perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
IMPLEMENTASI HAK-HAK TERSANGKA ANAK DALAM
PROSES PENANGKAPAN SAMPAI DENGAN PROSES PENAHANAN
UNTUK KEPENTINGAN PENYIDIKAN
(Studi Kasus Perkara No. Pol.: LP/B/986/ VI/2009/SPK I, di Polresta
Surakarta)
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh :
MOCHAMAD TAUFANY BAHTIAR E. 1104170
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
IMPLEMENTASI HAK-HAK TERSANGKA ANAK DALAM PROSES
PENANGKAPAN SAMPAI DENGAN PROSES PENAHANAN UNTUK
KEPENTINGAN PENYIDIKAN ( Studi Kasus Perkara No. Pol.:
LP/B/986/VI/2009/SPK I, di Polresta Surakarta ).
Disusun Oleh:
MOCHAMAD TAUFANY BAHTIAR
NIM : E1104170
Disetujui dan Dipertahankan
Dosen Pembimbing
Dosen Pembimbing I EDY HERDYANTO, S.H., M.H. NIP. 195706291985031002
Dosen Pembimbing II MUHAMMAD RUSTAMAJI, S.H., M.H NIP. 198210082005011001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
IMPLEMENTASI HAK-HAK TERSANGKA ANAK DALAM PROSES
PENANGKAPAN SAMPAI DENGAN PROSES PENAHANAN UNTUK
KEPENTINGAN PENYIDIKAN ( Studi Kasus Perkara No. Pol.:
LP/B/986/VI/2009/SPK I, di Polresta Surakarta )
Disusun oleh :
MOCHAMAD TAUFANY BAHTIAR
NIM : E1104170
Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum ( Skripsi )
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari :
Tanggal :
MENGETAHUI
Dekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum NIP : 19570203 1985032001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
Hanya Engkaulah (ya Allah) yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan
(Al-Fatihah ayat 5)
Menyerah bukanlah jawaban, karena setiap manusia menyimpan kekuatan semangat. Barangsiapa menyenangi amalan kebaikannya dan menyedihkan
(bersedih dengan) keburukannya maka dia adalah seorang mukmin (H.R Al Hakim)
Hidup tidak untuk di isi dengan mimpi-mimpi belaka, tanpa ada suatu perjuangan
mimpi itu tak akan terwujud. (Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini penulis persembahkan kepada:
¥ Allah SWT Penguasa Alam Semesta atas
segala karunia, rahmat, dan nikmatnya yang
telah di berikan-Nya.
¥ Kedua orang tuaku tercinta Ayah
Mochamad Hilmy dan Ibu Siti Musyarofah
(Almarhumah), serta Bunda Siti Rahayu
yang senantiasa mendukung, memberikan
doa dan nasihat, semangat, cinta dan kasih
sayang serta kerja keras yang tak ternilai
harganya demi mewujudkan cita-cita
menjadi seorang Sarjana Hukum.
¥ Keluarga kecil Kakak tersayang Shinta
Rusmala Dewi yang selalu mendukungku.
¥ Keluarga besar Om Nur Mahfudi yang
selalu bijaksana terhadapku.
¥ Keluarga besar Mama Dewi Hastuti (Palur
Solo) terimakasih atas segalanya dan
dukungannya.
¥ Orang-orang yang merelakan dirinya
menjadi batu pijakan untukku melompat
lebih tinggi.
¥ Teman-temanku yang telah memberi warna
kehidupan selama penulis menyelesaikan
studi di institusi pendidikan.
¥ Diriku sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
MOCHAMAD TAUFANY BACHTIAR, E 1104170, IMPLEMENTASI HAK-HAK TERSANGKA ANAK DALAM PROSES PENANGKAPAN SAMPAI DENGAN PROSES PENAHANAN UNTUK KEPENTINGAN PENYIDIKAN ( Studi Kasus Perkara No. Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I, di Polresta Surakarta ), Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, Penulisan Hukum 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai implementasi hak-hak tersangka anak, kendala dalam implementasi pemenuhan hak-hak tersangka anak dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala- kendala dalam implementasi hak-hak tersangka anak pada proses penangkapan dan proses penahanan dalam penyidikan perkara No Pol. : LP/B/986/VI/2009/SPK I.
Penelitian ini dilihat dari tujuannya termasuk jenis penelitian hukum empiris bersifat yuridis sosiologis dengan menggunakan metode kualitatif. Sumber data berasal dari sumber data primer yaitu hasil wawancara dengan pejabat penyidik Polresta Surakarta. Sumber data sekunder yaitu buku, literatur, peraturan perundang-undangan, laporan, arsip, dan dari internet. Setelah data diperoleh lalu dilakukan analisis data kualitatif dengan model interaktif.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa implementasi hak-hak tersangka anak dalam proses penangkapan sampai dengan proses penahanan untuk kepentingan penyidikan Di Polresta Surakarta adalah sebagai berikut : implementasi hak-hak tersangka anak yang melanggar Pasal 362 KUHP dalam proses penangkapan sampai dengan proses penahanan dalam penyidikan perkara No. Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I yang ditangani Polrseta Surakarta telah sesuai dengan hak-hak tersangka yang diatur dalam KUHAP dan peraturan pelaksanaanya tersangka terkadang masih belum mengerti hak-hak yang dimilikinya. Hambatan-hambatan yang dijumpai dalam proses penangkapan sampai dengan proses penahanan dalam rangka implementasi hak-hak tersangka ditingkat penyidikan adalah hambatan yang disebabkan oleh tersangka yaitu ketidaktahuan tersangka akan hak-hak yang dimiliki, tersangka dalam memberikan keterangan juga berbelit-belit dan tersangka tidak menunjukan sifar kooperatif, sedangkan hambatan dari pihak penyidik adalah kurang profesionalnya oknum aparat kepolisian dalam melakukan penyidikan, mereka hanya memburu waktu dan tidak menghormati hak-hak tersangka dan melakukan tekanan baik fisik maupun mental hal ini dilakukan untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam proses penangkapan sampai dengan proses penahanan adalah pendidikan dan pelatihan tentang profesionalisme kerja dan peningkatan kinerja penyidik khususnya dalam menghadapi tersangka anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
Mochammad Taufany Bachtiar, E 1104170, IMPLEMENTATION OF CHILDREN SUSPECT RIGHTS IN THE PROCESS OF ARRESTING UNTIL DETENTION FOR THE PURPOSE OF INVESTIGATION (CASE STUDY NO. POL: LP/ B/ 989/ VI/ 2009/ SPK I, IN POLRESTA SURAKARTA), LAW FACULTY SEBELAS MARET UNIVERSITY, LAW WRITING 2011.
This research aims to know the implementation of children rights, the problems in implementing the children suspect rights and effort done to solve the problems in implementing children suspect rights in the process of arresting until detention for the purpose of investigation No. Pol: LP/B/989/VI/2009/SPK I. This research is belongs to empirical law research which is juridical sociologic using qualitative method. The sources of data were from primer source data, the result of interview with the right officer investigator in Polresta Surakarta. The secondary data were book, literature, rule of law, report, archives, and from internet. After getting the data, data analysis was done using interactive model.
Based on the result research done, it could be known that implementation of children suspect rights in the process of arresting until detention for the purpose of investigation in Polresta Surakarta were: the implementation of children rights, which break 364 KUHP in the process of arresting until detention for the purpose of investigation No. Pol: LP/B/989/VI/2009/SPK handle by Polresta Surakarta was appropriate with the suspect rights which ruled in KUHAP and the implementation of the rules for the suspects did not know the rights they had. The problems faced in the process of arresting until detention in implementing suspects right in the level of investigation was the problem which caused by the suspects who did not know their rights, the suspects also twist in giving information, the suspects also were not cooperative, while the problems from the investigators were the police officers were not professional in doing investigation, they were only rushed about the time so they did not respect to the suspects rights and did physical pressure or mental. The pressure done was to get the confession from the suspects. The effort done to solve the problems in the process of arresting until detention were training and education about professionalism and improvement the work of investigators especially in facing children suspects.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan hukum (Skripsi) yang berjudul “ IMPLEMENTASI HAK-HAK
TERSANGKA ANAK DALAM PROSES PENANGKAPAN SAMPAI
DENGAN PROSES PENAHANAN UNTUK KEPENTINGAN PENYIDIKAN
(Studi Kasus Perkara No. Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I, di Polresta Surakarta)”.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan, saran, dan dorongan bagi penulis
dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. Ucapan terima kasih ini penulis
sampaikan terutama kepada :
1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia hidup serta nikmat keimanan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di
perguruan tinggi ini.
2. Nabi Muhammad SAW, semoga penulis dapat istiqomah dijalan-Nya hingga
akhir jaman.
3. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih , S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Bambang Joko Soedibyo, S.H, selaku Pembimbing Akademik.
5. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing Pertama yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.
6. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing
Kedua yang senantiasa memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis
dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.
7. Bapak Harjono, S.H., M.H selaku Ketua Program Non Reguler Fakultas
Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.
8. Bapak dan Ibu staf karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
yang telah membantu dan berperan dalam kelancaran kegiatan proses belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
mengajar dan segala kegiatan mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret.
9. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberi
dan membagikan ilmu pengetahuan dan pengalaman berharga kepada penulis
yang dapat dijadikan bekal dalam penyelesaian skripsi ini serta menghadapi
persaingan di lingkungan masyarakat luas.
10. Pengelola Penulisan Hukum (PPH) yang telah membantu dalam mengurus
prosedur-prosedur skripsi mulai dari pengajuan judul, pelaksanaan seminar
proposal sampai pendaftaran ujian skripsi.
11. Kedua orang tuaku tercinta Ayah Mochamad Hilmy dan Ibu Siti Musyarofah
(Almarhumah) serta Bunda Siti Rahayu yang senantiasa sabar mendoakan
dan memberikan motivasi tinggi sampai detik ini, kalian sangat berharga
untukku.
12. Kakakku (mbak Shinta dan mas Nanang) yang selalu bijaksana,memberiku
nasehat, keponakanku tersayang Altifa Pucan yang selalu sayang (i les yu om
pani).
13. Keluarga besar Mama Dewi Hastuti (Indria Ayu Jayanti) yang pernah
Menguatkanku dan mewarnai perjalanan hidupku terimakasih atas doa dan
dukungannya selama ini.
14. Keluarga besar Om Nur Mahfudi yang selalu memberi dukungan, nasihat dan
doa untukku.
15. Petete Soulmate Pamelo Khususnya Veteran penimba Ilmu di Solo (Catur
Budi alias Dolor).
16. Untuk teman-temanku di FH UNS yang masih berjuang bersama Sukma
maulana, Andika Hatmoko, Firman, Suwarto, Agung, Akbar, Eky flowly,
Mahendra kita pasti bisa.
17. Untuk sahabat-sahabatku di Petoran Hill Suwahyo Arif senior, Siswanto
senior, Muhammad Landung senior, Niko Pratama senior, Dave Smoukil,
Henggo Priyo, Prakas Tejo, Maradensa Siregar, Niko Grandi, Dimas Beck,
Edy Sapterting, Novendra Mas tho terimakasih telah membantu dalam segala
hal selama ini be loved.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
18. Keluarga Cemara Irawan Buce si Bos, Alfitlio Leza, Adjie Bah, Hendros
Panjul, Indra ngecret, Hafid Kopet, Dinar Ompong, Kang Didik, Iyok Tukul,
Yudho djimbez, Akbir, Ramon, Afif, Tora, Soegab, Fransisca Dodo, Evy
Bahenjuk, Medha Gita, Umayah, Astrid Ndud, Anggi Ang, Rosita, Garin,
Intan terimakasih kalian telah banyak membantuku.
19. Semua pihak yang membantu terselesaikannya penulisan hukum ini, yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum (Skripsi) ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan
saran yang membangun. Semoga Penulisan Hukum (Skripsi) ini bermanfaat bagi
diri pribadi penulis maupun para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta 30 desember 2011
Penulis
Mochamad Taufany Bahtiar
NIM. E1104170
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ....................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v
ABSTRAK .......................................................................................................... vi
ABSTRAK (BAHASA INGGRIS) ................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 6
E. Metode Penelitian ............................................................................. 7
1. Jenis Penelitian ........................................................................... 7
2. Sifat Penelitian ............................................................................ 7
3. Lokasi Penelitian ........................................................................ 8
4. Data dan Sumber Data ................................................................ 8
5. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 9
6. Teknik Analisis Data .................................................................. 10
7. Sistematis Skripsi ....................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 14
A. Kerangka Teori .................................................................................. 14
1. Tinjauan Tentang Penyidikan ..................................................... 14
a. Pengertian Penyidikan .......................................................... 14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
b. Beberapa upaya yang Dimiliki Penyidik dalam
Penyidikan ............................................................................. 17
c. Hubungan antara penyelidikan dan penyidikan ................. 19
d. Pejabat Penyidik ................................................................... 19
e. Kepangkatan Penyidik ......................................................... 21
f. Alasan-alasan diadakannya Penyidikan .............................. 21
g. Tindakan Penyidikan ............................................................ 22
2. Tinjauan Mengenai Anak ............................................................ 23
a. Pengertian Anak .................................................................... 23
b. Pertanggungjawaban Pidana Anak ....................................... 25
3. Tersangka Anak ........................................................................... 30
4. Hak-hak Tersangka Anak............................................................ 33
B. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 37
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………… 42
A. Hasil Penelitian .................................................................................. 42
1. Identitas Tersangka...................................................................... 42
2. Kasus Polisi ................................................................................. 42
3. Pelaksanaan Penyidikan ............................................................. 43
4. Analisis Pasal .............................................................................. 45
B. Pembahasan ....................................................................................... 47
1. Analisis Implementasi Hak-hak Tersangka Anak dalam
Proses Penangkapan Sampai Dengan Proses Penahanan
dalam Penyidikan Perkara No.Pol.:LP/B/986/VI/2009/SPK I . 47
a. Kriteria Hak-hak Tersangka Anak dalam Undang-Undang. 48
b. Pemenuhan Hak-hak Tersangka Anak Pada Kasus
No. Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I..................................... 52
c. Analisa Pemenuhan Hak-hak Tersangka Anak .................. 54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
2. Kendala yang Muncul dalam Implementasi Hak-hak
Tersangka Anak dalam Proses Penangkapan
Sampai Dengan proses Penahanan dalam Penyidikan
Perkara No. Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I ............................. 55
3. Upaya yang Dilakukan untuk Mengatasi Kendala-kendala
dalam Implementasi Hak-hak Tersangka Anak dalam Proses
Penangkapan Sampai Dengan proses Penahanan dalam
Penyidikan Perkara No. Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I ......... 57
BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 59
A. Simpulan ............................................................................................ 59
B. Saran ................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 62
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya
manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa,
yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus,
memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin
pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial. Untuk melaksanakan
pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak diperlukan dukungan
baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih
mantap dan memadai, oleh karena itu terhadap anak yang melakukan tindak
pidana diperlukan pengadilan anak secara khusus.
Indonesia telah mengesahkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979
Tentang Kesejahteraan Anak. Seharusnya sudah dapat menjadi rujukan dalam
pengambilan kebijakan terhadap perlindungan anak. Indonesia mengesahkan
undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Anak yang melakukan tindak pidana menurut definisi hukum
Nasional adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8
tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin. Anak
nakal adalah anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi
anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan
hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Tingginya angka pelaku tindak pidana usia anak di kepolisian
memperlihatkan bahwa polisi belum memahami pentingnya menjauhkan anak
dari proses hukum formal terlebih sangat penting menghindarkan anak dari
penahanan sebelum pengadilan.
Anak yang melakukan tindak pidana juga perlu diproses sesuai dengan
prosedur acara pidana dengan ketentuan harus diperlakukan secara manusiawi,
didampingi, disediakan sarana dan prasarana khusus, sanksi yang diberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
kepada anak sesuai dengan prinsip kepentingan terbaik anak, hubungan
keluarga tetap dipertahankan artinya anak yang melakukan tindak pidana
kalau bisa tidak ditahan/dipenjarakan kalaupun dipenjarakan/ditahan,
dimasukkan dalam ruang tahanan khusus anak dan tidak bersama orang
dewasa.
Untuk menjamin perlindungan terhadap anak-anak yang melakukan
tindak pidana ditetapkan sebagai kelompok anak yang membutuhkan
”Perlindungan Khusus”. Menurut Undang-undang Perlindungan Anak Pasal
64 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak
pidana. Bentuk perlindungan khusus tersebut meliputi :
1. perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak
anak;
2. penyediaan petugas pendamping khusus bagi anak sejak dini;
3. penyediaan sarana dan prasarana khusus;
4. penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak;
5. pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak
yang berhadapan dengan hukum;
6. pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua
atau keluarga
7. perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk
menghindari labelisasi.
Persoalan hukum tidak hanya menimpa orang-orang dewasa. Anak-
anak juga seringkali terbentur dengan persoalan hukum. Dan seperti halnya
orang dewasa, anak-anak juga berhak mendapat perlindungan secara hukum.
Perlindungan hukum ini tidak hanya diberikan kepada anak yang menjadi
korban dalam suatu masalah hukum, tapi juga kepada anak-anak yang menjadi
pelakunya.
Anak dalam pengertian pidana, lebih diutamakan pemahaman terhadap
hak-hak anak yang harus dilindungi, karena secara kodrat memiliki substansi
yang lemah (kurang) dan dalam sistem hukum dipandang sebagai subyek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
hukum yang dicangkokkan dari bentuk pertanggung jawaban, sebagai
layaknya seorang subyek hukum yang normal.
Indonesia, sudah memiliki sederet aturan untuk melindungi,
mensejahterakan dan memenuhi hak-hak anak. Misalnya saja jauh sebelum
Ratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) Tahun 1990 Indonesia telah
mengesahkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan
Anak. Seharusnya sudah dapat menjadi rujukan dalam pengambilan kebijakan
terhadap perlindungan anak, namun harapan hanya tinggal harapan, kondisi
anak-anak di Indonesia masih saja mengalami berbagai masalah. Sampai
akhirnya Indonesia meratifikasi Konvensi International Mengenai Hak Anak
(Convention on the Right of the Child), Konvensi yang diratifikasi melalui
Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 ternyata belum mampu
mengangkat keterpurukan situasi anak-anak Indonesia. Kemudian setelah
Ratifikasi KHA Indonesia mengesahkan Undang-undang Nomor 3 Tahun
1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak.
Undang-undang yang mengatur masalah mengenai anak yaitu Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dimana didalam
penegakan hukumnya undang-undang inilah yang menjadi acuan dasar
didalam pengenaan sanksi atau hukuman kepada pelaku tindak pidana
terhadap anak dibawah umur namun juga masih terjadi tindak pidana seperti ini.
Jumlah anak-anak yang ditahan, tidak termasuk anak-anak yang
ditahan dalam kantor polisi (Polsek, Polres, Polda dan Mabes) pada rentang
waktu yaitu januari hingga Mei 2010, tercatat 9.465 anak-anak yang berstatus
sebagai Anak Didik (anak sipil, anak negara, dan anak pidana) tersebar di
seluruh rumah tahanan negara dan lembaga pemasyarakatan. Sebagaian besar
yaitu 53,3 % berada di rumah tahanaan dan lembaga pemasyarakan untuk
orang dewasa dan pemuda (Hasil Analisa Situasi Sistem peradilan Pidana
Anak (Juvenile Justice System) yang dikeluarkan oleh Uniceff).
Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan, karena banyak anak-
anak yang harus berhadapan dengan proses peradilan. Keberadaan anak-anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
dalam tempat penahanan dan pemenjaraan bersama orang-orang yang lebih
dewasa, menempatkan anak pada situasi rawan dan menjadi korban berbagai
tindak kekerasan. Oleh karena itu sudah seharusnya sistem peradilan pidana
terhadap anak yang berhadapan dengan hukum harus sesuai dengan standar
nilai dan perlakuan sejumlah instrumen nasional maupun internasional yang
berlaku.
Dalam masyarakat banyak dijumpai penyimpangan perilaku
dikalangan anak, bahkan lebih dari itu anak melakukan perbuatan yang
melanggar hukum/melakukan tindak pidana. Terhadap anak yang melanggar
hukum tersebut akan dilakukan tindakan hukum/proses hukum. Dalam hal ini,
proses tersebut dimulai dari proses penangkapan dan proses penahanan, yang
mana dalam tiap proses peradilan tersebut terdapat perbedaan antara pelaku
tindak pidana yang masih berstatus anak dengan mereka yang sudah dewasa.
Di mana terhadap pelaku tindak pidana yang masih anak-anak ini adalah lebih
mengedepankan pada aspek perlindungan hak-hak daripada anak tersebut
dalam tiap tingkat pemeriksaannya.
Tersangka mempunyai hak-hak sejak ia mulai diperiksa oleh penyidik,
meskipun seorang tersangka diduga telah melakukan suatu perbuatan yang
cenderung sebagai perbuatan negatif dan bahkan suatu tindak pidana yang
melanggar hukum bukan berarti seorang tersangka dapat dilakukan semena-
mena dan di langgar hak-haknya baik itu hak-hak hukumnya, sehingga hak-
hak tesebut harus dipenuhi oleh penyidik. Tersangka atau terdakwa diberikan
seperangkat hak-hak oleh KUHAP dari mulai Pasal 50 sampai dengan Pasal
68. Masih banyak lagi hak-hak tersangka yang lain, seperti bidang penahanan,
penggeledahan, dan sebagainya. Sebagai kesimpulan dari yang di sampaikan
diatas, ialah bahwa baik dalam pemeriksaan pendahuluan maupun dalam
pemeriksaan sidang pengadilan, telah berlaku asas akusator (accusatoir).Andi
Hamzah mengatakan bahwa asas akusator telah dianut pada pemeriksaan
pendahuluan, ialah adanya jaminan yang luas terutama dalam hal bantuan
hukum, sehingga dari sejak pemeriksaan dimulai, tersangka sudah dapat
meminta bantuan hukum, bahkan pembicaraan tersangka dan penasehat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
hukumnya tidak didengar atau disaksikan oleh penyidik atau penuntut umum,
kecuali ialah tersangka didakwa melakukan delik terhadap keamanan negara
(Andi Hamzah, 2000: 67).
Sedangkan bagi hak-hak tersangka anak berlaku hak-hak tersangka
khusus untuk anak di bawah umur. Pengaturan mengenai hak-hak tersangka
anak terdapat dalam Undang-undang Pengadilan Anak Pasal 45 ayat (4), Pasal
51 ayat (1) dan ayat (3). Dengan diaturnya hak-hak berdasar undang-undang
perlindungan anak walaupun tersangka masih anak-anak, petugas pemeriksa
tidak boleh menghalang-halangi penggunaannya, dan sebaiknya sejak awal
pemeriksaan hak-hak tersebut diberitahukan (Gatot Supramono, 2000 :27).
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengkajinya
lebih lanjut dalam sebuah penelitian dalam bentuk Skripsi dengan dengan beri
judul “IMPLEMENTASI HAK-HAK TERSANGKA ANAK DALAM
PROSES PENANGKAPAN SAMPAI DENGAN PROSES PENAHANAN
UNTUK KEPENTINGAN PENYIDIKAN” (Studi Kasus Perkara No. Pol.:
LP/B/986/VI/2009/SPK I, Melanggar Pasal 362 KUHP).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat ditentukan permasalahan dalam
penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimanakah implementasi hak-hak tersangka anak pada proses
penangkapan sampai dengan proses penahanan dalam penyidikan perkara
No. Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I?
2. Kendala apa yang muncul dalam implementasi pemenuhan hak-hak
tersangka anak pada proses penangkapan dan proses penahanan dalam
penyidikan perkara No. Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I?
3. Apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala dalam
implementasi hak-hak tersangka anak pada proses penangkapan dan
proses penahanan dalam penyidikan perkara No. Pol.: LP/B/986/
VI/2009/SPK I?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui implementasi hak-hak tersangka anak yang
melanggar Pasal 362 KUHP pada proses penangkapan sampai dengan
proses penahanan dalam penyidikan perkara No. Pol.: LP/B/986/
VI/2009/SPK I di Polresta Surakarta.
b. Untuk mengetahui kendala yang muncul dalam implementasi hak-hak
tersangka anak yang melanggar Pasal 362 KUHP pada proses
penangkapan sampai dengan proses penahanan dalam penyidikan
perkara No. Pol.: LP/B/986/VI/ 2009/SPK I di Polresta Surakarta.
c. Untuk mengetahui upaya mengatasi kendala-kendala dalam
implementasi hak-hak tersangka anak yang melanggar Pasal 362
KUHP pada proses penangkapan sampai dengan proses penahanan
dalam penyidikan perkara No. Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I di
Polresta Surakarta.
2. Tujuan Subyektif
a. Menambah wawasan pengetahuan serta pemikiran penulis tentang
implementasi hak-hak tersangka anak dalam proses penangkapan dan
proses penahanan dalam penyidikan.
b. Mendapatkan data yang penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi
guna melengkapi syarat dalam mencapai gelar sarjana dibidang hukum
di Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS).
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai implementasi
hak-hak tersangka anak dalam proses penangkapan sampai dengan
proses penahanan dalam penyidikan.
b. Mendapatkan gambaran nyata mengenai kendala-kendala yang timbul
dalam implementasi hak-hak tersangka anak dalam proses
penangkapan sampai dengan proses penahanan dalam penyidikan serta
upaya untuk mengatasinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2. Manfaat Praktis
a. Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak kepolisian dalam
menerapkan peraturan perundang-undangan.
b. Bagi masyarakat luas sebagai bahan pertimbangan dan sebagai alat
bantu dalam mengenal serta menilai polisi dalam melaksanakan fungsi
penegakan hukum.
c. Dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang ilmu pengetahuan
pada umumnya dan tentang kepolisian pada khususnya.
d. Dapat memberikan referensi-referensi bagi penelitian berikutnya.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif tata kerjanya memberikan data seteliti
mungkin tentang aktivitas manusia, gejala-gejala, segala sesuatu yang
berhubungan dengan aktivitas manusia, sifat-sifat dari benda dan hasil
karya manusia, keadaan dan gejala-gejala lainnya (Soerjono Soekanto,
2008: 48).
2. Sifat Penelitian
Penelitian yang hendak mengidentifikasi masalah implementasi
hak-hak tersangka anak yang melanggar Pasal 362 KUHP dalam proses
penangkapan sampai dengan proses penahanan dalam penyidikan perkara
No. Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I adalah penelitian hukum yang
spesifikasinya yuridis sosiologis. Dikatakan spesifikasi yuridis, karena
penelitian ini hendak meneliti aspek hukum tentang hak-hak tersangka
anak dalam penyidikan. Dikatakan sebagai sosiologis, karena orientasi
pengkajiannya mempertimbangkan norma-norma hukum yang berlaku
dalam masyarakat dan mempertimbangkan perspektif hukum dan gejala
hukum yang berkembang dalam masyarakat (Soerjono Soekanto, 2008:
50).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Polresta Surakarta. Pemilihan lokasi ini
dipertimbangkan karena di Polresta Surakarta terdapat data cukup lengkap
termasuk kasus-kasus yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.
Selain itu pula pihak Polresta Surakarta telah memberikan ijin kepada
penulis, apabila hendak mengumpulkan data guna menyusun Skripsi ini.
4. Data dan Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah narasumber yang diperoleh secara
langsung di lapangan. Dalam hal ini sumber data primernya atau nara
sumber adalah pihak yang terkait secara langsung dengan
permasalahan yang diteliti dan dapat memberikan sejumlah data atau
keterangan. Sumber data penelitian ini adalah anggota penyidik
Polresta Surakarta.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah sejumlah
data yang meliputi keterangan yang diperoleh melalui studi
kepustakaan. Dalam hal ini meliputi buku-buku, berbagai macam
peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan
dengan permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini terdapat
materi penelitian yang dijadikan pokok pembahasan dan menentukan
identifikasi data. Adapun materi penelitian ini meliputi :
1) Bahan Hukum Primer
Adapun bahan hukum primer penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
b) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
c) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak.
d) Undang-undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
e) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI.
f) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
2) Bahan Hukum Sekunder
Berupa literatur-literatur hukum dan penulisan-penulisan
hukum yang terdapat hubungan dengan implementasi hak-hak
tersangka anak yang melanggar Pasal 362 KUHP dalam proses
penangkapan sampai dengan proses penahanan dalam penyidikan
yang dilakukan oleh Polresta Surakarta.
3) Bahan Hukum Tertier
a) Kamus Besar Bahasa Indonesia
b) Ensiklopedia Hukum Indonesia
c) Kamus Hukum Indonesia
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian lapangan digunakan untuk mendapatkan data
primer, yakni dengan mengadakan penelitian langsung dilapangan
terhadap gejala-gejala dan pencatatan secara sistematik (Soerjono
Soekanto, 2008: 201). Adapun teknik ini dengan menggunakan teknik
wawancara, yakni teknik pengumpulan data dimana peneliti
mengadakan tanya jawab langsung yang terarah kepada tersangka dan
petugas PPA Polresta Surakarta, kemudian mencatat jawaban yang
diberikan, baik lisan maupun tulisan, berpedoman pada daftar
pertanyaan yang telah dibuat peneliti.
b. Studi Kepustakaan (Library Research)
Disamping itu dalam penelitian ini juga diperlukan data
sekunder yakni data yang didapat dengan cara mempelajari buku-buku
referensi perpustakaan, yakni berupa dokumentasi dan hasil-hasil
penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, namun bahannya
memiliki relevansi kuat dengan masalah yang penulis teliti saat ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk mengkaji masalah
implementasi hak-hak tersangka anak yang melanggar Pasal 362 KUHP
dalam proses penangkapan sampai dengan proses penahanan dalam
penyidikan perkara No. Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I yang ditangani
oleh Polresta Surakarta adalah analisis kualitatif, yakni cara analisis data
melalui pemilihan data yang menghasilkan data deskriptif, yakni apa yang
dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku nyata
yang diteliti dipelajari secara utuh. (Soerjono Soekanto, 2008 : 251).
Penulis memperoleh data dari responden secara tertulis atau
lisan, kemudian dikumpulkan. Langkah berikutnya adalah mencari
hubungan dengan data yang ada dan disusun secara logis, dan sistematis
dan yuridis, sehingga diperoleh gambaran secara jelas tentang
implementasi hak-hak tersangka anak yang melanggar Pasal 362 KUHP
dalam proses penangkapan sampai dengan proses penahanan dalam
penyidikan perkara No. Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I yang ditangani
oleh Polresta Surakarta.
Data dalam penelitian ini berupa data kualitatif, karena data-data
yang diperoleh berupa informasi dan merupakan sumber data deskriptif
mengenai penjelasan proses yang terjadi di lokasi penelitian. hal ini sesuai
pendapat Soerjono Soekanto bahwa analisis data kualitatif merupakan
suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu
apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan perilaku
nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh (Soerjono
Soekanto, 2008: 251).
Analisis data dalam penelitian kualitatif kebanyakan dilakukan di
lapangan, studi bersama dengan pengumpulan datanya. Dalam penyusunan
penelitian ini penulis menggunakan model analisis interaktif (interactive
analysis), yaitu suatu metode analisis data dimana ketiga komponen
analisis yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
aktifitasnya dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses
pengumpulan data sebagai suatu proses siklus.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis kualitatif
dengan interaktif model, yaitu komponen reduksi data dan penyajian data
dilakukan bersama dengan pengumpulan data, kemudian setelah data
terkumpul, maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan
dirasa kurang maka perlu ada verifikasidan penelitian kembali
mengumpulkan data dilapangan.
Menurut H.B. Sutopo, ketiga komponen tersebut adalah:
a. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data adalah proses pemilihan perumusan, perhatian
pada penyederhanaan atau menyangkut data dalam bentuk uraian
(laporan) yang terinci dan sistematis, menonjolkan pokok-pokok yang
penting agar lebih mudah dikendalikan. Reduksi data merupakan suatu
bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, membuang yang
tidak perlu, yang akan memberikan gambaran yang lebih terarah
tentang hasil pengamatan danjuga mempermudah peneliti untuk
mencari kembali data itu apabila diperlukan.
b. Sajian Data (Data Display)
Sajian data adalah suatu rangkaian informasi yang
memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan (Bambang
Sumardjoko, 2003: 30). Sajian data diperlukan peneliti untuk lebih
mudah memahami berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan untuk
mengerjakan sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan
pemahamannya. Sajian data dapat berupa berbagai jenis matriks,
gambar/skema, jaringan kerja kaitan kegiatan.
c. Penarikan Simpulan dan Verifikasi (Conclution Drawing)
Sejak awal kegiatan pengumpulan data seorang peneliti sudah
harus memahami arti berbagai hal yang ditemui dengan melakukan
pencatatan peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan,
konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
berbagai proposisi. Kesimpulan atau verifikasi adalah upaya untuk
mencari makna terhadap data yang dikumpulkan dengan mencari pola,
tema, hubungan, persamaan, hal-hal lain yang sering timbul dan
sebagainya.
Gambar 1. Teknik Analisis Data
(HB. Sutopo, 2000 : 91-96)
7. Sistematika Skripsi
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan ini akan disajikan latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab tinjauan pustaka ini akan disajikan kerangka teori
yang dijadikan acuan dalam penelitian ini diantaranya pengertian
penyidikan, alasan-alasan diadakannya penyidikan, tindakan
penyidikan, tinjauan tentang anak, tinjauan tentang tersangka
anak, hak-hak tersangka anak dan diakhiri kerangka pemikiran.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas tentang hasil penelitian diantaranya
tentang (1) implementasi hak-hak tersangka anak yang
melanggar Pasal 362 KUHP dalam proses penangkapan sampai
Pengumpulan Data
Kesimpulan atau Verifikasi
Sajian Data Reduksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
dengan proses penahanan dalam penyidikan perkara No. Pol.:
LP/B/986/VI/2009/SPK I yang ditangani oleh Polresta Surakarta.
(2) Kendala yang muncul dalam implementasi hak-hak tersangka
anak melanggar Pasal 362 KUHP dalam proses penangkapan
sampai dengan proses penahanan dalam penyidikan perkara No.
Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I yang ditangani oleh Polresta
Surakarta. (3) Upaya untuk mengatasi kendala-kendala dalam
implementasi hak-hak tersangka anak yang melanggar Pasal 362
KUHP dalam proses penangkapan sampai dengan proses
penahanan dalam penyidikan perkara No. Pol.:
LP/B/986/VI/2009/SPK I yang ditangani oleh Polresta Surakarta.
BAB IV PENUTUP
Bab terakhir dalam penelitian ini adalah berisi simpulan dan
beberapa saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Penyidikan
a. Pengertian Penyidikan
Dalam skripsi ini dikemukakan pengertian-pengertian
penyidikan secara gramatikal serta secara yuridis. Secara gramatikal
dalam kamus besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka cetakan
kedua tahun 1989 halaman 837 dikemukakan bahwa yang dimaksud
dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik yang diatur
oleh undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti pelaku
tindak pidana. Asal kata penyidikan adalah sidik yang berarti periksa,
menyidik, menyelidik atau mengamat-amati. Secara yuridis dalam
Pasal 1 butir (2) KUHAP dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan
penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Pengertian penyidikan menurut para ahli hukum menyatakan
bahwa penyidikan adalah suatu istilah yang dimaksudkan sejajar
dengan pengertian opsproring (Belanda), investigation (Inggris) atau
penyiasatan atau siasat (Malaysia). Menurut De Pinto sebagaimana
dikutip oleh Andi Hamzah, menyidik (opsporing) berarti pemeriksaan
permulaan oleh pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang
segera setelah mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang
sekedar beralasan, bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum (Andi
Hamzah, 2000: 122).
Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
KUHAP Pasal 1 butir (2) menentukan bahwa yang dimaksud dengan
penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari
serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menentukan tersangkanya.
Pekerjaan penyidikan dimaksudkan sebagai suatu persiapan
kearah pemeriksaan di sidang pengadilan. Dalam taraf penyidikan
diharapkan segala kegiatan untuk memperoleh jawaban sementara atas
pertanyaan apakah telah terjadi suatu perbuatan pidana, dan jika
demikian siapa pelakunya, dimana dan dalam keadaan bagaimana
perbuatan pidana itu dilakukan. Apabila dalam penyidikan ini didapat
hasil yang diharapkan dapat memberi jawaban atas pertanyaan tersebut
di atas maka tindakan dapat diteruskan dalam ujud penyidikan
lanjutan. Penyidikan yang baik yang hasilnya telah diuji dengan hukum
pembuktian menurut undang-undang, akan sangat membantu pada
berhasilnya pekerjaan penuntutan. Polisi dengan segala
kelengkapannya penyidikan dan pengusutannya diharapkan dapat
memperlancar tugas penyelesaian pengajuan perkara pidana ke
pengadilan yang akan dilakukan oleh kejaksaan.
Tugas penyidikan dan tugas penuntutan dalam suatu proses
penyelesaian perkara pada hakekatnya juga menggambarkan bahwa
tugas penyidikan adalah tidak lain daripada tindakan persiapan tugas
penuntutan (Yahya Harahap, 2008: 110).
Penyidikan dapat berupa pemanggilan, pemeriksaan, penyitaan,
maupun penahanan orang, yang kesemuanya erat hubunganya dengan
hak asasi seseorang. Memang tidak dapat disangkal lagi, bahwa
penyidikan itu bersifat inquisiator, dalam pemeriksaan tidak dilakukan
di muka umum sebagaimana dalam sidang pengadilan. Sehubungan
dengan sifat inquisitoir dalam penyidikan ini, perlu adanya aturan-
aturan untuk menjaga agar jangan sampai timbul ekses-ekses selama
pemeriksaan dalam penyidikan.
Penyidikan mencakup penyelidikan tindak pidana atau
pengaduan, memanggil, dan memeriksa saksi-saksi termasuk merubah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
status penahanan tersangka, menggeledah, menyita, memeriksa surat
yang dalam keadaan tertentu dapat meminta keterangan dari ahli,
membuat resume hasil penyidikan dan memberitahukan penyidikan
kepada penuntut umum.
Sebelum dilakukan kegiatan penyidikan akan dilakukan
penyelidikan, KUHAP memberi pengertian penyelidikan sebagai
serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menentukan suatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat
atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini. Tugas utama dari penyelidik adalah penerimaan
laporan dan pengaturan serta menghentikan orang yang dicurigai untuk
dilakukan pemeriksaan. Bermula dari pengertian penyelidikan
sebagaimana digariskan pada Pasal 1 angka 5 KUHAP tersebut, maka
dapat dikatakan bahwa penyelidikan adalah tindakan yang dilakukan
oleh pejabat penyelidik dalam rangka mempersiapkan suatu
penyelidikan terhadap suatu tindak pidana (Yahya Harahap, 2008:
101).
Hal ini dilatarbelakangi bahwa tidak setiap peristiwa yang
terjadi dan diduga sebagai tindak pidana menampilkan bentuknya
secara jelas sebagai tindak pidana, maka sebelum melangkah lebih
lanjut melakukan penyidikan dengan konsekuensi menggunakan upaya
paksa, perlu ditentukan terlebih dahulu berdasarkan data atau
keterangan yang didapat dari hasil penyelidikan bahwa peristiwa yang
terjadi tersebut benar merupakan suatu tindak pidana dan dapat
dilanjutkan dengan tindakan penyidikan. Oleh karena itu M. Yahya
Harahap (2008: 101) mengatakan bahwa penyelidikan merupakan
tindakan tahap pertama permulaan penyidikan, akan tetapi
penyelidikan bukanlah suatu tindakan atau fungsi yang berdiri sendiri
terpisah dari penyidikan.
Semua tindakan yang dilakukan dalam rangka proses
penyidikan di atas dibuat secara tertulis yang untuk selanjutnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
diberkaskan dalam satu bendel berkas. Selanjutnya apabila penyidikan
dianggap sudah selesai barulah berkas perkara dikirimkan kepada
penuntut umum, berikut tersangka dan barang bukti. Jika oleh penuntut
umum dianggap telah cukup maka tugas dan wewenang penyidik telah
selesai, Sedangkan jika menurut penuntut umum masih terdapat
kekurangan, maka penyidik harus melengkapi kekurangan tersebut.
b. Beberapa Upaya yang Dimiliki Penyidik dalam Penyidikan
Dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai penyidik diberi
kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
1) Penangkapan
Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa
pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa
apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau
penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam KUHAP (Yahya Harahap, 2008: 157). Polisi sebagai
penyidik berwenang melakukan penangkapan untuk kepentingan
penyidikan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan
pelanggaran hak asasi manusia yang berat berdasarkan bukti
permulaan yang cukup. Pelaksanaan tugas penangkapan
sebagaimana dimaksud dilakukan oleh penyidik dengan
memperlihatkan surat tugas dan memberikan kepada tersangka
surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas
tersangka dengan menyebutkan alasan penangkapan, tempat
dilakukan pemeriksaan serta uraian singkat perkara yang
dipersangkakan. Tembusan surat perintah penangkapan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan kepada
keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan. Sedangkan
dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat
perintah dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera
menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada
penyidik. Penangkapan dilakukan untuk paling lama 1 (satu) hari,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
setelah habis waktu 1 hari (1x24 Jam) maka tersangka wajib
dilepaskan atau dilakukan penahanan. Masa penangkapan tersebut
nantinya dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan (Yahya
Harahap, 2008: 160).
2) Penahanan
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di
tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim
dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur
dalam KUHAP (Yahya Harahap, 2008: 164). Polisi sebagai
penyidik berwenang melakukan penahanan atau penahanan
lanjutan untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan. Perintah
penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap tersangka
atau terdakwa yang diduga keras melakukan pelanggaran hak asasi
manusia yang berat berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal
terdapat keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa
tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak, atau
menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi pelanggaran
hak asasi manusia yang berat.
Penahanan untuk kepentingan penyidikan dapat dilakukan
paling lama 90 hari. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 90 hari oleh
Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya. Dalam
hal jangka waktu sebagaimana dimaksud habis dan penyidikan
belum dapat diselesaikan, maka penahanan dapat diperpanjang
paling lama 60 hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan
daerah hukumnya. Sedangkan untuk kepentingan penuntutan
penahanan juga dapat dilakukan paling lama 30 hari. Jangka waktu
sebagaimana dimaksud dapat diperpanjang untuk waktu paling
lama 20 hari oleh Ketua Pengadilan Negeri sesuai dengan daerah
hukumnya (Yahya Harahap, 2008: 185 - 191).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
3) Penggeledahan
Penggeledahan terdiri dari penggeledahan rumah dan
Penggeledahan Badan. Penggeledahan rumah adalah tindakan
penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat
tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau
penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam KUHAP, sedangkan Penggeledahan badan adalah
tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau
pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada
pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita (Yahya Harahap,
2008: 251).
4) Penyitaan.
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk
mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya
benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan
peradilan (Yahya Harahap, 2008: 264).
c. Hubungan antara Penyelidikan dan Penyidikan
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa
penyelidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan (Pasal 1 butir
5). Dengan demikian fungsi penyelidikan dilaksanakan sebelum
dilakukan penyidikan, yang bertugas untuk mengetahui dan
menentukan peristiwa apa yang telah terjadi dan bertugas membuat
berita acara serta laporan yang nantinya merupakan dasar permulaan
penyidikan.
d. Pejabat Penyidik
Penyidik menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang KUHAP pada Pasal 1 ayat (1) adalah Pejabat Polisi negara
Republik Indonesia atau Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan,
maka yang melakukan tugas sebagai penyidik adalah:
1) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Penyidik pejabat polisi negara tersebut diangkat oleh Kepala
Kepolisian Republik Indonesia, yang dapat melimpahkan wewenang
tersebut kepada pejabat polisi lain. Sedangkan penyidik yang berasal
dari Pejabat Pegawai Negeri Sipil diangkat oleh Menteri Kehakiman
atas usul Departemen yang membawahi pegawai tersebut. Wewenang
tersebut dapat dilimpahkan pula oleh Menteri Kehakiman. Sebelum
pengangkatan Menteri Kehakiman harus terlebih dahulu meminta
pertimbangan Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia
(Yahya Harahap, 2008: 110).
Pejabat polisi merupakan penyidik utama di dalam perkara-
perkara Pidana disamping penyidik dari Pejabat Pegawai Negeri Sipil,
hal ini telah diatur pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Pasal 6
ayat (1) huruf a dan b. Dalam pada itu, untuk mendukung tugas
Kepolisian sebagai penyidik, maka diatur pula di dalam KUHAP
kewajiban dan wewenang Pejabat Polisi dalam kegiatan penyidikan.
Hal ini dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun
2002 Tentang Kepolisian Negara. Dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP,
karena kewajibannya penyidik meiliki wewenang:
1) Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya
tindak pidana;
2) Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka;
4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan;
5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
6) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
7) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
9) Mengadakan penghentian penyidikan;
10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggungjawab.
e. Kepangkatan Penyidik
Berdasarkan Bab II Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara
Pidana yang mengatur tentang Syarat Kepangkatan dan Pengangkatan
Penyidik yang merumuskan bahwa penyidik adalah Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya
berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi atau Pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda
Tingkat I (Golongan 11/b) atau yang disamakan dengan itu. Dalam hal
di suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka Komandan Sektor Kepolisian
yang berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua Polisi, karena
jabatannya adalah penyidik.
Penyidik pembantu adalah pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua
Polisi. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dalam lingkungan
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya
berpangkat Pengatur Muda (Golongan 11/a) atau yang disamakan
dengan itu.
f. Alasan-Alasan Diadakannya Penyidikan
Bila terjadi peristiwa yang patut diduga merupakan tindak
pidana, alat negara atau penegak hukum (penyidik) wajib melakukan
penyidikan. Dalam melakukan tugas tersebut hukum acara pidana
memberikan wewenang kepada mereka untuk melakukan tindakan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
tindakan yang pada hakikatnya merupakan pengurangan terhadp hak
azasi tersangka/terdakwa sebagai manusia. Tujuan penyidikan adalah
untuk menemukan siapa yang telah melakukan tindak pidana dan
mencari pembuktian kesalahan yang telah dilakukannya. Untuk
mencapai maksud tertentu maka penyidik dalam menghimpun
keterangan-keterangan sehubungan dengan fakta-fakta atau peristiwa
tertentu mengenai :
1) Faktor tentang suatu tindak pidana;
2) Identitas suatu tindak pidana;
3) Tempat yang pasti tindak pidana itu dilakukan;
4) Waktu terjadinya tindak pidana;
5) Apa yang menjadi motif tujuan serta maksud mengadakan tindak
pidana;
6) Identitas pelaku tindak pidana (Bawengan, 1977 : 54).
Penyidikan dilakukan setelah terjadinya tindak pidana, tujuan
utamanya adalah untuk :
1) Mengetahui tindakan apa yang telah dilakukan.
2) Kapan tindak pidana itu dilakukan.
3) Di mana tindak pidana itu dilakukan.
4) Dengan apa tindak pidana itu dilakukan.
5) Bagaimana tindak pidana itu dilakukan.
6) Mengapa tindak pidana itu dilakukan.
7) Siapa pelakunya.
g. Tindakan Penyidikan
1) Penanganan dan pengolahan tempat kejadian perkara (TKP)
Penanganan tempat kejadian perkara (TKP) adalah tindakan
penyidik atau penyidik pembantu yang dilakukan di TKP, yang
menyelenggarakan kegiatan dan tindakan kepolisian yang
dilakukan di TKP, terdiri dari: tindakan pertama, dan pengolahan
TKP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
2) Pencarian dan pengumpulan barang bukti
Pengumpulan dan pengambilan barang bukti dilakukan dilakukan
dengan cara yang benar disesuaikan dengan bentuk atau macam
barang bukti yang dapat berupa benda padat, cair dan gas.
3) Penindakan
Penindakan setiap tindakan hukum yang dilakukan terhadap orang
maupun benda yang ada hubunganya dengan tindak pidana yang
terjadi. Beberapa tindakan yang dilakukan proses penyidikan dapat
berupa pemanggilan tersangka dan saksi, penangkapan, penahanan,
penggeledahan dan penyitaan.
4) Pemeriksaan
Pemeriksaan adalah kegiatan untuk mendapatkan keterangan,
kejelasan, dan keidentikan tersangka dan atau saksi dan atau b
arang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah
terjadi, sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun
barang bukti di dalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan
dituangkan di dalam berita acara pemeriksaan. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan cara interview, intergrasi, konfrontasi,
rekonstruksi, dan sebagainya.
5) Penyelesaian dan penyerahan berkas perkara
Para penyidik yang melaksanakan seluruh rangkaian proses
penyidikan kemudian menuangkan hasil penyidikan tersebut ke
dalam berita acara pemeriksaan (BAP) (Yahya Harahap, 2008:
134-149).
2. Tinjauan Mengenai Anak
a. Pengertian Anak
Pengertian anak berdasarkan pendapat masyarakat secara
umum adalah mereka yang masih berusia antara 13 sampai dengan 15
tahun dan belum kawin, umumnya masih tinggal bersama orang tua
(Ruslan, 2004 : 235). Menurut KUH Perdata Pasal 330, menerangkan
bahwa yang dikategorikan belum dewasa adalah bagi mereka yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
belum genap berusia 21 tahun dan belum pernah kawin (Subekti, 2003
: 93). Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Undang-
pndang Pokok Perkawinan makna dewasa tersirat dalam Pasal 7 yakni
“perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 tahun
dan wanita mencapai umur 16 tahun.
Pengertian Anak menurut Pasal 1 sub 2 Undang-undang
Nomor 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, Anak adalah
Seorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin.
Pengertian Anak menurut Pasal 1 sub 1 Undang-undang Nomor 2
tahun 1988 Tentang Usaha Kesejahteraan Anak Bagi Anak yang
Mempunyai Masalah, Anak adalah Anak yang antara lain tidak
mempunyai orang tua dan terlantar, anak terlantar, anak yang tidak
mampu, anak yang mengalami masalah kelakuan, dan anak cacat.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia memberikan definisi tentang anak sebagai berikut : setiap
manusia yang berusia di bawah 18 tahun dan belum pernah menikah
termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut
adalah demi kepentingannya. Sedangkan dalam Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memberikan
batasan mengenai siapa yang dimaksud dengan anak yaitu seseorang
yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan. Dengan demikian pengertian menurut kedua peraturan ini
luas sekali, karena termasuk anak dalam kandunganpun diakui sebagai
seorang anak. Tentunya jika kepentingan hukum itu menghendaki.
Menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Peradilan Anak. Dalam Pasal 1 angka (1) merumuskan bahwa anak
dalam perkara anak nakal adalah orang yang telah mencapai umur 8
tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin.
Pengertian anak dalam Konvensi Hak Anak diartikan sebagai :
“For purpose of present Convention, a child means every human being
below the age eighteen years, under the law applicable to the child;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
majority is attained earlier”. (Yang dimaksud dalam Konvensi ini,
adalah setiap orang yang berusia di bawah delapan belas tahun, kecuali
berdasarkan Undang-Undang yang berlaku bagi anak, ditentukan
bahwa usia dewasa dicapai lebih awal). Dengan demikian batasan usia
dewasa menurut Konvensi Hak-Hak Anak adalah 18 tahun dengan
pengecualian bahwa kedewasaan tersebut dicapai lebih cepat.
Sedemikian banyaknya pendapat-pendapat yang saling
berbeda-beda satu sama lain, adalah suatu bukti bahwa betapa
pentingnya untuk memahami pengertian tentang anak-anak / remaja.
Hal ini sangat berkaitan erat nantinya dengan proses peradilan atau
penanggulangan tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak dan
remaja. Dari uraian tersebut penulis dapat menarik suatu pengertian
bahwa anak adalah seorang yang belum mencapai umur delapan belas
tahun dan belum pernah kawin jadi walaupun anak belum mencapai
usia delapan belas tahun tetapi sudah menikah maka sudah dapat
dikategorikan dewasa.
b. Pertanggungjawaban Pidana Anak
Berbicara mengenai batas usia pertanggungjawaban pidana
bagi anak pelaku tindak pidana, tentunya ini terkait dengan batas usia
minimal seorang anak untuk dapat dipertanggungjawabkan atas
perbuatannya. Untuk itu penting sekali diatur mengenai batas usia
minimum bagi anak dalam perlindungan anak di bidang hukum pidana.
Artinya kapan seorang anak dapat dipertanggungjawabkan atas
perbuatannya tersebut. United Nation Departemen of Public
Information (1984: 4) mengatakan bahwa :
“Usia minimum pertanggungjawaban kriminal berbeda secara
luas oleh karena sejarah dan budaya. Pendekatan akan
mempertimbangkan apakah seorang anak dapat berbuat sesuai
dengan komponen-komponen moral dan psikologis dari
pertanggungjawaban kriminal; artinya apakah seorang anak
berdasarkan atas kejernihan pikiran dan pemahaman individu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
dapat dianggap bertanggungjawab atas perilaku yang pada
dasarnya anti sosial. Jika usia pertanggungjawaban kriminal
ditetapkan terlalu rendah atau jika tidak ada batas usia yang
lebih rendah sama sekali, pengertian tanggungjawab tidak akan
memiliki arti. Pada umumnya terdapat suatu hubungan yang
dekat antara pengertian tanggungjawab terhadap perilaku
kriminalitas atau yang melanggar hukum pidana dengan hak-
hak serta tanggungjawab sosial lainnya.
Beijing Rules tidak menyebutkan secara pasti tentang kapan
seorang anak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.
Pengaturan mengenai batas usia pertanggungjawaban pidana seorang
anak pelaku tindak pidana diatur dalam Rule 4.1 : in those legal
systems recognising the concept of the age of criminal responsibility
for juveniles , the beginning og the age shall not be fixed at too low an
age level, bearing in mind the facta of emotional, mental and
intelectual maturi. (dalam sistem hukum yang mengakui konsep batas
usia pertanggungjawaban pidana untuk anak pelaku tindak pidana,
permulaan batas usia pertanggungjawaban itu janganlah ditetapkan
terlalu rendah, dengan menyangkut faktor kematangan emosional
anak, mental dan intelektualitas anak. Dengan demikian Beijing Rules
ini memberikan kebebasan bagi tiap-tiap Negara untuk menentukan
sendiri mengenai batas usia pertanggungjawaban seorang anak yang
dapat dipertanggungjawabkan, namun harus melihat kenyataan
emosional dari anak, mental dan pikirannya tersebut. Dalam
commentary rule 2.2 Beijing Rules ini disebutkan bahwa batas usia
anak adalah usia 7 sampai 18 tahun, artinya mulai usia 7 tahun seorang
anak itu dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya namun tidak
lebih dari 18 tahun.
Batas usia pertanggungjawaban pidana bagi anak dalam
Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
adalah mulai 8 tahun sampai dengan 18 tahun. Hal ini sesuai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
ketentuan Pasal 1 butir 1, yang mengatur mengenai batas usia
minimum bagi anak pelaku tindak pidana adalah 8 tahun. Batas usia
minimum ini menunjukkan bahwa mulai kapan seorang anak pelaku
tindak pidana dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.
Sedangkan usia 18 tahun menunjukkan batas usia maksimumnya,
artinya perkara anak tersebut akan disidangkan pada Pengadilan anak
atau Pengadilan dewasa.
Dalam Peraturan PBB lainnya yaitu United Nations Rules for
The Protection of Juveniles Deprived of Their Liberty disebutkan
bahwa : a juvenile is every person under the age of 18. The age limit
below which it should not be permitted to deprive a child of his or her
liberty should be determined by law; (Seorang anak adalah seseorang
yang berusia di bawah 18 tahun. Batas usia di bawah mana tidak
diijinkan untuk menghilangkan kebebasan seorang anak harus
ditentukan oleh Undang-Undang). Jadi terhadap seorang anak yang
umurnya kurang dari 18 tahun sebetulnya tidak dapat dijatuhi
hukuman pidana perampasan kemerdekaan, kecuali ditentukan lain
oleh peraturan. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Indonesia dalam Pasal 45 dikatakan bahwa :
“Dalam menuntut orang yang belum cukup umur (minderjarig)
karena melakukan perbuatan sebelum berumur enam belas
tahun, maka Hakim dapat menentukan: Memerintahkan yang
bersalah supaya dikembalikan kepada orang tuanya, walinya
atau pemeliharanya tanpa dijatuhi pidana apapun atau
memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada
Pemerintah tanpa pidana apapun yaitu jika perbuatan
merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut
dalam Pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503, 505, 514, 517-519,
526, 531, 532, 536, 541 serta belum lewat dua tahun sejak
dinyatakan salah karena kejahatan atau salah satu pelanggaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
tersebut di atas, dan putusannya menjadi tetap atau
menjatuhkan pidana.
Dengan demikian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak
diatur tentang batasan umur seorang anak pelaku tindak pidana mulai
dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Mengenai kepastian
tentang hal ini tidak disebutkan dalam Pasal 45 tersebut. Semuanya
diserahkan kepada keyakinan Hakim.
Terkait dengan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
tersebut menurut pendapat SR. Sianturi (1996: 157): bahwa sistem
pertanggungjawaban pidana anak yang dianut oleh KUHP (yang
berlaku sekarang ini) adalah sistem pertanggungjawaban yang
menyatakan bahwa semua anak (berusia 1 tahun sampai dengan 16
tahun), anak yang jiwanya sehat, dianggap mampu bertanggungjawab
dan dituntut.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak
menyebutkan secara eksplisit mengenai batas usia anak, akan tetapi
dalam Pasal 153 ayat (5) memberi wewenang kepada Hakim untuk
melarang "anak yang belum mencapai usia 17 tahun" untuk
menghadiri sidang. Sedangkan Pasal 171 a menentukan bahwa anak
yang belum berusia 15 tahun dan belum pernah kawin dapat memberi
keterangan tanpa sumpah. Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana mengatur juga mengenai batas usia pertanggungjawaban anak
pelaku tindak pidana yaitu, pada Pasal 113 disebutkan bahwa :
(1) Anak yang belum mencapai umur 12 tahun melakukan
tindak pidana tidak dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Pidana dan tindakan bagi anak hanya berlaku bagi orang
yang berumur antara 12 tahun dan 18 tahun yang
melakukan tindak pidana.
Ketentuan ini mengatur tentang batas umur minimum untuk
dapat dipertanggungjawabkan secara pidana bagi seorang anak yang
melakukan tindak pidana. Penentuan batas usia 12 tahun didasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
pada pertimbangan psikologis yaitu kematangan emosional, intelektual
dan mental anak. Seorang anak di bawah umur 12 tahun tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara pidana dan karena itu penyelesaian
kasusnya harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan
lainnya. ini Adanya batasan umur 12-18 tahun bagi pelaku tindak
pidana anak ini, memberi konsekuensi bahwa untuk seorang anak
pelaku tindak pidana yang berumur kurang dari 12 tahun tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Hal ini memberikan kemajuan tersendiri
dalam perkembangan hukum pidana Indonesia, yaitu dengan tidak
menetapkan batas usia yang terlalu rendah bagi anak pelaku tindak
pidana untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dengan
demikian menurut konsep KUHP, yang menjadi subjek hukum adalah
anak yang berumur 12 tahun sampai 18 tahun, yang dapat
dipertanggungjawabkan terhadap perbuatannya.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak dalam Pasal 4 menyebutkan bahwa : Batas umur anak nakal
yang dapat diajukan ke sidang anak sekurang-kurangnya 8 (delapan)
tahun tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan belum
kawin. Paulus Hadisuprapto (2008: 10) mengemukakan : “Batasan usia
terhadap seorang anak yang dapat dipertanggung-jawabkan terhadap
perbuatannya tersebut tidak ada keseragaman. Hal ini juga dijumpai
dalam perumusan batasan tentang pertanggungjawaban pidana anak di
berbagai negara. Di Amerika Serikat, 27 negara bagian menentukan
batas umur antara 8 – 18 tahun, sementara 6 negara bagian
menentukan batas umur antara 8 – 17 tahun, ada pula negara bagian
lain yang menentukan batas umur antara 8 – 16 tahun. Sementara itu,
Inggris menentukan batas umur antara 12 – 16 tahun. Sebagian besar
negara bagian Australia menentukan batas umur antara 8 – 16 tahun.
Dari apa yang dikemukakan di atas mengenai batas usia
pertanggungjawabkan pidana bagi anak pelaku tindak pidana ini
memang tidak ada keseragaman. Hal ini tergantung dari masing-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
masing negara dalam melihat kematangan mental, intelektual dan
emosional seorang anak yang dapat dipertanggungjawabkan. Namun
semuanya sudah mengacu dan sesuai dengan ketentuan yang
diamanatkan oleh The Beijing Rules, bahwa batasan usia seorang anak
yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap perbuatannya diserahkan
kepada masing-masing negara dengan mempertimbangkan keadaan
emosional, mental dan pikirannya. Begitu juga dengan peraturan di
Indonesia yaitu adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak telah mengacu pada The Beijing Rules dalam
menentukan batasan usia seorang anak yang dapat
dipertanggungjawabkan, walaupun masih ada kekurangannya.
3. Tersangka Anak
Anak yang melakukan tindak pidana menurut defenisi hukum
Nasional adalah ”orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai
umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah
kawin. ”Anak Nakal” Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan
terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun
menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat
yang bersangkutan.
Anak yang melakukan tindak pidana atau dalam praktek sehari-hari
di pengadilan disebut sebagai anak yang sedang berhadapan dengan
hukum, harus diperlakukan secara manusiawi, didampingi, disediakan
sarana dan prasarana khusus, sanksi yang diberikan kepada anak sesuai
dengan prinsip kepentingan terbaik anak, hubungan keluarga tetap
dipertahankan artinya anak yang berhadapan dengan hukum kalau bisa
tidak ditahan/dipenjarakan kalaupun dipenjarakan/ditahan, ia dimasukkan
dalam ruang tahanan khusus anak dan tidak bersama orang dewasa.
Untuk menjamin Perlindungan terhadap anak-anak yang
berhadapan dengan hukum ditetapkan sebagai kelompok anak yang
membutuhkan ”Perlindungan Khusus”. Menurut Undang-undang
Perlindungan Anak Pasal 64 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
dan anak korban tindak pidana. Bentuk perlindungan khusus tersebut
meliputi :
a. perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-
hak anak;
b. penyediaan petugas pendamping khusus bagi anak sejak dini;
c. penyediaan sarana dan prasarana khusus;
d. penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak;
e. pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan
anak yang berhadapan dengan hukum;
f. pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang
tua atau keluarga
g. perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan
untuk menghindari labelisasi.
Persoalan hukum tidak hanya menimpa orang-orang dewasa.
Anak-anak juga seringkali terbentur dengan persoalan hukum. Dan seperti
halnya orang dewasa, anak-anak juga berhak mendapat perlindungan
secara hukum. Perlindungan hukum ini tidak hanya diberikan kepada anak
yang menjadi korban dalam suatu maasalah hukum, tapi juga kepada anak-
anak yang menjadi pelakunya.
Berdasarkan penjelasan Pasal 15 Undang-undang Nomor 4 tahun
2004, peradilan anak itu berada di bawah peradilan umum, yang diatur
secara istimewa dan undang-undang pengadilan anak hanyalan masalah
acara sidangnya yang berbeda dengan acara sading bagi orang dewasa.
Pengadilan anak ada pada badan peradilan umum (Pasal 2 Undang-undang
Nomor 3 tahun 1997).
Undang-undang pengadilan anak dalam pasal-pasalnya menganut
beberapa asas yang membedakannya dengan sidang pidana untuk orang
dewasa. Adapun asas-asas itu adalah sebagai berikut :
a. Pembatasan umum (Pasal 1 butir 1 jo Pasal 4 ayat (1))
Adapun orang yang dapat disidangkan dalam acara pengadilan anak
ditentukan secara limitatif, yaitu minimum berumur 8 tahun dan
maksumum 18 dan belum pernah kawin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
b. Ruang lingkup masalah di batasi (Pasal 1 ayat 2), masalah yang dapat
diperiksa dalam sidang pengadilan anak hanyalah terbatas menyangkur
perkara anak nakal.
c. Ditangani pejabat khusus (Pasal 1 ayat 5, 6, dan 7)
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 menentukan perakra anak nakal
harus ditangani oleh pejabat-pejabat khusus seperti :
1) di tingkat penyidikan oleh penyidik anak;
2) di tingkat penuntutan oleh penutut umum;
3) di pengadilan oleh hakim anak, hakim banding anak dan hakim
kasasi anak.
d. Peran pembimbing kemasyarakatan (Pasal 1 ayat 11)
Undang-undang Pengadilan Anak mengakui peranan dari :
1) pembimbing kemsyrakatan;
2) pekerja sosial dan;
3) pekerja sosial sukarela.
e. Suasana pemeriksaan kekeluargaan
Pemeriksaan perkara di pengadilan dilakukan dalam suasana
kekeluargaan. Oleh karena itu hakim, penuntut umum dan penasihat
hokum tidak memakai toga.
f. Keharusan splitsing (Pasal 7)
Anak tidak boleh diadili bersama dengan orang dewasa baik yang
berstatus sipil maupun militer, kalau terjadi anak melakukan tindak
pidana bersama orang dewasa, maka si anak diadili dalam sidang
pengadilan anak, sementara orang dewasa diadilan dalam sidang biasa,
atau apabila ia berstatus militer di peradilan militer.
g. Acara pemeriksaan tertutup (Pasal 8 ayat (1))
Acara pemeriksaan di sidang pengadilan anak dilakukan secara
tertutup ini demi kepentingan si anak sendiri. Akan tetapi putusan
harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
h. Diperiksa hakim tunggal (Pasal 11, 14, dan 18)
Hakim yang memeriksa perkara anak, baik ditingkat pengadilan
negeri, banding atau kasasi dilakukan dengan hakim tunggal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
i. Masa penahanan lebih singkat (Pasal 44 - 49)
Masa penahanan terhadap anak lebih singkat dibanding masa
penahanan menurut KUHAP.
j. Hukuman lebih ringan (Pasal 22 – 32)
Hukuman yang dijatuhkan terhadap anak nakal lebih ringan daripada
ketentuan yang diatur dalam KUHP. Hukuman maksimal untuk anak
nakal adalah sepuluh tahun.
4. Hak-hak Tersangka Anak
Hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum diatur dalam Pasal
40 Konvensi Hak Anak yang berbunyi “Negara-negara peserta mengakui
hak setiap anak yang disangka, dituduh atau diakui sebagai telah
melanggar undang-undang hukum pidana untuk diperlakukan dengan cara
yang sesuai dengan peningkatan martabat dan nilai anak, yang
memperkuat penghargaan anak pada hak-hak azazi manusia dan
kebebasan dasar dari orang lain dengan memperhatikan usia anak dan
hasrat untuk meningkatkan penyatuan kembali/reintegrasi anak dan
peningkatan peran yang konstruktif dari anak dalam masyarakat”.
Dalam Pasal 37 ayat b konvensi hak anak yang berbunyi: “Tidak
seorang anakpun akan dirampas kemerdekaannya secara tidak sah dan
sewenang-wenang. penangkapan, penahanan ataupun penghukuman
seorang anak harus sesuai dengan hukum dan akan diterapkan sebagai
upaya terakhir dan untuk jangka waktu yang paling pendek”.
Kemudian dalam Pasal 37 ayat c Konvensi hak anak dinyatakan :
“Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya akan diperlakukan secara
manusiawi dan dihormati martabat kemanusiaanya dan dengan
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan orang seusianya”.
Di Indonesia hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum diatur
di dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
diantaranya mengatur tentang pemeriksaan terhadap anak harus dalam
suasana kekeluargaan, setiap anak berhak didampingi oleh penasehat
hukum, tempat tahanan anak harus terpisah dari tahanan orang dewasa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
penahanan dilakukan setelah sungguh-sungguh mempertimbangkan
kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat , hukuman yang
diberikan tidak harus dipenjara /ditahanan melainkan bisa berupa hukuman
tindakan dengan mengembalikan anak keorang tua atau walinya serta
Pasal-Pasal lainnya yang cukup memberikan perlindungan terhadap anak
yang berkonflik dengan hukum.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azazi
manusia (HAM) pada Pasal 66 juga mengatur hak anak yang berkonflik
dengan hukum. Demikian juga dalam Undang-undang Perlindungan Anak
yang baru disahkan pada tanggal 23 September 2002 Pasal 64 mengatur :
(1) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang berkonflik
dengan hukum dan anak korban tindak pidana merupakan kewajiban
dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
(2) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. Perlakuan atas anak secara manusiawi dengan martabat dan hak-
hak anak.
b. Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini;
c. Penyediaan sarana dan prasarana khusus;
d. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi
anak;
e. Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan
anak yang berhadapan dengan hukum;
f. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan
orang tua atau keluarga; dan
g. Perlindungan dari pemberian identitas melalui media massa dan
untuk menghindari labelisasi.
(3) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui :
b. upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun diluar lembaga;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
c. upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media
massa dan untuk menghindari labelisasi;
d. pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli,
baik fisik, mental, maupun sosial; dan
e. pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai
perkembangan perkara.
Berdasarkan perundang-undangan yang diuraikan dan situasi
kondisi (fakta) yang terjadi selama ini, maka upaya penyelesaian masalah
anak yang berkonflik dengan hukum melalui upaya diversi dan keadilan
restorative (Restorative Justice) merupakan salah satu langkah yang tepat
bagi penyelesaian kasus-kasus anak yang berkonflik dengan hukum.
Tersangka mempunyai hak-hak sejak ia mulai diperiksa oleh
penyidik, meskipun seorang tersangka diduga telah melakukan suatu
perbuatan yang cenderung sebagai perbuatan negatif dan bahkan suatu
tindak pidana yang melanggar hukum bukan berarti seorang tersangka
dapat dilakukan semena-mena dan di langgar hak-haknya baik itu hak-hak
hukumnya,sehingga hak-hak tesebut harus dipenuhi oleh penyidik.
Tersangka atau terdakwa diberikan seperangkat hak-hak oleh
KUHAP dari mulai Pasal 50 sampai dengan Pasal 68, hak-hak tersebut
antara lain meliputi:
a. Hak untuk segera diperiksa , diajukan ke pengadilan, dan diadili (Pasal
50 ayat (1), (2), (3) KUHAP).
b. Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti
olehnya tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan
(Pasal 51 butir a dan b KUHAP).
c. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan
hakim (Pasal 52 KUHAP).
d. Hak untuk dapat mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat
pemeriksaan (Pasal 54 KUHAP).
e. Hak untuk mendapat nasehat hukum dari penasehat hukum yang
ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
pemeriksaan bagi tersangka atau terdakwa yang diancam pidana mati
dengan biaya cuma-cuma.
f. Hak tersangka atau terdakwa mengajukan saksi atau ahli yang
memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang
menguntungkan bagi dirinya (Pasal 65 KUHAP).
Di samping hak-hak yang disebutkan diatas masih banyak lagi hak-
hak tersangka atau terdakwa yang lain, seperti bidang penahanan,
penggeledahan, dan sebagainya. Sebagai kesimpulan dari yang di
sampaikan diatas, ialah bahwa baik dalam pemeriksaan pendahuluan
maupun dalam pemeriksaan sidang pengadilan, telah berlaku asas akusator
(accusatoir). Andi Hamzah mengatakan bahwa asas akusator telah dianut
pada pemeriksaan pendahuluan, ialah adanya jaminan yang luas terutama
dalam hal bantuan hukum, sehingga dari sejak pemeriksaan dimulai,
tersangka sudah dapat meminta bantuan hukum, bahkan pembicaraan
tersangka dan penasehat hukumnya tidak didengar atau disaksikan oleh
penyidik atau penuntut umum, kecuali ialah tersangka didakwa melakukan
delik terhadap keamanan Negara (Andi Hamzah, 2000 :67).
Selain terdapat hak-hak tersangka tersebut, bila tersangkanya atau
terdakwanya adalah anak-anak maka berlakulah hak-hak tersangka khusus
untuk anak di bawah umur. Pengaturan mengenai hak-hak tersangka atau
terdakwa anak terdapat dalam Undang-undang Pengadilan Anak Pasal 45
ayat (4), Pasal 51 ayat (1) dan ayat (3). Adapun hak-hak tersangka atau
terdakwa anak adalah:
a. Setiap anak nakal sejak saat tertangkap atau ditahan berhak mendapat
bantuan hukum dari seseorang atau lebih penasehat hukum selama
dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan.
b. Setiap anak nakal yang ditangkap atau ditahan berhak berhubungan
langsung dengan penasehat hukum dengan diawasi tanpa didengar oleh
pejabat yang berwenang.
c. Tersangka anak berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik
dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
d. Tersangka anak berhak segera di adili oleh pengadilan.
e. Untuk mempersiapkan pembelaan tersangka anak berhak untuk
diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan
dimulai.
f. Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan tersangka
anak berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik
atau hakim.
g. Tersangka atau terdakwa anak berhak untuk mengusahakan dan
mengajukan saksi atau seseorang yang memiliki keahlihan khusus
guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.
Dengan diaturnya hak-hak diatas walaupun tersangka atau terdakwa masih
anak-anak, petugas pemeriksa tidak boleh menghalang-halangi
penggunaannya, dan sebaiknya sejak awal pemeriksaan ha-hak tersebut
diberitahukan (Gatot Supramono, 2000 :27).
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tindak Pidana melanggar Pasal 362 KUHP
Perkara: No Pol. LP/B/986/VI/2009/SPK I
Tersangka Anak
Kendala
KUHAP UU No 4 Th 1979 ttg Kesejahteraan Anak UU No 3 Th 1997 ttg Pengadilan Anak UU No 2 Th 2002 ttg Kepolisian RI UU No. 23 Th 2002 ttg Perlindungan Anak
Hak-hak tersangka anak
Implementasi penyidikan
Penyelesaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Keterangan:
Anak mempunyai hak yang bersifat asasi, sebagaimana yang dimiliki
orang dewasa, hak asasi manusia (HAM). Pemberitaan yang menyangkut hak
anak tidak segencar sebagaimana hak-hak atau isu gender yang menyangkut
hak perempuan. Perlindungan hak anak tidak banyak pihak yang turut
memikirkan dan melakukan langkah-langkah kongkrit. Demikian juga upaya
untuk melindungi hak-hak anak yang dilanggar oleh negara, orang dewasa
atau bahkan orang tuanya sendiri, tidak bagitu menaruh perhatian akan
kepentingan masa depan anak. Padahal dapat diketahui bahwa anak
merupakan belahan jiwa, gambaran dan cermin masa depan, asset keluarga,
agama, bangsa dan negara. Di berbagai negara dan berbagai tempat di negeri
ini, anak-anak justru mengalami perlakuan yang tidak semestinya, seperti
eksploitasi anak, kekerasan terhadap anak, alat pemuas seks, pekerja anak,
ditelantarkan, menjadi anak jalanan dan sampai menjadi korban perang/
konflik bersenjata.
Peraturan perundang-undangan yang mendasari atas hak-hak anak
sebagai tersangka diantaranya KUHAP, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
RI, dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dari peraturan-peraturan yang telah dibuat ini idealnya dijadikan dasar yuridis
dalam memberikan pemenuhan perlindungan terhadap anak.
Dalam rangka mewujudkan perlindungan terhadap kepentingan-
kepentingan anak khususnya dalam hal proses penyidikan pra peradilan, salah
satu upaya yang dilakukan negara yaitu dalam hal penanganan hukum
terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Dalam ketentuan Pasal 40
Undang-undang Pengadilan Anak, ditentukan bahwa hukum acara pengadilan
anak mengacu kepada hukum acara yang berlaku, kecuali ditentukan lain di
dalamnya. Dengan demikian ketentuan yang terdapat dalam KUHAP berlaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
baik secara teoritik maupun praktik. Dapat dikatakan lebih jauh bahwasannya
apabila seorang anak telah melakukan suatu tindak pidana dan diproses oleh
kepolisian dan kejaksaan, maka anak tersebut masih sebagai tersangka dan
bila telah diperiksa oleh pengadilan maka anak tersebut berubahlah statusnya
menjadi terdakwa. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa dalam penelitian ini
nantinya hanya akan membahas persoalan tersangka anak, yaitu ketika ia
masih dalam pemprosesan oleh penyidik kepolisian.
Dari beberapa macam hak-hak yang dimiliki oleh seorang tersangka
anak, dalam hal ini dapat digolongkan bahwa seorang tersangka anak
mempunyai hak-hak yang khusus selama ia menjalani proses pemeriksaan
pendahuluan oleh pihak penyidik. Hak-hak tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hak diperlakukan sebagai yang belum terbukti bersalah;
2. Hak-hak mendapat perlindungan dari tindakan-tindakan yang merugikan
yang dapat menimbulkan penderitaan mental, fisik dan sosial;
3. Hak untuk mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat
hukum sejak saat ditangkap atau ditahan, selama dalam waktu dan pada
setiap tingkat pemeriksaan;
4. Hak untuk menyatakan pendapat;
5. Hak untuk berhubungan langsung dengan penasehat hokum dengan
diawasi tanpa didengar oleh pejabat yang berwenang;
6. Hak pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak;
7. Hak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat
diajukan kepada penuntut umum;
8. Hak untuk segera diadili oleh pengadilan;
9. Hak untuk pemberitahuan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti oleh
anak tentang apa yang disangkakan/didakwakan kepadanya;
10. Hak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim
pada saat pemeriksaan tingkat penyidikan dan pengadilan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
11. Hak untuk mendapatkan juru bahasa apabila sang anak tidak paham
bahasa Indonesia;
12. Hak mendapat penerjemah apabila sang anak menderita bisu dan atau tuli;
13. Hak untuk memilih sendiri penasehat hukumnya;
14. Tersangka/terdakwa anak yang berkebangsaan asing berhak untuk
menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam
menghadapi proses perkaranya;
15. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadi untuk
kepentingan kesehatannya, baik berhubungan dengan proses perkara atau
tidak;
16. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang
mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka/
terdakwa anak guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan
atau usaha untuk mendapat bantuan hukum;
17. Hak secara langsung atau dengan perantaraan penasehat hukumnya
menghubungi dan menerima kunjungan dari sanak keluarga dalam hal
yang tidak berhubungan dengan perkara, untuk kepentingan pekerjaan
ataupun kekeluargaan;
18. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan;
19. Hak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi atau seseorang yang
mempunyai keahlian khusus guna memberi keterangan yang
menguntungkan bagi dirinya;
20. Hak untuk memohon ganti kerugian dan rehabilitasi atas kerugian atau
penderitaan yang dialami.
Menurut Gatot Supramono (2000: 10), “penanganan perkara anak yang tidak
dibedakan dengan perkara orang dewasa dipandang tidak tepat, karena sistem
yang demikian akan merugikan kepentingan anak yang bersangkutan. Anak
yang mendapat tekanan ketika pemeriksaan perkaranya sedang berlangsung,
akan mempengaruhi sikap mentalnya.” Dengan ini maka, dalam menangani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
perkara anak terutama bagi para petugas hukum diperlukan perhatian yang
khusus, pemeriksaannya atau perlakuannya tidak dapat disama ratakan dengan
orang dewasa, perlu dengan pendekatanpendekatan tertentu sehingga si anak
yang diperiksa dapat bebas dari rasa ketakutan dan senantiasa mendapat rasa
aman. Dalam menghadapi dan menanggulangi berbagai perbuatan dan tingkah
laku menyimpang yang dilakukan oleh anak-anak tidak boleh melupakan
kedudukan anak dengan segala karakternya yang khusus, dan perlu
diwujudkan adanya suatu peradilan yang benar-benar memperhatikan
kepentingan anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada bagian ini peneliti akan menyajikan data yang di peroleh dalam
proses pengumpulan data mengenai masalah yang dikaji dalam penulisan
ini.Data tersebut di peroleh melalui studi kepustakaan dan analisis kasus.
Berdasarkan hasil pengkajian terhadap bahan-bahan hukum yang berhasil
dikumpulkan oleh peneliti, berikut ini merupakan paparan hasil penelitian.
1. Identitas Tersangka
Nama : Torik Syah Irawanto bin Sunaryadi alias Wawan
Tempat Lahir : Banyuwangi
Umur/Tanggal Lahir : 15Tahun/10 Oktober 1994,
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Agama Islam
Tempat Tinggal : Kramean Rt.01/Rw.04, Kelurahan Glenmor,
Kecamatan Kramean, Kabupaten Banyuwangi
Pekerjaan : Swasta, Pendidikan SD
2. Kasus Posisi
Bahwa tersangka TORIK SYAH IRAWANTO Bin SUNARYADI
alias WAWAN pada hari Selasa tanggal 30 Juni 2009 sekira jam 18.30
WIB, atau setidak-tidaknya masih dalam bulan Juni 2009, bertempat di
depan rumah Haryanto di Kelurahan Banyuanyar Rt. 02/Rw.09,
Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, atau setidak-tidaknya di suatu
tempat lain yang merupakan termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri
Surakarta, telah melakukan tindak pidana dengan mengambil sesuatu
barang, yang sama sekali atau sebagian t5ermasuk kepunyaan orang lain,
dengan maksud akan memiliki barang dengan melawan hak terhadap
42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
barang milik Puji Suswanti yang berupa 1 (satu) unit sepeda angina/onthel
warna biru merk HEDGREEN.
Kronologi kejadian berawal pada hari Selasa tanggal 30 Juni 2009
sekira jam 18.30 WIB, tersangka mendatangi tempat parkir di depan
rumah Haryanto yang terletak di Kelurahan Banyuanyar Rt. 02/Rw.09,
Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta dan mengambil sepeda angin dalam
keadaan tanpadikunci stang.
3. Pelaksanaan Penyidikan
a. Pemeriksaan di TKP
Dari hasil pemeriksaan di TKP tidak ditemukan bekas-bekas
pengrusakan yang diduga dilakukan oleh pelaku saat melakukan
pencurian, tidak ditemukan barang bukti lain milik pelaku.
b. Pemanggilan
Tanpa surat panggilan telah dilakukan pemeriksaan terhadap saksi atas
nama SURYADI als PAK YADI, HARYANTO Bin UMAR
SLAMET, PUJI SUSWANTI als PUJI dan telah dituangkan kedalam
Berita acara pemeriksaan tanggal 30 Juni 2009.
c. Penangkapan .
Dengan Surat Perintah Penangkapan No. Po. : Sp. Kap/184/VI/2009/
Reskrim tanggal 30 Juni 2009 dilakukan Penangkapan terhadap
tersangka TORIK SYAH IRAWANTO als WAWAN Bin
SUNARYADI dan telah dibuatkan Berita Acara Penangkapan.
d. Penahanan.
Dengan Surat Perintah Penahanan No. Pol. : SP. Han/82/VII/2009/
Reskrim tanggal 1 Juli 2009, telah dilakukan Penahanan di Polresta
Surakarta atau di Rutan Surakarta atas nama tersangka : SYAH
IRAWANTO als WAWAN Bin SUNARYADI selanjutnya dibuatkan
Berita Acara Penahanan dan telah dilakukan permintaan perpanjangan
penahanan dengan surat Nopol. : B/ /VII/2009/Reskrim tanggal Juni
2009.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
e. Perpanjangan penahanan.
Dengan Surat perintah perpanjangan penahanan dari Kajari Surakarta
No.: tanggal telah dilakukan perpanjangan penahanan tersangka SYAH
IRAWANTO als WAWAN Bin SUNARYADI terhitung mulai tanggal
21 Juli 2009 sampai dengan 30 Juli 2009 dan telah dibuatkan berita
acara perpanjangan penahanan.
f. Penyitaan.
Dalam perkara pencurian ini telah dilakukan Penyitaan terhadap
barang bukti berupa 1 (satu) unit sepeda angina/onthel warna biru
merk HEDGREEN dan telah dimintakan persetujuan ijin sita dari
Pengadilan Negeri Surakarta dengan Surat penetapan penyitaan No. :
/SIP/Pen.Pid/2009/PN.Ska,selanjutnya dibuatkan berita acara
penyitaan.
g. Keterangan Saksi – Saksi
1. PUJI SUSWANTI als PUJI, Sragen 01 Mei 1980, Islam, Swasta,
Indonesia/Jawa, alamat Kel. Banyuanyar Rt.01/Rw.05, Kec.
Banjarsari, Kota Surakarta.
2. HARYANTO Bin UMAR SLAMET, Purwokerto, 05 Juli 1975,
Agama Islam, Pekerjaan Swasta, Indonesia/Jawa, Pendidikan S1,
Alamat Kel. Banyuanyar Rt.04/Rw.9, Kec. Banjarsari, Kota
Surakarta.
3. SURYADI als PAK YADI, Surakarta 13 Desember 1958, Agama
Islam, Pekerjaan Swasta, Indonesia/Jawa, alamat Kel. Banyuanyar
Rt.04/Rw.19, Kec.Banjarsari, Kota Surakarta.
Masing-masing menerangkan dan membenarkan bahwa telah terjadi
pencurian 1 unit sepeda angin/onthel warna biru merk HEDGREEN
seharga Rp. 300.000, para saksi melihat seorang laki-laki naik sepeda
mini warna biru merk HEDGREEN dan selanjutnya saksi
menghentikan orang tersebut dan bertanya “ Kamu nyuri sepeda “ dan
dijawab “ Ya “ namun saat akan diamankan orang tersebut lari dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
secara spontan saksi berteriak “Maling, maling, maling“ yang akhirnya
orang tersebut ditangkap oleh masyarakat dan langsung diserahkan ke
Polisi Polresta Surakarta. Tersangka ditangkap oleh masyarakat
didekat Masjid Muklis Kel. Banyuanyar, Kec. Banjarsari, Kota
Surakarta yang berjarak sekitar 500 meter dari rumah saksi.
h. Keterangan Tersangka
N a m a : TORIK SYAH IRAWANTO als WAWAN Bin
SUNARYADI, Banyuwangi, 10 Oktober 1994, Agama
Islam, Pekerjaan Swasta, Pendidikan SD, Kewarganegaraan
Indonesia/Suku Madura, alamat Kp.Kramean Rt.01/Rw.04,
Kel.Glenmor, Kec.Kramean, Kab.Banyuwangi..
Menerangkan dan membenarkan bahwa tersangka mengatakan bahwa
telah melakukan pencurian 1 (satu) unit sepeda angin/onthel warna
biru merk HEDGREEN pada hari Selasa tanggal 30 Juni 2009 sekira
jam 18.30 wib, didepan rumah orang yang tidak diketahui pemilik dan
alamat rumah tersebut. Saat melakukan pencurian tanpa menggunakan
alat maupun sarana, namun pencurian tersebut sudah direncanakan dari
awal. Pada saat mengambil sepeda angin dari tempat parkir tidak
dalam keadaan dikunci stang, dan perbuatan tersebut dilakukan oleh
tersangka tanpa sepengetahuan dan tanpa seijin pemiliknya, yang
selanjutnya sepeda tersebut akan dibongkar untuk dibawa pulang dan
diserahkan kepada adiknya sebagai pengganti sepeda adiknya yang
telah hilang.
i. Penyitaan
Barang bukti yang telah disita dalam perkara ini adalah 1 (satu) unit
sepeda angin/onthel warna biru merk HEDGREEN.
4. Analisa Pasal
Pasal 362 KUH Pidana : Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang
sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
maksud akan memiliki barang dengan melawan hak, dihukum karena
pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun.
Fakta – fakta yang memenuhi unsur :
a. Barang Siapa
Yang dimaksud barang siapa disini adalah semua warga negara
Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana di wilayah Hukum
Negara Republik Indonesia, dalam hal ini termasuk tersangka TORIK
SYAH IRAWANTO als WAWAN Bin SUNARYADI umur 15 tahun,
pekerjaan swasta yang bertempat tinggal di Kp. Kramean Rt.01/Rw.04,
Kel.Glenmor, Kec.Kramean, Kab.Banyuwangi.
b. Mengambil
Bahwa benar, tersangka TORIK SYAH IRAWANTO als WAWAN
Bin SUNARYADI pada hari Selasa tanggal 30 Juni 2009 sekira jam
18.30 wib didepan rumah saksi HARYANTO ikut wilayah
Kel.Banyuanyar, Kec.Banjarsari, Kota Surakarta telah mengambil
sesuatu barang.
c. Sesuatu Barang .
Bahwa benar, barang yang telah diambil oleh pelaku berupa 1 (satu)
unit sepeda angin/onthel warna biru merk HEDGREEN.
d. Sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain.
Bahwa barang berupa 1 (satu) unit sepeda angin/onthel warna biru
merk HEDGREEN sama sekali bukan milik pelaku akan tetapi milik
saksi korban yaitu PUJI SUSWANTI .
e. Dengan maksud akan memiliki barang itu.
Bahwa benar perbuatan mengambil barang tersebut dilakukan oleh
tersangka untuk dimiliki yang selanjutnya akan dibawa pulang dan
diberikan kepada adiknya sebagai pengganti sepeda adiknya yang telah
hilang.
f. Dengan melawan Hak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Bahwa benar perbuatan yang dilakukan tersangka TORIK SYAH
IRAWANTO als WAWAN Bin SUNARYADI yaitu melakukan
pencurian tersebut tanpa seijin dan tanpa sepengetahuan dari
pemiliknya, sehingga dengan adanya peristiwa tersebut saksi
mengalami kerugian.
B. Pembahasan
Berdasarkan paparan hasil penelitian yang telah penulis sajikan di sub
bab sebelumnya maka akan di lakukan analisa data lebih lanjut sehingga akan
diperoleh pembahasan. Pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana
pencurian yang melanggar Pasal 362 KUHP dengan nomor perkara
LP/B/986/VI/2009/SPK I telah dilakukan tindakan proses penangkapan
sampai dengan penahanan.
1. Analisis Implementasi Hak-hak Tersangka Anak dalam Proses
Penangkapan Sampai Dengan Proses Penahanan dalam Penyidikan
Perkara No.Pol.:LP/B/986/VI/2009/SPK I
Guna mempermudah paparan atau rincian berikut peneliti gambarkan
skema analisa kasus.
Gambar 2. Skema Analisa Kasus.
Berdasarkan gambar di buat lebih rinci, peneliti paparkan terlebih
dahulu tentang kriteria hak-hak tersangka anak;
Kriteria Hak-hak Tersangka Anak dalam Undang-Undang
Pemenuhan Hak-hak Tersangka Anak Pada Kasus
No.Pol.:LP/B/986/VI/2009/SPK
Analisa Pemenuhan Hak-hak Tersangka Anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
a. Kriteria Hak-hak Tersangka Anak dalam Undang-Undang
Kepolisian sebagai penyidik utama dalam proses tindak pidana
pada prinsipnya harus memperhatikan hak-hak yang melekat pada
tersangka anak yang telah diatur oleh KUHAP Pasal 50 - 68. Hak-hak
tersangka anak yang dijamin perlindungannya di Polresta Surakarta
selama proses penyidikan yaitu:
Tabel 1.
Hak-hak Tersangka Anak Berdasarkan KUHAP
Pasal Rumusan Pasal
50 Hak untuk segera di periksa, diajukan ke pengadilan dan di adili
51 Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang disangkakan dan apa yang di dakwakan
52 Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan
hakim
53 Hak untuk mendapat juru bahasa
54
&
55
Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan
56
&
57
Hak untuk mendapat nasehat hukum dari penasehat hukum yang ditunjuk
oleh pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan bagi
tersangka/terdakwa yang diancam pidana mati dengan biaya cuma-cuma
58 Hak untuk menghubungi dokter bagi tersangka atau terdakwa yang di
tahan.
59
&
60
Hak untuk diberitahukan kepada keluarganya atau orang lain yang
serumah dengan tersangka atau terdakwa yang ditahan untuk mendapat
bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya dan hak untuk
berhubungan dengan keluarga.
61 Berhak secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya
menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal
yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa
untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan
62 Hak tersangka atau terdakwa untuk berhubungan surat menyurat dengan
penasehat hukumnya
63 Hak tersangka atau terdakwa untuk menghubungi dan menerima
kunjungan rohaniwan
65 Hak tersangka atau terdakwa untuk mengajukan saksi ahli
67 Hak untuk mengajukan upaya hokum
68 Hak tersangka atau terdakwa untuk menuntut ganti kerugian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Tabel 2.
Hak-hak Tersangka Anak Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2002
Pasal Rumusan Pasal
16 Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,
penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi
Setiap anak berhak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum
Penangkapan, penahanan atau tindak pidana penjara anak hanya
dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat
dilakukan sebagai upaya terakhir
59 Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi
darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok
minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau
seksual, anak yang diperdagangkan , anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdaganggan, anak
korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang
cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
64 Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum
sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 meliputi anak yang berkonflik
dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan
tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan
hak-hak anak;
b. Penyediaan petugas pembimbing khusus pendamping khusus anak
sejak dini;
c. Penyediaan sarana dan prasarana khusus;
d. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi
anak;
e. Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan
anak yang berhadap dengan hukum;
f. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang
tua atau keluarga; dan
g. Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan
untuk menghindari labelisasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Tabel 3.
Hak-hak Tersangka Anak Berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 1997
Pasal Rumusan Pasal
42 Hak untuk diperiksa dalam suasana kekeluargaan dan hak untuk
mendapatkan bimbingan kemasyarakatan
44 (6) Berhak untuk ditempatkan ruang tahanan secara khusus yang
diperuntukan bagi anak
45 (3) Berhak untuk ditempatkan secara terpisah dengan tahanan dewasa
45 (4) Berhak untuk mendapat pelayanan kebutuhan jasmani, rohani dan social
51 Berhak untuk mendapatkan bantuan hokum, hak untuk berhubungan
langsung dengan penasehat hokum tanpa didengar oleh pejabat
berwenang
Menurut Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk
kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan
sejak dalam kandungan, berhak untuk mendapatkan perlindungan
hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran,
perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan
orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung
jawab atas pengasuhan anak tersebut.
Setiap anak berhak untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya
secara bertentangan dengan kehendak anak sendiri, kecuali jika ada
alasan dan aturan hukum yang sah yang menunjukkan bahwa
pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak. Setiap anak
berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
kecerdasannya. Setiap anak berhak untuk tidak dilibatkan di dalam
peristiwa peperangan, sengketa bersenjata, kerusuhan sosial, dan
peristiwa lain yang mengandung unsur kekerasan.
Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan
untuk pelaku tindak pidana yang masih anak. Setiap anak berhak untuk
tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum. Penangkapan,
penahanan, atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai
dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai
upaya terakhir.
Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan
perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan
pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan
dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya. Setiap anak yang
dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau
bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang
berlaku. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk
membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak
yang objektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk
umum.
Perlindungan khusus diberikan kepada anak anak yang
berhadapan dengan hukum. Setiap anak berhak memperoleh
perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan
hukuman yang tidak manusiawi, berhak untuk memperoleh kebebasan
sesuai dengan hukum. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana
penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang
berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Setiap anak
yang dirampas kebebasannya berhak untuk mendapatkan perlakuan
secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa,
memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam
setiap tahapan upaya hukum yang berlaku dan membela diri dan
memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan
tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana
berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Negara dan
pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan
anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau
orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak.
b. Pemenuhan Hak-hak Tersangka Anak Pada Kasus No.Pol.:
LP/B/986/VI/2009/SPK I
Dalam suatu perkara hukum yang didalamnya melibatkan anak
di bawah umur sebagai tersangkanya maka pada proses penangkapan
sampai dengan penahanannya penyidik harus memperhatikan hak-hak
anak berdasarkan undang-undang.
Pemenuhan hak-hak anak dalam proses penyidikan dari
penangkapan sampai dengan penahanan di Kepolisian Resort Kota
Surakarta pada perkara nomor LP/B/986/VI/2009/SPK I telah
dilakukan berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku. Pada
proses penyidikan, sudah dilakukan sesuai dengan hukum acara pidana
yang digunakan di Indonesia dan berdasarkan ketentuan KUHAP,
Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002, Undang-
undang Pengadilan Anak. Hal demikian tidak lepas karena yang
menjadi tersangkanya adalah anak, hal ini dapat dilihat dalam berita
acara pemeriksaan yang telah dibuat oleh penyidik dan ditanda tangani
pejabat yang berwenang di Kepolisian Resort Kota Surakarta yang
menyebutkan si pelaku benar-benar telah dipenuhi hak-haknya sebagai
tersangka anak.
Selain berdasarkan pada berita acara pemeriksaan penulis juga
telah melakukan wawancara dengan penyidik yang memeriksa perkara
tersebut. Dari hasil wawancara tersebut penyidik mengatakan telah
melakukan prosedur berdasarkan undang-undang dalam melakukan
penyidikan karena tersangkanya termasuk anak di bawah umur. Dari
wawancara tersebut penyidik mengambil langkah-langkah penyidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
yang berbeda dengan penyidikan orang dewasa. Langkah-langkah itu
antara lain :
1) Diberitahukan terlebih dahulu tentang apa yang disangkakan
kepadanya.
2) Penyidik menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak
tersebut dan melakukan pemeriksaannya dilakukan dengan
mengajaknya sembari bermain dengan suasana kekeluargaan.
3) Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang khusus dan berbeda
dengan ruangan tempat pemeriksaan tersangka dewasa pada
umumnya.
4) Pada saat melakukan penyidikan penyidik menggunakan seragam
bebas, tidak menggunakan seragam polisi pada umumnya agar
tersangka lebih nyaman dan tidak merasa tertekan.
5) Penyidik mempersilahkan keluarganya untuk mendampinginya
pada saat dilakukan penyidikan karena tersangka menolak
didampingi oleh penasehat hukum dalam penyidikan tersebut.
6) Penyidik telah merahasiakan proses penyidikan terhadap perkara
ini agar tidak diketahui oleh media massa.
7) Penyidik juga menghadirkan anggota Balai Pemasyarakatan
(BAPAS) untuk melakukan pemeriksaan terhadap tersangka karena
tersangka merupakan anak dibawah umur.
Wawancara tersebut dilakukan peneliti dengan nara sumber
adalah penyidik yang memeriksa perkara tersebut dengan di dampingi
oleh Kepala Unit Bidang Perempuan dan Anak AKP Sri Rahayu.
Penyidik mengatakan bahwa sebenarnya tersangka memberi
keterangan secara berbelit-belit dan cenderung mengarang cerita yang
tersangka sembunyikan kebenarannya, namun pada pemeriksaan kedua
yaitu ketika tersangka diperiksa dengan di dampingi oleh keluarganya
barulah pelaku mengakui segala perbuatannya tanpa adanya unsur
paksaan dan intimidasi dari pihak penyidik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Berdasarkan keterangan Bripka Ahmad Tri Hartono selaku
penyidik pembantu Polresta Surakarta yang menangani kasus Torik
Syah Irawanto, menerangkan selama proses penyidikan dari
penangkapan sampai dengan penahanan kondisi tersangka keadaannya
sehat, saat diperiksa menyatakan bersedia untuk diperiksa. Petugas
menanyakan apakah perlu didampingi penasehat hukum selama proses
penyidikan, dijawab langsung tidak perlu. Selama pemeriksaan,
tersanga tidak pernah tersenyum dan juru periksa tidak pernah
melakukan kekerasan fisik. Selama pemeriksaan tersangka anak,
petugas berusaha menguasai emosi dan tidak melakukan kekerasan
terhadap tersangka. Pemeriksaan tersangka anak di Polresta Surakarta
sudah disediakan ruang pelayanan khusus untuk perempuan dan anak
baik sebagai saksi, tersangka dan/atau korban.
c. Analisa Pemenuhan Hak-hak Tersangka Anak
Dalam hal setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari
sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang
tidak manusiawi, dalam prateknya hal tersebut telah dilakukan oleh
penyidik dalam memeriksa perkara pengenai persetubuhan yang
dilakukan oleh anak di bawah umur ini, hal ini dibuktikan dengan tidak
adanya luka pada tersangka pada saat selesai melakukan pemeriksaan,
adapun pemeriksaan yang dilakukan penyidik adalah pemeriksaan
dengan cara kekeluargaan, berdasarkan penyidik yang melakukan
penyidikan kepada penulis pada saat wawancara.
Dalam hal penangkapan, penahanan, atau tindak pidana
penjara anak hanya dilakukan apabila seseuai dengan hukum yang
berlaku, namun semua hal tersebut tidak dilakukan oleh penyidik
dikarenakan adanya permohonan tertulis dari orang tua tersangka agar
tidak dilakukan tindakan tersebut. ihak Polresta Surakarta selaku
penyidik perkara ini telah melakukan sesuai dengan prosedurnya,
terlihat dari penyidik yang juga menghadirkan anggota Balai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Pemasyarakatan (BAPAS) untuk melakukan pemeriksaan terhadap
tersangka karena tersangka merupakan anak di bawah umur.
Penulis berpendapat bahwa hak-hak tersangka dalam perkara
ini tersangkanya adalah anak di bawah umur telah dipenuhi semuanya
baik itu hak-hak tersangka pada umumnya maupun hak-hak tersangka
anak dibawah umur bersadasarkan ketentuan undang-undang yang
menyebutkan bahwa anak di bawah umur yang berhadapan dengan
hukum harus lebih diperhatikan hak-haknya di bandingkan dengan
hak-hak tersangka dewasa pada umumnya. Meskipun tidak diatur
sanksi atas pelanggaran kewajiban, penyidik tetap harus meningkatkan
kemampuan profesional. Pejabat yang profesional adalah pejabat yang
mampu memberi pelayanan terbaik, mengetahui kewajiban, dan
mengetahui pula batas-batas kewenangan serta bekerja dengan tepat
dan selektif.
2. Kendala yang Muncul dalam Implementasi Hak-hak Tersangka Anak
dalam Proses Penangkapan Sampai Dengan proses Penahanan dalam
Penyidikan Perkara No. Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I
Dalam melaksanakan suatu perundang-undangan sering kali
dijumpai beberapa permasalahan yang timbul, baik disebabkan karena
peraturannya yang kurang jelas maupun disebabkan faktor pelaksana
undang-undang dalam hal ini aparat penegak hukum kurang maksimal.
Implementasi hak-hak tersangka ditingkat penyidikan dalam
berbagai kasus yang terjadi diwilayah hukum Polresta Surakarta, tentunya
terdapat hambatan-hambatan atau kendala-kendala yang ditemui selama
proses penyidikan, baik yang datang dari pihak penyidik sendiri maupun
dari pihak tersangka,yang dapat menyebabkan tidak dapat dilaksanakannya
secara baik implementasi hak-hak tersangka. Adapun hambatan-hambatan
tersebut antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
a. Hambatan dari pihak Penyidik;
1) Profesionalisme, pengetahuan, dan pengalaman yang kurang dari
oknum penyidik merupakan hambatan yang sering terjadi dalam
implementasi hak-hak tersangka. Sikap-sikap seperti ini yang sering
kali membuat penyidik mengabaikan perlunya penghormatan
terhadap hak-hak tersangka selama proses penyidikan, sebagai
perwujudan dari asas Praduga tidak bersalah, sehingga tindakan
sewenang-wenang yang dilakukan terhadap tersangka lambat laun
akan hilang.
2) Perilaku dan tindakan aparat penegak hukum dalam hal ini penyidik
dalam melakukan pemeriksaan bersikap arogan mereka
menganggap sebagai pemegang nasib tersangka, sehingga
pemeriksaan yang dilakukan terkadang menggunakan cara cepat
yaitu dengan cara pemerasan pengakuan terhadap tersangka dengan
menggunakan kekerasan dan tekanan mental
b. Hambatan dari pihak tersangka
1) Kurangnya pengetahuan dan kesadaran dari tersangka tentang arti
pentingnya bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat
hokum sebagai pendampingan terhadap tersangka sejak ia
ditangkap, guna mendapatkan pembelaan secara dini.
2) Sikap tidak mau bekerjasama, tersangka tidak mau memberikan
keterangan yang dapat menjadikan terang suatu tindak pidana.
Tersangka terkadang juga dalam memberikan keterangan berbelit-
belit dan sifatnya selalu ingin menghindar dari tanggung jawab atas
perbuatan yang dilakukan oleh tersangka.
3) Tersangka tidak kooperatif biasanya bersikap pasif dan banyak
diam, sehingga tersangka beranggapan bahwa dengan sikap seperti
itu akan lebih sedikit fakta-fakta yang akan muncul yang dapat
menunjukkan keterlibatan tersangka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
4) Keadaan Psikologi tersangka yang tertekan karena kesan
menakutkan yang dimiliki POLRI sebagai penyidik. Tersangka
seringkali merasa takut pada saat akan dilakukan pemeriksaan,
terlebih-lebih mereka yang baru pertama kali melakukan tindak
pidana.
5) Kurang pahamnya tersangka akan hak-hak yang dimiliki oleh
tersangka selama dalam pemeriksaan ditingkat penyidikan.
Keadaan ini sering digunakan oleh pen yidik untuk mempercepat
proses penyidik
3. Upaya yang Dilakukan untuk Mengatasi Kendala-kendala dalam
Implementasi Hak-hak Tersangka Anak dalam Proses Penangkapan
Sampai Dengan proses Penahanan dalam Penyidikan Perkara No.
Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I
Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang
termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan
bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita
bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh,
dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak
kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.
Meskipun Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan
kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih
memerlukan suatu undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai
landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut.
Dengan demikian, pembentukan undang-undang ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya
merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam
memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Adapun upaya mengatasi kendala-kendala dalam implementasi
hak-hak tersangka anak dalam proses penangkapan dan proses penahanan
dalam penyidikan yang dilakukan oleh Polresta Surakarta adalah:
a. Seorang penyidik harus mengetahui secara rinci dan jelas tentang
perbedaan hak-hak penyidikan terhadap tersangka anak dan tersangka
dewasa serta memilki kesadaran untuk penerapannya.
b. Pendidikan dan pelatihan tentang profesionalisme kerja perlu
diupayakan hal ini terkait dengan kinerja penyidik dalam melaksanakan
penyidikan khususnya dalam hal menangani kasus dengan tersangka
anak.
c. Dalam mendapatkan keterangan dari tersangka dilakukan pendekatan
terhadap tersangka anak, tidak seperti terhadap tersangka orang
dewasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Bahwa dari hasil penelitian mengenai implementasi hak-hak tersangka
sebagai perwujudan asas praduga tidak bersalah dalam proses penangkapan
dan proses penahanan ditingkat penyidikan yang dilakukan di Polresta
Surakarta. Penulis mendapatkan informasi yang berharga mengenai
implementasi hak tersangka tersebut, namun secara implisit telah termuat
dalam mata kuliah hukum acara Pidana. Dari hasil penelitian tersebut penulis
dapat menarik kesimpulan, yaitu dari pembahasan yang telah diuraikan
penulis pada bab-bab terdahulu , maka berikut ini akan disampaikan beberapa
kesimpulan yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini :
1. Implementasi hak-hak tersangka anak yang melanggar Pasal 362 KUHP
dalam proses penangkapan sampai dengan proses penahanan dalam
penyidikan perkara No. Pol.: LP/B/986/VI/2009/SPK I yang ditangani
oleh Polresta Surakarta telah sesuai dengan hak-hak tersangka yang diatur
dalam KUHAP dan peraturan pelaksaannya. tersangka terkadang masih
belum mengerti mengenai hak-hak yang dimilikinya, apalagi terhadap
tersangka yang baru pertamakali diperiksa oleh penyidik. Pelaksanaan
penyidikan yang dilakukan oleh penyidik di Polresta Surakarta telah sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam KUHAP, undang-undang dan
peraturan pelaksanaan lainnya. Hal ini dilakukan guna menghindari usaha-
usaha yang lebih mengutamakan tindakan kekerasan atau tekanan baik
fisik maupun mental yang berlebuhan yang dilakukan oleh penyidik.
2. Hambatan-hambatan yang dijumpai selama proses penangkapan sampai
dengan proses penahanan dalam rangka implemantasi hak-hak tersangka
ditingkat penyidikan adalah hambatan yang disebabkan oleh tersangka
yaitu ketidaktahuan tersangka akan hak-hak yang dimiliki, tersangka
dalam memberikan keterangan sering berbelit-belit dan tersangka tidak
59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
menunjukan sikap kooperatif dan hanya bersikap diam.sedangkan
hambatan yang muncul dari pihak penyidik adalah kurang prosefionalnya
oknum aparat kepolisian dalam melakukan penyidikan, mereka hanya
memburu waktu tanpa menghormati hak-hak tersangka dan melakukan
tekanan-tekan baik secara fisik maupun mental hal ini dilakukan guna
mendapatkan pengakuan dari tersangka.
3. Upaya mengatasi hambatan yang dijumpai selama proses penangkapan
sampai dengan proses penahanan dalam rangka implemantasi hak-hak
tersangka ditingkat penyidikan adalah pendidikan dan pelatihan tentang
profesionalisme kerja perlu diupayakan hal ini terkait dengan kinerja
penyidik dalam melaksanakan penyidikan khususnya dalam hal menangani
kasus dengan tersangka anak. Perlu ditanamkan sikap sabar dalam
menghadapi dan mengumpulkan informasi dari tersangka. Dalam
mendapatkan keterangan dari tersangka dilakukan pelan-pelan, tidak
seperti tersangka orang dewasa.
B. Saran
1. Bahwa implementasi hak-hak tersangka dalam proses penangkapan dan
proses penahanan di tinggkat penyidikan yang dilakukan di Polresta
Surakarta. Seiring dengan semakin pentingnya supremasi hukum dan
penghormatan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh manusia maka
Implementasi hak-hak tersangka akan menjadi hal yang penting dan utama
yang harus dijamin oleh aparat penegak hukum khususnya dalam proses
pemeriksaan yang dilakukan ditingkat penyidikan supaya penggunaan-
penggunaan tekanan kekerasaan baik fisik maupun mental terhindari.
Pengakuan dari tersangka bukanlah suatu hal yang harus dikejar, tetapi
dengan bukti-bukti serta saksi-saksi yang kuat tersangka tidak bisa
menghindar dari tanggung jawab atas tindakan hukum yang dilakukan
oleh tersangka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
2. Dalam mewujudkan implementasi hak-hak tersangka sebagai perwujudan
asas Praduga tidak bersalah dalam proses pemeriksaan ditingkat
penyidikan, aparat penegak hukum yang melakukan pemeriksaan haruslah
menganggap seorang.
3. Ketentuan yang mengatur mengenai proses beracara hukum di Indonesia
yaitu KUHAP segera dilakukan amandemen yang mencakup ketentuan
mengenai tata cara penyidikan terhadap tersangka yang masih anak di
bawah umur sehingga dapat dibedakan dengan penyidikan terhadap orang
dewasa agar hak-hak tersangka anak dan dewasa dapat terpenuhi secara
maksimal berdasarkan ketententuan tersebut.
4. Dalam perkara hukum yang melibatkan anak di bawah umur selain
memperhatikan hak-hak tersangka anak, perlu juga diatur lebih lanjut
mengenai hak-hak dari korban yang masih di bawah umur, sehingga tidak
muncul anggapan bahwa perlindungan pelaku anak di bawah umur terlalu
“over protective” dibandingkan dengan korbannya. Untuk itu diperlukan
SOP (Standart Operating Peocedure) dalam penanganan hak korban oleh
penyidik sebagai pedoman yang harus dilakukan.
5. Perlu dilakukannya pelatihan kepada penyidik yang berbasis pada
penyidikan terhadap anak di bawah umur yang sedang berhadapan dengan
hukum, sehingga penyidik yang memeriksa perkara yang di dalamnya
melibatkan anak di bawah umur dapat lebih mengenal karakteristik anak
dalam suatu proses penyidikan agar hasil penyidikannya lebih maksimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
DAFTAR PUSTAKA Andi Hamzah, 2000, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia
Indonesia, Jakarta. Bambang Sumardjoko, 2003, Metodologi Penelitian Kualitatif, Pragram
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. Bawengan, Gerson W. 1977, Hukum Pidana di Dalam Teori dan Praktek,
Pradnya Paramita, Jakarta. Gatot Supramono, 2000, Hukum Acara Pengadilan Anak, Penerbit Djambatan,
Jakarta. Hadisuprapto, Paulus. 2008, Juvenile Delinquency: Pemahaman dan
Penanggulangannya, Citra Aditya Bakti, Bandung. HB Sutopo, 2000, Metode Penelitian Kualitatif, UNS Press, Surakarta. Miles, Matthew B dan Huberman, A.Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif.
Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi, Universitas Indonesia. Jakarta. Sianturi, SR. 1996, Asas-asas Pidana di Indonesia dan Penerapanya, Alumni,
Bandung. Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. Subekti, R. 2003, Aneka Perjanjian, Pradnya Paramita, Jakarta. UNICEF, 2004, “Perlindungan Terhadap Anak yang Berhadapan Dengan
Hukum”, Manual Pelatihan untuk Polisi. -----------, 2004, “Perlindungan Terhadap Anak yang Berhadapan Dengan
Hukum”, Buku Saku untuk Polisi. Yahya Harahap, 2008, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,
Pustaka Kartini, Jakarta. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian RI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Undang-Undang RI No. 3 Tahun 1997 tentan Pengadilan Anak Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tantang Perlindungan Anak. Peraturan KaPolri No. Pol. 16 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelayanan Perempuan dan Anak di Lingkungan Polri.