Download - Feba Cbd Adenotonsilitis Kronis
CBD
ADENOTONSILITIS KRONIS
Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher (THT – KL)
Oleh :
Feba Palguna Wardhani
01.206.5185
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
RST DR.SOEDJONO MAGELANG
2012
1
BAB I
LAPORAN STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. E
Umur : 11 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Kaliping 1/4, Ringinanom
Tanggal Periksa : 19 Oktober 2012
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : hidung tersumbat dan mengganjal di
tenggorokan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan hidung tersumbat dan mengganjal
ditenggorokan. Keluhan hidung tersumbat sudah sering kambuh (lebih
dari 5 bulan), saat tersumbat pasien menjadi sulit bernafas dan bernafas
lewat mulut. Sering tidak enak badan dan nafsu makan menurun. Pasien
juga mengeluh sering pilek, cairannya kental. Pasien juga merasakan ada
yang sesuatu yang mengganjal pada tenggorokannya, keluhan ini dirasa
sudah lama ( > 3 bulan ). Anak tampak lesu,lemah, serta sering demam.
Menurut orang tuanya, pada saat tidur pasien kadang mengorok. Nyeri
ditelinga (-), keluar cairan dari telinga (-) Karena kondisi tersebut maka
oleh keluarga, pasien dibawa ke poli THT untuk penanganan lebih lanjut.
Riwayat Penyakit Dahulu :
2
- Sering batuk dan pilek berulang.
- Sering sesak nafas.
- Riwayat alergi di sangkal.
- Riwayat sakit telinga disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien merupakan pelajar SD. Biaya kesehatan ditanggung oleh
jamkesmas.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalisata
Kesadaran : Compos mentis
Aktivitas : Normoaktif
Sikap : Kooperatif
Status gizi : Baik
2. Status lokalis
2.1. Kepala dan leher
Kepala : Mesocephale
Wajah : Simetris
Leher : Pembesaran kelenjar submandibula (-), nyeri
tekan (-)
2.2. Gigi dan mulut
Gigi : karies dentis di Rahang bawah
Lidah : Normal, tremor (-), kotor (-)
3
Pipi : Bengkak (-)
2.3. Telinga
Telinga Kanan Telinga Kiri
Mastoid Bengkak (-)
Nyeri tekan (-)
Bengkak (-)
Nyeri tekan (-)
Pre Aurikula Bengkak (-)
Nyeri tekan (-)
Bengkak (-)
Nyeri tekan (-)
Retro Aurikula Bengkak (-)
Nyeri tekan (-)
Bengkak (-)
Nyeri tekan (-)
Aurikula Bentuk normal Bentuk normal
Kanalis Eksternus Otore (-)
Serumen (+)
Otore (-)
Serumen (+)
Membran Timpani Warna : putih mengkilap
Reflek cahaya (+)
Perforasi (-)
Retraksi (-)
Warna : putih mengkilap
Reflek cahaya (+)
Perforasi (-)
Retraksi (-)
2.4. Hidung dan sinus paranasal
Pemeriksaan luar
Hidung : Bentuk normal, deformitas tulang hidung (-),
tanda-tanda peradangan (-)
Sinus : Nyeri tekan (-)
4
Rhinoskopi anterior :
Kanan Kiri
Sekret mukus mukus
Mukosa Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Konka Edema (+)
Pucat (-)
Hiperemis (-)
Edema (-)
Pucat (-)
Hiperemis (-)
Tumor (-) (-)
Septum Deviasi (-)
Palatal phenomenon +
2.5. Faring
Nasofaring : Pemeriksaan rinoskopi posterior tidak
dilakukan
Orofaring
Palatum : dbn
Arkus faring : Simetris (+), uvula terletak di tengah
Mukosa : dbn
Tonsil :
Kanan Kiri
Ukuran T2 T2
Warna Hiperemis(+) Hiperemis(+)
Permukaan Tidak rata Tidak rata
Kripte Melebar Melebar
Detritus (+) (+)
5
Laringofaring : Pemeriksaan laringoskopi indirect
tidak dilakukan
IV. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Swab tenggorok kultur
2. Pemeriksaan darah rutin Hb, leukosit, trombosit, LED. CT/BT.
4. Pemeriksaan radiologi foto lateral kepala
V. RINGKASAN
Anamnesis
- Hidung tersumbat(+)
- Rinore(+)
- Malaise (+)
- Disfagia (+)
- Mengganjal pada tenggorokan (+)
- Kering pada tenggorokan (+)
- Snoring (+)
- nafsu makan menurun (+)
- demam (+)
- Sering sesak nafas (+)
- Sering batuk (-)
- Sering keluar secret pada hidung (+)
Pemeriksaan fisik
Status lokalis THT : Telinga normal. Pemeriksaan hidung didapatkan secret
mucus, palatal phenomenon(-). Pada pemeriksaan faring didapatkan tonsil
membesar (T2/T2), hiperemis (+/+), permukaan mukosa tidak rata, kripte
melebar, detritus (+/+).
6
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Adenotonsilitis kronik
2. Tonsilofaringitis kronik
VII. DIAGNOSIS SEMENTARA
Adenotonsilitis kronis
VIII.USULAN TERAPI
1. Medikamentosa
Antibiotik : Amoxicillin 3 x 500mg
Analgetik : Asam mefenamat 3 x 500mg
Anti-inflamasi : Dexamethasone
2. Non medikamentosa
Bedrest
Intake cairan cukup
Diet lunak
Kumur dengan air garam yang hangat.
3. Operasi
Apabila sudah tidak didapatkan tanda-tanda peradangan, maka dapat
dilakukan adenotonsilektomi.
4. Edukasi
minum obat secara teratur sesuai petunjuk dokter.
menjaga higiene mulut dengan baik (sikat gigi pagi hari dan
sebelum tidur).
jangan makan makanan atau minuman yang mengiritasi.
IX. PROGNOSA
7
Dubia ad bonam
BAB II DASAR TEORI
ADENOTONSILITIS KRONIK
ANATOMI
A. TONSILTonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid
yang terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla
ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol
kedalam faring. Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke
dalam “Cryptae Tonsillares” yang berjumlah 6-20 kripte. Pada bagian atas
permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan
lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut “Capsula” tonsilla
palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.
Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah :
1. Anterior : arcus palatoglossus
2. Posterior : arcus palatopharyngeus
3. Superior : palatum mole
4. Inferior : 1/3 posterior lidah
5. Medial : ruang orofaring
6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh
jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletan 2,5 cm dibelakang dan
lateral tonsila.
Vaskularisasi tonsil diperoleh Arteri terutama masuk melalui polus
caudalis, tapi juga bisa melalui polus cranialis. Melalui polus caudalis : rr.
tonsillaris a. dorsalis linguae, a. palatina ascendens dan a. facialis. Melalui polus
cranialis : rr. tonsillaris a. pharyngica ascendens dan a. palatina minor. Semua
cabang-cabang tersebut merupakan cabang dari a. carotis eksterna.
Darah venous dari tonsil terutama dibawa oleh r. tonsillaris v. lingualis
dan di sekitar kapsula tonsillaris membentuk pleksus venosus yang mempunyai
hubungan dengan pleksus pharyngealis. Vena paratonsillaris dari palatum mole
8
menuju ke bawah lewat pada bagian atas tonsillar bed untuk menuangkan isinya
ke dalam pleksus pharyngealis.
Cairan limfe dituangkan ke lnn. submaxillaris, lnn. cervicalis
superficialis dan sebagian besar ke lnn. cervicalis profundus superior terutama
pada limfonodi yang terdapat di dorsal angulus mandibular (lnn. tonsillaris).
Nodus paling penting pada kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus yang
terletak di bawah dan belakang angulus mandibulae.
B. Adenoid
Adenoid / tonsila faringea adalah jaringan limfoepitelial berbentuk
triangular yang terletak pada aspek posterior nasofaring. Adenoid terletak pada
dinding posterior nasofaring, berbatasan dengan kavum nasi dan sinus
paranasalis pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius-telinga tengah-
kavum mastoid pada bagain lateral.
Vaskularisasi adenoid diperoleh melalui cabang faringeal a.carotis
eksternal, beberapa cabang minor berasal dari a.maxilaris interna dan a.fasialis.
Inervasi sensible merupakan cabang dari n.glosofaringeus dan n.vagus. Anatomi
mikro dan makroskopik dari adenoid menggambarkan fungsinya dan
perbedaannya dengan tonsila palatine. Adenoid adalah organ limfoid yang
mengalami invaginasi dalam bentuk lipatan yang dalam, hanya terdiri beberapa
kripte berbeda dengan tonsila palatine yang memiliki jumlah kripte lebih
banyak.
Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya
adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan
mengalami regresi.
FISIOLOGI
A. Tonsil
Tonsil membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran napas
dan saluran pencernaan yang dikenal sebagai cincin Waldeyer. Pada cincin
Waldeyer, tonsil terdiri dari tiga jenis yaitu tonsil lingualis berjumlah satu
pasang yang terletak dibawah lidah, satu buah tonsil adenoid yang terletak di
belakang hidung, dan tonsil palatina yang terletak disebelah kanan-kiri rongga
9
mulut. Cincin Waldeyer ini mampu mengeluarkan imunoglobulin jenis G, A,
M , D , dan E.
B. Adenoid
Fungsi adenoid adalah bagian imunitas tubuh. Adenoid merupakan
jaringan limfoid bersama dengan struktur lain dalam cincin Waldeyer. Adenoid
memproduksi IgA sebagai bagian penting sistem pertahanan tubuh garis depan
dalam memproteksi tubuh dari invasi kuman mikroorganisme dan molekul
asing.
Proses imunologi pada adenoid dimulai ketika bakteri, virus atau antigen
makanan memasuki nasofaring mengenai epitel kripte yang merupakan
kompartemen adenoid pertama sebagai barier imunologis. Kemudian akan
diabsorbsi secara selektif oleh makrofag, sel HLA dan sel M dari tepi adenoid.
Antigen selanjutnya diangkut dan dipresentasikan ke sel T pada area ekstra
folikuler dan ke sel B pada sentrum germinativum oleh follicular dendritic cells
(FDC).
Interaksi antara sel T dengan antigen yang dipresentasikan oleh APC
bersama dengan IL-1 akan mengakibatkan aktifasi sel T yang ditandai oleh
pelepasan IL-2 dan ekspresi reseptor IL-2. Antigen bersama-sama dengan sel Th
dan IL-2, IL-4, IL-6 sebagai aktifator dan promotor bagi sel B untuk
berkembang menjadi sel plasma. Sel plasma akan didistribusikan pada zona
ekstrafolikuler yang menghasilkan immunoglobulin (IgG 65%, IgA 20%,
sisanya IgM, IgD, IgE) untuk memelihara flora normal dalam kripte individu
yang sehat.
HISTOLOGI
A. Tonsil
Permukaan tonsila palatina yang dilapisi mukosa terdiri dari epitel berlapis
pipih yang mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada jenis epitel yang
lain dimana mukosa tonsila palatina ini selalu mendapat gesekan dalam tubuh
sehingga memerlukan perlindungan yang lebih baik agar lebih tahan terhadap
trauma.
10
Kripte pada tonsila palatina dalam dan bercabang-cabang dan terdapat
kripte dalam jumlah yang banyak. Pada kripte ini bermuara kelenjar-kelenjar
submukosa yang terdapat di sekitar tonsil.
B. Adenoid
Secara histologis, adenoid tersusun atas 3 jenis epitel pada permukaannya:
epitel kolumnar bertingkat dengan silia, epitel berlapis skuamous dan epitel
transisional. Infeksi kronik atau pembesaran adenoid cenderung akibat
peningkatan proporsi epitel berlapis skuamous (aktif untuk proses antigen) dan
berkurangnya epitel respirasi (aktif untuk klirens mukosilier).
HIPERTROFI ADENOID
1. Definisi
Adenoid merupakan jaringan limfoid yang terletak pada dinding posterior
nasofaring, termasuk dalam rangkaian cincin waldeyer. Pembesaran adenoid
adalah membesarnya ukuran adenoid pada nasofaring yang dapat diketahui
dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinik THT dan pemeriksaan foto
polos lateral.
2. Epidemiologi
Di Indonesia, data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau
tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun, data yang didapatkan dari RSUPNCM
selama 5 tahun terakhir (1999-2003) menunjukkan kecenderungan penurunan
jumlah operasi tonsilektomi. Fenomena ini juga terlihat pada jumlah operasi
tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan
terus menurun sampai tahun 2003 (152 kasus). Sedangkan data dari rumah sakit
Fatmawati dalam 3 tahun terakhir (2002-2004) menunjukkan kecenderungan
kenaikan jumlah operasi tonsilektomi dan penurunan jumlah operasi
tonsiloadenoidektomi.
3. Etiologi
Etiologi pembesaran adenoid dapat di ringkas menjadi dua yaitu secara
fisiologis dan faktor infeksi. Secara fisiologis adenoid akan mengalami hipertrofi
11
pada masa puncaknya yaitu 3-7 tahun. Biasanya asimptomatik, namun jika cukup
membesar akan menimbulkan gejala. Hipertrofi adenoid juga didapatkan pada
anak yang mengalami infeksi kronik atau rekuren pada saluran pernapasan atas
atau ISPA. Hipertrofi adenoid terjadi akibat adenoiditis yag berulang kali antara
usia 4-14 tahun.
4. Pathogenesis
Pada balita jaringan limfoid dalam cincin waldeyer sangat kecil. Pada anak
berumur 4 tahun bertambah besar karena aktivitas imun, karena tonsil dan
adenoid (pharyngeal tonsil) merupakan organ limfoid pertama di dalam tubuh
yang menfagosit kuman-kuman patogen. Jaringan tonsil dan adenoid mempunyai
peranan penting sebagai organ yang khusus dalam respon imun humoral maupun
selular, seperti pada bagian epithelium kripte, folikel limfoid dan bagian
ekstrafolikuler. Oleh karena itu, hipertrofi dari jaringan merupakan respons
terhadap kolonisasi dari flora normal itu sendiri dan mikroorganisme pathogen.
Adenoid dapat membesar seukuran bola ping-pong, yang mengakibatkan
tersumbatnya jalan udara yang melalui hidung sehingga dibutuhkan adanya
usaha yang keras untuk bernafas sebagai akibatnya terjadi ventilasi melalui mulut
yang terbuka. Adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada jalan udara pada nasal
sehingga mempengaruhi suara.
Pembesaran adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada tuba eustachius
yang akhirnya menjadi tuli konduktif karena adanya cairan dalam telinga tengah
akibat tuba eustachius yang tidak bekerja efisien karena adanya sumbatan.
5. Gejala Klinis
Pembesaran adenoid menimbulkan beberapa gangguan :
a. Obstruksi nasi
Pembesaran adenoid dapat menyumbat parsial atau total respirasi
hidung sehingga terjadi ngorok, percakapan hiponasal, dan membuat anak
akan terus bernapas melalui mulut. Beberapa peneliti menunjukkan korelasi
statistic antara pembesaran adenoid dan kongesti hidung dengan rinoskopi
anterior.
12
b. Facies Adenoid
Secara umum telah diketahui bahwa anak dengan pembesaran adenoid
mempunyai tampak muka yang karakteristik.
Tampakan klasik tersebut meliputi :
Mulut yang terbuka, gigi atas yang prominen dan bibir atas yang
pendek. Namun sering juga muncul pada anak-anak yang minum susu
dengan menghisap dari botol dalam jangka panjang. Hidung yang kecil,
maksila tidak berkembang/ hipoplastik, sedut alveolar atas lebih sempit,
arkus palatum lebih tinggi.
c. Efek pembesaran adenoid pada telinga
Hubungan pembesaran adenoid atau adenoiditis rekuren dengan otitis
media efusi telah dibuktikan baik secara radiologis dan penelitian tentang
tekanan oleh Bluestone.
d. Sleep apnea
Sleep apnea pada anak pertama kali diperkenalkan oleh Gastatut,
berupa adanya episode apnea saat tidur dan hipersomnolen pada siang hari.
Sering juga disertai dengan hipoksemia dan bradikardi. Episode apnea dapat
terjadi akibat adanya obstruksi, sentral atau campuran.2
Bila hipertrofi adenoid berlangsung lama, akan timbul wajah adenoid,
yaitu pandangan kosong dengan mulut terbuka. Biasanya langit-langit cekung
dan tinggi. Karena pernapasan melalui hidung terganggu akibat sumbatan
adenoid pada koane, terjadi gangguan pendengaran, dan penderita sering
beringus. Pada pemeriksaan tepi anterior adenoid yang hipertrofi terlihat
melalui lubang hidung bila sekat hidung lurus dan konka mengerut, dengan
cermin dahi, adenoid juga terlihat melalui mulut. Dengan meletakkan ganjal
di antara deretan gigi atas dan bawah, adenoid yang membesar dapat diraba.
6. Diagnosa Hipertropy Adenoid
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
a. Tanda dan gejala klinik.
13
b. Pemeriksaan rinoskopi anterior dengan melihat tertahannya gerakan velum
palatum mole pada waktu fonasi.
c. Pemeriksaan rinoskopi posterior (pada anak biasanya sulit).
d. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat membantu untuk melihat ukuran adenoid
secara langsung.
e. Pemeriksaan radiologi dengan membuat foto polos lateral dapat melihat
pembesaran adenoid.
f. CT-Scan merupakan modilitas yang lebih sensitif daripada foto polos untuk
identifikasi patologi jaringan lunak, tapi kekurangannya karena biaya yang
mahal.
7. Tatalaksana
Terapinya terdiri atas adenoidektomi untuk adenoid hipertrofi yang
menyebabkan obstruksi hidung, obstruksi tuba Eustachius, atau yang
menimbulkan penyulit lain. Operasi dilakukan dengan alat khusus (adenotom).
Kontraindikasi operasi adalah celah palatum atau insufisiensi palatum karena
operasi ini dapat mengakibatkan rinolalia aperta.
Indikasi adenoidektomi:
a. Sumbatan sumbatan hidung yang menyebabkan bernapas melalui
mulut, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, kelainan
bentuk wajah muka dan gigi ( adenoid face ).
b. Infeksi adenoiditis berulang/kronik, otitis media efusi berulang/
kronik, otitis media akut berulang.
c. Kecurigaan neoplasma jinak / ganas.
Teknik adenoidektomi terbagi atas dua cara yaitu :
a. Eksisi melalui mulut
Merupakan teknik yang paling banyak di gunakan. Adenoid di
keluarkan melalui mulut setelah mulut dibuka dengan menggunakan suatu
alat dan menarik langit-langit mulut. Suatu cermin digunakan untuk melihat
adenoid karena adenoid terletak pada rongga hidung bagian belakang
melalui pendekatan ini beberapa instrumen dapat dimasukkan.
1) Cold Surgical Technique :
• Curette adenoid : Merupakan patokan dan metode konvensional yang
sukses dilakukan. Alat adenoid currete mempunyai sisi yang tajam
14
dan bengkok. Untuk mengangkat adenoid digunakan mata pisau
yang tajam setelah terlebih dahulu memposisikan nasofaring.
Perdarahan dapat dikontrol dengan elektrocauter.
• Adenoid Punch : Penekanan pada adenoid dengan menggunakan
satu instrumen bengkok yang mempunyai celah dan ditempatkan di
atas adenoid kumudian celah itu ditutup dan pisau bedah
mengangkat adenoid.
• Magill Forceps : Adalah suatu instrumen yang berbentuk bengkok
yang digunakan untuk mencabut jaringan sisa pada adenoid.
2) Elektrocauter dengan suction bovie : Teknik kedua dengan
menggunakan elektrocauter dengan suatu suction bovie yang berfungsi
untuk mencabut jaringan adenoid.
3) Surgical microdebrider : Ahli bedah lain sudah menggunakan metode
microdebrider, sebagian orang menganggapnya lebih efektif.
Perdarahan pasti terjadi pada pengangkatan tetapi sebagian besar
dilaporkan perdarahan dengan menggunakan tradisional currete.
Mikrodebrider memindahkan jaringan adenoid yang sulit di jangkau
oleh teknik lain.
b. Eksisi melalui hidung.
Satu-salunya teknik bermanfaat untuk memindahkan adenoid melalui
rongga hidung dengan menggunakan alat mikrodebrider. Dengan prosedur
ini, jika terjadi perdarahan dikontrol dengan menggunakan cauter suction.
Komplikasi adenoidektomi:
Komplikasi tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila pengerokan
adenoid kurang bersih. Bila terlalu dalam menguretnya akan terjadi kerusakan
dinding belakang faring. Bila kuretase terlalu ke lateral maka torus tubarius akan
rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba Eustachius dan akan timbul tuli
konduktif.
8. Prognosis
Adenotonsillektomi merupakan suatu tindakan yang kuratif pada kebanyakan
individu. Jika pasien ditangani dengan baik diharapkan dapat sembuh sempurna,
15
kerusakan akibat cor pulmonal tidak menetap dan sleep apnea dan obstruksi jalan
nafas dapat diatasi.
TONSILITIS KRONIS
TONSILITIS
1. Definisi
Tonsilitis adalah peradangan pada tonsila palatine yang merupakan bagian dari
cincin waldeyer. Penyebarannya dapat melalui udara (air borne droplet), tangan
dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur terutama pada anak. Tonsilitis
dibagi menjadi 3 kategori :
a) Tonsilitis akut
o Tonsilitis viral
Gejala tonsillitis viral lebih mnyerupai common cold yang disertai rasa
nyeri tenggorok. Penyebab paling sering adalah virus Epstein barr.
Hemofilus influenza merupakan penyebab tonsillitis akut supuratif. Jika
terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut
akan tampak luka-luka kecil pada palatum yang dirasakan sangat nyeri
oleh pasien. Terapi tonsillitis viral adalah dengan istirahat, minum cukup,
analgetika dan antivirus diberikan jika gejala berat.
o Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil yang disebabkan kuman grup A streptococcus β
hemolitikus (strep throat, streptococcus viridian, pneumococcus,
streptococcus piogens). Infiltrasi bakteri pada epitel jaringan tonsil akan
menyebabkan reaksi radang berupa leukosit polimorfonuklear sehingga
terbentuk detritus. Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas
disebut tonsillitis folikularis, bila bercak detritus menjadi satu
membentuk alur-alur maka terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak ini juga
dapat melebar membentuk membrane semu yang menutupi tonsil.
Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan
adalah nyeri tenggorok, nyeri telan, suhu tubuh tinggi, lesu nyeri di sendi,
16
tidak nafsu makan, otalgia (melalui N.IX). pada pemeriksaan ditemukan
tonsil membengkak, hiperemis, terdapat detritus berbentuk folikel, dan
tertutup membrane semu. Terapi diberikan antibiotic spectrum luas
penisilin, eritromisin, antipiretik dan obat kumur yang mengandung
desinfektan. Komplikasi yang dapat timbul pada anak ialah OMA,
sinusitis, abses peritonsil, abses parafaring, bronchitis, glumerulonefritis
akut, miokarditis, arthritis, serta septikemi akibat infeksi v.jugularis
interna (sind.Lamierre). hipertrofi tonsil menyebabkan napas melalui
mulut, ngorok, sleep apnea (Obstructive Sleep Apnea Syndrome/OSAS).
b) Tonsilitis membranosa
Tonsillitis membranosa terdiri atas : tonsillitis difteri, t.septik (septic sore
throat), angina plaut Vincent, penyakit kelainan darah, proses specific lues-
TBC, infeksi jamur dan virus
- Tonsillitis difteri
Etiologi Corynebacterium diphteria
- Angina plaut vincent
Etiologi : bakteri spiroceta atau treponema ditemukan pada higien mulut
yang kurang dan def.vit C
c) Tonsilitis kronis
Factor predisposisi antara lain adalah rangsangan menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, higien mulut yang buruk, cuaca, kelelahan fisik,
pengonatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. Etiologi sama dengan
tonsillitis bacterial.
Patofisologi yaitu proses radang berulang yang timbul maka selain
epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis sehingga proses penyembuhan
jar.limfoid diganti dengan jaringan parut yang mengkerut hingga kripte
melebar dan terisi detritus. Proses ini berjalan hingga tembus kapsul tonsil
dan terjadi perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak
biasanya disertai pembesaran kelenjar limfe mandibula.
- Tandanya : tonsil membesar, permukaan tidak rata, kripte melebar dan
terisi detritus
- Gejalanya : rasa mengganjal dan kering di tenggorokan, napas bau
Terapi local ditujukan untuk higien mulut dengan kumur atau obat hisap.
17
Komplikasi berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media.
Besar tonsil ditentukan sebagai berikut:
T0 : tonsil di dalam fossa tonsil atau telah diangkat
T1 : bila besarnya ¼ jarak arkus anterior dan uvula
T2 : bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula
T3 : bila besarnya ¾ jarak arkus anterior dan uvula
T4 : bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih.
Indikasi Tonsilektomi
a. Serangan tonsilitis >3x/tahun walau terapinya adekuat
b. Tonsil hipertrofi, maloklusi gigi, ggn pertumb.orofasial
c. Sumbatan jalan napas (hipertropi tonsil), sleep apnea, ggn menelan, ggn
bicara.
d. Rinitis dan sinusitis kronis, peritonsilitis dan abses peritonsil yang tidak
hilang dalam pengobatan.
e. Napas bau yang tidak bisa diobati
f. Tonsilitis berulang yang disebabkan bakteri grup A Streptokokus β
hemoliticus
g. Hipertrofi tonsil yang dicurigai ganas.
h. Otitis media efusa/otitis media supuratif.
18