NILAI-NILAI MORAL
DALAM NOVEL WARUNG BU SASTRO TIDAK RUGI BERBISNIS DENGAN HATI
KARYA PAULINE LEANDER
DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA
DI SMA KELAS XI SEMESTER II
(PENDEKATAN MORAL)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh
Beti Meliana Fitri
101224081
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
NILAI-NILAI MORAL
DALAM NOVEL WARUNG BU SASTRO TIDAK RUGI BERBISNIS DENGAN HATI
KARYA PAULINE LEANDER
DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA
DI SMA KELAS XI SEMESTER II
(PENDEKATAN MORAL)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh
Beti Meliana Fitri
101224081
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan sekaligus sebagai ucapan terima kasih kepada:
Allah SWT atas rahmat yang dilimpahkan sehingga selesainya skripsi ini.
Bapak dan Ibu, terima kasih banyak atas do’a dan dukungan yang senantiasa
diberikan selama penyusunan skripsi.
Devi dan Tata, adek-adekku, yang sering mengejek agar segera pendadaran.
Mbak Kristin, Gregoria Septi, Cicilia Evi, Margareta Dina, Mbak Dwi, Eko Prasetyo,
Agustinus Datu, dan Yudi, teman baik selama kuliah yang telah memberikan
kebahagiaan selama ini.
The Ganks (Dian, Dukut, Wendi Wendut, Wawan Baxpo, Rino, Mas Andik), yang
selalu melontarkan guyonan tentang ‘kapan wisuda?’, yang memberikan semangat
tersendiri.
Teman-teman yang sangat baik, yang sama-sama sedang berjuang menyelesaikan
skripsi (Mbak Etik, Wahyu, dan Mbak Tita), terima kasih karena selalu mau
direpotkan. Terima kasih banyak karena selalu membantu dan saling mengingatkan
untuk tidak malas mengerjakan skripsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTO
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang
(Imam Syafi’i)
Memahami diri sebagai orang yang belum cukup pandai, selalu
berusaha bekerja keras serta senantiasa yakin bahwa Tuhan akan
menunjukkan jalan
(Penulis)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Meliana Fitri, Beti. 2016. Nilai-Nilai Moral dalam Novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi
Berbisnis dengan Hati Karya Pauline Leander dan Relevansinya dengan
Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI Semester II (Pendekatan Moral). Skripsi.
Yogyakarta: PBSI, FKIP. Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan: (1) mendeskripsikan tokoh, penokohan, dan latar dalam
novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander,
(2) mendeskripsikan nilai-nilai moral dalam novel tersebut ditinjau dari aspek pendekatan
moral, (3) mendeskripsikan relevansi novel tersebut dengan pembelajaran sastra di SMA
kelas XI dengan menggunakan KTSP.
Data yang diperoleh berupa kalimat yang mengandung nilai-nilai moral dalam novel
Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil analisis menunjukkan
bahwa tokoh utama dalam novel tersebut adalah Bu Sastro, sedangkan tokoh tambahannya
adalah Pak Sastro, Mono, Simbolon, Kang Asep, Dasman.
Tokoh utama, Bu Sastro, digambarkan sebagai tokoh yang jujur, sabar, dan
penyayang yang ditunjukkan pada saat menghadapi pelanggan warungnya. Sedangkan
penokohan pada tokoh tambahan ditunjukkan oleh tokoh Pak Sastro, yang memiliki
tanggung jawab terhadap keluarga meski tidak lagi bekerja di Toko Luwes dengan mencari
penghasilan tambahan. Tokoh tambahan lainnya, Kang Asep, yang merupakan anak sulung
Bapak dan Ibu Sastro memiliki kreatifitas membuat perabotan rumah tangga. Sang adik
yaitu Mono memiliki sifat cerdas dan berkemauan keras untuk dapat mencapai cita-cita.
Selain itu, Dasman yang merupakan pencetus asal-usul didirikannya warung Bu Sastro
adalah seorang yang cerdas. Ia mampu memberikan ide yang cemerlang pada saat Bu
Sastro membutuhkan jalan keluar bagi permasalahannya. Sedangkan tokoh Simbolon,
merupakan mahasiswa indekos yang mampu memberikan ide secara tidak langsung dalam
perkembangan warung Bu Sastro ketika ia minta.
Cerita pada novel tersebut terjadi dalam kurun waktu yang lama, yaitu semenjak
Pak Sastro, suami Bu Sastro, tidak lagi bekerja di Toko Luwes hingga akhirnya Bu Sastro
mampu menyekolahkan Mono ke luar negeri. Latar cerita terjadi di sekitar rumah Bu
Sastro, yaitu di rumah sederhana bernomor 34A/58 di gang Pelesiran Balubur, Taman Sari,
Bandung. Di dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya
Pauline Leander terdapat tujuh nilai moral, yaitu kejujuran, nilai otentik, kesediaan
bertanggung jawab, kemandirian moral, kerendahan hati, serta realitas dan kritis. Namun,
yang paling dominan dari ketujuh nilai tersebut adalah kejujuran dan nilai otentik yang
ditunjukkan oleh tokoh utama, yaitu Bu Sastro.
Hasil penelitian dapat diimplementasikan pada pembelajaran sastra di SMA kelas
XI semester II. Hasil penelitian yang telah dilakukan ini, diharapkan memudahkan guru
dalam mengajarkan siswa tentang analisis nilai moral. Mahasiswa ataupun peneliti yang
akan meneliti nilai-nilai moral diharapkan penelitian ini menjadi referensi dan bahan
pertimbangan dalam penyusunan laporannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Meliana Fitri, Beti. 2016. Moral Values in the Novel of Pauline Leander’s
Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati and Its Relevance
in Teaching of Literature in Senior High School of Grade XI, Second
Semester (Moral Approach). Script. Yogyakarta: PBSI, FKIP. Sanata
Dharma University.
The aims of this research were to describe: (1) the characters and the story
background in a novel entitled Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan
Hati written by Paulin Leander, the characterization, and the background of the
novel of Pauline Leander’s Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati,
(2) the moral values in that novel using morality approach, (3) the relevance of the
novel and literature learning process in Senior High School using the Unit of
Educational Curriculum Based.
The data which had been gathered were in form of sentences which
containts of moral values in the novel. The data analysis technique which was
used by the researcher was the descriptive qualitative method. The result of the
analysis showed that the main character in the novel was Bu Sastro and the
additional characters were Mono, Simbolon, Kang Asep, and Dasman.
The main character, Bu Sastro was an honest woman, a virtue seen in her
daily life. Besides, Bu Sastro was also patient and compassionate. All of these
were seen from the fact that Bu Sastro who was always being patient in dealing
with her customers in her stall, and her compassionate towards her family as told
in the novel. The other character was Kang Asep. He was the oldes son of Pak
Sastro and Bu Sastro which has creativity in making some house equipments.
Another character was Mono. He was a smart boy. The other one was Dasman.
He was the one who had an idea in creating a shop for Bu Sastro. He was a smart
boy. The other character was Simbolon. He was a students who live and stay in
Bu Sastro’s boarding house who gave some idea for Bu Sastro’s shop indirectly.
The story happened for a long time, starting since Pak Sastro who stopped
working in Luwes’ Shop until when Bu Sastro could send Mono to study abroad.
The settings were in Bu Sastro’s House and around, a simple house of No 34A/ 58
in a small alley of Pelesiran Balubur, Taman Sari, Bandung. There are seven
moral values in the novel by Pauline Leander, Warung Bu Sastro Tidak Rugi
Berbisnis dengan Hati, namely, honesty, autheticity, ready to be responsible,
moral integrity, humility, and being real, and criticallity. But, the most dominant
of the seven values is honesty and authentic values, integrated in the main
Character, Bu Sastro.
The result of the research could be implemented in the learning process of
literature in the Second Semester of Grade XI of Senior High school. The author
hope that the result could facilitate the teacher and also the students in teaching
and learning the moral values. University students as well as researchers who are
making researches on moral values could also use this research as a reference and
some tips in their reports.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi. Penulisan skripsi ini bertujuan
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak skripsi ini tidak dapat
segera selesai. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah memberikan dukungan dan motivasi selama proses penyelesaian skripsi ini kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2. Ibu Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd. selaku Ketua Program Studi PBSI beserta
seluruh dosen PBSI yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
3. Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku dosen pembimbing pertama yang
selalu ramah selama penyusunan skripsi.
4. Bapak Dr. Y. Karmin, M.Pd. selaku dosen pembimbing kedua yang dengan
sabar dan penuh ketelitian membimbing penulis menyelesaikan skripsi.
5. Bapak Robertus Marsidiq selaku Staf administrasi Program Studi PBSI USD
yang telah banyak membantu menyelesaikan keperluan administrasi selama
perkuliahan hingga penyelesaian skripsi.
6. Teman-teman seangkatan yang senantiasa memberikan dukungan dan
kebahagiaan selama menempuh perkuliahan: Gregoria Septi Rahmayudati,
Cicilia Ika Evi Wijayanti, Kristin Anggraeni, Dwi Rahmawati Hanung Puguh
Wijayanti, Etik Safilah, Wahyu Mintarsih, Leonardus Yudi Kristianto, dan
seluruh teman-teman seangkatan 2010.
7. Mas Ino yang dengan senang hati membantu dalam penyusunan abstrak skripsi.
8. Seluruh keluarga dan saudara, untuk kedua adiku, Arnelia Seneca Devi dan
Gusnata Destina Putri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
9. Yang utama, kedua orang tuaku, Bapak Sujarwo dan Ibu Eni Maryati.
10. Semua pihak yang telah membantu dan tidak saya sebutkan satu persatu pada
kesempatan ini.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu khususnya
pembelajaran sastra. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan skripsi.
Yogyakarta, 3 Mei 2016
Beti Meliana Fitri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv
MOTO ................................................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................................. vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................ viii
ABSTRACT ........................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .......................................................................................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian............................................................................................. 5
E. Batasan Penelitian .............................................................................................. 5
F. Sistematika Penelitian ........................................................................................ 7
BAB II STUDI KEPUSTAKAAN ...................................................................... 8
A. Penelitian Terdahulu yang Relevan................................................................... 8
B. Landasan Teori .................................................................................................. 9
1. Tokoh ............................................................................................................. 9
2. Penokohan ..................................................................................................... 10
3. Teknik Pelukisan Tokoh ................................................................................ 11
4. Latar ............................................................................................................... 14
5. Pengertian Nilai-Nilai Moral ......................................................................... 16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
6. Nilai Moral dalam Karya Sastra ................................................................... 17
7. Bentuk Penyampaian Pesan Moral dalam Karya Sastra ................................ 17
8. Bentuk Nilai Moral yang Kuat ...................................................................... 17
C. Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA) .................................. 20
D. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)................................................ 21
a. Silabus ........................................................................................................... 22
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ................................................... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 29
A. Jenis Penelitian .................................................................................................. 29
B. Sumber Data ...................................................................................................... 29
C. Instrumen Penelitian .......................................................................................... 30
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................................ 30
E. Langkah-Langkah Analisis Data ...................................................................... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 32
A. Deskripsi Data ................................................................................................... 32
B. Analisis Data ..................................................................................................... 32
1. Sinopsis Novel .............................................................................................. 32
2. Tokoh ............................................................................................................ 33
3. Penokohan ..................................................................................................... 35
1. Bu Sastro ................................................................................................... 35
2. Pak Sastro ................................................................................................. 41
3. Kang Asep ................................................................................................. 45
4. Mono ......................................................................................................... 46
5. Dasman ...................................................................................................... 48
6. Simbolon ................................................................................................... 49
4. Analisis Latar ................................................................................................. 50
1. Latar Waktu ............................................................................................... 50
2. Latar Tempat ............................................................................................. 63
3. Latar Sosial................................................................................................ 66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
5. Analisis Nilai Moral ...................................................................................... 70
1. Kejujuran ................................................................................................... 70
2. Nilai-Nilai Otentik .................................................................................... 73
3. Kesediaan untuk Bertanggung Jawab ....................................................... 74
4. Kemandirian Moral ................................................................................... 76
5. Keberanian Moral .................................................................................... 77
6. Kerendahan Hati ...................................................................................... 78
7. Realitas dan Kritis ..................................................................................... 79
6. Relevansi Hasil Penelitian sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMA ..... 80
1. Bahasa ....................................................................................................... 81
2. Kematangan Jiwa ...................................................................................... 82
3. Latar Belakang Budaya ............................................................................. 84
7. Silabus ........................................................................................................... 86
8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran .............................................................. 86
C. Pembahasan ....................................................................................................... 86
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 87
A. Simpulan .......................................................................................................... 87
B. Implikasi ............................................................................................................ 90
C. Saran .................................................................................................................. 91
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 92
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ 94
BIODATA PENULIS …………………………………………………………... 115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan zaman sering ditandai dengan berkembangnya sarana dan prasarana,
tidak terkecuali bidang teknologi. Dengan perkembangan zaman, munculnya teknologi
yang menyelimuti setiap aspek kehidupan seakan mampu menggiring setiap orang menuju
kualitas hidup yang lebih baik. Kemajuan teknologi tentu berdampak baik positif maupun
dampak negatif. Berdampak positif apabila masyarakat mampu menggunakan dan
memanfaatkan teknologi dengan baik, sebaliknya apabila tidak mampu menggunakan
dengan bijak akan menimbulkan dampak yang negatif.
Pesatnya perkembangan zaman, seharusnya diimbangi dengan sikap dan perilaku
masyarakat. Namun, kenyataannya dalam masyarakat sedikit bertolak belakang dengan
norma-norma. Masyarakat belum mampu memanfaatkan perkembangan tersebut dengan
bijak. Sebagai contoh, akses internet yang seharusnya digunakan sebagai sarana pendukung
untuk mengetahui berbagai ilmu dari seluruh dunia disalahgunakan untuk mengakses
sumber-sumber yang tidak bermoral. Hal ini dapat berdampak perilaku menyimpang.
Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa dengan perkembangan zaman ada hal yang
dilupakan masyarakat dan berangsur-angsur akan hilang dari diri masyarakat, yaitu nilai-
nilai moral.
Masalah moral menjadi masalah yang menggelisahkan apabila tidak segera diatasi.
Dengan rutinitas yang mengharuskan untuk selalu berfokus pada diri sendiri sering kali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
membuat seseorang lupa bahwa manusia adalah makhluk sosial. Manusia merupakan
bagian dari masyarakat, perlu berinteraksi dengan masyarakat pula. Dalam berinteraksi itu,
tentu harus menggunakan norma-norma moral. 0leh sebab itu nilai moral sangat dibutuhkan
dalam berbagai hal di dalam bermasyarakat terlebih ditanamkan kepada peserta didik.
Penanaman nilai moral pada dasarnya terdapat dalam dunia pendidikan, salah
satunya yaitu pembelajaran sastra dalam bentuk cerita fiksi. Pembelajaran sastra dirasa
mampu memberikan pengertian tentang nilai moral kepada peserta didik. Karena, sastra
tidak seperti halnya ilmu kimia atau sejarah, tidaklah menyuguhkan ilmu pengetahuan
dalam bentuk jadi. Sastra berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam dengan
keseluruhannya. Setiap karya sastra selalu menghadirkan sesuatu dan kerap menyajikan
banyak hal apabila dihayati benar-benar akan semakin menambah pengetahuan (Rahmanto,
2005 : 17).
Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia
dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Menurut Altenbernd dan Lewis (via Nurgiyantoro,
2007 : 14) fiksi dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun
biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-
hubungan antarmanusia. Bagaimanapun, karya sastra fiksi merupakan sebuah cerita,
betapapun syaratnya pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan. Sebuah
karya fiksi haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, tetap merupakan bangunan
struktur yang koheren, dan tetap mempunyai tujuan estetik (Wellek dan Warren via
Nurgiyantoro, 1956 : 212).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Salah satu karya sastra fiksi yang dikenal oleh masyarakat adalah novel. Novel
merupakan salah satu bentuk prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang,
namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro, 2007 : 9-10). Berbeda dengan cerpen,
formalitas bentuk cerita novel jauh lebih panjang. Sejumlah cerita yang panjang, katakanlah
berjumlah ratusan halaman jelas tidak dapat disebut sebagai cerpen, melainkan lebih tepat
sebagai novel.
Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk menggunakan novel Warung Bu Sastro
Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander sebagai subjek penelitian. Novel
ini mengisahkan kehidupan sang pemilik sekaligus pengelola warung nasi, Bu Sastro. Bu
Sastro menjalankan bisnisnya dengan cara yang unik, yaitu menyediakan rumah, tangan
dan kaki, bahkan telinga, dan terutama hatinya bagi setiap pelanggan yang hadir di
warungnya yang mayoritas adalah mahasiswa. Perjuangan di dalam menjalankan bisnisnya
sama sekali tidak ringan, namun semua tantangan senantiasa dihadapinya dengan disertai
doa, cinta, dan kasih. Semua hanya untuk para mahasiswa yang dikasihinya, agar mereka
tetap sehat, bisa belajar baik, berhasil, dan sukses dalam studinya.
Novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati menarik untuk diteliti
dan dianalisis karena bahasanya lugas dan mudah dimengerti, jalan ceritanya runtut, serta
mengandung nilai-nilai moral di dalamnya. Hasil penelitian ini diharapkan mampu
memberikan bantuan terhadap pengajaran nilai-nilai moral dalam pembelajaran sastra di
SMA kelas XI Semester 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti merumuskan
masalah penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana gambaran unsur tokoh, penokohan, dan latar membangun novel Warung
Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander?
2. Nilai-nilai moral apa saja yang terkandung dalam novel Warung Bu Sastro Tidak
Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander ditinjau dari aspek pendekatan
sosiologi sastra?
3. Bagaimana relevansi novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati
karya Pauline Leander dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester 2?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan tiga masalah di atas, peneliti merumuskan tujuan penelitian ini sebagai
berikut.
1. Mendeskripsikan tokoh, penokohan dan latar dalam novel Warung Bu Sastro Tidak
Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander.
2. Mendeskripsikan nilai-nilai moral dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi
Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander ditinjau dari aspek pendekatan moral.
3. Mendeskripsikan relevansi novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan
Hati karya Pauline Leander dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XI dengan
menggunakan KTSP.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi berbagai aspek baik teoritis maupun
paraktis. Manfaat teoritis, diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai studi
analisis terhadap sastra Indonesia terutama novel. Sedangkan manfaat secara praktis, hasil
penelitian dapat menambah referensi penelitian karya sastra Indonesia serta
mengembangkan apresiasi terhadap karya Pauline Leander khususnya novel Warung Bu
Sastro tidak Rugi Berbisnis dengan Hati. Selain itu, menambah koleksi penelitian
mengenai analisis nilai-nilai moral dalam novel Warung Bu Sastro tidak Rugi Berbisnis
dengan Hati karya Pauline Leander.
E. Batasan Istilah
Berikut ini disajikan batasan istilah untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman
yaitu Fiksi, Novel, Nilai Moral, Unsur Intrinsik, Pendekatan Moral, Relevansi, Kurikulum,
Silabus, RPP.
1. Fiksi
Fiksi adalah prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan
mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antarmanusia
(Altenbernd dan Lewis via Nurgiyantoro, 2007 : 14).
2. Novel
Novel adalah sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu
panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro, 2007 : 23).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
3. Nilai Moral
Nilai Moral adalah standar-standar perbuatan dan sikap yang menentukan siapa kita,
bagaimana kita hidup, dan bagaimana kita memperlakukan orang lain (Esteban via
Adisusilo, 2012 : 56).
4. Unsur Intrinsik
Unsur Intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri (Nurgiyantoro, 2009 : 23).
5. Pendekatan Moral
Pendekatan moral adalah suatu pendekatan yang menitikberatkan misi sastra
sebagai alat perjuangan meningkatkan mutu kehidupan umat manusia,
meningkatkan budi pekerti anggota masyarakat (Semi, 2010 : 72).
6. Relevansi
Relevansi adalah hubungan atau kaitan (Depdiknas, 2008 : 37).
7. Kurikulum
Kurikulum adalah sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan yang
harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa,
strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk
mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari
dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata (Wina, 2010 : 9).
8. Silabus
Silabus adalah suatu produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih
lanjut dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokok-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam rangka pencapaian
standar kompetensi dan kompetensi dasar (Muslich, 2007 : 23).
9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata
pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas (Muslich,
2007 : 53).
F. Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Bab pertama
adalah pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab kedua adalah studi
kepustakaan yang terdiri dari penelitian terdahulu yang relevan dan landasan teori. Bab
ketiga adalah metodologi penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik analisis data. Bab keempat terdiri dari
hasil penelitian dan pembahasan. Bab kelima terdiri dari kesimpulan, implikasi dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
A. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Sri Windarti Susiani (2005) dengan penelitiannya yang berjudul “Nilai-nilai Moral
dalam Novel Ramayana karya Sunardi D.M : Analisis Tokoh, Penokohan, Alur, Latar, dan
Tema dan Relevansinya sebagai Bahan Pembelajaran Sastra untuk SMA Kelas X.”Dari
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tokoh Rama sebagai tokoh utama protagonis
mempunyai sifat berbakti dan taat kepada ayahnya, bijaksana, tabah, lapang dada, mawas
diri, dan setia kepada istri. Penelitian ini menganalisis tokoh, penokohan, alur, latar, tema,
dan nilai- nilai moral dalam novel Ramayana karya Sumardi D.M. serta implementasinya
dalam pembelajaran sastra di SMA kelas X. Berdasarkan hasil analisis nilai moral yang
ditelitinya, Sri Windarti Susiani menemukan sembilan nilai moral. Nilai-nilai moral
tersebut adalah, mawas diri, cinta, taat, setia, sabar, rela berkorban, bela negara, hormat
kepada orang tua, dan menjaga kesucian diri.
Penelitian kedua dilakukan oleh Merry Yohanna (2000) dengan judul “Modernitas
dan Tuntutan Nilai Moral Tokoh Laila dalam Novel Saman karya Ayu Utami Suatu
Tinjauan Psikologi Sastra di SMU.” Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa
tokoh Laila merupakan tokoh sentral atau tokoh utama, selain tokoh Wisanggeni. Laila
dilukiskan sebagai sosok wanita modern yang berkarakter lemah, defensif, agresif, supel,
keras kepala, dan kurang percaya diri. Di dalam novel Saman, di satu pihak tokoh Laila
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
menginginkan kebebasan sebagai wanita modern yang mandiri dan bebas menentukan
pilihan. Sedangkan di lain pihak nilai-nilai moral itu mengikat kebebasannya.
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, peneliti mampu mendeskripsikan
nilai moral yang terkandung dalam novel Saman berdasarkan teori Maslow yaitu, (1) nilai
kebaikan, (2) nilai kebenaran, (3) nilai keadilan. Peneliti memilih menganalisis novel
dengan judul“Nilai-nilai Moral novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati
karya Pauline Leander dan Relevansinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI”
sebagai subjek penelitian karena penelitian dengan menggunakan novel tersebut belum
pernah dilakukan.
B. Landasan Teori
1. Tokoh
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam
berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1990 : 86).Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro
1981 : 20), tokoh cerita (character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan
tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
a). Pembedaan Tokoh
Berdasarkan perbedaan sudut pandang penamaan, tokoh dibedakan menjadi dua yaitu
tokoh utama dan tokoh tambahan. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh
dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus
sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh-tokoh yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi
penceritaan yang relatif pendek.
(1) Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel
yangbersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku
kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 2010 : 176-177). Tokoh yang disebut
pertama adalah tokoh utama cerita (central character, main character), sedang yang kedua
adalah tokoh tambahan (peripheral character).
(2) Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi
kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama (Wahyuningtyas, 2011 : 3).
Menurut Sudjiman (1988 : 18), kriterium yang digunakan untuk menentukan tokoh utama
bukan frekuensi kemunculan tokoh itu di dalam cerita, melainkan intensitas keterlibatan tokoh
dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita. Sudjiman menambahkan, judul cerita
seringkali juga mengungkapkan siapa yang dimaksudkan sebagai tokoh protagonis.
2. Penokohan
Istilah penokohan lebih luas pengertiannya dari tokoh, sebab ia sekaligus mencakup
masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan dan
pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada
pembaca. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones dalam Nurgiyantoro, 1968 : 33). Penokohan sekaligus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita. Dapat
disimpulkan bahwa, tokoh adalah orang yang ada dalam sebuah cerita naratif, sedangkan
penokohan adalah pelukisan gambaran watak dari seorang tokoh dalam sebuah cerita naratif
atau karya sastra.
3. Teknik Pelukisan Tokoh
a). Teknik Ekspositori
Teknik ekspositori yang sering disebut juga sebagai teknik analitis, pelukisan tokoh
cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung.
Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-
belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa
sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya. Pengarang dengan cepat dan
singkat dapat mendeskripsikan kedirian tokoh ceritanya. Namun, sebenarnya walau berbagai
informasi kedirian tokoh cerita telah dideskripsikan, hal itu tak berarti bahwa tugas yang
berkaitan dengan penokohan telah selesai.
Pengarang haruslah tetap mempertahankan konsistensi tentang jati diri tokoh itu.
Tokoh harus tak dibiarkan berkembang keluar jalur sehingga sikap dan tingkah lakunya tetap
mencerminkan pola kediriannya itu.
b). Teknik Dramatik
Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang
ditampilkan pada drama, dilakukan secara tak langsung. Artinya, pengarang tidak
mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
membiarkan (baca: menyiasati) para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri
melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun
nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yangterjadi.
Penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik, yaitu: 1)
teknik cakapan, 2) teknik tingkah laku, 3) teknik pikiran dan perasaan, 4) teknik arus
kesadaran, 5) teknik reaksi tokoh, 6) teknik reaksi tokoh lain, 7) teknik pelukisan latar, dan
8) teknik pelukisan fisik Nurgiyantoro (2010 : 201-211).
(1) Teknik cakapan
Percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk
menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan. Bentuk percakapan dalam sebuah karya
fiksi, khususnya novel, umumnya cukup banyak, baik percakapan yang pendek maupun yang
(agak) panjang. Tidak semua percakapan, memang, mencerminkan kedirian tokoh, atau paling
tidak, tidak mudah untuk menafsirkannya sebagai demikian. Namun, seperti dikemukakan di
atas, percakapan yang baik, yang efektif, yang lebih fungsional, adalah yang menunjukkan
perkembangan plot dan sekaligus mencerminkan sifat kedirian tokoh pelakunya
(Nurgiyantoro, 2010 : 201).
(2) Teknik tingkah laku
Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat nonverbal, fisik. Apa yang
dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku, dalam banyak dapat dipandang
sebagai menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat
kediriannya. Namun, dalam sebuah karya fiksi, kadang-kadang tampak ada tindakan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
tingkah laku tokoh yang bersifat netra, kurang menggambarkan sifat kediriannya. Kalaupun
hal itu merupakan penggambaransifat-sifat tokoh juga, ia terlihat tersamar sekali
(Nurgiyantoro, 2010 : 203).
(3) Teknik pikiran dan perasaan
Perbuatan dan kata-kata merupakan pewujudan konkret tingkah laku pikiran dan
perasaan. Di samping itu, dalam bertingkah laku secara fisik dan verbal, orang mungkin
berlaku atau dapat berpura-pura, berlaku secara tidak sesuai dengan yang ada dalam pikiran
dan hatinya. Namun, orang tidak mungkin dapat berlaku pura-pura terhadap pikiran dan
hatinya sendiri.Dalam karya fiksi, keadaan tersebut akan lain. Karena karya itu merupakan
sebuah bentuk yang sengaja dikreasikan dan disiasati oleh pengarang, maka jika terjadi
kepura-puraan tingkah laku tokoh yang tidak sesuai dengan pikiran dan hatinya, hal itu akan
“diberitahukan” kepada pembaca.
(4) Teknik arus kesadaran
Teknik arus kesadaran berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan. Keduanya
tak dapat dibedakan secara pilah, bahkan mungkin dianggap sama karena memang sama-sama
menggambarkan tingkah laku batin tokoh. Arus kesadaran merupakan sebuah teknik narasi
yang berusaha menangkap pandangan dan aliran proses mental tokoh, di mana tanggapan
indera bercampur dengan kesadaran dan ketaksadaran pikiran, perasaan, ingatan, harapan, dan
asosiasi-asosiasi acak (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1981 : 187).
(5) Teknik reaksi tokoh
Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu kejadian,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
masalah, keadaan, kata, dan sikap-tingkah-laku orang lain, dan sebagainya yang berupa
“rangsang” dari luar diri tokoh yang bersangkutan. Bagaimana reaksi tokoh terhadap hal-hal
tersebut dapat dipandang sebagai suatu bentuk penampilan yang mencerminkan sifat-sifat
kediriannya (Nurgiyantoro, 2010 : 209).
(6) Teknik reaksi tokoh lain
Reaksi tokoh(-tokoh) lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain
terhadap tokoh utama, atau tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan,
pendapat, sikap, komentar, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2010: 209).
(7) Teknik pelukisan latar
Pelukisan keadaan latar sekitar tokoh secara tepat akan mampu mendukung teknik
penokohan secara kuat walau latar itu sendiri sebenarnya merupakan sesuatu yang berada di
luar kedirian tokoh (Nurgiyantoro, 2010: 210).
(8) Teknik pelukisan fisik
Pelukisan keadaan fisik tokoh, dalam kaitannya dengan penokohan, kadang-kadang
memang terasa penting. Keadaan fisik tokoh perlu dilukiskan, terutama jika ia memiliki
bentuk fisik khas sehingga pembaca dapat menggambarkan secara imajinatif (Nurgiyantoro,
2010: 210).
4. Latar
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian
tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan (Abrams via Nurgiyantoro, 1981 : 175).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Menurut Nurgiyantoro (2009 : 227-234) latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur pokok,
yaitulatar tempat, latar waktu dan latar sosial.
a). Latar tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Deskripsi tempat secara teliti dan realistis sangat penting untuk
membuat pembacaterkesan seolah-olah hal yang diceritakan itu sungguh-sungguh terjadi,
yaitu tempat (dan waktu) seperti yang diceritakan itu. Namun, tidak menutup
kemungkinan unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan
nama tertentu, inisial tertentu, lokasi tertentu tanpa nama jelas.
b). Latar waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan pada sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya
dihubungkan dengan waktu faktual, fakta yang ada kaitannya dan dikaitkan dengan
peristiwa.
c). Latar sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan
sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi (Nurgiyantoro,
1995:233).Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup,adat istiadat, cara berpikir, dan pola sikap
tokoh. Selain itu, latar sosial berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan
misalnya kelas menengah, rendah dan kelas atas. Sudjiman (1988: 44) dalam bukunya
Memahami Cerita Rekaan mengungkapkan bahwa, peristiwa-peristiwa di dalam cerita itulah
terjadi pada suatu waktu atau di dalam suatu rentang tertentu dan pada suatu tempat tertentu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang
berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya
membangun suatu cerita.
5. Pengertian Nilai-nilai Moral
Nilai berasal dari bahasa Latin, valere yang artinya berguna, mampu akan, berdaya,
berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang. Menurut Steeman (Eka
Darmaputera, 1987 : 65) nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada hidup, yang memberi
acuan, titik tolak dan tujuan hidup.
Moral berasal dari kata mores yang berarti dalam kehidupan adat-istiadat atau
kebiasaan. Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Norma-
norma moral adalah tolak ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia
dilihat dari segi baik buruknya. Nilai moral bertolak pada sikap, kelakuan yang dapat dilihat
melalui perbuatan. Perbuatan yang dapat terlihat terpuji dan baik secara lahiriah akan dinilai
memiliki nilai yang baik (Suseno, 1987 : 19). Burhan Nurgiyantoro (2005 : 265), menegaskan
bahwa moral, amanat, atau massage dapat dipahami sebagai sesuatu yang ingin disampaikan
kepada pembaca. Sesuatu itu selalu berkaitan dengan berbagai hal yang berkonotasi positif,
bermanfaat bagi kehidupan, dan mendidik.
Sementara itu, nilai moral (moral values), oleh Esteban (1990) dirumuskan sebagai
berikut: nilai akan selalu berhubungan dengan kebaikan, kebajikan dan keluhuran budi serta
akan menjadi sesuatu yang dihargai dan dijunjung tinggi serta akan menjadi sesuatu yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
dihargai dan dijunjung tinggi serta dikejar oleh seseorang sehingga ia merasakan adanya suatu
kepuasan, dan ia merasa menjadi manusia yang sebenarnya.
6. Nilai Moral dalam Karya Sastra
Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message. Pesan
moral sastra lebih memberat pada sifat kodrati manusia yang hakiki, bukan pada aturan-aturan
yang dibuat, ditentukan, dan dihakimi oleh manusia. Moral dalam karya sastra, atau hikmah
yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik (Nurgiyantoro, 2010
: 322).
7. Bentuk Penyampaian Pesan Moral dalam Karya Sastra
Nurgiyantoro (2010: 335) mengemukakan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa
bentuk penyampaian moral dalam karya fiksi munngkin bersifat langsung, atau sebaliknya tak
langsung. Bentuk penyampaian pesan moral yang bersifat langsung, boleh dikatakan, identik
dengan cara pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian, telling, atau penjelasan, expository.
Artinya, moral yang ingin disampaikan atau diajarkan kepada pembaca itu dilakukan secara
langsung dan eksplisit.
Bentuk penyampaian moral tidak langsung yaitu pesan hanya tersirat dalam cerita,
berpadu secara koherensif dengan unsur-unsur cerita yang lain (Nurgiyantoro, 2010: 339).
Nurgiyantoro menambahkan, yang ditampilkan dalam cerita adalah peristiwa-peristiwa,
konflik, sikap, dan tingkah laku para tokoh dalam menghadapi peristiwa dan konflik itu.
8. Bentuk Nilai Moral yang Kuat
Kekuatan moral adalah kekuatan kepribadian seseorang yang mantap dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
kesanggupannya untuk bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya sebagai benar (Suseno,
1989 : 141). Menurut Suseno, sikap atau keutamaan yang mendasari kepribadian yang
memiliki nilai moral yang kuat, yaitu sebagai berikut.
a). Kejujuran
Bersikap jujur terhadap orang lain berarti dua sikap, yaitu bersikap terbuka dan
bersikap fair. Bersikap terbuka adalah kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri (terbuka
berarti: orang boleh tahu, siapa kita ini).Yang kedua, bersikap wajar atau fair, yaitu bersikap
jujur terhadap orang lain maupun terhadap diri kita sendiri. Dalam artian, kita harus berani
melihat diri seadanya, membuang tindakan yang bersifat kepalsuan, ketidakadilan, dan
kebohongan (Suseno, 1989: 142-143).
b). Nilai-nilai otentik
Otentik berarti “aseli”, yaitu kita menjadi diri kita sendiri. Manusia otentik adalah
manusia yang menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, dengan
kepribadiannya yang sebenarnya (Suseno, 1989: 143).
c). Kesediaan untuk bertanggung jawab
Kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi operasional dalam
kesediaan untuk bertanggung jawab. Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas
yang membebani kita. Kita terikat untuk menyelesaikannya, demi tugas itu sendiri. Sikap itu
tidak memberikan ruang pada pamrih kita (Suseno, 1989: 145).
d). Kemandirian moral
Kemandirian moral berarti bahwa tidak pernah ikut-ikutan saja dengan pelbagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
pandangan moral dalam lingkungan, melainkan selalu membentuk penilaian dan pendirian
sendiri dan bertindak sesuai dengannya (Suseno, 1989: 146). Mandiri secara moral adalah kita
tidak dapat “dibeli” oleh mayoritas, bahwa kita tidak pernah akan rukun hanya demi
kebersamaan kalau kerukunan itu melanggar keadilan.
e). Keberanian moral
Keberanian moral menunjuk diri dalam tekad untuk tetap mempertahankan sikap yang
telah diyakini sebagai kewajiban pun pula apabila tidak disetujui atau secara aktif dilawan
oleh lingkungan. Keberanian moral berarti berpihak pada yang lebih lemah melawan yang
kuat, yang memperlakukannya dengan tidak adil (Suseno, 1989: 147-148).
f). Kerendahan hati
Bersikap rendah hati tidak hanya berarti bahwa kita sadar akan keterbatan kebaikan
kita, melainkan juga bahwa kemampuan kita untuk memberikan penilaian moral terbatas.
Kerendahan hati ini tidak bertentangan dengan keberanian moral, melainkan justru prasarat
kemurniannya (Suseno, 1989: 148-149).
g). Realistik dan kritis
Sikap realistik tidak berarti bahwa kita menerima realitas begitu saja, mempelajari
keadaan dengan serealis-realisnya supaya dapat kita sesuaikan dengan tuntutan prinsip-prinsip
dasar. Dengan kata lain, sikap realistik mesti berbarengan dengan sikap kritis (Suseno, 1989:
150).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
C. Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA)
Rahmanto mengklasifikasikan tiga aspek penting dalam memilih bahan pengajaran
sastra, yaitu : pertama dari segi bahasa, kedua dari segi kematangan jiwa (psikologi) dan
ketiga dari sudut latar belakang kebudayaan para siswa (1988: 27).
1. Bahasa
Bahasa merupakan aspek penting dalam berkomunikasi, begitu juga dalam
pembelajaran sastra. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan faktor-faktor seperti: cara
penulisan yang dipakai pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan
kelompok pembacayang ingin dijangkau pengarang. Dalam meneliti ketepatan teks yang
dipilih, guru hendaknya tidak hanya mempertimbangkan kosa kata dan tata bahasa, tetapi
perlu mempertimbangkan situasi dan pengertian isi wacana termasuk ungkapan dan
referensi yang ada. Selain itu, perlu juga diperhatikan cara penulis menuangkan ide-idenya
dan hubungan antar kalimat.
2. Kematangan Jiwa (Psikologi)
Tahap-tahap perkembangan psikologis ini hendaknya harus diperhatikan karena
tahap-tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keenggaanan anak didik
dalaam banyak (Rahmanto, 1988: 29– 30).
3. Latar belakang kebudayaan
Latar belakang karya sastra ini meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia
dan lingkungannya, seperti geografi, sejarah,topologi, iklim, mitologi, legenda, pekerjaan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
kepercaayaan, cara berfikir, nilai-nilai masyarakat, seni, olahraga, hiburan, moral, etika
(Rahmanto, 1988: 31). Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan
latar belakang yang erat hubungannya dengan latar belakang kehidupan mereka.
D. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
KTSP mempunyai pengertian sebagai kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah (Muslich, 2007: 10).
Penyusunan KTSP yang dipercayakan pada setiap tingkat satuan pendidikan hampir senada
dengan prinsip implementasi KBK yang disebut dengan Pengelolaan Kurikulum Berbasis
Sekolah. Prinsip ini diimplementasikan untuk memberdayakan daerah dan sekolah dalam
merencanakan, melaksanakan dan mengelola serta menilai pembelajaran sesuai kondisi dan
aspirasi mereka (Muslich, 2007: 10).
Menurut Muslich (2007: 11), KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip
berikut.
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya.
2. Beragam dan terpadu.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan.
6. Belajar sepanjang hayat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Berikut merupakan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sesuai dengan
pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester 2.
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Membaca
15. Memahami buku biografi, novel dan
hikayat
15.1 Mengungkapkan hal-hal yang
menarik dan dapat diteladani dari tokoh
a). Silabus
Silabus adalah suatu produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih
lanjut dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok
serta uraianmateri yang perlu dipelajari siswa dalam rangka pencapaian standar kompetensi
dan kompetensi dasar (Muslich, 2007: 23). Prinsip pengembangan silabus menurut Muslich
(2007: 25-26) antara lain :
(1) Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dana
dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan.
(2) Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus
sesuai atau ada keterkaitan dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
sosial,emosional, dan spiritual peserta didik.
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai
kompetensi.
1. Konsisten
Ada hubungan yang konsisten (ajek, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator,
materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar dan sistem penilaian.
2. Memadai
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar dan sistem
penilaian cukup untuk penunjang pencapaian kompetensi dasar.
3. Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem
penilaian memerhatikan perkembangan ilmu, teknologi dan seni mutakhir dalam
kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
4. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik,
pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi disekolah dan tuntutan masyarakat.
5. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif,
psikomotor). Muslich (2007: 28-30), mengungkapkan langkah-langkah
pengembangan silabus meliputi:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
a). Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana
yang tercantum pada Standar Isi, dengan memerhatikan hal-hal berikut.
(1) Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan /atau tingkat kesulitan
materi.
(2) Keterkaitan antarstandar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata
pelaajaran.
(3) Keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran.
b). Mengidentifikasi Materi Pokok
Mengidentifikasi materi pokok yang menunjang pencapaian standarkompetensi
dan kompetensi dasar dengan mempertimbangkan :
(1) Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual
peserta didik.
(2) Kebermanfatan bagi peserta didik.
(3) Struktur keilmuan.
(4) Kedalamaan dan keluasan materi.
(5) Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan.
(6) Alokasi waktu.
c). Mengembangkan Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar merupakan kegiatan mental dan fisik yang dilakukan
peserta didik dalam berinteraksi dengan sumber belajar melalui pendekatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
pembelajaran yang bervariasi dan mengaktifkan peserta didik.
d). Merumuskan Indikator Keberhasilan Belajar
Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan, potensi
daerah dan peserta didik, dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang
terukurdan/atau dapat diobservasi.
e). Penentuan Jenis Penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan
indikator.
f). Menentukan Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah
minggu efektif dan alokasi waktu mataa pelajaran perminggu dengan
mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat
kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar.
g). Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk
kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik,
narasumber, serta lingkungan fisik, alam,sosial dan budaya.
Format silabus menurut Muslich (2007: 30-37) paling tidak memuat sembilan
komponen yaitu :
1. Komponen Identifikasi
2. Komponen Standar Kompetensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
3. Komponen Kompetensi Dasar
4. Komponen Materi Pokok
5. Komponen Pengalaman Belajar
6. Komponen Indikator
7. Komponen Jenis Penilaian
8. Komponen Alokasi Waktu
9. Komponen Sumber Belajar
b). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Tugas guru dalam kaitannya dengan dokumen kurikulum adalah membuat rencana
pembelajaran yang akan dijadikan pedoman pelaksanaan pembelajaran dan pembentukan
kompetensi peserta didik. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan
pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di
kelas. Berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran inilah seorang guru (baik yang
menyusun RPP itu sendiri maupun yang bukan) diharapkan bisa menerapkanpembelajaraan
secara terprogram. Karena itu, RPP harus mempunyai daya terap yang tinggi (Muslich,
2007 : 53).
(1) RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam
upaya mencapai KD.
(2) Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan
sistematis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
(3) RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau
lebih.
(4) Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan
penjadwalan di satuan pendidikan.
Menurut Muslich (2007:46) langkah yang patut dilakukan guru dalam penyusunan
RPP, yaitu:
(1) Ambillah satu unit pembelajaran yang akan diterapkan dalam pembelajaran.
(2) Tulis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam unit tersebut.
(3) Tentukan indikator untuk mencapai kompetensi dasar tersebut.
(4) Tentukan alokasi waktu yang diperlukan untuk mecapai indikator tersebut.
(5) Rumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut.
(6) Tentukan materi pembelajaran yang akan diberikan/dikenakan kepada siswa
untukmencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
(7) Pilihlah metode pembelajaran yang dapat mendukung sifat materi dan tujuan
pembelajaran.
(8) Susunlah langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada setiap satuan rumusan tujuan
pembelajaran, yang bisa dikelompokkan menjadi kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan
penutup.
(9) Jika alokasi waktu untuk mencapai satu kompetensi dasar lebih dari 2 (dua) jam
pelajaran, bagilah langkah-langkah pembelajaran menjadi lebih dari satu pertemuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Pembagian setiap jam pertemuan bisa didasarkan pada satuan tujuan pembelajaran atau
sifat/tipe/jenis materi pembelajaran.
(10) Sebutkan sumber/media belajar yang akan digunakan dalam pembelajaran secara
konkretdan untuk setiap bagian/unit pertemuan. Tentukan teknik penilaian, bentuk dan
contoh instrumen penilaian yang akan digunakan untuk mengukur ketercapaian kompetensi
dasar atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai: (A) Jenis penelitian, (B) Subyek
penelitian, (C) Sumber data, (D) Teknik pengumpulan data, (E) Instrumen penelitian,
(F) Teknis analisis data. Berikut diuraikan keenam bagian metode penelitian tersebut.
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian dengan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan
angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk
memberikan gambaran penyajian laporan tersebut (Moleong, 2006 : 7). Penelitian kualitatif
menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa
pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan
dengan kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan
antara peneliti dan responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan
diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang
dihadapi (Moleong, 1989 : 6). Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis nilai-nilai
moral yang terkandung dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati
karya Pauline Leander.
B. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Judul Buku : Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Pengarang : Pauline Leander
Tebal Buku : 295 halaman
Tahun Terbit : 2012
Penerbit : Kompas Gramedia
C. Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat bantu bagi peneliti di dalam menggunakan metode
pengumpulan data (Arikunto, 2005 : 101). Instrumen utama dalam penelitian ini adalah
manusia, yaitu peneliti sendiri. Peneliti mengumpulkan data dengan cara mengutip dan
mengambil dari novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline
Leander.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data, hal-hal yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut.
1. Membaca keseluruhan isi novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati
karya Pauline Leander.
2. Menemukan dan menandai kata atau kalimat yang mengandung unsur intrinsik dan
kata atau kalimat yang mengandung nilai moral dalam novel Warung Bu Sastro Tidak
Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander.
3. Menyalin kata atau kalimat yang mengandung unsur intrinsik dan kata atau kalimat
yang mengandung nilai moral.
4. Mengelompokkan kata atau kalimat berdasarkan unsur intrinsiknya (tokoh,
penokohan, dan latar) dan kata atau kalimat berdasarkan jenis nilai moralnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
E. Langkah-langkah Analisis Data
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengaitkan hasil penelitian dengan pembelajaran di SMA yaitu kelas XI.
2. Menyusun hasil temuan mengenai nilai-nilai moral dalam novel Warung Bu Sastro
Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander berdasarkan urutannya
dengan menggunakan bahasa yang runtut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Dalam bab empat ini akan dideskripsikan hasil analisis secara keseluruhan yang
dikelompokkan menjadi tiga bagian. Hasil penelitian tersebut meliputi (1) analisis unsur
tokoh, penokohan, dan latar dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan
Hati, (2) analisis nilai moral dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan
Hati karya Pauline Leander, (3) relevansinya sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA
kelas XI semester 2.
Pada penelitian ini peneliti menganalisis unsur intrinsik di anataranya (1) tokoh dan
penokohan yang terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan, (2) latar yang terdiri dari
latar waktu, latar tempat, dan latar sosial. Kemudian peneliti menganalisis tujuh nilai moral
yang terdiri dari (1) kejujuran, (2) nilai-nilai otentik, (3) kesediaan untuk bertanggung
jawab, (4) kemandirian moral, (5) keberanian moral, (6) kerendahan hati, (7) realitas dan
kritis.
B. Analisis Data
1. Sinopsis Novel
Suatu hari, Toko Luwes diputuskan oleh Pemerintah Daerah Bandung untuk
ditutup. Toko Luwes merupakan tempat bekerja Pak Sastro selama puluhan tahun lamanya.
Dengan begitu, Pak Sastro dan istrinya harus memikirkan jalan keluar untuk mencari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
penghasilan baru, melihat Bapak sebagai satu-satunya tulang punggung keluarga. Namun
mereka bingung akan membuka usaha apa dengan uang pesangon yang diterima Bapak,
sedangkan kedua anaknya, Kang Asep dan Mono masih membutuhkan biaya sekolah serta
untuk kebutuhan lainnya. Doa setiap malam selalu Ibu dan Pak Sastro panjatkan, berharap
Tuhan segera memberikan jalan keluarnya. Sampai pada akhirnya, datang Dasman yang
juga lulusan ITB jurusan Arsitek yang menyarankan Ibu untuk membuka warung makan
dengan model Tionghoa, yaitu mematok harga sedikit lebih murah dari warung sayur
lainnya pada setiap menunya.
Usaha warung sayur Bu Sastro yang awalnya hanya menyediakan menu sayur dan
lauk saja, akhirnya mulai menyediakan nasi dan beragam menu baru. Hal ini dimulai ketika
Simbolon memaksa dimasakkan lauk beserta nasi untuknya beserta ke-12 teman
indekosnya. Bu Sastro menganggapbahwa inilah kiat baru usaha warung sayurnya.
Semenjak itulah, warung Bu Sastro setiap harinya menyediakan nasi, lauk, dan beragam
menu lainnya. Seiring berjalannya waktu, warung Bu Sastro mulai mengalami peningkatan,
salah satunya dikarenakan pengelolaan atau metode yang dijalankan terbilang unik. Bu
Sastro senantiasa menyediakan rumah, tangan dan kaki, bahkan telinga, dan terutama
hatinya bagi setiap pelanggan yang hadir di warungnya yang mayoritas mahasiswa itu.
Perjuangan di dalam menjalankan bisnisnya sama sekali tidak ringan, namun semua
tantangan senantiasa dihadapinya dengan disertai doa, cinta, dan kasih.
2. Tokoh
Peneliti mengidentifikasi ada 6 tokoh dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi
Berbisnis dengan Hati ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
1. Pak Sastro
Suami Bu Sastro; bapak Kang Asep dan Mono; dulu karyawan Toko Luwes.
2. Bu Sastro
Istri Pak Sastro; ibu Kang Asep dan Mono; pemilik warung makan.
3. Kang Asep
Anak sulung Pak Sastro dan Bu Sastro yang suka dengan kerajinan; kakak Mono.
4. Mono
Anak bungsu Pak Sastro dan Bu Sastro.
5. Dasman
Mahasiswa Arsitektur ITB yang berasal dari Padang; selama kuliah pernah
dimasakkan Bu Sastro selama 5 tahun.
6. Simbolon
Mahasiswa di salah satu akademi di Jalan Sawunggaling; indekos di RT 05 bersama
12 temannya; dimasakkan Bu Satro setiap harinya untuk dirinya dan 12 teman-
teman indekosnya.
Dari identifikasi tokoh-tokoh di atas, peneliti mengelompokkan tokoh-tokoh
tersebut ke dalam dua kelompok, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Pengelompokkan
ini berdasarkan tingkat pentingnya tokoh atau peranan tokoh-tokoh tersebut dalam novel
Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati. Berdasarkan analisis yang dilakukan
pula, tokoh utama dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati
adalah Bu Sastro adalah tokoh yang mendapatkan porsi paling banyak dalam penceritaan
serta perhatian dari pengarang. Penceritaan tokoh Bu Sastro dapat dikatakan mendominasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
bagaimana cerita itu dilukiskan. Perhatian dari pengarang tersebut dapat terlihat dari
analisis yang dituangkan dalam cerita ini yang banyak mengandung nilai-nilai kehidupan,
seperti berikut.
1. “Kita bisa usaha dengan uang pesangon yang Bapak dapatkan dari Toko Luwes.
Nanti kita pikirkan usaha apa yang bisa dibuat” (Leander, 2012 : 7).
2. Bu Sastro berangkat ke pasar sebelum matahari benar-benar tinggi. Di
genggamannya terdapat uang Rp30.000 yang akan menjadi penentu masa depan dirinya
dan keluarganya (Leander, 2012 : 53).
3. Ketika membahas Kang Asep beserta keluarganya pun, tidak ada penyesalan dalam
suaranya. Ibu tetap bertutur bahagia (Leander, 2012 : 266).
Bu Sastro sangat memberikan pengaruh terhadap jalan cerita dari awal-tengah-
hingga akhir. Sedangkan tokoh tambahannya yaitu Pak Sastro, Kang Asep, Mono, Dasman,
dan Simbolon. Tokoh-tokoh tersebut memiliki keterlibatan dan mengambil bagian jalannya
peristiwa yang dialami tokoh utama. Tokoh-tokoh tersebut mempunyai peran masing-
masing dalam mengembangkan peristiwa yang mendukung munculnya nilai-nilai
kehidupan atau nilai-nilai moral dalam diri tokoh utama.
3. Penokohan
Berdasarkan teori tentang penokohan yang telah dipaparkan di bab sebelumnya,
peneliti akan menganalisis penokohan tokoh utama dan tokoh tambahan dalam novel
Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati.
1. Bu Sastro
Bu Sastro digambarkan oleh pengarang sebagai tokoh yang hormat terhadap suami.
Beliau juga memiliki kesabaran dan ketegaran dalam menerima setiap peristiwa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
terjadi dalam hidup, salah satunya pada saat harus menerima kenyataan bahwa Bapak
diputuskan dari pekerjaannya. Hal ini dapat dibuktikan dengan teknik langsung atau
ekspositori melalui kutipan berikut.
(1) “Maksudnya ditutup, Pak?” Tanya Bu Sastro mencoba tetap tenang. Suaranya juga
dipertahankan untuk menurun di akhir kalimat. Bu Sastro khawatir suami yang
dihormatinya itu tidak sanggup menjawab jika nada suaranya meninggi (Leander,
2012 : 6).
(2) “Tidak apa-apa Pak, ini sudah waktunya. Waktunya Tuhan, kalau Bapak harus
berhenti bekerja dari Toko Luwes yang sudah 33 tahun menghidupi kita,” jawab Ibu
Sastro perlahan. Tekadnya begitu kuat untuk menenangkan lelaki yang dikasihinya
itu agar tidak menyimpan gulana dalam-dalam (Leander, 2012 : 7).
(3) “Kita bisa usaha dengan uang pesangon yang Bapak dapatkan dari Toko Luwes.
Nanti kita pikirkan usaha apa yang bisa dibuat. Tenang saja ya, Pak,” suara lembut
Ibu Sastro meneduhkan hati suaminya (Leander, 2012 : 7).
(4) “Kita pasti akan menemukan jalan keluar ya, Wo. Anak-anak masih membutuhkan
banyak biaya, tapi saya yakin kalau Allah merestui, jalan pasti ada,” ungkap Pak
Sastro sambil mencoba menenangkan dirinya sendiri. “Iya Pak, pasti,” jawab Bu
Sastro (Leander, 2012 : 8).
(5) Itulah hari ketika Bu Sastro mengukir janji dalam hatinya, tanpa kemarahan, hanya
dibumbui sedikit kesedihan. “Kalau saya punya sumur sendiri nanti, siapa saja
boleh ambil air dari sumur saya. Mau mandi… boleh. Mau cuci baju… silakan.
Mau bersihkan sayur dan daging… boleh juga” (Leander, 2012 : 44).
(6) “Kalau anak SMA, mungkin karena masih kecil, belum dewasa, dan rasa tanggung
jawab belum terbentuk, kalau mereka makan hati atau tempe yang kecil-kecil,
disembunyikan dulu di bawah tumpukan nasi, jadi antara yang dilaporkan dan yang
betul-betul dimakan, biasanya ada perbedaan. Tapi yaaa… biar saja. Rezeki ada di
tangan Tuhan,” kata Bu Sastro selalu (Leander, 2012 : 226).
Bu Sastro memiliki sifat penyayang,sertanaluri keibuannya tidak hanya ia tunjukkan
kepada keluarganya, namun juga kepada anak-anak mahasiswa khususnya yang biasa
makan di rumahnya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan teknik tidak langsung atau dramatik
melalui kutipan berikut.
(7) “Sudah sarapan, pak?” Bu Sastro bertanya sambil menyeka sandalnya di keset
depan rumah, membersihkan tanah dan sedikit lumpur yang sempat menempel dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
pasar, kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah (Leander, 2012 :
16).
(8) Bu Sastro sangat mengerti situasi pagi itu. Tempe gorengnya ternyata sudah
dipersiapkan duluan dan nasi hangat yang masih wangi karena baru ditanak pagi ini
pun sudah siap. Sambil tersenyum lebar, Bu Sastro memandang Pak Sastro penuh
makna (Leander, 2012 : 42).
(9) Menu yang disediakan Bu Sastro bergizi sekalipun sederhana. Ibu yang penuh
semangat ini menyadari kalau anak-anak mahasiswa harus menerima asupan gizi
yang baik sebagai nutrisi bagi otak, sehingga kuliah mereka bisa cepat selesai dan
gelar sarjana bisa diraih (Leander, 2012 : 21).
(10) Menu istimewa siang semacam itu siap disantap. Wangi sambal menyeruak ke
seluruh penjuru rumah, disertai decakan kepedasan yang terdengar bersahut-
sahutan. Kalau sudah begini, Ibu Sastro hanya bias tersenyum-senyum sambil
memandang mereka makan (Leander, 2012 : 23).
(11) Tak ia ceritakan betapa malam-malam penuh dengan doa dilewatkannya untuk ke-
8 mahasiswa yang ketika itu harus menghadapi ujian-ujian kecil maupun ujian-
ujian besar mereka. Sebetulnya ada 8 penggalan rasa kehilangan di dalam hati.
Kusmay dan Natijah meninggalkan kamar yang mereka tempati selama 3 tahun
dengan isak tangis dan memeluk hangat Bu Sastro dengan erat (Leander, 2012 :
24).
(12) “Aku boleh masuk, Bu?” tanya Simbolon agak memelas. “Wah… tentu saja. Ada
apa, Nak?” Bu Sastro bertanya agak khawatir. “Mau makan pagi di sini? Ibu
buatkan nasi goreng dulu,” tawar Bu Sastro didorong naluri keibuannya yang
selalu peka pada area seputaran lambung para anak mahasiswa di sekitarnya
(Leander, 2012 : 61).
(13) Agar seluruh makanan bisa dipastikan selalu tersaji hangat bagi anak-anak
mahasiswanya, Bu Sastro mempersiapkan 6 buah kompor minyak tanah. Menunya
berupa menu Empat Sehat yang diyakini akan sangat bermanfaat bagi anak-anak
mahasiswa, sehingga mempercepat perjalanan mereka menjadi sarjana (Leander,
2012 : 73).
(14) Semalaman Bu Sastro bolak-balik masuk ke kamar Mono. “Belum tidur, Mon?”
bu Sastro bertanya dengan nada khawatir. Jam di dinding telah menunjukkan
pukul 3 pagi (Leander, 2012 : 87).
(15) “Ambil menu yang lain tho, nak Alfian!” Demikian Ibu selalu mengingatkan.
“Kalau hanya makan bubukan tempe thok, nanti kurang gizinya. Nggak bisa mikir,
nggak bisa belajar!” (Leander, 2012 : 130).
(16) Jika ada yang tampak kurang bersemangat makan, atau tampak pucat pasi dan
kesakitan, Ibu akan menegur dan menanyakan kepadanya (Leander, 2012 : 135).
(17) Jika sang mahasiswa sudah mengakui kondisinya yang sedang sakit seperti ini, Bu
Sastro akan melanjutkan penawaran pamungkasnya, “Ibu bikinkan bubur, ya. Biar
makannya enak. Kamu tunggu sebentar di sini. Jangan ke mana-mana. Minum
banyak the pahit hangat dari ceret,” lanjut Bu Sastro dengan tegas dan langsung
meninggalkan Toni menuju dapurnya. “Ayo dimakan sampai habis, supaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
sehatnya cepat datang!” Bu Sastro sedikit memerintah Toni. Perlakuannya ini
sama seperti menginstruksikan Mono untuk menghabiskan makanan di piringnya
(Leander, 2012 : 136-137).
(18) “Saya tidak lapar, Bu. Saya tidak punya uang. Saya minta minum the hangat saja
ya Bu, boleh ya…?”. Mata Bu Sastro berkaca-kaca karena tidak tega. Agak
memaksa, Ibu menyodorkan piring kosong kepada Trimo (Leander, 2012 : 205).
(19) Saat itu siang belum menjelang dan pagi belum lagi usai. Wajah laparnya
membuat Ibu merasa iba, padahal masakan pagi sudah habis dan lauk untuk siang
hari belumlah matang. “Ibu buatkan nasi goring ya, Ram?” sambut Ibu ketika
Ram memasuki warungnya (Leander, 2012 : 214).
(20) Kalau sudah demikian, maka biasanya Ibu akan buru-buru mengeluarkan nasi
hangat dan disajikan langsung dengan dada ayam pedas yang sudah
disimpankannya buat Josmar. “Ayo makan segera! Kamu kecapekan belajarnya.
Jangan lupa makan!” Ibu selalu berpesan demikian (Leander, 2012 : 237).
(21) Keberangkatan Josmar pagi itu untuk menghadapi ujian siding sarjana. Bu Sastro
melepasnya dengan doa-doaseperti melepas anaknya sendiri pergi berjuang. Perut
Bu Sastro sepanjang setengah hari itu agak mulas dan terasa lemas tidak karuan,
menanti bagaimana kabar dari mahasiswa jurusan Elektro ITB itu (Leander, 2012
: 238).
Bu Sastro memiliki sifat ramah terhadap siapa pun yang ditemuinya. Hal ini dapat
dibuktikan secara langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.
(22) Siapa pun mereka, Ibu selalu menyambutnya dengan ramah dan tangan terbuka
(Leander, 2012 : 22).
Ibu Sastro memiliki sifat yang santun. Hal ini dapat ditunjukkan secara langsung
dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.
(23) Sesampainya di sana, Mbah Burus menyapa Bu Sastro. “Nak, jangan pakai air
banyak-banyak ya. Di sini yang menyewa kamar petak dan ikut tinggal menetap
banyak, jadi takut air sumurnya habis!” Mbah Burus mengemukakan alasannya.
Bu Sastro terkejut disapa demikian. “Nggih (= iya) Pak,” jawabnya sedih sambil
berjalan meninggalkan sumur dan tidak jadi mengambil air (Leander, 2012 : 43).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Bu Sastro memiliki kepercayaan kepada Tuhan. Beliau menyerahkan semua yang
terjadi dalam hidupnya pada kehendak Yang Maha Kuasa. Hal ini dapat dibuktikan secara
langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.
(24) Bu Sastro pun bergerak memasuki kamar, meraih Rosario di bawah bantalnya
untuk mulai berdoa. (Leander, 2012 : 8).
(25) Dalam doa-doa rosarionya setiap malam kepada Tuhan, Bu Sastro selalu berdoa
agar kerja kerasnya bisa senantiasa memampukan dirinya untuk membiayai
sekolah kedua anaknya ini (Leander, 2012 : 81).
Selain mengurusi warung dan memenuhi kebutuhan pelanggannya, Bu Sastro juga
menjalani kewajibannya terhadap keluarga yaitu mengurusi rumah tangga. Hal ini dapat
ditunjukkan secara tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.
(26) Sudah terbayangkan oleh Bu Sastro kalau pagi ini akan diawali dengan
mempersiapkan Mono berangkat ke sekolahnya di SD Pertiwi kelas 4.
Dilanjutkan dengan berbelanja seperti biasa untuk makan siang dan makan malam
Manto dan Airil. Setelah itu ia akan membersihkan rumah dan mencuci baju
(Leander, 2012 : 32).
(27) Sekembali dari pasar, Bu Sastro membersihkan dengan cekatan semua sayuran
yang ada. Ia memotong-motongnya dalam ukuran yang sesuai dengan menu
masakan yang akan dibuat. Setelah itu barulah ia mulai mempersiapkan bumbu
dan menyalakan kedua kompor minyak tanahnya (Leander, 2012 : 54).
Ibu Sastro selalu bersyukur dengan pemberian Tuhan. Hal ini dapat dibuktikan dengan
teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.
(28) Hatinya dipenuhi syukur. Hari ini berlangsung sungguh istimewa. Ini merupakan
langkah awal menuju jualan yang lebih baik lagi, yaitu sayur dan lauk serta nasi
hangat… (Leander, 2012 : 66).
(29) Bu Sastro memeluk erat Dasman dan menyalami sang pujaan hatinya yang
berwajah cantik menawan. Tak terkirakan rasa syukur yang sama juga bergejolak
di dalam hatinya (Leander, 2012 : 78).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Teknik pelukisan tokoh utama yang digunakan dalam novel Warung Bu Sastro Tidak
Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander adalah teknik langsung atau ekspositori
dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh Bu Sastro teknik langsung atau
ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (1), (2), (3), (4), (5), (6), (22), (23), (24), dan (25).
Teknik tidak langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (7), (8), (9), (10), (11),
(12), (13), (14), (15), (16), (17), (18), (19), (20), (21), (26), (27), (28), dan (29).
Berdasarkan kutipan (1) sampai (6) dapat disimpulkan bahwa pengarang
menggambarkan Bu Sastro sebagai seorang yang memiliki sifat sabar dan ketegaran dalam
menerima setiap peristiwa dalam hidupnya. Kutipan (7) sampai (21) menjelaskan bahwa
sosok Bu Sastro memiliki sifat penyayang pada keluarga maupun mahasiswa pelanggan
setia warungnya. Kutipan (22) menjelaskan bahwa Bu Sastro selalu ramah kepada siapapun
yang ditemuinya. Kutipan (23) menjelaskan bahwa Bu Sastro tetap santun meski merasa
kecewa karena tidak jadi mengambil air karena ditegur oleh pemilik sumur, Mbah Burus.
Kutipan (24) dan (25) menjelaskan bahwa Bu Sastro percaya setiap peristiwa yang terjadi
dalam hidupnya merupakan kehendak Tuhan, serta menyerahkan semuanya pada kekuasaan
Tuhan. Kutipan kutipan (26) dan (27) menjelaskan bahwa, meski disibukan dengan
rutinitas di warungnya Ibu Sastro tetap menjalankan kewajibannya mengurusi urusan
rumah tangga. Kutipan (28) dan (29) menjelaskan Ibu Sastro merupakan seorang yang
pandai bersyukur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
2. Pak Sastro
Secara fisik, Pak Sastro digambarkan sebagai seorang yang berperawakan tinggi 172
cm serta tubuhnya kurus namun sehat. Rutinitas yang biasa ia lakukan adalah bangun pagi.
Meskipun tidak lagi bekerja di Toko Luwes, Pak Sastro tetap memulai harinya dengan
bangun pagi. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori
melalui kutipan berikut.
(30) Seperti biasa, pagi itu pukul 6, beliau telah bersiap-siap untuk mandi. Ritual pagi
tetap dilakukannya seperti biasa (Leander, 2012 : 9).
Pak Sastro memiliki kebiasaan sarapan dengan tempe goreng asin serta gemar minum
kopi Aroma untuk memulai harinya. Kopi Aroma harum panas buatan Bu Sastro dipercaya
mampu menenangkan hati dan pikiran dalam situasi apapun. Hal ini ditunjukkan pengarang
dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.
(31) Pak Sastro mengangkat gelas kopi yang masih tersisa panasnya, menghirup kopi
aromanya perlahan, dan mencoba menikmati setiap tegukannya. Hatinya merasa
tenang (Leander, 2012 : 7).
Setelah resmi tidak bekerja di Toko Luwes sebagai karyawan, Pak Sastro ingin
mengabarkan hal ini kepada istri yang sangat dicintainya dengan hati-hati. Beliau ingin
menjaga perasaan sang istri. Pak Sastro tidak ingin membuat istrinya kaget dengan hal ini,
dan akan menerima apapun jawaban dari sang istri. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan
teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.
(32) Pak Sastro bermaksud memulai kisahnya ketika memanggil lembut sang istri
untuk duduk menemani. Sejak pulang dari tempat kerja sore hari ini ada sebuncah
kegundahan yang terus disimpannya dalam hati. Kegundahan yang dia sadari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
harus segera disampaikan kepada sang Wo tercinta. Apa pun nanti reaksi Wo, Pak
Sastro merasa harus menerimanya dengan lapang dada (Leander, 2012 : 4).
Pak Sastro memiliki sifat yang tetap bersyukur dalam situasi apapun dan berserah pada
kehendak Tuhan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori
melalui kutipan berikut.
(33) Malam hampir berakhir, tapi Pak Sastro beringsut mengambil air wudu untuk
menyampaikan doa syukurnya pada Allah Swt. Ia merasa lega karena hari yang
berat telah dapat dilaluinya, maka hal-hal yang baik pasti akan Tuhan sediakan
juga (Leander, 2012 : 8).
(34) Sementara Pak Sastro pun duduk merenung dalam doa-doa panjangnya seusai
salat Isya yang sebenarnya agak jarang dilakukan keduanya begitu yakin kalau
langkah baru yang akan dilakukan harus diserahkan ke dalam tangan Yang Maha
Kuasa agar berjalan lancar dan baik, serta diridhoi-Nya (Leander, 2012 : 53).
Pak Sastro rajin merawatbarang yang dimilikinya, salah satunya adalah merawat
sepeda onthel satu-satunya barang peninggalan dari tempat kerjanya dulu, Toko Luwes.
Beliau biasa menggunakan sepeda kesayangannya tersebut menemani segala aktivitas. Hal
inilah yang membuat Pak Sastro berat untuk melepas si Onthel. Hal ini ditunjukkan
pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.
(35) Prosesi mengelap dimulai dari setang, rangka sepeda, roda, pedal, rantai, sadel,
dan boncengan. Semuanya dilakukan berulang dan berulang, sampai pantulan
wajahnya tampak nyata di permukaan bel sepeda onthelnya. Ini menjadi tanda
bahwa sepeda telah cukup bersih mengilap dan siap untuk segera dipakai
(Leander, 2012 : 12).
Bapak menyetujui rencana Bu Sastro, istrinya untuk memulai usaha. Beliau
mendukung penuh keinginan istri yang begitu dikasihinya itu meskipun awalnya ragu
ingin menjual si Onthel kesayangannya. Setelah memantapkan hati untuk menjual si
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Onthel, Bapak bersama istrinya akhirnya mulai menjalankan strategi barunya dengan
berjualan. Hal ini merupakan langkah awal Pak Sastro dan Bu Sastro untuk memulai
kehidupan baru. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori
melalui kutipan berikut.
(36) Semalam dalam diskusi panjangnya bersama Wo, Bapak dan Ibu Sastro sepakat
untuk menjalankan strategi awal berjualan. Tanpa disadari, keduanya sedang
merencanakan konsep marketing beserta strateginya dalam bentuk yang paling
sederhana (Leander, 2012 : 51).
Pak Sastro sangat mengasihi istrinya dan kedua anaknya. Beliau berkepribadian sopan,
juga senang berbagi dengan orang lain, seperti anak-anak di sekitar rumahnya. Hal ini
dapat dibuktikan dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.
(37) Pak Sastro bermaksud memulai kisahnya ketika memanggil lembut sang istri
untuk duduk menemani (Leander, 2012 : 4).
(38) Bungkusan ini kemudian menjadi buah tangan yang dinanti oleh anak-anak
kampong Balubur yang bertempat tinggal di sekitar rumah Bapak. Jika tampak
Pak Sastro pulang ke rumah bersama si Onthel dari vihara pukul 11 siang, maka
anak-anak tetangga sekitar rumah akan segera mengerumuninya dan menanti jatah
pembagian Bapak. “Ini ya, dimakan yang baik, supaya panjang umur, karena
sudah dipersembahkan kepada Para Dewa,” demikian Pak Sastro mengulang
pesan yang diterimanya tadi. Anak-anak biasa menerima dengan bersorak gembira
( Leander, 2012 : 31-32).
Pak Sastro memiliki sifat baik, ramah terhadap siapa pun. Hal ini dapat ditunjukkan
dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.
(39) “Silakan…silakan duluan,” kata Pak Sastro sambil measa iba melihat Pak
Rukiyat yang tampak terbirit-birit mendatangi kamar mandi dengan wajah pucat
dan memegang erat perutnya (Leander, 2012 : 29).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
(40) Bapak melewati pedagang jaket, baju, dan celana ini sambil tersenyum
mengangguk pada pedagangnya (Leander, 2012 : 45).
Pak Sastro merupakan seorang suami yang senang membantu istri dalam mengerjakan
pekerjaan rumah. Hal ini dapat ditunjukkan secara langsung atau ekspositori melalui
kutipan berikut.
(41) Sesudah sarapan tempe goreng dan nasi hangat serta meneguk kopi Aroma
wanginya, Pak Sastro mulai mengambil tumpukan daun pisang yang telah
dipersiapkan sejak kemarin sore. Tumpukan daun pisang tersebut dipotong denga
rapi seukuran 25 x 40 cm. Koran bekasnya pun dipotong dengan ukuran yang
sama. Kemudian beliau mulai membersihkan setiap lembaran daunnya dengan lap
bersih (Leander, 2012 : 53-54).
(42) Tugas Pak Sastro selanjutnya adalah menunggu kepulangan Wo dari Pasar
Balubur. Nanti ia akan membantu membersihkan bumbu-bumbu cabe, bawang,
dan lain-lain. Setelah itu semua akan dimasukkan ke dalam gilingan besi
(Leander, 2012 : 54).
Teknik pelukisan tokoh tambahan yang digunakan dalam novel Warung Bu Sastro
Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander adalah teknik langsung atau
ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh Pak Sastro, teknik
langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (30), (31), (32), (33), (34), (35),
(36), (41), dan (42). Sedangkan teknik pelukisan tidak langsung atau dramatik dapat dilihat
melalui kutipan (37), (38), (39), dan (40).
Berdasarkan kutipan (30) digambarkan bahwa Pak Sastro selalu membiasakan bangun
pagi. Kutipan (31) minum kopi Aroma. Kutipan (32) menjelaskan pada saat Pak Sastro
menyampaikan surat keputusan pemberhentian kerja dari Toko Luwes kepada sang istri
dengan penuh kehati-hatian karena ingin menjaga perasaan sang istri yang sangat
dikasihinya. Kutipan (33) dan (34) menjelaskan bahwa Pak Sastro selalu menyerahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
segala sesuatunya kepada kehendak Tuhan. Kutipan (35) menjelaskan bahwa Pak Sastro
rajin merawat sepeda onthel yang telah menemaninya bekerja dan beraktivitas selama
bertahun-tahun. Kutipan (36) menjelaskan bahwa Pak Sastro mendukung penuh keinginan
sang istri untuk membuka usaha warung sayur. Kutipan (37) dan (38) menjelaskan bahwa
pak Sastro senang berbagi dengan orang lain, hal ini ia tunjukkan salah satunya kepada
anak-anak di perkampungan Balubur. Kutipan (39) dan (40) menjelaskan bahwa Pak Sastro
merupakan seorang yang ramah terhadap siapapun yang ditemuinya. Kutipan (41) dan (42)
menjelaskan bahwa Pak Sastro juga senang membantu sang istri mengerjakan pekerjaan
rumah.
3. Kang Asep
Kang Asep merupakan anak sulung Bu Sastro yang terampil membuat perabotan rumah
tangga dari kayu dengan tangan terampilnya. Kang Asep memang tidak dapat dikatakan
berhasil dalam pendidikannya dibandingkan dengan sang adik, Mono, yang terpaut 15
tahun dengannya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau
dramatik melalui kutipan berikut.
(43) Keterampilan Kang Asep berwujud barisan meja makan beserta kursi-kursi
panjang terbuat dari kayu yang semuanya tertata pantas dan rapi di dalam rumah
sederhana Bu Sastro (Leander, 2012 : 82).
Di akhir novel ini, pengarang menceritakan bahwa pada akhirnya warung sayur Bu
Sastro dikelola oleh Kang Asep dan keluarganya karena usia Ibu yang telah menginjak 80
tahun. Warung sayur Bu Sastro yang dikelola Kang Asep dan kelurganya kini tidak lagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
seramai dulu dan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga Kang Asep. Hal
ini ditunjukkan secara tidak langsung atau dramatik melalui kutipan sebagai berikut.
(44) Hari ini… 33 tahun kemudian, warungnya masih tetap sama. Tetap sederhana,
tetap menjual nasi dengan beberapa pilihan lauk-pauk dan sayur-mayur. Hanya
saja pengelolaannya kini bukan oleh Bu Sastro langsung, melainkan dikelola oleh
Mbak Semi, istri Kang Asep (Leander, 2012 : 261).
Hal ini ditunjukkan secara langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.
(45) “Ibu punya 2 anak. Mono, suamimu yang pintar dan sukses, yang mau tak mau
pasti pergi meninggalkan Ibu. Nah… Tuhan sediakan juga anak yang satu lagi
dengan keluarganya yang masih menemani Ibu sampai saat ini di Bandung,”
katanya menutup pembicaraan (Leander, 2012 : 266).
Teknik pelukisan tokoh tambahan yang digunakan dalam novel Warung Bu Sastro
Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander adalah teknik langsung atau
ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh Kang Asep, teknik
langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (45). Sedangkan teknik tidak
langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (43) dan (44).
Berdasarkan kutipan (43) digambarkan bahwa Kang Asep merupakan salah satu anak
laki-laki Bu Sastro yang lebih memilih dunia keterampilan ketimbang dunia pendidikan.
Kutipan (44) dan (45) menjelaskan bahwa Kang Asep yang mengelola warung sayur Bu
Sastro karena telah berusia 80 tahun.
4. Mono
Mono digambarkan oleh pengarang sebagai anak lelaki yang berkulit gelap namun
tampan. Sejak belia, Mono telah menunjukkan kekerasan hatinya untuk bisa meraih apa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
pun yang diharapkan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau
ekspositori melalui kutipan berikut.
(46) Kehidupan kampus di area Jalan Ganeca itu begitu menarik minat Mono dan
memicu semangat juangnya untuk terus belajar giat. “Aku harus bisa menjadi
mahasiswa ITB!” Demikian tekad kuatnya (Leander, 2012 : 223-244).
Mono sering membantu kegiatan ibunya mengelola warung, seperti berbelanja hingga
menghitung pendapatan hasil berjualan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak
langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.
(47) Awalnya tugas Mono adalah menemani Ibu berbelanja di Pasar Balubur setiap
hari. Dari sinilah dia belajar mengenal berbagai nilai yang harus dibangun ketika
berhubungan dengan orang lain (Leander, 2012 : 82).
(48) Menjelang malam, seusai pintu warung Bu Sastro ditutup, tibalah saat Mono
menemani Bu Sastro “mengoreksi pelajaran matematika”, demikian mereka
berdua menyebutnya (Leander, 2012 : 84).
Teknik pelukisan tokoh tambahan yang digunakan dalam novel Warung Bu Sastro
Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander adalah teknik langsung atau
ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh Mono, teknik
langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (46). Sedangkan teknik pelukisan
tidak langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (47) dan (48).
Berdasarkan kutipan (46) digambarkan bahwa Mono adalah sosok yang
berkemauan keras untuk mencapai mimpinya. Kutipan (47) dan (48) menjelaskan bahwa
Mono senang membantu ibunya mengelola warung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
5. Dasman
Dasman adalah anak perantauan asal Padang yang lahir dan dibesarkan di Pangkalan
Balai Banyuasin, Palembang. Warung sayur Bu Sastro berdiri juga berkat saran dari
Dasman, ketika datang untuk menengok keadaan sang ibu katering yang dirindukannya, Bu
Sastro. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui
kutipan berikut.
(49) “Bu, coba Ibu memasak makanan nasi dan lauk-pauknya untuk anak-anak
mahasiswa umum. Masakan Ibu enak. Selama 5 tahun ini, kan, Ibu selalu
memasakkan makanan untuk kami. Coba, deh, Ibu masak untuk mahasiswa umum
makan di sini!” lalu Dasman melanjutkan, ”Memasak dan menjualnya pakai
metode Tionghoa, Bu” (Leander, 2012 : 35-36).
Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui
kutipan berikut.
(50) Sekalipun Ibu Sastro awalnya meragukan keyakinan Dasman, itu tidak
membuatnya urung bercerita pada Bapak. Hati Ibu Sastro yang bertahap mulai
bisa menerima dan menyetujui ide ini pun dituturkannya kepada Bapak (Leander,
2012 : 38).
Teknik pelukisan tokoh tambahan yang digunakan dalam novel Warung Bu Sastro
Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander adalah teknik langsung atau
ekspositori dan teknik tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh Dasman,
teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (49). Sedangkan teknik
pelukisan tidak langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (50).
Berdasarkan kutipan (49) dan (50) menjelaskan bahwa Dasman merupakan pencetus
asal usul didirikannya warung sayur Bu Sastro.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
6. Simbolon
Simbolon merupakan mahasiswa yang tinggal di rumah indekos bersama 12 temannya.
Karena pembantu tempat ia tinggal pergi entah kemana, Simbolon dan teman indekosnya
berinisiatif meminta tolong Bu Sastro untuk memasakkan makanan untuk mereka setiap
harinya. Semenjak itulah warung Bu Sastro akhirnya berkembang, yaitu menyediakan
sayur, dan lauk serta nasi hangat setiap harinya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan
teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.
(51) “Hmmm… kali ini tidak Bu. Saya kemari mau minta tolong. Ibu bisa tidak, ya,
memasakkan khusus buat kami di rumah indekos RT 05? Menunya masakan Ibu
saja, tapi termasuk dengan nasinya juga” (Leander, 2012 : 61).
Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui
kutipan berikut.
(52) Bu Sastro tersenyum dan melambaikan tangannya… Hatinya dipenuhi syukur.
Hari ini berlangsung sungguh istimewa. Ini merupakan langkah awal menuju
jualan yang lebih baik lagi, yaitu sayur dan lauk serta nasi hangat… (Leander,
2012 : 66).
Teknik pelukisan tokoh tambahan yang digunakan dalam novel Warung Bu Sastro
Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander adalah teknik langsung atau
ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh Simbolon, teknik
langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (51). Sedangkan teknik penulisan
tidak langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (52).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Berdasarkan kutipan (51) dan (52) menjelaskan bahwa Simbolon meminta untuk
dimasakkan makanan untuknya dan 12 teman indekosnya kepada Bu Sastro. Dari sinilah
justru ide baru untuk menambahkan nasi ke dalam menu warung Bu Sastro muncul.
4. Analisis Latar
Dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati ini, peneliti
menganalisis tiga macam latar, yaitu latar waktu, latar tempat, dan latar sosial.
1.Latar Waktu
Latar waktu dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati karya
Pauline Leander dijelaskan secara rinci oleh pengarang. Pengarang memulai dengan
perbincangan Pak Sastro dengan sang istri di rumahnya. Untuk lebih jelasnya akan
dijabarkan sebagai berikut.
Malam hari, saat Bapak ingin menyampaikan segala gundahnya tentang penutupan
Toko Luwes kepada Bu Sastro. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut.
(1) Malam itu, rumah sederhana bernomor 34A/58 di gang Pelesiran Balubur, Taman
Sari, Bandung, masih tampak terjaga. Lampu di dalam rumah terlihat masih redup
menyala, sementara detak sang waktu beringsut sangat perlahan mendekati angka
11 (Leander, 2012 : 3).
(2) Pak Sastro bermaksud memulai kisahnya ketika memanggil lembut sang istri untuk
duduk menemani. Sejak pulang dari tempat kerja sore hari ini ada sebuncah
kegundahan yang terus disimpannya dalam hati. Kegundahan yang dia sadari harus
segera disampaikan kepada sang Wo tercinta. Apa pun nanti reaksi Wo, Pak Sastro
merasa harus menerimanya dengan lapang dada (Leander, 2012 : 4).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
(3) Namun ternyata malam itu, sang gundah harus menanti sampai rumah cukup sepi
pada pukul 10 malam, setelah kedua anak lelaki mereka, Asep dan Mono, tertidur
lelap (Leander, 2012 : 4).
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(4) “Toko Luwes ini diputuskan oleh Pemerintah Daerah Bandung untuk ditutup,
Wo,” sambung Pak Sastro perlahan. Suaranya menurun di akhir kalimat. Pak
Sastro khawatir istri yang dikasihinya akan terlalu terkejut mendengar penuturan
itu jika suaranya dipertahankan dengan nada yang sama. “Maksudnya ditutup,
Pak?” Tanya Bu Sastro mencoba tetap tenang. Suaranya juga dipertahankan untuk
menurun di akhir kalimat. Bu Sastro khawatir suami yang dihormatinya itu tidak
sanggup menjawab jika nada suaranya meninggi (Leander, 2012 : 6).
(5) “Tadi pagikeputusan ini diumumkan. Kami semua sangat terkejut ketika Pak
Pranoto yang berbaju Pemda itu menyampaikannya. Toko Luwes diputuskan
pemerintah untuk ditutup. Tapi Alhamdulillah, tetap ada hal yang bagusnya. Toko
Luwes masih berusaha untuk tetap memperhatikan karyawannya. Saya sendiri
dapat uang pesangon Rp25.000 dan sepeda onthel yang biasa saya pakai, boleh
dibawa pulang,” sambung Pak Sastro masih dengan nada yang sama (Leander,
2012 : 6-7).
Ketika malam hampir berakhir, saat yang melegakan bagi Pak Sastro ketika Bu Sastro
mampu menerima kenyataan bahwa suaminya tidak lagi bekerja di toko seperti biasanya,
setelah Toko Luwes resmi ditutup. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut.
(6) Ibu Sastro terdiam, tetap tersenyum, dan akhirnya menganggukkan kepalanya
perlahan, tanda mencoba mengerti. Keduanya kemudian seolah bercakap dalam
hening. Masing-masing dengan isi hatinya. Pak Sastro mengangkat gelas kopi yang
masih tersisa panasnya, menghirup kopi Aromanya perlahan, dan mencoba
menikmati setiap tegukannya. Hatinya merasa tenang (Leander, 2012 : 7).
(7) Bangkit dari duduk dan meninggalkan bangku kayu berkulit cokelat muda, suami
istri ini melangkah meninggalkan ruangan. Malam hampir berakhir, tapi Pak Sastro
beringsut mengambil air wudu untuk menyampaikan doa syukurnya pada Allah
Swt (Leander, 2012 : 8).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(8) “Kita bisa usaha dengan uang pesangon yang Bapak dapatkan dari Toko Luwes.
Nanti kita pikirkan usaha apa yang bisa dibuat. Tenang saja ya, Pak,” suara lembut
Ibu Sastro meneduhkan hati suaminya. Sungguh lega hati Pak Sastro, karena tak
terbayangkan bahwa sang istri bersikap sedemikian bijaksana (Leander, 2012 : 7).
Hari pertama, saat tidak lagi bekerja sebagai karyawan di Toko Luwes merupakan hal
yang tidak mudah bagi Pak Sastro. Pak Sastro masih sering terbayang dengan rutinitasnya
saat masih bekerja dulu. Sepanjang malam hingga pagi, Pak Sastro dan Bu Sastro berusaha
menjalani hari-hari dengan sewajarnya meskipun dilanda gundah karena belum
menemukan solusi usaha yang akan dijalankan. Selain itu, Pak Sastro belum rela jika
nantinya harus melepas sepeda onthel miliknya. Berikut kutipan tidak langsung yang
mendukung pernyataan tersebut.
(9) Hari pertamaberdiam di rumah dan tidak lagi berangkat ke Toko Luwes, bukan
merupakan hal yang mudah bagi Pak Sastro untuk dihadapi. Lelaki berperawakan
tinggi 172 cm, bertubuh kurus namun sehat itu mencoba memaksakan tubuhnya
tetap bangun sambil melawan gundah di hati yang merayunya untuk tetap
bersembunyi di dalam kamar (Leander, 2012 : 9).
(10) Lamunan pagi itu telah membawa Pak Sastro menerawang jauh dan berjalan-jalan
ke berbagai tempat. Terlalu banyak memori di benaknya yang sungguh membekas
kuat. Betapa sepeda onthel yang baru kemarin menjadi miliknya secara resmi ini
telah begitu berjasa bagi diri dan keluarganya. Perlahan Pak Sastro menyusut
butiran air di mata kanannya yang hampir saja jatuh menetes (Leander,2012 : 15).
(11) Pak Sastro masih terus mengelap sepeda kesayanganya dengan perlahan, masih
berulang dan berulang seperti tadi tiada henti. Tanpa terasa sudah lebih dari 1 jam
kegiatan lap-lap itu dilakukannya (Leander, 2012 : 15).
(12) Sepanjang malam tadi sampai pagi, giliran Bu Sastro yang berusaha keras untuk
segiat mungkin melakukan aktivitas paginya seperti biasa. Bu Sastro berharap
setitik perasaan gundah yang menginap semalaman di dalam hati bisa cepat-cepat
pergi dengan cara ini (Leander, 2012 : 16).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
(13) Pak Sastro memutuskan hal pertama yang ingin dilakukan pagi ini adalah
membersihkan sepeda onthel yang telah menemaninya selama lebih dari 5 tahun
terakhir (Leander, 2012 : 12).
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(14) Pagi itu sebenarnya cukup sempurna. Dengan tubuh berselonjor di atas kursi, Pak
Sastro terlihat santai menikmati pagi, padahal pikirannya berkelana resah ke
mana-mana. Beliau terus berpikir, hari ini adalah hari pertama tanpa Toko Luwes
yang dulu didatanginya setiap hari selama 33 tahun. “Apa yang harus aku lakukan
pagi ini?” Ia bergumam perlahan (Leander, 2012 : 11).
(15) “Aku „tak masak dulu sebentar ya. Anak-anak mahasiswa yang titip masakan
sebentar lagi pulang kuliah, kasihan kalau lapar,” tutur Bu Sastro, sambil pura-
pura bersegera mengangkut belanjaan dan berusaha untuk tidak menatap mata
suaminya (Leander, 2012 : 16).
Hari kedua berdiam di rumah dan berharap segera menemukan ide usaha yang akan
disusun bersama sang istri, Pak Sastro tetap melakukan aktivitasnya seperti biasa, yaitu
bangun pagi. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(16) Hari itu adalah hari kedua Pak Sastro berdiam di rumah. Ritual pagi tetap
dilakukannya, yaitu bangun dan mengantre di kamar mandi miliknya sendiri
dengan sabar (Leander, 2012 : 29).
(17) Apa pun harapan Bapak pagi itu, hari ini masih hari Selasa. Maka kembali beliau
masih harus tenggelam dalam berbagai pertanyaan yang berputar-putar di
benaknya, “Apa ya yang harus aku lakukan hari ini?” sambil terus berharap-harap
hari Jumat segera tiba agar ada aktivitas yang bisa dilakukannya (Leander, 2012 :
32).
(18) Pagi itu, si Onthel pun tetap teronggok di pojok rumahnya dan tampak semakin
mengilap. Sesungguhnya Bapak masih bergulat dengan pikirannya sendiri. Apa
yang bias dilakukannya hari itu? Baru hari Selasa. Bapak sungguh berharap hari
Jumat segera tiba. Hari Jumat adalah hari Vihara Buddha Vimala Dharma di Jalan
Dago masih memesan dekorasi bunga untuk menghiasi seluruh ruangan vihara
yang luas (Leander, 2012 : 30).
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
(19) ”Saya tidak perlu cepat selesai mandi juga kok, belum tahu mau melakukan apa
hari ini,” demikian gumam Bapak perlahan sambil mengambil posisi menunggu di
depan pintu kamar mandi dari arah dalam (Pauline, 2012 : 30).
(20) Apa pun harapan Bapak pagi itu, hari ini masih hari Selasa. Maka, kembali beliau
masih harus tenggelam dalam berbagai pertanyaan yang berputar-putar di
benaknya, “Apa ya yang harus aku lakukan hari ini?” Sambil terus berharap-harap
hari Jumat segera tiba agar ada aktivitas yang bisa dilakukannya (Leander, 2012 :
32).
(21) “Pergilah gundah… pergilah gulana,” tekad Bu Sastro dalam hatinya (Leander,
2012 : 33).
Pak Sastro dan Bu Sastro mulai menjalani kehidupan dengan rutinitas yang baru, yaitu
membuka warung makan. Usaha yang sebenarnya tidak berbeda jauh dari kegiatan Bu
Sastro sebelumnya, yaitu memasakkan makanan untuk mahasiswa yang indekos atau
menginap di rumahnya. Ide usaha itu justru muncul dari salah satu mahasiswa yang tidak
lain adalah pelanggan yang biasa makan di rumah Bu Sastro, Dasman. Siang itu Dasman
datang untuk menengok keadaan sang ibu katering yang dirindukannya. Berikut kutipan
tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(22) Sejak hari bersejarah (entah tanggal berapa) pada tahun 1975 itu, Bu Sastro
memasakkan makanan 3 kali sehari untuk Kusmay. Kusmay pula yang membawa
salah seorang teman dari Palembang bernama Natijah, mahasiswi IKIP jurusan
Bahasa Inggris untuk menginap di kamar Bu Sastro yang satu lagi. Lalu Kusmay
pula yang mempromosikan masakan Ibu Sastro ke sana kemari (Leander, 2012 :
21).
(23) Sejak tahun 1975 hingga 1978, di sebagian 3 tahun perjuangan meraih gelar
sarjana, para mahasiswa asal Sumatera (Palembang dan sekitarnya) itu
meramaikan rumah sederhana Bu Sastro untuk mengisi perut mereka 3 kali sehari,
setiap hari. Kusmay dan Natijah mengajak lebih banyak lagi teman untuk makan
rutin di sana (Leander, 2012 : 21).
(24) Jawaban doa dari Tuhan ternyata segera datang pada hari itu juga, tepatnya pukul
2 siang, dalam bentuk seorang DASMAN (Leander, 2012 : 33).
(25) Ibu menceritakan pertemuannya dengan Dasman siang tadi kepada Bapak. Semua
hal yang diungkapkan Dasman, mulai dari ide-ide anak Padang itu beserta
keyakinannya pun disampaikan kepada Bapak (Leander, 2012 : 38).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
(26) Pak Sastro mendengarkan penuturan istrinya dalam diam. Semua harapa dalam
bentuk kata-kata yang disampaikan oleh Wo yang dikasihinya itu dicernanya
dengan baik. Jauh dalam lubuk hatinya, Pak Sastro bertekad untuk mendukung
rencana istrinya itu. Dia yakin bahwa keahlian Wo dalam memasak pasti akan
membuatnya berhasil. Dia pun yakin bahwa masa depan anak-anaknya, terutama
si kecil Mono akan penuh harapan, dan pada akhirnya dia menyadari bahwa tiba
saatnya untuk berpisah dengan si Onthel kesayangannya… (Leander, 2012 : 39).
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(27) “Bu, coba Ibu memasak makanan nasi dan lauk-pauknya untuk anak-anak
mahasiswa umum. Masakan Ibu enak. Selama 5 tahun ini, kan, Ibu selalu
memasakkan makanan untuk kami. Coba, deh, Ibu masak untuk mahasiswa umum
makan di sini!” lalu Dasman melanjutkan, “Memasak dan menjualnya pakai
metode Tionghoa, Bu” (Leander, 2012 : 35-36).
(28) “Ibu percaya pada saya, Bu,” kata Dasman dengan agak memaksa. Pada tahun-
tahun mendatang, pasti tempat ini akan dipenuhi oleh anak-anak mahasiswa,
sampai Ibu akhirnya akan kewalahan,” tutur Dasman dengan yakin. Entah
keyakinan apa yang ada dalam diri Dasman untuk menyampaikan usulan
cemerlang ini. Satu hal yang pasti, ide ini mampu membuat Ibu Sastro bersedia
memercayainya dan mewujudkannya segera (Leander, 2012 : 37).
Pada pagi hari ketiga berdiam di rumah, Bapak sudah mantab untuk menjual sepeda
onthelnya untuk tambahan modal usaha warung makannya. Berikut kutipan tidak langsung
yang mendukung pernyataan tersebut.
(29) Pada pagi hari ketiga berdiam di rumah, ketika membuka mata dari tidur, Pak
Sastro merasakan perasaan yang berbeda dan sulit dilukiskan. Perasaan lega
karena telah menemukan jalan keluar atas sang gulana yang diam di dalam
hatinya selama 3 hari ini (Leander, 2012 : 41).
(30) Pak Sastro telah membulatkan tekad untuk memodali Wo dengan dana yang
cukup agar dirinya bisa berbelanja dan memasak untuk memulai usahanya
(Leander, 2012 : 41).
(31) Akhirnya, pagi itu Pak Sastro bisa siap juga. Sekarang saatnya untuk berangkat
dan menikmati kebersamaannya dengan si Onthel, rekan kerja terdekatnya itu. Ia
ingin menikmati saat-saat terakhir bersama sepedanya sebelum kemudian
melepasnya di pasar loak (Pauline, 2012 : 44).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
(32) Pak Sastro melepaskan si Onthel dengan rela hati. Ia kemudian mengambil becak
yang akan mengantarkannya pulang kembali. Berjumpa dengan Wo adalah hal
yang paling ingin dilakukannya segera. Ia ingin memberikan Rp5.000 hasil
penjualan si Onthel dan Rp25.000 pesangonnya dari Toko Luwes kepada istri
tercintanya dan menyongsong kehidupan baru mereka bersama-sama (Leander,
2012 : 49).
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(33) Berpakaian dinas kemeja dan celana baggy warna krem dari masa kerjanya dulu,
hati dan pikiran Pak Sastro cukup lega dan rela ketika berpamitan pada Bu Sastro
yang juga melepaskannya dengan doa. “Semoga cepat laku ya Pak, si Onthel itu.
Hati-hati di jalan,” kata Bu Sastro melepas keberangkatan suaminya (Leander,
2012 : 44).
Pada hari berikutnya setelah melakukan diskusi pada malam sebelumnya, Bapak dan
Ibu Sastro memulai bisnis barunya dengan berjualan pada siang hari. Berikut kutipan tidak
langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(34) Hari keempat Pak Sastro berdiam di rumah adalah hari pertama si Onthel tidak
lagi menjadi bagian dari keluarga Sastrodikromo. Hari ini menjadi hari baru, hari
untuk membuka sebuah kehidupan baru bersama Wo yang dikasihinya. Semalam
dalam diskusi panjangnya bersama Wo, Bapak dan Ibu Sastro sepakat untuk
menjalankan strategi awal berjualan. Mereka ingin mulai dengan berjualan pada
siang hari saja. Alasannya karena pada jam makan siang, lebih banyak orang yang
kebingungan mencari pengisi perut dibandingkan pada pagi atau malam hari
(Leander, 2012 : 51).
(35) Tanpa disadari, keduanya sedang merencanakan konsep marketing beserta
strateginya dalam bentuk yang paling sederhana. Bu Sastro sudah menghitung
seberapa besar modal yang diperlukan untuk memasak beberapa porsi sayur
nangka, sayur krecek gudeg, tahu dibacem, beberapa butir telur diceplok atau
didadar, beberapa butir telur dipindang, sayur buncis, sayur taoge, dan garang
asem. Hasil hitungan Bu Sastro dan Bapak ternyata bermuara di angka yang tepat,
yaitu Rp30.000. modal terbatas itu tersedia “pas secukupnya” ketika sudah
dibutuhkan (Leander, 2012 : 52).
(36) Sejak hari itu sampai kira-kira 2 bulan kemudian, “Warung Sayur Bu Sastro”
tidak pernah sepi dari pelanggan. Setiap harinya Bu Sastro menjadwalkan
memasak sekali saja, yaitu pada pagi hari. Jadilah biasanya Warung Sayur Bu
Sastro sudah kehabisan lauk dan selesai berjualan pada siang hari. Akibatnya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
sedari siang sampai malam hari, keluarga ini menambah kegiatan dengan
menjawab pertanyaan banyak orang yang lewat di depan rumah (Leander, 55-56).
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(37) “Ada banyak persiapan yang harus segera dilakukan pagi ini untuk pembukaan
warung, Wo,” demikian pikir Pak Sastro (Leander, 2012 : 53).
Warung Sayur Bu Sastro terus mengalami perubahan dalam sistem penjualannya.
Bisnis yang tidak disangka-sangka ini pun berkembang seiring bertambahnya waktu. Hal
ini dimulai dari kedatangan Simbolon dengan pesanan khusus untuknya dan ke-12
temannya suatu pagi. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(38) Pagi itu, udara Bandung begitu dingin. Simbolon bangun dari tidur dan bersiap-
siap berangkat ke kampus. Sekeluarnya dari kamar mandi, Simbolon berjalan ke
ruang setrika. Di pojok ruangan inilah seharusnya teronggok tumpukan bajunya
dan 12 teman indekosnya yang lain. Pagi ini dengan agak terkejut dan kesal,
Simbolon melihat tumpukan baju miliknya dan teman-teman dalam bentuk tak
keruan, kusut, dan tidak rapi. Bukan pemandangan yang biasanya (Leander, 2012
: 57-58).
(39) Ia melangkahkan kaki dengan agak cepat menuju rumah Bu Sastro yang tidak
terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Simbolon mengetuk perlahan pintu rumah Bu
Sastro. Pagi hari pukul tujuh seperti itu, sudah terlihat tanda-tanda kehidupan di
dalamnya. Simbolon menunggu pintu dibukakan sambil berharap-harap Bu Sastro
bersedia memenuhi permohonannya (Leander, 2012 : 60).
(40) Setelah Simbolon menghabiskan dua piring nasi goring dan meninggalkan
rumahnya pagi itu, Bu Sastro tampak lebih sibuk daripada biasanya. Dengan lebih
bersemangat beliau mempersiapkan racikan makanannya hari itu. Ada tambahan
13 anak mahasiswa dengan ukuran lambungnya yang besar-besar. Pesanan ini
sungguh menggirangkan hatinya (Leander, 2012 : 63).
(41) Bu Sastro tersenyum dan melambaikan tangannya… Hatinya dipenuhi syukur.
Hari ini berlangsung sungguh istimewa. Ini merupakan langkah awal menuju
jualan yang lebih baik lagi, yaitu sayur dan lauk serta nasi hangat…(Leander,
2012 : 66).
(42) Kedatangan Simbolon dengan pesanan khusus untuk dia dan ke-12 temannya
menjadi sebuah titik awal “keajaiban” besar yang terus-menerus terjadi hingga
belasan tahun kemudian (Leander, 2012 : 69).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(43) “Mbak „Nah mengambek, Bang…” sapa Umbang pada Simbolon yang
kebingungan mencari baju yang akan dipakainya (Pauline, 2012 : 58).
(44) “Kau mintalah Bang, pada Bu Sastro, pada Bu Sastro, apakah beliau mau
memasakkan buat kita. Khusus buat kita saja dicampur dengan nasi,” ujar Alasan.
Bangun tidur begini Alasan juga merasakan perutnya berkeroncong karena rasa
lapar yang mulai menyapa. Biasanya setiap pagi Mbak „Nah sudah sediakan
minimal nasi dengan 13 telor ceplok di meja makan. “Kita minta Bu Sastro
memasakkan buat kita saja tiga kali sehari, persis seperti kau ingat Bang Dasman
dan Bang Kusmay yang tahun lalu juga makan berlangganan di sana?” tanya
Alasan pada kedua temannya (Leander, 2012 : 59-60).
Satu tahun telah berlalu sejak kedatangan Dasman sang pemberi ide, usaha Warung
Sayur Bu Sastro yang menggunakan metode Tionghoa itu telah banyak mengalami
perkembangan. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(45) Sepanjang waktu makan dan berbincang selama 1,5 jam itu Dasman tertawa-tawa.
Hatinya sungguh gembira mendengarkan bagaimana Bu Sastro dengan serius
bersedia menjalankan saran Dasman. Dimulai dari hanya berjualan sayur matang,
lalu menyediakan nasi putih juga, ragam menu yang mulai ditambah, sampai
akhirnya Bu Sastro berani untuk berjualan daging dan lauk-pauk beragam jenis
lain. Bu Sastro pun tidak lupa menceritakan metode Tionghoa yang dijalankannya
(Leander, 2012 : 77).
Bapak dan Ibu Sastro dikaruniai 2 orang anak laki-laki, yaitu Asep dan Mono. Ibu
selalu berdoa setiap malam untuk keberhasilan kedua anaknya di dalam pendidikan dan
kehidupan mereka. Namun, keberuntungan kurang berpihak pada Kang Asep anak sulung
Bu Sastro, karena keinginannya yang berbeda dengan Mono adiknya. Mono memiliki cita-
cita tinggi dalam pendidikan, selain itu ia turut membantu dalam kegiatan mengelola
warung. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
(46) Ketika takdir berbicara, rupanya keberuntungan kurang berpihak kepada Kang
Asep. Sang kakak memang tidak bisa dibilang berhasil dalam pendidikannya.
Panggilan jiwanya lebih kepada berpetualang dan mengerjakan berbagai
keterampilan menggunakan tangan dan tenaga. Harapan untuk memiliki anak
yang berpendidikan tinggi kini tertumpah di pundak Mono. Sejak belia, anak
lelaki yang berkulit gelap namun tampan ini telah menunjukkan kekerasan hatinya
untuk bisa meraih apa pun yang diharapkan (Leander, 2012 : 82).
(47) Tugas membantu Ibu yang dicintainya itu dilakukannya dengan hati yang
gembira. Mono belajar mengatur waktu dengan baik untuk memenuhi tugasnya di
sekolah sekaligus bekerja membantu Ibu berdagang. Berada di antara para
mahasiswa dari perguruan tinggi nomor satu di Indonesia membuatnya sungguh
termotivasi untuk menjadi sama seperti mereka pada suatu hari kelak. Itulah tekad
kuat dan bulat Mono di dalam hatinya (Leander, 2012 : 85).
Pada suatu siang, Said memutuskan untuk ikut menitipkan catatan titip uang kepada Bu
Sastro. Metode ini dilakukan beberapa pelanggan warung Bu Sastro agar apat terpenuhinya
menu makan kesehariannya. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan
tersebut.
(48) Waktu menunjukkan pukul 14.00 ketika Said tiba di sana. Suasana warung Bu
Sastro sudah lebih sepi sekalipun masih tampak beberapa mahasiswa yang duduk
dan mengobrol di ruang makan (Leander, 2012 : 97).
(49) Di atas lemari dapur Bu Sastro terdapat tumpukan buku catatan titip uang para
mahasiswa yang berjumlah total 98 orang (Leander, 2012 : 99).
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyatan tersebut.
(50) “Mulai sekarang, saya ikut makan dengan metode titip uang ya Bu,” kata Said
sebelum pulang. Dia mencatatkan dengan rinci nama dan identitasnya, kemudian
menyelipkan Rp50.000. Tak lupa juga ia mencatatkannya dengan jelas apa saja
yang disantapnya (Leander, 2012 : 101).
Setiap Sabtu sore maupun pada hari besar seperti Hari Raya Idul Fitri, warung Bu
Sastro tidak pernah sepi. Dengan senang hati Bu Sastro akan membukakan pintunya untuk
anak-anak mahasiswa yang ingin menghabiskan malam Minggu dan merayakan hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Lebaran di rumahnya. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan
tersebut.
(51) Para perjaka ini memang biasanya pergi berjalan-jalan pada malam Minggu.
Tujuan mereka tidak terlalu jauh, kalau bukan alun-alun kota, ya tempat Bu
Sastro. Bagi para perjaka ini (yang memang tak satu pun memiliki bidadari untuk
merasakan Sabtu malam penuh cahaya), menghabiskan waktu di warung Bu
Sastro membuat malam Minggu jadi malam panjang yang seru dan tidak kelabu
(Leander, 2012 : 106-107).
(52) Hari Idul Fitri tiba. Gema takbir berkumandang bertalu-talu mengagungkan asma
Allah Swt. Seluruh kampong Balubur dan gang Pelesiran tenggelam dalam
keriaan Lebaran. Sekalipun Bu Sastro tidak merayakan hari Lebaran, dan
warungnya selalu tutup pada hari besar tersebut, tetap saja terdapat keriaan di sana
(Leander, 2012 : 117).
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(53) “Kalau saja Lebaran bisa setiap hari di tempat Bu Sastro, kita bisa sering-sering
makan gratis yaaa,” tambah Daniel, tanpa malu-alu. Bu Sastro tertawa saja
(Leander, 2012 : 119).
Pada tahun 1982 setelah meninggalnya Pak Sastro, Bu Sastro lebih memilih berdiskusi
dengan Tuhan. Pada waktu itu, ia tidak menyangka pelanggan yang makan setiap hari di
warungnya semakin bertambah. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut.
(54) Pada malam-malam panjang setelah Pak Sastro meninggal dunia tahun 1982
tanggal 17 bulan 9, Bu Sastro tidak lagi memiliki teman untuk berdiskusi
mengenai masalah maupun kegembiraannya (Leander, 2012 : 111).
(55) Bu Sastro tidak pernah mengira kalau akhirnya minimal ada 98 anak pemilik buku
titip uang yang akan makan 2 kali sehari di rumahnya. Belum lagi anak-anak tidak
titip uang yang selalu datang dan membayar setelah kenyang. Belum lagi anak-
anak yang karena tidak sempat makan, hanya datang untuk membungkus
makanan. Secara total, paling tidak hampir 200 piring nasi dan bahkan lebih yang
bisa terjual setiap harinya (Leander, 2012 : 112).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Ibu Sastro selalu memperhatikan pelanggan warungnya, terutama anak-anak mahasiswa
yang sedang sakit maupun sedang ada masalah. Salah satunya, kejadian suatu siang saat
salah seorang mahasiswa datang ke warungnya dalam keadaan sakit. Berikut kutipan tidak
langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(56) Bu Sastro tidak pernah menganggap lebih dari 200 anak mahasiswa yang datang
ke warungnya setiap hari hanya sekadar pelanggan biasa. Makanya Bu Sastro
melakukan lebih dari sekadar kewajiban memasakkan makanan yang enak, layak,
bergizi, dan terjangkau buat mereka. Lebih dari itu, ia juga memperhatikan
dengan saksama apakah mereka sehat-sehat saja, atau mungkin sedang ada
masalah yang mengganggu (Leander, 2012 : 135).
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(57) “Ayo dimakan sampai habis, supaya sehatnya cepat datang!” Bu Sastro sedikit
memerintah Toni. Perlakuannya ini sama seperti menginstruksikan Mono untuk
menghabiskan makanan di piringnya. Kalau perut kenyang, penyakit jauh! Setelah
ini cepat pulang dan istirahat,” kata Bu Sastro (Leander, 2012 : 137).
Hari ini, setelah 33 tahun yang lalu warung nasinya didirikan pertama kali, warungnya
masih tetap sama. Hanya saja pengelolanya yang berbeda. Dan kini, Mono, si anak bungsu
pun akhirnya mencapai cita-citanya. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut.
(58) Saat itu… 33 tahun yang lalu warung nasinya didirikan pertama kali. Semua itu
berdiri tanpa rencana, tanpa keberanian, dan bahkan tanpa kepercayaan diri. Bu
Sastro mengenang semua itu terjadi hanya karena tuntunan Yang Mahakuasa yang
mendengarkan doa-doanya (Leander, 2012 : 259).
(59) Hari ini… 33 tahun kemudian, warungnya masih tetap sama. Tetap sederhana,
tetap menjual nasi dengan beberapa pilihan lauk-pauk dan sayur-mayur. Hanya
saja pengelolaannya kini bukan oleh Bu Sastro langsung, melainkan dikelola oleh
Mbak Semi, istri Kang Asep. Satu hal yang membedakan adalah warung ini tidak
lagi seramai masa jayanya. Kini, warung itu hanya sekadar ada untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
menyambung hidup keluarga Kang Asep sebagai pengelolanya saja (Leander,
2012 : 261-262).
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(60) Ibu melanjutkan lagi kisahnya, “Ibu itu minta sama Tuhan agar dicukupkan saja
warungnya, terutama untuk bias bayar biaya sekolah. Makanya masa laku-lakunya
warung ini terjadi sejak tahun 1978 sampai 1990, Neng,” kata Ibu padaku
(Leander, 2012 : 262).
(61) “Ternyata suamimu itu tidak perlu bisa membuat pesawat terbang. Sekarang ini
dia hanya perlu terbang ke berbagai Negara yang Ibu nggak ngerti. Mono itu kan
Cuma telepon-telepon Ibu saja dari berbagai Negara,” lanjutnya lagi tanpa nada
protes, lebih banyak tersenyum bahagia (Leander, 2012 : 266) .
Teknik pelukisan latar waktu yang digunakan dalam novel Warung Bu Sastro Tidak
Rugi Berbisnis dengan Hati karya Pauline Leander adalah teknik langsung dan tidak
langsung. Dalam pelukisan latar waktu, teknik langsung atau dapat dilihat melalui kutipan
(4), (5), (8), (14), (15), (19), (20), (21), (27), (28), (33), (37), (43), (44), (50), (53), (57),
(60), (61). Sedangkan teknik penulisan tidak langsung dapat dilihat melalui kutipan (1), (2),
(3), (6), (7), (9), (10), (11), (12), (13), (16), (17), (18), (22), (23), (24), (25), (26), (29), (30),
(31), (32), (34), (35), (36), (38), (39), (40), (41), (42), (45), (46), (47), (48), (49), (51), (52),
(54), (55), (56), (58), (59).
Berdasarkan kutipan (1) hingga (8) menggambarkan latar waktu malam hari saat
Pak Sastro dan Ibu Sastro berdiskusi. Kutipan (9) hingga (15) menggambarkan latar waktu
hari pertama Bapak berdiam di rumah setelah tidak lagi bekerja di Toko Luwes. Kutipan
(16) hingga (21) menggambarkan latar waktu pagi hari pada hari kedua Bapak berdiam di
rumah. Kutipan (22) hingga (28) menggambarkan latar waktu siang hari saat Pak Sastro
dan Bu Sastro menemukan solusi usaha dari seorang Dasman. Kutipan (29) hingga (33)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
menggambarkan latar waktu pagi hari pada hari ketiga saat Bapak merelakan sepeda
onthelnya untuk dijual. Kutipan (34) hingga (37) menggambarkan latar waktu pagi hari
pada hari keempat Bapak di rumah dengan usaha barunya membuka warung sayur bersama
sang istri. Kutipan (38) hingga (44) menggambarkan latar waktu pagi hari saat usaha
warung sayur Bu Sastro mulai berkembang. Kutipan (45) hingga (47) menggambarkan latar
waktu setelah satu tahun usaha warung sayur Bu Sastro. Kutipan (48) hingga (50)
menggambarkan latar waktu siang hari saat Said memutuskan untuk ikut menitipkan
catatan titip uang di warung Bu Sastro. Kutipan (51) hingga (53) menggambarkan latar
waktu Sabtu sore saat perayaan Hari Raya Idul Fitri di rumah Bu Sastro. Kutipan (54) dan
(55) menggambarkan latar waktu tahun 1982 setelah meninggalnya Pak Sastro. Kutipan
(56) dan (57) menggambarkan latar waktu siang hari saat salah seorang pelanggan Bu
Sastro yang sedang sakit datang ke warungnya. Kutipan (58) hingga (61) menggambarkan
latar waktu hari ini setelah 33 tahun didirikannya warung sayur Bu Sastro.
2.Latar Tempat
Setelah melakukan diskusi, Pak Sastro dan Bu Sastro akhirnya membangun usaha
warung makan di rumahnya di perkampungan Balubur. Berikut kutipan tidak langsung
yang mendukung pernyataan tersebut.
(62) Malam itu, rumah sederhana bernomor 34A/58 di gang Pelesiran Balubur, Taman
Sari, Bandung, masih tampak terjaga (Leander, 2012 : 3).
(63) Mereka tidak akan menyediakan dan menjual nasi. Alasan utama suami istri ini
adalah karena rumah sederhana mereka tidak menyediakan ruang yang cukup
untuk orang duduk dan bisa makan di tempat agak lama. Mereka merasa kasihan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
bagi para calon pelanggannya karena akan merasa tidak nyaman jika harus makan
di tempat (Leander, 2012 : 52).
(64) Bayangkan betapa efektifnya strategi promosi “membuka lebar-lebar pintu
rumah” untuk menawarkan wangi masakan yang baru matang ini (Leander, 2012 :
55).
Pada akhirnya, Pak Sastro mantab menjual sepeda onthelnya di pasar Cihapit untuk
dijadikan tambahan modal usaha warung sayurnya. Berikut kutipan tidak langsung yang
mendukung pernyataan tersebut.
(65) Sesampainya di sana, suasana pasar loak baru akan dimulai. Para pedagang barang
bekas sebagian baru tiba. Masing-masing mulai mengeluarkan dan menata barang
dagangan mereka. Ada macam-macam jenisnya. Di kios jaket terdapat mulai dari
jaket-jaket kulit beragam warna, jas kotak-kotak berbahan wol, sampai dengan
pull-over wanita yang berbulu-bulu putih di sekitar lehernya. Bapak melewati
pedagang jaket, baju, dan celana ini sambil tersenyum mengangguk pada
pedagangnya (Leander, 2012 : 45).
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(66) “Mari Pak, silakan! Penglaris di pagi hari,” sapa sang pedagang yang kelihatan
cukup trendi dengan kemeja rapi, celana cutbray, dan kacamata hitam kebesaran
pada pagi yang masih redup itu (Leander, 2012 : 45).
Setelah resmi dibuka, warung Bu Sastro sudah ramai pembeli. Namun, pada saat itu Bu
Sastro hanya khusus menjual sayur dan lauknya. Setelah adanya pelanggan baru, yaitu
anak-anak indekos dekat rumahnya, Bu Sastro mulai menjual sayur dan lauk serta nasi
hangat. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(67) “Hmmm… kali ini tidak Bu. Saya kemari mau minta tolong. Ibu bisa
tidak, ya, memasakkan khusus buat kami di rumah indekos RT 05? Menunya
masakan Ibu saja, tapi termasuk dengan nasinya juga (Leander, 2012 : 61).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Setelah memutuskan untuk ikut menitipkan buku titip uang di warung Bu Sastro, Said
segera menuju Toko Yosiko. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan
tersebut.
(68) Said kembali melangkah dengan agak tergesa. Panas terik matahari Bandung
siang itu kurang bersahabat, jadi dia begitu ingin segera tiba di Toko Yosiko
(Leander, 2012 : 95).
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(69) “Cari apa, Bang?” Uda penjaga Toko Yosiko menyapa. Said terlihat merunduk-
runduk melihat ke dalam etalase toko. Masih terdiam dengan mata menyisir ke
seluruh toko seperti sedang mencari sesuatu, dan kemudian kembali merunduk-
runduk (Leander, 2012 : 95).
Teknik pelukisan latar tempat yang digunakan dalam novel Warung Bu Sastro Tidak
Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander adalah teknik langsung dan tidak
langsung. Dalam pelukisan latar tempat, teknik langsung dapat dilihat melalui kutipan (66)
dan (67). Sedangkan teknik penulisan tidak langsung dapat dilihat melalui kutipan (62),
(63), (64), (65), (68) dan (69).
Berdasarkan kutipan (62) hingga (64) menggambarkan keadaan di warung sayur Bu
Sastro yang tidak lain adalah rumahnya sendiri saat awal berjualan. Kutipan (65) dan (66)
menggambarkan keadaan di pasar Cihapit saat Bapak akan menjual sepeda onthelnya.
Kutipan (67) menggambarkan keadaan di rumah Bu Sastro saat Simbolon perwakilan dari
anak-anak yang indekos di dekat rumahnya meminta untuk dimasakkan makanan setiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
hari. Kutipan (68) dan (69) menggambarkan keadaan saat Said berada di Toko Yosiko
untuk mencari buku yang akan digunakan sebagai buku titip uang di warung Bu Sastro.
3.Latar Sosial
Latar sosial dari novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya
Pauline Leander adalah budaya dan kebiasaan-kebiasaan yang ada pada masyarakat
Indonesia. Beberapa kebudayaan yang terdapat di dalam cerita ini adalah budaya Jawa
khususnya Jawa Tengah, Tionghoa, Sumatera khususnya Palembang, dan Sunda.Hal ini
banyak ditunjukkan dengan bahasa, kebiasaan atau perilaku para tokoh di dalam cerita
tersebut.
Pak Sastro bermaksud memulai kisahnya ketika memanggil lembut sang istri dengan
sebutan Wo, panggilan kesayangan dalam bahasa Jawa untuk wanita, saat akan berdiskusi.
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(70) “Kamu tahu kan, Wo, sejak tahun 1945 sampai dengan sekarang aku sudah sangat
lama bekerja di Toko Luwes,” kata Bapak membuka pembicaraan (Leander, 2012
: 5).
(71) “Jadi… aku besok tidak berangkat kerja lagi ya, wo (= panggilan kesayangan
dalam bahasa Jawa untuk wanita)” (Leander, 2012 : 4).
Saat masih bekerja di Toko Luwes, Bapak juga memiliki rutinitas lain yaitu merangkai
bunga pada hari Jumat. Hari Jumat adalah hari Vihara Buddha Vimala Dharma di Jalan
Dago. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(72) Selain di sekitar patung besar Sang Buddha Gautama, terdapat berbagai vas
China antik yang harus dipasang juga di ruangan doa lainnya. Bunga-bunga yang
dirangkai Bapak ini sungguh beragam dan berwarna-warni, dimasukkan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
berbagai bentuk vas yang disesuaikan dengan ruang doanya (Leander, 2012 : 30-
31).
Salah satu pelanggan dekorasi bunga Bapak adalah para pengurus vihara di Jalan Dago
yang lebih sering dipanggil, Ko, yaitu lelaki keturunan Tionghoa. Berikut kutipan tidak
langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(73) Para pengurus vihara selalu berpesan, “Ini makanan supaya panjang umur dan
selalu berbahagia karena telah diserahkan kepada Para Dewa. Diterima ya, Pak…”
Maka Bapak akan menerima dengan sikap takzim, sedikit tersenyum dan
menundukkan tubuhnya, “Terima kasih, Ko,” jawab Bapak (Leander, 2012 : 31).
Di kota Palembangterdapat makanan khas selain pempek ikan tenggiri, salah
satunya adalah sambal tempoyak. Sambal ini menjadi menu yang dinanti-nantikan para
mahasiswa perantauan asal Palembang ketika tidak sedang pulang kampung. Hal inilah
yang dirasakan oleh Natijah dan juga teman-temannya satu daerah. Berikut kutipan tidak
langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(74) Tidak perlu terlalu lama mengabarkan berita baik kehadiran sambal tempoyak ini,
karena dalam waktu singkat, ke-9 teman Natijah akan segera datang menyerbu
makanan istimewa tersebut (Leander, 2012 : 23).
Beberapa pemakaian bahasa yang khas di dalam novel ini adalah Sunda dan Jawa. Hal
ini sering ditunjukkan melalui percakapan tokoh saat menyebut nama seseorang, nama
tempat, maupun nama-nama barang yang diceritakan oleh penulis. Berikut kutipan
langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(75) “Nggih (= iya) Pak,” jawabnya sedih sambil berjalan meninggalkan sumur dan
tidak jadi mengambil air (Leander, 2012 : 43).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
(76) “Masih bagus ya Pak, terawat dan mengilat,” kata Mamang pemilik kios barang
loak Sagalaya (sagala aya = segala sesuatu ada, dalam Bahasa Sunda) itu
(Leander, 2012 : 46).
(77) “Jadi, bagaimana Pak? Sabarahaeun wanina? (= berapa berani tawarnya?)”
pertanyaan Mamang buncit menyadarkan Pak Sastro dari lamunannya yang
singkat. “Duka atuh Mang, Rp10.000 meureun nya, (= tidak tahu Mang, Rp10.000
mungkin, ya),” jawab Bapak (Leander, 2012 : 47).
(78) “Jangan pikirkan Mamak. Jangan pikirkan keluarga. Mono pikirkan diri dan cita-
cita sendiri saja dulu,” tutur Ibu lagi perlahan (Leander, 2012 : 257).
(79) Mata Ibu berkaca-kaca, tapi hatinya bahagia. “Syukur Lup…, iku pancen doane
Mamak… ben cita-citane numpak motor mabur iso dialami… (= syukurlah Nak,
itu memang doanya Ibu. Supaya cita-citamu untuk naik pesawat terbang bias
dialami),” kata Bu Sastro sambil membalas pelukan anaknya. “Mamak ora iso
ngongkosi, ming titip dungo karo Gusti Allah, ben opo sing dikareke iso
kecapai… (= Ibu tidak bisa kasih bekal, hanya titip doa semoga apa yang dicita-
citakan bisa tercapai),” area check in di Bandara Soekarno Hatta (Leander, 2012 :
265-266).
Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(80) Akhirnya Pak Sastro tiba di sebuah kios barang loak yang menjual segalanya.
Kios ini sungguh-sungguh menjual dan membeli segala macam barang. Sebutkan
saja apa yang dicari, pasti ada. Peniti? Sepatu Jengki (JengkeBahasa Sunda) yang
berarti agak menjinjitkan kaki(Leander, 2012 : 46).
(81) Fattah merupakan anggota Loedroek ITB yang selalu berperan sebagai wedo’an
(= wanita dalam istilah ludruk) (Leander, 2012 : 233).
(82) Anggota Loedroek ITB yang lainnya adalah Paidi. Pria ini berperawakan sedang,
berkulit sawo matang, dan selalu mampu melontarkan lawakan-lawakan konyol
saat jam makan tiba. Paidi tampak agak “srundal srundul” (= gegabah) dan
cenderung terburu-buru dalam segala hal (Leander, 2012 : 233).
Perempuan Indonesia jaman dulu identik dengan kebaya. Pada era sekarang ini, hanya
sebagian yang masih menggunakannya. Salah satunya yang masih melestarikan atau
berpakaian ini adalah Bu Sastro. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut.
(83) Pada usianya yang menginjak 80 tahun saat ini, Bu Sastro tampak sehat sekalipun
tubuhnya semakin kurus. Ia masih mampu bepergian dari Bandung ke Bogor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
untuk menjaga cucu-cucunya yang tinggal di kota itu. Ia juga masih sanggup
memasak dan berjalan kaki ke sana kemari. Wajahnya yang berkerut-kerut selalu
tampak gembira, senyum lebarnya selalu bisa membuat orang yang berada di
dekatnya ikut tertawa (Leander, 2012 : 264).
Cara berjalan dengan sedikit bersimpuh di sekitar patung Sang Buddha merupakan tata
cara yang diyakini sebagai tanda hormat kepada Sang Gautama bagi pemeluk agama
Buddha. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(84) Biasanya, Bapak memasang bunga dengan takzim dan penuh hormat di sekitar
patung Sang Buddha. Nyonya dokter Bi Boen yang memberikan order dekorasi
bunga, sempat berpesan agar Bapak memasang bunga-bunga di sekitar patung
Sang Buddha dengan berjalan sedikit bersimpuh sebagai tanda hormat kepada
Sang Gautama (Leander, 2012 : 30).
Teknik pelukisan latar sosial yang digunakan dalam novel Warung Bu Sastro Tidak
Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander adalah teknik langsung dan tidak
langsung. Dalam pelukisan latar sosial, teknik langsung atau dapat dilihat melalui kutipan
(70), (71), (75), (76), (77), (78), dan (79). Sedangkan teknik penulisan tidak langsung dapat
dilihat melalui kutipan (72), (73), (74), (80), (81), (82), (83), dan (84).
Berdasarkan kutipan (70) dan (71) menggambarkan latar sosial orang Jawa, yaitu
pemakaian kata sapaan kesayangan, Wo, untuk wanita. Kutipan (72) menggambarkan hari
Jumat sebagai salah satu hari besar umat beragama Buddha. Kutipan (73) menjelaskan
bahwa panggilan Ko, identik dengan seseorang yang beragama Buddha atau keturunan
Tionghoa. Kutipan (74) menjelaskan beberapa contoh makanan khas daerah Palembang,
yaitu pempek ikan tenggiri dan sambal tempoyak. Kutipan (75), (76), (77), (78), (79), (80),
(81), dan (82) menjelaskan beragam bahasa di Indonesia. Beberapa yang ditunjukkan dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
percakapan adalah contoh bahasa Jawa dan Sunda. Kutipan (83) memaparkan bahwa
kebaya adalah pakaian khas wanita Indonesia salah satu peninggalan kebudayaan sejak
jaman dahulu. Kutipan (84) menjelaskan bahwa berjalan dengan sedikit bersimpuh di
sekitar patung Sang Buddha merupakan salah satu etika yang diyakini umat beragama
Buddha.
5. Analisis Nilai Moral
Dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline
Leander ini, peneliti menganalisis nilai-nilai moral. Nilai moral menurut Suseno (1987 :
145-150) terdapat tujuh sikap dan tindakan yaitu (1) kejujuran, (2) nilai-nilai otentik, (3)
kesediaan untuk bertanggung jawab, (4) kemandirian moral, (5) keberanian moral, (6)
kerendahan hati, (7) realitas dan kritis. Berikut nilai moral yang terkandung di dalam novel
Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander yang
ditunjukkan oleh tokoh.
1. Kejujuran
Dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati, nilai kejujuran
ditunjukkan oleh sikap Bu Sastro, Pak Sastro, Simbolon dan Dasman.
Bu Sastro ingin menceritakan tentang kiat-kiat jualan sayurnya selama ini kepada Orin
yang sedang merintis usaha seperti dirinya. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan
tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
(85) “Itulah mengapa Ibu berusaha untuk menyajikan masakan yang tidak pelit bumbu,
Nak Orin,” demikian papar Bu Sastro lagi (Leander, 2012 : 146).
Bu Sastro membiarkan anak-anak SMA yang makan di warungnya yang tidak
membayar sesuai dengan makanan yang diambilnya. Berikut kutipan yang mendukung
pernyataan tersebut.
(86) “Kalau anak SMA, mungkin karena masih kecil, belum dewasa, dan rasa
tanggung jawab belum terbentuk, kalau mereka makan hati atau tempe yang kecil-
kecil, disembunyikan dulu di bawah tumpukan nasi, jadi antara yang dilaporkan
dan yang betul-betul dimakan, biasanya ada perbedaan. Tapi yaaa… biar saja.
Rezeki ada di tangan Tuhan,” kata Bu Sastro selalu (Leander, 2012 : 225-226).
Bu Sastro sebagai salah satu pelanggan di Pasar Balubur dipercaya para pedagang
langganannya karena kejujurannya. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
(87) Meskipun belanja setiap hari, Bu Sastro diperbolehkan hanya membayar
seminggu sekali ketika uang anak-anak mahasiswa sudah terkumpul. Para
pedagang memercayai Bu Sastro karena memang beliau tidak pernah
menyelewengkan kepercayaan tersebut (Leander,2012 : 83).
Pak Sastro bermaksud memberitahukan kepada istrinya bahwa Toko Luwes tempat
ia bekerja diputuskan untuk ditutup oleh Pemerintah Daerah Bandung. Ia berusaha untuk
mengatakan yang sebenarnya kepada Bu Sastro dan siap menerima kemungkinan yang
akan diterimanya. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
(88) “Tadi pagi keputusan ini diumumkan. Kami semua sangat terkejut ketika Pak
Pranoto yang berbaju seragam Pemda itu menyampaikannya. Toko Luwes
diputuskan pemerintah untuk ditutup” (Leander, 2012 : 6).
(89) “Jadi… aku besok tidak berangkat lagi, Wo,” tegas Pak Sastro mengulang
kembali bagian akhir dari kalimatnya (Leander, 2012 : 7).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Kejujuran Mono menceritakan keinginannya untuk menikah muda dibuktikan dengan
mengambil sekolah yang dapat ditempuh hanya dengan waktu dua tahun. Berikut kutipan
yang mendukung pernyataan tersebut.
(90) “Mono itu inginnya bisa menikah di usia muda, Mak,” kata Mono mengemukakan
alasan sebenarnya mengapa ia tampak kebingungan sebelum mengambil
keputusan (Leander, 2012 : 258).
Simbolon menceritakan hal yang sebenarnya yang sedang dialaminya kepada Bu Sastro
bahwa pembantu yang biasa memasakkannya dan ke-12 teman indekosnya telah kabur. Ia
juga meminta kepada Bu Sastro untuk memasakkan makanan untuk diri dan teman-
temannya tersebut. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
(91) “Pembantu di rumah kami, Mbak „Nah itu kabur. Repotlah kami jadinya. Bukan
hanya untuk masalah cuci setrika, tapi terutama untuk masalah makan tiga kali
sehari, Bu. Kami sepakat kalau masakan Ibu yang paling enak. Cuma kasihanilah
kami Bu, kalau tanpa nasi, bagaimana nasib perutku ini,” demikian paksaan dan
rayuan Simbolon pada saat yang bersamaan (Leander, 2012 : 61).
Dasman mencoba memberikan solusi dengan mengatakan bahwa masakan Bu Sastro
sangatlah enak, terbukti dengan makanan yang beliau masakkan untuk Dasman dan teman-
temannya yang indekos di rumah Bu Sastro selama kurang lebih lima tahun. Berikut
kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
(92) “Bu, coba Ibu memasak makanan nasi dan lauk-pauknya untuk anak-anak
mahasiswa umum. Masakan Ibu enak. Selama 5 tahun ini, kan, Ibu selalu
memasakkan makanan untuk kami. Coba, deh, Ibu masak untuk mahasiswa umum
makan di sini!” (Leander, 2012 : 35-36).
Berdasarkan kutipan (85) hingga (87) membuktikan bahwa Bu Sastro memiliki sifat
jujur dalam dirinya. Kutipan (88) dan (89) menunjukkan bahwa Pak Sastro juga memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
sifat kejujuran dalam dirinya karena berupaya untuk memberitahukan kepada istrinya
bahwa tempat ia bekerja telah ditutup. Kutipan (90) menunjukkan bahwa Mono ingin
menikah muda. Kutipan (91) menunjukkan bahwa Simbolon berkata jujur meminta Bu
Sastro memasakkan makanan untuk dirinya dan ke-12 teman indekosnya yang telah
ditinggal kabur pembantunya. Kutipan (92) menunjukkan bahwa Dasman berusaha
memberikan solusi kepada Bu Sastro dengan mengatakan masakan beliau sangatlah enak.
2. Nilai-nilai Otentik
Manusiaotentik adalah manusia yang menghayati, menunjukkan dirinya sesuai
dengan keasliannya, dengan kepribadiannya (Suseno, 1987 : 143). Adapun tokoh yang
memiliki sifat otentik dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati
karya Pauline Leander antara lain Bu Sastro, Pak Sastro, dan Mono. Tokoh utama, Bu
Sastro, memiliki sifat otentik yaitu penyayang dan ramah. Berikut kutipan yang mendukung
pernyataan tersebut.
(93) “Makan saja,” kata Ibu dengan agak memaksa, “Kamu makan di rumah teman,
nanti jatah temannya sama-sama mahasiswa habis. Malah kasihan. Ayo, Nak”
(Leander, 2012 : 174).
(94) “Heee, Nak Hendrik, apa kabar? Ayo… ayo masuk dulu,” ajak Ibu tergopoh-
gopoh menarik tangan Hendrik yang tampak sungkan untuk masuk (Leander,
2012 : 204).
(95) “Ibu mengingatkan saya pada Mama di Medan. Terima kasih ya, Bu,” katanya
tulus (Leander, 2012 : 137).
Pak Sastro sebagai tokoh tambahan, memiliki sifat otentik yaitu ramah dan senang
berbagi pada orang-orang di sekitarnya. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan
tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
(96) Jika tampak Pak Sastro pulang ke rumah bersama si Onthel dari vihara pukul 11
siang, maka anak-anak tetangga sekitar rumah akan segera mengerumuninya dan
menanti jatah pembagian Bapak (Leander, 2012 : 31).
(97) Bapak melewati pedagang jaket, baju, dan celana ini sambil tersenyum
mengangguk pada pedagangnya (Leander, 2012 : 45).
Adapun, tokoh lain yang memiliki sifat otentik di dalam dirinya, yaitu Mono. Mono
anak bungsu Bapak dan Ibu Sastro ini memiliki kemauan dan kerja keras untuk mencapai
cita-citanya. Salah satu impiannya adalah dapat bersekolah di ITB. Berikut kutipan yang
mendukung pernyataan tersebut.
(98) Keinginannya untuk bisa bersekolah di ITB ditunjukkan dengan kerja kerasnya
dalam belajar. Ketika menghadapi kesulitan di dalam beberapa mata pelajaran,
maka ada 150 mahasiswa ITB yang bisa dimintai bantuannya (Leander, 2012 :
85).
Kutipan (93) hingga (95) menunjukkan bahwa Bu Sastro memiliki sikap nilai-nilai
otentik yaitu ramah dan penyayang dalam dirinya. Kutipan (96) dan (97) menunjukkan
bahwa Pak Sastro memiliki sifat ramah dan senang berbagi kepada orang-orang di
sekitarnya, salah satunya adalah pada anak-anak kampong Balubur. Kutipan (98)
menunjukkan bahwa Mono memiliki sifat otentik diantaranya kemauan dan kerja keras
untuk mencapai cita-citanya.
3. Kesediaan untuk Bertanggung Jawab
Kesediaan bertanggung jawab adalah kesediaan untuk melakukan apa yang harus
dilakukan dengan sebaik mungkin (Suseno, 1987 : 16). Novel Warung Bu Sastro Tidak
Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander ini juga menyuguhkan nilai kesediaan
untuk bertanggung jawab. Tokoh yang memiliki kesediaan bertanggung jawab dalam cerita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
ini adalah Bu Sastro dan Pak Sastro. Hal ini dibuktikan dengan sikap Bu Sastro yang selalu
memperhatikan keadaan setiap mahasiswa pelanggannya, serta tanggung jawabnya kepada
keluarga yang tidak ia tinggalkan. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
(99) Makanya Bu Sastro melakukan lebih dari sekadar kewajiban memasakkan
makanan yang enak, layak, bergizi, dan terjangkau buat mereka. Lebih dari itu, ia
juga memperhatikan dengan seksama apakah mereka sehat-sehat saja, atau
mungkin sedang ada masalah yang mengganggu (Leander, 2012 : 135).
(100) Sudah terbayangkan oleh Bu Sastro kalau pagi ini akan diawali dengan
mempersiapkan Mono berangkat ke sekolahnya di SD Pertiwi kelas 4.
Dilanjutkan dengan berbelanja seperti biasa untuk makan siang dan makan malam
Manto dan Airil. Sarapan tempe dan kopi Aroma wangi untuk sang suami tercinta
telah selesai dipersiapkannya juga (Leander, 2012 : 32).
Setelah Pak Sastro meninggal, Bu Sastro memiliki tanggung jawab menyekolahkan
Mono hingga menjadi Sarjana. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
(101) Ia tahu betul anaknya tak hanya pintar, tapi juga penuh dengan tekad yang kuat
dan tanggung jawab yang besar untuk meraih setiap impiannya. Itulah sebabnya,
selama menyangkut biaya pendidikan, apa pun akan diupayakan untuk memenuhi
impian putranya itu (Leander, 2012 : 246).
Pak Sastro menceritakan kepada istrinya bahwa Toko Luwes tempat ia bekerja telah
ditutup dengan hati-hati. Ia bermaksud menjual sepeda onthelnya untuk menambah modal
warung sayur yang akan didirikannya bersama sang istri, merupakan bentuk tanggung
jawab terhadap istri dan keluarga. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
(102) Pak Sastro melepaskan si Onthel dengan rela hati. Ia ingin memberikan Rp5.000
hasil penjualan si Onthel dan Rp25.000 pesangonnya dari Toko Luwes kepada
istri tercintanya dan menyongsong kehidupan baru mereka bersama-sama
(Leander, 2012 : 49).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Kutipan (99) dan (100) menunjukkan bahwa Bu Sastro memiliki kesediaan untuk
bertanggung jawab terhadap keluarga meskipun pada saat itu tengah sibuk mengelola
warung sayurnya. Kutipan (101) menunjukkan bahwa Bu Sastro juga memiliki kesediaan
untuk bertanggung jawab melanjutkan impian sang anak, dengan menyekolahkannya
hingga lulus perguruan tinggi. Sedangkan kutipan (102) membuktikan bahwa Pak Sastro
juga memiliki sikap kesediaan bertanggung jawab sebagai kepala rumah tangga dengan
mendirikan usaha warung sayur bersama sang istri, setelah dirinya resmi tidak lagi bekerja
di Toko Luwes.
4. Kemandirian Moral
Kemandirian berarti kita tidak pernah ikut-ikutan dengan berbagai pandangan moral
dalam lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penelitian, dan pendirian sendiri
dalam bertindak sesuai dengannya (Suseno, 1987 : 147). Adapun tokoh yang memiliki sifat
kemandirian moral adalah Bu Sastro dan Mono. Dalam hal ini dibuktikan dengan sikap
mandiri Bu Sastro dalam mewujudkan cita-cita anaknya. Berikut kutipan yang mendukung
pernyataan tersebut.
(103) Bu Sastro selalu berdoa agar kerja kerasnya bisa senantiasa memampukan
dirinya untuk membiayai sekolah kedua anaknya ini (Leander, 2012 : 81).
(104) Tidak mungkin rasanya, uang pesangon sebesar total Rp30.000 (setelah sepeda
onthel terjual) bisa cukup dijadikan modal (Leander, 2012 : 259).
Adapun kemandirian moral juga ditunjukkan tokoh Mono ketika ia harus memilih salah
satu sekolah yang akan diambilnya. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
(105) “Begini loh Mak…” Mono mencoba menjelaskan. “Umur Mono kan baru 22
tahun, pacar belum punya, teman dekat perempuan nggak ada. Kalau Mono ke
Swiss selama 4 tahun, lama sekali, ya Mak. Kapan Mono bakal punya pacar dan
menikah kalau masih harus tunggu 4 tahun lagi?” Mono bertanya kepada Ibunya
(Leander, 2012 : 257).
Kutipan (103) dan (104) menggambarkan bahwa Bu Sastro dengan kerja kerasnya
membuka usaha warung sayur untuk membiayai kebutuhan sehari-hari dan sekolah Mono,
merupakan bentuk kemandirian moral. Kutipan (105) menunjukkan bahwa Mono memiliki
kemandirian moral untuk menentukan sekolah yang akan dipilihnya.
5. Keberanian Moral
Keberanian adalah ketekatan dan bertindak untuk bersikap mandiri. Keberanian
menunjukkan dalam tekat untuk tetap mempertahankan sikap yang telah diyakini (Suseno,
1987 : 147). Keberanian moral ini ditunjukkan pengarang melalui tokoh Bu Sastro dan
Orin. Sikap tokoh utama, Bu Sastro yang berani mengungkap kebenaran kiat penjualan
pemilik-pemilik warung nasi di sekitar rumahnya merupakan bentuk keberanian moral
terdapat di dalam dirinya. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
(106) Hati Ibu Sastro yang bertahap mulai bisa menerima dan menyetujui ide ini pun
dituturkannya kepada Bapak. Semua rencana usaha yang mulai dipikirkannya pun
disampaikan kepada Bapak, dan pada akhirnya, kebutuhannya atas dana untuk
modal awal pun disampaikan kepada Bapak (Leander, 2012 : 38).
Orin memiliki keinginan untuk membuka warung makan dan telah
memperhitungkannya secara matang. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan
tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
(107) Orin mulai bercerita tentang perhitungan bisnis secara matematika yang sudah
dilakukannya. Orin juga bercerita tentang promosi yang sudah diupayakannya.
Tidak lupa juga dia menceritakan bagaimana warungnya ramai dikunjungi
pelanggan pada saat-saat awal dan justru semakin lama semakin sepi (Leander,
2012 : 145).
Kutipan (106) menggambarkan bahwa Bu Sastro adalah tokoh yang memiliki
keberanian moral karena berani untuk membuka usaha warung sayur yang belum pernah
dilakukan sebelumnya. Kutipan (107) menunjukkan bahwa Orin memiliki keberanian moral
karena memiliki tekad untuk membuka warung makan seperti Bu Sastro.
6. Kerendahan Hati
Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataan.
Orang yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahannya melainkan juga kekuatannya
(Suseno, 1987 : 148). Kerendahan hati dalam novel ini ditunjukkan pengarang melalui
kerendahan hati tokoh Bu Sastro dan Mono dalam melihat kenyataan dalam dirinya.
Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
(108) Ibu menjawab ringan, “Selama saya bisa bantu yaaa saya bantulah, Nak
Rahman” (Pauline, 2012 : 194).
(109) “Maklum saya tidak sekolah Nak Markus, nggak tahu itu sudah sesuai atau
belum,” kata Ibu lagi. Di samping itu, beliau hanya berniat untuk memberikan
jalan keluar bagi anak muda ini, sehingga memberanikan diri menghubungi
orangtua si anak (Pauline, 2012 : 176).
(110) Mono ingin bisacepat lulus dan bekerja supaya tidak lagi terlalu merepotkan
ibunya. Maka, sekalipun dengan berat hati, ia harus rela melepaskan bangku yang
sempat diperolehnya sebagai calon sarjana Matematika di PTN Bandung yang
cukup ternama itu. Rencana memang harus diubah, tapi asa tetap ada. Mono tetap
optimis menghadapi masa depannya… (Pauline, 2012 : 248).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Kutipan (108) dan (109) menggambarkan bahwa Bu Sastro adalah tokoh yang sangat
rendah hati. Hal ini dapat dibuktikan saat beliau membantu salah satu mahasiswa yang
sedang dalam keadaan kesusahan. Kutipan (110) menunjukkan bahwa Mono memiliki
kerendahan hati sehingga mampu melihat kemampuannnya serta tetap optimis untuk dapat
mencapai cita-citanya.
7. Realitas dan Kritis
NovelWarung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati ini memiliki sikap
realitas dan kritis yang digambarkan pengarang lewat sikap kritis tokoh Bu Sastro dan
Mono. Sikap realitas dan kritis tokoh Bu Sastro ditunjukkan ketika iasedang berbincang
dengan Orin. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
(111) “Kalau gratis nasi, pasti lauk pauk dan sayurnya akan mahal. Ini harus dilakukan
agar bisa dipakai buat menutup ongkos nasi gratisnya,” demikian analisis
sederhana Bu Sastro memperjelas mengapa warung Ibu Wati tidak berumur
panjang, dan bahkan hanya bertahan selama 2 bulan (Pauline, 2012 : 147).
(112) Kelompok 9 ini kadang-kadang terlalu asyik belajar (benarkah?) ketika sedang
menghadapi ujian di kampus, sehingga sering kali lupa untuk mengisi perut
mereka. Melihat hal ini, biasanya Bu Sastro mengingatkan kemungkinan mereka
bias sakit kalau tidak memperhatikan asupan makanan sama sekali, apalagi pada
masa-masa ujian yang cukup berat (Pauline, 2012 : 153).
Mono adalah anak bungsu Bu Sastro yang tidak hanya memiliki angan-angan tinggi,
melainkan juga berupaya mempersiapkan sejak dini untuk masa depannya. Berikut kutipan
yang mendukung pernyataan tersebut.
(113) “Mono itu inginnya bisa menikah di usia muda, Mak,” kata Mono
mengemukakan alasan sebenarnya mengapa ia tampak kebingungan sebelum
mengambil keputusan (Pauline, 2012 : 258).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Kutipan (111) dan (112) menunjukkan bahwa Bu Sastro memiliki sikap realitas dan
kritis, terbukti dengan kebiasaannya memperhatikan setiap pelanggan warungnya serta
penjelasannya mengenai warung yang berada di sekitar rumahnya. Kutipan (113)
menunjukkan Mono juga memiliki sikap realitas dan kritis dengan merencanakan masa
depannya.
6. Relevansi Hasil Penelitian Sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMA
Pengajaran sastra harus dipandang sebagai sesuatu yang penting, karena karya sastra
mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata (Rahmanto, 2005 : 15). Oleh
karena itu, sastra bisa digunakan sebagai bahan pembelajaran mengenai nilai-nilai
kehidupan. Rahmanto mengklasifikasikan tiga aspek penting dalam memilih pengajaran
sastra, yaitu : (1) segi bahasa, (2) segi kematangan jiwa, dan (3) segi latar belakang. Novel
Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati ini dapat digunakan sebagai
alternative materi pembelajaran sastra di SMA. Hal ini dikarenakan, siswa-siswa SMA
sudah mulai tertarik untuk membaca novel. Selain itu, novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi
Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander ini juga memenuhi ketiga aspek tersebut di
atas.
Dalam Bab empat ini, peneliti akan memaparkan kesesuaian novel Warung Bu
Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati sebagai bahan pembelajran sastra di SMA kelas
XI semester 2 ditinjau dari tiga aspek, bahasa, kematangan jiwa, dan latar belakang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
1. Bahasa
Aspek kebahasaan dalam sastra tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang
dibahas, tapi juga faktor-faktor lain seperti: cara penulisan yang dipakai pengarang, ciri-ciri
karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok pembaca yang ingin dijangkau
pengarang (Rahmanto, 1988 : 27). Novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan
Hati karya Pauline Leander menggunakan bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan bahasa
Indonesia. Meskipun demikian, bahasa yang digunakan oleh pengarang masih dapat
dipahami oleh siswa di tingkat SMA karena bahasanya sederhana dan lugas. Selain itu,
pengarang juga menambahkan keterangan di bawah bahasa asing yang digunakan dalam
novel ini sehingga memudahkan peserta didik untuk memahami kalimat-kalimat tersebut.
Berikut kutipan langsung yang menunjukkan bahas dari daerah Jawa.
(114) “Sudah Bu, tadi pagi,” jawab Pak Sastro pelan. “Aku ‘tak masak dulu sebentar
ya. Anak-anak mahasiswa yang titip masakan sebentar lagi pulang kuliah, kasihan
kalau lapar,” tutur Bu Sastro, sambil pura-pura bersegera mengangkut belanjaan
dan berusaha untuk tidak menatap mata suaminya (Pauline, 2012 : 16).
(115) “Nggih (= iya) Pak,” jawabnya sedih sambil berjalan meninggalkan sumur dan
tidak jadi mengambil air (Pauline, 2012 : 43).
(116) Tanpa banyak cakap, Totar akan melangkah masuk ke pojokan dapur,
mengambil muntu (= ulekan) beserta batunya dan mulai mengulek sendiri
campuran bahan sambal itu sampai semua tercampur rata dan harum (Pauline,
2012 : 131).
Selain menggunakan bahasa Jawa, pengarang juga menggunakan bahasa Sunda.
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(117) “Masih bagus ya Pak, terawat dan mengilat,” kata Mamang pemilik kios barang
loak Sagalaya (sagala aya = segala sesuatu ada, dalam Bahasa Sunda) itu (Pauline,
2012 : 46).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
(118) “Iyalah, dijadikeun… Rp5.000 lah Mang (= Iya, jadi saja Rp5.000),” kata Pak
Sastro pelan sambil mengangguk (Pauline, 2012 : 48).
(119) “Tenang saja Pak, ku abdi di-elapan lah unggal poe, ‘da ku abdi arek dipake
sorangan (= saya akan mengelap sepedanya setiap hari, soalnya akan saya pakai
sendiri),” sahutnya menenangkan Pak Sastro (Pauline, 2012 : 48).
Kutipan (114) hingga (116) merupakan bukti bahwa pengarang menggunakan bahasa
Jawa. Sedangkan kutipan (117) hingga (119) merupakan bukti bahwa pengarang juga
menggunakan bahasa Sunda dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan
Hatiini.
2. Kematangan Jiwa
Dalam mempelajari karya sastra perlu diperhatikan tahapan perkembangan
psikologis atau kematangan jiwa peserta didik. Rahmanto (1988 : 30) berpendapat bahwa
karya sastra yang terpilih untuk diajarkan hendaknya ssesuai dengan tahap psikologi pada
umumnya dalam suatu kelas. Tentu saja, tidak semua siswa dalam satu kelas mempunyai
tahapan psikologis yang sama, tetapi guru hendaknya menyajikan karya sastra yang
setidak-tidaknya secara psikologis dapat menarik minat sebagian besar siswa dalam kelas
itu.
Kutipan di bawah ini menjelaskan bahwa Bu Sastro memiliki sikap kematangan
jiwa. Pengarang menggambarkannya melalui sikap Bu Sastro yang bekerja keras dalam
mengelola warungnya. Berikut kutipan yang mendukung dalam memilih aspek kematangan
jiwa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
(120) Lengkaplah sudah Warung Bu Sastro menghadirkan berbagai menu makanan
hangat setiap saat. Semua menu dimasak tiada henti sejak waktu sarapan pukul
07.00 pagi sampai dengan makan malam pukul 09.00 (Pauline, 2012 : 73).
(121) Dimulai dari hanya berjualan sayur matang, lalu menyediakan nasi putih juga,
ragam menu yang mulai ditambah, sampai akhirnya Bu Sastro berani untuk
berjualan daging dan beragam jenis lain (Pauline, 2012 : 77).
Kutipan di bawah ini menjelaskan bahwa Bu Sastro orang yang penyabar. Salah satu
contoh, meski ada beberapa pelanggan yang makan diwarungnya membayar makanan tidak
sesuai dengan jumlah yang diambil. Berikut kutipan yang mendukung dalam memilih
aspek kematangan jiwa.
(122) “Kalau anak SMA, mungkin karena masih kecil, belum dewasa, dan rasa
tanggung jawab belum terbentuk, kalau mereka makan hati atau tempe yang kecil-
kecil, disembunyikan dulu di bawah tumpukan nasi, jadi antara yang dilaporkan
dan yang betul-betul dimakan, biasanya ada perbedaan.” “Tapi yaaa… biar saja.
Rezeki ada di tangan Tuhan,” kata Bu Sastro selalu (Pauline, 2012 : 225-226).
(123) “Besok? Mamak mau ke sana? Nanti biasanya, setelah melihat wajah mereka
yang memelas, Mamak mundur, nggak jadi ngomong apa-apa,” jawab Mono
meragukan ajakan ibunya untuk menagih utang (Pauline, 2012 : 166).
(124) “Sing (= yang) sabar ngadepin orang lagi susah itu. Jangan grusah grusuh (=
kalang kabut). Orang tuh nggak tahu dan nggak mau susah A,” kata Bu Sastro
ketika memarahi anaknya. Bagi Bu Sastro, pelanggan adalah tamu yang harus
dihormati dan dihargai bagaimanapun keadaannya (Pauline, 2012 : 174).
Kutipan di bawah ini menjelaskan bahwa Mono berpikir matang sebelum mengambil
keputusan pada saat dirinya menghadapi dua pilihan yang tidak ringan. Berikut kutipan
yang mendukung kutipan tersebut.
(125) Bagi Mono, selama beberapa hari melakukan pertimbangan itu merupakan saat-
saat penuh gundah (Pauline, 2012 : 256).
(126) Sebuah penawaran istimewa, beasiswa belajar di Winterthur-Swiss selama 4
tahun untuk menjadi Dipl. Ing. HTL. Jika pulang nanti, konsekuensinya adalah
menjadi dosen bergelar akademis dan mengabdi di Politeknik Mekanik Swiss,
Bandung, almamaternya. Telah terbayangkan olehnya negeri Swiss dengan
pegunungannya yang indah. “Empat tahun? Lama juga ya…,” gumam Mono
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
perlahan. Menjelang keputusan pengambilan beasiswa Swiss ditetapkan,
datanglah kesempatan baik kedua, juga kepada mereka berdua. Ada sebuah
perusahaan baru yang bermaksud membuka pabriknya di Indonesia. Jika Mono
berminat, maka ia akan dikirimkan ke Belgia untuk belajar mengelola pabrik
selama 2 tahun. Belgia bukan merupakan Negara yang pernah dikenalnya.
“Apakah Belgia Negara yang indah? Enak untuk ditinggali? Entahlah,” demikian
pikir Mono. “Dua tahun…? Tidak terlalu lama, ya…” (Pauline, 2012 : 255-256).
(127) “Begini loh Mak…” Mono mencoba menjelaskan. “Umur Mono kan baru 22
tahun, pacar belum punya, teman dekat perempuan nggak ada. Kalau Mono ke
Swiss selama 4 tahun, lama sekali, ya Mak. Kapan Mono bakal punya pacar dan
menikah kalau masih harus tunggu 4 tahun lagi?” Mono bertanya kepada Ibunya.
“Mono itu inginnya bisa menikah di usia muda, Mak,” kata Mono mengemukakan
alasan sebenarnya mengapa ia tampak kebingungan sebelum mengambil
keputusan (Pauline, 2012 : 257-258).
Kutipan (120) dan (121) membuktikan bahwa Bu Sastro memiliki aspek kematangan
jiwa yang ditunjukkan dengan kerja kerasnya mengelola warung. Kutipan (122) hingga
(124) menunjukkan bahwa Bu Sastro merupakan seorang yang penyabar, terbukti dengan
sikap beliau yang sabar dalam menanggapi sikap pelanggannya yang beragam. Kutipan
(125) hingga (127) menunjukkan bahwa Mono juga memiliki sikap kemajangan jiwa, hal
ini ditunjukkannya ketika akan memutuskan sekolah mana yang akan diambilnya.
3. Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya juga penting dalam pembelajaran karya sastra. Peserta didik
akan semakin tertarik minatnya untuk mempelajari sastra. Selain itu, peserta didik dapat
menambah wawasan dengan mengetahui berbagai macam budaya di Indonesia yang ada
sejak dahulu. Dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya
Pauline Leander, terdapat latar budaya Jawa dan budaya Tionghoa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Kutipan di bawah ini menjelaskan bahwa pengarang menggambarkan latar belakang
budaya Jawa yang masih menggunakan kain batik yang merupakan kain tradisional
yang dipakai sejak leluhur terdahulu. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan
tersebut.
(128) Konsistensinya berkain kebaya, pakaian khas wanita Indonesia, terus
dijalankannya. Sampai hari ini, Ibu tidak memiliki selembar pun baju gaun biasa.
Penampilan Ibu sehari-hari hanya seputar kain batik dan baju kebaya yang
dilengkapi rambut bergelung konde di belakang kepalanya (Pauline, 2012 : 264).
Kutipan di bawah ini menjelaskan bahwa pengarang menggambarkan latar belakang
budaya Tionghoa. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
(129) “Metode Tionghoa itu bagaimana, Nak?” Bu Sastro kebingungan. Tapi Dasman
terus melanjutkan idenya dengan lancer. Ia berbicara tentang metode penjualan
yang selalu lebih murah, minimal Rp25 dibandingkan warung nasi dan jenis
jualan lainnya. Harga makanan harus terus disesuaikan dengan harga terendah
yang ada di pasaran (Pauline, 2012 : 36).
(130) Tak lama setelah doa selesai, biasanya pengurus vihara memberikan sesajian
makanan yang telah didoakan dan diterima oleh Para Dewa ini dalam bungkusan-
bungkusan kecil untuk dibawa pulang Bapak. Para pengurus vihara selalu
berpesan, “Ini makanan supaya panjang umur dan selalu berbahagia karena telah
diserahkan kepada Para Dewa (Pauline, 2012 : 31).
Kutipan (128) menunjukkan bahwa di dalam novel terdapat latar belakang budaya
Jawa. Kutipan (129) dan (130) menunjukkan bahwa di dalam novel terdapat latar
belakang budaya Tionghoa. Hal ini merupakan bukti bahwa novel Warung Bu Sastro
Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander budaya yang dikenalkan
adalah budaya masyarakat Bandung yang beragam khususnya di Perkampungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Balubur. Hal tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan peserta didik untuk
mengenal budaya dari daerah lain di Indonesia.
7. Silabus (terlampir)
8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (terlampir)
C. Pembahasan
Setelah melakukan penelitian dengan menjawab semua rumusan masalah, nilai moral
dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander
telah ditemukan dengan cara mencermati sinopsis, tokoh, penokohan, dan latar. Dalam teori
terdapat 7 bentuk sikap moral, yaitu (1) kejujuran, (2) nilai-nilai otentik, (3) kesediaan
bertanggung jawab, (4) kemandirian moral, (5) keberanian moral, (6) kerendahan hati, (7)
realitas dan kritis.
Peneliti menggunakan dua penelitian yang relevan. Penelitian pertama ditemukan 9
sikap nilai moral yaitu mawas diri, cinta, taat, setia, sabar, rela berkorban, bela negara,
hormat kepada orang tua, dan menjaga kesucian diri. Sedangkan dalam penelitian relevan
yang kedua menemukan 3 nilai moral yaitu nilai kebaikan, nilai kebenaran,, dan nilai
keadilan. Dari teori yang digunakan dan hasil penelitian yang ditemukan keduanya dapat
digunakan sebagai bahan pembelajaransastra di SMA kelas XI semester II. Standar
Kompetensi yang sesuai dengan penelitian ini adalah memahami buku biografi, novel, dan
hikayat. Kompetensi dasar yang sesuai adalah mengungkapkan hal-hal yang menarik dan
dapat diteladani dari tokoh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
BAB V
PENUTUP
Bab lima merupakan bab penutup penelitian ini. Bab ini mencakup kesimpulan,
implikasi, dan saran terhadap penelitian yang telah dilakukan dan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti lain yang berkaitan dengan topik penelitian.
A. Simpulan
Novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline
Leander menceritakan seorang ibu rumah tangga yang memiliki usaha warung sayur.
Dalam novel ini Bu Sastro merupakan tokoh utama yang memiliki karakter yang sangat
baik dan mampu memberikan nilai-nilai moral terhadap pembaca. Bu Sastro memiliki
karakter yang sangat melekat, yaitu sabar dan penyayang. Selain itu, Ibu Sastro juga
memiliki sifat jujur dan rendah hati. Hal ini ia tunjukkan dalam segala rutinitasnya
bersama keluarga dan mengelola warung.
Novel yang syarat akan nilai-nilai kehidupan ini menceritakan perjalanan Bu
Sastro serta keluarga dalam mengelola warung sayur yang berada di rumahnya, di
perumahan Balubur. Awal mula didirikannya warung sayur adalah semenjak Pak Sastro
diputuskan dari Toko Luwes tempat ia bekerja. Peristiwa di dalam novel ini dimulai
pada suatu malam di rumah sederhana bernomor 34A/58 di gang Pelesiran Balubur,
Taman Sari, Bandung. Saat itu, Pak Sastro menyampaikan kepada Bu Sastro, istrinya,
bahwa Toko Luwes tempat ia bekerja telah ditutup oleh Pemerintah Bandung. Sejak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
perbincangan itu, Pak Sastro dan Bu Sastro harus memikirkan usaha apa yang akan
dilakukan agar tetap mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari serta kebutuhan kedua
anaknya yang saat itu masih duduk di bangku sekolah. Datanglah Dasman yang lulusan
arsitek ITB untuk menengok Ibu yang pernah memasak untuknya selama kuliah dulu.
Dari sinilah muncul ide untuk mendirikan usaha warung sayur yang disepakati oleh Ibu
Sastro dan suaminya.
Bu Sastro dan sang suami mengelola warung hingga mengalami banyak
perubahan, mulai dari menu yang bervariasi hingga pelanggan yang terus bertambah.
Suka duka dihadapi Bu Sastro dengan sabar, terlebih saat menghadapi perilaku
pelanggannya yang berbeda-beda. Bertahun-tahun Bu Sastro bekerja keras mengelola
warung sayurnya sehinga mampu mengantarkan anak bungsunya, Mono, lulus kuliah di
luar negeri. Mono telah mampu mendapatkan cita-cita yang sejak kecil ia dambakan.
Setelah berusia lanjut Bu Sastro menyerahkan sepenuhnya warung sayur kepada
keluarga Kang Asep.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui di dalam novel ini
Bu Sastro merupakan tokoh utama. Bu Sastro memiliki karakter yang melekat pada
dirinya, di antaranya adalah sabar dan penyayang. Sifat ini ia tunjukkan dalam
kehidupan sehari-hari baik kepada keluarga maupun kepada orang lain. Selain memiliki
sifat sabar dan penyayang, Bu Sastro juga memiliki sifat jujur. Sikap jujur tampak
ketika Bu Sastro berbicara dengan suaminya, berbelanja di pasar, dan ketika
pengunjung di warung. Bu Sastro menjadi salah satu pelanggan VIP di Pasar Balubur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
karena para pedagang telah mempercayai kejujuran Bu Sastro. Selain itu, Bu Sastro
juga memiliki tanggung jawab. Tanggung jawab itu ditunjukkan oleh Bu Sastro dengan
tidak meninggalkan kewajibannya menyiapkan kebutuhan keluarga, seperti menyiapkan
sarapan suami sebelum ia berbelanja ke pasar dan menyiapkan keperluan sekolah
Mono. Setelah Pak Sastro meninggal dunia, Bu Sastro bertanggung jawab
menyekolahkan Mono hingga menjadi sarjana. Dengan begitu, Bu Sastro terbiasa
mandiri dan memiliki keberanian moral dalam mengurusi warung dan keluarganya.
Keberanian moral ditunjukkannya pada saat mengatakan kepada Orin tentang kiat-kiat
berjualan. Bu Sastro mengungkapkan kiat-kiat yang dilakukan pemilik warung sayur
kepada Orin yang hendak mengelola warung nasi seperti dirinya. Selain itu, Bu Sastro
merupakan sosok yang rendah hati. Ia selalu bersedia membantu pelanggan di
warungnya yang mengalami permasalahan.
Tokoh lain yang mendukung cerita yaitu Pak Sastro, Kang Asep, Mono,
Dasman, dan Simbolon. Peran mereka tidak terlalu pokok, namun keberadaannya
mendukung tokoh utama. Pak Sastro, suami Bu Sastro, memiliki sifat jujur yang ia
tunjukkan ketika mengatakan bahwa ia telah diberhentikan dari Toko Luwes tempatnya
bekerja. Selain Pak Sastro ada pula Simbolon yang ingin dimasakkan makanan setiap
hari untuk dirinya dan ke-12 teman indekosnya. Ia berkata jujur kepada Bu Sastro
bahwa pembantunya telah kabur.
Keberanian moral juga ditunjukkan oleh Orin yang ingin membuka warung
makan. Orin telah memperhitungkan secara matang segala keperluan warung sayurnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Tokoh tambahan yang juga memiliki kerendahan hati seperti Bu Sastro adalah Mono.
Mono berkeinginan bisa cepat lulus dan dapat segera bekerja agar tidak lagi merepotkan
ibunya.
Di dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya
Pauline Leander digambarkan kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang beragam. Pemakaian
bahasa dan budaya dari masing-masing daerah juga terdapat dalam novel ini, seperti
pemakaian sapaan Wo sebagai kata sapaan kesayangan untuk wanita yang merupakan
kebiasaan dari daerah Jawa khususnya Jawa Tengah. Adapun masyarakat keturunan
Tionghoa menggunakan sapaan Ko untuk memanggil orang laki-laki. Di dalam novel ini
juga dipaparkan kebiasaan-kebiasaan yang melatarbelakangi umat beragama Buddha, yaitu
menganggap hari Jumat sebagai salah satu hari besar mereka. Selain itu, orang diharuskan
berjalan dengan bersimpuh ketika melewati patung para dewa.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, novel Warung Bu
Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander dapat dijadikan bahan
pembelajaran di SMA kelas XI semester II. Kurikulum yang digunakan adalah KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dengan SK 15 Memahami buku biografi,
novel, dan hikayat dan KD 15.1 Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat
diteladani dari tokoh.
B. Implikasi
Penelitian terhadap novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati
karya Pauline Leander ini membuktikan bahwa novel tersebut dapat digunakan sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
bahan ajar sastra karena mengandung nilai-nilai moral yang dapat dijadikan pegangan
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bidang sastra, hasil penelitian ini dapat menambah
pengetahuan tentang analisis tokoh, penokohan, latar, dan nilai-nilai moral. Dalam
bidang pendidikan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran
sastra di SMA kelas XI semester II dengan mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan.
C. Saran
Peneliti berharap hasil penelitian yang masih banyak kekurangan dan
kelemahan ini dapat memberikan pengetahuan bagi para guru bahasa Indonesia dan
peneliti lain yang membahas nilai moral. Peneliti juga berharap relevansi penelitian
pada pembelajaran sastra ini dapat berguna bagi dunia pendidikan khususnya
pembelajaran sastra di SMA. Peneliti juga menyarankan agar para guru dapat
mengambil nilai yang terkandung dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis
Dengan Hati karya Pauline Leander untuk diajarkan kepada peserta didik. Bagi
mahasiswa, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan atau referensi
dalam penyusunan skripsi. Peneliti lain dapat menindaklanjuti penelitian yang
berhubungan dengan novel ini menggunakan pendekatan moral atau pendekatan-
pendekatan lain agar dapat memberikan gambaran nilai-nilai moral yang lebih lengkap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
DAFTAR PUSTAKA
Adisusilo, Sutarjo. 2012. Pembelajaran Nilai-Karakter Konstruktivisme dan VCT
sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: Grafindo Persada.
Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Bina Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdiknas. 2008. Kamus Besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Leander, Pauline. 2012. Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati.
Jakarta: Kompas Gramedia.
Moleong. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Rahmanto, B. 2005. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 2010. Jakarta: Kharisma Putra.
Semi, M. Atar. 2010. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Suseno, Franz Magnis. 1986. Kuasa dan Moral. Jakarta: Gramedia.
Suseno, Franz Magnis. 1987. Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral.
Yogyakarta: Kanisius.
Susiani. Sri Windarti. 2005. “Nilai-Nilai Moral dalam Cerita Ramayana Karya
Sunardi D.M.: Analisis Tokoh, Penokohan, Alur, Latar, dan Tema dan Relevansinya
sebagai Bahan Pembelajaran Sastra untuk SMA Kelas X.” Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Syarbaini, Syahrial. 2009. Pendidikan Pancasila: Implementasi Nilai-Nilai Karakter
Bangsa. Jakarta: Ghalia Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Wahyuningtyas, Sri. 2011. Sastra: Teori dan Implementasi. Surakarta: Yuma
Pressindo.
Yohanna, Merry. 2000. “Modernitas dan Tuntutan Nilai Moral Tokoh Laila dalam
Novel Saman Karya Ayu Utami (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra) dan
Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMU.” Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 : Silabus
LAMPIRAN 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
LAMPIRAN 3 : Materi Pembelajaran
LAMPIRAN 4 : Penilaian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1
SILABUS
Nama Sekolah : SMA/MA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XI/2
Standar Kompetensi : Membaca
15. Memahami buku biografi, novel, dan hikayat
Kompetensi
Dasar
Materi
Pembelajaran
Kegiatan
Pembelajaran Indikator Penilaian
Alokasi
Waktu Sumber
15.1
Mengungkapkan
hal-hal yang
menarik dan
dapat diteladani
dari tokoh
Sinopsis
novel
Tokoh,
penokohan,
dan latar
Nilai-nilai
moral
Hal-hal
Membaca sinopsis
novel
Menganalisis
unsur intrinsik
(tokoh, penokohan,
dan latar)
Mengidentifikasi
nilai-nilai moral
dalam sebuah novel
Mengidentifika
si unsur-unsur
intrinsik (tokoh,
penokohan, dan
latar)
Mengidentifika
si nilai-nilai
moral
Mengungkapka
Jenis
Penilaian:
Tugas
Individu
Tugas
Kelompok
Diskusi
Presentasi
4 x 45’ Leander,
Pauline. 2012.
Warung Bu
Sastro Tidak
Rugi Berbisnis
Dengan Hati.
Jakarta: Kompas
Gramedia.
Magnis, Franz
dan Suseno SJ.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang menarik
dari para
tokoh
Hal-hal
yang dapat
diteladani dari
para tokoh
Mendiskusikan
hasil belajar
Mempresentasikan
hasil belajar
n hal-hal yang
menarik dan
dapat diteladani
dari tokoh
1986. Kuasa dan
Moral. Jakarta:
Gramedia.
Nurgiyantoro,
Burhan. 2007.
Teori
Pengkajian
Fiksi.
Yogyakarta:
Gadjah Mada
University Press.
Suseno, Franz
Magnis. 1987.
Etika Dasar:
Masalah-
masalah Pokok
Filsafat Moral.
Yogyakarta:
Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
Sekolah : SMA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XI/2
Standar Kompetensi : Membaca
15. Memahami buku biografi, novel, dan hikayat
Kompetensi Dasar : 15.1 Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari
tokoh
Alokasi Waktu : 4 x 45 menit (2 kali pertemuan)
A. Indikator
1. Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik (tokoh, penokohan, dan latar).
2. Mengidentifikasi nilai-nilai moral.
3. Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa mampu mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik (tokoh, penokohan, dan latar)
yang terdapat dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati
karya Pauline Leander.
2. Siswa mampu mengidentifikasi nilai moral yang terkandung dalam novel Warung Bu
Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Siswa mampu mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh
dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline
Leander.
C. Materi Pembelajaran
1. Tokoh
2. Penokohan
3. Latar
4. Nilai-nilai Moral
D. Metode Pembelajaran
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
3. Diskusi
4. Presentasi
5. Penugasan
E. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan Pertama
Kegiatan Metode Alokasi
Waktu
1. Kegiatan Awal
Guru memberikan salam.
Guru menjelaskan kegiatan yang akan
dilaksanakan selama proses belajar mengajar.
Guru mengajukan pertanyaan lisan tentang
novel dengan mengaitkan materi yaitu unsur-
Ceramah
Tanya jawab
10 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
unsur intrinsik, hal-hal menarik dan dapat
diteladani dari tokoh di dalam novel.
2. Kegiatan Inti
Eksplorasi
Guru memberikan pertanyaan lisan terkait
dengan unsur-unsur intrinsik untuk mengetahui
seberapa jauh siswa mengerti tentang unsur
intrinsik.
Secara acak siswa menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh guru mengenai tokoh,
penokohan, dan latar yang terdapat dalam
novel.
Siswa menjelaskan dan menceritakan secara
singkat novel yang pernah dibacanya.
Elaborasi
Siswa mendengarkan penjelasan guru
mengenai unsur intrinsik novel (tokoh,
penokohan, dan latar).
Siswa membentuk kelompok diskusi yang
beranggotakan 3-5 orang.
Siswa berdiskusi kelompok untuk
menganalisis unsur intrinsik (tokoh,
penokohan, dan latar).
Ceramah
Diskusi
Presentasi
60 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Siswa mencatat hasil diskusi.
Perwakilan kelompok mempresentasikan
hasil diskusi kelompok di depan kelas dengan
baik dan benar.
Konfirmasi
Siswa saling memberikan tanggapan terhadap
presentasi kelompok lain.
3. Kegiatan Penutup
Siswa diajak untuk merangkum apa yang
sudah dipelajari.
Siswa menanggapi rangkuman yang
dibacakan.
Siswa diajak merefleksikan nilai-nilai serta
kecakapan hidup yang bisa dipetik dari
pembelajaran.
Guru menyimpulkan dan memberi
peneguhan pembelajaran.
Guru memberikan pekerjaan rumah yaitu
membaca novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi
Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander.
Tanya jawab
20 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pertemuan Kedua
Kegiatan Metode Alokasi Waktu
1. Kegiatan awal
Guru memberikan salam.
Guru mengajukan pertanyaan mengenai
materi pembelajaran pada pertemuan
sebelumnya sebelumnya.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
2. Kegiatan Inti
Eksplorasi
Siswa menceritakan dan menjelaskan isi
novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis
Dengan Hati karya Pauline Leander.
Siswa menjelaskan tentang unsur-unsur
intrinsik (tokoh, penokohan, dan latar).
Siswa menjelaskan tentang nilai moral dalam
novel.
Elaborasi
Siswa kembali berdiskusi kelompok untuk
menganalisis nilai-nilai moral, hal-hal menarik
dan dapat diteladani dari tokoh dalam novel
Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis
Ceramah
Tanya jawab
Ceramah
Diskusi
Presentasi
10 menit
60 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dengan Hati karya Pauline Leander.
Siswa mencatat hasil diskusi.
Siswa menukarkan hasil diskusinya dengan
kelompok lain.
Perwakilan kelompok melaporkan hasil
diskusi kelompok di depan kelas dengan baik
dan benar.
Konfirmasi
Siswa saling memberikan tanggapan terhadap
presentasi kelompok lain.
3.Kegiatan Penutup
Siswa diajak untuk merangkum apa yang
sudah dipelajari.
Siswa menanggapi rangkuman yang
dibacakan.
Siswa diajak merefleksikan nilai-nilai serta
kecakapan hidup yang bisa dipetik dari
pembelajaran.
Guru menyimpulkan dan memberi
peneguhan pembelajaran.
Guru mengajak siswa untuk merefleksikan
kegiatan pembelajaran hari ini.
Tanya jawab
20 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
F. Sumber Belajar
1. Leander, Pauline. 2012. Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati.
Jakarta: Kompas Gramedia.
2. Magnis, Franz dan Suseno SJ. 1986. Kuasa dan Moral. Jakarta: Gramedia.
3. Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
4. Suseno, Franz Magnis. 1987. Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral.
Yogyakarta: Kanisius.
G. Penilaian
1. Jenis Penilaian:
a. Tugas Individu
b. Tugas kelompok
c. Diskusi
d. Presentasi
2. Bentuk Penilaian:
a. Uraian Bebas
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan baik dan benar!
1. Sebutkan tokoh dan penokohan yang terdapat dalam novel Warung Bu Sastro
Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander!
2. Sebutkan latar yang terdapat dalam novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi
Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander!
3. Jelaskan nilai-nilai moral yang terdapat dalam novel Warung Bu Sastro Tidak
Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander!
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Sebutkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh di dalam novel
Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis Dengan Hati karya Pauline Leander!
Kunci Jawaban
1. Analisis Tokoh dan Penokohan
Tokoh Utama : Bu Sastro
Tokoh Tambahan : Pak Sastro, Kang Asep, Mono, Dasman, dan
Simbolon.
Tokoh Utama Penokohan
Bu Sastro Sabar, penyayang, ramah, santun, religious,
tanggung jawab, pandai bersyukur, kerja keras,
jujur, kritis.
Tokoh Tambahan Penokohan
Pak Sastro Senang minum kopi, menjaga perasaan istri,
religious, senang berbagi dengan orang lain,
ramah, sabar.
Kang Asep Mahir membuat perabotan rumah tangga dari
kayu, galak.
Mono Senang membantu pekerjaan orang tua, kerja
keras, kritis, cerdas.
Dasman Jujur dan cerdas.
Simbolon Jujur
2. Latar
Latar waktu Malam hari, hari pertama, pagi hari pada hari
kedua, siang hari, pagi hari pada hari ketiga,
pagi hari pada hari keempat, setelah satu tahun,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
siang hari, Sabtu sore, tahun 1982, setelah 33
tahun.
Latar tempat Warung sayur Bu Sastro, pasar Cihapit, rumah
Bu Sastro, toko Yosiko.
Latar sosial - Panggilan Wo, sebagai panggilan sayang
terhadap wanita yang berasal dari daerah Jawa.
- Hari Jumat merupakan salah satu hari besar
bagi umat beragama Buddha
- Penggunaan sapaan Ko, bagi orang laki-laki
keturunan Tionghoa.
- Pempek tenggiri dan sambal tempoyak
merupakan makanan khas dari Palembang.
- Kebiasaan perempuan jaman dulu yang
menggunakan pakaian kebaya dan batik.
3. Nilai Moral dalam Novel
Nilai Moral Kutipan
1. Kejujuran - Meskipun belanja setiap hari, Bu Sastro
diperbolehkan hanya membayar seminggu sekali
ketika uang anak-anak mahasiswa sudah terkumpul.
Para pedagang memercayai Bu Sastro karena
memang beliau tidak pernah menyelewengkan
kepercayaan tersebut (Leander, 2012 : 83).
- “Tadi pagi keputusan ini diumumkan. Kami
semua sangat terkejut ketika Pak Pranoto yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berbaju seragam Pemda itu menyampaikannya.
Toko Luwes diputuskan pemerintah untuk ditutup”
(Leander, 2012 : 7).
- “Mono itu inginnya bisa menikah di usia muda,
Mak,” kata Mono mengemukakan alasan
sebenarnya mengapa ia tampak kebingungan
sebelum mengambil keputusan (Leander, 2012 :
258).
- “Pembantu di rumah kami, Mbak „Nah itu kabur.
Repotlah kami jadinya. Bukan hanya untuk
masalah cuci setrika, tapi terutama untuk masalah
makan tiga kali sehari, Bu. Kami sepakat kalau
masakan Ibu yang paling enak. Cuma kasihanilah
kami Bu, kalau tanpa nasi, bagaimana nasib
perutku ini,” demikian paksaan dan rayuan
Simbolon pada saat yang bersamaan (Leander,
2012 : 61).
- “Bu, coba Ibu memasak makanan nasi dan lauk-
pauknya untuk anak-anak mahasiswa umum.
Masakan Ibu enak. Selama 5 tahun ini, kan, Ibu
selalu memasakkan makanan untuk kami. Coba,
deh, Ibu masak untuk mahasiswa umum makan di
sini!” (Leander, 2012 : 35-36).
2. Nilai-nilai Moral
Otentik
- “Heee, Nak Hendrik, apa kabar? Ayo… ayo
masuk dulu,” ajak Ibu tergopoh-gopoh menarik
tangan Hendrik yang tampak sungkan untuk masuk
(Leander, 2012 : 204).
- Jika tampak Pak Sastro pulang ke rumah bersama
si Onthel dari vihara pukul 11 siang, maka anak-
anak tetangga sekitar rumah akan segera
mengerumuninya dan menanti jatah pembagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bapak (Leander, 2012 : 31).
- Keinginannya untuk bisa bersekolah di ITB
ditunjukkan dengan kerja kerasnya dalam belajar.
Ketika menghadapi kesulitan di dalam beberapa
mata pelajaran, maka ada 150 mahasiswa ITB yang
bisa dimintai bantuannya (Leander, 2012 : 85).
3. Kesediaan untuk
Bertanggung Jawab
- Makanya Bu Sastro melakukan lebih dari sekadar
kewajiban memasakkan makanan yang enak, layak,
bergizi, dan terjangkau buat mereka. Lebih dari itu,
ia juga memperhatikan dengan seksama apakah
mereka sehat-sehat saja, atau mungkin sedang ada
masalah yang mengganggu (Leander, 2012 : 135).
- Pak Sastro melepaskan si Onthel dengan rela hati.
Ia ingin memberikan Rp5.000 hasil penjualan si
Onthel dan Rp25.000 pesangonnya dari Toko
Luwes kepada istri tercintanya dan menyongsong
kehidupan baru mereka bersama-sama (Leander,
2012 : 49).
4. Kemandirian
Moral
- Bu Sastro selalu berdoa agar kerja kerasnya bisa
senantiasa memampukan dirinya untuk membiayai
sekolah kedua anaknya ini (Leander, 2012 : 81).
- “Begini loh Mak…” Mono mencoba menjelaskan.
“Umur Mono kan baru 22 tahun, pacar belum
punya, teman dekat perempuan nggak ada. Kalau
Mono ke Swiss selama 4 tahun, lama sekali, ya
Mak. Kapan Mono bakal punya pacar dan menikah
kalau masih harus tunggu 4 tahun lagi?” Mono
bertanya kepada Ibunya (Leander, 2012 : 257).
5. Keberanian Moral - Hati Ibu Sastro yang bertahap mulai bisa
menerima dan menyetujui ide ini pun dituturkannya
kepada Bapak. Semua rencana usaha yang mulai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dipikirkannya pun disampaikan kepada Bapak, dan
pada akhirnya, kebutuhannya atas dana untuk
modal awal pun disampaikan kepada Bapak
(Leander, 2012 : 38).
- Orin mulai bercerita tentang perhitungan bisnis
secara matematika yang sudah dilakukannya. Orin
juga bercerita tentang promosi yang sudah
diupayakannya. Tidak lupa juga dia menceritakan
bagaimana warungnya ramai dikunjungi pelanggan
pada saat-saat awal dan justru semakin lama
semakin sepi (Leander, 2012 : 145).
6. Kerendahan Hati - “Maklum saya tidak sekolah Nak Markus, nggak
tahu itu sudah sesuai atau belum,” kata Ibu lagi. Di
samping itu, beliau hanya berniat untuk
memberikan jalan keluar bagi anak muda ini,
sehingga memberanikan diri menghubungi
orangtua si anak (Leander, 2012 : 176).
- Mono ingin bisa cepat lulus dan bekerja supaya
tidak lagi terlalu merepotkan ibunya. Maka,
sekalipun dengan berat hati, ia harus rela
melepaskan bangku yang sempat diperolehnya
sebagai calon sarjana Matematika di PTN Bandung
yang cukup ternama itu. Rencana memang harus
diubah, tapi asa tetap ada. Mono tetap optimis
menghadapi masa depannya.. (Leander, 2012 :
248).
7. Realitas dan Kritis - “Kalau gratis nasi, pasti lauk pauk dan sayurnya
akan mahal. Ini harus dilakukan agar bisa dipakai
buat menutup ongkos nasi gratisnya,” demikian
analisis sederhana Bu Sastro memperjelas mengapa
warung Ibu Wati tidak berumur panjang, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bahkan hanya bertahan selama 2 bulan (leander,
2012 : 147).
- “Mono itu inginnya bisa menikah di usia muda,
Mak,” kata Mono mengemukakan alas an
sebenarnya mengapa ia tampak kebingungan
sebelum mengambil keputusan (Leander, 2012 :
258).
4. Hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh
Tokoh Hal yang menarik
Bu Sastro Sabar, penyayang, ramah,
santun, religius, tanggung
jawab, pandai bersyukur,
pekerja keras, jujur, kritis,
pandai melerai pertengkaran
Pak Sastro Selalu bangun pagi, selalu
menjaga perasaan istri,
menyerahkan segala
permasalahan kepada Tuhan,
rajin merawat sepeda onthelnya,
selalu memberikan bungkusan
yang diberikan penjaga vihara
untuk anak-anak di sekitar
rumahnya, senang membantu
istri, ramah dengan siapapun
yang dijumpainya, penyabar
Kang Asep Mahir membuat perabotan
rumah tangga dari kayu
Mono Sering menemani ibunya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berbelanja, senang membantu
ibunya menghitung hasil jualan
pada malam harinya, pekerja
keras, kritis, cerdas, jujur
Dasman Jujur, cerdas
Simbolon Berkata hal yang sebenarnya,
pintar merayu
Tokoh Hal yang patut diteladani
Bu Sastro Sabar, penyayang, ramah,
santun, religius, tanggung
jawab, pandai bersyukur,
pekerja keras jujur, kritis, tegar
menerima segala masalah
Pak Sastro Selalu bangun pagi, selalu
menjaga perasaan istri,
menyerahkan segala
permasalahan kepada Tuhan,
pandai bersyukur, rajin merawat
barang yang dimiliki, gemar
berbagi, rajin membantu
pekerjaan rumah, ramah dengan
siapapun, sabar
Kang Asep Terampil membuat perabotan
rumah tangga
Mono Gemar membantu pekerjaan
orang tua, pekerja keras, jujur,
memiliki cita-cita yang tinggi
Dasman Jujur, cerdas
Simbolon Jujur, dipercaya menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pemimpin bagi teman-temannya
5. Rubrik Penilaian Kognitif
No. Kriteria Skor Bobot Skor x
Bobot
1.
a. Siswa mampu
mengidentifikasi tokoh dan
penokohan dalam novel
Warung Bu Sastro tidak Rugi
Berbisnis dengan Hati dengan
lengkap, menggunakan bahasa
yang benar
b. Siswa mampu
mengidentifikasi tokoh dan
penokohan dalam novel
Warung Bu Sastro tidak Rugi
Berbisnis dengan Hati dengan
tidak lengkap, menggunakan
bahasa yang benar
c. Siswa mampu
mengidentifikasi tokoh dan
penokohan dalam novel
Warung Bu Sastro tidak Rugi
Berbisnis dengan Hati dengan
tidak lengkap, tidak
menggunakan bahasa yang
benar
5
3
1
4
20
2. a. Siswa mampu
mengidentifikasi latar dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
novel Warung Bu Sastro tidak
Rugi Berbisnis dengan Hati
dengan lengkap, menggunakan
bahasa yang benar
b. Siswa mampu
mengidentifikasi latar dalam
novel Warung Bu Sastro tidak
Rugi Berbisnis dengan Hati
dengan tidak lengkap,
menggunakan bahasa yang
benar
c. Siswa mampu
mengidentifikasi latar dalam
novel Warung Bu Sastro tidak
Rugi Berbisnis dengan Hati
dengan tidak lengkap, tidak
menggunakan bahasa yang
benar
5
3
1
4
20
3.
a. Siswa mampu
mengidentifikasi nilai moral
dalam novel Warung Bu
Sastro tidak Rugi Berbisnis
dengan Hati dengan lengkap,
menggunakan bahasa yang
benar
b. Siswa mampu
mengidentifikasi nilai moral
dalam novel Warung Bu
Sastro tidak Rugi Berbisnis
5
3
4
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan Hati dengan tidak
lengkap, menggunakan bahasa
yang benar
c. Siswa mampu
mengidentifikasi nilai moral
dalam novel Warung Bu
Sastro tidak Rugi Berbisnis
dengan Hati dengan tidak
lengkap, tidak menggunakan
bahasa yang benar
1
Total 60
Nilai = x 100
6. Rubrik Penilaian Afektif
No. Aspek yang dinilai Skor
1. Keaktifan dalam belajar 5 = Sangat baik
2. Ketepata mengerjakan tugas 4 = Baik
3. Mengeluarkan pendapat dalam proses belajar 3 = Cukup
4. Etika / sopan santun 2 = Kurang
5. Kerjasama dalam kelompok 1 = Sangat kurang
7. Rubrik Penilaian Psikomotorik
Hal yang
dinilai Deskripsi Skor Bobot
Skor x
Bobot
Presentasi 1. Siswa mampu
mempresentasikan hal-hal yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menarik dan patut dieladani dari
tokoh dalam novel Warung Bu
Sastro tidak Rugi Berbisnis
dengan Hati dengan lengkap,
menggunakan bahasa yang baik
dan benar
2. Siswa mampu
mempresentasikan hal-hal yang
menarik dan patut diteladani dari
tokoh dalam novel Warung Bu
Sastro tidak Rugi Berbisnis
dengan Hati dengan lengkap,
tidak menggunakan bahasa yang
baik dan benar
3. Siswa mampu
mempresentasikan hal-hal yang
menarik dan patut diteladani dari
tokoh dalam novel Warung Bu
Sastro tidak Rugi Berbisnis
dengan Hati dengan tidak lengkap,
tidak menggunakan bahasa yang
baik dan benar
5
3
1
4
20
Total 20
Nilai = x 100
Yogyakarta, 2016
Mengetahui
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
BIODATA
Beti Meliana Fitri lahir di Bantul, 11 januari 1992.
Menempuh pendidikan di Taman Kanak-kanak Tunas Harapan
pada tahun 1998. Pendidikan Dasar ditempuh di SD Negeri
Tirtohargo pada tahun 2004. Pendidikan Menengah Pertama di
SMP Negeri 1 Kretek dan lulus pada tahun 2007. Pendidikan
Menengah atas ditempuh di SMA Negeri 1 Bambanglipuro, lulus
tahun 2010. Tahun itu, ia juga melanjutkan studi ke Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta dan terdaftar sebagai mahasiswa
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Tugas akhir ditempuh dengan penulisan skripsi yang berjudul Nilai-Nilai Moral
dalam Novel Warung Bu Sastro Tidak Rugi Berbisnis dengan Hati Karya Pauline Leander
dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI Semeser II (Pendekatan
Moral).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI