-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
1/116
UNIVERSITAS INDONESIA
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BADAN LAYANAN UMUM
(STUDI KASUS PENDIRIAN DAN PENYELENGGARAAN
BADAN LAYANAN UMUM TRANSJAKARTA BUSWAY)
TESIS
GLADYS RADITYA SARTIKA
1006828256
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
SALEMBA
JANUARI 2013
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
2/116
i
UNIVERSITAS INDONESIA
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BADAN LAYANAN UMUM
(STUDI KASUS PENDIRIAN DAN PENYELENGGARAAN
BADAN LAYANAN UMUM TRANSJAKARTA BUSWAY)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister kenotariatan
GLADYS RADITYA SARTIKA
1006828256
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
SALEMBA
JANUARI 2013
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
3/116
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
4/116
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
5/116
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
pertolongan, penyertaan dan kasih setia-Nya lah, penulis dapat menyelesaikan
tesis ini. Penulis merasa sungguh diberkati atas segala karunia dan kemudahan
yang Tuhan berikan selama ini, khususnya selama penulis menyelesaikan tesis
yang berjudul TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BADAN LAYANAN
UMUM (STUDI KASUS PENDIRIAN DAN PENYELENGGARAAN BADAN
LAYANAN UMUM TRANSJAKARTA BUSWAY).
Dalam melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis memperoleh banyak
bantuan, dorongan, bimbingan, saran, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk
itu penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh
pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan tesis ini:
1. Bapak Dr. Miftahul Huda, S.H., LL.M., sebagai Pembimbing penulis
yang selalu memberikan dorongan, kritik, dan saran kepada penulis
mengenai materi pembahasan tesis ini, yang mau meluangkan waktu
di tengah kesibukan beliau untuk membantu penulis dalam penulisan
tesis ini.
2. Bapak Akhmad Budi Cahyono, S.H., M.H. dan Ibu Wenny Setiawati
S.H, M.LI., atas kesediaannya untuk meluangkan waktu menguji
sidang tesis saya.
3. Orangtua penulis, Bambang Soesatyo dan Rachmiwati Nazar serta
Lenny dan Dewi Puspa yang telah memberikan cinta dan kasih
sayangnya. Terimakasih untuk semua dukungan, doa, moral, dan
materialnya, serta tidak henti-hentinya memberikan semangat dan
motivasi kepada penulis untuk selalu merasa optimis dan tidak putus
asa dalam mengejar cita-cita.
4.
Ketujuh adik penulis, Dimaz Raditya Nazar Soesatyo, Yudhistira
Raditya Priyono Soesatyo, Laras Shintya Putri Soesatyo, Saras
Shintya Putri Soesatyo, Belliza Shintya Putri Soesatyo, Debby
Pramestya Putri Soesatyo, dan Bedirgha Pramestya Putra Soesatyo,
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
6/116
v
terimakasih untuk canda tawa dan berantemnya serta dorongan dan
motivasinya.
5. Saudara-saudara penulis Rita Sariwati, Marisa Mifta Huda, dan Fifi
Mifta Huda, terimaksih untuk dukungan dan motivasinya untuk
penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Suami penulis, Wisnu Muhammad Daya, terimaksih untuk cinta dan
kasih sayangnya serta dukungan dan dorongan kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
7. Siti Fathya, Faris Rachman, Diani Julyanti, Maya Angelina, Karina
Dinanty, dan Ibram Putra selaku sahabat-sahabat penulis. Terimakasih
atas persahabatan, canda tawa, suka-duka, humor-humor sarkas,
motivasi, dukungan, bantuan, dan mimpi-mimpi ajaibnya.
8. Rinanti Ayuningtias, Paramitha Sudja, Liza Sitompul, Sheila Nurul
Afina, Ardita Rizani, dan Maya Safira, selaku sahabat-sahabat
perkoreaan dan peroppars-an penulis. Terimakasih atas dukungan,
serta motivasi.
9. Selasih J. Rusma, Tika Amelia, Mutmainah Sarah, Karina Nadia,
Rahmania, Muftia Ramadhani, dan Egi Anggiawati, selaku sahabat-
sahabat penulis selama berkuliah di MKnUI Salemba. Terimakasih
atas untuk semua motivasi, suka-duka, bantuan, informasi, kegalauan,
kekhawatiran, berantem-berantem ga jelasnya, serta asam manisnya
perjuangan bagi kita bersama. Bersama kita galau, bersama kita
LULUS! Together we can through this race!.
10. Atas Rihajeng, teman satu bimbingan penulis. Terimakasih buat bbm
setiap harinya, makin hari makin kaya orang pacaran, semoga nilaisidang tesis kita memuaskan ya, jeng!, serta dorongan dan
motivasinya.
11. Keluarga Besar MKnUI, khususnya angkatan 2011/2013 yang telah
memberikan banyak kenangan, cerita, pengalaman serta pembelajaran
selama 2 tahun ini. Terimakasih atas kekompakannya dalam kuliah.
12. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam
proses penulisan tesis, namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
7/116
vi
Terimaksih untuk semuanya, tanpa bantuan, doa, dan dukungan kalian
penulis tidak akan dapat menyelsaikan skripsi ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
8/116
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
9/116
viii
ABSTRAK
Nama : Gladys Raditya Sartika
Program Studi : Magister Kenotariatan
Judul : Tinjauan Yuridis Terhadap Badan Layanan Umum (Studi
Kasus Pendirian dan Penyelenggaraan Badan Layanan
Umum Transjakarta Busway)
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum.Contoh dari Badan Layanan Umum yang telah berdiri dan yang menjadi fokusanalisis tesis ini adalah Badan Layanan Umum Transjakarta Busway yang diatur
dalam Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 48Tahun 2006 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan
Umum Transjakarta Busway. Bagaimanakah dengan permasalahan pokok
tersebut, tesis ini juga menganalisis prosedur dan mekanisme pendirian
kewenangan, tugas dan kewajiban dari Badan Layanan Umum dan Badan
Layanan Umum Transjakarta Busway. Penelitian tesis ini menemukan bahwa hal
tersebut diatur Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum dan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Nomor 48 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Organisasi,dan Tata Kerja Badan Layanan Umum Transjakarta Busway, sebagai pelaksanaan
dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Kata-kata Kunci :Badan Layanan Umum, BLU Transjakarta Busway , Badan Hukum, dan Peraturan
Pemerintah Badan Layanan Umum.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
10/116
ix
ABSTRACT
Name : Gladys Raditya Sartika
Program : Master of Notary
Title : Legal Analysis of the Public Service Entities (Case Study of the
Establisment and Management of Public Service Entity of
Transjakarta Busway)
By the enactment of Law Number 1 Years of 2004 Regarding the Treasuries,
Public Service Entities was established for improving the level of service to the
public and to educate the public society. The example of the Public Service
Entities is Transjakarta Busway which based on Governed of the regional province of Jakarta and based on Number 48 Years of 2006 regarding theEstablishing, Organization, and Operation of Public Service of Trans Jakarta
( Busway). Because of these Law Statement, the standard procedures, theAuthority, which have been established among others of Transjakarta Busway.
From this research, the writer mentioned about the Government Law Number 23
Years of 2005 about the management of financial Public Service Legal Entities
and the Law from Governor of Jakarta Number 48 Years 2006 about Creating,
Organization, and Working Scheme of Public Service Entities of Trans Jakarta
( Busway). As the practical administration of Law Number 1 Years of 2004
Regarding the Treasuries.
Keyword :
Public Service Legal Entity, BLU Transjakarta Busway, Legal Entity, and the
Government Regulation on the Public Service Legal Entity.
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
11/116
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………….............................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………….ii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….iii
KATA PENGANTAR……………………………………………………….iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……………...vii
ABSTRAK……………...…………………………………………………..viii
ABSTRACT………………………………………………………………….ix
DAFTAR ISI………………………………………………………………….x
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………..xii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………….……………xiii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………1
1.2
Perumusan Masalah…………………………………………………...13
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………...14
1.4 Metode Penelitian……………………………………………………..14
1.5
Sistematika Penulisan…………………………………………………18
BAB II Tinjauan Yuridis Terhadap Badan Layanan Umum
2.1. Subyek Hukum……………..…………………………………………19
2.2.
Badan Hukum…………………………………….……………….......27
2.3. Badan Layanan Umum………………………………………………..41
2.4. Analisis Terhadap BLU Transjakarta- Busway………………………..49
2.4.1.
Pembahasan Analisis Terhadap BLU Transjakarta- Busway……………………………………………………….49
2.4.2. BLU Transjakarta- Busway……….………………………….49
2.4.2.1. Profil BLU Transjakarta- Busway…………………...49
2.4.2.2. Sejarah Perusahaan BLU Transjakarta- Busway…….49
2.4.2.3. Visi dan Misi BLU Transjakarta- Busway…………..53
2.5. Prosedur dan Mekanisme Pendirian BLU………..…………………...54
2.6. Kewenangan, Tugas, dan Kewajiban dalam BLU…………………….63
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
12/116
xi
2.7. Prosedur dan Mekanisme Pendirian BLU Transjakarta- Busway sehingga
Badan Layanan Umum Transjakarta Busway dibuat berdasarkan Keputusan
Gubernur……………………………………..66
2.8.
Kewenangan, Tugas, dan Kewajiban BLU Transjakarta- Busway…….68
BAB III Penutup
Kesimpulan………………………………………………………………….82
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….87
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
13/116
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Bagan susunan organ-organ dalam Badan Layanan Umum
Transjakarta- Busway……………………………………...…79
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
14/116
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum No. 23 Tahun 2005 (PP RI No. 23 Tahun 2005
Tentang Keuangan Badan Layanan Umum)
2. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 48
Tahun 2006 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan
Layanan Umum Transjakarta-Busway (PerGub No. 48 Tahun 2006
Tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan Umum
Transjakarta-Busway)
Universitas Indonesia
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
15/116
Universitas Indonesia
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam ilmu hukum dikenal adanya subyek hukum. Subyek hukum adalah segala
sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat memiliki) hak dan
kewajiban. Subyek hukum ini, dalam kamus Ilmu hukum disebut juga “orang”
atau “pendukung hak dan kewajiban”. Dengan demikian, subyek hukum memiliki
kewenangan untuk bertindak menurut tata cara yang ditentukan atau dibenarkan
hukum. 1
Subyek hukum dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Manusia
Manusia atau dalam bahasa Belanda disebut naturlijke persoon,
merupakan subyek hukum. Manusia baik warganegara ataupun orang
asing dengan tak memandang agama atau kebudayaannya adalah
subyek hukum. Sebagai subyek hukum, sebagai pembawa hak,
manusia mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk
melakukan sesuatu tindakan hukum, manusia dapat mengadakan
persetujuan-persetujuan, menikah, membuat wasiat, dan sebagainya. 2
2. Badan Hukum
Dalam bahasa asing, istilah badan hukum selain merupakan istilah
rechtpersoon yang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, juga
merupakan terjemahan peristilahan persona moralis (dalam
bahasa Latin), dan disebut juga legal persons (dalam bahasa Inggris).
Di samping orang (manusia), telah nampak pula di dalam hukum ikut
sertanya badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan yang dapat
juga memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum
1 Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : PT. Ghalia Indonesia, 2004), hal 25.
2
C. S. T. Kansil.& Christinne S. T. Kansil , Pengantar Ilmu Hukum, Cet 12, (Jakarta :Balai Pustaka, 2002), hal 85.
1Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
16/116
Universitas Indonesia
2
seperti seorang manusia. Badan hukum, misalnya : suatu wakaf, suatu
stichting, suatu perkumpulan dagang yang berbentuk Perseroan
Terbatas, dan lain sebagainya.3
Penulis akan membahas lebih lanjut tentang badan hukum. Badan hukum lahir
karena perjanjian dan undang-undang. Mengenai definisinya, badan hukum atau
legal entity atau legal person dalam Black’s Law Dictionary dinyatakan
sebagai“a body, other than a natural person, that confuction legally, sue or be
sued, and make decisions throught agents”.4
Pengaturan dasar dari badan hukum itu sendiri terdapat di dalam Pasal 1654 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa :
“Semua perkumpulan yang sah adalah seperti halnya dengan orang-orang
swasta berkuasa melakukan tindakan-tindakan perdata, dengan tidak
mengurangi peraturan-peraturan umum dalam mana kekuasaan itu telah
diubah, dibatasi atau ditundukkan pada acaraacara tertentu” 5
Sementara itu yang merupakan peraturan umum dari badan hukum adalah Pasal
1653 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa :
“Selainnya perseroan yang sejati oleh undang-undang diakui pula
perhimpunan-perhimpunan orang sebagai perkumpulan-perkumpulan itu
ditiadakan atau diakui sebagai demikian oleh kekuasaan umum, maupun
perkumpulan-perkumpulan itu diterima sebagai diperbolehkan, atau telah
didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan
undang-undang atau kesusilaan baik” 6
Menurut doktrin, kriteria yang dipakai untuk menetukan ciri-ciri suatu badan
hukum adalah apabila perusahaan itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
a. Adanya harta kekayaan yang terpisah;
b. Ada hak-hak dan kewajiban;
3 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet 31, (Jakarta : PT. Intermasa, 2003), hal 21.
4 Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary-Abridged Seventh Edition, (St. Paul
Minn : West Publishing Co, 2000), hal. 726.
5Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), diterjemahkan oleh
R.Tjitrosudibio, Cet 37, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2006), Pasal 1654.
6
Ibid, Pasal 1653.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
17/116
Universitas Indonesia
3
c. Mempunyai tujuan tertentu, mempuyai kepentingan sendiri; dan
d. Adanya organisasi yang teratur.7
Badan hukum dapat dibedakan menurut bentuknya, peraturan yang mengaturnya,
dan sifatnya, yaitu :
1) Badan Hukum Privat.
2) Badan Hukum Publik, seperti Negara (mulai dari pemerintah pusat,
sampai pemerintah desa), dan instansi pemertintah. Contohnya seperti:
a) Badan Hukum Milik Negara (BHMN), yang terdiri dari :
I. Universitas Airlangga (UNAIR);
II. Universitas Gadjah Mada (UGM);
III. Universitas Indonesia (UI);
IV. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI);
V. Universitas Sumatera Utara (USU);
VI. Institut Pertanian Bogor (IPB);
VII. Institut Teknologi Bandung (ITB);
VIII. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi (BP MIGAS).
Pada tahun 2009, bentuk Badan Hukum Milik Negara
digantikan dengan badan hukum pendidikan pemerintah
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009
tentang Badan Hukum Pendidikan. Undang-Undang
tersebut kemudian dibatalkan oleh Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009
tanggal 31 Maret 2010, yang membuat pemerintahmengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan yang mengembalikan status perguruan tinggi
Badan Hukum Milik Negara menjadi perguruan tinggi yang
7 Ridho Ali, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, (Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2004), hal 9.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
18/116
Universitas Indonesia
4
diselenggarakan oleh pemerintah.
b) Lembaga Sensor Film (LSF), dasar hukumnya Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
1994 tentang Lembaga Sensor Film;
c) Komisi Olahraga Nasional Indonesia (KONI), dasar
hukumnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
43 Tahun 1984 tentang Komite Olahraga Nasional
Indonesia dan Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 165 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Departemen;
d) Komisi Perlindungan Anak Nasional (KPAI), dasar
hukumnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
77 Tahun 2003 tentang Komisi Pelindungan Anak
Indonesia;
e) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dasar hukumnya
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan dan Peraturan Pemerinta Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2005 tentang Modal Awal
Lembaga Penjamin Simpanan;
f) Badan Layanan Umum, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini penulis akan membahas dan menganalisa aspek hukum badan
hukum publik yang disebut Badan Layanan Umum (BLU). Pelayanan publik
cenderung menjadi konsep yang sering digunakan oleh banyak pihak, baik dari
kalangan praktisi maupun ilmuwan, dengan makna yang berbeda-beda. Dalam
sejarah perjalanan administrasi publik, pelayanan publik dipahami secara
sederhana sebagai pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Menurut
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik, definisi pelayanan Publik adalah :
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
19/116
Universitas Indonesia
5
“Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administrarif yang disediakan oleh penyelenggaraan
pelayanan publik”.8
Literatur klasik umumnya menjelaskan bahwa “whatever government does is
public service”. Pendapat seperti itu dahulu dimaklumi karena pemerintah pada
masa orde baru hanya peduli untuk menyelenggarakan pelayanan yang menjadi
barang publik atau pelayanan yang menurut kesepakatan politik dan pertimbangan
moral dinilai penting bagi kehidupan warganya. Namun ketika telah terjadi
transformasi atau perubahan peran pemerintah dan non pemerintah dalam
penyelenggaraan layanan yang menjadi hajat hidup orang banyak definisi
pelayanan publik di atas kiranya sudah menjadi tidak relevan lagi.9
Salah satu tranformasi yang terjadi adalah transformasi dalam ranah korporasi.
Korporasi menjadi tidak hanya memproduksi barang privat tetapi juga barang dan
jasa semi publik serta barang dan jasa yang sebelumnya menjadi domain
pemerintah untuk memproduksi dan menyediakannya. 10
Di negara-negara maju, keterlibatan korporasi dan lembaga nirlaba dalam
penyelenggaraan layanan publik dengan mudah dapat dipahami karena adanya
insentif pajak yang diberikan kepada perseorangan dan korporasi agar
mendonasikan sebagian dari hartanya untuk kegiatan sosial. 11
Di Indonesia, transformasi peran korporasi dan lembaga non pemerintah dalam
pelayanan publik dapat dilihat dari semakin banyaknya lembaga tersebut yang bergerak dalam penyelenggaraan barang dan jasa yang dahulunya merupakan
8 Indonesia (d), Undang-Undang tentang Pelayanan Publik , UU No. 25 Tahun 2009,
Pasal 1 angka (1).
9 Agus Dwiyanto, Manajemen Pelayanan Publik : Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif ,
(Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2011), hal 14.
10 Ibid .
11
Ibid .
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
20/116
Universitas Indonesia
6
domain pemerintah, seperti pelayanan pendidikan dasar, kesehatan, penyantunan
terhadap yatim piatu, pembinaan terhadap anak jalanan, dan sebagainya.12
Pelayanan publik merupakan isu yang sangat penting dan strategis sebagai sarana
interaksi antara pemerintah dan rakyatnya. Rakyat dengan sukarela membayar
pajak dan memberikan mandat kepada pemerintah untuk menggunakan pajak
tersebut guna melayani kebutuhan barang dan jasa dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Selain itu pelayanan publik sering disebut juga sebagai
pelayanan konstitusional. Pernyataan ini disebabkan oleh klausul-klausul
konstitusi semua negara yang menyebutkan bahwa negara harus memberikan
fasilitas kepada warga negara. Dari konstitusi 165 (seratus enam puluh lima)
negara yang ada di dunia, ditemukan bahwa 116 (seratus enam belas) mengatur
hak warga negara untuk memperoleh pendidikan, 73 (tujuh puluh tiga)
diantaranya hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, 95 (sembilan puluh
lima) konstitusi mengatur hak warga negara untuk memperoleh pendidikan gratis,
dan 29 (dua puluh sembilan) konstitusi yang mengatur hak warga negara untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan gratis.13
Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya negara untuk memenuhi
kebutuhan dasar dari hak-hak setiap warga negara atas barang, jasa, dan
pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh penyelenggaraan pelayanan
publik. Terkait dengan pelayanan publik dimaksud, Undang-Undang Dasar 1945
mengamanatkan kepada negara untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga
negara demi kesejahteraannya, sehingga efektivitas penyelenggaraan suatu
pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan pelayanan publik.
Disadari bahwa kondisi penyelenggaraan pelayanan publik saat ini masih
dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta
12 Ibid .
13
Achmad Nurmandi, Manajemen Pelayanan Publik, (Yogyakarta : PT. Sinergi VisiUtama, 2010) , hal 34.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
21/116
Universitas Indonesia
7
kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari
masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung
maupun melalui media massa, terkait dengan prosedur yang berbelit-belit, tidak
ada kepastian jangka waktu, biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak
transparan, petugas yang tidak professional, sehingga menimbulkan citra yang
kurang baik terhadap pemerintah.
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja di lingkungan
pemerintah. Dengan Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang tersebut, instansi
pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada
masyarakat dapat menerapkan pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan
menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip-prinsip pokok yang
tertuang dalam kedua undang-undang tersebut menjadi dasar penetapan instansi
pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan BLU.
BLU ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen
keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada
masyarakat.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
khususnya Pasal 68 dan Pasal 69. Pasal 68 ayat (1) menyatakan bahwa :
“Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepadamasyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa”.14
Selanjutnya Pasal 69 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa :
1) Setiap Badan Layanan Umum wajib menyusun rencana kerja dan
anggaran tahunan;
2) Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Badan
Layanan Umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak
14 Indonesia (e), Undang-Undang Tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 68 ayat (1).
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
22/116
Universitas Indonesia
8
terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan
dan kinerja Kementrian. 15
Selanjutnya untuk melaksanakan ketentuan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah telah menetapkan
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengeloaan Keuangan
Badan Layanan Umum, yang secara khusus mengatur mengenai tujuan, asas,
persyaratan, penetapan dan pencabutan Pengelolaan Keuangan BLU, penetuan
standar dan tarif layanan, pengelolaan kepegawaian serta pengaturan mengenai
remunerasi bagi pengelola Badan Layanan Umum.
Terkait dengan pembentukan Badan Layanan Umum, sebagai kebijakan teknis
operasional Menteri Keuangan telah mengeluarkan 4 (empat) Peraturan Menteri
Keuangan, yaitu :
1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2006 tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan
Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menetapkan
PPK-BLU (“PMK No 7/2006”);
2) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
2006 tentang Kewenangan Pengadaan Barang atau Jasa Pada BLU
(“PMK No 8/2006”);
3) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2006 tentang Pembentukan Dewan Pengawas Pada BLU (“PMK No
9/2006”); dan
4) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2006 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola
Dewan Pengawas dan Pegawai BLU (“PMK No 10/2006”).
Pengertian BLU menurut Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :
“BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau
15 Ibid , Pasal 69 ayat (1) dan (2).
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
23/116
Universitas Indonesia
9
jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.” 16
Pengertian BLU ini kemudian diadopsi kembali dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, yaitu :
“BLU adalah suatu badan usaha pemerintah yang tidak bertujuan mencarilaba, meningkatkan kualitas layanan publik dan memberikan otonomi, baik
milik Pemerintah pusat maupun daerah.” 17
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan BLU, tujuan BLU yaitu :
“BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalamrangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdasakan kehidupan
bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan
berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek
bisnis yang sehat”. 18
Secara umum asas BLU adalah pelayanan umum yang pengelolaannya
berdasarkan kewenangan yang didelegasikan dan tidak terpisah secara umum dari
instansi induknya. Adapun asas-asas BLU menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, yaitu :
1) “BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan
umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang
didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan;2) BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian
negara/ lembaga/ pemerintah daerah dan karenanya status hukum
BLU tidak terpisah dari kementerian negara/lembaga/pemerintah
daerah sebagai instansi induk;
3) Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung
jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umumyang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang
dihasilkan;
16 Ibid , Pasal 1 angka 23.
17 Indonesia (f), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum, PP RI No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan KeuanganBLU, Pasal 1 angka 1.
18
Ibid , Pasal 2.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
24/116
Universitas Indonesia
10
4) Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas
pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan
kepadanya oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/ walikota;
5) BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian
keuntungan;6) Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU
disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja
kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD)/pemerintah daerah;
7) BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan
praktek bisnis yang sehat”. 19
Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan
kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan. Bentuk praktek bisnis yang sehat adalah
merencanakan dan menetapkan kebutuhan sumber daya yang dibutuhkan,
pengelolaan belanja BLU diselenggarakan secara fleksibel berdasarkan kesetaraan
antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran, pengelolaan kas
BLU, utang BLU, pengadaan barang atau jasa, dan sistem informasi manajemen
keuangan.
Contoh Badan Layanan Umum di Indonesia yang sudah didirikan misalnya BLU
Transjakarta Busway, Rumah Sakit Pemerintah Daerah (RSPD), contohnya di
Kota Sumatera Utara RSPD Pirngadi-Medan, RSPD Djasamen Saragih, P.Siantar,
RSPD Lubuk Pakam, RSUD Rantauprapat, RSPD Sidikalang, RSPD dr
Djoelham, Binjai, RSUD dr.FL.Tobing, Sibolga, serta RSPD Kabanjahe, dan
Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan, contohnya seperti Hutan Tanaman
Rakyat di Kota Sumatera Utara, dan Maluku Utara, serta Hutan Tanaman Industri
di Kota Sumatera Selatan.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dan pengkajian tentang BLU dengan mengambil studi kasus pendirian dan
penyelenggaraan BLU Transjakarta Busway dengan judul : “TINJAUAN
YURIDIS TERHADAP BADAN LAYANAN UMUM (STUDI KASUS
19 Ibid , Pasal 3.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
25/116
Universitas Indonesia
11
PENDIRIAN DAN PENYELENGGARAAN BLU TRANSJAKARTA
BUSWAY)”.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang telah penulis berikan pada latar belakang di atas dan
judul tesis ini, terdapat beberapa pokok permasalahan yang hendak dikaji secara
lebih lanjut dan mendalam, yakni sebagai berikut :
1. Bagaimana prosedur dan mekanisme pendirian Badan Layanan Umum?
2. Bagaimana kewenangan, tugas, dan kewajiban organ-organ Badan Layanan
Umum?
3. Bagaimana prosedur dan mekanisme pendirian Badan Layanan Umum
Transjakarta Busways sehingga Badan Layanan Umum Transjakarta
Busway dibuat berdasarkan Keputusan Gubernur?
4. Bagaimana kewenangan, tugas, dan kewajiban organ-organ Badan Layanan
Umum Transjakarta Busway sebelum dan sesudah dikeluarkannya Peraturan
Gubernur Nomor 48 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Organisasi, dan
Tata Kerja Badan Layanan Umum Transjakarta- Busway?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menganalisis prosedur dan mekanisme pendirian Badan Layanan
Umum;2. Menganalisis kewenangan, tugas dan kewajiban organ-organ Badan
Layanan Umum;
3. Menganalisis prosedur dan mekanisme pendirian Badan Layanan
Umum Transjakarta- Buswaysehingga Badan Layanan Umum
Transjakarta Busway dibuat berdasarkan Keputusan Gubernur;
4. Menganalisis kewenangan, tugas dan kewajiban organ-organ Badan
Layanan Umum Transjakarta- Buswaysebelum dan sesudah
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
26/116
Universitas Indonesia
12
dikeluarkannya Peraturan Gubernur Nomor 48 Tahun 2006 Tentang
Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan Umum
Transjakarta- Busway.
1.4 METODE PENELITIAN
Dalam menyusun tesis ini, penulis akan melakukan penelitian yuridis normatif
karena dalam penelitian ini penulis akan melakukan studi dokumen serta tinjauan
terhadap norma hukum tertulis yang mencakup penelitian terhadap asas-asas
hukum. 20
Bahan hukum primer yang akan penulis gunakan dalam menganalisi
permasalahan-permasalahan tersebut diatas adalah KUH Perdata,21Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,22 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbedaharaan Negara,23
Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2005 tentang PPK-BLU,24 Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka
Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menetapkan
PPK-BLU (“PMK No 7/2006”),25 Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Kewenangan Pengadaan Barang atau Jasa
20 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet 3, (Jakarta : UI-Press, 2008),
hal. 51.
21Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek),Op. Cit .
22 Indonesia (g), Undang-Undang tentang Keuangan Negara, UU No. 17 Tahun 2003.
23 Indonesia (e), Op. Cit .
24 Indonesia (f), Op. Cit .
25 Indonesia (h), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja
Instansi Pemerintah Untuk Menetapkan Pola Pengeloaan Keuangan Badan Layanan Umum,
PMK No. 7 Tahun 2006.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
27/116
Universitas Indonesia
13
Pada BLU (“PMK No 8/2006”),26
Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2006 tentang Pembentukan Dewan Pengawas Pada
BLU (“PMK No 9/2006”),27
dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2006 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat
Pengelola Dewan Pengawas dan Pegawai BLU (“PMK No 10/2006”), 28 serta
Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 110 Tahun
2003 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola
Transjakarta- Busway Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta29
, dan Peraturan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 48 Tahun 2006 tentang Pembentukan,
Organisasi, dan Tata Kerja BLU Transjakarta Busway.30
Untuk menunjang bahan hukum primer yang tersebut diatas, penulis juga
menggunakan bahan hukum sekunder berupa buku utama yakni “ Hukum Perdata
Tertulis” karangan Salim HS,31 yang menguraikan tentang syarat-syarat
didirikannya suatu badan hukum dan karakteristik badan hukum, “ Badan Hukum :
Rechtpersoon” karangan Chidir Ali,32
yang menguraikan mengenai pengertian
tentang badan hukum, asas-asas badan hukum dan tujuan badan hukum, dan buku
“Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi” karangan
26 Indonesia (i), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006
tentang Kewenangan Pengadaan Barang atau Jasa Pada Badan Layanan Umum, PMK No. 8Tahun 2006.
27 Indonesia (j), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2006
tentang Pembentukan Dewan Pengawas Pada Badan Layanan Umum, PMK No. 9 Tahun 2006.
28 Indonesia (k), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun2006 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola Dewan Pengawas dan
Pegawai Badan Layanan Umum, PMK No. 10 Tahun 2006.
29 Indonesia (l), Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor110 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola
Transjakarta-Busway Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, SK GUB DKI No. 110 Tahun2003.
30Indonesia (m), Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 48 Tahun 2006
tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan Umum Transjakarta Busway,SK GUB No. 48 Tahun 2006.
31 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta : Sinar Grafika, 2008).
32
Chidir Ali, Badan Hukum : Rechtpersoon, (Bandung : Alumni, 1991).
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
28/116
Universitas Indonesia
14
Jimly Asshiddiqie,33
yang menguraikan mengenai perkembangan lembaga negara
pada zaman reformasi.
Adapun bahan hukum tersier berupa jurnal-jurnal hukum nasional maupun
internasional, dan sumber-sumber elektronik lainnya yang terkait dengan latar
belakang di dirikannya BLU.
Data sekunder di atas diperoleh melalui studi dokumen atau library research.34
Studi dokumen merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui
data tertulis dengan mempergunakan analisis konten. 35Analisis konten adalah
sebuah teknik untuk menarik sebuah kesimpulan dengan mengidentifikasikan
secara spesifik, obyektif dan sistematis terhadap isi yang ada dalam sebuah data.
36
Untuk mendukung data sekunder tersebut, penulis akan melakukan research di
salah satu BLU yang telah didirikan di Jakarta, yaitu Transjakarta Busway.
Research ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman dari BLU mengenai
pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum terkait dengan didirikannya Transjakarta
Busway.
33 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
Cet 2, (Jakarta : Setjen dan Kepaniteraan MKRI, 2006).
34 Soerjono Soekanto, Op. Cit , hal 21.
35 Ibid .
36 Ibid , hal 22.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
29/116
Universitas Indonesia
15
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk mempermudah penganalisaan dan mempermudah pemahaman dalam
penulisan penelitian dan hasil penelitian, maka dalam tesis ini dibagi ke dalam 3
(tiga) bab sebagai berikut:
BAB I
Pada bab I penulis memaparkan latar belakang dilakukannya penelitian ini serta
alasan mengapa penulis mengangkat topik ini menjadi bahasan dalam penelitian
ini. Dalam bab ini penulis juga memaparkan apa yang menjadi topik
permasalahan, tujuan penelitian, kerangka teori, metode penelitian, serta
sistematika penulisan.
BAB II
Bab ini menguraikan definisi subyek hukum, definisi badan hukum, asas-asas
dalam badan hukum, teori-teori badan hukum, unsur-unsur badan hukum, jenis-
jenis badan hukum, definisi BLU, serta syarat-syarat di dirikannya suatu BLU.
Bab ini juga menguraikan salah satu contoh BLU yang telah berdiri di Indonesia
yaitu Transjakarta Busway, serta bab ini juga menganalisa tentang prosedur dan
mekanisme pendirian BLU, tentang kewenangan, tugas, dan kewajiban organ-
organ BLU, tentang prosedur dan mekanisme pendirian BLU Transjakarta
Busway dan tentang kewenangan, tugas, dan kewajiban organ-organ dalam BLU
Transjakarta Busway.
BAB IIIBab ini menyimpulkan jawaban atas permasalahan-permasalahan yang telah
dirumuskan pada bab I dan telah dianalisis serta diuraikan dalam bab II secara
komprehensif serta saran-saran untuk memberikan masukan dalam pengelolaan
BLU secara umum dan BLU Transjakarta Buswaysecara khusus.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
30/116
Universitas Indonesia
16
BAB II
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BADAN LAYANAN UMUM
2.1. Subyek Hukum
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak akan lepas dari masalah hukum, karena
hukum selalu mempengaruhi kehidupan masyarakat yang aman, damai, dan
sejahtera. Hukum itu adalah untuk manusia kaedah-kaedahnya yang berisi
perintah dan larangan itu ditunjukkan kepada anggota-anggota masyarakat atau
subyek hukum. Subyek hukum merupakan bagian pokok yang terdapat di dalamilmu hukum. 37
Subyek hukum memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting di dalam
bidang hukum, khususnya hukum keperdataan karena subyek hukum tersebut
yang dapat mempunyai wewenang hukum. Istilah subyek hukum berasal dari
terjemahan bahasa Belanda yaitu rechtsubject atau law of subject (Inggris).38
Subyek hukum adalah ialah segala sesuatu yang pada dasarnya memiliki hak dan
kewajiban dalam lalu lintas hukum. Yang termasuk dalam pengertian subyek
hukum ialah manusia (naturlijke persoon) dan badan hukum (rechtpersoon),
misalnya Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Negara (PN), Yayasan, Badan-
badan Pemerintahan, dan sebagainya.39
Adapun subyek hukum (orang) yang dikenal dalam ilmu hukum, yaitu :
1. Manusia
37 Dudu M Duswara, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2003), hal
16.
38 Titik Triwulan, Hukum Perdata dan Sistem Hukum Nasional, (Jakarta : Prenada Media
Group, 2008), hal 40.
39
A. Ridwan Halim, Hukum Perdata Dalam Tanya Jawab, Cet 2, (Jakarta : GhaliaIndonesia, 1985), hal 29.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
31/116
Universitas Indonesia
17
Manusia atau dalam bahasa Belanda disebut naturlijke persoon,
merupakan subyek hukum. Menurut hukum manusia adalah setiap
orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak
dan kewajiban. Pada prinsipnya, orang sebagai subyek hukum dimulai
sejak ia lahir dan berakhir setelah meninggal dunia. Namun ada
pengecualian menurut Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(untuk selanjutnya disebut KUHPerdata), yaitu :
“Anak yang masih ada dalam kandungan seorang perempuan,
dianggap sebagai telah dilahirkan, bila mana juga kepentingan si
anak menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkannya,
dianggaplah ia tak pernah telah ada”. 40
Akan tetapi, ada golongan manusia yang dianggap tidak cakap
bertindak atau melakukan perbuatan hukum, disebut personae
miserabile yang mengakibatkan mereka tidak dapat melaksanakan
sendiri hak-hak dan kewajibannya, harus diwakili oleh orang tertentu
yang ditunjuk, yaitu oleh walinya atau pengampunya (kurator nya).
Golongan manusia yang tidak dapat menjadi subyek hukum ( personae
miserabile) tersebut, dalam arti tidak dapat melakukan perbuatan
hukum di bidang keperdataan atau harta benda, adalah sebagai berikut
:
a. Anak yang masih di bawah umur atau belum dewasa
(belum berusia 21 tahun), dan belum kawin/nikah;
Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, terdapat
berbagai ketentuan usia minimal seseorang untuk
melakukan suatu perbuatan hukum atau memperoleh hak,
yaitu sebagai berikut :
1) Pasal 330 KUHPerdata, yaitu :
“Untuk dapat melakukan perbuatan hukum di
bidang harta benda, usia 21 (dua puluh satu)
40Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek),Op. Cit, Pasal 2.
16
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
32/116
Universitas Indonesia
18
tahun atau telah nikah (kawin) atau pernah
kawin/nikah”; 41
2) Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan (untuk selanjutnya disebut
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan)
menetapkan bahwa :
“Untuk dapat melangsungkan perkawinan,
usia 19 (sembilan belas) tahun bagi pria dan
usia 16 (enam belas) tahun bagi wanita”.42
Namun menurut Pasal 6 ayat (1) UU No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan :
“Yang belum berusia 21 (dua puluh satu)
tahun harus mendapat izin dari orangtua atauwalinya untuk melakukan perkawinan”; 43
3) Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(untuk selanjutnya disebut KUHPidana), yaitu :
“Belum dapat dipidana seseorang yang belum
berusia 16 (enam belas) tahun”. 44
4) Pasal 28 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999
tentang Pemilihan Umum (Pemilu), yaitu :
“Hak seseorang untuk memilih adalah usia 17tahun atau sudah/pernah kawin pada waktu
pendaftaran pemilih”; 45
5) Pasal 2 ayat (1) butir Peraturan Pemerintah Nomor
44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi,
bahwa usia untuk memperoleh Surat Izin
Mengemudi (SIM), adalah sebagai berikut :
a) “Surat Izin Mengemudi (SIM) C dan SIM D
, usia 16 (enam belas) tahun;
41 Ibid , Pasal 330.
42 Indonesia (n), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 7 ayat (1).
43 Ibid , Pasal 6 ayat (1).
44Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,Prof. Moeljatno, S.H., Cet 26, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007), Pasal 45.
45 Indonesia (o), Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, UU.
No. 3 Tahun 1999, Pasal 28.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
33/116
Universitas Indonesia
19
b) SIM A, usia 17 (tujuh belas) tahun;
c) SIM B1 dan SIM B2, usia 20 (dua puluh)
tahun;
d) Pasal 33 Keputusan Presiden Nomor 52
Tahun 1977 tentang Kependudukan, usia17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernahnikah atau kawin, wajib memiliki Kartu
Tanda Penduduk”. 46
b. Orang dewasa yang berada di bawah pengampuan
(curatele), disebabkan oleh sebagai berikut :
1) Sakit ingatan, yaitu gila, orang dungu,
penyakit suka mencuri (kleptomania),
khususnya penyakitnya;
2) Pemabuk dan pemboros (ketidakcakapannya
khusus dalam peralihan hak dalam harta
kekayaan);
3) Isteri yang tunduk pada Pasal 110 KUH
Perdata. Namun berdasarkan Surat Edaran
Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun
1963, setiap isteri sudah dianggap cakap
melakukan perbuatan hukum. Isteri yang
ditempatkan di bawah pengampuan
berdasarkan penetapan hakim yang disebut
“kurandus”.47
2. Badan Hukum
Dalam bahasa asing, istilah badan hukum selain merupakan istilah
rechtpersoon yang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, juga
merupakan terjemahan peristilahan persona moralis (dalam bahasa
Latin), dan disebut juga legal persons (dalam bahasa Inggris). Di
samping orang (manusia), telah nampak pula di dalam hukum ikut
sertanya badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan yang dapat
46 Indonesia (p), Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan danPengemudi, PP No. 44 Tahun 1993, Pasal 2 ayat (1).
47
Marwan Mas, Op. Cit , hal 28-30.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
34/116
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
35/116
Universitas Indonesia
21
yang satu dengan badan hukum lain maupun antara badan hukum
dengan orang manusia (naturlijke persoon). Karena itu badan hukum
dapat mengadakan perjanjian-perjanjian jual beli, tukar-menukar,
sewa-menyewa dan segala macam perbuatan di lapangan harta
kekayaan. 51
Yang membedakan antara subyek hukum manusia dengan subyek hukum badan
hukum adalah bahwa manusia pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang
menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukum yaitu:
1) Manusia mempunyai hak-hak subyektif, dan;
2) Kewenangan hukum, dalam hal ini kewenangan hukum berarti,
kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung
hak dan kewajiban.
Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kandungan disebut juga teori
fiksi, namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk
melakukan perbuatan hukum, orang yang dapat melakukan perbuatan hukum
adalah orang yang sudah dewasa.
Sedangkan orang-orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum adalah
orang yang belum dewasa, orang yang ditaruh dibawah pengampuan, seorang
wanita yang bersuami. Hal tersebut diatur didalam Pasal 1330 KUH Perdata, yaitu
:
“Yang tak cakap untuk membuat perjanjian adalah:
1) Anak yang belum dewasa;
2) Orang yang ditaruh di bawah pengampuan; 3) Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan
undang-undang, dan pada umumnya semua orang yang oleh
undang-undang dilarang untuk membuat perjanjian tertentu”.52
51 Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung : Alumni,
1985), hal 54.52Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek),Op. Cit, Pasal 1330.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
36/116
Universitas Indonesia
22
Namun ketentuan Pasal 1330 ayat (3) KUH Perdata telah dihapus dengan
keluarnya SEMA Nomor 3 Tahun 1963, yang menyatakan bahwa perempuan
bersuami cakap untuk melakukan perbuatan hukum.
Sedangkan pada badan hukum, tidak serta merta memperoleh status sebagai
subyek hukum, namun melalui proses pendaftaran kepada Kantor Panitera
Pengadilan Negara setempat hingga pengesahan oleh MenHumKam.Hal tersebut
didukung oleh pendapat dari Salim Hs, SH, Ms, bahwa teori yang berpengaruh
dalam hukum positif berkaitan keberadaan badan hukum sebagai subyek hukum
adalah teori konsensi yang artinya adalah bahwa badan hukum dalam negara tidak
dapat memiliki kepribadian hukum (hak dan kewajiban dan harta kekayaan)
kecuali diperkenankan oleh hukum dalam hal ini berarti negara sendiri.
Kalimat “diperkenankan” diartikan sebagai pengesahan oleh negara melalui
Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Pengadilan Negeri.Berdasarkan
teori fiksi menurut pendapat Karl von Savigny, bahwa setiap bayi yang belum
dilahirkan telah memiliki hak. Artinya bahwa seluruh manusia pada prinsipnya
telah menjadi subyek hukum, namun yang kemudian dikecualikan oleh Undang-
Undang adalah yang dianggap tidak cakap atau tidak mampu.
Sehingga yang membedakan antara subyek hukum yang cakap dan subyek hukum
yang tidak cakap melakukan tindakan hukum adalah berkaitan dengan pemenuhan
tanggung jawab. Bahwa menurut Pasal 2 KUH Perdata yaitu :
“Anak yang masih ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap
sebagai telah dilahirkan, bila mana juga kepentingan si anak
menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkannya, dianggaplah ia tak pernahtelah ada”. 53
Dilihat dari Pasal 2 KUH Perdata diatas dapat disimpulkan bahwa anak yang
masih di dalam kandungan seorang wanita juga sudah dianggap sebagai subyek
hukum atau pembawa hak dan kewajiban apabila kepentingan si anak
53 Ibid, Pasal 2.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
37/116
Universitas Indonesia
23
menghendakinya. Subyek hukum yang tidak cakap tidak dapat dikenakan
tanggung jawab secara langsung namun melalui pengampu atau curatele nya.
Manusia sebagai Subyek Hukum berakhir apabila:
1) Telah meninggal dunia;
Pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa :
“Menikmati hak kewarganegaraan tidak teergantung pada hak-
hak kenegaraan”.54
Seorang manusia sebagai pembawa hak dimulai sejak ia dilahirkan
dan berakhir pada saat ia meninggal;
2) Telah dinyatakan oleh Undang-Undang bahwa tidak mampu
bertanggung jawab baik secara pidana maupun perdata;
Menurut Pasal 1330 KUH Perdata manusia yang dinyatakan tidak
mampu bertanggung jawab menurut Undang-Undang adalah orang
yang belum dewasa dan orang-orang yang ditaruh dibawah
pengampuan (curatele) yang terjadi karena gangguan jiwa, pemabuk
atau pemboros.
Subyek Hukum yang berbentuk Badan Hukum, berakhir apabila:
1) Membubarkan dirinya, atau;
2) Telah dinyatakan berakhir dalam putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap (inkracht ).55
2.2. Badan Hukum
Istilah badan hukum merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu
rechpersoon. Selain diterjemahkan dalam sebagai badan hukum, beberapa sarjana
menerjemahkan istilah rechtpersoon menjadi pribadi hukum.56
Namun istilah
54 Ibid , Pasal 1.
55Bahestie Koesnadi, “Subjek Hukum”, http://bahesti.wordpress.com/2012/05/02/tugas-
bab-2-subjek-hukum/, diakses pada 5 Desember 2012, pukul 00.51 WIB.
56 Chidir Ali, Op. Cit , hal 14.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
38/116
Universitas Indonesia
24
yang resmi digunakan dalan berbagai peraturan perundang-undangan di Indinesia
adalah badan hukum. 57
Badan hukum lahir karena perjanjian dan undang-undang. Mengenai definisinya,
badan hukum atau legal entity atau legal person dalam Black’s Law Dictionary
dinyatakan sebagai a body, other than a natural person, that confuction legally,
sue or be sued, and make decisions throught agents.58
Badan hukum adalah badan usaha yang berbadan hukum. Menurut Pasal 1654
KUH Perdata pengertian badan hukum, yaitu :
“Semua perkumpulan yang sah adalah seperti halnya dengan orang-orang preman, berkuasa melakukan tindakan-tindakan perdata, dengan tidak
mengurangi peraturan-peraturan umum, dalam mana kekuasaan itu telah
diubah, dibatasi atau ditundukkan pada acara-acara tertentu”.59
Sementara itu yang merupakan peraturan umum dari badan hukum adalah Pasal
1653 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa badan hukum adalah :
“Selainnya perseroan yang sejati oleh undang-undang diakui pula
perhimpunan-perhimpunan orang sebagai perkumpulan-perkumpulan ituditiadakan atau diakui sebagai demikian oleh kekuasaan umum, maupun
perkumpulan-perkumpulan itu diterima sebagai diperbolehkan, atau telah
didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan
undang-undang atau kesusilaan baik”. 60
Menurut Maijers, badan hukum adalah meliputi sesuatu yang menjadi pendukung
hak dan kewajiban.61
57 Ibid , hal 17.
58 Black, Henry Campbell, Op. Cit , hal. 726.
59Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek),Op. Cit , Pasal 1654.
60 Ibid, Pasal 1653.
61 Chidir Ali, Op. Cit, hal 17.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
39/116
Universitas Indonesia
25
Menurut Logemann, badan hukum adalah suatu personifikasi, yaitu suatu
perwujudan hak dan kewajiban, hukum organisasi menentukan struktur intern dari
personifikasi itu.62
Menurut R. Subekti, badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan hukum atau
perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti
seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat
di depan hakim.63
Menurut Rochmat Soemitro, badan hukum ialah suatu badan yang dapat
mempunyai harta, hak serta kewajiban sepeti orang pribadi. 64
Menurut Sri Soedewi Maschun Sofwan, manusia adalah badan pribadi merupakan
manusia tunggal. Selain dari manusia tunggal, dapat juga oleh hukum diberikan
kedudukan sebagai badan pribadi kepada wujud lain disebut badan hukum yaitu
kumpulan dari orang-orang bersama-sama mendirikan suatu badan (perhimpunan)
dan kumpulan harta kekayaan, yang ditersendirikan untuk tujuan tertentu
(yayasan). Kedua-duanya merupakan badan hukum.65
Menurut Purnadi Perbacaraka dan Agus Brotosusilo, pribadi hukum ialah suatu
badan yang memiliki harta kekayaan terlepas dari anggota-anggotanya, dianggap
sebagai subyek hukum mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan
hukum, mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak-hak serta kewajiban-
kewajiban seperti yang dimiliki oleh seseorang. Pribadi hukum ini memiliki
kekayaan tersendiri mempunyai pengurus atau pengelola dan dapat bertindaksendiri sebagai pihak di dalam suatu perjanjian. 66
62 Ibid.
63 Ibid , hal 19.
64 Ibid .
65 Ibid .
66 Ibid, hal 20.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
40/116
Universitas Indonesia
26
Menurut Wirjono Prodjodikoro, badan yang di samping manusia perseorangan
juga dianggap dapat bertindak dalam hukum dan mempunyai hak-hak, kewajiban-
kewajiban dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain. 67
Menurut J.J. Dormeier, bahwa :
a. Persekutuan orang-orang, yang di dalam pergaulan hukum bertindak
selaku seorang saja;
b. Yayasan, yaitu suatu harta kekayaan, yang dipergunakan untuk suatu
maksud yang tertentu, yayasan itu diperlukan sebagai oknum. 68
Menurut E. Utrecht, badan hukum (rechtpersoon) yaitu badan yang menurut
hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak, yang tidak berjiwa, atau
lebih tepat yang bukan manusia. Badan hukum sebagai gejala kemasyarakatan
adalah suatu gejala yang riil, merupakan fakta yang benar-benar dalam pergaulan
hukum biarpun tidak berwujud manusia atau benda yang dibuat dari besi, kayu,
dan sebagainya. 69
Menurut Molengraaff, badan hukum pada hakikatnya merupakan hak dan
kewajiban dari para anggotanya secara bersama-sama, dan di dalamnya terdapat
harta kekayaan bersama yang tidak dapat dibagi-bagi. Setiap anggota tidak hanya
menjadi pemilik bersama untuk keseluruhan harta kekayaan, sehingga setiap
pribadi anggota adalah juga pemilik harta kekayaan yang terorganisasikan dalam
badan hukum itu. 70
67 Ibid .
68 Ibid , hal 21.
69 Neni Sri Imayati, Hukum Bisnis : Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi,
(Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), hal 124.
70
Jimly Asshiddiqie, Op. Cit , hal 69.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
41/116
Universitas Indonesia
27
Menurut Oetarid Sadino yang menterjemahkan buku L.J Van Apeldoorn yang
berjudul Inleiding tot de studie van het Nederlandse Recht (Pengantar Ilmu
Hukum) yang berkenaan dengan masalah subyek hukum itu menyalin dalam
bahasa Indonesia sebagai berikut :
“Walau demikian, ajaran hukum, dan kini juga undang-undang mengakui
adanya purusa atau subyek hukum yang lain daripada manusia. Untuk
membedakannya, manusia disebut purusa kodrat (natuurlijke person) yang
lain purusa hukum. Akan tetapi ini tidak berarti, bahwa purusa yang
demikian itu juga benar-benar hanya berarti, bahwa sesuatu yang bukan
purusa atau tak dapat merupakan purusa, diperlakukan seolah-olah ia adalah
sesuatu purusa”.71
Istilah purusa kodrat atau purusa hukum (istilah resminya ialah badan hukum) bersandar pada pandangan (yang berasal dari ajaran hukum kodrat) bahwa
menurut kodratnya manusia adalah subyek hukum dan yang lain-lainnya
memperoleh kewenangan hukumnya dari hukum positif.
Selanjutnya Salim HS berpendapat bahwa badan hukum adalah kumpulan orang-
orang yang mempunyai tujuan (arah yang ingin dicapai) tertentu, harta kekayaan,
serta hak dan kewajiban.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa unsur-unsur badan
hukum, antara lain :
1) Mempunyai perkumpulan;
2) Mempunyai tujuan tertentu;
3) Mempunyai harta kekayaan;
4) Mempunyai hak dan kewajiban; dan
5) Mempunyai hak untuk menggugat dan digugat.72
Keberadaan suatu badan hukum, menurut teori ilmu hukum ditentukan oleh 4
(empat) teori yang menjadi syarat suatu badan hukum agar tergolong sebagai
subyek hukum, yaitu sebagai berikut :
71 Chidir Ali, Op. Cit , hal 16.
72 Salim HS, Op. Cit , hal 26.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
42/116
Universitas Indonesia
28
a. Teori fiksi (Fictie Theorie)
Menurut Von Safigny, meskipun syarat-syarat dalam peraturan hukum
yang melekat pada manusia tidak ada pada badan hukum, namun
badan hukum boleh dianggap seolah-olah manusia. Dalam pandangan
penganut teori fiksi, badan hukum disamakan dengan manusia hanya
sebagai perumpamaan (fiksi) saja. Sehingga perbuatan hukum yang
dalam pelaksanaannya memerlukan jiwa manusia, seperti ketakutan
dalam suatu paksaan tidak berlaku bagi badan hukum.
Kelemahan teori fiksi adalah teori ini tidak mampu menjawab
permasalahan mengenai siapa yang akan digugat apabila seseorang
mengalami kerugian akibat dari tindakan badan hukum atau siapa
yang akan menggugat apabila perbuatan seseorang merugikan badan
hukum;
b. Teori Organ (Orgaan Theorie)
Otto Von Gierke mengemukakan bahwa badan hukum adalah sesuatu
yang sungguh-sungguh ada di dalam pergaulan hukum yang
mewujudkan kehendaknya dengan perantaraan alat-alat (organ-organ)
yang ada padanya (pengurus). Menurut teori ini, peraturan-peraturan
hukum yang tidak berlaku dalam pandangan teori fiksi tetap berlaku
karena badan hukum memiliki organ yang dipandang sebagai jiwa
dari badan hukum tersebut;
c. Teori Kekayaan Tujuan
A Brinz berpendapat bahwa badan hukum bukanlah kekayaan dari
seseorang, melainkan kekayaan itu terikat pada tujuannya. Setiap hak
tidak ditentukan oleh suatu subyek, tetapi ditentukan oleh suatutujuan. Kelemahan teori ini adalah teori kekayaan hanya sesuai untuk
badan hukum berbentuk yayasan;
d. Teori Milik Kolektif
Menurut Planiol dan Molengraaf, hak dan kewajiban badan hukum
pada dasarnya juga menjadi hak dan kewajiban anggota secara
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
43/116
Universitas Indonesia
29
bersama-sama. Sehingga badan hukum hanyalah konstitusi yuridis
yang pada hakekatnya adalah abstrak. 73
H. M. N Purwosutjipto 74 mengemukakan beberapa syarat agar suatu badan dapat
dikategorikan sebagai badan hukum. Persyaratan agar suatu badan dapat
dikatakan berstatus badan hukum meliputi keharusan :
1) Adanya harta kekayaan (hak-hak) dengan tujuan tertentu yang
terpisah dengan kekayaan pribadi para sekutu atau pendiri badan itu.
Tegasnya ada pemisahan kekayaan perusahaan dengan adanya
kekayaan pribadi para sekutu;
2) Kepentingan yang menjadi tujuan adalah kepentingan bersama;
3) Adanya beberapa orang sebagai pengurus badan tersebut.75
Menurut doktrin, kriteria yang dipakai untuk menetukan ciri-ciri suatu badan
hukum adalah apabila perusahaan itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
a. Adanya harta kekayaan yang terpisah;
b. Ada hak-hak dan kewajiban;
c.
Mempunyai tujuan tertentu, mempuyai kepentingan sendiri, dan;
d. Adanya organisasi yang teratur.76
Dengan demikian di dalam hukum modern dewasa ini, suatu badan, perkumpulan,
atau suatu perikatan hukum untuk dapat disebut sebagai badan hukum haruslah
memenuhi 5 (lima) unsur persyaratan sekaligus. Ke 5 (lima) unsur persyaratan itu
adalah :
1)
Harta kekayaan yang terpisah dari kekayaan subyek hukum yang lain;
73 Komariah, Hukum Perdata, (Malang : UMM Press, 2002), hal 23-24.
74H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, Jakarta :
Djambatan, 1982) hal 63 dalam Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas : Doktrin, PeraturanPerundang-Undangan, dan Yurisprudensi, Cetakan Kedua, (Yogyakarta : Total Media, 2009), hal10.
75 Ibid .
76
Ridho Ali,Op. Cit , hal 9.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
44/116
Universitas Indonesia
30
2) Unsur tujuan ideal tertentu yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan;
3) Kepentingan subyek hukum dalam lalu lintas hukum;
4) Organisasi kepengurusannya bersifat teratur menurut peraturan
perundang-undangan yang erlaku dan peraturan interalnya sendiri;
5) Terdaftar sebagai badan hukum sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. 77
Konsekuensi pemisahan antara harta kekayaan badan hukum dengan harta pribadi
para pengurus atau anggotanya, adalah sebagai berikut :
a. Perorangan dengan harta pribadi terhadap anggota badan hukum, tidak
berhak menuntut harta badan hukum;
b. Para pengurus/anggota tidak boleh secara pribadi menagih piutang
badan hukum terhadap pihak ketiga;
c. Tidak dibenarkan kompensasi (ganti kerugian) utang pribadi dari
pengurus atau anggota dengan utang badan hukum;
d. Hubungan hukum berupa perjanjian antara pengurus/anggota dengan
badan hukum, disamakan hubungan hukum dengan pihak ketiga;
e. Jika badan hukum pailit, hanya para kreditor saja yang dapat menuntut
harta kekayaan badan hukum. 78
Badan hukum dapat dibedakan menurut bentuknya, peraturan yang mengaturnya,
dan sifatnya, yaitu :
1) Badan hukum menurut bentuknya adalah pembagian badan hukum
berdasarkan pendiriannya, yaitu :1) Badan Hukum Privat;
2) Badan Hukum Publik, seperti Negara (mulai dari
pemerintah pusat, sampai pemerintah desa), dan instansi
pemertintah. Contohnya seperti:
77 Jimmy Asshidiqie, Op. Cit , hal 77.
78
Marwan Mas, Op. Cit, hal 30.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
45/116
Universitas Indonesia
31
a) Badan Hukum Milik Negara (BHMN), yang
terdiri dari :
I. Universitas Airlangga (UNAIR);
II. Universitas Gadjah Mada (UGM);
III. Universitas Indonesia (UI);
IV. Universitas Pendidikan Indonesia
(UPI);
V. Universitas Sumatera Utara
(USU);
VI. Institut Pertanian Bogor (IPB);
VII. Institut Teknologi Bandung (ITB);
VIII. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP
MIGAS).
Pada tahun 2009, bentuk Badan Hukum Milik
Negara digantikan dengan badan hukum
pendidikan pemerintah sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan
Hukum Pendidikan. Undang-Undang tersebut
kemudian dibatalkan oleh Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-
VII/2009 tanggal 31 Maret 2010, yang
membuat pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan yang
mengembalikan status perguruan tinggi Badan
Hukum Milik Negara menjadi perguruan
tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah.
b) Lembaga Sensor Film (LSF), dasar hukumnya
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
46/116
Universitas Indonesia
32
Perfilman dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Lembaga Sensor Film;
c) Komisi Olahraga Nasional Indonesia (KONI),
dasar hukumnya Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 43 Tahun 1984 tentang
Komite Olahraga Nasional Indonesia dan
Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 165 Tahun 2000 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Departemen;
d) Komisi Perlindungan Anak Nasional (KPAI),
dasar hukumnya Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 77 Tahun 2003 tentang
Komisi Pelindungan Anak Indonesia;
e) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dasar
hukumnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2005 tentang Modal Awal
Lembaga Penjamin Simpanan;
f) Badan Layanan Umum, dan lain sebagainya.
3) Badan hukum menurut peraturan yang mengaturnya adalah
suatu pembagian badan hukum yang didasarkan atas
ketentuan yang mengatur badan hukum tersebut. Ada 2(dua) macam badan hukum, yaitu :
a. Badan hukum yang terletak dalam lapangan
hukum perdata BW ( Burgelijk Wetboek );
b. Badan hukum yang terletak dalam lapangan
hukum perdata adat;
c. Badan hukum menurut sifatnya.79
79 Salim HS, Op. Cit , hal 26.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
47/116
Universitas Indonesia
33
Chidir Ali mengemukakan macam badan hukum publik dan badan hukum privat
(badan hukum perdata), sebagai berikut :
1) Badan hukum publik dapat dibedakan atas 2 (dua) macam, yaitu :
a. Badan hukum yang mempunyai teritorial
Suatu badan hukum itu pada umumnya harus
memperhatikan atau menyelenggarakan kepentingan
mereka yang tinggal di dalam daerah atau wilayahnya,
misalnya Negara Republik Indondesia itu mempunyai
wilayah dari Sabang sampai Merauke. Propinsi Jawa Barat,
kotapraja-kotapraja masing-masing mempunyai wilayah
selain itu ada juga badan hukum yang hanya
menyelenggarakan kepentingan beberapa orang saja seperti
subak di Bali merupakan organisasi kemasyrakatan yang
khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan
dalam cocok tanam padi di Bali;
b. Badan hukum yang tidak mempunyai teritorial
Suatu badan hukum yang dibentuk oleh yang berwajib
hanya untuk tujuan tertentu saja, contohnya Bank Indonesia
adalah badan hukum yang dibentuk yang berwajib hanya
untuk tujuan yang tertentu saja, yang dalam bahasa Belanda
disebut publicekrechtelijke doel corporatie dan oleh
Soenawar Soekawati disebut badan hukum kepentingan dan
Perusahaan Negara yang bergerak di bidang tertentu.Badan
hukum tersebut dianggap tidak mempunyai tertiorial, atauteritorialnya sama dengan teritorialnya negara.
2) Badan hukum privat
Dalam badan hukum privat yang penting ialah badan-badan hukum
yang terjadi atau didirikan atas pernyataan kehendak dari orang-
perorangan. Di samping ini badan hukum publik pun dapat juga
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
48/116
Universitas Indonesia
34
mendirikan suatu badan hukum keperdataan. Contoh badan hukum
privat, antara lain, yaitu perkumpulan (vereniging) diatur dalam Pasal
1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, juga Staatsblad 1870-64
dan Staatsblad 1939-570;80
Perbedaan antara badan hukum publik dengan badan hukum perdata, terletak pada
bagaimana carapendiriannya badan hukum tersebut, seperti yang diatur di dalam
Pasal 1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu ada tiga macam, yakni :
1) Badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum (Pemerintah atau
Negara), misalnya Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat II atau Kotamadya,
Bank-bank yang didirikan oleh negara, dan sebagainya;
2) Badan hukum yang diakui oleh pemerintah atau kekuasaan umum, misalnya
perkumpulan-perkumpulan, gereja dan organisasi-organisasi keagamaan,
dan sebagainya;
3) Badan hukum yang diperkenankan dan yang didirikan dengan suatu maksud
tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan
(badan hukum dengan konstruksi keperdataan). 81
Untuk menentukan sesuatu badan hukum termasuk badan hukum publik atau
termasuk badan hukum privat, dalam stelsel hukum Indonesia dapat digunakan
kriteria sebagai berikut :
a. Dilihat dari cara pendiriannya atau terjadinya, artinya badan hukum
itu diadakan dengan konstruksi hukum publik yaitu didirikan oleh
penguasa (negara) dengan undang-undang atau peraturan-peraturan
lainnya; b. Lingkungan kerjanya, yaitu apakah dalam melaksanakan tugasnya
badan hukum itu pada umumnya dengan publik atau umum
melakukan perbuatan-perbuatan hukum perdata, artinya bertindak
80 Chidir Ali, Op. Cit , hal 62-63.
81
Riduan Syahrani, Op. Cit , hal 57.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
49/116
Universitas Indonesia
35
dengan kedudukan yang sama dengan publik atau umum atau tidak.
Jika tidak, maka badan hukum itu merupakan badan hukum publik;
c. Mengenai wewenangnya, yaitu apakah badan hukum yang didirikan
oleh penguasa (negara) itu diberi wewenang untuk membuat
keputusan, ketetapan atau peraturan yang mengikat umum. Jika ada
wewenang publik, maka badan hukum tersebut adalah badan hukum
publik. 82
Demikianlah, jika ke 3 (tiga) kriteria (unsur) itu terdapat pada suatu badan atau
badan hukum, maka dapat disebut badan hukum publik. Dalam hal ini penulis
akan membahas badan hukum publik yang berkaitan dengan Badan Layanan
Umum (BLU).
2.3 Badan Layanan Umum
Pelayanan publik cenderung menjadi konsep yang sering digunakan oleh banyak
pihak, baik dari kalangan praktisi maupun ilmuwan, dengan makna yang berbeda-
beda. Dalam sejarah perjalanan administrasi publik, pelayanan publik dipahami
secara sederhana sebagai pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Semua barang dan jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah kemudian disebut
sebagai pelayanan publik. Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, definisi Pelayanan Publik adalah :
“Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggaraan pelayanan publik”. 83
Literatur umumnya menjelaskan bahwa “whatever government does is public
service”. Pendapat seperti itu dahulu dimaklumi karena pemerintah pada masa itu
hanya peduli untuk menyelenggarakan pelayanan yang menjadi barang publik
82Chidir Ali, Op. Cit, hal 62.
83
Indonesia (d), Op. Cit , UU No, 25 Tahun 2009, Pasal 1 angka (1).
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
50/116
Universitas Indonesia
36
atau pelayanan yang menurut kesepakatan politik dan pertimbangan moral dinilai
penting bagi kehidupan warganya.
Namun ketika telah terjadi transformasi atau perubahan peran pemerintah dan non
pemerintah dalam penyelenggaraan layanan yang menjadi hajat hidup orang
banyak definisi pelayanan publik di atas kiranya sudah menjadi tidak relevan lagi.
Salah satu tranformasi yang terjadi adalah transformasi dalam ranah korporasi.
Korporasi menjadi tidak hanya memproduksi barang privat tetapi juga barang dan
jasa semi publik serta barang dan jasa yang sebelumnya menjadi domain
pemerintah untuk memproduksi dan menyediakannya.
Di negara-negara maju, keterlibatan korporasi dan lembaga nirlaba dalam
penyelenggaraan layanan publik dengan mudah dapat dipahami karena adanya
insentif pajak yang diberikan kepada perseorangan dan korporasi agar
mendonasikan sebagian dari hartanya untuk kegiatan sosial.
Di Indonesia, transformasi peran korporasi dan lembaga non pemerintah dalam
pelayanan publik dapat dilihat dari semakin banyaknya lembaga tersebut yang
bergerak dalam penyelenggaraan barang dan jasa yang dahulunya merupakan
domain pemerintah, seperti pelayanan pendidikan dasar, kesehatan, penyantunan
terhadap yatim piatu, pembinaan terhadap anak jalanan, dan sebagainya.84
Pelayanan publik merupakan isu yang sangat penting dan strategis sebagai sarana
interaksi antara pemerintah dan rakyatnya. Rakyat dengan sukarela membayar pajak dan memberikan mandat kepada pemerintah untuk menggunakan pajak
tersebut guna melayani kebutuhan barang dan jasa dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Selain itu pelayanan publik sering disebut juga sebagai
pelayanan konstitusional. Pernyataan ini disebabkan oleh klausul-klausul atau
ketentuan-ketentuan dalam konstitusi semua negara yang menyebutkan bahwa
negara harus memberikan fasilitas kepada warga negara. Dari konstitusi 165
84
Agus Dwiyanto, Op. Cit , hal 14.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
51/116
Universitas Indonesia
37
(seratus enam puluh lima) negara yang ada di dunia, ditemukan bahwa 116
(seratus enam belas) mengatur hak warga negara untuk memperoleh pendidikan,
73 (tujuh puluh tiga) diantaranya hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, 95
(sembilan puluh lima) konstitusi mengatur hak warga negara untuk memperoleh
pendidikan gratis, dan 29 (dua puluh sembilan) konstitusi yang mengatur hak
warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis.85
Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya negara untuk memenuhi
kebutuhan dasar dari hak-hak setiap warga negara atas barang, jasa, dan
pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh penyelenggaraan pelayanan
publik. Terkait dengan pelayanan publik dimaksud, Undang-Undang Dasar 1945
mengamanatkan kepada negara untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga
negara demi kesejahteraannya, sehingga efektivitas penyelenggaraan suatu
pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan pelayanan
publik.
Disadari bahwa kondisi penyelenggaraan pelayanan publik saat ini masih
dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta
kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari
masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung
maupun melalui media massa, terkait dengan prosedur yang berbelit-belit, tidak
ada kepastian jangka waktu, biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak
transparan, petugas yang tidak professional, sehingga menimbulkan citra yang
kurang baik terhadap pemerintah.
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja di lingkungan
pemerintah. Dengan Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang tersebut, instansi
pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada
masyarakat dapat menerapkan pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan
menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip-prinsip pokok yang
85 Ibid , hal 34.
Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013
-
8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf
52/116
Universitas Indonesia
38
tertuang dalam kedua undang-undang tersebut seperti prinsip prokdutivitas,
efisiensi, dan efektivitas menjadi dasar penetapan instansi pemerintah untuk
menerapkan pengelolaan keuangan BLU. BLU ini diharapkan dapat menjadi
langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi
meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
khususnya Pasal 68 dan Pasal 69. Pasal 68 ayat (1) menyatakan bahwa :
“Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum danmencerdaskan kehidupan bangsa”. 86
Selanjutnya Pasal 69 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa :
3) Setiap Badan Layanan Umum wajib menyusun rencana kerja dan
anggaran tahunan;
4) Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Badan
Layanan Umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangandan kinerja Kementrian. 87
Selanjutnya untuk melaksanakan ketentuan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah telah menerbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pen