-
46
BAB V
HUBUNGAN PROGRAM COMMUNITY ORIENTED POLICING
DENGAN PERUBAHAN PERILAKU DALAM
KEMERDEKAAN BERAGAMA DI SALATIGA
Setiap masyarakat mendapatkan praktek manfaat dari keagamaan
secara penuh tanpa halangan. Rasa hormat yang sungguh – sungguh atas
hak asasi manusia mendasar ini dapat menjadi sebuah kekuatan untuk
mencegah, mengatasi, dan mengakhiri konflik. Oleh karena itu, cara
beragama yang benar harus terlihat secara konkrit dalam perilaku
penganutnya yang jujur, ikhlas dan lapang dada.
Perbedaan agama dalam bingkai kerukunan beragama harus
dijadikan dorongan untuk mencari formula hubungan yang lebih baik
dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, agama
hadir sebagai rahmat, hadir sebagai anugerah iman yang memberikan
landasan ketulusan, kejujuran dan keadilan.
Pada bagian ini merupakan pembahasan, peneliti membahas sejauh
mana “Hubungan Program Community Oriented Policing Dengan
Perubahan Perilaku Dalam Kemerdekaan Beragama di Salatiga”, yang
meliputi aspek kognisi, afeksi dan psikomotorik.
5.1. Perubahan Sosial Dalam Kemerdekaan Beragama
Perubahan yang terjadi di masyarakat merupakan sebuah proses
dimana setiap manusia mengalami perubahan terus menerus. Suatu
perubahan itu merupakan gejala – gejala sosial yang ada pada masyarakat,
dari mulai sifat individual sampai sifat kompleks (Lauer 1993). Kombinasi
antara fungsional tentang struktur dan fungsi masyarakat sebagai teori
konflik antar kelas sosial. Perubahan sosial merupakan hasil dari konflik
-
47
kelas di masyarakat, karena konflik selalu menjadi bagian dari masyarakat
(Dahrendoft, 1959).
Perubahan sosial terjadi karena masyarakat menginginkan
perubahan tersebut, perubahan masyarakat terjadi karena ada dorongan
dari luar sehingga masyarakat sadar ataupun tidak mengikuti perubahan.
LSM Kampoeng Percik Salatiga bekerja sama dengan pihak kepolisian
untuk membentuk suatu perubahan dengan mengadakan program
community oriented policing (COP/POLMAS) program inilah yang
menjadi faktor dalam perubahan sosial. Bapak Heri T. Wibowo1
(Koordinator COP/POLMAS), menuturkan sebagai berikut :
“LSM Kampoeng Percik bekerja sama dengan polisi untuk
membentuk suatu program yang bertujuan menyetarakan
polisi dan masyarakat. Selain itu, masyarakat agar bisa tahu
hukum, norma-norma hukum dan nilai-nilai hukum.
Gebrakan baru dalam masyarakat ini yang nantinya akan
membentuk masyarakat yang mandiri agar perubahan sosial
nampak pada masyarakat awam. Konsep kegiatan selalu
diarahkan bagaimana mengatasi konflik di dalam
bermasyarakat? Hal-hal seperti itu yang terus dilakukan
agar masyarakat dan polisi memiliki tanggung jawab
terhadap konflik tersebut. Kami sering mengundang pak
lurah, pak camat, pak bekel, tokoh agama, tokoh
masyarakat, tokoh perempuan, tokok pemuda diundang ke
Percik untuk dapat mengikuti diskusi, pelatihan - pelatihan,
sosialisasi COP yang dimaksudkan agar pembekalan dari
kegiatan COP dapat memberikan hasil dan perubahan
bahwa masyarakat berpartisipasi, mampu melakukan
perubahan, pembaharuan dalam bermasyarakat”.
Pelibatan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh
pemuda dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa “para tokoh” itu adalah
figur-figur yang tentu memiliki pengaruh ditengah-tengah masyarakat.
Dengan demikian, pelibatan mereka adalah mutlak dilakukan dalam
1Hasil wawancara Bapak Heri Wibowo T. (Koord. COP/POLMAS) pada tanggal, 15 Juni 2014,
pukul 11.00 di LSM Kampoeng Percik
-
48
perspektif penyelesaian masalah dengan pendekatan kekeluargaan. Dalam
teori Lauer dan Dahrendorf menjelaskan bahwa konflik dalam struktur
masyarakat itu berasal dari luar sehingga masyarakat tidak menyadari akan
hadirnya konflik tersebut. Sehingga, diperlukan program COP/POLMAS
dalam suatu lingkungan masyarakat dalam bentuk forum kemitraan polisi
masyarakat.
Pertemuan atau rapat rutin (bulanan) yang dilakukan oleh pengurus
atau anggota FKPM tersebut bertujuan selain sosialisasi, juga sebagai
forum kekeluargaan untuk saling mengenal satu dengan yang lain. Hal ini
dianggap penting sebab sebelum masuknya program COP/POLMAS di
wilayah ini pandangan mereka mengenai perbedaan beragama masih
sangat kurang seperti yang diutarakan oleh Bp. HM. Syafii2 (Ketua
FKPM) seperti berikut :
“Pernah suatu ketika di acara pengajian salah satu
kyai berceramah mengenai agama, disini itu kalau ada
ceramah dimasjid menggunakan pengeras suara jadi satu
kampung bisa mendengar, suatu ketika pak kyai ini
berceramah menjelekan agama lain. Saya yang mendengar
tidak nyaman dengan ceramah itu maka saat ceramah itu
selesai kyai ini saya tegur. Karena gini mbak jika tidak di
tegur membuat orang-orang yang mendengar menjadi
percaya malah jadi fanatik itu juga tidak bagus dan sudah
banyak warga sini yang fanatik, maka perlu adanya
pertemuan untuk para warga agar pengetahuan mengenai
kemerdekan beragama lebih membuka pandangan mereka”.
Pertemuan pengurus dan anggota FKPM yang berasal dari satu
kelurahan, Bapak HM. Syafii3 (ketua FKPM), menuturkan sebagai berikut:
“Dalam setiap bulan pengurus FKPM Pulutan
mengadakan pertemuan intensif mbak pertemuan ini
dilakukan agar pengurus, anggota FKPM dapat bekerja
sama dapat bertukar ide, terkadang kami juga mengundang
pihak kepolisian dan LSM Percik untuk memberikan
masukan, melihat perkembangan dan program
2 Hasil wawancara Bapak HM. Syafii (ketua FKPM) pada tanggal, 19 juni 2014 pukul 2014 dikediaman beliau. 3 Ibid...
-
49
COP/POLMAS direncanakan oleh pengurus di sini. Tetapi,
jika ada agenda kegiatan pertemuan ya kami pengurus juga
sering untuk rapat dan bertemu”.
Dengan demikian, maka rapat rutin (bulanan) itu adalah sebagai
wadah untuk saling bertemu secara kekeluargaan. Selain itu, pertemuan ini
sekaligus juga berfungsi sebagai wadah mengidentifikasi masalah dan
mencari serta menemukan alternatif solusi bagi penyelesaian masalah.
Dalam konteks seperti ini, maka dapat dikatakan bahwa LSM
Kampoeng Percik dan pihak kepolisian dalam membangun hubungan
komunikasi dengan masyarakat lewat program COP/POLMAS, dalam
kasus di kelurahan Pulutan ini tidak hanya berwacana, namun kepolisian
dalam beberapa hal benar-benar telah melakukan reformasi dan
transformasi fungsi dan perannya dalam membantu masyarakat. Tentu ada
harapan yang ingin dicapai oleh polisi lewat program COP/POLMAS ini,
salah satunya adalah polisi lebih mendekatkan diri dengan masyarakat
agar dapat merubah citra masyarakat yang terlanjur negatif terhadap
program ini. Minimal dalam kasus Pulutan tanda-tanda perubahan citra
kepolisian ke arah yang lebih baik dengan adanya berbagai macam
kegiatan kemerdekan beragama yang dibuat oleh COP/POLMAS maupun
FKPM. Pelatihan yang dilakukan dapat membuat pandangan mereka
mengenai kemerdekaan semakin luas.
5.2. Program Hak Asasi Manusia (HAM) Dalam Kebersamaan
Beragama
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak
lahir. John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak – hak yang
memberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang
kodrati. (Effendi, 1994)
Dalam pasal 1 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM disebutkan
bahwa, “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
-
50
hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Dalam negara yang mengamalkan kebebasan beragama, agama –
agama lain bebas dilakukan dan ia tidak menghukum atau menindas
pengikut kepercayaan lain yang berbeda dari agama resmi. Kebebasan
memeluk agama di Indonesia sudah dijamin dalam konstitusi yang
tercantum dalam pasal 28E ayat (1) UU dasar Tahun 1945.
Sosialisasi tentang COP/POLMAS dilakukan melalui kegiatan
cultural event, dalam bentuk kegiatan pertunjukan seni rakyat seperti
wayangan, kethoprak dan tarian. Pengenalan tentang COP/POLMAS
dilakukan di sela – sela pertunjukan seni rakyat tersebut. Cara sosialisasi
seperti ini sengaja dipilih untuk menarik perhatian warga masyarakat agar
hadir dalam pertunjukan seni rakyat yang juga sekaligus bermuatan
sosialisasi tentang COP/POLMAS.
Dalam tahap selanjutnya kegiatan COP/POLMAS diarahkan pada
upaya pengembangan substansi COP/POLMAS di dalam berbagai bentuk
kegiatan, seperti talkshow di radio, penerbitan buletin, stiker, sarasehan,
seminar, diskusi tematik. Masyarakat menyambut positif program tersebut
hingga pada tahun 2007 sampai 2014 salah satu program POLMAS/COP
terbentuk di kelurahan Pulutan dengan kegiatan Hak Asasi Manusia dalam
kebersamaan beragama di kelurahan Pulutan kota Salatiga memberikan
dampak yang positif hingga saat ini. Dari hasil wawancara dengan Bapak
HM Syafii (ketua FKPM)4,
“COP/POLMAS berbasis kemerdekaan beragama di
desa Pulutan sudah ada sejak tahun 2007, kegiatan pertama
kali yang dilakukan pentas seni itu kita wayangan mbak,
4Hasil wawancara Bapak HM Syafii (ketua FKPM) pada tanggal 19 Juni 2014, jam 16.00 di
kediaman beliau.
-
52
Begitu pula dengan pengalaman salah satu pengurus kegiatan
COP/POLMAS seperti yang diutarakan NN anggota FKPM5, sebagai
berikut:
“Kegiatan COP/POLMAS sangat memberikan
dampak positif mbak. Kegiatan itu membuat pola pikir dan
pandangan mengenai perbedaan menjadi semakin terbuka,
dulu itu saya akui mbak kalau saya fanatik terhadap agama
walaupun agama saya Kristen, masalah awal itu gara – gara
kompor gas bantuan dari pemerintah itu, awalnya saya
protes kok saya tidak di kasih, lalu saya akhirnya datang ke
rumah pak Syafii, itu malah sempet geger mbak. Tapi, pada
akhirnya pak Syafii menengahi permasalahn ini melalui
program FKPM, ini kejadinya sudah sangat lama mbak
sebelum saya mengikuti POLMAS ini. Namun, berjalannya
waktu saya memutuskan untuk mengikuti kegiatan ini, yang
awalnya saya mengikuti kegiatan sarasehan warga.Saya
mulai aktif dengan setiap kegiatan, lalu pada akhirnya saya
ditunjuk untuk menjadi salah satu pengurus COP/POLMAS
Pulutan dan menjadi salah satu penggerak warga agar lebih
aktif dalam program COP/POLMAS sampai sekarang.
Pada saat suami saya meninggalpun saya datang ke
rumah pak Syafii, meminta untuk kelompok pengajian
Pulutan datang kerumah untuk dapat mengirimkan doa
untuk suami saya, di waktu yang sama saya juga
mengadakan ibadah penghiburan. Ya mungkin orang yang
mendengar cerita saya aneh tapi disisi lain saya
menerapkan bahwa perbedaan itu menjadi salah satu cara
untuk mengubah pola pikir saya untuk lebih terbuka
terhadap agama lain dan itu menjadi hak asasi mereka.
Kegiatan COP/POLMAS memang sangat membantu warga
Pulutan mbak, karena dalam setiap penyelesaian selalu
dengan pendekatam kekeluargaan agar lebih terbuka”.
Kegiatan awal sosialisasi COP/POLMAS dilakukan oleh atau
melalui FKPM, yakni dengan mensosialisasikan atau menjelaskan tentang
pentingnya COP/POLMAS dan FKPM sebagai forum kemitraan yang
berperan menyelesaikan masalah-masalah sosial yang ada. Menariknya
pendekatan yang dicetuskan dalam proses penyelesaian masalah-masalah
sosial itu adalah pendekatan kekeluargaan, artinya “petugas” akan
5Hasil wawancara dengan NN anggota FKPM pada tanggal, 20 Juni 2014, pukul 16.00
dikediaman beliau
-
53
melakukan „strategi jemput bola‟ untuk mengatasi, menanggulangi dan
menyelesaikan permasalahan. Strategi jemput bola ini adalah keputusan
FKPM untuk datang langsung ke rumah warga yang mengalami masalah
dan berdialog langsung, tujuannya selain memberikan dukungan moral, juga
diharapkan kedekatan secara kekeluargaan itu dapat membuat mereka yang
mengalami masalah bisa lebih terbuka.
Hak asasi manusia dalam kemerdekaan beragama harus dijunjung
tinggi dan keberadaan hak asasi manusia dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang harus bisa toleransi terhadap setiap umat
beragama.
5.3. Program COP/POLMAS terhadap Perubahan Perilaku
Masyarakat Pulutan
Setiap kegiatan yang dilakukan pasti membawa dampak.Termasuk
kegiatan POLMAS/COP berbasis kemerdekaan beragama. Dalam bab ini
menjelaskan perubahan perilaku masyarakat kelurahan Pulutan. Berbicara
dampak positif kegiatan COP/POLMAS ini bisa dilihat dari aspek kognisi,
afeksi dan psikomotorik
1. Aspek Kognisi : Program POLMAS/COP terhadap Perubahan
Perilaku Masyarakat Pulutan
Bloom (1975) membagi tahapan kognisi menjadi 6 bagian
diantaranya pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan
evaluasi. Tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman
baru, masyarakat Pulutan mendapatkan informasi mengenai program
POLMAS/COP dari pihak kepolisian yang bekerjasama dengan LSM
Kampoeng Percik untuk dapat mensosialisasikan program POLMAS/COP
berbasis kemerdekaan beragama. LSM Kampoeng Percik melihat bahwa
kelurahan memiliki potensi. Peranan LSM Kampoeng Percik dan pihak
kepolisian sebagai fasilitator, membantu menggali motivasi, dan
menyadarkan masyarakat melalui program POLMAS/COP dalam
kemerdekaan beragama. Langkah awal yang dilakukan unutk
-
54
mensosialisasikan adalah dengan adanya cultural event, diskusi tematik,
dialog antar masyarakat Pulutan, LSM Kampoeng Percik dan kepolisian.
LSM Kampoeng Percik beserta pihak kepolisian tutut mencari
jalan keluar dan memberikan informasi pengalaman dari luar ke dalam
masyarakat melalui berbagai metode. LSM Kampoeng Percik banyak
melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat Pulutan, dari
setiap pelatihan yang diberikan masyarakat selalu dibekali pengetahun,
informasi dan pengalaman mengenai POLMAS/COP. Bapak HM. Syafii6,
(ketua FKPM) menuturkan sebagai berikut :
“Pada tahun 2007 saya lupa tanggal berapa, saya
didatangi petugas kepolisian ditawari untuk mengadakan
POLMAS/COP tetapi, pada saat itu saya belum mengenal
LSM Kampoeng Percik. Tawaran itu tidak serta merta saya
terima saya harus diskusi dan pelajari dulu program ini
seperti apa, peran masyarakat itu seperti apa, fungsi dan
kegunaan seperti apa. Tetapi, saat itu setelah saya pelajari
ini merupakan peluang besar bagi kami, karena tujuan dari
program ini untuk mensejajarkan polisi dan masyarakat.
Kemudian peluang lain adalah agar masyarakat bisa
langsung berpartisipasi dan ambil bagian dalam program
ini. Kemudian dibentuklah pengurus hingga pada akhirnya
FKPM Pulutan bekerja sama dengan LSM Kampoeng
Percik Salatiga. Pihak polisi dan LSM Kampoeng Percik ini
membekali pengetahun, memberikan informasi dan
pengalaman mengenai POLMAS/COP berbasis
kemerdekaan beragama agar masyarakat bisa lebih bisa
hidup damai”.
Warga kelurahan Pulutan dapat memahami, mencerna dan
menganalisis pengetahuan baru serta dapat diimplementasikan dalam
bentuk baru yang bermanfaat untuk kehidupan bermasyarakat. Program
kerja yang selama ini dilakukan juga memberikan dampak kepada warga
Pulutan untuk menjadi lebih terbuka. Yanti7 (warga Pulutan), menuturkan
sebagai berikut :
6Hasil wawancara Bapak HM. Syafii (ketua FKPM), Pada tanggal, 19 Juni 2014 jam 16.00 di
kediaman beliau. 7Hasil wawancara Yanti (warga Pulutan), Pada tanggal, 21 Juni 2014, jam 15.00 di kediaman
beliau
-
55
“Sebelum warga Pulutan mengenal Program
POLMAS/COP banyak kejadian. Salah satunya ketika
salah satu tetangga kami yang beragama lain ingin
bertempat tinggal di daerah ini beliau ketakutan karena
wilayah ini mayoritas muslim, beliau terasingkan karena
warga Pulutan tertutup, pada akhirnya beliau ini pindah
rumah ini kejadiannya sudah sangat lama mbak. Tetapi,
Pulutan yang sekarang berbeda, setelah ada program
POLMAS/COP ini masuk di wilayah kami serta adanya
pelatihan, sosialisasi, diskusi warga semakin terbuka, warga
semakin menerima perbedaan dan terbuka dengan agama
lain, sewaktu hari - hari besarpun warga non muslim ikut
merayakan dengan berkunjung kerumah untuk
mengucapkan selamat. Pada hari raya Lebaran salah satu
warga membagi-bagikan THR kepada semua warga tanpa
melihat itu Islam atau Kristen dan yang warga non muslim
waktu hari raya Natal membagi-bagikan kue. Jadi begitu
mbak disini toleransi beragamnya kuat.
Program POLMAS/COP berbasis kemerdekaan beragama
memberikan dampak yang positif bagi warga Pulutan. Sehingga warga
Pulutan sangat menghargai perbedaan agama setelah mengikuti program
COP/POLMAS dilingkungan mereka. Sebagai contoh kasus di atas, bahwa
perbedaan melengkapi kehidupan bermasyarakat, setiap warga bisa
menghargai perbedaan dan bisa terbuka serta mengubah pola pikir dalam
kehidupan beragama.
2. Aspek Afeksi : Menggambarkan tingkat kepuasan masyarakat
terhadap program POLMAS/COP
Tahapan afektif merupakan komponen emosional atau perasaan.
Krethwohl etr al (1974) membagi atas lima tingkatan, yakni : penerima,
partisipasi atau merespons, penilaian, mengorganisasi nilai, pembentukan
pola atau karakteristik nilai-nilai.
a. Tingkat penerimaan, masyarakat memiliki keinginan memperhatikan
suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya dalam kasus ini,
adalah pengenalan program POLMAS/COP. Tugas LSM Kampung
Percik dan kepolisian mengarahkan perhatian masyarakat Pulutan
pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya
-
56
LSM Kampoeng Percik mengarahkan masyarakat desa agar senang,
dan tertarik pada setiap kegiatan POLMAS/COP. Pihak kepolisian di
bantu oleh LSM Kampoeng Percik dalam mengenalkan program
POLMAS/COP, memiliki metode-metode yang bertujuan untuk
menarik minat masyarakat Pulutan. Metode-metode itu bisa berupa
cultural event, sosialisasi dengan kemasan yang santai tetapi mengena
pada masyarakat.
Dalam sosialisasi terkadang ditengah-tengah materi diselipkan
candaan-candaan yang menghibur baik itu datang dari celetukan
warga, atau dari penyampain materi, sehingga suasana tidak menjadi
membosankan. Penulis sendiri juga pernah mengikuti langsung
penyampaian materi yang dilakukan staff-staff LSM Kampoeng
Percik, dan memang penyampaian materi tidak formal, terlihat
masyarakat nampak antusias mengikutinya. Mbak Chritin8 (Staff LSM
Kampoeng Percik), menuturkan sebagai berikut :
“Disetiap kegiatan POLMAS/COP memang tidak
selalu formal, tetapi dikemas secara sederhana dengan
menggunakan bahasa-bahasa yang sering diucapkan
mereka agar mereka yang mengikuti kegiatan ini bisa
paham dan mengerti.Malahan dari pihak kami selalu
membuat sesuatu yang berbeda, misalnya menggunakan
media pewayangan atau ketoprak, donar darah, jalan santai
dll”.
8Hasil wawancara dengan Mbak Christin staff LSM Kampoeng Percik pada tanggal 18 Juni 2014,
pukul 10.30 di LSM Kampoeng Percik
-
57
Gambar 5
Pelatihan Program POLMAS/COP
Sumber : Data Primer, 2010
b. Tingkat responding, responding merupakan partisipasi aktif
masyarakat Pulutan, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada
tingkat ini masyarakat Pulutan tidak saja memperhatikan fenomena
khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini
menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi
respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi
pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada
pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Pada tahap ini
LSM Kampoeng Percik dan pihak kepolisian memperbanyak diskusi-
diskusi yang berkaitan dengan COP/POLMAS berbasis kemerdekaan
beragama, hal ini dapat memancing respon dari masyarakat Pulutan.
Bapak HM. Syafii (ketua FKPM)9, menuturkan sebagai berikut :
“Partisipasi masyarakat mengikuti kegiatan ini
bagus mbak, baik tua muda, Islam Kristen dadi siji (jadi
satu) waktu ada pertemuan 1 bulan sekali konsep acara ide,
acara mau dibikin seperti apa ya mereka ikut berbicara
mbak, malahan acara yang kemarin itu acara donor darah,
jalan sehat itu yang mengusulkan ya warga, jadi usulan –
usulan warga itu kami tampung, kami rapatkan dengan
9Hasil wawancara Bapak HM Syafii (ketua FKPM) Pada tanggal, 23 Juni 2014, pukul 16.00 di
kediaman beliau.
-
58
pengurus. Program FKPM ini menjadikan warga berani
untuk bicara, mengutarakan pendapat ”.
Gambar 6
Partisipasi Masyarakat Dalam Diskusi Tematik
Sumber: Data Primer, 2009
c. Tingkat valuing, valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau
sikap yang menunjukkan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari
menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan
keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian
berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil
belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten
dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam hal ini masyarakat
Pulutan memiliki keinginan untuk meningkatkan program
POLMAS/COP melalui pelatihan-pelatihan yang diajarkan oleh pihak
LSM Kampoeng Percik dan pohak kepolisian. LSM Kampoeng Percik
dan kepolisian sendiri banyak melakukan pelatihan-pelatihan kepada
masyarakat Pulutan untuk membangun, sikap toleransi. Penentuan
sikap dan keyakinan masyarakat Pulutan tepat masyarakat menunjukan
komitmen-komitmen mereka dalam bentuk mengikuti kegiatan, ikut
menyampaikan ide. Bapak HM. Syafii10
(ketua FKPM), mengutarakan
sebagai berikut :
10
Hasil wawancara Bpk. HM. Syafii (ketua FKPM Pulutan), Rabu, 18 Juni 2014, pukul 16.00 di
kediaman beliau
-
59
“Dari awal terbentuknya pengurus FKPM sampai
pada penyusunan agenda kerja warga saya tekankan
komitmen untuk tidak membawa agama dalam setiap
kegiatan. “Panjenengan agama nopo mawon, aliran nopo
mawon mang paringke ndalem, kempalan mboten usah
dibeto, ampun ndamel geger wonten deso”, (kamu mau
agama apa saja, aliran apa saja, taruhlah dirumah,
pertemuan tidak usah di bawa tetapi jangan membuat
keributan di desa), komitmen yang ditekankan membawa
perubahan bagi warga sini mbak untuk yakin dengan yang
dilakukan. Nilai-nilai yang ada dalam COP/POLMAS bisa
dilakukan warga”.
d. Tingkat Organization, pada tingkat organization, nilai satu dengan
nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai
membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran
pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem
nilai. Sebelum masyarakat Pulutan mengetahui adanya kegiatan
COP/POLMAS, Masyarakat Pulutan memiliki kesamaan sistem nilai
yaitu, masyarakat tertutup dan memandang polisi secara negatif.
Namun, setelah adanya program COP/POLMAS masyarakat mulai
mengubah pola pikir dan cara pandang mereka mengenaipolisi dan
lebih bisa menerima dengan perbedaan. Bpk. HM. Syafii (ketua
FKPM)11
, menuturkan sebagai berikut :
“Dulu memang warga sini itu warganya fanatik,
sulit menerima tetangga baru yang berbeda dengan
keyakinannya. Sikap tertutup, acuh, cuek itu selalu
ditunjukan warga sini mbak. tetapi adanya program
COP/POLMAS bisa mengendalikan konflik yang ada di
masyarakat, salah satunya di tetangga sebelah sebuah
keluarga cekcok dan sampai istrinya diancam untuk
dibunuh, saat itu istri lapor kepada pihak kepolisian tetapi,
dari pihak kepolisian mengembalikan kepada pengurus
FKPM datang kerumah saya yang ada akhirnya
diselesaikan secara kekeluargaan melalui FKPM sebagai
penengah dan dari pengurus FKPM mengeluarkan SKB
(surat keputusan bersama) yang nantinya disepakati
bersama antara kedua belah pihak untuk tidak
mengulanginya”.
11
Ibid…
-
60
e. Tingkat characterization adalah ranah afektif tertinggi. Pada tingkat
ini masyarakat Pulutan memiliki sistem nilai yang mengendalikan
perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk perubahan
perilaku. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi,
emosi, dan sosial. Bapak HM. Syafii12
(ketua FKPM), menuturkan
sebagai berikut:
“Sini dulu terkenal dengan anak pemudanya suka
minum-minum keras mbak itu ya sebenarnya jg
dipengaruhi dan di sponsori oleh orang-orang tua, melalui
pendekatan yang saya lakukan secara terus menerus,
banyak pemuda yang pekewuh (sungkan) terhadap saya
sejak saat itu mereka mulai mengurangi minumnya dan
sekarang mereka sudah menghilangkan kebiasaan itu mbak,
malahan salah satu pemuda yang terlibat minum-minuman
keras sekarang menjadi pegiat COP”
3. Aspek Psikomorik : Keterampilan masyarakat memahami nilai-nilai
yang terkandung dalam POLMAS/COP
Pada aspek Psikomotorik, aspek ini merupakan ranah yang
berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah
seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Seiring berjalannya
waktu proses program POLMAS/COP mengalami perkembangan pada
program ini karena masyarakat Pulutan mampu untuk mengembangkan
program ini, masyarakat Pulutan dapat bertindak dan mengambil
keputusan yang bijak dalam setiap permasalahan, Bapak HM. Syafii
(Ketua FKPM)13
, menuturkan sebagai berikut:
“Ya selama program ini berlangsung hambatan yang
mencolok itu tidak ada dari warga Pulutan sendiri mbak.
Tetapi, masih adanya warga yang tidak mengetahui tentang
norma-norma hukum, sumber daya manusia (dalam hal ini
pengurus) belum semuanya optimal jadi hanya masih
bekerja sesuai dengan pemahaman mereka sendiri
12 Hasil wawancara dengan Bapak HM. Syafii (ketua FKPM) Rabu, 18 Juni 2014, pukul 16.00 di kediaman beliau 13
Hasil wawancara dengan Bapak. HM. Syafii (Ketua FKPM) Rabu, 18 Juni 2014 , pukul 16.00
dikediaman beliau
-
61
mengenai COP, yang masih jadi kekhawatiran sekarang itu
ancaman dari eksternal, misalnya saja pas kemarin itu
mbak, disini kalau sholat tarawih semua warga datang ke
masjid, tetapi di lapangan Pulutan ada banyak anak-anak
muda di luar Pulutan yang pacaran di lapangan situ mbak,
waktu saya di masjid perasaan saya tidak enak, saya keluar
dan segera kelapangan saya senteri itu mbak langsung pada
bingung dan bubar, pacarannya diatas motor dan mengarah
ke hubungan seperti itu, ini saya sempat bicarakan di
pertemuan FKPM keputusan bersama dari pengurus untuk
setiap warga yang melihat untuk diberi teguran, warga kami
mbak sudah bisa menerapkan nilai-nilai yang terkandung
pada COP keputusan bersama dan sadarnya dengan
mengambil tindakan yang bijak memberikan dampak
positif dalam kehidupan bermasyarakat.”
Kemandirian masyarakat untuk bisa mengembangkan program
POLMAS/COP sangat bagus, program yang dilakukan itu sesuai dengan
harapan masyarakat dan diakui oleh masyarakat Pulutan bahwa kegiatan
ini memberikan dampak yang positif bagi kehidupan beragama, Bapak
HM. Syafii14
(ketua FKPM) menuturkan harapan masyarakat sebagai
berikut :
“Harapan kedepan meratanya hukum di Pulutan,
bisa menyelesaikan konflik dengan kekeluargaan, damai.
Bisa terus berpartisipasi dengan program ini, tumbuh rasa
bebas dari gangguan orang-orang yang tidak bertanggung
jawab. Sosok polisi di masyarakat Pulutan sudah
merupakan mitra di dalam mengemban tugas bersama,
FKPM diharapkan menjadi rujukan masyarakat di berbagai
persoalan kemasyarakatan. Masyarakat bisa menjadi polisi
dalam keluarganya dan kampung. Sekarang ini FKPM
Pulutan menjadi pilot project tingkat Nasional.
Dari berbagai pernyataan yang disampaikan oleh masyarakat
kelurahan Pulutan, mereka mengatakan bahwa program COP/POLMAS
kemerdekaan beragama banyak memberikan dampak yang positif
sehingga kelurahan Pulutan menjadi pilot project tingkat nasional.
Dimana program tersebut membawa perubahan sosial yang cukup baik
dalam kehidupan bermasyarakat.
14 Ibid
-
62
5.4 Hambatan Dalam Program COP/POLMAS
Hambatan yang terjadi dari program ini yang mencolok adalah
tidak dari warga Pulutan tetapi dari luar warga Pulutan. Dan masih ada
warga yang tidak mengetahui tentang norma-norma hukum, sumber daya
manusia yang belum semuanya optimal jadi hanya masih bekerja sesuai
dengan pemahaman mereka mengenai COP, hingga saat ini yang menjadi
kekhawatiran sekarang itu ancaman eksternal, Bapak HM. Syafii15 (ketua
FKPM) menuturkan sebagai berikut :
“Kemarin itu mbak, disini kalau sholat tarawih semua
warga datang ke masjid, tetapi di lapangan Pulutan ada banyak
anak-anak muda di luar Pulutan yang pacaran di lapangan situ
mbak, waktu saya di masjid perasaan saya tidak enak, saya
keluar dan segera kelapangan saya senteri itu mbak langsung
pada bingung dan bubar, pacarannya diatas motor dan mengarah
ke hubungan seperti itu, ini saya sempat bicarakan di pertemuan
FKPM keputusan bersama dari pengurus untuk setiap warga
yang melihat untuk diberi teguran, warga kami mbak sudah bisa
menerapkan nilai-nilai yang terkandung pada COP keputusan
bersama dan sadarnya dengan mengambil tindakan yang bijak
memberikan dampak positif dalam kehidupan bermasyarakat.”
15