RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
i
RISET EMPIRIK
MANAJEMEN AKRUAL
(Artificial Smoothing) DAN
VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang
E.Sulistiawarni
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
ii
PERPUSTAKAAN NASIONAL: KATALOG DALAM TERBITAN (KDT)
RISET EMPIRIS MANAJEMEN AKRUAL (Artificial Smoothing)
DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN HEDGED
DI INDONESIA
Djaddang, Syahril
E.Sulistiawarni
Semarang, 2018 Penerbit CV.Tigamedia Pratama
xiv, ….halaman
ISBN .On-Going
Hak cipta dilindungi undang-undang
All rights reserved
Lay-out/Setting: [email protected]
082324141209
Sanksi Pelanggaran pasal 72:
Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Ayat 1 : Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat ( 1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan
Pidana penjara masing-masing paling singkat (satu) bulan dan/atau denda paling
Sedikit Rp. 1.000.000,00(satu juta rupiah),atau pidana penjara paling lama 7(tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Ayat 2 : Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan,memamerkan,mengedarkan atau menjual
kepada umum suatu ciptaan barang hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan penjara paling lama 5(lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah)
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
iii
Motto Dan Persembahan Keutamaan Ilmu Daripada Harta
Motto :
1. Sebab, Ilmu merupakan pusaka para nabi, sedangkan harta adalah warisan Qorun, Firaun, dan
lainnya.
2. Sebab ilmu dapat menjaga kamu, sedangkan harta itu kamulah yang menjaganya.
3. Sebab, orang kaya harta banyak musuhnya, sedangkan orang kaya ilmu banyak sahabatnya.
4. Sebab, Harta kalau dibelanjakan menjadi berkurang, sedangkan ilmu kalau diberikan akan
bertambah..
5. Sebab, Karena orang kaya yang banyak harta dipanggil dengan sebutan bakhil, sedangkan orang
yang banyak ilmunya dipanggil disebut Agung.
6. Sebab, Ilmu tidak perlu dijaga dari pencuri, sebab harta perlu dijaga oleh pencuri.
7. Sebab, pada hari kiamat, orang yang banyak harta pasti akan dihisab, sedangkan orang yang
berilmu dapat memberikan syafaat pada hari kiamat.
8. Sebab, Harta dapat rusak dan habis, sedangkan ilmu tidak akan rusak dan tidak akan habis.
9. Sebab, harta dapat menjadikan padatnya perasaan, sedangkan ilmu dapat menerangi hati..
10. Sebab, Orang yang memilki harta sering mengakui sifat ketuhanan, sedangkan orang yang berilmu
dapat merealisasikan ibadah.
Ali bin Abi Thalib ra
Kupersembahkan karya ini untuk: 1. Alm.Ibu Hj.Ummi dan Alm. bapak Djaddang yang telah berpulang ke pangkuan NYA
Sejak tahun 1993 dan tahun 2014, Al-faatihah dan senantiasa memanjatkan doa yang tiada
putusnya semasa hidup beliau sampai akhir hayatnya.
2. Istriku tercinta, Hj.E.Sulistiawarni, SE.,Ak.CA…..motivasiku dan inspirasiku. Terima kasih atas
dukungan moril dan materi yang tak terhingga serta getaran doanya dalam setiap detik yang kau
panjatkan untuk suamimu yang sedang berjihad di ladang ilmu pengetahuan dan dijalanNYA..
anak-anakku, Sudaryadi Pratama, Muhammad Salim Noviansyah dan Muhammad Rafly
Adriansyah yang tetap sabar atas kurangnya perhatian dan waktu untuk bersama.
3. Bapak ibu mertua,Hj.Tjitjih dan Almarhum Drs.H.Sudayat,Akt. Terima kasih atas dukungan dan
doanya yang terus menerus.
4. Bapak ibu guru, dan dosen-dosenku yang menjadi pembuka pintu hidayah serta Ilmu
Pengetahuan
5. Adik Sariana, Sunardi,A.Md, E.Agus Suryadi,SH, E.Eyun Sudrajat,SKom, E.Ika Indriasari dan
kakak Ipar Drs. Sumardi Wiguna sebagai pemicu untuk meraih kehidupan yang lebih baik di masa
depan.
6. Almamater tercinta: Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Hasanuddin Makassar, SMA
Negeri1, SMP Negeri1 dan SD KH1 ParePare, Sulawesi Selatan.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
iv
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, penulis panjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas Limpahan
Rahmatnya, kelapangan rejeki, nikmat kesehatan, motivasi, karunia, kesabaran dan
kemampuan kepada penulis untuk menyelesaikan buku yang berjudul RISET EMPIRIK
MANAJEMEN AKRUAL (Artificial Smoothing) DAN VOLATILITAS LABA PADA
PERUSAHAAN HEDGED DI INDONESIA. Dan penulisan buku ini didasarkan pada hasil penelitian dari HIBAH INHOUSE penulis.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis manajemen akrual
sebagai alat monitoring atas perilaku manajemen mengatasi volatilitas laba pada
perusahaan hedged di Indonesia. Orisinalitas penelitian ini adalah, Peran corporate
governance terhadap volatilitas laba pada perusahaan hedged berdampak pada volatilitas
laba sebagai kontrak yang efisien dan perilaku opportunistik untuk memitigasi perilaku
manajemen akrual karena underlying transaksi atas mata uang asing yang dihedged. dan
model uji Manajemen Akrual memediasi hubungan antara corporate governance dengan
Volatilitas laba. Fokus penelitian ini pada volatilitas laba dan manajemen akrual sebagai
pemicu peran struktur kepemilikan, komite audit independen dan kualitas audit untuk
mengurangi perilaku oportunistik dalam manajemen akrual dan mengurangi volatilitas
laba dan dampaknya pada perusahaan hedged di Indonesia.
Metode Penelitian dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan data sekunder
dari laporan tahunan yang mengimplementasikan corporate governance yang
menerapkan manajemen akrual. Pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi,
yaitu data yang dikumpulkan dari sumber dan kemudian didokumentasikan sebagai
penunjang penelitian. Pengujian dengan menggunakan model persamaan struktural
dengan program-WarpPLS 5.0.
Manajemen akrual berpengaruh signifikan dan positif terhadap Volatilitas laba dan
Kepemilikan manajemen berpengaruh signifikan dan negatif, Kepemilikan institusional
tidak berpengaruh signifikan dan positif, Komite audit independen berpengaruh
signifikan dan negatif, Kualitas audit tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap
volatilitas laba. Sedangkan kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional dan
kualitas audit berpengaruh signifikan dan negatif terhadap manajemen akrual dan komite
audit independen tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap manajemen akrual.
Penulis membuka ruang untuk berdiskusi, serta menerima berbagai kritik dan saran
terkait dalam penulisan buku ini melalui media email ([email protected] atau
[email protected]). Insya Allah dengan IzinNya, penulis dengan senang
hati menjawab setiap sapaan dan pertanyaan yang sifatnya membangun.
Akhirnya, dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis persembahkan karya
ini kepada dunia ilmu pengetahuan. Semoga dapat memberikan warna dan menambah
khazanah tentang sebuah konsep baru manajemen akrual. Kebenaran dan kesempurnaan
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
vi
adalah milik Allah, segala bentuk kesalahan terkait konsep, interpretasi, diksi maupun
redaksional adalah tanggung jawab dan milik penulis.
Semoga karya ini membawa manfaat bagi Amal Jariah yang mengalir diladang Ilmu
Pengetahuan. Billahittaufik Wal Hidayah. Assalamu Alaikum Wr.Wb.
Semarang, Maret 2018
Penulis
Syahril Djaddang
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kepada Allah SWT atas Limpahan Rahmatnya, kelapangan rejeki, nikmat
kesehatan, motivasi, karunia, kesabaran dan kemampuan kepada penulis untuk
menyelesaikan buku ini. Penulisan buku ini dapat terlaksana karena dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak. Atas restu dan doa mereka, sehingga penulis sampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih tak terhingga kepada:
1. Rektor Universitas Pancasila Prof.Dr.Wahono Sumaryono,Apt beserta jajarannya;
Wakil Rektor I, Wakil Rektor II , Wakil Rektor III dan Ketua Lembaga Penelitian
dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Pancasila. Dekan FEB UP.
Dr.Hj.Sri Widyastuti, SE.,MM, M.Si. beserta jajarannya; Direktur Sekolah Pasca
sarjana Prof. Dr.Sutjipto beserta jajarannya serta Ketua Program Magister Akuntansi
Dr.JMV.Mu;yadi, MM, yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan buku kedua ini dari hasil hibah inhouse Universitas Pancasila Jakarta.
2. Teman sejawat, dosen SPs UP yang tidak saya sebutkan satu persatu dalam buku
kecil ini serta seluruh karyawan SPs Universitas Pancasila yang telah membantu dan
memberi dukungan kepada penulis sejak pertengahan penulisan sampai penyelesaian
buku ini.
3. Teman-teman dosen pada Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Pancasila,
khususnya di Magister Akuntansi atas kerjasama dan dukungan yang diberikan
kepada penulis selama masa penulisan sampai penyelesaian buku ini.
4. Managing Director KAP S.Mannan, Dr.M.Ardiansyah Syam, M.Si, CPA,CA yang
banyak memberikan dukungan materil dan moril serta perhatiannya kepada penulis
untuk penyelesaian buku ini.
5. Ketua STIE Swadaya Dr. Hasanuddin Pasiama, M.S beserta jajarannya; Wakil Ketua
Drs.Supriasmono,MSE dan Magister Management Dr.Saiful, M.Si, Dr.Ilyas
Saad,M.Ec beserta seluruh staf administrasi yang memberikan dukungan materil dan
moril atas penyelesaian buku ini.
6. kedua orang tua penulis Almarhum Bpk.Djaddang dan Ibu Hj.Ummi semoga amal
sholeh dan ilmu yang bermanfaat dari anakmu ini senantiasa mengalir dan
melindungimu di akhirat.....Aamiin YRA.
7. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada keluarga, Yaitu Istri tercinta
Hj.E.Sulistiawarni,Ak,CA, anak-anak kami yang tersayang; Sudaryadi Pratama,
Muhammad Salim Noviansyah dan Muhammad Rafly Adriansyah; Almarhum
Bpk.Drs.Sudayat,Ak, Ibu mertua Ibu Hj.Tjitjih dan saudara-saudaraku Sariana dan
Sunardi Djaddang, kakak dan adik-adik Ipar yang senantiasa memberikan dorongan,
motivasi, materi dan doa yang tak pernah putus-putusnya sampai sekarang....Aamiin
YRA. Keluarga besar Jamaah Masjid Al-Hidayah Panaragan Aspol Bogor yang telah
memberikan dukungan doa selama penulis menyelesaikan penulisan buku ini.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................ i
Halaman Persetujuan ........................................................................ ii
Motto dan Persembahan .................................................................... iii
Kata Pengantar ........................................................................ v
Ucapan Terima Kasih ........................................................................ vii
Daftar Isi ....................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN .............................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
1.2 GAP Penelitian ........................................................... 4
1.3 Rumusan Masalah Penelitian .................................................... 8
1.4 Pertanyaan Penelitian .......................................................... 8
1.5 Tujuan Penelitian ........................................................... 9
1.5 Manfaat Penelitian .......................................................... 10
1.6 Orisinalitas Penelitian .......................................................... 10
BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN MODEL 13
2.1 Justifikasi Teori ................................................................ 13
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
ix
2.1.1 Teori Akuntansi Positif ............................................................... 13
2.1,2 Teori Agency ............................................................... 15
2.1.3. Teori Efisien ............................................................... 15
2.1.4. Risiko (Volatilitas) .............................................................. 18
2.1.5 Laba Akuntansi (Akrual) ......................................................... 18
2.1.6 Risiko Hedging .......................................................... 19
2.1.7 Implementasi Risiko ........................................................... 20
2.1.8 Manajemen Laba ........................................................... 20
2.1.9 Discreationary Accrual dan Manajemen Akrual .................... 21
2.1.10 Corporate Governance........................................................... 23
2.1.11 Hedging ........................................................... 24
2.1.12 Instrument Derivatif yang dihedging .................................. 26
2.1.13 Hedging sesuai SAK ........................................................... 26
2.1.14 Hedging Keuangan ........................................................... 27
2.2. Ikhtisar Penelitian Terdahulu ............................................... 27
2.3. Model Penelitian ........................................................... 36
2.3.1 Model Teoritikal Dasar ......................................................... 36
2.3.2 Model Penelitian Empiris ..................................................... 38
2.4. Pengembangan Hipotesis ...................................................... 39
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
x
BAB III METODE PENELITIAN 50
3.1. Desain Penelitian .............................................................. 50
3.2. Jenis dan Sumber Data ............................................................... 50
3.3. Populasi dan Sample ............................................................... 51
3.4. Definisi Operasional Aktivitas Hedging Keuangan ................... 53
3.5. Variabel Penelitian dan Operasional ariable .............................. 53
3.6. Metode Analisis Data .............................................................. 56
BAB IV Hasil Dan Pembahasan 62
4.1 Data dan Sampel ................................................................. 62
4.2 Statistik Deskriptif ................................................................ 62
4.3 Pengujian Hipotesis ............................................................... 64
BAB V Pembahasan Dan Temuan Penelitian 85
5.1. Pengujian Hipotesis Satu ....................................................... 85
5.2. Pengujian Hipotesis Dua ....................................................... 87
5.3 Pengujian Hipotesis Tiga ...................................................... 89
5.4 Pengujian Hipotesis Empat ................................................... 89
5.5 Pengujian Hipotesis Lima ..................................................... 93
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
xi
BAB VI Kesimpulan, Implikasi Penelitian Dan Keterbatasa Penelitian
6.1. Simpulan ............................................................................ 95
6.2. Implikasi Teoritis ............................................................... 97
6.3. Implikasi Kebijakan ........................................................... 98
6.4. Keterbatasan Penelitian ...................................................... 100
6.5. Agenda Penelitian Mendatang ........................................... 101
DAFTAR PUSTAKA ......................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 25
LAMPIRAN - LAMPIRAN
DETERMINAN MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGERS & UNHEDGERS (Perspektif Opportunistik dan Kontrak Efisien)
Syahril Djaddang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pemakai laporan keuangan, ada kalanya terjadi konflik kepentingan antara
manajemen dan pemilik perusahaan sehingga dapat menimbulkan manajemen laba (Scott
2015). Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan personal judgment dalam
menentukan transaksi-transaksi guna mengubah laporan keuangan sehingga
menyebabkan distorsi atau penyimpangan dari angka laba yang sebenar-nya, kemudian
menimbulkan misleading information bagi pengguna laporan keuangan (Healy dan
Wahlen 1999; Geraldina et al. 2015). Kusuma (2006) menegaskan bahwa laba merupakan
salah satu komponen penting dalam laporan keuangan yang digunakan untuk
menginformasikan kinerja perusahaan. Scott (2015) mengungkapkan bahwa manaje-men
laba adalah pilihan manajer melalui kebijakan akuntansi atau tindakan nyata yang
berdampak pada laba untuk mencapai tujuan tertentu.
Fenomena manajemen laba pada perusahaan hedged, seperti di bank timbul karena
adanya batasan regulator yang berkaitan dengan rasio kecukupan modal atau CAR
(capital adequacy ratio) dan adanya insentif yang tinggi atas posisi ekuitas untuk
memaksimalkan bonus (Bertrand 2000; Healy dan Whalen 1999; Cheng et al. 2008).
Cheng et al. (2008) menjelaskan bahwa ada beberapa bank yang memilki insentif untuk
mengurangi volatilitas laba dengan cara menurunkan laba pada tahun fiskal yang
menghasilkan kinerja yang baik atau meningkatkan laba pada tahun fiskal yang
menghasilkan kinerja yang kurang baik.
Pada abad ke-20 terjadi evolusi perkembangan perusahaan dan mendirikan
kelompok perusahaan besar. Elemen penting bagi evolusi ini adalah banyak perusahaan
berpaling dari pembiayaan yang diperoleh dari pinjaman di Bank ke pembiayaan yang
diperoleh dari para investor dan pasar modal, untuk mengatasi volatilitas laba perusahaan
yang merugikan masyarakat, seperti; PT. Arwana Citra Mulia, Tbk., PT. Astra
Internasional, Tbk, PT. Bakrie Finance Corporation, Tbk, PT. Bank Lippo, Tbk dan Bank
Century, PT. Central Korporindo Internasional, Tbk, PT. Eratex Djaja Ltd, Tbk, Kimia
Farma dan PT. Telkom (Ismal (2006)). Pada kasus PT. Kimia Farma Tbk. Pada tahun
2002 mengindikasikan adanya praktik manajemen akrual dengan menaikan laba hingga
Rp 32,7 milyar. PT. Indofarma pada tahun 2004 melakukan praktik manajemen akrual
dengan menyajikan overstated laba bersih senilai Rp 28,870 milyar, sebagai dampak dari
penilaian persediaan barang dalam proses yang lebih tinggi dari yang seharusnya,
sehingga harga pokok penjualan tahun tersebut understated.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
2
Laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan merupakan laba yang dihasilkan
dengan metode akrual (IAI 2012). Dechow dkk. (1995) menyatakan laba akrual dianggap
sebagai ukuran yang lebih baik dibandingkan dengan arus kas dari aktivitas operasi
karena akrual mempertimbangkan masalah waktu, tidak seperti yang terdapat dalam arus
kas dari aktivitas operasional. Menurut Sabbaghi (2011) menyatakan bahwa korelasi
return saham dengan volatilitas laba selama krisis keuangan dan Bartram dkk. (2007)
menemukan bukti bahwa peningkatan korelasi pasar dalam periode krisis tidak didorong
oleh volatilitas laba. Pollet dan Wilson (2010) menyatakan bahwa volatilitas laba yang
tinggi terungkap dengan korelasi antara saham.. Lynch dkk. (2009) menunjukkan bahwa
korelasi aset keuangan adalah faktor yang berkontribusi terhadap gejolak/volatilitas laba.
Penelitian Novita dkk. (2009) menyatakan bahwa manajemen memilih untuk
menjaga nilai laba yang stabil dibandingkan dengan laba yang bergejolak (volatile atau
volatility earnings), sehingga manajemen akan menaikkan laba yang dilaporkan jika
jumlah laba yang sebenarnya menurun dari laba tahun sebelumnya. Manajemen akan
memilih menurunkan laba yang dilaporkan jika laba yang sebenarnya meningkat
dibandingkan laba tahun sebelumnya. Penelitian Shleifer dan Vishny (1997) menyatakan
bahwa Corporate governance merupakan serangkaian mekanisme yang dapat melindungi
pihak-pihak minoritas (outside investors/minority shareholders) yang dilakukan oleh para
manajer dan pemegang saham pengendali (insider). Pendekatan corporate governance
memiliki arti bahwa mekanisme kunci dari corporate governance adalah proteksi investor
eksternal (outside investors), baik pemegang saham maupun kreditor, melalui
pelaksanaan sistem.
Black dkk. (2003) menyatakan bahwa perusahaan yang dikelola dengan baik dan
menguntungkan, serta investor dapat menilai earnings atau dividen lebih tinggi untuk
perusahaan yang menerapkan corporate governance. Hasil penelitian Pillania dan
Aluchna (2009) menunjukkan bukti bahwa investor menilai earnings atau arus dividen
untuk perusahaan yang menerapkan corporate governance. dalam memitigasi perilaku
manajemen yang oportunistik. Manajemen laba dilakukan karena adanya keleluasaan
kebijakan manajemen dalam menentukan praktik akuntansi suatu akun dalam neraca.
Sulistyanto (2008) menyatakan bahwa praktik akrual dilakukan dengan mempermainkan
komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab akrual merupakan
komponen yang mudah untuk dipermainkan sesuai dengan keinginan orang melakukan
pencatatan dan menyusun laporan keuangan.
Penelitian Scott (2009) menemukan bahwa tujuan perusahaan untuk melakukan
praktik pengelolaan laba adalah; Pertama, manajemen perusahaan berusaha untuk
menambah tingkat transparansi laba dalam mengkomunikasikan informasi internal
perusahaan, dalam hal pengelolaan laba dilakukan secara efisien. Kedua adalah
manajemen perusahaan berusaha untuk memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri,
dalam hal ini pengelolaan laba bersifat oportunistik. Praktik pengelolaan laba yang
1
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
3
bersifat oportunistik yang membuat investor salah dalam mengambil keputusan investasi.
Pengelolaan laba oportunistik merupakan konsep teori keagenan (agency theory) yaitu
ketika semua pihak memiliki dorongan untuk mendahulukan kepentingannya sehingga
timbul adanya konflik antara prinsipal dengan agen. Penelitian ini fokus pada praktik
pengelolaan laba yang bersifat kontrak efisien yang berdampak pada volatilitas laba.
Kegagalan beberapa perusahaan di atas dan timbulnya kasus malpraktik keuangan
akibat krisis, sehingga peran Corporate Governance sebagai “internal control wrong”
atas kebobolan perusahaan secara internal. Pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan
emiten di pasar modal yang ditangani Otoritas Jasa Keuangan menunjukkan aturan
tentang akuntansi lindung nilai untuk mereduksi ‘conflict of interest’ dan menerapkan
strategi akuntansi seperti; hedge keuangan untuk mengurangi volatilitas laba perusahaan
atas transaksi nilai wajar dan investasi neto mata uang asing (Herawati 2002).
Penelitian Guay dan Kothari (2003) menemukan bukti bahwa volatilitas laba dan
arus kas tinggi karena ketidaksempurnaan informasi di pasar modal. Perusahaan besar
menggunakan derivatif keuangan untuk aktivitas lindung nilai. Derivatif keuangan untuk
mengantisipasi kerugian yang besar di masa yang akan datang, biasanya investor
menggunakan sekuritas derivatif. Transaksi derivatif merupakan salah satu instrumen
keuangan yang dipergunakan untuk mengurangi gejolak/volatilitas laba. Manajer dapat
mengurangi volatilitas laba dan arus kas dengan melakukan diversifikasi arus kas melalui
pemilihan proyek, akuisisi, atau investasi yang fleksible. Proses asersi laporan keuangan
dapat mempengaruhi volatilitas laba yang dilaporkan dan pentingnya peran manajemen
akrual yang akan diharapkan memitigasi volatilitas laba perusahaan. Tujuan manajemen
akrual meningkatkan kesejahteraan pemilik dalam jangka panjang (Fischer dan
Rosenzweig 1995) dan Scott (2009). Manajemen akrual dapat menimbulkan masalah
keagenan (agency cost) yang dipicu adanya perbedaan kepentingan antara manajemen
(agent) dengan pemegang saham (principal).
Praktik manajemen akrual dapat diminimumkan melalui mekanisme monitoring
untuk menyelaraskan (alignment) perbedaan kepentingan pemilik dan manajemen antara
lain dengan; (1) Memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen
(managerial ownership) Jensen dan Meckling (1976); (2) Kepemilikan saham
institusional karena dianggap sebagai sophisticated investor dengan jumlah kepemilikan
signifikan dapat memonitor manajemen yang berdampak mengurangi motivasi manajer
untuk melakukan manajemen akrual (Midiastuty dkk. 2003); (3) Peran monitoring yang
dilakukan dewan komisaris independent (Mulyaningsih 2013); (4) Kualitas Audit
diproksikan dari auditor yang kompeten dan bersikap independen sehingga menjadi pihak
yang memberikan kepastian terhadap angka-angka akuntansi sebagai asersi manajemen.
Deteksi atas manajemen akrual dalam laporan keuangan melalui penggunaan
akrual. Peran akrual sebagai ukuran kinerja perusahaan menjadi pertanyaan penting
dalam riset akuntansi. Laba akrual dipandang sebagai ukuran kinerja perusahaan yang
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
4
lebih superior daripada aliran kas karena akrual mengurangi masalah waktu dan
ketidakcocokan (mismatching) yang melekat dalam pengukuran aliran kas (Dechow dkk.
2011). Akuntansi akrual menjadi subjek kebijakan manajerial. Adanya ketidaksepakatan
(misalignment) antara manajer dan pemegang saham mendorong manajer untuk mengatur
laba secara oportunistik yang menyebabkan distorsi atas laba yang dilaporkan (Watts dan
Zimmerman 1986). Perusahaan yang melakukan manajemen akrual akan mengungkapkan
lebih sedikit informasi dalam laporan keuangan agar tindakannya tidak mudah terdeteksi.
Lupitasari (2013) berpendapat bahwa tindakan manajemen laba (earnings management)
memunculkan beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi, salah satu contohnya adalah
Enron sebuah kasus yang terjadi di Amerika, sedangkan contoh kasus yang terjadi di
Indonesia seperti PT. Lippo Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk tahun 2002 berawal dari
terdeteksinya manipulasi dalam pelaporan keuangan (Boediono 2005).
Barth dkk. (2008) memberikan bukti bahwa pasar modal menghargai perusahaan
yang mengalami peningkatan laba dan memberikan tambahan insentif atas kebijakan
hedging untuk menghindari volatilitas laba. Hedging/lindung nilai adalah strategi
manajemen risiko yang rasional dan ekonomis. International Accounting Standard Board
telah mengatasi banyak masalah dalam tiga tahapan untuk menggantikan IAS 39 dengan
IFRS 9 yang dikonvergensi dalam PSAK 50 dan PSAK 55. Aktivitas lindung nilai
dengan nilai wajar membuat pengukuran penggunaan derivatif keuangan lebih transparan,
memberikan gambaran lebih baik tentang eksposur risiko keuangan. Aktivitas hedging
dapat meningkatkan volatilitas laba jika instrumen derivatif keuangan tidak memenuhi
syarat untuk perlakuan akuntansi hedging.
Perlakuan akuntansi hedging perusahaan berdampak pada laporan tahunan
perusahaan sebagai lindung nilai ekonomi atau perilaku hedging keuangan. Aktivitas
hedging keuangan dapat mengalami perubahan dalam instrumen derivatif keuangan dan
tingkat hedging. Perusahaan dapat menghentikan aktivitas hedging keuangan pada setiap
penurunan manfaat hedging, seperti penggunaan derivatif keuangan yang terkait dengan
volatilitas laba tinggi. Penelitian Indriyani (2015) dan PSAK 55 mengakui lindung nilai
atas nilai wajar, lindung nilai arus kas dan lindung nilai atas investasi bersih pada
kegiatan operasi luar negeri. Hedging atas nilai wajar mengacu pada lindung nilai
terhadap risiko perubahan nilai wajar kewajiban dan aset diakui atau komitmen yang
belum diakui. Lindung nilai arus kas mengacu pada eksposur variabilitas arus kas dari
aset atau kewajiban yang diakui.
Penelitian Intrisano (2012) menunjukkan bahwa kompensasi manajer adalah
penentu keputusan perusahaan hedgers dan unhedgers. Campbell dan Kracaw (1991)
meneliti perusahaan asuransi melalui hedging yang menunjukkan bahwa kontrak insentif
tertentu, pemegang saham akan dirugikan oleh perilaku manajer untuk melakukan
hedging karena manajer akan menyimpang dari usaha mengakuisisi perusahaan asuransi.
Kontrak hedging dilaksanakan, pemegang saham dapat berbagi keuntungan langsung
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
5
dengan manajer disebut perusahaan hedgers, sedangkan perusahaan unhedgers adalah
perusahaan yang tidak melakukan hedging keuangan dan cendrung melakukan
manajemen akrual untuk mengurangi volatilitas laba.
Bank Indonesia menyambut baik himbauan Pemerintah. Terbitlah Peraturan Bank
Indonesia Nomor 15/2013 pada 7 Oktober 2013. Merangkum beragam peraturan yang
pernah diterbitkan, peraturan ini menegaskan dukungan dan dorongan Bank Indonesia
bagi BUMN memanfaatkan fasilitas lindung nilai di pasar keuangan untuk pemenuhan
kebutuhan valuta asing. Di tengah gejolak, sinergi pun tercipta, seperti; apa yang terjadi
pada PLN ketika nilai rupiah anjlok pada 2008. Patokan kurs yang semula Rp 9.400 per
dolar AS pada 2007 naik menjadi Rp 10.900 per dolar AS pada 2008. Dari beban utang
6,6 miliar dolar AS, PLN menderita rugi kurs sampai Rp 9,3 triliun. Sejak April 2009
PLN sebenarnya sudah berniat melakukan lindung nilai (hedging) terhadap setengah dari
beban utangnya. Namun, sampai tahun ini PLN belum melakukan hedging karena ada
persoalan persepsi, soal tindakan tersebut dengan implikasi hukum. Beda persepsi itu
terkait dengan audit Badan Pemeriksa Keuangan. Penundaan hedging, menyebabkan PLN
kembali mengalami kerugian kurs pada September 2012, senilai Rp 9,16 triliun.
1.2 Gap Penelitian
Hasil penelitian yang beragam dan in-konsisten, terutama menghadapi kebijakan
manajemen yang oportunistik dalam kegiatan operasionalnya, sehingga menimbulkan
volatilitas laba. Beberapa kesenjangan hasil-hasil penelitian mengenai masing-masing
komponen corporate governance terhadap manajemen akrual dan volatilitas laba
dikemukakan berikut ini:
1.2.1 Pengaruh Corporate Governance terhadap Volatilitas Laba
Penelitian Amir dkk. (2010) menemukan bahwa direksi, Chief Executive Officer
(CEO) dan Chief Financial Officer pada perusahaan terdaftar di Swedia telah divonis
melakukan kejahatan. Penelitian ini konsisten antara peran direksi dan CEO berpengaruh
negatif terhadap volatilitas laba. Temuan ini meningkatkan peran corporate governance
atas karakteristik manajemen senior dalam pengambilan keputusan. Barnhart dan
Rosenstein (1998) mekanisme corporate governance dibagi menjadi dua kelompok.
Pertama, berupa internal mechanisms (mekanisme internal) seperti; komposisi dewan
direksi/komisaris, kepemilikan manajerial, kualitas audit dan kompensasi eksekutif
berpengaruh positif terhadap gejolak/volatilitas laba. Kedua, external mechanisms seperti,
kepemilikan institusional, komite audit independen, pengendalian oleh pasar, dan level
debt financial berpengaruh negatif terhadap gejolak/volatilitas laba.
Penelitian Hardianto (2013) mekanisme corporate governance yang dibagi menjadi
dua kelompok yaitu internal dan external mechanisms. Internal mechanisms adalah cara
untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
6
seperti rapat umum pemegang saham, kepemilikan manajemen, komposisi dewan
komisaris, komposisi dewan direksi dan pertemuan dengan board of directors tidak
berpengaruh terhadap gejolak/volatilitas laba. Sedangkan external mechanisms adalah
cara mempengaruhi perusahaan dengan menggunakan mekanisme internal perusahaan
seperti kepemilikan institusional, komite audit independen dan pengendalian oleh pasar
dapat memitigasi gejolak volatilitas laba. Hasilnya adalah bahwa ketika kepemilikan
institusional tinggi, manajer cenderung untuk mengurangi investasi R & D untuk
menurunkan volatilitas laba. John Stanley dkk. (2009) menunjukkan bahwa pelaporan
keuangan dan kualitas audit berhubungan negatif dengan penurunan volatilitas laba.
1.2.2 Pengaruh Corporate Governance terhadap Manajemen Akrual
1.2.2.1 Struktur Kepemilikan dan manajemen Akrual
Pengaruh corporate governance dalam struktur kepemilikan perusahaan:
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite audit independen dan kualitas
audit terhadap manajemen akrual dijelaskan pada bagian berikut:
Kepemilikan Manajerial. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa semakin
tinggi proporsi kepemilikan insider saham, semakin sedikit perbedaan kepentingan antara
manajemen dan eksternal, serta biaya agensi rendah dari ekuitas. Warfield dkk. (1995)
menemukan bahwa kepemilikan manajerial berhubungan negatif dengan besarnya
penyesuaian manajemen akrual dan berhubungan positif dengan keinformatifan laba.
Smith dan Kohlbeck (2008) memeriksa sampel dari perusahaan Australia selama periode
1993-1997 dan menemukan hubungan negatif antara kepemilikan saham manajerial
terhadap manajemen akrual. Peasnell dkk. (2005) menunjukkan bahwa peran direksi
dalam membatasi manajemen akrual hanya di perusahaan-perusahaan dengan
kepemilikan manajerial rendah, yang menunjukkan hasilnya tidak konsisten dengan
prediksi dari teori keagenan bahwa insentif untuk mengelola laba di perusahaan-
perusahaan dengan kepemilikan saham manajerial rendah.
Kepemilikan saham manajer yang besar berpengaruh terhadap manajemen akrual.
Oleh karena itu peneliti memprediksi hubungan negatif antara kepemilikan manajerial
dan manajemen akrual (Nagata and Hachiya 2007); Nagata (2013) menjelaskan hubungan
negatif antara kepemilikan manajemen/insider dan manajemen akrual abnormal untuk
830 IPO di Jepang selama periode 1989-2000. Jensen (2005) menunjukkan bahwa
kepemilikan saham manajemen yang tinggi cenderung melakukan tindakan manajemen
akrual yang oportunistik untuk keuntungan jangka pendek pada biaya pemangku
kepentingan perusahaan.
Kepemilikan Institusional. Struktur kepemilikan dari perspektif proporsi saham
yang dimiliki oleh pemegang saham institusional terhadap manajemen akrual. Pincus dan
Rajgopal (2002a) menyatakan bahwa kepemilikan saham institusional mungkin memiliki
implikasi terhadap manajemen akrual, sebagai pemegang saham institusi besar
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
7
memainkan peran pemantauan. Kepemilikan saham institusional menemukan hubungan
negatif dengan manajemen akrual. Bushee (1998) menguji apakah investor institusional
mengurangi atau menambah insentif untuk mengelola laba jangka pendek melalui
investasi R & D. Kepemilikan institusi dan proporsi yang tinggi dari lembaga-lembaga
investasi yang ditandai dengan omset portofolio tinggi, diversifikasi, dan momentum
perdagangan. Lang dan McNichols (1997) menemukan bahwa kelembagaan adalah
responsif terhadap laba, yang dapat meningkatkan insentif bagi perusahaan untuk terlibat
dalam manajemen akrual.
Smith dan Kohlbeck (2008) menemukan hubungan negatif pada tingkat
kepemilikan manajerial yang tinggi dibandingkan dengan kepemilikan institusional.
Investor institusi jangka pendek mendorong perusahaan menerbitkan dan melaporkan
manajemen akrual yang meningkat dengan menjual hak over-valued dan saham yang ada.
Investor institusi jangka panjang akan membatasi upaya manajer untuk memanipulasi
laba atau melakukan manajemen akrual yang dilaporkan atas rights issue. Ningsaptiti
(2010) meneliti tentang pengaruh mekanisme corporate governance dan ukuran
perusahaan terhadap manajemen akrual.
Komite audit independen dan Manajemen Akrual.
Penelitian Pamudji dan Trihartati (2010) meneliti pengaruh keefektifan komite
audit independen terhadap manajemen akrual, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
keseluruhan karakteristik komite audit independen tidak signifikan terhadap manajemen
akrual, hal ini menunjukkan bahwa pembentukan komite audit hanya menggambarkan
bentuk ketaatan terhadap peraturan. Besarnya manajemen akrual dalam perusahaan
dengan komite audit independen, memiliki setidaknya satu anggota ahli akuntansi atau
keuangan menjadi komite audit independen perusahaan (Bedard dkk. 2004); (Klein
2002) dan (Farber (2005)).
Kualitas audit dan Manajemen Akrual.
Kualitas audit yang diproksikan dengan akrual lancar dan telah digunakan beberapa
peneliti sebelumnya (Myers dkk. (2003)); (Manry dkk. 2008); (Giri, 2010) dan Rustiarini
(2013) berhasil membuktikan bahwa gender, kebangsaan, usia dan tingkat pendidikan
dapat mengurangi tingkat akrual, yang berarti meningkatkan kualitas audit. Piot dan
Janin (2007) dan Rustiarini (2013) menyatakan bahwa tingginya manajemen akrual
berhubungan positif dengan kegagalan audit. Manajemen akrual yang rendah
diasosiasikan dengan tingginya tingkat konservatisme yang dimiliki seorang auditor
sehingga dipandang dapat meningkatkan kualitas audit. Osma dan Noguer (2007)
menjelaskan antara kualitas audit berhubungan negatif terhadap manajemen akrual bagi
perusahaan di Spanyol.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
8
1.2.3 Pengaruh Manajemen Akrual terhadap Volatilitas Laba Muid dan Nanang (2005) menguji pengaruh manajemen akrual terhadap
risiko/volatilitas laba dan investasi, hasilnya menunjukkan bahwa manajemen akrual
tidak terbukti menimbulkan volatilitas laba. Nguyena dan Faff (2010) menginvestigasi
hubungan antara penggunaan manajemen akrual dan volatilitas laba perusahaan dengan
menggunakan sampel perusahaan di Australia. Hasilnya menunjukkan bahwa hubungan
ini tidak linier antara pengaruh manajemen akrual terhadap volatilitas laba, karena
penggunaan manajemen akrual berhubungan dengan pengurangan volatilitas laba.
Malpraktik yang melibatkan Kantor Akuntan Publik1) berkaitan dengan laporan
keuangan salah saji secara material akibat penipuan atau kecurangan. Kasus Enron diakui
telah menggelembungkan laba tidak layak dan menyembunyikan hutang melalui bisnis
partnership. Xerox didenda US$ 10 juta menyangkal atas kesalahannya untuk
menggelembungkan pendapatan dan laba dari tahun 1997 sampai 2000 dengan mengakui
________________________________________ Di Indonesia kasus-kasus serupa terjadi, misalnya kasus audit PT Telkom oleh KAP1) “Eddy
Pianto & Rekan” (Sumarna 2003). Dalam kasus ini laporan keuangan auditan PT Telkom tidak
diakui oleh pemegang otoritas pasar modal di Amerika Serikat (SEC), dan atas peristiwa ini audit
ulang diminta untuk dilakukan oleh KAP yang lainnya. Kasus lainnya yang menarik adalah
keterlibatan10 KAP (jumlah sample dalam peer review) yang melakukan audit terhadap bank beku
operasi dan bank beku kegiatan usaha ((Ludigdo 2006)). Bahkan dalam kasus ini KAP-KAP besar
disebut-sebut juga terlibat (lihat Media Akuntansi, 2002). Selain itu terdapat kasus penggelapan
pajak yang melibatkan KAP “KPMG Sidharta Sidharta & Harsono” (KPMG-SSH) yang
menyarankan kepada kliennya (PT. Easman Christensen/PTEC) untuk melakukan penyuapan
kepada aparat perpajakan Indonesia untuk mendapatkan keringanan atas jumlah kewajiban pajak
yang harus dibayarnya (Sinaga dkk., 2001).
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
9
pendapatan atas kontrak-kontrak dimasa mendatang (Sinaga dan Ghozali 2012). Tindakan
kecurangan ini sering disebut manipulasi earnings yang berdampak pada munculnya
volatilitas laba yang timbul karena adanya tekanan atau dorongan untuk melakukan
kecurangan. Tekanan tersebut untuk memanipulasi earnings karena lemahnya
pengendalian internal, dengan cara sistem akuntansi akrual, dimana memberikan
kesempatan kepada manajer untuk membuat pertimbangan akuntansi yang akan
memberikan pengaruh positif kepada laba yang dilaporkan. DeAngelo (1986)
menyatakan konsep model akrual memiliki dua komponen, yaitu komponen
nondiscretionary dan discretionary.
DeMarzo dan Duffie (1995) memberikan bukti empiris terkait pengelolaan
risiko/volatilitas laba yang menunjukkan bahwa pengelolaan risiko dapat mengurangi
noise (gangguan) dan membantu investor untuk mengidentifikasi kemampuan manajer.
Perusahaan menggunakan metode hedge atau lindung nilai untuk mengatasi volatilitas
laba dengan menggunakan lindung nilai, perusahaan berusaha untuk mengurangi
munculnya risiko keuangan dengan menciptakan posisi yang mampu menutup kerugian
(offsetting position). Penelitian ini fokus pada volatilitas laba dipengaruhi oleh corporate
governance yang dimediasi oleh manajemen akrual karena hubungan kausalitas antara
Corporate Governance terhadap volatilitas laba secara lansung masih tidak konsisten.
1.3 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang, gap penelitian dan fenomena bisnis yang telah dibahas
pada bagian sebelumnya, terdapat perbedaan hasil mengenai kepemilikan manajemen,
kepemilikan institusional, komite audit independen dan kualitas audit terhadap volatilitas
laba pada tataran praktis yang menunjukkan bahwa kepemilikan manajemen, kepemilikan
institusional, komite audit independen sebagai alat monitoring atas manajemen akrual dan
volatilitas laba. Berdasarkan pada permasalahan penelitian yang telah diuraikan
bersumber dari penelitian gap dan fenomena bisnis pada perusahaan hedged maka dapat
dirumuskan masalah penelitian ini adalah Apakah model penelitian empirik dapat
mengatasi gap penelitian antara corporate governance dan volatilitas laba dimediasi oleh
manajemen akrual pada perusahaan hedged di Indonesia ?
1.4 Pertanyaan Penelitian
Studi ini mencoba untuk menganalisis hubungan corporate governance terhadap
volatilitas laba dalam menciptakan alat monitoring dan kontrak efisiensi yang dapat
mereduksi risiko/volatilitas laba pada perusahaan hedged di Indonesia. Manajemen akrual
digunakan untuk memediasi antara corporate governance terhadap volatilitas laba dengan
harapan bahwa perilaku opportunistik dapat direduksi dan kontrak efisiensi dapat
ditingkatkan. Berkaitan dengan Gap dan masalah penelitian yang telah diuraikan maka
pertanyaan penelitian ini adalah:
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
10
1. Apakah terdapat pengaruh Corporate Governance terhadap volatilitas laba ?
2. Apakah terdapat pengaruh Corporate Governance terhadap manajemen akrual ?
3. Apakah terdapat pengaruh manajemen akrual terhadap volatilitas laba ?
4. Apakah manajemen akrual memediasi hubungan Corporate Governance dengan
volatilitas laba pada perusahaan hedged di Indonesia?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengembangkan sebuah model
teoritikal dasar dan model penelitian empirik untuk mengisi gap penelitian mengenai
proporsi corporate governance dalam mereduksi volatilitas laba. Untuk mengisi gap
penelitian ini, penulis membangun sebuah konsep yaitu opportunistik manajemen akrual
dan kontrak efisien yang digunakan sebagai alat monitoring atas perilaku manajemen
akrual dan mengatasi volatilitas/gejolak laba dan berdampak pada perusahaan hedgers
dan perusahaan unhedgers. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis esensi dan
peran secara lansung maupun tidak lansung yang berkaitan dengan corporate governance,
manajemen akrual dan volatilitas laba sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis dan menguji pengaruh negatif Kepemilikan Manajemen
terhadap Volatilitas Laba.
2. Untuk menganalisis dan menguji pengaruh negatif Kepemilikan Institusional
terhadap Volatilitas Laba.
3. Untuk menganalisis dan menguji pengaruh negatif komite audit Independen dan
Kualitas Audit terhadap Volatilitas Laba.
4. Untuk menganalisis dan menguji pengaruh negatif Kualitas Audit terhadap
Volatilitas Laba.
5. Untuk menganalisis dan menguji pengaruh negatif Kepemilikan Manajemen
terhadap Manajemen Akrual.
6. Untuk menganalisis dan menguji pengaruh negatif Struktur Kepemilikan
Institusional terhadap Manajemen Akrual.
7. Untuk menganalisis dan menguji pengaruh negatif komite audit Independen
terhadap Manajemen Akrual.
8. Untuk menganalisis dan menguji pengaruh negatif kualitas audit terhadap
Manajemen Akrual.
9. Untuk menguji pengaruh Manajemen Akrual terhadap Volatilitas Laba.
10. Untuk menganalisis Manajemen Akrual memediasi hubungan Corporate
Governance dengan Volatilitas Laba pada perusahaan hedged di Indonesia.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
11
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan berbagai manfaat baik bagi para
akademisi sebagai pengembangan ilmu pengetahuan maupun manfaat secara operasional
bagi para praktisi yang terdiri dari manfaat praktis dan manfaat teoritis, berikut ini:
1.6.1 Manfaat Teoritis 1. Manfaat Dalam Pengembangan Ilmu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
pengembangan kajian akuntansi keuangan khususnya Aktivitas hedging, volatilitas
laba dan manajemen akrual. Corporate Governance dengan menggunakan
kerangka dasar teori yang merupakan model integratif dari beberapa teori antara
lain Agency Theory, Positif Accounting Theory dan teori efisiensi yang berdampak
pada manajemen akrual dan volatilitas laba.
1.6.2 Manfaat Praktis 2. Manfaat Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada
para praktisi, seperti investor dan calon investor. Khususnya, hasil penelitian ini
diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan untuk membuat keputusan
investasi dan juga sebagai bahan pertimbangan apakah kehadiran para investor
dalam melakukan monitoring kepada manajemen.
3. Manfaat Bagi Auditor
Memahami aktivitas hedging yang diproksikan dengan hedge arus kas
operasi, hedge derivatif mata uang asing, dan risiko perusahaan dapat menambah
wawasan dalam mempertimbangkan risiko audit.
4. Manfaat Bagi Standard Setter atau Regulator,
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada
pemerintah selaku regulator dalam memberikan ketegasan berupa manajemen
akrual, aktivitas hedging keuangan, dan volatilitas laba. Karena angka laba
mempunyai konsekuensi ekonomi dapat dipertimbangkan untuk mengatur luasnya
PSAK 55, 56 dan lain-lain yang terkait tentang aktivitas hedging keuangan.
1.7 Orisinalitas Penelitian
Orisinalitas penelitian ini adalah pada perbedaan dengan penelitian-penelitian
sebelumnya karena latar belakang yang mencakup gap penelitian dan fenomena bisnis
yang berbeda. Orisinalitas ilmiah penelitian dalam studi ini meliputi orisinalitas pada
model teoritikal dasar, orisinalitas pada model penelitian, dan orisinalitas pada
rekonstruksi konsep manajemen laba dengan laba akuntansi (akrual) menjadi manajemen
akrual.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
12
Untuk mengatasi volatilitas laba tersebut maka banyak perusahaan menggunakan
metode hedge atau lindung nilai. Dengan menggunakan lindung nilai, perusahaan
berusaha keras untuk mengurangi munculnya risiko keuangan dengan menciptakan posisi
yang mampu menutup kerugian (offsetting position), secara khusus dengan bantuan
instrumen keuangan derivatif (Glaum dan Klöcker 2011).
Penelitian ini dikembangkan dan dibedakan sesuai dengan penelitian sebelumnya
dalam beberapa hal, yakni;
Pertama, Orisinalitas pada model teoritikal dasar dan empirik adalah dengan
menempatkan sintesa Manajemen Akrual sebagai rekonstruksi konsep manajemen laba
dengan laba akuntansi (akrual) yang diharapkan dapat memitigasi perilaku manajemen
yang opportunis dan mengatasi volatilitas/gejolak laba. Manajemen Akrual dibentuk dari
teori akuntansi positif, teori agency dan teori efisiensi.
Motivasi awal yang dilakukan untuk menganalisa determinan corporate
governance terhadap volatilitas laba dan manajemen akrual, karena sebagian besar
perusahaan di Indonesia belum sepenuhnya mengaplikasikan lindung nilai/hedging
keuangan.
Kedua, Perbedaan peran corporate governance terhadap volatilitas laba pada
perusahaan hedged. Volatilitas laba merupakan ukuran laba operasional yang naik atau
turun dengan cepat. Volatilitas laba merupakan derajat penyebaran laba atau indeks
penyebaran distribusi laba perusahaan.
Tujuan perusahaan hedged melakukan praktik pengelolaan laba berbasis
manajemen akrual adalah; manajemen perusahaan berusaha untuk menambah tingkat
transparansi laba dan efisiensi dalam mengkomunikasikan informasi internal perusahaan.
Pengelolaan laba dilakukan secara efisien, karena strategi yang dapat diimplementasikan
oleh manajer antara lain adalah melakukan pilihan metoda akuntansi serta melakukan
estimasi tertentu sebagai kebijakan akuntansi, khususnya hedging keuangan.
Ketiga, Peran komite audit independen memitigasi volatilitas laba dimediasi oleh
manajemen akrual sebagai alat monitoring. Pada perusahaan hedged penggunaan
akuntansi derivatif keuangan untuk tujuan hedging berdampak pada volatilitas laba
sebagai trading karena underlying transaksi mata uang asing yang dihedge. Manajemen
akrual dapat digantikan oleh hedging sebagai hubungan subsitusi, artinya: ‘Peningkatan
penggunaan akuntansi derivatif/hedging keuangan akan menurunkan penggunaaan
manajemen akrual.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
13
BAB II
TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN MODEL
2.1 Justifikasi Teori
Penelitian ini menggunakan teori akuntansi positif sebagai teori dasar (grand
theorytical), teori agensi sebagai teori pendukung utama (middle range theory) dan teori
relevan (relevant theory). Berikut menggunakan kajian perspektif opportunis dan kontrak
efisiensi sebagai bagian dari teori efisiensi. Agar memudahkan pemahaman, maka
pengembangan model teoritikal dasarnya disajikan sebagai berikut:
2.1.1. Teori Akuntansi Positif (Positif Accounting Theory)
Teori dasar digunakan dalam penelitian ini adalah Positif Accounting Theory
didasarkan pada proposisi bahwa manajer, pemegang saham dan regulator adalah rasional
dan berusaha untuk memaksimumkan utilitasnya, yang secara langsung terkait dengan
kompensasi dan kemakmuran pemilik. Pilihan akuntansi tergantung pada merepresentasi
insentif manajemen untuk memilih metoda akuntansi dengan rencana bonus, kontrak
utang.
Perilaku pengelolaan laba berbasis manajemen akrual dapat dijelaskan melalui
Positive Accounting. Theory (PAT) dan Agency Theory. Tiga hipotesis PAT yang dapat
dijadikan dasar pemahaman tindakan manajemen yang dirumuskan oleh (Watts dan
Zimmerman 1990) mengenai motivasi manajemen melakukan manajemen akrual adalah
sebagai berikut:
1) Hipotesis rencana bonus (bonus plan hypothesis), Manajemen yang diberikan
janji untuk mendapatkan bonus sehubungan dengan performa perusahaan
khususnya terkait dengan laba perusahaan yang diperolehnya akan termotivasi
untuk mengakui laba perusahaan yang seharusnya menjadi bagian di masa
mendatang, diakui menjadi laba perusahaan pada tahun berjalan.
2) Hipotesis perjanjian utang (the debt covenant hypotesis), Dalam melakukan
perjanjian utang, perusahaan diharuskan untuk memenuhi beberapa persyaratan
yang diajukan oleh debitur agar dapat mengajukan pinjaman. Beberapa
persyaratan tersebut adalah persyaratan atas kondisi tertentu mengenai keuangan
perusahaan. Kondisi keuangan perusahaan dapat tercermin dari rasio-rasio
keuangannya..
3) Hipotesis biaya politik (the political cost hypotesis), Hipotesis ini menjelaskan
akibat politis dari pemilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh
manajemen.
Positive Accounting Theory (PAT) mengambil sudut pandang bahwa perusahaan
mengorganisasikan diri dengan cara yang paling efisien, sehingga memaksimisasi
prospek perusahaan untuk bisa bertahan hidup.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
14
Positive Accounting. Theory (PAT) berargumen bahwa kebijakan akuntansi
perusahaan akan dipilih sebagai bagian dari problem yang lebih luas dari pencapaian tata
kelola perusahaan yang efisien. Tata kelola yang efisien tersebut membutuhkan trade off
antara biaya modal dengan cost contracting 1. Biaya modal bisa direduksi dengan
kebijakan akuntansi yang secara penuh memberi informasi kepada pasar, sehingga akan
mengurangi perhatian investor terkait dengan masalah adverse selection 2. Di sisi lain
kebijakan yang secara penuh memberikan informasi ini juga akan mereduksi korelasi
antara performa perusahaan dan usaha manajer, sehingga akan meningkatkan kos
pengendalian moral hazard 3. Total kos ini akan diminimisasi dengan trade off 4 antara
dua kos tersebut.
Kebijakan akuntansi yang tersedia bagi manajer untuk dilakukan diperkenankan
dalam Standar Akuntansi. Namun tidak ada alasan, selain alasan kos mengapa set tersebut
tidak bisa lebih dibatasi oleh kontrak. Pengakuan kemungkinan timbulnya perilaku
oportunistik ini mendasari asumsi penting dari PAT. Positive Accounting. Theory (PAT)
mengasumsikan bahwa manajer adalah orang yang rasional (seperti halnya investor) dan
akan memilih kebijakan akuntansi sesuai dengan tujuan yang bisa dilakukan, yaitu
manajer akan berusaha untuk memaksimisasi expected utility.
Sudut Pandang Oportunistik dan Efisien dalam PAT
Hipotesis Positive Accounting Theory, menggunakan sudut pandang oportunistik.
Pandangan ini mengasumsikan bahwa manajer memilih kebijakan akuntansi untuk
maksimisasi utilitas ekspektasian (expected utility) secara relatif terhadap remunerasi
yang diterima (bonus plan hypothesis), kontrak hutang (debt covenant hypothesis) dan
kos politik. Hipotesis tersebut juga bisa dinyatakan dalam bentuk efisien. Dalam sudut
pandang ini berasumsi bahwa kontrak kompensasi dan sistem pengendalian internal,
termasuk monitoring oleh komite audit independen, membatasi oportunistik manajer dan
memotivasi manajer untuk memilih kebijakan akuntansi yang meminimalisasi kos modal
perusahaan dan kos kontrak, maka apakah observasi atas kebijakan akuntansi yang dipilih
perusahaan dikendalikan secara oportunistik atau efisiensi.
_________________________________ Agency didefinisikan cost contracting1 yaitu, jumlah biaya monitoring, biaya ikatan, dan
kehilangan. Biaya agensi adalah biaya riil atau kumpulan kontrak perusahaan. Adverse selection 2
menggambarkan a). gaya hidup berisiko tinggi untuk mendapatkan asuransi jiwa. b). Sebuah
situasi di mana penjual memiliki informasi bahwa pembeli tidak (atau sebaliknya) tentang
beberapa aspek dari kualitas produk. Moral hazard3 atau perilaku jahat dalam ekonomi adalah
tindakan pelaku ekonomi yang menimbulkan kemudharatan baik untuk diri sendiri maupun orang
lain. Trade off 4 adalah situasi dimana seseorang harus membuat keputusan terhadap dua hal atau
lebih, mengorbankan/kehilangan suatu aspek dengan alasan tertentu untuk memperoleh aspek lain
dengan kualitas yang berbeda sebagai pilihan yang diambil.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
15
2.1.2. Teori Agensi (Agency Theory) Teori antara digunakan dalam penelitian ini adalah teori keagenan (Agency
Theory), Secara umum teori keagenan menjelaskan adanya hubungan antara pemegang
saham (principal) dan manajemen (agent). Jensen dan Meckling (1992) membahas
tentang teori keagenan (Agency Theory) dengan hubungan principal dan agent, serta
pemisahan kepemilikan (ownership) dan pengendalian (control) perusahaan. Principal
adalah pemilik perusahaan atau pemegang saham, sedangkan agent adalah manajemen
yang menjalankan operasi perusahaan yang diamanahkan oleh pemilik (principal) untuk
meningkatkan kemakmuran prinsipal melalui peningkatan nilai perusahaan.
Prinsipal menyediakan dana dan sumber daya lainnya guna memenuhi kebutuhan
operasi perusahaan. Sebagai imbalannya agen akan memperoleh gaji, bonus dan berbagai
kompensasi lainnya. Jensen dan Meckling (1999) mendefinisikan hubungan agensi
sebagai berikut. We define an agency relationship as a contract under which one or more
persons (the principals) engage another person (the agent) to perform some service on
their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent. If
both parties to the relationship are utility maximizes, there is good reason to beliave that
the agent will not always act in the best interest of the principal.
Teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi
antara manajer sebagai agen dan pemegang saham. Beaver dan Venkatachalam (2003)
dengan pemilihan metode akuntansi sesuai standar/peraturan yang berlaku. Jensen dan
Meckling (1976) menggambarkan hubungan agensi dimana terdapat kontrak yang
menjadi landasan satu pihak (principal/pemilik) mempekerjakan pihak lain (agent) untuk
mengelola perusahaan atas nama perusahaan.
Asumsi masalah Oportunistik. Williamson (1979) menyatakan bahwa seorang
oportunistik2 yang diprediksikan akan berprilaku mementingkan dirinya sendiri,
menyembunyikan kebenaran, dan cendrung melakukan kecurangan. Oleh karena itu
untuk mengatasi hal tersebut diperlukan monitoring terhadap tingkah laku agen dan
pemberian insentif agar agen mau bertindak “baik”. Asumsi Ilmu ekonomi, ditemukan
fenomena agen tidak menyukai risiko, banyak manajer yang risk aversed3 (Lambert
2001). Penelitian tentang teori keagenan menemukan sikap agen yang jujur, netral
ataupun suka dengan risiko maka akan dianggap pengecualian (Jensen 1986), dengan
kebijakan hedging dapat mengurangi volatilitas laba perusahaan.
2.1.3 Teori Efisiensi
Secara umum, arti efisiensi dari unit produksi atau jasa mengacu perbandingan
antara input dan output yang digunakan dalam proses produksi barang atau jasa. Contoh
efisiensi perbankan merupakan salah satu indikator penting dalam nilai kinerja bank.
Ghozali (2014) menyatakan bahwa sebuah bank dengan kinerja efisiensi maksimum
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
16
diperkirakan mampu melaksanakan fungsi intermediasi perbankan secara optimal dan
mampu meningkatkan nilai perusahaan.
Farrell (1957) menyatakan bahwa efisiensi perusahaan terdiri dari dua komponen,
yaitu efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Efisiensi teknis mengekspresikan kemampuan
perusahaan dalam mengoptimalkan penggunaan input yang tersedia, dengan struktur atas
harga dan teknologi produksi. Efisiensi alokatif didefinisikan sebagai kapasitas dari
perusahaan untuk memilih kombinasi input dan output yang meminimalkan biaya atau
memaksimalkan keuntungan. Kombinasi kedua ukuran yang berlaku untuk mengukur
efisiensi ekonomi. Kumbhakar dan Lovell (2003) mengatakan bahwa efisiensi teknis
merupakan salah satu komponen efisiensi ekonomi secara keseluruhan. Namun, dalam
rangka mencapai efisiensi ekonomi perusahaan secara teknis. Teori Efisiensi menyatakan
tingkat efisiensi yang lebih tinggi dari competitor berpotensi untuk (1) memaksimumkan
laba dengan cara menjaga tingkat harga dan ukuran perusahaan (2) memaksimumkan laba
dengan jalan menurunkan harga dengan memperluas ukuran perusahaan (McShane dkk.
2011). Untuk memudahkan pemahaman, maka pengembangan model teoritikal dasarnya
disajikan sebagai berikut:
____________________________________________
Williamson (1979) menyatakan bahwa oportunistik2 adalah sifat suka mengejar
keuntungan sendiri dengan berbagai akal bulus (opportunism is perceived as self-interest
seeking with guile). Maka asumsi model of man dalam teori keagenan dianggap sebagai
seorang oportunistik. Risk aversed3 adalah penjelasan dari seorang investor yang, ketika
dihadapkan dengan dua investasi dengan return yang diharapkan mirip (tapi risiko yang
berbeda), akan lebih suka yang dengan risiko yang lebih rendah (Lambert, 2001).
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
17
Gambar 2.1 Pengembangan Model Teoritikal Dasar:
Perspektif Opportunistik dan Kontrak Efisien pada Perusahaan Hedged
Sumber: Wiliamson (1975); Jensen dan Meckling (1976); Watts dan Zimmerman
(1986); (Scott 2000 ; 2009); (Michael, 2005); (McShane dkk. 2011) dan
(Ghozali (2014) dimodifikasi dalam penelitian ini.
Dasar Teori Yang Digunakan
Konsep Dasar Penelitian
Corporate Governance
- Mekanisme Internal
- Mekanisme Eksternal
Manajemen
Akrual
Volatilitas
Laba
2.1.1. Teori
Akuntansi Positif
Paradigma
Pemilihan
Kebijakan
Akuntansi
2.1.2. Teori
Agensi
Perspektif
Opportunistik
Perspektif
Kontrak Efisien
2.1.3. Teori
Efisiensi
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
18
2.1.4 Risiko/Volatilitas
Menurut Utomo (2004) definisi risiko adalah peluang terjadinya bencana, kerugian
atau hasil yang buruk. Risiko terkait dengan situasi dimana hasil negatif dapat terjadi dan
besar kecilnya kemungkinan terjadinya hasil tersebut dapat diperkirakan. Dua hal penting
yang terkait dengan risiko adalah risk event dan risk loss. Risk event adalah terjadinya
suatu keadaan yang mengakibatkan adanya potensi kerugian (bad outcome) sementara
risk loss adalah kerugian baik langsung maupun tidak langsung sebagai akibat dari
terjadinya risk event. Dalam ilmu ekonomi pada umumnya dan ilmu investasi pada
khususnya terdapat asumsi bahwa investor adalah makhluk yang rasional. Investor yang
rasional tentunya tidak menyukai ketidakpastian atau risiko (Tandelilin 2010).
2.1.5 Laba Akrual
Menurut pengertian akuntansi konvensional dinyatakan bahwa laba akuntansi
adalah perbedaan antara pendapatan yang dapat direalisir yang dihasilkan dari transaksi
dalam suatu periode dengan biaya yang layak dibebankan kepada manajemen dalam
Muqodim (2005 :111) dan (Kamily 2013). (Keroshinta dan Suwardjono 2013)
mendefinisikan laba sebagai pendapatan dikurangi biaya merupakan pendefinisian
secara struktural atau sintaktik karena laba tak didefinisi secara terpisah dari pengertian
pendapatan dan biaya.
Laba akuntansi terdapat berbagai komponen yaitu kombinasi beberapa
komponen pokok seperti laba kotor, laba usaha, laba sebelum pajak dan laba sesudah
pajak (Muqodim 2005:131). Sehingga dalam menentukan besar laba akuntansi investor
dapat melihat dari perhitungan laba setelah pajak. SFAC No. 1. Belkaoui (2000:332)
mengasumsikan bahwa laba akuntansi merupakan ukuran yang baik dari kinerja suatu
perusahaan dan laba akuntansi dapat digunakan untuk meramalkan arus kas masa depan.
Laba akuntansi dengan berbagai interpretasi diharapkan dapat digunakan
(Suwardjono 2005: 456), antara lain sebagai :
1. Indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang
diwujudkan dalam tingkat kembalian atas investasi (rate of retun on inuested capital).
2. Pengukur prestasi atau kinerja badan usaha dan manajemcn.
3. Dasar penentuan besar pengenaan pajak.
4. Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomik suatu negara.
5. Dasar penentuan dan penilaian kelayakan tarif dalam perusahaan publik.
6. Alat pengendalian terhadap debitor dalam kontrak utang.
7. Dasar kompensasi dan pembagian bonus.
8. Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan.
9. Dasar pembagian dividen.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
19
Karakteristik dari pengertian laba akuntansi semacam itu mengandung beberapa
keunggulan. Beberapa keunggulan laba akuntansi yang dikemukakan oleh Muqodim
(2005 : 114) adalah:
a. Terbukti teruji sepanjang sejarah bahwa laba akuntansi bermanfaat bagi para
pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
b. Laba akuntansi telah diukur dan dilaporkan secara obyektif dapat diuji kebenaran
didasarkan pada transaksi yang didukung oleh bukti.
c. Berdasarkan prinsip realisasi dalam mengakui pendapatan laba akuntansi
memenuhi dasar konservatisme.
d. Laba akuntansi bermanfaat untuk tujuan pengendalian terutama berkaitan dengan
pertanggungjawaban manajemen.
2.1.6 Risiko Hedging
Damodaran (2007) memberikan perspektif yang menarik tentang risiko Hedging
pada dasarnya setara dengan membeli put option terhadap kejadian tertentu. Tabel berikut
ini menyajikan perbedaan antara risiko hedging dan manajemen risiko.
Tabel 2.1
Perbedaan Risiko Hedging dan Manajemen Risiko
Perbedaan Risiko Hedging Manajemen Risiko
Pandangan Risiko
Bahaya Risiko Bahaya Risiko dan
kesempatan
Tujuan Melindungi terhadap sisi
negatifnya
Eksploitasi Terbalik
Pendekatan Keuangan, berorientasi
Produk
Strategi / berorientasi
proses lintas fungsional
Ukuran keberhasilan Mengurangi volatilitas laba,
arus kas dan nilai wajar
Nilai yang lebih tinggi
Jenis pilihan yang nyata Masukan Panggilan
Dampak utama pada nilai Tingkat diskonto yang lebih
rendah
Pengembalian kelebihan
tinggi & berkelanjutan
Situasi yang ideal Perusahaan swasta,
perusahaan publik dengan
leverage keuangan tinggi atau
biaya distress
Bisnis maju dengan
potensi signifikan untuk
kelebihan pengembalian
Sumber: Damodaran (2007).
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
20
Manajemen risiko perusahaan hedgers, akan optimal jika beberapa
ketidaksempurnaan pasar membuat volatilitas tinggi. Lindung nilai, perusahaan dapat
mengurangi biaya kesulitan keuangan (Gadmor 2006) dan (Smith dan Stulz 1985) jumlah
pajak penghasilan badan dibayar. Ross (1997) dan Leland (1998) menunjukkan bahwa
melalui lindung nilai perusahaan dapat mengurangi kemungkinan kesulitan keuangan dan
meningkatkan kapasitas utang dan terkait dengan keuntungan pajak.
2.1.7 Implementasi Risiko/Volatilitas.
Risiko didefinisikan sebagai kemungkinan suatu peristiwa akan terjadi dan
berdampak buruk terhadap pencapaian sasaran perusahaan (COSO’s 2004). Timbulnya
risiko dimulai dari penyusunan strategi dan penentuan capaian sasaran-sasaran kinerja.
Selanjutnya, COSO’s (2004) mendefinisikan Enterprise Risk sebagai : “A process,
effected by an entity’s board of directors, management and other personnel, applied in
strategy setting and across the enterprise, designed to identify potential events that may
affect the entity, and manage risk to be within its risk appetite, to provide reasonable
assurance regarding the achievement of entity objectives”.
Pengelolaan risiko telah dilakukan secara memadai, maka peran sistem
manajemen risiko sangatlah penting. Management system didefinisikan oleh Dubois dkk.
(2010) sebagai the framework of processes and procedures used to ensure that an
organization can fulfill all tasks required to achieve its objectives. Sistem manajemen
risiko dipertimbangkan oleh beberapa peneliti sebagai model dasar untuk mengelola
risiko portofolio yang dihadapi oleh perusahaan (Nocco dan Stulz (2006); (Hoyt dan
Liebenberg 2011) dan (Beasley dkk. 2008).
2.1.8 Manajemen laba Berbasis Akrual
Laba akuntansi (akrual) merupakan indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur kinerja operasional perusahaan (Siallagan dan Machfoedz 2006). Menurut
Schipper dan Vincent (2003) dijelaskan bahwa kualitas laba merupakan jumlah yang
dapat dikonsumsi dalam satu periode dengan menjaga kemampuan perusahaan pada awal
dan akhir periode untuk tetap sama, selain itu kualitas laba yang rendah dianggap sebagai
hal yang paling tidak diinginkan oleh para investor karena hal tersebut mengindikasikan
bahwa perusahaan kurang baik dalam mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya
(Barragato dan Markelevich (2003); Hoitash dkk. 2007) menjelaskan bahwa para
penguna laporan keuangan khususnya investor amat sangat memperhatikan jumlah laba
yang diperoleh oleh perusahaan sebagai bagian dari pengambilan keputusan untuk
berinvestasi pada perusahaan.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
21
2.1.8.1 Definisi Manajemen Akrual
Pengertian manajemen akrual dalam artian yang luas dikemukakan oleh (Stubben
2010).“Accrual managements occurs when managers use judgement in financial
reporting and in structuring transactions to alter financial reports to either mislead some
stakeholders about the underlying economics performance of the economy, or to
influance contractual outcomes that depend on reported accounting numbers” (yang
artinya manajemen akrual terjadi ketika manajer menggunakan penilaian dalam pelaporan
keuangan dan penataan transaksi untuk mengubah laporan keuangan baik menyesatkan
beberapa stakeholder tentang kinerja ekonomi atau untuk melihat pengaruh hasil kontrak
yang tergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan).
Ada tiga faktor penyebab terjadinya praktik manajemen laba (Gumanti 2004),
yaitu:
1. Manajemen Akrual
Manajemen akrual biasanya dikaitkan dengan semua aktivitas yang dapat
mempengaruhi aliran kas dan keuntungan yang secara pribadi merupakan
wewenang dari para manajer. Menurut Djakman (2003) menyatakan bahwa
manajemen laba (earnings management) yang dilakukan melalui manajemen
akrual tidak sama dengan manipulasi laba (earnings manipulation). Manajemen
akrual dilakukan dengan memanfaatkan kelemahan inheren dari kebijakan
akuntansi akrual dan masih berada dalam koridor prinsip akuntansi berterima
umum; sedangkan manipulasi laba merupakan tindak pelanggaran terhadap
prinsip akuntansi berterima umum untuk menghasilkan kinerja keuangan
perusahaan sesuai kepentingan manajer (Schroeder dkk. (2011).
2. Penerapan suatu kebijakan akuntansi yang wajib.
Manajemen laba berkaitan dengan keputusan manajer untuk menerapkan
suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib diterapkan oleh perusahaan, yaitu
antara menerapkannya lebih awal dari waktu yang diterapkan sampai saat
berlakunya kebijaksanaan tersebut.
3. Pembagian akuntansi secara sukarela
Manajemen Akrual berkaitan dengan upaya manajer untuk mengganti
atau mengubah suatu metode akuntansi tertentu diantara sekian banyak metode
yang tersedia dan diakui badan akuntansi.
2.1.9 Discretionary Accrual dan Manajemen Akrual
Discretionary Accrual merupakan model yang digunakan manajemen untuk
melakukan praktik meratakan laba. Motivasi yang lain diantaranya adalah untuk insentif,
regulasi, kontrak dan kandungan informasi; motivasi ini sama dengan motivasi transaksi
derivatif keuangan (Graham dan Rogers 2002); (Allayannis dan Weston 2006). Barton
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
22
(2001) menggunakan persamaan varians laba adalah penjumlahan dari varian arus kas
dan varian akrual serta memperkuat hasil penelitian di atas dengan menunjukkan bahwa
derivatif keuangan dan discretionary accrual memiliki hubungan subsitusi.
Penelitian Healy (1996) menyatakan bahwa diskresione akrual adalah akrual
abnormal. Secara skematik rekonstuksi konsep Laba Akuntansi (Akrual) sebagai tesa
dengan Konsep Manajemen Laba sebagai anti tesa melahirkan konsep baru sebagai
sintesa yaitu Manajemen Akrual dapat digambarkan sebagai State of the Art, berikut:
Gambar 2.2
State of the Art Manajemen Akrual
Sumber : Dikonstruksi untuk penelitian ini (2017)
Laba Akuntansi
(Akrual)
(Suwardjono, 2005)
(Muqodim 2005)
( Ahmed Belkaoui 2000)
Manajemen Laba
(Jones, 1976)
(Decow, 1995)
(Kothari, 1998) Scott
(2014) (Healy dan
Wahlen 1999); (Fields
dkk. 2001); (Herusetya
2011) dan (Pujilestari
dan Herusetya
(2013),dll
Manajemen Akrual
(Artificial Smoothing)
Teori Agensi (Jensen dan
Meckling 1976;
Watts dan
Zimmerman
1986; Scott 2000 ;
2009)
Teori Efisiensi
(Michael, 2005;
Mc.Shane 2011;
Ghozali 2014)
Teori Akuntansi
Positif
(Wiliamson 1975)
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
23
2.1.10 Corporate Governance (CG)
Windah dan Andono (2013) menjelaskan tentang konsep Corporate Governance
sebagai serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan
agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan
(stakeholders). Siallagan dan Machfoedz (2006) mengemukakan bahwa corporate
governance yang efektif dalam jangka panjang dapat meningkatkan kinerja perusahaan
dan menguntungkan para pemegang saham.
Adapun proksi Corporate Governance yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan saham manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara
pemegang saham dengan manajer, semakin meningkat proporsi kepemilikan saham
manajerial maka semakin baik kinerja perusahaan. Menurut Morck dkk. (2004);
(McConnell dan Servaes 1995) dan (Kole 1995) menyatakan bahwa terdapat hubungan
non linier antara kepemilikan manajerial (insider ownership) dengan kinerja perusahaan.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa untuk mengurangi konflik kepentingan
antara agent dan prinsipal dapat dilakukan dengan meningkatkan kepemilikan manajerial
dalam suatu perusahaan.
2. Kepemilikan Institusional
Potter (1995) menyatakan bahwa laporan keuangan periodik yang diterbitkan
manajemen sebagai sumber informasi bagi investor institusional dalam melakukan
aktivitas monitoring. Shleifer dan Vishny (1989) berpendapat bahwa kepemilikan
institusional yang cukup besar akan mempengaruhi nilai pasar perusahaan dan
mengurangi risiko perusahaan. Semakin besar tingkat kepemilikan saham oleh institusi,
maka semakin efektif mekanisme kontrol terhadap kinerja manajemen. Barclay dkk.
(1993) yang menemukan pengaruh positif signifikan tingkat kepemilikan institusional
dalam jumlah besar terhadap Risiko perusahaan.
3. Komite Audit Independen
Peraturan mengenai komite audit dikeluarkan oleh Bapepam pada Mei 2000,
melalui SE-03/PM/2000. Berdasarkan peraturan ini dijelaskan bahwa komite audit harus
memiliki sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota, seorang diantaranya merupakan
komisaris independen yang sekaligus merangkap sebagai ketua komite audit, sedang
anggota lainnya merupakan pihak ekstern yang independen dimana sekurang-kurangnya
satu diantaranya memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan atau keuangan.
Penelitian Klein (2002) memberikan bukti secara empiris bahwa perusahaan yang
membentuk komite audit independen melaporkan laba dengan kandungan akrual
diskresioner yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak membentuk
komite audit independen. Kandungan discretionary accruals tersebut berkaitan dengan
kualitas laba perusahaan. Asrida (2011) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
24
komite audit akan memiliki peringkat surat utang yang lebih tinggi daripada perusahaan
yang tidak memiliki komite audit. Rachmawati dan Triatmoko (2007) menemukan hal
yang sebaliknya yaitu Keberadaan komite audit dan komposisi komisaris independen
tidak berpengaruh terhadap discretionary accrual (kualitas laba) dan nilai perusahaan.
4. Kualitas Audit
Menurut Widagdo dkk. (2002) menyatakan bahwa : “Kualitas hasil kerja adalah
jumlah respon yang benar yang diberikan seseorang dalam menyelesaikan sebuah
pekerjaan yang bandingkan dengan standar hasil kerja atau kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya. Sedangkan menurut International Standard ISO 9001:20 yang disadur oleh
Charles A. Mills memberikan pemahaman mengenai pengertian kualitas audit (Feng dkk.
2007), yaitu sebagai berikut; “Audit quality is systematic and independent examination to
determine whether quality activities and related results company with planned
arrangements and whether these arrangements are implemented effectively and are
suitable to achieve objectives.”
2.1.11 Pengertian Hedging Akuntansi lindung nilai/hedging adalah seperangkat aturan khusus yang didesain
untuk memastikan bahwa keuntungan dan kerugian pada item-item yang dilindung nilai
dan instrumen lindung nilai dicatat dalam periode yang sama, sehingga mencegah muncul
volatilitas laba (earning volatility). Akuntansi derivatif dan aktivitas lindung nilai diatur
dalam IAS 39 (Financial Instrumen: Recognition and Measurement) dan IAS 32
(Financial Insstrument: Disclosure and Presentation) atau SFAS 133 (Accounting for
Derivatif Instrumen and Hedging Activities). Di Indonesia transaksi derivatif dan
aktivitas lindung nilai (hedging) diatur dalam PSAK 50 (revisi 2006) yang merupakan
turunan dari IAS 32 dan PSAK 55 (revisi 2006) yang merupakan turunan dari IAS 39
(Chariri dan Hendro (2010)).
Hedging merupakan istilah yang sangat populer dalam perdagangan berjangka.
Dimana hedging merupakan salah satu fungsi ekonomi dari perdagangan berjangka, yaitu
transfer of risk. Hedging merupakan suatu strategi untuk mengurangi risiko kerugian
yang diakibatkan oleh turun-naiknya harga, hedging adalah merupakan suatu mekanisme
yang dilaksanakan di Bursa berjangka dengan membuka suatu kontrak beli atau jual atas
suatu komoditi yang sama dengan komoditi yang akan diperdagangkan di pasar.
Hedging ini bertujuan untuk memperkecil atau menghilangkan risiko atas kerugian
dan ketidakpastian harga yang mungkin terjadi pada saat transaksi di pasar, dengan
melakukan hedging atas kerugian yang terjadi akan ditutupi oleh keuntungan yang
diperoleh atas transaksi yang dilakukan di Bursa berjangka. Para pelaku hedging ini
biasanya disebut hedger, yang terdiri atas hedger pembeli (hedger long) dan hedger
penjual (hedge short).
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
25
Menurut Yudhistira (2014) prinsip hedging adalah menutupi kerugian posisi aset
awal dengan keuntungan dari posisi instrumen hedging. Sebelum melakukan hedge,
hedger hanya memegang sejumlah aset awal. Setelah melakukan hedging, hedger
memegang sejumlah aset awal dan sejumlah instrumen hedging tertentu. Portofolio yang
terdiri atas aset awal dan instrumen hedging-nya disebut portofolio hedging. Portofolio
hedging ini mempunyai risiko yang lebih rendah dibanding risiko aset awal.
Merrick dkk. (2005) seperti dikutip oleh Kusmanto, hedging atau hedge
didefinisikan sebagai berikut: “A hedge is one or more traders perfomed in order to
protect an existing market exsposure against market movement”. Brailsford dkk. (2001)
seperti dikutip oleh Garcia dkk. (1995) pengertian hedging secara teknis adalah suatu
proses untuk mengambil posisi dalam pasar berjangka yang berlawanan di pasar dalam
jumlah besar dan kontrak yang sama.
Di bawah ini merupakan tabel yang dapat memberikan suatu gambaran kapan akan
melakukan hedging, sebagai berikut:
Tabel 2.2
Gambaran Aktivitas Hedging
VALAS
NO Aktivitas Hedging Apresiasi (FR > SR) Depresiasi (FR < SR)
1 Receivables (Inflow) Tidak perlu hedging,
karena pembayaran
ekspor menggunakan
mata uang asing, sehingga
apabila mata uangan asing
terapresiasi maka
eksportir Indonesia pun
mendapat keuntungan.
Perlu hedging, karena
pembayaran ekspor
menggunakan mata
uang asing, sehingga
perlu di hedging
apabila mata uang
asing terdepresiasi
agar eksportir tidak
mengalami kerugian.
2 Payable (Outflow) Perlu hedging, karena
Importir melakukan
pembayaran
menggunakan mata uang
asing, apresiasi mata uang
asing akan menyebabkan
Importir mengalami
mengalami kerugian
karena akan membayar
lebih mahal.
Tidak perlu hedging,
karena depresiasi mata
uang asing, akan
menyebabkan Importir
membayar lebih murah
sehingga importir pun
akan mendapatkan
keuntungan.
Sumber ; (Egelhoff dkk. 2013).
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
26
2.1.12 Instrumen derivatif yang di Hedged Instrumen derivatif dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu: opsi, forward,
futures, dan swap, dengan bahan dasar instrumen derivatif adalah saham, suku bunga,
obligasi, nilai tukar, komoditas, dan indeks (Sunaryo 2007).
2.1.12.1 Opsi (Option) Opsi merupakan suatu kontrak derivatif dengan disertai pilihan (hak) untuk
menjual atau membeli sesuatu sesuai dengan yang tertera di kontrak tersebut. Banyak dari
opsi yang diperdagangkan di bursa opsi, tetapi sering kali opsi hanya berupa kesepakatan
pribadi antara perusahaan dan bank (Kulatilaka dan Marcus 1994).
2.1.12.2 Kontrak Future Kontrak Future adalah pertukaran janji dagang untuk membeli atau menjual suatu
aset di masa depan pada harga yang sudah ditentukan lebih dulu. Misalkan ada seorang
petani gandum, ada kekhawatiran bahwa harga gandum mungkin jatuh sampai titik
terbawah, maka petani tersebut melakukan kontrak future terhadap gandumnya.
2.1.12.3 Kontrak Forward Kontrak Forward adalah persetujuan untuk membeli atau menjual suatu aset di
masa depan pada harga yang disepakati. Kontrak forward adalah kontrak future yang
disesuaikan dengan kebutuhan. Contoh penerapan kontrak forward pada perusahaan.
Computer Parts Inc., telah memesan chip memori dari pemasoknya di Jepang. Tagihan
sebesar ¥53 juta harus dibayar pada tanggal 27 Juli. Perusahaan dapat mengatur dengan
banknya saat ini untuk membeli forward jumlah yen ini untuk pengiriman 27 Juli pada
harga forward ¥110 per dolar. Karena itu, pada 27 Juli, Computer Parts membayar pihak
bank ¥52 juta/(¥110/$) = $ 481.818 dan menerima ¥53 juta, yang dapat digunakan untuk
membayar pemasok Jepangnya. Dengan melakukan forward untuk menukar $ 481.818
dengan ¥53 juta, biaya dolarnya terkunci.
2.1.12.4 Swap Swap adalah perjanjian antara dua pihak untuk saling menukar aliran (arus) kas
(cash flow) secara periodik selama periode tertentu pada masa mendatang menurut aturan
yang disepakati. Misalkan, swap antara A dan B. Fixed-for-floating swap mengharuskan
A membayar aliran kas secara periodik berdasarkan suku bunga tetap sebesar 5,5 persen
dari 100 (USD) kepada B, sedangkan B membayar berdasarkan suku bunga mengambang
tertentu kepada A.
2.1.13 Hedging: Sesuai Standar Akuntansi Keuangan Lindung nilai/hedging berusaha untuk mengurangi risiko perubahan harga yang
merugikan aset dengan mengambil posisi instrumen keuangan derivatif yang saling
hapus. Palea dan Maino (2013) perusahaan dapat menggunakan akuntansi lindung nilai,
yang melibatkan pencatatan aset keuangan dan kewajiban keuangan pada nilai wajarnya.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
27
Untuk penghitungan pergerakan nilai wajar lindung nilai, perusahaan memiliki dua
pilihan. bisa mengenali gerakan dalam laporan laba rugi dan kerugian diakui selama masa
lindung nilai dan kemudian mentransfer keuntungan bersih atau kerugian kumulatif pada
laporan laba rugi pada saat realisasi, untuk dicocokkan dengan keuntungan atau kerugian
pada aset atau kewajiban. Praktek akuntansi Indonesia tidak menyediakan hedge
accounting selain lindung nilai atas investasi bersih dalam operasi asing.
2.1.14 Hedging Keuangan dan Manajemen Akrual
Barton (2001); (Pincus dan Rajgopal 2002b) dan (Shunko dkk. 2010) telah
menemukan bahwa hedging menampilkan hubungan negatif yang signifikan dengan
akrual diskresioner. Barton (2001) melaporkan bahwa insentif, remunerasi dan
kompensasi, termasuk mempengaruhi manajemen mengurangi kewajiban pajak
penghasilan, biaya regulasi dan biaya utang, menetapkan pengaturan keuangan tertentu,
menghindari pembatasan melanggar utang, dan mengurangi volatilitas laba, biaya dan
informasi agen yang merugikan.
Iatridis (2012) menunjukkan bahwa perusahaan cenderung menggunakan hedging
untuk membatasi volatilitas arus dan menggunakan diskresioner akrual atau dalam kasus
tertentu baik hedging dan diskresioner akrual untuk menangani fluktuasi laba. Pilihan
antara hedging dan manajemen akrual mungkin juga tergantung pada bagaimana hedging
perusahaan, maka memerlukan pengembalian yang lebih tinggi untuk kompensasi atau
menuntut lebih banyak sumber daya, pengalaman sebelumnya dan keahlian (Mian 1996).
Berbeda dengan manajemen akrual, penggunaan lindung nilai akan cenderung
konsisten dengan konsep kualitas laba dan positif terkait dengan nilai perusahaan
(Bartram dkk. 2011). Manajemen laba berbasis akrual menyampaikan informasi pada
arus kas, yang akan meningkatkan kualitas informasi keuangan yang dilaporkan (Liang
2004). Manajemen akrual mendukung alokasi efisiensi risiko dan keseimbangan yang
diperoleh manajer untuk mengurangi biaya pemantauan tindakan manajerial didukung
oleh pemegang saham untuk meningkatkan nilai perusahaan dan prospek masa depan
keuangan (Dye 1988).
2.2 IKHTISAR HASIL PENELITIAN TERDAHULU
Hubungan antar variable eksogen dengan variable endogen dan variable
mediating dapat dijelaskan dengan beberapa hasil penelitian terdahulu, sebagai berikut:
2.2.1 Hubungan Proporsi Kepemilikan, Komite Audit Independen dan Kualitas
Audit dengan Manajemen Akrual.
Corporate governance yang efektif akan mengurangi manajemen akrual, contoh
perusahaan dengan sejumlah besar kepemilikan institusional akan enggan untuk
menerapkan praktik manajemen akrual karena akan terdeteksi lebih cepat (Chung dkk.
2002) dan (Yi dan Kim 2005). Klein (2002) mengurangi kemungkinan penipuan
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
28
akuntansi (Xie dkk. 2003). Pencalonan komite independen dan komite kompensasi
mengurangi kegiatan manajemen akrual (Epps dan Ismail 2009).
Hedgers umumnya cendrung memiliki laba dari operasi dan terdaftar di pasar
saham asing, cenderung untuk diaudit oleh 'Big 5' auditor. Penemuan juga menunjukkan
bahwa hedging dan manajemen akrual menampilkan hubungan subsitusi / terbalik.
Accrual Discretionary tersebut berhubungan negatif dengan kepemilikan institusional.
Studi ini menemukan bahwa lindung nilai negatif berhubungan dengan akrual
diskresioner. Lebih jelasnya state of the art hubungan Struktur Kepemilikan, Komite
Audit Independen dan Kualitas Audit dengan Manajemen Akrual secara empirik
disajikan sebagai berikut:
Tabel 2.4
State of the Art Hubungan Proporsi Kepemilikan, Komite Audit Independen
dan Kualitas Audit terhadap Manajemen Akrual.
No. Tahun Peneliti Hasil Penelitian
1 1995 Warfield et al. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
semakin tinggi proporsi kepemilikan insider
saham, semakin sedikit perbedaan kepentingan
antara orang dalam dan orang luar dan biaya
agensi rendah dari ekuitas dan menemukan
bahwa kepemilikan manajerial berhubungan
negatif dengan besarnya penyesuaian akuntansi
akrual dan positif terkait dengan kualitas laba.
2. 2003 dan
2005
Koh dan Peasnell
et. al.
Menemukan hubungan negatif tetapi tidak
signifikan antara laba akrual dan ukuran
kepemilikan manajerial. Menunjukkan bahwa
peran direktur luar dalam membatasi
manajemen akrual terhadap kepemilikan
manajerial. Dan menemukan hubungan positif
antara peningkatan laba melalui akrual
diskresioner dan kepemilikan manajerial pada
tingkat yang lebih rendah, tapi hubungan
subsitusi terhadap kepemilikan institusional.
3 2011 George Iatridis Penelitian ini menunjukkan bahwa hedging
dan accrual discresionary menampilkan
hubungan subsitusi/terbalik dan hubungan
negatif kepemilikan institusional terhadap
manajemen akrual, serta efektif dengan
corporate governance.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
29
No. Tahun Peneliti Hasil Penelitian
4.
2007
Chen et. al.
Menemukan hubungan negatif antara peran
direktur independen terhadap manajemen akrual
bagi perusahaan di Taiwan.
5. 2007 Garcia Osma dan
Gill-de-Albornoz
Noguer
Akrual diskresioner, tidak menemukan bukti
hubungan antara independensi dewan terhadap
manajemen akrual atau antara komite audit
independen terhadap manajemen akrual bagi
perusahaan di Spanyol. Direktur kelembagaan
memainkan peran penting dalam menghambat
praktek manajemen akrual.
Sumber: dikembang dalam penelitian ini
2.2.2 Hubungan Corporate Governance dengan Volatilitas Laba
Konsep dasar Enterprise Risk adalah bahwa perusahaan harus mengurangi
eksposur risiko di bagian yang tidak memiliki keunggulan komparatif dan
mengeksploitasi risiko informasi yang memiliki keuntungan, yang berarti bahwa risiko
total mungkin dapat meningkatkan alokasi risiko perusahaan (Stulz 1996). Schrand dan
Unal (1998) mengandaikan bahwa manajer perusahaan harus mengkoordinasikan
kegiatan risiko dengan hedging risiko ekonomi (risiko homogen), seperti investasi di
pasar yang efisien, sekaligus meningkatkan kegiatan usaha dan informasi laba
komparatif (Barney dan Hansen 1994).
Perusahaan dengan dewan independen akan memiliki agency cost (biaya agensi)
yang rendah bahkan mampu melakukan fungsi pengendalian dengan baik (Subramaniam
dkk. 2009), seperti nampak pada gambar 2.4. Konteks Hubungan Corporate Governance
dengan Risiko/Volatilitas Laba, berikut:
Gambar 2.3
Konteks Hubungan Corporate Governance dengan Volatilitas Laba
Sumber : Cohen et al, (2004); Subramaniam et al. (2009); Yatim (2002); Doyle et.al;
Zoort, et al (2010) dan Sutaryo, et al.(2007).
Volatilitas Laba
Corporate governance
- Mekanisme Internal
- Mekanisme Eksternal
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
30
Corporate governance melalui kualitas audit berpengaruh positif terhadap risiko
(Yatim 2010). Faktor karakteristik perusahaan diantaranya adalah jumlah anak
perusahaan. Organisasi dengan jumlah anak perusahaan yang banyak berpotensi memiliki
risiko internal maupun eksternal lebih besar. Adapun state of the art hubungan Struktur
Kepemilikan, Komite Audit Independen dan Kualitas Audit dengan volatilitas laba secara
empirik disajikan sebagai berikut:
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
31
Tabel 2.5
State of the Art Hubungan Proporsi Kepemilikan, Komite Audit Independen
dan Kualitas Audit dengan Volatilitas Laba
No. Tahun Peneliti Hasil Penelitian
1. 2004 dan
2009
Cohen et al, dalam
Subramaniam et al,
dan Yatim
Perusahaan Auditor Big four cenderung
mendorong mekanisme pengendalian
internal yang lebih tinggi diantara auditee
apabila dibandingkan dengan perusahaan
bukan Big four. Hasil penelitian bahwa
corporate governance melalui kualitas
audit berpengaruh positif terhadap
volatilitas laba.
2.
3.
2009,
2002 dan
2010
2007
Subramaniam et al,
dan Zoort, et al dalam
Sutaryo, et al
Doyle et.al
Faktor komite audit dan dewan
independen merupakan mekanisme CG
yang penting untuk mengendalikan
perilaku manajemen dalam akuntabilitas
dan disclosure.
Hadirnya komite audit dan komisari
independen dapat meningkatkan kualitas
pengendalian karena tidak berafiliasi
dengan perusahaan dan merupakan
perwakilan independen dari kepentingan
shareholders.
Penelitian Zoort, et al (2002) dalam
Sutaryo, et al (2010) menunjukkan bahwa
frekuensi rapat yang tinggi berhubungan
negatif dengan masalah pelaporan
keuangan dan peningkatan kualitas audit.
Auditor eksternal yang berkualitas tinggi
berhubungan dengan kemungkinan
menurunkan masalah pelaporan keuangan
dan pengendalian internal untuk
memitigasi Volatilitas laba.
Sumber: dikembangkan dalam penelitian ini
2.2.3 Pengaruh Manajemen Akrual terhadap Volatilitas Laba
Penelitian yang menguji pengaruh manajemen akrual terhadap risiko/volatilitas
laba dan investasi, hasilnya menunjukkan bahwa manajemen akrual tidak terbukti
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
32
menimbulkan risiko/volatilitas laba (Dul Muid 2005). Hubungan antara penggunaan
manajemen akrual dengan volatilitas laba perusahaan dengan menggunakan sampel
perusahaan-perusahaan di Australia dan hasilnya menunjukkan bahwa hubungan ini tidak
linier (Nguyen dan Faff 2010).
Nguyen dan Faff (2010) menjelaskan akuntansi derivatif keuangan terhadap hubungan
manajemen akrual dengan volatilitas laba diukur dengan volatilitas return saham harian.
Penelitian Baskoro dan Wardhani (2014) menemukan bahwa penelitian yang
menggunakan akrual diskresioner sebagai proxy manajemen akrual menunjukkan
probabilitas yang berada dalam tingkat signifikansi 10% terhadap volatilitas laba. Lebih
jelasnya state of the art hubungan manajemen akrual dengan volatilitas laba secara
empirik disajikan sebagai berikut:
Tabel 2.6
State of the Art Hubungan Manajemen Akrual dengan Volatilitas Laba
No. Tahun Peneliti Hasil Penelitian
1.
2.
3
2005
2010
2014
Muid dan Catur P
Hoa Nguyen and
Robert Faff
Baskoro dan
Wardhani
Menguji pengaruh manajemen laba akrual terhadap
risiko/volatilitas laba dan investasi, hasilnya
menunjukkan bahwa manajemen akrual tidak
terbukti menimbulkan risiko (volatilitas) laba.
Hubungan manajemen akrual dengan volatilitas
laba diukur dengan volatilitas return saham harian
dengan menggunakan sampel perusahaan di
Australia. Hasilnya menunjukkan bahwa hubungan
ini tidak linier. Secara khusus, penggunaan
derivatif keuangan berhubungan dengan
pengurangan risiko/volatiliti.
Penelitian yang menggunakan akrual diskresioner
sebagai proxy manajemen akrual menunjukkan
probabilitas yang berada dalam tingkat signifikansi
10% terhadap volatilitas laba.
Sumber: Dikembang dalam penelitian ini
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
33
2.3. MODEL PENELITIAN
Model penelitian ini digambarkan dalam model teoritikal dasar dan model
empirikal untuk menjelaskan hubungan antar variable eksogen dengan endogen
adalah sebagai berikut:
2.3.1. Model Teoretikal Dasar (Grand Theoretical Model)
Model teoritikal dasar digambarkan berdasarkan konsep dasar penelitian dan
hubungan antar variable eksogen dengan variable endogen serta beberapa hasil penelitian
empiris terdahulu adalah sebagai berikut:
2.3.1.1 Pengaruh Corporate Governance terhadap Manajemen Akrual
Pelaksanaan corporate governance merupakan salah satu cara untuk mengurangi
manajemen akrual dan menurunkan volatilitas laba. Kepemilikan saham manajemen,
kepemilikan institusi dan komite audit serta kualitas audit merupakan beberapa cara
bentuk pelaksanaan corporate governance, dapat menyelaraskan dua kelompok yang
berbeda yaitu pemegang saham dan manajer karena dapat mengurangi prilaku
opportunistik manajer perusahaan melalui manajemen akrual dan memitigasi
risiko/volatilitas laba. Penerapan corporate governance terhadap tindakan manajemen
akrual di perusahaan perbankan Indonesia tidak memiliki pengaruh yang signifikan
kecuali pada proksi kepemilikan manajerial (Farida dkk. 2010). Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian (Siregar dan Utama 2008) dan (Nuryaman dkk. 2012). Keberadaan
komite audit terbukti tidak dapat membatasi pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan,
karena komite audit oleh perusahaan perbankan hanya dilakukan untuk pemenuhan
regulasi saja tapi tidak dimaksudkan untuk menegakkan Corporate Governance (GCG) di
dalam perusahaan.
Agency theory oleh Jensen dan Meckling (1976) memperhatikan konsep Corporate
Governance dan Volatilitas Laba. Teori akuntansi positif merupakan grand theory dan
Agency teory merupakan teori pendukung (middle range teori) yang digunakan untuk
menjelaskan dan memprediksi manajemen akrual dan volatilitas laba. Berdasarkan uraian
sebelumnya, landasan teori yang digunakan adalah didasarkan pada Grand Theory yaitu
teori akuntansi positif (Williams 1989). Jensen dan Meckling (1976) kebebasan
manajemen dalam memilih metode akuntansi, maka dapat terjadi manajemen berbuat
praktik yang tidak sehat, isu manajemen akrual yang menjadi skandal akuntansi
menyebabkan para regulator untuk melindungi para pemilik modal dan pihak yang
berkepentingan, sehingga muncul isu corporate governance, isu tersebut direalisasikan
dalam bentuk hukum dan peraturan, bahwa kesepakatan antara pemilik dan manajemen
untuk mengelola dan mengendalikan harta perusahaan dalam upaya untuk
memaksimalkan kesejahteraan pemilik didasarkan pada teori keagenan (Agency Theory).
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
34
2.3.1.2 Pengaruh Corporate Governance terhadap Volatilitas Laba
Volatilitas didefinisikan sebagai bentuk ketidakpastian tentang suatu keadaan
yang terjadi pada masa yang akan datang dengan keputusan yang diambil pada berbagai
pertimbangan saat ini. Volatilitas tidak dapat dihindari, tetapi dapat diminimalkan melalui
manajemen akrual dan corporate governance yang efektif. Volatilitas selalu melekat pada
setiap kegiatan operasi perusahaan, besarnya kecilnya risiko/volatilitas yang terjadi akan
mempengaruhi tujuan organisasi. Volatilitas laba yang rendah mengindikasikan bahwa
perusahaan memiliki risiko yang rendah (Fudenberg dan Tirole 1995); (Barton 2001);
(Kirschenheiter dan Melumad 2002; Fudenberg dan Tirole 1995). Hal ini tentunya akan
direspon positif oleh investor. Sebaliknya, laba perusahaan yang tidak stabil atau terlalu
berfluktuasi akan membuat investor beranggapan bahwa investasi yang akan
dilakukannya memiliki risiko, sehingga membuat investor enggan untuk berinvestasi di
dalam perusahaan.
Kirschenheiter and Melumad (2002) berpendapat bahwa kreditur lebih menyukai
laba yang relatif stabil. Volatilitas earnings yang rendah akan memberikan sinyal kepada
kreditur bahwa perusahaan memiliki risiko yang rendah, sehingga biaya bunga yang
harus dibayar oleh perusahaan kepada kreditur pun menjadi lebih rendah. Jika utang dapat
diperoleh dengan biaya yang rendah, maka arus kas bagi pemegang saham (investor) akan
meningkat (Smith dan Stulz 1985); (Trueman dan Titman, 1988); (Barton 2001).
Melindungi perusahaan yang terlibat dalam transaksi valuta asing dari risiko
tersebut dapat dilakukan melalui kontrak lindung nilai, dimana risiko tersebut dapat
dialihkan (Yovita 2011). Untuk mengetahui kegunaan pemakaian instrumen lindung nilai
(hedging) dalam memperkecil volatilitas laba perusahaan, maka penelitian atas pengaruh
hedging terhadap volatilitas laba perusahaan pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia selama tahun 2006–2010. Perusahaan yang menggunakan teknik lindung nilai
cenderung memiliki volatilitas laba yang kecil yang berarti risiko perusahaan kecil.
Aktivitas hedging keuangan disederhanakan dengan mengakui adanya nilai waktu tanpa
biaya pengolahan sehingga dampak dari akuntansi hedge menjadi jelas dalam mekanisme
lindung nilai (Chang dkk. (2010) dan (McKenzie dkk. 2000).
Teori Akuntansi Positif dapat dijelaskan bahwa menggunakan aktivitas hedging
merupakan keputusan manajemen untuk mengurangi volatilitas laba perusahaan, sebagai
teori dasar (Grand Theory). Berdasarkan kajian teoritis dan empiris terdahulu, maka
berikut ini disajikan gambar tentang model teoritikal dasar untuk menjelaskan bagaimana
corporate governance berpengaruh terhadap volatilitas laba dimediasi oleh manajemen
akrual, berikut;
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
35
Gambar 2.5
Model Teoritikal Dasar - Konteks Hubungan Corporate Governance, terhadap
Volatilitas Laba dan Manajemen Akrual Pada Perusahaan Hedged
Sumber : Dikembangkan dalam penelitian ini
2.3.2 Model Penelitian Empirik
Berdasarkan kajian teoritis dan kajian empiris terdahulu menggambarkan kerangka
Penelitian Empirikal dasar, Dampak aktivitas Hedging atas hubungan Corporate
Governanc dengan Volatilitas Laba yang dimediasi oleh Manajemen Akrual. Berdasarkan
analisis dari pernyataan beberapa kajian literatur dan penelitian terdahulu di atas
dinyatakan dalam empat hipotesis dan disusun model penelitian empirik diilustrasikan
dalam gambar berikut ini: Gambar 2.6
Model Penelitian Empirik Antara Perusahaan Hedged di Indonesia
Corporate Governance
- Mekanisme Internal
- Mekanisme Eksternal
Manajemen Akrual
(Artificial Smoothing)
Volatilitas Laba
H1a
H1b
H1c
H1d
((+)
H2d
H2c
H2a
H3
H2b
Volatilitas Laba (Y)
Manajemen Akrual
(Z)
Kepemilikan Manajerial
(X1)
Kepemilikan
Institusional
(X2)
Komite Audit Independen
(X3)
KualitasAudit (X4)
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
36
Sumber: Dikembangkan untuk penelitian
2.4. PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.4.1 Pengaruh Proporsi Kepemilikan, Komite Audit independen, dan Kualitas Audit
terhadap Volatilitas Laba.
2.4.1.1 Kepemilikan Manajerial
Jensen dan Meckling (1976) menemukan bahwa kepemilikan managerial berhasil
menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan
kepentingan-kepentingan manajer dengan pemegang saham. Penelitian tersebut
menemukan bahwa kepentingan manajer dengan pemegang saham eksternal dapat disatukan
jika kepemilikan saham oleh manajer diperbesar sehingga manajer tidak memanipulasi Iaba.
Dalam kepemilikan saham yang rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya
perilaku oportunistik manajer akan meningkat dan memitigasi risiko/volatilitas laba
Shleifer dan Vishny (1989).
Hasil penelitian Lee (2008) dan Nuringsih (2010) menemukan adanya hubungan
negatif antara kepemilikan saham manajerial dengan risiko/volatilitas. Adanya hubungan
negatif dan tidak signifikan antara kepemilikan manajerial terhadap risiko /volatilitas laba
(Wahidahwati 2002). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa semakin tinggi
proporsi kepemilikan insider saham, semakin sedikit perbedaan kepentingan antara orang
dalam dan orang luar dan biaya agensi rendah dari ekuitas. Pada tingkat risiko tinggi
manajer cenderung menjadi risk seeker sehingga memilih proyek berisiko tinggi agar
mendapat return yang tinggi. Menghadapi volatilitas laba, manajer bekerja sama dengan
pihak kreditor sehingga terjadi peralihan kekayaan dari kreditor kepada pemegang saham.
Pada tingkat risiko rendah manajer cenderung menjadi risk aversion sehingga tidak
mencari proyek berisiko tinggi. Berdasarkan dari teori agency dan beberapa hasil
penelitian di atas maka dapat diasumsikan bahwa dengan adanya kepemilikan manajemen
akan memberikan implikasi positif pada penurunan volatilitas laba.
Berdasarkan kajian teoritis dan temuan empiris terdahulu oleh Jensen dan
Meckling (1976), Shleifer dan Visny 1989), Chen dan Steiner (1999), Sounder, Strock
dan Lee (2008) dan Nuringsih (2010) dan (Wahidahwati 2002), sehingga pernyataan dari
beberapa kajian literatur dan penelitian terdahulu di atas dinyatakan dalam hipotesis 1a
serta disajikan pada gambar 2.3. Hipotesis yang diuji sebagai berikut:
H1a: Kepemilikan Manajemen berpengaruh negatif terhadap Volatilitas Laba.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
37
2.4.1.2. Kepemilikan Institusional
Fitri dan Mamduh (2003) menyatakan bahwa hubungan antara kepemilikan
manajerial dan kepemilikan institusional adalah negatif. Hubungan ini sesuai dengan
penelitian. Risiko/volatilitas laba mempunyai hubungan negatif dan signifikan terhadap
kepemilikan institusional. Terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara variabel
kepemilikan institusional terhadap volatilitas laba (Fitri dan Hanafi 2003). Semakin besar
kepemilikan institusional maka semakin kuat kendali yang dilakukan oleh pihak eksternal
terhadap perusahaan, sehingga menyebabkan rendahnya risiko perusahaan/volatilitas
laba. Hasil ini memperkuat asumsi bahwa kepemilikan institusional efektif digunakan
sebagai alat monitoring manajemen.
Kepemilikan institusional secara mayoritas akan mengurangi kemungkinan
perusahaan untuk diakuisisi, sehingga meningkatkan keinginan manajer untuk
memperbesar kepemilikan pada perusahaan. Semakin tinggi kepemilikan institusional
maka akan semakin meningkatkan pengawasan pihak eksternal terhadap perusahaan (Fitri
dan Hanafi 2003). Laporan keuangan periodik yang diterbitkan manajemen sebagai
sumber informasi bagi investor institusional dalam melakukan aktivitas monitoring
(Potter 1995). Kepemilikan institusional yang cukup besar akan mempengaruhi nilai
pasar perusahaan dan mengurangi volatilitas laba perusahaan. Semakin besar tingkat
kepemilikan saham oleh institusi, maka semakin efektif mekanisme kontrol terhadap
kinerja manajemen (Shleifer dan Vishny 1989).
Berdasarkan dari teori agency dan beberapa hasil penelitian di atas maka dapat
diasumsikan bahwa dengan adanya kepemilikan institusional akan memberikan implikasi
positif pada penurunan volatilitas laba. Berdasarkan kajian teoritis, temuan empiris dan
ketidak konsistenan hubungan Kepemilikan Institusional terhadap volatilitas laba (Potter
1995); (Shleifer dan Vishny 1997) dan (Fitri dan Hanafi 2003). Adapun pernyataan dari
beberapa kajian literatur dan penelitian terdahulu di atas dinyatakan dalam hipotesis 1b
serta disajikan pada gambar 2.3. Hipotesis yang diuji sebagai berikut:
H1b : Kepemilikan Institusional berpengaruh negatif terhadap Volatilitas Laba.
2..4.1.3. Komite audit Independen Otoritas Jasa Keuangan mewajibkan perusahaaan memiliki komisaris independen
dan komite audit independen. Komite audit independen salah satu tugasnya mengawasi
proses pelaporan keuangan perusahaan dan mengadakan pertemuan secara rutin dengan
audit eksternal dan internal untuk memberikan pendapatnya secara profesional mengenai
laporan keuangan perusahaan, proses audit dan pengawasan internal.
Keberadaan komite audit akan mendorong perusahaan untuk menerbitkan laporan
keuangan yang lebih akurat, maka akan menurunkan default risk dan meningkatkan
peringkat surat utang perusahaan. Penggunaan variabel komite audit sebagai struktur
yang sistematis untuk memaksimalkan pengelolaan perusahaan yang baik (good
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
38
corporate governance), sehingga dapat meminimumkan masalah keagenan. Salah satu
cara untuk memperkecil biaya pengawasan yang ditanggung oleh pemegang saham
dengan melibatkan pihak ketiga atau komite audit independen dalam pengawasan (Jensen
1986). Untuk mengurangi monitoring cost dan memperoleh pendanaan, perusahaan akan
menggunakan utang sebagai alternatif pilihan. Langkah manajemen di atas dapat
dijelaskan melalui konsep teori prospek yang menyatakan bahwa seorang cenderung
bersifat risk averse yang menguntungkan dan bersifat risk seeking pada kondisi yang
merugikan (Widanaputra dan Putu 2007).
Keberadaan komite audit independen di perusahaan diharapkan untuk
memaksimalkan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) tidak
hanya dilihat dari sisi pemegang saham tetapi juga kreditor. Perusahaan yang memiliki
komite audit independen berpengaruh negatif terhadap volatilitas laba dan memiliki
peringkat surat utang yang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak memiliki komite
audit (Asrida 2011). Hasil ini juga mendukung bahwa komite audit menjalankan
fungsinya sebagai profesi yang memberikan pendapat kepada komisaris khususnya yang
berkaitan dengan transparansi laporan keuangan, sehingga kehadiran komite audit
independen dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan.
Berdasarkan teori agency dan beberapa hasil penelitian di atas maka dapat
diasumsikan bahwa dengan adanya komite audit independen akan memberikan implikasi
pada penurunan volatilitas laba. Sumber referensi pada beberapa penelitian terdahulu dan
ketidak konsistenan hubungan Komite Audit dengan volatilitas laba, oleh Jensen (1986);
Widanaputra (2007) dan (Rianingsih 2008), sehingga pernyataan dari beberapa kajian
literatur dan penelitian terdahulu di atas dinyatakan dalam hipotesis 1c serta disajikan
pada gambar 2.3. Hipotesis yang diuji sebagai berikut:
H1c : Komite Audit Independen berpengaruh negatif terhadap Volatilitas Laba.
2..4.1.4. Kualitas Audit Penelitian Abumustafa dan Al-Abduljader (2011) menemukan bahwa Risk Based
Audit dipercaya lebih baik dibandingkan versi tradisionalnya, karena fokus pada
risiko/volatilitas laba diharapkan penyebab dari kemungkinan risiko keuangan dapat di
atasi, ketimbang hanya melihat catatan keuangan. Kualitas audit ini akan menekankan
kepada kualitas informasi keuangan sehingga akan memperbaiki proses pelaporan dan
tentunya merupakan nilai tambah bagi operasi perusahaan, dan meningkatkan mutu
corporate governance dengan kualitas audit untuk memitigasi risiko/volatilitas laba.
Dalam upaya mencapai kinerja yang ditargetkan oleh pemangku kepentingan,
manajemen perusahaan menghadapi risiko-risiko yang berasal dari beragam
ketidakpastian. Keberhasilan manajemen mencapai kinerja ditentukan oleh kemampuan
mengelola risiko perusahaan secara efisien. Keberadaan manajer risiko sebagai organ
manajemen dalam mengelola volatilitas laba perusahaan dengan para pemilik risiko (risk
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
39
owners). Pelaporan kepada manajemen atas risiko utama yang dihadapi oleh perusahaan
adalah salah satu langkah yang dapat meningkatkan kualitas audit (Fraser dan Simkins
2009).
Berdasarkan teori efisiensi dan konsep risiko dan beberapa hasil penelitian di atas
maka dapat diasumsikan bahwa dengan adanya kualitas audit yang tinggi akan
memberikan implikasi pada penurunan risiko/volatilitas laba. Kajian teoritis, temuan
empiris terdahulu yang tidak konsisten antara hubungan kualitas audit dengan volatilitas
laba (Abumustafa dan Al-Abduljader 2011) dan (Fraser dan Simkins 2010:456), sehingga
pernyataan dari beberapa kajian literatur dan penelitian terdahulu di atas dinyatakan
dalam hipotesis 1d serta disajikan pada gambar 2.3. Hipotesis yang diuji sebagai berikut:
H1d : Kualitas Audit berpengaruh negatif terhadap Volatilitas Laba.
2.4.2. Pengaruh Proporsi Kepemilikan, Komite Audit dan Kualitas Audit terhadap
Manajemen Akrual.
Manajemen yang memiliki saham perusahaan memiliki informasi lebih banyak
tentang perusahaan dibanding pemegang saham non-institusi lainnya. dengan memiliki
kesempatan untuk meminimalisir volatilitas labanya dan meningkatkan kinerja saham
perusahaan (Oktafia 2013).
2.4.2.1 Pengaruh aspek Kepemilikan Manajemen terhadap Manajemen Akrual.
Pengaruh struktur kepemilikan perusahaan: kepemilikan manajerial versus non-
manajerial, kepemilikan institusional terhadap individu, dan kepemilikan blockholder.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi kepemilikan insider
saham, semakin sedikit perbedaan kepentingan antara orang dalam dan orang luar serta
biaya agensi rendah dari ekuitas. Ada hubungan negatif tidak signifikan antara
kepemilikan saham manajerial dan manajemen akrual (Koh 2007).
Penelitian Peasnell dkk. (2005) menunjukkan bahwa peran direktur luar dalam
membatasi manajemen akrual. Kepemilikan manajerial dengan discretionary accrual dan
kandungan informasi laba menemukan bukti bahwa kepentingan manajerial berhungan
negatif dengan discretionary acrual (Warfield dkk. 1995). Hal ini berarti kepemilikan
manajerial berhubungan negatif dengan manajemen akrual dimana kepemilikan saham
manajer yang besar dapat mengurangi manajemen akrual. Kepemilikan saham yang besar
di perusahaan, manajer kurang terlibat dalam manajemen akrual. Prediksi hubungan
negatif antara kepemilikan manajerial dan manajemen akrual. Ada hubungan negatif
antara kepemilikan manajemen (insider) dan manajemen akrual untuk 830 IPO di Jepang
selama periode 1989-2000 (Nagata and Hachiya 2007) dan (Nagata 2013).
Berdasarkan positive accounting theory dan beberapa hasil penelitian di atas maka
dapat diasumsikan bahwa dengan adanya kepemilikan manajemen akan memberikan
implikasi pada penurunan prilaku opportunistik pada tindakan manajemen atas informasi
keuangan. Kajian teoritis dan temuan empiris terdahulu yang tidak konsisten antara
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
40
hubungan Kepemilikan manajemen dengan manajemen akrual oleh (Oktafia 2013);
Warfield et al. (1995); Koh (2003); Peasnell et al. (2005); (Nagata dan Hachiya 2007) dan
(Nagata 2013), maka dinyatakan dalam hipotesis 2a dan disajikan pada gambar 2.3.
Hipotesis yang diuji sebagai berikut:
H2a: Kepemilikan Managerial berpengaruh negatif terhadap Manajemen Akrual.
2.4.2.2 Pengaruh aspek Kepemilikan Institusional terhadap Manajemen Akrual.
Perspektif proporsi saham yang dimiliki oleh pemegang saham institusional
terhadap individu. Rajgopal dkk. (1999) menyatakan bahwa kepemilikan saham
institusional memiliki implikasi atas manajemen akrual, pemegang saham institusi besar
memainkan peran pemantauan yang penting dan menemukan hubungan negatif antara
kepemilikan saham institusional dan manajemen akrual. Investor institusional
mengurangi atau menambah insentif untuk mengelola laba jangka pendek (Bushee dan
Noe 2000). Penelitian ini adalah ketika kepemilikan institusional tinggi, manajer
cenderung untuk mengurangi investasi dan penurunan laba.
Jika pengelolaan laba efisien maka kepemilikan institusional yang tinggi akan
meningkatkan pengelolaan laba, tetapi jika pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan
bersifat oportunis maka kepemilikan institusional yang tinggi akan mengurangi
manajemen akrual. Koh dan Hsu (2005) melaporkan hubungan negatif pada kepemilikan
institusional yang tinggi dengan manajemen akrual. Pemegang saham akan melakukan
pengawasan terhadap manajemen, bila biaya pengawasan tersebut tinggi maka pemegang
saham akan menggunakan pihak ketiga (debtholders atau bondholders) untuk membantu
melakukan pengawasan (Easterbrook 1984).
Temuan kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen akrual
(Easterbrook 1984); (Bushee 1998a, 1998b); (Rajgopal et al. 1999) dan (Koh dan Hsu
2005). Temuan tersebut di atas menunjukkan bahwa kepemilikan institusional menjadi
mekanisme yang efektif dalam mengawasi kinerja manajer. Hasil penelitian yang tidak
konsisten di atas antara lain tidak menemukan hubungan konsentrasi kepemilikan
institusional pada manajemen akrual (Demsetz dan Villalonga 2001); (Darmawati 2003)
dan (Ujiyantho dan Pramuka 2007). Konsentrasi kepemilikan institusional tidak
berpengaruh terhadap tingkat laba akuntansi.
Berdasarkan teori positive accounting dan beberapa hasil penelitian di atas maka
dapat diasumsikan bahwa dengan adanya kepemilikan institusional akan memberikan
implikasi pada penurunan prilaku opportunistik dan tindakan manajemen akrual atas
informasi keuangan. Kajian teoritis, temuan empiris terdahulu dan ketidak konsistenan
atas hubungan Kepemilikan Institusional pada manajemen akrual oleh Lang dan
McNichols (1997); (Easterbrook 1984); (Rajgopal et al. 1999); (Koh dan Hsu 2005);
(Bushee and Noe 2000); (Jensen 1993) dan (Ching et al. 2006), maka dinyatakan dalam
hipotesis 2b dan disajikan pada gambar 2.3. Hipotesis yang diuji sebagai berikut:
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
41
H2b: Kepemilikan Institusional berpengaruh secara negatif terhadap Manajemen
Akrual.
2.4.2.3 Pengaruh Komite Audit Independen terhadap Manajemen Akrual.
Komite audit mempunyai peran penting dan strategis dalam memelihara
kredibilitas penyusunan laporan keuangan seperti menjaga sistem pengawasan
perusahaan yang memadai serta pelaksanaan corporate governance. Komite audit
berperan penting dalam menjamin terlaksananya corporate governance yang baik.
Beberapa peneliti menemukan bahwa keberadaaan komite audit independen berpengaruh
signifikan terhadap manajemen akrual (Bedard dkk. 2004); (Daryatno 2004); (Veronica
dkk. 2005) dan Siallagan dan Machfoedz (2006).
Hal ini memberi bukti bahwa keberadaan komite audit dapat meningkatkan
efektifitas kinerja perusahaan. Penelitian Rachmawati dan Triatmoko (2007) tidak
menemukan adanya pengaruh keberadaan komite audit independen terhadap manajemen
akrual. Komite audit dapat mengurangi perilaku manajemen akrual (Ching dkk. 2006).
Menurut Klein (2002) dalam penelitiannya membuktikan bahwa besarnya
discretionary accrual lebih tinggi untuk perusahaan yang memiliki komite audit yang
terdiri dari komisaris independen dibanding perusahaan yang mempunyai komite audit
yang independen. Perusahaan memanipulasi laba lebih besar kemungkinannya apabila
memiliki dewan komisaris yang didominasi oleh manajemen dan memiliki Chief Executive
Officer (CEO) yang merangkap menjadi chairman of board (Dechow dkk. 1996).
Jika fungsi independensi direksi cendrung lemah, maka ada kecendrungan terjadinya moral
hazard yang dilakukan oleh para direktur perusahaan melalui pemilikan perkiraan-perkiraan
akrual yang berdampak pada manajemen akrual dan konsisten dengan hasil penelitian
komite audit dan komisaris independen berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
manajemen akrual (Wedari 2004)..
Berdasarkan teori positive accounting dan beberapa hasil penelitian di atas maka
dapat diasumsikan bahwa dengan adanya komite audit independen akan memberikan
implikasi positif pada penurunan prilaku opportunistik dan tindakan manajemen akrual
atas informasi keuangan. Kajian teoritis, temuan empiris terdahulu antara komite audit
independen dengan manajemen akrual yang tidak konsisten oleh (Wedari 2004); (Klein
2002a); (Dechow et al 1996) dan (Ching dkk. 2006), maka dinyatakan dalam hipotesis 2c
dan disajikan pada gambar 2.3. Hipotesis yang diuji sebagai berikut:
H2c: Keberadaan komite audit Independen berpengaruh negatif terhadap
manajemen Akrual.
2.4.2.4 Pengaruh Kualitas Audit terhadap Manajemen Akrual.
Penelitian yang menunjukkan bahwa sebuah perusahaan audit besar dapat
meningkatkan kredibilitas laporan keuangan perusahaan. Teoh dan Wong (1993)
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
42
berargumen bahwa kualitas audit berhubungan dalam melakukan menajemen akrual dan
mengurangi risiko (volatilitas) laba. Kualitas audit berhubungan negatif dengan
manajemen akrual. menunjukkan bahwa kualitas Audit dapat mengurangi manajemen
akrual (Lin dan Hwang 2010).
Praktik Corporate Governance akan membatasi pengelolaan laba yang opportunis.
Semakin tinggi kualitas audit, kemungkinan manajemen akrual yang dilakukan dan
cendrung mengurangi risiko/volatilitas laba. Ada hubungan negatif yang signifikan antara
kualitas audit dan akrual diskresioner (Lin dan Hwang 2010; Ching dkk. 2006), serta
tidak menemukan hubungan negatif dan signifikan antara kualitas audit dengan
manajemen akrual pada perusahaan yang terdaftar di bursa Hongkong dan Inggris
(Peasnell dkk. 2005) .
Perusahaan audit besar diharapkan lebih independen dan memberikan mutu audit
yang tinggi (Becker 1998). Perusahaan audit besar memiliki reputasi tinggi dan terkena
risiko litigasi yang lebih tinggi, oleh karena itu, perusahaan-perusahaan lebih cenderung
untuk melindungi diri dan kepentingan pemegang saham dengan mencegah perilaku para
manajer. Manajer akan cenderung untuk mengelola laba jika laporan keuangan diaudit
oleh auditor berkualitas tinggi.
Berdasarkan teori akuntansi positif dan beberapa hasil penelitian di atas maka
dapat diasumsikan bahwa dengan adanya kualitas audit yang tinggi akan memberikan
implikasi pada penurunan prilaku opportunistik dan tindakan manajemen akrual atas
informasi keuangan. kajian teoritis, temuan empiris terdahulu yang tidak konsisten antara
Kualitas Audit pada manajemen akrual oleh (Teoh dan Wong 1993); (Lin dan Hwang
2010); (Becker 1998); (Ching dkk. 2006) dan (Lin dan Hwang 2010). Maka dinyatakan
dalam hipotesis 2d dan disajikan pada gambar 2.3. Hipotesis yang diuji sebagai berikut:
H2d : Kualitas Audit berpengaruh negatif terhadap Manajemen Akrual.
2.4.3. Pengaruh Manajemen Akrual terhadap Volatilitas laba
Akrual diskresioner menunjukkan bahwa perusahaan dalam tahun pengamatan
dimana manajer perusahaan melakukan akrual diskresioner dan menghasilkan volatilitas
laba yang relatif rendah dibandingkan periode estimasi volatilitas (Hunt dkk. 2000).
Ebrahim (2007) mendefinisikan manajemen akrual sebagai sebuah kebijakan akuntansi
yang diarahkan sesuai dengan keinginan manajemen. Volatilitas laba seringkali
disinonimkan dengan ketidakpastian, karena volatilitas mengacu pada adanya variasi nilai
antara yang diperkirakan dengan nilai-nilai observasi.
Menurut Fudenberg dan Tirole (1995) dan Jayaraman (2008) volatilitas laba yang
timbul karena dapat menyebabkan investor mencabut investasinya. Adanya kemungkinan
perusahaan tidak membagikan dividen akibat volatilitas laba atau tidak mampu
membayarkan barang yang dibeli atau membayar pokok pinjaman yang diberikan kepada
perusahaan membuat pihak-pihak eksternal seperti investor, kreditur maupun supplier
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
43
menghindari perusahaan dengan fluktuasi/volatilitas laba yang tinggi. Penelitian Ziliak
dkk. (2011) yang menyatakan bahwa adanya kenaikan volatilitas laba dapat menurunkan
penawaran hutang terhadap perusahaan oleh kreditur.
Penelitian Dul Muid (2005) menguji pengaruh manajemen akrual terhadap
volatilitas laba dan investasi, hasilnya menunjukkan bahwa manajemen akrual tidak
terbukti menimbulkan risiko/volatilitas laba. Manajemen Akrual dapat dicapai dengan
cara seperti akrual untuk meningkatkan laba yang di write-off dalam satu periode dan
untuk meringankan biaya selama beberapa periode, mempercepat atau menunda
pengakuan pendapatan atau beban untuk menggeser pendapatan dari satu periode ke
periode lain dan selektif mengelompokkan pendapatan dan beban sebagai bagian dari
laporan laba rugi komprehensif untuk mempengaruhi akun yang berulang (lihat Fields
dkk. (2001).
Teori Akuntansi Positif mengatasi volatilitas laba perusahaan, dimana manajemen
bertindak secara optimal dan mendukung kepentingan investor (Lambert 2001). Adapun
teori agency, perilaku manajemen akrual akan meningkatkan biaya agensi karena manajer
menjaga kepentingannya dengan menerbitkan laporan keuangan yang tidak menunjukkan
gambaran ekonomi perusahaan secara akurat, sehingga stakeholders tidak dapat membuat
keputusan investasi yang optimal. Motivasi penggunaan manajemen akrual sebagai
subsitusi penggunaan derivatif keuangan berdampak pada menurunnya volatilitas laba.
Berdasarkan teori akuntansi positif menjelaskan bahwa manajer bertindak
oportunistik untuk mempengaruhi reputasi dan pengaturan kinerja keuangan perusahaan
yang terbukti rendah dari yang diharapkan atau tidak sejalan dengan perkiraan analis
(Peasnell dkk. 2000). Kajian teoritis dan temuan empiris terdahulu yang tidak konsisten
antara hubungan Manajemen Akrual terhadap Volatilitas Laba oleh Ziliak dkk. (2011);
(Scott. W. 1997; Ebrahim, 2001), (Healy, 1985); (Lambert 2001); (Fudenberg dan Tirole
1995); (Fields dkk. 2001); (Jayaraman 2008); (Peasnell dkk. 2000); (Hunt dkk. 2000);
(Dul Muid 2005), maka dinyatakan dalam hipotesis 3 dan disajikan pada gambar 2.3.
Hipotesis yang diuji berikut:
H3 : Manajemen Akrual berpengaruh negatif terhadap Volatilitas Laba.
2.4.4 Manajemen Akrual Memediasi Hubungan Kepemilikan
Manajerial, Kepemilikan Institusional, Komite Audit, dan Kualitas Audit terhadap
Volatilitas Laba antara perusahaan hedged Penerapan manajemen risiko perusahaan tidak terlepas dari praktik CG secara
keseluruhan di perusahaan. CG diharapkan dapat mereduksi praktik manajemen akrual
dan risiko/volatilitas laba perusahaan (earnings volatility of the firm) secara
berkesinambungan melalui pola pertumbuhan yang sehat dalam jangka panjang.
Manajemen akrual efektif melalui penerapan risiko perusahaan terpadu sehingga memliki
kapasitas yang cukup dalam mengantisipasi volatilitas laba, karena kegagalan perusahaan
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
44
dalam memanfaatkan kesempatan yang ada (good things do not happen) maupun risiko
kegagalan perusahaan dalam menghindarkan peristiwa risiko yang berdampak buruk (bad
things that happen) terhadap pencapaian tujuan perusahaan.
Ada hubungan negatif antar manajemen akrual dengan imbal hasil disekitar tanggal
pengumuman karena investor institusional mempunyai akses atas inforrrnasi yang tepat
waktu dan relevan dan mengetahui keberadaan manajemen akrual dan investor individual
(Balsam dkk. 2002). Accrual diskresioner berhubungan negatif dengan kepemilikan
institusional. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa ada perbedaan feedback dari
kepemilikan institusional yang dapat mengurangi manajemen akrual perusahaan (Jiang
dan Anandarajan 2009). Semakin baik corporate governance yang dimiliki suatu
perusahaan maka diharapkan semakin baik kinerja perusahan. Efektivitas corporate
governance akan meningkatkan hubungan antara manajer dengan Stakeholder. Fungsi
komite audit secara efektif, kontrol terhadap perusahaan akan semakin baik sehingga
diharapkan mengurangi agency problems. Firdaus (2008) menyatakan bahwa keberadaan
komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen akrual. Pendapat tersebut
memberikan bukti bahwa keberadaan komite audit dapat meningkatkan efektivitas kinerja
perusahaan dan mereduksi praktik manajemen akrual.
Berdasarkan teori risiko/volatilitas menyatakan bahwa prilaku opportunistik atas
tindakan manajemen akrual merupakan eksposure yang dapat menyebabkan
volatilitas laba. Kepemilikan manajemen dan kepemilikan institusional, komite audit
independen dan kualitas audit dapat memitigasi dan menurunkan prilaku opportunistik
manajemen atas informasi keuangan. Berdasarkan kajian teoritis dan temuan empiris
terdahulu oleh Balsam et al (2002); (Jiang dan Anandarajan 2009) dan (Firdaus 2008),
maka dikembangkan hipotesis 2e dan disajikan pada gambar 2.3. berikut: Hipotesis yang
diuji sebagai berikut:
H4a : Manajemen Akrual memediasi hubungan kepemilikan
Manajemen dengan Volatilitas laba pada perusahaan hedged
H4b : Manajemen Akrual memediasi hubungan kepemilikan
institusional dengan Volatilitas laba pada perusahaan hedged
H4c : Manajemen Akrual memediasi hubungan komite audit
independen dengan Volatilitas laba pada perusahaan hedged
H4d : Manajemen Akrual memediasi hubungan kualitas audit dengan
volatilitas laba pada perusahaan hedged.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
45
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada bab ini untuk menguji model teoritis dan
empiris. Sistematika dalam bab ini mencakup desain penelitian, jenis dan sumber data,
populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, definisi operasional dan pengukuran
variable penelitian, dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini. Berikut
penjelasan setiap sub bab dalam bab ini. Penelitian ini berdasarkan tingkat eksplanasi,
karena penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis dengan model kausalitas dengan
dua (2) model yaitu model pertama terdiri atas empat (4) variable exogen dan dua (2)
variable endogen. Model kedua, empat (4) variable exogen dan satu (1) variable endogen.
Variable endogen penelitian model pertama adalah Volatilitas Laba dan variable
eksogennya adalah Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan Institusional, Komite Audit
Independen dan Kualitas Audit. Model statistik pertama yang diajukan dalam penelitian
ini dirumuskan dalam persamaan jalur II, berikut :
Ŋ1 = β0 + β1 ζ1+ β2 ζ2+ β3 ζ3 + β4 ζ4 + ζ1 (1)
Model kedua penelitian ini adalah 2 (dua) variable endogen yaitu; Manajemen
Akrual dan Volatilitas Laba serta empat (4) variable exogen yaitu; Kepemilikan
Manajerial, Kepemilikan Institusional, Komite Audit Independen, dan Kualitas Audit
dan model ketiga penelitian ini adalah satu (1) variable enxogen yaitu; Manajemen
Akrual serta satu (1) variable endogen yaitu; Volatilitas Laba. Model statistik kedua dan
ketiga yang diajukan dalam penelitian ini dirumuskan dalam persamaan jalur II, berikut :
Ŋ1 = β0 + β1 ζ1 + β2 ζ2 + β3 ζ3 + β4 ζ4 + M ζ5 + ζ2 (2)
Ŋ2 = β0 + β1 ζ1 + β2ζ2 (3)
Notasi :
Ŋ1 = Volatilitas laba
Ŋ2/ ζ5 = Manajemen Akrual
ζ1 = Kepemilikan Manajemen,
ζ2 = Kepemilikan Institusionalt
ζ3 = Komite Audit Independen
ζ4 = Kualitas Audit
3.2 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang
dikumpulkan oleh peneliti dengan bantuan pihak lain. Data yang digunakan dalam
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
46
penelitian ini bersumber dari laporan keuangan tahunan auditan yang diperoleh dari
beberapa publikasi dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) BEI, dan Indonesian
Capital Market Directory (ICMD) yang tersedia di Program Doktor Ilmu Ekonomi
bidang Akuntansi Universitas Diponegoro, dan Akses ke http://idx.go.id.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi, yaitu data
dikumpulkan dari sumbernya dan kemudian didokumentasikan sebagai pendukung
penelitian. Data yang terkumpul selanjutnya dilakukan screening agar dapat digunakan
dalam penelitian. Data sekunder yang terdiri dari data Corporate Governance,
Manajemen Akrual, Volatilitas Laba dan Aktivitas hedging keuangan diperoleh dengan
membaca laporan keuangan, laporan tahunan dan laporan jenis lain yang diterbitkan
perusahaan baik lewat Pusat Referensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Indonesian Capital
Market Directory, Indonesia Stock Exchange (IDX) serta lewat media lainnya.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian meliputi seluruh perusahaan yang go public di Bursa Efek
Indonesia dari tahun 2013 sampai dengan Juni 2017. Perusahaan tersebut sahamnya aktif
diperdagangkan dan menerbitkan laporan tahunan, laporan keuangan, dan jenis lainnya.
Jumlah sampel sebesar jumlah sampel yang memenuhi kriteria.
Teknik sampling menggunakan purposive sampling dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Identifikasi perusahaan keuangan dan non keuangan yang go publik di Bursa
Efek Indonesia periode tahun 2013- 2017.
b. Perusahaan sampel mempunyai kepemilikan saham oleh manajemen,
kepemilikan institusional, Komite Audit Independen, Kualitas Audit dan
aktivitas hedging keuangan.
c. Laporan keuangan auditan dapat diakses melalui website Bursa Efek Indonesia
untuk tahun buku 2013 – 2017. Laporan auditan adalah laporan keuangan
disertai dengan opini akuntan publik.
Sampel yang dipergunakan yang memenuhi kriteria di atas, dengan proses
pemilihan sampel berikut:
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
47
TABEL 3.1
Tahapan Pengambilan Sampel Penelitian
Sumber: Indonesian Capital Market Directory, yang diolah kembali (2017)
Proses pemilihan sampel penelitian yang pertama adalah melakukan survey awal
untuk memeriksa ketersediaan data. Langkah yang dilakukan adalah;
1. Memeriksa jumlah perusahaan go publik yang listing dari tahun 2013 sampai
Juni tahun 2017 terutama yang menyajikan laporan keuangan.
2. Perusahaan yang diteliti meliputi perusahaan keuangan maupun non-
keuangan. Perusahaan tersebut melaksanakan Aktivitas hedging keuangan,
manajemen akrual dan mengungkapkan penerapan Corporate Governance
dalam laporan tahunan.
NO
Langkah
Pengambilan
Sampel
Perusahaan
Hedged (Tahun)
Total
Perusahaan
2013
2014
2015
2016
2017
1 Total Perusahaan
yg listing di BEI
berdasarkan
ICMD
9
10
13
16
5
53
2 Dokumen laporan
keuangan tidak
lengkap
(1)
(2)
(2)
(2)
-
(7)
3 Total perusahaan
yang dianggap
memiliki
kelengkapan
dokumen
8
8
11
14
5
46
4 Jumlah
perusahaan
dinyatakan tidak
menerapkan CG
(1)
5 Jumlah Sampel
dalam penelitian
ini
45
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
48
3. Mencari data perusahaan dengan kepemilikan manajemen dan kepemilikan
institusional; komite audit independen dan kualitas audit untuk perusahaan
hedge dan unhedgers. Hasil pencarian data total sebanyak 53 perusahaan
memiliki kelengkapan dokumen; Jumlah data sementara yang memenuhi
kriteria sebanyak 46 data. Data perusahaan yang tidak melaksanakan aktivitas
CG sebanyak 1 perusahaan dan jumlah sampel sebanyak 45 perusahaan;
3.4 Definisi Operasional Aktivitas hedging keuangan pada Perusahaan
Hedged. Aktivitas hedging keuangan pada penelitian ini tidak termasuk dalam variable
utama karena hanya digunakan pada uji beda multi group atau multi sampel pada
perusahaan hedgers atau perusahaan yang melakukan lindung nilai atas nilai wajar aset,
lindung nilai atas arus kas, dan lindung nilai atas investasi neto pada operasi luar negeri
dalam bentuk derivatif dan hutang valuta asing sesuai dengan praktik akuntansi Indonesia
PSAK 55 tentang hedging. Aktivitas hedging keuangan dioperasionalkan
sebagai sinkronisasi kebijakan hedging dengan derivatif valuta asing dan hutang valuta
asing (Allayannis & Weston 2001); (Keloharju & & Niskanen 2001); (Nandy 2003);
(Aabo 2006); (Clark & Judge 2008); (Klimczak 2008); (Otero dkk. 2008); (Schiozer &
Saito 2009); (Gonzales 2010) dan (Paranita 2014), mencerminkan motivasi untuk
menggunakan lindung nilai serta efek menguntungkan dari lindung nilai pada laporan
keuangan, adapun pengukuran aktivitas hedging (HED) keuangan, berikut;
Aktivitas HEDGE = Hedge Ratio x Foreign Debt Ratio = (Nilai Derivatif Valuta
Asing/Total Aset) x (Hutang Valuta Asing/Nilai Derivatif Valuta Asing) = Hutang
Valuta Asing/Total Aset (Paranita, 2014). Hedge rasio, yaitu membandingkan nilai
kontrak berjangka dibeli atau dijual dengan nilai komoditas kas yang dihedge
(Phung 2014)
3.5 Variabel Penelitian dan Operasionalisasi Variabel
3.5.1 Variabel Exogen Variabel exogen dalam penelitian ini adalah Corporate Governance diproksi dalam
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite audit independen dan kualitas
audit dan dioperasionalkan sebagai berikut :
Operasionalisasi variabel disajikan pada tabel 3.2 sebagai berikut:
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
49
Tabel 3.2
Operasionalisasi Variabel Variabel Definisi Operasional Pengukuran Justifikasi
Variabel
Eksogen
Kepemilikan
Manajerial (X1)
Kepemilikan
Institusional
(X2)
Komite Audit
Independen
(X3)
Kualitas Audit
(X4)
Kepemilikan Manajerial adalah proporsi
kepemilkan saham pihak manajemen yang
secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan.
Kepemilikan Institusional adalah persentase
kepemilikan saham oleh institusi yang
sophisticated atau lembaga keuangan.
Komite Audit Independen adalah anggota
komite audit yang terdiri dari anggota
independen yang diangkat oleh Dewan
Komisaris yang tidak menjalankan tugas-tugas
eksekutif dan tidak ada kaitannya dengan
kepemilikan perusahaan. Komite Audit terdiri
dari sekurang-kurangnya satu orang anggota
komisaris independen.
Tingkat akrual yang rendah diasosiaskan dengan
tingginya tingkat konservatisme yang dimiliki
seorang auditor sehingga dipandang dapat
meningkatkan kualitas audit.
Persentase saham yang dimiliki oleh
Direktur dan komisaris Perusahaan pada
akhir tahun dibagi dengan jumlah saham
yang telah diterbitkan oleh perusahaan pada
akhir tahun.
Prosentasi saham yang dimiliki institusi
dibagi dengan jumlah saham yang beredar
pada akhir tahun. Skala Ratio.
Komite Audit Independen, formula yang
digunakan:
Jumlah anggota independen/jumlah anggota
atau
Proporsi komite audit yang berasal dari luar
perusahaan (Outsider).
Kualitas audit yang diproksikan dengan
akrual lancar, yang dirimuskan sbb;
Akrual Lancar = (ΔAL – ΔKAS) – (ΔLL -
ΔLJP)
Keterangan:
ΔAL= Perubahan aset
lancar
Δkas=Perubahan kas dan ekuivalen kas
ΔLL=Perubahan
ΔLJP=Perubahan liabilitas lancar
dalam utang wesel jangka
pendek dan utang jangka panjang
yang akan jatuh tempo.
(Morck et al.,1988;
Griffith, 1999,
Bhagat dan Black,
2002;
Florackis dan
Ozkan, ).
Chaganti dan Da
mampour,
1991; Charfeddine
dan Elmarzougui,
2010; Chung dan
Zhang, 2011).
(Muth dan
Donaldson 1998)
dan (Setia-Atmaja
dkk. 2011)
(Myers et al., 2003;
Manry et al., 2008;
dan Giri, 2010), dan
Rustiarini (2010)
Variabel
Endogen
Volatilitas Laba
(Y2)
Variabel
Mediating
Manajemen
Akrual (Y1)
Sebuah ukuran risiko berdasarkan deviasi
standar dari Laba Operasional.
Discretionary accrual adalah pengukuran akrual
abnormal (laba atau beban yang bebas, tidak
diatur) dan merupakan pilihan kebijakan
manajemen.dalam pemilihan metode akuntansi.
Deviasi standar (σi) dari Jumlah laba
operasi dikurang rerata Laba Operasi
perusahaan dibagi
n-1.
Menggunakan proksi volatilitas laba
perusahaan.
Discretionary accrual modified Jones &
Model Dechow Dechev (DD) DACt =
(TACt/At-1) – NDAt
Chen R.Carl Steiner
T. dan Whyte
(1999).
Carpenter, M.A dan
Sanders (2002).
Titman dan Wessels
(1988); Badhuri
(2002) dan Nurinsih
(2010).
Dechow et al.
(1995), Jiraporn
(2004), dan Thesima
dan Shuto (2008)
Sumber : data olah tahun (2017) dan dimodifikasi.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
50
3.5.2 Variabel Endogen
Variabel endogen (dependent variabel) dalam penelitian ini adalah volatilitas laba.
Volatilitas laba adalah dioperasionalkan sebagai:
Volatilitas laba merupakan ukuran laba operasional yang naik atau turun dengan
cepat dan derajat penyebaran laba atau indeks penyebaran distribusi laba perusahaan.
Pengukuran risiko keuangan menggunakan proksi volatilitas laba perusahaan (Nuringsih
2010), dengan formula berikut :
Notasi :
σi = Standar Deviasi
∑X = Jumlah Laba Operasi
Xrata2 = Rata-rata laba operasi
n-1 = Jumlah Laba Operasi lima tahun kurang satu
3.5.3 Variabel Intervening (Mediating Variabel)
Variabel mediating dalam penelitian ini adalah Manajemen Akrual. Manajemen
laba akuntansi (akrual) dioperasionalkan sebagai;
Manajeman Akrual adalah “Suatu usaha yang dilakukan oleh pegawai perusahaan
untuk mempengaruhi laporan jangka pendek” secara umum dilakukan dengan
memanipulasi laporan keuangan dengan menggunakan teknik serta metode akuntansi
tertentu terkait dengan laba perusahaan (Schroeder dkk. 2011).
Variabel ini diproksi dengan discretionary accrual. Discretionary accrual adalah
akrual yang bebas dan memberikan kebebasan manajemen untuk memilih sebuah metode
atau kebijakan akuntansi yang dapat berpengaruh terhadap laba tanpa mempengaruhi
opini auditor terhadap laporan keuangan. Variabel ini diukur dengan accrual modified
Jones (Jones 1991) sebagamana digunakan juga oleh beberapa peneliti berikutnya oleh
(Dechow dkk. 1995) dan (Davidson dkk. 2004).
Model ini digunakan sebagai variable manajemen akrual dalam penelitian ini
sering digunakan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Adapun discretionary accrual dapat
diturunkan dari beberapa persamaan berikut:
TACCi,t = Net income - Cash flow from operation ....................................... (1)
(TA = NIjt – CFOpjt).
σi = √(∑X - Xrata2) / (n-1)
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
51
Notasi:
TA = Total Akrual pada perusahaan j pada akhir tahun t.
NI = Net Income before extra ordinary items (Laba bersih sebelum
pos luar biasa) perusahaan j dalam periode t.
CFOp = Cash flow from Operation (Aliran kas bersih dari operasi).
Penelitian Dechow dkk. (1995) mempresentasikan versi modifikasi dari model
Jones dan menyimpulkan bahwa versi modifikasi adalah yang terbaik dalam akrual
diskresioner. Model dimodifikasi menyesuaikan total pendapatan, perubahan piutang.
Beberapa penelitian terbaru memodifikasi model Jones. Penelitian ini menggunakan
model Jones modified Dechow sebagai proxy akrual diskresioner sebagai berikut: Total
accruals diestimasi dengan persamaan berikut:
TACCi,t= β1ӿ [ 1 ]+β2 ӿ[(ΔREVi,t – ΔRECi,t)]+β3ӿ[PPEi,t]+Ԑi,t ……..…...(2)
TAi,t -1 TAi,t TAi,t -1 TAi,t -1
Semua variabel dibagi dengan total aset tertinggal untuk menghindari bias skala
potensi dan masalah heteroskedastisitas.
Notasi:
TACCi,t = Total accrual pada perusahaan i pada akhir tahun t
TAi,t-1 = Jumlah Aktiva perusahaan j pada akhir tahun i-1
A = Konstanta
β1β2β3 = Parameter variabel penelitian / koefisien regresi
ΔREVi,t = Perubahan pendapatan perusahaan i dari periode t-1 ke t
ΔRECi,t = Perubahan piutang dagang perusahaan i dari periode i,t-1 ke t
ΔTAi,t = Jumlah aktiva tetap perusahaan i pada periode t
PPEi,t = Jumlah aktiva tetap perusahaan i pada akhir periode t
Ԑi,t = Error perusahaan i pada periode t
Discretionary accrual diukur dengan residual dari persamaan total akrual di atas.
3.6 Metode Analisis Data
Untuk penelitian ini menggunakan alat analisis Struktur Equation Modeling SEM-
PLS dengan Program WarpPLS 5.0. adalah Variance atau component based Struktur
Equation Modeling (WarpPLS) digunakan untuk menguji hipotesis. Alat analisis ini
dipilih karena ada beberapa kelebihan yaitu didesain untuk dapat menyelesaikan
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
52
persoalan seperti jumlah sampel yang kecil, data tidak terdistribusi normal secara
multivariate, adanya missing value, dan adanya problem multikolonieritas antar variabel
eksogen (Latan dan Ghozali 2012).
Menurut Ghozali dan Latan (2014) menyatakan bahwa tahapan model analisis
menggunakan SEM-PLS dengan WarpPLS 5.0 setidaknya harus melewati lima proses
tahapan yaitu sebagai berikut :
1. Konseptualisasi model
Tahap ini peneliti harus mendefinisikan secara konseptual konstruk yang diteliti
dan menentukan dimensionalitasnya. Indikator penelitian ini pembentuk
konstruk laten berbentuk formative. Konstruk dengan indikator formative
mengasumsikan bahwa setiap indikatornya mendefinisikan atau menjelaskan
karakteristik domain konstruknya.
2. Menentukan metode analisis algorithm
Metode analisis analisis algorithm yang digunakan untuk estimasi model.
Dalam WarpPLS 5.0 ada empat pilihan metode analisis algorithm yaitu
WarpPLS Regression, WarpPLS Regression, PLS Regression dan Robust Path
Analysis. Setelah menentukan metode analisis algorithm yang digunakan,
kemudian menentukan berapa jumlah sampel yang harus dipenuhi. Penelitian
ini analisis algorithm yang digunakan adalah PLS Regression dengan number of
data resamples yang digunakan sebesar 53.
3. Menentukan metode resampling
Dalam penelitian ini metode resampling yang digunakan adalah
jackknifing. Metode resampling jackknifing memiliki kelebihan yaitu
jackknifing memiliki parameter yang lebih stabil dalam estimasi dengan analisis
yang menyesatkan. Köck dan Paramythis (2011) metode Jackknifing juga
dianggap merupakan alat analisis yang lebih baik daripada bootstrapping untuk
mengatasi masalah yang terkait dengan kehadiran outlier karena kesalahan
dalam pengumpulan data.
4. Pengembangan Diagram Alur (Path Diagram).
Atas dasar model teoritik maka sebuah diagram alur dapat dikembangkan pada
gambar 3.1 sebagai berikut:
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
53
GAMBAR 3.1
Path Analysis – Model Specification
Sumber : data olah tahun (2017)
Konstruk-konstruk yang dibangun dalam gambar 3.1. dapat dibedakan dalam dua
kelompok kontruk yaitu konstruk exogen dan kontruk endogen yang diuraikan berikut ini:
1. Konstruk Exogen (Exogenous Construct). Konstruk exogen dikenal sebagai
source variable atau independent variable yang tidak diprediksi oleh variable
lain dalam model. Dalam gambar di atas terdapat 4 (empat) konstruk eksogen
yaitu Kepemilikan Manajerial (Managerial Ownership), Kepemilikan
Institusional (Institusional Ownership), Komite Audit Independen dan Kualitas
Audit.
2. Konstruk Endogen (Endogen Construct). Konstruk Endogen adalah faktor-
faktor yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk. Konstruk Endogen
dapat diprediksi satu atau beberapa konstruk endogen lainnya, tetapi konstruk
eksogen hanya dapat berhubungan kausal dengan konstruk endogen.
Kepemilikan Manajemen
(X1)
Kepemilikan
Institusional
(X2)
Komite Audit
(X3)
Kualitas Audit
(X4)
Manajemen Akrual
(Z)
Volatilitas
Laba (Y)
ζ2
ζ1
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
54
Gambar 3.1. Konstruk endogen dalam kode tersebut adalah, Volatilitas Laba
dan Manajemen Akrual. Adapun konversi diagram alur ke dalam persamaan,
berikut:
a. Konversi diagram alur ke dalam persamaan. Persamaan jalur yang dibangun sebagai berikut:
Persamaan Struktur 1 :
Ŋ1 = β0 + β1 ζ1+ β2 ζ2+ β3 ζ3 + β4 ζ4 + ζ1 (1)
Persamaan Struktur II :
Ŋ1 = β0 + β1 ζ1 + β2 ζ2 + β3 ζ3 + β4 ζ4 + M ζ5 + ζ2 (2)
Persamaan Struktur III Ŋ2 = β0 + β1 ζ5 + ζ2 (3)
Notasi :
Ŋ1 = Volatilitas laba
ζ1 = Kepemilikan Manajemen,
ζ2 = Kepemilikan Institusionalt
ζ3 = Komite Audit Independen
ζ4 = Kualitas Audit
Ŋ2/ζ5 = Manajemen Akrual
5. Evaluasi Model.
SEM berbasis variance menggunakan WarpPLS 4.0 dapat dilakukan dengan
menilai hasil pengukuran model (measurement model). Untuk variabel laten
dengan indikator formative melihat nilai signifikansi t statistiknya atau p-
value. Evaluasi model dalam penelitian ini dilakukan untuk beberapa
pengujian, sebagai berikut :
5.1. Model Mediasi Manajemen Akrual Atas Hubungan Antara
Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan institusional, Komite audit
independen dan Kualitas Audit terhadap Volatilitas Laba.
Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan institusional, Komite
audit Independen dan Kualitas Audit terhadap volatilitas laba adalah tidak
lansung (indirect effect) melalui manajemen akrual sebagai pemediasi
(mediating/intervening variabel). Model ini sesuai dengan Agency theory yang
menyatakan Corporate Governance berpengaruh negatif terhadap Manajemen
Akrual dan Volatilitas Laba.
Terdapat tiga tahapan model untuk efek mediasi (Baron dan Kenny 1986) dan
(Köck dan Paramythis 2011), yaitu :
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
55
a. Model Pertama, menguji pengaruh variabel eksogen Kepemilikan
Manajemen, Kepemilikan institusional, Komite audit Independen dan
Kualitas Audit terhadap variabel endogen yaitu Volatilitas Laba (Y)
dimana harus signifikan pada P < 0.05.
b. Model Kedua, Menguji pengaruh variabel eksogen terhadap variabel
mediasi manajemen akrual (M) dan harus signifikan pada P < 0.05.
c. Model Ketiga, Menguji secara serentak pengaruh variabel eksogen
Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan institusional, Komite audit
Independen dan Kualitas Audit dan dimediasi oleh manajemen akrual (M)
terhadap variabel endogen volatilitas laba (Y).
Pada pengujian tahap terakhir diharapkan pengaruh variabel eksogen Kepemilikan
Manajemen, Kepemilikan institusional, Komite audit Independen dan Kualitas Audit
terhadap variabel endogen yaitu volatilitas laba (Y) koefisiennnya menurun menjadi nol,
sedangkan pengaruh variabel mediasi (M) terhadap variabel endogen yaitu volatilitas laba
(Y) harus signifikan pada P < 0.05. Hal ini dikatakan terjadi mediasi sempurna (perfect
mediation). Sedangkan apabila pengaruh X terhadap Y menurun tidak sama dengan nol
dengan memasukkan variabel M, maka dikatakan terjadi mediasi parsial (partial
mediation). Cara lain untuk mengetahui besarnya variance indirect effect kita dapat
menghitungnya dengan menggunakan rumus Variance Accounted For (VAF). Nilai VAF
berkisar antara 0 sampai 1. Semakin tinggi VAF menunjukkan bahwa pengaruh efect
mediasi yang sempurna. VAF dapat dihitung dengan menggunakan formula (Ghozali dan
Latan 2012), berikut :
VAF = a x b X 100 %
axb+c
Notasi :
VAF = Variance Accounted For
a = Hubungan Variabel eksogen dengan Variabel mediating.
b = Hubungan Variabel mediating dengan Variabel endogen.
c = Hubungan lansung Variabel eksogen dengan Variabel endogen
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
56
BAB IV
ANALISA DATA
4.1 Data dan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling, yaitu teknik sampling dengan menggunakan pertimbangan dan batasan tertentu
sehingga sampel yang dipilih relevan dengan tujuan penelitian, dimana peneliti
menetapkan kriteria pemilihan sampel yang akan diteliti adalah perusahaan-perusahaan
tersebut telah melakukan aktivitas hedging keuangan dan menunjukkan bahwa
kompensasi manajer adalah penentu keputusan perusahaan hedged.
Adapun Perhitungan sampel diperoleh sebanyak 45 perusahaan hedged dimana
perhitungannya disajikan dalam tabel berikut ini :
TABEL 4.1
Tahapan Pengambilan Sampel Penelitian
Sumber: Indonesian Capital Market Directory, yang diolah kembali (2018)
NO
Langkah
Pengambilan
Sampel
Perusahaan
Hedged (Tahun)
Total
Perusahaan
2013
2014
2015
2016
2017
1 Total Perusahaan
yg listing di BEI
berdasarkan
ICMD
9
10
13
16
5
53
2 Dokumen laporan
keuangan tidak
lengkap
(1)
(2)
(2)
(2)
-
(7)
3 Total perusahaan
yang dianggap
memiliki
kelengkapan
dokumen
8
8
11
14
5
46
4 Jumlah
perusahaan
dinyatakan tidak
menerapkan CG
(1)
5 Jumlah Sampel
penelitian ini 45
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
57
4.2 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk menjelaskan karakteristik variabel penelitian.
Oleh sebab itu penjelasan mengenai statistik deskriptif variabel penelitian ini sebagai
berikut :
Tabel 4.2
Descriptive Statistics
MAK KM KINST KAI KUA Vol Lab
MAK 1.000 -0.005 -0.036 -0.043 0.012 -0.020
KM -0.005 1.000 -0.127 0.018 0.021 -0.054
KINST -0.036 -0.127 1.000 -0.040 0.042 0.008
KAI -0.043 0.018 -0.040 1.000 0.020 -0.103
KUA 0.012 0.021 0.042 0.020 1.000 -0.006
Vol Lab -0.020 -0.054 0.008 -0.103 -0.006 1.000
(Mean) 20.930 0.027 0.481 0.621 0.435 6.431.990
(SD) 4138.73 0.076 0.282 0.110 3.357 2.855.280
(Min) -9829.00 0.000 0.000 0.200 0.667 851.035
(Max) 9141.00 0.700 1.000 0.667 78.490 3.829.704
(Median 20.930 0.000 0.546 0.667 0.324 5.046.178
(Mode) 20.930 0.000 0.000 0.667 -0.330 2.344.965
Sumber : data diolah digunakan dalam penelitian ini (2017).
Keterangan :
MAK : Manajemen Akrual
KM : Kepemilikan Manajemen
KINST : Kepemilikan Institusional
KUA : Kualitas Audit
VL : Volatilitas Laba
Statistik deskriptif tentang variabel penelitian menggambarkan bahwa
variabel manajemen akrual memiliki rata-rata sebesar 20.930 dibulatkan menjadi
21 artinya rata-rata perusahaan yang melakukan manajemen akrual adalah 21 kali
selama periode tahun 2013 - Juni 2017 dari total 53 perusahaan. Hal ini
menunjukkan bahwa gambaran prilaku oportunistik manajemen atas tindakan
manajemen akrual selama periode tersebut. Pada tabel 4, rata-rata skor
kepemilikan manajemen adalah sebesar 0.027, artinya kepemilikan manajemen
perusahaan memitigasi manajemen akrual yang berdampak pada line man effect
sebesar 2,7% melalui internal monitoring manajemen sehingga dapat memitigasi
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
58
volatilitas laba. Nilai Maksimum kepemilikan manajemen perusahaan sampel
adalah 0.70 atau 70% dan kepemilikan institusional adalah satu (1) artinya
Investor institusi masing-masing memiliki 1 lembar saham yang beredar dan
minimum nihil atas jumlah kepemilikan manajemen dan kepemilikan istitusional.
Rata-rata kepemilikan institusional perusahaan sampel adalah 0.481 atau
48,1 %, artinya kepemilikan institusional optimal memitigasi manajemen akrual
dan mereduksi volatilitas laba karena jumlah saham institusional relatif tinggi
sebagai eksternal monitoring atas prilaku opportunistik manajemen pada masing-
masing perusahaan sampel. Berdasarkan tabel 4. rata-rata skor komite audit
Independen 0.621 berarti bahwa perusahaan sampel memiliki rata-rata komite
audit independen 1 orang pada setiap perusahaan sampel dan sebagai alat
eksternal monitoring prilaku opportunistik manajemen untuk memitigasi
manajemen akrual dan volatilitas laba. Sedangkan kualitas audit memiliki rata-
rata sebesar 0.435 atau 43,5% lebih baik untuk memitigasi manajemen akrual dan
mereduksi volatilitas laba.
Rata-rata dari volatilitas laba dalam penelitian ini diproksikan dengan
standar deviasi dari laba operasional menunjukkan nilai sebesar 6.431990 hal ini
berarti bahwa terjadi keefektifan dalam mengontrol laba operasional oleh manajer
relatif rendah pada perusahaan sampel. Adapun pembahasan hipotesis penelitian
dapat dijelaskan berikut ini :
4.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian yang diajukan. Dalam pengujian hipotesis ini menggunakan alat analisis
Structural Equation Modeling (SEM) dengan program WarpPLS 5.00, berikut ini
disajikan pengujian hipotesis dari model penelitian ini.
4.3.1 Pengujian Full Model dengan Single Mediator.
Untuk dapat menjawab hipotesis penelitian maka harus dilakukan pembuatan SEM
Model yang menggambarkan hubungan kausalitas dengan single mediasi antar variabel.
Maka setelah melakukan run-test diperoleh SEM model sebagai berikut:
Pengaruh Corporate Governance Terhadap Volatilitas Laba.
Dari hasil olah data untuk pengujian hipotesis (H1a – H1d) menunjukkan
bahwa pada persamaan model variabel Kepemilikan Manajemen berpengaruh
secara signifikan dan negatif sebesar -0,51 terhadap Volatilitas laba yang P-
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
59
Valuenya <.01 (P<0.01). Oleh karena itu pengujian terhadap persamaan model
pertama menghasilkan kesimpulan yang konsisten dan signifikan dengan hipotesis
satu (H1a tidak ditolak) yaitu Kepemilikan Manajemen berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap volatilitas laba, dimana kepemilikan manajemen perusahaan
sebesar 0.02 atau 2 %, dapat menurunkan volatilitas laba karena karakteristik
perusahaan sampel masih rata-rata perusahaan keluarga dan mempunyai
hubungan istimewa yang berdampak pada line man effect melalui internal
monitoring yang dominan. Kepemilikan manajemen berpengaruh negatif terhadap
volatilitas laba, artinya semakin besar kepemilikan manajemen memberikan
pengaruh penurunan volatilitas laba. Sebaliknya semakin kecil kepemilikan
manajemen, maka memberikan pengaruh menaikkan volatilitas laba. Hasil
penelitian ini searah dengan perspektif kontrak efisiensi (Teori Efisiensi) yang
menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan kontrak yang efisien dapat
menjadikan kualitas laba yang tercermin dalam kualitas informasi keuangan yang
relevan dan reliable dan kualitas laba dapat digunakan sebagai alat pengukuran
kinerja yang efisien dan (Teori Agensi) yang menyatakan bawah konflik antara
manajemen dengan pemilik dapat dimitigasi dengan mekanisme internal
monitoring.
Kepemilikan Institusional berpengaruh secara positif sebesar 0.08 dan tidak
signifikan terhadap volatilitas laba yang P-valuenya sebesar 0,21 (>0,05). Oleh
karena itu pengujian terhadap persamaan model dua menghasilkan kesimpulan
yang tidak konsisten dengan hipotesis satu (H1b ditolak) yaitu Kepemilikan
institusional berpengaruh positif sebesar 0.08 terhadap volatilitas laba, karena
kepemilikan institusi sebesar 0,01 atau 1 % maka semakin kecil kendali yang
dilakukan oleh pihak eksternal, yang menyebabkan menurunnya volatilitas laba
perusahaan. Hasil ini memperkuat asumsi bahwa kepemilikan institusional tidak
efektif digunakan sebagai alat monitoring manajemen. Semakin besar
kepemilikan institusional maka semakin kuat kendali yang dilakukan oleh pihak
eksternal terhadap perusahaan, maupun sebaliknya semakin kecil persentasi
kepemilikan institusi maka semakin kecil kendali pihak eksternal sehingga
menyebabkan rendahnya volatilitas laba perusahaan. Hasil ini memperkuat asumsi
bahwa kepemilikan institusional tidak efektif digunakan sebagai alat monitoring
manajemen dan meningkatkan kepercayaan investor institusi dalam berinvestasi.
Komite audit independen berpengaruh secara negatif sebesar -0,41 dan
signifikan terhadap volatilitas laba yang P- valuenya sebesar (P < .01), karena
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
60
hasil ini juga mendukung bahwa komite audit menjalankan fungsinya sebagai
profesi yang memberikan pendapat kepada komisaris dan dewan direksi
khususnya yang berkaitan dengan pengendalian internal yang efektif, berjalannya
sistem informasi akuntansi yang memadai, opini auditor independen dan
transparansi laporan keuangan, sehingga menunjukkan kehadiran komite audit
independen dapat memberikan laporan keuangan yang transparan, akuntabilitas,
dan berkualitas dalam mengurangi volatilitas laba perusahaan. Fungsi dan
tanggung jawab yang diembannya, diharapkan komite audit independen dapat
berperan untuk mengurangi perilaku oportunistik (akrual manipulasi) yang
dilakukan oleh para manajer dan mereduksi volatilitas laba. Dengan demikian,
kualitas corporate governance melalui komite audit independen sebagai
mekanisme internal menurunkan volatilitas laba. Pengujian terhadap persamaan
model tiga menghasilkan kesimpulan konsisten dan signifikan dengan hipotesis
satu (H1c tidak ditolak) yaitu Komite audit independen berpengaruh negatif
terhadap volatilitas laba, bahwa keberadaan komite audit independen merupakan
jaminan untuk meningkatkan kinerja perusahaan akan semakin baik, sehingga
pasar menganggap keberadaan komite audit independen merupakan faktor yang
mereka pertimbangkan dalam melakukan investasi. Hal ini mengindikasikan
bahwa keberadaan komite audit dapat memperkuat hubungan terhadap volatilitas
laba.
Kualitas audit berpengaruh secara positif sebesar 0.06 dan tidak signifikan
terhadap volatilitas laba yang P- valuenya sebesar 0,28 (P> 0,05). Dan pengujian
terhadap persamaan model empat menghasilkan kesimpulan tidak konsisten
dengan hipotesis satu (H1d ditolak) yaitu Kualitas audit berpengaruh tidak
signifikan terhadap volatilitas laba, karena kualitas audit menekankan kepada
kualitas informasi keuangan sehingga akan memperbaiki proses pelaporan
keuangan dan merupakan nilai tambah bagi operasi perusahaan, tetapi tidak dapat
mengurangi fluktuasi/volatilitas laba. Kualitas audit berpengaruh positif terhadap
volatilitas laba, artinya kualitas audit yang cenderung mendorong kualitas
mekanisme pengendalian internal karena tingginya transaksi akrual tidak
berfungsi menurunkan volatilitas laba. Kualitas audit yang digambarkan pada
perusahaan sampel tidak memitigasi volatilitas laba atas operasi perusahaan
karena volatilitas laba cendrung dipengaruhi oleh makro ekonomi, mekanisme
pasar dan kebijakan pemerintah dalam bidang perpajakan. Hasil pengujian ini
menjawab pertanyaan penelitian yang pertama. Kualitas audit berpengaruh positif
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
61
terhadap volatilitas laba, artinya kualitas audit yang cenderung mendorong
kualitas mekanisme pengendalian internal karena tingginya transaksi akrual tidak
berfungsi menurunkan volatilitas laba.
Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Akrual Hasil pengujian hipotesis dua pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada
persamaan model dua menunjukkkan bahwa variabel Kepemilikan Manajemen
berpengaruh secara negatif sebesar -0,27 dan signifikan terhadap Manajemen
Akrual yang P- valuenya sebesar P<.01 (P< 0,01), karena kepemilikan
manajemen perusahaan sebesar 0,027 atau 2,7%, dapat memitigasi manajemen
akrual dimana karakteristik perusahaan sampel rata-rata masih mempunyai
dampak pada line man effect melalui internal monitoring atas pelaporan keuangan,
jadi manajemen perusahaan dalam melakukan rekayasa laba untuk rencana
kenaikan bonus dan menghindari pajak dapat dimonitoring secara internal.
Pengujian terhadap persamaan model pertama menghasilkan kesimpulan yang
konsisten dan signifikan dengan hipotesis dua (H2a tidak ditolak) yaitu
Kepemilikan Manajemen berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Manajemen
akrual. Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
manajemen akrual. Artinya porsi kepemilkan manajemen menurunkan manajemen
akrual, Hasil penelitian ini konsisten dengan prediksi (Teori Agensi) bahwa
insentif untuk mengelola laba dengan kepemilikan saham manajerial lebih rendah
dan dapat digunakan sebagai mekanisme internal monitoring atas perilaku
oportunistik manajemen.
Kepemilikan Institusional berpengaruh secara negatif sebesar -0,34 dan
signifikan terhadap Manajemen Akrual yang P- valuenya sebesar P<.01 (P< 0,01).
Oleh karena itu pengujian terhadap persamaan model dua menghasilkan
kesimpulan yang konsisten dengan hipotesis dua (H2b tidak ditolak) yaitu
Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan dan negatif terhadap
Manajemen Akrual, karena rata-rata kepemilikan institusi sebesar 48 % atau 0,48
adalah semakin besar kendali yang dilakukan oleh pihak eksternal terhadap
perusahaan dapat memitigasi manajemen akrual. Hasil ini memperkuat asumsi
bahwa kepemilikan institusional efektif digunakan sebagai alat monitoring
manajemen akrual. Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan dan negatif
terhadap manajemen akrual. Artinya bahwa semakin besar kepemilikan
institusional (outsider ownership) dapat menurunkan manajemen akrual dan peran
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
62
kepemilikan institusional memitigasi manajemen akrual dan berfungsi sebagai
mekanisme eksternal monitoring.
Komite audit independen berpengaruh secara positif sebesar 0,11 dan tidak
signifikan terhadap Manajemen Akrual yang P- valuenya sebesar 0,14 (P>0.05).
Oleh karena itu pengujian terhadap persamaan model tiga menghasilkan
kesimpulan yang tidak signifikan, karena keberadaan komite audit independen
rata-rata sebanyak dua orang bukan merupakan jaminan bahwa kinerja perusahaan
akan semakin baik, sehingga pasar menganggap keberadaan komite audit
independen merupakan faktor yang mereka pertimbangkan dalam memitigasi
manajemen akrual. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan komite audit tidak
dapat memperkuat hubungan dengan manajemen akrual. Komite audit independen
berpengaruh signifikan dan positif terhadap manajemen akrual. Artinya komite
audit independen belum dapat memitigasi perilaku opportunistik manajemen.
Komite audit independen tidak memainkan peran penting dalam menghambat
praktek manajemen akrual perusahaan.
Sedangkan Kualitas audit berpengaruh negatif sebesar -0.29 dan signifikan
terhadap Manajemen Akrual yang P- valuenya sebesar P<.01 (P> 0,01). Oleh
karena itu pengujian terhadap persamaan model empat menghasilkan kesimpulan
yang konsisten dengan hipotesis dua (H2d tidak ditolak) yaitu Kualitas audit
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Manajemen Akrual, karena kualitas
audit akan menekankan kepada kualitas informasi keuangan sehingga akan
memperbaiki proses pelaporan keuangan dan tentunya dapat memitigasi perilaku
opportunistik manajemen untuk melakukan manajemen akrual dan kualitas audit
merupakan jaminan manajemen dalam memitigasi manajemen akrual. Kualitas
audit berpengaruh signifikan dan negatif terhadap manajemen akrual. Artinya
Kualitas audit pada penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi
keuangan untuk menurunkan perilaku manajemen akrual dan berfungsi sebagai
alat untuk meningkatkan kualitas informasi keuangan
Pengaruh Manajemen Akrual Terhadap Volatilitas Laba
Hasil pengujian hipotesis tiga (H3) di tabel 4.7 menunjukkan bahwa
variabel Manajemen akrual berpengaruh signifikan terhadap volatilitas laba secara
positif sebesar 0,18 yang P- valuenya sebesar 0,04 (P< 0,05). Oleh karena itu
pengujian terhadap persamaan hipotesis tiga menghasilkan kesimpulan yang
konsisten (H3 tidak ditolak) yaitu Manajemen akrual berpengaruh signifikan dan
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
63
positif terhadap Volatilitas laba, karena manajemen akrual merupakan prilaku
opportunistik manajemen dalam merekayasa laba dan kebijakan manajemen dapat
meningkatkan volatilitas laba. Manajemen akrual berpengaruh positif terhadap
volatilitas laba. Artinya hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi perilaku
oportunistik manajemen akrual akan dapat meningkatkan volatilitas laba.
Anggraini (2009) menyatakan bahwa volatilitas laba akan berakibat pada
volatilitas harga saham dan akibatnya saham perusahaan menjadi sangat berisiko.
Sehingga pada akhirnya saham perusahaan menjadi tidak menarik untuk dibeli.
Oleh karena itu, perusahaan cenderung akan membuat laba stabil. Volatilitas laba
yang rendah menjadi acuan para investor untuk menanamkan modalnya. Hal ini
menjadi perhatian bagi para manajer untuk menyajikan laporan keuangan yang
sesuai dengan harapan investor. Adanya asimetri informasi antara manajemen
dengan pemakai laporan keuangan menjadi pendorong manajemen untuk
melakukan praktek manajemen laba. Sebaliknya manajemen akan memilih untuk
menurunkan laba yang dilaporkan jika laba yang sebenarnya meningkat
dibandingkan laba tahun sebelumnya. Laba yang rata dari tahun ke tahun sangat
disukai oleh manajemen dan investor, karena laba yang rata mengindikasikan
bahwa perusahaan tersebut kuat dan stabil (Noviana SR. dan Yuyetta, 2011:70).
Hasil output R-Squared seperti dapat dilihat pada tabel 4.8 di atas dapat
dilihat bersarnya R-Squared 0,51% yang memiliki arti bahwa pengaruh variabel
Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan Institusional, Komite audit Independen
dan kualitas audit terhadap volatilitas Laba sebesar 51 % dan sisanya 49 %
dipengaruhi oleh variabel diluar model penelitian ini. Sedangkan nilai R-Squared
Manajemen Akrual sebesar 0.26 yang memiliki arti bahwa pengaruh variabel
corporate governance terhadap Manajemen Akrual adalah sebesar 26 % dan
sisanya 74 % dipengaruhi oleh variabel dari luar model penelitian ini.
Sedangkan hasil Pengujian Path coefficients dan P value untuk melihat
besarnya koefisien dan tingkat signifikansi pada hubungan corporate governance
dengan volatilitas laba dan manajemen akrual dijelaskan pada perusahaan hedged
berikut ini;
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
64
Gambar 1. Model Single Mediator Hubungan CG terhadap VL dan
Manajemen Akrual Perusahaan hedged
Gambar 4.1. di atas, menunjukkan perbedaan pengaruh perusahaan hedged
antar variabel, dimana Kepemilikan manajemen, Kepemilikan institusional,
komite audit independen dan kualitas audit merupakan variabel independen dan
volatilitas laba adalah variabel dependen, yang dimediasi oleh manajemen akrual.
Hasil pengujian pengaruh manajemen akrual terhadap volatilitas laba pada
gambar 1 dapat dilihat bahwa koefisien jalur sebesar 0.18, p value sebesar 0,04 (p
> 0,05) dan standar error koefisien jalur sebesar 0,096. Berdasarkan hasil
pengujian pengaruh Kepemilikan Manajemen terhadap volatilitas laba pada
gambar 1 dapat dilihat koefisien jalur sebesar -0.51, p value sebesar 0.01 (p<
0,05) dan standar error koefisien jalur sebesar 0,096, dan pengujian pengaruh
kepemilikan institusi terhadap volatilitas laba koefisien jalurnya sebesar 0.08, p
valuenya sebesar 0.21 (p<0.10) dan standar erornya koefisien jalur sebesar 0,096,
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
65
Komite audit independen terhadap volatilitas laba pada tabel 4.7 dapat dilihat
bahwa koefisien jalur sebesar -0.41, p value sebesar 0.01 (p< 0,05) dan standar
error koefisien jalur sebesar 0,096, sedangkan pengujian pengaruh Kualitas audit
terhadap volatilitas laba pada tabel 4.7 dapat dilihat bahwa koefisien jalur sebesar
0.06, p value sebesar 0.28 (p > 0.05) dan standar error koefisien jalur sebesar
0,096.
Manajemen akrual berpengaruh signifikan dan positif terhadap Volatilitas
laba dan Kepemilikan manajemen berpengaruh signifikan dan negatif,
Kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan dan positif, Komite audit
independen berpengaruh signifikan dan negatif, Kualitas audit tidak berpengaruh
signifikan dan positif terhadap volatilitas laba. Sedangkan variable kepemilikan
manajemen, institusional dan kualitas audit berpengaruh signifikan dan negatif
terhadap manajemen akrual dan variable komite audit independen tidak
berpengaruh signifikan dan positif terhadap manajemen akrual. Hasil pengujian Path coefficient dan P-value untuk melihat besarnya koefisien dan
tingkat signifikansi adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3
Hasil Path coefficient dan P value Perusahaan hedged
NO
Hubungan antara
Variabel
Koefisien
P-Value
SE
1
1
MAK V.LABA 0.18 0.04 0.096
1
2
KM V.LABA -0.51 0.01*** 0.096
1
3
KINST V.LABA 0.08 0.21 0.096
1
4
KAI V.LABA -0.41 0.01*** 0.096
1
5
KUA V.LABA 0.06 0,28 0.096
1
6
KM MAK -0.27 0.01*** 0.096
2
7
KINST MAK -0.34 0.01*** 0.096
2
8
KAI MAK 0.11 0.14 0.096
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
66
Sumber : data diolah digunakan dalam penelitian ini (2017)
Keterangan :
MAK : Management Accrual
KM : Kepemilikan Manajemen
KINST : Kepemilikan Institusional
KAI : Komite Audit Independen
KUA : Kualitas Audit
***Signifikan pada level 1%
Hasil pengujian pengaruh manajemen akrual terhadap volatilitas laba pada tabel
4.7 dapat dilihat bahwa koefisien jalur sebesar 0.18, p value sebesar 0,04 (p > 0,05) dan
standar error koefisien jalur sebesar 0,096. Berdasarkan hasil pengujian pengaruh
Kepemilikan Manajemen terhadap volatilitas laba pada tabel 4.7 dapat dilihat koefisien
jalur sebesar -0.51, p value sebesar 0.01 (p< 0,05) dan standar error koefisien jalur
sebesar 0,096, dan pengujian pengaruh kepemilikan institusi terhadap volatilitas laba
koefisien jalurnya sebesar 0.08, p valuenya sebesar 0.21 (p<0.10) dan standar erornya
koefisien jalur sebesar 0,096, Komite audit independen terhadap volatilitas laba pada
tabel 4.7 dapat dilihat bahwa koefisien jalur sebesar -0.41, p value sebesar 0.01 (p< 0,05)
dan standar error koefisien jalur sebesar 0,096, sedangkan pengujian pengaruh Kualitas
audit terhadap volatilitas laba pada tabel 4.7 dapat dilihat bahwa koefisien jalur sebesar
0.06, p value sebesar 0.28 (p > 0.05) dan standar error koefisien jalur sebesar 0,096.
Manajemen akrual berpengaruh signifikan dan positif terhadap Volatilitas laba dan
Kepemilikan manajemen berpengaruh signifikan dan negatif, Kepemilikan institusional
tidak berpengaruh signifikan dan positif, Komite audit independen berpengaruh
signifikan dan negatif, Kualitas audit tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap
volatilitas laba. Sedangkan variable kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional
dan kualitas audit berpengaruh signifikan dan negatif terhadap manajemen akrual dan
variable komite audit independen tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap
manajemen akrual.
2
9
KUA MAK -0.29 0.01*** 0.096
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
67
4.3.1.5.2 Manajemen Akrual sebagai Pemediasi Hubungan Antara Corporate
Governance dengan Volatilitas Laba Pada Perusahaan Hedged (Pengujian
Hipotesis Empat).
Untuk mengetahui signifikansi indirect and total effect akan muncul besarnya
variance indirect effect yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus Variance
Accounted For (VAF) dan pengujian Effect size yang dapat dikelompokkan menjadi 3
kategori yaitu lemah (0.02), medium (0.15) dan besar di atas (0.35) (kock,2013; Hair,
2013). Untuk melihat besarnya Effect size dan tingkat signifikansi atas hubungan
Kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional, komite audit independen dan kualitas
audit terhadap Volatilitas laba dimediasi oleh Manajemen akrual sebagai berikut : Tabel 4.4
Hasil Indirect and Total Effect Perusahaan Hedged
Indirect effects for paths with 2 segments
-------------------------------------------------
MAK KM KINST KAI KUA V.LABA
MAK
KM
KINST
KAI
KUA
V.LABA 0.002 0.003 0.004 -0.001
P values of indirect effects for paths with 2 segments
---------------------------------------------------------------
MAK KM KINST KAI KUA V.LABA
MAK
KM
KINST
KAI
KUA
V.LABA 0.459 0.447 0.426 0.476
Effect sizes for path coefficients
**************************
MAK KM KINST KAI KUA V.LABA
MAK 0.002 0.003 0.005 0.001
KM
KINST
KAI
KUA
V.LABA 0.003 0.004 0.005 0.012 0.001
Sumber : data diolah digunakan dalam penelitian ini (2017)
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
68
Keterangan :
KM : Kepemilikan Manajemen
KINST : Kepemilikan Institusional
KAI : Komite Audit Independen
KUA : Kualitas Audit
V.LABA : Volatilitas Laba
Selanjutnya untuk mengetahui besarnya variance indirect effect kita dapat
menghitungnya dengan menggunakan rumus Variance Accounted For (VAF). Nilai VAF
berkisar antara 0 sampai 1. Semakin tinggi VAF menunjukkan bahwa pengaruh efect
mediasi yang sempurna. VAF dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Ghozali dan
Latan 2014), berikut :
VAF = a x b X 100 %
axb+c
1. Untuk variabel Kepemilikan Manajemen nilai VAF, berikut :
= 0.004 X 0.002 X 100% = 0.0027
0.004X 0.002 + (0.003)
Jadi besarnya pengaruh indirect effect untuk model di atas adalah sebesar 0.27 %
atau hubungan kepemilikan manajemen terhadap volatilitas laba tidak dimediasi oleh
manajemen akrual karena nilai VAF adalah nihil masih berkisar antara 0 - 1, dan tidak
signifikan pada P Value nya 0.459 > 0.05, berarti tidak ada mediasi (no mediation)
manajemen akrual antara hubungan kepemilikan manajemen dengan volatilitas laba.
2. Variabel KINST nilai VAF = 0.005 X 0.003 X 100% = 0.003
0.005 X 0.003+(0.003)
Jadi besar pengaruh indirect effect untuk hubungan variabel KINST dengan
Volatilitas Laba adalah sebesar 0.30 %, yang berarti mediasi tidak didukung (no
mediation) yang VAF nya sebesar 0.005 yang berkisar antara 0 – 1 dan tidak signifikan
0.447> 0,05.
3. Variabel KAI nila VAF = 0.012 X 0.005 X 100% = 0,0196
0.012 X 0.005+(0.003)
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
69
Besarnya pengaruh indirect effect atas hubungan variabel Komite Audit
Independen terhadap Volatilitas Laba adalah sebesar 1.96 %, yang berarti ada mediasi
parsial atau partial mediation yang VAF nya sebesar 0.0196 (0.02) yang berkisar antara 0
– 1.
4. Variabel KUA nila VAF = 0.001 X 0.001 X 100% = 0,00033
0.001 X 0.001+(0.003)
Besarnya pengaruh indirect effect atas hubungan variabel Kualitas Audit dengan
Volatilitas Laba adalah sebesar 0.033 %, yang berarti mediasi tidak didukung yang VAF
nya sebesar 0.00033 (0.000). Adapun tabel di bawah ini merupakan hasil perhitungan
VAF, sebagai berikut:
Tabel 4.5
Variance Accounted For (VAF) Inderect Effect
Sumber : Data diolah dalam penelitian ini (2017)
Keterangan:
KM : Kepemilikan Manajemen
KINST : Kepemilikan Institusional`
KAI : Komite Audit Independen
KUA : Kualitas Audit
Adapun hasil pengujian hipotesis penelitian dapat dirangkum pada tabel 4.6 model
penelitian empiris adalah sebagai berikut :
Relationship
Indirect Effect
Hasil P-Value VAF
KM MAK V.Laba 0.459 0.50 %. No Mediation
KINST MAK V.laba 0.447 0.027 % No Mediation
KAI MAK V.laba 0.426 1.96 % Partial
Mediation
KUA MAK V.laba 0.476 0.033 % No Mediation
CG MAK V.Laba 0.274 0.735 % No Mediation
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
70
Tabel 4.6
Rangkuman Hasil Pengujian hipotesis
No HUBUNGAN Hipotesis P.Value Hasil
1 KM terhadap VL H1a P<.01*** Diterima
2 KINST terhadap VL H1b P=0.21 Ditolak
3 KAI terhadap VL H1c P<.01*** Diterima
4 KUA terhadap VL H1d P<.01*** Diterima
5 KM terhadap MAK H2a P<.01*** Diterima
6 KINST terhadap MAK H2b P<.01*** Diterima
7 KAI terhadap MAK H2c P=0.14 Ditolak
8 KUA terhadap MAK H2d P<.01*** Diterima
No HUBUNGAN Hipotesis P.Value & VAF Hasil
9 MAK terhadap VL H3 0.04** Diterima
10 Hubungan KM dengan VL
dimediasi oleh Manajemen
Akrual
H5a 0.50 %. Mediasi
tidak
didukung
11 Hubungan KINST dengan VL
dimediasi oleh Manajemen
Akrual
H5b 0.27 % Mediasi
Tidak
didukung
12 Hubungan KAI dengan Risiko VL
dimediasi oleh Manajemen
Akrual
H5c 1.96 % Mediasi
Parsial
13 Hubungan KUA dengan V.Laba
dimediasi oleh Manajemen
Akrual
H5d 0.033 % Mediasi
tidak
didukung
Sumber : Data diolah digunakan dalam penelitian ini (2017).
Keterangan:
MAK : Manajemen Akrual
KM : Kepemilikan Manajemen
KINST : Kepemilikan Institusional
KAI : Komite Audit Independen
KUA : Kualitas Audit
*Effect Mediation 0.13 & 0.53
*Signifikan pada level 10%
**Signifikan pada level 5%
***Signifikan pada level 1%
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
71
BAB V
PEMBAHASAN DAN TEMUAN PENELITIAN
Pada bab ini akan disajikan pembahasan konseptual yang berhubungan dengan
pokok kajian penelitian. Pembahasan dilakukan berdasarkan pendekatan-pendekatan baik
teoritis maupun hasil temuan empiris dan asumsi-asumsi dasar yang dapat dijadikan
pertimbangan pengambilan kesimpulan dalam penelitian ini. Pembahasan hasil penelitian
ini sekaligus memberikan penjelasan terhadap temuan-temuan atas pertanyaan penelitian
yang diajukan pada bab sebelumnya.
5.1 Pengujian Pengaruh Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite
audit independen dan kualitas audit terhadap Volatilitas Laba
Pengujian hipotesis pertama (H1a – H1d) di tabel 4.3 menunjukkan bahwa pada
persamaan model menunjukkan bahwa variabel Kepemilikan Manajemen berpengaruh
signifikan dan negatif sebesar -0,51 terhadap volatilitas laba yang P-valuenya sebesar
P<.01 (P < 0,05). Oleh karena itu pengujian terhadap persamaan model pertama
menghasilkan kesimpulan yang konsisten dengan hipotesis satu (H1a diterima), karena
fungsi internal monitoring atas kepemilikan manajemen secara efektif dapat menurunkan
risiko/volatilitas laba dan hipotesis ini menjelaskan bahwa manajer adalah rasional dan
berusaha untuk memaksimumkan utilitasnya, terkait dengan kompensasi dan
kemakmuran pemilik dan pemilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh manajemen
sesuai teori akuntansi positif dan mengurangi konflik kepentingan antara manajemen
yang oportunistik dengan pemilik seperti yang digambarkan pada teori agensi untuk
mengurangi risiko/volatilitas laba.
Kepemilikan Institusional tidak berpengaruh secara negatif sebesar 0,08 dan
signifikan terhadap volatilitas laba yang P- valuenya sebesar P=0.21 (> 0.05). Oleh
karena itu pengujian terhadap persamaan model dua menghasilkan kesimpulan yang tidak
konsisten dengan hipotesis satu (H1b diterima) yaitu Kepemilikan institusional tidak
berpengaruh negatif terhadap volatilitas laba. Karena kepemilikan saham institusional
belum berfungsi sebagai eksternal monitoring secara efektif dapat menurunkan
risiko/volatilitas laba dan mengurangi konflik kepentingan antara perilaku manajemen
yang oportunistik dengan pemilik seperti yang dijelaskan pada teori agensi dan secara
rasional memakmurkan kepentingan pemilik dari pemilihan kebijakan akuntansi.
Komite audit independen berpengaruh secara negatif sebesar -0,41 dan signifikan
terhadap volatilitas laba yang P-valuenya sebesar 0,01 (P<0,05). Oleh karena itu
pengujian terhadap persamaan model tiga menghasilkan kesimpulan yang konsisten
dengan hipotesis satu (H1c diterima) yaitu Komite audit independen berpengaruh negatif
terhadap volatilitas laba, karena keberadaan komite audit independen dapat berfungsi
sebagai eksternal monitoring menurunkan risiko/volatilittas laba. Berdasarkan teori
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
72
agensi yang meminimalkan konflik kepentingan antara manajemen yang oportunistik
dengan pemilik dan merupakan jaminan untuk meningkatkan kinerja perusahaan,
sehingga pasar menganggap keberadaan komite audit independen merupakan faktor yang
mereka pertimbangkan untuk melakukan investasi pada perusahaan hedged.
Kualitas audit berpengaruh secara positif sebesar 0.06 dan tidak signifikan terhadap
volatilitas laba yang P- valuenya sebesar 0,28 (P> 0,05). Dan pengujian terhadap
persamaan model empat menghasilkan kesimpulan tidak konsisten dengan hipotesis satu
(H1d ditolak) yaitu Kualitas audit berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
volatilitas laba, karena kualitas audit menekankan kepada kualitas informasi keuangan
sehingga akan memperbaiki informasi keuangan dan merupakan nilai tambah bagi
operasi perusahaan, tetapi tidak dapat mengurangi risiko/volatilitas laba pada perusahaan
hedgers dan unhedgers karena risiko/volatilitas laba cendrung dipengarungi oleh faktor
makro ekonomi, seperti inflasi, mekanisme pasar dan kebijakan pemerintah. Penelitian
ini tidak konsisten dengan penelitian Teoh dan Wong (1993) bahwa kualitas audit
berhubungan negatif terhadap menajemen akrual dan mengurangi risiko/volatilitas laba.
Praktik Corporate Governance yang diproksi dengan kualitas audit diyakini akan
membatasi pengelolaan laba yang opportunis. Semakin tinggi kualitas audit, semakin
besar kemungkinan perusahaan mengurangi risiko (volatilitas) laba. Berdasarkan teori
efisiensi dan konsep risiko dan hasil penelitian di atas maka dapat diasumsikan bahwa
dengan adanya kualitas audit yang tinggi belum memberikan implikasi pada penurunan
risiko/volatilitas laba dan informasi keuangan yang efisien.
Hasil penelitian ini juga dapat dijelaskan dengan menggunakan teori agensi dan
risiko. Konsep risiko menjelaskan bahwa dengan adanya corporate governance yang
diproksi dengan kualitas audit akan memberikan dampak untuk mengurangi volatilitas
laba. Teori agensi dalam corporate governance akan menghasilkan fungsi pengawasan
(monitoring) internal terhadap kinerja manajerial sehingga perusahaan akan mencegah
manajer untuk melakukan tindakan menurunkan volatilitas laba.
Berdasarkan konsep volatilitas dan beberapa hasil penelitian di atas maka dapat
diasumsikan bahwa dengan adanya kualitas audit yang tinggi belum memberikan
implikasi pada penurunan risiko/volatilitas laba. Konsep risiko menjelaskan bahwa
dengan adanya corporate governance yang diproksi dengan kualitas audit yang tinggi
akan mengurangi volatilitas laba, sehinga masih terjadi kontradiksi antara kualitas audit
yang tinggi dan bukan merupakan jaminan menurunkan risiko/volatilitas laba.
5.2 Pengujian Pengaruh Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite
audit independen dan kualitas audit terhadap Manajemen akrual
Hipotesis dua (H2a-H2d) dalam penelitian ini adalah ingin membuktikan
pengujian hipotesis yang menunjukkan bahwa pada persamaan model dua menunjukkkan
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
73
bahwa variabel Kepemilikan Manajemen berpengaruh secara negatif sebesar -0,27 dan
tidak signifikan terhadap Manajemen Akrual yang P- valuenya sebesar P<.01 (P= 0,01).
Oleh karena itu pengujian terhadap persamaan model pertama menghasilkan kesimpulan
yang konsisten dengan hipotesis dua (H2a diterima), karena kepemilikan manajemen
sebesar 2.8 % pada total perusahaan hedged sebagai internal monitoring dan kepemilikan
manajemen pada perusahaan hedged sebesar 0.7 %, karena masing–masing perusahaan
tersebut kepemilikan saham manajemen relatif kecil untuk memitigasi perilaku
manajemen yang opportunistik yang p valuenya (P< 0,01) dan signifikan negatif dengan
koefisien (-0,27), sehingga kedua tipe kebijakan perusahaan hedged belum optimal dalam
mencegah manajer melakukan tindakan manajemen akrual, karena fungsi pengawasan
(monitoring) terletak pada kepemilikan saham mayoritas. Hasil penelitian Claessens et al. (2000), menyatakan bahwa di Indonesia sebagian
besar kepemilikan saham perusahaan dimiliki oleh keluarga, seperti PT Mahaka Group
Tbk, PT. Bakrie Tbk, dan lain-lain. Menurut Hu dan Izamida (2008), kepemilikan saham
mayoritas oleh manajemen memiliki kepemilikan dalam jumlah yang signifikan akan
menyebabkan manajerial entrenchment effect, dimana jumlah kepemilikan saham
manajemen yang signifikan akan mempertahankan posisi mereka dalam perusahaan dan
belum menginginkan adanya pengawasan dari pihak lain, dan cendrung melibatkan
stakeholder dalam konsep monitoring.
Penelitian ini konsisten dengan penelitian Nagata dan Hachiya (2006) melaporkan
hubungan negatif antara kepemilikan manajemen (insider) dan manajemen akrual untuk
830 IPO di Jepang selama periode 1989-2000. Penelitian ini juga tidak konsisten dengan
penelitian Koh (2003) meneliti sampel dari perusahaan Australia selama periode 1993-
1997 dan menemukan hubungan negatif tetapi tidak signifikan antara kepemilikan saham
manajerial dan manajemen akrual. Peasnell et al. (2005) menunjukkan bahwa peran
direktur dengan kepemilikan manajerial yang rendah dalam membatasi manajemen
akrual.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan teori keagenan bahwa insentif untuk
mengelola laba di perusahaan dengan kepemilikan saham manajerial lebih rendah.
Watfield at al (1995) menguji kepemilikan manajerial dengan discretionary accrual dan
kandungan informasi laba menemukan bukti bahwa kepentingan manajerial berhungan
negatif dengan discretionary acrual.
Kepemilikan Institusional berpengaruh secara negatif terhadap manajemen akrual.
Oleh karena itu pengujian terhadap persamaan model dua menghasilkan kesimpulan yang
konsisten dengan hipotesis dua (H2b diterima) yaitu Kepemilikan institusional
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Manajemen Akrual, karena kepemilikan
institusional pada perusahaan sampel berfungsi sebagai eksternal monitoring yang efektif
oleh pihak eksternal terhadap manajemen akrual untuk memitigasi perilaku oportunistik
manajemen.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
74
Persamaan model dua menghasilkan kesimpulan yang tidak konsisten dengan
hipotesis dua (H2c ditolak) yaitu Komite audit independen tidak berpengaruh negatif
terhadap Manajemen Akrual. Karena fungsi komite audit independen dapat menurunkan
prilaku oportunistik dalam manajemen akrual dan menggunakan tori agensi untuk
memitigasi konflik kepentingan antara manajemen dan pemilik perusahaan.
Kualitas audit berpengaruh negatif sebesar -0.29 dan signifikan terhadap
Manajemen Akrual. Oleh karena itu pengujian terhadap persamaan model empat
menghasilkan kesimpulan yang konsisten dengan hipotesis dua (H2d diterima) yaitu
Kualitas audit independen berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Manajemen
Akrual untuk total perusahaan hedged. Pada perusahaan hedged, kualitas audit signifikan
dan negatif yang koefisiennya -0.29 memitigasi manajemen akrual dan p valuenya (P<
.01) sebagai alat monitoring internal. Penelitian ini konsisten dengan penelitian Koh
(2003) yang menemukan hubungan negatif yang signifikan antara kualitas audit dan
akrual diskresioner, dan tidak konsisten dengan penelitian Ching et al. (2006) dan
Peasnell et al. (2005) tidak menemukan hubungan negatif dan signifikan antara kualitas
audit dengan manajemen akrual pada perusahaan yang terdaftar di bursa Hongkong dan
Inggris, karena menggunakan jasa audit yang berkualitas merupakan salah satu upaya
perusahaan untuk mengurangi perilaku manajemen perusahaan yang memaksimalkan
kepentingan pribadinya. Dengan adanya kualitas audit yang baik, maka akan tercipta
suatu pengendalian seperti preventive control, detective control dan reporting control
pada perusahaan hedged.
5.3 Pengujian Pengaruh Manajemen akrual terhadap Volatilitas laba
Hasil pengujian hipotesis tiga (H3) pada gambar 1 menunjukkan bahwa variabel
Manajemen akrual berpengaruh positif sebesar 0,18 dan signifikan terhadap volatilitas
laba yang P- valuenya sebesar 0,04 (P<0,05). Oleh karena itu pengujian terhadap
persamaan model ketiga menghasilkan kesimpulan yang konsisten dengan hipotesis tiga
(H3 diterima) yaitu Manajemen akrual berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Volatilitas laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan Muid dan Catur P (2005) menguji
pengaruh manajemen akrual terhadap volatilitas laba dan investasi, hasilnya
menunjukkan bahwa manajemen akrual tidak terbukti menimbulkan risiko (volatilitas)
laba. Dan penelitian Fields, Lys, & Vincent, 2001) menyatakan bahwa manajemen akrual
dapat dicapai dengan cara laba yang di write-off dalam satu periode dan untuk
meringankan biaya selama beberapa periode, mempercepat atau menunda pengakuan
pendapatan atau beban untuk menggeser pendapatan dari satu periode ke periode lain.
Adapun teori agency dalam manajemen akrual akan meningkatkan biaya agensi,
karena manajer menjaga kepentingannya dengan menerbitkan laporan keuangan yang
tidak menunjukkan gambaran ekonomi perusahaan secara akurat, sehingga stakeholders
tidak dapat membuat keputusan investasi yang optimal. Motivasi penggunaan manajemen
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
75
akrual sebagai subsitusi penggunaan derivatif keuangan berdampak pada menurunnya
volatilitas laba. Jika perusahaan menggunakan manajemen akrual dan derivatif keuangan
untuk tujuan lindung nilai eksposur, diharapkan bahwa penggunaan tersebut akan
mengakibatkan penurunan volatilitas laba.
5.4. Peran corporate governance terhadap volatilitas laba pada perusahaan hedged
Pengujian dampak Aktivitas hedging keuangan terhadap Volatilitas laba yang
dibedakan berdasarkan tipe operasi keuangan perusahaan hedged. Dalam penelitian ini
tipe perusahaan dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu perusahaan hedged. Penelitian
ini sejalan dengan Scott (2009) menemukan bahwa tujuan perusahaan untuk melakukan
praktik pengelolaan laba adalah; manajemen perusahaan berusaha untuk menambah
tingkat transparansi laba dalam mengkomunikasikan informasi internal perusahaan,
dalam hal pengelolaan laba dilakukan secara efisien pada perusahaan hedged, karena
trategi yang dapat diimplementasikan oleh manajer dalam manajemen laba berbasis
manajemen akrual antara lain adalah melakukan pilihan metoda akuntansi serta
melakukan estimasi tertentu sebagai kebijakan akuntansi, khususnya discretionary
accruals.
Pada perusahaan hedged; Kepemilikan manajemen merupakan mekanisme internal
monitoring memitigasi perilaku opportunistik sebagai hubungan subsitusi dengan
aktivitas hedging keuangan, yang artinya aktivitas hedging keuangan dilakukan dapat
menurunkan perilaku opportunis melalui manajemen akrual dan gejolak/volatilitas laba
dan kualitas audit sebagai mekanisme internal memitigasi perilaku opportunis melalui
manajemen akrual.
Kepemilikan institusi merupakan mekanisme eksternal monitoring memitigasi
perilaku opportunistik sebagai hubungan subsitusi dengan aktivitas hedging keuangan,
yang artinya aktivitas hedging keuangan dilakukan dapat menurunkan perilaku
opportunis melalui manajemen akrual dan Komite audit independen memitigasi
gejolak/volatilitas laba karena fungsi komite audit sebagai full power sebagai mekanisme
eksternal monitoring.
Perusahaan dengan kategori hedged menunjukkan pengaruh negatif kepemilikan
manajemen dan komite audit independen terhadap penurunan volatilitas laba dan
menunjukkan pengaruh negatif kepemilikan manajemen, komite audit independen dan
kualitas audit terhadap manajemen akrual, hal ini dapat dijelaskan bahwa perusahaan
yang masuk dalam kategori hedged melaksanakan Aktivitas hedging sebagai suatu
aktivitas trading yang harus dilaksanakan untuk meningkatkan kontrak efisiensi dalam
menurunkan perilaku oportunistik dan manajemen akrual sebagai bentuk subsitusi untuk
mengurangi volatilitas laba.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
76
5.5 Pengujian Pengaruh corporate governance terhadap volatilitas laba ketika
dimediasi oleh Manajemen akrual antara Perusahaan Hedged. Hasil Pengujian Effect size dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu lemah
(0.02), medium (0.15) dan besar (0.35) (kock,2013; Hair, 2013). Untuk melihat besarnya
Effect size dan tingkat signifikansi atas hubungan Kepemilikan manajemen, kepemilikan
institusional, komite audit independen dan kualitas audit terhadap volatilitas laba
dimediasi oleh Manajemen akrual
Untuk pengujian hipotesis H5 yaitu; manajemen akrual memediasi hubungan
Kepemilikan manajemen, Kepemilikan institusional, Komite Audit independen dan
Kualitas Audit. Hasil estimasi menunjukkan bahwa indirect and total effect pada
perusahaan hedged pengaruh Kepemilikan manajemen terhadap volatilitas laba tidak
dimediasi oleh manajemen akrual adalah 0,005; kepemilikan institusional terhadap
volatilitas laba tidak dimediasi oleh manajemen akrual sebesar 0.003; hubungan komite
audit independen dengan volatilitas laba merupakan mediasi parsial (lemah) oleh
manajemen akrual adalah 0.019 (0.02) dan hubungan kualitas audit dengan volatilitas
laba tidak dimediasi oleh manajemen akrual karena Variance Accounted Factor sebesar
0,033. Hasil ini tergolong mediasi tidak didukung dimana kepemilikan manajemen dan
institusional dan kualitas audit tidak ada mediasi untuk menurunkan volatilitas laba
karena kepemilikan manajemen dan institusional dapat secara langsung memitigasi
volatilitas laba dan kualitas audit terbukti langsung dan tidak langung tidak memitigasi
volatilitas laba.
Kualitas audit di Indonesia dapat dijadikan dasar untuk meningkatkan kualitas
informasi keuangan yang relevan dan reliabel dan memitigasi perilaku manajemen akrual
yang digunakan sebagai pengambilan keputusan investasi oleh investor dan calon
investor, pemberian kredit oleh kreditor, penetapan harga barang dan jasa oleh produsen
pada perusahaan hedged. Komite audit independen dimediasi secara parsial manajemen
akrual terhadap volatilitas laba. Karena komite audit independen punya peran penting dari
perspektif praktis sebagai alat monitoring eksternal dalam memitigasi volatilitas laba dan
kontrak efisien antara manajemen dan stakeholders lainnya untuk menurunkan perilaku
oportunistik manajemen, yang berarti masih ada pemediasi lain selain komite audit
independen untuk meningkatkan kontrak efisien dan menurunkan volatilitas laba.
Pada perusahaan Hedged; Pengaruh kepemilikan manajemen (P<.01 < 0.01),
kepemilikan institusi (P. 0.21 > 0.05), komite audit independen (P<.01 < 0.01) dan
kualitas audit (P. 0.28 > 0.05) terhadap volatilitas laba dan komite audit dimediasi oleh
manajemen akrual karena corporate governance secara lansung yang diproksi oleh
kepemilikan manajemen, dan komite audit independen menurunkan volatilitas laba dan
kepemilikan manajemen, kepemilikan institusi dan kualitas audit secara lansung
mengurangi perilaku oportunistik manajemen akrual.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
77
BAB VI
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN
6.1 SIMPULAN
Berdasarkan pengujian dan pembahasan yang disajikan di bab-bab sebelumnya,
dapat disimpulkan beberapa temuan yang terkait dengan hipotesis penelitian,
antara lain:
1. Kepemilikan manajemen berpengaruh negatif terhadap volatilitas laba, artinya
semakin besar kepemilikan manajemen memberikan pengaruh penurunan volatilitas
laba. Sebaliknya semakin kecil kepemilikan manajemen, maka memberikan pengaruh
menaikkan volatilitas laba. Hasil penelitian ini searah dengan perspektif kontrak
efisiensi (Teori Efisiensi) yang menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan
kontrak yang efisien dapat menjadikan kualitas laba yang tercermin dalam kualitas
informasi keuangan yang relevan dan reliable dan kualitas laba dapat digunakan
sebagai alat pengukuran kinerja yang efisien dan (Teori Agensi) yang menyatakan
bawah konflik antara manajemen dengan pemilik dapat dimitigasi dengan mekanisme
internal monitoring dengan kepemilikan manajemen.
2. Kepemilikan institusional tidak berpengaruh negatif terhadap volatilitas laba. Artinya
Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin kuat kendali yang dilakukan
oleh pihak eksternal terhadap perusahaan, sehingga rendahnya volatilitas laba
perusahaan. Hasil ini memperkuat asumsi bahwa kepemilikan institusional belum
efektif digunakan sebagai alat monitoring manajemen dan meningkatkan kepercayaan
investor institusi dalam berinvestasi.
3. Komite audit independen berpengaruh negatif terhadap volatilitas laba. Artinya,
dengan melaksanakan fungsi dan tanggung jawab yang diembannya, diharapkan
komite audit independen dapat berperan untuk mengurangi perilaku oportunistik
(accrual manipulasi) yang dilakukan oleh para manajer dan mereduksi volatilitas
laba. Dengan demikian, kualitas corporate governance melalui komite audit
independen sebagai mekanisme internal menurunkan volatilitas laba.
4. Kualitas audit tidak berpengaruh terhadap volatilitas laba, artinya kualitas audit yang
cenderung mendorong kualitas mekanisme pengendalian internal karena tingginya
transaksi akrual belum berfungsi menurunkan volatilitas laba. Kualitas audit yang
digambarkan pada perusahaan sampel tidak memitigasi volatilitas laba atas operasi
perusahaan karena volatilitas laba cendrung dipengaruhi oleh makro ekonomi,
mekanisme pasar dan kebijakan pemerintah dalam bidang perpajakan. Hasil
pengujian ini menjawab pertanyaan penelitian yang pertama.
5. Kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap manajemen
akrual. Artinya kepemilkan manajemen tidak menurunkan manajemen akrual, Hasil
penelitian ini konsisten dengan prediksi (Teori Agensi) bahwa insentif untuk
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
78
mengelola laba dengan kepemilikan saham manajerial lebih rendah dan belum dapat
digunakan sebagai mekanisme internal monitoring atas perilaku oportunistik
manajemen.
6. Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan dan negatif terhadap manajemen
akrual. Artinya bahwa semakin besar kepemilikan institusional (outsider ownership)
dapat menurunkan manajemen akrual dan peran kepemilikan institusional memitigasi
manajemen akrual dan berfungsi sebagai mekanisme eksternal monitoring.
7. Komite audit independen tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap
manajemen akrual. Artinya komite audit independen belum dapat memitigasi perilaku
opportunistik manajemen. Komite audit independen belum berperan penting dalam
menghambat praktek manajemen akrual perusahaan.
8. Kualitas audit berpengaruh signifikan dan negatif terhadap manajemen akrual.
Artinya Kualitas audit pada penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi
keuangan untuk menurunkan perilaku manajemen akrual dan belum berfungsi
sebagai alat untuk meningkatkan kualitas informasi keuangan.
9. Manajemen akrual berpengaruh terhadap volatilitas laba. Artinya hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi perilaku oportunistik manajemen akrual akan
dapat mereduksi volatilitas laba. Hasil pengujian ini menjawab pertanyaan penelitian
yang ketiga.
10. Perusahaan dengan kategori hedged; Kepemilikan manajemen merupakan
mekanisme internal monitoring memitigasi perilaku opportunis melalui manajemen
akrual dan menurunkan risiko/volatilitas laba, sedangkan kualitas audit sebagai
mekanisme internal memitigasi perilaku opportunis melalui manajemen akrual.
Kepemilikan Institusional merupakan mekanisme eksternal monitoring memitigasi
perilaku opportunistik melalui manajemen akrual dan komite audit independen
sebagai mekanisme eksternal berfungsi menurunkan risiko/volatilitas laba.
11. Manajemen akrual memediasi hubungan corporate governance yang diproksi Komite
audit independen dengan volatilitas laba. Hal ini menunjukkan bahwa dengan komite
audit independen efektif dan kontrak yang efisien dengan pihak eksternal dapat
menurunkan risiko/volatilitas laba.
6.2 IMPLIKASI TEORITIS
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan pada bab-bab terdahulu, maka
hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi implikasi teroritis sebagai berikut :
a. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajemen, kepemilikan
institusional dan komite audit independen pada perusahaan hedged memberikan
pengaruh pada penurunan volatilitas laba, hal ini sesuai dengan teori akuntansi
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
79
positif yang menyatakan bahwa manajer harus mengembangkan hubungan dengan
outsider dengan para investor.
b. Perusahaan hedged, variabel kepemilikan manajemen serta komite audit independen
memiliki peran sebagai alat monitoring perusahaan di mata pemangku kepentingan
dan sebagai mekanisme monitoring perilaku oportunistik manajer sehingga dapat
mengurangi manajemen akrual.
c. Hal ini dapat dijadikan dasar untuk memberikan tambahan pada teori agensi (agency
theory) karena adanya perbedaan kepentingan antara principal dan agent. Adanya
teori akuntansi positif dan teori agensi ini yang menjadi dasar dalam mengatur
hubungan dalam bentuk kontrak efisien antara agen dan principal sehingga tidak
terjadi pemaksimalan kepentingan pada salah satu pihak dan dapat mengendalikan
risiko/volatilitas laba perusahaan.
d. Hasil penelitian ini dapat membuktikan bahwa perbedaan kepentingan yang harus
diatur tidak hanya dengan shareholder namun bagaimana memasukkan kepentingan
stakeholder dalam strategi perusahaan. Inti dari teori akuntansi positif dan teori
agensi adalah bagaimana mengatasi perbedaan kepentingan antara agen dan
principal, dimana tidak lagi terjadi pemaksimalan masing-masing pihak.
6.3 IMPLIKASI KEBIJAKAN
Hasil penelitian ini diharapkan memberi kontribusi kepada pihak manajemen
perusahaan, investor maupun calon investor dan juga pihak pemerintah. Implikasi ini
sangat penting karena untuk dapat mengatasi polemik antara kalangan pelaku usaha dan
pemerintah tentang perlunya mandatory dan payung hukum tentang aktivitas hedging
keuangan. Pasar modal Indonesia semakin berkembang dan tetap menjadi daya tarik bagi
para investor baik investor lokal maupun investor internasional sehingga dapat
meningkatkan iklim investasi di Indonesia.
6.3.1 Implikasi Kebijakan bagi Perusahaan Implikasi bagi perusahaan hedged, variable kepemilikan institusional menurunkan
perilaku opportunistik manajemen akrual dan tidak menurunkan risiko/volatilitas laba,
karena kepemilikan institusi masih fokus sebagai alat monitoring perilaku opprtunistik
manajemen akrual. Komite audit independen dapat mengatasi risiko/volatilitas laba dan
meningkatkan kontrak efisien serta tidak memitigasi perilaku opportunistik manajemen
karena komite audit independen belum berfungsi secara efisien menurunkan manajemen
akrual. Kualitas audit dapat memitigasi perilaku opportunistik manajemen akrual tidak
menurunkan risiko/volatilitas laba perusahaan, karena manajemen masih fokus pada
persistensi peningkatan kinerja keuangan untuk tujuan kemamkmuran pemilik dan
kesejahteraan manajemen, seperti; bonus yang tinggi, penghindaran pajak dan biaya
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
80
politik.
6.3.2 Implikasi Kebijakan bagi Investor
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Aktivitas hedging dan corporate
governance mereduksi manajemen akrual yang menurunkan risiko/volatilitas laba..
Perusahaan melaksanakan hedging keuangan merupakan alat monitoring untuk
mengurangi prilaku opportunistik maanajemen akrual dan meningkatkan kontrak yang
efisien serta mereduksi risiko/volatilitas laba perusahaan dan sebagai sarana dalam
meraih keuntungan (profit centre). Hal ini dapat dijadikan acuan bagi investor untuk
mempertimbangkan perusahaan yang melaksanakan aktivitas hedging dan corporate
governance yang diproksi dalam kepemilikan manajemen dan komite audit independen
sebagai bagian yang diperhitungkan dalam pengambilan keputusan investasi, karena
perusahaan yang menerapkan hedging berarti memitigasi volatilitas laba perusahaan.
6.3.3 Implikasi Kebijakan bagi Pemerintah
Implementasi hasil kebijakan adalah berkenaan dengan besaran biaya yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan, misalkan BUMN enggan melakukan hedging karena
khawatir dinilai merugikan negara. Oleh karena itu, kementerian BUMN menerbitkan
Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-09/MBU/2013 tentang transaksi Lindung Nilai
yang dilansir 23 September 2013. PBI Nomor 15/8/PBI/2013, payung hukum bagi
BUMN untuk melakukan heging telah mencukupi.
Implikasi kebijakan bagi pihak perusahaan adalah bahwa perusahaan perlu
melaksanakan aktivitas hedging keuangan sebagai salah satu strategi perusahaan, karena
dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas hedging dan corporate governance
dapat menjadi mekanisme monitoring yang dapat mereduksi manjemen akrual yang pada
akhirnya dapat menurunkan volatilitas laba perusahaan. Sehingga dengan temuan ini
diharapkan perusahaan dapat merubah paradigma bahwa aktivitas hedging keuangan
hanya merupakan beban yang dapat mengurangi laba perusahaan, akan tetapi sebagai alat
monitoring untuk mengurangi prilaku opportunistik dan sarana kontrak efisien untuk
mengendalikan risiko/volatilitas laba.
Perusahaan dapat menggunakan acuan pelaksanaan hedging keuangan misalnya
dengan menerapkan lindung nilai sesuai dengan PSAK 55 dan FAS 39 yang wajib, yaitu
yang mengatur mengenai pelaksanaan aktivitas hedging dan akuntansi derivatif
keuangan. Dengan menggunakan acuan tersebut maka perusahaan memiliki standardisasi
kelayakan pewrusahaan hedgers, sehingga pelaksanaan aktivitas hedging dapat menjadi
keunggulan kompetitif perusahaan yang dapat memberikan implikasi positif pada
penurunan risiko/volatilitas laba perusahaan.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
81
6.4 KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian ini belum mampu secara lengkap memberikan jawaban atas
permasalahan-permasalahan yang muncul berkaitan dengan fenomena yang terjadi
berkaitan dengan determinan volatilitas laba dimediasi oleh manajemen akrual pada
perusahaan hedgers dan unhedgers di Indonesia. Oleh karena itu penelitian ini masih
memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat dijadikan sebagai peluang bagi kajian
penelitian selanjutnya.
Keterbatasan penelitian ini antara lain adalah data penelitian yaitu pada jumlah
sampel yang menggunakan perusahaan hedgers belum teridentifikasi sesuai dengan
karakteristik perusahaan keuangan dan non keuangan dari periode pengamatan 2013 -
2017, hanya sekitar kurang lebih 5 % perusahaan yang go publik yang melaksanakan
aktivitas hedging di Indonesia.
Keterbatasan berikutnya adalah pada proksi pengukur variabel yaitu yang hanya
menggunakan satu proksi pengukuran. Contohnya pada variabel manajemen akrual dalam
penelitian ini menggunakan proksi model jones (1991) dan modifikasi Decow (1995).
Pengukuran variable volatilitas laba menggunakan standar deviasi dari laba operasional.
Beberapa pengukuran lain seperti volatilitas saham harian dan lain-lain. Variabel kualitas
audit menggunakan akrual lancar dan beberapa pengukuran lainnya seperti; earning
surprise benchmark, spesialisasi industri dan karakteristik kualitas audit lainnya, seperti
fairness dan informativeness Sehingga dengan banyaknya proksi pengukuran perlu
dilakukan robust test untuk melihat konsistensi hasil penelitian apabila variabel
menggunakan proksi yang lain.
Keterbatasan lain adalah dalam penelitian ini memiliki nilai koefisien determinasi
yang masih cukup rendah untuk tiap pengujian hipotesis yaitu berada pada kisaran
dibawah 10%. Ini menggambarkan variabel exogen memberikan pengaruh yang rendah
terhadap variabel endogen. Oleh karena itu perlu dicari variasi model empiris penelitian
yang menggunakan proksi lain sehingga dapat memberikan hasil analisis penelitian yang
lebih akurat.
6.5 AGENDA PENELITIAN MENDATANG
Karena banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini maka untuk mengatasinya
agenda penelitian mendatang (future research) diperlukan perbaikan dalam beberapa hal,
yaitu :
a. Perlu dilakukan pengujian dengan menggunakan beberapa proksi dalam model untuk
mengukur suatu variable utama, sehingga hasil dari pengujian hipotesis menjadi
akurat dan robust.
b. Periode penelitian yang lebih diperpanjang sehingga dapat memberikan gambaran
kondisi perusahaan, dimana semakin panjang periode penelitian dapat dilihat apakah
terjadi perubahan hasil hipotesis karena periode tertentu.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
82
c. Aktivitas hedging keuangan yang dapat menjadi penelitian ini ditemukan hasil
bahwa aktivitas hedging diasumsikan merupakan komplementer pada perusahaan
unhedgers dan subsitusi bagi perusahaan hedgers. Aktivitas hedging sebagai
mekanisme monitoring, dimungkinkan pada penelitian mendatang aktivitas hedging
keuangan dan hedging operasional digunakan sebagai variabel exogen dan
moderator yang dapat mereduksi manajemen akrual dan menurunkan volatilitas laba,
sehingga dengan memposisikan keduanya sebagai variabel exogen dan moderator
akan diperoleh hasil yang mana pengekang perilaku oportunistik manager dan
kontrak efisien untuk menurunkan risiko/volatilitas laba.
d. Pengukuran variabel kualitas audit pada penelitian ini dengan akrual lancar dan
diharapkan pada penelitian mendatang menggunakan pengukuran lain, seperti; big6
dan non big6, earning surprise benchmark, spesialisasi industri dan karakteristik
kualitas audit lainnya, seperti fairness dan informativeness untuk mereduksi prilaku
opportunistik manajemen dan meningkatkan kontrak efisien.
e. Diharapkan pada penelitian mendatang memakai variable pemediasi dan selain
manajemen akrual, seperti; Kualitas laba akuntansi, regulasi hedging keuangan dan
operasional untuk mengatasi risiko/volatilitas laba.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
83
Daftar Pustaka
Abumustafa, N. I., dan S. T. Al-Abduljader. 2011. Investigating the implications
of derivative securities in emerging stock markets: The Islamic
perspective. Journal of Derivatives & Hedge Funds 17 (2):115-121.
Allayannis, G., dan J. P. Weston. 2006. Earnings volatility, cashflow volatility,
and rm value. University of Virginia and Rice University working paper.
Amir, E., Y. Guan, dan D. Oswald. 2010. The effect of pension accounting on
corporate pension asset allocation. Review of accounting studies 15
(2):345-366.
Asrida, P. D. 2011. Pengaruh Keberadaan Komite Audit pada Hubungan Positif
Risiko Perusahaan dengan Konservatisma Akuntansi.
Baker, T. A., D. L. Collins, dan A. L. Reitenga. 2009. Incentives and
Opportunities to Manage Earnings around Option Grants*. Contemporary
Accounting Research 26 (3):649-672.
Balsam, S., E. Bartov, dan C. Marquardt. 2002. Accruals management, investor
sophistication, and equity valuation: Evidence from 10–Q filings. Journal
of Accounting Research 40 (4):987-1012.
Barclay, M. J., C. G. Holderness, dan J. Pontiff. 1993. Private benefits from block
ownership and discounts on closed-end funds. Journal of Financial
Economics 33 (3):263-291.
Barney, J. B., dan M. H. Hansen. 1994. Trustworthiness as a source of
competitive advantage. Strategic Management Journal 15 (S1):175-190.
Barnhart, S. W., dan S. Rosenstein. 1998. Board Composition, Managerial
Ownership and Firm Performance: An Empirical Analysis, 33 FIN. REV.
I.
Baron, R. M., dan D. A. Kenny. 1986. The moderator–mediator variable
distinction in social psychological research: Conceptual, strategic, and
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
84
statistical considerations. Journal of personality and social psychology 51
(6):1173.
Barragato, C., dan A. Markelevich. 2003. Earnings Quality Following Corporate
Acquisitions. Paper read at American Accounting Association 2004 Mid
Atlantic Region Annual Meeting.
Barth, M. E., W. R. Landsman, dan M. H. Lang. 2008. International accounting
standards and accounting quality. Journal of Accounting Research 46
(3):467-498.
Barton, J. 2001. Does the use of financial derivatives affect earnings management
decisions? The Accounting Review 76 (1):1-26.
Bartram, S. M., G. W. Brown, dan J. Conrad. 2011. The effects of derivatives on
firm risk and value. Journal of Financial and Quantitative Analysis 46
(04):967-999.
Bartram, S. M., S. J. Taylor, dan Y.-H. Wang. 2007. The Euro and European
financial market dependence. Journal of banking & Finance 31 (5):1461-
1481.
Baskoro, M. P., dan R. Wardhani. 2014. Analisis Pengaruh Volatilitas Laba Dan
Manajemen Laba Riil Dan Akrual Terhadap Kebijakan Investasi.
Beasley, M., D. Pagach, dan R. Warr. 2008. Information conveyed in hiring
announcements of senior executives overseeing enterprise-wide risk
management processes. Journal of Accounting, Auditing & Finance 23
(3):311-332.
Beaver, W., dan M. Venkatachalam. 2003. Differential pricing of components of
bank loan fair values. Journal of Accounting, Auditing & Finance 18
(1):41-68.
Becker, C. L. D., Mark L Jiambalvo, James Subramanyam, KR. 1998. The effect
of audit quality on earnings management. INTERNATIONAL REVIEWS
OF IMMUNOLOGY 16:1-24.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
85
Bedard, J., S. M. Chtourou, dan L. Courteau. 2004. The effect of audit committee
expertise, independence, and activity on aggressive earnings management.
Auditing: A Journal of Practice & Theory 23 (2):13-35.
Bergstresser, D., dan T. Philippon. 2006. CEO incentives and earnings
management. Journal of Financial Economics 80 (3):511-529.
Black, H. R., W. J. Elliott, G. Grandits, P. Grambsch, T. Lucente, W. B. White, J.
D. Neaton, R. H. Grimm Jr, L. Hansson, dan Y. Lacourcière. 2003.
Principal results of the controlled onset verapamil investigation of
cardiovascular end points (CONVINCE) trial. Jama 289 (16):2073-2082.
Boediono, G. S. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis
Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII:172-189.
Brailsford, T., K. Corrigan, dan R. Heaney. 2001. A comparison of measures of
hedging effectiveness: a case study using the Australian All Ordinaries
Share Price Index Futures contract. Journal of Multinational Financial
Management 11 (4):465-481.
Bushee, B. J. 1998. The influence of institutional investors on myopic R&D
investment behavior. Accounting Review:305-333.
Bushee, B. J., dan C. F. Noe. 2000. Corporate disclosure practices, institutional
investors, and stock return volatility. Journal of Accounting Research:171-
202.
Campbell, T. S., dan W. A. Kracaw. 1991. Intermediation and the market for
interest rate swaps. Journal of Financial Intermediation 1 (4):362-384.
Chang, C.-Y., J.-Y. Lai, dan I.-Y. Chuang. 2010. Futures hedging effectiveness
under the segmentation of bear/bull energy markets. Energy Economics 32
(2):442-449.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
86
Chariri, A., dan S. K. S. Hendro. 2010. Menguji Kualitas Standar Akuntansi Hasil
Adopsi IFRS: Studi Empiris pada PSAK No. 55 (Revisi 2006). Simposium
Nasional Akuntansi.
Ching, K. M., M. Firth, dan O. M. Rui. 2006. Earnings management, corporate
governance and the market performance of seasoned equity offerings in
Hong Kong. Journal of Contemporary Accounting & Economics 2 (1):73-
98.
Chowdhry, B. 1995. Corporate hedging of exchange risk when foreign currency
cash flow is uncertain. Management Science 41 (6):1083-1090.
Chung, R., M. Firth, dan J.-B. Kim. 2002. Institutional monitoring and
opportunistic earnings management. Journal of corporate finance 8
(1):29-48.
Cornett, M. M., J. J. McNutt, dan H. Tehranian. 2009. Corporate governance and
earnings management at large US bank holding companies. Journal of
corporate finance 15 (4):412-430.
COSO’s, E. 2004. Enterprise Risk Management.
Damodaran, A. 2007. Strategic risk taking: a framework for risk management:
Pearson Prentice Hall.
Darmawati, D. 2003. Corporate Governance dan Manajemen Laba: Suatu Studi
Empiris. Jurnal Bisnis dan Akuntansi 5 (1):47-68.
Daryatno, A. 2004. Pengaruh Corporate Governance pada Nilai Perusahaan
dengan Manajemen Laba sebagai Variabel Intervening. Simposium
Nasional Akuntansi VII Denpasar Bali:2-3.
Davidson, W. N., P. Jiraporn, Y. S. Kim, dan C. Nemec. 2004. Earnings
management following duality-creating successions: Ethnostatistics,
impression management, and agency theory. Academy of Management
journal 47 (2):267-275.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
87
DeAngelo, L. E. 1986. Accounting numbers as market valuation substitutes: A
study of management buyouts of public stockholders. Accounting
Review:400-420.
Dechow, P. M., A. P. Hutton, J. H. Kim, dan R. G. Sloan. 2011. Detecting
Earnings Management: A New Approach.
Dechow, P. M., R. G. Sloan, dan A. P. Sweeney. 1995. Detecting earnings
management. Accounting Review:193-225.
———. 1996. Causes and consequences of earnings manipulation: An analysis of
firms subject to enforcement actions by the sec*. Contemporary
Accounting Research 13 (1):1-36.
DeMarzo, P. M., dan D. Duffie. 1995. Corporate incentives for hedging and hedge
accounting. Review of Financial Studies 8 (3):743-771.
Demsetz, H., dan B. Villalonga. 2001. Ownership structure and corporate
performance. Journal of corporate finance 7 (3):209-233.
Djakman, C. D. 2003. Manajemen Laba dan Pengaruh Kebijakan Multi Papan
Bursa Efek Jakarta. Makalah disampaikan dalam Simposium Nasional
Akuntansi VI di Surabaya:16-17.
Dubois, É., P. Heymans, N. Mayer, dan R. Matulevičius. 2010. A systematic
approach to define the domain of information system security risk
management. In Intentional Perspectives on Information Systems
Engineering: Springer, 289-306.
Dul Muid, D. M. N., Catur. 2005. Pengaruh Manajemen Laba terhadap Reaksi
Pasar dan Risiko Investasi Pada perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta.
Jurnal Akuntansi dan Auditing (JAA) 1 (Nomor 1):139-161.
Dye, R. A. 1988. Earnings management in an overlapping generations model.
Journal of Accounting Research:195-235.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
88
Easterbrook, F. H. 1984. Two agency-cost explanations of dividends. The
American Economic Review:650-659.
Ebrahim, A. 2007. Earnings management and board activity: an additional
evidence. Review of Accounting and Finance 6 (1):42-58.
Egelhoff, W. G., J. Wolf, dan M. Adzic. 2013. Designing Matrix Structures to Fit
MNC Strategy. Global Strategy Journal 3 (3):205-226.
Epps, R. W., dan T. H. Ismail. 2009. Board of directors' governance challenges
and earnings management. Journal of Accounting & Organizational
Change 5 (3):390-416.
Farber, D. B. 2005. Restoring trust after fraud: Does corporate governance
matter? The Accounting Review 80 (2):539-561.
Farida, Y. N., Y. Prasetyo, dan E. Herwiyanti. 2010. Pengaruh Penerapan
Corporate Governance terhadap Timbulnya Earnings Management dalam
Menilai Kinerja Keuangan pada Perusahaan Perbankan di Indonesia.
Jurnal Bisnis dan Akuntansi 12 (2):69-80.
Farrell, M. J. 1957. The measurement of productive efficiency. Journal of the
Royal Statistical Society. Series A (General):253-290.
Feng, M., M. Terziovski, dan D. Samson. 2007. Relationship of ISO 9001: 2000
quality system certification with operational and business performance: A
survey in Australia and New Zealand-based manufacturing and service
companies. Journal of Manufacturing Technology Management 19 (1):22-
37.
Ferreira, M. A., dan P. A. Laux. 2007. Corporate governance, idiosyncratic risk,
and information flow. The Journal Of Finance 62 (2):951-989.
Fields, T. D., T. Z. Lys, dan L. Vincent. 2001. Empirical research on accounting
choice. Journal of accounting and economics 31 (1):255-307.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
89
Firdaus, Y. 2008. Mekanisme corporate governance untuk mengantisipasi
terjadinya manajemen laba, Widya Mandala Catholic University Surabaya.
Fischer, M., dan K. Rosenzweig. 1995. Attitudes of students and accounting
practitioners concerning the ethical acceptability of earnings management.
Journal of Business Ethics 14 (6):433-444.
Fitri, I., dan M. M. Hanafi. 2003. Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan
Institutional, Risiko, Kebijakan Hutang dan Kebijakan Dividen: Analisis
Persamaan Simultan. Simposium Nasional Akuntansi VI.
Fraser, J., dan B. Simkins. 2009. Enterprise risk management: Today's leading
research and best practices for tomorrow's executives. Vol. 3: John Wiley
& Sons.
Frestad, D. 2009. Why most firms choose linear hedging strategies. Journal of
Financial Research 32 (2):157-167.
Froot, K. A. 1993. Currency hedging over long horizons: National Bureau of
Economic Research.
Froot, K. A., dan J. C. Stein. 1998. Risk management, capital budgeting, and
capital structure policy for financial institutions: an integrated approach.
Journal of Financial Economics 47 (1):55-82.
Fudenberg, D., dan J. Tirole. 1995. A theory of income and dividend smoothing
based on incumbency rents. Journal of Political economy:75-93.
Gadmor, S. M. 2006. Hedging with derivatives in the oil industry, Simon Fraser
University.
Garcia, P., J.-S. Roh, dan R. M. Leuthold. 1995. Simultaneously determined,
time-varying hedge ratios in the soybean complex. Applied Economics 27
(12):1127-1134.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
90
Garfinkel, J. A., dan K. W. Hankins. 2011. The role of risk management in
mergers and merger waves. Journal of Financial Economics 101 (3):515-
532.
Ghozali, I. 2014. An Efficiency Determinant of Banking Industry in Indonesia.
Research Journal of Finance and Accounting 5 (3):18-26.
Ghozali, I., dan H. Latan. 2012. Partial Least Square Konsep, Teknik, Dan
Aplikasi Menggunakan Program SmartPLS 2.0 M3. Badan Penerbit
UNDIP, Semarang.
Glaum, M., dan A. Klöcker. 2011. Hedge accounting and its influence on
financial hedging: when the tail wags the dog. Accounting and Business
Research 41 (5):459-489.
Graham, J. R., dan D. A. Rogers. 2002. Do firms hedge in response to tax
incentives? The Journal Of Finance 57 (2):815-839.
Guay, W., dan S. P. Kothari. 2003. How much do firms hedge with derivatives?
Journal of Financial Economics 70 (3):423-461.
Guay, W. R. 1999. The impact of derivatives on firm risk: An empirical
examination of new derivative users. Journal of accounting and economics
26 (1):319-351.
Gumanti, T. A. 2004. Earnings Management: Suatu Telaah Pustaka. Jurnal
Akuntansi Dan Keuangan 2 (2):pp. 104-115.
Hankins, K. W. 2011. How do financial firms manage risk? Unraveling the
interaction of financial and operational hedging. Management Science 57
(12):2197-2212.
Hardianto, E. B. 2013. Pengaruh Risiko Manipulasi Laba, Risiko Corporate
Governance Dan Risiko Auditor Tenure Terhadap Perencanaan Audit
(Studi Empiris Pada Akuntan Publik Di Kap Se-Jawa Timur).
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
91
Hazarika, S., J. M. Karpoff, dan R. Nahata. 2012. Internal corporate governance,
CEO turnover, and earnings management. Journal of Financial Economics
104 (1):44-69.
Healy, P. 1996. Discussion of a market-based evaluation of discretionary accrual
models. Journal of Accounting Research:107-115.
Healy, P. M., dan K. G. Palepu. 1990. Effectiveness of accounting-based dividend
covenants. Journal of accounting and economics 12 (1):97-123.
Healy, P. M., dan J. M. Wahlen. 1999. A review of the earnings management
literature and its implications for standard setting. Accounting Horizons 13
(4):365-383.
Hentschel, L., dan S. P. Kothari. 2001. Are corporations reducing or taking risks
with derivatives? Journal of Financial and Quantitative Analysis 36
(01):93-118.
Herawati, Y. 2002. Perbandingan penerapan PSAK No. 39 dan peraturan
perpajakan untuk aktiva yang dibiayai secara build, operate and transfer
(BOT), Petra Christian University.
Herusetya, A. 2011. Efektifitas Pelaksanaan Corporate Governance dan Audit
Eksternal Auditor dengan Spesialisasi Industri dalam Menghambat
Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi & Auditing Indonesia 13 (2).
Hoitash, R., A. Markelevich, dan C. A. Barragato. 2007. Auditor fees and audit
quality. Managerial Auditing Journal 22 (8):761-786.
Hoyt, R. E., dan A. P. Liebenberg. 2011. The value of enterprise risk
management. Journal of Risk and Insurance 78 (4):795-822.
Hunt, A., S. Moyer, dan T. Shevlin. 2000. Earnings volatility, earnings
management, and equity value. Unpublished working paper. University of
Washington.
IAI. 2012. Standar Akuntansi Keuangan: Per 1 Juni 2012.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
92
Iatridis, G. 2012. Hedging and earnings management in the light of IFRS
implementation: Evidence from the UK stock market. The British
Accounting Review 44 (1):21-35.
Indriyani, E. 2015. Analisis Penerapan PSAK 50/55/60 (Revisi 2011) Atas
Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Piutang Pada Perusahaan Perbankan
Milik Negara Tahun 2012-2013. Jurnal Ilmiah Universitas Bakrie 3 (02).
Intrisano, C. 2012. How Firm Can Hedge from Currency Risk. China-USA
Business Review 11 (9):1295-1306.
Ismal, R. 2006. Indonesian bond market: redemption in August–December 2005.
Bulletin of Economy, Monetary and Banking 9.
Jayaraman, S. 2008. Earnings volatility, cash flow volatility, and informed
trading. Journal of Accounting Research 46 (4):809-851.
Jensen, M. C. 1986. Agency cost of free cash flow, corporate finance, and
takeovers. Corporate Finance, and Takeovers. American Economic
Review 76 (2).
Jensen, M. C. 2005. Agency Costs Of Overvalued Equity. In Center For Publ Ic
Leadership. Amerika Serikat.
Jensen, M. C., dan W. H. Meckling. 1976. Theory Of The Firm: Managerial
Behavior, Agency Costs And Ownership Structure. Journal of Financial
Economics 3 (4):305-360.
Jensen, M. C., dan W. H. Meckling. 1992. Specific and general knowledge and
organizational structure.
———. 1999. Freedom, Capitalism and Human Behavior Chapter 4: Capitalism.
Harvard Business School NOM Unit Working Paper (1999).
Jiang, W., dan A. Anandarajan. 2009. Shareholder rights, corporate governance
and earnings quality: The influence of institutional investors. Managerial
Auditing Journal 24 (8):767-791.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
93
Jin, Y., dan P. Jorion. 2007. Does hedging increase firm value? Evidence from the
gold mining industry. In Working Paper, California State University-
Northridge and University of California-Irvine.
Jones, J. J. 1991. Earnings management during import relief investigations.
Journal of Accounting Research:193-228.
Kamily, M. H. 2013. Dampak Laba Akuntansi Terhadap Pembagian Dividen Kas
Pada Perusahaan Perkebunan Yang Telah Go Public Di Bursa Efek
Indonesia.
Keroshinta, R., dan P. Suwardjono. 2013. Pengaruh Penilaian Kinerja Keuangan
Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Likuiditas Saham Sebagai Variabel
Pemoderasi, Universitas Gadjah Mada.
Kirschenheiter, M., dan N. D. Melumad. 2002. Can “Big Bath” and Earnings
Smoothing Co‐exist as Equilibrium Financial Reporting Strategies?
Journal of Accounting Research 40 (3):761-796.
Klein, A. 2002. Audit committee, board of director characteristics, and earnings
management. Journal of accounting and economics 33 (3):375-400.
Köck, M., dan A. Paramythis. 2011. Activity sequence modelling and dynamic
clustering for personalized e-learning. User Modeling and User-Adapted
Interaction 21 (1-2):51-97.
Koh, P.-S. 2007. Institutional investor type, earnings management and benchmark
beaters. Journal of Accounting and Public Policy 26 (3):267-299.
Koh, P.-S., dan G. C. Hsu. 2005. Does the presence of institutional investors
influence accruals management? Evidence from Australia. Corporate
Governance: An International Review 13 (6):809-823.
Kole, S. R. 1995. Measuring managerial equity ownership: a comparison of
sources of ownership data. Journal of corporate finance 1 (3):413-435.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
94
Kuang, Y. F. 2008. Performance‐vested Stock Options and Earnings
Management*. Journal of Business Finance & Accounting 35
(9‐10):1049-1078.
Kuersten, W., dan R. Linde. 2011. Corporate hedging versus risk-shifting in
financially constrained firms: The time-horizon matters! Journal of
corporate finance 17 (3):502-525.
Kulatilaka, N., dan A. J. Marcus. 1994. Valuing employee stock options.
Financial Analysts Journal 50 (6):46-56.
Kumbhakar, S. C., dan C. K. Lovell. 2003. Stochastic frontier analysis:
Cambridge University Press.
Lambert, R. A. 2001. Contracting theory and accounting. Journal of accounting
and economics 32 (1):3-87.
Lang, M. H., dan M. F. McNichols. 1997. Institutional trading and corporate
earnings and returns.
Latan, H., dan I. Ghozali. 2012. Partial Least Square Konsep, Metode dan
Aplikasi Menggunakan Program WarpPLS 2.0. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang.
Lee, S. W. 2008. Ownership structure, regulation, and bank risk-taking: evidence
from Korean banking industry. Investment Management and Financial
Innovations 5:70-74.
Leland, H. E. 1998. Agency Costs, Risk Management, and Capital Structure
(Digest Summary). Journal of finance 53 (4):1213-1243.
———. 2007. Comments on “Hedging errors with Leland's option model in the
presence of transactions costs”. Finance Research Letters 4 (3):200-202.
Liang, P. J. 2004. Equilibrium earnings management, incentive contracts, and
accounting standards*. Contemporary Accounting Research 21 (3):685-
718.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
95
Lin, J. W., dan M. I. Hwang. 2010. Audit quality, corporate governance, and
earnings management: A meta‐analysis. International Journal of Auditing
14 (1):57-77.
Ludigdo, U. 2006. Strukturasi Praktik Etika di Kantor Akuntan Publik: Sebuah
Studi Interpretif. SNA IX Padang:23-28.
Lupitasari, D. M., Marsono. 2013. Pengaruh Diversifikasi Operasional Dan
Diversifikasi Geografis Terhadap Manajemen Laba (Studi Pada
Perusahaan Pertambangan Dan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2010-2011), Fakultas Ekonomika dan Bisnis.
Lynch, A. L., U. S. Murthy, dan T. J. Engle. 2009. Fraud Brainstorming Using
Computer-Mediated Communication: The Effects Of Brainstorming
Technique And Facilitation The Accounting Review 84 (4):1209-1232.
Magrath, L., dan L. G. Weld. 2002. Abusive earnings management and early
warning signs. CPA JOURNAL 72 (8):50-54.
Manry, D. L., T. J. Mock, dan J. L. Turner. 2008. Does increased audit partner
tenure reduce audit quality? Journal of Accounting, Auditing & Finance
23 (4):553-572.
McConnell, J. J., dan H. Servaes. 1995. Equity ownership and the two faces of
debt. Journal of Financial Economics 39 (1):131-157.
McKenzie, M. D., T. J. Brailsford, dan R. W. Faff. 2000. New insights into the
impact of the introduction of futures trading on stock price volatility: CFA
Institute.
McShane, M. K., A. Nair, dan E. Rustambekov. 2011. Does enterprise risk
management increase firm value? Journal of Accounting, Auditing &
Finance 26 (4):641-658.
Merrick, J. J., N. Y. Naik, dan P. K. Yadav. 2005. Strategic trading behavior and
price distortion in a manipulated market: anatomy of a squeeze. Journal of
Financial Economics 77 (1):171-218.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
96
Mian, S. L. 1996. Evidence on corporate hedging policy. Journal of Financial and
Quantitative Analysis 31 (3).
Midiastuty, P. P., dan M. u. Machfoedz. 2003. Analisis Hubungan Mekanisme
Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba: Simposium
Nasional Akuntansi (SNA) VI, Surabaya.
Morck, R., D. Wolfenzon, dan B. Yeung. 2004. Corporate governance, economic
entrenchment and growth: National Bureau of Economic Research.
Muid, D., dan C. Nanang. 2005. Pengaruh Manajemen Laba terhadap Reaksi
Pasar dan Risiko Investasi Pada perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta.
Jurnal Akuntansi dan Auditing (JAA) 1 (Nomor 1):139-161.
Mulyaningsih, M. 2013. Analisis Mekanisme Corporate Governance Dan
Manajemen Laba Pada Perusahaan Go Publik Yang Terdaftar Pada Jakarta
Islamic Index, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Muth, M. M., dan L. Donaldson. 1998. Stewardship theory and board structure: A
contingency approach. Corporate governance 6 (1):5-28.
Myers, J. N., L. A. Myers, dan T. C. Omer. 2003. Exploring the term of the
auditor-client relationship and the quality of earnings: A case for
mandatory auditor rotation? The Accounting Review 78 (3):779-799.
Myers, S. C., dan N. S. Majluf. 1984. Corporate financing and investment
decisions when firms have information that investors do not have. Journal
of Financial Economics 13 (2):187-221.
Nagata, K. 2013. Does earnings management lead to favorable IPO price
formation or further underpricing? Evidence from Japan. Journal of
Multinational Financial Management 23 (4):301-313.
Nance, D. R., C. W. Smith Jr, dan C. W. Smithson. 1993. On the determinants of
corporate hedging. Journal of finance:267-284.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
97
Nguyen, H., dan R. Faff. 2010. Are firms hedging or speculating? The
relationship between financial derivatives and firm risk. Applied Financial
Economics 20 (10):827-843.
Nguyen, H., R. Faff, dan A. Hodgson. 2010. Corporate usage of financial
derivatives, information asymmetry, and insider trading. Journal of futures
markets 30 (1):25-47.
Nguyena, H., dan R. Faff. 2010. Are Firms Hedging Or Speculating? The
Relationship Between Financial Derivatives And Firm Risk. Applied
Financial Economics 20:827–843.
Ningsaptiti, R. H., Tahrir. 2010. Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan Dan
Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba (Studi
Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2006-
2008), Perpustakaan FE UNDIP.
Nocco, B. W., dan R. M. Stulz. 2006. Enterprise risk management: theory and
practice. Journal of Applied Corporate Finance 18 (4):8-20.
Novita, D. I., P. Boolchand, M. Malki, dan M. Micoulaut. 2009. Elastic flexibility,
fast-ion conduction, boson and floppy modes in AgPO3–AgI glasses.
Journal of Physics: Condensed Matter 21 (20):205106.
Nuringsih, K. 2010. Pengaruh Profitabilitas, Kebijakan Hutang dan Kepemilikan
Institusional Terhadap Kepemilikan Manajerial dan Pengaruhnya
Terhadap Risiko. Jurnal Bisnis dan Akuntansi 12 (1):17-28.
Nuryaman, N., R. Rusmin, dan J. N. Ginting. 2012. Pengaruh Struktur
Kepemilikan dan Kualitas Audit terhadap Manajemen Laba. Jurnal
Akuntansi FE Untar 14 (2).
Ofek, E., dan D. Yermack. 2000. Taking stock: Equity‐based compensation and
the evolution of managerial ownership. The Journal Of Finance 55
(3):1367-1384.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
98
Oktafia, Y. 2013. Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Manajemen
Laba. EL-MUHASABA.
Oktavia, O. 2011. Peralataan Laba dan Kaitannya dengan Nilai Perusahaan.
Akuntansi Krida Wacana 11 (2).
Osma, B. G., dan B. G. d. A. Noguer. 2007. The effect of the board composition
and its monitoring committees on earnings management: Evidence from
Spain. Corporate Governance: An International Review 15 (6):1413-1428.
Palea, V., dan R. Maino. 2013. Private equity fair value measurement: a critical
perspective on IFRS 13. Australian Accounting Review 23 (3):264-278.
Peasnell, K. V., P. Pope, dan S. Young. 2000. Accrual management to meet
earnings targets: UK evidence pre-and post-Cadbury. The British
Accounting Review 32 (4):415-445.
Peasnell, K. V., P. F. Pope, dan S. Young. 2005. Board monitoring and earnings
management: do outside directors influence abnormal accruals? Journal of
Business Finance & Accounting 32 (7‐8):1311-1346.
Phung, A. 2014. Behavioral Finance: Key Concepts—Mental Accounting.
Investopedia. com, available at www. investopedia.
com/university/behavioral_finance/behavioral5. asp.
Pillania, R. K., dan M. Aluchna. 2009. Does good corporate governance matter?
Best practice in Poland. Management Research News 32 (2):185-198.
Pincus, M., dan S. Rajgopal. 2002a. The Interaction Between Accrual
Management And Hedging: Evidence From Oil And Gas Firms. The
Accounting Review 77 (1):127–160.
———. 2002b. The interaction between accrual management and hedging:
Evidence from oil and gas firms. The Accounting Review 77 (1):127-160.
Piot, C., dan R. Janin. 2007. External auditors, audit committees and earnings
management in France. European accounting review 16 (2):429-454.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
99
Pollet, J. M., dan M. Wilson. 2010. Average correlation and stock market returns.
Journal of Financial Economics 96 (3):364-380.
Potter, J. 1995. The Role of the Institutional Shareholders’ Committee. Corporate
Governance & Corporate Control:283.
Pujilestari, R., dan A. Herusetya. 2013. Pengaruh Kualitas Audit Terhadap
Manajemen Laba Transaksi Real-Pengakuan Pendapatan Strategis. Jurnal
Akuntansi Dan Keuangan 15 (2):75-85.
Rachmawati, A., dan H. Triatmoko. 2007. Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas laba dan nilai perusahaan. Simposium Nasional
Akuntansi X:1-26.
Rajgopal, S., M. Venkatachalam, dan J. J. Jiambalvo. 1999. Is institutional
ownership associated with earnings management and the extent to which
stock prices reflect future earnings? Available at SSRN 163433.
Ross, S. A. 1997. Hedging long run commitments: Exercises in incomplete
market pricing. ECONOMIC NOTES-SIENA-:385-420.
Rountree, B., J. P. Weston, dan G. Allayannis. 2008. Do investors value smooth
performance? Journal of Financial Economics 90 (3):237-251.
Rustiarini. 2013. Komite Audit Dan Kualitas Audit : Kajian Berdasarkan
Karakteristik, Kompetensi Aktivitas Komite Audit: Research Internal
Universitas Mahasaraswati Denpasar.
Sabbaghi, O. 2011. Asymmetric volatility and trading volume: The G5 evidence.
Global Finance Journal 22 (2):169-181.
Schipper, K., dan L. Vincent. 2003. Earnings quality. Accounting Horizons 17:97.
Schizer, D. M. 2000. Executives and hedging: The fragile legal foundation of
incentive compatibility. Columbia Law Review:440-504.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
100
Schrand, C., dan H. Unal. 1998. Hedging and coordinated risk management:
Evidence from thrift conversions. The Journal Of Finance 53 (3):979-
1013.
Schroeder, R. G., M. W. Clark, dan J. M. Cathey. 2011. Financial accounting
theory and analysis: text and cases: John Wiley and Sons.
Scott, W. R. 2009. Financial Accounting Theory. 5th ed: Prentice Hall, NJ.
Scott, W. R. 2014. Financial accounting theory: Pearson Education Canada.
Setia-Atmaja, L., J. Haman, dan G. Tanewski. 2011. The role of board
independence in mitigating agency problem II in Australian family firms.
The British Accounting Review 43 (3):230-246.
Shleifer, A., dan R. W. Vishny. 1989. Management entrenchment: The case of
manager-specific investments. Journal of Financial Economics 25
(1):123-139.
———. 1997. A survey of corporate governance. The Journal Of Finance 52
(2):737-783.
Shunko, M., L. Debo, L. Nan, dan N. Secomandi. 2010. Optimal Managerial
Compensation and Financial Hedging in Commodity Procurement.
Siahaan, H. 2009. Manajemen Risiko pada Perusahaan dan Birokrasi.
Siallagan, H., dan M. u. Machfoedz. 2006. Mekanisme Corporate Governance,
Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi IX 60.
Sinaga, D. M., dan I. Ghozali. 2012. Analisis Pengaruh Audit Tenure, Ukuran
KAP dan Ukuran Perusahaan Klien terhadap Kualitas Audit, Fakultas
Ekonomika dan Bisnis.
Siregar, S. V., dan S. Utama. 2008. Type of earnings management and the effect
of ownership structure, firm size, and corporate-governance practices:
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
101
Evidence from Indonesia. The International Journal of Accounting 43
(1):1-27.
Smith, C. W., dan R. M. Stulz. 1985. The determinants of firms' hedging policies.
Journal of Financial and Quantitative Analysis 20 (04):391-405.
Smith, P. A., dan M. J. Kohlbeck. 2008. Accounting For Derivatives And
Hedging Activities: Comparison Of Cash Flow Versus Fair Value Hedge
Accounting. Issues In Accounting Education 23 (1):103–117.
Stanley, J., F. Todd De Zoort, dan G. Taylor. 2009. The association between
insider trading surrounding going concern audit opinions and future
bankruptcy. Managerial Auditing Journal 24 (3):290-312.
Stubben, S. R. 2010. Discretionary revenues as a measure of earnings
management. The Accounting Review 85 (2):695-717.
Stulz, R. M. 1984. Optimal hedging policies. Journal of Financial and
Quantitative Analysis 19 (02):127-140.
———. 1996. Rethinking risk management. Journal of Applied Corporate
Finance 9 (3):8-25.
Subramaniam, N., L. McManus, dan J. Zhang. 2009. Corporate governance, firm
characteristics and risk management committee formation in Australian
companies. Managerial Auditing Journal 24 (4):316-339.
Sulistyanto, S. 2008. Manajemen Laba “Teori dan Empiris: PT Gramedia,
Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Sumarna, A. 2003. Sarjana Akuntansi dan Potensi yang Perlu Digali. Media
Akuntansi:17.
Sunaryo, T. 2007. Manajemen Risiko Finansial: Penerbit Salemba.
Tandelilin, E. 2010. Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
102
Tangjitprom, N. 2013. The role of corporate governance in reducing the negative
effect of earnings management. International Journal of Economics and
Finance 5 (3).
Teoh, S. H., dan T. Wong. 1993. Perceived auditor quality and the earnings
response coefficient. Accounting Review:346-366.
Ujiyantho, M. A., dan B. A. Pramuka. 2007. Mekanisme Corporate Governance,
Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi
X:26-28.
Utomo, L. L. 2004. Instrumen Derivatif: Pengenalan Dalam Strategi Manajemen
Risiko Perusahaan. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan 2 (1):pp. 53-68.
Van Mieghem, J. A. 2007. Risk mitigation in newsvendor networks: Resource
diversification, flexibility, sharing, and hedging. Management Science 53
(8):1269-1288.
———. 2011. Risk Management and Operational Hedging: An Overview. Chap
1:1-35.
Veronica, S., Y. S. Bachtiar, dan K. adalah stafpengajar di Departemen
Akuntansi. 2005. The Role of Corporate Governance in Preventing
Misstated Financial Statement. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia
2 (1):159-173.
Wahidahwati, W. 2002. Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan
Institusional pada Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif
Theory Agency. The Indonesian Journal of Accounting Research 5 (1).
Wang, J.-L., H.-J. Sheu, H. Chung, dan 王若蓮. 2011. Corporate governance
reform and earnings management. Investment Management and Financial
Innovations 8 (4).
Warfield, T. D., J. J. Wild, dan K. L. Wild. 1995. Managerial ownership,
accounting choices, and informativeness of earnings. Journal of
accounting and economics 20 (1):61-91.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
103
Watts, R. L., dan J. L. Zimmerman. 1986. Positive accounting theory.
———. 1990. Positive accounting theory: a ten year perspective. Accounting
Review:131-156.
Wedari, L. K. 2004. Analisis pengaruh proporsi Dewan Komisaris dan keberadaan
Komite Audit terhadap aktivitas manajemen laba pada perusahaan publik
di Indonesia, Universitas Gadjah Mada.
Widagdo, R., S. Lesmana, dan S. A. Irwandi. 2002. Analisis Pengaruh atribut-
atribut kualitas Audit terhadap kepuasan Klien. Dalam Simposium
Nasional Akuntansi 5.
Widanaputra, A., dan G. Putu. 2007. Pengaruh Konflik Antara Pemegang Saham
dan Manajemen Mengenai Kebijakan Dividen Terhadap Konservatisma
Akuntansi. Disertasi Program Doktor Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Williams, P. F. 1989. The logic of positive accounting research. Accounting,
Organizations and Society 14 (5):455-468.
Williamson, O. E. 1979. Transaction-cost economics: the governance of
contractual relations. Journal of law and economics:233-261.
Windah, G. C., dan F. A. Andono. 2013. Pengaruh Penerapan Corporate
Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Hasil Survei The
Indonesian Institute Perception Governance (IICG) Periode 2008-2011.
CALYPTRA: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya 2 (1).
Xie, B., W. N. Davidson, dan P. J. DaDalt. 2003. Earnings management and
corporate governance: the role of the board and the audit committee.
Journal of corporate finance 9 (3):295-316.
Yatim, P. 2010. Board structures and the establishment of a risk management
committee by Malaysian listed firms. Journal of Management &
Governance 14 (1):17-36.
RISET EMPIRIK MANAJEMEN AKRUAL DAN VOLATILITAS LABA PADA PERUSAHAAN
HEDGED DI INDONESIA
Syahril Djaddang dan E.Sulistiawarni
104
Yi, C. H., dan J.-B. B. Kim. 2005. Ownership structure, business group affiliation,
listing status, and earnings management: Evidence from Korea. Business
Group Affiliation, Listing Status, and Earnings Management: Evidence
from Korea (January 2005).
Yovita, F. M. U., Dwi Cahyo. 2011. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
Pendapatan Asli Daerah, Dan Dana Alokasi Umum Terhadap
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Studi Empiris Pada Pemerintah
Provinsi Se Indonesia Periode 2008–2010), Universitas Diponegoro.
Yudhistira, T. 2014. Optimal Hedge Ratio Dan Efektivitas Hedging: Aplikasi
Pada Turkdex-Bist 30 Index Futures Contract Dan Turkdex-Bist 100 Index
Futures Contract. Jurnal Manajemen:1-13.
Ziliak, J. P., B. Hardy, dan C. Bollinger. 2011. Earnings volatility in America:
Evidence from matched CPS. Labour Economics 18 (6):742-754.