Download - Hasil pemeriksaan
2.5 Hasil Pemeriksaan Lab Klinik
2.5.1 Pemeriksaan
A. Pemeriksaan mikroskopik langsung
Walaupun kemajuan-kemajuan terakhir dalam imunodiagnostik, pemeriksaan dengan
miksroskop cahaya masih berperan sentral dalam diagnosis dini penyakit infeksi.
Pemeriksaan dengan mikroskop memberiksan bukti langsung tercepat adanya infkesi
dan mempengeruhi pengambilan keputusan oleh dokter selama tahap-tahap awal
penanganan pasien (Ronald. 2004).
Pemeriksaan dengan langsung dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya
adalah dengan pewarnaan, atau pengecatan, diantaranya adalah:
1. Pewarnaan gram
Pemeriksaan apusan yang diwarnai oleh gram masih merupakan pemeriksaan
mikroskopik yang paling banyak diminta dilaboratorium mikrobiologi klinik.
Alasan keberhsailan metode ini adalah bahwa mikroorganisme yang tidak
diwarnai lebih mudah di kenali dari pada mikroorganisme yang tidak diwarnai,
dan bakteri terwarnai berbeda-beda berdasarkan perbedan struktural dinding
selnya. Bakteri gram-positif memiliki dinding sel yang tebal terwarnai ungu,
sedangkan bakteri gram- negatif yang memiliki dingin sel yang relatif tipis,
dilapisi oleh membran luar yang mengandung lipopolisakarida, terwarnai merah
(Ronald. 2004).
2. Pewarnaan oranye akridin
Pewarnaa ini memiliki warna yang kontras, zat wana oranye akridin diserap oleh
mikroorganisme dan sel utuh dan molekul-molekul zat warna terselip di dalam
untai ganda DNA, zat ini mengeluarkan fluoresensi oranye terang yang mudah
dilihat dibawah mikroskop cahaya. Tekhnik ini lebih sensitif darai pewarnaan
gram. Ia dapat mendeteksi organisme yang 5 sampai sepuluh kali lebih sedikit dari
gram, apusan positifnya masih dapat diwarnai dengan pewarnaan gram. Dengan
cara ini dokter dapat tahu reaksi gram bakteri apabila diperlukan (Ronald. 2004).
3. Pewarnaan tahan asam
Beberapa mikroorganisme tahan asam seperti Mycobacterium spp., Nacordia spp.,
Isopora dll dapat di deteksi dengan pewarnaan tahan asam, beberapa metode
pewarnaan tahan asam adalah pewarnaan ziehl-neelsen, pewarnaan kinyoun,
pewarnaan fluorokrom, tahan asam modifikasi. Secara umum, pewarnaan ini
memiliki konsep atau metode yang sama, yaitu: pembuatan apusan yang tipis,
pengeringan udara, dan fiksasi dengan panas, apusan dialiri zat pewarna primer
penetratif, didekolorsasi dengan suatu reagen yang mengandung asam mineral
kuat, dan diberi warna tandingan dengan zat warna ke-dua (Ronald. 2004).
4. Preprat Kalium Hidroksida
Penggunaannya jika terdpat spesimen yang jumlahnya sedikit seperti kerokan
kuku dari pasien dengan infeksi jamur dermatofit tidakcocok diwarnai dengan
gram, rambut, kulit dsb. Spesimen-spesimen ini dapat dijernihkan dengan
menggunakan (KOH) 10 % atau 20 %, tanpa mempengarhui morfologi jamur.
Spesimen diletakkan dalam setetes KOH di atas kaca objek, ditutup dengan kaca
penutup, dan setelah 5 menit, diperiksa dengan menggunakan mikroskop di bawah
pencahayaan yang rendah. Pemanasan rinfan preparat arau pendiaman yang lebih
lama dalam KOH akan menjernihkan spesimen-spesimen yang tebal. Pemeriksaan
kerokan kulit yang diberi KOH harus dilakukan dengan hati-hati untuk
menghindari kesalah pahaman membedakan elemen jamur denganbidang batas
sel. Beberapa ahli mikologi menambahkan zat warna seperti putih kalkofluor atau
tinta ke KOH untuk mempertajam kontras antara elemen jamur dan latar belakang
(Ronald. 2004).
B. Pembiakan atau Kultur
Karakteristik mikroorganisme dapat dipelajari dengan baik jika kita memiliki biakan
murni (kultur murni). Biakan murni merupakan suatu kultur yang terdiri dari satu
macam mikroorganisme. Untuk memperoleh kultur murni, kita harus dapat
menumbuhkan mikroorganisme di laboratorium. Untuk kebutuhan tersebut harus
tersedia nutrisi dan keadaan lingkungan yang mendukung pertumbuhannya. Hal ini
juga penting untuk mencegah masuknya organisme lain ke dalam kultur, seperti
organisme yang tidak diinginkan yang disebut kontaminan, yang terdapat dimana-
mana. Teknik mikrobiologi yang tepat diperlukan untuk menghindari kontaminan.
Sekali kultur murni diperoleh, selanjutnya kita dapat menggunakannya untuk meneliti
sifat biokimia, fisiologi, genetika, dan karakteristiknya (Kusnadi, 2012).
1. Medium Biakan
Mikroorganisme dapat dibiakan dalam air yang sudah ditambah dengan nutrien
yang sesuai. Medium biakan adalah larutan encer yang mengandung nutrien
penting, yang menyediakan kebutuhan bagi sel mikroba supaya dapat tumbuh dan
menghasilkan banyak sel yang serupa. Di samping sumber energi berupa senyawa
organik dan anorganik atau cahaya, medium biakan harus memiliki sumber
karbon, nitrogen dan nutrien penting lainnya. Medium biakan dapat disiapkan
dalam keadaan cair maupun gel (semi padat). Dari cair dapat diubah menjadi
padat dengan penambahan agar. Medium biakan yang mengandung agar dapat
disimpan dalam bentuk lempeng pada cawan Petri tertutup, dimana sel mikroba
dapat tumbuh dan membentuk massa yang terlihat sebagai koloni sel. Disamping
itu medium biakan yang mengandung agar dapat pula disimpan dalam tabung
reaksi dengan kemiringan tertentu, dimana sel mikroba dapat tumbuh dengan
memberikan karakteristik pertumbuhan yang khas (Kusnadi, 2012).
2. Konsep Biakan Murni
Medium agar merupakan substrat yang baik untuk memisahkan campuran
mikroba sehingga masing-masing jenis dapat terpisah. Teknik yang sering
digunakan untuk menumbuhkan mikroba pada medium agar diharapkan mikroba
tersebut dapat tumbuh agak berjauhan dari sesamanya, juga setiap selnya
berhimpun membentuk koloni. Koloni merupakan sekelompok masa sel yang
dapat dilihat dengan mata langsung. (gambar 2.1). Semua sel dalam koloni itu
sama; dianggap semua sel itu merupakan keturunan (progeny) satu
mikroorganisme dan karena itu mewakili sebagai biakan murni (Kusnadi, 2012).
3. Postulat Koch
Percobaan Robert Koch dan para peneliti mikrobiologi lainnya di laboratorium
membuktikan bahwa mikroba tertentu menyebabkan timbulnya penyakit tertentu
pula dan hal ini telah menuntun pada kriteria yang mendasari ditariknya
kesimpulan semacam itu. Kriteria ini dikenal dengan postulat Koch, dan menjadi
pedoman tetap yang dipakai dalam mengungkap suatu agen penyebab penyakit
sampai kini. Postulat Koch tersebut adalah (Kusnadi, 2012):
Mikroorganisme tertentu selalu dapat dijumpai berasosiasi dengan penyakit
tertentu
Mikroorganisme itu dapat diisolasi dan ditumbuhkan menjadi biakan murni
di laboratorium
Biakan murni dari mikroorganisme tersebut akan menimbulkan penyakit
yang sama dengan jenis penyakit yang disebabkan sebelumnya, bila
disuntikan pada hewan yang rentan (suseptibel)
Penggunaan prosedur laboratorium memungkinkan diperolehnya kembali
mikroorganisme penyebab penyakit yang disuntikan itu dari hewan yang
sengaja diinfeksi dalam percobaan. Sejak ditemukkanya bahwa jasad renik
merupakan penyebab penyakit tertentu, maka banyak perhatian ditunjukkan
kepada pengembangan cara-cara untuk pencegahan dan pengobatan penyakit
tersebut. Penyebab etiologis (agen kausatif) untuk sebagian besar infeksi
bakteri patogen yang dikenal dewasa kini, seperti antraks, Gonorhoe, demam
tifoid , infeksi luka, TBC, difteri dan kolera, tetanus, meningitis dan
sebagianya telah diketahui penyebabnya dan telah dikembangkan upaya
pencegahanya dengan berbagai cara, misalnya dengan vaksinasi.
C. Tes serologis dan immunesare
Test serologis digunakan untuk menghitung partikel virus dalam hal
mempelajari replikasi virus, penggunaan mikroskop medan terang dan mikroskop
elektron yang memiliki keterbatasan, menghitung virus berdasarkan pada pengaruh
terhadap inang yang diinfeksikan dan untuk menentukan unit virus infectious
maupun unit terkecil yang menyebabkan suatu efek terdeteksi ketika ditempatkan
pada inang yang rentan. Pendekatan perhitungan partikel virus dilakukan dengan
metode (Suryati, 2007):
a. Plaque assay, yaitu menunjukan 2 zona lisis/penghambat pertumbuhan,
untuk mengisolasi virus yang murni (secara genetis identik).
b. Efisiensi plating, yaitu sistem efisiensi pencawanan (virion
menginfeksi sel inang < 100 %) tetapi bukan jumlah virion, misalnya
untuk mengekspresikan konsentrasi suspensi virus (titer) yang akurat PFU
(Plaque Forming Unit).
c. Infektivitas sel inang, yaitu infeksi yang dapat mematikan pada seluruh sel
inang dengan cara; melekukan pengenceran serial (10 x),
menginjeksikan sampel setiap pengenceran terhadap sejumlah hewan yang
sensitif, perbandingan/fraksi hewan yang mati dan hidup pada
setiap pengenceran dibuat dalam bentuk tabulasi dan hasil pengenceran
dihitung 50 % dari seluruh hewan mati (end poin).
D. Metode Molekular
1. Imunofluoresens
Dalam laoratorium mikrobiologi ada dua kategori pemeriksaan deteksi antigen
yang di dasarkan imunofluoresens. Pemeriksaan imunofluoresensi langsung
(DFA), yang antigen antibodinya telah dikonjugasikan dengan zat warna
fluoresens bereaksi, digunakan secara ekslusif untuk mendeteksi antigen.
Pemeriksaan imuno fluoresensi tidak langsung (IFA). Pada pemeriksaan ini
antigen dan antibodi bereaksi, diikuti oleh reaksi dengan konjugat antibodi yang
ditujukan kepada antibodi pertama. Tersedia bermacam DFA untuk deteksi
antigen-antigen mikroba. Diantara DFA yang paling populer adalah pemeriksaan
untuk Chlamydia trachomatis, Legionella spp herpes simplek virus, varisela
zoster virus dll.
Prosedur pemeriksan berupa pembuatan apusan spesimen yang difiksaasi
dengan aseton atau metanol, perendaman apusan dengan konjugat antibodi,
pembilasan spesimen secara cermat untuk menghilangkan konjugat antibodiyang
tidak terikat dan pemeriksaan dibawah mikroskop dengan cahaya ultra violet.
2. Antibodi monoklonal
Bila antigen tertentu dimasukkan ke dalam system imun, semua sel B yang
mengenal banyak epitop pada antigen akan dirangsang dan memproduksi antibodi.
Darah yang diambil, tersebut akan mengandung antibodi yang multiple yang akan
bereaksi dengan setiap epitop. Serum tersebut disebut poliklonal oleh karena
mengandung produk yang berasal dari banyak klon sel B. Memurnikan antibodi
yang diperlukan dari serum tersebut sangatlah sulit. Klon adalah segolongan sel
yang brasal dari satu sel dan karenaya identik secara genetik. Antibodi
monoklonal adalah antibodi yang diproduksi oleh sel-sel yang berasal satu klon
sel. Kloning dapat dilakukan dengan mengencerkan larutan sel sedemikian rupa
sehingga dalam biakan sel diperoleh sumur yang hanya mengandung satu sel
(Suryati, 2007).
Protein mieloma adalah protein /imunoglobin yang dproduksi neoplasma sel
plasma. Tumor ini tumbuh tanpa kontrol dan immunoglobulin tersebut ditemukan
dalam jumlah besar pada pasien dengan mieloma. Bila sel B tunggal menjadi
ganas, semua antibodi adalah identik (Suryati, 2007).
Sel plasma yang diambil dari darah tidak akan tumbuh dalam biakan jaringan dan
akan mati dalam beberapa hari. Sebalkinya sel meiloma akan tumbuh terus
menerus dalam biakan jaringan. Satu sel plasma dan satu sel meiloma dapat
difusikan menjedi satu sel yang disebut hibridoma yang mempunyai sifat dari
kedua sel asalnya dan akan membentuk antibodi monoclonal. Dalam antibodi
monoklonal semua molekulnya adalah identik (Suryati, 2007).
Antibodi monoklonal merupakan bahan standar yang dapat digunakan dalam
laboratorium untuk identifikasi berbagai jenis sel, typing darah dan menegakkan
diagnosis berbagai penyakit. Kemajuan sekarang telah memungkinkan untuk
memproduksi antibody monoclonal manusia melalui rekayasa genetika dalam
jumlah yang besar untuk digunakan dalam terapi berbagai penyakit (Suryati,
2007).
E. Elisa
Enzyme Linket Immuno Sporbent Assay (ELISA) adalah teknik dasar antibodi dalam
menentukan langsung sampel lingkungan. Keuntungan bersama dalam pengumpulan data
menggunakan teknik ELISA adalah sampel lingkungan langsung dapat menggunakan
peralatan yang sesuai ukuran (melewati ukuran yang kecil dapat menghasilkan sesuai standar
yang ditentukan) dan juga dapat memanipulasi dari sampel utama yang tidak menguntungkan
dari teknik kepekaan (Suryati, 2007).
2.5.2 Diagnosa Infeksi Oral
Untuk mendapatkan diiagnosis yang tepat dari infeksi oral akan mengalami beberapa
kesulitan. Beberapa infeksi oral adalah endogen (disebabkan oleh normal flora). Besar dan
kompleksitas dari flora oral berarti bahwa ini dapat memperumit hasil interpretasi. Terutama
jika spesimen didapatkan tidak secara tepat dan terkontaminasi dengan organisme dari flora
normal. Spesimen untuk laboratorium mikrobiologi dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
dari infeksi purulen, spesimen dari oral muksa, dan dapat juga diambil dari periodontal dan
karies gigi (Bagg, 2006).
Pemeriksaan Mikrobiologi
Dua jenis pemeriksan mikrobiologi yang sering dilakukan untuk lesi jaringan lunak
mulut adalah: oral mycological smear dan oral bacteriological smear (Marwati, 2009).
Oral Mycological Smear
Oral mycological smear dilakukan untuk membuktikan adanya infeksi jamur pada lesi
yang ditemukan. Pemeriksaan ini diawali dengan melakukan swab pada mukosa mulut yang
dicurigai, dengan menggunakan cotton swab. Kemudian dengan cotton swab dan spesimen
yang didapat, dilakukan streaking pada permukaan media Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
dalam cawan petri. Setelah itu cawan petri tersebut dimasukkan ke dalam inkubator selama
24 – 48 jam untuk membiakkan jamurnya. Seseudah 48 jam akan tumbuh koloni jamur
berwarna putih- kekuningan (Marwati, 2009).
Gambar1. Koloni Candida yang tumbuh setelah diinkubasi selama 48 jam
Langkah selanjutnya adalah melakukan streaking lagi pada petri lain untuk
mengekstraksi Candida albicans. Setelah tumbuh koloni, lakukan streaking lagi pada agar
yang miskin nutrisi. Dalam agar ini Candida albicans akan membentuk klamidospora. Hasil
akhirnya adalah Candida albicans murni (Marwati, 2009).
Gambar2. Klamidospora terbentuk bila Candida albicans
dibiakkan dalam agar corn-meal
Ada beberapa spesies Candida yang dapat ditemukan pada manusia, yaitu Candida
albicans, Candidastellatoidea, Candida tropicalis, Candida pseudotropicalis, Candida
krusei, Candida parapsilosis, Candida guilliermondii (Marwati, 2009).
Oral Bacteriological Smear
Bahan yang akan diperiksa diambil dari permukaan gigi, kemudian dioleskan di atas
slide spesimen. Kemudian difiksasi di atas nyala api spiritus. Berikutnya dituangi dengan
pewarna carbol fuchsin, dibiarkan 10 menit. Lalu dituangi dengan pewarna methylene blue,
biarkan 10 menit (Marwati, 2009).
Jamur dapat dibudidayakan dengan mudah dari rongga mulut. Spesimen dapat
dikumpulkan dari tempat tertentu pada mukosa mulut dengan apusan. Atau, keberadaan
jamur dapat ditentukan dengan mengumpulkan sebuah bilas oral, di mana pasien membilas
mulut mereka dengan saline steril dan meludah. Bilasan kemudian dapat diinokulasi pada
media selektif untuk jamur. Keuntungan dari bilasan mulut adalah bahwa hal itu juga dapat
diinokulasi pada media untuk isolasi patogen potensial lainnya, misalnya Staphylococcus
aureus dan koliform (Bagg, 2006).
Hal ini juga memberikan hasil semi- kuantitatif. Agar Sabouraud adalah media isolasi
yang paling banyak digunakan untuk jamur , tetapi sebagian besar spesies memiliki
morfologi kolonial yang sama ketika ditanam pada media ini. Hal ini sangat disayangkan,
karena meskipun Candida albicans adalah jamur yang paling umum terisolasi dari mulut,
spesies lain juga sering hadir - dan pasien sering membawa lebih dari satu spesies secara
bersamaan. Hal ini penting, karena itu, untuk menggunakan agar tambahan pada spesies yang
berbeda menghasilkan berbagai jenis koloni, misalnya CHROMagar ® (Gambar 12.10)
(Bagg,2006).
Setelah inkubasi, koloni jamur diambil dari piring utama. Semua yang dikenai uji
tabung kuman (Gambar 12.11 ), yang mengidentifikasi isolat potensial Candida albicans dan
C. dubliniensis dari spp Candida lainnya. Tabung kuman jamur negatif, diidentifikasi
berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut , untuk asimilasi misalnya gula atau tes fermentasi gula.
peralatan komersial juga tersedia untuk identifikasi jamur. Tes sensitivitas antijamur dapat
dilakukan. The repro-ducibility tes ini telah sulit untuk membakukan , dan beberapa metode
laboratorium yang dibutuhkan secara teknis. Namun, surveilans dari resistensi antijamur ,
terutama untuk azoles, menjadi semakin penting (Bagg, 2006).
DAFTAR PUSTAKASacher, Ronald A. dan Richard A. McPherson. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium; Uji fungsi hati. Edisi 11, EGC, Jakarta. 2004, 361 -370.
Ammi, S. M., S. Yanti dan Kusnadi. 2012. Standar Praktik Mikrobiologi. http://www.id.scribd.com/doc/88706929/pembuatan-media-pembiakan mikroba (Diakses pada 10 Januari 2013).
Bagg. J., MacFarlane, T. W., Poxton, I. R., Smith, A. J., 2006, Essentials ofMicrobiology for Dental Students, Oxford University Press, New York, h.238.
Harmayani, E., E.S. Rahayu, T.F. Djaafar,C.A.Sari, dan T.Marwati. 2009. PemanfaatanKultur Pediococcus acidilactici F-11 Penghasil Bakteriosin Sebagai PenggumpalPada Pembuatan Tahu. Jurnal PascapanenVol 6 (1): 10-20.