41
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Rumah Potong Hewan Kota Pekanbaru
Kota Pekanbaru saat ini telah memiliki Rumah Potong Hewan (RPH) sapi
dan kerbau milik Pemerintah Kota Pekanbaru yang terletak di Kelurahan Tuah
Karya Kecamatan Tampan di atas lahan seluas 44.100 m2. Awal pembangunan
RPH dilakukan pada tahun 1999 dan pada tahun 2000 RPH Kota Pekanbaru sudah
mulai beroperasi untuk memenuhi kebutuhan daging di Kota Pekanbaru
khususnya. RPH tersebut dibangun dalam beberapa tahun anggaran sesuai dengan
kemampuan dana APBD Kota Pekanbaru.
Jenis sapi yang paling banyak dipotong adalah jenis Brahman dan
Brahman Cross dengan kisaran umur antara 2-3.5 tahun dengan bobot badan 380-
610 kg. Jumlah pemotongan ternak sekitar 25-30 ekor per hari, sedangkan pada
saat penyambutan hari besar Islam (puasa Ramadhan dan Idul Fitri) terjadi
peningkatan mencapai 35-45 ekor per hari dengan jenis sapi yang disembelih
beragam. Sebagian besar sapi yang dipotong di RPH Kota Pekanbaru berasal dari
Provinsi Lampung yaitu berasal dari PT Agro Giri Perkasa, PT Great Giant
Livestock, PT Sentosa Agrindo dan PT Elders Indonesia serta sebagian kecil
berasal dari Provinsi Jawa Barat yaitu dari PT Kadila Lestari Jaya. Selain itu,
sebagian kecil yang berasal dari Provinsi Riau yakni jenis sapi Bali.
Setiap pemilik ternak yang melakukan penyembelihan di RPH Kota
Pekanbaru diwajibkan membayar biaya retribusi sebesar Rp 35.000,- untuk setiap
pemotongan ternak. Biaya tersebut digunakan untuk pemeriksaan ante-mortem
dan post-mortem sebesar Rp 34.000,-/ekor, sedangkan biaya sewa kandang
sebesar Rp. 1.000,-/ekor/hari. Selain itu, RPH Kota Pekanbaru telah menetapkan
biaya retribusi untuk pemotongan darurat/hari besar agama sebesar Rp. 17.000,-
/ekor, pemeriksaan laboratorium Rp. 50.000,-/ekor, pemakaian ruangan pendingin
Rp. 1.000,-/kg/hari dan transportasi daging ke pasar sebesar Rp. 400,-/kg (Perda
Kota Pekanbaru 2003).
42
Evaluasi Pelaksanaan Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP)
di RPH Kota Pekanbaru
Berdasarkan SNI 01-6159-1999 menyatakan bahwa Rumah Potong Hewan
adalah suatu kompleks bangunan dengan disain dan konstruksi khusus yang
memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta digunakan sebagai tempat
memotong hewan potong selain unggas bagi konsumen masyarakat. Kompleks
RPH harus didukung oleh lokasi dan lingkungan yang sesuai serta dilengkapi
dengan sarana dan prasarana yang memadai. Kompleks RPH terdiri atas bangunan
utama, tempat penurunan ternak, perkandangan, tempat pakan, laboratorium,
kantor administrasi, tempat istirahat karyawan, locker, mushola, kantin, ruang
ganti pakaian, kamar mandi/WC, rumah jaga, gang way, insenerator, tempat
parkir, gardu listrik, menara air, fasilitas pembuangan atau penanganan limbah
serta bangunan utama RPH. Bangunan utama RPH meliputi daerah kotor dan
daerah bersih yang berfungsi untuk memisahkan kegiatan proses produksi
karkas/daging agar tidak terjadi kontaminasi silang yang dapat menurunkan mutu
produk. Selain itu, RPH harus memenuhi persyaratan higiene karyawan,
pengawasan kesehatan masyarakat veteriner, peralatan produksi, kendaraan
pengangkut karkas atau daging, ruang pendinginan atau pembekuan daging dan
persyaratan ruang pengolahan daging.
Kompleks RPH kota Pekanbaru secara umum telah memiliki sarana dan
prasarana yang memadai. Bangunan-bagunan RPH bersifat permanen dan terbuat
dari bahan-bahan yang kuat dengan kondisi yang masih cukup baik. Komplek
RPH kota Pekanbaru terdiri atas bangunan utama, 20 unit kandang ternak, 4 unit
kandang isolasi, 2 unit menara air, 2 buah pos jaga, perumahan kepala RPH,
rumah karyawan dan rumah penjaga, kantor Dokter Hewan, kantin, ruang
workshop, garase, tempat parkir, ruang administrasi, laboratorium, ruang
pertemuan, ruang istirahat karyawan, tempat penurunan ternak, saluran
pembuangan, 11 unit kolam pengolahan limbah, 1 unit ruang mesin serta memiliki
sarana jalan yang cukup luas dan baik. Sarana dan prasarana tersebut belum
seluruhnya sesuai dengan SSOP RPH. Adapun hasil rekapitulasi evaluasi
pelaksanaan SSOP di RPH kota Pekanbaru dapat dilihat pada Tabel 10.
43
Tabel 10 Hasil rekapitulasi evaluasi pelaksanaan SSOP di RPH Kota Pekanbaru
No Parameter Bobot Pengamatan Penilaian NKV
Nilai Ya Tidak MN MY SR KT OK
1 Lokasi dan Lingkungan 2.50 2.50 0.00 1 - - - -
2 Sarana dan Prasarana 2.50 2.50 0.00 2 - - - -
3 Persyaratan Bangunan dan Tata Letak - - - - - - - -
3.1 Komplek RPH 5.80 5.00 0.80 7 2 1 4 -
3.2 Bangunan Utama RPH terdiri atas : - - - - - - - -
A. Daerah Kotor 3.90 1.75 2.15 4 2 - 2 -
B. Daerah Bersih 6.45 1.55 4.90 1 2 3 - -
3.3 Sistem Saluran Pembuangan Limbah Cair 0.75 0.75 0.00 - 3 - - -
3.4 Bangunan utama RPH - - - - - - - -
A. Desain dan Tata Letak Ruangan 2.60 2.10 0.50 1 - 1 - -
B. Lantai 1.50 1.50 0.00 4 - - - -
C. Dinding 1.00 1.00 0.00 1 - - - -
D. Langit-langit 0.30 0.30 0.00 3 - - - -
E. Atap 0.10 0.10 0.00 - - - - -
F. Pintu 0.60 0.45 0.15 2 - - - -
G. Jendela 0.20 0.00 0.20 2 - - - -
H. Ventilasi dan Pengatur Suhu 0.60 0.45 0.15 2 - - - -
I. Penerangan 1.20 1.20 0.00 - - - - -
4 Kantor Administrasi dan Dokter Hewan 2.50 2.50 0.00 - - - - -
5 Tempat Istirahat, Kantin dan Mushola 2.50 1.10 1.40 3 - - - -
6 Tempat locker atau Ruang Ganti Pakaian 2.50 0.00 2.50 6 - - - -
7 Kamar Mandi dan WC 5.00 2.10 2.90 7 2 - - -
8 Sarana Pengolahan Limbah 2.50 2.50 0.00 - - - - -
9 Insenerator 2.50 0.00 2.50 2 - - - -
10 Rumah Jaga 2.50 2.50 0.00 - - - - -
11 Peralatan Produksi 10.00 2.80 7.20 4 2 8 - -
12 Persyaratan Higiene Karyawan RPH 5.00 0.00 5.00 3 3 - - -
13 Pengawasan Kesmavet 5.00 5.00 0.00 2 - - - -
14 Kendaraan Pengangkut Karkas/Daging 10.00 0.00 10.00 1 2 1 2 -
15 Ruang Pembekuan Cepat 5.00 5.00 0.00 - 1 - - -
16 Ruang Penyimpanan Beku 5.00 5.00 0.00 - 5 - - -
17 Ruang Pengolahan Karkas/Daging 5.00 0.00 5.00 - 5 - - -
18 Laboratorium 5.00 5.00 0.00 2 2 - - -
Total Komulatif 100.00 54.65 45.35 57 35 14 8 -
MN = Penyimpangan minor, MY= Penyimpangan mayor, SR= Penyimpangan serius,
KT= Penyimpangan kritis, OK= Tidak ada penyimpangan
Tabel 10 memperlihatkan bahwa pencapaian penerapan SSOP di RPH
Kota Pekanbaru dari delapan belas karakteristik penilaian pengamatan hanya
dapat terpenuhi sebesar 54.65%, sedangkan sekitar 45.35% belum dapat tercapai.
Hasil evaluasi nomor kontrol veteriner (NKV) RPH Kota Pekanbaru memiliki 57
penyimpangan minor, 35 penyimpangan mayor, 14 penyimpangan serius dan 8
penyimpangan kritis.
Penyimpangan minor yang terjadi meliputi lokasi RPH yang mulai padat
dengan perumahan penduduk, belum tersedianya sumber air berkualitas, belum
ada fasilitas air panas untuk menunjang proses produksi, belum tersedia gudang
pakan, belum tersedianya kantin yang memadai dan belum adanya Musholla,
belum ada ruang ganti pakaian, locker, insenerator, belum ada tempat
44
pembuangan sampah yang berpenutup, belum ada jadwal untuk membersihkan
peralatan yang digunakan, belum adanya alas kaki khusus toilet, belum
tersedianya peringatan untuk mencuci tangan, belum tersedianya fasilitas ruang
pembekuan cepat, belum adanya tempat penimbangan dan memandikan ternak,
belum adanya ruang terpisah untuk penanganan kaki dan kepala, disain tempat
pemotongan yang tidak sesuai, kondisi lantai, dinding, langit-langit pada ruang
produksi yang kurang bersih dan terakumulasi kotoran, pintu dan jendela yang
tidak dapat berfungsi sempurna, terdapat peralatan produksi yang mudah korosif
dan tidak adanya pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem yang berkelanjutan
oleh Dokter Hewan. Adapun kondisi bangunan utama RPH Kota Pekanbaru
terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Kondisi bangunan utama RPH Kota Pekanbaru
Penyimpangan mayor yang terdapat di RPH Kota Pekanbaru meliputi
tidak dioperasikannya ruang pendinginan, belum tersedianya ruang pembekuan
daging, ruang pemeriksaan post-mortem, ruang seleksi (grading) dan pelayuan
karkas, kondisi saluran pembuangan tidak tertutup dan kemungkinan kontaminasi
silang pada karkas sangat besar, belum adanya toilet/WC pada ruang kotor atau
ruang bersih, kondisi toilet/ WC yang tidak bersih, belum tersedianya fasilitas
pencuci tangan pada setiap tahapan proses pemotongan, tidak tersedianya sarana
untuk membersihkan dan mendisinfektan peralatan, belum adanya peraturan
sanitasi dan higienis yang diterapkan untuk karyawan maupun pengunjung RPH,
45
tidak tersedianya ruangan untuk penanganan kulit, belum adanya peraturan
sanitasi dan higienis untuk tamu yang berkunjung di RPH, kendaraan pengangkut
karkas/daging tidak dilangkapi dengan mesin pendingin, belum terdapat alat
penggantung karkas, kondisi ruang pembekuan tidak bersih, belum ada ruang
penyimpanan beku, belum ada ruangan khusus untuk pengolahan karkas/daging,
kondisi laboratorium yang tidak bersih dan kondisi tempat cuci tangan yang tidak
terawat. Kondisi yang tidak higiene juga terdapat pada tempat pemotongan ternak
seperti terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Kondisi tempat penyembelihan ternak di RPH Kota Pekanbaru
Penyimpangan serius yang terjadi meliputi tidak tersedianya toilet/WC
pada ruang produksi, tidak adanya tempat pencucian karkas pada daerah bersih,
tidak adanya tempat pengemasan, tempat penyimpanan daging yang tidak
dioperasikan, belum adanya pemisahan secara jelas antara daerah kotor dan
daerah bersih, sarana pencuci tangan pada ruang produksi tidak dapat difungsikan
secara baik, pada bagian pintu masuk ruangan produksi tidak dilengkapi dengan
sarana cuci tangan dan disinfektan, peralatan produksi tidak dalam kondisi bersih,
sarana untuk mencincang karkas terbuat dari kayu yang tidak berada dalam
kondisi bersih, peralatan yang digunakan tidak sesuai dengan alur proses,
peralatan yang sulit dibongkar hanya dibersihkan dengan menyemprot dengan air,
Dokter Hewan tidak dilangkapi dengan peralatan yang memadai, karyawan RPH
46
tidak dilangkapi dengan standar peralatan dan pakaian khusus, kendaraan
pengangkut daging tidak dilengkapi dengan alat pendingin.
Penyimpangan kritis meliputi proses pengulitan, tidak tersedianya ruangan
dan sumber air bersih untuk mencuci karkas, proses pengeluaran jeroan yang tidak
higienis dan tidak adanya tempat penanganan jeroan. Selain itu, penyimpangan
juga terjadi karena tidak adanya tempat pemotongan karkas dan pemisahan daging
dengan tulang, kendaraan alat pengangkut karkas/daging tidak tertutup dan
lapisan dalam bersifat korosif. Gambaran tentang tempat penanganan karkas dan
jeroan sapi di RPH Kota Pekanbaru terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Kondisi tempat penanganan karkas dan jeroan di RPH Kota Pekanbaru
Secara umum penyimpangan minor terjadi karena belum terpenuhi secara
keseluruhan aspek ketersediaan sarana dan prasarana pendukung kegiatan di RPH
serta ketersediaan sumber daya manusia yang memadai sesuai dengan SNI 01-
6159-1999 tentang Rumah Pemotongan Hewan. Departeman Pertanian (2010)
menyatakan bahwa untuk menghasilkan daging yang ASUH maka proses
produksi daging di RPH harus memenuhi persyaratan teknis baik fisik (bangunan
dan peralatan), sumber daya manusia serta prosedur teknis pelaksanannya.
Berdasarkan hasil evaluasi dan pemantauan sebagian besar kondisi RPH di
Indonesia saat ini cukup memprihatinkan dan tidak memenuhi persyaratan,
sehingga perlu penataan RPH melalui upaya relokasi, renovasi ataupun
rehabilitasi RPH.
47
Selain itu, penyimpangan mayor, serius dan kritis terjadi pada aspek
pelaksanaan sanitasi dan higiene tempat produksi, peralatan, personal,
penanganan pasca penyembelihan yang belum sesuai yang akan berhubungan
dengan tingkat cemaran mikroba. Kondisi sanitasi dan higiene pada tempat
produksi, penanganan pasca penyembelihan dan sanitasi personal yang kurang
baik terlihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Kondisi sanitasi tempat produksi dan higiene personal yang kurang
baikdi RPH Kota Pekanbaru
Warris (2000); Soeparno (2005) menyatakan kontaminasi permukaan
karkas/daging terjadi sejak saat penyembelihan ternak sampai daging dikonsumsi.
Sumber kontaminasi di RPH berasal dari tanah, pekerja, isi saluran pencernaan,
air, peralatan yang digunakan serta udara di sekitar RPH. Luning et al. (2003)
menyatakan bahwa jaminan keamanan di RPH diterapkan melalui penerapan
praktik higiene dan sanitasi. Secara umum praktik higiene dan sanitasi pada
pangan mencakup penerapan pada personal, bangunan, peralatan, proses produksi,
penyimpanan dan distribusi.
Peningkatan pencapaian pelaksanaan SSOP RPH Kota Pekanbaru akan
lebih efektif apabila dilakukan beberapa perbaikan seperti:
1. Perbaikan pada kompleks RPH yaitu penyediaan gudang pakan konsentrat
maupun hijauan, penyediaan Mushola, kantin yang memadai, penyediaan
48
locker untuk menyimpan barang-barang pribadi karyawan, penyediaan
ruangan untuk ganti pakaian dan penyediaan unit insenerator serta
penyediaan fasilitas kamar mandai/WC yang bersih dan nyaman, tersedia
tempat pembuangan sampah yang dilengkapi dengan penutup dan
diopersikan dengan menggunakan kaki, tersedia sarana pencuci tangan
disetiap ruangan lengkap dengan fasilitasnya.
2. Perbaikan pada bangunan utama yaitu terpisahnya antara daerah kotor dan
daerah bersih secara jelas. Hal ini sangat penting untuk mengurangi
kontaminasi silang antara proses yang harus dilakukan di daerah kotor
dengan di daerah bersih.
3. Perbaikan pada sistem sanitasi dan higienis karyawan maupun pengunjung
RPH. Setiap karyawan RPH yang menangani proses pemotongan daging
harus berpakaian khusus lengkap dengan penutup kepala, sarung tangan,
penutup hidung dan menggunakan sepatu boot. Selain itu, setiap karyawan
dan pengunjung yang akan masuk ke ruang produksi harus melakukan
kegiatan sanitasi terlebih dahulu. Hal ini penting untuk menghindari
pencemaran karkas/daging oleh pekerja atau pengunjung RPH
4. Perbaikan pada kendaraan pengangkut karkas/daging. Meskipun RPH kota
pekanbaru memiliki 2 unit kendaraan pengangkut daging, tetapi kendaraan
tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal. Umumnya karkas/daging
diangkut menggunakan mobil yang tidak dilengkapi dengan mesin pendingin
bahkan menggunakan becak motor.
5. Perbaikan ruang pendinginan dan pembekuan daging. Meskipun RPH kota
Pekanbaru telah memiliki fasilitas pendinginan dan pembekuan daging, tetapi
peralatan tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal.
6. Perbaikan pada bangunan utama RPH yaitu tersedianya ruang pengolahan
karkas/daging yang dilengkapi dengan fasilitasnya.
7. Perbaikan pada sarana dan prasarana laboratorium yang memadai. Hal ini
berfungsi untuk menunjang kerja Dokter Hewan secara maksimal.
8. Perbaikan pada sarana peralatan produksi baik yang berhubungan langsung
dangan karkas/daging atau yang tidak berhubungan langsung.
49
9. Menyediakan air bersih pada ruang produksi untuk mencuci karkas/daging
ataupun peralatan serta menyediakan sarana air panas bertekanan untuk
membersihkan peralatan yang digunakan oleh petugas produksi.
Hasil pengamatan tentang karakteristik penerapan SSOP di RPH Kota
Pekanbaru menunjukkan bahwa penerapan SSOP masih jauh dari sempurna.
Secara lengkap hasil evaluasi penerapan SSOP di RPH Kota Pekanbaru terlihat
pada Tabel 11.
50
Tabel 11 Hasil evaluasi pelaksanaan SSOP di RPH Kota Pekanbaru
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
1. Lokasi dan Lingkungan
RPH
Tidak bertentangan dengan Rencana
Umum Tata Ruang (RUTR), Rencana
Detail Tata Ruang(RDTR), Rencana
Bagian Wilayah Kota (RBWK)
Lokasi sesuai dengan RTUR,
RDTR, dan RBWK
Lokasi sesuai dengan RTUR, RDTR,
dan RBWK
Tidak berada di daerah padat penduduk,
topografi relatif lebih rendah dari
pemukiman penduduk
Lokasi sudah mulai dipadati dengan
pemukiman tetapi topografi RPH
lebih rendah
Sebaiknya pihak developer
mempertimbangkan dan meninjau
ulang lokasi pemukiman dan
berkoordinasi dengan Pemko
Memiliki lahan yang datar dan luas
untuk pengembangan RPH
Lahan relatif datar dan masih
tersedia lahan untuk pengembangan
RPH
Tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan terhadap aliran sungai
Tidak terjadi pencemaran
lingkungan karena limbah telah
diolah sedemikian rupa sebelum
dialirkan ke sungai
diperlukan pengawasan secara
berkelanjutan agar tidak terjadi
pencemaran terhadap aliran sungai
Tidak berada di daerah yang rawan
banjir dan tidak berada dekat dengan
industri logam dan kimia
Lokasi tidak rawan banjir dan jauh
dari industri logam dan kimia
-
Bebas dari asap, bau, debu dan
kontaminasi lainnya
Bau dari sisa kotoran dan limbah
belum terkendali secara maksimal
Diperlukan cara yang maksimal
untuk mengurangi bau
Saluran pembuangan air/limbah
disekitar RPH berfungsi dengan baik
Saluran pembuangan limbah
berfungsi dengan baik
-
2. Sarana dan Prasarana Jalan menuju dan keluar RPH dapat
dilalui kendaraan pengangkut ternak
Akses jalan dapat dilalui kendaraan
dengan baik
-
Tersedia kendaraan untuk pengangkut
ternak
Kendaraan pengangkut ternak
disediakan oleh masing-masing
pemilik ternak
Sebaiknya kendaraan disediakan oleh
RPH
50
51
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
Tersedia kendaraan pengangkut pakan
dan rumput untuk ternak
Kendaraan pengangkut pakan dan
rumput disediakan sendiri oleh
masing-masing pemilik ternak
Sebaiknya RPH menyediakan
kendaraan untuk pengangkut pakan
atau rumput
Tersedia kendaraan pengangkut daging
sapi yang dilengkapi dengan mesin
pendingin
Tersedia 1 unit mobil box dan 1
unit motor box lengkap dengan
mesin pendingin
-
Sumber air yang digunakan untuk
proses produksi mencukupi dan sesuai
dengan persyaratan SNI 01-0220-1987
Sumber air mencukupi untuk
kebutuhan produksi, tetapi belum
sesuai persyaratan SNI
Diperlukan sumber air berkualitas dan
metode pengolahan air yang baik
sebelum digunakan untuk proses
produksi
Persediaan air bersih untuk kebutuhan
ternak tercukupi
Kebutuhan ternak akan air bersih
tercukupi
-
Tersedia instalasi air bertekanan
1,05kg/cm2 (15psi) serta fasilitas air
panas (suhu 82 oC)
Tersedia air bertekanan 15 psi,
tetapi fasilitas air panas belum
tersedia
Diperlukan fasilitas air panas untuk
menunjang kegiatan produksi yang
maksimal
3. Persyaratan Bangunan dan Tata Letak
a. Komplek RPH Komplek RPH terdiri atas bangunan
utama, unloading, kandang ternak,
kandang karantina, tempat
penyimpanan pakan dan konsentrat,
kantor administerasi dan kantor Dokter
Hewan, laboratorium, ruang istirahat
karyawan, musholla, kantin, locker,
ruang ganti pakaian, kamar mandi, WC,
sarana penanganan limbah, insenerator,
tempat parker, rumah jaga, pos jaga,
gardu listrik, menara air
Sebagian besar persyaratan
bangunan sudah tersedia, kecuali
gudang pakan konsenterat,
Musholla, locker, ruang ganti
pakaian dan insenerator
Diperlukan fasilitas gudang pakan
konsenterat, Musholla, locker, ruang
ganti pakaian dan insenerator guna
menunjang kegiatan produksi di RPH
secara optimal.
51
Lanjutan Tabel 11
52
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
masuknya orang yang tidak
berkepentingan maupun hewan liar
Sebagian besar persyaratan
bangunan sudah tersedia, kecuali
gudang pakan konsenterat,
Musholla, locker, ruang ganti
pakaian dan insenerator
Diperlukan fasilitas gudang pakan
konsenterat, Musholla, locker, ruang
ganti pakaian dan insenerator guna
menunjang kegiatan produksi di RPH
secara optimal.
Pintu masuk ternak hidup harus terpisah
dari pintu keluar karkas/daging
Pintu masuk ternak hidup terpisah
dengan pintu keluar karkas
-
Komplek RPH dilengkapi dengan ruang
pembekuan cepat (blast freezer)
RPH belum dilengkapi dengan
fasilitas ruangan pembekuan cepat
perlu diupaya untuk pengadaan
fasilitas ruang pembekuan cepat
Komplek RPH dilengkapi dengan ruang
penyimpanan beku (cold storage)
RPH telah dilengkapi dengan ruang
penyimpanan beku tetapi fasilitas
ruangan ini tidak dipergunakan
sebagaimana mestinya
Sebaiknya ruangan pembekuan ini
dapat dimanfaatkan semaksimal
mungkin
Letak komplek RPH sesuai dengan alur
kegiatan
Letak RPH sesuai dengan alur
kegiatan
-
b. Bangunan utama RPH
1. Daerah kotor Daerah kotor di RPH meliputi tempat
penerimaan dan penurunan sapi,
pemeriksaan ante mortem, kandang
ternak sebelum dipotong, tempat
penimbangan ternak, tempat
memandikan ternak, tempat
pemingsanan ternak, penyembelihan,
holding pens, penggantungan ternak,
pengulitan, pencucian karkas,
pengeluaran jeroan, pemeriksaan post
mortem, pemotongan kaki dan kepala,
penanganan jeroan dan penanganan
kulit.
Secara umum antara masing-masing
daerah kotor telah terpisah, tetapi
ada beberapa hal yang belum
terpisah seperti tempat memandikan
ternak dilakukan di dalam kandang,
selain itu untuk proses produksi
daging mulai dari penyembelihan
sampai dihasilkan karkas
ditempatkan pada suatu ruangan
yang tidak memiliki pembatas
Sebaiknya masing-masing daerah
kotor di komplek RPH dapat
dipergunakan sesuai dengan
fungsinya untuk mengurangi cemaran
dari hasil utama RPH yaitu daging
segar
Lanjutan Tabel 11
52
53
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
2. Daerah bersih Daerah bersih di RPH meliputi : tempat
pencucian karkas, penimbangan karkas,
grading, pelayuan karkas, pemotongan
karkas, pemisahan daging dengan
tulang, pengemasan dan chilling room
Daerah bersih tidak dapat di
identifikasi secara jelas, karena
kegiatan produksi mulai dari proses
pengulitan sampai dihasilkan karkas
dilakukan pada suatu ruangan
Sebaiknya RPH memiliki fasilitas
daerah bersih yang telah disyaratkan
guna menunjang produksi daging di
RPH yang ASUH
c. Sistem saluran
pembuangan limbah
Sistem saluran pembuangan limbah cair
harus cukup besar, didesain agar aliran
limbah mengalir dengan lancar, terbuat
dari bahan yang mudah dirawat dan
dibersihkan, kedap air agar tidak
mencemari tanah, mudah diawasi dan
dijaga agar tidak menjadi sarang tikus
atau binatang rodensia lainnya. Saluran
pembuangan dilengkapi dengan
penyaringan yang mudah diawasi dan
dibersihkan.
Saluran pembuangan limbah cukup
besar dan mengalir dengan lancer
serta memiliki 11 unit kolam
pengolahan limbah sebelum
dialirkan ke sungai. Tetapi
pengawasan terhadap binatang
rodensia masih belum maksimal
Sebaiknya saluran pembuangan selalu
dibersihkan untuk menghindari
binatang rodensia yang dapat
menyebarkan wabah penyakit kepada
ternak, manusia bahkan kepada
daging
Di dalam komplek RPH, sistem saluran
pembuangan limbah cair harus selalu
tetap tertutup agar tidak menimbulkan
bau
Saluran pembuangan limbah cair
tidak memiliki penutup
Sebaiknya saluran pembuangan
limbah cair didesain memiliki
penutup untuk mencegah timbulnya
bau
Di dalam bangunan utama, sistem
saluran pembuangan limbah cair
terbuka dan dilengkapi dengan grill
yang mudah dibuka-tutup, terbuat dari
bahan yang kuat dan tidak mudah
korosif.
Saluran pembuangan limbah cair
terbuka dan tidak memiliki grill
Sebaiknya saluran pembuangan
limbah cair memiliki grill yang bias
dibuka-tutup sehingga tidak
membahayakan pekerja serta
mempermudah mobilitas produksi
d. Bangunan utama RPH harus memenuhi persyaratan:
1. Desain dan tata letak
ruangan
Ruang utama harus sesuai dengan
kondisi peralatan, kapasitas produksi
dan jumlah karyawan
Kondisi peralatan kurang sesuai
dengan kapasitas ruangan, kapasitas
produksi dan jumlah karyawan
Diperlukan manajemen tata ruang dan
produksi yang tepat sehingga proses
produksi dapat berjalan lancar karena
Lanjutan Tabel 11
53
54
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
tersedianya peralatan dan kapasitas
yang sesuai.
Tata letak ruangan sesuai dengan urutan
proses serta memiliki ruangan yang
cukup sehingga seluruh kegiatan
Tata letak ruangan tidak sesuai
dengan urutan proses dan kegiatan
pemotongan ternak yang baik dan
Sebaiknya desain ruangan disesuaikan
dengan alur proses kegiatan produksi
serta pelaksanaan sanitasi dan
pemotongan ternak sapi dapat berjalan
baik dan higienis
higienis belum terlaksana Higienis
Tempat pemotongan didesain
sedemikian rupa sehingga pemotongan
memenuhi persyaratan halal
Desain tempat pemotongan telah
memenuhi persyaratan halal
-
Besar ruangan disesuaikan dengan
kapasitas pemotongan ternak
Besar ruangan sesuai dengan
kapasitas pemotongan ternak
-
Adanya pemisahan ruangan secara jelas
secara fisik antara daerah kotor dan
daerah bersih
Belum ada pemisahan secara jelas
antara daerah kotor dan daerah
bersih
Sebaiknya antara daerah kotor dan
daerah bersih terpisah secara jelas,
guna meminimalisir kontaminasi
silang pada saat penanganan karkas
Pada daerah pemotongan ternak dan
pengeluaran darah harus di desain
sedemikian rupa sehingga darah ternak
dapat tertampung.
Desain tempat pemotongan sudah
baik, tetapi sisa darah hasil
pemotongan ternak belum mengalir
sempurna ke tempat penampungan
Sebaiknya tempat pemotongan desain
agar darah mengalir sempurna ke
tempat pembuangan sehingga
mempermudahkan pemotongan
ternak berikutnya
2. Lantai Lantai terbuat dari bahan yang kedap
air, tidak mudah korosif dan mudah
dibersihkan
Lantai terbuat dari semen, tidak
korosif dan mudah dibersihkan
-
Permukaan lantai harus tahan air,
garam, basa, asam dan bahan kimia
lainnya
Lantai tahan terhadap air, garam,
basa, asam dan bahan kimia lainnya
-
Lantai rata, tidak licin, tidak berlubang,
dan landai kearah saluran pembuangan
Lantai rata, tidak licin dan landai
kesaluran pembuangan, tetapi di
Sebaiknya lantai tidak boleh
berlubang karena dapat menjadi
Lanjutan Tabel 11
54
55
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
beberapa bagian terdapat lubang sarang mikroorganisme yang dapat
mengkontaminasi karkas/daging
Keramik tidak pecah dan retak Lantai tidak terbuat dari bahan
keramik
-
Sudut pertemuan antara lantai dengan
dinding tidak membentuk sudut siku-
siku melainkan membentuk sudut
lengkung
Sudut pertemuan antara lantai dan
dinding berbentuk sudut lengkung -
3. Dinding Tinggi dinding pada tempat proses
penyembelihan dan pemotongan karkas
minimum adalah 3 meter
Di RPH terdapat dua unit tempat
pemotongan, dimana salah satunya
sisinya tidak di dinding
Sebaiknya tempat pemotongan ternak
harus di dinding
Dinding berlapis keramik yang rapat
atau kedap air minimal 2 meter dari
permukaan lantai.
Dinding dikeramik rapat dan kedap
air 2 meter dari permukaan lantai
-
Pertemuan antar dinding tidak boleh
membentuk sudut siku-siku melainkan
melengkung serta kedap air
Pertemuan antara dinding dengan
lantai berbentuk sudut melengkung
-
Dinding bebas dari debu dan kotoran
lainnya serta mudah dibersihkan, tidak
korosif dan tidak mudah mengelupas
Dinding bebas dari debu dan
kotoran lainnya serta mudah
dibersihkan, tidak korosif dan tidak
mudah mengelupas
-
Warna dinding bagian dalam berwarna
lebih terang
Warna dinding bagian dalam
berwarna lebih terang
-
4. Langit-langit Langit-langit didesain agar tidak terjadi
akumulasi kotoran dan kondensasi
dalam ruangan
Bangunan RPH tidak memiliki
langit-langit, melainkan langsung
dibatasi oleh atap bangunan.
Sebaiknya bangunan harus memiliki
langit-langit agar sanitasi ruangan
mudah diawasi dan tidak ada binatang
lain yang dapat memasuki bangunan
utama RPH
Lanjutan Tabel 11
55
56
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
Terbuat dari bahan yang kuat dan tahan
lama, kedap air, tidak korosif dan
mudah dibersihkan
Bangunan RPH tidak memiliki
langit-langit, melainkan langsung
dibatasi oleh atap bangunan.
Sebaiknya bangunan harus memiliki
langit-langit tahan lama, kedap air,
tidak korosif dan mudah dibersihkan
Permukaan langit-langit halus,
berwarna terang, tidak berlubang, dan
tidak mudah terkelupas
Bangunan RPH tidak memiliki
langit-langit, melainkan langsung
dibatasi oleh atap bangunan.
Sebaiknya bangunan harus memiliki
langit-langit yang berwarna
terang,tidak berlubang dan tidak
mudah terkelupas
5. Atap Atap terbuat dari bahan yang kuat,
tahan lama, tidak mudah bocor, tidak
larut air
Atap terbuat dari bahan yang kuat,
tahan lama, tidak mudah bocor,
tidak larut air
-
6. Pintu Pintu terbuat dari bahan yang kuat,
tahan lama, tidak korosif, dan tidak
mudah pecah/rusak
Pintu terbuat dari bahan yang kuat,
tahan lama, tidak korosif, dan tidak
mudah pecah/rusak
-
Pintu dapat ditutup dengan baik Pintu dapat ditutup dengan baik -
Mudah dibersihkan serta pada bagian
bawahnya harus dapat menahan agar
tikus atau rodensia lainnya tidak dapat
masuk
Mudah dibersihkan serta pada
bagian bawahnya harus dapat
menahan agar tikus atau rodensia
lainnya tidak dapat masuk
-
Pintu didesain agar dapat membuka
keluar dan dilengkapi dengan alat
penutup pintu otomatis
Pintu tidak dapat dibuka keluar dan
tidak dilengkapi penutup pintu
otomatis
Sebaiknya pintu dapat dibuka keluar
dan dilengkapi dengan pintu penutup
otomatis
7. Jendela Dapat ditutup dengan baik Jendela tidak berfungsi dengan baik Sebaiknya jendela dapat difungsikan
dengan baik
Tidak pecah serta mudah dibersihkan Sebagian jendela tidak memiliki
penutup
Sebaiknya jendela terbuat dari bahan
yang tidak mudah rusak, tidak mudah
pecah dan mudah dibersihkan
8. Ventilasi dan
pengatur suhu
Berada dalam kondisi bersih Ventilasi kurang bersih Sebaiknya ventilasi selalu berada
dalam kondisi bersih
Mampu menjamin pertukaran udara Pertukaran udara dapat berjalan
Lanjutan Tabel 11
56
57
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
dengan baik dengan baik
Mampu menghilangkan bau, gas, uap,
asap, debu dan panas dalam ruangan
Belum dapat menghilangkan bau,
gas, uap, asap, debu dan panas
dalam ruangan dengan baik
Sebaiknya ventilasi dapat
menghilangkan bau, gas, uap, asap,
debu dan panas dalam ruangan
Lubang ventilasi harus dilengkapi
dengan alat yang dapat mencegah
masuknya kotoran kedalam ruangan
serta mudah dibersihkan
Belum dilengkapi dengan alat yang
dapat mencegah masuknya kotoran
kedalam ruangan
Sebaiknya lubang ventilasi dilengkapi
dengan alat yang dapat mencegah
masuknya kotoran kedalam ruangan
dan mudah dibersihkan
9. Penerangan Penerangan dalam ruangan harus cukup Lampu penerangan masih kurang
maksimal
Sebaiknya lampu penerangan dalam
bangunan utama RPH harus cukup
Lampu penerangan harus mempunyai
pelindung dan mudah dibersihkan
Lampu yang digunakan memiliki
pelindung, tetapi agak sulit untuk
dibersihkan
Sebaiknya lampu mudah dibersihkan
Peralatan penerangan dapat berfungsi
dengan baik
Peralatan penerangan dapat
berfungsi dengan baik
-
Cahaya penerangan pada ruangan atau
daerah kerja minimal sebesar 220 lux =
20 fc (foot candle)
Cahaya penerangan pada ruangan
atau daerah kerja minimal sebesar
220 lux = 20 fc (foot candle)
-
Cahaya penerangan pada ruangan
pemeriksaan antemortem dan
postmortem minimal sebesar 540 lux =
50 fc (foot candle)
Pemeriksaan antemortem dan
postmortem tidak memiliki ruangan
khusus, melainkan pada gedung
utama RPH
Sebaiknya ada perbedaan cahaya
antara ruang pemeriksaan ante
mortem dan post mortem
Cahaya penerangan pada ruangan
lainnya minimal sebesar 110 lux = 10 fc
(foot candle)
Cahaya penerangan pada ruangan
lainnya minimal sebesar 110 lux =
10 fc (foot candle)
-
4. Kantor administrasi dan
kantor dokter hewan
harus memenuhi
persyaratan:
Ventilasi dan penerangan harus cukup
baik
Ventilasi dan penerangan cukup
baik -
Lanjutan Tabel 11
57
58
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
Luas ruangan disesuaikan dengan
kapasitas karyawan
Luas ruangan sesuai dengan
kapasitas karyawan
-
Didesain untuk kenyamanan dan
keamanan karyawan
Kenyamanan dan keamanan
karyawan terpenuhi
-
Kantor administrasi dapat dilengkapi
dengan tempat pertemuan
Kantor administrasi dilengkapi
dengan tempat pertemuan
-
5. Tempat istirahat
karyawan, Kantin dan
Mushola
Ventilasi dan penerangan harus cukup
baik
Ventilasi baik, tetapi penerangan
kurang baik
Sebaiknya penerangan dapat
memberikan pencahayaan yang
maksimal pada setiap ruangan
Luas ruangan disesuaikan dengan
kapasitas karyawan
Luas ruangan tidak sesuai dengan
kapasitas karyawan
Sebaiknya luas ruangan disesuaikan
dengan kapasitas karyawan
Konstruksi kantin didesain agar mudah
dibersihkan, dirawat dan tersedia tempat
cuci tangan serta memenuhi persyaratan
kesehatan karyawan
Kantin kelihatan kotor, tidak
terawat, tidak tersedia fasilitas cuci
tangan serta tidak memenuhi
persyaratan kesehatan
Sebaiknya fasilitas kantin harus
memadai, bersih,terawatt, dapat
memberikan kenyamanan serta
memenuhi persyaratan kesehatan
Mushola harus tertutup agar terhindar
dari masuknya binatang-binatang yang
dapat mengakibatkan mushola menjadi
tidak bersih
Belum tersedia Mushola Sebaiknya harus ada fasilitas ibadah
seperti Mushola di RPH
6. Tempat penyimpanan
barang pribadi (locker)
dan ruang ganti pakaian
Ventilasi dan penerangan harus cukup
baik
Belum tersedia locker dan ruang
ganti pakaian
Sebaiknya tersedia locker dan ruang
ganti pakaian yang memiliki ventilasi
dan penerangan yang baik
Luas ruangan disesuaikan dengan
kapasitas karyawan
Belum tersedia locker dan ruang
ganti pakaian
Sebaiknya tersedia locker dan ruang
ganti pakaian yang luasnya
disesuaikan dengan jumlah karyawan
Terletak dibagian arah masuk ruang
pegawai atau pengunjung
Belum tersedia locker dan ruang
ganti pakaian
Sebaiknya tersedia locker dan ruang
ganti pakaian yang terletak dibagian
arah masuk ruangan pegawai dan
pengunjung
Lanjutan Tabel 11
58
59
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
7. Kamar mandi dan WC Ventilasi dan penerangan harus cukup
baik
Ventilasi dan penerangan kurang
baik
Sebaiknya ventilasi dan penerangan
harus cukup baik
Sumber air mengalir dengan baik Sumber air mengalir dengan baik
Ruangan selalu dalam kedaaan bersih Ruangan selalu dalam kedaaan
kurang bersih
Sebaiknya ruangan harus selelu
bersih, dijaga sanitasinya dan
memberikan kenyamanan
Lantai tidak tergenang air Lantai tidak tergenang air -
Pintu kamar mandi/WC tidak mengarah
ke ruang produksi dan pintu harus
selalu dalam kondisi tertutup
WC terletak diluar ruang produksi Sebaiknya kamar mandi/WC tersedia
di ruang produksi dan pintu tidak
mengarah keruang produksi serta
pintu selalu dalam kondisi tertutup
Dibangun minimal masing-masing di
daerah kotor dan daerah bersih
Belum tersedia kamar mandi/WC di
daerah kotor maupun di daerah
bersih
Sebaiknya tersedia kamar mandi/WC
di masing-masing daerah kotor
maupun di daerah bersih
Memiliki tempat sampah berpenutup
yang dilengkapi dengan pijakan sebagai
pembukanya
Belum tersedia tempat sampah Sebaiknya tersedia fasilitas tempat
sampah yang berpenutup yang
dilengkapi dengan pijakan sebagai
pembukanya
Tersedia alas kaki khusus toilet Belum tersedia alas kaki toilet Sebaiknya tersedia fasilitas alas kaki
toilet
Tersedia fasilitas cuci tangan (westafel,
air, sabun, tissue, dan bak larutan clorin
200 ppm)
Belum tersedia fasilitas pencuci
tangan dan perlengkapannya
Sebaiknya harus tersedia fasilitas cuci
tangan (westafel, air, sabun, tissue,
dan bak larutan clorin 200 ppm)
Tersedia peringatan mencuci tangan
setelah menggunakan toilet
Belum tersedia peringatan mencuci
tangan
Sebaiknya harus tersedia peringatan
mencuci tangan setelah menggunakan
toilet
Saluran pembuangan dari kamar
mandi/WC dibuat khusus ke arah
“septic tank”, tidak menjadi satu
Saluran pembuangan dari kamar
mandi/WC tidak menyatu dengan
saluran pembuangan limbah proses
-
Lanjutan Tabel 11
59
60
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
dengan saluran pembuangan limbah
proses pemotongan.
pemotongan
Dinding bagian dalam dan lantai harus
terbuat dari bahan yang kedap air, tidak
mudah korosif, mudah dirawat dan
mudah dibersihkan serta didesinfektan
Dinding dan lantai bagian dalam
terbuat dari bahan yang kedap air,
tidak korosif dan mudah
dibersihkan
-
8. Sarana pengolahan
limbah
Saluran dan tempat pembuangan limbah
harus dalam kondisi baik (tidak
tersumbat)
Saluran dan tempat pembuangan
limbah berada dalam kondisi baik
-
Dapat memisahkan antara limbah padat
dan limbah cair
Dapat memisahkan antara limbah
padat dan cair
-
Pengolahan limbah sesuai yang
direkomendasikan dalam Dokumen
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)
dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL).
Pengolahan limbah mengacu pada
Dokumen Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan (UPL).
-
9. Insenerator Terletak dekat dengan tempat
penurunan ternak hidup dan lebih
rendah dari bangunan lain.
Belum tersedia fasilitas insenerator Sebaiknya tersedia fasilitas
insenerator yang leteknya dekat
dengan tempat penurunan ternak
hidup dan lebih rendah dari bangunan
lain
Di desain agar mudah diawasi dan
mudah dirawat serta sesuai yang
direkomendasikan dalam Dokumen
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)
dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL).
Belum tersedia fasilitas insenerator Sebaiknya tersedia insenerator yang
didesain agar mudah diawasi dan
mudah dirawat serta sesuai yang
direkomendasikan dalam Dokumen
Upaya Pengelolaan Lingkungan
(UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL).
10. Rumah jaga Dibangun di masing-masing pintu Terdapat di pintu masuk dan pintu -
Lanjutan Tabel 11
60
61
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
masuk dan pintu keluar komplek RPH keluar RPH
Ventilasi dan penerangan harus cukup
baik
Ventilasi dan penerangan cukup
baik
-
Terpasang atap yang terbuat dari bahan
yang kuat, tidak korosif dan dapat
melindungi petugas dari hujan dan
panas matahari
Atap terbuat dari bahan yang kuat,
tidak korosif serta dapat melindungi
penjaga dari hujan dan panas
-
Di desain agar petugas di dalam
bangunan dapat mengawasi keadaan di
luar rumah jaga
Petugas dapat mengawasi keadaan
di luar rumah jaga dengan leluasa
-
11. Peralatan produksi Seluruh perlengkapan pendukung dan
penunjang di RPH harus terbuat dari
bahan yang tidak mudah korosif, mudah
dibersihkan dan didesinfeksi serta
mudah dirawat
Terdapat sebagian peralatan
produksi yang tidak mudah
dibersihkan
Sebaiknya semua perlengkapan
produksi harus tahan lama, tidak
korosif, mudah dibersihkan dan
didesinfektan serta mudah dirawat
Peralatan yang langsung berhubungan
dengan daging harus terbuat dari bahan
yang tidak toksik, tidak mudah korosif,
mudah dibersihkan di desinfeksi serta
mudah dirawat
Sebagian peralatan yg langsung
berhubungan dengan daging terbuat
dari bahan yang korosif, dan sulit
untuk dibersihkan
Sebaiknya semua peralatan yang
langsung berhubungan dengan daging
harus tidak korosif, tidak toksik,
mudah dibersihkan dan di desinfektan
serta mudah dirawat
Di dalam bangunan utama harus
dilengkapi dengan sistem rel (railling
system) dan alat penggantung karkas
yang di desain khusus dan disesuaikan
dengan alur proses pemotongan dan
menjaga agar karkas tidak menyentuh
lantai dan dinding
Tersedia fasilitas railling system
dan alat penggantung karkas yang
di desain sesuai alur proses
pemotongan, tetapi peralatan ini
tidak berfungsi secara maksimal
Sebaiknya fasilitas railling system
yang telah tersedia dapat berfungsi
sebagaimana mestinya, agar karkas
yang dihasilkan tidak menyentuh
lantai dan dinding, serta mencegah
adanya kontaminasi mikroba
Sarana untuk mencuci tangan harus di
desain sedemikian rupa sehingga tangan
Belum tersedia fasilitas pencuci
tangan
Sebaiknya disediakan tempat pencuci
tangan lengkap dengan fasilitasnya
Lanjutan Tabel 11
61
62
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
dapat menyentuh kran air setelah selesai
mencuci tangan, dan dilengkapi dengan
sabun dan pengering tangan seperti lap
yang senantiasa diganti atau kertas
tissue atau pengering mekanik (hand
drier). Jika menggunakan tissue
sebagai pengering tangan maka harus
disediakan tempat sampah yang tertutup
yang dioperasikan dengan
menggunakan kaki untuk membuka
penutupnya
seperti sabun, pengering tangan
(manual/mekanik), tissue, tempat
sampah
Sarana pencuci tangan disediakan pada
setiap tahap proses pemotongan dan
diletakkkan ditempat yang mudah
dijangkau, ditempat penurunan ternak
hidup, kantor administrasi dan kantor
dokter hewan, ruang istirahat karyawan
dan/atau kantin serta kamar mandi/WC
Belum tersedia fasilitas pencuci
tangan
Sebaiknya disediakan tempat pencuci
tangan lengkap dengan fasilitasnya
seperti sabun, pengering tangan
(manual/mekanik), tissue, tempat
sampah disetiap tempat yang sudah
semestinya
Pada pintu masuk bangunan utama
harus dilengkapi dengan sarana untuk
mencuci tangan seperti pada poin 4 dan
sarana mencuci sepatu boot, yang
dilengkapi dengan sabun, desinfektan
dan sikat sepatu.
Belum tersedia tempat pencuci
tangan dan pencuci sepatu lengkap
dengan fasilitasnya
Sebaiknya disediakan tempat pencuci
tangan lengkap dengan fasilitasnya
seperti sabun, pengering tangan
(manual/mekanik), tissue, tempat
sampah serta tersedia fasilitas cuci
sepatu lengkap dengan sikat sepatu
yang terletak dekat pintu masuk
bangunan utama
Peralatan yang digunakan untuk
menangani pekerjaan bersih harus
dibedakan dengan peralatan yang
digunakan untuk menangani pekerjaan
Peralatan yang digunakan untuk
menangani pekerjaan kotor juga
digunakan untuk menangani
pekerjaan bersih
Sebaiknya peralatan yang digunakan
untuk menangani pekerjaan bersih
harus dibedakan dengan peralatan
yang digunakan untuk menangani
Lanjutan Tabel 11
62
63
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
kotor, misalnya pisau untuk
menyembelih tidak diperbolehkan untuk
digunakan untuk pengerjaan karkas
pekerjaan kotor
Harus disediakan sarana atau peralatan
untuk membersihkan dan mendesinfeksi
ruang dan peralatan
Belum tersedia sarana atau
peralatan untuk membersihkan dan
mendesinfeksi ruang dan peralatan
Sebaiknya disediakan sarana atau
peralatan untuk membersihkan dan
mendesinfeksi ruang dan peralatan
Permukaan meja tempat penanganan
atau pemrosesan produk tidak terbuat
dari kayu, tidak toksik, tidak mudah
rusak, mudah dibersihkan, mudah
mengering dan dikeringkan
Belum tersedia meja untuk
penanganan karkas, hanya terdapat
talenan yang terbuat dari kayu
Sebaiknya disediakan meja untuk
penanganan produk yang tidak terbuat
dari kayu, tidak toksik, tidak mudah
rusak, mudah dibersihkan, mudah
mengering dan dikeringkan
Penempatan perlengkapan dan peralatan
harus pula memperhatikan alur proses
sehingga dapat dicegah tercemarnya
karkas dari proses sebelumnya
Belum tersedia perlengkapan dan
peralatan khusus, karena peralatan
seperti pisau dan kampak langsung
dibawa oleh pekerja dan
kemungkinan kontaminasi silang
sangat mungkin terjadi
Sebaiknya penempatan alat dan
perlengkapan harus sesuai alur proses
sehingga dapat dicegah tercemarnya
karkas dari proses sebelumnya
Peralatan yang sulit untuk dibongkar
pasang, sarana pembersihan dan
desinfeksi dilakukan dengan metode
pembersihan di tempat (clean in place).
Belum tersedia peralatan yang sulit
untuk dibongkar pasang, umumnya
menggunakan peralatan sederhana
Sebaiknya peralatan yang sulit untuk
dibongkar pasang, sarana
pembersihan dan desinfeksi dilakukan
dengan metode pembersihan di
tempat (clean in place).
Harus disediakan sarana atau peralatan
untuk mendukung tugas dan pekerjaan
dokter hewan atau petugas pemeriksa
yang berwenang dalam rangka
menjamin mutu daging, sanitasi dan
higiene di RPH
Sarana dan peralatan untuk
mendukung tugas dokter hewan
belum terpenuhi secara maksimal
Sebaiknya tersedia sarana atau
peralatan untuk mendukung tugas dan
pekerjaan dokter hewan atau petugas
pemeriksa yang berwenang dalam
rangka menjamin mutu daging,
sanitasi dan higiene di RPH
Bagi setiap karyawan disedaikan lemari
yang dilengkapi dengan kunci pada
Belum tersedia locker untuk
menyimpan barang-barang pribadi
Sebaiknya tersedia locker untuk
menyimpan barang-barang pribadi
Lanjutan Tabel 11
63
64
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
ruang ganti pakaian yang berfungsi
untuk menyimpan barang-barang
pribadi
karyawan RPH karyawan RPH
Perlengkapan standar untuk karyawan
pada proses pemotongan ternak dan
penanganan karkas/daging adalah
pakaian kerja khusus, apron plastik,
penutup kepala, penutup hidung dan
sepatu boot.
Belum ada pakaian standar yang
digunakan oleh karyawan seperti
memakai pakaian kerja khusus,
apron plastik, penutup kepala dan
hidung serta hanya sebagian kecil
yang memakai sepatu boot
Sebaiknya setiap karyawan harus
memakai pakaian kerja khusus, apron
plastik, penutup kepala, penutup
hidung dan sepatu boot pada saat
proses pemotongan dan penanganan
karkas/daging
Jadwal pembersihan peralatan
dilaksanakan dengan baik dan teratur
Belum ada jadwal khusus yang
ditetapkan untuk pembersihhan alat
Sebaiknya pembersihan peralatan
dilaksanakan secara dengan baik
teratur
12 Persyaratan higiene
karyawan
RPH harus memiliki peraturan untuk
semua karyawan dan pengunjung agar
pelaksanaan sanitasi dan higiene RPH
dan higiene produk tetap terjaga dengan
baik
Belum ada peraturan untuk
karyawan dan pengunjung untuk
melaksanakan sanitasi dan higiene
di RPH
Sebaiknya RPH harus memiliki
peraturan untuk semua karyawan dan
pengunjung agar pelaksanaan sanitasi
dan higiene RPH dan higiene produk
tetap terjaga dengan baik
Setiap karyawan harus sehat dan
diperiksa kesehatannya secara rutin
minimal satu kali dalam setahun
Belum ada pemeriksaan secara rutin
terhadap seluruh karyawan minimal
sekali setahun
Sebaiknya pemeriksaan kesehatan
karyawan dilakukan secara rutin
minimal sekali setiap setahunnya
Setiap karyawan harus mendapat
pelatihan yang berkesinambungan
tentang higiene dan mutu
Belum ada pelatihan khusus bagi
karyawan yang berhubungan
dengan higiene dan mutu
Sebaiknya setiap karyawan harus
mendapat pelatihan yang
berkesinambungan tentang higiene
dan mutu
Terdapat catatan tentang riwayat
kesehatan karyawan
Belum ada catatan tentang riwayat
kesehatan karyawan
Sebaiknya harus ada catatan tentang
riwayat kesehatan karyawan
Daerah kotor atau daerah bersih hanya
diperkenankan dimasuki oleh karyawan
yang bekerja dimasing-masing tempat
Belum ada daerah kotor dan daerah
bersih, sehingga karyawan dan
pengunjung RPH bebas keluar
Sebaiknya daerah kotor atau daerah
bersih hanya diperkenankan dimasuki
oleh karyawan yang bekerja
Lanjutan Tabel 11
64
65
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
tersebut, dokter hewan dan petugas
pemeriksa yang berwenang
masuk di bangunan utama dimasing-masing tempat tersebut,
dokter hewan dan petugas pemeriksa
yang berwenang
Pengunjung (tamu) yang hendak
memasuki bangunan utama RPH harus
mendapat izin dari pengelola dan
mengikuti peraturan yang berlaku
Pengunjung sebelum memasuki
bangunan utama RPH terlebih
dahulu mendapatkan izin dari
kepala RPH atau petugas RPH,
tetapi tidak ada peraturan khusus
yang diberlakukan kepada
pengunjung
Sebaiknya setiap pengunjung harus
mendapat izin dari pengelola dan
mengikuti peraturan yang berlaku
Fasilitas ruang ganti pakaian, tempat
penyimpanan sepatu harus terpisah
Belum tersedia ruang ganti pakaian
dan tempat penyimpanan sepatu
Sebaiknya harus ada ruang ganti
pakaian dan tempat penyimpanan
sepatu
13 Pengawasan kesehatan
masyarakat veteriner
Pengawasan kesehatan masyarakat
veteriner serta pemeriksaan ante
mortem dan post mortem di RPH
dilakukan oleh petugas pemeriksa yang
berwenang
Pemeriksaan ante mortem dan post
mortem dilakukan oleh Dokter
Hewan
-
Pada setiap RPH harus memiliki tenaga
Dokter Hewan yang bertanggung jawab
terhadap dipenuhinya syarat-syarat dan
prosedur pemotongan ternak,
penanganan daging serta sanitasi dan
higiene
Ada Dokter Hewan yang
bertanggung jawab terhadap
prosedur pemotongan ternak dan
penanganan daging meskipun
belum maksimal, tetapi tidak ada
yang bertanggung jawab menangani
sanitasi dan higiene
Sebaiknya ada petugas yang
bertanggung jawab menangani
sanitasi dan hygiene
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai
Dokter Hewan seperti yang disebutkan
pada poin 2 dapat ditunjuk seseorang
yang memiliki pengetahuan di dalam
bidang kesehatan masyarakat veteriner
Terdapat petugas yang ditunjuk
oleh Dokter Hewan untuk
mengawasi kesehatan masyarakat
veteriner tetapi harus selelu
berkoordinasi dengan Dokter
-
Lanjutan Tabel 11
65
66
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
yang bekerja di bawah pengawasan
Dokter Hewan yang dimaksud
Hewan
14 Kendaraan pengangkut
karkas/daging
Box pada kendaraan untuk mengangkut
karkas/daging sapi harus tertutup
Kendaraan pengangkut
karkas/daging yang digunakan ada
yang tertutup dan ada yang terbuka
bakhan ada yang menggunakan
motor becak
Sebaiknya box pada kendaraan untuk
mengangkut karkas/daging sapi harus
tertutup
Lapisan dalam boxs pada kendaraan
pengangkut daging harus terbuat dari
bahan yang tidak toksik, tidak mudah
korosif, mudah dibersihkan dan
didesinfeksi, mudah dirawat serta
mempunyai sifat insulasi yang baik
Lapisan dalam kendaraan
pengangkut karkas/daging bersifat
korosif, toksik, tidak mudah
dibersihkan
Sebaiknya lapisan dalam kendaraan
pengangkut karkas/daging harus
terbuat dari bahan yang tidak toksik,
tidak mudah korosif, mudah
dibersihkan dan didesinfeksi, mudah
dirawat serta mempunyai sifat
insulasi yang baik
Box dilengkapi dengan alat pendingin
yang dapat mempertahankan suhu
bagian dalam daging sapi segar
maksimum +4 oC
Kendaraan pengangkut tidak
dilengkapi dengan mesin pendingin
Sebaiknya kendaraan pengangkut
karkas/daging dilengkapi box dan
tersedia alat pendingin yang dapat
mempertahankan suhu bagian dalam
daging sapi segar maksimum +4 oC
Suhu ruangan dalam box pengangkut
daging sapi beku maksimal –18 oC
Belum tersedia kendaraan
pengangkut karkas/daging yang
dilengkapi dengan fasilitas
pembekuan daging
Sebaiknya suhu ruangan dalam box
pengangkut daging sapi beku
maksimal –18 oC
Dibagian dalam box dilengkapi alat
penggantung karkas
Belum tersedia kendaraan
pengangkut karkas/daging yang
dilengkapi dengan alat penggantung
karkas
Sebaiknya dibagian dalam box
dilengkapi alat penggantung karkas
Persyaratan kendaraan pengangkut
daging secara rinci akan ditetapkan
dalam standar tersendiri
Belum ada standar yang mengatur
persyaratan kendaraan pengangkut
karkas/daging di RPH Kota
Sebaiknya harus ada standar yang
mengatur persyaratan kendaraan
pengangkut karkas/daging di RPH
Lanjutan Tabel 11
66
67
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
Pekanbaru Kota Pekanbaru untuk menjamin
kesehatan masyarakat veteriner
15 Persyaratan ruang
pembekuan cepat
Ruang pembekuan cepat terletak di
daerah bersih
Ruang pembekuan cepat terpisah
dari daerah kotor, tetapi peralatan
ini tidak dipergunakan
Sebaiknya peralatan pembekuan cepat
yang tersedia harus dimanfaatkan
Besarnya ruangan disesuaikan dengan
jumlah karkas/daging yang dihasilkan
Besar ruangan dapat mencukupi
kapasitas pemotongan ternak
-
Konstruksi bangunan ruang
pembekuaan cepat pada bagian dalam
berwarna terang, terbuat dari bahan
yang kedap air, tidak toksik, tidak
mudah korosif, memiliki insulasi yang
baik, tahan terhadap benturan keras,
mudah dibersihkan dan mudah
didesinfeksi serta tidak mudah
mengelupas
Konstruksi bangunan ruang
pembekuaan cepat pada bagian
dalam berwarna terang, terbuat dari
bahan yang kedap air, tidak toksik,
tidak mudah korosif, memiliki
insulasi yang baik, tahan terhadap
benturan keras, mudah dibersihkan
dan mudah didesinfeksi serta tidak
mudah mengelupas
-
Konstruksi lantai pada ruang
pembekuan cepat terbuat dari bahan
yang kedap air, tidak mudah korosif,
tidak toksik, tahan terhadap benturan
keras, mudah dibersihkan dan
didesinfeksi serta tidak mudah
mengelupas
Konstruksi lantai pada ruang
pembekuan cepat terbuat dari bahan
yang kedap air, tidak mudah
korosif, tidak toksik, tahan terhadap
benturan keras, mudah dibersihkan
dan didesinfeksi serta tidak mudah
mengelupas
-
Selain poin 4. Lantai juga harus rata,
tidak licin dan landai ke arah saluran
pembuangan
Lantai rata tidak licin dan landai ke
arah pembuangan
-
Sudut pertemuan antara dinding dan
lantai harus berbentuk lengkung dengan
jari-jari sekitar 75 mm
Sudut pertemuan dinding dengan
lantai membentuk sudut lengkung
-
Lanjutan Tabel 11
67
68
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
Sudut pertemuan antara dinding dengan
dinding harus berbentuk lengkung
dengan jari-jari 25 mm
Sudut pertemuan dinding dengan
dinding membentuk sudut lengkung
-
Langit-langit harus berwarna terang,
terbuat dari bahan yang kuat, kedap air,
memiliki insulasi yang baik, tidak
mudah mengelupas dan mudah
dibersihkan
Langit-langit berwarna terang dan
kedap air -
Intensitas cahaya penerangan dalam
ruang sebesar 220 lux
Instalasi cahaya cukup baik -
Ruang didesain sedemikian rupa agar
tidak ada aliran air atau limbah cair lain
dari ruang lainnya yang masuk kedalam
ruang pembekuan
Ruangan didesain cukup baik dan
tidak ada limbah ataupun cairan
yang masuk ke ruang pembekuan
-
Ruang memiliki alat pendingin yang
dilengkapi dengan kipas (blower).
Suhu dalam ruang maksimum -35 oC
dengan kecepatan udara minimum 2
m/detik
Alat pendingin tidak berfungsi
dengan baik -
Suhu dalam ruang dapat menjamin agar
suhu bagian dalam daging maksimum
+7 oC
Alat pendingin tidak berfungsi
dengan baik
-
16 Ruang penyimpanan beku 1. Ruang penyimpanan beku terletak
di daerah bersih
Tidak terdapat ruangan
penyimpanan beku
-
2. Besarnya ruangan disesuaikan
dengan kapasitas atau jumlah
karkas/daging yang dihasilkan
Tidak terdapat ruangan
penyimpanan beku
-
3. Konstruksi bangunan harus
memenuhi persyaratan seperti
Tidak terdapat ruangan
penyimpanan beku
-
68
Lanjutan Tabel 11
69
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
tertuang pada butir 15.3 – 15.11.
4. Suhu maksimum dalam ruangan -20
oC
Tidak terdapat ruangan
penyimpanan beku
-
5. Persyaratan ruang pembekuan
daging secara rinci akan ditetapkan
dalam daftar tersendiri
Tidak terdapat ruangan
penyimpanan beku
-
17 Ruang pengolahan
karkas/daging sapi
Ruang pengolahan karkas/daging sapi
berada di daerah bersih
Belum terdapat ruang pengolahan
karkas/daging
Sebaiknya tersedia ruang pengolahan
karkas/daging sapi berada di daerah
bersih
Besarnya ruangan disesuaikan dengan
kapasitas atau jumlah daging yang akan
diolah
Belum terdapat ruang pengolahan
karkas/daging
Sebaiknya tersedia ruang pengolahan
karkas/daging yang luasnya sesuai
dengan kapasitas daging yang akan
diolah
Konstruksi bangunan harus memenuhi
persyaratan seperti yang tertuang pada
butir 15.3 – 15.11.
Belum terdapat ruang pengolahan
karkas/daging
Sebaiknya tersedia ruang pengolahan
karkas/daging yang memenuhi
syarat bangunan seperti pada butir
15.3 – 15.11
Ruang dilengkapi dengan meja dan
fasilitas lain seperti fasilitas untuk
memotong karkas dan mengemas
daging
Belum terdapat ruang pengolahan
karkas/daging
Sebaiknya tersedia ruang pengolahan
karkas/daging yang dilengkapi
dengan meja dan fasilitas lain seperti
tempat pemotongan karkas dan
pengemasan daging
Suhu maksimum di dalam ruangan
berada di bawah +15 oC
Belum terdapat ruang pengolahan
karkas/daging
Sebaiknya tersedia ruang pengolahan
karkas/daging yang memiliki suhu
maksimum di bawah +15 oC
18 Laboratorium Letak laboratorium berdekatan dengan
kantor Dokter Hewan
Letak laboratorium berdekatan
dengan kantor Dokter Hewan
-
Konstruksi bangunan laboratorium
harus memenuhi persyaratan:
Lanjutan Tabel 11
69
70
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
A. Dinding
Dinding bagian dalam berwarna
terang, terbuat dari bahan yang kuat,
kedap air, tidak mudah korosif,
tidak toksik
Dinding berwarna terang, terbuat
dari bahan yang kuat, kedap air,
tidak korosif dan tidak toksik
-
Dinding mudah dibersihkan dan
didesinfeksi serta tidak mudah
mengelupas
Mudah dibersihkan dan didesinfeksi
-
B. Lantai
Lantai terbuat dari bahan kedap air,
tidak mudah korosif, tidak licin,
mudah dibersihkan dan didesinfeksi
Lantai terbuat dari bahan keramik,
tidak licin dan mudah dibersihkan -
Permukaan lantai harus rata, tidak
bergelombang, tidak ada celah atau
lubang serta landai mengarah ke
saluran pembuangan
Permukaan lantai rata, tidak
bergelombang, tidak berlubang -
C. Langit-langit
Langit-langit di desain agar tidak
terjadi akumulasi kotoran dan
kondensasi dalam ruangan
Terjadi akumulasi kotoran Sebaiknya lanit-langit ruangan
laboratorium harus bersih dari
adanaya akumulasi kotoran
Langit-langit harus berwarna terang,
terbuat dari bahan yang kedap air,
kuat, tidak mudah mengelupas,
mudah dibersihkan dan dihindari
adanya lubang atau celah yang
terbuka
Langit-langit berwarna terang,
mudah dibersihkan, tidak
mengelupas dan tidak ada lubang
atau celah yang terbuka
-
Laboratorium didesain agar tidak
dapat dimasuki, serangga,
burung,tikus atau binatang rodensia
Langit-langit ruang laboratorium
tidak dapat dimasuki oleh serangga,
burung,tikus atau binatang rodensia
-
Lanjutan Tabel 11
70
71
No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
lainnya. lainnya.
Tata ruang didesain agar dapat
menunjang pemeriksaan laboratorium
Penempatan alat dan perlengkapan
laboratorium baik
-
Sistem penerangan dalam laboratorium
memiliki intensitas cahaya 540 lux dan
lampu harus diberi penutup
Sistem penerangan kurang baik dan
lampu tidak memiliki penutup
Sebaiknya dalam ruangan
laboratorium sistem penerangan harus
baik dan lampu harus berpenutup
Ventilasi di dalam ruangan harus baik Ventilasi cukup baik -
Laboratorium dilengkapi dengan sarana
pencuci tangan yang dilengkapi dengan
sabun dan pengering tangan seperti lap
yang senantiasa diganti, kertas tissue
atau pengering tangan mekanik. Jika
menggunakan tissue, maka harus
disediakan pula tempat sampah tertutup
yang dioperasikan dengan
menggunakan kaki.
Tersedia sarana pencuci tangan,
tetapi sarana ini terlihat kotor, air
tidak berfungsi baik, tidak tersedia
sabun, alat pengering tangan dan
tidak tersedia tempat sampah
Sebaiknya tersedia sarana pencuci
tangan dimna airnya dapat mengalir
sempurna, serta dilengkapi dengan
fasilitas cuci tangan seperti sabun,
alat pengering tangan atau tissue dan
disediakan tempat sampah berpenutup
yang dioperasikan dengan
menggunakan kaki.
Laboratorium dilengkapi dengan meja
dimana pada bagian permukaannya
terbuat dari bahan yang kuat, tidak
mudah korosif, mudah dibersihkan dan
didesinfeksiserta mudah dalam
perawatannya.
Tersedia meja yang permukaanya
dilapisi dengan keramik, tidak
korosif dan mudah dibersihkan serta
didesinfeksi
-
Persyaratan laboratorium secara rinci
akan ditetapkan dalam standar
tersendiri.
Belum ada persyaratan khusus
laboratorium di RPH
Sebaiknya ada persyaratan tersendiri
tentang standar laboratorium di RPH
Lanjutan Tabel 11
71
72
Evaluasi Pelaksanaan Good Slaughtering Practice (GSP) di RPH
Good slaughtering practices(GSP) merupakan seluruh praktik di RPH
yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang dibutuhkan untuk menjamin
keamanan dan kelayakan pangan pada seluruh tahapan dalam rantai pangan (CAC
2004). Beberapa persyaratan untuk memperoleh hasil pemotongan ternak yang
baik yaitu: (1) ternak harus tidak diperlakukan secara kasar, (2) ternak tidak
mengalami stres, (3) penyembelihan dan pengeluaran darah harus secepat dan
sesempurna mungkin, (4) kerusakan karkas harus minimal, (5) cara pemotongan
harus higienisdan (6) aman bagi para pekerja abatoar (Swatland 1984).
Keberhasilan pelaksanaan GSP harus ditinjau dari seluruh aspek yang
berhubungan dengan kegiatan proses produksi dari ketersediaan sarana dan
prasarana sampai produk karkas/daging siap untuk dipasarkan serta penanganan
sanitasi dan higienis tempat produksi pasca pemotongan ternak. Harris dan Jeff
(2003) menyatakan bahwa pelaksanaan praktik pemotongan hewan ternak yang
baik harus dimulai dari ketersediaan fasilitas, kondisi kesehatan ternak, perlakuan
ternak sebelum dipotong, proses pemotongan sampai menghasilkan
karkas/daging, pemeliharaan karyawan dan peralatan produksi, pengolahan
limbah sisa produksi, pelaksanaan rencana program sanitasi dan higiene serta
proses validasi kegiatan.
Jaminan produk daging sehat yang dihasilkan RPH diperoleh dengan
menerapkan praktek higiene dan sanitasi atau dikenal sabagai praktek yang
baik/higienis, good manufacuring practice (GMP) atau good slaughtering
practice (GSP). Secara umum praktek higiene dan sanitasi tersebut meliputi
higiene personal, bangunan, peralatan, proses produksi, penyimpanan, dan
distribusi (Luning etal., 2003) serta aspek kehalalan dan kesejahteraan hewan.
Pelaksanaan GSP di RPH Kota Pekanbaru belum dilaksanakan secara
maksimal. Hal ini disebabkan belum tersedianya fasilitas yang lengkap, masih
rendahnya kesadaran karyawan akan pentingnya penerapan GSP di RPH, belum
terselenggaranya pelaksanaan proses pemotongan ternak secara benar, belum
tersedianya fasilitas dan kesadaran karyawan akan pentingnya pelaksanaan
sanitasi dan higiene guna menghasilkan karkas/daging yang ASUH serta tidak
73
diterapkan peraturan dan sanksi yang ditetapkan oleh RPH Kota Pekanbaru bagi
pemilik ternak atau karyawan yang melanggar prosedur GSP di RPH. Adapun
hasil evaluasi penerapan GSP di RPH Kota Pekanbaru terlihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Hasil rekapitulasi evaluasi penerapan GSP di RPH Kota Pekanbaru
No Parameter Bobot
Nilai
Pengamatan Penilaian NKV
Ya Tidak MN MY SR KT OK
1 Penerimaan dan Penampungan Ternak 7.50 5.75 1.75 1 2 - - -
2 Pemeriksaan Antemortem 12.50 12.00 0.00 1 2 - - -
3 Persiapan Pemotongan Ternak 7.50 2.50 5.00 3 - 1 - -
4 Proses Penyembelihan 20.00 9.50 10.50 1 3 1 - -
5 Tahap Pengulitan 7.50 4.25 3.25 2 1 1 - -
6 Pengeluaran Jeroan 12.50 12.50 0.00 2 - 1 - -
7 Pemerikasaan Postmortem 12.50 12.50 0.00 - 2 - - -
8 Pembelahan Karkas 7.50 0.00 7.50 - 2 - - -
9 Pelayuan (aging) 5.00 0.00 5.00 - 2 - - -
10 Pengangkutan Karkas 7.50 0.00 7.50 - - 2 2 -
Total Komulatif 100.00 59.00 41.00 10 14 6 2 -
MN = Penyimpangan minor, MY= Penyimpangan mayor, SR= Penyimpangan serius,
KT= Penyimpangan kritis, OK= Tidak ada penyimpangan
Tabel 12 menjelaskan bahwa pelaksanaan GSP di RPH kota Pekanbaru
masih belum maksimal. Hal ini terbukti dari 10 karakteristik evaluasi pengamatan
GSP di RPH hanya mampu terpenuhi sekitar 59.00%, sedangkan 41.00% masih
belum dapat terselenggara dengan baik. Hasil evaluasi penilaian nilai kontrol
veteriner (NKV) RPH Kota Pekanbaru memiliki 10 penyimpangan minor, 14
penyimpangan mayor, 6 penyimpangan serius dan 2 penyimpangan kritis.
Penyimpangan minor yang terjadi meliputi aspek penerimaan dan
penampungan ternak yang tidak memperhatikan kesejahteraan ternak sehingg
dapat menyebabkan stres, aspek pemeriksaan antemortem yang tidak dilakukan
pada semua ternak, aspek persiapan pemotongan ternak dimana kondisi ruang
produksi dan peralatan kurang bersih, tidak dilakukan penimbangan sebelum
dipotong dan tidak dibersihkan dengan air sebelum disembelih, selanjutnya aspek
penyembelihan terjadi penyimpangan pada tahapan setelah disembelih dilakukan
pada ternak yang belum mati secara sempurna, sedangkan penyimpangan pada
tahapan pengulitan terjadi karena proses pengulitan yang tidak sesuai prosedur
dan menyebabkan kerusakan pada kulit, serta penyimpangan pada aspek
pengeluaran jeroan dimana tidak dibuat irisan dari rongga dada dan perut dan
74
penanganan jeroan merah dan jeroan hijau yang tidak maksimal. Penanganan
ternak sesaat setelah disembelih terlihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Penanganan ternak sesaat setelah disembelih di RPH Kota Pekanbaru
Penyimpangan mayor yang terjadi meliputi aspek penampungan ternak
berupa kondisi ternak yang tidak dipuasakan dan pemeriksaan kesehatan ternak
hanya berdasarkan surat keterangan sehat dari dokter hewan dari perusahaan
peternakan, selain itu terdapat penyimpangan pada pemerikasaan antemortem
yang dilakukan tidak pada semua ternak yang akan dipotong. Penyimpangan juga
terjadi pada aspek penyembelihan, dimana kepala tidak dipisahkan melainkan
langsung dikuliti dalam kondisi masih menyatu dengan tubuh ternak, penggunaan
sistem hoisted hanya digunakan untuk memindahkan ternak dari tempat
penyembelihan ke tempat penanganan dan proses penanganan tidak dilakukan di
atas keranda karkas melainkan dilantai. Penyimpangan pada pemeriksaan
postmortem terjadi berupa dokter hewan yang bertugas tidak melakukan
pemeriksaan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Penyimpangan pada aspek
pembelahan karkas terjadi karena di RPH Kota Pekanbaru tidak dilakukan proses
pembelahan karkas sehingga penanganan daging untuk tercemar sangat tinggi
serta tidak dilakukannya proses pelayuan daging.
75
Penyimpangan serius terjadi pada aspek persiapan pemotongan ternak,
dimana penggiringan ternak malalui gang way dapat menyebabkan stres pada
ternak. Penyimpangan pada aspek penyembelihan karena perlakuan setelah ternak
disembelih dilakukan pada ternak yang belum mati secara sempurna.
Penyimpangan pada aspek pengulitan terjadi karena tidak dilakukan pengikatan
pada saluran makanan dan anus untuk mengurangi kontaminasi pada daging.
Penyimpangan pada aspek pengeluaran jeroan terjadi karena pengeluaran jeroan
sangat tidak hati-hati dan kemungkinan tercemarnya daging dengan isi jeroan
sangat tinggi, sedangkan penyimpangan pada aspek pengangkutan karkas terjadi
karena karkas/daging tidak diangkut dengan alat angkut khusus daging dan tidak
mempunyai alat pendingin. Penyimpangan kritis terjadi pada aspek pengangkutan,
dimana alat angkut karkas dan jeroan tidak terpisah dan jeroan hanya dibungkus
dengan plastik sehingga kemungkinan tercemaran karkas/daging sangat tinggi.
Kondisi alat angkut karkas dan jeroan terlihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Kondisi alat angkut daging dan jeroan sapi di RPH Kota Pekanbaru
Hasil evaluasi pelaksanaan GSP dan NKV di RPH kota Pekanbaru dapat
ditingkatkan dengan memperbaiki dan menyempurnakan 75ating75a-kriteria yang
belum terlaksana dengan baik. Adapun hasil evaluasi 75ating75a pengamatan
GSP dan penilaian NKV di RPH kota Pekanbaru tersaji pada Tabel 13.
76
Tabel 13 Hasil evaluasi pelaksanaan GSP di RPH Kota Pekanbaru
No. Aspek GSP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
1. Tahap penerimaan dan
penampungan ternak
Hewan ternak yang baru 76ating di
RPH harus diturunkan dari alat angkut
dengan hati-hati dan tidak membuat
ternak menjadi stres
Ternak diturunkan dari alat angkut
dengan kurang hati-hati dan sedikit
kasar
Sebaiknya ternak diturunkan dari alat
angkut dengan hati-hati dan tidak
membuat ternak menjadi stress
Dilakukan pemerikasaan dokumen
(surat kesehatan hewan, surat
keterangan asal hewan, surat karantina
dsb)
Dilakukan pemeriksaan dokumen
perjalanan dan kesehatan ternak -
Hewan ternak harus diistirahatkan
terlebih dahulu di kandang
penampungan minimal 12 jam sebelum
dipotong
Hewan ternak diistirahatkan dalam
kandang penampungan minimal 12
jam sebelum dipotong
-
Hewan ternak harus dipuasakan tetapi
tetap diberi minum kurang lebih 12 jam
sebelum dpotong
Hewan ternak diberi pakan hijauan
dengan jumlah terbatas dan
diberikan air minum secara ad
libitum
Sebaiknya 12 jam sebelum ternak
akan dipotong tidak diberikan pakan
hijauan untuk mengurangi
kontaminasi terhadap produk akhir
Hewan ternak harus diperiksa
kesehatannya sebelum dipotong
(pemeriksaan antemortem)
Pemeriksaan kesehatan ternak
dilakukan berdasarkan dokumen
perjalanan ternak dari tempat asal
Sebaiknya pemeriksaan antemortem
dilakukan beberapa jam sebelum
ternak dipotong
2. Pemeriksaan antemortem Pemeriksaan antemortem dilakukan
oleh dokter hewan atau petugas yang
ditunjuk di bawah pengawasan dokter
hewan sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan (Surat Keputusan
Bupati/Walikota/Kepala Dinas)
Pemeriksaan antemortem dilakukan
oleh Dokter Hewan secara langsung
tetapi tidak dilakukan secara
kontinu serta melalui pemeriksaan
dokumen perjalanan dan kesehatan
ternak
Pemeriksaan ternak sebaiknya
dilakukan secara terjadwal dan
dilakukan pada setiap ternak yang
akan dipotong
Hewan ternak yang dinyatakan sakit Hewan ternak yang sakit atau -
76
77
No. Aspek GSP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
atau diduga sakit dan tidak boleh
dipotong atau ditunda pemotongannya,
harus segera dipisahkan dan
ditempatkan pada kandang isolasi untuk
pemeriksaan lebih lanjut
teridentifikasi penyakit ditunda
untuk dipotong dan ditempatkan
pada kandang isolasi
-
Apabila ditemukan penyakit menular
atau zoonosis, maka dokter hewan/
petugas yang ditunjuk di bawah
pengawasan dokter hewan harus segera
mengambil tindakan sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan
Belum pernah ditemukan penyakit
menular yang ditemukan -
3. Persiapan pemotongan
ternak
Ruang proses produksi dan peralatan
harus dalam kondisi bersih sebelum
dilakukan proses penyembelihan
Ruang produksi berada dalam
kondisi bersih
-
Hewan ternak harus ditimbang sebelum
dipotong
Tidak dilakukan penimbangan
ternak
Sebaiknya ternak yang akan dipotong
terlebih dahulu ditimbang untuk
mengetahui persentase karkas dan
daging
Hewan ternak harus dibersihkan
terlebih dahulu dengan air (disemprot
air) sebelum memasuki ruang
pemotongan
Hewan ternak tidak dibersihkan
dahulu sebelum akan disembelih
Sebaiknya hewan ternak yang akan
disembelih harus dibersihkan terlebih
dahulu untuk mencegah kontaminasi
produk
Hewan ternak digiring dari kandang
penampungan ke ruang pemotongan
melalui gang way dengan cara wajar
dan tidak membuat stress pada ternak
Ternak digiring dari kandang ke
tempat pemotongan memalui gang
way, tetapi ternak diperlakukan
kasar saat akan memasuki tempat
pemotongan
Sebaiknya ternak yang akan dipotong
tidak diperlakukan kasar karena akan
mempengaruhi kualitas akhir produk
4. Proses penyembelihan Hewan ternak harus dipingsankan atau
tidak dipingsankan
Hewan ternak tidak dipingsankan
-
Lanjutan Tabel 13
77
78
No. Aspek GSP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
Apabila dilakukan pemingsanan, maka
tata cara pemingsanan harus mengikuti
Fatwa MUI tentang tata cara
pemingsanan hewan yang
diperbolehkan
Hewan ternak tidak dilakukan
pemingsanan -
Apabila tidak dilakukan pemingsanan,
maka tata cara menjatuhkan hewan
harus dapat meminimalkan rasa sakit
dan stress (misalnya menggunakan re-
straining box)
Cara menjatuhkan ternak dilakukan
dengan menggunakan re-straining
box
-
Apabila hewan ternak telah rebah dan
telah diikat (aman) segera dilakukan
penyembelihan sesuai dengan syariat
Islam yaitu memotong bagian ventral
leher dengan menggunakan pisau yang
tajam sekali tekan tanpa diangkat
sehingga memutus saluran makanan,
saluran nafas dan pembuluh darah
Setelah ternak rebah, segera
dilakukan pemotongan sesuai
dengan syariat islam dan
menggunakan pisau yang tajam
-
Proses selanjutnya dilakukan setelah
ternak benar-benar mati dan
pengeluaran darah sempurna
Dalam kondisi ternak masih
mengejang sudah dilakukan proses
selanjutnya yaitu penggantungan
ternak dengan railling
systemmenuju ke tempat pengulitan
Sebaiknya proses setelah pemotongan
dilakukan setelah ternak benar-benar
mati
Setelah hewan ternak tidak bergerak
lagi, leher dipotong dan kepala
dipisahkan dari bagian badan, kemudian
bagian kepala digantung untuk
dilakukan pemeriksaan selanjutnya
Setelah ternak mati, dilakukan
pemisahan bagian kepala dari
badan, tetapi kelapa tidak dilakukan
pemeriksaan postmortem
Sebaiknya sebelum bagian kepala
diproses lebih lanjut harus dilakukan
pemeriksaan postmortem
Pada RPH yang fasilitasnya lengkap,
kedua kaki belakang pada sendi tarsus
Fasilitas hoist atau penggantung
ternak tersedia tetapi tidak
Sebaiknya fasilitas penggantung
ternak dimanfaatkan secara maksimal
Lanjutan Tabel 13
78
79
No. Aspek GSP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
dikaitkan dan dikere (hoisted), sehingga
bagian leher berada dibawah yang
bertujuan agar proses pengeluaran darah
benar-benar sempurna dan siap untuk
proses selanjutnya.
dimanfaatkan secara maksimal,
sehingga proses pengulitan sampai
dihasilkan karkas/daging dilakukan
di lantai
sehingga penanganan ternak lebih
mudah dan proses pengeluaran darah
menjadi lebih sempurna
RPH yang tidak memiliki fasilitas hoist,
setelah hewan ternak benar-benar mati,
hewan dipindahkan ke atas keranda/
penyangga karkas (cardle) dan siap
untuk dilakukan proses selanjutnya
Tersedia fasilitas hoist, tetapi
fasilitas tersebut hanya difungsikan
untuk memindahkan ternak dari
tempat pemotongan ke tempat
pengulitan
-
5. Tahap pengulitan Sebelum proses pengulitan dilakukan,
terlebih dahulu harus dilakukan
pengikatan pada saluran makan di leher
dan anus, sehingga isi lambung dan
feses tidak keluar dan mencemari
karkas
Tidak dilakukan pengikatan pada
bagian saluran makanan dan bagian
anus
Sebaiknya dilakukan pengikatan
bagian saluran makanan dan bagian
anus untuk menghindari produk dari
cemaran sisa pakan dan feses
Pengulitan dilakukan bertahap, diawali
dengan membuat irisan panjang pada
kulit sepanjang garis dada dan bagian
perut
pengulitan diawali dengan membuat
irisan pada pergelangan kaki dan
membuat irisan pada bagian dada
sampai ke bagian perut
-
Irisan dilanjutkan sepanjang permukaan
dalam (medial) kaki.
Irisan dilanjutkan sepanjang
permukaan dalam (medial) kaki.
-
Kulit dipisahkan mulai dari bagian
tengah ke punggung
Kulit dipisahkan mulai dari bagian
tengah ke punggung
-
Pengulitan harus hati-hati tidak terjadi
kerusakan pada kulit dan terbuangnya
daging
Pengulitan dilakukan dengan cepat
sehingga terkadang kulit robek atau
bagian daging ikut terkelupas
Sebaiknya pengulitan dilakukan
dengan hati-hati untuk menghindari
kerusakan pada kulit dan daging
6. Pengeluaran Jeroan Rongga perut dan rongga dada dibuka
dengan membuat irisan sepanjang garis
Untuk mengeluarkan jeroan dibuat
irisan mulai dari bagian dada ke
-
Lanjutan Tabel 13
79
80
No. Aspek GSP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
perut dan dada rongga perut
Organ-organ yang ada di rongga perut
dan dada dikeluarkan dan dijaga agar
rumen dan alat pencernaan lainnya tidak
pecah/robek
Organ dalam yang dikeluarkan
diusahakan tidak pecah dan tidak
mencemari daging
-
Dilakukan pemisahan antara jeroan
merah (hati, jantung, paru-paru, limpa,
ginjal dan lidah) dan jeroan hijau
(lambung, usus dan esophagus)
Dilakukan pemisahan antara jeroan
merah (hati, jantung, paru-paru,
limpa, ginjal dan lidah) dan jeroan
hijau (lambung, usus dan
esophagus)
-
7. Pemeriksaan post mortem Pemeriksaan postmortem dilakukan
oleh dokter hewan atau petugas yang
ditunjuk di bawah pengawasan dokter
hewan
Pemeriksaan postmortem dilakukan
oleh Dokter Hewan tetapi tidak
pada setiap ternak
Sebaiknya pemeriksaan postmortem
dilakukan pada setiap ternak
Pemeriksaan postmortem dilakukan
terhadap kepala, isi rongga dada dan
perut serta karkas
Pemeriksaan dilakukan terhadap
organ hati dan jantung
Sebaiknya pemeriksaan postmortem
dilakukan terhadap kepala, isi rongga
dada dan perut serta karkas
Karkas dan organ yang dinyatakan
ditolak atau dicurigai harus segera
dipisahkan untuk dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut
organ yang ditolak atau dicurigai
dilakukan pemisahan dan harus
sesuai izin dokter hewan apabila
akan dipasarkan
-
Apabila ditemukan penyakit hewan
menular dan zoonosis, maka dokter
hewan/petugas yang ditunjuk di bawah
pengawasan dokter hewan harus segera
mengambil tindakan sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan
Apabila hewan ternak terindikasi
penyakit menular, maka dokter
hewan segera mengambil tindakan
sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan
-
8 Pembelahan karkas Karkas dibelah dua sepanjang tulang
belakang dengan kampak yang tajam
Karkas tidak dibelah, tetapi
tulangnya dipisahkan dari daging
Sebaiknya karkas dibelah dua
sepanjang tulang belakang dengan
Lanjutan Tabel 13
80
81
No. Aspek GSP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
atau mesin yang disebut automotic
cattle splitter
secara langsung peralayan yang tajam
Pembelahan karkas dapat dilakukan
menjadi dua/empat sesuai kebutuhan
Tidak ada pembelahan karkas
menjadi beberapa bagian
Sebaiknya karkas dibelah menjadi
dua/empat bagian untuk
mempermudah penanganan daging
9. Pelayuan Karkas yang telah dipotong/dibelah
disimpan diruang yang dingin (<10 oC)
Karkas tidak dilakukan proses
penyimpanan dingin
Sebaiknya karkas/daging setelah
dipotong beberapa bagian disimpan
dalam ruangan pendingin
Karkas selanjutnya siap diangkut ke
pasar
Karkas diangkut kepasar tanpa
harus melalui proses pendinginan
Sebaiknya karkas/daging siap
diangkut ke pasar setelah melalui
tahapan pendinginan
10. Pengangkutan karkas Karkas/daging harus diangkut dengan
angkutan khusus daging yang didesain
dengan boks tertutup, sehingga dapat
mencegah kontaminasi dari luar
Karkas tidak diangkut dengan
kendaraan khusus daging dan tidak
memiliki fasilitas mesin pendingin
Sebaiknya alat angkut karkas/daging
menggunakan alat angkut khusus
daging
Jeroan dari hasil sampingannya
diangkut dengan wadah dan atau alat
angkut yang terpisah dengan alat angkut
karkas/daging
Karkas/daging, jeroan dan hasil
sampingan lainnya diangkut dalam
satu alat angkut tanpa ada pemisah
Sebaiknya antara karkas/daging
dengan jeroan dan hasil sampingan
lainnya diangkut dengan kendaraan
yang berbeda
Karkas/daging dan jeroan harus
disimpan dalam wadah/kemasan
sebelum disimpan dalam boks alat
angkut
Karkas/daging dan jeroan tidak
dikemas terlebih dahulu dalam
wadah khusus sebelum dimasukkan
kedalam alat angkut
Sebaiknya karkas/daging dan jeroan
disimpan dalam wadah/kemasan
sebelum disimpan dalam boks alat
angkut
Untuk menjaga kualitas daging
dianjurkan alat angkut karkas/daging
dan jeroan dilengkapi dengan alat
pendingin (refrigerator)
Alat angkut tidak dilengkapi dengan
mesin pendingin
Sebaiknya alat angkut karkas/daging
dan jeroan dilengkapi dengan fasilitas
mesin pendingin
Lanjutan Tabel 13
81
82
Evaluasi Penerapan Sistem Jaminan Halal (SJH) di RPH Kota Pekanbaru
Sistem jaminan halal (SJH) merupakan sebuah sistem yang
mengelaborasikan, menghubungkan, mengakomodasikan dan mengintegrasikan
konsep-konsep syari’at Islam khususnya terkait dengan halal haram, etika usaha
dan manajemen keseluruhan, prosedur dan mekanisme perencanaan, implementasi
dan evaluasinya pada suatu rangkaian produksi bahan yang akan dikonsumsi umat
Islam. Sistem ini dibuat untuk memperoleh dan sekaligus menjamin bahwa
produk-produk tersebut halal, disusun sebagai bagian integral dari kebijakan
perusahaan, bukan merupakan sistem yang berdiri sendiri. SJH merupakan sebuah
sistem pada suatu rangkaian produksi yang senantiasa dijiwai dan didasari pada
konsep-konsep Syari’at Islam dan etika usaha sebagai input utama dalam
penerapan SJH (Badan Karantina Pertanian 2010).
Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan salah satu unit usaha yang
sangat penting dalam rangka menjaga kehalalan pangan yang beredar
dimasyarakat. Berdasarkan Undang-undang No. 18 tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan, diantaranya menjamin bahwa pangan asal
hewan (PAH), terutama daging ternak, yang beredar di Indonesia harus memenuhi
peryaratan aman, sehat, utuh dan halal (ASUH).Pada proses penanganan ternak di
RPH terdapat salah satu tahap yang cukup kritis ditinjau dari segi kehalalan yaitu
proses penyembelihan hewan. Proses penyembelihan sangat menentukan halal
atau tidaknya karkas/daging atau bagian lain dari ternak (lemak, tulang, jeroan
dan lainnya) yang dihasilkan. Selain itu, untuk menghasilkan karkas/daging yang
ASUH, dibutuhkan tempat dan peralatan yang bersih, sehat dengan proses
pemotongan yanghalal sesuai dengan Syari’at Islam.
Permasalahan halal dan haram dalam Agama Islam diatur dalam Al-
Qur’an dan Hadits. Halal dan haram dalam proses penyembelihan ternak telah
diatur sedemikian rupa guna memenuhi hak manusia untuk mendapatkan
makanan yang halal dan baik. Selain menjelaskan hewan yang halal dan haram
untuk dikonsumsi, Islam juga menetapkan ketentuan-ketentuan personal yang
syah hasil sembelihannya, alat-alat yang digunakan untuk sembelih, serta tata cara
pelaksanaan penyembelihan agar hasil penyembelihan tersebut halal dan baik.
Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Maidah Ayat 3 yang artinya : “Diharamkan
83
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi (daging hewan) yang disembelih
atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh ,yang ditanduk
dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya,
dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala”.Selain itu, Allah SWT
juga berfirman dalam Surat Al-Baqarah Ayat 173 yang artinya “Sesunguhnya
Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang
yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam
keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak
(pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Upaya untuk menghasilkan produk pangan asal hewan tidak terlepas dari
adanya tahapan yang dilakukan untuk menghasilkannya. Tahapan tersebut sangat
berpengaruh dalam menentukan halal atau tidaknya produk pangan asal hewan.
Karkas, daging dan/atau jeroan adalah jenis pangan segar asal hewan yang dapat
bersifat halal atau haram, sehingga dalam upaya untuk memenuhi persyaratan
kehalalan pada karkas, daging dan/atau jeroan tersebut, tahapan atau proses yang
dilalui untuk menghasilkannya harus berasal dari hewan yang halal, disembelih
dan diproses sesuai Syariat Islam serta dalam proses produksi, pengemasan dan
pengangkutannya tidak mengandung, terkontaminasi dan tercampur dengan
produk pangan asal hewan yang diragukan kehalalannya.
Konsep kehalalan daging hewan tidak hanya dilihat dari proses
penyembelihannya, akan tetapi meliputi semua aspek mulai dari pakan, perlakuan
terhadap ternak sebelum disembelih yang mengacu kepada kaidah kesejahteraan
hewan, saat penyembelihan, penanganan karkas/daging, peralatan yang digunakan
bebas dari bahan yang najis, bahkan diidentifikasi sampai pada manajemen
penjualan karkas/daging. Produksi karkas/daging yang halal, maka perusahaan
atau RPH harus memiliki komitmen dalam menghasilkan hasil sembelihan yang
halal. Selain itu, diperlukan pengawasan secara kontinu di RPH oleh LPPOM-
MUI terhadap seluruh tahapan proses yang dilakukan, mulai dari pemilihan
hewan, penyembelihan sampai pengiriman produk kepada konsumen sesuai
dengan aturan halal yang telah ditetapkan. Adapun hasil rekapitulasi penerapan
sistem jaminan halal (SJH) di RPH kota Pekanbaru terlihat padat Tabel 14.
84
Tabel 14 Hasil rekapitulasi evaluasi penerapan sistem jaminan halal (SJH) di RPH
Kota Pekanbaru
No Parameter Bobot Pengamatan Penilaian NKV
Nilai Ya Tidak MN MY SR KT OK
1 Sumber Daya - - - - - - - -
1.1 Sumber daya manusia - - - - - - - -
1 Umum 5.00 4.00 1.00 4 - - - -
2 Petugas Penyembelih 6.00 6.00 0.00 - - - - -
3 Petugas Pemingsanan 2.50 0.00 2.50 - - - - -
4 Supervisior Halal 5.50 5.50 0.00 - - - - -
1.2 Prasarana - - - - -
1 Lokasi dan fasilitas RPH 3.00 3.00 0.00 - - - - -
2 Alat Penyembelih 2.50 2.50 0.00 - - - - -
2 Penyembelihan Hewan - - - - - - - -
2.1 Pra Penyembelihan - - - - - - - -
1 Umum 3.00 2.50 0.50 1 - - - -
2 Tanpa Pemingsanan 5.00 5.00 0.00 1 1 - - -
3 Pemingsanan (Stunning) 13.50 0.00 13.50 - - - - -
2.2 Penyembelihan (Slaughtering) 16.00 13.00 3.00 - 1 - - -
2.3 Pasca Penyembelihan 11.00 6.50 4.50 1 2 - 1 -
3 Penanganan dan Penyimpanan 12.50 7.50 5.00 3 1 - - -
4 Pengemasan dan Pelabelan 9.50 0.00 9.50 5 - - - -
5 Transportasi 5.00 0.00 5.00 - - 2 - -
Total Komulatif 100.00 55.50 44.50 15 5 2 1 - MN = Penyimpangan Minor, MY= Penyimpangan Mayor, SR= Penyimpangan Serius,
KT= Penyimpangan Kritis, OK= Tidak ada Penyimpangan
Tabel 14 menunjukkan bahwa pelaksanaan SJH di RPH Kota Pekanbaru
belum berjalan secara maksimal. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
pelaksanaan SJH baru mencapai 55.50%, sedangkan kriteria yang belum
terlaksana secara sempurna adalah sebesar 44.50%. Hasil evaluasi nilaikontrol
veteriner (NKV) di RPH Kota Pekanbaru memiliki 15 penyimpangan minor, 5
penyimpangan mayor, 2 penyimpangan serius dan 1 penyimpangan kritis. Adapun
kondisi penanganan karkas terlihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.
Gambar 9 Kondisi penanganan karkas/daging di RPH Kota Pekanbaru
85
Penyimpangan minor meliputi aspek sumber daya manusia yang
menangani proses produksi belum memiliki kompetensi, belum pernah mengikuti
pelatihan tentang kehalalan dan belum di supervisi oleh LPPOM-MUI, selain itu
penyimpangan terjadi pada aspek penyembelihan ternak yaiturestraing box
terkadang tidak berfungsi secara baik, penyimpangan juga terjadi pada aspek pra-
penyembelihan, pasca penyembelihan dan penanganan karkas yaitu tidak adanya
rekaman tentang hewan yang mati sebelum disembelih. Selain itu penyimpangan
minor juga terjadi pada aspek penanganan yaitu karkas/daging tidak diberi
cap/tanda, sedangkan penyimpangan pada tahapan pengemasan terjadi karena
karkas/daging yang dihasilkan oleh RPH Kota Pekanbaru tidak melaksanakan
proses pengemasan dan penyimpanan daging.
Gambar 10Penanganan karkas/daging pasca evicerasi
Penyimpangan mayor terjadi pada aspek penanganan sebelum dipotong,
yaitu ternak diperlakukan agak kasar sehingga dapat menyebabkan ternak menjadi
stres. Pada aspek penyembelihan terdapat penyimpangan yaitu supervisor halal
86
tidak memastikan terputusnya tiga saluran yang dipotong. Penyimpangan pasca
penyembelihan terjadi karena pemeriksaan kematian ternak dilakukan dengan
menyayat bagian tubuh ternak dan pemeriksaan postmortem tidak dilakukan pada
setiap ternak yang disembelih, sedangkan pada aspek penanganan terjadi
penyimpangan karena karkas/daging dan jeroan tidak dipisahkan sehingga
kontaminasi silang sangat mungkin terjadi. Penyimpangan serius terjadi pada
aspek transportasi yaitu tidak menggunakan alat angkut khusus karkas/daging
serta kemungkinan terkontaminasi dengan benda-benda najis bisa terjadi.
Penyimpangan kritis terjadi pada aspek pasca penyembelihan yaitu tidak
terpisahnya antara ruang untuk penanganan karkas dan ruang penanganan jeroan.
Proses penyembelihan ternak di RPH kota Pekanbaru telah sesuai dengan
ketentuan Syari’at Islam, sehingga karkas/daging yang dihasilkan telah memenuhi
standar halal. Akan tetapi untuk menyempurnakan kehalalan, harus dilakukan
perbaikan pada penanganan ternak sebelum dipotong, setelah dipotong dan
perbaikan fasilitas pengangkut karkas/daging serta adanya pengawasan terhadap
produksi halal di RPH oleh LPPOM-MUI. Suryana (2007) menyatakan bahwa
ketentuan yang harus dipenuhi dalam pemotongan ternak halal antara lain
penyembelih beragama Islam, berakal dan berbadan sehat, alat yang digunakan
harus tajam serta harus menyebut nama Allah saat menyembelih. Apriyantono et
al. (2007) menyatakan bahwa persyaratan bangunan fisik untuk produksi halal
meliputi lokasi yang jauh dari peternakan babi atau hewan yang tidak halal,
memiliki sistem sanitasi dan fasilitas pembuangan yang dapat menjamin
kebersihan produk dari barang haramatau najis, memiliki sistem pengamanan dari
masuknya binatang haram dan najis dilingkungan pabrik, memiliki sumber air
yang sehat dan tidak tercemar oleh barang najis. Jaminan halal merupakan
kepastian hukum yang menjamin bahwa produk makanan, minuman, obat,
kosmetik dan produk halal lainnya aman dikonsumsi dan digunakan oleh
masyarakat. Hasil evaluasi penerapan SJH di RPH Kota Pekanbaru tersaji pada
Tabel 15.
87
Tabel 15 Hasil evaluasi pelaksanaan SJH di RPH Kota Pekanbaru
No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
1. Sumber daya
1. Sumber daya manusia
1. Umum Personal yang melaksanakan pekerjaan
berhubungan status kehalalan harus
memiliki kompetensi yang sesuai
meliputi petugas pemingsanan,
penyembelihan dan supervisor halal.
Hanya sebagian kecil personal yang
bekerja menangani proses
penanganan ternak, penyembelihan
dan pengangan karkas/daging yang
memiliki kompetensi tentang status
kehalalan
Sebaiknya semua personal yang
bekerja menangani proses
penanganan ternak, penyembelihan
dan pengangan karkas/daging harus
memiliki kompetensi tentang status
kehalalan
Personal harus mengikuti pelatihan atau
melakukan tindakan lain untuk
mencapai kompetensi yang diperlukan
Tidak semua personal mendapatkan
pelatihan, kecuali petugas
penyembelihan
Sebaiknya semua personal yang
bekerja di RPH harus mendapatkan
pelatihan sesuai dengan kompetensi
yang diperlukan
Manajemen RPH harus memelihara
rekaman mengenai pelatihan,
keterampilan dan pengalaman personel
Hanya terdapat dokumentasi
kegiatan pelatihan kehalalan
Sebaiknya manajemen RPH harus
memiliki rekaman mengenai
pelatiihan, keterampilan dan
pengalaman personal.
Personal harus dikontrol dan di
supervisi oleh LPPOM MUI atau
Lembaga Sertifikasi Halal yang diakui
Pengawasan dikontrol oleh LPPOM
MUI terhadap petugas
peyembelihan ternak
Sebaiknya semua karyawan dan
petugas produksi diawasi dan
dikontrol oleh LPPOM MUI
Personal halal tidak boleh merangkap
sebagai pekerja/karyawan pada RPH
Babi
Personal halal tidak merangkap
sebagai pekerja di RPH babi
2. Petugas penyembelih Beragama Islam Beragama Islam -
Berumur minimal 18 tahun Berumur 45 tahun dan 38 tahun -
Berbadan dan berjiwa sehat Berbadan dan berjiwa sehat -
Taat menjalankan ibadah wajib Taat menjalankan ibadah wajib -
Memahami tata cara penyembelihan Memahami tata cara penyembelihan -
87
88
No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
sesuai Syari’at Islam ternak sesuai dengan Syari’at Islam -
Lulus pelatihan penyembelihan halal
yang dilakukan oleh Lembaga
Sertifikasi Halal
Telah lulus pelatihan
penyembelihan secara halal dan
mendapatkan sertifikat
-
Memiliki kartu identitas sebagai
penyembelih halal dari Lembaga
Sertifikasi Halal yang diakui oleh MUI
atau lembaga yang berwenang
Memiliki kartu identitas sebagai
penyembelih dari MUI -
Jumlah petugas penyembelih harus
memadai dengan jumlah hewan yang
disembelih per hari
Jumlah petugas penyembelih
mencukupi kapasitas ternak yang
disembelih per hari
-
3. Petugas pemingsanan Berbadan dan berjiwa sehat serta
memiliki catatan kesehatan
RPH tidak menggunakan sistem
pemingsanan ternak sebelum
dipotong
-
Memahami tata cara pemingsanan
sesuai dengan persyaratan halal
RPH tidak menggunakan sistem
pemingsanan ternak sebelum
dipotong
-
Memiliki keahlian sebagai petugas
pemingsanan dan telah mengikuti
pelatihan petugas pemingsanan.
RPH tidak menggunakan sistem
pemingsanan ternak sebelum
dipotong
-
4. Supervisor halal Beragama Islam Beragama Islam -
Berumur minimal 18 tahun Berumur lebih dari 18 tahun -
Berbadan dan berjiwa sehat Berbadan dan berjiwa sehat -
Taat menjalankan ibadah wajib Taat menjalankan ibadah wajib -
Memahami tata cara penyembelihan
sesuai Syari’at Islam
Memahami tata cara penyembelihan
sesuai Syari’at Islam
-
Disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi
Halal yang bekerjasana dengan instansi
terkait
Disertifikasi oleh Lembaga
Sertifikasi Halal yang bekerjasana
dengan instansi terkait
-
Lanjutan Tabel 15
88
89
No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
Memiliki kemampuan dalam memeriksa
proses pemotongan, mulai dari pra-
penyembelihan hingga penyimpanan
Memiliki kemampuan dalam
memeriksa proses pemotongan,
mulai dari pra-penyembelihan
hingga penyimpanan
-
Jumlah petugas supervisior halal harus
memadai dengan jumlah hewan yang
disembelih per hari
Petugas supervisor halal tidak
melakukan pengamatan setiap hari
di RPH
Sebaiknya petugas supervisor
melaksanakan pengawasan terhadap
ternak yang dipotong setiap hari di
RPH
2. Prasarana
1. Lokasi dan fasilitas
RPH
Pada satu RPH hanya dikhususkan
untuk produksi daging hewan halal
RPH hanya dikhususkan untuk
produksi daging hewan halal
-
Lokasi RPH harus terpisah dari
RPH/peternakan babi (minimal radius 2
km) dan tidak terjadi kontaminasi silang
antara RPH halal dan RPH/ peternakan
babi
Lokasi RPH terpisah sangat jauh
dari peternakan/RPH babi -
Fasilitas RPH dirancang sedemikian
rupa agar produk tidak terjadi
kontaminasi dengan produk non halal
maupun dengan barang haram dan najis
Kontaminasi produk daging di RPH
kemungkinannya sangat kecil dapat
tercemar dengan produk non halal
atau yang dapat menimbulkan najis
-
Tidak terjadi penggunaan fasilitas,
mesin dan alat secara bersama-sama
antara RPH halal dan RPH babi
Penggunaan mesin atau fasilitas alat
produksi yang sama tidak
digunakan pada RPH babi
-
2. Alat Penyembelih Harus tajam Pisau yang digunakan sangat tajam
-
Bukan berasal dari kuku, gigi/taring
atau tulang
Berasal dari besi baja dan tidak
berkarat
-
Ukuran dari alat penyembelih harus
disesuaikan dengan ukuran dari leher
hewan yang akan dipotong
Ukuran pisau sesuai dengan ukuran
leher hewan yang dipotong
-
Lanjutan Tabel 15
89
90
No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
Alat penyembelih tidak diasah di depan
hewan yang akan disembelih
Pisau sembelih tidak diasah didepan
hewan yang akan dipotong
-
2. Penyembelihan Hewan
1. Pra-penyembelihan
1. Umum Hewan yang akan disembelih harus
mempunyai waktu istirahat yang cukup
dan mengikuti kaidah kesejahteraan
hewan yang berlaku
Waktu istirahat hewan yang akan
disembelih berkisar antara 12 – 48
jam, kecuali pada ternak dalam
kondisi kritis
-
Dilakukan pemeriksaan ante mortem
oleh lembaga yang berwenang
Dilakukan pemeriksaan terhadap
dokumen kesehatan dan perjalanan
ternak oleh Dokter Hewan
-
Rekaman hewan mati sebelum sempat
disembelih harus disimpan dan
dipelihara
Tidak ada rekaman hewan mati
sebelum disembelih
Sebaiknya harus ada rekaman
terhadap hewan yang mati sebelum
disembelih
2. Tanpa pemingsanan Pengendalian hewan harus seminimal
mungkin hewan stress dan kesakitan
Perlakuan terhadap ternak yang
akan disembelih sedikit agak kasar
Sebaiknya ternak yang akan
disembelih diperlakukan secara baik
untuk menghindari stress dan
kesakitan pada ternak
Bila menggunakan sarana pengendalian
(restraining box), termasuk sarana
pengendalian secara mekanis, harus
dipastikan berfungsi baik dan
dioperasionalisasikan secara efektif
Restraining box yang digunakan
berfungsi secara baik -
Sesegera mungkin dilakukan
penyembelihan bila hewan telah
terkendali dengan baik dan tenang
Setelah hewan diikat dan berada
pada posisi yang sempurna segera
dilakukan proses penyembelihan
-
3. Dengan pemingsanan
(stunning)
Stunning hanya menyebabkan hewan
pingsan sementara, tidak menyebabkan
hewan mati sebelum disembelih
RPH tidak menerapkan sistem
pemingsanan (stunning) ternak
sebelum dipotong
-
Lanjutan Tabel 15
90
91
No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
Tidak menyebabkan cidera permanen
atau merusak organ hewan yang
dipingsankan, khususnya sistem syaraf
pusat (SSP)
RPH tidak menerapkan sistem
pemingsanan (stunning) ternak
sebelum dipotong
-
Tidak menyebabkan hewan kesakitan RPH tidak menerapkan sistem
pemingsanan (stunning) ternak
sebelum dipotong
-
Bertujuan untuk mempermudah
penyembelihan
RPH tidak menerapkan sistem
pemingsanan (stunning) ternak
sebelum dipotong
-
Metode/ peralatan stunning harus
divalidasi untuk menjamin terwujudnya
syarat pada poin a,b,c dan d.
RPH tidak menerapkan sistem
pemingsanan (stunning) ternak
sebelum dipotong
-
Peralatan stunning tidak digunakan
antara hewan halal dan non halal
RPH tidak menerapkan sistem
pemingsanan (stunning) ternak
sebelum dipotong
-
Petugas pemingsanan harus memastikan
peralatan stunning dalam kondisi baik
setiap akan memulai proses
penyembelihan
RPH tidak menerapkan sistem
pemingsanan (stunning) ternak
sebelum dipotong
-
Supervisior Halal harus melakukan
verifikasi secara berkala untuk
memastikan pelaksanaan stunning
sesuai dengan metode dan parameter
yang telah disetujui pada syarat e.
RPH tidak menerapkan sistem
pemingsanan (stunning) ternak
sebelum dipotong
-
Supervisior Halal harus memastikan
bahwa pemingsanan tidak menyebabkan
kematian pada hewan sebelum
disembelih dengan memastikan
RPH tidak menerapkan sistem
pemingsanan (stunning) ternak
sebelum dipotong
-
Lanjutan Tabel 15
91
92
No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
pergerakan hewan
Harus dibuat rencana pemeliharaan
peralatan stunning
RPH tidak menerapkan sistem
pemingsanan (stunning) ternak
sebelum dipotong
-
Harus dilakukan validasi untuk
menjamin efektivitas dari peralatan
stunning dengan menggunakan
instrumen yang telah terkalibrasi
RPH tidak menerapkan sistem
pemingsanan (stunning) ternak
sebelum dipotong
-
Esophagus plug dapat dipasang pada
kerongkongan sepanjang tidak melukai
hewan
RPH tidak menerapkan sistem
pemingsanan (stunning) ternak
sebelum dipotong
-
Rekaman pemingsanan hewan yang
tidak sesuai dengan persyaratan harus
disimpan dan dipelihara.
RPH tidak menerapkan sistem
pemingsanan (stunning) ternak
sebelum dipotong
-
2 Proses Penyembelihan
(Slaughtering)
Penyembelihan mengucapkan
“Bismillaahi Allahu Akbar” atau
“Bismillaahi Rahmaanir Rahim” yang
diucapkan untuk individu hewan
Setiap hewan yang akan disembelih
terlebih dahulu petugas sembelih
membaca “Bismillaahi Allahu
Akbar” atau “Bismillaahi
Rahmaanir Rahim”
-
Posisi hewan ketika disembelih bisa
dalam posisi terbaring atau tergantung,
dengan syarat penyembelihan harus
dilakukan dengan cepat.
Posisi hewan dalam keadaan
terbaring dan penyembelihan
dilakukan secara cepat
-
Wajib terpotongnya 3 (tiga) saluran
yaitu, pembuluh darah (wadajain/vena
jugularis dan arteri carotis disisi kiri
dan kanan), saluran makanan
(mari’/esophagus), dan saluran
pernafasan (hulqum/trachea).
Terpotong 3 (tiga) saluran yaitu,
pembuluh darah (wadajain/vena
jugularis dan arteri carotis disisi
kiri dan kanan), saluran makanan
(mari’/esophagus), dan saluran
pernafasan (hulqum/trachea).
-
Lanjutan Tabel 15
92
93
No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
Proses penyembelihan harus dilakukan
secara cepat dan tepat sasaran tanpa
mengangkat pisau.
Penyembelihan dilakukan secara
cepat dengan tanpa mengangkat
pisau
-
Proses penyembelihan dilakukan dari
leher bagian depan dan tidak memutus
tulang leher
Proses penyembelihan dilakukan
tidak sampai memutuskan tulang
leher
-
Jika ada proses pemingsanan,
penyembelihan harus dilakukan
sebelum hewan sadar (maksimal 40
detik).
Tidak dilakukan proses
pemingsanan terhadap ternak
sebelum dipotong
-
Supervisior Halal harus memastikan
terpotongnya tiga saluran, serta darah
hewan berwarna merah dan mengalir
deras saat disembelih
Darah hewan berwarna merah
mengalir deras, tatapi tidak ada
supervisor halal yang mengamati
Sebaiknya supervisor halal
mengamati setiap proses
penyembelihan
Hewan yang akan disembelih
disarankan untuk dihadapkan ke kiblat
Hewan yang disembelih kepala
menghadap kea rah kiblat
-
3 Pasca Penyembelihan Harus dilakukan pemeriksaan untuk
memastikan hewan mati sebelum
dilakukan penanganan atau proses
selanjutnya
Dilakukan pemeriksaan apakah
hewan sudah benar-benar dalam
keadaan mati, sebelum dilakukan
tahapan selanjutnya
Pemeriksaan kematian ternak
dilakukan dengan menggerakkan atau
memukul tubuh ternak bahkan
membuat irisan pada bagian paha
dengan pisau
Waktu minimal antara pemotongan
dengan proses selanjutnya adalah 45
detik
Waktu antara pemotongan dengan
proses selanjutnya lebih dari 45
detik
-
Ruang/lokasi penanganan karkas dan
jeroan harus dipisah
Tidak ada pemisah antara ruang
penanganan karkas dan jeroan
Sebaiknya antara ruang penanganan
karkas harus terpisah dengan ruang
penanganan jeroan
Karkas dan jeroan yang berasal dari
hewan yang disembelih tidak memenuhi
Hewan yang disembelih tetapi tidak
memenuhi persyaratan untuk -
-
Lanjutan Tabel 15
93
94
No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
persyaratan halal harus diperlakukan
sebagai non halal
dipotong, tidak akan diberikan surat
izin pengeluaran daging dari RPH
Pemeriksaan post mortem harus
dilakukan oleh petugas yang berwenang
Pemeriksaan post mortem
dilakukan oleh Dokter Hewan
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan
pada setiap individu hewan yang
dipotong
Rekaman karkas dan jeroan yang tidak
memenuhi persyaratan harus disimpan
dan dipelihara
Tidak ada rekaman karkas dan
jeroan yang disimpan karena tidak
memenuhi persyaratan
ada rekaman karkas dan jeroan yang
disimpan karena tidak memenuhi
persyaratan
Khusus untuk pengunaan alat
pemingsanan mekanis (percussive
pneumatic stun/mushroom head stun)
harus dilakukan pemeriksaan broken
skull serta rekamannya harus disimpan
dan dipelihara
Tidak dilakukan proses
pemingsanan terhadap ternak
sebelum dipotong -
Electrical stimulation yang digunakan
untuk mempercepat keluarnya darah
dan menghindari gerakan hewan yang
membahayakan bagi penyembelih
diperbolehkan sepanjang tidak
mematikan.
Tidak dilakukan penggunaan alat
Electrical stimulation -
-
Penanganan dan
penyimpanan
Karkas/daging/jeroan halal dan non
halal harus ditangani dan disimpan pada
tempat yang terpisah
Tidak terdapat karkas/daging/jeroan
non halal
-
Karkas/daging/jeroan halal harus
ditangani dan disimpan dengan baik
untuk menghindari kontaminasi silang
dengan bahan dan cemaran lainnya
Kontaminasi silang dengan bahan
atau cemaran lain terhadap
karkas/daging sangat mungkin
terjadi
Sebaiknya kontaminasi silang dengan
bahan atau cemaran lain terhadap
karkas/daging tidak boleh terjadi
Karen akan menurunkan mutu
produk
Ruang/gudang penyimpanan harus - Tidak ada produk non halal
-
Lanjutan Tabel 15
94
95
No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
bebas dari produk non halal
Jika di RPH menghasilkan produk halal
dan non halal, maka harus dilakukan
penandaan sehingga memudahkan
untuk penelusuran balik atas produk
yang bersangkutan
RPH hanya menghasilkan produk
karkas/daging/jeroan halal -
Jika di RPH menghasilkan produk halal
dan non halal, maka penyimpanan
dilakukan secara baik dengan cara
memberi warna rak yang berbeda antara
rak untuk produk halal dan non halal
serta mencantumkan tanda “Halal” dan
“Non Halal” dimasing-masing rak
Tidak ada penandaan karena RPH
tidak menghasilkan produk non
halal -
Rekaman karkas/daging/jeroan non
halal harus disimpan dan dipelihara
Tidak ada rekaman
karkas/daging/jeroan non halal
yang disimpan
-
4 Pengemasan dan
pelabelan
Kemasan harus memiliki identitas
halal, seperti logo halal atau barcode,
untuk menandai kehalalal dari produk,
sehingga memudahkan untuk
penelusuran balik (traceability) atas
produk yang bersangkutan
Tidak ada proses pengemasan
terhadap karkas/daging/jeroan yang
dihasilkan
Sebaiknya karkas/daging/jeroan harus
dilakukan proses pengemasan dan
harus memiliki identitas halal, seperti
logo halal atau barcode, untuk
menandai kehalalal dari produk,
sehingga memudahkan untuk
penelusuran balik (traceability) atas
produk yang bersangkutan
Pemberian identitas halal dicantumkan
pada kemasan produk sebelum
memasuki ruang/gudang penyimpanan
Tidak ada identitas halal pada
produk
Sebaiknya karkas/daging/jeroan harus
diberikan identitas halal yang
dicantumkan pada kemasan
Label harus secara spesifik menjelaskan
perbedaan halal dan non halal (jika ada)
Tidak ada pelabelan yang dapat
membedakan antara produk halal
dan non halal
Sebaiknya terdapat pelabelan spesifik
yang dapat membedakan antara
produk halal dan non halal
Lanjutan Tabel 15
95
96
No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi
Proses pengiriman daging/jeroan harus
disertai dengan label, mulai dari
penyiapan (pengepakan dan pemasukan
kedalam kontainer), pengangkutan
(pengapalan/shipping) hingga
penerimaan
Pengiriman daging/jeroan ke pasar
tidak disertai label
Sebaiknya proses pengiriman
daging/jeroan harus disertai dengan
label
Label sekurang-kurangnya harus
memuat informasi logo halal, tanggal
penyembelihan, nama dan/atau nomor
RPH beserta alamat dan negara asal
RPH, serta berat bersih
Tidak ada proses pelabelan pada
produk daging/jeroan
Sebaiknya pelabelan memuat
informasi logo halal tanggal
penyembelihan, nama dan/atau nomor
RPH serta berat bersih
5 Trasportasi Alat pengiriman harus khusus
(dedicated) untuk membawa atau
mengangkut daging halal saja, tidak
boleh digunakan bersama atau
bergantian untuk mengangkut produk
babi/daging non halal
Alat pengiriman karkas/daging dan
jeroan bukan alat khusus penangkut
daging
Sebaiknya alat angkut karkas/daging
maupun jeroan harus menggunakan
alat angkut khusus dan tidak boleh
digunakan bersama atau bergantian
untuk mengangkut produk
babi/daging non halal
Alat pengiriman harus bebas dari najis
(filth) dan cemaran lain
Alat angkutdapat menjadi sumber
pencemaran dari najis
Sebaiknya alat angkut harus khusus
sehingga bebas darinajis dan cemaran
lainnya.
96
Lanjutan Tabel 15
97
Mutu Fisik Daging Sapi
Mutufisik daging sapi yang diukur pada penelitian ini meliputi pH, warna
dan daya mengikat air. Hasil analisis mutu fisik daging tersebut disajikan pada
Tabel 16.
Tabel 16 Rataan mutu fisik daging sapi asal RPH Kota Pekanbaru
Peubah Jenis Otot Rataan
pH Daging Longissimus dorsiet lumbarum 5.37 ± 0.09
Bicep femoris 5.56 ± 0.08
Warna Daging Longissimus dorsi et lumbarum 5.90 ± 0.88
Bicep femoris 7.08 ± 0.98
% Air Bebas Longissimus dorsi et lumbarum 61.80 ± 10.16
Bicep femoris 53.53 ± 15.03
pH daging
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai pH daging pada otot
Longissimus dorsi et lumbarum (LD) adalah sebesar 5.37, sedangkan pada otot
Bicep femoris (BF) sebesar 5.56. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pH
daging masih berada pada kisaran pH daging normal. Soeparno et al. (2011)
menyatakan bahwa pH normal daging berkisar 5.3-5.9, tergantung dari laju
glikolisis postmortem serta cadangan glikogen dalam otot. Feiner (2006)
menyatakan nilai pH daging dan produk daging secara umum berkisar antara
4.6-6.4.
Kondisi ternak sebelum dan sesaat sebelum dilakukan pemotongan dapat
mempengaruhi kadar glikogen dalam otot. Kondisi ternak yang mengalami stres
sebelum pemotongan juga akan berpengaruh terhadap ketersediaan glikogen
dalam otot dan akan berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya nilai pH daging
pascamati. Soeparno et al. (2011) mengemukakan bahwa pH lebih dipengaruhi
oleh stres sebelum pemotongan, pemberian injeksi hormon atau obat-obatan,
spesies, individu ternak, macam otot, stimulasi listrik dan aktivitas enzim dan
terjadinya glikolisis. Selain itu, Aberle et al. (2001) berpendapat bahwa banyak
atau sedikitnya glikogen berpengaruh terhadap pH akhir daging, dan hal ini
tergantung pada kondisi ternak sebelum pemotongan sehingga memberi dampak
terhadap karakteristik daging pascamati.
98
Warna Daging
Hasil penelitian (Tabel 16) menunjukkan bahwa warna daging LD
memiliki skor 6 (merah terang), sedangkan daging BF memiliki skor 7 (merah
agak sedikit gelap). Warna daging merupakan salah satu faktor penting dalam
menentukan kualitas daging secara fisik dan menjadi indikator kesegaran daging.
Pengamatan warna daging pada penelitian ini mengacu pada standar warna daging
menurut SNI 3932: 2008 yang terdiri memiliki angka skor dari satu sampai
sembilan. Nilai skor warna ditentukan berdasarkan skor warna yang paling sesuai
dengan warna daging. Standar warna daging mulai dari merah muda sampai
merah tua.
Menurut Soeparno et al. (2011) dan Lawrie (2003) warna daging
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pakan, spesies, bangsa, umur, jenis
kelamin, stres (tingkat aktivitas dan tipe otot), pH dan oksigen. Penentuan warna
daging berdasarkan konsentrasi mioglobin (tipe molekul mioglobin dan status
kimia mioglobin) kondisi fisik dan kimia serta komponen lainnya dalam daging.
Soeparno (2005) menyatakan bahwa mioglobin mengalami perubahan pada
potongan daging yang berwarna gelap. Warna gelap pada potongan daging
mempunyai pH postmortem dan daya ikat air yang tinggi serta memiliki tekstur
yang lekat. Warna gelap pada daging berhubungan tidak langsung dengan pH dan
berhubungan erat dengan respirasi mitokondrial, sehingga konsentrasi
oksimioglobin merah terang tetap rendah.
Daya Mengikat Air (Digambarkan dengan persentase air bebas)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai persentase air bebas pada otot
Longissimus dorsi et lumbarum lebih tinggi yaitu 61.80% dibandingkan dengan
otot Bicep femoris yaitu 53.53%. Lawrie (2003) menyatakan bahwa otot dengan
kandungan lemak yang lebih tinggi cenderung akan mempunyai daya mengikat air
yang lebih tinggi dari pada otot yang kurang berlemak karena lemak akan
melonggarkan mikrostruktur dari serat otot sehingga memberikan ruangan yang
cukup bagi protein untuk mengikat air.
Daya mengikat air (DMA) adalah kemampuan daging untuk mengikat air
atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya
pemotongan daging, pemanasan, penggilingan dan tekanan. Daya mengikat air
99
juga dipengaruhi oleh bangsa, proses rigormortis, temperatur, kelembaban,
pelayuan, tipe dan lokasi otot, fungsi otot, pakan dan lemak intramuskuler
(Soeparno 2005).
Soeparno et al. (2011) menyatakan bahwa DMA dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu (1) pH turun, DMA turun hingga titik isoelektrik protein.
Apabila pH di atas isoelektrik maka muatan (+) bebas, muatan (-) surplus
sehingga terjadi penolakan miofilamen yang akan mengakibatkan terbentuknya
ruang untuk molekul air dan meningkatkan DMA. Apabila pH di bawah
isoelektrik karena akses muatan (+) sehingga terjadi penolakan miofilamen yang
berakibat terbentuknya ruang untuk molekul air dan meningkatkan DMA. (2)
periode pembentukan asam laktat menyebabkan DMA menurun. (3) terbentuknya
miofilamen aktin-miosin, yang berhubungan dengan proses rigormortis yang
dapat menurunkan DMA. (4) pelayuan yang menyebabkan DMA meningkat (air
protein) karena absorbsi K+ dan pembebasan Ca
++, atau perubahan struktur Z dan
ban I. (5) pemasakan akan menyebabkan solubilitas protein sehingga DMA
menurun dan gugus asidik hilang yang mengakibatkan nilai pH naik. (6) spesies,
umur dan fungsi otot dapat menyebabkan DMA berbeda antara otot. (7) faktor
pakan, transportasi, temperatur, kelembaban, penyimpanan dan preservasi, jenis
kelamin,kesehatan, perlakuan sebelum dan sesudah pemotongan dan lemak
intramuscular dapat juga mempengaruhi DMA.
Perbedaan DMA daging di antara otot atau pada otot yang sama, serta
perbedaan DMA pada fungsi dan gerakan otot berhubungan dengan jumlah
glikogen otot setelah pemotongan. Daging steak dari bagian anterior otot
Longissimus dorsiet lumbarumsapi cenderung mempunyai DMA daging yang
lebih tinggi daripada steak dari bagian posterior. Perbedaan DMA daging dalam
otot disebabkan perbedaan pH ultimat pascamerta atau perbedaan panjang
sarkomer dan jumlah serabut otot serta kandungan lemak intermuskular yang
berbeda. Daging dengan kandungan lemak intramuskular yang lebiih tinggi, dapat
mempunyai DMA yang lebih tinggi, karena lemak intramuskular melonggarkan
mikrostruktur daging dan memberikan ruang yang lebih besar bagi protein untuk
mengikat molekul air (Hamm 1975; Gregory dan Grandin 1998 dalam Soeparno
2011).
100
Cemaran Mikrobiologis pada Daging Sapi
Cemaran mikrobiologi pada daging sapi yang dipotong di RPH Kota
Pekanbaru meliputi analisis cemaran jumlah TPC, E coli, Coliform dan
Salmonella. Hasil analisis cemaran bakteri pada daging sapi tersebut disajikan
pada Tabel 17.
Tabel 17 Jumlah cemaran bakteri pada daging sapi dan sampel air asal RPH Kota
Pekanbaru
Sampel TPC E. coli Coliform Salmonella
BF LD BF LD BF LD BF LD
---------(cfu/g)-------- -------------------(MPN/g)----------------
Daging 1 6.5 x 106 2.0 x 10
6 >1100 11 >1100 >1100 negatif negatif
Daging 2 3.9 x 106 1.5 x 10
6 35 1100 >1100 >1100 negatif negatif
Daging 3 4.5 x 107 2.0 x 10
7 35 120 >1100 >1100 negatif negatif
Daging 4 9.0 x 106 1.8 x 10
6 150 35 >1100 >1100 negatif negatif
Daging 5 2.5 x 106 1.0 x 10
6 94 36 >1100 >1100 negatif negatif
--------(cfu/g)--------- -------------------(MPN/g)----------------
Air 1 1.2 x 107 < 3 < 3 negatif
Air 2 4.7 x 108
7 >2400 negatif
Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa cemaran mikroba TPC, E.coli
dan Coliform pada daging segar yang diperoleh dari RPH kota Pekanbaru telah
berada di atas ambang batas maksimummenurut SNI 3932: 2008tentang mutu
karkas dan daging sapi, sedangkan daging sapi segar yang diuji tidak mengandung
Salmonella sp (negatif). Menurut SNI 3932: 2008 batas maksimum cemaran
mikrobiologis pada daging sapi terhadap kontaminasi TPC, E. coli, Coliform dan
Salmonella berturut-turut adalah 1 x 106cfu/g, 1 x 10
1 cfu/g, 1 x 10
2 cfu/g dan
negatif. Hal tersebut membuktikan bahwa daging sapi segar telah terkontaminasi
bakteri dimulai dari proses pemotongan sampai dihasilkan karkas/daging di RPH.
Selain itu, kualitas air yang digunakan untuk proses produksi di RPH berada di
atas ambang batas maksimum kecuali cemaran Salmonella menurut SNI Nomor
01-3553-2006 yang mensyaratkan bahwa batas maksimum cemaran bakteri TPC,
E.coli,Coliform dan Salmonella berturut-turut adalah maksimum 1 x 105cfu/ml, <
2 MPN/ml, < 2 MPN/ml dan negatif.
Indikator kontaminasi awal pada daging sapi segar salah satunya dapat
dilihat dari jumlah total plate count (TPC) dan E. coli, karena bakteri tersebut
terdapat secara alami pada daging sapi segar dan dapat menimbulkan penyakit
apabila keberadaanya berada di atas ambang batas yang diperbolehkan.
101
Kontaminasi pada daging berasal dari mikroorganisme yang memasuki peredaran
darah pada saat penyembelihan, apalagi peralatan yang digunakan tidak bersih.
Setelah proses penyembelihan, kontaminasi selanjutnya dapat terjadi pada saat
pengulitan, pengeluaran jeroan, pembelahan karkas, pencucian karkas/daging,
pendinginan, pembekuan, proses thawing, preservasi, pengemasan, penyimpanan,
distribusi, pengolahan bahkan sesaat sebelum dikonsumsi.
Tingginya tingkat kontaminasi TPC, E. coli dan Coliform menandakan
bahwa RPH kota Pekanbaru tidak menarapkan sistem sanitasi dan higiene yang
baik selama proses produksi karkas/daging. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa tingginya tingkat kontaminasi karkas/daging di RPH kota Pekanbaru
disebabkan oleh beberapa hal antara lain: (1) tidak tersedianya tempat cuci tangan
yang dilengkapi dengan fasilitasnya serta air pembuanganya yang dapat mengalir
ke saluran pembuangan, (2) tidak adanya fasilitas ruang bersih dan ruang kotor
yang terpisah secara jelas sehingga kontaminasi silang sangat mungkin terjadi, (3)
kondisi ruang utama RPH dan peralatan yang digunakan tidak berada dalam
kondisi bersih dan tidak didisinfektan setelah digunakan, (4) sebagian besar para
pekerja tidak menerapkan sanitasi dan higiene, hal ini terbukti dengan tidak
adanya pakaian khusus dan tertutup, tidak menggunakan sepatu bot, sarung
tangan, masker dan penutup kepala, (5) kualitas air yang digunakan untuk
mencuci peralatan, cuci tangan, mencuci karkas/daging tidak memenuhi
persyaratan sebagai air bersih, (6) peralatan penunjang yang digunakan tidak
bersih, (7) rendahnya pengawasan dan kesadaran karyawan akan pentingnya
penerapan sanitasi di RPH serta (8) tidak tersedianya fasilitas pengangkut
karkas/daging yang memadai.
Selain faktor-faktor di atas, tingginya tingkat kontaminasi pada
karkas/daging sapi di RPH Kota Pekanbaru juga didukung oleh hasil analisis total
plate count (TPC) terhadap sanitasi ruangan, peralatan, dan higienis personal yang
melaksanakan proses produksi di RPH. Hasil analisis mengindikasikan bahwa
sanitasi ruangan, peralatan dan personal yang tidak bersih dan higiene dalam
pelaksanaan proses produksi, mengakibatkan tingkat cemaran pada daging di RPH
meningkat. Adapun hasil analisis total plate count (TPC) terhadap sanitasi
ruangan, peralatan, higienis personal disajikan pada Tabel 18.
102
Tabel 18 Hasil analisis total plate count (TPC) terhadap sanitasi ruang, peralatan
dan higienis personal di RPH Kota Pekanbaru
No. Jenis Sampel Total Plate Count No. Jenis Sampel Total Plate Count
1. Lantai 1.2 x 108
cfu/ml
7. Sarung Tangan 1.0 x 108
cfu/ml
2. Lantai Sembelih 1.3 x 107 cfu/ml 8. Kampak 1.4 x 10
8 cfu/ml
3. Pisau Sembelih 8.0 x 106 cfu/ml 9. Pakaian 8.6 x 10
6 cfu/ml
4. Pisau Daging 1.9 x 106 cfu/ml 10. Ember 9.5 x 10
7 cfu/ml
5. Talenan 1.8 x 109 cfu/ml 11. Tangan 8.3 x 10
6 cfu/ml
6. Kaki 3.5 x 109 cfu/ml 12. Kontrol <10 cfu/ml
Tabel 18 menunjukkan bahwa uji sanitasi ruangan utama, peralatan dan
higienis personal di RPH Kota Pekanbaru ditinjau dari jumlah TPC memiliki
jumlah yang sangat tinggi. Tingginya tingkat kontaminasi tempat, peralatan dan
higienis personal dapat menjadi sumber kontaminasi silang yang mempengaruhi
kualitas produk akhir. Menurut Lukman (2009) personal hygiene merupakan
suatu tahapan dasar yang harus dilaksanakan untuk menjamin produksi pangan
yang aman. Personal hygiene mengacu pada kebersihan tubuh perseorangan dan
merupakan hal yang berperan penting dalam proses sanitasi pangan. Menurut
Komariah et al. (1996) menyatakan bahwa semua hal yang kontak langsung
dengan daging seperti meja, peralatan, penjual dan lingkungan dapat menjadi
sumber kontaminasi.
Cemaran Logam Berat pada Daging dan Jeroan Sapi
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum cemaran logam berat Pb,
Cd dan Hg pada daging, ginjal dan hati sapi yang dipotong di RPH Kota
Pekanbaru masih berada dibawah standar yang disyaratkan menurut SNI 7387:
2009. Adapun hasil analisis cemaran logam berat Pb, Cd dan Hg serta batasan
maksimal (maximal residue limit/MRL) cemaran logam pada daging, hati dan
ginjal sapi tersaji pada Tabel 19.
Tabel 19 menunjukkan bahwa residu logam Pb, Cd dan Hg pada daging,
hati dan ginjal sapi yang mengacu kepada standar SNI 7378: 2009 dan standar
Depkes dapat disimpulkan bahwa sapi yang dipotong di RPH kota Pekanbaru
masih berada di bawah MRL yang diperbolehkan. Hal ini mengimplikasikan
bahwa daging, organ hati dan ginjal sapi yang dipotong di RPH Kota Pekanbaru
103
layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Apabila mengacu kepada standar yang
digunakan WHO, maka tidak semua jaringan tubuh sapi asal RPH Kota
Pekanbaru aman untuk dikonsumsi.
Tabel 19 Hasil analisis cemaran logam dan standar batas maksimal
(MRL)cemaran Pb, Cd dan Hg pada daging, hati dan ginjal sapi (ppm)
No. Jenis
logam Sampel
Jenis Organ Standar MRL (ppm)
Daging Hati Ginjal SNI1 Depkes
2 WHO
3
1.
Pb
1 0.69 0.61 0.58 1.0 2.00 0.10
2 0.26 0.38 0.00 1.0 2.00 0.10
3 0.00 0.51 0.00 1.0 2.00 0.10
4 0.92 0.02 0.00 1.0 2.00 0.10
5 0.00 0.00 0.00 1.0 2.00 0.10
Daging Hati Ginjal SNI Depkes WHO
2.
Cd
1 0.00 0.06 0.10 0.3 - 0.15-0.50
2 0.00 0.03 0.09 0.3 - 0.15-0.50
3 0.00 0.02 0.13 0.3 - 0.15-0.50
4 0.00 0.06 0.58 0.3 - 0.15-0.50
5 0.60 0.08 0.01 0.3 - 0.15-0.50
Daging Hati Ginjal SNI Depkes WHO
3.
Hg
1 0.00 0.03 0.03 0.03 0.03 0.05
2 0.00 0.00 0.01 0.03 0.03 0.05
3 0.03 0.00 0.03 0.03 0.03 0.05
4 0.00 0.00 0.00 0.03 0.03 0.05
5 0.00 0.00 0.00 0.03 0.03 0.05
Keterangan: 1. SNI 7378: 2009; 2. Depkes (1998); 3. WHO (1996)
Pb = Plumbum; Cd= Kadmium; Hg= Merkuri
Masuknya logam berat ke dalam tubuh makhluk hidup dapat melalui
makanan/pakan, air minum, inhalasi udara maupun penetrasi melalui kulit.
Dampak logam berat dalam tubuh tidak dirasakan secara langsung, tetapi akan
terakumulasi selama beberapa tahun dalam organ tubuh, sehingga apabila
dosisnya melebihi normal dapat menyebabkan keracunan (Darmono 2008).
Logam berat Pb, Cd dan Hg termasuk dalam kategori bahan berbahaya dan
beracun (B3) apabila jumlahnya melebihi batas normal didalam tubuh makhluk
hidup termasuk hewan ternak. Terjadinya pencemaran logam berat pada tubuh
ternak dalam waktu lama, maka akan terjadi akumulasi logam berat dalam otot
dan organ dalamnya. Apabila ternak yang tercemar logam berat tersebut kemudian
dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan manusia, maka manusia yang
mengkonsumsi akan mengakumulasi logam berat dalam tubuh manusia dan pada
akhirnya akan mengalami gangguan kesehatan pada manusia.
104
Menurut Mor et al. (2009) logam-logam berat seperti timbal (Pb),
kadmium (Cd), arsen (As), dan merkuri (Hg) merupakan senyawa polutan yang
terdapat di dalam tubuh manusia, walaupun terdapat logam-logam berat lain
seperti zink (Zn), besi (Fe), kobalt (Co), dan selenium (Se) yang merupakan
elemen normal yang dibutuhan tubuh untuk berkembang. Efek toksik dari logam-
logam berat adalah menyebabkan efek teratogenik pada embrio. Asupan yang
berlebih dari merkuri, timbal, kadmium, arsen, aluminium, tembaga, zink, besi,
selenium, dan kromium dapat menyebabkan terjadinya gangguan sistem imun.
Terjadinya perbedaan standar MRL antara SNI dan Depkes dengan WHO
berhubungan dengan realitas angka konsumsi daging yang berbeda. Standar
WHO umumnya diterapkan pada negara-negara maju yang memiliki angka
konsumsi daging/kapita/tahun lebih tinggi dari pada rata-rata angka konsumsi
daging masyarakat Indonesia, sedangkan angka konsumsi daging/kapita/tahun
masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Oleh karena itu, nilai MRL yang
ditetapkan untuk masyarakat Indonesia dapat ditingkatkan dengan asumsi bahwa
meskipun nilai MRL yang ditetapkan lebih tinggi tetapi tingkat konsumsi
daging/kapita/tahun masih rendah, sehingga kekhawatiran keracunan akibat
cemaran Pb dalam jaringan tubuh ternak yang bersifat akumulatif menjadi kecil.
1. Residu Pb
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cemaran logam Pb pada daging, hati
dan ginjal sapi yang mengacu pada standar SNI dan Depkes masih berada
dibawah batas maksimal yang diperbolehkan, sehingga daging, hati dan ginjal
sapi yang dipotong di RPH Kota Pekanbaru bebas dari cemaran Pb dan layak
untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Jika mengacu pada standar yang ditetapkan
oleh WHO, maka sebagian sampel daging, hati dan ginjal berada diatas ambang
batas yang ditetapkan, sehingga jaringan tubuh ternak tersebut tidak layak untuk
dikonsumsi.
Sumber utama kontaminasi Pb pada ternak adalah dari udara, air, tanah,
tempat pembuangan sampah, aktivitas penggunaan oli dan hijauan yang tumbuh
disekitar pinggir jalan (Soeparno 2011). Siddiqui dan Rajurkar (2008) menyatakan
bahwa keracunan Pb dapat terjadi di lingkungan urban dan renovasi rumah yang
105
dicat dengan cat berbasis Pb dan pembungkus bahan makanan seperti plastik
polietilen.
Darmono (2008) menyatakan bahwa keracunan Pb pada ternak
ruminanasia memiliki 3 gejala yaitu 1) gangguan gastroenteritis yang disebabkan
terjadinya reaksi mukosa saluran pencernaan dengan garam Pb sehingga terjadi
pembengkakan yang mengakibatkan kontraksi rumen dan usus terhenti, 2) anemia
yaitu Pb didalam darah berikatan dengan sel darah merah sehingga sel darah
mudah pecah yang mengakibatkan sintesis Hb terganggu dan 3) ensepalopati yaitu
terjadinya kerusakan pada sel endotel dari kapiler darah otak, sehingga bentuk
protein berukuran besar dapat masuk kedalam otak yang menyebabkan tekanan
osmosis cairan dalam otak meningkat sehingga terjadi oedema.
Soeparno (2011) menyatakan bahwa ternak muda lebih sensitif terhadap
toksikosis Pb karena laju absorpsi Pb dalam saluran intestinal lebih tinggi. Ternak
ruminansia dewasa mengabsorpsi Pb kira-kira hanya 10% dari Pb yang teringesti.
Darmono (1995) menyatakan bahwa Pb dalam saluran pencernaan dalam bentuk
terlarut dan diabsorpsi sekitar 1-10% melalui dinding saluran pencernaan. Sistem
darah porta hepatis (dalam hati) membawa Pb untuk dideposisi dan sebagian lagi
dibawa darah serta didistribusikan kedalam jaringan. Palar (1994) menyebutkan
bahwa proses metabolisme carrier Pb adalah butir-butir darah merah (RBC).
Pada jaringan ini Pb memiliki waktu paruh 25-30 hari, sedangkan pada jaringan
lemak dan ginjal memiliki waktu paruh lebih lama sampai beberapa bulan.
Keberadaan RBC yang terperangkap di dalam jaringan daging akan memberikan
kontribusi terhadap timbunan Pb.
2. Residu Cd
Hasil penelitian (Tabel 19) menunjukkan bahwa cemaran logam Cd pada
sampel daging ke 5 dan sampel ginjal ke 4 berada di atas ambang batas yang telah
ditetapkan oleh standar WHO maupun SNI 7378: 2009. Hal ini mengindikasikan
bahwa daging sapi dan organ ginjal yang berada di atas ambang batas maksimal
harus dieliminir untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Apabila ditinjau secara umum
jumlah residu Cd dalam hati dan ginjal lebih tinggi jika dibandingkan pada
daging tetapi lebih rendah dari standar MRL yang ditetapkan. Rendahnya residu
106
logam Cd pada hati, ginjal dan daging disebabkan logam Cd dapat tereliminasi
relatif lebih mudah dari dalam tubuh melalui urin dan feses.
Sumber kontaminasi Cd yang paling memungkinkan dalam industri
pakan ternak berhubungan dengan penggunaan Zn sulfat atau proses bijih Zn yang
tidak benar sebagai sumber suplemen Zn. Sumber lain yang potensial meliputi
pertambangan dan operasional pemisahan logam dari bijih logam, karat besi
berlapis logam, penggunaan limbah lumpur urban untuk memupuk pasture atau
tanaman pakan. Selain itu, air, tanah dan udara dapat menjadi sarana penyebaran
Cd serta mengkontaminasi ternak dan manusia secara langsung atau melalui rantai
bahan pangan (Soeparno 2011; NRC 1980; BOA NAP 1980).
Darmono (1995) menyatakan bahwa rendahnya kadar Cd telah dibuktikan
karena terjadi interaksi dengan logam essensial seperti Zn. Logam Cd yang masuk
melalui rute pakan dan saluran pencernaan akan diabsorpsi sekitar 3-8% dari
total Cd yang termakan. Ada beberapa enzim dapat mengikat logam dan bekerja
sebagai katalisator untuk aktivitas kerja enzim yang bersangkutan. Interaksi antara
Cd dan Zn atau dengan logam essensial lainnya akan mengakibatkan proses
absorbsi ke dalam jaringan menjadi terhambat. Rubio et al. (2006) menyatakan
bahwa Cd yang terabsorpsi kedalam jaringan bisa bertahan selama periode waktu
yang lama. Pada manusia, waktu residens Cd dalam jaringan mencapai waktu 10-
40 tahun, terutama di dalam ginjal. Soeparno (2011), Arifin et al. (2005) dan
Satarug et al. (2003) menyatakan bahwa melalui proses metabolisme, Cd akan
didistribusikan oleh darah keberbagai jaringan, kemudian terakumulasi terutama
didalam hati dan ginjal. Organ hati dan ginjal merupakan tempat terdeposisinya
Cd dalam tubuh yang jumlahnya 50% dari total Cd terabsorbsi. Hasil penelitian
ini sejalan dengan pendapat para ahli, yaitu hasil analisis cemaran residu logam
Cd banyak teridentifikasi pada organ hati dan ginjal.
3. Residu Hg
Hasil penelitian (Tabel 19) menunjukkan bahwa dari lima sampel analisis
cemaran residu Hg pada daging dan organ hati hanya teridentifikasi satu sampel
yang mengandung Hg, sedangkan pada organ ginjal terdapat tiga sampel yang
mengandung residu Hg, tetapi jumlah residu Hg yang teridentifikasi masih berada
107
dibatas aman standar maksimal (MRL) dari SNI 7378: 2009 maupun standar
Depkes. Hal ini mengindikasikan bahwa daging, organ hati dan ginjal sapi yang
dipotong di RPH kota Pekanbaru layak dan aman untuk dikonsumsi oleh
masyarakat.
Menurut Soeparno (2011) ternak dapat mengalami toksikosis Hg karena
kontaminasi melalui udara, tanah, air dan dari Hg yang teringesti di dalam pakan.
Sumber utama kontaminasi Hg dalam pakan adalah melalui konsentrat protein
ikan atau penggunaan butir-butiran pakan yang diperlakukan dengan Hg sebagai
fungisida secara eksidental. Konsentrasi Hg di lingkungan diakibatkan sebagian
oleh limbah dari proses-proses pembuatan produk yang menggunakan Hg atau
produk buangan yang mengandung Hg. Menurut NRC (2000) level toleransi Hg
maksimum dalam pakan bentuk organik atau anorganik untuk sapi adalah 2 ppm.
Stansley et al. (1991) menyatakan bahwa akumulasi Hg dapat terjadi di
dalam organ-organ seperti hati, ginjal dan target jaringan termasuk otot. Level Hg
dalam otot biasanya jauh lebih rendah daripada hati dan ginjal. Hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian Stansley et al. (1991) dimana organ hati dan ginjal
dari lima sampel yang diamati pada penelitian ini lebih banyak teridentifikasi
residu Hg dari pada jaringan otot. Menurut Peterle (1991) hati dan ginjal
merupakan organ tempat merkuri mengalami proses metabolisme dan proses
ekskresi.
Cemaran Residu Pestisida Organofosfat (OP) pada Daging dan Jeroan Sapi
Penggunaan pestisida secara berlebihan akan memberikan dampak buruk
bagi lingkungan, manusia bahkan hewan ternak. Sebagian besar pola peternakan
di Indonesia dipelihara didalam kandang dengan cara pemberian pakan secara cut
and carry. Kegiatan peternakan sering berdampingan dengan kegiatan tanaman
pangan yang rentan terhadap cemaran agrokimia termasuk pestisida. Keberadaan
pestisida pada produk peternakan akan berdampak negatif terhadap kesehatan
konsumen, seperti keracunan, imunosupresi dan karsinogenik. Sumber
pencemaran residu pestisida pada produk peternakan berasal dari tanah, air dan
pakan ternak (Waliszewski et al., 2003; Indraningsih 2006). Hasil analisis
cemaran residu pestisida OP pada daging, hati dan ginjal sapi yang dipotong di
RPH Kota Pekanbaru tersaji pada Tabel 20.
108
Tabel 20 Hasil analisis cemaran residu pestisida OP pada daging, hati dan ginjal
sapi asal RPH Kota Pekanbaru (ppm).
No. Pestisida
Organofosfat
Pemilik
Ternak
Jenis Organ
Daging Hati Ginjal
------------------ppm--------------------
Diazinon
1 < 0.005 < 0.005 < 0.005
2 < 0.005 < 0.005 < 0.005
1. 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005
4 < 0.005 < 0.005 < 0.005
5 < 0.005 < 0.005 < 0.005
Metidation
1 < 0.005 < 0.005 < 0.005
2 < 0.005 < 0.005 < 0.005
2. 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005
4 < 0.005 < 0.005 < 0.005
5 < 0.005 < 0.005 < 0.005
Klorpirifos
1 < 0.005 < 0.005 < 0.005
2 < 0.005 < 0.005 < 0.005
3. 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005
4 < 0.005 < 0.005 < 0.005
5 < 0.005 < 0.005 < 0.005
Malathion
1 < 0.005 < 0.005 < 0.005
2 < 0.005 < 0.005 < 0.005
4. 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005
4 < 0.005 < 0.005 < 0.005
5 < 0.005 < 0.005 < 0.005
Profenofos
1 < 0.005 < 0.005 < 0.005
2 < 0.005 < 0.005 < 0.005
5. 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005
4 < 0.005 < 0.005 < 0.005
5 < 0.005 < 0.005 < 0.005
Fenitrotion
1 < 0.005 < 0.005 < 0.005
2 < 0.005 < 0.005 < 0.005
6. 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005
4 < 0.005 < 0.005 < 0.005
5 < 0.005 < 0.005 < 0.005
Triazofos
1 < 0.005 < 0.005 < 0.005
2 < 0.005 < 0.005 < 0.005
7. 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005
4 < 0.005 < 0.005 < 0.005
5 < 0.005 < 0.005 < 0.005
Metil Klorpirifos
1 < 0.005 < 0.005 < 0.005
2 < 0.005 < 0.005 < 0.005
8. 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005
4 < 0.005 < 0.005 < 0.005
5 < 0.005 < 0.005 < 0.005
109
Lanjutan Tabel 21
No Pestisida
Organofosfat
Pemilik
Ternak
Jenis Organ
Daging Hati Ginjal
------------------ppm------------------
1 < 0.005 < 0.005 < 0.005
2 < 0.005 < 0.005 < 0.005
9. Demetoat 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005
4 < 0.005 < 0.005 < 0.005
5 < 0.005 < 0.005 < 0.005
1 < 0.005 < 0.005 < 0.005
2 < 0.005 < 0.005 < 0.005
10. Dichlorvos 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005
4 < 0.005 < 0.005 < 0.005
5 < 0.005 < 0.005 < 0.005
1 < 0.005 < 0.005 < 0.005
2 < 0.005 < 0.005 < 0.005
11. Etrimfos 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005
4 < 0.005 < 0.005 < 0.005
5 < 0.005 < 0.005 < 0.005
1 < 0.005 < 0.005 < 0.005
2 < 0.005 < 0.005 < 0.005
12. Methacifos 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005
4 < 0.005 < 0.005 < 0.005
5 < 0.005 < 0.005 < 0.005
1 < 0.005 < 0.005 < 0.005
2 < 0.005 < 0.005 < 0.005
13. Metil Azinfos 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005
4 < 0.005 < 0.005 < 0.005
5 < 0.005 < 0.005 < 0.005
1 < 0.005 < 0.005 < 0.005
2 < 0.005 < 0.005 < 0.005
14. Metil Paration 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005
4 < 0.005 < 0.005 < 0.005
5 < 0.005 < 0.005 < 0.005
1 < 0.005 < 0.005 < 0.005
2 < 0.005 < 0.005 < 0.005
15. Phosphamidon 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005
4 < 0.005 < 0.005 < 0.005
5 < 0.005 < 0.005 < 0.005
1 < 0.005 < 0.005 < 0.005
2 < 0.005 < 0.005 < 0.005
16. Metil Pirimiphos 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005
4 < 0.005 < 0.005 < 0.005
5 < 0.005 < 0.005 < 0.005
Tabel 20 memperlihatkan bahwa hasil analisis residu pestisida golongan
organofosfat pada sampel daging, hati dan ginjal sapi yang berasal dari RPH Kota
110
Pekanbaru mengandung residu pestisida OP lebih kecil 0.005 ppm atau cemaran
residu pestisida OP berada di bawah batas maksimum yang ditetapkan oleh SNI
tentang batas maksimum cemaran residu pestisida pada bahan pangan, sehingga
daging, hati dan ginjal masih layak untuk dikonsumsi. Meskipun hasil uji residu
pestisida pada daging, hati dan ginjal sapi asal RPH Kota Pekanbaru tidak
terdeteksi, namun produk ternak dapat tercemar pestisida baik pada waktu
praproduksi maupun produksi, sehingga harus selalu diwaspadai karena residu
pestisida bersifat akumulatif sehingga berbahaya bagi kesehatan hewan ternak
maupun manusia sebagai konsumen. Hasil penelitian terlihat bahwa residu
pestisida OP lebih kecil dari 0.005 ppm, hal ini menunjukkan bahwa air, tanah dan
pakan yang digunakan selama proses produksi ternak mengandung cemaran
pestisida sangat rendah. Selain itu, pestisida golongan OP mudah terdegradasi
oleh panas. Salas et al. (2003) menyatakan bahwa cemaran pestisida golongan OP
bersifat sangat toksik meskipun diketahui mudah terdegradasi oleh panas atau
sinar matahari, namun beberapa jenis pestisida OP dilaporkan terdeteksi dalam
susu yang telah dipasteurisasi.
Indraningsih et al. (2004) menyatakan sumber kontaminasipestisida
selama proses prapanen produk peternakan berasal dari tanah, air, hasil sampingan
pertanian dan rumput sebagai pakan ternak serta pakan komersial di daerah sentra
peternakan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara pencemaran
tanah, air, konsentrat dan hijauan pakan ternak terhadap pembentukan residu pada
produk peternakan (daging dan susu).