BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan adalah salah satu fase terjadi dalam kehidupan seorang wanita.
Namun, banyak wanita hamil tidak menyadari penyakit sedang memantau mereka.
Seorang ibu hamil, untuk memulai sebuah keluarga dengan bayi barunya, harus
memiliki pengetahuan tentang beberapa penyakit dalam kehamilan. Kadang-
kadang masalah kecil tetapi jika mereka tidak sembuh total maka bisa
berkembang menjadi masalah yang sangat besar. Masalah ini dapat
mempengaruhi janin serta ibunya sendiri. Pada Ibu hamil sering ditemukan gejala
gatal-gatal. Tidak hanya itu, seorang wanita berisiko terkena infeksi kulit.
Ketidakseimbangan hormonal dan tingkat kelembaban kulit yang cukup tinggi
pada masa kehamilan menyebabkan wanita hamil berisiko untuk terkena penyakit
infeksi kulit. Hal ini bisa disebabkan bakteri, viral, dan jamur.
Penyakit kulit bisa menyerang siapa saja, baik laki-laki, perempuan, orang
dewasa, kanak-kanak bahkan bayi. Karena anatomi kulit yang sangat berbeda
dengan orang dewasa, bayi merupakan kelompok usia yang sangat rentan terhadap
gangguan kulit. Pada bayi, struktur kulitnya lebih tipis, ikatan antar selnya lebih
lemah dan lebih halus. Kulit bayi juga memiliki pigmen yang lebih sedikit, dan
tidak mampu mengatur temperatur seperti halnya anak-anak dengan usia lebih tua
atau orang dewasa. Maka dari itu penulis tertarik untuk membahas mengenai
gangguan sistem integumen pada bayi dan ibu hamil.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa saja gangguan sistem integumen pada Ibu Hamil?
2. Apa saja gangguan sistem integumen pada bayi ?
1.3. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui gangguan yang termasuk sistem integumen pada Ibu
Hamil.
2. Untuk mengetahui gangguan yang termasuk sistem integumen pada bayi.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. Perubahan Fisiologis Kulit dalam Kehamilan
Perubahan-perubahan hormonal yang dipicu oleh kehamilan normal
mungkin menimbulkan pengaruh yang cukup besar pada kulit yang dapat
meningkatkan kadar hormon estrogen, progesteron, dan berbagai androgen
dalam plasma serta dapat menstimulasi kadar melanocyte-stimulating hormone
(MSH) dalam plasma sebagai akibat dari membesarnya lobus intermedius
hipofisis.
1.1.1 Hiperpigmentasi
Perubahan kulit yang acapkali terjadi pada ibu hamil di antaranya adalah
hiperpigmentasi. Secara fisik, perubahan ini terjadi saat kulit tampak berwarna
lebih gelap atau pekat dari warna sekitarnya. Biasanya Hiperpigmentasi ini bisa
terjadi pada perut (linea nigra), areola
(daerah sekitar puting susu), sekitar
kemaluan, pusar, dan kadang-kadang pada
wajah dan leher, serta pada lipatan-lipatan
kulit seperti ketiak, paha, dan
selangkangan.
Perubahan warna (hiperpigmentasi) terjadi dikarenakan meningkatnya
kadar hormon MSH (Melanocyte Stimulating Hormon). MSH ini mengakibatkan
penumpukan pigmen melanin yang berlebihan sehingga tidak heran
menimbulkan warna lain pada kulit. Tetapi setelah melahirkan, ketika kadar
hormon tersebut kembali normal, keadaan hiperpigmentasi akan berangsur
menurun dan menghilang.
Menurut Vaughan Jones dan Black (1999), dan 90 persen wanita hamil
kulitnya menjadi lebih gelap dengan derajat bervariasi. Penyebab pastinya tidak
diketahui, tetapi bahwa meningkatnya kadar melanocyte-stimulating hormone
dalam serum merupakan penyebabnya masih diragukan. Pada mamalia, estrogen
berperan dan melanogenesis dan mungkin menjadi faktor pemicu.
Hiperpigmentasi mulai tampak pada awal kehamilan dan lebih jelas pada wanita
2
yang berkulit hitam. Efek ini lebih menonjol pada bagian-bagian tubuh yang
secara alami lebih gelap seperti areola, perineum, umbilikus. Daerah yang sering
terkena gesekan, termasuk ketiak dan paha pada bagian dalam juga menjadi
lebih gelap. Apabila mengalami pigmentasi, linea alba berganti nama menjadi
linea nigra.
Pigmentasi pada wajah yang disebut sebagai “topeng kehamilan” disebut
juga sebagai kloasma atau melasma. Hal ini dijumpai pada paling sedikit
separuh wanita hamil. Melasma diperparah oleh pajanan sinar matahari atau
sinar ultraviolet lain; keparahannya dapat dikurangi dengan menghindari pajanan
sinar matahari berlebihan atau menggunakan tabir surya. Melasma disebabkan
oleh mengendapnya melanin kedalam makrofag epidermis atau dermis dan
walaupun yang pertama biasanya mereda postpartum, melanosis dermis dapat
menetap sampai 10 tahun pada sepertiga wanita. Kontrasepsi oral dapat
memperparah melasma dan harus dihindari pada wanita rentan. Apabila sangat
mengganggu, pemberian topikal salep atau krim hidroksikuinon 2 sampai 5
persen atau tretinoin 0,1 persen dapat memberikan perbaikan (Griffits
dkk.1993;Kimbrough-Green dkk., 1994).
1.1.2 Nevus
Nevus melanositik atau nevus jinak yaitu tumor-tumor kulit berpigmen
yang dapat membesar dan bertambah gelap selama kehamilan. Biasanya nevus
ini sulit dibedakan dengan melanoma malignum. Namun, Pennoyer dkk. secara
cermat mengamati lesi lesi jinak ini dan
mendapatkan bahwa hanya 6% dari 129
nevus yang berubah diameternya selama
kehamilan 4 dari jumlah tersebut, meningkat
sebesar 1 mm dan 4 berkurang sebesar 1 mm.
Mereka menyimpulkan bahwa perubahan yang lebih mencolok terjadi pada lesi
non-melanositik. Dengan demikian, walaupun nevus secara histologist terbukti
memiliki melanosit yang berukuran besar dan mengalami peningkatan
3
pengendapan melanin, tidak terdapat bukti bahwa nevus mengalami transformasi
maligna selama kehamilan.
1.1.1.Perubahan Pertumbuhan Rambut
Selama kehamilan, terjadi peningkatan anagen (rambut yang sedang
tumbuh) yang sebanding dengan rambut telogen (rambut dalam keadaan
istirahat) (Lynfield, 1960; Randall, 1994). Estrogen memperpanjang fase anagen
dan androgen memperbesar folikel rambut di daerah-daerah dependen misalnya
janggut (Paus dan Cotsarelis, 1999). Postpartum, berbagai efek ini lenyap dan
rambut mengalami kerontokan yang nyata. Telogen effluvium adalah kerontokan
rambut yang agak mendadak yang tampak dimulai sekitar 1 sampai 4 bulan
postpartum. Proses ini kadang-kadang ditandai oleh rontoknya rambut dalam
jumlah yang mengkhawatirkan, biasanya saat menyisir atau keramas. Untungnya
proses ini swasirna, dan wanita yang bersangkutan dapat diyakinkan bahwa
rambut akan tumbuh pulih dalam 6 sampai 12 bulan (Headington, 1993; Kois
dan Phelan, 1994).
Hirsutisme ringan sering terjadi
selama kehamilan, dan hal ini paling jelas
di wajah. Yang paling terkena adalah
wanita yang secara genetis rentan
mengalami pertumbuhan rambut kasar.
Derajat hirsutisme yang lebih berat jarang
terjadi, dan apabila disertai oleh tanda-tanda lain maskulinisasi, perlu segera
dipertimbangkan kemungkinan adanya sumber androgen lain.
1.1.3 Perubahan Vasculer
Selama kehamilan terjadi peningkatan aliran darah kulit disertai penurunan
nyata resistensi vaskular perifer (Spetz, 1964). Hal ini diperkirakan berfungsi
untuk mengeluarkan kelebihan panas yang terjadi akibat meningkatnya
metabolisme. Terdapat sejumlah perubahan yang dipicu oleh hormon estrogen
pada pembuluh-pembuluh darah yang cukup sering dijumpai. Perubahan
pembuluh darah kapiler tersebut berupa:
4
papul eritematosabula besar tegang yang besar
1. Poliferasi pembuluh darah kapiler.
2. Bendungan darah sehingga jalannya lambat.
3. Instibilitas vasomotor pembuluh darah arterioli, seperti:
a. Pucat karena vasokonstriksi
b. Kemerahan karena vasodilatasi
c. Perubahan tidak menentu pada kulit karena instabilitas reaksi
vasomotor pembuluh darah tergantung dari perubahan temperatur
luar, sebagai reaksi pengaturan temperatur tubuh melalui perubahan
pembuluh darah kulit.
4. Peningkatan tekanan hidrostatik dan kerentanan kapiler dengan
manifestasi berupa:
a. Spider angioma, merah ditengah dengan cabangnya menyerupai
laba-laba.
b. Erithema pada palmar sepanjang hamil.
c. Erithema pada saat hamil muda, berbentuk regio palmar tengah,
hipotenar dan tenar serta hangioma kecil dan menghilang setelah
lahir.
5. Poliferasi pembuluh darah pada gusi dan mulut berbentuk:
a. Gingivitis merupakan peradangan pada gusi yang ditandai dengan
adanya plak.
b. Granuloma gravidum/ piogenik granuloma
merupakan lesi pembuluh darah dikulit yang
tampak sebagai penonjolan yang berwarna
merah, coklat atau kebiru-hitam, disertai
pembengkakan jaringan sekitarnya.
5
c. Tonjolan angioma pada gingiva (gusi)
Pada umumnya kelainan pembuluh darah akan hilang setelah persa
linan.Pada gusi dengan granuloma besar perlu dilakukan eksisi atau insisi.
1.2. Dermatitis pada Kehamilan
Sejumlah penyakit kulit diketahui khas pada masa hamil, atau apabila tidak
khas, lebih sering dijumpai selama gestasi. Terminologi mengenai hal ini masih
membingungkan. Shornick (1998) menyimpulkan bahwa hanya tiga penyakit
yang secara universal diterima sebagai hal yang unik untuk kehamilan :
kolestasis, pruritic urticarial papules and plaques of pregnancy, dan herpes
gestasionis. Pruritus selama kehamilan sering dijumpai, tetapi insidennya jelas
bersifat subjektif. Pada hampir 3200 wanita hamil yang secara cermat diteliti
selama lebih dari setahun, Roger dkk. (1994) mendapatkan bahwa 1,6 persen
mengalami pruritus yang signifikan berdasarkan protokol mereka.
1.2.1. Kolestasis pada Kehamilan
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum
dalam jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral
dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari
segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam
empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan
jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan
trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier.
Sindrom ini mencakup pruritus
gravidarum dan ikterus kolestatik pada
kehamilan. Dalam studi terhadap 3200 wanita
oleh Roger dkk. (1994), 51 (1,6 persen) wanita
menderita pruritus, dan 22 wanita (0,6 persen
dari total) menderita gravidarum. Penyakit ini dianggap merupakan varian
ringan kolestasis intrahempatik pada kehamilan. Garam-garam empedu yang
6
mengendap di dermis menyebabkan pruritus, dan timbul lesi kulit akibat garukan
dan ekskoriasi. Penampakan umum dan gambaran klinis dermatosis-dermatosis
ini mungkin membingungkan
2.2.2 Pruritic Urticarial Papules And Plaques Of Pregnancy (PUPPP)
Pruritic Urticarial Papules And Plaques Of
Pregnancy (PUPPP, papula dan plak urtikaria
pruritik pada kehamilan) disebut juga dengan erupsi
polimorfik pada kehamilan di Inggris, merupakan
dermatosis pruritik yang sering terjadi pada
kehamilan. Pada sebuah penelitian yang dilakukan Roger dkk.(1994), 25 dari
hampir 3200 wanita (0.8 %) menderita dermatosis ini selama hamil. Dermatosis
ini ditandai dengan erupsi kulit sangat gatal yang biasanya muncul pada hamil
tua.
Papul dan plak urtikarial eritematosa yang pertama kali timbul di perut,
biasanya di sekitar striae. Lesi-lesi kemudian menyebar ke bokong, paha, dan
ekstremitas (Alcalay dkk.,1987;Aronson dkk.,1998). Lesi-lesi ini dapat
menimbulkan gatal hebat. Pada sekitar 40 % wanita komponen urtikaria lebih
menonjol, 45 % pola eritematosanya yang menonjol dan 15 % dijumpai
kombinasi keduanya (Aronson dkk., 1998). Bercak-bercak eritematosa tamapk
meluas. Wajah biasanya tidak terkena dan jarang dijumpai ekskoriasi. Penyakit
ini lebih sering terjadi pada nulipara dan jarang kambuh pada kehamilan
berikutnya. PUPPP mungkin mirip herpes gestasionis, tetapi tidak menimbulkan
vesikel atau bula.
Mekanisme patogeniknya tidak diketahui dengan jelas. Karena temuan
klini yang beragam, klasifikasinya mungkin membingungkan. Pada biopsi,
tampak perivaskulitis limfohistiositik nonspesific ringan dengan komponen
eosinofilik. Yang penting, tidak terjadi pengendapan imunoglobulin atau
komplemen di dermis pada pewarnaan imunofluoresen (Aronson dkk., 1998).
7
Terapi yang dilakukan berupa pemberian antihistamin oral dan emolien
kulit, tetapi sebagian besar memerlukan krim atau salep kortikosteroid untuk
meredakan gejalanya. Kortikosteroid oral diberikan apabila tindakan-tindakan ini
gagal meredakan gatal yang hebat. Ruam cepat lenyap sebelum atau beberapa hari
setelah melahirkan. Pada 15-20 % wanita, gejala menetap selama 2-4 minggu
postpartum.
2.2.3 Prurigo pada Kehamilan
Lesi-lesi ini memiliki banyak nama.
Menurut Shornick (1998), penyakit ini
mencakup prurigo gestasionis dan dermatitis
papular, yang tampaknya adalah varian-varian
dari penyakit yang sama dan tidak spesifik untuk
kehamilan. Varian yang ringan dan lebih sering
ditemukan, prurigo gestasionis, ditandai dengan
lesi-lesi kecil, gatal dan cepat mengalami ekskoriasi yang terletak di lengan bawah
dan badan. Lesi biasanya muncul pada minggu ke-25 sampai 30, dan tidak
dijumpai vesikel atau bula. Dermatitis papular, yang diuraikan oleh Spangler dkk.
Pada tahun 1962, adalah dermatitis pada kehamilan tahap lanjutan yang jarang
dijumpai. Penyakit ini ditandai dengan erupsi pruritik generalisasi. Lesi tampak
sebagai papula-papula yang lunak, berwarna merah, ungu sampai merah coklat,
dengan sebagian memiliki krusta hemoragik dibagian tengahnya.
Pruritis biasanya dapat dikendalikan dengan anti histamin dan krim
kortikosteroid. Hasil perinatal tampaknya tidak terganggu oleh sindrom ini
(Vaughan Jones and Black,1999)
2.2.4 Herpes Gestasionis
Herpesgestasionis yaitu erupsi kulit berlepuh yang gatal, biasanya timbul
pada multipara pada kehamilan tahap lanjut, walaupun dapat juga muncul sejak
awal kehamilan atau sampai seminggu postpartum. Herpesgestasionis kadang-
kadang menyertai penyakit trofoblastik gestasional. Penyakit ini disebut juga
8
pemfigoid gestasionis, serupa dengan pemfigoid bulosa yang dijumpai pada
lansia. Secara imunologis, penyakit ini tidak dapat dibedakan dari pemfigoid
bulosa.
Herpesgestasionis merupakan penyakit autoimun
yang disebabkan terbentuknya antibodi terhadap
membrane basal di epidermis. Penyakit ini ditandai
dengan adanya erupsi luas yang sangat gatal dengan
lesi yang bervariasi dari papul eritematosa dan
edematosa sampai vesikel dan bula tegang yang besar.Tempat yang sering terkena
adalah abdomen dan ekstremitas. Eksaserbasi dan remisi selama hamil sering
terjadi dan sampai 75% wanita mengalami eksaserbasi intrapartum
(shornick,1998). Pada kehamilan selanjutnya biasanya kambuh dan umumnya
timbul lebih dini dan lebih berat.
2.2.5 Impetigo Herpetiformis
Ini adalah suatu erupsi pustular yang jarang dan mungkin timbul pada
kehamilan tahap lanjut. Sebagian penulis menganggapnya sebagai suatu bentuk
psoriasis pustulosa yang timbul bersamaan dengan
kehamilan, sementara penulis lain menganggapnya
sebagai suatu dermatosis kehamilan tersendiri
(Aronson dan Halaska, 1995). Oumeish dkk. (1982)
melaporkan seorang wanita yang mengalami
kekambuhan dermatosis ini pada sembilan
kehamilannya. Pada tiga kehamilan terjadi hidrosefalus janin. Juga terjadi dua
kematian perinatal yang sebabnya tidak diketahui. Wanita ini juga mengalami lesi
kulit khas saat mendapat kontrasepsi oral estrogen-progesteron.
Tanda utama lesi impetigo herpetiformis adalah pustula-pustula steril yang
terbentuk di sekeliling tepi bercak eritematosa. Lesi-lesi eritematosa biasanya
dimulai di daerah lipatan dan meluas ke perifer. Selaput lendir biasanya terkena.
9
Lesi histologis khasnya adalah mikroabses. Rongga mirip spons di epidermis,
yang terisi oleh neutrofil, diberi nama pustula spongiformis Kogoj.
Pruritus tidak parah,tetapi sering timbul gejala konstitusi. Selain mual,
muntah, diare, serta menggigil dan demam, sering terjadi hipoalbuminemia dan
hipokalsemia. Walaupun pada awalnya steril, pustula dapat terinfeksi sekunder
setelah pecah, dan sepsis merupakan penyulit yang serius.
Terapi berupa kortikosteroid dan antimikroba sistemik untuk mengobati
infeksi sekunder dan sepsis. Penyakit mungkin menetap selama beberapa minggu
sampai beberapa bulan setelah melahirkan. Morbiditas dan mortalitas janin
berkaitan dengan keparahan infeksi pada ibu, tetapi mungkin terjadi bahkan
penyakit yang sudah terkendali (Vaughan-Jones dan Black, 1999; Wolf dkk.,
1995).
2.3 Dermatologi Pediatri
2.3.1 Hemangioma dan Pembentukan Vaskular
Lesi vaskular dapt dibagi menjadi dua kategori utama : hemangioma dan
malformasi vaskular.
Hemangioma merupakan “tumor” (proliferasi sel) jinak endotel vaskular
yang ditandai dengan fase proliferatif dan involusi malformasi merupakan defek
perkembangan yang berasal dari kapiler, vena, arteri, atau pembuluh limfe. Lesi
ini tetap relatif statis; pembentukan sepadan dengan pertumbuhan anak.
Pembedaan antara kedua bentuk ini penting karena kedua lesi tersebut mempunyai
prognosis dan pengertian klinis yang berbeda.
2.3.2 Hemangioma
Hemangioma merupakan tumor jaringan lunak yang tersering pada masa
bayi, yang terjadi pada sekitar 5-10% bayi usia 1 tahun. Hemangioma yang
sebenarnya ditandai dengan fase pertumbuhan, diperjelas dengan fase proliferasi
endotel dan hiperselularitas, serta fase involusi. Hemangioma bersifat heterogen,
yaitu penampakannya ditentukan oleh ketebalan dan lokasi pada kulit serta oleh
10
stadium evolusi. Pada bayi baru lahir, hemangioma mula-mula mempunyai bentuk
seperti makula putih pucat dengan telangiektasi
seperti-benang. Bila berpoliferasi, tumor ini
akan berubah menjadi bentuk yang mudah
dikenali, yaitu plak merah terang yag sedikit
meninggi dan tidak dapat kompresi.
Hemangioma yang berada lebih dalam di kulit
merupakan massa yang hangat dan lunak dengan sedikit perubahan warna
kebiruan. Seringkali, hemangioma mempunyai komponen superfisial maupun
profunda. Diameternya berkisar antara beberapa milimeter sampai beberapa
sentimeter dan biasanya soliter; sampai dengan 20% melibatkan lesi multipel.
Hemangioma terjadi terutama pada perempuan (3:1) dan terdapat peningkatan
insidensi pada bayi prematur. Sekitar 55% terjadi sejak saat lahir, sisanya
berkembang pada usia minggu pertama. Hemangioma superfisial mencapai
ukuran maksimumnya dalam 6-8 bulan, tetapi hemangioma profunda dapat
tumbuh selama 12-14 bulan. Hemnagioma tersebut kemudian mengalami resolusi
spontan, lambat, yang memerlukan waktu 3-10 tahun.
Walaupun kebanyakan hemangioma kulit bersifat jinak, sejumlah kecil
hemangioma dapat menyebabkan gangguan fungsional atau kelainan muka
permanen. Ulserasi merupakan komplikasi yang paling sering, dapat terasa nyeri
dan mempunyai resiko terjadinya infeksi, perdarahan, dan pembentukan parut.
Fenomena Kasabach-Merritt, suatu komplikasi lesi vaskular yang dengan
cepat membesar, ditandai dengan anemia hemolitik, trombositopenia dan
koagulopati. Tumor masif ini biasanya berwarna merah kebiruan tua, keras,
tumbuh dengan cepat, tidak mempunyai kecenderungan jenis kelamin, dan
cenderung berpoliferasi dalam waktu yang lama(2-5 tahun). Kebanyakan pasien
dengan fenomena Kasabach-Merritt tidak menderita hemangioma yang khas,
tetapi mengalami tumor vaskular proliferatif lain, biasanya
hemangiomaendotelioma kaposiformis atau angioma berumbai (tufted).
11
Fenomena Kasabach-Merritt memerlukan penanganan agresif (sering
multimodalitas) dan mempunyai angka mortalitas yang bermakna.
Hemangioma periorbital menimbulkan risiko bermakna pada penglihatan
(yaitu, ambliopia) dan harus dimonitor secara hati-hati. Hemangioma yang
mengenal telinga dapat mengurangi konduksi pendengaran, yang akhirnya dapat
menyebabkan keterlambatan bicara. Hemangioma kulit yang multipel
(hemangioma difus) dan hemangioma wajah yang besar dapat dikaitkan dengan
hemangioma visceral. Hemangioma subglotis bermanifestasi sebagai suara serak,
stridor; perburukan menjadi gagal napas dapat cepat terjadi. Sekitar 50% bayi
yang terkena telah menyertai hemangioma kulit; karenanya, “pernapasan berisik”
pada bayi dengan hemangioma kulit yang mengenai daerah dagu, bibir,
mandibula, serta leher memerlukan visualisasi langsung jalan napas. Hemangioma
jalan napas yang bergejala berkembang pada lebih dari 50% bayi dengan
hemangioma wajah yang luas dengan distribusi “janggut”.
Hemangioma servikofasial yang luas dapat dikaitkan dengan anomaly
multipel, termasuk malformasi fossa posterior, hemangioma, anomaly arteri,
coarktasio aorta dan defek jantung, serta kelainan mata (eye) (sindrom PHACES).
Sindrom ini lebih sering mengenai perempuan (9:1) dan diduga menggambarkan
defek perkembangan yang terjadi selama kehamilan minggu kedelapan sampai ke
sepuluh. Stroke dapat dijumpai. Hemangioma lumbosakral menunjukkan
disrafisme spinal tersembunyi dengan atau tanpa anomaly anorektal dan
urogenital. Pencitraan tulang belakang diindikasikan pada semua pasien dengan
hemangioma kulit di garis tengah pada daerah lumbosakral. Kebanyakan
hemangioma tidak memerlukan intervensi medis dan akan mengalami involusi
secara spontan; namun, jika komplikasi timbul dan penanganan diperlukan,
kortikosteroid sistemis oral merupakan terapi utama.
2.3.3 Malformasi Vena dan Limfatika
Malformasi vena tampak sebagai plak dan nodus lunak, berwarna biru dan
dapat dikompresi, yang dapat terbentuk pada setiap permukaan kulit. Kelainan ini
12
muncul pada saat lahir dan membesar secara lambat akibat pelebaran vena yang
anomaly. Malforasi vena dapat cukup kecil dan minimal, atau lesi yang amat
besar yang dapat menimbulkan cacat berat dan dapat diperburuk oleh thrombosis,
infeksi, dan edema jaringan sekitarnya.
Malformasi limfatik (limfangioma) tersusun dari saluran limfe yang
berdilatasi yang dilapisi oleh endotel limfatik normal. Lesi ini dapat superficial
atau profunda dan sering disertai dengan anomaly pembuluh limfe regional.
Istilah limfangioma sirkumskriptum digunakan untuk menggambarkan tipe
malformasi limfatik yang paling lazim, yang dapat muncul pada saat lahir atau
tampak pada masa kanak-kanak awal. Daerah predileksinya adalah mukosa oral,
ekstremitas proksimal, dan fleksura sendi. Lesi ini terdiri dari kumpulan papula
gelatinosa merah sampai ungu, yang berukuran 2-5 mm.
Higroma kistik merupakan anomalikistik pembuluh limfe berupa massa
multilokular, yang jinak dan bersifat congenital. Lesi ini biasanya ditemukan pada
daerah leher. Eksisi bedah atau skleroterapi merupakan pilihan terapi yang
tersedia untuk malformasi vena dan limfatik. Ukuran tumor cenderung membesar
dan harus ditangani dengan eksisi bedah.
2.3.4 Nevi Melanositik Kongenital
Nevus adalah istilah umum yang menggambarkan
adanya bercak berpigmen pada kulit. Sekitar 1-2% bayi
baru lahir mempunyai nevi melanosit. Lesi kecil (sebagai
lawan nevi berpigmen raksasa)merupakan plak rata atau
sedikit menonjol, sering dengan konfigurasi oval atau
lanset. Kebanyakan lesi berwarna coklat tua; lesi kulit
kepala dapat berwarna coklat merah saat lahir.
Pigmentasi dalam lesi individu sering beranekaragam atau berbintik dengan
aksentuasi pola rigi permukaan epidermis. Perubahan susunan (tekstural),
pigmentasi yang lebih dalam, dan peninjolan membantu membedakan lesi ini
dengan macula café-au-lait. Rambut yang tebal, gelap dan kasar sering kali
dikaitkan dengan nevi melanositik kongenital. Lesi ini bervariasi dalam lokasi,
13
ukuran, dan jumlah, tetapi paling sering soliter. Secara histoligis lesi tersebut
ditandai dengan adanya sel nevus pada dermi; kebanyakan sel nevus meluas
kedalam dermis yang lebih dalam . lesi ini memberikan sedikit penambahan
resiko untuk perkembangan melanoma maligna, kebanyakan selama kehidupan
masa dewasa. Oleh sebab itu, banyak ahli kulit menyarankan pembuangan lesi ini
sebelum atau mendekati waktu pubertas. Seandainya keluarga memilih untuk
mengamati ketimbang membuang nevus tersebu, evaluasi periodik untuk
perubahan permukaan lesi dan gejala terkaitharus dilakukan. Biopsi eksisi
diindikasikan bila perubahan ke arah keganasan dicurigai.
2.3.5 Nevi Melanositik Raksasa Kongenital
Nevi kongenital raksasa merupakan nevi yang akan berukuran mendekati
20cm pada masa kanak-kanak (pada bayi baru lahir, 5-12cm) dan merupakan
salah satu defek lahir yang paling dramatis. Nevi ini dapat menempati 15-35%
permukaan tubuh, yang paling sering mengenai batang tubuh atau kepala dan
daerah leher. Pigmentasi sering beraneka ragam dari cokelat muda sampai hitam.
Kulit yang terkena terasa halus, nodular atau kasar. Hipertrikosis yang gelap dan
jelas sering ada. Banyak bercak cokelat muda yang lebih kecil (1-5cm) (nevi
satelit) dan tersebar difus. Nevus berkembang menjadi melanoma maligna pada
sekitar 2-10% pasien yang terkena.
2.3.6 Nevi Didapat
Nevi melasonitik didapat atau “mole” merupakan lesi kulit yang lazim.
Nevi melanositik dapat terjadi pada usia berapa pun; namun, lesi tampak
berkembang paling cepat pada anak prapubertas dan usia belasan tahun. Nevi
melasonitik merupakan papula cokelat bundar atau oval yang berbatas tegas. Lesi
paling banyak dijumpai pada wajah, dada, dan tubuh bagian atas. Riwayat
keluarga, tipe kulit, dan pemajanaan matahari dianggap merupakan faktor
etiologis utama. Pigmentasi irregular, pertumbuhan cepat, perdarahan, dan
perubahan dalam konfigurasi atau tepi lesi merupakan tanda degenerasi maligna
14
yang mencemaskan. Eksisi bedah dan pemeriksaan histology diindikasikan pada
mole yang mengalami perubahan dengan cepat atau mempunyai tanda demikian.
Melanoma maligna jarang terjadi pada masa kanak-kanak; namun terdapat
penambahan insidensi yang mengkhawatirkan pada remaja. Pendidikan orang tua
dan anak yang berkenaaan dengan pemajanan sinar matahari, proteksi sinar
matahari, dan pengamatan perubahan pada mole yang menunjukkan keganasan
adalah hal yang penting.
Nevi biru merupakan papula atau tumor yang jarang, berwarna biru atau
hitam gelap, oval, berbentuk kubah dan berukuran 1-3 cm yang ditemukan pada
setengah tubuh bagian atas. Nevus ini tumbuh lambat dan mempunyai
kecenderungan menjadi ganas, tetapi dapat sukar untuk dibedakan secara klinis
dari tumor vaskular atau nevi melanosit atipikal. Jika diagnosisnya diragukan ,
biopsi eksisi merupakan tindakan diagnosis dan kuratif.
2.3.7 Penyakit Vesikubolasi
Dalam mendiagnosis dan mengobati penyakit vesikobulosa , fakta historis
yang penting adalah distribusi lepuhan awal, usia onset, riwayat keluarga, faktor
yang memperberat, dan gejala terkait. Sekali mengenali ukuran dan distribusi lesi
primer, pemeriksaan fisik harus memperhatikan ada tidaknya lesi mukosa, dengan
perhatian khusus yang diarahkan pada permukaan mukosa (mata dan orofaring).
Tanda parut dan adanya infeksi sekunder harus juga dicari.
Diagnosis yang akurat dan tepat pada waktunya sangat penting karena
terdapat banyak penyebab lepuhan kulit yang berbeda. Keparahan penyakit dapat
berkisar dari lesi impetigo bulosa yang terlokalisasi dengan baik sampai bula
urtikaria yang sangat meradang dari pemfigoid bulosa dan deskuamasi tersebar
yang mengancam nyawa yang ditemukan pada nekrolisis epidermolitik toksik.
Penyakit bula dapat diakibatkan oleh kehilangan adhesi yang amat
superfisial pada kulit (subkorneal), dalam epidermis (intraepidermal), atau pada
taut epidermis dengan dermis (subepidermal). Lepuhan yang terletak dibawah
15
stratum korneum dan dalam lepuhan epidermis cenderung lunak dan mudah
ruptur. Lepuhan sering tidak dijumpai, dan yang dapat dilihat adalah daerah
erosidengan krusta dan deskuamasi kulit. Pasien dengan bula intraepidermal yang
menyebar dapat juga menunjukkan tanda Nikolsky, yang akan ditemukan bila
terdapat kohesi antar-keratinosit epidermis superfisial sehingga lapisan yang
terpisah dengan mudah digeser ke lateral dengan tekanan minimal. Bila tidak
terdapat trauma eksterna dan infeksi sekunder, penyakit pembentuk lepuhan yang
menyebabkan pemisahan kulit di atas zona membrane basal (basement membrane
zone [BMZ]) akan sembuh tanpa pembentukan parut. Sebaliknya, lepuhan yang
ditandai dengan bidang pemisahan di bawah BMZ sembuh dengan parut.
Gangguan yang membentuk bidang pemisah di dalam atau di bawah BMZ
memperlihatkan lepuhan yang tegang.
Desmosom, hemidesmosom, dan fibril penambat mempermudah adhesi
dari sel ke sel. Kelainan genetic atau destruksi imun struktur ini menimbulkan
bula. Demosom menghubungkan keratinosit yang berdekatan pada satu sama lain
dan berfungsi sebagai dan plak adhesi intradermal. Kehilangan integritas protein
desmoglein 1 atau 3 menyebabkan plak desmosomal yang kurang sempurna dan
pembentukan lepuhan intraepidermal. Hemidesmosom penting pada adhesi
epidermis terhadap dermis yang berada di bawahnya. Kolagen tipe XVII (juga
dikenal sebagai BP180 atau antigen pemfigoid bulosa 2) dan integrin
merupakan molekul kunci yang terdapat dalam plak hemidesmosom. Kelainan
protein ini menyebabkan integritas hemidesmosom dan pemisahan kulit
selanjutnya dalam BMZ menjadi kurang sempurna. Fibril penghambat, yang
tersusun dari kolagen tipe VII, menambatkan hemidesmosom pada dermis
superfisial di bawahnya sehingga menimbulkan perletakan epidermis. Defek pada
kolagen tipe VII terbukti menyebabkan penyakit pembentuk lepuhan yang
membentuk parut. Kelainan setiap komponen di atas dapat terjadi melalui
kelainan genetik atau via antibodi.
16
2.3.8 Dermatitis Herpetiformis
Dermatitis Hipertiformis (DH) merupakan erupsi episodik, kronik, sangat
gatal yang terjadi secara simetris pada permukaan ekstensor. Lesi ini berkelompok
dan biasanya kecil (2-7 mm), berupa vesikel yang terekskoriasi. Kadang-kadang,
lesi dapat berupa bula, papula, atau urtikaria. Secara klasik vesikel didahului
dengan keadaan yang sangat gatal selama beberapa jam. Tempat-tempat predileksi
adalah siku, lutut, pantat, sakrum, skapula, kulit kepala, dan wajah. Keterlibatan
mukosa tidak lazim. Walaupun tidak terdapat antigen tertentu yang telah terlibat,
wndapan IgA ditemukan pada kulit pasien yang terkena.
Penyakit ini disebabkan oleh Gluten, suatu protein yang ditemukan dalam
gandum hitam, gandum, dan barley, berperan dalam patogenesis DH. Atrofi vili
yeyunum dan inflamasi usus kecil terjadi, yang diikuti dengan enteropati.
Dengan ciri-ciri sebagai berikut: lepuhan-lepuhan kecil biasanya muncul
secara bertahap; paling banyak ditemukan di sikut, lutut, bokong, punggung
bagian bawah dan kepala bagian belakang. Kadang ditemukan di wajah dan leher.
Penderita merasakan gatal-gatal dan rasa panas yang sangat hebat.
2.3.9 Pemfigus Vulgaris
Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa reuren yang merupakan
kelainan herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher disertai lesi
17
berkelompok yang mengadakan regresi sesudah beberapa minggu atau beberapa
bulan (Dorland, 1998).
Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai
dengan timbulnya bulla (lepuh) dengn berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm) pada
kulit yang tampak normal dan membrane ukosa (misalnya mulut dan vagina)
(Brunner, 2002). Pemfigus vulgaris adalah salah satu penyakit autoimun yang
menyerang kulit dan membrane mukosa yag menyebabkan timbulnya bula atau
lepuh biasanya terjadi di mulut, hidung, tenggorokan, dan genital
(www.pemfigus.org.com).
Pada penyakit pemfigus vulgaris timbul bulla di lapisan terluar dari
epidermis klit dan membrane mukosa. Pemfigus vulgaris adalah “autoimmune
disorder” yaitu system imun memproduksi antibody yang menyerang spesifik
pada protein kulit dan membrane mukosa. Antibodi ini menghasilkan reaks yang
menimbulkan pemisahan pada lapisan sel epidermis (akantolisis) satu sama lain
karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel. Tepatnya perkembangan
antibody menyerang jaringan tubuh (autoantibody) belum diketahui.
2.3.10 Sindrom Stevens-Johnsons
Stevens-Johnson syndrome (SJS) atau sindrom Stevens-Johnson dan toxic
epidermal necrolysis atau nekrolisis epidermal toksikadalah penyakit kulit yang
disebabkan oleh alergi atau infeksi. Sindrom tersebut mengancam kondisi kulit
yang mengakibatkan kematian sel-sel kulit,
sehingga epidermis mengelupas/memisahkan diri dari dermis. Sindrom ini
dianggap sebagai hipersensitivitas kompleks yang memengaruhi kulit dan selaput
lendir.
Meskipun pada umumnya kasus sindrom ini tidak diketahui penyebabnya
(idiopatik), biasanya penyebab utama yang paling sering dijumpai adalah akibat
dari alergi obat-obatan tertentu, infeksi virus dan atau keduanya, pada kasus
tertentu yang sangat jarang ditemukan sindrom ini berhubungan dengan kanker
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada kehamilan keadaan fisik seorang wanita begitu sangat berubah, baik
dalam maupun luar. Tidak heran banyak wanita yang mengeluhkan penyakitnya
yang tidak biasa terjadi padanya. Perubahan hormonal, dan perubahan-perubahan
halnya seperti perubahan kulit pada ibu hamil adalah sesuatu yang sangat perlu
diperhatikan. Salah salah dari penyakit-penyakit seperti hiperpigmentasi, nevus,
perubahan pertumbuhan rambut dan vaskuler tidak hanya menyerang si ibu, tapi
pula si bayi. Bayi yang memiliki kulit sesitif pun sangat rentan terhadap penyakit-
penyakit kulit seperti diantaranya hemangioma, nevi melanostik kongenital, nevi
melanostik raksasa kongenital dan lain-lain yang telah di sebutkan diatas.
Terkadang masyarakat kebanyakan sering mengabaikaikannya, mereka anggap
gatal dan merah-merah itu hal yang biasa, padahal apabila tidak di tangani dengan
baik bisa bisa menjadi lebih parah. Maka dari itu sebaiknya ibu hamil sangat-
sangat memperhatikan kondisinya juga kondisi bayinya, karena fase hamil adalah
fase yang rentan terhadap penyakit, apalagi penyakit kulit. Bila tidak menjaga
kesehatan dan kebersihan, kerentanan konidisi si ibu dan bayi lah yang menjadi
target si penyakit.
3.2 Saran-saran
Kesehatan seorang ibu sangat berpengaruh juga pada kesehatan bayinya, maka
dari itu:
1. Ibu haruslah menjaga pola hidup sehat
2. menjaga kebersihannya
3. mengatur asupan gizi yang baik juga mempengaruhi kesahatan si ibu juga
bayinya
19
Daftar Pustaka
Behrman, Richard E. 2010. Nelson Esensi Pediatri. Jakarta:EGC
Cuningham, F Garry. Dkk. 2005. Obstetri Williams. Jakarta: EGC
20