26
Jurnal Ilmu Administrasi Publik 7 (2) (2019): 26-41
DOI: http://dx.doi.org/10.31289/publika.v7i2.2956
Jurnal Administrasi Publik
http://ojs.uma.ac.id/index.php/publikauma
Evaluasi Program Desa Mandiri Energi Berbasis Biogas
di Desa Mekarjaya
Lulu Anastesi Sayekti *
*Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi, Yogyakarta, Indonesia
Diterima Agustus 2019; Disetujui Oktober 2019; Dipublikasikan Desember 2019
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan evaluasi program Desa Mandiri Energi di Desa Mekarjaya, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Penelitian dilakukan di Desa Mekarjaya Kabupaten Cianjur, UPTD ESDM Kabupaten Cianjur, dan Dinas PMD Kabupaten Cianjur. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan deskriptif dengan metode kualitatif. Pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis data menurut Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kriteria efektifitas (effectiveness), Kecukupan (Adequency), Kriteria Perataan (Equity), dan Kriteria Ketepatan (Appropriateness) belum optimal, meskipun Kriteria Responsivitas (Responsiveness) pada penelitian ini menunjukkan penilaian yang baik. Rekomendasi untuk program ini, yaitu program dapat diteruskan, namun perlu diperbaiki baik prosedur maupun penerapannya. Kata kunci : Evaluasi, Program, Biogas
Abstract The purpose of this research is to describe the evaluation of Energy Self-sufficient Village Program in
Mekarjaya Village, Cianjur District. The study was conducted in Mekarjaya Village, UPTD ESDM Cianjur
District, and DPMD Cianjur District. This research using descriptive approach with qualitative methode.
Data collection was done by interview technique, observation, and documentation. Analysis Technique in
this research is according to Miles and Huberman analysis technique. The result shows that effectiveness,
adequency, equity, and appropiateness criterias aren’t optimal, although responsiveness criteria shows a
good appraisal. The recommendation for this program is to continue with improve its practices and
procedures.
Keywords : Evaluation, Program, Biogas
How to Cite : Sayekti, A.,L. (2019). Evaluasi Program Desa Mandiri Energi Berbasis Biogas di Desa
Mekarjaya, 7 (2) : 26- *Corresponding author: E-mail: [email protected]
P-ISSN-2549-9165
e-ISSN -2580-2011
PUBLIKAUMA, Jurnal Ilmu Administrasi Publik 7 (1) (2019): 26-41
27
PENDAHULUAN
Penggunaan Energi Baru dan
Terbarukan (EBT) di Indonesia masih
minim. Meskipun Indonesia memiliki
sumber EBT yang berlimpah, namun
energi dari Bahan Bakar Minyak (BBM)
dan gas masih sangat mendominasi. Untuk
mendukung Millenium Development Goals
(MDGs) Indonesia, seharusnya
penggunaan EBT yang ramah lingkungan
dapat dijadikan alternatif pengganti
energi primer minyak dan gas yang
menghasilkan emisi CO2 cukup besar.
Biogas merupakan salah satu
alternatif yang dapat digunakan sebagai
bahan bakar yang ramah lingkungan. EBT
ini cukup murah, mudah, dan mampu
menjangkau hingga pelosok desa. Biogas
dapat berasal dari kotoran manusia,
kotoran hewan, limbah rumah tangga, dan
sampah biodegradable dalam kondisi
anaerobik.
Melihat sumber daya yang ada,
Propinsi Jawa barat memiliki potensi
sebagai penghasil biogas yang cukup
besar. Populasi ternak yang dapat
mencapai 1 juta ekor di berbagai tempat
dapat mendukung potensi biogas menjadi
salah satu sumber energi alternatif yang
dapat menggantikan BBM dan gas yang
selama ini digunakan oleh masyarakat.
Biogas dari kotoran ternak lebih banyak
digunakan karena memiliki nutrisi
seimbang, mudah diencerkan, dan diolah
secara biologi (Prihutama, dkk, 2017).
Permen ESDM No.32 tahun 2008
tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan
Tata Niaga Bahan Bakar (Biofuel) sebagai
Bahan Bakar Lain, mendefinisikan Desa
Mandiri Energi adalah desa dimana
masyarakatnya memiliki kemampuan
memenuhi lebih dari 60% kebutuhan
energi (listrik dan bahan bakar) dan
energi terbarukan yang dihasilkan melalui
pendayagunaan potensi sumber daya
setempat. Desa Mandiri Energi memiliki
tujuan utama pengembangan Desa
Mandiri Energi adalah mengurangi
kemiskinan dan membuka lapangan kerja
untuk mensubstitusi bahan bakar minyak
(Widyaningsih,2014).
Menurut Taufiq dan Purwoko
(2013), Desa Mandiri Energi merupakan
program untuk mewujudkan potensi desa
agar mampu memenuhi kebutuhan
energinya sendiri, menciptakan lapangan
pekerjaan, dan menghasilkan kegiatan-
kegiatan lain yang produktif. Desa Mandiri
Energi terdiri dari dua jenis, yaitu Desa
Mandiri Energi yang berasal dari bahan
bakar non nabati (energi makrohidro,
tenaga surya dan biogas) dan Desa
PUBLIKAUMA, Jurnal Ilmu Administrasi Publik 7 (1) (2019): 26-41
28
Mandiri Energi yang berasal dari bahan
bakar nabati (biofuel). Sasaran dari
program ini salah satunya adalah untuk
melepaskan ketergantungan masyarakat
desa terhadap BBM.
Untuk mendukung Pilot Project Desa
Mandiri Energi (DME) dari Kementerian
ESDM Jawa Barat, maka Kementerian PDT
dan Dinas PMD Kabupaten Cianjur
memberikan bantuan kepada dua desa di
Kecamatan Campaka, Jawa Barat. Desa
Mekarjaya sebagai salah satu desa yang
menjadi percontohan DME mendapatkan
bantuan berupa 28 ekor sapi,
pembangunan kandang, dan 14 unit
peralatan biogas.
Namun, kenyataanya program DME
ini tidak berjalan seperti yang diharapkan.
Kepala Desa Mekarjaya, Izin Suparman,
pembangunan biogas di desanya
dilakukan masih dengan cara-cara
konvensional, yaitu dengan cara
mengelola limbah pertanian dan kotoran
ternak dengan peralatan yang dibuat oleh
tangan-tangan kreatif warga masyarakat
sehingga masih belum dapat
menghasilkan biogas dalam jumlah
banyak dan berkualitas tinggi.
Program DME di Desa Mekarjaya
telah berlangsung lebih dari tiga tahun.
Pelaku kebijakan seharusnya dapat
menilai keberhasilan atau kegagalan
program ini. Evaluasi program dapat
dilakukan dengan menilai beberapa
kriteria, yaitu kriteria efektivitas
(effectiveness), kriteria kecukupan
(adequency), kriteria perataan (equity),
kriteria responsivitas (resonsiveness), dan
kriteria ketepatan (appropriateness)
(Dunn, 2003).
Energi Baru Terbarukan (EBT) yang
digunakan pada program DME mencakup
aspek keberlanjutan (sustainabillity),
pengembangan daerah (Regional
Development) dan ramah lingkungan
(Pemprov Jateng, 2019). Keberlanjutan
usaha biogas dapat dilihat dari 5 indikator
keberlanjutan menurut Ilskog (2008)
dalam Wahyudi, dkk (2015), yaitu dimensi
teknik, ekonomi, sosial, lingkungan, dan
kelembagaan. Dimensi teknik mengarah
pada keberlanjutan bahan dan perbaikan
yang mendukung biogas berjalan baik
tanpa adanya masalah yang besar.
Dimensi ekonomi difokuskan pada
bantuan ekonomi, penambahan
pendapatan, penghematan dan
menciptakan lapangan pekerjaan.
Dimensi sosial berkaitan dengan
kesehatan manusia dan memajukan
persamaan gender. Dimensi lingkungan
berkaitan dengan pengurangan
PUBLIKAUMA, Jurnal Ilmu Administrasi Publik 7 (1) (2019): 26-41
29
pencemaran lingkungan. Dimensi
kelembagaan berkaitan dengan partisipasi
stakeholder dan pembangunan kapasitas.
Melalui evaluasi, terdapat beberapa
rekomendasi bagi pembuat kebijakan
untuk program mendatang, yaitu: untuk
melanjutkan atau pun tidak melanjutkan
program; program perlu diteruskan,
namun perlu perbaikan pada prosedur
dan penerapannya; perlu menambah atau
mengembangkan strategi program yang
spesifik dan teknik-teknik yang
mendukung; program perlu diterapkan di
tempat lain; perlu mengalokasikan
sumberdaya-sumberdaya langka pada
program-program yang kompetitif; perlu
menolak atau menerima teori atau
pendekatan kebijakan program (Weiss
dalam Widodo, 2009).
Permasalahan yang ada menunjukkan
pentingnya evaluasi program DME di Desa
Mekarjaya. Evaluasi program DME
berbasis biogas di Desa Mekarjaya perlu
digali lebih dalam melalui penelitian agar
dapat diketahui rekomendasi yang tepat
bagi pembuat kebijakan untuk
keberlangsungan program ini selanjutnya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Menurut Ikbar (2014:156): “ Pendekatan
kualitatif merupakan pendekatan
penelitian berlandaskan fenomenologi
dan paradigma konstruktivisme dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan”.
Menurut (Sugiyono, 2008)
mengemukakan bahwa penelitian
kualitatif deskriptif merupakan metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme dan penulis sebagai
indikator kunci. Penelitian dilakukan di
UPTD ESDM Kabupaten Cianjur, Dinas
PMD Kabupaten Cianjur, dan Desa
Mekarjaya.
Teknik pengumpulan data
menggunakan wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Teknik penetuan informan
bersifat purposive. Sugiyono (2008:53)
menyatakan: “ Dalam penelitian kualitatif,
teknik sampling yang sering digunakan
adalah purposive sampling dan snowball
sampling”. Purposive sampling adalah
pengambilan sumber data dengan
pertimbangan tertentu, misalnya
informan yang dipilih merupakan orang-
orang yang paling mengerti tentang
penelitian yang dilakukan.
Informan yang dipilih dalam
penelitian ini adalah Kepala Bagian
Pemberdayaan Ekonomi DPMD
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat; Kepala
Dinas Energi, Sumberdaya dan Mineral
PUBLIKAUMA, Jurnal Ilmu Administrasi Publik 7 (1) (2019): 26-41
30
(ESDM) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat;
Kepala Desa Mekarjaya, kabupaten
Cianjur, Jawa Barat; dan 5 (lima) orang
peserta DME di desa Mekarjaya. Teknik
analisa data dalam penelitian ini
menggunakan teknik menurut Miles dan
Huberman.
Miles dan Huberman (1984) dalam
Sugiyono ( 2008) mengemukakan bahwa
analisis data kualitatif berlangsung secara
terus-menerus hingga tuntas hingga data
jenuh dan tidak dapat dianalisis lagi.
Aktivitas analisis data tersebut, yaitu
reduksi data, display data, dan
kesimpulan/verifikasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Desa Mekarjaya merupakan salah
satu desa di Kecamatan Campaka, Cianjur
Tengah. Desa Mekarjaya memiliki luas
wilayah 1.604.546 km dan berbatasan
dengan beberapa daerah. Sebelah utara,
Desa Mekarjaya berbatasan dengan Desa
Margaluyu. Sebelah Timur, Desa
Mekarjaya berbatasan dengan Kabupaten
Bandung. Sebelah Selatan dan Barat, Desa
Mekarjaya berdampingan dengan Desa
Cempaka Warna dan Desa Cidadap (BPS,
2015).
Menurut (Dunn, 2003), terdapat
beberapa kriteria untuk mengevaluasi
sebuah program, yaitu efektivitas
(effectiveness), Kecukupan (Adequency),
Perataan (Equity), Responsivitas
(Resonsiveness), dan ketepatan
(Appropriateness). Efektifitas
(effectiveness) menunjukkan bahwa hasil
yang diinginkan telah tercapai.
Pada kriteria kecukupan
(adequency) dilakukan analisis pada aspek
dukungan dana atau alokasi dana yang
diberikan kepada KK peserta Program
DME. Kriteria perataan (equity)
menekankan pada distribusi bantuan yang
diberikan baik materil maupun bantuan
teknis secara merata kepada setiap KK
peserta program. Kriteria responsivitas
(responsiveness) berkenaan dengan
seberapa jauh suatu kebijakan/program
dapat memuaskan kebutuhan, preferensi
atau nilai kelompok-kelompok
masyarakat. Kriteria ketepatan
(appropiateness) berhubungan dengan
hasil yang dicapai mendatangkan manfaat
bagi peserta program DME di Desa
Mekarjaya.
Kriteria efektifitas program DME
dilihat dari ketercapaian tujuan program,
yaitu menuju swasembada energi,
pemanfaatan biogas sebagai salah satu
EBT, partisipasi masyarakat. Desa
swasembada energi adalah desa yang
mampu memenuhi lebih dari 60%
PUBLIKAUMA, Jurnal Ilmu Administrasi Publik 7 (1) (2019): 26-41
31
kebutuhan energinya (listik dan bahan
bakar) melalui energi terbarukan dengan
pendayagunaan potensi sumber daya
setempat. Tujuan lain dari program DME
adalah pemanfaatan EBT sebagai
alternatif energi yang dapat digunakan
secara berkelanjutan. Biogas merupakan
salah satu EBT yang berpotensi untuk
digunakan secara terus-menerus terutama
di daerah yang memiliki banyak hewan
ternak seperti di Kabupaten Cianjur, Jawa
Barat. Partisipasi yang tinggi akan
berkaitan dengan capaian yang akan
diperoleh dari terlaksananya program
DME di Desa Mekarjaya.
Tabel 1. Jumlah Rumah Tangga di Kecamatan Campaka, Cianjur, Jawa Barat No. Nama Desa Jumlah Rumah
Tangga
Jumlah Penduduk
1. Wangunjaya 1.857 5.536
2. Suadana 1.669 5.492
3. Karyamukti 1.752 5.386
4. Cimenteng 1.994 6.407
5. Girimukti 1.893 6.532
6. Susukan 2.217 7.736
7. Sukajadi 2.235 6.752
8. Margaluyu 1.772 5.573
9. Mekarjaya 1.796 5.635
10. Cidadap 1.731 5.731
11. Cempaka 1.712 5.759
Sumber: BPS Kabupaten Cianjur, 2018
Jumlah keluarga/rumah tangga di
Desa Mekarjaya berjumlah 1.796
Keluarga. Tentunya jumlah ini tidak
sebanding dengan bantuan unit biogas
yang diperoleh, yaitu berjumlah 14 unit
biogas. Dalam kenyataannya di lapangan,
1 unit biogas hanya mampu untuk
mengaliri 1 rumah, sehingga adanya 14
unit biogas hanya untuk mengaliri 14
rumah yang ada di Desa Mekarjaya.
Jumlah rumah tangga di Desa Mekarjaya
sebanyak 1.796 Kepala Keluarga, dengan
perbandingan 14 rumah pengguna biogas,
maka persentase penggunaan biogas di
desa tersebut belum mencapai 60%,
namun hanya 0,79% dari jumlah KK
keseluruhan. Bioenergi yang dihasilkan
dari setiap kubah pengelola biogas hanya
mampu membantu beberapa keluarga
sehingga belum dapat mencapai
swasembada energi untuk seluruh Desa
Mekarjaya.
PUBLIKAUMA, Jurnal Ilmu Administrasi Publik 7 (1) (2019): 26-41
32
Tabel 2. Energi yang Dihasilkan dari Biogas
Skenario Kondisi Total Kebutuhan Energi
Energi yang Dihasilkan
Kebutuhan Kotoran dengan Biogas
Jumlah Sapi
Skenario 1 Biasa 808,20kWh/hari 126kWh/hari 84 m3 28 sapi Skenario 2 60%
pemenuhan kebutuhan
energi listrik
808,20kWh/hari 484,92 kWh/hari
324,28 m3 108 sapi
Sumber: Olahan Penulis, 2019
Jumlah keluarga di Desa
Mekarjaya adalah 1.796 KK dan standar
listrik yang digunakan adalah 450
watt/keluarga. Jadi, kebutuhan energi
oleh masyarakat Desa Mekarjaya adalah
808,20kWh per hari. Hanya 28 sapi dari
14 keluarga yang digunakan untuk
menghasilkan biogas dan hanya terdapat
14 titik kubah biogas dengan tipe 6 m3.
Sekenario pertama menunjukkan bahwa
hanya 15,6% kapasitas energi yang
dihasilkan. Sekenario kedua dengan
perhitungan 60% kebutuhan energi
terpenuhi agar dapat menjadi Desa
Mandiri energi, Desa Mekarja harus
mengoptimalkan 324,28 m3 kotoran sapi.
Hal ini berarti harus terdapat 54 unit
biogas yang harus dibangun dan
membutuhkan minimal 108 ekor sapi
(Listyawati, 2014).
Desa Mekarjaya belum mencapai
swasembada energi seperti yang
diharapkan dalam program DME selama 4
(empat tahun). Peserta program belum
memperoleh energi secara maksimal
melalui pemanfaatan biogas yang
dihasilkan. Program DME yang
dicanangkan Pemdes dan DPMD juga
belum mampu untuk memenuhi jumlah
KK yang ada di Desa Mekarjaya, terutama
masyarakat dengan ekonomi kebawah
yang tinggal di desa tersebut. Biogas yang
dihasilkan cukup membantu peserta
program dalam kehidupan sehari-hari,
namun belum mencukupi dalam
memenuhi energi yang diharapkan
sebagai DME.
Hasi bioenergi yang didapat hanya
mampu mengurangi pengeluaran untuk
membeli gas LPG sebagai energi untuk
memasak. Sehingga pemenuhan 60%
PUBLIKAUMA, Jurnal Ilmu Administrasi Publik 7 (1) (2019): 26-41
33
kebutuhan energi Desa Mekarjaya secara
mandiri dirasa masih jauh.
Gambar 1. Unit Biogas yang Rusak Sumber: Observasi Penulis, 2019
Hasil observasi dan wawancara
menunjukkan bahwa Desa Mekarjaya
belum mampu menjadikan biogas sebagai
EBT secara berkelanjutan. Hal ini
dikarenakan beberapa kendala yang
diadapi oleh peserta program, antara lain
proses biogas yang masih konvensional
sehingga menimbulkan bau yang tidak
sedap, kerusakan alat, dan sosialisasi yang
masih kurang. Menurut (Wiyono, 2014),
tujuan pemberdayaan masyarakat
program Desa Mandiri Energi di Desa
Sidomulyo, Kabupateng Tulungagung
dapat tercapai dikarenakan adanya
sosialisasi program yang baik dari
pemerintah.
Motivasi peserta program DME
berbasis biogas di Desa Mekarjaya untuk
mengikuti program cukup tinggi. Semua
peserta mengharapkan dapat
memanfaatkan biogas sebagai salah satu
alternatif energi, namun keterbatasan
bantuan dan dana dari pemerintah
menyebabkan hanya beberapa peserta
yang dapat menggunakan biogas.
Jumlah kotoran dari ternak sapi
yang memadai dapat menjadi sumber
energi yang dapat dimanfaatkan. Menurut
teori Amstein ,1969 (dalam Widaningsih
,2014) tingkat partisipasi peserta program
DME baru mencapai tingkat partisipasi
terapi (perbaikan). Masyarakat ikut
terlibat dalam program DME, namun
belum dilandasi oleh suatu dorongan
mental, psikologis untuk memberikan
kontribusi dalam program. Masyarakat
mulai menyadari bahwa program DME
membawa manfaat bagi perbaikan
kehidupan ekonomi. Partisipasi peserta
program non-biogas lebih pada kegiatan
ternak sapi hasil dari ternak yang
diperbantukan oleh pemerintah.
Kriteria Efektivitas (Efectiveness)
dalam program DME berbasis biogas di
Desa Mekarjaya secara keseluruhan belum
dapat terlaksana secara optimal. Belum
terlihat ketercapaian tujuan program
PUBLIKAUMA, Jurnal Ilmu Administrasi Publik 7 (1) (2019): 26-41
34
seperti yang diharapkan. Desa Mekarjaya
belum mampu mencapai swasemda energi
karena produksi biogas yang dihasilkan
masih sedikit. Biogas yang dihasilkan
belum dapat menjadi alternatif EBT yang
berkelanjutan karena kendala yang
terjadi, seperti peralatan rusak yang tidak
dapat diperbaiki sehingga sumur
pengaduk menjadi kering, teknik
pengelolaan biogas yang masih
konvensional, dan budaya masyarakat
yang menganggap kotoran sebagai
sesuatu yang tidak baik bagi kesehatan.
Partisipasi peserta program DME cukup
tinggi. Peserta pengguna biogas antusias
dalam pengelolaan biogas, namun tidak
semua peserta menjadi pengguna biogas.
Hal ini dikarenakan keterbatasan bantuan
yang diberikan. Para peserta sangat
mengharapkan bantuan unit biogas dapat
ditambah untuk membantu perekonomian
keluarga sehari-hari.
Gambar 2. Sumur Pengaduk yang Kering Sumber: Observasi Penulis, 2019
Kriteria Kecukupan (Adequency)
bertujuan untuk memberikan gambaran
apakah bantuan yang diberikan dari
pemerintah dapat menunjang
terlaksananya program DME berbasis
biogas ini secara merata. Desa Mekarjaya
mendapatkan bantuan sarana dan
prasarana pengolah biogas yang lebih
banyak dari pemerintah jika dibandingkan
dengan desa lainnya. Pada tahun 2014,
Desa Mekarjaya mendapat bantuan
digester biogas sebanyak 4 unit.
Selanjutnya, tahun berikutnya bantuan
digester biogas ditambah 10 unit sehingga
total bangunan digester yang diberikan
sebanyak 14 unit. Selain bangunan
digester biogas, pemerintah juga
memberikan bantuan sebanyak 28 ternak
sapi.
PUBLIKAUMA, Jurnal Ilmu Administrasi Publik 7 (1) (2019): 26-41
35
Tebel 2. Bantuan Sarana dan Prasarana Pengolah Biogas Tahun 2014-2016 No Bantuan Lokasi Tahun
2014 2015 2016 1. Bangunan Digester Cidaun/Cidamar 4 unit 2. Bangunan Digester Desa
Pasawahan Kecamatan
Takokok
4 unit
3. Bangunan Digester Desa Mentengsari Kecamatan
Cikalongkulon
1 unit Bangunan Kandang
Sapi 4 unit
4. Bangunan Digester 4 unit Pelatihan beternak
cacing Desa Cibereum
Kecamatan Cugenang
5. Bangunan Digester Desa Mekarjaya Kabupaten Cempaka
APBD II 4 unit 3 unit Kemendes dan
PDT 7 unit
Pelatihan berternak cacing
1 kali
Bantuan ternak sapi (kemendes)
28 ekor
6 Bantuan ternak sapi (kemendes)
Desa Girimukti Kecamatan Cempaka
28 ekor
Bangunan Digester 7 unit Sumber: Renstra DPMD, 2014-2016
Bantuan pengolah biogas di Desa
Mekarjaya lebih banyak jika dibandingkan
dengan desa lainnya. Namun,
kenyataannya jumlah bantuan yang
diberikan ini belum mencukupi untuk
membangun Desa Mandiri Energi. Masih
banyak peserta program yang tidak
mendapatkan digester untuk
menghasilkan biogas. Bantuan pemerintah
dalam program pemberdayaan DME di
Desa Mekarjaya dari tahun 2014 hingga
2016 tidak mencukupi bagi keseluruhan
peserta program yang berjumlah 75 KK.
Selain itu, hingga saat ini belum ada
tambahan digester biogas yang
diperbantukan lagi ke Desa Mekarjaya.
Kriteria Kecukupan (Adequency)
dalam program DME berbasis biogas di
PUBLIKAUMA, Jurnal Ilmu Administrasi Publik 7 (1) (2019): 26-41
36
Desa Mekarjaya belum optimal. Hal ini
terlihat dari bantuan sarana, prasarana,
dan penyuluhan yang dirasakan kurang
bagi 75KK peserta program. Peserta
pengguna biogas juga mengluhkan
kurangnya sosialisasi dan perawatan
peralatan biogas dari pemerintah
sehingga peralatan biogas yang rusak
akan dibiarkan begitu saja.
Kriteria Perataan (Equity)
menekankan pada distribusi bantuan yang
diberikan baik materil maupun bantuan
teknis secara merata kepada setiap KK
peserta program. Di desa mekarjaya,
bantuan digester dan ternak sapi yang
diberikan oleh pemerintah pada tahun
2014 hingga 2016 untuk menunjang
program DME berbasis biogas di Desa
Mekarjaya masih sangat kurang.
Akibatnya pendistribusian bantuan juga
tidak dapat merata.
Dari keseluruhan jumlah KK di Desa
Mekarjaya, terseleksi 75 KK yang
mendapatkan bantuan. Bangunan Digester
atau Kubah Biogas berjumlah 14 unit
dipergunakan secara berkelompok.
Namun, pada kenyataannya, satu kubah
hanya dapat mengaliri satu rumah. Hal ini
dikarenakan letak kubah biogas yang jauh
antar anggota kelompok sehingga banyak
anggota kelompok yang enggan
menggunakan kubah.kepada semua KK
peserta program.
Saluran biogas cukup jauh dari
dapur rumah peserta program. Secara
teknis akan membutuhkan saluran yang
panjang untuk rumah peserta yang jauh
dari kubah biogas. Kenyataan di lapangan,
hanya satu saluran yang dibangun pada
setiap kubah biogas sehingga tidak semua
peserta program dapat menikmati dan
memanfaatkan biogas yang dihasilkan.
Tabel 3. Daftar Peserta Program DME berbasis Biogas di Desa Mekarjaya yang Mendapatkan Digester Biogas
No Nama Pekerjaan 1. T. Jubadillah Kades 2. Dayat Ketua Kelompok 3. Khohir Petani dan Peternak 4. Toha Petani dan Peternak 5. Iyana Petani dan Peternak 6. Aboet Petani dan Peternak 7. Rukmana Petani dan Peternak 8. Dahlan Petani dan Peternak 9. Kardi Petani dan Peternak 10. Aep Petani dan Peternak 11. Nana Petani dan Peternak 12. Khosidin Petani dan Peternak 13 Mukmin Petani dan Peternak 14. Wahyu Petani dan Peternak Sumber: Hasil Observasi, 2019
Hanya 14 KK yang menggunakan
biogas dari 75 KK terseleksi sebelumnya.
Peserta program lainnya mendapatkan
bantuan berupa ternak peranakan
pertama dari 28 ternak sapi yang
diberikan untuk program ini. Setiap
PUBLIKAUMA, Jurnal Ilmu Administrasi Publik 7 (1) (2019): 26-41
37
peserta pada akhirnya akan memiliki satu
sapi hasil ternak sebelumnya. Namun,
bantuan unit biogas belum ada
penambahan hingga saat ini. Selain itu,
belum ada bantuan teknis yang dirasakan
oleh peserta pengguna biogas sehingga
alat yang rusak tidak dapat diganti dan
unit biogas tidak dapat berfungsi seperti
biasanya.
Tabel 5. Persentase Jumlah KK Peserta DME
Pengguna Biogas Jumlah
Jumlah Keluarga 1.796
Jumlah Peserta DME 75
Jumlah Keluarga Pengguna
Biogas
14
Jumlah Keluarga Peternak Non-
Biogas
63
Sumber: Olahan Penulis, 2019
Jumlah peserta DME hanya sebesar
4,1% dari jumlah keluarga di Desa
Mekarjaya. Jumlah keluarga pengguna
biogas adalah 18,7% dari jumlah peserta
terpilih. Sedangkan, jumlah peternak yang
tidak menggunakan biogas lebih banyak,
yaitu 84% dari jumlah peserta.
Gambar 3. Ternak Sapi dan Peranaakannya Sumber: Observasi Penulis, 2019
Kriteria Perataan (Equity) di Desa
Mekarjaya belum optimal. Biogas belum
dapat dihasilkan oleh semua peserta
karena tidak semua peserta memiliki unit
biogas. Meskipun semua peserta pada
akhirnya akan mendapatkan sapi, namun
peserta tetap harus menunggu sapi
bantuan pemerintah beranak karena
anak-ana sapi tersebut akan dibagi-
bagikan kepada peserta lain yang belum
memiliki sapi.
Kriteria Responsivitas
(Responsiveness) berkenaan dengan
seberapa jauh suatu kebijakan/program
dapat memuaskan kebutuhan, preferensi
atau nilai kelompok-kelompok
masyarakat. Dalam program DME ini,
indikator yang digunakan dalam
pemenuhan kriteria responsivitas adalah
kepuasan peserta program (KK) dan
dampak yang ditimbulkan dari Program
DME berbasis biogas di Desa Mekarjaya.
Kriteria Responsivitas pada
penelitian ini menunjukkan penilaian yang
baik. Hal ini terlihat dari hasil wawancara
kepada peserta program bahwa semua
peserta merasa puas dengan adanya
program dan bantuan unit biogas yang
diberikan. Program DME berbasis biogas
ini memberikan dampak yang positif bagi
peserta program. Bagi peserta program
PUBLIKAUMA, Jurnal Ilmu Administrasi Publik 7 (1) (2019): 26-41
38
pengguna biogas, energi biogas yang
diproduksi dapat dijadikan alternatif
energi pengganti LPG yang biasanya
dibeli. Bagi peserta program pada
umumnya (non-biogas), ternak sapi yang
diberikan akan membantu perekonomian
keluarga apabila dapat diperjualbelikan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kriteria responsivitas pada program DME
berbasis biogas di Desa Mekarjaya sudah
optimal.
Ketepatan (Appropiateness)
berhubungan dengan hasil yang dicapai
mendatangkan manfaat bagi peserta
program DME di Desa Mekarjaya, yaitu
kemampuan peserta DME untuk
memproduksi energinya sendiri,
kemampuan peserta untuk
mengembangkan kapasitasnya, program
DME mampu menciptakan lapangan kerja
dan mampu mengurangi tingkat
kemiskinan di Desa Mekarjaya.
Desa Mekarjaya belum dapat
dikatakan memproduksi energinya
sendiri, karena lingkup yang dihasilkan
masih sedikit. Biogas yang dihasilkan
hanya mampu untuk memenuhi
kebutuhan energi untuk memasak sehari-
hari. Kebutuhan energi masih tergantung
pada LPG.
Peserta program DME di Desa
Mekarjaya belum mampu untuk
mengembangkan kapasitas mereka, energi
yang didapat hanya mampu untuk
memasak dan jumlahnya terbatas.
Menurut Wijayanti (2017) melalui
perhitungan matematis, biogas
merupakan investasi yang sangat
menguntungkan jika dapat dimanfaatkan
secara maksimal oleh masyarakat
pengguna biogas. Modal untuk membuat
digester akan kembali dalam satu tahun.
Pengembangkan kapasitas energi harus
didukung oleh keinginan peserta dan
didukung oleh pemerintah. Jumlah energi
biogas yang dihasilkan sangat tergantung
dari upaya pengelola biogas melalui
jumlah kotoran sapi yang dimasukkan,
proses pengerjaan yang sesuai dengan
prosedur sehingga dapat menghasilkan
biogas yang sesuai dengan harapan.
Jumlah input kotoran sapi akan
mempengaruhi jumlah output biogas yang
dihasilkan (Prihutama, 2017).
Program DME mampu untuk
meningkatkan perekonomian mereka,
tetapi tidak signifikan. Hal ini dikarenakan
biogas hanya mampu untuk mengurangi
penggunaan gas LPG atau menekan biaya
pembelian LPG. Sebelum menggunakan
biogas, peserta membeli LPG 3 atau 4
PUBLIKAUMA, Jurnal Ilmu Administrasi Publik 7 (1) (2019): 26-41
39
tabung gas LPG 3Kg per bulan. Namun,
setelah menggunakan biogas, pengeluaran
untuk membeli LPG berkurang menjadi
hanya 2 tabung per bulan.
Susilo, dkk (2016) menyatakan
bahwa sektor peternakan terutama
peternakan sapi dapat menjadi solusi
untuk menekan bahan bakar bahkan
bahan bakar kayu. Penggunaan biogas
dapat menghemat biaya belanja energi
dalam setahun. Pemanfaatan biogas
sebagai sumber energi di pedesaan dapat
memberikan multiple effect dan dapat
menjadi pengerak pembangunan di desa.
Produk-produk olahan yang dihasilkan
dapat diberi green labelling dan menjadi
nilai tambah.
Kriteria Ketepatan (Appropiateness)
dalam program DME berbasis biogas di
Desa Mekarjaya belum optimal. Peserta
sudah mampu memproduksi energinya
sendiri, namun masih terbatas untuk
kebutuhan memasak. Lapangan pekerjaan
yang dapat diciptakan dari Program DME
berbasis biogas di Desa Mekarjaya belum
banyak, hanya Peternak Sapi dan
Penghasil Pupuk Kompos. Pengurangan
tingkat kemiskinan di Desa Mekarjaya dari
hasil program DME berbasis biogas ini
belum terlihat secara signifikan karena
biogas hanya dapat mengurangi biaya
pembelian LPG setiap bulan.
Gambar 3. Ternak Sapi dan Peranaakannya Sumber: Observasi Penulis, 2019
Kebijakan publik yang baik menurut
Dunn (2013) adalah kebijakan yang
memenuhi kriteria evaluasi kebijakan
publik, antara lain efektivitas
(effectiveness), Kecukupan (Adequency),
Perataan (Equity), Responsivitas
(Resonsiveness), dan ketepatan
(Appropriateness). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kelima kriteria
tersebut belum semuanya terpenuhi.
Kriteria Efektivitas (effectiveness)
belum terpenuhi karena belum semua
tujuan program DME di Desa Mekarjaya
dapat terwujud. Kriteria Kecukupan
(Adequency) belum terpenuhi karena
bantuan yang dirasakan oleh peserta
program masih kurang, begitu pula
sosialisasi dan pendampingan yang
diberikan oleh pemeintah. Kriteria
Perataan (Equity) belum terpenuhi karena
PUBLIKAUMA, Jurnal Ilmu Administrasi Publik 7 (1) (2019): 26-41
40
masih banyak masyarakat bahkan peserta
program yang belum dapat menggunakan
biogas. Kriteria Responsivitas
(Resonsiveness) yang telah terpenuhi
karena masyarakat dan peserta program
merasa puas dan terbantu secara ekonomi
dengan adanya program DME ini. Kriteria
Ketepatan (Appropiateness) belum
terpenuhi karena program DME di Desa
Mekarjaya dirasa belum memberikan
manfaat yang optimal bagi masyarakat
dan peserta program.
KESIMPULAN
Berdasarkan kriteria-kriteria
evaluasi yang digunakan, maka program
DME di Desa Mekarjaya, Kabupaten
Cianjur, Jawa Barat dinilai belum baik.
Dari kelima kriteria evaluasi kebijakan,
hanya satu kriteria yang dinilai sudah
baik, yaitu kriteria Responsivitas
(Resonsiveness). Rekomendasi untuk
program ini, yaitu program dapat
diteruskan, namun perlu diperbaiki baik
prosedur maupun penerapannya.
Berdasarkan penilaian kelima kriteria
yang dinilai dalam evaluasi program DME
di Desa Mekarjaya, Kabupaten Cianjur,
maka terdapat beberapa masukkan yang
dapat disampaikan, yaitu perlu adanya
tambahan bantuan baik peralatan, materil,
maupun teknis agar Desa Mekarjaya dapat
memenuhi kriteria sebagai Desa Mandiri
Energi, serta peningkatan koordinasi
antar lembaga terkait untuk mewujudkan
program Desa Mandiri Energi.
UCAPAN TERIMAKASIH
Tim peneliti mengucapkan terimakasih
kepada Kemenristek Dikti Republik
Indonesia yang telah mendanai penelitian
kami pada skema Penelitian Dosen
Pemula tahun anggaran 2019.
DAFTAR PUSTAKA Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan
Desa Kabupaten Cianjur. 2016. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Cianjur untuk Periode Tahun Anggaran 2016-2021. Cianjur: DPMD.
Dunn, William, 2003. Analisis Kebijakan Publik. Jogjakarta : Gadjah Mada University.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur. 2015. Statistik Daerah Kecamatan Campaka 2015. ISSN: 3203.15.49, Katalog: 1102002.3203.110.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur. 2018. Kecamatan Campaka dalam Angka. ISSN: 32030.1826, Katalog: 1102001.3203110.
Listyawati, Ratih Novi, dkk. 2014. Evaluation of Energy Self-Sufficient Village by Means of EmergyIndices. Procedia Environmental Sciences 20 ( 2014 ) 30 – 39. 4th International
PUBLIKAUMA, Jurnal Ilmu Administrasi Publik 7 (1) (2019): 26-41
41
Conference on Sustainable Future for Human Security, SustaiN 2013.
Pemerintah Propinsi Jawa Tengah. 2019. Sosialisasi Lomba Desa Mandiri Energi Propinsi Jawa Tengah. Semarang: Tim Juri Lomba Desa Mandiri Energi.
Prihutama, Faiz Akbar dkk. 2017. Pemanfaatan Biogas sebagai Energi Alternatif Ramah Lingkungan Daerah Desa Monggol, Kabupaten Gunung Kidul. SNITT-Politeknik Negeri Balikpapan 2017: ISBN:978-602-51450-0-1.
Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Taufiq, dkk. 2016. Sistem Pengembangan “Desa Mandiri Energi” (DME) di Desa Sumber Bendo, Saradan Kabupaten Madiun. Jurnal Keteknikan Permintan service dan Biosistem (Volumr 4 no2), p 236 sd 125.
Taufiq, Ahmad dan Purwoko. 2013. Identifikasi Desa Mandiri Energi. Jurnal Ilmu Sosial. , vol. 12, no. 1, pp. 1-15, Feb. 2016. https://doi.org/10.14710/jis.12.1.2013.1-15.
Wahyudi, Jatmiko, Tb. Benito Achmad Kurnani, dan Joy Clancy. 2015. Biogas Production in Dairy Farming in Indonesia: A Challenge for Sustainability. International Journal of Renewable Energy Development, vol. 4, no. 3, pp. 219-226, Oct. 2015
Widodo, Joko. 2009. Analisis Kebijakan Publik (Konsep dan Apikasi Analisis Proses Kebijakan Publik). Bayumedia:Malang.
Widyaninsih Wiwien. 2014. Partisipasi Masyarakat Melalui Desa Mandiri
Energi Berbasis Biogas Limbah Ternak Sapi Di Haurngombong Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang. Jurnal Ilmu Administrasi Volume XI Nomor 1: 28-51.
Wijayanti, Okta Evi. 2017. Analisis Kinerja Program: Dampak Pelaksanaan Program Desa Mandiri Energi (DME) Berbaisis Biogas dalam Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Pengguna Biogas di Desa Purworejo Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar. Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik, 5(1), 1-7.
Wiyono, Gandjar.2014. Pelaksanaan
Program Desa Mandiri Energi
Berbasis Biogas dalam Rangka
Pemberdayaan Masyarakat di Desa
Sidomulyo, Kecamatan Pagerwojo,
Kabupaten Tulungagung. Jurnal
Administrasi Publik, 2 (5). Retrieved
from
http://administrasipublik.studentjourn
al.ub.ac.id/index.php/jap/article/view/
465