IMPLEMENTASI RELIGIOUS CULTURE MELALUI
PROGRAM PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DI
MAN 4 JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)
Oleh :
Faridatunnuha Khoha Al-Fawwaz
11140110000096
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M / 1440 H
i
Kata kunci : Religous Culture, Program, Penguatan Pendidikan Karakter
ABSTRAK
Faridatunnuha Khoha Al-Fawwaz (11140110000096). Implementasi Religious
Culture melalui Program Penguatan Pendidikan Karakter di MAN 4 Jakarta.
Skripsi. Jakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2018
Pendidikan di sekolah bukan hanya ditekankan pada pemahaman kognitif
semata tetapi juga pengamalan dari pemahaman kognitif tersebut atau yang
disebut dengan perilaku atau akhlak. Karena itu sekolah menerapkan pendidikan
karakter dalam proses pembelajaran di sekolah. Namun faktanya masih banyak
guru yang kurang terampil dalam mendidik karakter siswa sehingga kurang
berdampak pada pengembangan karakter siswa. Dengan latar belakang tersebut
maka diciptakanlah religious culture dalam rangka mensukseskan program
Penguatan pendidikan Karakter di sekolah yang bertujuan agar siswa terbiasa
melakukan berbagai kegiatan positif keagamaan guna membentuk habit dalam
diri siswa sehingga terciptalah karakter yang diharapkan.
Penelitian ini dilakukan di MAN 4 Jakarta dengan metode penelitian
kualitatif yaitu mendeskripsikan dan memberikan gambaran tentang kejadian atau
suasana dengan sebenar-benarnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah: observasi, wawancara dan dokumentasi. Pemerikasaan keabsahan data
dengan menggunakan triangulaisi yaitu penggabungan dari teknik yang
digunakan. Dan untuk analisis data, peneliti menggunakan analisis deskriptif
dengan tahapan yaitu: reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: dalam rangka pembentukan
religious culture di MAN 4 adalah dengan menggunkan pola pelakon dengan
konsep yang diberikan menggunakan metode pembiasaan dan peneladanan.
Kemudian dalam implementasi religious culture maka dibentuklah beberapa
kegiatan siswa yaitu: 5 S, mengawali pembelajaran dengan TTD, tausiyah, infaq,
melaksanakan sholat dhuhur dan ashar berjamaah tepat waktu, berdzikir dan
berdoa setelah sholat, kultum setelah sholat dzuhur, keputrian untuk siswi putri,
selasa bersih, pengajian bulanan, perayaan PHBI dan pesantren Ramadhan. Ada
pula beberapa kegiatan guru dan staff yaitu: kajian tafsir dan hadist, kajian
keislaman, dzikir dan muhasabah bersama. Dan ada beberapa faktor penghambat
dan pendukung yang dibagi menjadi bebrapa kategori yaitu: dilihat dari sisi siswa,
sisi guru, dan sis keadaan sekolah.
ii
Keywords: Religious Culture, Programs, Strengthening Character Education
ABSTRACT
Faridatunnuha Khoha Al-Fawwaz (11140110000096). Implementation of
Religious Culture through the Character Education Strengthening Program at
MAN 4 Jakarta. Essay. Jakarta: Major of Islamic Education, Faculty of Tarbiyah
Science and Education at UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2018
Education in schools is not only emphasized in cognitive understanding but also
the practice of cognitive understanding or what is called behavior or morals.
Therefore the school applies character education in the learning process at school.
But the fact is that there are still many teachers who are less skilled in educating
students 'character so that they have less impact on students' character
development. With this background religious culture was created in order to
succeed the Character Education Strengthening program in schools which aims to
make students accustomed to carrying out various positive religious activities in
order to shape the habit within students so that the desired character is created.
This research was conducted in MAN 4 Jakarta with a qualitative research method
that is describing and providing an overview of events or atmosphere in truth.
Data collection techniques used are: observation, interviews and documentation.
Examination of the validity of the data by using triangulation is a combination of
the techniques used. And for data analysis, researchers used descriptive analysis
with stages, namely: data reduction, data presentation, and conclusions.
The results of this study indicate that: (1) in order to establish a religious culture
in MAN 4 is to use an actor pattern with the concept given using the method of
habituation and example. (2) in the implementation of religious culture several
student activities are formed, namely: 5 S, initiating learning with TTD, tausiyah,
infaq, performing dhuhur and ashar prayers in congregation on time, performing
dhikr and praying after prayer, cultum after midday prayer, keputrian for female
students , Tuesday, monthly recitation, PHBI celebrations and Ramadan Islamic
boarding schools. There are also several teacher and staff activities, namely: study
of interpretations and hadiths, Islamic studies, dhikr and muhasabah together. (3)
there are several inhibiting and supporting factors which are divided into several
categories, namely: in terms of students, the teacher's side, and the school
situation.
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirabbil ‘Alamin, segaala puji syukur kepada Allah swt.
karena atas izinNya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selawat serta
salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah saw. yang membawa risalah
islam sebagai pedoman hidup untuk meraih keselamatan hidup di dunia dan di
akhiarat nanti.
Penulisan skripsi tentang Implementasi Religious Culture Melalui
Program Penguatan Pendidikan Karakter bisa selesai dengan semestinya dengan
banyaknya bantuan, dorongan serta semangat dan doa dari berbagai pihak, maka
penulis dengan hormat dan atas kerendahan hati berterima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Marhamah Saleh, Lc., MA. selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Bahrissalim, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya guna membimbing dalam
penyelesaiaan skripsi ini.
5. Siti Khadijah, MA selaku dosen pembimbing akademik yang selalu
memberikan semangat dan motivasi kepada saya.
6. H. Ismail Nur, Lc., M.Ag selaku kepala madrasah MAN 4 Jakarta, beserta
seluruh jajarannya.
7. M. Kholil, S.Pdi dan Solikhatun, M.Ag selaku kedua orang tua yang selalu
memberi support, bimbingan dan doa untuk anaknya ini agar senantiasa
diberikan kemudahan dalam segala aktivitas, terimaksih sedalam-dalamnya.
iv
8. Sahabat seperjuangan, Nursyifa Mufliha, Riska Rudithia, Zaki Irfan yang
telah menemani saya dalam suka maupun duka dalam lika-liku kehidupan di
Ciputat. Semoga lekas menyelesaikan skripsinya.
9. Keluarga KAHFI BBC Motivator School yang selalu memberikan motivasi
untuk hidup saya, juga selalu mengingatkan saya untuk segara menyelesaikan
skripsi ini.
10. Teman-teman PAI angkatan 2014, yang terus membuat saya terpacu agar
segera meyelesaikan skripsi ini.
11. Untuk saudara Teguh Iswanto, terimakasih karena selalu berusaha
memberikan semangat, bantuan dan setia menemani dalam proses pembuatan
skripsi
Atas semua kontribusi yang tidak dapat disebutkan satu persatu terimakasih
saya haturkan. Saya hanya bisa berdo’a semoga kita semua selalu di beri rahmat,
hidayah, dan keberkahan hidup dunia dan akhirat. Dan untuk semua yang telah
membantu, saya amat berterimakasih atas kebaikannya semoga Allah
memberikan pahala yang setimpal dan senantiasa meridhoi amal usaha kita.
Aamiin.
Jakarta, 10 Desember 2017
Penulis
Faridatunnuha K.AF
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. i
ABSTRACK ......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 8
C. Pembatasan Masalah ............................................................................. 8
D. Perumusan Masalah .............................................................................. 8
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................... 9
F. Manfaat Penelitian ................................................................................ 9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Budaya Religius (religious culture) .................................................... 10
1. Pengertian Culture (Budaya) ......................................................... 10
2. Modal Pembangun Budaya ........................................................... 12
3. Pendekatan Budaya ....................................................................... 17
4. Pengertian Religious ...................................................................... 20
5. Pengertian Religious Culture ........................................................ 21
6. Proses Pembentukan Budaya Religius di Lembaga Pendidikan ... 23
7. Karakteristik Budaya Religius ...................................................... 26
8. Faktor Pendukung Penciptaan Religious Culture di Sekolah ....... 28
B. Program Penguatan Pendidikan Karakter ............................................ 29
C. Pendidikan Karakter ............................................................................ 31
vi
1. Pengertian Pendidikan Karakter .................................................... 31
2. Tujuan Pendidikan Karakter ......................................................... 34
3. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter ................................................... 35
D. Hasil Penelitian Relevan ..................................................................... 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 41
B. Metode Penelitian ................................................................................ 41
C. Sumber Data ........................................................................................ 42
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 43
E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ................................. 44
F. Teknik dan Analisis Data .................................................................... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
1. Gambaran Umum Tentang Madrasah ........................................... 45
2. Konsep Religious Culture di MAN 4 Jakarta ............................... 55
3. Implementasi Religious Culture melalui Program Penguatan
Pendidikan Karakter di MAN 4 Jakarta ........................................ 58
4. Faktor Pendukung dan Penghambat .............................................. 66
B. Pembahasan ......................................................................................... 67
1. Konsep Religious Culture di MAN 4 Jakarta ............................... 67
2. Implementasi Religious Culture melalui Program Penguatan
Pendidikan Karakter di MAN 4 Jakarta ........................................ 69
3. Faktor Pendukung dan Penghambat .............................................. 73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 77
B. Saran .................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 80
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Kepala Madrasah Dari Masa ke Masa .................................................. 46
Tabel 4.2 Jumlah Guru .......................................................................................... 46
Tabel 4.3 Jumlah Karyawan .................................................................................. 46
Tabel 4.4 Struktur Muatan Kurikulum IPA ........................................................... 47
Tabel 4.5 Struktur Muatan Kurikulum IPS ........................................................... 48
Tabel 4.6 Struktur Muatan Kurikulum Keagamaan .............................................. 49
Tabel 4.7 Daftar Kegiatan Harian Religious ......................................................... 56
Tabel 4.8 Daftar Kegiatan Pendukung Religious .................................................. 57
Tabel 4.9 Daftar Kegiatan Mingguan Guru dan Staff ........................................... 57
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi Kegiatan Religious Culture
Lampiran 2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
Lampiran 3 Pedoman Wawancara
Lampiran 4 Hasil Wawancara
Lampiran 5 Hasil Catatan Lapangan
Lampiran 6 Daftar Tenaga Pendidik dan Kependidikan
Lampiran 7 Struktur Organisasi
Lampiran 8 Struktur Penegakan Disiplin
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangan zaman sekolah dituntut untuk menciptakan sumber
daya manusia berkualitas yang diciptakan melalui pendidikan. Pendidikan
yang dimaksud bukan hanya pendidikan yang berkaitan dengan pengetahuan
semata, tetapi pendidikan yang mengacu kepada pembentukkan pola prilaku
dan karakter.
Menurut Omar Muhammad Toumy Assyaibani yang di kutip dalam buku
Ilmu Pendidikan , mengartikan bahwa pendidikan sebagai perubahan yang
diinginkan dan diusahakan oleh proses pendidikan, baik pada tataran tingkah
laku individu maupun pada tataran kehidupan sosial serta tataran relasi dengan
alam sekitar, atau pengajaran sebagai aktivitas asasi dan proporsi antara
profesi di masyarakat.1 Pendidikan dapat dilihat dari dua segi yaitu, Pertama
dilihat dari sudut masyarakat, diakui manusia memiliki kemampuan asal atau
potensi, disini ditekankan pada mencari apa yang ingin dicarinya. Kedua
dilihat dari segi pandang individu, jadi di sini pendidikan dapat didefinisikan
sebagai proses untuk menemukan dan mengembangkan kemampuan-
kemampuan seseorang.2
Oleh karenanya pendidikan memiliki fungsi juga
tujuan agar pembelajaran dapat dilakukan secara optimal dan peserta didik
dapat meraih prestasi yang baik.
Dalam UUD No 20 tahun 2003 dijelaskan pula bahwa “pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
1 Tatang S, Ilmu Pendidikan, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012), h. 13.
2 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, (Jakarta: Pustaka
Alhusna,1988), h. 56-57.
2
masyarakat, bangsa, dan negara”.3 Dalam undang-undang tersebut juga
disebutkan, pendidikan memiliki tujuan yang tertera pada pasal 3 yang
berbunyi “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.4
Menurut pandangan Islam, tujuan pendidikan adalah untuk menjadikan
manusia sebagai hamba Allah, sebagaimana yang terdapat dalam firman
Allah:
س إل ليعبدوى ٦٥ وها خلقت ٱلجي وٱل
Artinya:”Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah”
(Q.S. adh-Dhariyat, 51:56).
Dalam hadits Rasullullah SAW bersabda:
ن هكارم األخالق إوا بعثت ألتو
yang artinya: “Bahwasanya aku diutus (Allah) untuk menyempurnaan
keluhuran budi pekerti.” (HR. Ahmad).5
Dari pernyataan di atas tujuan pendidikan nasional beriringan dengan
tujuan pendidikan Islam yaitu dalam undang-undang, ayat dan hadits tersebut
sangat nyata bahwasanya selain menciptakan manusia yang memiliki ilmu
pengetahuan, manusia di dunia ini juga diciptakan agar menjadi makhluk yang
bertakwa, berakhlak mulia dan berkarakter baik. Sesuai dengan panutan dan
suri tauladan kita Rasulullah SAW. kita selaku ummatnya dituntut untuk
mengikuti sebagaimana Rasulullah telah ajarkan. Sehingga pendidikan
karakter merupakan langkah awal untuk mewujudkan hal tersebut.
3 Depdiknas, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Sisdiknas, (Bandung: Fokus
Media, 2009), h. 2 4 Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
(Bandung: Citra Umbara, 2009), h. 64. 5 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), cet. 15, h. 2
3
Pendidikan karakter bukanlah sebuah topik baru dalam dunia pendidikan.
Berdasarkan penelitian sejarah, pendidikan memiliki dua tujuan, yaitu
membimbing para generasi muda untuk menjadi cerdas, dan memiliki perilaku
baik. Kata cerdas dan baik bukanlah dua kata yang sama, cerdas condong pada
kemampuan menguasi ilmu pengetahuan, sedangkan baik condong pada
prilaku manusia itu sendiri.
Karakter merupakan hal terpenting yang harus ditumbuhkembangkan
dengan baik dan benar dalam diri setiap generasi muda, karena karakter
adalah sebuah dasar dan fondasi utama untuk dapat membentengi diri dari
segala hal buruk yang hadir dalam dinamika kehidupan. Secara umum
karakter merupakan perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan, yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.6
Dalam dunia pendidikan, intelektual memang menjadi hal penting namun
karakter jauh lebih penting untuk ditumbuhkembangkan dalam diri peserta
didik. Tetapi pada realitanya tidak sedikit sekolah yang masih hanya
mengedepankan nilai-nilai kognitif semata tanpa memperhatikan lebih dalam
tentang nilai-nilai afektif (sikap) dalam proses pembelajaran di sekolah
sehingga peserta didik kurang memberikan perilaku baik terhadap guru,
teman, orang tua, diri sendiri hingga terhadap Tuhannya. Banyak siswa yang
memiliki tingkat kepintaran dalam pengetahuannya, tapi kurang mampu dalam
berinteraksi dengan sesamanya, cenderung sombong dengan kepintarannya
sehingga mengakibatkan hubungan sosial dengan lingkungannya tidak baik.
Bahkan banyak juga siswa yang pintar dalam intelektualnya tetapi kurang baik
dalam memperlakukan Tuhannya, lupa akan ibadahnya.
Hal ini bisa terjadi karena masih rendahnya keterampilan guru dalam
menumbuhkan karakter positif islami pada peserta didik, dan kurangnya
6 Lany Octavia, dkk, Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, (Jakarta: Rumah
Kitab, 2014), Cet ke-1, h. 11
4
program-program sekolah yang dapat menunjang keberhasilan dalam proses
pendidikan karakter.
Sesuai RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) yang
sudah ada, maka untuk menghasilkan perilaku yang baik serta menumbuhkan
karakter positif pada siswa, bisa diupayakan dengan program-program yang
dilaksanakan oleh sekolah dalam menunjang keberhasilan pendidikan
karakter, karena program adalah upaya untuk mencapai sasaran. Untuk
mencapai satu sasaran, bisa dengan melalui satu atau beberapa program yang
direalisasikan dengan kegiatan-kegiatan di sekolah. Hal ini sesuai dengan UU
No 25 Tahun 2004 bahwa “Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi
satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga
untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau
kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah”. Program
pendidikan karakter dapat dilakukan melalui; pengajaran, pemotivasian,
peneladanan, pembiasaan, dan penegak aturan.7
Dengan pembuatan program
pengembangan budaya di sekolah, serta menerapkannya melalui kegiatan-
kegiatan yang positif pada siswa, seperti masuk ke lokasi sekolah tepat waktu
dan bertingkah sopan, belajar dalam kelas secara tertib tanpa adanya bising
ketika tidak ada guru sekalipun, belajar di perpustakaan ketika waktu dan
belajar untuk mengisi waktu kosong, mengikuti upacara sesuai program
sekolah, dan lain sebagainya.
Penguatan Pendidikan Krakter merupakan salah satu program pemerintah
untuk menunjang tingkat kualitas diri peserta didik seperti yang tertulis dalam
PERPRES RI Nomor 87 Tahun 2017 bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 yang
menyatakan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter yang disingkatt PPK
adalah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta
didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan
7 Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga: Revitalisasi Peran
Keluarga Dalam Membentuk Karakter Anak Menurut Perspektif Islam, (Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2014), h. 2
5
pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat
sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).8
Program pendidikan karakter ini bukanlah program yang baru diterapkan,
Kementrian Pendidikan Nasional pada tahun 2010 mengeluarkan Rencana
Aksi Nasional (RAN) Pendidikan Karakter untuk mengembangkan rintisan di
sekolah-sekolah seluruh Indonesia dengan delapan belas nilai karakter. Dalam
perkembangannya di dunia pendidikan, sudah banyak sejumlah sekolah yang
sering dianggap unggul oleh masyarakat, dan telah lama melakukan
implementasi pendidikan karakter sesuai visi dan misi sekolah yang
bersangkutan. Banyak9 satuan pendidikan telah melaksanakan praktik baik
dalam penerapan pendidikan karakter. Dampak dari penerapan ini adalah
terjadinya perubahan mendasar dalam ekosistem pendidikan dan proses
pembelajaran sehingga prestasi mereka pun meningkat. Namun, pendidikan di
Indonesia sesungguhnya melewatkan beberapa dimensi penting dalam
pendidikan, yaitu olah raga (kinestetik), olah rasa (seni) dan olah hati (etik dan
spiritual). Apa yang dilakukan oleh pihak sekolah hanya berupa olah pikir
yang menumbuhkan kecerdasan akademis, itu pun belum berada pada
pengembangan berpikir tingkat tinggi. Persoalan ini perlu diatasi melalui
penguatan pendidikan karakter sehingga Program PPK ingin memperkuat
pembentukan karakter siswa yang selama ini sudah dilakukan di banyak
sekolah.
Dalam upaya menguatkan kembali pendidikan karakter di sekolah,
sehingga mampu terinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari, maka
diperlukan suatu pengimplementasian religious culture di sekolah. Dan dengan
mengimplementasikan religius culture sebagai salah satu cara untuk
meningkatkan kembali pendidikan karakter, maka peserta didik akan benar-
benar dapat menjadi generasi unggul yang bukan hanya dalam bidang
8 Salinan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomer 87 Tahun 2017 Tentang
Penguatan Pendidikan Karakter
6
keilmuannya tapi juga karakternya dengan dilandasi fondasi yang kuat dari
nilai-nilai keagamaan.
Religious Culture atau budaya religi merupakan salah satu metode
pendidikan yang komperhensif, karena dalam perwujudannya terdapat banyak
cara seperti pemberian teladan, pembiasaan melakukan nilai-nilai islami, dan
memfasilitasi dalam pembentukan moral serta bertanggungjawab dan
keterampilan hidup yang lain. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
religius culture ini adalah penanaman budaya-budaya islami di sekolah untuk
dapat menginternalisasi nilai-nilai keagamaan kedalam diri peserta didik.
Religius ini bukan sekadar memberikan materi tentang agama, tetapi juga
benar-benar merealisasikan langsung dalam keseharian di lingkungan sekolah.
Nilai karakter religius juga mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang
Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku, menghargai perbedaan agama,
menjunjung tinggi sikap toleran terhadap agama. Religius culture dalam
konteks ini yang berarti pembudayaan nilai-nilai agama Islam dalam
kehidupan di sekolah dan di masyarakat, yang bertujuan untuk
menumbuhkembangkan nilai-nilai agama Islam yang diperoleh siswa dari
hasil pembelajaran di sekolah, agar menjadi bagian yang menyatu dalam
perilaku siswa sehari-hari dalam lingkungan sekolah atau masyarakat. Sasaran
pengamalan budaya agama Islam (religious culture) adalah siswa dan seluruh
komunitas sekolah meliputi kepala sekolah, guru pendidikan agama Islam,
guru mata pelajaran umum, pegawai sekolah, dan komite sekolah. Sedangkan
upaya dari perwujudan nilai-nilai keagamaan dalam diri peserta didik perlu
dilakukan secara serius dan terus menerus melalui suatu program yang
terencana. Upaya tersebut dalam konteks lembaga pendidikan tidak semata-
mata menjadi tugas guru Pendidikan Agama Islam (PAI) saja, tetapi juga
menjadi tugas dan tanggungjawab bersama, seperti guru mata pelajaran
umum, pegawai sekolah, komite sekolah, dukungan siswa (OSIS), terutama
Kepala Sekolah bagaimana dapat membangun budaya sekolah yang kondusif
melalui penciptaan religious culture di sekolah.
7
Diantara berbagai instansi pendidikan, MA Negeri 4 Jakarta merupakan
salah satu sekolah unggulan dibawah naungan KEMENAG RI yang dijadikan
sebagai percontohan untuk seluruh MAN yang ada di Jakarta. Sekolah yang
berbasis keagamaan ini telah membuktikan mampu tumbuh di kota besar dan
mampu bersaing dengan sekolah – sekolah umum lainnya sehingga telah
banyak mengantongi prestasi dalam bidang akademik ataupun non akademik.
Sebagai sekolah berbasis keagamaan, tentunya MAN 4 tidak terlepas dari
pembiasaan melakukan nilai-nilai agama di lingkungan madrasah yang
dijadikan budaya agar senantiasa melekat dan menjadi kebiasaan dalam diri
peserta didik. Berbagai kegiatan keIslaman telah diimplementasikan dengan
baik dalam kegiatan rutin di sekolah. Tadarus Al-Quran, pembacaan Al-
Ma’tsurat dan surat Al-Waqiah serta kajian agama di pagi hari merupakan
sederetan kegiatan yang telah dijalankan oleh peserta didik sebelum memasuki
kelas. Kegiatan rutin ini dilakukan selama 90 menit mulai pukul 06.30 WIB –
08.00 WIB di masjid madrasah. Pelaksanaan sholat dhuha hingga sholat
dhuhur dan ashar diwajibkan berjamaah di masjid dan diberikan sanksi bagi
siswa yang tidak melaksanakannya. Hal ini dilakukan agar peserta didik
terbiasa melakukan ibadah – ibadah wajib hingga sunnah di kesehariannya dan
menjadikan agama islam sebagai ruh dalam diri guna untuk meningkatkan
keimanan serta ketaqwaan kepada Allah, sebagaimana salah satu misi MAN 4
yaitu menjadikan agama Islam sebagai ruh dan sumber nilai pengembangan
madrasah. Masih banyak lagi program – program keagamaan yang dibuat
untuk meningkatkan pola pembiasaan sikap dan perilaku religi di madrasah.
Pembiasaan serta pembudayaan nilai-nilai keislaman yang dibuat dalam
program-program sekolah yang akhirnya tanpa disadari akan membentuk pola
karakter Islami dalam diri peserta didik sehingga mereka tetap terus
menjalankan kegiatan-kegiatan positif tersebut.
Keberhasilan MAN 4 Jakarta dalam mengimplementasikan religious
culture tersebut menarik untuk dikaji lebih mendalam, untuk mengetahui
bagaimana hal tersebut bisa dicapai melalui Program Penguatan Pendidikan
8
Karakter yang ada di dalamnya. Maka dari itu, penulis melakukan penelitian
lebih lanjut dan menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul:
“Implementasi Religious Culture Melalui Program Penguatan Pendidikan
Krakter di MAN 4 Jakarta”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dalam penelitian ini dapat
diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut :
1. Rendahnya keterampilan guru dalam menumbuhkan karakter positif
siswa.
2. Kurangnya program-program kegiatan Islami yang dapat menunjang
keberhasilan dalam proses penguatan pendidikan karakter.
3. Kurangnya kerjasama antara guru PAI dengan guru lain dalam
membudayakan nilai-nilai agama di madrasah
4. Belum optimalnya dalam mengimplementasikan Religous culture di
madrasah
C. Pembatasan Masalah
Dari beberapa identifikasi masalah di atas, agar masalah yang diteliti tidak
terlalu luas pembahasannya maka penulis membatasi penelitian ini yaitu:
1. Program-program kegiatan Islami yang dapat menunjang karakter
siswa.
2. Upaya masyarakat madrasah dalam mengimplementasikan budaya
beragama di lingkungan madrasah.
D. Perumusan Masalah
1. Bagaimana konsep religious culture di MAN 4 Jakarta?
2. Bagaimana implementasi religious culture melalui program Penguatan
Pendidikan Karakter di MAN 4 Jakarta ?
9
3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam mengimplementasikan
religious culture di MAN 4 Jakarta?
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Untuk mengetahui konsep religious culture di MAN 4 Jakarta.
2. Untuk mengetahui implementasi religious culture melalui program
Penguatan Pendidikan Karakter di MAN 4 Jakarta.
3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam
mengimplementasikan religious culture di MAN 4 Jakarta.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini berdasarkan tujuan yang telah dikemukakan di atas,
maka penulis mengharapkan penelitian ini bermanfaat:
1. Untuk pihak madrasah penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
salah satu referensi dalam pengimplementasian religious culture di
madrasah.
2. Untuk segenap guru penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu
perantara untuk meningkatkan kinerja dalam mendidik siswa bukan hanya
dalam aspek kognitif, tetapi juga dalam hal pembentukan karakter peserta
didik dan benar-benar menjadi teladan yang baik dengan
mengimplementasi religious culture.
3. Untuk peserta didik penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk
senantiasa menghidupkan secara aktif budaya Islami di madrasah, agar
terbentuk karakter Islami pula.
4. Untuk penulis, sebagai salat satu persyaratan mendapatkan gelar sarjana
dalam jenjang pendidikan.
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Budaya Religius (Religious Culture)
1. Pengertian Budaya (Culture)
Istilah budaya pada awalnya berasal dari disiplin ilmu antropologi
sosial dan memiliki cakupan yang sangat luas. Istilah budaya dapat
diartikan sebagai totalitas pola perilaku, kesenian, kepercayaan,
kelembagaan dan semua produk lain dari karya dan pemikiran manusia
yang mencirikan kondisi suatu masyarakat atau penduduk yang
ditransmisikan bersama.1
Budaya sering disamakan dengan kebudayaan, meskipun sebenarnya
budaya tidak sama dengan kebudayaan. Kata budaya bermula dari kata
majemuk budidaya dan dapat dipisahkan menjadi daya dan budi. Budaya
adalah daya dari budi yang melahirkan cipta, karsa dan rasa, sementara itu
kebudayaan adalah hasil atau buah dari budaya itu sendiri.2
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), budaya diartikan
sebagai pikiran, adat istiadat, sesuatu yang sudah berkembang, sesuatu
yang menjadi kebiasaan yang sulit diubah.3 Istilah kebudayaan atau
culture dalam bahasa Inggris, berasal dari kata kerja dalam bahasa Latin
colere yang berarti bercocoktanam (cultivation) dan bahkan di kalangan
penulis pemeluk agama Kristen istilah cultura juga dapat diartikan sebagai
ibadah atau sembahyang (worship). Dalam bahasa Indonesia, kata
kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk
jamak dari kata buddhi (budi atau akal) dan ada kalangannya juga
ditafsirkan bahwa kata budaya merupakan perkembangan dari kata
1 J.P. Kotter & J.L. Heskett, Dampak Budaya Perusahaan Terhadap Kinerja, terj.
Benyamin Molan (Jakarta : Prenh.lindo, 1992), h.. 4. 2 Joko Tri Prasetya, dkk, Ilmu Budaya Dasar, Cet. 2, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 28.
3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT.
Balai Pustaka, 1991), h.. 149
11
majemuk ―budi-daya‖ yang berarti daya dari budi, yaitu berupa cipta,
karsa dan rasa. Karenanya ada juga yang mengartikan bahwa kebudayaan
merupakan hasil dari cipta, karsa dan rasa.
Dalam pemakaian sehari-hari, orang biasanya mensinonimkan definisi
budaya dengan tradisi. Tradisi dalam hal ini diartikan sebagai ide-ide
umum, sikap dan kebiasaan dari masyarakat yang nampak dari perilaku
sehari-hari yang menjadi kebiasaan dari kelompok dalam masyarakat
tersebut. Padahal tradisi dan budaya itu berbeda, budaya dapat
memasukkan ilmu pengetahuan kedalamnya, sedangkan tradisi tidak dapat
memasukkan ilmu pengetahuan ke dalam tradisi tersebut.
Taylor, sebagaimana di kutip dalam buku Budaya Religius Dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan yang mengartikan budaya merupakan suatu
kesatuan yang unik dan bukan jumlah dari bagian-bagian suatu
kemampuan kreasi manusia yang immaterial, berbentuk kemampuan
psikologis seperti ilmu pengetahuan, teknologi, kepercayaan keyakinan,
seni dan sebagainya.4
Dalam antropologi budaya, ruang lingkup kajian kebudayaan
mencakup variasi obyek yang sangat luas, antara lain meliputi
dongeng-dongeng, ragam bahasa, ragam keranjang, hukum,
upacara minta hujan dan lain sebagainya. Lebih lanjut
Koentjaraningrat sendiri mendefinisikan kebudayaan merupakan
―keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar‖.5
Koentjaraningrat juga mengelompokkan aspek-aspek budaya berdasarkan
dimensi wujudnya, yaitu:
a) Kompleks gugusan atau ide seperti pikiran, pengetahuan, nilai,
keyakinan, norma dan sikap
b) Kompleks aktivitas seperti pola komunikasi, tari-tarian dan
upacara adat.
4 Muhammad Fathurrohman, Budaya Religius Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan,
(Yogyakarta: KALIMEDIA, 2015), h.. 44 5 Koentjaraningrat, Rintangan-rintangan Mental dalam Pembangunan Ekonomi di
Indonesia (Jakarta : Lembaga Riset Kebudayaan Nasional Seni, 1969), h.. 17.
12
c) Material hasil benda seperti seni, peralatan dan lain
sebagainya.6
Juga menyebutkan unsur-unsur universal dari kebudayaan adalah
meliputi:
a) Sistem religi dan upacara keagamaan
b) Sistem dan organisai kemasyarakatan
c) Sistem pengetahuan
d) Bahasa
e) Kesenian
f) Sistem mata pencaharian hidup dan
g) Sistem teknologi dan peralatan.7
Sedangkan menurut Robert K. Marton yang di kutip oleh Asmaun
Sahlan dalam bukunya Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah; Upaya
Mengembangkan PAI dari Teori ke Aksi, bahwa di antara segenap unsur-
unsur budaya terdapat unsur yang terpenting, yaitu kerangka aspirasi
tersebut, dalam artian ada nilai budaya yang merupakan konsepsi abstrak
dan hidup di dalam alam pikiran.8
Oleh karena itu, dapat simpulkan dari berbagai pendapat tentang
pengertian budaya di atas bahwasanya budaya merupakan keseluruhan
pola-pola tingkah laku, adat istiadat, baik eksplisit maupun implisit, yang
diperoleh dan diturunkan melalui simbol, yang akhirnya mampu
membentuk sesuatu yang khas, yang kemudian menjadi identitas dari
kelompok itu sendiri. Budaya melahirkan cipta, karya dan karsa manusia
yang terwujud setelah diterima oleh masyarakat atau komunitas tertentu
serta dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh kesadaran
tanpa pemaksaan dan ditransmisikan pada generasi selanjutnya secara
bersama pula.
6 Ibid
7 Ibid
8 Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah; Upaya Mengembangkan PAI
dari Teori ke Aksi, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), h.. 71
13
2. Modal Pembangun Budaya
Selama ini pengertian modal sering kali identik dengan ilmu ekonomi.
Teori ekonomi, menurut Bourdieu, telah mereduksi pengertian modal
sebagai semata-mata bagian dari praktik ekonomi materialis, karena
ukurannya adalah uang, padahal dalam sejarahnya, justru ekonomisme
sebagai alat invasi kapitalisme. Teori ekonomi mereduksi modal sebagai
pertukaran universal menjadi pertukaran perdagangan, berorientasi profit
ekonomi, dan mengejar kepentingan pribadi. Pada konteks inilah Bourdieu
berusaha membongkar reduksi teori ekonomi itu dengan membebaskan,
memperluas, dan menafsirkan ulang pengertian modal, menjadi sesuatu
yang berharga, imaterial, dan non-ekonomi. Melalui konsep modal,
Bourdieu mengusahakan ―transubstansiasi‖, supaya modal-modal lain
yang bersifat non-ekonomi bisa saling terhubung dan berkonversi dengan,
salah satunya, modal ekonomi. Melalui konsep modal, Bourdieu ingin
menjelaskan struktur dan praktik dunia sosial dengan terlebih dahulu
melampaui dan mensintesiskan problem ekonomisme dan non-
ekonomisme. Dengan memperluas pengertian modal menjadi
―transubstansiasi‖ – pertukaran substantif – maka bisa dikatakan. Bourdieu
tengah menampilkan, mengangkat, bahkan mengembalikan posisi
sumberdaya-sumberdaya non-ekonomisme yang selama ini didominasi
oleh ekonomisme, seperti sumberdaya sosial dan budaya, untuk
diposisikan setara dengan sumberdaya ekonomisme dalam dunia sosial.
Bukan hanya membebaskan non-ekomisme dari monopoli dan dominasi
kelas ekonomisme, bahkan sampai pada tahap dapat dipertukarkan dengan
sumberdaya lain yang dihargai dalam praktikpraktik sosial. Modal sebagai
modalitas kekuasaan, menurut Bourdieu, akumulatif, bisa diwariskan, bisa
diatur posisinya, artinya dapat diperoleh dengan syarat-syarat tertentu
sebagaimana diatur dalam ruang sosial atau kelas sosial tempat modal
tersebut dihargai. Seperti disebutkan di atas, modal merupakan sesuatu
yang dianggap berharga dalam arena, digunakan sebagai sumber sekaligus
tujuan dari strategi kekuasaan. Jika arena adalah tempat habitus
14
menempuh strategi, modal adalah bagian dari mekanisme strategi habitus
dalam menguasai arena. Strategi relasi kuasa dan dominasi didasarkan
kepemilikan, komposisi, dan strategi penempatan modal-modal. Semakin
kokoh modal yang dimiliki, semakin kokoh pula posisi agen di suatu
arena. Secara lebih rinci, Bourdieu menulis modal dalam tiga bentuk:9
a. Modal ekonomi, yang dapat dikonversi menjadi uang dan dapat
dilembagakan dalam bentuk hak milik. Modal ekonomi, sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, adalah tipikal modal paling sempit,
pengertiannya terbatas, karena bersifat material dalam bentuk uang,
hak milik, dan kekayaan. Namun, justru karena bentuknya adalah
material, kata Bourdieu, modal ekonomi lebih independen, dan efektif
untuk dikonversi dengan modal-modal imaterial. Konvertibilitas
adalah strategi modal ekonomi untuk menempati posisi-posisi tertentu
dalam suatu arena, memastikan kelangsungan reproduksi modal, dan
dalam kondisi tertentu, menentukan relasi kekuasaan dalam dunia
sosial. Pada modal ekonomi, reproduksi dan transmisi terhadap modal-
modal lain dapat dikatakan bergerak intensif dan mengakar.
b. Modal budaya, pada kondisi tertentu dapat dikonversi menjadi modal
ekonomi dan dapat dilembagakan dalam bentuk kualifikasi
pendidikan; Modal budaya, menurut Bourdieu, eksis dalam tiga
bentuk. Pertama, terintegrasi dalam diri, berbentuk sistem disposisi
yang tahan lama dalam tubuh dan pikiran, seperti jujur, suka
menolong, tampan. Tipologi modal pertama ini, menurut Bourdieu,
melekat dalam diri agen sampai menjadi habitus. Konsekuensinya, ia
tidak mudah — pada hal-hal tertentu, bukan berarti tidak bisa —
dipindah, ditukar, diminta, atau dijual-belikan, secara instan,
sebagaimana uang, hak milik, atau kebangsawanan. Kedua, bersifat
objektif, yakni segala sesuatu yang secara budaya dianggap baik,
9 M. Najib Yuliantoro, Ilmu dan Kapital: Sosiologi Ilmu Pengetahuan Pierre
Bourdieu, (Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius, 2016), cet ke 1, h. 50
15
seperti karya ilmiah, buku, lukisan, monumen, dan secara material
dapat ditukar menjadi modal ekonomi. Secara material dan simbolik,
modal budaya objektif bersifat aktif, efektif, dipertaruhkan, dan
diperjuangkan dalam produksi budaya. Oleh karena itu, selain berbekal
modal budaya diri, modal budaya objektif membutuhkan kesungguhan
dan kecakapan individual untuk mendapatkannya. Ketiga, bersifat
institusional, yakni diobjektifikasi dalam bentuk aturan-aturan tertentu
yang diasumsikan memberi jaminan mutu secara sosial, seperti gelar
pendidikan atau jabatan politik.
c. Modal sosial, terdiri dari kewajibankewajiban sosial (‗koneksi-
koneksi‘), pada kondisi tertentu dapat dikonversi menjadi modal
ekonomi dan dapat dilembagakan dalam bentuk gelar kebangsawanan.
Bourdieu juga memperkenalkan modal sosial, sebagai: ―jumlah
sumberdaya aktual dan potensial, terkait kepemilikan jaringan relasi
jangka panjang, baik sudah atau belum terlembagakan, saling
mengakui dan mengenal; setiap anggota kelompok tersebut bersedia
mendukung kepemilikan modal secara kolektif‖. Modal sosial eksis
dalam bentuk praksis, berbentuk material dan simbolik, dan kedua hal
terakhir ini bisa dipertukarkan untuk saling melanggengkan jumlah
kepemilikan. Secara umum, modal sosial mengandung unsur
kepercayaan, solidaritas, loyalitas, dan koneksi, sehingga dapat
menjamin penerimaan eksistensi agen dalam ruang-ruang sosial yang
terikat seperti keluarga, kelas sosial, partai, sekolah, dan ruang-ruang
sosial lain. Kepemilikan modal sosial dipengaruhi oleh jumlah jaringan
relasi-relasi. Semakin banyak jumlah jaringan relasi, semakin kuat pula
pengaruh agen memobilisasi dan mengumpulkan modal-modal atau
modal global: ekonomi, budaya, simbolik. Karena eksistensi jaringan
relasi-relasi tidak natural, artinya tidak terberikan begitu saja baik
secara personal maupun sosial, maka modal sosial perlu diusahakan.
Dengan kata lain, jaringan relasi modal sosial perlu diraih melalui
strategi investasi, sosialisasi, baik individual atau kolektif, sadar atau
16
tidak sadar, untuk memberi pengaruh terhadap kemapanan reproduksi
relasi sosial dalam jangka pendek maupun panjang, sehingga memberi
implikasi sosial tertentu dalam bentuk subjektif, seperti rasa hormat,
pertemanan, terima kasih, atau institusional, seperti hak, keadilan dan
sebagainya.
d. Modal simbolik. Pengertian modal simbolik, menurut Bourdieu,
adalah jenis modal yang sebenarnya tidak berbentuk, bahkan
bersumber dari kekeliruan pengenalan, tetapi diakui, diterima, dan
bahkan dapat dikonversi dengan modal-modal lain. Modal simbolik
mengandaikan pula, kata Bourdieu, adanya mediasi dan intervensi dari
habitus. Secara sosial, modal simbolik berada dalam kapasitas kognitif
karena perkaranya adalah ke(tidak)absahan dalam mengakui dan
mengenali modal simbolik oleh logika pengetahuan. Modal simbolik,
dengan kata lain, berkaitan erat dengan legitimasi status dan prestise
dalam lingkaran sosial dan menjadi representasi legitimasi yang
dihargai dalam pandangan modal ekonomi, sosial, dan budaya.
e. Modal pendidikan. Pendidikan, sebagai suatu arena, cukup kental
dengan kekerasan simbolik dan imposisi arbitrasi budaya; pada
setidaknya tiga bentuk: pertama, pendidikan yang membaur (diffuse
education), terjadi dalam proses interaksi dengan anggota formasi
sosial yang dianggap kompeten dalam bidang-bidang tertentu,
contohnya, kelompok studi informal; kedua, pendidikan keluarga, pada
ruang sosial terkecil agen; ketiga, pendidikan institusional, seperti
sekolah atau perguruan tinggi. Pada ketiga bentuk tersebut, kekuatan
simbolik dibentuk, diarahkan, disempurnakan, melalui penanaman
karakter makna dan keberhasilan. Tetapi tanpa disadari, dengan cara
itu pulalah struktur relasi kuasa simbolik menguat. Dengan kata lain,
bentuk reproduksi sosial dari praktik pendidikan adalah melakukan
reproduksi praktikpraktik dominasi kelas dominan kepada kelas di
bawahnya, seraya mempertahankan posisi dan status kelasnya melalui
mekanisme simbolik. Fungsi pendidikan, dengan demikian, tiada lain
17
kecuali sebagai media reproduksi sosial atas reproduksi budaya.
Praktik-praktik kekerasan simbolik dalam pendidikan semakin kokoh
dengan dibentuknya perangkat-perangkat simbolis yang secara khusus
diciptakan untuk melancarkan proses reproduksi relasi kekuasaan.
Perangkat-perangkat tersebut diantaranya adalah etos, karya, dan
otoritas. Melalui perangkat-perangkat tersebut, proses inkulkasi
(penanaman) pendidikan, bisa dalam bentuk pelatihan, dilakukan
secara terus-menerus, memakan waktu cukup panjang, dan
membutuhkan konsistensi, sehingga memungkinkan bahwa hasil
pendidikan menjadi habitus dan stabil bagi kontinuitas kekerasan
simbolik. Jadi, dapat dikatakan, pendidikan selain menjadi arena untuk
reproduksi sosial dan kekerasan simbolik, juga arena untuk
membentuk dan mengakumulasi sistem disposisi dalam diri agen.
Perlu segera ditambahkan bahwa proses inkulkasi pendidikan tidak
dimulai dari nol. Fungsi pendidikan sekadar melatih, mendidik,
menyempurnakan, pada konteks tertentu ‗memilih‘, sistem disposisi
dan modal tertentu yang dimiliki oleh agen, sehingga agen
mendapatkan pengakuan dan kualifikasi simbolik dari sistem relasi dan
legitimasi kekuasaan otoritas pendidikan. Selain mendidik dan
melegitimasi, pendidikan juga menciptakan legitimasi hierarki sosial
dalam masyarakat modern. Selain itu, pendidikan sebagai strategi
kekuasaan, juga dapat diwariskan meskipun bersifat statis. Berbeda
dengan pewarisan dalam keluarga yang bersifat otomatis, pewarisan
statis mengandung maksud: pertahanan diri oleh kelas sosial
cenderung dilanggengkan tanpa perlu mengusahakan reproduksi diri
dari segenap anggotanya. Tetapi, bukan berarti pewarisan tersebut
tidak efektif. Pewarisan melalui pendidikan, menurut Bourdieu, jauh
lebih efektif karena kemampuannya untuk melegitimasi — dalam
konteks tertentu melanggengkan — reproduksi hierarki sosial,
menjamin kemapanan kelas, serta mendapatkan pengakuan simbolik
dari negara.
18
3. Pendekatan Budaya
Sangatlah menarik perhatian bahwa dalam alam kehidupan yang serba
maju dan modern dewasa ini, kebudayaan semakin mempunyai
kedudukan yang sentral. Hal ini dapat dijelaskan karena di samping
memang timbulnya berbagai masalah budaya yang harus di hadapi
juga karena pendekatan budaya menunjukkan cakupan yang
komperhendif dan berusaha mengadakan penyorotan secara evaluatif.
Berpijak pada kenyataan-kenyataan objektif yang dipahami serta
dijelaskan dalam kerangka pikir yang sistematis, pendekatan budaya
mempertanyakan makna pembangunan nasional dan berusaha mencari
pemecahan terhadap masalah yang di hadapinya untuk menemukan
jalan yang bermakna pula. Oleh karena itu, pendekatan ini melibatkan
tiga unsur yaitu data, teori, dan nilai seperti terlihat dalam gambar
berikut:
Data
Empirisme Kritisisme
Teori Nilai
Konstruktivisme
Suatu karya ilmiah mengenai fenomena budaya perlu berpijak pada
data objektif, sebab tanpa pijakan itu karya tersebut akan hanya
merupakan utopia yang tidak tahu ujung pangkalnya. Namun objek
memanifestasikan diri dalam gejala-gejala yang cerai berai serta serba
tak teratur dan hanya tampil sebagai sense-data dalam kesadaran
manusia sejauh didata dan disusun dalam kategori apriori, sehingga
terjadilah apa yang di sebut pengalaman atau pengetahuan empiris.
19
Selanjutnya untuk meningkatkan pengetahuan manusia secara
kreatif menjadi suatu ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan umat
manusia, diperlukan suatu teori atau rangkaian konsep sebagai kerangka
penyorotan secara tajam terhadap data-data empiris, sehingga kita dapat
memahami dan menjelaskan kejadian serta kaitan kausalnya secara
pasti dan bertanggung jawab. Dengan teori manusia mendalami proses
dan hukum yang berlaku dalam lalu-lalang serta timbul tenggelamnya
fenomena empiris dan bahkan mampu menguasai serta
mengendalikannya secara artifisal. Namun perlu di dasari bahwa teori
bersumber dari dan terarah pada data empiris, sedangkan data empiris
pada hakikatnya adalah factual: artinya de facto terjadi dalam bentuk
tertentu. Hal itu khususnya terlihat dalam kejadian-kejadian yang
berhubungan dengan kehidupan masyarakat, seperti kemiskinan,
ketidakadilan, dan bentuk-bentuk alienasi lainnya dalam masyarakat.
Hal semacam itu dapat di ukur dengan diberlakukan nilai. Dan dalam
membahas masalah-masalah manusia dan masyarakat, khususnya
masalah budaya sering melibatkan nilai etis sebagai tolok ukur kita
membutuhkan nila-nilai dasar untuk dapat memberikan kritik dan
evaluasi terhadap realitas faktual yang disodorkan melalui sense-data.
Dalam hal ini jelaslah bahwa terdapat asumsi-asumsi dasar tertentu
yang tidak dapat dielakkan yang justru dibutuhkan untuk memberikan
orientasi bagi kebudayaan termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi.10
Dengan demikian secara ringkas dapat dikemukakan bahwa
pendekatan budaya dilakukan dengan melibatkan ketiga unsur tersebut.
Data objektif semata-mata tanpa teori dan nilai adalah buta. Data dan
teori semata-mata tanpa nilai akan menimbulkan empirisme yang
ter[aku pada faktualisasi belaka tanpa idealisme yang terarah. Teori dan
nilai semata tanpa data objektif akan menimbulkan konstruktivisme
yang kehilangan sikap realitas sosial. Data dan nilai semata tanpa teori
10
Soerjanto Poespowadojo, Strategi Kebudayaan suatu Pendekatan Filosofis, (Jakarta:
Gramedia, 1989), h. 5-6
20
akan menimbulkan kritisisme yang melayang dan bahkan sering jatuh
dalam fanatisme yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
4. Pengertian Religious
Religious dalam bahasa Indonesia bermakna religius yang dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti bersifat religi atau keagamaan, atau
yang bersangkut - paut dengan religi.11
Agama adalah keseluruhan tingkah
laku manusia yang terpuji, yang dilakukan demi memperoleh ridha Allah,
dengan kata lain meliputi, keseluruhan tingkah laku manusia dalam hidup
ini, yang tingkah laku itu membentuk keutuhan manusia berbudi luhur
(ber-akhlaq karimah), atas dasar percaya atau iman kepada Allah dan
bertanggung jawab pribadi di hari kemudian.12
Religius yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama
lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.13
Religius menurut
Islam adalah menjalankan ajaran agama secara menyeluruh. Allah
berfirman dalam Q.S Al-Baqarah: 208
ه يطان إن بعوا خطوات الش لم كافة ول تت ها الذين آمنوا ادخلوا في الس ياأي
بين ) ( ٨٠٢لكم عدو م
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Menurut Nurcholis Madjid mengatakan agama bukan hanya
kepercayaan kepada yang ghaib dan melaksanakan ritual-ritual
tertentu. Agama adalah keseluruhan tingkah laku manusia yang
terpuji, yang dilakukan demi memperoleh ridha Allah. Agama,
dengan kata lain, meliputi keseluruhan tingkah laku manusia dalam
11
Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 288 12
Ngainun Naim, Character Building, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h.. 124 13
Anas Salahudin, Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis
Agama dan Budaya Bangsa), (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h.. 54
21
hidup ini, yang tingkah laku itu membentuk keutuhan manusia
berbudi luhur (ber-akhlaq karimah), atas dasar percaya atau iman
kepada Allah dan tanggung jawab pribadi di hari kemudian. Jadi
dalam hal ini agama mencakup totalitas tingkah laku manusia
dalam kehidupan sehari-hari yang dilandasi dengan iman kepada
Allah, sehingga seluruh tingkah lakunya berlandaskan keimanan
dan akan membentuk akhlak karimah yang terbiasa dalam pribadi
dan perilakunya sehari-hari.14
Muhaimin menyatakan bahwa kata religius memang tidak selalu
identik dengan agama. Kata religuis lebih tepat diterjemahkan sebagai
keberagamaan. Keberagamaaan lebih melihat aspek yang di dalam lubuk
hati nurani pribadi, sikap personal yang sedikit banyak merupakan misteri
bagi orang lain karena menapaskan intimitas jiwa, citra rasa yang
mencakup totalitas ke dalam pribadi manusia, bukan pada aspek yang
bersifat formal.15
Namun demikian keberagamaan dalam konteks
character building sesungguhnya merupakan manifestasi lebih mendalam
atas agama. Jadi, religius adalah penghayatan dan implementasi ajaran
agama dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan menurut Nurcholis Madjid, mengatakan bahwasanya
agama bukanlah sekedar tindakan-tindakan ritual seperti shalat dan
membaca doa. Agama lebih daripada itu, yaitu keseluruhan tingkah laku
manusia yang terpuji, yang dilakukan demi memperoleh ridla atau
perkenan Allah. Agama dengan demikian meliputi keseluruhan tingkah
laku manusia dalam hidup ini, yang tingkah laku itu membentuk keutuhan
manusia berbudi luhur atas dasar percaya atau iman kepada Allah dan
tanggungjawab pribadi di hari kemudian.16
5. Pengertian Budaya Religius (Religious Culture)
Dari beberapa pengertian tentang culture (budaya) dan religius di atas,
dalam kaitannya untuk memberikan definisi budaya religius, tidak hanya
14
Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta: Paramadina, 1997), h.. 124 15
Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h.. 288 16
Nurcholis Madjid, op.cit, h.. 125
22
menggabungkan pengertian dari kedua kata tersebut. Akan tetapi perlu
dimaknai secara luas adalah sekumpulan ajaran dan nilai-nilai agama yang
melandasi perilaku, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang
dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan
masyarakat sekolah.17
Antara agama dan budaya keduanya sama-sama melekat pada diri
seorang beragama dan di dalamnya sama-sama terdapat keterlibatan akal
fikiran mereka. Dari aspek keyakinan maupun aspek ibadah formal,
praktik agama akan selalu bersamaan, dan bahkan berinteraksi dengan
budaya. Budaya sangat berperan penting di dalam terbentuknya sebuah
praktik keagamaan bagi seseorang atau masyarakat. Dalam tataran nilai,
budaya religius berupa semangat berkorban, semangat persaudaraan,
semangat saling menolong dan tradisi mulia lainnya. Sedangkan dalam
tataran perilaku, budaya religius berupa tradisi sholat berjamaan, gemar
bershodaqoh, rajin belajar dan perilaku mulia lainnya.18
Religious culture atau budaya beragama dalam ini memiliki makna
yang sama dengan ―suasana religious atau suasana keagamaan‖. Adapun
makna suasana keagamaan menurut M. Saleh Mustahir adalah suasana
yang memungkinkan setiap anggota keluarnga beribadah, kontak dengan
tuhan dangan cara-cara yang telah ditetapkan agama, dengan suasana
tenang, bersih, hikmah. Sarananya adalah selera religious, selera etis,
estetis, kebersihan, itikat religious dan ketenagan.19
Namun budaya religius bukan hanya sekedar terciptanya suasana
religi, tetapi kegiatan yang biasa diciptakan untuk menginternalisasikan
nilai-nilai religius ke dalam diri peserta didik sehingga telah menjadi
kebiasaan sehari-hari. Jadi budaya religius harus didasari tumbuhnya
17
Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah; Upaya Mengembangkan
PAI dari Teori ke Aksi, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), h. 77 18
Ibid , h. 7 19
M. Salah Muntasir, Mencari Evidensi Islam, (Jakarta: Rajawali, 1995), h.. 120
23
kesadaran dalam diri civitas akademika di lokasi penelitian, tidak hanya
berdasarkan perintah atau ajakan sesaat saja.20
Budaya beragama di sekolah merupakan cara berfikir dan cara
bertindak warga sekolah yang didasarkan atas nilai-nilai religius
(keberagamaan). Budaya beragama disekolah merupakan sekumpulan
nilai-niai agama yang diterapkan di sekolah, yang meliputi : perilaku,
tradisi, kebiasaan, keseharian dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh
seluruh warga sekolah, atau perilaku-perilaku juga pembiasaan-
pembiasaan yang diterapkan dalam lingkungan sekolah sebagai salah satu
usaha untuk menanamkan akhlak mulia dan karakter yang baik pada diri
anak.
Dengan demikian, budaya religius pada hakikatnya adalah
terwujudnya nilai-nilai ajaran agama sebagai kebiasaan dalam berperilaku
dan budaya organisasi yang diikuti oleh seluruh warga sekolah. Dengan
menjadikan agama sebagai kebiasaan berperilaku dalam sekolah maka
secara sadar maupun tidak ketika warga sekolah mengikuti budaya yang
telah tertanam tersebut sebenarnya warga sekolah sudah melakukan ajaran
agama.
6. Proses Pembentukan Budaya Religius di Lembaga Pendidikan
Proses pembentukan budaya religius didahului dengan penanaman
nilai religius dalam pembelajaran. Nilai religius merupakan dasar dari
pembentukan budaya religius, karena tanpa adanya penanaman nilai
religius, maka budaya religius tidak akan terbentuk. Budaya religius yang
merupakan bagian dari budaya sekolah sangat menekankan peran nilai.
Bahkan nilai merupakan pondasi dalam mewujudkan budaya religius.
Tanpa adanya nilai yang kokoh, maka tidak akan terbentuk budaya
20
Muhammad Fathurrohman, Budaya Religius Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan,
(Yogyakarta: KALIMEDIA, 2015), h. 44
24
religius. Nilai yang digunakan untuk dasar mewujudkan budaya religius
adalah nilai religius.21
Secara umum budaya dapat terbentuk secara prescriptive dan dapat
juga secara terprogram sebagai learning process atau solusi terhadap suatu
masalah. Pertama terbentuknya budaya religius di lembaga pendidikan
melalui penurutan, peniruan, penganutan, dan penataan suatu skenario dari
atas atau dari luar pelaku budaya yang bersangkutan. Pola ini disebut pola
pelakonan, modelnya sebagai berikut:
Pola Pelakonan22
Tradisi dan perintah
Kedua adalah pembentukan budaya secara terprogram melalui learning
process. Pola ini bermula dari dalam diri pelaku budaya dan suara
kebenaran, keyakinan, anggapan dasar atau dasar yang dipegang teguh
sebagai pendirian, dan diaktualisasikan menjadi kenyataan melalui sikap
dan perilaku. Kebenaran itu diperoleh melalui pengalaman atau pengkajian
trial and eror dan pembuktiannya adalah peragaan pendiriannya tersebut.
Itulah sebabnya pola aktualisasinya itu disebut pola peragaan. Berikut ini
modelnya:
21
Chusnul Chotimah dan Muhammad Fathurrohman, Komplemen Manajemen
Pendidikan Islam Konsep Integratif Pelengkap Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras,
2014), h. 357. 22
Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah; Upaya Mengembangkan
PAI dari Teori ke Aksi, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), h. 83
Penurutan Peniruan Penganutan Perataan Skenario
Dari atas
25
Pola Peragaan23
Tradisi, Perintah
Budaya religius yang telah terbentuk di lembaga pendidikan
berkualitas ke dalam dan keluar pelaku budaya menurut dua acara, yaitu
aktualisasi budaya berlangsung secara covert (samar/tersembunyi) dan ada
yang overt (jelas/terang). Pertama adalah aktualisasi budaya yang berbeda
antara aktualisai ke dalam dengan ke luar, ini disebut covert yaitu
seseorang yang tidak berterus terang, berpura-pura, lain di mulut lain di
hati, penuh kiasan, dalam bahasa lembing, ia diselimuti rahasia. Kedua,
adalah aktualisasi budaya yang tidak menunjukkan perbedaan antara
aktualisasi ke dalam dengan aktualisasi ke luar, ini desibut dengan overt.
Pelaku overt berterus terang dan langsung pada pokok pembicaraan.
Menurut Novan Ardy Wiyani, pembentukan Religious Culture di
lingkungan sekolah yang mendukung kualitas iman dan taqwa guru dan
peserta didik, diantaranya dapat dilakukan dengan program-program
berikut:24
a. Penataan sarana fisik sekolah yang mendukung proses internalisasi
nilai iman dan taqwa dalam pembelajaran.
23
Ibid. 24
Novan Ardy Wiyani, Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Taqwa, (Yogyakarta:
Teras, 2012), h. 170-171
Raga
(Kenyataan) Perilaku Sikap Pendirian
dalam diri
pelaku
budaya
26
b. Pendirian sarana ibadah yang memadai.
c. Membiasakan membaca Al-Qur‘an/ tadarus setiap mengawali KBM.
d. Membiasakan menghubungkan setiap pembahasan disiplin ilmu
tertentu dengan perspektif ilmu agama
e. Membiasakan Shalat berjamaah Shalat berjamaah (Dhuha dan
Dzuhur).
f. Membudayakan ucapan salam di sekolah.
g. Memberikan hukuman bagi peserta didik yang melanggar peraturan
seperti terlambat masuk sekolah dengan hukuman hafalan Al-Qur‘an.
h. Adanya program Bimbingan Konseling yang berbasis nilai-nilai
keagamaan.
i. Membiasakan menghentikan semua aktifitas setiap tiba waktu shalat
dan adanya petugas keamanan sekolah bagi siapapun yang tidak
mengerjakan shalat berjamaah.
j. Adanya slogan-slogan motivasi di lingkungan sekolah.
7. Karakteristik Budaya Religius
Budaya religius pada masing-masing lembaga pendidikan mempunyai
karakteristik sendiri-sendiri. Hal tersebut dikarenakan budaya religius
merupakan bagian dari budaya lembaga pendidikan. Para ahli pendidikan
dan antropologi sepakat bahwa budaya adalah dasar terbentuknya
kepribadian manusia. Dari budaya dapat terbentuk identittas seseorang,
identitas masyarakat bahkan identitas lembaga pendidikan. Di lembaga
pendidikan secara umum terlihat adanya budaya yang sangat melekat
dalam tatanan pelaksanaan pendidikan yang menjadikan inovasi
pendidikan sangat cepat, budaya tersebut berupa nilai-nilai religius,
filsafat, etika dan estetika yang terus dilakukan.
Budaya lembaga pendidikan dapat berupa suatu kompleks ide-ide,
gagasan nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, aktivitas
27
kelakuan dari manusia dalam lembaga pendidikan, dan benda-benda karya
manusia. Budaya yang terjadi di lembaga pendidikan, termasuk
didalamnya adalah budaya religius, merupakan bidang budaya organisasi.
Budaya organisasi satu dengan lainnya tidak ada yang sama, walaupun
organisasinya sejenis. Hal tersebut karena dipengaruhi oleh visi dan misi
organisasi tersebut. Maka dari itu, Siswohartono mengatakan bahwa
budaya organisasi disebut juga dengan siat-sifat internal organisasi yang
dapat membedakannya dengan organisasi lain. Dalam suatu organisasi
disamping terdapat hal-hal yang bersifat hard antara lain adalah: struktur
organisasi, aturan-aturan, kebijakan, teknologi, dan keuangan. Hal tersebut
dapat diukur, kuantitatif serta dikontrol dengan relatif mudah. Sedangkan
hal-hal yang soft adalah yang terkait dengan the human side of
organizational (sisi/aspek manusiawi dan organisasi), meliputi nilai-nilai,
keyakinan, budaya serta norma-norma perilaku. Dimensi hard sering
disebut pula sebagai the classic elements dari suatu organisasi. Meskipun
elemen klasik, seperti hierarki struktur, formulisasi, dan rasionalisasi itu
merupakan hal-hal yang penting, namun hal tersebut tidak dapat
sepenuhnya menjelaskan perilaku organisasi. Budaya organisasi, yaitu
yang terkait dengan the human side of organizational, meliputi nilai-nilai,
keyakinan, serta norma-norma perilaku.
Jadi sudah wajar kalau budaya religius yang ada di lembaga
pendidikan yang satu berbeda dengan lembaga lainnya. Selain disebabkan
perbedaan visi dan misi lembaga yang bersangkutan, karakteristik budaya
religious di suatu lembaga pendidikan juga dipengaruhi oleh nilai-nilai
yang disepakati.25
Namun pada dasarnya dalam budaya religius sekolah terdapat
beberapa bentuk kegiatan yang setiap hari dijalankan oleh peserta didik,
diantaranya ialah:
25
Muhammad Fathurrohman, Budaya Religius Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan,
(Yogyakarta: KALIMEDIA, 2015), h. 212-214
28
a. Senyum, salam, sapa.
b. Saling hormat dan toleran.
c. Doa bersama.26
Budaya beragama (religious culture) yang diterapkan di sekolah ini
memiliki tujuan yang ingin dicapai, salah satunya adalah menanamkan
akhlak mulai diri pribadi peserta didik. Adapun nilai-nilai yang seharusnya
di kembangkan di sekolah antara lain:
a. Terbiasa berperilaku bersih, jujur dan kasih sayang, tidak kikir,
malas, bohong, serta terbiasa dengan etika belajar, makan dan
minum.
b. Berperilaku rendah hati, rajin, sederhana, dan tidak iri hari,
pemarah, ingkar janji, serta hormat kepada orang tua.
c. Tekun, percaya dan tidak boros.
d. Terbiasa hidup disiplin, hemat tidak lalai serta suka tolong
menolong.
e. Bertanggung jawab.
Jadi walaupun dikatakan setiap sekolah memiliki karakteristik budaya
religius sendiri-sendiri, namun ketetapan dasar dalam kegiatan inti untuk
menciptakan budaya religius di sekolah tetap sama dan memiliki tujuan
yang sama pula.
8. Faktor Pendukung Penciptaan Religious Culture di Sekolah
Untuk menciptakan suasana seperti itu sebaiknya diperhatikan hal-hal
berikut:
a. Peraturan Sekolah Peraturan yang dikeluarkan sekolah merupakan
aspek pertama yang harus ada dalam upaya pengembangan suasana
sekolah yang kondusif. Salah satu dari peraturan ini adalah tata tertib
26
Asmaul Sahlan, Mewujudkan Budaya Religious di Sekolah; Upaya Mengembangkan
PAI dari Teori ke Aksi, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), h. 117-121.
29
sekolah yang memuat hak, kewajiban sanksi, dan penghargaan bagi
peserta didik, kepala sekolah, guru dan karyawan.
b. Tenaga Pembina Untuk menciptakan suasana sekolah yang kondusif
bagi peningkatan imtaq peserta didik diperlukan tenaga Pembina yang
secara terus menerus melakukan bimbingan, arahan, dan pengawasan,
terhadap segenap aspek yang berkaitan dengan program tersebut yang
telah diterapkan di sekolah. Kegiatan pembinaan ini harus melibatkan
segenap potensi sumberdaya manusia yang tersedia di sekolah,
sehingga gerakan pembinaan ini berjalan secara serentak dan
terintegrasi.
c. Sarana Prasarana Faktor dominan, disamping ketenagaan dan
peraturan sekolah, dalam menciptakan suasana sekolah yang kondusif
bagi peningkatan imtaq peserta didik adalah ketersediaan sarana dan
prasarana sekolah yang dapat menunjang kegiatan pembinaan.27
B. Program Penguatan Pendidikan Karakter
Pengembangan atau pembentukan pendidikan karakter diyakini perlu dan
penting untuk dilakukan oleh sekolah untuk menjadi pijakan utama dalam
penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah. Program PPK (Penguatan
Pendidikan Karakter) merupakan program pendidikan yang dimaksud adalah
bentuk-bentuk penanaman nila-nilai karakter melalui pengajaran, pembiasaan,
peneladanan, pemotivasian serta penegakan aturan di sekolah untuk
memperkuat karakater siswa melalui proses pembentukan, transformasi,
transmisi, dan pengembangan potensi peserta didik dengan cara harmonisasi
olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi dan
numerisasi), dan olah raga (kinestetik) sesuai falsafah hidup Pancasila dengan
dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan
masyarakat yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental.
Program PPK dapat dimaknai sebagai pengejawantahan Gerakan Revolusi
27
Novan Ardy Wiyani, Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Taqwa, (Yogyakarta:
Teras, 2012), h.179-184
30
Mental sekaligus bagian integral Nawacita. Program PPK ini menempati
kedudukan fundamental dan strategis pada saat pemerintah mencanangkan
revolusi karakter bangsa sebagaimana tertuang dalam Nawacita (Nawacita 8),
menggelorakan Gerakan Nasional Revolusi Mental, dan menerbitkan RPJMN
2014-2019.28
Sebagai pengejawatan Gerakan Nasional Revolusi Mental sekaligus
bagian integral Nawacita, program PPK menempatkan pendidikan karakter
sebagai dimensi terdalam atau inti pendidikan nasional sehingga pendidikan
karakter menjadi poros pelaksanaan dalam pendidikan. Lebih lanjut, program
PPK perlu mengintegrasikan, memperdalam, memperluas, dan sekaligus
menyelaraskan berbagai program dan kegiatan pendidikan karakter yang
sudah dilaksanakan sampai sekarang. Dalam hubungan ini pengintegrasian
dapat berupa pemanduan kegiatan kelas, luar kelas di sekolah, dan luar
sekolah (masyarakat/komunitas); pemanduan kegiatan intrakulikuler,
kokulikuler, dan ekstrakulikuler; pelibatan secara serempak warga sekolah,
keluarga, dan masyarakat; perdalaman dan perluasan dapat berupa
penambahan dan pengintensifan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada
pengembaganan karakter siswa, penambahan dan pemajanan kegiatan belajar
siswa, dan pengaturan ulang waktu belajar siswa di sekolah atau luar sekolah;
kemudian penyelarasan dapat berupa penyesuaian tugas pokok guru,
Manajemen Berbasis Sekolah, dan fungsi Komite Sekolah dengan kebutuhan
program PPK. Dan Penguatan Pendidikan Karakter merujuk pada lima nilai
utama yang meliputi; (1) religuis; (2) nasionalis; (3) mandiri; (4) gotong
royong; (5) integritas.
Pengembangan karakter sebagai proses yang tiada henti terbagi menjadi
empat tahapan: pertama, pada usia dini, disebut sebagai tahapan pembentukan
karakter; kedua, pada usia remaja, disebut sebagai tahap pengembangan;
ketiga, pada usia dewasa, disebut sebagai tahap pemantapan; dan keempat,
28
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Konsep dan Pedoman Penguatan
Pendidikan Karakter, 2017, h.5
31
pada usia tua, disebut sebagai tahap pembijaksanaan. Karakter dikembangkan
melalui tahap pengetahuan (knowing), perilaku (acting), menuju kebiasaan
(habit).29
Karakter tersebut dikembangkan melalui tahap pengetahuan,
pelaksanaan, dan kebiasaan. Dengan demikian diperlukan tiga komponen
karakter yang baik, yaitu moral knowing, moral feeling atau perasaan, dan
moral action atau moral perbuatan. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan
warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus
dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan)
nilai-nilai kebajikan (moral).
Program PPK berfokus pada struktur yang sudah ada dalam sistem
pendidikan nasional. Terdapat tiga struktur yang dapat digunakan sebagai
wahana, jalur, dan medium untuk memperkuat pendidikan karakter bangsa,
yaitu:
1. Struktur Program, antara lain jenjang dan kelas, ekosistem sekolah,
penguatan kapasitas guru.
2. Struktur Kurikulum, antara lain kegiatan pembentukan karakter yang
terintegrasi dalam pembelajaran (intrakulikuler), kokulikuler, dan
ekstrakulikuler.
3. Struktur Kegiatan, antara lain bergabagai program dan kegiatan yang
mampu mensinergikan empat dimensi pengolahan karakter dari Ki Hadjar
Dewantara (olah raga, olah pikir, olah rasa, dan olah hati).30
C. Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Bila ditelusuri asal karakter berasal dari bahasa Latin ―kharakter‖,
―kharassein‖, ―kharax‖, dalam bahasa Inggris : character dan Indonesia
―karakter‖, Yunani character, dari charassein yang berarti membuat tajam,
29
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi Dan Aplikasinya Dalam Lembaga
Pendidikan, (Jakarta: Kecana Prenada Media Group, 2011), ed. I, cet. I, h.. 198 30
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Konsep dan Pedoman Penguatan
Pendidikan Karakter, 2017, h..12
32
membuat dalam.31
Dalam kamus Poerwadarminta yang di kutip ooeh
Abdul madjid dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Karakter
Perspektif Islam karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan
yang lain.32
Secara umum, karakter merupakan perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya
dan adat istiadat.33
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia karakter merupakan sifat-
sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang
dengan yang lainnya.34
Dengan demikian karakter dapat dikatakan pula
sebagai jati diri atau identitas yang dimiliknya yang membedakan dengan
seseorang dengan lainnya. Sebagai identitas atau jati diri, karakter
merupakan nilai dasar perilaku yang menjadi acuan tata cara interaksi
antara sesama manusia. Individu yang berkarakter baik atau unggul
merupakan seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik
terhadap Tuhan, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara.
Dalam pengertian yang sederhana pendidikan karakter adalah hal
positif apa saja yang dilakukan guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada
para siswanya.35
Menurut Ramli, pendidikan karakter memiliki esensi dan
makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlah.
31
Abdul Majid, dkk, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 2011), h.. 11 32
Ibid h. 11 33
Lany Octavia, dkk, Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, (Jakarta: Rumah
Kitab, 2014), Cet ke-1, H.. 11 34
Muchlas Samani, Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011), h.. 42 35
Ibid, h.. 43
33
Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang
baik, warga masyarakat dan warga negara yang baik.36
Pendidikan karakter juga dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang
mengembangkan karakter yang mulia (good character) dari peserta didik
dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan
pengambilan keputusan yang berada dalam hubungan dengan sesama
manusia maupun dalam hubungannya dengan Tuhannya.37
Russel
Williams, menggambarkan karakter laksana ―otot‖, yang akan menjadi
lembek jika tidak dilatih. Dengan latihan demi latihan, maka ―otot-otot‖
karakter akan menjadi kuat dan akan mewujud menjadi kebiasaan.38
Dalam grand desain pendidikan karakter, pendidikan karakter
merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan nilai-nilai luhur
dalam lingkungan satuan pendidikan (sekolah), lingkungan keluarga,
dan lingkungan masyarakat. Nilai-nilai luhur ini berasal dari teori-
teori pendidikan, psikologi pendidikan, nilai-nilai sosial budaya,
ajaran agama, Pancasila dan UUD 1945, dan UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta pengalaman terbaik dan
praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.39
Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana
yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter
menannamkan kebiasaan tentang hal mana yang baik sehingga peserta
didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah,
mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya
(psikomotorik). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus
melibatkan bukan saja aspek ―pengetahuan yang baik (moral knowing)‖,
akan tetapi juga ―merasakan dengan baik atau loving good (moral
feeling)‖, dan perilaku yang baik (moral action).
36 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta,
2012), h.. 24 37
Muchlas Samani, Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011), h.. 44 38
Ibid, h.. 35 39
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan, (Jakarta: KENCANA, 2011), h.. 17
34
2. Tujuan Pendidikan Karakter
Pada dasarnya tujuan pendidikan karakter adalah mendorong lahirnya
anak-anak yang baik dengan tumbuh dan berkembangnya karakter yang
baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan
komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan
segalanya dengan benar serta memiliki tujuan hidup. Tujuan pendidikan
karakter adalah sebagai peningkatan wawasan, perilaku, dan keterampilan,
dengan berlandaskan empat pilar pendidikan.
Tujuan akhirnya adalah terwujudnya insan yang berilmu dan
berkarakter. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai,
pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, atau bahkan
nilai-nilai karakter yang bertujuan mengembangkan kemampuan para
siswa untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara kebaikan,
mewujudkan dan menebar kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan
sepenuh hati. Menurut Kemendiknas, tujuan pendidikan karakter antara
lain:
a. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai
manusia dan warga Negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa.
b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji
dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa
yang religius
c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta
didik sebagai generasi penerus bangsa
d. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menjadi manusia
yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan
e. Mengembangkan lingkungan sekolah sebagai lingkungan belajar
yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan
rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).40
40 Agus Zaenul Fitri,. Reinventing Human Character: Pendidikan Karakter Berbasis
Nilai & Etika di Sekolah, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 24
35
Pendidikan karakter bertujuan membentuk dan membangun pola pikir
sikap, dan perilaku peserta didik agar menjadi pribadi yang positif,
berakhlak karimah, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab. Secara
substantif, tujuan pendidikan karakter adalah memimbing dan
memfasilitasi anak agar memiliki karakter positif (baik).41
Adapun tujuan pendidikan karakter yang sesungguhnya jika
dihubungkan dengan falsafah Negara Republik Indonesia adalah
mengembangkan karakter peserta didik agar mampu mewujudkan nilai-
nilai luhur Pancasila.
Menurut Maswardi Muhammad Amin, Berdasarkan komitmen
tersebut dirumuskan tujuan pendidikan karakter/budi pekerti secara
umum adalah untuk membangun dan mengembangkan karakter/budi
pekerti peserta didik pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan
agar dapat menghayati dan mengamalkan nilai-nilai butir sila dari
Pancasila. Secara khusus bertujuan mengembangkan potensi anak
didik agar berhati baik, berpikiran baik, berkelakuan baik, memiliki
sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan Negara, dan mencintai
sesama umat manusia.42
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, berorientasi, bergotong
royong, berjiwa patriotik berkembang dinamis, berorientasi ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
3. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia
diidentifikasikan berasal dari empat sumber, yaitu:
a. Agama. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat beragama, oleh
karena itu kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari
pada ajaran agama dan kepercayaannya.
41
Ibid, h. 20 42 Mawardi Muhammad Amin, Pendidikan Karakter Anak Bangsa, (Jakarta: Badouse
Media Jakarta, 2011), h. 37
36
b. Pancasila. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan
mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki
kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai pancasila dalam
kehidupannya sebagai warga negara.
c. Budaya. Nilai budaya ini dijadikan dasar dalam pemberian makna
terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota
masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam
kehidupan masyarakat mengharuskannya menjadi sumber nilai dalam
pendidikan budaya dan karakter.
d. Tujuan pendidikan nasional. Tujaun pendidikan nasional memuat
berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara
Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber
yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan
bangsa.43
Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut, teridentifikasi sejumlah nilai
untuk pendidikan karakter yaitu:
a. Religius
Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu
berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.
b. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.
c. Toleransi
Sikap memberikan hormat terhadap berbagai macam hal, baik yang
bersifat fisik, sifat, adat, budaya, suku, maupun agama.
d. Disiplin
43
Said Hamid Hasan, dkk, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa,
(Jakarta: Puskur Balitbang Kemendiknas, 2010), h.. 8
37
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
e. Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (atau bekerja) dengan
sebaik-baiknya.
f. Kreatif
Cara berpikir dan melakukan sesuatu berdasarkan kenyataan untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah
dimiliki.
g. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas.
h. Demokratis
Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
i. Rasa Ingin tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan
didengarnya.
j. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya
k. Nasionalis
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
l. Menghargai prestasi
38
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta
menghormati keberhasilan orang lain.
m. Bersahabat
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan
bekerja sama dengan orang lain.
n. Cinta damai
Sikap perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa
senang dan aman atas kehadiran dirinya.44
o. Cinta ilmu
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
p. Peduli sesama dan lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin
memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.45
q. Bertanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan
Yang Maha Esa.
D. Hasil Penelitian Relevan
1. Isma Rahmawati, Sarjana UIN Syarief Hidayatullah Jakarta tahun
2014 dengan judul skripsi ―Kontribusi Budaya Beragama Dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Di Smk Triguna
44
Asmaun Sahlan, Angga Teguh Prasetyo, Desain Pembelajaran Berbasis Pendidikan
Karakter, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 39 45
Zainal Aqib, Sujak, Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter, (Bandung: Yrama
Widya, 2011), h. 7-8
39
Utama‖. Berdasarlan penelitian tersebut bahwa udaya beragama di
sekolah SMK Triguna dapat memberikan kontribusi untuk mencapai
tujuan Pendidikan Agama Islam. dengan hasil siswa mampu membaca
al-Qur‘an dapat dilakukan dengan adanya kegiatan BTQ. Peningkatan
keimanan siswa dapat dilakukan dengan adanya budaya berdo‘a
sebelum dan sesudah memaulai pembelajaran, serta berdo‘a sehabis
shalat. Penanaman akhlak bagi siswa dapat dilakukan dengan
berberilaku disiplin, memberikan salam dan berjabat tangan.
Pengaplikasian dari kajian fikih dapat dilakukan dengan adanya shalat
zuhur dan shalat duha berjama‘ah. Untuk mempelajari sejarah Islam
dapat dilaksanakan dengan adanya Peringatan Hari Besar Islam.
Dengan adanya budaya beragama di sekolah seperti ini tentu sangat
berkontribusi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
2. Lukman, sarjana UIN Walisongo Semarang Fakultas Ilmu Tarbiuah
dan Keguruan Jurusan PAI tahun 2015 dengan judul skripsi
―Implementasi ”Religious Culture” Dalam Pendidikan Agama Islam
(Studi Kasus Di Smk Islamic Centre Baiturrahman Semarang)‖.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut implementasi Religius Culture
berjalan dengan lancar di SMK Islamic Centre Baiturrahman
Semarang. Dengan adanya kegiatan Religius Culture ini, para peserta
didik lebih aktif dan rajin dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan religius culture. Dengan adanya kegiatan
Religius Culture ini, peserta didik menjadi lebih aktif dan disiplin
dalam menjalankan kewajibannya dan memiliki sopan santun yang
sesuai dengan akhlak Islami dan karakter yang baik.
3. Pendidikan Karakter Religius di Sekolah Dasar Intregal (SDI) Luqman
Al-Hakim Trenggalek (2015) Penelitian ini dilakukan oleh Wahyu
Hendry Trisnawati. Dengan hasil penelitiannya adalah Mendidik
karakter religius siswa di SDI Luqman al-Hakim Trenggalek dianggap
sangat penting dikrenakan beberapa hal. Untuk karakter religius yang
ditunjukkan siswa melalui tiga aspek yaitu: Pertama, berkaitan dengan
40
moral knowing, siswa mengetahui alasan mengenakan jilbab. Kedua,
berkaitan dengan moral feeling, siswa menunjukkan rasa empati
terhadaptemannya yang kesusahan, dan mencintai hal baik (berpakaian
rapi, suk tempat bersih) dan peduli orang lain. Ketiga, berkatian
dengan moral doing adalah membudayakan senyum, salam, sapa,
berjabat tangan, melakukan sholat duhadan dhuhur berjamaah.
Kemudian metode yang digunakan adalah metode tauladan atau
uswah, metode memberi perhatian, metode nasehat, metode
pembiasaan, dan metode punishment atau hukuman.
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bertempat di MA Negeri 4 Jakarta terletak di Jl. Ciputat
Raya RT. 005 RW. 08 Kel. Pondok Pinang Kec. Kebayoran Lama, Kota
Jakarta Selatan – DKI Jakarta. Adapun waktu penelitian mulai dilaksanakan
pada bulan Oktober 2018.
B. Metode Penelitian
Secara umum metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Menurut ilmuan
Hillway, penelitian tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan
sesorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu
masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah
tersebut.1 Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yaitu
penelitian yang mencoba untuk memberikan gambaran secara sistematis
tentang situasi, permasalahan, fenomena, layanan atau program, ataupun
menyediakan informasi tentang misalnya kondisi kehidupan suatu masyarakat
pada suatu daerah, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-
situasi, sikap, pandangan, proses yang sedang berlangsung, pengaruh dari
suatu fenomena, pengukuran yang cermat tentang fenomena dalam
masyarakat. Lazimnya dalam penelitian deskriptif ini mengembangkan
konsep, menghimpun fakta, tapi tidak menguji hipotesis.2 Metode ini disebut
juga sebagai metode artistik, karena proses penelitian lebih bersifat seni
(kurang terpola), dan disebut sebagai interpretive karena data hasil penelitian
1 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Penerbit Galia Indonesia, 2013), h. 10
2 Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 47-
48
42
lebih berkenaan dengan interprestasi terhadap data yang ditemukan di
lapangan.3
Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian lapangan (field
research) yaitu penelitian yang dilakukan langsung di lapangan dan yang
bersifat deskriptif kualitatif yakni suatu penelitian yang bertujuan untuk
menerangkan fenomena sosial atau suatu peristiwa.
C. Sumber Data
Sumber data adalah dari mana data diperoleh. Sedangkan menurut Lofland
dan Lonfland sebagaimana dikutip moleong sumber data utama dalam
penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain.4
Sumber data penelitian ini terdiri dari 2 macam, yaitu data primer dan
sekunder:
1. Sumber data primer, yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari
informan di lapangan yaitu melalui wawancara dan observasi
mendalam dengan kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang
kurikulum, kesiswaan, dan guru agama Islam, serta beberapa siswa di
MAN 4 Jakarta mengenai implementasi religious culture melalui PPK
di sekolah.
2. Sumber data sekunder, yaitu kajian kepustakaan. Metode ini
dilakukan untuk mendapatkan data dan teori yang berhubungan dengan
yang diteliti melalui referensi buku dan berita-berita dari sumber
terpercaya.
Dalam penelitian kualitatif sumber data akan berkembang terus
(snowball) secara bertujuan (purposive) sampai data yang dikumpulkan
dianggap memuaskan. Oleh karena itu, sumber data akan bertambah terus
3 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2010), h.8 4 Lexi Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2010), cet. 27, h. 157
43
jika sumber data yang ditentukan belum dapat memberikan data yang
relevan bagi penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik merupakan alat bantu atau cara yang digunakan untuk
mendapatkan informasi data. Untuk mendapatkan data yang diinginkan,
penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu:
1. Pengamatan (Observasi)
Penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan terhadap
objek baik secara langsung maupun tidak langsung.5 Dengan teknik ini
penulis dapat mengamati objek dengan lebih seksama dan lebih mampu
memahami konteks sosial yang terjadi di lingkungan sekolah sehingga
mendapatkan data yang lebih lengkap dan valid. Teknik ini digunakan
untuk mengumpulkan data yang di perlukan.
2. Wawancara (Interview)
Wawancara atau interview barang kali dapat dikatakan merupakan alat
tukar menukar informasi yang tertua dan banyak digunakan umat manusia
dari seluruh zaman.6 Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara
semistruktur yang mana pertanyaannya akan memberi kebebasan kepada
responden untuk mejawab pertanyaan yang diajukan dan untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka,. Wawancara ditunjukkan
langsung kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum,
kesiswaan, dan guru agama Islam, serta beberapa siswa di sekolah. Teknik
ini digunakan untuk mendapatkan hasil data yang diperlukan, yaitu:
a. Identitas sekolah
b. Peraturan-peraturan sekolah yang telah di tetapkan
c. Data siswa
d. Identifikasi kegiatan yang menunjang dalam penguatan karakter
5 Hadeli, Metode Penelitian Kependidikan, (Ciputat: Quantum Teaching, 2006), h. 85
6 Ibid, h. 82
44
e. Identifikasi kegiatan yang terprogram dalam mengimplementasikan
religoius culture di sekolah.
3. Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, leger, agenda, dan
sebagainya. Dalam penelitian ini, dikarenakan buku catatan konseling siswa
bersifat rahasia, maka data yang dapat diambil adalah buku atau catatan
laporan kasus siswa dan .peraturan tertulis yang telah ditetapkan.
E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif ini memakai uji triangulasi.
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.7 Jadi triangulasi digunakan
untuk menggabungkan antara wawancara, observasi, serta dokumen-dokumen
yang didapat dari MAN 4 Jakarta. Maka data yang diperoleh akan lebih
konsisten, tuntas dan pasti.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,
sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada
orang lain.8 Setelah semua data dari lapangan terkumpul, maka penulis akan
mengolah data tersebut dengan menggunakan analisis deskriptif-kualitatif,
yaitu suatu teknik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data
yang terkumpul sehingga memperoleh gambaran secara umum dan
menyeluruh tentang keadaan yang sebenarnya.9 Untuk menganalisa data,
7 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2010), h. 241 8 Ibid, h. 244
9 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (akarta: Rineka Cipta, 2005), h. 322
45
penulis mengikuti konsep Miles dan Huberman yang mengemukakan bahwa
analisis data kualitatif terdiri dari tiga tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Reduksi Data (Data Reduction) Inti dari reduksi data adalah proses
penggabungan dan penyeragaman segala bentuk informasi yang
diperoleh menjadi satu bentuk tulisan (script) yang akan dianalisis.
Penulis mereduksi data dengan memfokuskan pada hal yang penting,
dan membuat kategori berdasarkan macam atau jenisnya dan
membuang data yang tidak diperlukan. Dengan demikian data yang
telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
mempermudah penulis untuk melakukan pengumpulan data.
2. Penyajian Data (Data Display) Setelah data direduksi, langkah
selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif,
penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.10
Setelah
mereduksi data, langkah selanjutnya yaitu mendisplay data. Dalam
langkah ini dilakukan penyajian dengan memisahkan pola yang
berbeda sesuai jenis dan macamnya sehingga strukturnya mudah
dipahami.
3. Kesimpulan/Verifikasi (Conclusion/Verifikasi) Langkah ketiga dalam
analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti
yang kuat. Tetapi jika didukung dengan bukti yang valid, maka
menjadi kesimpulan yang kredibel.11
10
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2010), h. 249 11
Ibid, h. 252
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
1. Gambaran Umum Tentang Madrasah
a. Identitas MAN 4 Jakarta
Nama Sekolah : MAN 4 Pondok Pinang Jakarta
Nomor Pokok Sekolah Nasional :Lama : 20109253 / Baru : 20177932
Jenjang : Sekolah Menengah Atas
Nomor Statistik Madrasah : 131131730003
Akreditasi : A (Ma. 004506)
Sertifikasi ISO : ISO 9001:2008 (Sucofindo ICS)
Jenis Sekolah : Keagamaan
Status : Negeri
Waktu Belajar : Sekolah Pagi s/d Sore
Tahun Berdiri : 29 April 1992,No 64 thn 1992
Standar Sekolah : Sekolah Standar Nasional (SSN)
Alamat Sekolah : Jl. Ciputat Raya RT. 005 RW. 08,
Kel. Pondok Pinang – Kec.
Kebayoran Lama, Kotamadya
Jakarta Selatan - DKI Jakarta, 12310
Telpon : 021-7690283
Faxmile : 021-7697795
Website : www.man4jkt.kemenag.go.id
Email : [email protected]
Status Tanah : Milik Kementerian Agama RI
Luas Tanah : 29.980 M2
Luas bangunan : 7.317 M2
Nama Kepala Madrasah : H. Ismail Nur, Lc., M.Ag.
47
b. Denah MAN 4 Jakarta
Gambar 4.1
c. Sejarah MAN 4 Jakarta
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 4 Jakarta adalah Lembaga
Pendidikan tingkat SLTA dengan ciri khas keislaman. Madrasah
Aliyah Negeri 4 Jakarta didirikan pada tahun 1992 hasil alih fungsi
dari PGAN 28 sesuai dengan Keputusan Menteri Agama RI nomor 64
tahun 1992 tanggal 29 April 1992.
Pada tahun 1998 MAN 4 Jakarta ditetapkan sebagai MAN Model
untuk DKI Jakarta oleh Menteri Agama RI sesuai Surat Keputusan
Dirjen Binbaga Islam tanggal 20 Februari 1998. Dan pada tahun 2008
MAN 4 Jakarta menjadi Madrasah Standar Nasional (MSN), sesuai
dengan perkembangan dunia pendidikan serta undang – undang
tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka pada tahun 2010 MAN 4
Jakarta ditetapkan sebagai Rintisan Madrasah Bertaraf Internasional
(RMBI) sesuai Surat Keputusan Kepala Kanwil Kementerian Agama
Provinsi DKI Jakarta. Namun sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi
(MK) mengenai penghapusan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
(RSBI) maka kini MAN 4 Jakarta tidak lagi berstatus sebagai Rintisan
Madrasah Bertaraf Internasional (RMBI). Namun MAN 4 Jakarta tetap
menjaga dan menjamin kualitas dan mutu pendidikan agar tetap
bersaing dengan sekolah lain, diantaranya menjalin sister school
48
dengan Narrogin Senior High School, Western Australia dan
Universitas di Tokyo, Jepang.
d. Visi, Misi, dan Motto, MAN 4 Jakarta
Visi Madrasah :
“ Terwujudnya Pendidikan Islami Unggul dalam Prestasi.”
Misi Madrasah :
1) Mewujudkan sistem pembinaan keagamaan yang islami.
2) Mewujudkan sistem akademik dan non akademik yang sistematis,
profesional dan berkelanjutan yang berorientasi pada tercapainya
prestasi nasional.
3) Menyelenggarakan pembinaan kompetensi guru dan
profesionalitas pegawai yang berintegritas.
4) Mewujudkan sistem pembinaan kecakapan global yang
sistematis, mendalam, aplikatif dan berkelanjutan.
5) Mewujudkan sarana dan prasarana madrasah yang lengkap,
berkualitas dan terawat.
6) Menyediakan tata kelola madrasah yang handal dan menjamin
terselenggaranya layanan prima.
7) Mewujudkan sistem pembinaan asrama yang sistematis, kreatif,
efektif, inovatif, menyenangkan, dan Islami.
8) Mewujudkan monitoring dan evaluasi sistem administrasi
manajemen madrasah.
Motto Madrasah :
“Madrasah Pilihanku, Madrasah Prestasiku”
e. Kepala MAN 4 Jakarta Dari Masa ke Masa :
Sejak MAN 4 Jakarta didirikan pada tahun 1992, sudah beberapa
kali terjadi pergantian kepala madrasah. Masa jabatan masing – masing
kepala madrasah berbeda – beda, MAN 4 Jakarta yang merupakan
institusi negeri/pemerintah maka kewenangan pergantian kepala
49
madrasah di tentukan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama
Provinsi DKI Jakarta, Hal tersebut dikarenakan MAN 4 Jakarta secara
hirarki merupakan binaan Kanwil Kemenag Prov. DKI Jakarta.
Pergantian kepala madrasah disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya
dikarenakan kepala madrasah masuk masa pensiun, penilaian kinerja
kepala madrasah dan prestasi madrasah. Beberapa kepala madrasah
yang pernah bertugas di MAN 4 Jakarta dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 4.1
NAMA PERIODE TUGAS
1. Drs. H. Daud Edies
2. Drs. H. Fachruddin,MM
3. Drs. H. Muchyi
4. Drs. H. Kidup Supriyadi, M.Pd.
5. Drs. M. Fadoli
6. Drs. Nuroto, M.Si.
7. Dra. Hj. Isnadiar Dekok, M.M.
8. Dra. Nurlaelah, M.Pd.
9. H. Ismail Nur, Lc., M.Ag.
Tahun 1992 s/d 1996
Tahun 1997 s/d 2002
Tahun 2002 s/d 2009
Januari s/d Maret 2009
April 2009 s/d Juli 2010
Agustus 2010 s/d Okt.2011
November 2011 s/d November 2014
Desember 2014 s/d Januari 2016
Februari 2016 s/d Sekarang
f. Jumlah Guru dan Karyawan
Guru
Tabel 4.2
No Guru Negeri Guru Guru
Jumlah NIP.15 NIP.13 Kontrak Honorer
1 71 5 15 91
Karyawan
Tabel 4.3
No Jabatan PT/PNS PTT/Honorer Jumlah
1 Tata Usaha 17 2 19
2 P/C.S 17 17
3 Satpam 6 6
JUMLAH TOTAL 42
50
g. Struktur Muatan Kurikulum
Tabel 4.4
1 2 3 4 5 6
Kelompok Umum
1 Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
a Al-Qu'ran Hadis 2 2 2 2 2 2
b Akidah Akhlak 2 2 2 2 2 2
c Fikih 2 2 2 2 2 2
d Sejarah Kebudayaan Islam 2 2 2 2 2 2
2 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 2 2 2 2 2
3 Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4 4
4 Bahasa Arab 4 4 4 2 2 2
5 Matematika 4 4 4 4 4 4
6 Sejarah Indonesia 2 2 2 2 2 2
7 Bahasa Inggris 2 2 2 2 2 2
8 Seni Budaya (*) 2* 2* 2* 2* 2* 2*
9 Penjasorkes 3 3 3 3 3 3
10 Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 2 2 2 2
11 Mulok (Tahfiz Quran)* 1* 1* 1* 1* 1* 1*
12 Mulok Ketrampilan Bhs Asing (Jepang/ Jerman) 2 2 2 2 2 2
34 34 34 32 32 32
Kelompok Peminatan ( C)
13 3 3 4 4 4 4
14 3 3 4 4 4 4
15 3 3 4 4 4 4
16 3 3 4 4 4 4
17 3 3 4 4 4 4
18 3 3
52 52 52 52 52 52
312
STRUKTUR KURIKULUM PEMINATAN IPA
Jumlah jam pelajran tiap-tiap Semester =
Total Beban Belajar Minimal =
Matematika Peminatan IPA
Lintas Minat 1: Bahasa dan Sasra Inggris
Lintas Minat 2: Bahasa Asing (Jepag/
Jerman)
Kelompok A :
Kelompok B :
XMATA PELAJARAN
XII
Biologi
Fisika
Kimia
Kelompok Lintas Minat
N0XI
51
Tabel 4.5
1 2 3 4 5 6
Kelompok Umum
1 Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
a Al-Qu'ran Hadis 2 2 2 2 2 2
b Akidah Akhlak 2 2 2 2 2 2
c Fikih 2 2 2 2 2 2
d Sejarah Kebudayaan Islam 2 2 2 2 2 2
2 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 2 2 2 2 2
3 Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4 4
4 Bahasa Arab 4 4 4 2 2 2
5 Matematika 4 4 4 4 4 4
6 Sejarah Indonesia 2 2 2 2 2 2
7 Bahasa Inggris 2 2 2 2 2 2
8 Seni Budaya (*) 2* 2* 2* 2* 2* 2*
9 Penjasorkes 3 3 3 3 3 3
10 Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 2 2 2 2
11 Mulok (Tahfiz Quran)* 1* 1* 1* 1* 1* 1*
12 Mulok Ketrampilan Bhs Asing (Jepang/ Jerman) 2 2 2 2 2 2
34 34 34 32 32 32
Kelompok Peminatan ( C)
13 3 3 4 4 4 4
14 3 3 4 4 4 4
15 3 3 4 4 4 4
16 3 3 4 4 4 4
17 3 3 4 4 4 4
18 3 3
52 52 52 52 52 52
312
Kelompok Lintas Minat
Lintas Minat 1: Bahasa dan Sasra Inggris
Lintas Minat 2: Bahasa Asing (Jepag/
Jerman)
Jumlah jam pelajran tiap-tiap Semester =
Total Beban Belajar Minimal =
Kelompok A :
Kelompok B :
Geografi
Sosiologi
Ekonomi
Sejarah Peminatan IPS
STRUKTUR KURIKULUM PEMINATAN IPS
N0 MATA PELAJARANX XI XII
52
Tabel 4.6
1 2 3 4 5 6
Kelompok Umum
1 Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
a Al-Qu'ran Hadis 2 2 2 2 2 2
b Akidah Akhlak 2 2 2 2 2 2
c Fikih 2 2 2 2 2 2
d Sejarah Kebudayaan Islam 2 2 2 2 2 2
2 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 2 2 2 2 2
3 Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4 4
4 Bahasa Arab 4 4 4 2 2 2
5 Matematika 4 4 4 4 4 4
6 Sejarah Indonesia 2 2 2 2 2 2
7 Bahasa Inggris 2 2 2 2 2 2
8 Seni Budaya (*) 2* 2* 2* 2* 2* 2*
9 Penjasorkes 3 3 3 3 3 3
10 Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 2 2 2 2
11 Mulok (Tahfiz Quran)* 1* 1* 1* 1* 1* 1*
12 Mulok Ketrampilan Bhs Asing (Jepang/ Jerman) 2 2 2 2 2 2
34 34 34 32 32 32
Kelompok Peminatan ( C)
13 2 2 3 3 3 3
14 2 2 3 3 3 3
15 2 2 3 3 3 3
16 2 2 2 2 2 2
17 2 2 2 2 2 2
18 2 2 3 3 3 3
19 3 3 4 4 4 4
20 3 3
52 52 52 52 52 52
312
Kelompok Lintas Minat
Lintas Minat 1: Bahasa dan Sastra Inggris
Lintas Minat 2: Ekonomi
Jumlah jam pelajran tiap-tiap Semester =
Total Beban Belajar Minimal =
Ilmu Kalam
Akhlak
Kelompok A :
Kelompok B :
Tafsir Ilmu Tafsir
Hadis Ilmu Hadis
Fikih Ushul Fikih
Bahasa Arab
STRUKTUR KURIKULUM PEMINATAN KEAGAMAAN
N0 MATA PELAJARANX XI XII
53
h. Unit Kegiatan Kesiswaan / Ekstrakurikuler
Bidang Keislaman:
a. Qiraatul Kutub
b. Kaligrafi
c. Hadroh
d. FMIKA (Forum Mudzakarah Isi dan kandungan Al-Quran)
e. Qira’at
f. Naady araby
g. Marawis ”Nahdhotus Shab’ah”
h. M4IC (MAN 4 Islamic Choir)
Bidang Bahasa:
a. English Conversation Club (ECC)
b. Nihon Kurabu
Bidang Olahraga:
a. FUTSAL / SEPAKBOLA
b. ALMODE BASKET
c. Badminton
d. Tenis Meja
e. Atletik
f. FUTSAL / SEPAKBOLA
g. ALMODE BASKET
h. Bola Voly
Bidang SAINS:
a. SAINS Matematika
b. SAINS Kimia
c. SAINS Ekonomi Dan Akuntansi
d. SAINS Kebumian
e. SAINS Geografi
f. SAINS Teknologi Informasi & Komunikasi (TIK)
g. SAINS Biologi
h. SAINS Fisika
54
i. Astronomi
j. Robotik
k. Kelompok Ilmiah Remaja ( KIR )
Bidang Bela Diri:
a. Silat
b. Taekwondo
c. Jujitsu
Bidang Seni:
a. Seni Tari Tradisional
b. BAND Akustik
c. Teater
d. Modeling
e. COLSTRA/BAND
Bidang lain-lain:
a. Klub Jurnalistik Sekolah (KJS)
b. PASKIBRAKA (Pasukan Pengibaran Bendera)
c. Palang Merah Remaja
d. Gerakan Pramuka
e. Pusat Informasi Dan Konsultasi (PIK)
i. Sarana Dan Prasarana
Di atas tanah seluas 2,2 hektar, berdiri kampus MAN 4 Jakarta
yang memiliki sarana prasarana sesuai dengan Permendiknas No. 24
Tahun 2007, berikut sarana dan prasarana yang tersedia:
1) Ruang belajar dilengkapi dengan LCD, AC, CCTV dan Sound
System (Hotspot area)
2) Laboratorium IPA (Fisika, Kimia, dan Biologi), Bahasa, komputer,
Agama dan Kesenian
3) Perpustakaan Digital
4) Ruang Multimedia
5) Ruang Bimbingan Konseling
55
6) Alat musik (Colstra, Band, Kedaerahan dan Marawis)
7) PSBB (Pusat Sumber Belajar Bersama)
8) Asrama Putra dan Putri (daya tampung 80 siswa)
9) Kantin dan koperasi
10) Lapangan olah raga (Sepak bola, volly, futsal dan basket)
11) Masjid
12) Green House dan Vertical Garden
13) Unit Kesehatan Sekolah (UKS) dengan Dokter jaga dan Suster
14) Lapangan parkir yang luas dan aman
15) Bus Operasional
16) Fitness Outdoor
2. Konsep Religiuos Culture di MAN 4 Jakarta
Budaya atau culture merupakan satu set perilaku, ide, adat-istiadat atau
kesenian, dan wujud benda yang diciptakan oleh seseorang atau
sekelompok orang dan diikuti oleh orang lain secara terus menerus.
Budaya yang dibentuk di MAN 4 merupakan budaya Islami yang
menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman di dalamnya karena memang
sudah jelas bahwa title yang disandangkan adalah madrasah, sekolah
keagamaan. Adapun budaya beragama di MAN 4 yang mencakup set ide
dan perilaku yaitu dengan adanya peraturan-peraturan yang mana di
dalamnya terkandung pembetukkan karakter Islami siswa.
Dalam perencanaan penerapan religious culture di MAN 4 Jakarta
kepala sekolah bekerjasama dengan seluruh guru yang ada. Perencanaan
ini prosesnya diawali dengan rapat kerja tahunan yang diadakan oleh
madrasah yakni rapat antara kepala sekolah dan guru yang masing-masing
guru menyampaikan pendapatnya terkait program religious culture yang
akan terus diterapkan atau adanya perubahan dan perbaikan di madrasah
yang nantinya akan disesuaikan dengan visi misi yang telah ditetapkan
dengan tujuan membentuk anak bangsa yang cerdas, terampil dan mandiri,
56
beriman dan taqwa kepada Allah SWT serta berwawasan IPTEK. Dan
berupaya menghasilkan peserta didik yang mempunyai landasan agama
yang kuat, berilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai, taat kepada
Allah dan Rasul-Nya, berbakti kepada orang tua, terampil dan mandiri
dalam hidup, serta berakhlak mulia dan menjaga nama baik madrasah.1
Dalam keseharian budaya religius di MAN 4 sudah dibentuk dan
diimplementasikan sejak pertama kali berdiri yaitu pada tahun 1992.
Konsep dalam religious culture adalah adanya pembiasaan serta
peneladanan di madrasah. Karena pembiasaan dapat berpengaruh besar
untuk mengembangkan karakter siswa agar lebih baik, serta peneladaan
merupakan pencontohan dari seorang guru yang merupakan model siswa
di madrasah. Selain pembiasaan dan peneladanan, untuk menanamkan
nilai-nilai religius juga diberikan di dalam kelas saat pembelajaran PAI
yang terbagi menjadi 4 mata pelajaran yaitu, akidah akhlak, fiqh, Quran
hadits, dan SKI . Sama seperti madrasah pada umumnya, pelajaran agama
masing diberikan alokasi waktu sebanyak 2 X 45 menit. Pembelajaran di
kelas merupakan dasar-dasar yang harus di miliki oleh siswa yang berupa
ilmu pengetahuan sebagai sebuah fondasi awal untuk menjalankan
kewajiban-kewajibannya baik di madrasah maupun di luar lingkungan
madrasah.
Dan ini sangat di dukung penuh oleh semua pihak sekolah, baik kepala
sekolah, guru, staff, karyawan, peserta didik, hingga wali murid terutama
guru bidang agama Islam yang merupakan ketua koordinasi kegiatan
religious culture dan sangat berperan aktif didalamnya. Dalam membuat
rangkaian konsep kegiatan religius, disepakati adanya kegiatan religius
dengan berbagai jenjang waktu, yaitu harian, mingguan, hingga bulanan
serta ada banyaknya ekstrakulikuler di bidang keagamaan yang sangat
1 Hasil wawancara dengan bu Fitri selaku WAKA Kurikulum pada hari rabu, 10 Oktober
2018
57
menunjang religious culture di madrasah ini. Berikut beberapa kegiatan
tersebut:
Program kegiatan harian:
a. 5 S (senyum, salam, sapa, sopan, santun).
b. Mengawali pembelajaran dengan TTD (tadarus, tahfidz, dhuha).
c. Tausiyah
d. Infaq
e. Melaksanakan sholat dzuhur berjamaah tepat waktu
f. Berdzikir dan berdoa bersama setelah sholat
g. Adanya kultum setiap sholat dzuhur oleh siswa
h. Melaksanakan sholat ashar berjamaah tepat waktu
Program kegiatan mingguan:
a. Keputrian untuk para siswi
b. Selasa bersih
c. Kajian tafsir dan hadist
d. Kajian keislaman
e. Dzikir dan muhasabah bersama
f. Berbagai ekstrakulikuler keIslaman.
Program kegiatan bulanan
a. Pengajian bulanan di rumah siswa
b. Perayaan PHBI dan Pesantren Ramadhan
Semua kegiatan keIslaman yang dibuat oleh pihak madrasah bertujuan
untuk menjadikan habit siswa melakukan kegiatan positif dan selalu
mengandung nilai keIslaman didalamnya yang berorientasi pada Allah
swt., sehingga berkelanjutan menjadi karekter pribadi siswa itu sendiri.
Religious culture ini dibentuk adalah sebagai salah satu cara untuk
kembali menguatkan program pendidikan karakter yang sudah lama
terlaksana karena karakter dapat terbentuk dengan adanya peneladanan
58
dan pengulangan serta pemberian motivasi agar terbentuklah karakter yang
positif.
3. Implementasi Religious Culture melalui program Penguatan
Pendidikan Karakter di MAN 4 Jakarta
Program PPK (Penguatan Pendidikan Karakter) merupakan program
pendidikan yang dimaksud adalah bentuk-bentuk penanaman nila-nilai
karakter melalui pengajaran, pembiasaan, peneladanan, pemotivasian serta
penegakan aturan di sekolah untuk memperkuat karakater siswa yang
mempunyai kedudukan fundamental dalam pendidikan.
MAN 4 Jakarta merupakan sekolah yang memiliki akreditasi sangat
baik dan termasuk salah satu sekolah unggulan yang berpegang teguh pada
visi dan misinya, khususnya dalam menjadikan siswa yang berkarakter
positif.2 Sebagai salah satu treatmentnya adalah melalui kegiatan religious
culture di madrasah
Dalam pelaksanaanya, MAN 4 Jakarta sudah mengimplementasikan
religious culture sejak madrasah pertama kali berdiri dan terus
dikembangkan dan lebih diinovasikan kembali. Budaya religius yang
dapat dilihat pertama kali adalah adanya masjid yang terletak di bagian
depan sekolah dan di samping sekolah. Hal ini dikarenakan masjid
memiliki banyak fungsi yaitu masjid ini adalah sebagai sarana ibadah dan
sarana pendukung terlaksananya pembelajaran Pendidikan Agama Islam
dan kegiatan lainnya.
Seperti yang sudah dijelaskan dalam konsep religius yang telah di
sepakati oleh semua pihak sekolah, yaitu dalam pelaksanaannya diadakan
program yang bersifat harian, mingguan dan bulanan. Kegiatan harian itu
difokuskan pada pembiasaan dan sarana latiah bagi siswa agar nantinya
terus diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya, sedangkan program yang
2 Hasil wawancara dengan bu Fitri selaku WAKA Kurikulum pada hari rabu, 10 Oktober
2018
59
sifatnya mingguan dan bulanan adalah sebagai program pendukung yang
tetap dipentingkan kegiatannya.
Adapun program pembiasaan harian religious culture, yaitu3:
Tabel 4.7
No. Kegiatan Waktu pelaksanaan
1. 5 S (senyum, salam, sapa, sopan
dan santun)
Secara formal dilakukan pada
saat baru sampai dan hendak
memasuki masjid tetapi secara
nonformal dilakukan kapan
saja, setiap bertemu dengan
guru dan siswa lainnya.
2. Mengawali pembelajaran
dengan TTD (tadarus, tahfidz,
dhuha).
Sebelum memasuki jam
pembelajaran pukul 06.30 sd
07.30 WIB.
3. Tausiyah Selesai TTD di lanjutkan
dengan tausiyah hingga pukul
08.00 WIB.
4. Infaq Berjalan saat keberlangsungan
tausiyah
5. Melaksanakan sholat dzuhur
berjamaah tepat waktu
Saat adzan berkumandang
seluruh siswa diistirahatkan dan
langsung menuju masjid.
6. Berdzikir dan berdoa bersama
setelah melaksanakan sholat
Setelah melaksanakan sholat
berjamaah.
7. Adanya kultum setiap sholat
dzuhur oleh siswa
Setelah sholat dzuhur dan
berdzikir bersama.
8. Melaksanakan sholat ashar
berjamaah tepat waktu
Saat adzan berkumandang
seluruh siswa diistirahatkan
3 Ibid
60
untuk melaksanakan sholat
ashar.
Adapun program religious culture pendukung, yaitu4:
Tabel 4.8
No. Kegiatan Waktu pelaksanaan
1. Selasa bersih Dilakukan setiap hari selasa
setelah pelajaran olahraga.
2. Pengajian bulanan di rumah
siswa
Setiap satu bulan sekali yang
diadakan di rumah siswa secara
bergilir.
3. Perayaan PHBI dan Pesantren
Ramadhan
Di saat adanya hari besar Islam
dan pada saat bulan Ramadhan
4. Berbagai ekstrakulikuler
keIslaman.
Sesuai dengan jadwal ekskul
yang telah ditetapkan.
Tidak hanya siswa yang menerapkan religious culture di madarasah,
seluruh guru, staff, dan karyawan pun memiliki program religious culture
khusus, diantaranya adalah:
Tabel 4.9
No. Kegiatan Waktu pelaksanaan
1. Kajian tafsir dan hadist Setiap hari rabu pagi
2. Kajian keislaman Setiap hari kamis pagi
3. Dzikir dan muhasabah bersama Setiap hari jumat pagi
4 Hasil wawancara dengan bu Khairunnisa selaku guru akidah akhlak, pada hari kamis, 18
Oktober 2018
61
Semua program kegiatan religious culture yang telah dibuat tidak
lain adalah dengan tujuan agar dapat meningkatkan keimanan pada
masing-masing individu warga sekolah, terutama dalam mendidik siswa
agar dapat mengembangkan karakter siswa untuk memiliki karakter Islami
dan berakhlakul karimah juga untuk membiasakan anak agar selalu
mengedepankan perilaku positif yang berlandaskan al-Quran dan hadist
rasul.5 Mulai dari saat tiba di sekolah siswa dibiasakan untuk senyum,
salam dan sapa yang secara formal dilaksanaan dengan cara setiap guru
yang bertugas piket menyambut semua siswa yang baru datang di depan
masjid. Namun, di luar itu secara non formal pun siswadibiasakan untuk
tetap selalu melakukan 5S kapan pun, dimana pun, dan dengan siapa pun.
Kegiatan ini dibiasakan dengan tujuan adanya sikap saling menghormati
dan menghargai antara murid ke gurunya serta sikap saling menyayangi
antara guru ke muridnya.
Kemudain berlanjut untuk melaksanakan kegiatan tadarus atau
muraja’ah, kegiatan ini bertujuan agar siswa lebih mencintai al-Quran
salah satunya adalah dengan cara membacanya setiap hari sebelum
memasuki kelas. Tadarus atau muraja’ah dilakukan secara individu, tanpa
ada dibantu oleh pembina tertentu. Kemudian dilanjut dengan tahfidz yaitu
penyetoran ayat al-Quran yang telah dihafalkan kepada guru atau pembina
yang telah ditetapkan. Tahfidz ini merupakan salah satu syarat siswa untuk
bisa lulus di madrasah, jadi siswa dijawibkan untuk menghafalkan
minimal 3 juz yaitu juz 29, 28, dan 30 agar dapat mendapatkan keterangan
lulus dari madrasah. Dalam penyetoran hafalan atau tahfidz, dilakukan
sesuai dengan kelasnya masing-masing dikarenakan target hafalan setiap
kelas dibedakan. Dilanjut lagi dengan pelaksanaan sholat dhuha bersama-
sama. Ketiga kegiatan ini dilakukan dengan kelasnya masing-masing di
masjid yang berbeda. Kelas X di masjid lama yang terletak di depan
sekolah, sedangkan kelas XI dan XII di masjid baru yang masih dalam
5 Hasil wawancara dengan bu Khairunnisa selaku guru akidah akhlak, pada hari kamis, 18
Oktober 2018
62
proses penyempurnaan pembangunan. Proses kegiatan TTD selesai
dilanjutkan dengan tausiyah yang disampaikan oleh guru secara bergantian
setiap harinya. Tausiyah ini bertujuan agar siswa selalu mengingat
perbuatan-perbuatan baik yang Islam ajarkan juga untuk lebih menambah
wawasan keislaman siswa. Pada saat mendengarkan tausiyah yang
disampaikan, siswa menjalankan infaq rutin yang di pandu oleh beberapa
anggota OSIS secara berkeliling.
Setelah selesai melaksanakan ketiga kegiatan tersebut, barulah
seluruh siswa diperbolehkan untuk masuk ke kelasnya masing-masing dan
memulai pembelajaran seperti biasanya.
Religous culture selanjutnya adalah sholat dzuhur berjamaah di
masjid sekolah dengan tepat waktu. Saat adzan berkumandang, bel
istirahat langsung dibunyikan walau pun jam pelajaran belum selesai. Ini
diterapkan karena untuk membiasakan siswa agar sholat tepat waktu, guna
untuk meningkatkan kualitas keimanan mereka. Pada pelaksanaan sholat
dzuhur, diimami oleh siswa yang bertugas setiap kelas dilanjut juga untuk
memimpin dzikir dan doa setelah sholat. Setelah selesai dilanjutkan
dengan berdzikir serta berdoa bersama-sama dan kultum yang
disampaikan dari siswa untuk siswa. Kultum ini ditunjuk secara spontan
oleh guru atau pembina yang bertugas. Kegiatan ini diadakan bertujuan
agar siswa selalu sigap dan siap saat ditugaskan apa saja serta melatih
public speaking saat berbicara di depan khalayak ramai. Begitu juga saat
sholat ashar, bel langsung dibunyikan saat adzan berkumandang walau jam
pelajaran belum selesai. Selain siswa, guru pun sangat dianjurkan untuk
sholat berjamaah di masjid guna sebagai teladan dan contoh untuk siswa
sekaligus mengontrol selama kegiatan berlangsung.
Selain kegiatan rutin harian ada juga kegiatan rutin mingguan yaitu
keputrian pada hari Jumat yang diisi dengan kajian tentang kewanitaan
baik secara segi umum maupun segi Islamnya. Keputrian ini
dilaksanakaan saat shalat jumat sedang berlangsung yang di isi oleh guru
63
penanggung jawab keputrian. Materi yang diberikan berganti-ganti setiap
dua minggu sekali sebagai contoh materinya yaitu ada kajian tentang fiqh
sunnah wanita, atau melakukan kegiatan kerajianan wanita atau membahas
tentang ilmu pengetahuan umum kewanitaan.
Setiap hari selasa diadakan kegiatan selasa bersih yaitu kegiatan
siswa bersama-sama kerja bakti membersihkan kelasnya masing-masing
yang dilakukan setelah selesai pelajaran olahraga. Diberikan waktu khusus
30 menit untuk siswa mebersihkan kelasnya masing-masing. Kegiatan
selasa bersih merupakan inovasi baru yang diterapkan di madrasah dengan
tujuan agar siswa melatih dirinya untuk peduli terhadap lingkungannya
juga selalu menjaga kebersihan karena kebersihan adalah sebagian dari
iman.
Kemudian ada juga pengajian bulanan, pengajian ini dilakukan
setiap bulan di rumah para siswa secara bergantian dan tetap di bawah
pengawasan wali kelasnya masing-masing. Konsep yang diberikan
berbeda-beda tergantung kesepakatan bersama di kelasnya. Kegiatan ini
dimaksudkan agar tetap terjalinnya silaturahmi antar sesama wali murid,
sesama murid, juga wali murid dengan guru yang kelak akan terbangunnya
emosional yang baik.6
PHBI (Perayaan Hari Besar Islam) juga tidak pernah terlewatkan
untuk dirayakan karena ini merupakan salah satu bentuk sikap menghargai
setiap momen besar Islam juga agar siswa mengingat dan memahami
sejarah di balik setiap peristiwa Islam. Kegiatan ini diserahkan kepada
OSIS yang bertanggungjawab untuk merealisasikan dan mengelolanya
dengan sedemikian menariknya. Salah satu contoh kegiatan yang baru
diadakan yaitu ikut memperingati hari santri dengan cara mengadakan
upacara khusus memperingati hari santri.
6 Hasil wawancara dengan bu Khairunnisa selaku guru akidah akhlak, pada hari kamis, 18
Oktober 2018
64
Program pendukung untuk menghidupkan religious culture juga
bisa dilihat dari banyaknya ekstrakulikuler yang berhubungan dengan
keIslaman atau keagamaan, yaitu:
a. Qiraatul Kutub
b. Kaligrafi
c. Hadroh
d. FMIKA (Forum Mudzakarah Isi dan kandungan Al-Quran)
e. Qira’at
f. Naady araby
g. Marawis ”Nahdhotus Shab’ah”
h. M4IC (MAN 4 Islamic Choir)
Ekstrakulikuler merupakan kegiatan yang dapat menunjang olah
rasa, olah pikir, dan olah raga siswa karena dengan ekstrakulikuler siswa
dapat lebih kreatif, aktif, bertanggungjawab, mandiri, toleransi, dan kerja
keras dengan tugas dan pilihannya sendiri. Dalam ekstrakulikuler siswa
yang menjalankan penuh setiap kegiatan yang ada dan berusaha untuk
tetap terlaksananya kegiatan tersebut. Karena adanya ekstrakulikuler
adalah untuk lebih menggali lagi kemampuan serta potensi dalam diri
siswa baik dari sikap, tindakan hingga keahlian yang dimiliki siswa dan
disinilah siswa dihadapkan dengan sebuah contoh kenyataan dari ilmu
yang telah diterimanya selama pembelajaran. Sebagi arti siswa berusaha
mengatur dirinya sendiri dan oranglain. Dan dari sinilah biasanya bisa
terlihat bagaimana karakter siswa dalam berinteaksi, bersosialisai,
memanage diri, dan lainnya.
Pelatih ekstrakulikuler yang disediakan oleh madrasah bukanlah
pelatih biasa yang hanya sekedar bisa, tetapi benar-benar pelatih yang
sangat mahir dibidangnya. MAN 4 selalu memfasilitasi semua kegiatan
madrasah dengan semaksimal dan seoptimal mungkin agar minat dan
bakat yang dimiliki siswa benar-benar tersalurkan dengan baik dan bisa
berkembang dengan sempurna.
65
Dalam mengikuti semua kegiatan rutin religious di madrasah siswa
mengaku bahwasannya dikarenkan adanya pertauran wajib untuk
mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut, namun dengan berjalannya waktu
siswa merasa hal tersebut membuat tumbuh kesadaran dari diri sendiri dan
menjadi kebiasaan, karena siswa sadar semua kegiatan yang diadakan
adalah untuk menjadikan diri siswa lebih baik lagi.7
Religious culture di MAN 4 bukan semata berlaku untuk siswa saja
tetapi juga untuk seluruh guru, staff dan karyawan di madrasah. Hal ini
dikarenakan adanya dukungan penuh dari semua pihak sekolah. Saat
semua kegiatan religious culture berlangsung banyak guru yang ikut
melaksanakan, seperti mengikuti shalat dhuha bersama, mendengarkan
tausiyah, infaq, hingga sholat dhuhur dan ashar berjamaah. Terlebih lagi
dengan adanya program religious culture khusus untuk guru dan staff,
yaitu kajian tafsir dan hadits setiap hari Rabu yang di isi langsung oleh
pemateri dari Turki, kemudian di hari Kamis ada materi tentang keIslaman
yang di isi langsung oleh Prof. KH. Nasaruddin Umar, MA, Ph.D dan
lanjut di hari Jumat adanya kegiatan dzikir dan muhasabah bersama.
Ketiga kegiatan tersebut dikhususkan untuk guru dan staff MAN 4 Jakarta
dilaksanakan di ruang Multimedia mulai pukul 06.30 – 07.30 WIB yang
bertujuan untuk menambah khasanah keimanan juga wawasan keIslaman,
dan untuk tetap menjaga tali silaturahmi antar guru dan staff yang ada.
Religious culture yang dilaksanakan di MAN 4 Jakarta merupakan
salah satu pelaksanaan dari program Pengembangan Pendidikan Karakter
di madrasah karena di rasa dengan adanya religious culture dapat sangat
membantu guru dan pihak sekolah lainnya untuk menjaga dan
megembangkan karakter siswa untuk tetap memiliki karakter yang positif.
Religious culture ini adalah kegiatan keIslaman yang sangat dijunjung
tinggi oleh madrasah karena sebagai sekolah yang berbasis agama sangat
7 Hasil wawancara siswa pada hari Rabu, 31 Oktober 2018
66
mengedepankan potensi serta karakter Islami dalam diri siswa untuk dapat
bersaing dengan sekolah-sekolah umum di luar sana .8
Selain dalam bentuk kegiatan yang tadi telah dipaparkan, kegiatan
Penguatan Pendidikan Karakter juga diterapkan dalam pembelajaran.
Yakni sikap bekerjasama dalam mengerjakan tugas kelompok,
kepercayaan diri dalam mengemukakan pendapat, disiplin dan tertib
selama mengikuti pembelajaran serta menghargai dan menghormati guru
dan teman sesamanya.
4. Faktor Pendukung dan Penghambat
Terlaksananya religious culture di MAN 4 Jakarta bukan berarti
tidak adanya hambatan dalam pelaksanaanya, namun dalam hal ini seperti
yang telah disampaikan oleh Ibu Khoirunnisa bahwasannya selaku
pendidik disini, mencoba untuk meminimalisir hambatan yang terjadi dan
dapat mengganggu kegiatan yang ada. Adapun beberapa faktor
penghambatnya yaitu:
a. Tenaga pendidik yang tidak seiring sejalan karena ada saja beberapa
guru yang masih kurang partisipasi dalam mensukseskan kegiatan
religious culture.
b. Adanya rasa malas dalam diri siswa sehingga terkadang mulai muncul
sikap ogah-ogahan dalam mengikuti kegiatan religious culture.
c. Siswa merasa bosan dengan rutinitas religious setiap hari.
Namun lagi-lagi hambatan yang terjadi diusahakan untuk
diminimalisirkan dengan adanya evaluasi dan hukum-hukuman yang
sudah ditetapkan yaitu apabila tidak mengikuti salah satu kegiatan yang
berlangsung maka akan langsung diberikan poin dan diserahkan kepada
pembinanya, kemudian pembinanya yang akan memberikan hukuman
sesuai dengan situasi dan kondisinya. Tidak lupa juga guru selalu
8 Hasil wawancara dengan bu Khairunnisa selaku guru akidah akhlak, pada hari kamis, 18
Oktober 2018
67
meberikan motivasi agar siswa tetap istoqomah dalam menjalankan setiap
kegiatan-kegiatan positif di madrasah.
Dengan adanya faktor penghambat, ada pula faktor pendukung dalam
mengimplemantasikan religious culture di MAN 4 Jakarta yang menjadi
pertahanan agar religous culture tetap terlaksana. Adapun faktor
pendukung dalam religious culture di MAN 4 adalah:
a. Adanya dukungan penuh dari berbagai pihak madrasah mulai dari
kepala madrasah, guru, staff, dan wali murid.
b. Peraturan wajib yang ditetapkan untuk semua siswa mengikuti
kegiatan dengan tertib dan disiplin.
c. Adanya inisiatif siswa untuk menjadikan religious culture lebih
berwarna.9
d. Sarana dan prasarana yang memadai seperti adanya masjid, ruangan
khusus untuk pembelajaran PAI dan selalu menjadikan model/praktek
dalam pembelajaran.
e. Tersedianya pembina profesional untuk membimbing dalam mengikuti
religious culture di madrasah.
B. Pembahasan
1. Konsep Religious Culture di MAN 4 Jakarta
Dari hasil penelitian yang penulis dapatkan, maka dapat diketahui
bahwa ada banyak berbagai program kegiatan untuk menghidupkan
religous culture di MAN 4 Jakarta, dan kegiatan tersebut sudah
terealisasikan dengan baik di madrasah. Dan ini sudah mulai direalisasikan
sejak pertama pembangunan madrasah dan terus berkembang menjadi
lebih baik lagi dalam prosesnya. Bisa dilihat dari terus bertambahnya
kegiatan, bertambahnya efektifitas kegiatan religius dan semakin tertibnya
serta antusias siswa dalam pelaksanaannya.
9 Hasil wawancara siswa pada hari Rabu, 31 Oktober 2018
68
Suksesnya ini tidak terlepas dari bagaimana konsep yang dibuat dalam
rangka mewujudkan religious culture yang baik, bagus dan benar. Konsep
yang diterapkan dalam religious culture di MAN 4 Jakarta adalah
pembiasaan dan peneladanan. Pembiasaan terlihat dari konsistensinya
setiap hari selalu menjalankan program kegiatan harian dengan baik dan
benar sedangkan peneladanan terlihat dari percontohan yang diberikan
oleh guru-guru madrasah dalam keikutsertaan melaksanakan kegiatan
religious di madrasah setiap hari. Kedua hal tersebut sangat berpengaruh
untuk kesuksesan religious culture di sekolah yang bertujuan agar siswa
terbiasa melakukan kegiatan tersebut di rumah dan di kehidupan sehari-
harinya. Selain itu untuk mengembangkan karakter Islami dalam diri siswa
dan menginternalisasi nilai-nilai ke-Islaman pada siswa.
Jika dikaitkan dengan teori pola pembentukan budaya religius yang
mana terdapat dua pola dalam pembentukan budaya religius di lembaga
pendidikan yaitu pola pelakon dan pola peragaan, maka di MAN 4 Jakarta
dapat dianalisa menggunakan model pertama yaitu pola pelakonan dengan
bentuk proses yaitu penurutan, peniruan, penganutan, dan penataan suatu
skenario dari atas atau dari luar pelaku budaya yang bersangkutan. Analisa
ini didapatkan karena melihat proses pembentukan religious culture di
MAN 4 Jakarta yang diawali melalui rapat kerja tahunan yang diadakan
oleh madrasah yakni rapat antara kepala sekolah dan guru yang masing-
masing guru menyampaikan pendapatnya terkait program religious culture
yang akan terus diterapkan atau adanya perubahan dan perbaikan di
madrasah. Ini merupakan dorongan dari eksternal siswa yang
bersangkutan, yaitu dari kebijakan sekolah yang berlaku sehingga
kedepannya siswa terbiasa dan tumbuh kesadaran dari dalam diri sendiri
untuk melakukan secara continue bukan hanya dalam lingkungan sekolah
tetapi juga dalam kehidupan sehari-harinya.
69
2. Implementasi Religious Culture melalui Program Penguatan
Pendidikan Karakter di MAN 4 Jakarta
Sesuai dengan data yang telah didapatkan dari penelitian,
bahwasannya ada banyak kegiatan religius di MAN 4 Jakarta yang telah
terlaksana dengan sangat baik, mulai dari kegiatan pokok harian, hingga
kegiatan mingguan dan bulanan. Pelaksanaan religious culture sudah
diintergrasikan dalam berbagai kegiatan madrasah mulai dari KBM,
kegiatan rutin, hingga ekstrakulikuler yang tersedia.
Dan dari berbagai aktivitas kegiatan yang sudah terlaksana, maka
dapat diidentifikasi kembali menjadi 2 kategori, yaitu kegiatan yang
berhubungan dengan Tuhan dan kegiatan yang berhubungan dengan
sesama manusia/sosial. Adapun pembagiannya sebagai berikut:
No. Kegiatan yang berhubungan
dengan Tuhan
Kegiatan yang berhubungan
dengan sesama manusia/sosial
1. Mengawali pembelajaran
dengan TTD (tadarus, tahfidz,
dhuha).
5 S (senyum, salam, sapa, sopan
dan santun)
2. Melaksanakan sholat dzuhur
berjamaah tepat waktu
Tausiyah
3. Berdzikir dan berdoa bersama
setelah melaksanakan sholat
Infaq
4. Melaksanakan sholat ashar
berjamaah tepat waktu
Adanya kultum setiap sholat
dzuhur oleh siswa
5. Dzikir dan muhasabah bersama
untuk guru
Selasa bersih
6. -
Pengajian bulanan di rumah
siswa
7. -
Perayaan PHBI dan Pesantren
Ramadhan
8. - Kajian tafsir dan hadist untuk
70
guru
9. - Kajian keislaman untuk guru
Dari pembagian tersebut maka dapat lebih difokuskan kembali tentang
cara berperilaku kebiasaan saat melaksanakan kegiatan tersebut. Karena
berperilaku saat berhubungan langsung dengan Tuhan sangat berbeda
dengan berperilaku dengan sesama manusia. Aktivitas kegiatan yang
selalu dilakukan dengan rutin akan menjadi kebudayaan yang membentuk
karakter di dalam diri, sehingga agar siswa tidak sekedar melakukan
kegiatan religius di madrasah tanpa memahami aturan dan dasar-dasar
dalam berperilaku dengan sesamanya, terutama dengan Tuhannya.
Menurut Novan Ardy Wiyani, pembentukan religious culture di
lingkungan sekolah yang mendukung kualitas iman dan taqwa guru dan
peserta didik, diantaranya dapat dilakukan dengan program-program
berikut:10
a. Penataan sarana fisik sekolah yang mendukung proses internalisasi
nilai iman dan taqwa dalam pembelajaran.
b. Pendirian sarana ibadah yang memadai.
c. Membiasakan membaca Al-Qur’an/ tadarus setiap mengawali KBM.
d. Membiasakan menghubungkan setiap pembahasan disiplin ilmu
tertentu dengan perspektif ilmu agama
e. Membiasakan Shalat berjamaah Shalat berjamaah (Dhuha dan
Dzuhur).
f. Membudayakan ucapan salam di sekolah.
g. Memberikan hukuman bagi peserta didik yang melanggar peraturan
seperti terlambat masuk sekolah dengan hukuman hafalan Al-Qur’an.
h. Adanya program Bimbingan Konseling yang berbasis nilai-nilai
keagamaan.
10
Novan Ardy Wiyani, Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Taqwa, (Yogyakarta:
Teras, 2012), h.. 170-171
71
i. Membiasakan menghentikan semua aktifitas setiap tiba waktu shalat
dan adanya petugas keamanan sekolah bagi siapapun yang tidak
mengerjakan shalat berjamaah.
j. Adanya slogan-slogan motivasi di lingkungan sekolah.
Jika dilihat dari keterangan kriteria bentuk program religious culture
menurut Novan Ardy Wiyani, maka dapat dikatakan sudah tercipta
religious culture yang baik di MAN 4 Jakarta. Dimulai dari penataan
sarana fisik sekolah yang mendukung proses internalisasi nilai iman dan
taqwa dalam pembelajaran, pendirian sarana ibadah yang memadai yang
dapat dilihat dari adanya 2 bangunan masjid sekolah yang selalu
digunakan untuk aktifitas melaksanakan religious culture siswa dan guru,
fasilitas lengkap dalam kelas, ruang khusus untuk setiap mata pelajaran
termasuk PAI, labolatorium dan aula serba guna yang sering digunakan
untuk aktifitas melaksanakan religious culture guru dan staff.
Membiasakan membaca Al-Qur’an/ tadarus setiap mengawali KBM
dan membiasakan Shalat berjamaah Shalat berjamaah (Dhuha dan
Dzuhur), membiasakan menghentikan semua aktifitas setiap tiba waktu
shalat dan adanya petugas keamanan sekolah bagi siapa pun yang tidak
mengerjakan shalat berjamaah. Ini jelas terlihat dari kegiatan TTD yaitu,
Tadarus, Tahfidz, Dhuha yang selalu rutin setiap hari dilakukan dan
berjalan dengan tertib dan tepat waktu, begitu pun dengan guru yang
mengikuti serta mengontrol pelaksanaan tersebut. Hingga pemasangan
slogan-slogan motivasi dan pemasangan asmaul husna di setiap lorong
sekolah.
Implementasi religious culture melalui program Penguatan Pendidikan
Karakter di MAN 4 adalah bagaimana dengan adanya religius culture di
madrasah dapat menguatkan kembali pendidikan karakter yang telah
ditumbuhkan sejak lama karena religious culture ini merupakan salah satu
cara alternatif dalam bentuk kegiatan pendidikan untuk menguatkan
kembali pendidikan karakter terutama karakter Islami di madrasah. Karena
72
sesuai dengan perkembangan siswa yang masih dalam tahap remaja maka
karakter yang sudah di milki harus kembali dikuatkan dengan pengetahuan
(knowing), perilaku (acting), menuju kebiasaan (habit). Semua sudah
diberlakukan di MAN 4 dan sesuai dengan konsep religious culture yang
disepakati yaitu pembiasaan dan peneladanan karena dengan tujuan yaitu
dengan perilaku dan pembiasaaan akan menjadi habit dalam kehidupan
siswa. Kemudian dapat diketahui dari banyaknya kegiatan terdapat nilai
yang didalamya mencakup hampir semua nilai-nilai inti dalam pendikakan
karakter, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royang, dan integritas.
Adapun wujud kegiatan religius yang dapat membangun karakter
tersebut, yaitu:
a. Nilai religius jelas dapat dilihat dari semua kegiatannya yang
mengandung unsur keislaman didalamnya. Mulai dari tadarus, tahfidz,
dhuha, sholat dhuhur berjamaah tepat waktu, sholat ashar berjamaah
tepat waktu, kajian keislaman setiap pagi hari, dzikir dan doa bersama
dilakukan setiap selesai melaksanakan sholat berjamaah. Itu semua
membangunkan jiwa-jiwa religius dalam diri siswa.
b. Nilai mandiri dari beberapa kegiatan di atas adalah terlihat dari
kegiatan tahfidz, tadarus dan dhuha yang mana siswa sudah
berinisiatif mengikuti kegiatan tersebut dengan atas dorongan dan
kemauan diri sendiri dan saat tahfidz benar-benar melakukan dan
berusaha dengan kemampuan yang dimilikinya. Kemudian saat
melaksanakan sholat berjamaah dan dzikir bersama setelah sholat,
siswa dengan tanpa adanya paksaan melaksanakannya karena itu
sudah tertanam dalam diri siswa bahwa untuk melaksanakan sholat 5
waktu adalah kewajiban umat Islam.
c. Nilai gotong-royang terlihat dari beberapa kegiatan yaitu saat
melaksanakan kegiatan Selasa bersih. Dalam kegiatan tersebut sudah
jelas bahwa sikap gotong royong dan saling membantu sangat
ditanamkan dalam diri siswa. Kemudian dengan kegiatan acara PHBI
73
yang sudah sangat jelas dibutuhkan adanya gotong royong, saling
membantu dan berkerja sama untuk mensukseskan acara tersebut.
Selain itu siswa juga dituntut memiliki sikap tanggungjawab dan
kerja keras yang tinggi. Pengajian bulanan di setiap rumah-rumah
siswa juga dapat menumbuhkan karakter gotong-royong, peduli
terhadap sesama, dan bersahabat serta dapat memnjaga ukhuwah
Islamiyah.
d. Nilai integritas jelas ditanamkan dalam diri siswa melalui semua
kegiatan di madrasah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas hingga
dalam ekstrakulikuler. Integritas merupakan keteguhan diri dalam
memegang prinsip hidup sesuai dengan nilai-nilai dan keyakinan yang
dipercayai dengan benar. Dan semua kegiatan religious di MAN 4
sangat berpengaruh dalam menumbuhkan nilai intergritas dalam diri
siswa.
Karena hakikatnya pendidikan bukanlah sekedar memahamkan ilmu
kepada siswa, tapi juga proses penataan sikap dan perilaku sehingga
menciptakan karakter baik dalam diri siswa yang dapat berpengaruh pada
pengembangan potensi yang siswa miliki.
Sehingga dari semua pembahasan dapat disimpulkan bahwasannya
implementasi religiuos culture melalui program Penguatan Pendidikan
Karakter di MAN 4 Jakarta dapat dikatakan berhasil dalam
melaksanakannya, walupun ini semua masih dalam proses perbaikan dan
pengembangan terus-menerus.
3. Faktor Pendukung dan Penghambat
Semua kegiatan religious culture yang telah dilaksanakan di madrasah
merupakan perwujudan dari sebagian cara untuk mensukseskan program
penguatan pendidikan karakter yang telah berjalan sejak lama di MAN 4
Jakarta. Dan religious culture ini dapat dikatakan telah berhasil
dilaksanakan dengan baik, namun dalam pelaksanaannya tentu tidak
74
terlepas dari hambatan dan kendala. Maka berikut penjelasan hambatan-
hambatan dalam pelaksanaannya, yaitu:
a. Pendidik
Pendidik atau guru merupakan sosok teladan di madrasah yang
menjadi sorotan setiap siswa. Keberhasilan pelaksanaan religious
culture tentunya tidak lepas dari peran aktif guru yang sudah maksimal
dalam melaksanakan tugasnya, namun belum optimal karena masih
ada beberapa guru yang tidak seiring sejalan atau kurang aktif dalam
ikut membantu mengawasi dan mengontrol setiap kegiatan religious
yang sedang terlaksana. Hal ini terjadi karena guru tersebut merasa
bahwa tidak ditugaskan secara resmi untuk mengawasi dan mengontrol
jalannya kegiatan religious di madrasah.
b. Siswa
Hambatan yang terjadi pada siswa adalah terkadang adanya rasa
malas, jenuh dan bosan saat mengikuti kegiatan religious harian di
madrasah. Hal ini diakui oleh setiap siswa MAN 4 Jakarta,
dikarenakan waktu belajar yang padat dan siswa telah diberikan
banyak tugas dari guru sehingga merasa malas dan jenuh dalam
mengikuti kegiatan religious di madrasah.
Terlepas dari semua hambatan yang dialami selama melaksankan
kegiatan religus di madrasah, banyak pula faktor-foktor yang mensuport
kegiatan tersebut sehingga dapat berjalan dengan baik dan tertib. Sesuai
dengan acuan pada teori yang dituliskan oleh Novan Ardy Wiyani tentang
faktor pendukung pencipta religious culture di sekolah adalah peraturan
sekolah, tenaga pembina, dan sarana prasarana. Berikut penjelasan faktor
pendukung dalam pelaksanaanya:
a. Peraturan sekolah
Peraturan sekolah merupakan hak paten yang harus di ikuti oleh
semua siswa karena peraturan adalah tata tertib untuk mengatur
perilaku dan tingkah laku siswa untuk menciptakan suasana
75
pendidikan yang mendukung agar terbentuk sikap disiplin. Dalam
pelaksanaan religious culture peraturan dan punishment sangat
diberlakukan untuk siswa, bagi siswa yang tidak tertib dan tidak
disiplin dalam mengikuti kegiatan maka diberlakukan hukuman yang
merupakan konsekuensinya. Peraturan sekolah di MAN 4 Jakarta
sudah diberitahukan kepada wali murui serta murid itu sendiri sejak
pertama masuk madrasah dan dengan kesepakatan-kesepakatan laiinya
yang tertandatangani dengan kedua belah pihak, dengan artian bahwa
keduanya setuju dan sepakat dengan peraturan madrasah yang telah
dibuat.
Dan dengan demikian peraturan-peraturan yang ada, sebagai
pendukung aktif agar terlakasanya program kegiatan religious culture
dan program kegiatan lainnya berjalan dengan tertib dan disiplin.
b. Masyarakat sekolah
Berbagai lapisan masyarakat sekolah mulai dari yang tertinggi
yaitu kepala madrasah, hingga karyawan satpam bahkan wali murid
mendukung penuh kegiatan religious culture di madrasah, dan
berusaha berperan aktif untuk ikut mensukseskan kegiatan tersebut.
Pemberian motivasi dan semangat selalu diberikan oleh guru guna
untuk memberikan lagi semangat yang telah redup karena rasa lelah
dan letih yang siswa rasakan.
c. Siswa
Antusias siswa yang baik merupakan faktor pendukung terkuat
dalam melaksanakan kegiatan religius di madrasah. Walaupun
terkadang siswa merasa bosan dan jenuh tetapi karena telah menjadi
kesadaran dalam diri sehingga terus berusahan mengikuti kegiatan
dengan rutin dan tertib. Serta tidak jarang siswa membuat inisiatif
untuk mengadakan acara yang berkontekskan keagamaan, sehingga
siswa tidak selalu merasa bosan dengan kegiatan rutin setiap hari.
d. Tenaga pembina
76
MAN 4 Jakarta selalu berusaha untuk melayani siswa dengan
sebaik mungkin. Pembina pada setiap kegiatan selalu tersedia bahkan
pembina yang di miliki merupakan seorang yang memang ahli di
bidangnya sehingga tidak sedikit yang menjadikan lulusan luar negeri
sebagai pembina dalam beberapa kegiatan di madrasah.
e. Sarana dan prasarana
Tidak dapat di pungkiri bahwa MAN 4 Jakarta adalah madrasah
yang telah memiliki kualitas sangat baik dalam bidang pendidikan.
Begitu pula dengan sarana dan prasarana yang di sediakan di
madrasah. MAN 4 Jakarta selalu memfasilitasi apa pun kebutuhan
siswa selama masa pembelajaran di madrasah. Sebagai contoh
tersedianya 2 masjid, adanya bus operasional, dan pengkhususan
ruang untuk setiap guru mata pelajaran.
77
BAB V
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Setelah peneliti menguraikan hasil penelitian tentang pelaksanaan
implementasi religious culture melalui program enguatan pendidikan karakter
di MAN 4 Jakarta dan sesuai rumusan masalah yang diajukan oleh peneliti
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Konsep religious culture di MAN 4 Jakarta adalah berbasis peneladanan
dan pembiasaan yang mana peneladanan merupakan percontohan dari
sosok guru sebagai role model bagi siswa yang setiap perilakunya,
perkataannya, sikapnya sangat diperhatikan oleh siswa untuk dijadikan
contoh di madrasah. Sedangkan pembiasaan merupakan pembentukan
habit dalam diri siswa agar tertanam secara otomatis perilaku positif
sehingga mengembangkan karakter lebih baik lagi. Konsep yang di buat
mengacu pada pola pelakonan yaitu dengan bentuk proses dimulai dari
penurutan, peniruan, penganutan, dan penataan suatu skenario dari atas
atau dari luar pelaku budaya yang bersangkutan.
2. Implementasi religious culture yang termasuk dalam kegiatan penunjang
program penguatan pendidikan karakter berbasis Islam di MAN 4 Jakarta
telah terlaksana sejak pertama madrasah didirikan dan hingga saat ini
kegiatannya masih terus dikembangkan secara optimal guna
menyempurnakan untuk mencapai tujuan madrasah mecetak generasi yang
berkarakter Islami. Tadarus, tahfidz, dhuha, sholat dhuhur berjamaah tepat
waktu, sholat ashar berjamaah tepat waktu, kajian keislaman setiap pagi
hari, dzikir dan doa bersama dilakukan setiap selesai melaksanakan sholat
berjamaah adalah penerapan dari nilai religius. Nilai mandiri terlihat dari
sikap siswa yang mengikuti setiap kegiatan religius dengan tanpa paksaan
dan atas kesadaran dalam diri sendiri yang merasa bertanggungjawab atas
kewajibannya sebagai siswa. Nilai gotong-royang terlihat dari beberapa
78
kegiatan yaitu saat melaksanakan kegiatan Selasa bersih, kemudian
dengan kegiatan acara PHBI dan Pengajian bulanan di setiap rumah-rumah
siswa juga dapat menumbuhkan karakter gotong-royong, peduli terhadap
sesama, dan bersahabat serta dapat memnjaga ukhuwah Islamiyah. Nilai
integritas jelas ditanamkan dalam diri siswa melalui semua kegiatan di
madrasah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas hingga dalam
ekstrakulikuler, karena saat melaksanakan kegiatan tanggungjawab akan
terlihat integritas diri seseorang.
3. Faktor penghambat dalam pelaksanaan religious culture di MAN 4 ada 2
yaitu dari faktor pendidik masih ada beberapa guru yang tidak seiring
sejalan atau kurang aktif dalam ikut membantu mengawasi dan
mengontrol setiap kegiatan religious yang sedang terlaksana. Dan faktor
siswa yang terkadang adanya rasa malas, jenuh dan bosan saat mengikuti
kegiatan religious harian di madrasah.
4. Sedangkan ada banyak juga faktor pendukung dalam pelaksanaan
religious culture di MAN 4 yaitu, pertama peraturan sekolah yang tegas
diberlakukan untuk siswa yang tidak tertib dan tidak disiplin sebagai
pendukung aktif agar terlakasanya program kegiatan religious culture dan
program kegiatan lainnya berjalan dengan tertib dan disiplin. Kedua
Masyarakat sekolah yang mendukung penuh kegiatan religious culture di
madrasah, ketiga antusisas siswa, keempat tenaga pembina yang selalu
berusaha untuk melayani siswa dengan sebaik mungkin dan kelima Sarana
dan prasarana yang lengkap dan selalu disediakn untuk setiap kegiatan
madrasah.
B. Saran
Saran ini merupakan bahan masukan dan pertimbangan yang ditujukan kepada
semua pihak yang turut bertanggungjawab terhadap kegiatan Pembelajaran.
1. Bagi Siswa
79
Kesadaran dari siswa untuk terus belajar, aktif dalam kegiatan dalam kelas
maupun di luar kelas dan menyadari bahwa pentingnya berperilaku sesuai
nilai-nilai ajaran Islam, memiliki sikap spiritual dan sosial yang tinggi untuk
membentengi diri dari hal-hal negatif yang banyak terjadi di zaman sekarang.
2. Bagi Guru
Senantiasa selalu melakukan pengawasan dan control terhadap siswa saat
melaksanakan kegiatan religius di madrasah.
3. Bagi Madrasah
Meningkatkan kerja sama yang lebih erat dengan orang tua dan masyarakat
terkait dengan pembinaan dan penguatan karakter siswa lebih baik lagi.
80
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Mawardi Muhammad. Pendidikan Karakter Anak Bangsa. Jakarta:
Badouse Media Jakarta. 2011
Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. 2005
Aqib, Zainal dan Sujak. Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter. Bandung:
Yarama Widya. 2011
Chotimah, Chusnul dan Muhammad Fathurrohman. Komplemen Manajemen
Pendidikan Islam Konsep Integratif Pelengkap Manajemen Pendidikan
Islam. Yogyakarta: Teras. 2014
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: PT. Balai Pustaka. 1991
Depdiknas. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Sisdiknas. Bandung:
Fokus Media. 2009
Fathurrohman, Muhammad. Budaya Religius Dalam Peningkatan Mutu
Pendidikan. Yogyakarta: KALIMEDIA. 2015
Fitri, Agus Zaenul. Reinventing Human Character: Pendidikan Karakter
Berbasis Nilai & Etika di Sekolah. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2012
Gunawan, Heri. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung:
Alfabeta. 2012
Hadeli. Metode Penelitian Kependidikan. Ciputat: Quantum Teaching. 2006
Hasan, Said Hamid dkk. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa. Jakarta: Puskur Balitbang Kemendiknas. 2010
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Konsep dan Pedoman Penguatan
Pendidikan Karakter. 2017
Koentjaraningrat. Rintangan-rintangan Mental dalam Pembangunan
Ekonomi di Indonesia. Jakarta : Lembaga Riset Kebudayaan Nasional
Seni. 1969
Kotter, J.P. dan J.L. Heskett. Dampak Budaya Perusahaan Terhadap
Kinerja, terj. Benyamin Molan. Jakarta : Pres lindo. 1992
Langgulung, Hasan. Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21. Jakarta:
Pustaka Alhusna. 1988
81
Majid, Abdul dkk. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya. 2011
Madjid, Nurcholis. Masyarakat Religius. Jakarta: Paramadina. 1997
Muhaimin dkk. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan
Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2008
Muntasir, M. Salah. Mencari Evidensi Islam. Jakarta: Rajawali. 1995
Moleong, Lexi. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 2010
Naim, Ngainun. Character Building. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2012
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2015
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Bogor: Penerbit Galia Indonesia. 2013
Octavia, Lany dkk. Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren. Jakarta:
Rumah Kitab. 2014
Prasetya, Joko Tri dkk. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. 1998
Salahudin, Anas dan Irwanto Alkrienciehie. Pendidikan Karakter (Pendidikan
Berbasis Agama dan Budaya Bangsa). Bandung: Pustaka Setia. 2013
Salinan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomer 87 Tahun 2017 Tentang
Penguatan Pendidikan Karakter
Samani, Muchlas dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011
Sahlan, Asmaun. Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah; Upaya
Mengembangkan PAI dari Teori ke Aksi. Malang: UIN Maliki Press. 2010
S, Tatang. Ilmu Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia. 2012
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta. 2010
Syarbini, Amirulloh. Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga:
Revitalisasi Peran Keluarga Dalam Membentuk Karakter Anak Menurut
Perspektif Islam. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 2014
Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Bandung: Citra Umbara. 2009
82
Widi, Restu Kartiko. Asas Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2010
Wiyani, Novan Ardy. Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Taqwa.
Yogyakarta: Teras. 2012
Yuliantoro, M. Najib. Ilmu dan Kapital: Sosiologi Ilmu Pengetahuan Pierre
Bourdieu. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius. 2016
Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi Dan Aplikasinya Dalam
Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kecana Prenada Media Group. 2011
LAMPIRAN – LAMPIRAN
Lampiran 1
Dokumentasi kegiatan
Saat melaksanakan sholah berjamaah
Saat tausiyah pagi Saat pemberian infaq dan sedekah
Saat kegiatan penyetoran tahfidz Saat pengajian guru dan staff oleh prof
nasaruddin
Kondisi masjid 1 Kondisi masjid 2
Saat PHBI memperingati hari santri nasional
Slogan dan asmaul husna yang diletakan di setiap lorong kelas
LAMPIRAN 2
Kisi – Kisi Instrumen Penelitian
Fokus
Penelitian
Tujuan
Penelitian
Pertanyaan
Penelitian
Variabel Sub Variabel Teknik yang
Digunakan
Sumber Data
Implementasi
Religious
Culture
Melalui
Program
Penguatan
Pendidikan
Karakter
Untuk
mengetahui
konsep
religious
culture di
MAN 4
Jakarta
Bagaimana
konsep
religious
culture di
MAN 4
Jakarta
Konsep
religious
culture
Dasar-dasar
pembentukan
religious
culture
Tujuan
pembentukan
religious
culture
Konsep
dalam
membentuk
religious
culture
Penyusunan
program
kegiatan
religious
culture
Wawancara Wakil
kepala
sekolah
bidang
kurikulum
Guru agama
Islam
Untuk
mengetahui
proses
implementa
si religious
culture
melalui
program
Bagaimana
proses
implementas
i religious
culture
melalui
program
Penguatan
Proses
implement
asi
religious
culture
melalui
program
Penguatan
Penanaman
nilai religi
dalam
pembelajaran
di kelas
Pengaplikasi
an program
Observasi
Wawancar
Dokumentas
i
Wakil kepala
sekolah
bidang
kurikulum
Guru agama
Islam
Beberapa
Penguatan
Pendidikan
Karakter di
MAN 4
Jakarta
Pendidikan
Karakter
Pendidika
n Karakter
kegiatan
Islam di
madrasah
siswa
Apa saja
faktor
pendukung
dan
penghamba
t dalam
mengimple
mentasikan
religious
culture di
MAN 4
Jakarta
Apa saja
faktor
pendukung
dan
penghambat
dalam
mengimplem
entasikan
religious
culture di
MAN 4
Jakarta
Faktor
pendukun
g dan
penghamb
at
Peraturan dan
tata tertib
madrasah
Tenaga
pembina
dalam
melaksanaka
n religious
culture
Sarana dan
prasarana
madrasah
Observasi
wawancara
wakil kepala
sekolah
bidang
kurikulum
guru agama
Islam
beberapa
siswa
LAMPIRAN 3
Pedoman Wawancara
A. Untuk Waka Kurikulum
1. MAN 4 merupakan sekolah yang berbasis keagamaan, menurut ibu
bagaimana keadaan religious culture di madarasah ini?
2. Apa yang menjadi dasar atau alasan dalam membentuk religious culture
disini?
3. Apa tujuan dari diadakannya religious culture di madarasah?
4. Bagaimana konsep yang diberikan untuk religious culture?
5. Program apa saja yang dibuat dalam menuwujudkan religious culture yang
baik?
6. Adakah tenaga pembina khusus untuk mendampingi siswa dalam
menjalankan kegiatan religious culture?
7. Apa saja sarana dan prasarana yang tersedia untuk mendukung suksesnya
religious culture di madrasah?
8. Apakah MAN 4 sudah menerapkan Program Penguatan Pendidikan
Karakter?
9. Sejak kapan itu diterapkan?
10. Apakah religious culture ini termasuk dalam salah satu program karakter?
11. Apakah karakter Islami siswa mengalami perubahan yang lebih baik
setelah adanya religious culture?
B. Untuk Guru PAI (Akidah Akhlak)
1. Apa saja program religious culture di madrasah ini?
2. Bagaimana proses penyusunan program-program tersebut?
3. Apa tujuan dari adanya religious culture di madrasah ini?
4. Adakah sanksi yang diberikan bagi siswa yang tidak ikut
melaksanakan program tersebut?
5. Apa saja faktor penghambat dan pendukung dalam
mengimplementasikan program religious culture di madrasah ini?
6. Apakah religious culture ini termasuk dalam salah satu program
pendidikan karakter di madrasah?
7. Adakah dampak positif untuk siswa?
8. Apa kelebihan religious culture di MAN 4 dengan madrasah lainnya?
9. Bagaimana tanggapan ibu sebagai guru PAI dengan adanya religious
culture di madrasah ini?
10. Sudah berhasilkah implementasi religious culture di MAN 4?
C. Untuk siswa
1. Apa yang kamu ketahui tentang religious culture di MAN 4?
2. Seberapa besar antusias kamu dalam mengikuti kegiatan tersebut?
3. Menurut kamu, seberapa pentingnya religious culture dilaksanakan di
madrasah ini?
4. Dalam melaksanakan kegiatan Religious, apakah karena adanya
peraturan atau memang kesadaran diri sendiri?
5. Adakah perubahan yang terasa dalam diri kamu setelah mengikuti
kegiatan religious culture di madrasah?
6. Apa kekurangan dan kelebihan yang kamu rasakan dari kegiatan
religious di madrasah ini?
7. Sudahkan semua kegiatan tersebut menjadikan karakter kamu lebih
baik?
LAMPIRAN 4
Hasil Wawancara
Rabu, 10 Oktober 2018
Waka Kurikulum
Ibu Fitri Sulastri, S.Pd
1. MAN 4 merupakan sekolah yang berbasis keagamaan, menurut ibu
bagaimana keadaan religious culture di madarasah ini?
Keadaannya disini sangat baik, karana kami disini berusaha untuk
benar-benar mendidik siswa dengan sebaik-baiknya terutama yang
berhubungan dengan karakter dan akhlak siswa. Sekolah kami
identitasnya adalah madrasah yang mana sudah jelas sekolah yang
berbasis Islam, jadi kegiatan religius disini sangat benar-benar
diperhatikan oleh kami.
2. Apa yang menjadi dasar atau alasan dalam membentuk religious culture
disini?
Pembentukan kebiasaan atau habit yang Islami berdasarkan al-Quran
dan Hadist
3. Apa tujuan dari diadakannya religious culture di madarasah?
Untuk meningkatkan keimanan siswa. Sebagai contohnya sholat tepat
waktu disini, dan diwajibkan untuk berjamaah. Dengan berawal dari
sholat rutin tepat waktu, jadi bisa menambah kualitas iman mereka serta
sikap disiplin siswa.
4. Bagaimana konsep yang diberikan untuk religious culture?
Disini tentunya tidak terlepas dari pembiasaan dan pemberian contoh
teladan dari guru-guru. Jadi tidak neko-neko yang terpenting adalah
siswa dibiasakan untuk melakukan kegiatan keagamaan sehingga
terbawa dalam kehidupan sehari-harinya bukan hanya di kelas.
Kemudian teladan dari guru di madrsah, guru itu orang tua disini jadi
segala tingkah lakunya diperhatikan oleh siswanya sehingga kita
sebagai guru harus memberikan teladan yang baik untuk siswa disini.
5. Program apa saja yang dibuat dalam menuwujudkan religious culture yang
baik?
Ada TTD (tadarus, tahfidz, dhuha) itu dilakukan sebelum KBM
sebelum siswa masuk ke kelas masing-masing, kemudian baru
ditetapkan lagi pengistirahatan di setiap waktu adzan berkumandang
dan langsung melaksanakan sholat dzuhur, saat waktu ashar pun seperti
itu. Karena diharapkan anak-anak sholat tepat waktu. Lalu ada
ekstrakulikuler yang mendukung, ada tahfidz, hadroh, selalu
memperingati bulan-bulan Islam, kebiasaan saat bertemu siswa, cara
bicara saat bertemu guru, sampai cara menghormati tamu yang datang.
6. Adakah tenaga pembina khusus untuk mendampingi siswa dalam
menjalankan kegiatan religious culture?
Tentu saja ada. Setiap kegiatan pasti ada pembinanya disini. Tahfidz
kami sediakan beberapa pembina yang dibagi di setiap kelas. Jadi anak-
anak menyetorkan hafalannya dan dibenarkan bacaannya. Kemudian
ekstrakulikuler kami adakan pembina atau pelatih yang benar-benar ahli
dan mahir di bidangnya. Karena kita disini berusaha untuk
memfasilitasi apa saja keperluan yang mendukung kegiatan siswa.
7. Apa saja sarana dan prasarana yang tersedia untuk mendukung suksesnya
religious culture di madrasah?
Kita sediakan masjid, masjid disini ada 2 karena dirasa kurang kalau
hanya satu dengan kapasitas siswa yang banyak. Kemudian ada juga
ruang khusus untuk setiap mapel dan kalau untuk PAI jika ada praktek
kami sediakan apa yang anak-anak butuhkan.
8. Apakah MAN 4 sudah menerapkan Program Penguatan Pendidikan
Karakter?
Sudah
9. Sejak kapan itu diterapkan?
Pendidikan karakter sudah kami terapkan sejak pertama madrasah ini
didirikan. Artinya yang dinamakan pendidikan adalah bukan sekedar
kita mengajarkan ilmu tapi juga membimbing serta mendidik akhlak
siswa supaya berkatakter baik.
10. Apakah religious culture ini termasuk dalam salah satu program karakter?
Iya jelas termasuk. Karena kita membuat sedemikian cara untuk bisa
mengembangkan karakter siswa. Kalau sekarang program yang baru
dijalankan ada selasa bersih yang mana anak-anak kita perintahkan
untuk membersihkan kelasnya masing-masing setelah pelajaran
olahraga. Tapi karena baru dua minggu dijalankan jadi belum terlihat
hasilnya, mungkin nanti akan terlihat. Jadi kita setiap semester
mempunyai target karakter yang ingin kita capai.
11. Apakah karakter Islami siswa mengalami perubahan yang lebih baik
setelah adanya religious culture?
Dalam pembentukan karakter masih dalam kategori proses karena kita
tidak bisa terlalu memaksakan, tapi sekoalah sudah berusaha
memperbaiki dan meningkatkan agar pembiasaan-pembiasaan terus
dilakukan dan menjadi karakter. Namun kalau karakter religiusnya
memang sudah dari awal diterapkan karena memang bahwa sekolah
kita adalah aliyah sekolah Islam.
Rabu, 10 Oktober 2018
Guru PAI (Akidah Akhlak)
Khairunnisa, S.Ag
1. Apa saja program religious culture di madrasah ini?
Ada TTD, setiap jumat ada keputrian, sholat duhur dan ashar wajib
berjamaah, pengajian di rumah siswa setiap bulan, kajian prof
Nasaruddin, kajian hadits, dan PHBI.
2. Bagaimana proses penyusunan program-program tersebut?
Di awali dari rapat tahunan yang diikuti semua guru kemudian di
bahaslah semua kegiatan di sekolah dan dibentuklah penanggung
jawabnya. Dari penanggung jawab itu kemudian yang membuat jadwal,
absensi, hingga petugas-petugasnya. Dalam melaksanakannya di bantu
juga oleh OSIS.
3. Apa tujuan dari adanya religious culture di madrasah ini?
Tujuannya adalah tebentuknya karakter Islami dan akhlakul karimah,
bukan hanya dari segi pengetahuannya tapi juga mempunyai akhlak
yang baik. Untuk apa pinter tapi akhlaknya buruk yang terpenting
adalah akhlaknya untuk bisa atau tidaknya bisa menyusul sambil terus
membaca.
4. Adakah sanksi yang diberikan bagi siswa yang tidak ikut melaksanakan
program tersebut?
Untuk sanksi pertama diserahkan kepada wali kelas kemudian ke
bagian kedisiplinan.
5. Apa saja faktor penghambat dan pendukung dalam mengimplementasikan
program religious culture di madrasah ini?
Untuk faktor pendukungnya kalau semua guru disini dalam semua
aspek bergerak maka akan aman dan berjalan dengan lancar.
Sedangkan faktor penghambatnya adalah ada beberapa orang yang
tidak seiring sejalan. Adakah dampak positif untuk siswa?
6. Bagaimana tanggapan ibu sebagai guru PAI dengan adanya religious
culture di madrasah ini?
Sangat bagus sekali karena anak bukan hanya belajar tapi juga adanya
pembentukan karakter yang baik
7. Sudah berhasilkah implementasi religious culture di MAN 4?
Masih proses, tapi kalau dikatakan berhasil ya alhamdulillah. Tapi ya
memang membentuk karakter tidak mudah, kita sudah sama-sama
berusaha memberikan yang terbaik.
Senin, 1 Oktober 2018
Staff TU (bendahara)
Ade Putri, S.E
1. Apa saja program religious culture di madrasah ini?
Banyak kalau untuk siswa banyak banget, mungkin hampir setiap
jamnya selalu bersangkutan dengan keagamaan. Dari masuk kelas itu
ada TTD sampai pulang sekolah juga harus sudah melaksankan sholat
ashar berjamaah. Kalau untuk guru juga ada disini yaitu kajian setiap
rabu dan kamis.
2. Apa tujuan dari adanya religious culture di madrasah ini?
Tujuannya adalah untuk membiasakan siswa agar terbiasa melakukan
kegiatan positif yang berhubungan dengan Allah
3. Bagaimana tanggapan ibu sebagai staff dengan adanya religious culture di
madrasah ini?
Sangat baik, sangat positif. Kami semua guru dan staff disini sangat
mendukung dengan kegiatan yang diadakan oleh sekolah. Terutama
religious culture ini ada kegiatannya untuk guru dan staff khusus, jadi
merasa lebih ada kekeluargaan dengan kegiatan tersebut.
4. Sudah berhasilkah implementasi religious culture di MAN 4?
Menurut saya sudah berhasil, tapi kami masih tetap terus berusaha
untuk menjadi lebih baik lagi.
Rabu, 31 Oktober 2018
Siswa
Risyda kelas XI Agama
1. Apa yg kamu ketahui tentang Religious Culture di MAN 4?
Religious culture di MAN 4 itu sangat kuat ya, soalnya kan namanya
juga MAN pastinya kegiatan keagamaannya banyak banget , dari TTD,
sampe upacara hari santri kemaren, pokoknya MAN 4 itu religius
banget dan banyakk sekali kegiatan keagamaan.
2. Seberapa besar antusias kamu dalam melakukan kegiatan tersebut?
Kalo untuk antusiasme sendiri, mungkin kebanyakan merasa jenuh
atau males, tapi saya sendiri seneng banget apalagi kemaren sempet
ada acara QREATEEN yang ngundang ustad2 muda terkenal kayaa
alvin dan muzammil.
3. Menurut kamu, Seberapa pentingnya Religious Culture dilaksanakan di
madrasah ini?
Pastinya penting banget. Soalnya kita anak MAN, dan aku juga ngerasa
anak MAN sekarang udah seenaknya, padahal harusnya agama kita bisa
lebih yaa bagus dengan pengetahuan agama kita yang lebih banyak.
Jadi pasti penting banget untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
keagamaan.
4. Dalam melaksanakan kegiatan Religious, apakah karena hanya
diperintahkan dan ada peraturan atau memang sudah kesadaran diri
sendiri?
Awalnya memang sudah peraturan, seperti TTD. Tapi untuk setoran
tahfiz, bahkan sudah banyak hafiz, aku yakin itu kesadaran kita
sendiri. mengadakan talk show, presentasi dll juga menurut ku inisiatif
dari kita yang ingin menunjukkan identitas kita sebagai anak MAN.
5. Setelah mengikuti hampir setiap hari, adakah perubahan karakter yg terasa
dalam diri?
Pasti ada perubahan. Dengan awalnya diharuskan untuk sholat dhuha,
pasti jadi terbiasa. Terbiasa menghafal, terbiasa senyum sapa salam,
dan ibadah-ibadah ringan lainnya.
6. Apa kekurangan dan kelebihan yang kamu rasakan dalam melaksanakan
kegiatan Religious Culture?
Kelebihannya pastinya sebagai hamba pasti ingin dekat dengan
Tuhan-Nya. Dan pasti kebanyakan dari kita termotivasi mengikuti
kegiatan keagamaan karena kita ingin dilancarkan dalam ujian, atau
sedang memiliki hajat. Untuk kekurangannya, mungkin lebih karena
banyak tugass, jadi kayak males gituu sholat dhuha, atau emang
dianya yang males.
7. Sudahkan semua kegiatan tersebut menjadikan karakter kamu lebih baik?
Insyaallah sudah, tapi tetap masih belajar memperbaiki diri lagi
Rabu, 31 Oktober 2018
Siswa
Kiki kelas XII IPS
1. Apa yang kamu ketahui tentang religious culture di MAN 4?
Religius culture di MAN 4 sangat banyak dan beragam, contohnya
TTD dan menulis kaligrafi
2. Seberapa besar antusias kamu dalam mengikuti kegiatan tersebut?
Sebenarnya antusias saya tidak terlalu besar, karena dilakukan setiap
hari jadi merasa bosan
3. Menurut kamu, seberapa pentingnya religious culture dilaksanakan di
madrasah ini?
Sebenernya penting, tapi saya rasa seharusnya tidak terlalu di tekan.
4. Dalam melaksanakan kegiatan Religious, apakah karena adanya peraturan
atau memang kesadaran diri sendiri?
Sebearnya karena peraturan, tapi setelah di pikir-pikir kegiatan
tersebut tidak akan berjalan tanpa adanya kesadaran dari diri sendiri.
5. Adakah perubahan yang terasa dalam diri kamu setelah mengikuti kegiatan
religious culture di madrasah?
Ada. Salah satu yang saya rasakan adalah saya menjadi pribadi yang
lebih mengenal islam dengan baik.
6. Apa kekurangan dan kelebihan yang kamu rasakan dari kegiatan religious
di madrasah ini?
Kekurangannya kalau buat saya hafalan quran yang ditargetkan
lumayan membebankan. Kalau kelebihannya kita dapat lebih
mendekatkan diri kepada Allah.
7. Sudahkan semua kegiatan tersebut menjadikan karakter kamu lebih baik?
Sudah, sejauh ini sudah ada perubahan walaupun belum maksimal.
Rabu, 31 Oktober 2018
Siswa
Vivi Nafisah kelas XII Agama
1. Apa yang kamu ketahui tentang religious culture di MAN 4?
Di MAN 4 ini banyak sekali kegiatan keagamaan seperti TTD, acara
maulid dll.
2. Seberapa besar antusias kamu dalam mengikuti kegiatan tersebut?
Kegiatan agama sangat saya sukai karena buat saya acara keagamaan
bisa menambah pengetahuan tentang ilmu-ilmu agama dan inysaallah
bisa termotivasi untuk selali melakukan kegiatan yang positif.
3. Menurut kamu, seberapa pentingnya religious culture dilaksanakan di
madrasah ini?
Sangat penting karena di madrasah ini harus bisa memotivasi anak-
anak untuk bisa belajar agama karena agama itu juga menjadi
landasan dan pedoman dalam kehidupan.
4. Dalam melaksanakan kegiatan Religious, apakah karena adanya peraturan
atau memang kesadaran diri sendiri?
Di peraturan sekolah memang ada, tetapi dengan pertauran tersebut
membuat tumbuh kesadaran dari diri saya sendiri.
5. Adakah perubahan yang terasa dalam diri kamu setelah mengikuti kegiatan
religious culture di madrasah?
Perubahan sangat saya rasakan, terlebih lagi banyak teman-teman saya
yang ikut kegiatan jadi lebih menambah motivasi saya dan juga lebih
mengenal Allah.
6. Apa kekurangan dan kelebihan yang kamu rasakan dari kegiatan religious
di madrasah ini?
Di peraturan sekolah memang ada, tetapi dengan peraturan tersebut
membuat tumbuh kesadaran dari diri saya sendiri.
7. Sudahkan semua kegiatan tersebut menjadikan karakter kamu lebih baik?
Mungkin dibandingkan sebelumnya saya lebih bisa memperbaiki diri
karena mulai tau syariat yang diajarkan Islam dan insyaallah terus
memperbaiki diri dan istiqomah.
Rabu, 31 Oktober 2018
Siswa
Anna kelas XII IPS
1. Apa yang kamu ketahui tentang religious culture di MAN 4?
Religius culture di MAN 4 sangat banyak dan beragam, contohnya
TTD dan menulis kaligrafi
8. Seberapa besar antusias kamu dalam mengikuti kegiatan tersebut?
Sebenarnya antusias saya tidak terlalu besar, karena dilakukan setiap
hari jadi merasa bosan
9. Menurut kamu, seberapa pentingnya religious culture dilaksanakan di
madrasah ini?
Sebenernya penting, tapi saya rasa seharusnya tidak terlalu di tekan.
10. Dalam melaksanakan kegiatan Religious, apakah karena adanya peraturan
atau memang kesadaran diri sendiri?
Sebearnya karena peraturan, tapi setelah di pikir-pikir kegiatan
tersebut tidak akan berjalan tanpa adanya kesadaran dari diri sendiri.
11. Adakah perubahan yang terasa dalam diri kamu setelah mengikuti kegiatan
religious culture di madrasah?
Ada. Salah satu yang saya rasakan adalah saya menjadi pribadi yang
lebih mengenal islam dengan baik.
12. Apa kekurangan dan kelebihan yang kamu rasakan dari kegiatan religious
di madrasah ini?
Kekurangannya kalau buat saya hafalan quran yang ditargetkan
lumayan membebankan. Kalau kelebihannya kita dapat lebih
mendekatkan diri kepada Allah.
13. Sudahkan semua kegiatan tersebut menjadikan karakter kamu lebih baik?
Sudah, sejauh ini sudah ada perubahan walaupun belum maksimal.
LAMPIRAN 5
Catatan Lapangan 1
Metode Pengumpulan Data : Observasi
Hari dan Tanggal : Senin, 1 Oktober 2018
Waktu : 08.30
Lokasi : Ruang Tunggu
Sumber Data : Ade Putri S.E
Deskripsi Data :
Peneliti melakukan pengamatan keadaan madrasah secara umum dan kegiatan
budaya agama apa saja yang dijadikan rutinitas sehari-hari.
Interpretasi Data :
Secara umum siswa melakukan setiap kegiatan sekolah dengan baik dan tertib,
hingga menunjukkan perilaku senyum, sopan, santun dan salam kepada guru, dan
tamu yang datang.
Catatan Lapangan 2
Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Hari dan Tanggal : Kamis, 4 Oktober 2018
Waktu : 11.00
Lokasi : Ruang Guru
Sumber Data : Fitri Sulastri, S.Pd
Deskripsi Data :
Peneliti melakukan wawancara tentang dasar-dasar, konsep, tujuan pembentukan
religious culture hingga bagaimana pelaksanaannya.
Interpretasi Data :
Dasar-dasar dan tujuan tidak lain adalah agar siswa terbiasa melakukan kegiatan
positif dengan rutinitas yang baik.
Catatan Lapangan 3
Metode Pengumpulan Data : Observasi
Hari dan Tanggal : Selasa, 9 Oktober 2018
Waktu : 07.30
Lokasi : Masjid
Sumber Data : Ade Putri S.E
Deskripsi Data :
Peneliti melakukan pengamatan kegiatan TTD (tadarus, tahfidz, duhua),
shadaqah, dan kajian pagi yang dilakukan sebelum pembelajaran di mulai.
Interpretasi Data :
Ritual kegiatan yang dilakukan sebelum KBM berlangsung tersebut berjalan
dengan kondusif, tertib, dan lancar tetap dengan pengawasan dari guru dan
pembina.
Catatan Lapangan 4
Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Hari dan Tanggal : Rabu, 10 Oktober 2018
Waktu : 12.30
Lokasi : Ruang Guru
Sumber Data : Khairunnisa S.Pd
Deskripsi Data :
Peneliti melakukan wawancara tentang proses pelaksanaan religious culture,
faktor pendukung dan penghambat hingga tanggapan sebagai guru agama.
Interpretasi Data :
Pelaksanaan religous culture merupakan kegiatan positif yang terus dilestarikan
dan dikembangkan, dan kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari semua pihak
sehingga kontribusi serta bantuan dari guru lain baik.
Catatan Lapangan 5
Metode Pengumpulan Data : Observasi dan wawancara
Hari dan Tanggal : Jumat, 12 Oktober 2018
Waktu : 11.00
Lokasi : Masjid 2
Sumber Data : Ade Putri S.E
Deskripsi Data :
Peneliti melakukan pengamatan tentang kegiatan keputiran yang dilakukan pada
saat sholat jumat berlangsung
Interpretasi Data :
Keputrian yang dilaksanakan adalah membahas seputar wanita mulai dari
pembahasan fiqh wanita, hingga membuat kerajinan tangan.
Catatan Lapangan 6
Metode Pengumpulan Data : Observasi
Hari dan Tanggal : Selasa, 16 Oktober 2018
Waktu : 11.30
Lokasi : Masjid
Sumber Data : Ade Putri S.E
Deskripsi Data :
Peneliti melakukan pengamatan tentang kegiatan sholat dzuhur berjamaah,
kultum, hingga sholat ashar berjamaah.
Interpretasi Data :
MAN 4 menerapkan bahwa setiap adzan berkumandang yang menandakan bahwa
waktu sholat telah tiba, maka semua aktivitas KBM diistirahatkan dan seluruh
siswa dan guru melaksanakan sholat berjamaah. Sedangkan kultum dilakukan saat
sesudah melaksanakan sholat duhur.
Catatan Lapangan 7
Metode Pengumpulan Data : Observasi
Hari dan Tanggal : Kamis, 18 Oktober 2018
Waktu : 07.00
Lokasi : Ruang Multimedia
Sumber Data : Ade Putri S.E
Deskripsi Data :
Peneliti melakukan pengamatan tentanng kegiatan religius guru yang dilakukan
seminggu sekali yaitu berupa kajian keislaman dan kajian kitab.
Interpretasi Data :
Kajian ini bertujuan untuk menjalin silaturahmi antara semua guru dan staff yang
ada di MAN 4, juga untuk menambah wawasan keislamannya.
Catatan Lapangan 7
Metode Pengumpulan Data : Dokumentasi
Hari dan Tanggal : Rabu, 24 Oktober 2018
Waktu : 08.30
Lokasi : -
Sumber Data : Kepala Bagian Pengembangan SDM
Deskripsi Data :
Peneliti meminta berkas atau data yang berhubungan dengan sekolah dan kegiatan
religious culture di MAN 4 Jakarta
Interpretasi Data :
Data tersebut berupa sejarah, visi misi, data guru, rombel, jam belajar, data siswa,
data kegiatan sekolah.
LAMPIRAN 6
1. Tenaga Pendidik
No Nama Lengkap (Gelar
Dibelakang)
Pend.
Terakhir Mata Pelajaran HP
1 H. Ismail Nur, Lc., M.Ag. S2 PAI 085711100722
2 Hj. Alifah, Dra S1 Sejarah 02172195127
3 Hj. Tuti Arwati, Dra S1 Sosiologi 08128480178
4 Ida Candraenii, Dra S1 Sosiologi 08161371148
5 Aisyah, S.Pd S1 Sejarah 085213661910
6 Emroni, S.Sos., M.Pd. S2 PKN 082122020199
7 Teguh Martono, Ba D3 Kimia 08568334108
8 M. Belya, Drs S1 Fisika 085719993247
9 Fahrul Hilal, Drs. M.Pd S2 B. Inggris 081310389905
10 Erma M, Dra, M.Pd S2 Matematika 081384865275
11 Hj. Yunarni Siregar, M.Pd. S2 B. Indonesia 085777803795
12 Solahuddin, Drs S1 B. Indonesia 081311027903
13 Herlin Suswati, M.Pd S2 B. Inggris 081218550070
14 Yusnely, Dra., M.Pd. S2 B. Indonesia 082123262626
15 Saiful Iman, Drs S1 Matematika 08129643296
16 Hj. Titi Sumanti, Dra S1 BK 08151617210
17 A. Kodir, Drs S1 Penjaskes 081317438543
18 Eridawati, Dra., M.Pd. S2 Biologi 081381109411
19 Yulisnaeni, Dra., M.Pd. S2 Biologi 081310375018
20 Abd. Ghozi, S.Ag S1 B. Inggris 085216378521
21 Mutingatun, M.Pd S2 Kimia 081285861235
22 Elida Syarifah, Dra S1 Matematika 085695446710
23 Misbahuddin, Drs S1 Biologi 081314702030
24 Nina Ningsih, Dra., M.Pd. S2 Matematika 085695094720
25 H. Nawawi, Ma S2 Al-Qur’an
hadist 08128229442
26 Rosmawati, Dra S1 B. Inggris 08128176571
27 Sri Yunandari, S.Pd S1 Ekonomi 081316327560
28 Nia Kurniasih, S.Pd S1 Bahasa Asing 081585162132
29 Endah Umayanah, S.Ag S1 Bahasa Arab 081281263255
30 Andriani, Dra., M.Pd. S2 Ekonomi 085691565534
31 Khairunnisa, S.Ag S1 PAI 085217311973
32 Khairunas, S.Pd S1 Bahasa
Indonesia 085883647201
33 Rita Widiarti, Se., M.Pd. S2 Ekonomi 081310872590
34 Lisnur Azizah, M.Pd. S2 Bahasa 081385382010
35 Eneng Herawati, S.Pd.,
M.Pd. S2 Fisika 081212638265
36 Novianti Mulyana, M.Pd. S2 Matematika 081513250743
37 Ma'lufah, Lc S1 Aqidah Akhlak 081285692098
38 Indrayanti Syafruddin, Lc.,
M.A. S2 Fiqih 08129359301
39 Halimatussa'diyah,S.Pd.I. S1 B. Inggris 085324054054
40 Suparmo, S.Ag S1 PAI 081310736902
41 Muklis Amanudin, S.Ag S1 B. Arab 081296003703
42 Ra'yal Ain, S.Psi S1 BK 081584013044
43 Raliyanti, S.Sos., M.Pd. S2 TIK 081586462152
44 Fitri Sulastri, S.Pd S1 B. Inggris 081284028774
45 Eva Zahrowati, S.Pd S1 B. Inggris 08116627128
46 Iik Zakki Mubarok,S.Kom.,
M.Pd. S2 TIK 081315664699
47 Ellis Ermawati, S.Kom S1 TIK 087776765471
48 Abdullah, S.Pd S1 Sejarah 08129867962
49 Ahmad Fitroh, S.Hi., M.Ag. S2 Bahasa Arab 081585187354
50 Hilmawati, S.Hum S1 B.Indonesia 081294948631
51 Abd. Ghafur, S.Pd S1 Kimia 087774757229
52 Wida Fery Astini, S.Kom S1 TIK 085695068631
53 Hasanudin, S.Pd S1 B. Arab 08999117269
54 Fitria Silvi, S.Kom S1 TIK 08128666300
55 Sahmiati Siregar, S.Si S1 Fisika 081218903309
56 Hj. Neneng Amalia, M.A. S2 B. Indonesia 08129803004
57 Zuhrotunnisa, M.A. S2 PAI 082125959005
58 Lutfi Effendi, S.Ag. S1 Matematika 085697287769
59 Suharto, Drs., M.Pd. S2 Fisika 081288444780
60 Wiharti Lesnani, Dra. S1 Kimia 085331825314
61 Srimayati, M.Pkim S2 Kimia 087774872281
62 Khodijah, Dra., M.Pd. S2 Ekonomi 081282655396
63 Rahmaniah, M.Ag. S2 Fiqih 087784365700
64 Hilal Najmi, S.Pd. S1 B. Jerman 081511319639
65 Hj. Kapti Ch, Dra S1 Fisika 08158227601
66 Agus Salim, Drs. M.M S2 Ekonomi/Akunt
ansi 081318590744
67 Edi Harapan S1 Penjasorkes 088809749721
68 Drs. JEJEN ZAINUDIN S1 Penjasorkes 081932333042
69 Cahyono, Drs S1 Matematika 085216069157
70 H. Djejen Zainudin, Drs S1 Antropologi 0817732850
71 Fathan Mubin, S.Kom S1 TIK 085782881460
72 Aam Aminah, S.Pd S1 B. Inggris 082122038764
73 H. Hafiz Abdillah, S.Pd S1 B. Arab 089605978280
74 Asep Eka Mulyanuddin,
S.Pd.I. S1 PAI 089660910637
75 Muh. Izdiyan Muttaqin, Lc. S1 SKI 081311448187
76 Siti Khamsiah, S.Ag. S1 PAI 081261298528
77 Henkky Oktriandi Sm, S.Sn. S1 Seni Budaya 081293549321
78 Arya Sentana Krisnadiharja,
S.Psi. S1 BK 08561616857
79 Ricky Awaluddin, S.Pd. S1 BK 085716888833
80 Elang Faisal, S.Pd S1 Geografi 081284286845
81 Siti Nurul Afiyah, S.Pd S1 Matematika 081288480040
82 Sri Suripti, S.Pd S1 Biologi 08129957859
83 Lina Khiyaroh, S.Pd S1 Geografi 087889197625
84 Sri Sudarwati, M.Pd S2 Bahasa/Sastra
Inggris 085880245867
85 Eko Yulianto, S.Ag S1 Fiqih 085868977659
86 Ridwan, Lc. S1 Alqur’an
Hadits/Bhs Arab 085773301480
87 Ahmad Rifky, S.E S1 Sejarah
Indonesia 085714790606
88 Hisnuddin, Lc. S1 Ski 082346123410
89 Khairul Yakub, S.Pd S1 Akidah Akhlak 082213133844
90 M. Rasyid, Lc. S1 Akidah Akhlak 085210381065
91 Ama Gusti Aziz S1 Seni Budaya 087763671077
2. Tenaga Kependidikan
No Nama Lengkap (Gelar
Dibelakang)
Pend.
Terakhir Jabatan HP
1 Murhakim, S.Pd. S1 Kepala TU 081511547400
2 Mansur , S.Ag. S1 JFU 081380633503
3 Muhammad Ali Hanafi, Lc S3 JFU 081280491776
4 SUHANDA, S.Pdi S1 JFU 085770206725
5 Munibah, S.E. S1 JFU 089664008107
6 Widada, S.Pd. S1 JFU 085890813818
7 Umi Masitoh, S.E. S1 JFU 081288666745
8 Alfi Nuriyah, S.E. S1 JFU 081382376386
10 Rosma Barasa D3 JFU 081285386400
11 Syarif Hidayat D3 JFU 081298167890
12 Vonny Dewi Pratiwi D3 JFU 081399888152
13 Suparni SMA JFU 081218656035
14 Erwan SMA JFU -
15 Rohmad SMA JFU 081314863116
16 Armiati SMA JFU 081218602072
18 Ulin Ni'mah S1 Komite 081289290971
19 Bambang S. SMA Teknisi
Bangunan 082123519080
20 Juju Juanda SMP Petugas
Kebersihan 089688866657
21 Hendrik SMA Satpam 082310190966
22 Rasiyem SD Pramusaji 085288693680
23 Setyo Budi Rianto SMP Petugas
Kebersihan 081281278999
24 Munawar SMA Pustakawan 081281729538
25 Heri Supriadi SMP Petugas
Kebersihan 082125638390
27 R. Napis SD Satpam 081213981113
28 Romdoni SMP Petugas
Kebersihan 085218481108
29 Hengky SMP Satpam 083870084442
32 Nana Suryana SMP Petugas
Kebersihan 085881842109
33 Ahmad Rivai SMK Teknisi 081293103141
35 Muhammad Izzi SMA Administrasi 08999128922
37 Munaji SD Administrasi -
38 Arifin SMP Petugas
Kebersihan 085695267847
40 Rini D3 LABORAN 087784701854
41 Taufik SMP SATPAM 081908877083
42 Dadang SMP SATPAM 087878545448
LAMPIRAN 7
Struktur Organisasi MAN 4 Jakarta
LAMPIRAN 8
STRUKTUR PENEGAKAN DISIPLIN
si
Garis hitam : jalur Instruksi
Garis putus-putus : jalur konsultasi
KEPALA MADRASAH
WAKAMAD KESISWAAN
GURU BK
PEMBINA KEDISIPLINAN
TENAGA PENDIDIK DAN KEPENDIDIKAN
PESERTA DIDIK
ORANG TUA/WALI