Identitas Tempat dalam Materi Stand Up Comedy tentang Bekasi
Candra Eko Mawarid1, Hafid Setiadi1, dan Widyawati1 1Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Bekasi merupakan kota yang tumbuh karena adanya aktivitas kota Jakarta. Awalnya Bekasi berbasis agraris kemudian berubah menjadi modern. Banyak cara orang Bekasi mengungkapkan pandangannya terhadap suatu tempat, salah satunya dengan stand up comedy. Melalui seni komedi orang dapat menyalurkan perasaan, keresahan, kegelisahan, kecintaan, dan berbagai macam perasaan lainnya secara jujur karena tiap manusia memiliki sense of place. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui identitas tempat berdasarkan materi stand up comedy tentang Bekasi. Penelitian ini berjenis kualitatif menggunakan metode hermeneutika Paul Ricouer. Berdasarkan keresahan comic yang menjadi narasumber, mereka menggambarkan Bekasi sebagai wilayah yang kurang maju jika dibandingkan Jakarta. Hal ini terjadi karena Bekasi merupakan bagian “pinggiran” dari Jakarta dan para comic yang menjadi narasumber adalah mereka yang dibesarkan di Bekasi, mengikuti perkembangan Bekasi, dan menganalogikannya dengan perubahan yang terjadi di Jakarta. Tempat-tempat yang disebutkan dalam materi komedi adalah tempat yang memiliki perspektif sosial bagi comic. Comic lebih banyak memberikan makna berkonotasi negatif sebagai identitas tempat tentang Bekasi dan identitas tersebut banyak menggunakan kiasan “jauh”, “norak”, dan kondisi perdesaan.
Place Identity in Stand Up Comedy Material about Bekasi
Abstract
Bekasi is a city that is growing due to Jakarta’s activities. Initially, Bekasi is an agrarian based town that changed into a modern city. People of Bekasi can express their opinion about Bekasi in many ways and one of them is a stand-up comedy. Through the art of comedy people can convey honestly about their worries, anxiety, love, and many other feelings. The reason is every human being has a sense of place of a place they’ve known well. The purpose of this study is to figure Bekasi’s identity of place based on stand-up comedy materials about Bekasi. This study uses qualitative research methods and hermeneutic Paul Ricouer methods. Based on the restlessness of the comics, they describe Bekasi is not great as other places, especially Jakarta. This thing happened because Bekasi is a part of Jakarta’s suburban area and the comics are they who grew up in Bekasi, following the development of Bekasi, and compare with the changes that happened in Jakarta. Places that mentioned in comedy material is a place that has a social perspective for comics. The comics often used negative connotation words as Bekasi’s place identity and those words are “unreachably far”, “naff”, and “rural condition”.
Keywords : stand up comedy, sense of place, identity, place, Bekasi
1. Pendahuluan Bekasi merupakan kota yang dibangun dari luberan (overspill) aktivitas kota Jakarta.
Awalnya Bekasi merupakan wilayah yang berbasis agraris kemudian berkembang kegiatan
industri pada tahun 1970-an sehingga Bekasi memiliki indetitas ganda sebagai wilayah yang
tadinya agraris kemudian berubah menjadi wilayah yang modern tetapi masih melekat unsur-
unsur tradisinya (Setiawan, 2003). Identitas ganda tersebut tidak lepas dari peran kota Jakarta.
Walaupun Jakarta dan Bekasi berbeda namun teritori ruang tidak selalu dibangun dari kondisi
fisik saja, namun juga kehidupan manusianya (Bonnemaison, 2005). Kehidupan manusia
penghuni kota tidak hanya menarik sebagai bahan penelitian namun juga menarik sebagai
objek ekspresi para pelaku kegiatan kesenian.
Ada berbagai cara masyarakat mengekspresikan pandangannya terhadap kotanya, salah
satunya adalah dengan puisi. Salah satu bagian dalam buku “Cities Full of Symbol: A Theory
of Urban Space and Culture” (Nas, 2011) adalah artikel berjudul “Jakarta through Poetry”.
Artikel tersebut mengungkapkan kondisi dan fenomena kota Jakarta berdasarkan puisi para
penyair seperti Taufiq Ismail dan WS Rendra. Ada juga “The poetic geography of words, a
nocturnal map of Paris” (Sioli, 2011), yakni sebuah artikel jurnal ilmiah yang
mengungkapkan sisi geografis dan kemampuan spasial yang ditangkap kemudian
diekspresikan melalui bahasa sastra yakni puisi. Contoh tersebut menunjukkan bahwa sebuah
ruang atau tempat mampu direkam secara emosional dan diceritakan kembali dalam bentuk
sastra oleh manusia.
Salah satu kesenian yang sedang berkembang di Indonesia adalah stand up comedy. Sejak
tahun 2011 stand up comedy mulai muncul di televisi seperti Metro TV dan Kompas TV
(Putranto, 2012). Stand Up Comedy adalah seni komedi yang dilakukan oleh satu orang yang
menceritakan kisah lucu atau lelucon (Mintz, 1985). Orang yang melakukan stand up comedy
disebut comic (Papana, 2012). Materi komedi yang dibawakan dalam stand up comedy berasal
dari kegelisahan dan keresahan para comic dan disampaikan secara jujur, meliputi emosi, dan
secara gamblang atau eksplisit (Helitzer, 2005).
Berbagai pandangan dapat comic tampilkan salah satunya adalah pandangan mengenai tempat
atau lingkungannya. Hal ini terjadi karena setiap manusia memiliki sense of place. Menurut
Anderson (2010) sense of place terdiri atas rasa emosi, pengalaman, dan keterikatan
seseorang dengan suatu tempat. Kaitan antara manusia dengan tempat termasuk dalam
geografi manusia, karena Yi Fu Tuan dalam Hubbard (2004) mengatakan bahwa geografi
manusia adalah studi dari hubungan dan kaitan manusia dengan lingkungan. Maka materi
stand up comedy yang berkaitan dengan suatu tempat adalah bentuk nyata dari sense of place
seseorang yang diekpresikan melalui suatu karya seni.
Peneliti meyakini ada sebuah identitas yang dapat dibongkar dari pemaknaan karya sastra.
Alasan memilih materi stand up comedy karena mengandung kejujuran didalamnya. Ada
pengalaman terhadap suatu lokasi dan ada penilaian terhadap suatu wilayah tertentu yang
dilontarkan dalam materi komedi. Pada penelitian ini, peneliti memilih materi stand up
comedy mengenai Bekasi dan disampaikan oleh comic yang memiliki hubungan dengan
wilayah Bekasi. Dari hasil interpretasi materi stand up comedy peneliti dapat memperoleh
identitas tempat-tempat yang ada di Bekasi. Sang comic pun juga dipilih yang memiliki
hubungan dengan wilayah Bekasi sehingga dari hasil interpretasi oleh peneliti dapat diperoleh
identitas tempat – tempat yang ada di Bekasi.
2. Tinjauan Teoritis
2.1 Identitas Tempat
Identitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah produk kultural. Identitas memiliki kaitan
yang erat dengan pelaku dan tempat dimana pelaku dan identitas tersebut berada. Tempat atau
place didasarkan pada interaksi antar manusia, kondisi fisik, dan segala aktivitas yang terjadi
pada tempat tersebut menurut Ruback dalam Ernawati (2011). Tempat juga diartikan sebagai
suatu ruang yang memiliki makna tertentu bagi penghuni atau penggunanya (Ernawati, 2011).
Hubungan antara seseorang dengan lingkungan fisik yang ada di sekitarnya tergantung pada
pengalaman yang pernah dialami oleh orang tersebut. Dengan hubungan seperti ini suatu
lingkungan mendapatkan nilai identitasnya dalam perspektif sosial, emosional, dan tindakan
seseorang (Lalli, 1992).
Fisher dalam Ernawati (2011) menjelaskan bahwa identitas tempat atau place identity
memiliki arti bagaimana lingkungan lokal (yang memiliki unsur geografis, tradisi budaya, dan
sebagainya yang merupakan kearifan lokal) dapat memengaruhi hidup kita. Twigger-Ross &
Uzzell dalam Ermawati (2011) mengemukakan dua bentuk kontinuitas identitas dalam
hubungannya dengan lingkungan, yaitu:
• the ”place-referent continuity”, yaitu apabila tempat (place) bertindak sebagai acuan
dan tindakan masa lalu sehingga menghasilkan hubungan antara identitas masa lalu
dengan identitas masa kini.
• the ”place-congruent continuity”, yaitu ketidakserasian antara lingkungan dan
keinginan serta nilai-nilai masyarakat setempat.
2.2 Sense of Place
Sense of place adalah sebuah rasa peka atau perasaan seseorang terhadap suatu tempat.
Anderson (2010) menjelaskan “Sense of place refers to the emotional, experiential and
affective traces that tie humans into particular environments”. Jadi ada tiga yang
memengaruhi sense of place seseorang, yakni emosi, pengalaman, dan sebuah ikatan afektif
yang mengikat seseorang terhadap suatu lingkungan. Soja dalam Arentsen mengemukakan
bahwa seseorang memiliki tiga kemampuan utama dan memengaruhi hidupnya, yakni
historcality, sociality, dan yang paling penting menurut Soja adalah spatiality.
Dalam geografi manusia, Yi-Fu Tuan memberikan istilah topophilia untuk menggambarkan
pandangan, emosi, sikap, serta pengalaman seseorang terhadap suatu tempat. Topophilia
adalah sebuah ikatan afektif atau ikatan perasaan antara orang dengan suatu tempat (Tuan,
1990). Menurut Yi-Fu Tuan (1990) peran indra manusia dalam mengenali dan memberikan
kesan terhadap suatu tempat sangat besar yakni indra penglihatan, tangan dan rasa sentuhan,
pendengaran, dan penciuman. Yi-Fu Tuan dalam Jhonston (2009) juga menjelaskan dua
istilah dalam menggambarkan emosi manusia dalam memaknai suatu tempat, yakni
topophilia dan topophobia.
• Topophilia menjelaskan sebuah kecintaan manusia terhadap sebuah tempat, adanya seuatu
ikatan diantara manusia dengan tempat tersebut, contohnya adalah tempat lahir dan
tumbuhnya seseorang sampai dewasa.
• Topophobia menjelaskan kebalikan dari topopholia, yakni sebuah ketakutan akan sebuah
tempat, contohnya sebuah tempat yang membuat manusia takut dan merasa horor pada
tempat tersebut atau suatu tempat yang membuat seseorang merasa terancam oleh sesuatu.
2.3 Stand Up Comedy
Komedi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti sandiwara ringan yang penuh dengan
kelucuan meskipun kadang-kadang kelucuan itu bersifat menyindir dan berakhir dengan
bahagia. Menurut Professor Lawrence Mintz (1985) “A strict, limiting definition of standup
comedy would describe an encounter between a single, standing performer behaving
comically and/or saying funny things directly to an audience, unsupported by very much in
the way of costume, prop, setting, or dramatic vehicle”. Intinya adalah seni komedi yang
dibawakan satu orang dengan posisi berdiri menggunakan microphone di hadapan penonton
membawakan serangkaian cerita lucu, lelucon (joke), “one liner” atau humor satu kalimat,
atau anekdot yang biasa disebut “bits” agar penonton tertawa (Schwarz, 2010). Orang yang
membawakan komedi ini biasa disebut sebagai comic.
Seorang comic harus menggunakan materinya sendiri dalam pertunjukkannya. Orisinalitas
dalam stand up comedy sangat penting, apabila seorang comic sengaja menggunakan materi
comic lain dalam pertunjukkannya maka hal itu tergolong tindak plagiarisme (Sjöbohm,
2008). Materi stand up comedy yang baik dan sempurna berangkat dari kejujuran, emosional,
dan eksplisit (Heritzel, 2005). Kejujuran penting dalam menciptakan materi stand up comedy,
dikutip dari Heritzel (2005) seorang penulis skenario Lany Gelbart mengatakan “Most good
jokes state a bitter truth” begitupun seorang komedian internasional George Bernard Shaw
mengatakan “My way of joking is to tell the truth. It is the funniest joke in the world”.
Di Indonesia belakangan ini stand up comedy berkembang cukup cepat, walaupun masih
terhitung baru. Saat ini banyak komunitas stand up comedy yang ada di kota-kota besar.
Sebenarnya komedi tipe ini sudah ada beberapa dekade yang lalu, sekitar tahun 1980-an.
Generasi pertama stand up comedy di Indonesia belum seindividual dan sekompetitif
sekarang, masih cenderung stage comedian dan radio comedian (Radio Prambors 102.3 FM),
baru belakangan merambah layar kaca. Contoh komedian yang paling dikenal masyarakat
adalah kelompok lawak Warkop DKI, yang terdiri dari Dono (Wahjoe Sardono, 1951–2001),
Kasino (Kasino Hadiwibowo, 1950-1997), dan Indro (Indrodjojo Kusumonegoro). Generasi
kedua (sekitar 1995 – 2006) dipelopori oleh Taufik Savalas (1966–2007), yang terkenal fasih
menyampaikan joke telling dan tebak-tebakan lucu di atas panggung. Generasi pertama dan
kedua ini, meskipun belum bisa dikatakan memenuhi syarat-syarat stand up comedy
kontemporer secara penuh, tetapi sudah bisa dianggap sebagai perintis stand up comedy di
Indonesia (Putranto, 2012).
2.4 Makna Kata dan Metafora
Makna menurut Blanke dalam Amelia (2009) merupakan relasi antara hubungan sistemis dan
tidak sistemis. Yang dimaksud dengan sistemis adalah unsur bahasa, sedangkan yang
dimaksud tidak sistemis adalah unsur dari luar bahasa. Pengertian metafora menurut kamus
linguistik Lewandowski dalam Amelia (2009) adalah pengalihan makna atas dasar kesamaan
bentuk, fungsi, dan kegunaan. Pengalihan makna tersebut merupakan wujud dari
perbandingan dua hal secara implisit. Lalu berdasarkan kamus Duden dalam Amelia (2009)
metafora adalah ungkapan bahasa yang digunakan dalam bahasa lain yang berbentuk
penggambaran. Majas termasuk dalam gaya bahasa walaupun sudah sering dianggap sebagai
sinonim gaya bahasa (Zaimar, 2002). Kaitan Metafora dengan majas adalah metafora sering
dianggap sebagai majas yang terpenting, bahkan beberapa pakar linguistik mengelompokkan
beberapa majas lain ke dalam metafora. Bila dilihat dari pembentukannya, banyak majas lain
yang dapat dikelompokkan ke dalam metafora. Sehingga banyak pakar yang menganggap
metafora sebagai “ratu”nya majas (Zaimar, 2002).
3. Metode Penelitian
Penelitian ini memiliki pendekatan kualitatif menggunakan metode hermeneutika untuk
menafsirkan materi stand up comedy ke dalam konsep geografi. Hermeneutika adalah ilmu
penafsiran terhadap suatu teks yang merupakan karya manusia bisa berupa tulisan, laporan,
buku, atau pun karya sastra (Iwan S, 2008). Data dalam penelitian ini adalah audiovisual yang
kemudian ditranskripsikan menjadi teks. Pengambilan dan pemilihan data menggunakan teori
purposive sampling. Materi komedi diperoleh dari comic yang menjadi narasumber. Materi
komedi yang dipilih adalah yang berkaitan tentang Bekasi. Comic yang dipilih adalah yang
memiliki kaitan dengan Bekasi. Materi komedi tersebut ditranskripsikan dalam bentuk teks.
Maka digunakanlah metode hermeneutika sebagai landasan untuk menafsirkan materi
komedi. Peneliti menggunakan metode hermeneutika Paul Ricouer karena Ricouer
mempunyai gagasan bahwa teks dapat berdiri sendiri tanpa harus dilibatkan kembali si
pengarang, waktu penyampaian, atau para pembacanya (Wahid BS, 2006) tapi yang paling
menentukan dari metode hermeneutika Paul Ricouer adalah penafsir (Iwan S, 2008). Hal ini
dijelaskan dalam bagan berikut.
Gambar 3.1. Metodologi Pengkajian Hermeneutika P.Ricouer Menurut Iwan S (2008).
Berdasarkan bagan tersebut maka peneliti menerapkannya ke dalam penelitian ini. Berikut
adalah bagan metode hermeneutika P.Ricouer menurut Iwan (2008) yang telah diaplikasikan
sesuai penelitian ini.
Gambar 2. Aplikasi Bagan Metode Hermeneutika P. Ricouer Menurut Iwan (2008)
Berdasarkan metode tersebut, berbagai macam ilmu dapat ikut serta menafsirkan suatu teks
termasuk geografi. Melalui sudut pandang geografi, materi komedi tentang Bekasi dapat
ditafsirkan secara geografi lalu diperoleh makna yang membentuk atau menggambarkan
identitas Bekasi.
Sebelum memilih narasumber, peneliti mendatangi dan memperoleh saran dari komunitas
stand up comedy Bekasi (Stand Up Indo Bekasi) untuk mewawancarai comic yang sesuai
dengan kriteria penelitian. Data audiovisual yang diperoleh berasal dari wawancara,
penampilan comic baik di televisi, dokumentasi pementasan, ataupun dokumentasi di internet.
Setelah data tersebut ditransnkripsi dilakukanlah pembongkaran makna dalam penyebutan dan
penggambaran Bekasi dalam materi komedi. Bekasi dalam penelitian ini tidak dibataskan
secara administrasi. Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi dianggap sebagai wilayah Bekasi
dalam penelitian ini. Berikut adalah alur pikir yang digunakan dalam penelitian ini.
Gambar 3. Diagram Alur Pikir Penelitian
Peran interpreter atau penafsir dalam hal ini peneliti sangat penting. Yakni memaknai kalimat
atau teks tersebut menggunakan sudut pandang geografi (spasial). Lalu pemaknaan lokasi
tersebut diartikan ke dalam peta berupa titik lokasi, wilayah, ataupun garis. Kemudian dengan
menggunakan konteks geografi, peneliti akan membandingkan lokasi atau wilayah yang
ditujukan tersebut dengan peta penggunaan tanah ataupun dengan peta administratif dan peta
jaringan jalan. Pemaknaan dari lokasi menggunakan “site and situation”. Unsur historikal
juga termasuk ke dalam perbandingannya, apakah lokasi yang dimaknai sudah sesuai dengan
keadaan realitas yang ada atau ada perubahan atau malah berbeda sama sekali. Banyaknya
comic yang menyebutkan suatu lokasi juga akan menjadi pertimbangan tersendiri dalam
penilaian identitas lokasi tersebut. Lalu dapat diperoleh identitas tempat berdasarkan materi
stand up comedy di Bekasi.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Sejarah Bekasi
Wilayah Bekasi sudah ada sejak jaman kerajaan Tarumanegara dan kerajaan Mataram. Pada
jaman penjajahan Belanda, Bekasi termasuk wilayah Regentschap Meester Cornelis. Pada
tahun 1950 setelah Indonesia merdeka, Kabupaten Bekasi diresmikan pemerintah waktu itu.
Pada tahun 1982 didirikan kota administratif Bekasi sebagai ibukota kabupaten. Seiring
berkembangnya Bekasi yang makin modern pada tahun 1997 diresmikan Kota Bekasi sebagai
pemekaran dari Kabupaten Bekasi. Kegiatan industri di Bekasi dimulai pada jaman
pemerintahan orde baru seiring berkembangnya aktivitas di Jakarta. Walaupun budaya agraris
sudah banyak ditinggalkan oleh warga Bekasi yang makin modern, masih ada tradisi-tradisi
dan kebudayaan yang melekat di warga Bekasi (Setiawan, 2003).
Gambar 4. Batas Administrasi Kota dan Kabupaten Bekasi tahun 2006
4.3 Bekasi Dulu
“ Dulu tuh, gue di Bekasi tuh mau buah aja udah tinggal metik, apalagi mau ikan tinggal mancing, mau boker juga tinggal jongkok di kali. Multitasking juga bisa, sambil metik buah sambil jongkok sambil mancing di bawah sambil boker gitu ya.” (Wawancara dengan Ence Bagus, 23 April 2013)
Dalam materi komedi tersebut, pengaruh pengalaman Ence Bagus memilih yang kuat dalam
membentuk materi tersebut. Kata-kata seperti ”metik”,”mancing”, dan ”jongkok” adalah kata
kerja yang mewakili bahwa kondisi Bekasi ketika Ence kecil adalah tempat yang masih
banyak memiliki kebun dan rawa. Tidak seperti sekarang, banyak bangunan yang
menggantikan kebun dan rawa di Bekasi. Begitupun dengan pekembangan penduduk di
Bekasi yang terus bertambah. Hal ini dapat nampak dari pertumbuhan permukiman atau
rumah yang ada di Bekasi. Bekasi yang sebelumnya hanya memiliki kebun dan rawa, sampai-
sampai terkesan horor atau menyeramkan, sekarang menjadi wilayah yang cukup modern dan
mengikuti perkembangan Jakarta. Penjelasan ini diperoleh dari materi komedi Ence yang
lainnya.
“ Dari dulu tuh sebutnya tuh Bekasi ini, tempat jin buang anak. Sampai sekarang jadi tempat jin bikin anak kali ya. Saking ramenya gitu.” (Wawancara dengan Ence Bagus, 23 April 2013)
4.4 Bekasih Jauh
“ Kata temen gue Bekasi itu jauh, saking jauhnya Bekasi itu udah deket sama akhirat. Kata mereka kalau mau ke akhirat tinggal ke Bekasi naik ojek bayar goceng. Sakit hati gue. Padahal tujuh ribu! Bukan goceng, gue udah pernah cobain.“ (Andi Wijaya dalam Open Mic 2 Stand Up UI, 28 September 2012) Kata “akhirat” pada materi komedi milik Andi Wijaya menunjukkan bahwa seolah-olah
Bekasi adalah sebuah wilayah yang sangat jauh. Masuk ke pemahaman jauh-dekat tentu
berkaitan dengan jarak antara satu lokasi dengan lokasi yang lain. Sesuai dengan penuturan
Andi Wijaya pada wawancara bahwa cerita tersebut berasal dari pengalaman dirinya ketika
teman-temannya yang berasal dari Jakarta bercanda dengan meledek Bekasi. Berdasarkan
pengalaman tersebut bisa disimpulkan bahwa jauh pada materi tersebut berarti jauh dari
Jakarta. Jauhnya Bekasi bisa diartikan jauh secara jarak, walaupun lokasinya bersebalahan
secara administrasi tetapi kedua wilayah sama-sama memiliki luas wilayah yang tidak kecil.
Dapat juga diartikan bahwa konsep jauh bukan lagi untuk mewakili jarak yang jauh, tetapi
untuk waktu tempuh karena fenomena sosial yang lumrah terjadi di Jabodetabek, yakni macet.
Bahkan perjalanan haji bagi umat muslim juga disandingkan dengan perjalanan orang Bekasi
menuju Ancol di Jakarta Utara karena Bekasi dianggap seolah-olah adalah sebuah wilayah
yang sangat jauh.
“ Terus ada yang bilang katanya, kalau di Islam itu. Eeee. Di Islam itu ada rukun Islam. Itu ada naik haji bila mampu. Kalau orang Bekasi mah enggak. Ke Ancol bila mampu!“ (Wawancara dengan Andi Wijaya, 14 April 2013)
4.5 Anak Bekasi
“ Gua biarpun, biarpun gua orang Bekasi ya. SMP gue itu di Tebet men. Elit. Gue paling norak. Temen – temen gua lihat ikan di Seaworld, gua lihat ikan di got aja teriak gua. Wuih Sepat! Sepat! Sepat! ” (Hernawan Yoga, Stand Up Comedy on Weekend Metro TV, 8 Desember 2012)
Anak Bekasi yang dimaksud adalah orang yang tinggal dan hidup di Bekasi. Dalam materi
tersebut, Yoga menyatakan bahwa anak Bekasi memiliki ciri khas “norak” sesuai dengan
pengalamannya. Ada pula materi yang menganggap bahwa Bekasi itu kampungan dan norak
dari segi fenomena sosial yang lain.
“ Gue itu baru tau bandara itu pas kuliah, soalnya gue gak pernah main ke bandara. Mau ngapain lagi? Orang gue naik AC 05 aja mabuk apalagi ke bandara naik pesawat.” (Wawancara dengan Hernawan Yoga, 14 April 2013)
Dalam materi tersebut dapat diambil makna bahwa orang Bekasi cukup terlambat dalam hal
kemajuan teknologi. Jika wilayah Bekasi terlambat maka ada wilayah yang tidak terlambat,
yakni Jakarta. Sebagai pusat kegiatan, Jakarta selalu menjadi magnet dan menjadi tolak ukur
Bekasi. Penggunaan kisah naik bus AC 05 dalam materi komedi milik Yoga tersebut
menandakan bahwa orang Bekasi lebih sering naik bus daripada naik pesawat, itupun sering
mabuk perjalanan. Ditambah lokasi bandara yang cukup jauh dari Bekasi. selain norak, ada
pula materi yang mengisahkan tentang warga asli Bekasi.
“ Orang Bekasi, gue udah 14 tahun di Bekasi. Tetangga gue itu kasar-kasar banget sama anaknya. Kalo manggil anaknya gini: Tong! Kelayaban bae lo! Dasar bocah setan! Kasar banget. Untung nyokap gua asli Jawa, jadi kalo manggil gua gak sekasar itu. (logat Jawa) Yog, pulang Yog. Udah maghrib, dasar bocah setan. “ (Hernawan Yoga, Stand Up Comedy on Weekend Metro TV, 8 Desember 2012)
Dalam materi komedi tersebut yang dianggap kasar adalah logat bicara orang Betawi. Orang
Betawi yang tinggal di Bekasi memang berbeda dengan orang Betawi di Jakarta. Dari segi
bahasa Betawi Bekasi mulai tercampur bahasa Sunda. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Setiawan (2003) bahwa etnis di Bekasi adalah etnis Melayu yang lebih dekat kepada etnis
Betawi di Jakarta, sedangkan etnis Sunda mengikuti perkembangan budaya Sunda di Jawa
Barat. Dalam berbahasa etnis Melayu memakai bahasa khas Melayu–Bekasi, sedangkan etnis
Sunda memakai bahasa Sunda ragam kasar-sedang.
4.6 Pasar Jatiasih
“Pasar Jatiasih tuh ada. Disitu emang masih ada tuh ibu-ibu yang norak. Sekarang udah ada dompet, nah ini ibu-ibu naro duit di beha, Lah ngapain itu kan? Oh mungkin buat ini, buat nge-cek duit palsu apa kagak dia kan namanya juga tukang jualan. Kagak punya mesin cek duit palsu disini. Kalau duitnya palsu, dikeluarin gambar pahlawannya jadi senyum.” (Wawancara dengan Yoga, 14 April 2013)
Bagian setup pada bit tersebut memiliki asumsi dijaman yang modern sekarang masih ada
ibu-ibu pedagang di pasar yang tidak menggunakan dompet. Diberi punch atas asumsi saat ini
seluruh pedagang mempunyai alat deteksi uang palsu sehingga Yoga menilai bahwa ibu-ibu
yang menyimpan uang di bagian bajunya adalah salah satu cara untuk mendeteksi apakah
uang tersebut palsu atau asli. Kalimat utama punch terletak pada bentuk imajinasi berupa
gambar pahlawan pada uang kertas yang akan berubah bentuk menjadi “tersenyum” ketika
disimpan dengan cara “norak” yang dilakukan oleh ibu-ibu pedagang di Pasar Jatiasih. Sifat
norak yang dimaksud Yoga pada bit ini adalah masih adanya orang Bekasi yang
mempertahankan tradisi lama walaupun sudah ada teknologi, dalam hal ini adalah teknologi
dompet sebagai tempat penyimpan uang.
Pasar Jatiasih merupakan salah satu pasar tradisional yang terletak di Kecamatan Jatiasih,
Kota Bekasi. Berdasarkan data dari Dinas Perekonomian Rakyat Kota Bekasi dalam Bekasi
Dalam Angka 2013 Pasar Jatiasih memiliki 335 kios, 130 los, dan 165 PKL. Masih adanya
pedagang kaki lima di Pasar Jatiasih menciptakan suasana yang mengesankan masih
berantakan. Di Pasar Jatiasih juga tidak memiliki ruko maupun counter sehingga belum ada
kesan modern di pasar tersebut. Lokasinya yang berupa pasar tradisional mendukung terhadap
kebiasaan orang untuk menyimpan uang bukan didompet. Adanya bentuk kebiasaan lama ini
yang masih dilakukan masyarakat turut mendukung penelitian Setiawan (2003) sebagai bukti
mengenai identitas ganda dari masyarakat Bekasi.
4.7 Bantargebang
“ Terus kata temen gue juga ya. Kata temen gue kalau ke Bekasi, kalau naik mobil nih, mau tahu udah nyampe apa enggak, gampang. Tutup mata aja. Nanti kalau jalannya udah gradakan berarti sampe. Parah banget! Padahal Bekasi itu udah diaspal semuanya. Iya. Yang bener itu kalau ke Bekasi naik mobil mau tahu udah sampe apa belum, buka aja jendelanya. Kalau udah bau sampah berarti udah sampai, di Bantargebang. “ (Andi Wijaya dalam Open Mic 2 Stand Up UI, 28 September 2012)
Materi komedi tersebut menjelaskan tentang kondisi fisik di Bekasi. Setup terletak pada
kalimat yang menyampaikan asumsi bahwa jalanan Bekasi ‘gradakan’ yang bermakna jalan
rusak, jalan tidak rata, atau belum diaspal secara rapi. Punch terletak pada bagian kalimat
yang mengandung ‘bau sampah’ karena asumsi orang akan mengira Andi Wijaya akan
mengungkapkan sesuatu yang tidak mengejek tetapi justru dia sendiri yang mengejek tempat
tinggalnya sendiri yaitu Bekasi.
Di Bekasi terdapat TPA atau Tempat Pembuangan Akhir sampah dan limbah yang berasal
dari Jakarta maupun Bekasi. Terdapat dua tempat pembuangan, yakni TPA Sumur Batu dan
TPST atau Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantar Gebang. Tempat pembuangan
tersebut terdapat di Kecamatan Bantargebang. Pada tahun 2008 TPST Bantar Gebang masih
bernama TPA Bantar Gebang. Adanya TPA di Bantargebang menjadikan nama Bantargebang
identik dan terkenal dengan TPA dan sampah. Lokasinya yang berada di dalam wilayah
Bekasi juga turut menjadikan Bekasi identik dengan Bantar Gebang yang identik dengan
sampah karena TPST Bantar Gebang menjadi penampung sampah yang berasal dari DKI
Jakarta. Sesuai dengan penuturan Andi Wijaya adanya bau sampah dapat ditemukan dekat
dengan pintu tol Barat Bekasi.
4.8 Galaksi dan Bulan Bulan
“ Lo kalau pacaran sama anak Bekasi aja. Karena anak Bekasi tuh enggak pernah bohong. Kalau cowo lain misalkan bilang ngegombal: ‘Akan kuberikan bintang kepadamu.‘ Emang beneran? Kan enggak. Tapi kalau cowo Bekasi beneran. ‘ Akan ku ajak jalan-jalan engkau, keliling Galaksi.’ Beneran ada Galaksi itu. Terus ‘Ayo sekarang kita ke Bulan’ Ada lagi daerah namanya Bulan Bulan.” (Wawancara dengan Andi Wijaya, 14 April 2013)
Penggunaan nama tempat pada materi komedi tersebut dipelesetkan menjadi sebuah kalimat
kiasan untuk merayu pasangan wanita. Setup terletak pada kalimat bahwa anak Bekasi tidak
pernah berbohong dan laki-laki dari luar Bekasi hanya bisa memberi kiasan pada wanita tanpa
bisa mewujudkannya. Lelaki Bekasi tentu akan dapat mengajak pasangannya menuju Galaksi
atau pun Bulan. Yang dimaksud ‘Galaksi’ dan ‘Bulan’ bukan pada pengertian benda-benda di
langit melainkan nama tempat di wilayah Bekasi, asumsi tersebut merupakan punch dari
materi komedi Andi Wijaya.
Nama ‘galaksi’ di Bekasi adalah sebuah nama perumahan yang berada di Bekasi. Ada yang
memiliki nama Taman Galaksi, Grand Galaxy City, Galaxy Residence, dan lainnya yang
mengandung nama “galaksi” bertempat di Kota Bekasi. Galaksi sesuai KBBI berarti tata
surya dan kabut-kabut yang biasanya terdiri atas beratus-ratus biliun bintang dan banyak
sekali kabut. Kiasan untuk mengelilingi galaksi hanyalah ungkapan untuk merayu wanita
karena tidak mungkin seorang manusia biasa bisa mengelilingi galaksi. Ternyata kata galaksi
digunakan sebagai nama perumahan di Bekasi dan telah menjadi nama tempat di Bekasi maka
secara tidak langsung nama tempat “galaksi” akan merujuk ke suatu lokasi di Bekasi.
Kata “bulan” hampir sering digunakan pria sebagai kata-kata romantis dalam merayu
pasangan wanita. Bulan yang dimaksud memiliki arti menurut KBBI benda langit yang
mengitari bumi dan bersinar pada malam hari karena pentulan sinar matahari. Ternyata di
Bekasi ada satu tempat yang memiliki nama yaitu Bulan Bulan. Seperti halnya “galaksi” tentu
sulit seorang manusia untuk mencapai bulan tetapi tentu akan mudah untuk mencapai Bulan
Bulan di Bekasi. Lokasi Bulan Bulan sendiri terletak di Jalan Ir. H. Juanda wilayahnya di
sekitar Stasiun Kereta Api Bekasi. Tidak jauh dari stasiun terdapat halte bus yang bernama
Halte Bulan Bulan.
4.9 Tambun - Jati Bening - Rawa Panjang
“ Ada juga yang namanya Tambun. Jadi kalau lu naik angkot ya ke daerah ini tuh lucu karena keneknya akan bilang misalkan. Kalau di daerah lain misalkan di Blok M kan orang bilang ‘Yang Blok M! Yang Blok M!’ yang Blok M turun. Nah kalau di Tambun enggak. Bilangnya, ‘Yang Tambun! Yang Tambun!‘ terus yang tambun-tambun berarti yang gendut-gendut. Ada lagi Jati Bening. Ini beneran, beneran true story. Kalau lo naik AC 05 lah dari Blok M gitu. Begitu sampe Jati Bening keneknya akan bilang ‘Yang Bening! Yang Bening!‘ gitu. Jadi yang turun tuh yang bening-bening aja. Yang buluk-buluk nggak boleh turun. Dan ini beneran juga. Di Rawa Panjang, itu keneknya akan bilang ‘Yang Panjang! Yang
Panjang!’ gitu. Jadi yang turun yang panjang-panjang. Gak tau apa yang panjang.” (Wawancara dengan Andi Wijaya, 14 April 2013)
Yang menjadi pemicu dari bit tersebut adalah pengalaman dengan kondektur pada bus AC 05.
Bus AC 05 yang dimaksud adalah bus umum Mayasari Bakti AC 05 Bekasi yang memiliki
rute perjalanan dari terminal Blok M menuju terminal Bekasi dan sebaliknya. Penumpang
yang ingin menuju Jatibening dapat turun di pintu Tol Jatibening. Penumpang yang ingin
menuju Tambun dapat turun setelah bus keluar pintu Tol Timur atau lebih tepatnya di Jalan Ir.
H. Juanda dan Jalan H. Mulyadi Joyomartono karena merupakan akses jalan menuju wilayah
Tambun. Untuk penumpang yang akan turun di Rawa Panjang dapat turun di Jalan Cut
Meutia. Rawa Panjang sendiri adalah wilayah persimpangan 4 jalan antara Jalan Cut Meutia,
Jalan RA Kartini, Jalan Siliwangi, dan Jalan Jenderal Ahmad Yani. Selain menjadi nama
tempat, kata Tambun menurut KBBI memiliki arti gemuk atau berisi untuk tubuh. Tambun
sebagai nama tempat merupakan nama dua kecamatan di Kabupaten Bekasi yakni Kecamatan
Tambun Selatan dan Tambun Utara. Nama Tambun juga digunakan untuk nama sebuah desa
sebagai salah satu desa di Tambun Selatan. Lokasi Tambun berbatasan langsung dengan Kota
Bekasi dan berdekatan dengan pintu tol sehingga memiliki kases yang mudah menuju Jakarta
dan sekitarnya.
Selanjutnya adalah kata ‘bening’ yang diartikan sesuai pengertian KBBI yakni bersih dan
berkilau. Kata ‘bening’ yang diucapkan kondektur adalah ‘bening’ dari potongan kata
Jatibening. Jatibening adalah nama kelurahan di Kota Bekasi tepatnya di Kecamatan Pondok
Gede. Selain nama kelurahan, Jatibening lebih terkenal sebagai salah satu nama gerbang atau
pintu Tol Jakarta-Cikampek di wilayah Kota Bekasi. Nama resmi dari pintu Tol Jatibening
adalah Pintu Tol Pondok Gede Timur, tetapi karena pintu tol tersebut adalah akses langsung
dari tol menuju Jati Bening dan berada di wilayah Jati Bening maka disebut sebagai pintu tol
Jati Bening. Pintu Tol Jatibening sudah menjadi tempat naik turun penumpang dari dan ke
Bekasi, terutama yang tinggal di Kota Bekasi. Di pintu tol inilah kondektur bus Mayasari
Bakti AC 05 akan mengingatkan para penumpang yang hendak turun di pintu Tol Jatibening
dengan cukup mengucapkan kata ‘yang bening’ saja tanpa kata ‘jati’. Sehingga pengucapan
‘bening’ tanpa ‘jati’ oleh kondektur ini dimaknai Andi Wijaya bukan sebagai bening nama
tempat melainkan penumpang yang memiliki penampilan ‘bening’ atau bersih atau kemilau
atau jika yang dimaksud adalah penumpang wanita maka ‘bening’ berarti cantik.
Rawa Panjang merupakan nama tempat yang biasa disebut warga untuk sebuah perempatan.
Persimpangan empat jalan yang dapat menghubungkan antara Bekasi dengan Cileungsi.
Secara administratif perempatan Rawa Panjang termasuk daerah Kecamatan Rawa Lumbu di
Kota Bekasi. Andi Wijaya sebagai pemilik bit tersebut memang tinggal di Rawa Lumbu. Kata
‘panjang’ pada Rawa Panjang mengartikan nama perempatan tersebut, sedangkan ‘panjang’
yang dalam materi komedi diartikan lain. Kata ‘panjang’ digunakan untuk blue material. Blue
material adalah materi komedi yang menggunakan bahan atau kata berkonotasi seks,
scatological, dan umpatan (Papana, 2012). Ketika kondektur mengucapkan “ yang Panjang “
yang dimaksud adalah bagi yang hendak menuju Rawa Panjang tetapi Andi Wijaya
mengambil makna yang berkonotasi seks dari kata ‘panjang’.
4.10 Kalimalang
“ Makanya gini ya, kalo gue jadi pemimpin Bekasi itu Kalimalang yang airnya butek. Ya kan? Airnya butek item ntar gue bikin bening. Sebening paha artis sinetron, artis sinetron Didier Drogba. Di Kalimalang gua bikin wahana keluarga. Gua kasih bebek-bebekan. Jet ski. Kalau perlu kapal Titanic. Kan gampang kalau mau ke Cawang. “ (Stand Up Comedy Metro TV-Bintang Timur, 22 Januari 2013)
Materi komedi di atas memiliki setup pada bagian yang mengatakan bahwa Kalimalang
mempunyai air yang keruh. Ketika Bintang mengatakan ingin merubah air Kalimalang
menjadi bening seperti paha artis sinetron yang dimaksud adalah ‘bening’bukan hanya untuk
air yang jernih tetapi juga untuk penampilan bersih dan cantik. Lalu semua pengertian itu
dipatahkan oleh bagian yang menyatakan ternyata artis sinetron tersebut adalah Didier Drogba
yakni salah satu pemain bola asal Eropa yang berkulit hitam dan terakhir bergabung bersama
klub bola Chelsea seperti yang dikutip dari situs resmi Didier Drogba www.didierdrogba.com.
Bagian pematahan asumsi tersebut adalah punch dari materi komedi diatas.
Kalimalang adalah salah satu sungai buatan yang mengalir melewati Bekasi. Sejajar dengan
Kalimalang terdapat jalan yang menghubungkan antara Bekasi dengan Jakarta yaitu Jalan
Raya Kalimalang dan Jalan KH Noer Ali. Sebagai salah satu akses antara Jakarta dan Bekasi
maka jalan ini banyak digunakan para penglaju untuk memenuhi kebutuhan mobilitasnya.
Sebagai salah satu akses yang penting maka tumbuhlah berbagai kegiatan ekonomi di
sepanjang jalan tersebut selain permukiman terdapat juga beberapa jenis tempat
perekonomian mulai dari yang besar seperti Mall Metropolitan atau ukuran sedang seperti
Taman Kuliner Kalimalang. Banyak juga ruko-ruko yang berdiri baik untuk kegiatan bisnis
atau untuk pusat perkantoran. Permukiman yang berada di sekitar Kalimalang pun beragam,
mulai dari permukiman tidak teratur sampai dengan permukiman mewah seperti real estate
atau cluster.
Sebagai tempat yang selalu dilalui oleh banyak orang dan salah satunya adalah Bintang maka
kondisi yang terlihat memengaruhi penilaian orang terhadap Kalimalang. Kondisinya yang
memiliki air keruh dan permukaan airnya yang hampir nampak sejajar dengan ketinggian
jalan bisa saja membuat orang jenuh. Terlebih jika kondisi jalan sedang macet dan
disuguhkan pemandangan Kalimalang yang keruh dan terdapat sampah. Membuat Bintang
berandai jika Kalimalang dapat digunakan sebagai jalur transportasi air maka akan sangat
mudah menuju tujuannya, contohnya Cawang.
4.11 GOR Bekasi
“ Di Bekasi ya, jam 2 malem itu cewe-cewenya beuuuuhh........laki semua. Gak ada gua.....gua jam 3.” (Stand Up Comedy Metro TV Bintang Timur, 2013)
Bit tersebut lahir dari pengalaman dan pengamatan Bintang di wilayah sekitar Bekasi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bintang dia memiliki hobi jalan-jalan pada malam hari
sendiri dengan motor ke beberapa wilayah Bekasi. Jalan-jalan malam tersebut menghasilkan
sebuah observasi tesendiri bagi Bintang. Bintang menyaksikan sendiri ada tempat-tempat
prostitusi yang berbeda-beda di wilayah Bekasi.
Dari hasil wawancara dengan Bintang diketahui bahwa lokasi yang dimaksud dari bit tersebut
adalah GOR Bekasi. GOR Bekasi berada di Jalan Jenderal Ahmad Yani. Kegiatan porstitusi
ini memberikan sebuah kesan yang jauh berbeda dari fungsi gelanggang olahraga. Tidak ada
kaitan antara gelanggang olahraga dengan prostitusi tetapi dalam hal ini gelanggang olahraga
justru digunakan sebagai tempat bisnis seks. Lokasinya yang berada di pinggir jalan utama
sehingga lokasi tersebut jadi strategis untuk dicapai oleh pelanggannya, hal ini dibuktikan
dengan adanya tempat-tempat kegiatan perekonomian lainnya. GOR hanya difungsikan pada
jam-jam beraktivitas dari pagi sampai malam hari. Ketika dini hari barulah kegiatan prostitusi
dimulai. Kegiatan inilah yang Bintang lihat ketika Bintang berjalan-jalan dini hari dan ciri
yang terlihat di GOR tersebut adalah para pelakunya adalah pria berpenampilan dan
berperilaku seperti wanita, atau disebut ‘banci’. Kata “banci” inilah yang menjadi kata kunci
dari bit milik Bintang walaupun tidak disebut secara langsung. Kesan yang muncul ketika
mengingat GOR Bekasi khususnya pada malam hari adalah ‘banci’.
4.12 Identitas Tempat di Bekasi Dalam Komedi
Identitas tempat adalah ciri khas khusus yang muncul dari suatu lokasi. Identitas tempat dapat
terbentuk dari kondisi fisik, kondisi sosial, sejarah, tradisi budaya (manusia), dan berbagai
The image part with relationship ID rId11 was not found in the file.
kearifan lokal didalamnya. Hubungan manusia dengan suatu tempat berdasarkan
pengalamannya dapat menciptakan suatu identitas bagi lingkungannya. Dari seluruh
narasumber muncul beberapa identitas tempat berdasarkan materi stand up comedy. Pasar
Jatiasih memiliki identitas sikap norak karena faktor pengalaman comic bertemu dengan
pedagang di Pasar Jatiasih yang memiliki kebiasaan tradisional. Selain kebiasaan pedagang,
Pasar Jatiasih masih berstatus pasar tradisional dengan kondisi yang mendukung statusnya.
Identitas norak ini juga sesuai dengan identitas “kampungan” orang Bekasi yang diceritakan
pada bagian Anak Bekasi.
Berbeda dengan Pasar Jatiasih, Bantargebang memiliki identitas bau sampah karena faktor
pengalaman comic yang bertemu truk sampah yang membawa sampah menuju Bantargebang.
Selain faktor pengalaman, faktor fisik juga menentukan identitas Bantargebang dengan
adanya Tempat Pembuangan Akhir atau Tempat Pembuangan Sampah Terpadu sehingga
identitas bau menempel pada Bantargebang. Pada kasus ini identitas Bantargebang dibentuk
dari kondisi fisik.
Dalam materi komedi tentang kondektur bus Mayasari Blok M- Bekasi AC 05 disebutkan tiga
tempat yakni Tambun, Jati Bening, dan Rawa Panjang. Tambun memiliki identitas sebagai
lokasi turun penumpang yang berbadan gemuk. Jati Bening memiliki identitas sebagai lokasi
turun penumpang yang berwajah cantik. Rawa Panjang memiliki identitas sebagai lokasi
turun penumpang yang berkonotasi negatif dan mengarah kepada hal seks. Identitas bagi
ketiga tempat tersebut dikarenakan faktor pengalaman comic yang memerhatikan kondektur
bus. Ternyata identitas tempat tidak hanya dibentuk dari kondisi fisik dan keadaan sosial saja,
tetapi juga dapat dibentuk dari pemaknaan nama tempat. Tambun, Jati Bening, dan Rawa
Panjang diartikan secara harfiah lalu dikatikan dengan peristiwa sosial yang terjadi di tempat
tersebut maka terciptalah identitas ketiga tempat tersebut.
Tidak jauh berbeda dengan materi sebelumnya, Galaksi dan Bulan Bulan identitasnya juga
dibentuk berdasarkan pengertian harfiah nama tempatnya. Galaksi dan Bulan Bulan memiliki
identitas sebagai tempat yang romantis karena comic menggunakannya untuk merayu wanita.
Padahal kondisi fisik Galaksi dan Bulan Bulan tidak menunjukkan sebagai tempat yang
romantis, Galaksi adalah nama perumahan dan Bulan Bulan adalah nama tempat di dekat
Stasiun Kereta Bekasi dan gedung pemerintahan Kota Bekasi. Nama Bulan Bulan justru
berasal dari peristiwa sejarah pada jaman kemerdekaan. Hal ini bertentangan dengan identitas
yang diberikan comic yakni sebagai tempat yang romantis. Dengan ini Galaksi dan Bulan
Bulan memberikan contoh bahwa identitas tempat tidak hanya berasal dari kondisi sosial yang
terjadi di tempat tersebut, tetapi juga dapat berasal dari pemaknaan seseorang terhadap tempat
tersebut.
Pemberian identitas tempat berdasarkan kondisi sosial juga berlaku pada Gelanggang
Olahraga Bekasi atau GOR Bekasi. Sebagai olahraga, GOR Bekasi tentu berfungsi sebagai
sarana dan fasilitas berolahraga, tetapi GOR Bekasi dalam materi stand up comedy memiliki
identitas sebagai tempat prostitusi banci karena faktor pengalaman comic yang hobi
berkeliling Bekasi pada malam hari dan memerhatikan lokasi-lokasi prostitusi yang ada di
Bekasi. Berdasarkan hobinya tersebut comic menemukan bahwa GOR Bekasi pada waktu dini
hari digunakan sebagai tempat prostitusi para pria yang berpenampilan seperti wanita, yakni
disebut banci. Hal ini memberikan contoh bahwa identitas tempat dapat dibentuk karena
kondisi sosial pada waktu-waktu tertentu.
Berbeda dengan Kalimalang, dari segi kondisi fisik Kalimalang adalah sebuah sungai dengan
kondisi air yang keruh dan kotor. Berdasarkan kondisi sosial yang ada, Kalimalang juga
dianggap sebagai tempat yang macet, sehingga identitas yang dimiliki Kalimalang adalah
tempat yang keruh, kotor, dan macet. Identitas keruh, kotor, dan macet tersebut diperoleh
berdasarkan pengalaman comic yang pernah melalui akses Kalimalang. Dalam materi ini,
tidak ada kaitan antara nama sungai “Kalimalang” dengan identitas yang diberikan, walaupun
terdapat kata “malang” pada kata “Kalimalang” yang dapat diartikan sebagai keadaan yang
susah atau sial.
Dari berbagai materi stand up comedy baik yang membicarakan Bekasi secara
keseluruhan atau membicarakan tempat – tempat tertentu di Bekasi, nampak bahwa identitas
tempat bagi Bekasi lebih banyak dikaitkan dengan Jakarta. Sebagai bentuk keresahan, comic
menempatkan Bekasi sebagai wilayah yang kurang maju jika dibandingkan Jakarta. Hal ini
terjadi karena Bekasi merupakan bagian “pinggiran” dari Jakarta dan para comic yang
menjadi narasumber adalah mereka yang dibesarkan di Bekasi, mengikuti perkembangan
Bekasi, dan menganalogikannya dengan perubahan yang terjadi di Jakarta.
5. Kesimpulan
• Nama tempat yang paling banyak disebutkan sebagai materi stand up comedy adalah
yang lebih banyak terkait dengan pengalaman pribadi comic, yakni yang memiliki
perspektif sosial.
• Makna tempat yang diberikan comic dikembangkan berdasarkan pilihan kata dan
intonasi yang digunakan oleh comic. Comic lebih banyak memberikan makna tempat
yang berkonotasi negatif.
• Identitas tempat tentang Bekasi lebih banyak dikaitkan dengan Jakarta dan
digambarkan dengan kiasan “jauh”, “norak”, dan kondisi perdesaan.
Daftar Referensi
Amelia S, Ayu. 2009. Metafora dalam Album Cinta Tahun 1970-an dan Tahun 2000-an.
Depok. Universitas Indonesia.
Anderson, Jhon. 2010. Understanding Cultural Geography: Places And Traces. New York:
Routledge.
Bonnemaison, J. 2005. Culture and Space: Conceiving a New cultural Geography. I.B. Tauris
& Co Ltd.
Didierdrogba.com. “Chelsea Football Club”. Diakses pada 27 Mei 2014 pukul 09.00 WIB.
http://www.didierdrogba.com/en /biographie/chelsea.asp.
Ernawati, Jenny. 2011. Faktor – Faktor Pembentuk Identitas Suatu Tempat. Journal of Local
Wisdom, 2, 1-9.
Helitzer, Melvin. 2005. Comedy Writing Secrets. Ohio: Writer's Digest Books.
Hubbard P., Kitchin R. & Valentine G. 2004. Key Thinkers on Space and Place, London:
Sage Publications Limited.
Iwan S, Acep. 2008. Hermeneutika, Sebuah Cara Untuk Memahami Teks. Jurnal
Sosioteknologi. 13. 376-382.
Johnston, R., Gregory, D., Pratt, G. & Watts, M. 2009. The Dictionary of Human Geography.
Oxford: Blackwell Publishing Limited.
Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Jaringan. www.bahasa.kemdiknas.go.id
Lalli, Marco. 1992. Urban-Related Identity: Theory, Measurement, and Empirical Findings.
Journal of Environmental Psychology, 12, 285-303.
Mintz, Laurence. 1985. “Standup comedy as social and cultural mediation” in American
Quaternarly, Vol. 37, No. 1, Special Issue: American Humor. (Spring, 1985), pp. 71-80. The
Johns Hopkins.
Nas, Peter J.M. 2011. Cities Full of Symbols (A Theory of Urban Space and Culture).
Amsterdarm: Leiden University Press.
Papana, Ramon. 2012. Kitab Suci: Kiat Tahap Awal Belajar Stand Up Comedy Indonesia.
Jakarta: Mediakita.
Putranto, Hendar. 2012. Humor sebagai Pengalaman Estetis Penerapannya dalam Studi Kasus
Stand-up comedy Indonesia (SUCI). Jurnal Ilmu Desain dan Seni Ultimart, 5, 19-33.
Schwarz, Jeanine. 2010. Linguistic Aspects of Verbal Humor in Stand-up comedy. Saarlouis:
Universität des Saarlandes.
Setiawan, Anwar. 2003. Identitas Ganda Bekasi “Suatu Transformasi dari Masyarakat
Tradisional Menuju Masyarakat Modern”. Tesis. Depok. Universitas Indonesia.
Sioli, Angeliki. 2012. The poetic geography of words, a nocturnal map of Paris. Montreal.
McGill University.
Sjöbohm, Juan. 2008. Stand-up comedy Around The World: Americanisation And The Role Of
Globalised Media. Vårtermin. Malmö University.
Tuan, Yi-Fu. 1990. Topophilia: A Study Of Environmental Perception, Attitudes, and Values.
New York: Columbia University Press.
Wahid BS, Abdul. 2006. Hermeneutika sebagai Sistem Interpretasi Paul Ricoeur dalam
Memahami Teks-Teks Seni. Jurnal IMAJI FBS UNY, 4, 210-221.
Zaimar, Okke KS. 2002. Majas dan Pembentuknya. Jurnal Makara, Sosial Humaniora, 6, 45-
57.