Download - Jurnal 2 upload
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
1
ISSN 2089-4554
“JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN”
Jendela Pendidikan
Volume2
Nomor1
Halaman 1-89
Gresik Juni2012
Diterbitkan Oleh : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Gresik
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
DAFTAR ISI
PENERAPAN MODEL PENGEMBANGAN INSTRUKSIONAL (MPI) DAN GAYA BELAJAR MAHASISWA, TERHADAP HASIL BELAJAR MATAKULIAH MICROTEACHING PADA MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS GRESIK 5 - 16Siti Bariroh
STUDI TENTANG PENGARUH PELAKSANAAN SUPERVISI KEPALA SEKOLAH TERHADAP KEDISIPLINAN GURU DALAM PELAKSANAAN PROSES BELAJAR MENGAJAR DI SDN NGAGELREJO SURABAYASri Sundari 17 - 29
PENGARUH DISIPLIN GURU TERHADAP PRESTASI SISWA DI SDN BANJARSARI GRESIKEtiyasningsih 31 - 43
TELAAH KRITIS PENDIDIKAN UNTUK SEMUA (EDUCATION FOR ALL) DALAM KONTEKS MANAJEMEN PENDIDIKANSoesetijo 45 - 66
38 - 56
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN PENDIDIKAN, PROFESIONALISME DOSEN TERHADAP KEPUASAN MASYARAKATAna Tjindi Rochmawati 67 - 77
HUBUNGAN PERSEPSI GURU TENTANG JABATAN GURU DAN KOMITMEN GURU PADA LEMBAGA DENGAN KINERJA GURURetno Indah Rahayu 77-89
2
ISSN 2089-4554
“JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN”
Volume2
Nomor1
Halaman 1-89
Gresik Juni2012
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah, sehingga Jurnal Jendela Pendidikan bisa hadir di kalangan
pendidikan.
Jurnal Jendela Pendidikan berisi tentang sejumlah artikel penelitian baik
artikel bersifat empiris atau laporan penelitian maupun artikel yang bersifat kajian
teori atau artikel konseptual. Penulis artikel berasal dari kalangan akademisi atau
dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik yang akan
dipublish pada para pemangku pendidikan dan masyarakat luas khususnya para
pemerhati pendidikan. Hal ini sesuai dengan misi utama keberadaan Jurnal Jendela
Pendidikan sebagai media komunikasi dan informasi yang bersifat ilmiah.
Kami berharap partisipasi berbagai kalangan baik akademisi, praktisi, maupun
birokrasi untuk menulis dalam jurnal ini, sehingga berbagai temuan, pemikiran dan
ide serta gagasan dapat terkomunikasi dalam jurnal ini semoga terbitan pertama
Jurnal Jendela Pendidikan bermanfaat bagi kita semua.
Gresik, Juni 2012
Redaksi
3
Jendela Pendidikan
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember, bersisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian dan kajian analitis-kritis di bidang administrasi pendidikan
JENDELA PENDIDIKAN
JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Pelindung Rektor Universitas Gresik
Penasehat Dekan FKIP
Pimpinan Redaksi Hj. Sri Sundari, S.Pd., M.Pd
Dewan Redaksi Prof. Dr. H. Sukiyat, SH, M.Si
Dr. Soesetijo, M.Pd Dra. Hj. Siti Bariroh, M.Pd Drs. Syaiful Khafid, M.Pd
Redaktur Pelaksana Dra. Adrijanti, M.Pd
Drs. Agus Tri Sulaksono, M.Pd Etiyasningsih, S.Pd.,M.Pd
Sekretariat Penerbit Ahmad Faizin, S.S
Alamat Penerbit / Redaksi Kampus Universitas Gresik
Jl. Arif Rahman Hakim No. 2B Gresik Telp/Fax (031) 3978628
4
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember, bersisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian dan kajian analitis-kritis di bidang administrasi pendidikan
5
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENERAPAN MODEL PENGEMBANGAN INSTRUKSIONAL (MPI) DAN
GAYA BELAJAR MAHASISWA, TERHADAP HASIL BELAJAR MATAKULIAH
MICROTEACHING PADA MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS GRESIK
Siti Bariroh*)
Abstrak, Upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, diperlukan
adanya perancangan dan pengembangan materi pembelajaran, yang merupakan fungsi
yang sangat penting dalam teknologi pembelajaran. Seels Richey (dalam Amir, 2000)
mengatakan bahwa kawasan teknologi pembelajaran meliputi desain, pengembangan,
pemanfaatan, pengelolan dan evaluasi. Pengembangan desain materi pembelajaran
microteaching ini adalah upaya untuk memenuhi salah satu fungsi ranah teknologi
pembelajaran, yaitu ranah pengelolaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh
jawaban dari pertanyaan "Apakah ada perbedaan hasil belajar, yang diajarkan dengan
menggunakan Model Pengembangan Instruksional (MPI) dan yang non MPI?". Apakah
Model Pengembangan Instruksional dengan Gaya Belajar yang dimiliki mahasiswa,
membedakan hasil belajar mereka? Dan apakah ada interaksi antara gaya mengajar dan
MPI terhadap hasil belajar matakuliah Microteaching, mahasiswa Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Gresik.
Data dikumpulkan dengan menggunakan metode angket gaya belajar, dan test hasil
belajar. Analisa data yang digunakan adalah analisis varian (ANAVA) dua jalur, yaitu
untuk menguji hipotesa 1, hipotesa 2 dan hipotesa 3. Dari hasil penelitian diketahui
adanya perbedaan hasil belajar dengan menggunakan MPI dan non MPI, dan perbedaan
gaya belajar menyebabkan perbedaan hasil belajar, serta terdapat pula interaksi antara
gaya belajar dengan MPI.
Hasil penelitian ini dapat direkomendasikan sebagai alternatif model
pengembangan pembelajaran, dengan lebih memperhatikan perbedaan individu (gaya
belajar) untuk mengakomodasi kebutuhan belajar mereka, sehingga tercapai hasil belajar
yang baik.
Keyword : Model Pengembangam Instruksional (MPI), Gaya Belajar, dan Hasil Belajar
6
*) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDAHULUAN
Hasil belajar seseorang, tidak terlepas
dari pengaruh berbagai faktor, di
antaranya adalah faktor eksternal, yang
menyangkut pengembangan program
pembelajaran dan strategi penyampaian
atau proses pembelajaran.
Dalam aktivitas pengajaran terkan-
dung aktivitas (1) Merancang pembela-
jaran, (2) Menyajikan pembelajaran, (3)
Mengevaluasi pembelajaran. Ketiganya
akan terkait dalam satu proses dan saling
mempengaruhi terhadap hasil belajar.
Upaya meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pembelajaran, diperlukan
adanya perancangan dan pengembangan
materi pembelajaran, yang merupakan
fungsi yang sangat penting dalam
teknologi pembelajaran.
Seels Richey (dalam Amir, 2000)
mengatakan bahwa kawasan teknologi
pembelajaran meliputi desain, pengem-
bangan, pemanfaatan, pengelolan dan
evaluasi. Pengembangan desain materi
pembelajaran microteaching ini adalah
upaya untuk memenuhi salah satu fungsi
ranah teknologi pembelajaran, yaitu
ranah pengelolaan. Dick dan Carey
(1990) mengungkapkan bahwa desain
materi pembelajaran sebaiknya menarik,
isinya sesuai dengan tujuan khusus
pembelajaran, urutannya tepat, ada
petunjuk penggunaan bahan ajar, ada soal
latihan, jawaban latihan, test, petunjuk
bagi siswa menuju kegiatan berikutnya.
Penggunaan model pengembangan
Instruksional (MPI) didasarkan atas
pemikiran bahwa model ini menggunakan
pendekatan sistem, dengan langkah
langkah yang lengkap, sehingga dapat
digunakan untuk merancang
pembelajaran baik untuk pembelajaran
klasikal maupun individual.
Faktor lain yang juga dapat
mempengaruhi hasil belajar adalah faktor
internal dari dalam siswa / mahasiswa itu
sendiri. Salah satu dari faktor internal itu
adalah karakteristik siswa yang
berhubungan dengan cara mereka
menerima dan mengolah informasi, dan
merespons informasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.
Setiap orang mempunyai potensi
yang sama untuk unggul dalam
pembelajaran, yang diperlukan adalah
menemukan gaya belajar yang sesuai dan
tepat bagi sesorang untuk
memaksimalkan efisiensi
pembelajarannya. Deporter dan Hernacki
(2000), Syahid (2002), mengungkapkan
bahwa , gaya belajar adalah kunci untuk
mengembangkan kinerja dalam
pekerjaan, di sekolah dan dalam situasi
antar pribadi. Gaya belajar akan dapat
memberi kemudahan kepada seseorang
7
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
untuk menyerap dan mengelola
informasi.
Keinginan untuk membantu
mahasiwa dalam memahami materi
matakuliah Microteaching, dan untuk
memudahkan penyampaian bahan ajar
kepada mahasiswa secara lengkap dan
sistematis, serta ingin mengetahui
pengaruh desain materi pembelajaran
berdasarkan Model Pengembangan
Instruksional dan gaya belajar terhadap
hasil belajar mahasiswa, mendorong
peneliti ingin meneliti masalah tersebut.
Ada beberapa alasan utama peneliti
memilih masalah ini :
1) Peneliti terlibat langsung membina
matakuliah Microteaching, di
Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Gresik.
Sehingga memungkinkan untuk
terlibat langsung dalam interaksi
dengan mahasiswa .
2) Sejauh ini, masalah desain materi
pembelajaran, khususnya di
Universitas Gresik belum banyak
diteliti, sementara peneliti meyakini
bahwa perbaikannya kualitas
Pembelajaran dapat diawali dari
pengembangan desain pembelajaran.
3) Literatur yang berkaitan dengan
penelitian ini, cukup mendukung
peneliti dalam mengkaji landasan-
landasan teori.
4) Hasil penelitian akan memberikan
manfaat nyata bagi peneliti
sendiri,atau pihak lain yang seprofesi
dalam usaha meningkatkan Kualitas
pembelajaran dalam arti yang luas.
KERANGKA TEORITIS
Microteaching diartikan sebagai cara
latihan ketrampilan mengajar dalam
lingkup kecil/ terbatas. MC Laughlin &
Moulton mengemukakan " Microteaching
has been performent part of teaching
process, so that the traince can master
each component one By one in a
simplifed teaching situation".
MC .Knight (1979) mengemukakan
"Microteaching has been described AS
scaled down teaching encounter
desingned to developernya new skill and
refine old one".
Dari pengertian di atas, dapat
dipahami bahwa microteaching adalah
sebuah model pengajaran yang dikecilkan
atau disebut dengan "real teaching"
(AAllen and Ryan,1969). Jumlah
pesertanya berkisar antara 5 sampai 10
orang, ruang kelasnya terbatas, waktu
pelaksanaannya berkisar antara 10 sampai
15 menit, terfokus pada ketrampilan
mengajar tertentu, dan pokok bahasannya
disederhanakan.
Tujuan diselenggarakannya pembela-
jaran micro menurut T. Gilarso, dibagi
8
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
dua yaitu untuk melatih kemampuan dan
ketrampilan keguruan (tujuan umum),
dan untuk melatih calon guru supaya
trampil dalam membuat desin
pembelajaran, mendapatkan profesi
keguruan dan menumbuhkan rasa percaya
diri (tujuan khusus).
Dwigh Allen, mengatakan, tujuan
Microteaching bagi calon guru adalah :
1) Memberi pengalaman mengajar yang
nyata dan latihan sejumlah
ketrampilan dasar mengajar.
2) Calon guru dapat mengembangkan
ketrampilan mengajarnya sebelum
mereka terjun ke lapangan.
3) Memberikan kemungkinan bagi calon
guru untuk mendapatkan bermacam-
macam ketrampilan dasar mengajar.
Fungsi microteaching adalah sebagai
sarana latihan dalam mempraktekkan
ketrampilan mengajar, dan juga sebagai
salah satu syarat bagi mahasiswa yang
akan mengikuti Praktek Mengajar di
lapangan (PPL). Sasaran akhir yang akan
dicapai dalam microteaching adalah
terbinanya calon guru memiliki
pengetahuan tentang proses
pembelajaran, serta memiliki sikap dan
perilaku baik sebagai seorang guru.
Langkah-Langkah Prosedur
Pembelajaran Micro
Ada lima langkah yang dapat ditempuh
dalam pembelajaran micro yaitu:
1) Pengenalan (pemahaman) konsep
pembelajaran micro
2) Penyajian model dan diskusi
3) Perencanaan/persiapan mengajar
4) Praktek mengajar
5) Diskusi feed back / umpan balik.
MODEL PENGEMBANGAN
INSTRUKSIONAL
Beberapa definisi mengenai desain
pembelajaran antara lain Reigeluth
(1983:7 dalam Boy Soedarmadji, 2002)
menyatakan bahwa desain pembelajaran
lebih memperhatikan pada pemahaman ,
pengubahan, dan penerapan metode-
metode pembelajaran. Hal ini
mengarahkan kita, bahwa sebagai
seorang profesional, maka kita
mempunyai tugas untuk memilih dan
menentukan metode apa yang dapat
dipergunakan, dan mempermudah
penyampaian bahan ajar, agar dapat
diterima dengan mudah oleh siswa.
Lebih lanjut, Shaner (dalam
Suparman, 1997:29) menytakan bahwa
desain Instruksional adalah perencanaan
secara akal sehat untuk mengidentifikasi
masalah tersebut , dengan menggunakan
suatu rencana terhadap perencanaan,
evaluasi, uji coba, umpan balik, dan
hasilnya. Hal ini diperjelas dengan
9
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
pendapat Suparman (1997:31), suatu
proses yang sistematik dalam
mengidentifikasikan masalah, mengem-
bangkan bahan dan strategi Instruksional,
serta mengevaluasi efektivitas dan
efisiensinya dalam mencapai tujuan
Instruksional.
Rohani (2004:69) mendefinisikan
pengertian desain pengajaran sebagai
suatu pemikiran atau persiapan untuk
melaksanakan tugas mengajar / aktivitas
pengajaran dengan menerapkan prinsip
prinsip pengajaran melalui langkah
langkah pengajaran, perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian, dalam rangka
pencapaian tujuan pengajaran yang telah
ditentukan.
Pengertian Desain Pembelajaran
Model Pembelajaran Instruksional (MPI)
adalah suatu bentuk model pembelajaran
yang menunjukkan urutan kegiatan yang
ditempuh orang dalam mendesain sistem
Instruksional, yang terdiri dari 8 langkah,
yaitu menentukan kebutuhan
Instruksional umum, dan merumuskan
tujuan umum, melakukan analisis
instruksional, mengidentifikasi perilaku
dan karakteristik awal mahasiswa,
merumuskan TIK, menulis tes acuan
patokan, menyusun strategi Instruksional,
mengembangkan bahan instruksional,
mendesain dan melaksanakan sistem
Instruksional.
GAYA BELAJAR
Thomas L Madden (2002) mengemu-
kakan bahwa salah satu cara untuk
membuka potensi luar biasa yang telah
terkunci dalam otak adalah dengan
menemukan cara memasukkan informasi
ke dalam otak. Masuknya informasi ini
dicapai melalui gaya belajar.
Mengutip Deporter dan Hernacki
(2000), Syahid (2002) mengungkapkan
bahwa gaya belajar adalah kunci untuk
mengembangkan kinerja dalam
pekerjaan, disajikan dan dalam situasi
antar pribadi. Gaya belajar akan dapat
memberi kemudahan kepada seseorang
untuk menyerap dan mengelola
informasi. Seseorang akan lebih mudah
belajar dan berkomunikasi dengan
gayanya sendiri. Degeng (2000) dalam
Syahid (2002) mengemukakan bahwa
gaya belajar, rentangan perhatian,
ingatan, tahap perkembangan, dan
kecerdasan pelajar, sangat bervariasi
Para ahli di bidang gaya belajar
sepakat membagi secara umum ke dalam
dua katagori utama tentang bagaimana
seseorang belajar. Pertama, bagaimana
seseorang menyerap informasi dengan
mudah, dan kedua adalah cara seseorang
dalam mengatur dan mengolah informasi.
Cara pertama disebut modalitas dan yang
kedua disebut dominasi otak. Gaya
belajar seseorang adalah bagaimana cara
10
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
seseorang menyerap, kemudian mengatur
dan mengolah informasi. Bagaimana cara
menemukan modalitas yang disukai?
Deporte dan Hernacki (2002)
menjelaskan satu cara sederhana adalah
dengan mendengarkan petunjuk-petunjuk
dalam pembicaraan. Cara lain adalah
memperhatikan perilaku ketika
menghadiri seminar atau lokakarya.
Apakah tampaknya seseorang menyerap
lebih banyak informasi dari membaca
makalah atau mendengarkan penyajinya?
Berdasarkan uraian di atas
dapatkah ditarik suatu pemahaman bahwa
gaya belajar adalah suatu kecenderungan
yang dimiliki oleh seseorang dalam hal
bagaimana ia belajar dengan mudah,
menyenangkan dan efisien dalam
menyerap, mengatur dan mengolah
informasi, serta berinteraksi dengan
lingkungan.
Macam macam Gaya Belajar
Para ahli mempunyai pandangan
berbeda dalam mengklasifikasikan gaya
belajar. Keefe (1987) membagi gaya
belajar menjadi cognitive styles, affective
styles, dan psysiological styles.
Sedangkan DePorter dan Hernacki
(2002), dan Madden (2002) membagi
gaya belajar ke dalam tiga macam gaya
belajar, yaitu :
1. Gaya belajar visual, merupakan
kecenderungan seseorang akan lebih
mudah belajar atau menyerap
informasi apabila materi
pembelajarannya dikemas dalam
uraian tertulis (naratif) maupun dalam
bentuk matriks (gambar dan skema).
2. Gaya belajar auditorial, merupakan
kecenderungan individu akan lebih
mudah dalam belajar atau menyerap
informasi apabila materi
pembelajaran dikemas dalam bentuk
uraian secara lesan.
3. Gaya belajar kinestetik, merupakan
kecenderungan individu akan lebih
mudah dalam belajar bila materi pem-
belajaran dikemas dengan memprak-
tekkan sesuatu secara langsung.
HASIL BELAJAR
Dalam membicarakan pengertian
hasil atau prestasi belajar, tidak terlepas
dari pengertian belajar, karena hasil
belajar merupakan hasil perubahan yang
dialami dalam peristiwa belajar. Menurut
WJS Purwadarminta, dalam Kamus
Bahasa Indonesia menyatakan, bahwa
belajar adalah berusaha, berlatih dan
sebagainya, untuk mendapatkan
kepndaian.
Hasil Belajar adalah kemampuan
yang diperoleh seorang pembelajar dari
11
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
proses belajar yang ditempuh di suatu
sekolah atau lembaga pendidikan, yang
diperoleh melalui evaluasi belajar.
Hasil Belajar Matakuliah Microteaching
Tujuan umum mata kuliah
microteaching adalah mempersiapkan
mahasiswa calon guru untuk menghadapi
tugas mengajar sepenuhnya di depan
kelas dengan memiliki pengetahuan,
ketram-pilan, kecakapan, dan sikap
sebagai Guru yang profesional.
Sedangkan tujuan khusus nya
adalah:
a) Menganalisa tingkah laku mengajar
kawan kawan nya dan dirinya sendiri.
b) Dapat melaksanakan ketrampilan
khusus dalam mengajar.
c) Dapat mempraktekkan berbagai
tehnik mengajar dengan benar dan
tepat.
d) Dapat mewujudkan situasi belajar
mengajar yang efektif, produktif dan
efisien.
e) Dapat bersifat profesional Keguruan.
Skor (nilai) hasil belajar mahasiswa pada
matakuliah microteaching ini, ditentukan
dengan Ujian Tengah Semester( M),
Tugas( T), dan Ujian Akhir (A)
ditetapkan dengan rumus:
N = (3x T )+ (2x M )+(5 x A)
10
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis
penelitian kuantitatif, yaitu untuk
membuktikan hipotesis.
penelitian ini, menggunakan 3 variabel,
yaitu desain model pembelajaran MPI,
dan gaya belajar sebagai variabel bebas,
dan hasil belajar sebagai varaiabel terikat.
Rancangan ini dimaksudkan
untuk mengetahui perbedaan hasil belajar
antara yg menggunakan MPI dan Non
MPI dan juga untuk mengetahui
perbedaan hasil belajar dari perbedaan
gaya belajar, serta untuk mengetahui
interaksi antara gaya belajar dengan MPI
dan non MPI.
Kegiatan penelitian terdiri dari
test macam gaya belajar, pengelompokan
subyek, perlakuan dan pemberian test dan
ujian praktek. Ada 3 kelompok belajar
yang menjadi fokus kajian dalam
penelitian ini, yaitu kelompok visual (V),
kelompok auditorial (A) dan kelompok
kinestetik (K).
Populasi dan Sampel
Sebagai populasi dalam penelitian
ini adalah mahasiswa semester VII, FKIP
Universitas Gresik, angkatan 2006, tahun
akademik 2009/2010 kelas A,B,C,
dengan jumlah 155 mahasiswa. Adapun
12
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Sampel dalam penelitian ini adalah
sebanyak 70 mahasiswa, diambil secara
random sampling dengan cara undian.
Teknik Pengumpulan Data
Data mengenai gaya belajar
didapat dari test berupa angket untuk
dijawab (test gaya belajar), dan hasil
belajar didapat dari hasil test ujian tertulis
maupun ujian praktek microteaching.
Teknik Analisa Data
Uji prasyarat analisis, sebelum
dilakukan analisa data, terlebih dulu
dilakukan uji prasyarat analisis yang
meliputi : a) uji normalitas data sampel,
dan b) uji homogenitas sampel. Uji
Hipotesis, dilakukan analisa data yang
diperoleh dari hasil penelitian, dengan
menggunakan metode statistik, yaitu
metode pengolahan data kuantitatif untuk
mengetahui perbedaan hasil tes. Analisis
yang digunakan adalah metode statistik
Analisis Varians (ANAVA) dua jalur,
dengan rumus sebagai berikut:
1. Menghitung jumlah kuadrat total,
antar A,antar B,interaksi A xB dan
dalam kelompok.
2. Menghitung derajat kebebasan total,
antara A,B dan interaksi AB dan
dalam kelompok
3. Menghitung rata rata kuadrat antar A,
B, dan AB. Dan dalam kelompok
4. Menghitung rasio F ( A,B,dan AB).
HASIL PENELITIAN
Uji Normalitas
Uji normalitas sebaran skor,
dilaku-kan terhadap hasil belajar
matakuliah microteaching dengan
menggunakan model pengembangan
Instruksional, dan tanpa menggunakan
model pengembangan Instruksional,
dengna Kolmogorov-Smirnov. Hasil
perhitungan uji normalitas sebaran skor
variabel adalah normal, atau memenuhi
persyaratan normalitas. Hasil belajar
dengan MPI, N = 0,773. P = 0,589.
signifikan 5% = 0,025 (normal). Hasil
belajar dengan non MPI, N= 0,921, P = 0,
384. Signifikan 5% = 0,025 (normal).
Uji Homogenitas
Residu skor variabel terikat untuk
tiap skor variabel bebas sudah homogen.
Hasil belajar dengan MPI, Nilai = 0,653.
P = 0,422, Signifikan 5% = 0,05
(homogen). Hasil belajar dengan gaya
belajar. Nili = 0,913. P = 0,406,
Signifikan 5 % = 0,05 (homogen).
Pengujian Hipotesa
1. Terdapat perbedaan hasil belajar
menggunakan MPI dan yang Non
MPI. Diperoleh F hitung = 7,629,
13
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
probabikitas sebesar 0,001 lebih kecil
dari a=0,05.
2. Terdapat perbedaan hasil belajar dari
gaya belajar visual, Auditorial dan
kinestetik dengan model pengem-
bangan Instruksional matakuliah
Microteaching. Diperoleh F hitung =
17, 658, sedang probabilitas sebesar
0,007 lebih kecil dari 0,05.
3. Terdapat interaksi antara gaya belajar
mahasiswa dengan model
Pengembangam Instruksional (MPI),
terhadap hasil belajar matakuliah
Microteaching. Diperoleh F hitung =
3,311, dengan nilai probabilitas
sebesar 0,043 lebih kecil dari a= 0,05.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
1. Pembahasan tentang perbedaan hasil
belajar yang diajarkan dengan MPI
dan Non MPI matakuliah
Microteaching pada mahasiswa FKIP
Universitas Gresik. Hasil perhitungan
yang diperoleh (F hitung=7,629,
P=0,001, a=0,05) maka dapat
dikatakan bahwa ada perbedaan hasil
belajar yang diajarkan dengan MPI
dan Non MPI, matakuliah
Microteaching FKIP Unigres,
diterima dengan taraf signifikansi 5%.
Hasil analisis statistik juga
menunjukkan bahwa mahasiswa yang
diajar dengan MPI, nilai rata rata
75,26 lebh baik dari pada yang diajar
dengan Non MPI. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa pembelajaran
matakuliah Microteaching dengan
MPI dapat meningkatkan hasil belajar
mahasiswa.
2. Hasil penelitian tentang Model
Pengembangan Instruksional (MPI),
dengan gaya belajar Visual, Auditori
dan Kinestetik, yang dimiliki
mahasiswa membedakan hasil belajar
mahasiswa FKIP Unigres. Hasil
perhitungan menunjukkan hasil
belajar Visual, rata rata sebesar 78,54.
Hasil belajar dengan gaya Auditorial
rata rata sebesar 71,85, sedangkan
hasil belajar dengan gaya belajar
Kinestetik rata-rata sebesar 75,44.
Hasil perhitungan F hitung = 17,658,
P = 0,007, a = 0,05, Dengan demikian
dapat dikatakan gaya belajar yang
dimiliki mahasiswa dengan
pembelajaran MPI, membedakan
hasil belajarnya, (tipe visual memiliki
rata rata tertinggi dari tipe lainnya)
diterima dengan taraf signifikansi 5%.
3. Hasil penelitian tentang interaksi
antara gaya belajar mahasiswa dengan
model pengembangan Instruksional
(MPI) terhadap hasil belajar
matakuliah Microteaching. Hasil
perhitungan Fhitung = 3,311 dengan
14
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
P = 0,043, dan a = 0,05. Dengan
demikian dapat dikatakan ada
interaksi antara gaya belajar
mahasiswa dengan Model
Pengembangan Instruksional terhadap
hasil belajar matakuliah
Microteaching mahasiswa FKIP
Universitas Gresik.
KESIMPULAN
1. Ada perbedaan hasil belajar, yang
diajarkan dengan Model Pengem-
bangan Instruksional (MPI) dan yang
non MPI matakuliah Microteaching
pada mahasiswa FKIP Universitas
Gresik.
2. Terdapat perbedaan hasil belajar dari
gaya belajar Visual, Auditorium dan
Kinestetik dengan Model Pengem-
bangan Instrukdional matakuliah
Microteaching pada mahasiwa FKIP
Universitas Gresik.
3. Ada interaksi antara gaya belajar
mahasiswa dengan Model
Prngembangan Instrukdional ( MPI)
terhadap hasil belajar matakuliah
Microteaching mahasiswa FKIP
Universitas Gresik.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat
penulis ajukan saran saran sebagai
berikut:
1. Model Pengembangan Instruksional
(MPI) direkomendasikan sebagai
alternatif model pengembangan bahan
bahan pembelajaran.
2. Proses pembelajaran hendaknya lebih
memperhatikan perbedaan individu,
karena masing-masing individu
memiliki gaya belajar sendiri sendiri.
Dengan lebih memperhatikan
perbedaan individu dan dengan
membuat model pengajaran yang
cocok diharapkan prestasi belajar
mahasiswa bisa lebih baik.
3. Menindak lanjuti penelitian ini,
kiranya perlu diadakan kajian atau
penelitian lebih lanjut, dan dengan
sasaran yang lebih luas, agar model
ini benar-benar bisa dilakukan di
wilayah manapun.
15
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
DAFTAR PUSTAKA
Anto Dajan, 1986, Pengantar Metode
Statistik II, Jakarta, LP3ES.
Arief S. Sudiman,Dkk, 1997, Media
Pendidikan DIKBUD dan CV
Rajawali, Jakarta.
Atwi Suparman, 1997. Program
Pengembangan Krtrampilan Dasar
Tehnik Instruksional (PEKERTI)
untuk Dosen Muda, Dirjen DIKTI
Jakarta.
Degeng, INS, 1989, Ilmu Pengajaan;
Taksonomi Variabel, Jakarta,
P2LPTK.
Degeng, INS, 1997, Strategi
Pembelajaran: Mengorganisasi Isi
Pembelajaran dengan Model
Elaborasi. Desertasi Bahasan
Tentang Temuan Penelitian, Malang,
IKIP Malang.
Deporter, B, dan Hernacki, M, 2002,
Quantum Learning ( Terjemahan)
Bandung Kaifa.
Nasution,1992, Berbagai Pendekatan
dalam Proses Belajar dan Mengajar,
Jakarta, Bina Aksara.
Riyanto,Y,1996, Metodologi Penelitian
Pendidikan, Suatu Tinjauan Dasar,
Bandung, SIC.
Rohani, Ahmad 2004, Pengelolaan
Pengajaran, Jakarta, Rineka Cipta.
Undang Undang no 20 tahun 2003,
tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Internet
16
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
17
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENGARUH PELAKSANAAN SUPERVISI KEPALA SEKOLAH TERHADAP
KEDISIPLINAN GURU DALAM PELAKSANAKAN PROSES BELAJAR
MENGAJAR DI SDN NGAGELREJO WONOKROMO KOTA SURABAYA
Sri Sundari *)
Abstrak, Untuk mencapai tujuan pendidikan, guru juga perlu menaruh perhatian
terhadap kemajuan murid di samping evaluasi belajar memecahkan masalah atau problem
yang dihadapi murid dan lain-lainnya. Di dalam memperbaiki dan mensukseskan proses
belajar mengajar serta memecahkan masalah lain, banyak dipengaruhi oleh pelaksanaan
supervisi kepala sekolah terhadap guru dan lingkungan sekolahnya. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan supervisi kepala sekolah terhadap kedisiplinan
guru dalam pelaksanakan proses belajar mengajar.
Penelitian ini merupakan jenis regresional. Populasinya adalah seluruh guru di SDN
Ngagelrejo II/397 Kec. Wonokromo Kota Surabaya berjumlah 18 orang. Sampel diambil
dengan teknik total sampling diperoleh responden sebanyak 18 orang. Data dikumpulkan
dengan kuesioner, observasi, dan dokumentasi. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh
pelaksanaan supervisi kepala terhadap disiplin guru digunakan uji regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan Fhitung = 5,975 > Ftabel = 4,49. Oleh karena Fhitung > Ftabel
maka Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti terdapat pengaruh pelaksanaan supervisi
kepala sekolah terhadap disiplin guru. Terlihat pula signifikan hasil hitung αhitung = 0,026
jauh di bawah 0,05, yang menandakan pengaruh yang signifikan.
Berdasarkan hasil penelitian diharapkan supervisi kepala sekolah dilaksanakan sebaik-
baiknya sehingga lebih meningkatkan disiplin guru. Guru hendaknya ikut mensukseskan
pelaksanaan supervisi kepala sekolah agar kegiatan proses belajar mengajar lebih
meningkat dan bermutu. Bagi pihak-pihak terkait khususnya pemerintah hendaknya
memperhatikan pelaksanaan supervisi kepala sekolah dan membantu memberikan
instrumen yang valid dan handal.
Kata Kunci : Pelaksanaan Supervisi Kepala Sekolah, Kedisiplinan Guru
18
*) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi meliputi seluruh bidang
kehidupan, misalnya bidang komunikasi,
transportasi serta pembangunan fisik
lainnya. Karena perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi semakin
canggih, maka hubungan antara negara-
negara di dunia ini semakin berkembang.
Jarak antara negara yang satu dengan
negara yang lainnya seolah-olah semakin
dekat. Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi mendekatkan dan
menyatukan negara yang satu dengan
negara yang lain sehingga seolah-olah
dunia ini mengglobal.
Oleh karena itu, bangsa Indonesia
juga berusaha untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi agar sesuai
dengan perkembangan jaman. Hal ini
sesuai dengan cita-cita dan tujuan negara
yang tercantum dalam UUD 1945 alinea
4 yang berbunyi: “Mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial”.
Untuk melaksanakan hal tersebut
diatas, maka salah satu bidang yang harus
diutamakan dalam rangka meningkatkan
kualitas sumber daya manusia adalah
dalam bidang pendidikan, karena
pendidikan modal paling utama dalam
menciptakan manusia yang cerdas dalam
arti terampil, dapat berdiri sendiri serta
bertanggung jawab terhadap bangsa dan
negara.
Dalam pendidikan atau pengajaran,
warga negara Indonesia dijamin haknya
untuk mendapatkan pengajaran
sebagaimana tercantum dalam Batang
Tubuh UUD 1945 Bab XIII pasal 31 ayat
1 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara
berhak mendapatkan pengajaran”. Untuk
pelaksanaan tersebut diatas, maka
pemerintah berupaya serta mempunyai
tanggung jawab dalam pendidikan. Hal
ini diperkuat dengan ayat berikutnya
(pasal 31 ayat 2) yang berbunyi :
“Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem
pengajaran nasional yang diatur oleh
Undang-undang”.
Dengan melihat pernyataan diatas,
maka pendidikan mencetuskan harapan,
karena harapan terletak pada pendidikan,
harapan juga menjiwai perjuangan
kemerdekaan. Karena itu pendidikan
merupakan bagian mutlak dari
perjuangan dan merupakan investasi yang
paling utama dari setiap bangsa.
Oleh karena itu, mutu pendidikan
lebih banyak cenderung dan tergantung
19
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
pada guru dalam membimbing/mendidik
proses belajar mengajar, serta
kedisiplinan dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar di sekolah. Kedisiplinan
perlu sekali ditingkatkan untuk mencapai
keberhasilan pendidikan, baik disiplin
waktu maupun tugas.
Sebagai tenaga pendidik di sekolah,
guru harus ikut aktif dalam rangka
pencapaian tujuan pendidikan nasional,
sebagaimana yang tercantum dalam
Ketetapan MPR No. 11/83 tentang
GBHN halaman 93 yang berbunyi :
“Pendidikan nasional berdasarkan
Pancasila bertujuan untuk meningkatkan
ketaqwaan terhadap “Tuhan Yang Maha
Esa, kecerdasan dan ketrampilan,
mempertinggi budi pekerti, memperkuat
kepribadian, mempertebal semangat
kebangsaan seta cinta tanah air agar dapat
membangun dirinya sendiri serta
bersama-sama bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa dan negara”.
Untuk mencapai tujuan pendidikan
tersebut diatas, maka tugas guru juga
perlu menaruh perhatian terhadap hal-hal
lain. Laporan tentang kemajuan murid di
samping evaluasi belajar memecahkan
masalah atau problem yang dihadapi
murid dan lain-lainnya.
Di dalam memperbaiki dan
mensukseskan proses belajar mengajar
serta memecahkan masalah lain
sebagaimana tersebut, banyak
dipengaruhi oleh pelaksanaan supervisi
Kepala Sekolah terhadap guru dan
lingkungan sekolahnya.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian explanatory survey.
Pendekatan explanatory survey ini,
sebagaimana simpulan Cooper dan
Pamela (2003:13), Masri Singarimbun
dan Sofyan Effendi (1995:3) terbukti
mampu dengan baik menjelaskan
hubungan antar aspek yang diamati dan
bukan hanya sekedar descriptive,
sedangkan bentuk penelitian verifikatif
menurut Moh. Nazir (1988:63) digunakan
untuk menguji hipotesis yang
menggunakan perhitungan-perhitungan
statistik.
Deskripsi Populasi dan Penentuan
Sampel
Deskripsi Populasi
Arikunto (2002) menyatakan bahwa
populasi adalah obyek yang akan diteliti
hasilnya, dianalisis, disimpulkan dan
kesimpulan itu berlaku untuk seluruh
populasi itu. Sudjana (1996) menjelaskan
20
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
popupasi adalah totalitas semua nilai
yang mungkin, hasil menghitung atau
pengukuran, kuantitatif, atau kualitatif
mengenai karateristik tertentu dari semua
anggota kumpulan yang lengkap dan
jenis yang ingin dipelajari sifat-sifatnya.
Penelitian ini dilakukan dengan
mengambil populasi seluruh guru di SDN
Ngagelrejo II Wonokromo Surabaya
berjumlah 18 orang.
Penentuan Sampel
Pengambilan sampel ini didasari
pendapat Arikunto (1998:120-121)
“Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila
subjeknya kurang dari 100, lebih baik
diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi.
Selanjutnya jika jumlah subyeknya besar
dapat diambil antara 10-15% atau lebih
tergantung setidak-tidaknya dari : a)
kemampuan peneliti dari waktu, tenaga
dan dana, b) Sempit luasnya wilayah
pengamatan dari setiap subyek, karena
hal ini menyangkut banyak sedikitnya
data, c) Besar kecilnya risiko yang
ditanggung oleh peneliti. Untuk
penelitian yang risikonya besar, tentu saja
jika sampel besar, hasilnya akan lebih
baik.”
Sugiyono (2009:124) menyatakan
jumlah sampel tergantung dari tingkat
ketelitian atau kesalahan yang
dikehendaki, misalnya tingat kesalahan
1%, 5%, 10% atau lainnya. Makin besar
tingkat kesalahan makin kecil sampel.
Rumus untuk menghitung ukuran sampel
dari populasi yang diketahui jumlahnya
adalah :
s = λ2 . N . P .Q
d2 ( N−1 )+λ2 . P .Q
2 dengan dk = 1, taraf kesalahan bisa
1%, 5%, 10%
P = Q = 0,5 d = 0,05 s = jumlah
sampel
Namun dari rumus tersebut telah
dihitung untuk populasi-populasi dengan
jumlah tertentu mulai 10 hingga
1.000.000 oleh Sugiono (2009:126)
sebagaimana tabel terlampir. Untuk
jumlah populasi 18 orang dengan taraf
signifikan 0,05 diperoleh sampel
sebanyak 18 orang. Oleh karena itu
dalam penelitian ini Dari 19 orang ini
dipilih dengan teknik total sampling yaitu
mengambil seluruh guru menjadi
responden.
Variabel Penelitian
Dalam penelitian yang dilakukan ini,
variabel yang digunakan terdiri dari satu
variabel bebas yaitu disiplin guru dan
satu variabel terikat yaitu prestasi belajar.
21
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Definisi Operasional Variabel
Agar tujuan penelitian dapat tercapai
maka variabel harus didefinisikan dengan
jelas dan menyebutkan indikator-
dindikatornya, cara pengukurannya, dan
skala atau kategori penilaian yang
digunakan. Berikut ini adalah definisi
operasional masing-masing variabel.
1. Variabel bebas (X) yakni
pelaksanaan supervisi kepala sekolah
adalah suatu usaha untuk
mewujudkan kemajuan sekolah yang
bersifat teratur dan kontinyu dengan
jalan membina, memperbaiki,
meningkatkan kedisiplinan guru
dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar untuk mempertinggi mutu
pendidikan yang diberikan kepada
siswa. Pelaksanaan supervisi kepala
sekolah diukur dengan indikator-
indikator sebagai berikut :
a. Prinsip konstruktif
b. Prinsip kreatifitas
c. Prinsip kooperatif
d. Prinsip demokrasi
e. Prinsip kontinyuitas
f. Prinsip ilmiah
2. Variabel terikat (Y) yakni disiplin
guru adalah suatu sikap mental
seoang guru yang mengandung
kesadaran dan kerelaan untuk
mematuhisemua ketentuan, peraturan
dan norma yang berlaku dalam
menunaikan tugas dan tanggung
jawab. Disiplin guru tersebut diukur
dengan indikator-indikator sebagai
berikut :
a. Kehadiran di sekolah
b. Ketepatan waktu mengajar
c. Persiapan mengajar yaitu silabus,
RPP
d. Kegiatan belajar mengajar antara
lain alat peraga, buku penunjang,
buku absen siswa, daftar nilai, dan
lain-lain.
Teknik Pengumpulan Data
Adapun proses pengumpulan data
dalam penelitian ini dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut :
1. Survey Pendahuluan
Dalam kegiatan ini, penelitian
dilakukan dengan mengumpulkan
data-data intern perusahaan di
antaranya adalah profil SDN
Ngagelrejo II Wonokromo Surabaya.
2. Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah
mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, legger, agenda
22
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
dan sebagainya (Suharsimi, 2002 :
236).
Dalam penelitian ini teknik
dokumentasi digunakan untuk
mencatat indikator disiplin guru.
3. Kuesioner
Dalam penelitian ini digunakan
kuesioner tertutup dengan skala
Likert. Menurut Arikunto (1998:151)
kuesioner tertutup adalah
kuesioner yang telah disediakan
jawabannya sehingga responden
tinggal memilih jawaban pada kolom
yang sudah disediakan dengan
memberi tanda cross (x). Dalam
penelitian ini kuesioner digunakan
untuk megambil data tentang
pelaksanaan supervisi kepala sekolah.
Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul
kemudian dilakukan analisis dengan
urutan analisa sebagai berikut :
1. Coding, adalah memberi kode pada
lembar check list sesuai dengan
kategori yang telah ditentukan.
2. Tabulating, Tabulating adalah
mentabulasi seluruh data hasil chek
list ke dalam tabel-tabel yang
diperlukan sehingga mudah dibaca.
3. Skoring, Skoring adalah memberi
skor dari kategori-kategori tersebut
sesuai skor yang telah ditentukan.
Pelaksanaan supervisi kepala sekolah
dan disiplin guru diberi skor tinggi,
sedang dan rendah. Skor tinggi jika
penjumlahan dari hasil penilaian
mencapai >75%, skor sedang jika
penjumlahan dari hasil penilaian
mencapai 56-75%, dan rendah jika
penjumlahan dari hasil penilaian
<56%.
4. Uji Hipotesis
Uji hipotesis berfungsi untuk
menjawab hipotesa yang telah
diajukan sebelumnya. Uji ini
sekaligus juga menjawab rumusan
masalah yang telah ditulis pada Bab I.
Uji yang digunakan dalam penelitian
ini adalah uji Regresi Sederhana
dengan rumus persamaan regresi
sederhana :
Y = a + bX
Y = Disiplin guru
X = Pelaksanaan supervisi kepala
sekolah
a = Nilai konstanta
b = Nilai arah sebagai penentu
ramalan (prediksi) yang
menunjukkan nilai peningkatan
(+) atau nilai penurunan (–)
variabel Y.
23
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Dalam penelitian ini perhitungan
regresi dilakukan dengan bantuan
program SPSS for Windows.
Langkah menguji hipotesis :
a. Membuat Ha dan Ho dalam
bentuk kalimat :
Ha : Terdapat pengaruh
pelaksanaan supervisi
kepala sekolah terhadap
disiplin guru
Ho : Tidak terdapat pengaruh
pelaksanaan supervisi
kepala sekolah terhadap
disiplin guru
b. Kaidah pengujian signifikansi :
Jika Fhitung ≥ Ftabel maka Ha
diterima dan Ho ditolak artinya
terdapat pengaruh pelaksanaan
supervisi kepala sekolah terhadap
disiplin guru.
Jika Fhitung < Ftabel maka Ha
ditolak dan Ho diterima artinya
tidak terdapat pengaruh
pelaksanaan supervisi kepala
sekolah terhadap disiplin guru.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1
Pelaksanaan Supervisi Kepala Sekolah
Pe la k s a n a a n Su p e rv is i Ke p s e k
3 1 6 ,7 1 6 ,7 1 6 ,7
1 3 7 2 ,2 7 2 ,2 8 8 ,9
2 11 ,1 11 ,1 1 0 0 ,0
1 8 1 0 0 ,0 1 0 0 ,0
Ku ra n g
Cu k u
Ba i k
T o ta l
Va l i dF re q u e n c y Pe rc e n t Va l i d Pe rc e n t
Cu mu l a t i v ePe rc e n t
Tabel 1 menunjukkan dari 18 guru
sebagai responden dalam menanggapi
pelaksanaan supervisi kepala sekolah
72,2% menyatakan cukup, 16,7%
menyatakan kurang, dan 11,1% masing
menyatakan baik.
Tabel 2 Disiplin Guru di SDN Ngagelrejo
II/397 Kec. Wonokromo Kota Surabaya
Dis ip lin Guru
3 1 6 ,7 1 6 ,7 1 6 ,7
1 5 8 3 ,3 8 3 ,3 1 0 0 ,0
1 8 1 0 0 ,0 1 0 0 ,0
Cu k u p
Ba i k
To ta l
Va l i dF re q u e n c y Pe rc e n t Va l i d Pe rc e n t
Cu mu l a t i v ePe rc e n t
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa
disiplin guru dalam melaksanakan
tugasnya sebagian besar (83,3%) baik,
dan 16,7% cukup.
Analisis Data
Hasil Pengujian Validitas
Validitas menunjukkan sejauh mana
alat ukur yang digunakan mengukur apa
yang diinginkan dan mengungkap data
dari variabel yang diteliti secara tepat.
Instrument valid berarti alat ukur yang
24
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
digunakan untuk mendapat data itu valid.
Dalam uji validitas ini suatu butir
pernyataan dikatakan valid jika corrected
item total correlation lebih besar dari
0,468 (untuk jumlah responden 18 orang
df = 16) sebagaimana tabel r produk
momen terlampir. Hasil pengujian
validitas terhadap variabel pelaksanaan
supervisi kepala sekolah dapat dilihat
sebagai berikut :
Tabel 3 Hasil Uji Validitas Variabel
Pelaksanaan Supervisi Kepala Sekolah
Pernya-
taan
Corrected
item total
correlation
Keterangan
1
2
3
4
5
6
0,720
0,692
0,623
0,668
0,612
0,622
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Sumber : Hasil Olah Data SPSS
Dari tabel di atas dapat diketahui
bahwa untuk item pernyataan variabel
pelaksanaan supervisi kepala sekolah,
corrected item total correlation yang
diperoleh untuk seluruh item pernyataan
adalah lebih besar dari 0,468 hal tersebut
berarti bahwa secara keseluruhan item
pernyataan mengenai pelaksanaan
supervisi kepala sekolah adalah valid.
Hasil Uji Reliabilitas
Suatu alat ukur dikatakan reliabel
atau handal, jika alat itu dalam mengukur
suatu gejala pada waktu yang berbeda
senantiasa menunjukkan hasil yang relatif
sama. Untuk menguji reliabilitas suatu
instrument dapat digunakan uji statistic
Cronbach Alpha (α), dimana suatu alat
ukur dikatakan reliabel jika nilai
Cronbach Alpha lebih besar dari 0,60.
Hasil pengujian reliabilitas terhadap
variabel pelaksanaan supervisi kepala
sekolah diperoleh alpha sebesar 0,8773
lebih besar dari 0,6 sehingga dapat
diputuskan bahwa item kuesioner telah
reliabel.
Hasil Pengujian Regresi Linier Sederhana
Untuk mengetahui ada atau tidaknya
pergaruh antara variabel bebas
pelaksanaan supervisi kepala sekolah (X)
terhadap variabel terikat yang dalam hal
ini adalah disiplin guru (Y), maka
digunakan analisis model regresi linier
sederhana dengan model persamaan
sebagai berikut :
Y = α + bX1
Dimana :
Y = Disiplin guru
X = Pelaksanaan supervisi kepala
sekolah
b = koefisien regresi X
25
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Output perhitungan dengan program
SPSS for Windows seperti terlihat dalam
gambar berikut.
ANOVAb
, 680 1 , 680 5, 975 , 026a
1, 820 16 , 114
2, 500 17
Regression
Residual
Tot al
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predict ors: (Const ant ) , Pelaksanaan Supervisi Kepseka.
Dependent Var iable: Disiplin Gurub.
Gambar 1 Uji F
Gambar 4.3 di atas menunjukkan
hasil uji F dengan program SPSS for
Windows, dengan Fhitung sebesar 5,975.
Angka ini selanjutnya dibandingkan
dengan Ftabel df = 16 sebagaimana Tabel F
pada lampiran (Critical Values for the F
Distribution α=0,05). Tabel F dengan df
= 16 dan n =1 diperoleh Ftabel = 4,49.
Sehingga Fhitung = 5,975 > Ftabel = 4,49.
Oleh karena Fhitung > Ftabel maka Ha
diterima dan Ho ditolak yang berarti
terdapat pengaruh pelaksanaan supervisi
kepala sekolah terhadap disiplin guru.
Terlihat pula signifikan hasil hitung αhitung
= 0,026 jauh di bawah 0,05, yang
menandakan pengaruh yang signifikan.
Selain adanya pengaruh yang
signifikan, pada uji korelasi juga terlihat
adanya korelasi positif antar kedua
variabel seperti tampak pada Gambar 4.2.
Hasil Pearson Correlation sebesar 0,521
lebih dari rtabel sebesar 0,468
(Sebagaimana r tabel Product Moment
pada df = 16 terlampir).
Co rre la tio n s
1 ,0 0 0 ,5 2 1
,5 2 1 1 ,0 0 0
, ,0 1 3
,0 1 3 ,
1 8 1 8
1 8 1 8
Di s i p l i n Gu ru
Pe l a k s a n a a nSu p e rv i s i Ke p s e k
Di s i p l i n Gu ru
Pe l a k s a n a a nSu p e rv i s i Ke p s e k
Di s i p l i n Gu ru
Pe l a k s a n a a nSu p e rv i s i Ke p s e k
Pe a rs o n Co rre l a t i o n
Si g . (1 -ta i l e d )
N
Di s i p l i n Gu ru
Pe l a k s a n a a nSu p e rv i s i
Ke p s e k
Gambar 4.2 Pearson Correlations
Besarnya pengaruh atau kontribusi
tingkat pendidikan terhadap
perkembangan perusahaan dapat dilihat
pada gambar Uji t berikut ini.
Coef f i ci ent sa
2, 112 , 305 6, 915 , 000
, 371 , 152 , 521 2, 444 , 026
( Const ant )
PelaksanaanSuper visi Kepsek
Model1
B St d. Er r or
Unst andar dizedCoef f icient s
Bet a
St andar dizedCoef f icient s
t Sig.
Dependent Var iable: Disiplin G ur ua.
Gambar 4.3 Uji t
Sebagaimana Uji F di atas yang
menunjukkan adanya pengaruh, Uji t juga
seperti pada Gambar 4.3 memperlihatkan
thitung sebesar 2,444 > ttabel sebesar 2,120
(sebagaimana Critical Value for the t
Distribution terlampir) artinya terdapat
pengaruh pelaksanaan supervisi kepala
sekolah terhadap disiplin guru.
Untuk menunjukkan besarnya
pengaruh atau kontribusi pelaksanaan
supervisi kepala sekolah terhadap disiplin
guru dapat dilihat koefisien regresi
26
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(unstandarized coefficients Beta) pada
gambar 4.2 sebesar 0,589. Selanjutnya
sesuai dengan rumus regresi sederhana
dapat dimasukkan angka-angka tersebut
sebagai berikut :
Y = a + bX
= 2,112 + 0,371
Selanjutnya berdasarkan persamaan
di atas deskripsi pengaruh pelaksanaan
supervisi kepala sekolah terhadap disiplin
guru berdasarkan unstandarized
coeffisients beta adalah sebagai berikut:
1) Konstanta sebesar 2,112 menyatakan
bahwa jika variabel pelaksanaan
supervisi kepala sekolah dianggap
konstan (tidak ada upaya supervisi),
maka disiplin guru sebesar 2,112
point.
2) Koefisien regresi pelaksanaan
supervisi kepala sekolah sebesar
0,371 menyatakan bahwa setiap
peningkatan 1 poin pelaksanaan
supervisi kepala sekolah akan
meningkatkan disiplin guru sebesar
0,371 poin. Jika angka tersebut
dikalikan 1000, deskripsinya menjadi
setiap ada upaya pelaksanaan
supervisi kepala sekolah sebesar 1000
poin maka akan meningkatkan
disiplin guru sebesar 371 point.
Hasil uji regresi linier sederhana
menunjukkan adanya pengaruh
pelaksanaan supervisi kepala sekolah
terhadap disiplin guru. Adanya pengaruh
ini menunjukkan betapa pentingnya
pelaksanaan supervisi kepala sekolah.
Dalam kaitan pentingnya
pelaksanaan supervisi kepala sekolah
terhadap disiplin guru, Soewadji
(1980:33) menyatakan supervisi
merupakan rangsangan, bimbingan atau
bantuan yang diberikan kepada guru-guru
agar kemampuan profesionalnya semakin
bertambah, sehingga situasi belajar
mengajar lebih efektif dan efisien.
Kemampuan profesional tidak lepas dari
disiplin guru, dikatakan profesional
berarti seorang guru juga bisa
melaksanakan disiplin dengan baik.
Baharudun Harahap menjelaskan
masalah supervisi dalam administrasi
pendidikan adalah pembinaan
administrasi atau kepegawaian, yaitu
masalah pengaturan, penyusunan dan
penyimpanan data sebagai dasar
dukungan keputusan mutasi yang
menyangkut kepentingan pegawai dalam
kedudukan sebagai seorang Pegawai
Negeri Sipil. Sedangkan yang dimaksud
data di sini meliputi dokumen perorangan
maupun data hasil olahan atau laporan.
Laporan yaitu kartu merah, Daftar
27
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3)
dan selain itu untuk mengetehui
bagaimana kenaikan pangkat para guru
atau pegawai dan pembagian tugasnya.
Apalagi jika pelaksanaan supervisi
kepala sekolah yang memenuhi prinsip-
prinsip yang telah ditentukan maka
semakin jelas hasilnya terhadap disiplin
guru. Prinsip konstruktif misalnya, bahwa
pelaksanaan bersifat membangun yaitu
harus tampak perbedaan antara sebelum
diadakan supervisi dengan sesudah
supervisi yaitu makin majunya dalam
suatu hal pengetahuan, sikap atau nilai
dan ketrampilan, profesi. Maka
maksudnya, supervisor hendaknya
menyadari sepenuhnya bahwa setiap guru
pasti mempunyai kelebihan dan
kekurangan.
Prinsip kreativitas juga tidak kalah
penting, Dolok Saribu dan Berlian T.
Simbolon (1984:236) mengemukakan
bahwa supervisi hendaknya mendorong
guru untuk berinisiatif, melalui supervisi
hendaknya guru dapat memperoleh
pengetahuan, juga berkreasi atau
mencipta dengan sikap atau nilai dan
ketrampilan guru atas inisiatif sendiri
tidak bergantung kepada kepala sekolah
atau pemimpinannya.
Sedangkan prinsip kooperatif, juga
telah dikembangkan oleh kepala sekolah
yang dilaksanakan atas kerja sama antara
kepala sekolah dan guru, sehingga
terjalin kehamonisan kerja yang baik,
saling mengisi dan menyadari
kekurangan masing-masing. Supervisor
tidak dianggap momok yang menakut-
nakuti, namun di sini sebagai pemimpin
mereka yang harus bias membantu
kelancaran tugas para guru.
Prinsip demokrasi dilaksanakan oleh
kepala sekolah tidak hanya atas
kemampuannya, tetapi juga ternyata perlu
mempertimbangkan kemauan/pendapat
para guru. Kepala Sekolah sebagai
supervisor menghargai kepribadian guru,
dalam pembicaraan bersama ia harus
memberi kesempatan kepada guru untuk
mengeluarkan pendapatnya dalam
mengambil keputusan. Keputusan yang
diambil hendaknya dengan jalan
musyawarah.
Prinsip kontinyuitas yaitu
melaksanakan terus-menerus secara
teratur, tidak hanya karena akan ada
inspeksi atasan, sehingga para guru sudah
terbiasa bekerja dengan teratur disertai
dengan rasa disiplin dan tanggung jawab.
Prinsip ilmiah menurut Made
Pidharta (1986:39) bahwa supervisi
dilaksanakan hendaknya dengan
sistematika, objektif dan berdasarkan data
atau informasi. Dalam hal ini tugas
28
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
supervisi diharuskan pada pembinaan
guru-guru. Supervisi berpegang pada
tujuan sekolah, koordinasi merode belajar
dan kualifikasi dengan segala aktifitasnya
yang sudah ditentukan secara jelas.
SARAN
1. Pelaksanaan supervisi kepala sekolah
seyogyanya dilaksanakan sebaik-
baiknya sehingga lebih meningkatkan
disiplin guru.
2. Guru hendaknya ikut mensukseskan
pelaksanaan supervisi kepala sekolah
agar kegiatan proses belajar mengajar
lebih meningkat dan bermutu.
3. Bagi pihak-pihak terkait khususnya
pemerintah hendaknya
memperhatikan pelaksanaan supervisi
kepala sekolah dan membantu
memberikan instrumen yang valid
dan handal.
DAFTAR PUSTAKA
Ametembun, Drs.M.A, “Supervisi
Pendidikan”, Penerbit IKIP
Bandung, 1975
Ametembun, Drs.M.A, “Manajemen
Kelas”, Terbitan Ketiga Penerbit
IKIP Bandung, 1981
Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program
SPSS. Badan Penerbit Undip,
Semarang. 2002.
Hendyat Sutopo, Dr., “Ikhtiar Teknik
Penilaian Pendidikan”, Penerbit
IKIP Bandung, 1984
Ismed Syarif, Drs dan Nawas Riza, Drs.,
“Administrasi Pendidikan
Dasar”, Penerbit Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan,
1976
M. Ngalim Purwanto, Drs.M.P.,
“Pyskologi Pendidikan”, Penerbit
PT. Rosda Karya Bandung 1990
M. Dimyati Mahmud, “Psykologi
Pendidikan”, Suatu Pendekatan
Terapan Edisi I Fakultas Ilmu
Pendidikan IKIP Yogyakarta
Sutrisno Hadi, Prof. Dr. M.A.,
“Metodologi Reseach”, Jilid II
Penerbit FKP IKIP Yogyakarta
1967
29
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Suhertin, Drs. Dan Nata Her, Drs
“Supervisi Pendidikan”, Dalam
Rangka Program Insenvice
Education, Penerbit IKIP Malang
1971
S. Nasution, Prof.Dr.M.A “Didaktik dan
Azas-Azas Kurikulum”, Penerbit
Jemara Bandung 1989
Westy Sumanto, Drs dan Hendyat Sutopo
“Kepemimpinan Pendidikan”,
Peberbit Usaha Nasional
Surabaya 1982
Subari, Drs “Supervisi Pendidikan”,
Dalam Rangka Perbaikan Situasi
Mengajar Penerbit Bumi Aksara
Jakarta 1994
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan
“Buku II Petunjuk Administrasi
Sekolah Dasar”, tahun 1989
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Wilayah Jawa Timur “Media
Pendidikan”, Nomor 3 Edisi Mei
1991
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa
Indonesia “Kamur Besar Bahasa
Indonesia”, Penerbit Balai
Pustaka 1989
TAP MPR No. II/MPR/1993 “Garis-
Garis Besar Haluan” Negara
1993-1998, Penerbit Bina Pustaka
Surabaya 1989.
30
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENGARUH DISIPLIN GURU TERHADAP PRESTASI SISWA DI SDN
BANJARSARI GRESIK
Etiyasningsih*)
Abstrak, Disiplin merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Agar guru dapat berhasil dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, maka guru tersebut harus mentaati dan menyadari akan pentingnya kedisiplinan. Kedisiplinan guru tentunya akan berimbas kepada para siswa, guru yang tidak atau kurang disiplin, siswanya pun akan cenderung tidak displin dan sebaliknya. Kedisplinan tidak hanya pada kehadiran guru semata, namun lebih dari itu disiplin dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Dalam hal ini misalnya guru disiplin dalam membuat persiapan mengajar, Silabus, RPP, menyiapkan buku-buku paket penunjang, alat peraga dan lain-lain. Dengan kedisiplinan guru yang tinggi siswa akan lebih semangat belajar dan mendapatkan urutan materi pelajaran yang sistematis, hal ini akan meningkatkan prestasi belajarnya. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh disiplin guru terhadap prestasi belajar.
Penelitian ini merupakan jenis regresional. Populasinya adalah seluruh guru di SDN Banjarsari Cerme Gresik berjumlah 20 orang. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling yaitu sesuai dengan kebutuhan dan yang tidak diikutkan adalah guru komputer, diperoleh responden sebanyak 19 orang. Data dikumpulkan dengan observasi, dokumentasi dan wawancara dengan instrumen check list. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh disiplin guru terhadap prestasi belajar digunakan uji regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan Fhitung = 6,171. > Ftabel = 4,45. Oleh karena Fhitung > Ftabel maka Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti terdapat pengaruh signifikan disiplin guru terhadap prestasi belajar siswa. Terlihat pula signifikan hasil hitung αhitung = 0,024 jauh di bahwa 0,05, yang menandakan pengaruh yang signifikan.
Berdasarkan hasil penelitian diharapkan para guru dapat menjalankan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab, disiplin, jujur, dan penuh didekasi, karena dengan sikap-sikap tersebut sangat membantu dalam tercapainya prestasi belajar siswa, selain itu hendaknya juga lebih memperhatikan kehadiran, persiapan mengajar dan proses kegiatan belajar mengajar. Bagi kepala sekolah dapat memberi motivasi agar para guru lebih disiplin dengan memberi stimulus yang proporsional.
Kata Kunci : Disiplin Guru, Prestasi Belajar Siswa
31
*) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
32
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDAHULUAN
Kita semua menyadari bahwa untuk
mencapai tujuan pendidikan sangatlah
berat, lebih-lebih pada saat sekarang ini.
Sebenarnya telah banyak usaha
pemerintah, dan aspek pendukung, guna
terwujudnya tujuan pendidikan tersebut.
Untuk mewujudkan tujuan
pendidikan tersebut pemerintah berusaha
melak-sanakan kegiatan antara lain, (1)
Menyempurnakan sistem pendidikan, (2)
Memperluas kesempatan untuk mem-
peroleh pendidikan, (3) Sarana dan
prasarana pendidikan terus
disempurnakan dan ditingkatkan serta
lebih didayagu-nakan, (4) Meningkatkan
jumlah guru dan mutunya, baik formal
maupun non formal serta terus
ditingkatkan pengembangan karier dan
kesejahteraannya.
Mengelola pendidikan tidak semudah
yang kita bayangkan selama ini, sebab
pendidikan berperan penting sebagai alat
atai tempat untuk membentuk manusia
Indonesia dan sebagai warga masyarakat
sekaligus sebagai warga Negara yang
berbudi pekerti luhur, beriman dan taqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta
berkemampuan dan mempunyai
ketrampilan dasar untuk bekal pendidikan
selanjutnya dan bekal hidup di
masyarakat.
Guru kelas sebagai administrator
menempati posisi yang sangat penting
karena memikul tanggung jawab untuk
meningkatkan dan mengembangkan
kemajuan sekolah secara keseluruhan.
Sedangkan murid dan guru yang menjadi
komponen penggerak aktifitas kelas harus
didayagunakan secara maksimal agar
dapat tercapai suatu kesatuan yang
dinamis di dalam organisasi sekolah.
Pada dasarnya sekarang ini banyak
para guru yang kurang siap dalam
mengajar, dikarenakan guru tersebut
belum membuat persiapan mengajar, dan
juga melanggar tata tertib.
Disiplin merupakan salah satu faktor
yang sangat penting. Agar guru dapat
berhasil dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya, maka guru tersebut harus
mentaati dan menyadari akan pentingnya
kedisiplinan. Karena gurulah yang ikut
bertanggung jawab dalam keberhasilan
penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar di sekolah, agar selalu berupaya
untuk meningkatkan keberhasilan prestasi
belajar siswa. Selain itu para guru
hendaknya selalu memberikan bimbingan
dan pengajaran secara baik dengan selalu
berpedoman pada petunjuk dan
peraturan-peraturan yang telah ditetapkan
oleh pemerintah, dalam hal ini
Departemen Pendidikan Nasional.
33
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Kedisiplinan guru tentunya akan
berimbas kepada para siswa, guru yang
tidak atau kurang disiplin, siswanya pun
akan cenderung tidak displin dan
sebaliknya. Kedisplinan tidak hanya pada
kehadiran guru semata, namun lebih dari
itu disiplin dalam melaksanakan proses
belajar mengajar. Dalam hal ini misalnya
guru disiplin dalam membuat persiapan
mengajar, Silabus, RPP, menyiapkan
buku-buku paket penunjang, alat peraga
dan lain-lain. Dengan kedisiplinan guru
yang tinggi siswa akan lebih semangat
belajar dan mendapatkan urutan materi
pelajaran yang sistematis, hal ini akan
meningkatkan prestasi belajarnya.
METODE PENELITIAN
Deskripsi Populasi
Arikunto (2002) menyatakan bahwa
populasi adalah obyek yang akan diteliti
hasilnya, dianalisis, disimpulkan dan
kesimpulan itu berlaku untuk seluruh
populasi itu. Sudjana (1996) menjelaskan
popupasi adalah totalitas semua nilai
yang mungkin, hasil menghitung atau
pengukuran, kuantitatif, atau kualitatif
mengenai karateristik tertentu dari semua
anggota kumpulan yang lengkap dan
jenis yang ingin dipelajari sifat-sifatnya.
Penelitian ini dilakukan dengan
mengambil populasi seluruh guru di SDN
Banjarsari Cerme Gresik berjumlah 20
orang.
Penentuan Sampel
Pengambilan sampel ini didasari
pendapat Arikunto (1998:120-121)
berikut : “Untuk sekedar ancer-ancer
maka apabila subjeknya kurang dari 100,
lebih baik diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian
populasi. Selanjutnya jika jumlah
subyeknya besar dapat diambil antara 10-
15% atau lebih tergantung setidak-
tidaknya dari : a) kemampuan peneliti
dari waktu, tenaga dan dana, b) Sempit
luasnya wilayah pengamatan dari setiap
subyek, karena hal ini menyangkut
banyak sedikitnya data, c) Besar kecilnya
risiko yang ditanggung oleh peneliti.
Untuk penelitian yang risikonya besar,
tentu saja jika sampel besar, hasilnya
akan lebih baik.”
Sugiyono (2009:124) menyatakan
jumlah sampel tergantung dari tingkat
ketelitian atau kesalahan yang
dikehendaki, misalnya tingat kesalahan
1%, 5%, 10% atau lainnya. Makin besar
tingkat kesalahan makin kecil sampel.
Rumus untuk menghitung ukuran sampel
dari populasi yang diketahui jumlahnya
adalah :
s = λ2 . N . P .Q
d2 ( N−1 )+λ2 . P .Q
34
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2 dengan dk = 1, taraf kesalahan bisa
1%, 5%, 10%
P = Q = 0,5 d = 0,05 s = jumlah
sampel
Namun dari rumus tersebut telah
dihitung untuk populasi-populasi dengan
jumlah tertentu mulai 10 hingga
1.000.000 oleh Sugiono (2009:126)
sebagaimana tabel terlampir. Untuk
jumlah populasi 20 orang dengan taraf
signifikan 0,05 diperoleh sampel
sebanyak 19 orang. Oleh karena itu
dalam penelitian ini Dari 19 orang ini
dipilih dengan teknik purposive sampling
yaitu sesuai dengan kebutuhan dan yang
tidak diikutkan adalah guru komputer.
Definisi Operasional Variabel
Agar tujuan penelitian dapat tercapai
maka variabel harus didefinisikan dengan
jelas dan menyebutkan indikator-
dindikatornya, cara pengukurannya, dan
skala atau kategori penilaian yang
digunakan. Berikut ini adalah definisi
operasional masing-masing variabel.
1. Variabel bebas (X) yakni disiplin
guru adalah suatu sikap mental
seoang guru yang mengandung
kesadaran dan kerelaan untuk
mematuhi semua ketentuan, peraturan
dan norma yang berlaku dalam
menunaikan tugas dan tanggung
jawab. Disiplin guru tersebut diukur
dengan indikator-indikator sebagai
berikut :
a. Kehadiran di sekolah
b. Ketepatan waktu mengajar
c. Persiapan mengajar yaitu silabus,
RPP
d. Kegiatan belajar mengajar antara
lain alat peraga, buku penunjang,
buku absen siswa, daftar nilai, dan
lain-lain.
2. Variabel terikat prestasi belajar (Y)
yaitu suatu suatu hasil yang teah
dicapai setelah kegiatan belajar
mengajar. Dalam penelitian ini,
indikator yang digunakan adalah nilai
rata-rata hasil ulangan tiap mata
pelajaran bagi guru mata pelajaran
dan tiap kelas pada guru kelas.
Teknik Pengumpulan Data
Adapun proses pengumpulan data
dalam penelitian ini dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut :
1. Survey Pendahuluan
Dalam kegiatan ini, penelitian
dilakukan dengan mengumpulkan
data-data intern perusahaan di
antaranya adalah profil SDN
Banjarsari Cerme Gresik.
2. Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah
mencari data mengenai hal-hal atau
35
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
variabel yang berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, legger, agenda
dan sebagainya (Suharsimi, 2002 :
236).
Dalam penelitian ini teknik
dokumentasi digunakan untuk
memperoleh data nilai siswa. Dalam
data sekunder yang diperoleh dengan
teknik dokumentasi ini, peneliti juga
menggunakan lembar cek list untuk
mencatat indikator disiplin guru.
3. Wawancara
Wawancara atau interview
adalah suatu metode yang tujuannya
untuk memperoleh data evaluasi,
secara berhadapan muka dengan
secara individu, orang yang
diinterview memberikan informasi-
informasi yang diperlukan secara
ilmiah dalam suatu relasi face to face”
(Drs. Amatembun MA, supervise
Pendidikan, 1975:191).
Pengumpulan data yang
dilakukan dengan wawancara adalah
meyakinkan hasil observasi tentang
disiplin guru. Wawancara dilakukan
kepada masing-masing guru yang
bersangkutan dan kepala sekolah.
Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul
kemudian dilakukan analisis dengan
urutan analisa sebagai berikut :
1. Coding, adalah memberi kode pada
lembar check list sesuai dengan
kategori yang telah ditentukan.
2. Tabulating, adalah mentabulasi
seluruh data hasil chek list ke dalam
tabel-tabel yang diperlukan sehingga
mudah dibaca.
3. Skoring, adalah memberi skor dari
kategori-kategori tersebut sesuai skor
yang telah ditentukan. Disiplin guru
diberi skor tinggi, sedang dan rendah.
Skor tinggi jika penjumlahan dari
hasil penilaian mencapai >75%, skor
sedang jika penjumlahan dari hasil
penilaian mencapai 56-75%, dan
rendah jika penjumlahan dari hasil
penilaian <56%.
4. Uji Hipotesis
Uji hipotesis berfungsi untuk menjawab
hipotesa yang telah diajukan sebelumnya.
Uji ini sekaligus juga menjawab rumusan
masalah yang telah ditulis pada Bab I. Uji
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah uji Regresi Sederhana dengan
rumus persamaan regresi sederhana :
Y = a + bX
Y = Prestasi siswa
X = Disiplin guru
36
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
a = Nilai konstanta
b = Nilai arah sebagai penentu ramalan
(prediksi) yang menunjukkan nilai
peningkatan (+) atau nilai
penurunan (–) variabel Y.
Dalam penelitian ini perhitungan regresi
dilakukan dengan bantuan program SPSS
for Windows. Langkah menguji hipotesis
:
1) Membuat Ha dan Ho dalam bentuk
kalimat :
Ha : Terdapat pengaruh disiplin
guru dengan prestasi siswa
Ho : Tidak terdapat pengaruh
disiplin guru dengan prestasi
siswa
2) Kaidah pengujian signifikansi :
Jika Fhitung ≥ Ftabel maka Ha
diterima dan Ho ditolak artinya
terdapat pengaruh disiplin guru
dengan prestasi siswa.
Jika Fhitung < Ftabel maka Ha
ditolak dan Ho diterima artinya tidak
terdapat pengaruh disiplin guru
dengan prestasi siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Terdapat 8 indikator dalam
menjelaskan disiplin guru yang diperoleh
datanya melalui observasi dan
dokumentasi yaitu, kehadiran, ketepatan
waktu mengajar, silabus, RPP, alat
peraga, buku, absensi murid, buku
penunjang, daftar nilai.
Tabel 1 Disiplin Guru di Sekolah Dasar
Negeri Banjarsari Kec. Cerme Kabupaten
Gresik
No Daftar Nilai JumlahPersentase
(%)
1
2
3
Kurang
Cukup
Baik
1
4
14
5,2
21,1
73,7
Jumlah 19 100
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa
disiplin guru dalam melaksanakan
tugasnya sebagian besar (73,7%) baik,
21,1% cukup, dan 5,2% kurang.
Sedangkan Prestasi belajar siswa
diukur dari nilai rata-rata mata pelajaran
dari guru yang bersangkutan jika guru
tersebut adalah guru mata pelajaran, dan
nilai rata-rata kelas jika guru yang
bersangkutan adalah guru kelas. Nilai
tersebut diperoleh selama 6 kali evaluasi
terakhir yang datanya diperoleh dari
dokumentasi pada guru mata pelajaran
atau guru kelas masing-masing.
37
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Tabel 2 Nilai Nilai Rata-Rata Kelas atau
Nilai Rata-rata Mata Pelajaran (6 x
evaluasi terakhir)
No
Resp
.
Nilai Rata-Rata Kelas atau Nilai
Rata-rata Mata Pelajaran
(6 x evaluasi terakhir)
1 2 3 4 5 6
Rata
-
Rata
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
7,60
6,54
8,00
8,20
8,00
7,20
8,60
7,98
7,90
6,90
6,70
8,00
7,50
6,10
8,20
7,59
8,50
6,80
7,23
7,90
5,95
8,50
7,50
8,00
7,56
8,40
7,12
7,92
6,90
6,80
8,50
7,60
6,00
8,00
8,00
8,40
7,10
8,00
7,95
7,00
7,93
7,90
8,00
7,85
8,00
7,59
8,00
6,65
6,90
8,50
7,70
6,58
8,10
8,10
8,60
6,85
8,00
8,10
7,10
7,87
7,60
8,00
7,98
8,21
7,87
8,20
6,00
6,23
8,00
7,54
6,98
8,23
8,20
8,21
6,98
8,20
8,20
6,52
8,30
7,90
8,00
8,20
7,58
8,67
8,40
7,15
6,50
7,90
7,80
7,16
8,21
8,50
8,24
6,85
8,10
8,64
6,43
8,00
7,42
8,00
8,20
7,49
8,12
8,50
7,26
6,21
9,40
8,00
7,90
8,60
8,42
8,21
6,20
8,65
8,07
6,59
8,10
7,75
8,00
7,83
8,05
7,89
8,15
6,81
6,56
8,38
7,69
6,79
8,22
8,14
8,36
6,80
8,03
38
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Uji Regresi Linier Sederhana
Data yang terkumpul sebagaimana paparan sebelumnya selanjutnya dianalisis untuk
mengetahui pengaruh disiplin guru dengan prestasi belajar siswa.
Koding, skoring, dan tabulating telah dilaksanakan peneliti yang hasilnya tertera pada
lampiran. Pada analisa data ini akan dipaparkan uji hipotesis dengan regresi linier
sederhana. Output perhitungan dengan program SPSS for Windows seperti terlihat dalam
gambar berikut.
ANOVAb
1, 918 1 1, 918 6, 171 , 024a
5, 282 17 , 311
7, 200 18
Regression
Residual
Tot al
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predict ors: (Const ant ) , Disiplin Gurua.
Dependent Var iable: Prest asi Siswab.
Gambar 1 Uji F
Gambar 4.2 di atas menunjukkan hasil uji F dengan program SPSS for Windows,
dengan Fhitung sebesar 6,171. Angka ini selanjutnya dibandingkan dengan Ftabel pada df = 17
sebagaimana Tabel F pada lampiran (Critical Values for the F Distribution α=0,05). Tabel
F dengan df = 13 dan n =1 diperoleh Ftabel = 4,45. Sehingga Fhitung = 6,171 > Ftabel = 4,45.
Oleh karena Fhitung > Ftabel maka Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti terdapat
pengaruh signifikan disiplin guru terhadap prestasi belajar siswa. Terlihat pula signifikan
hasil hitung αhitung = 0,024 jauh di bahwa 0,05, yang menandakan pengaruh yang signifikan.
Selain adanya pengaruh yang signifikan, pada uji korelasi juga terlihat adanya korelasi
positif (Gambar 4.3) antar kedua variabel yang diperoleh Pearson Correlation sebesar
0,516 lebih dari rtabel sebesar 0,456 (Sebagaimana r tabel Product Moment pada df = 17
terlampir).
Corre la tions
1 ,000 ,516
,516 1 ,000
, ,012
,012 ,
19 19
19 19
Pres tas i Si s wa
Dis ip l i n Gu ru
Pres tas i Si s wa
Dis ip l i n Gu ru
Pres tas i Si s wa
Dis ip l i n Gu ru
Pears on Co rre la tion
Sig . (1 -ta i led )
N
Pres tas iSis wa Dis ip l i n Gu ru
Gambar 2 Uji Korelasi
39
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Besarnya pengaruh atau kontribusi disiplin guru terhadap prestasi belajar siswa dapat
dilihat pada gambar Uji t berikut ini.
Coef f i ci ent sa
6, 191 , 619 10, 003 , 000
, 560 , 226 , 516 2, 484 , 024 , 516 , 516 , 516
( Cons t ant )
Dis iplin G ur u
M odel1
B St d. Er r or
Uns t andar dizedCoef f ic ient s
Bet a
St andar dizedCoef f ic ient s
t Sig. Zer o- or der Par t ial Par t
Cor r elat ions
Dependent Var iable: Pr es t as i Sis waa.
Gambar 3 Uji t
Sebagaimana Uji F di atas yang menunjukkan adanya pengaruh, Uji t juga seperti pada
Gambar 4.4 memperlihatkan thitung sebesar 2,484 > ttabel sebesar 2,110 (sebagaimana Critical
Value for the t Distribution terlampir untuk df = 17) artinya terdapat pengaruh disiplin guru
terhadap prestasi belajar siswa.
Untuk menunjukkan besarnya pengaruh atau kontribusi disiplin guru terhadap prestasi
belajar siswa dapat dilihat koefisien regresi (unstandarized coefficients Beta) pada gambar
4.4 di atas sebesar 0,560. Selanjutnya sesuai dengan rumus regresi sederhana dapat
dimasukkan angka-angka tersebut sebagai berikut :
Y = a + bX
= 6,191 + 0,560
Selanjutnya berdasarkan persamaan di atas deskripsi pengaruh tingkat pendidikan
terhadap perkembangan perusahaan berdasarkan unstandarized coeffisients beta adalah
sebagai berikut:
1) Konstanta sebesar 6,191 menyatakan bahwa jika variabel disiplin guru dianggap
konstan (tidak ada upaya meningkatkan disiplin guru), maka prestasi belajar siswa
sebesar 6,191point.
2) Koefisien regresi disiplin guru sebesar 0,560 menyatakan bahwa setiap peningkatan 1
poin tingkat disiplin guru akan meningkatkan perkembangan perusahaan sebesar 0,560
poin. Jika angka tersebut dikalikan 1000, deskripsinya menjadi setiap ada upaya
peningkatan disiplin guru sebesar 1000 poin maka akan meningkatkan prestasi belajar
siswa sebesar 560 point.
PEMBAHASAN
40
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Hasil penelitian menunjukkan disiplin guru dipengaruhi oleh tanggung jawab yang
dibebankan kepadanya. Tanggung jawab tersebut berasal dari pemerintah karena para guru
adalah Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai tugas pokok dan fungsi yang jelas.
Selain itu para guru juga bertanggung jawab atas prestasi belajar para siswanya. Guru
cera umum akan merasa bangga apabila siswanya dapat berprestasi dan memiliki
kemampuan yang baik.
Disebutkan bahwa faktor-faktor kesehatan jasmani dan rohani, ekonomi, status sosial,
kepemimpinan dan peraturan dan tata tertib juga berpengaruh terhadap disiplin guru.
Kesehatan seluruh guru secara umum terlihat sehat jasmani maupun rohaninya.
Dikatakan bahwa kesehatan seorang guru mempengaruhi terhadap tugas sehari-hari. Sudah
sewajarnyalah bila setiap guru menginginkan rasa aman dalam kehidupannya sehingga
akan terhindar dari segala gangguan kesehatan. Sehingga ia dapat melaksanakan tugas-
tugasnya dengan yang akhirnya dapat membawa hasil yang baik pula.
Selanjutnya masalah ekonomi secara umum Pegawai Negeri Sipil telah mendapatkan
penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemerintah melalui
Presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 2001 menaikkan gaji Pegawai Negeri Sipil
mencapai 200% atau dua kali lipat, sehingga jika dibandingkan dengan penghasilan rata-
rata penduduk di Indonesia Pegawai Negeri Sipil sudah cukup baik. Memang masalah
ekonomi sangat penting terhadap disiplin guru. Dikatakan bahwa faktor ekonomi
menambah beban bagi guru-guru dan menjadi persoalan pribadi yang dapat
memungkinkan terganggunya tugas-tugas di sekolah. Padahal guru-guru menginginkan
rasa aman, tentram dalam kehidupannya yang antara lain yaitu penerimaan gaji lancar,
segala haknya dapat diterima dengan baik dan tepat pada waktunya, juga memiliki tempat
tinggal untuk keluarganya dan lain-lain.
Kemudian tentang status sosial guru di dalam masyarakat mempunyai status yang
cukup baik. Masyarakat memandang guru sebagai orang yang patut dihargai, karena
mereka menyadari bahwa guru memegang peranan penting dalam pelaksanaan
pembangunan di bidang pendidikan, karena pendidikan akan berjalan lancar dan
berkembang baik apabila guru secara aktif ikut memajukan pendidikan di dalam
masyarakat.
Faktor kepemimpinan merupakan faktor penting dalam membentuk disiplin para guru.
Kepemimpinan yang dimaksud ini adalah kepemimpinan kepala sekolah. Dikatakan bahwa
kepala sekolah, jika kepemimpinannya efektif, maka guru-guru akan memperoleh
41
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
sumbangan yang berharga dalam merumuskan tujuan-tujuan pendidikan, berlangsung
pengajaran yang efektif, terciptanya suasana yang kondusif (berguna) sehingga hal
demikian itu akan mendukung terciptanya kedisiplinan guru yang baik. Dengan demikian
maka factor kepemimpinan dapat mempengaruhi kedisiplinan guru. Di SDN Banjarsari
Kec Cerme Kabupaten Gresik, kepemimpinan kepala sekolah sukup baik, dan komunikasi
kepala sekolah dengan para guru juga berlangsung dengan baik.
Tidak kalah penting adalah peraturan dan tata tertib sekolah yang mempengaruhi
disiplin guru. Disiplin guru dan tata tertib sekolah merupakan dua hal yang saling terkait.
Artinya disiplin guru tidak akan tercapai bila tidak ada peraturan atau ketentuan-ketentuan
yang mengikat, sehingga menyebabkan guru untuk berbuat semaunya sendiri yang
mengarah terciptanya sekolah yang tidak teratur/tertib. Tata tertib yang ada di SDN
Banjarsari sudah cukup baik dan tercatat dan ditempatkan di posisi yang mudah dilihat.
Hasil uji menunjukkan pengaruh yang signifikan disiplin guru terhadap prestasi belajar
siswa.
Ketika belajar di sekolah, faktor guru dan cara mengajarkannya merupakan faktor yang
paling penting pula. Bagaimana sikap dan kepribadiannya guru, disiplinnya, tinggi
rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan bagaimana cara guru itu mengajarkan
pengetahuan kepada anak didiknya, turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat
dicapai oleh siswa.
Kesimpulan
1. Disiplin guru di SDN Banjarsari Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik sebagian besar
baik.
2. Terdapat pengaruh positif disiplin guru terhadap prestasi belajar siswa di SDN
Banjarsari Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik.
Saran-saran
1. Para guru diharapkan agar dapat menjalankan tugas dengan penuh rasa tanggung
jawab, disiplin, jujur, dan penuh didekasi, karena dengan sikap-sikap tersebut sangat
membantu dalam tercapainya prestasi belajar siswa.
2. Para guru hendaknya juga lebih memperhatikan kehadiran, persiapan mengajar dan
proses kegiatan belajar mengajar.
42
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
3. Bagi kepala sekolah dapat memberi motivasi agar para guru lebih disiplin dengan
memberi stimulus yang proporsional.
DAFTAR PUSTAKA
Ametembun, Drs.M.A, “Supervisi Pendidikan”, Penerbit IKIP Bandung, 1975
Ametembun, Drs.M.A, “Manajemen Kelas”, Terbitan Ketiga Penerbit IKIP Bandung,
1981
Hendyat Sutopo, Dr., “Ikhtiar Teknik Penilaian Pendidikan”, Penerbit IKIP Bandung,
1984
Ismed Syarif, Drs dan Nawas Riza, Drs., “Administrasi Pendidikan Dasar”, Penerbit
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1976
M. Ngalim Purwanto, Drs.M.P., “Pyskologi Pendidikan”, Penerbit PT. Rosda Karya
Bandung 1990
M. Dimyati Mahmud, “Psykologi Pendidikan”, Suatu Pendekatan Terapan Edisi I Fakultas
Ilmu Pendidikan IKIP Yogyakarta
43
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Sutrisno Hadi, Prof. Dr. M.A., “Metodologi Reseach”, Jilid II Penerbit FKP IKIP
Yogyakarta 1967
Suhertin, Drs. Dan Nata Her, Drs “Supervisi Pendidikan”, Dalam Rangka Program
Insenvice Education, Penerbit IKIP Malang 1971
S. Nasution, Prof.Dr.M.A “Didaktik dan Azas-Azas Kurikulum”, Penerbit Jemara Bandung
1989
Westy Sumanto, Drs dan Hendyat Sutopo “Kepemimpinan Pendidikan”, Peberbit Usaha
Nasional Surabaya 1982
Subari, Drs “Supervisi Pendidikan”, Dalam Rangka Perbaikan Situasi Mengajar Penerbit
Bumi Aksara Jakarta 1994
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan “Buku II Petunjuk Administrasi Sekolah Dasar”,
tahun 1989
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Wilayah Jawa Timur “Media Pendidikan”,
Nomor 3 Edisi Mei 1991
44
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia “Kamus
Besar Bahasa Indonesia”, Penerbit Balai Pustaka 1989
TAP MPR No. II/MPR/1993 “Garis-Garis Besar Haluan” Negara 1993-1998, Penerbit
Bina Pustaka Surabaya 1989
45
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
46
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
TELAAH KRITIS PENDIDIKAN UNTUK SEMUA
(EDUCATION FOR ALL)
DALAM KONTEKS MANAJEMEN PENDIDIKAN
Soesetijo *)
Abstrak: pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia (SDM). Undang-Undang Dasar 1945 menjamin hak setiap
warga Negara Indonesia untuk mendapatkan pengajaran. Indonesia juga merupakan
salah satu Negara yang menan-datangani “Education for All”. Oleh karena itu,
Indonesia mencanang-kan Wajib Belajar 6 tahun pada tahun 1984 dan Wajib
Belajar 9 tahun pada tahun 1994. Hakikat dari “Pendidikan untuk Semua dan
Semua un-tuk Pendidikan” adalah mengupayakan agar setiap warga Negara dapat
memenuhi haknya. Untuk mewujudkan program PUS (Pendidikan Untuk Semua)
tersebut, semua komponen bangsa, baik pemerintah, swasta, lembaga-lembaga
sosial kemasyarakatan, maupun warganegara secara individual, secara bersama-
sama atau sendiri-sendiri, berkomitmen untuk barpartisipasi aktif dalam
menyukseskan pendidikan untuk semua. Agar program PUS dapat memenuhi target
ca-paian sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu dikelola secara profe-sional.
Dalam konteks menejemen pendidikan, secara struktural penge-lolaan PUS perlu
ada kosistensi dan komitmen yang sama dalam pelak-sanaannya, terutama dalam
penerapannya di lembaga-lembaga pendidikan yang terkait.
Kata-kata kunci: telaah kritis, pendidikan untuk semua, manajemen
pendidikan.
47
*) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Manusia membutuhkan
pendidikan dalam kehidupannya.
Pendidikan merupakan usaha agar
manusia dapat mengembangkan potensi
dirinya melalui proses pembelajaran
dan/atau cara lain yang dikenal dan
diakui oleh masyarakat. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan
bahwa setiap warga Negara berhak
mendapat pendidikan, dan ayat (3)
menegaskan bahwa Pemerin-tah
mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan
serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang
diatur dengan undang-undang. Untuk
itu, seluruh komponen bangsa wajib
mencerdaskan kehidupan bangsa yang
merupakan salah satu tujuan negara
Indonesia. Indonesia merupakan salah
satu Negara yang menandatangi deklarasi
“Education for All”. Berkaitan dengan
deklarasi ini dan sekaligus juga sebagai
wujud keseriusan Indonesia
mensukseskannya, maka Indonesia telah
mencanangkan Wajib Belajar 6 Tahun
pada tahun 1984 dan 10 tahun berikutnya,
yaitu pada tahun 1994, Indonesia
mencanangkan Wajib Belajar 9 Tahun.
Melalui Wajib Belajar 6 Tahun
diharapkan anak-anak usia Sekolah
Dasar (7-12 tahun) dapat menikmati
layanan pendidikan Sekolah Dasar (SD).
Artinya, anak-anak usia SD dapat
menyelesaikan pendidikan SD. Demikian
juga halnya melalui pencanangan Wajib
Belajar 9 Tahun diharapkan anak-anak
usia SMP (13-15 tahun) dapat
menyelesaikan pendidikan SMP.
Dalam lingkungan masyarakat
Indonesia yang pluralistis di mana setiap
anak yang mengalami berbagai jenis
kebudayaan diharapkan belajar
beradaptasi terhadap kebudayaan utama
Indonesia (mainstream culture), upaya
pendekatan belajar bagi setiap anak harus
lebih banyak dikaji secara mendalam
sesuai dengan perkembangan dan
tuntutan zaman dan sesuai dengan
kebutuhan perkembangan anak
(Developmentally Appropriate Practice,
DAP). Sejak kemerdekaan bangsa ini
maka telah disebutkan dalam UUD 1945
pasal 31 ayat 1 bahwa setiap anak
Indonesia berhak untuk belajar. UUD ini
dilandasi oleh filsafat yang serasi dengan
hak asasi manusia yang menjaga
kedaulatan manusia yang memiliki hak
untuk belajar.
48
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Berbagai program yang diarahkan
untuk mendukung keberhasilan
pelaksanaan Wajib Belajar 6 Tahun dan 9
Tahun telah dilaksanakan secara
terencana dan bertahap. Berkaitan dengan
hal ini, satu hal yang menjadi
keprihatinan di berbagai Negara adalah
mengenai anak-anak yang karena satu
dan lain hal terpaksa tidak dapat
menyelesaikan pendidikan SD, sehingga
mereka ini menjadi warga Negara yang
buta aksara. Demikian juga dengan anak-
anak yang terpaksa tidak dapat
menyelesaikan pendidikan SMP, maka
mereka akan cenderung masuk ke dalam
kelompok tenaga kerja kasar.
Konsep Pendidikan untuk Semua (PUS)
Hakekat dari “Pendidikan untuk
Semua dan Semua untuk Pendidikan”
adalah mengupayakan agar setiap warga
Negara dapat memenuhi haknya, yaitu
setidak-tidaknya untuk mendapatkan
layanan pendidikan dasar (Wajib Belajar
9 Tahun). Untuk dapat mewujudkan
“Pendidikan untuk Semua dan Semua
untuk Pendidikan”, semua komponen
bangsa, baik pemerintah, swasta,
lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan,
maupun warga Negara secara individual,
secara bersama-sama atau sendiri-sendiri,
berkomitmen untuk berpartisipasi aktif
dalam menyukseskan “Pendidikan untuk
Semua dan Semua untuk Pendidikan”
sesuai dengan potensi dan kapasitas
masing-masing.
Sebagai unit organisasi terkecil,
orang tua dari setiap keluarga tergugah
dan ter-panggil untuk setidak-tidaknya
membimbing dan membelajarkan anak-
anaknya, baik melalui pendidikan formal
persekolahan, lembaga pendidikan non-
formal, maupun melalui lembaga
pendidikan informal. Mengirimkan anak
untuk belajar melalui lembaga
pendidikan sekolah sudah jelas yaitu
mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK)
sampai dengan pendidikan tinggi.
Apabila karena satu dan lain hal,
seorang anak tidak memungkinkan untuk
mengikuti pendidikan persekolahan,
maka orang tua dapat mengirimkan
anaknya untuk mengikuti kegiatan
pembelajaran pada pendidikan non-
formal, seperti Paket A setara SD, Paket
B setara SMP, dan Paket C setara SMA.
Seandainya seorang anak tidak
memungkinkan juga mengikuti
pendidikan melalui pendidikan formal
dan non-formal, maka masih ada model
pendidikan alternatif yang dapat
ditempuh, yaitu “Sekolah di Rumah”
(Home Schooling). Dalam kaitan ini,
orang tua dapat mengidentifikasi
49
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan
atau unit-unit pendidikan prakarsa
anggota masyarakat yang
menyelenggarakan Sekolah di Rumah”
dan kemudian mengirimkan anaknya
untuk mengikuti pendidikan di lembaga
atau unit pendidikan tersebut. Atau, orang
tua sendiri dengan latar belakang
pendidikan dan pengetahuan yang
dimiliki, dapat membimbing dan
membelajarkan anak-anaknya sehingga
pada akhirnya sang anak dapat mengikuti
ujian persamaan (Upers), baik pada
satuan pendidikan SD, SMP atau SMA.
Pendidikan untuk Semua (PUS)
Pada tanggal 5-9 Maret 1990 di
Jomtien, Thailand , 115 negara dam 150
organi-sasi saling bertemu dan
mengadakan Konferensi Dunia
membahas Education for All (EFA) atau
Pendidikan Untuk Semua (PUS). Dalam
rangka mewujudkan tujuan terse-but,
perlu koalisi yang luas dari pemerintah
nasional, masyarakat sipil kelompok, dan
lembaga pembangunan seperti UNESCO
dan Bank Dunia. Mereka berkomitmen
untuk mencapai enam tujuan pendidikan
yaitu :
1. Memperluas dan meningkatkan
perawatan anak usia dini yang
komprehensif dan pendidikan,
terutama bagi yang paling rentan
dan anak-anak yang kurang
beruntung.
2. Memastikan bahwa pada 2015
semua anak, khususnya anak
perempuan, yang dalam keadaan
sulit, dan mereka yang termasuk
etnik minoritas, memiliki akses
lengkap dan bebas ke wajib
pendidikan dasar yang berkualitas
baik.
3. Memastikan bahwa kebutuhan
belajar semua pemuda dan
dewasa dipenuhi me-lalui akses
adil untuk pembelajaran yang
tepat dan program keterampilan
hidup.
4. Mencapai 50% peningkatan
dalam keaksaraan orang dewasa
pada tahun 2015, khususnya bagi
perempuan, dan akses ke
pendidikan dasar dan pendidikan
ber-kelanjutan bagi semua orang
dewasa secara adil.
5. Menghilangkan perbedaan gender
pada pendidikan dasar dan
menengah pada tahun 2005, dan
mencapai kesetaraan gender
dalam pendidikan dengan 2015,
dengan fokus pada perempuan
bahwa mereka dipastikan
mendapat akses penuh dan sama
50
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
ke dalam pendidikan dasar
dengan kualitas yang baik.
6. Meningkatkan semua aspek
kualitas pendidikan dan menjamin
semua, sehingga diakui dan
diukur hasil pembelajaran yang
dicapai oleh semua, khususnya
dalam keaksaraan, berhitung dan
kecakapan hidup yang esensial.
Setelah satu dekade, karena
lambatnya kemajuan dan banyaknya
Negara yang jauh dari keharusan untuk
mencapai tujuan tersebut, masyarakat
internasonal menegas-kan kembali
komitmennya terhadap Pendidikan Untuk
Semua di Dakar, Senegal, pada 26-28
April 2000 dan sekali lagi pada bulan
September tahun itu. Pada pertemuan
terakhir, 189 negara dan mitra mereka
mengadopsi dua dari delapan tujuan
Pendidikan Untuk Semua yang dikenal
dengan nama Millenium Development
Goals (MDG) yaitu MDG 2 mengenai
pendidikan dasar dan universal serta
MDG 3 mengenai kesetaraan jender
dalam pendidikan pada tahun 2015.
Indonesia, sebagai anggota
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) turut
menyepa-kati komitmen dunia untuk
menyelenggarakan program Education
for All (EFA) atau Pendidikan untuk
Semua (PUS). Komitmen dunia itu telah
dikumandangkan pada kon-ferensi dunia
di Jomtien, Thailand, pada tahun 1990.
Namun baru dideklarasikan seba-gai
sebuah gerakan dunia pada pertemuan di
Dakar, Senegal, pada 26-28 April 2000.
The Dakar Framework for Action
berisikan enam tujuan utama: 1)
memperluas pendi-dikan untuk anak usia
dini; 2) menuntaskan wajib belajar untuk
semu (2015); 3) mengembangkan proses
pembelajaran/keahlian untuk orang muda
dan dewasa; 4) me-ningkatnya 50%
orang dewasa yang melek huruf (2015)
khususnya perempuan; 5) me-ningkatkan
mutu pendidikan; dan (6) menghapuskan
kesenjangan gender.
Target pencapaian EFA pada
2015 itu kemudian disepakati untuk
dipercepat. Komitmen mempercepat
target EFA digaungkan E-9 Ministerial
Review Meeting on Educationfor All atau
para menteri pendidikan dari Sembilan
Negara berpenduduk terbesar dunia, pada
pertemuan di Denpasar, Bali, 12 Maret
2008. Anggota E-9 adalah Negara dengan
jumlah penduduk sekitar 60% populasi
dunia. Selain Indonesia, anggota E-9
adalah Bangladesh, Brazil, Cina, Mesir,
India, Meksiko, Nigeria, dan Pakistan.
Indonesia merasa berkepentingan
menandatangani konvensi tersebut untuk
memperkuat komitmen bersama sebagai
51
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
bangsa dalam memenuhi hak-hak setiap
anak memperoleh pendidikan. Upaya
mencapai target EFA merupakan bagian
dari upaya pembangunan pendidikan
nasional secara keseluruhan. Sudah
banyak yang dapat dica-pai dalam
pembangunan pendidikan sejak
kemerdekaan. Tapi juga besar pekerjaan
ru-mah dan tantagan era sekarang dalam
rangka menghasilkan sumber daya
manusia yang unggul untuk
pembangunan.
Kaitannya dengan Kerangka Aksi
Dakar Pendidikan untuk Semua, seluruh
war-ga yang menandatangani deklarasi
termasuk Indonesia, berupaya memegang
komitmen memperluas dan memperbaiki
pendidikan. Indonesia telah menyusun
Rencana Aksi Nasional Pendidikan
Untuk Semua (RAN-PUS), yang
dijabarkan ke dalam Rancangan Aksi
Daerah Pendidikan Untuk Semua (RAD-
PUS) pada semua provinsi dan sebagian
besar kabupaten/kota.
Sebagian dari komitmen
menjalankan Pendidikan untuk Semua,
pemerintah mencanangkan penuntasan
program Wajib Belajar Pendidikan Dasar
9 Tahun. Wajar Dikdas 9 Tahun
mencakup jenjang pendidikan
SD/MI/pendidikan setara dan SMP/MTs/
pendidikan setara. Program ini secara
resmi dicanangkan Presiden Soeharto
pada tanggal 2 Mei 1994. Saat itu,
Presiden Soeharto menargetkan program
tersebut tuntas pada tahun 2004, dengan
indikator utama berupa angka partisipasi
kasar (APK) SMP/ MTs/pendidikan
setara minimal 95%. Pada tahun 2004,
Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI
sebesar 94,12% dan Angka Partisipasi
Kasar (APK) SMP/MTs 81,22%. Han-
taman krisis ekonomi yang merangsek
sejak akhir tahun 1997 itu, membuat
target dire-visi menjadi akhir tahun 2008.
Keputusan menjadwal ulang itu
dilakukan pada tahun 2000, saat
Abdurrahman Wahib menjadi Presiden
RI.
Landasan Pendidikan Untuk Semua di
Indonesia
Landasan yuridis pelaksanaan
pendidikan untuk semua atau education
for all di Indonesia didasari oleh
beberapa hal, diantaranya adalah:
1. UUD 1945 (amandemen) pasal 31
ayat 1 : “setiap warga Negara berhak
mendapat pendidikan.”
2. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) :
a) Kewajiban bagi orangtua untuk
memberikan pendidikan dasar
bagi anaknya (pasal 7 ayat 2)
52
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
b) Kewajiban bagi masyarakat
memberikan dukungan sumber
daya dalam penyelenggaraan
pendidikan (pasal 9)
c) Pendanaan pendidikan menjadi
tanggung jawab bersama
pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat (pasal 46 ayat 1).
Kebijakan Pendidikan di Indonesia
Bangsa yang maju adalah bangsa
yang memperlihatkan pendidikan dalam
pembangunannya. Karena pendidikan
merupakan proses
Proses pendidikan merupakan
upaya sadar manusia yang tidak pernah
ada hentinya. Sebab, jika manusia
berhenti melakukan pendidikan, sulit
dibayangkan apa yang akan terjadi pada
sistem peradaban dan budaya (Suyanto,
2006) manusia. Dengan ilustrasi ini,
maka baik pemerintah maupun
masyarakat berupaya untuk melakukan
pendidikan dengan standar kualitas yang
diinginkan untuk memberdayakan
manusia. “Sistem pendidikan yang
dibangun harus disesuaikan dengan
tuntutan zamannya, agar pendidikan
dapat menghasilkan outcome yang
relevan dengan tuntutan zaman
(Suyanto, 2006).
Indonesia, telah memiliki sebuah
sistem pendidikan dan telah dikokohkan
dengan UU No. 20 tahun 2003.
Pembangunan pendidikan di Indonesia
sekurang-kurangnya menggunakan
empat strategi dasar, yakni; pertama,
pemerataan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan, kedua,
relevansi pendidikan, ketiga,
peningkatan kualiutas pendidikan, dan
keempat, efesiensi pendidikan. Secara
umum strategi itu dapat dibagi menjadi
dua dimensi yakni peningkatan mutu
dan pemerataan pendidikan.
Pembangunan peningkatan mutu
diharapkan dapat meningkatkan
efisiensi, efektivitas dan produktivitas
pendidikan. Sedangkan kebijkan
pemerataan pendidikan diharapkan
dapat memberikan kesempatan yang
sama dalam memperoleh pendidikan
bagi semua usia sekolah (Nana Fatah
Natsir, dalam Hujair AH. Sanaky,
2003). Dari sini, pendidikan dipandang
sebagai katalisator yang dapat
menunjang faktor-faktor lain. Artinya,
pendidikan sebagai upaya
pengembangan sumberdaya manusia
(SDM) menjadi semakin penting dalam
pembangunan suatu bangsa.
Untuk menjamin kesempatan
memperoleh pendidikan yang merata
53
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
disemua kelompok strata dan wilayah
tanah air sesuai dengan kebutuhan dan
tingkat perkembangannya perlu strategi
dan kebijakan pendidikan, yaitu : (a)
menyelenggarakan pendidikan yang
relevan dan bermutu sesuai dengan
kebutuhan masyarakat Indonesia dalam
menghadapi tantangan global, (b)
menyelenggarakan pendidikan yang dapat
dipertanggungjawabkan (accountasle)
kepada masyarakat sebagai pemilik
sumberdaya dan dana serta pengguna
hasil pendidikan, (c) menyelenggarakan
proses pendidikan yang demokratis secara
profesional sehingga tidak mengorbankan
mutu pendidikan, (d) meningkatkan
efisiensi internal dan eksternal pada
semua jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan, (e) memberi peluang yang
luas dan meningkatkan kemampuan
masyarakat, sehingga terjadi diversifikasi
program pendidikan sesuai dengan sifat
multikultural bangsa Indonesia, (f) secara
bertahap mengurangi peran pemerintah
menuju ke peran fasilitator dalam
implementasi sistem pendidikan, (g)
Merampingkan birokrasi pendidikan
sehingga lebih lentur (fleksibel) untuk
melakukan penyesuaian terhadap
dinamika perkembangan masyarakat
dalam lingkungan global (Kelompok
Kerja Pengkajian, dalam Hujair AH.
Sanaky, 2003).
Empat strategi dasar kebijakan
pendidikan yang dikemukakan di atas
cukup ideal. Tetapi Muchtar Bukhori,
seorang pakar pendidikan Indonesia,
menilai bahwa kebijakan pendidikan
kita tak pernah jelas. Pendidikan kita
hanya melanjutkan pendidikan yang
elite dengan kurikulum yang elitis yang
hanya dapat ditangkap oleh 30 % anak
didik”, sedangkan 70% lainnya tidak
bisa mengikuti (Kompas, 4 September
2004). Dengan demikian, tuntutan
peningkatan kualitas pendidikan,
relevansi pendidikan, efesiensi
pendidikan, dan pemerataan
kesempatan untuk memperoleh
pendidikan, belum terjawab dalam
kebijakan pendidikan kita. Kondisi ini
semakin mempersulit mewujudkan
pendidikan yang egalitarian dan SDM
yang semakin merata di berbagai daerah.
Proses menuju perubahan sistem
pendidikan nasional banyak menuai
kendala serius. Apalagi ketika
membicarakan konteks pendidikan
nasional sebagai bagian dari pergumulan
ideologi dan politik penguasa. Problem-
problem yang dihadapi seringkali
berkaitan dengan kebijakan-kebijakan
(policies) yang sangat strategis. Maka,
54
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
dalam konteks kebijakan pendidikan
nasional, menurut Suyanto, banyak
pakar dan praktisi pendidikan
mengkritisi pemerintah, dianggap tidak
memiliki komitmen yang kuat untuk
membenahi sistem pendidikan
nasional”.(Suyanto,2006). Artinya,
kebijakan-kebijakan pendidikan kita,
kurang menggambarkan rumusan-
rumusan permasalahan dan “prioritas”
yang ingin dicapai dalam jangka waktu
tertentu. Hal ini, “terutama berkaitan
dengan anggaran pendidikan nasional
yang semestinya sebesar minimal 20%,
daimbil dari APBN dan APBD (pasal 31
ayat 4 UUD Amandemen keempat).
Tetapi, sampai sekarang kebijakan
strategi belum dapat diwujudkan
sepenuhnya, pendidikan nasional masih
menyisihkan kegetiran-kegetiran bagi
rakyat kecil yang tidak mampu
mengecap pendidikan di sekolah”
(Suyanto, 2006).
Pasca Reformasi tahun 1998,
memang ada perubahan fundamental
dalam sistem pendidikan nasional.
Perubahan sistem pendidikan tersebut
mengikuti perubahan sistem pemerintah
yang sentralistik menuju desentralistik
atau yang lebih dikenal dengan otonomi
pendidikan dan kebijakan otonomi
nasional itu mempengaruhi sistem
pendidikan kita (Suyanto, 2006). Sistem
pendidikan kita pun menyesuaikan
dengan model otonomi. Kebijakan
otonomi di bidang pendidikan (otonomi
pendidikan) kemudian banyak
membawa harapan akan perbaikan
sistem pendidikan kita. Kebijakan
tersebut masih sangat baru, maka sudah
barang tertentu banyak kendala yang
masih belum terselesaikan.
Otonomi yang didasarkan pada
UU No. 22 tahun 1999, yaitu
memutuskan suatu keputusan dan atau
kebijakan secara mandiri. Otonomi
sangat erat kaitanya dengan
desentralisasi. Dengan dasar ini, maka
otonomi yang ideal dapat tumbuh dalam
suasana bebas, demokratis, rasional dan
sudah barang tentu dalam kalangan
insan-insan yang “berkualitas”. Oleh
karena itu, rekonstruksi dan reformasi
dalam Sistem Pendidikan Nasional dan
Regional, yang tertuang dalam GBHN
1999, juga telah dirumuskan misi
pendidikan nasional kita, yaitu
mewujudkan sistem dan iklim
pendidikan nasional yang demokratis
dan bermutu, guna memperteguh akhlak
mulia, kreatif, inovatif, berwawasan
kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin,
bertanggung jawab, berketerampilan
serta menguasai iptek dalam rangka
55
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
mengembangkan kualitas manusia
Indonesia. (Soedjiarto,1999).
Untuk mewujudkan misi tersebut
mesti diterapkan arah kebijakan sebagai
berikut, yaitu : (1) perluasan dan
pemerataan pendidikan, (2)
meningkatkan kemampuan akademik
dan profesionalitas serta kesejahteraan
tenaga kependidikan, (3) melakukan
pembaharuan dalam sistem pendidikan
nasional termasuk dalam bidang
kurikulum, (4) memberdayakan lembaga
pendidikan formal dan PLS secara luas,
(5) dalam realisasi pembaharuan
pendidikan nasional mesti berdasarkan
prinsip desentralisasi, otonomi
keilmuan, dan manajemen, (6)
meningkatkan kualitas lembaga
pendidikan yang dikembangkan oleh
berbagai pihak secara efektif dan efisien
terutama dalam pengembangan iptek,
seni dan budaya sehingga
membangkitkan semangat yang pro-
aktif, kreatif, dan selalu reaktif dalam
seluruh komponen bangsa. (Soedjiarto,
1999).
Beberapa kalangan pakar dan
praktisi pendidikan, mencermati
kebijakan otonomi pendidikan sering
dipahami sebagai indikasi kearah
“liberalisasi” atau lebih parah lagi
dikatakan sebagai indikasi kearah
“komersialisasi pendidikan”. Hal ini,
menurut Suyanto, semakin dikuatkan
dengan terbentuknya Badan Hukum
Pendidikan (BHP) yang oleh beberapa
pengamat dianggap sebagai
pengejawantahan dari sistem yang
mengarah pada “liberalisasi pendidikan”
(Suyanto, 2006).
Persoalan sekarang, apakah sistem
pendidikan yang ada saat ini telah
efektif untuk mendidik bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang modern, memiliki
kemampuan daya saing yang tinggi di
tengah-tengah bangsa lain? Jawabannya
tentu belum. Menurut Suyanto,
berbicara kemampuan, kita sebagai
bangsa nampaknya belum sepenuhnya
siap benar menghadapi tantangan
persaingan (Suyanto, 2006). Sementara,
disatu sisi, bidang pendidikan kita
menjadi tumpuan harapan bagi
peningkatan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) Indonesia. Tetapi disisi
lain, sistem pendidikan kita masih
melahirkan mismatch terhadap tuntutan
dunia kerja, baik secara nasional
maupun regional. (Suyanto, 2006).
Berbagai problem fundamental
yang dihadapi pendidikan nasional saat
ini, yang tercermin dalam “realitas”
pendidikan yang kita jalan. Seperti
persoalan anggaran pendidikan,
56
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
kurikulum, strategi pembelajaran, dan
persoalan output pendidikan kita yang
masih sangat rendah kualitasnya.
Problem-problem pendidikan yang
bersifat metodik dan strategik yang
membuahkan output yang sangat
memprihatinkan. Output, pendidikan
kita memiliki mental yang selalu
tergantung kepada orang lain. Output
pendidikan kita tidak memiliki mental
yang bersifat mandiri, karena memang
tidak kritis dan kreatif. Akhirnya, output
yang pernah mengenyam pendidikan,
malah menjadi “pengangguran
terselubung”. Ini artinya, setiap
tahunnya, pendidikan nasional kita
memproduksi pengangguran
terselubung. Mereka itu, adalah korban
dari ketidakberesan sistem pendidikan
kita yang masing sedang merangka
berbenah. Mungkin saja, kita sebagai
insan yang berpendidikan, tentu saja
terus atau banyakan berharap akan
datangnya perubahan “fundamental”
terhadap sistem pendidikan (Suyanto,
2006) di Indonesia.
Posisi Indonesia dalam PUS
Indonesia merupakan salah satu
Negara yang menandatangani deklarasi
“Education for All.” Berkaitan dengan
deklarasi ini dan sekaligus juga sebagai
wujud keseriusan Indonesia
mensukseskannya, maka Indonesia telah
mencnangkan Wajib Belajar 9 Tahun
pada tahun 1984 dan 10 tahun berikutnya,
yaitu pada tahun 1994, Indonesia
mencanangkan Sekolah Dasar (7-12
tahun) dapat menikmati layanan
pendidikan Sekolah Dasar (SD). Artinya,
anak-anak usia SD dapat menyelesaikan
pendidikan SD. Demikian juga halnya
melalui pencanangan Wajib Belajar 9
Tahun diharapkan anak-anak usia SMP
(13-15 Tahun) dapat menyelesaikan
penddikan SMP.
Jalal dan Supriadi (2001)
mengemukakan meskipun strategi
perluasan dan pemerataan kesempatan
pendidikan terfokus kepada program
wajib belajar pendidikan dasar sembilan
tahun, jenis dan jenjang pendidikan
lainnya yang tercakup. Indikator-
indikator keberhasilannya adalah: (a)
mayoritas penduduk berpendidikan
minimal SMP dan partisipasi pendidikan
meningkat yang ditunjukkan dengan
APK-SD 15%, APK SMP mencapai
80%, APK SLTA mencapai 47%, dan
APK PT sebesar 12% dengan perluasan
terkendali untuk bidang-bidang unggulan
dan teknologi, (b) meningkatnya budaya
belajar di kalangan masyarakat yang
ditunjukkan antara lain dengan
57
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
meningkatnya peserta program
pendidikan berkelanjutan seperti kursus-
kursus, program pendidikan masyarakat,
meningkatnya penduduk melek huruf
hingga mencapai 88% pada tahun 2005;
(c) meningkatnya proporsi penduduk
kurang beruntung yang memperoleh
kesempatan pendidikan.
Kebijakan program yang harus
dilakukan adalah:
1. Memperluas kesempatan pendidikan
dengan prioritas pada pendidikan
dasar;
2. Meningkatkan layanan pendidikan
kepada kelompok yang kurang
beruntng, termasuk kaum perempuan;
3. Mengembangkan layanan pendidikan
alternatif tanpa mengorbankan mutu
program;
4. Menetapkan standar kompetensi
minimal keluaran pendidikan;
5. Melanjutkan program PMTAS secara
terseleksi dan terkendali bagi yang
benar-benar memerlukan;
6. Melanjutkan program beasiswa bagi
kalangan anak-anak miskin;
7. Meningkatkan anggaran pemerintah
untuk pendidikan secara bertahap dan
terencana; dan
8. Meningkatkan partisipasi keluarga
dan masyarakat dalam membiayai
pendidikan.
Sebagai wujud komitmen
pemerintah terhadap pentingnya program
Pendidikan Untuk Semua (Education for
All/EFA), Kementerian Pendidikan
Nasional menggelar sejumlah kegiatan
melalui Pekan Aksi Global Pendidikan
Untuk Semua 2010. Tema aksi tahun ini
adalah “Pembiayaan Pendidikan Bermutu
Hak untuk Semua”. Aksi ini yang
dipusatkan di tiga kota, yaitu di Jakarta,
Bandung, dan Makasar pada 19-25 April
2010.
Menurut Ela Yulaciawati (2010),
aspek pembiayaan dalam program
Pendidikan untuk Semua cukup
problematik. Sejumlah pertanyaan
muncul menyangkut aspek pembiaya-
annya, terutama mengenai standar biaya
pendidikan bermutu untuk semua orang.
Berapa biaya untuk pendidikan anak-
anak yang terpinggirkan (marjinal).
Kemudian, apakah pembiayaan itu akan
bermanfaat atau malah mubazir? Untuk
mendidik anak-anak yang marjinal,
pemerintah tidak cukup hanya
memikirkan aspek pendidikannya saja,
melainkan juga memikirkan aspek
kebutuhan dasar mereka.
Dikemukakan lebih lanjut oleh
Ela (2010) tidak semua program
pendidikan yang diberikan bagi
kelompok marjinal dapat menghasilkan
58
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
produk pendidikan seperti yang
diharapkan. Kegiatan lain dari pecan
aksiglobal program Pendidikan untuk
Semua adalah workshop layanan
pendidikan bagi para orang lanjut usia.
Masih menurut Ela (2010) orang berusia
lanjut umumnya tidak bisia mandiri, oleh
karena itu perlu ada materi pendidikan
kecakapan hidup. Pendidikan ini
bertujuan mempersiapkan orang-orang
menjelang usia lanjut agar bisa hidup
mandiri dan sehat pada saat mereka telah
berusia lanjut. Jika mereka bisa mandiri
dan sehat di usia senja, maka biaya hidup
me-reka akan bisa lebih ditekan. Jadi
arahnya untuk efisiensi bagi Negara.
Dalam waktu yang bersamaan
juga diselenggarakan kegiatan workshop
layanan pendidikan bagi anak-anak
terpinggirkan, yaitu keluarga korban
eksploitasi seksual anak (ESA), anak
perempuan jalanan, dan anak dari para
pekerja rumah tangga. Seluruh rangkaian
acara tersebut merupakan bagian dari
kampanye tahunan dunia yang dise-
lenggarakan Kampanye Global
Campaign for Education, sebuah koalisi
internasional organisasi nonpemerintah
dan serikat guru.(http://bataviase.co.id,
diakses tanggal 16 September 2010).
Identifikasi Kendala-kendala
Implementasi Progeram PUS
Dalam implementasi PUS di
Indonesia tidak berjalan mulus, banyak
kendala yang ditemui di lapangan. Dari
sisi structural birokrasi di Kementerian
Pendidikan Nasional (2007) masih dirasa
perlu dioptimalkan masalah peningkatan
kinerja, peningkatan kerjasama,
koordinasi dan komunikasi dengan
berbagai instansi dan unit kerja terkait,
baik di pusat maupun di daerah.
Disamping itu masalah lainnya adalah
menyesuaikan jadwal sesuai target,
memberdayakan dan mengoptimalkan
tenaga yang tersedia melalui
pembentukan tim kerja sebagai wujud
koordinasi fungsional, dan
mengoptimakan sarana dan fasilitas yang
ada.
Temuan lainnya, dapat
diidentifikasi dari riset yang dilakukan
oleh Choiri (2006) dalam penelitiannya
yang berjudul ‘Akuntabilitas Kinerja
Dinas Pendidikan Kabupaten Malang
(Studi Kasus tentang Akuntabilitas
Adminitrasi Pelaksana Program Wajib
Belajar Pendidikan Dasar Sembilan
Tahun di Kecamatan Bululawang
Kabupaten Malang). Berdasarkan
penelitiannya, Choiri (2006) memaparkan
hasil penelitiannya sebagai berikut:
59
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
alasan perlunya dilakukan akuntabilitas
administrasi oleh Dinas Pendidikan
adalah untuk mempertanggungjawabkan
suatu program/kebijakan baik proses
maupun hasilnya, serta untuk memenuhi
standar criteria yang sudah ditetapkan
oleh pemerintah. Namun dalam
pelaksanaan program wajib belajar
sembilan tahun di kabupaten Malang
terlihat bahwa instansi (sekolah-sekolah)
tidak melaksanakan akuntabilitas
administrasinya. Untuk mengatasi
permasalahan ini Dinas Pendidikan
berupaya untuk mengembangkan
berbagai kebijakan terkait dengan
implementasi Program Wajib Belajar
Sembilan tahun. Namun hal inipun
ternyata tidak membawa perubahan yang
signifikan, sebab dalam pelaksanaannya
masih terdapat berbagai penyimpangan.
Adapun faktor pendukungnya adalah:
tersusunnya kurikulum dengan baik,
koordinasi yang baik diantara pihak-
pihak yang terlibat, serta partisipasi
masyarakat. Sedangkan faktor-faktor
yang menghambat diantaranya: kapasitas
dan kemampuan tenaga pelaksana
rendah, kemampuan dan motivasi tenaga
pelaksana rendah, dukungan dana
operasional rendah, respon orang tua
yang belum maksimal, sikap moral
masyarakat serta lingkungan sosial yang
tidak sehat.
Hasil analisis terhadap
Pelaksanaan Akuntabilitas Administrasi
adalah sebagai berikut: dalam
pelaksanaan program wajib belajar
Sembilan tahun di kabupaten Malang
terlihat bahwa instansi (sekolah-sekolah)
tidak melaksanakan akuntabilitas
administrasinya. Hal ini terlihat misalnya
tidak ada laporan pemberian beasiswa
diberikan. Sekolah-sekolah tidak merasa
perlu memberikan laporan kepada
instansi diatasnya yakni Dinas
Pendidikan Kabupaten Malang. Mereka
justru hampir semua membuat kebijakan
sendiri terkait dengan penyaluran dana
beasiswa yang tidak sesuai dengan
pedoman yang diberikan oleh Dinas
Pendidiikan. Dilihat dari perspektif empat
jenis Akuntabilitas, belum satupun jenis
akuntabilitas yang dapat dipenuhi sesuai
standar oleh Dinas Pendidikan Kabupaten
Malang, sehingga hal ini perlu
mendapatkan perhatian dari berbagai
pihak yang terlibat. Sedangkan faktor
pendukung maupun penghambat lebih
merupakan faktor-faktor yang
memberikan penekanan. Semuanya justru
berada di tangan pada penyelenggara
akuntabilitas sendiri, bagaimana mereka-
60
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
mereka bisa mengelola potensi maupun
tantangan yang dihadapinya.
Sementara itu, diprediksikan
pendidikan untuk semua (PUS) yang
telah dicanangkan oleh pemerintah
(Kementerian Pendidikan Nasional).
Sebagaimana diekspos dalam harian
Kompas, Rabu, 7 Juli 2010 bahwa target
Pendidikan Untuk Semua ataupun
Education for All, terutama pendidikan
dasar universal, dikhawatirkan tidak
tercapai pada tahun 2015 saat tenggat
Tujuan Pendidikan Milenium. Krisis
ekonomi global menjadi sala satu
hambatan besar pencapaian target
tersebut. Hal ini terungkap dalam
pembukaan 1st General Assembly Forum
of Asia Pasific Parliamentarians for
Education (FASPED) atau Forum
Parlemen untuk Pendidikan Asia Pasifik,
Selasa (6 Juli 2010). Sidang pertama
yang diikuti oleh 26 parlemen dan dua
parlemen diwakili oleh perwakilannya di
Jakarta. Dalam sambutannya, Presiden
FASPED Marzuki Alie mengatakan,
krisis keuangan global pada 2008
merupakan rintangan terbesar untuk
pencapaian tujuan Education for All
(EFA).
Dampak krisis finansial global
telah mengancam akses pendidikan bagi
jutaan anak di seluruh dunia. Saat ini
sekitar 72 juta anak usia sekolah dasar
belum mendapatkan pendidikan dasar.
Kombinasi kemiskinan, lambatnya
pembangunan ekonomi, dan krisis
finansial global akan menggerogoti
pencapaian Negara-negara pada dekade
sebelumnya. Hal tersebut berarti turut
mengganggu target pencapaian Tujuan
Pembangunan Milineum nomor dua,
yang indikatornya antara lain angka
partisipasi dasar angka melek huruf umur
15-25 tahun.
Ancaman tentang melesetnya
pencapaian target terutama terjadi di
Negara berkembang yang sebagian besar
di kawasan Asia Pasifik. Menurut
Education for All Global Monitoring
Report 2010, target EFA tercancam gagal
tercapai di Negara berkembang. Resesi
ekonomi yang terjadi pada tahun 2008
diperkirakan telah menjerumuskan sekitar
90 juta orang ke dalam kemiskinan
ekstrem. Saat ini sebagian Negara yang
terkena dampak sangat besar masih
dalam proses pemulihan dari tingginya
harga pangan yang telah mengakibatkan
175 juta kasus malnutrisi tahun 2007 dan
2008. Pendidikan juga tidak kebal dari
pengaruh-pengaruh tersebut karena hal-
hal itu kemudian rentan dikebelakangan.
Kekhawatiran serupa juga
diungkapkan Director of UNESCO
61
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Bangkok Office, Regional Bureau for
Education in The Asia Pasific, Gwang-Jo
Kim. “Kita tetap belum on the track
(dalam jalur) untuk memenuhi target
EFA pada tahun 2015. Akan nada 56 juta
anak di luar sekolah jika kita tidak
melipatgandakan upaya kita, yang
sebagiannya di wilayah Asia Pasifik.”
Ujarnya. Dia mencontohkan, pada tahun
1999 kawasan Asia Timur dan Pasifik
merupakan tempat tinggal 6 juta anak
usia pendidikan dasar yang tidak
bersekolah. Tahun 2007, jumlahnya
meningkat menjadi 9 juta anak.
Sementara sejumlah Negara, terutama
India, mencapai kemajuan sangat baik.
“Waktu yang tersisa tinggal lima tahun
lagi,“ katanya.
Wakil Menteri Pendidikan
Nasional Fasli Jalal mengatakan,
Indonesia masih dalam jalur pencapaian
target EFA. Di tengah krisis ekonomi
dunia, Indonesia tetap memprioritaskan
anggaran pendidikan, bantuan
operasional sekolah guna mengurangi
hambatan biaya anak ke sekolah, buku
pelajaran online, program pendidikan
kesetaraan, dan peningkatan kualifikasi
guru. Ini merupakan beberapa upaya
pemerintah yang terus dilakukan.
Sementara itu anggaran untuk fungsi
pendidikan dalam APBN tahun 2010
telah mencapai sekitar Rp 209,5 triliun.
Marzuki Alie mengatakan, perlu
peran aktif anggota parlemen untuk ikut
aktif dalam proses pembangunan
pendidikan. Di tengah sulitnya ekonomi
dunia dan berbagai tekanan, pemerintah
telah menghadapi berbagai pilihan
kebijakan yang sulit. Parlemen
berkewajiban meminta pemerintah
mengalokasikan dana yang cukup untuk
pendidikan dan memonitor pemerintah
dalam mengimplementasikan tujuan
pembangunan nasional pendidikan.
(KOMPAS, Rabu, 7 Juli 2010).
Kontribusi Pemerintah cq Kementerian
Pendidikan Nasional Indonesia dalam
Program PUS
62
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Dalam upayanya mencapai tujuan
“Pendidikan untuk Semua” pada 2015,
peme-rintah Indonesia saat ini
menekankan pelaksanaan program wajib
belajar sembilan tahun bagi seluruh anak
Indonesia usia 6 sampai 15 tahun. Dalam
hal ini, UNICEF dan UNESCO member
dukungan teknis dan dana.
Bersama dengan pemerintah
daerah, masyarakat dan anak-anak di
delapan propinsi di Indonesia, UNICEF
mendukung program Menciptakan
Masyarakat Peduli Pendidikan Anak
(CLCC). Proyek ini berkembang pesat
dari 1.326 sekolah pada tahun 2004
menjadi 1.496 pada tahun 2005. Kondisi
ini membantu 45.454 guru dan
menciptakan lingkungan belajar yang
lebih menantang bagi sekitar 275.078
siswa.
Dalam 20 tahun terakhir
Indonesia telah mengalami kemajuan di
bidang pendidikan dasar. Terbukti rasio
bersih anak usia 7-12 tahun yang
bersekolah mencapai 94 persen.
Meskipun demikian, negeri ini masih
menghadapi masalah pendidikan yang
berkaitan dengan sistem yang tidak
efisien dan kualitas yang rendah.
Terbukti, misalnya, anak yang putus
sekolah diperkirakan masih ada dua juta
anak. Indonesia tetap belum berhasil
memberikan jaminan hak atas pendidikan
bagi semua anak. Apalagi, masih banyak
masalah yang harus dihadapi, seperti
misalnya kualifikasi guru, metode
pengajaran yang efektif, manajemen
sekolah dan keterlibatan masyarakat.
Sebagian besar anak usia 3 sampai 6
tahun kurang mendapat akses aktifitas
pengembangan dan pembelajaran usia
dini terutama anak-anak yang tinggal di
pedalaman dan pedesaan. Anak-anak
Indonesia yang berada di daerah
tertinggal dan terkena konflik sering
harus belajar di bangunan sekolah yang
rusak karena alokasi anggaran dari
pemerintah daerah dan pusat yang tidak
memadai. Metode pengajaran masih
berorientasi pada guru dan anak tidak
diberi kesempatan memahami sendiri.
Metode ini masih mendominasi sekolah-
sekolah di Indonesia. Ditambah lagi,
anak-anak dari golongan ekonomi lemah
tidak termotivasi dari pengalaman
belajarnya di sekolah. Apalagi biaya
pendidikan sudah relatif tak terjangkau
bagi mereka.(UNICEF, 2010).
Indonesia telah mengalami
kemajuan di bidang pendidikan dasar
dalam 20 tahun terakhir ini. Terbukti
rasio bersih anak usia 7-12 tahun yang
bersekolah mencapai 94 persen. Tetapi
63
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Indonesia tetap belum berhasil
memberikan jaminan hak atas pendidikan
bagi semua anak. Apalagi, masih banyak
masalah yang harus dihadapi, masalah
tersebut antara lain :
- Anak putus sekolah diperkirakan
masih ada dua juta anak.
- Kualifikasi guru yang masih kurang.
- Metode pengajaran yang tidak efektif.
Yaitu masih beroientasi kepada guru
dan anak didik tidak diberi
kesempatan memahami sendiri.
- Manajemen sekolah yang buruk.
- Kurangnya keterlibatan masyarakat.
- Kurangnya akses pengembangan dan
pembelajaran usia dini bagi sebagian
besar anak usia 3 sampai 6 tahun
terutama anak-anak yang tinggal di
pedalaman dan pedesaan.
- Alokasi anggaran dari pemerintah
daerah dan pusat yang tidak
memadai.
- Biaya pendidikan yang tinggi.
Untuk mencapai Pendidikan
Untuk Semua, pemerintah Indonesia
dibantu oleh UNICEF dan UNESCO
melakukan kegiatan-kegiatan antara lain :
1. Sistem Informasi Pendidikan Berbasis
Masyarakat
UNICEF mendukung langkah-
langkah pemerintah Indonesia untuk
meningkatkan akses pendidikan dasar
melalui Sistem Informasi Pendidikan
Berbasis Masyarakat. Dengan system
ini memungkinkan penelusuran
semua anak usia dibawah 18 tahun
yang tidak bersekolah.
2. Program Wajib Belajar 9 Tahun
Dalam upaya mencapai tujuan
“Pendidikan untuk Semua” pada
2015, pemerintah Indonesia saat ini
menekankan pelaksanaan program
wajib belajar Sembilan tahun bagi
seluruh anak Indonesia usia 6 sampai
15 tahun. Dalam hal ini, UNICEF dan
UNESCO member dukungan teknis
dan dana.
3. Program Menciptakan Masyarakat
Peduli Pendidikan Anak (CLCC)
Bersama dengan pemerintah daerah,
masyarakat dan anak-anak di delapan
propinsi di Indonesia, UNICEF
mendukung program Menciptakan
Masyarakat Peduli Pendidikan Anak
(CLCC). Proyek ini berkembang
pesat dari 1.326 sekolah pada 2004
menjadi 1.496 pada 2005. Kondisi ini
membantu 45.454 guru dan
menciptakan lingkungan belajar yang
lebih menantang bagi sekitar 275.078
siswa.
Di samping itu, yang tidak kalah
pentingnya adalah peran Kepala Sekolah
dan Pengawas Sekolah dalam
64
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
menyukseskan program PUS yang
dicanangkan pemerintah. Hal ini
sebagaimana dikemukakan oleh Direktur
Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan
tenaga Kependidikan, Kementerian
Pendidikan Nasional (Dirjen PMPTK
Kemendiknas) Baedhowi yang
mengatakan bahwa peran Kepala Sekolah
dan Pengawas Sekolah juga sangat
penting guna meningkatkan kualitas dan
pelayanan pendidikan saat ini. Apabila
kompetensi Kepala Sekolah baik, maka
hubungan yang signifikan terhadap
peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Apabila Kepala Sekolahnya baik dan
memiliki kompetensi bagus, maka kepala
sekolah itu diyakini bisa melakukan
pengelolaan sekolah dengan baik pula.
(http://bataviase.co.id, diakses tanggal 16
September 2010).
Simpulan dan Saran
Simpulan
Berdasar pemaparan tersebut di
atas, maka dapatlah disimpulkan sebagai
berikut: (1) hakekat dari “Pendidikan
untuk Semua dan Semua untuk
Pendidikan” adalah mengupayakan agar
setiap warga Negara dapat memenuhi
haknya, yaitu setidak-tidaknya untuk
mendapatkan layanan pendidikan dasar
(Wajib Belajar 9 Tahun); (2) masalah
yang harus dihadapi dalam program PUS,
antara lain: (a) anak putus sekolah
diperkirakan masih ada dua juta anak, (b)
kualifikasi guru yang masih kurang, (c)
metode pengajaran yang tidak efektif itu
masih beroientasi kepada guru dan anak
didik tidak diberi kesempatan memahami
sendiri, (d) manajemen sekolah yang
buruk, (e) kurangnya keterlibatan
masyarakat, (f) kurangnya akses
pengembangan dan pembelajaran usia
dini bagi sebagian besar anak usia 3
sampai 6 tahun terutama anak-anak yang
tinggal di pedalaman dan pedesaan, (g)
alokasi anggaran dari pemerintah daerah
dan pusat yang tidak memadai, dan (h)
biaya pendidikan yang tinggi; (3) untuk
mencapai Pendidikan Untuk Semua,
pemerintah Indonesia dibantu oleh
UNICEF dan UNESCO melakukan
kegiatan-kegiatan antara lain: (a) Sistem
Informasi Pendidikan Berbasis
Masyarakat, (b) Program Wajib Belajar 9
Tahun, dan (c) Program Menciptakan
Masyarakat Peduli Pendidikan Anak
(CLCC); (4) dalam 20 tahun terakhir
Indonesia telah mengalami kemajuan di
bidang pendidikan dasar, terbukti rasio
bersih anak usia 7-12 tahun yang
bersekolah mencapai 94 persen; (5)
pembangunan pendidikan di Indonesia
sekurang-kurangnya menggunakan empat
65
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
strategi dasar, yakni; pertama,
pemerataan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan, kedua, relevansi
pendidikan, ketiga, peningkatan kualiutas
pendidikan, dan keempat, efesiensi
pendidikan, (6) Indonesia tetap belum
berhasil memberikan jaminan hak atas
pendidikan bagi semua anak; apalagi,
masih banyak masalah yang harus
dihadapi, seperti misalnya kualifikasi
guru, metode pengajaran yang efektif,
manajemen sekolah dan keterlibatan
masyarakat, dan (7) peran Kepala
Sekolah dan Pengawas Sekolah sangat
penting guna meningkatkan kualitas dan
pelayanan pendidikan.
Saran
Berdasarkan butir-butir simpulan di atas,
maka dapatlah dikemukakan saran-saran
sebagai berikut: (1) dari sisi struktural
birokrasi di Kementerian Pendidikan
Nasional masih dirasa perlu dioptimalkan
masalah peningkatan kinerja,
peningkatan kerjasama, koordinasi dan
komunikasi dengan berbagai instansi dan
unit kerja terkait, baik di pusat maupun di
daerah, (2) untuk dapat mewujudkan
program PUS, semua komponen bangsa,
baik pemerintah, swasta, lembaga-
lembaga sosial kemasyarakatan, maupun
warga Negara secara individual, secara
bersama-sama atau sendiri-sendiri,
berkomitmen untuk berpartisipasi aktif
dalam menyukseskan “Pendidikan untuk
Semua dan Semua untuk Pendidikan”
sesuai dengan potensi dan kapasitas
masing-masing; (3) pembangunan
pendidikan makin disadari sebagai sektor
yang strategis untuk menunjang
pembangunan sektor secara keseluruhan,
oleh karena itu pembangunan pendidikan
harus sensitif dan tanggap terhadap
dinamika pembangunan sektor-sektor
lainnya; (4) perlu peran aktif anggota
parlemen untuk ikut aktif dalam proses
pembangunan pendidikan, parlemen
berkewajiban meminta pemerintah
mengalokasikan dana yang cukup untuk
pendidikan dan memonitor pemerintah
dalam mengimplementasikan tujuan
pembangunan nasional pendidikan, dan
(5) pemerintah (Negara) harus
menyiapkan seluruh sarana dan prasarana
dalam rangka menuntaskan pendidikan
Sembilan tahun.
66
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
67
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
68
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN PENDIDIKAN, PROFESIONALISME
DOSEN TERHADAP KEPUASAN MASYARAKAT
Ana Tjindi Rochmawati *)
Abstrak
With the growing world of business led to the need for human resources at
competitive higher. This led to the rapid development of education sector especially
in this case the University. Along with the high demand for education, the number of
service providers are also increasingly competing in obtaining the consumer.
Commitment to quality customer oriented service is a key prerequisite in the success
of the business, particularly in business in services. The quality of educational
services at the college level can not be separated from the professionalism of
teachers, lecturers existence is the main perpetrator as a facilitator in organizing the
lecture. Therefore, quality education services and support faculty professional
community can provide satisfaction for the creation of national education.
Keywords: educational services, the professionalism of teachers, community
satisfaction
*) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik
69
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Pendahuluan
Sejalan dengan program
pembangunan di Negara Indonesia,
pembangunan di bidang pendidikan di
rasa memiliki peran yang sangat strategis.
Melalui pembangunan di bidang
pendidikan, bangsa kita diharapkan lebih
sejahtera. Majunya pendidikan di Negara
kita dapat memberikan tolak ukur
keberhasilan pembangunan. Dalam
pelaksanaan pembangunan di bidang
pendidikan pemerintah berupaya
melaksanakan dengan berpijak pada
ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. Hal ini berkaitan erat dengan
adanya Undang-Undang No. 23 tahun
2003. Dalam memilih lembaga
pendidikan khususnya perguruan tinggi
masyarakat sangat selektif bahkan ada
sebagian masyarakat yang menempuh
pendidikan di luar kota, luar propinsi,
luar pulau bahkan luar negeri demi
mendapatkan pendidikannyang
berkualitas dengan didukung dosen yang
professional sehingga masyarakat merasa
puas terhadap pendidikan yang ditempuh.
Jumlah penyedia jasa pendidikan yang
semakin banyak dan saling bersaing
dalam memperoleh konsumen melalui
beragam jurusan/program studi yang
ditawarkan, fasilitas-fasilitas pendidikan
yang menyertai pelayanan dari staf
akademik tersebut.
Manusia yang berkualitas
merupakan ujung tombak kemajuan suatu
Negara. Pendidikan yang berkualitas
dapat menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas dan produktif.
Untuk membentuk manusia yang
berkualitas diperlukan tenaga pendidikan
yang berkualitas. Dosen professional
merupakan salah satu komponen yang
sangat menentukan dalam
penyelenggaraan proses pendidikan di
perguruan tinggi, dosen professional
dalam menjalankan tugasnya harus
professional dalam bidang pendidikan
dan pengajaran, professional dalam
bidang penelitian dan professional dalam
bidang pengabdian masyarakat.
Pemerintah di bidang pendidikan
saat ini memberikan perhatian yang
serius, misalnya perbaikan sarana
pendidikan, perbaikan pelayanan
pendidikan, pemberian tunjangan bagi
dosen yang bersertifikasi sebagai dosen
professional sampai pemberian bea siswa
tugas belajar pada para dosen untuk
meraih gelar yang lebih tinggi. Hal ini
merupakan bukti bahwa pemerintah
serius menangani mutu pendidikan.
Adanya upaya tersebut merupakan sarana
untuk meningkatkan kualitas pendidikan
di Negara Indonesia. Sejalan dengan
70
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
upaya di atas terdapat beberapa
universitas yang kurang tanggap terhadap
upaya pemerintah tersebut sehingga pihak
universitas kurang mampu meresponnya.
Majunya perguruan tinggi sejalan
dengan kemajuan masyarakat sekitarnya,
keinginan masyarakat hendaknya mampu
dijawab oleh pihak perguruan
tinggi/universitas dalam bentuk
menghasilkan output yang memiliki
SDM tinggi, berkompetensi dan
menghasilkan tenaga kerja yang siap
bersaing di dunia kerja yang kompetitif di
era globalisasi ini. Dengan demikian
tulisan ini akan memberikan pembahasan
tenbtang pengaruh kualitas pelayanan
pendidikan, profesionalisme dosen
terhadap kepuasan masyarakat.
Pelayanan pendidikan dan kepuasan
masyarakat
Pendidikan merupakan suatu
proses social, karena berfungsi
memasyarakatkan mahasiswa melalui
proses sosialisasi di dalam masyarakat
tertentu, perguruan tinggi sebagai salah
satu institusi pendidikan berperan juga
sebagai institusi social, karena melalui
lembaga tersebut mahasiswa dipersiapkan
untuk mampu terjun dan aktif dalam
kehidupan msyarakat kelak.
Tidak sama dan sebangun antara
marketing dengan komersial walaupun
keduanya akrab digunakan dalam dunia
bisnis. Kegiatan bisnis dapat dilakukan
pada dua sector yaitu yang mencari atau
mengejar laba dan sector yang tidak
mengejar laba. Demikian juga dengan
istilah marketing, ada marketing dalam
“profit organization” dan ada marketing “
non profit organization”. (Buchari Alma
2008:30)
Mengenal lembaga pendidikan
adalah termasuk non profit organization.
Sedangkal istilah komersial sudah jelas
berhubungan dengan kegiatan mencari
laba. Kita juga mengenal konsep negative
yaitu dikomersilkan, segala Sesuatu
dikomersilkan, ada uang ada layanan,
pokoknya segala kegiatan harus
mendatangkan keuntungan dalam bentuk
uang. (Buchari Alma 2008:30)
Penggunaan istilah marketing
pada saat ini sudah sangat berkembang di
segala sector kegiatan. Demikian pula
pengertian marketing sudah lebih luas
dan lebih halus. Sekarang istilah
marketing fokusnya adalah kepuasan
konsumen. Bicara marketing berarti
bicara bagaimana memuaskan konsumen.
Jika konsumen tidak puas maka
marketingnya gagal.
Seperti diketahui bahwa lembaga
pendidikan adalah sebuah kegiatan yang
71
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
melayani konsumen, berupa murid, siswa
, mahasiswa dan juga masyarakat umum
yang dikenal dengan “stakeholder”.
Lembaga pendidikan hakekatnya
bertujuan member layanan. Pihak yang
dilayani ingin memperoleh kepuasan dari
layanan tersebut, karena mereka sudah
membayar cukup mahal kepada lembaga
pendidikan. (Buchari Alma 2008:30)
Layanan ini dapat dilihat dari
berbagai bidang, multi layanan yang
berbentuk fisik bangunan yang memadai,
tersedianya berbagai fasilitas, memiliki
dosen yang bermutu, memiliki teknologi
pendidikan yang modern(media
perkuliahan). Layanan ini intinya
memiliki sasaran memuaskan konsumen.
Jadi inilah yang disebut tujuan hakiki
dani marketing lembaga pendidikan
Jadi marketing lembaga
pendidikan adalah kegiatan lembaga
pendidikan member layanan atau
menyampaikan jasa pendidikan kepada
konsumen dengan cara yang memuaskan.
(Buchari Alma 2008:30
Standar pelayanan mengacu pada
pelayanan semestinnya. Dengan standar
pelayanan dapat dijadikan ukuran dalam
pelaksanaan sebuah pelayanan. Adanya
standar pelayanan diharapkan dapat
dilaksanakan sistim pelayanan yang dapat
memenuhi harapan dan keinginan
pelanggan. Maka pelanggan dapat
merasakan atau terpenuhi apa yang
diharapkan.
Kepuasan sebagai sasaran dari
pelayanan, di dalamnya terdiri dari dua
komponen yaitu komponen layanan dan
produk(dalam hal ini hak). Bentuk
layanan terdiri dari layanan dengan lisan,
layanan dengan tulisan dan layanan
dengan perbuatan (HAS. Moenir,
2006:190). Produk yang dimaksudkan
dalam hubungan dengan sasaran
pelayanan yaitu kepuasan yang dapat
berbentuk barang, jasa atau surat
berharga (HAS. Moenir, 2006:200). Pada
pembahasan kali ini kepuasan yang
diharapkan dari pelayanan yang
menghasilkan bentuk produk jasa. Karena
pelayanan dalam bidang pendidikan tidak
menghasilkan pelayanan produk dalam
bentuk barang atau surat berharga.
Sasaran dari pelayanan inni
dilakukan dalam pelayanan adalah
kepuasan, meskipun sarana itu sederhana
tetapi dapat mencapainya diperlukan
kesungguhan dan syarat-syarat yang tidak
mudah dilakukan. Hal ini berkaitan
dengan kepuasan yang tidah dapat diukur
dengan pasti, hanya saja dapat dikenali
dari beberapa sudut. Pengenalan
kepuasan seseorang dalam hal ini pihak
yang memperoleh layanan untuk
mendapatkan haknya, terdapat semacam
ukuran yang sangat umum tetapi sangat
72
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
relative yaitu apabila pelanggan dapat
menerima perlakuan dan hasil berupa hak
dengan kegembiraan dan keikhlasan.
Pedoman ini sebenarnya kurang
mendukung dan menjadi salah satu
penghalang pelayanan (HAS. Moenir,
2006:196)
Produk yang dimaksudkan dalam
hubungan dengan sasaran pelayanan yaitu
kepuasan dapat berbentuk barang, jasa
atau surat-surat berharga (HAS. Moenir,
2006:200). Karena dalam penelitian kali
ini terbatas pada penelitian di bidang
pendidikan maka produk yang
dimaksudkan adalah berbentuk layanan
pendidikan dalam bentuk jasa.
Untuk meningkatkan mutu
pelayanan pendidikan dapat dilakukan
pengelolaan pelayanan secara baik dan
benar. Pelaksanaan system perkuliahan
yang ada di perguruan tinggi hendaknya
dilaksanakan secara maksimal, sehingga
ddalam pelaksanaannya dapat berjalan
secara efektif dan efisien.
Profesionalisme dosen
Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia No 14 tahun 1995
tentang guru dan dosen pasal 45, dosen
wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat
jasmani dan rohani dan memenuhi
kualifikasi lain yang disyaratkan satuan
pendidikan tinggi tempat bertugas serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Seorang
dosen professional hendaknya memiliki
kualifikasi akademik yang diperoleh
melalui perguruan tinggi sesuai dengan
bidang keahlian yang dimiliki.
Disamping itu dalam
melaksanakan tugas keprofesionalisme,
seorang dosen harus memiliki kompetensi
dosen. Adapun kompetensi-kompetensi
yang harus dimiliki adalah sebagai
berikut:
1. Kompetensi Paedagogik
Kemampuan merancang,
kemampuan melaksanakan proses
pembelajaran, kemampuan menilai proses
dan hasil pembelajaran dan juga
kemampuan memanfaatkan hasil
penelitian untuk meningkatkan
pembelajaran.
2. Kompetensi Profesional
Sebagai seorang dosen harus
menguasai materi pembelajaran secara
luas dan mendalam, kemampuan
merancang, melaksanakan dan menyusun
laporan penelitian, mengembangkan dan
menyebarluaskan inovasi dan
kemampuan merancang melaksanakan
dan menilai pengabdian masyarakat.
3. Kemampuan Sosial
73
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Kemampuan melakukan
hubungan social dengan mahasiswa,
teman sejawat, karyawan dan masyarakat.
4. Kemampuan Kepribadian
Sejumlah komitmen dan etika
professional yang mempengaruhi semua
bentuk perilaku dosen terhadap
mahasiswa, teman sejawat, keluarga dan
masyarakat serta mempengaruhi motivai
belajar termasuk pengembangan diri
secara professional.
I. Wujud dosen professional
Jabatan dosen menurut UU No 14
tahun 2005(pasal 1 ayat 3) merupakan
pekerjaan dan atau pekerjaan yang
memerlukan keahlian khusus, yang
diperoleh melalui kegiatan belajar dan
pelatihan yang bertujuan untuk
menguasai ketrampilan atau keahlian
dalam melayani orang lain dengan
memperoleh upah atau gaji dalam jumlah
tertentu. Keahlian khusus inilah yang
membedakan profesi dosen dengan
profesi lainnya. Tugas utama seorang
dosen di perguruan tinggi adalah
melaksanakan Tri Dharma Perguruan
Tinggi yakni pendidikan dan pengajaran,
penelitian dan pengabdian masyarakat.
1. Profesionalisme pendidikan dan
pengajaran
Pendidikan dan pengajaran
merupakan tugas seorang dosen yang
berhubungan dengan proses belajar
mengajar dengan mahasiswa. Dalam
melaksanakan pendidikan dan pengajaran
seorang dosen diharapkan dapat
mengembangkan pengajaran secara
professional serta dapat meningkatkan
keahliannya. Hasil dan produktifitas yang
semakin baik dan kompetitif merupakan
bentuk implikasi dari pendidikan dan
pengajaran yang dilaksanakan secara
professional.
Tilaar(2002) mengatakan, dosen
perlu menguasai pengetahuan yang luas
khususnya bahan pelajaran yang akan
disampaikan kepada peserta didik.
Professional dosen dalam
pendidikan dan pengajaran meliputi
kemampuan untuk menentukan tujuan,
memilih materi, menentukan metode
serta media yang tepat sesuai dengan
materi yang diberikan serta melakukan
evaluasi dengan obyektif. Kemampuan
dosen dalam melaksanakan pembelajaran
sangat berpengaruh terhadap efektifitas
pembelajaran.
Profesionalisme dosen damal
pengajaran juga meliputi kemampuan
berkomunikasi yang baik dengan
mahasiswa dan juga komunikasi dengan
teman sejawat serta karyawan sehingga
menimbulkan suasana akademis yang
74
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
kondusif serta atmosfer akademik yang
menyenangkan.
2. Profesionalisme penelitian
Di samping tugas mengajar,
seorang dosen dituntut untuk dapat
mengembangkan pengetahuan dalam
bentuk penelitian. Kemampuan dalam
penelitian ilmiah serta berkomunikasi
dalam forum ilmiah secara lisan dan
tulisan merupakan salah satu tugas dosen.
Agar dapat melaksanakan
penelitian secara professional, seorang
dosen perlu memahami dan memperluas
wawasan keilmuan dengan mengkaji
penelitian dalam berbagai aspeknya, baik
substansi maupun metodologi penelitian.
Menurut Hasan(1999) dengan
mempelajari substansi penelitian berarti
memperluas penguasaann terhadap
konsep, prinsip dan teori dalam suatu
bidang tertentu. Sedangkan dengan
mempelajari metodologi berarti
mempertajam dan memperdalam konsep,
prinsip dan teori tersebut ditemukan dan
dikembangkan.
Indicator-indicator dalam
melakukan penelitian yang baik dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1) Ketepatan dalam memilih
masalah penelitian
2) Ketajaman dalam merumuskan
masalah
3) Ketajaman tujuan dan manfaat
penelitian
4) Kemutakhiran, kesahian dan
relevansi pustaka
5) Kesesuaian metode dengan
masalah penelitian
6) Ketepatan, ketajaman dan
pengembangan instrument
7) Ketepatan rancangan
8) Ketepatan dan ketajaman analisis
data
9) Ketrampilan menulis laporan
10) Hasil penelitian benar-benar
original dan bermutu
11) Mempublikasikan hasil penelitian
yang telah dilakukan
(www.dikti/dp3.go.id)
3. Profesionalisme pengabdian kepada
masyarakat
Pendidikan dan pengajaran,
penelitian tidak akan berarti bagi dunia
pendidikan maupun masyarakat apabila
belum dimanfaatkan dan dikembangkan
oleh msyarakat. Menerapkan serta
mengembangkan hasil penelitian yang
diterapkan dalam pengabdian masyarakat
merupakan tuntutan profesi sebagai tugas
dari seorang dosen
Pidarta(1999) mengatakan, para
dosen baik secara nonformal maupun
lembaga memiliki kewajiban untuk
mengabdikan keahliannya dalam
75
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
pembangunan masyarakat dengan
menggunakan bahan-bahan yang telah
dikonsep sendiri lewat penelitian maupun
yang dilakukan orang lain.
Kegiatan pengabdian masyarakat
merupakan kegiatan untuk
memperkenalkan masyarakat kampus
dengan masyarakat dan permasalahannya
sehingga ada timbale balik antara
masyarakat dan warga kampus. Dosen
dapat menemukan masalah dan mencari
pemecahannya dalam pengembangan
ilmu pengetahuan sementara masyarakat
dapat terbantu dalam menyelesaikan
masalah pembangunan.
II. Indikator-indikator Dosen
Profesional
Dalam bidang pendidikan dan
pengajaran, penelitian dan pengabdian
masyarakat dalam menjalankan tugas
utamanya, seorang dosen dituntut untuk
melaksanakansecara professional. Setiap
kegiatan dosen dilakukan berdasarkan
keahlian khusus yang dimiliki oleh
seorang dosen professional adalah:
1) Sikap terhadap profesi mengajar
2) Sikap terhadap mahasiswa
3) Sikap terhadap koleganya
4) Sikap terhadap penelitian dan
publikasi ilmiah
Mantja(1996) mengatakan,
karakteristik atau indicator dosen
professional adalah:
1) Sikap terhadap profesi mengajar
2) Sikap terhadap mahasiswa
3) Sikap terhadap koleganya
4) Sikap terhadap penelitian dan
publikasi ilmiah
Dengan kata lain indicator dosen
professional dapat dilihat dari tiga
aspek, yaitu:
1) Professional dalam aspek
pengajaran
2) Professional dalam aspek
penelitian
3) Professional dalam pengabdian
masyarakat.
Setiap aspek dari ketiga aspek ini
memiliki indicator profesi yang berbeda,
namun seluruh indikator dari ketiga
aspek ini disatukan akan menjadi
indicator-indikator yang utuh sebagai
indicator dosen professional.
a) Indikator professional bidang
pengajaran
Menurut Suyono(1995), dosen
professional adalah seorang yang
memiliki kemampuan untuk
merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi kegiatan pengajaran dalam
bidang ilmu yang menjadi
spesialisasinya.
76
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Sardiman(1994) merumuskan
indicator dosen professional dalam
mengajar ada sepuluh indicator, yaitu:
1) Menguasai bahan pelajaran
2) Mengelola program belajar
mengajar
3) Mengelola kelas
4) Menggunakan media
5) Menguasai landasan
kependidikan
6) Mengelola interaksi belajar
mengajar
7) Menilai prestasi siswa
8) Mengenal fungsi dan
program pembimbingan
9) Mengenal dan
menyelenggarakan
administrasi sekolah
10) Memahami prinsip dan
penafsiran penelitian untuk
menunjang pengajaran
b). Indikator professional dalam
bidang pengajaran
dalam melakukan penelitian,
seorang dosen dituntut untuk memiliki
kemampuan dalam keahlian khusus
sesuai dengan tuntutan profesi.
Disamping itu untuk dapat
menghasilkan suatu penelitian yang baik
dapat tercapai hasil yang obyektif dan
bermtu tinggi benar-benar berbobot
sehingga dapat dimanfaatkan masyarakat.
c). Indikator professional dalam
bidang pengabdian kepada
masyarakat.
Pengabdian masyarakat perlu
dilakukan dengan menganalisa kebutuhan
dan pencapaian tujuan pengabdian
kepada masyarakat. Dalam melakukan
pengabdian kepada masyarakat jika tidak
dilakukan secara professional, maka tidak
akan efektif dan kurang bermanfaat bagi
masyarakat. Dengan demikian seorang
dosen dituntut untuk bisa bersikap
seprofesional mungkin.
Kesimpulan
Dalam tulisan ini dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
a. Pelayanan lembaga pendidikan
merupakan kegiatan lembaga
pendidikan yang memberikan
layanan/menyampaikan jasa
pendidikan kepada konsumen
dengan cara yang memuaskan.
Untuk meningkatkan kualitas
pelayanan pendidikan dan
perguruan tinggi melalui
pelaksanaan system perkuliahan
yang efektif dengan fasilitas yang
memadai dan didukung tenaga
pengajar/dosen yang professional.
b. Dosen Profesional adalah orang
yang memiliki kemampuan untuk
merencanakan, melaksanakan dan
77
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
mengevaluasi kegiatan pengajaran
dalam bidang ilmu yang menjadi
spesialisasinya. Seorang dosen
professional harus mampu
melaksanakan dengan baik tri
darma perguruan tinggi yakni
pendidikan dan pengajaran,
penelitian dan pengabdian
masyarakat.
c. Pelayanan pendidikan yang
berkualitas khususnya di
perguruan tinggi berpengaruh
terhadap kepuasan masyarakat
yakni mahasiswa dan masyarakat
di sekitarnya. Masyarakat merasa
puas terhadap jurusan/program
studi yang ditawarkan, fasilitas-
fasilitas pendidikan yang
menyertai dan pelayanan dari staf
akademik
d. Profesionalisme dosen
berpengaruh terhadap kepuasan
masyarakat yakni mahasiswa dan
masyarakat sekitarnya, karena
dosen professional mampu
melaksanakan dengan baik tri
darma perguruan tinggi yakni
pendidikan dan pengajaran,
penelitian dan pengabdian
masyarakat.
e. Pelayanan pendidikan yang
berkualitas khususnya di
perguruan tinggi dengan didukung
dosen yang professional
berpengaruh terhadap kepuasan
masyarakat. Pihak perguruan
tinggi/universitas mampu
menjawab dan mewujudkan
keinginan masyarakat, selain itu
mampu menghasilkan output yang
memiliki SDM tinggi,
berkompetensi dan menghasilkan
tenaga kerja yang siap bersaing di
dunia kerja yang kompetitif di era
globalisasi.
Saran
a. Lembaga pendidikan khususnya
perguruan tinggi hendaknya
memiliki komitmen akan kualitas
pelayanan yang berorientasi pada
konsumen seiring dengan jumlah
penyedia jasa yang semakin
banyak dan saling bersaing.
b. Seorang dosen harus
meningkatkan
keprofesionalismenya melalui
banyak hal, misalnya dengan rajin
mengikuti penelitian,
pelatihan(workshop), melanjutkan
jenjang pendidikan yang lebih
tinggi dan lain-lain.
c. Perguruan tinggi yang mampu
memberikan pelayanan
pendidikan yang berkualitas
78
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
dengan didukung dosen
profesional akan memberikan
kepuasan terhadap mahasiswa dan
masyarakat sekitarnya.
Daftar pustaka
Aan komariah dan cepi triana. Visionary
Leadership Menuju Sekolah efektif.
Bandung: Bumi Aksara. 2004
Buchari Alma dan Ratih Hurriyati.
Manajemen Corporate dan Strategi
Pemasaran Jasa Pendidikan Focus
Pada Mutu dan Layanan Prima.
Bandung: Alfabeta. 2008
Budiono. Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia. Surabaya: Karya Agung.
2005
H.A.S. Moenir. Manajemen Pelayanan
Umum. Jakarta: Bumi Aksara. 2006.
Nana Syaodih Sukmadinata.
Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktik. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 1997.
NN. Perubahan dan Pengembangan
Sekolah Menengah Sebagai
Organisasi Belajar yang Efektif.
Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional. 2007.
NN. Manajamen Sekolah Dasar. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional.
2007.
Oemar Hamalik. Dasar-Dasar
Pengembangan Kurikulum.
Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
2007.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan
Pendekatan Kuantitatif Kualitatif
dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2009.
79
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
80
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
HUBUNGAN PERSEPSI GURU TENTANG JABATAN GURU
DAN KOMITMEN GURU PADA LEMBAGA DENGAN KINERJA GURU
Retno Indah Rahayu*)
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis: (1) Persepsi guru tentang jabatan guru, (2) Komitmen guru pada lembaga, (3) Kinerja guru dalam pembelajaran, (4) Hubungan persepsi guru tentang jabatan guru dengan kinerja guru, (5) Hubungan komitmen guru pada lembaga dengan kinerja guru, (6) Hubungan antara persepsi guru tentang jabatan guru dan komitmen guru dengan kinerja guru secara bersama-sama.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional. Populasi penelian ini sebanyak 143 orang guru dari tiga sekolah, yaitu guru SMA Ta’miriyah, Khadijah, dan Al Falah di Surabaya. Sampel ditetapkan sebanyak 35 orang guru dengan cara proportional random sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan angket dan observasi. Metode analisis data menggunakan korelasi dan regresi linier berganda yang dianalisis dengan menggunakan program SPSS ver. 10.
Hasil penelitian ini sebagai berikut: (1) Guru SMA Ta’miriyah, Khadijah, dan Al Falah di Surabaya memiliki persepsi tentang jabatan guru dengan nilai rata-rata (mean) 117,23 yang berada di rentang nilai 109-118 kriteria sedang, (2) Guru SMA Ta’miriyah, Khadijah, dan Al Falah di Surabaya memiliki komitmen pada lembaga dengan nilai rata-rata (mean) 123,03 yang berada di rentang nilai 123-132 pada tingkat sedang, (3) Guru SMA Ta’miriyah, Khadijah, dan Al Falah di Surabaya memiliki tingkat kinerja dengan nilai rata-rata (mean) 150,63 yang berada di rentang nilai 143-152 kriteria sedang, (4) Ada hubungan yang signifikan antara persepsi guru tentang jabatan guru dengan kinerja guru SMA Ta’miriyah, Khadijah, dan Al Falah di Surabaya. Sumbangan efektif (koefisien determinasi) variable jabatan guru (X1) dengan kinerja guru (Y) yaitu (0,567)2 sebesar 34,2%, tingkat hubungan sedang, (5) Ada hubungan yang signifikan antara komitmen guru dengan kinerja guru SMA Ta’miriyah, Khadijah, dan Al Falah di Surabaya. Sumbangan efektif (koefisien determinasi) variable komitmen guru pada lembaga (X2) yaitu (0,805)2
sebesar 67,5%, hubungan sangat kuat, (6) Ada hubungan yang signifikan antara persepsi guru tentang jabatan guru dan komitmen guru pada lembaga secara bersama-sama dengan kinerja guru SMA Ta’miriyah, Khadijah, dan Al Falah di Surabaya. Sumbangan efektif (koefisien determinasi berganda (R square)) = (0,909)2 sebesar 87,7%, hubungan sangat kuat.
Kata kunci : Persepsi, jabatan guru, komitmen, kinerja
*) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik
81
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Pendahuluan
Pada dunia pendidikan selalu ada
reformasi dan inovasi dari berbagai
sektor untuk memperbaiki dan
meningkatkan mutu pendidikan sehingga
banyak pula tuntutan yang harus dipenuhi
dan dilaksanakan. Hal ini berarti setiap
manusia diharapkan untuk selalu
berkembang sepanjang hidupnya
sehingga perlu adanya pendidikan, baik
yang bersifat informal maupun formal.
Sebagaimana pernyataan PBB,
bahwasanya program pendidikan
merupakan merupakan salah satu
dinamisator dalam pengembangan
manusia (Tilaar, 2003). Pendidikan
merupakan masalah hidup dan kehidupan
manusia. Proses pendidikan berada dan
berkembang bersama proses
perkembangan hidup dan kehidupan
manusia juga, bahkan keduanya pada
hakekatnya adalah proses yang satu
sebagaimana dikemukakan oleh Lodge
(Zuhairini, 1984). Dengan demikian
pendidikan merupakan keharusan bagi
semua manusia, baik sebagai makhluk
individual maupun sebagai makhluk
sosial untuk mencapai kedewasaan dan
keragaman kedewasaan sesuai tuntutan
masyarakat. Kesadaran masyarakat akan
pentingnya dunia pendidikan dalam
rangka mencapai kemajuan dapat dinilai
dari rumusan-rumusan tujuan pendidikan
nasional yang dalam ketetapan MPR RI
semakin menjurus ke arah upaya untuk
meningkatkan kualitas manusia
Indonesia.
Pendidikan suatu hal yang
diprioritaskan, karena dari pendidikan
diharapkan dapat membentuk generasi-
generasi bangsa yang dapat membawa
bangsa menjadi maju. Oleh karena itu
sistem pendidikan nasional yang terdapat
pada UU no. 2 tahun 1989 dianggap tidak
memadai lagi dan perlu diganti serta
disempurnakan agar sesuai dengan
amanat perubahan UUD Negara Republik
Indonesia tahun 1945 sehingga terwujud
UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional yang dianggap sesuai
amanah UUD Negara Republik
Indonesia.
Unsur manusia dalam pendidikan
sangat penting terutama guru, karena
guru merupakan ujung tombak
pendidikan yang berperan dalam
pembentukan sikap dan pribadi peserta
didik. Oleh sebab itu guru dituntut untuk
professional dalam melaksanakan
tugasnya. Perbuatan professional ini tidak
akan terlaksana tanpa adanya komitmen
yang tinggi dari guru itu sendiri. Adanya
komitmen guru terhadap lembaga sangat
besar artinya, terlebih lembaga yang tidak
berorientasi pada keuntungan materi (non
82
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
profit oriented) karena komitmen
lembaga merupakan peramal yang lebih
baik, yaitu merupakan respon yang lebih
global dan bertahan terhadap lembaga
sebagai suatu keseluruhan (Robbins,
2001). Ini berarti dalam rekruitmen guru
harus benar-benar memperhatikan
kualitas sumber daya manusia.
Tumbuhnya komitmen berasal
dari dua aspek, yaitu aspek pertama
berasal dari lembaga, antara lain: nilai-
nilai dan tujuan lembaga yang sesuai
dengan prinsip individu, lingkungan kerja
yang kondusif dan lain-lain, aspek kedua
berasal dari individu sendiri, antara lain:
karakteristik individu, pengalaman dan
kemampuan menyesuaikan diri. Kedua
aspek tersebut saling berhubungan dan
tidak dapat dipisahkan agar komitmen
tercipta. Namun hal ini sangat ditentukan
oleh faktor individu itu sendiri dalam
mempersepsikan apa yang telah diamati.
Sedangkan setiap individu mempunyai
persepsi yang berbeda terhadap suatu hal
walaupun dalam keadaan dan situasi yang
sama. Apabila individu memiliki persepsi
yang benar terhadap sesuatu, maka
individu tersebut cenderung untuk
memberi kesan baik. Tapi apabila
individu memiliki persepsi yang salah
terhadap sesuatu, maka individu akan
memberi kesan yang tidak baik.
Berkaitan dengan pesepsi jabatan
guru, apabila guru mempersepsikan benar
terhadap jabatannya, maka akan tumbuh
suatu komitmen afektif, yaitu komitmen
yang berkaitan dengan emosional,
identifikasi dan keterlibatan guru dalam
organisasi. Dengan demikian, guru
tersebut mempunyai ikatan emosional
dengan lembaga dan ingin menjadi
anggota serta berkeinginan untuk
melakukan aktifitas sesuai tujuan
lembaga. Adanya komitmen afektif
tersebut juga dapat mempengaruhi
peningkatan kinerja. Namun sebaliknya,
apabila persepsi guru terhadap jabatannya
tidak benar, maka bisa jadi guru tidak
mempunyai komitmen afektif dan akan
menurun kinerjanya atau bahkan bisa jadi
meninggalkan pekerjaannya. Menurut
Rakhmat (2000), persepsi ditentukan oleh
faktor personal dan faktor situasional.
Sedangkan menurut David dan Richad,
persepsi ditentukan oleh faktor fungsional
dan faktor struktural. Faktor fungsional
berasal dari kebutuhan, pengalaman masa
lalu dan hal lain yang berkenaan dengan
faktor personal. Adapun faktor struktural
berasal semata-mata dari sifat stimuli
fisik dan efek saraf yang ditimbulkannya
pada sistem saraf individu.
Secara umum individu melihat
sesuatu dengan panca indera. Proses
kognitif yang dipergunakan oleh
83
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
seseorang untuk menafsirkan dan
memahami dunia sekitarnya melalui
panca indera disebut persepsi. Mengamati
dunia yang ada di sekitarnya, manusia
tidak dapat melihat apa adanya. Segala
sesuatu dilihat secara berbeda meskipun
dalam obyek dan situasi yang sama, oleh
karena itu respon yang ditampilkan
berbeda pula (Gibson, 1996)
Penjelasan di atas menunjukkan
betapa pentingnya persepsi yang baik dari
individu, karena dengan persepsi yang
baik membuat orang semangat bekerja.
Begitu juga dengan adanya komitmen
yang tinggi pada lembaga, maka akan
membuat produktifitas kerja meningkat.
Kajian pustaka
Menurut Greenberg, Baron (1997)
dan Pareek (1996) persepsi adalah proses
seleksi, mengorganisir, menguji,
menginterprestasi informasi yang didapat
oleh alat-alat indera manusia untuk
memahami dunia sekitarnya. Hal ini
senada dengan ungkapan Thoha (1986)
dan Maramis (1990). Sedang menurut
Rakhmat (2000), persepsi adalah
pengamatan tentang objek, peristiwa atau
hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan penafsiran
pesan.
Jabatan guru adalah sebagai
profesi. Seseorang yang berprofesi guru
harus melalui pendidikan bukan
pelatihan. Pendidikan tersebut mengenai
keahlian kependidikan dan keguruan
yang membuat guru trampil dalam
pembelajaran sehingga orang tersebut
benar-benar terpanggil untuk menjadi
guru dengan tanpa paksaan dari pihak
lain dan bersedia melayani peserta didik
dengan sebaik mungkin.
Profesi tidak terlepas dengan
kemampuan profesional. Menurut
Bafadal (1990) kemampuan profesional
merupakan kemampuan esensial yang
harus dimiliki oleh seorang guru sebagai
pengajar sekaligus pendidik. Guru
dituntut mengembangkan kemampuannya
sesuai dengan perkembangan zaman
karena seorang guru harus memberi
informasi kepada peserta didik tentang
apa yang diketahui. Apabila informasi
yang disampaikan guru hal-hal yang baru
dan sesuai dengan perkembangan zaman ,
maka peserta didik akan mengetahui hal-
hal baru sehingga mereka dapat
menghadapi masa depan. Adapun ciri-ciri
profesioanl ada dua, yaitu: (1) Menguasai
secara baik suatu bidang tertentu
melebihi rata-rata orang kebanyakan, (2)
mempunyai komitmen moralitas yang
tinggi atas pekerjaan yang biasanya
bercermin oleh kode etik profesinya
(Fadjar,2002).
84
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jabatan guru atau profesi guru
mempunyai beberapa indikator sebagai
berikut: (1) Jabatan yang membutuhkan
kepribadian sesuai dengan kode etik guru,
(2) Jabatan yang membutuhkan motivasi,
(3) Jabatan yang membutuhkan
pengabdian pada masyarakat, (4) Jabatan
yang melalui pendidikan dengan waktu
lama yang ditentukan, (5) Jabatan yang
mendapat pengakuan dari masyarakat, (6)
Jabatan yang mempunyai otonomi dalam
bertindak melayani kliennya, (7) Jabatan
yang mempunyai organisasi profesional,
(8) Jabatan yang mendapat imbalan
layak.
Berbagai pengertian di atas dapat
ditarik benang merah, bahwa persepsi itu
sifatnya subyektif. Jadi penelitian ini
tergantung bagaimana individu guru
memandang dan mengolah serta memberi
tanggapan sebagai persepsi antara
individu yang satu dengan individu yang
lain dalam melihat dan memahami hal
sama dengan cara yang sama akan tetapi
dapat menghasilkan persepsi yang
berbeda-beda, ini termasuk bagaimana
guru mempersepsi jabatannya. Dengan
demikian persepsi guru ada dua macam,
yakni: (1) persepsi positif, (2) persepsi
negatif. Persepsi positif adalah penilaian
positif guru terhadap jabatan guru
sehingga menambah meningkatnya
kinerja guru pada lembaga. Sebaliknya,
persepsi negatif adalah penilaian negatif
guru terhadap jabatan guru, hal ini akan
mengakibatkan turunnya kinerja guru
yang dapat mengakibatkan jeleknya
kualitas guru.
Komitmen lembaga adalah proses
individu dalam mengidentifikasikan
dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan,
dan tujuan lembaga serta kesediaan untuk
terlibat secara aktif dan loyalitas yang
tinggi pada lembaga. Kesemuannya ini
didasari dengan perasaan positif dan
menerima dengan senang hati atas
tampilan kerja yang diinginkan lembaga.
Indikator komitmen lembaga
sebagai berikut: (1) Identifikasi individu
yang relatif kuat pada lembaga, (2)
Kesediaan untuk melakukan upaya besar
demi lembaga, (3) Keinginan yang kuat
untuk tetap bekerja dalam lembaga, (4)
Loyalitas atau kesetiaan, (5) Aktifitas
nyata dengan mendukung lembaga, (6)
Pembelaan terhadap lembaga.
Kinerja guru adalah unjuk kerja
guru sesuai dengan kewenangannya dan
tanggung jawabnya sebagai ungkapan
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan
secara khusus yang diperoleh selama ini.
Kinerja guru dapat dinilai melalui
portofolio, angket, penilaian atasan dan
penilaian para siswa. Sedangkan kinerja
guru paling dominan adalah pada
pengajaran yang efektif. Pengajaran yang
85
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
efektif tidak terlepas dari peran guru yang
efektif pula. Makin efektif guru
melaksanakan tugas dan kegiatannya,
maka akan semakin tinggi prestasi
akademik siswa yang diperolehnya.
Sebaliknya semakin tidak efektif guru
melaksanakan tugasnya, maka semakin
rendah prestasi akademik siswa di
sekolahnya.
Prestasi kerja guru mempunyai
hubungan erat dengan produktifitas
karena mempunyai indikator dalam
menentukan usaha untuk mencapai
tingkat produktifitas yang tinggi.
Sehubungan dengan kinerja guru
yang dinilai adalah tentang pembelajaran
guru pada saat memberikan materi. Jadi
penetapan indikator kinerja guru disini
adalah: persiapan dan pembelajaran.
Adapun persiapan sebelum pembelajaran
meliputi: perumusan tujuan
pembelajaran, perumusan dan
pengorganisasian materi ajar, pemilihan
sumber belajar/media pembelajaran,
metode pembelajaran dan penilaian hasil
belajar. Sedangkan pembelajarannya
sendiri meliputi: pra pembelajaran,
membuka pelajaran, kegiatan inti
pembelajaran dan penutup.
Penelitian ini menghubungkan
antara persepsi guru tentang jabatannya
yang akan menyebabkan adanya
komitmen yang akan mempengaruhi
kinerja guru tersebut. Apabila persepsi
guru pada jabatannya benar dan baik,
maka akan menimbulkan kesan baik yang
dapat menumbuhkan komitmen dan
meningkatkan kinerja, namun apabila
persepsi guru tersebut salah maka akan
menimbulkan kesan negatif yang
mengakibatkan menurunnya komitmen
bahkan bisa jadi akan meninggalkan
lembaga. Hal ini sudah bisa dipastikan
kinerjanya asal-asalan.
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
1. Ada hubungan yang signifikan
antara persepsi guru tentang
jabatan guru dengan kinerja guru
2. Ada hubungan yang signifikan
antara komitmen guru dengan
kinerja guru
3. Ada hubungan yang signifikan
antara persepsi guru tentang
jabatan guru dan komitmen guru
baik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama dengan
kinerja guru
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan jenis
penelitian korelasional.
Penelitian ini untuk mengetahui
seberapa besar hubungan faktor persepsi
86
X1
X2
Y
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
guru tentang jabatannya dan komitmen
guru pada lembaga dengan kinerja guru
baik secara sendiri-sendiri maupun secara
bersama-sama dengan rancangan
penelitian sebagai berikut:
Gambar: Desain hubungan X1 dan X2
dengan Y baik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama.
Penelitian dilakukan pada tiga
Sekolah Menengah Atas (SMA) di
Surabaya, yaitu: SMA Ta’miriyah,
Khadijah, dan Al Falah. Seluruh populasi
ada 143 orang dan diambil sebagai
sampel sebanyak 35 orang guru dengan
cara proportional random sampling.
Teknik pengumpulan data menggunakan
angket dan observasi.
Sebelum pengumpulan data
sesungguhnya, dilakukan ujicoba
instrumen untuk menguji validitas dan
reliabilitas butir-butir pertanyaan pada
instrumen penelitian.
Uji validitas dan reliabilitas
instrumen penelitian dilakukan dengan
menganalisis hubungan antara skor setiap
butir pertanyaan dengan skor butir,
menggunakan rumus korelasi product
moment pearson, sebagai berikut:
r = n∑xy-(∑x∑y
(Sudjana, 2003)
√(n∑x2 – (∑x)2(n∑Y2 – (∑Y)2
Kriteria penerimaan validitas
dengan cara membandingkan nilai r tabel
dengan r hitung. Jika r tabel < r hitung,
maka butir pernyataan dinyatakan valid
atau sebaliknya.
Reliabilitas instrumen dianalisis
menggunakan metode alpha cronbach
dengan ketentuan jika koefisien alpha
cronbach > dari 0,60, maka instrumen
penelitian dinyatakan reliable atau
sebaliknya (Singarimbun,1995).
Metode analisis data
menggunakan korelasi dan regresi linier
berganda yang dianalisis dengan
menggunakan program SPSS ver. 10
Hasil Penelitian
Hasil uji coba instrumen ada dua,
yakni: uji validitas dan uji reliabilitas.
Validitas menunjukkan sejauh
mana suatu alat ukur itu mengukur apa
yang seharusnya diukur. Untuk variabel:
(1) Jabatan guru terdiri dari 40 item
pernyataan dan dinyatakan valid 37 item
(93%), (2) Komitmen guru terdiri dari 40
item pernyataan dan dinyatakan valid 38
item (95%).
87
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Hasil uji reliabilitas instrumen:
(1) Jabatan guru mempunyai tingkat
koefisien reliabilitas sebesar 0,9667, (2)
Komitmen guru mempunyai tingkat
koefisien reliabilitas sebesar 0,9596.
Kedua variabel mempunyai koefisien
reliabilitas > 0.60, karena itu kedua
instrumen memiliki reliabilitas yang
tinggi.
Data yang terkumpul melalui
angket penelitian dan hasil perhitungan
statistik diperoleh data variabel jabatan
guru (X1) skor tertinggi 137, skor
terendah 89, nilai rata-rata (mean) 117,23
median sebesar 111, modus sebesar 111,
dan standar deviasi 10,28. Data variabel
komitmen guru (X2) diperoleh skor
tertinggi 148, skor terendah 103, nilai
rata-rata (mean) 123,03, median sebesar
114, modus sebesar 114, dan standar
deviasi 13,81. Data variabel kinerja guru
(Y) diperoleh skor tertinggi 170, skor
terendah 123, nilai rata-rata (mean)
150,63, median sebesar 149, modus
sebesar 140, dan standar deviasi 14,56.
Untuk menentukan kondisi masing-
masing variabel di atas dengan cara
mengurangi skor tertinggi dengan skor
terendah kemudian dibagi lima. Dari
rumus penentuan kondisi di atas dapat
ditentukan bahwa kondisi persepsi guru
tentang jabatannya, komitmen guru dan
kinerja guru masih dalam taraf sedang.
Uji hipotesis berdasarkan
perhitungan koefisien korelasi antara X1
dengan Y sebesar 0,567 atau r X1Y =
0,567. Hal ini menunjukkan ada
hubungan yang sedang dan signifikan
antara persepsi tentang jabatan guru dan
kinerja guru sebesar 0,567 karena
terdapat pada interval koefisien antara
0,40 – 0,599. Dari perhitungan koefisien
beta diperoleh kontribusi 34,2%. Tingkat
signifikansi koefisien korelasi diuji
dengan membandingkan nilai t hitung
dan t tabel. Nilai t hitung diperoleh 3,890
dan t tabel pada taraf signifikansi 5%
dengan dk=33 diperoleh 1,69. Karena t
hitung > t tabel (3,890>1,69) sehingga
Ho ditolak.
Uji hipotesis berdasarkan
perhitungan koefisien korelasi parsial
antara X2 dengan Y sebesar 0,805 atau r
X2Y = 0,805. Hal ini menunjukkan ada
hubungan yang sangat kuat dan
signifikan antara komitmen guru dan
kinerja guru sebesar 0,805 karena
terdapat pada interval koefisien antara
0,80 – 1,000. Dari perhitungan koefisien
beta diperoleh kontribusi 67,5%. Tingkat
signifikansi koefisien korelasi diuji
dengan membandingkan nilai t hitung
dan t tabel. Nilai t hitung diperoleh 7,677
dan t tabel pada taraf signifikansi 5%
dengan dk=33 diperoleh 1,69. Karena t
88
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
hitung > t tabel (7,677>1,69) maka Ho
ditolak.
Uji hipotesis berdasarkan
perhitungan koefisien korelasi antara X1
dan X2 dengan Y sebesar 0,909 atau R
X1X2Y = 0,909. Hal ini menunjukkan
tingkat hubungan yang sangat kuat
karena terdapat pada koefisien interval
antara 0,80 – 1,000. Dari perhitungan
koefisien determinasi (R2) diperoleh
kontribusi 82,7%. Tingkat signifikansi
koefisien korelasi diuji dengan
membandingkan nilai F hitung dan F
tabel. Nilai F hitung diperoleh 76,378 dan
F tabel (α = 0,05, dk=2, dk=35-2-1)
diperoleh 3,23. Karena nilai F hitung > F
tabel (76,378>3,23) maka Ho ditolak.
Diskusi hasil penelitian
Berdasarkan pengujian data yang
dilakukan dengan menggunakan
inferensial dengan statistik t, maka
diperoleh hasil penelitian bahwa persepsi
guru dan komitmen dari ketiga sekolah
tersebut dinyatakan sedang. Dengan
demikian pihak lembaga atau sekolah
harus sering mengadakan pelatihan dan
pembinaan yang sifatnya dapat
meningkatkan persepsi yang baik dan
benar tentang jabatan guru dan
komitmen. Jika persepsi tentang jabatan
guru baik dan benar, maka para guru akan
berperilaku dan bersikap baik serta
bersungguh-sungguh dalam mengemban
amanahnya sebagai guru sehingga
mempunyai komitmen yang kuat kepada
lembaga.
Sebagaimana persepsi guru dan
komitmen, bahwa kinerja guru di sini
juga dalam taraf sedang. Dengan kinerja
yang sedang tidak akan mencapai hasil
yang optimal dalam mendidik dan
mengajar peserta didik, hal ini sangat
memprihatinkan sekali karena guru
adalah ujung tombak keberhasilan
pendidikan. Oleh karena itu lembaga
harus membuat strategi untuk dapat
membangkitkan semangat kinerja guru,
misalnya dengan mengadakan pelatihan,
memberikan reward kepada guru yang
berprestasi, memberikan raport guru dan
lain sebagainya.
Dari penjelasan di atas dan
berdasarkan hasil penelitian, bahwa
secara simultan ada hubungan yang
sangat kuat antara persepsi guru dan
komitmen guru pada lembaga dengan
kinerja guru. Dalam artian persepsi guru
dan komitmen dapat mempengaruhi
kinerja guru.
Simpulan dan saran
Berdasarkan analisis dan
pembahasan hasil penelitian dapat
disimpulkan sebagai berikut:
89
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
1. Ada hubungan yang signifikan
antara jabatan guru dengan kinerja
guru SMA Ta’miriyah, Khadijah
dan Al Falah di Surabaya.
2. Ada hubungan yang signifikan
antara komitmen guru dengan
kinerja guru SMA Ta’miriyah,
Khadijah dan Al Falah di
Surabaya.
3. Ada hubungan yang signifikan
antara jabatan guru dan komitmen
guru secara bersama-sama dengan
kinerja guru SMA Ta’miriyah,
Khadijah dan Al falah di
Surabaya.
Dari kesimpulan di atas
disarankan bagi para guru harus dapat
mempersepsikan jabatannya dengan baik
dan benar, karena jabatan tersebut sudah
menjadi pilihan dalam hidupnya. Guru
juga harus memiliki komitmen afektif
pada lembaga agar kinerjanya semakin
meningkat.
Adapun bagi pihak sekolah atau
lembaga diharapkan dapat memfasilitasi
para guru untuk dapat mengembangkan
kompetensinya. Disamping itu, sekolah
atau lembaga dalam merekrut guru harus
lebih memperhatikan kebenaran persepsi
seseorang dan komitmen yang tinggi
pada lembaga.
Daftar pustaka
Anwar, Moch. Idoch. (2000). Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktek. Cet-12. Jakarta:Rineka
Cipta.
Dessler,G. (1998). Manajemen Sumber
Daya Manusia. Ahli bahasa:
Molan, B. Jakarta: Prenhallindo.
Diboye, R. L & Smith. C. (1994).
Understanding An Individual
and Organizational Psychology,
An Integratif Appoach, 4th Ed.
New York: Harcoot Brace
College Rublisher.
Djam’an, S. (2001). Profesi Keguruan.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Fadjar, Malik. (2002). Fasilitator
Kebijakan Pemerintah Pada
Bidang Dikdas Edisi II 2002.
Jakarta: Ditjen Dikdasmen
Depdiknas.
Ghozali, Imam. (2005). Analisis
Mulivarite dengan Program
SPSS, Semarang: Badan
Penerbitan Universitas
Diponegoro.
Gibson, J.L. Wancvich, J.M. Donnelly,
J.H. (1996). Organisasi:
Prilaku, Struktur dan Proses.
Alih Bahasa: Adiarni. N.
Jakarta: Bina Rupa Aksara.
90
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Greenberg & Baron. (1997). Behavior in
Organizational: Understanding
and Managing The Human Side
of Work. 6th ed. New Jersey:
Prentice-Hall International, Inc.
Nazir, Moh. (1988). Metode Penelitian.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nugroho, Bhuono. A. Strategi Jitu
Memilih Metode Statistik
Penelitian dengan SPSS.
Yogyakarta: Andi.
Pareek, U. (1996). Prilaku Organisasi.
Jakarta: Pustaka Binaman
Pressindo.
Pidarta, Made. (2000). Landasan
Kependidikan, Jakarta: Rineka
Cipta.
Rakhmat, J. (2000). Psikologi
Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Robbins, Stephen P. Alih bahasa,
Hadyana Pujaatmaka dan
Benyamin Molan. (2001).
Perilaku Organisasi: Konsep,
Kontroversi, Aplikasi. Jakarta:
Prenhallindo.
Singarimbun, Masri. (1995). Metode
Penelitian Survey. Jakarta:
LP3ES.
Sudjana, Nana, & Rivai, Ahmad. (1991).
Media Pengajaran: Penggunaan
dan Pembuatannya, Cet-2.
Bandung: Sinar Baru.
Thoha, M. (1986). Prilaku Organisasi.
Jakarta: Rajawali.
Tilaar, H.A.R. (2003). Manajemen
Pendidikan Nasional. Bandung:
Rosdakarya.
Zuhairini, (1984). Metodik khusus
Pendidikan Agama. Surabaya:
Usaha nasional.
91