Download - Kaki Diabetik Ralat
BAB I
PENDAHULUAN
Prevalensi diabetes melitus kian bertambah pada penduduk dunia.
Peningkatan terbanyak pada diabetes tipe 2 terutama pada usia muda dan obes.
Kondisi ini juga memiliki implikasi terhadap komplikasi dari diabetes melitus.
Komplikasi diabetes berhubungan dengan gangguan mikrovaskuler, makrovaskuler
dan metabolik.1,2,3,4
Penyakit pada kaki penderita diabetes merupakan morbiditas dan penyebab
utama penderita diabetes dirawat dirumah sakit. Ulkus, infeksi, gangren, dan
amputasi merupakan komplikasi signifikan yang tentu memerlukan biaya yang tidak
sedikit. Diperlukan pendekatan multidisipliner untuk mengatasi penyakit kaki
diabetik.
Kejadian ulkus kaki pada populasi diabetes sebesar 4-10%, lebih rendah pada
anak muda (1,5-3,5%) dan tinggi pada pasien yang lebih tua (5-10%). Risiko ulkus
kaki pada pasien diabetes sekitar 15% sepanjang hayatnya. Hasil akhir yang
merugikan dari ulkus kaki adalah amputasi. Data dari sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa 85% amputasi dari ulkus kaki berasal dari penderita diabetes.
Risiko ulkus dan amputasi meningkat 2 hingga 4 kali terhadap usia dan lamanya
menderita diabetes. Prevalensi amputasi pasien diabetes adalah 1,6% pada usia 18-44
tahun, 3,4% pada usia 45 – 64 tahun, dan 3,6% pada pasien yang berusia lebih dari 65
tahun. Insiden amputasi ekstremitas bawah di Amerika adalah 9,8 per 1000 pasien
diabetes pada tahun 1996, meningkat 26% dari data tahun 1990. Data dari negara lain
juga menunjukkan peningkatan kejadian amputasi. Hal ini mungkin terjadi oleh
karena usia populasi diabetes dan sistem pelaporan yang lebih baik. Peningkatan
populasi diabetes, diperkirakan kejadian amputasi penderita diabetes juga akan
bertambah.2
1
Di negara maju kaki diabetik juga masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang besar, tetapi dengan kemajuan cara pengelolaan, dan adanya klinik
kaki diabetik yang aktif mengelola sejak pencegahan primer, nasib penyandang kaki
diabetik menjadi lebih cerah. Angka kematian dan angka amputasi dapat ditekan
sampai sangat rendah, menurun sebanyak 49-85% dari sebelumnya. Sementara data
dari RSUPN dr CiptoMangunkusumo tahun 2003, angka kematian dan angka
amputasi masing-masing sebesar 16% dan 25%. Sebanyak 14,3% akan meninggal
dalam setahun pasca amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca
amputasi.4 Data dari RS Moh. Hoesin Palembang tahun 2008, dari total 108 pasien
diabetes yang diarawat, 93 pasien (86,1%) merupakan pasien dengan kaki diabetik5
Tinjauan pustaka ini dibuat dengan tujuan agar kita dapat mengetahui lebih
dini diagnosis dan penatalaksanaan penyakit kaki diabetik, yang adekuat.
2
BAB II
PATOFISIOLOGI PENYAKIT KAKI DIABETIK
Perubahan akut metabolisme sel yang biasanya reversibel kalau gula darah
turun kembali. Mekanisme lainnya adalah menumpuknya makromolekul dan menetap
meskipun telah terjadi euglikemi. Hiperglikemi kronis, neuropati perifer, iskemia dan
infeksi merupakan patofisiologi dasar terjanya penyakit kaki diabetik.6
2.1 Hiperglikemi kronis
Dalam satu penelitian ditunjukkan bahwa down regulation atas transfor glukosa
ke sel dipengaruhi oleh komplikasi diabetes. Pada sel yang tidak rusak karena
hiperglikemi (misalnya pada otot polos vaskuler) ada korelasi terbalik antara transpor
dan kadar glukosa, tetapi pada sel endotel pembuluh darah (target utama kerusakan
karena hiperglikemi), hal ini tidak terjadi sehingga hiperglikemi selalu berhubungan
dengan kerusakan vaskuler. Mekanisme kerusakan jaringan akibat hiperglikemi
dirangkum menjadi 4 macam, yaitu :
a. Aktivitas aldose-reduktase (polyol pathway)
b. Aktivasi diacylglycerol-protein kinase C (D-PKC)
c. Pembentukan advanced glycosylation end products (AGEs)
d. Pembentukan reactive oxygen species (ROS)
2.1.1 Aldose reductase (polyol pathway)
Saat terjadi peningkatan glukosa intraseluler, keadaan ini akan menstimulasi
aktivitas aldose reductase dan dengan bantuan coenzim NADPH, glukosa akan
diubah menjadi sorbitol. Enzim sorbitol dehidrogenase dengan bantuan NAD
(nikotinamid adenin dinukleotida) teroksidasi akan mengoksidasi sorbitol menjadi
fruktosa. Kerusakakan sel akan terjadi akibat akumulasi sorbitol (bersifat hidrofilik
dan tidak terfosforilasi) intraseluler. Sel akan bengkak akibat proses osmotik juga
3
terjadi ketidakseimbangan ionik dan metabolit yang berujung terjadinya kerusakan
sel. Aktivasi jalur polyol ini akan meningkatkan turn over NADPH yang berakibat
rasio NADPH-NADP turun. Terjadilah pseudohipoksia dan perlu diketahui NADPH
merupakan unsur penting pada proses anti oksidan. Demikian halnya glutation (GSH)
reduktase juga membutuhkan NADPH untuk netralisasi radikal bebas intraseluler.
Hasil akhir terjadi penurunan kadar glutation dan NADPH. Sebaliknya terjadi
peningkatan rasio NADH/NAD yang mengaktifasi jalur DAG (diacylglycerol) hingga
terbentuklah diacylglycerol yang akan mengaktifasi PKC. Pada tikus percobaan
penghambatan enzim ini mampu mencegah perkembangan komplikasi neuropati,
retinopati, nefropati dan katarak. 6
Gambar 1. Jalur Sorbitol6
2.1.2 Diacylglycerol-protein kinase C
Pada mekanisme ini dinyatakan bahwa hiperglikemi meningkatkan kadar
DAG (diacyl glycerol), dari sintesis yang berlebih atau dari hidrolisis. DAG
mengaktifkan PKC. Pada PKC yang aktif merangsang produksi sitokin, matriks
ekstrasel, inhibitor fibrinolitik PAI-1, dan vasokonstriktor endotelin-1. PKC juga
menjadi mediator VEGF (vascular endothelial growth factor). Perubahan di atas
4
Glukosa Sorbitol Aldose reductase Sorbitol
dehidrogenase Fruktosa
NADPH NADP NAD+ NADH
Mioinositol Na-K ATPase
Disfungsi vaskuler
mengubah tebalnya membran basal, oklusi pembuluh, lebih permiabel serta
angiogenesis.6
2.1.3 Advanced glycosylation end products
Diketahui bahwa glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen
secara non enzimatik, yang masih bebas. Jumlah yang terbentuk tergantung dari kadar
glukosa dan turn-over substrat amine-nya. Ikatan mulai dengan membentuk Schiff-
base dan produk Amadori yang mengadakan ekuilibrium dengan glukosa bebas
(selama beberapa jam hingga beberapa hari). Glikosilasi ini mengalami perubahan
pelan-pelan, seperti dehidrasi, kondensasi membentuk bahan yang ireversibel sesuai
dengan protein atau substrat yang dikenainya, dan mengadakan crosslink satu sama
lain. Kalau ini terjadi atas kolagen, maka collagen-linked AGEs juga menangkap
secara kovalen albumin, lipoprotein, imunoglobulin. Jaringan atau pembuluh diabetes
menjadi lebih kaku. Ternyata ada reseptor di permukaan monosit, sel endotel dan sel
mesangial ginjal yang khusus mengenali, menangkap dan mendegradasi AGE-
modified protein. AGE punya sifat kemotaktik terhadap monosit, uptake-nya
menyebabkan pembentukan sitokin untuk remodeling jaringan.
Ringkasnya: adanya AGE di reseptor ini akan : (a) meningkatkan
permeabilitas vaskuler, (b) mengurangi trombomodulin, (c) meningkatkan sintesis
faktor jaringan yang prokoagulan, (d) AGE di matriks menonaktifkan NO, (e)
perubahan AGE terjadi pada apoB (AGE-apoB) maupun pada LDL (AGE-LDL).
Yang ini ditolak oleh reseptor LDL biasa namun disukai oleh scavenger-reseptor,
klirens menjadi kurang, (f) embriopati, teoritis dapat terjadi, sebab ditemukan AGE-
DNA pada binatang yang mungkin memudahkan mutasi gen pada embriogenesis.
Inilah yang diduga sebagai sebab congenital malformation of diabetic pregnancy.
AGE terdapat di dalam maupun di luar sel, korelasi dengan kadar glukosa.
Akumulasi mendahului kelainan kerusakan sel, malahan 10-45x kadarnya dibanding
non diabetik dalam 5-20 minggu diabetes. Hal ini menunjukkan bahwa pada diabetes
kenaikan glukosa sedikit saja telah meningkatkan timbunan AGE cukup banyak, juga
5
rate terjadi AGE intrasel lebih cepat dari ekstrasel. Ada 3 jalan bagaimana AGE
merusak sel : (1) pembentukan AGE intrasel mengubah fungsi protein, (2) AGE
ekstrasel mengganggu fungsi matriks normal dan (3) AGE ekstrasel mengimbas
terbentuknya ROS, yang mengaktifkan NF-kB dan ekspresi gen patologi. Ikatan
AGE-protein pada reseptor makrofag menyebabkan peristiwa yang berakibat
proliferasi SMC dan produksi matriks, dan pada sel endotel, menyebabkan perubahan
prokoagulasi dengan vasokonstriksi serta VCAM-1.6
2.1.4 Reactive oxgen species (ROS)
ROS mengaktifkan PKC dalam sel endotel vaskuler. Sementara ROS yang
memproduksi H2O2 meningkat. Mekanismenya ialah dengan aktivasi baik langsung
maupun tidak langsung phospholipase D, yang menghidrolisis phosphatidylcholine
membentuk diacylglycerol (DAG). ROS mampu juga meningkatkan DAG dengan
meningkatkan sintesis, karena hambatan ROS pada enzim glyceraldehyde phosphate
dehidrogenase.
Karena dasar pengukuran stres oksidatif tidak ada maka peneliti bersandar
pada kerusakan akibat stres ini yaitu produk glycoxidation, protein carbonyl, lipid
peroxides, thiobarbituric acid (TBA). Pada diabetes sumber stres oksidatif ialah : (1)
pembentukan ROS berlebih (otooksidasi CHO, fosfolipid, FFA di TG dan
cholesteryl-ester) (2) menurunnya pertahanan antioksidan (vitamin E terganggu,
glutathion, catalase, asam urat, ubiquinol, caroten, taurin) (3) perubahan jalur
enzimatik (perubahan metabolisme mitokondrial, polyol pathway berlebih, glyoxalase
pathway kurang cepat, prostaglandin dan leukotrien berubah (4) hipoksia.6
2.2 Neuropati diabetik
Neuropati ialah keadaan dimana saraf tepi mengalami gangguan fungsi akibat
kerusakan seluler ataupun molekuler, dan dapat disebabkan oleh berbagai macam
etiologi seperti : trauma, terjepit, penyakit metabolik penyakit defisiensi, bahkan
etiologi yang sifatnya genetik. Disepakati secara internasional bahwa neuropati
diabetik adalah keadaan dimana dijumpai gejala dan tanda disfungsi saraf tepi pada
6
pasien diabetes setelah menyingkirkan sebab lain. Secara klinis neuropati perifer
terdiri atas neuropati sensorik, motorik dan otonom.7
2.2.1 Neuropati sensorik.
Menyebabkan telapak kaki tidak sensitif terhadap lingkungan atau landasan
yang melukai atau bersifat traumatik sehingga memicu terjadinya ulkus (ulkus kaki
neuropati). Lesi proprioseptif bersama neuropati sensorik juga mengakibatkan pada
penderita diabetes refleks tubuh yang merupakan perlindungan terhadap bahaya,
trauma ataupun perlukaan bertumpu tubuh `tidak pas` yang dalam jangka waktu
panjang dapat menyebabkan perubahan struktur kaki karena pergeseran ligamentum
ataupun proses degenerasi tulang-tulang kaki (akibat tumpuan beban yang tidak
tepat). Disamping itu gangguan proprioseptif juga menyebabkan penderita diabetes
pada keadaan dinamis tubuh kurang seimbang dan kurang stabil sehingga mudah
jatuh. Maka peluang untuk luka di kaki (bahkan ditempat lain) juga meningkat. 2,7
2.2.2 Neuropati motorik.
Menyebabkan kelemahan otot ekstremitas distal bawah. Kombinasi dengan
gangguan proprioseptif dan sensorik menimbulkan keadaan yang cenderung
imbalans, mudah jatuh dan terluka. Atrofi otot-otot intrinsik bersama proses
degenerasi yang mengenai ligamentum dan tulang mengakibatkan perubahan pada
struktur kaki karena pergeseran posisi tulang-tulang kaki (deformitas kaki).
Perubahan struktur kaki akan lebih memperberat kecenderungan imbalans dan
merubah tumpuan berat badan pada kaki. Perubahan tumpuan selanjutnya
mengakibatkan distribusi gaya berat tidak sesuai, sehingga dalam kurun waktu jangka
panjang padat menimbulkan keluhan pada sendi-sendi ekstremitas bawah, panggul
maupun tulang belakang. Atropi otot intrinsik menimbulkan claw toe (hammer toe).
Akibatnya adalah penekanan atau gesekan sepatu pada permukaan dorsal sendi antar
ruas jari kaki sehingga terjadi abrasi dan ulkus. Demikian juga claw toe menyebabkan
pemindahan weight bearing ke caput metatarsal sehingga mendorong juga terjadinya
ulkus.7,8.9
7
2.2.3 Neuropati otonom (gangguan saraf simpatis).
Nerupati otonom menyebabkan edem kaki dan venous-pooling yang abnormal.
Demikian juga refleks venovasomotor hilang pada sikap berdiri. Aliran darah ini
terganggu karena adanya dilatasi arteri perifer dengan arteriovenous shunting
abnormal disekiar kapiler yang menyebabkan aliran berlebih. Aliran darah dengan
kadar oksigen rendah ini mengurangi efektivitas perfusi jaringan yang memang sudah
kurang pada diabetes. Neuropati otonom juga menurunkan perspirasi sehingga kulit
menjadi kering dan pecah-pecah. Semua keadaan tersebut memberi peluang besar
terjadinya ulkus dan infeksi kaki. Neuropati otonom akan menimbulkan kelainan
sendi yaitu menjadi rapuh dan mudah fraktur karena reabsorbsi tulang, serta terjadi
deformitas berat (artropati Charcot). Kaki Charcot (neuropatik osteoartropati)
merupakan suatu progresifitas yang berupa dislokasi sendi, fraktur patologis, dan
destruksi berat bentuk pedis.7,9
2.3 Infeksi
Infeksi kaki oleh mikroorganisme biasanya disertai oleh suatu respon
inflamasi yang kemudian diikuti oleh kolonisasi bakteri yang berbahaya. Diagnosis
infeksi ulkus kaki berdasarkan kriteria klinis. Ulkus superfisialis atau ulkus tebal
yang tidak diobati dengan baik merupakan predisposisi terjadinya infeksi, meskipun
kadang-kadang selulitis atau osteomielitis dapat terjadi tanpa merusak kulit. Infeksi
ulkus seringkali asimptomatik, khususnya bila pasien telah mengalami penurunan
sensasi karena polineuropati diabetik.10,11
Penelitian yang dilakukan pada pasien rawat inap di RS Wahidin
Sudirohusodo dan RS Akademis Makassar, dari januari 2006 hingga maret 2009
sebanyak 2017 pasien dengan derajat luka yang terbanyak adalah Wagner 3 (39,8%).
Sementara hasil kultur bakteri memperlihatkan kuman terbanyak adalah kuman aerob
gram negatif sebanyak 74,4% dan sisanya kuman aerob gram positif. Jenis kuman
8
aerob gram negatif terbanyak adalah Proteus mirabilis dan jenis kuman aerob gram
positif terbanyak adalah Stafilococcus aureus 16,7%.12
2.4 Iskemia
Berkurangnya perfusi akan meurunkan kekuatan jaringan, mempermudah
kematian, dan menghambat penyembuhan luka. Penyembuhan luka dan regenerasi
jaringan tergantung dari suplai darah yang adekuat. Adanya iskemik mengindikasikan
adanya penyakit arteri perifer yang akan menghalangi penyembuhan karena suplai
oksigen¸ nutrisi, dan mediator soluble yang terlibat pada proses penyembuhan.
Iskemia merupakan akibat dari aterosklerosis. Mekanisme terjadinya sama
seperti yang terjadi pada arteri koronaria. Lesi segmental yang menyebabkan stenosis
atau oklusi biasanya terjadi pada pembuluh darah berukuran besar atau sedang. Pada
lesi tersebut terjadi plak aterosklerotik dengan penumpukan kalsium, penipisan tunika
media, destruksi otot dan serat elastis, fragmentasi lamina elastika internal, dan dapat
terjadi trombus yang terdiri dari trombosit dan fibrin. Lokasi yang terkena terutama
aorta abdominal dan arteri iliaka (30% dari pasien yang simtomatik), arteri femoralis
dan poplitea (80-90%), termasuk arteri tibialis dan peroneal (40-60%). Proses
aterosklerosis lebih sering terjadi pada percabangan arteri, tempat yang turbulensinya
meningkat, kerusakan tunika intima. Pembuluh darah distal lebih sering terjadi pada
pasien usia lanjut dan DM.13,14
Kurang dari 50% pasien dengan penyakit arteri perifer bergejala mulai dari
cara berjalan yang lambat atau berat, bahkan sering kali tidak terdiagnosis karena
gejala tidak khas. Gejala klinis tersering yaitu klaudikasio intermiten pada tungkai.
Klaudikasio pada daerah betis timbul pada pasien dengan penyakit pada pembuluh
darah daerah femoral dan poplitea. Keluhan sering terjadi pada tungkai bawah
dibandingkan tungkai atas. Insiden tertinggi penyakit arteri obstruktif sering terjadi
pada tungkai bawah (critical limb iskhemia). Dengan gejala klinis nyeri saat istirahat
dan dingin pada kaki. Gejala sering muncul pada malam hari ketika sedang tidur dan
membaik setelah posisi dirubah. Jika iskemia berat nyeri dapat menetap walaupun
9
sedang istirahat. Kira-kira 25% kasus iskemia akut disebabkan oleh emboli. Sumber
emboli biasanya dapat diketahui.13
BAB III
DIAGNOSIS
Manifestasi komplikasi diabetes telah didokumentasikan dengan baik. Kondisi
ini potensial mengancam ekstremitas bila tidak diatasi. Pengenalan faktor risiko dan
pengobatan penyakit kaki diabetik memerlukan keterampilan praktisioner terhadap
diagnosis, pengaturan, pengobatan hingga konsultasi ke pasien. Pengetahuan dan
pengalaman yang terintegrasi melalui pendekatan tim multidisiplin meningkatkan
efektivitas pengobatan, sehingga dapat mencegah dan membatasi risiko amputasi
ekstremitas bawah. Deteksi dini patologi kaki, khususnya pada pasien dengan risiko
tinggi, membantu untuk menentukan intervensi awal dan mengurangi potensi
perawatan dirumah sakit atau amputasi. Identifikasi riwayat abnormal dan atau
pemeriksaan fisik akan memperbaiki prognosis serta memberikan hasil yang
memuaskan.3
3.1 Riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan fisik
Riwayat perjalanan penyakit dari penderita kaki diabetik akan membantu
dalam penatalaksanaan yang sesuai. Semua pasien diabetes yang datang ke tenaga
medis, perlu diperiksa kakinya setidaknya setahun sekali. Bila komplikasi telah
muncul, maka pemeriksaan kaki akan lebih sering.1,15
3.2 Prosedur diagnostik
Prosedur diagnostik bertujuan untuk menilai perawatan kaki diabetik. Perlu di
ingat bahwa rangkaian tes yang dilakukan perlu dinilai ulang untuk menentukan
korelasi klinisnya.16
10
3.2.1 Tes laboratorium
Pemeriksaan gula darah sewaktu, gula darah puasa, HbA1c, darah rutin, kultur
luka dan kultur darah bertujuan untuk menilai situasi klinis yang dihadapi.
3.2.2 Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menegakkan atau konfirmasi
diagnosis dan atau evaluasi pengobatan pasien. Tidak mudah membedakan
osteomielitis dengan neuropati atrhropati, sehingga semua pemeriksaan radiologi
harus dibandingkan dengan tampilan klinis yang ada.
Rontgen pedis biasa harus dilakukan sebagai pemeriksaan radiologi awal
pasien deiabetes dengan tanda dan gejala klinis penyakit kaki diabetik. Rontgen pedis
tersebut dapat menemukan osteomielitis, osteolisis, fraktur, dislokasi pada neruopati
arthropati, kalsifikasi arteri medial, gas jaringan lunak, benda asing, serta adanya
arthritis. Namun demikian, akut osteomielitis pada rontgen pedis biasa tidak dapat
menunjukkan perubahan tulang hingga 14 hari berikutnya. Pemeriksaan radiologi
serial diperlukan saat menghadapi situasi tersebut, dimana gambaran radiologi negatif
tetapi kecurigaan klinis tinggi.
Bone scan dengan Technetium-99 methylene diphosphonate (Tc-99 MDP)
sering digunakan untuk mencari osteomielitis pada infeksi kaki diabetik. Meskipun
memiliki sensitifitas yang tinggi, namun tidak spesifik untuk pemeriksaan kaki
neuropati. Osteomielitis, fraktur, arthritis, dan neuropati artropati akan ditunjukkan
melalui peningkatan radiotracer uptake. Indium-111 memiliki spesifisitas yang
tinggi untuk infeksi akut dibandingkan Tc-99 MDP scanning. Sehingga indium-111
(menandai tulang yang terinfeksi melalui pemindaian leukosit) sering dikombinasikan
dengan Tc-99 (melihat lokalisasi anatomik tulang yang mengalami inflamasi) untuk
meningkatkan spesifisitas diagnostik osteomielitis.
Computed tomography scanning (CT scan) diindikasikan untuk menilai tulang
dan sendi yang dicurigai mengalami gangguan tetapi tidak terbukti pada pemeriksaan
11
radiologi biasa. CT scan dapat memberikan gambaran fragmentasi tulang dan
subluksasio sendi.
Magnetic resonance imaging (MRI) untuk pemeriksaan osteomielitis lebih
disukai dari CT scan karena resolusi gambar yang lebih baik dan dapat melihat proses
infeksi yang meluas. MRI digunakan untuk menilai osteomielitis, abses dalam, sepsis
sendi, dan ruptur tendon. Mekipun mahal, MRI diterima secara luas dalam diagnostik
radiologi infeksi kaki diabetik.
Positive emission tomography (PET) scanning menjanjikan teknik baru untuk
membedakan osteomielitis dengan neuropati artropati, namun sayangnya modalitas
ini belum tersedia secara luas. Suatu penelitian meta analisis mendapatkan ketepatan
diagnostik osteomielitis dengan nilai sensitifitas 96% dan spesifisitas 91%,
dibandingkan dengan indium-labeled leucocyte scan dengan sensitifitas 84% dan
spesifisitas 84%.
Penggunaan ultrasonografi untuk deteksi osteomielitis kronis tampaknya lebih
superior di bandingkan dengan rontgen biasa, sensitifitas yang sebanding dengan Tc-
99 MDP bone scanning. Meskipun ultrasonografi merupakan modalitas radiologi
yang tersedia luas dan memiliki efektifitas biaya yang baik, MRI lebih akurat dan
merupakan pilihan pemeriksaan lanjut bila didapatkan gambaran rontgen biasa yang
normal namun klinis dicurigai telah terjadi infeksi tulang dan jaring lunak.1,3
3.2.3 Evaluasi vaskuler
Faktor risiko vaskuler dan neuropati pada ekstremitas bawah harus dinilai.
Indikasi pemeriksaan vaskuler lebih lanjut apabila didapatkan nilai ankle brachial
index (ABI) kurang dari 0,7, tekanan darah pada jari kurang dari 40 mmHg, atau
transcutaneous oxygen tension (TcPO2) dengan nilai kurang dari 30 mmHg, karena
gangguan perfusi arteri akan menyebabkan gangguan penyembuhan luka. Bila
riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik curiga iskemia (misalnnya nadi pedis tidak
teraba) atau bila ulkus tidak sembuh-sembuh, maka pemeriksaan noninvasif tersebut
dilakukan.
12
Pemeriksaan arteri noninvasif dilakukan untuk menentukan perfusi
ekstremitas bawah. Pemeriksaan tersebut adalah analisis tekanan dan bentuk
gelombang arteri segmental Doppler, ABI, tekanan darah jari, TcPO2. Pada kalsinosis
arteri media pemeriksaan ABI dapat menyesatkan, karena akan memberikan nilai
false elevated dan noncompressible arteri. TcPO2 untuk mengukur oksigenasi
fisiologi jaringan dan memiliki prediksi yang tinggi atas kegagalan hasil
penyembuhan luka bila kurang dari 25 mmHg.
Laser Doppler velocimetry saat ini menjadi alat yang sangat populer. Mudah,
murah serta metode yang valid dalam menilai derajat stenosis arteri, obstruksi hingga
keadaan aliran darah pasca revaskularisasi. Lokasi stenosis arteri dapat diidentifikasi
dengan menempatkan secara serial probe Doppler sepanjang ekstremitas.
Pemeriksaan radiologi invasif adalah arteriografi. Tindakan ini dilakukan
sebagai prosedur preoperatif revaskularisasi pembuluh darah serta, merupakan dasar
pertimbangan apakah perlu dilakukan angioplasti atau bypass arteri.1,2,17
3.2.4 Evaluasi neurologi
Neuropati perifer yang diperiksa pada penderita kaki diabetik terutama
mengenai neuropati sensorik. Pada umumnya penderita yang kehilangan sensibiltas
saraf tepi tidak pernah menyadari munculnya trauma. Trauma mekanik atau suatu
trauma panas berpengaruh sangat besar terhadap kejadian ulkus. Beberapa
pemeriksaan yang dilakukan yaitu : tuning fork (garputala), Semmes Weinstein
Monofilament (SWM), Vibration Perception Threshold (VPT).2, 9
3.2.4.1 Tuning fork (garpu tala)
Metode pemeriksaan konvensional ini sangat mudah, noninvasif, murah dan
gampang dilakukan di poliklinik rawat jalan. Tujuan pemeriksaan dengan garputala
ini adalah untuk mengetahui sensibilitas kaki melalui vibrasi. Sebuah garputala Rydel
Seiffer yang mempunyai derajat/skala tertentu, ternyata mempunyai korelasi negatif
yang signifikan dengan pemeriksaan Biothesiometer. Deteksi dengan garputala dapat
dimulai di plantar hallux. Garputala yang standar dengan ukuran 128 Hz, bisa
13
digunakan sebagai pemeriksaan tunggal, yang hasilnya setara dengan pemeriksaan
Garputala yang dikombinasikan dengan Semmes Weinsten Monofilament (SWM)
dalam mendeteksi neuropati diabetik.
Gambar 2. Tuning fork (garpu tala) pada pemeriksaan diabetik neuropati2
3.2.4.2 Semmes weinstein monofilament (SWM)
Alat monofilamen yang sederhana ini mula-mula diperkenalkan di Amerika.
Bahan dasarnya adalah 10 gram plastik nilon. Dari tiga penelitian longitudinal,
disimpulkan bahwa sensitifitas SWM untuk deteksi neuropati diabetik adalah 66-
91%, spesifisitas 34-86%, positive predictive value 18-39%, dan negative predictive
value 94-95%. Penggunaan SWM yang berulang-ulang akan menyebabkan
monofilamen tidak sensitif sehingga hasil pemeriksaan tidak akurat. Oleh karena itu
dianjurkan satu SWM maksimal untuk 10 orang kasus.
14
Gambar 3. Semmes weinstein monofilament (SWM)2
3.2.4.3 Vibration perception threshold (PVT) meter
Alat ini dapat menilai fungsi saraf secara kuantitatif. PVT juga disebut
Biothesiometer, atau juga dikenal sebagai Neurothesiometer. Ujung alat yang bergetar
100 Hz ini berbahan baku karet, yang akan disentuhkan ke permukaan jari kaki. ujung
alat ini dihubungkan dengan kabel ke mesin penggetar utama. Skala dalam mesin
penggetar diberikan skala 0 sampai 100 volt, dan dikonversikan ke dalam mikron.
Saat melakukan tes, skala amplitudo terus ditingkatkan sampai penderita merasakan
vibrasi. Selanjutnya diambil nilai rata-rata dari 3 pemeriksaan berturut-turut (dalam
volt), dari setiap jari yang sudah di tes. Angka VPT yang mencapai skala amplitudo >
25 volt, ternyata dapat mendeteksi risiko ulkus kaki, dengan sensitivitas 83% dan
spesifisitas 63%.
3.2.5 Penilaian deformitas dan keterbatasan gerak sendi
Ulkus pada kaki dapat terjadi karena adanya deformitas lokal yang
mengakibatkan muncul tekanan di daerah plantar secara berlebihan. Neuropati
diabetik bila disertai dengan deformitas lokal dapat mempercepat stres jaringan
15
penyanggah tubuh. Ketidakseimbangan beban ini menstimulasi munculnya ulserasi.
Pada sebuah penelitian, penderita neuropati diabetik yang disertai 28% tekanan
plantar pedis, akan muncul ulkus diabetik dalam 2,5 tahun yang akan datang.
Ciri deformitas lokal, dapat dilihat dengan seksama oleh pemeriksa berupa :
adanya kontraktur, dan keterbatasan gerak sendi. Hiperglikemia kronik menyebabkan
glikosilasi non enzimatik, di jaringan lunak periartikuler, mengakibatikan terbatasnya
gerak sendi. Sedangkan neuropati diabetik secara langsung menyebabkan atrofi otot-
otot intrinsik jari, termasuk tendon achiles. Kedua keadaan tersebut menimbulkan
menyebabkan mobilitas sendi terbatas, misalnya dorsofleksi hallux sangat terbatas
(<50 derajat). Akibatnya, tekanan di daerah sendi tersebut tidak seimbang yang
akhirnya menimbulkan ulkus dan atropati Charcot.10
3.3 Stratifikasi risiko
Setelah dilakukan rangkaian pemeriksaan kaki diabetik yang seksama, pasien
dapat diklasifikasikan berdasarkan kategori risiko kumulatif. Memungkinkan rencana
desain penatalaksanaan dan menentukan apakah pasien memiliki risiko terhadap
ulkus atau amputasi. 1,10
Tabel 1. Sistem Kategorisasi Risiko Ulkus Kaki Diabetik1
Kategori Faktor risiko Rekomendasi evaluasi
0
1
2
3
Tidak ada neuropati sensorik
Neuropati sensorik
Neruopati sensorik atau penyakit vaskuler
perifer dan atau deformitas kaki
Bekas ulkus atau bekas amputasi
Setiap tahun
Setiap 6 bulan
2-3 bulan
1-2 bulan
Diambil dari : International Consensus on the Diabetic Foot
Tabel 2. Perbedaan tanda klinis ulkus diabetik akibat neuropati dengan vaskuler3
Neuropati diabetik Vaskuler
Tanpa nyeri Nyeri
16
Lokasi ulkus pada titik tumpu terberat
Ada gambaran memar di sekitar kalus
Kaki terasa hangat
Nadi kaki masih kuat
Lokasi ulkus bukan pada titik tumpu
Tidak ada
Kaki teraba dingin
Nadi kaki hilang
3.4. Klasifikasi ulkus
Klasifikasi yang sesuai pada luka di kaki berdasarkan penilaian yang seksama.
Klasifikasi akan memudahkan rencana terapi dan dapat menilai prognosis hasil yang
diharapkan. Meskipun belum ada satu sistem yang digunakan secara universal, sistem
klasifikasi yang sering digunakan adalah sistem Wagner. 1,3,4
Tabel 3. Sistem Klasifikasi Wagner1
Grade Lesi
0
1
2
3
4
5
Tidak ada lesi terbuka; dapat berupa deformitas atau selulitis
Ulkus superfisial
Ulkus dalam hingga ke tendon atau kapsul sendi
Ulkus dalam dengan abses, osteomielitis, atau sepsis sendi
Gangren lokal – pada kaki depan atau tumit
Gangren pada semua kaki
Tabel 4. Sistem Klasifikasi Universitas Texas1
Stadium Grade
17
0 I II III
A Pre atau post lesi
ulseratif yang telah
mengalami
epitilisasi komplit
Luka
superfisial
yang tidak
melibatkan
tendon, kapsul,
atau tulang
Luka telah
melibatkan
tendon dan
kapsul
Luka telah
melibatkan
tulang dan
sendi
B Infeksi Infeksi Infeksi Infeksi
C Iskemik iskemik Iskemik iskemik
D Infeksi dan iskemik Infeksi dan
iskemik
Infeksi dan
iskemik
Infeksi dan
iskemik
Tabel 5. Klasifikasi Ulkus PEDIS1
GRADE
1 2 3 4
Perfusion Normal Non-critical PAD
Critical limb ischemia
Extent/size (cm2)Depth tissue loss
Full thickness Deep Bone and / or joint
Infection None Mild Moderate/severe SIRS*Sensation Intact LOPS**
*Systemic inflammatory response syndrome**Loss of protective sensation
BAB IV
PENATALAKSANAAN KAKI DIABETIK
18
Penatalaksanaan kaki diabetik dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu
pencegahan primer pencegahan sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan
sekunder (pencegahan dan penatalaksanaan ulkus/gangren diabetik yang sudah
terjadi) agar tidak terjadi kecacatan yang lebih parah.4
4.1 Pencegahan primer
Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetik sangat penting untuk
mempertahankan kondisi kaki yang masih baik (belum tampak luka atau gangren)
selama mungkin dan tidak berlanjut ke tingkat yang lebih berat. Penyuluhan ini harus
selalu dilakukan pada setiap kesempatan pertemuan dengan penyandang diabetes
melitus, dan harus selalu diingatkan kembali tanpa bosan. Anjuran ini berlaku untuk
semua pihak yang terkait dengan pengelolaan diabetes melitus, baik perawat, ahli
gizi, ahli perawatan kaki, maupun dokter sebagai pengatur dan perencana
pengelolaan. Khusus untuk dokter, sempatkan selalu melihat dan memeriksa kaki
penyandang diabetes melitus sambil mengingatkan kembali mengenai cara
pencegahan dan perawatan kaki yang baik. Berbagai kejadian / tindakan kecil yang
tampak sepele dapat mengakibatkan kejadian yang mungkin fatal. Demikian pula
pemeriksaan yang tampaknya bisa dapat memberikan manfaat yang sangat besar.
Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya
ulkus, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. berbagai usaha pencegahan dilakukan
sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Peran ahli rehabilitasi medis terutama
dari segi ortotik sangat besar pada usaha pencegahan terjadinya ulkus. Dengan
memberikan alas kaki yang sesuai, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor
mekanik akan dapat dicegah. 1,3,4,19
4.2 Pencegahan sekunder
19
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi disipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil
pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut :
- Kontrol metabolik
- Kontrol vaskuler
- Kontrol mekanis – tekanan
- Kontrol luka
- Kontrol mikrobiologi – infeksi
- Edukasi
4.2.1 Kontrol metabolik
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa
darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor
terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya
diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar glukosa darah. Status nutrisi harus
diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik jelas membantu kesembuhan luka. Ber
bagai hal lain yang harus juga diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar albumin
serum, kadar Hb dan derajat oksigenisasi jaringan. Demikian juga fungsi ginjalnya.
Semua faktor tersebut tentu akan dapat menghambat kesembuhan luka sekiranya
tidak diperhatikan dan tidak diperbaiki.4,10
4.2.2 Kontrol vaskuler
Perfusi arteri merupakan bagian penting dalam proses kesembuhan dan harus
dinilai pada penderita ulkus. Bila terjadi gangguan pada proses ini maka ulkus tidak
sembuh dan berisiko terhadap amputasi. Gejala insufisiensi vaskuler dapat berupa
edem, perubahan kondisi kulit, penyembuhan yang lambat, extremitas teraba dingin,
dan gangguan pulsasi arteri. Rekonstruksi bedah vaskuler diperlukan pada
ekstremitas yang mengalami oklusi untuk memperbaiki prognosis dan mungkin pula
diperlukan debridemen atau amputasi parsial.1,10, 20
20
4.2.3 Kontrol mekanis – kontrol tekanan
Kaki yang luka terutama pada daerah plantar yang sering menahan beban
berat badan sebaiknya diistirahatkan. Jika tetap dipakai untuk berjalan, luka yang
selalu mendapat tekanan tidak akan sempat sembuh. Pasien harus menggunakan alas
kaki yang pas dan bila perlu menggunakan alas kaki yang dipesan khusus bila
deformitasnya berat. Pada kondisi ini peran jajaran rehabilitasi medik pada usaha
kontrol mekanis sangat mencolok. Berbagai cara untuk mencapai keadaan non
weight-bearing dapat dilakukan antara lain :
- Removable cast walker
- Total contac casting
- Termporary shoes
- Felt padding
- Cructhes
- Kursi roda
- Kursi roda elektrik
- Craddled insole
Dapat juga dilakukan penatalaksanaan bedah untuk mengurangi tekanan pada luka
seperti ; dekompresi abses dengan insisi, prosedur koreksi bedah seperti operasi untuk
hammer toe, metatarsal head resection, Achiles tendon lengthening, partial
calcanectomy.1,10
4.2.4 Kontrol luka
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus
dikerjakan dengan baik dan teliti. Klasifikasi ulkus PEDIS atau Wagner dilakukan
setelah debridemen yang adekuat. Saat ini banyak sekali produk perawatan luka yang
masing-masing tentu dapat dimanfaatkan sesuai dengan keadaan luka. Produk
tersebut dibagi atas balutan (dressing) dan bahan topikal. Pembalut yang steril, tidak
21
lengket dapat menutupi lesi kaki diabetik yang terbuka untuk melindungi dari trauma,
menyerap exudat, mengurangi infeksi, dan mempercepat kesembuhan. Tidak ada
bukti yang kuat dari penelitian yang besar, yang dapat menunjukkan suatu pembalut
lebih baik atau lebih buruk dari satu dengan yang lainnya. Pembalut harus diganti
setiap hari untuk meyakinkan bahwa masalah atau komplikasi dapat dideteksi lebih
cepat, khususnya pada pasien yang telah mengalami gangguan proteksi sensasi nyeri.
Balutan dapat berupa gauze pad (sterile gauze, sterile cotton), transparant filem,
hydrogel, busa, hidrokoloid, kalsium alginet, pembalut kolagen, hingga pembalut
yang mengandung antimikroba. Sementara bahan topikal dapat berupa cairan saline,
pembersih kulit (mengandung solusi isotonnik untuk irigasi luka), antiseptik (povidon
iodin, chlorhexidine, hypochlorite, benzethonium chloride) antibiotik topikal, dan
enzim. Pada banyak tempat perawatan kaki diabetik cara yang paling dipakai adalah
kasa yang dibasahi dengan cairan salin normal (NaCl 0,9%). 1,2,9
4.2.4.1 Penatalaksanaan jaringan luka
Debridemen jaringan nekrosis merupakan suatu pengobatan terhadap luka
yang kronis karena luka tidak akan sembuh bila terdapat jaringan mati, debris, atau
adanya kolonisasi kuman yang berat. Debridemen memiliki tujuan : membuang kalus
dan jaringan mati; mengurangi tekanan; menilai dasar luka; menilai jalur dan celah
luka; dan mengurangi infeksi bakteri. Debridemen memudahkan drainase dan
merangsang penyembuhan. Kontraindikasi debridemen pada ulkus arteri. Debridemen
yang adekuat harus dilakukan sebelum aplikasi obat topikal, pembalutan, atau
prosedur penutupan luka. Ada lima tipe debridemen yaitu ; bedah, enzimatik,
autolitik, mekanikal, dan biologi.
- Debridemen bedah. Debridemen bedah telah menjadi bagian
penatalaksanaan ulkus kaki diabetik. Debridemen tajam yang memadai
terhadap luka terbuka dengan jaringan lunak dan tulang yang tidak terlihat.
Eksisi jaringan nekrosis diperluas hingga kedalam dan proksimal hingga
22
terlihat jaringan sehat. Reseksi sendi atau amputasi parsial diperlukan bila
terjadi osteomielitis, infeksi jaringan, atau gangren.
- Debridemen enzimatik. Enzim proteolitik eksogen yang dibuat khusus untuk
debridemen luka. Bermacam-macam enzim telah dibuat, seperti kolagenase
bakteri, derivat papain/urea, fibrinolisin/DNAse, tripsin, kombinasi
streptokinase-streptodornase. Kolagenase merupakan enzim yang didapat
dari isolasi Clostridium histolyticum. Memiliki spesifisitas yang tinggi
terhadap kolagen tipe I dan II, tetapi tidak aktif terhadap keratin, lemak, atau
fibrin. Papain didapat dari pepaya, efektif menghancurkan materi fibrin dan
jaringan nekrosis. Pengobatan luka dengan menggunakan papain diklaim
dapat mempercepat pertumbuhan jaringan granulasi dibandingakan dengan
menggunakan kolagenase. Senyawa enzimatik tersebut diinaktifkan oleh
hidrogen peroksida, alkohol, merkuri, dan timbal.
- Debridemen autolitik. Secara alamiah terjadi pada orang sehat, dimana
perfusi arteri dan drainase vena melembabkan dareah sekitar luka.
- Debridemen mekanik. Suatu metode membuang jaringan nekrotik dengan
cara mekanis, seperti balutan basah hingga kering, irigasi tekanan tinggi,
penekanan yang berulang, dan hidroterapi. Hidroterapi dari pusaran air dapat
membuang permukaan kulit yang rusak, bakteri, eksudat luka, dan debris.
Karena dapat merusak jaringan granulasi yang rapuh, teknik ini sebaiknya
hanya digunakan pada luka stadium awal.
- Debridemen biologi (terapi biologi/larva). Larva dari lalat botol hijau
(Lucilia sericata) kadang-kadang digunakan untuk membersihkan luka,
khususnya pada kaki neuroiskemik. Hanya belatung steril yang diperoleh
dari peternakan belatung medis yang dapat digunakan. Belatung
menghasilkan sekret yang mengandung enzim proteolitik yang kuat, yang
dapat membuat jaringan nekrotik menjadi cair.1,3
4.2.4.2 Teknik tambahan untuk kontrol luka
23
- Skin Graft (donor kulit)
Untuk mempercepat penyembuhan ulkus pada dasar granulasi luka yang
bersih, suatu split skin graft dapat digunakan pada ulkus.
- Vacuum-assisted closure (penutupan dengan vakum)
Vacuum-assisted closure (VAC) pump digunakan untuk menutup luka,
termasuk luka kaki diabetik. Penutupan dilakukan pada luka yang telah di
debridemen dan tidak mengandung kotoran / nanah. Pompa VAC
menggunakan tekanan negatif 125 mmHg pada ulkus yang telah dilapisi busa
dan selang serta dibungkus oleh plastik. Busa diganti setiap 2 hingga 3 hari.
Exudat dari luka akan dihisap melalui selang dan dikumpulkan pada wadah
khusus. Tekanan negatif memperbaiki suplai darah kulit dan merangsang
granulasi yang dapat dibentuk diatas tulang dan tendon. VAC mengurangi
kolonisasi bakteri dan menghilangkan edem serta cairan intertisial. Saat ini,
pemasangan selang telah ditambahkan pada pompa VAC untuk memberikan
akses aplikasi topikal antibiotik. Penggunaan pompa VAC telah meningkat
pada penggunaan perawatan luka post operasi pada kaki iskemik khususnya
saat revaskularisasi tidak memungkinkan.
- Terapi oksigen hiperbarik
Pada penelitian dengan jumlah populasi yang kecil, telah menunjukkan bahwa
terapi oksigen hiperbarik mempercepat penyembuhan ulkus iskemik kaki
diabetik, sehingga hal tersebut menjadi alasan untuk menggunakan terapi
oksigen hiperbarik sebagai terapi ajuvan pada luka yang parah atau
mengancam jiwa. 1,3,10
4.2.4.3 Produk-produk advanced wound healing
Termasuk dalam produk ini : dermagraf, apligraf, platelet-derived growth
factor (Regranex), protease inhibitor, dan hyaluronic acid ester.
24
- Dermagraf merupakan rekayasa biologi dari kulit manusia, dalam bentuk beku
dan perlu dicairkan, dihangatkan dan dibilas untuk penggunaannya. Dari
penelitian selanjutnya menunjukkan perbaikan signifikan untuk mengobati
ulkus neuropati.
- Apligraf merupakan rekayasa biologi pengganti kulit yang terediri dari
fibroblast manusia yang ditanamkan pada kolgen bovin dan ditutupi oleh
keratinosit manusia.
- Platelet-derived growth factor (Regranex) merangsang kemotaksis dan
mitogenesis netrofil, fibroblas dan monosit. Digunakan dalam bentuk gel.
- Protease inhibitor (Promogan) mengandung oxidised regenerated selulosa
dan kolagen. Menghambat protease pada luka dan melindungi endogenous
growth factors. Pada penelitian selama 12 minggu tidak terdapat perbedaan
yang signifikan dibandingkan terapi dengan mengunakan kasa yang dibasahi
dengan salin.
- Hyaluronic acid ester (Hyaff) adalah fibrous ester asam hialuronik, yang
merupakan polisakarida yang menyatu ke dalam matrik ekstraseluler dan
mengontrol hidrasi serta regulasi osmosis.1,3
4.2.5 Kontrol mikrobiologi-infeksi
Kuman mikrobiologi pada kaki diabetik unik. Infeksi dapat disebabkan oleh
bakteri gram positif, gram negatif, serta kuman anaerob, tunggal atau kombinasi.
Antibiotik sendiri tidak selalu dapat mengobati infeksi kaki diabetik dengan baik.
Infeksi yang berat mungkin berhubungan dengan keterlibatan jaringan lunak yang
menyebar sepanjang lapisan fascia dan memerlukan debridemen ekstensif bedah dan
terapi antibiotik yang memadai. Pada tampilan awal, perlu diberikan antibiotik
spektrum luas karena tidak mungkin untuk memprediksi jenis kuman tertentu dari
tampilan klinis. Selain pulasan ulkus, kultur darah juga perlu dilakukan bila timbul
toksisitas sistemik dan demam. Karena buruknya respon imun penderita terhadap
infeksi, maka bakteri komensal pada kulit pun dapat menyebabkan kerusakan
25
jaringan yang berat. Hasil kultur dari pulasan ulkus akan sangat mempengaruhi
pertimbangan pemberian antibiotik. 21, 22
Tabel 6. Isolasi bakteri dari kaki diabetik3
Gram positif Gram negatif Anaerob
Staphyloccus aureus
Streptococcus
Enterococcus
Proteus mirabilis
Klebsiella spesies
Enterobacter
Eschericia coli
Pseudomonas
Aeruginosa
Citrobacter
Morganella morganni
Serratia spesies
Acinobacter spesies
Bacteroides fragilis
Clostridium perfringens
Peptosterptococcus
Petococcus
Bila telah terjadi osteomielitis, berikan antibiotik yang memadai, berdasarkan hasil
kultur kuman dari jaringan yang dalam. Pilih antibiotik yang memiliki penetrasi yang
baik ke tulang, seperti natrium fusidat, rifampisin, klindamisin, dan siprofloksasin.
Antibiotik diberikan selama 12 minggu. Dalam waktu tersebut lakukan debridemen
yang teratur. Bila setelah 12 minggu tidak terjadi resolusi atau perbaikan ulkus dan
selulitis, maka amputasi adalah pilihan akhir.1,3,21
Tabel 7. Antibiotik yang digunakan3
26
Bakteri Antibiotik
Oral Intravena
Streptococcus Amoksisilin 500 mg t.d.s
Klaritromisin 500 mg b.d
Klindamisin 300 mg q.d
Amoksisilin 500 mg t.d.s
Klindamisin 300 mg q.d
Staphylococcus aureus Fluksioksasilin 500 mg q.d
Natrium fusidat 500 mg t.d.s
Klindamisin 300 mg q.d
Rifampisin 300 mg t.d.s
Fluksioksasilin 500 mg q.d
Gentamisin 5 mg/kg/hari
Klindamisin 300 mg q.d
Anaerob Metronidazol 400 mg t.d.s
Klindamisin 300 mg q.d
Metronidazol 500 mg t.d.s
Klindamisin 300 mg q.d
Gram negatif Siprofloksasin 500 mg b.d
Sefadroksil 1 g b.d
Trimetroprim 200 mg b.d
Seftazidim 1-2 mg t.d.s
Seftriakson 1-2 mg perhari
Gentamisin 5 mg/kg/ hari
Piperasilin-tazobactam
4,5g t.d.s
Meropenem 500 mg t.d.s
MRSA Natrium fusidat 500 mg t.d.s
Trimetoprim 200 mg b.d
Rifampisin 300 mg t.d.s
Doksisiklin 100 mg perhari
Linezolid 600 mg. b.d
Vankomisin 1 g b.d
Teikoplanin 400 mg
perhari
Linezolid 600 mg b.d
Keterangan : b.d (bis die = dua kali), q.d (quarter die = 4 kali sehari), t.d.s (ter die
sumendus = 3 kali sehari)
4.2.6 Edukasi
27
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik. Dengan
penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus / gangren diabetik maupun
keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan
yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal. Rehabilitasi merupakan
program yang sangat penting yang harus dilaksanakan untuk pengelolaan kaki
diabetik. Bahkan sejak pencegahan terjadinya ulkus diabetik dan kemudian segera
setelah perawatan keterlibatan ahli rehabilitasi medis sangat diperlukan untuk
mengurangi kecacatan yang mungkin timbul pada pasien. Keterlibatan ahli
rehabilitasi medik berlanjut sampai jauh sesudah amputasi, untuk memberikan
bantuan bagi para pasien untuk menghindari terjadinya ulkus baru. Ulkus yang terjadi
selanjutnya memberikan prognosis yang jauh lebih buruk dari pada ulkus yang
pertama. 4,9
4.3 Manajemen penyakit kaki diabetik
Tujuan manajemen penyakit kaki diabetik adalah untuk selalu menjaga agar
pasien tetap pada kondisi stadium serendah mungkin. Pada masing-masing stadium
kaki diabetik perlu untuk melakukan intervensi sedini mungkin dan mengontrol kaki
untuk mencegah progresifitas yang lebih lanjut.3,10
Perjalanan penyakit kaki diabetik dibagi menjadi 6 stadium :
- Stadium 1
Kaki tanpa risiko. Pasien tidak memiliki faktor risiko terhadap neuropati,
iskemik, deformitas, kalus, dan pembengkakan yang mempermudah
terjadinya ulkus kaki.
- Stadium 2
Pasien telah memiliki satu atau lebih faktor risiko terjadinya ulkus kaki, yang
dapat dibagi menjadi kaki neuropati dan kaki neuroiskemik
- Stadium 3
Telah tampak ulkus pada kaki
- Stadium 4
28
Ulkus telah berkembang menjadi infeksi
- Stadium 5
Tampak nekrosis.
4.3.1 Manajemen Stadium 1
Kaki pasien belum memilik salah satu faktor risiko ulkus seperti neuropati,
iskemia, deformitas, kalus dan pembengkakan. Yang perlu dilakukan adalah kontrol
mekanis, kontrol metabolik, dan edukasi.3,10
4.3.2 Manajemen Stadium 2
Pada stadium ini telah terdapat satu atau lebih faktor risiko ulkus; neuropati,
iskemia, deformitas, kulit kering hingga pecah-pecah, kalus dan pembengkakan.
Lakukan kontrol mekanis, kontrol vaskuler, kontrol metabolik, dan edukasi. Karena
permukaan kulit yang masih utuh, maka kontrol mikrobiologi pada stadium ini
tidaklah relevan.3,10
4.3.3 Manajemen Stadium 3
Telah terjadi ulkus. Diperlukan Penatalaksanaan multidisiplin pada stadium 3;
kontrol mekanis, luka, mikrobiologi, pembuluh darah, metabolik dan edukasi.
Tujuannya adalah untuk menyembuhkan luka dalam enam minggu pertama
perkembangan luka. Bila ulkus gagal sembuh meskipun telah diberikan pengobatan
optimal, kemungkinan penyebabnya adalah iskemik. Penilaian vaskuler yang tepat
perlu dilakukan untuk menilai derajat iskemik dan menentukan kapan pemeriksaan
invasif dan revaskularisasi dilakukan.3,10,23
4.3.4 Manajemen stadium 4
Ulkus telah berkembang menjadi infeksi. Manifestasinya berupa kerusakan
jaringan subkutan dan kulit yang disebut selulitis. Infeksi juga dapat meluas hingga
terjadi osteomielitis. Segera mulai terapi antibiotik ketika terjadi infeksi serta
putuskan apakah pasien memerlukan tindakan debridemen untuk membuang jaringan
29
infeksi yang luas. Pada osteomielitis pilih antibiotik yang memiliki penetrasi yang
baik ke tulang, seperti natrium fusidat, rifampisin, klindamisin, dan siprofloksasin.
Antibiotik diberikan selama 12 minggu, sambil dilakukan debridement yang teratur.
Bila setelah 12 minggu tidak terjadi resolusi atau perbaikan terhadap ulkus dan
selulitis, maka pilihan akhir adalah amputasi. Pada tingkat ini diperlukan kontrol;
mikrobiologi, luka, vaskuler, metabolik, dan edukasi.3,10
4.3.5 Manajemen Stadium 5
Pada stadium ini telah tampak nekrosis (gangren) yang mengancam
ekstremitas. Perlu intervensi untuk membatasi perluasan nekrosis, sehingga
ekstermitas dapat diselamatkan. Nekrosis dapat melibatkan lapisan kulit, subkutan,
dan fascia. Pada kullit mudah untuk dikenali, tetapi pada subkutan dan fascia tidak
terlihat. Bila kondisi gangren meluas 24
- Nekrosis basah
Pada nekrosis basah, jaringan berwarna hitam, kecoklatan, abu-abu, putih atau
kehijauan, lembab dan sering berbau tak sedap. Infeksi disertai dengan nanah
dari batas ulkus antara nekrosis dan jaringan yang terlihat. Kondisi ini
merupakan sekunder dari vaskulitis septik, infeksi ulkus jaringan lunak yang
berat dan terutama terjadi pada nekrosis kaki diabetik.
- Nekrosis kering.
Nekrosis kering berupa jaringan mati yang keras, hitam, bersih dan biasanya
memiliki batas antara jaringan sekitar dengan nekrosis. Sulit dibedakan pada kaki
orang afrika. Nekrosis kering biasanya merupakan sekunder dari iskemi berat
akibat buruknya perfusi jaringan oleh penyempitan aterosklerosis di kaki, dengan
komplikasi yang sering berupa trombus dan emboli.
Apabila penyakit kaki diabetik tidak bisa disembuhkan lagi, perlu tindakan amputasi.
Namun morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan amputasi sangat tinggi,
dan sering kali memerlukan perawatan di rumah sakit.
30
Pertimbangan untuk amputasi :
- Bila rasa nyeri sangat mengganggu dan tidak dapat dikontrol meskipun telah
diberikan analgetik, dan tidak ada intervensi vaskuler yang dapat dilakukan
- Bila infeksi yang luas telah merusak kaki
- Bila nekrosis telah menyebar dan meluas di kaki, sebagai akibat reduksi
perfusi arteri.3
Pada stadium ini perlu dilakukan kontrol luka, kontrol mikrobiologi, kontrol vaskuler,
kontrol mekanis, kontrol metabolik, dan eduksasi.
BAB V
RINGKASAN
31
Penyakit kaki diabetik merupakan morbiditas dan penyebab utama penderita
diabetes dirawat dirumah sakit. Ulkus, infeksi, gangren, dan amputasi merupakan
komplikasi signifikan yang tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Pengenalan faktor risiko dan pengobatan penyakit kaki diabetik memerlukan
keterampilan terhadap diagnosis, pengaturan, pengobatan hingga konsultasi ke
pasien. Deteksi dini patologi kaki, khususnya pada pasien dengan risiko tinggi,
membantu untuk menentukan intervensi awal dan mengurangi potensi perawatan
dirumah sakit atau amputasi.
Setelah dilakukan rangkaian pemeriksaan kaki diabetik yang seksama, pasien
dapat diklasifikasikan berdasarkan kategori risiko kumulatif. Memungkinkan rencana
desain penatalaksanaan dan menentukan apakah pasien memiliki risiko terhadap
ulkus atau amputasi.
Riwayat alamiah perkembangan penyakit kaki diabetik telah dibagi menjadi 5
stadium. Pada stadium 1 dan 2 bertujuan untuk mencegah ulkus. Stadium 3 bertujuan
mengatasi ulkus. Hingga pada stadium 4 dan 5 dimana telah terjadi komplikasi ulkus
kaki diabetik berupa selulitis dan nekrosis yang memerlukan intervensi yang lebih
banyak lagi. Pendekatan multidisipliner yang teroganisir diharapkan mudah dijangkau
dan tersedia bagi semua pasien diabetes.
32