II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Jagung
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan
dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif
dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat
bervariasi. Tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas
yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah
hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. (Anonim, 2011) Menurut Tjitrosoepomo
(1991) tanaman jagung dalam tata nama atau sistematika (Taksonomi) tumbuh-
tumbuhan jagung diklasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Graminae
Famili : Graminaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays
Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium.
Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat
dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung
ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak
banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai
bahan pangan. Jagung manis diketahui mengandung amilopektin lebih rendah tetapi
mengalami peningkatan fitoglikogen dan sukrosa. Nilai kalori jagung hampir sama
dengan beras, bahkan jagung mempunyai keunggulan bila dibandingkan dengan beras.
Hal ini disebabkan jagung mengandung asam lemak esensiil yang sangat bermanfaat
bagi pencegahan penyakit arteriosclerosis, yakni semacam penyakit penyempitan
pembuluh darah. Selain itu, kandungan minyak jagung yang nonkolestrol ini juga dapat
mencegah penyakit pelagra (penyakit kulit kasar). Antara jagung putih dan jagung
kuning, kandungan gizinya lebih tinggi jagung kuning karena jagung kuning
mengandung provitamin A berkisar 0,081 ppm sampai 0,145 ppm. Kandungan protein
jagung kuning juga lebih tinggi daripada jagung putih (Warisno, 1998)
Salah satu cara meningkatkan nilai tambah produk jagung adalah dengan
mengolahnya menjadi berbagai macam produk olahan yang bisa tahan lebih lama.
Selain sebagai makanan pokok, jagung memliki potensi untuk dikembangkan menjadi
aneka produk, baik olahan dari jagung segar, produk primer (produk setengah jadi untuk
bahan baku), produk siap santap, dan produk jagung instan. Salah satu produk jagung
primer yang sudah dikembangkan adalah tepung jagung. Cara memmbuat tepung
jagung yaitu: memilih jagung kering pipilan yang bagus dan bersih, sosoh jagung yang
sudah bersih, rendam selama 4 jam, tiriskan dan tepungkan (Soenardi, 2009).
Penelitian tentang jagung kuning pernah dilakukan oleh Rosiani pada tahun 2013.
Tepung jagung kuning pada penilitian yang terdahulu dimanfaatkan sebagai mie kering
dan dilakukan pengujian vitamin A dan kualitas organoleptiknya. Teknik pembuatan
mie kering dilakukan dengan subtitusi, dimana menggunakan tepung jagung kuning
dengan jumlah yang berbeda yaitu tepung jagung kuning 25% dan tepung terigu 75%,
tepung jagung kuning 35% dan tepung terigu 65%, tepung jagung kuning 45% dan
tepung terigu 55%, jumlah ini digunakan sebagai variabel bebas. Variabel terikatnya
adalah kualitas mie kering substitusi tepung jagung kuning dilihat dari : a) mutu
inderawi dengan indikator warna, aroma, tekstur, dan rasa, b) uji kesukaan yaitu untuk
mengetahui tingkat kesukaan masyarakat terhadap produk mie ering, c) serta kandungan
gizi yang meliputi vitamin A dan proksimat. Variabel kontrolnya adalah karakteristik
bahan dan formula bahan tambahan yang digunakan, peralatan yang digunakan, proses
pembuatan, bentuk adonan, ketebalan adonan, suhu perebusan, serta suhu lama
pengeringan, dan proses pengemasan. Metode penelitian menggunakan metode
eksperimen. Desain Eksperimen yang digunakan yaitu Desain Acak Sempurna (Rosiani,
2013).
Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering
yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan
dibanding produk setengah jadi lainnya, karena tepung lebih tahan disimpan, mudah
dicampur, dan lebih praktis serta mudah digunakan untuk proses pengolahan lanjutan.
Jagung kuning maupun putih dapat diolah menjadi tepung jagung. Untuk dapat
menjangkau pasaran secara luas, maka ketentuan persyaratan kualitas tepung jagung
harus terpenuhi sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia). Syarat mutu jagung
meliputi keadaan bau, rasa, warna, cemaran benda asing, kehalusan, kadar air, abu,
serat kasar, derajat asam, kandungan logam, dan mikroba. Syarat mutu tepung jagung
menurut SNI 01-3727-1995 dapat dilihat pada Tabel 1:
Tabel 1. Syarat mutu tepung jagung menurut SNI 01-3727-1995
sumber : anonim,1995
B. Cookies
Cookies adalah kue kering yang rasanya manis dan bentuknya kecil-kecil.
Menurut SNI 01-2973-1992, cookies merupakan salah satu jenis biscuit yang dibuat
dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relative renyah bila dipatahkan dan
penampang potongannya bertekstur kurang padat. Kue kering adalah kue yang biasanya
dipanggang hingga cukup keras dan bertekstur kasar, namun masih dapat dimakan. Kue
kering ini dibuat dengan berbagai macam cara, biasanya menggunakan bahanbahan
baku seperti gula, mentega, tepung. Bahan-bahan tambahan lainnya juga dipakai untuk
memberikan rasa yang berbeda, seperti coklat, kacang, buah-buahan, sampai rempah-
rempah. Tekstur yang didapatkan dari sebuah kue kering tergantung dari berapa lama
kue kering tersebut dipanggang (Anonim, 2012).
Kue adalah penganan atau makanan ringan yang di buat dari campuran berbagai
bahan pangan dan memiliki bentuk dan jenis yang beraneka ragam. Pada awalnya, kue
merupakan istilah yang di gunakan untuk menyebut penganan tradisional atau oriental.
Namun kemudian digeneralisasikan oleh masyarakat untuk menyebut segala bentuk
makanan yang bukan makanan utama. Kue kering adalah istilah yang di gunakan untuk
menyebut kue yang teksturnya keras dan renyah karena memiliki kadar air yang sangat
minim. Kue kering mempunyai daya simpan yang sangat tinggi. Bahannya bisa dari apa
saja, tepung beras, tepung ketan, terigu ataupun sagu. Kue kering yang dioven biasanya
di sebut cookies (Ismayani, 2016).
Bahan-bahan penyusun cookies terdiri atas bahan pengikat dan bahan pelembut.
Bahan pengikat adalah tepung, air, padatan susu, putih telur atau telur utuh, dan garam.
Sedangkan bahan pelembut adalah gula, bahan pengembang dan kuning telur (Husain,
1993). Tepung merupakan komposisi dasar pada produk bakery. Dalam adonan, tepung
berfungsi sebagai pembentuk tekstur, pengikat bahan-bahan lain dan
mendistribusikannya secara merata, serta berperan dalam membentuk cita rasa (Matz
dan Matz, 1978). Tepung yang biasa digunakan untuk pembuatan cookies adalah tepung
gandum lunak dengan kadar protein 8-9%. Tepung terigu lunak juga biasa digunakan
untuk membuat bolu, kue kering, crackers, dan biskuit karena terigu lunak cenderung
membentuk adonan yang lebih lembut dan lengket (Matz, 1992). Selain itu, tepung jenis
ini lebih mudah terdispersi dan tidak mempunyai daya serap air yang terlalu tinggi
sehingga dalam pembuatan adonan membutuhkan lebih sedikit cairan. Semakin keras
tepung gandum, semakin banyak lemak dan gula yang harus ditambahkan untuk
memperoleh tekstur yang baik. Tepung terigu dengan kadar protein yang tinggi akan
mempengaruhi kekerasan. Bila jumlah tepung sangat sedikit, sedangkan lemak yang
ditambahkan cukup banyak maka cookies akan kehilangan bentuk dan mudah patah
(Matz, 1978).
Gula dalam bentuk sukrosa berfungsi sebagai pemanis nutririf, pembentuk tekstur
(pelembut), pemberi warna, dan pengontrol penyebaran cookies. Gula yang
ditambahkan dapat berfungsi sebagai pengawet karena gula dapat mengurangi aw bahan
pangan sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al, 1981).
Gulaa bis menjadikan warna cookies menjadi lebih menarik, karena gla akan mengalami
proses karamelisasi yang akan menyebabkan warna menjadi coklat. Karamelisasi
merupakan suatu proses pencoklatan non enzimaris yang meliputi degradasi gula-gula
tanpa adanya asam amino atau protein. Sehingga bila gula dilakukan pemanasan di atas
titik leburnya sendiri, maka warnanya akan berubah menjadi coklat disertai juga dengan
perubahan cita rasa. Winarno (1999) mengatakan bahwa pada proses karamelisasi
sukrosa terpecah menjadi glukosa dan fruktosan. Fruktosa ialah fruktosa yang
mengalami kekurangan satu molekul air. Suhu yang tinggi pada saat pemanasan mampu
mengeluarkan satu molekul air dari setiap molekul gla sehingga terjadi juga glukosan.
Reaksi ini kemudian dilanjutkan dengan dehidrasi polimerasi jenis asam yang timbul di
dalamnya.Gula yang digunakan bisa dalam bentuk gula pasir, gula halus, atau tepung
gula. Besarnya partikel gula dalam bentuk adonan akan mempengaruhi penyebaran
cookies. Gula halus memiliki sifat pengkriman yang lebih baik dibandingkan dengan
tepung gula.
Telur mempengaruhi tekstur produk kue karena sifat pengemulsi, pengaerasi,
pelembut, dan pengikat yang dimilikinya. Selain itu telur juga berfungsi untuk
meningkatkan nilai gizi, memberikan warna dan flavor yang disukai. Telur penting
dalam menentukan kualitas organoleptik semua jenis cookies. Seluruh telur (putih dan
kuning telur) dapat menghasilkan struktur cookies yang baik. Pemakaian kuning telur
untuk menggantikan sebagian atau seluruh telur akan menghasilkan cookies yang
lembut, tetapi struktur dalamnya tidak sebaik yang menggunakan seluruh telur (Matz,
1978). Manley (1983) menjelaskan bahwa susu yang biasa digunakan dalam pembuatan
cookies berbentuk serbuk dan memiliki aroma khas yang kuat. Susu berfungsi
memperbaiki tekstur, memberikan aroma, dan memperbaiki warna permukaan. Laktosa
yang terkandung di dalam susu merupakan disakarida pereduksi yang jika dikombinasi
dengan protein melalui reaksi Maillard dan proses pemanasan akan memberikan warna
coklat yang menarik pada permukaan setelah dipanggang. Reaksi Maillard adalah reaksi
pencoklatan non enzimatis yang terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi
dengan gugus amin bebas dari asam amino atau protein. Reaksi ini banyak terjadi pada
produk pangan yang biasa dikonsumsi sehari-hari. Reaksi Maillard dalam makanan
dapat berfungsi untuk menghasilkan flavor dan aroma.
Gas karbondioksida, uap air, dan udara berperan pada pengembangan produk-
produk kue. Sumber karbondioksida pada kue antara lain sodium bikarbonat, amonium
bikarbonat, dan baking powder. Amonium bikarbonat digunakan untuk menghasilkan
produk kue kering yang kadar airnya rendah, tetapi tidak untuk produk yang kadar
airnya tinggi, karena aroma amoniak lebih terasa bila kadar air produk masih tinggi.
Amonium bikarbonat larut pada air dan dapat terdekomposisi pada suhu 104oC
(Stauffer, 1990). Baking powder merupakan campuran dari sodium bikarbonat dengan
pereaksi asam dengan atau tanpa penambahan pati. Baking powder bersifat cepat larut
pada suhu kamar dan tahan selama pengolahan (Matz dan Matz, 1978).
Pada dasarnya proses pembuatan cookies dibagi menjadi tahap pembuatan
adonan, pencetakan dan pemanggangan. Pembentukkan cookies diawali sejak
pembuatan adonan. Selama pencampuran terjadi penyerapan air oleh protein terigu
sehingga terbentuk gluten yang akan membentuk struktur cookies dan mengalami
pemantapan selama pemanggangan. Adanya proses pengadukan menyebabkan
shortening menjadi lunak karena adanya panas selama proses pengadukan. Selain itu,
pengadukan juga menyebabkan udara yang terperangkap dalam jaringan tersebut
terdesak oleh air yang menguap dan menyebabkan pengembangan. Pada tahap awal
pemanggangan terjadi kenaikan suhu yang menyebabkan melelehnya lemak sehingga
konsistensi adonan menurun dan adonan cookies mengalami penyebaran ditandai
dengan perubahan diameter dan ketebalan cookies. Pada proses pemanggangan, hampir
50% total energi terserap. Selain itu, pada proses pemanggangan akan terjadi
pembentukan dan pemantapan kualitas produk (Priyanto 1991, dalam Rahma 2015).
Ketika suhu mendekati titik didih air, protein dalam susu dan telur terkoagulasi dan
diikuti gelatinisasi pati sebagian karena kandungan airnya yang rendah. Pada saat suhu
didih air tercapai pembentukkan uap air meningkat diikuti kenaikan volume cookies.
Pemantapan struktur cookies diakhiri dengan gelatinisasi pati, koagulasi protein dan
penurunan kadar air (Indiyah, 1992). Proses pembuatan cookies secara umum menurut
Matz (1978) dapat dilihat pada gambar 1.
Margarin
gula, vanili, susu skim kuning telur tepung
Cookies
Gambar 1. Proses pembuatan cookies
Mixing sampai lembut
Pencampuran
Pencampuran
Pengadukan sampai kalis
Pengovenan suhu 150oC
selama 10 menit
Tabel 2. Syarat mutu cookies
sumber : anonim,1992
Seperti halnya produk lain, cookies memiliki standard syarat mutu agar
dinyatakan aman untuk dikonsumsi masyarakat, di Indonesia syarat mutu tersebut
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992) dapat dilihat pada Tabel 2.
C. Uji Kesukaan
Uji kesukaan adalah salah satu jenis uji penerimaan. Uji penerimaan menyangkut
penilaian seseorang akan suatu sifat atau qualitas suatu bahan yang menyebabkan orang
menyenangi. Pada uji ini panelis mengemukakan tanggapan pribadi yaitu kesan yang
berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat
sensoris atau qualitas yang dinilai. Uji penerimaan lebih subyektif dari uji pembedaan.
Tujuan uji penerimaan ini untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau sifat sensorik
tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Uji kesukaan atau uji hedonik merupakan uji
dimana panelis mengemukakan tanggapan pribadi suka atau tidak suka, disamping itu
juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat kesukaan disebut juga skala
hedonik. Skala hedonik ditransformasi ke dalam skala numerik dengan angka menaik
menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik tersebut dapat dilakukan analisa
statistik.
Metode afektif adalah metode yang digunakan untuk mengukur sikap subjektif
konsumen terhadap produk berdasarkan sifat-sifat organoleptik. Hasil yang diperoleh
adalah penerimaan (diterima atau ditolak), kesukaan (tingkat suka atau tidak suka),
pilihan (pilih satu dari yang lain) terhadap produk. Metode ini terdiri atas uji
perbandingan pasangan (Paired Comparation), Uji hedonik dan uji ranking. Uji
hedonik merupakan pengujian yang paling banyak digunakan untuk mengukur tingkat
kesukaan terhadap produki. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik, misalnya
sangat suka, suka, agak suka, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan lain-
lain. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang
dikehendaki. Dalam analisi datanya, skala hedonik ditransformasikan ke dalam skala
angka dengan angka manaik menurut tingkat kesukaan (dapat 5, 7 atau 9 tingkat
kesukaan). Dengan data ini dapat dilakukan analisa statistik (Anonim, 2006).
Uji kesukaan termasuk dalam kategori uji peneriaan. Uji kesukaan lebih subyektif
daripada uji pembedaan. Karena sifatnya yang sangat subyektif itu beberapa panelis
yang mempunyai kecenderungan extrim senang atau benci terhadap suatu komoditi atau
bahan tidak dapat digunakan untuk melakukan uji kesukaan. Tetapi panelis orang
extrim ini mungkin masih dapat digunakan untuk menilai dengan uji pembedaan. Jika
pada uji pembedaan dikehendaki panelis yang peka, pada uji kesukaan dapat dilakukan
menggunakanan panelis yang belum berpengalaman sekalipun. Pada uji kesukaan tidak
ada contoh pembanding atau contoh baku. Jika pada uji pembedaan panelis diwajibkan
mengingat-ingat contoh pembanding, maka pada uji kesukaan justru panelis dilarang
mengingat-ingat atau membandingkan dengan contoh yang diuji sebelumnya.
Tanggapan harus diberikan segera dan secara spontan. Bahkan tanggapan yang sudah
diberikan tidak boleh ditarik kembali meskipun kemudian timbul keraguan (Wijandi,
2003).
Uji kesukaan meliputi beberapa atribut mutu, diantaranya yaitu aroma, warna,
rasa, dan tekstur. Rasa merupakan tanggapan atas adanya rangsangan kimiawi yang
sampai di indera pengecap lidah, khususnya jenis rasa dasar yaitu manis, asin, asam,
dan pahit. Pada konsumsi tinggi indera pengecap akan mudah mengenal rasa-rasa dasar
tersebut. Beberapa komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan adalah
aroma makanan, bumbu masakan dan bahan makanan, keempukan atau kekenyalan
makanan, kerenyahan makanan, tingkat kematangan dan temperatur makanan. Rasa
juga merupakan persepsi dari sel pengecap meliputi rasa asin, manis, asam dan pahit
yang diakibatkan oleh bahan yang mudah terlarut dalam mulut.
Aroma adalah rasa dan bau yang sangat subyektif serta sulit diukur, karena setiap
orang mempunyai sensitifitas dan kesukaan yang berbeda. Winarno (2002) senyawa
yang sangat berbeda struktur kimianya, mungkin menimbulkan aroma yang sama.
Warna merupakan suatu sifat bahan yang dianggap berasal dari penyebaran spektrum
sinar, selain itu warna bukan merupakan suatu zat atau benda melainkan suatu sensasi
seseorang oleh karena adanya rangsangan dari seberkas energi radiasi yang jatuh ke
indra mata atau retina mata. Selain itu warna adalah atribut kualitas yang paling penting,
walaupun suatu produk bernilai gizi tinggi, rasa enak dan tekstur yang baik namun jika
warna tidak menarik maka akan menyebabkan produk tersebut kurang diminati.
Menurut Kartika et al. (1988), tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati
dengan mulut (pada waktu digigit, dikunyah dan ditelan) ataupun perabaan dengan jari.
D. β-karoten
Karoten adalah pigemen kuning yang berfungsi sebagai antioksidan. Sedangkan
beta-karoten salah satu bentuk senyawa karoten, merupakan penawar yang kuat untuk
oksigen reaktif (suatu radikal bebas yang sangat destruktif). Karena kelenjar timus
(yang berperan dalam sistem imun) sangat rentan terhadap kerusakan akibat radikal
bebas, maka untuk melindungi sistem imun itu diperkirakan beta-karoten lebih
berdayaguna dibandingkan dengan vitamin A (VitaHealth, 2006).
β-karoten adalah salah satu zat antioksidan yang terdapat dalam buah-buahan,
antara lain terdapat pada wortel, kentang, dan buah peach. Antioksidan sangat berguna
untuk melawan radikal nbebas yang berasal dari zat beracun. Β-karoten juga cukup
banyak terkandung di dalam buah-buahan serta sayuran yang berwarna kuning dan hijau
seperti mangga, pepaya, brokoli, jagung serta tanaman lainnya. Karena tak hanya
mampu melawan radikal bebas serta menjauhkan tubuh dari sel kanker, beta karoten
ternyata memilik manfaat lain sepert mejaga kesehatan jantung (Ide, 2010).
Beta karoten adalah salah satu metabolit sekunder yang dihasilkan selama
fermentasi. Pada fermentasi kefir dengan bahan baku susu sapi, setelah akhir fermentasi
didapatkan kandungan karoten 220 µg yang sebelumnya tidak terdapat dalam susu sapi.
Sementara untuk tempe terjadi peningkatan beta karoten sampai 30 µg (FAO, 1972),
sedangkan fermentasi keju terjadi peningkatan beta karoten sampai 68 µg (USDA,
2007).
Saat ini terdapat lebih dari 300 karotenoid yang telah diketahui, yang paling
umum terdapat pada tumbuhan tinggi hanya sedikit, kemungkinan terbesar adalah ß-
karoten (Harborne, 1996). Struktur kimia senyawa ß-karoten terlihat seperti pada
Gambar 2.
Gambar 2. Struktur ß-karoten (Robinson,1995)
Penelitian mengenai pengujian β-karoten pada cookies pernah dilakukan oleh
Sengev I. A., Gernah D. I dan M.C Bunde-Tsegba pada tahun 2015. Pengujian
dilakukan pada cookies yang terbuat dari kentang dan mangga. Beta-karoten ditentukan
dengan menggunakan metode Rodriguez-Amaya dan Kimura, dan dengan sedikit
modifikasi. Prosedur yang dilakukan yaitu lima gram (5.0g) dari sampel dituangkan ke
dalam corong pisah dan larutan yang mengandung 140 mL etanol: heksan (4: 3)
petroleum eter dan aseton ditambahkan. 2 mL dari 2% natrium klorida (NaCl) juga
ditambahkan untuk menghindari pembentukan emulsi. Campuran tersebut secara
manual dikocok dengan kuat selama sekitar 3 menit., dibiarkan tenggelam selama 30
menit. Absorbansi lapisan atas ditentukan pada panjang gelombang 452nm
menggunakan spektrofotometer (Spectro Sc 20, Labomed, Inc USA) dan konsentrasi
beta karoten dihitung menggunakan hukum Beer-Lambert (Sengev, 2015).
Secara kimia karoten adalah terpena, disintesis secara biokimia dari delapan
satuan isoprena. Karoten berada dalam bentuk α-karoten, β-karoten, γ-karoten, dan ε-
karoten. Betakaroten terdiri dari dua grup retinil, dan dipecah dalam mukosa dari usus
kecil oleh β-karoten dioksigenase menjadi retinol, sebuah bentuk dari vitamin A.
Karoten dapat disimpan dalam hati dan diubah menjadi vitamin A sesuai kebutuhan.
Pigmen-pigmen golongan karoten sangat penting ditinjau dari kebutuhan gizi, baik
untuk manusia maupun hewan. Hal ini disebabkan karena sebagian dapat diubah
menjadi vitamin A. Diantara beberapa kelompok provitamin A yang dijumpai di alam,
yang dikenal lebih baik adalah α-karoten, β-karoten, γ-karoten, serta kriptosantin
(Muchtadi, 1989)
Beberapa kacang-kacangan juga memiliki kadar karoten, diantaranya yaitu kacang
hijau. Kacang hijau bahkan memiliki kelebihan lain yaitu aktivitas antioksidannya
tertinggi diantara kacang-kacangan ( Lee et al., 2000), mempunyai zat anti gizi yang
rendah sehingga tidak diperlukan perlakuan khusus selama pengolahan (Singh, 1999).
Menurut Chitra et al. (1995) , kadar asam fitat susu kacang hijau adalah 12,0 mg/g, jauh
lebih rendah dari kedelai yaitu 36,4 mg/g. Selain kacang hijau mengandung senyawa-
senyawa fungsional diantaranya beta karoten dan polifenol. Senyawa-senyawa ini telah
diketahui memiliki sifat fungsional sebagai antioksidan dan immunomodulator.
Kemampuan beta karoten sebagai antioksidan ditunjukkan dalam mengikat singuel
oksigen, “merantas” atau merapuhkan radikal peroksil dan menghambat oksidasi lipid,
sedangkan polifenol mampu ”merantas” oksigen dan radikal alkil dengan memberikan
donor elektron sehingga terbentuk radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope, 2006).
Oksidasi lipid biasanya melalui proses pembentukan radikal bebas yang terdiri dari tiga
proses dasar yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi (Apriyantono, 1989). Pada tahap
awal reaksi terjadi pelepasan hidrogen dari asam lemak tidak jenuh secara homolitik
sehingga terbentuk radikal alkil yang terjadi karena adanya inisiator (panas, oksigen
aktif, logam atau cahaya). Pada keadaan normal radikal alkil cepat bereaksi dengan
oksigen membentuk radikal peroksi dimana radikal peroksi ini bereaksi lebih lanjut
dengan asam lemak tidak jenuh membentuk hidroproksida dengan radikal alkil,
kemudian radikal alkil yang terbentuk ini bereaksi dengan oksigen. Dengan demikian
reaksi otoksidasi adalah reaksi berantai radikal bebas.β-Karoten bersifat lipofilik,
sehingga dapat berperan pada membran sel untuk mencegah oksidasi lipid.
Beta karoten adalah salah satu metabolit sekunder yang dihasilkan selama
fermentasi. Pada fermentasi kefir dengan bahan baku susu sapi, setelah akhir fermentasi
didapatkan kandungan karoten 220 µg (Otes, 2003) yang sebelumnya tidak terdapat
dalam susu sapi. Sementara untuk fermentasi kedelai menjadi tempe terjadi peningkatan
beta karoten sampai 30 µg (FAO, 1972), sedangkan fermentasi keju terjadi peningkatan
beta karoten sampai 68 µg (USDA, 2007).
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan karoten. Gregory (1996)
dalam Legowo (2005), menyebutkan bahwa karoten stabil pada pH netral, alkali namun
tidak stabil pada kondisi asam, adanya udara atau oksigen, cahaya dan panas.
Karotenoid tidak stabil karena mudah teroksidasi oleh adanya oksigen dan peroksida.
Selain itu, dapat mengalami isomerisasi bila terkena panas, cahaya dan asam.
Isomerisasi dapat menyebabkan penurunan intensitas warna dan titik cair.
E. Uji Proksimat
Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui komponen utama dari suatu
bahan. Untuk makanan, komponen utama umumnya terdiri dari kadar air, kadar abu,
karbohidrat, protein serta lemak (Hui, 2006). Analisis ini menjadi perlu untuk dilakukan
karena menyediakan data kandungan utama dari suatu bahan makanan. Faktor lain
adalah karena analisis proksimat dalam makanan berkenaan dengan kadar gizi dari
bahan makanan tersebut. Kadar gizi perlu diketahui karena berhubungan dengan
kualitas makanan tersebut. Selain itu, analisis proksimat umumnya tidak mahal dan
relatif mudah untuk dilakukan ( Ensminger, 1994).
Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk mengidentifikasi
kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat makanan
dari bahan pakan atau pangan. Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian
kualitas bahan pangan terutama pada standar zat makanan yang seharusnya terkandung
di dalamnya. Pendapat ini didukung oleh pernyataan Retnani,dkk (2000), menyatakan
bahwa Analisis proksimat adalah analisis atau pengujian kimia yang dilakukan untuk
bahan baku yang akan diproses lebih lanjut dalam industri menjadi barang jadi.
Analisis proksimat merupakan metode yang tidak menguraikan kandungan nutrien
secara rinci, namun berupa nilai perkiraan (Soejono, 1990). Metode ini dikembangkan
oleh Henneberg dan Stockman dari Weende Experiment Station di Jerman pada tahun
1865 (Tillman et al., 1991). Analisis makronutrien analisis proksimat meliputi kadar
abu total, air total, lemak total, protein total dan karbohidrat total, sedangkan untuk
kandungan mikronutrien difokuskan pada provitamin A (β-karoten) (Sudarmadji et al.,
1996). Analisis vitamin A dan provitamin A secara kimia dalam buah-buahan dan
produk hasil olahan dapat ditentukan dengan berbagai metode diantaranya kromatografi
lapis tipis, kromatografi kolom absorpsi, kromatografi cair kinerja tinggi, kolorimetri
dan spektrofotometri sinar tampak (Winarno, 1997).
Banyaknya kadar air dalam suatu bahan pangan dapat diketahui bila bahan pangan
tersebut dipanaskan pada suhu 105⁰C. Bahan kering dihitung sebagai selisih antara
100% dengan persentase kadar air suatu bahan pakan yang dipanaskan hingga
ukurannya tetap (Anggorodi, 1994). Kadar air adalah persentase kandungan air suatu
bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry
basis). Metode pengeringan melalui oven sangat memuaskan untuk sebagian besar
makanan, akan tetapi beberapa makanan seperti silase, banyak sekali bahan-bahan atsiri
(bahan yang mudah terbang) yang bisa hilang pada pemanasan tersebut (Winarno,
1997).
Jumlah abu dalam bahan pangan hanya penting untuk menentukan perhitungan
bahan ekstrak tanpa nitrogen (Soejono, 1990). Kandungan abu ditentukan dengan cara
mengabukan atau membakar bahan pakan dalam tanur, pada suhu 400-600oC sampai
semua karbon hilang dari sampel, dengan suhu tinggi ini bahan organik yang ada dalam
bahan pangan akan terbakar dan sisanya merupakan abu yang dianggap mewakili
bagian inorganik makanan. Namun, abu juga mengandung bahan organik seperti sulfur
dan fosfor dari protein, dan beberapa bahan yang mudah terbang seperti natrium,
klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan hilang selama pembakaran. Kandungan abu
dengan demikian tidaklah sepenuhnya mewakili bahan inorganik pada makanan baik
secara kualitatif maupun secara kuantitatif (Anggorodi, 1994).
Kandungan lemak suatu bahan pangan dapat ditentukan dengan metode soxhlet,
yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (Soejono, 1990). Lemak yang
didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain mengandung lemak
sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin), asam organik, alkohol, dan
pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak tidak sepenuhnya benar
(Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan lemak dilakukan dengan larutan heksan
sebagai pelarut. Fungsi dari n heksan adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk
melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari kuning menjadi jernih (Mahmudi,
1997)
Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan
produktivitas. Jumlah protein dalam pangan ditentukan dengan kandungan nitrogen
bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25 diperoleh dengan
asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan analisis proksimat untuk
protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang digunakan. Pertama, dianggap
bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein, kenyataannya tidak semua
nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa kadar nitrogen protein 16%, tetapi
kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu 16% (Soejono, 1990). Menurut Siregar
(1994) senyawa-senyawa non protein nitrogen dapat diubah menjadi protein oleh
mikrobia, sehingga kandungan protein pakan dapat meningkat dari kadar awalnya.
Pengujian proksimat pernah dilakukan oleh Awolu (2017) dengan bahan
pengujian tepung komposit yang terdiri dari gandum, Cocoyam (Colocasia esculenta)
dan bambara groundnt (Vigna subterranea). Pengujian proksimat yang dlakukan dengan
metode Association of Official Analytical Chemists (OAOC, 1995) untuk menentukan
presentase kadar air, protein, serat kasar, lemak dan karbohidrat. Hasil dari penelitian
didapatkan bahwa tepung komposit memiliki kandungan protein dan serat yang baik.
Gandum pada tepung komposit berkontribusi sebagai penyumbang protein yang tinggi,
sedangkan Cocoyam berkontribusi terhadap kualitas kadar abu. Secara umum tepung
komposit ini memiliki sifat proksimat yang baik.
F. HIPOTESIS
Pada Penelitian ini diduga terdapat tingkat kesukaan tertinggi pada cookies jagung
kuning dibandingkan dengan cookies dari tepung terigu (Control) serta terdapat
perbedaan nyata kadar β-karoten dari setiap cookies.
II. METODE PENELITIAN
A. Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung jagung kuning, dengan
bahan tambahan tepung pati jagung, susu skim, margarin, gula halus, kuning telur,
vanili, dan tepung terigu (sebagai control). Bahan pembantu lainnya adalah bahan
kimia, antara lain asam sulfat (H2SO4), katalisator natrium sulfat (Na2SO4), natrium
hidroksida (NaOH), asam klorida (HCl), asam borat (H3BO3), n-heksana, indikator
BCG+MR dan indikator PP.
B. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian yaitu Oven, serangkaian alat titrasi, vortex, neraca,
erlenmeyer, penangas air, spektrofotometer, serta perlatan untuk membuat cookies
seperti mixer, solet, baskom, loyang, dan cetakan.
C. Jalan Penelitian
Penelitian dimulai dari perumusan masalah dan tujuan, studi pustaka, pembuatan
cookies, pengujian kesukaan, pengolahan data dengan SPSS (Uji Anova), pengujian
proksimat dan betakaroten cookies terpilih, pengolahan data dengan SPSS (Uji Anova),
pembahasan, dan di dapatkan kesimpulan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.
Tahap penelitian.
Margarin (50 g)
gula halus 35 g, vanili, 0,5 g, susu skim 15 g kuning telur 20 g tepung jagung : pati jagung (100 g: 0 g, 85 g : 15 g, 70 g : 30 g, 55 g : 45 g) Cookies control (100 g Tepung terigu)
Cookies
Gambar 3. Tahap Penelitian
Mixing sampai lembut
Pencampuran
Pencampuran
Pengadukan sampai kalis
Pencetakan
Pengovenan suhu 150oC
selama 10 menit
Analisis β-karoten Uji Kesukaan
Analisis Proksimat
cookies yang paling
disukai panelis
1. Kadar Air
2. Kadar Abu
3. Kadar Protein
4. Kadar Lemak
5. Kadar Karbohidrat
D. Analisa yang dilakukan
1. Pembuatan cookies tepung jagung dengan substitusi pati jagung
Penelitian ini menghasilkan empat cookies dengan bahan yang digunakan yaitu
jagung kuning (100%, 85%, 70%, 55%), tepung pati jagung (0%, 15%, 30%, dan
45%) dari total tepung. Bahan tambahan yang digunakan yaitu margarin sebanyak
50% dari total tepung, gula halus sebanyak 35% dari total tepung, susu skim 15%
dari total tepung, dan kuning telur satu butir (20 g). Tambahkan pula vanili untuk
menambah aroma.Untuk perbedaan komposisi masing-masing cookies dapat dilihat
pada tabel 3.
Tabel 3. Perbedaan komposisi cookies
Bahan Cookies 1 (g) Cookies 2 (g) Cookies 3 (g) Cookies 4 (g)
Tepung jagung 100 85 70 55
Pati jagung 0 15 30 45
Margarin 50 50 50 50
Gula halus 35 35 35 35
Kuning telur 20 20 20 20
Susu skim 15 15 15 15
Vanili 0,5 0,5 0,5 0,5
Pembuatan cookies dilakukan dengan cara mempersiapkan bahan-bahan yang telah
dijelaskan diatas. Cara yang pertama yaitu mixing margarin sampai lembut dan
warnanya menjadi sedikit lebih cerah. Kedua tambahkan gula halus, susu skim, dan
vanili kemudian campur dengan mixer hingga rata. Ketiga masukkan kuning telur
dan mixer dengan kecepatan ringan. Selanjutnya masukkan tepung jagung kuning
dan tepung pati jagung kemudian aduk dengan sepatula hingga kalis. Jika sudah
kalis, maka adonan siap untuk dicetak. Cetak adonan hingga berbetuk bulat pipih,
dan tata dalam loyang. Siapkan oven dengan suhu 150oC, jika sudah 150oC
masukkan loyang beserta isinya ke dalam oven selama 10 menit. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 4 tentang proses pembuatan cookies jagung
kuning.
Margarin (50 g)
gula halus 35 g, vanili, 0,5 g, susu skim 15 g kuning telur 20 g tepung jagung : pati jagung (100 g: 0 g, 85 g : 15 g, 70 g : 30 g, 55 g : 45 g)
Cookies Jagung Kuning
Gambar 4. Proses pembuatan cookies jagung kuning
Mixing sampai lembut
Pencampuran
Pencampuran
Pengadukan sampai kalis
Pencetakan
Pengovenan suhu 150oC
selama 10 menit
2. Pembuatan Cookies Control
Cookies control dibuat dengan bahan utama tepung terigu. Cookies ini digunakan
sebagai pembanding dari cookies jagung kuning. Bahan tambahan yang digunakan
sama dengan pembuatan cookies jagung kuning, hanya saja tidak menggunakan
tepung pati jagung. Proses pembuatannya sama dengan pembuatan cookies jagung
kuning hanya berbeda bahan utama yang digunakan, untuk lebih jelasnya proses
pembuatan cookies control dapat dilihat pada gambar 5.
Margarin (50 g)
gula halus 35 g, vanili 0,5 g, susu skim 15 g. kuning telur 20 g tepung terigu 100 g
Cookies control
Gambar 5. Proses pembuatan cookies control
Mixing sampai lembut
Pencampuran
Pencampuran
Pengadukan sampai kalis
Pencetakan
Pengovenan suhu 150oC
selama 10 menit
3. Uji kesukaan pada cookies
Uji kesukaan ini dilakukan dengan pengisian kuesioner yang akan diberikan kepada
panelis. Kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner tertutup, sehingga panelis
akan memilih jawaban yang telah disediakan. Jumlah panelis yang dibutuhkan
minimal 30 panelis. Uji kesukaan dilakukan dengan menggunakan kuesioner, isi
kuesioner lebih jelas dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Kuesioner uji kesukaan Cookies
UJI KESUKAAN
Nama :
Usia :
Jenis kelamin : L/P
Pekerjaan :
Tanggal/TTD :
Petunjuk : Saudara diminta untuk menilai sampel berdasarkan tingkat
kesukaan saudara. Nilailah intensitas kesukaan dengan dengan menggunakan
angka kesukaan sebagai berikut :
1 = Sangat tidak suka
2 = Tidak suka
3 = Netral
4 = Suka
5 = Sangat Suka
Atribut mutu Kode sampel
135 246 357 468 579
Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
Keseluruhan
Keterangan :
4. Analisis proksimat cookies terpilih
Analisis proksimat meliputi
a. Uji kadar air (Thermogravimetri)
b. Uji kadar abu (Pengabuan Langsung)
c. Uji kadar protein (Kjeldahl)
d. Uji kadar lemak (Soxhlet)
e. Uji kadar karbohidrat (By difference)
5. Analisis kadar β-karoten
Pengukuran kadar beta karoten pada cookies jagung kuning dilakukan dengan
menggunakan spektroskopi UV-Vis.
E. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan dilakukan dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Faktorial, dengan menggunakan dua faktor yaitu jenis tepung dan konsentrasi tepung
jagung kuning dengan pati jagung (100%:0%, 85%:15%, 70%:30%, 55%:45%)
F. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada Bulan April - Juni 2017 bertempat di Laboratorium
Inkubator Agroindustri Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.