BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alpukat (Persea gratissima)
Tanaman alpukat merupakan tanaman buah berupa pohon dengan nama
alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), boah pokat, jamboo
pokat (Batak), advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat (Lampung) dan
lain-lain. Tanaman alpukat berasal dari dataran rendah/tinggi Amerika Tengah
dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Secara resmi sekitar 1920-
1930 Indonesia telah memperkenalkan 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah
dan Amerika Serikat untuk memperoleh varietas unggul dalam meningkatkan
kesehatan dan gizi masyarakat, khususnya di daerah dataran tinggi. (BAPPENAS
2000)
Varietas alpukat di Indonesia dibagi dalam 2 golongan yaitu varietas
unggul yang memiliki sifat-sifat seperti produksinya tinggi, toleran terhadap hama
dan penyakit, buah seragam berbentuk oval dan berukuran sedang, daging buah
berkualitas baik dan tidak berserat, berbiji kecil melekat pada rongga biji, serta
kulit buahnya licin. Pada tanggal 14 Januari 1987, Menteri Pertanian telah
menetapkan 2 varietas alpukat unggul di Indonesia, yaitu alpukat ijo panjang dan
ijo bundar. Sifat-sifat kedua varietas tersebut antara lain:
1. Tinggi pohon: alpukat ijo panjang 5-8 m, alpukat ijo bundar 6-8 m.
2. Bentuk daun: alpukat ijo panjang bulat panjang dengan tepi rata, alpukat
ijo bundar bulat panjang dengan tepi berombak.
3. Berbuah: alpukat ijo panjang terus-menerus, tergantung pada lokasi dan
kesuburan lahan, alpukat ijo bundar terus-menerus, tergantung pada lokasi
dan kesuburan lahan.
4. Berat buah: alpukat ijo panjang 0,3-0,5 kg, alpukat ijo bundar 0,3-0,4 kg
5. Bentuk buah: alpukat ijo panjang bentuk pear (pyriform), alpukat ijo
bundar lonjong (oblong).
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Heterogen Kalsium Oksida (CaO
6. Rasa buah: alpukat ijo panjang enak, gurih, agak lunak, alpukat ijo bundar
enak, gurih, agak kering.
7. Diameter buah: alpukat ijo panjang 6,5-10 cm (rata-rata 8 cm), alpukat ijo
bundar 7,5 cm.
8. Panjang buah: alpukat ijo panjang 11,5-18 cm (rata-rata 14 cm), alpukat
ijo bundar 9 cm.
9. Hasil: alpukat ijo panjang 40-80 kg /pohon/tahun (rata-rata 50 kg), alpukat
ijo bundar 20-60 kg/pohon/tahun (rata-rata 30 kg).
Pohon alpukat (Gambar 2.1) dapat hidup pada ketinggian 5-1500 meter
diatas permukaan laut dan tumbuh sangat subur pada 1000 meter diatas
permukaan laut. Iklim yang paling baik untuk proses penanaman dan
pertumbuhan alpukat memiliki kecepatan angin <62,4-73,6 km/jam untuk proses
penyerbukan, curah hujan minimum 750-1000 mm/tahun, intensitas 40-80 % dan
suhu optimum 12,8-28,3 °C. Untuk tanah atau media yang digunakan menanam
alpukat juga harus tanah yang gembur dengan sistem pengairan baik, subur dan
banyak mengandung bahan organik. Jenis tanah yang biasa digunakan adalah jenis
tanah lempung berpasir (sandy loam), lempung liat (clay loam) dan lempung
endapan (aluvial loam) dengan pH 5,6-6,4. (BAPPENAS 2000)
Tanaman alpukat berakar tunggang atau dikotil serta memiliki batang yang
berkayu, bulat warnanya coklat kotor banyak bercabang ranting berambut halus.
Tanaman alpukat ini berbentuk pohon yang tingginya 5-10 m. Daun tunggal
simetris, bertangkai yang panjangnya 1-1,5 cm, panjang daun 10-20 cm, lebar 3-
10 cm, daun muda warnanya kemerahan, daun tua warnanya hijau. (Yana, 2010)
Bunga alpukat berbentuk bintang, warnanya kuning kehijauan. Buahnya
buah buni, bentuk bola atau bulat telur, panjang 10-20 cm, warnanya hijau atau
hijau kekuningan, berbintik-bintik ungu atau ungu sama sekali, berbiji satu,
daging buah jika sudah masak lunak, warnanya hijau kekuningan. Berat buahnya
antara 0,3-0,4 kg. Kulit buah tebalnya 1 mm berwarna hijau tua saat matang.
Daging buah berwarna kuning kehijauan dengan tebal sekitar 1,5 cm. Biji bulat
seperti bola, diameter 2,5-5 cm, keping biji putih kemerahan. Setiap pohon dapat
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Heterogen Kalsium Oksida (CaO
Gambar 2.1 (i) Pohon Alpukat (ii) Bunga Alpukat (iii) Buah (iv) Daun (v) Inti Biji
(i)
(v)(iv)
(iii)(ii)
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Heterogen Kalsium Oksida (CaO
menghasilkan rata-rata 22 kg per tahun. Alpukat berkembang biak dengan cara
generatif dimana bunganya akan menjadi biji dan buah. Dengan biji alpukat akan
memperbanyak generasinya. (Yana, 2010)
Alpukat memiliki kandungan nutrisi dan lemak yang cukup tinggi, namun
lemak pada alpukat mirip dengan lemak minyak zaitun yang sangat sehat. Lemak
yang dikandung dalam alpukat adalah lemak tak jenuh yang berdampak positif
dalam tubuh. Berikut ini beberapa zat yang terkandung dalam alpukat yang
bermanfaat bagi tubuh kita:
1. Vitamin E dan vitamin A
Vitamin E dikenal sebagai vitamin yang berguna untuk menghaluskan
kulit. Campuran vitamin E dan vitamin A sangat berguna dalam perawatan
kulit. Kombinasi vitamin E dan vitamin A membuat kulit menjadi kenyal,
menghilangkan kerut, membuat kulit terlihat muda dan segar.
2. Potasium atau Kalium
Potasium (dikenal juga sebagai kalium) yang ada dalam alpukat dapat
mengurangi depresi, mencegah pengendapan cairan dalam tubuh dan dapat
menurunkan tekanan darah.
3. Lemak tak jenuh
Dalam alpukat terdapat lemak nabati tak jenuh yang tinggi. Lemak ini
dapat menurunkan kadar kolesterol darah (LDL), yang dapat mencegah
penyakit stroke, darah tinggi, kanker atau penyakit jantung. Lemak tak
jenuh pada alpukat juga mudah dicerna tubuh sehingga dapat memberikan
hasil maksimal pada tubuh serta mengandung zat anti bakteri dan anti
jamur.
4. Asam oleat
Asam oleat merupakan antioksidan yang sangat kuat yang dapat
menangkap radikal bebas dalam tubuh akibat polusi. Berdasarkan
kandungan lemaknya alpukat digunakan pada bahan pembuatan sabun dan
kosmetik.
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Heterogen Kalsium Oksida (CaO
5. Vitamin B6
Vitamin ini berkhasiat untuk meredakan sindrom pra-haid atau pra-
menstruasi (PMS) yang umumnya diderita wanita setiap bulan.
6. Zat Besi dan Tembaga
Zat ini diperlukan dalam proses regenerasi darah sehingga mencegah
penyakit anemia.
7. Mineral Mangaan dan Seng
Unsur ini bermanfaat untuk meredakan tekanan darah tinggi, memantau
detak jantung dan menjaga fungsi saraf tetap terjaga.
8. Buah alpukat kaya akan serat.
Jika dipilah, kandungan nutrisi yang dikandung satu buah alpukat adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Buah Alpukat
Nutrisi Jumlah (mg) Fosfor 95 Kalsium 23 Zat besi 1,4 Sodium 9 Potasium 1,3 Niacin 8,6 Vitamin A 660 Vitamin C 82
Sumber : Aris Taufik 2009
Selain kaya akan nutrisi buah alpukat juga memiliki banyak manfaat baik
dari daging buah ataupun bijinya. Manfaat buah alpukat yang terkandung dalam
biji buahnya antara lain untuk penyakit diabetes mellitus, maag. Tepung biji buah
alpukat dapat digunakan sebagai pengganti jagung dalam bahan pembuatan pakan
puyuh petelur, sebagai pewarna industri tekstil yang tidak mudah luntur, dan
sebagai pewarna warna coklat pada produk dari bahan kulit.
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Heterogen Kalsium Oksida (CaO
2.2 Minyak Nabati
Minyak nabati adalah minyak yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan atau
tanaman yang mengandung biji, contohnya antara lain kelapa sawit, jarak, kedelai,
kacang tanah, alpukat dan lain sebagainya. Minyak dari biji tanaman tersebut
biasanya diperoleh dengan cara memeras bijinya atau melalui ekstraksi.
Pada Tabel 2.2 berikut ini ditunjukkan beberapa macam tanaman penghasil
minyak nabati serta produktifitasnya.
Tabel 2.2 Tanaman Penghasil Minyak Nabati Serta Produktivitasnya
Tanaman Perolehan [kg/ha] Perolehan [liter/ha] kedelai 375 446 jarak 1590 1892 bunga matahari 800 952 alpukat 2217 2638 kacang tanah 890 1059 sawit 5000 5950
Sumber : Sofia, 2006
Minyak nabati dapat dijadikan sebagai bahan bakar alternatif, yang
selanjutnya disebut bahan bakar nabati karena tersusun dari molekul-molekul
gliserida asam lemak. Melalui proses � proses pengolahan tertentu semua minyak
nabati dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar.
Salah satu proses pengolahan minyak nabati adalah proses
transesterifikasi. Pada proses ini minyak akan diolah menjadi biodiesel yang
kekentalannya mirip solar, berangka setana lebih tinggi dan relatif lebih stabil
terhadap perengkahan. Untuk menjadi bahan bakar mesin diesel (biodiesel)
terlebih dahulu minyak nabati memerlukan perlakuan berupa proses
transesterifikasi karena memiliki beberapa kelemahan yaitu:
1. Minyak nabati (trigliserida) berberat molekul besar, jauh lebih besar dari
biodiesel(metil ester). Akibatnya, minyak nabati relatif mudah mengalami
perengkahan (cracking) menjadi aneka molekul kecil jika terpanaskan
tanpa kontak dengan udara (oksigen).
2. Minyak nabati memiliki kekentalan (viskositas) yang jauh lebih besar dari
solar maupun biodiesel, sehingga pompa penginjeksi bahan bakar di dalam
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Heterogen Kalsium Oksida (CaO
mesin diesel tak mampu menghasilkan pengkabutan (atomization) yang
baik ketika minyak nabati disemprotkan ke dalam ruang pembakaran.
3. Molekul minyak nabati relatif lebih bercabang dibanding metil ester
(biodiesel). Akibatnya, angka setana minyak nabati lebih rendah daripada
angka setana biodiesel. Angka setana adalah tolok ukur kemudahan
menyala/terbakar dari suatu bahan bakar di dalam mesin diesel.
Minyak nabati dan biodiesel tergolong ke dalam kelas besar senyawa-
senyawa organik yang sama, yaitu kelas ester asam lemak. Akan tetapi, minyak
nabati adalah triester asam-asam lemak dengan gliserol atau trigliserida,
sedangkan biodiesel adalah monoester asam-asam lemak. (Setiawan, 2010)
Komposisi kimia minyak nabati terdiri dari 95% trigliserida asam lemak,
asam lemak bebas (FFA, Free Fatty Acid), monogliserida dan digliserida, serta
beberapa komponen-komponen lain seperti fosfogliserida, vitamin, mineral atau
sulfur.
Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak.
Molekul-molekul trigliserida terdiri dari gliserol dan 3 cabang asam lemak dengan
rantai 18 karbon atau 16 karbon. Asam lemak ini merupakan ikatan tak jenuh
dengan satu atau lebih ikatan rangkap diantara atom karbonnya dan berwujud cair
pada suhu ruang. (Setiawan, 2010)
Asam lemak bebas (FFA) adalah asam lemak yang terpisahkan dari
trigliserida, digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Keberadaannya dapat
disebabkan oleh pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi hidrolisis.
Oksidasi juga dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati.
Dalam proses konversi trigliserida menjadi metil ester melalui
transesterifikasi dengan katalis basa, FFA harus dipisahkan atau dikonversi
menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan bereaksi dengan
katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan mengakibatkan
terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi pada peralatan
injeksi bahan bakar, menyebabkan filter tersumbat dan terjadi sedimentasi pada
injektor. (Setiawan, 2010)
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Heterogen Kalsium Oksida (CaO
2.3 Minyak Biji Alpukat
Berdasarkan kandungan asam lemak bebasnya (FFA) minyak nabati
sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis
yaitu:
1. Refined Oil: minyak nabati dengan kandungan FFA kurang dari 1,5%
2. Minyak nabati dengan kandungan FFA rendah kurang dari 4%
3. Minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi lebih dari 20% (Kinast, J.A.,
2003)
Berdasarkan kadungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan
biodiesel dapat dibedakan atas dua bagian yaitu:
1. Transeseterifikasi dengan menggunakan katalis basa untuk refined oil atau
minyak nabati dengan kandungan FFA rendah.
2. Esterifikasi dengan katalis asam untuk minyak nabati dengan kandungan FFA
tinggi dilanjutkan dengan transesterifikasi menggunakan katalis basa.
Minyak biji alpukat adalah minyak nabati yang diperoleh dari biji buah
alpukat (Persea gratissima). Menurut Widioko (2009), disamping daging buahnya
biji alpukat juga bermanfaat karena selain kandungan proteinnya yang tinggi juga
kandungan minyaknya yang hampir sama dengan kedelai. Dari penelitiannya
diketahui bahwa rendemen minyak yang diperoleh melalui ekstraksi biji alpukat
menggunakan pelarut Iso Propil Alkohol dan heksana masing-masing sebesar
17,868% dan 18,689%.
Menurut Rachimoellah (2009), biji alpukat dapat dijadikan sebagai sumber
minyak nabati yang nantinya diolah untuk menghasilkan biodiesel melalui
transesterifikasi karena mengandung trigliserida dengan kandungan asam lemak
bebas (FFA) yang rendah yakni 0,367% - 0,82%, seperti yang tercantum pada
Tabel 2.3 berikut ini:
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Heterogen Kalsium Oksida (CaO
Tabel 2.3 Karakteristik Fisika Dan Kimia Minyak Biji Alpukat
Karakteristik Fisika dan Kimia Jumlah Satuan Spesific Gravity (25°C) 0,915 � 0,916 gr/cm3 Melting Point 10,50 °C Flash Point 245 °C Refractive Index 1,462 - Viscosity 0,357 poise FFA 0,367� 0,82 % Bilangan Saponifikasi 246,840 (mg KOH/g) Bilangan Iodin 42,664 (mg iodine/g) Bilangan Asam 5,200 (mg KOH/g) Bilangan Ester 241,640 - Bilangan Peroksida 3,3 (Meq Peroksida/1000 g
minyak) Bahan yang tak tersabunkan 15,250 %
Sumber : Rachimoellah, 2009: 3
Minyak biji alpukat tersusun oleh 10 asam lemak dengan kandungan asam
lemak terbesar adalah asam oleat (C18H34O2) sebesar 70,54%. Komposisi asam lemak
minyak biji alpukat selengkapnya dapat terlihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat
Asam Lemak % Rumus Molekul Jenis Asam Lemak Palmetic Acid C16 : 1 11,85 C16H32O2 Jenuh Palmitoleic Acid C16 : 1 3,98 C16H30O2 Jenuh Stearic Acid C18 : 0 0,87 C18H36O2 Tidak jenuh Oleic Acid C18 : 1 70,54 C18H34O2 Tidak jenuh Linoleic Acid C18 : 2 9,45 C18H32O2 Tidak jenuh Linolenic Acid C18 : 3 0,87 C18H30O2 Tidak jenuh Arachidic Acid C20 : 0 0,50 C20H40O2 - Eliosenoic Acid C20 : 1 0,39 - - Behenic Acid C22 : 0 0,61 C22H44O2 - Lignoceric Acid C24 : 0 0,34 - -
Sumber : Rachimoellah, 2009: 3
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Heterogen Kalsium Oksida (CaO
Beberapa penelitian mengenai minyak biji alpukat dapat dilihat pada Tabel
2.5.
Tabel 2.5 Penelitian Produksi Minyak Biji Alpukat
Peneliti,Tahun
Ekstraksi
Transesterifikasi
Produk Minyak
Produk Biodiesel
(wet washing)
Produk Biodiesel
(dry wahsing)
Standar Mutu
Biodiesel
Rachimoellah, 2009
� � � 82,71 84,56 �
Riska & Kartika, 2009
� � � 82,71 84,57 �
Widioko dkk, 2009
� - � - - -
Ulfiati & Totok, 2010
� � � - - �
Setiawan, 2010 � � � - - �
2.4 Transesterifikasi
Transesterifikasi biasa disebut dengan alkoholisis adalah tahap konversi
dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan
alkohol dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-
alkohol monohidrik yang menjadi sumber gugus alkil, metanol adalah yang
paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi
sehingga disebut metanolisis. Sebagian besar didunia, biodiesel identik dengan
ester metil asam-asam lemak (Fatty Acids Methyl Ester, FAME). Reaksi
transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester dapat dilihat pada Gambar 2.2
Sumber : (ITB dan PT Rekayasa Industri, 2007)
Gambar 2.2 Transesterifikasi dari Trigliserida Menjadi Ester Metil Asam-Asam Lemak
Transesterifikasi menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya
katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Heterogen Kalsium Oksida (CaO
(Mittelbach, 2004), katalis yang biasa digunakan adalah katalis basa yaitu NaOH
dan KOH.
Transesterifikasi terdiri dari tiga reaksi reversible yaitu molekul trigliserida
diubah secara bertahap menjadi digliserida, monogliserida dan gliserol. Pada
setiap tahap reaksi akan digunakan satu mol alkohol dan melepaskan satu mol
ester. Tahapan transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Sumber : (ITB dan PT Rekayasa Industri, 2007)
Gambar 2.3 Tahapan Transesterifikasi
Produk yang diinginkan dari transesterifikasi adalah ester metil asam-asam
lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk yaitu:
a) Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi
b) Memisahkan gliserol
c) Menurunkan suhu reaksi
Hasil dari transesterifikasi terpisah menjadi dua fasa, yaitu lapisan atas
biodiesel dan lapisan bawah gliserol. Untuk memisahkan kedua fasa tersebut
dilakukan dengan proses dekantasi (Mittelbach, 2004).
Pada intinya, tahapan transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel selalu
menginginkan agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum.
Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel
melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut (Freedman, 1984 dalam Andriana
dan Nelly, 2009:19) :
a) Pengaruh Air dan Asam Lemak Bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang
lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam
lemak bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Selain itu, semua bahan yang
akan digunakan harus bebas dari air. Air menyebabkan pembentukan sabun
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Heterogen Kalsium Oksida (CaO
sehingga mengurangi efisiensi katalis. Adanya sabun meningkatkan
viskositas dan pembentukan gel sehingga mempersulit pemisahan gliserol
(Hambali, 2007). Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak
mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
b) Pengaruh Perbandingan Molar Alkohol dengan Minyak Nabati
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol
untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol
gliserol. Perbandingan butanol dan minyak kacang kedelai 30:1 untuk reaksi
menggunakan reaksi asam sedangkan dengan katalis basa hanya memerlukan
perbandingan 6:1 untuk mencapai persen perolehan ester yang sama pada
waktu reaksi yang diberikan (Freedman dkk, 1986). Liu dkk (2007) yang
menggunakan katalis heterogen basa yaitu CaO dengan bahan baku metanol
dan minyak kacang kedelai memperoleh persen perolehan ester 97% dengan
rasio molar 12:1.
Berdasarkan penelitian tersebut menunjukan bahwa rasio molar yang lebih
tinggi akan menghasilkan konversi ester yang lebih baik dengan waktu yang
lebih singkat. Freedman dkk (1984) mempelajari pengaruh rasio molar dari 1:1
sampai 6:1 dengan bahan baku minyak nabati. Minyak kacang kedelai, bunga
matahari, kacang tanah dan biji kapas menunjukkan kesamaan dengan
mencapai konversi tertinggi (93-98%) pada rasio molar 6:1. Tanaka dkk (1981)
menyatakan transesterifikasi minyak dan lemak seperti minyak kelapa dan
kelapa sawit digunakan rasio molar 6:1 sampai 30:1 dengan katalis alkali
mencapai konversi 99,5%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena
dapat memberikan konversi yang maksimum.
c) Pengaruh Jenis Alkohol
Pada rasio mol 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.
d) Pengaruh Jenis Katalis
Katalis basa akan mempercepat transesterifikasi bila dibandingkan dengan
katalis asam (Freedman dkk, 1984). Namun jika trigliserida memiliki
kandungan asam lemak bebas lebih tinggi digunakan katalis asam (Sprules dan
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Heterogen Kalsium Oksida (CaO
Price, 1950 ; Freedman dkk, 1984). Katalis asam dapat berupa asam sulfat,
asam fosfor, HCl (asam organik sulfonik). Katalis basa yang paling populer
untuk transesterifikasi adalah sodium metoksida, NaOH, KOH, natrium
metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3). Sedangkan katalis
heterogen antara lain CaO, MgO dan CaCO3 (Bangun, N., 2008).
e) Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined (murni). Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai
bahan bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang
telah dihilangkan getahnya dan disaring.
Persyaratan mutu biodiesel Indonesia tercantum dalam SNI-04-7182-2006
yang terdapat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Persyaratan Kualitas Biodiesel Menurut SNI-04-7182-2006
No Parameter Batas Nilai Metode Uji Metode Setara
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
18
Massa jenis pada suhu 40 ºC (kg/m3) Viskositas kinematik pada suhu 40 ºC mm2/s (cSt) Angka setana Titik nyala (mangkok tertutup), ºC Titik kabut, ºC Korosi bilah tembaga (3 jam, 50 ºC) Residu karbon
� dalam contoh asli � dalam 10 % ampas
distilasi Air dan sedimen, %-vol Suhu distilasi, 90 % (ºC) Abu surfaktan, %-b Belerang, ppm-b (mg/kg) Fosfor, ppm-b (mg/kg) Angka asam, mg-KOH/gr Gliserol bebas, %-b Gliserol total, %-b Kadar ester alkil, %-b Angka iodium, %-b (g-12/100g) Uji halphen
850-890 2,3-6,0 min. 51 min. 100 maks. 18 maks. No. 3 maks. 0,05 maks. 0,05 maks. 0,05 maks. 0,05 maks. 360 maks. 0,02 maks, 100 maks. 10 maks.0,8 maks. 0,02 maks. 0,24 maks. 96,5 maks. 115 negatif
ASTM D 1298 ASTM D 445 ASTM D 613 ASTM D 93 ASTM D 2500 ASTM D 130 ASTM D 4530 ASTM D 2709 ASTM D 1160 ASTM D 874 ASTM D 5453 AOCS Ca 12-55 AOCS Ca 3-63 AOCS Ca 14-56 AOCS Ca 14-56 Dihitung *) AOCS Ca 1-25 AOCS Ca 1-25
ISO 3675 ISO 3104 ISO 5165 ISO 2710 - ISO 2160 ISO 10370 - - ISO 3987 prEN ISO 20884 FBI-AO5-03 FBI-AO1-03 FBI-AO2-03 FBI-AO2-03 FBI-AO3-03 FBI-AO4-03 FBI-AO6-03
*) berdasarkan angka penyabunan, angka asam, serta kadar gliserol total dan gliserol bebas; rumus perhitungan dicantumkan dalam FBI-A03-03 Sumber : (Forum Biodiesel Indonesia, 2006 dalam Andriana dan Nelly, 2009:14)
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Heterogen Kalsium Oksida (CaO
2.5 Metanol
Pada transesterifikasi, metanol berfungsi untuk memutus ikatan-akatan
molekul dari minyak nabati (trigliserida) secara reaksi kimia menjadi metil ester
dan gliserol. Metanol merupakan salah satu jenis alkanol (sering disebut alkohol).
Alkohol adalah salah satu homolog senyawa turunan alkana yang satu atom H-nya
diganti dengan gugus hidroksil atau gugus �OH sehingga mempunyai rumus
struktur R-OH. Metanol yang mempunyai rumus empiris CH3OH merupakan
senyawa turunan dari alkana yang mempunyai rumus empiris CH4.
Metanol sangat umum digunakan, dan telah dibuat oleh manusia selama
ribuan tahun. Pembuatannya sangat mudah dan murah karena bahan
pembuatannya melimpah. Metanol dihasilkan melalui proses fermentasi atau
peragian bahan makanan yang mengandung pati atau karbohidrat, seperti beras
dan umbi. Metanol yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya berkadar
rendah. Untuk mendapatkan metanol dengan kadar yang lebih tinggi diperlukan
proses pemurnian melalui penyulingan atau distilasi. Untuk jenis metanol bagi
keperluan industri dalam skala lebih besar dihasilkan dari fermentasi tetes, yaitu
hasil samping dari industri gula tebu.
Metanol memiliki sifat mudah terbakar dan mempunyai energi
pembakaran yang tinggi yaitu 419 kJ per mol O2, sedikit lebih besar dari energi
yang dilepaskan oleh bahan bakar fosil. Selain itu, metanol mempunyai massa
molar 32,04 g/mol, densitas 0,7918 g/cm3 dalam fase liquid, melting point -97 °C
(176 K), boiling point 64,7 °C (337,8 K), viskositas 0,59 mPa.s pada 20 °C dan
titik nyala (flash piont) 11 °C. (Setiawan, 2010)
2.6 Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat suatu laju reaksi dan menurunkan
energi aktivasi. Pada saat suatu reaksi telah selesai akan diperoleh massa katalis
yang sama seperti pada awal ditambahkan. Katalis digolongkan menjadi 2 jenis
menurut fasanya yaitu:
� Katalis Homogen adalah katalis yang wujudnya sama dengan wujud
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Heterogen Kalsium Oksida (CaO
reaktannya. Dalam reaksi kimia, katalis homogen berfungsi sebagai zat
perantara (fasilitator). Penggunaan katalis ini mempunyai kekurangan seperti
sifat korosif yang tinggi dan tidak dapat digunakan kembali (reused). Dalam
proses pembuatan metil ester (biodiesel), katalis ini dibuang dalam bentuk
larutan sehingga dapat mengganggu lingkungan.
� Katalis Heterogen adalah katalis yang wujudnya berbeda dengan wujud
reaktannya. Reaksi zat-zat yang melibatkan katalis jenis ini, berlangsung pada
permukaan katalis tersebut. Beberapa jenis katalis heterogen antara lain CaO,
MgO dan CaCO3 (Bangun, N., 2008). Kalsium oksida (CaO) merupakan
katalis oksida logam yang paling banyak digunakan untuk produksi biodiesel,
karena selain harganya lebih murah, toksisitasnya rendah dan mudah diperoleh
dibandingkan dengan katalis heterogen lainnya. Kalsium oksida (CaO)
mempunyai kekuatan basa yang cukup tinggi dan dampak terhadap
lingkungan sangat kecil karena kelarutannya dalam metanol sangat rendah
(Refaat, 2011 dalam Dwi dan Rizky, 2011: 19).
Berikut ini beberapa penelitian pembuatan biodiesel menggunakan katalis
heterogen.
Tabel 2.7 Pembuatan Biodiesel Menggunakan Katalis Heterogen
Peneliti, Tahun Jenis Minyak Jenis Katalis
Perbandingan minyak
&Alkohol (mol:mol)
Produk Biodiesel
(%)
Liu dkk, 1981 Minyak Kacang Kedelai CaO 1 : 12 97 Suppes et al, 2001 Minyak Kacang Kedelai CaCO3 1 : 19 95 Leclercq et al., 2001 Zhu et al, 2006 Demirbas, 2007 Granados, 2007
Minyak Lobak Minyak Jatropha
Minyak Bunga Matahari Minyak Bunga Matahari
Ba(OH)2
CaO CaO CaO
1 : 6 1 : 9 1 : 41 1 : 13
96 93
98,9 94
Citra & Lidya, 2008 Minyak Kelapa Sawit CaO 1 : 12 100 Andreas & Iyan 2009 Minyak Kelapa Sawit Dolomit 1 : 12 96,98 Dwi & Rizky 2011 Minyak Kemiri Sunan CaO 1:6 40,26
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Heterogen Kalsium Oksida (CaO
Transesterifikasi dengan menggunakan katalis heterogen (CaO) dapat dilihat
pada Gambar 2.4.
Sumber : (Hue, L., 2007)
Gambar 2.4 Transesterifikasi dengan Katalis Heterogen (CaO)
Langkah awal reaksi adalah proton dari metanol berikatan dengan katalis
CaO membentuk ion metoksida. Ion metoksida menyerang karbonil karbon pada
molekul trigliserida yang mengawali pembentukan alkoksi karbonil intermediet.
Selanjutnya alkoksi karbonil intermediet dibagi menjadi dua molekul yaitu FAME
dan anion dari digliserida. Anion dari digliserida berikatan dengan ion H+
membentuk digliserida dan pembentukan kembali CaO. Proses ini mengalami
perulangan, digliserida menjadi monogliserida dan akhirnya gliserol (Citra dan
Lidya, 2008).
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Heterogen Kalsium Oksida (CaO
2.7 Kalsium Oksida (CaO)
Kalsium oksida disebut kapur atau kapur tohor (quicklime). CaO
berbentuk padatan bewarna putih dan bersifat basa. Pada produk komersial kapur
juga mengandung Mg(OH)2, SiO2, Al2O3 dan Fe2O3.
Pada pembuatan biodiesel, CaO berperan sebagai katalis heterogen padat.
Hal ini akan memudahkan pemisahan katalis dari produk (biodiesel). Namun
demikian CaO dapat larut dalam air dan gliserol (MSDS CaO) sehingga
memungkinkan adanya kandungan CaO pada gliserol (produk samping dari
transesterifikasi biodiesel).
Liu dkk (2007) menyebutkan bahwa bahwa CaO dapat mengkatalisis
transesterifikasi antara minyak kacang kedelai dan metanol selama 3 jam dengan
konversi 97%. CaO tersebut dapat digunakan kembali untuk 20 kali reaksi. CaO
juga dapat mengkatalis transesterifikasi antara minyak kelapa sawit dan metanol
dengan persen perolehan 100% selama 3 jam pada suhu 60ºC. Perbandingan mol
antara minyak kelapa sawit dengan metanol adalah 1:12.
Transesterifikasi dengan katalis heterogen merupakan reaksi yang sangat
kompleks karena menghasilkan sistem tiga fasa yang terdiri dari satu fasa padat
(katalis heterogen) dan dua fasa cair yang tidak saling campur (immiscible) yaitu
minyak dan metanol. Secara bersamaan terdapat pula reaksi samping seperti
saponifikasi dari gliserida dan metil ester serta netralisasi asam lemak bebas oleh
katalis(Refaat, 2011 dalam Dwi dan Rizky, 2011: 22).
Sumber : (Refaat, 2011 dalam Dwi dan Rizky, 2011: 22 )
Gambar 2.5 Struktur Permukaan Oksida Logam
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Heterogen Kalsium Oksida (CaO
Efisiensi katalis heterogen bergantung pada beberapa hal seperti luas
permukaan, ukuran pori, volume pori dan konsentrasi sisi aktif katalis. Struktur
oksida logam terdiri dari ion logam positif (kation, asam Lewis) yang berperan
sebagai akseptor elektron dan ion logam negatif (anion, basa Bronsted) yang
berperan sebagai proton akseptor. Kondisi ini dapat digunakan untuk proses
adsorpsi. Dalam metanolisis minyak, ion-ion logam tersebut merupakan sisi-sisi
adsorptif (adsorptive sites) untuk metanol, dimana ikatan OH- akan terbagi
menjadi anion metoksida dan kation hidrogen (Gambar 2.5). Selanjutnya anion
metoksida akan bereaksi dengan trigliserida untuk menghasilkan metil ester. Liu
dkk (2008) menyebutkan bahwa adanya sejumlah kecil air akan meningkatkan
aktivitas katalitik CaO dan perolehan biodiesel. Dengan adanya air, O2- pada
permukaan katalis akan mengekstrak H+ dari molekul air untuk membentuk OH-
yang selanjutnya akan mengekstrak H+ dari metanol untuk membentuk anion
metoksida. Dalam hal ini ion tersebut merupakan katalis dari transesterifikasi
(Refaat, 2011 dalam Dwi dan Rizky, 2011: 23).
2.8 Sifat � Sifat Penting dari Biodiesel
2.8.1 Massa Jenis ( Densitas )
Massa jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume sampel. Pada
umumnya biodiesel mempunyai massa jenis yang lebih tinggi dari diesel biasa.
FAME (Fatty Acids Methyl Ester) mempunyai massa jenis (15ºC) 860-900
kg/m3, sedangkan fosil diesel sekitar 840-845 kg/m3. Perbedaan ini
mempengaruhi nilai kalor maupun titik nyalanya. Karakteristik metil ester
tergantung pada komposisi kemurnian asam lemaknya, dalam hal ini massa jenis
akan meningkat dengan berkurangnya panjang rantai dari asam lemak, tetapi
jumlah ikatan rangkap meningkat. Namun demikian densitas akan berkurang
dengan adanya kontaminan seperti metanol (Mittelbach and Koncar, 2004).
2.8.2 Viskositas Kinematik
Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa
kapiler terhadap gaya gravitasi. Biasanya dinyatakan dalam waktu yang
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Heterogen Kalsium Oksida (CaO
diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Salah satu kelemahan dari minyak
nabati untuk pembuatan biodiesel adalah viskositas kinematiknya yang cukup
tinggi dibandingkan dengan diesel yang dibuat dari fosil. Hal ini akan
menyebabkan masalah yang cukup serius, karena proses atomisasinya rendah
sehingga pembakaran kurang sempurna. Viskositas minyak nabati yang tinggi
dapat diturunkan melalui transesterifikasi. Nilai viskositas berhubungan erat
dengan komposisi asam lemak yang ada pada biodiesel. Viskositas akan naik
dengan bertambahnya panjang rantai dan jumlah kandungan alkohol. Hal ini dapat
dilihat dari biodiesel yang kandungannya etil ester mempunyai viskositas yang
lebih tinggi daripada yang mengandung metil ester. Viskositas juga merupakan
indikator dari lamanya penyimpanan minyak disebabkan adanya polimerisasi dari
reaksi enzimatik (degradasi oksidatif) (Mittelbach and Koncar, 2004).
2.8.3 Heating Value
Heating value adalah banyaknya energi yang dilepaskan saat bahan bakar
dapat dibakar sempurna. Terdapat dua jenis heating value yaitu high heating value
(HHV) dan low heating value (LHV). High heating value (HHV) ditentukan
ketika semua produk hasil pembakaran dikondensasikan. Sedangkan low heating
value (LHV) ditentukan ketika semua produk hasil pembakaran dapat membentuk
fasa uap. Alat yang digunakan untuk pengukuran heating value yaitu bom
kalorimeter (Handri dan Nurjuwita, 2008:13).
2.8.4 Titik Nyala
Titik nyala adalah titik terendah yang menyebabkan bahan bakar dapat
menyala. Penetapan titik nyala ini berkaitan dengan keamanan dalam
penyimpanan dan penanganan bahan bakar (Prihandana, 2006 dalam Handri dan
Nurjuwita, 2008).
2.8.5 Kadar Air
Kadar air yang tinggi dalam biodiesel disebabkan oleh proses
transesterifikasi dan pencucian produk yang belum sempurna. Besarnya nilai
Bab II Tinjauan Pustaka
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis Heterogen Kalsium Oksida (CaO
kadar air dalam biodiesel menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisis. Reaksi
hidrolisis ini dapat menyebabkan terkonversinya metil ester menjadi asam lemak
bebas, sehingga meningkatkan nilai FFA yang kemudian berakibat terjadinya
korosi pada mesin. Nilai kadar air pada biodiesel berpengaruh pula pada daya
tahan terhadap proses hidrolisis secara biologis (Andriana dan Nelly, 2010:31).
2.8.6 Angka Asam
Angka asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas serta dihitung
berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Angka
asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH 0,1 N yang digunakan untuk
menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak
(Dwi dan Rizky, 2011: 24).