KAJIAN MEKANISME ANTIHIPERGLIKEMIK CAMPURAN EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH DAN KULIT KAYU MANIS
YANG BERPOTENSI SEBAGAI MINUMAN FUNGSIONAL
MEGA SAFITHRI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul Kajian Mekanisme Antihiperglikemik Campuran Ekstrak Daun Sirih Merah dan Kulit Kayu Manis yang Berpotensi sebagai Minuman Fungsional adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi atau pihak manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, 27 Agustus 2012
Mega Safithri NRP F261080011
ABSTRACT
MEGA SAFITHRI. Study on Antihyperglycemic Mechanism of Extract Mixture of Piper crocatum Leaves and Cinnamomum burmannii Bark as Potential Functional Drink. Under the direction of SEDARNAWATI YASNI, MARIA BINTANG, and ANNA SETIADI RANTI
Piper crocatum, one of Indonesia’s medicinal plants, has anti-hyperglycemic activity despite its bitter taste. Considering that Indonesia was the 4th largest country whose population suffered from diabetes mellitus with a prevalence of 8.6% of the total population in 2005, the necessity to increase the potency of red piper betel is of great importance. This can be done by producing it as functional drink. For this reason, this research aimed to determine : (1) the formulation of a mixture of water extract of P. crocatum leaves and C. burmannii bark which have antioxidative activities by measuring their superoxide dismutase and catalase enzyme, and anti-hyperglycemic activity in vitro by measuring their α-glucosidase activity; (2) the evaluation of sub acute toxicity study on the selected formula using male and female Sprague dawley rats; (3) the functional effect of the chosen formula, especially its anti-hyperglycemic activity in streptozotocin-induced diabetics rats. P. crocatum leaves and C. burmannii bark powder were boiled in water separately for 15 minutes, and filtered. The filtrate was used in the formulation of mixing water extract of P.crocatum leaves and C. burmannii bark in a ratio of (5:0); (5:1); (5:3); (5:5); and (0:5). Each of this formula was then added with stevia (sweeteners) of 0.67% (v/v). In the evaluation of the sub acute toxicity, the chosen formula was administered orally into 4 groups of Sprague dawley rats with different doses (0, 630, 1260, 1890 mg/kg bw) for 28 days. In anti-hyperglycemic activity study, streptozotocin induced diabetics rats (50 mg/kg bw) were administered orally by a dosage of (0; 630; 1260 and 1890 mg/kg bw) for 14 days. During the treatment period, blood glucose level was recorded at 5 day-intervals, and at the end of treatment the rats were killed by chemical anesthesia. The blood was taken for further analysis, such as blood serum glucose, blood serum lipid, insulin, and red blood cell SOD; and catalase activities were also studied. The results showed that the formula with the ratio (5:3) was the chosen formula with the following characteristic parameters: activity of SOD at 3.32 ± 0.08 U/ml, catalase activity 0.18 ± 0.02 U/ml, and α-glucosidase inhibitor activity 61.00 ± 2.55%, and total phenolic compounds 1067.65 ± 0.90 ppm. In the sub acute toxicity, there were no significant differences in the body weight, food intake, hematological analysis, blood chemistry analysis (glucose, cholesterol, triglycerides, creatinine, SGPT, and SGOT), organ weights, and histopathological analysis among the control groups and treated animals. In vivo anti-hyperglycemic activity showed that 14 days of daily treatment of 1260 mg/kg bw dose of functional drink significantly (p<0.05) reduced blood glucose level (51%), and increased the amount of ß cell, Langerhans island of pancreas organ, and red blood cell SOD activity. There was no significant (p<0.05) increase in blood serum insulin level and catalase activity. In addition, extract mixtures of the chosen formula could prevent blood serum lipid level of diabetic rats from increasing. Keywords: Piper crocatum, Cinnamomum burmannii, diabetics rat, SOD, catalase
RINGKASAN
MEGA SAFITHRI. Kajian Mekanisme Antihiperglikemik Campuran Ekstrak Daun Sirih Merah dan Kulit Kayu Manis yang Berpotensi sebagai Minuman Fungsional. Dibimbing oleh SEDARNAWATI YASNI, MARIA BINTANG, dan ANNA SETIADI RANTI.
Pengembangan tanaman yang memiliki aktivitas antihiperglikemik menjadi suatu produk pangan fungsional sangat penting, karena posisi Indonesia yang menempati urutan ke-4 terbesar untuk jumlah penderita diabetes melitus dengan prevalensi 8.6% dari total penduduk. Penderita diabetes dapat mengalami komplikasi kronis berupa nefropati (gangguan fungsi ginjal), neuropati (gangguan fungsi syaraf) dan retinopati (gangguan retina mata), gangguan kardiovaskular, serta dapat menyebabkan hipertensi akibat radikal bebas yang dihasilkan selama keadaan hiperglikemia. Radikal bebas dapat direduksi secara optimum melalui kerja enzim superoksida dismutase, katalase, dan NADPH oksidase. Usaha untuk menjaga tidak terjadinya komplikasi penyakit pada penderita diabetes mellitus sangat penting, antara lain menggunakan obat yang bersifat hipoglikemik, atau dengan mengkonsumsi minuman fungsional yang berbahan baku tanaman obat dan rempah yang memiliki aktivitas antioksidasi dan antidiabetes.
Sirih merah sebagai tanaman obat memiliki senyawa aktif yang berasal dari golongan flavonoid, tanin, dan alkaloid, memiliki citarasa pahit, sehingga untuk meningkatkan citarasa dilakukan penambahan rempah-rempah, dan sekaligus menambah bioaktivitas, serta dapat mengawetkan produk. Salah satu cara yang dapat dikembangkan adalah dengan menambahkan air rebusan kulit kayu manis (Cinnamomum sp) dan penambahan stevia sebagai pemanis alami yang memiliki indeks glikemik rendah.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan (1) formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis yang memiliki aktivitas antihiperglikemik secara in vitro melalui pengukuran aktivitas enzim α-glukosidase, superoksida dismutase dan katalase;(2) menguji dosis toksisitas subakut campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis yang memiliki aktivitas antihiperglikemik dengan cara menghitung jumlah tikus yang mati, analisis berat badan, konsumsi ransum, analisis hematologi, analisis profil darah, dan analisis histopatologi semua organ tikus sebagai hewan pecobaan. Selanjutnya, penelitian ini bertujuan mengkaji mekanisme antihiperglikemik campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis secara in vivo pada tikus Sprague dawley diabates yang diinduksi streptozotosin melalui pengukuran kadar glukosa darah, insulin, komposisi lipida serum darah, aktivitas enzim superoksida dismutase dan katalase sel darah merah, serta histopatologi dan immunohistokimia jaringan pankreas tikus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis memiliki aktivitas antihiperglikemik baik secara in vitro maupun in vivo pada tikus dan tidak toksik untuk dikonsumsi sampai tingkat dosis 1890 mg/kg bb selama 1 bulan. Aktivitas antihiperglikemik in vitro menunjukkan bahwa campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis dapat menurunkan kadar glukosa darah melalui penghambatan enzim α-glukosidase, yaitu enzim yang berperan penting dalam memecah karbohidrat menjadi glukosa pada usus halus manusia, sehingga dapat mengurangi jumlah glukosa yang
diserap oleh usus, dan jumlah glukosa yang beredar di dalam aliran darah tidak meningkat. Selain itu, hasil uji in vitro juga menjelaskan bahwa campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis dapat mengurangi komplikasi diabetes karena memiliki aktivitas sebagai aktivator enzim SOD dan katalase yang sangat berperan dalam meredam radikal anion superoksida yang banyak dihasilkan dalam tubuh penderita diabetes. Formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis yang memiliki aktivitas antihiperglikemik in vitro tertinggi adalah 5:3.
Aktivitas antihiperglikemik campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis diduga karena adanya golongan senyawa fenol yang merupakan senyawa metabolit sekunder tanaman. Hal ini terlihat dari nilai total senyawa fenol yang terkandung dalam campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis (5:3) sebesar 1067,65 ppm, dan karakteristik lainnya seperti nilai pH, kecerahan (L), dan warna merah (a), serta warna kuning (b) masing-masing sebesar 5,59±0,01; 28,40±0,04; +5,87±0,14; dan +6,32±0,06.
Campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis (5:3) bersifat aman dikonsumsi selama satu bulan sampai pada tingkat dosis 1890 mg/kg bb pada tikus Sprague dawley. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji toksisitas berupa parameter pengukuran berat badan dan konsumsi ransum tikus, analisis hematologi, biokimia klinis, patologi, dan histopatologi semua organ tikus jantan maupun betina, walaupun semua parameter pengukuran tersebut tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (p<0,05).
Aktivitas antihiperglikemik in vivo pada tikus diabetes menunjukkan bahwa campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis (5:3) dapat menurunkan kadar glukosa darah melalui perbaikan jaringan pankreas akibat terpapar streptozotosin. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel beta pankreas serta kadar insulin darah. Selain itu, campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis (5:3) pada dosis 1260 mg/kg bb tikus dapat mengurangi komplikasi diabetes, karena dapat meningkatkan aktivitas enzim SOD dan katalase sel darah merah yang sangat berperan dalam meredam radikal anion superoksida yang banyak dihasilkan dalam tubuh penderita diabetes. Dengan kata lain hasil penelitian itu mampu mencegah komplikasi vaskular penderita diabetes.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungiUndang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
KAJIAN MEKANISME ANTIHIPERGLIKEMIK CAMPURAN EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH DAN KULIT KAYU MANIS
YANG BERPOTENSI SEBAGAI MINUMAN FUNGSIONAL
MEGA SAFITHRI
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. drh. Dondin Sajuthi, M.Sc., Ph.D
Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc
Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Dedi Fardiaz
Dr. Sri Yuliani
Judul : Kajian Mekanisme Antihiperglikemik Campuran Ekstrak Daun Sirih Merah Dan Kulit Kayu Manis yang Berpotensi sebagai Minuman Fungsional
Nama : Mega Safithri NIM : F261080011
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr Ketua
Prof. Dr.drh.Maria Bintang, MS Dr.Anna S Ranti, Apt Anggota Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pangan
Dr. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Dr.Ir.Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 31 Mei 2012 Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan disertasi ini. Disertasi berjudul Kajian Mekanisme Antihiperglikemik Campuran Ekstrak Daun Sirih Merah dan Kulit Kayu Manis yang Berpotensi sebagai Minuman Fungsional merupakan topik riset lanjutan hasil penelitian penulis sebagai dosen muda dengan tujuan agar penggalian informasi ilmiah dapat dikembangkan sebagai pemanfaatannya secara lebih spesifik. Disertasi ini disusun berdasarkan hasil sidang komisi yang telah dilaksanakan pada bulan Maret 2010 dan April 2012. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr, Prof.Dr.drh.Maria Bintang, MS, dan Dr. Anna S Ranti, Apt yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan saran selama berlangsungnya penelitian dan penulisan disertasi ini. Terima kasih kepada penguji sidang tertutup, yaitu Prof. drh. Dondin Sajuthi, MSc., Ph.D dan Dr. Feri Kusnandar yang telah memberikan pemikiran dan saran untuk kelengkapan penulisan disertasi ini. Ungkapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada suami tercinta Darwin Lubis, ST, orang tua Bapak H. Amri Irwan Hasibuan dan Ibu Hj. Siti Mawarni Rangkuti, Almarhum Bapak H. Hasim AZ Lubis dan Almarhumah Ibu Nur Hasri Lubis, kakak dan adik (Debi Efrida Amd, Beny Hasibuan ST, dan drg. Yanti Yunita Hasibuan), kakak dan abang ipar, serta keponakan-keponakan atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari dalam penyusunan disertasi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis dengan senang hati menerima kritik yang membangun, agar kelengkapan dan keluasan informasi lebih banyak dapat digali, dan hasil penelitian yang diperoleh dapat diterapkan, disebarluaskan serta dimanfaatkan oleh masyarakat ataupun pihak industri.
Bogor, Agustus 2012
Mega Safithri
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 15 September 1977 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan H. Amri Irwan Hasibuan dan Hj. Siti Mawarni Rangkuti. Pada tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 52 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Penulis berhasil menyelesaikan program S1 pada tahun 2000, kemudian pada tahun 2002 penulis melanjutkan ke pogram S2 pada Program Studi Biokimia dan berhasil meraih gelar Master Sains pada tahun 2004. Penulis menikah dengan Darwin Lubis, ST pada tahun 2004. Penulis telah menjadi staf pengajar honorer di Program Studi Biokimia, Departemen Kimia FMIPA IPB sejak tahun 2001, kemudian pada tahun 2005 diangkat menjadi staf pengajar tetap berstatus Pegawai Negeri Sipil. Penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi S3 pada tahun 2008 melalui program Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) DIKTI. Kegiatan penelitian disertasi memperoleh dukungan dana penelitian dari program BPPS DIKTI 2008-2011, Hibah Disertasi Doktor DIKTI dengan nomor kontrak 22/I3.24.4/PK/PDD/2011, dan program KKP3T Kementrian Pertanian Indonesia dengan nomor kontrak 891 / LB.620/I.1/3/2011. Hasil penelitian tahap satu pada disertasi ini telah dipresentasikan secara oral pada Seminar Nasional PATPI, 15-17 September 2011, Manado Sulawesi Utara, sedangkan hasil penelitian tahap dua pada disertasi ini telah dipresentasikan dalam bentuk poster pada International Food Conference, 28-29 oktober 2011, Surabaya Jawa Timur. Selain itu, penelitian tahap dua pada disertasi ini telah terbit pada Jurnal HAYATI (ISSN: 1978-3019, Akreditasi DIKTI:A) pada volume 19 No.1 (31-36). Hasil penelitian tahap tiga pada disertasi ini telah dipresentasikan dalam bentuk poster pada The 5th International Eijkman Conference, November 8-10, 2011, Jakarta.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………....……………………………………………....... iii
DAFTAR GAMBAR ………….....………………………………………… v
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………….......... vii
PENDAHULUAN ……….……………………………………….....……..... 1
Latar Belakang .................................................................................... 1 Tujuan Penelitian .................. .............................................................. 3
Manfaat Penelitian .................................................................................. 4 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 4 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 4 TINJAUAN PUSTAKA
Pangan Fungsional .................................................................................. 7 Diabetes Mellitus .................................................................................... 8
Sirih Merah ............................................................................................. 13 Kayu Manis (Cinnamomum sp) .............................................................. 15 Enzim SOD dan Katalase ....................................................................... 17 Enzim α-glukosidase .............................................................................. 18
AKTIVITAS ANTIOKSIDASI DAN INHIBITOR ENZIM α-GLUKOSIDASE CAMPURAN EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH DAN KULIT KAYU MANIS Abstrak ...................................................................................... 21 Abstract ............................................................................................. 22 Pendahuluan ...................................................................................... 22 Bahan dan Metode ........................................................................... 27 Hasil dan Pembahasan .......................................................................... 33 Simpulan ................................................................................................. 43
Daftar Pustaka .................................................................................... . 43 KAJIAN TOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) DAN KULIT KAYU MANIS ( Cinnamomum burmannii) Abstrak ...................................................................................... 49 Abstract ............................................................................................. 50 Pendahuluan ...................................................................................... 50 Bahan dan Metode ........................................................................... 53 Hasil dan Pembahasan .......................................................................... 61 Simpulan ................................................................................................. 75
Daftar Pustaka ................................................................................. 75
AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIK CAMPURAN EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH DAN KULIT KAYU MANIS PADA TIKUS DIABETES YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOSIN Abstrak ...................................................................................... 79 Abstract ............................................................................................. 80 Pendahuluan ...................................................................................... 81 Bahan dan Metode ........................................................................... 83 Hasil dan Pembahasan .......................................................................... 92 Simpulan ................................................................................................. 102 Daftar Pustaka .................................................................................. 102 PEMBAHASAN UMUM ………………………………..……………… 107
SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………..…….. 111
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………..……………… 112
LAMPIRAN …………………………………………………………..…….. 123
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Aktivitas enzim SOD formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis ............................................................ 35
Tabel 2 Aktivitas enzim katalase formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis ............................................................ 36
Tabel 3 Penghambatan enzim α-glukosidase formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis ........................................... 38
Tabel 4 Kandungan total fenol formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis ........................................................... 40
Tabel 5 Pengukuran nilai pH dan warna (L,a, dan b) formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis…………………. 42
Tabel 6 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap berat badan tikus jantan dan betina……............................................................. 62
Tabel 7 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap konsumsi ransum tikus jantan dan betina............. ........................................... 63
Tabel 8 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap hematologi tikus jantan….. ................................................................................ 64
Tabel 9 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap hematologi tikus betin……….. ........................................................................ 65
Tabel 10 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap biokimia klinis tikus jantan………. …........................................................ 66
Tabel 11 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap biokimia klinis tikus betina……….… ......................................................... 67
Tabel 12 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap berat organ tikus jantan……. .......................................................................... 68
Tabel 13 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap berat organ tikus betina...................................................................................... 69
Tabel 14 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap berat badan tikus selama masa perlakuan.......................................................... 93
Tabel 15 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap konsumsi ransum tikus selama masa perlakuan.............................................. 93
Tabel 16 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap kadar glukosa darah tikus selama masa perlakuan................................... 94
Tabel 17 Penurunan glukosa darah tikus (%) setelah pemberian formula campuran 5:3 selama masa perlakuan…. ....................................... 95
Tabel 18 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap kadar insulin darah tikus selama masa perlakuan. ……............................ 96
Tabel 19 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap aktivitas SOD dan katalase sel darah merah tikus selama masa perlakuan………………………………………….. ....................... 98
Tabel 20 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap profil lipid darah tikus selama masa perlakuan................................................ 99
Tabel 21 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap jumlah pulau Langerhans dan sel beta pankreas tikus selama masa perlakuan......................................................................................... 100
Tabel 22 Rekapitulasi hasil uji mekanisme antihiperglikemik pada tikus diabetes dan total fenol serta karakteristik fisik campuran 5:3 (v/v)................................................................................................. 109
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Mekanisme apoptosis sel-sel endotelial pada hiperglikemia....... 10 Gambar 2 Jalur pembentukan disfungsi endotelial dan komplikasi
diabetes serta molekul penghambat jalur pembentukan disfungsi endotelial dan komplikasi diabetes.............................. 12
Gambar 3 Penghambatan enzim GAPDH dapat mengaktifkan jalur PKC dan glioksilasi…………………………………………….......... 13
Gambar 4 Tanaman sirih merah.……………………….............................. 14 Gambar 5 Tanaman kayu manis.……………………….............................. 16 Gambar 6 Histopatologi organ hati tikus jantan yang diberi formula
campuran 5:3……….……………………….............................. 70 Gambar 7 Histopatologi organ hati tikus betina yang diberi formula
campuran 5:3……….……………………….............................. 71 Gambar 8 Histopatologi organ ginjal tikus jantan yang diberi formula
campuran 5:3……….……………………….............................. 72 Gambar 9 Histopatologi organ ginjal tikus betina yang diberi formula
campuran 5:3……….……………………….............................. 73 Gambar 10 Histopatologi organ pankreas tikus jantan yang diberi formula
campuran 5:3……….……………………….............................. 74 Gambar 11 Histopatologi organ pankreas tikus betina yang diberi formula
campuran 5:3……….……………………….............................. 75 Gambar 12 Immunohistopatologi organ pankreas tikus jantan yang diberi
formula campuran 5:3……………………….............................. 102 Gambar 13 Struktur flavonoid…..……………………….............................. 108
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Tahapan Penelitian.................................................................... 123 Lampiran 2 Cara perhitungan dosis formula campuran esktrak daun sirih
merah dan kulit kayu manis ..................................................... 124 Lampiran 3 Data analisis pH dan warna (L,a, dan b) formula campuran
esktrak daun sirih merah dan kulit kayu manis ....................... 125 Lampiran 4 Data analisis total fenol formula campuran esktrak daun sirih
merah dan kulit kayu manis …………………......................... 126 Lampiran 5 Data analisis aktivitas SOD formula campuran esktrak daun
sirih merah dan kulit kayu manis ……………......................... 128 Lampiran 6 Data analisis aktivitas α-glukosidase formula campuran
esktrak daun sirih merah dan kulit kayu manis........................ 130 Lampiran 7 Data analisis aktivitas katalase sel darah merah tikus ............. 132 Lampiran 8 Data analisis kadar insulin serum darah tikus ………............. 134 Lampiran 9 Hasil identifikasi tanaman sirih merah..................................... 136 Lampiran 10 Hasil identifikasi tanaman kayu manis..................................... 137 Lampiran 11 ACUC percobaan menggunakan hewan coba tikus putih........ 138
GLOSARY
ABCC8 : ATP-binding cassette transporter sub-family C member
8 adalah gen yang menyandikan protein yang berperan
dalam pengikatan ATP
AGE : advanced glycosylation end-product adalah kelompok
molekul heterogen yang terbentuk dari reduksi gula
secara non enzimatis
bax : protein yang mengaktifkan jalur kaspase 3 dan 9
bcl-2 : protein yang menginaktifkan protein bax
bcl-xl : protein yang menginaktifkan jalur kaspase 3 dan 9
eNOS : isoform enzim nitric oxide synthase pada endothelial
yang mengkatalisis produksi NO dari L-arginin
FP15 : senyawa yang dapat mengkatalisis dekomposisi
peroksinitrat
GAPDH : gliseraldehida-3-fosfat-dehidrogenase adalah enzim
yang mengkatalisis gliseraldehida-3-fosfat menjadi 1,3
difosfogliserat pada jalur glikolisis
Glut 4 : transporter glukosa tipe 4 yang ada pada sel otot dan
adiposa mamalia
HDL : kompleks lipid dan protein yang didominasi komponen
protein dan berfungsi mengikat kolesterol dan
trigliserida dalam sistem sirkulasi darah
HGF : hepatocyte growth factor sebagai anti apoptosis
iNOS : isoform enzim nitric oxide synthase, yang terinduksi
oleh salah satu faktor, yaitu keadaan hperglikemia
Katalase : enzim yang mengkatalisis hidrogen peroksida menjadi
air dan oksigen
LY-333531 : senyawa yang dapat menghambat isoform enzim protein
kinase β
MCH : mean corpuscular hemoglobin adalah berat hemoglobin
rata-rata, perbandingan jumlah hemoglobin terhadap
jumlah eritrosit
MCHC : mean corpuscular hemoglobin concentration,
konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata, perbandingan
hemoglobin terhadap hematokrit
MCV : mean corpuscular volume adalah volume rata-rata
eritrosit, perbandingan hematokrit terhadap eritrosit,
morfologi eritrosit
MPV : mean platelet volume adalah penanda untuk fungsi
platelet yang berukuran besar atau mengandung
tromboaksan A2
Kaspase 3 dan 9 : jalur yang menginduksi apoptosis atau kematian sel
Mimetik : Menyerupai
NADPH oxidase : enzim yang mengkatalisis reduksi 1 elektron oksigen
menggunakan NADPH atau NADH sebagai pendonor
electron
NF-κB : Nuclear Factor κB adalah faktor transkiripsi terhadap
respon inflamasi
PI3K : phosphoinositide 3-kinase adalah enzim intraselular
yang memfosforilasi dan mengaktifkan eNOS
PARP :
poli ADP ribose polimerase adalah enzim yang
mengkatalisis monomer ribosa ADP menjadi polimer
ribose ADP
PJ34 :
senyawa yang dapat menghambat enzim poli ADP
ribose polimerase
PKC : protein kinase C adalah transduksi sinyal kinase
PDW :
platelet distribution wide adalah penanda pembesar
trombosit
pulau Langerhans : bagian endokrin pankreas yang terdiri atas tiga jenis sel,
yaitu sel alfa, sel beta, dan sel delta
x
RDW : red distribution wide adalah distribusi sel darah merah,
parameter sel darah merah yang masih relatif baru
sel-sel β pankreas : sel-sel pada pulau Langerhans yang mensekresikan
hormon insulin
SGOT : serum glutamic oxaloacetic transaminase merupakan
enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati
SGPT : Serum Glutamic Piruvic Transaminase merupakan
enzim ini banyak terdapat di hati serta efektif untuk
mendiagnosis destruksi hepatoseluler
SOD : Superoksida dismutase merupakan enzim yang
mengkatalisis anion superoksida menjadi hidrogen
peroksida dan molekul oksigen
STZ : Streptozotocin,
2-deoxy-2-({[methyl(nitroso)amino]carbonyl}amino)-β-
D-glucopyranose, merupakan bahan toksik yang dapat
merusak sel beta pankreas
TAE : Tannic acid equivalent, asam tanat digunakan sebagai
senyawa standar dalam uji total senyawa fenol
TCFL2 : Transcription factor-like 2 adalah gen yang berperan
sebagai faktor transkripsi pada jalur pensinyalan Wnt
α-Glukosidase : jenis enzim di dalam usus yang mengkatalisis hidrolisis
ikatan α-1,4 sehinggga menghasilkan α-D-glukosa
Wnt : Jaringan protein yang melewati sinyal dari reseptor pada
permukaan sel menuju ekspresi DNA dalam nukleus
xi
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati terbesar kedua setelah
Brazil dengan jumlah lebih dari 30.000 spesies tanaman, walaupun sekitar 300
spesies tanaman yang terdaftar pada Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) telah digunakan untuk bahan obat tradisonal (jamu) oleh industri obat
tradisional (BPOM RI 2005). Sumber daya hayati yang melimpah ini merupakan
salah satu keunggulan komparatif bagi daya saing negara Indonesia, khususnya
untuk mengembangkan produk pangan fungsional.
Pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun pangan
olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan
kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan
dan bermanfaat bagi kesehatan (Shimizu 2003). Komponen fungsional yang
berpotensi dikembangkan sebagai komponen pangan fungsional adalah senyawa-
senyawa fitokimia yang banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran, dan tanaman
obat (herbal). Salah satu tanaman obat asli Indonesia yang dapat dimanfaatkan
sebagai pangan fungsional adalah sirih merah (Piper crocatum), karena air
rebusan sirih merah bersifat praktis tidak toksik berdasarkan hasil uji toksisitas
akut pada tikus (Safithri dan Fahma 2005), mengandung senyawa fitokimia dari
golongan alkaloid, flavonoid, dan tanin yang berkhasiat sebagai antioksidan, serta
memiliki aktivitas antihiperglikemik (Safithri dan Fahma 2008).
Aktivitas antihiperglikemik dari suatu produk pangan fungsional sangat
penting diperhatikan, terutama pada posisi Negara Indonesia yang menempati
urutan ke-4 terbesar untuk jumlah penderita diabetes mellitus dengan prevalensi
8.6% dari total penduduk. Posisi urutan Negara Indonesia tersebut setelah negara
India, Cina, dan Amerika Serikat (Depkes RI 2005). Disamping itu penyakit
diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia yang
sangat serius, karena penderita diabetes mellitus dapat mengalami komplikasi
kronis berupa nefropati (gangguan fungsi ginjal), neuropati (gangguan fungsi
syaraf) dan retinopati (gangguan retina mata), gangguan kardiovaskular, serta
dapat menyebabkan hipertensi akibat radikal bebas yang dihasilkan selama
2
keadaan hiperglikemia. Radikal bebas dapat direduksi secara optimum melalui
kerja enzim superoksida dismutase, katalase, dan NADPH oksidase (Ceriello
2003). Upaya menjaga tidak terjadinya komplikasi penyakit pada penderita
diabetes mellitus dapat dilakukan dengan menggunakan obat yang bersifat
hipoglikemik, atau dengan mengkonsumsi minuman fungsional yang berbahan
baku tanaman obat dan rempah yang memiliki aktivitas antioksidasi dan
antidiabetes (Rates 2001).
Peranan senyawa aktif dari tanaman yang memiliki kapasitas antioksidan
telah banyak diteliti. Secara rinci telah dilaporkan bahwa flavonoid memiliki
aktivitas antioksidasi melalui penangkapan radikal bebas dan efek sinergis dengan
antioksidan lain (Silva et al. 2002); senyawa tanin dari teh Oolong menunjukkan
aktivitas antioksidan (Su et al. 2007); serta senyawa tanin dalam teh hijau
mempunyai aktivitas antioksidan terhadap hidroperoksida, superoksida, dan
meniadakan radikal oksigen, dan hidrokarbon (Rohdiana 2001).
Senyawa bioaktif golongan alkaloid, flavonoid, dan tanin juga memiliki
aktivitas antihiperglikemik, diantaranya telah dilaporkan bahwa (1) ekstrak
alkohol Benincasa hispida yang mengandung senyawa alkaloid, flavonoid,
saponin, dan steroid memiliki aktivitas antihiperglikemik (Battu et al. 2007); (2)
senyawa kuarsetin (flavonoid) dari daun Annona squamosa memiliki efek
antidiabetes pada tikus diabetes yang diinduksi aloksan (Panda 2007); (3)
senyawa pycnogenol (flavonoid) dari ekstrak Pinus maritima mempunyai efek
antidiabetes dan mampu menurunkan stress oksidatif tikus diabetes yang
diinduksi streptozotosin, sehingga senyawa tersebut dapat menghambat terjadinya
komplikasi penyakit pada penderita diabetes mellitus (Jankyova et al. 2009); (4)
ekstrak Lagestroemia speciosa yang mengandung tanin dapat menstimulasi
transport glukosa dan menghambat diferensiasi sel 3T3-L1 pada jaringan adiposa
(Liu et al. 2001; Hayashi et al. 2002). (5) ekstrak etanol biji Tephrosia purpurea
pada konsentrasi 300 mg/kg BB dapat meningkatkan aktivitas enzim SOD dan
katalase sel darah merah tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin (Pavana et al
2007); (6) senyawa luteolin (flavonoid) memiliki aktivitas antihperglikemik
ditunjukkan dengan kemampuannya menghambat aktivitas enzim glukosidase
sebesar 36% (Kim et al. 2000).
3
Masyarakat Indonesia telah banyak memanfaatkan tanaman obat dan
rempah asli Indonesia untuk pencegahan maupun pengobatan penyakit diabetes
mellitus secara tradisional. Salah satu tanaman obat asli Indonesia yang sudah
diteliti memiliki aktivitas antihiperglikemik adalah daun sirih merah (Piper
crocatum) yang memiliki rasa pahit. Umumnya citarasa pahit dapat dikurangi
dengan menambahkan rempah-rempah dan pemanis. Rempah-rempah umumnya
mengandung senyawa aromatik yang tidak saja memiliki bau dan rasa yang
disukai, tetapi juga mengandung senyawa aktif yang bermanfaat bagi kesehatan
dan sekaligus dapat berperan sebagai pengawet alami. Pada penelitian ini,
peningkatan citarasa dilakukan dengan menambahkan air rebusan kulit kayu
manis (Cinnamomum sp) yang telah diketahui memiliki citarasa yang disukai dan
dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus oralis, Streptococcus anginosus,
Streptococcus intermedius, Streptococcus sanguis, Enterobacter aerogenes and
Micrococcus roseus, walaupun tidak menghambat Salmonella para typhi B
(Chaudhary dan Tariq 2006). Selain itu, rasa pahit dapat dikurangi dengan
menambahkan stevia sebagai pemanis alami yang memiliki indeks glikemik
rendah.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pemanfaatan daun sirih
merah dan kulit kayu manis sebagai minuman fungsional. Secara rinci tujuan
khusus penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Mendapatkan perbandingan jumlah campuran ekstrak daun sirih merah dan
kulit kayu manis yang memiliki aktivitas antihiperglikemik terbaik secara in
vitro melalui pengukuran aktivitas enzim α-glukosidase, superoksida
dismutase dan katalase.
2. Mendapatkan dosis toksisitas subakut dari campuran ekstrak daun sirih
merah dan kulit kayu manis yang memiliki aktivitas antihiperglikemik
terbaik dengan cara menghitung jumlah tikus yang mati, analisis berat
badan, konsumsi ransum, serta analisis hematologi, profil darah, dan
histopatologi semua organ tikus sebagai hewan percobaan.
3. Mengkaji mekanisme antihiperglikemik campuran ekstrak daun sirih merah
4
dan kulit kayu manis terbaik secara in vivo melalui pengukuran kadar
glukosa darah, insulin, komposisi lipida serum darah, aktivitas enzim
superoksida dismutase dan katalase sel darah merah, serta histopatologi dan
immunohistokimia jaringan pankreas tikus diabetes yang diinduksi
streptozotosin.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari sisi teoritikal dan praktikal. Secara
rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Dari sisi teoritikal, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan tentang cara pencegahan komplikasi diabetes mellitus melalui
kajian aktivitas antihiperglikemik.
2. Dari sisi praktikal, hasil penelitian dapat diaplikasikan secara komersial
sebagai minuman alternatif bagi penderita diabetes mellitus untuk mencegah
komplikasi penyakitnya dan sekaligus meningkatkan nilai tambah ekonomi
bagi tanaman sirih merah dan kayu manis.
Hipotesis Penelitian
Campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis memiliki
aktivitas antihiperglikemik dengan cara menghambat aktivitas enzim α-
glukosidase, meningkatkan aktivitas enzim SOD dan katalase, memperbaiki
kerusakan sel-sel beta pankreas, meningkatkan kadar insulin darah, serta
mempertahankan keadaan normal kadar lipid darah. Selain itu, konsumsi
campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis bersifat tidak memiliki
efek samping terhadap kesehatan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan (Lampiran 1), yaitu (1)
mencampurkan ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis pada perbandingan
jumlah tertentu yang memiliki aktivitas antihiperglikemik secara in vitro melalui
pengukuran aktivitas enzim α-glukosidase, superoksida dismutase dan katalase;
(2) pengujian toksisitas subakut campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu
5
manis yang memiliki aktivitas antihiperglikemik tertinggi dengan cara
menghitung jumlah tikus yang mati, penimbangan berat badan dan jumlah
konsumsi ransum, serta analisis hematologi, profil darah, dan histopatologi semua
organ; dan (3) pengujian mekanisme antihiperglikemik campuran ekstrak daun
sirih merah dan kulit kayu manis terpilih secara in vivo melalui pengukuran kadar
glukosa darah, insulin, komposisi lipida serum darah, aktivitas enzim superoksida
dismutase dan katalase sel darah merah, serta histopatologi dan
immunohistokimia jaringan pankreas tikus.
6
7
TINJAUAN PUSTAKA
Pangan Fungsional
Pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun yang telah
melalui proses pengolahan mengandung satu atau lebih komponen yang
berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi fisiologis tertentu
yang bermanfaat bagi kesehatan, serta disajikan dan dikonsumsi sebagaimana
layaknya makanan atau minuman dan memiliki karakteristik sensori seperti
penampakan, warna, tekstur atau konsistensi dan citarasa yang dapat diterima
konsumen (BPOM RI 2005). Kriteria pangan fungsional menurut BPOM ada lima
(5) yaitu, (1) bahan baku memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan; (2)
bermanfaat bagi kesehatan yang dinilai dari komponen minuman fungsional
berdasarkan kajian ilmiah; (3) disajikan dan dikonsumsi sebagaimana layaknya
makanan atau minuman; (4) memiliki karakteristik sensori seperti penampakan,
warna, tekstur atau konsistensi dan citarasa yang dapat diterima konsumen; (5)
komponen minuman fungsional tidak boleh memberikan interaksi yang tidak
diinginkan dengan komponen lain. BPOM telah mengelompokkan minuman
fungsional menjadi lima belas (15) jenis, yaitu (1) vitamin, (2) mineral, (3) gula
alkohol, (4) asam lemak tidak jenuh, (5) peptida dan protein tertentu, (6) asam
amino, (7) serat pangan, (8) prebiotik, (9) probiotik, (10) kolin, lesitin, dan
inositol, (11) karnitin dan squalene, (12) isoflavon (kedelai), (13) fitosterol dan
fitostanol, (14) polifenol (teh), (15) komponen fungsional lain yang akan
ditetapkan kemudian (BPOM RI 2005).
Komunitas akademik ilmiah negara Jepang mendefinisikan pangan
fungsional sebagai pangan yang memiliki 3 fungsi, yaitu sebagai nutrisi, sensori
atau kepuasaan sensori, dan fungsional. Sifat fungsional yang harus dimiliki oleh
suatu pangan fungsional, diantaranya adalah mampu meningkatkan mekanisme
pertahanan biologis, mencegah penyakit tertentu, menyembuhkan penyakit
tertentu, mengontrol kondisi fisik dan mental, dan memperlambat proses penuaan
(Shimizu 2003). Oleh karena itu pemerintah Jepang melalui badan yang dikenal
dengan Foods for Specified Health Use (FOSHU) dan Foods with Nutrient
Function Claims (FNFC) membuat regulasi mengenai pangan fungsional, dengan
8
3 ketentuan yang harus dipenuhi, yaitu (1) memiliki bukti ilmiah tentang efikasi
dan telah diuji secara klinis; (2) aman untuk dikonsumsi; dan (3) penentuan
komponen fungsionalnya (Shimizu 2002).
Functional Food Science in Europe (FUFOSE) mendefinisikan pangan
fungsional adalah pangan yang memiliki satu atau lebih manfaat kesehatan bagi
tubuh selain fungsinya sebagai nutrisi. Dengan demikian pangan fungsional
mampu memperbaiki kondisi kesehatan tubuh dan mampu menurunkan resiko
tubuh terkena penyakit. Pangan fungsional harus dikonsumsi dalam bentuk
makanan atau minuman, tidak dalam bentuk pil, kapsul, atau bentuk lain seperti
suplemen (European Commission 2010). Demikian pula dengan National Centre
of Excellence in Functional Foods Australia mendefinisikan pangan fungsional
adalah pangan atau komponen pangan yang memiliki fungsi fisiologis dan dapat
menurunkan resiko penyakit kronis, selain fungsinya sebagai nutrisi (NCEFF
2004).
Diabetes merupakan salah satu penyakit kronis yang membutuhkan
penanganan medis dalam jangka panjang untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Tidak jarang penanganan medis yang cukup lama dapat menimbulkan efek
samping bahkan membuat komplikasi yang lebih serius bagi penderita diabetes
mellitus. Dengan alasan tersebut, pangan fungsional merupakan pilihan yang
sangat potensial untuk mencegah dan menangani penderita diabetes mellitus agar
tidak terjadi komplikasi diabetes maupun efek samping yang memperburuk
kondisi penderita diabetes mellitus (Martirosyan dan Nicola 2010).
Diabetes Mellitus
Perubahan gaya hidup masyarakat yang terjadi beberapa tahun terakhir
menunjukkan adanya perubahan pola makan dari makanan tradisional menjadi
makanan cepat saji (fast food). Perubahan gaya hidup tersebut berdampak pada
timbulnya berbagai macam penyakit degeneratif, diantaranya adalah diabetes
melitus. Diabetes mellitus dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu
diabetes mellitus tipe I, tipe II, kehamilan, dan tipe sekunder karena kerusakan
pankreas. Diabetes mellitus tipe 1 dapat terjadi karena interaksi kompleks genetik
dengan faktor lingkungan. Diabetes mellitus tipe 1 merupakan penyakit diabetes
9
mellitus yang tergantung pada insulin dari luar tubuh untuk menurunkan kadar
glukosa darah, karena sel-β pankreas penderita tidak memiliki kemampuan untuk
memproduksi insulin yang cukup akibat proses autoimun tubuh atau serangan
virus. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan kasus penyakit diabetes mellitus yang
terbanyak (90-95% kasus) dan sangat berhubungan dengan keadaan resistensi
yang disebabkan oleh obesitas (Bowman dan Russel 2001). Stres oksidatif yang
terjadi dapat menimbulkan radikal bebas di dalam tubuh, dan akan mengganggu
kerja insulin, sehingga kerja insulin dalam menurunkan kadar glukosa darah tidak
maksimal. Disamping itu, keadaan hiperglikemia dapat memproduksi banyak
radikal bebas (Ceriello 2003), dan kondisi hiperglikemia kronis pada diabetes
dapat menyebabkan autooksidasi glukosa (Dobretsov et al. 2007). Banyaknya
senyawa radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh penderita diabetes akan
menyebabkan peningkatan stres oksidatif dan semakin banyak merusak senyawa-
senyawa makromolekul lainnya seperti lipida dan protein. Kerusakan
makromolekul tersebut akan menyebabkan penurunan fungsi kerja organ sehingga
menimbulkan penyakit lainnya, seperti kebutaan, gagal ginjal, dan aterosklerosis
(Maritim et al. 2003).
Penderita diabetes mellitus tipe 2 memiliki 4 kali lebih besar resiko
terkena penyakit jantung koroner dan stroke jika dibandingkan dengan orang
sehat, karena sangat erat hubungannya dengan disfungsi endotelial, yang dapat
menstimulasi pertumbuhan peredaran darah yang tidak normal, seperti
aterosklerosis dan ateriosklerosis. Ada 2 jenis mekanisme hiperglikemia yang
menyebabkan pembentukkan aterosklerosis, yaitu mekanisme apoptosis dari sel-
sel endotelial (Nakagami et al. 2005), serta peranan reactive oxygen species
(ROS) dan NADPH oksidase pada jaringan vaskular penderita diabetes mellitus
(Ceriello 2003).
Kondisi kadar glukosa yang tinggi di dalam darah dapat menyebabkan
induksi apoptosis sel-sel endotelial melalui pengaktifan jalur protease caspase bax
pada endotelial sel, stimulasi translokasi bax ke dalam membran mitokondria,
pelepasan sitokrom C, dan fosforilisasi caspase. Induksi apoptosis sel-sel
endotelial dapat dihambat melalui peran hepatocyte growth factor (HGF),
pengeluaran PI3K (phosphatidylinositol 3-kinases) dan pengaktifan protein bcl-2,
10
sehingga dapat mencegah terjadinya translokasi bax pada membran mitokondria.
Selain itu, HGF akan mengaktifkan bcl-xL yang berperan dalam pencegahan
pelepasan sitokrom c serta menghambat pengaktifan caspase 3 dan 9 yang
menyebabkan terjadinya apoptosis sel-sel endotelial (Gambar 1).
Gambar 1 Mekanisme apoptosis sel-sel endotelial pada kondisi hiperglikemia (Nakagami et al. 2005).
Kondisi hiperglikemia pada penderita diabetes mellitus akan menghasilkan
radikal-radikal bebas yang dapat merusak sel-sel endotelial. Radikal bebas
terbesar dihasilkan oleh organel sel mitokondria pada proses transport elektron,
terutama pada sistem kompleks 2 (Ubiquinon/koenzim Q), yaitu proses
pengubahan FADH2 yang dihasilkan oleh aktivitas enzim suksinat dehidrogenase
yang mengkatalisis pembentukkan fumarat dari suksinat pada siklus asam sitrat
(Brownlee 2001). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak glukosa yang
masuk ke dalam sel endotelial, semakin banyak asam piruvat yang dihasilkan dari
proses glikolisis, serta semakin banyak asetil koA yang terbentuk dan masuk ke
dalam siklus asam sitrat, sehingga produksi anion superoksida menjadi berlebihan
Hiperglikemia
Protein Kinase C
NADPH oksidase
ROS
Mitokondria
Sitokrom C
Kematian sel / apoptosis Pengaktifan kaspase 3 dan 9
bcl-2
bax
PI3K
HGF
bax
bcl-xl
11
dan akan berdampak pada disfungsi endotelial serta patogenesis komplikasi pada
penderita diabetes mellitus.
Disfungsi endotelial dapat terjadi melalui beberapa jalur biokimia
(Ceriello 2003), yaitu (1) jalur menurunkan aktivitas enzim eNOS (NO sintase
pada endotelial), sehingga produksi NO sebagai molekul yang berperan dalam
memodulasi fungsi endotelial sebagai antitrombosis dan vasodilatasi menurun;
dan (2) jalur pengaktifan NF-κB (Nuclear Factor κB) yang berdampak pada
meningkatnya aktivitas enzim iNOS, sehingga produksi NO meningkat, namun
NO yang dihasilkan akan membentuk radikal bebas yang lebih berbahaya
(peroksinitrat). Pengaktifan NF-κB dapat meningkatkan aktivitas enzim NADPH
oksidase, sehingga akan dihasilkan superoksida yang dapat menyerang NO; (3)
Jalur PKC (protein kinase C) yang meningkatkan aktivitas enzim NADPH
oksidase menghasilkan superoksida. Pengaktifan jalur PKC yang terjadi karena
superoksida yang dihasilkan dari aktivitas organel mitokondria dan menyebabkan
semakin banyak peroksinitrat yang dihasilkan. Peroksinitrat dapat secara langsung
dan tidak langsung menyebabkan disfungsi endotelial (Gambar 2).
Disfungsi endotelial secara tidak langsung terjadi melalui nitrotirosin dan
melalui peningkatan aktivitas enzim PARP (poli ADP ribosa polimerase) akibat
kerusakan DNA yang ditimbulkan oleh peroksinitrat. Dalam hal ini, aktivitas
enzim PARP akan menyebabkan menurunnya jumlah NAD+ dan menghambat
kerja enzim gliseraldehida-3-fosfat-dehidrogenase (GAPDH), sehingga akan
banyak dihasilkan senyawa antara glikolisis, yaitu berupa gliseraldehida-3-fosfat
yang kemudian akan membentuk dihidroksi aseton fosfat (DHAP). DHAP adalah
senyawa awal untuk mengaktifkan jalur PKC dan jalur glioksilasi (Gambar 3),
yang akan memperburuk keadaan disfungsi endotelial dan komplikasi pada
penderita diabetes mellitus.
Faktor-faktor penyebab terbentuknya penyakit diabetes mellitus tipe 2
adalah gen-gen tertentu. Beberapa jenis gen yang bertanggungjawab terhadap
pensekresi insulin dan resistensi insulin, serta gen-gen yang menyebabkan
disfungsi sel β pankreas, diantaranya adalah KCNJ11 (berperan dalam meregulasi
saluran kalium), ABCC8 (berperan dalam pengikatan ATP), PPARG (berperan
dalam meregulasi insulin), dan TCF7L2 (berperan sebagai faktor transkripsi pada
12
jalur pensinyalan Wnt). Gen-gen tersebut mengalami polimorfism karena interaksi
dengan lingkungan (Rich et al. 2008). Polimorfism genetik pada gen NRF1
merupakan faktor penyebab diabetes tipe 2 yang ditunjukkan dengan adanya
kelainan pada metabolisme trigliserida. Dengan demikian, penderita kelainan
metabolisme trigliserida perlu diperhatikan agar tidak berlanjut pada penyakit
diabetes mellitus tipe 2 (Liu et al. 2008).
Gambar 2 Jalur pembentukan disfungsi endotelial dan komplikasi diabetes serta molekul penghambat jalur pembentukan disfungsi endotelial dan komplikasi diabetes (Ceriello 2003).
Hiperglikemia
Mitokondria Jalur Poliol
Pembentukkan AGE Fluks Hexosamine
Mimetik SOD & katalase L-karnitin-propionil
Asam lipoat
Molekul adhesi Proinflamsi
Sitokin
Disfungsi endotelial
Komplikasi diabetes
L-karnitin-propionil
Kerusakan DNA
NADPH oksidase iNOS eNOS
Peroksinitrat
Nitrotirosin
Statin Inhibitor ACE Pemblok AT-1
O2-
Tiazolidinediones
O2- NO
PKC NF-κB
FP15
PARP
PJ34
NAD+ GAPDH
LY-333531
13
Gambar 3 Penghambatan enzim GAPDH dapat mengaktifkan jalur PKC dan glioksilasi (Schalkwijk & Stehouwer 2005)
Sirih Merah (Piper crocatum)
Sirih merah termasuk famili Piperaceae yang merupakan tanaman
merambat dan banyak tumbuh di daerah tropis khususnya Indonesia (Duryatmo
2005). Pada awalnya, sirih merah merupakan tanaman hias (Gambar 4), kemudian
berubah menjadi tanaman obat sejak diperkenalkan oleh Bambang Sudewo –
produsen tanaman obat di Blunyahrejo (Sudewo 2005). Tanaman sirih merah
mudah tumbuh di daerah tropis khususnya daerah lembab dengan ketinggian 200-
1000 meter di atas permukaan laut, dan perkembangbiakan melalui stek.
Permukaan bagian atas daun berwarna hijau gelap berpadu dengan tulang daun
merah kepekatan, sedangkan permukaan bagian bawah daun berwarna merah
keunguan (Duryatmo 2005, 2006). Daun adalah bagian tanaman yang banyak
digunakan secara tradisional untuk mengobati berbagai penyakit, seperti diabetes
melitus, hipertensi, leukemia, dan kanker payudara (Duryatmo 2005, Sudewo
2005). Hasil penelitian Safithri dan Fahma (2008) menyatakan bahwa pemberian
air rebusan daun sirih merah pada dosis 3,22 dan 20 g/kg BB selama 10 hari dapat
menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetes sebesar 23,6 dan 37,4. Selain itu,
Glukosa
Glukosa
Jalur sorbitol
Jalur protein kinase
Jalur glioksilasi
Jalur heksoamin
piruvat
Katalase
eNOS takberpasa
NAD PH
Glukosa 6-p
Fruktosa 6-p
Gliseraldehida 3-p
1,3-difosfogliserat
Glukosamin 6-p
sorbitol fruktosa
UDP-GlcNAC
NADPH NADP+
NADH NAD+
NAD+ NADH
asiloA KoA
metilglioksal AGEs
PPP
14
air rebusan daun sirih merah dosis 20 g/kg BB merupakan dosis yang aman untuk
dikonsumsi, dan hal tersebut didukung oleh hasil uji toksisitas akut air rebusan
daun sirih merah yang diberikan secara oral pada 4 ekor tikus selama 7 hari yang
tidak menyebabkan tikus mati (Safithri dan Fahma 2005).
Di samping itu, hasil penelitian Safithri et al (2007) menunjukkan bahwa
air rebusan daun sirih merah dosis 20 g/kg BB yang diberikan selama 10 hari
kepada tikus yang hiperglikemik memiliki aktivitas hepatoprotektor karena dapat
menekan kenaikan kadar GPT sebesar 47,7% dan GOT 48,4%, walaupun secara
statistik dosis tersebut tidak berbeda nyata dengan kadar GPT dan GOT tikus yang
diinduksi aloksan 150 mg/kg BB dan dicekok Daonil 3,22 mg/Kg BB. Salah satu
mekanisme menurunkan kadar glukosa darah pada dosis tersebut adalah dengan
cara memperbaiki kelenjar eksokrin pankreas tikus yang rusak akibat induksi
aloksan (Safithri et al. 2006).
Gambar 4 Tanaman sirih merah
Hal ini menunjukkan bahwa daun sirih merah memiliki potensi sebagai
antioksidasi, karena penyakit-penyakit yang dapat disembuhkan adalah penyakit
yang sering dikaitkan dengan pengaruh buruk radikal bebas terhadap tubuh.
Beberapa kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas adalah (1) kerusakan
protein, DNA, dan peroksidasi lipida; (2) kerusakan membran sel terutama
senyawa penyusun membran berupa asam lemak tidak jenuh yang merupakan
15
bagian dari fosfolipid dan/atau protein; (3) menimbulkan autoimun; (4)
mempercepat proses penuaan. Radikal bebas yang membahayakan ini dapat
dihambat melalui senyawa antioksidan, diantaranya antioksidan alami dari
berbagai jenis herbal tanaman obat.
Penelitian lain menyatakan bahwa ekstrak etanol daun sirih merah
memiliki aktivitas antioksidasi, yaitu dapat menghambat oksidasi asam lemak
dengan daya hambat terbesar 80,40% dan sebagai radical scavenger dengan nilai
IC50 85,82 ppm. Ekstrak etanol daun sirih merah juga memiliki aktivitas inhibisi
terhadap enzim α-glukosidase sebesar 39,62% (Alfarabi 2010). Hasil penelitian
antikanker dari daun sirih merah menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun sirih
merah menghambat pertumbuhan sel kanker payudara manusia (T42D) dengan
cara menghambat fosforilasi p44/p42, yaitu protein tirosin kinase yang sangat
berperan dalam mengatur pertumbuhan, diferensiasi, dan kelangsungan hidup dari
suatu sel (Wicaksono et al. 2009). Menyimak berbagai hasil penelitian di atas,
potensi daun sirih merah, terutama air rebusan daun sirih merah yang memiliki
aktivitas antihiperglikemik dan aman dikonsumsi, dapat dikembangkan sebagai
bahan baku formula minuman fungsional. Oleh karena itu, sangat menarik untuk
dilakukan penelitian lanjutan ke arah mekanisme senyawa bioaktif air rebusan
daun sirih merah yang dapat menurunkan kadar glukosa darah melalui kajian
aktivitas antioksidasi dan aktivitas inhibitor enzim α-glukosidase yang memegang
fungsi penting dalam penyerapan glukosa di usus.
Kayu Manis (Cinnamomum Sp)
Kayu manis (Cinnamomum sp) merupakan tanaman rempah dari famili
Lauraceae yang terdiri atas ratusan spesies dan tersebar di Asia dan Australia.
Tanaman kayu manis di Indonesia banyak terdapat di daerah Sumatra, khususnya
di daerah Sumatra Barat dan Kerinci (Gambar 5). Komponen bioaktif pada kayu
manis sudah banyak diketahui, diantaranya adalah sinamaldehida, benzil sinamat
dan eugenol (Paranagama et al. 2001; Schmidt et al. 2006). Komponen bioaktif
dari kulit kayu manis dan daun kayu manis banyak terdapat pada minyak
atsirinya.
16
Minyak atsiri dari kulit kayu manis Cinnamomum zeylanicum
memperlihatkan aktivitas antifungi yang kuat terutama dapat menghambat
pertumbuhan Aspergillus dengan zona penghambatan yang besar. Minyak atsiri
dengan konsentrasi 80, 40 dan 20 µL/mL dapat menghambat dengan kuat
pertumbuhan mycelia Aspergillus niger, A. flavus dan A. fumigatus selama 14
hari. Pada konsentrasi 80 dan 40 µL/mL terjadi penghambatan 100% terhadap
germinasi spora fungi. Perubahan morfologi yang diamati dibawah mikroskop
menunjukkan bahwa minyak atsiri pada strain fungi menyebabkan kebocoran
sitoplasma, penghilangan pigmen dan kerusakan struktur sel (Carmo et al. 2008).
Selanjutnya, penelitian minyak atsiri kayu manis Cinnamomum cassia terhadap
Candida albicans menunjukkan efek antifungi yang kuat (MIC 80%=0,169
µL/ml) dan dilihat dari komposisi minyak atsirinya ternyata kandungan
sinamaldehida sangat tinggi yaitu sebesar 92,2% (Giordani et al. 2008). Selain itu
minyak atsiri kulit kayu manis juga memiliki aktivitas antibakteri, sehingga dapat
mengurangi terjadinya haemolisis yang disebabkan oleh α-toxin Staphylococcus
aureus, dan secara nyata mampu menurunkan enterotoxin A dan enterotoxin B
(Smith-Palmer et al. 2004). S. aureus merupakan bakteri patogen yang penting
dengan strain yang berbeda dapat menyebabkan sejumlah penyakit, seperti toxic
shock syndrome dan scalded skin syndrome (Le Loir et al. 2003).
Gambar 5 Tanaman kayu manis (Cinnamomum burmannii)
17
Penelitian tentang manfaat kulit kayu manis sebagai antidiabetes
ditunjukkan dari hasil penelitian Khan et al (2003), yang menyatakan bahwa
asupan kulit kayu manis sebanyak 1, 3, dan 6 gram per hari dapat menurunkan
kadar glukosa darah pada orang-orang yang menderita diabetes tipe 2. Selain itu,
Asupan 6 g kulit kayu manis yang dicampur dalam puding beras dapat
menurunkan kadar glukosa darah postprandial dan dapat menunda pengosongan
lambung (Hlebowicz et al. 2007). Pada penelitian, aktivitas antioksidan minyak
atsiri kulit kayu manis ditunjukkan bahwa senyawa aktif dalam minyak atsiri kayu
manis terutama eugenol memiliki kemampuan sebagai senyawa antioksidan dalam
meredam radikal hidroksil yang merupakan radikal bebas terbanyak dan sangat
reaktif pada sistem biologis serta dapat merusak DNA, lipid membran, dan
protein. Radikal bebas diketahui berpotensi untuk menyebabkan penyakit
degeneratif, seperti kanker, aterosklerosis, diabetes dan lainnya. Aktivitas
antioksidasi tersebut setara dengan senyawa yang merupakan antioksidan sintetis
butylated hydroxytoluene /BHT (Jayaprakasha et al. 2006).
Enzim Superoksida Dismutase dan Katalase
Radikal bebas di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh antioksidan endogen.
Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah enzim superoksida
dismutase (SOD) dan katalase. Enzim SOD bekerja spesifik untuk mengeliminasi
radikal bebas anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan molekul oksigen.
Enzim SOD pada mamalia terdiri atas tiga bentuk, yaitu copper, zinc superoxide
dismutase atau Cu,Zn-SOD yang berada terutama di sitoplasma, manganese
superoxide dismutase atau Mn-SOD yang berada di mitokondria, dan extracelular
superoxide dismutase atau ECSOD. Secara umum fungsi Cu,Zn-SOD sama
dengan Mn-SOD dan ECSOD, namun ketiganya berbeda dalam struktur protein,
lokasi kromosom, metal kofaktor, distribusi gen, dan kompartemen selular (Guzik
et al. 2005). Reaksi SOD dalam mengkatalis superoksida dapat ditulis dengan
sebagai berikut: M (n +1) +-SOD + O2-→ Mn +-SOD + O2
Mn +-SOD + O2-+ 2H + → M (n +1) +-SOD + H2O2.
dimana M = Cu (n = 1) dan Mn (n = 2)
18
Enzim katalase bekerja untuk mengubah hidrogen peroksida menjadi air
dan oksigen. Katalase merupakan enzim yang terdiri atas empat rantai polipeptida
dan empat porfirin heme (Fe), sehingga katalase dapat bereaksi dengan hidrogen
peroksida. Jumlah katalase tertinggi pada manusia terdapat pada hati, ginjal, dan
eritrosit. Katalase pada manusia bekerja optimum pada pH 7. Katalase dapat
ditemukan pada organel selular yang dinamakan peroksisom (Al Abrash et al
2000). Reaksi katalase dalam mengkatalisis hidrogen peroksida dapat dituliskan
sebagai berikut: 2 H2O2 → 2 H2O + O2. Penelitian praklinis menunjukkan bahwa
tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin mengalami penurunan aktivitas enzim
SOD dan katalase, karena peningkatan jumlah anion superoksida yang berdampak
pada penurunan jumlah sintesis protein enzim SOD dan katalase (Sindhu et al.
2004).
Enzim α- Glukosidase
Enzim α-glukosidase berfungsi mengkatalisis reaksi akhir dari proses
penyerapan karbohidrat di usus. Enzim ini mengkatalisis hidrolisis ikatan α-1,4
sehingga menghasilkan α-D-glukosa (Stuart et al. 2004). Apabila terjadi
penghambatan kerja enzim α-glukosidase, maka akan terjadi pengurangan jumlah
glukosa yang diserap oleh usus, sehingga jumlah glukosa yang masuk ke dalam
aliran darah juga menurun. Hal tersebut dapat membantu menurunkan keadaan
hiperglikemia penderita diabetes mellitus dan mengatur kadar glukosa darahnya.
Obat-obatan yang banyak digunakan untuk menghambat kerja enzim α-
glukosidase adalah acarbose, miglitol, dan voglibose. Namun demikian, obat-
obatan sintesis tersebut memiliki efek samping bagi penderita diabetes mellitus
apabila dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu, banyak
penelitian yang dilakukan untuk memanfaatkan bahan alami terutama ekstrak
tumbuhan yang berkhasiat sebagai inhibitor enzim α-glukosidase. Penelitian pada
daun Lagerstroemia speciosa yang memiliki senyawa bioaktif asam triterpen
menunjukkan bahwa daun tersebut dapat berfungsi sebagai inhibitor enzim α-
glukosidase (Wenli et al. 2009). Selain itu, dilaporkan pula bahwa beberapa
ekstrak tumbuhan asal Meksiko yang mengandung kaempferol, seperti Cecropia
obtusifolia, Equisetum myriochaetum, Acosmium panamense, dan Malmea
19
depressa dapat menghambat kerja enzim α-glukosidase secara in vitro dan in vivo
(Cetto et al. 2008).
Inhibitor merupakan senyawa yang dapat menghambat kerja katalisis
enzim. Senyawa ini merupakan bagian dari modulator enzim yang memberikan
efek negatif terhadap kerja katalisis enzim. Inhibitor dapat bersifat reversible dan
irreversible. Inhibitor reversible merupakan jenis inhibisi enzim yang tidak
merusak gugus fungsi dari enzim tersebut, melainkan hanya menghambat proses
katalisis. Inhibitor reversibel dibagi menjadi tiga jenis, yaitu competitive,
noncompetitive, dan uncompetitive. Inhibitor competitive merupakan proses
inhibisi dengan senyawa inhibitor yang mempunyai tempat ikatan yang sama
dengan tempat ikatan substrat pada enzim. Jenis inhibisi ini dapat dikurangi
dengan menambah jumlah substrat dibandingkan jumlah inhibitor karena jenis
inhibisi ini bersifat kompetisi antara substrat dengan inhibitor. Inhibitor
noncompetitive, merupakan proses inhibisi dengan senyawa inhibitor yang
mempunyai tempat ikatan yang berbeda dengan tempat ikatan substrat pada
enzim. Jenis inhibisi ini dapat terjadi walaupun enzim telah berikatan dengan
substrat karena tidak bersifat kompetisi. Jenis yang terakhir adalah uncompetitive,
yaitu jenis inhibisi yang dapat terjadi bila suatu enzim telah berikatan dengan
substrat. Inhibitor irreversible merupakan inhibisi yang dapat merusak struktur
atau gugus fungsi dari enzim sehingga enzim menjadi tidak aktif. Mekanisme
inhibisi ini merupakan mekanisme yang dimiliki oleh obat-obatan tertentu seperti
obat kanker (Stryer 2000).
Proses inhibisi enzim α-glukosidase dapat membantu penderita diabetes
mellitus mengurangi kadar gula darah yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ekstrak etanol 70% dari daun sirih merah 1% b/v memiliki aktivitas
inihibisi terhadap enzim α-glukosidase sebesar 39,62%, jika dibandingkan dengan
kemampuan inhibisi acarbose 1% (b/v), sebesar 78,64%. Dengan demikian,
ekstrak etanol daun sirih merah memiliki daya inhibisi enzim sebesar setengah
dari daya inhibisi acarbose, dan inhibisi ekstrak etanol 70% daun sirih merah
bersifat kompetitif (Alfarabi 2010).
20
21
AKTIVITAS ANTIOKSIDASI DAN INHIBITOR ENZIM
αααα-GLUKOSIDASE CAMPURAN EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH
DAN KULIT KAYU MANIS
ABSTRAK
Pada tahun 2008, penyakit diabetes mellitus di Indonesia menduduki
peringkat ke-2 penyebab kematian pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah
perkotaaan (14,7%), sedangkan di daerah pedesaan menduduki peringkat ke-6
(5,8%). Daun sirih merah (Piper crocatum) merupakan salah satu tanaman obat
asli Indonesia yang sudah diketahui memiliki aktivitas antihiperglikemik, tetapi
memiliki citarasa pahit. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbandingan
jumlah campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis sebagai minuman
fungsional yang memiliki aktivitas antioksidasi dan antihiperglikemik. Ekstrak air
daun sirih merah dicampur dengan ekstrak air kulit kayu manis dengan
perbandingan 5:0; 5:1; 5:3; 5:5; dan 0:5 (v/v), dan pada masing-masing campuran
ditambahkan bahan pemanis stevia sebanyak 0,67%. Aktivitas antioksidasi
ditentukan melalui pengukuran aktivitas superoksida dismutase dan katalase,
sedangkan pengkajian antihiperglikemik secara in vitro dilakukan dengan
mengukur aktivitas enzim α−glukosidase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
campuran ekstrak air daun sirih merah dengan kulit kayu manis pada
perbandingan 5:3 merupakan campuran terbaik, ditunjukkan oleh aktivitas enzim
superoksida dismutase sebesar 3,32±0,08 U/ml, katalase sebesar 0,18±0,02
mU/ml, dan inhbitor enzim α-glukosidase sebesar 61,00±2,55%, serta senyawa
total fenol terbesar (1065,67±0,09 ppm). Formula terbaik tersebut memiliki nilai
pH, kecerahan (L), dan warna merah (a), serta warna kuning (b) masing-masing
sebesar 5,59±0,01; 28,40±0,04; + 5,87±0,14; dan + 6,32±0,06.
Kata kunci : Piper crocatum, Cinnamomum burmannii, aktivitas antioksidasi,
aktivitas α-glukosidase
22
ANTIOXIDATIVE AND αααα-GLUKOSIDASE ENZYME INHIBITOR
ACTIVITIES OF Piper crocatum LEAVES AND Cinnamomum burmannii
BARK EXTRACT MIXTURE
ABSTRACT
In 2008 diabetes mellitus was the second cause of death in Indonesia for
the age group of 45-54 years old in urban areas (14.7%), and the sixth cause of
death in rural areas (5.8%) for the same age group. One of Indonesia’s medicinal
plants, Piper crocatum, has been proven to have anti-hyperglycemic activity,
despite its bitter taste. The aim of this study was to develop a functional drink that
consist of the extract mixture of P. crocatum leaves and C. burmannii bark which
have the highest antioxidant and anti-hyperglycemic activity. P.crocatum leaves
extract was mixed with C. burmannii bark extract with a ratio amount of 5:0; 5:1;
5:3; 5:5, and 0:5. In each mixture, sweetener stevia was added as much as
0.67%v/v. The antioxidant activity was measured using superoxide dismutase and
catalase enzyme, and in vitro anti-hyperglycemic activity was measured as the
inhibition of α-glucosidase activity. The results showed that the mixture with a
ratio amount of 5:3 was the chosen mixture with superoxide dismutase activity at
3.32 ± 0.08 U/ml, catalase activity at 0.18 ± 0.02 mU/ml; and acted as inhibitor of
α-glucosidase enzyme by 61, 00 ± 2.55%, with the largest total phenolic
compounds of 1067.65 ± 0.90 ppm. The chosen mixture had a characteristic of pH
value, L value (brightness), a and b value (color) of 5.59 ± 0.01, 28.40 ± 0.04;
+5.87 ± 0.14, and +6.32 ± 0, 06 respectively.
Key words : Piper crocatum, Cinnamomum burmannii, antioxidative activity,
α-glukosidase activity
PENDAHULUAN
Pengembangan minuman fungsional yang memiliki aktivitas
antihiperglikemik merupakan salah satu solusi alternatif yang penting
dipertimbangkan bagi pemerintah Indonesia guna mengurangi jumlah penderita
23
diabetes melitus yang prevalensinya mencapai 8.6% dari total penduduk atau
urutan ke-4 setelah India, Cina, dan Amerika Serikat (Depkes RI 2005). Di
samping itu, diabetes mellitus di Indonesia menduduki peringkat ke-2 penyebab
kematian pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan dengan jumlah
14,7%, sedangkan di daerah pedesaan menduduki peringkat ke-6 dengan jumlah
5,8% (Depkes RI 2008).
Diabetes mellitus tipe 2 sangat berhubungan dengan keadaan resistensi
insulin akibat obesitas (Bowman & Russel 2001). Stres oksidatif yang terjadi
dapat menimbulkan radikal bebas di dalam tubuh, dan akan mengganggu kerja
insulin sehingga insulin tidak mampu menurunkan kadar glukosa darah secara
maksimal. Disamping itu, keadaan hiperglikemia dapat memproduksi banyak
radikal bebas (Ceriello 2003), dan kondisi hiperglikemia kronis pada diabetes
mellitus dapat menyebabkan autooksidasi glukosa (Dobretsov et al. 2007).
Banyaknya senyawa radikal bebas yang terbentuk akan menyebabkan terjadinya
peningkatan stres oksidatif dan semakin banyak merusak senyawa-senyawa
makromolekul lainnya, seperti lipida dan protein. Kerusakan makromolekul
tersebut dapat menyebabkan penurunan fungsi kerja organ dan akan menimbulkan
penyakit lainnya seperti kebutaan, gagal ginjal, dan aterosklerosis (Maritim et al.
2003).
Penderita diabetes mellitus tipe 2 memiliki risiko terkena penyakit jantung
koroner dan stroke empat kali lebih besar jika dibandingkan dengan orang sehat
(Nakagami et al. 2005). Penyakit jantung koroner dan stroke sangat berhubungan
erat dengan disfungsi endotelial, yang dapat menstimulasi penyempitan pembuluh
darah, seperti aterosklerosis dan arteriosklerosis. Ada dua jenis mekanisme
hiperglikemia (kondisi diabetes mellitus) yang menyebabkan disfungsi endotelial,
dan berlanjut kepada pembentukkan aterosklerosis, yaitu mekanisme apoptosis
dari sel-sel endotelial (Nakagami et al. 2005), dan peranan reactive oxygen
species (ROS) dan NADPH oksidase pada jaringan vaskular penderita diabetes
mellitus (Ceriello 2003).
Tingginya kadar glukosa di dalam darah dapat menginduksi apoptosis sel-
sel endotelial melalui pengaktifan jalur protease caspase bax pada sel endotelial,
stimulasi translokasi bax ke dalam membran mitokondria, dan melepaskan
24
sitokrom C, serta terjadi fosforilisasi caspase yang kemudian menyebabkan
terjadinya apoptosis. Induksi apoptosis sel-sel endotelial dapat dihambat melalui
peran hepatocyte growth factor (HGF), pengeluaran phosphoinositide 3-kinase
(PI3K) dan pengaktifan protein bcl-2 sehingga dapat mencegah terjadinya
translokasi bax pada membran mitokondria. Selain itu, HGF mengaktifkan bcl-xL
yang berperan pada pencegahan pelepasan sitokrom c serta menghambat
pengaktifan caspase 3 dan 9 yang menyebabkan akan terjadinya apoptosis sel-sel
endotelial (Nakagami et al. 2005).
Penderita diabetes mellitus dapat mengalami komplikasi kronis berupa
nefropati (gangguan fungsi ginjal), neuropati (gangguan fungsi syaraf) dan
retinopati (gangguan pada retina mata), gangguan kardiovaskular, serta dapat
menyebabkan hipertensi, akibat radikal bebas yang dihasilkan selama keadaan
hiperglikemia. Radikal bebas dapat direduksi secara optimum melalui kerja enzim
superoksida dismutase (SOD), katalase, dan NADPH oksidase (Ceriello 2003).
Keadaan hiperglikemia pada penderita diabetes mellitus dapat dikurangi dengan
cara menghambat kerja enzim yang berperan membantu penyerapan karbohidrat,
yaitu enzim α-glukosidase. Enzim α-glukosidase (EC 3.2.1.20) merupakan enzim
dari golongan hidrolase yang berfungsi mengkatalisis reaksi akhir dari proses
penyerapan karbohidrat di usus, terutama mengkatalisis hidrolisis ikatan α-1,4
sehingga dihasilkan α-D-glukosa (Stuart et al. 2004). Terhambatnya kerja enzim
α-glukosidase menyebabkan berkurangnya glukosa yang diserap oleh usus dan
kadar glukosa yang masuk ke dalam aliran darah akan berkurang. Mekanisme
tersebut mampu mengatur kadar glukosa darah dan menurunkan keadaan
hiperglikemia penderita diabetes mellitus. Dengan kata lain, penderita diabetes
mellitus sangat memerlukan pangan fungsional yang mengandung senyawa
bioaktif yang dapat menghambat kerja enzim α-glukosidase, dan dapat
meningkatkan kerja enzim SOD maupun katalase dalam tubuh, sehingga dapat
mencegah terjadinya komplikasi kronis akibat keadaan hiperglikemia.
Daun sirih merah sebagai tanaman obat memiliki senyawa aktif yang
berasal dari golongan flavonoid, tanin, dan alkaloid (Safithri & Fahma 2008).
Golongan senyawa flavonoid, tanin, dan alkaloid telah banyak diteliti dan
diketahui perannya sebagai senyawa antihiperglikemik. Beberapa penelitian yang
25
menyatakan hal tersebut diantaranya (1) ekstrak alkohol Benincasa hispida yang
mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, dan steroid memiliki aktivitas
antihiperglikemik (Battu et al. 2007); (2) senyawa kuarsetin (flavonoid) dari daun
Annona squamosa juga memiliki efek antidiabetes pada tikus yang menderita
diabetes mellitus (Panda 2007); (3) senyawa pycnogenol (flavonoid) dari ekstrak
Pinus maritima mempunyai efek antidiabetes dan mampu menurunkan stress
oksidatif tikus yang menderita diabetes mellitus, sehingga senyawa tersebut dapat
menghambat terjadinya komplikasi penyakit pada penderita diabetes mellitus
(Jankyova et al. 2009); (4) ekstrak banaba (Lagestroemia speciosa) yang
mengandung tanin dapat menstimulasi transpor glukosa dan menghambat
diferensiasi sel 3T3-L1 pada jaringan adiposa (Liu et al. 2001; Hayashi et al.
2002). (5) ekstrak etanol biji Tephrosia purpurea dengan konsentrasi 300 mg/kg
BB dapat meningkatkan aktivitas enzim SOD dan katalase sel darah merah tikus
diabetes (Pavana et al. 2007). Selain itu, senyawa luteolin (flavonoid) memiliki
aktivitas antihperglikemik yang ditunjukkan oleh kemampuannya menghambat
aktivitas enzim glukosidase sebesar 36% (Kim et al. 2000).
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian air rebusan
daun sirih merah dengan dosis 3,22 dan 20 g/kg BB selama 10 hari dapat
menurunkan kadar glukosa darah tikus yang diinduksi dengan aloksan (150
mg/kg) sebesar 23,6 dan 37,4%. Analisis statistik menunjukkan bahwa kadar
glukosa tikus yang dicekok pada dosis tersebut tidak berbeda nyata dengan kadar
glukosa tikus diabetes maupun tikus normal (Safithri dan Fahma 2008). Hasil
penelitian lain menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun sirih merah dapat
berperan sebagai penghambat oksidasi asam lemak dengan daya hambat terbesar
80,40% dan sebagai radical scavenger dengan nilai IC50 85,82 ppm (Alfarabi et
al. 2010). Namun demikian, pemanfaatan dan pengembangan potensi daun sirih
merah sebagai pangan fungsional perlu dikaji lebih lanjut agar ekstrak daun sirih
merah yang memiliki citarasa pahit dapat dikurangi. Salah satu alternatif yang
dikaji dalam penelitian ini adalah penambahan ekstrak kulit kayu manis sebagai
penambah citarasa dan aroma, meningkatkan bioaktivitas, dan sekaligus dapat
berperan sebagai pengawet alami. Oleh karena itu pencampuran dilakukan dengan
26
menambahkan ekstrak air dari daun sirih dan kulit kayu manis, serta penambahan
stevia sebagai pemanis alami yang memiliki indeks glikemik rendah.
Ekstrak rempah dari jenis tanaman kayu manis dipilih sebagai bahan
pencitarasa minuman fungsional berbasis ekstrak air daun sirih merah, karena
kulit kayu manis telah diketahui memiliki aktivitas antihiperglikemik. Beberapa
hasil penelitian yang menunjukkan hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) konsumsi sinnamaldehida 20 mg/kg BB yang merupakan senyawa bioaktif
kulit kayu manis dapat menurunkan hemoglobin terglikosilasi, total kolesterol
serum, kadar trigliseria, dan secara bersamaan meningkatkan insulin plasma,
glikogen hati dan kadar kolesterol HDL (Babu et al. 2007); (2) asupan kulit kayu
manis sebanyak 1, 3, dan 6 gram per hari dapat menurunkan kadar glukosa darah
pada orang-orang yang menderita diabetes mellitus tipe 2 (Khan et al. 2003); dan
(3) asupan 6 gram kulit kayu manis yang dicampur dalam puding beras dapat
menurunkan kadar glukosa darah postprandial dan menunda pengosongan
lambung (Hlebowicz et al. 2007). Selain itu, kulit kayu manis yang memiliki
citarasa pedas dan manis, mempunyai aktivitas senyawa antimikroba alami karena
air rebusan kulit kayu manis dengan konsentrasi 10% b/v dapat menghambat
pertumbuhan beberapa mikroba dengan diameter penghambatan yang relatif besar
(Chaudhary dan Tariq 2006), seperti pada Streptococcus oralis dan Streptococcus
sanguis (diameter penghambatan 23 mm), Micrococcus roseus (diameter
penghambatan 21 mm), Streptococcus intermedius (diameter penghambatan 20
mm) dan Streptococcus mutans (diameter penghambatan 17 mm).
Berdasarkan hasil-hasil kajian di atas, pemanfaatan daun sirih merah dan
kulit kayu manis dapat ditingkatkan menjadi minuman fungsional melalui
pengujian aktivitas antihiperglikemik dan antioksidasinya. Penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu
manis pada perbandingan tertentu yang memiliki aktivitas antihiperglikemik
tertinggi secara in vitro berdasarkan pengukuran aktivitas enzim α-glukosidase,
dan aktivitas antioksidasi enzim superoksida dismutase dan katalase.
27
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokimia FMIPA IPB dan
Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka (PSB) IPB, serta beberapa analisa
dilakukan di Laboratorium Biokimia FKUI. Pelaksanaan penelitian dilakukan
pada periode bulan Oktober 2010 sampai dengan Januari 2011.
Bahan dan Alat
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian berupa daun sirih merah
(Piper crocatum Ruiz & Pav) dan kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii
Blume) diperoleh dari Balai Tanaman Obat dan Rempah (BALITTRO),
Cimanggu Bogor. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk beberapa analisis
diperoleh dari toko bahan kimia di Bogor dan Jakarta, terdiri dari (1) bahan kimia
untuk analisis kadar total fenol meliputi Folin Ciocalteu 10%, Na2CO3 1 M, dan
asam tanat; (2) Bahan kimia untuk analisis aktivitas enzim SOD, meliputi xantin
0.05 mM, xantin oksidase 80 U/L, 2-(4-iodofenil)-3-(4-nitrofenol)-5-
feniltetrazolium klorida (INT) 0,025 mM, buffer yang terdiri atas N-cyclohexyl-3-
aminopropanesulfonic acid (CAPS) 40 mM dan EDTA 0,94 mM, standar SOD
4,01 U/L, dan asam lipoat 100 ppm; (3) Bahan kimia untuk analisis aktivitas
enzim katalase, meliputi H2O2 1 mM, Horseradish peroxidase (HRP), oxiRedTM
Probe, katalase, buffer fosfat 50 mM pH 7, dan asam lipoat 100 ppm; (4) Bahan
kimia untuk analisis aktivitas enzim α-glukosidase, meliputi ONPG 20 mM, ONP
1 mM, enzim α-glukosidase 2,5 U/ml, buffer fosfat 0,1 M pH 7, dan acarbose
0,01%
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan untuk
analisis kadar air, pembuatan ekstrak air sirih merah dan kayu manis,
spektrofotemeter untuk analisis total fenol, aktivitas enzim SOD, katalase, dan α-
glukosidase, serta pH meter dan Minolta Chroma Meters untuk mengukur pH dan
warna formula minuman.
28
Metode Penelitian
Pengeringan bahan uji
Daun sirih merah dan kulit kayu manis dikeringkan dibawah sinar
matahari selama 9 jam (3 jam per hari pada pukul 10-13) agar didapatkan sampel
kering dengan kadar air tidak lebih dari 12% (b/b). Pada daun sirih merah dan
kulit kayu manis yang sudah kering dilakukan penggilingan untuk mendapatkan
serbuk dengan ukuran 20 mesh.
Pembuatan ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis
Pada masing-masing bahan uji kering berbentuk serbuk dilakukan proses
ekstraksi dengan air secara terpisah. Ekstraksi daun sirih merah dilakukan dengan
menimbang sampel kering sebanyak 10 g dan ditambahkan akuades sebanyak 200
ml (1:20), lalu direbus dalam keadaan tertutup sampai mendidih, dibiarkan
mendidih selama 15 menit, disaring, dan diukur volume filtrat yang diperoleh.
Selanjutnya pada filtrat ditambahkan akuades sampai volume mencapai 100 ml,
dan disebut sebagai larutan stok sirih merah. Pada ekstraksi kulit kayu manis,
sampel kering ditimbang sebanyak 20 g, dan ditambahkan akuades sebanyak 200
ml (1:10), lalu direbus dengan air dalam keadaan tertutup sampai mendidih, dan
dibiarkan mendidih selama 15 menit, disaring, diukur volume filtrat yang
diperoleh, dan ke dalam filtrat ditambahkan akuades sampai volume mencapai
100 ml, dan disebut sebagai larutan stok kayu manis (Modifikasi Safithri dan
Fahma, 2008).
Pembuatan formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu
manis
Larutan stok sirih merah dicampur dengan larutan stok kayu manis pada
perbandingan 5:0; 5:1; 5:3; 5:5; dan 0:5, dan untuk selanjutnya dinamakan
formula campuran 5:0; 5:1; 5:3; 5:5; dan 0:5. Pada masing-masing formula
campuran ditambahkan bahan pemanis stevia sebanyak 0,67% (b/v), diaduk
sampai rata dan siap digunakan untuk analisis.
29
Analisis kadar air bahan uji
Sebanyak 5-6 gram bahan uji kering dimasukkan ke dalam labu destilasi,
ditambahkan toluen 75 ml, dikocok perlahan-lahan agar tercampur dengan
sempurna dan semua contoh terendam, lalu ditambahkan beberapa butir batu
didih. Alat destilasi dan isi penampung dipasang dengan kecepatan destilasi
berkisar 100 tetes per menit. Sewaktu pemanasan berlangsung, sekali-kali
dibersihkan dinding sebelah dalam pendingin dengan sedikit toluen, untuk
membilas air yang mungkin melekat pada dinding pendingin. Destilasi dihentikan
apabila setelah 30 menit air tidak lagi bertambah dalam penampung, kemudian
dibaca volume air dalam penampung yang dapat dinyatakan sebagai bobot air
karena rapat massa air tepat 1 gram/ml (AOAC 1970 didalam Sudarmadji, 1997).
Kadar air sampel dihitung berdasarkan rumus :
Berat air = ρ air x vol air (ml)
Pengukuran derajat warna metode hunter (hutching, 1999) formula
campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis
Analisis dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chroma Meters.
Prinsip kerja alat tersebut berdasarkan pengukuran perbedaan warna yang
dihasilkan oleh permukaan sampel. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan
sampel dari masing-masing formula campuran di dalam wadah berukuran
seragam (misalnya cawan petri) terhadap nilai L, a, b. Nilai L menyatakan
parameter kecerahan (lightness) yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100
(putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik
campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0-80 untuk warna merah dan
nilai –a (negatif) dari 0-(-80) untuk warna hijau. Nilai b menyatakan warna
kromatik campuran biru kuning dengan nilai +b (positif) dari 0-79 untuk kuning
dan nilai –b (negatif) dari 0-(-70) untuk warna biru.
Analisis kadar total fenol formula campuran ekstrak daun sirih merah dan
kulit kayu manis
Sebanyak 1 ml sampel dari masing-masing formula campuran dimasukkan
ke dalam tabung reaksi yang berisi 1 ml etanol 95% dan 5 ml air bebas ion,
30
kemudian ditambahkan 0,5 ml pereaksi Folin Ciocalteu, lalu diinkubasi pada suhu
250C selama 5 menit. Selanjutnya, pada larutan dari masing-masing formula
campuran ditambahkan 1 ml Na2CO3 5% dan divorteks, kemudian diinkubasi
pada suhu 250C selama 1 jam di ruang gelap. Absorbansi larutan dari masing-
masing formula campuran diukur pada panjang gelombang 725 nm, dan
menggunakan standar asam tanat pada konsentrasi 0; 6,5; 13; 32,5; 65; 130 ppm
(Modifikasi Pourmorad et al. 2006). Perhitungan kadar total fenol dilakukan
dengan cara memasukkan nilai absorbansi sampel pada persamaan garis yang
diperoleh dari kurva standar (lampiran 4).
Analisis aktivitas enzim superoksida dismutase formula campuran ekstrak
daun sirih merah dan kulit kayu manis
Sebanyak 0,05 ml sampel dari formula campuran terpilih dilarutkan
dengan 1,7 ml substrat (xantin dan INT) kemudian divorteks, lalu ditambahkan
0,25 ml xantin oksidase. Selanjutnya, larutan formula campuran diinkubasi pada
suhu ruang selama 30 detik, dan dibaca absorbansinya (A1) pada panjang
gelombang 505 nm. Setelah itu, larutan diinkubasi pada suhu 250C selama 3
menit, kemudian dibaca absorbansinya (A2) pada panjang gelombang 505 nm
dengan larutan pembanding asam lipoat 100 ppm.
Standar enzim SOD digunakan pada konsentrasi 0,00; 0,17; 0,5; 1,00;
2,01; dan 4,01, dan dilakukan hal yang sama pada larutan formula campuran,
yaitu 0,05 ml standar dilarutkan dengan 1,7 ml substrat (xantin dan INT)
kemudian divorteks, lalu ditambahkan 0,25 ml xantin oksidase. Selanjutnya,
larutan diinkubasi pada suhu ruang selama 30 detik, dan dibaca absorbansinya
(A1) pada panjang gelombang 505 nm. Setelah itu, larutan diinkubasi pada suhu
250C selama 3 menit, kemudian dibaca absorbansinya (A2) pada panjang
gelombang 505 nm.
Perhitungan persentase penghambatan dan aktivitas enzim SOD dilakukan
dengan langkah perhitungan sebagai berikut:
A2 – A1 = �A/min dari sampel maupun standar
Selanjutnnya untuk mendapatkan persentase penghambatan, data �A/min
dari sampel maupun standar dimasukkan ke dalam rumus berikut:
31
% penghambatan = 100 – (�Asampel/min x 100)
�AStd 0,00/min
Perhitungan aktivitas enzim SOD dilakukan dengan membuat kurva
standar antara konsentrasi enzim SOD (X) dan % penghambatan (Y). Selanjutnya,
data persentase penghambatan sampel diplotkan pada kurva standar (RANDOX,
2006).
Analisis aktivitas enzim katalase formula campuran ekstrak daun sirih
merah dan kulit kayu manis
Sebanyak 20 µl sampel dari formula campuran terpilih dilarutkan dengan
58 µl buffer fosfat 50 mM pH 7, kemudian ditambahkan 12 µl H2O2 1 mM.
Setelah itu larutan formula campuran terpilih diinkubasi pada suhu 250C selama
30 menit, dan ditambahkan 10 µl Na2CO3 100 mM (untuk menghentikan reaksi).
Selanjutnya pada larutan tersebut ditambahkan 46 µl buffer fosfat 50 mM pH 7, 2
µl OxiredTM Probe, dan 2 µl larutan HRP, diinkubasi pada suhu 250C selama 10
menit, dan absorbansi dibaca pada panjang gelombang 570 nm dengan larutan
pembanding asam lipoat 100 ppm.
Pembuatan kurva standar H2O2 dilakukan dengan cara memipet 0, 2, 4, 6,
8, dan 10 µl H2O2 1 mM, kemudian ditambahkan buffer fosfat 50 mM pH 7
sampai volume tepat 90 µl, dan larutan Na2CO3 100 mM sebanyak 10 µl (untuk
menghentikan reaksi). Pada larutan tersebut ditambahkan 46 µl buffer fosfat 50
mM pH 7, 2 µl OxiredTM Probe, dan 2 µl larutan HRP, kemudian larutan
campuran diinkubasi pada suhu 250C selama 10 menit, dan diukur absorbansi
larutan pada panjang gelombang 570 nm.
Perhitungan aktivitas katalase dilakukan dengan menggunakan rumus
berikut: Aktivitas katalase =
jumlah H2O2 1 mM yang tersisa pada sampel x faktor pengenceran
30 x volume sampel
Jumlah H2O2 1 mM yang tersisa pada sampel dihitung dengan cara memplotkan
nilai absorbansi sampel pada kurva standar (BioVision 2010).
32
Analisis aktivitas enzim αααα-glukosidase formula campuran ekstrak daun sirih
merah dan kulit kayu manis
Sebanyak 20 µl sampel dari masing-masing formula campuran atau
standar atau akuades sebagai kontrol negatif, ditambahkan 980 µl buffer fosfat 0,1
M pH 7, dan 500 µl substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida 20 mM, kemudian
diinkubasi pada suhu 370C selama 5 menit. Selanjutnya, pada larutan ditambahkan
500 µl enzim α-glukosidase 2,5 U/ml, dan diinkubasi pada suhu 370C selama 15
menit. Reaksi dihentikan dengan penambahan 2 ml 200 mM Na2CO3 dan diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 400 nm dengan larutan pembanding
menggunakan acarbose pada konsentrasi 0,01%.
Pembuatan kurva standar dilakukan dengan menggunakan larutan p-
nitrofenol (pNP) pada konsentrasi 0, 1, 5, 10, 15, dan 20 µM. Larutan blanko
menggunakan larutan buffer fosfat 0,1 M pH 7 (pelarut larutan standar p-
nitrofenol) dan absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 400 nm
(Modifikasi Alfarabi, 2010). Persentase daya hambat ekstrak dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
% daya hambat = [pNP] kontrol negatif – [pNP] ekstrak x 100%
[pNP] kontrol negatif
Analisis Data
Perbedaan antara kelompok eksperimen dan kontrol ditentukan dengan
menggunakan perangkat lunak statistik MNITAB 14 untuk Windows.
Perbandingan antara kelompok yang berbeda dilakukan dengan analisis varians
menggunakan uji ANOVA. Perbedaan yang signifikan antara kontrol dan
kelompok eksperimen dinilai oleh Tukey t-test. Seluruh data dinyatakan sebagai
nilai rata-rata ± standar error dari mean (SEM); nilai p kurang dari 0,05 dianggap
signifikan.
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air Bahan Uji
Kadar air bahan uji, yaitu daun sirih merah dan kulit kayu manis dianalisis
terlebih dahulu sebelum diekstrak dengan cara perebusan dalam air pada
perbandingan jumlah tertentu. Hasil analisis kadar air menunjukkan bahwa proses
pengeringan dengan cahaya matahari selama 9 jam (3 hari dari jam 10.00-13.00),
mampu menurunkan kadar air sampai dibawah 12%, yaitu 6,82% untuk daun
sirih merah dan 8,93% untuk kulit kayu manis. Dengan kadar air tersebut, daun
sirih merah dan kulit kayu manis dapat aman disimpan sebelum digunakan untuk
ekstraksi karena kadar air dibawah 12% dapat mencegah terjadinya proses
enzimatik dan kerusakan oleh mikroba (Manoi 2006). Rendemen simplisia daun
sirih merah sebesar 20,10%, sedangkan rendemen kulit kayu manis kering
sebesar 50,49%.
Aktivitas Antioksidasi Formula Campuran Ekstrak Daun Sirih Merah dan
Kulit Kayu Manis
Aktivitas antioksidasi 5 formula campuran ekstrak daun sirih merah dan
kulit kayu manis dianalisis dengan cara enzimatis menggunakan enzim SOD dan
katalase, karena kedua enzim tersebut merupakan enzim yang berperan optimum
dalam meredam radikal bebas dalam tubuh, terutama pada penderita diabetes
mellitus yang dapat mengalami komplikasi kronis berupa nefropati (gangguan
fungsi ginjal), neuropati (gangguan fungsi syaraf) dan retinopati (gangguan retina
mata), gangguan kardiovaskular, serta dapat menyebabkan hipertensi akibat
radikal bebas yang dihasilkan selama keadaan hiperglikemia (Ceriello 2003).
Kondisi hiperglikemia pada penderita diabetes mellitus dapat
menghasilkan radikal-radikal bebas yang dapat merusak sel-sel endotelial.
Radikal bebas terbesar dihasilkan oleh organel sel mitokondria, yaitu pada proses
transport elektron terutama pada sistem kompleks 2 (Ubiquinon/koenzim Q), yaitu
proses pengubahan FADH2 yang dihasilkan oleh aktivitas enzim suksinat
dehidrogenase yang mengkatalisis pembentukkan fumarat dari suksinat pada
siklus asam sitrat (Brownlee 2001). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak
34
glukosa yang masuk ke dalam sel endotelial, semakin banyak piruvat yang
dihasilkan dari proses glikolisis, dan selanjutnya semakin banyak asetil koA yang
terbentuk dan masuk ke dalam siklus asam sitrat. Akibatnya, produksi anion
superoksida berlebihan dan berdampak pada disfungsi endotelial serta patogenesis
komplikasi pada penderita diabetes mellitus (Nagakami et al. 2005; Schalkwijk &
Stehouwer 2005; Ceriello 2003). Oleh karena itu, aktivitas enzim SOD dan
katalase yang optimum sangat diperlukan bagi penderita diabetes mellitus, karena
enzim SOD bekerja dengan cara mengubah anion superoksida menjadi oksigen
dan hidrogen peroksida (Guzik et al. 2005), kemudian hidrogen peroksida yang
terbentuk dari aktivitas SOD akan diubah menjadi air dan oksigen oleh enzim
katalase (Al Abrash et al. 2000).
Asam lipoat digunakan sebagai pembanding dalam pengukuran aktivitas
SOD, karena asam lipoat telah digunakan sebagai suplemen antioksidan bagi
penderita diabetes mellitus terutama untuk menangani kondisi neurophaty (Negi
et al. 2008). Selain itu, asam lipoat dapat bereaksi dengan oksidan superoksida
maupun radikal hidroksil, dan dapat mereduksi GSSg (Glutation teroksidasi)
menjadi GSH (glutation tereduksi), serta dapat meregenerasi vitamin C dan
vitamin E. Asam lipoat berfungsi sebagai koenzim pada kompleks multienzim
mitokondria, yaitu dekarboksilasi oksidatif asam keto seperti asam piruvat dan
ketoglutarat (Liu et al. 2002; Muchtadi 2010).
Hasil analisis aktivitas antioksidasi 5 formula campuran ekstrak daun sirih
merah dan kulit kayu manis sebagai mimetik enzim superoksida dismutase dapat
disimak pada Tabel 1. Hasil analisis menunjukkan bahwa ekstrak sirih merah
tunggal dan kayu manis tunggal memiliki aktivitas antioksidasi tertinggi dalam
meredam anion superoksida, yaitu 3,41 U/ml dan 3,43 U/ml, dan jika kedua estrak
tersebut dicampur dengan perbandingan yang sama (5:5), maka akan
menghasilkan aktivitas antioksidasi yang berbeda nyata (P<0.05) dengan ekstrak
tunggalnya. Namun demikian, pencampuran ekstrak daun sirih merah dan kulit
kayu manis dengan perbandingan 5:3, menghasilkan aktivitas antioksidasi yang
sama dengan aktivitas antioksidasi ekstrak tunggalnya. Hal ini menunjukkan
bahwa banyaknya penambahan ekstrak kulit kayu manis tidak berbanding lurus
terhadap peningkatan aktivitas antioksidasinya, dan sesuai dengan karakteristik
35
senyawa bioaktif dari tanaman obat dan rempah, pada perbandingan tertentu dapat
bersifat sinergis dan apabila terlalu besar akan bersifat antagonis (Mukherjee dan
Houghton 2009).
Asam lipoat yang telah diteliti sebagai mimetik enzim SOD menunjukkan
aktivitas SOD yang terkecil (0,45 U/ml) dan berbeda nyata (p<0,05) dengan
ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis tunggal maupun campurannya
(Tabel 1). Golongan senyawa bioaktif yang diduga berpotensi sebagai mimetik
enzim SOD atau meredam anion superoksida pada campuran ekstrak daun sirih
merah dan kulit kayu manis adalah senyawa fenolik dan polifenol seperti
flavonoid, tanin, dan alkaloid. Hasil analisis GC-MS (Gas Chromatography Mass
Spectrometry) dengan parameter MS untuk mendeteksi senyawa dengan massa
50-800 menunjukkan pola kromatogram dari senyawa yang terkandung di dalam
ekstrak etanol 70% daun sirih merah terdiri atas golongan asam lemak, terpenoid,
flavonoid, steroid, alkaloid, pirimidin, minyak atsiri, polifenol, dan vitamin E.
(Alfarabi 2010). Hasil analisis kualitatif ekstrak air daun sirih merah
menunjukkan adanya flavonoid, alkaloid, dan tanin (Safithri & Fahma 2008).
Polifenol merupakan senyawa antioksidan, karena memiliki sifat dapat mereduksi
dan mengoksidasi, sehingga dapat menstabilkan oksidan seperti anion superoksida
(Galato et al. 2001; Zheng & Wang 2001).
Tabel 1 Aktivitas enzim SOD formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis
Rasio campuran ekstrak* Inhibisi anion
superoksida (%) Aktivitas SOD U/ml
5 : 0 93,01±0,76 3,41±0,04a
5 : 1 80,65±0,00 2,77±0,00c
5 : 3 91,40±1,52 3,32±0,08ab
5 : 5 88,17±1,52 3,16±0,08b
0 : 5 93,55±0,00 3,43±0,00a
Asam lipoat 100 ppm 35,48±1,52 0,45±0,08d
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2;* Rasio campuran ekstrak air daun sirih merah dengan kulit kayu manis dan penambahan stevia sebanyak 1 g /150 ml ekstrak (0,67%)
36
Pembuktian bahwa formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit
kayu manis memiliki aktivitas SOD saja belum cukup, karena hasil akhir dari
produk katalisis SOD adalah hidrogen peroksida yang merupakan senyawa toksik
bagi sel. Hidrogen peroksida tersebut dapat diubah menjadi air dan oksigen
melalui aktivitas katalase (Al Abrash et al 2000). Asam lipoat digunakan sebagai
senyawa pembanding dalam aktivitas antioksidasi, karena asam lipoat 100 mg/kg
bb dapat meningkatkan aktivitas enzim SOD dan katalase serta mencegah
terjadinya lipid peroksidasi pada tikus yang mengalami stress kronis (Akpinar et
al., 2008). Selain itu, asam lipoat dapat bersifat sebagai mimetik enzim SOD dan
katalase (Ceriello 2003).
Hasil analisis aktivitas antioksidasi terhadap enzim katalase (Tabel 2)
menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih merah tunggal mampu bereaksi dengan
hidrogen peroksida seperti halnya enzim katalase, tetapi ekstrak kayu manis
tunggal tidak memiliki kemampuan sebagai enzim katalase karena nilai
aktivitasnya negatif (– 0,01 mU/ml). Dengan demikiaan, senyawa-senyawa
bioaktif pada daun sirih merah lebih berperan dalam meredam senyawa hidrogen
peroksida, sedangkan senyawa-senyawa bioaktif pada ekstrak kulit kayu manis
lebih berperan dalam meredam radikal hidroksil, mengkelat logam Fe, dan
menghambat terbentuknya diena terkonjugasi pada proses peroksidasi lipid
(Schmidt et al. 2006).
Tabel 2 Aktivitas enzim katalase formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis
Rasio campuran ekstrak* Aktivitas katalase (mU/ml)
5 : 0 0,13± 0,02a
5 : 1 0,10± 0,02ab
5 : 3 0,18± 0,02a
5 : 5 -0,24± 0,06c
0 : 5 -0,01± 0,02b
Asam lipoat 100 ppm 0,17± 0,00a
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2, * Rasio campuran ekstrak daun sirih merah dengan kulit kayu manis dan penambahan stevia sebanyak 1 g /150 ml ekstrak (0,67%)
37
Pencampuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis dengan
perbandingan 5:3 (formula campuran 5:3) dapat meningkatkan aktivitas
antioksidasi menjadi 0,18 mU/ml meskipun tidak berbeda nyata (p<0,05) dengan
aktivitas ekstrak daun sirih merah tunggal (0,13 mU/ml) dan kontrol positif
berupa asam lipoat (0,17 mU/ml). Jika penambahan ekstrak kulit kayu manis
sama banyaknya dengan ekstrak daun sirih merah (formula campuran 5:5), maka
aktivitas enzim katalase hilang (-0,24 mU/ml), yang berarti penambahan ekstrak
kulit kayu manis sebanyak 60% ke dalam ekstrak daun sirih merah bersifat
sinergis terhadap aktivitas meredam hidrogen peroksida. Fenomena ini sesuai
dengan karakteristik senyawa bioaktif dari tanaman obat dan rempah, yang pada
perbandingan tertentu dapat bersifat sinergis dan apabila terlalu besar akan
bersifat antagonis (Mukherjee dan Houghton 2009).
Aktivitas Inhibisi Enzim αααα-glukosidase Formula Campuran Ekstrak Daun
Sirih Merah dan Kulit Kayu Manis
Pengkajian mekanisme antihiperglikemik dari 5 formula campuran ekstrak
daun sirih merah dan kulit kayu manis dilakukan pada tingkat pencernaan, yaitu
dengan analisis potensi ekstrak daun sirih merah sebagai inhibitor enzim α-
glukosidase menggunakan spektrofotometer dengan p-nitrofenol-α-D-
glukopiranosa sebagai substrat yang akan dihidrolisis oleh glukosidase menjadi p-
nitrofenil, dan ditunjukkan dengan adanya warna kuning. Enzim glukosidase
merupakan enzim yang berfungsi memecah karbohidrat menjadi glukosa pada
usus halus manusia. Enzim α-glukosidase mengkatalisis hidrolisis terminal residu
glukosa yang berikatan α-1,4 dan menghasilkan α-D-glukosa (Matsumoto et al.
2002). Acarbose digunakan sebagai senyawa pembanding dalam aktivitas
penghambatan kerja enzim α-glukosidase. Acarbose akan bekerja secara
kompetitif di dalam saluran pencernaan sehingga dapat menurunkan penyerapan
glukosa di usus tanpa menyebabkan hipoglikemia dan tidak mempengaruhi kadar
insulin (DeRuiter, 2003).
Hasil analisis 5 formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu
manis terhadap aktivitas enzim α-glukosidase (Tabel 3) menunjukkan bahwa
38
ekstrak kulit kayu manis tunggal memiliki nilai inhibisi terbesar terhadap aktivitas
enzim α-glukosidase, yaitu 75,94%. Fenomena yang berbeda ditunjukkan oleh
ekstrak daun sirih merah tunggal yang tidak memiliki daya hambat terhadap
aktivitas enzim α-glukosidase. Dengan demikiaan, senyawa-senyawa bioaktif
pada ekstrak kulit kayu manis lebih berperan dalam menghambat aktivitas enzim
α-glukosidase, sedangkan senyawa-senyawa bioaktif pada ekstrak air daun sirih
merah lebih berperan dalam meredam senyawa anion superoksida dan hidrogen
peroksida. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian klinis yang menyatakan
asupan 6 g kulit kayu manis yang dicampur dalam puding beras dapat
menurunkan kadar glukosa darah postprandial dan dapat menunda pengosongan
lambung (Hlebowicz et al. 2007). Salah satu dampak terhadap penghambatan
aktivitas enzim α-glukosidase adalah terjadinya penurunan kadar glukosa darah
postprandial karena sedikitnya glukosa yang dapat terserap (Stuart et al. 2004).
Tabel 3 Penghambatan enzim α-glukosidase formula campuran ekstrak sirih merah dan kulit kayu manis
Rasio campuran ekstrak* Aktivitas Inhibisi (%)
5 : 0 -0,40 ± 2,26f
5 : 1 26,15 ± 3,68de
5 : 3 61,00 ± 2,55b
5 : 5 48,56 ± 1,13c
0 : 5 75,94 ± 0,57a
Acarbose 0,01% b/v 31,13 ± 1,31d
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2; * Rasio campuran ekstrak daun sirih merah dengan kulit kayu manis dan penambahan stevia sebanyak 1 g /150 ml ekstrak (0,67%).
Inhibisi ekstrak kulit kayu manis mengalami penurunan ketika dicampur
dengan ekstrak daun sirih merah. Pencampuran kedua ekstrak tersebut
menghasilkan daya hambat terbesar terhadap aktivitas enzim α-glukosidase, yaitu
ditunjukkan oleh formula campuran 5:3 sebesar 61,00%. Hal ini menunjukkan
bahwa senyawa bioaktif ekstrak air daun sirih merah bersifat antagonis terhadap
senyawa bioaktif ekstrak air kulit kayu manis untuk aktivitas penghambatan
39
enzim α-glukosidase. Formula campuran 5:3 memiliki aktivitas penghambatan
enzim α-glukosidase yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan acarbose 0,01%
b/v. Inhibisi enzim α-glukosidase pada formula campuran 5:3 diduga bersifat
kompetitif seperti sifat inhibisi ekstrak metanol kulit kayu manis, ekstrak etanol
daun sirih merah, dan acarbose (Shihabudeen et al. 2011; Alfarabi 2010).
Senyawa-senyawa bioaktif ekstrak metanol kulit kayu manis yang
berperan dalam menghambat aktivitas enzim α-glukosidase adalah flavonoid
glikosida, koumarin, alkaloid, antraquinon, steroid, tannin dan terpenoid
(Shihabudeen et al. 2011), sedangkan senyawa-senyawa bioaktif ekstrak etanol
daun sirih merah yang dapat menghambat enzim α-glukosidase adalah alkaloid
dan steroid (Alfarabi 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa gugus
polihidroksi pada senyawa flavonoid terutama pada posisi C7, C4’, dan C4”’
sangat berperan besar dalam penghambatan enzim glukosidase melalui ikatan
hidrogen dengan sisi enzim sehingga mengubah konformasi enzim tersebut (Kim
et al. 2000; Reddy et al 2005). Selain itu, gugus hidroksi pada senyawa tanin
dapat membuat cross- linking dengan enzim melalui banyak interaksi, sehingga
terbentuk lapisan hidrofobik dan presipitasi (Toda et al. 2001). Perbedaan jenis
senyawa aktif yang terdapat pada ekstrak air daun sirih merah dengan yang
terdapat pada ekstrak etanol daun sirih merah diduga telah membuat ekstrak air
daun sirih merah tidak memiliki aktivitas sebagai inhibitor enzim α-glukosidase.
Pengukuran Total fenol, pH dan Kecerahan (L), serta Warna Merah (a), dan
Kuning (b) Formula Campuran Ekstrak Daun Sirih Merah dan Kulit Kayu
Manis
Analisis total fenol dari 5 formula campuran ekstrak daun sirih merah dan
kulit kayu manis dilakukan untuk mengetahui korelasinya antara bioaktivitas
dengan jumlah total senyawa fenol yang berada dalam minuman tersebut. Hasil
analisis total fenol 5 formula minuman fungsional (Tabel 4) menyatakan bahwa
jumlah total fenol ekstrak air kulit kayu manis (942,38 ppm) berbeda nyata
(p<0,05) dengan Ekstrak air daun sirih merah (532,57 ppm). Namun demikian,
formula campuran 5:3 telah memberikan jumlah total fenol yang terbesar
40
(1067,65 ppm) jika dibandingkan dengan ekstrak tunggal kulit kayu manis dan
secara statistik nilai tersebut berbeda nyata (p<0,05).
Penambahan jumlah total fenol pada formula campuran tidak sebanding
dengan peningkatan penambahan jumlah ekstrak kulit kayu manis terhadap
ekstrak daun sirih merah. Hal ini terlihat dari nilai total fenol pada formula
campuran 5:1 dan 5:5 lebih rendah dari total fenol pada formula campuran 5:3.
Pada formula campuran 5:1 dan 5:5 diduga senyawa fenol dari masing-masing
ekstrak membentuk polimer, sehingga terjadi penurunan jumlah gugus OH yang
mereduksi fosfomolibdat dan fosfowalframat pada pereaksi Folin ciocalteu yang
digunakan untuk menghitung jumlah senyawa fenol. Intensitas warna yang
dihasilkan pada pengukuran total fenol bergantung pada jumlah senyawa fenol
yang dapat mereduksi fosfomolibdat dan fosfowalframat (Plummer 1979).
Tabel 4 Kandungan total fenol campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis
Rasio campuran ekstrak* Total fenol (TAE ppm)
5 : 0 532,57 ± 0,26d
5 : 1 941,65 ± 0,29b
5 : 3 1067,65 ± 0,90a
5 : 5 909,62 ± 0,74c
0 : 5 942,38 ± 1,15b
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2;* Rasio campuran ekstrak daun sirih merah dengan kulit kayu manis dan penambahan stevia sebanyak 1 g /150 ml ekstrak (0,67%)
Hasil analisis kandungan senyawa fenol dalam formula campuran ekstrak
daun sirih merah dan kulit kayu manis menunjukkan jumlah yang lebih besar jika
dibandingkan dengan minuman fungsional antihiperglikemik berbahan baku daun
kumis kucing, yaitu sebesar 440,15 ppm (Indariani, 2011). Jumlah tersebut lebih
kecil jika dibandingkan dengan minuman fungsional antihiperglikemik berbahan
baku teh hijau, yaitu sebesar 4070 ppm cathecin equivalent / CE (Büyükbalci &
Nehir El, 2008). Golongan senyawa bioaktif yang terukur sebagai total senyawa
fenol pada formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis
41
diduga adalah golongan flavonoid, tanin, dan alkaloid (Shihabudeen et al. 2011;
Safithri & Fahma 2008).
Hasil analisis pH menunjukkan bahwa pH formula campuran ekstrak daun
sirih merah dan kulit kayu manis berada pada kisaran 5-6, yang artinya ekstrak ini
bersifat sedikit asam. Ekstrak daun sirih merah tunggal memiliki nilai pH yang
lebih tinggi (5,79) dibandingkan dengan ekstrak kulit kayu manis tunggal (5,52).
Penambahan ekstrak kulit kayu manis sebesar 20%, 60%, dan 100% terhadap
ekstrak daun sirih merah mampu menurunkan nilai pH. Namun demikian,
penurunan nilai pH tersebut tidak sebanding dengan jumlah penambahan ekstrak
kulit kayu manis. Hal ini ditunjukkan dengan nilai pH terendah dicapai pada
penambahan 60% ekstrak kulit kayu manis, bukan dengan penambahan 100%
kulit kayu manis (Tabel 5). Nilai pH formula campuran ekstrak daun sirih merah
dan kulit kayu manis lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai pH minuman
antihiperglikemik campuran teh dan kayu manis, yaitu sebesar 4,57 (Abbas &
Mahmudahtussaadah 2006). Hal ini menunjukkan bahwa minuman fungsional
campuran teh dan kayu manis tergolong dalam pangan berasam tinggi (< pH 4,6),
sehingga bakteri patogen tidak mudah tumbuh, spora bakteri tidak mudah tumbuh
(germinasi), resiko kesehatan publik tidak ada, dan sterilitas komersial diperoleh
dengan pasteurisasi, sedangkan minuman fungsional campuran sirih merah dan
kayu manis tergolong dalam pangan berasam rendah (> pH 4,6) sehingga lebih
rentan terhadap pertumbuhan bakteri patogen dan sporanya, resiko kesehatan
publik tinggi, dan sterilitas komersial diperoleh dengan sterilisasi (Desrosier
1978).
Analisis kecerahan (nilai L) menunjukkan bahwa formula campuran
ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis cenderung tidak cerah atau gelap
(25,89-30,79). Semakin besar nilai L warna semakin cerah, dan sebaliknya
semakin kecil nilai L warna akan semakin gelap (Zubaidah et al. 2009). Ekstrak
daun sirih merah tunggal memiliki nilai L yang lebih rendah (25,89) jika
dibandingkan dengan ekstrak kulit kayu manis tunggal (30,79). Tingkat kecerahan
ditentukan dari tingginya nilai a dan b, dan terlihat nilai a dan b ekstrak kulit kayu
manis tunggal yang tertinggi, yaitu +14,72 dan 11,22 (Tabel 5).
42
Tabel 5 Pengukuran nilai pH, dan warna (l, a,dan b) formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis
Rasio campuran ekstrak*
pH L a b
5 : 0 5,79 ± 0,01a 25,89 ± 0,01d +7,31 ± 0,02c + 5,66 ± 0,03e
5 : 1 5,45 ± 0,00d 28,37 ± 0,01c +7,26 ± 0,02c + 6,64 ± 0,01d
5 : 3 5,59 ± 0,01b 28,40 ± 0,04c +5,87 ± 0,14d + 6,32 ± 0,06c
5 : 5 5,46 ± 0,01d 29,55 ± 0,02b +8,07 ± 0,02b + 7,31 ± 0,02b
0 : 5 5,52 ± 0,01c 30,79 ± 0,02a +14,72± 0,01a + 11,22±0,01a
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2;* Rasio campuran ekstrak daun sirih merah dengan kulit kayu manis dan penambahan stevia sebanyak 1 g /150 ml ekstrak (0,67%)
Hasil analisis nilai a (+5,87 - +14,72) menunjukkan bahwa formula
campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis cenderung kemerahan.
Ekstrak daun sirih merah tunggal memiliki nilai a yang lebih rendah (+7,31) jika
dibandingkan dengan ekstrak kulit kayu manis tunggal (+14,72). Penambahan
ekstrak kulit kayu manis sebesar 20% dan 60% terhadap ekstrak daun sirih merah
telah menurunkan nilai a, tetapi penambahan 100% kulit kayu manis telah
meningkatkan nilai a. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan maupun
peningkatan nilai a tidak berbanding lurus dengan penambahan ekstrak kulit kayu
manis.
Hasil analisis nilai b (+5,66 - +11,22) menunjukkan bahwa campuran
ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis cenderung berwarna kekuningan.
Ekstrak daun sirih merah tunggal memiliki nilai b yang lebih rendah (+5,66) jika
dibandingkan dengan ekstrak kulit kayu manis tunggal (+11,22). Penambahan
ekstrak kulit kayu manis sebesar 20%, 60%, dan 100% terhadap ekstrak daun sirih
merah dapat meningkatkan nilai b, walaupun penambahan ekstrak kulit kayu
manis tidak berbanding lurus dengan peningkatan nilai b. Hal ini ditunjukkan dari
penambahan 20% ekstrak kulit kayu manis dapat meningkatkan nilai b lebih
tinggi (+6,64) dibandingkan dengan penambahan 60% (+6,32).
43
SIMPULAN
Campuran ekstrak air daun sirih merah dan kulit kayu manis dengan
perbandingan jumlah 5:3 merupakan formula campuran terpilih yang memiliki
aktivitas antioksidasi terhadap peredaman anion superoksida lebih besar dari asam
lipoat 100 ppm, dan aktivitas peredaman hidrogen peroksida yang sama dengan
asam lipoat 100 ppm, serta aktivitas antihiperglikemik terhadap penghambatan
enzim α-glukosidase lebih besar dari acarbose 0,01% b/v. Formula campuran 5:3
tersebut memiliki kandungan total fenol sebesar 1067,65 ppm, nilai pH sebesar
5,59, dan warna yang cenderung merah kuning agak gelap.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas A, Mahmudahtussaadah A. 2006. Minuman fungsional teh dan kayu manis
untuk penderita diabetes. www.elib.pdii.lipi.go.id [18 November 2011].
Al-Abrash ASA, Al-Quobaili FA, Al-Akhras GN. 2000. Catalase evaluation in
different human diseases associated with oxidative stress. Saudi Medical
Journal 21: 826-830.
Akpinar D, Yargicoglu P, Derin N, Aliciguzel Y, Agar A. 2008. The effect of
lipoic acid on antioxidant status and lipid peroxidation in rats exposed to
chronic restraint stress. Physiol. Res 57: 893-901.
Alfarabi M, Bintang M, Suryani, Safithri M. 2010. The comparative ability of
antioxidant activity of Piper crocatum in inhibiting fatty ocid oxidation and
free radical scavenging. Hayati Journal of Bioscience 17:201-204.
Alfarabi M. 2010. Kajian antidiabetogenik ekstrak daun sirih merah (Piper
crocatum) in vitro [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Babu PS, Prabuseenivasan S, Ignacimuthu S. 2007. Cinnamaldehyde—A potential
antidiabetic agent. Phymed 14:15-22.
Battu GR et al. 2007. Hypoglycemic and anti-hyperglycemic effect of alcoholic
extract of Benincasa hispida in normal and in alloxan induced diabetic rats.
Pharmacoognosy Magazine 3:101-105.
44
BioVision. 2010. Catalase assay kit. BioVision Research Products, USA.
Bowman BA, Russel RM. 2001. Present Knowledge in Nutrition. ED ke-8. ILSI,
Washingthon. DC.
Brownlee M. 2001. Biochemistry and molecular cell biology of diabetic
complications. Nature 414:813–820.
Büyükbalci A, Nehir El S. 2008. Determination of in vitro antidiabetic effects,
antioxidant activities and phenol contents of some herbal teas. Plant Foods
Hum Nutr 63:27–33
Ceriello A. 2003. New insights on oxidative stress and diabetic complications
may lead to a “causal” antioxidant therapy. Diabetes Care 26:1589–1596.
Chaudhary NMA, Tariq P. 2006. Anti-microbial activity of Cinnamomum cassia
against diverse microbial flora with its nutritional and medicinal impacts.
Park.J. Bot 38(1):169-174.
Depkes RI. 2005. Diabetes mellitus masalah kesehatan masyarakat yang
serius.http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&
sid=942 [28 Juli 2005].
Depkes RI. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional
2007. http://www.kesehatan.Kebumenkab.go.id/data/ lapriskesdas. pdf (17
November 2011).
DeRuiter J. 2003. Overview of Antidiabetic Agents. Endocrine Pharmacotherapy
Module, Spring.
Desrosier NW. 1978. Teknologi Pengawetan Pangan. Ed ke-3.Muljohadjo
M,penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: The Technology of Food
Preservation.
Dobretsov M, Romanovsky D, Stimers JR. 2007. Early diabetic neuropathy:
triggers and mechanism. World J Gastroenterol 13: 175-191.
Galato D, Ckless K, Susin MF, Giacomelli C, Ribeiro do Valle RM, Spinelli A.
2001. Antioxidant capacity of phenolic and related compounds: correlation
among electrochemical, visible spectroscopy methods and
structureantioxidant activity. Redox Report 6: 243-250.
45
Guzik TJ et al. 2005. Superoxide dismutase activity and expression in human
Venous and arterial bypass graft vessels. Journal of physiology and
pharmacology 56:313-323 www.jpp.krakow.pl
Hayashi T et al. 2002. Ellagitannins from Lagerstroemia speciosa as activator of
glucose transport in fat cells. Planta Med 68:173-175.
Hlebowicz J, Darwiche G, Björgell O, Almér L. 2007. Effect of cinnamon on
postprandial blood glucose, gastric emptying, and satiety in healthy subjects.
Am J Clin Nutr 85:1552– 6.
Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance. Chapman and Hall Food
Science Book. Aspen Publisher, Inc., Gaithersburg, Maryland.
Indariani S. 2011. Aktivitas antihiperglikemik minuman fungsional berbasis
ekstrak daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) pada mencit
hipoglikemik yang diinduksi dengan streptozotosin [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Jankyova S et al. 2009. Pycnogenol efficiency on glycaemia, motor nerve
conduction velocity, and markers of oxidative stress in mild type diabetes in
rats. Phytotherapy Research 23: 1169-1174.
Khan A, Safdar M, Khan MMA, Khattak KN, Anderson RA. 2003. Cinnaman
improves glucose and lipids of people with type 2 diabetes. Diabetes Care
26:3215-3218
Kim JS, Kwon CS, Son KH. 2000. Inhibition of alpha-glucosidase and amylase by
Luteolin, a flavonoid. Biosci. Biotechnol. Biochem 64:2456-2461.
Liu F et al. 2001. An extract of lagerstroemia speciosa L. has insulin-like glucose
uptake-stimulatory and adipocyte differentiation-inhibitory activities in
3T3-L1 cells. J Nutr 131:2242-2247.
Liu J et al. 2002. Memory loss in old rats is associated with brain mitochondrial
decay and RNA/DNA oxidation: Partial reversal by feeding acetyl-L-
carnitine and/or R-"-lipoic acid. PNAS, 99: 2356-2361.
Manoi F.2006. Pengaruh cara pengeringan terhadap mutu simplisia sambiloto.
Bul. Littro 17(1):1 – 5.
Maritim AC, Sanders RA, Watkins JB. 2003. Diabetes, oxidative stress, and
antioxidant: a review. J Biochem Molecular Toxicology 17: 24-38
46
Matsumoto et al. 2002. A novel method for the assay of α-glukosidase inhibitory
activity using a multi- channel oxygen sensor. Anal. sci 18:1315-1319.
Muchtadi D. 2009. Gizi Anti Penuaan Dini. Bandung: Alfabeta
Mukherjee PK, Houghton PJ. 2009. Evaluation of Herbal Medicinal Products.
Pharmaceutical Press, London. www.pharmpress.com (15 September 2011)
Nakagami H, Kaneda Y, Ogihara T, Morishita R. 2005. Endothelial Dysfunction
in Hyperglycemia as a Trigger of Atherosclerosis. Current Diabetes Reviews
1:59-63.
Negi G, Kumar A, Sharma SS. 2008. Oxidative stress on the pathophysiology of
diabetic neuropathy: Mechanisms to management. CRIPS 9:62-68.
Panda S, Kar A. 2007. Antidiabetic and antioxidative effects of Annona squamosa
leaves possibly mediated through quercetin-3-O-glucoside. BioFactors 31:
201-210.
Pavana P, Sethupathy S, Manoharan S. 2007. Antihyperglycemic and
antilipidperoxidative effects of Tephrosia purpurea seed extract in
streptozotocin induced diabetics rats. Indian Journal of Clinical
Biochemistry 22:77-83.
Plummer DT. 1979. An introduction to Practical Biochemistry. 2nd Ed. New
Delhi: TATA McGra-Hill
Pourmorad F, Hosseinimehr SJ, Shahabimajd N. 2006. Antioxidant activity,
phenol and flavonoid contents of some selected Iranian medicinal plants.
Afr. J. Biotechnol 5:1142-1145.
RANDOX. 2006. RANSOD. RANDOX Laboratories, United Kingdom
Reddy SV et al. 2005. Free radical scavenging, enzyme inhibitory constituents
from antidiabetic ayurvedic medicinal plant Hydnocarpus wightiana Blume.
Phytother. Res. 19:277-281.
Safithri M, Fahma F. 2008. Potency of Piper crocatum decoction as an
antihiperglycemia in rat strain Sprague dawley. Hayati J. Biosci 15(1):45-
48.
Schalkwijk CG, Stehouwer CDA. 2005. Vascular complications in diabetes
mellitus: the role of endothelial dysfunction. Clinical Science 109:143-159.
47
Schmidt E et al. 2006. Composition and antioxidant activities of the essential oil
of cinnamon (Cinnamomum zeylanicum Blume) leaves from Sri Lanka.
Journal of essential oil bearing plants 9 (2):170-182.
Shihabudeen MS, Priscilla DH, Thirumurugan K. 2011. Cinnamon extract
inhibits a-glucosidase activity and dampens postprandial glucose excursion
in diabetic rats. Nutrition & Metabolism 2011:46-56.
http://www.nutritionandmetabolism.com/content/8/1/46. [24 Maret 2012]
Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi.1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. ED ke-4. Liberty:Yogyakarta.
Stuart AR, Gulve EA, Wang M. 2004. Chemistry and biochemistry of type 2
diabetes. Chemical Reviews 104: 1255-1282.
Toda M, Kawabata J, Kasai T. 2001. Inhibitory effects of ellagi- and gallotannins
on rat intestinal α-glukosidase complexes. Biosci. Biotechnol. Biochem.
65:542-547
Zheng W, Wang SY, 2001. Antioxidant activity and phenolic compounds in
selected herbs. J. Agri. Food Chem 49: 5165-5170.
Zubaidah E, Liasari Y, Saparianti E. 2008. Produksi eksopolisakarida oleh
Lactobacillus plantarum 2 pada produk probiotik berbasis buah murbei. J.
Teknologi Pertanian 9:59-68.
48
49
KAJIAN TOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH
(Piper crocatum) DAN KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii)
ABSTRAK
Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa formula campuran ekstrak
daun sirih merah dan kulit kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (v/v)
secara in vitro memiliki aktivitas antihiperglikemik, sehingga berpotensi untuk
dikembangkan sebagai produk minuman fungsional. Penelitian bagian ini
menjelaskan kajian toksisitas sub akut dari formula campuran 5:3 terhadap
keamanannya jika dikonsumsi secara berulang kali. Formula campuran 5:3
diberikan secara oral kepada 4 kelompok tikus putih galur Sprague dawley (20
jantan dan 20 betina), dengan dosis sebanyak 0 mg/kg bb (kelompok A), 630
mg/kg bb (kelompok B), 1260 mg/kg bb (kelompok C), dan 1890 mg/kg bb
(kelompok D) selama 28 hari. Pengamatan dilakukan terhadap berat badan,
jumlah konsumsi ransum, berat organ, hematologi dan biokimia klinis, serta
histopatologi semua organ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang nyata (p<0.05) pada berat badan dan jumlah konsumsi ransum
antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan formula campuran 5:3.
Hasil analisis hematologi, glukosa, kolesterol, trigliserida, kreatinin, SGOT, dan,
SGPT menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p<0.05) antara kelompok
kontrol dengan kelompok perlakuan formula campuran 5:3. Analisis berat semua
organ dan histopatologi semua organ menunjukkan tidak ada perbedaan yang
nyata (p<0.05) pada kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan formula
campuran 5:3. Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dapat dikatakan
bahwa konsumsi formula campuran 5:3 pada dosis 1890 mg/kg bb selama 28 hari
tidak menimbulkan efek toksik terhadap tikus percobaan.
Kata kunci: Sirih merah (Piper crocatum), kayu manis (Cinnamomum burmannii),
toksisitas sub akut, Sprague dawley
50
TOXICITY STUDY OF Piper crocatum LEAVES AND Cinnamomum
burmannii BARK EXTRACT MIXTURE
ABSTRACT
In the in vitro study, the mixture formula of Piper crocatum leaves and
Cinnamumum burmannii bark extract with rasio 5:3 (v/v) showed
antihyperglycemic activity, so it is potential to be developed as functional drink
product. In the present study the sub acute toxicity of the mixture formula
consisting of 5 parts of Piper crocatum leaves extract and 3 parts of C. burmannii
bark extract was evaluated using Sprague dawley rats. The Sprague dawley albino
rats (20 male and 20 female) were classified into 4 groups. A group was
administered orally with aquadest 0 mg/kg bw for 28 days. B, C, and D groups
were administered orally with the mixture formula 5:3 for 28 days. The effects on
body weight, food consumption, organ weight, hematology, clinical biochemistry
as well as histology were studied. There was no significant difference in the body
weight and feeding habits between controlled and treated animals. Hematological
analysis showed no significant difference in any of the parameters examined
between controlled and treated groups. There were no significant changes
observed in the blood chemistry analysis including glucose, cholesterol,
triglycerides, creatinine, SGOT and SGPT in experimental animals. Furthermore,
the organ weights and histopathological analysis showed no significant difference.
From these findings it can be concluded that the consumption of 1890 mg/kg bw
of the mixture formula 5:3 for 28 days had no toxic effects on rats.
Keywords: Piper crocatum, Cinnamumum burmannii, sub acute toxicity,
Sprague dawley rats
PENDAHULUAN
Prevalensi diabetes mellitus di seluruh dunia untuk semua kelompok usia
diperkirakan meningkat menjadi 5,4% pada tahun 2025 (Rao et al. 2010).
Proyeksi statistik di Indonesia menyebutkan bahwa jumlah penderita diabetes
51
mellitus akan meningkat dari 5,6 juta pada tahun 2001 menjadi 8,2 juta pada tahun
2020 (Boyle et al. 2001). Temuan ini membuktikan bahwa penyakit diabetes
melitus merupakan masalah kesehatan yang sangat serius bagi negara Indonesia.
Penderita diabetes mellitus dapat mengalami komplikasi kronis nefropati
(gagal ginjal), neuropati (saraf disfungsi) dan retinopati (gangguan retina mata),
gangguan kardiovaskular, dan dapat menyebabkan hipertensi akibat radikal bebas
yang dihasilkan selama keadaan hiperglikemia (Ceriello 2003). Oleh karena itu,
antioksidan sangat diperlukan oleh penderita diabetes mellitus, karena antioksidan
merupakan inhibitor penting untuk mencegah terjadinya peroksidasi lipid sebagai
mekanisme pertahanan sel-sel hidup terhadap kerusakan oksidatif (Mahdi et al.
2003; Ghosh et al. 2008). Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa
pengobatan tradisional yang menggunakan tanaman sebagai sumber senyawa aktif
untuk hipoglikemik memberikan dampak yang lebih baik jika dibandingkan
dengan penggunaan obat-obatan (Grover et al. 2002;. Gbolade 2008; Erejuwa et
al. 2010).
Bukti empiris menunjukkan bahwa konsumsi air rebusan daun sirih merah
(P. crocatum) dapat mengobati penderita diabetes mellitus. Penelitian praklinis
menunjukkan bahwa pemberian air rebusan daun sirih merah pada tikus diabetes
dengan berbagai dosis selama 10 hari mampu mencegah penurunan berat badan
sebesar 5-52% dan menurunkan kadar gula darah sebesar 10-38%. Analisis
senyawa fitokimia menunjukkan bahwa air rebusan daun sirih merah mengandung
alkaloid, flavonoid, dan tanin (Safithri & Fahma 2008). Senyawa-senyawa
tersebut merupakan senyawa bioaktif antidiabetes dan antioksidan (Satyanarayana
2006; Battu et al. 2007; Tapas et al. 2008). Kandungan alkaloid, flavonoid, dan
tanin dalam air rebusan daun sirih merah tersebut menyebabkan rasa pahit yang
dominan, sehingga perlu dilakukan pencampuran dengan rempah-rempah untuk
meningkatkan citarasa, dan sekaligus meningkatkan daya awet produk.
Tanaman rempah memiliki senyawa aromatik yang tidak saja berfungsi
sebagai pencitarasa, tetapi juga dapat berperan sebagai pengawet alami. Beragam
tanaman rempah dapat digunakan, tetapi jenis tanaman kayu manis banyak
digunakan dalam makanan dan minuman, karena masyarakat umum menyukai
52
citarasa dan aromanya. Selain itu, kajian pemanfaatan kulit kayu manis telah
banyak dilakukan dan diketahui kulit kayu manis memiliki beragam keunggulan.
Kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii) memiliki aktivitas
penghambatan relatif tinggi terhadap lima bakteri patogen dalam makanan, yaitu
B. cereus (diameter penghambatan 15,4 mm), L. monocytogenes (diameter
penghambatan 11,5 mm), S. aureus (diameter penghambatan 15,7 mm), E. coli
(diameter penghambatan 8,7 mm) dan S. anatum (diameter penghambatan 12,1
mm). Selain itu, C. burmannnii memiliki kapasitas antioksidan sebesar 107,7
mmol trolox/100 g berat kering (Shan et al. 2007). Kulit kayu manis selain
dipakai sebagai pencitarasa dalam makanan juga digunakan untuk mengatur
metabolisme glukosa dan tekanan darah (Preuss et al. 2006). Khan et al. 2003
melaporkan bahwa asupan kulit kayu manis sebanyak 1, 3, dan 6 gram per hari
dapat menurunkan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2.
Hasil penelitian terhadap aktivitas antihiperglikemik in vitro campuran
ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis menunjukkan bahwa formula
campuran 5:3 adalah campuran terbaik yang memiliki aktivitas enzim superoksida
dismutase sebesar 3,32 ± 0,08 U/ml, katalase sebesar 0,18 ± 0,02 U/ml, inhibitor
enzim α- glukosidase sebesar 61, 00 ± 2,55%, dan kandungan total fenolik
sebesar 1067,65 ± 0,90 ppm (TAE). Formula campuran 5:3 tersebut memiliki nilai
pH, L, a dan b masing-masing sebesar 5,59 ± 0,01, 28,40 ± 0,04; 5,87 ± 0,14, dan
6,32 ± 0, 06. Berdasarkan analisis in vitro, aktivitas antihiperglikemik formula
campuran 5:3 berpotensi untuk dikembangkan sebagai minuman fungsional yang
aman dikonsumsi oleh penderita diabetes. Hal ini didukung oleh hasil penelitian
toksisitas akut air rebusan daun sirih merah pada tikus dengan dosis (0, 5, 10, dan
20 g/kg bb) selama 7 hari tetap masih bertahan hidup (Safithri dan Fahma 2005).
Disamping itu, Food and Drug Administration (FDA) menetapkan kulit kayu
manis sebagai zat aditif makanan yang aman digunakan atau GRAS (Generally
Recognized As Safe). Namun demikian, formula campuran 5:3 belum diketahui
keamanannya jika dikonsumsi berulang kali dalam waktu yang cukup lama (1
bulan). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji toksisitas sub
akut formula campuran 5:3 dengan menggunakan hewan coba tikus putih.
53
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia FMIPA IPB dan
Laboratorium Hewan Coba Rodent Pusat Studi Satwa Primata IPB. Penelitian
dilaksanakan pada periode bulan Februari sampai Juni 2011.
Bahan dan Alat
Bahan uji yang digunakan adalah daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz
& Pav) dan kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii Blume) yang diperoleh
dari Balai Tanaman Obat dan Rempah (BALITTRO), Cimanggu Bogor. Bahan-
bahan kimia yang digunakan antara lain kit glukosa, trigliserida, kolesterol, HDL,
SGPT, SGOT, dan kreatinin (Roche Diagnostics GmbH, Mannheim, Germany).
Peralatan yang digunakan untuk mengukur hematologi adalah Celltac α,
Automated Hematology Analyzer MEK-6450, Nihon Kohden, Japan. Alat yang
digunakan untuk mengukur kadar glukosa, trigliserida, kolesterol, HDL, SGPT,
SGOT darah adalah autoanalyzer (Clinical Chemistry Analyzer Selectra Yunior
69.154).
Metode Penelitian
Pengeringan bahan uji
Daun sirih merah dan kulit kayu manis dikeringkan dibawah sinar
matahari selama 9 jam (3 jam per hari pada pukul 10-13) agar didapatkan sampel
kering dengan kadar air tidak lebih dari 12% (b/b). Pada daun sirih merah dan
kulit kayu manis yang sudah kering dilakukan penggilingan untuk mendapatkan
serbuk dengan ukuran 20 mesh.
Pembuatan ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis
Pada masing-masing bahan uji kering berbentuk serbuk dilakukan proses
ekstraksi dengan air secara terpisah. Ekstraksi daun sirih merah dilakukan dengan
menimbang sampel kering sebanyak 10 g dan ditambahkan akuades sebanyak 200
ml (1:20), lalu direbus dalam keadaan tertutup sampai mendidih, dibiarkan
54
mendidih selama 15 menit, disaring, dan diukur volume filtrat yang diperoleh.
Selanjutnya pada filtrat ditambahkan akuades sampai volume mencapai 100 ml,
dan disebut sebagai larutan stok sirih merah. Pada ekstraksi kulit kayu manis,
sampel kering ditimbang sebanyak 20 g, dan ditambahkan akuades sebanyak 200
ml (1:10), lalu direbus dengan air dalam keadaan tertutup sampai mendidih, dan
dibiarkan mendidih selama 15 menit, disaring, diukur volume filtrat yang
diperoleh, dan ke dalam filtrat ditambahkan akuades sampai volume mencapai
100 ml, dan disebut sebagai larutan stok kayu manis (Modifikasi Safithri dan
Fahma, 2008).
Pembuatan formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu
manis
Formula campuran 5:3 dibuat dengan cara mencmpurkan larutan stok daun
sirih merah dan larutan stok kulit kayu manis pada perbandingan 5:3, kemudian
ke dalam campuran ditambahkan bahan pemanis stevia sebanyak 0,67% (v/v), dan
diaduk sampai bercampur homogen.
Hewan percobaan
Tikus putih jantan galur Sprague dawley dengan kisaran berat badan 200-
270 g didapatkan dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia
(BPOM RI). Tikus diberi ransum pellet standar (CP Rodent, Thailand) dengan
komposisi 18 % protein, 3 % lemak, 13 % air, 10 % abu, 9 % serat, 9000 IU/kg
Vit A, 1800 IU/kg Vit D3, 80 IU/kg Vit E, and 800 mg/kg Vit C selama masa
adaptasi dan masa percobaan. Aklimatisasi tikus dilakukan selama 14 hari pada
kondisi ruang dengan suhu 24 ± 1º C, 12 jam terang/gelap dan kelembaban
berkisar 55-75% (OECD Guideline for the testing of chemicals 1995). Penelitian
ini dilakukan dibawah pengawasan Komisi Etik Hewan PT. Bimana Indomedical
R.02-11-1R.
Rancangan penelitian
Sebanyak 20 ekor tikus jantan dan 20 ekor tikus betina galur Sprague
dawley (210-260 g) dibagi menjadi 4 kelompok secara acak berdasarkan
55
keseimbangan berat badan. Kelompok A adalah kelompok kontrol dicekok
akuades, serta kelompok B, C, dan D adalah kelompok perlakuan yang dicekok
minuman fungsional dosis 630, 1260, dan 1890 mg/kg bb untuk masing-masing
kelompok. Pencekokan minuman fungsional dilakukan setiap hari sesuai berat
badan tikus dan tidak lebih dari 2 ml/100 g bb (OECD 1995).
Pengamatan berat badan dan jumlah ransum yang dikonsumsi dilakukan
pada hari ke- -7, 0, 7, 14, 21, 28. Pengambilan darah (2 jantan dan 2 betina dari
masing-masing kelompok) dilakukan 18 jam setelah dipuasakan pada hari ke- 0
dan 28, Pada hari ke 28 dilakukan terminasi, dan diambil beberapa organ (hati,
jantung, ginjal, otak, paru-paru, pankreas, limpa, adrenal, timus, tiroid, kandung
kemih, saliva, pituitary, prostat, testes, vesikula seminalis, uterus, dan ovarium)
dan sampel serum darah untuk selanjutnya dilakukan analisis glukosa darah, lipid
darah, SGPT, SGOT, dan kreatinin serta nekrospi dan analisis histopatologi.
Pembedahan tikus dan pengambilan sampel uji
Sebelum dilakukan pembedahan, tikus putih terlebih dahulu dibius dengan
euthal 200 mg/kg bb dan dimatikan dengan memberikan ketamine 80 mg/kg bb
dan xylazine 10 mg/kg bb. Setelah tidak sadar, tikus diposisikan terlentang pada
papan bedah menggunakan pins. Tikus dibedah dengan melakukan sayatan
sepanjang torak sampai pubis, menggunakan gunting bengkok, kemudian organ
diambil dan pisahkan menggunakan gunting lurus, lalu bersihkan organ dari
lemak-lemak yang masih menempel. Selanjutnya organ dicuci dengan aquades
berulang-ulang hingga bersih dari darah, kemudian dilanjutkan dengan mencuci
organ dengan NaCl 0,9% berulang-ulang. Setelah itu, organ ditiriskan di atas
kertas saring, lalu organ timbang dengan cawan petri kering. Tahap akhir organ
dimasukkan dalam pot berisi buffer normal formalin 10%.
Persiapan sampel darah untuk analisis
Sebelum diambil darahnya, tikus dipuasakan ± 16 jam. Darah diambil dari
vena lateral ekor tikus menggunakan spuit 5 cc. Sebelumnya, ekor tikus
dibersihkan terlebih dahulu menggunakan alkohol 70%. Darah kemudian
ditampung dalam tabung Eppendorf sebanyak ± 5 mL per tikus. Darah diinkubasi
56
pada 40C selama 2 jam diikuti dengan sentrifugasi berkecepatan 3000 rpm dengan
jari-jari rotor 12 cm selama 10 menit. Serum dimasukkan ke dalam vial dan
disimpan pada suhu 40C sampai digunakan untuk penentuan kadar glukosa darah,
trigilerida darah, kolesterol total darah, kreatinin dara, SGPT dan SGOT darah.
Analisis hematologi
Analisis hematologi dilakukan dengan menggunakan alat otomatis analisis
hematologi (MEK-6450, Nihon Kohden, Japan), yang meliputi kadar sel darah
merah (RBC), kadar sel darah putih (WBC), hemoglobin, hematokrit, platelet,
mean corpuscular volume (MCV), mean corpuscular hemoglobin (MCH), mean
corpuscular hemoglobin concentration (MCHC), mean platelet volume (MPV),
platelet distribution wide (PDW) dan red distribution wide (RDW).
Analisis biokimia klinis
Analisis biokimia klinis dilakukan dengan menggunakan alat otomatis
Analyzer Selectra Yunior 69.154. Alat tersebut digunakan untuk menganalisis
kadar glukosa, trigliserida, kolesterol, kreatinin, SGPT, dan SGOT serum darah.
Analisis kadar glukosa darah
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kit komersial. Kit Randox ini
mengandung buffer, enzim GOD-PAP Reagent (glukosa oksidase dan enzim
peroksidase) dan standar glukosa yang dapat diukur secara spektrofotometer.
Sampel atau standar diambil sebanyak 100 µl dan dicampurkan dengan 1000 µl
pereaksi kit, kemudian dimasukkan ke dalam tabung lalu dicampurkan sampai
homogen, dan diinkubasi pada suhu 370C selama 5 menit, kemudian dibaca
absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm. Pembuatan kurva standar
dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 0, 25, 50, 75, 100, 125, dan 150
mg/ml larutan glukosa.
Analisis kadar trigliserida darah
Trigliserida ditentukan setelah hidrolisis enzimatis dengan lipase.
Trigliserida + H2O lipase gliserol + asam lemak
57
Gliserol + ATP gliserol kinase gliserol-3-fosfat + ADP
Gliserol-3-fosfat + O2 gliserol-3-fosfat oksidase dihidroksiaseton fosfat + H2O2
2H2O2 + 4-aminofenazon + 4 klorofenol peroksidase quinoneimine + HCl + 4 H2O
Sampel atau standar diambil sebanyak 100 µl dan dicampurkan dengan
1000 µl pereaksi kit, kemudian dimasukkan ke dalam tabung lalu dicampurkan
sampai homogen. Campuran diinkubasi pada suhu 370C selama 5 menit, dan
kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm. Pembuatan
kurva standar dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 0, 25, 50, 75, 100, 125,
dan 150 mg/ml larutan trigliserida.
Analisis kadar total kolesterol darah
Kadar kolesterol total diukur dengan metode CHOD-PAP dan
menggunakan pereaksi kit. Kolesterol diukur setelah dihidrolisis dan dioksidasi
secara enzimatis.
Kolesterol ester + H2O kolesterol esterase kolesterol + asam lemak
Kolesterol + O2 kolesterol oksidase kolesten-3-one + H2O2
2 H2O2 + fenol+ 4-aminoantipyrine peroksidase quinoneimine + 4 H2O
Prosedur analisis yaitu sampel atau standar diambil sebanyak 100 µl dan
dicampurkan dengan 1000 µl pereaksi kit (mengandung kolesterol esterase,
kolesterol oksidase, fenol, 4-aminoantipyrine, peroksidase dan buffer) kemudian
dimasukkan ke dalam tabung lalu dicampurkan sampai homogen. Campuran
diinkubasi pada suhu 370C selama 5 menit, dan kemudian dibaca absorbansinya
pada panjang gelombang 500 nm. Pembuatan kurva standar dilakukan dengan
menggunakan konsentrasi 0, 25, 50, 75, 100, 125, dan 150 mg/ml larutan
kolesterol.
Analisis kadar kreatinin darah
Penentuan kadar kreatinin dalam serum darah merah adalah dengan
mengukur pembentukan kompleks warna yang terjadi antara kreatinin yang
bereaksi dengan pikrat basa. Dari pembentukan kompleks warna tersebut maka
dapat dihitung jumlah kreatinin dalam sample serum yang diuji.
58
Prosedur analisis yaitu sampel atau standar diambil sebanyak 100 µl dan
dicampurkan dengan 1000 µl pereaksi kit kemudian dimasukkan ke dalam tabung
lalu dicampurkan sampai homogen. Campuran diinkubasi pada suhu 370C selama
5 menit, dan kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm.
Pembuatan kurva standar dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 0; 0,2; 0,5;
0,8; 1,0; 1,2 dan 1,50 mg/dl larutan kreatinin.
Analisis kadar SGPT
Prinsip pengukuran SGPT adalah:
L-alanin + 2-oksoglutarat GPT L-glutamat + piruvat
piruvat + NADH + H+ LDH D-laktat + NAD+
Prosedur analisis yaitu sampel diambil sebanyak 100 µl dan dicampurkan
dengan 1000 µl pereaksi kit kemudian dimasukkan ke dalam tabung lalu
dicampurkan sampai homogen. Campuran diinkubasi pada suhu 370C selama 1
menit, dan kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 340 nm.
Pembacaan diulangi sampai 3 kali tepat setiap satu menit. Selisih serapan setiap
pengukuran dirata-rata, kemudian aktivitas SGPT dihitung.
Perhitungan Kadar GPT = rata-rata absorbansi x 2143
Analisis kadar SGOT
Prinsip pengukuran SGOT adalah:
L-aspartat + 2-oksoglutarat GOT L-glutamat + oksaloasetat
oksaloasetat + NADH + H+ MDH D-malat + NAD+
Prosedur analisis yaitu sampel diambil sebanyak 100 µl dan dicampurkan
dengan 1000 µl pereaksi kit kemudian dimasukkan ke dalam tabung lalu
dicampurkan sampai homogen. Campuran diinkubasi pada suhu 370C selama 1
menit, dan kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 340 nm.
Pembacaan diulangi sampai 3 kali tepat setiap satu menit. Selisih serapan setiap
pengukuran dirata-rata, kemudian aktivitas SGOT dihitung.
Perhitungan Kadar GOT = rata-rata absorbansi x 2143
59
Analisis histopatologi
Analisis histopatologi yang dilakukan meliputi proses nekropsi,
pengambilan sampel, fiksasi, dehidrasi, penjernihan (clearing), embedding,
pemotongan, pewarnaan Haematoxylin Eosin (HE), penutupan sediaan, dan
pengamatan dengan mikroskop cahaya (Kent 1985).
Nekropsi, pengambilan sampel dan fiksasi organ tikus putih
Sebelum dilakukan pembedahan tikus putih terlebih dahulu dibius dengan
euthal 200 mg/kg bb dan dimatikan dengan memberikan ketamine 80 mg/kg bb
dan xylazine 10 mg/kg bb. Setelah tidak sadar, hewan coba dibedah dengan
melakukan sayatan sepanjang torak sampai pubis. Organ diambil dan ditimbang,
lalu dimasukan ke dalam pot berlabel yang berisi buffer normal formalin (BNF)
10% untuk proses fiksasi. Setelah matang sampel diiris setebal ± 3 mm2, lalu
dimasukan ke dalam kaset tissue berlabel dan siap untuk didehidrasi.
Dehidrasi dan penjernihan sampel organ tikus
Kaset tissue yang berisi sampel dimasukan ke dalam keranjang dan
ditempatkan pada alat tissue-processor otomatis. Proses dehidrasi pada alat ini
dilakukan menggunakan alkohol dengan konsentrasi bertingkat, yaitu alkohol
70%, alkohol 80% (2 kali pada larutan yang berbeda), alkohol 90%, alkohol 96%,
dan alkohol absolut (2 kali pada larutan yang berbeda), masing-masing selama 2
jam. Lalu dilakukan penjernihan dengan menggunakan xilol (3 kali pada larutan
yang berbeda) masing-masing selama 40 menit. Proses ini kemudian dilanjutkan
dengan menggunakan parafin 600C sebanyak 4 kali selama 30 menit. Pada tahap
pencucian, keranjang yang berisi sampel direndam berturut-turut dalam xilol,
alkohol 96% dan akuades masing-masing selama 1 jam. Kaset tissue yang berisi
sampel dikeluarkan dari alat dan sampel siap untuk ditanam dalam parafin
(embedding).
Embedding
Proses embedding dilakukan dengan menggunakan alat tissue-tek.
Embedding dimulai dengan memasukan parafin cair sebanyak ¼ dari volume
60
cetakan ke dalam cetakan, kemudian potongan jaringan dimasukan kira-kira
sampai menyentuh dasar cetakan, lalu cetakan dipenuhi dengan parafin cair dan
diberi label. Parafin dibiarkan membeku selama beberapa menit, setelah itu
dilepaskan dari cetakan.
Pemotongan dengan rotary microtom
Setelah parafin membeku, dilakukan pemotongan jaringan dengan
menggunakan rotary microtom setebal 4-5 µ. Hasil cetakan diletakkan di atas
permukaan air yang dipanaskan sampai suhu 400C. Setelah itu potongan diletakan
pada preparat dan dikeringkan didalam inkubator sekurang-kurangnya selama 2
jam pada suhu 560C.
Pewarnaan jaringan
Pada tahap pertama, sediaan jaringan dicelupkan dalam pelarut silol
sebanyak 2 kali (pada larutan yang berbeda) selama 5 menit. Pada tahap kedua,
sediaan jaringan dicelupkan pada pelarut alkohol absolut selama 5 menit. Pada
tahap ketiga, sediaan jaringan dicelupkan dalam pelarut alkohol 95%, alkohol
70%, dan dicuci dengan air kran masing-masing selama 5 menit. Pada tahap
keempat, sediaan jaringan dicelupkan dalam pereaksi pewarna mayer’s
haematoxylin selama 5 menit, lalu dicuci dengan air kran selama 5 menit. Pada
tahap kelima, sediaan jaringan dicelupkan dalam pelarut alkohol asam selama 15-
30 detik, lalu dicuci dengan air kran selama 5 menit, dan larutan ammonia selama
15 detik. Pada tahap keenam, sediaan jaringan dicelupkan dalam pereaksi pewarna
eosin selama 5 menit, kemudian dilanjutkan dengan mencuci sediaan dengan
alkohol 95% sabanyak 2 kali masing-masing selama 15 detik, dan alkohol absolut
masing-masing sebanyak 2 kali masing-masing selama 15 detik, xilol sebanyak 3
kali masing-masing selama 5 menit. Setelah proses pewarnaan selesai kaca
preparat dikeringkan dan ditetesi dengan zat perekat 3-aminopropiltrietoksisilen
dan selanjutnya ditutup dengan kaca objek, kemudian preparat diberi label dan
siap untuk diamati dibawah mikroskop cahaya.
61
Analisis Data
Perbedaan antara kelompok perlakuan dan kontrol ditentukan dengan
menggunakan perangkat lunak statistik MNITAB 14 untuk Windows.
Perbandingan antara kelompok yang berbeda dilakukan dengan analisis varians
menggunakan uji ANOVA. Perbedaan yang signifikan antara kontrol dan
kelompok perlakuan dinilai oleh Tukey t-test. Semua data dinyatakan sebagai
nilai rata-rata ± standar error dari mean (SEM); nilai p kurang dari 0,05 dianggap
signifikan. Pengamatan perubahan histopatologi dilakukan secara deskriptif
terhadap jaringan tikus putih.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat badan dan Jumlah Konsumsi Ransum
Penimbangan berat badan pada tikus jantan maupun betina (Tabel 6)
menunjukkan bahwa pemberian formula campuran 5:3 pada dosis 630; 1260; dan
1890 mg/kg bb/hari selama 28 hari tidak menyebabkan penurunan berat badan
yang signifikan (P<0,05). Hal ini didukung oleh jumlah konsumsi ransum yang
tidak mengalami penurunan secara signifikan (P<0,05), baik pada tikus jantan
maupun tikus betina (Tabel 7), kecuali pada tikus jantan dan betina yang diberi
formula campuran 5:3 pada dosis 1890 mg/kg bb selama 28 hari terjadi penurunan
berat badan terbesar, yaitu 2,2% dan 3,9%.
Penimbangan berat badan dan jumlah konsumsi ransum dilakukan untuk
mengetahui perubahan berat badan sebagai indikator efek samping obat dan bahan
kimia (Mounnissamy et al. 2010). Selain itu, pengukuran jumlah konsumsi
ransum penting dilakukan untuk menguji keamanan suatu produk dengan tujuan
terapi. Asupan nutrisi yang tepat sangat penting untuk melihat status fisiologis
hewan dan respon yang tepat terhadap produk yang diberikan agar dapat
menghindari kesalahan pengambilan data status fisiologis akibat kondisi gizi yang
tidak tepat (Sateesh & Veeranjaneyulu 2009). Hasil pengukuran berat badan
toksisitas sub akut formula campuran 5:3 selaras dengan hasil pengujian toksisitas
sub akut tanaman Caesalpinia bonducella (L) Fleming yang telah dilaporkan
memiliki aktivitas antidabetes (Pillaia & Suresh 2011).
62
Tabel 6 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap berat badan tikus jantan dan betina
Rerata berat badan (g)
Kontrol (mg/kg bb) Kelompok dosis formula campuran 5:3 (mg/kg bb) Hari
0 630 1260 1890
Tikus jantan
0 221,1±12,1a 213,8±7,8a 219,7±9,2a 228,1±14,9a
7 219,7±11,5a 205,4±8,0a 214,0±10,1a 220,8±14,9a
14 216,9±11,8a 203,7±8,5a 214,9±11,9a 217,1±16,5a
21 215,1±12,1a 206,8±9,0a 216,4±13,2a 215,1±17,5a
28 220,7±14,5a 212,1±9,1a 222,3±10,1a 223,0±19,6a
Tikus betina
0 235,9±14,8a 220,8±11,1a 234,2±7,4a 230,9±13,6a
7 229,4±20,4a 227,8±6,0a 228,0±6,4a 226,0±17,7a
14 230,3±22,0a 226,3±6,8a 226,9±7,6a 222,5±9,9a
21 228,6±22,5a 225,8±5,8a 226,4±7,2a 220,4±10,3a
28 230,7±24,7a 227,9±6,8a 229,1±10,2a 221,9±10,2a
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=5; Perlakuan diberikan selama 28 hari dengan interval pengamatan 7 hari; 0 : awal penimbangan berat badan
Hematologi dan Biokimia Klinis
Analisis darah merupakan parameter yang penting dalam mengevaluasi
perubahan hematologi dan biokimia klinis jika terjadi toksisitas pada manusia.
Dengan demikian perlu dilakukan pengukuran hematologi dan biokimia klinis
pada hewan coba yang digunakan dalam uji toksisitas. Pemberian formula
campuran 5:3 dengan dosis berulang selama 28 hari terhadap parameter
hematologi tikus jantan dan betina (Tabel 8 dan 9) menunjukkan tidak ada
perubahan yang signifikan (P<0,05) untuk jumlah sel darah merah (RBC), sel
darah putih (WBC), hemoglobin, hematokrit, platelet, mean corpuscular volume
(MCV), mean corpuscular hemoglobin (MCH), mean corpuscular hemoglobin
concentration (MCHC), mean platelet volume (MPV), platelet distribution wide
(PDW) dan red distribution wide (RDW).
63
Tabel 7 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap jumlah konsumsi ransum tikus jantan dan betina
Rerata konsumsi ransum (g)
Kontrol (mg/kg bb) Kelompok dosis formula campuran 5:3 ((mg/kg bb) Hari
0 630 1260 1890
Tikus jantan
0 11,1±2,4a 10,7±1,6a 11,1±1,8a 11,4±2,9a
7 11,1±2,3a 10,3±1,6a 10,7±2,1a 11,1±3,1a
14 10,8±2,4a 10,2±1,7a 10,8±2,4a 10,9±3,3a
21 10,9±2,4a 10,3±1,8a 10,8±2,6a 10,8±3,5a
28 11,1±2,9a 10,6±1,8a 11,2±2,1a 11,2±3,9a
Tikus betina
0 11,8±2,9a 11,1±2,2a 11,7±1,5a 11,5±2,7a
7 11,5±4,1a 11,4±1,2a 11,4±1,3a 11,3±3,5a
14 11,5±4.4a 11,3±1,4a 11,3±1,5a 11,1±1,9a
21 11,4±4,5a 11,3±1,2a 11,3±1,4a 11,1±2,1a
28 11,5±4,9a 11,4±1,4a 11,5±2,1a 11,1±2,2a
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=5; Perlakuan diberikan selama 28 hari; dengan interval pengamatan 7 hari; 0 : awal penimbangan berat badan
Analisis hematologi menunjukkan tikus betina cenderung lebih tinggi
untuk jumlah lekosit, platelet, MCH, MCV, MPV jika dibandingkan dengan tikus
jantan, sedangkan jumlah sel darah merah, hemoglobin, hematokrit, MCHC,
PDW, RDW tikus jantan cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan tikus
betina. Hasil tersebut menunjukkan bahwa formula campuran 5:3 tidak toksik
terhadap sel-sel darah dan produktivitasnya.
Formula campuran 5:3 juga tidak mempengaruhi hematopoiesis dan
leukopoiesis. Sistem haematopoiesis adalah salah satu target yang paling sensitif
untuk senyawa beracun dan parameter penting untuk menunjukkan status
fisiologis dan patologis pada manusia dan hewan (Arawwawala et al. 2011).
Dengan demikian, formula campuran 5:3 tidak bersifat hematotoksik.
64
Tabel 8 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap hematologi tikus jantan
Kontrol (mg/kg bb) Kelompok dosis formula campuran 5:3 (mg/kg bb) Parameter
Hematologi Hari
0 630 1260 1890
0 8,7±1,0a 9,5±0,4a 9,2±1,3a 10,1±0,6a RBC
(106 µL) 28 7,1±0,8a 7,2±0,9a 7,9±0,1a 8,2±0,4a
0 10,1±2,0a 10,9±0,4a 11,1±2,1a 8,9±1,6a WBC
(103 µL) 28 7,4±5,3a 7.3±0,5a 10,2±0,5a 7,7±0,8a
0 18,4±1,1a 18,6±1,2a 17,6±2,8a 19,2±0,6a Hemoglobin
(g/dL) 28 14,3±1,6a 13,5±1,0a 15,0±0,4a 15,1±0,1a
0 47,6±4,5a 50,1±1,1a 48,5±7,1a 52,0±1,0a Hematokrit
(%) 28 38,7±5,4a 36,9±3,7a 40,9±0,8a 42,4±0,1a
0 787,5±21,9a 801,5±64,4a 676,5±43,1a 696,0±14,1a Platelet
(103 µL) 28 911,5±403.8a 648,5±71,4a 894,0±328,1a 819,5±248,2a
0 21,3±1,3a 19,6±2,1a 19,2±0,2a 19,4±2,1a MCH (ρg)
28 20,2±0,1a 18,8±1,0a 19,0±0,5a 18,3±0,8a
0 38,7±1,3a 37,1±1,7a 36,2±0,3a 37,0±1,8a MCHC
(g/dL) 28 36,9±1,0a 36,6±1,0a 36,6±0,1a 35,4±0,1a
0 55,1±1,2a 52,9±3,3a 52,9±0,2a 51,4±1,9a MCV (fL)
28 54,6±1,2a 51,4±1,3a 51,8±1,2a 51,7±2,3a
0 3,8±0,1a 3,8±0,3a 3,7±0,1a 3,9±0,2a MPV (fL)
28 4,9±1,9a 4,2±1,1a 3,8±0,5a 4,0±0,6a
0 16,2±0,7a 16,4±0,3a 16,6±0,1a 16,4±0,1a PDW (%)
28 16,2±1,3a 15,9±0,1a 15,9±0,1a 16,0±0,8a
0 13,5±0,2a 13,1±2,0a 13,2±0,2a 12,3±0,4a RDW (%)
28 12,4±1,1a 14,5±0,1a 13,4±1,3a 13,8±0,1a
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2; 0 : analisis hematologi tikus sebelum diberi perlakuan; 28: analisis hematologi tikus diakhir perlakuan
RBC (sel darah merah), WBC (sel darah putih), MCV (mean corpuscular volume), MCH (mean corpuscular hemoglobin), MCHC (mean corpuscular hemoglobin concentration), MPV (mean platelet volume), PDW (platelet distribution wide), RDW (red distribution wide).
Pemberian formula campuran 5:3 pada dosis berulang selama 28 hari
terhadap parameter biokimia klinis tikus jantan dan betina (Tabel 10 dan 11)
menunjukkan tidak ada perubahan yang signifikan (P<0,05) pada kadar glukosa,
trigliserida, total kolesterol, kreatinin, SGOT, dan SGPT serum darah. Namun
65
demikian, kadar glukosa, total kolesterol, dan SGPT serum darah tikus betina
cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan tikus jantan. Sebaliknya, kadar
trigliserida, kreatinin, dan SGOT tikus jantan cenderung lebih tinggi jika
dibandingkan dengan tikus betina.
Tabel 9 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap hematologi tikus
betina
Kontrol (mg/kg bb) Kelompok dosis formula campuran 5:3 (mg/kg bb) Parameter
hematologi Hari
0 630 1260 bb 1890
0 8,1±0,2a 7,8±0,2a 8,0±0,4a 8,5±0,2a RBC
(106 µL) 28 7,5±0,2a 6,1±0,6a 7,3±0,3a 7,2±0,2a
0 17,7±1,1a 10,8±4,0a 13,2±0,3a 10,1±2,1a WBC
(103 µL) 28 12,0±2,6a 6,9±2,4a 10,6±3,5a 11,8±5,5a
0 16,4±0,7a 16,3±1,0a 16,5±0,8a 17,7±0,5a Haemoglobin
(g/dL) 28 15,3±0,3a 13,3±1,1a 15,4±0,8a 15,1±0,1a
0 45,8±3,0a 44,0±3,3a 48,9±3,0a 48,0±0,2a Hematokrit
(%) 28 41,1±1,1a 35,8±3,7a 41,6±2,2a 40.7±0,3a
0 857,5±47,4a 925,5±14,9a 1039,0±159,8a 843,0±17,0a Platelet (103
µL) 28 816,5±94,0a 952,5±248,2a 878,0±39,6a 912,0±297,0a
0 20,2±0,4a 20,9±0,7a 20,7±0,2a 20,8±0,2a MCH (ρg)
28 20,3±0,8a 21,8±0,3a 21,3±0,3a 21,0±0,9a
0 35,9±0,8a 37,0±0,4a 35,1±0,6a 36,8±0,9a MCHC
(g/dL) 28 37,2±0,3a 37,2±0,8a 37,1±0,1a 37,1±0,2a
0 56,2±2,1a 56,6±2,4a 58,9±0,4a 56,4±0,8a MCV (fL)
28 54,5±2,7a 58,4±0,1a 57,4±0,9a 56,6±2,3a
0 4,3±0,1a 4,6±0,1a 4,4±0,4a 4,0±0,6a MPV (fL)
28 4,2±0,8a 4,8±1,4a 4,2±0,7a 4,2±0,4a
0 17,1±0,8a 15,9±0,2a 16,5±0,6a 16,2±0,4a PDW (%)
28 16,1±0,7a 16,7±0,9a 15,6±0,7a 15,0±0,1a
0 12,9±0,1a 12,8±0,6a 13,4±0,1a 14,1±1,5a RDW (%)
28 12,6±0,3a 13,7±0,4a 13.0±0.6a 12,8±0,6a
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2; 0 : analisis hematologi tikus sebelum diberi perlakuan; 28: analisis hematologi tikus diakhir perlakuan RBC (sel darah merah), WBC (sel darah putih), MCV (mean corpuscular
volume), MCH (mean corpuscular hemoglobin), MCHC (mean corpuscular hemoglobin concentration), MPV (mean platelet volume), PDW (platelet distribution wide), RDW (red distribution wide).
66
Tabel 10 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap biokimia klinis tikus jantan
Kontrol (mg/kg bb) Kelompok dosis formula campuran 5:3 (mg/kg bb) Parameter
Biokimia Hari
0 630 1260 1890
0 60,5±4,9a 57,0±4,2a 72,5±14,9a 70,0±12,7a Glukosa
(mg/dL) 28 61,5±10,6a 63,0±4,2a 55,5±3,5a 58,5±10,6a
0 61,5±0,7a 40,5±9,9a 41,0±1,4a 47,5±2,1a Trigliserida
(mg/dl) 28 44,0±5,7a 30,5±0,7a 40,0±5,7a 39,5±3,5a
0 70,0±8,5a 66,0±12,7a 78,5±4,9a 70,5±0,7a Kolesterol
(mg/dL) 28 87,0±8,5a 77,0±4,3a 87,5±0,7a 84,0±1,4a
0 0,66±0,24a 0,51±0,35a 0,51±0,30a 0,41±0,17a Kreatinin
(mg/dL) 28 0,60±0,14a 0,59±0,17a 0,47±0,09a 0,41±0,17a
0 55,0±5,7a 51,0±5,7a 48,5±7,8a 49,0±8,5a SGPT (U/L)
28 34,5±3,5a 40,0±4,2a 45,5±2,1a 44,5±7,8a
0 60,0±7,1a 55,0±1,4a 64,0±8,5a 54,0±4,2a SGOT (U/L)
28 50,0±11,3a 43,5±0,7a 48,0±5,7a 51,0±5,7a
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2; Perlakuan diberikan selama 28 hari; 0 : analisis hematologi tikus sebelum diberi perlakuan;
28: analisis hematologi tikus diakhir perlakuan
Kadar glukosa, trigliserida, total kolesterol, SGOT, dan SGPT berada pada
kisaran nilai normal setelah pemberian formula campuran 5:3 menunjukkan
bahwa formula campuran 5:3 tidak mengganggu fungsi hati (Sateesh &
Veeranjaneyulu 2009). Pemberian formula campuran 5:3 selama 28 hari mampu
menjaga kadar kreatinin berada pada nilai normal. Hal ini menunjukkan bahwa
formula campuran 5:3 tidak mengganggu fungsi ginjal (Tembhurne & Sakarkar
2010). Hasil analisis biokimia klinis toksisitas sub akut formula campuran 5:3
lebih baik jika dibandingkan dengan hasil pengujian toksisitas sub akut campuran
ekstrak Alstonia congensis Engler (Apocynaceae) dan Xylopia aethiopica (Dunal)
A. Rich (Annonaceae) yang menunjukkan adanya gangguan fungsi ginjal jika
dikonsumsi untuk jangka waktu yang lama. Campuran ekstrak Alstonia congensis
Engler (Apocynaceae) dan Xylopia aethiopica (Dunal) A. Rich (Annonaceae)
merupakan herbal yang sangat terkenal di Negeria untuk penanganan penyakit
diabetes mellitus (Ogbannia 2008).
67
Tabel 11 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap biokimia klinis tikus betina
Hari Kontrol (mg/kg bb) Kelompok dosis formula campuran 5:3 (mg/kg bb) Parameter
Biokimia 0 630 bb 1260 1890
0 74,5±0,7a 84,0±26,9a 74,0±21,2a 79,0±12,7a Glukosa
(mg/dL) 28 68,0±22,6a 81,5±19,1a 64,0±19,8a 80,0±2,8a
0 26,5±0,7a 36,5±9,2a 29,5±4,9a 29,0±1,8a Trigliserida
(mg/dl) 28 29,0±4,2a 32,5±1,4a 30,0±5,7a 33,0±1,4a
0 87,0±9,9a 84,5±6,4a 96,5±6,4a 91,5±2,1a Kolesterol
(mg/dL) 28 66,0±18,4a 85,0±8,5a 103,5±2,1a 84,5±7,8a
0 0,58±0,19a 0,82±0,01a 0,61±0,31a 0,63±0,21a Kreatinin
(mg/dL) 28 0,51±0,06a 0,47±0,06a 0,50±0,01a 0,50±0,03a
0 65,5±4,9a 49,5±0,7a 55,5±16,3a 52,5±13,4a SGPT
(U/L) 28 54,5±0,7a 58,5±3,5a 52,5±3,6a 56,0±18,4a
0 55,0±5,7a 42,5±3,5a 52,0±2,8a 49,0±5,7a SGOT
(U/L) 28 46,5±0,7a 54,5±0,7a 50,5±4,9a 45,0±4,2a
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2; Perlakuan diberikan selama 28 hari; 0 : analisis hematologi tikus sebelum diberi perlakuan; 28: analisis hematologi tikus diakhir perlakuan
Patologi Organ Tikus
Penimbangan berat organ tikus jantan maupun betina (Tabel 12 dan 13)
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (P<0,05) antara kelompok
kontrol dengan kelompok yang diberi formula campuran 5:3 selama 28 hari.
Namun demikian, berat organ hati, otak, paru-paru, pankreas, getah bening,
adrenal dan timus tikus betina cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan
tikus jantan. Sebaliknya berat organ jantung, ginjal, kantung empedu, dan kelenjar
saliva tikus jantan cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan tikus betina.
68
Tabel 12 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap berat organ tikus jantan
Rerata berat organ (g/100 g bb)
Kontrol (mg/kg bb) Kelompok dosis formula campuran 5:3 (mg/kg bb) Organ
0 630 1260 1890
Hati 7,23±1,15a 6,21±0,18a 7,57±1,30a 6,91±0,59a
Jantung 0,85±0,21a 0,96±0,2a 0,81±0,06a 0,88±0,05a
Ginjal kiri 0,84±0,04a 0,79±0,05a 0,80±0,10a 0,76±0,06a
Ginjal kanan 0,86±0,00a 0,84±0,04a 0,88±0,11a 0,78±0,05a
Otak 1,90±0,03a 1,91±0,04a 1,93±0,25a 1,97±0,00a
Paru-paru kiri 0,55±0,25a 0,75±0,50a 0,55±0,19a 0,95±0,34a
Paru-paru kanan 0,97±0,19a 1,38±0,57a 1,11±0,20a 1,64±0,51a
Pankreas 0,99±0,07a 0,87±0,01a 1,07±0,08a 0,85±0,28a
Limpa 0,45±0,01a 0,45±0,05a 0,44±0,08a 0,42±0,00a
Adrenal kiri 0,04±0,01a 0,05±0,00a 0,04±0,00a 0,04±0,00a
Adrenal kanan 0,04±0,00a 0,03±0,00a 0,04±0,02a 0,04±0,00a
Timus 0,20±0,08a 0,20±0,01a 0,30±0,05a 0,28±0,09a
Tiroid kiri 0,01±0,00a 0,01±0,00a 0,01±0,00a 0,01±0,00a
Tiroid kanan 0,01±0,00a 0,01±0,00a 0,01±0,00a 0,01±0,00a
Kandung kemih 0,24±0,08a 0,36±0,09a 0,33±0,24a 0,18±0,09a
Saliva kiri 0,33±0,08a 0,29±0,02a 0,28±0,05a 0,28±0,01a
Saliva kanan 0,42±0,06a 0,35±0,08a 0,26±0,01a 0,26±0,05a
Pituitari 0,01±0,00a 0,01±0,00a 0,01±0,00a 0,01±0,00a
Prostat 0,35±0,04a 0,42±0,01a 0,19±0,05a 0,21±0,06a
Testes kiri 1,67±0,08a 1,53±0,05a 1,11±0,34a 1,16±0,27a
Testes kanan 1,64±0,22a 1,48±0,08a 1,08±0,28a 1,14±0,19a
Vesikula seminalis 11,1±2,9a 10,6±1,8a 11,2±2,1a 11,2±3,9a
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2; perlakuan diberikan selama 28 hari
Hasil analisis histopatologi menunjukkan tidak ditemukan perubahan pada
semua organ tubuh tikus jantan maupun betina (khususnya hati, ginjal, dan
pankreas) selama pemeriksaan histopatologis secara mikroskopis (Gambar 6-11).
Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi formula campuran 5:3 sampai dosis 1890
mg/kg bb tidak toksik terhadap pertumbuhan tikus Sprague dawley sebagai hewan
uji.
69
Tabel 13 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap berat organ tikus betina
Rerata berat organ (g/100 g bb)
Kontrol (mg/kg bb) Kelompok dosis formula campuran 5:3 (mg/kg bb) Organ
0 630 1260 1890
Hati 7,51±0,25a 6,89±0,81a 7,44±0,91a 7,24±0,67a
Jantung 0,83±0,04a 0,77±0,01a 1,12±0,24a 0,76±0,04a
Ginjal kiri 0,81±0,01a 0,79±0,09a 0,73±0,05a 0,76±0,01a
Ginjal kanan 0,80±0,02a 0,82±0,07a 0,72±0,09a 0,78±0,10a
Otak 1,98±0,05a 1,92±0,05a 2,00±0,06a 1,85±0,00a
Paru-paru kiri 0,79±0,48a 0,63±0,26a 0,78±0,15a 0,71±0,12a
Paru-paru kanan 1,53±0,76a 1,29±0,28a 1,39±0,02a 1,25±0,10a
Pankreas 1,01±0,02a 0,97±0,11a 1,12±0,04a 0,92±0,01a
Limpa 0,51±0,05a 0,44±0,06a 0,52±0,09a 0,49±0,03a
Adrenal kiri 0,05±0,02a 0,07±0,01a 0,08±0,04a 0,07±0,00a
Adrenal kanan 0,05±0,02a 0,06±0,00a 0,05±0,00a 0,06±0,01a
Timus 0,30±0,03a 0,30±0,05a 0,31±0,07a 0,29±0,06a
Tiroid kiri 0,01±0,00a 0,01±0,00a 0,01±0,00a 0,01±0,00a
Tiroid kanan 0,01±0,00a 0,01±0,00a 0,01±0,00a 0,01±0,00a
Kandung kemih 0,14±0,06a 0,08±0,01a 0,23±0,11a 0,28±0,21a
Saliva kiri 0,30±0,06a 0,33±0,04a 0,32±0,04a 0,25±0,03a
Saliva kanan 0,34±0,01a 0,31±0,03a 0,33±0,02a 0,30±0,03a
Pituitari 0,01±0,00a 0,01±0,00a 0,01±0,00a 0,01±0,00a
Uterus 0,88±0,02a 0,91±0,18a 0,45±0,13a 0,59±0,21a
Ovarium kiri 0,12±0,01a 0,12±0,02a 0,08±0,00a 0,10±0,04a
Ovarium kanan 0,16±0,01a 0,11±0,01a 0,10±0,01a 0,08±0,02a
Keterangan : Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P<0.05 ; n=2; perlakuan diberikan selama 28 hari
Analisis histopatologi organ hati tikus jantan dan betina (Gambar 6 dan 7)
menunjukkan bahwa pemberian formula campuran 5:3 pada dosis 630, 1260, dan
1890 mg/kg bb tidak merusak sel-sel hati. Hal ini terlihat dari sel-sel hati
(hepatosit) atau parenkim yang tersusun dalam rangkaian lempeng-lempeng atau
lembaran-lembaran bercabang membentuk labirin atau mirip karet busa, dan
adanya ruangan sinusoid diantara lembaran tersebut. Lempeng-lempeng ini secara
70
a b
c d
2
1 3
radial bermula dari tepi lobulus klasik menuju ke vena sentralis sebagai pusatnya
(Leeson et al. 1996).
Gambar 6 Histopatologi organ hati tikus jantan yang diberi formula campuran 5:3 dengan dosis: (a) 0 mg/kg bb; (b) 630 mg/kg bb; (c) 1260 mg/kg bb; (d) 1890 mg/kg bb; perbesaran 20x; 1 adalah lobulus klasik; 2 adalah vena sentralis; 3 adalah lempeng hepatosit
Analisis histopatologi organ hati dilakukan karena hati merupakan organ
yang menerima semua bahan yang diserap seperti karbohidrat, protein, dan lipid
dari usus termasuk bahan toksik (Stipanuk 2000), dan sekaligus memperkuat hasil
biokimia klinis darah hewan uji, meliputi kadar glukosa, trigliserida, dan kreatinin
darah yang tidak berbeda nyata dengan kelompok yang diberi akuades. Hal ini
menunjukkan bahwa hati sebagai organ pusat metabolisme karbohidrat, lipid, dan
protein masih berfungsi normal pada tikus yang diberi formula campuran 5:3
sebanyak 1890 mg/kg bb selama 28 hari.
71
3
2
1
a b
c d
Gambar 7 Histopatologi organ hati tikus betina yang diberi formula campuran 5:3 dengan dosis: (a) 0 mg/kg bb; (b) 630 mg/kg bb; (c) 1260 mg/kg bb; (d) 1890 mg/kg bb; perbesaran 20x; 1 adalah lobulus klasik; 2 adalah vena sentralis; 3 adalah lempeng hepatosit
Analisis histopatologi organ ginjal tikus jantan dan betina (Gambar 8 dan
9) menunjukkan bahwa pemberian formula campuran 5:3 pada dosis 630, 1260,
dan 1890 mg/kg bb tidak merusak sel-sel ginjal. Hal ini terlihat dari mikrofotograf
sebagian korteks yang menggambarkan lobulus (satu unit fungsional), yaitu
berkas medula dengan lobulus yang tersusun radial. Selain itu, masih terlihat jelas
karpuskel ginjal yang berisi glomerulus dan berdekatan dengan tubulus kontortus
distal dan proksimal (Leeson et al.1996).
72
a b
c d
1
3
2
Gambar 8 Histopatologi organ ginjal tikus jantan yang diberi formula campuran
5:3 dengan dosis: (a) 0 mg/kg bb; (b) 630 mg/kg bb; (c) 1260 mg/kg bb; (d) 1890 mg/kg bb; perbesaran 20x; 1 adalah berkas modula; 2 adalah lobulus; 3 adalah korpuskel ginjal
Analisis histopatologi organ ginjal dilakukan karena ginjal merupakan
organ yang membuang metabolit yang toksik terhadap tubuh, terutama senyawa
nitrogen seperti urea dan kreatinin yang dihasilkan dari metabolisme protein.
Ginjal juga berfungsi untuk mensekresikan renin yang mengatur tekanan darah
dan kadar ion natrium dan eritropoietin, yang berhubungan dengan produksi
eritrosit oleh sumsum tulang (Stipanuk 2000). Analisis histopatologi ginjal
digunakan untuk memastikan dan mendukung hasil biokimia klinis darah hewan
yang diberi formula campuran 5:3, yaitu kadar kreatinin darah yang tidak berbeda
nyata dengan kelompok yang diberi akuades. Hal ini menunjukkan bahwa ginjal
73
2
3
1
a b
c d
sebagai organ penting dapat tetap berfungsi normal pada tikus yang diberi formula
campuran 5:3 sebanyak 1890 mg/kg bb selama 28 hari.
Gambar 9 Histopatologi organ ginjal tikus betina yang diberi formula campuran
5:3 dengan dosis: (a) 0 mg/kg bb; (b) 630 mg/kg bb; (c) 1260 mg/kg bb; (d) 1890 mg/kg bb; perbesaran 20x; 1 adalah berkas modula; 2 adalah lobulus; 3 adalah korpuskel ginjal
Analisis histopatologi organ pankreas tikus jantan dan betina (Gambar 10
dan 11) menunjukkan bahwa pemberian formula campuran 5:3 pada dosis 630,
1260, dan 1890 mg/kg bb tidak merusak sel-sel pankreas. Hal ini terlihat dari
banyaknya asinus serosa (eksokrin) dan pulau Langerhans (endokrin). Asinus serosa
berbentuk tubular seperti buah alpukat yang dikelilingi lamina basal dan terdiri
atas 5-8 sel berbentuk piramid yang tersusun mengelilingi lumen sempit.
Berdasarkan pengamatan secara mikroskopik pulau Langerhans tampak sebagai
kumpulan sel-sel berbentuk bola yang berwarna pucat (Leeson et al. 1996).
74
a b
c d
1
2
Gambar 10 Histopatologi organ pankreas tikus jantan yang diberi formula campuran 5:3 dengan dosis: (a) 0 mg/kg bb; (b) 630 mg/kg bb; (c) 1260 mg/kg bb; (d) 1890 mg/kg bb; perbesaran 20x; 1 adalah asinus serosa; 2 adalah pulau Langerhans
Analisis histopatologi organ pankreas dilakukan karena pankreas
merupakan organ yang memproduksi hormon-hormon seperti insulin, glukagon,
dan somatostatin. Disamping itu, pankreas berfungsi mensekresikan enzim-enzim
pencernaan, seperti enzim proteolitik (tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase),
enzim ribonuklease, deoksiribonuklease, amilase, dan lipase (Stipanuk 2000).
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa pankreas sebagai organ penting dapat tetap
berfungsi normal pada tikus yang diberi formula campuran 5:3 sebanyak 1890
mg/kg bb selama 28 hari.
75
a
c d
b
1
2
Gambar 11 Histopatologi organ pankreas tikus betina yang diberi formula campuran 5:3 : (a) 0 mg/kg bb; (b) 630 mg/kg bb; (c) 1260 mg/kg bb; (d) 1890 mg/kg bb; ; perbesaran 20x; 1 adalah asinus serosa; 2 adalah pulau Langerhans
SIMPULAN
Penelitian pengembangan minuman fungsional berbahan dasar daun sirih
merah dan kulit kayu manis menunjukkan bahwa konsumsi formula campuran 5:3
pada dosis 1890 mg/kg bb selama 28 hari tidak memberikan efek toksik terhadap
tikus jantan maupun betina.
DAFTAR PUSTAKA
Arawwawala M, Thabrew I, Arambewela L. 2011. Evaluation of the toxic
potential of standardized extracts (hot water extract and cold ethanolic
76
extract) of Trichosanthes cucumerina Linn. aerial parts. BLACPMA 10:11-
22
Battu GR et al. 2007. Hypoglycemic and anti-hyperglycemic effect of alcoholic
extract of Benincasa hispida in normal and in alloxan induced diabetic rats.
Phacog. Mag. 3:101-105.
Boyle JP et al. 2001. Projection of diabetes burden through 2050: Impact of
changing demography and disease prevalence in the U.S. Diabetes Care
24:1936-1940.
Ceriello A. 2003. New insights on oxidative stress and diabetic complications
may lead to a “causal” antioxidant therapy. Diabetes Care 26:1589–1596.
Erejuwa OO et al. 2010. Antioxidant protective effect of glibenclamide and
metformin in combination with honey in pancreas of streptozotocin- induced
diabetic rats. Int. J. Mol. Sci. 11:2056-2066.
Gbolade AA. 2008. Inventory of antidiabetic plants in selected districts of Lagos
State Nigeria. J. Ethnopharmacol. 121:135-139
Ghosh T, Maityb TM, Sengupta P, Dash DK, Bose A. 2008. Antidiabetic and in
vivo antioxidant activity of ethanolic extract of bacopa monnieri linn. Aerial
parts: A possible mechanism of action. IJPR. 7: 61-68
Grover JK, Yadav S, Vats V. 2002. Medicinal plants of India with anti-diabetic
potential. J. Ethnopharmacol. 81:81-100.
Kent A. 1985. Laboratory Manual Histopathology. Bogor: Balai Penelitian
Veteriner.
Khan A, Safdar M, Ali Khan MM, Khatta KN, Anderson RA. 2003. Cinnamon
improves glucose and lipids of people with type 2 diabetes. Diabetes Care
26:3215–3218.
Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. 1996. Buku Ajar Histologi. Siswojo et al.,
penerjemah; Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Texbook of Histology.
Mahdi AA et al. 2003. Effect of herbal hypoglycemic agents on oxidative stress
and antioxidant status in diabetic rats. IJCB. 18:8-15
Mounnissamy VM, Kavimani S, Sankari G, Quine SD, Subramani K. 2010.
Toxicological studies on ayurvedic formulation mersina in albino rats. Arch
Pharm Sci & Res 1:130-137.
77
OECD Guideline For The Testing Of Chemicals. 1995. Repeated Dose 28-day
Oral Toxicity Study in Rodents.
Ogbonnia S, Adekunle AA, Bosa MK, Enwuru VN. 2008. Evaluation of acute and
subacute toxicity of Alstonia congensis Engler (Apocynaceae) bark and
Xylopia aethiopica (Dunal) A. Rich (Annonaceae) fruits mixtures used in
the treatment of diabetes. Afr. J. Biotechnol. 7:701-705.
Pillaia PG, Suresh P. 2011. Evaluation of acute and sub-acute toxicity of
methanolic extract of Caesalpinia Bonducella (L) Fleming. EJSR 53:462-
469.
Preuss HG, Echard B, Polansky MM, Anderson R. 2006. Whole cinnamon and
aqueous extracts ameliorate sucrose-induced blood pressure elevations in
spontaneously hypertensive rats. J. Am. Coll. Nutr. 25:144–150.
Rao MU, Sreenivasulu M, Chengaiah B, Reddy KJ, Chetty CM. 2010. Herbal
medicines for diabetes mellitus: A Review. IJPRIF 2:1883-1892.
Safithri M, Fahma F. 2005. Uji fitokimia dan toksisitas akut ekstrak air daun sirih
merah (Piper crocatum) [abstrak]. Di dalam; Mulijani et al., editor.
Prosiding Simposium Nasional Kimia Bahan Alam XV; Bogor, 13-14
September 2005. Bogor. Himpunan Kimia Bahan Alam Indonesia, hlm
300.
Safithri M, Fahma F. 2008. Potency of Piper crocatum decoction as an
antihiperglycemia in rat strain Sprague dawley. Hayati J. Biosci. 15:45-48.
Sateesh B, Veeranjaneyulu A. 2009. Biochemical and physiological responses of
fruit juice of murraya koenigii (l) in 28 days Repeated dose toxicity study.
IJPRIF 1:1568-1575.
Satyanarayana T, Katyayani BM, Hema Latha E, Anjana AM, Chinna EM. 2006.
Hypoglycemic and anti-hyperglycemic effect of alcoholic extract of
Euphorbia leucophylla in normal and in alloxan induced diabetic rats.
Phacog. Mag. 2:244-255.
Shan B, Cai YZ, Brooks JD, Corke H. 2007. The in vitro antibacterial activity of
dietary spice and medicinal herb extracts. Int. J. Food. Microbiol. 117:112–
119.
78
Stipanuk MH. 2000. Biochemical and Physiological Aspect of Human Nutrition.
London:WB Saunders.
Tapas AR, Sakarkar DM, Kakde RB. 2008. Flavonoids as nutraceuticals: A
Review. TJPR 7:1089-1099.
Tembhurne SV, Sakarkar DM. 2010. Evaluation of acute and sub-acute toxicity of
ethanol extracts of Cansjera rheedii J. Gmelin (Opiliaceae). JBD 1:011-014
79
AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIK CAMPURAN EKSTRAK DAUN
SIRIH MERAH DAN KULIT KAYU MANIS PADA TIKUS DIABETES
YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOSIN
ABSTRAK
Pengembangan produk minuman fungsional yang memiliki aktivitas
antihiperglikemik sangat penting di Indonesia, karena Indonesia menempati
urutan ke-4 terbesar untuk jumlah penderita diabetes melitus di dunia. Telah
diketahui bahwa formula campuran air rebusan sirih merah dan kulit kayu manis
dengan perbandingan jumlah 5:3 (selanjutnya disebut formula campuran 5:3) serta
penambahan stevia 0,67% memiliki aktivitas antihiperglikemik dan bersifat tidak
toksik terhadap tikus jantan dan tikus betina pada dosis 1890 mg/kg bb. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mekanisme antihiperglikemik
formula campuran 5:3 pada tikus diabetes. Tikus jantan galur Sprague dawley
yang digunakan berjumlah 24 ekor dan dibagi menjadi 6 kelompok. Kelompok 1
adalah kontrol negatif (KN) yang diinduksi dengan NaCl 0,9% (b/v) secara
intraperitoneal dan dicekok akuades. Kelompok 2 adalah kontrol positif (KP)
yang diinduksi dengan streptozotosin 50 mg/kg bb secara intraperitoneal dan
dicekok akuades. Kelompok 3, 4, dan 5 adalah kelompok tikus yang diinduksi
streptozotosin 50 mg/kg bb secara intraperitoneal dan dicekok formula campuran
5:3 dengan dosis (mg/kg bb) 630, 1260, dan 1890. Kelompok 6 adalah tikus yang
diinduksi streptozotosin 50 mg/kg bb secara intraperitoneal dan dicekok ekstrak
tunggal daun sirih merah dengan dosis 1350 mg/kg bb. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa formula campuran 5:3 pada dosis 1260 mg/kg bb merupakan
dosis yang dapat menurunkan kadar glukosa darah sebesar 51%, meningkatkan
kadar insulin darah, aktivitas enzim SOD dan katalase sel darah merah, serta
mempertahankan batas normal lipid darah dan memperbaiki organ pankreas tikus.
Dengan kata lain, mekanisme antihiperglikemia dari formula campuran 5:3 adalah
memperbaiki sel-sel beta pankreas melalui sifat antioksidasinya.
Kata kunci: antihiperglikemik, daun sirih merah, kulit kayu manis, tikus diabetes,
SOD, katalase, streptozotosin
80
ANTIHYPERGLYCEMIC ACTIVITY OF Piper crocatum LEAVES AND
Cinnamomum burmannii BARK EXTRACT MIXTURE IN
STREPTOZOTOCIN-INDUCED DIABETICS RATS
ABSTRACT
Developing functional drink having anti-hyperglycemic activity is
currently of a great importance in Indonesia considering that Indonesia was the 4th
largest country in the world in terms of its population suffering from diabetes
mellitus. In previous study, the mixture formula of P. crocatum leaves extract and
Cinnamomum burmannii bark extract in ratio amount of 5:3, and addition of
0,67% stevia natural sweetener showed an antihyperglycemic activity and had no
toxic effects during its administered orally on the male or female Sprague dawley
rats at dose of 1890 mg/kg bw for 28 days. Hence, the aim of this study was to
observe the mechanisms of antihyperglycemic activity of extract mixture of P.
crocatum leaves and C. burmannii bark in streptozotocin-induced diabetics rats.
The diabetics Sprague dawley albino rats were treated with the formula mixture in
ratio amount of 5:3 v/v at doses of 0; 630; 1260 and 1890 mg/kg bw and
administered orally for 14 days. The effects on body weight, food consumption,
blood glucose level, blood lipid level, insulin level, and red blood cell superoxide
dismutase and catalase activity were studied. The results showed that 14 days of
daily treatment of 1260 mg/kg bw led to a reduction of blood sugar level by 51%,
an increase of blood serum insulin level, red blood cell superoxide dismutase and
catalase activity, maintenance of normal blood lipid level, and improvement of rat
pancreas damage. Other words, anti hyperglycemic mechanism of 5:3 extract
mixture formula improved pancreas beta cells through its antioxidative activity.
Key word: Antihyperglycemic, Piper crocatum, Cinnamumum burmanniii,
diabetics rat, SOD, catalase
81
PENDAHULUAN
Aktivitas antihiperglikemik dari suatu produk minuman fungsional sangat
penting di Indonesia, terutama pada posisi Indonesia yang menempati urutan ke-4
terbesar untuk jumlah penderita diabetes melitus dengan prevalensi 8.6% dari
total penduduk. Urutan di atasnya adalah India, Cina, dan Amerika Serikat
(Depkes RI 2005). Fenomena tersebut membuktikan bahwa penyakit diabetes
melitus merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia yang sangat
serius. Penderita diabetes mellitus dapat mengalami komplikasi kronis berupa
nefropati (gangguan fungsi ginjal), neuropati (gangguan fungsi syaraf) dan
retinopati (gangguan retina mata), gangguan kardiovaskular, serta dapat
menyebabkan hipertensi akibat radikal bebas yang dihasilkan selama keadaan
hiperglikemia. Radikal bebas dapat direduksi secara optimum melalui kerja enzim
superoksida dismutase, katalase, dan NADPH oksidase (Ceriello 2003).
Upaya untuk menjaga tidak terjadinya komplikasi penyakit pada penderita
diabetes mellitus sangat penting, antara lain menggunakan obat yang bersifat
hipoglikemik, atau dengan mengkonsumsi minuman fungsional yang berbahan
baku tanaman obat dan rempah yang memiliki aktivitas antioksidasi dan
antidiabetes (Rates 2001). Daun Sirih merah sebagai tanaman obat memiliki
senyawa aktif yang berasal dari golongan flavonoid, tanin, dan alkaloid (Safithri
& Fahma 2008). Golongan senyawa tersebut telah banyak diteliti peranannya
sebagai senyawa antioksidan. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa
pemberian air rebusan daun sirih merah dengan dosis 3,22 dan 20 g/kg BB selama
10 hari dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus yang diinduksi dengan
aloksan 150 mg/kg sebesar 23,6 dan 37,4%. Analisis statistik menunjukkan bahwa
kadar glukosa tikus yang dicekok pada dosis tersebut tidak berbeda nyata dengan
kadar glukosa tikus normal (Safithri dan Fahma 2008). Citarasa ekstrak daun sirih
merah yang pahit perlu diperbaiki dengan menambahkan ekstrak rempah-rempah,
karena umumnya rempah-rempah mengandung senyawa aromatik. Diharapkan
dengan penambahan ekstrak rempah ke dalam ekstrak daun sirih merah, tidak saja
citarasa ekstrak daun sirih merah dapat ditingkatkan, tetapi juga pula
bioaktivitasnya dapat ditingkatkan dan berperan sebagai pengawet alami,
82
sehingga produk formula campuran dapat awet tanpa peambahan bahan pengawet
sintetik. Salah satu cara adalah penambahan air rebusan kulit kayu manis
(Cinnamomum sp) dan stevia sebagai pemanis alami yang memiliki indeks
glikemik rendah.
Kulit kayu manis dipilih sebagai bahan pencampur ekstrak daun sirih
merah karena kulit kayu manis telah diketahui memiliki manfaat sebagai
antidiabetes sesuai dengan hasil penelitian Khan et al (2003), yaitu asupan kulit
kayu manis sebanyak 1, 3, dan 6 gram per hari dapat menurunkan kadar glukosa
darah pada orang-orang yang menderita diabetes tipe 2. Selanjutnya, penelitian
Hlebowicz et al. (2007) menunjukkan bahwa asupan 6 gram kulit kayu manis
yang dicampur dalam puding beras dapat menurunkan kadar glukosa darah
postprandial dan dapat menunda pengosongan lambung. Ekstrak kulit kayu manis
memiliki citarasa dan senyawa antimikroba alami, sehingga dapat menghambat
lima jenis bakteri patogen pada makanan, yaitu B. cereus (diameter penghambatan
15.4 mm), L. monocytogenes (diameter penghambatan 11.5 mm), S. aureus
(diameter penghambatan 15.7 mm), E. coli (diameter penghambatan 8.7 mm) and
S. anatum (diameter penghambatan 12.1 mm), serta memiliki aktivitas antioksidan
yaitu 107.7 mmol trolox/100 g (Shan et al. 2007).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, formula campuran ekstrak daun sirih
merah (P. crocatum) dan ekstrak kulit kayu manis (C. burmannii) dengan
perbandingan 5:3 adalah formula campuran terpilih untuk uji antihiperglikemik in
vivo. Formula campuran 5:3 tersebut memiliki aktivitas antioksidasi terhadap
SOD dan katalase sebesar 3,32±0,08 U/ml dan 0,18± 0,02 mU/ml, dan aktivitas
antihiperglikemik terhadap penghambatan enzim α-glukosidase sebesar 61%,
serta total fenol sebesar 1067,65 ppm dengan karakteristik formula memiliki nilai
pH sebesar 5,59 dan nilai L, a, dan b sebesar 28,4, +5,87, dan +6,32.
Upaya pengembangan produk minuman fungsional perlu didukung dengan
pengkajian mekanisme antihiperglikemik secara in vivo. Parameter kajian
mekanisme yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengukuran kadar glukosa,
insulin, dan komposisi lipida serum darah, aktivitas enzim superoksida dismutase
dan katalase sel darah merah, serta histopatologi dan immunohistokimia jaringan
pankreas tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin.
83
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia FMIPA IPB dan
Laboratorium Hewan Coba Rodent PSSP (Pusat Studi Satwa Primata) IPB.
Penelitian dilakukan pada periode bulan Juli sampai November 2011.
Bahan dan Alat
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih merah
(Piper crocatum) dan kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii Blume) yang
diperoleh dari Balai Tanaman Obat dan Rempah (BALITTRO), Cimanggu Bogor.
Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain strip GlucoDr (All Medicus,
Korea), kit insulin tikus (Mercodia, Uppsala), kit SOD dan katalase (Biovision,
USA), kit Trigliserida, kolesterol, dan HDL (Roche Diagnostics GmbH,
Mannheim, Germany).
Alat yang digunakan untuk mengukur glukosa darah adalah GlucoDr test
meter (All Medicus, Korea), sedangkan untuk mengukur kadar insulin darah,
aktivitas SOD dan katalase sel darah merah digunakan Microplate reader (BioRad
3550), dan untuk mengukur kadar trigliserida, kolesterol, dan HDL darah
digunakan Fotometer 5010 (Robert Riele GmbH & Co kG).
Metode Penelitian
Pengeringan bahan uji
Daun sirih merah dan kulit kayu manis dikeringkan dibawah sinar
matahari selama 9 jam (3 jam per hari pada pukul 10-13) agar didapatkan sampel
kering dengan kadar air tidak lebih dari 12% (b/b). Pada daun sirih merah dan
kulit kayu manis yang sudah kering dilakukan penggilingan untuk mendapatkan
serbuk dengan ukuran 20 mesh.
Pembuatan ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis
Pada masing-masing bahan uji kering berbentuk serbuk dilakukan proses
ekstraksi dengan air secara terpisah. Ekstraksi daun sirih merah dilakukan dengan
84
menimbang sampel kering sebanyak 10 g dan ditambahkan akuades sebanyak 200
ml (1:20), lalu direbus dalam keadaan tertutup sampai mendidih, dibiarkan
mendidih selama 15 menit, disaring, dan diukur volume filtrat yang diperoleh.
Selanjutnya pada filtrat ditambahkan akuades sampai volume mencapai 100 ml,
dan disebut sebagai larutan stok sirih merah. Pada ekstraksi kulit kayu manis,
sampel kering ditimbang sebanyak 20 g, dan ditambahkan akuades sebanyak 200
ml (1:10), lalu direbus dengan air dalam keadaan tertutup sampai mendidih, dan
dibiarkan mendidih selama 15 menit, disaring, diukur volume filtrat yang
diperoleh, dan ke dalam filtrat ditambahkan akuades sampai volume mencapai
100 ml, dan disebut sebagai larutan stok kayu manis (Modifikasi Safithri dan
Fahma, 2008).
Pembuatan formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu
manis
Formula campuran 5:3 dibuat dengan cara mencmpurkan larutan stok daun
sirih merah dan larutan stok kulit kayu manis pada perbandingan 5:3, kemudian
ke dalam campuran ditambahkan bahan pemanis stevia sebanyak 0,67% (v/v), dan
diaduk sampai bercampur homogen, kemudian disimpan dalam botol.
Hewan percobaan
Tikus putih jantan galur Sprague dawley (200-270 g) di dapat dari Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOMRI). Selama masa
adaptasi dan masa percobaan tikus mendapatkan pakan pellet standar (CP Rodent,
Thailand) dengan komposisi 18 % protein, 3 % lemak, 13 % air, 10 % abu, 9 %
serat, 9000 IU/kg Vit A, 1800 IU/kg Vit D3, 80 IU/kg Vit E, and 800 mg/kg Vit C.
Aklimitasi tikus dilakukan selama 14 hari pada kondisi ruang dengan suhu 24 ± 1º
C dan 12 jam terang/gelap serta kelembapan berkisar 55-75% (OECD Guideline
for the testing of chemicals 1995).
Rancangan penelitian
Sebanyak 24 tikus jantan galur Sprague dawley (210-260 g) dibagi
menjadi 6 kelompok secara acak. Kelompok kontrol negatif (KN) diinduksi NaCl
85
0,9% b/v) dan dicekok akuades. Kelompok kontrol positif (KP) diinduksi
streptozotosin 50 mg/kg bb dan dicekok akuades. Kelompok SMKM adalah
kelompok tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin 50 mg/kg bb dan dicekok
formula campuran 5:3 (v/v) pada dosis yang berbeda, yaitu 630 mg/kg bb, 1260
mg/kg bb, dan 1890 mg/kg bb. Kelompok SM 1350 mg/kg bb adalah kelompok
tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin 50 mg/kg bb dan dicekok ekstrak
daun sirih merah tunggal sebanyak 1350 mg/kg bb. Pencekokkan minuman
fungsional dilakukan setiap hari. Volume minuman yang diberikan tidak lebih
dari 2 ml/100 g bb.
Pengamatan berat badan dan jumlah konsumsi ransum dilakukan pada hari
ke- 0, 7, dan 14. Induksi streptozosin dan NaCl dilakukan dengan cara
menyuntikkan pada bagian intraperitonial rongga bawah perut tikus. Pencekokkan
minuman fungsional sirih merah dan akuades mulai dilakukan setelah 48 jam
disuntik streptozosin dan berakhir pada hari ke-14. Pengambilan darah dilakukan
setelah 12-16 jam dipuasakan pada hari ke- 0, 4, 9, dan 14 untuk analisis glukosa
darah, sedangkan untuk analisis aktivitas enzim SOD dan katalase, insulin darah,
dan lipid darah hanya dilakukan pada hari ke-14 (terminasi). Percobaan ini
dilakukan di bawah pengawasan Komisi Etik Hewan PT. Bimana Indomedical
R.02-11-1R.
Pembedahan tikus dan pengambilan sampel uji
Sebelum dilakukan pembedahan, tikus putih terlebih dahulu dibius dengan
euthal 200 mg/kg bb dan dimatikan dengan memberikan ketamine 80 mg/kg bb
dan xylazine 10 mg/kg bb. Setelah tidak sadar, tikus diposisikan terlentang pada
papan bedah menggunakan pins. Tikus dibedah dengan melakukan sayatan
sepanjang torak sampai pubis, menggunakan gunting bengkok, kemudian organ
diambil dan pisahkan menggunakan gunting lurus, lalu bersihkan organ dari
lemak-lemak yang masih menempel. Selanjutnya organ dicuci dengan aquades
berulang-ulang hingga bersih dari darah, kemudian dilanjutkan dengan mencuci
organ dengan NaCl 0,9% berulang-ulang. Setelah itu, organ ditiriskan diatas
kertas saring, lalu organ timbang dengan cawan petri kering. Tahap akhir organ
dimasukkan dalam pot berisi buffer normal formalin 10%.
86
Persiapan sampel darah untuk analisis
Sebelum diambil darahnya, tikus dipuasakan ± 16 jam. Darah diambil dari
vena lateral ekor tikus menggunakan spuit 5 cc. Sebelumnya, ekor tikus
dibersihkan terlebih dahulu menggunakan alkohol 70%. Darah kemudian
ditampung dalam tabung Eppendorf sebanyak ± 5 mL per tikus. Darah diinkubasi
pada 40C selama 2 jam diikuti dengan sentrifugasi berkecepatan 3000 rpm dengan
jari-jari rotor 12 cm selama 10 menit, kemudian serum ditempatkan pada vial
disimpan pada suhu 40C sampai serum digunakan untuk analisis penentuan kadar
glukosa darah, insulin darah, trigilserida darah, kolesterol total, dan HDL darah.
Pengukuran kadar glukosa darah
Glukosa darah diukur menggunakan Glukometer dengan menggunakan kit
komersial strip GlucoDr. Glukotest ini secara otomatis akan hidup ketika strip
dimasukkan dan akan mati ketika strip dicabut. Dengan menyentuhkan setetes
darah ke strip, reaksi dari wadah strip akan otomatis menyerap darah ke dalam
strip melalui aksi kapiler. Hasil pengukuran akan diperoleh selama 8 detik. Prinsip
dasar metode ini adalah reaksi antara glukosa dalam darah dan NAD+ menjadi
glukonolakton oleh enzim glukosa dehidrogenase (β-D-glukosa:NAD-Oksido
reduktase) yang ada pada strip. Selanjutnya, kalium ferisianida yang terdapat pada
strip akan tereduksi menjadi kalium ferosianida, karena adanya transfer elektron
dari enzim glukosa dehidrogenase (berasal dari glukosa). Transfer elektron
tersebut akan dengan cepat diubah oleh elektroda glukometer menjadi arus listrik
yang akan menampilkan konsentrasi glukosa pada layar glukometer (GlucoDr
2009).
Pengukuran kadar insulin darah
Insulin serum darah diukur dengan alat tes ELISA dengan menggunakan
kit komersial. Jumlah insulin dalam serum yang disajikan dalam µg/l. Sampel,
standar, dan kontrol dipipet sebanyak 10 µl, kemudian ditambahkan konjugat,
yaitu antibodi monoklonal anti-insulin mencit yang dilabel HRP (horseradish
peroxidase) sebanyak 50 µl. Selanjutnya, larutan diinkubasi selama 2 jam pada
shaker 700-900 rpm dengan suhu 18-250C dan selama inkubasi, larutan dicuci
87
dengan buffer fosfat sebanyak 6 kali. Setelah dicuci, larutan ditambahkan substrat
TMB (3,3’, 5,5”-tetramethylbenzidine) sebanyak 200 µl, kemudian diinkubasi
selama 15 menit pada shaker 700-900 rpm dengan suhu 18-250C. Selanjutnya,
ditambahkan larutan H2SO4 0,5M sebanyak 50 µl, lalu larutan dibaca pada
panjang gelombang 450 nm (Mercodia 2009).
Preparasi lisat sel darah merah
Lisat darah sel darah merah tikus diperoleh dengan cara meyiapkan darah
yang diberi sitrat (antikoagulan), kemudian disentrifus pada 1000 g pada 4°C
selama 10 menit, lalu eritrosit (bagian pelet) disuspensikan dengan air dingin dan
diinkubasi selama 5 menit untuk terjadi lisis sel eritrosit, kemudian disentrifus
pada 1000 g pada 4°C selama 10 menit. Selanjutnya supernatan disimpan pada -
80°C sampai siap untuk dianalisis (BioVision 2010).
Pengukuran aktivitas enzim SOD
Larutan sampel berupa lisat sel darah merah sebanyak 20 µl dimasukkan
pada 2 sumur microplate, dan akuabides sebanyak 20 µl dimasukkan pada 2
sumur mikroplate yang kosong. Pada keempat sumur tersebut ditambahkan 200 µl
larutan kerja garam tetrazolium (WST-1(2-(4-Iodophenyl)-3-(4-nitrophenyl)-5-
(2,4-disulfophenyl)-2H-tetrazolium, monosodium salt). Setelah itu dilakukan
penambahan larutan kerja enzim (berisi anion superoksida) sebanyak 20 µl pada 1
sumur yang berisi sampel (sampel) dan 1 sumur yang berisi akuabides (blanko 1),
sedangkan 1 sumur yang berisi sampel (blanko 2) dan akuabides (blanko 3)
lainnya ditambahkan 20 µl buffer fosfat pH 7. Semua sumur diinkubasi pada suhu
370C selama 20 menit, kemudian larutan diukur menggunakan pembaca
microplate pada panjang gelombang 450 nm.
Aktivitas SOD (%penghambatan) dihitung menggunakan persamaan
berikut: Aktivitas SOD (Rata-rata % penghambatan) = {[(A blanko 1 – A blanko
3) – (A sampel – A blanko 2)] / (A blanko 1 – A blanko 3))} x 100
Keterangan:
A adalah absorbansi
Blanko 1 adalah sumur yang berisi larutan anion superoksida dan akuabides
88
Blanko 2 adalah sumur yang berisi larutan sampel dan buffer fosfat
Blanko 3 adalah sumur yang berisi akuades dan buffer fosfat
Setelah itu, dibuat kurva standar antara konsentrasi enzim SOD (X) dan %
penghambatan (Y) untuk mendapatkan aktivitas enzim SOD. Selanjutnya, data %
penghambatan sampel diplotkan pada kurva standar (BioVision 2010).
Pengukuran aktivitas enzim katalase
Sebanyak 20 µl sampel berupa lisat sel darah merah dilarutkan dengan 58
µl buffer fosfat 50 mM pH 7, kemudian ditambahkan 12 µl H2O2 1 mM. Setelah
itu larutan tersebut diinkubasi pada suhu 250C selama 30 menit. Selanjutya, ke
dalam larutan ditambahkan 10 µl Na2CO3 100 mM (untuk menghentikan reaksi),
dan 46 µl buffer fosfat 50 mM pH 7, 2 µl OxiredTM Probe, serta 2 µl larutan HRP.
Larutan diinkubasi pada suhu 250C selama 10 menit. Setelah itu larutan dibaca
absorbansinya pada panjang gelombang 570 nm, dengan larutan pembanding
asam lipoat 100 ppm.
Pembuatan kurva standar H2O2 dilakukan dengan cara memipet 0, 2, 4, 6,
8, dan 10 µl H2O2 1 mM, kemudian ditambahkan buffer fosfat 50 mM pH 7
sampai volume tepat 90 µl. Selanjutnya, ke dalam larutan ditambahkan 10 µl
Na2CO3 100 mM (untuk menghentikan reaksi), dan 46 µl buffer fosfat 50 mM pH
7, 2 µl OxiredTM Probe, serta 2 µl larutan HRP. larutan diinkubasi pada suhu 250C
selama 10 menit, lalu dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 570 nm.
Untuk perhitungan aktivitas katalase dilakukan dengan rumus:
Aktivitas katalase =
jumlah H2O2 1 mM yang tersisa pada sampel x faktor pengenceran
30 x volume sampel
Jumlah H2O2 1 mM yang tersisa pada sampel dihitung dengan cara memplotkan
nilai absorbansi sampel pada kurva standar (BioVision 2010).
Pengukuran profil lipid darah
Kolesterol total, HDL, dan trigliserida serum darah diukur dengan
menggunakan kit komersial (Roche Diagnostics GmbH, Mannheim, Germany
2008).
89
Analisis kadar trigliserida darah
Trigliserida ditentukan setelah hidrolisis enzimatis dengan lipase.
Trigliserida + H2O lipase gliserol + asam lemak
Gliserol + ATP gliserol kinase gliserol-3-fosfat + ADP
Gliserol-3-fosfat + O2 gliserol-3-fosfat oksidase dihidroksiaseton fosfat + H2O2
2H2O2 + 4-aminofenazon + 4 klorofenol peroksidase quinoneimine + HCl + 4 H2O
Sampel berupa serum darah atau larutan standar diambil sebanyak 100 µl
dan dicampurkan dengan 1000 µl pereaksi kit, kemudian dimasukkan ke dalam
tabung lalu dicampurkan sampai homogen. Campuran diinkubasi pada suhu 370C
selama 5 menit, dan kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500
nm. Pembuatan kurva standar dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 0, 25,
50, 75, 100, 125, dan 150 mg/ml larutan trigliserida.
Analisis kadar total kolesterol darah
Kadar kolesterol total diukur dengan metode CHOD-PAP dan
menggunakan pereaksi kit. Kolesterol diukur setelah dihidrolisis dan dioksidasi
secara enzimatis.
Kolesterol ester + H2O kolesterol esterase kolesterol + asam lemak
Kolesterol + O2 kolesterol oksidase kolesten-3-one + H2O2
2 H2O2 + fenol+ 4-aminoantipyrine peroksidase quinoneimine + 4 H2O
Prosedur analisis yaitu sampel berupa serum darah atau larutan standar
diambil sebanyak 100 µl dan dicampurkan dengan 1000 µl pereaksi kit
(mengandung kolesterol esterase, kolesterol oksidase, fenol, 4-aminoantipyrine,
peroksidase dan buffer) kemudian dimasukkan ke dalam tabung lalu dicampurkan
sampai homogen. Campuran diinkubasi pada suhu 370C selama 5 menit, dan
kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm. Pembuatan
kurva standar dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 0, 25, 50, 75, 100, 125,
dan 150 mg/ml larutan kolesterol.
Analisis kadar HDL darah
Pengukuran HDL dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan presipitasi
terhadap lipoprotein densitas rendah (LDL dan VLDL) dan kilomikron. Presipitasi
90
dilakukan dengan penambahan asam fosfotungstat dan adanya ion magnesium
(MgCl2). Setelah sentrifugasi, HDL dalam supernatan diukur menggunakan
pereaksi kit yang sama dengan pengukuran total kolesterol (CHOD-PAP).
Prosedur presipitasi adalah sebagai berikut:
Sebanyak 200 µl serum darah dicampurkan dengan 500 µl pereaksi
presipitasi yang telah diencerkan dengan akuabides (rasio 4:1), kemudian
diinkubasi selama 10 menit pada suhu kamar. Setelah sentrifugasi pada 1074g
selama 10 menit, dihasilkan supernatan yang siap untuk dianalisis sama seperti
analisis kolesterol total diatas.
Pewarnaan Haematoxylin Eosin
Pada tahap pertama, sediaan jaringan dicelupkan dalam pelarut silol
sebanyak 2 kali (pada larutan yang berbeda) selama 5 menit. Pada tahap kedua,
sediaan jaringan dicelupkan pada pelarut alkohol absolut selama 5 menit. Pada
tahap ketiga, sediaan jaringan dicelupkan dalam pelarut alkohol 95%, alkohol
70%, dan dicuci dengan air kran masing-masing selama 5 menit. Pada tahap
keempat, sediaan jaringan dicelupkan dalam pereaksi pewarna mayer’s
haematoxylin selama 5 menit, lalu dicuci dengan air kran selama 5 menit. Pada
tahap kelima, sediaan jaringan dicelupkan dalam pelarut alkohol asam selama 15-
30 detik, lalu dicuci dengan air kran selama 5 menit, dan larutan ammonia selama
15 detik. Pada tahap keenam, sediaan jaringan dicelupkan dalam pereaksi pewarna
eosin selama 5 menit. Pewarnaan kemudian dilanjutkan dengan mencuci sediaan
dengan alkohol 95% sabanyak 2 kali masing-masing selama 15 detik, dan alkohol
absolut masing-masing sebanyak 2 kali masing-masing selama 15 detik, xilol
sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit (Sheehan et al, 1980). Setelah
proses pewarnaan selesai kaca preparat dikeringkan dan ditetesi dengan zat
perekat 3-aminopropiltrietoksisilen dan selanjutnya ditutup dengan kaca objek,
kemudian preparat diberi label dan siap untuk diamati dibawah mikroskop cahaya.
Pengamatan yang dilakukan terhadap sediaan dengan pewarnaan HE adalah
penghitungan jumlah pulau Langerhans.
91
Pewarnaan immunohistokimia
Tahapan pewarnaan immunohistokimia dimulai dari pembuatan sediaan
histopatologi. Setelah deparafinasi dan rehidrasi, sediaan direndam dalam air
mengalir selama 5 menit, lalu direndam dalam akuades selama 5 menit, kemudian
direndam dalam 1 ml H2O2 30% selama 5 menit, dan sediaan direndam diakuades
selama 5 menit. Selanjutnya, sediaan direndam pada buffer sitrat 1000C selama 20
menit, kemudian direndam di air mengalir selam 5 menit dan akuades selama 5
menit, lalu direndam dalam PBS sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit.
Setelah itu, sediaan ditetesi 20-30 µl protein pemblok dan dibiarkan pada suhu
ruang selama 15 menit. Selanjutnya, sediaan ditetesi 20-30 µl antibodi primer dan
diinkubasi selama 60 menit, direndam dalam PBS sebanyak 3 kali masing-masing
selama 2 menit, lalu diberi larutan trakkie universal link sebanyak 20-30 µl dan
diinkubasi 20 menit. Setelah itu, sediaan direndam dalam PBS sebanyak 3 kali
masing-masing 2 menit, lalu ditambahkan Trek –avidin HRP pada sedian dan
diinkubasi selama 10 menit, kemudian sediaan direndam dalam PBS sebanyak 3
kali masing-masing 2 menit. Selanjutnya, sediaan diberi pewarna DAB sebanyak
20-30 µl dan diinkubasi selama 2-3 menit, kemudian direndam akuades selama 5
menit, dan diberi pewarna Hematoksilin selama 15 detik, lalu direndam dalam
akuades selama 5 menit, alkohol 95% sebanyak 2 kali masing-masing 30 detik,
alkohol 100% sebanyak 2 kali masing-masing 10 kali celup, kemudian direndam
dalam xilol sebanyak 3 kali masing-masing selama 15 menit (Biocare Medical
2011). Setelah proses pewarnaan selesai kaca preparat dikeringkan dan ditetesi
dengan zat perekat 3-aminopropiltrietoksisilen dan selanjutnya ditutup dengan
kaca objek, kemudian preparat diberi label dan siap untuk diamati dibawah
mikroskop cahaya. Pengamatan terhadap sediaan dengan pewarnaan
immunohistokimia adalah menghitung jumlah sel beta pankreas yang dihitung
dari 4 pulau Langerhans per sediaan.
Analisis Data
Perbedaan antara kelompok eksperimen dan kontrol ditentukan dengan
menggunakan perangkat lunak statistik MNITAB 14 untuk Windows.
Perbandingan antara kelompok yang berbeda dilakukan dengan analisis varians
92
menggunakan uji ANOVA. Perbedaan yang signifikan antara kontrol dan
kelompok eksperimen dinilai oleh Tukey t-test. Semua data dinyatakan sebagai
nilai rata-rata ± standar error dari mean (SEM); nilai p kurang dari 0,05 dianggap
signifikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat badan dan konsumsi ransum tikus putih
Pengamatan berat badan dan jumlah konsumsi ransum yang dilakukan
pada hari ke - 0, 7, dan 14 (Tabel 14) bertujuan untuk mengamati pengaruh
pemberian akuades dan formula campuran 5:3 (v/v) serta induksi streptozotosin
dan NaCl terhadap berat badan dan jumlah konsumsi ransum selama percobaan.
Kelompok KN (tikus normal) menunjukkan adanya peningkatan berat badan yang
signifikan (P<0,05) pada hari ke-7 dan 14, tetapi untuk kelompok tikus diabetes
(KP, SMKM 630 mg/kg bb, SMKM 1260 mg/kg bb, SMKM 1890 mg/kg bb, dan
SM 1350 mg/kg bb) tidak terjadi peningkatan berat badan yang signifikan
(p<0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa induksi 50 mg/kg bb streptozotosin
pada tikus putih Sprague dawley mampu menghambat peningkatan berat badan
tikus. Namun demikian, pemberian formula campuran 5:3 (v/v) selama 14 hari
(dosis 630; 1260; dan 1890 mg/kg bb) dapat menekan penurunan berat badan
sebesar 2-8% atau dengan kata lain pemberian formula campuran 5:3 relatif dapat
menjaga kestabilan berat badan.
Hasil pengamatan pada jumlah konsumsi ransum menunjukkan bahwa
induksi 50 mg/kg bb streptozotosin tidak meningkatkan konsumsi ransum secara
signifikan (p<0,05) (Tabel 15). Pemberian formula campuran 5:3 (v/v) sebanyak
1260 mg/kg bb merupakan dosis yang terbaik dalam menekan penurunan berat
badan dan jumlah konsumsi ransum. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa
setelah 14 hari tikus putih galur Wistar yang diinduksi 40 mg/kg bb streptozotosin
intramuskular dan diberi ekstrak metanol-air daun Coccinia indica sebanyak 800
mg/kg bb dapat meningkatkan berat badan sampai 0,33%, seiring dengan
meningkatnya konsumsi ransum sebesar 34,88% (Mallick et al. 2007).
93
Tabel 14 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap berat badan tikus selama masa perlakuan
Kelompok Perlakuan
BB (g) hari ke-0 BB (g) hari ke-7 Penurunan BB m1 (%)
BB(g) hari ke-14
Penurunan BB m2 (%)
KN 244,08±7,37ab 259,45±7,32b -6,31 267,55±7,08b -3,21
KP 262,40±19,15a 248,63±20,32a 5,26 233,55±19,63a 10,83
SMKM 1 261,30±23,16a 253,43±27,74a 3,02 244,88±35,31a 6,37
SMKM 2 263,28±30,19a 259,30±18,54a 1,52 255,40±18,30a 3,16
SMKM 3 268,98±14,50a 256,30±25,02a 4,72 245,35±12,79a 8,70
SM 269,55±30,14a 266,18±28,95a 1,26 253,15±36,89a 5,59
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p<0.05, n=4; tikus diberi formula campuran 5:3 selama 14 hari; BB: berat badan; m1:
minggu 1 (hari ke-0 sd ke-7); m2: minggu 2 (hari ke-0 sd ke-14); KN adalah kontrol negatif yang di induksi NaCl 0,9% (b/v) dan dicekok akuades; KP adalah kontrol positif yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok akuades; SMKM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok formula campuran 5:3 (v/v) pada dosis 1= 630 mg/kg bb, 2=1260 mg/kg bb, 3=1890 mg/kg bb; SM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok ekstrak daun sirih merah tungal sebanyak 1350 mg/kg bb.
Tabel 15 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap konsumsi ransum tikus selama masa perlakuan
Kelompok Perlakuan Jumlah konsumsi ransum
hari ke-0 (g) hari ke-7 (g) m 1 (%) hari ke-14 (g) m 2 (%)
KN 14,65±1,3ab 15,7±1,2b -0,64 16,1±1,2b -3,21
KP 15,7±3,2a 14,9±3,4a 5,10 14,0±3,3a 10,83
SMKM 1 15,7±3,9a 15,2±4,6a 3,18 14,7±5,9a 6,37
SMKM 2 15,8±5,0a 15,6±3,1a 1,27 15,3±3,1a 3,16
SMKM 3 16,1±2,4a 15,4±4,2a 4,35 14,7±2,1a 8,70
SM 16,1±5,0a 15,9±4,8a 1,24 15,2±6,2a 5,59
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p<0.05, n=4; tikus diberi formula campuran 5:3 selama 14 hari; m1 = minggu 1 (hari ke-0 sd ke-7); m2 = minggu 2 (hari ke-0 sd ke-14); KN adalah kontrol negatif yang di induksi NaCl 0,9% (b/v) dan dicekok akuades; KP adalah kontrol positif yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok akuades; SMKM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok campuran ekstrak sirih merah dan kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (v/v); 1= 630 mg/kg bb, 2=1260 mg/kg bb, 3=1890 mg/kg bb; SM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok ekstrak sirih merah 1350 mg/kg bb
94
Profil Glukosa dan insulin darah tikus putih
Pengukuran glukosa darah dilakukan pada hari ke -2, 0, 7, dan 14
bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian akuades dan formula campuran 5:3
(v/v), serta induksi streptozotosin dan NaCl terhadap glukosa darah selama
percobaan. Hasil pengukuran kadar glukosa darah sebelum induksi STZ (hari ke -
2) menunjukkan bahwa glukosa darah untuk semua kelompok tidak berbeda nyata
(p<0,05) dan berada pada batas normal, yaitu 94-105 mg/dl (Suckow et al. 2006).
Setelah 48 jam diinduksi 50 mg/kg bb streptozotosin (hari ke-0), glukosa darah
meningkat secara signifikan (p<0,05) dari keadaan awal (hari ke -2) maupun
dengan kelompok KN yang diinduksi NaCl 0,9% b/v, yaitu 238-342 mg/dl (Tabel
16).
Tabel 16 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 hari terhadap kadar glukosa
darah tikus selama masa perlakuan
Kadar glukosa darah (mg/dl) Kelompok perlakuan Sebelum STZ Setelah STZ 4 hari
perlakuan 9 hari perlakuan 14 hari perlakuan
KN 100,00±7,44a 100,00±5,03a 104,00±6,22a 97,75±4,92a 92,00±8,76a
KP 100,50±6,56a 342,75±46,61b 279,00±50,30b 293,25±27,46b 383,75±73,49b
SMKM 1 104,75±16,50a 274,75±47,03b 172,75±91,53ab 152,75±82,77ab 141,00±67,19ab
SMKM 2 97,5±3,87a 308,50±19,43b 225,75±72,44ab 186,00±96,68ab 151,25±83,51a
SMKM 3 97,00±18,60a 306,25±48,49b 216,75±88,81ab 184,25±92,70ab 212,25±70,32ab
SM 100,00±5,48a 237,50±44,47b 154,50±69,34ab 156,00±73,54ab 145,00±57,00ab
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p<0.05, n=4; tikus diberi formula campuran 5:3 selama 14 hari; m1 = minggu 1 (hari ke-0 sd ke-7); m2 = minggu 2 (hari ke-0 sd ke-14); KN adalah kontrol negatif yang di induksi NaCl 0,9%(b/v) dan dicekok akuades; KP adalah kontrol positif yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok akuades; SMKM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok campuran ekstrak sirih merah dan kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (v/v); 1= 630 mg/kg bb, 2=1260 mg/kg bb, 3=1890 mg/kg bb; SM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok ekstrak sirih merah 1350 mg/kg bb
Pemberian formula campuran 5:3 selama 4 dan 9 hari perlakuan pada
dosis yang berbeda (kelompok SMKM 630 mg/kg bb, SMKM 1260 mg/kg bb,
dan SMKM 1890 mg/kg bb) mampu menurunkan kadar glukosa darah 27-37%
dan 40-44%, walaupun penurunan tersebut tidak berbeda nyata (p<0,05) dengan
keadaan glukosa darah tikus pada hari ke-0 (Tabel 17). Selama perlakuan 14 hari,
kadar glukosa darah tikus pada perlakuan dosis 1260 mg/kg bb turun secara
95
signifikan (p<0,05) sebesar 51% dibandingkan keadan awal diabetes (hari ke-0).
Hal ini menunjukkan bahwa formula campuran 5:3 pada dosis 1260 mg/kg bb
dapat menurunkan kadar glukosa darah menuju keadaan normal. Demikian pula
dengan pemberian ekstrak daun sirih merah tunggal pada dosis 1350 mg/kg bb
(kelompok SM) selama 4, 9, dan 14 hari mampu menurunkan kadar glukosa darah
sebesar 34-39%, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata (p<0,05) dengan
kadar glukosa darah tikus pada keadaan awal diabetes (hari ke-0). fenomena ini
menunjukkan bahwa formula campuran 5:3 bersifat sinergi sampai dengan dosis
1260 mg/kg bb.
Tabel 17 Penurunan glukosa darah tikus (%) setelah pemberian formula campuran 5:3 selama masa perlakuan
Penurunan glukosa darah (%) Kelompok perlakuan
hari 0 – 4 hari 0 – 9 hari ke 0 – 14 KN -4,00 2,20 8,00
KP 18,61 14,4 -11,96
SMKM 1 37,12 44,40 48,69
SMKM 2 26,81 39,71 50,96
SMKM 3 29,22 39,83 30,69
SM 34,95 34,32 38,95
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p<0.05, n=4; tikus diberi formula campuran 5:3 selama 14 hari; m1 = minggu 1 (hari ke-0 sd ke-7); m2 = minggu 2 (hari ke-0 sd ke-14); KN adalah kontrol negatif yang di induksi NaCl 0,9% (b/v) dan dicekok akuades; KP adalah kontrol positif yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok akuades; SMKM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok campuran ekstrak sirih merah dan kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (v/v); 1= 630 mg/kg bb, 2=1260 mg/kg bb, 3=1890 mg/kg bb; SM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok ekstrak sirih merah 1350 mg/kg bb
Pengukuran kadar insulin darah dilakukan pada hari ke-14 bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pemberian akuades dan formula campuran 5:3 (v/v) serta
induksi streptozotosin dan NaCl terhadap insulin darah selama percobaan (Tabel
18). Hasil pengukuran insulin darah menunjukkan bahwa pemberian formula
campuran 5:3 selama 14 hari pada dosis yang berbeda (kelompok SMKM 630
mg/kg bb, SMKM 1260 mg/kg bb, dan SMKM 1890 mg/kg bb) dan ekstrak daun
sirih merah tunggal (kelompok SM 1350 mg/kg bb) mampu meningkatkan kadar
insulin darah meskipun belum optimum, karena hasil analisis statistik
96
menunjukkan bahwa kadar insulin darah kelompok SMKM 630 mg/kg bb,
SMKM 1260 mg/kg bb, SMKM 1890 mg/kg bb, dan SM 1350 mg/kg bb tidak
berbeda nyata (p<0,05) dengan kelompok KN maupun KP. Namun demikian,
pemberian formula campuran 5:3 pada dosis 1260 mg/kg dapat meningkatkan
kadar insulin terbesar, yaitu (170%). Jika dibandingkan dengan hasil penelitian
aktivitas antihiperglikemik dari tanaman obat lain, yaitu ekstrak metanol-air daun
Coccinia indica yang diberikan pada tikus yang diabetes dengan dosis 0,8 g/kg bb
selama 14 hari, maka formula campuran 5:3 (v/v) memberikan pengaruh yang
lebih baik. Hal ini dikarenakan pemberian ekstrak air-metanol C. indica belum
dapat meningkatkan kadar insulin darah tikus secara signifikan (p<0,05) terhadap
tikus normal (Mallick et al. 2007).
Tabel 18 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap kadar insulin darah tikus selama masa perlakuan
Kelompok perlakuan Insulin (µg/L)
KN 6,85±5,46a
KP 1,47±0,31b
SMKM 1 2,21±0,41ab
SMKM 2 3,98±1,54ab
SMKM 3 1,67±0,23ab
SM 2,08±0,49ab
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p<0.05, n=4; tikus diberi formula campuran 5:3 selama 14 hari; m1 = minggu 1 (hari ke-0 sd ke-7);
m2 = minggu 2 (hari ke-0 sd ke-14); KN adalah kontrol negatif yang di induksi NaCl 0,9%(b/v) dan dicekok akuades; KP adalah kontrol positif yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok
akuades; SMKM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok campuran ekstrak sirih merah dan kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (v/v); 1= 630 mg/kg bb, 2=1260 mg/kg bb, 3=1890 mg/kg bb; SM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok ekstrak sirih merah 1350 mg/kg bb Aktivitas SOD dan katalase sel darah merah tikus
Pengukuran aktivitas SOD dan katalase dilakukan pada sel darah merah
tikus karena peningkatan glukosa darah dapat merusak membran sel darah merah
(Stanescu et al. 2002), dan berdampak pada patogenesis dan komplikasi diabetes
pada vaskuler (Brownlee et al. 2001). Aktivitas SOD dan katalase sel darah merah
diukur pada hari ke-14 dengan tujuan mengamati pengaruh pemberian akuades
97
dan formula campuran 5:3 (v/v), serta induksi streptozotosin dan NaCl terhadap
aktivitas SOD dan katalase sel darah merah selama percobaan (Tabel 19). Hasil
pengukuran aktivitas SOD sel darah merah menunjukkan bahwa pemberian
formula campuran 5:3 selama 14 hari pada dosis 630 mg/kg dan 1260 mg/kg bb
mampu meningkatkan aktivitas SOD sel darah merah secara signifikan (p<0,05),
tetapi pemberian formula campuran 5:3 pada dosis 1890 mg/kg bb, dan ekstrak
daun sirih merah tunggal pada dosis 1350 mg/kg bb belum dapat meningkatkan
aktivitas SOD dengan optimum, karena hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa aktivitas SOD sel darah merah kelompok SMKM 1890 mg/kg bb dan SM
1350 mg/kg bb berbeda nyata (p<0,05) dengan kelompok KN maupun KP. Hal ini
sejalan dengan rendahnya persentase penurunan glukosa darah pada kelompok
tersebut (Tabel 17), sehingga keadaan hiperglikemik dapat menyebabkan jumlah
radikal bebas terutama anion superoksida lebih tinggi (Ceriello 2003).
Hasil pengukuran aktivitas katalase sel darah merah menunjukkan bahwa
pemberian formula campuran 5:3 (v/v) pada dosis 1890 mg/kg bb dan ekstrak
daun sirih merah tungal pada dosis 1350 mg/kg bb selama 14 hari mampu
meningkatkan aktivitas katalase secara signifikan (p<0,05), tetapi pada dosis 630
dan 1260 mg/kg bb belum dapat meningkatkan aktivitas katalase dengan
optimum, karena hasil analisis statistik menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0,05)
dengan kelompok KN maupun KP. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian
aktivitas antihiperglikemik minuman kesehatan lainnya, yaitu madu Tualang yang
diberikan pada tikus yang diabetes dengan dosis 1 g/kg bb selama 28 hari, maka
formula campuran 5:3 menunjukkan pengaruh yang lebih baik, karena pemberian
madu Tualang belum dapat meningkatkan aktivitas SOD dan katalase tikus secara
signifikan (p<0,05) terhadap tikus normal (Erejuwa et al. 2010).
Kemampuan formula campuran 5:3 untuk meningkatkan aktivitas SOD
dan katalase sel darah merah, diduga karena senyawa polifenol dalam formula
campuran tersebut dapat meredam radikal anion superoksida dan mampu bereaksi
dengan hidrogen peroksida, seperti yang ditunjukkan pada uji in vitro. Dengan
berkurangnya jumlah anion superoksida dan hidrogen peroksida pada sel darah
merah, maka tidak terjadi pengaktifan jalur NF-κB (Nuclear Factor κB) dan PKC
(protein kinase C), sehingga terjadi penurunan jumlah radikal peroksinitrat yang
98
dapat merusak DNA pengkode enzim SOD dan katalase. Dengan demikian, enzim
SOD dan katalase dapat terus terbentuk (Ceriello 2003; Singh et al. 2010; Pavana
et al. 2007).
Tabel 19 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap aktivitas SOD dan katalase sel darah merah tikus selama masa perlakuan
Kelompok perlakuan SOD (U/ml) Katalase (mU/ml)
KN 2,59±0,25a 175,87±5,63a
KP 0,46±0,14c 84,12±50,08b
SMKM 1 2,53±0,26a 137,39±8,41ab
SMKM 2 2,48±0,30a 135,60±9,95ab
SMKM 3 1,70±0,18b 169,49±2,02a
SM 1,79±0,27b 177,14±24,07a
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p<0.05, n=4; tikus diberi formula campuran 5:3 selama 14 hari; m1 = minggu 1 (hari ke-0 sd ke-7);
m2 = minggu 2 (hari ke-0 sd ke-14); KN adalah kontrol negatif yang di induksi NaCl 0,9%(b/v) dan dicekok akuades; KP adalah kontrol positif yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok akuades; SMKM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok
campuran ekstrak sirih merah dan kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (v/v); 1= 630 mg/kg bb, 2=1260 mg/kg bb, 3=1890 mg/kg bb; SM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok ekstrak sirih merah 1350 mg/kg bb
Profil lipid darah tikus putih
Pengukuran kadar lipid serum darah dilakukan pada hari ke-14 bertujuan
untuk mengkaji pengaruh pemberian akuades dan formula campuran 5:3 (v/v),
serta induksi streptozotosin dan NaCl terhadap profil lipid darah selama
percobaan (Tabel 20). Hasil pengukuran profil lipid darah menunjukkan bahwa
setelah 14 hari tikus di induksi 50 mg/kg bb streptozotosin tidak terjadi
peningkatan kadar lipid serum darah secara signifikan (p<0,05). Selain itu,
pemberian formula campuran 5:3 selama 14 hari pada dosis yang berbeda
(kelompok SMKM 630 mg/kg bb, 1260 mg/kg bb, dan 1890 mg/kg bb) dan
ekstrak daun sirih merah tunggal (kelompok SM 1350 mg/kg bb) tidak
meningkatkan kadar lipid serum darah secara signifikan (p<0,05). Namun
demikian, formula campuran 5:3 ini mampu menekan peningkatan kadar
trigliserida darah sebesar 44-58%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian pemberian Dihar (ramuan herbal Ayurvedic yang terdiri atas 8 jenis
99
herbal, yaitu Syzygium cumini, Momordica charantia, Emblica officinalis,
Gymnema sylvestre, Enicostemma littorale, Azadirachta indica, Tinospora
cordifolia and Curcuma longa) sebanyak 100 mg/kg bb pada tikus diabetes yang
diinduksi 45 mg/kg bb streptozotosin selama 42 hari, mampu menekan
peningkatan kadar kadar trigliserida darah sebesar 50% (Patel et al. 2009).
Pemberian formula campuran 5:3 selama 14 hari telah mampu menekan
peningkatan kadar trigliserida darah sebesar 44-58% karena senyawa polifenol
dalam formula campuran 5:3 tersebut dapat meningkatkan kadar insulin darah
(Tabel 18). Peningkatan kadar insulin darah berdampak pada pencegahan reaksi
lipolisis pada jaringan adiposa, tetapi meningkatkan ambilan asam lemak dari
darah ke jaringan adiposa, sehingga terjadi penurunan kadar trigliserida darah
(Babu et al 2007; Suryawanshi et al. 2006).
Tabel 20 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap profil lipid darah tikus putih selama masa perlakuan
Kelompok perlakuan Kolesterol total
(mg/dl) HDL
(mg/dl) Trigliserida
(mg/dl) KN 63,00±15,38a 61,75±9,46a 49,75±17,76a
KP 55,75±7,68a 46,00±8,08a 95,75±37,88a
SMKM 1 70,00±5,48a 69,50±8,74a 40,00±7,39a
SMKM 2 66,75±11,95a 61,75±12,97a 52,00±11,79a
SMKM 3 48,00±6,73a 49,00±8,64a 53,50±37,19a
SM 63,75±8,66a 58,50±12,40a 69,50±45,27a
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p<0.05, n=4; tikus diberi formula campuran 5:3 selama 14 hari; m1 = minggu 1 (hari ke-0 sd ke-7);
m2 = minggu 2 (hari ke-0 sd ke-14); KN adalah kontrol negatif yang di induksi NaCl 0,9%(b/v) dan dicekok akuades; KP adalah kontrol positif yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok akuades; SMKM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok
campuran ekstrak sirih merah dan kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (v/v); 1= 630 mg/kg bb, 2=1260 mg/kg bb, 3=1890 mg/kg bb; SM adalah kelompok tikus diabetes
yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok ekstrak sirih merah 1350 mg/kg bb
Pengamatan Histopatologi Pankreas
Pengamatan pulau langerhans berdasarkan pewarnaan HE pada setiap
lapang pandang menunjukkan bahwa pemberian formula campuran 5:3 (v/v)
dapat memperbaiki keadaan pankreas yang rusak akibat streptozotosin (Tabel 21).
Namun demikian, perbaikan jumlah pulau Langerhans masih belum optimum. Hal
100
tersebut terlihat dari hasil analisis statistik yang menunjukkan bahwa jumlah pulau
Langerhans pada kelompok yang diberi formula campuran 5:3 pada dosis 630 dan
1890 mg/kg BB tidak berbeda nyata (P<0,05) dengan kelompok KP, tetapi untuk
pemberian formula campuran 5:3 pada dosis 1260 mg/kg bb menunjukkan bahwa
jumlah pulau Langerhans sudah berbeda nyata (P<0,05) dengan kelompok KP dan
kelompok KN. Hasil penelitian ini menunjukkan mekanisme yang sama dengan
pemberian ekstrak air Bidens pilosa sebanyak 50 mg/kg bb selama 28 hari (Hsu et
al. 2009) dan pemberian ekstrak ginseng sebanyak 400 mg/kg bb selama 42 hari
(Karaca et al 2010).
Tabel 21 Pengaruh pemberian formula campuran 5:3 terhadap jumlah pulau Langerhans dan sel beta pankreas tikus putih selama masa perlakuan
Kelompok perlakuan Jumlah pulau Langerhans
Jumlah sel beta
KN 29,50±0,71a 166,00±9,90a
KP 4,50±0,71c 66,50±7,78c
SMKM 1 9,00±1,41bc 112,00±7,07b
SMKM 2 15,00±2,83b 143,50±10,61ab
SMKM 3 7,00±4,24bc 103,00±4,24b
SM 10,00±1,41bc 105,50±9,19b
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p<0.05, n=4; tikus diberi formula campuran 5:3 selama 14 hari; m1 = minggu 1 (hari ke-0 sd ke-7);
m2 = minggu 2 (hari ke-0 sd ke-14); KN adalah kontrol negatif yang di induksi NaCl 0,9%(b/v) dan dicekok akuades; KP adalah kontrol positif yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok akuades; SMKM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok
campuran ekstrak sirih merah dan kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (v/v); 1= 630 mg/kg bb, 2=1260 mg/kg bb, 3=1890 mg/kg bb; SM adalah kelompok tikus diabetes yang diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok ekstrak sirih merah 1350 mg/kg bb
Pengamatan jumlah sel beta pankreas berdasarkan pewarnaan
immunohistokimia menunjukkan bahwa pemberian formula campuran 5:3 dapat
meningkatkan jumlah sel beta pankreas (Tabel 21 dan Gambar 12). Pemberian
formula campuran 5:3 sebanyak 1260 mg/kg bb merupakan dosis yang paling
signifikan (P<0,05) dalam meningkatkan jumlah sel beta pankreas. Hal ini
menunjukkan bahwa campuran ekstrak sirih merah dan kayu manis (5:3) mampu
101
meningkatkan sekresi insulin, melalui peningkatan jumlah sel beta pankreas tikus
(Hsu et al. 2009; Karaca et al.2010).
Peningkatan jumlah pulau Langerhans dan sel beta setelah pemberian
formula campuran 5:3 selama 14 hari disebabkan oleh senyawa polifenol dalam
formula campuran 5:3 tersebut dapat meredam radikal anion superoksida dan
dapat bereaksi dengan hidrogen peroksida sesuai pada uji in vitro, sehingga
kerusakan DNA dapat dicegah (Ceriello 2003). Dengan demikian sel-sel β
pankreas terlindungi dari radikal bebas anion superoksida dan senyawa toksik
hidrogen peroksida, serta regenerasi sel dapat terjadi lebih cepat. Selain itu,
senyawa-senyawa polifenol dapat menghambat pengaktifan NF-κB. NF-κB
merupakan faktor transkripsi yang mengkontrol ekspresi respon inflamsi dan
proliferasi. Penghambatan ini terjadi karena senyawa polifenol memodulasi
kondisi redoks intraselular dan secara langsung mempengaruhi jalur utama
pengaktifan NF-κB. Selain itu, flavonoid merupakan senyawa yang dapat
menghambat tranduksi sinyal kinase terutama PKC dan tirosin kinase (Pokorny et
al 2001).
KN KP
SMKM 630 mg/kg bb SMKM 1260 mg/kg bb
1
2
102
SMKM 1890 mg/kg bb SM 1350 mg/kg bb
Gambar 12 Immunohistopatologi organ pankreas tikus jantan yang diberi formula campuran 5:3 KN adalah kontrol negatif (induksi NaCl 0,9% (b/v) dan cekok akuades; KP adalah kontrol positif (induksi STZ 50 mg/kg bb dan cekok akuades; SMKM 630 mg/kg bb, 1260 mg/kg bb, 1890 mg/kg bb adalah kelompok tikus diabetes (induksi STZ 50 mg/kg bb dan cekok formula campuran 5:3 (v/v); SM adalah kelompok tikus diabetes (induksi STZ 50 mg/kg bb dan cekok ekstrak daun sirih merahtunggal); perbesaran 40x; 1 adalah asinus serosa; 2 adalah pulau Langerhans; 3 warna coklat adalah insulin
SIMPULAN
Formula campuran 5:3 (v/v) pada dosis 1260 mg/kg bb memiliki aktivitas
antihiperglikemik yang terbaik ditunjukkan dari hasil pengamatan berikut: (1)
penurunan glukosa darah sebesar 51%; (2) peningkatan kadar insulin darah,
aktivitas SOD, dan katalase menuju keadaan normal; (3) meningkatkan jumlah
pulau Langerhans dan sel beta pankreas tikus diabetes. Selain itu, formula
campuran 5:3 (v/v) pada dosis 1260 mg/kg bb dapat mencegah kenaikan kadar
lipid darah.
DAFTAR PUSTAKA
Babu PS, Prabuseenivasan S, Ignacimuthu S. 2007. Cinnamaldehyde—A potential
antidiabetic agent. Phymed 14:15-22.
Biocare Medical. 2011. Starr Trek Universal HRP Detection System.
www.biocare.net [14 Juli 2011].
BioVision. 2010. Catalase activity assay kit. Mountai view, USA.
3
103
BioVision. 2010. SOD activity assay kit. Mountai view, USA.
Brownlee M. 2001. Biochemistry and molecular cell biology of diabetic
complications. Nature 414:813–820.
Ceriello A. 2003. New insights on oxidative stress and diabetic complications
may lead to a “causal” antioxidant therapy. Diabetes Care 26:1589–1596.
Depkes RI. 2005. Diabetes Mellitus Masalah Kesehatan Masyarakat Yang
Serius.http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&
sid=942 [28 Juli 2005].
Erejuwa OO et al. 2010. Antioxidant protective effect of glibenclamide and
metformin in combination with honey in pancreas of streptozotocin-Induced
diabetic rats. Int. J. Mol. Sci. 11: 2056-2066.
GlucoDr. 2009. Blood glucose test meter. All Medicus, Korea.
Hlebowicz J, Darwiche G, Björgell O, Almér L. 2007. Effect of cinnamon on
postprandial blood glucose, gastric emptying, and satiety in healthy subjects.
Am J Clin Nutr 85:1552– 6.
Hsu YJ, Lee TH, Chang CL, Huang YT, Yang WC. 2009. Anti-hyperglycemic
effects and mechanism of Bidens pilosa water extract. Journal of
Ethnopharmacology 122:379–383.
Karaca T, Yoruk M, Yoruk IH, Uslu S. 2010. Effect of extract green tea and
gingseng on pancreatic beta cells and levels of serum glucose, insulin,
cholesterol, triglycerides in rats with experimentally streptozotocin induced
diabetes : A histochemical and immunohistochemical study. J.Anim.Vet.Adv.
9:102-107.
Khan A, Safdar M, Khan MMA, Khattak KN, Anderson RA. 2003. Cinnamon
improves glucose and lipids of people with type 2 diabetes. Diabetes Care
26:3215-3218.
Mallick C, Chatterjee K, GuhaBiswas M, Ghosh D. 2007. Antihyperglycemic
effects of separate and composite extract of root of musa paradisiaca and
leaf of coccinia indica in streptozotocin-induced diabetic male albino rat.
Afr. J. Trad. CAM 4: 362-371.
Mercodia. 2009. High Range Rat Insulin ELISA. Sylveniusgatan, Uppsala.
104
OECD Guideline For The Testing Of Chemicals. 1995. Repeated Dose 28-day
Oral Toxicity Study in Rodents.
Patel SS, Shah RS, Goyal RK. 2009. Antihyperglycemic, antihyperlipidemic and
antioxidant effects of Dihar, a polyherbal ayurvedic formulation, in
streptozotocin induced diabetic rats. IJEB 47:564-570.
Pavana P, Sethupathy S, Manoharan S. 2007. Antihyperglycemic and
antilipidperoxidative effects of Tephrosia purpurea seed extract in
streptozotocin induced diabetics rats. Indian Journal of Clinical
Biochemistry 22:77-83.
Pokorny J, Yanishlieva N, Gordon M. 2001. Antioxidants In Food: Practical
Applications. New York: CRC Press
Rates SM. 2001. Plants as a source of drugs. Toxicon 39:603-61.
Roche Diagnostics GmbH. 2008. Cholesterol assay kit. Mannheim, Germany.
Roche Diagnostics GmbH. 2008. HDL assay kit. Mannheim, Germany.
Roche Diagnostics GmbH. 2008. Triglycerides assay kit. Mannheim, Germany.
Safithri M, Fahma F. 2008. Potency of Piper crocatum decoction as an
antihiperglycemia in rat strain Sprague dawley. Hayati J. Biosci 15:45-48.
Shan B, Cai YZ, Brooks JD, Corke H. 2007. The in vitro antibacterial activity of
dietary spice and medicinal herb extracts. International Journal of Food
Microbiology 117:112–119.
Sheehan DC et al. 1980. Teory and Practice of Histotechnology. 2nd Ed.
Philadelphia: Battlelle Press.
Singh PK, Baxi DB, Mukherjee R, Ramachandran AV. 2010. Evaluation on the
efficacy of poly herbal supplement along with exercise in alleviating
dyslipidemia, oxidative stress and hepatic and renal toxicity associated with
type-1 diabetes. Journal of Herbal Medicine and Toxicology 4:35-43.
Stanescu M, Zamfirescu G, Iordachescu D. 2002. The effect of glucose and
insulin upon human erythrocyte membrane ATPases.Romanian. J.Biophys
12:117-128.
Suckow MA et al. 2006. The laboratory Rat. 2nd Ed. Elsevier Academic Press.
105
Suryawanshi NP, Bhutey AK, Nagdeote AN, Jadhav AA, Manoorkar GS. 2006.
Study of lipid peroxide and lipid profile in diabetes mellitus. Indian
Journal of Clinical Biochemistry 21:126-130.
106
107
PEMBAHASAN UMUM
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita di
dunia, dan dilaporkan terdapat 171 juta kasus diabetes mellitus di dunia yang
diperkirakan pada tahun 2030 akan menjadi 366 juta kasus (Wild 2004). Indonesia
menempati urutan ke-4 di dunia dalam jumlah penderita diabetes mellitus (Depkes
RI 2005). Penyakit diabetes mellitus merupakan suatu penyakit yang sangat serius
bagi masyarakat Indonesia, jika tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan
komplikasi yang bersifat akut atau kronis. Komplikasi akut terjadi jika kadar
glukosa darah seseorang meningkat atau menurun tajam dalam waktu relatif
singkat (1-2 jam). Kadar glukosa darah dapat menurun drastis jika penderita
menjalani diet yang terlalu ketat atau mengkonsumsi obat diabetes oral
berlebihan. Komplikasi kronis berupa kelainan pembuluh darah yang akhirnya
dapat menyebabkan serangan jantung, syaraf dan penyakit berat lainnya
(Nakagami et al. 2005; Schalkwijk & Stehouwer 2005). Selain itu, komplikasi
kronis tersebut dapat berupa nefropati (gangguan fungsi ginjal), neuropati
(gangguan fungsi syaraf ) dan retinopati (gangguan retina mata) (Ceriello 2003).
Penyebab komplikasi kronis adalah kondisi hiperglikemia yang
berlangsung dalam waktu yang lama pada penderita diabetes, sehingga
menghasilkan radikal-radikal bebas yang akan merusak sel. Radikal bebas
terbesar dihasilkan oleh organel sel mitokondria, yaitu pada proses transport
elektron oleh molekul pembawa elektron FADH pada sistem kompleks 2
(Ubiquinon/koenzim Q). Kebocoran aliran elektron dapat terjadi sebesar 5% dari
sistem kompleks koenzim Q. Elektron-elektron yang keluar dari sistem kompleks
2 tersebut dapat menyerang oksigen-oksigen yang memang berada sangat dekat
pada sistem transport elektron tersebut, sehingga dihasilkan oksigen yang radikal
atau disebut dengan anion superoksida (Nindl 2004; Brownlee 2001). Dengan
semakin banyaknya glukosa yang masuk ke dalam sel, maka semakin banyak
piruvat yang dihasilkan dari proses glikolisis, dan semakin banyak asetil koA
yang terbentuk dan masuk ke siklus asam sitrat. Akibatnya, produksi anion
superoksida berlebihan dan berdampak pada disfungsi sel, serta patogenesis
komplikasi pada penderita diabetes. Pembentukkan radikal bebas berupa anion
108
superoksida yang dihasilkan dari aktivitas organel sel mitokondria, dapat
direduksi secara optimum dengan cara memberikan suatu molekul yang
menyerupai kerja (mimetik) SOD dan katalase, yaitu L-propionil-karnitin dan
asam lipoat (Ceriello 2003). Senyawa-senyawa metabolit sekunder (seperti
flavonoid, alkaloid, tannin, steroid, terpenoid) dari tanaman obat dan rempah,
sangat berpotensi sebagai sumber senyawa mimetik enzim SOD dan katalase.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa formula campuran ekstrak daun sirih
merah dan kulit kayu manis 5:3 (v/v) dapat bekerja menyerupai enzim SOD dan
katalase secara in vitro dan in vivo, terlihat dari kemampuan formula campuran
5:3 (v/v) tersebut dalam meredam anion superoksida dan bereaksi dengan
hidrogen peroksida (Tabel 22). Kemampuan peredaman radikal bebas tersebut
diperankan oleh golongan senyawa fenol yang merupakan senyawa metabolit
sekunder tanaman (Bnouham et al. 2006), dan nilai total fenol yang terkandung
dalam formula campuran 5:3 (v/v) sebesar 1067,65 ppm (Tabel 22). Peredaman
anion superoksida dan hidrogen peroksida yang terjadi diduga karena senyawa-
senyawa fenol maupun polifenol yang memiliki gugus OH bebas posisi orto
seperti pada senyawa katekol, adanya ikatan ganda pada posisi C2-C3, ikatan
ganda keto pada posisi C4, adanya gugus OH pada C3 pada cincin C flavonoid,
serta gugus OH pada C5 dan C7 pada cincin A flavonoid seperti pada senyawa
mirisitin (Ganbar 13) (Tapas et al. 2008).
Gambar 13 Struktur flavonoid
Penanganan kondisi hiperglikemik pada penderita diabetes tidak cukup
hanya melalui aktivitas antioksidasi terutama peredaman anion superoksida, tetapi
juga penanganan kadar glukosa darah yang berasal dari asupan makanan. Oleh
karena itu, perlu adanya penghambatan kerja enzim pencerna karbohidrat di usus,
109
salah satu diantaranya adalah enzim α-glukosidase yang berfungsi mengkatalisis
reaksi akhir dari proses penyerapan karbohidrat di usus, dengan cara
menghidrolisis ikatan α-1,4 sehingga menghasilkan α-D-glukosa (Stuart et al.
2004). Bila karbohidrat di usus tidak diubah menjadi glukosa, maka karbohidrat
tidak dapat diserap, sehingga kadar glukosa darah tidak meningkat. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa formula campuran 5:3 (v/v) dapat menghambat
kerja enzim α-glukosidase (5:3) sebesar 61% (Tabel 22).
Tabel 22 Rekapitulasi hasil uji mekanisme antihiperglikemik pada tikus diabetes, dan total fenol serta karakteristik fisik formula campuran 5:3 (v/v)
Parameter Hasil
Aktivitas antioksidasi in vitro dan in vivo:
Aktivitas Enzim SOD (U/ml) 3,32
Aktivitas Enzim Katalase (mU/ml) 0,18
Peningkatan aktivitas enzim SOD (%) 2,7-450
Peningkatan aktivitas enzim katalase (%) 61,2-101,5
Inhibitor α-glukosidase (%) 61
Penurunan glukosa darah (%) 31-51
Peningkatan kadar insulin (%) 0,13-170,7
Peningkatan jumlah pulau Langerhans
pankreas (%)
55,6-233,3
Peningkatan jumlah sel beta pankreas (%) 54,9-115,8
Penurunan Trigliserida darah (%) 44,1-58,2
Jumlah total senyawa fenol (ppm) 1067,65
Nilai pH 5,59
Nilai kecerahan (L)
Warna merah (a) dan kuning (b)
28,4
+5,87; dan +6,32
Penghambatan enzim glukosidase diduga terjadi karena adanya interaksi
senyawa-senyawa bioaktif (terutama flavonoid) dengan enzim melalui ikatan
hidrogen, sehingga mengubah konformasi enzim tersebut (Kim et al. 2000; Reddy
et al 2005). Selain itu, terjadi cross- linking antara senyawa-senyawa bioaktif
110
(terutama tannin) dengan enzim melalui banyak interaksi, sehingga terbentuk
lapisan hidrofobik dan presipitasi (Toda et al. 2001).
Langkah berikutnya yang harus dilakukan untuk memperbaiki kondisi
hiperglikemik, selain melalui aktivitas antioksidasi dan penghambatan enzim α-
glukosidase adalah penurunan kadar glukosa darah melalui perbaikan kerusakan
jaringan pankreas, agar dapat meningkatkan kadar insulin darah. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa formula campuran 5:3 (v/v) pada dosis 1260 mg/kg bb
tikus dapat menurunkan kadar glukosa darah sebesar 51% dengan cara
meningkatkan jumlah pulau Langerhans dan sel-sel β, sehingga berdampak pada
peningkatan kadar insulin darah (Tabel 22). Hormon insulin yang dikeluarkan
oleh sel-sel β pada pulau Langerhans akan diedarkan melalui aliran darah sampai
ke reseptor insulin yang terikat dalam membran luar sel target. Reseptor insulin
akan menggerakkan pengambilan glukosa dalam darah ke berbagai jaringan yang
mengandung glukosa transporter tipe 4 (GLUT 4, spesifik pada otot rangka, otot
jantung dan jaringan adiposa). GLUT 4 merupakan transport glukosa yang
mekanisme kerjanya dipengaruhi oleh keberadaan hormon insulin. Ketika insulin
sampai ke reseptor insulin, maka reseptor ini akan mengaktifkan kerja GLUT 4
dalam transport glukosa ke dalam sel. Disamping itu, peningkatan kadar insulin
dapat menstimulasi jalur glikogenesis dan menghambat glikogenolisis (Shulman
2000).
Perbaikan jaringan pankreas yang rusak karena senyawa STZ terjadi
dengan adanya senyawa polifenol dalam formula campuran 5:3 (v/v) dapat
meredam radikal anion superoksida dan bereaksi dengan senyawa toksik hidrogen
peroksida, sehingga memodulasi kondisi redoks intraselular serta secara langsung
mempengaruhi penghambatan jalur NF-κB dan jalur tranduksi sinyal kinase
terutama PKC dan tirosin kinase (Pokorny et al 2001). Perbaikan jaringan
pankreas yang terjadi berdampak pada perbaikan sel-sel beta pankreas. Dengan
adanya perbaikan pada sel-sel beta pankreas, maka produksi insulin akan
meningkat kembali.
Patogenesis dan komplikasi diabetes mellitus sangat berkaitan erat dengan
kondisi lipid darah. Pada umumnya terjadi peningkatan kadar trigliserida dan
kolesterol, dan diikuti dengan penurunan kadar HDL serum darah (Babu et al.
111
2007). Oleh karena itu, pencegahan untuk tidak terjadinya hipertrigliseridemia
dan hiperkolesterolemia serta penurunan HDL sangat penting dilakukan agar
keadaan diabetes mellitus dapat diperbaiki. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa dalam formula campuran 5:3 (v/v) pada dosis 1260 mg/kg bb tikus dapat
menekan peningkatan kadar trigliserida sampai 58,2% (Tabel 22), karena senyawa
polifenol dalam formula campuran tersebut dapat meningkatkan kadar insulin
darah (Tabel 22). Peningkatan kadar insulin darah berdampak pada pencegahan
reaksi lipolisis pada jaringan adiposa, tetapi meningkatkan mobilisasi asam lemak
dari darah ke jaringan adiposa, sehingga terjadi penurunan kadar trigliserida darah
(Babu et al 2006; Suryawanshi et al. 2006).
Sampai saat ini, penelitian formula campuran ekstrak daun sirih merah dan
kulit kayu manis sebagai bahan baku pengembangan minuman fungsional yang
memiliki aktivitas antihiperglikemik belum pernah dilaporkan. Berdasarkan hasil
kajian in vitro dan in vivo pada tikus yang telah dilakukan, dapat ditunjukkan
bahwa formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis dengan
perbandingan jumlah 5:3 (v/v) memiliki aktivitas antihiperglikemik. Selanjutnya,
pengujian keamanan untuk konsumsi formula campuran ekstrak daun sirih merah
dan kulit kayu manis dengan perbandingan jumlah 5:3 (v/v) selama 1 bulan pada
tikus menunjukkan bahwa formula campuran 5:3 tersebut tidak memberikan efek
toksik pada tikus Sprague dawley jika dikonsumsi sampai tingkat dosis 1890
mg/kg bb/hari. Untuk konsumsi yang melebihi dosis tersebut belum diketahui
tingkat keamanannya. Oleh karena itu perlu didukung oleh hasil uji toksisitas.
Hasil evaluasi toksisitas sub akut berupa parameter pengukuran berat badan,
konsumsi ransum tikus, analisis hematologi, biokimia klinis, patologi, dan
histopatologi semua organ tikus jantan maupun betina menunjukkan bahwa dosis
tertinggi yang diberikan masih dalam batas normal atau tidak berbeda nyata
dengan kontrol (OECD 1995).
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah diuraikan dapat disimpulkan
bahwa formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis dengan
112
perbandingan jumlah 5:3 (v/v) memiliki aktivitas antihiperglikemik in vitro
terpilih, dan pemberian dosis 1260 mg/kg bb pada tikus diabetes secara oral
mampu menunjukkan aktivitas antihiperglikemik tertinggi. Mekanisme
antihiperglikemik yang terjadi adalah melalui jalur penghambatan kerja enzim α-
glukosidase, meningkatkan aktivitas enzim SOD dan katalase, memperbaiki organ
pankreas sehingga mampu meningkatkan kadar insulin darah. Selain itu, formula
campuran kedua jenis ekstrak tersebut pada perbandingan jumlah 5:3 (v/v) dapat
mencegah kenaikan kadar lipid darah, dan konsumsi formula campuran 5:3
tersebut pada tingkat dosis 1890 mg/kg bb/hari selama 28 hari tidak menimbulkan
efek toksik terhadap tikus jantan dan betina.
Formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis telah
teruji secara pra klinis memiliki aktivitas antihiperglikemik dan bersifat tidak
toksik pada tikus Sprague dawley. Dengan demikian, penelitian selanjutnya yang
dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi formula campuran 5:3 menjadi
produk minuman fungsional sesuai dengan protokol pengujian untuk menyatakan
produk sebagai pangan fungsional adalah dengan melakukan optimasi produk
agar didapatkan evaluasi sensori yang disukai dan masa simpan yang masih
menunjukkan adanya aktivitas antihiperglikemik, serta dilanjutkan dengan
penelitian uji klinis pada penderita diabetes untuk memastikan data aktivitas yang
telah diperoleh secara in vitro dan pra klinis.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas A, Mahmudahtussaadah A. 2006. Minuman fungsional teh dan kayu manis
untuk penderita diabetes. www.elib.pdii.lipi.go.id [18 November 2011].
Akpinar D, Yargicoglu P, Derin N, Aliciguzel Y, Agar A. 2008. The effect of
lipoic acid on antioxidant status and lipid peroxidation in rats exposed to
chronic restraint stress. Physiol. Res 57: 893-901.
Al-Abrash ASA, Al-Quobaili FA, Al-Akhras GN. 2000. Catalase evaluation in
different human diseases associated with oxidative stress. Saudi Medical
Journal 21: 826-830.
113
Alfarabi M, Bintang M, Suryani, Safithri M. 2010. The comparative ability of
antioxidant activity of Piper crocatum in inhibiting fatty ocid oxidation and
free radical scavenging. Hayati Journal of Bioscience 17:201-204.
Alfarabi M. 2010. Kajian antidiabetogenik ekstrak daun sirih merah (Piper
crocatum) in vitro [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Arawwawala M, Thabrew I, Arambewela L. 2011. Evaluation of the toxic
potential of standardized extracts (hot water extract and cold ethanolic
extract) of Trichosanthes cucumerina Linn. aerial parts. BLACPMA 10:11-
22
Babu PS, Prabuseenivasan S, Ignacimuthu S. 2007. Cinnamaldehyde—A potential
antidiabetic agent. Phymed 14:15-22.
Battu GR et al. 2007. Hypoglycemic and anti-hyperglycemic effect of alcoholic
extract of Benincasa hispida in normal and in alloxan induced diabetic rats.
Pharmacoognosy Magazine 3:101-105.
Biocare Medical. 2011. Starr Trek Universal HRP Detection System.
www.biocare.net [14 Juli 2011].
BioVision. 2010. Catalase activity assay kit. Mountai view, USA.
BioVision. 2010. SOD activity assay kit. Mountai view, USA.
Bnouham M, Ziyyat A, Mekhfi H, Tahri A, Legssyer A. 2006. Medicinal plants
with potential antidiabetic activity - A review of ten years of herbal
medicine research (1990-2000). Int J Diabetes & Metabolism 14: 1-25.
Bowman BA, Russel RM. 2001. Present Knowledge in Nutrition. ED ke-8. ILSI,
Washingthon. DC.
Boyle JP et al. 2001. Projection of diabetes burden through 2050: Impact of
changing demography and disease prevalence in the U.S. Diabetes Care
24:1936-1940.
BPOM RI. 2005. Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Peraturan
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No HK
00.05.52.0685.
Brownlee M. 2001. Biochemistry and molecular cell biology of diabetic
complications. Nature 414:813–820.
114
Büyükbalci A, Nehir El S. 2008. Determination of in vitro antidiabetic effects,
antioxidant activities and phenol contents of some herbal teas. Plant Foods
Hum Nutr 63:27–33
Carmo ES, Lima EO, Souza EL, Sousa FB. 2008. Effect of Cinnamomum
zeylanicum blume essential oil on the growth and morphogenesis of some
potentially pathogenic Aspergillus species. Braz J. Microbiol 39: 91-97.
Ceriello A. 2003. New insights on oxidative stress and diabetic complications
may lead to a “causal” antioxidant therapy. Diabetes Care 26:1589–1596.
Cetto AA, Jimenez JB, Vazquez RC . 2008. Alfa-glucosidase inhibiting activity of
some Mexican plants used in the treatment of type 2 diabetes. Journal of
Ethnopharmacology 117: 27-32
Chaudhary NMA, Tariq P. 2006. Anti-microbial activity of Cinnamomum cassia
against diverse microbial flora with its nutritional and medicinal impacts.
Park.J. Bot 38(1):169-174.
Depkes RI. 2005. Diabetes Mellitus Masalah Kesehatan Masyarakat Yang
Serius.http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&
sid=942 [28 Juli 2008].
Depkes RI. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional
2007. http://www.kesehatan.Kebumenkab.go.id/data/ lapriskesdas. pdf (17
November 2011).
DeRuiter J. 2003. Overview of Antidiabetic Agents. Endocrine Pharmacotherapy
Module, Spring.
http://documentsearch.org/read?=http://www.auburn.edu/~deruija/endo_dia
etesoralagents.pdf (2 Maret 2010).
Dobretsov M, Romanovsky D, Stimers JR. 2007. Early diabetic neuropathy:
triggers and mechanism. World J Gastroenterol 13: 175-191.
Duryatmo S. 2005. Dulu Hiasan Kini Obat. Trubus 427:37.
Duryatmo S. 2006. Wajah ganda sirih merah. Trubus. 434 : 92-93
Erejuwa OO et al. 2010. Antioxidant protective effect of glibenclamide and
metformin in combination with honey in pancreas of streptozotocin- induced
diabetic rats. Int. J. Mol. Sci. 11:2056-2066.
115
European Commission. 2010. Functional food. European Commission
Directorate-General for Research Communication Unit.
http://ec.europa.eu/research/research-eu [24 Maret 2012].
Galato D et al. 2001. Antioxidant capacity of phenolic and related compounds:
correlation among electrochemical, visible spectroscopy methods and
structureantioxidant activity. Redox Report 6: 243-250.
Gbolade AA. 2008. Inventory of antidiabetic plants in selected districts of Lagos
State Nigeria. J. Ethnopharmacol. 121:135-139
Ghosh T, Maityb TM, Sengupta P, Dash DK, Bose A. 2008. Antidiabetic and in
vivo antioxidant activity of ethanolic extract of Bacopa monnieri Linn.
Aerial Parts: A Possible Mechanism of Action. IJPR. 7: 61-68
Giordani R, Regli P, Kaloustian J, Portugal H. 2008. Potential of antifungi
activity of amphotericin B by essential oil from Cinnamomum cassia.
Phytotheraphy 20:58-61.
GlucoDr. 2009. Blood glucose test meter. All Medicus, Korea.
Grover JK, Yadav S, Vats V. 2002. Medicinal plants of India with anti-diabetic
potential. J. Ethnopharmacol. 81:81-100.
Guzik TJ et al. 2005, Superoxide dismutase activity and expression in human
Venous and arterial bypass graft vessels. Journal of physiology and
pharmacology 56:313-323.
Hayashi T et al. 2002. Ellagitannins from Lagerstroemia speciosa as activator of
glucose transport in fat cells. Planta Med 68:173-175.
Hlebowicz J, Darwiche G, Björgell O, Almér L. 2007. Effect of cinnamon on
postprandial blood glucose, gastric emptying, and satiety in healthy subjects.
Am J Clin Nutr 85:1552– 6.
Hsu YJ, Lee TH, Chang CL, Huang YT, Yang WC. 2009. Anti-hyperglycemic
effects and mechanism of Bidens pilosa water extract. Journal of
Ethnopharmacology 122:379–383.
Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance. Chapman and Hall Food
Science Book. Aspen Publisher, Inc., Gaithersburg, Maryland.
Indariani S. 2011. Aktivitas antihiperglikemik minuman fungsional berbasis
ekstrak daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) pada mencit
116
hipoglikemik yang diinduksi dengan streptozotosin [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Jankyova S et al. 2009. Pycnogenol efficiency on glycaemia, motor nerve
conduction velocity, and markers of oxidative stress in mild type diabetes in
rats. Phytotherapy Research 23: 1169-1174.
Jayaprakasha GK, Ohnishi-Kameyama M, Ono H, Yoshida M, Rao L J. 2006.
Phenolic constituents in the fruits of cinnamomum zeylanicum and their
antioxidant activity. Journal of Agricultural and Food Chemistry
54(5):1672-1679.
Karaca T, Yoruk M, Yoruk IH, Uslu S. 2010. Effect of extract green tea and
gingseng on pancreatic beta cells and levels of serum glucose, insulin,
cholesterol, triglycerides in rats with experimentally streptozotocin induced
diabetes : A histochemical and immunohistochemical study. J.Anim.Vet.Adv.
9:102-107.
Kent A. 1985. Laboratory Manual Histopathology. Bogor: Balai Penelitian
Veteriner.
Khan A, Safdar M, Ali Khan MM, Khatta KN, Anderson RA. 2003. Cinnamon
improves glucose and lipids of people with type 2 diabetes. Diabetes Care
26:3215–3218.
Kim JS, Kwon CS, Son KH. 2000. Inhibition of alpha-glucosidase and amylase by
Luteolin, a flavonoid. Biosci. Biotechnol. Biochem 64:2456-2461.
Laurence DR, Bacharach AL. 1964. Evaluation of Drug Activities:
Pharmacometrics. London: Academic Press.
Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. 1996. Buku Ajar Histologi. Siswojo et al.,
penerjemah; Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Texbook of Histology.
Le Loir Y, F. Baron and Gautier. 2003. Staphylococcus aureus and Food
poisoning. Genet Mol Res 2:63-76.
Liu F et al. 2001. An extract of lagerstroemia speciosa L. has insulin-like glucose
uptake-stimulatory and adipocyte differentiation-inhibitory activities in
3T3-L1 cells. J Nutr 131:2242-2247.
117
Liu Y et al. 2008. Genetic variation and association analyses of the nuclear
respiratory factor 1 (nrf1) gene in Chinese patients with type 2 diabetes.
Diabetes 57:777-782.
Liu J et al. 2002. Memory loss in old rats is associated with brain mitochondrial
decay and RNA/DNA oxidation: Partial reversal by feeding acetyl-L-
carnitine and/or R-"-lipoic acid. PNAS, 99: 2356-2361.
Mahdi AA et al. 2003. Effect of herbal hypoglycemic agents on oxidative stress
and Antioxidant status in diabetic rats. IJCB. 18:8-15
Mallick C, Chatterjee K, GuhaBiswas M, Ghosh D. 2007. Antihyperglycemic
effects of separate and composite extract of root of musa paradisiaca and
leaf of coccinia indica in streptozotocin-induced diabetic male albino rat.
Afr. J. Trad. CAM 4: 362-371.
Manoi F.2006. Pengaruh cara pengeringan terhadap mutu simplisia sambiloto.
Bul. Littro 17(1):1 – 5.
Maritim AC, Sanders RA, Watkins JB. 2003. Diabetes, oxidative stress, and
antioxidant: a review. J Biochem Molecular Toxicology 17: 24-38
Martirosyan DM, Nicola Abate N. 2010. Functional foods for chronic diseases:
Diabetes and Related Diseases. Food Science Publisher.
http://www.functionalfoodscenter.net [24 Maret 2012].
Matsumoto et al. 2002. A novel method for the assay of α-glukosidase inhibitory
activity using a multi- channel oxygen sensor. Anal. sci 18:1315-1319.
Mercodia. 2009. High Range Rat Insulin ELISA. Sylveniusgatan, Uppsala.
Mounnissamy VM, Kavimani S, Sankari G, Quine SD, Subramani K. 2010.
Toxicological Studies on Ayurvedic Formulation Mersina in Albino Rats.
Arch Pharm Sci & Res 1:130-137.
Muchtadi D. 2009. Gizi Anti Penuaan Dini. Bandung: Alfabeta
Mukherjee PK, Houghton PJ. 2009. Evaluation of Herbal Medicinal Products.
Pharmaceutical Press, London. www.pharmpress.com (15 September 2011)
Nakagami H, Kaneda Y, Ogihara T, Morishita R. 2005. Endothelial Dysfunction
in Hyperglycemia as a Trigger of Atherosclerosis. Current Diabetes Reviews
1:59-63.
118
National Centre of Excellence in Functional Foods. 2004. Australian Functional
Food. National Centre of Excellence in Functional Foods
www.nceff.com.au [24 Maret 2012].
Negi G, Kumar A, Sharma SS. 2008. Oxidative stress on the pathophysiology of
diabetic neuropathy: Mechanisms to management. CRIPS 9:62-68.
Nindl G. 2004. Hydrogen peroxide–from oxidative stressor to redox regulator.
Cell Science Reviews 1:1-12.
OECD Guideline For The Testing Of Chemicals. 1995. Repeated Dose 28-day
Oral Toxicity Study in Rodents.
Ogbonnia S, Adekunle AA, Bosa MK, Enwuru VN. 2008. Evaluation of acute and
subacute toxicity of Alstonia congensis Engler (Apocynaceae) bark and
Xylopia aethiopica (Dunal) A. Rich (Annonaceae) fruits mixtures used in
the treatment of diabetes. Afr. J. Biotechnol. 7:701-705.
Panda S, Kar A. 2007. Antidiabetic and antioxidative effects of Annona squamosa
leaves possibly mediated through quercetin-3-O-glucoside. BioFactors 31:
201-210.
Paranagama PA et al. 2001. A comparisoin of essential oil constituents of bark,
leaf, root, and fruit of cinnamon (Cinnamomum Zeylanicum Blame) grown
in Sri Lanka. J. Natn. Science of Foundation Sri Lanka 29:147-153.
Patel SS, Shah RS, Goyal RK. 2009. Antihyperglycemic, antihyperlipidemic and
antioxidant effects of Dihar, a polyherbal ayurvedic formulation, in
streptozotocin induced diabetic rats. IJEB 47:564-570.
Pavana P, Sethupathy S, Manoharan S. 2007. Antihyperglycemic and
antilipidperoxidative effects of Tephrosia purpurea seed extract in
streptozotocin induced diabetics rats. Indian Journal of Clinical
Biochemistry 22:77-83.
Pillaia PG, Suresh P. 2011. Evaluation of acute and sub-acute Toxicity of
Methanolic Extract of Caesalpinia Bonducella (L) Fleming. EJSR 53:462-
469.
Plummer DT. 1979. An introduction to Practical Biochemistry. 2nd Ed. New
Delhi: TATA McGra-Hill
119
Pokorny J, Yanishlieva N, Gordon M. 2001. Antioxidants In Food: Practical
Applications. New York: CRC Press
Pourmorad F, Hosseinimehr SJ, Shahabimajd N. 2006. Antioxidant activity,
phenol and flavonoid contents of some selected Iranian medicinal plants.
Afr. J. Biotechnol 5:1142-1145.
Preuss HG, Echard B, Polansky MM, Anderson R. 2006. Whole cinnamon and
aqueous extracts ameliorate sucrose-induced blood pressure elevations in
spontaneously hypertensive rats. J. Am. Coll. Nutr. 25:144–150.
RANDOX. 2006. RANSOD. RANDOX Laboratories, United Kingdom
Rao MU, Sreenivasulu M, Chengaiah B, Reddy KJ, Chetty CM. 2010. Herbal
medicines for diabetes mellitus: A Review. IJPRIF 2:1883-1892.
Rates SM. 2001. Plants as a source of drugs. Toxicon 39:603-61.
Rich SS, Norris JM, Rotter JI. 2008. Genes associated with risk of type 2 diabetes
identified by a candidate-wide association scan. Diabetes 57:2915-2917.
Reddy SV et al. 2005. Free radical scavenging, enzyme inhibitory constituents
from antidiabetic ayurvedic medicinal plant Hydnocarpus wightiana
Blume. Phytother. Res. 19:277-281.
Roche Diagnostics GmbH. 2008. Cholesterol assay kit. Mannheim, Germany.
Roche Diagnostics GmbH. 2008. HDL assay kit. Mannheim, Germany.
Roche Diagnostics GmbH. 2008. Triglycerides assay kit. Mannheim, Germany.
Rohdiana D. 2001. Aktivitas daya tangkap radikal polifenol dalam daun teh. Maj.
Farmasi Indonesia 12:53-58.
Safithri M, Bintang M, Setiyono A, Widyagiri A. Potensi Hepatoprotektor Air
Rebusan Daun Sirih Merah (Piper crocatum) pada Tikus Putih
Hiperglikemia. [Prosiding]. Di dalam: Seminar Kimia Bersama ITB-UKM
ke-VII; Bandung, 12-13 Des 2007. FMIPA ITB dan Pusat Pengajian Sains
Kimia dan Teknologi Makanan Fakulti Sains Teknologi dan Makanan
Universiti Kebangsaan Malaysia; 2007. Hlm 116.
Safithri M, Fahma F. 2005. Uji fitokimia dan toksisitas akut ekstrak air daun sirih
merah (Piper crocatum) [abstrak]. Di dalam; Mulijani et al., editor.
Prosiding Simposium Nasional Kimia Bahan Alam XV; Bogor, 13-14
120
September 2005. Bogor. Himpunan Kimia Bahan Alam Indonesia, hlm
300.
Safithri M, Fahma F. 2008. Potency of Piper crocatum decoction as an
antihiperglycemia in rat strain Sprague dawley. Hayati J. Biosci 15(1):45-
48.
Safithri M, Setiyono A, Permata DA. 2006. The potency Piper crocatum
decoction on pancreas restoration in hyperglicemic white rats [abstrak]. Di
dalam: Seminar Ilmiah dan Kongres Nasional Perhimpunan Biokimia dan
Biologi Molekular Indonesia ke- XVIII; Jakarta, 6 Des 2006. PBBMI
Cabang Jakarta dan Universitas Al-Azhar Indonesia, Hlm 59.
Sateesh B, Veeranjaneyulu A. 2009. Biochemical and physiological responses of
fruit juice of murraya koenigii (l) in 28 days repeated dose toxicity study.
IJPRIF 1:1568-1575.
Satyanarayana T, Katyayani BM, Hema Latha E, Anjana AM, Chinna EM. 2006.
Hypoglycemic and anti-hyperglycemic effect of alcoholic extract of
Euphorbia leucophylla in normal and in alloxan induced diabetic rats.
Phacog. Mag. 2:244-255.
Schalkwijk CG, Stehouwer CDA. 2005. Vascular complications in diabetes
mellitus: the role of endothelial dysfunction. Clinical Science 109:143-
159.
Schmidt E et al. 2006. Composition and antioxidant activities of the essential oil
of cinnamon (Cinnamomum zeylanicum Blume) leaves from Sri Lanka.
Journal of essential oil bearing plants 9 (2):170-182.
Shan B, Cai YZ, Brooks JD, Corke H. 2007. The in vitro antibacterial activity of
dietary spice and medicinal herb extracts. Int. J. Food. Microbiol.
117:112–119.
Sheehan DC et al. 1980. Teory and Practice of Histotechnology. 2nd Ed.
Philadelphia: Battlelle Press.
Shihabudeen MS, Priscilla DH, Thirumurugan K. 2011. Cinnamon extract
inhibits a-glucosidase activity and dampens postprandial glucose
excursion in diabetic rats. Nutrition & Metabolism 2011:46-56.
http://www.nutritionandmetabolism.com/content/8/1/46. [24 Maret 2012]
121
Shimizu T. 2002. Newly established regulation in Japan: foods with health claims.
Asia Pacific J Clin Nutr 11: S94–S96.
Shimizu T. 2003. Health claims on functional foods: The japanese regulations and
international comparison. Nutrition Research Reviews 16:241-252.
Shulman GI. 2000. Cellular mechanisms of insulin resistance. The Journal of
Clinical Investigation 106: 171-17
Silva et al. 2002. Structure antioxidant activity relationship of flavonoid: a
reexamination. Free Radical Research 36: 1219-1227.
Sindhu RK, Koo JR, Roberts CK, Vaziri ND. 2004. Dysregulation of hepatic
superoxide dismutase, catalase and glutathione peroxidase in diabetes:
response to insulin and antioxidant therapies. Clinical and experimental
hypertension 26:43–53.
Smith-Palmer A, J. Stewart and L. Fyfe. 2004. Influence of subinhibitory
concentrations of plant essential oils on the production of enterotoxin A
and B and α-toxin by Staphylococcus aureus. J. Med. Microbiol 53:1023-
1027.
Singh PK, Baxi DB, Mukherjee R, Ramachandran AV. 2010. Evaluation on the
efficacy of poly herbal supplement along with exercise in alleviating
dyslipidemia, oxidative stress and hepatic and renal toxicity associated
with type-1 diabetes. Journal of Herbal Medicine and Toxicology 4:35-43.
Stanescu M, Zamfirescu G, Iordachescu D. 2002. The effect of glucose and
insulin upon human erythrocyte membrane ATPases. Romanian. J.Biophys
12:117-128.
Stipanuk MH. 2000. Biochemical and Physiological Aspect of Human Nutrition.
London:WB Saunders.
Stryer L. 2000. Biokimia Edisi ke 4. Sadikin M et al., penerjemah; Soebianto S,
Setiadi E, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Biochemistry
Stuart AR, Gulve EA, Wang M. 2004. Chemistry and biochemistry of type 2
diabetes. Chemical Reviews 104: 1255-1282.
Su X, Duan J, Jiang Y, Duan X, Chen F. 2007. Polyphenolic profile and
antioxidant activities of Oolong tea infusion under various steeping
conditions. Int J Mol Sci 8: 1196-1205.
122
Suckow MA et al. 2006. The laboratory Rat. 2nd Ed. Elsevier Academic Press.
Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi.1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. ED ke-4. Penerbit Liberty.Yogyakarta.
Sudewo B. 2005. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah. Yogyakarta : Agromedia
Pustaka.
Suryawanshi NP, Bhutey AK, Nagdeote AN, Jadhav AA, Manoorkar GS. 2006.
Study of lipid peroxide and lipid profile in diabetes mellitus. Indian
Journal of Clinical Biochemistry 21:126-130.
Tapas AR, Sakarkar DM, Kakde RB. 2008. Flavonoids as nutraceuticals: A
Review. TJPR 7:1089-1099.
Tembhurne SV, Sakarkar DM. 2010. Evaluation of acute and sub-acute toxicity of
ethanol extracts of Cansjera rheedii J. Gmelin (Opiliaceae). JBD 1:011-
014
Toda M, Kawabata J, Kasai T. 2001. Inhibitory effects of ellagi- and gallotannins
on rat intestinal α-glukosidase complexes. Biosci. Biotechnol. Biochem.
65:542-547
Wenli et al. 2009. Triterpene acid isolated from Lagerstroemia speciosa leaves as
α-glucosidase inhibitors. Phytotherapy Research 23: 614-618
Wicaksono BD, Handoko YA, Arung ET, Kusuma IW, Yulia D, Pancaputra AN,
Sandra F. 2009. Antiproliferative Effect of the Methanol Extract of Piper
crocatum Ruiz & Pav Leaves on Human Breast (T47D) Cells In-vitro.
International Journal of PharmTech Research 8:345-352.
Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. 2004. Global prevalence of
diabetes: estimates for the year 2000 and projections 2030. Diabetes Care
27: 1047-1053
Zheng W, Wang SY, 2001. Antioxidant activity and phenolic compounds in
selected herbs. J. Agri. Food Chem 49: 5165-5170.
Zubaidah E, Liasari Y, Saparianti E. 2008. Produksi eksopolisakarida oleh
Lactobacillus plantarum 2 pada produk probiotik berbasis buah murbei. J.
Teknologi Pertanian 9:59-68.
123
Lampiran 1. Tahapan penelitian
Tahap I
Tahap II
Tahap III
Uji Toksisitas Subakut
menggunakan tikus putih
(Rattus novergicus)
Uji Aktivitas antihiperglikemik
in vivo menggunakan
tikus putih (Rattus novergicus)
1. Pengamatan hewan coba yang mati
2. Pengamatan berat badan dan konsumsi ransum
3. Analisis hematologi, biokimia klinis (glukosa, lipid, dan kretainin darah), berat organ, dan histopatologi semua organ (hati, pankreas, ginjal, paru, jantung, dll)
1. Analisis profil darah , yaitu gula darah, lipid darah, dan insulin darah tikus
2. Analisis aktivitas antioksidasi enzimatis (SOD dan katalase) di eritrosit
3. Analisis histopatologi organ pankreas untuk melihat aktivitas antihiperglikemik dalam memperbaiki sel-sel β pankreas
Ekstraksi dan formulasi campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit
kayu manis, serta uji aktivitas
antihiperglikemik
in vitro
1. Analisis aktivitas antihiperglikemk in vitro, yaitu aktivitas antioksidasi enzimatis (SOD dan katalase) dan inhibitor enzim α−glukosidase
2. Penentuan total komponen senyawa fenolik
3. Penentuan nilai pH dan L, a, dan b
124
Lampiran 2. Cara perhitungan dosis formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis
Dosis yang diberikan ke manusia adalah:
I . 50 ml/kg bb
II. 100 ml/kg bb
III. 150 ml/kg bb
Faktor konversi dosis dari manusia ke tikus adalah 0,018
(Laurence & Bacharach 1964)
Dengan demikian dosis yang diberikan ke tikus adalah:
Untuk dosis 50 ml/70 kg bb manusia adalah 50 x 0,018 = 0,9 ml/ 200g bb tikus
Untuk dosis 100 ml/70 kg bb manusia adalah 100 x 0,018 = 1,8 ml/ 200 g bb tikus
Untuk dosis 150 ml/70 kg bb manusia adalah 150 x 0,018 = 2,7 ml/ 200 g bb tikus
Pembuatan ekstrak daun sirih merah
10 gram sirih merah dilarutkan dalam air sampai volume 200 ml
lalu dipanaskan selama 15 menit sampai volume 100 ml,
sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak sebesar 5% x 2(200/100)= 10%
Pembuatan ekstrak kulit kayu manis
20 gram kayu manis dilarutkan dalam air sampai volume 200 ml
lalu dipanaskan selama 15 menit sampai volume 100 ml,
sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak sebesar10% x 2(200/100)= 20%
Pembuatan formula campuran esktrak daun sirih merah : kulit kayu manis
dengan rasio 5 : 3 (v/v)
100 ml ekstrak daun sirih merah ditambah 60 ml ekstrak kulit kayu manis,
sehingga total volume campuran 160 ml
Total gram ekstrak = (100 ml x 0,1 g/ml) + (60 ml x 0,2 g/ml)
= 10 + 12 = 22 g/160 ml = 0,1375 g/ml = 0,14 g/ml
Untuk dosis 0,9 ml/200 g x 0,14 g/ml = 0,126 g/200 g = 0,630 g/kg bb
Untuk dosis 1,8 ml/200 g x 0,14 g/ml = 0,252 g/200 g = 1,260 g/kg bb
Untuk dosis 2,7 ml/200 g x 0,14 g/ml = 0,378 g/ 200 g = 1,890 g/kg bb
125
Lampiran 3. Data analisis pH, l (kecerahan), warna merah (a) dan kuning ( b) formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis
Jenis sampel pH L A B
SM:KM:ST 5,78 25,89 7,29 5,69
(5:0:0,67) 5,79 25,89 7,32 5,63
5,79 25,88 7,32 5,66
Rerata 5,79 25,89 7,31 5,66
SD 0,01 0,01 0,02 0,03
SM:KM:ST 5,45 28,36 7,28 6,63
(5:1:0,67) 5,45 28,37 7,25 6,65
5,46 28,36 7,25 6,64
Rerata 5,45 28,37 7,26 6,64
SD 0,00 0,01 0,02 0,01
SM:KM:ST 5,59 28,45 6,01 6,39
(5:3:0,67) 5,60 28,39 5,85 6,31
5,59 28,37 5,74 6,27
Rerata 5,59 28,40 5,87 6,32
SD 0,01 0,04 0,14 0,06
SM:KM:ST 5,46 29,56 8,05 7,33
(5:5:0,67) 5,47 29,55 8,06 7,32
5,46 29,53 8,09 7,29
Rerata 5,46 29,55 8,07 7,31
SD 0,01 0,02 0,02 0,02
SM:KM:ST 5,52 30,81 14,72 11,23
(0:5:0,67) 5,52 30,79 14,72 11,23
5,51 30,77 14,71 11,21
Rerata 5,52 30,79 14,72 11,22
SD 0,01 0,02 0,01 0,01
Keterangan : SM adalah ekstrak daun sirih merah; KM adalah ekstrak kulit kayu manis; dan ST adalah bubuk Stevia
126
Lampiran 4. Data analisis total fenol formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis
Konsentrasi asam tanat (ppm) Absorbansi
0,0 0,0000
6,5 0,0328
13,0 0,0742
32,5 0,1798
65,0 0,4336
130,0 0,8799
Persamaan garis dengan memplot konsentrasi asam tanat (ppm) pada sumbu x
dan absorbansi pada sumbu y adalah y = 0,0069x – 0,0219; r = 0,9986
Contoh perhitungan konsentrasi total fenol :
0,7128 = 0,0069x – 0,0219
x = (0,7128 + 0,0219 )/ 0,0069
= 106,49
Konsentrasi total fenol =
106,49 ppm x faktor penegceran = 106,49 ppm x 5 = 532,39 ppm
127
Jenis sampel Absorbansi Faktor
Pengenceran Total Fenol
(ppm)
SM:KM:ST 0,7128 5 532,39
(5:0:0,67) 0,7133 5 532,75
Rerata 532,57
SD 0,26
SM:KM:ST 0,9065 7 941,86
(5:1:0,67) 0,9061 7 941,45
Rerata 941,65
SD 0,29
SM:KM:ST 0,8984 8 1067,01
(5:3:0,67) 0,8995 8 1068,29
Rerata 1067,65
SD 0,90
SM:KM:ST 0,7622 8 909,10
(5:5:0,67) 0,7631 8 910,14
Rerata 909,62
SD 0,74
SM:KM:ST 0,7902 8 941,57
(0:5:0,67) 0,7916 8 943,19
Rerata 942,38
SD 1,15
Keterangan : SM adalah ekstrak daun sirih merah; KM adalah ekstrak kulit kayu manis; dan ST adalah bubuk Stevia
128
Lampiran 5. Data analisis aktivitas SOD formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis
Aktivitas SOD (U/ml) A1 A2 � A % Inhibisi
0,00 0,033 0,126 0,0310 0
0,17 0,030 0,099 0,0230 25,81
0,50 0,023 0,070 0,0157 49,46
1,00 0,024 0,055 0,0103 66,67
2,01 0,023 0,046 0,0077 75,27
4,01 0,018 0,024 0,0020 93,55
Contoh perhitungan % Inhibisi :
100 – (� A x 100) / � A 0,00 = 100 – (0,0230 x 100) / 0,0310 = 25,81%
Persamaan garis dengan memplot aktivitas SOD (U/ml) pada sumbu x
dan % inhibisi pada sumbu y adalah y = 26,93 + 19,40x
Contoh perhitungan aktivitas SOD
92,47 = 26,93 + 19,40 x
x = (92,47-26,93) / 19,40
= 3,38 U/ml
129
Jenis sampel A1 A2 � A %
Inhibisi Aktivitas SOD
U/ml
SM:KM:ST 0,129 0,136 0,0023 92,47 3,38
(5:0:0,67) 0,101 0,107 0,0020 93,55 3,43
Rerata 0,0022 93,01 3,41
SD 0,0002 0,76 0,04
SM:KM:ST 0,127 0,145 0,0060 80,65 2,77
(5:1:0,67) 0,164 0,182 0,0060 80,65 2,77
Rerata 0,0060 80,65 2,77
SD 0,0000 0,00 0,00
SM:KM:ST 0,154 0,163 0,0030 90,32 3,27
(5:3:0,67) 0,164 0,171 0,0023 92,47 3,38
Rerata 0,0027 91,40 3,32
SD 0,0005 1,52 0,08
SM:KM:ST 0,186 0,196 0,0033 89,25 3,21
(5:5:0,67) 0,175 0,187 0,0040 87,10 3,10
Rerata 0,0037 88,17 3,16
SD 0,0005 1,52 0,08
SM:KM:ST 0,156 0,162 0,0020 93,55 3,43
(0:5:0,67) 0,165 0,171 0,0020 93,55 3,43
Rerata 0,0020 93,55 3,43
SD 0,0000 0,00 0,00
asam lipoat 100 ppm 0,124 0,183 0,0197 36,56 0,50
0,124 0,185 0,0203 34,41 0,39
Rerata 35,48 0,45
SD 1,52 0,08
Keterangan : SM adalah ekstrak daun sirih merah; KM adalah ekstrak kulit kayu manis; dan ST adalah bubuk Stevia
130
Lampiran 6. Data analisis aktivitas enzim α- glukosidase formula campuran ekstrak daun sirih merah dan kulit kayu manis
[pNP] uM Absorbansi 1 Absorbansi 2 Rerata Stdev
0 0 0 0 0
1 0,047 0,046 0,047 0,001
5 0,205 0,178 0,192 0,019
10 0,425 0,347 0,386 0,055
15 0,693 0,671 0,682 0,016
20 0,721 0,729 0,725 0,006
Persamaan garis dengan memplot konsentrasi pNP (µM) pada sumbu x
dan absorbansi pada sumbu y adalah y = 0,0009 + 0,039x
Contoh perhitungan aktivitas α- glukosidase
0,25 = 0,0009 + 0,0039x
x = (0,25-0,0009) / 0,0039
= 6,180
% penghambatan =
[(jumlah pNP pada enzim+substrat – jumlah pNP pada sampel) / (jumlah pNP
pada enzim+substrat)] x 100
[(6,180-4,564)/6,180] x 100 = 26,15
131
Jenis sampel
Absorbansi 1
Absorbansi 2 Rerata stdev
[pNP] uM
% Penghambatan
Enzim + substrat 0,322 0,322
Kontrol 0,072 0,072
0,250 0,250 0,250 0,00 6,180 0,00
SM:KM:ST (5:0:0,67) 0,445 0,437
Kontrol 0,190 0,190
0,255 0,247 0,251 0,006 6,205 -0,40
SM:KM:ST (5:1:0,67) 0,373 0,361
Kontrol 0,186 0,187
0,187 0,174 0,181 0,009 4,564 26,15
SM:KM:ST (5:5:0,67) 0,284 0,279
Kontrol 0,177 0,181
0,107 0,098 0,103 0,006 2,410 61,00
SM:KM:ST (5:5:0,67) 0,316 0,316
Kontrol 0,185 0,181
0,131 0,135 0,133 0,003 3,179 48,56
SM:KM:ST (0:5:0,67) 0,249 0,251
Kontrol 0,183 0,183
0,066 0,068 0,067 0,001 1,487 75,94
Acarbose (0.01%) 0,268 0,265
Kontrol 0,091 0,092
0,177 0,173 0,175 0,00 4,256 31,13
Keterangan : SM adalah ekstrak daun sirih merah; KM adalah ekstrak kulit kayu manis; dan ST adalah bubuk Stevia
132
Lampiran 7. Data analisis aktivitas katalase sel darah merah tikus
Konsentrasi H2O2 (nmol) Absorbansi 1 Absorbansi 2 Rerata
0 0,005 0,004 0,005
2 0,038 0,040 0,039
4 0,067 0,092 0,080
6 0,140 0,137 0,139
8 0,181 0,181 0,181
10 0,213 0,213 0,213
Persamaan garis dengan memplot konsentrasi H2O2 (nmol) pada sumbu x dan
absorbansi pada sumbu y adalah y = 0,0128x – 0,0001 ; r = 0,9932
Contoh perhitungan aktivitas katalase :
0,026 = 0,0218x + 0,0001
x = (0,026 - 0,0001) / 0,0218
= 1,188 nmol
Dekomposisi H2O2 = 12 nmol – 1,188 nmol = 10,812 nmol
Aktivitas katalase =
[(Dekomposisi H2O2 / (waktu inkubasi x jumlah sampel)] x faktor pengenceran
[(10,812 / (30 x 0,02)] x10 = 180,20 mU/ml.
133
Sampel A
blanko A
sampel Delta
A Konsentrasi H2O2 (nmol)
Dekomposisi H2O2
Aktivitas Katalase (mU/ml)
Kontrol negatif 0,119 0,093 0,026 1,188 10,812 180,20
0,719 0,679 0,040 1,830 10,170 169,50
0,631 0,602 0,029 1,326 10,674 177,91
Rerata 0,032 1,448 10,552 175,87
SD 0,007 0,338 0,338 5,64
Kontrol positif 0,622 0,405 0,217 9,950 2,050 34,17
0,686 0,600 0,086 3,940 8,060 134,33
0,286 0,134 0,152 6,968 5,032 83,87
Rerata 0,152 6,953 5,047 84,12
SD 0,066 3,005 3,005 50,08
SMKM 0,698 0,627 0,071 3,252 8,748 145,80
630 0,606 0,513 0,093 4,261 7,739 128,98
mg/kg bb 0,677 0,595 0,082 3,757 8,243 137,39
Rerata 0,082 3,757 8,243 137,39
SD 0,011 0,505 0,505 8,41
SMKM 0,701 0,616 0,085 3,894 8,106 135,09
1260 0,788 0,691 0,097 4,445 7,555 125,92
mg/kg bb 0,764 0,693 0,071 3,252 8,748 145,80
Rerata 0,084 3,864 8,136 135,60
SD 0,013 0,597 0,597 9,95
SMKM 0,608 0,565 0,043 1,968 10,032 167,20
1890 0,674 0,636 0,038 1,739 10,261 171,02
mg/kg bb 0,638 0,599 0,039 1,784 10,216 170,26
Rerata 0,040 1,830 10,170 169,50
SD 0,003 0,121 0,121 2,02
SM 0,813 0,748 0,065 2,977 9,023 150,38
1350 0,582 0,561 0,021 0,959 11,041 184,02
mg/kg bb 0,590 0,586 0,004 0,179 11,821 197,02
Rerata 0,030 1,372 10,628 177,14
SD 0,031 1,444 1,444 24,07
Keterangan: SM adalah ekstrak daun sirih merah; KM adalah ekstrak kulit ayu manis; dan ST adalah bubuk stevia
134
Lampiran 8. Data analisis kadar insulin serum darah tikus
Konsentrasi Insulin (ug/l) Absorbansi 1 Absorbansi 2 Rerata
0 0,006 0,005 0,006
1,5 0,023 0,015 0,019
7,5 0,081 0,077 0,079
15 0,183 0,168 0,176
30 0,395 0,386 0,391
75 0,953 0,963 0,958
Persamaan garis dengan memplot konsentrasi insulin pada sumbu x dan
absorbansi pada sumbu y adalah y = 0,0128x – 0,0049 ; r = 0,9992
Contoh perhitungan konsentrasi insulin :
0,081 = 0,0128x – 0,0049
x = (0,081 + 0,0049) / 0,0128
= 6,71
135
Kelompok Absorbansi 1 Absorbansi 2 Rerata Konsentrasi (ug/L)
Kontrol negatif 0,075 0,086 0,081 6,71 0,180 0,184 0,182 14,60 0,028 0,053 0,041 3,55
0,027 0,029 0,028 2,57 Rerata 0,083 6,85 SD 0,070 5,46
Kontrol positif 0,013 0,014 0,014 1,44 0,008 0,009 0,009 1,05 0,013 0,023 0,018 1,79 0,018 0,013 0,016 1,59 Rerata 0,014 1,47 SD 0,004 0,31 SMKM 630 mg/kg
bb 0,025 0,026 0,026 2,38 0,027 0,025 0,026 2,41 0,024 0,025 0,025 2,30 0,018 0,017 0,018 1,75 Rerata 0,023 2,21 SD 0,004 0,41 SMKM 1260 mg/kg
bb 0,017 0,020 0,019 1,83 0,058 0,057 0,058 4,88 0,046 0,045 0,046 3,94 0,063 0,062 0,063 5,27 Rerata 0,046 3,98 SD 0,020 1,54 SMKM 1890 mg/kg
bb 0,018 0,017 0,018 1,75 0,020 0,019 0,020 1,91 0,013 0,012 0,013 1,36 0,017 0,016 0,017 1,67 Rerata 0,017 1,67 SD 0,003 0,23
SM 1350 mg/kg bb 0,023 0,022 0,023 2,14 0,013 0,013 0,013 1,40 0,023 0,024 0,024 2,22 0,045 0,011 0,028 2,57 Rerata 0,022 2,08 SD 0,006 0,49
Keterangan: SM adalah ekstrak daun sirih merah; KM adalah ekstrak kulit kayu manis; dan ST adalah bubuk Stevia.
136
Lampiran 9. Hasil identifikasi tanaman sirih merah
137
Lampiran 10. Hasil identifikasi tanaman kayu manis
138
Lampiran 11. ACUC percobaan menggunakan hewan coba tikus putih
139
140
141
142
143
144