3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bangunan Konstruksi Kayu
Kebutuhan kayu sebagai bahan baku untuk berbagai keperluan
terus meningkat. Demikian pula untuk keperluan bahan bangunan. Kayu-kayu
yang beredar di pasaran sebagian besar berasal dari hutan alam yang
dikelompokkan atas jenis-jenis komersial seperti mahoni (Swietenia
macrophylla), akasia (Acacia mangium willd), jati (Tectona grandis), dan kayu
campuran (borneo). Ketidak-seimbangan kecepatan antara pemanenan dan
penanaman p a d a h u t a n k a y u menyebabkan pasokan kayu dari hutan
kian menurun baik volume maupun mutunya yang mengakibatkan harga kayu
menjadi relatif mahal (Abdurachman dan Nurwati Hadjib, 2006).
Abdurachman (2006) mengatakan bahwa berbagai upaya telah dilakukan
dalam mengatasi keterbatasan jumlah pasokan kayu hutan antara lain dengan
mengalihkan perhatian kepada jenis-jenis kayu yang berasal dari hutan
rakyat atau hutan tanaman, terutama sebagai bahan baku industri
pengolahan kayu, baik yang berskala kecil maupun besar. Demikian
pula untuk keperluan bahan bangunan dan industri barang kerajinan. Oleh
sebab itu, kayu yang berasal dari hutan tanaman maupun hutan rakyat
yang potensinya cukup besar diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kayu
untuk berbagai keperluan tersebut. Di sisi lain, kayu yang dihasilkan dari
hutan tanaman dan hutan rakyat pada umumnya merupakan jenis kayu
cepat tumbuh (fast growing), seperti kayu akasia (Acacia mangium willd),
sengon (Paraserianthes falcataria lnielsen) dan lain-lain. Jenis-jenis kayu
yang sering dijumpai di hutan rakyat sebagai bahan bangunan antara lain
kayu meranti, akasia, mindi, sengon, kihiang, kiputri, karet, pinus, kayu buah
seperti kecapi, nangka, kemang, kemiri, manggis dan lain-lain yang memiliki
diameter 30 –40 cm (Abdurachman dan Nurwati Hadjib, 2006). Ciri kualitas
kayu gergajian umumnya memuat persyaratan mutu, hasil yang
dipersyaratkan, kadar air, ukuran maksimum dan minimum yang digunakan
(Lampiran 2). Jenis-jenis kayu tersebut relatif bermutu rendah karena selain
berumur muda, juga mengandung banyak cacat seperti mata kayu, miring
4
serat, cacat bentuk dan sebagainya. Sehingga untuk dapat memenuhi
persyaratan bahan konstruksi bangunan diperlukan teknologi yang
tepat sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Abdurachman (2006) menyatakan bahwa sebagai bahan konstruksi
bangunan, kayu harus memenuhi syarat seperti memiliki kemampuan menahan
bermacam-macam beban yang bekerja dengan aman dalam jangka waktu
yang direncanakan, mempunyai ketahanan dan keawetan yang memadai
melebihi umur pakainya, serta mempunyai ukuran penampang dan panjang
yang sesuai dengan pemakainnya dalam konstruksi.
Jenis kayu yang berasal dari hutan rakyat ialah jenis kayu yang
diusahakan atau dibudidayakan oleh rakyat dengan lokasi atau tempat tumbuh
tidak teratur atau tidak terpola, biasanya ditanam pada areal dekat hutan
alam/hutan tanaman atau tanah-tanah negara yang belum dimanfaatkan (Hak
Guna Garap, HGG) dalam (Abdurachman dan Nurwati Hadjib, 2006).
Luas hutan rakyat di Indonesia adalah 1.568.415,63 ha dengan
potensi 39.416.557 m3 dan jumlah pohon siap tebang 78.485.993 atau
potensi produksi 19.621.480 m3 (dengan assumsi volume 0,25 m3/pohon).
Hutan rakyat yang terkonsentrasi di Pulau Jawa, potensinya sekitar
23.578.787 m3 dari jenis akasia, bambu, jati, mahoni, pinus, sengon,
sonokeling dan tisuk. Jumlah pohon siap tebang diperkirakan 77.214.541
pohon (19.303.480 m3). (Ditjen BPK, 2005) dalam (Abdurachman dan
Nurwati Hadjib, 2006).
A.1 Bahan konstruksi
Abdurachman (2006) mengatakan bahwa bahan konstruksi adalah
bahan yang dipergunakan untuk mendukung beban dalam arti
memerlukan analisa atau perhitungan yang cukup cermat, dan untuk
kayu mencakup bahan-bahan untuk kuda-kuda, jembatan, tiang pancang
dan sebagainya.
Wirjomartono (1977) dalam (Abdurachman dan Nurwati Hadjib,
2006) menyatakan bahwa penggunaan kuda-kuda kayu dapat
menghemat biaya sekitar 40-50% untuk daya dukungya dibandingkan jika
5
menggunakan baja. Diperkirakan sekitar 80% konsumsi kayu
diperuntukkan pada bangunan rumah dan gedung, sedangkan yang 20%
untuk perancah, jembatan, dermaga dan lain-lain. Penggunaan kayu untuk
pembangunan jembatan dan tiang pancang tidak lebih dari 5%.
Menurut Abdurachman (2006) sampai abad ke-20 sebagian besar dari
hampir semua bangunan perumahan dan struktur bangunan komersial
dibangun dari kayu. Karena masih berlimpahnya sumber kayu menyebabkan
hampir semua struktur bangunan perumahan, jembatan, bangunan
komersial ringan, pabrik dan tiang menggunakan kayu solid. Sekarang
bangunan tersebut lebih banyak menggunakan bahan kayu struktural yang
lebih modern.
Hasil penelitian Karnasudirdja (1989) dalam (Abdurachman dan
Nurwati Hadjib, 2006) menghasilkan bahwa glulam (bahan lapis dari balok
kayu) yang dibuat dari meranti merah dan jati dengan perbandingan
meranti merah : jati = 2,5 cm:1cm, menghasilkan nilai kekuatan yang
tidak berbeda nyata dengan kekuatan yang dihasilkan dari glulam sejenis
dengan porsi jati lebih tinggi. Hasil penelitian ini telah dapat
digunakan oleh PT PAL untuk mengganti lambung jati menjadi lamina jati-
meranti.
A.2 Bagian konstruksi bangunan
Abdurachman (2006) mengatakan bahwa dalam suatu konstruksi
bangunan setidaknya terdiri dari beberpa elemen bangunan, yaitu :
1. Tanah
Pondasi harus memiliki kontur yang rata sesuai dengan daya dukung
tanah yang diperlukan, , struktur yang kuat dan stabil serta mampu menahan
beban bangunan.
2. Lantai
Kayu untuk lantai lebih disukai hardwood (kayu daun lebar) dan
dengan kekerasan yang tinggi. Beberapa industri mensyaratkan kayu untuk
lantai dipilih kayu yang bercorak indah, kelas kuat I-II dan kelas awet I-II.
3. Dinding
Dinding bagian luar selain digunakan papan kayu yang memiliki daya
6
nilai kekuatan dan keawetan yang tinggi, saat ini lebih umum digunakan
kayu lapis eksterior, papan partikel eksterior. Sedangkan untuk dinding
di bagian dalam ruangan (interior) tidak diperlukan persyaratan yang
tinggi. Pembuatan dinding, selain diperlukan kayu yang bercorak indah,
juga kayu yang stabil dan awet, untuk berbagai keperluan dipersyaratkan
mampu meredam suara (isolator). Kayu gergajian yang telah dicoba dibuat
untuk partisi dinding antara lain kayu karet, mindi, kelapa dan mangium.
Partisi dinding yang dibuat dari kayu karet yang diawetkan dengan
boron menunjukkan penampilan yang mirip dengan ramin. Sedangkan
yang dibuat dari kayu mangium menunjukkan menampilan seperti jati.
A.3 Dimensi beberapa jenis kayu di pasaran
Ukuran kayu rakyat dalam bentuk kayu gergajian bervariasi untuk
setiap jenis kayu tertentu seperti kayu mahoni yang biasanya dipakai
sebagai bahan mebel, kayu buah sebagai bahan kayu pertukangan dan
konstruksi (Abdurachman dan Nurwati Hadjib, 2006). Spesifikasi ukuran
balok untuk rangka dinding, kusen pintu kayu, kusen jendela kayu, daun
pintu kayu dan daun jendela kayu untuk bangunan rumah dan gedung seperti
pada Lampiran 2.
B. Bangunan pre-Pabrikasi Tahan Gempa
Pada dasarnya yang dimaksud dengan bangunan tahan gempa bukan
berarti bangunan tersebut itu tidak akan mengalami kerusakan bila terjadi
gempa. Bangunan tahan gempa memiliki kaidah sebagai berikut
(Puslitbangkim, 2004) dalam ( Lina Karlina dan Naresworo, 2006):
1. Bila terjadi gempa ringan bangunan tidak akan mengalami kerusakan
baik pada elemen struktur (kolom, balok, atap, dinding, dan pondasi)
maupun pada elemen non-struktur (genteng dan kaca).
2. Bila terjadi gempa berkekuatan sedang, bangunan bisa mengalami
kerusakan hanya pada elemen non-struktur. Sedangkan elemen
strukturnya tidak boleh rusak.
3. Bila terjadi gempa berkekuatan besar, bangunan bisa mengalami
kerusakan, baik pada elemen struktur maupun elemen non-strukturnya.
7
Namun kedua elemen tersebut tidak boleh membahayakan penghuni
yang ada di dalam bangunan. Penghuni harus bisa mempunyai waktu
untuk menyelamatkan diri sebelum bangunan runtuh.
4. Departemen Pemukiman dan Prasaran Wilayah dalam Lina Karlina
(2006) menyatakan bahwa untuk memenuhi kinerja bangunan yang
diharapkan, maka harus dipenuhi persyaratan bangunan tahan gempa
sebagai berikut:
a. Bangunan harus terletak di atas tanah yang stabil.
b. Denah bangunan rumah sebaiknya sederhana dan simetris.
c. Kualitas material dan campuran beton serta spesi/mortar harus
memadai.
d. Sloof diangkur ke pondasi.
e. Adanya balok ring yang diikat kaku dengan kolom.
f. Setiap luasan dinding 10 m2 harus dipasang kolom praktis.
g. Dinding pasangan bata/batako dipasang angkur setiap jarak vertical
30 cm yang dijangkarkan ke kolom.
h. Seluruh kerangka bangunan harus terikat secara kokoh dan kaku.
i. Rangka kuda-kuda, pada titik sambungan kayu diberi baut dan plat
pengikat.
j. Usahakan atap terbuat dari material yang ringan
k. Pelaksanaan konstruksi harus baik
Lina Karlina dan Naresworo (2006) menyatakan bahwa stuktur bangunan
berkayu memiliki stabilitas dan integritas struktur yang sangat tinggi. Kayu
memiliki kekuatan dibanding berat yang jauh lebih tinggi dai pada baja dan
beton sehingga bangunan kayu umumnya lebih ringan. Sambungan-sambungan
komponen bangunan kayu bersifat kompak dan tidak mudah lepas. Kerusakan
pada salah satu komponen bangunan kayu dapat diatasi karena kayu dapat
mengambil posisi keseimbangan baru. Sifat-sifat demikian menyebabkan
bangunan kayu lebih tahan terhadap gempa.
8
Ada beberapa sifat yang umum terdapat pada semua jenis kayu yaitu :
1. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe bermacam-macam dan
susunan dinding selnya terdiri dari senyawa kimia berupa selulosa dan
hemi selulosa (karbohidrat) serta lignin (non karbohidrat).
2. Semua kayu bersifat anisotropik, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang
berlainan jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, radial dan
tangensial).
3. Kayu merupakan bahan yang bersifat higroskopis, yaitu dapat menyerap
atau melepaskan kadar air (kelembaban) sebagai akibat perubahan
kelembaban dan suhu udara disekelilingnya.
Elemen bangunan terdiri atas elemen vertikal dan horizontal. Agar
bangunan dapat bekerja dengan baik, elemen yang paling penting adalah
sambungan. Secara umum bangunan rangka kayu tahan gempa harus
memenuhi persyaratan berikut:
1. Rangka dinding harus dilengkapi batang-batang diagonal.
2. Balok pondasi diikat ke pondasi dengan baut jangkar.
3. Hubungan dan sambungan antar elemen harus kuat.
4. Terdapat pengaku untuk meningkatkan kekakuan bangunan karena
bangunan kayu cenderung lebih fleksibel dibanding bangunan beton.
5. Atap diusahakan seringan mungkin.
6. Hubungan papan dengan rangka harus kuat.
7. Gunakan sambungan bibir miring berkait pada balok nok dan
gording.
8. Sambungan dilakukan sejarak 1/6 bentang dari tumpuan.
C. Kenyamanan Termal
Professor Fanger (1970); Morris G. Davis (2004) dari Technical
University of Denmark beranggapan bahwa thermal comfort didefinisikan
sebagai istilah keadaan fisik tubuh yang lebih baik daripada keadaan fisik
lingkungan, apa yang benar-benar kita rasakan adalah suhu kulit dan bukan
suhu udara. ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and Air
Conditioning Engineers ) mensyaratkan tingkat kenyamanan dipengaruhi oleh:
suhu udara ruangan, kelembaban ruangan, dan kecepatan udara dalam ruangan
9
dengan batasan kenyamanan berada pada suhu efektif (effective themperature)
23oC – 27oC, kecepatan angin 0,1 - 1,5 m/s , kelembaban relatif (RH) antara
50-60%. Untuk kenyamanan termal dibutuhkan:
1. Thermal balance, yaitu nilai heat loss = nilai heat gain. Keseimbangan
Termal pada setiap individu berbeda-beda, misalnya saat berkeringat,
seseorang mungkin nyaman saat terjadi keringat dan dalam tubuhnya
terjadi keseimbangan termal, namun tak sedikit pun orang yang merasa
tidak nyaman saat tubuhnya berkeringat.
2. Mean skin themperature, harus berada pada level yang tepat untuk
kenyamanan (suhu kulit untuk kenyamanan berkurang dengan
bertambahnya aktivitas).
3. Sweating, kenyamanan adalah fungsi dari nilai sweating yang disukai,
yang mana juga merupakan fungsi aktivitas dan laju metabolisme.
Terdapat beberapa standar yang menentukan kenyamanan thermal.
Dalam Standar ISO 7730 tahun 2000 disebutkan bahwa standar
kenyamanan termal adalah sebagai berikut:
1. Kenyamanan termal didefinisikan sebagai keadaaan pikiran yang
mengekspresikan kepuasan termal terhadap lingkungan termal.
2. Standar menunjukan cara untuk memperkirakan sensasi termal pada
tubuh manusia terhadap derajat ketidakpuasan termal (thermal
dissatisfaction) manusia.
3. Kondisi lingkungan yang bisa diterima untuk kenyamanan.
4. Modifikasi lingkungan indoor dengan tujuan untuk mencapai
kenyamanan termal, atau lingkungan indoor agar idak terjadi terjadi
penyimpangan kenyamanan.
Menurut Tri Harso (2001) dalam ilmu arsitektur dikenal paling sedikit
empat macam kenyamanan: kenyamanan ruang, kenyamanan penglihatan,
kenyamanan pendengaran, dan kenyamanan termal. Dalam kenyamanan
termal, manusia merasakan sensasi panas atau dingin sebagai wujud respon
dari sensor perasa pada kulit terhadap stimuli suhu di sekitarnya. Sensor perasa
berperan menyampaikan rangsangan rasa kepada otak, dimana otak akan
memberikan perintah kepada bagian-bagian tubuh tertentu agar melakukan
10
antisipasi guna mempertahankan suhu tubuh agar tetap berada pada sekitar
37oC sehingga organ tubuh dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Anggraeni (1998) menyatakan bahwa batas kenyamanan pada daerah
khatulistiwa berkisar antara suhu 22,5ºC sampai 29,5ºC dengan kelembaban
udara relatif berkisar antara 30-80%.
Penelitian Farida Idealistina (1991); Anggraeni (1998) menyatakan
bahwa suhu nyaman diperlukan manusia untuk mengoptimalkan produktifitas
kerja. Dalam menyatakan suatu kondisi termal tertentu, ISO 7730-94,
menggunakan indeks yang diperkenalkan oleh Fanger yakni PMV (Predicted
Mean Vote, prediksi sensasi termal rata-rata) dan PPD (Predicted Percentage
Dissatisfied, prediksi prosentase ketidaknyamanan). Nilai atau besaran PMV
dinyatakan dengan angka antara -3 (cold, dingin sekali) hingga +3 (hot, panas
sekali). Skala sensasi termal yang digunakan merujuk pada skala yang
direkomendasikan oleh ISO 7730-94. Suhu nyaman atau netral dicapai apabila
nilai PMV = 0, dimana pada kondisi ini nilai PPD mencapai 5% atau
persentase responden yang nyaman mencapai 95%. Pada kondisi termal apapun
prosentase responden yang tidak nyaman (PPD) tidak akan mungkin mencapai
0%, atau prosentase responden yang nyaman tidak mungkin mencapai 100%.
Sementara itu rentang suhu nyaman dicapai apabila nilai PMV berada antara –
0,5 hingga +0,5, dimana pada kondisi ini nilai PPD mencapai 10%, atau
prosentase responden yang nyaman mencapai 90%.
C.1 Suhu dalam bangunan (o C)
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap proses fisik dan kimiawi yang selanjutnya akan mengendalikan
proses metabolisme tubuh manusia. Suhu berpengaruh terhadap kecepatan
proses respirasi dan proses metabolik (Tiwari, 1998).
Kategori suhu udara ada dua macam: suhu udara biasa (air suhu) dan
suhu radiasi rata-rata (mean radiant themperature = MRT). MRT merupakan
radiasi rata-rata dari permukaan-permukaan bidang yang mengelilingi
seseorang. MRT sangat penting karena menimbulkan rasa panas bagi
seseorang hingga 66%. Kenyamanan termal sulit tercapai bila suhu udara dan
MRT berbeda hingga 5o C atau lebih (Heinz Frick et.all, 2007).
11
Pada konstruksi bangunan, radiasi matahari gelombang pendek dapat
masuk kedalam bangunan melalui penutup transparan dan diubah menjadi
radiasi panas gelombang panjang. Radiasi panas ini tidak dapat keluar dari
bangunan dan terperangkap didalamnya sehingga timbul efek rumah kaca
yang menyebabkan suhu udara di dalamnya meningkat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya suhu dalam bangunan adalah tingkat intensitas
radiasi matahari, besar kecilnya panas yang hilang melalui atap dan dinding.
C.2 Kelembaban udara pada bangunan (RH)
Relatif humidity (RH), kelembaban relatif merupakan persentase
kandungan air di udara pada suhu tertentu. Persentase yang menunjukan
besaran kelembaban udara didapat dari perbandingan antara keadaan
kenyataan uap air dan jumlah maksimum uap air yang dikandung oleh udara
pada kondisi ruang dan suhu yang sama (Tiwari, 1998).
Kelembaban udara menjadi penting saat suhu udara mendekati atau
melampaui ambang batas daerah kenyamanan termal dan kelembaban udara
mencapai lebih dari 80% atau kurang dari 30% (Heinz Frick et.al, 2007).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kelembaban udara yaitu besar
kecilnya suhu, kondisi iklim, efek angin, dan intensitas cahaya matahari.
Apabila kondisi cuaca mendung maka suhu menjadi rendah, intensitas cahaya
berkurang sehingga kelembaban menjadi tinggi (Tiwari, 1998).
C.3 Kecepatan udara pada bangunan
Pergerakan udara adalah aspek yang penting untuk kenyamanan
termal, terlebih didaerah panas, seperti hanya didaerah tropis. Pergerakan
angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara di dalam dan di luar
bangunan, angin menyebabkan adanya zona tekanan tinggi dan rendah
disekeliling bangunan sehingga menyebabkan terjadinya aliran udara (Tiwari,
1998).
Pergerakan udara atau angin yang menyapu permukaan kulit sehingga
mempercepat pelepaan panas secara konveksi. Bila permukaan kulit basah,
maka penguapan yang terjadi mengakibatkan terjadinya pelepasan panas yang
lebih besar. Pada suhu udara 25oC, kecepatan 0,5 m/detik membuat tubuh
12
terasa 2oC lebih dingin. Kecepatan angin 1 m/detik membuat tubuh terasa 3oC
lebih dingin (Heinz Frick et.al, 2007).
C.4 Intensitas cahaya matahari
Menurut Tiwari (1998) intensitas matahari yang cukup akan
berpengaruh tehadap distribusi suhu dalam bangunan, yang kemudian akan
mempengaruhi metabolisme dan aktivitas manusia dalam bangunan tersebut.
Cahaya dengan masa penyinaran dari pagi hingga sore dikalikan dengan
intensitas yang tinggi merupakan jumlah energi yang dapat diterima oleh
suatu bangunan. Pada pagi hari, belum banyak cahaya yang diterima, begitu
pula pada sore hari karena matahari meredup sehingga intensitas cahaya
berkurang. Kondisi cuaca yang mendung selama beberapa hari akan
mengurangi intensitas cahaya matahari.
Intensitas cahaya matahari erat kaitannya dengan besarnya radiasi
matahari, menurut Tiwari (1998) dalam kondisi sebenarnya terdapat beberapa
jenis nilai radiasi matahari, yaitu:
1. Extraterrestrial radiation (Ion)
Extraterrestrial radiation (Ion) merupakan radiasi yang terjadi di luar
daerah atmosfer. Perubahan jarak bumi ke matahari akan mempengaruhi
besarnya radiasi ekstraterensial. Menurut Tiwari (1998) pada bulan Juni
bearnya radiasi berkisar 1322 W/m2. Radiasi tesebut dapat dihitung dengan
menggunakan rumu sebagai berikut:
……….…………………………………1
Keterangan : Isc = Rata-rata energi radiasi matahari (1353 W/m2)
(Energi dan Listrik Pertanian,105)
n = Hari ke-n dalam satu tahun
2. Terrestrial radiation (In)
Terrestrial radiation (In) merupakan radiasi yang masuk ke dalam
atmosfer (daerah terestrial). Radiasi yang terjadi pada daerah terestrial adalah
radiasi langsung, radiasi tidak langsung, dan radiasi total. Radiasi ini
dipengaruhi oleh turbidity factor dari atmofer dan ketinggian lokasi.
13
Tiwari (1998) menyatakan bahwa turbidity factor merupakan ketetapan
yang mempengaruhi besarnya radiasi yang jatuh pada suatu wilayah yang
dikategorikan sebagai wilayah pegunungan, dataran rendah dan perkotaan,
dimana besarnya angka ini setiap bulannya mengalami perubahan (Tabel 4).
Perhitungan nilai Terrestrial radiation (In) menggunakan rumus sebagai
berikut :
………………………………………2
Keterangan :
TR = Turbidity faktor
α = Ketinggian permukaan
Tabel 1. Nilai Turbidity faktor dalam berbagai wilayah untuk setiap bulannya dalam satu tahun
Bulan ke- Jenis daerah
Perkotaan Dataran Pegunungan 1 3,10 2,20 1,80 2 3,20 2,20 1,90 3 3,50 2,50 2,10 4 3,90 2,90 2,20 5 4,10 3,20 2,40 6 4,20 3,40 2,70 7 4,30 3,50 2,70 8 4,20 3,30 2,70 9 3,90 2,90 2,50 10 3,60 2,00 2,10 11 3,30 2,30 1,90 12 3,10 2,20 1,80 Tm 3,70 2,76 2,15
Sumber : Bansal et.all, 1990 dalam Tiwari, 1998
3. Direct radiation (Ibi)
Direct radiation (Ibi) merupakan radiasi yang langsung jatuh ke
permukaan bumi pada daerah terestrial. Radiasi tersebut dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
………………....………………………………………......3
……………………......4
…………...…………………......5
…………………………………………………………......6
14
…………………...…………...……………7
………………………………………………………8
…………………………………………...9
Keterangan :
θi = Sudut dating matahari ( o )
αs = Sudut altitude matahari ( o )
β = Sudut inklinasi (β = 30o)
αw = Sudut tegak/vertical ( o )
γs = sudut azimuth Matahari ( o )
Ф = Besar latitud
ω = Sudut jam matahari ( o )
δ = Sudut deklinasi ( o )
4. Diffuse radiation (Idh)
Diffuse radiation (Idh) merupakan radiasi yang tidak langsung jatuh ke
permukaan bumi pada daerah terestrial sehingga terjadi pembauran. Radiasi
tidak langung terjadi pada permukaan mendatar dan pemukaan miring.
Radiasi tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
…………..……………………...……………..10
…………...……...11
Keterangan :
Idh = Radiasi tidak langsung yang terjadi pada pemukaan mendatar
(W/m2)
Idi = Radiasi tidak langsung yang terjadi pada permukaan miring (W/m2)
5. Reflektivitas radiation (Ir)
Reflektivitas radiation (Ir) adalah radiasi yang jatuh ke permukaan bumi
dan dipantukan kembali ke atmosfer. Radasi tersebut dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berukut :
15
………………………………………………………...…...12
……………………………………………………..……..13
……………………………..…………………....14
Keterangan :
Ibh = Radiasi pantulan pada tipe permukaan (W/m2)
ρg = Konstanta refleksi (Tabel 5)
Ith = Radiasi pantulan pada permukaan mendatar (W/m2)
Ir = Total radiasi pantuan (W/m2)
β = Sudut inlinasi
Tabel 2. Nilai konstansta refleksi dengan berbagai jenis permukaan Jenis permukaan Konstanta refleksi Permukaan nomal bumi 0,21 – 0,45 Permukaan air 0,16 Permukaan es dan salju 0,16 – 0,78
Sumber : Bansal et.all, 1990 dalam Tiwari, 1998)
6. Total Radiation (Iti)
Total Radiation (Iti) adalah radiasi total yang diterima oleh permukaan
bumi. Radiasi tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
………………………………...……………………..15
D. Proses Pindah Panas pada Bangunan
Panas yang masuk kedalam bangunan berasal dari lingkungan dan akan
dikeluarkan kembali ke lingkungan. Perpindahan panas yang terjadi dalam
bangunan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan didalam dan di luar
bangunan. Hal yang dengan demikian akan membuat terjadi pergerakan fluida
antara didalam dan diluar bangunan untuk menyeimbangkan energi.
Soegijanto (1999) menyatakan bahwa bangunan akan mendapatkan
perolehan panas dan mengeluarkan atau kehilangan panas ke lingkungan
sekitarnya, perolehan dan pengeluaran panas dapat terjadi melalui peristiwa
perpindahan panas. Proses pindah panas yang terjadi pada bangunan tersebut
terjadi melalui beberapa jenis pidah panas, yaitu pindah panas radiasi, pindah
panas konduksi dan pindah panas konveksi.
16
D.1 Pindah panas radiasi
Radiasi adalah proses transfer energi melaluii gelombang
elektromagnet. Radiasi tidak merambat pada suatu material dan terjadi pada
ruang hampa. Radiasi merupakan bagian dari energi yang dapat dinilai
berdasarkan besarnya suhu. Saat energi radiasi mengelilingi setiap bagian
atau seluruh partikel maka akan terjadi perpindahan panas. Besarnya energi
radiasi bergantung pada suhu permukaan dari partikel tersebut.
Tiwari (1998) menyatakan bahwa persamaan besarnya perpindahan
panas karena radiasi digambarkan oleh persamaan berikut :
………………………………………………………………….16
Keterangan:
ε = Emisivitas permukaan
σ = Konstanta Boltsman-Stefan,5.67x10-8 W/m2K4
T = Suhu permukaan luar,°K
Q = Pindah panas Konduksi ( Joule )
D.2 Pindah panas konveksi
Konveksi adalah transfer panas dari satu bagian fluida ke beberapa
bagian lain dengan suhu rendah dari pencampuran partikel fluida. Pergerakan
fluida dapat terjadi karena adanya paksaan ataupun secara alami. Apabila
pergerakan fluida disebabkan karena adanya perbedaan tekanan maka kondisi
tersebut dapat disebut konveksi paksa (Tiwari, 1998).
Davies, Moris (2004) pada proses percepatan sentrifugal gravitasi perlu
digantikan posisinya sesuai dengan posisi fluida, gaya pergerakan akibat
viskositas ini dapat diabaikan. Pada dua plat dengan perbedaan perubahan
suhu yang kecil dimana salah satu plat diberikan pendinginan maka akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan dari viskositas fluida udara pada
posisi tersebut, sehingga kondisi ini disebut Rayleigh number.
……..……………………………………………………….……17
Keterangan :
Q = Pindah panas Konduksi ( Joule )
h = Koefisien pindah panas
A = Luas permukaan, m2
4TQ σε= TAhQ ∆=
4TQ σε=
17
∆T = Perbedaan suhu permukaan, °K
Untuk konduktivitas panas konveksi (h) pada permukaan vertikal (v)
dapat diketahui dengan menggunakan persamaan dibawah.
.…..………………………...…………18
.……………………..……………………………...……19
………………………………..…………………………………....20
Nilai konduktivitas panas konveksi pada permukaan vertikal (i) dengan
membentuk sudut θ dapat diketahui dengan menggunakan persamaan
dibawah.
……..……….………..………………21
….………..……...…………...…………22
...……….………………..…..…23
.……...…………………………………….…………………...….24
Nilai konduktivitas panas konveksi pada permukaan horizontal (h)
dapat diketahui dengan menggunakan persamaan dibawah.
…..……………………………...………………………..………25
……..………….……….………………………..26
...………………..….………………...….…………………...……27
D.3 Pindah panas konduksi
Konduksi adalah perpindahan panas yang merambat dari material satu
ke material yang lain atau merambat dari satu partikel ke partikel yang lain.
Pindah panas kondukksi biasanya terjadi pada daerah lantai dan lapisan
18
dinding. Persamaan besarnya perpindahan panas karena konduksi
digambarkan oleh persamaan berikut :
.…………………...……………………………….28
Keterangan :
Q = Pindah panas Konduksi ( Jaule )
T = Suhu (°C atau °K)
X = Jarak antar material,m
K = Thermal conductivity (W/m°C)
S = Ketebalan material, m
T1 = Suhu Udara (°C atau °K)
T2 = Suhu material (°C atau °K)
E. Simulasi Distribusi Termal Pada Bangunan
Simulasi adalah teknik penyusunan dari kondisi nyata (sistem) dan
kemudian melakukan percobaan pada model yang dibuat dari sistem. Simulasi
merupakan alat yang fleksibel dari model atau kuantitatif. Simulasi cocok
diterapkan untuk menganalisa interaksi masalah yang rumit dari sistem.
Simulasi berguna untuk mengetahui pengaruh atau akibat suatu keputusan
dalam jangka waktu tertentu (Avissar, et.al., 1982) didalam Marat (2006).
Dalam melakukan simulasi, terlebih dahulu harus dibuat model yang
akan dijadikan acuan untuk melakukan simulasi agar diperoleh nilai ekonomis,
efektif, mudah, resiko kecil. Kriteria umum agar model simulasi efektif adalah
: 1) model simulasi dapat memprediksi proses fisik dan fisiologi dalam sistem
dengan ketepatan yang masuk akal dan dapat dibuktikan dengan percobaan; 2)
model simulasi bersifat umum dan cukup fleksibel untuk diaplikasikan pada
system tertentu yang memiliki kondisi lingkungan yang beragam. Untuk
mengetahui kriteria tersebut, parameter lingkungan yang digunakan adalah
kondisi batas yang mudah diukur dan tidak dipengaruhi oleh keberadaan
sistem. Skala waktu, parameter, initial condition dapat dengan mudah diubah-
ubah, serta dapat dengan mudah menyelesaikan persamaan-persamaan yang
tidak linier dan dapat mengkaji sistem secara utuh (Avissar, et.al., 1982)
didalam Marat (2006).
)( 21 TTS
K
X
TKQ −=
∂∂−=
19
Simulasi dapat dilakukan dengan pembuatan model persamaan
matematika, program komputer, atau pembuatan model prototipe sehingga
system yang akan disimulasikan dapat terwakili oleh model yang
disimulasikan. Simulasi analisis distribusi suhu dan kelembaban udara (RH)
pada bangunan dapat dilakukan dengan persamaan matematika, dan program
komputer. Parameter yang harus diperhitungkan dalam simulasi analisis
distribusi suhu dan kelembaban udara (RH) pada bangunan antara lain suhu
lingkungan, suhu udara dalam bangunan, suhu tanah, radiasi matahari,
kecepatan angin, system dan besaran ventilasi, bahan-bahan bangunan
(konduktivitas panas, emisivitas, koefisien pindah panas, absorpsivitas).
Simulasi distribusi parameter iklim mikro seperti suhu, kelembaban, kecepatan
angin, sudut dating radiasi matahari telah banyak dilakukan pada bangunan
pertanian terutama greenhouse baik menggunakan persamaan-persamaan
matematika, program komputer maupun model atau prototipe.