ETIKA BERBISNIS DALAM PERSPEKTIF HADIS: STUDI
ATAS HADIS TENTANG IḤTIKĀR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh:
SYARIFATUNNISA
NIM. 1110034000110
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2014 M
i
-- *!
I
Li'
ETIKA BERBISNIS DALAM PERSPEKTIF, HADIS: STUDI
ATAS IIADIS TENTATIG IHTIKAR
Skripsi
Skripsi Ini Iliajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Theologi titam ( S.Th.I )
OIeh:I
Svarifatunnisai:
FIIM: U10034000110
Disetujui OIeh
Pembimbing:
NIP : 19650817 200003 I 00I
JURUSAN TAFSIR TIADIS
I.'AKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1436 H t2014 M
,i\.:
LEMBARPERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
Nama
NIM
Fakultas/Jurusan
Judul Skripsi
Syarifatunnisa
1110034000110
: Ushuluddin/TafsirHadis
: Etika Berbisnis Dalam Perspektif Hadis: Studi Atas Hadis Tentang
Ihtikar
Dengan kesadaran dan tanggung jawab yang besar terhadap pengembangan keilmuan,
penulis menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
J.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hiday,ullah.
Jakarta,l8 Desember 2014
2.
Syarifatunnisa.
PENGESAHAII PAI\ITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul ETIKA BISMS PERSPEKTIF HADIS: STUDI ATAS HADIS
TENTANG IIITIKAR, telah diujikan di dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 18 Desember 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (Sl) pada Jurusan Tafsir
Hadis.
Ketua Merangkap Anggota,
Jakarta, 18 Desernber 2014
Sekretaris Merangkap Anggota,
hn^fi,fi tt2-V* t
Jauhar Azizy. MANrP. 19820821 200801 1 012
Anggota
Dr. M. Suryadirfita, M.-ANrP. 19600908 198903 1 005
hammhd Edtkhi- MA700t12 199603 2 401 9600902 198703 1 00r
Muhammad Zuhdi. M. AgNrP. 19650817 200003 1 001
i
ABSTRAK
Syarifatunnisa
“Etika Berbisnis Perspektif Hadis : Studi Atas Hadis Tentang Iḥtikār”. Dibawah
bimbingan Dr. Muhammad Zuhdi, M. Ag. Jakarta: Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Monopoli pasar dalam hadis sering diidentikan dengan perilaku iḥtikār yang diartikan
menimbun atau menahan. Walaupun tidak semua monopoli dan menimbun termasuk
kedalam iḥtikār. Tetapi tindakan iḥtikār sudah pasti ada usaha memonopoli dan
menimbun di dalamnya. Islam tidak melarang seseorang melakukan aktivitas bisnis,
baik dalam kondisi dia merupakan satu-satunya penjual (monopoli) ataupun ada
penjual lain. Islam juga tidak melarang seseorang menyimpan stock barang untuk
keperluan persediaan selama itu dalam koridor tidak merugikan orang banyak. Pada
dasarnya monopoli merupakan bahasa modern yang dikenal dengan perilaku
penguasaan pasar, atau menjual sendiri barang tertentu tanpa ada yang menyaingi.
Baik itu karena tidak ada yang dapat menyaingi, ataupun karena ditutupnya jalan
persaingan oleh seorang monopolis dengan caranya sendiri baik itu benar atau tidak.
Rasul mengatakan bahwa seseorang yang monopoli ataupun menimbun dengan
tujuan ihtikar akan mendapatkan hukuman kebangkrutan dan sebuah penyakit. karena
tindakan tersebut dapat merusak mekanisme pasar. Tindakan monopoli bisa
dikatakana ihtikar jika barang yang dimonopoli adalah barang yang memang benar-
benar dibutuhkan oleh masyarakat baik itu makanan ataupun minyak bumi. Maka
untuk menghindari hal merugikan itu seorang pebisnis perlu pempunyai sikap
toleransi untuk bisa lebih menghargai orang lain dan mekanisme pasar yang berlaku.
Disini penulis sengaja meneliti hadis tentang etika berbisnis yang bisa mencegah
terjadinya monopoli yang tidak beraturan seperti larangan iḥtikār. Agar dapat
mengetahui sejauh mana larangan tersebut berlaku, sehingga tidak menciptakan
kesalah fahaman terhadap masyarakat yang belum faham akan etika-etika bisnis
tersebut. Dan guna menciptakan bisnis yang baik, solid, dan menciptakan persaingan
bisnis yang sehat tanpa adanya saling menghabisi lahan antar pebisnis. Penelitian
yang digunakan adalah library reseach dimana penjelasannya ada di dalam skripsi.
Penelitian ini telah menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan para pembaca akan
maksud bagaimana hadis berbicara tentang monopoli dan menimbun bisa dikatakan
iḥtikār.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Berkat rahmat, hidayah beserta
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan penuh keyakinan bahwa
skripsi ini akan bermanfaat bagi penulis dan para pembacanya, āmîn.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada nabi kita
Muhammad SAW. Yang telah membenarkan, menerangkan, dan meluruskan jalan-
jalan menuju kebahagian dunia maupun akhirat.
Terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang berpartisipasi dalam
penulisan skripsi ini. Ungkapan terimakasih ini penulis sampaikan kepada:
1. Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, bapak Prof. Dr.
Masri Mansoer, MA beserta jajarannya
2. Ketua Jurusan Tafsir Hadis, ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M. Ag, beserta
jajarannya
3. Bapak Muhammad Zuhdi, M. Ag, selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah memberikan saran-saran dan arahan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
4. Seluruh Dosen Fakultas Usuluddin UIN Syarif Hidayatullah, yang telah
memberikan ilmunya yang sangat bermanfaat kepada penulis.
5. Pimpinan beserta seluruh staf akademik Fakultas Ushuludin juga
Pimpinan beserta seluruh staf Akademik Pusat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
6. Pimpinan beserta staf Perpustakaan Fakultas Ushuludddin dan
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang membantu
penulis dalam pencarian referensi.
7. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai, ayahanda tercinta Apa H. Aep
Saepulloh dan Ibunda tercinta Mamah Hj. Iis Hasanah yang selalu
iii
mendukung, mendo‟akan, menasihati dan memperhatikan kondisi
anaknya. Memberikan, semua yang berguna baik moril ataupun materil.
Juga selalu mendidik anaknya dari kecil, baik jarak jauh maupun dekat
agar anaknya sehat lahir maupun batin. Sehingga, apa yang orang tua
penulis berikan untuk membentuk penulis agar menjadi anak yang
berbakti dan berguna.
8. Saudara/i yang penulis cintai, yang selalu memberikan dukungan dan
kebahagiaan untuk penulis. Kakak-kakak penulis teh Weni Fitriani
Mawaddah dan a Ateng Jaelani, teh Ita Novitasari dan a Eman Suherman.
Juga untuk adik-adik penulis yaitu ujang Acef Fahmi Fauzi, ujang Asep
Manarul Hidayah, neng Azmi Restu Utami, neng Indah Riqatul Fu‟adah,
dan si bungsu ujang Muhammad Nazwan Najmul Munir. Dan juga untuk
keponakan-keponanakan teh Natisya dan de Adinda. Dan Seluruh anggota
keluarga H. Junaedi dan Bapak Hadori.
9. Sahabat hati penulis Muhammad Ruslan yang selama ini juga ikut
mendukung, mendo‟akan, mengingatkan, dan berusaha menyempatkan
waktunya di sela-sela kesibukan dalam pekerjaannya untuk membantu dan
memperhatikan kondisi penulis.
10. Sahabat-sahabat penulis yang selalu memberi semangat, saling berbagi
ilmu dan pengalamannya, anggota „cewek-cewek berbakat‟ dan „Para
Pencari Dosen‟ yaitu teman sekamar penulis Sa‟adatul Jannah, dan teman
seperjuangan dari sekolah sampai kuliah Ai Popon Fatimah dan Dede
Rihana, juga ditambah kehadiran teman-teman yang menambah warna
kebahagiaan dalam perjuangan belajar di Universitas tercinta Hani Hilyati
Ubaidah, Annisa, Ai Nurfatwa, Nurlaily, Noviyanti, dan Ina Nurjannah.
11. Para Pengajar beserta teman-teman angkatan 2008, 2009, 2011, dan
khususnya angkatan 2010 keluarga Mahasantri Pesantren Luhur
Sabilussalam.
iv
12. Teman-teman kelas Tafsir Hadis A,B,C dan special Class “D” Dani
Kamal, Ghozali, Inggit, Khafidzoh, Siti Marzuqoh, Ulfatunnajah dan yang
lainnya.
13. Sahabat/i PMII KOMFUSPERTUM Eneng Ima St Madihah, Danisi, bang
Helmy, bang Luthfi, Azzam, Dedi, Fauzi, Firman, Jumadi, Miftah, Angga,
Reza H, Jajang, beserta jajarannya.
14. Teman-teman KKN MENARA 2013, Ayu Safitri, Asih Lestari, Nida
Alawiyah, Ahmad Karomain, Eristia Mulyawan, Reza Zainuar Pahlevi,
Muhammad Qolbi, dan yang lainnya
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan yang juga ikut membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Teruntuk semua pihak di atas semoga dalam lindungan Allah SWT
dan apa yang diberikan kepada penulis dapat diterima dan dibalas oleh-Nya,
āmîn.
Jakarta, 18 Desember 2014
Penulis.
Syarifatunnisa
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
B be ب
T te ت
Ts Te dan es ث
J je ج
Ḥ H dengan titik bawah ح
Kh Ka dan ha خ
D de د
Dz de dan zet ذ
R er ر
Z zet ز
S es س
Sy Es dan ye ش
Ṣ Es dengan titik di bawah ص
ḏ De dengan garis di bawah ض
ṭ Te dengan titik di bawah ط
ẕ Zet dengan garis di bawah ظ
Koma terbalik di atas hadap kanan ، ع
Gh Ge dan ha غ
F ef ف
Q ki ق
K ka ك
L el ل
M em م
N en ن
W we و
H ha ه
A postrof ` ء
Y ye ي
Vokal Tunggal
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
--- --- A fatḫah
--- --- I Kasrah
--- --- U ḏammah
vi
Vokal Rangkap
TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan
ي --- --- Ai a dan i
و --- --- Au a dan u
Vokal Panjang
TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan
ا -- Ā a dengan garis di atas
ي -- Î i dengan topi di atas
و -- Û u dengan topi di atas
Kata Sandang
Kata sandang ال (alif lam ma’rifah) dengan al-, misalnya (القرأن) al-Qur’an.
Kata sandang ini menggunakan huruf kecil, kecuali bila berada pada awal kalimat.
Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau Tasydid dilambangkan dengan huruf ganda, misalnya al-
Muwatta’.
vii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………. i
PEDOMAN TRANSLITERASI………………………………………………. iv
ABSTRAK……………………………………………………………………… vi
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. vii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………… 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……………..…………. 7
C. Tinjauan Pustaka……………………………………………... 7
D. Tujuan dan Kegunaan Penulisan……………………………... 8
E. Metodologi penelitian……………….……………………….. 9
F. Sistematika Penulisan………………………………………… 10
BAB II. TINJAUAN UMUM MENGENAI IḤTIKĀR DAN ETIKA BISNIS
A. Pengertian Iḥtikār…………………………………………………… 13
B. Ciri dan Bentuk monopoli pasar……………………………… 18
viii
C. Pengertian Etika Bisnis……………………………………. 19
D. Macam-macam Etika Dalam Berbisnis…………………… 24
BAB III. HADIS-HADIS TENTANG IḤTIKĀR
A. Larangan Melakukan Iḥtikār……………….…………….. 32
B. Hukuman Bagi Orang Yang Melakukan Iḥtikār…………. 36
C. Jenis Barang Dagangan Yang Tidak Boleh Diiḥtikār…….. 41
D. Cara Menghindari Diri Dari Perilaku Iḥtikār………….….. 45
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………… 52
B. Saran………………………………………………………. 53
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 54
LAMPIRAN……………………………………………………………………. 59
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hadis merupakan salah satu sumber pokok dalam Islam setelah al-Qur‟ān.
Hadis juga sebagai penjelas al-Qur‟ān, agar manusia tahu dengan jelas bagaimana
cara melaksanakan perintah yang ada di dalam al-Qur‟ān, karena hadis berasal dari
Rasul dan Rasul merupakan panutan dalam pelaksanaan ibadah kepada Allah.
Firman-Nya dalam surat al-Nisā‟ : 59.
اهلل
اهلل باهلل
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya,
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur‟ān) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.1
Hadis dijadikan rujukan setelah al-Qur‟ān untuk seluruh umat muslim
termasuk salah satunya rujukan dalam hal bisnis. Dimana pemahaman bisnis
dewasa ini kebanyakan diukur hanya dari aspek materi semata, padahal ukuran
materi bukanlah segala-galanya. Seluruh aktivitas manusia dalam konteks bisnis
1 Al-Qur’ānul Karim dan Terjemahannya, (Bandung: MQS Publisying, 1987) h. 87.
2
sebenarnya masuk ke dalam salah satu cara untuk ibadah. Karena dengan cara
tersebut dapat memberikan pemahaman untuk kita bahwa usaha dan jerih payah
dalam berbisnis salah satunya dalam bentuk berdagang ataupun yang lainnya dapat
dilakukan dengan kejujuran dan keadilan. Inilah salah satu nilai ibadah yang ada di
dalam bisnis. 2
Bisnis merupakan segala bentuk kegiatan yang dilakukan untuk
kebutuhan manusia agar menghasilkan keuntungan untuk mencukupi biaya
hidupnya.
Nabi Muhammad Saw sebagai teladan telah mampu memposisikan
dirinya sebagai pelaku bisnis ideal yang jujur, adil, dan berkarakter perlu diikuti
oleh para pelaku bisnis era sekarang. Dimana sistem bisnis masa sekarang ini
penuh dengan kompetisi pasar yang ketat dan tak terkendali. Sehingga di luar
kendali mengabaikan norma-norma kebenaran (etika Islami)3, dan menyebabkan
ketidakseimbangan dalam pasar.
Ketidakseimbangan dalam pasar seperti monopoli yang tidak beraturan
biasanya terjadi karena kecurangan dengan cara menimbun barang dagangan yang
dibutuhkan sampai konsumen benar-benar sangat membutuhkannya, apabila
orang-orang telah menaikkan harga yang paling mahal maka mereka baru akan
mengeluarkan barang dagangannya tersebut dari tempat penyimpanannya (iḥtikār).
Hal itu biasanya dilakukan oleh seorang individu atau suatu kelompok produsen
2 Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, ( Bandung: Alfabeta, 2013 ) h. iii.
3 Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, ( Bandung: Alfabeta, 2013 ) h. v.
3
juga para pemasar dengan menyembunyikan barang dagangan dan tidak
menawarkannya kecuali harganya telah naik. 4 Hal ini jelas dapat menyebabkan
mekanisme pasar tersebut rusak dan tidak beraturan.
Padahal Allah Swt berfirman dalam Surat Al-Syu„arā ayat 1835:
فى الرض مفسدين اول ت بخشوأ الناس اشياءهم ول ت عث و “Janganlah kalian kurangi apa-apa yang menjadi hak orang lain, dan jangan pula
membuat kerusakan di muka bumi.”
Dan Rasulullah SAW bersabda 6:
ث نا سليمان ي عني ابن بلل عن يحيى وهو ابن ث نا عبد الله بن مسلمة بن ق عنب حد ان حد سعيد قال 7من احتكر ف هو خاطئ المسيب يحدث أن معمرا قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم سعيد بن
Telah menceritakan kepada kami „Abdullah Ibn Maslamah Ibn Qa‟nab telah
menceritakan kepada kami Sulaiman yaitu Ibnu Bilāl dari Yahyā yaitu Ibnu Sa‟îd-
dia berkata, Sa‟îd Ibn Musayyab menceritakan bahwa Ma‟mar berkata, Rasulullah
syallallahu „alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menimbun barang, maka dia
berdosa."
4 Didin hafidhuddin dkk, Peran nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, ( Jakarta:
Robbani Press, 1995 ) h. 285 5 Al-Qur’ān al-Karim dan Terjemahannya, (Bandung: MQS Publisying, 1987) h. 374.
6 Abu al-Ḥusain Muslim bin Hajjāj ibn Muslim al-Qusyairî Al-Naisaburî, Jamî’ al-Syahih
, ( Beirut: Dâr al-fikr ) h. 754
Diriwayatkan bahwa „Umar Ibn Khaṭab keluar bersama dengan para sahabat, lalu ia
melihat makanan yang sangat banyak yang di letakkan di gerbang pintu masuk kota Makkāh, lalu
ia bertanya: makanan apa ini?. Mereka menjawab: dagangan untuk kita. Lalu ia berkata: semoga
Allah memberkahi barang dagangan ini dan orang yang menjualnya. Dikatakan kepadanya:
sesungguhnya ini adalah barang timbunan ia bertanya: siapa yang menimbunnya?. Lalu menjawab:
Si Fulān, budak „Utsmān dan si fulān budak anda. Maka ia memanggil keduanya bertanya: apa
yang membuat kalian menimbun makanan kaum muslimin? Keduanya menjawab: kami membeli
dengan harta kami, dan kami menjualnya. „Umar berkata: aku mendengar Rasululah SAW
bersabda : “barang siapa yang menimbun makanan kaum muslimin, maka ia tidak akan mati hingga
Allah menimpakan kepadanya penyakit lepra dan kebangkrutan. Dan Rasulullah SAW juga
bersabda: Importir yang mendapatkan rezeki (berkah). Sedangkan orang yang menimbun barang
akan di laknat. 7 Al-Imam Abî Husain Muslim bin Al-Hajjāj Al-Qussyairî Al-Na‟Isā bûrî, Syahîh
Muslîm, ( Al-Qāhiroh: Maktabah Al-Sakafa Al-Dinaya, 2009) h. 417.
4
Ibn Qudamah mengatakan bahwa Sa‟îd Ibn Al-Musayyab seorang Tabi‟în
kalangan tua yang juga meriwayatlkan hadis ini dari Ma‟mar, pernah menimbun
minyak nabati.8
Akan tetapi Al-Syaukānî mengatakan bahwa hadis di atas konteksnya
adalah haramnya menahan (menimbun) barang dagangan tanpa membedakan
apakah itu makanan manusia ataupun makanan ternak.9 Jadi, menurutnya segala
bentuk makanan manusia jika ditimbun tetap tidak boleh karena penimbunan jelas
menjadi salah satu penyebab iḥtikār.
Hadis di atas adalah salah satu hadis etika bisnis. Dimana di dalamnya
terdapat larangan terhadap perilaku iḥtikār. Dan hal itu terjadi apabila seseoarang
menimbun disaat masyarakat benar-benar membutuhkan barang yang dimonopoli
tersebut. Lalu bagaimana statusnya penahanan ataupun penimbunan yang
dilakukan disaat barang dagangan itu tidak sangat dibutuhkan dan pasar tetap
teratur?
Sebagai seorang muslim, kita telah diajarkan banyak etika oleh nabi
dalam hal apapun, termasuk salah satunya dalam cara bisnis dagang yang baik.
Menciptakan bisnis yang terhindar dari perilaku ihtikār dengan sikap saling
menyayangi pada kebaikan satu sama lain (toleransi). Sehingga, apa yang
8 Ansyari Taslim, terj. Al-Mughnî (Ibnu Qudamah), ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2008) h.
753. 9 Muhammad Ibn „Alî Ibn Muhammad Al-Syaukānî, Nail Al-Auṭār, ( Beirut: Dār Ehia
al-Touraṭ al-„Arabî, 1999 ) h. 244. Terj. Amir Hamzah dkk , terj.Ringkasan Nail al-Authār, (
Jakarta: Pustaka Azzam, 2006 ) h. 106.
5
dilakukan oleh seorang pebisnis itu tidak merugikan dirinya sendiri dan orang
banyak. Maka cara menciptakan pasar yang adil dan seimbang adalah dengan
menghargai kehadiran satu sama lain.
Rasulullah SAW bersabda10
:
ث نا أبو غسان محمد بن مطرف قال حدثني محمد بن المنك ث نا علي بن عياش حد در عن جابر بن عبد حدهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال الله رجل سمحا إذا باع وإذا اشت رى رحم الله رضي الله عن
11وإذا اق تضى
Telah menceritakan kepada kami „Alî Ibn „Ayyasy telah menceritakan kepada
kami Abû Ghossān Muhammad Ibn Muṭorrif berkata, telah menceritakan kepada
saya Muhammad Ibn Al Munkadir dari Jābir Ibn „Abdullah radliallahu „anhu
bahwa Rasulullah syallallahu „alaihi wasallam bersabda: "Allah merahmati orang
yang memudahkan ketika menjual dan membeli dan juga orang yang meminta
haknya"
Keseimbangan dapat tercipta apabila dalam pemasaran bisnis tidak ada
yang dizalimi dan tidak adanya distorsi pasar12
, dimana hal itulah yang
10 Abû „Abdullah Muhammad bin Ismā„il bin Ibrāhîm Al-Bukhārî, Al-Jāmi’ al-Bukhāri
(Sahih al-Bukhāri), (Bairut: Dār al-Fikr)
ث نا عمرو ث نا أبو غسان محمد بن حد ث نا أبي حد ثير بن دينار الحمصي حد مطرف عن محمد بن عثمان بن سعيد بن سلم رحم الله عبدا سمحا إذا باع سمحا إذا بن المنكدر عن جابر بن عبد الله قال قال رسول الله صلى الله عليه و
اشت رى سمحا إذا اق تضى
Ibnu Majjah juga meriwayatkan: Telah menceritakan kepada kami „ Amru bin „Utsman
bin Sa„îd bin Katsîr bin Dinār Al Himsyi berkata, telah menceritakan kepada kami Bapakku
berkata, telah menceritakan kepada kami Abû Ghassān Muhammad bin Muṭarrif dari Muhammad
bin Al Munkadir dari Jābir bin „Abdullah ia berkata, "Rasulullah sallallahu „alaihi wasallam
bersabda: "Allah menyayangi seorang hamba yang murah hati jika berjualan, bermurah hati jika
membeli dan bermurah hati jika memutuskan."
Imām Abî „Abdillah Muhammad ibn Zayd Al-Qazwîni, Sunan Ibn Mājah Jilid 3,
(Al-Qahiroh: Dār Ibn Haitsam:2005 ) h. 20. 11
Abû „Abdullah Muhammad bin Ismā‟il bin Ibrāhim Al-Bukhārî, Al-Jamî„ al-Bukhāri
(Ṣahîh al-Bukhāri), ( Bairut: Dār al-Fikr) h. 391 12
Adiwarman A. karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007 ) h. 6.
6
menyebabkan rusaknya mekanisme pasar yang dapat merugikan orang banyak.
Artinya tingkat keseimbangan yang terbebas dari distorsi pasar akan menjamin
tingkat keadilan.13
Pertanyaan yang cukup signifikan yaitu pertanyaan yang muncul ketika
melihat para pebisnis muslim yang berpengalaman. Mereka bertransaksi dengan
cara yang tidak islami (ẕalim). Kemudian ada yang mengambil keuntungan dengan
cara yang baṭil. Seperti, memilih bersaing dalam dunia bisnis modern yang banyak
menganut sistem pasar kapitalis dari pada mengikuti sistem pasar Islami. Mereka
lebih mementingkan keuntungan dunia, tanpa memikirkan keberkahan dari
bisnisnya tersebut yang juga akan menguuntungkannya di akhirat.
Sebagaimana dijelaskan beberapa penjelasan dan masalah-masalah di
atas, maka disini penulis merasa perlu melakukan penelitian kualitatif mengenai
sistem bisnis yang beretika khususnya tentang praktek iḥtikār, dengan tujuan
upaya memberikan kesadaran dan membantu membawa kembali bentuk bisnis
yang beretika islami, guna memberikan sedikit informasi akan bebisnis yang bisa
menjadi kebaikan di dunia dan akhirat. Maka penulis ingin menyusun skripsi
dengan judul “ETIKA BERBISNIS PERSPEKTIF HADIS: STUDI ATAS
HADIS TENTANG IḤTIKĀR”.
Distorsi pasar adalah ketidak seimbangan pasar yang disebabkan oleh setiap
tindakan perekonomian yang tidak diperbolehkan dalam islam
13
Adiwarman A. karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT.
RajaGrafindo persada, 2007 ) h. 6.
7
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Untuk Pembatasan masalah penulis akan mengamati beberapa hadis dari
Kutub al-Tis’ah yaitu hadis-hadis tentang iḥtikār, yang diantaranya hadis tentang
larangan melakukan iḥtikār riwayat Abû Daûd, Hadis tentang hukuman bagi
pelaku iḥtikār riwayat Ahmad Ibn Hanbal, Jenis makanan yang tidak boleh di
iḥtikār riwayat yang juga riwayat Ahmad Ibn Hanbal, dan satu lagi hadis tentang
salah satu sifat yang dapat menghindari diri dari perilaku iḥtikār yaitu hadis
tentang toleransi hadis riwayat al- Bukhārî, dalam hadis tentang toleransi ini
seluruhnya akan berfokus kepada pembahasan tentang sikap samhan anta penjual
dan pembeli. Pencarian hadis melalui kamus hadis al-Mu’jam al-Mufaḥras
dibantu dengan pencarian digital Lidwa Sembilan Imam Hadis.
Dengan perumusan masalahnya yaitu, “bagaimana menimbun ataupun
monopoli yang termasuk ke dalam kategori iḥtikār menurut hadis?”
C. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan hasil penulususran yang saya dapatkan, ada tesis yang ditulis
oleh Hilman Muharam tahun 2005 dengan judul “Etika Bisnis Perspektif Hadis”
di dalamnya membahas tentang beberapa hadis dari al-Kutûb al-Sittah mengenai
etika bisnis. Selain itu di dalam tesisnya pun begitu lengkap membahas beberapa
hadis yang berhubungan dengan etika bisnis dari berbgai macam bentuk bisnis
terutama bisnis yang berkaitan erat dengan masalah jual beli dalam pasar.
8
Di dalam tesis tersebut secara garis besar menjelaskan semua hadis yang
berkaitan dengan etika bisnis dalam hadis, salah satunya yaitu membahas tentang
hadis yang berkaitan erat dengan praktik monopoli pasar. Akan tetapi di dalam
penulisan tesis tersebut, tidak spesifik kepada salah satu bisnis termasuk juga tidak
membahas monopoli dan tidak spesifik membahas tentang praktik-praktik yang
termasuk kepada monopoli. Karena pembahasan di dalam tesisnya rata membahas
semua hadis tentang etika bisnis dari semua bentuk bisnis secara umum.
Sebagaimana sudah dijelaskan di atas, maka disini penulis akan
menekankan pembahasan hadis-hadis etika bisnis ini lebih kepada hadis-hadis
yang sangat dekat kaitannya dengan prilaku monopoli pasar secara spesifik.
D. Tujuan dan Kegunaan Penulisan
Tujuan Penulisannya yaitu: untuk menyebutkan hadis-hadis yang
berkaitan dengan iḥtikār untuk kemudian di paparkan maksudnya.
Adapun kegunaan penulisan ini diantaranya:
1. Secara akademik, penelitian ini bisa memberikan pencerahan untuk
masyarakat dan bermanfaat sehingga dapat di jadikan sedikit panduan dalam
kegiatan ataupun aktifitas mereka dalam berbisnis.
2. Sebagai syarat memperoleh gelar Strata-1 bidang Theologi Islam pada
program studi Tafsir Hadis di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
9
E. Metodologi Penelitian
Dalam menulis skripsi ini penulis akan menggunakan metode penelitian
kualitatif, dimana untuk langkah-langkahnnya yaitu:
1. Metode Pengumpulan Data
Penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library research) dengan
mengumpulkan sumber-sumber data dari bahan-bahan tertulis. Seperti hadis-
hadistentang iḥtikār, yang diantaranya hadis tentang larangan melakukan iḥtikār
riwayat Abû Daûd, Hadis tentang hukuman bagi pelaku iḥtikār riwayat Ahmad Ibn
Hanbal, Jenis makanan yang tidak boleh di iḥtikār riwayat yang juga riwayat
Ahmad Ibn Hanbal, dan satu lagi hadis tentang salah satu sifat yang dapat
menghindari diri dari perilaku iḥtikār yaitu hadis tentang toleransi hadis riwayat
al- Bukhārî dimana yang akan dibahas dalam hadis ini adalah toleransi antar
penjual, dan toleransi antar pembeli. Pencarian hadis melalui kamus hadis al-
Mu’jam al-Mufaḥras dibantu dengan pencarian digital Lidwa Sembilan Imam
Hadis, Syarh Hadis ( Fath al-Bārî, Nail al-Auṭār, al-mughnî, dan lainnya ), Kamus
Umum Bahasa Arab dan Indonesia juga menggunakan buku-buku Ilmu
Pengetahuan Agama Islam maupun Ilmu Pengetahuan Umum bidang Ekonomi
yang berkaitan dengan topik pembahasan.
Metode kajian yang digunakan adalah tematik. Dimana kajian penelitian
tematik ini adalah mengumpulkan hadis-hadis yang terkait dengan satu topik atau
satu tujuan kemudian disusun sesuai dengan sabab wurudnya dan pemahamannya
10
yang disertai dengan penjelasan, pengungkapan dan penafsiran tentang masalah
tertentu tersebut. 14
2. Metode Pembahasan
Untuk pembahasannya, penulis akan mengambil beberapa hadis dari
banyaknya hadis-hadis tentang etika berbisnis yang sangat dekat kaitannya dengan
monopoli, mendeskripsikan hadis-hadis tentang monopoli pasar kemudian di
analisis berdasarkan pada tema. Karena itu dalam metode pembahasan digunakan
metode deskripsi-analisis.
3. Metode Penulisan
Untuk metode penulisannya akan mengacu kepada buku Pedoman
Akademik Fakultas Usyuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2010/2011.
F. Sistematika Penelitian
Untuk memudahkan pembahasan penulis membagi pembahsan ini ke
dalam empat bab yang di antaranya:
BAB I, Pendahuluan, Merupakan bab yang akan menentukan isi dan
konsep penyusunan skripsi ini. Pembahasannya terdiri dari latar belakang masalah,
batasan dan rumusan masalahnya, tinjauan pustaka membadndingkan tulisan
14
Abdul hay al-Farmawi, al-Biydah fi al-Tafsir al-Maudu’I Dirasah Manhajiyah
Maudu’iyyah. Terj. Rosehan Anwar dan Maman Abdul Jalil, Metode Tafsir Maudhui, (Bandung,
Pustaka Setia, 2002 ) h. 44.
11
penulis dengan tulisan yang di buat oleh penulis lain dalam karyanya, tujuan dan
kegunaan penulisan, metodologi penelitian yang di gunakan dalam penyusunsan,
serta sistematika penulisan.
BAB II, Tinjauan Umum Mengenai Iḥtikār Dan Etika Bisnis.
Pembahasannya terdiri dari beberapa pengertian yang diantaranya yaitu:
Pertama, Pengertian dari Iḥtikār isinya beberapa teori yang berkaitan dengan
tentang Iḥtikār seperti maksud dari Iḥtikār itu sendiri, monopoli, dan pasar. Agar
mengetahui maksud dari kata-kata yang akan di bahas dan setelah pengertiannya
baru akan di sebutkan Ciri dan Bentuk Monopoli.
Kedua, Pengertian dari Etika Bisnis dimana penjelasannya di urutkan dari
pengertian etika dan pengertian bisnis, dan Macam-Macam Etika Bisnis.
BAB III, Hadis-Hadis Tentang Iḥtikār. Berisikan hadis-hadis yang
berkaitan dengan monopoli menggunakan metode tematik. Yang akan dibahas
tersebut diantaranya yaitu Hadis Tentang Larangan Melakukan Iḥtikār untuk
peringatan awal tentang perilaku Iḥtikār yang diakibatkan oleh adanya monopoli
yang tidak beraturan, setelah mengetahui peringatannya, hadis selanjutnya adalah
peringatan bagi yang melanggarnya yaitu Hukuman Bagi Orang Yang Melakukan
Iḥtikār, dan informasi mengenai Jenis Barang Dagangan Yang Tidak Boleh
Diiḥtikār, dan satu lagi hadis tentang toleransi merupakan hadis yang sangat
berkaitan dengan iḥtikār agar dapat ditumbukan dalam jiwa pebisnis untuk
menjauhkan diri dari perilaku iḥtikār, dalam hadis tersebut yang akan sebagian
besar di jelaskan adalah toleransi antara penjual dan pembelinya.
12
BAB IV, Penutup, yang terdiri dari kesimpulan, menjawab rumusan
masalah pada pendahuluan sebagaimana penjelasan dalam skripsi, dan saran untuk
para pembaca skripsi.
13
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI IḤTIKĀR DAN ETIKA BISNIS
A. Pengertian Iḥtikār
Kata احتكر artinya menyimpan, menumpuk-numpuk barang1, menahan
2.
Ada juga kalangan ekonom yang mengartikan langsung kata Iḥtikār dengan
monopoli.3
Iḥtikār ini seringkali diterjemahkan sebagai monopoli dan atau
penimbunan. Padahal sebenarnya tidak semua bentuk monopoli atau penimbunan
dibahasakan iḥtikār. Dalam Islam siapapun boleh bebisnis tanpa peduli apakah dia
satu-satunya penjual (monopoli) atau ada penjual lain. Menyimpan barang untuk
keperluan persediaanpun tidak dipermasalahkan dan malah diperbolehkan. Karena
yang tidak diperbolehkan adalah iḥtikār.4
Monopoli dalam kamus bahasa Indonesia artinya berdagang sendiri
(orang lain atau kongsi lain tidak boleh ikut serta), hak tunggal yang diberikan
kepada seseorang atau segolongan saja5. Dalam Undang-undang No. 5 tahun 1999
tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, monopoli di
definisikan sebagai suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
1 Mahmud Yunus, kamus Arab-Indonesia, ( Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1989) h. 106.
2 Adib Bisri dan Munawwir A. Fatah, Kamus Indonesia-Arab Arab-Indonesia Al-Bisri, (
Surabaya: Pustaka Progressif, 199 ) h. 127. 3 Adiwarman A. karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo
persada, 2007 ) h. 294. 4 Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2007 ) h. 185. 5 Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi ketiga pusat bahasa departemen pendidikan
nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006) h. 774.
14
barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok
usaha.6
Sedangkan dalam bukunya Adiwarman A Karim mengatakan bahwa
monopoli secara harfiah berarti di pasar hanya ada satu penjual. Frank Fisher
menjelaskan kekuatan monopoli sebagai kemampuan bertindak (dalam
menentukan harga ) dengan caranya sendiri, sedangkan Besanko menjelaskan
monopoli sebagai penjual yang menghadapi kecil atau tidak ada persaingan.7
Iḥtikār dilarang karena seorang muḥtakir mengambil keuntungan selalu
diatas keuntungan normal yang berlaku pada saat itu, dengan cara menjual sedikit
barang untuk mendapatkan harga yang tinggi, atau monopoli yang tidak beraturan
(iḥtikār) disebut dengan monopoly’s rent-seeking.8
Monopoli adalah suatu praktek dalam bisnis di mana hanya ada satu
pelaku atau satu kelompok yang menguasai atas produksi dan pemasaran barang
tertentu.
Monopoli pasar mungkin jarang sekali kita dengar, tapi adanya monopli
barang dagangan dalam pasar sering kita temukan. Yang terkenal dalam dunia
pemasaran jaman sekarang adalah adanya Pasar monopoli yang mana monopoli itu
sendiri dari bahasa Yunani: monos, satu dan polein, menjual adalah suatu
6 Surya Vahdiantara, skripsi: Monopoli PT. Jamsostek (Persero) Pada Asuransi Jaminan
Sosial Tenaga Kerja Ditinjau Dari Konsep Islam Mengenai Takaful Al-Ijtima„I (2012) h. 37. Buku
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002) h. 12. 7 Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2007 ) h. 173. 8 Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2007 ) h. 185.
15
bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu
harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai
"monopolis". 9
Dalam kenyataannya banyak yang sering menerjemahkan langsung
monopoli ini dengan prilaku yang menyimpang dan tidak selaras dengan aturan
yang berlaku, walaupun tidak semua bentuk monopoli itu menyimpang.
Sudah lumrah di dalam pasar ada beberapa penjual yang sama barang
dagangannya di dalam pasar tersebut. Mereka bersaing dengan berbagai cara
berjualan mereka, untuk mendapatkan pelanggan yang banyak agar barang
dagangannya laku keras bshkan tidak peduli itu halalatau haram. Sehingga dalam
pembagian bentuknyapun pun pasar terdiri dari pasar bersaing sempurna dan pasar
bersaing tidak sempurna. Di mana maksud dari pasar itu sendiri dalam kamus
bahasa Indonesia artinya tempat orang berjual beli, tempat berjual beli yang
diadakan oleh perkumpulan.10
Adapun pasar menurut kajian ekonomi memiliki pengertian yaitu suatu
tempat atau proses interaksi antara penjual dan pembeli dari suatu barang/jasa
tertentu, sehingga akhirnya dapat menetapkan harga keseimbangan (harga pasar)
dan jumlah yang diperdagangkan. Jadi setiap proses yang mempertemukan antara
9 Wikipedia, “monopoli dalam pasar”, diakses pada tanggal 27 0ktober 2014 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_monopoli 10
Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi ketiga pusat bahasa departemen pendidikan
nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006) h. 846.
16
pembeli dan penjual, maka akan membentuk harga yang disepakati antara pembeli
dan penjual. 11
Sedangkan menurut Adiwarman A Karim Pasar adalah tempat atau
keadaan yang mempertemukan antara permintaan (pembeli) dan penawaran
(penjual) untuk setiap jenis barang, jasa atau sumber daya. 12
Struktur pasar memiliki pengertian penggolongan produsen kepada
beberapa bentuk pasar berdasarkan pada ciri-ciri seperti jenis produk yang
dihasilkan, banyaknya perusahaan dalam industri, mudah tidaknya keluar atau
masuk ke dalam industri dan peranan iklan dalam kegiatan. Pada analisis ekonomi,
hal ini dibedakan menjadi pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak
sempurna, di mana pasar persaingan tidak sempurna terdiri dari pasar monopoli,
pasar monopolistik13
, dan pasar oligopoli14
.15
.
Pasar persaingan sempurna adalah suatu bentuk interaksi antara penjual
dan pembeli di mana jumlah penjual dan pembeli sedemikian rupa banyaknya dan
tidak terbatas.16
Dan dalam pasar ini sedikit sekali kesempatan seseorang untuk
11
Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam , ( Malang: UIN-Malang Press,
2008 ) h. 205. 12
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam cetakan kedua, ( Jakarta: IIIT Indonesia,
2003 ) h. 81.
Monopolistik adalah suatu bentuk interaksi antara penjual dan pembeli Diana terdapat
sejumlah besar penjual yang menawarkan barang yang sama. 14
Oligopoli adalah keadaan di mana hanya ada beberapa penjual yang menguasai pasar
baik secara idependen maupun secara diam-diam.
Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam. ( Malang : UIN Malang Press, 2008 )
h. 218, 226. 15
Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, ( Malang: UIN-Malang Press, 2008
) h. 206. 16
Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, ( Malang: UIN-Malang Press, 2008
) h. 206.
17
memonopoli barang dagangannya, termasuk sedikitnya kesempatan seseorang
untuk melakkukan Iḥtikār
Berarti karena banyak penjual jadi seorang pembeli mempunyai banyak
pilihan dan penjualpun punya hak untuk menjualkan barang yang sama tanpa ada
batasan khusus dengan menggunakan harga yang berlaku di pasar.
Sedangkan pasar bersaing tidak sempurna terjadi karena
terdiferensiasinya produk yang dijual memberikan peluang bagi penjual untuk
menjual barangnya dengan harga yang berbeda dengan barang lain yang ada di
pasar.17
Dan pedagang lain mempunyai kesulitan untuk bebas keluar masuk pasar,
sehingga konsumen pun tidak mempunyai banyak pilihan. Dengan cara yang
seperti itu bisa membuka kesempatan seseorang untuk melakukan praktek Iḥtikār.
Jika seorang pengusaha ingin berbisnis dan ingin terjun ke dalam pasar
persaingan tidak sempurna itu bisa saja, tapi tetap saja harus mempunyai modal
yang besar dan mental yang kuat dalam pemasaran persaingan tidak sempurna.
Karena tidak mudah pengusaha baru masuk dalam pasar persaingan tidak
sempurna ini, melihat banyak sekali perusahaan yang lebih dulu maju dan lebih
besar sudah ada dalam pasar tersebut.
Tetapi perlu diingat lagi bahwa Islam tidak memperbolehkan transaksi
ataupun prilaku hal-hal yang bisa merugikan orang lain dengan cara yang baṭil.
Jika pasar persaingan tidak sempurna itu terdapat unsur-unsur yang merugikan
khalayak banyak maka tidak diperkenankan seorang muslim masuk kedalam
17
Adiwarman A. karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT.
RajaGrafindo persada, 2007 ) h. 170.
18
persaingan yang tidak sehat tersebut karena walaupun keuntungannya mungkin
bisa melimpah, tapi karena kebaṭilannyalah keberkahan dalam berbisnis tersebut
menjadi berkurang.
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan
atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan
diproduksi. Semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang
tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu
keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka
orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang
subtitusi (pengganti) produk tersebut atau lebih buruk lagi mencarinya di pasar
gelap (black market).18
Jadi, Iḥtikār maksudnya menahan suatu barang agar langka dipasaran dan
menjadi mahal harganya. Yang tersurat dari hadis Al-Imam Muslim adalah bahwa
menimbun bahan makanan dan juga lainnya adalah terlarang.19
Adapun monopoli
tidak akan termasuk Iḥtikār selama jalur mekanisme pasar itu baik, yaitu pembeli
dan penjual seimbang banyaknya. Seimbang dalam artian pembeli tidak kesusahan
untuk mendapatkan barang yang dibutuhkannya dengan harga yang wajar karena
tidak hanya terdapat pada satu penjual saja.
18
Wikipedia, “monopoli dalam pasar”, diakses pada tanggal 27 0ktober 2014 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_monopoli 19
Imam Saefudin, Sistem, Prinsip Dan Tujuan Ekonomi Islam, ( Bandung : CV. Pustaka
Setia, 1999 ) h. h. 229.
19
B. Ciri dan bentuk monopoli Pasar
Ada beberapa argument yang dapat disampaikan terkait bentuk monopoli
yang secara alamiahnya ada dan tidak berdampak perilaku iḥtikār, yaitu: 20
a) Monopoli yang dapat terwujud dari pemberian hak paten oleh Negara. Selain itu
ada pula monopoli yang dikenal dengan trade secret, yakni monopoli yang
terjadi karena teknologi rahasianya yang tidak dapat diikuti oleh produk lain,
sehingga tanpa harus mendapat pengakuan dari Negara teknologi ini sudah bisa
memonopoli dengan sendirinya.
b) Monopoli yang terjadi karena pemberian Negara. Di Indonesia hal ini sangat
jelas dan dapat di lihat dalam pelaksanaan Undang-undang dasar pasal 33 ayat 2
dan 3. Yaitu Pasal 33 UUD 1945 merupakan salah satu undang-undang yang
mengatur tentang Pengertian Perekonomian, Pemanfaatan SDA, dan Prinsip
Perekonomian Nasional, yang bunyinya sebagai berikut: ayat 2 “cabang-cabang
produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh Negara”. Ayat 3 “ bumi, air dan kekayaan alam yang
terkadnung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat”.21
c) Monopoli yang terjadi karena berbagai faktor, sehingga penilaian bentuk pasar
pada suatu daerah akan sangat mempengaruhi terbentuknya monopoli.
Lebih lanjut, Masyhuri menjelaskan mengenai ciri-ciri monopoli yakni:22
20
Masyhuri, Ekonomi Mikro, ( Malang: UIN Malang Press, 2007) h. 213. 21
Si Mbah “Undang-Undang Pasal 33 ayat 2 dan 3” diakses tanggal 12 desember 2014,
dari http://www.si-pedia.com/2014/03/bunyi-pasal-33-uud-1945-1-5-dan-pembahasannya.html 22
Masyhuri, Ekonomi Mikro, ( Malang: UIN Malang Press, 2007) h. 213
20
a. Hanya ada satu penjual;
b. Tidak ada barang substitusi yang dekat;
c. Sangat sulitnya penjual (usaha) baru barang tertentu masuk masuk..
C. Pengertian Etika Bisnis
Pengertian Etika Bisnis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, paling
tidak ada tiga pengertian, sebagai berikut: pertama, ilmu tentang apa yang baik
dan tentang apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlaq); kedua,
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlaq; ketiga, nilai mengenai
benar dan salah yang dianut suatu golongan masyarakat. 23
Etika juga berasal dari
bahasa yunani yaitu ethos, yang berarti adat istiadat atau kebiasaan . 24
Menelusuri asal usul etika tak lepas dari asli katanya yaitu ethos dalam
bahasa yunani yang berarti kebiasaan (custom) atau karakter (character). Dalam
kata lain berarti “ṭe distinguiṣing character, sentiment, moral nature, or guiding
beliefs of a person, group, or instituation.” (karakter istimewa, sentiment, tabi‟at
moral, atau keyakinan yang membimbing seseorang, kelompok atau institusi). 25
Sementara itu ethics yang menjadi padanan dari etika, secara
terminologisnya adalah studi sistematis tentang tabiat, konsep nilai, baik, buruk,
harus, benar,salah dan lain sebagainya dan prinsip-prinsip umum yang
23
Deptartemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta:
Balai Pustaka, 1998 ) h. 237. 24
Buchori Alma, Dasar-Dasar Etika Bisnis Islam, ( Bandung: CV. Alfabeta, 2003) h.
54. 25
Faisal badru, dkk, “Etika Bisnis Dalam Islam” (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005) h.
4
21
membenarkan kita untuk mengaplikasikannya atas apa saja. Di sini etika dapat
dimaknai sebagai moralitas seseorang dan di saat bersamaan juga sebagai
filosofinya dalam berprilaku.26
Sepintas bahwa etika sama dengan akhlaq. Persamaan itu memang
ada, karena keduanya membahas baik buruknya tingkah laku manusia. Tujuan
etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh
manusia di setiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan
buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi untuk
mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing
golongan di dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang
berlainan. Setiap golongan mempunyai konsepsi sendiri-sendiri. 27
.
Jika ada tersirat dalam hatinya bahwa perbuatan yang ia lakukan
kurang baik, maka jika ia lakukan juga, maka dia sudah melakukan pelanggaran
baik yang bersifat pelanggaran etika ataupun moral. Dunia bisnis yang baik yang
ingin mendapat riḍa Allah haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral
ini sehingga usaha dan hasil dari usaha yang ia lakukan merupakan hasil yang
bersih dan mendapat berkah baik di dunia maupun diakhirat.28
Nampaknya konsep halal dan haram masuk juga ke wilayah kajian etika,
sekalipun dalam kehidupan sehari-hari dan kajian akademik masuk wilayah fikih.
Menurut hemat Muḥammad Djakfar, pada hakikatnya secara substansial antara
26
Faisal badru, dkk, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005) h. 4. 27
Hilman Muharam, Tesis:Etika Bisnis Perspektif hadis, ( UIN Jakarta:2005 ) h. 19. 28
Buchori Alma, Dasar-Dasar Etika Bisnis Islam, ( Bandung: CV Alfabeta, 2003 ) h. 54-
55
22
wilayah etika dan hukum adalah sama. Batas antara keduanya sangatlah tipis dan
hampir tidak bisa dipisahkan. Hukum membicarakan sesuatu yang boleh dan tidak
boleh dilakukan dengan mencantumkan sangsi yang eksplisist sedangkan etika
membicarakan sesuatu yang baik dan tidak baik dengan sangsi moral yang tidak
eksplisitkan. Namun demikian dalam Islam, pelanggaran terhadap kedua wilayah
itu semuanya tidak lepas dari sanksi akhirat sebagaimana yang dijanjikan oleh al-
Qur‟ān dan Hadith Nabi Saw. Justru karena pertimbangan inilah nampaknya
Ahmad memasukkan konsep halal dan haram ke dalam wilayah kajian etika. 29
Perbedaan antara moral dengan etika adalah, kalau dalam pembicaraan
etika untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk, tolak ukur atau
sumber yang digunakan adalah akal fikiran. Sedangkan dalam pembicaraan moral
tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang
dan berlangsung di masyarakat. Mengenai istilah akhlak, etika dan moral dapat
dilihat perbedaannnya dari objeknya, di mana akhlak lebih menitikberatkan
perbuatan terhadap manusia kepada Tuhan. Sedangkan etika dan moral hanya
menitik beratkan perbuatan terhadap sesame manusia saja. 30
Etika, moral, dan akhlak persamaannya yaitu, menentukan hukum atau
nilaidari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik buruknya.
Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat
29
Muḥammad Djakfar, Agama, Etika, Dan Ekonomi, ( Malang: UIN Malang Press,
2007) h. 148. 30
Ismail, “perbedaan etika, moral, dan akhlak” daiakses tanggal 13 desember 2014, dari
http://ismailmg677.wordpress.com/2014/01/08/perbedaan-antara-akhlak-etia-dan -moral/
23
yang baik, teratur, aman, damai dan tentram sehingga sejahtera batiniah dan
lahiriahnya.31
Sedangkan Bisnis Dalam Kamus Besar bahas Indonesia dikemukakan
bahwa bisnis adalah usaha dagang; usaha komersial dalam dunia perdagangan;
bidang usaha.32
Kata bisnis dalam bahasa Indonesia diserap dari kata “business” dari
bahasa inggris yang berarti kesibukan. Dan bisnis menurut istilah adalah keadaan
di mana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang
menghasilkan keuntungan. Bisnis dalam arti luas adalah istilah umum yang
menggambarkan semua aktivitas dan institusi yang memproduksi barang dan jasa
dalam kehidupan sehari-hari. Bisnis merupakan suatu organisasi yang
menyediakan barang dan jasa yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. 33
Menurut Abdul Aziz mengungkapkan dalam bukunya bahwa bisnis
adalah kegiatan yang dilakukan individu atau sekelompok orang (organisasi) yang
menciptakan nilai melalui penciptaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dan memperoleh keuntungan dari transaksi. Bisnis adalah bagian dari
kegiatan ekonomi yang berarti usaha. Bisnis merupakan aspek penting dalam
kehidupan yang semua orang pasti mengenalnya karena itu ada suatu pendapat
bahwa bisnis adalah bisnis. Bisnis jangan dicampurakan dengan etika. 34
31
Ismail, “perbedaan etika, moral, dan akhlak” daiakses tanggal 13 desember 2014, dari
http://ismailmg677.wordpress.com/2014/01/08/perbedaan-antara-akhlak-etia-dan -moral/ 32
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta:
balai Pustaka, 1998 ) h. 121. 33
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, ( Bandung: Alfabeta, 2013 ) h. 28. 34
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, ( Bandung: Alfabeta, 2013 ) h. 30.
24
Bisnis adalah suatu kata yang populer dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam zaman yang modern ini dunia bisnis semakin kompleks, dan membutuhkan
banyak waktu bagi yang mempelajarinya serta mempraktekannya sampai berhasil.
Bisnis meliputi sejumlah total usaha yang meliputi pertanian, produksi,
konstruksi, distribusi, transportasi, komunikasi, usaha jasa dan pemerintahan yang
bergerak dalam bidang membuat dan memasarkan barang dan jasa ke konsumen.35
Jadi, etika bisnis merupakan seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar,
dan salah dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas, dalam
arti lain etika bisnis berarti seperangkat prinsip dan norma di mana para pelaku
bisnis harus komit padanya dalam bertransaksi, berprilaku, dan bekerja sama guna
mencapai daratan atau tujuan-tujuan bisnisnya dengan selamat.36
Etika Bisnis adalah suatu proses dan upaya untuk mengetahui hal-hal
yang benar dan yang salah, boleh dan tidak, halal dan haram dalam berbisnis dan
kemudian melakukan hal yang sesuai dengan aturan agar sesuai dengan hal-hal
yang dibenarkan, dibolehkan, dan dihalalkan dalam berbisnis.
Etika bisnis perspektif hadis, lebih mengedepankan aturan Islam yang
telah Rasulullah ajarkan dan beliau katakan dalam sabdanya. Yaitu berarti
pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis. Moralitas
disini berarti aspek baik atau buruk, benar atau salah, terpuji atau tercela, wajar
35
Buchori Alma, Dasar-Dasar Etika Bisnis Islam, ( Bandung: CV Alfabeta, 2003 ) h.
90. 36
Faisal Badrun, dkk, Etika Bisnis Dalam Islam, ( Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005 ) h.
13.
25
atau tidak wajar, pantas atau tidak pantas, dan halal atau haram perilaku manusia
dalam berbisnis. 37
D. Macam-Macam Etika Bisnis
Bisnis yang beretika harus mempunyai visi dan misi semangat spiritual
yang menyebarkan kebaikan bukan kejahatan.
Seperti apa yang dimiliki dan dijalankan dalam bisnis Nabi Muḥammad
Saw adalah: 38
Pertama: Ṣiddiq ( benar, jujur ). Dalam berbisnis Nabi Muḥammad selalu
dikenal sebagai seorang pemasar yang jujur dan benar dalam menginformasikan
produknya.
Kedua: Amanah (Tanggung Jawab, Kepercayaan), seorang pebisnis
haruslah dapat dipercaya. Dapat bertanggung jawab atas kepercayaan yang
diberikan pelanggan akan kualitas barang dagangannya.
Ketiga: Faṭanah (Kecerdikan, Kebijaksanaan, Intelektualitas), memimpin
bisnisnya menggunakan bisnisnya dengan mampu memahami, menghayati, dan
mengenal tanggung jawab bisnisnya dengan sangat baik. Dengan ini pebisnis
dapat menumbuhkan kreativitas dan kemampuan dalam melakukan berbagai
inovasi yang bermanfaat bagi perusahaan sehingga bisa menjadi pebisnis yang
sukses.
37
Faisal Badrun, dkk, Etika Bisnis Dalam Islam, ( Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005 ) h.
62. 38
Hermawan Kartajaya dan Muḥammad Syakir Sula, Syari„ah Marketing, ( Bandung:
PT Mizan Pustaka, 2008 ) h. xxvi
26
Keempat: Tabligh (komunikasi, keterbukaan, pemasaran) mampu
menyampaikan keunggulan barang dagangan dengan bahasa yang menarik tanpa
di buat-buat dan sesuai dengan faktanya, tepat sasaran bahasanya tanpa
meninggalkan kejujuran dan kebenaran.
Selain itu, dibawah ini Sembilan prinsip-prinsip bagi seorang pebisnis
salah satunya pemasar menurut Muḥammad Syakir Sula dan Hermanwan
Kartajaya dalam menjalankan fungsi-fungsi pemasaran yang yaitu39
:
1. Memiliki Kepribadian Spiritual (Takwa)
Semua kegiatan bisnis hendaklah selaras dengan moralitas dan nilai
utama yang digariskan oleh al-Qur‟ān . Al-Qur‟ān dan hadis menegaskan bahwa
setiap tindakan dan transaksi hendaknya ditujukan untuk tujuan hidup yang lebih
mulia. Umat muslim diperintahkan untuk mencari kebahagiaan akhirat dengan
cara menggunakan nikmat yang Allah karuniakan kepadanya dengan jalan yang
sebaik-baiknya.
2. Berperilaku Baik dan Simpatik
Hal ini adalah fondasi dasar dan inti dari kebaikan tingkah laku. Sifat ini
sangat dihargai dengan nilai yang tinggi, dan mencakup semua sisi manusia. Sifat
ini adalah sifat Allah yang harus dimiliki oleh kaum muslim. Banyak ayat dalam
al-Qur‟ān dan hadis-hadis Rasulullah yang memerintahkan kaum muslim untuk
bermurah hati. Al-Qur‟ān menegaskan bahwa Rasulullah adalah manusia yang
sangat pengasih dan murah hati. Akan di bahas di bab selanjutnya.
39 Hermawan Kartajaya dan Muḥammad Syakir Sula, Syari„ah Marketing, (Bandung
: PT Mizan Pustaka, 2008 ) h. 68.
27
3. Berlaku Adil dalam Bisnis
Lawan dari sifat adil adalah zalim, dan Islam telah mengharamkan setiap
hubungan bisnis yang mengandung kezaliman dan mewajibkan terpenuhinya
keadilan yang teraplikasikan dalam setiap hubungan dagang dan kontrak-kontrak
bisnis. Menghindari hal-hal yang tidak jelas.
4. Bersikap Melayani dan Rendah Hati
Sikap ini merupakan sikap utama dari seorang pebisnis. Tanpa sikap di
atas dia bukanlah seorang yang berjiwa pebisnis. Melekat dalam sikap ini adalah
sikap sopan, santun, dan rendah hati. Orang yang beriman diperintahkan untuk
bermurah hati, sopan, dan bersahabat saat berelasi dengan mitra bisnisnya.
5. Menepati Janji dan Tidak Curang
Sikap curang adalah sikap yang menimbulkan keserakahan yang
menyebabkan ketidakseimbangan bisnis demi memperoleh untung yang lebih
besar, bisa muncul dalam menentukan harga, takaran, ukuran, dan timbangan.
Menjaga kepercayaan seorang pelanggan adalah cara untuk menghindari diri dari
kecurangan yang dilakukan oleh diri sendiri ataupun orang lain. Bisnis Islami
memang terkesan berat bagi yang terbiasa melakukan kecurangan, tetapi ringan
bagi mereka yang tidak melakukan kecurangan, begitu juga bagi para professional
yang biasa menjunjung nilai-nilai moral,
6. Jujur dan Terpercaya
Sebagaimana di jelaskan dalam salah satu sifat nabi di atas.
7. Tidak Suka Berburuk Sangka
28
Saling menghormati satu sama lain merupakan ajaran Nabi Muḥammad
Saw yang harus diimplementasikan dalam perilaku bisnis modern.
8. Tidak Suka Menjelek-jelekan
Tidak boleh satu pengusaha menjelekkan pengusaha yang lain hanya
bermotifkan persaingan bisnis.
9. Tidak Melakukan Sogok
Menyuap sudah jelas hukumnya haram, dan menyuap termasuk dalam
kategori makan harta orang lain dengan cara yang baṭil. Dan Islam jelas melarang
orang Islam menyuap penguasa dan pembantu-pembantunya.
Selain itu dalam etika lainnya kita harus menjaga kestabilitasan pasar dan
tidak membuat kerusakan dalam mekanisme pasar. Sebagaimana Adiwarman A
Karim mengatakan beberapa hal yang harus di hindari agar mekanisme pasar stabil
dan tidak terjadi distorsi dalam pasar adalah40
:
Pertama, Menghindari Najasy ( menyuruh orang lain untuk pura-pura
menawar), Nabi Saw bersabda:
ث نا عبد الله بن يوسف أخب رنا مالك عن أبي الزناد عن العرج عن أبي هري رة رضي الله عنه أ رسو حدول يبع حاضر ول ت ناجشواعلى ب يع ب عض الله صلى الله عليه وسلم قا ل ت لقوا الركبا ول يبع ب عضكم
ها ردها لباد ول تصروا الغنم ومن اب تاعها ف هو بخير النظرين ب عد أ يحتلب ها إ رضي ها أ كها وإ سخ م 41وصاعا من تمر
Telah menceritakan kepada kami, „Abdullah Ibn Yusuf telah mengabarkan kepada
kami Malik dari Abû Az Zanād dari Al A'rāj dari Abû Hurairah raḍiallāhu 'anhu
40 Adiwarman A. karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT.
RajaGrafindo persada, 2007 ) h.181.
41
Abû „Abdullāh Muḥammad bin Ismā‟il bin Ibrāhîm Al-Bukhārî, Al-Jāmi’ al-
Bukhāri (Sahih al-Bukhāri), ( Bairut: Dar al-Fikr ) h 404.
29
bahwa Rasulullah ṣallallahu „alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian
mencegat rombongan dagang (sebelum sampai di pasar) dan jangan pula
sebagian kalian membeli barang yang dibeli orang lain (sedang ditawar) dan
janganlah melebihkan harga tawaran barang (yang sedang ditawar orang lain,
dengan maksud menipu pembeli) dan janganlah orang kota membeli buat orang
desa. Janganlah kalian menahan susu dari unta dan kambing (yang kurus dengan
maksud menipu calon pembeli). Maka siapa yang membelinya setelah itu maka dia
punya hak pilih, bila dia rela maka diambilnya dan bila dia tidak suka
dikembalikannya dengan menambah satu ṣa' kurma".
Kedua, menghindari talaqqî rukbān (mencegat pedagang dusun masuk
pasar), Nabi Saw Bersabda :42
اد ل ت لقوا الركبا ول يبع حاضر لباد قا ف قلت لبن عباس ما ق وله ل يبيع حاضر لب
“ Janganlah kalian menyongsong rombongan yang berkendaraan (pedagang dari
dusun yang menuju ke pasar) dan janganlah orang kota melakukan jual beli untuk
orang dusun (orang yang tidak mengetahui harga pasar).
penegasannya ارا ل يكو له سم
„Tidaklah menjadi makelar baginya. ‟
Talaqqî Rukbān adalah tindakan yang dilakukan oleh pedagang kota (atau
pihak yang lebih memliki informasi yang lebih lengkap) membeli barang petani
(atau produsen yang tidak memiliki informasi yang benar tentang harga dipasar)
yang masih di luar kota, untuk mendapatkan harga yang lebih murah dari harga
pasar yang sesungguhnya, dan Rasulullah melarang hal ini.
Transaksi ini dilarang karena dua hal:43
1. Rekayasa penawaran. Yaitu mencegah masuknya barang ke pasar.
42 Abû „Abdullāh Muḥammad bin Ismā‟il bin Ibrāhim Al-Bukhārî, Al-Jāmi’ al-
Bukhārî (Sahih al-Bukhārî), ( Bairut: Dar al-Fikr ) h 404.
43
Adiwarman A. karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT.
RajaGrafindo persada, 2007 ) h. 96.
30
2. Mencegah penjual dari luar kota untuk mengetahui harga pasar yang
berlaku.
Allah berfirman dalam surat Hûd ayat 18 :44
“Dan siapakah yang lebih dẓalim daripada orang yang mengada-adakan suatu
kebohongan terhadap Allah? Mereka itu akan di hadapkan kepada Tuhan mereka,
dan para saksi akan berkata “Orang-orang inilah yangtelah berbohong terhadap
Tuhan mereka. Ingatlah, Laknat Allah di timpakkan kepada orang-orang yang
dẓalim. “
Dari Abû Dāud melalui Jalur Al-Makkî: “Sesungguhnya seorang dusun
menceritakan kepadanya, bahwasannya dia datang membawa air susu miliknya
pada masa Rasulullah Saw, lalu dia mampir di tempat Talḥah bin „Ubaidillāh.
Maka dia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah Saw melarang orang kota
melakukan jual beli untuk orang dusun, tetapi pergilah ke pasar dan perhatikan
siapa yang mau membelinya, lalu musyawarahkan denganku hingga aku
memerintahkanmu untuk menjualnya atau melarangmu”.45
Maksud dari pelarangan untuk menghadang kafilah yang akan berdagang
adalah alasannya lagi-lagi agar tidak ada yang di ẓalimi dalam transaksi tersebut,
sehingga langkah lebih bagusnya membiarkan orang dusun itu untuk mengetahui
harga pasar terlebih dahulu (masuk pasar terlebih dahulu), bahkan jika kita sudah
tahu, malah kita lebih baik memberitahunya dengan benar akan kualitas dan harga
barang dagangan yang ia jual di pasaran.
44
Al-Qur’ān ul Karim dan Terjemahannya, (Bandung: MQS Publisying, 1987) h. 223. 45
Amiruddin, terj. Fath Al-Bāri (penjelasan kitab Ṣahîh Al-Bukhārî) jilid 12, ( Jakarta:
Pustaka Azzam, 2010 ) h. 264.
31
Menurut Ibnu Qudamah pun mengatakan, jika ada penghadangan makan
si penjual mempunyai hak khiyār untuk menentukan apakah barang dagangannya
jadi di jual atau tidak walaupun barang tersebut sudah di beli (tertipu). 46
Hal demikian terjadi untuk menciptakan keadilan terhadap orang yang
belum tahu informasi pasar. Dan secara tidak langsung penghadangan orang dusun
bisa di manfaatkan oleh para pemasar yang membeli borongan dengan maksud
memonopoli pasar tanpa si petani ketahui bahwa barang dagangannya itu bisa di
jual dengan harga yang lebih dari pada penipu itu tawarkan. Seseorang yang
memonopoli pasar mempunyai cara mendapatkan keuntungan dengan membeli
barang perniagaan (Iḥtikār) untuk didagangkan kembali atau menimbnnya agar
keberadaannya sedikit di pasar lalu harganya naik dan tinggi bagi si pembeli dan
dia bisa mengatur harga dengan memanfaatkan kelangkaan tersebut. .
Allah dan Rasul-Nya selalu memerintahkan kita untuk saling dalam hal
positif salah satunya dalam saling membantu dalam berbisnis.
Talaqqî Rukbān di perbolehkan jika memang sudah ada kesepakatan di
awal, kemudian si pembeli menginformasikan terlebih dahulu. Karena intinya
orang dusun itu adalah orang yang tidak tahu informasi pasar, mau orang desa
ataupun orang kampung. Dan kewajiban kita jika mau bertransaksi atau berbisnis
dengan mereka, harus memberikan informasi yang benar.
Dan Ketiga, menghindari iḥtikār ( monopoli yang tidak beraturan).
hadisnya akan di bahas dalam bab selanjutnya.
46
Anshari Taslim, terj. Al-Mughnî (Ibnu Qudamah), ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2008 )
h. 747.
32
BAB III
HADIS-HADIS TENTANG IḤTIKĀR
Pada bab ini penulis akan membahas hadis-hadis tentang Iḥtikār dimana
hadis-hadis tersebut diurutkan berdasarkan permasalahannya. Hadis tersebut
ditelusuri dengan menggunakan kamus hadis al-Mu’jam al-Mufaḥras Li Alfaẓ al-
Hadits al-Nabawî dibantu dengan pencarian digital Lidwa 9 Imam Hadis.
Hadis tentang larangan melakukan iḥtikār riwayat Abû Daûd, Hadis
tentang hukuman bagi pelaku iḥtikār riwayat Aḥmad Ibn Ḥanbal, Jenis makanan
yang tidak boleh di iḥtikār riwayat yang juga riwayat Aḥmad Ibn Ḥanbal, dan satu
lagi hadis tentang salah satu sifat yang dapat menghindari diri dari perilaku iḥtikār
yaitu hadis tentang toleransi hadis riwayat al- Bukhārî. Pencarian hadis melalui
kamus hadis al-Mu’jam al-Mufaḥras dibantu dengan pencarian digital Lidwa
Sembilan Imam Hadis. Dan dibawah ini hadis-hadisnya.
A. Larangan Melakukan Iḥtikār
Penulusuran matan hadis ini penulis mengutip kata yang ditelusuri adalah
kata 1ل يحتكر إلا خاطئ. Dalam kamus hadis al-Mu’jam al-Mufaḥras dibantu
dengan pencarian digital Lidwa 9 Imam Hadis.
1 A.J. Wensick, al- Mu’jam al-Mufahras jilid 1, (Leiden: E.J.Brill, 1936) h. 489.
33
Hadis Riwayat Abû Dāud 2
ث نا بن سعيد عن عطاء بن عمرو بن محماد عن يحيى بن عمرو عن خالد أخب رنا بقياة بن وىب حدا ل وسلام عليو اللاو صلاى اللاو رسول قال قال كعب بن عدي بني أحد معمر أبي بن معمر عن المسيب
ما أحمد وسألت داود أبو قال يحتكر كان ومعمر قال تحتكر فإناك لسعيد ف قلت خاطئ إلا يحتكر الس وق ي عترض من المحتكر الوزاعي قال داود أبو قال النااس عيش فيو ما قال الحكرة
Telah menceritakan kepada kami Wahb bin Baqiyyah, telah mengabarkan kepada
kami Khālid dari „Amr bin Yahyā, dari Muḥammad bin „Amr bin „Atsā` dari Sa„îd
bin Al-Musayyab dari Ma„mar bin Abû Ma„mar salah satu Bani Adi bin Ka„ab, ia
berkata: Rasulullah ṣallallahu „alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seseorang
menimbun barang, kecuali tela berbuat salah." Kemudian aku katakan kepada
Sa„îd; sesungguhnya engkau menimbun. Ia berkata; dan Ma„mar pernah
menimbun. Abû Dāud berkata; dan aku bertanya kepada Aḥmad; apakah ḥukrah
2 Sulaiman ibn Al-„Asy„ats ibn Syaddad ibn „Amr ibn „Amir as-Sijistani, Sunan Abû
daûd h. 1496.
Telah menceritakan kepada kami Sa‟îd Ibn „Amru Al Asy'ats telah menceritakan
kepada kami Ḥātim Ibn Ismā„îl dari Muḥammad Ibn 'Ajlān dari Muḥammad Ibn „Amru Ibn 'Atsa
dari Sa‟îd Ibn Musayyab dari Ma'mar Ibn „Abdullāh dari Rasulullah ṣallallahu 'alaihi wasallam,
beliau bersabda: "Tidaklah orang yang menimbun barang, melainkan ia berdosa karenanya."
Ibrāhîm berkata; Muslim berkata; dan telah menceritakan kepadaku sebagian sahabat kami dari
„Amru Ibn „Aun telah mengabarkan kepada kami Khālid Ibn „Abdullāh dari „Amru Ibn Yahyā dari
Muḥammad Ibn „Amru dari Sa„îd Ibn Al-Musayyab dari Ma„mar Ibn Abû Ma„mar salah seorang
Bani „Ādî Ibn Ka„ab, dia berkata: Rasulullah ṣallallahu „alaihi wasallam bersabda : kemudian dia
menyebutkan hadis seperti hadis Sulaiman Ibn Bilāl, dari Yahyā.Diriwayatkan bahwa „ Umār Ibn
Khaṭab keluar bersama dengan para sahabat, lalu ia melihat makanan yang sangat banyak yang di
letakkan di gerbang pintu masuk kota Makkāh, lalu ia bertanya: makanan apa ini?. Mereka
menjawab: dagangan untuk kita. Lalu ia berkata: semoga Allah memberkahi barang dagangan ini
dan orang yang menjualnya. Dikatakan kepadanya: sesungguhnya ini adalah barang timbunan ia
bertanya: siapa yang menimbunnya?. Lalu menjawab: Si Fulān, budak „Utsman dan si fulān budak
anda. Maka ia memanggil keduanya bertanya: apa yang membuat kalian menimbun makanan
kaum muslimin? Keduanya menjawab: kami membeli dengan harta kami, dan kami menjualnya.
„Umār berkata: aku mendengar Rasululah SAW bersabda : “barang siapa yang menimbun makanan
kaum muslimin, maka ia tidak akan mati hingga Allah menimpakan kepadanya penyakit lepra dan
kebangkrutan. Dan Rasulullah SAW juga bersabda: Importir yang mendapatkan rezeki (berkah).
Sedangkan orang yang menimbun barang akan di laknat. (Hadis Riwayat Al-Dārimî)
34
itu? Ia berkata; sesuatu yang padanya terdapat kehidupan manusia. Abu Daud
berkata; Al Auzā„î berkata; muḥtakir adalah orang yang datang ke pasar untuk
membeli apa yang dibutuhkan orang-orang dan menyimpannya..
Analisis Sanad sebagaimana dalam penelitianya menyatakan bahwa hadis
tentang larangan Iḥtikār di atas statusnya adalah Hadis ḥasan Lighairihi3 karena
walaupun tidak ditemukan perawi yang menyambungkan Muḥammad Ibn Ibrahîm
dan Sa‟îd al-Musayyab di beberapa jalur mukharij yang status hadisnya dhā’if, tapi
ada yang menguatkan dimana hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dan Abû
Dāud sanad-sanadnya tersebut bersambung ṣahîh, kualitasnya lebih kuat, dan
sampai kepada Nabi.
Hadis ini termasuk Hadis Ḥasan juga di kuatkan dengan hadis riwayat
Al-Tirmîdzî:
ث نا إسحق بن منصور أخب رنا يزيد بن ىارون أخب رنا محماد بن إسحق عن محماد بن إب راىيم عن حداللاو عليو وسلام ي قول سعيد بن المسيب عن معمر بن عبد اللاو بن نضلة قال سمعت رسول اللاو صلاى ا
قال أبو عيسى ل يحتكر إلا خاطئ ف قلت لسعيد يا أبا محماد إناك تحتكر قال ومعمر قد كان يحتكر زايت والحنطة ونحو ىذا قال أبو عيسى وفي الباب وإناما روي عن سعيد بن المسيب أناو كان يحتكر ال
والعمل على ىذا عند أىل حديث حسن صحيح عن عمر وعلي وأبي أمامة وابن عمر وحديث معمر ب عضهم في الحتكار في غير الطاعام و قال ابن المبارك ل بأس العلم كرىوا احتكار الطاعام ورخاص
4بالحتكار في القطن والسختيان ونحو ذلك Aku bertanya kepada Sa„îd: Wahai Abû Muḥammad, sesungguhnya engkau
menimbun. Ia mengatakan: Sedangkan Ma„mar telah menimbun. Abû „Isa berkata;
Sesungguhnya telah diriwayatkan dari Sa„îd Ibn Al Musayyib bahwa ia pernah
menimbun minyak, biji gandum atau yang serupa dengan itu. Abû Isa berkata;
Dalam hal ini ada hadits serupa dari „Umār, Ali, Abû Umamah dan Ibnu „Umār.
Dan hadits Ma„mar adalah hadits ḥasan Ṣahîh. Hadits ini menjadi pedoman amal
menurut ulama; Mereka memakruhkan penimbunan makanan namun sebagian
mereka membolehkan penimbunan selain makanan. Dan Ibnu Al Mub„rak
3 Lampiran h. 59.
4 Abû „Isā Muḥammad ibn „Isā ibn Saurah ibn Mûsā ibn Al-ḍahhak Al-Tirmîdzî. Terj
Nasyaruddin Al-Albani-Fachrurazi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006) h. 49.
35
mengatakan: Tidak apa-apa menimbun kapas, kulit yang disamak atau yang serupa
dengan itu.5
Iḥtikār tidak diperbolehkan karena penahanannya yang bisa merugikan
orang banyak. Sebagaimana menurut Al-Syaukāni Iḥtikār adalah manahan suatu
barang padahal dia tidak membutuhkannya sedangkan manusia sangat
membutuhkannya, lalu dia akan menjualnya saat harga sudah naik tinggi sehingga
menyulitkan manusia yang membutuhkannya.6
Allah Swt berfirman dalam Surat Al-Syu‟arā ayat 1837:
الرض مفسدين ى ف اول ت بخشوأ الناس اشياءىم ول ت عث و “Janganlah kalian kurangi apa-apa yang menjadi hak orang lain, dan jangan pula
membuat kerusakan di muka bumi.”
Penjelasan ayat di atas maksudnya adalah Allah melarang berbuat
kerusakan di muka bumi. Kaitannya dengan monopoli yng tidak beraturan ( Iḥtikār
) adalah, Iḥtikār merupakan perilaku yang membekukan barang dagangan yang
merupakan kebutuhan pokok, menahannya, dan menjauhkannya dari peredaran
sehingga harganya naik dan penahan barang tersebut baru mengeluarkan
barangnya saat harga sudah naik. Perilaku tersebut dapat menimbulkan bahaya
besar terhadap perekonomian dan moral. 8 Yang jelas itu akan merugikan banyak
orang karena merusak keseimbangan mekanisme pasar. Sehinggga penjual dan
pembeli tidak seimbang.
5 Penelitian Sanad dalam Lampiran .
6 Amir Hamzah dkk , terj.Ringkasan Nailul Autsār, ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2006 )
h. 39.
7 Al-Qur’anul Karim dan Terjemahannya, (Bandung: MQS Publiṣing, 1987) h. 374.
8 Imam Saefudin, Sistem, Prinsip Dan Tujuan Ekonomi Islam, ( Bandung: CV
Pustaka Setia, 1999 ) h. 101
36
Berbagai barang yang termasuk milik umum, boleh dimonopoli hanya
oleh Negara. Namun, monopoli oleh Negara bukan berarti Negara dapat
menetapkan harga sebebas-bebasnya demi mengejar keuntungan semata. Namun,
Negara justru berkewajiban menyediakan berbagai produk tersebut dengan harga
serendah mungkin. 9
Di sini penulis setuju dengan pendapat Adiwarman. Dimana menurutnya,
dalam islam konsep monopoli dalam artian hanya ada satu penjual itu tidak
dilarang keberadaannya, selama mereka tidak mengambil keuntungan di atas
keuntungan normal.10
Keuntungan ditentukan sesuai dengan jenis barang dan
harga masing-masing barang.
B. Hukuman Bagi Orang Yang Melakukan Iḥtikār
Untuk hadis ini, penulusurannya menggunakan kata 11من احتكر . dan
dibawah ini hadis riwayat Aḥmad12
9 Sholahuddin, Asas-asas Ekonomi Islam, ( Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007
) h. 215.
10
Adiwarman. A. Karim, Ekonomi Mikro Islam Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2007 ) h. 153.
11
A.J. Wensick, al- Mu’jam al-Mufaḥras jilid 1, (Leiden: E.J.Brill, 1936) h. 489.
12 Imam Aḥmad Ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad Ibn Ḥanbal, ( Saudi Arabia: Baitul
Ifkar, 1998 ) h. 707.
37
ث نا ث نا ىاشم بني مولى سعيد أبو حدا ثني بصري الطااطري رافع بن الهيثم حدا يحيى أبو حدا المؤمنين أمير ي ومئذ وىو عنو اللاو رضي عمر أنا عثمان مولى ف ر وخ عن مكاة أىل من رجل نا جلب طعام ف قالوا الطاعام ىذا ما ف قال منثورا طعاما ف رأى المسجد إلى خرج بارك قال إلي مولى ف ر وخ قالوا احتكره ومن قال احتكر قد فإناو المؤمنين أمير يا قيل جلبو وفيمن فيو اللاو
طعام احتكار على حملكما ما ف قال فدعاىما إليهما فأرسل عمر مولى وفلن عثمان اللاو صلاى اللاو رسول سمعت عمر ف قال ونبيع بأموالنا نشتري المؤمنين أمير يا قال المسلمين
فلس اللاو ضربو طعامهم المسلمين على احتكر من ي قول وسلام عليو ف قال بجذام أو بال مولى وأماا أبدا طعام في أعود ل أن وأعاىدك اللاو أعاىد المؤمنين أمير يا ذلك عند ف ر وخ مجذوما عمر مولى رأيت ف لقد يحيى أبو قال ونبيع بأموالنا نشتري إناما ف قال عمر
Telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id budak Bani Hasyim Telah
menceritakan kepada kami Al Haitsam Bin Rafi' Ats Tsatsari orang Baṣrah Telah
menceritakan kepadaku Abu Yahya seorang lelaki penduduk Makkah dari Farrukh
hamba sahaya Utsman, bahwa Umār pada saat menjadi Amirul Mukminin, dia
keluar menuju masjid kemudian melihat makanan yang banyak diletakkan di
gerbang pintu masuk kota Makkāh, lalu ia bertanya: makanan apa ini?. Mereka
menjawab: dagangan untuk kita. Lalu ia berkata: semoga Allah memberkahi
barang dagangan ini dan orang yang menjualnya. Dikatakan kepadanya:
sesungguhnya ini adalah barang timbunan ia bertanya: siapa yang menimbunnya?.
Lalu menjawab: Si Fulan, budak „Utsman dan si fulan budak anda. Maka ia
memanggil keduanya bertanya: apa yang membuat kalian menimbun makanan
kaum muslimin? Keduanya menjawab: kami membeli dengan harta kami, dan
kami menjualnya. Umār berkata: aku mendengar Rasululah SAW bersabda :
“barang siapa yang menimbun makanan kaum muslimin, maka ia tidak akan mati
hingga Allah menimpakan kepadanya penyakit lepra dan kebangkrutan.
Dalam hadis di atas dijelaskan bahwa pelaku monopoli dengan tujuan
iḥtikār sebagaimana dikisahkan di atas mendapatkan hukuman kebangkrutan dan
sebuah penyakit oleh Allah. Menurut Al-Asqalani sanad hadis di atas ḥasan13
.
Selain Allah menimpakan kebangkrutan dan penyakit kepada seorang
pelaku monopoli.
13 Amiruddin, terj. Fath al- Bāri (penjelasan kitab Ṣaḥiḥ Al-Bukhārî) jilid 12, (
Jakarta: Pustaka Azzam, 2010 ) h. 188.
38
Dalam hadis lain Rasulullah Saw bersabda:14
ث نا ث نا زيد بن أصبغ أخب رنا يزيد حدا عمر ابن عن الحضرمي مراة بن كثير عن الزااىرياة أبي عن بشر أبو حدالة أربعين طعاما احتكر من وسلام عليو اللاو صلاى النابي عن منو ت عالى اللاو وبرئ ت عالى اللاو من برئ ف قد لي
هم برئت ف قد جائع امرؤ فيهم أصبح عرصة أىل وأي ما ت عالى اللاو ذماة من
Telah menceritakan kepada kami Yazid telah mengabarkan kepada kami Aṣbagh
bin Zaid telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr dari Abu Az Zahiriyyah dari
Katsir bin Murrah Al Hadlrami dari Ibnu Umār dari Nabi ṣallallahu 'alaihi
wasallam: "Barangsiapa menimbun makanan hingga empat puluh malam, berarti
ia telah berlepas diri dari Allah Ta'ala dan Allah Ta'ala juga berlepas diri dari-Nya.
Dan siapa saja memiliki harta melimpah sedang di tengah-tengah mereka ada
seorang yang kelaparan, maka sungguh perlindungan Allah Ta'ala telah terlepas
dari mereka".
Ibrahim lubis mengatakan, ada peringatan, siapa yang berbuat tidak baik
dalam pekerjaannya salah satunya adalah seorang pembisnis yang tidak baik dalam
berbisnisnya. Mereka berbisnis hanya untuk mencari untung dan menaruhkam
harga sesuai dengan kehendak hawa nafsunya, tanpa memikirkan kepentingan
bersama atau manfaat-manfaatnya bagi masyarakat, tanpa mengindahkan larangan
Allah dan rasulnya maka apa-apa yang dihasilkannya adalah seperti orang yang
menelan api kedalam perutnya. Mereka akan masuk neraka, rahasianya akan
terbongkar, malunya akan terbuka, ia akan dikenal sebagai penipu dan namanya
akan menjadi buruk dikalangan masyarakat. Lama kelamaan orang-orang akan
menghindarkan diri dari padanya atau ia dilemparkan sebagai kain buruk. 15
Sebuah aktivitas ekonomi baru akan dapat dikatakan sebagai iḥtikār jika
memenuhi setidaknya dua syarat berikut: Pertama, obyek penimbunan merupakan
14
Imam Aḥmad Ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad Ibn Ḥanbal, ( Saudi Arabia: Baitul Ifkar,
1998 ) h. 709. 15
Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1995) h. 338
39
barang-barang kebutuhan masyarakat; kedua, tujuan penimbunan adalah untuk
meraih keuntungan di atas keuntungan normal.16
Dibawah ini, hukuman yang akan dikenakan kepada seorang pelaku
monopolis dalam bentuk undang-undang di Indonesia. Hukum persaingan usaha
mulai banyak dibicarakan seiring dengan diundangkannya Undang-Undang No. 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat. Undang-undang ini disahkan tanggal 5 Maret 1999, tetapi baru efektif
berlaku satu tahun kemudian. UU No. 5 Tahun 1999 juga mengatur tentang sanksi.
Ada tiga jenis sanksi yang diintroduksi dalam undang-undang ini, yaitu tindakan
administratif, pidana pokok, dan pidana tambahan. Komisi Pengawas Persiangan
Usaha (KPPU) yang lembaganya akan dijelaskan kemudian, hanya berwenang
memberikan sanksi tindakan administratif. Sementara pidana pokok dan pidana
tambahan dijatuhkan oleh lembaga lain, dalam hal ini peradilan.
Yang dimaksud dengan tindakan administratif adalah:17
1. penetapan pembatalan perjanjian;
2. perintah untuk menghentikan integrasi vertikal;
3. perintah untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menyebabkan praktek
monopoli dan anti-persaingan dan/atau merugikan masyarakat;
4. perintah untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan;
16 Nur Chamid, Jejak Sejarah Pemikiran Ekono Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010 ) h. 203.
17
Sudharta, “Hukuman seorang pelaku Monopoli”, di akses tanggal 4 desember
2014 dari http://business-law.binus.ac.id/2013/01/20/catatan-seputar-hukum-persaingan-usaha/
40
5. penetapan pembatalan penggabungan/peleburan badan usaha/pengambilalihan
saham;
6. penetapan pembayaran ganti rugi;
7. pengenaan denda dari 1 milyar s.d. 25 milyar rupiah.
Nabi telah memperingatkan kita agar tidak melakukan hal-hal yang bisa
menyebabkan kerusakan dalam pasar (distorsi). Akan tetapi pada kenyataannya,
banyak sekali bentuk pemasaran bisnis yang bebas dan tidak bermoral yang
dilakukan oleh para pelaku bisnis yang memikirkan dirinya sendiri. termasuk di
Negara kita yang padahal rakyatnya mayoritas muslim yang otomatis dalam
transaksi atau dalam berbisnis itu tidak boleh keluar dari zona keislaman, apalagi
sampai menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan bahkan
sehingga merugikan banyak orang. Kebanyakan mereka melupakan nilai-nilai
moral dan prilaku yang sehat dalam berbisnis. Karena itulah, setiap saat masalah
bisnis seringkali bertambah, sedangkan keberkahan dalam berusaha menjadi
berkurang.18
Dijaman sekarang segala bentuk makanan sudah menjadi bahan pokok
dalam kehidupan manusia, sumber daya minyak dan gas juga sudah termasuk ke
dalam bahan pokok manusia. Dimana ketika bahan-bahan yang di atas itu di
timbun atau pemasarannya di monopoli, barulah prakteknya termasuk ke dalam
iḥtikār, karena sedang di butuhkan banyak manusia.
18
Husain Syahatah, dkk, Transaksi dan Etika Bisnis Islam, ( Jakarta: Visi Insani
Publiṣing, 2005 ) h. 22.
41
Menurut al-Bassām di dalam Syarh al-Iqnā‟ dikatakan orang yang
menimbun atau memonopoli barang wajib dipaksa untuk menjual barangnya
sebagaimana orang lain dalam rangka menolak bahaya. Apabila si penimbun
menolak untuk menjual makanan yang ditimbunnya, dan dikhawatirkan makanan
tersebut membusuk, maka seorang pemimpin Negara harus membagi-bagikannya
kepada orang-orang yang membutuhkan dan mengembalikan kepada orang yang
menimbun tadi jenis yang sama ketika kebutuhan masyarakat sudah tidak ada.19
C. Jenis Barang Dagangan Yang Tidak Boleh Diiḥtikār
Dari hadis ini yang ditelusuri adalah kata 20 حكرة . dan dibawah ini hadis
riwayat Aḥmad21
:
ث نا ث نا سريج حدا رسول قال قال ىري رة أبي عن سلمة أبي عن علقمة بن عمرو بن محماد عن معشر أبو حدا خاطئ ف هو المسلمين على بها ي غلي أن يريد حكرة احتكر من وسلام عليو اللاو صلاى اللاو
Telah menceritakan kepada kami Suraij berkata; telah menceritakan kepada kami
Abu Ma'syar dari Muḥammad bin 'Amru bin Alqomah dari Abu Salamah dari Abu
Hurairah ia berkata; Rasulullah ṣallallahu 'alaihi wasallam Bersabda: "Barangsiapa
menimbun (bahan makanan, pent) dengan maksud menaikkan harga atas kaum
muslimin maka ia telah berdosa".
19
Abdullāh Ibn „Abdurrahman Al-Bassam, Syarh Bulûgh Al-Marām, terj. Thahirin
Suparta dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006) h. 348 20
A.J. Wensick, al- Mu’jam al-Mufahras jilid 1, (Leiden: E.J.Brill, 1936) h. 489.
21
Imam Aḥmad Ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad Ibn Ḥanbal, ( Saudi Arabia: Baitul Ifkar,
1998 ) h 709.
42
Dari apa yang dipaparkan di atas sudah jelas bahwa tidak diperbolehkan
melakukan praktek menahan, menimbun, ataupun monopoli yang dapat
mempongaruhi sistem pasar dan merusak mekanisme bisnis. Tetapi, pada intinya
monopoli dan menimbun bukan berarti iḥtikār, dan tetapi iḥtikār biasanya terjadi
karena adanya monopoli dan penimbunan yang menyalahi aturan.
Kita lihat terjemah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Aḥmad Ibn
Ḥanbal:22
ث نا شعبة عن محماد بن إسحاق عن محماد بن ث نا محماد بن جعفر حدا إب راىيم الت ايمي عن سعيد بن حدا إلا الخاط المسياب عن معمر رجل من ق ريش قال قال رسول اللاو صلاى اللاو عليو وسلام ل يحتكر
“Telah menceritakan kepada kami Muḥammad Ibn Ja'far telah menceritakan
kepada kami Syu'bah dari Muḥammad Ibn Isyāq dari Muḥammad Ibn Ibrāhîm At-
Taimî dari Sa‟îd Ibn Musayyab dari Ma'mar seorang laki-laki dari Quraisy,
berkata; Rasulullah Syallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tidak boleh ditimbun
kecuali minyak."
Dan Abû Dāud berkata; dahulu Sa„îd bin Al-Musayyab menimbun biji
kurma, dedaunan yang berguguran, serta bebijian. Dan aku mendengar Aḥmad bin
Yunus berkata; aku mendengar Sufyan mengenai menimbun Al Qatt (jenis
tumbuh-tumbuhan), ia berkata; dahulu mereka tidak suka menimbun. Dan aku
bertanya kepada Abu Bakr bin 'Ayyasy, kemudian ia berkata; timbunlah!23
Dari keterangan di atas dikatakan bahwa ketika Sa„îd al-Musayyab
mengatakan untuk tidak menimbun tapi orang-orang membalikkan dengan
mengatakan bahwa Sa„îd juga menimbun biji-bijian dan lain–lain dan bahkan
Ma‟mar pun melakuakn penimbunan, beliau merespon perkataan mereka dengan
22
Imam Aḥmad Ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad Ibn Ḥanbal, ( Saudi Arabia: Baitul Ifkar,
1998 ) h 2030.
23
Sulaiman ibn Al-„Asy„ats ibn Syaddad ibn „Amr ibn „Amir as-Sijistani, Sunan Abû
daud h. 1496
43
mengatakan bahwa pada saat itu Ma‟mar belum tahu bahwa penimbunan itu di
larang, dan Sa„îd al-Musayyab pun menimbun di saat barang yang dia timbun
tidak langka. Dan pada saat itu minyak dan biji-bijian bukan termasuk ke dalam
bahan pokok.
Al-Syaukāni jelas melarang keras adanya perilaku Iḥtikār dan
mengharamkan perilaku Iḥtikār apapun itu jenis barangnya baik makanan manusia
ataupun makanan binatang. Sabda Rasulullah Saw: 24
عيد بن المسياب أخب رنا محماد بن يوسف عن إسرائيل عن علي بن سالم عن علي بن زيد بن جدعان عن س صلاى اللاو عليو وسلام قال الجالب مرزوق والمحتكر ملعون عن عمر عن النابي
Telah mengabarkan kepada kami Muḥammad bin Yûsuf dari Israil dari „Ali bin
Salim dari „Ali bin Zaid bin Jud„an dari Sa„îd bin Al-Musayyab dari „Umār dari
Nabi ṣallallahu „alaihi wasallam beliau bersabda: "Semoga seorang Importir akan
mendapatkan rizqi dan orang yang menimbun semoga dilaknat."
Seorang sahabat bernama Abû Dzār al-Ghifārî menyatakan bahwa hukum
Iḥtikār tetap haram meskipun zakat barang-barang yang menjadi objek Iḥtikār
tersebut ditunaikan.25
Sedangkan Ibnu Qudamah berbeda pendapat dalam hal ini, beliau
menuliskan bahwa perilaku Iḥtikār ini haram bila terkumpul pada tiga hal, yaitu:26
Pertama, jika membeli kemudian menyimpannya sedikit demi sedikit dengan
merugikan orang lain, jika seseorang membeli barang kemudian mengumpulkan
dan menyimpannya sedikit demi sedikit tanpa merugikan orang banyak maka itu
tidak termasuk muhtakir. Kedua, Barang yang di timbun haruslah berbentuk
24 Al-Darimi, „Abdullāh Ibn „Abdurrahman Ibn al-Fadhlbin Baḥram Ibn
„Abdulṣṣamad Ad-Darimi at-Taimî , terj Naṣiruddin al-Albani. Aḥmad Hotib dan Faṭurrahman,
Sunan Al-Dārimî, ( Jakarta : Pustaka Azzam, 2007 )
25
Adiwarman A. karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT.
RajaGrafindo persada, 2007 ) h. 266.
26
Anshari Taslim, terj. Al Mughnî Ibnu qudamah, ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2008 )
h.. 752.
44
makanan pokok. Dan yang ketiga, orang-orang mudah mendapatkannya, haram
melakukan Iḥtikār ketika orang-orang sangat sulit menemukannya.
Di Madinah pernah terjadi kasus monopoli dan spekulasi bahan pokok
yang menjadi hajat umum masyarakat oleh para pemilik unta. Ibnu Umār
meriwayatkan bahwa Nabi saw sebagai penguasa, akhirnya melarang masyarakat
membelinya dari mereka sampai bahan pangan itu dijual bebas di pasaran. (HR.
al-Bukhārî). Tapi pada kondisi terjadi kenaikan harga secara objektif, wajar dan
legal yang lazim disebut kenaikan harga aktual riil yang sebenarnya yang
diakibatkan oleh faktor bertambahnya persediaan uang, berkurangnya
produktivitas, bertambahnya kemajuan aktivitas, dan berbagai pertimbangan fiskal
dan moneter, pemerintah tidak berhak untuk mencampuri mekanisme pasar yang
alamiyah tersebut. 27
Pertimbangan inilah yang mendasari sikap Nabi saw sebagai penguasa
menolak untuk mematok harga ketika terjadi lonjakan harga di pasar Madinah
seraya mengatakan: “Sesungguhnya Allah adalah Penentu harga, yang menahan
dan meluaskan rezki, yang Maha Pemberi rezki. Dan saya sangat mengharapkan
dapat berjumpa Rabbku, sementara tidak ada seorang pun dari kalian yang
menuntutku karena suatu tindakan aniaya pada fisik dan harta” (HR. At-Tirmidzi,
Abu Dawud, Ibnu Majah, Aḥmad dan Ad-Darimi). 28
27 Setiawan Budi Utomo, “Monopoli Perspektif Hadis” di akses tanggal 11 desember
2014 dari http://www.dakwatuna.com/2009/10/19/4342/batasan-tingkat-keuntungan-dalam-
syariah-dan-kebijakan-pricing-pemerintah/
28
Setiawan Budi Utomo, “Monopoli Perspektif Hadis” di akses tanggal 11 desember
2014 dari http://www.dakwatuna.com/2009/10/19/4342/batasan-tingkat-keuntungan-dalam-
syariah-dan-kebijakan-pricing-pemerintah/
45
D. Cara Menghindari Diri Dari Perilaku Iḥtikār
Untuk permasalahan ini penulis menulusuri hadisnya menggunakan kata
29 سمحا. Dan di bawah ini hadis riwayat al-Bukhārî
30
ث نا أبو غساان محماد بن مطرف قال حداثني محماد بن المنك ث نا علي بن عيااش حدا در عن جابر بن عبد حداهما أنا رسول اللاو صلاى اللاو عليو وسلام قال اللاو رجل سمحا إذا باع وإذا اشت رى رحم اللاو رضي اللاو عن
وإذا اق تضى
Telah menceritakan kepada kami „Alî Ibn „Ayyasy telah menceritakan kepada
kami Abû Ghossān Muḥammad Ibn Muṭarrif berkata, telah menceritakan kepada
saya Muḥammad Ibn Al Munkadir dari Jābir Ibn „Abdullāh radliallahu „anhu
bahwa Rasulullah ṣallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah merahmati orang
yang memudahkan ketika menjual dan ketika membeli dan juga orang yang
meminta haknya"
Bisnis berlandaskan Islam sangat mengedapankan sikap dan perilaku
yang simpatik, selalu bersikap bersahabat dengan orang lain, dan oranglain pun
dengan mudah bersahabat dan bermitra dengannya. Tidak sombong, angkuh,
menciptakan strata antar pedagang, dan merasa berkuasa dalam pasar.
Allah Swt berfirman dalam surat Lukman (31) ayat 18-19 :31
.
“Dan jangan lah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan
janganlah berjalan di bummi dengan angkuh, sungguh Allah tidak menyukai
29 A.J. Wensick, al- Mu’jam al-Mufahras jilid 2,, (Leiden: E.J.Brill, 1936) h. 534.
30 Abû „Abdullāh Muḥammad bin Ismā‟il bin Ibrāhim Al-Bukhārî, Al-Jāmi’ al-
Bukhāri (Ṣaḥiḥ al-Bukhāri), ( Bairut: Dār al-Fikr) h. 391
31
Al-Qur’anul Karim dan Terjemahannya, (Bandung: MQS Publiṣing, 1987) h. 412
46
orang-orang yangsombong dan membanggakan diri. Dan sederhanakanlah dalam
berjalandan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruknya suara ialah
suara keledai”
Allah mengajarkan untuk senantiasa rendah hati, berwajah manis, bertutur
kata baik, berperilaku sopan termasuk ke dalam aktivitas berbisnis.32
Selain tidak
iḥtikār toleransi juga termasuk salah satu etika yang dapat menghindarkan diri dari
praktek monopoli pasar.
Sikap melayani merupakan sikap utama dari seorang pemasar. Tanpa
sikap melayani yang melekat dalam kepribadiannya dia bukanlah seorang yang
berjiwa pemasar. Melekat dalam sikap melayani ini adalah sikap sopan, santun,
dan rendah hati. Orang yang beriman diperintahkan untuk bermurah hati, sopan
dan bersahabat saat berelasi dengan mitra bisnisnya33
seorang muslim yang baik
toleran Qur‟an Surat An-Nisa ayat 29:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Ayat di atas menganjurkan manusia untuk saling pada kebaikan antara
satu sama lain, salah satunya dalam berbisnis. Bisnis Islami memang terkesan
berat bagi yang terbiasa melakukan kecurangan, tetapi ringan bagi mereka yang
32 Hermawan Kartajaya dan Muḥammad Syakir Sula, Syari„ah Marketing, (
Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008 ) h. 17
33
Hermawan Kartajaya dan Muḥammad Syakir Sula, Syariah Marketing, ( Bandung:
PT Mizan Pustaka, 2008 ) h. 75.
47
tidak melakukan kecurangan. Akan tetapi, monopoli pasar bukan berarti tidak bisa
dicegah. Dengan cara pemerintah dapat menggunakan kebijakan pajak Lump-sum
(sejenis pajak izin usaha ataupun pajak keuntungan). Sehingga karena kerusakan
itu pemerintah dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan keuntungan
monopolis tanpa mempengaruhi harga komoditi.34
Sistematika pasar 35
:
1. Wajib menyediakan barang di pasar dan membiarkan pemiliknya membawa
barang dagangannya dan menyediakannya sendiri serta mengatur harganya.
Dengan demikian akan berkuranglah perantara diantara produsen dan
konsumen, sehingga harga barang itu tidak bertambah dengan bertambahnya
tangan yang memutarkannya, terutama bermacam-macam makanan, yang
merupakan kebutuhan pokok.
2. Wajib menyediakan barang secara jujur, terpercaya dan tidak
mempermainkan harga, dengan menambah harganya. Contohnya najasy.
3. Menepatkan ukuran, timbangan dan sukatan, sehingga hak-hak kedua belah
pihak dapat terpenuhi dan dapat tercegah dari kecurangan dan penganiayaan.
Hadisnya sudah kita sebutkan pada bab akad.
4. Mudahkan penyediaan barang untuk semua orang dan memerangi segala
macam penimbunan, terutama barang yang merupakan kebutuhan utama
semua orang.
34 Hermawan Kartajaya dan Muḥammad Syakir Sula, Syari„ah Marketing, (
Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008 ) h 288.
35
Imam Saefudin, Sistem, Prinsip Dan Tujuan Ekonomi Islam, ( Bandung : CV.
Pustaka Setia, 1999 ) h. 224,
48
5. Mengawasi harga barang-barang yang tersedia di pasar dan berusaha
menekan agar harga tidak melampaui harga yang pantas, dan jika perlu,
harga bisa di tentukan dan diwajibkan kepada para pedagang demi tegaknya
keadilan, mewujudkan kesejahteraan dan memberantas keẓaliman.
Islam menganjurkan agar usaha umat muslim mempunyai usaha yang
baik dan halal, ia memelihara yang ma‟ruf dan harga-harga yang normal, tidak
mengeksploitasi kebutuhan orang dan menaikkan harga berlipat ganda. Maka
apabila seorang pedagang telah mengubah harga normal dan mengubah harga-
harga yang semestinya dan mengubahnya dari harga yang telah berlaku, maka ia
telah berbuat dẓalim terhadap masyarakat. Karena itu, dia harus ditindak dan
dipaksa menyesuaikan dengan batas-batas keadilan dan kenormalan, dan
membatasi harga barang dengan harga yang memadai. Adapun bagaimana
mengetahui apa yang harus dibebankan kepada barang dan harga belinya yang
cocok bukanlah hal sukar bagi mereka yang ahli dan arif. 36
Diperbolehkan bagi siapa pun untuk mencari keuntungan tanpa ada
batasan ukuran keuntungan tertentu selama mematuhi aturan Islam. Serta
menentukan standar harga sesuai dengan kondisi pasar yang sehat. Namun bila
terjadi penyimpangan dan kesewenang-wenangan harga dengan merugikan pihak
konsumen, tidak ada halangan bagi pihak penguasa, sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya, untuk membatasi keuntungan pedagang atau mematok harga
36 Imam Saefudin, Sistem Prinsip Dan Tujuan Ekonomi Islam ( Bandung : CV.
Pustaka Setia, 1999 ) h.230.
49
Tindakan ini dilakukan harus melalui konsultasi dan musyawarah dengan pihak-
pihak terkait agar tidak ada yang dilangkahi maupun dirugikan hak-haknya.37
Dibawah ini beberapa cara mencari keuntungan agar terhindar dari
keserakahan yang menyebabkan monopoli pasar38
. Dalam al-Qur‟an dijelaskan
paling tidak ada empat sifat yang bersemi dalam diri seseorang yang berhak
mendapat keuntungan dalam berbisnis. Keempat ini harus dipegang dan
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dalam berbisnis:
1. Mewajibkan aktivitas perdagangan dengan landasan keimanan dan
ketaqwaan. Keimanan adalah landasan motivasi dan tujuan. Ketaqwaan
adalah landasan operasionalnya.
2. Memiliki komitmen yang tinggi untuk melaksanakan zikir dan bersyukur.
Zikir dimaksudkan sebagai kesadaran akan peran dan kehadiran Allah
daam proses kegiatan bisnis. Sementara syukur dimaksudkan sebagai
kesadaran untuk berterimakasih kepada Allah atas apa yang diberikan-Nya.
3. Berjiwa bersih dan mau bertobat. Maksud bersih disini adalah bersih dari
penyakit jiwa yang menghambat prestasi seseorang dalam tugasnya,
diantaranya dengki, sombong, benci, dan hasut. Kebersihan jiwa akan
membuat seseorang pebisnis menjalankan usahanya secara jernih dan
obyektif dalam berkompetisi serta tidak melakukan kecurangan dalam
berbagai kesepakatan.
37 Setiawan Budi Utomo, “Monopoli Perspektif Hadis” di akses tanggal 11 desember
2014 dari http://www.dakwatuna.com/2009/10/19/4342/batasan-tingkat-keuntungan-dalam-
syariah-dan-kebijakan-pricing-pemerintah/
38
Ma‟ruf Abdullāh, Wirausaha Berbisnis Syari„ah, (Banjarmasin: Antasari Press,
2011 ) h.43.
50
4. Memiliki antusiasme yang tinggi dalam menjalankan amar ma‟ruf nahi
munkar.
Menjadi pebisnis islami merupakan suatu profesi yang memerlukan
etika secara khusus sebagas jalan kehidupan yang selaras dengan keyakinan agama
Islam. Manusia yang memilih keyakinan agama Islam selain mendapat bimbingan
melaui ayat al-Qur‟an dan hadis, ia juga mendapat bimbingan dalam bentuk alam.
Perpaduan antara bimbingan ayat al-Qur‟an dan jalan Allah inilah yang
membentuk profesi pebisnis islami.39
Jika monopoli itu susah dihentikan maka cara untuk mengehentikannya
adalah dengan mencegah monopoli itu sendiri dengan Undang-Undang dan atau
pemerintah mengadakan perusahaan tandingan.40
39 Ma‟ruf Abdullāh, Wirausaha Berbisnis Syari„ah, (Banjarmasin: Antasari Press,
2011 ) h. 45.
40
Suprayitno, Eko, Ekonomi Mikro Perspektif Isl;am, ( Malang: UIN Malang Press,
2008 ) h. 215.
51
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebuah aktivitas ekonomi baru akan dapat dikatakan sebagai iḥtikār jika
memenuhi setidaknya dua syarat berikut: Pertama, obyek penimbunan merupakan
barang-barang kebutuhan masyarakat; kedua, tujuan penimbunan adalah untuk meraih
keuntungan di atas keuntungan normal
Iḥtikār (menimbun) sering di identikan dengan monopoli atau dikenal dengan
walaupun tidak semua monopoli masuk ke dalam Ihtikār. Iḥtikār tidak di perbolehkan
karena dapat menimbulkan kemadharatan bagi umat manusia. Iḥtikār tidak hanya
merusak mekanisme pasar, tetapi juga akan menghentikan keuntungan yang akan
diperoleh orang lain serta menghambat proses distribusi kekayaan diantara manusia.
Dimana yang di jadikan bahan untuk Ihtikār adalah bahan-bahan yang dibutuhkan oleh
banyak manusia.
Sebagaimana dikatakan diatas bahwa monopoli ataupun menimbun dikatakan
ihtikar jika terdapat unsur pengrusakan pasar seperti menahan bahan pokok yang benar-
benar sangat dibutuhkan masyarakat beredar di pasaran secara bebas. Dalam Rasulullah
melarang melakukan ihtikār, karena tidak semua bentuk monopoli itu merugikan. Yang
merugikan adalah monopoli atau menimbun barang dagangan untuk menghasilkan
keuntungan lebih dengan cara bathil, dimana saat banyak orang yang membutuhkan
barang tersebut tapi seorang monopolis menahan pedagang lain untuk masuk pasar dan
membuat para konsumen tidak mempunyai banyak pilihan dan dia menguasai pemasaran
barang tersebut.
52
B. SARAN
1. Keadilan dalam berbisnis harus ditunjukkan dengan cara tidak menzalimi satu sama
lain, dan tidak ada yang dizalimi. Seorang pebisnis harus bisa menghargai keberadaan
pebisnis lain, dan tidak berupaya menyingkitrkannya dan berusaha menguasai pasar.
Tidak berupaya mendapatkan keuntungan yang banyak dengan cara-cara yang zalim.
2. Berpegang teguh pada nilai-nilai yang terdapat pada al-Qur’ān dan hadis adalah cara
melakukan bisnis secara profesional. Nilai-nilai tersebut menjadi suautu landasan yang
dapat mengarahkan untuk tetap dalam koridor yang adil dan benar. Landasan atau
aturan-aturan inilah yang menjadi suatu aturan dan batasan yang Islami dalam
melakukan suatu bisnis.
3. Selalu berusaha mengontrol diri dalam berbisnis sehingga tidak menyalahi koridor-
koridor yang ada. Karena berbisnis bukan hanya untuk sendiri, tetapi untuk khalayak
banyak. Dan berbisnis juga tidak hanya untuk mendapatkan keuntungan yang banyak,
tapi keberkahan didalamnyapun juga perlu kita dapatkan
4. Banyak sekali kekurangan dalam skripsi ini, sekiranya para pembaca berminat untuk
melengkapi kekurangan skripsi ini dan ada yang bisa meneliti fakta sosial masyarakat
berkaitan dengan kasus iḥtikār ini.
53
DAFTAR PUSTAKA
A.J. Wensick, al- Mu’jam al-Mufaḥras, Leiden: E.J.Brill, 1936.
Abdullah, Ma„ruf, Wirausaha Berbisnis Syari„ah, Banjarmasin: Antasari Press, 2011.
Abdurrahman, dan Sumarna, Elan, Metode Kritik Hadis, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2011.
Al-Albani, Nasirudin terj. Hotib, Ahmad dan Faṭurrahman, Sunan Al-Dārimî, Jakarta
: Pustaka Azzam, 2007.
Alma, Buchori, Dasar-Dasar Etika Bisnis Islam, Bandung: CV. Alfabeta, 2003.
Abdullah, Ma‟ruf, Wirausaha Berbasis Syari‟ah, Banjarmasin : Anmtasari Press,
2011.
Amiruddin, terj. Faṭul Bāri (penjelasan kitab ṣahih Al-Bukhari), Jakarta: Pustaka
Azzam, 2010.
Al-Asqalanî, Ibn Hajar, Tahdzib al-Tahdzib, Beirut: Dar al-Kutb al-„Ilmiyah, 1980.
Aziz, Abdul, Etika Bisnis Perspektif Islam, Bandung: Alfabeta, 2013.
Badru, Faisal, dkk, “Etika Bisnis Dalam Islam” Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.
Al-Bukhari, Abu „Abdullah Muhammad bin Ismā‟il bin Ibrāhim, Al-Jāmi’ al-Bukhāri
(Ṣaḥîḥ al-Bukhāri), Bairut: Dār al-Fikr.
Bustamin, dan Salam, Isa H.A, Metodologi Kritik Hadis, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2004.
Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Hadis, ciputat: Uṣul Press, 2009.
54
Chamid, Nur, Jejak Sejarah Pemikiran Ekono Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010.
Departemen pendidikan nasional, Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi ketiga pusat
bahasa, Jakarta: Balai Pustaka, 2006.
Deptartemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 1998.
Djakfar, Muhammad, Agama, Etika, Dan Ekonomi, Malang: UIN Malang Press,
2007.
Fachrurazi, .Terj Naṣiruddin Al-Albani Abû ‘Isā Muhammad ibn ‘Isā ibn Saurah ibn
Musa ibn al-Dlahhak Al-Tirmîdzî, Jakarta: Pustaka Azzam, 2006
Al-Farmawî, „Abdul hay, al-Biydah fi al-Tafsir al-Maudu’I Dirasah Manhajiyah
Maudu’iyyah. Terj. Anwar, Rosehan dan Jalil, Maman Abdul , Metode Tafsir
Maudhû„i, Bandung, Pustaka Setia, 2002
Fatah, Adib Bisri dan Munawwir A, Kamus Indonesia-Arab Arab-Indonesia Al-Bisri,
Surabaya: Pustaka Progressif, 1997
Fatah, Adib Bisri dan Munawwir A., Kamus Indonesia-Arab Arab-Indonesia Al-
Bisri, Surabaya: Pustaka Progressif, 1999.
Hafidhiuddin, Didin, dkk, Peran nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam,
Jakarta: Robbani Press, 1995
Hamzah, Amir dkk, , terj.Ringkasan Nail Al-Auṭār, Jakarta: Pustaka Azzam, 2006.
Hanbal, Imam Ahmad Ibn, Musnad Ahmad Ibn Hanbal, Saudi Arabia: Baitul Ifkar,
1998
Hotib, Ahmad, dan Faṭurrahman. , terj Naṣiruddin al-Albani, Sunan Al-Darîmî,
‘Abdullah Ibn ‘Abdurrahman Ibn al-Fadl Ibn Bahram Ibn ‘Abdulṣṣamad Al-
Dārimî at-Taimî, Jakarta : Pustaka Azzam, 2007.
55
Karim, Adiwarman .A, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, Jakarta: PT.
RajaGrafindo persada, 2007.
Karim, Adiwarman, ekonomi Mikro Islam cetakan kedua, Jakarta: IIIT Indonesia,
2003.
Kartajaya, Hermawan Kartajaya dan Sula, Muhammad Syakir, Syari„ah Marketing,
Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008.
Lubis, Ibrahim, Ekonomi Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1995) h. 338
Masyhuri, Ekonomi Mikro, Malang: UIN Malang Press, 2007.
Al-Mizzi, Jamaluddin Abî Al-Hajjāj Yûsuf, Tahdzib al-Kamāl fi Asma al-Rijāl,
Beirut: Dār al-fikr, 1994,
Muharam, Hilman, Tesis:Etika Bisnis Perspektif hadis, UIN Jakarta:2005.
Mushaf, Al-Qur’ān al-Kārîm dan Terjemahannya, Bandung: MQS Publiṣing, 1987.
Al-Naisābûrî, Al-Imām Abî Husain Musllim bin Al-Hjjāj Al-Qussyairî, Ṣahih
Muslîm, Al-Qahiroh: Maktabah Al-Sakafa Al-Dinaya, 2009.
Al-Qazwini, Imam Abî „Abdillah Muhammad ibn Zayd, Sunan Ibn Mājah, Al-
Qahiroh: Dār Ibn Haitham, 2005.
Saefudin, Imam, Sistem, Prinsip Dan Tujuan Ekonomi Islam, ( Bandung : CV.
Pustaka Setia, 1999 ) h. h. 229.
Si Mbah “Undang-Undang Pasal 33 ayat 2 dan 3” diakses tanggal 12 desember 2014,
dari http://www.si-pedia.com/2014/03/bunyi-pasal-33-uud-1945-1-5-dan-
pembahasannya.html
Al-Sijistani, Sulaiman ibn Al-„Asy‟ath ibn Syaddad ibn „Amr ibn „Amir, Sunan Abû
dāud, Al-Qahirah: Dār al-hadits, 2010.
Ṣolahuddin, Asas-asas Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007 .
56
Sudharta, “Hukuman seorang pelaku Monopoli”, di akses tanggal 4 desember 2014
dari http://business-law.binus.ac.id/2013/01/20/catatan-seputar-hukum-
persaingan-usaha/
Suparta, Ṭahirin, dkk, terj.Syarh Bulûgh Al-Marām (‘Abdullah Ibn ‘Abdurrahman Al-
Bassām), Jakarta: Pustaka Azzam, 2006.
Suprayitno, Eko, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, ( Malang: UIN-Malang Press,
2008 ) h. 206.
Syahatah, Husain, dkk, Transaksi dan Etika Bisnis Islam, Jakarta: Visi Insani
Publiṣing, 2005.
Al-Syaukāni, Muhammad Ibn „Ali Ibn Muhammad, Nail Al-Auṭār, Beirut: Dar Ehia
al-Touraṭ al-„Arabi, 1999.
Taṣlim, Anṣari, terj. Al-Mughnî (Ibnu Qudamah), Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.
Utomo, Setiawan Budi, “Monopoli Perspektif Hadis” Diakses Tanggal 11 Desember
2014 dari http://www.dakwatuna.com/2009/10/19/4342/batasan-tingkat-
keuntungan-dalam-syariah-dan-kebijakan-pricing-pemerintah/
Vandiamtara, Sury, skripsi: Monopoli PT. Jamsostek (Persero) Pada Asuransi
Jaminan Sosial Tenaga Kerja Ditinjau Dari Konsep Islam Mengenai Takaful
Al-Ijtima„I (2012) h. 37. Buku Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum
Bisnis Anti Monopoli, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
Wikipedia, “monopoli dalam pasar”, diakses pada tanggal 27 0ktober 2014 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_monopoli
Yani, ahmad dan Widjaja, Gunawan, Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2002.
Yunus, Mahmud, kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1989.
Zakariya A, Maulana Muhammad, Aujazul Masalik Ila Malik, Beirut : Dār al-Fikr,
1974.
57
Lampiran
Takhrij Hadis tentang Larangan melakukan Monopoli (Iḥtikār).
Dimana ada salah satu hadis yang di telusuri hadisnya menggunakan
metode takhrij1. Dan penulis memilih hadis tentang larangan melakukan monopoli
pasar ini untuk di telusuri sanadnya sebagaimana dibawah ini.
Penulis akan meneliti sanad hadis diatas, Metode yang digunakan adalah
takhrij hadis melalui kata/lafal (fi’îl) pada matan hadis.2 Dimana yang menjadi
rujukan utama dalam penelitian sanadnya adalah kamus hadis al-Mu„jam al-
Mufaḥras A.J Wensick.
Perhatian ulama terhadap sanad dipicu oleh ditemukannya hadis palsu
yang diciptakan oleh orang-orang zindik dan orang yang mempunyai kepentingan
khusus, baik karena kepentingan politis, bisnis, maupun karena kefanatikan
paham, aliran, dan madhhab.3
Takhrij ini maksudnya adalah tentang sah tidaknya suatu periwhayatan
dan berkaitan dengan keadaan para rawi dan kadar kepercayaannya terhadap
mereka4
1 Takhrij adalah tentang sah tidaknya suatu periwhayatan dan berkaitan dengan
keadaan para rawi dan kadar kepercayaannya terhadap mereka. Hal yang pertama yang
mengharuskan adanya penelitian sanad hadis adalah, pada zaman Nabi Muhammad Saw tidak
seluruh hadis tertulis; yang kedua adalah, sesudah zaman Nabi Muhammad Saw terjadi pemalsuan
hadis; dan yang ketiga adalah penghimpunan hadis secara resmi dan massal terjadi setelah
berkembangnya pemalsuan-pemalsuan hadis.
„Abdurrahman, Elan SUmārna, Metode Kritik Hadis, ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2011 ) h. 92.
2 Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Haadis, ( Ciputat : Uṣul Press, 2009 ) h. 184.
3 Bustamin, M. „Isā H, A. Salam, Metodologi Kritik Hadis, ( Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004 ) h. 7.
58
Hal yang pertama yang mengharuskan adanya penelitian sanad hadis
adalah pada zaman Nabi Muḥammad Saw tidak seluruh hadis tertulis; yang kedua
adalah sesudah zaman Nabi Muḥammad Saw terjadi pemalsuan hadis; dan yang
ketiga adalah penghimpunan hadis secara resmi dan massal terjadi setelah
berkembangnya pemalsuan-pemalsuan hadis. 5
Berikut hadis tentang larangan iḥtikār sesuai dengan penulusuran dari
kamus hadis al-Mu„jam al-Mufaḥras:
Dari al-Mu„jam al-Mufaḥras kata 6 يحتكر. Ada dalam kitab Hadis:
Muslim : Bab Musāqah nomor 129 dan 130.
Abû Dāud : Bab Buyû„ nomor 40
Ibnu Mājah : Bab Tijārah nomor 6
Tirmîẓî : Bab Buyû„ nomor 40
Dārimî : Bab Buyû„ nomor 13
Aḥmad Ibn Ḥanbal : Bab ke 2 halaman 453 danb 454, Bab ke 6
halaman 400.
4 „Abdurrahman, Elan SUmārna, Metode Kritik Hadis, ( Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2011 ) h. 92.
6 A.J. Wensick, al- Mu„jam al-Mufahras jilid 1, (Leiden: E.J.Brill, 1936) h. 489.
59
1. Riwayat Imam Muslim
ث نا ث ناق عنببنمسلمةبناللهعبدحد كانقالسعيدابنوهويحيىعنبللابني عنيسليمانحدثالمسيببنسعيد فقيلخاطئف هواحتكرمنوسلمعليهاللهصلىاللهرسولقالقالمعمراأنيحد
ثكانالذيمعمراإنسعيدقالتحتكرفإنكلسعيد 7يحتكركانالحديثهذايحدTelah menceritakan kepada kami „Abdullāh Ibn Maslamah Ibn Qa„nab telah
menceritakan kepada kami Sulaimān yaitu Ibnu Bilāl dari Yaḥyā yaitu Ibnu Sa„îd-
dia berkata, Sa„îd Ibn Musayyab menceritakan bahwa Ma'mar berkata, Rasulullah
ṣallallahu „alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menimbun barang, maka dia
berdosa."
Imam Muslim, nama lengkapnya adalah Abû al- Ḥusain Muslim Ibn al-Ḥajjāj
Ibn Muslim al- Qusyairî an-Naisabûrî. Lahir tahun 204 H kemudian wafat
tahun 261 H di naisabûr. Beliau pernah belajar di Baghdād, Hijāz, „Irāq, Syām,
Mesîr dan lain-lain.8
Guru-gurunya diantaranya Imām Bukhārî, Yaḥyā ibn Yaḥyā, Aḥmad
ibn Ḥanbal, Sa„îd Ibn „Amrû Al-„Asy„ats, „Abdullāh Ibn Maslamah, dan lain-
lain.
Murid-muridnya yaitu Abû Ḥātim Al-Rāzi, Mûsā ibn Hārûn, Aḥmad
ibn Salamah, dan lain-lain.
‘Abdullāh Ibn Maslamah Ibn al-Qa„nabi al-Haratsî9. Wafat tahun 221 H,
Abû „Abdurrahman al-Madanî dan tinggal di Baṣrāh.
Pendapat Ulama: Menurut Ibnu Hājar mengatakan beliau seorang
yang Tsiqah Ahli Ibadah.
7 Al-Imām Abî Ḥusain Musllim bin Al-Ḥajjāj Al-Qussyairi Al-Na‟Isā bûri, Ṣahîh
Muslîm, ( Al-Qahiroh: Maktabah Al-Sakafa Al-Dinaya, 2009) h. 417.
8 Ibn Hājar al-Asqalānî, Tahẓib al-Tahẓib jilid 10, ( Beirut: Dar al-Kutb al-„Ilmiyah,
1980) h. 114.
9 Jamaluddin Abî Al-Ḥajjāj Yûsuf Al-Mîzzi, Tahẓib al-Kamāl fi Asma al-Rijāl jilid
16, ( Beirut: Dār al-fikr, 1994) h. 136.
60
Guru-gurunya: Sulaimān Ibn Bilāl, Malik Ibn Anas, „Abdul „Azîz Ibn
Muslim, dan lain-lain.
Murid-muridnya: Bukhārî, Muslim, Abû Dāud, dan lain-lain.
Sulaimān Ibn Bilāl al-Qurasyi at-Taimî10
. Kunîahnya Abû Muḥammad,
wafat tahun 172 H,.
Pendapat Ulama: Menurut Ibnu Hājar beliau adalah seorang yang
Tsiqah.
Guru-gurunya: Yaḥyā Ibn Sa‟îd Al-Qais al-Anṣari, Yazîd Ibn
Khuṣaifah, Yûnus Ibn Yazîd al-Aila, dan lain-lain.
Murid-muridnya: „Abdullāh Ibn Maslamah, Ziād Ibn Yûnus,
„Abdullāh Ibn al-Mubārak, dan lain-lain.
Yaḥyā Ibn Sa„îd Ibn Qais Ibn ‘Amrû Ibn Saḥl Ibn Tsa’labah ibn Al-
Harits Ibn Zaid Ibn Tsa’labah Ibn Ghanm Ibn Malik Ibn An-Najar.11
Wafat tahun 144 H,.
Pendapat Ulama: Menurut Ibnu Hājar beliau seorang yang. Menurut
An-Nasā‟I beliau seorangyang Tsiqah Tsabat.
Guru-gurunya: Sa‟îd Ibn Qais, Iṣāq Ibn „Abdullāh Ibn Abî Ṭalhah,
Anas Ibn Malik, dan lain-lain.
Murid-muridnya: Sulaimān Ibn Bilāl, Sufyān Ibn „Uyainah, Sufyān
ats-Tsaurî, dan lain-lain
10 Tahẓib al-Kamal jilid 11. h. 372.
11
Tahẓib al-Kamal jilid 31. h. 346.
61
Sa’îd Ibn Al-Musayyab Ibn Hazan Ibn Abî Wahab Ibn ‘Amrû Ibn A’id
Ibn ‘Imran Ibn Makhzum al-Quvrasyi.12
Wafat tahun 93 H.
Pendapat Ulama: Menurut Aẓ-Zahabî beliau seorang Tsiqah Hujjah,
Ahli Fiqih.
Guru-gurunya: Ma‟mar Ibn „Abdullāh Ibn Nafi„, Anas Ibn Malik,
Jabîr Ibn „Abdullāh, dan lain-lain
Murid-muridnya: Muḥammad Ibn „Amrû Ibn „Aṭa‟, Muḥammad Ibn
Ibrāhîm, Zaid Ibn Aslām, dan lain-lain. ,
Ma’mar Ibn ‘Abdullāh Ibn Nafi„ Ibn Ma„mar Nadolah Ibn ‘Auf Ibn
‘Abid Ibn ‘Awij Ibn ‘Adi Ibn Ka„ab Ibn Lu’î Ibn Ghālib13
. Beliau adalah
seorang Sahabat. Beliau mendapatkan hadis Nabi selain Nabi langsung juga
mendapatkan dari „Umār Ibn al-Khaṭāb.
Murid-muridnya: Sa„îd Ibn al-Musayyab, Bisyrî Ibn Sa‟îd,
„Abdurrahman Ibn Jubair al-Miṣrî, dan lainnya.
محم عن عجلن بن د محم عن إسمعيل بن حاتم ث نا حد الشعثي عمرو بن سعيد ث نا بنحد عمرو بن دعطاءعنسعيدبنالمسيبعنمعمربنعبداللهعنرسولاللهصلى اللهعليهوسلمقالليحتكرإل
ع بن خالد أخب رنا عون بن عمرو عن أصحابنا ب عض ثني حد و مسلم قال إب راهيم قال عنخاطئ الله بددبنعمروعنس كعبعمروبنيحيىعنمحم بن عيدبنالمسيبعنمعمربنأبيمعمرأحدبنيعدي
14قالقالرسولاللهصلىاللهعليهوسلمفذكربمثلحديثسليمانبنبللعنيحيى
12 Tahẓib al-Kamal jilid 11. h. 66.
13
Tahẓib al-Kamal Jilid 28. h. 314
14
Al-Imam Abî Ḥusain Musllim bin Al-Hjjaj Al-Qussyairi Al-Na‟Isā bûri, Ṣahîh
Muslîm, ( Al-Qahiroh: Maktabah Al-Sakafa Al-Dinaya, 2009) h. 417
62
Telah menceritakan kepada kami Sa„îd Ibn „Amrû Al Asy„ats telah menceritakan
kepada kami Hātim Ibn Ismā'îl dari Muḥammad Ibn „Ajlān dari Muḥammad Ibn
„Amrû Ibn „Aṭa‟ dari Sa„îd Ibn Al-Musayyab dari Ma„mar Ibn „Abdullāh dari
Rasulullah ṣallallahu „alaihi wasalam, beliau bersabda: "Tidaklah orang yang
menimbun barang, melainkan ia berdosa karenanya." Ibrāhîm berkata; Muslim
berkata; dan telah menceritakan kepadaku sebagian sahabat kami dari „Amrû Ibn
„Aun telah mengabarkan kepada kami Khālid Ibn „Abdullāh dari „Amrû Ibn Yaḥyā
dari Muḥammad Ibn „Amrû dari Sa‟îd Ibn Al-Musayyab dari Ma„mar Ibn Abû
Ma„mar salah seorang Bani „Adî Ibn Ka„ab, dia berkata: Rasulullah ṣallallahu
„alaihi wasallam bersabda. Kemudian dia menyebutkan hadits seperti hadits
Sulaimān Ibn Bilāl, dari Yaḥyā.
Imam Muslim.
Sa’îd Ibn ‘Amrû Al-‘ASy„ats, Sa’îd Ibn ‘Amrû Ibn Saḥal Ibn Iṣāq Ibn
Muḥammad Ibn Al-Asy’ats Ibn Qais al-Kindi al-‘Asy’atsi Abû ‘Utsman
al-Kufî.15
Wafat tahun 230 H.
Pendapat Ulama: Menurut Abû Zur„ah belia dan Yaḥyā Ibn Ma„în
beliau Tsiqah.
Guru-gurunya: Hātim Ibn Ismā‟îl al-Madani, Abî Usamah Hammād
Ibn Usamah, „Abdurrahim Ibn Sulaimān, dan lain-lain.
Murid-muridnya: Imam Muslim, Aḥmad Ibn Ismā„îl Ibn „Umār,
Muḥammad Ibn al-Ḥasan al-Anmaṭi.
Hātim Ibn Isma„îl Ibn al-Madani16
. Wafat tahun 187 H.
Pandangan Ulama: menurut Al-Ẓahabî beliau adalah seorang yang
Tsiqah, Menurut Muḥammad Ibn Sa‟dî beliau Tsiqah Ma’mun.
Guru-gurunya: Muḥammad Ibn „Ajlan, Naṣr Ibn Katsir, Hisyām Ibn
„Urwah, dan lain-lain.
15 Tahẓib al-Kamal jilid 1. h. 21.
16
Tahẓib al-Kamal jilid 5. h. 187.
63
Murid-muridnya: Khālid Ibn Khadasy, Jandal Ibn Walaq, Sa‟îd Ibn
„Amrû, dan lain-lain.
Muḥammad Ibn ‘Ajlan al-Qursyi17
. Wafat tahun 148 H.
Pendapat Ulama: Menurut Ibnu Hājar beliau adalah orang yang
Ṣadûk, menurut Aḥmad Ibn Ḥanbal beliau orang yang tsiqah, dan Yaḥyā Ibn
Ma„în mengatakan juga beliau Tsiqah.
Guru-gurunya: Zaid Ibn Aslam, Sa‟îd Ibn Ibrāhîm, Muḥammad Ibn
„Amrû, Ibn „Aṭa‟, dan lain lain.
Murid-muridnya: Bisyr Ibn Manṣur, Hātim Ibn Isma„îl, Sa„îd Ibn Abî
Ayûb, dan lain-lain.
Muḥammad Ibn ‘Amrû Ibn ‘Aṭa’ Ibn ‘Abbas Ibn ‘Alqamah Ibn
‘Abdullāh Ibn Abî Qais Ibn ‘Abdi Ibn Naṣr Ibn Malik Ibn Hisl Ibn ‘Amir
Ibn Lu’yi al-Qurosyi al-‘Amri 18
.
Pendapat Ulama: Menurut Ibnu Ḥājar beliau adalah seorang yang
Tsiqah, Abû Hātim , Abû Zur„ah dan an-Nasā‟I mengatakan bahwa beliau
Tsiqah.
Guru-gurunya: Rabî„ah Ibn Ka„ab al-Aslam, Sa„îd Ibn Musayyab,
Sulaimān Ibn Yassar, dan lain-lain.
Murid-muridnya: Muḥammad Ibn Ishāq Ibn Yassar, Muḥammad Ibn
„Ajlān, „Amrû Ibn Yaḥyā, dan lain-lain.
Sa’îd Ibn Al Musayyab Ibn Hazan Ibn Abî Wahab Ibn ‘Amrû
17 Tahẓib al-Kamal Jilid 26. h. 101.
18
Tahẓib Al-Kamal jilid 26. h. 210.
64
Ma’mar Ibn ‘Abdullāh Ibn Nafi„ Ibn Ma„mar Nadlolah
2. Riwayat Sunan Abû Dāud
دبنعمروبنعطاءعن ث ناوهببنبقيةأخب رناخالدعنعمروبنيحيىعنمحم دبنالمسيبسعيحدوسل عليه الله صلى الله رسول قال قال كعب بن عدي بني أحد معمر أبي بن معمر عن إل يحتكر ل م
ق يحتكر كان ومعمر قال تحتكر فإنك لسعيد ف قلت ماخاطئ قال الحكرة ما أحمد وسألت داود أبو الالمحتكرمني عترضالسوق 19فيهعيشالناسقالأبوداودقالالوزاعي
Telah menceritakan kepada kami Wahb Ibn Baqiyah, telah mengabarkan kepada
kami Khālid dari „Amr Ibn Yaḥyā, dari Muḥammad Ibn „Amr Ibn„ Aṭā` dari Sa„îd
Ibn Al Musayyab dari Ma„mar Ibn Abû Ma„mar salah satu Bani „Adi Ibn Ka„ab, ia
berkata; Rasulullah ṣallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seseorang
menimbun barang, kecuali tela berbuat salah." Kemudian aku katakan kepada
Sa„îd: sesungguhnya engkau menimbun. Ia berkata: dan Ma„mar pernah
menimbun. Abû Dāud berkata; dan aku bertanya kepada Aḥmad: apakah hukrah
itu? Ia berkata: sesuatu yang padanya terdapat kehidupan manusia. Abû Dāud
berkata Al Auza„i berkata: muhtakir adalah orang yang datang ke pasar untuk
membeli apa yang dibutuhkan orang-orang dan menyimpannya.
Abû Dāud nama lengkapnya Sulaimān ibn Al-„Asy„ats ibn Syaddad ibn „Amr
ibn „Amir as-Sijistani, penyusun kitab Sunan. Lahir di Sijistan tahun 202 H,
dan wafat tahun 275 H. kota-kota yang pernah beliau jelajahi untuk mencari
ilmu adalah Hijāz Syām Mesir, „Irāq, Jazirah, dan Khurasan. Menurut Al-
Hākim Ibn „Abdullāh dia adalahseorang imam ahli hadis. 20
Guru-gurunya diantaranya Imam Aḥmad ibn Ḥanbal, Wahb ibn
Baqîyah, Sulayman ibn Harb, Al-Qa‟nab, „Abdullāh ibn Musalamah, dan yang
lain-lain.
Murid-muridnya diantaranya al-Tirmîẓî, Al-Nasai, Abû Bakar ibn
Abû Dāud, Abû „Awanah, dan lain-lain. 21
19 Sulaimān ibn Al-„Asy‟ats ibn Syaddad ibn „Amr ibn „Amir as-Sijistani, Sunan
Abû daud h. 1496.
20
Tahẓib al-Kamal jilid 8. h. 5.
21
Tahẓib at-Tahẓib jilid 4 h. 153.
65
Wahab Ibn Baqiyah Ibn ‘Utsman Ibn Ssbûr Ibn ‘Ubaid Ibn Adam Ibn
Zîad Al-Wasṭî22
. Kuniyahnya Abû Muḥammad Al-Ma‟rûf, Wafat tahun 239
H.
Pendapat Ulama: Menurut Ibnu Hājar al-„Asqalani Tsiqah, ada dalam
Ats-Tsiqat Ibnu Hibban.
Guru-gurunya: Khālid Ibn „Abdullāh al-Wasṭî, ja‟far Ibn Sulaimān
Adh- Dhuba‟i, Yazîd Ibn Zurai‟I, dan lain-lain.
Murid-muridnya: Abû Dāud, Muslim, Aḥmad Ibn Muḥammad Ibn
Anas.
Khalid Ibn ‘Abdullāh Ibn ‘Abdurahman Ibn Yazîd aṭ-Ṭahhani.23
Wafat
tahun 179 H,
Pendapat Ulama: Menurut Ibnu Hājar beliau adalah seoorang yang
Tsiqah Tsabat
Guru-gurunya: Sulaimān At-Taimî, „Abdullāh Ibn „Aun, „Amrû Ibn
Yaḥyā Ibn „Umārah, dan lain-lain.
Murid-muridnya: Qutaibah Ibn Sa‟îd, Wahab Ibn Baqîyah, Yaḥyā Ibn
Yaḥyā an-NaisAbûri, dan lain-lain.
‘Amrû Ibn Yaḥyā Ibn ‘Umārah Ibn Abî Ḥasan al-Andhari al-Mazini al-
Madani24
, wafat tahun 140 H.
Pendapat Ulama: Menuurut Ibnu Hājar Al-„Asqalani beliau seorang
yang Tsiqah
22 Tahẓb Al-Kamal Jilid 31. h. 115.
23
Tahẓib al-Kamal Jilid 8 h. 99.
24
Tahẓib al-Kamal jilid 22 h. 295.
66
Guru-gurunya: „Alqamah Ibn Waqqaṣ al-Laitsi, Muḥammad Ibn
„„Amrû Ibn „Aṭa‟, Muḥammad Ibn Yhya Ibn Hibban, dan lain-lain.
Murid-muridnya: Ibrāhîm Ibn Ṭahman, Hammād Ibn Zaid, Khalid Ibn
„„Abdullāh, dan lain-lain.
Muḥammad Ibn ‘Amrû Ibn ‘Aṭa’ Ibn ‘Abbas Ibn ‘Alqamah
Sa’îd Ibn Al Musayyab Ibn Hazan Ibn Abî Wahab Ibn ‘‘Amrû
Ma’mar Ibn ‘‘Abdullāh Ibn Nafi’ Ibn Ma’mar Nadlolah
3. Riwayat sunan Ibnu Mājah
بن د محم عن إسحق بن د محم عن هارون بن يزيد ث نا حد شيبة أبي بن بكر أبو ث نا سعيدإحد عن ب راهيموسل عليه الله صلى الله رسول قال قال نضلة بن الله عبد بن معمر عن المسيب بن إل يحتكر ل م
25خاطئTelah menceritakan kepada kami Abû Bakr Ibn Abû Syaibah berkata, telah
menceritakan kepada kami Yazîd Ibn Harun dari Muḥammad Ibn Ishāq dari
Muḥammad Ibn Ibrāhîm dari Sa‟îd Ibnul Musayyab dari Ma'mar Ibn „Abdullāh
Ibn Nadllah ia berkata, "Rasulullah ṣallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak
ada yang menimbun kecuali orang yang salah."
Ibnu Mājah nama lengkapnya adalah Abû „Abdullāh Muḥammad ibn Yazîd
Al-Qazwini. Lahir di kota Qazwin tahun 209 H dan wafat tahun 273 H. beliau
pernah belajar di Iraq, Hijaz, Mesir, dan nlain lain.
Guru-gurunya diantaranya yaitu Abû Bakar ibn Abî Syaibah,
Muḥammad ibn „Abdullāh ibnNumayr, Hisyam ibn „Ammar, dan lain-lain.
Murid-muridnya yaitu Sulayman ibn Yazîd Al-Qazwini, Ishāq ibn
Muḥammad, Abû Al-Ḥasan Al-Qaṭṭan, dan lain-lain. 26
25 Imam Abî „Abdillah Muhammad ibn Zayd Al-Qazwini, Sunan Ibn Mājah Jilid 3,
(Al-Qahiroh: Dār Ibn Haitsam:2005 ) h. 2154.
26
Tahẓib at-Tahẓib jilid 9 h. 457.
67
Abû Bakr Ibn Abî Syaibah, ‘Abdullāh Ibn Muḥammad Ibn Ibrāhîm Ibn
Ibn ‘Utsman Ibn Khawasiti al-‘Absi27
. Wafat tahun 235 H.
Pendapat Ulama: Menurut Abû Ḥātim beliau seorang yang Tsiqah,
Abû Hātim dan Ibn Khiras juga mengatakan bahwa beliau Tsiqah.
Guru-gurunya: Yaḥyā Ibn Yaman, Yazîd Ibn Harun, Abî Bakr Ibn
„Ayyas, dan lain-lain.
Murid-muridnya: Bukhārî, Muslim, Abû Dāud, Ibnu Mājah, dan lain-
lain.
Yazîd Ibn Harun Ibn Zaẓî28
, wafat tahun 206 H.
Menurut Ibnu Hājar beliau seorang yang Tsiqah dan ahli Ibadah,
menurutal-„Ajlli beliau seorang yang tsiqah.
Guru-gurunya: Muḥammad Ibn Ishāq Ibn Yasar, Ibrāhîm Ibn Sa‟ad
Az-Zuhrî, al-Aswad Ibn Syaiban dan lain-lain.
Murid-muridnya: Ishāq Ibn Manṣur, Abû Bakar Ibn Abî Syaiban,
Aḥmad Ibn Ḥanbal, dan lain-lain.
Muḥammad Ibn Ishāq Ibn Yasar Ibn Khîar. Wafat pada tahun 150 H. biasa
di kenal dengan nama Ibn Kauban al-Madini Abû Bakar. Ia pernah melihat
Anas Ibn malik, Salim Ibn „Abdullāh Ibn „Umār dan Sa‟îd al-Musayyab.29
Pendapat Ulama: Menurut Aḥmad Ibn Ḥanbal adalah seorang Ḥasanul
hadits dan menurut Yaḥyā Ibn Ma‟in beliau adalah seorang yang Tsiqah.30
27 Tahẓib al-Kamal Jilid 16 h. 34.
28
Tahẓib al-Kamal jilid 32 h. 261.
29
Tahẓib al-Kamal jilid 24.h. 405.
30
Tahẓib al-Tahẓib jilid 9, h. 35.
68
Guru-gurunya daintaranya Ibrāhîm Ibn Yunain, Muḥammad Ibn
Ibrāhîm, Ayahnya Iṣāq Ibn Yasar, dan lain-lain.
Murid-muridnya antara lain Ibrāhîm Ibn Sa‟aid, Yazîd Ibn Harun,
Hammād Ibn Zaid, dan lain-lain.
Muḥammad Ibn Ibrāhîm Ibn al-Harits Ibn Khalid Ibn Ṣakhr Ibn ‘Amir
Ibn Ka’b Ibn Sa’d Ibn Taim Ibn Murrah al-Qarasyi al-Taimî31
. Wafat
tahun 120 H.
Pendapat Ulama: Menurut Ibn Hājar beliau seorang Tsiqah lahu
Afrod, Abî Hātim , Yaḥyā Ibn Ma‟in, dan An-Nasā‟I mengatakan beliau
Tsiqah.
Guru-gurunya: Usamah Ibn Zaid Ibn Haritsah, Anas Ibn Malik, Jabîr
Ibn „Abdullāh, dan lain-lain. (tidak di temukan Sa’îd Ibn Musayyab)
Murid-muridnya: Muḥammad Ibn Iṣāq, Usamah Ibn Zaid al-Laitsi,
„Abdullāh Ibn Ṭawus, dan lain-lain.
Sa‘îd Ibn Al Musayyab Ibn Hazan Ibn Abî Wahab Ibn ‘Amrû
Ma‘mar Ibn ‘Abdullāh Ibn Nafi’ Ibn Ma‘mar Nadlolah
4. Riwayat Sunan Tirmîẓî
دبن دبنإسحقعنمحم ث ناإسحقبنمنصورأخب رنايزيدبنهارونأخب رنامحم إب راهيمعنسعيدبنحدالمسيبعنمعمربنعبداللهبننضلةقالسمعترسولاللهصلىا للهعليهوسلمي قولليحتكرإل
و عيسى أبو قال يحتكر كان قد ومعمر قال تحتكر إنك د محم أبا يا لسعيد ف قلت عنخاطئ روي إنماال يحتكر كان أنه المسيب بن سعيد وعلي عمر عن الباب وفي عيسى أبو قال هذا ونحو والحنطة زيت
ك العلم أهل عند هذا على والعمل صحيح حسن حديث معمر وحديث عمر وابن أمامة احتكاروأبي رهوا
31 Tahẓib al-Kamal jilid 24 h. 301.
69
ص ورخ القطنالطعام في بالحتكار بأس ل المبارك ابن قال و الطعام غير في الحتكار في ب عضهمختيانونحوذلك 32والس
Telah menceritakan kepada kami Ishāq Ibn Manṣur telah mengabarkan kepada
kami Yazîd Ibn Harun telah mengabarkan kepada kami Muḥammad Ibn Ishāq dari
Muḥammad Ibn Ibrāhîm dari Sa‟îd Ibn Al Musayyab dari Ma'mar Ibn „Abdullāh
Ibn Nadhlah ia berkata; Aku mendengar Rasulullah ṣallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Tidaklah seseorang menimbun kecuali ia telah berbuat salah." Aku
bertanya kepada Sa‘îd: Wahai Abû Muḥammad, sesungguhnya engkau menimbun.
Ia mengatakan: Sedangkan Ma'mar telah menimbun. Abû ‘Isa berkata;
Sesungguhnya telah diriwayatkan dari Sa‟îd Ibn Al Musayyib bahwa ia pernah
menimbun minyak, biji gandum atau yang serupa dengan itu. Abû Isa berkata;
Dalam hal ini ada hadits serupa dari „Umār, Ali, Abû Umamah dan Ibnu „Umār.
Dan hadits Ma'mar adalah hadits Ḥasan Ṣahîh. Hadits ini menjadi pedoman amal
menurut ulama; Mereka memakruhkan penimbunan makanan namun sebagian
mereka membolehkan penimbunan selain makanan. Dan Ibnu Al Mubārak
mengatakan: Tidak apa-apa menimbun kapas, kulit yang disamak atau yang serupa
dengan itu.
Tirmîẓî, nama lengkapnya Abû ‘Isa Muḥammad ibn „Isa ibn Saurah ibn Musa
ibn al-Dlahhak al-Tirmîẓî. Lahir di kota Turmuẓ tahun 200 H dan wafat tahun
279 H. beliau pernah belajar di kota Irak, Hijaz, Khurasan, dan lain-lain.33
Beliau seorang al-Imam al-Hafîzh.
Guru-gurunya diantaranya Imam Bukhārî, Imam Muslim, Abû Dāud,
Qutaybah ibn Sa‟îd, Ishāq ibn Manṣûr, dan lain-lain.
Murid-muridnya yaitu Hammād ibn Syakir, al-Haitsam ibn Kulaib
Asy-Syasyi, Aḥmad ibn Yûsuf An-nasafi, dan lain-lain.
Ishāq Ibn Manṣûr Ibn Baḥrām Al-Kawsaj34
, tinggal di NaisAbûri,
panggilannya Abû Ya‟qûb, beliau wafat tahun 251 H.
32 Abû „Isā Muhammad ibn „Isā ibn Saurah ibn Musa ibn adl-Dlahhak at-Tirmîẓî.
Terj Naṣiruddin Al-Albani-Fachrurazi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006) h. 49.
33
Tahẓib at-Tahẓib jilid 9 h. 457.
34
Tahẓib al-Kamal, jilid 2. h. 475
70
Pendapat Ulama: Menurut Ibnu Hājar beliau Tsiqah tsabat dan
seorang ahli ibadah, menurut Muslim Tsiqah ma’mun, menurut Al-Nasā‟I
Tsiqah Tsabat, menurut Abû Hātim Ṣadûq.
Guru-gurunya: Aḥmad Ibn Ḥanbal, Yazîd Ibn Harun, „Abdullāh Ibn
Musa, dan lain-lain.
Murid-muridnya: Ibrāhîm Ibn Iṣāq al-HarAbîy, Tirmîẓî, „„Abdullāh
Ibn Aḥmad Ibn Ḥanbal, dan lain-lain.
Yazîd Ibn Harun
Muḥammad Ibn Ishāq Ibn Yasar
Muḥammad Ibn Ibrāhîm Ibn al-Harits Ibn Khalid
Sa‘îd Ibn Al Musayyab Ibn Hazan Ibn Abî Wahab Ibn ‘Amrû
Ma‘mar Ibn ‘Abdullāh Ibn Nafi‘ Ibn Ma‘mar Nadlolah
5. Riwayat Ad-Darimî
سعيدبن عن بنإب راهيم د محم عن دبنإسحق محم ث نا حد خالد بن ث ناأحمد معمربنحد عن المسيبقالسمعترسولاللهصلىاللهعليهوسلمي قو خاطئعبداللهبننافعبننضلةالعدوي لليحتكرإل
35مرت ينTelah menceritakan kepada kami Aḥmad Ibn Khalid telah menceritakan kepada
kami Muḥammad Ibn Iṣāq dari Muḥammad Ibn Ibrāhîm dari Sa‟îd Ibn Al
Musayyab dari Ma'mar Ibn „Abdullāh Ibn Nafi' Ibn Nadhlah Al 'Adawi, ia
berkata; aku mendengar Rasulullah ṣallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak
menimbun kecuali ia akan berdosa." Beliau mengucapkan hingga dua kali. Al-Dārimî, ‘Abdullāh Ibn ‘Abdurrahman Ibn al-FadhlIbn Bahram Ibn
‘Abdulṣṣamad Al-Darimi al-Taimî, 36
35 Al-Darimi, „Abdullāh Ibn „;Abdurrahman Ibn al-Fadhlbin Bahram Ibn
„Abdulṣṣamad Al-Darimî al-Taimî , terj Naṣiruddin al-Albani. Aḥmad Hotib dan Faṭurrahman,
Sunan Al-Darimi, ( Jakarta : Pustaka Azzam, 2007 ) h. 566.
36
Tahẓib al-Kamal jilid 15, h. 210.
71
Pendapat Ulama : „Abdurrahman Ibn Abî Hātim mengatakan dari
ayahnya bahwa beliau seorangn imam ahli di zamannya, Imam ahlu Hadits.
Guru-gurunya : Asyhal Ibn Hātim , Aḥmad Ibn Ishāq al-hadhrami,
Aḥmad Ibn Humaid al-Kufi, dan lain-lain.
Murid-muridnya : Muslim, Abû Dāud, Tirmîẓî, dan lain-lain.
Tidak ditemukan
Aḥmad Ibn Khalid Ibn Musa Ibn Muḥammad37
. Wafat tahun 214 H.
Pendapat Ulama : Abû Zur‟ah dan Yaḥyā Ibn Ma‟în “Tsiqah”
Guru-gurunya :Muhmmad Ibn Iṣāq, Yûnus Ibn Abî Ishāq, „Abdul
„Azîz Ibn „Abdullāh Ibn Abî Salamah, dan lain-lain. bh
Murid-muridnya : Bukhārî, Muḥammad Ibn Khalid, ad-Darimi, dan
lain-lain.
Muḥammad Ibn Ishāq
Muḥammad Ibn Ibrāhîm
Sa’îd Al-Musayyab
Ma‘mar Ibn ‘Abdillah Ibn Nafi‘ Ibn Nadhalah al-‘Adawi.
6. Riwayat Imam Aḥmad Ibn Ḥanbal.
Musnad Penduduk Makkāh Bab Hadits Ma‟mar Ibn „„Abdullāh RA no
15198
بن سعيد عن يمي الت إب راهيم بن د محم عن إسحاق بن د محم ث نا حد قال يزيد ث نا معمرحد عن المسيبقالسمعترسول الخاطبنعبداللهبننضلةالقرشي 38اللهصلىاللهعليهوسلمي قولليحتكرإل
37 Tahẓib al-Kamal Jilid 1, h. 299.
38
Imam Aḥmad Ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad Ibn Ḥanbal, ( Saudi Arabia: Baitul
Ifkar, 1998 ) h. 707.
72
Telah menceritakan kepada kami Yazîd berkata; telah menceritakan kepada kami
Muḥammad Ibn Iṣāq dari Muḥammad Ibn Ibrāhîm At-Taimî dari Sa‟îd Ibn
Musayyab dari Ma'mar Ibn „Abdullāh Ibn Nadllah Al Qurasyi berkata: saya telah
mendengar Rasulullah Ṣallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tidak boleh ditimbun
kecuali minyak."
Aḥmad Ibn Ḥanbal, Imam Abû ‘Abdillah Ibn Muḥammad Ibn Ḥanbal al-
Marwazy.39
Wafat tahun 241 H.
Guru-Gurunya : Banyak meriwayatkan hadits dari Yazîd Ibn Harun,
dari „Abdah Ibn Sulaimān, dari Muḥammad Ibn Ja‟far, Hammād, Abû Aḥmad,
Iṣāq dan lain- lain.
Murid-muridnya : Bukhārî, Muslim, Ibnu Abî Dunya, dan lain-lain.
Yazîd Ibn Harun
Muḥammad Ibn Ishāq
Muḥammad Ibn Ibrāhîm At-Taimî
Sa’îd Ibn al-Musayyab
Ma’mar Ibn ‘Abdullāh
سعيد عن إب راهيم بن د محم عن إسحاق بن د محم ث نا حد قال سليمان بن عبدة ث نا عنحد المسيب بنالخاطمعمربنعبداللهال قالقالرسولاللهصلىاللهعليهوسلمليحتكرإل 40عدوي
Telah menceritakan kepada kami 'Abdah Ibn Sulaimān berkata; telah menceritakan
kepada kami Muḥammad Ibn Iṣāq dari Muḥammad Ibn Ibrāhîm dari Sa‟îd Ibn
Musayyab dari Ma'mar Ibn „Abdullāh Al 'Adawi berkata; Rasulullah
Ṣallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tidak boleh ditimbun kecuali minyak."
Aḥmad Ibn Ḥanbal
‘Abdah Ibn Sulaimān al-Kalabî.41
39 Fatchur Rahman, Ikhtisar Musṭalahul hadits, ( Yogyakarta: PT. Al-Ma‟arif, 1995 )
h. 325.
40
Imam Aḥmad Ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad Ibn Ḥanbal, ( Saudi Arabia: Baitul
Ifkar, 1998 ) h. 709.
41
Tahẓib al-Kamal jilid 18, h. 530.
73
Pendapat Ulama : „Abdullāh Aḥmad Ibn „Abdullāh al-„Ijli
mengatakan “tsiqah rajulun Ṣalih Ṣahib Qur’an Yaqra’, Muhaammad Ibn
Sa‟di, “Tsiqah”
Guru-gurunya : Hajjaj Ibn Dinar, „Ubaid Ibn „Umār, Muḥammad Ibn
Iṣāq, dan lain-lain.
Murid-muridnya : Aḥmad Ibn Ḥanbal, Syuja‟I Ibn Makhlad,
Muḥammad Ibn Sawwar, dan lain-lain.
Muḥammad Ibn Ishāq
Muḥammad Ibn Ibrāhîm
Sa’îd Ibn al-Musayyab
Ma’mar Ibn ‘Abdillah
ي الت إب راهيم بن د محم عن إسحاق بن د محم عن شعبة ث نا حد جعفر بن د محم ث نا حد سعيد عن بنميالخاطالمسيبعنمعمررجلمنق ريشقالقالرسولاللهصلىاللهعليهوسلمليحتكر 42إل
Telah menceritakan kepada kami Muḥammad Ibn Ja'far telah menceritakan kepada
kami Syu'bah dari Muḥammad Ibn Iṣāq dari Muḥammad Ibn Ibrāhîm At-Taimî
dari Sa‟îd Ibn Musayyab dari Ma'mar seorang laki-laki dari Quraiṣ, berkata;
Rasulullah Ṣallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tidak boleh ditimbun kecuali
minyak."
Aḥmad Ibn Ḥanbal
Muḥammad Ibn Ja’far al-Hiẓalî,43
wafat tahun 193 H.
Pendapat Ulama : ada dalam ats-Tsiqat Ibn Hibban, „Abi Hātim
Ṣaduq,
Guru-gurunya :Ḥusain al-mu‟allim, Syu‟bah Ibn al-Hajjaj, Sufyān al-
Tsauri, dan lain-lain.
42 Imam Aḥmad Ibn Ḥanbal, Musnad Aḥmad Ibn Ḥanbal, ( Saudi Arabia: Baitul
Ifkar, 1998 ) h 2030.
43
Tahẓib al-Kamal Jilid 25, h. 5.
74
Murid-muridnya : Aḥmad Ibn Ḥanbal, Iṣaq Ibn Rahwîah, „Ali Ibn al-
Madini, dan lain-lain.
Syu’bah Ibn al-Hajjaj Ibn al-Wardi al-‘Ataki al-Azdi44
Pendapat Ulama:
Guru-gurunya : Aban Ibn Taghlab, Ibrāhîm Ibn Muhajir, Ibrāhîm Ibn
maimun, Muḥammad Ibn Iṣāq Ibn yassar, danlain-lain.
Murid-muridnya : Muhammaad Ibn Ishāq, Muḥammad Ibn Ja‟far
Ghundar, „Isa Ibn Yûnus, dan lain-lain.
Muḥammad Ibn Ishāq
Muḥammad Ibn Ibrāhîm
Sa‟îd Ibn Al-Musayyab
Ma’mar
44 Tahẓib al-Kamal jilid 12, 479.
وسلمعليهاللهصلىاللهرسول
خالد
وهب
عمروبنيحيى
يحيى
سليمان حاتم
اللهعبد سعيد
دارمي
محمدبنجعفر
مسلم ابوداود ترميذي ابنماجه احمدبنحنبل
محمدبنعجلن
أحمدبنخالد
أبوبكربنأبيشيبة
معمربنعبداللهبننضلة
محمدبنإسحق
إسحقبنمنصور
عبدة
----
يزيدبنهارون
محمدبنعمروبنعطاء
محمدبنإب راهيم
------