Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
DISTRIBUSI LABA DALAM PANDANGAN ISLAM
Oleh:
Bambang Sugiharto
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Profesional Indonesia Sumatera Utara -
Medan
Abstraction
One of benchmark for assessing whether a business succeeds or not is the
magnitude of the benefits achieved. Capital is one of the factors of production are
contained in the company and always in particular about when compared to
factors other production out of recognition, that the source of the creation of
profit is the dominant owner with a number of funds be invested and did not
leave a part (share) the factors creator other profit , Islam put the economy
middle position and a fair balance. This balance is applied in all areas of the
economy. Fair in the patterns of production, distribution, and circulation of the
economy is the ban on the sale and purchase is deemed detrimental to both
parties or one of. Laba, the main purpose of buying and selling in Islam not only
as the difference between total sales of the total cost. Profit can mean, the results
of the patient, purify oneself, faith, preaching, berittiba’, berinfaq, and profit is
the guidance of Allah. All accumulated in Jannah and eternal happiness in
akhirat.No restrictions would be taken profit by someone during trading activity
is not accompanied by forbidden things. Companies can only control expenses
and use to maximize achievement gains importance and should not assume all
expenses incurred as a result of an attempt to generate revenue is considered as
operating expenses
Keywords: Islamic Economics, Justice, Profit, Distribution
ABSTRAKSI
Salah satu tolak ukur untuk
menilai apakah suatu bisnis berhasil
atau tidak adalah besarnya
keuntungan yang diraih. Modal
merupakan salah satu faktor
produksi yang terdapat di dalam
perusahaan dan selalu di
istimewakan jika dibandingkan
dengan faktor-faktor produksi
lainnya menunjukkan pengakuan
bahwa sumber penciptaan laba
dominan adalah pemilik dengan
sejumlah dana yang
diinvestasikannya dan tidak
memberikan bagian (share) kepada
faktor-faktor pencipta laba lainnya.
Islam meletakan ekonomi posisi
tengah dan keseimbangan yang adil.
Keseimbangan ini diterapkan dalam
segala bidang ekonomi. Adil dalam
pola produksi, distribusi, dan
sirkulasi ekonomi adalah adanya
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
pelarangan jual beli yang dipandang
merugikan kedua belah pihak atau
salah satunya. Laba yang menjadi
tujuan utama jual beli dalam Islam
tidak hanya sebagai selisih antara
total penjualan dengan total biaya.
Laba dapat berarti, hasil dari
bersabar, mensucikan diri, beriman,
berdakwah, berittiba’, berinfaq, dan
laba adalah hidayah dari Allah.
Semua terakumulasikan dalam
jannah dan kebahagian kekal di
akhirat.Tidak ada batasan
keuntungan yang boleh diambil
seseorang selama aktivitas
perdagangannya tidak disertai
dengan hal-hal yang haram.
Perusahaan hanya bisa
mengendalikan beban dan
menggunakan untuk kepentingannya
memaksimalkan pencapaian
keuntungan dan tidak boleh
menganggap segala sesuatu
pengeluaran yang terjadi sebagai
akibat usaha untuk menghasilkan
pendapatan dianggap sebagai beban
usaha
Kata Kunci: Ekonomi Islam,
Keadilan, Laba, Distribusi
A. Pendahuluan.
Tujuan utama dari setiap
bisnis baik dibidang industri,
manufacturing dagang serta jasa ada
3 (tiga), yaitu: (1) keuntungan dan
pertumbuhan; (2) menciptakan
generasi pekerja dan (3) kepuasan
pelanggan. Salah satu tolak ukur
untuk menilai apakah suatu bisnis
berhasil atau tidak adalah besarnya
keuntungan yang diraih. Dalam hal
inilah akuntansi memiliki peran
penting dalam menilai kinerja suatu
perusahaan mencari keuntungan.
Data-data akuntansi yang
disajikan di laporan keuangan akan
dijadikan tolak ukur penilaian
keberhasilan atau kinerja
perusahaan. Statement of Financial
Accounting Concepts (SFAC)
Nomor 1 menyatakan bahwa tujuan
laporan keuangan adalah menyajikan
informasi yang berguna bagi para
investor, kreditor, dan pemakai
lainnya. Dalam SFAC tersebut juga
dinyatakan bahwa salah satu fokus
utama pelaporan keuangan adalah
memberikan informasi tentang
kinerja suatu perusahaan yang
disediakan melalui pengukuran laba
Sumber dari keuntungan atau
laba itu sendiri datangnya dari
sebesar apa pendapatan (revenue)
yang bisa di peroleh organisasi
bisnis dan tentunya juga di kurangi
besar biaya atau beban dari
perusahaan yang dialaminya
Manusia eksis di dunia, sejak
lahir hakekatnya secara tidak
langsung berkaitan dengan aktivitas
ekonomi – konsumsi dan produksi.
Sejarah ilmu pengetahuan, termasuk
ilmu ekonomi pada awalnya telah
ditemukan dan dikembangkan pada
masa kejayaan Islam dengan tujuan
utama adalah Falah (kebahagian
dunia-akhirat secara material-
spiritual) dan dasar utamanya adalah
Tawhid yang bersumber hukum Al
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
Qur’an dan As Sunnah yang
mengajarkan tentang Satu Tuhan
(Oneness of God) yaitu Allah,
demikian menurut Choudhury
Tujuan dalam perdagangan
dalam arti sederhana adalah
memperoleh laba atau keuntungan,
secara ilmu ekonomi murni asumsi
yang sederhana menyatakan bahwa
sebuah industri dalam menjalankan
produksinya adalah bertujuan untuk
memaksimalkan keuntungan
(laba/profit) dengan cara dan
sumber-sumber yang halal.
Modal merupakan salah satu
faktor produksi yang terdapat di
dalam perusahaan. Dan selalu di
istimewakan jika dibandingkan
denganfaktor-faktor produksi lainnya
seperti: bahan baku, tenaga kerja,
skill/enterpreneurship) dan unsur-
unsur eksternal (lingkungan sosial
dan alam). Hal ini menunjukkan
indikasi dan orientasi yang sangat
kuat bahwa pemegang hak atas hasil
usaha adalah pemilik modal
(stockholders). Pandangan ini pun
menunjukkan pengakuan bahwa
sumber penciptaan laba dominan
adalah pemilik dengan sejumlah
dana yang diinvestasikannya.
Akibatnya perusahaan tidak
memberikan bagian (share) kepada
faktor-faktor pencipta laba lainnya.
Konsep pendistribusian laba
yang hanya untuk kaum pemilik
modal banyak dikritik oleh para
ilmuan bidang akuntansi. Pengabaian
terhadap unsur manusia dalam
jangka panjang akan menimbulkan
“lack of motivation”, sedangkan
pengabaian terhadap unsur
lingkungan akan menyebabkan “lack
of resource”. Hal ini kemudian akan
menimbulkan berbagai permasalahan
tentang proses pendistribusian laba,
kemitraan internal yang adil,
kelestarian lingkungan, dan
sebagainya
Islam meletakkan ekonomi
posisi tengah dan keseimbangan
yang adil. Keseimbangan ini
diterapkan dalam segala bidang
ekonomi. Segi imbang antara modal
dan usaha, antara produksi dan
konsumsi, antara produsen,
perantara, dan konsumen dan antara
golongan-golongan dalam
masyarakat. Termasuk dari keadilan
dalam pola produksi, distribusi, dan
sirkulasi ekonomi adalah adanya
pelarangan jual beli yang dipandang
merugikan keduabelah pihak atau
salah satunya.
Hal ini mejadi menarik untuk
di kaji bagaimana sebenarnya teori
laba, batasan laba, distribusi laba itu
sendiri dalam pandangan Islam .
Untuk itu sebelum pembahasan
distribusi laba dalam pandangan
Islam maka terlebih dahulu perlu di
bahas tentang Konsep laba dalam
akutansi dan artikel ini mencoba
menjelaskannya.
B. Landasan Teori
1. Filosofi Ekonomi Islam
Ekonomi Islam adalah
petunjuk, tuntunan dan aturan
maupun norma-norma hukum dari
al-quran dan Sunnah tentang urusan
perkonomian umat manusia. Seperti
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
ekonomi konvensional, ekonomi
Islam juga mengenal adanya unsur
laba. Perbedaannya adalah sudut
pandang antara kedua sistem
tersebut, ekonomi Syariah terikat
dan membatasi diri dengan syarat-
syarat moral dan sosial guna
memenuhi laba tersebut sedangkan
ekonomi konvensional tidak
memperhatikan aspek- aspek
tersebut
Menurut AM Saefuddin,
filosofis ekonomi Islam terdiri dari :
a) Semua yang ada di alam semesta,
langit, bumi serta sumber-sumber
alam lainnya, bahkan harta
kekayaan yang dikuasai oleh
manusia adalah milik Allah,
karena Dialah yang
menciptakannya. Semua ciptaan
Allah itu tunduk pada kehendak
dan ketentuan-Nya. Sebagaimana
Allah SWT berfirman dalam
surat Thaha :6: Kepunyaan-Nya-
lah semua yang ada di langit,
semua yang di bumi, semua yang
di antara keduanya dan semua
yang di bawah tanah. QS. Al-
Maidah :120.Kepunyaan Allah-
lah kerajaan langit dan bumi dan
apa yang ada di dalamnya; dan
Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu.
Manusia sebagai khalifah berhak
mengurus dan memanfaatkan
alam semesta itu untuk
kelangsungan hidup dan
kehidupan manusia dan
lingkungannya.
b) Allah menciptakan manusia
sebagai khalifah dengan alat
perlengkapan yang sempurna,
agar ia mampu melaksanakan
tugas, hak dan kewajibannya di
bumi. Semua mahluk lain
terutama flora dan fauna
diciptakan Allah untuk
manusia,agar dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan hidup
manusia dan kehidupannya
sebagaimana firman Allah SWT
dalam QS. Luqman ayat:20.
Tidakkah kamu perhatikan
Sesungguhnya Allah telah
menundukkan untuk
(kepentingan)mu apa yang di
langit dan apa yang di bumi dan
menyempurnakan untukmu
nikmat-Nya lahir dan batin. dan
di antara manusia ada yang
membantah tentang (keesaan)
Allah tanpa ilmu pengetahuan
atau petunjuk dan tanpa kitab
yang memberi penerangan.
Hal semakna juga terdapat
pada QS. An-Nahl ayat 20-
26,QS. Fatir ayat 37- 38, QS.
Az-Zumar ayat 21.
c) Beriman kepada hari kiamat dan
hari pengadilan. Keyakinan pada
hari kiamat. merupakan asas
penting dalam sistem ekonomi
Islam, karena dengan keyakinan
itu, tingkah laku ekonomi
manusia akan dapat terkendali,
sebab ia sadar bahwa semua
perbuatannya termasuk tindakan
ekonominya akan dimintai
pertanggungjawabannya oleh
Allah. Pertanggungjawaban itu
tidak hanya mengenai tingkah
laku ekonominya saja, tetapi juga
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
mengenai harta kekayaan yang
diamanahkan oleh Allah kepada
manusia
Dari ketiga landasan filosofis
tersebut melahirkan nilai –nilai dasar
dalam sistem ekonomi Islam yaitu1 :
1. Tauhid, merupakan fondasi
utama seluruh ajaran Islam.
Dengan demikian Tauhid
menjadi dasar seluruh konsep
dan aktivitas umat Islam, baik di
bidang ekonomi, politik, sosial
maupun budaya. Dalam Al-
Qur‟an disebutkan bahwa tauhid
merupakan filsafat fundamental
dari ekonomi Islam.
2. Kepemilikan, yaitu hakekatnya
Allah SWT pemilik segala yang
apa di langit dan bumi serta yang
ada diantara keduanya. Manusia
hanyalah mengelola , menjaga
dan memanfaatkannya sesuai
denganyang di inginkan Allah
SWT.
3. Kemaslahatan. Dalam Islam
kegiatan berekonomi bukan
hanya sekedar memenuhi
kebutuhan hidup semata, namun
harus memperhatikan
kemaslahatan bersama, yang
dapat diartikan sebagai perbuatan
manusia yang baik dan
membawa manfaat bagi dirinya
sendiri dan juga orang lain yang
ada di sekitarnya baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
Maslahah sama artinya dengan
manfaat, artinya maslahah
merupakan kebalikan dari
mafsadah (kerusakan). Lebih
lanjut, manfaaat sebagai sesuatu
yang dharuriy (pokok), di mana
setiap orang dapat merasakannya
dan tidak diperlukan adanya
rumusan definisi.
4. Keadilan Distribus. Salah satu
konsep ekonomi Syariah yang
juga merupakan solusi atas
permasalahan ekonomi yang
terjadi selama ini adalah konsep
keadilan distribusi. Hal ini sangat
penting bagi sendi-sendi
perekonomian dunia, khususnya
Indonesia. Dimana orang yang
menganut sistem ekonomi
kapitalis akan bersifat egois dan
lebih memilih untuk
memperkaya dirinya sendiri
dibanding memperhatikan
tetangga dan lingkungan
sekitarnya.
5. Khilafah.Dalam Islam, manusia
diciptakan Allah untuk menjadi
khalifah (wakil Allah) di muka
bumi. Manusia telah diberkahi
dengan semua kelengkapan akal,
spiritual, dan material yang
memungkinkannya untuk
mengemban misinya dengan
efektif. Fungsi kekhalifahan
manusia adalah uttuk mengelola
alam dan memakmurkan bumi
sesuai dengan ketentuan dan
Syariah Allah. Dalam
mengemban tugasnya sebagai
khalifah ia diberi kebebasan dan
juga dapat berfikir serta menalar
untuk memilih antara yang benar
dan yang salah, fair dan tidak fair
dan mengubah kondisi hidupnya
ke arah yang lebih baik.
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
6. Persaudaraan (ukhuwah), Al-
Quran mengajarkan persaudaraan
(ukhuwah) sesama manusia,
termasuk dan terutama ukhuwah
dalam perekonomian.Kedudukan
manusia adalah sama di hadapan
Allah, sebagaimana sabda Nabi
Muhammad , ”Semua manusia
adalah hamba Tuhan dan yang
paling dicintai disisinya adalah
mereka yang berbuat baik kepada
hamba-hambanya”. Kriteria
untuk menilai seseorang
bukanlah bangsa, ras, warna
kulit, tetapi tingkat pengabdian
dan ketaqwaanya kepada Allah
secara vertikal dan kemanusiaan
secara horizontal. Nabi Muhamd
Saw mengatakan ”Sebaik-baik
manusia adalah orang yang
bermanfaat bagi orang lain”.
7. Kerja dan Produktifitas, dalam
Islam bekerja dinilai sebagai
suatu kebaikan, dan sebaliknya
kemalasan dinilai sebagai
keburukan, bekerja dipandang
sebagai ibadah. Sebuah hadits
menyebutkan bahwa bekerja
adalah jihad fi sabilillah. Sabda
Nabi Saw, “Siapa yang bekerja
keras untuk mencari nafkah
keluarganya, maka ia adalah
mujahid fi Sabillah”
8. Kebebasan dan tanggung Jawab;
pengertian kebebasan dalam
perekonomian Islam difahami
dari dua perspektif, pertama
perspektif teologi dan kedua
perspektif ushul fiqh/falsafah
tasyri.Dalam perspektif pertama
berarti bahwa manusia bebas
menentukan pilihan antara yang
baik dan yang buruk dalam
mengelola sumberdaya alam.
Kebebasan untuk menentukan
pilihan itu melekat pada diri
manusia, karena manusia telah
dianugerahi akal untuk
memikirkan mana yang baik dan
yang buruk, mana yang maslahah
danmafsadah (mana yang
manfaat dan mudharat). termasuk
dalam mengamalkan ekonomi,
implikasinya manusia harus
bertanggung jawab atas segala
perilakunya. Makna kebebasan
dalam konteks ini bukanlah
manusia bebas tanpa batas
melakukan apa saja tapi
kebebasan dalam Islam adalah
kekebasan yang terkendali(al-
hurriyah al-muqayyadah).
Dalam perspektif ushul fiqh
berati bahwa dalam muamalah
Islam membuka pintu seluas-
luasnya di mana manusia bebas
melakukan apa saja sepanjang
tidak ada nash yang
melarangnya. Aksioma ini
didasarkan pada kaedah, pada
dasarnya dalam muamalah segala
sesuatu dibolehkan sepanjang
tidak ada dalil yang melarangnya
9. Jaminan Sosial, Islam menuntut
kepada setiap orang yang mampu
untuk bekerja dan bersungguh-
sungguh dalam kerjanya,
sehingga ia dapat mencukupi
dirinya dan keluarganya. Namun
demikian, beberapa anggota
masyarakat ada yang tidak
mampu bekerja, sehingga mereka
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
tidak berpenghasilan. Ada juga
yang mampu bekerja, tetapi tidak
mendapatkan lapangan kerja
sebagai sumber penghasilan
mereka atau pemasukan mereka
belum mencukupi standar yang
layak, karena sedikitnya
pemasukan (income) atau
banyaknya keluarga yang
ditanggung atau mahalnya harga
barang atau karena sebab-sebab
yang lain. Untuk mengatasi
problem tersebut Islam
mengajarkan takaful al-ijtima’i
(jaminan sosial), melalui
isntrumen zakat, infak, sedeqah
dan wakaf.
10. Nubuwwah, prinsip nubuwwah
dalam ekonomi Islam merupakan
landasan etis dalam ekonomi
mikro. Prinsip nubuwwah
mengajarkan bahwa fungsi
kehadiran seorang Rasul/Nabi
adalah untuk menjelaskan
Syariah Allah SWT kepada umat
manusia, juga mengajarkan
bahwa Rasul merupakan
personifikasi kehidupan yang
yang baik dan benar. Untuk itu
Allah mengutus Nabi
Muhammad Saw sebagai Rasul
terakhir yang bertugas untuk
memberikan bimbingan dan
sekaligus sebagai teladan
kehidupan . Sifat-sifat utama
yang harus diteladani oleh semua
manusia (pelaku bisnis,
pemerintah dan segenap
manusia) dari Nabi Muhammad
Saw, setidaknya ada empat, yaitu
shiddiq, amanah, tabligh dan
fatanah.
2. Pengertian Laba Dalam Teori
Akuntansi
Salah satu tujuan utama dari
kegiatan operasi perusahaan adalah
mendapatkan laba yang maksimal.
Maka penting bagi manajemen
memperkirakan besarnya laba yang
diharapkan oleh perusahaan
Pengertian laba menurut
Sofyan S Harahap adalah naiknya
nilai equity dari transaksi yang
bersifat insidentil dan bukan
kegiatan utama entity dan dari
transaksi atau kegiatan lainnya yang
mempengaruhi entity selama satu
periode tertentu, kecuali yang berasal
dari hasil atau investasi dari pemilik.
Sedangkan pengertian laba
menurut Zaki Baridwan2
mengemukakan bahwa: Laba adalah
kenaikan modal (aktiva bersih) yang
berasal dari transaksi sampingan atau
transaksi yang jarang terjadi dari
suatu badan usaha, dan dari semua
transaksi atau kejadian lain yang
mempunyai badan usaha selama satu
periode, kecuali yang timbul dari
pendapatan (revenue) atau investasi
pemilik. .
Dari definisi diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa laba
merupakan keuntungan yang
diperoleh dari selisih antara hasil
penjualan produk dan jasa dengan
harga yang lebih tinggi daripada
biaya untuk menghasilkan barang
tersebut dalam aktivitas normal
perusahaan. Faktor utama dalam
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
menentukan besar kecilnya laba
adalah pendapatan dan biaya. Dan
besar kecilnya laba merupakan
indikator di dalam berhasil atau
tidaknya manajer.
Dalam kehidupan yang nyata
konsep laba sangat diperlukan dalam
proses dunia usaha atau bisnis,
dimana konsep ini sebagai pedoman
dalam pembuatan laporan keuangan
bagi pihak-pihak tertentu dan
berguna dalam pengambilan
keputusan atau kebijakan yang akan
dikeluarkan.
Menurut Sofyan S Harahap
konsep laba terdiri dari berbagai
macam bentuk atau jenis diantaranya
adalah :
1. Konsep Laba Akuntansi.
2. Konsep Laba Ekonomi.
3. Konsep Capital Maintenance .
Adapun penjelasan dari
macam bentuk atau jenis laba adalah
sebagai berikut :
1. Konsep Laba Akuntansi, dimana
konsep ini menyatakan lima khas
laba akuntansi diantaranya
adalah :
a. Laba akuntansi didasarkan pada
transaksi aktual yang dilakukan
olehperusahaan (terutama
pendapatan yang timbul dari
penjualan barang atau jasa
dikurangi biaya yang diperlukan
untuk mencapai tujuan tertentu).
b. Didasarkan pada postulat
periodik dan berhubungan
dengan prestasi keuangan
perusahaan selama periode
tertentu.
c. Didasarkan pada prinsip
pendapatan dan membutuhkan
definisi pengukuran dan
pengakuan pendapatan.
d. Membutuhkan pengukuran biaya
dalam bentuk biaya historis yang
dikeluarkan perusahaan untuk
mendapatkan hasil tertentu.
e. Didasarkan pada prinsip
matching artinya hasil dikurangi
biaya yang diterima atau
dikeluarkan dalam periode yang
sama.
2. Konsep Laba Ekonomi, yang
menyatakan bahwa laba adalah
kenaikan dalam kekayaan dan
dikaitkan dengan praktis bisnis.
Laba ekonomi sebagai
a. Physical Income yaitu konsumsi
barang atau jasa pribadi yang
sebenarnya memberikan
kesenangan fisik dan pemenuhan
kebutuhan. Laba seperti ini tidak
dapat diukur.
b. Real Income adalah ungkapan
kejadian yang memberikan
peningkatan tahap kesenangan
fisik. Ukuran ini yang digunakan
adalah biaya hidup (cost of
living).
c. Money Income merupakan hasil
uang yang diterima dan
dimasukkan untuk konsumsi
dalam memenuhi kebutuhan
hidup.
3. Konsep Capital Maintenance Ada
dua konsep utama pemeliharaan
modal atau pemulihan biaya
yaitu :
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
1. Financial Capital (dalam satuan
unit uang) :
a. Money Maintenance yaitu modal
keuangan yang diukur dengan
jumlah unit uang. Modal uang
diinvestasikan, dipelihara dan
laba yang dihasilkan sama
dengan perubahan aktiva bersih
yang disesuaikan dengan
transaksi modal yang dinyatakan
dalam satuan uang.
b. General Purchasing Power
Money Maintenance yaitu modal
keuangan diukur dengan jumlah
unit daya beli yang sama. Daya
beli modal keuangan yang
diinvestasikan, dipelihara, dan
laba yang dihasilkan sama
dengan perubahan dalam aktiva
bersih yang disesuaikan dengan
transaksi modal yang dinyatakan
dalam jumlah unit daya beli.
2. Physical Capacity (dalam satuan
unit daya beli umum) terdiri
dari :
a. Productive Capacity
Maintenance yaitu modal fisik
diukur dalam jumlah unit uang
kapasitas produksi yang
digunakan, dipelihara, kapasitas
untuk produksi dapat diartikan
sebagai kapasitas fisik, kapasitas
untuk beroperasi, volume barang
dan jasa yang sama dengan
kapasitas atau memproduksi
nilai barang dan jasa yang sama.
b. General Purchasing Power
Productive Capacity
Maintenance yaitu modal fisik
diukur dalam jumlah unit daya
beli yang sama. Konsep ini
disesuaikan dengan tingkat
harga umum.
Dari uraian diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa konsep
laba akuntansi didasarkan pada
transaksi aktual, postulat periodik,
prinsip pendapatan, pengukuran
biaya dan prinsip matching yang
dilakukan oleh perusahaan. Konsep
laba ekonomi adalah kenaikan dalam
kekayaan bisnis yang dihubungkan
dengan tiga tahapan yaitu Physical
Income, Real Income, Money
Income. Kemudian konsep capital
maintenance yang dihubungkan
dengan pemeliharaan modal atau
pemulihan biaya yang terdiri dari
Financial Capital dan Physical
Capacity. Orientasi laba yang
menjadi tujuan produsen hanya
berputar sekitar nilai materil dan
memuaskan kebutuhan nafsu untuk
menimbun kekayaan produktif, juga
merupakan bagian dari ekspresi diri.
3. Pengukuran dan Pelaporan
Laba
Pada dasarnya ada empat
aliran pemikiran berkenaan dengan
pengukuran yang lebih baik atas laba
usaha yaitu:
1) Aliran klasik yang dicirikan
terutama kepatuhan pada postulat
unit pengukur dan prinsip biaya
historis. Aliran ini dikenal secara
umum dengan akuntansi biaya
historis atau akuntansi historis.
Aliran klasik menganggap ‘laba
akuntansi’ sebagai laba usaha.
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
2) Aliran neo-klasik yang dicirikan
terutama oleh pembangkangnya
terhadap postulat unit-pengukur,
pengakuannya atas perubahan
tingkat harga umum, dan
kepatuhan kepada prinsip biaya
historis. Dikenal secara umum
sebagai akuntansi biaya historis
yang disesuaikan terhadap
tingkat harga umum, konsep laba
aliran neo-klasik adalah ‘laba
akuntansi yang disesuaikan
dengan tingkat harga umum’.
3) Aliran radikal yang dicirikan
oleh pilihannya atas nilai
berjalan sebagai dasar penilaian.
Aliran ini memilih harga
sekarang (current value) sebagai
dasar penilaian bukan historical
cost lagi. Konsep ini dikenal
dengan current value accounting,
sedang perhitungan labanya
disebut current income.
4) Aliran neo radikal yang
menggunkan current value tetapi
disesuaikan dengan perubahan
tingkat harga umum. Konsep ini
dikenal dengan general price
level adjusted current value
accounting, sedangkan
perhitungan labanya disebut
adjusted current income
4. Jenis Laba dan Kegunaanya.
Laba terbagi kedalam empat
jenis dalam kaitannya dengan laba
rugi, yaitu:
a. Laba kotor, merupakan selisih
dari hasil penjualan dengan harga
pokok penjualan
b. Laba Operasional, merupakan
hasil dari aktivitas - aktivitas
yang termasuk rencana
perusahaan kecuali ada
perubahan- perubahan besar
dalam perekonomiannya, dapat
diharapkan akan dicapai setiap
tahun. Oleh karenanya, angka ini
menyatakan kemampuan
perusahaan untuk hidup dan
mencapai laba yang pantas
sebagai jasa pada pemilik modal.
c. Laba sebelum dikurangi pajak
atau EBT (Earning Before Tax),
merupakan laba operasi
ditambah hasil dan biaya diluar
operasi biasa. Bagi pihak-pihak
tertentu terutama dalam hal
pajak, angka ini adalah yang
terpenting karena jumlah ini
menyatakan laba yang pada
akhirnya dicapai perusahaan.
d. Laba Setelah Pajak Atau Laba
Bersih, merupakan laba setelah
dikurangi berbagai pajak. Laba
dipindahkan kedalam perkiraan
laba ditahan. Dari perkiraan laba
ditahan ini akan diambil
sejumlah tertentu untuk
dibagikan sebagai dividen
kepada para pemegang saham
Kegunaan laba akuntansi
dengan berbagai interpretasinya
dapat digunakan, antara lain3:
a. Indikator efisiensi penggunaan
dana yang tertanam dalam
perusahaan yang diwujudkan
dalam tingkat kembalian atas
investasi.
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
b. Pengukuran prestasi atau kinerja
badan usaha dan manajemen
c. Dasar penentuan besarnya
pengenaan pajak
d. Alat pengendalian alokasi
sumber daya ekonomik suatu
negara
e. Dasar penentuan dan penilaian
kelayakan tarif dalam perusahaan
publik
f. Alat pengendalian terhadap
debitor dalam kontrak utang.
g. Dasar kompensasi dan
pembagian bonush. Alat motivasi
manjemen dalam pengendalian
perusahaan.
h. Dasar pembagian dividen
5. Distribusi Laba Dalam Teori
Akuntansi
Menurut Sitepu
pendistribusian laba bersih (net
income ) dalam perusahaan dapat di
lihat dari konsep konsep sebagai
berikut4:
a. Net Income to stock holder
Pandangan yang paling
tradisional dan telah diakui
mengenai laba bersih adalah bahwa
laba bersih merupakan hasil
pengembalian (return) kepada
pemilik laba.Pendekatan-pendekatan
yang diperoleh perusahaan akan
meningkatkan pemilikan dan biaya
yang dikeluarkan akan
menurunkannya. Jadi laba bersih
yang merupakan kelebihan
pendapatan atas biaya, secara
langsung akan menambah kekayaan
pemilik. Dividen kas merupakan
penarikan modal, dan laba yang
ditahan merupakan bagian dari total
pemilikan, sebaliknya, kerugian
yang dialami perusahaan secara
langsung akan mengurangi kekayaan
pemilik.
b. Net Income To Investor
Sesuai dengan entity theory,
pemegang saham dan kreditor jangka
panjang dianggap sama sebagai
investor, modal permanent dengan
adanya pemisahan antara pemilikan
(ownership) dan pengendalian
(control) dalam perusahaan-
perusahaan besar, maka perbedaan
antara pemegang saham dan kreditur
tidak lagi sepenting
sebelumnya.Perbedaan utama hanya
terletak pada prioritas hak dalam
pembagian laba dan terhadap assets
dalam likuidasi.
Dalam entity theory, income
bagi investor meliputi bunga atas
hutang, dividen bagi pemegang
preferred dan common stock, dan
laba yang ditahan. Dalam
perhitungan laba bersih bagi
investor, pajak penghasilan
diperlakukan sebagai beban, karena
pemerintah bukanlah penerima
manfaat dari perusahaan dalam
pengertian seperti investor.
c. Net Income To Residual
Shareholders
Dalam perusahaan yang
menguntungkan dengan umur yang
tidak terbatas, para pemilik modal
residu terdiri dari pemegang saham
biasa atau investor yang dapat
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
menjadi pemegang saham biasa
melalui konvensi atau penggunaan
hak lainnya. Tetapi selalu terdapat
kemungkinan bahwa melalui ke
organisasi, atau karena tidak
mampuan membayar klain preferen.
Salah satu dari kelompok investor
lainnya yaitu pemegang saham
preferen atau pemegang saham
obligasi dapat menjadi pemilik
ekuitas residu. Oleh karena itu,
prioritas dalam hak atas laba
merupakan hal yang penting bagi
semua kelompok. Laba bersih residu
menunjukan jumlah yang tersedia
untuk didistribusikan kepada
pemegang saham residu.
d. Value Added Income
Secara umum, perusahaan
dipandang memiliki pihak-pihak
yang berkepentingan juga karyawan,
kreditur, pelanggan, pemerintah, dan
masyarakat umum. Dalam istilah
ekonomi, value added merupakan
harga pasar keluaran (output)
perusahaan dikurangi dengan harga
barang dan jasa yang diperoleh
melalu transfer dari perusahaan lain
(input). Semua pihak dianggap
memililai kontribusi terhadap
penciptaan laba perusahaan,
sehingga mereka juga dianggap
berhak untuk menerima laba yang
diperoleh perusahaan.Value added
income meliputi upah dan gaji, sewa,
bunga, pajak, dividen bagi pemegang
saham, dan laba yang diraih
perusahaan.
C. Metodologi
Penelitian ini menggunakan
metode penelitian deskriptif
kualitatif. Penelitian kualitatif
beranjak dari paradigma ilmu bahwa
satu-satunya kenyataan yang
dikonstruksi oleh individu adalah
apa yang terlihat dalam penelitian.
Penelitian ini termasuk jenis
penelitian kepustakaan (library
research), artinya data dan bahan
kajian yang dipergunakan berasal
dari sumber-sumber kepustakaan,
baik itu berupa buku, jurnal, surat
kabar, dan lainnya.
Penelitian ini menggunakan
dua jenis sumber data, yaitu sumber
data primer dan sumber data
sekunder. Sumber data primer
diperoleh dari buku dan karya tulis
yaitu: Al-Quran dam tafsirnya dan
Sunnah , seperti tafsir Al-Munir
wahbah Az-Zuhali, Sembilan kitab
hadis dalam bentuk software. Data
sekunder di ambil dari literatur , web
site, maupun jurnal tentang laba
D. Pembahasan.
1. Konsep Laba Dalam Perspektif
Islam
Dalam Islam pembicaraan
tentang laba tidak bisa di pisahkan
dari jual beli yang merupakan
sumber datangnya laba atau
keuntungan. Secara sederhananya
bisa dikatakan selisih antara jual dan
beli itulah disebut dengan laba.
Dalam Islam jual beli secara
etimologis berasal dari kata al bay‟u
yang berarti ( شري ) dan syirā البيع ) )
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
mengambil sesuatu dan memberi
sesuatu, sedang secara terminologis
para fuqaha memberikan definisi jual
beli dalam banyak pengertian yang
mengacu pada satu kesimpulan
bahwa jual beli adalah, “Menukar
suatu benda seimbang dengan harta
benda yang lain yang keduanya
boleh (ditasharrufkan) dikendalikan
dengan ijab qabul menurut cara
yang dihalalkan oleh syara‟”. Term
ini memberikan pengertian jual beli
dalam arti ekonomi, yaitu adanya
pertukaran komoditas dengan nilai
kompensasi tertentu.
Akan tetapi bila melihat
kepada Al Qur‟an, jual beli atau
perdagangan mencakup pengertian
yang eskatologis. Kata Jual beli
bukan hanya digunakan untuk
menunjukkan aktivitas bisnis
pertukarang barang atau produk
tertentu. Jual beli dapat berarti
“keyakinan, ketaatan, berinfaq dan
jihad fi sabilillah,.”5. Sebagaimana
firman Allah SWT dalam Surat As-
Shaft (61):10-12.. Hai orang-orang
yang beriman, sukakah kamu aku
tunjukkan suatu perniagaan yang
dapat menyelamatkanmu dari azab
yang pedih?.. (yaitu) Kamu beriman
kepada Allah dan RasulNya dan
berjihad di jalan Allah dengan harta
dan jiwamu. Itulah yang lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui..
Niscaya Allah akan mengampuni
dosa-dosamu dan memasukkanmu ke
dalam jannah yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai; dan
(memasukkan kamu) ke tempat
tinggal yang baik di dalam jannah
'Adn. Itulah keberuntungan yang
besar.Surat Al-Baqarah (2):254.254.
Hai orang-orang yang beriman,
belanjakanlah (di jalan Allah)
sebagian dari rezki yang telah Kami
berikan kepadamu sebelum datang
hari yang pada hari itu tidak ada
lagi jual beli dan tidak ada lagi
syafa'at. dan orang-orang kafir
Itulah orang-orang yang zalim
Jual beli yang memiliki
makna eskatologis ini tentunya
memberikan gambaran nyata akan
hakikat dan tujuan jual beli dalam
Islam sekaligus memberikan
jawaban akan arti atau makna dari
laba yang menjadi tujuan jual beli itu
sendiri. Sehingga dapat difahami
laba yang menjadi tujuan utama jual
beli tidak hanya memiliki
terminologi ekonomi sebagai selisih
antara total penjualan dengan total
biaya. Akan tetapi lebih
komprehensif dari itu, laba dapat
berarti, hasil dari
bersabar,mensucikan diri, beriman,
berdakwah, berittiba’, berinfaq, dan
laba adalah hidayah dari Allah .
Semua terakumulasikan dalam
jannah dan kebahagian kekal di
akhirat. Inilah makna jual beli serta
laba yang menjadi orientasi dasar
dalam konsep teori laba ekonomi
Islam. Sebagaimana Firman Allah
SWT dalam Surat Al-Lail (92):5-75.
Adapun orang yang memberikan
(hartanya di jalan Allah) dan
bertakwa, 6. dan membenarkan
adanya pahala yang terbaik
(syurga),7. Maka Kami kelak akan
menyiapkan baginya jalan yang
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
mudah.Surat Asy-Syams (91):9
Sesungguhnya beruntunglah orang
yang mensucikan jiwa itu, Surat Ali
Imron (3):200. Hai orang-orang
yang beriman, bersabarlah kamu
dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga (di
perbatasan negerimu) dan
bertakwalah kepada Allah, supaya
kamu beruntung. Surat Al-Baqarah
(2):5. Mereka Itulah yang tetap
mendapat petunjuk dari Tuhan
mereka, dan merekalah orang-orang
yang beruntung (Ialah orang-orang
yang mendapat apa-apa yang
dimohonkannya kepada Allah
sesudah mengusahakannya)
Dalam hal perniagaan/bisnis
Islam harus dilandasi dengan
ketauhidan, sesuai kentuan Syariah ,
akhlak /etika serta keseimbangan,
kebebasan, dan tanggung jawab,
yang diarahkan pada prinsip-prinsip
kemanslahatan pelakunya dan
ummat sekaligus bernilai ibadah.
Tujuan utama ekonomi Islam adalah
merealisasikan tujuan manusia untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat (falāh), serta kehidupan yang
baik dan terhormat (al-hāyah al-
tayyibah).
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan konsep laba dalam
Islam tidak saja berorientasi kepada
materi saja tetapi juga meliputi hal-
hal non materi sebagai sebuah
tuntutan dari Islam itu sendiri.
Ada perbedaan mendasar
tentang cara pandang antara
masyarakat muslim dan masyarakat
kapitalis terhadap perolehan laba.
Menurut Muhammad6,dalam
masyarakat kapitalis tujuan utama
sebuah organisasi atau perusahaan
didirikan adalah untuk
memaksimalkan laba dari investasi
yang dilakukan untuk perusahaan
atau organisasi tersebut. Jika tujuan
utamanya hanya ingin mendapatkan
laba yang besar, ada beberapa efek
dari paradigma tersebut
diantaranya:1.Masyarakat kapitalis
akan sangat mementingkan
kepentingan individu daripada
kepentingan orang banyak. 2. Sistem
ekonomi yang berbasis kapitalis
menyebabkan terpusatnya ekonomi
di tangan sekelompok kecil individu
yang menikmati pendapatan tinggi,
memegang kendali segala urusan dan
memungkinkan segalanya terjadi
untuk kepentingannya. Akibatnya
terjadi ketimpangan yang mencolok
antara si kaya dan miskin.
Sedangkan dalam masyarakat
muslim, laba bukanlah tujuan yang
paling utama dalam pendirian suatu
perusahaan atau organisasi. Tetapi
bukan berarti perusahaan tersebut
tidak boleh mendapatkan laba, hanya
saja laba yang diperoleh harus halal
dan sesuai dengan prinsip syari’at
Islam. Terdapat dua konsep Islam
yang sangat berkaitan dengan
pembahasan masalah laba, yaitu
adanya mekanisme pembayaran
zakat dan sistem tanpa bunga.
Zakat pada prinsipnya
merupakan kesejahteraan dan
pembayarannya maupun
distribusinya merupakan kewajiban
agama dan dalam pelaksanaan
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
pemungutannya akan lebih baik jika
berada dalam tanggung jawab
pemerintah. Zakat dipungut
terhadap pendapatan (laba),
kepemilikan barang-barang tertentu
seperti emas dan perak (atau
disetarakan dengan uang), hewan
ternak, dan hasil pertaniaan. Hal ini
memerlukan penilaian dan konsep
yang jelas untuk menetapkan dasar
dan besarnya zakat yang harus
dibayarkan.
Islam melarang sistem
penentuan tingkat pengembalian
tetap atas modal, misalnya
pengembalian uang tanpa adanya
pembagian resiko yang timbul dari
pembayaran angsuran atas pinjaman.
Larangan atas sistem bunga
dimaksudkan karena sistem bunga
merupakan cara-cara kapitalis dalam
melaksanakan usaha.
Dalam akuntansi
konvensional investor seolah-olah
dianggap sebagai peminjam modal
bukan sebagai peserta (pemilik)
usaha7 . Dalam Islam perusahaan
mempunyai tanggung jawab sosial
dan moral yang berasal dari konsep
Islam bahwa manusia diciptakan
oleh Allah sebagai utusan (khalifah)
di bumi untuk mengolah sumber
daya yang diberikan untuk
kesejahteraan manusia dan alam.
Kepemilikan atas kekayaan dalam
Islam tidak mutlak melainkan
kondisional.
2. Batasan Keuntungan Dalam
Islam
Mencari keuntungan dalam
bisnis pada prinsipnya merupakan
suatu perkara yang jaiz (boleh) dan
dibenar. Adapun seberapa besar
batasan dalam mengambil
keuntungan , sepanjang pengetahuan
penulis tidak ada dalil yang qath’i
tentang ukuran besarnya . Dalil tidak
adanya batasan laba maksimal yang
tertentu, adalah dalil-dalil tentang
perdagangan yang bermakna mutlak,
yaitu tanpa ada ketentuan batas
maksimal laba yang tak boleh
dilampaui. Misalnya firman Allah
SWT dalam surat An-Nisa :29. Hai
orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang Berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. dan
janganlah kamu membunuh dirimu
Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.
Ayat ini menunjukkan
bolehnya perdagangan (tijarah),
yang sekaligus menunjukkan juga
bolehnya mencari laba (ar ribhu).
Sebab pengertian perdagangan
(tijarah) adalah aktivitas jual beli
dengan tujuan memperoleh laba.
Mencari laba berdasarkan ayat di
atas, dari segi berapa besarnya laba,
bersifat mutlak. Artinya, tidak ada
batas maksimal laba yang ditetapkan
Syariah. Sebab tidak ada dalil syar’i
yang membatasi kemutlakan ayat
tersebut
Sebagian ulama mazhab
Maliki, seperti Ibnu Wahab,
mengatakan bahwa maksimal laba
dalam perdagangan adalah sepertiga
(tsuluts), dengan dalil sabda
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
Rasulullah SAW bahwa batas
maksimal harta yang dapat
diwasiatkan adalah sepertiga
(tsuluts)8. Pendapat ini tidak dapat
diterima, dengan dua
alasan. Pertama, sabda Rasulullah
SAW yang menyebut batas
maksimal sepertiga (tsuluts) tersebut
tidak dapat menjadi pembatasan
terhadap kemutlakan ayat di atas
(QS An Nisaa` : 29). Sebab sabda
Rasulullah SAW itu topiknya terkait
dengan wasiat, sementara ayat di
atas topiknya terkait dengan
perdagangan. Jadi konteksnya
berbeda. Kedua, penetapan batas
maksimal laba sepertiga (tsuluts)
bertentangan dengan nash-nash
Syariah yang membolehkan laba
lebih dari sepertiga diantaranya hadis
dari Urwah 9yang di riwayatkan
Bukhari dan Abu Daud
Telah bercerita kepada kami
'Ali bin Abdullah telah mengabarkan
kepada kami Sufyan telah bercerita
kepada kami Syabib bin Gharfadah
berkata, aku mendengar orang-
orang dari qabilahku yang bercerita
dari 'Urwah bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam memberinya satu
dinar untuk dibelikan seekor
kambing, dengan uang itu ia beli
dua ekor kambing, kemudian salah
satunya dijual seharga satu dinar,
lalu dia menemui beliau dengan
membawa seekor kambing dan uang
satu dinar. Maka beliau
mendoa'akan dia keberkahan dalam
jual belinya itu".
Hadits ini membolehkan laba
100 persen, karena Urwah awalnya
membeli 1 kambing dengan harga ½
(setengah) dinar, lalu menjualnya
kembali dengan harga 1 dinar.
Kesimpulannya bahwa
Keuntungan, tidak
ada batasan tertentu. Karena itu
termasuk rizki Allah. Terkadang
Allah menggelontorkan banyak rizki
kepada manusia.Sehingga kadang
ada orang yang mendapatkan untung
yang berlipat-lipat Dia membeli
barang ketika harganya sangat
murah, kemudian harga naik,
sehingga dia bisa mendapat untung
besar. Dan kadang terjadi
sebaliknya, dia membeli barang
ketika harga mahal, kemudian tiba-
tiba harganya turun drastis. Karena
itu, tidak ada batasan keuntungan
yang boleh diambil seseorang selama
aktivitas perdagangannya tidak
disertai dengan hal-hal yang haram.
Seperti ghaban fahisy(menjual
dengan harga jauh lebih tinggi atau
jauh lebih rendah dari harga
pasar), ihtikar (menimbun), ghisy (m
enipu), dharar (menimbulkan
bahaya), tadlis (menyembunyikan
cacat barang dagangan), dan
sebagainya10. Dengan demikian
berapapun keuntungan yang diambil
oleh seorang pengusaha, maka itu
sah-sah saja, asalkan didasari oleh
tidak adanya hal-hal yang
diharamkan maupun kebathilan
dalam transaksi tersebut dan asas
suka sama suka
Meskipun demikian, syari'at
Islam telah mengajarkan kepada
umatnya agar senantiasa memiliki
pandangan yang luas tentang
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
keuntungan usaha. Islam telah
mengenalkan kepada umatnya bahwa
keuntungan usaha dapat terwujud
dalam dua hal: Keuntungan materi
dan keuntungan non materi, yang
berupa keberkahan, pahala dan
keridhaan Allah (mencakup
keuntungan di dunia dan akhirat).
Dari sinilah, maka dianjurkan
kepada setiap pengusaha muslim
untuk memudahkan dan
meringankan saudaranya dalam
setiap urusannya, tanpa terkecuali
dalam hal perniagaan. Memberikan
kemudahan dalam perniagaan ini
tidak akan menjadikan seseorang
merasa rugi menghutangkan kepada
saudaranya tanpa adanya tambahan
keuntungan sedikitpun. Ia telah
mendapatkan keuntungan akhirat
yang besar karena ia telah berhasil
mencatatkan amal shaleh disisi
Allah.
3. Distribusi Laba Dalam
Pandangan Islam
Dalam Islam hak atas laba
halal dapat dilihat dari konsep
pendistribusian laba halal sesuai
dengan akad usaha tersebut. Islam
tidak mengenal konsep-konsep
entitas seperti proprietary theory11,
entity theory12, fund theory13,
enterprise theory14 ataupun shari‟ah
enterprise theory15. Konsep
kepemilikan usaha dan pembagian
hak atas hasil usaha semuanya
didasari oleh akad yang digunakan
dalam transaksi yang mereka
lakukan, sebagai contoh apakah atas
dasar akad mudharabah ataukah
musyarakah. Oleh karena itulah,
dalam membangun suatu konsep
entitas dengan bahasa atau istilah
yang mutakhir, konsep-konsep akad
transaksi tersebut hendaklah
menjiwai konsep-konsep entitas
edisi mutakhir karena konsep akad
transaksi itulah yang mendasari
muamalah umat Islam dahulu hingga
sekarang ini16.
Secara umum Islam
mengatur pendistribusian laba
dengan cara yang adil, yaitu
ditentukan atas dasar kepemilikan
harta dan penanggungan risiko
seperti sabda Rasululloh SAW. yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud
bahwasanya Ummul Mu‟minin
Aisyah r.a. mengatakan bahwa
Rasulullah saw. berkata
“Keuntungan itu mengikuti
pertanggungjawaban”. Dengan
demikian hak atas laba berada pada
pemilik modal yang mendirikan
usahanya atas dasar akad
musyarakah serta pemilik modal dan
pengelola bagi mereka yang
mendirikan usahanya atas dasar akad
mudharabah. Para stakeholders yang
lain tanpa melihat kondisi
perusahaan apakah mendapatkan
laba ataukah menderita kerugian,
mereka berhak menerima hak-hak
mereka berupa gaji bagi karyawan,
pengembalian hutang bagi kreditor,
pajak bagi pemerintah, barang dan
jasa bagi konsumen, serta apa yang
mereka dapatkan selebihnya dari
hak-hak mereka adalah suatu bentuk
shadaqah yang mutlak tidak
terbatas, yakni sesuai keikhlasan hati
pemilik usaha. Ini semua merupakan
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
kewajiban perusahaan untuk
memberikan imbalan atas kontribusi
mereka kepada perusahaan.
Beberapa kewajiban yang ada di
antara semua stakeholders adalah
saling menjaga hak masing-masing
dan mengerjakan kewajiban masing-
masing, tidak boleh berbuat dzalim
dengan memakan hak orang lain
dengan cara yang batil, tolong-
menolong dalam kebajikan dan
ketakwaan, serta menjalankan
seluruh proses muamalahnya dengan
dasar aturan syariat
B. Penutup
Laba yang menjadi tujuan
utama jual beli dalam Islam tidak
hanya memiliki terminologi ekonomi
sebagai selisih antara total penjualan
dengan total biaya. Akan tetapi lebih
komprehensif dari itu, laba dapat
berarti, hasil dari bersabar,
mensucikan diri, beriman,
berdakwah, berittibā‟, berinfaq, dan
laba adalah hidāyah dari Allah.
Semua terakumulasikan dalam
jannah dan kebahagian kekal di
akhirat.
Tidak ada batasan
keuntungan yang boleh diambil
seseorang selama aktivitas
perdagangannya tidak disertai
dengan hal-hal yang haram. Seperti
ghaban fahisy(menjual dengan harga
jauh lebih tinggi atau jauh lebih
rendah dari harga pasar), ihtikar
(menimbun), ghisy (menipu),
dharar (menimbulkan bahaya), tadlis
(menyembunyikan cacat barang
dagangan), dan sebagainya yang
merupakan ke bathilan dan dengan
asas suka sama suka
Keuntungan dalam perspektif
Islam sebagai sebuah bentuk sikap
menerima dan syukur atas sisa
pendapatan yang diterima dari
perniagaan yang sesuai syariat
setelah dikurangi beban usaha dan
pendistribusian hak stakeholders
lainnya. Perusahaan hanya bisa
mengendalikan beban dan
memainkannya untuk
kepentingannya memaksimalkan
pencapaian keuntungan dan tidak
boleh menganggap segala sesuatu
pengeluaran yang terjadi sebagai
akibat usaha untuk menghasilkan
pendapatan dianggap sebagai beban
usaha.
DAFTAR PUSTAKA.
Agustianto, Filsafat Ekonomi Islam ,
makalah,
An Nabhani, Taqiyuddin An Nizham
Al Iqtishadi fi Al Islam Jakarta:
HTI Press,2005
Arifin Badri. Muhammad Prinsip
Jual Beli dalam Ajaran Islam.
www.
www.pengusahamuslim.com/f
atwa-perdagangan/hukum-
hukum-perdagangan/552-
prinsip-jual-beli-dalam-ajaran-
islam.html
Az-Zuhali, Wahbah Tafsir Al-Munir
,terjemahan jilid V Jakarta:
Gema Insani Press 2012
Baridwan, Zaki ,Intermediate
Accounting Yogjakarta:BPFE,
2008
Belkaouli, Ahmed Teori Akuntansi.
terj. Dukat, Erwan, et. al.
Jakarta: Penerbit Erlangga,
1997
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
Choudhury, M.A. Islamic
Ekonomics and Finance:
Where Do They Stand? 6 th
International Conference on
Islamic Economics, Banking,
and Finance, 21-24 November,
Jakarta, Indonesia
Daud Ali, Moh. dan Daud, Habibah
Lembaga-lembaga Islam di
Indonesia, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1995
Dwi Saputro, Andik S The Bottom
Line, SNA XIII, Purwokerto
2010.
Ekasari, Kurnia hermeneutka laba
dalamperspektif Islam, Jurnal
Akuntansi Multiparadigma
Jamal Volume 5 ,2014
Hadis Shahih riwayat Bukhari dan
Abu Daud ,di copi dari
software Sembilan kitab Hadis
oleh lidwa pustaka
Isgiyarta, Jaka Teori Akuntansi dan
Laporan Keuangan Islami.
Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. 2009
Muhammad. . Manajemen Bank
Syari’ah. Yogyakarta: UPP
AMP YKPN, 2002
Muslimin, JM. Filsafat Ekonomi
Syariah, makalah,
Sitepu, Waktu . Analisis
Perbandingan Pendistribusi
Laba Bersih Akuntansi
Konvensional dan Akuntansi
Syariah. Bandung :2005
Suwardjono.. Teori Akuntansi
Perekayasaan Pelaporan
Keuangan Edisi Ketiga.
Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta. 2011
Syafri, Sofyan Harahap , Teori
Akuntansi, Jakarta: Penerbit
Raja Grafindo Persada, 2001.
Triyuwono,Iwan dan. As’udi. Moh
Akuntansi Syari’ah;
MemformulasikanKonsep Laba
dalam Konteks Metafora
Zakat. Jakarta: Salemba
Empat. 2001
------------------------------------------.
Akuntansi Syari’ah;
Memformulasikan Konsep
Laba dalam Konteks Metafora
Zakat. Jakarta: Salemba
Empat.2001
--------------------------- Perspektif,
Metodologi, dan Teori
Akuntansi Syariah. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2006
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
1 JM. Muslimin, Filsafat Ekonomi Syariah, makalah,h.2-6 ; Agustianto,
Filsafat Ekonomi Islam , makalah, h.3-19 , lebih detil lihat Moh. Daud Ali dan
Habibah Daud, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1995), h. 214-228 2 Zaki Baridwan, Intermediate Accounting (Yogjakarta:BPFE,
2008)h.55 3 Suwardjono.. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan
Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. 2011)h.456 4 Waktu Sitepu. . Analisis Perbandingan Pendistribusi,..h.38 5 Fachri Fachrudin, Kajian Teori Laba Pada Transaksi Jual Beli Dalam
Fiqh Mu’āmalah” (Studi Komparasi Teori Laba Ekonomi Konvensional),Ad-
Deenar,Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam h.69-70 6 Muhammad. . Manajemen Bank Syari’ah. (Yogyakarta: UPP AMP
YKPN, 2002) h.273 7 Ibid, h.3 8 Wahbah Az-Zuhali, Tafsir Al-Munir ,terjemahan jilid V (Jakarta:
Gema Insani Press 2012) h.33 9 Hadis Shahih riwayat Bukhari dan Abu Daud ,di copi dari software
Sembilan kitab Hadis oleh lidwa pustaka 10 Taqiyuddin An Nabhani, An Nizham Al Iqtishadi fi Al Islam (Jakarta:
HTI Press 2005)h.191 11proprietary theory adalah usaha atau perusahaan merupakan
perpanjangan tangan dari pemilik. Dalam konsep ini, aktiva merepresentasikan
sesuatu yang dimiliki oleh pemilik dan kewajiban merupakan utang yang harus
ditanggung oleh pemilik. Dalam proprietary theory, perusahaan merupakan milik
pemegang saham sehingga posisi utang akan mengurangi kekayaan perusahaan
dan bunga diperlakukan sebagai beban usaha , dengan persamann: Ekuitas
pemilik = Aktiva- Kewajiban .lihat, Jaka Isgiyarta. Teori Akuntansi dan Laporan
Keuangan Islami. (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2009)
h.89 12 entity theory ini adalah memahami perusahaan sebagai entitas yang
terpisah dari pemiliknya. Teori ini muncul dengan maksud mengurangi
kelemahan- kelemahan yang ada dalam proprietary theory di mana pemilik
menjadi pusat perhatian. Namun demikian, entity theory pada dasarnya tidak
berbeda jauh dengan teori pendahulunya, proprietary theory, dengan persamaan Aktiva = Ekuitas. Aktiva= Kewajiban + Ekuitas Pemegang Saham , lebih jauh lihat : Kam sebagaimana dikutip iwan Triyuwono dalam Perspektif, Metodologi,
dan Teori Akuntansi Syariah. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006) h,20. Dalam entity theory, seharusnya utang mempunyai posisi yang sama sebagai
sumber dana untuk memperoleh aktiva lebih lanjut lihat : Jaka Isgiyarta. Teori
Akuntansi..h.68 13 Menurut konsep teori ini, menjadi pusat perhatian dari pencatatan
akuntansi dan penyajian laporan keuangan adalah bukan pada pemilik maupun
entitas, melainkan pada sekelompok aktiva yang penggunaannya telah dibatasi
untuk membayar atau memenuhi sejumlah kewajiban tertentu.Aktiva yang
penggunaannya dibatasi ini dinamakan sebagai “fund”, di mana masing-masing
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020
pos dana memiliki ketentuan dan tujuan penggunaan yang berbeda. Dengan
demikian, konsep teori ini menganggap bahwa entitas merupakan sebuah unit
dana, di mana kewajiban tertentu ditetapkan sebagai batasan-batasan terhadap
pengguna aktiva. Menurut konsep teori ini, persamaan akuntansi akuntansi sebagi
berikut:Aktiva = Pembatasan Aktiva. Pada umumnya, konsep teori ini diterapkan
pada organisasi pemerintah atau organisasi yang bukan pencari laba, di mana
pengguna atas dana-dana tertentu terkendali sedemikian rupa berdasarkan pada
pos-pos pembiayaan yang telah ditentukan atau ditetapkan lihat : http://keuanganlsm.com/persamaan-dasar-akuntansi/.
14 Menurut konsep teori ini, yang menjadi pusat perhatian dari penyajian
informasi akuntansi adalah pihak-pihak yang terkait dengan perumusan, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Konsep teori ini lahir seiring dengan
kemajuan sosial dan perkembangan zaman, serta meningkatnya
pertanggungjawaban perusahaan terhadap masyarakat. Yang dimaksud dengan
masyarakat di sini adalah tidak hanya pemilik, manajemen, dan pegawai
perusahaan, tetapi juga termasuk kreditor, pemerintah, supplier, pembuat
kebijakan (regulator), pelanggan, dan masyarakat luas. Menurut konsep teori ini,
pelaporan akuntansi jangan hanya menyediakan informasi untuk pemilik saja,
tetapi juga ditujukan untuk pihak-pihak lainnya yang telah turut memberikan
kontribusi (baik langsung maupun tidak langsung) bagi perkembangan, kemajuan,
dan kesinambungan perusahaan. Beberapa contoh dari penerapan konsep teori ini
adalah dikembangkannya pelaporan akuntansi untuk sumber daya manusia,
akuntansi lingkungan, dan akuntansi sosial ekonomi., ibid… 15Menurut konsep ini stakeholders pihak yang berhak menerima
pendistribusian nilai tambah diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu direct
participants dan indirect participants. Menurut Triyuwono (2001) direct
stakeholders adalah pihak yang terkait langsung dengan bisnis perusahaan, yang
terdiri dari: pemegang saham, manajemen, karyawan, kreditur, pemasok,
pemerintah, dan lain-lainnya. Indirect stakeholders adalah pihak yang tidak terkait
langsung dengan bisnis perusahaan, terdiri dari: masyarakat mustahiq (penerima
zakat, infaq dan shadaqah), dan lingkungan alam (misalnya untuk pelestarian
alam). Lihat : Iwan Triyuwono,. dan Moh. As’udi. 2001. Akuntansi Syari’ah;
Memformulasikan Konsep Laba dalam Konteks Metafora Zakat. (Jakarta:
Salemba Empat.2001) h.25 16 Andik S. Dwi Saputro, The Bottom Line, SNA XIII, Purwokerto 2010,
h.18
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol. 6. No. 1 Juli 2020