Download - Gabungan Bab
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita mengetahui hal-hal
yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik, farmakodinamik,
farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi dan toksikologinya.
Farmakologi merupakan ilmu yang berbeda dari ilmu lain secara umum
pada keterkaitannya yang erat dengan ilmu dasar maupun ilmu klinik sangat
sulit mengerti farmakologi tanpa pengetahuan tentang fisiologi
tubuh, biokimia, dan ilmu kedokteran klinik. Toksikologi berkembang luas
ke bidang kimia, kedokteran hewan, kedokteran dasar klinik, pertanian,
perikanan, industri, etimologi hukum dan lingkungan. Perkembangan ini
memungkinkan terjadinya reaksi dalam tubuh dalam jumlah yang kecil.
Sistem saraf merupakan struktur pusat pengaturan yang tersusun oleh
milyaran sel- sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam
jaringan. Sistem saraf terbagi menjadi dua tipe sel, yaitu neuron dan
neuroglia.
Pada obat-obatan tertentu bekerja pada sistem saraf yang merupakan
jaringan paling rumit dan paling penting yang terdiri dari jutaan sel saraf
(neuron) yang saling terhubung dan vital. Sistem saraf manusia lazimnya
mengkoordinir sistem-sistem lainnya didalam tubuh dan dibagi dalam dua
kelompok, yakni sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Sistem saraf
pusat merupakan bagian terpenting dalam tubuh yang terbagi menjadi dua
1
yakni otak/cerebrum (ensenphalon) dan sumsum tulang belakang (medulla
spinalis) (Rahardja, K., 2010).
Dimana pada percobaan kali ini adalah mengenai obat-obat yang
berhubungan dengan sistem saraf pusat dan juga berkaitan dengan obat-obat
golongan psikotropik, hipnotik-sedative, antikonvulsi dan analgetik seperti
obat karbamazepin, parasetamol dan haloperidol.
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Untuk mengetahui pengaruh berbagai obat sistem saraf pusat dalam
pengendalian fungi-fungsi vegetatif tubuh pada hewan coba.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dalam percobaan kali ini adalah:
1. Mahasiswa dapat mengetahui efek yang ditimbulkan dari obat
psikotropika secara oral, terhadap Mencit (Mus musculus) yang
diamati dengan melihat lebar kelopak mata pada Mencit.
2. Mahasiswa dapat mengetahui efek analgesik dari obat paracetamol
Mencit (Mus musculus)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa
terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam
ilmu kedokteran senyawa tersebut disebut obat, dan lebih menekankan
pengetahuan yang mendasari manfaat dan resiko penggunaan obat. Karena
itu dikatakan farmakologi merupakan seni menimbang ( the art of
weighing). Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk
mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan, atau menimbulkan
suatu kondisi tertentu, misalnya membuat seseorang infertil, atau
melumpuhkan otot rangka selama pembedahan hewan coba. Farmakologi
mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu cara
menyediakan obat (Marjono,M. 2011).
Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap
tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika,
karena efek teraupetis obat berhubungan erat dengan efek dosisnya. Pada
hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai
racun dan merusak organisme (“sola dosis facit venenum”; hanya dosis
membuat racun. Paracelcus) (Tjay Hoan, Dkk 2007).
II.2 Saraf
Saraf adalah serat-serat yang menghubungkan organ-organ tubuh
dengan sistem saraf pusat (yakni otak dan sumsum tulang belakang) dan antar
bagian sistem saraf dengan lainnya. Saraf membawa impuls dari dan ke otak
3
atau pusat saraf. Neuron kadang disebut sebagai sel-sel saraf, meski istilah
ini sebenarnya kurang tepat karena banyak sekali neuron yang tidak
membentuk saraf (Campbel, Reece dan Mitchell. 2006).
Saraf adalah bagian dari sistem saraf periferal. Saraf aferen membawa
sinyal sensorik ke sistem saraf pusat, sedangkan saraf eferen membawa sinyal
dari sistem saraf pusat ke otot-otot dan kelenjar-kelanjar. Sinyal
tersebut seringkali disebut impuls saraf, atau disebut potensial
akson.Sel saraf yang dinamakan pula sel neron berbeda dengan sel-sel
dari jaringan dasar lainnya karena adanya tonjolan-tonjolan yang panjang
dari badan selnya. Semua jaringan mencerminkan sejarahnya dengan
memeperlihatkan berbagai kemampuannya untuk penyesuaian dri pada
keadaan baru selama hidup mereka. Jaringan saraf juga menspesialisasikan
diri dalam kemampuan sepeti ini, menuju kea rah fungsi belajar dan ingat
yang tidak begitu banyak dipahami. Meskipun banyak sifat khas organissi
pesarafan itu telah terprogram secara genetik, namun detail dari
kontak–kontak seluler dan pembentukan sirkuit fungsional untuk
populasi sel tampaknya terpengaruh oleh keadaan yang biasanya terdapat
apabila sel-selnya memperoleh kontak mereka yang pertama (Campbel,
Reece dan Mitchell. 2006).
Sistem saraf itu dapat dibagi dalam suatu system saraf peripheral
(peripheral nervous sistem) dan suatu system saraf sentral (central vernous
sistem–CNS). Sistem saraf peripheral mengumpulkan informasi dari
permukaan tubuh, dari organ–organ khusus, dan dari isi perut, dan
4
menghantarkan sinyal–sinyal ke sistem saraf sentral, ia juga mengandung
saluran keluar yang membawa suatu arus sinyal ke organ–organ efektor
(pelaksana) dalam tubuh (otot dan kelenjar, system penggerak), yang bereaksi
terhadap perubahan–perubahan dalam lingkungan dalam dan luar
(H.Fried,ph.D, George,2000).
II.3 SISTEM SARAF PUSAT (SSP)
Sistem saraf merupakan struktur pusat pengaturan yang tersusun oleh
milyaran sel-sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam
jaringan. Sistem saraf terbagi menjadi dua tipe sel, yaitu neuron dan
neuroglia. Neuron merupakan stuktur dasar dan unit fungsional pada sistem
saraf. Sel neuroglia merupakan sel penunjang tambahan neuron yang
berfungsi sebagai jaringan ikat dan mampu menjalani mitosis yang
mendukung proses proliferasi pada sel saraf otak (Pearce, 2002).
Sistem saraf yang dapat mengendalikan system saraf lainnya di
dalam tubuh dibagi dua golongan, yaitu (Malole, 1989) :
1. Sistem saraf pusat (SSP) atau system saraf sentral (SSS), terdiri dari
otak dan sum – sum tulang belakang (spinal cord)
2. Sistem saraf perifer yang terdiri dari:
a. Saraf otak dan sumsum tulang belakang
b. Susunan saraf otonom
Rangsangan seperti sakit, panas, rasa, cahaya, suara , mula–mula
diterima oleh sel penerima (reseptor), kemudian dilanjutkan ke otak dan
sumsum tulang belakang. Sistem saraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh
penekan saraf pusat yang tidak spesifik midalnya sedative – hipnotik. Obat
5
yang dapat merangsang SSP disebut analeptic (wekamin) dan obat
antidepresi.
Gambar 2.1 Sistem Saraf pada manusia
Sistem saraf merupakan pusat koordinasi keseimbangan fisiologi
dalam tubuh, saraf membawah informasi dari reseptor sensori menuju obat
dan sumsum tulang belakang reseptor sensori merupakan bagian tubuh yang
paling peka dan mampu mendeteksi rangsangan, baik yang berasal dari
dalam berupa rasa lapar, haus, dan nyeri sedangkan rangsangan eksternal
berupa cahaya secara panas dan dingin. Selanjutnya saraf menyampaikan
perintah dari otak dan sumsum tulang belakang, ke efektor sehingga tubuh
bereksi misalnya pada saraf tekanan darah, reaksi timbul suatu rangsangan
internal pada reseptor (Olson, James, 2002).
Sistem saraf memungkinkan makhluk hidup tanggap dengan cepat
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun
dalam. Untuk menanggapi rangsangan, ada tiga komponen yang harus
dimiliki oleh sistem saraf, yaitu (Olson, James. 2002).:
6
Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita
yang bertindak sebagai reseptor adalah organ indera.
Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf tersusun dari
berkas serabut penghubung (akson). Pada serabut penghubung terdapat
sel-sel khusus yang memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron.
Efektor adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah
diantarkan oleh penghantar impuls. Efektor yang paling penting pada
manusia adalah otot dan kelenjar.
Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor akan
menyebabkan terjadinya gerakan atau perubahan pada efektor. Gerakan
tersebut adalah sebagai berikut (Bertram G. 2001):
a. Gerak sadar
Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena disengaja
atau disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan
melalui jalan yang panjang. Bagannya adalah sebagai berikut:
Gambar II.2 Proses Terjadinya gerak sadar
b. Gerak refleks
Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari.
Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang
7
sangat singkat dan tidak melewati otak. Bagannya sebagai berikut:
Gambar II.3 Proses Terjadinya gerak refleks
Susunan sistem saraf manusia tersusun dari sistem saraf pusat dan
sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang
belakang (Bertram G. 2001).
II.4 Obat Yang Bekerja Pada Sistem Saraf Pusat (SSP)
Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat terbagi menjadi obat depresan
saraf pusat yaitu anastetik umum (memblokir rasa sakit), hipnotik sedatif
(menyebabkan tidur), psikotropika (menghilangkan gangguan jiwa),
antikonvulsi (menghilangkan kejang), analgetik (mengurangi rasa sakit). Rasa
sakit di sebabkan oleh perangsangan rasa sakit di otak besar dan reaksi
emosional. analgetik menaikkan ambang rasa sakit di otak besar, sedangkan
analgetik narkotik menekan reaksi emosional (psikis) yang di timbulkan oleh
rasa sakit tersebut (Myceck J Mary, 2002).
Neurotransmisi Dalam SSP
Dalam banyak hal, fungsi dasar neuron dalam SSP sama dengan
sistem saraf otonom (SSO). Misalnya, transmisi informasi dalam SSP dan
di perifer keduanya menyangkut lepasnya neurotransmiter yang melintas
pada celah sipnatik untuk kemudian terikat pada reseptor spesifik neuron
post sipnatik. Dalam kedua sistem pengenalan neurotransmiter oleh
8
membran reseptor neuron postsinaptik memberikan perubahan intraselular.
Beberapa perbedaan utama terdapat antara neuron dalam SSO perifer yang
ada pada SSP. Percabangan SSP lebih kompleks dari SSA, dan jumlah
sinaps dalam SSP jauh lebih banyak. SSP beda dengan SSA perifer,
mempunyai anyaman neuron inhibitif yang kuat, aktif dalam modulasi
kecepatan transmisi neuron. Selain itu, SSP menggunakan lebih dari 10
dan barangkali sampai 50 neurotransmiter yang berbeda. Sebaliknya
sistem otonom hanya menggunakan dua neurotransmiter utama asetilkolin
dan norepinefrin (Pearce, 2002).
1. Obat Anastetik
Anastesi umum diperlukan untuk pembedahan karena dapat
menyebabkan penderita mengalami analgesia, amnesia, dan tidak
sadar sedangakn otot–otot mengalami relaksasi dan penekanan refleks
yang tak dikehendaki. Tak ada obat tunggal yang dapat mencapai
efek–efek ini secara cepat dan aman. Walaupun, beberapa kategori
obat yang berbeda digunakan untuk menghasilkan “keseimbangan
anestesi”. Misalnya tambahan terhadap anastesi terdiri dari
pengobatan preanestetik, dan pelemas otot rangka. Pengobatan
preanestetik menyebabkan penderita tenang, menghilangkan sakit, dan
melindungi terhadapp efek yang tidak dikehendaki dari pemberian
anestetik atau prosedur pembedahan yang berikutnya. Pelemas otot
rangka ,memelihara intubasi dan menekan tonus otot sampai pada
tingkat yang diperlukan untuk operasi. Anastetik umum yang paten
diberikan secara inhalasi atau suntikan intravena.
9
Tahap – tahap anastesi (Myceck J Mary, 2002) :
1. Analgesia : kesadaran berkurang, rasa nyeri hilang, dan terjadi
euphoria (rasa nyaman) yang disertai impian – impian yang
menyerupai halusinasi. Ester dan nitrogen monoksida memberikan
analgesia yang baik pada tahap ini sedangkan halotan dan thiopental
tahap berikutnya.
2. Eksitasi : kesadaran hilang dan terjadi kegelisahan (tahap edukasi)
3. Anestesi : pernapasan menjadi dangkal dan cepat, teratur seperti
tidur (pernapasan perut), gerakan bola mata dan refleks mata hilang,
otot lemas.
4. Pangumpulan sumsum tulang : kerja jantung dan pernapasan
berhenti. Tahap ini harus dihindari.
Anastetik umum yang ideal, adalah mempunyai sifat analgetik,
relaksasi otot, onset cepat, tidak ada efek samping seperti gelisah dan
perangsangan mukosa, kembalinya kesadaran cepat tanpa rasa kacau,
mual, muntah, tidak memperbesar pendarahan. Karena tidak ada
anastetik local yang ideal, maka ditambah obat lain sebagai premedikasi
dan postmedikasi untuk mencapai keadaan ideal tersebut, misalnya
morfin, petidin, klorpromazin, diazepam, pentobarbital, untuk
menghilangkan kegelisahan, atropine, skopolamin untuk menghilangkan
sekresi ludah dan dahak ditenggorokan, tubokurarin dan galamin untuk
mendapatkan relaksasi otot. Klorpromazin untuk mual dan gelisah.
10
2. Obat depresansia SSP
Obat yang termasuk golongan ini adalah obat yang berefek
menghambat aktifitas SSP secara spesifik maupun umum. Yang
termasuk menghambat SSP secara umum adalah obat dalam kelompok
anastesi umum, dalam bab ini hal tersebut tidak dibahas. Yang dibahas
adalah (Widjajanti. 1996):
a) Golongan obat sedative-hipnotik
Yang termasuk dalam golongan ini ialah obat yang yang
menyebabkan depresi ringan (sedative) sampai terjadi efek tidur
(hipnotika). Pada efek sedative penderita akan menjadi lebih tenang
karena kepekaan kortek serebri berkurang. Disamping itu
kewaspadaan terhadap lingkungan, aktivitas motorik dan reaksi
spontan menurun. Kondisi tersebut secara klinis gejalanya
menunjukkan kelesuan dan rasa kantuk. Yang termasuk golongan
obat sedative-hipnotik adalah:
- Ethanol (alcohol)
- Barbiturate: i) Longacting: Fenobarbital
- Benzodiazepam
- Methaqualon
b) Golongan analgesic
Analgesic adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk
mengurangi rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Kesadaran akan perasaan sakit terdiri dari dua proses, yakni
11
penerimaan rangsangan sakit di bagian otak besar danreaksi-reaksi
emosional dan individu terhadap perangsang ini (Anief, 2000).
Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua
kelompok besar yaitu:
a. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat
yang tidak bersifatnarkotik dan tidak bekerja sentral.
b. Analgetika narkotik, khusus digunakan untuk mengahalau rasa
nyeri hebat, sepertipada fractura dan kanker
Obat analgesik beragam macamnya diantaranya obat analgesik
narkotik (opioid) dan obat analgesik non narkotik (non-opioid). Obat
analgesik narkotik contohnya morphin sedangkan contoh obat analgesik
non-narkotik adalah parasetamol, aspirin, dan masih banyak yang lain.
Dalam penggunaan obat analgesik narkotik harus mempertimbangkan
banyak hal, karena obat analgesik narkotik memiliki banyak efek
samping yang tidak diinginkan, misalnya depresi pernafasan,dan adiksi
(ketagihan). Akan tetapi obat analgesik golongan narkotik memiliki
kemampuan analgesik yang cukup kuat untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri derajat sedang keatas (Kusuma, 2010).
3. Obat stimulansia SSP
Obat yang termasuk golongan ini pada umumnya ada dua
mekanisme yaitu: -Memblokade system penghambatan dan
meninggikan perangsangan synopsis (Widjajanti. 1996).
Obat stimulansia ini bekerja pada system saraf dengan
meningkatkan transmisi yang menuju atau meninggalkan otak.
12
Stimulan tersebut dapat menyebabkan orang merasa tidak dapat tidur,
selalu siaga dan penuh percaya diri. Stimulan dapat meningkatkan
denyut jantung, suhu tubuh dan tekanan darah. Pengaruh fisik lainnya
adalah menurunkan nafsu makan, pupil dilatasi, banyak bicara, agitasi
dan gangguan tidur (Widjajanti. 1996).
Bila pemberian stimulant berlebihan dapat menyebabkan
kegelisahan, panik, sakit kepala, kejang perut, agresif dan paranoid.
Bila pemberian berlanjut dan dalam waktu lama dapat terjadi gejala
tersebut diatas dalam waktu lama pula. Hal tersebut dapat menghabat
kerja obat depresan seperti alcohol, sehingga sangat menyulitkan
penggunaan obat tersebut (Widjajanti. 1996).
Obat yang bersifat stimulansia sedang adalah:
a) Cafein dalam kopi, teh dan minuman kokakola
b) Ephedrin yang digunakan untuk pengobatan bronchitis dan asthma
c) Nikotin dalam tembakau, selain bagi perokok berat yang digunakan
untuk relaks/istirahat
Obat yang bersifat stimulansia kuat:
a) Amphetamine, termasuk amphetamine yang illegal seperti “Shabu”
b) Kokaine atau coke atau crack
c) Ecstasy
d) Tablet diet seperti Duromine dsb.
Obat-obat tersebut yang termasuk dalam kelompok obat yang
bersifat stimulasi kuat adalah obat yang termasuk golongan obat
13
terlarang karena mengakibatkan pengguna menjadi orang yang
bersifat dan berkelakuan melawan hukum dan ketagihan.
4. Obat halusinogenik
Obat halusinogenik berpengaruh terhadap persepsi bagi
penggunanya. Orang yang mengkonsumsi obat tersebut akan menjadi
orang yang sering berhalusinasi, misalnya mereka mendengar atau
merasakan sesuatu yang ternyata tidak ada. Pengaruh obat
halusinogenik ini sangat bervariasi, sehingga sulit diramalkan
bagaimana atau kapan mereka mulai berhalusinasi (Widjajanti. 1996).
Pengaruh lain dari obat halusinogenik ini ialah pupil dilatasi,
aktifitas meningkat, banyak bicara atau tertawa, emosionil, psykologik
euphoria, berkeringat, panik, paranoid, kehilangan kesadaran terhadap
realitas, irasional, kejang lambung dan rasa mual (Widjajanti. 1996).
Yang termasuk obat halusinogenik ialah (Widjajanti. 1996):
- Datura
- Ketamine atau”K”
- LSD (“Lysergik acid diethylamide”)
- Muscakine (peyote cactus)
- PCP(Phencyclidine)
Beberapa ahli saraf dewasa ini melakukan penelitian mengenai
mekanisme molekuler dari obat tersebut yang dapat mengganggu sirkuit.
Mereka juga mempelajari bagaimana dopamin diproduksi dan bagaimana
transmisi diterima. Dopamin adalah pembawa berita (messenger) kimiawi,
mereka menduga obat tersebut berpengaruh terhadap mekanisme tersebut,
14
terutama pada perubahan sistem neuron bekerja. Laju dari proses toksisitas
tersebut berlanjut bergantung pad tipe obat, rute pemberian dan pengaruh
psikologiknya. Sehingga terjadinya proses adiksi menjadi terpusat pada
kelebihan penggunaan obat, oleh sebab itu kebiasaan orang yang
bertingkah laku tidak normal, terlihat pada individu tersebut (Santoso,
Nindia. (2001).
Epilepsi
Epilepsi dalah suatu gangguan pada susunan saraf pusat yang
timbul secara spontan dalam episode singkat dengan gejala utama
kesadaran menurun sampai hilang dan biasanya disertai kejang (konvulsi).
Kejang yang dialami oleh pasien epilepsi disebabkan adanya perubahan
aktivitas syaraf yang berupa pelepasan muatan listrik secara berlebihan
Rowe, R.C., Sheckey, 2006).
Beberapa kejadian seperti trauma fisik (benturan atau memar) pada
otak, berkurangnya aliran darah yang membawa oksigen ke otak,
pendesakan karena tumor, sclerosis jaringan otak dipercaya sebagai
penyebab terjadinya perubahan anatomis (meliputi bentuk dan struktur)
dan perubahan biokimiawi pada sel-sel atau lingkungan sekitarnya.
Perubahan anatomis dan biokimiawi ini yang nantinya akan menyebabkan
perubahan aktivitas syaraf yang kemudian menyebabkan kejang (Rowe,
R.C., Sheckey, 2006)
Serangan epilepsi pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu
serangan kejang sebagian, (partial seizure) dimana jenis kejang ini
melibatkan sebagian kecil daerah di otak, dan serangan kejang merata
15
(generalized seizure) dimana jenis ini melibatkan seluruh otak sejak otak
aktif. Serangan atonik, klonik, tonik, tonik-klonik, dan unilateral adalah
tipe serangan epilepsi generalized seizure yang sering terjadi pada anak-
anak. Tipe serangan klonik adalah campuran gelombang cepat dan lambat
dengan hilangnya ketegangan dan ketegapan sikap diikuti klonik
bilateral.Ciri serangan tipe klonik adalah aktivitas cepat, voltase rendah
atau irama cepat (Rowe, R.C., Sheckey, 2006)
Carbamazepine
Carbamazepin diindikasikan untuk kejang sebagian dengan gejala
yang kompleks (psychomotor, temporal lobe), kejang tonik-klonik (grand
mal), pola kejang campuran, neuralgia trigeminal. Unlabelled use:
mengobati schizophrenia resisten, penghentian alcohol, gangguan atau
stress traumatis (Anonim, 2006).
II.5 Antipsikotika
Haloperidol
Haloperidol adalah obat yang dikategorikan ke dalam agen
antipsikotik, antidiskinetik, dan antiemetik. Obat ini diindikasikan untuk
kelainan psikotik akut dan kronik, seperti skizofrenia, gangguan manik,
dan psikosis yang diinduksi obat misalnya psikosis karena steroid.
Haloperidol juga berguna pada penanganan pasien agresif dan teragitasi.
Selain itu, obat ini dapat digunakan pada pasien sindrom mental organik
dan retardasi mental. Pada anak haloperidol sering digunakan untuk
mengatasi gangguan perilaku yang berat dopaminergik (M.J, Neal. 2006)
16
Secara umum haloperidol menghasilkan efek selektif pada sistem
saraf pusat melalui penghambatan kompetitif reseptor dopamin (D2)
postsinaptik pada sistem dopaminergik mesolimbik. Selain itu,
haloperidol bekerja sebagai antipsikotik dengan meningkatkan siklus
pertukaran dopamin otak. Pada terapi subkronik, efek antipsikotik
dihasilkan melalui penghambatan depolarisasi saraf dopaminergik (M.J,
Neal. 2006).
Analgetik
Analgetik adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan
atau menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesiumum Nyeri
adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun
nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering
memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebaga ihal yang tak
mengenakkan.
Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja dan efek samping
analgetika dibedakan dalam dua kelompok (Farmakologi Medis, 2006):
Analgetik yang berkhasiat kuat, bekerja pada pusat (hipnoanalgetika,
”kelompokopiat”)
Analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja terutama
pada perifer dengan sifat antipiretika dan kebanyakan juga
mempunya isi anti inflamasi dan antireumatik.
II.7 Uraian bahan
1. Na CMC (Dirjen POM. 1979)
Nama resmi : Natrii carboksimetilselulosa
17
Sinonim : Natrium karboksil metil selulosa, cethylone, thislose,
selolax dan polise
BM : 90.000-700.000 (8)
Rumus struktur :
Pemerian : Serbuk atau butiran putih atau kering gading tidak
berbau atau hampir tidak berbau hidrofobik
Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk seperti
koloidal, tidak larut dalam etanol 95% dalam eter dan
dalam organik lain.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai kontrol
2. Air Suling (Dirjen POM. 1979)
Nama resmi : Aquadestillata
Sinonim : Aqua,Air suling
RM/BM : H2O/18,02
Pemerian : Cairan Jenih,tidak berwarna,dan berasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut
3. Haloperidol (Dirjen POM. 1979)
Nama Resmi : Haloperidolum
18
Sinonim : 4 - (4 - (p - klorpfenil) – 4 - hidroksipiperidino) – 4 -
fluorobutirofenon
RM/BM : C12H23ClFNO2/375,87
Pemerian : Serbuk amorf atau serbuk hablur halus, putih hingga
agak kekuningan. Larutan jenuh bereaksi netral
terhadap lakmus
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam kloroform,
agak sukar larut dalam etanol, sukar larut dalam eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya
4. Carbamazepin (Dirjen POM. 1979)
Nama resmi : Carbamazepinum
Sinonim : Karbamazepina
RM/BM : C15H12N2O/236,26
Pemerian : Serbuk hablur; putih atau putih kekuningan; tidak
berasa atau sedikit pahit.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air dan dalam eter, larut
dalam 10 bagian etanol (95%) dan dalam 10 bagian
kloroform.
Khasiat : Antiepilepsi
5. Parasetamol
Nama resmi : Paracetamolum
Sinonim : Asetaminofen, 4-hidroksiasetanilida
Rumus molekul : C8H9NO2
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.
19
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium
hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya.
Khasiat : analgetik dan antipiretik
II.8 Uraian Hewan Coba
Mencit (Mus musculus)
Mencit adalah hewan pengerat yang cepat berkembang biak, mudah
dipelihara dalam jumlah banyak dan variasi genetikanya cukup besar
(Malole, 1989).
Klasifikasi
Mencit (Mus musculus) merupakan salah satu jenis rodensia atau hewan
pengerat dengan klasifikasi sebagai berikut (Malole, 1989):
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
20
BAB III
METODE PERCOBAAN
III. 1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah Dispo 1 mL,
Gelas kimia 100 mL (Pyrex), Gelas ukur 10 mL (Pyrex), Lumpang dan
Alu, Neraca analitik (O’haus), Plat panas, Stopwatch, dan Waterbath
(Shellab).
III.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Alkohol
70%, Aquadest, Carbamazepin, Haloperidol, Na- CMC dan Parasetamol.
III.1.3 Hewan coba yang digunakan
Hewan coba yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) jantan,
sehat, dewasa, sebanyak 5 ekor.
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Pembuatan suspensi Na-CMC 1% b/v
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Ditimbang Na-CMC sebanyak 1 gr
3. Dipanaskan aquades pada waterbath kemudian diukur sebanyak 100
mL
4. Dimasukkan Na-CMC sedikiti demi sedikit kedalam lumpang dan
ditambahkan aquades hangat, digerus cepat hingga terbentuk
mucilago
5. Dimasukkan suspensi Na-CMC kedalam gelas kimia
21
III.2.2 Percobaan obat psikotropik (uji ptosis)
1. Dipuasakan mencit selama 8 jam
2. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
3. Mencit dibagi untuk 3 perlakuan yaitu:
a. Mencit 1 (kontrol negatif) : diberi Na-CMC peroral
b. Mencit 2 (kontrol penginduksi) : diberi suspensi haloperidol
peroral
c. Mencit 3 (perlakuan) : diberi suspensi haloperidol peroral
kemudian diberi suspensi karbamazepin peroral
4. Ditimbang berat badan mencit dan dihitung dosis pemberian serta
volume pemberiannya
5. Dibuat suspensi haloperidol dan suspensi karbamazepin dengan
cara : ditimbang masing-masing 5,031 mg haloperidol dan 12,9 mg
karbamazepin kemudian masing-masing disuspensikan kedalam 10
mL suspensi Na-CMC
6. Diambil masing-masing suspensi tersebut sesuai bobot badan
mencit, kemudian diberikan kepada mencit sesuai perlakuan
7. Dicatat lebar permukaan kelopak mata mencit
III.2.3 Percobaan obat analgesik paracetamol
1. Ditimbang berat badan mencit dan dihitung dosis pemberian serta
volume pemberiannya
2. Ditimbang paracetamol sebanyak 2,58 mg dan diletakkan pada
kertas perkamen
22
3. Disuspensikan paracetamol kedalam mucilago Na-CMC 10 mL
hingga homogen
4. Diambil suspensi tersebut dengan menggunakan dispo sebanyak 0,7
mL
5. Diberikan secara oral pada mencit
6. 15 menit kemudian, mencit diletakkan diatas plat panas
7. Dicatat waktu mencit diletakkan sampai mencit mengangkat kaki
8. Pengamatam dilakukan pada 5, 10, 15 dan 20 menit setelah
pemberian obat
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil pengamatan
Tabel IV.1 Pengujian Obat Psikotropika
Mencit perlakuan Berat Mencit
Voleme pemberian
Pengamatan permukaan
kelopak mata1 Na-CMC 14,86 g 0,49 mL -
2 Haloperidol 17,40 g 0,58 mL +
3 Haloperidol+Karbamazepin
21,72 g 0,7 mL +
Keterangan : (-) = kelopak mata terbuka ; (+) = kelopak mata tertutup
Tabel.IV. 2. Pengujian Obat Analgesik
Tabel IV.1 Pengujian Obat Analgesik
Mencit Perlakuan Berat Mencit
Waktu pengangkatan kaki
5 menit 10 menit 15 menit 20 menit
1 Na-CMC 17,91 g 27 detik 45 detik 49 detik 38 detik
2 Paracetamol 21,25 g 2,14 menit
1,20 menit
1,10 menit
1,05 menit
IV.2 Pembahasan
Sistem saraf merupakan struktur pusat pengaturan yang tersusun oleh
milyaran sel- sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam
jaringan. Sistem saraf terbagi menjadi dua tipe sel, yaitu neuron dan
neuroglia. Neuron merupakan stuktur dasar dan unit fungsional pada sistem
saraf. Sel neuroglia merupakan sel penunjang tambahan neuron yang
berfungsi sebagai jaringan ikat dan mampu menjalani mitosis yang
mendukung proses proliferasi pada sel saraf otak (Pearce, 2002).
24
Percobaan ini bertujuan untuk mengamati pengaruh berbagai obat
psikotropika, dan analgesik dalam pengendalian fungsi-fungsi vegetatif
tubuh serta pengaruhnya terhadap sistem saraf pusat. Obat yang digunakan
yaitu haloperidol dan karbamazepin untuk percobaan analgesik dan
parasetamol untuk percobaan analgesik yang diberikan secara per oral.
Pada langkah pertama yang dilakukan yaitu disiapkan alat dan bahan,
setelah itu ditimbang 5 ekor mencit dengan menggunakan neraca Ohauss,
kemudian dikelompokkan.
Pada percobaan obat psikotropik menggunakan 3 ekor mencit. Mencit
1 (Kontrol Negatif) diberi suspensi Na-CMC peroral. Mencit ke 2 (Kontrol
Penginduksi) diberi suspensi haloperidol peroral yang merupakan
penginduksi ptosis. Mencit ke 3 (Perlakuan) diberi suspensi haloperidol
peroral kemudian diberi suspensi karbamazepin. Setelah itu, diamati lebar
permukaan kelopak mata mencit.
Untuk percobaan obat analgesik menggunakan 2 ekor mencit. Mencit 1
(Kontrol Negatif) diberi suspensi Na-CMC peroral. Mencit ke 2 (Perlakuan)
diberi suspensi parasetamol peroral. 15 menit kemudian mencit diletakkan
diatas plat panas 550C, kemudian dicatat waktu mencit diletakkan sampai
mencit mengangkat kakinya. Pengamatan dilakukan pada 5, 10, 15, dan 20
menit setelah pemberian obat.
Dari hasil pengamatan untuk percobaan obat psikotropik diperoleh bahwa
pada mencit pertama dengan berat 14, 86 g yang diberikan suspensi Na-
CMC sebanyak 0,49 mL tidak terlihat efek apapun yang terjadi pada
tersebut dimana kelopak mata pada mencit besar. Selanjutnya mencit kedua
25
dengan berat 17,40 g yang didispo suspensi haloperidol sebanyak 0,58 mL
permukaan kelopak mata mencit mengecil (midriasis). Pada mencit ketiga
yang diberikan suspensi haloperidol dan suspensi karbamazepin sebanyak
0,7 mL dapat dilihat permukaan kelopak mata pada mencit mengecil
(midriasis). Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang
yang mengalami ekstasi. Haloperidol berguna untuk menenagkan keadaan
pasien psikosis. Sedangkan karbamazepin merupakan antiepilepsi utama,
selain mengurangi kejang efeknya pada perbaikan psikis yaitu perbaikan
kewaspadaan dan perasaan. Efek samping yang terjadi setelah pemberian
obat jangka lama dapat terjadi penglihatan kabur (Gunawan, 1997).
Selanjutnya hasil pengamatan untuk percobaan obat analgesik
diperoleh bahwa pada mencit pertama yang diberikan suspensi Na-CMC
sebanyak 0,59 mL. Setelah mencit diletakkan diatas plat panas waktu yang
diperlukan untuk mengangkat kaki. Pada menit ke 5, 10, 15, 20 waktu yang
diperlukan mencit untuk mengangkat kaki yaitu 27 detik, 45 detik, 49 detik,
dan 38 detik. Selanjutnya untuk mencit kedua diberikan suspensi
paracetamol sebanyak 0,7 mL, kemudian mencit diletkkan keatas plat panas.
Pada menit ke 5, 10, 15, 20 setelah mencit diletakkan diatas plat panas
waktu yang diperlukan untuk mengangkat kaki yaitu 2.14 menit, 1.20 menit,
1.10 menit, dan 1.05 menit. Efek analgesik parasetamol serupa dengan
salsilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang.
Parasetamol dapat menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga
juga berdasarkan efek sentral (Gunawan, 1997).
26
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada mencit dilihat tidak terlihat efek yang terjadi pada mencit yang
diberikan Na-CMC. Mencit kedua, dapat dilihat permukaan kelopak
mata pada mencit mengecil (midriasis). Pada perlakuan mencit ketiga,
dapat dilihat permukaan kelopak mata pada mencit mengecil (midriasis)
2. Mencit pertama diberikan Na-CMC dapat dilihat tidak memberikan efek
analgesik sehingga mencit cepat mengangkat kaki. Untuk mencit kedua
diberikan paracetamol dapat dilihat memberikan efek analgesik dimana
mencit memiliki waktu yang lama saat mengangkat kaki.
V.2 Saran
Disarankan untuk laboratorium farmakologi toksikologi kedepannya
untuk lebih dilengkapi baik dari segi alat maupun bahan agar tercapainya
praktikum yang efisien.
27