Download - Diagnostic imaging for colorectal cancer
REFERAT
DIAGNOSTIC IMAGING FOR COLORECTAL CANCER
Oleh
Husnul Ghaib
Pembimbing :
Prof. P Soetamto Wibowo,dr., SpBKBD
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 1 (PPDS 1)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNAIR / RSU.Dr. SOETOMO SURABAYA
TAHUN 2009
*Peserta PPDS 1 Ilmu Bedah Umum FK-Unair/RSU. Dr. Soetomo Surabaya**Staff Pengajar Ilmu Bagian Bedah Digestiv FK-Unair/RSU. Dr. Soetomo Surabaya
1
DIAGNOSTIC IMAGING FOR COLORECTAL CANCERHusnul Ghaib*, P Soetamto Wibowo**
PENDAHULUAN
Karsinoma kolorektal adalah keganasan yang terjadi pada colon atau rectum
sekitar 15 cm dari anal verge. Di United State, karsinoma kolorektal merupakan
penyebab kematian kedua setelah keganasan pada paru. American Cancer Society
(ACS) memproyeksikan pada tahun 2008 ditemukan 148.810 kasus baru dan 49.960
(sekitar 10%) diantaranya meninggal karena karsinoma kolorektal. Sembilan puluh
tiga persen terjadi pada usia lebih dari 50 tahun, dimana antara laki-laki dan
perempuan mempunyai resiko yang hampir sama (5,5% dan 5,1%). Sekitar 20%-25%
terjadi pada orang dengan riwayat keluarga yang positif, dan 75% tanpa adanya
riwayat keluarga.1,2,3
Penanganan karsinoma kolorektal sangatlah rumit sehingga membutuhkan
perencanaan yang matang mulai dari persiapan preoperative sampai follow up
postoperative. Seorang ahli bedah membutuhkan data yang lengkap sebelum bisa
memutuskan metode penangannya, salah satu modalitas untuk mendapatkan data
tersebut adalah dengan imaging.
Kunci utama keberhasilan penanganan karsinoma kolorektal adalah penemuan
karsinoma pada stadium dini, sehingga terapi dapat dilaksanakan secara bedah
kuratif. Peranan skrining sangat penting pada deteksi dini sebuah karsinoma.
Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa skrining yang adekuat terbukti
menurunkan angka kematian akibat karsinoma kolorektal, karena dengan program
2
skrining yang baik akan lebih banyak menemukan kasus dalam stadium dini sehingga
terapi dapat dengan pembedahan kuratif.4
ANATOMI
Kolon adalah usus besar proksimal dari rektum. Pada orang dewasa yang
dimaksud dengan rektum intra-operatif adalah batas fusi dua taenia mesenterik
dengan area amorfus rektum (true rectum). Sedangkan pada pemeriksaan
sigmoidoskop kaku, rektum disepakati berjarak 15 cm dari anal verge.4
Pilihan penanganan karsinoma rekti memerlukan ketepatan lokasi tumor.
Rektum dibagi 3 bagian yaitu 1/3 atas, 1/3 tengah, dan 1/3 bawah. Bagian 1/3 atas
dibungkus oleh peritoneum pada bagian anterior dan lateral, bagian 1/3 tengah
dibungkus oleh peritoneum hanya di bagian anterior saja, dan bagian 1/3 bawah tidak
dibungkus peritoneum. Lipatan tranversal rektum bagian tengah terletak 11 cm dari
garis anokutan dan merupakan patokan adanya peritoneum. Bagian rektum di bawah
katub media disebut ampula rekti. Bila bagian ampula direseksi maka frekuensi
defekasi secara tajam akan meningkat. Bagian posterior rektum tidak tertutup oleh
peritoneum tapi dibungkus oleh lapisan tipis fasia propria. Pada sisi rektum di bawah
peritoneum terdapat pengumpulan fasia yang dikenal sebagai ligamen lateral yang
menghubungkan rektum dengan fasia pelvis parietal. 4
Bagian utama saluran limfatik rektum melewati sepanjang trunkus
a.hemoroidalis superior menuju a.mesenterika inferior. Hanya beberapa saluran limfe
yang melewati sepanjang v.mesenterika inferior. Kelenjar getah bening pararektal di
3
atas pertengahan katub rektum mengalir sepanjang cincin limfatik hemoroidalis
superior. Di bawahnya (7-8 cm di atas garis anokutan), beberapa saluran limfe
menuju ke lateral. Saluran-saluran limfe ini berhubungan dengan kelenjar getah
bening sepanjang a.hemoroidalis media, fossa obturator dan a. Hipogastrika serta
a.iliaka komunis. 4
Perjalanan saluran limfatik utama pada karsinoma rekti mengikuti pembuluh
darah rektum bagian atas menuju kelenjar getah bening mesenterika inferior. Aliran
limfatik rektum bagian tengah dan bawah juga mengikuti pembuluh darah rektum
bagian tengah dan berakhir di kelenjar getah bening iliaka interna. Karsinoma rekti
bagian bawah yang menjalar ke anus kadang-kadang dapat menjalar ke kelenjar
inguinal superfisial karena adanya hubungan dengan saluran limfatik eferen yang
menuju ke anus bagian bawah. 4
GEJALA KLINIS
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah adanya perubahan pola buang air
besar (change of bowel habits), bisa diare bisa juga obstipasi. Semakin distal letak
tumor semakin jelas gejala yang ditimbulkan karena semakin ke distal feses semakin
keras dan sulit dikeluarkan akibat lumen yang menyempit, bahkan bisa disertai nyeri
dan perdarahan.5
Perdarahan merupakan gejala kedua yang sering dikeluhkan pada karsinoma
kolorektal, bisa jelas atau samar. Warna perdarahan sangat bervariasi, merah terang,
4
purple, mahogany, dan kadang kala merah kehitaman. Makin ke distal letak tumor
warna merah makin pudar. Perdarahan sering disertai dengan lendir, kombiasi
keduanya harus dicurigai adanya proses patologis pada kolorektal.5
Nyeri anorektal, sering muncul pada hemorrhoid, fisura ani, abses perianal.
Nyeri pada karsinoma anorektal terjadi bila lesi terletak di distal dan sudah terjadi
sphincteric invasion, sehingga menimbulkan sensitisasi pada anal canal dan
menimbulkan gejala urgency to defecate. Nyeri abdominal sering kali disebabkan
adanya obstruksi parsial dari kolon, sifat nyerinya biasanya kolik diserta distensi,
mual dan muntah.5
Gejala lain yang kadang dikeluhkan pasien adalah adanya massa yang teraba
pada fossa iliaka deksta dan secara perlahan makin lama makin membesar.
Penurunan berat badan sering terjadi pada fase lanjut, dan 5% kasus sudah
metastase jauh ke hepar.4,5
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR
Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada setiap penderita dengan gejala
anorektal dengan tujuan untuk menentukan keutuhan spinkter ani, ukuran dan derajat
fiksasi tumor pada rektum 1/3 tengah dan distal. Pada pemeriksaan colok dubur yang
harus dinilai adalah pertama, keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta
letak bagian terendah terhadap cincin anorektal. Kedua, mobilitas tumor untuk
5
menegtahui prospek terapi pembedahan. Ketiga, ekstensi penjalaran yang diukur dari
ukuran tumor dan karakteristik pertumbuhan primer, mobilitas atau fiksasi lesi.
Ada 2 gambaran khas pada pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan adanya
suatu penonjolan tepi yang dapat berupa:4
a. Suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram yaitu suatu
plateau keil dengan permukaan yang licin dan berbatas tegas.
b. Suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak tetapi umumnya
mempunyai daerah indurasi dan ulserasi.
c. Suatu bentuk yang khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang menonjol
dengan suatu kubah yang dalam.
d. Suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan bentuk cincin.
DIAGNOSTIC IMAGING PADA KARSINOMA KOLOREKTAL
Diagnostic imaging sangat membantu menentukan keputusan penanganan
karsinoma kolorektal. Diagnostic imaging dapat menentukan lokasi tumor (anterior
atau posterior, sebagian atau sirkuler), ukuran, ekstensi ke jaringan sekitar, penjalaran
ke kelenjar getah bening. Metastase jauh ke liver juga dapat didteksi dengan imaging.
Dari data di atas keputusan resectable tidaknya karsinoma kolorektal dapat ditentukan
preoperative. Sehingga modalitas terapi (bedah, kemoterapi, radioterapi) dapat
ditentukan dengan tepat.
6
1. DOUBLE CONTRAS BARIUM ENEMA (DCBE)
DCBE dengan x-ray merupakan pemeriksaan penunjang yang paling tua
dan paling sering digunakan untuk mendiagnosis kelainan pada kolorektal.
Dengan menggunakan bahan kontras Barium Enema, seorang radiologist dapat
mengekplorasi anatomi dan fungsi dari rektum, kolon, dan sebagian kecil dari
ileum. Metode ini sering dugunakan oleh ahli bedah untuk mendiagnosis
adanya tumor jinak seperti polip, karsinoma kolorektoal, kelompok
inflammatory bowel disease seperti crohn’s disease, colitis ulserative serta
kelainan-kelainan pada usus kecil.6
Keuntungan dari DCBE pada kolorektal antara lain prosedur ini
minimally invasive dengan efek samping yang tidak banyak, menghasilkan
cukup banyak informasi anatomi maupun fungsi, tidak menimbulkan reaksi
alergi. Sedangkan kerugiannya antara lain: pada beberapa kasus bisa terjadi
kebocoran bahan kontras barium yang sulit dibersihkan dengan operasi
sekalipun, walupun jarang barium bisa menyebabkan obstruksi, X-Ray bisa
menimbulkan radiasi, sehingga prosedur ini tidak bisa dilakukan pada wanita
yang sedang hamil.6
Pemeriksaan dengan barium enema dapat dilakukan dengan Single
contras procedure (barium saja) atau Double contras procedure (udara dan
barium). Kombinasi udara dan barium menghasilkan visualisasi mukosa yang
7
lebih detail. Akan tetapi barium enema hanya bisa mendeteksi lesi yang
signifikan (lebih dari 1 cm).7
DCBE memiliki spesifisitas untuk adenoma yang besar 96% dengan nilai
prediksi negatif 98%. Metode ini kurang efektif untuk mendeteksi polips di
rectosigmoid-kolon. Angka kejadian perforasi pada DCBE 1/25.000 sedangkan
pada Single Contras Barium Enema (SCBE) 1/10.000.8
Gambaran karsinoma kolorektal dengan barium enema dapat berupa,
radiolucent filling defect, apple-core lesion, missing haustral folds dan
sebagainya, seperti pada gambar. 1 di bawah ini.5
A
B C
Gb. 1 Double Contrast Barium Enema (DCBE)
(A) Gambaran colon normal (B) Apple-core lesion pada rectosigmoid (C) Irregularly marginated (filling defect) pada sigmoid.
(diambil dari: Colon and Rectal Surgery. 5th ed. 2005)
8
2. FLEXIBLE SIGMOIDOSCOPY
Flexible Sigmoidoscopy (FS) merupakan bagian dari endoskopi yang
dapat dilakukan pada rektum dan bagian bawah dari kolon sampai jarak 60 cm
(sigmoid) tanpa dilakukan sedasi. Prosedur ini sekaligus dapat melakukan
biopsi. Hasilnya terbukti dapat mengurangi mortalitas akibat karsinoma
kolorektal hingga 60%-80% dan memiliki sensistivitas yang hampir sama
dengan kolonoskopi 60%-70% untuk mendeteksi karsinoma kolorektal.
Walaupun jarang, FS juga mengandung resiko terjadinya perforasi 1/20.000
pemeriksaa.7,9
Intepretasi hasil biopsi dapat menentukan apakah jaringan normal, pre-
karsinoma, atau jaringan karsinoma. ACS merekomendasikan untuk dilakukan
kolonoskopi apabila ditemukan jaringan adenoma pada pemeriksaan FS.
Sedangkan hasil yang negatif pada pemeriksaan FS, dilakukan pemeriksaan
ulang setelah 5 tahun.9
3. KOLONOSKOPI
Kolonoskopi merupakan Gold standar untuk diagnosis karsinoma
kolorektal, karena selain bisa lebih dalam masuk ke kolon, kita dapat melihat
langsung gambaran mukosa kolon, selain itu juga dapat melakukan biopsi dan
polipektomi pada jaringan yang patologis (gambar 2). Tingkat sensitivitas
9
dalam mendiagnosis adenokarsinoma atau polip kolorektal adalah 95%. Namun
tingkat kualitas dan kesempurnaan prosedur pemeriksaannya sangat tergantung
pada persiapan kolon, sedasi, dan kompetensi operator.4,7,9
Kolonoskopi memiliki resiko dan komplikasi yang lebih besar
dibandingkan FS. Angka kejadian perforasi pada skrining karsinoma kolorektal
antara 3-61/10.000 pemeriksaan, dan angka kejadian perdarahan sebesar 2-
3/1.000 pemeriksaan.7,9
A B
Gb 2. Kolonoskopi
(A)Polip hiperplastik (B)Karsinoma kolon(diambil dari: Screening for Colorectal Cancer, 2006)
4. CT COLONOGRAPHY
CT Colonography (CTC) yang juga populer dengan istilah “Virtual
Colonography” merupakan pengembangan dari teknologi multiple helical
(multi slice) CT Scan yang dapat menghasilkan gambaran interior kolon dalam
dua atau tiga dimensi. CTC memiliki radiasi exposure yang rendah dan tidak
invasif, tapi tidak bisa melakukan biopsi dan polipektomi.7,9
Persiapan pemeriksaan CTC hampir sama dengan kolonoskopi yaitu
membersihkan usus besar dengan bahan laxan, ditambah memasukkan udara ke
10
dalam kolon melalui kateter rektal. Pemeriksaan dilakukan pada posisi supinasi
dan pronasi serta tidak membutuhkan sedasi.9
Penelitian meta analisis mengatakan bahwa CTC memiliki sensitifitas dan
spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi polip ukuran > 10 mm, yaitu 88% dan
95%. Penelitian lainnya CTC dengan 4-detector-row scanners menghasilkan
sensitifitas 82% - 100% dan spesifisitas 90% - 98% untuk mendeteksi polip
ukuran > 10 mm. CTC juga memiliki resiko terjadinya perforasi, dan
dilaporkan hanya 1/22.000 pemeriksaan. 8,9
A
BGb.3 CT/Colonography
(A)gambaran kolon(B)gambaran intralumen kolon(diambil dari koleksi image Prof. P Soetamto Wibowo)
5. ULTRASONOGRAFI
11
Ultrasonografi merupakan modalitas imaging dengan efek samping dan
radiasi yang minimal, sering digunakan untuk mendeteksi adanya proses
metastase di hepar.
Pada suatu penelitian menggunakan USG dengan kondisi kolon distensi
oleh air, sensitivitas dan spesifisitasnya dalam mendiagnosis suatu karsinoma
cukup tinggi yaitu 94% dan 100%. Sensitivitas dan spesifisitas untuk
mendiagnosis polip yang > 7 mm sebesar 91% dan 100% (gambar 4).8
Dengan USG endoluminal transrektal dapat menentukan tingkat infiltrasi
perirektal tumor primer sebesar 81%-96%. Akurasi menetapkan adanya
metastase kelenjar getah bening perirektal 60%-83%. Namun USG merupakan
alat diagnostik yang operator ependent.4
Gb.4 Ultrasonografi
Gambaran massa yang hipoekoik dengan bagian tengah yang ekogenik(diambil dari: Colon and Rectal Surgery. 5th ed. 2005)
6. A. COMPUTED TOMOGRAPHY SCAN (CT SCAN)
12
CT Scan sering menjadi andalan untuk mendeteksi kelainan intra
abdominal yang minimally invasive. Dengan menggunankan kontras intravena
akan memperjelas gambaran patologis tumor dan dapat mendeteksi proses
metastase ke hepar, karena kontras tersebut akan memperjelas visualisasi
parenkim hepar.5
A BGb.5 CT Scan Tumor dan proses metastase hepar
(A)Massa berupa polip mengisi sebagian dari lumen kolon ascenden (gambaran apple-core pada barium enema) (B)Multiple defect pada parenkim hepar: proses metatstase
(diambil dari Colon and Rectal Surgery. 5th ed. 2005)
CT Scan dan MRI dapat memperlihatkan invasi ekstra rektal dan invasi
ke organ sekitar rektum, tetapi tidak bisa membedakan lapisan-lapisan usus,
sedangkan untuk mendignoasis metastase ke kelenjar getah bening akurasinya
tidak setinggi ultrasonografi.
Akurasi pembagian stadium dengan CT Scan adalah 80%, untuk menilai
metastase ke kelenjar getah bening akurasinya 65%, spesivisitas pemeriksaan
pelvis 90%, dan sensitifitasnya adalah 40%.4
B. PET/CT SCAN
13
Penerapan positron emission tomography (PET) pada karsinoma
kolorektal mulai diperkenalkan sejak tahun 1982 bersamaan dengan
ditemukannya bahan tracer berupa glucose analog 2-[18F] fluoro-2-deoxy-D-
glucose (FDG). FDG terakumulasi lebih banyak pada sel-sel malignant dan
akan tertangkap oleh imaging.5,10
CT Scan memberikan informasi tentang anatomi-morfologi, sedangkan
PET dapat memberikan informasi tentang fungsi pada karsinoma kolorektal.
Sehingga gabungan PET/CT Scan dapat memberikan informasi tentang
morfologi dan fungsi untuk mendeteksi sekaligus staging karsinoma
kolorektal.5,11
Beberapa penelitian mengatakan bahwa PET dapat mendeteksi karsinoma
kolorektal, baik primer maupun recurrent. Vitola et al melaporkan bahwa pada
pasien yang diduga recurrent pada liver (gambar 6A), PET memiliki sensitifitas
90% dengan akurasi 93%. Ito et al, melaporkan bahwa untuk mendeteksi
recurrent pada pelvic PET memiliki sensistifitas 84% dan spesifisitas 94%
(gambar 6B).10
14
A B
Gb 6. Whole body PET/CT Scan(A)Coronal PET Scan pada hepar metastectomy
(B)Sagital PET Scan pada recurrent lokal di pelvik(diambil dari British Medical Bulletin 2002;64: 81-99)
Haibach et al, dalam penelitiannya terhadap 47 pasien membandingkan
antara PET/CT, CT diikuti PET (CT+PET), dan CT saja yang digunakan untuk
menilai TNM karsinoma kolorektal. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
PET/CT secara signifikan lebih akurat (74%) dibandingkan dengan CT+PET
maupun CT saja (64% dan 52%).11
A BGb.7 Perbedaan CT Scan alone(A) vs PET/CT Scan(B)
(A)Gambaran massa jar. lunak pada lumen colon ascenden, (B)Terlihat peningkatan metabolisme glukosa patologis jar. lunak pada lumen colon ascenden
(diambil dari JAMA, December 6, 2006; 296: 2590-600)
7. MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI)
15
MRI merupakan pengembangan dari CT Scan, dapat menggambarkan
jaringan lunak lapis demi lapis di sekitar tumor dengan menggunakan kontras,
dapat melakukan multiplanar imaging tanpa menggerakkan pasiennya dengan
tujuan untuk mendapatkan gambaran tumor yang tepat termasuk 5 lapis
jaringan lunak di sekitarnya (gambar 8). Dengan kelebihan tersebut MRI dapat
digunakan untuk menentukan T staging preoperative dengan tepat. Beberapa
penelitian (Urban, et al) dengan menggunakan kontras gadolinium intravena
dapat menentukan infiltasi sampai ke spinkter ani dengan sensitivitas 100%
dan spesifisitas 98% .10
A B
Gb.8 Potongan Aksial dan Koronal MRI (A)Aksial (B)Coronal. Extensi tumor ke Soft tissue meso-rectal fat (panah) T3. KGB meso-rectal
4 mm kemungkinan reactive (panah pendek).(diambil dari British Medical Bulletin 2002;64: 81-99)
MRI juga dapat membedakan antara kelenjar getah bening yang benign
dan malignan dengan menggunakan maximum short axis, sampai diameter 10
mm dengan tingkat akurasi 64%. Metastase karsinoma kolorektal ke hepar yang
mencapai 40%, juga dapat dideteksi dengan baik oleh MRI yang menunjukkan
gambaran hiperintens (T2) dan hipointens (T1).10
16
A B
Gb.9 Proses metastase ke hepar
(A)Coronal T1, (B)Aksial T1. Tanda panah menunjukkan gambaran hipointens metastase hepar (diambil dari British Medical Bulletin 2002;64: 81-99)
Penulis lain mengatakan bahwa MRI dapat memprediksi surgical
circumferential resection margins dengan spesifisitas 92%. Teknik ini dapat
mengevaluasi batas radikalitas reseksi tumor, sehingga dapat memberikan
peringatan pada tim bedah akan keberhasilan pembedahan dan menentukan
langkah penanganan selanjutnya.2
IMAGING PADA MANAGEMENT KARSINOMA KOLOREKTAL
Pembedahan merupakan terapi paling efektif, namun keberhasilannya juga
dipengaruhi oleh penentuan staging suatu tumor. Seorang ahli bedah harus memiliki
informasi lengkap mengenai 3 hal berikut local disease, distant disease, dan
synchronous colonic lesion.
Local Disease
Kelainan pada kolon bisa dideteksi dengan Computed Tomography. Adanya
informasi staging T4 sangat penting untuk rencana operasi. Pada rektum, penentuan
17
invasi tumor (T stage) dan invasi kelenjar getah bening (N stage) bisa menggunakan
MRI dan transrectal untrasonography.12
Distant Disease
Karsinoma kolorektal sering metastase ke liver dan paru. CT Scan dan USG
abdomen direkomendasikan untuk mendeteksi metastase pada organ intra abdomen.
Foto thorax (Plain radiography) paling sering digunakan untuk mendeteksi proses
metastase pada paru. PET/CT merupakan metode yang cukup efektif untuk
mendeteksi proses metastase ke organ lainnya.12
Synchronous Colonic Lesion
Identifikasi karinoma kolorektal primer harus terdiagnosis secara lengkap,
selain itu synchronous cancer terjadi pada 2%-4% pasien dan adenoma terjadi pada
20% pasien. Metode investigasi yang paling optimal untuk mendeteksi synchronous
colonic lesion adalah kolonoskopi. Metode ini memiliki kelebihan melakukan
polipektomi atau memberi tanda pada lesi.12
Kelainan pada bagian yang lebih proximal dapat dideteksi dengan baik oleh
double contrast barium enema, termasuk juga gambaran obstruksi akibat tumor.
Metode yang lebih minimally invasive bisa menggunakan CT Colonography.12
RINGKASAN
18
Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian kedua setelah keganasan
di paru-paru di USA. diperkirakan pada tahun 2008 ditemukan 148.810 kasus baru
dan 49.960 (sekitar 10%) diantaranya meninggal karena karsinoma kolorektal.
Tingginya angka kematian tersebut menyebabkan berbagai upaya untuk
menguranginya, salah satunya dengan kebijakan deteksi dini atau skrining terhadap
kelompok berisiko yang asimptomatis. Sebagian besar dari modalitas skrining yang
dimaksud adalah radiologic imaging : Flexible Sigmoidoscopy (FS), Colonoskopy,
Double Contrast Barium Enema, dan CT Colonography. Pemilihan modalitas
skrining tersebut tergantung pada kondisi pasien, teknologi yang dimiliki, resiko dan
keuntungan modalitas terhadap pasien, serta kemampuan operator.
Penanganan karsinoma kolorektal membutuhkan kecermatan pemeriksaan
preoperative untuk dapat memutuskan modalitas terapi baik pembedahan,
kemoterapi, maupun radioterapi. Penanganan postoperative dan follow up sangat
tergantung pada pemeriksaan dan penanganan yang dapat dilakukan sebelumnya. Hal
ini sangat ditentukan oleh staging karsinoma, yang salah satunya bisa ditentukan oleh
imaging seperti ultrasonografi, CT Scan, maupun MRI. Pada prinsipnya, semakin dini
diagnosis karsinoma kolorektal, semakin baik prognosisnya karena penanganannya
bisa dengan pembedahan kuratif.
19
KEPUSTAKAAN
1 Center of Medicare Service (CMS) Publication: Colorectal Cancer Facts on Screening, 11012, January 2006; 099.
2 Mercury Study Group. Diagnostic Accuracy of Preoperative Magnetic Resonance Imaging in Predicting Curative Resection of Rectal Cancer: Prospective Observasional Study. BMJ 2006; 333: 779.
3 American Cancer Society. Colorectal Cancer Facts & Figures 2008-2010.Atlanta: American Cancer Society 2008.
4 Kelompok Kerja Adenokarsinoma Kolorektal. Panduan Pengelolaan Adenokarsinoma Kolorektal. Suatu Panduan Klinis Nasional, Edisi Revisi 2006.
5 Carsinoma of the Colon. In: Corman ML, editors. Colon and Rectal Surgery. 5th ed. Lippincott Williams & Wilkins Publishers; 2005.
6 American College of Radiology. Lower Gastrointestinal (GI) Tract X-ray (Radiography). RSNA 2008.
7 British Columbia Medical Association. Detection Of Colorectal Neoplasms In Asymptomatic Patients. Ministry of Health Services 2008.
8 Heiken JP, Bree RL, Foley WD, Gay SB, Glick SN, Huprich JE, Levine MS, Ros PR, Rosen MP, Shuman WP, Greene FL, Rockey DC. Expert Panel on Gastrointestinal Imaging. Colorectal Cancer Screening. American College of Radiology (ACR); 2006: 7.
9 Screening for Colorectal Cancer. In: Guide to Clinical Preventive Services, AHRQ 2006.
20
10 Saunders TH, Ribeiro HK, Gleeson FV. New Techniques For Imaging Colorectal Cancer: The Use of MRI, PET and Radioimmunoscintigraphy for Primary Staging and Follow-Up. British Medical Bulletin 2002;64: 81–99.
11 Haibach PV, Kuehle CA, Beyer T, Stergar H, Kuehl H, Schmidt J, Borsch G, Dahmen G, Barkhausen J, Bockisch A, Antoch G. Diagnostic Acuracy of Colorectal Cancer Staging with Whole Body PET/CT Colonography. JAMA, December 2006;296:2590-600.
12 Cunningham C. Colorectal Cancer: Management. Medical Progress October 2008: 490-4.
21