Download - Ekonomi Regional Jawa Tengah Triwulan 2 2015
KAJIANEKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN II 2015
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN II 2015
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya
”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan II 2015” dapat dipublikasikan. Buku ini
menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian
daerah, khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah,
yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan
informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan
data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja
sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan
datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan
kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak
yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta
kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan
ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
KATA PENGANTAR
Semarang, Agustus 2015KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI JAWA TENGAH
Ttd
Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya
”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan II 2015” dapat dipublikasikan. Buku ini
menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian
daerah, khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah,
yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan
informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan
data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja
sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan
datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan
kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak
yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta
kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan
ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
KATA PENGANTAR
Semarang, Agustus 2015KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI JAWA TENGAH
Ttd
Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN II
2015
PERKEMBANGANPERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BAB III
3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
3.2. Perkembangan Bank Umum
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
3.2.3. Penyaluran Kredit
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank
Umum
3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan di Jawa
Tengah
3.6. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI) dan BI-Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS)
3.6.1 Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI)
3.6.2 Transaksi Bank Indonesia –Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS)
3.7. Perkembangan Perkasan
47
48
48
49
50
51
52
54
54
56
58
58
59
60
61
PERKEMBANGANKETENAGAKERJAANDAERAH
BAB V
5.1. Ketenagakerjaan
5.2. Pengangguran
5.3. Nilai Tukar Petani
5.4. Tingkat Kemiskinan
OUTLOOKPERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
BAB VI
6.1. Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1. Sisi Penggunaan
6.1.2. Sisi Sektoral
6.2. Inflasi
6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan III 2015
6.2.2. Inflasi Juli 2015
6.2.3. Inflasi 2015
77
79
80
81
67
67
69
87
88
89
91
91
92
93
PERKEMBANGANKEUANGANDAERAH
BAB IV
4.1. Realisasi APBD Triwulan IV 2015
4.1. 1. Penyerapan Pendapatan Triwulan I 2015
4.1. 2. Realisasi belanja Triwulan III 2015
iii
Daftar Isi
2.1. Inflasi Secara Umum
2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
2.2.1. Kelompok Bahan Makanan
2.2.2. Kelompok Makanan Jadi,Minuman,Rokok
& Tembakau
2.2.3. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa
Keuangan
2.2.4. Kelompok Lainnya
2.3. Disagregasi Inflasi
2.3.1. Kelompok Volatile Foods
2.3.2. Kelompok Administered Prices
2.3.3. Kelompok Inti
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
BAB II
31
34
35
35
36
36
36
36
38
39
41
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Grafik
Daftar Tabel
Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Jawa Tengah
Ringkasan Umum
Sumplemen I Dampak Depresiasi nilai Tukar
Terhadap Perekonomian Jawa Tengah
Sumplemen II Dampak Asimetris Kebijakan Harga
BBM
Sumplemen III Ketahanan Pangan Jawa Tengah
Sumplemen IV Menakar Kontribusi Belanja
Pemerintah
I
ii
iv
ix
xi
xv
24
26
43
72
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Secara Umum
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
11
12
20
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BAB I
ii
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN II
2015
PERKEMBANGANPERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BAB III
3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
3.2. Perkembangan Bank Umum
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
3.2.3. Penyaluran Kredit
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank
Umum
3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan di Jawa
Tengah
3.6. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI) dan BI-Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS)
3.6.1 Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI)
3.6.2 Transaksi Bank Indonesia –Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS)
3.7. Perkembangan Perkasan
47
48
48
49
50
51
52
54
54
56
58
58
59
60
61
PERKEMBANGANKETENAGAKERJAANDAERAH
BAB V
5.1. Ketenagakerjaan
5.2. Pengangguran
5.3. Nilai Tukar Petani
5.4. Tingkat Kemiskinan
OUTLOOKPERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
BAB VI
6.1. Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1. Sisi Penggunaan
6.1.2. Sisi Sektoral
6.2. Inflasi
6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan III 2015
6.2.2. Inflasi Juli 2015
6.2.3. Inflasi 2015
77
79
80
81
67
67
69
87
88
89
91
91
92
93
PERKEMBANGANKEUANGANDAERAH
BAB IV
4.1. Realisasi APBD Triwulan IV 2015
4.1. 1. Penyerapan Pendapatan Triwulan I 2015
4.1. 2. Realisasi belanja Triwulan III 2015
iii
Daftar Isi
2.1. Inflasi Secara Umum
2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
2.2.1. Kelompok Bahan Makanan
2.2.2. Kelompok Makanan Jadi,Minuman,Rokok
& Tembakau
2.2.3. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa
Keuangan
2.2.4. Kelompok Lainnya
2.3. Disagregasi Inflasi
2.3.1. Kelompok Volatile Foods
2.3.2. Kelompok Administered Prices
2.3.3. Kelompok Inti
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
BAB II
31
34
35
35
36
36
36
36
38
39
41
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Grafik
Daftar Tabel
Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Jawa Tengah
Ringkasan Umum
Sumplemen I Dampak Depresiasi nilai Tukar
Terhadap Perekonomian Jawa Tengah
Sumplemen II Dampak Asimetris Kebijakan Harga
BBM
Sumplemen III Ketahanan Pangan Jawa Tengah
Sumplemen IV Menakar Kontribusi Belanja
Pemerintah
I
ii
iv
ix
xi
xv
24
26
43
72
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Secara Umum
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
11
12
20
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BAB I
ii
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN II
2015
Grafik 1.33. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha Sektor
Pertanian,Kehutanan dan Perikanan
Grafik 1.34. Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di
Jawa Tengah
Grafik 1.35. Survei Konsumen dan Survei Pedagang Eceran
Grafik 1.36. Perkembangan Konsumsi Semen
Grafik 1.37. Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan
Nasional
Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa
Tengah
Grafik 2.3. Tren Inflasi Jawa Tengah (%,YoY)
Grafik 2.4. Inflasi Tahunan Provinsi Di Jawa
Grafik 2.5. Inflasi Tahun Kalender Provinsi Di Jawa
Grafik 2.6. Perkembangan Inflasi bulanan Jawa Tengah 2012-
2015
Grafik 2.7. Event Analisis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2.8. Disagrgasi Inflasi tahunan
Grafik 2.9. Disagregasi Inflasi Bulanan
Grafik 2.10. Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile
Foods 2012-2015 TW II
Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
Volatile Foods Triwulan II
Grafik 2.12. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
Kelompok Volatile Foods
Grafik 2.13. Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi
Tahunan Kelompok Volatile Foods
Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai Merah
22
22
23
23
23
31
31
31
32
32
32
32
36
36
37
37
37
37
38
38
38
38
39
39
39
39
40
40
40
40
40
41
41
42
42
48
48
Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang Merah
Grafik 2.16. Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam Ras
Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Bulanan Telur Ayam Ras
Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
Administered Prices Triwulan II
Grafik 2.19. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
Kelompok Administered Prices
Grafik 2.20. Perkembangan Inflasi Bulanan Bensin
Grafik 2.21. Inflasi Bulanan Subkelompok Transpor
Grafik 2.22. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti
Triwulan II
Grafik 2.23. Perkembangan Output Gap,Pertumbuhan
Ekonomi Tahunan,dan Inflasi Inti Non Traded
Grafik 2.24. Indeks Ekspektasi Konsumen Terhadap Kenaikan
Harga
Grafik 2.25. Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
Grafik 2.26. Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti
Traded
Grafik 2.27. Inflasi Tahunan Triwulan II 2015
Grafik 2.28. Perkembangan Inflasi Tahunan
Grafik 2.29. Inflasi Tahunan Kota
Grafik 2.30. Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per
Kelompok Triwulan II 2015
Grafik 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 3.2. Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di
Provinsi Jawa Tengah
v
GRAFIK
Grafik 1.1. Kontribusi Perekonomian Provinsi Terhadap
Kawasan Jawa
Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah,Jawa
Dan Nasional
Grafik 1.3. Pertumbuhan Tahunan Penyaluran Kredit
Perbankan
Grafik 1.4. Pertumbuhan Transaksi Kliring dan PDRB
Grafik 1.5. Survei Konsumen
Grafik 1.6. Komponen Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 1.7. Survei Pedagang Eceran
Grafik 1.8. Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi
Grafik 1.9. Pertumbuhan Tahunan Kredit Kendaraan
Bermotor dan Kredit Kepemilikan Rumah
Grafik 1.10. Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi
Grafik 1.11. Pertumbuhan Tahunan Realisasi Belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.12. Perkembangan Anggaran Belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.13. Likert Scale Investasi
Grafik 1.14. Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi
Di Jawa Tengah
Grafik 1.15. Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor
Barang Modal
Grafik 1.16. Perkembangan Realisasi Penanaman
Realisasi Penanaman Modal Asing Di Jawa Tengah
Grafik 1.17. Perkambangan Realisasi Penanaman Modal
Dalam Negeri di Jawa Tengah
Grafik 1.18. Likert Scale Penjualan Domestik
11
11
12
12
13
13
14
14
14
14
15
15
15
16
16
16
16
16
16
Grafik 1.19. Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 1.20. Perkembangan Nilai Ekspor mebel dan
Kayu Olahan Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.21. Perkembangan Ekspor Provinsi Jawa
tengah Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.22. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Negara Tujuan Triwulan II 2015
Grafik 1.23. Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 1.24. Perkembangan Nilai Ekspor Mebel dan
Kayu Olahan Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.25. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa
Tengah
Grafik 1.26. Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa
Tengah
Grafik 1.27. Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
Triwulan II 2015
Grafik 1.28. Perkembangan Nilai Impor Jawa Tengah
Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.29. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Dan
Struktur PDRB Sektoral Provinsi Jawa tengah Triwulan I
Tahun 2015(%)
Grafik 1.30. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa
Tengah
Grafik 1.31. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen
Industri Jawa Tengah
Grafik 1.32. Perkembangan Industri Manufaktur
17
17
17
17
18
18
19
19
19
19
21
21
21
22
iv
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN II
2015
Grafik 1.33. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha Sektor
Pertanian,Kehutanan dan Perikanan
Grafik 1.34. Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di
Jawa Tengah
Grafik 1.35. Survei Konsumen dan Survei Pedagang Eceran
Grafik 1.36. Perkembangan Konsumsi Semen
Grafik 1.37. Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan
Nasional
Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa
Tengah
Grafik 2.3. Tren Inflasi Jawa Tengah (%,YoY)
Grafik 2.4. Inflasi Tahunan Provinsi Di Jawa
Grafik 2.5. Inflasi Tahun Kalender Provinsi Di Jawa
Grafik 2.6. Perkembangan Inflasi bulanan Jawa Tengah 2012-
2015
Grafik 2.7. Event Analisis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2.8. Disagrgasi Inflasi tahunan
Grafik 2.9. Disagregasi Inflasi Bulanan
Grafik 2.10. Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile
Foods 2012-2015 TW II
Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
Volatile Foods Triwulan II
Grafik 2.12. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
Kelompok Volatile Foods
Grafik 2.13. Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi
Tahunan Kelompok Volatile Foods
Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai Merah
22
22
23
23
23
31
31
31
32
32
32
32
36
36
37
37
37
37
38
38
38
38
39
39
39
39
40
40
40
40
40
41
41
42
42
48
48
Grafik 2.15. Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang Merah
Grafik 2.16. Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam Ras
Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Bulanan Telur Ayam Ras
Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
Administered Prices Triwulan II
Grafik 2.19. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
Kelompok Administered Prices
Grafik 2.20. Perkembangan Inflasi Bulanan Bensin
Grafik 2.21. Inflasi Bulanan Subkelompok Transpor
Grafik 2.22. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti
Triwulan II
Grafik 2.23. Perkembangan Output Gap,Pertumbuhan
Ekonomi Tahunan,dan Inflasi Inti Non Traded
Grafik 2.24. Indeks Ekspektasi Konsumen Terhadap Kenaikan
Harga
Grafik 2.25. Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
Grafik 2.26. Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti
Traded
Grafik 2.27. Inflasi Tahunan Triwulan II 2015
Grafik 2.28. Perkembangan Inflasi Tahunan
Grafik 2.29. Inflasi Tahunan Kota
Grafik 2.30. Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per
Kelompok Triwulan II 2015
Grafik 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 3.2. Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di
Provinsi Jawa Tengah
v
GRAFIK
Grafik 1.1. Kontribusi Perekonomian Provinsi Terhadap
Kawasan Jawa
Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah,Jawa
Dan Nasional
Grafik 1.3. Pertumbuhan Tahunan Penyaluran Kredit
Perbankan
Grafik 1.4. Pertumbuhan Transaksi Kliring dan PDRB
Grafik 1.5. Survei Konsumen
Grafik 1.6. Komponen Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 1.7. Survei Pedagang Eceran
Grafik 1.8. Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi
Grafik 1.9. Pertumbuhan Tahunan Kredit Kendaraan
Bermotor dan Kredit Kepemilikan Rumah
Grafik 1.10. Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi
Grafik 1.11. Pertumbuhan Tahunan Realisasi Belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.12. Perkembangan Anggaran Belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.13. Likert Scale Investasi
Grafik 1.14. Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi
Di Jawa Tengah
Grafik 1.15. Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor
Barang Modal
Grafik 1.16. Perkembangan Realisasi Penanaman
Realisasi Penanaman Modal Asing Di Jawa Tengah
Grafik 1.17. Perkambangan Realisasi Penanaman Modal
Dalam Negeri di Jawa Tengah
Grafik 1.18. Likert Scale Penjualan Domestik
11
11
12
12
13
13
14
14
14
14
15
15
15
16
16
16
16
16
16
Grafik 1.19. Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 1.20. Perkembangan Nilai Ekspor mebel dan
Kayu Olahan Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.21. Perkembangan Ekspor Provinsi Jawa
tengah Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.22. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Negara Tujuan Triwulan II 2015
Grafik 1.23. Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 1.24. Perkembangan Nilai Ekspor Mebel dan
Kayu Olahan Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.25. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa
Tengah
Grafik 1.26. Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa
Tengah
Grafik 1.27. Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
Triwulan II 2015
Grafik 1.28. Perkembangan Nilai Impor Jawa Tengah
Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.29. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Dan
Struktur PDRB Sektoral Provinsi Jawa tengah Triwulan I
Tahun 2015(%)
Grafik 1.30. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa
Tengah
Grafik 1.31. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen
Industri Jawa Tengah
Grafik 1.32. Perkembangan Industri Manufaktur
17
17
17
17
18
18
19
19
19
19
21
21
21
22
iv
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN II
2015
Grafik 3.32. Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di
Jawa Tengah
Grafik 3.33. Perkembangan Transaksi SP Nontunai Jawa
Tengah
Grafik 3.34. Pertumbuhan Tahunan Volume Transaksi Sistem
Pembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah
Grafik 3.35. Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring
Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.36. Perkembangan Rata-rata Penarikan Cek dan
Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.37. Perkembangan Perputaran Kliring dan Kegiatan
Usaha Triwulan II 2015
Grafik 3.38. Perkembangan Rata-rata Harian Nominal RTGS
Jawa Tengah
Grafik 3.39. Perkembangan Rata-rata Harian Volume RTGS
Jawa Tengah
Grafik 3.40. Perkembangan Kegiatan Perkasan di Jawa
Tengah
Grafik 3.41. Perkembangan Penarikan Uang Lusuh
Grafik 3.42. Temuan Uang Palsu Berdasarkan Lokasi
Grafik 3.43. Presentase Temuan Uang Palsu Setiap Pecahan
Grafik 4.1. Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah
Grafik 4.2. Perkembangan Realisasi Belanja Daerah
Grafik 4.3. Komposisi Anggaran Pendapatan
Grafik 4.4. Perkembangan Anggaran Belanja Daerah Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 4.5. Komponen Anggaran Belanja Tidak Langsung
2015 (Rp Miliar)
58
59
59
60
60
60
61
61
62
62
63
63
67
67
69
70
70
70
77
77
78
78
80
80
80
80
81
82
82
82
84
84
87
87
89
89
89
Grafik 4.6. Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp
Miliar)
Grafik 5.1. TPAK Kabupaten di Jawa Tengah
Grafik 5.2. TPAK Kota di Jawa Tengah
Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan
Saat Ini
Grafik 5.4. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan
Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 5.5. TPT Kabupaten di Jawa Tengah
Grafik 5.6. TPT Kota di Jawa Tengah
Grafik 5.7. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
Grafik 5.8. NTP Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.9. Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor
Tanaman Pangan dengan PDRB Sektor Pertanian
Grafik 5.10. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.11. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.12. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa
Tengah Tahun 2011-2014 (Ribuan Orang)
Grafik 5.13. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 5.14. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan
Nasional
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen
Mendatang
Grafik 6.4. Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran
Grafik 6.5. Perkembangan Industrial Prodution Index
vii
GRAFIK
Grafik 3.3. Perkembangan Laju Pertumbuhan DPK
Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.4. Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset
Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.5. Perkembangan DPK Perbankan Umum di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.6. Pertumbuhan DPK Perbankan Umum di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7. Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit
Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.8. Perbandingan LDR Perbankan Beberapa
Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.9. Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11. Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.12. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
Berdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13. Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.14. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank
Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.15. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank
Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.16. Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di
Provinsi Jawa Tengah
49
49
50
50
50
50
51
51
51
51
52
52
52
52
Grafik 3.17. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.18. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.19. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan
Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 3.20. Perkembangan Risiko Kredit dan
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 3.21. Perbandingan Laju Pertumbuhan
Pembiayaan Perbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 3.22. Perbandingan FDR Pernbankan Syariah di
Pulau Jawa
Grafik 3.23. Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset
Perbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 3.24. Perbandingan DPK Perbankan Syariah di
Pulau Jawa
Grafik 3.25. Perkembangan Kredit kepada UMKM
Grafik 3.26. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Grafik 3.27. Perkembangan Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Sektor
Grafik 3.28. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Sektor
Grafik 3.29. Perkembangan Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Penggunaan
Grafik 3.30. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Penggunaan
Grafik 3.31. Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di
Jawa Tengah
53
53
54
54
55
55
55
55
56
56
57
57
57
57
58
vi
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN II
2015
Grafik 3.32. Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di
Jawa Tengah
Grafik 3.33. Perkembangan Transaksi SP Nontunai Jawa
Tengah
Grafik 3.34. Pertumbuhan Tahunan Volume Transaksi Sistem
Pembayaran Nontunai dan Indeks Penjualan Riil Jawa Tengah
Grafik 3.35. Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring
Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.36. Perkembangan Rata-rata Penarikan Cek dan
Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.37. Perkembangan Perputaran Kliring dan Kegiatan
Usaha Triwulan II 2015
Grafik 3.38. Perkembangan Rata-rata Harian Nominal RTGS
Jawa Tengah
Grafik 3.39. Perkembangan Rata-rata Harian Volume RTGS
Jawa Tengah
Grafik 3.40. Perkembangan Kegiatan Perkasan di Jawa
Tengah
Grafik 3.41. Perkembangan Penarikan Uang Lusuh
Grafik 3.42. Temuan Uang Palsu Berdasarkan Lokasi
Grafik 3.43. Presentase Temuan Uang Palsu Setiap Pecahan
Grafik 4.1. Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah
Grafik 4.2. Perkembangan Realisasi Belanja Daerah
Grafik 4.3. Komposisi Anggaran Pendapatan
Grafik 4.4. Perkembangan Anggaran Belanja Daerah Provinsi
Jawa Tengah
Grafik 4.5. Komponen Anggaran Belanja Tidak Langsung
2015 (Rp Miliar)
58
59
59
60
60
60
61
61
62
62
63
63
67
67
69
70
70
70
77
77
78
78
80
80
80
80
81
82
82
82
84
84
87
87
89
89
89
Grafik 4.6. Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp
Miliar)
Grafik 5.1. TPAK Kabupaten di Jawa Tengah
Grafik 5.2. TPAK Kota di Jawa Tengah
Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan
Saat Ini
Grafik 5.4. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan
Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 5.5. TPT Kabupaten di Jawa Tengah
Grafik 5.6. TPT Kota di Jawa Tengah
Grafik 5.7. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
Grafik 5.8. NTP Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.9. Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor
Tanaman Pangan dengan PDRB Sektor Pertanian
Grafik 5.10. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.11. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 5.12. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa
Tengah Tahun 2011-2014 (Ribuan Orang)
Grafik 5.13. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 5.14. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan
Nasional
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen
Mendatang
Grafik 6.4. Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran
Grafik 6.5. Perkembangan Industrial Prodution Index
vii
GRAFIK
Grafik 3.3. Perkembangan Laju Pertumbuhan DPK
Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.4. Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset
Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.5. Perkembangan DPK Perbankan Umum di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.6. Pertumbuhan DPK Perbankan Umum di
Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7. Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit
Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.8. Perbandingan LDR Perbankan Beberapa
Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.9. Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11. Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.12. Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
Berdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13. Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.14. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank
Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.15. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank
Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.16. Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di
Provinsi Jawa Tengah
49
49
50
50
50
50
51
51
51
51
52
52
52
52
Grafik 3.17. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.18. Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.19. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan
Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 3.20. Perkembangan Risiko Kredit dan
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 3.21. Perbandingan Laju Pertumbuhan
Pembiayaan Perbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 3.22. Perbandingan FDR Pernbankan Syariah di
Pulau Jawa
Grafik 3.23. Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset
Perbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 3.24. Perbandingan DPK Perbankan Syariah di
Pulau Jawa
Grafik 3.25. Perkembangan Kredit kepada UMKM
Grafik 3.26. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Grafik 3.27. Perkembangan Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Sektor
Grafik 3.28. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Sektor
Grafik 3.29. Perkembangan Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Penggunaan
Grafik 3.30. Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasarkan Penggunaan
Grafik 3.31. Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di
Jawa Tengah
53
53
54
54
55
55
55
55
56
56
57
57
57
57
58
vi
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN II
2015
Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010
menurut Penggunaan Tahun 2013 – Triwulan II 2015 (Rp
Milliar)
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa
Tengah menurut Penggunaan Tahun 2011–2015Triwulan
II (%,yoy)
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010
menurut Sektoral Tahun 2013 –2015 Triwulan II (Rp
Miliar)
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa
Tengah Menurut Sektoral Tahun 2014-2015 Triwulan II
(%,yoy)
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi
Bulanan di Jawa Tengah
Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi
Bulanan di Jawa Tengah
Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan
Tw II 2015 - Kelompok Bahan Makanan
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status
Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah
Tabel 3.2. Pengelompokkan DPK BerdasarkanNilainya
Tabel 3.3. PengelompokkanKreditBerdasarkanNilainya
Tabel 3.4. Jaringan Kantor PerbankanSyariah di Provinsi
Jawa Tengah
Tabel 4.1. Realisasi APBD Triwulan II 2015
13
13
20
20
33
34
34
34
35
48
50
54
56
67
Tabel 4.2. Anggaran Pendapatan Daerah Jawa Tengah
Tahun 2015 (Rupiah Juta)
Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Triwulan II Tahun 2014 &
2015
Tabel 4.4. Anggaran &Realisasi APBD Jawa Tengah 2015
(Rupiah Juta)
Tabel 4.5. Realisasi Belanja triwulan II 2014 & 2015
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut
Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang
Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (juta orang)
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas
yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Agustus 2013-
Agustus 2014 (juta orang)
Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas
yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas
yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan (juta orang)
Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian
(NTUP)
Tabel 5.7. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011 –
September 2014 (Rupiah)
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi
Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan dan
Proyeksi Triwulan III 2015 (%)
Tabel 2.6. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi
Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Lapangan Usaha dan
Proyeksi Triwulan III 2015 (%)
68
69
69
70
77
78
79
79
79
82
83
88
90
ix
Grafik 6.6. Pola Historis Impor Bahan Baku Provinsi Jawa
Tengah
Grafik 6.7. Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa Tengah
Grafik 6.8. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Konsumen
Grafik 6.9. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Pedagang Eceran
91
92
92
92
viii
Grak & Tabel
KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH
TRIWULAN II
2015
Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010
menurut Penggunaan Tahun 2013 – Triwulan II 2015 (Rp
Milliar)
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa
Tengah menurut Penggunaan Tahun 2011–2015Triwulan
II (%,yoy)
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010
menurut Sektoral Tahun 2013 –2015 Triwulan II (Rp
Miliar)
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa
Tengah Menurut Sektoral Tahun 2014-2015 Triwulan II
(%,yoy)
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi
Bulanan di Jawa Tengah
Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi
Bulanan di Jawa Tengah
Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan
Tw II 2015 - Kelompok Bahan Makanan
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status
Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah
Tabel 3.2. Pengelompokkan DPK BerdasarkanNilainya
Tabel 3.3. PengelompokkanKreditBerdasarkanNilainya
Tabel 3.4. Jaringan Kantor PerbankanSyariah di Provinsi
Jawa Tengah
Tabel 4.1. Realisasi APBD Triwulan II 2015
13
13
20
20
33
34
34
34
35
48
50
54
56
67
Tabel 4.2. Anggaran Pendapatan Daerah Jawa Tengah
Tahun 2015 (Rupiah Juta)
Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Triwulan II Tahun 2014 &
2015
Tabel 4.4. Anggaran &Realisasi APBD Jawa Tengah 2015
(Rupiah Juta)
Tabel 4.5. Realisasi Belanja triwulan II 2014 & 2015
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut
Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang
Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (juta orang)
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas
yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Agustus 2013-
Agustus 2014 (juta orang)
Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas
yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas
yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan (juta orang)
Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian
(NTUP)
Tabel 5.7. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011 –
September 2014 (Rupiah)
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi
Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan dan
Proyeksi Triwulan III 2015 (%)
Tabel 2.6. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi
Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Lapangan Usaha dan
Proyeksi Triwulan III 2015 (%)
68
69
69
70
77
78
79
79
79
82
83
88
90
ix
Grafik 6.6. Pola Historis Impor Bahan Baku Provinsi Jawa
Tengah
Grafik 6.7. Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa Tengah
Grafik 6.8. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Konsumen
Grafik 6.9. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Pedagang Eceran
91
92
92
92
viii
Grak & Tabel
A. PDRB & Inflasi
INDIKATOR
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
20132014
I II III IV2014
Ekonomi Makro Regional *)
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
Berdasarkan Sektor
-Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
-Pertambangan dan Penggalian
-Industri Pengolahan
-Pengadaan Listrik dan Gas
-Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
-Konstruksi
-Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
-Transportasi dan Pergudangan
-Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
-Informasi dan Komunikasi
-Jasa Keuangan dan Asuransi
-Real Estate
-Jasa Perusahaan
-Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
-Jasa Pendidikan
-Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
-Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan
-Konsumsi Rumah Tangga
-Konsumsi LNPRT
-Konsumsi Pemerintah
-PMTB
-Ekspor Luar Negeri
-Impor Luar Negeri
Ekspor
-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
Impor
-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
5.1
2.5
6.2
5.4
8.5
0.2
4.9
4.6
9.3
4.5
8.0
4.3
7.7
12.1
2.6
9.5
7.1
9.2
4.3
7.2
5.4
4.4
11.4
2.2
5,658
3,144
5,554
4,045
142.68
145.46
134.81
145.29
142.05
-
-
7.98
8.50
8.32
8.19
5.80
-
-
5.7
-2.8
7.0
8.4
0.7
6.1
5.7
6.3
6.2
5.3
10.5
2.9
8.9
8.2
0.7
9.8
13.0
7.9
4.1
22.5
1.1
3.1
-3.2
-8.8
1,500
741
1,398
871
111.32
111.37
110.11
110.96
108.69
116.87
113.36
7.08
7.30
6.61
6.43
6.07
10.50
9.69
4.2
-3.8
4.6
7.3
7.6
3.2
4.2
1.8
5.0
6.4
11.0
3.2
7.9
6.8
-2.9
11.4
13.5
8.6
4.0
16.3
-9.7
6.4
-1.5
-10.9
1,604
681
1,559
1,086
112.27
111.90
110.78
112.15
108.95
117.48
114.85
7.26
6.42
6.63
7.13
5.68
9.54
9.65
5.7
-3.0
6.0
9.7
4.9
3.0
2.8
4.6
7.9
9.7
12.4
3.7
5.3
7.6
-0.4
12.3
11.8
9.1
4.5
3.4
4.8
5.7
0.6
0.6
1,451
696
1,478
882
113.84
113.03
112.06
113.77
110.64
119.09
117.07
5.00
4.18
4.65
4.84
3.78
6.31
7.67
6.2
-1.9
8.4
6.8
-2.2
1.6
5.0
4.9
16.5
9.1
18.1
7.1
6.9
10.6
5.7
7.6
7.1
8.4
4.0
-5.3
9.9
1.5
-4.1
-9.5
1,541
658
1,685
1,006
118.60
117.36
116.84
118.73
114.73
124.16
121.18
8.22
7.09
8.01
8.53
7.40
8.59
8.19
5.4
-2.9
6.5
8.0
2.7
3.4
4.4
4.4
9.0
7.6
13.0
4.2
7.2
8.3
0.8
10.2
11.2
8.5
4.2
8.6
2.7
4.2
-2.0
-7.3
6,096
2,776
6,120
3,845
118.60
117.36
116.84
118.73
114.73
124.16
121.18
8.22
7.09
8.01
8.53
7.40
8.59
8.19
2015
5.5
1.5
1.2
6.4
-1.2
2.0
3.7
3.3
14.1
8.4
11.6
6.9
6.7
11.6
4.1
10.1
9.4
8.3
4.2
-9.7
3.2
5.8
20.3
12.2
1,547
585
1,554
1,209
117.65
116.48
115.69
117.66
114.42
116.87
120.74
5.68
4.59
5.07
6.04
5.27
5.42
6.51
I
xi
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
4.8
6.4
2.2
3.7
3.2
3.1
4.1
2.7
9.7
6.3
8.5
7.4
7.0
10.4
8.0
9.2
4.4
-1.1
4.1
-12.3
2.3
2.6
9.6
5.3
1,642
774
1,434
1,159
119.18
117.88
117.15
119.26
116.17
117.48
121.85
6.15
5.34
5.75
6.34
6.63
6.17
6.09
II
A. PDRB & Inflasi
INDIKATOR
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
20132014
I II III IV2014
Ekonomi Makro Regional *)
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
Berdasarkan Sektor
-Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
-Pertambangan dan Penggalian
-Industri Pengolahan
-Pengadaan Listrik dan Gas
-Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
-Konstruksi
-Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
-Transportasi dan Pergudangan
-Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
-Informasi dan Komunikasi
-Jasa Keuangan dan Asuransi
-Real Estate
-Jasa Perusahaan
-Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
-Jasa Pendidikan
-Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
-Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan
-Konsumsi Rumah Tangga
-Konsumsi LNPRT
-Konsumsi Pemerintah
-PMTB
-Ekspor Luar Negeri
-Impor Luar Negeri
Ekspor
-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
Impor
-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
5.1
2.5
6.2
5.4
8.5
0.2
4.9
4.6
9.3
4.5
8.0
4.3
7.7
12.1
2.6
9.5
7.1
9.2
4.3
7.2
5.4
4.4
11.4
2.2
5,658
3,144
5,554
4,045
142.68
145.46
134.81
145.29
142.05
-
-
7.98
8.50
8.32
8.19
5.80
-
-
5.7
-2.8
7.0
8.4
0.7
6.1
5.7
6.3
6.2
5.3
10.5
2.9
8.9
8.2
0.7
9.8
13.0
7.9
4.1
22.5
1.1
3.1
-3.2
-8.8
1,500
741
1,398
871
111.32
111.37
110.11
110.96
108.69
116.87
113.36
7.08
7.30
6.61
6.43
6.07
10.50
9.69
4.2
-3.8
4.6
7.3
7.6
3.2
4.2
1.8
5.0
6.4
11.0
3.2
7.9
6.8
-2.9
11.4
13.5
8.6
4.0
16.3
-9.7
6.4
-1.5
-10.9
1,604
681
1,559
1,086
112.27
111.90
110.78
112.15
108.95
117.48
114.85
7.26
6.42
6.63
7.13
5.68
9.54
9.65
5.7
-3.0
6.0
9.7
4.9
3.0
2.8
4.6
7.9
9.7
12.4
3.7
5.3
7.6
-0.4
12.3
11.8
9.1
4.5
3.4
4.8
5.7
0.6
0.6
1,451
696
1,478
882
113.84
113.03
112.06
113.77
110.64
119.09
117.07
5.00
4.18
4.65
4.84
3.78
6.31
7.67
6.2
-1.9
8.4
6.8
-2.2
1.6
5.0
4.9
16.5
9.1
18.1
7.1
6.9
10.6
5.7
7.6
7.1
8.4
4.0
-5.3
9.9
1.5
-4.1
-9.5
1,541
658
1,685
1,006
118.60
117.36
116.84
118.73
114.73
124.16
121.18
8.22
7.09
8.01
8.53
7.40
8.59
8.19
5.4
-2.9
6.5
8.0
2.7
3.4
4.4
4.4
9.0
7.6
13.0
4.2
7.2
8.3
0.8
10.2
11.2
8.5
4.2
8.6
2.7
4.2
-2.0
-7.3
6,096
2,776
6,120
3,845
118.60
117.36
116.84
118.73
114.73
124.16
121.18
8.22
7.09
8.01
8.53
7.40
8.59
8.19
2015
5.5
1.5
1.2
6.4
-1.2
2.0
3.7
3.3
14.1
8.4
11.6
6.9
6.7
11.6
4.1
10.1
9.4
8.3
4.2
-9.7
3.2
5.8
20.3
12.2
1,547
585
1,554
1,209
117.65
116.48
115.69
117.66
114.42
116.87
120.74
5.68
4.59
5.07
6.04
5.27
5.42
6.51
I
xi
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
4.8
6.4
2.2
3.7
3.2
3.1
4.1
2.7
9.7
6.3
8.5
7.4
7.0
10.4
8.0
9.2
4.4
-1.1
4.1
-12.3
2.3
2.6
9.6
5.3
1,642
774
1,434
1,159
119.18
117.88
117.15
119.26
116.17
117.48
121.85
6.15
5.34
5.75
6.34
6.63
6.17
6.09
II
RINGKASAN UMUMPerekonomian Jawa Tengah pada triwulan II 2015 tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan I 2015 sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, perekonomian pada triwulan III 2015 diperkirakan membaik. Dari sisi perkembangan harga, inflasi diperkirakan meningkat.
Pada triwulan II 2015, perlambatan ekonomi bersumber dari melambatnya
ekspor dan investasi. Dari sisi lapangan usaha, perlambatan ini terutama berasal
dari sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor. Sementara itu, laju inflasi meningkat akibat
gejolak harga pangan menjelang Ramadhan.
Pada triwulan III 2015, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tumbuh meningkat
di tengah membaiknya kinerja sektor perdagangan dan konstruksi, sejalan
dengan peningkatan konsumsi masyarakat dan konsumsi pemerintah pada
triwulan III 2015. Sementara itu, tekanan inflasi diperkirakan meningkat
didorong oleh kenaikan biaya pendidikan dan penurunan produksi bahan pangan
sesuai pola musimannya di tengah risiko kemarau panjang akibat El Nino.
INDIKATOR
Perbankan **)
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
2013 2014
I II III IV2014
167.40
23.73
90.60
53.07
176.61
92.35
25.60
58.66
105.51
1.98
3,260
2,490
530
14,547
57.35
37.21
20.14
168.74
25.09
85.30
58.34
178.54
93.34
26.91
58.29
105.81
2.17
3,435
2,307
530
14,275
15.47
6.27
9.20
178.42
30.20
86.95
61.27
187.36
99.04
28.06
60.26
105.01
2.19
3,687
2,492
573
15,156
14.31
8.95
5.36
185.79
30.94
90.47
64.38
191.87
103.87
27.70
60.30
103.27
2.22
3,297
2,397
579
14,225
20.52
14.69
5.83
188.11
24.83
97.60
65.68
198.15
106.38
29.06
62.71
105.33
2.23
3,734
2,321
583
14,203
12.02
9.20
2.82
188.11
24.83
97.60
65.68
198.15
106.38
29.06
62.71
105.33
2.23
3,540
2,378
567
14,459
62.32
39.11
23.21
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
- Giro
- Tabungan
- Deposito
Kredit (Rp Triliun)
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
Loan to Deposit ratio (%)
NPL Gross (%)
Sistem Pembayaran
Transaksi RTGS
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kliring
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kas (Rp Triliun)
-Inflow
-Outflow
-Net Inflow
2015
I
193.01
30.53
92.25
70.32
198.84
106.81
28.76
63.27
102.97
2.47
3,938
1,623
551
13,963
18.18
5.58
12.6
II
201.05
33.56
93.21
74.28
205.20
111.00
29.70
64.49
102.06
2.90
4,814
1,658
559
14,053
14.91
12.62
2.28
xii TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
RINGKASAN UMUMPerekonomian Jawa Tengah pada triwulan II 2015 tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan I 2015 sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, perekonomian pada triwulan III 2015 diperkirakan membaik. Dari sisi perkembangan harga, inflasi diperkirakan meningkat.
Pada triwulan II 2015, perlambatan ekonomi bersumber dari melambatnya
ekspor dan investasi. Dari sisi lapangan usaha, perlambatan ini terutama berasal
dari sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor. Sementara itu, laju inflasi meningkat akibat
gejolak harga pangan menjelang Ramadhan.
Pada triwulan III 2015, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tumbuh meningkat
di tengah membaiknya kinerja sektor perdagangan dan konstruksi, sejalan
dengan peningkatan konsumsi masyarakat dan konsumsi pemerintah pada
triwulan III 2015. Sementara itu, tekanan inflasi diperkirakan meningkat
didorong oleh kenaikan biaya pendidikan dan penurunan produksi bahan pangan
sesuai pola musimannya di tengah risiko kemarau panjang akibat El Nino.
INDIKATOR
Perbankan **)
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
2013 2014
I II III IV2014
167.40
23.73
90.60
53.07
176.61
92.35
25.60
58.66
105.51
1.98
3,260
2,490
530
14,547
57.35
37.21
20.14
168.74
25.09
85.30
58.34
178.54
93.34
26.91
58.29
105.81
2.17
3,435
2,307
530
14,275
15.47
6.27
9.20
178.42
30.20
86.95
61.27
187.36
99.04
28.06
60.26
105.01
2.19
3,687
2,492
573
15,156
14.31
8.95
5.36
185.79
30.94
90.47
64.38
191.87
103.87
27.70
60.30
103.27
2.22
3,297
2,397
579
14,225
20.52
14.69
5.83
188.11
24.83
97.60
65.68
198.15
106.38
29.06
62.71
105.33
2.23
3,734
2,321
583
14,203
12.02
9.20
2.82
188.11
24.83
97.60
65.68
198.15
106.38
29.06
62.71
105.33
2.23
3,540
2,378
567
14,459
62.32
39.11
23.21
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
- Giro
- Tabungan
- Deposito
Kredit (Rp Triliun)
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
Loan to Deposit ratio (%)
NPL Gross (%)
Sistem Pembayaran
Transaksi RTGS
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kliring
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kas (Rp Triliun)
-Inflow
-Outflow
-Net Inflow
2015
I
193.01
30.53
92.25
70.32
198.84
106.81
28.76
63.27
102.97
2.47
3,938
1,623
551
13,963
18.18
5.58
12.6
II
201.05
33.56
93.21
74.28
205.20
111.00
29.70
64.49
102.06
2.90
4,814
1,658
559
14,053
14.91
12.62
2.28
xii TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan II 2015 melambat
apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Ekonomi
Jawa Tengah tumbuh sebesar 4,8% (yoy) pada triwulan laporan,
setelah tumbuh sebesar 5,5% (yoy) di triwulan lalu. Perlambatan
ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang juga
melambat. Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan ekonomi
terutama bersumber dari melambatnya ekspor dan investasi.
Bersamaan dengan perlambatan tersebut, pertumbuhan
konsumsi juga mengalami hal yang serupa, baik konsumsi rumah
tangga, maupun konsumsi pemerintah meski dalam skala yang
terbatas.
Sementara ditinjau berdasarkan sisi lapangan usaha, perlambatan
di sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan besar-
eceran dan reparasi mobil-sepeda motor mendorong
melambatnya perekonomian Jawa Tengah di triwulan laporan.
Namun, kinerja baik pada sektor pertanian dengan adanya panen
raya mampu menahan perlambatan menjadi tidak lebih dalam.
Penguatan nilai dolar juga menjadi salah satu faktor pendorong
melambatnya perekonomian daerah. Penguatan dolar
memengaruhi konsumsi rumah tangga serta industri pengolahan.
Terlihat dari pertumbuhan impor barang konsumsi, bahan baku
industri dan barang modal yang melambat. Untuk barang
konsumsi, perlambatan terutama terjadi pada barang konsumsi
dalam bentuk makanan dan minuman jadi, alat dan perlengkapan
transportasi, serta barang konsumsi tahan lama. Sementara
menurunnya impor bahan baku disebabkan oleh kinerja industri
pengolahan yang melambat terutama untuk industri yang
dominan berbahan baku impor. Hal ini karena meningkatnya
harga bahan baku sebagai imbas dari Penguatan Dolar AS.
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah.
1.
03
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan II 2015 melambat
apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Ekonomi
Jawa Tengah tumbuh sebesar 4,8% (yoy) pada triwulan laporan,
setelah tumbuh sebesar 5,5% (yoy) di triwulan lalu. Perlambatan
ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang juga
melambat. Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan ekonomi
terutama bersumber dari melambatnya ekspor dan investasi.
Bersamaan dengan perlambatan tersebut, pertumbuhan
konsumsi juga mengalami hal yang serupa, baik konsumsi rumah
tangga, maupun konsumsi pemerintah meski dalam skala yang
terbatas.
Sementara ditinjau berdasarkan sisi lapangan usaha, perlambatan
di sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan besar-
eceran dan reparasi mobil-sepeda motor mendorong
melambatnya perekonomian Jawa Tengah di triwulan laporan.
Namun, kinerja baik pada sektor pertanian dengan adanya panen
raya mampu menahan perlambatan menjadi tidak lebih dalam.
Penguatan nilai dolar juga menjadi salah satu faktor pendorong
melambatnya perekonomian daerah. Penguatan dolar
memengaruhi konsumsi rumah tangga serta industri pengolahan.
Terlihat dari pertumbuhan impor barang konsumsi, bahan baku
industri dan barang modal yang melambat. Untuk barang
konsumsi, perlambatan terutama terjadi pada barang konsumsi
dalam bentuk makanan dan minuman jadi, alat dan perlengkapan
transportasi, serta barang konsumsi tahan lama. Sementara
menurunnya impor bahan baku disebabkan oleh kinerja industri
pengolahan yang melambat terutama untuk industri yang
dominan berbahan baku impor. Hal ini karena meningkatnya
harga bahan baku sebagai imbas dari Penguatan Dolar AS.
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah.
1.
03
Melambatnya pe rekonomian dae rah tu ru t
memengaruhi kegiatan dunia perbankan. Indikator-
indikator utama perbankan yaitu aset, Dana Pihak
Ketiga (DPK), dan kredit mengalami pertumbuhan yang
melambat. Perlambatan tersebut sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi dan menunjukkan adanya
prosikl ikalitas antara perbankan dan kondisi
perekonomian Jawa Tengah. Pengaruh perlambatan
ekonomi tercermin dari penyaluran kredit perbankan.
Pertumbuhan kredit bank umum di Jawa Tengah
tumbuh 9,52% (yoy) di triwulan laporan, melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya (11,37%, yoy).
Pertumbuhan kredit yang lebih lambat dibandingkan
pertumbuhan DPK menyebabkan Loan To Deposit Ratio
(LDR) juga mengalami penurunan. LDR pada triwulan
laporan tercatat sebesar 102,06%, turun dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 102,97%. Angka LDR ini
lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang hanya
tercatat sebesar 89,38%.
Perlambatan ekonomi Jawa Tengah juga menyebabkan
peningkatan risiko kegagalan pembayaran kredit. Pada
triwulan II 2015, Non-Performing Loan (NPL) berada
pada level 2,90%, atau meningkat bila dibandingkan
dengan NPL Jawa Tengah pada triwulan lalu yang
tercatat sebesar 2,47%. Tingkat NPL kredit di Jawa
Tengah ini juga lebih tinggi dibandingkan nasional yang
tercatat sebesar 2,54%. Namun tingkat NPL ini masih
dibawah level indikatif yang dipersyaratkan.
Sementara itu kinerja industri perbankan syariah pada
triwulan II 2015 di Jawa Tengah menunjukkan
kenaikan. Pertumbuhan aset perbankan syariah secara
keseluruhan mencatatkan pertumbuhan yang cukup
signifikan menjadi 18,95% (yoy) pada triwulan laporan,
dari triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami
pertumbuhan yang negatif sebesar 9,21% (yoy).
Namun demikian, pembiayaan yang disalurkan oleh
perbankan syariah mengalami perlambatan. Pada
triwulan laporan, pembiayaan tumbuh sebesar 7,31%
(yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang sebesar 12,02% (yoy). Sementara itu,
angka Financing to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan II
2015 juga mengalami perlambatan ke level 112,70%,
dari 114,90% di triwulan sebelumnya. Angka FDR Jawa
Tengah ini tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan
FDR nasional yang tercatat sebesar 97,00%.
Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan
dukungan pada kelancaran transaksi ekonomi di Jawa
Tengah. Penggunaan sistem pembayaran nontunai
pada triwulan II 2015 secara nominal mengalami
perbaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Nilai nominal penyelesaian transaksi melalui BI-RTGS
dan SKNBI pada triwulan laporan tumbuh sebesar
26,12% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,22%
(yoy). Peningkatan penyelesaian transaksi melalui
sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank
Indonesia sejalan dengan pola konsumsi rumah tangga
dan belanja pemerintah daerah yang masih
mencatatkan pertumbuhan meskipun melambat pada
triwulan II.
Pergerakan kebutuhan uang tunai masyarakat Jawa
Tengah yang dilayani oleh KPw BI Provinsi Jawa Tengah,
KPw BI Solo, KPw BI Purwokerto, dan KPw BI Tegal pada
triwulan II 2015 masih mencatatkan net inflow seperti
halnya pola pada periode-periode sebelumnya. Pada
triwulan laporan, posisi net inflow turun cukup
signifikan. Menipisnya posisi net inflow yang
dicatatkan terjadi karena tingginya kebutuhan uang
tunai masyarakat pada periode tersebut. Pada triwulan
laporan terjadi beberapa peristiwa secara bersamaan
yang menyebabkan kebutuhan uang tunai masyarakat
meningkat signifikan, yaitu persiapan menjelang
Ramadhan serta keperluan belanja pemerintah untuk
pembayaran gaji ke-13 bagi PNS.
05
Perkembangan harga pada triwulan II mengalami
peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya. Inflasi pada triwulan II 2015 tercatat
sebesar 6,15% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 5,68% (yoy).
Peningkatan ini disebabkan oleh gejolak harga pangan
menjelang bulan Ramadhan. Namun demikian, angka
ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional
yang sebesar 7,26% (yoy). Inflasi triwulan II 2015 juga
relatif lebih baik dibandingkan dengan inflasi triwulan
yang sama pada tahun 2014, yang tercatat sebesar
7,26% (yoy). Membaiknya angka capaian inflasi ini
tidak terlepas dari bentuk nyata peran TPID dalam
menjaga distribusi kebutuhan pokok di bulan
Ramadhan melalui kebijakan stabilisasi harga, seperti
pasar murah dan operasi pasar.
Membaiknya pengendalian inflasi juga sejalan dengan
tren inflasi jangka panjang yang menunjukkan
perbaikan. Inflasi sempat meningkat pada periode krisis
tahun 1998 namun demikian, tingkat inflasi Jawa
Tengah selanjutnya menunjukkan tren menurun.
Secara spasial wilayah Jawa, inflasi Jawa Tengah pada
periode laporan terpantau berada di bawah inflasi
wilayah Jawa, yakni menempati posisi kedua terendah
setelah DI Yogyakarta. Berdasarkan inflasi tahun
kalender, inflasi Jawa Tengah tercatat paling rendah di
wilayah Jawa. Pada triwulan II 2015, inflasi tahun
kalender mencatatkan angka sebesar 0,49% (ytd),
lebih rendah dibandingkan inflasi wilayah Jawa yang
tercatat sebesar 0,94% (ytd). Tingkat inflasi ini lebih
baik dibandingkan dengan triwulan yang sama pada
tahun lalu.
Berdasarkan disagregasinya, kenaikan inflasi utamanya
didorong oleh kelompok volat i le foods dan
administered prices. Kedua kelompok tersebut memiliki
tren yang cenderung meningkat pada triwulan laporan
sedangkan kelompok inflasi inti cenderung stabil di
sepanjang tahun. Kelompok yang utamanya
mendorong kenaikan harga di triwulan laporan ialah
kelompok bahan makanan diikuti oleh kelompok
makanan, minuman, rokok, dan tembakau, serta
kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan.
Kenaikan permintaan pangan menjelang Ramadhan
serta masuknya masa tanam untuk komoditas bumbu-
bumbuan mendorong inflasi pada kelompok bahan
makanan. Sementara itu, kenaikan harga pada
kelompok transpor ini diakibatkan oleh kenaikan harga
BBM non-subsidi.
Komoditas administered prices, seperti bensin, tarif
kereta api, dan bahan bakar rumah tangga (BBRT)
dominan menyumbang kenaikan inflasi di awal
triwulan laporan. Kondisi ini terlihat dari komoditas
bensin yang sebelumnya menyumbangkan deflasi pada
triwulan I 2015, namun pada April 2015 memberikan
sumbangan inflasi tertinggi di Jawa Tengah. Hal
tersebut disebabkan oleh kenaikan harga BBM pada 28
Maret 2015. Namun kenaikan ini dapat lebih terjaga
karena adanya respons dari Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah berupa penetapan peraturan Gubernur
mengenai larangan menaikkan tarif angkutan
antarkota dalam provinsi.
Pengamatan secara spasial, sebagian besar kota
pantauan inflasi di Jawa Tengah mengalami kenaikan
inflasi apabila dibandingkan dengan triwulan I 2015.
Kota Tegal, Kota Purwokerto, dan Kota Kudus
merupakan kota yang mengalami peningkatan inflasi
tahunan terbesar pada triwulan laporan. Namun
disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa Tengah
relatif menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.
Perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan II
2015 sebesar 1,29%, sedangkan perbedaan inflasi
kota tertinggi dan terendah triwulan I 2015 sebesar
1,92%.
04
Melambatnya pe rekonomian dae rah tu ru t
memengaruhi kegiatan dunia perbankan. Indikator-
indikator utama perbankan yaitu aset, Dana Pihak
Ketiga (DPK), dan kredit mengalami pertumbuhan yang
melambat. Perlambatan tersebut sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi dan menunjukkan adanya
prosikl ikalitas antara perbankan dan kondisi
perekonomian Jawa Tengah. Pengaruh perlambatan
ekonomi tercermin dari penyaluran kredit perbankan.
Pertumbuhan kredit bank umum di Jawa Tengah
tumbuh 9,52% (yoy) di triwulan laporan, melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya (11,37%, yoy).
Pertumbuhan kredit yang lebih lambat dibandingkan
pertumbuhan DPK menyebabkan Loan To Deposit Ratio
(LDR) juga mengalami penurunan. LDR pada triwulan
laporan tercatat sebesar 102,06%, turun dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 102,97%. Angka LDR ini
lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang hanya
tercatat sebesar 89,38%.
Perlambatan ekonomi Jawa Tengah juga menyebabkan
peningkatan risiko kegagalan pembayaran kredit. Pada
triwulan II 2015, Non-Performing Loan (NPL) berada
pada level 2,90%, atau meningkat bila dibandingkan
dengan NPL Jawa Tengah pada triwulan lalu yang
tercatat sebesar 2,47%. Tingkat NPL kredit di Jawa
Tengah ini juga lebih tinggi dibandingkan nasional yang
tercatat sebesar 2,54%. Namun tingkat NPL ini masih
dibawah level indikatif yang dipersyaratkan.
Sementara itu kinerja industri perbankan syariah pada
triwulan II 2015 di Jawa Tengah menunjukkan
kenaikan. Pertumbuhan aset perbankan syariah secara
keseluruhan mencatatkan pertumbuhan yang cukup
signifikan menjadi 18,95% (yoy) pada triwulan laporan,
dari triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami
pertumbuhan yang negatif sebesar 9,21% (yoy).
Namun demikian, pembiayaan yang disalurkan oleh
perbankan syariah mengalami perlambatan. Pada
triwulan laporan, pembiayaan tumbuh sebesar 7,31%
(yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang sebesar 12,02% (yoy). Sementara itu,
angka Financing to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan II
2015 juga mengalami perlambatan ke level 112,70%,
dari 114,90% di triwulan sebelumnya. Angka FDR Jawa
Tengah ini tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan
FDR nasional yang tercatat sebesar 97,00%.
Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan
dukungan pada kelancaran transaksi ekonomi di Jawa
Tengah. Penggunaan sistem pembayaran nontunai
pada triwulan II 2015 secara nominal mengalami
perbaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Nilai nominal penyelesaian transaksi melalui BI-RTGS
dan SKNBI pada triwulan laporan tumbuh sebesar
26,12% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,22%
(yoy). Peningkatan penyelesaian transaksi melalui
sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank
Indonesia sejalan dengan pola konsumsi rumah tangga
dan belanja pemerintah daerah yang masih
mencatatkan pertumbuhan meskipun melambat pada
triwulan II.
Pergerakan kebutuhan uang tunai masyarakat Jawa
Tengah yang dilayani oleh KPw BI Provinsi Jawa Tengah,
KPw BI Solo, KPw BI Purwokerto, dan KPw BI Tegal pada
triwulan II 2015 masih mencatatkan net inflow seperti
halnya pola pada periode-periode sebelumnya. Pada
triwulan laporan, posisi net inflow turun cukup
signifikan. Menipisnya posisi net inflow yang
dicatatkan terjadi karena tingginya kebutuhan uang
tunai masyarakat pada periode tersebut. Pada triwulan
laporan terjadi beberapa peristiwa secara bersamaan
yang menyebabkan kebutuhan uang tunai masyarakat
meningkat signifikan, yaitu persiapan menjelang
Ramadhan serta keperluan belanja pemerintah untuk
pembayaran gaji ke-13 bagi PNS.
05
Perkembangan harga pada triwulan II mengalami
peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya. Inflasi pada triwulan II 2015 tercatat
sebesar 6,15% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 5,68% (yoy).
Peningkatan ini disebabkan oleh gejolak harga pangan
menjelang bulan Ramadhan. Namun demikian, angka
ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional
yang sebesar 7,26% (yoy). Inflasi triwulan II 2015 juga
relatif lebih baik dibandingkan dengan inflasi triwulan
yang sama pada tahun 2014, yang tercatat sebesar
7,26% (yoy). Membaiknya angka capaian inflasi ini
tidak terlepas dari bentuk nyata peran TPID dalam
menjaga distribusi kebutuhan pokok di bulan
Ramadhan melalui kebijakan stabilisasi harga, seperti
pasar murah dan operasi pasar.
Membaiknya pengendalian inflasi juga sejalan dengan
tren inflasi jangka panjang yang menunjukkan
perbaikan. Inflasi sempat meningkat pada periode krisis
tahun 1998 namun demikian, tingkat inflasi Jawa
Tengah selanjutnya menunjukkan tren menurun.
Secara spasial wilayah Jawa, inflasi Jawa Tengah pada
periode laporan terpantau berada di bawah inflasi
wilayah Jawa, yakni menempati posisi kedua terendah
setelah DI Yogyakarta. Berdasarkan inflasi tahun
kalender, inflasi Jawa Tengah tercatat paling rendah di
wilayah Jawa. Pada triwulan II 2015, inflasi tahun
kalender mencatatkan angka sebesar 0,49% (ytd),
lebih rendah dibandingkan inflasi wilayah Jawa yang
tercatat sebesar 0,94% (ytd). Tingkat inflasi ini lebih
baik dibandingkan dengan triwulan yang sama pada
tahun lalu.
Berdasarkan disagregasinya, kenaikan inflasi utamanya
didorong oleh kelompok volat i le foods dan
administered prices. Kedua kelompok tersebut memiliki
tren yang cenderung meningkat pada triwulan laporan
sedangkan kelompok inflasi inti cenderung stabil di
sepanjang tahun. Kelompok yang utamanya
mendorong kenaikan harga di triwulan laporan ialah
kelompok bahan makanan diikuti oleh kelompok
makanan, minuman, rokok, dan tembakau, serta
kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan.
Kenaikan permintaan pangan menjelang Ramadhan
serta masuknya masa tanam untuk komoditas bumbu-
bumbuan mendorong inflasi pada kelompok bahan
makanan. Sementara itu, kenaikan harga pada
kelompok transpor ini diakibatkan oleh kenaikan harga
BBM non-subsidi.
Komoditas administered prices, seperti bensin, tarif
kereta api, dan bahan bakar rumah tangga (BBRT)
dominan menyumbang kenaikan inflasi di awal
triwulan laporan. Kondisi ini terlihat dari komoditas
bensin yang sebelumnya menyumbangkan deflasi pada
triwulan I 2015, namun pada April 2015 memberikan
sumbangan inflasi tertinggi di Jawa Tengah. Hal
tersebut disebabkan oleh kenaikan harga BBM pada 28
Maret 2015. Namun kenaikan ini dapat lebih terjaga
karena adanya respons dari Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah berupa penetapan peraturan Gubernur
mengenai larangan menaikkan tarif angkutan
antarkota dalam provinsi.
Pengamatan secara spasial, sebagian besar kota
pantauan inflasi di Jawa Tengah mengalami kenaikan
inflasi apabila dibandingkan dengan triwulan I 2015.
Kota Tegal, Kota Purwokerto, dan Kota Kudus
merupakan kota yang mengalami peningkatan inflasi
tahunan terbesar pada triwulan laporan. Namun
disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa Tengah
relatif menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.
Perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan II
2015 sebesar 1,29%, sedangkan perbedaan inflasi
kota tertinggi dan terendah triwulan I 2015 sebesar
1,92%.
04
Secara keseluruhan tahun, tekanan inflasi tahun 2015
diperkirakan akan menurun. Inflasi tahun 2015
diperkirakan sebesar 4,0-4,5% (yoy), lebih rendah bila
dibandingkan dengan tahun 2014 yang sebesar 8,22%
(yoy). Penurunan ini didukung terkendalinya inflasi di
seluruh kelompok pada tahun ini, baik kelompok
volatile foods, kelompok administered prices, maupun
kelompok inti. Kelompok volatile foods diperkirakan
akan mengalami penurunan inflasi seiring lebih
terjaganya pasokan pada tahun ini di tengah upaya
pemerintah mengatasi permasalahan distribusi dan
pasokan. Sementara kelompok administered prices
akan lebih terjaga di tahun ini karena lebih rendahnya
kenaikan BBM dibanding tahun sebelumnya.
07
Hal tersebut menyebabkan posisi outflow uang tunai
mengalami kenaikan signifikan pada periode laporan.
Meskipun mengalami peningkatan pada periode
laporan, kondisi net inflow yang masih dicatatkan di
Jawa Tengah tidak terlepas dari karakteristik Jawa
Tengah sebagai basis produksi dan perdagangan.
Dengan karakteristik tersebut, aliran uang kartal dari
daerah lain masuk ke dalam sistem perbankan di Jawa
Tengah, yang selanjutnya disetorkan kembali ke kantor-
kantor Bank Indonesia di Jawa Tengah sehingga
mendorong posisi inflow di Jawa Tengah yang relatif
tinggi.
Kinerja pemerintah yang dicerminkan pada realisasi
APBD secara umum mengalami peningkatan. Sesuai
siklikalitas realisasi pendapatan dan belanja daerah di
triwulan II 2015 meningkat apabila dibandingkan
dengan triwulan I 2015. Dibanding triwulan yang sama
tahun sebe lumnya, penyerapan komponen
Pendapatan di triwulan II 2015 tercatat lebih rendah.
Sedangkan, realisasi belanja lebih tinggi dibandingkan
triwulan II 2014. Realisasi belanja yang lebih tinggi ini
sejalan dengan data konsumsi pemerintah pada PDRB
yang menunjukkan adanya peningkatan sebesar
2,31% (yoy).
Kondisi kesejahteraan masyarakat diindikasikan melalui
Nilai Tukar Petani (NTP) yang pada triwulan II 2015 ini
mengalami penurunan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Penurunan NTP mengindikasikan
menurunnya kese jahte raan petan i dengan
menurunnya daya beli petani di pedesaan. Hal ini
tercermin dari indeks yang dibayar petani naik lebih
tinggi dibandingkan dengan indeks yang diterima
petani. Penurunan NTP ini disebabkan oleh turunnya
harga produk pertanian karena musim panen dan
diikuti dengan meningkatnya inflasi. Peningkatan
inflasi ini kemudian menurunkan daya beli masyarakat,
salah satunya menurunkan daya beli petani khususnya
pada subsektor tanaman pangan yang mengalami
penurunan pada triwulan laporan.
Berdasarkan kondisi terkini, Bank Indonesia
memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
triwulan III 2015 sebesar 5,28% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Faktor pendukung
pertumbuhan tersebut yaitu peningkatan konsumsi
masyarakat pada musim Lebaran. Konsumsi
pemerintah dan investasi juga diperkirakan mengalami
peningkatan pada triwulan III sesuai dengan pola
musimannya. Di sisi lain, konsumsi Lembaga Non Profit
Penunjang Rumah Tangga (LNPRT) juga diperkirakan
akan mengalami kenaikan menjelang pilkada serentak
di akhir tahun.
Sementara secara sektoral, kinerja sektor perdagangan
dan konstruksi diperkirakan akan mengalami
peningkatan sejalan dengan peningkatan konsumsi
masyarakat dan juga konsumsi pemerintah pada
triwulan III 2015. Melihat dari pencapaian tersebut,
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada 2015
diperkirakan akan mengalami pertumbuhan. Ekonomi
Jawa Tengah pada tahun 2015 diperkirakan akan
berada pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy).
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan III 2015
diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Peningkatan inflasi ini didorong oleh
meningkatnya permintaan saat lebaran diikuti dengan
menurunnya produksi bahan pangan sesuai dengan
pola musimannya serta adanya risiko kemarau panjang
sebagai dampak dari El Nino. Selain itu, tekanan harga
diperkirakan juga berasal dari kenaikan biaya
pendidikan sejalan dengan tahun ajaran baru di
triwulan tersebut. Inflasi triwulan III 2015 diperkirakan
sebesar 6,96% (yoy), meningkat dari triwulan II 2015
yang sebesar 6,15% (yoy).
06
Secara keseluruhan tahun, tekanan inflasi tahun 2015
diperkirakan akan menurun. Inflasi tahun 2015
diperkirakan sebesar 4,0-4,5% (yoy), lebih rendah bila
dibandingkan dengan tahun 2014 yang sebesar 8,22%
(yoy). Penurunan ini didukung terkendalinya inflasi di
seluruh kelompok pada tahun ini, baik kelompok
volatile foods, kelompok administered prices, maupun
kelompok inti. Kelompok volatile foods diperkirakan
akan mengalami penurunan inflasi seiring lebih
terjaganya pasokan pada tahun ini di tengah upaya
pemerintah mengatasi permasalahan distribusi dan
pasokan. Sementara kelompok administered prices
akan lebih terjaga di tahun ini karena lebih rendahnya
kenaikan BBM dibanding tahun sebelumnya.
07
Hal tersebut menyebabkan posisi outflow uang tunai
mengalami kenaikan signifikan pada periode laporan.
Meskipun mengalami peningkatan pada periode
laporan, kondisi net inflow yang masih dicatatkan di
Jawa Tengah tidak terlepas dari karakteristik Jawa
Tengah sebagai basis produksi dan perdagangan.
Dengan karakteristik tersebut, aliran uang kartal dari
daerah lain masuk ke dalam sistem perbankan di Jawa
Tengah, yang selanjutnya disetorkan kembali ke kantor-
kantor Bank Indonesia di Jawa Tengah sehingga
mendorong posisi inflow di Jawa Tengah yang relatif
tinggi.
Kinerja pemerintah yang dicerminkan pada realisasi
APBD secara umum mengalami peningkatan. Sesuai
siklikalitas realisasi pendapatan dan belanja daerah di
triwulan II 2015 meningkat apabila dibandingkan
dengan triwulan I 2015. Dibanding triwulan yang sama
tahun sebe lumnya, penyerapan komponen
Pendapatan di triwulan II 2015 tercatat lebih rendah.
Sedangkan, realisasi belanja lebih tinggi dibandingkan
triwulan II 2014. Realisasi belanja yang lebih tinggi ini
sejalan dengan data konsumsi pemerintah pada PDRB
yang menunjukkan adanya peningkatan sebesar
2,31% (yoy).
Kondisi kesejahteraan masyarakat diindikasikan melalui
Nilai Tukar Petani (NTP) yang pada triwulan II 2015 ini
mengalami penurunan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Penurunan NTP mengindikasikan
menurunnya kese jahte raan petan i dengan
menurunnya daya beli petani di pedesaan. Hal ini
tercermin dari indeks yang dibayar petani naik lebih
tinggi dibandingkan dengan indeks yang diterima
petani. Penurunan NTP ini disebabkan oleh turunnya
harga produk pertanian karena musim panen dan
diikuti dengan meningkatnya inflasi. Peningkatan
inflasi ini kemudian menurunkan daya beli masyarakat,
salah satunya menurunkan daya beli petani khususnya
pada subsektor tanaman pangan yang mengalami
penurunan pada triwulan laporan.
Berdasarkan kondisi terkini, Bank Indonesia
memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
triwulan III 2015 sebesar 5,28% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Faktor pendukung
pertumbuhan tersebut yaitu peningkatan konsumsi
masyarakat pada musim Lebaran. Konsumsi
pemerintah dan investasi juga diperkirakan mengalami
peningkatan pada triwulan III sesuai dengan pola
musimannya. Di sisi lain, konsumsi Lembaga Non Profit
Penunjang Rumah Tangga (LNPRT) juga diperkirakan
akan mengalami kenaikan menjelang pilkada serentak
di akhir tahun.
Sementara secara sektoral, kinerja sektor perdagangan
dan konstruksi diperkirakan akan mengalami
peningkatan sejalan dengan peningkatan konsumsi
masyarakat dan juga konsumsi pemerintah pada
triwulan III 2015. Melihat dari pencapaian tersebut,
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada 2015
diperkirakan akan mengalami pertumbuhan. Ekonomi
Jawa Tengah pada tahun 2015 diperkirakan akan
berada pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy).
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan III 2015
diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Peningkatan inflasi ini didorong oleh
meningkatnya permintaan saat lebaran diikuti dengan
menurunnya produksi bahan pangan sesuai dengan
pola musimannya serta adanya risiko kemarau panjang
sebagai dampak dari El Nino. Selain itu, tekanan harga
diperkirakan juga berasal dari kenaikan biaya
pendidikan sejalan dengan tahun ajaran baru di
triwulan tersebut. Inflasi triwulan III 2015 diperkirakan
sebesar 6,96% (yoy), meningkat dari triwulan II 2015
yang sebesar 6,15% (yoy).
06
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BABI
Dibandingkan triwulan sebelumnya, perekonomian Jawa Tengah triwulan II 2015 tumbuh melambat.
Dari sisi penggunaan, perlambatan ekonomi terutama bersumber dari ekspor
dan investasi. Pertumbuhan konsumsi juga mengalami hal yang serupa, baik
konsumsi rumah tangga, maupun konsumsi pemerintah.
Dari sisi lapangan usaha, perlambatan di sektor industri pengolahan dan sektor
perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor mendorong
melambatnya perekonomian Jawa Tengah di triwulan laporan. Namun, kinerja
baik pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menahan perlambatan
menjadi tidak lebih dalam.
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BABI
Dibandingkan triwulan sebelumnya, perekonomian Jawa Tengah triwulan II 2015 tumbuh melambat.
Dari sisi penggunaan, perlambatan ekonomi terutama bersumber dari ekspor
dan investasi. Pertumbuhan konsumsi juga mengalami hal yang serupa, baik
konsumsi rumah tangga, maupun konsumsi pemerintah.
Dari sisi lapangan usaha, perlambatan di sektor industri pengolahan dan sektor
perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor mendorong
melambatnya perekonomian Jawa Tengah di triwulan laporan. Namun, kinerja
baik pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menahan perlambatan
menjadi tidak lebih dalam.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada
triwulan II 2015 melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Ekonomi Jawa Tengah tumbuh sebesar
4,8% (yoy) pada triwulan laporan, setelah tumbuh
sebesar 5,5% (yoy) pada triwulan lalu. Perlambatan ini
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang
juga melambat. Ekonomi nasional tumbuh melambat di
triwulan laporan menjadi sebesar 4,67% (yoy) dari
4,72% (yoy). Dibandingkan dengan pertumbuhan
ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
masih lebih tinggi, namun lebih rendah dari
pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa (termasuk DKI
Jakarta) yang sebesar 5,07% (yoy). Kondisi ini berbeda
dengan pola sebelumnya di mana pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah umumnya selalu berada lebih
t inggi dar i ekonomi Kawasan Jawa. Hal ini
menggambarkan cukup dalamnya perlambatan
ekonomi Jawa Tengah di triwulan laporan dibanding
provins i la in di Kawasan Jawa. Di l ihat dar i
kont r ibus inya , perekonomian Jawa Tengah
menyumbang 14,93% terhadap perekonomian
Kawasan Jawa di triwulan laporan, relatif tetap
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Secara triwulanan, ekonomi Jawa Tengah di triwulan
laporan mengalami ekspansi sebesar 2,6% (qtq), atau
lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan
triwulanan pada periode yang sama tahun lalu yang
tercatat sebesar 3,3% (qtq). Perlambatan ini terkait
dengan kondisi perekonomian global dan domestik
yang kurang kondusif seperti tahun lalu sehingga
memengaruhi kinerja dan optimisme pelaku usaha. Hal
tersebut tercermin dari pertumbuhan ekspor dan
investasi yang melambat secara signifikan.
Perlambatan perekonomian yang terjadi sejalan
dengan aktivitas di sisi sistem pembayaran. Pada
triwulan II 2015, transaksi kliring di Jawa Tengah
mengalami penurunan. Rata-rata volume transaksi
kliring pada triwulan laporan tercatat tumbuh negatif
dengan level 7,28 (yoy), menurun lebih dalam
dibandingkan penurunan di triwulan sebelumnya,
yakni 2,19% (yoy). Sementara itu, rata-rata nilai
transaksi kliring juga mengalami penurunan sebesar
2,38% (yoy), setelah tumbuh positif di triwulan lalu
sebesar 3,99% (yoy).
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1Secara Umum
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.
1.
Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap Kawasan JawaGrafik 1.1.Sumber: BPS, diolah
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan NasionalGrafik 1.2.Sumber: BPS, diolah
3
4
5
6
7
I II III IV I II
%, YOY
JAWA JATENG NASIONAL
2014* 2015**
5.074.84
4.67
11
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
I - 2015
II - 2015
JATIMDKI BANTENJABAR JATENG DIY
24.85
24.8729.09 7.1322.44 14.97 1.53
29.05 7.1122.56 14.93 1.48
%% %%% %
%% %%% %
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada
triwulan II 2015 melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Ekonomi Jawa Tengah tumbuh sebesar
4,8% (yoy) pada triwulan laporan, setelah tumbuh
sebesar 5,5% (yoy) pada triwulan lalu. Perlambatan ini
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang
juga melambat. Ekonomi nasional tumbuh melambat di
triwulan laporan menjadi sebesar 4,67% (yoy) dari
4,72% (yoy). Dibandingkan dengan pertumbuhan
ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
masih lebih tinggi, namun lebih rendah dari
pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa (termasuk DKI
Jakarta) yang sebesar 5,07% (yoy). Kondisi ini berbeda
dengan pola sebelumnya di mana pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah umumnya selalu berada lebih
t inggi dar i ekonomi Kawasan Jawa. Hal ini
menggambarkan cukup dalamnya perlambatan
ekonomi Jawa Tengah di triwulan laporan dibanding
provins i la in di Kawasan Jawa. Di l ihat dar i
kont r ibus inya , perekonomian Jawa Tengah
menyumbang 14,93% terhadap perekonomian
Kawasan Jawa di triwulan laporan, relatif tetap
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Secara triwulanan, ekonomi Jawa Tengah di triwulan
laporan mengalami ekspansi sebesar 2,6% (qtq), atau
lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan
triwulanan pada periode yang sama tahun lalu yang
tercatat sebesar 3,3% (qtq). Perlambatan ini terkait
dengan kondisi perekonomian global dan domestik
yang kurang kondusif seperti tahun lalu sehingga
memengaruhi kinerja dan optimisme pelaku usaha. Hal
tersebut tercermin dari pertumbuhan ekspor dan
investasi yang melambat secara signifikan.
Perlambatan perekonomian yang terjadi sejalan
dengan aktivitas di sisi sistem pembayaran. Pada
triwulan II 2015, transaksi kliring di Jawa Tengah
mengalami penurunan. Rata-rata volume transaksi
kliring pada triwulan laporan tercatat tumbuh negatif
dengan level 7,28 (yoy), menurun lebih dalam
dibandingkan penurunan di triwulan sebelumnya,
yakni 2,19% (yoy). Sementara itu, rata-rata nilai
transaksi kliring juga mengalami penurunan sebesar
2,38% (yoy), setelah tumbuh positif di triwulan lalu
sebesar 3,99% (yoy).
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1Secara Umum
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.
1.
Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap Kawasan JawaGrafik 1.1.Sumber: BPS, diolah
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan NasionalGrafik 1.2.Sumber: BPS, diolah
3
4
5
6
7
I II III IV I II
%, YOY
JAWA JATENG NASIONAL
2014* 2015**
5.074.84
4.67
11
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
I - 2015
II - 2015
JATIMDKI BANTENJABAR JATENG DIY
24.85
24.8729.09 7.1322.44 14.97 1.53
29.05 7.1122.56 14.93 1.48
%% %%% %
%% %%% %
menjadi rata-rata pada triwulan II sebesar 119,32.
Indeks tersebut mencerminkan optimisme konsumen
terhadap perekonomian. Walaupun masih dalam level
optimis (IKK > 100), optimisme konsumen menurun
pada triwulan laporan.
Berdasarkan hasil survei konsumen, menurunnya
optimisme konsumen didorong oleh keyakinan
konsumen baik terhadap penghasilan, maupun
ketersediaan lapangan kerja. Indeks penghasilan saat
ini dan indeks ketersediaan lapangan kerja mengalami
penurunan pada triwulan laporan.
Dari sisi pedagang, perlambatan konsumsi juga
terkonfirmasi. Survei pedagang eceran menunjukkan
adanya penurunan kinerja penjualan. Indeks Penjualan
Riil (IPR) rata-rata pada triwulan II turun ke level 179,35
dari rata-rata 189,33 pada triwulan sebelumnya.
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori
Ekspor
Impor
P D R B
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan II (Rp Miliar)
III IVTOTAL*
445,645
7,641
55,431
211,220
21,018
256,229
270,285
726,900
113,402
2,147
8,631
51,991
5,273
56,860
52,448
185,856
115,185
2,206
11,927
54,680
5,637
65,964
63,673
191,925
118,194
1,982
13,770
56,549
4,942
67,377
65,596
197,219
117,374
1,965
22,576
56,790
410
61,010
68,852
191,272
464,155
8,299
56,904
220,009
16,261
251,212
250,570
766,272
2015**
118,166
1,939
8,904
55,020
2,554
68,378
58,872
196,088
I 119,963
1,934
12,203
56,124
5,742
72,318
67,068
201,216
II
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori
Ekspor
Impor
P D R B
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan II (%, yoy)
III IV2014*
4.3
7.2
5.4
4.4
(42.4)
11.4
2.2
5.1
4.1
22.4
1.1
3.1
4.4
(3.2)
(8.8)
5.7
4.0
16.3
(9.7)
6.4
(51.0)
(1.5)
(10.9)
4.2
4.5
3.4
4.8
5.7
52.1
0.6
0.6
5.7
4.0
(5.3)
9.9
1.5
(66.1)
(4.1)
(9.5)
6.2
4.2
8.6
2.7
4.2
(22.6)
(2.0)
(7.3)
5.4
2015**
4.2
(9.7)
3.2
5.8
(51.6)
20.3
12.2
5.5
I 4.1
(12.3)
2.3
2.6
1.9
9.6
5.3
4.8
II
Survei KonsumenGrafik 1.5.
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
9095
100105110115120125130135140 INDEKS
EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)
pesimis
optimis
70
80
90
100
110
120
130
140 INDEKS
Komponen Indeks Keyakinan KonsumenGrafik 1.6.
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJAKETEPATAN WAKTU PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMAPENGHASILAN SAAT INI
pesimis
optimis
13
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Melambatnya pertumbuhan ekonomi juga tercermin
dari penyaluran kredit perbankan. Pertumbuhan kredit
bank umum di Jawa Tengah tumbuh 9,52% (yoy) di
triwulan laporan, melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya (11,37%, yoy).
Dari sisi penggunaan, perlambatan ekonomi didorong
oleh per lambatan pertumbuhan ekspor dan
pembentukan modal tetap bruto (PMTB). Bersamaan
dengan itu, pertumbuhan konsumsi juga mengalami
hal yang serupa, baik konsumsi rumah tangga, maupun
konsumsi pemerintah, meskipun dengan level yang
lebih terbatas.
Dilihat dari sisi lapangan usaha, struktur perekonomian
Jawa Tengah pada triwulan II 2015 masih didominasi
oleh tiga sektor utama yaitu sektor industri
pengolahan, sektor pertanian, kehutanan dan
perikanan, dan sektor perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor. Struktur perekonomian
ini relatif t idak berubah dibanding tr iwulan
sebelumnya. Walaupun terjadi perlambatan, ketiga
sektor utama ini masih mampu tumbuh positif.
Perlambatan di sektor utama terkecuali pada sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan tersebut
mendorong melambatnya perekonomian Jawa Tengah
di triwulan laporan. Kinerja sektor pertanian dengan
adanya panen raya mampu menahan perlambatan
menjadi tidak lebih dalam.
Tidak berubah dari triwulan sebelumnya, pada sisi
penggunaan, perekonomian Jawa Tengah masih
ditopang oleh konsumsi rumah tangga (pangsa
63 ,60%) , ekspor (pangsa 37 ,69%) , dan
pembentukan modal tetap bruto atau PMTB
( p a n g s a 2 9 , 3 7 % ) . Wa l a u p u n m e n g a l a m i
perlambatan, ketiga komponen tersebut masih
tumbuh positif pada triwulan II 2015. Perlambatan
s ignif ikan terutama ter jadi pada komponen
penge luaran ekspor dan PMTB. Se la in i tu ,
pertumbuhan konsumsi, baik konsumsi rumah tangga,
sebagai penyokong utama perekonomian, maupun
konsumsi pemerintah, juga melambat walaupun
dengan level yang lebih terbatas. Perlambatan pada
hampir seluruh komponen penggunaan ini mendorong
perekonomian Jawa Tengah melambat tajam di
triwulan II 2015. Adapun komponen yang menahan
perlambatan tersebut yaitu impor sebagai komponen
pengurang dalam perhitungan PDRB yang juga turut
melambat.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2015
tumbuh sebesar 4,1% (yoy), sedikit melambat
dibandingkan triwulan I 2015 (4,2%, yoy). Perlambatan
ini didorong oleh menurunnya daya beli masyarakat
yang terkonfirmasi dari hasil survei konsumen yang
dilakukan Bank Indonesia. Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK) turun dari rata-rata pada triwulan I sebesar 126,59
12
Pertumbuhan Penyaluran Kredit Perbankan dan PDRBGrafik 1.3. Pertumbuhan Transaksi Kliring dan PDRBGrafik 1.4.
Sumber: BPS, diolah
3
4
5
6
7
8
12
16
20
24
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
%, YOY %, YOY
KREDIT PERBANKAN PDRB - SKALA KANAN
Sumber: BPS, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
%, YOY %, YOY
TRANSAKSI KLIRING PDRB - SKALA KANAN
20
15
10
5
0
-5
3
4
5
6
7
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
menjadi rata-rata pada triwulan II sebesar 119,32.
Indeks tersebut mencerminkan optimisme konsumen
terhadap perekonomian. Walaupun masih dalam level
optimis (IKK > 100), optimisme konsumen menurun
pada triwulan laporan.
Berdasarkan hasil survei konsumen, menurunnya
optimisme konsumen didorong oleh keyakinan
konsumen baik terhadap penghasilan, maupun
ketersediaan lapangan kerja. Indeks penghasilan saat
ini dan indeks ketersediaan lapangan kerja mengalami
penurunan pada triwulan laporan.
Dari sisi pedagang, perlambatan konsumsi juga
terkonfirmasi. Survei pedagang eceran menunjukkan
adanya penurunan kinerja penjualan. Indeks Penjualan
Riil (IPR) rata-rata pada triwulan II turun ke level 179,35
dari rata-rata 189,33 pada triwulan sebelumnya.
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori
Ekspor
Impor
P D R B
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
Tabel 1.1. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan II (Rp Miliar)
III IVTOTAL*
445,645
7,641
55,431
211,220
21,018
256,229
270,285
726,900
113,402
2,147
8,631
51,991
5,273
56,860
52,448
185,856
115,185
2,206
11,927
54,680
5,637
65,964
63,673
191,925
118,194
1,982
13,770
56,549
4,942
67,377
65,596
197,219
117,374
1,965
22,576
56,790
410
61,010
68,852
191,272
464,155
8,299
56,904
220,009
16,261
251,212
250,570
766,272
2015**
118,166
1,939
8,904
55,020
2,554
68,378
58,872
196,088
I 119,963
1,934
12,203
56,124
5,742
72,318
67,068
201,216
II
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori
Ekspor
Impor
P D R B
KOMPONEN PENGELUARAN
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 Triwulan II (%, yoy)
III IV2014*
4.3
7.2
5.4
4.4
(42.4)
11.4
2.2
5.1
4.1
22.4
1.1
3.1
4.4
(3.2)
(8.8)
5.7
4.0
16.3
(9.7)
6.4
(51.0)
(1.5)
(10.9)
4.2
4.5
3.4
4.8
5.7
52.1
0.6
0.6
5.7
4.0
(5.3)
9.9
1.5
(66.1)
(4.1)
(9.5)
6.2
4.2
8.6
2.7
4.2
(22.6)
(2.0)
(7.3)
5.4
2015**
4.2
(9.7)
3.2
5.8
(51.6)
20.3
12.2
5.5
I 4.1
(12.3)
2.3
2.6
1.9
9.6
5.3
4.8
II
Survei KonsumenGrafik 1.5.
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
9095
100105110115120125130135140 INDEKS
EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)
pesimis
optimis
70
80
90
100
110
120
130
140 INDEKS
Komponen Indeks Keyakinan KonsumenGrafik 1.6.
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJAKETEPATAN WAKTU PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMAPENGHASILAN SAAT INI
pesimis
optimis
13
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Melambatnya pertumbuhan ekonomi juga tercermin
dari penyaluran kredit perbankan. Pertumbuhan kredit
bank umum di Jawa Tengah tumbuh 9,52% (yoy) di
triwulan laporan, melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya (11,37%, yoy).
Dari sisi penggunaan, perlambatan ekonomi didorong
oleh per lambatan pertumbuhan ekspor dan
pembentukan modal tetap bruto (PMTB). Bersamaan
dengan itu, pertumbuhan konsumsi juga mengalami
hal yang serupa, baik konsumsi rumah tangga, maupun
konsumsi pemerintah, meskipun dengan level yang
lebih terbatas.
Dilihat dari sisi lapangan usaha, struktur perekonomian
Jawa Tengah pada triwulan II 2015 masih didominasi
oleh tiga sektor utama yaitu sektor industri
pengolahan, sektor pertanian, kehutanan dan
perikanan, dan sektor perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor. Struktur perekonomian
ini relatif t idak berubah dibanding tr iwulan
sebelumnya. Walaupun terjadi perlambatan, ketiga
sektor utama ini masih mampu tumbuh positif.
Perlambatan di sektor utama terkecuali pada sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan tersebut
mendorong melambatnya perekonomian Jawa Tengah
di triwulan laporan. Kinerja sektor pertanian dengan
adanya panen raya mampu menahan perlambatan
menjadi tidak lebih dalam.
Tidak berubah dari triwulan sebelumnya, pada sisi
penggunaan, perekonomian Jawa Tengah masih
ditopang oleh konsumsi rumah tangga (pangsa
63 ,60%) , ekspor (pangsa 37 ,69%) , dan
pembentukan modal tetap bruto atau PMTB
( p a n g s a 2 9 , 3 7 % ) . Wa l a u p u n m e n g a l a m i
perlambatan, ketiga komponen tersebut masih
tumbuh positif pada triwulan II 2015. Perlambatan
s ignif ikan terutama ter jadi pada komponen
penge luaran ekspor dan PMTB. Se la in i tu ,
pertumbuhan konsumsi, baik konsumsi rumah tangga,
sebagai penyokong utama perekonomian, maupun
konsumsi pemerintah, juga melambat walaupun
dengan level yang lebih terbatas. Perlambatan pada
hampir seluruh komponen penggunaan ini mendorong
perekonomian Jawa Tengah melambat tajam di
triwulan II 2015. Adapun komponen yang menahan
perlambatan tersebut yaitu impor sebagai komponen
pengurang dalam perhitungan PDRB yang juga turut
melambat.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2015
tumbuh sebesar 4,1% (yoy), sedikit melambat
dibandingkan triwulan I 2015 (4,2%, yoy). Perlambatan
ini didorong oleh menurunnya daya beli masyarakat
yang terkonfirmasi dari hasil survei konsumen yang
dilakukan Bank Indonesia. Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK) turun dari rata-rata pada triwulan I sebesar 126,59
12
Pertumbuhan Penyaluran Kredit Perbankan dan PDRBGrafik 1.3. Pertumbuhan Transaksi Kliring dan PDRBGrafik 1.4.
Sumber: BPS, diolah
3
4
5
6
7
8
12
16
20
24
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
%, YOY %, YOY
KREDIT PERBANKAN PDRB - SKALA KANAN
Sumber: BPS, diolah
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
%, YOY %, YOY
TRANSAKSI KLIRING PDRB - SKALA KANAN
20
15
10
5
0
-5
3
4
5
6
7
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
37,96% dari total anggaran belanja tahun 2015.
Mel ihat real isas inya pada tr iwulan laporan,
perlambatan terutama terjadi pada komponen belanja
tidak langsung, utamanya pada belanja pegawai dan
belanja bantuan keuangan kepada kabupaten/kota.
Sementara itu, pendapatan Pemerintah provinsi Jawa
Tengah pada triwulan laporan sudah terealisasi 47,65%
dari anggaran 2015.
Pada triwulan II 2015, PMTB tumbuh sebesar 2,6%
(yoy), melambat dibandingkan tr iwulan
sebelumnya yang tumbuh 6,7% (yoy). Berdasarkan
hasil liaison, hanya 15 dari 34 (44,12%) pelaku usaha
menyatakan terdapat kenaikan investasi di triwulan
laporan, sedangkan 19 lainnya menyatakan tetap atau
turun. Sementara pada triwulan sebelumnya, pelaku
usaha yang menyatakan kenaikan investasi sebanyak
29 dari 48 (60,42%). Penurunan pertumbuhan dalam
investasi ini juga terkonfirmasi dari pertumbuhan kredit
investasi yang disalurkan perbankan di Jawa Tengah
yang juga mengalami perlambatan.
Hasil liaison juga menunjukkan bahwa salah satu faktor
yang menghambat investasi adalah kinerja penjualan
yang menurun pada triwulan laporan. Penurunan
kinerja menyebabkan pelaku usaha menggeser rencana
investasinya. Selain itu, penguatan nilai Dolar AS juga
turut memberikan tekanan dalam perlambatan
investasi, terutama investasi dalam bentuk mesin atau
peralatan impor. Hal ini tercermin dari impor barang
modal yang mengalami penurunan seiring dengan
menguatnya nilai Dolar AS. Impor barang modal
tumbuh negatif sebesar -19,75% (yoy) pada triwulan
laporan, berlawanan arah dengan triwulan sebelumnya
yang tumbuh 3,97%. Sejalan dengan nilai tukar rupiah
yang pada triwulan II mengalami depresiasi 2,64%,
dibandingkan dengan triwulan yang lalu.
Pertumbuhan Tahunan Realisasi Belanja PemerintahProvinsi Jawa Tengah dan PDRB Konsumsi Pemerintah
Grafik 1.11. Perkembangan Anggaran BelanjaPemerintah Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.12.
Likert Scale InvestasiGrafik 1.13.
15
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
%, YOY
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
BELANJA TIDAK LANGSUNG BELANJA LANGSUNG JUMLAH BELANJA PDRB KONSUMSI PEMERINTAH
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-10
0
10
20
30
40
50
60
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
18,000
20,000
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
%, YOYRP MILIAR
PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJAANGGARAN BELANJA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
I - 2015
II - 2015 1544%
1853%
13%
2960%
1940%
00%
TETAP NAIK TURUN
Mendukung hal di atas, perlambatan konsumsi rumah
tangga terlihat dari kredit konsumsi perbankan yang
juga mengalami perlambatan. Setelah tumbuh 8,53%
(yoy) di triwulan I 2015, kredit konsumsi perbankan
tumbuh melambat ke level 7,03% (yoy) di triwulan
laporan.
Pengamatan lebih mendalam, perlambatan utamanya
terjadi pada konsumsi dalam bentuk perumahan dan
transportasi. Hal tersebut tercermin dari penyaluran
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan
Bermotor (KKB) yang juga melambat pada triwulan
laporan (Grafik 1.9). Kondisi ini juga sejalan dengan
hasil Survei Konsumen terutama pada komponen
ketepatan waktu pembelian barang tahan lama.
Komponen hasil survei tersebut menunjukkan adanya
penurunan indeks di triwulan laporan.
Apresiasi nilai Dolar AS juga menjadi salah satu faktor
pendorong melambatnya konsumsi rumah tangga.
Terlihat dari pertumbuhan impor barang konsumsi yang
turut mengalami perlambatan, terutama barang
konsumsi dalam bentuk makanan dan minuman jadi,
alat dan perlengkapan transportasi, serta barang
konsumsi tahan lama.
Nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS, rata-rata pada
triwulan II mengalami depresiasi 2,64% (qtq) apabila
dibandingkan dengan triwulan lalu. Sejalan dengan itu,
pertumbuhan impor barang konsumsi melambat dari
15,46% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi sebesar
4,55% (yoy) di triwulan ini (Grafik 1.10).
Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani
Rumah Tangga (LNPRT) pada triwulan II 2015
tumbuh negatif sebesar -12,3% (yoy), turun lebih
dalam dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar
-9,7% (yoy). Penurunan tersebut dikarenakan adanya
kegiatan Pemilu di tahun 2014 yang mendorong
tingginya konsumsi LNPRT di periode tersebut,
utamanya aktivitas partai politik.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami
perlambatan pada triwulan II menjadi 2,3% (yoy),
setelah tumbuh 3,2% (yoy) di triwulan lalu. Anggaran
belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah secara
keseluruhan tahun 2015 meningkat 8,10% (yoy) dari
tahun sebelumnya. Sementara realisasi belanja
pemerintah sampai dengan triwulan II terlihat masih
belum optimal. Realisasi belanja tercatat sebesar
Survei Pedagang EceranGrafik 1.7.
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
INDEKS
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANINDEKS PPENJUALAN RIIL
-20
-10
0
10
20
30
40
50
120
140
160
180
200
220 %, YOY
Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsidan PDRB Konsumsi Rumah Tangga
Grafik 1.8.
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
PDRB KONSUMSI - SKALA KANANKREDIT KONSUMSI
3
4
5
6
4
9
14
19
24
29 %, YOY %, YOY
Pertumbuhan Tahunan Kredit Kendaraan Bermotordan Kredit Pemilikan Rumah
Grafik 1.9.
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
KREDIT PEMILIKAN RUMAHKREDIT KENDARAAN BERMOTOR
%, YOY
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
Pertumbuhan Impor Barang Konsumsidan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS
Grafik 1.10.
3
8
13
18
23
28
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
60
70
NILAI TUKAR - SKALA KANANIMPOR BARANG KONSUMSI
%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
%, YOY
14 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
37,96% dari total anggaran belanja tahun 2015.
Mel ihat real isas inya pada tr iwulan laporan,
perlambatan terutama terjadi pada komponen belanja
tidak langsung, utamanya pada belanja pegawai dan
belanja bantuan keuangan kepada kabupaten/kota.
Sementara itu, pendapatan Pemerintah provinsi Jawa
Tengah pada triwulan laporan sudah terealisasi 47,65%
dari anggaran 2015.
Pada triwulan II 2015, PMTB tumbuh sebesar 2,6%
(yoy), melambat dibandingkan tr iwulan
sebelumnya yang tumbuh 6,7% (yoy). Berdasarkan
hasil liaison, hanya 15 dari 34 (44,12%) pelaku usaha
menyatakan terdapat kenaikan investasi di triwulan
laporan, sedangkan 19 lainnya menyatakan tetap atau
turun. Sementara pada triwulan sebelumnya, pelaku
usaha yang menyatakan kenaikan investasi sebanyak
29 dari 48 (60,42%). Penurunan pertumbuhan dalam
investasi ini juga terkonfirmasi dari pertumbuhan kredit
investasi yang disalurkan perbankan di Jawa Tengah
yang juga mengalami perlambatan.
Hasil liaison juga menunjukkan bahwa salah satu faktor
yang menghambat investasi adalah kinerja penjualan
yang menurun pada triwulan laporan. Penurunan
kinerja menyebabkan pelaku usaha menggeser rencana
investasinya. Selain itu, penguatan nilai Dolar AS juga
turut memberikan tekanan dalam perlambatan
investasi, terutama investasi dalam bentuk mesin atau
peralatan impor. Hal ini tercermin dari impor barang
modal yang mengalami penurunan seiring dengan
menguatnya nilai Dolar AS. Impor barang modal
tumbuh negatif sebesar -19,75% (yoy) pada triwulan
laporan, berlawanan arah dengan triwulan sebelumnya
yang tumbuh 3,97%. Sejalan dengan nilai tukar rupiah
yang pada triwulan II mengalami depresiasi 2,64%,
dibandingkan dengan triwulan yang lalu.
Pertumbuhan Tahunan Realisasi Belanja PemerintahProvinsi Jawa Tengah dan PDRB Konsumsi Pemerintah
Grafik 1.11. Perkembangan Anggaran BelanjaPemerintah Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.12.
Likert Scale InvestasiGrafik 1.13.
15
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
%, YOY
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
BELANJA TIDAK LANGSUNG BELANJA LANGSUNG JUMLAH BELANJA PDRB KONSUMSI PEMERINTAH
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-10
0
10
20
30
40
50
60
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
18,000
20,000
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
%, YOYRP MILIAR
PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJAANGGARAN BELANJA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
I - 2015
II - 2015 1544%
1853%
13%
2960%
1940%
00%
TETAP NAIK TURUN
Mendukung hal di atas, perlambatan konsumsi rumah
tangga terlihat dari kredit konsumsi perbankan yang
juga mengalami perlambatan. Setelah tumbuh 8,53%
(yoy) di triwulan I 2015, kredit konsumsi perbankan
tumbuh melambat ke level 7,03% (yoy) di triwulan
laporan.
Pengamatan lebih mendalam, perlambatan utamanya
terjadi pada konsumsi dalam bentuk perumahan dan
transportasi. Hal tersebut tercermin dari penyaluran
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan
Bermotor (KKB) yang juga melambat pada triwulan
laporan (Grafik 1.9). Kondisi ini juga sejalan dengan
hasil Survei Konsumen terutama pada komponen
ketepatan waktu pembelian barang tahan lama.
Komponen hasil survei tersebut menunjukkan adanya
penurunan indeks di triwulan laporan.
Apresiasi nilai Dolar AS juga menjadi salah satu faktor
pendorong melambatnya konsumsi rumah tangga.
Terlihat dari pertumbuhan impor barang konsumsi yang
turut mengalami perlambatan, terutama barang
konsumsi dalam bentuk makanan dan minuman jadi,
alat dan perlengkapan transportasi, serta barang
konsumsi tahan lama.
Nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS, rata-rata pada
triwulan II mengalami depresiasi 2,64% (qtq) apabila
dibandingkan dengan triwulan lalu. Sejalan dengan itu,
pertumbuhan impor barang konsumsi melambat dari
15,46% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi sebesar
4,55% (yoy) di triwulan ini (Grafik 1.10).
Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani
Rumah Tangga (LNPRT) pada triwulan II 2015
tumbuh negatif sebesar -12,3% (yoy), turun lebih
dalam dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar
-9,7% (yoy). Penurunan tersebut dikarenakan adanya
kegiatan Pemilu di tahun 2014 yang mendorong
tingginya konsumsi LNPRT di periode tersebut,
utamanya aktivitas partai politik.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami
perlambatan pada triwulan II menjadi 2,3% (yoy),
setelah tumbuh 3,2% (yoy) di triwulan lalu. Anggaran
belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah secara
keseluruhan tahun 2015 meningkat 8,10% (yoy) dari
tahun sebelumnya. Sementara realisasi belanja
pemerintah sampai dengan triwulan II terlihat masih
belum optimal. Realisasi belanja tercatat sebesar
Survei Pedagang EceranGrafik 1.7.
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
INDEKS
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANINDEKS PPENJUALAN RIIL
-20
-10
0
10
20
30
40
50
120
140
160
180
200
220 %, YOY
Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsidan PDRB Konsumsi Rumah Tangga
Grafik 1.8.
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
PDRB KONSUMSI - SKALA KANANKREDIT KONSUMSI
3
4
5
6
4
9
14
19
24
29 %, YOY %, YOY
Pertumbuhan Tahunan Kredit Kendaraan Bermotordan Kredit Pemilikan Rumah
Grafik 1.9.
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
KREDIT PEMILIKAN RUMAHKREDIT KENDARAAN BERMOTOR
%, YOY
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
Pertumbuhan Impor Barang Konsumsidan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS
Grafik 1.10.
3
8
13
18
23
28
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
60
70
NILAI TUKAR - SKALA KANANIMPOR BARANG KONSUMSI
%, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
%, YOY
14 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Sementara itu, kinerja ekspor luar negeri meskipun
masih mencatatkan pertumbuhan negatif, telah
mengalami perbaikan. Perbaikan terjadi di komoditas
ekspor utama Jawa Tengah, yaitu tekstil dan produk
tekstil serta mebel dan kayu olahan. Ekspor komoditas
tekstil tumbuh 14,50% (yoy) di triwulan laporan,
meningkat dari 12,68% (yoy) di triwulan sebelumnya.
Hal serupa dialami oleh ekspor komoditas mebel.
Ekspor komoditas tersebut mencatatkan pertumbuhan
negatif namun telah mengalami perbaikan dari -4,34%
(yoy) ke angka -2,86% (yoy) pada triwulan ini.
Berdasarkan hasil liaison, perbaikan kinerja ekspor luar
negeri didorong oleh meningkatnya permintaan dari
negara mitra dagang, terutama dari Amerika Serikat
seiring dengan perbaikan ekonomi negara tersebut,
walaupun masih di bawah perkiraan. Selain itu, dari
hasil liaison, didapat bahwa pelaku usaha di industri
mebel sudah mulai melakukan diversifikasi pasar ke
negara-negara lain.
Ekspor Jawa Tengah masih didominasi ekspor ke
Amerika Serikat, Eropa, dan Tiongkok sebagai
negara mitra dagang utama, dengan pangsa
masing-masing 26,01%, 18,37%, dan 10,07% di
triwulan II 2015. Perdagangan ke Amerika Serikat
mengalami perbaikan pada triwulan laporan, tumbuh
13,48% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 7,40% (yoy). Walaupun tidak
sebaik perkiraan sebelumnya, perbaikan ekonomi
Amerika Serikat mendorong meningkatnya permintaan
dari negara tersebut. Namun pada saat yang
bersamaan kinerja ekspor ke dua negara mitra dagang
utama lainnya mengalami penurunan. Ekspor Jawa
Tengah ke Tiongkok masih melanjutkan periode
kontraksi sejak triwulan III 2014, dan pada triwulan
laporan terjadi penurunan lebih dalam ke level
-18,77% (yoy). Sementara itu, ekspor ke negara-
negara Eropa juga tercatat menurun dengan level
penurunan 4,29% (yoy). Penurunan ekspor ke negara
mitra dagang lainnya ini menahan laju perbaikan
ekspor luar negeri Jawa Tengah sehingga masih
mencatatkan pertumbuhan negatif.
JUTA USD
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
LAINNYAEROPARRCJEPANGASEANUSA
USA ASEAN JEPANGTIONGKOKEROPA LAINNYA
26.01% 9.12% 8.67%10.07%18.37% 27.76%
17
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.21. Perkembangan Ekspor ProvinsiJawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.22. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan Triwulan II 2015
Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.19. Perkembangan Nilai Ekspor Mebel dan Kayu OlahanProvinsi Jawa Tengah
Grafik 1.20.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
-
100
200
300
400
500
600
700
800
900 %, YOYUSD JUTA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANEKSPOR TPT
%, YOYUSD JUTA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANEKSPOR MEBEL DAN KAYU OLAHAN
-10
-5
0
5
10
15
20
25
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
mengalami penurunan penjualan domestik, 8
responden menyatakan penjualan tidak mengalami
perubahan (21,05%) dan 16 responden (42,11%)
menyatakan mengalami peningkatan penjualan.
Sementara pada triwulan sebelumnya, kinerja
penjualan pelaku usaha terlihat lebih baik. Sebanyak 28
dar i 49 (57,14%) pelaku usaha mengalami
peningkatan penjualan, dan hanya 8 (16,33%) pelaku
usaha yang mengalami penurunan penjualan.
-
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
0
100
200
300
400
500
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
JUMLAH PROYEK RP TRILIUN
JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN
0
100
200
300
400
500
0
20
40
60
80
100
120 JUMLAH PROYEK USD JUTA
Pertumbuhan investasi di Jawa Tengah pada triwulan II
2015 lebih didorong oleh investasi yang berasal dari
modal asing, terlihat dari peningkatan nilai penanaman
modal asing (PMA). Sementara itu kegiatan
penanaman modal dalam negeri (PMDN) mengalami
penurunan baik secara secara nilai, walaupun jumlah
proyek investasi dalam negeri meningkat signifikan.
Kinerja ekspor di triwulan II 2015 mengalami
perlambatan tajam dibandingkan triwulan
sebelumnya. Komponen pengeluaran ini tumbuh
9,6% (yoy) di triwulan laporan, melambat dari triwulan
sebelumnya sebesar 20,3% (yoy). Perlambatan tajam
terjadi pada ekspor antar daerah, sementara ekspor
luar negeri mengalami perbaikan walaupun masih
tumbuh negatif.
Perlambatan kinerja ekspor antar daerah
terkonfirmasi dari likert scale hasil liaison yang
dilakukan KPw BI Provinsi Jawa Tengah, di mana
sebanyak 14 dari 38 pelaku usaha (36,84%)
16 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asingdi Jawa Tengah
Grafik 1.16. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeridi Jawa Tengah
Grafik 1.17.
Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi dan PDRB PMTBGrafik 1.14. Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang Modaldan PDRB PMTB
Grafik 1.15.
Likert Scale Penjualan DomestikGrafik 1.18.
1642%
1437%
2857%
821%
816%
1327%
I - 2015
II - 2015
TETAP NAIK TURUN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
PDRB PMTB - SKALA KANANKREDIT INVESTASI
%, YOY %, YOY
PDRB PMTB - SKALA KANANIMPOR BARANG MODAL
0
2
4
6
8
10
12
- 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
0
2
4
6
8
10
12
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
%, YOY %, YOY
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber : BKPMSumber : BKPM
Sementara itu, kinerja ekspor luar negeri meskipun
masih mencatatkan pertumbuhan negatif, telah
mengalami perbaikan. Perbaikan terjadi di komoditas
ekspor utama Jawa Tengah, yaitu tekstil dan produk
tekstil serta mebel dan kayu olahan. Ekspor komoditas
tekstil tumbuh 14,50% (yoy) di triwulan laporan,
meningkat dari 12,68% (yoy) di triwulan sebelumnya.
Hal serupa dialami oleh ekspor komoditas mebel.
Ekspor komoditas tersebut mencatatkan pertumbuhan
negatif namun telah mengalami perbaikan dari -4,34%
(yoy) ke angka -2,86% (yoy) pada triwulan ini.
Berdasarkan hasil liaison, perbaikan kinerja ekspor luar
negeri didorong oleh meningkatnya permintaan dari
negara mitra dagang, terutama dari Amerika Serikat
seiring dengan perbaikan ekonomi negara tersebut,
walaupun masih di bawah perkiraan. Selain itu, dari
hasil liaison, didapat bahwa pelaku usaha di industri
mebel sudah mulai melakukan diversifikasi pasar ke
negara-negara lain.
Ekspor Jawa Tengah masih didominasi ekspor ke
Amerika Serikat, Eropa, dan Tiongkok sebagai
negara mitra dagang utama, dengan pangsa
masing-masing 26,01%, 18,37%, dan 10,07% di
triwulan II 2015. Perdagangan ke Amerika Serikat
mengalami perbaikan pada triwulan laporan, tumbuh
13,48% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 7,40% (yoy). Walaupun tidak
sebaik perkiraan sebelumnya, perbaikan ekonomi
Amerika Serikat mendorong meningkatnya permintaan
dari negara tersebut. Namun pada saat yang
bersamaan kinerja ekspor ke dua negara mitra dagang
utama lainnya mengalami penurunan. Ekspor Jawa
Tengah ke Tiongkok masih melanjutkan periode
kontraksi sejak triwulan III 2014, dan pada triwulan
laporan terjadi penurunan lebih dalam ke level
-18,77% (yoy). Sementara itu, ekspor ke negara-
negara Eropa juga tercatat menurun dengan level
penurunan 4,29% (yoy). Penurunan ekspor ke negara
mitra dagang lainnya ini menahan laju perbaikan
ekspor luar negeri Jawa Tengah sehingga masih
mencatatkan pertumbuhan negatif.
JUTA USD
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
LAINNYAEROPARRCJEPANGASEANUSA
USA ASEAN JEPANGTIONGKOKEROPA LAINNYA
26.01% 9.12% 8.67%10.07%18.37% 27.76%
17
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.21. Perkembangan Ekspor ProvinsiJawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.22. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan Triwulan II 2015
Perkembangan Nilai Ekspor TPT Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.19. Perkembangan Nilai Ekspor Mebel dan Kayu OlahanProvinsi Jawa Tengah
Grafik 1.20.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
-
100
200
300
400
500
600
700
800
900 %, YOYUSD JUTA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANEKSPOR TPT
%, YOYUSD JUTA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANEKSPOR MEBEL DAN KAYU OLAHAN
-10
-5
0
5
10
15
20
25
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
mengalami penurunan penjualan domestik, 8
responden menyatakan penjualan tidak mengalami
perubahan (21,05%) dan 16 responden (42,11%)
menyatakan mengalami peningkatan penjualan.
Sementara pada triwulan sebelumnya, kinerja
penjualan pelaku usaha terlihat lebih baik. Sebanyak 28
dar i 49 (57,14%) pelaku usaha mengalami
peningkatan penjualan, dan hanya 8 (16,33%) pelaku
usaha yang mengalami penurunan penjualan.
-
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
0
100
200
300
400
500
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
JUMLAH PROYEK RP TRILIUN
JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN
0
100
200
300
400
500
0
20
40
60
80
100
120 JUMLAH PROYEK USD JUTA
Pertumbuhan investasi di Jawa Tengah pada triwulan II
2015 lebih didorong oleh investasi yang berasal dari
modal asing, terlihat dari peningkatan nilai penanaman
modal asing (PMA). Sementara itu kegiatan
penanaman modal dalam negeri (PMDN) mengalami
penurunan baik secara secara nilai, walaupun jumlah
proyek investasi dalam negeri meningkat signifikan.
Kinerja ekspor di triwulan II 2015 mengalami
perlambatan tajam dibandingkan triwulan
sebelumnya. Komponen pengeluaran ini tumbuh
9,6% (yoy) di triwulan laporan, melambat dari triwulan
sebelumnya sebesar 20,3% (yoy). Perlambatan tajam
terjadi pada ekspor antar daerah, sementara ekspor
luar negeri mengalami perbaikan walaupun masih
tumbuh negatif.
Perlambatan kinerja ekspor antar daerah
terkonfirmasi dari likert scale hasil liaison yang
dilakukan KPw BI Provinsi Jawa Tengah, di mana
sebanyak 14 dari 38 pelaku usaha (36,84%)
16 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asingdi Jawa Tengah
Grafik 1.16. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeridi Jawa Tengah
Grafik 1.17.
Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi dan PDRB PMTBGrafik 1.14. Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang Modaldan PDRB PMTB
Grafik 1.15.
Likert Scale Penjualan DomestikGrafik 1.18.
1642%
1437%
2857%
821%
816%
1327%
I - 2015
II - 2015
TETAP NAIK TURUN
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
PDRB PMTB - SKALA KANANKREDIT INVESTASI
%, YOY %, YOY
PDRB PMTB - SKALA KANANIMPOR BARANG MODAL
0
2
4
6
8
10
12
- 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
0
2
4
6
8
10
12
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
%, YOY %, YOY
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber : BKPMSumber : BKPM
Sejalan dengan itu, impor barang modal juga
mengalami penurunan secara tahunan, yaitu sebesar
-19,75% (yoy), berbalik arah dari pertumbuhan di
triwulan sebelumnya yang sebesar 3,97% (yoy).
Perlambatan terutama terjadi pada impor mesin dan
peralatan. Perlambatan impor barang modal ini sejalan
dengan melambatnya investasi. Iklim usaha yang
kurang kondusif, termasuk penguatan nilai Dolar AS
yang terjadi, berdampak pada rencana perusahaan
untuk melakukan investasi terutama dalam bentuk
investasi mesin dan peralatan.
Pada triwulan laporan, impor barang konsumsi masih
mencatatkan pertumbuhan positif, walaupun juga
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan impor barang konsumsi melambat
menjadi 4,55% (yoy), setelah tumbuh 15,46% (yoy) di
triwulan I 2015. Perlambatan ini sejalan dengan
pertumbuhan konsumsi yang melambat.
Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Jawa
Tengah sebagian besar berasal dari negara
Tiongkok dengan pangsa 38,68% dari total impor
nonmigas Jawa Tengah. Meski demikian, laju
pertumbuhan impor nonmigas yang berasal dari
Tiongkok mengalami penurunan -15,80% (yoy) di
triwulan II 2015 setelah di triwulan sebelumnya
mencatat pertumbuhan positif 15,54% (yoy).
Sementara itu, pertumbuhan impor yang berasal dari
negara mitra dagang utama lainnya seperti Amerika
Serikat dan Eropa juga menunjukkan penurunan di
triwulan ini. Sementara itu, impor Jawa Tengah yang
berasal dari ASEAN bergerak dengan tren meningkat
sejak triwulan I 2014. Pada triwulan laporan, impor dari
ASEAN tumbuh 17,47% (yoy), meningkat dari
pertumbuhan 7,97% (yoy) di triwulan sebelumnya.
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800 USD JUTA
LAINNYAEROPATIONGKOKASEANAMERIKA SERIKAT
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
Grafik 1.27. Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah Triwulan II 2015
LAINNYA AMERIKASERIKAT
ASEAN TIONGKOK EROPA
32.62% 9.59% 11.44% 38.68% 7.67%
19
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.28. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal
Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 1.26.
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI
-40
-20
0
20
40
60
80
100 %, YOY
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 1.25.
USD JUTA
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI
Pertumbuhan impor Jawa Tengah mengalami
perlambatan dibandingkan dengan triwulan lalu,
menjadi sebesar 5,3% (yoy) dari 12,2% (yoy).
Perlambatan terutama terjadi pada impor antar daerah,
yang salah satunya didorong oleh melemahnya daya
beli masyarakat. Selain itu, melimpahnya hasil panen
juga mengurangi kebutuhan impor akan komoditas
bahan pangan atau hasil pertanian.
Impor luar negeri mengalami peningkatan,
w a l a u p u n m a s i h m e n c a t a t k a n a n g k a
pertumbuhan negatif. Peningkatan disumbang oleh
pertumbuhan impor migas. Pertumbuhan negatif
impor migas sejak triwulan IV 2014 telah mengalami
perbaikan pada triwulan laporan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Perbaikan ini merupakan akibat
dari melonjaknya kebutuhan Bahan Bakar Minyak
(BBM) yang meningkat saat menjelang hari raya Idul
Fitri sehingga pemerintah melakukan tambahan impor
minyak. Impor migas mengalami penurunan 35,85%
(yoy), setelah triwulan sebelumnya turun 47,63% (yoy).
Sebaliknya, impor nonmigas yang semula tumbuh
11,17% (yoy) di triwulan I 2015, berbalik arah dan
tercatat tumbuh negatif di triwulan II 2015, sebesar
-8,00% (yoy). Kinerja impor nonmigas yang turun ini
merupakan imbas dari melambatnya konsumsi dan
kinerja dunia usaha.
Lebih dari setengah impor nonmigas Jawa Tengah
berupa impor bahan baku, dengan pangsa 65,58%
dari total impor nonmigas. Sementara impor barang
modal memberikan sumbangan 25,11%, dan impor
barang konsumsi memberikan sumbangan 9,31% dari
total impor nonmigas Jawa Tengah triwulan II 2015.
Ketiga jenis barang impor tersebut tumbuh melambat
pada triwulan laporan, sehingga menyebabkan secara
keseluruhan impor nonmigas tumbuh melambat.
Impor bahan baku yang cukup dominan dikarenakan
tingginya konten impor untuk kebutuhan industri di
Jawa Tengah, seperti industri kimia dan farmasi, industri
pengolahan plastik, industri barang elektronik, industri
alat angkut, dan terutama industri tekstil dan pakaian
jadi. Melambatnya kinerja industri tersebut, dan
didorong pula oleh penguatan nilai Dolar AS,
mengakibatkan pelaku usaha menahan produksinya
sehingga kebutuhan akan impor bahan baku menurun.
Perlambatan impor ini terutama terjadi pada komoditas
bahan baku tekstil, yaitu komoditas serat tekstil (kode
SITC: 26), dan komoditas benang dan kain (kode SITC:
65). Secara keseluruhan, impor bahan baku turun
-4,27% (yoy), setelah tumbuh 14,51% (yoy) di triwulan
I 2015.
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500
Perkembangan Nilai Ekspor Migas & NonmigasProvinsi Jawa Tengah
Grafik 1.23.
USD JUTA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
NONMIGAS MIGAS
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
-60
-40
-20
0
20
40
60 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
Pertumbuhan Ekspor Migas & NonmigasProvinsi Jawa Tengah
Grafik 1.24.
TOTAL MIGAS NONMIGAS
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
18 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Sejalan dengan itu, impor barang modal juga
mengalami penurunan secara tahunan, yaitu sebesar
-19,75% (yoy), berbalik arah dari pertumbuhan di
triwulan sebelumnya yang sebesar 3,97% (yoy).
Perlambatan terutama terjadi pada impor mesin dan
peralatan. Perlambatan impor barang modal ini sejalan
dengan melambatnya investasi. Iklim usaha yang
kurang kondusif, termasuk penguatan nilai Dolar AS
yang terjadi, berdampak pada rencana perusahaan
untuk melakukan investasi terutama dalam bentuk
investasi mesin dan peralatan.
Pada triwulan laporan, impor barang konsumsi masih
mencatatkan pertumbuhan positif, walaupun juga
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan impor barang konsumsi melambat
menjadi 4,55% (yoy), setelah tumbuh 15,46% (yoy) di
triwulan I 2015. Perlambatan ini sejalan dengan
pertumbuhan konsumsi yang melambat.
Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Jawa
Tengah sebagian besar berasal dari negara
Tiongkok dengan pangsa 38,68% dari total impor
nonmigas Jawa Tengah. Meski demikian, laju
pertumbuhan impor nonmigas yang berasal dari
Tiongkok mengalami penurunan -15,80% (yoy) di
triwulan II 2015 setelah di triwulan sebelumnya
mencatat pertumbuhan positif 15,54% (yoy).
Sementara itu, pertumbuhan impor yang berasal dari
negara mitra dagang utama lainnya seperti Amerika
Serikat dan Eropa juga menunjukkan penurunan di
triwulan ini. Sementara itu, impor Jawa Tengah yang
berasal dari ASEAN bergerak dengan tren meningkat
sejak triwulan I 2014. Pada triwulan laporan, impor dari
ASEAN tumbuh 17,47% (yoy), meningkat dari
pertumbuhan 7,97% (yoy) di triwulan sebelumnya.
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800 USD JUTA
LAINNYAEROPATIONGKOKASEANAMERIKA SERIKAT
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
Grafik 1.27. Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah Triwulan II 2015
LAINNYA AMERIKASERIKAT
ASEAN TIONGKOK EROPA
32.62% 9.59% 11.44% 38.68% 7.67%
19
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.28. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal
Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 1.26.
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI
-40
-20
0
20
40
60
80
100 %, YOY
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 1.25.
USD JUTA
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI
Pertumbuhan impor Jawa Tengah mengalami
perlambatan dibandingkan dengan triwulan lalu,
menjadi sebesar 5,3% (yoy) dari 12,2% (yoy).
Perlambatan terutama terjadi pada impor antar daerah,
yang salah satunya didorong oleh melemahnya daya
beli masyarakat. Selain itu, melimpahnya hasil panen
juga mengurangi kebutuhan impor akan komoditas
bahan pangan atau hasil pertanian.
Impor luar negeri mengalami peningkatan,
w a l a u p u n m a s i h m e n c a t a t k a n a n g k a
pertumbuhan negatif. Peningkatan disumbang oleh
pertumbuhan impor migas. Pertumbuhan negatif
impor migas sejak triwulan IV 2014 telah mengalami
perbaikan pada triwulan laporan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Perbaikan ini merupakan akibat
dari melonjaknya kebutuhan Bahan Bakar Minyak
(BBM) yang meningkat saat menjelang hari raya Idul
Fitri sehingga pemerintah melakukan tambahan impor
minyak. Impor migas mengalami penurunan 35,85%
(yoy), setelah triwulan sebelumnya turun 47,63% (yoy).
Sebaliknya, impor nonmigas yang semula tumbuh
11,17% (yoy) di triwulan I 2015, berbalik arah dan
tercatat tumbuh negatif di triwulan II 2015, sebesar
-8,00% (yoy). Kinerja impor nonmigas yang turun ini
merupakan imbas dari melambatnya konsumsi dan
kinerja dunia usaha.
Lebih dari setengah impor nonmigas Jawa Tengah
berupa impor bahan baku, dengan pangsa 65,58%
dari total impor nonmigas. Sementara impor barang
modal memberikan sumbangan 25,11%, dan impor
barang konsumsi memberikan sumbangan 9,31% dari
total impor nonmigas Jawa Tengah triwulan II 2015.
Ketiga jenis barang impor tersebut tumbuh melambat
pada triwulan laporan, sehingga menyebabkan secara
keseluruhan impor nonmigas tumbuh melambat.
Impor bahan baku yang cukup dominan dikarenakan
tingginya konten impor untuk kebutuhan industri di
Jawa Tengah, seperti industri kimia dan farmasi, industri
pengolahan plastik, industri barang elektronik, industri
alat angkut, dan terutama industri tekstil dan pakaian
jadi. Melambatnya kinerja industri tersebut, dan
didorong pula oleh penguatan nilai Dolar AS,
mengakibatkan pelaku usaha menahan produksinya
sehingga kebutuhan akan impor bahan baku menurun.
Perlambatan impor ini terutama terjadi pada komoditas
bahan baku tekstil, yaitu komoditas serat tekstil (kode
SITC: 26), dan komoditas benang dan kain (kode SITC:
65). Secara keseluruhan, impor bahan baku turun
-4,27% (yoy), setelah tumbuh 14,51% (yoy) di triwulan
I 2015.
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500
Perkembangan Nilai Ekspor Migas & NonmigasProvinsi Jawa Tengah
Grafik 1.23.
USD JUTA
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
NONMIGAS MIGAS
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
-60
-40
-20
0
20
40
60 %, YOY
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
Pertumbuhan Ekspor Migas & NonmigasProvinsi Jawa Tengah
Grafik 1.24.
TOTAL MIGAS NONMIGAS
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
18 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
perikanan di sisi lain mampu menahan perlambatan
ekonomi menjadi tidak lebih dalam. Selain tiga sektor
utama, sektor lain pun masih tercatat tumbuh
meningkat, kecuali pada sektor jasa lainnya, yang
tumbuh -1,09% (yoy).
Sektor industr i pengolahan member ikan
sumbangan signifikan dalam perlambatan ekonomi di
triwulan laporan. Sektor ini tumbuh melambat di angka
3,7% (yoy), dari 6,4% (yoy) di triwulan sebelumnya.
Per lambatan kiner ja sektor in i ter l ihat dar i
pertumbuhan impor bahan baku dan konsumsi listrik
yang juga melambat.
Pertumbuhan impor bahan baku triwulan II 2015
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya,
bahkan mengalami penurunan. Pertumbuhan
impor bahan baku pada triwulan laporan mencatatkan
laju pertumbuhan tahunan negatif, yakni sebesar -
4,27% (yoy) atau menurun tajam dari pertumbuhan
14,51% (yoy) di triwulan sebelumnya. Selain itu,
pertumbuhan konsumsi listrik yang melambat untuk
kelompok pelanggan industri melambat ke level 0,66%
(yoy), dari 2,25% (yoy). Perlambatan dua indikator ini
mencerminkan melambatnya kegiatan industri.
Sepert i yang sudah di je laskan sebelumnya,
ketergantungan industri di Jawa Tengah akan bahan
baku impor masih tinggi. Khususnya di industri kimia
dan farmasi, industri plastik, industri barang elektronik,
industri alat angkutan, dan terutama industri tekstil dan
pakaian jadi. Secara keseluruhan, industri-industri
tersebut memiliki pangsa relatif besar dalam
perekonomian Jawa Tengah.
Dengan tingginya andil bahan baku impor, penguatan
nilai Dolar AS memberikan pengaruh signifikan
terhadap industri-industri di atas melalui biaya bahan
baku, dan akhirnya marjin atau profit penjualan. Hal
tersebut, bersamaan dengan menurunnya tingkat
permintaan, mendorong pelaku usaha menahan
produksinya, sehingga secara keseluruhan sektor ini
tumbuh melambat.
Di sisi lain, industri pengolahan tembakau juga
mengalami perlambatan, dan memberikan kontribusi
signifikan pada perlambatan di sektor ini. Perlambatan
kinerja industri pengolahan tembakau didorong oleh
beberapa hal diantaranya: (i) Kenaikan cukai rokok; (ii)
Melemahnya daya beli masyarakat; dan (ii) Kampanye
kesehatan melalui gambar menyeramkan yang
menurunkan permintaan akan rokok. Sementara itu,
industri makanan dan minuman masih meningkat
sejalan dengan tingginya permintaan akan makanan
dan minuman di bulan puasa dan menjelang hari raya.
21
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
USD JUTA
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
-
200
400
600
800
1,000
1,200 %, YOY %, YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANJUMLAH PENGGUNAAN
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0200400600800
1,0001,2001,4001,6001,8002,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
Juta KWh
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANIMPOR BAHAN BAKU
Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri Jawa TengahGrafik 1.31.Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahGrafik 1.30.
Grafik 1.29. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRBSektoral Provinsi Jawa Tengah TriwulanI Tahun 2015 (%)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
II - 2014 I - 2015 II - 2015Lainnya 1.6Perdagangan 0.2Konstruksi 0.4Industri Pengolahan 2.6Pertanian -0.6g. PDRB 4.2
-1.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0 %, YOY
2.2 1.80.4 0.40.4 0.42.3 1.30.2 1.05.5 4.8
sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng & DIY
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
Struktur perekonomian Jawa Tengah pada triwulan
II-2015 masih didominasi oleh tiga sektor utama yaitu:
industri pengolahan (35,65%); pertanian, kehutanan
dan perikanan (16,12%) dan perdagangan besar-
eceran dan reparasi mobil-sepeda motor (13,14%).
Ketiga sektor utama tersebut selalu mendominasi
perekonomian daerah pada periode sebelumnya meski
dengan besaran porsi yang sedikit berubah.
Ketiga sektor utama Jawa Tengah sebagaimana di atas
masih mampu mencatatkan pertumbuhan positif pada
triwulan laporan, walaupun terjadi perlambatan pada
sektor indutri pengolahan dan sektor perdagangan
besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor.
Perlambatan pada dua sektor utama ini mengakibatkan
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah melambat.
Perbaikan pada sektor pertanian, kehutanan dan
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
PENGGUNAAN
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Sektoral Tahun 2013 – 2015 Triwulan II (Rp Miliar)
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
III IV2014*
109,252
14,594
254,519
815
549
73,466
105,755
22,760
21,803
26,664
19,390
12,853
2,340
20,913
24,931
5,313
10,984
726,900
26,605
3,693
66,041
202
144
18,794
26,708
5,808
5,636
7,196
4,991
3,344
606
5,232
6,550
1,419
2,887
185,856
28,333
3,871
68,486
215
140
18,858
27,660
5,922
5,871
7,448
5,069
3,437
627
5,054
6,527
1,454
2,951
191,925
30,017
3,970
69,766
214
142
19,108
28,465
6,329
5,953
7,641
4,962
3,465
641
5,285
6,784
1,471
3,006
197,219
21,074
4,009
70,678
206
142
19,921
27,525
6,743
6,006
7,845
5,185
3,531
660
5,505
7,605
1,563
3,074
191,272
26,994
3,735
70,237
199
146
19,486
27,597
6,629
6,112
8,029
5,337
3,569
676
5,448
7,213
1,552
3,128
196,088
2015**
30,137
3,957
71,039
222
145
19,634
28,420
6,497
6,239
8,082
5,445
3,678
693
5,459
7,130
1,519
2,919
201,216
I II106.029
15.543
274.971
837
568
76.682
110.357
24.802
23.466
30.130
20.208
13.777
2.535
21.076
27.466
5.908
11.918
766.272
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
PENGGUNAAN
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Sektoral Tahun 2013 – 2015 Triwulan II (%, yoy)
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
III IV2014*
2.5
6.2
5.4
8.5
0.2
4.9
4.6
9.3
4.5
8.0
4.3
7.7
12.1
2.6
9.5
7.1
9.2
5.1
-2.8
7.0
8.4
0.7
6.1
5.7
6.3
6.2
5.3
10.5
2.9
8.9
8.2
0.7
9.8
13.0
7.9
5.7
-3.8
4.6
7.3
7.6
3.2
4.2
1.8
5.0
6.4
11.0
3.2
7.9
6.8
-2.9
11.4
13.5
8.6
4.2
-3.0
6.0
9.7
4.9
3.0
2.8
4.6
7.9
9.7
12.4
3.7
5.3
7.6
-0.4
12.3
11.8
9.1
5.7
-1.9
8.4
6.8
-2.2
1.6
5.0
4.9
16.5
9.1
18.1
7.1
6.9
10.6
5.7
7.6
7.1
8.4
6.2
1.5
1.2
6.4
-1.2
2.0
3.7
3.3
14.1
8.4
11.6
6.9
6.7
11.6
4.1
10.1
9.4
8.3
5.5
2015**
6.4
2.2
3.7
3.2
3.1
4.1
2.7
9.7
6.3
8.5
7.4
7.0
10.4
8.0
9.2
4.4
-1.1
4.8
I II-2,9
6,5
8,0
2,7
3,4
4,4
4,4
9,0
7,6
13,0
4,2
7,2
8,3
0,8
10,2
11,2
8,5
5,4
20 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
perikanan di sisi lain mampu menahan perlambatan
ekonomi menjadi tidak lebih dalam. Selain tiga sektor
utama, sektor lain pun masih tercatat tumbuh
meningkat, kecuali pada sektor jasa lainnya, yang
tumbuh -1,09% (yoy).
Sektor industr i pengolahan member ikan
sumbangan signifikan dalam perlambatan ekonomi di
triwulan laporan. Sektor ini tumbuh melambat di angka
3,7% (yoy), dari 6,4% (yoy) di triwulan sebelumnya.
Per lambatan kiner ja sektor in i ter l ihat dar i
pertumbuhan impor bahan baku dan konsumsi listrik
yang juga melambat.
Pertumbuhan impor bahan baku triwulan II 2015
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya,
bahkan mengalami penurunan. Pertumbuhan
impor bahan baku pada triwulan laporan mencatatkan
laju pertumbuhan tahunan negatif, yakni sebesar -
4,27% (yoy) atau menurun tajam dari pertumbuhan
14,51% (yoy) di triwulan sebelumnya. Selain itu,
pertumbuhan konsumsi listrik yang melambat untuk
kelompok pelanggan industri melambat ke level 0,66%
(yoy), dari 2,25% (yoy). Perlambatan dua indikator ini
mencerminkan melambatnya kegiatan industri.
Sepert i yang sudah di je laskan sebelumnya,
ketergantungan industri di Jawa Tengah akan bahan
baku impor masih tinggi. Khususnya di industri kimia
dan farmasi, industri plastik, industri barang elektronik,
industri alat angkutan, dan terutama industri tekstil dan
pakaian jadi. Secara keseluruhan, industri-industri
tersebut memiliki pangsa relatif besar dalam
perekonomian Jawa Tengah.
Dengan tingginya andil bahan baku impor, penguatan
nilai Dolar AS memberikan pengaruh signifikan
terhadap industri-industri di atas melalui biaya bahan
baku, dan akhirnya marjin atau profit penjualan. Hal
tersebut, bersamaan dengan menurunnya tingkat
permintaan, mendorong pelaku usaha menahan
produksinya, sehingga secara keseluruhan sektor ini
tumbuh melambat.
Di sisi lain, industri pengolahan tembakau juga
mengalami perlambatan, dan memberikan kontribusi
signifikan pada perlambatan di sektor ini. Perlambatan
kinerja industri pengolahan tembakau didorong oleh
beberapa hal diantaranya: (i) Kenaikan cukai rokok; (ii)
Melemahnya daya beli masyarakat; dan (ii) Kampanye
kesehatan melalui gambar menyeramkan yang
menurunkan permintaan akan rokok. Sementara itu,
industri makanan dan minuman masih meningkat
sejalan dengan tingginya permintaan akan makanan
dan minuman di bulan puasa dan menjelang hari raya.
21
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
USD JUTA
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
-
200
400
600
800
1,000
1,200 %, YOY %, YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANJUMLAH PENGGUNAAN
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0200400600800
1,0001,2001,4001,6001,8002,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
Juta KWh
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANIMPOR BAHAN BAKU
Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri Jawa TengahGrafik 1.31.Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahGrafik 1.30.
Grafik 1.29. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRBSektoral Provinsi Jawa Tengah TriwulanI Tahun 2015 (%)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
II - 2014 I - 2015 II - 2015Lainnya 1.6Perdagangan 0.2Konstruksi 0.4Industri Pengolahan 2.6Pertanian -0.6g. PDRB 4.2
-1.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0 %, YOY
2.2 1.80.4 0.40.4 0.42.3 1.30.2 1.05.5 4.8
sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng & DIY
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
Struktur perekonomian Jawa Tengah pada triwulan
II-2015 masih didominasi oleh tiga sektor utama yaitu:
industri pengolahan (35,65%); pertanian, kehutanan
dan perikanan (16,12%) dan perdagangan besar-
eceran dan reparasi mobil-sepeda motor (13,14%).
Ketiga sektor utama tersebut selalu mendominasi
perekonomian daerah pada periode sebelumnya meski
dengan besaran porsi yang sedikit berubah.
Ketiga sektor utama Jawa Tengah sebagaimana di atas
masih mampu mencatatkan pertumbuhan positif pada
triwulan laporan, walaupun terjadi perlambatan pada
sektor indutri pengolahan dan sektor perdagangan
besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor.
Perlambatan pada dua sektor utama ini mengakibatkan
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah melambat.
Perbaikan pada sektor pertanian, kehutanan dan
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
PENGGUNAAN
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Sektoral Tahun 2013 – 2015 Triwulan II (Rp Miliar)
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
III IV2014*
109,252
14,594
254,519
815
549
73,466
105,755
22,760
21,803
26,664
19,390
12,853
2,340
20,913
24,931
5,313
10,984
726,900
26,605
3,693
66,041
202
144
18,794
26,708
5,808
5,636
7,196
4,991
3,344
606
5,232
6,550
1,419
2,887
185,856
28,333
3,871
68,486
215
140
18,858
27,660
5,922
5,871
7,448
5,069
3,437
627
5,054
6,527
1,454
2,951
191,925
30,017
3,970
69,766
214
142
19,108
28,465
6,329
5,953
7,641
4,962
3,465
641
5,285
6,784
1,471
3,006
197,219
21,074
4,009
70,678
206
142
19,921
27,525
6,743
6,006
7,845
5,185
3,531
660
5,505
7,605
1,563
3,074
191,272
26,994
3,735
70,237
199
146
19,486
27,597
6,629
6,112
8,029
5,337
3,569
676
5,448
7,213
1,552
3,128
196,088
2015**
30,137
3,957
71,039
222
145
19,634
28,420
6,497
6,239
8,082
5,445
3,678
693
5,459
7,130
1,519
2,919
201,216
I II106.029
15.543
274.971
837
568
76.682
110.357
24.802
23.466
30.130
20.208
13.777
2.535
21.076
27.466
5.908
11.918
766.272
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
PENGGUNAAN
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Sektoral Tahun 2013 – 2015 Triwulan II (%, yoy)
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013I II
2014*
III IV2014*
2.5
6.2
5.4
8.5
0.2
4.9
4.6
9.3
4.5
8.0
4.3
7.7
12.1
2.6
9.5
7.1
9.2
5.1
-2.8
7.0
8.4
0.7
6.1
5.7
6.3
6.2
5.3
10.5
2.9
8.9
8.2
0.7
9.8
13.0
7.9
5.7
-3.8
4.6
7.3
7.6
3.2
4.2
1.8
5.0
6.4
11.0
3.2
7.9
6.8
-2.9
11.4
13.5
8.6
4.2
-3.0
6.0
9.7
4.9
3.0
2.8
4.6
7.9
9.7
12.4
3.7
5.3
7.6
-0.4
12.3
11.8
9.1
5.7
-1.9
8.4
6.8
-2.2
1.6
5.0
4.9
16.5
9.1
18.1
7.1
6.9
10.6
5.7
7.6
7.1
8.4
6.2
1.5
1.2
6.4
-1.2
2.0
3.7
3.3
14.1
8.4
11.6
6.9
6.7
11.6
4.1
10.1
9.4
8.3
5.5
2015**
6.4
2.2
3.7
3.2
3.1
4.1
2.7
9.7
6.3
8.5
7.4
7.0
10.4
8.0
9.2
4.4
-1.1
4.8
I II-2,9
6,5
8,0
2,7
3,4
4,4
4,4
9,0
7,6
13,0
4,2
7,2
8,3
0,8
10,2
11,2
8,5
5,4
20 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Selain tiga sektor utama, sektor konstruksi
mengalami percepatan laju pertumbuhan, dari
3,7% (yoy) di triwulan I 2015, menjadi 4,1% (yoy) di
triwulan laporan. Perbaikan ini terkonfirmasi dari laju
pertumbuhan konsumsi semen yang juga meningkat,
dari -2,39% (yoy) menjadi 2,32% (yoy). Meningkatnya
konsumsi semen ini menunjukkan adanya peningkatan
aktivitas konstruksi. Peningkatan di sektor ini juga
terlihat dari penyaluran kredit perbankan untuk sektor
tersebut yang tumbuh meningkat.
%, YOY%, YOY
II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
PERTUMBUHAN PDRB SEKTOR KONSTRUKSI - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI
0
2
4
6
8
10
-
10
20
30
40
50
Sumber: Kemenperin & Kemendag, diolah
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANKONSUMSI SEMEN
-5
0
5
10
15
20
25
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000
2,200
I II III IV I II III IV I II III IV I II2012 2013 2014 2015
TON RIBU %, YOY
23
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Pertumbuhan Kredit Sektor Konstruksi & PDRB Sektor KonstruksiGrafik 1.37.Perkembangan Konsumsi SemenGrafik 1.36.
90
100
110
120
130
120
140
160
180
200
220 INDEKSINDEKS
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
PDRB SEKTOR PERTANIAN - SKALA KANANINDEKS PENJUALAN RIIL
Survei Konsumen dan Survei Pedagang EceranGrafik 1.35.
perikanan di triwulan laporan meningkat menjadi
8,00% (SBT) dari 1,51% (SBT) di triwulan lalu.
Perbaikan pada sektor pertanian didorong oleh
perbaikan pada kese luruhan subsektor
pendukung. Subsektor pertanian mengalami musim
panen raya dimulai pada bulan Maret sampai dengan
April dan menjadi sumber utama pertumbuhan sektor
pertanian Jawa Tengah pada triwulan laporan. Luas
panen padi pada triwulan II 2015 tercatat meningkat
dibandingkan triwulan I. Perbaikan kinerja serupa juga
dialami oleh subsektor kehutanan dan penebangan
kayu, serta subsektor perikanan sehingga turut
mendorong percepatan laju pertumbuhan di sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Seiring dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi,
pertumbuhan sektor perdagangan besar-eceran
dan reparasi mobil-sepeda motor pada triwulan II
2015 sebesar 2,75% (yoy) atau melambat bila
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
3,33% (yoy). Hal ini sejalan dengan hasil survei
penjualan eceran, di mana Indeks Penjualan Riil rata-
rata pada triwulan II turun ke level 179,35 dari 189,33
rata-rata di triwulan sebelumnya. Kinerja sektor ini juga
dipengaruhi oleh melemahnya daya beli masyarakat
yang berdampak pada hasil penjualan yang menurun.
Perkembangan Industri ManufakturGrafik 1.32.
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
15
20
25 %, YOY
-5
0
5
10
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PERKEMBANGAN INDUSTRI KECILPERKEMBANGAN INDUSTRI BESAR
Dilihat berdasarkan skala industri, perlambatan
pertumbuhan di sektor industri pengolahan utamanya
terjadi pada industri mikro dan kecil. Hal tersebut
tercermin dari angka pertumbuhan industri manufaktur
besar dan sedang serta industri manufaktur mikro dan
kecil. Pada triwulan II 2015, industri mikro dan kecil
tumbuh 3,48% (yoy), melambat dari 8,71% (yoy) di
triwulan sebelumnya. Sedangkan industri besar
mengalami perbaikan dari -2,43% (yoy) menjadi
0,24% (yoy).
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan pada
triwulan II 2015 tumbuh sebesar 6,4% (yoy),
meningkat tajam bila dibandingkan dengan triwulan I
2015 yang sebesar 1,5% (yoy). Perbaikan juga
terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
yang dilakukan Bank Indonesia. Perkembangan
kegiatan usaha sektor pertanian, kehutanan, dan
22 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padidi Jawa Tengah
Grafik 1.34.Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
PANENTANAM
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000 HEKTAR
Perkembangan Kegiatan Dunia UsahaSektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Grafik 1.33.Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
PDRB SEKTOR PERTANIAN - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) PERTANIAN
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
-2
0
2
4
6
8
10 %, YOY% SBT
Selain tiga sektor utama, sektor konstruksi
mengalami percepatan laju pertumbuhan, dari
3,7% (yoy) di triwulan I 2015, menjadi 4,1% (yoy) di
triwulan laporan. Perbaikan ini terkonfirmasi dari laju
pertumbuhan konsumsi semen yang juga meningkat,
dari -2,39% (yoy) menjadi 2,32% (yoy). Meningkatnya
konsumsi semen ini menunjukkan adanya peningkatan
aktivitas konstruksi. Peningkatan di sektor ini juga
terlihat dari penyaluran kredit perbankan untuk sektor
tersebut yang tumbuh meningkat.
%, YOY%, YOY
II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
PERTUMBUHAN PDRB SEKTOR KONSTRUKSI - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI
0
2
4
6
8
10
-
10
20
30
40
50
Sumber: Kemenperin & Kemendag, diolah
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANKONSUMSI SEMEN
-5
0
5
10
15
20
25
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000
2,200
I II III IV I II III IV I II III IV I II2012 2013 2014 2015
TON RIBU %, YOY
23
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Pertumbuhan Kredit Sektor Konstruksi & PDRB Sektor KonstruksiGrafik 1.37.Perkembangan Konsumsi SemenGrafik 1.36.
90
100
110
120
130
120
140
160
180
200
220 INDEKSINDEKS
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
PDRB SEKTOR PERTANIAN - SKALA KANANINDEKS PENJUALAN RIIL
Survei Konsumen dan Survei Pedagang EceranGrafik 1.35.
perikanan di triwulan laporan meningkat menjadi
8,00% (SBT) dari 1,51% (SBT) di triwulan lalu.
Perbaikan pada sektor pertanian didorong oleh
perbaikan pada kese luruhan subsektor
pendukung. Subsektor pertanian mengalami musim
panen raya dimulai pada bulan Maret sampai dengan
April dan menjadi sumber utama pertumbuhan sektor
pertanian Jawa Tengah pada triwulan laporan. Luas
panen padi pada triwulan II 2015 tercatat meningkat
dibandingkan triwulan I. Perbaikan kinerja serupa juga
dialami oleh subsektor kehutanan dan penebangan
kayu, serta subsektor perikanan sehingga turut
mendorong percepatan laju pertumbuhan di sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Seiring dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi,
pertumbuhan sektor perdagangan besar-eceran
dan reparasi mobil-sepeda motor pada triwulan II
2015 sebesar 2,75% (yoy) atau melambat bila
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
3,33% (yoy). Hal ini sejalan dengan hasil survei
penjualan eceran, di mana Indeks Penjualan Riil rata-
rata pada triwulan II turun ke level 179,35 dari 189,33
rata-rata di triwulan sebelumnya. Kinerja sektor ini juga
dipengaruhi oleh melemahnya daya beli masyarakat
yang berdampak pada hasil penjualan yang menurun.
Perkembangan Industri ManufakturGrafik 1.32.
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
15
20
25 %, YOY
-5
0
5
10
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PERKEMBANGAN INDUSTRI KECILPERKEMBANGAN INDUSTRI BESAR
Dilihat berdasarkan skala industri, perlambatan
pertumbuhan di sektor industri pengolahan utamanya
terjadi pada industri mikro dan kecil. Hal tersebut
tercermin dari angka pertumbuhan industri manufaktur
besar dan sedang serta industri manufaktur mikro dan
kecil. Pada triwulan II 2015, industri mikro dan kecil
tumbuh 3,48% (yoy), melambat dari 8,71% (yoy) di
triwulan sebelumnya. Sedangkan industri besar
mengalami perbaikan dari -2,43% (yoy) menjadi
0,24% (yoy).
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan pada
triwulan II 2015 tumbuh sebesar 6,4% (yoy),
meningkat tajam bila dibandingkan dengan triwulan I
2015 yang sebesar 1,5% (yoy). Perbaikan juga
terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
yang dilakukan Bank Indonesia. Perkembangan
kegiatan usaha sektor pertanian, kehutanan, dan
22 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padidi Jawa Tengah
Grafik 1.34.Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
PANENTANAM
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000 HEKTAR
Perkembangan Kegiatan Dunia UsahaSektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Grafik 1.33.Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
PDRB SEKTOR PERTANIAN - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) PERTANIAN
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
-2
0
2
4
6
8
10 %, YOY% SBT
Persamaan yang digunakan untuk menghitung dampak
pembangunan infrastruktur dalam mendorong ekonomi
Jawa Tengah adalah sebagai berikut:
Dengan mengacu pada persamaan tersebut, didapatkan
hasil sebagai berikut:
Hasil simulasi menunjukkan bahwa pembangunan
infrastruktur dasar khususnya jalan raya masih
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Dari pemodelan
tersebut juga diperoleh hasil bahwa setiap pertambahan
jalan sebesar 1% dari seluruh total jalan yang ada di
Provinsi Jawa Tengah akan dapat memberikan
sumbangan terhadap peningkatan pertumbuhan
ekonomi sebesar 0,08%.
SUPLEMEN I
Data Sumber
Variabel Dependen : PDRB Riil Jawa Tengah
PDRB (-1)
ROAD
LABFOR
PMTBRL
PDRBAGR
1.07
0.06***
0.08
0.03**
0.05
0.03
0.05
0.02*
-0.22
0.07**
Produk DomestikRegional Bruto Riil
Panjang Jalan
Jumlah Angkatan Kerja
Investasi Riil
Pangsa
Rp
Km
Orang
Rp
Orang
BPS
BPS :Statistik Transportasi
BPS
BPS
BPS
Variabel terkait efek waktu, jugasebagai pelengkap omitted variables
Variabel terkait infrastruktur
Variabel terkait akumulasi faktorproduksi (modal fisik dan manusia)
Variabel terkait akumulasi faktorproduksi (modal fisik dan manusia)
Variabel terkait struktur ekonomisebagai variabel kontrol
VariabelIndependen Satuan Keterangan Hasil (Uji asumsi
klasik Terpenuhi)
***, **, dan * signifikan di 1%, 5%, dan 10%. Angka baris kedua merupakan standard error. Variabel dinyatakan sebagai logaritma natural. Data-data yang digunakan berasal dari Provinsi Tengah dari tahun 2000 hingga 2010. Nilai R-Squared = 0.9999 dan Nilai Adjusted R-Squared = 0.9997
Keterangan:
25PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
faktor produksi modal fisik (tabungan dan investasi) dan
tenaga kerja (pertumbuhan populasi), sementara
teknologi yang menggambarkan tingkat efisiensi
merupakan variabel eksogen dan dianggap sebagai
residual.
Model pertumbuhan Solow memakai fungsi produksi
agregat, yaitu:
Dengan mengacu pada Jurnal “Pengaruh Infrastruktur
terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” yang 2disusun oleh Maryaningsih, dkk (2014) dilakukan
beberapa pengembangan terhadap exogenous growth
model yang dikembangkan oleh Robert Solow tersebut
dengan menambahkan beberapa variabel kontrol
lainnya dengan tujuan untuk disertakan sebagai alat
bantu dalam mendapatkan model yang robust.
Dalam penyusunan model kali ini, unsur kapital dalam
model Solow tersebut dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu (i) faktor produksi yang terdiri dari modal fisik dan
modal manusia; dan (ii) infrastruktur. Sebagaimana
Maryaningsih, dkk (2014) dalam model ini juga
mengikutsertakan variabel infrastruktur. Unsur modal
fisik yang berupa kapital didekati dengan variabel
investasi riil, mengingat terbatasnya ketersediaan data
stok kapital per daerah. Unsur modal manusia didekati
dengan data angkatan kerja, sedangkan unsur yang
terkait dengan infrastruktur diwakili oleh data panjang
jalan.
SUPLEMEN I
Terdapat beberapa proyek infrastruktur yang telah
diresmikan pada Semester I Tahun 2015 di kawasan
Jawa, semisal Tol Cipali di Jawa Barat serta Pelabuhan
Teluk Lamong dan Tol Kertosono – Mojokerto di Jawa
Timur. Sementara itu, pembangunan Tol Pejagan –
Brebes di Jawa Tengah juga sudah dalam masa
pembangunan. Dengan dibangunnya beberapa
infrastruktur tersebut, diharapkan pertumbuhan
ekonomi di kawasan Jawa juga dapat terakselerasi. Biaya
logistik yang semakin berkurang serta naiknya minat
investasi sejalan dengan perkembangan infrastruktur
yang semakin baik pada akhirnya juga akan dapat
memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi
suatu wilayah.
Untuk dapat mengetahui seberapa besar pengaruh
pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah, disusunlah suatu model
ekonometrika sederhana yang dapat menunjukkan
elastisitas pembangunan infrastruktur di Jawa Tengah
(khususnya jalan tol) terhadap pertumbuhan ekonomi
tahunan Jawa Tengah.
Salah satu model pertumbuhan ekonomi yang umum
digunakan sebagai acuan adalah exogenous growth
model yang dikembangkan oleh Robert Solow. Model
Solow merupakan pengembangan dari model
pertumbuhan Harrod-Domar dengan menambahkan
faktor tenaga kerja dan teknologi ke dalam persamaan
pertumbuhan. Tenaga kerja dan modal diasumsikan
mengalami diminishing returns jika keduanya dianalisis
secara terpisah dan constant returns to scale apabila
keduanya dianalisis secara bersama-sama (Todaro dan
Smi th , 2006) . Pada mode l te r sebut , So low
mengasumsikan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya
dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni perubahan
DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DALAM MENDORONG PEREKONOMIAN JAWA TENGAH
Pemodelan Ekonometrika untuk MenghitungDampak Pembangunan Infrastruktur Jalandalam Mendorong Perekonomian Jawa Tengah
Dengan: Y : Produk domestik bruto (PDB) K : Stok modal fisik dan modal manusia L : Tenaga kerja A : Tingkat kemajuan teknologi : Elastisitas output terhadap modal
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 17, Nomor 1, Juli 20142.
24 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Persamaan yang digunakan untuk menghitung dampak
pembangunan infrastruktur dalam mendorong ekonomi
Jawa Tengah adalah sebagai berikut:
Dengan mengacu pada persamaan tersebut, didapatkan
hasil sebagai berikut:
Hasil simulasi menunjukkan bahwa pembangunan
infrastruktur dasar khususnya jalan raya masih
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Dari pemodelan
tersebut juga diperoleh hasil bahwa setiap pertambahan
jalan sebesar 1% dari seluruh total jalan yang ada di
Provinsi Jawa Tengah akan dapat memberikan
sumbangan terhadap peningkatan pertumbuhan
ekonomi sebesar 0,08%.
SUPLEMEN I
Data Sumber
Variabel Dependen : PDRB Riil Jawa Tengah
PDRB (-1)
ROAD
LABFOR
PMTBRL
PDRBAGR
1.07
0.06***
0.08
0.03**
0.05
0.03
0.05
0.02*
-0.22
0.07**
Produk DomestikRegional Bruto Riil
Panjang Jalan
Jumlah Angkatan Kerja
Investasi Riil
Pangsa
Rp
Km
Orang
Rp
Orang
BPS
BPS :Statistik Transportasi
BPS
BPS
BPS
Variabel terkait efek waktu, jugasebagai pelengkap omitted variables
Variabel terkait infrastruktur
Variabel terkait akumulasi faktorproduksi (modal fisik dan manusia)
Variabel terkait akumulasi faktorproduksi (modal fisik dan manusia)
Variabel terkait struktur ekonomisebagai variabel kontrol
VariabelIndependen Satuan Keterangan Hasil (Uji asumsi
klasik Terpenuhi)
***, **, dan * signifikan di 1%, 5%, dan 10%. Angka baris kedua merupakan standard error. Variabel dinyatakan sebagai logaritma natural. Data-data yang digunakan berasal dari Provinsi Tengah dari tahun 2000 hingga 2010. Nilai R-Squared = 0.9999 dan Nilai Adjusted R-Squared = 0.9997
Keterangan:
25PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
faktor produksi modal fisik (tabungan dan investasi) dan
tenaga kerja (pertumbuhan populasi), sementara
teknologi yang menggambarkan tingkat efisiensi
merupakan variabel eksogen dan dianggap sebagai
residual.
Model pertumbuhan Solow memakai fungsi produksi
agregat, yaitu:
Dengan mengacu pada Jurnal “Pengaruh Infrastruktur
terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” yang 2disusun oleh Maryaningsih, dkk (2014) dilakukan
beberapa pengembangan terhadap exogenous growth
model yang dikembangkan oleh Robert Solow tersebut
dengan menambahkan beberapa variabel kontrol
lainnya dengan tujuan untuk disertakan sebagai alat
bantu dalam mendapatkan model yang robust.
Dalam penyusunan model kali ini, unsur kapital dalam
model Solow tersebut dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu (i) faktor produksi yang terdiri dari modal fisik dan
modal manusia; dan (ii) infrastruktur. Sebagaimana
Maryaningsih, dkk (2014) dalam model ini juga
mengikutsertakan variabel infrastruktur. Unsur modal
fisik yang berupa kapital didekati dengan variabel
investasi riil, mengingat terbatasnya ketersediaan data
stok kapital per daerah. Unsur modal manusia didekati
dengan data angkatan kerja, sedangkan unsur yang
terkait dengan infrastruktur diwakili oleh data panjang
jalan.
SUPLEMEN I
Terdapat beberapa proyek infrastruktur yang telah
diresmikan pada Semester I Tahun 2015 di kawasan
Jawa, semisal Tol Cipali di Jawa Barat serta Pelabuhan
Teluk Lamong dan Tol Kertosono – Mojokerto di Jawa
Timur. Sementara itu, pembangunan Tol Pejagan –
Brebes di Jawa Tengah juga sudah dalam masa
pembangunan. Dengan dibangunnya beberapa
infrastruktur tersebut, diharapkan pertumbuhan
ekonomi di kawasan Jawa juga dapat terakselerasi. Biaya
logistik yang semakin berkurang serta naiknya minat
investasi sejalan dengan perkembangan infrastruktur
yang semakin baik pada akhirnya juga akan dapat
memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi
suatu wilayah.
Untuk dapat mengetahui seberapa besar pengaruh
pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah, disusunlah suatu model
ekonometrika sederhana yang dapat menunjukkan
elastisitas pembangunan infrastruktur di Jawa Tengah
(khususnya jalan tol) terhadap pertumbuhan ekonomi
tahunan Jawa Tengah.
Salah satu model pertumbuhan ekonomi yang umum
digunakan sebagai acuan adalah exogenous growth
model yang dikembangkan oleh Robert Solow. Model
Solow merupakan pengembangan dari model
pertumbuhan Harrod-Domar dengan menambahkan
faktor tenaga kerja dan teknologi ke dalam persamaan
pertumbuhan. Tenaga kerja dan modal diasumsikan
mengalami diminishing returns jika keduanya dianalisis
secara terpisah dan constant returns to scale apabila
keduanya dianalisis secara bersama-sama (Todaro dan
Smi th , 2006) . Pada mode l te r sebut , So low
mengasumsikan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya
dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni perubahan
DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DALAM MENDORONG PEREKONOMIAN JAWA TENGAH
Pemodelan Ekonometrika untuk MenghitungDampak Pembangunan Infrastruktur Jalandalam Mendorong Perekonomian Jawa Tengah
Dengan: Y : Produk domestik bruto (PDB) K : Stok modal fisik dan modal manusia L : Tenaga kerja A : Tingkat kemajuan teknologi : Elastisitas output terhadap modal
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 17, Nomor 1, Juli 20142.
24 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN II
Terkait rencana pembebasan lahan di Batang - Jawa
Tengah, Gubernur telah menyiapkan izin lokasi yang saat
ini tengah dalam proses pembebasan lahan. Namun
demikian masih terdapat lahan seluas 12 Ha yang belum
dapat dibebaskan. Diharapkan proses pembebasan
lahan tersebut dapat berjalan dengan lancar dan selesai
pada Agustus 2015. Namun apabila terdapat gugatan,
proses pembebasan lahan baru akan dapat diselesaikan
di tahun 2016.
Pembangunan pembangkit lain yaitu berlokasi di kota
Cilacap. Daya yang dihasilkan yaitu sebesar 5.000 MW
dan direncanakan sejalan dengan pembangunan
kawasan industri di Cilacap dengan luas ± 500 hektar.
Pembangunan tersebut masih mengalami kendala
pembebasan lahan, namun tidak dapat diselesaikan
dengan UU No.2 tahun 2012. Hal ini dikarenakan UU
No.2 tahun 2012 hanya berlaku apabila dilaksanakan
o leh pemer intah maupun BUMN sedangkan
pembangunan pembangkit di Cilacap dilakukan oleh
pihak swasta murni. Apabila pembangkit di Cilacap telah
selesai dibangun, sebagian besar listriknya justru akan
didistribusikan ke wilayah Jawa Barat dengan alasan
pasar listrik industri di wilayah lebih menghasilkan profit
besar.
Bahan bakar yang digunakan sebagai sumber energi
untuk mengolah listrik saat ini utamanya berupa gas.
Sambungan pipa gas yang melewati Jawa Tengah yaitu
jalur Kepodang - Semarang mencakup pembangunan
pipa gas bawah laut dan darat. Jalur tersebut
dioperasikan oleh Petronas Carigali di lepas pantai laut
utara Jawa ke pembangkit listrik PT PLN (Persero) di
Tambak Lorok, Semarang, Jawa Tengah. Proyek
Kepodang ini diharapkan dapat selesai pada Agustus
2015 sehingga dihasilkan daya listrik sekitar 600 MW
Secara umum, pelanggan listrik di Jawa Tengah
mayoritas adalah pelanggan rumah tangga dengan tarif
bersubsidi hingga mencapai 93,7%. Berbeda dengan
pelanggan listrik di Jawa Barat, Banten atau Jawa Timur
yang mayoritas adalah industri, sehingga diterapkan
tarif nonsubsidi. Sesuai kondisi tersebut, maka kawasan
Jawa Barat, Banten dan Jawa Timur lebih menarik bagi
pengembang pembangkit listrik dari sisi pelaku bisnis.
Meskipun demikian, Jawa Barat dan Jawa Timur sampai
dengan saat ini masih mengalami kekurangan pasokan
listrik akibat tingginya kebutuhan listrik bagi kalangan
industri di wilayah tersebut.
Apabila dilakukan pemetaan keseluruhan wilayah Jawa-
Bali masih diperlukan pembangkit listrik guna
mencukupi kebutuhan pemakaian listrik baik rumah
tangga maupun industri. Untuk ke depannya industri di
Jawa Tengah d ipe rk i rakan akan menga lami
pertumbuhan industri yang signifikan sebagai akibat
relokasi industri dari Jawa Barat. Faktor Upah Minimum
Provinsi (UMP) Jawa Tengah yang bersaing menjadi
faktor penarik industri melakukan relokasi tersebut.
Apabila relokasi tersebut terealisasi maka pembangunan
pembangkit-pembangkit baru mutlak diperlukan guna
mendukung pertumbuhan industri di Jawa Tengah.
Salah satu proyek pembangunan pembangkit baru di
Jawa Tengah yaitu di Batang. Dengan kapasitas sebesar
2.000 MW diharapkan dapat segera direalisasikan.
Namun, pembangunan pembangkit listrik di Batang
tersebut mas ih menghadapi kendala berupa
pembebasan lahan. Permasalahan tersebut diharapkan
dapat teratasi dengan diterbitkannya UU No.2 tahun
2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum. Kegiatan konsinyasi juga
diperlukan seiring dengan penerbitan UU tersebut.
27PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Dalam rangka mengetahui kondisi infrastruktur energi
utamanya kelistrikan terkini di wilayah Provinsi Jawa
Tengah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa
Tengah melakukan kegiatan liaison ke sejumlah kontak
yaitu PT. PLN (Persero), PT. Indonesian Power, dan Dinas
Energi dan Sumber Daya Mineral. Berdasar kegiatan
liaison tersebut diperoleh informasi bahwa saat ini angka
beban puncak di Jawa Tengah sekitar 3.700 MW,
sedangkan kapasitas pembangkit Jawa Tengah hanya
sekitar 5.700 MW. Hal tersebut dipandang kurang ideal
karena pembangkit tidak dapat seluruhnya dioperasikan
pada saat yang bersamaan mengingat secara bergantian
juga dilakukan kegiatan perbaikan.
Kekurangan listrik yang dialami Jawa Tengah tersebut
kemudian dipasok dari unit pembangkitan Paiton dan
Banten. Unit pembangkitan Paiton adalah sebuah
pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dikelola oleh
PT Pembangkitan Jawa-Bali berlokasi di kompleks
pembangkit listrik di Kecamatan Paiton, Kabupaten
Probolinggo. Pembangkit ini mengoperasikan 2 PLTU
dengan total kapasitas 800 MW. Energi listrik yang
dihasilkan oleh Unit Pembangkitan Paiton kemudian
didistribusikan melalui SUTET 500 kV Sistem Interkoneksi
Jawa-Bali.
SUPLEMEN II
Kegiatan pembangunan memiliki tujuan akhir yaitu
terciptanya kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka
mewujudkan pembangunan tersebut peran infrastruktur
diyakini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk melakukan
pembuktian empiris peran infrastruktur terhadap
pembangunan. Sibrani (2002) menemukan bahwa
infrastruktur, dalam hal ini listrik dan pendidikan,
memberikan pengaruh yang positif dan signifikan pada 3 pendapatan per kapita masyarakat Indonesia.
Sementara itu, Prasetyo (2008) menyimpulkan bahwa
listrik, panjang jalan, stok modal, dan otoritas daerah
berpengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi 4Kawasan Indonesia Barat. Penelitian lain dilakukan oleh
Prasetyo dan Firdaus (2009) menyimpulkan bahwa
pertumbuhan ekonomi Indonesia dipengaruhi oleh
ketersediaan infrastruktur, di antaranya elektrifikasi, 5 jalan beraspal, dan air bersih.
Menyadari pentingnya peran infrastruktur untuk
meningkatkan efisiensi perekonomian, Pemerintah
Indonesia pada Mei 2011 meluncurkan Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI). Pembangunan yang direncanakan
pada MP3EI adalah pembangunan pada kegiatan utama
dan pembangunan pada infrastruktur. Melalui
masterplan ini, Indonesia diharapkan mampu
mempercepat pengembangan berbagai program
pembangunan yang ada, terutama dalam mendorong
peningkatan nilai tambah sektor-sektor unggulan
ekonomi, pembangunan infrastruktur dan energi, serta
pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Mengingat
kebutuhan energi di dalam negeri masih terkendala,
maka proyek infrastruktur energi menjadi proyek
prioritas di seluruh koridor ekonomi yaitu Sumatera,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali Nusa Tenggara dan
Papua Kepualauan Maluku.
PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR ENERGI
Sibarani, M.H.M., (2002). Kontribusi Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta.Prasetyo, R.B., (2008). Ketimpangan dan Pengaruh Infrastruktur terhadap Pembangunan Ekonomi Kawasan Barat Indonesia (KBI). Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.Prasetyo, R. B. dan M. Firdaus, (2009). Pengaruh Infrastruktur pada Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan, 2(2): 222-236.
3.
4.
5.
Gambar 1 Peta Jaringan TT dan TET di Provinsi Jawa Tengah
26 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN II
Terkait rencana pembebasan lahan di Batang - Jawa
Tengah, Gubernur telah menyiapkan izin lokasi yang saat
ini tengah dalam proses pembebasan lahan. Namun
demikian masih terdapat lahan seluas 12 Ha yang belum
dapat dibebaskan. Diharapkan proses pembebasan
lahan tersebut dapat berjalan dengan lancar dan selesai
pada Agustus 2015. Namun apabila terdapat gugatan,
proses pembebasan lahan baru akan dapat diselesaikan
di tahun 2016.
Pembangunan pembangkit lain yaitu berlokasi di kota
Cilacap. Daya yang dihasilkan yaitu sebesar 5.000 MW
dan direncanakan sejalan dengan pembangunan
kawasan industri di Cilacap dengan luas ± 500 hektar.
Pembangunan tersebut masih mengalami kendala
pembebasan lahan, namun tidak dapat diselesaikan
dengan UU No.2 tahun 2012. Hal ini dikarenakan UU
No.2 tahun 2012 hanya berlaku apabila dilaksanakan
o leh pemer intah maupun BUMN sedangkan
pembangunan pembangkit di Cilacap dilakukan oleh
pihak swasta murni. Apabila pembangkit di Cilacap telah
selesai dibangun, sebagian besar listriknya justru akan
didistribusikan ke wilayah Jawa Barat dengan alasan
pasar listrik industri di wilayah lebih menghasilkan profit
besar.
Bahan bakar yang digunakan sebagai sumber energi
untuk mengolah listrik saat ini utamanya berupa gas.
Sambungan pipa gas yang melewati Jawa Tengah yaitu
jalur Kepodang - Semarang mencakup pembangunan
pipa gas bawah laut dan darat. Jalur tersebut
dioperasikan oleh Petronas Carigali di lepas pantai laut
utara Jawa ke pembangkit listrik PT PLN (Persero) di
Tambak Lorok, Semarang, Jawa Tengah. Proyek
Kepodang ini diharapkan dapat selesai pada Agustus
2015 sehingga dihasilkan daya listrik sekitar 600 MW
Secara umum, pelanggan listrik di Jawa Tengah
mayoritas adalah pelanggan rumah tangga dengan tarif
bersubsidi hingga mencapai 93,7%. Berbeda dengan
pelanggan listrik di Jawa Barat, Banten atau Jawa Timur
yang mayoritas adalah industri, sehingga diterapkan
tarif nonsubsidi. Sesuai kondisi tersebut, maka kawasan
Jawa Barat, Banten dan Jawa Timur lebih menarik bagi
pengembang pembangkit listrik dari sisi pelaku bisnis.
Meskipun demikian, Jawa Barat dan Jawa Timur sampai
dengan saat ini masih mengalami kekurangan pasokan
listrik akibat tingginya kebutuhan listrik bagi kalangan
industri di wilayah tersebut.
Apabila dilakukan pemetaan keseluruhan wilayah Jawa-
Bali masih diperlukan pembangkit listrik guna
mencukupi kebutuhan pemakaian listrik baik rumah
tangga maupun industri. Untuk ke depannya industri di
Jawa Tengah d ipe rk i rakan akan menga lami
pertumbuhan industri yang signifikan sebagai akibat
relokasi industri dari Jawa Barat. Faktor Upah Minimum
Provinsi (UMP) Jawa Tengah yang bersaing menjadi
faktor penarik industri melakukan relokasi tersebut.
Apabila relokasi tersebut terealisasi maka pembangunan
pembangkit-pembangkit baru mutlak diperlukan guna
mendukung pertumbuhan industri di Jawa Tengah.
Salah satu proyek pembangunan pembangkit baru di
Jawa Tengah yaitu di Batang. Dengan kapasitas sebesar
2.000 MW diharapkan dapat segera direalisasikan.
Namun, pembangunan pembangkit listrik di Batang
tersebut mas ih menghadapi kendala berupa
pembebasan lahan. Permasalahan tersebut diharapkan
dapat teratasi dengan diterbitkannya UU No.2 tahun
2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum. Kegiatan konsinyasi juga
diperlukan seiring dengan penerbitan UU tersebut.
27PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Dalam rangka mengetahui kondisi infrastruktur energi
utamanya kelistrikan terkini di wilayah Provinsi Jawa
Tengah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa
Tengah melakukan kegiatan liaison ke sejumlah kontak
yaitu PT. PLN (Persero), PT. Indonesian Power, dan Dinas
Energi dan Sumber Daya Mineral. Berdasar kegiatan
liaison tersebut diperoleh informasi bahwa saat ini angka
beban puncak di Jawa Tengah sekitar 3.700 MW,
sedangkan kapasitas pembangkit Jawa Tengah hanya
sekitar 5.700 MW. Hal tersebut dipandang kurang ideal
karena pembangkit tidak dapat seluruhnya dioperasikan
pada saat yang bersamaan mengingat secara bergantian
juga dilakukan kegiatan perbaikan.
Kekurangan listrik yang dialami Jawa Tengah tersebut
kemudian dipasok dari unit pembangkitan Paiton dan
Banten. Unit pembangkitan Paiton adalah sebuah
pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dikelola oleh
PT Pembangkitan Jawa-Bali berlokasi di kompleks
pembangkit listrik di Kecamatan Paiton, Kabupaten
Probolinggo. Pembangkit ini mengoperasikan 2 PLTU
dengan total kapasitas 800 MW. Energi listrik yang
dihasilkan oleh Unit Pembangkitan Paiton kemudian
didistribusikan melalui SUTET 500 kV Sistem Interkoneksi
Jawa-Bali.
SUPLEMEN II
Kegiatan pembangunan memiliki tujuan akhir yaitu
terciptanya kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka
mewujudkan pembangunan tersebut peran infrastruktur
diyakini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk melakukan
pembuktian empiris peran infrastruktur terhadap
pembangunan. Sibrani (2002) menemukan bahwa
infrastruktur, dalam hal ini listrik dan pendidikan,
memberikan pengaruh yang positif dan signifikan pada 3 pendapatan per kapita masyarakat Indonesia.
Sementara itu, Prasetyo (2008) menyimpulkan bahwa
listrik, panjang jalan, stok modal, dan otoritas daerah
berpengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi 4Kawasan Indonesia Barat. Penelitian lain dilakukan oleh
Prasetyo dan Firdaus (2009) menyimpulkan bahwa
pertumbuhan ekonomi Indonesia dipengaruhi oleh
ketersediaan infrastruktur, di antaranya elektrifikasi, 5 jalan beraspal, dan air bersih.
Menyadari pentingnya peran infrastruktur untuk
meningkatkan efisiensi perekonomian, Pemerintah
Indonesia pada Mei 2011 meluncurkan Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI). Pembangunan yang direncanakan
pada MP3EI adalah pembangunan pada kegiatan utama
dan pembangunan pada infrastruktur. Melalui
masterplan ini, Indonesia diharapkan mampu
mempercepat pengembangan berbagai program
pembangunan yang ada, terutama dalam mendorong
peningkatan nilai tambah sektor-sektor unggulan
ekonomi, pembangunan infrastruktur dan energi, serta
pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Mengingat
kebutuhan energi di dalam negeri masih terkendala,
maka proyek infrastruktur energi menjadi proyek
prioritas di seluruh koridor ekonomi yaitu Sumatera,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali Nusa Tenggara dan
Papua Kepualauan Maluku.
PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR ENERGI
Sibarani, M.H.M., (2002). Kontribusi Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta.Prasetyo, R.B., (2008). Ketimpangan dan Pengaruh Infrastruktur terhadap Pembangunan Ekonomi Kawasan Barat Indonesia (KBI). Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.Prasetyo, R. B. dan M. Firdaus, (2009). Pengaruh Infrastruktur pada Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan, 2(2): 222-236.
3.
4.
5.
Gambar 1 Peta Jaringan TT dan TET di Provinsi Jawa Tengah
26 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
BABII
Inflasi triwulan II meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Pengadaan lahan juga turut menjadi kendala dalam
pembangunan pembangkit listrik. Termasuk pula
konservasi energi yang belum berjalan secara efisien
ditandai dengan masih rendahnya budaya hemat energi.
Kemampuan SDM yang masih terbatas serta rendahnya
minat perbankan domestik untuk menanamkan
modalnya dalam pembangunan infrastruktur energi
turut menjadi faktor penghambat pembangunan di
bidang kelistrikan. Melihat berbagai permasalahan
tersebut perbaikan kondisi infrastruktur, baik keras
maupun lunak, perlu terus diupayakan dengan
mempertimbangkan aspek geografis dan kebutuhan
wilayah.
SUPLEMEN II
dari total kapasitas PLTGU Tambak Lorok sebesar 1.000
MW. Pengaliran gas dari Lapangan Kepodang ke PLTGU
Tambak Lorok, diperkirakan menghemat pemakaian
bahan bakar hingga mencapai Rp2 triliun per tahun.
Berdasar kegiatan liaison yang dilakukan, dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan ketenagalistrikan
di Provinsi Jawa Tengah. Permasalahan utama yang
dihadapi yaitu masih perlunya peningkatan rasio
elektrifikasi di dusun yang belum terjangkau aliran listrik.
Selain itu, hal yang perlu menjadi perhatian yaitu
pengembangan sumber energi listrik dari potensi energi
baru terbarukan seperti air, surya, dan gelombang arus
laut. Peningkatan pemahaman masyarakat mengenai
instalasi listrik sesuai persyaratan turut menjadi salah satu
tantangan yang dihadapi.
28 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
BABII
Inflasi triwulan II meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Pengadaan lahan juga turut menjadi kendala dalam
pembangunan pembangkit listrik. Termasuk pula
konservasi energi yang belum berjalan secara efisien
ditandai dengan masih rendahnya budaya hemat energi.
Kemampuan SDM yang masih terbatas serta rendahnya
minat perbankan domestik untuk menanamkan
modalnya dalam pembangunan infrastruktur energi
turut menjadi faktor penghambat pembangunan di
bidang kelistrikan. Melihat berbagai permasalahan
tersebut perbaikan kondisi infrastruktur, baik keras
maupun lunak, perlu terus diupayakan dengan
mempertimbangkan aspek geografis dan kebutuhan
wilayah.
SUPLEMEN II
dari total kapasitas PLTGU Tambak Lorok sebesar 1.000
MW. Pengaliran gas dari Lapangan Kepodang ke PLTGU
Tambak Lorok, diperkirakan menghemat pemakaian
bahan bakar hingga mencapai Rp2 triliun per tahun.
Berdasar kegiatan liaison yang dilakukan, dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan ketenagalistrikan
di Provinsi Jawa Tengah. Permasalahan utama yang
dihadapi yaitu masih perlunya peningkatan rasio
elektrifikasi di dusun yang belum terjangkau aliran listrik.
Selain itu, hal yang perlu menjadi perhatian yaitu
pengembangan sumber energi listrik dari potensi energi
baru terbarukan seperti air, surya, dan gelombang arus
laut. Peningkatan pemahaman masyarakat mengenai
instalasi listrik sesuai persyaratan turut menjadi salah satu
tantangan yang dihadapi.
28 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Inflasi Jawa Tengah meningkat pada triwulan II 62015. Inflasi pada triwulan II 2015 tercatat
sebesar 6,15% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 5,68% (yoy).
Peningkatan ini disebabkan oleh gejolak harga pangan
menjelang bulan Ramadhan. Namun demikian, angka
ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional
yang sebesar 7,26% (yoy).
Inflasi triwulan II 2015 relatif lebih baik
dibandingkan dengan inflasi triwulan yang sama
pada tahun 2014, yang tercatat sebesar 7,26%
(yoy). Membaiknya angka capaian inflasi ini tidak
terlepas dari bentuk nyata peran TPID dalam menjaga
distribusi kebutuhan pokok di bulan Ramadhan melalui
kebijakan stabilisasi harga, seperti pasar murah dan
operasi pasar (Grafik 2.1.).
Inflasi triwulanan pada periode laporan lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun
sebelumnya. Pada triwulan II 2015, inflasi triwulanan
tercatat sebesar 1,30% (qtq), lebih tinggi dibandingkan
inflasi triwulan I 2014 sebesar -0,80% (qtq) dan rata-
rata inflasi triwulan II (2010-2014) sebesar 0,81% (qtq).
Inflasi kuartalan pada periode berjalan lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya didorong oleh
gejolak harga pangan dan meningkatnya permintaan
domestik akibat efek psikologis masyarakat dalam
menghadapi Ramadhan.
Membaiknya pengendalian inflasi sejalan dengan
tren inflasi jangka panjang yang menunjukkan
perbaikan. Inflasi sempat meningkat pada periode
krisis tahun 1998. Namun demikian, tingkat inflasi Jawa
Tengah selanjutnya menunjukkan tren yang menurun
(Grafik 2.3.)
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
6.
2.1 Inflasi Secara Umum
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERSEN
JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)TW II 2014 TW II 2015 RATA - RATA TW II 2010 - 2014
-2
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
6.15
7.26
1.30
1.40
-0.44
-0.80
5.68
6.38
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
%
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
%,YOY
I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV
Inflasi Jateng Rerata Lima Tahun
31
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
Tren Inflasi Jawa Tengah (%,yoy)Grafik 2.3
Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan NasionalGrafik 2.1 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 2.2
Inflasi Jawa Tengah meningkat pada triwulan II 62015. Inflasi pada triwulan II 2015 tercatat
sebesar 6,15% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 5,68% (yoy).
Peningkatan ini disebabkan oleh gejolak harga pangan
menjelang bulan Ramadhan. Namun demikian, angka
ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional
yang sebesar 7,26% (yoy).
Inflasi triwulan II 2015 relatif lebih baik
dibandingkan dengan inflasi triwulan yang sama
pada tahun 2014, yang tercatat sebesar 7,26%
(yoy). Membaiknya angka capaian inflasi ini tidak
terlepas dari bentuk nyata peran TPID dalam menjaga
distribusi kebutuhan pokok di bulan Ramadhan melalui
kebijakan stabilisasi harga, seperti pasar murah dan
operasi pasar (Grafik 2.1.).
Inflasi triwulanan pada periode laporan lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun
sebelumnya. Pada triwulan II 2015, inflasi triwulanan
tercatat sebesar 1,30% (qtq), lebih tinggi dibandingkan
inflasi triwulan I 2014 sebesar -0,80% (qtq) dan rata-
rata inflasi triwulan II (2010-2014) sebesar 0,81% (qtq).
Inflasi kuartalan pada periode berjalan lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya didorong oleh
gejolak harga pangan dan meningkatnya permintaan
domestik akibat efek psikologis masyarakat dalam
menghadapi Ramadhan.
Membaiknya pengendalian inflasi sejalan dengan
tren inflasi jangka panjang yang menunjukkan
perbaikan. Inflasi sempat meningkat pada periode
krisis tahun 1998. Namun demikian, tingkat inflasi Jawa
Tengah selanjutnya menunjukkan tren yang menurun
(Grafik 2.3.)
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
6.
2.1 Inflasi Secara Umum
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERSEN
JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)TW II 2014 TW II 2015 RATA - RATA TW II 2010 - 2014
-2
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
6.15
7.26
1.30
1.40
-0.44
-0.80
5.68
6.38
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
%
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
%,YOY
I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II II III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III III IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV
Inflasi Jateng Rerata Lima Tahun
31
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
Tren Inflasi Jawa Tengah (%,yoy)Grafik 2.3
Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan NasionalGrafik 2.1 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 2.2
Pada April 2015, inflasi Jawa Tengah sebesar 0,17%
(mtm), lebih tinggi dibandingkan dengan rata-ratanya
yang sebesar -0,08% (mtm). Inflasi pada bulan tersebut
lebih didorong oleh adanya penyesuaian harga BBM
bersubsidi dan kenaikan elpiji 12 kg.
Inflasi kemudian meningkat pada Mei 2015 yang
didorong oleh kenaikan harga pangan, terutama
komoditas bawang merah, cabai merah, telur ayam ras,
dan daging ayam ras. Kenaikan ini diakibatkan
keterbatasan stok yang tersedia sejalan dengan mulai
masuknya masa tanam komoditas bawang merah dan
cabai merah. Bila dibandingkan dengan rata-ratanya,
inflasi Jawa Tengah yang sebesar 0,51% (mtm) lebih
tinggi dibandingkan rata-rata yang tercatat sebesar
0,13% (mtm).
Selanjutnya, pada Juni 2015 tren inflasi berlanjut
yang utamanya disumbangkan oleh komoditas
bahan pangan serta komoditas bensin. Serupa
dengan periode yang sama di tahun 2014, sebagian
besar komoditas bahan pangan menyumbangkan
inflasi di bulan Juni. Inflasi Jawa Tengah sebesar 0,61%
(mtm) ini relatif lebih rendah dari rata-rata inflasi dalam
lima tahun terakhir yang tercatat sebesar 0,76% (mtm).
Cukup rendahnya inflasi ini mencerminkan kinerja yang
baik dalam pengendalian harga oleh pemerintah
Provinsi Jawa Tengah.
7Berdasarkan disagregasi inflasi , kenaikan harga
pada triwulan II 2015 terutama terjadi pada
kelompok volatile foods dan administered prices.
Kedua kelompok tersebut memiliki tren yang
cenderung meningkat pada triwulan laporan
sedangkan kelompok core cenderung stabil di
sepanjang tahun.
Komoditas administered prices, seperti bensin,
tarif kereta api, dan bahan bakar rumah tangga
(BBRT) dominan menyumbang kenaikan inflasi di
awal triwulan laporan. Kondisi ini terlihat dari
komoditas bensin yang sebelumnya menyumbangkan
deflasi pada triwulan I 2015, pada April 2015
memberikan sumbangan inflasi tertinggi di Jawa
Tengah. Selanjutnya, kenaikan harga BBM pada 28
Maret 2015 tersebut berdampak pada inflasi di bulan
April. Namun kenaikan ini dapat lebih terjaga karena
adanya respons dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
berupa penetapan peraturan Gubernur mengenai
larangan menaikkan tarif angkutan antarkota dalam
provinsi.
Selanjutnya, pada bulan Mei dan Juni 2015,
sumbangan komoditas volatile foods memberikan andil
yang besar bagi kenaikan tingkat inflasi. Komoditas
beras dan cabai merah yang pada triwulan I 2015
sempat menyumbangkan deflasi, pada triwulan
laporan kini tercatat menyumbangkan inflasi. Selain itu,
beberapa komoditas lainnya yang juga memasuki masa
tanam, seperti bawang merah, turut memberikan
tekanan inflasi pada awal triwulan II 2015.
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil
Bensin
Bawang putih
Tarip kereta api
BBRT
Gula pasir
0,2307
0,0048
0,0369
0,0321
0,0318
1
2
3
4
5
APRIL
No. Komoditas Andil
Bawang merah
Cabai Merah
Telur ayam ras
Daging ayam ras
Bawang putih
0,0731
0,0720
0,0558
0,0369
0,0317
1
2
3
4
5
MEI
No. Komoditas Andil
Daging ayam ras
Beras
Cabai Merah
Telur ayam ras
Bensin
0,0845
0,0677
0,0561
0,0545
0,0440
1
2
3
4
5
JUNI
33PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Secara spasial wilayah Jawa, inflasi Jawa Tengah
pada periode laporan terpantau berada di bawah
inflasi wilayah Jawa, yakni menempati posisi
kedua terendah setelah DI Yogyakarta. Kondisi ini
membaik dibandingkan triwulan yang sama di tahun
lalu, di mana inflasi tahunan Jateng tercatat lebih tinggi
dibandingkan inflasi wilayah Jawa.
Berdasarkan inflasi tahun kalender, inflasi Jawa
Tengah tercatat paling rendah di wilayah Jawa.
Pada triwulan II 2015, inflasi tahun kalender
mencatatkan angka sebesar 0,49% (ytd), lebih rendah
dibandingkan inflasi wilayah Jawa yang tercatat sebesar
0,94% (ytd). Tingkat inflasi ini lebih baik dibandingkan
dengan triwulan yang sama pada tahun lalu.
Kelompok yang utamanya mendorong kenaikan
harga di triwulan laporan ialah kelompok bahan
makanan diikuti oleh kelompok mamin, rokok,
dan tembakau, serta kelompok transpor,
komunikasi, dan jasa keuangan. Kenaikan
permintaan pangan di tengah Ramadhan mendorong
inflasi pada kelompok bahan makanan dan kelompok
mamin, rokok, dan tembakau. Sementara itu, kenaikan
harga pada kelompok transpor ini diakibatkan oleh
kenaikan harga BBM non-subsidi. (Grafik 2.7).
Lebih lanjut, inflasi bulanan pada awal dan
tengah triwulan II 2015 tercatat lebih tinggi
dibandingkan pola historisnya. Namun demikian,
inflasi pada akhir triwulan II tercatat lebih baik
dibandingkan pola historis. Perbaikan ini utamanya
didorong oleh tercukupinya pasokan kebutuhan pokok
masyarakat (Grafik 2.6).
Inflasi Tahunan Provinsi di JawaGrafik 2.4
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
II - 2013 II - 2014 II - 2015
%,YTD
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA
Inflasi Tahun Kalender Provinsi di JawaGrafik 2.5
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
II - 2013 II - 2014 II - 2015
%,YTD
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2015Grafik 2.6
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
% MTM
-1
0
1
2
3
4
RATA-RATA 2010-2014 2012 2013 2014 2015
Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa TengahGrafik 2.7
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
4.93 5.38 5.90 5.62 5.16 5.44 8.33 8.41 7.79 7.89 8.21 8.06 7.96 7.57 7.08 7.15 7.47 7.26 5.03 4.36 5.00 5.01 6.19 8.22 6.79 5.76 5.69 5.99 6.28 6.15
1.09 0.70 0.70 -0.1 -0.0 0.93 3.48 1.15 -0.7 0.20 0.30 0.25 0.99 0.33 0.24 -0.1 0.23 0.74 0.71 0.46 0.22 0.52 1.36 2.25 -0.3 -0.6 0.16 0.17 0.51 0.61
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
7.5
8.0
8.5
9.0 %, YOY
PERSEN, MTM
Curah hujan tinggiEkspektasi mulai naik
KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap
akhir 2013Bencana
banjir
Pembatasan produksi bibit ayam
Kenaikan TTL u/P1, I3, R3, I4, B2, B3
Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg
Kenaikanharga beras dan bawang
merah
Tw II 2015Kenaikan harga BBM, gejolak pangan menjelang
yoy
mtm
32 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Pada April 2015, inflasi Jawa Tengah sebesar 0,17%
(mtm), lebih tinggi dibandingkan dengan rata-ratanya
yang sebesar -0,08% (mtm). Inflasi pada bulan tersebut
lebih didorong oleh adanya penyesuaian harga BBM
bersubsidi dan kenaikan elpiji 12 kg.
Inflasi kemudian meningkat pada Mei 2015 yang
didorong oleh kenaikan harga pangan, terutama
komoditas bawang merah, cabai merah, telur ayam ras,
dan daging ayam ras. Kenaikan ini diakibatkan
keterbatasan stok yang tersedia sejalan dengan mulai
masuknya masa tanam komoditas bawang merah dan
cabai merah. Bila dibandingkan dengan rata-ratanya,
inflasi Jawa Tengah yang sebesar 0,51% (mtm) lebih
tinggi dibandingkan rata-rata yang tercatat sebesar
0,13% (mtm).
Selanjutnya, pada Juni 2015 tren inflasi berlanjut
yang utamanya disumbangkan oleh komoditas
bahan pangan serta komoditas bensin. Serupa
dengan periode yang sama di tahun 2014, sebagian
besar komoditas bahan pangan menyumbangkan
inflasi di bulan Juni. Inflasi Jawa Tengah sebesar 0,61%
(mtm) ini relatif lebih rendah dari rata-rata inflasi dalam
lima tahun terakhir yang tercatat sebesar 0,76% (mtm).
Cukup rendahnya inflasi ini mencerminkan kinerja yang
baik dalam pengendalian harga oleh pemerintah
Provinsi Jawa Tengah.
7Berdasarkan disagregasi inflasi , kenaikan harga
pada triwulan II 2015 terutama terjadi pada
kelompok volatile foods dan administered prices.
Kedua kelompok tersebut memiliki tren yang
cenderung meningkat pada triwulan laporan
sedangkan kelompok core cenderung stabil di
sepanjang tahun.
Komoditas administered prices, seperti bensin,
tarif kereta api, dan bahan bakar rumah tangga
(BBRT) dominan menyumbang kenaikan inflasi di
awal triwulan laporan. Kondisi ini terlihat dari
komoditas bensin yang sebelumnya menyumbangkan
deflasi pada triwulan I 2015, pada April 2015
memberikan sumbangan inflasi tertinggi di Jawa
Tengah. Selanjutnya, kenaikan harga BBM pada 28
Maret 2015 tersebut berdampak pada inflasi di bulan
April. Namun kenaikan ini dapat lebih terjaga karena
adanya respons dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
berupa penetapan peraturan Gubernur mengenai
larangan menaikkan tarif angkutan antarkota dalam
provinsi.
Selanjutnya, pada bulan Mei dan Juni 2015,
sumbangan komoditas volatile foods memberikan andil
yang besar bagi kenaikan tingkat inflasi. Komoditas
beras dan cabai merah yang pada triwulan I 2015
sempat menyumbangkan deflasi, pada triwulan
laporan kini tercatat menyumbangkan inflasi. Selain itu,
beberapa komoditas lainnya yang juga memasuki masa
tanam, seperti bawang merah, turut memberikan
tekanan inflasi pada awal triwulan II 2015.
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan di Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil
Bensin
Bawang putih
Tarip kereta api
BBRT
Gula pasir
0,2307
0,0048
0,0369
0,0321
0,0318
1
2
3
4
5
APRIL
No. Komoditas Andil
Bawang merah
Cabai Merah
Telur ayam ras
Daging ayam ras
Bawang putih
0,0731
0,0720
0,0558
0,0369
0,0317
1
2
3
4
5
MEI
No. Komoditas Andil
Daging ayam ras
Beras
Cabai Merah
Telur ayam ras
Bensin
0,0845
0,0677
0,0561
0,0545
0,0440
1
2
3
4
5
JUNI
33PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Secara spasial wilayah Jawa, inflasi Jawa Tengah
pada periode laporan terpantau berada di bawah
inflasi wilayah Jawa, yakni menempati posisi
kedua terendah setelah DI Yogyakarta. Kondisi ini
membaik dibandingkan triwulan yang sama di tahun
lalu, di mana inflasi tahunan Jateng tercatat lebih tinggi
dibandingkan inflasi wilayah Jawa.
Berdasarkan inflasi tahun kalender, inflasi Jawa
Tengah tercatat paling rendah di wilayah Jawa.
Pada triwulan II 2015, inflasi tahun kalender
mencatatkan angka sebesar 0,49% (ytd), lebih rendah
dibandingkan inflasi wilayah Jawa yang tercatat sebesar
0,94% (ytd). Tingkat inflasi ini lebih baik dibandingkan
dengan triwulan yang sama pada tahun lalu.
Kelompok yang utamanya mendorong kenaikan
harga di triwulan laporan ialah kelompok bahan
makanan diikuti oleh kelompok mamin, rokok,
dan tembakau, serta kelompok transpor,
komunikasi, dan jasa keuangan. Kenaikan
permintaan pangan di tengah Ramadhan mendorong
inflasi pada kelompok bahan makanan dan kelompok
mamin, rokok, dan tembakau. Sementara itu, kenaikan
harga pada kelompok transpor ini diakibatkan oleh
kenaikan harga BBM non-subsidi. (Grafik 2.7).
Lebih lanjut, inflasi bulanan pada awal dan
tengah triwulan II 2015 tercatat lebih tinggi
dibandingkan pola historisnya. Namun demikian,
inflasi pada akhir triwulan II tercatat lebih baik
dibandingkan pola historis. Perbaikan ini utamanya
didorong oleh tercukupinya pasokan kebutuhan pokok
masyarakat (Grafik 2.6).
Inflasi Tahunan Provinsi di JawaGrafik 2.4
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
II - 2013 II - 2014 II - 2015
%,YTD
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA
Inflasi Tahun Kalender Provinsi di JawaGrafik 2.5
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
II - 2013 II - 2014 II - 2015
%,YTD
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2015Grafik 2.6
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES
% MTM
-1
0
1
2
3
4
RATA-RATA 2010-2014 2012 2013 2014 2015
Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa TengahGrafik 2.7
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
4.93 5.38 5.90 5.62 5.16 5.44 8.33 8.41 7.79 7.89 8.21 8.06 7.96 7.57 7.08 7.15 7.47 7.26 5.03 4.36 5.00 5.01 6.19 8.22 6.79 5.76 5.69 5.99 6.28 6.15
1.09 0.70 0.70 -0.1 -0.0 0.93 3.48 1.15 -0.7 0.20 0.30 0.25 0.99 0.33 0.24 -0.1 0.23 0.74 0.71 0.46 0.22 0.52 1.36 2.25 -0.3 -0.6 0.16 0.17 0.51 0.61
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
7.5
8.0
8.5
9.0 %, YOY
PERSEN, MTM
Curah hujan tinggiEkspektasi mulai naik
KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap
akhir 2013Bencana
banjir
Pembatasan produksi bibit ayam
Kenaikan TTL u/P1, I3, R3, I4, B2, B3
Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg
Kenaikanharga beras dan bawang
merah
Tw II 2015Kenaikan harga BBM, gejolak pangan menjelang
yoy
mtm
32 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
BAHAN MAKANAN
KOMODITAS
I II
2013 (yoy)
9.78
4.47
10.25
10.11
5.72
8.26
17.5
13.12
12.01
26.63
-0.67
3.31
12.86
2.46
11.54
9.15
6,00
2.6
7.2
14.51
16.79
103.12
-9.83
2.28
III
12.8
5.95
19.31
12.43
5.17
7.58
17.04
10.59
10.32
44.71
6.45
3.33
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
IV
12.54
5.25
11.22
12.78
5.66
5.08
26.38
11.63
11.79
31.37
26.9
5.63
I
7.17
10.69
8.81
17.12
7.91
7.22
25.17
14.42
8.55
-25.87
25.1
5.43
2015
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURAN
KACANG - KACANGAN
BUAH - BUAHAN
BUMBU - BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
I (yoy) II - (yoy)II
2014 (yoy)
8.61
7.81
14.62
15.48
6.44
10.06
12.4
15.41
11.01
-17.07
21.73
5.34
Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw II 2015– Kelompok Bahan Makanan
III
4,79
5,95
3,09
6,92
4,17
10,59
8,43
4,31
6,48
-13,10
10,69
7,67
11,39
12,19
1,50
8,98
7,67
11,9
14,34
3,12
2,52
41,38
3,13
7,90
6.15
9.14
-1.63
8.02
7.47
5.14
9.02
3.28
4.21
38.87
-3.12
8.30
IV
5,79
13,75
-0,44
6,55
4,33
7,72
1,74
3,17
3,12
4,82
-2,04
7,88
II (qtq)
2.12
-6.06
6.01
1.76
2.11
5.79
3.11
0.83
2.92
16.04
-0.10
2.80
2.2.1. Kelompok Bahan Makanan
Inflasi tahunan kelompok bahan makanan
meningkat cukup tajam sepanjang triwulan II
2015. Pada periode laporan, inflasi kelompok bahan
makanan meningkat menjadi 2,12% (qtq) atau 7,72%
(yoy). Angka ini meningkat dari sebelumnya sebesar -
2,64% (qtq) atau 5,79% (yoy) pada triwulan I 2015.
Ditinjau dari sumbangannya, kelompok bahan
makanan memberikan andil tertinggi bagi inflasi
periode laporan, yaitu sebesar 0,37%.
Peningkatan inflasi pada kelompok bahan
makanan terutama d isumbangkan o leh
subkelompok bumbu-bumbuan khususnya
komoditas bawang merah dan cabai merah. Hal ini
seiring dengan masuknya masa tanam pada komoditas
cabai. Lebih jauh, inflasi pada komoditas cabai lebih
disebabkan pola distribusi perdagangan yang belum
baik di tengah bulan Ramadhan. Peningkatan juga
turut disumbangkan oleh subkelompok telur, susu, dan
hasilnya serta subkelompok daging dan hasilnya.
Peningkatan kedua subkelompok ini didorong oleh
meningkatnya permintaan masyarakat. Hal ini juga
sejalan dengan dengan pola historis inflasi Jawa Tengah
pada musim puasa dan Lebaran selama 3 tahun
terakhir, di mana telur ayam ras merupakan komoditas
utama yang mendorong inflasi pada periode tersebut
(Tabel).
Inflasi kelompok padi-padian, umbi-umbian, dan
hasilnya turun cukup signifikan dibandingkan
triwulan I 2015. Pada triwulan I 2015, harga beras
sempat mengalami kenaikan, bahkan di bulan Februari
komoditas beras memberikan sumbangan inflasi
tertinggi. Harga beras kemudian berangsur-angsur
menurun seiring dengan adanya panen raya di bulan
April dan berlangsung hingga akhir triwulan II 2015.
2.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok &
Tembakau
Inflasi pada kelompok ini mengalami peningkatan
jika dibandingkan dengan triwulan lalu. Tercatat,
inflasi meningkat menjadi 1,59% (qtq) atau 6,21%
(yoy), dari sebelumnya 1,00% (qtq) atau 5,38% (yoy).
Adapun kelompok makanan jadi, minuman, rokok &
tembakau memberikan sumbangan inflasi sebesar
0,10% pada triwulan laporan.
Kenaikan terjadi di seluruh subkelompok, yakni di
subkelompok minuman tidak beralkohol, subkelompok
makanan jadi, dan subkelompok tembakau. Adapun
komoditas yang dominan memberikan sumbangan
inflasi adalah gula pasir dan rokok kretek filter.
Kenaikan gula pasir ini didorong oleh meningkatnya
kebutuhan seiring bulan Ramadhan. Sementara itu,
kenaikan harga cukai rokok mendorong terjadinya
kenaikan harga komoditas tersebut.
35PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
KOMODITAS
I II
2013
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III IV I
2014
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
II III
6,25
12,86
6,54
3,90
2,56
2,44
3,69
2,22
5,44
9,78
5,43
3,27
0,89
2,15
3,67
5,35
7,72
12,80
6,90
4,64
1,61
2,33
1,84
12,70
7,99
12,54
7,60
5,20
-0,01
2,48
2,52
13,27
7,08
7,17
8,04
6,14
2,75
2,94
2,95
13,04
7,26
8,61
7,79
7,13
4,16
3,52
2,91
10,07
5,00
4,79
5,61
6,68
1,87
3,87
6,12
2,58
IV
8,22
11,39
5,85
8,09
2,62
4,54
6,62
11,46
2015
5,69
5,79
5,38
7,32
2,84
4,43
6,21
4,39
I
6.15
7.72
6.21
5.91
3.13
4.34
6.04
6.38
II
No. KOTA Inflasi I - 2015 (%,YOY)
CILACAP
PURWOKERTO
KUDUS
SURAKARTA
SEMARANG
TEGAL
6.51%
4.59%
5.42%
5.07%
6.04%
5.27%
1
2
3
4
5
6
6.09%
5.34%
6.17%
5.75%
6.34%
6.63%
Inflasi II - 2015 (%,YOY)
Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil
Beras
Cabai rawit
Wortel
Tarip listrik
Kentang
-0,3946
-0,0294
-0,0111
-0,0084
-0,0066
1
2
3
4
5
No. Komoditas Andil
Jeruk
Semen
Minyak goreng
Besi beton
Buncis
-0,0233
-0,0059
-0,0054
-0,0046
-0,0043
1
2
3
4
5
No. Komoditas Andil
Bawang merah
Nangka muda
Tomat sayur
Sawi hijau
Bawang putih
-0,0295
-0,0145
-0,0103
-0,0061
-0,0039
1
2
3
4
5
APRIL MEI JUNI
Sementara itu, beberapa komoditas di kelompok
volat i le foods juga menjadi komoditas
penyumbang deflasi pada triwulan II 2015. Koreksi
inflasi terjadi seiring beberapa komoditas pangan
memasuki masa panen. Komoditas lainnya, yaitu tarif
listrik dan semen juga turut mengalami penyesuaian
tarif (Tabel 2.2).
Sebagian besar kota pantauan inflasi di Jawa
Tengah mengalami kenaikan inflasi j ika
dibandingkan dengan triwulan I 2015. Kota Tegal,
Kota Purwokerto, dan Kota Kudus merupakan
kota yang mengalami peningkatan inflasi
tahunan terbesar pada triwulan laporan. Pada
triwulan II, 6 kota yang disurvei BPS, inflasi tertinggi
terjadi di Kota Tegal, sementara Kota Purwokerto
menjadi kota dengan inflasi terendah (Tabel 2.3).
Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa
Tengah relatif menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya. Perbedaan inflasi kota tertinggi dan
Ditinjau berdasarkan kelompoknya, inflasi pada
triwulan II 2015 dipengaruhi oleh kelompok
bahan makanan, kelompok makanan jadi,
minuman, rokok, dan tembakau, kelompok
transpor, komunikasi, dan jasa keuangan. Inflasi
kelompok bahan makanan diakibatkan oleh
terbatasnya pasokan sejalan dengan masuknya masa
tanam sebagian komoditas serta meningkatnya
permintaan di bulan Ramadhan. Meningkatnya
permintaan ini juga mendorong kenaikan inflasi pada
kelompok mamin, rokok, dan tembakau. Sedangkan
beberapa kelompok komoditas mencatatkan deflasi,
yakni kelompok perumahan, air, listrik, gas, & bahan
bakar, serta kelompok pendidikan, dan kelompok
kesehatan (Tabel 2.4).
2.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok
terendah triwulan II 2015 sebesar 1,29%, sedangkan
perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan I
2015 sebesar 1,92%.
34 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
BAHAN MAKANAN
KOMODITAS
I II
2013 (yoy)
9.78
4.47
10.25
10.11
5.72
8.26
17.5
13.12
12.01
26.63
-0.67
3.31
12.86
2.46
11.54
9.15
6,00
2.6
7.2
14.51
16.79
103.12
-9.83
2.28
III
12.8
5.95
19.31
12.43
5.17
7.58
17.04
10.59
10.32
44.71
6.45
3.33
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
IV
12.54
5.25
11.22
12.78
5.66
5.08
26.38
11.63
11.79
31.37
26.9
5.63
I
7.17
10.69
8.81
17.12
7.91
7.22
25.17
14.42
8.55
-25.87
25.1
5.43
2015
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURAN
KACANG - KACANGAN
BUAH - BUAHAN
BUMBU - BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
I (yoy) II - (yoy)II
2014 (yoy)
8.61
7.81
14.62
15.48
6.44
10.06
12.4
15.41
11.01
-17.07
21.73
5.34
Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw II 2015– Kelompok Bahan Makanan
III
4,79
5,95
3,09
6,92
4,17
10,59
8,43
4,31
6,48
-13,10
10,69
7,67
11,39
12,19
1,50
8,98
7,67
11,9
14,34
3,12
2,52
41,38
3,13
7,90
6.15
9.14
-1.63
8.02
7.47
5.14
9.02
3.28
4.21
38.87
-3.12
8.30
IV
5,79
13,75
-0,44
6,55
4,33
7,72
1,74
3,17
3,12
4,82
-2,04
7,88
II (qtq)
2.12
-6.06
6.01
1.76
2.11
5.79
3.11
0.83
2.92
16.04
-0.10
2.80
2.2.1. Kelompok Bahan Makanan
Inflasi tahunan kelompok bahan makanan
meningkat cukup tajam sepanjang triwulan II
2015. Pada periode laporan, inflasi kelompok bahan
makanan meningkat menjadi 2,12% (qtq) atau 7,72%
(yoy). Angka ini meningkat dari sebelumnya sebesar -
2,64% (qtq) atau 5,79% (yoy) pada triwulan I 2015.
Ditinjau dari sumbangannya, kelompok bahan
makanan memberikan andil tertinggi bagi inflasi
periode laporan, yaitu sebesar 0,37%.
Peningkatan inflasi pada kelompok bahan
makanan terutama d isumbangkan o leh
subkelompok bumbu-bumbuan khususnya
komoditas bawang merah dan cabai merah. Hal ini
seiring dengan masuknya masa tanam pada komoditas
cabai. Lebih jauh, inflasi pada komoditas cabai lebih
disebabkan pola distribusi perdagangan yang belum
baik di tengah bulan Ramadhan. Peningkatan juga
turut disumbangkan oleh subkelompok telur, susu, dan
hasilnya serta subkelompok daging dan hasilnya.
Peningkatan kedua subkelompok ini didorong oleh
meningkatnya permintaan masyarakat. Hal ini juga
sejalan dengan dengan pola historis inflasi Jawa Tengah
pada musim puasa dan Lebaran selama 3 tahun
terakhir, di mana telur ayam ras merupakan komoditas
utama yang mendorong inflasi pada periode tersebut
(Tabel).
Inflasi kelompok padi-padian, umbi-umbian, dan
hasilnya turun cukup signifikan dibandingkan
triwulan I 2015. Pada triwulan I 2015, harga beras
sempat mengalami kenaikan, bahkan di bulan Februari
komoditas beras memberikan sumbangan inflasi
tertinggi. Harga beras kemudian berangsur-angsur
menurun seiring dengan adanya panen raya di bulan
April dan berlangsung hingga akhir triwulan II 2015.
2.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok &
Tembakau
Inflasi pada kelompok ini mengalami peningkatan
jika dibandingkan dengan triwulan lalu. Tercatat,
inflasi meningkat menjadi 1,59% (qtq) atau 6,21%
(yoy), dari sebelumnya 1,00% (qtq) atau 5,38% (yoy).
Adapun kelompok makanan jadi, minuman, rokok &
tembakau memberikan sumbangan inflasi sebesar
0,10% pada triwulan laporan.
Kenaikan terjadi di seluruh subkelompok, yakni di
subkelompok minuman tidak beralkohol, subkelompok
makanan jadi, dan subkelompok tembakau. Adapun
komoditas yang dominan memberikan sumbangan
inflasi adalah gula pasir dan rokok kretek filter.
Kenaikan gula pasir ini didorong oleh meningkatnya
kebutuhan seiring bulan Ramadhan. Sementara itu,
kenaikan harga cukai rokok mendorong terjadinya
kenaikan harga komoditas tersebut.
35PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
KOMODITAS
I II
2013
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III IV I
2014
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
II III
6,25
12,86
6,54
3,90
2,56
2,44
3,69
2,22
5,44
9,78
5,43
3,27
0,89
2,15
3,67
5,35
7,72
12,80
6,90
4,64
1,61
2,33
1,84
12,70
7,99
12,54
7,60
5,20
-0,01
2,48
2,52
13,27
7,08
7,17
8,04
6,14
2,75
2,94
2,95
13,04
7,26
8,61
7,79
7,13
4,16
3,52
2,91
10,07
5,00
4,79
5,61
6,68
1,87
3,87
6,12
2,58
IV
8,22
11,39
5,85
8,09
2,62
4,54
6,62
11,46
2015
5,69
5,79
5,38
7,32
2,84
4,43
6,21
4,39
I
6.15
7.72
6.21
5.91
3.13
4.34
6.04
6.38
II
No. KOTA Inflasi I - 2015 (%,YOY)
CILACAP
PURWOKERTO
KUDUS
SURAKARTA
SEMARANG
TEGAL
6.51%
4.59%
5.42%
5.07%
6.04%
5.27%
1
2
3
4
5
6
6.09%
5.34%
6.17%
5.75%
6.34%
6.63%
Inflasi II - 2015 (%,YOY)
Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil
Beras
Cabai rawit
Wortel
Tarip listrik
Kentang
-0,3946
-0,0294
-0,0111
-0,0084
-0,0066
1
2
3
4
5
No. Komoditas Andil
Jeruk
Semen
Minyak goreng
Besi beton
Buncis
-0,0233
-0,0059
-0,0054
-0,0046
-0,0043
1
2
3
4
5
No. Komoditas Andil
Bawang merah
Nangka muda
Tomat sayur
Sawi hijau
Bawang putih
-0,0295
-0,0145
-0,0103
-0,0061
-0,0039
1
2
3
4
5
APRIL MEI JUNI
Sementara itu, beberapa komoditas di kelompok
volat i le foods juga menjadi komoditas
penyumbang deflasi pada triwulan II 2015. Koreksi
inflasi terjadi seiring beberapa komoditas pangan
memasuki masa panen. Komoditas lainnya, yaitu tarif
listrik dan semen juga turut mengalami penyesuaian
tarif (Tabel 2.2).
Sebagian besar kota pantauan inflasi di Jawa
Tengah mengalami kenaikan inflasi j ika
dibandingkan dengan triwulan I 2015. Kota Tegal,
Kota Purwokerto, dan Kota Kudus merupakan
kota yang mengalami peningkatan inflasi
tahunan terbesar pada triwulan laporan. Pada
triwulan II, 6 kota yang disurvei BPS, inflasi tertinggi
terjadi di Kota Tegal, sementara Kota Purwokerto
menjadi kota dengan inflasi terendah (Tabel 2.3).
Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa
Tengah relatif menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya. Perbedaan inflasi kota tertinggi dan
Ditinjau berdasarkan kelompoknya, inflasi pada
triwulan II 2015 dipengaruhi oleh kelompok
bahan makanan, kelompok makanan jadi,
minuman, rokok, dan tembakau, kelompok
transpor, komunikasi, dan jasa keuangan. Inflasi
kelompok bahan makanan diakibatkan oleh
terbatasnya pasokan sejalan dengan masuknya masa
tanam sebagian komoditas serta meningkatnya
permintaan di bulan Ramadhan. Meningkatnya
permintaan ini juga mendorong kenaikan inflasi pada
kelompok mamin, rokok, dan tembakau. Sedangkan
beberapa kelompok komoditas mencatatkan deflasi,
yakni kelompok perumahan, air, listrik, gas, & bahan
bakar, serta kelompok pendidikan, dan kelompok
kesehatan (Tabel 2.4).
2.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok
terendah triwulan II 2015 sebesar 1,29%, sedangkan
perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan I
2015 sebesar 1,92%.
34 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Inflasi kelompok volatile foods juga tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Tercatat, angka inflasi triwulan II 2014
sebesar 0,30% (qtq) atau 8,81% (yoy). Lebih tingginya
inflasi di triwulan ini terutama didorong oleh
subkelompok bumbu-bumbuan dan subkelompok
sayur-sayuran dengan inflasi masing-masing sebesar
38,87% (yoy) dan 9,02% (yoy) (Grafik 2.12).
Peningkatan inflasi pada subkelompok bumbu-
bumbuan dipengaruhi faktor musiman. Komoditas
aneka cabai yang tengah memasuki masa tanam seiring
meningkatnya permintaan di bulan Ramadhan menjadi
faktor utama peningkatan inflasi subkelompok bumbu-
bumbuan. Harga cabai sempat mengalami kenaikan
pada bulan Mei, di mana tingkat inflasi pada bulan
tersebut merupakan level tertinggi semenjak 2011.
Namun demikian, tekanan dari komoditas cabai merah
mereda pada bulan Juni. Data Dinas Pertanian
menunjukkan jumlah produksi cabai merah dan cabai
rawit pada bulan Juni 2015 masing-masing sebesar
14.057 ton dan 17.182 ton, sedangkan total konsumsi
masyarakat Jawa Tengah hanya sebesar 5.268 ton
untuk cabai merah dan 5.297 ton untuk cabai rawit.,
Perh i tungan tota l konsumsi te rsebut te lah
memperhitungkan adanya kenaikan konsumsi selama
Ramadhan sebesar 10%. Lebih jauh, inflasi pada
komoditas cabai merah juga disebabkan oleh pola
distribusi perdagangan karena tingginya minat
terhadap komoditas cabai merah Jawa Tengah oleh
masyarakat di daerah lain. Hal tersebut menyebabkan
tingginya arus perdagangan cabai merah ke luar daerah
Jawa Tengah.
Serupa dengan cabai merah, komoditas bawang merah
mengalami peningkatan harga pada bulan Mei akibat
berkurangnya pasokan sejalan dengan mulai masuknya
musim tanam. Namun demikian, pada bulan Juni,
komoditas bawang merah memasuki masa panen
sehingga peningkatan inflasi volatile foods dapat
teredam oleh penurunan harga komoditas bawang
merah.
37PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-20
0
20
40
60
80
100
120 %, YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGAN
BUMBU-BUMBUAN
BUAH-BUAHAN
LEMAK DAN MINYAK
II
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods
Grafik 2.12Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
5
10
15
20
25 %, YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
II
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0.88
1.67
-1.10
0.30
2.23
-3.00
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
Rata-rata2010-2014
II - 2012 II - 2013 II - 2014 II - 2015
%,QTQ
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
JAN
FEB
MA
R
APR MEI
JUN
JUL
AG
T
SEP
OKT
NO
V
DES
RATA-RATA 2009-2013 2012 2013 2014 2015
Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods
Grafik 2.13
Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokVolatile Foods Triwulan II
Grafik 2.11Perkembangan Inflasi Bulanan KelompokVolatile Foods 2012-2015 TW II
Grafik 2.10
2.2.3. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa
Keuangan
Inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan mengalami peningkatan sejalan
dengan kenaikan harga BBM. Inflasi pada kelompok
ini tercatat sebesar 2,38% (qtq) atau 6,38% (yoy).
Angka inflasi ini meningkat dibandingkan triwulan I
2015 yang sebesar -5,46% (qtq) atau 4,39% (yoy).
Ditinjau dari sumbangannya, kelompok transpor,
komunikasi, dan jasa keuangan memberikan
sumbangan inflasi sebesar 0,05%.
Tekanan inflasi pada kelompok ini didorong oleh
kenaikan inflasi di subkelompok transpor.
Kenaikan BBM pada 28 Maret 2015 berimplikasi pada
inflasi subkelompok transpor di bulan April. Hal ini
ditambah pula dengan kenaikan tarif kereta api yang
meningkat di awal triwulan II 2015. Selanjutnya, pada
Juni 2015, harga BBM non-subsidi meningkat sehingga
memberikan tekanan tambahan bagi inf las i
subkelompok transpor.
2.2.4. Kelompok Lainnya
Kelompok sandang juga mencatatkan kenaikan
inflasi tahunan dibandingkan dengan periode
laporan sebelumnya. Hal ini didorong oleh
meningkatnya permintaan masyarakat akan pembelian
sandang menjelang Lebaran. Namun demikian,
kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar
mencatatkan penurunan inflasi, dari sebelumnya
1,06% (qtq) atau 7,32% (yoy) pada triwulan I 2015
menjadi 0,45% (qtq) atau 5,91% (yoy). Penurunan
inflasi tahunan yang relatif tinggi ini disebabkan telah
meredanya dampak kenaikan harga elpiji 12 kg pada
Maret 2015.
Berdasarkan disagregasinya, inflasi kelompok
volatile foods dan administered prices mengalami
peningkatan di triwulan laporan. Peningkatan
tertinggi berasal dari kelompok volatile foods, yakni
dari 5,77% (yoy) menjadi 7,82% (yoy). Kelompok
administered prices juga meningkat menjadi 11,01%
(yoy) dari sebelumnya 9,54% (yoy) pada triwulan I
2015. Sementara itu, kelompok core mengalami
penurunan dari 4,46% (yoy) menjadi 4,18% (yoy)
(Grafik 2.7).
2.3.1. Kelompok Volatile FoodsInflasi tahunan volatile foods meningkat pada
periode laporan. Inflasi volatile foods tercatat sebesar
2,23% (qtq) atau 7,82% (yoy), naik dibandingkan
triwulan lalu yang sebesar -2,84%(qtq) atau 5,77%
(yoy). Ditinjau dari inflasi bulanan, inflasi bulan April
masih menunjukkan deflasi di tengah masa panen raya.
Kemudian secara perlahan, tren inflasi menunjukkan
peningkatan hingga Juni 2015 seiring masa tanam
komoditas.
2.3. Disagregasi Inflasi
36 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.9
%,MTM
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CORE VF ADM PRICE-4
-2
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.8
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CORE VF ADM PRICE
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
%, YOY
Inflasi kelompok volatile foods juga tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Tercatat, angka inflasi triwulan II 2014
sebesar 0,30% (qtq) atau 8,81% (yoy). Lebih tingginya
inflasi di triwulan ini terutama didorong oleh
subkelompok bumbu-bumbuan dan subkelompok
sayur-sayuran dengan inflasi masing-masing sebesar
38,87% (yoy) dan 9,02% (yoy) (Grafik 2.12).
Peningkatan inflasi pada subkelompok bumbu-
bumbuan dipengaruhi faktor musiman. Komoditas
aneka cabai yang tengah memasuki masa tanam seiring
meningkatnya permintaan di bulan Ramadhan menjadi
faktor utama peningkatan inflasi subkelompok bumbu-
bumbuan. Harga cabai sempat mengalami kenaikan
pada bulan Mei, di mana tingkat inflasi pada bulan
tersebut merupakan level tertinggi semenjak 2011.
Namun demikian, tekanan dari komoditas cabai merah
mereda pada bulan Juni. Data Dinas Pertanian
menunjukkan jumlah produksi cabai merah dan cabai
rawit pada bulan Juni 2015 masing-masing sebesar
14.057 ton dan 17.182 ton, sedangkan total konsumsi
masyarakat Jawa Tengah hanya sebesar 5.268 ton
untuk cabai merah dan 5.297 ton untuk cabai rawit.,
Perh i tungan tota l konsumsi te rsebut te lah
memperhitungkan adanya kenaikan konsumsi selama
Ramadhan sebesar 10%. Lebih jauh, inflasi pada
komoditas cabai merah juga disebabkan oleh pola
distribusi perdagangan karena tingginya minat
terhadap komoditas cabai merah Jawa Tengah oleh
masyarakat di daerah lain. Hal tersebut menyebabkan
tingginya arus perdagangan cabai merah ke luar daerah
Jawa Tengah.
Serupa dengan cabai merah, komoditas bawang merah
mengalami peningkatan harga pada bulan Mei akibat
berkurangnya pasokan sejalan dengan mulai masuknya
musim tanam. Namun demikian, pada bulan Juni,
komoditas bawang merah memasuki masa panen
sehingga peningkatan inflasi volatile foods dapat
teredam oleh penurunan harga komoditas bawang
merah.
37PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-20
0
20
40
60
80
100
120 %, YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGAN
BUMBU-BUMBUAN
BUAH-BUAHAN
LEMAK DAN MINYAK
II
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods
Grafik 2.12Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
5
10
15
20
25 %, YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
II
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0.88
1.67
-1.10
0.30
2.23
-3.00
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
Rata-rata2010-2014
II - 2012 II - 2013 II - 2014 II - 2015
%,QTQ
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
JAN
FEB
MA
R
APR MEI
JUN
JUL
AG
T
SEP
OKT
NO
V
DES
RATA-RATA 2009-2013 2012 2013 2014 2015
Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods
Grafik 2.13
Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokVolatile Foods Triwulan II
Grafik 2.11Perkembangan Inflasi Bulanan KelompokVolatile Foods 2012-2015 TW II
Grafik 2.10
2.2.3. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa
Keuangan
Inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan mengalami peningkatan sejalan
dengan kenaikan harga BBM. Inflasi pada kelompok
ini tercatat sebesar 2,38% (qtq) atau 6,38% (yoy).
Angka inflasi ini meningkat dibandingkan triwulan I
2015 yang sebesar -5,46% (qtq) atau 4,39% (yoy).
Ditinjau dari sumbangannya, kelompok transpor,
komunikasi, dan jasa keuangan memberikan
sumbangan inflasi sebesar 0,05%.
Tekanan inflasi pada kelompok ini didorong oleh
kenaikan inflasi di subkelompok transpor.
Kenaikan BBM pada 28 Maret 2015 berimplikasi pada
inflasi subkelompok transpor di bulan April. Hal ini
ditambah pula dengan kenaikan tarif kereta api yang
meningkat di awal triwulan II 2015. Selanjutnya, pada
Juni 2015, harga BBM non-subsidi meningkat sehingga
memberikan tekanan tambahan bagi inf las i
subkelompok transpor.
2.2.4. Kelompok Lainnya
Kelompok sandang juga mencatatkan kenaikan
inflasi tahunan dibandingkan dengan periode
laporan sebelumnya. Hal ini didorong oleh
meningkatnya permintaan masyarakat akan pembelian
sandang menjelang Lebaran. Namun demikian,
kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar
mencatatkan penurunan inflasi, dari sebelumnya
1,06% (qtq) atau 7,32% (yoy) pada triwulan I 2015
menjadi 0,45% (qtq) atau 5,91% (yoy). Penurunan
inflasi tahunan yang relatif tinggi ini disebabkan telah
meredanya dampak kenaikan harga elpiji 12 kg pada
Maret 2015.
Berdasarkan disagregasinya, inflasi kelompok
volatile foods dan administered prices mengalami
peningkatan di triwulan laporan. Peningkatan
tertinggi berasal dari kelompok volatile foods, yakni
dari 5,77% (yoy) menjadi 7,82% (yoy). Kelompok
administered prices juga meningkat menjadi 11,01%
(yoy) dari sebelumnya 9,54% (yoy) pada triwulan I
2015. Sementara itu, kelompok core mengalami
penurunan dari 4,46% (yoy) menjadi 4,18% (yoy)
(Grafik 2.7).
2.3.1. Kelompok Volatile FoodsInflasi tahunan volatile foods meningkat pada
periode laporan. Inflasi volatile foods tercatat sebesar
2,23% (qtq) atau 7,82% (yoy), naik dibandingkan
triwulan lalu yang sebesar -2,84%(qtq) atau 5,77%
(yoy). Ditinjau dari inflasi bulanan, inflasi bulan April
masih menunjukkan deflasi di tengah masa panen raya.
Kemudian secara perlahan, tren inflasi menunjukkan
peningkatan hingga Juni 2015 seiring masa tanam
komoditas.
2.3. Disagregasi Inflasi
36 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.9
%,MTM
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CORE VF ADM PRICE-4
-2
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.8
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CORE VF ADM PRICE
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
%, YOY
Peningkatan inflasi kelompok administered prices
didorong oleh kenaikan subkelompok transpor.
Inflasi di subkelompok ini didorong oleh kenaikan harga
BBM non-subsidi (Pertamax dan Pertamax Plus) per
tanggal 1 Juni 2015. Sebelumnya, BBM bersubsidi
sempat naik per tanggal 28 Maret 2015 (premium
menjadi harga Rp7.300/L dari Rp6.800/L; solar menjadi
Rp6.900/L dari Rp6.400/L) sehingga berimplikasi pada
inflasi subkelompok transpor di awal triwulan II 2015.
Dampak second round effect relatif terbatas mengingat
kenaikan tarif angkutan umum telah diatur sesuai
dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 31
Tahun 2015 dan Peraturan Gubernur Nomor 7
tertanggal 23 Januari 2015, yang menyebutkan aturan
tarif batas atas adalah Rp168/km per penumpang dan
batas bawah sebesar Rp103/km per penumpang.
2.3.3. Kelompok Inti
Inflasi kelompok inti mengalami penurunan. Inflasi
kelompok inti turun menjadi 0,58% (qtq) atau 4,18%
(yoy) dari sebelumnya 0,74% (qtq) atau 4,46% (yoy)
pada triwulan sebelumnya. Dari sisi permintaan,
penurunan inflasi ini didorong oleh pelemahan
permintaan beberapa komoditas bangunan, yang
tercermin dari penurunan harga komoditas batu bata,
keramik, dan besi beton.
Inflasi kelompok inti juga tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Tercatat, angka inflasi triwulan II di tahun
lalu sebesar 0,85% (qtq) atau 5,25% (yoy). Berdasarkan
historisnya, angka inflasi tahunan lebih rendah
dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir sebesar
3,77% (yoy). Namun, angka inflasi triwulanan periode
laporan ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata historis
yang sebesar 0,62% (qtq) (Grafik 2.18).
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, MTM
JAN
FEB
MA
R
APR
MEI
JUN
JUL
AG
T
SEP
OKT
NO
V
DES
-10
-5
0
5
10
15
2012 2013 2014 20152011
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30 %, MTMHarga naik per 22 Juni 2013RON 88 (Rp/L): 6.500 dari 4.500Solar (Rp/L): 5.500 dari 4.500,00
Harga turun per 1 Januari 2015RON 88 (Rp/L): 7.600,00 dari 8.500,00
Harga turun per 19 Januari 2015RON 88 (Rp/L): 6,600 dari 7.600,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
1 2 3 4 5 6
Harga naik per 18 November 2014Ron 88 (Rp/L) : 8.500 dari 6.500
Solar (Rp/L) : 7.500 dari 5.500
Harga naik per 1 Maret 2015Ron 88 (Rp/L) : 6.800 dari 6.600
Harga naik per 28 Maret 2015 Ron 88 (Rp/L) : 7.300 dari 6.800
Solar (Rp/L) : 6.900 dari 6.400
Harga naik per 1 Juni 2015untuk BBM Non-subsidi
39PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Inflasi Bulanan Subkelompok Transpor Grafik 2.21Perkembangan Inflasi Bulanan BensinGrafik 2.20
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
1.34
0.64
3.64
1.35
2.71
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
Rata-rata2010-2014
II - 2012 II - 2013 II - 2014 II - 2015
% , QTQ
0
5
10
15
20
25
II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
%, YOY
2012
BAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIRTEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL TRANSPOR
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Administered Prices
Grafik 2.19Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Administered Prices Triwulan II
Grafik 2.18
Perkembangan Inflasi Bulanan Telur Ayam RasGrafik 2.17
2011 2012 2013 2014 2015
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
%, MTM
Sumber : BPS, diolah
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
%, MTM
Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam RasGrafik 2.16
2011 2012 2013 2014 2015
Sumber : BPS, diolah
Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang MerahGrafik 2.15Sumber : BPS, diolah
%, MTM
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
2011 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai MerahGrafik 2.14Sumber : BPS, diolah
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
%, MTM
2011 2012 2013 2014 2015
Sementara itu, subkelompok daging dan hasil-
hasilnya mengalami deflasi yang lebih mendalam
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan
II 2015, subkelompok ini mengalami deflasi sebesar
1,63% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan lalu
yang mencatatkan deflasi sebesar 0,20% (yoy). Namun
demikian, komoditas daging ayam ras dan telur daging
ayam ras memberikan sumbangan inflasi pada triwulan
laporan dengan masing-masing sebesar 0,09% dan
0,06%. Kenaikan inflasi daging ayam ras dan telur
ayam ras didorong oleh peningkatan permintaan oleh
masyarakat di tengah Ramadhan.
2.3.2. Kelompok Administered PricesInflasi tahunan kelompok administered prices
meningkat pada periode laporan. Inflasi kelompok
administered prices pada triwulan II 2015 naik menjadi
2,71% (qtq) atau 11,04% (yoy) dari sebelumnya -
3,47% (qtq) atau 9,54% (yoy). Penyesuaian harga BBM
bersubsidi di akhir triwulan I 2015 serta adanya
kenaikan harga BBM non-subsidi pada bulan Juni
mendorong tekanan inflasi pada kelompok ini.
Kenaikan inflasi juga bersumber dari kenaikan tarif
listrik RT>2.200 VA (golongan pelanggan rumah
mewah, restoran, mal, hingga industri menengah dan
besar).
Inflasi kelompok administered prices periode
laporan juga tercatat lebih tinggi dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Inflasi triwulanan pada triwulan II lebih tinggi
dibandingkan inflasi triwulan II 2014 yang sebesar
1,35% (qtq). Namun jika ditinjau dari inflasi
tahunannya, inflasi pada triwulan II yang sebesar
11,04% (yoy) ini tercatat lebih rendah dibandingkan
triwulan yang sama di tahun 2014 yaitu sebesar
12,56% (yoy). Secara keseluruhan, inflasi kelompok ini
tercatat lebih tinggi dibandingkan historis lima tahun
terakhir yang sebesar 1,34% (qtq) atau 5,72% (yoy)
(Grafik 2.17).
38 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Peningkatan inflasi kelompok administered prices
didorong oleh kenaikan subkelompok transpor.
Inflasi di subkelompok ini didorong oleh kenaikan harga
BBM non-subsidi (Pertamax dan Pertamax Plus) per
tanggal 1 Juni 2015. Sebelumnya, BBM bersubsidi
sempat naik per tanggal 28 Maret 2015 (premium
menjadi harga Rp7.300/L dari Rp6.800/L; solar menjadi
Rp6.900/L dari Rp6.400/L) sehingga berimplikasi pada
inflasi subkelompok transpor di awal triwulan II 2015.
Dampak second round effect relatif terbatas mengingat
kenaikan tarif angkutan umum telah diatur sesuai
dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 31
Tahun 2015 dan Peraturan Gubernur Nomor 7
tertanggal 23 Januari 2015, yang menyebutkan aturan
tarif batas atas adalah Rp168/km per penumpang dan
batas bawah sebesar Rp103/km per penumpang.
2.3.3. Kelompok Inti
Inflasi kelompok inti mengalami penurunan. Inflasi
kelompok inti turun menjadi 0,58% (qtq) atau 4,18%
(yoy) dari sebelumnya 0,74% (qtq) atau 4,46% (yoy)
pada triwulan sebelumnya. Dari sisi permintaan,
penurunan inflasi ini didorong oleh pelemahan
permintaan beberapa komoditas bangunan, yang
tercermin dari penurunan harga komoditas batu bata,
keramik, dan besi beton.
Inflasi kelompok inti juga tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Tercatat, angka inflasi triwulan II di tahun
lalu sebesar 0,85% (qtq) atau 5,25% (yoy). Berdasarkan
historisnya, angka inflasi tahunan lebih rendah
dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir sebesar
3,77% (yoy). Namun, angka inflasi triwulanan periode
laporan ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata historis
yang sebesar 0,62% (qtq) (Grafik 2.18).
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, MTM
JAN
FEB
MA
R
APR
MEI
JUN
JUL
AG
T
SEP
OKT
NO
V
DES
-10
-5
0
5
10
15
2012 2013 2014 20152011
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30 %, MTMHarga naik per 22 Juni 2013RON 88 (Rp/L): 6.500 dari 4.500Solar (Rp/L): 5.500 dari 4.500,00
Harga turun per 1 Januari 2015RON 88 (Rp/L): 7.600,00 dari 8.500,00
Harga turun per 19 Januari 2015RON 88 (Rp/L): 6,600 dari 7.600,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014
1 2 3 4 5 6
Harga naik per 18 November 2014Ron 88 (Rp/L) : 8.500 dari 6.500
Solar (Rp/L) : 7.500 dari 5.500
Harga naik per 1 Maret 2015Ron 88 (Rp/L) : 6.800 dari 6.600
Harga naik per 28 Maret 2015 Ron 88 (Rp/L) : 7.300 dari 6.800
Solar (Rp/L) : 6.900 dari 6.400
Harga naik per 1 Juni 2015untuk BBM Non-subsidi
39PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Inflasi Bulanan Subkelompok Transpor Grafik 2.21Perkembangan Inflasi Bulanan BensinGrafik 2.20
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
1.34
0.64
3.64
1.35
2.71
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
Rata-rata2010-2014
II - 2012 II - 2013 II - 2014 II - 2015
% , QTQ
0
5
10
15
20
25
II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
%, YOY
2012
BAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIRTEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL TRANSPOR
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Administered Prices
Grafik 2.19Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Administered Prices Triwulan II
Grafik 2.18
Perkembangan Inflasi Bulanan Telur Ayam RasGrafik 2.17
2011 2012 2013 2014 2015
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
%, MTM
Sumber : BPS, diolah
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
%, MTM
Perkembangan Inflasi Bulanan Daging Ayam RasGrafik 2.16
2011 2012 2013 2014 2015
Sumber : BPS, diolah
Perkembangan Inflasi Bulanan Bawang MerahGrafik 2.15Sumber : BPS, diolah
%, MTM
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
2011 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Inflasi Bulanan Cabai MerahGrafik 2.14Sumber : BPS, diolah
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
%, MTM
2011 2012 2013 2014 2015
Sementara itu, subkelompok daging dan hasil-
hasilnya mengalami deflasi yang lebih mendalam
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan
II 2015, subkelompok ini mengalami deflasi sebesar
1,63% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan lalu
yang mencatatkan deflasi sebesar 0,20% (yoy). Namun
demikian, komoditas daging ayam ras dan telur daging
ayam ras memberikan sumbangan inflasi pada triwulan
laporan dengan masing-masing sebesar 0,09% dan
0,06%. Kenaikan inflasi daging ayam ras dan telur
ayam ras didorong oleh peningkatan permintaan oleh
masyarakat di tengah Ramadhan.
2.3.2. Kelompok Administered PricesInflasi tahunan kelompok administered prices
meningkat pada periode laporan. Inflasi kelompok
administered prices pada triwulan II 2015 naik menjadi
2,71% (qtq) atau 11,04% (yoy) dari sebelumnya -
3,47% (qtq) atau 9,54% (yoy). Penyesuaian harga BBM
bersubsidi di akhir triwulan I 2015 serta adanya
kenaikan harga BBM non-subsidi pada bulan Juni
mendorong tekanan inflasi pada kelompok ini.
Kenaikan inflasi juga bersumber dari kenaikan tarif
listrik RT>2.200 VA (golongan pelanggan rumah
mewah, restoran, mal, hingga industri menengah dan
besar).
Inflasi kelompok administered prices periode
laporan juga tercatat lebih tinggi dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Inflasi triwulanan pada triwulan II lebih tinggi
dibandingkan inflasi triwulan II 2014 yang sebesar
1,35% (qtq). Namun jika ditinjau dari inflasi
tahunannya, inflasi pada triwulan II yang sebesar
11,04% (yoy) ini tercatat lebih rendah dibandingkan
triwulan yang sama di tahun 2014 yaitu sebesar
12,56% (yoy). Secara keseluruhan, inflasi kelompok ini
tercatat lebih tinggi dibandingkan historis lima tahun
terakhir yang sebesar 1,34% (qtq) atau 5,72% (yoy)
(Grafik 2.17).
38 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Secara umum, peningkatan inflasi terjadi di lima
dari enam kota yang disurvei oleh BPS di Jawa
Tengah. Peningkatan inflasi tertinggi terjadi di Kota
Tegal, dari sebelumnya pada triwulan I 2015 sebesar
5,27% (yoy) menjadi 6,63% (yoy). Sementara itu, Kota
Cilacap mencatatkan inflasi yang menurun pada
triwulan laporan. Inflasi triwulan II 2015 Kota Cilacap
tercatat 6,09% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 6,51% (yoy) (Grafik
2.26 dan 2.27).
Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa
Tengah mengecil pada triwulan laporan. Pada
triwulan laporan, selisih tingkat inflasi antara kota yang
memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,29%.
Sedangkan, pada periode sebelumnya, selisih tingkat
inflasi antara kota yang memiliki inflasi tertinggi dan
terendah adalah sebesar 1,92%. Inflasi tertinggi terjadi
di Kota Tegal kemudian diikuti oleh Kota Semarang
dengan tingkat inflasi masing-masing sebesar 6,63%
(yoy) dan 6,34% (yoy). Sementara itu, inflasi terendah
terjadi di Purwokerto dengan tingkat inflasi sebesar
5,34% (yoy) (Grafik 2.28).
Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam
kota memiliki inflasi tinggi untuk kelompok
transpor, kelompok mamin, rokok dan tembakau,
dan kelompok bahan makanan. Pola serupa terjadi
untuk Kota Tegal yang mencatat angka inflasi tertinggi
di triwulan II 2015. Kota Cilacap mencatatkan inflasi
tertinggi untuk kelompok mamin, rokok, dan
tembakau. Sementara itu, inflasi kelompok bahan
makanan di Kota Semarang dan Kota Surakarta pada
triwulan laporan terpantau tinggi. Hal ini diduga akibat
kedua kota tersebut memiliki permintaan domestik
yang lebih besar selama musim lebaran dibandingkan
dengan empat kota lainnya.
Beras menjadi komoditas penyumbang inflasi
terbesar di hampir seluruh kota Jawa Tengah. Hal
ini sebagai dampak telah habisnya masa panen pada
Juni 2015. Selain itu, bensin, cabai merah, telur dan
daging ayam ras juga menjadi komoditas pendorong
inflasi yang signifikan di berbagai kota di Jawa Tengah.
Pada triwulan II 2015 ini, komoditas bensin, beras,
cabai merah, daging ayam ras, dan telur ayam ras
hampir selalu tercatat sebagai 5 besar komoditas
penyumbang inflasi terbesar di kota-kota yang disurvei
oleh BPS.
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
2
4
6
8
10
12
II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014
%, YOY
2012
I
2015
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
II
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL
6.09 5.34 6.17 5.75 6.34 6.634
5
6
7
8
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
%,YOY
41PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Inflasi Tahunan Triwulan II 2015Grafik 2.27 Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 2.28
Rendahnya tekanan inflasi di kelompok inti juga
terkonfirmasi dari penurunan tren ekspektasi
harga o leh masyarakat se jak t r iwu lan
sebelumnya. Namun demikian, penurunan inflasi inti
ini tidak terlihat dari tren output gap yang cenderung
meningkat (Grafik 2.19). Lebih jauh, masih terdapat
tekanan yang berasal dari pelemahan nilai tukar Rupiah
terhadap Dolar AS, hal ini tercermin dari peningkatan
inflasi traded menjadi sebesar 4,71% (yoy) dari
sebelumnya 4,01% (yoy) pada triwulan I 2015.
Berdasarkan hasil Survei Konsumen, penurunan
inflasi pada triwulan II 2015 ini sejalan dengan
ekspektasi harga 3 bulan ke depan oleh
masyarakat. Hasil survei mengindikasikan adanya
penurunan tren harga pada triwulan II dari periode
sebelumnya. Sedangkan, berdasarkan hasil Survei
Pedagang Eceran penurunan inflasi pada triwulan II
tidak sejalan dengan ekspektasi harga 3 dan 6 bulan, di
mana hasil survei menyatakan bahwa harga akan naik
pada triwulan II 2015 (Grafik 2.23 dan Grafik 2.24).
Tekanan inflasi dari faktor eksternal mengalami
sedikit kenaikan pada triwulan II 2015. Tekanan
imported inflation yang tercermin dari kelompok inti
traded pada periode laporan tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan periode laporan sebelumnya. Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS (kurs tengah Bank
Indonesia) yang melemah pada triwulan II menambah
tekanan faktor eksternal terhadap inflasi. Rata-rata nilai
tukar Rupiah pada triwulan I I 2015 sebesar
Rp13.133,62, atau melemah dibandingkan triwulan
sebelumnya yakni Rp12.804,48.
40 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
I II III IV
% QTQ
II III IVI II III IV I
%, QTQ
2012 2013 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
QTQ (SKALA KANAN) YOY
II2015
Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded Grafik 2.26
Sumber : Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia
6 BULAN YAD3 BULAN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
130
140
150
160
170
180
190 INDEKS
Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga Grafik 2.24
INDEKS
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
INFLASI INTI NON TRADEDPDRB YOY OUTPUT GAP-SKALA KANAN
-4.00
-3.00
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
%,YOY %
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
0.62
0.39
0.85
0.58
RATA-RATA2010-2014
II - 2013 II - 2014 II - 2015
Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan EkonomiTahunan, dan Inflasi Inti Non Traded
Grafik 2.23Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Inti Triwulan II
Grafik 2.22
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.25
Secara umum, peningkatan inflasi terjadi di lima
dari enam kota yang disurvei oleh BPS di Jawa
Tengah. Peningkatan inflasi tertinggi terjadi di Kota
Tegal, dari sebelumnya pada triwulan I 2015 sebesar
5,27% (yoy) menjadi 6,63% (yoy). Sementara itu, Kota
Cilacap mencatatkan inflasi yang menurun pada
triwulan laporan. Inflasi triwulan II 2015 Kota Cilacap
tercatat 6,09% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 6,51% (yoy) (Grafik
2.26 dan 2.27).
Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa
Tengah mengecil pada triwulan laporan. Pada
triwulan laporan, selisih tingkat inflasi antara kota yang
memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,29%.
Sedangkan, pada periode sebelumnya, selisih tingkat
inflasi antara kota yang memiliki inflasi tertinggi dan
terendah adalah sebesar 1,92%. Inflasi tertinggi terjadi
di Kota Tegal kemudian diikuti oleh Kota Semarang
dengan tingkat inflasi masing-masing sebesar 6,63%
(yoy) dan 6,34% (yoy). Sementara itu, inflasi terendah
terjadi di Purwokerto dengan tingkat inflasi sebesar
5,34% (yoy) (Grafik 2.28).
Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam
kota memiliki inflasi tinggi untuk kelompok
transpor, kelompok mamin, rokok dan tembakau,
dan kelompok bahan makanan. Pola serupa terjadi
untuk Kota Tegal yang mencatat angka inflasi tertinggi
di triwulan II 2015. Kota Cilacap mencatatkan inflasi
tertinggi untuk kelompok mamin, rokok, dan
tembakau. Sementara itu, inflasi kelompok bahan
makanan di Kota Semarang dan Kota Surakarta pada
triwulan laporan terpantau tinggi. Hal ini diduga akibat
kedua kota tersebut memiliki permintaan domestik
yang lebih besar selama musim lebaran dibandingkan
dengan empat kota lainnya.
Beras menjadi komoditas penyumbang inflasi
terbesar di hampir seluruh kota Jawa Tengah. Hal
ini sebagai dampak telah habisnya masa panen pada
Juni 2015. Selain itu, bensin, cabai merah, telur dan
daging ayam ras juga menjadi komoditas pendorong
inflasi yang signifikan di berbagai kota di Jawa Tengah.
Pada triwulan II 2015 ini, komoditas bensin, beras,
cabai merah, daging ayam ras, dan telur ayam ras
hampir selalu tercatat sebagai 5 besar komoditas
penyumbang inflasi terbesar di kota-kota yang disurvei
oleh BPS.
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
2
4
6
8
10
12
II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014
%, YOY
2012
I
2015
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
II
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL
6.09 5.34 6.17 5.75 6.34 6.634
5
6
7
8
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
%,YOY
41PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Inflasi Tahunan Triwulan II 2015Grafik 2.27 Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 2.28
Rendahnya tekanan inflasi di kelompok inti juga
terkonfirmasi dari penurunan tren ekspektasi
harga o leh masyarakat se jak t r iwu lan
sebelumnya. Namun demikian, penurunan inflasi inti
ini tidak terlihat dari tren output gap yang cenderung
meningkat (Grafik 2.19). Lebih jauh, masih terdapat
tekanan yang berasal dari pelemahan nilai tukar Rupiah
terhadap Dolar AS, hal ini tercermin dari peningkatan
inflasi traded menjadi sebesar 4,71% (yoy) dari
sebelumnya 4,01% (yoy) pada triwulan I 2015.
Berdasarkan hasil Survei Konsumen, penurunan
inflasi pada triwulan II 2015 ini sejalan dengan
ekspektasi harga 3 bulan ke depan oleh
masyarakat. Hasil survei mengindikasikan adanya
penurunan tren harga pada triwulan II dari periode
sebelumnya. Sedangkan, berdasarkan hasil Survei
Pedagang Eceran penurunan inflasi pada triwulan II
tidak sejalan dengan ekspektasi harga 3 dan 6 bulan, di
mana hasil survei menyatakan bahwa harga akan naik
pada triwulan II 2015 (Grafik 2.23 dan Grafik 2.24).
Tekanan inflasi dari faktor eksternal mengalami
sedikit kenaikan pada triwulan II 2015. Tekanan
imported inflation yang tercermin dari kelompok inti
traded pada periode laporan tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan periode laporan sebelumnya. Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS (kurs tengah Bank
Indonesia) yang melemah pada triwulan II menambah
tekanan faktor eksternal terhadap inflasi. Rata-rata nilai
tukar Rupiah pada triwulan I I 2015 sebesar
Rp13.133,62, atau melemah dibandingkan triwulan
sebelumnya yakni Rp12.804,48.
40 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
I II III IV
% QTQ
II III IVI II III IV I
%, QTQ
2012 2013 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
QTQ (SKALA KANAN) YOY
II2015
Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded Grafik 2.26
Sumber : Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia
6 BULAN YAD3 BULAN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
130
140
150
160
170
180
190 INDEKS
Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga Grafik 2.24
INDEKS
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013 2014 2015
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
INFLASI INTI NON TRADEDPDRB YOY OUTPUT GAP-SKALA KANAN
-4.00
-3.00
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
%,YOY %
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
0.62
0.39
0.85
0.58
RATA-RATA2010-2014
II - 2013 II - 2014 II - 2015
Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan EkonomiTahunan, dan Inflasi Inti Non Traded
Grafik 2.23Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Inti Triwulan II
Grafik 2.22
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.25
SUPLEMEN III
terus dihadapi. Apabila tidak disertai perbaikan tata
kelola sistem informasi persediaan sapi, hal ini akan turut
berpengaruh terhadap efektivitas pengambilan
kebijakan oleh Pemerintah.
Isu mengenai urgensi sistem informasi persediaan
komoditas, khususnya sapi juga menjadi perhatian KPw
Bank Indones ia Prov ins i Jawa Tengah dalam
melaksanakan pengembangan klaster sapi potong di
Jawa Tengah. Fungsi sistem informasi persediaan sapi
tidak hanya untuk pengambilan keputusan oleh
Pemerintah, namun juga berfungsi dalam memperbaiki
tata niaga sapi potong di Jawa Tengah guna
meningkatkan nilai tukar para peternak sapi.
Pengelolaan peternakan sapi potong, khususnya di Jawa
Tengah umumnya masih dilakukan dengan cara
tradisional di mana pemeliharaan sapi potong hanya
merupakan pekerjaan sambilan para petani. Sapi
diperlakukan sebagai barang investasi atau tabungan,
pada umumnya peternak hanya memelihara 1 – 2 ekor
saja. Keberadaan sapi tersebut juga tidak diperuntukkan
sebagai komoditas perdagangan di pasar, meskipun usia
sapi tersebut sudah sangat layak untuk dijual. Kondisi ini
menyebabkan Pemerintah kesulitan mendata jumlah
keseluruhan sapi secara nasional. Metode perhitungan
pasokan sapi secara nasional selama ini dilakukan
Pemerintah dengan mendata jumlah sapi yang berada di
feedloter.
Melihat tantangan tersebut, Sarjana Membangun Desa
(SMD) bidang peternakan Provinsi Jawa Tengah sebagai
inisiator, bekerjasama dengan KPw Bank Indonesia
Provinsi Jawa Tengah mengembangkan sebuah sistem
informasi persediaan sapi. Sistem informasi ini didesain
dan dibangun dengan cara mengintegrasikan sistem
input-output menggunakan teknologi komputer dalam
menghasilkan informasi terkait persediaan sapi yang
dibutuhkan oleh stakeholders, baik itu pelaku pasar
maupun Pemerintah.
Daging sapi adalah salah satu komoditas penyumbang
inflasi di Jawa Tengah yang kembali menjadi isu hangat
terkait fluktuasi harganya yang tinggi. Aksi mogok para
pedagang daging sapi terjadi di beberapa daerah di
Indonesia sebagai imbas tingginya harga daging sapi
yang didapat dari pemasok. Harga yang tinggi tersebut
menyebabkan permintaan masyarakat akan daging sapi
menurun dan berujung pada penurunan omset para
pedagang. Kenaikan harga ini menurut para pedagang
disebabkan oleh pasokan daging yang berkurang dari
Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Namun menurut RPH
hal ini terjadi disebabkan berkurangnya pasokan dari
perusahaan penggemukan sapi (feedloter). Argumen
feedloter di bawah Asosiasi Produsen Daging dan
Feedlot Indonesia (APFINDO) menyatakan bahwa kondisi
ini terjadi akibat Pemerintah memangkas kuota impor
sapi bakalan. Pada triwulan III-2015 kuota impor sapi
bakalan hanya sejumlah 50.000 ekor sapi sedangkan
triwulan sebelumnya mencapai sejumlah 201.643 ekor.
Dengan adanya penu runan kuo ta t e r sebu t
menyebabkan terjadi kelangkaan pasokan daging dalam
negeri.
Sementara itu Pemerintah menyatakan kebijakan
pengurangan kuota impor sapi bakalan pada Tw III
didapat dari hasil survei dan diperoleh hasil bahwa
ketersediaan daging sapi dalam negeri masih mampu
mencukupi kebutuhan hingga triwulan berikutnya.
Mencermati fakta tersebut, semestinya tidak terjadi
supply shock. Namun pelaku pasar mempertanyakan
validitas data ketersediaan sapi potong yang didapat
oleh Pemerintah melalui hasil survei. Mereka meminta
Pemerintah untuk membuktikan validitas data yang
digunakan dalam mengambil keputusan untuk
mengurangi kuota impor sapi bakalan tersebut.
Simpang siur mengenai validitas data yang digunakan
Pemerintah untuk menghitung kondisi pasokan sapi
nasional nampaknya menjadi masalah pelik yang masih
TATA KELOLA PERSEDIAAN DAGING SAPI MELALUI SISTEM INFORMASI PERSEDIAAN SAPI
43PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengahper Kelompok Triwulan II 2015
Grafik 2.30
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
0
2
4
6
8
10
12
BAHANMAKANAN
MAKANANJADI,ROKOK
PERUMAHAN,AIR, LISTRIK
SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR
Inflasi Tahunan KotaGrafik 2.29
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2015 TW I 2015 TW II
0
1
2
3
4
5
6
7
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
%, YOY
42 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
SUPLEMEN III
terus dihadapi. Apabila tidak disertai perbaikan tata
kelola sistem informasi persediaan sapi, hal ini akan turut
berpengaruh terhadap efektivitas pengambilan
kebijakan oleh Pemerintah.
Isu mengenai urgensi sistem informasi persediaan
komoditas, khususnya sapi juga menjadi perhatian KPw
Bank Indones ia Prov ins i Jawa Tengah dalam
melaksanakan pengembangan klaster sapi potong di
Jawa Tengah. Fungsi sistem informasi persediaan sapi
tidak hanya untuk pengambilan keputusan oleh
Pemerintah, namun juga berfungsi dalam memperbaiki
tata niaga sapi potong di Jawa Tengah guna
meningkatkan nilai tukar para peternak sapi.
Pengelolaan peternakan sapi potong, khususnya di Jawa
Tengah umumnya masih dilakukan dengan cara
tradisional di mana pemeliharaan sapi potong hanya
merupakan pekerjaan sambilan para petani. Sapi
diperlakukan sebagai barang investasi atau tabungan,
pada umumnya peternak hanya memelihara 1 – 2 ekor
saja. Keberadaan sapi tersebut juga tidak diperuntukkan
sebagai komoditas perdagangan di pasar, meskipun usia
sapi tersebut sudah sangat layak untuk dijual. Kondisi ini
menyebabkan Pemerintah kesulitan mendata jumlah
keseluruhan sapi secara nasional. Metode perhitungan
pasokan sapi secara nasional selama ini dilakukan
Pemerintah dengan mendata jumlah sapi yang berada di
feedloter.
Melihat tantangan tersebut, Sarjana Membangun Desa
(SMD) bidang peternakan Provinsi Jawa Tengah sebagai
inisiator, bekerjasama dengan KPw Bank Indonesia
Provinsi Jawa Tengah mengembangkan sebuah sistem
informasi persediaan sapi. Sistem informasi ini didesain
dan dibangun dengan cara mengintegrasikan sistem
input-output menggunakan teknologi komputer dalam
menghasilkan informasi terkait persediaan sapi yang
dibutuhkan oleh stakeholders, baik itu pelaku pasar
maupun Pemerintah.
Daging sapi adalah salah satu komoditas penyumbang
inflasi di Jawa Tengah yang kembali menjadi isu hangat
terkait fluktuasi harganya yang tinggi. Aksi mogok para
pedagang daging sapi terjadi di beberapa daerah di
Indonesia sebagai imbas tingginya harga daging sapi
yang didapat dari pemasok. Harga yang tinggi tersebut
menyebabkan permintaan masyarakat akan daging sapi
menurun dan berujung pada penurunan omset para
pedagang. Kenaikan harga ini menurut para pedagang
disebabkan oleh pasokan daging yang berkurang dari
Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Namun menurut RPH
hal ini terjadi disebabkan berkurangnya pasokan dari
perusahaan penggemukan sapi (feedloter). Argumen
feedloter di bawah Asosiasi Produsen Daging dan
Feedlot Indonesia (APFINDO) menyatakan bahwa kondisi
ini terjadi akibat Pemerintah memangkas kuota impor
sapi bakalan. Pada triwulan III-2015 kuota impor sapi
bakalan hanya sejumlah 50.000 ekor sapi sedangkan
triwulan sebelumnya mencapai sejumlah 201.643 ekor.
Dengan adanya penu runan kuo ta t e r sebu t
menyebabkan terjadi kelangkaan pasokan daging dalam
negeri.
Sementara itu Pemerintah menyatakan kebijakan
pengurangan kuota impor sapi bakalan pada Tw III
didapat dari hasil survei dan diperoleh hasil bahwa
ketersediaan daging sapi dalam negeri masih mampu
mencukupi kebutuhan hingga triwulan berikutnya.
Mencermati fakta tersebut, semestinya tidak terjadi
supply shock. Namun pelaku pasar mempertanyakan
validitas data ketersediaan sapi potong yang didapat
oleh Pemerintah melalui hasil survei. Mereka meminta
Pemerintah untuk membuktikan validitas data yang
digunakan dalam mengambil keputusan untuk
mengurangi kuota impor sapi bakalan tersebut.
Simpang siur mengenai validitas data yang digunakan
Pemerintah untuk menghitung kondisi pasokan sapi
nasional nampaknya menjadi masalah pelik yang masih
TATA KELOLA PERSEDIAAN DAGING SAPI MELALUI SISTEM INFORMASI PERSEDIAAN SAPI
43PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengahper Kelompok Triwulan II 2015
Grafik 2.30
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
0
2
4
6
8
10
12
BAHANMAKANAN
MAKANANJADI,ROKOK
PERUMAHAN,AIR, LISTRIK
SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR
Inflasi Tahunan KotaGrafik 2.29
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2015 TW I 2015 TW II
0
1
2
3
4
5
6
7
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
%, YOY
42 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BABIII
Industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan II 2015 tumbuh melambat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat.
Indikator-indikator utama perbankan yaitu aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan
kredit mengalami pertumbuhan yang melambat dibandingkan dengan triwulan
lalu sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang juga melambat bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Perbankan syariah juga mengalami perlambatan pertumbuhan aset, DPK, dan
kredit bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan II 2015, NPL kredit sektor-sektor utama Jawa Tengah mengalami
peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran
transaksi ekonomi di Jawa Tengah.
SUPLEMEN III
Sistem informasi persediaan sapi merupakan sistem
berbasis komputer, baik melalui website atau aplikasi
perangkat lunak di telepon genggam. Aplikasi ini dapat
diakses oleh para peternak, khususnya yang tergabung
da lam ke lompok. Set iap har i para peternak
mengunggah jumlah ketersediaan sapinya ke dalam
sistem yang kemudian data persediaan masing-masing
kelompok yang terkumpul tersebut kemudian akan
menjadi data populasi sapi.
Salah satu syarat efektifnya sistem informasi ini adalah
melalui perbaikan tata kelola peternakan yang lebih
modern dan berbasis kelompok, selaras dengan program
Sentra Peternakan Rakyat (SPR) yang digagas oleh
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kementerian Pertanian. SPR menjadi instrumen untuk
menata populasi sapi pada peternak rakyat. SPR bisa
menunjukkan data populasi ternak di lapangan sekaligus
dapat dilakukan verifikasi ketersediaan sapi lokal dari
indukan, bakalan, hingga sapi potong. SPR akan menjadi
wadah menyatukan peternak yang selama ini terpencar.
Pengelolaan peternakan sapi dengan sistem kelompok
akan lebih memudahkan pengambilan data persediaan.
Selain itu, metode pengumpulan data melalui
komputerisasi juga akan menyulitkan para peternak
dengan tingkat pemahaman teknologi yang terbatas.
Pendampingan peternak oleh fasilitator akan sangat
diperlukan di tahap awal pengembangan sistem
informasi.
Dalam tahap awal, sistem informasi ini akan diterapkan
di beberapa klaster binaan KPw Bank Indonesia serta
Pemerintah Prov. Jawa Tengah. Akan dimungkinkan
kegiatan kerjasama dengan Perguruan Tinggi atau SMD
sebagai enumerator sekaligus pengolah data dalam
pelaksanaannya. Diharapkan dengan adanya sistem
informasi persediaan sapi ini dapat menjadi langkah awal
perbaikan tata kelola sistem informasi persediaan sapi.
Ini merupakan salah satu bentuk kontribusi Jawa Tengah
kepada Indonesia.
Gambar 1. Mekanisme Pengambilan Data pada Sistem Informasi Persediaan Sapi
44 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BABIII
Industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan II 2015 tumbuh melambat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat.
Indikator-indikator utama perbankan yaitu aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan
kredit mengalami pertumbuhan yang melambat dibandingkan dengan triwulan
lalu sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang juga melambat bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Perbankan syariah juga mengalami perlambatan pertumbuhan aset, DPK, dan
kredit bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan II 2015, NPL kredit sektor-sektor utama Jawa Tengah mengalami
peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran
transaksi ekonomi di Jawa Tengah.
SUPLEMEN III
Sistem informasi persediaan sapi merupakan sistem
berbasis komputer, baik melalui website atau aplikasi
perangkat lunak di telepon genggam. Aplikasi ini dapat
diakses oleh para peternak, khususnya yang tergabung
da lam ke lompok. Set iap har i para peternak
mengunggah jumlah ketersediaan sapinya ke dalam
sistem yang kemudian data persediaan masing-masing
kelompok yang terkumpul tersebut kemudian akan
menjadi data populasi sapi.
Salah satu syarat efektifnya sistem informasi ini adalah
melalui perbaikan tata kelola peternakan yang lebih
modern dan berbasis kelompok, selaras dengan program
Sentra Peternakan Rakyat (SPR) yang digagas oleh
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kementerian Pertanian. SPR menjadi instrumen untuk
menata populasi sapi pada peternak rakyat. SPR bisa
menunjukkan data populasi ternak di lapangan sekaligus
dapat dilakukan verifikasi ketersediaan sapi lokal dari
indukan, bakalan, hingga sapi potong. SPR akan menjadi
wadah menyatukan peternak yang selama ini terpencar.
Pengelolaan peternakan sapi dengan sistem kelompok
akan lebih memudahkan pengambilan data persediaan.
Selain itu, metode pengumpulan data melalui
komputerisasi juga akan menyulitkan para peternak
dengan tingkat pemahaman teknologi yang terbatas.
Pendampingan peternak oleh fasilitator akan sangat
diperlukan di tahap awal pengembangan sistem
informasi.
Dalam tahap awal, sistem informasi ini akan diterapkan
di beberapa klaster binaan KPw Bank Indonesia serta
Pemerintah Prov. Jawa Tengah. Akan dimungkinkan
kegiatan kerjasama dengan Perguruan Tinggi atau SMD
sebagai enumerator sekaligus pengolah data dalam
pelaksanaannya. Diharapkan dengan adanya sistem
informasi persediaan sapi ini dapat menjadi langkah awal
perbaikan tata kelola sistem informasi persediaan sapi.
Ini merupakan salah satu bentuk kontribusi Jawa Tengah
kepada Indonesia.
Gambar 1. Mekanisme Pengambilan Data pada Sistem Informasi Persediaan Sapi
44 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
Secara umum, indikator utama kinerja perbankan
d i Jawa Tengah pada t r iwulan I I 2015
menunjukkan perlambatan bila dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya (Grafik 3.2).
Perlambatan berbagai indikator utama kinerja
perbankan tersebut juga sejalan dengan perlambatan
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan II
2015 bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Hal ini menunjukkan adanya prosiklikalitas antara
perbankan dan kondisi perekonomian Jawa Tengah.
Prosiklikalitas merupakan kecenderungan lembaga
keuangan untuk menyalurkan kredit lebih tinggi pada
saat ekonomi meningkat dan menahan kredit pada saat
ekonomi melambat.
Secara tahunan, total aset perbankan Jawa Tengah
mengalami pertumbuhan yang melambat pada
triwulan laporan yang tercatat sebesar 11,53% (yoy),
setelah mencatatkan pertumbuhan sebesar 13,13%
(yoy) pada triwulan I 2015. Total aset bank umum pada
triwulan II tercatat sebesar Rp270,38 tril iun.
Pertumbuhan aset ini berada di bawah nasional yang
mencatatkan angka sebesar 14,17% (yoy) pada
triwulan laporan atau sebesar Rp 7.502,33 triliun.
Sejalan dengan pertumbuhan aset perbankan yang
tumbuh me lambat pada t r iwu lan I I 2015 ,
pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) juga turut
mengalami perlambatan. Pada triwulan ini, DPK
tumbuh sebesar 12,69% (yoy), atau melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 14,44% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan
tercatat sebesar Rp201,05 triliun. Komposisi DPK relatif
sama dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan
porsi utama berupa tabungan (46,36%), diikuti oleh
deposito (36,94%) dan giro (16,69%). Dibandingkan
dengan nilai DPK nasional yang sebesar Rp4.139,75
tr i l iun atau tumbuh sebesar 12,65% (yoy) ,
pertumbuhan DPK di Jawa Tengah ini secara tahunan
tumbuh lebih tinggi.
Fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran
kredit perbankan juga mengalami pertumbuhan
yang melambat bila dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Kredit perbankan pada
triwulan laporan tumbuh 9,52% (yoy), melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
11,37% (yoy). Total kredit pada triwulan II 2015 tercatat
sebesar Rp206,20 triliun. Pertumbuhan kredit pada
triwulan laporan relatif lebih rendah bila dibandingkan
dengan pertumbuhan kredit nasional yang tercatat
sebesar 10,48% (yoy) atau sebesar Rp3.861,17 triliun.
Pertumbuhan kredit yang lebih lambat dibandingkan
pertumbuhan DPK menyebabkan loan to deposit
ratio (LDR) juga mengalami penurunan. LDR pada
triwulan laporan tercatat sebesar 102,06%, turun dari
triwulan sebelumnya yang sebesar 102,97%. Angka
LDR ini lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang
hanya tercatat sebesar 89,38%. Sementara itu, tingkat
kualitas kredit juga cenderung mengalami penurunan
bila dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan
II 2015, non-performing loan (NPL) berada pada level
2,90%, atau meningkat bila dibandingkan dengan NPL
Jawa Tengah pada triwulan lalu yang tercatat sebesar
2,47%. Tingkat NPL kredit di Jawa Tengah ini juga lebih
tinggi dibandingkan nasional yang tercatat sebesar
2,54%.
8 3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 8.
47PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Secara umum, indikator utama kinerja perbankan
d i Jawa Tengah pada t r iwulan I I 2015
menunjukkan perlambatan bila dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya (Grafik 3.2).
Perlambatan berbagai indikator utama kinerja
perbankan tersebut juga sejalan dengan perlambatan
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan II
2015 bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Hal ini menunjukkan adanya prosiklikalitas antara
perbankan dan kondisi perekonomian Jawa Tengah.
Prosiklikalitas merupakan kecenderungan lembaga
keuangan untuk menyalurkan kredit lebih tinggi pada
saat ekonomi meningkat dan menahan kredit pada saat
ekonomi melambat.
Secara tahunan, total aset perbankan Jawa Tengah
mengalami pertumbuhan yang melambat pada
triwulan laporan yang tercatat sebesar 11,53% (yoy),
setelah mencatatkan pertumbuhan sebesar 13,13%
(yoy) pada triwulan I 2015. Total aset bank umum pada
triwulan II tercatat sebesar Rp270,38 tril iun.
Pertumbuhan aset ini berada di bawah nasional yang
mencatatkan angka sebesar 14,17% (yoy) pada
triwulan laporan atau sebesar Rp 7.502,33 triliun.
Sejalan dengan pertumbuhan aset perbankan yang
tumbuh me lambat pada t r iwu lan I I 2015 ,
pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) juga turut
mengalami perlambatan. Pada triwulan ini, DPK
tumbuh sebesar 12,69% (yoy), atau melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 14,44% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan
tercatat sebesar Rp201,05 triliun. Komposisi DPK relatif
sama dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan
porsi utama berupa tabungan (46,36%), diikuti oleh
deposito (36,94%) dan giro (16,69%). Dibandingkan
dengan nilai DPK nasional yang sebesar Rp4.139,75
tr i l iun atau tumbuh sebesar 12,65% (yoy) ,
pertumbuhan DPK di Jawa Tengah ini secara tahunan
tumbuh lebih tinggi.
Fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran
kredit perbankan juga mengalami pertumbuhan
yang melambat bila dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Kredit perbankan pada
triwulan laporan tumbuh 9,52% (yoy), melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
11,37% (yoy). Total kredit pada triwulan II 2015 tercatat
sebesar Rp206,20 triliun. Pertumbuhan kredit pada
triwulan laporan relatif lebih rendah bila dibandingkan
dengan pertumbuhan kredit nasional yang tercatat
sebesar 10,48% (yoy) atau sebesar Rp3.861,17 triliun.
Pertumbuhan kredit yang lebih lambat dibandingkan
pertumbuhan DPK menyebabkan loan to deposit
ratio (LDR) juga mengalami penurunan. LDR pada
triwulan laporan tercatat sebesar 102,06%, turun dari
triwulan sebelumnya yang sebesar 102,97%. Angka
LDR ini lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang
hanya tercatat sebesar 89,38%. Sementara itu, tingkat
kualitas kredit juga cenderung mengalami penurunan
bila dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan
II 2015, non-performing loan (NPL) berada pada level
2,90%, atau meningkat bila dibandingkan dengan NPL
Jawa Tengah pada triwulan lalu yang tercatat sebesar
2,47%. Tingkat NPL kredit di Jawa Tengah ini juga lebih
tinggi dibandingkan nasional yang tercatat sebesar
2,54%.
8 3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 8.
47PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Perlambatan pertumbuhan DPK didorong oleh
perlambatan pertumbuhan komponen DPK
berupa tabungan dan giro. Sebagai komponen
DPK dengan pangsa terbesar, perlambatan
pertumbuhan tabungan turut mendorong
per lambatan per tumbuhan DPK secara
keseluruhan (Grafik 3.5 dan Grafik 3.6). Komponen
tabungan pada triwulan laporan tumbuh sebesar
7,20% (yoy), atau melambat setelah sebelumnya
mencatatkan pertumbuhan 8,14% (yoy) pada triwulan
I 2015. Sementara komponen giro juga mengalami
perlambatan pertumbuhan yang cukup dalam pada
triwulan laporan, yakni sebesar 11,14% (yoy) atau
melambat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat
sebesar 21,66% (yoy).
Apabila dibandingkan dengan beberapa provinsi
lainnya di Pulau Jawa dan juga nasional, laju
pertumbuhan DPK di Jawa Tengah cenderung tumbuh
lebih rendah. Hal ini tergambar dalam Grafik 3.3. Laju
pertumbuhan aset perbankan di Jawa Tengah tercatat
juga lebih rendah dibandingkan dengan provinsi lain di
Pulau Jawa maupun dengan nasional (Grafik 3.4).
Di sisi lain, komponen penyusun, DPK dalam
bentuk deposito pada tr iwulan laporan
mengalami pertumbuhan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan deposito pada
triwulan laporan tercatat sebesar 21,23% (yoy), atau
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 20,54% (yoy).
Ditinjau dari golongan nasabah, sebagian besar DPK
dimiliki oleh kelompok penduduk dengan porsi sebesar
99,94%, sedangkan sisanya dimiliki oleh kelompok
non-penduduk. Nasabah sektor swasta (rumah tangga
dan korporasi) tercatat mendominasi kepemilikan DPK
pada kelompok penduduk yaitu dengan komposisi
84,94%, sedangkan nasabah sektor pemerintah
sebesar 15,00%.
Pertumbuhan DPK nasabah sektor swasta dengan
pangsa terbesar menunjukkan perlambatan bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada
triwulan II 2015, DPK nasabah sektor swasta tumbuh
sebesar 12,55% (yoy), atau melambat dari triwulan
sebelumnya sebesar 14,52% (yoy). Perlambatan ini
terutama didorong oleh DPK nasabah perseorangan
yang memiliki kontribusi besar (71,15%) yang tumbuh
sebesar 10,78% (yoy), melambat dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar12,89% (yoy).
DPK pada sektor pemerintah juga mengalami
perlambatan pada triwulan laporan. DPK sektor
pemerintah tercatat sebesar 13,37% (yoy), atau
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 13,96% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan ini disebabkan oleh mulai terealisasinya
belanja pemerintah daerah. Realisasi belanja
pemerintah daerah di triwulan laporan tercatat sebesar
37,96%, atau meningkat dibanding triwulan
sebelumnya yang sebesar 13,88%.
3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
11
13
15
17
19
21
23
25
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II0
5
10
15
20
25 % YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
49PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.3. Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.4.
Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.1.
ASET KREDIT DPK
RP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
0
50
100
150
200
250
300
II
Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.2.
% YOY %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
PERTUMB. ASET PERTUMB. KREDIT PERTUMB. DPK LDR (SKALA KANAN)
Perkembangan jaringan kantor bank umum di
Jawa Tengah menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya (Tabel 3.1). Pada triwulan laporan jumlah
kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah 3.341
unit atau menurun dibandingkan dengan triwulan I
2015 yang tercatat sebanyak 3.357 unit. Penurunan
terutama terjadi pada kelompok bank pemerintah.
Pada kelompok tersebut, kantor kas menurun menjadi
207 unit, dari sebelumnya 239 unit pada triwulan I
2015. Kelompok bank swasta nasional juga mengalami
penurunan jumlah kantor di triwulan laporan, yakni
kantor cabang pembantu yang berkurang sebanyak 1
unit.
Sementara itu, bank pemerintah daerah justru
mengalami peningkatan jumlah kantor. Bank
Pemerintah Jawa Tengah mencatatkan peningkatan
jumlah kantor cabang sebanyak 1 unit, kantor cabang
pembantu sebanyak 2 unit, dan kantor kas sebanyak 2
unit. Lebih lanjut, kelompok bank asing dan bank
campuran tidak mengalami perubahan jumlah kantor
pada triwulan II 2015 bila dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya.
3.2. Perkembangan Bank Umum
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah
1) Termasuk BRI UNIT
KETERANGANI II III IV I II
2012 2013
III IV I
2014
II III IV
51
2
3,382
2,149
-
79
1,853
217
248
1
40
93
114
964
1
166
682
115
21
16
4
1
51
2
3,500
2,159
-
79
1,857
223
250
1
40
93
116
1,070
1
168
774
127
21
16
4
1
51
2
3,615
2,174
-
79
1,875
220
252
1
41
93
117
1,168
1
171
855
141
21
16
4
1
51
2
3,637
2,184
-
79
1,881
224
256
1
41
95
119
1,176
1
180
850
145
21
16
4
1
51
2
3,677
2,201
-
80
1,897
224
273
1
41
103
128
1,182
1
181
864
136
21
16
4
1
51
2
3,635
2,156
-
80
1,855
221
276
1
41
104
130
1,182
1
184
865
132
21
16
4
1
53
2
3,695
2,203
-
80
1,872
251
278
1
42
105
130
1,192
1
184
872
135
22
-
15
6
1
53
2
3,754
2,258
-
80
1,872
306
282
1
42
106
133
1,192
1
185
868
138
22
-
15
6
1
53
2
3,759
2,258
-
80
1,872
306
287
1
42
106
138
1,192
1
185
868
138
22
-
15
6
1
54
2
3,535
2,049
-
80
1,759
210
294
1
43
107
143
1,171
1
199
865
106
21
-
14
6
1
53
1
3,504
2,043
-
80
1,779
184
297
1
43
110
143
1,143
-
190
863
90
21
-
14
6
1
53
1
3,479
2,052
-
80
1,784
188
305
1
44
114
146
1,101
-
192
828
81
21
-
14
6
1
I
JUMLAH KANTOR BANK UMUM
BANK PEMERINTAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG1)KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK PEMERINTAH DAERAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK ASING DAN BANK CAMPURAN
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK SWASTA NASIONAL
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK KONVENSIONAL
JUMLAH BANK UMUM
JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)
54
1
3,357
1,938
-
80
1,619
239
306
1
44
117
145
1,092
-
195
813
84
21
-
14
6
1
II
2015
54
1
3,341
1,916
-
80
1,629
207
311
1
45
119
147
1,093
-
194
812
87
21
-
14
6
1
48 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Perlambatan pertumbuhan DPK didorong oleh
perlambatan pertumbuhan komponen DPK
berupa tabungan dan giro. Sebagai komponen
DPK dengan pangsa terbesar, perlambatan
pertumbuhan tabungan turut mendorong
per lambatan per tumbuhan DPK secara
keseluruhan (Grafik 3.5 dan Grafik 3.6). Komponen
tabungan pada triwulan laporan tumbuh sebesar
7,20% (yoy), atau melambat setelah sebelumnya
mencatatkan pertumbuhan 8,14% (yoy) pada triwulan
I 2015. Sementara komponen giro juga mengalami
perlambatan pertumbuhan yang cukup dalam pada
triwulan laporan, yakni sebesar 11,14% (yoy) atau
melambat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat
sebesar 21,66% (yoy).
Apabila dibandingkan dengan beberapa provinsi
lainnya di Pulau Jawa dan juga nasional, laju
pertumbuhan DPK di Jawa Tengah cenderung tumbuh
lebih rendah. Hal ini tergambar dalam Grafik 3.3. Laju
pertumbuhan aset perbankan di Jawa Tengah tercatat
juga lebih rendah dibandingkan dengan provinsi lain di
Pulau Jawa maupun dengan nasional (Grafik 3.4).
Di sisi lain, komponen penyusun, DPK dalam
bentuk deposito pada tr iwulan laporan
mengalami pertumbuhan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan deposito pada
triwulan laporan tercatat sebesar 21,23% (yoy), atau
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 20,54% (yoy).
Ditinjau dari golongan nasabah, sebagian besar DPK
dimiliki oleh kelompok penduduk dengan porsi sebesar
99,94%, sedangkan sisanya dimiliki oleh kelompok
non-penduduk. Nasabah sektor swasta (rumah tangga
dan korporasi) tercatat mendominasi kepemilikan DPK
pada kelompok penduduk yaitu dengan komposisi
84,94%, sedangkan nasabah sektor pemerintah
sebesar 15,00%.
Pertumbuhan DPK nasabah sektor swasta dengan
pangsa terbesar menunjukkan perlambatan bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada
triwulan II 2015, DPK nasabah sektor swasta tumbuh
sebesar 12,55% (yoy), atau melambat dari triwulan
sebelumnya sebesar 14,52% (yoy). Perlambatan ini
terutama didorong oleh DPK nasabah perseorangan
yang memiliki kontribusi besar (71,15%) yang tumbuh
sebesar 10,78% (yoy), melambat dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar12,89% (yoy).
DPK pada sektor pemerintah juga mengalami
perlambatan pada triwulan laporan. DPK sektor
pemerintah tercatat sebesar 13,37% (yoy), atau
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 13,96% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan ini disebabkan oleh mulai terealisasinya
belanja pemerintah daerah. Realisasi belanja
pemerintah daerah di triwulan laporan tercatat sebesar
37,96%, atau meningkat dibanding triwulan
sebelumnya yang sebesar 13,88%.
3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
11
13
15
17
19
21
23
25
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II0
5
10
15
20
25 % YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
49PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.3. Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.4.
Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.1.
ASET KREDIT DPK
RP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
0
50
100
150
200
250
300
II
Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.2.
% YOY %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
PERTUMB. ASET PERTUMB. KREDIT PERTUMB. DPK LDR (SKALA KANAN)
Perkembangan jaringan kantor bank umum di
Jawa Tengah menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya (Tabel 3.1). Pada triwulan laporan jumlah
kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah 3.341
unit atau menurun dibandingkan dengan triwulan I
2015 yang tercatat sebanyak 3.357 unit. Penurunan
terutama terjadi pada kelompok bank pemerintah.
Pada kelompok tersebut, kantor kas menurun menjadi
207 unit, dari sebelumnya 239 unit pada triwulan I
2015. Kelompok bank swasta nasional juga mengalami
penurunan jumlah kantor di triwulan laporan, yakni
kantor cabang pembantu yang berkurang sebanyak 1
unit.
Sementara itu, bank pemerintah daerah justru
mengalami peningkatan jumlah kantor. Bank
Pemerintah Jawa Tengah mencatatkan peningkatan
jumlah kantor cabang sebanyak 1 unit, kantor cabang
pembantu sebanyak 2 unit, dan kantor kas sebanyak 2
unit. Lebih lanjut, kelompok bank asing dan bank
campuran tidak mengalami perubahan jumlah kantor
pada triwulan II 2015 bila dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya.
3.2. Perkembangan Bank Umum
3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah
1) Termasuk BRI UNIT
KETERANGANI II III IV I II
2012 2013
III IV I
2014
II III IV
51
2
3,382
2,149
-
79
1,853
217
248
1
40
93
114
964
1
166
682
115
21
16
4
1
51
2
3,500
2,159
-
79
1,857
223
250
1
40
93
116
1,070
1
168
774
127
21
16
4
1
51
2
3,615
2,174
-
79
1,875
220
252
1
41
93
117
1,168
1
171
855
141
21
16
4
1
51
2
3,637
2,184
-
79
1,881
224
256
1
41
95
119
1,176
1
180
850
145
21
16
4
1
51
2
3,677
2,201
-
80
1,897
224
273
1
41
103
128
1,182
1
181
864
136
21
16
4
1
51
2
3,635
2,156
-
80
1,855
221
276
1
41
104
130
1,182
1
184
865
132
21
16
4
1
53
2
3,695
2,203
-
80
1,872
251
278
1
42
105
130
1,192
1
184
872
135
22
-
15
6
1
53
2
3,754
2,258
-
80
1,872
306
282
1
42
106
133
1,192
1
185
868
138
22
-
15
6
1
53
2
3,759
2,258
-
80
1,872
306
287
1
42
106
138
1,192
1
185
868
138
22
-
15
6
1
54
2
3,535
2,049
-
80
1,759
210
294
1
43
107
143
1,171
1
199
865
106
21
-
14
6
1
53
1
3,504
2,043
-
80
1,779
184
297
1
43
110
143
1,143
-
190
863
90
21
-
14
6
1
53
1
3,479
2,052
-
80
1,784
188
305
1
44
114
146
1,101
-
192
828
81
21
-
14
6
1
I
JUMLAH KANTOR BANK UMUM
BANK PEMERINTAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG1)KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK PEMERINTAH DAERAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK ASING DAN BANK CAMPURAN
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK SWASTA NASIONAL
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK KONVENSIONAL
JUMLAH BANK UMUM
JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)
54
1
3,357
1,938
-
80
1,619
239
306
1
44
117
145
1,092
-
195
813
84
21
-
14
6
1
II
2015
54
1
3,341
1,916
-
80
1,629
207
311
1
45
119
147
1,093
-
194
812
87
21
-
14
6
1
48 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran
kredit perbankan Jawa Tengah masih didominasi
oleh sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
(PHR) dengan pangsa 35,31% dari total kredit. Sektor
utama daerah lainnya, yaitu Industri Pengolahan, juga
memiliki pangsa kredit signifikan sebesar 18,10%.
Sementara itu, sektor pertanian hanya memiliki pangsa
sebesar 3,24% dari total kredit.
Pertumbuhan kredit tiga sektor utama di Jawa
Tengah mengalami perlambatan. Sektor PHR
tumbuh melambat sebesar 10,64% (yoy), setelah
sebelumnya tumbuh 13,71% (yoy). Perlambatan ini
sejalan dengan kinerja pertumbuhan ekonomi sektor
Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor yang pada triwulan II 2015 tercatat
sebesar 2,7% (yoy) atau melambat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
3,3% (yoy). Sedangkan kredit pada sektor Industri
Pengolahan juga turut mengalami perlambatan sebesar
16,56% (yoy) dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 23,73% (yoy).
Hal serupa dialami oleh sektor Pertanian melambat
menjadi 16,30% (yoy) pada triwulan laporan, dari
sebelumnya 18,19% (yoy).
Ditinjau berdasarkan jenis penggunaan,
perlambatan pertumbuhan terjadi pada seluruh
komponen yaitu kredit modal kerja, kredit
investasi, dan kredit konsumsi. Kredit modal kerja
tumbuh melambat menjadi sebesar 12,08% (yoy),
setelah tumbuh sebesar 14,42% (yoy) pada triwulan I
2015. Melihat pangsa kredit modal kerja yang
dominan, yakni sebesar 54,09% dari total kredit
keseluruhan, perlambatan ini merupakan penyumbang
utama perlambatan kredit berdasarkan penggunaan.
Sementara itu, kredit investasi dengan pangsa sebesar
14,48% tumbuh sebesar 5,84% (yoy) atau melambat
dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,90%
(yoy). Perlambatan turut dialami pada kredit konsumsi
dengan pangsa 31,43% yang tumbuh sebesar 7,03%
(yoy) pada periode laporan atau melambat dari triwulan
lalu yang tumbuh sebesar 8,53% (yoy).
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
0
10
20
30
40
50
60 % YOY
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
II0
20
40
60
80
100
120
PERTANIAN INVESTASI KONSUMSI
RP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
I
51PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.12.Perkembangan Kredit PerbankanBerdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11.
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160 % YOY
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
II
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
-
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
RP TRILIUN
Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10.Perkembangan Kredit PerbankanBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9.
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
Total
DPK
Tabel 3.2. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
58,631
38,576
15,402
88,445
201,054
20,194,181
177,319
20,199
19,603
20,411,302
29.16%
19.19%
7.66%
43.99%
100.00%
98.94%
0.87%
0.10%
0.10%
100.00%
Nominal DPK(Miliar Rp)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseJumlah Rekening
Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.6.Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.5.
%YOY
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
DPK DEPOSITO TABUNGAN GIRO
II
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
RP TRILIUN
0
50
100
150
200
250
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
Lebih lanjut, ketergantungan perbankan Jawa Tengah
terhadap deposan besar pada triwulan laporan tercatat
masih cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK
berdasarkan nilainya (Tabel 3.2), terlihat bahwa hanya
dengan 19.603 rekening atau setara dengan 0,10%
jumlah keseluruhan rekening di Jawa Tengah sudah
memili porsi sebesar 43,99% terhadap total DPK
perbankan di Jawa Tengah.
3.2.3. Penyaluran Kredit
Laju pertumbuhan kredit tercatat melambat pada
triwulan laporan. Kredit bank umum melambat
menjadi 9,52% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 11,37% (yoy). Melambatnya kredit di
triwulan laporan sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi Provinsi Jawa Tengah yang juga melambat
pada triwulan laporan. Perlambatan perekonomian
mengindikasikan adanya penurunan permintaan kredit
baru dari masyarakat dan dunia usaha. Laju
pertumbuhan kredit Jawa Tengah pada triwulan II 2015
ini berada di bawah provinsi lain di Pulau Jawa yaitu
Jawa Barat 10,43% (yoy) dan Jawa Timur 11,08% (yoy)
(Grafik 3.7). Namun demikian, tingkat LDR perbankan
Jawa Tengah pada triwulan II 2015 masih berada di atas
nasional maupun beberapa provinsi lainnya di Pulau
Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan DKI Jakarta
(Grafik 3.8). Tingginya tingkat LDR Jawa Tengah
tersebut terjadi sejalan dengan tren pertumbuhan
kredit Jawa Tengah yang lebih cepat bila dibandingkan
dengan pertumbuhan DPK.
PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN50
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Perbandingan LDR PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.8.
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
75
80
85
90
95
100
105
110
Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.7.
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
0
5
10
15
20
25
30
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran
kredit perbankan Jawa Tengah masih didominasi
oleh sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
(PHR) dengan pangsa 35,31% dari total kredit. Sektor
utama daerah lainnya, yaitu Industri Pengolahan, juga
memiliki pangsa kredit signifikan sebesar 18,10%.
Sementara itu, sektor pertanian hanya memiliki pangsa
sebesar 3,24% dari total kredit.
Pertumbuhan kredit tiga sektor utama di Jawa
Tengah mengalami perlambatan. Sektor PHR
tumbuh melambat sebesar 10,64% (yoy), setelah
sebelumnya tumbuh 13,71% (yoy). Perlambatan ini
sejalan dengan kinerja pertumbuhan ekonomi sektor
Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor yang pada triwulan II 2015 tercatat
sebesar 2,7% (yoy) atau melambat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
3,3% (yoy). Sedangkan kredit pada sektor Industri
Pengolahan juga turut mengalami perlambatan sebesar
16,56% (yoy) dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 23,73% (yoy).
Hal serupa dialami oleh sektor Pertanian melambat
menjadi 16,30% (yoy) pada triwulan laporan, dari
sebelumnya 18,19% (yoy).
Ditinjau berdasarkan jenis penggunaan,
perlambatan pertumbuhan terjadi pada seluruh
komponen yaitu kredit modal kerja, kredit
investasi, dan kredit konsumsi. Kredit modal kerja
tumbuh melambat menjadi sebesar 12,08% (yoy),
setelah tumbuh sebesar 14,42% (yoy) pada triwulan I
2015. Melihat pangsa kredit modal kerja yang
dominan, yakni sebesar 54,09% dari total kredit
keseluruhan, perlambatan ini merupakan penyumbang
utama perlambatan kredit berdasarkan penggunaan.
Sementara itu, kredit investasi dengan pangsa sebesar
14,48% tumbuh sebesar 5,84% (yoy) atau melambat
dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,90%
(yoy). Perlambatan turut dialami pada kredit konsumsi
dengan pangsa 31,43% yang tumbuh sebesar 7,03%
(yoy) pada periode laporan atau melambat dari triwulan
lalu yang tumbuh sebesar 8,53% (yoy).
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
0
10
20
30
40
50
60 % YOY
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
II0
20
40
60
80
100
120
PERTANIAN INVESTASI KONSUMSI
RP TRILIUN
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
I
51PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.12.Perkembangan Kredit PerbankanBerdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11.
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160 % YOY
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
II
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
-
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
RP TRILIUN
Pertumbuhan Tahunan Kredit PerbankanBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10.Perkembangan Kredit PerbankanBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9.
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
>1 M
Total
DPK
Tabel 3.2. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
58,631
38,576
15,402
88,445
201,054
20,194,181
177,319
20,199
19,603
20,411,302
29.16%
19.19%
7.66%
43.99%
100.00%
98.94%
0.87%
0.10%
0.10%
100.00%
Nominal DPK(Miliar Rp)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseJumlah Rekening
Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.6.Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.5.
%YOY
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
DPK DEPOSITO TABUNGAN GIRO
II
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
RP TRILIUN
0
50
100
150
200
250
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
Lebih lanjut, ketergantungan perbankan Jawa Tengah
terhadap deposan besar pada triwulan laporan tercatat
masih cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK
berdasarkan nilainya (Tabel 3.2), terlihat bahwa hanya
dengan 19.603 rekening atau setara dengan 0,10%
jumlah keseluruhan rekening di Jawa Tengah sudah
memili porsi sebesar 43,99% terhadap total DPK
perbankan di Jawa Tengah.
3.2.3. Penyaluran Kredit
Laju pertumbuhan kredit tercatat melambat pada
triwulan laporan. Kredit bank umum melambat
menjadi 9,52% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 11,37% (yoy). Melambatnya kredit di
triwulan laporan sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi Provinsi Jawa Tengah yang juga melambat
pada triwulan laporan. Perlambatan perekonomian
mengindikasikan adanya penurunan permintaan kredit
baru dari masyarakat dan dunia usaha. Laju
pertumbuhan kredit Jawa Tengah pada triwulan II 2015
ini berada di bawah provinsi lain di Pulau Jawa yaitu
Jawa Barat 10,43% (yoy) dan Jawa Timur 11,08% (yoy)
(Grafik 3.7). Namun demikian, tingkat LDR perbankan
Jawa Tengah pada triwulan II 2015 masih berada di atas
nasional maupun beberapa provinsi lainnya di Pulau
Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan DKI Jakarta
(Grafik 3.8). Tingginya tingkat LDR Jawa Tengah
tersebut terjadi sejalan dengan tren pertumbuhan
kredit Jawa Tengah yang lebih cepat bila dibandingkan
dengan pertumbuhan DPK.
PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN50
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Perbandingan LDR PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.8.
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
75
80
85
90
95
100
105
110
Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 3.7.
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
0
5
10
15
20
25
30
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank
Umum
Kualitas kredit mengalami penurunan yang cukup
s i g n i f i k a n p a d a t r i w u l a n l a p o r a n b i l a
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rasio
Non Performing Loan (NPL) sebagai indikator kualitas
kredit yang disalurkan perbankan pada periode laporan
tercatat sebesar 2,90% atau mengalami peningkatan
bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 2,47%. Rasio NPL kredit di Jawa Tengah
tercatat lebih tinggi dibandingkan nasional yang
sebesar 2,54%. Meski kualitas kredit menurun, namun
besaran NPL tersebut masih dalam batas indikatif yang
dipersyaratkan.
Berdasarkan jenis penggunaan, kualitas kredit modal
kerja mengalami penurunan, tercermin dari rasio
NPL yang meningkat menjadi 3,47% dari 2,89% di
triwulan sebelumnya. Kenaikan NPL pada kredit modal
kerja tersebut utamanya didorong oleh sektor
pertambangan dan penggalian dengan angka NPL
tertinggi yaitu sebesar 4,94% pada triwulan laporan.
Sejalan dengan itu, kualitas kredit investasi pun
mengalami penurunan, tercermin dari rasio NPL yang
juga meningkat menjadi 4,42% dari 3,85%. Ditinjau
lebih lanjut, kenaikan NPL pada kredit investasi tersebut
didorong oleh tingginya tingkat NPL pada sektor
pertambangan dan penggalian yaitu mencapai
12,43% pada triwulan laporan.
Begitu pula dengan kualitas kredit konsumsi yang
menurun, tercermin dari rasio NPL yang naik ke angka
1,20% dari 1,16% di triwulan I 2015. Secara umum,
kualitas kredit Jawa Tengah pada triwulan laporan
menga lami penurunan untuk se luruh jen i s
penggunaannya bila dibandingkan dengan triwulan
lalu. Penurunan kualitas kredit tersebut terjadi sejalan
dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah dibandingkan dengan triwulan lalu.
Apabila ditinjau berdasarkan sektor utama,
penurunan kualitas kredit terutama untuk sektor
industri pengolahan. NPL untuk sektor industri
pengolahan naik menjadi 4,01%, setelah sebelumnya
mencatatkan angka NPL sebesar 2,64%. Kenaikan NPL
ini juga sejalan dengan perlambatan pertumbuhan
sektor industri pengolahan pada triwulan laporan yang
tercatat sebesar 3,73% (yoy) atau melambat
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
6,35% (yoy).
Sementara pada sektor PHR dan sektor pertanian
tercatat masing-masing sebesar 3,75% dan 2,48%,
naik dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 3,35%
dan 2,16%.
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI
NPL KREDIT KONSUMSINPL KREDIT TOTAL
II1.00
2.00
3.00
4.00
5.00 %%
I II III IV
2012
1
2
3
4
I II III IV
2013
I II III IV
2014
II
2015
PERTANIAN NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN PHRNPL KREDIT TOTAL
I
53PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.18.Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.17.
Komposisi Kredit PerbankanBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13
MODAL KERJA KONSUMSIINVESTASI
14.48% 31.43%54.09%
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
Sebagian besar suku bunga simpanan di bank
umum menurun di triwulan laporan. Suku bunga
deposito dan tabungan mengalami penurunan,
sedangkan suku bunga giro sedikit meningkat. Suku
bunga tabungan pada triwulan laporan menurun ke
level 1,69% dari level 1,72% di periode sebelumnya.
Begitu pula dengan suku bunga simpanan dalam
bentuk deposito, mengalami penurunan di triwulan
laporan menjadi 7,54% dari 7,82% di triwulan
sebelumnya. Apabila ditinjau berdasarkan waktunya,
penurunan suku bunga deposito terjadi pada deposito
dengan tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, 36
bulan, dan tenor lebih dari 36 bulan. Sementara suku
bunga giro meningkat pada triwulan laporan menjadi
sebesar 2,91% dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 2,85%. Namun peningkatan tersebut belum
dapat mendorong peningkatan pertumbuhan giro di
triwulan laporan.
Sementara itu, suku bunga pinjaman berdasarkan
penggunaan secara keseluruhan relatif stabil bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada
triwulan laporan, suku bunga kredit modal kerja
tercatat sebesar 13,23% (yoy), atau sama dengan
triwulan sebelumnya. Kredit investasi mengalami
penurunan suku bunga menjadi sebesar 13,01% (yoy)
dari 13,25% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Di sisi
lain, kredit konsumsi mengalami sedikit kenaikan suku
bunga menjadi sebesar 13,12% (yoy) dari 13,02% (yoy)
pada triwulan sebelumnya.
Berdasarkan sektor utama, suku bunga pinjaman
pada triwulan laporan cenderung bersifat mixed.
Suku bunga kredit sektor PHR pada triwulan pelaporan
cenderung stabil bi la dibandingkan triwulan
sebelumnya, yakni menjadi sebesar 13,89% (yoy) dari
13,91% pada triwulan sebelumnya. Sementara itu,
suku bunga kredit sektor pertanian tercatat sebesar
13,24%, atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 12,84% (yoy). Di sisi
lain, kredit sektor industri pengolahan mengalami
penurunan suku bunga menjadi sebesar 11,62% (yoy)
dari 11,78% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.14.
12
13
14
15 %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
II
Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.15.
% %
5
6
7
8
9
1.5
2
2.5
3
3.5
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN
II
Perkembangan Suku Bunga Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.16.
9
10
11
12
13
14
15
16
17 %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
II
PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN52
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank
Umum
Kualitas kredit mengalami penurunan yang cukup
s i g n i f i k a n p a d a t r i w u l a n l a p o r a n b i l a
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rasio
Non Performing Loan (NPL) sebagai indikator kualitas
kredit yang disalurkan perbankan pada periode laporan
tercatat sebesar 2,90% atau mengalami peningkatan
bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 2,47%. Rasio NPL kredit di Jawa Tengah
tercatat lebih tinggi dibandingkan nasional yang
sebesar 2,54%. Meski kualitas kredit menurun, namun
besaran NPL tersebut masih dalam batas indikatif yang
dipersyaratkan.
Berdasarkan jenis penggunaan, kualitas kredit modal
kerja mengalami penurunan, tercermin dari rasio
NPL yang meningkat menjadi 3,47% dari 2,89% di
triwulan sebelumnya. Kenaikan NPL pada kredit modal
kerja tersebut utamanya didorong oleh sektor
pertambangan dan penggalian dengan angka NPL
tertinggi yaitu sebesar 4,94% pada triwulan laporan.
Sejalan dengan itu, kualitas kredit investasi pun
mengalami penurunan, tercermin dari rasio NPL yang
juga meningkat menjadi 4,42% dari 3,85%. Ditinjau
lebih lanjut, kenaikan NPL pada kredit investasi tersebut
didorong oleh tingginya tingkat NPL pada sektor
pertambangan dan penggalian yaitu mencapai
12,43% pada triwulan laporan.
Begitu pula dengan kualitas kredit konsumsi yang
menurun, tercermin dari rasio NPL yang naik ke angka
1,20% dari 1,16% di triwulan I 2015. Secara umum,
kualitas kredit Jawa Tengah pada triwulan laporan
menga lami penurunan untuk se luruh jen i s
penggunaannya bila dibandingkan dengan triwulan
lalu. Penurunan kualitas kredit tersebut terjadi sejalan
dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah dibandingkan dengan triwulan lalu.
Apabila ditinjau berdasarkan sektor utama,
penurunan kualitas kredit terutama untuk sektor
industri pengolahan. NPL untuk sektor industri
pengolahan naik menjadi 4,01%, setelah sebelumnya
mencatatkan angka NPL sebesar 2,64%. Kenaikan NPL
ini juga sejalan dengan perlambatan pertumbuhan
sektor industri pengolahan pada triwulan laporan yang
tercatat sebesar 3,73% (yoy) atau melambat
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
6,35% (yoy).
Sementara pada sektor PHR dan sektor pertanian
tercatat masing-masing sebesar 3,75% dan 2,48%,
naik dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 3,35%
dan 2,16%.
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI
NPL KREDIT KONSUMSINPL KREDIT TOTAL
II1.00
2.00
3.00
4.00
5.00 %%
I II III IV
2012
1
2
3
4
I II III IV
2013
I II III IV
2014
II
2015
PERTANIAN NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN PHRNPL KREDIT TOTAL
I
53PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaandi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.18.Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.17.
Komposisi Kredit PerbankanBerdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13
MODAL KERJA KONSUMSIINVESTASI
14.48% 31.43%54.09%
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
Sebagian besar suku bunga simpanan di bank
umum menurun di triwulan laporan. Suku bunga
deposito dan tabungan mengalami penurunan,
sedangkan suku bunga giro sedikit meningkat. Suku
bunga tabungan pada triwulan laporan menurun ke
level 1,69% dari level 1,72% di periode sebelumnya.
Begitu pula dengan suku bunga simpanan dalam
bentuk deposito, mengalami penurunan di triwulan
laporan menjadi 7,54% dari 7,82% di triwulan
sebelumnya. Apabila ditinjau berdasarkan waktunya,
penurunan suku bunga deposito terjadi pada deposito
dengan tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, 36
bulan, dan tenor lebih dari 36 bulan. Sementara suku
bunga giro meningkat pada triwulan laporan menjadi
sebesar 2,91% dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 2,85%. Namun peningkatan tersebut belum
dapat mendorong peningkatan pertumbuhan giro di
triwulan laporan.
Sementara itu, suku bunga pinjaman berdasarkan
penggunaan secara keseluruhan relatif stabil bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada
triwulan laporan, suku bunga kredit modal kerja
tercatat sebesar 13,23% (yoy), atau sama dengan
triwulan sebelumnya. Kredit investasi mengalami
penurunan suku bunga menjadi sebesar 13,01% (yoy)
dari 13,25% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Di sisi
lain, kredit konsumsi mengalami sedikit kenaikan suku
bunga menjadi sebesar 13,12% (yoy) dari 13,02% (yoy)
pada triwulan sebelumnya.
Berdasarkan sektor utama, suku bunga pinjaman
pada triwulan laporan cenderung bersifat mixed.
Suku bunga kredit sektor PHR pada triwulan pelaporan
cenderung stabil bi la dibandingkan triwulan
sebelumnya, yakni menjadi sebesar 13,89% (yoy) dari
13,91% pada triwulan sebelumnya. Sementara itu,
suku bunga kredit sektor pertanian tercatat sebesar
13,24%, atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 12,84% (yoy). Di sisi
lain, kredit sektor industri pengolahan mengalami
penurunan suku bunga menjadi sebesar 11,62% (yoy)
dari 11,78% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.14.
12
13
14
15 %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
II
Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.15.
% %
5
6
7
8
9
1.5
2
2.5
3
3.5
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN
II
Perkembangan Suku Bunga Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.16.
9
10
11
12
13
14
15
16
17 %
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
II
PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN52
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
tumbuh sebesar 7,31% (yoy), melambat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 12,02%
(yoy). Namun demikian, angka ini masih lebih tinggi
dibandingkan dengan laju pembiayaan nasional yang
sebesar 6,83% (yoy). Apabila dibandingkan dengan
provinsi lain di Pulau Jawa, laju pertumbuhan
pembiayaan syariah Provinsi Jawa Tengah masih
cenderung tertinggal. Laju pertumbuhan pembiayaan
syariah di Provinsi Jawa Timur adalah sebesar 11,99%
(yoy) dan pembiayaan syariah di Provinsi Jawa Barat
adalah sebesar 7,78% (yoy).
Sementara itu, angka Financing to Deposit Ratio (FDR)
pada triwulan II 2015 juga mengalami perlambatan ke
level 112,70%, dari 114,90% di triwulan sebelumnya.
Angka FDR Jawa Tengah ini tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan FDR nasional yang tercatat
sebesar 97,00%.
Pertumbuhan DPK mencatatkan peningkatan pada
triwulan laporan. DPK tumbuh sebesar 32,77% (yoy)
pada triwulan laporan, atau meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 24,39%
(yoy). Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan laju
pertumbuhan DPK beberapa provinsi lain di Pulau Jawa
maupun nasional yang sebesar 11,49% (yoy). DPK
perbankan syariah di Provinsi Jawa Barat adalah sebesar
10,49% (yoy) dan di Provinsi Jawa Timur adalah sebesar
2,11% (yoy).
Pada triwulan laporan, jumlah jaringan kantor
perbankan syariah sama dengan triwulan
sebelumnya, yakni sebanyak 169 unit. Namun
demikian, jumlah jaringan kantor Unit Usaha Syariah
(UUS) mengalami peningkatan dari 32 unit di triwulan I
2015 menjadi 35 unit di triwulan laporan. Sementara
itu, jumlah kantor BPR Syariah masih sama dengan
triwulan sebelumnya, yakni sebanyak 25 unit.
Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau JawaGrafik 3.22.
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Perbandingan Laju Pertumbuhan PembiayaanPerbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 3.21.
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
0
10
20
30
40
50
60
70
55PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
0
10
20
30
40
50
60
Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau JawaGrafik 3.24.Perbandingan Laju Pertumbuhan AsetPerbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 3.23.
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
1 M - 10 M
>10M
Total
Kredit
Tabel 3.3. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya
58,313
44,693
11,156
43,688
47,349
205,198
2,994,047
273,814
18,598
19,449
1,698
3,307,606
28.42%
21.78%
5.44%
21.29%
23.07%
100.00%
90.52%
8.28%
0.56%
0.59%
0.05%
100.00%
Nominal Kredit(Miliar Rp)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseJumlah Rekening
Dari pengelompokkan kredit berdasarkan nilainya
(Tabel 3.3), dapat terlihat bahwa persentase kredit di
bawah Rp 500 juta memiliki pangsa sebesar 50,2% dari
total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Sementara
kredit di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa sebesar
44,36% dari total kredit yang disalurkan di Jawa
Tengah. Hal Ini menunjukkan bahwa proporsi
penyaluran kredit skala kecil dan skala besar di Jawa
Tengah relatif merata.
3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan
Ekonomi
Secara umum, pola pergerakan laju kredit tahunan
terlihat searah dengan pergerakan pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah. Pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Tengah triwulan II 2015 tercatat melambat
menjadi sebesar 4,84% (yoy) dibandingkan dengan
triwulan lalu yang tercatat sebesar 5,51% (yoy). Hal
tersebut sejalan pula dengan laju kredit tahunan yang
mengalami penurunan bila dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya (Grafik 3.19).
Sementara itu, perkembangan risiko kredit dan
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah cenderung
menunjukkan tren yang berlawanan arah. Seiring
dengan melambatnya ekonomi Jawa Tengah pada
triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, menyebabkan peningkatan risiko
kegagalan pembayaran kredit. Dengan demikian,
diperlukan bauran kebijakan yang terintegrasi antara
kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, dan
sistem pembayaran untuk dapat memperbaiki kinerja
sektor riil.
Perkembangan industri syariah pada triwulan II
2015 di Jawa Tengah menunjukkan kenaikan.
Pertumbuhan aset perbankan syariah secara
keseluruhan mencatatkan pertumbuhan yang cukup
signifikan menjadi 18,95% (yoy) pada triwulan laporan,
dari triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami
pertumbuhan yang negatif sebesar 9,21% (yoy). Angka
pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan aset nasional yang tercatat sebesar
11,56% (yoy). Namun demikian, pembiayaan yang
disalurkan oleh perbankan syariah mengalami
perlambatan. Pada triwulan laporan, pembiayaan
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN54
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
3.1
2.9
2.7
2.5
2.3
2.1
1.9
1.7
1.54.00
4.50
5.00
5.50
6.00
6.50
7.00 % YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
% YOY
Grafik 3.20. Perkembangan Risiko Kredit dan PertumbuhanEkonomi Jawa Tengah
II
PRDB KREDIT SKALA KANAN
Sumber : BPS, diolah
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
18.00
20.00
22.00
24.00
26.00
4.00
4.50
5.00
5.50
6.00
6.50
7.00 % YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
% YOY
Grafik 3.19. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan EkonomiJawa Tengah
PRDB KREDIT SKALA KANAN
II
Sumber : BPS, diolah
tumbuh sebesar 7,31% (yoy), melambat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 12,02%
(yoy). Namun demikian, angka ini masih lebih tinggi
dibandingkan dengan laju pembiayaan nasional yang
sebesar 6,83% (yoy). Apabila dibandingkan dengan
provinsi lain di Pulau Jawa, laju pertumbuhan
pembiayaan syariah Provinsi Jawa Tengah masih
cenderung tertinggal. Laju pertumbuhan pembiayaan
syariah di Provinsi Jawa Timur adalah sebesar 11,99%
(yoy) dan pembiayaan syariah di Provinsi Jawa Barat
adalah sebesar 7,78% (yoy).
Sementara itu, angka Financing to Deposit Ratio (FDR)
pada triwulan II 2015 juga mengalami perlambatan ke
level 112,70%, dari 114,90% di triwulan sebelumnya.
Angka FDR Jawa Tengah ini tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan FDR nasional yang tercatat
sebesar 97,00%.
Pertumbuhan DPK mencatatkan peningkatan pada
triwulan laporan. DPK tumbuh sebesar 32,77% (yoy)
pada triwulan laporan, atau meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 24,39%
(yoy). Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan laju
pertumbuhan DPK beberapa provinsi lain di Pulau Jawa
maupun nasional yang sebesar 11,49% (yoy). DPK
perbankan syariah di Provinsi Jawa Barat adalah sebesar
10,49% (yoy) dan di Provinsi Jawa Timur adalah sebesar
2,11% (yoy).
Pada triwulan laporan, jumlah jaringan kantor
perbankan syariah sama dengan triwulan
sebelumnya, yakni sebanyak 169 unit. Namun
demikian, jumlah jaringan kantor Unit Usaha Syariah
(UUS) mengalami peningkatan dari 32 unit di triwulan I
2015 menjadi 35 unit di triwulan laporan. Sementara
itu, jumlah kantor BPR Syariah masih sama dengan
triwulan sebelumnya, yakni sebanyak 25 unit.
Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau JawaGrafik 3.22.
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Perbandingan Laju Pertumbuhan PembiayaanPerbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 3.21.
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
0
10
20
30
40
50
60
70
55PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
% YOY
JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONAL
0
10
20
30
40
50
60
Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau JawaGrafik 3.24.Perbandingan Laju Pertumbuhan AsetPerbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 3.23.
0 - 100
100 - 500
500 - 1 M
1 M - 10 M
>10M
Total
Kredit
Tabel 3.3. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya
58,313
44,693
11,156
43,688
47,349
205,198
2,994,047
273,814
18,598
19,449
1,698
3,307,606
28.42%
21.78%
5.44%
21.29%
23.07%
100.00%
90.52%
8.28%
0.56%
0.59%
0.05%
100.00%
Nominal Kredit(Miliar Rp)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseJumlah Rekening
Dari pengelompokkan kredit berdasarkan nilainya
(Tabel 3.3), dapat terlihat bahwa persentase kredit di
bawah Rp 500 juta memiliki pangsa sebesar 50,2% dari
total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Sementara
kredit di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa sebesar
44,36% dari total kredit yang disalurkan di Jawa
Tengah. Hal Ini menunjukkan bahwa proporsi
penyaluran kredit skala kecil dan skala besar di Jawa
Tengah relatif merata.
3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan
Ekonomi
Secara umum, pola pergerakan laju kredit tahunan
terlihat searah dengan pergerakan pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah. Pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Tengah triwulan II 2015 tercatat melambat
menjadi sebesar 4,84% (yoy) dibandingkan dengan
triwulan lalu yang tercatat sebesar 5,51% (yoy). Hal
tersebut sejalan pula dengan laju kredit tahunan yang
mengalami penurunan bila dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya (Grafik 3.19).
Sementara itu, perkembangan risiko kredit dan
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah cenderung
menunjukkan tren yang berlawanan arah. Seiring
dengan melambatnya ekonomi Jawa Tengah pada
triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, menyebabkan peningkatan risiko
kegagalan pembayaran kredit. Dengan demikian,
diperlukan bauran kebijakan yang terintegrasi antara
kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, dan
sistem pembayaran untuk dapat memperbaiki kinerja
sektor riil.
Perkembangan industri syariah pada triwulan II
2015 di Jawa Tengah menunjukkan kenaikan.
Pertumbuhan aset perbankan syariah secara
keseluruhan mencatatkan pertumbuhan yang cukup
signifikan menjadi 18,95% (yoy) pada triwulan laporan,
dari triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami
pertumbuhan yang negatif sebesar 9,21% (yoy). Angka
pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan aset nasional yang tercatat sebesar
11,56% (yoy). Namun demikian, pembiayaan yang
disalurkan oleh perbankan syariah mengalami
perlambatan. Pada triwulan laporan, pembiayaan
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN54
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
3.1
2.9
2.7
2.5
2.3
2.1
1.9
1.7
1.54.00
4.50
5.00
5.50
6.00
6.50
7.00 % YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
% YOY
Grafik 3.20. Perkembangan Risiko Kredit dan PertumbuhanEkonomi Jawa Tengah
II
PRDB KREDIT SKALA KANAN
Sumber : BPS, diolah
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
18.00
20.00
22.00
24.00
26.00
4.00
4.50
5.00
5.50
6.00
6.50
7.00 % YOY
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
% YOY
Grafik 3.19. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan EkonomiJawa Tengah
PRDB KREDIT SKALA KANAN
II
Sumber : BPS, diolah
Pada sektor pertanian dengan NPL sebesar 2,63%,
sektor industri pengolahan sebesar 3,28% dan sektor
PHR sebesar 3,66%.
Berdasarkan penggunaannya, kredit kepada sektor
UMKM mayoritas berupa kredit modal kerja dengan
porsi sekitar 83,17% dari total kredit yang diberikan
kepada UMKM. Sementara itu,16,83% dari total kredit
UMKM berupa kredit investasi.
Pertumbuhan kredit modal kerja tumbuh sebesar
12,69% (yoy), atau melambat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang sebesar16,38% (yoy).
Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang
sebesar 7,77% (yoy), laju kredit modal kerja sektor
UMKM Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan yang
lebih tinggi. Sejalan dengan hal tersebut, kredit
investasi juga mengalami perlambatan pertumbuhan.
Pada triwulan laporan, kredit investasi pada sektor
UMKM menurun signifikan menjadi sebesar -0,92%
(yoy) dari sebelumnya 11,25% (yoy). Angka ini juga
lebih rendah dibandingkan nasional yang tercatat
sebesar 4,20% (yoy).
Kredit kepada sektor UMKM pada triwulan
laporan untuk masing-masing jenis penggunaan
memiliki angka NPL yang meningkat. Meskipun
masih berada di bawah level indikatif 5%. NPL baik
pada kredit modal kerja, maupun kredit investasi pada
triwulan II 2015 ini mengalami peningkatan. NPL kredit
modal kerja meningkat menjadi 3,54% dari
sebelumnya sebesar 3,44%. Angka ini lebih baik
dibandingkan dengan nasional yang sebesar 4,74%.
Sementara itu, NPL kredit investasi pada triwulan
laporan tercatat sebesar 4,40%, meningkat
dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar
4,21%. Angka NPL kredit investasi pada periode ini
relatif sama dengan tingkat NPL nasional yang juga
sebesar 4,40%.
57PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
RP TRILIUN % YOY
NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM
PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM - SKALA KANAN
2
3
4
5
-1
1
2
3
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
% YOYRP TRILIUN
0
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM
PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM - SKALA KANAN
II-10
0
10
20
30
40
50
60
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan
Grafik 3.30.Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan
Grafik 3.29.
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan SektorGrafik 3.28.
1
2
3
4
5
6
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
% YOY
NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
PHR
II
Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan SektorGrafik 3.27
Sumber : Bank Indonesia
% YOY
-10
20
50
80
110
140
170
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
II
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di
Jawa Tengah pada triwulan II 2015 mengalami
perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kredit UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat tumbuh
10,14% (yoy) di triwulan laporan, atau melambat bila
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang
sebesar 15,45% (yoy). Angka ini lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan nasional sebesar
6,78% (yoy). Sementara itu, risiko atas kredit pada
sektor UMKM juga mengalami kenaikan. NPL kredit
UMKM di Jawa Tengah pada periode laporan tercatat
sebesar 3,69%, atau lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 3,57% (Grafik 3.26).
NPL kredit UMKM Jawa Tengah ini juga lebih baik
dibandingkan dengan nasional yang mencatatkan
angka sebesar 4,65%.
Pangsa kredit UMKM terhadap kredit perbankan di
Jawa Tenga pada triwulan II mengalami peningkatan
menjadi 41,49% dari total kredit yang diberikan,
dibandingkan triwulan I 2015 yang sebesar 40,71%.
Pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah ini jauh di atas
pangsa nasional yang tercatat sebesar 19,10%.
Tabel 3.4. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Provinsi Jawa Tengah
KETERANGAN
II III IV I II
2012 2013
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
JUMLAH KANTOR
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
7
147
47
23
23
8
152
49
23
23
8
156
49
23
23
8
158
51
23
23
9
160
59
24
24
III
9
165
61
24
24
IV
9
167
62
24
24
I
2014
9
167
62
24
24
II
9
175
60
24
24
III
10
178
58
24
24
IV
10
154
53
25
25
I
7
139
45
23
23
I
10
169
32
25
25
2015
UNIT USAHA SYARIAH
BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH
BANK SYARIAH
II
10
169
32
25
25
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
Sejalan dengan pola kredit umum, penyaluran kredit
UMKM mayoritas ditujukan kepada sektor PHR
(65,21%), diikuti sektor industri pengolahan (10,23%),
dan sektor pertanian (6,10%). Sejalan dengan tren
perlambatan kredit yang terjadi pada triwulan II 2015,
kredit UMKM pada seluruh sektor utama juga turut
mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit kepada
UMKM sektor pertanian tercatat sebesar 17,00% (yoy),
melambat dari 22,64% (yoy) pada triwulan I 2015.
Sementara itu, kredit pada UMKM sektor PHR juga
tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya,
dari 13,36% (yoy) menjadi 11,14% (yoy). Begitu pula
dengan kredit pada UMKM sektor industri pengolahan
yang mengalami perlambatan yang signifikan menjadi
7,34% (yoy) pada triwulan laporan, dari sebelumnya
22,26% (yoy).
Risiko kredit kepada UMKM berdasarkan sektor utama
juga mengalami peningkatan sejalan dengan
melambatnya perekonomian pada triwulan ini. NPL
kredit sektor pertanian adalah 3,09%, sektor industri
pengolahan 3,56%, dan sektor PHR 3,78%. Nilai
seluruh NPL ini meningkat dari triwulan sebelumnya.
PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN56
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
RP TRILIUN
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMGrafik 3.26.Sumber : Bank Indonesia
3.0
3.5
4.0
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM - SKALA KANAN
II0
1
2
3
4
Perkembangan Kredit kepada UMKMGrafik 3.25.
0
10
20
30% YOYRP TRILIUN
Sumber : Bank Indonesia
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - SKALA KANAN
II0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Pada sektor pertanian dengan NPL sebesar 2,63%,
sektor industri pengolahan sebesar 3,28% dan sektor
PHR sebesar 3,66%.
Berdasarkan penggunaannya, kredit kepada sektor
UMKM mayoritas berupa kredit modal kerja dengan
porsi sekitar 83,17% dari total kredit yang diberikan
kepada UMKM. Sementara itu,16,83% dari total kredit
UMKM berupa kredit investasi.
Pertumbuhan kredit modal kerja tumbuh sebesar
12,69% (yoy), atau melambat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang sebesar16,38% (yoy).
Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang
sebesar 7,77% (yoy), laju kredit modal kerja sektor
UMKM Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan yang
lebih tinggi. Sejalan dengan hal tersebut, kredit
investasi juga mengalami perlambatan pertumbuhan.
Pada triwulan laporan, kredit investasi pada sektor
UMKM menurun signifikan menjadi sebesar -0,92%
(yoy) dari sebelumnya 11,25% (yoy). Angka ini juga
lebih rendah dibandingkan nasional yang tercatat
sebesar 4,20% (yoy).
Kredit kepada sektor UMKM pada triwulan
laporan untuk masing-masing jenis penggunaan
memiliki angka NPL yang meningkat. Meskipun
masih berada di bawah level indikatif 5%. NPL baik
pada kredit modal kerja, maupun kredit investasi pada
triwulan II 2015 ini mengalami peningkatan. NPL kredit
modal kerja meningkat menjadi 3,54% dari
sebelumnya sebesar 3,44%. Angka ini lebih baik
dibandingkan dengan nasional yang sebesar 4,74%.
Sementara itu, NPL kredit investasi pada triwulan
laporan tercatat sebesar 4,40%, meningkat
dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar
4,21%. Angka NPL kredit investasi pada periode ini
relatif sama dengan tingkat NPL nasional yang juga
sebesar 4,40%.
57PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
RP TRILIUN % YOY
NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM
PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM - SKALA KANAN
2
3
4
5
-1
1
2
3
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
% YOYRP TRILIUN
0
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM
PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA UMKM - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM - SKALA KANAN
II-10
0
10
20
30
40
50
60
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan
Grafik 3.30.Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan
Grafik 3.29.
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan SektorGrafik 3.28.
1
2
3
4
5
6
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
% YOY
NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
PHR
II
Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan SektorGrafik 3.27
Sumber : Bank Indonesia
% YOY
-10
20
50
80
110
140
170
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN INDUSTRI PENGOLAHAN PHR
II
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di
Jawa Tengah pada triwulan II 2015 mengalami
perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kredit UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat tumbuh
10,14% (yoy) di triwulan laporan, atau melambat bila
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang
sebesar 15,45% (yoy). Angka ini lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan nasional sebesar
6,78% (yoy). Sementara itu, risiko atas kredit pada
sektor UMKM juga mengalami kenaikan. NPL kredit
UMKM di Jawa Tengah pada periode laporan tercatat
sebesar 3,69%, atau lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 3,57% (Grafik 3.26).
NPL kredit UMKM Jawa Tengah ini juga lebih baik
dibandingkan dengan nasional yang mencatatkan
angka sebesar 4,65%.
Pangsa kredit UMKM terhadap kredit perbankan di
Jawa Tenga pada triwulan II mengalami peningkatan
menjadi 41,49% dari total kredit yang diberikan,
dibandingkan triwulan I 2015 yang sebesar 40,71%.
Pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah ini jauh di atas
pangsa nasional yang tercatat sebesar 19,10%.
Tabel 3.4. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Provinsi Jawa Tengah
KETERANGAN
II III IV I II
2012 2013
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
JUMLAH KANTOR
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
7
147
47
23
23
8
152
49
23
23
8
156
49
23
23
8
158
51
23
23
9
160
59
24
24
III
9
165
61
24
24
IV
9
167
62
24
24
I
2014
9
167
62
24
24
II
9
175
60
24
24
III
10
178
58
24
24
IV
10
154
53
25
25
I
7
139
45
23
23
I
10
169
32
25
25
2015
UNIT USAHA SYARIAH
BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH
BANK SYARIAH
II
10
169
32
25
25
3.4. Perkembangan Kredit UMKM
Sejalan dengan pola kredit umum, penyaluran kredit
UMKM mayoritas ditujukan kepada sektor PHR
(65,21%), diikuti sektor industri pengolahan (10,23%),
dan sektor pertanian (6,10%). Sejalan dengan tren
perlambatan kredit yang terjadi pada triwulan II 2015,
kredit UMKM pada seluruh sektor utama juga turut
mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit kepada
UMKM sektor pertanian tercatat sebesar 17,00% (yoy),
melambat dari 22,64% (yoy) pada triwulan I 2015.
Sementara itu, kredit pada UMKM sektor PHR juga
tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya,
dari 13,36% (yoy) menjadi 11,14% (yoy). Begitu pula
dengan kredit pada UMKM sektor industri pengolahan
yang mengalami perlambatan yang signifikan menjadi
7,34% (yoy) pada triwulan laporan, dari sebelumnya
22,26% (yoy).
Risiko kredit kepada UMKM berdasarkan sektor utama
juga mengalami peningkatan sejalan dengan
melambatnya perekonomian pada triwulan ini. NPL
kredit sektor pertanian adalah 3,09%, sektor industri
pengolahan 3,56%, dan sektor PHR 3,78%. Nilai
seluruh NPL ini meningkat dari triwulan sebelumnya.
PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN56
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
RP TRILIUN
Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKMGrafik 3.26.Sumber : Bank Indonesia
3.0
3.5
4.0
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM - SKALA KANAN
II0
1
2
3
4
Perkembangan Kredit kepada UMKMGrafik 3.25.
0
10
20
30% YOYRP TRILIUN
Sumber : Bank Indonesia
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - SKALA KANAN
II0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
120
140
160
180
200
220
(35)
(25)
(15)
(5)
5
15
I II III IV I II III IV I II III IV I II2012 2013 2014 2015
%% YOY
RATA-RATA TRANSAKSI SP (RTGS+KLIRING) JAWA TENGAHPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMERATA-RATA TRANSAKSI RTGS HARIAN JAWA TENGAHINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN
15
16
17
18
19
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II2012 2013 2014 2015
RIBU TRANSAKSIRP MILIAR
NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN
Mesk ipun seca ra t r iwu lanan menun jukkan
peningkatan, secara tahunan penggunaan sistem
pembayaran nontunai (BI-RTGS dan kl i r ing)
menunjukkan kecenderungan terjadinya penurunan
pertumbuhan tahunan. Hal tersebut sejalan dengan
perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada
triwulan laporan yang salah satunya ditunjukkan
dengan penurunan indikator rata-rata Indeks Penjualan
Riil (Grafik 3.34). Perlambatan pertumbuhan ekonomi
ditengarai berpengaruh terhadap semakin turunnya
pertumbuhan jumlah penyelesaian transaksi yang
dilakukan melalui SKNBI dan BI-RTGS.
3.6.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI)
Aktivitas kliring pada triwulan II 2015 mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume
(Grafik 3.35). Rata-rata perputaran kliring harian dari
sisi nominal pada triwulan laporan meningkat sebesar
1,38% (qtq) menjadi sebesar Rp559,01 miliar dari
triwulan sebelumnya sebesar Rp551,41 miliar.
Dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya, nominal transaksi kliring pada periode
laporan tumbuh negatif sebesar 2,38% (yoy) atau
mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 3,99% (yoy). Sementara dari sisi
volume, rata-rata perputaran Data Keuangan
Elektronik (DKE) yang dikliringkan sebesar 14.053 per
hari menunjukkan kenaikan sebesar 0,64% (qtq) dari
triwulan I 2015 sebesar 13.963 DKE per hari.
Perkembangan tahunan volume DKE yang dikliringkan
pada t r iwulan laporan tercatat menga lami
pertumbuhan negatif yang lebih besar, yaitu kontraksi
sebesar 7,28% (yoy) pada triwulan I I 2015,
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat mengalami kontraksi s ebesar 2,19% (yoy).
Pada periode triwulan II 2015 di Jawa Tengah terdapat
sepuluh Penyelenggara Kliring Lokal (PKL), yang terdiri
dari empat PKL yang diselenggarakan oleh BI
(Semarang, Solo, Tegal dan Purwokerto) dan enam PKL
selain BI (Cilacap, Kudus, Magelang, Pekalongan,
Purworejo, dan Salatiga). Dari sepuluh PKL di Jawa
Tengah, kota Semarang mencatatkan transaksi kliring
terbesar di Jawa Tengah dengan porsi nominal kliring
sebesar 63,03%, sedangkan porsi volume kliring
sebesar 63,72%. Porsi nominal dan volume transaksi
kliring kota Semarang pada triwulan laporan
mengalami peningkatan dibanding tr iwulan
sebelumnya sebesar 46,28% dan 48,68%. Kota
selanjutnya yang memberikan sumbangan terbesar
terhadap perputaran kliring Jawa Tengah adalah kota
Solo dengan porsi nominal dan volume kredit sebesar
18,28% dan16,81%, sedangkan kota-kota lain hanya
memberikan kontribusi di bawah 5%. Sejak
implementasi SKNBI Generasi II yang dimulaipada 5 Juni
2015, pengiriman DKE yang semula dilakukan oleh PKL
berubah menjadi tersentralisasi oleh kantor pusat bank,
sehingga terjadi peralihan fungsi PKL menjadi
Koordinator Pertukaran Warkat Debit (PWD).
59PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Perkembangan Transaksi SP Nontunai Jawa TengahGrafik 3.33 Pertumbuhan Tahunan Volume TransaksiSistem Pembayaran Nontunai danIndeks Penjualan Riil Jawa Tengah
Grafik 3.34.
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan kredit
perbankan di tr iwulan I I 2015, pertumbuhan
pembiayaan yang disalurkan oleh Perusahaan
Pembiayaan (PP) yang ada di Jawa Tengah juga
mengalami penurunan pada triwulan laporan.
Pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan oleh PP Jawa
Tengah pada triwulan laporan tercatat sebesar -7,46%
(yoy) atau menurun bila dibandingkan dengan triwulan
lalu yang tercatat sebesar -3,32% (yoy). Penurunan
tersebut terutama didorong oleh penurunan penyaluran
pembiayaan kepada sektor listrik, gas, dan air yang
tercatat sebesar -17,81% (yoy) pada triwulan laporan,
atau menurun dari triwulan lalu yang tercatat sebesar -
11,40% (yoy).
Risiko kredit yang disalurkan oleh PP Jawa Tengah
juga mengalami peningkatan pada triwulan laporan.
Rasio Non Performing Loan (NPL) PP Jawa Tengah pada
triwulan laporan tercatat sebesar 0,39% atau cenderung
meningkat terbatas dari triwulan lalu yang tercatat sebesar
0,38%. Peningkatan NPL ini terutama disumbang oleh
peningkatan NPL sektor pertambangan yang tercatat
sebesar 5,2% atau jauh meningkat dari triwulan lalu yang
tercatat sebesar 0,92%.
Sejalan dengan pola yang terdapat pada triwulan-triwulan
sebelumnya, pangsa pembiayaan terbesar yang disalurkan
oleh PP Jawa Tengah masih didominasi oleh sektor listrik,
gas, dan air.
Sistem pembayaran non tunai yang diselenggarakan Bank
Indonesia yaitu BI-RTGS dan SKNBI pada triwulan II 2015
mengalami peningkatan di banding dengan triwulan
sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume
(Grafik 3.33). Pada triwulan laporan, sistem pembayaran
nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia rata-rata
melayani 15,711 transaksi dengan nilai Rp5.372,59 miliar
per hari. Volume transaksi meningkat 0,80% (qtq),
sementara nominal transaksi mengalami kenaikan
19,66% (qtq) dibandingkan dengan triwulan I 2015 yang
tercatat sebesar15.586 transaksi dengan nilai Rp4.489,80
miliar per hari. Penggunaan sistem pembayaran nontunai pada triwulan II
2015 secara nominal mengalami perbaikan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Nilai nominal penyelesaian
transaksi melalui BI-RTGS dan SKNBI pada triwulan
laporan tumbuh sebesar 26,12% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 13,22% (yoy). Sedangkan dari sisi volume,
penggunaan sistem pembayaran nontunai menunjukkan
kinerja yang memburuk dibanding triwulan lalu dengan
pertumbuhan negatif yang lebih besar, yaitu 10,98%
(yoy), dibandingkan dengan triwulan I 2015 yang
mengalami kontraksi sebesar 6,01% (yoy). Peningkatan
penyelesaian transaksi melalui sistem pembayaran yang
diselenggarakan Bank Indonesia sejalan dengan pola
konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah daerah
yang masih mencatatkan pertumbuhan meskipun
melambat pada triwulan II.
3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaandi Jawa Tengah
3.6. Perkembangan Transaksi Sistem KliringNasional Bank Indonesia (SKNBI)dan BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN58
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
0.28%
0.30%
0.32%
0.34%
0.36%
0.38%
0.40%
0.42%
I II III IV I II
2014 2015
Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di Jawa TengahGrafik 3.32
NON PERFORMING LOAN PP JAWA TENGAH
Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa TengahGrafik 3.31
PERTUMBUHAN PEMBIAYAAN PP (YOY)
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II
2014 2015
100
120
140
160
180
200
220
(35)
(25)
(15)
(5)
5
15
I II III IV I II III IV I II III IV I II2012 2013 2014 2015
%% YOY
RATA-RATA TRANSAKSI SP (RTGS+KLIRING) JAWA TENGAHPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMERATA-RATA TRANSAKSI RTGS HARIAN JAWA TENGAHINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN
15
16
17
18
19
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II2012 2013 2014 2015
RIBU TRANSAKSIRP MILIAR
NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN
Mesk ipun seca ra t r iwu lanan menun jukkan
peningkatan, secara tahunan penggunaan sistem
pembayaran nontunai (BI-RTGS dan kl i r ing)
menunjukkan kecenderungan terjadinya penurunan
pertumbuhan tahunan. Hal tersebut sejalan dengan
perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada
triwulan laporan yang salah satunya ditunjukkan
dengan penurunan indikator rata-rata Indeks Penjualan
Riil (Grafik 3.34). Perlambatan pertumbuhan ekonomi
ditengarai berpengaruh terhadap semakin turunnya
pertumbuhan jumlah penyelesaian transaksi yang
dilakukan melalui SKNBI dan BI-RTGS.
3.6.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI)
Aktivitas kliring pada triwulan II 2015 mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume
(Grafik 3.35). Rata-rata perputaran kliring harian dari
sisi nominal pada triwulan laporan meningkat sebesar
1,38% (qtq) menjadi sebesar Rp559,01 miliar dari
triwulan sebelumnya sebesar Rp551,41 miliar.
Dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya, nominal transaksi kliring pada periode
laporan tumbuh negatif sebesar 2,38% (yoy) atau
mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 3,99% (yoy). Sementara dari sisi
volume, rata-rata perputaran Data Keuangan
Elektronik (DKE) yang dikliringkan sebesar 14.053 per
hari menunjukkan kenaikan sebesar 0,64% (qtq) dari
triwulan I 2015 sebesar 13.963 DKE per hari.
Perkembangan tahunan volume DKE yang dikliringkan
pada t r iwulan laporan tercatat menga lami
pertumbuhan negatif yang lebih besar, yaitu kontraksi
sebesar 7,28% (yoy) pada triwulan I I 2015,
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat mengalami kontraksi s ebesar 2,19% (yoy).
Pada periode triwulan II 2015 di Jawa Tengah terdapat
sepuluh Penyelenggara Kliring Lokal (PKL), yang terdiri
dari empat PKL yang diselenggarakan oleh BI
(Semarang, Solo, Tegal dan Purwokerto) dan enam PKL
selain BI (Cilacap, Kudus, Magelang, Pekalongan,
Purworejo, dan Salatiga). Dari sepuluh PKL di Jawa
Tengah, kota Semarang mencatatkan transaksi kliring
terbesar di Jawa Tengah dengan porsi nominal kliring
sebesar 63,03%, sedangkan porsi volume kliring
sebesar 63,72%. Porsi nominal dan volume transaksi
kliring kota Semarang pada triwulan laporan
mengalami peningkatan dibanding tr iwulan
sebelumnya sebesar 46,28% dan 48,68%. Kota
selanjutnya yang memberikan sumbangan terbesar
terhadap perputaran kliring Jawa Tengah adalah kota
Solo dengan porsi nominal dan volume kredit sebesar
18,28% dan16,81%, sedangkan kota-kota lain hanya
memberikan kontribusi di bawah 5%. Sejak
implementasi SKNBI Generasi II yang dimulaipada 5 Juni
2015, pengiriman DKE yang semula dilakukan oleh PKL
berubah menjadi tersentralisasi oleh kantor pusat bank,
sehingga terjadi peralihan fungsi PKL menjadi
Koordinator Pertukaran Warkat Debit (PWD).
59PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Perkembangan Transaksi SP Nontunai Jawa TengahGrafik 3.33 Pertumbuhan Tahunan Volume TransaksiSistem Pembayaran Nontunai danIndeks Penjualan Riil Jawa Tengah
Grafik 3.34.
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan kredit
perbankan di tr iwulan I I 2015, pertumbuhan
pembiayaan yang disalurkan oleh Perusahaan
Pembiayaan (PP) yang ada di Jawa Tengah juga
mengalami penurunan pada triwulan laporan.
Pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan oleh PP Jawa
Tengah pada triwulan laporan tercatat sebesar -7,46%
(yoy) atau menurun bila dibandingkan dengan triwulan
lalu yang tercatat sebesar -3,32% (yoy). Penurunan
tersebut terutama didorong oleh penurunan penyaluran
pembiayaan kepada sektor listrik, gas, dan air yang
tercatat sebesar -17,81% (yoy) pada triwulan laporan,
atau menurun dari triwulan lalu yang tercatat sebesar -
11,40% (yoy).
Risiko kredit yang disalurkan oleh PP Jawa Tengah
juga mengalami peningkatan pada triwulan laporan.
Rasio Non Performing Loan (NPL) PP Jawa Tengah pada
triwulan laporan tercatat sebesar 0,39% atau cenderung
meningkat terbatas dari triwulan lalu yang tercatat sebesar
0,38%. Peningkatan NPL ini terutama disumbang oleh
peningkatan NPL sektor pertambangan yang tercatat
sebesar 5,2% atau jauh meningkat dari triwulan lalu yang
tercatat sebesar 0,92%.
Sejalan dengan pola yang terdapat pada triwulan-triwulan
sebelumnya, pangsa pembiayaan terbesar yang disalurkan
oleh PP Jawa Tengah masih didominasi oleh sektor listrik,
gas, dan air.
Sistem pembayaran non tunai yang diselenggarakan Bank
Indonesia yaitu BI-RTGS dan SKNBI pada triwulan II 2015
mengalami peningkatan di banding dengan triwulan
sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume
(Grafik 3.33). Pada triwulan laporan, sistem pembayaran
nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia rata-rata
melayani 15,711 transaksi dengan nilai Rp5.372,59 miliar
per hari. Volume transaksi meningkat 0,80% (qtq),
sementara nominal transaksi mengalami kenaikan
19,66% (qtq) dibandingkan dengan triwulan I 2015 yang
tercatat sebesar15.586 transaksi dengan nilai Rp4.489,80
miliar per hari. Penggunaan sistem pembayaran nontunai pada triwulan II
2015 secara nominal mengalami perbaikan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Nilai nominal penyelesaian
transaksi melalui BI-RTGS dan SKNBI pada triwulan
laporan tumbuh sebesar 26,12% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 13,22% (yoy). Sedangkan dari sisi volume,
penggunaan sistem pembayaran nontunai menunjukkan
kinerja yang memburuk dibanding triwulan lalu dengan
pertumbuhan negatif yang lebih besar, yaitu 10,98%
(yoy), dibandingkan dengan triwulan I 2015 yang
mengalami kontraksi sebesar 6,01% (yoy). Peningkatan
penyelesaian transaksi melalui sistem pembayaran yang
diselenggarakan Bank Indonesia sejalan dengan pola
konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah daerah
yang masih mencatatkan pertumbuhan meskipun
melambat pada triwulan II.
3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaandi Jawa Tengah
3.6. Perkembangan Transaksi Sistem KliringNasional Bank Indonesia (SKNBI)dan BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN58
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
0.28%
0.30%
0.32%
0.34%
0.36%
0.38%
0.40%
0.42%
I II III IV I II
2014 2015
Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di Jawa TengahGrafik 3.32
NON PERFORMING LOAN PP JAWA TENGAH
Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa TengahGrafik 3.31
PERTUMBUHAN PEMBIAYAAN PP (YOY)
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II
2014 2015
adalah sebesar Rp4.813,58 miliar, meningkat 22,22%
(qtq) dari triwulan sebelumnya sebesar Rp3.938,39
miliar. Kenaikan nominal transaksi RTGS terjadi pada
seluruh komponen meliputi transaksi transfer RTGS dari
Jateng (transfer outgoing RTGS), transfer RTGS ke
Jateng (transfer incoming RTGS), dan transfer antar
daerah di Jateng masing-masing sebesar 15,41% (qtq),
25,80% (qtq), dan 31,75% (qtq). Dari ketiga jenis
transaksi RTGS, transaksi transfer outgoing sebesar
Rp2.038,64 miliar per hari memberikan komposisi
terbesar dari keseluruhan transaksi RTGS (42,35%),
diikuti dengan transaksi transfer incoming sebesar
Rp1.833,95 miliar per hari (38,10%) dan transaksi
transfer antar daerah sebesar Rp940,99 miliar per hari
(19,55%). Apabila dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya, rata-rata harian nominal
transaksi RTGS pada triwulan laporan tumbuh sebesar
30,54% (yoy), lebih tinggi dari triwulan I 2015 yang
tumbuh sebesar 14,64% (yoy).
Sementara dari sisi volume transaksi, rata-rata harian
transaksi RTGS pada triwulan II 2015 mengalami
peningkatan sebesar 2,19% (qtq) menjadi sebanyak
1.658 transaksi per hari dari triwulan I 2015 sebanyak
1.623 transaksi per hari. Peningkatan volume transaksi
terjadi pada transaksi transfer outgoing dan incoming
RTGS masing-masing sebesar 2,18% (qtq) dan 3,23%
(qtq), sedangkan volume transaksi transfer antar
daerah di Jawa Tengah mengalami penurunan sebesar
2,03% (qtq). Secara tahunan, perkembangan tahunan
volume transaksi RTGS pada periode laporan tercatat
mengalami pertumbuhan negatif yang lebih besar,
yaitu kontraksi sebesar 33,44% (yoy) pada triwulan II
2015, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
mencatatkan kontraksi sebesar 29,66% (yoy).
BI-RTGS merupakan sistem pembayaran yang
diselenggarakan untuk memproses transaksi
pembayaran bernilai besar (transaksi yang lebih besar
dari Rp100 juta per transaksi) dan bersifat mendesak
antara lain transaksi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB),
transaksi bursa saham, transaksi pemerintah, serta
settlement hasil kliring. Peningkatan nominal transaksi
RTGS pada periode laporan ini sejalan dengan
meningkatnya kinerja konsumsi masyarakat dan
belanja pemerintah daerah memasuki triwulan II.
Pergerakan kebutuhan uang tunai masyarakat Jawa
Tengah yang dilayani oleh KPw BI Provinsi Jawa Tengah,
KPw BI Solo, KPw BI Purwokerto, dan KPw BI Tegal pada
triwulan II 2015 masih mencatatkan net inflow seperti
halnya pola pada periode-periode sebelumnya (Grafik
3.38). Pada triwulan laporan, posisi net inflow turun
cukup signifikan dari Rp12.601,21miliar pada triwulan I
2015 menjadi Rp2.284,54 miliar, atau turun sebesar
81,87% (qtq). Inflow pada triwulan II 2015 adalah
sebesar Rp14.908,15 miliar, lebih rendah dari triwulan
sebelumnya sebesar Rp18.176,88 miliar (turun
RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50%, YOYRP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II -
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II (40)
(30)
(20)
(10)
-
10
20
-
1
2
3
RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
%, YOYRP TRANSAKSI
3.7. Perkembangan Perkasan
61PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Perkembangan Rata-Rata Harian VolumeRTGS Jawa Tengah
Grafik 3.39.Perkembangan Rata-Rata HarianNominal RTGS Jawa Tengah
Grafik 3.38.
Sepert i halnya periode-periode sebelumnya,
perputaran kliring Jawa Tengah didominasi oleh
transaksi kliring debet penyerahan berupa penyerahan
cek dan bilyet giro. Pada periode laporan penarikan cek
dan bilyet giro (BG) kosong mengalami penurunan dari
sisi nominal dan volume dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Rata-rata cek dan BG kosong yang
dikliringkan per hari pada triwulan laporan turun
sebanyak 3,80% (qtq) menjadi Rp8,67 miliar dari
triwulan sebelumnya yang sebesar Rp9,01 miliar. Dari
sisi volume, rata-rata penarikan cek dan BG kosong
juga mengalami penurunan sebanyak 8,33% (qtq) dari
294 lembar per hari pada triwulan I 2015 menjadi 270
lembar per hari pada triwulan laporan.
Secara tahunan, nominal dan volume rata-rata
penarikan cek/BG kosong harian pada periode laporan
mengalami pertumbuhan negatif yang lebih besar,
yaitu sebesar 22,19% (yoy) dan 14,41% (yoy)
dibanding dengan triwulan I 2015 yang mengalami
kontraksi sebesar 9,17% (yoy) dan 1,41% (yoy).
Peningkatan perputaran kliring pada triwulan II 2015
dari triwulan sebelumnya sejalan dengan pola
konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah
daerah yang cenderung meningkat memasuki triwulan
II. Meskipun demikian, penurunan pertumbuhan
tahunan transaksi kliring sejalan dengan perlambatan
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan
laporan, yang salah satunya ditunjukkan dengan
penurunan indikator rata-rata Indeks Penjualan Riil
(Grafik 3.37). Perlambatan pertumbuhan ekonomi
ditengarai berpengaruh terhadap semakin sedikitnya
jumlah penyelesaian transaksi yang dilakukan melalui
SKNBI.
3.6.2. Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS)
Transaksi RTGS Jawa Tengah pada triwulan II 2015
mengalami peningkatan baik dari sisi nominal
maupun volume transaksi dibanding triwulan
sebelumnya (Grafik 3.39.). Dari sisi nominal transaksi,
rata-rata harian transaksi RTGS pada triwulan II 2015
Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring Hariandi Jawa Tengah
Grafik 3.35.
NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN
13
14
15
16
400
450
500
550
600 RIBU DKERP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
Perkembangan Rata-rata Penarikan Cekdan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.36.
320
300
280
260
240
12
11
10
9
8
7
6
RP MILIAR LEMBAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN
II
Perkembangan Perputaran Kliring dan Kegiatan UsahaTriwulan II 2015
Grafik 3.37.
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMEINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN
120
140
160
180
200
220
(15)
(10)
(5)
-
5
10
15
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
% YOY PERSEN
PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN60
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
adalah sebesar Rp4.813,58 miliar, meningkat 22,22%
(qtq) dari triwulan sebelumnya sebesar Rp3.938,39
miliar. Kenaikan nominal transaksi RTGS terjadi pada
seluruh komponen meliputi transaksi transfer RTGS dari
Jateng (transfer outgoing RTGS), transfer RTGS ke
Jateng (transfer incoming RTGS), dan transfer antar
daerah di Jateng masing-masing sebesar 15,41% (qtq),
25,80% (qtq), dan 31,75% (qtq). Dari ketiga jenis
transaksi RTGS, transaksi transfer outgoing sebesar
Rp2.038,64 miliar per hari memberikan komposisi
terbesar dari keseluruhan transaksi RTGS (42,35%),
diikuti dengan transaksi transfer incoming sebesar
Rp1.833,95 miliar per hari (38,10%) dan transaksi
transfer antar daerah sebesar Rp940,99 miliar per hari
(19,55%). Apabila dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya, rata-rata harian nominal
transaksi RTGS pada triwulan laporan tumbuh sebesar
30,54% (yoy), lebih tinggi dari triwulan I 2015 yang
tumbuh sebesar 14,64% (yoy).
Sementara dari sisi volume transaksi, rata-rata harian
transaksi RTGS pada triwulan II 2015 mengalami
peningkatan sebesar 2,19% (qtq) menjadi sebanyak
1.658 transaksi per hari dari triwulan I 2015 sebanyak
1.623 transaksi per hari. Peningkatan volume transaksi
terjadi pada transaksi transfer outgoing dan incoming
RTGS masing-masing sebesar 2,18% (qtq) dan 3,23%
(qtq), sedangkan volume transaksi transfer antar
daerah di Jawa Tengah mengalami penurunan sebesar
2,03% (qtq). Secara tahunan, perkembangan tahunan
volume transaksi RTGS pada periode laporan tercatat
mengalami pertumbuhan negatif yang lebih besar,
yaitu kontraksi sebesar 33,44% (yoy) pada triwulan II
2015, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
mencatatkan kontraksi sebesar 29,66% (yoy).
BI-RTGS merupakan sistem pembayaran yang
diselenggarakan untuk memproses transaksi
pembayaran bernilai besar (transaksi yang lebih besar
dari Rp100 juta per transaksi) dan bersifat mendesak
antara lain transaksi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB),
transaksi bursa saham, transaksi pemerintah, serta
settlement hasil kliring. Peningkatan nominal transaksi
RTGS pada periode laporan ini sejalan dengan
meningkatnya kinerja konsumsi masyarakat dan
belanja pemerintah daerah memasuki triwulan II.
Pergerakan kebutuhan uang tunai masyarakat Jawa
Tengah yang dilayani oleh KPw BI Provinsi Jawa Tengah,
KPw BI Solo, KPw BI Purwokerto, dan KPw BI Tegal pada
triwulan II 2015 masih mencatatkan net inflow seperti
halnya pola pada periode-periode sebelumnya (Grafik
3.38). Pada triwulan laporan, posisi net inflow turun
cukup signifikan dari Rp12.601,21miliar pada triwulan I
2015 menjadi Rp2.284,54 miliar, atau turun sebesar
81,87% (qtq). Inflow pada triwulan II 2015 adalah
sebesar Rp14.908,15 miliar, lebih rendah dari triwulan
sebelumnya sebesar Rp18.176,88 miliar (turun
RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
(20)
(10)
-
10
20
30
40
50%, YOYRP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II -
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II (40)
(30)
(20)
(10)
-
10
20
-
1
2
3
RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
%, YOYRP TRANSAKSI
3.7. Perkembangan Perkasan
61PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Perkembangan Rata-Rata Harian VolumeRTGS Jawa Tengah
Grafik 3.39.Perkembangan Rata-Rata HarianNominal RTGS Jawa Tengah
Grafik 3.38.
Sepert i halnya periode-periode sebelumnya,
perputaran kliring Jawa Tengah didominasi oleh
transaksi kliring debet penyerahan berupa penyerahan
cek dan bilyet giro. Pada periode laporan penarikan cek
dan bilyet giro (BG) kosong mengalami penurunan dari
sisi nominal dan volume dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Rata-rata cek dan BG kosong yang
dikliringkan per hari pada triwulan laporan turun
sebanyak 3,80% (qtq) menjadi Rp8,67 miliar dari
triwulan sebelumnya yang sebesar Rp9,01 miliar. Dari
sisi volume, rata-rata penarikan cek dan BG kosong
juga mengalami penurunan sebanyak 8,33% (qtq) dari
294 lembar per hari pada triwulan I 2015 menjadi 270
lembar per hari pada triwulan laporan.
Secara tahunan, nominal dan volume rata-rata
penarikan cek/BG kosong harian pada periode laporan
mengalami pertumbuhan negatif yang lebih besar,
yaitu sebesar 22,19% (yoy) dan 14,41% (yoy)
dibanding dengan triwulan I 2015 yang mengalami
kontraksi sebesar 9,17% (yoy) dan 1,41% (yoy).
Peningkatan perputaran kliring pada triwulan II 2015
dari triwulan sebelumnya sejalan dengan pola
konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah
daerah yang cenderung meningkat memasuki triwulan
II. Meskipun demikian, penurunan pertumbuhan
tahunan transaksi kliring sejalan dengan perlambatan
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan
laporan, yang salah satunya ditunjukkan dengan
penurunan indikator rata-rata Indeks Penjualan Riil
(Grafik 3.37). Perlambatan pertumbuhan ekonomi
ditengarai berpengaruh terhadap semakin sedikitnya
jumlah penyelesaian transaksi yang dilakukan melalui
SKNBI.
3.6.2. Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS)
Transaksi RTGS Jawa Tengah pada triwulan II 2015
mengalami peningkatan baik dari sisi nominal
maupun volume transaksi dibanding triwulan
sebelumnya (Grafik 3.39.). Dari sisi nominal transaksi,
rata-rata harian transaksi RTGS pada triwulan II 2015
Perkembangan Rata-rata Perputaran Kliring Hariandi Jawa Tengah
Grafik 3.35.
NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN
13
14
15
16
400
450
500
550
600 RIBU DKERP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
Perkembangan Rata-rata Penarikan Cekdan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
Grafik 3.36.
320
300
280
260
240
12
11
10
9
8
7
6
RP MILIAR LEMBAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN
II
Perkembangan Perputaran Kliring dan Kegiatan UsahaTriwulan II 2015
Grafik 3.37.
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMEINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN
120
140
160
180
200
220
(15)
(10)
(5)
-
5
10
15
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
% YOY PERSEN
PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN60
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
dari hasil setoran bank, setoran masyarakat melalui
loket penukaran, serta dari temuan perbankan yang
dilaporkan ke Bank Indonesia. Apabila ditinjau
berdasarkan lokasi maka temuan uang palsu tertinggi
sampai dengan triwulan II 2015 dijumpai di Semarang
dan terendah di Tegal (Grafik 3.42). Sampai dengan
triwulan laporan, mayoritas uang palsu yang
ditemukan di Jawa Tengah merupakan pecahan 50.000
rupiah (55,21%), diikuti pecahan 100.000 rupiah
(41,34%), sedangkan pecahan lain persentasenya
relatif kecil (Grafik 3.43).
Kegiatan sistem pembayaran berperan dalam
memberikan dukungan terhadap kelancaran transaksi
e k o n o m i d i J a w a T e n g a h . T r a n s a k s i
penarikan/penyetoran uang tunai dari/ke Bank
Indonesia mencatatkan penurunan net inflow seiring
dengan meningkatnya kebutuhan uang tunai
masyarakat. Sementara kinerja sistem pembayaran
non tunai pada triwulan II 2015 menunjukkan
peningkatan dari triwulan sebelumnya seiring dengan
mulai banyaknya konsumsi masyarakat dan realisasi
belanja pemerintah. Akan tetapi, dari sisi pertumbuhan
tahunan volume transaksi terdapat kecenderungan
terjadinya perlambatan yang ditengarai dipengaruhi
oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi di Jawa
Tengah. Dalam rangka meningkatkan penggunaan
sistem pembayaran dan instrument pembayaran
nontunai melalui implementasi Gerakan Nasional Non
Tunai (GNNT), pada awal Juni 2015 KPw BI Provinsi
Jawa Tengah melakukan perluasan program
elektronifikasi transaksi penerimaan dan pembayaran
pemerintah daerah melalui penandatanganan
Kesepakatan Bersama dengan Pemerintah Kabupaten
Kudus. Selanjutnya akan dilaksanakan pembahasan
business model transaksi pemerintah daerah yang akan
dimigrasikan untuk dilakukan secara nontunai.
63PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
41.34% 55.21% 1.39% 2.06%
100.000 50.000 20.000 10.000SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL
LEMBAR
100,000 50,000 20,000 10.000
Sumber : Bank Indonesia
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Persentase Temuan Uang Palsu Setiap PecahanGrafik 3.43.Temuan Uang Palsu Berdasarkan LokasiGrafik 3.42.
17,98%,qtq). Sedangkan data outflow tercatat
mengalami peningkatan signifikan dari triwulan
sebelumnya yaitu sebesar 126,41% (qtq) menjadi
Rp12.623,61 miliar pada periode laporan.
Secara tahunan, posisi inflow di Jawa Tengah
menunjukkan perlambatan dari tumbuh 17,49% (yoy)
pada triwulan I 2015, menjadi sebesar 4,18% (yoy)
pada triwulan laporan. Sementara perkembangan
tahunan posisi outflow pada triwulan II 2015
menunjukkan adanya pertumbuhan signifikan dari
yang sebelumnya tercatat mengalami kontraksi sebesar
11,05% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi tumbuh
sebesar 41,00% (yoy) pada periode laporan. Hal
tersebut menyebabkan pertumbuhan tahunan net
inflow Jawa Tengah pada triwulan laporan menjadi
tumbuh negatif sebesar 57,35% (yoy), dibanding
triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan
sebesar 36,94% (yoy).
Menipisnya posisi net inflow yang dicatatkan terjadi
karena tingginya kebutuhan uang tunai masyarakat
pada periode tersebut. Pada triwulan laporan terjadi
beberapa per ist iwa secara bersamaan yang
menyebabkan kebutuhan uang tunai masyarakat
meningkat signifikan, yaitu hari raya lebaran,
pembayaran tahun ajaran baru sekolah, serta
keperluan belanja pemerintah untuk pembayaran gaji
ke-13 bagi PNS. Hal tersebut menyebabkan posisi
outflow uang tunai mengalami kenaikan signifikan
pada periode laporan. Meskipun mengalami
peningkatan pada periode laporan, kondisi net inflow
yang masih dicatatkan di Jawa Tengah tidak terlepas
dari karakteristik Jawa Tengah sebagai basis produksi.
Dengan karakteristik tersebut, aliran uang kartal dari
daerah lain masuk ke dalam sistem perbankan di Jawa
Tengah, yang selanjutnya disetorkan kembali ke kantor-
kantor Bank Indonesia di Jawa Tengah sehinga
mendorong posisi inflow di Jawa Tengah yang relatif
tinggi.
Dalam rangka melaksanakan clean money policy,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
bersama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Solo, Tegal, dan Purwokerto secara rutin melakukan
kegiatan penarikan uang lusuh untuk selanjutnya
disortir dan diganti dengan uang layak edar. Hal
tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan
kualitas uang layak edar di masyarakat. Pada triwulan II
2015, uang lusuh yang ditarik dan dimusnahkan
menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
seiring dengan penurunan inflow (Grafik 3.41). Dilihat
berdasarkan proporsinya terhadap inflow, pada periode
laporan persentase penarikan uang lusuh adalah
sebesar 20,49%, atau turun 29,09% (qtq) dari posisi
triwulan I 2015 sebesar 28,90%(qtq).
Penemuan uang palsu di Jawa Tengah pada triwulan II
2015 adalah sebanyak 4.688 lembar, atau turun
30,93% (qtq) dari triwulan sebelumnya sebanyak
6.787 lembar. Penemuan uang palsu ini antara lain
berasal dari klarifikasi uang yang diragukan keasliannya
Perkembangan Penarikan Uang LusuhGrafik 3.41.
PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN
10
20
30
40
50
60
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000 %RP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
OUTFLOW INFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW)
(20,000)
(15,000)
(10,000)
(5,000)
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000 RP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
Perkembangan Kegiatan Perkasan di Jawa TengahGrafik 3.40.
PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN62
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
dari hasil setoran bank, setoran masyarakat melalui
loket penukaran, serta dari temuan perbankan yang
dilaporkan ke Bank Indonesia. Apabila ditinjau
berdasarkan lokasi maka temuan uang palsu tertinggi
sampai dengan triwulan II 2015 dijumpai di Semarang
dan terendah di Tegal (Grafik 3.42). Sampai dengan
triwulan laporan, mayoritas uang palsu yang
ditemukan di Jawa Tengah merupakan pecahan 50.000
rupiah (55,21%), diikuti pecahan 100.000 rupiah
(41,34%), sedangkan pecahan lain persentasenya
relatif kecil (Grafik 3.43).
Kegiatan sistem pembayaran berperan dalam
memberikan dukungan terhadap kelancaran transaksi
e k o n o m i d i J a w a T e n g a h . T r a n s a k s i
penarikan/penyetoran uang tunai dari/ke Bank
Indonesia mencatatkan penurunan net inflow seiring
dengan meningkatnya kebutuhan uang tunai
masyarakat. Sementara kinerja sistem pembayaran
non tunai pada triwulan II 2015 menunjukkan
peningkatan dari triwulan sebelumnya seiring dengan
mulai banyaknya konsumsi masyarakat dan realisasi
belanja pemerintah. Akan tetapi, dari sisi pertumbuhan
tahunan volume transaksi terdapat kecenderungan
terjadinya perlambatan yang ditengarai dipengaruhi
oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi di Jawa
Tengah. Dalam rangka meningkatkan penggunaan
sistem pembayaran dan instrument pembayaran
nontunai melalui implementasi Gerakan Nasional Non
Tunai (GNNT), pada awal Juni 2015 KPw BI Provinsi
Jawa Tengah melakukan perluasan program
elektronifikasi transaksi penerimaan dan pembayaran
pemerintah daerah melalui penandatanganan
Kesepakatan Bersama dengan Pemerintah Kabupaten
Kudus. Selanjutnya akan dilaksanakan pembahasan
business model transaksi pemerintah daerah yang akan
dimigrasikan untuk dilakukan secara nontunai.
63PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
41.34% 55.21% 1.39% 2.06%
100.000 50.000 20.000 10.000SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL
LEMBAR
100,000 50,000 20,000 10.000
Sumber : Bank Indonesia
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Persentase Temuan Uang Palsu Setiap PecahanGrafik 3.43.Temuan Uang Palsu Berdasarkan LokasiGrafik 3.42.
17,98%,qtq). Sedangkan data outflow tercatat
mengalami peningkatan signifikan dari triwulan
sebelumnya yaitu sebesar 126,41% (qtq) menjadi
Rp12.623,61 miliar pada periode laporan.
Secara tahunan, posisi inflow di Jawa Tengah
menunjukkan perlambatan dari tumbuh 17,49% (yoy)
pada triwulan I 2015, menjadi sebesar 4,18% (yoy)
pada triwulan laporan. Sementara perkembangan
tahunan posisi outflow pada triwulan II 2015
menunjukkan adanya pertumbuhan signifikan dari
yang sebelumnya tercatat mengalami kontraksi sebesar
11,05% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi tumbuh
sebesar 41,00% (yoy) pada periode laporan. Hal
tersebut menyebabkan pertumbuhan tahunan net
inflow Jawa Tengah pada triwulan laporan menjadi
tumbuh negatif sebesar 57,35% (yoy), dibanding
triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan
sebesar 36,94% (yoy).
Menipisnya posisi net inflow yang dicatatkan terjadi
karena tingginya kebutuhan uang tunai masyarakat
pada periode tersebut. Pada triwulan laporan terjadi
beberapa per ist iwa secara bersamaan yang
menyebabkan kebutuhan uang tunai masyarakat
meningkat signifikan, yaitu hari raya lebaran,
pembayaran tahun ajaran baru sekolah, serta
keperluan belanja pemerintah untuk pembayaran gaji
ke-13 bagi PNS. Hal tersebut menyebabkan posisi
outflow uang tunai mengalami kenaikan signifikan
pada periode laporan. Meskipun mengalami
peningkatan pada periode laporan, kondisi net inflow
yang masih dicatatkan di Jawa Tengah tidak terlepas
dari karakteristik Jawa Tengah sebagai basis produksi.
Dengan karakteristik tersebut, aliran uang kartal dari
daerah lain masuk ke dalam sistem perbankan di Jawa
Tengah, yang selanjutnya disetorkan kembali ke kantor-
kantor Bank Indonesia di Jawa Tengah sehinga
mendorong posisi inflow di Jawa Tengah yang relatif
tinggi.
Dalam rangka melaksanakan clean money policy,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
bersama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Solo, Tegal, dan Purwokerto secara rutin melakukan
kegiatan penarikan uang lusuh untuk selanjutnya
disortir dan diganti dengan uang layak edar. Hal
tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan
kualitas uang layak edar di masyarakat. Pada triwulan II
2015, uang lusuh yang ditarik dan dimusnahkan
menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
seiring dengan penurunan inflow (Grafik 3.41). Dilihat
berdasarkan proporsinya terhadap inflow, pada periode
laporan persentase penarikan uang lusuh adalah
sebesar 20,49%, atau turun 29,09% (qtq) dari posisi
triwulan I 2015 sebesar 28,90%(qtq).
Penemuan uang palsu di Jawa Tengah pada triwulan II
2015 adalah sebanyak 4.688 lembar, atau turun
30,93% (qtq) dari triwulan sebelumnya sebanyak
6.787 lembar. Penemuan uang palsu ini antara lain
berasal dari klarifikasi uang yang diragukan keasliannya
Perkembangan Penarikan Uang LusuhGrafik 3.41.
PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN
10
20
30
40
50
60
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000 %RP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
OUTFLOW INFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW)
(20,000)
(15,000)
(10,000)
(5,000)
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000 RP MILIAR
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II
Perkembangan Kegiatan Perkasan di Jawa TengahGrafik 3.40.
PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN62
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
BABIV
Realisasi pendapatan dan belanja daerah pada triwulan II 2015 relatiflebih baik dibandingkan triwulan yang sama tahun 2014.
Sesuai siklikalitas APBD secara umum, realisasi pendapatan dan belanja daerah
pada triwulan II 2015 meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan I 2015.
Realisasi terbesar pada triwulan II 2015 terjadi pada pos Transfer Pemerintah
Pusat Lainnya.
Penyerapan komponen Pendapatan di triwulan II 2015 lebih rendah
dibandingkan penyerapan triwulan II 2014, kecuali komponen pajak daerah.
Sedangkan, realisasi belanja lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2014, kecuali
realisasi belanja modal
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
BABIV
Realisasi pendapatan dan belanja daerah pada triwulan II 2015 relatiflebih baik dibandingkan triwulan yang sama tahun 2014.
Sesuai siklikalitas APBD secara umum, realisasi pendapatan dan belanja daerah
pada triwulan II 2015 meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan I 2015.
Realisasi terbesar pada triwulan II 2015 terjadi pada pos Transfer Pemerintah
Pusat Lainnya.
Penyerapan komponen Pendapatan di triwulan II 2015 lebih rendah
dibandingkan penyerapan triwulan II 2014, kecuali komponen pajak daerah.
Sedangkan, realisasi belanja lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2014, kecuali
realisasi belanja modal
4.1 Realisasi APBD Triwulan II 2015
Sesuai dengan siklusnya, realisasi belanja
pemerintah baik pusat maupun daerah
meningkat dibandingkan triwulan pertama.
Perkembangan keuangan daerah Provinsi Jawa Tengah
pada data realisasi APBD triwulan II 2015 menunjukkan
telah terjadi realisasi pendapatan sebesar Rp 8,14 triliun
atau 47,65% terhadap APBD tahun 2015. Sedangkan
penyerapan belanja tercatat sebesar Rp 6,58 triliun atau
37,96% dari anggaran. Hal ini sejalan dengan data
konsumsi pemerintah pada PDRB yang menunjukkan
adanya peningkatan sebesar 2,31% (yoy).
Melihat perkembangan tersebut, penyerapan
pendapatan tercatat lebih cepat dibandingkan dengan
realisasi belanja di triwulan ini, sehingga Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah berada dalam kondisi surplus di
triwulan II 2015, yaitu sebesar Rp1,56 triliun.
4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan II 2015
Total pendapatan daerah Pemerintah Jawa
Tengah yang dianggarkan pada tahun 2015
adalah sebesar Rp17,10 triliun. Jumlah tersebut
meningkat 18,53% dibandingkan anggaran
pendapatan setelah perubahan tahun 2014 yang
tercatat sebesar Rp 14,43 triliun. Peningkatan tertinggi
adalah pada Pendapatan Pajak Daerah yang
direncanakan meningkat 31,29% dari Rp 9,09 triliun
pada 2014 menjadi Rp 11,69 triliun pada 2015.
Sementara itu, anggaran Dana Alokasi Khusus
dianggarkan lebih kecil dengan persentase penurunan
sebesar -26,77% dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
Penyerapan pendapatan daerah Jawa Tengah
pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 47,65% dari
anggaran 2015, lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan I 2015 yang baru tercatat sebesar
22,20%. Akan tetapi, penyerapan ini lebih rendah
dibandingkan penyerapan di triwulan II 2014 yang
sebesar 52,43%. Penyerapan tersebut juga lebih
rendah dibandingkan rata-rata 5 tahun terakhir yang
tercatat sebesar 52,27%.
Sumber utama pendapatan daerah Jawa Tengah
adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD
menyumbang 68,41% terhadap keseluruhan
pendapatan yang dianggarkan, sementara dana
perimbangan 15,76%, dan pendapatan dari transfer
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
I
2015
0
2
4
6
8
10
12
14
16 RP TRILIUN
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYADANA PERIMBANGANPENDAPATAN ASLI DAERAH
II0
2
4
6
8
10
12
14
16 RP TRILIUN
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
I
2015
II
Tabel 4.1. Realisasi APBD Triwulan II 2015
URAIAN APBD 2015 Realisasi II - 2015
PENDAPATAN
PAD
Dana Perimbangan
Transfer Pemerintah Pusat Lainnya
BELANJA
Belanja Tidak Langsung
Belanja Langsung
SURPLUS/DEFISIT
17,097,686
11,696,822
2,694,386
2,706,478
17,337,686
11,665,349
5,672,337
(240,000)
8,146,522
5,024,632
1,302,349
1,819,540
6,581,770
4,692,482
1,889,288
1,564,752
% Realisasi
47.65%
42.96%
48.34%
67.23%
37.96%
40.23%
33.31%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
67PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Perkembangan Realisasi Belanja DaerahGrafik 4.2.Perkembangan Realisasi Pendapatan DaerahGrafik 4.1.
4.1 Realisasi APBD Triwulan II 2015
Sesuai dengan siklusnya, realisasi belanja
pemerintah baik pusat maupun daerah
meningkat dibandingkan triwulan pertama.
Perkembangan keuangan daerah Provinsi Jawa Tengah
pada data realisasi APBD triwulan II 2015 menunjukkan
telah terjadi realisasi pendapatan sebesar Rp 8,14 triliun
atau 47,65% terhadap APBD tahun 2015. Sedangkan
penyerapan belanja tercatat sebesar Rp 6,58 triliun atau
37,96% dari anggaran. Hal ini sejalan dengan data
konsumsi pemerintah pada PDRB yang menunjukkan
adanya peningkatan sebesar 2,31% (yoy).
Melihat perkembangan tersebut, penyerapan
pendapatan tercatat lebih cepat dibandingkan dengan
realisasi belanja di triwulan ini, sehingga Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah berada dalam kondisi surplus di
triwulan II 2015, yaitu sebesar Rp1,56 triliun.
4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan II 2015
Total pendapatan daerah Pemerintah Jawa
Tengah yang dianggarkan pada tahun 2015
adalah sebesar Rp17,10 triliun. Jumlah tersebut
meningkat 18,53% dibandingkan anggaran
pendapatan setelah perubahan tahun 2014 yang
tercatat sebesar Rp 14,43 triliun. Peningkatan tertinggi
adalah pada Pendapatan Pajak Daerah yang
direncanakan meningkat 31,29% dari Rp 9,09 triliun
pada 2014 menjadi Rp 11,69 triliun pada 2015.
Sementara itu, anggaran Dana Alokasi Khusus
dianggarkan lebih kecil dengan persentase penurunan
sebesar -26,77% dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
Penyerapan pendapatan daerah Jawa Tengah
pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 47,65% dari
anggaran 2015, lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan I 2015 yang baru tercatat sebesar
22,20%. Akan tetapi, penyerapan ini lebih rendah
dibandingkan penyerapan di triwulan II 2014 yang
sebesar 52,43%. Penyerapan tersebut juga lebih
rendah dibandingkan rata-rata 5 tahun terakhir yang
tercatat sebesar 52,27%.
Sumber utama pendapatan daerah Jawa Tengah
adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD
menyumbang 68,41% terhadap keseluruhan
pendapatan yang dianggarkan, sementara dana
perimbangan 15,76%, dan pendapatan dari transfer
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
I
2015
0
2
4
6
8
10
12
14
16 RP TRILIUN
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYADANA PERIMBANGANPENDAPATAN ASLI DAERAH
II0
2
4
6
8
10
12
14
16 RP TRILIUN
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
I
2015
II
Tabel 4.1. Realisasi APBD Triwulan II 2015
URAIAN APBD 2015 Realisasi II - 2015
PENDAPATAN
PAD
Dana Perimbangan
Transfer Pemerintah Pusat Lainnya
BELANJA
Belanja Tidak Langsung
Belanja Langsung
SURPLUS/DEFISIT
17,097,686
11,696,822
2,694,386
2,706,478
17,337,686
11,665,349
5,672,337
(240,000)
8,146,522
5,024,632
1,302,349
1,819,540
6,581,770
4,692,482
1,889,288
1,564,752
% Realisasi
47.65%
42.96%
48.34%
67.23%
37.96%
40.23%
33.31%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
67PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Perkembangan Realisasi Belanja DaerahGrafik 4.2.Perkembangan Realisasi Pendapatan DaerahGrafik 4.1.
Tabel 4.4. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Rupiah Juta)
URAIAN APBD 2014 APBD 2015
BELANJA
Belanja Tidak Langsung
- Belanja Pegawai
- Belanja Hibah
- Belanja Bantuan Sosial
- Belanja Bagi Hasil Kpd Kab/Kota
- Blnj Bant.Keuang. kpd Kab/Kota
- Belanja Tidak Terduga
Belanja Langsung
- Belanja Pegawai
- Belanja Barang dan Jasa
- Belanja Modal
16,038,949
11,478,623
2,122,974
3,025,945
39,226
3,293,381
2,899,415
97,681
4,560,326
336,459
2,563,476
1,660,390
17,337,686
11,665,349
2,451,026
2,913,068
28,557
4,295,303
1,947,395
30,000
5,672,337
349,994
2,645,250
2,677,093
% Realisasi
8.10%
1.63%
15.45%
-3.73%
-27.20%
30.42%
-32.83%
-69.29%
24.38%
4.02%
3.19%
61.23%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sementara itu, komponen Pendapatan lain yang
memiliki realisasi terhadap anggaran yang tinggi
adalah pos Lain-lain Pendapatan yang Sah yang
mencapai 67,23%. Tidak seperti pos PAD dan Dana
Perimbangan yang memiliki nilai realisasi yang lebih
rendah dibandingkan triwulan II 2014. Realisasi pos
Lainnya PAD yang Sah ini lebih tinggi dibandingkan
triwulan yang sama tahun sebelumnya yang hanya
mencapai 48,34%. Komponen terbesar penyumbang
tingginya pencapaian realisasi ini berasal dari pos dana
penyesuaian dan otonomi khusus dengan realisasi
mencapai 67,58% lebih tinggi dibanding triwulan II
2014 sebesar 48,34%. Sementara itu realisasi pada pos
hibah yang mencapai 31,98%, jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun
sebelumnya yang hanya mencapai 0,62%. Melihat
pencapaian ini Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
tampak telah melakukan akselerasi dalam realisasi
perolehan pendapatan.
4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan II 2015Anggaran Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2015 direncanakan sebesar Rp
17,34 triliun atau meningkat 8,10% dibandingkan
anggaran belanja tahun sebelumnya sebesar Rp 16,04
triliun. Komponen Belanja Langsung dianggarkan
meningkat cukup besar yaitu sebesar 24,38% menjadi
Rp 5,67 triliun meningkat dari tahun sebelumnya
sebesar Rp 4,56 triliun. Peningkatan anggaran terbesar
yaitu pada pos belanja modal yang dianggarkan
sebesar Rp 2,67 triliun atau meningkat 61,23% dari
tahun lalu. Peningkatan belanja modal sejalan dengan
program Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang
mencanangkan tahun 2015 sebaga i tahun
infrastruktur. Sementara itu, pos Belanja Tidak Terduga
dianggarkan lebih kecil yaitu sebesar Rp30 miliar atau
lebih rendah -69,29% dibandingkan tahun 2014.
Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Triwulan II tahun 2014 & 2015
KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH APBD 2014
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PAJAK DAERAH
RETRIBUSI DAERAH
HSL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN
LAIN-LAIN PAD YG SAH
DANA PERIMBANGAN
DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK
DANA ALOKASI UMUM
DANA ALOKASI DANA KHUSUS
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
HIBAH
DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS
DANA INSENTIF DAERAH
PENDAPATAN LAINNYA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
53.62%
50.75%
41.73%
101.09%
62.62%
53.45%
43.83%
58.33%
30.00%
47.89%
0.62%
48.34%
100.00%
-
42.96%
38.60%
49.61%
94.85%
69.79%
48.34%
40.18%
52.69%
30.00%
67.23%
31.98%
67.58%
-
-
APBD 2015
69PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
68% 16%
PAD TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYADANA PERIMBANGAN
16%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Komposisi Anggaran PendapatanGrafik 4.3.
mencapai target sejak 2014. Hal ini ditengarai karena
adanya kebijakan Low Cost Green Car (LCGC) sehingga
masyarakat cenderung membeli mobil murah. Untuk
mengatasi rendahnya serapan BBNKB ini, pemerintah
daerah mengoptimalkan pencairan piutang pajak.
Akan tetapi, rendahnya target penerimaan pajak
daerah dirasa wajar mengingat pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah saat ini yang sedang mengalami
perlambatan. Sehingga pemerintah perlu didorong
untuk meningkatkan belanja pemerintah dibandingkan
meningkatkan penerimaan yang berasal dari pajak,
karena dapat menyebabkan kontraksi terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, komponen terbesar penyusun PAD
lainnya, yaitu retribusi daerah dan PAD lain yang
sah mengalami realisasi lebih tinggi dibandingkan
triwulan yang sama pada tahun 2014 sehingga
mampu menjaga tingkat penyerapan PAD secara
keseluruhan pada triwulan ini. Realisasi retribusi
triwulan II 2015 mampu mencapai realisasi sebesar
49,61%, lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2014
sebesar 41,73% dan rata-rata 5 tahun terakhir sebesar
43,03%. Demikian pula dengan pos PAD lain yang sah,
mengalami pencapaian realisasi 69,79%, lebih tinggi
dari triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar
62,62% dan rata-rata 5 tahun terakhir yang sebesar
53,35%.
pemerintah pusat lainnya sebesar 15,83%. Tingginya
komposisi PAD tersebut menggambarkan tingkat
kemandirian fiskal Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
yang terbilang cukup tinggi.
Rendahnya rea l i sas i PAD dibandingkan
komponen pendapatan lainnya mendorong
p e n u r u n a n p e n d a p a t a n d a e r a h s e c a r a
keseluruhan. Realisasi PAD triwulan II 2015 sebesar
42,96%, lebih rendah dibandingkan realisasi PAD
triwulan II 2014 sebesar 53,62%. Selain itu, realisasi
PAD triwulan II 2015 tersebut juga lebih rendah dari
rata-rata 5 tahun sebesar 53,36%. Rendahnya realisasi
PAD pada triwulan laporan disebabkan oleh
penyerapan pada pendapatan pajak daerah dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang rendah. Realisasi
komponen PAD yaitu pajak daerah dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah masing-masing sebesar
38,60% dan 94,85%, lebih rendah dibandingkan
triwulan II 2014 yang tercatat masing-masing sebesar
50,75% dan 101,09%.
Rendahnya realisasi pajak daerah didorong oleh
m e n u r u n n y a p e n d a p a t a n d u n i a u s a h a
sebagaimana terlihat pada melambatnya kinerja
industri pengolahan. Selain itu, rendahnya pajak
daerah didorong oleh serapan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang rendah.
Berdasarkan hasil liaison, realisasi BBNKB tidak
Tabel 4.2. Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rupiah Juta)
URAIAN
APBD 2014 % Perubahan 2014-2015
PAD
- PAJAK DAERAH
- RETRIBUSI DAERAH
- HASIL PENGELOLAAN KEKAY. DAERAH YG DIPISAHKAN
- LAIN-LAIN PAD YANG SAH
DANA PERIMBANGAN
- DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK
- DANA ALOKASI UMUM
- DANA ALOKASI DANA KHUSUS
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
- HIBAH
- DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS
- DANA INSENTIF DAERAH
- PENDAPATAN LAINNYA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
14,425,140
9,097,476
7,819,097
78,490
290,527
909,362
2,617,601
734,505
1,803,931
79,165
2,710,063
29,076
2,677,987
3,000
17,097,686
11,696,822
10,266,080
84,022
319,189
1,027,531
2,694,386
832,482
1,803,931
57,973
2,706,478
29,888
2,676,590
18.53%
28.57%
31.29%
7.05%
9.87%
12.99%
2.93%
13.34%
0.00%
-26.77%
-0.13%
2.79%
-0.05%
APBD 2015
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH68
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Tabel 4.4. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Rupiah Juta)
URAIAN APBD 2014 APBD 2015
BELANJA
Belanja Tidak Langsung
- Belanja Pegawai
- Belanja Hibah
- Belanja Bantuan Sosial
- Belanja Bagi Hasil Kpd Kab/Kota
- Blnj Bant.Keuang. kpd Kab/Kota
- Belanja Tidak Terduga
Belanja Langsung
- Belanja Pegawai
- Belanja Barang dan Jasa
- Belanja Modal
16,038,949
11,478,623
2,122,974
3,025,945
39,226
3,293,381
2,899,415
97,681
4,560,326
336,459
2,563,476
1,660,390
17,337,686
11,665,349
2,451,026
2,913,068
28,557
4,295,303
1,947,395
30,000
5,672,337
349,994
2,645,250
2,677,093
% Realisasi
8.10%
1.63%
15.45%
-3.73%
-27.20%
30.42%
-32.83%
-69.29%
24.38%
4.02%
3.19%
61.23%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sementara itu, komponen Pendapatan lain yang
memiliki realisasi terhadap anggaran yang tinggi
adalah pos Lain-lain Pendapatan yang Sah yang
mencapai 67,23%. Tidak seperti pos PAD dan Dana
Perimbangan yang memiliki nilai realisasi yang lebih
rendah dibandingkan triwulan II 2014. Realisasi pos
Lainnya PAD yang Sah ini lebih tinggi dibandingkan
triwulan yang sama tahun sebelumnya yang hanya
mencapai 48,34%. Komponen terbesar penyumbang
tingginya pencapaian realisasi ini berasal dari pos dana
penyesuaian dan otonomi khusus dengan realisasi
mencapai 67,58% lebih tinggi dibanding triwulan II
2014 sebesar 48,34%. Sementara itu realisasi pada pos
hibah yang mencapai 31,98%, jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun
sebelumnya yang hanya mencapai 0,62%. Melihat
pencapaian ini Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
tampak telah melakukan akselerasi dalam realisasi
perolehan pendapatan.
4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan II 2015Anggaran Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2015 direncanakan sebesar Rp
17,34 triliun atau meningkat 8,10% dibandingkan
anggaran belanja tahun sebelumnya sebesar Rp 16,04
triliun. Komponen Belanja Langsung dianggarkan
meningkat cukup besar yaitu sebesar 24,38% menjadi
Rp 5,67 triliun meningkat dari tahun sebelumnya
sebesar Rp 4,56 triliun. Peningkatan anggaran terbesar
yaitu pada pos belanja modal yang dianggarkan
sebesar Rp 2,67 triliun atau meningkat 61,23% dari
tahun lalu. Peningkatan belanja modal sejalan dengan
program Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang
mencanangkan tahun 2015 sebaga i tahun
infrastruktur. Sementara itu, pos Belanja Tidak Terduga
dianggarkan lebih kecil yaitu sebesar Rp30 miliar atau
lebih rendah -69,29% dibandingkan tahun 2014.
Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Triwulan II tahun 2014 & 2015
KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH APBD 2014
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PAJAK DAERAH
RETRIBUSI DAERAH
HSL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN
LAIN-LAIN PAD YG SAH
DANA PERIMBANGAN
DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK
DANA ALOKASI UMUM
DANA ALOKASI DANA KHUSUS
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
HIBAH
DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS
DANA INSENTIF DAERAH
PENDAPATAN LAINNYA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
53.62%
50.75%
41.73%
101.09%
62.62%
53.45%
43.83%
58.33%
30.00%
47.89%
0.62%
48.34%
100.00%
-
42.96%
38.60%
49.61%
94.85%
69.79%
48.34%
40.18%
52.69%
30.00%
67.23%
31.98%
67.58%
-
-
APBD 2015
69PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
68% 16%
PAD TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYADANA PERIMBANGAN
16%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Komposisi Anggaran PendapatanGrafik 4.3.
mencapai target sejak 2014. Hal ini ditengarai karena
adanya kebijakan Low Cost Green Car (LCGC) sehingga
masyarakat cenderung membeli mobil murah. Untuk
mengatasi rendahnya serapan BBNKB ini, pemerintah
daerah mengoptimalkan pencairan piutang pajak.
Akan tetapi, rendahnya target penerimaan pajak
daerah dirasa wajar mengingat pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah saat ini yang sedang mengalami
perlambatan. Sehingga pemerintah perlu didorong
untuk meningkatkan belanja pemerintah dibandingkan
meningkatkan penerimaan yang berasal dari pajak,
karena dapat menyebabkan kontraksi terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, komponen terbesar penyusun PAD
lainnya, yaitu retribusi daerah dan PAD lain yang
sah mengalami realisasi lebih tinggi dibandingkan
triwulan yang sama pada tahun 2014 sehingga
mampu menjaga tingkat penyerapan PAD secara
keseluruhan pada triwulan ini. Realisasi retribusi
triwulan II 2015 mampu mencapai realisasi sebesar
49,61%, lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2014
sebesar 41,73% dan rata-rata 5 tahun terakhir sebesar
43,03%. Demikian pula dengan pos PAD lain yang sah,
mengalami pencapaian realisasi 69,79%, lebih tinggi
dari triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar
62,62% dan rata-rata 5 tahun terakhir yang sebesar
53,35%.
pemerintah pusat lainnya sebesar 15,83%. Tingginya
komposisi PAD tersebut menggambarkan tingkat
kemandirian fiskal Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
yang terbilang cukup tinggi.
Rendahnya rea l i sas i PAD dibandingkan
komponen pendapatan lainnya mendorong
p e n u r u n a n p e n d a p a t a n d a e r a h s e c a r a
keseluruhan. Realisasi PAD triwulan II 2015 sebesar
42,96%, lebih rendah dibandingkan realisasi PAD
triwulan II 2014 sebesar 53,62%. Selain itu, realisasi
PAD triwulan II 2015 tersebut juga lebih rendah dari
rata-rata 5 tahun sebesar 53,36%. Rendahnya realisasi
PAD pada triwulan laporan disebabkan oleh
penyerapan pada pendapatan pajak daerah dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang rendah. Realisasi
komponen PAD yaitu pajak daerah dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah masing-masing sebesar
38,60% dan 94,85%, lebih rendah dibandingkan
triwulan II 2014 yang tercatat masing-masing sebesar
50,75% dan 101,09%.
Rendahnya realisasi pajak daerah didorong oleh
m e n u r u n n y a p e n d a p a t a n d u n i a u s a h a
sebagaimana terlihat pada melambatnya kinerja
industri pengolahan. Selain itu, rendahnya pajak
daerah didorong oleh serapan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang rendah.
Berdasarkan hasil liaison, realisasi BBNKB tidak
Tabel 4.2. Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rupiah Juta)
URAIAN
APBD 2014 % Perubahan 2014-2015
PAD
- PAJAK DAERAH
- RETRIBUSI DAERAH
- HASIL PENGELOLAAN KEKAY. DAERAH YG DIPISAHKAN
- LAIN-LAIN PAD YANG SAH
DANA PERIMBANGAN
- DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK
- DANA ALOKASI UMUM
- DANA ALOKASI DANA KHUSUS
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
- HIBAH
- DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS
- DANA INSENTIF DAERAH
- PENDAPATAN LAINNYA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
14,425,140
9,097,476
7,819,097
78,490
290,527
909,362
2,617,601
734,505
1,803,931
79,165
2,710,063
29,076
2,677,987
3,000
17,097,686
11,696,822
10,266,080
84,022
319,189
1,027,531
2,694,386
832,482
1,803,931
57,973
2,706,478
29,888
2,676,590
18.53%
28.57%
31.29%
7.05%
9.87%
12.99%
2.93%
13.34%
0.00%
-26.77%
-0.13%
2.79%
-0.05%
APBD 2015
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH68
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
mengalami peningkatan realisasi dibandingkan
triwulan sama tahun sebelumnya. Realisasi belanja
pegawai dan belanja barang dan jasa masing-masing
sebesar 44,90% dan 44,17%, lebih tinggi dari triwulan
II 2014 yang sebesar 40,20% dan 31,23%. Kondisi
sebaliknya terjadi pada realisasi pos belanja modal
sebesar 21,05% yang menurun dibandingkan dengan
triwulan II 2014 sebesar 23,05%.
Penurunan realisasi belanja modal tercermin dari
belum optimalnya pembangunan infrastruktur
oleh pemerintah di triwulan laporan. Hal ini sejalan
dengan penurunan PDRB didorong oleh penurunan
komponen investasi dan sektor konstruksi di triwulan II
2015. Berdasarkan hasil liaison, capaian realisasi
infrastruktur contact liaison secara fisik berkisar 30%.
Namun pembayaran akan dilakukan setelah proyek
selesai, sehingga secara nominal, pencapaian realisasi
keuangan tercatat lebih rendah. Pembangunan
infrastruktur ini diharapkan dapat memberikan
multiplier effect yang bear terhadap pertumbuhan
ekonomi di Jawa Tengah.
71PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15Tabel 4.5. Realisasi Belanja triwulan II 2014 & 2015
BELANJA II - 2014 II - 2015
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BLNJ BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
BLNJ BANT.KEU. KPD KAB/KOTA
BELANJA TDK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
JUMLAH BELANJA
38.49%
37.00%
44.46%
0.24%
40.40%
29.57%
10.35%
29.07%
40.20%
31.23%
23.05%
35.69%
40.23%
38.69%
63.75%
20.05%
36.09%
16.54%
30.31%
33.31%
44.90%
44.17%
21.05%
37.96%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.4
RP JUTA
0
5
10
15
20
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
Komposisi anggaran belanja tidak banyak bergeser dari
pola historis beberapa tahun terakhir. Anggaran belanja
pada APBD 2015 masih didominasi oleh belanja tidak
langsung dengan porsi 67,28%, sementara anggaran
belanja langsung 32,72%. Pada triwulan II 2015,
anggaran belanja yang sudah terserap sebesar
37,96% dari anggaran, atau senilai Rp 6,58 triliun,
meningkat dibandingkan realisasi triwulan II 2014 yang
sebesar 35,69% (Rp 4,99 triliun).
Pencapaian realisasi belanja tidak langsung di
triwulan ini tercatat lebih baik dibanding triwulan
yang sama tahun sebelumnya. Serapan anggaran di
triwulan II tahun ini sebesar 40,23% dari rencana
belanja tidak langsung, atau lebih besar dibanding
triwulan II 2014 yang sebesar 38,49%. Pada pos
anggaran belanja ini, anggaran banyak terserap untuk
belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota dengan porsi
36,82% terhadap total belanja tidak langsung.
Di sisi lain, pos belanja hibah dan pos belanja
pegawai mengalami realisasi tertinggi pada di
triwulan ini, tercatat hingga mencapai 63,75% dan
38,69% dari rencana tahun 2015. Realisasi belanja
hibah terutama berupa penyaluran dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) serta dana bantuan dalam
rangka Ramadhan dan menjelang Lebaran, seperti
untuk subsidi pelaksanaan pasar murah. Sedangkan
pos belanja pegawai berupa gaji pegawai, pembayaran
Tunjangan Hari Raya serta gaji ke-13.
Pada pos belanja langsung tercapai penyerapan
anggaran belanja 33,31%, lebih tinggi dibanding
triwulan II 2014 yang sebesar 29,07%. Pada anggaran
belanja ini, anggaran terbesar terserap untuk belanja
barang dan jasa serta belanja modal masing-masing
mencapai sekitar 47,00% terhadap total belanja
langsung. Pos belanja pegawai dan pos belanja barang
dan jasa merupakan komponen belanja langsung yang
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH70
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.6.
2,67747%
3506%
2,64547%
BELANJA BANTUAN SOSIAL BELANJA HIBAHBELANJA PEGAWAI
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Komponen Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.5.
1,94717%
2,91325%
2,45121%
4,29537%
290%
300%
BELANJA HIBAH BELANJA BANTUAN KEUANGAN KPD KAB/KOTA
BELANJA PEGAWAI BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
BELANJA TAK TERDUGA
BELANJA BANTUAN SOSIAL
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
mengalami peningkatan realisasi dibandingkan
triwulan sama tahun sebelumnya. Realisasi belanja
pegawai dan belanja barang dan jasa masing-masing
sebesar 44,90% dan 44,17%, lebih tinggi dari triwulan
II 2014 yang sebesar 40,20% dan 31,23%. Kondisi
sebaliknya terjadi pada realisasi pos belanja modal
sebesar 21,05% yang menurun dibandingkan dengan
triwulan II 2014 sebesar 23,05%.
Penurunan realisasi belanja modal tercermin dari
belum optimalnya pembangunan infrastruktur
oleh pemerintah di triwulan laporan. Hal ini sejalan
dengan penurunan PDRB didorong oleh penurunan
komponen investasi dan sektor konstruksi di triwulan II
2015. Berdasarkan hasil liaison, capaian realisasi
infrastruktur contact liaison secara fisik berkisar 30%.
Namun pembayaran akan dilakukan setelah proyek
selesai, sehingga secara nominal, pencapaian realisasi
keuangan tercatat lebih rendah. Pembangunan
infrastruktur ini diharapkan dapat memberikan
multiplier effect yang bear terhadap pertumbuhan
ekonomi di Jawa Tengah.
71PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15Tabel 4.5. Realisasi Belanja triwulan II 2014 & 2015
BELANJA II - 2014 II - 2015
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BLNJ BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
BLNJ BANT.KEU. KPD KAB/KOTA
BELANJA TDK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
JUMLAH BELANJA
38.49%
37.00%
44.46%
0.24%
40.40%
29.57%
10.35%
29.07%
40.20%
31.23%
23.05%
35.69%
40.23%
38.69%
63.75%
20.05%
36.09%
16.54%
30.31%
33.31%
44.90%
44.17%
21.05%
37.96%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.4
RP JUTA
0
5
10
15
20
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
Komposisi anggaran belanja tidak banyak bergeser dari
pola historis beberapa tahun terakhir. Anggaran belanja
pada APBD 2015 masih didominasi oleh belanja tidak
langsung dengan porsi 67,28%, sementara anggaran
belanja langsung 32,72%. Pada triwulan II 2015,
anggaran belanja yang sudah terserap sebesar
37,96% dari anggaran, atau senilai Rp 6,58 triliun,
meningkat dibandingkan realisasi triwulan II 2014 yang
sebesar 35,69% (Rp 4,99 triliun).
Pencapaian realisasi belanja tidak langsung di
triwulan ini tercatat lebih baik dibanding triwulan
yang sama tahun sebelumnya. Serapan anggaran di
triwulan II tahun ini sebesar 40,23% dari rencana
belanja tidak langsung, atau lebih besar dibanding
triwulan II 2014 yang sebesar 38,49%. Pada pos
anggaran belanja ini, anggaran banyak terserap untuk
belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota dengan porsi
36,82% terhadap total belanja tidak langsung.
Di sisi lain, pos belanja hibah dan pos belanja
pegawai mengalami realisasi tertinggi pada di
triwulan ini, tercatat hingga mencapai 63,75% dan
38,69% dari rencana tahun 2015. Realisasi belanja
hibah terutama berupa penyaluran dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) serta dana bantuan dalam
rangka Ramadhan dan menjelang Lebaran, seperti
untuk subsidi pelaksanaan pasar murah. Sedangkan
pos belanja pegawai berupa gaji pegawai, pembayaran
Tunjangan Hari Raya serta gaji ke-13.
Pada pos belanja langsung tercapai penyerapan
anggaran belanja 33,31%, lebih tinggi dibanding
triwulan II 2014 yang sebesar 29,07%. Pada anggaran
belanja ini, anggaran terbesar terserap untuk belanja
barang dan jasa serta belanja modal masing-masing
mencapai sekitar 47,00% terhadap total belanja
langsung. Pos belanja pegawai dan pos belanja barang
dan jasa merupakan komponen belanja langsung yang
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH70
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.6.
2,67747%
3506%
2,64547%
BELANJA BANTUAN SOSIAL BELANJA HIBAHBELANJA PEGAWAI
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Komponen Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.5.
1,94717%
2,91325%
2,45121%
4,29537%
290%
300%
BELANJA HIBAH BELANJA BANTUAN KEUANGAN KPD KAB/KOTA
BELANJA PEGAWAI BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
BELANJA TAK TERDUGA
BELANJA BANTUAN SOSIAL
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
SUPLEMEN IV
diperhatikan, mengingat konsumsi pemerintah
merupakan salah satu instrumen fiskal penting dalam
mendorong perekonomian domestik yang tengah
mengalami kelesuan.
Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan, setiap
peningkatan 1% konsumsi pemer intah akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,11%.
Kontribusi yang cukup besar ini perlu untuk terus
Tabel 1. Kontribusi belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi
TAHUN
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Rata-rata
Kesimpulan
Sumber: Badan Pusat Statistik, olah
9,91%
9,40%
9,95%
10,06%
10,48%
11,56%
11,08%
11,44%
12,11%
11,35%
11,25%
11,06%
11,17%
10,99%
10,84%
9,76%
9,15%
10,01%
10,24%
11,20%
11,96%
11,53%
12,25%
12,52%
12,15%
12,36%
12,17%
12,14%
11,80%
11,37%
27,2%
-2,9%
14,9%
7,5%
15,2%
12,5%
1,7%
12,3%
7,5%
2,7%
7,9%
4,7%
5,6%
2,5%
8,5%
1%
2,66%
-0,27%
1,49%
0,77%
1,70%
1,50%
0,20%
1,51%
0,93%
0,32%
0,97%
0,57%
0,67%
0,30%
0,95%
0,11%
SHARE GADHB
SHARE GADHK
PERTUMBUHANG
KONTRIBUSI TERHADAPPERTUMBUHAN EKONOMI
72PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
maupun pada tingkat daerah. Namun demikian,
implementasi kebijakan ini bukanlah tanpa kendala.
Lambatnya penyerapan APBN menjadi salah satu contoh
yang terjadi di Jawa Tengah. Realisasi belanja APBN
Provinsi Jawa Tengah pada triwulan II 2015 tercatat
masih rendah, yaitu sebesar 14,34%. Persentasi realisasi
triwulan II ini lebih rendah dibandingkan dengan tren
realisasi selama lima tahun terakhir (Grafik 2). Aspek
kelembagaan berupa perubahan nomenklatur di
kementerian pusat dan pengesahan APBN-P di bulan
Februari diduga sebagai penyebab lambatnya
penyerapan di tingkat provinsi. Sementara itu pada level
daerah tingkat kabupaten/kota, permasalahan dalam
penyerapan dana bantuan sosial menjadi penyebab lain
rendahnya penyerapan APBD di Jawa Tengah.
Mengingat pentingnya peranan belanja pemerintah di
dalam perekonomian, akan dilakukan simulasi untuk
melihat kontribusi belanja pemerintah terhadap
pertumbuhan ekonomi. Simulasi dilakukan dengan
menggunakan data historis konsumsi pemerintah
daerah (G) di Jawa Tengah dengan series waktu 2001-
2014. Analisis lebih mendalam kemudian dilakukan
untuk melihat bagaimana kontribusi konsumsi
pemerintah yang merupakan belanja operasional
terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah.
SUPLEMEN IV
Kekhawatiran akan lesunya pertumbuhan ekonomi
daerah akhirnya terkonfirmasi oleh realisasi PDRB Jawa
Tengah yang melambat, menjadi 4,8% (yoy) pada
triwulan II 2015. Salah satu penyebab perlambatan
ekonomi ini berasal dari lambatnya realisasi belanja
pemerintah. Padahal, belanja pemerintah dipercaya
menjadi salah satu solusi yang dapat mendorong
perekonomian dengan pesat. Belanja pemerintah
memberikan multiplier effect bagi pembangunan
ekonomi. Pengaruhnya dalam mendorong sektor
investasi swasta pun cukup tinggi. Hal ini tercermin dari
perilaku sebagian investor masih bersikap menunggu
(wait and see) terkait upaya percepatan belanja
pemerintah.
Secara umum, belanja pemerintah di Jawa Tengah
berasal dari dua sumber pendanaan, yakni melalui
dropping dana yang berasal dari pusat (APBN) dan dana
yang dimiliki daerah (APBD Pemprov dan APBD
Pemkab/Pemkot). Pada tahun 2015, alokasi belanja
APBD Pemkab/Pemkot tercatat sebesar Rp61,9 triliun,
diikuti oleh APBN sebesar Rp37,9 triliun dan APBD Prov.
Jateng sebesar Rp17,3 triliun (Grafik 1).
Dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi,
Pemerintah pada tahun 2015 ini berupaya mempercepat
akselerasi realisasi belanja, baik pada tingkat pusat
MENAKAR KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH
Alokasi Belanja Pemerintah Tahun 2015 (Rp Miliar)Grafik 1.
APBDPROV. JATENG
APBNAPBDKAB / KOTA
Sumber: Kanwil Ditjen PBN Jateng dan Biro Keuangan Prov. Jateng
17.338 61.999 37.983
ALOKASI BELANJA PEMERINTAH2015
Realisasi APBN di Jawa TengahGrafik 2.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00 II - 2009 II - 2010 II - 2011 II - 2012 II - 2013 II - 2014 II - 2015
TOTAL REALISASI TW II RERATA (2010-2014)
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH72
SUPLEMEN IV
diperhatikan, mengingat konsumsi pemerintah
merupakan salah satu instrumen fiskal penting dalam
mendorong perekonomian domestik yang tengah
mengalami kelesuan.
Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan, setiap
peningkatan 1% konsumsi pemer intah akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,11%.
Kontribusi yang cukup besar ini perlu untuk terus
Tabel 1. Kontribusi belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi
TAHUN
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Rata-rata
Kesimpulan
Sumber: Badan Pusat Statistik, olah
9,91%
9,40%
9,95%
10,06%
10,48%
11,56%
11,08%
11,44%
12,11%
11,35%
11,25%
11,06%
11,17%
10,99%
10,84%
9,76%
9,15%
10,01%
10,24%
11,20%
11,96%
11,53%
12,25%
12,52%
12,15%
12,36%
12,17%
12,14%
11,80%
11,37%
27,2%
-2,9%
14,9%
7,5%
15,2%
12,5%
1,7%
12,3%
7,5%
2,7%
7,9%
4,7%
5,6%
2,5%
8,5%
1%
2,66%
-0,27%
1,49%
0,77%
1,70%
1,50%
0,20%
1,51%
0,93%
0,32%
0,97%
0,57%
0,67%
0,30%
0,95%
0,11%
SHARE GADHB
SHARE GADHK
PERTUMBUHANG
KONTRIBUSI TERHADAPPERTUMBUHAN EKONOMI
72PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
maupun pada tingkat daerah. Namun demikian,
implementasi kebijakan ini bukanlah tanpa kendala.
Lambatnya penyerapan APBN menjadi salah satu contoh
yang terjadi di Jawa Tengah. Realisasi belanja APBN
Provinsi Jawa Tengah pada triwulan II 2015 tercatat
masih rendah, yaitu sebesar 14,34%. Persentasi realisasi
triwulan II ini lebih rendah dibandingkan dengan tren
realisasi selama lima tahun terakhir (Grafik 2). Aspek
kelembagaan berupa perubahan nomenklatur di
kementerian pusat dan pengesahan APBN-P di bulan
Februari diduga sebagai penyebab lambatnya
penyerapan di tingkat provinsi. Sementara itu pada level
daerah tingkat kabupaten/kota, permasalahan dalam
penyerapan dana bantuan sosial menjadi penyebab lain
rendahnya penyerapan APBD di Jawa Tengah.
Mengingat pentingnya peranan belanja pemerintah di
dalam perekonomian, akan dilakukan simulasi untuk
melihat kontribusi belanja pemerintah terhadap
pertumbuhan ekonomi. Simulasi dilakukan dengan
menggunakan data historis konsumsi pemerintah
daerah (G) di Jawa Tengah dengan series waktu 2001-
2014. Analisis lebih mendalam kemudian dilakukan
untuk melihat bagaimana kontribusi konsumsi
pemerintah yang merupakan belanja operasional
terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah.
SUPLEMEN IV
Kekhawatiran akan lesunya pertumbuhan ekonomi
daerah akhirnya terkonfirmasi oleh realisasi PDRB Jawa
Tengah yang melambat, menjadi 4,8% (yoy) pada
triwulan II 2015. Salah satu penyebab perlambatan
ekonomi ini berasal dari lambatnya realisasi belanja
pemerintah. Padahal, belanja pemerintah dipercaya
menjadi salah satu solusi yang dapat mendorong
perekonomian dengan pesat. Belanja pemerintah
memberikan multiplier effect bagi pembangunan
ekonomi. Pengaruhnya dalam mendorong sektor
investasi swasta pun cukup tinggi. Hal ini tercermin dari
perilaku sebagian investor masih bersikap menunggu
(wait and see) terkait upaya percepatan belanja
pemerintah.
Secara umum, belanja pemerintah di Jawa Tengah
berasal dari dua sumber pendanaan, yakni melalui
dropping dana yang berasal dari pusat (APBN) dan dana
yang dimiliki daerah (APBD Pemprov dan APBD
Pemkab/Pemkot). Pada tahun 2015, alokasi belanja
APBD Pemkab/Pemkot tercatat sebesar Rp61,9 triliun,
diikuti oleh APBN sebesar Rp37,9 triliun dan APBD Prov.
Jateng sebesar Rp17,3 triliun (Grafik 1).
Dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi,
Pemerintah pada tahun 2015 ini berupaya mempercepat
akselerasi realisasi belanja, baik pada tingkat pusat
MENAKAR KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH
Alokasi Belanja Pemerintah Tahun 2015 (Rp Miliar)Grafik 1.
APBDPROV. JATENG
APBNAPBDKAB / KOTA
Sumber: Kanwil Ditjen PBN Jateng dan Biro Keuangan Prov. Jateng
17.338 61.999 37.983
ALOKASI BELANJA PEMERINTAH2015
Realisasi APBN di Jawa TengahGrafik 2.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00 II - 2009 II - 2010 II - 2011 II - 2012 II - 2013 II - 2014 II - 2015
TOTAL REALISASI TW II RERATA (2010-2014)
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH72
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN
BABV
Ketenagakerjaan menunjukkan adanya perbaikan di tengah kondisi perekonomian yang sedang melambat
Penyerapan tenaga kerja menunjukkan perbaikan di tengah kinerja ekonomi
Jawa Tengah yang belum optimal.
Angka pengangguran dan kemiskinan menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Nilai Tukar Petani (NTP) khususnya di subsektor tanaman pangan mengalami
penurunan pada triwulan laporan
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN
BABV
Ketenagakerjaan menunjukkan adanya perbaikan di tengah kondisi perekonomian yang sedang melambat
Penyerapan tenaga kerja menunjukkan perbaikan di tengah kinerja ekonomi
Jawa Tengah yang belum optimal.
Angka pengangguran dan kemiskinan menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Nilai Tukar Petani (NTP) khususnya di subsektor tanaman pangan mengalami
penurunan pada triwulan laporan
5.1. Ketenagakerjaan
Di tengah tren perlambatan pertumbuhan
ekonomi, kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah
menunjukan perbaikan. Berdasarkan data pada
Februari 2015, penyerapan tenaga kerja kian membaik.
Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah angkatan
kerja dan penduduk angkatan kerja yang bekerja,
dibandingkan dengan bulan Februari dan Agustus
tahun sebe lumnya . Sementara i tu , jumlah
pengangguran relatif tetap dibandingkan Februari dan
Agustus tahun 2014. Pertumbuhan jumlah penduduk
bekerja meningkat pesat sebesar 3,40% (yoy) menjadi
17,32 juta orang. Peningkatan ini lebih besar daripada
peningkatan yang terjadi pada jumlah angkatan kerja
sebesar 3,21% (yoy) menjadi 18,29 juta orang.
Dibandingkan dengan angka nasional, Jawa Tengah
menyumbang 14,33% penduduk bekerja dari
keseluruhan angka penduduk bekerja secara nasional.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada
triwulan laporan juga meningkat. TPAK yang
mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia
kerja yang aktif secara ekonomi mengalami
pen ingkatan ba ik secara tahunan maupun
dibandingkan dengan Agustus 2014. TPAK pada
Februari 2015 sebesar 72,19%, naik dibandingkan
Februari 2014 yang sebesar 70,93% dan Agustus 2014
sebesar 69,68%. Nilai ini juga lebih besar daripada
TPAK nasional sebesar 69,50%.
Pasokan tenaga kerja yang tersedia mengalami
peningkatan, tercermin dari jumlah penduduk
usia kerja Jawa Tengah pada Februari 2015 yang
mengalami peningkatan dibandingkan Februari
dan Agustus 2014. Pada Februari 2015 jumlah
penduduk usia kerja Jawa Tengah sebesar 25,34 juta
orang, atau meningkat sebesar 1,44% dibandingkan
dengan Agustus 2014 yang berjumlah 25,19 juta
orang. Kondisi ini mengindikasikan terdapat potensi
tenaga kerja di Jawa Tengah dalam hal kuantitas
penduduk usia produktif yang besar.
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
INDIKATOR2015*
Angkatan Kerja
Bekerja
Pengangguran
Bukan Angkatan Kerja
Penduduk Usia Kerja
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) %
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)%
Pekerja Tidak Penuh
Setengah Penganggur
Paruh Waktu
Februari Agustus Februari
17,72
16,75
0,97
7,26
24,98
70,93
5,45
4,85
1,28
3,57
17,55
16,55
1,00
7,64
25,19
69,68
5,68
4,9
1,19
3,71
18,29
17,32
0,97
7,05
25,34
72,19
5,31
4,91
1,18
3,73
2014*
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
2013 2014
CIL
AC
AP
BAN
YU
MA
S
PURB
ALI
NG
GA
BAN
JARN
EGA
RA
KEB
UM
EN
PURW
ORE
JO
WO
NO
SOBO
MA
GEL
AN
G
BOY
OLA
LI
KLA
TEN
SUK
OH
ARJ
O
WO
NO
GIR
I
KA
RAN
GA
NYA
R
SRA
GEN
GRO
BOG
AN
BLO
RA
REM
BAN
G
PATI
KU
DU
S
JEPA
RA
DEM
AK
SEM
ARA
NG
TEM
AN
GG
UN
G
KEN
DA
L
BATA
NG
PEK
ALO
NG
AN
PEM
ALA
NG
TEG
AL
BRE
BES
Sumber : BPS Jawa Tengah
PERSEN PERSEN
60
62
64
66
68
70
72
74
KOTAMAGELANG
KOTASURAKARTA
KOTASALATIGA
KOTASEMARANG
KOTAPEKALONGAN
KOTA TEGAL
Sumber : BPS Jawa Tengah
2013 2014
77PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Grafik 5.1. TPAK Kabupaten di Jawa Tengah Grafik 5.2. TPAK Kota di Jawa Tengah
5.1. Ketenagakerjaan
Di tengah tren perlambatan pertumbuhan
ekonomi, kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah
menunjukan perbaikan. Berdasarkan data pada
Februari 2015, penyerapan tenaga kerja kian membaik.
Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah angkatan
kerja dan penduduk angkatan kerja yang bekerja,
dibandingkan dengan bulan Februari dan Agustus
tahun sebe lumnya . Sementara i tu , jumlah
pengangguran relatif tetap dibandingkan Februari dan
Agustus tahun 2014. Pertumbuhan jumlah penduduk
bekerja meningkat pesat sebesar 3,40% (yoy) menjadi
17,32 juta orang. Peningkatan ini lebih besar daripada
peningkatan yang terjadi pada jumlah angkatan kerja
sebesar 3,21% (yoy) menjadi 18,29 juta orang.
Dibandingkan dengan angka nasional, Jawa Tengah
menyumbang 14,33% penduduk bekerja dari
keseluruhan angka penduduk bekerja secara nasional.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada
triwulan laporan juga meningkat. TPAK yang
mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia
kerja yang aktif secara ekonomi mengalami
pen ingkatan ba ik secara tahunan maupun
dibandingkan dengan Agustus 2014. TPAK pada
Februari 2015 sebesar 72,19%, naik dibandingkan
Februari 2014 yang sebesar 70,93% dan Agustus 2014
sebesar 69,68%. Nilai ini juga lebih besar daripada
TPAK nasional sebesar 69,50%.
Pasokan tenaga kerja yang tersedia mengalami
peningkatan, tercermin dari jumlah penduduk
usia kerja Jawa Tengah pada Februari 2015 yang
mengalami peningkatan dibandingkan Februari
dan Agustus 2014. Pada Februari 2015 jumlah
penduduk usia kerja Jawa Tengah sebesar 25,34 juta
orang, atau meningkat sebesar 1,44% dibandingkan
dengan Agustus 2014 yang berjumlah 25,19 juta
orang. Kondisi ini mengindikasikan terdapat potensi
tenaga kerja di Jawa Tengah dalam hal kuantitas
penduduk usia produktif yang besar.
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
INDIKATOR2015*
Angkatan Kerja
Bekerja
Pengangguran
Bukan Angkatan Kerja
Penduduk Usia Kerja
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) %
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)%
Pekerja Tidak Penuh
Setengah Penganggur
Paruh Waktu
Februari Agustus Februari
17,72
16,75
0,97
7,26
24,98
70,93
5,45
4,85
1,28
3,57
17,55
16,55
1,00
7,64
25,19
69,68
5,68
4,9
1,19
3,71
18,29
17,32
0,97
7,05
25,34
72,19
5,31
4,91
1,18
3,73
2014*
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
2013 2014
CIL
AC
AP
BAN
YU
MA
S
PURB
ALI
NG
GA
BAN
JARN
EGA
RA
KEB
UM
EN
PURW
ORE
JO
WO
NO
SOBO
MA
GEL
AN
G
BOY
OLA
LI
KLA
TEN
SUK
OH
ARJ
O
WO
NO
GIR
I
KA
RAN
GA
NYA
R
SRA
GEN
GRO
BOG
AN
BLO
RA
REM
BAN
G
PATI
KU
DU
S
JEPA
RA
DEM
AK
SEM
ARA
NG
TEM
AN
GG
UN
G
KEN
DA
L
BATA
NG
PEK
ALO
NG
AN
PEM
ALA
NG
TEG
AL
BRE
BES
Sumber : BPS Jawa Tengah
PERSEN PERSEN
60
62
64
66
68
70
72
74
KOTAMAGELANG
KOTASURAKARTA
KOTASALATIGA
KOTASEMARANG
KOTAPEKALONGAN
KOTA TEGAL
Sumber : BPS Jawa Tengah
2013 2014
77PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Grafik 5.1. TPAK Kabupaten di Jawa Tengah Grafik 5.2. TPAK Kota di Jawa Tengah
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDIDIKAN
SD ke Bawah
SMP
SMA
DI/II/III dan Universitas
Total*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
2015*
Februari Agustus Februari
9,13
3,16
3,37
1,09
16,75
8,98
3,12
3,30
1,15
16,55
9,39
3,15
3,45
1,33
17,32
2014*
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Agustus 2013 – Agustus 2014 (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
PEKERJA BEBAS
PEKERJA TAK DIBAYAR
TOTAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2014
Februari Agustus Februari
2,81
2,93
0,57
5,43
2,48
2,29
16,51
2,66
3,34
0,54
5,15
2,02
2,76
16,47
2,82
2,93
0,62
5,74
2,29
2,36
16,76
2013
Agustus
2,86
3,19
0,64
5,25
2,18
2,43
16,55
*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
Februari
2015
3.03
3.01
0.57
6.09
2.25
2.37
17.32
Jenis pekerjaan yang paling besar pada Februari
2015 adalah kelompok orang yang bekerja
sebagai buruh/karyawan/pegawai, hal ini
mencerminkan banyaknya jumlah pekerja di
sektor formal. Jumlah pekerja di sektor formal naik
sebesar 4,72% (yoy) atau 0,3 juta orang dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang
berjumlah 6,36 juta orang. Peningkatan terutama
didorong oleh kelompok orang yang berusaha sendiri
yang tumbuh 7,44% (yoy) dan kelompok orang yang
berusaha dibantu buruh tidak tetap yang tumbuh
sebesar 2,73% (yoy).
Pekerja waktu penuh masih mendominasi di Jawa
Tengah. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar atau
71,65% masih didominasi oleh penduduk yang
dianggap sebagai pekerja penuh waktu (full time
worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok
35 jam ke atas per minggu. Jumlah pekerja waktu
penuh bertambah 0,76 juta orang dibandingkan
dengan Agustus 2014 atau naik sebesar 6,52% (Tabel
5.4).
Kual itas penduduk yang bekerja belum
mengalami perbaikan. Penyerapan tenaga kerja
sebagian besar masih didominasi oleh penduduk yang
berpendidikan rendah (SD ke bawah), dengan porsi
54,21%. Sementara pekerja yang berpendidikan tinggi
hanya mencakup kurang dari 10% yaitu 7,68%.
Sedangkan sisanya merupakan pekerja berpendidikan
menengah. Dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya, komposisi ini tidak mengalami perubahan
yang signifikan.
Angka pengangguran mengalami penurunan
pada Februari 2015 dibandingkan Agustus 2014.
Jumlah pengangguran pada Februari 2015 sebesar
0,97 juta orang, lebih rendah 3,00% dibandingkan
dengan Agustus 2014 yang berjumlah 1 juta orang.
Jawa Tengah menyumbang 13,02% dari keseluruhan
angka pengangguran secara nasional. Sementara
dilihat dari indikator Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT), Jawa Tengah mengalami penurunan, yaitu dari
5,45% pada Februari 2014 menjadi 5,31% di Februari
2015 (Tabel 5.1). Angka ini lebih rendah dari TPT
nasional yaitu sebesar 5,81%.
Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDUDUK YANG BEKERJA
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PEKERJA PARUH WAKTU
PEKERJA PENUH
TOTAL
2015*
Februari Agustus
4,85
1,28
3,57
11,90
16,75
4,90
1,19
3,71
11,65
16,55
4,91
1,18
3,73
12,41
17,32
2014*
Februari
*) Data diolah dari Sakernas 2013-2015
5.2. Pengangguran
79PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Kondisi ketenagakerjaan saat ini dipandang
sedikit berbeda oleh konsumen. Berdasarkan hasil
survei konsumen di Jawa Tengah, konsumen masih
menunjukkan optimisme terhadap kondisi penghasilan
saat ini, akan tetapi konsumen sedikit pesimis terhadap
kondisi lapangan pekerjaan saat ini. (Grafik 5.3). Hal ini
tercermin dari perlambatan pada sektor industri
pengolahan dan berdampak kepada perlambatan
ekonomi Jawa Tengah secara keseluruhan di triwulan II
2015.
Kondisi ketenagakerjaan yang akan datang masih
dipandang optimis meski tidak seoptimis periode
sebelumnya. Berdasarkan survei konsumen di Jawa
Tengah, pandangan konsumen melihat kondisi
lapangan kerja yang akan datang masih tetap optimis,
meskipun tidak setinggi periode sebelumnya. Hal ini
terlihat dari indeks ekspektasi ketersediaan lapangan
kerja yang sedikit menurun menjadi 120,9 dari
sebelumnya 127,3. Penurunan optimisme konsumen
juga terjadi pada kondisi kegiatan usaha yang akan
datang, tercermin dari penurunan indeks ekspektasi
konsumen dari 134,9 pada triwulan I 2015 menjadi
131,7. Namun konsumen masih optimis terhadap
kondisi penghasilan ke depan (Grafik 5.4).
Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami
perubahan, sektor pertanian masih menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di
Jawa Tengah. Pada Februari 2015, sektor pertanian
masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan
tenaga kerja di Jawa Tengah sebesar 5,39 juta orang
atau 31,12% dari total penduduk yang bekerja di Jawa
Tengah. Sektor perdagangan menempati posisi kedua
dengan menyerap 4,01 juta orang atau 23,15%
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Sektor ini
mengalami laju peningkatan penyerapan tenaga kerja
yang lebih besar dibandingkan sektor lainnya. Hal ini
sejalan dengan besarnya porsi sektor perdagangan
dalam pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah yang
tumbuh positif sebesar 2,92% (yoy) di triwulan I 2015.
Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini Grafik 5.4. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
PENGHASILAN LAPANGAN KERJA
70
80
90
100
110
120
130
140
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
PESIMIS
OPTIMIS
INDEKS
II
PENGHASILAN LAPANGAN KERJA KEGIATAN USAHA
70
80
90
100
110
120
130
140
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
INDEKS
PESIMIS
OPTIMIS
II
140
160
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA
PERTANIAN
INDUSTRI
PERDAGANGAN
JASA
LAINNYA**
TOTAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2015*
Februari Agustus Februari
5,19
3,31
3,72
2,15
2,38
16,75
5,17
3,17
3,72
2,19
2,30
16,55
5,39
3,33
4,01
2,28
2,31
17,32
2014*
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN78
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDIDIKAN
SD ke Bawah
SMP
SMA
DI/II/III dan Universitas
Total*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
2015*
Februari Agustus Februari
9,13
3,16
3,37
1,09
16,75
8,98
3,12
3,30
1,15
16,55
9,39
3,15
3,45
1,33
17,32
2014*
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Agustus 2013 – Agustus 2014 (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
STATUS PEKERJAN UTAMA
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
PEKERJA BEBAS
PEKERJA TAK DIBAYAR
TOTAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2014
Februari Agustus Februari
2,81
2,93
0,57
5,43
2,48
2,29
16,51
2,66
3,34
0,54
5,15
2,02
2,76
16,47
2,82
2,93
0,62
5,74
2,29
2,36
16,76
2013
Agustus
2,86
3,19
0,64
5,25
2,18
2,43
16,55
*) Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014**) Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk
Februari
2015
3.03
3.01
0.57
6.09
2.25
2.37
17.32
Jenis pekerjaan yang paling besar pada Februari
2015 adalah kelompok orang yang bekerja
sebagai buruh/karyawan/pegawai, hal ini
mencerminkan banyaknya jumlah pekerja di
sektor formal. Jumlah pekerja di sektor formal naik
sebesar 4,72% (yoy) atau 0,3 juta orang dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang
berjumlah 6,36 juta orang. Peningkatan terutama
didorong oleh kelompok orang yang berusaha sendiri
yang tumbuh 7,44% (yoy) dan kelompok orang yang
berusaha dibantu buruh tidak tetap yang tumbuh
sebesar 2,73% (yoy).
Pekerja waktu penuh masih mendominasi di Jawa
Tengah. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar atau
71,65% masih didominasi oleh penduduk yang
dianggap sebagai pekerja penuh waktu (full time
worker), yaitu penduduk yang bekerja pada kelompok
35 jam ke atas per minggu. Jumlah pekerja waktu
penuh bertambah 0,76 juta orang dibandingkan
dengan Agustus 2014 atau naik sebesar 6,52% (Tabel
5.4).
Kual itas penduduk yang bekerja belum
mengalami perbaikan. Penyerapan tenaga kerja
sebagian besar masih didominasi oleh penduduk yang
berpendidikan rendah (SD ke bawah), dengan porsi
54,21%. Sementara pekerja yang berpendidikan tinggi
hanya mencakup kurang dari 10% yaitu 7,68%.
Sedangkan sisanya merupakan pekerja berpendidikan
menengah. Dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya, komposisi ini tidak mengalami perubahan
yang signifikan.
Angka pengangguran mengalami penurunan
pada Februari 2015 dibandingkan Agustus 2014.
Jumlah pengangguran pada Februari 2015 sebesar
0,97 juta orang, lebih rendah 3,00% dibandingkan
dengan Agustus 2014 yang berjumlah 1 juta orang.
Jawa Tengah menyumbang 13,02% dari keseluruhan
angka pengangguran secara nasional. Sementara
dilihat dari indikator Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT), Jawa Tengah mengalami penurunan, yaitu dari
5,45% pada Februari 2014 menjadi 5,31% di Februari
2015 (Tabel 5.1). Angka ini lebih rendah dari TPT
nasional yaitu sebesar 5,81%.
Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDUDUK YANG BEKERJA
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PEKERJA PARUH WAKTU
PEKERJA PENUH
TOTAL
2015*
Februari Agustus
4,85
1,28
3,57
11,90
16,75
4,90
1,19
3,71
11,65
16,55
4,91
1,18
3,73
12,41
17,32
2014*
Februari
*) Data diolah dari Sakernas 2013-2015
5.2. Pengangguran
79PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Kondisi ketenagakerjaan saat ini dipandang
sedikit berbeda oleh konsumen. Berdasarkan hasil
survei konsumen di Jawa Tengah, konsumen masih
menunjukkan optimisme terhadap kondisi penghasilan
saat ini, akan tetapi konsumen sedikit pesimis terhadap
kondisi lapangan pekerjaan saat ini. (Grafik 5.3). Hal ini
tercermin dari perlambatan pada sektor industri
pengolahan dan berdampak kepada perlambatan
ekonomi Jawa Tengah secara keseluruhan di triwulan II
2015.
Kondisi ketenagakerjaan yang akan datang masih
dipandang optimis meski tidak seoptimis periode
sebelumnya. Berdasarkan survei konsumen di Jawa
Tengah, pandangan konsumen melihat kondisi
lapangan kerja yang akan datang masih tetap optimis,
meskipun tidak setinggi periode sebelumnya. Hal ini
terlihat dari indeks ekspektasi ketersediaan lapangan
kerja yang sedikit menurun menjadi 120,9 dari
sebelumnya 127,3. Penurunan optimisme konsumen
juga terjadi pada kondisi kegiatan usaha yang akan
datang, tercermin dari penurunan indeks ekspektasi
konsumen dari 134,9 pada triwulan I 2015 menjadi
131,7. Namun konsumen masih optimis terhadap
kondisi penghasilan ke depan (Grafik 5.4).
Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami
perubahan, sektor pertanian masih menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di
Jawa Tengah. Pada Februari 2015, sektor pertanian
masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan
tenaga kerja di Jawa Tengah sebesar 5,39 juta orang
atau 31,12% dari total penduduk yang bekerja di Jawa
Tengah. Sektor perdagangan menempati posisi kedua
dengan menyerap 4,01 juta orang atau 23,15%
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Sektor ini
mengalami laju peningkatan penyerapan tenaga kerja
yang lebih besar dibandingkan sektor lainnya. Hal ini
sejalan dengan besarnya porsi sektor perdagangan
dalam pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah yang
tumbuh positif sebesar 2,92% (yoy) di triwulan I 2015.
Grafik 5.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini Grafik 5.4. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
PENGHASILAN LAPANGAN KERJA
70
80
90
100
110
120
130
140
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
PESIMIS
OPTIMIS
INDEKS
II
PENGHASILAN LAPANGAN KERJA KEGIATAN USAHA
70
80
90
100
110
120
130
140
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
INDEKS
PESIMIS
OPTIMIS
II
140
160
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA
PERTANIAN
INDUSTRI
PERDAGANGAN
JASA
LAINNYA**
TOTAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2015*
Februari Agustus Februari
5,19
3,31
3,72
2,15
2,38
16,75
5,17
3,17
3,72
2,19
2,30
16,55
5,39
3,33
4,01
2,28
2,31
17,32
2014*
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN78
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
perikanan dan tanaman perkebunan rakyat mengalami
sedikit peningkatan NTP dibandingkan triwulan I 2015.
Subsektor perikanan meningkat dibandingkan triwulan
I 2015 dari 99,11 menjadi 100,91 pada triwulan II 2015,
sedangkan subsektor tanaman perkebunan rakyat
meningkat 0,12 menjadi 99,93 pada triwulan II 2015
dari 99,80 pada triwulan I 2015 (Grafik 5.8).
Indeks yang diterima petani di semua subsektor
meningkat pada triwulan II 2015, kecuali
subsektor tanaman pangan. Kenaikan terbesar
indeks yang diterima petani terjadi di subsektor
perikanan sebesar 3,63% dibandingkan triwulan I
2015. Tingginya peningkatan indeks yang diterima
petani di subsektor perikanan disebabkan oleh harga
pada kelompok penangkapan ikan yang meningkat
0,46% dan kelompok budidaya ikan yang mengalami
kenaikan sebesar 1,76%. Di sisi lain, indeks yang
diterima petani di subsektor tanaman pangan menurun
di triwulan ini. Penurunan tersebut disebabkan oleh
menurunnya harga produksi tanaman pangan. Hal ini
terjadi karena pada triwulan ini bertepatan dengan
musim panen tanaman pangan, yang ditunjukkan oleh
PDRB sektor pertanian yang mengalami peningkatan.
Indeks yang dibayar petani meningkat untuk
semua subsektor. Secara historis, indeks yang dibayar
petani akan selalu mengalami peningkatan dan tidak
pernah menunjukkan tren penurunan. Kenaikan
terbesar terjadi di subsektor tanaman pangan,
perikanan dan hortikultura. Peningkatan indeks yang
dibayar petani untuk subsektor tanaman pangan
dibarengi dengan penurunan indeks yang diterimanya,
sehingga NTP di sektor tersebut mengalami penurunan
yang cukup tajam dibandingkan dengan triwulan I
2015.
Kemampuan produksi petani pada periode
laporan tercatat menurun. Kemampuan produksi
petani yang tercermin dari Nilai Tukar Usaha Rumah 10Tangga Pertanian (NTUP) pada triwulan II 2015
mengalami penurunan yaitu menjadi 103,09 dari
sebelumnya104,99 pada triwulan I 2015. Penurunan
NTUP terbesar pada triwulan II 2015 terjadi di subsektor
tanaman pangan sebesar -8,61%. Sementara itu,
peningkatan NTUP terbesar terjadi pada subsektor
perikanan. Hal ini disebabkan adanya peningkatan
indeks yang diterima petani ( It ) lebih besar
dibandingkan indeks yang dibayar (Ib), sehingga petani
di subsektor perikanan dapat meningkatkan
produksinya.
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.
10.
81PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
II95
100
105
110
115
120
125
25000
27000
29000
31000
33000
35000
37000
39000
41000
43000 PDRB (MILIAR RP) INDEKS
INDEKS YANG DITERIMA PETANI (TANAMAN PANGAN) PDRB SEKTOR PERTANIAN
Sumber : BPS Jawa Tengah
Grafik 5.9. Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor TanamanPangan dengan PDRB Sektor Pertanian
Grafik 5.6. TPT Kota di Jawa Tengah
MAGELANG SURAKARTA SALATIGA SEMARANG PEKALONGAN TEGAL
2013 2014
0123456789
10
Sumber : BPS Jawa Tengah
0
2
4
6
8
10
12
CIL
AC
AP
BAN
YU
MA
S
PURB
ALI
NG
GA
BAN
JARN
EGA
RA
KEB
UM
EN
PURW
ORE
JO
WO
NO
SOBO
MA
GEL
AN
G
BOY
OLA
LI
KLA
TEN
SUK
OH
ARJ
O
WO
NO
GIR
I
KA
RAN
GA
NYA
R
SRA
GEN
GRO
BOG
AN
BLO
RA
REM
BAN
G
PATI
KU
DU
S
JEPA
RA
DEM
AK
SEM
ARA
NG
TEM
AN
GG
UN
G
KEN
DA
L
BATA
NG
PEK
ALO
NG
AN
PEM
ALA
NG
TEG
AL
BRE
BES
2013 2014
Grafik 5.5. TPT Kabupaten di Jawa TengahSumber : BPS Jawa Tengah
PERSEN
PERSEN
TPT di hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa
Tengah menurun. Penurunan terbesar terjadi di
Kabupaten Kudus dari 8,07% menjadi 5,03%. Di sisi
lain, hanya sebagian kecil kabupaten/kota di Jawa
Tengah yang TPT-nya naik. Peningkatan terbesar terjadi
di Kota Semarang dari 6,02% menjadi 7,76%.
Kabupaten yang memiliki nilai TPT tinggi umumnya
memiliki tingkat pendidikan yang rendah, seperti
Kabupaten Brebes dan Pemalang.
95.3. Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2015
mengalami penurunan dibandingkan triwulan I
2015. Penurunan NTP mengindikasikan menurunnya
kesejahteraan petani dengan menurunnya daya beli
petani di pedesaan. Hal ini tercermin dari indeks yang
dibayar petani naik lebih tinggi dibandingkan dengan
indeks yang diterima petani (Grafik 5.7). Penurunan
NTP ini disebabkan oleh turunnya harga produk
pertanian karena musim panen dan diikuti dengan
meningkatnya inflasi. Peningkatan inflasi ini kemudian
menurunkan daya beli masyarakat, salah satunya
menurunkan daya beli petani.
Penurunan NTP terjadi di sebagian besar
s u b s e k t o r, k e c u a l i s u b s e k t o r t a n a m a n
perkebunan rakyat dan subsektor perikanan.
Penurunan NTP terbesar terjadi pada subsektor
tanaman pangan sebesar -5,64% atau menjadi 94,53
dibandingkan triwulan I 2015 sebesar 100,18. Selain
itu, penurunan juga terjadi pada subsektor holtikultura
yang menurun sebesar -1,50% atau menjadi 96,99 dari
98,46 pada triwulan I 2015, disusul oleh penurunan
subsektor peternakan sebesar -0,86% atau menjadi
103,98 pada triwulan II 2015 dibandingkan triwulan I
2015 sebesar 104,88. Sementara itu, subsektor
Grafik 5.8. NTP Subsektor di Jawa Tengah
TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN
HORTIKULTURAPERIKANAN
Sumber : BPS Jawa Tengah
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
INDEKS
II
Grafik 5.7. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
Sumber : BPS Jawa Tengah
95
100
105
110
115
120
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
INDEKS
INDEKS YANG DITERIMA PETANI (IT) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (IB) NILAI TUKAR PETANI
II
Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
9.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN80
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
perikanan dan tanaman perkebunan rakyat mengalami
sedikit peningkatan NTP dibandingkan triwulan I 2015.
Subsektor perikanan meningkat dibandingkan triwulan
I 2015 dari 99,11 menjadi 100,91 pada triwulan II 2015,
sedangkan subsektor tanaman perkebunan rakyat
meningkat 0,12 menjadi 99,93 pada triwulan II 2015
dari 99,80 pada triwulan I 2015 (Grafik 5.8).
Indeks yang diterima petani di semua subsektor
meningkat pada triwulan II 2015, kecuali
subsektor tanaman pangan. Kenaikan terbesar
indeks yang diterima petani terjadi di subsektor
perikanan sebesar 3,63% dibandingkan triwulan I
2015. Tingginya peningkatan indeks yang diterima
petani di subsektor perikanan disebabkan oleh harga
pada kelompok penangkapan ikan yang meningkat
0,46% dan kelompok budidaya ikan yang mengalami
kenaikan sebesar 1,76%. Di sisi lain, indeks yang
diterima petani di subsektor tanaman pangan menurun
di triwulan ini. Penurunan tersebut disebabkan oleh
menurunnya harga produksi tanaman pangan. Hal ini
terjadi karena pada triwulan ini bertepatan dengan
musim panen tanaman pangan, yang ditunjukkan oleh
PDRB sektor pertanian yang mengalami peningkatan.
Indeks yang dibayar petani meningkat untuk
semua subsektor. Secara historis, indeks yang dibayar
petani akan selalu mengalami peningkatan dan tidak
pernah menunjukkan tren penurunan. Kenaikan
terbesar terjadi di subsektor tanaman pangan,
perikanan dan hortikultura. Peningkatan indeks yang
dibayar petani untuk subsektor tanaman pangan
dibarengi dengan penurunan indeks yang diterimanya,
sehingga NTP di sektor tersebut mengalami penurunan
yang cukup tajam dibandingkan dengan triwulan I
2015.
Kemampuan produksi petani pada periode
laporan tercatat menurun. Kemampuan produksi
petani yang tercermin dari Nilai Tukar Usaha Rumah 10Tangga Pertanian (NTUP) pada triwulan II 2015
mengalami penurunan yaitu menjadi 103,09 dari
sebelumnya104,99 pada triwulan I 2015. Penurunan
NTUP terbesar pada triwulan II 2015 terjadi di subsektor
tanaman pangan sebesar -8,61%. Sementara itu,
peningkatan NTUP terbesar terjadi pada subsektor
perikanan. Hal ini disebabkan adanya peningkatan
indeks yang diterima petani ( It ) lebih besar
dibandingkan indeks yang dibayar (Ib), sehingga petani
di subsektor perikanan dapat meningkatkan
produksinya.
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.
10.
81PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
II95
100
105
110
115
120
125
25000
27000
29000
31000
33000
35000
37000
39000
41000
43000 PDRB (MILIAR RP) INDEKS
INDEKS YANG DITERIMA PETANI (TANAMAN PANGAN) PDRB SEKTOR PERTANIAN
Sumber : BPS Jawa Tengah
Grafik 5.9. Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor TanamanPangan dengan PDRB Sektor Pertanian
Grafik 5.6. TPT Kota di Jawa Tengah
MAGELANG SURAKARTA SALATIGA SEMARANG PEKALONGAN TEGAL
2013 2014
0123456789
10
Sumber : BPS Jawa Tengah
0
2
4
6
8
10
12
CIL
AC
AP
BAN
YU
MA
S
PURB
ALI
NG
GA
BAN
JARN
EGA
RA
KEB
UM
EN
PURW
ORE
JO
WO
NO
SOBO
MA
GEL
AN
G
BOY
OLA
LI
KLA
TEN
SUK
OH
ARJ
O
WO
NO
GIR
I
KA
RAN
GA
NYA
R
SRA
GEN
GRO
BOG
AN
BLO
RA
REM
BAN
G
PATI
KU
DU
S
JEPA
RA
DEM
AK
SEM
ARA
NG
TEM
AN
GG
UN
G
KEN
DA
L
BATA
NG
PEK
ALO
NG
AN
PEM
ALA
NG
TEG
AL
BRE
BES
2013 2014
Grafik 5.5. TPT Kabupaten di Jawa TengahSumber : BPS Jawa Tengah
PERSEN
PERSEN
TPT di hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa
Tengah menurun. Penurunan terbesar terjadi di
Kabupaten Kudus dari 8,07% menjadi 5,03%. Di sisi
lain, hanya sebagian kecil kabupaten/kota di Jawa
Tengah yang TPT-nya naik. Peningkatan terbesar terjadi
di Kota Semarang dari 6,02% menjadi 7,76%.
Kabupaten yang memiliki nilai TPT tinggi umumnya
memiliki tingkat pendidikan yang rendah, seperti
Kabupaten Brebes dan Pemalang.
95.3. Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2015
mengalami penurunan dibandingkan triwulan I
2015. Penurunan NTP mengindikasikan menurunnya
kesejahteraan petani dengan menurunnya daya beli
petani di pedesaan. Hal ini tercermin dari indeks yang
dibayar petani naik lebih tinggi dibandingkan dengan
indeks yang diterima petani (Grafik 5.7). Penurunan
NTP ini disebabkan oleh turunnya harga produk
pertanian karena musim panen dan diikuti dengan
meningkatnya inflasi. Peningkatan inflasi ini kemudian
menurunkan daya beli masyarakat, salah satunya
menurunkan daya beli petani.
Penurunan NTP terjadi di sebagian besar
s u b s e k t o r, k e c u a l i s u b s e k t o r t a n a m a n
perkebunan rakyat dan subsektor perikanan.
Penurunan NTP terbesar terjadi pada subsektor
tanaman pangan sebesar -5,64% atau menjadi 94,53
dibandingkan triwulan I 2015 sebesar 100,18. Selain
itu, penurunan juga terjadi pada subsektor holtikultura
yang menurun sebesar -1,50% atau menjadi 96,99 dari
98,46 pada triwulan I 2015, disusul oleh penurunan
subsektor peternakan sebesar -0,86% atau menjadi
103,98 pada triwulan II 2015 dibandingkan triwulan I
2015 sebesar 104,88. Sementara itu, subsektor
Grafik 5.8. NTP Subsektor di Jawa Tengah
TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN
HORTIKULTURAPERIKANAN
Sumber : BPS Jawa Tengah
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
INDEKS
II
Grafik 5.7. NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
Sumber : BPS Jawa Tengah
95
100
105
110
115
120
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
INDEKS
INDEKS YANG DITERIMA PETANI (IT) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (IB) NILAI TUKAR PETANI
II
Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
9.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN80
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Tabel 5.7. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011 - September 2014 (Rupiah)
Sumber : BPS, diolah
GARIS KEMISKINAN
Kota
Desa
Kota & Desa
2011 Sept 2012Mar 2012
222.430
198.814
209.611
234.799
211.823
222.327
245.817
223.622
233.769
1.
2.
3.
Sept 2013Mar 2013
254.801
235.202
244.161
268.397
256.368
261.881
Mar 2014279.036
267.991
273.056
Sep 2014
286.014
277.802
281.750
Dibandingkan dengan kondisi di bulan Maret
2014, menurunnya angka kemiskinan di bulan
September 2014 terutama terjadi di daerah
perkotaan. Apabila dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin
di perkotaan turun sebesar 5,30% atau turun 8,92%
dibandingkan Maret 2014. Sementara di pedesaan,
secara tahunan penduduk miskin turun sebesar 1,55%.
Hal yang sama bila dibandingkan bulan Maret 2014,
angka kemiskinan di desa terlihat menurun sebesar
3,48%. Jumlah penduduk miskin di perkotaan pada
September 2014 mencapai 1.772 ribu jiwa. Sedangkan
di pedesaan mencapai 2.790 ribu jiwa atau memiliki
porsi sekitar 60% dari total penduduk miskin di Jawa
Tengah.
11Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.
Dalam enam bulan terakhir, garis kemiskinan kota dan
d e s a m e n i n g k a t 3 , 1 8 % d a r i R p 2 7 3 . 0 5 6
perkapita/bulan menjadi Rp281.750 per kapita/bulan.
Apabila rata-rata pengeluaran perkapita per bulan
dibawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai
penduduk miskin. Kenaikan garis kemiskinan dapat
memengaruhi angka kemiskinan karena secara
langsung meningkatkan ambang nilai kemiskinan.
Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara
perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di
perkotaan dalam periode yang sama tercatat
mengalami peningkatan sebesar 2,50% dari
Rp279.036 per kapita/bulan menjadi Rp286.014 per
kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di daerah
pedesaan mengalami kenaikan sebesar 3,66%, dari
Rp267.991 per kapita/bulan menjadi Rp277.802 per
kapita/bulan.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah
satu indikator kesejahteraan masyarakat. Indikator ini
merupakan komposit dari empat faktor yaitu angka
harapan hidup, persentase penduduk melek huruf,
rata-rata lama sekolah dan pendapatan perkapita.
IPM Jawa Tengah mengalami tren peningkatan
dari tahun ke tahun. Secara historis, nilai IPM selalu
lebih tinggi dibandingkan IPM nasional. Data terakhir,
IPM Jawa Tengah sebesar 74,05 pada tahun 2013,
meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar
73,36. Cukup tingginya IPM Jawa Tengah didorong
oleh faktor harapan hidup penduduk dan pendapatan
perkapita yang relatif baik. Faktor pendidikan, seperti
angka melek huruf dan lama sekolah di sisi lain masih
relatif rendah dibandingkan dengan nasional.
Berdasarkan data terakhir, angka melek huruf di Jawa
Tengah hanya 91,71% sementara nasional mencapai
94,14%. Secara rata-rata lama sekolah penduduk Jawa
Tengah hanya 7,43 tahun atau setara SMP, lebih rendah
dari nasional yaitu 8,14 tahun.
BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang.
11.
83PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
SUBSEKTOR
TANAMAN PANGAN
HORTIKULTURA
TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
PETERNAKAN
PERIKANAN
TOTAL
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
106,68
102,91
103,71
109,24
103,92
104,99
97,5
102,83
105,40
109,08
106,17
103,09
-8,61
-0,08
1,63
-0,15
2,17
-1,81
I - 2015 II - 2015 %Perubahan
Grafik 5.10. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa TengahSumber : BPS Jawa Tengah
TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
90
95
100
105
110
115
120
125 INDEKS
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
II
Angka kemiskinan Jawa Tengah menunjukkan
adanya penurunan. Data terakhir BPS menunjukkan
adanya penurunan jumlah penduduk miskin di bulan
September 2014. Tingkat kemiskinan di bulan tersebut
sebesar 4.562 ribu jiwa atau 13,58% dari jumlah
penduduk Jawa Tengah, menurun dibanding bulan Maret
2014 yang berjumlah 4.837 ribu jiwa atau 14,44% dari
jumlah penduduk Jawa Tengah. Sementara secara
persentase, jumlah penduduk miskin tersebut turun
5,69% dibading bulan Maret 2014, atau turun 3,04%
dibanding bulan yang sama tahun 2013.
Secara nasional angka kemiskinan mengalami
penurunan. Jumlah penduduk miskin di tingkat
nasional turun sebesar 0,55 juta jiwa dibandingkan
Maret 2014 menjadi 27,73 juta jiwa atau 10,96% dari
total penduduk Indonesia. Jawa Tengah menyumbang
0,049% dari total penduduk miskin di nasional, turun
dibandingkan sumbangan pada bulan Maret 2014
sebesar 0,051%.
5.4. Tingkat Kemiskinan
Grafik 5.11. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
Sumber : BPS Jawa Tengah
90
95
100
105
110
115
120
125
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
INDEKS
TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN
HORTIKULTURAPERIKANAN
II
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN82
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Sumber : BPS, diolah
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2014 (ribuan orang)Grafik 5.12.
5
7
9
11
13
15
17
19
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
2011 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14
RIBU ORANG %
KOTAKOTA+DESA DESA
DESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN
Tabel 5.7. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011 - September 2014 (Rupiah)
Sumber : BPS, diolah
GARIS KEMISKINAN
Kota
Desa
Kota & Desa
2011 Sept 2012Mar 2012
222.430
198.814
209.611
234.799
211.823
222.327
245.817
223.622
233.769
1.
2.
3.
Sept 2013Mar 2013
254.801
235.202
244.161
268.397
256.368
261.881
Mar 2014279.036
267.991
273.056
Sep 2014
286.014
277.802
281.750
Dibandingkan dengan kondisi di bulan Maret
2014, menurunnya angka kemiskinan di bulan
September 2014 terutama terjadi di daerah
perkotaan. Apabila dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin
di perkotaan turun sebesar 5,30% atau turun 8,92%
dibandingkan Maret 2014. Sementara di pedesaan,
secara tahunan penduduk miskin turun sebesar 1,55%.
Hal yang sama bila dibandingkan bulan Maret 2014,
angka kemiskinan di desa terlihat menurun sebesar
3,48%. Jumlah penduduk miskin di perkotaan pada
September 2014 mencapai 1.772 ribu jiwa. Sedangkan
di pedesaan mencapai 2.790 ribu jiwa atau memiliki
porsi sekitar 60% dari total penduduk miskin di Jawa
Tengah.
11Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.
Dalam enam bulan terakhir, garis kemiskinan kota dan
d e s a m e n i n g k a t 3 , 1 8 % d a r i R p 2 7 3 . 0 5 6
perkapita/bulan menjadi Rp281.750 per kapita/bulan.
Apabila rata-rata pengeluaran perkapita per bulan
dibawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai
penduduk miskin. Kenaikan garis kemiskinan dapat
memengaruhi angka kemiskinan karena secara
langsung meningkatkan ambang nilai kemiskinan.
Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara
perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di
perkotaan dalam periode yang sama tercatat
mengalami peningkatan sebesar 2,50% dari
Rp279.036 per kapita/bulan menjadi Rp286.014 per
kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di daerah
pedesaan mengalami kenaikan sebesar 3,66%, dari
Rp267.991 per kapita/bulan menjadi Rp277.802 per
kapita/bulan.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah
satu indikator kesejahteraan masyarakat. Indikator ini
merupakan komposit dari empat faktor yaitu angka
harapan hidup, persentase penduduk melek huruf,
rata-rata lama sekolah dan pendapatan perkapita.
IPM Jawa Tengah mengalami tren peningkatan
dari tahun ke tahun. Secara historis, nilai IPM selalu
lebih tinggi dibandingkan IPM nasional. Data terakhir,
IPM Jawa Tengah sebesar 74,05 pada tahun 2013,
meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar
73,36. Cukup tingginya IPM Jawa Tengah didorong
oleh faktor harapan hidup penduduk dan pendapatan
perkapita yang relatif baik. Faktor pendidikan, seperti
angka melek huruf dan lama sekolah di sisi lain masih
relatif rendah dibandingkan dengan nasional.
Berdasarkan data terakhir, angka melek huruf di Jawa
Tengah hanya 91,71% sementara nasional mencapai
94,14%. Secara rata-rata lama sekolah penduduk Jawa
Tengah hanya 7,43 tahun atau setara SMP, lebih rendah
dari nasional yaitu 8,14 tahun.
BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang.
11.
83PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
SUBSEKTOR
TANAMAN PANGAN
HORTIKULTURA
TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
PETERNAKAN
PERIKANAN
TOTAL
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015
106,68
102,91
103,71
109,24
103,92
104,99
97,5
102,83
105,40
109,08
106,17
103,09
-8,61
-0,08
1,63
-0,15
2,17
-1,81
I - 2015 II - 2015 %Perubahan
Grafik 5.10. Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa TengahSumber : BPS Jawa Tengah
TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
90
95
100
105
110
115
120
125 INDEKS
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
II
Angka kemiskinan Jawa Tengah menunjukkan
adanya penurunan. Data terakhir BPS menunjukkan
adanya penurunan jumlah penduduk miskin di bulan
September 2014. Tingkat kemiskinan di bulan tersebut
sebesar 4.562 ribu jiwa atau 13,58% dari jumlah
penduduk Jawa Tengah, menurun dibanding bulan Maret
2014 yang berjumlah 4.837 ribu jiwa atau 14,44% dari
jumlah penduduk Jawa Tengah. Sementara secara
persentase, jumlah penduduk miskin tersebut turun
5,69% dibading bulan Maret 2014, atau turun 3,04%
dibanding bulan yang sama tahun 2013.
Secara nasional angka kemiskinan mengalami
penurunan. Jumlah penduduk miskin di tingkat
nasional turun sebesar 0,55 juta jiwa dibandingkan
Maret 2014 menjadi 27,73 juta jiwa atau 10,96% dari
total penduduk Indonesia. Jawa Tengah menyumbang
0,049% dari total penduduk miskin di nasional, turun
dibandingkan sumbangan pada bulan Maret 2014
sebesar 0,051%.
5.4. Tingkat Kemiskinan
Grafik 5.11. Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
Sumber : BPS Jawa Tengah
90
95
100
105
110
115
120
125
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
INDEKS
TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN
HORTIKULTURAPERIKANAN
II
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN82
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Sumber : BPS, diolah
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2014 (ribuan orang)Grafik 5.12.
5
7
9
11
13
15
17
19
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
2011 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14
RIBU ORANG %
KOTAKOTA+DESA DESA
DESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
BABVI
Perekonomian pada triwulan III 2015 diperkirakan tumbuh meningkat, dengan inflasi yang meningkat.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan III 2015 diperkirakan akan
mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,
didukung oleh peningkatan konsumsi masyarakat pada musim Lebaran dan juga
peningkatan konsumsi pemerintah sesuai dengan pola musimannya.
Sementara secara sektoral, kinerja sektor perdagangan dan konstruksi
diperkirakan akan mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan
konsumsi masyarakat dan juga konsumsi pemerintah pada triwulan III 2015.
Inflasi triwulan III 2015 diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya didorong gejolak harga pangan dan biaya pendidikan. Secara
keseluruhan tahun 2015, inflasi diperkirakan turun dibandingkan 2014 seiring
meredanya dampak kenaikan harga BBM.
Grafik 5.14. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan Nasional
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Harapan Hidup(tahun)
Melek Huruf(%)
Lama Sekolah(tahun)
PengeluaranPerkapita('0000 rupiah)
Sumber : BPS Nasional
JAWA TENGAH NASIONAL
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Grafik 5.13. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75 INDEKS
JAWA TENGAH NASIONAL
Sumber : BPS Nasional
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN84
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
BABVI
Perekonomian pada triwulan III 2015 diperkirakan tumbuh meningkat, dengan inflasi yang meningkat.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan III 2015 diperkirakan akan
mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,
didukung oleh peningkatan konsumsi masyarakat pada musim Lebaran dan juga
peningkatan konsumsi pemerintah sesuai dengan pola musimannya.
Sementara secara sektoral, kinerja sektor perdagangan dan konstruksi
diperkirakan akan mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan
konsumsi masyarakat dan juga konsumsi pemerintah pada triwulan III 2015.
Inflasi triwulan III 2015 diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya didorong gejolak harga pangan dan biaya pendidikan. Secara
keseluruhan tahun 2015, inflasi diperkirakan turun dibandingkan 2014 seiring
meredanya dampak kenaikan harga BBM.
Grafik 5.14. Komposit Pembentuk IPM Jawa Tengah dan Nasional
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Harapan Hidup(tahun)
Melek Huruf(%)
Lama Sekolah(tahun)
PengeluaranPerkapita('0000 rupiah)
Sumber : BPS Nasional
JAWA TENGAH NASIONAL
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Grafik 5.13. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75 INDEKS
JAWA TENGAH NASIONAL
Sumber : BPS Nasional
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN84
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan III 2015
d i p e r k i r a k a n a k a n t u m b u h m e n i n g k a t
dibandingkan triwulan II 2015. Peningkatan
tersebut diperkirakan terutama didorong oleh
konsumsi masyarakat yang meningkat terkait dengan
hari raya Idul Fitri yang jatuh pada awal triwulan III.
Sementara itu, konsumsi pemerintah dan investasi juga
diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan III
sesuai dengan pola musimannya. Di sisi lain, konsumsi
Lembaga Non Profit Penunjang Rumah Tangga (LNPRT)
juga diperkirakan akan mengalami kenaikan menjelang
pilkada serentak di akhir tahun.
Pada triwulan III 2015, perekonomian Jawa Tengah
diperkirakan tumbuh sebesar 5,28% (yoy). Secara
triwulanan, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada
triwulan III 2015 diperkirakan tumbuh sebesar 3,19%
(qtq) atau meningkat dibandingkan dengan periode
yang sama tahun lalu sebesar 2,76% (qtq). Perkiraan
adanya perbaikan perekonomian ini sejalan dengan
data indikator perekonomian terakhir serta berbagai
survei yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Jawa Tengah.
Keyakinan konsumen dan ekspektasi pelaku
usaha kedepan masih cukup kuat yang
diindikasikan dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi ke depan. Survei kegiatan dunia usaha
menunjukkan bahwa pelaku usaha memperkirakan
kondisi situasi bisnis perusahaan dan kegiatan dunia
usaha lebih baik dibanding triwulan sebelumnya (Grafik
6.2.). Optimisme pelaku usaha juga sejalan dengan
masih terjaganya kepercayaan konsumen dalam
memandang perekonomian di triwulan III 2015. Hal
tersebut terkonfirmasi dari pendapatan rumah tangga
yang diprediksi akan meningkat sejalan dengan
meningkatnya indeks tendensi konsumen (Grafik 6.3.)
serta terjaganya inflasi. Peningkatan konsumsi
masyarakat selama musim Lebaran yang juga
bersamaan dengan musim liburan sekolah diperkirakan
akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di
triwulan III.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah pada 2015 diperkirakan akan tetap
mengalami pertumbuhan. Ekonomi Jawa Tengah
pada tahun 2015 diperkirakan akan berada pada
kisaran 5,2% - 5,6% (yoy). Hal ini sejalan dengan
proyeksi Bank Indonesia yang memperkirakan
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015
akan berada pada kisaran 5,0 – 5,4%. Pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2015 diperkirakan
masih berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional,
yang te rutama te r tahan o leh per lambatan
pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi yang masih
mengandalkan komoditas sumber daya alam sebagai
sumber pendapatannya.
I II III IV I II
2014 2015
12,00
(6,00)
(4,00)
(2,00)
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
*Proyeksi Bank IndonesiaSumber: BPS, estimasi
PDRB INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIANPERDAGANGAN BESAR & ECERANKONSTRUKSI
III
87
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
KEGIATAN USAHA PERKIRAAN KEGIATAN USAHA
II III*0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0 % SBT
* Angka perkiraan
46.66
36.80
Perkiraan Kegiatan Dunia UsahaGrafik 6.2.Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan III 2015
d i p e r k i r a k a n a k a n t u m b u h m e n i n g k a t
dibandingkan triwulan II 2015. Peningkatan
tersebut diperkirakan terutama didorong oleh
konsumsi masyarakat yang meningkat terkait dengan
hari raya Idul Fitri yang jatuh pada awal triwulan III.
Sementara itu, konsumsi pemerintah dan investasi juga
diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan III
sesuai dengan pola musimannya. Di sisi lain, konsumsi
Lembaga Non Profit Penunjang Rumah Tangga (LNPRT)
juga diperkirakan akan mengalami kenaikan menjelang
pilkada serentak di akhir tahun.
Pada triwulan III 2015, perekonomian Jawa Tengah
diperkirakan tumbuh sebesar 5,28% (yoy). Secara
triwulanan, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada
triwulan III 2015 diperkirakan tumbuh sebesar 3,19%
(qtq) atau meningkat dibandingkan dengan periode
yang sama tahun lalu sebesar 2,76% (qtq). Perkiraan
adanya perbaikan perekonomian ini sejalan dengan
data indikator perekonomian terakhir serta berbagai
survei yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Jawa Tengah.
Keyakinan konsumen dan ekspektasi pelaku
usaha kedepan masih cukup kuat yang
diindikasikan dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi ke depan. Survei kegiatan dunia usaha
menunjukkan bahwa pelaku usaha memperkirakan
kondisi situasi bisnis perusahaan dan kegiatan dunia
usaha lebih baik dibanding triwulan sebelumnya (Grafik
6.2.). Optimisme pelaku usaha juga sejalan dengan
masih terjaganya kepercayaan konsumen dalam
memandang perekonomian di triwulan III 2015. Hal
tersebut terkonfirmasi dari pendapatan rumah tangga
yang diprediksi akan meningkat sejalan dengan
meningkatnya indeks tendensi konsumen (Grafik 6.3.)
serta terjaganya inflasi. Peningkatan konsumsi
masyarakat selama musim Lebaran yang juga
bersamaan dengan musim liburan sekolah diperkirakan
akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di
triwulan III.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah pada 2015 diperkirakan akan tetap
mengalami pertumbuhan. Ekonomi Jawa Tengah
pada tahun 2015 diperkirakan akan berada pada
kisaran 5,2% - 5,6% (yoy). Hal ini sejalan dengan
proyeksi Bank Indonesia yang memperkirakan
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015
akan berada pada kisaran 5,0 – 5,4%. Pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2015 diperkirakan
masih berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional,
yang te rutama te r tahan o leh per lambatan
pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi yang masih
mengandalkan komoditas sumber daya alam sebagai
sumber pendapatannya.
I II III IV I II
2014 2015
12,00
(6,00)
(4,00)
(2,00)
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
*Proyeksi Bank IndonesiaSumber: BPS, estimasi
PDRB INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIANPERDAGANGAN BESAR & ECERANKONSTRUKSI
III
87
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
KEGIATAN USAHA PERKIRAAN KEGIATAN USAHA
II III*0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0 % SBT
* Angka perkiraan
46.66
36.80
Perkiraan Kegiatan Dunia UsahaGrafik 6.2.Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
Konsumsi Lembaga Nirlaba Penunjang Rumah
Tangga (LNPRT) diperkirakan akan mengalami
peningkatan pada triwulan III. Peningkatan tersebut
terutama berasal dari peningkatan konsumsi partai
politik menjelang musim pemilihan kepala daerah
(pilkada) serentak yang direncanakan akan digelar pada
akhir tahun ini. Namun demikian, peningkatan
konsumsi LNPRT pada tahun ini diperkirakan tidak
sebesar peningkatan konsumsi LNPRT tahun 2014 lalu.
Ekspor luar negeri Jawa Tengah diperkirakan akan
mengalami kenaikan pada triwulan III, meskipun
masih bersifat terbatas. Permintaan yang berasal dari
negara-negara tujuan ekspor utama Jawa Tengah
diperkirakan akan mengalami kenaikan menjelang
akhir tahun. Namun demikian, kenaikan permintaan
tersebut diperkirakan akan tertahan sejalan dengan
pemulihan ekonomi negara-negara tujuan ekspor Jawa
Tengah yang hingga saat ini masih belum seperti yang
diharapkan.
Amerika Serikat, selaku negara tujuan ekspor utama
Jawa Tengah dengan share sebesar kurang lebih 25%
dari total ekspor Jawa Tengah, hingga saat ini masih
belum mengalami pemulihan ekonomi seperti yang
diharapkan sebelumnya. Industrial Production Index
(IPI) AS memperlihatkan tren yang terus menurun sejak
awal tahun (Grafik 6.5). Di sisi lain, tekanan
perekonomian AS dipengaruhi oleh penguatan dolar
AS yang berdampak pada menurunnya kinerja sektor
eksternal yang pada akhirnya menurunkan
pendapatan AS, sehingga konsumsi diperkirakan juga
menurun.
Sementara itu, data Bank Indonesia menunjukkan
bahwa tingkat keyakinan konsumen terhadap
perbaikan ekonomi Eropa masih tinggi, meskipun
belakangan ini dibayangi risiko dari “Grexit”. Di sisi lain,
Tiongkok masih mengalami tren perlambatan
ekonomi, terlihat dari data pertumbuhan penjualan
ritel & mobil Tiongkok yang masih menunjukkan tren
yang melambat.
6.1.2. Sisi Sektoral
Secara sektoral, sebagian besar sektor ekonomi
diperkirakan akan mengalami perbaikan kinerja
di triwulan III 2015. Perbaikan tersebut terutama
didorong oleh perbaikan kinerja pada sektor-sektor
utama daerah yang memiliki share terhadap
perekonomian sebesar 64,82%.
89
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Sumber: Federal Reserve Bank of St. Louis
105.5
106.0
106.5
107.0
107.5
108.0
JUN
JUL
AU
G
SEP
OC
T
NO
V
DEC JAN
FEB
MA
R
APR
MA
Y
JUN
2014 2015
IPI AMERIKA SERIKAT
Perkembangan Industrial Production IndexGrafik 6.5
108.5
Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan EceranGrafik 6.4
160
155
150
145
140
135
130
125
120
2014
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 62015
7 8 9
EKSPEKTASI PENJUALAN 3 BULAN YAD RATA - RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 3 BULAN YAD
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015
95
100
105
110
115
120
125 INDEKS
Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen MendatangSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDAPATAN RT MENDATANG RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA, REKREASI, DAN PESTA HAJATAN
ITK MENDATANG
III
Konsumsi pemerintah diperkirakan akan
meningkat di triwulan III sesuai dengan pola
musimannya. Pertumbuhan konsumsi pemerintah
pada triwulan III 2015 diperkirakan akan mengalami
peningkatan d ibandingkan dengan per iode
sebelumnya terkait dengan realisasi proyek pemerintah
yang sudah berjalan di triwulan III 2015. Hal tersebut
juga sesuai dengan pola musiman dari konsumsi
pemerintah.
Investas i d iperkirakan akan mengalami
peningkatan di triwulan III 2015. Perkiraan
peningkatan tersebut sejalan dengan hasil survei
kegiatan dunia usaha yang mengindikasikan pelaku
usaha tetap optimis dan akan tetap melakukan
investasi pada triwulan III (Grafik 6.2). Sejalan dengan
hasil survei kegiatan dunia usaha, hasil survei tendensi
konsumen juga menunjukkan indeks rencana
pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan pesta
hajatan akan mengalami peningkatan pada triwulan III
setelah mengalami penurunan pada triwulan laporan.
Investasi pemerintah juga diperkirakan naik sesuai
dengan pola musimannya. Beberapa proyek
pemerintah yang mulai dilaksanakan di triwulan III
antara lain Tol Salatiga – Surakarta, Flyover Palur, Tol
Bawen – Salatiga, Jembatan Kalipang, dan lain-lain.
Dengan demikian, Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) pada triwulan III diperkirakan akan mengalami
peningkatan.
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010menurut Penggunaan dan Proyeksi Triwulan III 2015 (%)
6.1.1. Sisi Penggunaan Kinerja permintaan domestik diperkirakan masih
menjadi pendorong utama pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah. Konsumsi diperkirakan akan
mengalami kenaikan di triwulan III sejalan dengan
musim Lebaran yang jatuh bersamaan dengan musim
liburan sekolah pada awal triwulan III.
Konsumsi rumah tangga cenderung tumbuh
menguat pada triwulan III 2015 sejalan dengan
h a s i l s u r v e i t e n d e n s i k o n s u m e n y a n g
menunjukkan pen ingkatan d i t r iwulan
selanjutnya. Perkiraan meningkatnya konsumsi
masyarakat tercermin dari hasil survei tendensi
konsumen (STK) yang menunjukkan adanya
peningkatan indeks tendensi konsumen (ITK). Naiknya
ITK mengindikasikan bahwa sebagian besar konsumen
mempersepsikan adanya perbaikan kondisi ekonomi
pada triwulan berjalan bila dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Selain itu, STK Jawa Tengah juga
memperlihatkan kenaikan optimisme konsumen yang
terkait dengan pendapatan mendatang, yang juga
disertai dengan peningkatan rencana pembelian
barang tahan lama, rekreasi, dan pesta hajatan.
Sementara dari sisi pelaku usaha, indeks ekspektasi
penjualan 3 bulan yang akan datang pada Survei
Penjualan Eceran (SPE) Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Jawa Tengah (grafik 6.4) juga
menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan pada
triwulan III bila dibandingkan dengan triwulan II 2015.
88
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
PMTB
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTAR DAERAH
P D R B
PENGGUNAAN 2014**
I II
III IVTOTAL
4,28
7,21
5,44
4,39
15,3
13,5
112,21
5,14
4,1
22,45
1,05
3,14
22,47
5,63
10,6
5,66
4,04
16,26
-9,68
6,39
19,69
-6,46
15,71
4,19
4,51
3,43
4,79
5,74
8,92
-10,7
-23,06
5,69
3,95
-5,27
9,89
1,52
-9,11
-14,9
23,24
6,16
4,15
8,62
2,66
4,16
9,55
-7,29
-1,02
5,42
4,20
-9,66
3,16
6,78
-4,11
-11,52
14,87
5,54
4.15
-12.33
2.31
2.64
-3.42
-7.55
10.63
4,84
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013*I II
2015p
4.34
-7.33
3.69
3.12
-3.14
-6.77
9.10
5.28
IIIp
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
Konsumsi Lembaga Nirlaba Penunjang Rumah
Tangga (LNPRT) diperkirakan akan mengalami
peningkatan pada triwulan III. Peningkatan tersebut
terutama berasal dari peningkatan konsumsi partai
politik menjelang musim pemilihan kepala daerah
(pilkada) serentak yang direncanakan akan digelar pada
akhir tahun ini. Namun demikian, peningkatan
konsumsi LNPRT pada tahun ini diperkirakan tidak
sebesar peningkatan konsumsi LNPRT tahun 2014 lalu.
Ekspor luar negeri Jawa Tengah diperkirakan akan
mengalami kenaikan pada triwulan III, meskipun
masih bersifat terbatas. Permintaan yang berasal dari
negara-negara tujuan ekspor utama Jawa Tengah
diperkirakan akan mengalami kenaikan menjelang
akhir tahun. Namun demikian, kenaikan permintaan
tersebut diperkirakan akan tertahan sejalan dengan
pemulihan ekonomi negara-negara tujuan ekspor Jawa
Tengah yang hingga saat ini masih belum seperti yang
diharapkan.
Amerika Serikat, selaku negara tujuan ekspor utama
Jawa Tengah dengan share sebesar kurang lebih 25%
dari total ekspor Jawa Tengah, hingga saat ini masih
belum mengalami pemulihan ekonomi seperti yang
diharapkan sebelumnya. Industrial Production Index
(IPI) AS memperlihatkan tren yang terus menurun sejak
awal tahun (Grafik 6.5). Di sisi lain, tekanan
perekonomian AS dipengaruhi oleh penguatan dolar
AS yang berdampak pada menurunnya kinerja sektor
eksternal yang pada akhirnya menurunkan
pendapatan AS, sehingga konsumsi diperkirakan juga
menurun.
Sementara itu, data Bank Indonesia menunjukkan
bahwa tingkat keyakinan konsumen terhadap
perbaikan ekonomi Eropa masih tinggi, meskipun
belakangan ini dibayangi risiko dari “Grexit”. Di sisi lain,
Tiongkok masih mengalami tren perlambatan
ekonomi, terlihat dari data pertumbuhan penjualan
ritel & mobil Tiongkok yang masih menunjukkan tren
yang melambat.
6.1.2. Sisi Sektoral
Secara sektoral, sebagian besar sektor ekonomi
diperkirakan akan mengalami perbaikan kinerja
di triwulan III 2015. Perbaikan tersebut terutama
didorong oleh perbaikan kinerja pada sektor-sektor
utama daerah yang memiliki share terhadap
perekonomian sebesar 64,82%.
89
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Sumber: Federal Reserve Bank of St. Louis
105.5
106.0
106.5
107.0
107.5
108.0
JUN
JUL
AU
G
SEP
OC
T
NO
V
DEC JAN
FEB
MA
R
APR
MA
Y
JUN
2014 2015
IPI AMERIKA SERIKAT
Perkembangan Industrial Production IndexGrafik 6.5
108.5
Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan EceranGrafik 6.4
160
155
150
145
140
135
130
125
120
2014
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 62015
7 8 9
EKSPEKTASI PENJUALAN 3 BULAN YAD RATA - RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 3 BULAN YAD
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015
95
100
105
110
115
120
125 INDEKS
Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen MendatangSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
PENDAPATAN RT MENDATANG RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA, REKREASI, DAN PESTA HAJATAN
ITK MENDATANG
III
Konsumsi pemerintah diperkirakan akan
meningkat di triwulan III sesuai dengan pola
musimannya. Pertumbuhan konsumsi pemerintah
pada triwulan III 2015 diperkirakan akan mengalami
peningkatan d ibandingkan dengan per iode
sebelumnya terkait dengan realisasi proyek pemerintah
yang sudah berjalan di triwulan III 2015. Hal tersebut
juga sesuai dengan pola musiman dari konsumsi
pemerintah.
Investas i d iperkirakan akan mengalami
peningkatan di triwulan III 2015. Perkiraan
peningkatan tersebut sejalan dengan hasil survei
kegiatan dunia usaha yang mengindikasikan pelaku
usaha tetap optimis dan akan tetap melakukan
investasi pada triwulan III (Grafik 6.2). Sejalan dengan
hasil survei kegiatan dunia usaha, hasil survei tendensi
konsumen juga menunjukkan indeks rencana
pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan pesta
hajatan akan mengalami peningkatan pada triwulan III
setelah mengalami penurunan pada triwulan laporan.
Investasi pemerintah juga diperkirakan naik sesuai
dengan pola musimannya. Beberapa proyek
pemerintah yang mulai dilaksanakan di triwulan III
antara lain Tol Salatiga – Surakarta, Flyover Palur, Tol
Bawen – Salatiga, Jembatan Kalipang, dan lain-lain.
Dengan demikian, Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) pada triwulan III diperkirakan akan mengalami
peningkatan.
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010menurut Penggunaan dan Proyeksi Triwulan III 2015 (%)
6.1.1. Sisi Penggunaan Kinerja permintaan domestik diperkirakan masih
menjadi pendorong utama pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah. Konsumsi diperkirakan akan
mengalami kenaikan di triwulan III sejalan dengan
musim Lebaran yang jatuh bersamaan dengan musim
liburan sekolah pada awal triwulan III.
Konsumsi rumah tangga cenderung tumbuh
menguat pada triwulan III 2015 sejalan dengan
h a s i l s u r v e i t e n d e n s i k o n s u m e n y a n g
menunjukkan pen ingkatan d i t r iwulan
selanjutnya. Perkiraan meningkatnya konsumsi
masyarakat tercermin dari hasil survei tendensi
konsumen (STK) yang menunjukkan adanya
peningkatan indeks tendensi konsumen (ITK). Naiknya
ITK mengindikasikan bahwa sebagian besar konsumen
mempersepsikan adanya perbaikan kondisi ekonomi
pada triwulan berjalan bila dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Selain itu, STK Jawa Tengah juga
memperlihatkan kenaikan optimisme konsumen yang
terkait dengan pendapatan mendatang, yang juga
disertai dengan peningkatan rencana pembelian
barang tahan lama, rekreasi, dan pesta hajatan.
Sementara dari sisi pelaku usaha, indeks ekspektasi
penjualan 3 bulan yang akan datang pada Survei
Penjualan Eceran (SPE) Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Jawa Tengah (grafik 6.4) juga
menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan pada
triwulan III bila dibandingkan dengan triwulan II 2015.
88
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
PMTB
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTAR DAERAH
P D R B
PENGGUNAAN 2014**
I II
III IVTOTAL
4,28
7,21
5,44
4,39
15,3
13,5
112,21
5,14
4,1
22,45
1,05
3,14
22,47
5,63
10,6
5,66
4,04
16,26
-9,68
6,39
19,69
-6,46
15,71
4,19
4,51
3,43
4,79
5,74
8,92
-10,7
-23,06
5,69
3,95
-5,27
9,89
1,52
-9,11
-14,9
23,24
6,16
4,15
8,62
2,66
4,16
9,55
-7,29
-1,02
5,42
4,20
-9,66
3,16
6,78
-4,11
-11,52
14,87
5,54
4.15
-12.33
2.31
2.64
-3.42
-7.55
10.63
4,84
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2013*I II
2015p
4.34
-7.33
3.69
3.12
-3.14
-6.77
9.10
5.28
IIIp
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
Pola Historis Impor Bahan Baku Provinsi Jawa TengahGrafik 6.6
-10
-5
0
5
10
15
20
25
0
200
400
600
800
1000
1200
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
%, YOYUSD JUTA
IMPOR BAHAN BAKU PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Pada triwulan III 2015, sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan diperkirakan akan
mengalami pertumbuhan yang melambat bila
dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan
tersebut diperkirakan akan didorong oleh perlambatan
subsektor pertanian yang sesuai dengan pola
musimannya. Selain itu, diperkirakan El Nino tahun ini
akan menyebabkan pergeseran musim hujan, yang
pada awalnya diperkirakan akan jatuh pada awal
September kemudian bergeser menjadi di akhir
Oktober, sehingga subsektor pertanian di triwulan III
juga akan terkena dampak.
6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan III 2015
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan III
2015 diperkirakan meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Peningkatan inflasi ini
didorong oleh meningkatnya permintaan saat lebaran
diikuti dengan menurunnya produksi bahan pangan
sesuai dengan pola musimannya serta kemarau
panjang dampak dari El Nino. Selain itu, tekanan harga
diperkirakan juga berasal dari kenaikan biaya
pendidikan seiring memasuki tahun ajaran baru. Inflasi
triwulan III 2015 diperkirakan sebesar 6,96% (yoy),
meningkat dari triwulan II 2015 yang sebesar 6,15%
(yoy).
Berdasarkan disagregasinya, inflasi volatile foods
diperkirakan lebih tinggi dibandingkan periode
yang sama tahun lalu. Menurunnya produksi seiring
masa tanam untuk komoditas beras mendorong
adanya kenaikan inflasi. Selain itu, musim kekeringan
yang berkepanjangan diperkirakan berdampak pada
berkurangnya pasokan komoditas hortikultura, seperti
bawang merah dan cabai. Komoditas daging sapi dan
ayam ras juga memberikan andil terhadap kenaikan
inflasi kelompok ini, seiring dengan datangnya hari raya
Idul Adha pada akhir September 2015. Kenaikan harga
daging sapi bahkan sudah terl ihat semenjak
pertengahan triwulan III 2015, pasca bulan lebaran di
mana harga tetap bertahan tinggi. Kenaikan harga ini
salah satunya ditengarai akibat produsen yang
menahan penjualan menunggu datangnya hari raya
Idul Adha.
Inflasi kelompok administered prices diperkirakan
lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2015.
Peningkatan diperkirakan berasal dari kenaikan cukai
rokokserta kenaikan harga minyak dunia yang
berimplikasi pada penyesuaian harga komoditas
administered prices. Selain itu, kenaikan tarif angkutan,
meliputi kenaikan tarif angkutan udara dan angkutan
antarkota juga turut menyumbangkan kenaikan inflasi
di awal triwulan III 2015.
Inflasi kelompok inti diperkirakan sedikit
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Hal ini utamanya didorong oleh kenaikan biaya
pendidikan memasuki tahun ajaran baru. Di samping
itu, tren pergerakan nilai tukar yang melemah dan
dampak lanjutan kenaikan harga komoditas
administered, seperti inflasi biaya tempat tinggal dan
makanan jadi mendorong adanya peningkatan inflasi
inti di triwulan III 2015.
6.2. Inflasi
91
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Lapangan Usaha dan Proyeksi Triwulan III 2015 (%)
Sektor utama daerah tersebut adalah sektor industri
pengolahan (pangsa 35,36%), sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan (pangsa 16,12%), dan
sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil
dan sepeda motor (pangsa 13,14%).
Kinerja sektor perdagangan diperkirakan akan
meningkat sehubungan dengan hari raya Lebaran
yang jatuh pada bulan Juli. Sektor perdagangan
diperkirakan akan mengalami peningkatan di triwulan
III. Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Juli yang
disertai dengan pembagian THR diperkirakan akan
turut mendorong perba ikan k iner ja sektor
perdagangan di triwulan III. Sejalan dengan hal
tersebut, hasil Survei Pedagang Eceran (SPE) yang
dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Jawa Tengah juga menunjukkan ekspektasi
penjualan yang meningkat di triwulan III. Selain itu
sektor perdagangan diperkirakan juga meningkat
sejalan dengan persiapan pelaksanaan pilkada serentak
di akhir tahun 2015.
Sektor konstruksi juga diperkirakan akan
meningkat sejalan dengan peningkatan realisasi
belanja pemerintah dan peningkatan PMTB di
triwulan III 2015. Sesuai dengan pola musimannya,
konsumsi pemerintah diperkirakan akan mengalami
peningkatan di triwulan III. Selain itu, PMTB juga
diindikasikan akan mengalami peningkatan di triwulan
III didorong oleh realisasi investasi yang dilakukan
pemerintah dan dunia usaha. Sejalan dengan hal
tersebut, diperkirakan sektor konstruksi akan
mengalami peningkatan kinerja di triwulan III.
Industr i pengolahan diperk i rakan akan
meningkat pada triwulan III terkait dengan
building stocks yang dilakukan oleh para pelaku
usaha untuk mengantisipasi naiknya permintaan
menjelang akhir tahun. Hal tersebut ditandai dengan
meningkatnya impor bahan baku pada triwulan III
sesuai dengan pola musimannya (grafik 6.5). Namun
demikian, peningkatan tersebut diperkirakan akan
tertahan sejalan dengan perlambatan kinerja industri
pengolahan yang berorientasi ekspor (seperti mebel
dan tekstil) di triwulan III. Perlambatan tersebut
diperkirakan terjadi sejalan dengan kondisi negara
tujuan ekspor Jawa Tengah belum membaik seperti
perkiraan awal. Dengan demikian, permintaan
domestik diharapkan dapat menjadi pendorong bagi
peningkatan kinerja industri pengolahan di triwulan III.
90
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan
Pertambangan Dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik Dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar Dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor
Transportasi Dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum
Informasi Dan Komunikasi
Jasa Keuangan Dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial
Jasa Lainnya
Produk Domestik Regional Bruto
URAIAN 2014
I* II*
III* IV*TOTAL*
-2.78%
7.00%
8.38%
0.67%
6.11%
5.66%
6.27%
6.23%
5.32%
10.54%
2.92%
8.89%
8.21%
0.73%
9.85%
12.99%
7.91%
5.66%
-3.80%
4.65%
7.29%
7.65%
3.15%
4.18%
1.79%
5.01%
6.40%
10.96%
3.18%
7.85%
6.83%
-2.86%
11.43%
13.46%
8.58%
4.19%
-2.99%
6.02%
9.73%
4.86%
2.96%
2.76%
4.58%
7.94%
9.68%
12.39%
3.68%
5.29%
7.57%
-0.41%
12.28%
11.81%
9.11%
5.69%
-1.94%
8.37%
6.81%
-2.16%
1.65%
4.96%
4.93%
16.46%
9.08%
18.09%
7.11%
6.85%
10.61%
5.67%
7.60%
7.11%
8.41%
6.16%
-2.95%
6.50%
8.04%
2.70%
3.45%
4.38%
4.35%
8.97%
7.63%
13.00%
4.22%
7.19%
8.31%
0.78%
10.17%
11.20%
8.50%
5.42%
1.46%
1.15%
6.35%
-1.17%
1.96%
3.68%
3.33%
14.13%
8.45%
11.57%
6.94%
6.72%
11.56%
4.14%
10.11%
9.35%
8.34%
5.51%
6.37%
2.20%
3.73%
3.20%
3.13%
4.12%
2.75%
9.71%
6.28%
8.51%
7.42%
7.02%
10.45%
8.00%
9.25%
4.45%
-1.13%
4.84%
I* II**
2015**
5.32%
1.66%
3.74%
3.38%
3.55%
5.32%
3.24%
8.31%
8.74%
9.73%
9.45%
8.82%
12.04%
9.75%
11.94%
6.14%
4.47%
5.28%
IIIp
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
Pola Historis Impor Bahan Baku Provinsi Jawa TengahGrafik 6.6
-10
-5
0
5
10
15
20
25
0
200
400
600
800
1000
1200
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
%, YOYUSD JUTA
IMPOR BAHAN BAKU PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Pada triwulan III 2015, sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan diperkirakan akan
mengalami pertumbuhan yang melambat bila
dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan
tersebut diperkirakan akan didorong oleh perlambatan
subsektor pertanian yang sesuai dengan pola
musimannya. Selain itu, diperkirakan El Nino tahun ini
akan menyebabkan pergeseran musim hujan, yang
pada awalnya diperkirakan akan jatuh pada awal
September kemudian bergeser menjadi di akhir
Oktober, sehingga subsektor pertanian di triwulan III
juga akan terkena dampak.
6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan III 2015
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan III
2015 diperkirakan meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Peningkatan inflasi ini
didorong oleh meningkatnya permintaan saat lebaran
diikuti dengan menurunnya produksi bahan pangan
sesuai dengan pola musimannya serta kemarau
panjang dampak dari El Nino. Selain itu, tekanan harga
diperkirakan juga berasal dari kenaikan biaya
pendidikan seiring memasuki tahun ajaran baru. Inflasi
triwulan III 2015 diperkirakan sebesar 6,96% (yoy),
meningkat dari triwulan II 2015 yang sebesar 6,15%
(yoy).
Berdasarkan disagregasinya, inflasi volatile foods
diperkirakan lebih tinggi dibandingkan periode
yang sama tahun lalu. Menurunnya produksi seiring
masa tanam untuk komoditas beras mendorong
adanya kenaikan inflasi. Selain itu, musim kekeringan
yang berkepanjangan diperkirakan berdampak pada
berkurangnya pasokan komoditas hortikultura, seperti
bawang merah dan cabai. Komoditas daging sapi dan
ayam ras juga memberikan andil terhadap kenaikan
inflasi kelompok ini, seiring dengan datangnya hari raya
Idul Adha pada akhir September 2015. Kenaikan harga
daging sapi bahkan sudah terl ihat semenjak
pertengahan triwulan III 2015, pasca bulan lebaran di
mana harga tetap bertahan tinggi. Kenaikan harga ini
salah satunya ditengarai akibat produsen yang
menahan penjualan menunggu datangnya hari raya
Idul Adha.
Inflasi kelompok administered prices diperkirakan
lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2015.
Peningkatan diperkirakan berasal dari kenaikan cukai
rokokserta kenaikan harga minyak dunia yang
berimplikasi pada penyesuaian harga komoditas
administered prices. Selain itu, kenaikan tarif angkutan,
meliputi kenaikan tarif angkutan udara dan angkutan
antarkota juga turut menyumbangkan kenaikan inflasi
di awal triwulan III 2015.
Inflasi kelompok inti diperkirakan sedikit
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Hal ini utamanya didorong oleh kenaikan biaya
pendidikan memasuki tahun ajaran baru. Di samping
itu, tren pergerakan nilai tukar yang melemah dan
dampak lanjutan kenaikan harga komoditas
administered, seperti inflasi biaya tempat tinggal dan
makanan jadi mendorong adanya peningkatan inflasi
inti di triwulan III 2015.
6.2. Inflasi
91
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Lapangan Usaha dan Proyeksi Triwulan III 2015 (%)
Sektor utama daerah tersebut adalah sektor industri
pengolahan (pangsa 35,36%), sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan (pangsa 16,12%), dan
sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil
dan sepeda motor (pangsa 13,14%).
Kinerja sektor perdagangan diperkirakan akan
meningkat sehubungan dengan hari raya Lebaran
yang jatuh pada bulan Juli. Sektor perdagangan
diperkirakan akan mengalami peningkatan di triwulan
III. Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Juli yang
disertai dengan pembagian THR diperkirakan akan
turut mendorong perba ikan k iner ja sektor
perdagangan di triwulan III. Sejalan dengan hal
tersebut, hasil Survei Pedagang Eceran (SPE) yang
dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Jawa Tengah juga menunjukkan ekspektasi
penjualan yang meningkat di triwulan III. Selain itu
sektor perdagangan diperkirakan juga meningkat
sejalan dengan persiapan pelaksanaan pilkada serentak
di akhir tahun 2015.
Sektor konstruksi juga diperkirakan akan
meningkat sejalan dengan peningkatan realisasi
belanja pemerintah dan peningkatan PMTB di
triwulan III 2015. Sesuai dengan pola musimannya,
konsumsi pemerintah diperkirakan akan mengalami
peningkatan di triwulan III. Selain itu, PMTB juga
diindikasikan akan mengalami peningkatan di triwulan
III didorong oleh realisasi investasi yang dilakukan
pemerintah dan dunia usaha. Sejalan dengan hal
tersebut, diperkirakan sektor konstruksi akan
mengalami peningkatan kinerja di triwulan III.
Industr i pengolahan diperk i rakan akan
meningkat pada triwulan III terkait dengan
building stocks yang dilakukan oleh para pelaku
usaha untuk mengantisipasi naiknya permintaan
menjelang akhir tahun. Hal tersebut ditandai dengan
meningkatnya impor bahan baku pada triwulan III
sesuai dengan pola musimannya (grafik 6.5). Namun
demikian, peningkatan tersebut diperkirakan akan
tertahan sejalan dengan perlambatan kinerja industri
pengolahan yang berorientasi ekspor (seperti mebel
dan tekstil) di triwulan III. Perlambatan tersebut
diperkirakan terjadi sejalan dengan kondisi negara
tujuan ekspor Jawa Tengah belum membaik seperti
perkiraan awal. Dengan demikian, permintaan
domestik diharapkan dapat menjadi pendorong bagi
peningkatan kinerja industri pengolahan di triwulan III.
90
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan
Pertambangan Dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik Dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar Dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor
Transportasi Dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum
Informasi Dan Komunikasi
Jasa Keuangan Dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial
Jasa Lainnya
Produk Domestik Regional Bruto
URAIAN 2014
I* II*
III* IV*TOTAL*
-2.78%
7.00%
8.38%
0.67%
6.11%
5.66%
6.27%
6.23%
5.32%
10.54%
2.92%
8.89%
8.21%
0.73%
9.85%
12.99%
7.91%
5.66%
-3.80%
4.65%
7.29%
7.65%
3.15%
4.18%
1.79%
5.01%
6.40%
10.96%
3.18%
7.85%
6.83%
-2.86%
11.43%
13.46%
8.58%
4.19%
-2.99%
6.02%
9.73%
4.86%
2.96%
2.76%
4.58%
7.94%
9.68%
12.39%
3.68%
5.29%
7.57%
-0.41%
12.28%
11.81%
9.11%
5.69%
-1.94%
8.37%
6.81%
-2.16%
1.65%
4.96%
4.93%
16.46%
9.08%
18.09%
7.11%
6.85%
10.61%
5.67%
7.60%
7.11%
8.41%
6.16%
-2.95%
6.50%
8.04%
2.70%
3.45%
4.38%
4.35%
8.97%
7.63%
13.00%
4.22%
7.19%
8.31%
0.78%
10.17%
11.20%
8.50%
5.42%
1.46%
1.15%
6.35%
-1.17%
1.96%
3.68%
3.33%
14.13%
8.45%
11.57%
6.94%
6.72%
11.56%
4.14%
10.11%
9.35%
8.34%
5.51%
6.37%
2.20%
3.73%
3.20%
3.13%
4.12%
2.75%
9.71%
6.28%
8.51%
7.42%
7.02%
10.45%
8.00%
9.25%
4.45%
-1.13%
4.84%
I* II**
2015**
5.32%
1.66%
3.74%
3.38%
3.55%
5.32%
3.24%
8.31%
8.74%
9.73%
9.45%
8.82%
12.04%
9.75%
11.94%
6.14%
4.47%
5.28%
IIIp
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
Sementara itu, pada kelompok administered
prices, kenaikan tarif transportasi menjadi
penyumbang inflasi terbesar sejalan dengan
momen mudik Lebaran. Meningkatnya tarif
angkutan udara terjadi untuk penjualan tiket melalui
online maupun melalui agen travel. Komoditas ini
tercatat memberikan sumbangan inflasi sebesar
0,16%. Sementara itu, tarif angkutan antarkota
terpantau naik untuk kelas ekonomi dan non-ekonomi
selama periode lebaran dan memberikan sumbangan
0,0985%. Kenaikan tarif transportasi tersebut
menyebabkan peningkatan inf las i kelompok
administered prices menjadi 1,78% (mtm) atau
12,02% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan
sebelumnya yang sebesar 0,47% (mtm) atau 11,01%
(yoy).
Di sisi lain, inflasi kelompok inti mengalami
penurunan dari 0,25% (mtm) menjadi 0,11%
(mtm) dibandingkan bulan sebelumnya. Secara
tahunan, inflasi inti tercatat sebesar 3,80% (yoy), lebih
rendah dibandingkan sebelumnya sebesar 4,18% (yoy).
Penurunan inflasi inti di Jawa Tengah ini didorong oleh
melemahnya permintaan di sektor properti yang
tercermin dari penurunan harga bahan bangunan,
meliputi komoditas batu bata, keramik, semen, dan
besi beton. Menurunnya inflasi inti ini ditengarai juga
diakibatkan oleh pelemahan daya beli di tengah
perlambatan ekonomi.
6.2.3. Inflasi 2015
Tekanan inflasi keseluruhan tahun 2015
diperkirakan akan menurun. Inflasi tahun 2015
diperkirakan sebesar 4,0-4,5% (yoy), lebih rendah bila
dibandingkan dengan tahun 2014 yang sebesar 8,22%
(yoy). Penurunan ini didukung terkendalinya inflasi di
seluruh kelompok, baik kelompok volatile foods,
kelompok administered prices, maupun kelompok inti.
Kelompok volatile foods diperkirakan akan
mengalami penurunan inflasi seiring terjaganya
pasokan di tengah upaya pemerintah mengatasi
permasalahan distribusi dan pasokan. Berdasarkan data
Dinas Pertanian, Provinsi Jawa Tengah merupakan
daerah produsen pangan dan terpantau mencatatkan
pasokan yang surplus. Pemprov mentargetkan produksi
beras Jawa Tengah tahun 2015 sebesar 11,14 juta ton,
meningkat sebesar 1,5 juta ton dibandingkan tahun
lalu. Hal ini kemudian diwujudkan melalui program
peningkatan produktivitas. Selain itu, upaya
pemerintah pusat dalam memperbaiki pasokan dan
distribusi komoditas pangan diperkirakan mampu
meredam tekanan inflasi pada kelompok ini. Upaya
tersebut tertuang dalam Perpres Pengendalian
Kebutuhan Bahan Pokok serta perluasan peran Bulog
untuk turut menyangga kebutuhan komoditas pangan
lain selain beras. Sementara itu, kelompok
administered prices diproyeksikan akan
mengalami penurunan inflasi seiring meredanya
dampak kenaikan harga BBM pada akhir tahun
2014. Namun demikian, penurunan ini relatif moderat,
mengingat terdapat risiko tekanan harga yang berasal
dari penyesuaian harga elpiji dan TTL, serta risiko
kenaikan harga minyak dunia di akhir tahun yang
berimplikasi pada kenaikan harga BBM dan tarif
angkutan.
Tekanan inflasi inti diperkirakan akan mengalami
s e d i k i t k e n a i k a n d i b a n d i n g k a n t a h u n
sebelumnya. Pergerakan nilai rupiah yang cenderung
melemah mendorong terjadinya peningkatan harga
barang impor. Selain itu, kenaikan harga barang juga
disebabkan adanya kenaikan bea masuk impor untuk
beberapa barang konsumsi sesuai dengan PMK No 132
tahun 2015. Adanya percepatan realisasi infrastruktur
pemerintah dan pembangunan properti di sektor
swasta berpotensi dapat mendorong kenaikan harga
komoditas bahan bangunan.
93OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
2013 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015
4 5 6 7 8 9
200
190
180
170
160
150
EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 6.9
2013 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015
4 5 6 7 8 9
200
190
180
170
160
150
EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.8
Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa TengahGrafik 6.7Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
% YOY
I II III IV I II2014 2015
IIIp
8,5
8
7,5
7
6,5
6
5,5
5
4,5
4
Proyeksi peningkatan inflasi di triwulan III 2015
terkonfirmasi dari ekspektasi harga, baik dari sisi
konsumen maupun pedagang. Peningkatan harga
masyarakat tercermin dari Survei Konsumen yang
menunjukkan adanya peningkatan ekspektasi 3 bulan
dan 6 bulan ke depan. Sementara itu, hasil Survei
Pedagang Eceran juga menunjukkan adanya kenaikan
ekspektasi harga untuk 6 bulan yang akan datang.
6.2.2. Inflasi Juli 2015Provinsi Jawa Tengah pada Juli 2015 mengalami inflasi
sebesar 0,92 (mtm), meningkat dibandingkan Juni
2015 yang sebesar 0,62% (mtm). Angka ini lebih
rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar
0,93% (mtm). Sementara itu, secara tahunan inflasi
Jawa Tengah tercatat sebesar 6,36% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 6,15%
(yoy). Dibandingkan inflasi nasional yang sebesar
7,26% (yoy), inflasi Jawa Tengah pada Juli 2015
mencatatkan angka yang lebih rendah. Tekanan harga
di bulan tersebut terutama didorong oleh kenaikan tarif
transportasi dan harga pangan di saat perayaan Idul
Fitri.
Berdasarkan kelompoknya, inflasi kelompok
volatile foods sebesar 3,36% (mtm), meningkat
dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 2,27% (mtm)
yang utamanya berasal dari komoditas daging ayam
ras, cabai rawit, dan cabai merah. Sementara secara
tahunan, inflasi volatile foods tercatat sebesar 9,09%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya
sebesar 7,82% (yoy). Harga daging ayam ras
meningkat didorong oleh tingginya permintaan selama
lebaran dan bertahan tinggi hingga akhir bulan.
Komoditas ini memberikan sumbangan inflasi sebesar
0,14%. Sementara itu, kenaikan inflasi cabai rawit dan
cabai merah disebabkan oleh berkurangnya produksi
cabai seiring datangnya musim kemarau yang
berkepanjangan. Secara berturut-turut, komoditas
cabai rawit dan cabai merah memberikan sumbangan
inflasi sebesar 0,10% dan 0,05%.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH92
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Sementara itu, pada kelompok administered
prices, kenaikan tarif transportasi menjadi
penyumbang inflasi terbesar sejalan dengan
momen mudik Lebaran. Meningkatnya tarif
angkutan udara terjadi untuk penjualan tiket melalui
online maupun melalui agen travel. Komoditas ini
tercatat memberikan sumbangan inflasi sebesar
0,16%. Sementara itu, tarif angkutan antarkota
terpantau naik untuk kelas ekonomi dan non-ekonomi
selama periode lebaran dan memberikan sumbangan
0,0985%. Kenaikan tarif transportasi tersebut
menyebabkan peningkatan inf las i kelompok
administered prices menjadi 1,78% (mtm) atau
12,02% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan
sebelumnya yang sebesar 0,47% (mtm) atau 11,01%
(yoy).
Di sisi lain, inflasi kelompok inti mengalami
penurunan dari 0,25% (mtm) menjadi 0,11%
(mtm) dibandingkan bulan sebelumnya. Secara
tahunan, inflasi inti tercatat sebesar 3,80% (yoy), lebih
rendah dibandingkan sebelumnya sebesar 4,18% (yoy).
Penurunan inflasi inti di Jawa Tengah ini didorong oleh
melemahnya permintaan di sektor properti yang
tercermin dari penurunan harga bahan bangunan,
meliputi komoditas batu bata, keramik, semen, dan
besi beton. Menurunnya inflasi inti ini ditengarai juga
diakibatkan oleh pelemahan daya beli di tengah
perlambatan ekonomi.
6.2.3. Inflasi 2015
Tekanan inflasi keseluruhan tahun 2015
diperkirakan akan menurun. Inflasi tahun 2015
diperkirakan sebesar 4,0-4,5% (yoy), lebih rendah bila
dibandingkan dengan tahun 2014 yang sebesar 8,22%
(yoy). Penurunan ini didukung terkendalinya inflasi di
seluruh kelompok, baik kelompok volatile foods,
kelompok administered prices, maupun kelompok inti.
Kelompok volatile foods diperkirakan akan
mengalami penurunan inflasi seiring terjaganya
pasokan di tengah upaya pemerintah mengatasi
permasalahan distribusi dan pasokan. Berdasarkan data
Dinas Pertanian, Provinsi Jawa Tengah merupakan
daerah produsen pangan dan terpantau mencatatkan
pasokan yang surplus. Pemprov mentargetkan produksi
beras Jawa Tengah tahun 2015 sebesar 11,14 juta ton,
meningkat sebesar 1,5 juta ton dibandingkan tahun
lalu. Hal ini kemudian diwujudkan melalui program
peningkatan produktivitas. Selain itu, upaya
pemerintah pusat dalam memperbaiki pasokan dan
distribusi komoditas pangan diperkirakan mampu
meredam tekanan inflasi pada kelompok ini. Upaya
tersebut tertuang dalam Perpres Pengendalian
Kebutuhan Bahan Pokok serta perluasan peran Bulog
untuk turut menyangga kebutuhan komoditas pangan
lain selain beras. Sementara itu, kelompok
administered prices diproyeksikan akan
mengalami penurunan inflasi seiring meredanya
dampak kenaikan harga BBM pada akhir tahun
2014. Namun demikian, penurunan ini relatif moderat,
mengingat terdapat risiko tekanan harga yang berasal
dari penyesuaian harga elpiji dan TTL, serta risiko
kenaikan harga minyak dunia di akhir tahun yang
berimplikasi pada kenaikan harga BBM dan tarif
angkutan.
Tekanan inflasi inti diperkirakan akan mengalami
s e d i k i t k e n a i k a n d i b a n d i n g k a n t a h u n
sebelumnya. Pergerakan nilai rupiah yang cenderung
melemah mendorong terjadinya peningkatan harga
barang impor. Selain itu, kenaikan harga barang juga
disebabkan adanya kenaikan bea masuk impor untuk
beberapa barang konsumsi sesuai dengan PMK No 132
tahun 2015. Adanya percepatan realisasi infrastruktur
pemerintah dan pembangunan properti di sektor
swasta berpotensi dapat mendorong kenaikan harga
komoditas bahan bangunan.
93OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
2013 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015
4 5 6 7 8 9
200
190
180
170
160
150
EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 6.9
2013 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
INDEKS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015
4 5 6 7 8 9
200
190
180
170
160
150
EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.8
Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa TengahGrafik 6.7Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
% YOY
I II III IV I II2014 2015
IIIp
8,5
8
7,5
7
6,5
6
5,5
5
4,5
4
Proyeksi peningkatan inflasi di triwulan III 2015
terkonfirmasi dari ekspektasi harga, baik dari sisi
konsumen maupun pedagang. Peningkatan harga
masyarakat tercermin dari Survei Konsumen yang
menunjukkan adanya peningkatan ekspektasi 3 bulan
dan 6 bulan ke depan. Sementara itu, hasil Survei
Pedagang Eceran juga menunjukkan adanya kenaikan
ekspektasi harga untuk 6 bulan yang akan datang.
6.2.2. Inflasi Juli 2015Provinsi Jawa Tengah pada Juli 2015 mengalami inflasi
sebesar 0,92 (mtm), meningkat dibandingkan Juni
2015 yang sebesar 0,62% (mtm). Angka ini lebih
rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar
0,93% (mtm). Sementara itu, secara tahunan inflasi
Jawa Tengah tercatat sebesar 6,36% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 6,15%
(yoy). Dibandingkan inflasi nasional yang sebesar
7,26% (yoy), inflasi Jawa Tengah pada Juli 2015
mencatatkan angka yang lebih rendah. Tekanan harga
di bulan tersebut terutama didorong oleh kenaikan tarif
transportasi dan harga pangan di saat perayaan Idul
Fitri.
Berdasarkan kelompoknya, inflasi kelompok
volatile foods sebesar 3,36% (mtm), meningkat
dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 2,27% (mtm)
yang utamanya berasal dari komoditas daging ayam
ras, cabai rawit, dan cabai merah. Sementara secara
tahunan, inflasi volatile foods tercatat sebesar 9,09%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya
sebesar 7,82% (yoy). Harga daging ayam ras
meningkat didorong oleh tingginya permintaan selama
lebaran dan bertahan tinggi hingga akhir bulan.
Komoditas ini memberikan sumbangan inflasi sebesar
0,14%. Sementara itu, kenaikan inflasi cabai rawit dan
cabai merah disebabkan oleh berkurangnya produksi
cabai seiring datangnya musim kemarau yang
berkepanjangan. Secara berturut-turut, komoditas
cabai rawit dan cabai merah memberikan sumbangan
inflasi sebesar 0,10% dan 0,05%.
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH92
KA
JIA
N E
KO
NO
MI R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
TR
IWU
LA
N II
20
15
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB.
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan
modal.
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan
pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan
ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi
ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap
ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah,
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan
pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas
hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi
secara keseluruhan.
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara
keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap
komoditas tersebut.
Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun
bukan komersil.
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan
komersil.
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu
gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor
perekonomian.
Mtm
Qtq
Yoy
Share of Growth
Investasi
Sektor Ekonomi Dominan
Migas
Omzet
Share Effect
Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK)
Indeks Harga Konsumen
(IHK)
Indeks Kondisi Ekonomi
Indeks Ekspektasi Konsumen
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Dana Perimbangan
Indeks Pembangunan
Manusia
APBD
Andil Inflasi
Bobot Inflasi
Impor
PDRB Atas Dasar Harga
Berlaku
Daftar Istilah
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB.
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan
modal.
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan
pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan
ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi
ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap
ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah,
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan
pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas
hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah .
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi
secara keseluruhan.
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara
keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap
komoditas tersebut.
Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun
bukan komersil.
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan
komersil.
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu
gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor
perekonomian.
Mtm
Qtq
Yoy
Share of Growth
Investasi
Sektor Ekonomi Dominan
Migas
Omzet
Share Effect
Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK)
Indeks Harga Konsumen
(IHK)
Indeks Kondisi Ekonomi
Indeks Ekspektasi Konsumen
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Dana Perimbangan
Indeks Pembangunan
Manusia
APBD
Andil Inflasi
Bobot Inflasi
Impor
PDRB Atas Dasar Harga
Berlaku
Daftar Istilah
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya
kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk
kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong
Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan),
sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit Macet
(setelah dikurangi agunan).
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga
sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank
ybs.
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP), terhadap total kredit.
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan
mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah
pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif (PPAP)
Rasio Non Performing
Loans/Financing (NPLs/Fs)
Rasio Non Performing Loans
(NPLs) – NET
Sistem Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement (BI
RTGS)
Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun
tertentu sebagai dasar perhitungannya.
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu
terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang
dihimpun.
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam
periode tertentu.
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari
netcash outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash
inflows bila terjadi sebaliknya.
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan
penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank,
penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing
aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang
diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit
yang diberikan kepada perorangan.
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran
bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus
(DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
(ATMR).
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep
ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama
peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu
tertentu.
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat
debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank
Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring
lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang
menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
PDRB Atas Dasar Harga
Konstan
Bank Pemerintah
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Cash Inflows
Cash Outflows
Net Cashflows
Aktiva Produktif
Aktiva Tertimbang Menurut
Resiko (ATMR)
Kualitas Kredit
Capital Adequacy Ratio
(CAR)
Financing to Deposit Ratio
(FDR)
Inflasi
Kliring
Kliring Debet
Non Performing
Loans/Financing (NPLs/Ls)
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya
kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk
kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong
Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan),
sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit Macet
(setelah dikurangi agunan).
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga
sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank
ybs.
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP), terhadap total kredit.
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan
mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah
pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif (PPAP)
Rasio Non Performing
Loans/Financing (NPLs/Fs)
Rasio Non Performing Loans
(NPLs) – NET
Sistem Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement (BI
RTGS)
Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun
tertentu sebagai dasar perhitungannya.
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu
terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang
dihimpun.
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam
periode tertentu.
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari
netcash outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash
inflows bila terjadi sebaliknya.
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan
penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank,
penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing
aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang
diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit
yang diberikan kepada perorangan.
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran
bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus
(DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
(ATMR).
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep
ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama
peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu
tertentu.
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat
debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank
Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring
lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang
menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
PDRB Atas Dasar Harga
Konstan
Bank Pemerintah
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Cash Inflows
Cash Outflows
Net Cashflows
Aktiva Produktif
Aktiva Tertimbang Menurut
Resiko (ATMR)
Kualitas Kredit
Capital Adequacy Ratio
(CAR)
Financing to Deposit Ratio
(FDR)
Inflasi
Kliring
Kliring Debet
Non Performing
Loans/Financing (NPLs/Ls)