekanan esofagus
Anamnesis Tambahan
Riwayat penyakit sekarang
Sejak kapan timbul demam? Bagaimana sifat demam? Bagaimana pola makannya,apakah nafsu makan menurun? Apakah ada kesulitan menelan? Apakah bayi rewel (gelisah)? Sejak kapan sesak nafas yang dialami? Keadaan apa saja yang dapat memperburuk keadaan anak? Apa yang lebih dulu timbul apakah sesak nafas dulu atau demam dulu, atau bersamaan? Bagaimana riwayat pengobatan sebelumnya untuk anak ini? Bagaimana riwayat penyakit keluarga?
Bagaimana riwayat pemberian ASI pada anak? Bagaimana riwayat kehamilan ibu?
Otitis Media Akut
Apakah anak ini suka memegangi telinganya atau tidak?
Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA)
Apakah sesak nafas disertai oleh batuk?
Abses Peritonsil
Apakah nafasnya berbau? Apakah air liur sering menetes (drooling)? Apakah suara menjadi sengau dan timbul stridor?
Tuberkulosis Paru Anak
Apakah anak ini sering mengalami keringat pada malam hari? Bagaimana status gizi si anak? Bagaimana tumbuh kembang anak? Bagaimana riwayat kelahiran si anak? BBLR? Prematur?
Bronkiolitis
Apakah sesak nafas disertai bunyi mengi (wheezing)?
Difteri
Bagaimana kebersihan dari anak? Bagaimana riwayat imunisasi anak? Bagaimana suara nafas anak? (Khas Difteri: Serak dan Stridor)
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
I. Keadaan Umum
a. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran pasien compos mentis
b. Kesan Sakit
Kesan sakit pasien menunjukkan sakit sedang dan suara tangis melemah
c. Status AntropometriStatus antropometri tidak diketahui.
II. Tanda Vital
Status Lokalis
Pemeriksaan Hasil pemeriksaan
Mata Tidak diketahui
Telinga AD/AS : Liang telinga lapang
tenang
Hasil Normal
Suhu 38o C 36,5 - 37,2 C
Denyut nadi 90x/menit 70-110 X/mnt
Irama denyut (tidak diketahui) teratur(reguler)
Tekanan darah - 95/65 mmHg(optimal)
Pernafasan 24x/menit 25-50 X/mnt
Kepala
Membran Timpani intak,
mengkilat, tenang
Hidung Rongga hidung lapang
Septum lurus
Konka eutropis
Mulut Tidak diketahui
Tenggorokan Tonsil T2/T2 tenang
Dinding faring belakang
tampak agak menonjol
Leher Tidak diketahui
Thorax
Cor -
Pulmo -
Abdomen
Usus -
Hepar
Tidak diketahui
Lien
Punggung Tidak diketahui
Ekstremitas -
Pada dinding faring posterior tampak agak menonjol hal ini semakin menguatkan
hipotesis mengenai abses retrofaringeal. Abses retrofaringeal terjadi pada anak usia dibawah 4-5
tahun dikarenakan kelenjar retrofaringeal belum mengalami atrofi sehingga sering mengalami
infeksi, biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas atas.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium5
Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 13 11.5-13 g/dL
Leukosit 15 6-17 103/ml
Hitung Jenis Ada pergeseran ke kiri*
Hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri (shift to the left) menunjukkan adanya infeksi bakteri pada pasien.
Foto Polos Leher
Pada foto polos leher posisi lateral tampak penonjolan dinding faring setinggi C4. Hal ini
biasa ditemukan pada abses retrofaring.
Diagnosis
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukan pasien menderita Abses
Retrofaring. Hal ini juga didukung oleh pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen leher yang
menunjukan adanya massa pada ruang retrofaring di C4.
Patofisiologi
Infeksi Bakteri (faringitis)
Bakteri difagositosis makrofag dan APC
Demam
APC menuju ke KGB daerah retrofaring
Mengeluarkan sitokin proinflamasi (IL-1, TNF-α, IL-6)
Reaksi tubuh menghancurkan bakteri
Proses supurasi jaringan Terbentuk pus
Pus yang menumpuk à terjadi abses di daerah retrofaring
Lokasi abses menonjol ke depan sehingga menutup sebagian jalan napas
Aliran udara terganggu
Timbul sesak napas Suara tangis melemah
Susah menelan
Penatalaksanaan 2
I. Mempertahankan jalan nafas yang adekuat :
- Rawat Inap
- Posisi pasien supine dengan leher ekstensi
- Pemberian O2
- Intubasi endotrakea dengan visualisasi langsung / intubasi fiber optik
- Trakeostomi / krikotirotomi
II. Medikamentosa
1. Antibiotik ( parenteral )
Pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu
hasil kultur pus. Antibiotik yang diberikan harus mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob,
gram positip dan gram negatif. Dahulu diberikan kombinasi Penisilin G dan Metronidazole
sebagai terapi utama, tetapi sejak dijumpainya peningkatan kuman yang menghasilkan B –
laktamase kombinasi obat ini sudah banyak ditinggalkan. Pilihan utama adalah clindamycinyang
dapat diberikan tersendiri atau dikombinasikan dengan sefalosporin generasi kedua ( seperti
cefuroxime ) atau beta – lactamase – resistant penicillin seperti ticarcillin / clavulanate,
piperacillin / tazobactam, ampicillin / sulbactam.Pemberian antibiotik biasanya dilakukan selama
lebih kurang 10 hari.
2. Simtomatis
3. Bila terdapat dehidrasi, diberikan cairan untuk memperbaiki keseimbangan cairan
elektrolit.
4. Pada infeksi Tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatika.
III. Operatif :
a. Aspirasi pus ( needle aspiration )
b. Insisi dan drainase :
- Pendekatan intra oral ( transoral ) : untuk abses yang kecil dan terlokalisir.
Pasien diletakkan pada “posisi Trendelenburg”, dimana leher dalam keadaan
hiperekstensi dan kepala lebih rendah dari bahu. Insisi vertikal dilakukan pada
daerah yang paling berfluktuasi dan selanjutnya pus yang keluar harus segera diisap
dengan alat penghisap untuk menghindari aspirasi pus. Lalu insisi diperlebar dengan
forsep atau klem arteri untuk memudahkan evakuasi pus.
- Pendekatan eksterna ( external approach ) baik secara anterior atau posterior :
untuk abses yang besar dan meluas ke arah hipofaring.
- Pendekatan anterior dilakukan dengan membuat insisi secara horizontal mengikuti
garis kulit setingkat krikoid atau pertengahan antara tulang hioid dan klavikula. Kulit
dan subkutis dielevasi untuk memperluas pandangan sampai terlihat
m.sternokleidomastoideus. Dilakukan insisi pada batas anterior m.
sternokleidomastoideus. Dengan menggunakan klem erteri bengkok, m.
sternokleidomastoideus dan selubung karotis disisihkan ke arah lateral. Setelah abses
terpapar dengan cunam tumpul abses dibuka dan pus dikeluarkan. Bila diperlukan
insisi dapat diperluas dan selanjutnya dipasang drain ( Penrose drain ).
- Pendekatan posterior dibuat dengan melakukan insisi pada batas posterior m.
sternokleidomastoideus. Kepala diputar ke arah yang berlawanan dari abses.
Selanjutnya fasia dibelakang m. sternokleidomastoideus diatas abses dipisahkan.
Dengan diseksi tumpul pus dikeluarkan dari belakang selubung karotis.
Komplikasi 2
Komplikasi abses retrofaring dapat terjadi akibat :
a. Massa itu sendiri : obstruksi jalan nafas
b. Ruptur abses : asfiksia, aspirasi pneumoni, abses paru
c. Penyebaran infeksi ke daerah sekitarnya :
- inferior :edema laring,mediastinitis, pleuritis, empiema, abses mediastinum
- lateral : trombosis vena jugularis, ruptur arteri karotis, abses parafaring
- posterior : osteomielitis dan erosi kollumna spinalis
d. Infeksi itu sendiri : necrotizing fasciitis, sepsis dan kematian.
Prognosis
Ad vitam : ad Bonam
Ad functionam : ad Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Menurut kami dengan pengobatan yang adekuat pasien bisa sembuh total, tetapi
berdasarkan anatomis perkembangan anak, pada anak-anak masih banyak didapatkan kelenjar
limfe di bagian retrofaring sehingga besar kemungkinan dapat terjadi lagi abses retrofaring.
Kelenjar limfe tersebut akan atrofi pada usia 5 tahun atau lebih, memperkecil kemungkinan
terjadinya abses retrofaring.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
ABSES RETROFARING3
Abses retrofaring adalah infeksi dalam ruang leher dalam yang dapat menimbulkan keadaan
darurat yang mengancam jiwa segera, dengan potensi terjadinya komplikasi pada saluran napas dan
komplikasi berat lainnya.
Untuk dapat mengerti mengenai infeksi ruang dalam, maka diperlukan pengetahuan anatomi dari
fasia – fasia dalam leher. Walaupun tipikalnya fasia menempel dengan struktur yang sejajar dengannya,
namun ruang potensial dapat terbentuk ketika ada infeksi yang saling berkolerasi antara lapisan – lapisan
fasia dan membentuk ruang yang sebenarnya, dengan penyebaran inflamasi yang cepat dan pus di dalam
ruang antar fasia. Ruang retrofaring terletak posterior dari faring (nasofaring, orofaring, hipofaring),
laring, dan trakea. Fasia viseral (bukofaringeal), yang mengelilingi faring, trakea, esofagus, dan tiroid,
membentuk batas anterior dari ruang retrofaring. Pada bagian posterior, ruang retrofaring berbatasan
dengan fasia alaris, pada bagian lateral berbatasan dengan carotid sheaths dan ruang parafaring. Ruang
retrofaring ini meluas secara superior sampai ke dasar tulang tengkorak dan secara inferior ke arah
mediastinum sampai pada level dari bifurkasio trakea.
Dua ruang potensial lainnya (ruang berbahaya dan ruang prevertebralis) terletak proksimal dari
ruang retrofaring. Bagian anterior dari ruang berbahaya (danger space) dibentuk oleh fasia alaris dan
posteriornya oleh fasia prevertebralis. Ruang prevertebralis dibatasi anterior oleh fasia prevertebralis dan
posterior oleh m. colli longus dari tulang belakang. Ruang berbahaya meluas ke bawah mediastinum
sampai ke level diafragma, sedangkan ruang prevertebralis berlanjut sampai insersio dari otot – otot
psoas. Hubungan anatomic ini dapat menyebabkan infeksi ruang retrofaring menyebar sampai ke
mediastinum sehingga menimbulkan mediastinitis.
Sumber infeksi dapat berasal dari faringitis, tonsillitis, adenoiditis, adenitis, otitis, sinusitis, dan
infeksi lainnya. Degenerasi atai supurasi dari nodul – nodul ini akan membentuk abses. Sumber infeksi
seperti osteomyelitis dari tulang belakang juga dapat menyebar langsung ke anterior dari ruang
prevertebralis. Yang penting untuk diketahui adalah kelompok nodul – nodul lateral dari retrofaring yang
terletak pada dasar tulang tengkorak yang dinamakan nodul Rouviere. Nodul ini secara klinis tidak begitu
bermakna, namun sebagai drainase limfa yang utama dari nasofaring, peranan mereka dapat menjadi
signifikan pada kasus kanker nasofaring. Nodul ini juga berkaitan dengan abses retrofaring karena dapat
bernanah dan menyebabkan abses.
Komplikasi dari abses retrofaring timbul akibat sekunder dari efek massa, rupturnya abses, atau
penyebaran infeksinya. Komplikasi yang paling cepat terjadi adalah perluasan abses ke daerah faring atau
trakea yang menyebabkan kompresi jalan napas. Ruptur abses menyebabkan aspirasi dari pus sehingga
timbul asfiksia atau pneumonia. Infeksi dapat menyebar sehingga mengakibatkan inflamasi dan destruksi
dari jaringan yang terkena. Penyebaran infeksi ke mediastinum dapat menimbulkan mediastinitis,
perikarditis purulenta dan tamponade, pyoneumothoraks, pleuritis, empyema, atau erosi bronchial.
Penyebaran infeksi ke lateral dapat menyerang carotid sheath dan menyebabkan thrombosis vena
jugularis atau ruptur arteri karotid. Infeksi secara posterior menimbulkan osteomyelitis dan erosi dari
kolumna spinalis yang menyebabkan subluksasio vertebra dan cedera korda spinalis.
Gejala – gejala yang dapat ditemukan pada penderita abses retrofaring antara lain:
Demam, menggigil, kurang nafsu makan, malaise, gelisah.
Nyeri tenggorok, disfagia, odinofagia, trismus, tortikolis. Pada anak kecil dengan tortikolis
cenderung menahan leher mereka pada posisi non-netral dan tidak memutar leher mereka dari sisi
satu ke sisi yang lain.
Sesak napas dapat dikeluhkan apabila terdapat obstruksi jalan napas.
Tanda – tanda yang dapat ditemukan antara lain:
Suhu febris.
Limfadenopati servikal unilateral.
Jarak gerak leher dan rahang berkurang atau nyeri saat digerakkan.
Terdapat massa lunak pada leher.
Pada pasien dapat ditemukan “hot potato” voice.
Pada inspeksi kavum oral dapat ditemukan tonjolan pada dinding faring posterior. Trismus sering
ditemukan pada pasien.
Faktor risiko terjadinya abses retrofaring adalah rendahnya status sosioekonomi, kebersihan mulut yang
buruk, gangguan sistem imun (HIV, diabetes, dan obat – obatan imunosupresan).
Pemeriksaan laboratorium yang penting untuk dilakukan antara lain: hitung sel darah putih, pengukuran
c-reactive protein, foto polos lateral leher, dan CT-scan.
Pewarnaan Gram dan kultur dari pus dapat dilakukan untuk menentukan organism penyebab yang
dominan. Hal ini berguna untuk penentuan pemberian antibiotik dan membantu dalam menentukan
lamanya pemberian dan rute pemberiannya. Setelah didapatkan hasil hitung leukosit dan kultur darah,
maka dapat dilakukan terapi secara empirik. Sebaiknya berikan antibiotik spektrum luas, dalam hal ini
klindamisin merupakan terapi lini pertama. Seiring meningkatnya frekuensi bakteri yang resisten, maka
klindamisin dapat dikombinasikan dengan sefoksitin atau penisilin betalaktamase resisten, seperti
tikarsilin/ klavulanat, piperasilin/ tazobaktam, atau ampisilin/ sulbaktam.
Kebanyakan pasien memerlukan tindakan operasi drainase untuk mengeluarkan abses. Prognosis dengan
dilakukannya operasi ini adalah sangat baik.
Algoritma diagnosis dan rencana terapi4
BAB V
KESIMPULAN
Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis dan temuan pemeriksaan fisik menunjukan
pasien menderita Abses Retrofaring. Dilihat dari manifestasi klinisnya, keluhan demam dan
sesak napas pada anak ini didahului oleh ISPA dan pada pemeriksaan THT ditemukan kelainan
pada tenggorokan yaitu tonsil membesar dan terdapat penonjolan pada dinding faring belakang
sehingga memperkuat diagnosis kelompok kami abses retrofaring. Hal ini juga didukung oleh
pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen leher yang menunjukan adanya massa pada ruang
retrofaring di C4.
Penatalaksanaan abses retrofaring dilakukan secara medikamentosa dan operatif . Secara
medikamentosa dapat diberikan antibiotika dengan dosis tinggi. Selain itu dilakukan pungsi dan
insisi abses retrofaring yang dapat dilakukan secara intra oral atau pendekatan eksternal
bergantung dari luasnya abses. Pada umumnya abses retrofaring mempunyai prognosis yang baik
apabila didiagnosis secara dini dan dengan penanganan yang tepat sehingga komplikasi tidak
terjadi.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Medicastrore. Abses Retrofaring. Available at
http://medicastore.com/penyakit/936/Abses_Retrofaringeal.html. Accessed on Mei 5,
2012
2. Repository USU. Abses Retrofaring. Available at
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3464/1/tht-andrina2.pdf. Accessed on
Mei 5, 2012
3. Medscape reference. Pediatric Retropharyngeal Abscess. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/995851. Accessed on Mei 5, 2012
4. Philpott CM, Selvadurai D, Banerjee AR. Paediatric retropharyngeal abscess. J
Laryngol Otol. 2004;118:919-926
5. Normal Laboratory Values for Children. Available at
www.pediatriccareonline.org/pco/ub/view/Pediatric-Drug-Lookup/153930/0/
normal_laboratory_values_for_children. Accessed on May 4, 2012.