BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Katarak adalah setiap kekeruhan yang terjadi pada lensa. Penuaan
merupakan penyebab katarak terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain yang
mungkin terlibat, antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik (diabetes),
merokok, dan adanya faktor herediter. Katarak merupakan penyebab utama
berkurangnya penglihatan pada usia 55 tahun atau lebih.5,4
Secara umum dianggap bahwa katarak hanya mengenai orang tua,
padahal katarak dapat megenai semua umur dan pada orang tua, katarak
merupakan bagian umum pada usia lanjut. Makin lanjut usia seseorang makin
besar pula kemungkinan menderita katarak. Berbagai studi cross-sectional
melaporkan prevalensi katarak pada individu berusia 65-75 tahun adalah
sebanyak 50%, prevalensi ini meningkat hingga 70% pada individu di atas 75
tahun. Di Amerika Serikat, katarak yang terjadi akibat usia lanjut dilaporkan
mencapai 42% dari orang-orang usia 52-64 tahun, 60% dari orang-orang antar
usia 65 dan 74 tahun dan 91% dari mereka antara usia 75 dan 85 tahun.5,4,8
Menurut usia, katarak dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu katarak
kongenital, katarak juvenilis dan katarak senilis. Jumlah terbanyak adalah katarak
senilis yaitu penyakit gangguan penglihatan yang ditandai dengan kekeruhan
lensa yang terjadi secara gradual dan progresif. Katarak senilis terus menjadi
penyebab utama terjadinya penurunan penglihatan dan kebutaan di dunia.
Setidaknya 5-10 juta kasus baru terjadi setiap tahunnya dan dengan teknik
bedah modern, sebanyak 100.000-200.000 kasus masih mengalami kebutaan
yang ireversibel. Diperkirakan sebanyak 1,2% dari seluruh populasi Afrika
mengalami kebutaan, dengan 36% disebabkan oleh katarak. Survei yang
dilakukan pada 3 distrik di lembah Punjai menunjukkan bahwa terjadinya katarak
senilis adalah sebesar 15,3% dari 1269 orang usia antara 30 tahun keatas, dan
sebanyak 4,3% dari keseluruhan usia. Jumlah ini meningkat secara signifikan
sebanyak 67% pada usia 70 tahun atau lebih. Analisis kebutaan pada Skotlandia
barat juga menunjukkan bahwa katarak senilis merupakan kausa utama dari
kebutaan di daerah tersebut.6
Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian,
pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang
1
menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparasinya. Perubahan
protein lainnya akan mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi kuning atau
coklat. Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai oleh penurunan
penyerapan oksigen dan mula-mula terjadi peningkatan kandungan air diikuti
oleh dehidrasi. Kandungan natrium dan kalsium meningkat, sedangkan
kandungan kalium, asam askorbat dan protein berkurang. Pada katarak tidak
ditemukan glutation. 4,5
Pterigium merupakan penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga,
mirip dengan daging yang menjalar ke arah kornea. Umumnya terjadi pada usia
20-30 tahun dan sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya
berada di lingkungan tropis. Etilogi dari pterigium sendiri belum jelas namun
diduga disebabkan oleh suatu paparan ultraviolet pada daerah nasal konjungtiva
khususnya sebelah lateral. Masalah yang disebabkan oleh pterigium ini
terakadang dapat menimbulkan suatu gangguan visus misalnya astigmatisme
pada komplikasi lebih lanjut dan masalah kosmetik menjadi sangat terganggu.
Untuk itu perlu dijelakan mengenai terapi lebih lanjut pada bagian selanjutnya
(Pedoman DIAGNOSIS DAN TERAPI UNAIR, 2006).
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mendiagnosis katarak dan pterigium.
2. Bagaimana penatalaksaan katarak dan pterigium.
1.3. Tujuan
1. Mengetahui cara mendiagnosis katarak dan pterigium.
2. Mengetahui penatalaksanaan katarak dan pterigium.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang dapat menyebabkan
gangguan penglihatan. Katarak umumnya merupakan proses penuaan. Paparan
sinar ultraviolet jangka panjang, penggunaan obat-obatan dan penyakit tertentu
seperti diabetes juga dapat mempercepat timbulnya katarak. Katarak juga dapat
terjadi pada saat lahir atau karena trauma pada mata. 2
2.2. Anatomi dan Fisiologi Lensa
2.2.1. Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan
transparan. Tebal sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa
digantung oleh zonula (Zonula Zinii) yang menghubungkan dengan korpus
siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aqueous dan di sebelah
posterior terdapat vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membrane semipermeabel
yang dapat dilewati air dan elektrolit. Di sebelah depan terdapat selapis epitel
subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan
bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga
lensa lama-kelamaan menjadi kurang elastik. Lensa terdiri dari 60 % air, 35 %
protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lainnya.
Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun
tereduksi. Pada lensa tidak terdapat serat nyeri, pembuluh darah atau pun saraf. 3
2.2.2. Fisiologi Lensa
Lensa kristalina adalah sebuah struktur yang pada kondisi normalnya
berfungsi untuk memfokuskan gambar pada retina. Mata dapat mengubah
fokusnya dari obyek jarak jauh ke jarak dekat karena kemampuan lensa untuk
mengubah bentuknya, suatu fenomena yang dikenal sebagai akomodasi.
Elastisitasnya yang alami memungkinkan lensa untuk menjadi lebih atau kurang
bulat (sferis), tergantung besarnya tegangan serat-serat zonula pada kapsul
lensa. Tegangan zonula dikendalikan oleh aktivitas muskulus siliaris, yang bila
berkontraksi akan mengendurkan tegangan zonula. Dengan demikian, lensa
menjadi lebih bulat dan dihasilkan daya dioptri yang lebih kuat untuk
3
memfokuskan obyek-obyek yang lebih dekat. Relaksasi muskulus siliaris akan
menghasilkan kebalikan rentetan peristiwa-peristiwa tersebut, membuat lensa
mendatar dan memungkinkan obyek-obyek jauh terfokus. Dengan bertambahnya
usia, daya akomodasi lensa akan berkurang secara perlahan-lahan seiring
dengan penurunan elastisitasnya.5
Gambar 2.1.2
Skema penampang anatomi mata yang menujukkan posisi lensa mata
2.2.3. Metabolisme Lensa Normal
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation
sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari humor aqueous dan vitreus.
Kadar kalium di bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior dan
kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior
dan keluar ke humor aqueous. Dari luar, ion Na masuk secara difusi dan
bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa
aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetepa dipertahankan di dalam oleh
Ca-ATPase. Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt
(5%). Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan
ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldoe
reduktase adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol
dirubah menjadi fruktosa oelh enzim sorbitol dehidrogenase.4
2.3. Etiologi
4
Beberpa hal yang dapat menyebabkan terjadinya katarak seperti usia lanjut
(terjadinya sklerosis nuklear), penyakit mata (glaucoma, ablasi, uveitis, retinitis
pigmentosa, dan penyakit intraocular lain), bahan toksis khusus (kimia dan fisik),
keracunan obat (eserin, kortikosteroid, ergot dan asetilkolinesterase topikal),
kelainan sistemik atau metabolik (DM, hipokalsemi, distrofi miotonik,dermatitis
atopik), genetic dan gangguan perkembangan, infeksi dimasa pertumbuhan
janin4,5
Faktor risiko dari katarak antara lain : 4,5
a. Diabetes Mellitus
b. Riwayat keluarga dengan katarak
c. Penyakit infeksi atau cedera mata terdahulu
d. Pembedahan mata
e. Pemakaian kortikosteroid jangka panjang
f. Terpajan sinar UV
g. Merokok
2.4. Patogenesis
Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian,
pada lensa katarak secara karakteristik terdapar agregat-agregat protein yang
menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparasinya. Perubahan
protein lainnya akan mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi kuning atau
coklat. Temuan tambahan mungkin berupa vesikel diantara serat-serat lensa
atau migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang menyimpang.
Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai oleh penurunan penyerapan
oksigen dan mula-mula terjadi peningkatan kandungan air diikuti oleh dehidrasi.
Kandungan natrium dan kalsium meningkat, sedangkan kandungan kalium, asam
askorbat dan protein berkurang. Pada lensa yang mengalamu katarak tidak
ditemukan glutation. Lensa katarak memiliki cirri berupa edema lensa, perubahan
protein, dan keruskan kontinuitas normal serat-serat lensa.
Secara umum, edema lensa bervariasi sesuai dengan stadium
perkembangan katarak. Katarak imatur (insipient) hanya sedikit opak, katarak
matur yang keruh total (tahap menengah lanjut) mengalami edema. Apabila
kandungan air maksimal dan kapsul lensa terenggang, katarak disebut
mengalami intumesensi (membengkak). Pada katarak hipermatur (sangat
5
lanjut), air telah keluar dari lensa dan meninggalkan lensa yang sangat keruh,
relative mengalami dehidrasi dengan kapsul yang berkeriput.4
Gambar 2.2. Gambar 2.3.
Gambar 2.22 Gambar 2.32
Mata tampak depan dengan lensa yang Mata tampak depan dengan lensa
Jernih yang keruh (katarak)
2.5. Gejala dan Diagnosis
Semua sinar yang masuk ke mata harus terlebih dahulu melewati lensa.
Karena itu setiap bagian lensa yang menghalangi, membelokkan atau
menyebarkan sinar bisa menyebabkan terjadinya gangguan penglihatan.
Beratnya gangguan penglihatan tergantung pada lokasi dan kematangan
katarak.
Katarak berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan nyeri
disertai gangguan penglihatan yang muncul secara bertahap. Gangguan
penglihatan akibat hilangnya transparansi lensa bisa berupa : 1
a. Penurunan ketajaman penglihatan (bahkan pada siang hari),
b. Kesulitan melihat pada malam hari,
c. Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan
mata.
Gejala lainnya adalah sering berganti kacamata dan penglihatan pada
salah satu mata.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
Pemeriksaan dignostik yang biasa dilakukan adalah : 5
a. Pemeriksaan mata standar, termasuk pemeriksaan dengan slitlamp.
Lensa paling baik diperiksa dalam keadaan pupil yang berdilatasi.
Gambaran lensa yang diperbesar dapat terlihat dengan menggunakan
slitlamp atau dengan oftalmoskop direk dengan pengaturan plus tinggi
(+10)
6
b. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak
2.6. Klasifikasi Katarak
Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok,
yaitu :
a. Katarak Kongenital
Adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan
bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab
kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang
kurang tepat.Katarak kongenital sering terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu
yang menderita penyakit rubella, galaktosemia, homosisteinuria, toksoplasmosis,
inklusi sitomegalik, dan histoplasmosis. Katarak congenital dapat diklasifikasikan
lagi menjadi katarak kapsulolentikular (katarak kapsul dan katarak Polaris) dan
katarak lentikular (katarak yang mngenai kortek atau nukleus saja).6
b. Katarak Juvenil
Adalah katarak yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan
lebih dari 3 bulan. Katarak juvenile biasanya merupakan kelanjutan dari katarak
congenital dan biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun
metabolik dan penyakit lainnya seperti, trauma, radiasi maupun pengaruh obat-
obatan.6
c. Katarak Senil
Adalah semua kekeruhan lensa yang tedapat pada usia lanjut, yaitu usia
diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti. 6
Menurut morfologinya,katarak senilis dibagi diklasifikasikan menjadi 5,7
1. Katarak Nuklear
Proses kondensasi normal dalam nucleus lensa menyebabkan terjadinya
sklerosis nuclear setelah usia pertengahan. Gejala yang paling dini mungkin
berupa membaiknya penglihatan dekat tanpa kacamata (“penglihatan kedua”). Ini
merupakan akibat meningkatnyankekuatan lensa bagian sentral, menyebabkan
refraksi bergesar ke myopia (penglihatan dekat). Gejala lain dapat berupa
diskriminasi warna yang buruk atau diplopia monocular. Sebagian besar katarak
nuclear adalah bilateral, tetapi bisa asimetrik.
2. Katarak subkapsular posterior
Terdapat pada korteks di dekat kapsul posterior bagian sentral. Di awal
perkembangannya, katarak ini cenderung menimbulkan gangguan penglihatan.
7
Gejala-gejala yang umum, antara lain “glare” dan penurunan penglihatan pada
kondisi pencahayaan yang terang. Kekeruhan lensa dapat timbul akibat trauma,
penggunaan kortikosteroid, peradangan, atau pajanan radiasi pengion.
3. Katarak kortikal
Adalah kekeruhan pada korteks lensa. Perubahan hidrasi serat lensa
menyebabkan terbentuknya celah-celah dakan pola radial di sekeliling daerah
equator. Katarak ini cenderung bilateral, tetapi sering asimetris. Derajat
gangguan fungsi penglihatan bervariasi, tergantung seberapa dekat kekeruhan
lensa dengan sumbu penglihatan.
Gambar 2.4.7
Tiga tipe katarak senile berdasarkan pada morfologinya.
Katarak senile secara secara klinik dikenal dalam 4 stadium, yaitu : 5,6,7
1. Katarak insipien
Kekeruhan dimulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks
anterior dan posterior (katarak kortikal). Kekeruhan ini dapat menimbulkan
poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa.
2. Katarak imatur
Hanya sebagian lensa saja yang mengalami kekeruhan (katarak belum
mengenai seluruh lapisan lensa). Pada katarak imatur akan dapat bertambah
volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang
degenerative. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan
hambatan pupil, sehingga terjadi glaucoma sekunder.
8
3. Katarak matur
Adalah bentuk katarak yang seluruh proteinnya telah mengalami
kekeruhan. Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji
bayangan iris negatif.
4. Katarak hipermatur
Protein-protein di bagian korteks lensa telah mencair. Cairan ini bisa
keluar dari kapsul yang utuh, meninggalkan lensa yang mengerut dengan kapsul
keriput. Katarak hipermatur yang nukleus lensanya mengambang dengan bebas
di dalam kantung kapsulnya disebut sebagai katarak morgagni
Tabel 2.1 6
Perbedaan stadium katarak senile
Insipiens Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah (air
masuk)
Normal Berkurang (air +
massa lensa keluar
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
COA Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut COA Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit - Glaucoma - Uveitis+glaukoma
Klasifikasi lainnya adalah klasifikasi Burrato:
Grade I
o Refleks fundus positif
o Visus lebih dari 6/12
o Nukleus lunak
o Lensa nampak sedikit keruh dan warnanya agak keputihan
o Usia kurang dari 50 tahun
Grade II
o Refleks fundus positif
o Visus 6/12 hingga 6/30
o Nukleus sedikit keras, tampak sedikit kekuningan
o Gambaran seperti katarak subkapsular posterior
9
Grade III
o Refleks fundus negatif
o Visus 6/30 hingga 3/60
o Nukleus agak keras, warna kekuningan
o Korteks berwarna abu-abu
Grade IV
o Refleks fundus negatif
o Visus 3/60 hingga 1/300
o Nukleus keras, warna kuning kecoklatan
o Usia lebih dari 65 tahun
Grade V
o Refleks fundus negatif
o Visus kurang dari 1/300
o Nukleus sangat keras, warna kecoklatan hingga kehitaman
(brunescent cataract / black cataract)
o Usia lebih dari 65 tahun
2.7. Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan. Pembedahan
dilakukan apabila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila katarak ini menimbulkan penyulit
seperti glaucoma dan uveitis. 6
Metode operasi yang umum yang dipilih untuk katarak dewasa atau ank-
besar adalah dengan meninggalkan bagian posterior kapsul lensa sehingga
dikenal sebagai ekstraksi katarak ekstrakapsular (EKEK). Sehingga, berdasarkan
integritas dari kapsula lensa posterior, terdapat dua tipe utama operasi lensa,
yaitu ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK) dan ekstraksi katarak ekstrakapsular
(EKEK).5
Ekstraksi katarak ekstrakapsular
- Meninggalkan bagian posterior kapsul lensa
- Penanaman lensa intraokular merupakan bagian dari prosedur ini
- Insisi dibuat pada limbus atau kornea perifer, bagian superior atau
Temporal
10
Pada EKEK bentuk ekspresi nucleus, nucleus lensa dikeluarkan dalam
keadaan utuh, tetapi prosedur ini memerlukan insisi yang relatif besar. Korteks
lensa disingkirkan dengan penghisapan manual atau otomatis.
Ekstraksi katarak intrakapsular
- Mengangkat seluruh lensa berikut kapsulnya
- Sudah jarang dilakukan
Insiden terjadinya ablation retina pascaoperasi jauh lebih tinggi dengan
tindakan ini daripada dengan pasca bedah ekstrakapsular, namun bedah
intrakapsular tetap merupakan suatu prosedur yang berguna, khususnya bila
tidak tersedia fasilitas untuk melakukan bedah ekstrakapsular.
Fakoemulsifikasi
- Bagian dari teknik EKEK yang saat ini paling sering digunakan
- Menggunakan vibrator ultrasonik genggam untuk menghancurkan
nukleus yang keras hingga substansi nucleus dan korteks dapat
diaspirasi melalui suatu insisi berukuran sekitar 3 mm.
- Menggunakan foldable intraocular lens
Keuntungan-keuntungan dari tindakan bedah insisi kecil :
a. Kondisi intraoperasi lebih terkendali
b. Menghindari penjahitan
c. Perbaikan luka yang lebih cepat dengan derajat distorsi kornea yang
lebih rendah
d. Mengurangi peradangan intraocular pascaoperasi
e. Rehabilitasi penglihatan lebih singkat
Selain keuntungan-keuntungan di atas, teknik fakoemulsi juga
menimbulkan risiko lebih tinggi untuk terjadinya pergeseran materi nukleus ke
posterior melalui suatu robekan kapsul posterior, sehingga dibutuhkan tindakan
vitreoretina yang komplek.5
2.8. Perawatan Pascaoperasi
Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pascaoperasi
biasanya lebih pendek. Pasien umumnya boleh pulang pada hari operasi, tetapi
dianjurkan untuk bergerak hati-hati dan menghindari mengangkat benda berat
selama kurang lebih satu bulan. 5
11
2.9. PTERIGIUM
2.9.1. Definisi
Merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak
bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea.
Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah
kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagin pterigium
akan berwarna merah. Pterigium dapat mengenai kedua mata. 6
2.9.2. Epidemiologi
Umumnya terjadi pada usia 20-30 tahun dan sering terdapat pada orang
yang sebagian besar hidupnya berada di lingkungan tropis 6
2.9.2. Klasifikasi Pterigium
Tipe 1
Meluas kurang dari 2 mm di atas kornea. Timbunan besi (ditunjukkan
dengan Stocker line) dapat terlihat di epitel kornea bagian
anterior/depan pterigium. Lesi ini bersifat asimptomatis, meskipun
sebentar-sebentar dapat meradang (intermittently inflamed). Jika
memakai soft contact lens, gejala dapat timbul lebih awal karena
diameter lensa yang luas bersandar pada ujung kepala pterigium yang
sedikit terangkat dan ini dan ini menyebabkan iritasi. 3
Tipe 2
Melebar hingga 4 mm dari kornea, dapat kambuh (recurrent) sehingga
perlu tindakan pembedahan. Dapat mengganggu precorneal tear film
dan menyebabkan astigmatisme 3
Tipe 3
Meluas hingga lebih dari 4 mm dan melibatkan daerah penglihatan.
Lesi/jejas yang luas (extensive), jika kambuh dapat berhubungan
dengan fibrosis subkonjungtiva dan meluas hingga ke fornix yang
terkadang dapat menyebabkan keterbatasan pergerakan mata 3
12
Gambar 2.5.7
Pterygium
2.9.2. Faktor Predisposisi
Pterigium diduga disebabkan oleh iritasi kronis akobat debu, cahaya sinar
matahari (sinar UV), dan udara yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan
jelas dan di duga merupakan suatu neoplasma, radang, dan degenerasi. 6
2.9.3. Tanda dan Gejala
Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan
mata iritatif, merah, dan mungkin menimbulkan astigmatisme yang akan
memberikan keluhan gangguan penglihatan. Pterigium dapat disertai keratitis
pungtata dan dellen (penipisan kornea akibat kering), dan garis besi ( iron line
dari Stocker) yang terletak di ujung pterigium. 6
2.9.4. Diagnosis Banding
Diagnosis banding pterigium adalah pseudopterigium, pannus, dan kista
dermoid.6
2.9.5. Penatalaksanaan
Pengobatan tidak diperlukan karena sering bersifat rekure, terutama pada
pasien yang masih muda. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau
tetes mata dekongestan. Pengobatan pterigium adalah dengan konservatif atau
13
dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya
astigmatisme irregular atau pterigium yang telah menutupi media penglihatan.6
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Tn. M. R
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 50 tahun
Alamat : Dsn. Pasarean Pasuruan
Pekerjaan : Swasta
Agama/Suku : Islam/Jawa
No. Register : 10343192
Tgl. Pemeriksaan : 23 Desember 2010
3.2 Anamnesa (Autoanamnesa dan Heteroanamnesa)
3.2.1 Keluhan utama
Keluhan utama pasien ini adalah penglihatan kabur. Penglihatan kabur
dirasakan pasien pertama kali sejak 1 tahun yang lalu. Pasien mengatakan
penglihatannya tiba-tiba seperti berkabut (berselaput) tanpa sebab yang jelas.
Sejak pandangan kabur tersebut pasien mengatakan jika pandangannya sering
silau jika membaca diruangan bercahaya dan merasa lebih baik jika pasien
berada pada ruangan yang agak gelap. Hal ini terjadi secara periodik (hilang
timbul). Setelah kejadian tersebut pasien berinsiatif membeli kaca mata baca di
sekitar rumahnya, menurut pasien agak membaik. Setelah hari raya, mata
sebelah kanan pasien menjadi sangat kabur sekali, pasien mengatakan kabutnya
semakin menebal secara cepat. Pasien berinsiatif membeli obat tetes mata Aito
di pasar, tapi menurut pasien tidak ada perubahan. Pasien mengatakan dalam
waktu 3 bulan pasien sudah tidak dapat melihat lingkungan sekitar, tapi masih
dapat membedakan siang hari (terang) atau malam hari (gelap). Pasien juga
mengatakan sejak 3 bulan terakhir mata sebelah kanan sering merah dan terasa
mengganjal. Mata merah menurut pasien muncul tiba-tiba dan hilang dengan
14
sendirinya, terkadang disertai rasa gatal pada mata kanan pasien. Pasien
menyangkal adanya riwayat terbentur sesuatu sebelumnya. Mata mengganjal
dirasakan 3 bulan bersamaan dengan mata merah. Pada saat mata merah
muncul pasien merasakan panas dan “cenut-cenut”. Setalah mata merah mereda
keluhan-keluhan tersebut juga ikut hilang.
3.2.2 Riwayat Terapi
Pasien sempat meneteskan obat Aito yang diperoleh dari apotek sekitar.
Pasien menggunakan 3x sehari selama 1 minggu tapi tidak terjadi perubahan.
Pasien sempat menggunakan kacamata baca tanpa resep dokter mata yang
digunakan sejak timbul keluhan, tetapi keluhan tidak membaik, Pasien pernah
berobat ke RS. Bangil untuk memeriksakan ke SpM dinyatakan sakit katarak
serta dirujuk untuk operasi, namun pasien menolak baru dating ke RSU. Saiful
Anwar 3 bulan setelah hari raya. Dari RSU. Bangil pasien mengatakan
mendapatkan obat tetes (namanya tidak tahu) digunakan 3x sehari selama 2
bulan
3.2.3 Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien menyangkal pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Riwayat
menggunakan kacamata sebelum mncul keluhan juga disangkal. Pasien
mendierita Diabetes tipe II 5 tahun, pasien tidak rutin mengkonsumsi obat
diabetesnya. Pasien juga jarang memeriksakan kadar gula darahnya. Pasien
pernah MRS di RSU. Bangil karena kadar gula darahnya 550 mg/l (setelah
lebaran). Menurut pasien hal tersebut dapat terjadi karena psien tidak mampu
mengngontrol konsumsi makan yang selama lebaran.
3.2.4 Riwayat Kontak
Riwayat kontak dengan penderita marah sebelumnya disangkal oleh
penderita.
15
3.2.5 Pemeriksaan Fisik
5/12 VISUS 1/300
POSISI BM
Orthoporia
GERAKAN BM
Oedem (-), spasme (-) PALPEBRA Oedem (-), spasme (-)
CI (-), PCI (-) CONJUNCTIVA Hiperemis, CI (-), PCI (-)
Jernih,
jaringan fibrovascular (+)
CORNEA Jaringan fibrovaskuler (+) >
½ limbus, fluorecen (-)
Dalam C.O.A. Dalam
Rad line (+) IRIS Rad line (+)
Bulat, Ø 3mm, RP (+), PUPIL Bulat, Ø 3mm, RP (+),Irish
shadow (-)
Keruh tidak rata LENSA Keruh rata
n/p T.I.O. n/p
16
3.2.6 Assesment
OD Katarak Br.Gr. II + Pterigium Gr. I
OS Katarak Br. Gr. IV + Pterigium Gr. III
3.2.7 Planning Theraphy
ODS Anti-steroid topical.
KIE operasi katarak dan pterigium
3.2.8 Planning Edukasi
Memberitahukan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita adalah katak
matur. Katarak dapt disebabkan salah satunya oleh kerana kompilikasi dari DM
tipe II dan aging proses. Pengobatan yang dapat diberikan pada pasien ini
adalah dengan operasi untuk mengangkat lensa mata yang keruh dan diganti
dengan lensa mata buatan sehingga mata pasien dapat kembali berfungsi, tetapi
pasien juga harus mampu untuk menjaga kadar gula darah dengan cara
mengkonsumsi obat DM secara rutin dan melakuakan cek up gula darah secara
periodik.
17
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Tn. MR / 50 tahun datang ke poliklinik Ilmu Kesehatan Mata RSSA
pada tanggal 23 Desember 2010 dengan keluhan utama mata kabur sebelah
kanan.
Pasien mengeluh mengalami kabur pada mata kanannya sejak sekitar 12
bulan (1 tahun) yang lalu, sedikit demi sedikit semakin kabur. Pasien dengan usia
tua (50 tahun), disebutkan dalam literatur bahwa penuaan dalam jaringan tubuh
akan terjadi seiring bertambahnya usia. Prevalensi katarak adalah sebesar 20%
pada usia 45-65 tahun. Prevalensi ini meningkat pada usia 65-74 tahun menjadi
50%. Sebanyak 75% kasus katarak ditemukan pada pasien diatas 65 tahun
keatas. Pasien ini dapat diklasifikasikan katarak senilis dimana dalam literatur
semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut (diatas 50 tahun) dapat
dikategorikan sebagai katarak senilis.4,5,8 Selain itu ditemukan penyulit bahwa
pada pasien ini terdapat penyakit sistemik yaitu DM type II yang tidak terkontrol
selama 3 bulan terakhir dan telah diderita selama 5 tahun.4,5
Dari hasil anamnesa didapatkan bahwa keluhan penglihatan kabur terjadi
sekitar 12 bulan yang lalu, pasien mulai merasakan kabur pada mata kirinya,
yang semakin memberat dalam 3 bulang terakhir, akan tetapi mata kirinya tidak
mengalami keluhan apapun. Karakteristik katarak salah satunya adalah adanya
riwayat penurunan penglihatan yang terjadi secara gradual dan progresif.1 Gejala
ini merupakan gejala paling umum pada kasus katarak. Pasien tidak
mengeluhkan penglihatan yang menurun secara cepat. Abnormalitas yang
mungkin menunjukkan adanya gangguan sistemik ataupun lokal yang
menyebabkan pertumbuhan katarak adalah dengan adanya penurunan visus
naturalis pada pasien dan ditemukannya kekeruhan pada lensa. Pada katarak
imatur, maka refleks fundus masih positif. Refleks fundus akan hilang pada
katarak matur. Dari klasifikasi Burrato grade II adalah visus 6/12 hingga 6/30,
nukleus sedikit keras, tampak sedikit kekuningan, gambaran seperti katarak
subkapsular posterior dan refleks fundus positif. Dan hasil klasifikasi Burrato
Grade IV adalah reflek fundus negative, visus 3/60 sampai 1/300, nucleus keras
dan warna kuning kecoklatan. Hasil anamnesa dan gambaran klinis yang dimiliki
18
oleh pasien menjadi dasar penegakkan diagnosa katarak OD Katarak Burrato
grade II dan OS katarak Burrato Grade IV.
Keluhan penglihatan berupa kabur, beberapa literatur menyatakan bahwa
epitel lensa akan mengalami penuaan dan densitasnya akan menurun. Epitel
lensa yang mengalami katarak mengalami pengurangan jumlah apoptosis
sehingga terjadi penurunan signifikan pada densitas sel, namun akumulasi sel-
sel epitel yang mati akan menyebabkan perubahan pada formasi serabut lensa
dan homeostasisnya sehingga menyebabkan kekeruhan. Seiring dengan
penuaan lensa, metabolit water-soluble low molecular weight dapat memasuki
nukleus lensa lewat epitel dan korteks, disertai dengan penurunan rasio transfer
cairan, nutrien dan antioksidan. Mekanisme lain yang turut berperan adalah
konversi dari protein lensa soluble sitoplasmik dengan low molecular weight
menjadi agregat solubel high molecular weight yang insoluble dan matriks protein
membrane insolubel. Perubahan protein ini menimbulkan fluktuasi mendadak
pada indeks refraksi lensa, sehingga terjadi pembiasan cahaya dan penurunan
kejernihan lensa. Area lain yang diamati mencakup peran nutrisi dalam
perkembangan katarak, sebagian berkaitan dengan kadar glukosa, mineral trace
dan vitamin.9
Pasien diberikan planning edukasi berupa operasi ekstraksi katarak pada
mata kanan yang diikuti dengan pemasangan lensa intra okular. Hal ini sesuai
dengan literatur yang menyebutkan bahwa pada katarak hanya dapat diatasi
dengan melakukan pembedahan. Di harapkan mata kiri pasien setelah dilakukan
operasi ekstraksi katarak dengan teknik phacoemulsifikasi yang diikuti
pemasangan lensa intra okular didapatkan perbaikan visus yang signifikan.
Literatur menyebutkan bahwa katarak yang kemudian dilakukan ekstraksi lensa
dan pemasangan lensa intra okular dapat memberikan perbaikan visus yang baik
dengan catatan tidak didapatkannya kelainan pada jaringan okular yang lain. 9.
Selain informasi tersebut pasien di anjurkan untuk kontrol gula darah secarah
teratur agar dapat menguarangi kejadian rekurensin dari katarak. Hal ini sesuai
dengan kondisi yang ada pada pasien.
Masalah lain pada pasien ini adalah adanya jaringan fibrovaskular di
kedua mata kanan dan kiri pasien. Dari anamnesa jaringan fibrovaskuler ini
pertumbuhannya tidak diketahui karena gejala yang muncul dianggap ringan oleh
pasien. Gejala-gejala yang dirasakan pasien yaitu berupa mata merah yang
19
berulang pada mata kanan dan kiri secara bergantian tapi lebih sering yang
kanan, kemudian diikuti rasa kemeng-kemeng pada kedua mata dan ada
perasaan mengganjal, dari anamnesa dan pemeriksaan fisik inilah kita dapat
mendiangnosis ini suatu pterigium grade I pada mata kanan dan pterigium gr. III
pada mata kiri.
Peda pterigium ringan tidak diperlukan suatu terapi, tetapi pada pterigium
yang lebih berat dapat diberikan terapi medikamentosa yaitu dengan
memberikan obat anti-inflamasi topikal dan vasokonstriktor mata (dekongestan),
sedangkan untuk terapi defitifnya berupa operasi ekstirpasi. Terapi ekstipasi ini
perlu dilakukan pada pasien ini karena pada pasien ini pterigium kiri telah
menjalar sampai 3 mm dari limbus, Pterigium juga sering memberikan keluhan
mata merah yang berulang pada pasien ini dan untuk kebutuhan kosmetik dari
pasien ini.6
20
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan suatu kasus mengenai OD Katarak Burrato grade
II+Pterigium grade I dan OS Katarak Burrato grade IV + pterigium grade III Dari
anamnesis dan pemeriksaan status oftalmologis pada pasien didapatkan hasil
yang mendukung suatu diagnosa OD Katarak Burrato grade II+Pterigium grade II
dan OS Katarak Burrato IV + Pterigium garde III. Penatalaksanaan katarak pada
pasien ini adalah dengan melakukan ekstraksi lensa diikuti pemasangan lensa
intra okular dan langkah tersebut telah memberikan perbaikan visus yang
signifikan. Sedangkan penatalaksanan pterigium perlu dilakukan tindakan
ekstirpasi untuk mengurangi gejal yang di timbulkan.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonimous. 2000. Katarak. http://www.indonesiaindonesia.com/f/13178 katarak/. Diakses : Sabtu, 18 Desember 210. Pukul : 17.30 WIB
2. Anonimous. 2008. Katarak. http://www.klinikmatanusantara.com/index.php?option=com_content&task=view&id=32&Itemid=9. Diakses : Sabtu, 18 Desember 2010. Pukul : 17.50 WIB.
3. Anurogo Dito. 2007. Tips Praktis memahami Pinguecula dan Pterygium. http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&dn=20071129225743. Diakses : Sabtu, 18 Desember 2010. Pukul : 17.45 WIB
4. Fajaru. 2008. Semua Tentang Katarak. http://kinton.multiply.com/reviews/item/5. Diakses : Sabtu, 18 Desember 2010. Pukul : 18.00 WIB
5.Harper, R.A. and J.P. Shock. 2008. Lens in P. Riordan-Eva and J.P. Whitcher (Eds). Vaughan and Ashbury General Ophtalmology. Mc Graw Hill Co, New York, p.169-177
6. Ilyas, S. 2008. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, hal: 200-211
7. Kanski, J. J. 2003. Clinical Ophtalmology, A Systematic Approach. Fifth Edition. Butterworth Heinemann. Edinburg, p:96 ; 286
8. Santosa Budi. 2010. Penegakkan Diagnosis pada Pasien Katarak Matur. http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Penegakan+Diagnosis+Pada+Pasien+Katarak+Matur. Diakses : Sabtu, 18 Desember 2010. Pukul : 19.00 WIB.
9. Ocampo, Vicente V. D. 2009. Senile Cataract. http://emedicine.medscape.co m/article/1210914-overview.Diakses : Sabtu, 01 Januari 2011. Pukul 20.35 WIB
22