DAKWAH MELALUI PENGOBATAN DZIKIR DAN DO’A
(Studi Kasus Kyai Zarqoni di Gading Serpong-Tangerang)
Oleh:
SITI JARONAH NIM: 106053002018
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
DAKWAH MELALUI PENGOBATAN DZIKIR DAN DO’A
(Studi Kasus Kyai Zarqoni di Gading Serpong-Tangerang)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam
(S. Kom. I)
Oleh:
SITI JARONAH NIM: 106053002018
Dibawah Bimbingan:
Dra. Hj. Jundah Sulaeman, MA NIP: 196200303 199203 2 001
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
ABSTRAK
SITI JARONAH
Dakwah Melalui Pengobatan Dzikir dan Do’a: Studi Kasus Kyai Zarqoni di Gading Serpong–Tangerang.
Dakwah adalah suatu usaha yang merealisasikan ajaran Islam kedalam kenyataan hidup sehari–hari, baik bagi kehidupan seseorang maupun kehidupan masyarakat untuk memperoleh keridhaan Allah swt. Dakwah membutuhkan metode yang tepat agar mampu mewujudkan tujuannya untuk menggugah seseorang kembali ke jalan yang diridhai–Nya, salah satunya dengan menggunakan pengobatan dzikir dan do’a, karena dzikir dan do’a merupakan instrumen yang sangat ampuh sebagai pengendali manusia dalam kesibukan sehari–hari bahkan untuk kesehatan (menyembuhkan dan mencegah dari penyakit). Sebab tidak sedikit orang yang merasa dirinya berdzikir dan berdo’a, tetapi nilainya hampa, tidak mempunyai nilai positif bagi dirinya. Orang yang berpikir dengan sehat tidak mungkin dia akan lupa kepada Allah swt.
Bukanlah rahasia umum lagi manfaat dari pengobatan dzikir dan do’a ini sangat besar bagi kesehatan seseorang. Bahwasanya dzikir dan do’a pada intinya adalah sum-sumnya daripada ibadah. Karena dengan berdzikir dan berdo’a manusia selalu ingat kepada Allah swt, dalam situasi apa pun manusia harus selalu mengingat Allah swt.
Jadi dapat dikatakan bahwa dengan ingat kepada Allah, menurut pengertian yang benar, secara tersurat dan tersirat sesuai dengan kemampuan akan betul–betul berguna bagi kehidupan orang yang beriman. Allah memerintahkan kepada manusia untuk berdzikir dan berdo’a kepada–Nya. Dengan dzikir dan do’a hidup akan terasa nyaman dan tentram.
Dengan penelitian ini penulis ingin mengetahui dakwah Kyai Zarqoni melalui pengobatan dzikir dan do’a di Gading Serpong–Tangerang. Melalui wawancara dan observasi diketahui bahwa yang diteliti meliputi dakwah Kyai Zarqoni di Gading Serpong–Tangerang, pengobatan dzikir dan do’a Kyai Zarqoni terdapat nilai-nilai dakwah, baik dari segi perbuatan dan nasihat beliau kepada pasiennya.
Dalam mensyi’arkan dakwahnya melalui pengobatan dzikir dan do’a termotivasi pada penggalan surat Al–A’raf ayat 96. Menurut Kyai Zarqoni, seseorang tidak akan bisa menerima dakwah dengan baik kalau hatinya beku. Agar hati kita tidak beku, caranya leburkanlah dulu hati itu dengan dzikir dan do’a baru dimasukkan dengan tausiah, muhasabbah dan tentang ajaran syari’at–syari’at Allah, kemudian metode dakwahnya melalui dzikir dan do’a Kyai Zarqoni menggunakan dzikrullah yang dilakukan secara individu atau berjamaah.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt, yang telah memberikan nikmat yang
begitu besar dan hidayah–Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad saw,
keluarga, para sahabat, dan para pengikut beliau.
Skripsi ini berjudul “Dakwah Melalui Pengobatan Dzikir dan Do’a:
Studi Kasus Kyai Zarqoni di Gading Serpong–Tangerang” diajukan untuk
memenuhi bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Tanpa
bantuan dan motivasi berbagai pihak rasanya mustahil penggarapan skripsi ini
tidak dapat dituntaskan. Untuk itu penulis menghaturkan banyak terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi.
2. Bapak Drs. H. Mahmud Jalal, MA., selaku Pembantu Dekan Bidang
Kepegawaian Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
3. Bapak Drs. Studi Rizal LK, MA., selaku Pembantu Dekan Bidang
Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
4. Bapak Drs. H. Hasanuddin Ibn Hibban, MA., selaku Ketua Jurusan
Manajemen Dakwah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis.
5. Bapak Drs. Cecep Castrawidjaya, MA., selaku Sekretaris Jurusan
Manajemen Dakwah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang selalu mengingatkan kepada penulis.
ii
6. Ibu Dra. Hj. Jundah Sulaiman, MA., selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
Terima kasih banyak atas bimbingan dan saran–sarannya dengan penuh
kesabaran dan ditengah–tengah padatnya agenda kesibukan, beliau masih
sempat meluangkan waktunya untuk membimbing penulisan skripsi ini
hingga selesai.
7. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sudah banyak memberikan
bekal ilmu kepada penulis.
8. Segenap Karyawan dan TU Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
membantu penulis dalam hal administrasi atau birokrasi.
9. Pimpinan Staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
dan Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam melengkapi
penyusunan skripsi ini.
10. Secara khusus penulis berikan apresiasi yang tinggi dan rasa terima kasih
kepada Kyai Zarqoni, dengan keramahan serta tangan terbuka menerima
penulis untuk meneliti salah satu metode dakwahnya dan rela meluangkan
waktu untuk wawancara dan banyak memberikan informasi yang sangat
penulis perlukan.
11. Abinda dan Uminda tercinta, yang tidak terhitung pengorbanannya, dari
segi materil maupun spiritual, berkat do’a, dorongan yang amat tulus dan
tanpa pamrih. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
dengan lancar.
iii
12. Kakakku, yang tiada hentinya memberikan informasi kepada penulis
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
13. Adikku, yang selalu memberikan motivasi kepada penulis hingga skripsi
ini dapat berjalan dengan lancar.
14. Kakak Iparku, yang selalu memberikan dukungan kepada penulis
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
15. Keponakanku yang imut-imut, yang selalu memberikan penulis merasa
terhibur dikala jenuh, sehingga skripsi ini tetap berjalan dengan baik dan
lancar.
16. Rahmad Kartolo (teman hidupku), yang tiada hentinya membantu penulis,
dan memberikan masukan serta informasi, sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik dan benar.
17. Teman–temanku dari berbagai jurusan, khususan buat teman-teman
Jurusan Manajemen Dakwah yang sudah memberikan arahan, informasi
kepada penulis, sehingga skripsi ini tetap berjalan dengan baik.
18. Segenap Pengurus LDNU (Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama) Kab.
Tangerang, yang telah memberikan informasi-informasi dan dukungannya
kepada penulis, sehingga penulisan ini tetap berjalan dengan lancar.
19. Segenap Karyawan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk., khususnya
dibagian BIG dan VBO, yang telah memberikan semangat dan do’a
kepada penulis, sehingga penulis masih bisa beraktivitas seperti biasanya
dan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.
iv
20. Para pasien Kyai Zarqoni, yang telah bersedia untuk memberikan
informasi-informasi dan kerjasamanya, sehingga penulisan skripsi ini
dapat berjalan sesuai dengan rencana yang penulis butuhkan.
Semoga Allah swt membalas amal ibadah mereka serta melimpahkan
Rahmat dan hidayah–Nya atas segala kebaikan yang telah mereka lakukan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan, hal ini
disebabkan karena kemampuan dan pengalaman penulis yang masih terbatas.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
guna perbaikan dimasa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, 15 Maret 2010
Penulis
SITI JARONAH
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………………………………………………………………...…i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….......ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.…………………………………………………1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.……………………………………7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian..……….…………………………………7
D. Metodologi Penelitian.…………………………………………………....8
E. Tinjauan Pustaka………………………………………………………....10
F. Sistematika Penulisan…………………………………………………….11
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Dakwah…………………………………………………………………..14
a. Pengertian Dakwah………………………………………………14
b. Komponen-Komponen Dakwah…………………………………16
c. Macam-Macam Dakwah...……………………………………….17
d. Tujuan dan Landasan Dakwah…………………………………...19
vi
B. Pengobatan Dzikir dan Do’a sebagai Metode Dakwah.………………….20
a. Pengobatan……………………………………………………….20
1. Pengertian Pengobatan…………………………………20
2. Tujuan Pengobatan……………………………………..22
3. Keunggulan Pengobatan Nabi………………………….23
b. Dzikir……. ………………………………………………………24
1. Pengertian Dzikir………………………………………24
2. Bentuk-Bentuk Dzikir………………………………….28
3. Macam-Macam Dzikir…………………………………31
4. Manfaat Dzikir…………………………………………32
5. Perbedaan Dzikir dan Do’a…………………………….35
6. Dzikir dan Do’a sebagai Terapi Medis………………...37
c. Do’a…..…………………………………………………………..40
1. Pengertian Do’a………………………...........................40
2. Tujuan Do’a……………………………………………44
3. Bentuk –Bentuk Do’a…………………………………..44
4. Karakteristik Do’a……………………………………...45
5. Do’a dan Tingkatannya yang tertinggi…………............47
6. Do’a dan Dzikir untuk Penyembuhan.............................48
BAB III PROFIL KYAI ZARQONI
A. Riwayat Hidup Kyai Zarqoni…………………………………………….50
B. Perjuangan Dakwah Kyai Zarqoni……..………………………...............52
C. Kegiatan Dakwah Kyai Zarqoni………………………………………….53
vii
viii
BAB IV ANALISIS PENGOBATAN DZIKIR DAN DO’A SEBAGAI
METODE DAKWAH KYAI ZARQONI
A. Konsep Dakwah Pengobatan Dzikir dan Do’a Kyai Zarqoni....................56
B. Penerapan Pengobatan Dzikir dan Do’a Kyai Zarqoni………………......62
C. Hambatan–Hambatan yang dihadapinya serta Penanggulangannya..........65
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………67
B. Saran………………………………………………………...……………69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dakwah merupakan kewajiban bagi sebagian manusia untuk
melaksanakan dakwah, mengajak kepada jalan yang ma’ruf dan mencegah segala
kemunkaran. Ketahuilah bahwa amar ma’ruf memiliki empat rukun, yaitu:
Muhtasib (Orang yang mencegah), Muhtasab ‘alaihi (Orang yang dicegah),
Muhtasab fihi (Perbuatan yang dicegah), dan Nafs al–muhtasab (Sesuatu yang
dicegah).1
Adapun syarat–syarat empat tersebut di atas, adalah:
1. Muhtasib, syaratnya adalah muslim dan mukallaf, termasuk di dalamnya
perseorangan, dan tidak dipersyaratkan adanya izin.
2. Muhtasab ‘alaih, syaratnya adalah manusia secara umum.
3. Muhtasab fihi, merupakan rukun lain yang jelas sebagai kemunkaran tanpa
memerlukan ijtihad.
4. Nafs al–muhtasab, syarat ini adalah Islam, karena Islam menyuruh
kebaikan dan mencegah kemunkaran itu artinya membela Islam.
Dalam berdakwah memang dibutuhkan ketangguhan dan kekuatan untuk
membela Islam, hingga ajaran agama tidak tersia-siakan dan mencelakakan
manusia. Sebab hakikat dakwah adalah membina dan mempersatukan umat
manusia serta menyelamatkan mereka dari kesengsaraan dunia maupun akhirat.2
1 Al – Ghazali, “Mutiara Ihya Ulumuddin,” h. 176 – 177. 2 Muhammad Ahmad Al-Dawi, ”Buku Pintar Para Da’i.” (Surabaya : Dua Ilmu, 1995),
cet ke-2, h.6.
2
Kata dakwah dalam ayat-ayat al-qur’an memiliki banyak arti.
Sebagaimana Allah swt berfirman dalam QS. Yusuf : 108, yang berbunyi:
☺
Artinya : ”Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan Aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".(QS. Yusuf : 108).3
Ilmu dakwah membicarakan ihwal bagaimana menyampaikan “kabar baik
dan benar yang bersumber dari langit.” Kabar baik dan benar itu adalah sesuatu
yang sangat dibutuhkan oleh manusia, agar ia dapat menentukan langkah
perbuatan yang akan ia tempuh selanjutnya dan sekaligus merupakan suatu
keniscayaan bagi kehidupan individu maupun masyarakat, demi kemaslahatan
hidup manusia. Rancangan susunan dan kemasan berbagai kabar berita yang baik
dan benar itu bisa berupa pesan, nasihat, pelajaran, koreksi, kritik dan lain-lain.
Yang seluruhnya ditujukan dalam rangka mewujudkan keberuntungan dan
kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.4
Kemampuan berdakwah bukanlah semata-mata ceramah mimbar saja,
inilah salah satunya cara berdakwah menurut pandangan orang awam. Padahal
banyak sekali metode-metode dakwah yang digunakan para da’i untuk mengajak
umat manusia khususnya muslimin dan muslimat menuju jalan keridhaan Allah
swt.
3 Departemen Agama Republik Indonesia, “Al-Qur’an dan Terjemahan,” (Jakarta:
Diponegoro, 2000), h. 198 4 Prof. Dr. Ardani, “Memahami Permasalahan Fiqh Dakwah,” (Jakarta: PT. Mitra
Cahaya Utama, 2006)
3
Dakwah bisa dilakukan dengan metode apa pun juga, misalnya melalui
pengobatan dzikir dan do’a ini dan yang terpenting adalah bagaimana caranya
agar kapan dan di manapun berada harus mengingat Allah swt. Allah berfirman
dalam QS. Yusuf: 108, yang berbunyi:
☺
Artinya: Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan Aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".(QS. Yusuf: 108)
Dari sekian banyak metode dakwah yang digunakan, penulis berusaha
untuk mengkaji tentang dakwah melalui pengobatan dzikir dan do’a, karena
pengobatan dzikir dan do’a memiliki kekuatan tersendiri, yakni sesuai dengan
firman-Nya QS. Al-Baqarah : 152, yaitu :
Artinya : “Karena itu, ingatlah sekalian kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al–Baqarah: 152).5
Penggalan ayat di atas mempunyai makna besar bila dikaji lebih dalam
lagi. Bahwa kata ”fadzkurun” (ingatlah kamu sekalian kepada-Ku) ini dianjurkan
melalui dzikir, hamdalah dan tasbih, yang dilanjutkan dengan membaca kitab
Allah yang diturunkan kepada baginda Nabi besar Muhammad saw dengan penuh
5 Ibid, h. 18
4
penghayatan. Di samping itu kita pun harus memikirkan tentang dalil yang telah
Allah paparkan di alam semesta ini agar menjadi tanda bagi kebesaran Allah,
kemudian ingatlah Allah, dengan demikian Allah akan membalas amal kita
(manusia) dengan pahala dan bahasa yang baik. Allah akan membuka pintu
kebaikan, bahkan kita (manusia) akan selalu menang dan berjaya serta berkuasa.6
Ini merupakan tanda ingatnya Allah kepada kita (manusia), sesuai dengan kata
“adzkurkum” .
Sebagai seorang muslim, seharusnya ia mengetahui dan menyadari
sepenuhnya, bahwa yang paling dekat padanya adalah Allah swt. Kepada–Nya
manusia kembali, kepada–Nya manusia meminta, kepada–Nya manusia berharap,
kepada–Nya manusia berserah diri dan dengan sendirinya manusia akan menerima
apa saja yang telah ditentukan–Nya.
Selain itu do’a pun mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam
kehidupan. Do’a merupakan anugerah Allah yang sangat besar bagi insan yang
beriman. Semua aktivitas dan kondisi kehidupan ada do’anya,7 termasuk dalam
pengobatan. Allah telah mengajarkan lewat al-qur’an dan Rasul-Nya saw. Do’a
itu dipanjatkan hanya kepada Allah, tidak kepada yang lain. Walaupun ada orang
yang mau berobat kepada seorang kyai dan seorang kyai tersebut memberikan
nasihat atau pencerahan kepada seseorang tersebut (orang yang berobat) , maka
do’anya tetap harus ditujukan kepada Allah, kyai hanya perantara saja. Namun,
kyai di sini bukan hanya memberi nasihat atau pencerahan saja, akan tetapi
dengan berikhtiar untuk mengobati pasiennya dengan dzikir dan do’anya.
Manusia hanya berusaha, tetapi Allahlah yang menurunkan bantuannya sehingga
6 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, ”Tafsir Al-Maraghi” juz 2, (Semarang: CV. Toha Putra, h. 30-31)
7 Prof. Dr. M. Mutawalli Sya’rawi, “Do’a yang Dikabulkan,” (Jakarta: h. 9).
5
usahanya mencapai tujuan, yaitu sembuh. Di sinilah terlihat nilai–nilai dakwah,
yaitu dengan memberikan pesan–pesan dakwahnya kepada pasien.
Mengenai hal ini, Allah berfirman dalam QS. Al-A’raaf : 55-56, yang berbunyi:
☺
☺
☺
Artinya : “Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya Rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raaf : 55-56).8
Do’a merupakan pendorong untuk mencapai harapan dan keinginan untuk
hidup yang baik, teratur, dan terhindar dari segala hambatan, serta tantangan,
ancaman atau pun gangguan. Do’a–do’a itu amat penting guna untuk memperkuat
kesehatan mental. Baik untuk penyembuhan atau untuk pencegahan, maupun
pembinaan. Jika manusia mampu dan mau berdo’a, insya Allah kesehatan mental
kita akan dapat dipertahankan. Selanjutnya ketentraman dan kebahagiaan hidup
akan dapat diraih.
Pengobatan Islami khazanah para Nabi dan Wali-Wali Allah,
penyembuhan berbagai penyakit medis dan non medis hingga yang kronis
sekalipun dengan pertolongan dan ridha Allah. Dunia pengobatan selalu berjalan
seiring dengan kehidupan umat manusia. Karena sebagai makhluk hidup, manusia
dapat merasakan penyakit ringan maupun berat, jasmani ataupun rohani.
8 Ibid, h. 125
6
Keinginan untuk terlepas dari segala macam penyakit, inilah yang mendorong
manusia untuk membuat upaya menyingkap berbagai metode pengobatan,
terutama yang penulis ambil dari judul skripsi ini yaitu “Dakwah Melalui
Pengobatan Dzikir dan Do’a (Studi Kasus Kyai Zarqoni di Gading Serpong-
Tangerang).
Dalam Islam pun Nabi memberikan berbagai macam teori pengobatan,
antara lain:
1. Pengobatan dengan shalat.
2. Pengobatan dengan dzikir dan do’a.
3. Pengobatan dengan puasa.
4. Pengobatan dengan shadaqah.
5. Pengobatan dengan taubat.
6. Pengobatan dengan tindakan.
7. Pengobatan dengan ramuan.
Allah telah berfirman dalam QS. Al-Ra’du : 28, yang berbunyi:
☺
Artinya : “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram.” (QS. Ar-Ra’du : 28).9
Pada ayat diatas jelaslah Allah bahwa dengan berdzikir dan berdo’a
kepada Allah hati akan merasa tentram, tak heran jika Allah memerintahkan
hamba-hamba-Nya untuk banyak mengingat Allah.
9 Ibid, h. 201
7
Setelah penulis melakukan survei, ternyata pengobatan dzikir dan do’a ini
banyak diminati masyarakat luas dari kalangan atas sampai kalangan tingkat
bawah, sehingga dipandang mempunyai peranan dalam dakwah.
Hal inilah yang membuat penulis tertarik dan terinspirasi untuk meneliti
lebih dalam mengenai pengobatan dzikir dan do’a, yang kemudian penulis jadikan
bahan sekaligus objek skripsi dengan judul “Dakwah melalui Pengobatan
Dzikir dan Do’a (Studi Kasus Kyai Zarqoni di Gading Serpong-Tangerang).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, agar penulisan ini lebih terarah, maka
penulis perlu membuat batasan masalah yang akan dijadikan penelitian dan
penulisan, yaitu pengobatan dengan dzikir dan do’a Kyai Zarqoni yang memiliki
nilai–nilai dakwah.
Berdasarkan pembatasan diatas, maka perumusan yang akan diteliti
sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep dakwah pengobatan dzikir dan do’a Kyai Zarqoni?
2. Bagaimana penerapan pengobatan dzikir dan do’a Kyai Zarqoni?
3. Apa hambatan-hambatan yang dihadapinya serta penanggulangannya?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Mengacu pada pembatasan dan perumusan masalah diatas, maka
penelitian dalam skripsi ini yaitu :
8
a. Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang dakwah melalui
pengobatan dzikir dan do’a?
b. Untuk mengetahui pengaruh pengobatan dzikir dan do’a terhadap
pasien?
2. Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian diantaranya :
a. Manfaat teoritis
Sebagai tambahan referensi dan menambah jumlah studi mengenai
ilmu dakwah melalui pengobatan dzikir dan do’a.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para
teoritis, praktisi, dan pemikir dakwah dalam menyikapi perkembangan dakwah di
Indonesia, khususnya berkenaan dengan fenomena dakwah yang dilakukan Kyai
Zarqoni sebagai institusi yang memiliki kontribusi yang nyata terhadap
perkembangan dakwahnya.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode dan Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan adalah deskriptif, yaitu menggambarkan
kenyataan sebagaimana adanya.10 Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah
metode kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif menurut
Klirk dan Millr yaitu penelitian kualitatif sebagai penelitian tradisi penelitian
yang tergantung pada pengamatan sesuai dengan kemampuan yang berhubungan
10 Wardi Bachtiar, ”Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah,” (Jakarta: Logos, 1997), cet ke-
1, h. 60)
9
langsung dengan orang-orang disekitar objek penelitian dalam bahasa dan
peristilahan sendiri.11
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Tangerang di kediaman Kyai Zarqoni,
tertanggal 16 November 2009 – 17 Maret 2010.
3. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah Kyai Zarqoni. Sedangkan obyek
penelitiannya adalah “Dakwah melalui Pengobatan Dzikir dan Do’a”.
Pada penelitian ini penulis bermaksud mengungkapkan fakta-fakta yang
tampak di lapangan dan mendeskripsikannya secara sistematis, faktual dan akurat
sebagaimana adanya mengenai pengobatan dzikir dan do’a.
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini menggunakan beberapa cara,
diantaranya:
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan atau pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena yang diselidiki.12 Dengan demikian penulis meninjau langsung kegiatan
Kyai Zarqoni, guna mendapatkan data yang valid, sehingga data yang diperoleh
dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.
b. Wawancara
Wawancara adalah teknis dalam upaya menghimpun data yang akurat
untuk keperluan melaksanakan proses pemecahan masalah tertentu, yang sesuai
11 Lexi J. Moeloeng, “Metode Penelitian Kualitatif” edisi revisi, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2007), h. 4. 12 Sutrisno Hadi, “Metodologi Research,” (Yogyakarta: Ardi Offset, 1992), cet ke-21,
h.136.
10
dengan data. Kemudian data diperoleh melalui tanya jawab secara lisan dan tatap
muka langsung antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai (Kyai
Zarqoni).
c. Analisis Data
Analisis data merupakan proses penyederhanaan ke dalam tulisan yang
lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.13 Dalam penelitian ini penulis
menggunakan analisa non statistik yaitu mengambil keputusan atau kesimpulan
yang benar melalui proses pengumpulan, penyusunan, penyajian, dan
penganalisaan data dari hasil penelitian dengan berwujud kata-kata kedalam
tulisan yang lebih luas.14
E. Tinjauan Pustaka
Untuk menentukan judul skripsi ini melakukan tinjauan pustaka (library
research), diantaranya:
1. Ahmad Efendi, ”Konsep Zikir menurut Dr. Quraish Shihab dalam Tafsir
Al-Misbah.” Skripsi ini disusun pada tahun 2008 dengan pembatasan
pada konsep zikir dalam Tafsir Al-Misbah dan hasil dari zikir menurut
Dr. Quraish Shihab.
2. Hilman Afif, ”Analisis Isi Pesan Dakwah Abdul Qadir Jailani di Majelis
Dzikir Pondok Pesantren Al-Ishlah Cikarang Utara-Bekasi.” Skripsi
ini disusun pada tahun 2009 dengan pembatasan pada dzikir yang
memberikan makna hidup kepada orang beriman sehingga melahirkan
akhlak yang baik.
13 Masi Singarimbun, Sofian Effendi, “Metode Penelitian Survei,” (Jakarta: LP3 ES, 1989), cet ke- 1, h. 263.
14 Wardi Bachtiar, “Metode Penelitian Ilmu Dakwah,” (Jakarta: Logos, 1997), h. 27.
11
Perjalanan Kyai Zarqoni sebagai praktisi dakwah banyak menarik
perhatian masyarakat yang tidak hanya sebatas lingkungannya. Cara pandang atau
pemikirannya tentang Islam mudah ditemui. Kyai Zarqoni adalah sosok seorang
tokoh yang tidak pernah kenal lelah dalam mengamalkan ilmunya, serta
mengembangkan dakwahnya kepada masyarakat.
Materi yang disampaikan oleh beliau mulai dari akhlak, aqidah, keimanan,
syari’ah, tasawuf dan hukum. Selain itu segala sisi kehidupan manusia, ekonomi,
kesehatan, pendidikan, politik dan lingkungan hidup. Untuk lebih beragamnya
informasi, penulis juga mencantumkan khususnya ”Dakwah melalui Pengobatan
Dzikir dan Do’a”.
Hal ini sesuai dengan latar belakang penulis sebagai mahasiswi Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Manajemen Dakwah.
Dalam penulisan ini, penulis berpedoman pada buku ”Pedoman Penulisan
Skripsi, Tesis, dan Disertasi,” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan
oleh CEQDA tahun 2007.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara sederhana agar mempermudah
penulisan skripsi ini, maka disusun sistematika penulisan yang terdiri dari lima
bab dengan rincian sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Memuat tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi
Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.
12
BAB II : LANDASAN TEORITIS
Memuat tentang Dakwah melalui Pengobatan Dzikir dan Do’a.
Yang memuat Pengertian Dakwah, Komponen-Komponen
Dakwah, Macam-Macam Dakwah, Tujuan dan Landasan
Dakwah, Pengobatan Dzikir dan Do’a sebagai Metode Dakwah.
Serta Pengertian Pengobatan, Tujuan Pengobatan, Keunggulan
Pengobatan Nabi. Pengertian Dzikir, Bentuk-Bentuk Dzikir,
Macam-Macam Dzikir, Manfaat Dzikir, Perbedaan Dzikir dan
Do’a, Dzikir dan Do’a Sebagai Terapi Medis. Dan Pengertian
Do’a, Tujuan Do’a, Bentuk-Bentuk Do’a, Karakteristik Do’a,
Do’a dan Tingkatannya yang tertinggi, Do’a dan Dzikir untuk
Penyembuhan.
BAB III : GAMBARAN UMUM
Gambaran umum tentang Profil Kyai Zarqoni yang terdiri dari :
Riwayat Hidup Kyai Zarqoni, Perjuangan Dakwah Kyai Zarqoni,
dan Kegiatan Dakwah Kyai Zarqoni.
BAB IV : ANALISIS TENTANG PENGOBATAN DZIKIR DAN
DO’A
Memuat tentang Konsep Dakwah Pengobatan Dzikir dan Do’a
Kyai Zarqoni, Penerapan Pengobatan Dzikir dan Do’a Kyai
Zarqoni, dan Hambatan–Hambatan yang Dihadapinya serta
Penanggulangannya.
13
BAB V : PENUTUP
Bab ini terdiri dari :
Kesimpulan dan Saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. DAKWAH
1. Pengertian Dakwah
Dakwah dari segi etimologi (bahasa) berarti ”panggilan, ajakan atau
seruan”. Arti kata dakwah seperti ini sering dipergunakan dalam ayat–ayat Al-
Qur’an, seperti dalam QS. An–Nahl: 125, yang berbunyi :
☺ ☺
☺
☺
Artinya: ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125).
Orang yang memanggil, mengajak atau menyeru atau melaksanakan dakwah
disebut sebagai ”da’i”.
Ada beberapa pendapat tentang dakwah menurut istilah, diantaranya :
Menurut Drs. Hamzah Yaqub dalam bukunya ”Publisistik Islam
memberikan pengertian dakwah dalam Islam” yaitu mengajak umat manusia
dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul–Nya.
Allah berfirman dalam QS. Muhammad: 9, yang berbunyi:
15
⌧ ⌧ ☺
14
Artinya: “Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Qur’an) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (QS. Muhammad: 9).1
Dalam Al–Qur’an surat An–Nahl ayat 125 disebutkan bahwa dakwah
adalah mengajak umat manusia ke jalan Allah dengan cara yang bijaksana, nasihat
yang baik serta berdebat dengan cara yang baik pula.
Istilah dakwah itu terdapat dari dua segi atau dua sudut pandang, yakni
pengertian dakwah yang bersifat pembinaan dan pengertian dakwah yang bersifat
pengembangan. Pembinaan artinya suatu kegiatan untuk mempertahankan,
melestarikan dan menyempurnakan umat manusia agar mereka tetap beriman
kepada Allah, dengan menjalankan syari’at–Nya sehingga mereka menjadi
manusia yang hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Sedangkan pengertian
dakwah yang bersifat pengembangan adalah usaha mengajak umat manusia yang
belum beriman kepada Allah swt.
Dari beberapa pengertian dakwah diatas terdapat kesamaan atau pun
perbedaan, diantaranya yaitu :
1. Dakwah adalah suatu usaha atau proses yang diselenggarakan dengan
sadar dan terencana.
2. Usaha yang dilakukan adalah mengajak umat manusia kejalan Allah,
memperbaiki situasi yang lebih baik (dakwah bersifat pembinaan dan
pengembangan).
1 Ibid, h. 405
16
3. Usaha tersebut dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu,
yakni hidup bahagia sejahtera di dunia atau pun di akhirat.
2. Komponen–Komponen Dakwah
Dakwah adalah suatu proses upaya–upaya mengubah sesuatu situasi lain
yang lebih baik sesuai dengan ajaran islam, atau proses mengajak manusia ke
jalan Allah yaitu Al–Islam. Proses tersebut terdiri dari unsur–unsur komponen
dakwah, diantaranya:
1. Wilayah subjek dakwah bisa seseorang atau sekelompok orang yang
berorganisasi, bisa dikaji dari sudut pandang Al–Islam.
2. Materi dakwah tak lain adalah Al–Islam yang bersumber dari Al–Qur’an
dan Hadits sebagai sumber utama yang meliputi aqidah syari’ah dan
akhlak. Materi yang disampaikan oleh seorang da’i harus cocok dengan
bidang keahliannya.
3. Metode dakwah artinya cara–cara yang dipergunakan oleh seorang da’i
untuk menyampaikan materi dakwah, yaitu Al–Islam atau serentetan
kegiatan untuk mencapai kegiatan tertentu. Sumber metode dakwah yang
terdapat di dalam Al–Qur’an menunjukkan ragam yang banyak seperti
hikmah, nasihat yang benar dan mujadalah, diskusi atau berbenah dengan
cara yang paling baik. Allah berfirman dalam QS. An–Nahl: 125, yang
berbunyi :
☺ ☺
☺
17
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.( QS. An–Nahl: 125).2
4. Media dakwah adalah peralatan yang digunakan untuk menyampaikan
materi dakwah pada zaman modern, contohnya : televisi, video, majalah,
dan surat kabar.
5. Objek dakwah adalah manusia baik seorang atau lebih yaitu masyarakat.
Dakwah sebagai ilmu merupakan tempat bertemunya ilmu-ilmu keislaman
para da’i dan para ulama agama yang menyampaikan ilmu-ilmu tersebut,
baik ilmu pasti, ilmu agama, dan ilmu sosial.
3. Macam–Macam Dakwah
Al–Qur’an merupakan sumber utama rujukan dakwah. Al–Qur’an banyak
mengemukakan metode dakwah untuk dijadikan panduan oleh para da’i, tiga cara
berdakwah yang dikemukakan dalam firman Allah swt QS. An–Nahl: 125, yang
berbunyi:
☺ ☺
☺
☺ Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik pula. Sesungguhnya Tuhanmu yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
2 Ibid, h. 224
18
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl: 125).3
Ayat tersebut mengandung arti tentang cara menjalankan dakwah atau
seruan terhadap manusia, agar mereka berjalan diatas jalan Allah dengan memakai
tiga macam cara, yaitu:4
1. Dakwah bi Al-Lisan
Dakwah bi Al-Lisan yaitu dakwah yang dilaksanakan melalui lisan, yang
dilakukan antara lain dengan ceramah–ceramah, khutbah, diskusi, nasihat, dan
lain-lain. Metode ceramah ini tampaknya sudah sering dilakukan oleh para juru
dakwah, baik ceramah di majelis taklim, khutbah jum’at di masjid-masjid atau
ceramah pengajian-pengajian. Dari aspek jumlah barangkali dakwah melalui lisan
(ceramah dan yang lainnya) ini sudah cukup banyak dilakukan oleh para juru
dakwah di tengah-tengah masyarakat.
2. Dakwah bi Al-Hal
Dakwah bi al-hal adalah dakwah dengan perbuatan nyata yang meliputi
keteladanan. Misalnya dengan tindakan amal karya nyata yang dari karya nyata
tersebut hasilnya dapat dirasakan secara konkret oleh masyarakat sebagai objek
dakwah.
Dakwah bi al-hal dilakukan oleh Rasulullah, terbukti bahwa ketika
pertama kali tiba di Madinah yang dilakukan Nabi adalah membangun masjid Al-
Quba, mempersatukan kaum Anshar dan Muhajirin. Kedua hal ini adalah dakwah
nyata yang dilakukan oleh Nabi yang dapat dikatakan sebagai dakwah bi al-hal.
3 Ibid, h. 224 4 Drs. Samsul Munir Amin, M. A., “Ilmu Dakwah”, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet. Ke-1,
h. 11-12
19
3. Dakwah bi Al-Qalam
Dakwah bi al-qalam, yaitu dakwah melalui tulisan yang dilakukan
dengan keahlian menulis di surat kabar, majalah, buku, maupun internet.
Jangkauan yang dapat dicapai oleh dakwah bi al-qalam ini lebih luas daripada
melalui media lisan, demikian pula metode yang digunakan tidak membutuhkan
waktu secara khusus untuk kegiatannya. Kapan saja dan dimana saja mad’u atau
objek dakwah dapat menikmati sajian dakwah bi al-qalam ini.
Dalam dakwah bi al-qalam ini diperlukan kepandaian khusus dalam hal
menulis, yang kemudian disebarluaskan melalui media cetak (printed
publications). Bentuk tulisan dakwah bi al-qalam antara lain bisa berbentuk
artikel keIslaman, tanya jawab hukum Islam, rubrik dakwah, rubrik pendidikan
agama, kolom keIslaman, cerita religius, cerpen religius, puisi keagamaan,
publikasi khutbah, pamflet keIslaman, buku-buku dan lain-lain.
4.Tujuan dan Landasan Dakwah
Di dalam kehidupan perubahan akan selalu terjadi, pasang surut
kehidupan, hidup bagaikan roda yang berputar. Demikian juga iman dan taqwa
seseorang selalu mengalami naik turun, adakalanya iman seseorang mantap,
namun di lain waktu iman surut, tinggal bagaimana seseorang dapat
mempertahankan kadar keimanannya.
Dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan atau proses, dalam rangka
mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan untuk pemberi arah atau
pedoman langkah kegiatan dakwah. Sebab tanpa tujuan yang jelas seluruh
aktivitas dakwah akan sia-sia. Apalagi dilihat dari pendekatan sistem (system
20
approach), tujuan dakwah merupakan salah satu unsur dakwah. Di mana antara
unsur dakwah yang satu dengan yang lainnya saling membantu, mempengaruhi,
dan berhubungan.5
Dr. Wahdi Bachtiar mengungkapkan tujuan dakwah adalah mencapai
masyarakat yang adil dan makmur serta mendapat ridha Allah.6 Sedangkan
menurut Tarmidzi Taher, bahwa hakikat tujuan dakwah adalah mempertemukan
kembali fitrah manusia dengan agama atau menyadarkan manusia supaya
mengetahui kebenaran Islam dan mau mengamalkan ajaran Islam sehingga
menjadi orang yang baik.7
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya tujuan
dakwah adalah nilai atau hasil akhir yang ingin dicapai atau diperoleh keseluruhan
tindakan dakwah. Untuk tercapainya tujuan utama inilah rencana dan tindakan
dakwah harus ditujukan dan diarahkan.8
B. PENGOBATAN DZIKIR DAN DO’A SEBAGAI METODE DAKWAH
a. Pengobatan
1. Pengertian Pengobatan
Pada dasarnya, pengobatan terdiri dari dua bagian, yaitu pencegahan dan
penyembuhan.9
Islam sangat memperhatikan kedua prinsip ini, dengan memadukan
manfaat keduanya dalam jasmani dan rohani untuk memperoleh kesehatan tubuh
5 Asmuni Syukir, “Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam,” (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983),
h. 49. 6 Wardi Bachtiar, “Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah,” (Jakarta: Logos, 1997), h. 3.
8 Saleh, “Manajemen,” h. 22 9 Muhammad Ibrahim Salim, “Berobat dengan Ayat–Ayat Qur’an,” (Bandung: Trigenda
Karya, 1995), Cet. Ke – 1, h. 15
21
dan keselamatan jiwa. Orang mukmin yang kuat lebih Allah sukai daripada orang
mukmin yang lemah.
Dengan memperhatikan kedua prinsip tersebut, akan terlihat pengaruh
yang nyata pada kaum muslimin generasi pertama sebagai umat manusia paling
bersih jiwanya, dan paling kuat tubuhnya. Keistimewaan ini tidak terdapat pada
agama lain.
Disamping pencegahan, Islam juga memerintahkan untuk memelihara
kehidupan yang dikaruniakan Allah, sebagaimana QS. An–Nisa: 29 yang
berbunyi:
⌧ ☺
Artinya: ”Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.(QS. An–Nisa: 29)10
Nabi Muhammad saw bersabda: ”Inna libadanika ’alaika haqqon”
(sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu).
Adapun mengenai pengobatan, Ibnu Qayyim, dalam bukunya yang
berjudul Zaadul Ma’aad, menyebutkan pengobatan yang dilakukan Rasulullah
terdiri atas tiga macam, yaitu dengan menggunakan obat alami, obat Ilahi, dan
kedua–duanya.11
Dalam hal ini, sasaran Islam yang terutama adalah penyembuhan hati dan
jiwa serta pencegahan penyakit dan penjagaan dari kerusakannya. Hal itu
disebabkan tidak akan bermanfaat memperbaiki badan tanpa memperbaiki hati.
10 Departemen Agama Republik Indonesia, “Al-Qur’an dan Terjemahan,” (Jakarta:
Diponegoro, 2000), h. 65 11 Muhammad Ibrahim Salim, Opcit, h. 16
22
Sebab rusaknya badan, sekalipun berbahaya, akan menjadi ringan apabila hati
masih dalam keadaan baik.
Oleh karena itulah, kaum muslimin generasi pertama memusatkan
perhatian mereka kepada penyakit–penyakit jiwa, sebagaimana ungkapan berikut:
”Aqbil ’ala nnafsi wastakmil fhadaa ilahhaa, pa anta bin nafsi laa bil jismi insan”
(Uruslah jiwamu, sempurnakanlah keutamaan–keutamaannya, karena kamu tidak
akan disebut manusia berdasarkan (ketegapan) tubuhmu).
2. Tujuan Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah untuk menyembuhkan penyakit atau gangguan
kesehatan dengan menanganinya secara menyeluruh dan tidak hanya
berkonsentrasi pada kumpulan gejala–gejala yang tampak. Dengan demikian,
pendekatan pengobatan ini bertujuan untuk menyembuhkan secara menyeluruh
yang didasari dari keyakinan bahwa unsur pikiran, emosi, kejiwaan, dan fisik
setiap orang terangkum menjadi suatu sistem yang ditentukan oleh hubungan
antar masing–masing dan keseluruhan unsur tersebut. Sehingga dalam menangani
penyakit atau keluhan dari pasiennya, seorang praktisi memulai dengan
mengamati pasiennya itu sebagai individu secara keseluruhan, mulai dari kondisi
fisik, pikiran, emosi, asupan nutrisi, lingkungan, keyakinan dan tata nilai. Seluruh
aspek kesehatan pasien, terutama segi kejiwaan dan kesejahteraan psikologisnya
juga dianggap penting.
Tujuan pengobatan diantaranya:
23
1. Untuk menyembuhkan penyakit atau gangguan kesehatan dengan
menanganinya secara menyeluruh dan tidak hanya berkonsentrasi pada
kumpulan gejala–gejala yang tampak.
2. Untuk memperbaiki gangguan keseimbangan tubuh melalui berbagai
cara. Salah satu program pengobatan yang banyak digunakan secara
luas untuk pencegahan dan pengobatan, adalah pancakarama yang
terdiri dari sebuah prosedur lengkap mengenai relaksasi, pembersihan
racun tubuh dan perbaikan fungsi organ tubuh.12
3. Keunggulan Pengobatan Nabi
Perbandingan ilmu kedokteran umum dengan sistem kedokteran dan
pengobatan yang diajarkan Nabi Muhammad saw. Jelas sangat jauh sekali.
Pengobatan Ilahi dapat menyembuhkan segala macam penyakit yang tidak pernah
dicapai oleh para guru besar ilmu kedokteran sekalipun.13
Diantara hal–hal yang tidak mungkin dijangkau oleh para ahli kedokteran
ialah: pengobatan rohaniah, kekuatan hati, berpegang teguh kepada petunjuk
Allah, bertawakkal, memperlindungkan diri kepada Allah, merasa hina dan kecil
dihadapan-Nya, bersedekah, tidak terbenam dalam penyesalan dan lepas dari rasa
susah dan bimbang.
Sistem pengobatan di atas ini, telah dipakai oleh banyak bangsa dan hasil
yang mereka peroleh adalah kesembuhan yang sempurna, dimana hal ini tidak
pernah didapati dalam kamus kedokteran umum.
12 Iwan Hadibroto dan Syamsir Alam., “Selu–Beluk: Pengobatan Alternatif dan
Komplementer,” (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2006), Cet Ke- 1, h. 51 13 Dr. H. Said Agil Husin Al–Munawar, MA., dkk., “Sistem Kedokteran Nabi:
Kesehatan dan Pengobatan menurut Petunjuk Nabi Muhammad saw,” (Semarang: Dina Utama Semarang, 1994), Cet Ke–1
24
Iwan Hadibroto dan Syamsir Alam telah memperhatikan dan banyak
orang menjadi saksi bahwa sistem pengobatan Nabi telah mampu menyembuhkan
penyakit–penyakit yang tidak sanggup disembuhkan secara pengobatan fisik.
Melainkan harus dengan pengobatan secara psikhis (kerohanian). Hal ini dapat
terjadi semata–mata karena rahasia dan tuntunan Ilahi.
Bukan merupakan rahasia lagi, bahwa di dalam diri yang kuat dan jiwa
yang kuat, keduanya merupakan paduan kekuatan yang sanggup menolak setiap
penyakit yang datang. Tidakkah ruh dan jiwa yang kokoh dan tegar, jiwa yang
merasa bahagia dan dekat dengan sang Penciptanya, mencintainya, merasa nikmat
ketika berdzikir kepada–Nya, tawakkal dan pasrah hanya kepada–Nya, serta
bermohon hanya kepada–Nya merupakan obat yang paling mujarab dan ampuh
terhadap segala macam penyakit dan dengan kekuatan yang dimilikinya dapat
menghilangkan segala penderitaan.
b. Dzikir
1. Pengertian Dzikir
Dzikir berasal dari bahasa arab (dzikru) yang berarti ingat. Dalam Al–
Qur’an dzikir mempunyai makna yang bermacam–macam, yaitu pelajaran,
peringatan, dan renungan.
Dibawah ini merupakan pengertian dzikir yang penulis kutip dari para ahli,
terutama ahli tasawuf, yaitu:
1. Menurut Amatullah Amstrong
Dzikir adalah mengingat, menyebut atau mengagungkan Allah dengan
mengulang–ulang salah satu nama–Nya, kalimat keagungan–Nya.14
14 Amatullah Amstrong., “Khazanah Istilah Sufi: Kunci Memasuki Dunia Tasawuf,”
(Bandung: Mizan, 1996), h.62
25
2. Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
Dzikir adalah mengingat Allah dengan hati dan menyebutnya dengan
lisan, merupakan tempat persinggahan orang-orang yang agung, yang disanalah
mereka membekali diri, berniaga dan kesanalah mereka pulang kembali.15
3. Menurut Para Pengamal Tasawuf
Dzikir adalah menyebut nama Allah (Memanggil nama Allah) atau
pengulangan nama Tuhan dengan cara yang jelas, bersuara dan tanpa suara (dalam
hati).
Penulis merasa bahwa ketiga pengertian dzikir di atas sudah mewakili
pengertian–pengertian dzikir yang lain. Dalam kata lain, dapatlah diambil
kesimpulan, dzikir merupakan ucapan atau perkataan yang diulang–ulang yang
sengaja dilakukan untuk mengingat, menyebut serta mendekatkan diri kepada
Allah swt.
Selalu berdzikir kepada Allah swt melalui tasbih, tahmid, takbir, dan
istighfar akan membersihkan jiwa dan menentramkan hati. Allah berfirman dalam
QS. Ar–Ra’d: 28, yang berbunyi:
☺
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram”.( QS. Ar–Ra’d: 28).16
Seorang muslim yang selalu berdzikir kepada Allah akan merasa dekat
dengan Allah dan senantiasa berada dalam perlindungan dan pengawasan–Nya.
15 Ibnu Qayyim Al-jauziyyah., “Madarijus Salim,” (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), h. 303
16 Departemen Agama Republik Indonesia, Op. cit. h. 201
26
Pada dirinya muncul rasa percaya diri serta perasaan aman, tentram, dan
bahagia.17
Allah Ta’ala menunjukkan kepada manusia supaya berdo’a kepada–Nya
setelah banyak–banyak mengingat-Nya, sebab dalam keadaan seperti itu maka
akan kuat do’anya dan akan diijabah oleh Allah swt. Allah juga mencela orang
yang hanya berdo’a untuk urusan dunianya dan berpaling dari urusan akhirat.
Allah berfirman, ”Maka diantara manusia yang berkata, ’Ya Tuhan kami,
berikanlah kami kebaikan di dunia’, dan tidak ada bagian untuknya di akhirat”.
Sepeninggal kaum jahiliyah, datanglah kaum mukmin. Mereka berdo’a,
”Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan di akhirat, serta
lindungilah kami dari azab neraka”. Kemudian Allah menurunkan ayat, ”Mereka
itulah orang-orang yang mendapatkan dari apa yang mereka usahakan, dan Allah
cepat perhitungan-Nya”. Do’a ini menghimpun segala kebaikan dunia dan
menjauhkan segala kejelekannya. Kebaikan dunia itu mencakup segala tuntutan
duniawi, seperti kesehatan, rezeki yang luas, ilmu yang bermanfaat, amal sholeh
dan sebagainya. Adapun kebaikan akhirat yang tinggi adalah masuk syurga.18
Dzikir yang penulis maksud disini adalah dzikir untuk pengobatan, yakni
mengucap kalimat Allah swt.
Dzikir yang hakiki ialah sebuah keadaan spiritual dimana seorang yang
mengingat Allah (Zakir) memusatkan segenap kekuatan fisik dan spiritualnya
kepada Allah, sehingga seluruh wujudnya bisa bersatu dengan yang maha mutlak.
Dzikir itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti :
- Dzikir jahar (Mengingat Allah dengan bersuara).
17 Dr. Muhammad Utsam Najati, “Ilmu Jiwa: Dalam Al-Qur’an,” (Jakarta: Pustaka Azzam, 2005), cet. Ke–I, h. 296–297.
18 Majalah Al–Kisah, Jakarta: 2008, Edisi 19 Mei–1 Juni, h. 117.
27
- Dzikir Khafi (Dzikir dengan cara diam).
- Dzikir lisan (Mengingat Allah dengan lidah).
- Dzikir nafs (Mengingat Allah tanpa suara, tetapi dengan gerakan dan
perasaan bathin).
- Dzikir qalb (Mengingat Allah dengan hati ketika merenungkan keindahan
dan keagungan Allah dalam relung hati).
- Dzikir sirr (Dzikir dalam hati yang paling dalam ketika tersingkap
berbagai misteri Ilahi), dan
- Dzikrullah (Mengingat Allah melalui salah satu namanya atau
firmannya). Dzikrullah yang sempurna, dimana Allah menjadi
penglihatan, pendengaran, pembicaraan dan pemahaman sang zakir,
dicapai bila setiap atom dalam diri sang zakir terserap dan lenyap dalam
mengingat Allah.
Adapun masalah dzikrullah (pernyataan ingat kepada Allah) adalah bahwa
kita sebagai hamba-Nya senantiasa menyatakan pernyataan baik rasa syukur,
keselamatan, penghormatan, semata-mata karena keagungan dan kebesarannya.19
Perlunya dzikir dan keutamaannya di dalam QS. Ali-’Imran : 190-191,
yang berbunyi :
☺
☯
☺ ⌧
⌧ ⌧
⌧
19 M. Ridwan Sanusi., M. Roief Syuaeb., “Klasifikiasi Ayat-Ayat Al-Qur’an: Berikut
Penjelasannya,” (Jakarta: Insida Lantabora, 2006), cet. Ke-1, h. 109
28
Artinya: “ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka”.( QS. Ali-’Imran: 190-191).20 Selain itu perlunya dzikir dan keutamaannya juga dijelaskan dalam hadits
Riwayat Bukhari, yang artinya:
”Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dengan orang yang tidak berdzikir bagaikan perbedaan antara orang hidup dengan orang mati.”(HR. Bukhari). Itulah ayat Al-Qur’an dan Hadits yang menjelaskan perlunya dzikir dan
keutamaannya. Di antara dzikir yang dapat menenangkan hati dan pikiran adalah
membaca hasbunallah 4500 kali setaip hari, tetapi selesai membaca 450 zakir
harus berhenti untuk berdoa meminta hal-hal yang diinginkan.
Dengan demikian, dzikir dapat membuat orang yang berdzikir (zakir)
menjadi hidup sehat dan bahagia. Kesehatan dan kebahagiaan merupakan dua hal
yang selalu didambakan oleh manusia. Banyak orang yang rela mengeluarkan
uangnya dalam jumlah besar demi kesehatan dan kebahagiaan.
2. Bentuk-Bentuk Dzikir
Dzikir hanya akan memiliki nilai bila dilakukan sesuai petunjuk Allah dan
Rasul-Nya. Dzikrullah artinya mengingat Allah, mengingat sesuatu berarti
menunjukkan hubungan hati dengan yang diingat, ingatan ini berpusat di hati,
akal dan lisan hanyalah alat bantu bagi ingatan ini.21
20 Departemen Agama Republik Indonesia, Op. cit. h. 59 21 Lembaga Dakwah Keluarga Marhamah., “Menangis Mengingat Allah”, Edisi 466
Tahun X., h. 2
29
Para ulama membagi bentuk dzikir itu atas tiga bagian, yaitu; dzikir lisan,
dzikir qalbiyah, dan amaliyah.22
a. Dzikir Lisan
Dzikir lisan atau dikenal dzikir jelas atau Jahr (Dzikir Dzaly) adalah suatu
perbuatan mengenal Allah dengan mengucapkan kalimat-kalimat
thoyyibah yang lebih menampakkan suara yang jelas untuk memantau
gerakan hati, misalnya membaca tahlil, tasbih, tahmid, takbir, membaca
Al-Qur’an dan do’a-do’a lainnya.
b. Dzikir Qalbiyah
Dzikir qalbiyah atau dzikir hati yaitu merasakan kehadiran Allah, jika
melakukan suatu tindakan atau perbuatan, maka ia meyakini dalam hatinya
yang paling dalam bahwa Allah senantiasa bersamanya. Sadar bahwa
Allah selalu melihatnya. Dia Maha Melihat, Maha Mendengar, lagi Maha
Mengetahui. Dzikir qalbiyah ini lazimnya disebut ihsan. Rasulullah saw
bersabda, yanga artinya:
“Ihsan yaitu engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, sekalipun engkau tidak dapat melihat-Nya, tapi sesungguhnya Dia melihat-Nya.”
c. Dzikir Amaliyah
Cita-cita semua manusia adalah dzikir amaliyah sebagai manifestasi
kesalehan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Agar bisa sampai kepada
dzikir amaliyah ini, mesti melakukan dzikir ritual atau lisan terlebih
dahulu. Jika hal ini dilakukan, insya Allah akan menjadikan hati dan jiwa
22 Ibid, h. 3
30
bersih dan suci.23 Dan pada saat bersamaan lahirnya kepekaan untuk
beramal karena Islam bukanlah agama wacana dan teori, tapi lebih
menekankan pada tindakan dan amalnya.
Banyak sekali dzikir yang dibaca dalam setiap pertemuan dengan Kyai
Zarqoni. Untuk bentuk-bentuk dzikir yang dibaca atau diamalkan salah satunya
adalah mengamalkan ayat kursi untuk mengobati pasien sebanyak 80 juta kali.
⌫
☺ ⌧
⌧ ☺ ☺ ⌧
☺
Artinya: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia
yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan dibelakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi. Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. Al-Baqarah: 255).
Dari Umar bin Khattab ra, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang
mengambil air hujan -riwayat lain- gerimis, kemudian dibacakan surat Al–Fatihah
tujuh puluh kali, Ayat Kursi tujuh puluh kali, surat Al–Ikhlas tujuh puluh kali,
surat Al–Falaq tujuh puluh kali, dan surat An–Nas tujuh puluh kali pula, maka
demi Dzat yang menguasai jiwa–Ku (Allah), Jibril memberi kabar bahwa orang
yang meminum air tersebut selama tujuh hari berturut–turut, Allah akan
23 M. Arifin Ilham., “Hakikat Zikir Jalan Taat Menuju Allah”, (Jakarta: Intuisi Press,
2003), Cet. Ke-1, h. 57
31
menjauhkan jasadnya dari segala penyakit dan menyembuhkan penyakit yang ada
pada jasadnya, serta mengeluarkan penyakitnya dari keringatnya, daging dan
tulang, serta seluruh anggota tubuhnya”.(HR. Bukhari).
Hadits lain mengatakan, A’isyah ra., bersabda: Ia pernah membawa air
zam-zam kemudian Ia memberi tahu (Kepada Para Sahabat). Bahwasanya
Rasulullah saw membacakan do’a pada air zam-zam yang ada dalam bejana dari
kulit lalu beliau menuangkan air itu pada gelas dan meminumkannya kepada
orang-orang yang sakit.” (HR. Muslim).
Bahwasanya air hujan, air zam–zam, dan air mineral yang telah
dibacakan ayat kursi sebanyak 80 juta kali24 sebagaimana yang diterangkan
dalam Hadits tersebut dapat dijadikan obat untuk penyakit apa saja baik penyakit
fisik maupun penyakit psikhis. Jika diantara kita sudah berobat kemana–mana
atau bagi yang ingin berobat namun tidak memiliki biaya jangan berkecil hati.
Dan jangan meragukan cara di atas karena Rasulullah saw sendiri telah bersumpah
akan disembuhkannya segala penyakit dengan air hujan yang telah dibacakan
bacaan–bacaan diatas. Percayalah Allah dan Rasul–Nya tidak pernah berdusta.
3. Macam – Macam Dzikir, yaitu :25
1. Ingat kepada Allah dengan memperhatikan alam semesta, dengan
demikian kita ingat kepada Allah yang menciptakan alam.
2. Ingat kejadian diri, dengan demikian kita ingat kepada Yang
Menciptakan diri yang indah ini.
3. Istighfar. Senantiasa meminta ampun kepada Allah swt.
24 Kyai Zarqoni., “Wawancara Pribadi,” (Tangerang, 16 November, 2009) 25 K. H. Mawardi Labay El-Shultani., “Zikir dan Do’a dalam Kesibukan,” (Jakarta:
Departemen Penerangan RI, 1992), h. 15-16.
32
4. Tasbih.Ingat kehebatan dan dahsyatnya ciptaan-Nya. (Subhanallah).
5. Tahmid. Ingat betapa banyaknya nikmat dan kasih sayang Allah swt.
(Alhamdulillah).
6. Takbir. Ingat betapa besar kekuasaan Allah swt. (Allahu Akbar).
7. Tahlil. Ingat tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah swt.
(Laa Ilaha Ilallah).
8. Shalat. Salah satu cara yang paling sempurna untuk ingat kepada Allah
swt. (dirikanlah shalat untuk mengingat Allah swt).
9. Basmallah. Ingat asmaul husna. Nama–nama Allah yang maha indah.
10. Hauqalah. Ingat tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan
Allah. (Laa Haula Wa Laa Quwwata Illa Billah).
11. Tilawah. Ingat isi Al-Qur’an. Dalam hal ini ada 5M, yaitu :
- Membaca.
- Menterjemahkan.
- Mengkaji atau Menghayati.
- Memahami atau Ma’rifah, dan
- Mengamalkan.
12. Shalawat. Ingat perjuangan dan pengorbanan Nabi. (Sesungguhnya
Allah swt dan para malaikat-Nya mengucapkan shalawat kepada Nabi,
maka orang yang beriman harus bershalawat kepadanya).
4. Manfaat Dzikir yaitu :
Dzikir yang dilakukan seorang hamba, sangat memiliki manfaat yang
besar bagi tingkat keimanan serta ketakwaan atau tingkat ibadah seorang hamba.
33
Hal ini bukanlah merupakan rekayasa penulis yang melebih-lebihkan manfaat dari
dzikir itu sendiri. Pada kenyataannya manfaat dzikir yang menimbulkan
ketenangan jiwa dan kesembuhan dari segala penyakit. Dzikir bagi manusia
sebagaimana yang dijelaskan dalam Al–Qur’an, Hadits Nabi saw dan pengalaman
para ulama.26
Agar lebih jelas lagi, penulis paparkan manfaat dzikir yaitu :
1. Meningkatkan kedekatan dan kecintaan kepada Allah swt. Sebagaimana
firman Allah swt QS. Ar-Ra’ad : 28 yang berbunyi:
☺
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram”.( QS. Ar-Ra’ad : 28).27
2. Dzikir yang dilakukan secara teratur akan menuntut pelakunya senantiasa
mampu mengendalikan hati dan pikirannya, dan dapat menjernihkan
pikiran atas kesadarannya untuk memahami akan keberadaan dirinya.
3. Memperoleh cahaya (Nur) dari Allah swt yang dapat menerangi jalan
hidupnya serta diampuni segala dosanya yang telah lalu disebabkan
kuatnya belenggu syetan karena tipisnya iman. Hal ini sesuai dengan
firman Allah swt. QS. Al-Ahzab: 41-43 yang berbunyi:
☯
⌧
26 Liza., “Zikir menurut Islam dan Kesehatan” 27 Departemen Agama Republik Indonesia, Op. cit. h. 201
34
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut
nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman”.( QS. Al-Ahzab : 41- 43).28
4. Untuk menguatkan keimanan.
5. Dzikir dapat memberikan kekuatan pada jiwa orang yang membaca dan
mengamalkannya. Dalam hal ini dzikir merupakan terapi yang sangat
berguna bagi jiwa manusia, karena ia dapat menghilangkan kesedihan,
kesulitan dan menghilangkan rasa putus asa. Selain itu juga dzikir
mengandung unsur psikoterapi yang mendalam bagi pengamalnya.
6. Konsep dzikir yang dilakukan oleh Kyai Zarqoni kepada pasiennya yaitu
dilakukan dengan cara dzikrullah, dimaksudkan untuk menghilangkan
penyakit-penyakit yang ada dalam tubuh pasien.
Banyak ilmuwan dan ahli kedokteran yang mencoba meneliti hubungan
antara dzikir dan do’a dan kesehatan fisik manusia. Dadang Hawari menyebutkan
manfaat dzikir untuk kesehatan tubuh, diantaranya:29
1. Penelitian yang dilakukan oleh GW. Comstock dan kawan–kawan (1972)
seperti yang dimuat dalam Journal of Chronic Diseases menyatakan
28 Ibid, h. 338 29 dr. Arman Yurisaldi Saleh, MS, SpS., “Berzikir untuk Kesehatan Saraf: Rahasia La
ilaha illallah dan Astaghfirullah untuk Menghilangkan Nyeri serta Menumbuhkan Ketenangan dan Kestabilan Saraf,” (Jakarta: Zaman, 2010), Cet. Ke – 1, h. 36
35
bahwa orang–orang yang terbiasa melakukan kegiatan keagamaan secara
teratur dan terbiasa memanjatkan do’a kepada Tuhan mereka, ternyata
resiko kematiannya akibat jantung koroner lebih rendah 50%, sementara
kematian akibat emphysema (paru–paru) lebih rendah 56%, kematian
akibat penyakit hati (cirrhosis hepatis) lebih rendah 74%, dan kematian
akibat bunuh diri lebih rendah 53%, dibanding orang yang jarang atau
tidak melakukan aktivitas keagamaan secara rutin dan tidak pernah
berdo’a memohon kepada Tuhan mereka.
2. Penelitian yang dilakukan ilmuwan Larson dan kawan–kawan (1989)
terhadap pasien yang memiliki masalah tekanan darah tinggi atau
hipertensi dibandingkan dengan kelompok yang tidak memiliki gejala
hipertensi, diperoleh kenyataan bahwa komitmen agama kelompok control
lebih baik dan dikemukakan bahwa kegiatan agama seperti do’a atau
dzikir mencegah seorang dari hipertensi.
3. Penelitian Levin dan Vanderpool (1989) terhadap penyakit jantung dan
pembuluh darah menemukan bahwa kegiatan agama akan memperkecil
resiko seseorang menderita penyakit jantung dan pembuluh darah
(kardiovaskuler).
5. Perbedaan Dzikir dan Do’a
Dzikir adalah alat yang sangat ampuh pengendali manusia dalam
kesibukan sehari-hari, sebab tidak sedikit manusia yang merasa dirinya sudah
dzikir, tetapi nilainya hampa tidak mempunyai pengaruh yang positif bagi dirinya,
orang yang berfikir dengan sehat tidak mungkin ia akan lupa kepada Allah. Setiap
36
detik ia bergantung kepada rahmat dan nikmat Allah, bagaimana pun sibuknya
seseorang dalam bekerja, ia diwajibkan untuk mengingat Allah sebagaimana
Firman Allah dalam QS. Al–Munafiqun: 9, yang berbunyi:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah hartamu dan anak-
anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al–Munafiqun: 9).30
Sedangkan do’a adalah suatu fitrah di dalam diri manusia. Setiap manusia
senantiasa mengalami suka dan duka, mengalami senang dan susah, mengalami
sehat dan sakit, mengalami kemajuan dan kemunduran dan lain sebagainya yang
datang silih berganti.31
Umumnya, apabila manusia ditimpa bencana dan derita, atau cobaan yang
hebat, disitulah manusia menjerit dan mengeluh, sambil memohon dan berdo’a
kepada Allah swt dengan sepenuh hatinya. Manusia sangat lemah dan tidak
berdaya dalam mengahadapi bencana atau cobaan yang mengerikan, tidak ada
tempat untuk meminta tolong, dan tidak ada tempat berlindung, kecuali hanya
berdo’a kepada Allah swt.
Sudah menjadi naluri manusia untuk meminta pertolongan kepada orang
yang berkuasa, kepada orang yang berada atau kepada orang yang berkedudukan
tinggi, apabila dirinya berada dalam kesulitan atau berada dalam situasi yang
menyulitkan, yang tidak diatasi oleh dirinya sendiri.
30 Departemen Agama Republik Indonesia, Op. cit. h. 443 31 Mawardi Labay El–Sulthani, ”Zikir dan Do’a dalam kesibukan,” (Jakarta: Departemen
Penerangan RI, 1992), h. 164
37
Tentang hajatnya manusia kepada do’a, Allah swt menerangkan dalam QS.
Yunus: 12, yang berbunyi:
☺ ☺ ⌧
⌧ ⌧ ☺ ⌧
☺ Artinya: ”Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada kami
dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yunus: 12).32
Dari pemaparan ayat diatas dapat diketahui bahwa dzikir dan do’a
termasuk rangkaian dari dzikir dan pada intinya adalah ibadah, yang membedakan
hanya dari segi bacaannya saja, sedangkan dzikir yang paling utama ialah
makrifatullah atau mengenal Allah, sebab: ”Afdhalu Dzikri Fa’lam Annahu Laa
Ilaha Illa Allah” (yang utama dan terutama, yang penting dan sangat penting,
pemikiran, pengajaran, pendidikan ingatan ialah bahwa wajib engkau ketahui
bahwa tidak ada Tuhan yang pantas engkau sembah dialam ini kecuali Allah).
Kalimat ”Fa’lam Annahu Laa Ilaha Illa Allah” ini adalah kalimat yang
paling utama atau kalimat tauhid yang menyatakan “tidak mau mengakui Tuhan
yang lain kecuali hanya ber-Tuhan kepada Allah saja”.33
6. Dzikir dan Do’a sebagai Terapi Medis
Allah swt berfirman dalam QS. As-Syua’ra: 80 yang berbunyi:
32 Departemen Agama Republik Indonesia, Op. cit. h. 167 33 Mawardi Labay El–Sulthani., “Zikir dan Do’a dalam Kesibukan,” (Jakarta:
Departemen Penerangan Republik Indonesia, 1992), h. 91
38
Artinya: “Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” (QS.
As-Syu’ara: 80).
Setiap penyakit pasti ada obatnya. Hanya kematian yang tidak mungkin
ditemukan obatnya. Bila sekarang ada penyakit yang belum ditemukan obatnya,
misalnya HIV, bukan bearti obatnya tidak ada. Hanya belum ditemukan saja. Ada
banyak penyakit yang belum ditemukan obatnya, kini dengan mudah kita bisa
mendapatkannya. Obatnya bisa berada disekitar kita. Lingkungan kita sudah
menyediakan obatnya, Allah berfirman dalam QS. Al-‘Isra: 82, yang berbunyi:
⌦ ⌧
☺ ☺
Artinya: “Dan kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al-‘Isra: 82).
Dalam ayat tersebut terdapat kata syifa’ (penyembuhan terhadap
penyakit), yakni fisik dan psikhis. Keduanya bisa bersumber dari pikiran atau
perasaan dan dari perut. “Al-Ma’iddatu bait al-daa’, wa al-hiryatu ra’su kulli
dawa’ (perut adalah sumber penyakit, dan diet adalah obat segala penyakit).”34
Sakit fisik bisa berpengaruh kepada sakit psikhis, dan sebaliknya sakit psikhis
menyebabkan penyakit harus diikuti dengan dzikir dan do’a.
Pentingnya agama dalam kesehatan dapat dilihat dari batasan organisasi,
kesehatan dunia (WHO, 1984) yang menyatakan aspek spiritual atau kerohanian
merupakan unsur dari salah satu pengertian kesehatan. Bila sebelumnya pada
34 Prof. Dr. H. M. Amin Syukir, M. A., “Zikir Menyembuhkan Kankerku,” (Jakarta:
Mizan, 2007), h. 104
39
tahun 1947 WHO memberikan batasan kesehatan hanya dari tiga aspek saja, yaitu
sehat dalam fisik, psikologik, dan sosial, maka sejak 1984 batasan tersebut
ditambah dengan aspek spiritual sehingga pengertian sehat seutuhnya adalah sehat
yang meliputi fisik, psikologi, sosial dan spiritual (Bio-Psiko-Sosio-Spiritual).
Bila dikaji secara mendalam, maka sesungguhnya dalam ajaran islam
sebagaimana tercantum dalam al-qur’an dan hadits. Banyak ayat dan hadits yang
memberikan tuntunan agar manusia sehat seutuhnya dari segi fisik (biologik),
kejiwaan (psikologik), sosial maupun spiritual (kerohanian). Allah swt berfirman
dalam QS. Fushilat: 44, yang berbunyi:
☺
☺
⌦ ⌧
⌦ ☺
Artinya: “Dan jikalau kami jadikan al-qur’an itu suatu bacaan dalam
bahasa selain arab, tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" apakah (patut al-qur’an) dalam bahasa asing sedang (Rasul adalah orang) arab? Katakanlah: "al-qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin, dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang al-qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh.” (QS. Fushilat: 44).
Selanjutnya sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad
(dari Jabir bin Abdullah), Nabi Muhammad saw bersabda: “Setiap penyakit ada obatnya, jika obat itu tepat mengenai sasarannya, maka dengan izin Allah penyakit itu akan sembuh.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Supaya kita tidak keluar dari syari’at Islam, dianjurkan agar dzikir dan
do’a yang kita laksanakan didasarkan dalil (nash) dari Al-Qur’an maupun Hadits
Nabi saw. Kita tidak bisa sembarangan meyampaikan dzikir begitu juga dengan
40
do’a. Ada satu cerita yang disampaikan oleh Ubay bin Ka’ab. Suatu ketika Ubay
berkata disisi Rasulullah saw., lalu datang seorang Arab badui berkata kepada
Nabi, ”Hai Nabi saw, sesungguhnya Aku mempunyai seorang saudara yang
sedang dalam keadaan sakit,” Beliau bertanya, “sakit apa”? “Dia menjawab:
“sakit lamam (stress ringan). Beliau bersabda: “bawalah saudaramu kesini,
“kemudian dia membawanya menghadap kepada Nabi. Kemudian diletakkan
tangan beliau diatas tangannya seraya memohon disembuhkan dari sakitnya
dengan perantara (Wasilah) dzikir dan do’a, yaitu:
1. Membaca surat al-fatihah.
2. Membaca empat ayat awal surat al-baqarah, dan membaca ayat 263, lalu
membaca tiga ayat akhir al-baqarah dan ayat kursi.
3. Membaca ayat 18 dari surat ali-‘imran.
4. Membaca ayat 114 surat thaha.
5. Membaca ayat 3 surat jin.
6. Membaca 10 ayat dari awal surat ah-shaffat.35
C. DO’A
1. Pengertian Do’a
Do’a sebuah kata yang singkat, tapi memiliki kekuatan yang maha
dahsyat. Dengan do’a, nasib seseorang bisa berubah, dengan do’a seseorang yang
lemah bisa jadi kuat, dengan do’a bencana bisa jadi berkah.36 Adapun pengertian
dari do’a menurut epistimology adalah seruan (nida’). Sedangkan menurut istilah
syari’at adalah permohonan hamba kepada Tuhan–Nya. Dalam do’a harus ada
35 Ibid, h. 105 36 Kinoysan, “Keajaiban Do’a,” (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2007), Cet. Ke–1, h. 23
41
(da’in) penyeru atau pemohon yaitu hamba, dan harus ada penjawab yang lebih
tinggi darinya (mujiibu a’la) yaitu Allah swt. Dan yang dimaksud dengan
da’watun dalam ciptaannya, karena itu hendaknya do’a tidak dihadapkan kecuali
kepada yang menyebabkan yaitu (Allah).
Do’a merupakan suatu keharusan untuk disampaikan kepada Allah dalam
rangka memperkuat posisi keimanan dan ketakwaan setiap diri manusia. Dan do’a
merupakan otaknya ibadah,37 karena dengan berdo’a berarti telah menghadapkan
segala urusan kepada Allah dan do’a merupakan pernyataan tentang kelemahan
manusia di hadapan kekuasaan Allah ta’ala serta merupakan cara untuk mengingat
Allah Ta’ala. Setiap orang yang mengalami kondisi sulit, baik ia sakit, berbuat
maksiat, dalam keadaan miskin, maka ia tidak akan berdo’a (menyeru) kecuali
kepada Allah swt sebab manusia dalam kondisi yang sulit tidak akan pernah
membohongi dirinya, karena manusia berdasarkan fitrah keimanannya telah
mengetahui bahwa yang kuasa hanyalah Allah swt. Firman Allah menyebutkan
dalam QS. Yunus : 1238
☺ ☺ ⌧
⌧ ⌧ ☺ ⌧
☺ Artinya: ”Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada kami
dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdo’a kepada kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yunus: 12).
37 M. Ridwan Sanusi., M. Roief Syuaeb., “Klasifikasi Ayat-Ayat Al-Qur’an: Berikut
Penjelasannya,” (Jakarta: Insida Lantabora, 2006), cet. Ke-1, h. 109 38 Departemen Agama Republik Indonesia, Op. cit. h. 167
42
Memohon pertolongan kepada Allah dalam segala urusan apapun adalah
merupakan cara yang paling tepat untuk menggapai kehidupan yang sejahtera,
dengan seperti itu manusia akan selalu ingat bahwa Allah Ta’ala dengan segala
kekuatan, kekuasaan dan keagungan selalu bersamanya, dari situlah ia akan
merasakan ketentraman, tiada yang kuat kecuali Allah.39
Do’a pun bagian daripada dzikir. Ia adalah permohonan. Setiap dzikir
kendati dalam redaksinya tidak terdapat permohonan, tetapi kerendahan hati dan
rasa butuh kepada Allah yang selalu menghiasi pedzikir, menjadikan dzikir
mengandung do’a.40
Lafadz do’a sering kali disebut dalam al–qur’an dan memiliki makna
sebagai berikut:41
1. Ibadah
Seperti yang difirmankan oleh Allah swt dalam QS. Yunus: 106, yang
berbunyi:
⌧ ⌧
☺
Artinya: ”Dan janganlah kamu menyembah apa–apa yang tidak memberi
manfaat dan tidak memberi mudharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu berbuat demikian maka kamu termasuk orang–orang yang dzalim”.(QS. Yunus: 106).
2. Perkataan atau Keluhan
39 Ibid, h. 20 40 M. Quraish Shihab., “Wawasan Al–Qur’an tentang Zikir dan Do’a,” (Jakarta:
Lentera Hati, 2006), Cet. Ke–1, h. 177 41 Kinoysan., “Keajaiban Do’a,” (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2007), Cet. Ke–1, h. 24-25
43
Seperti difirmankan oleh Allah swt dalam QS. Al-Anbiya: 15, yang
berbunyi:
☺
☺ Artinya: ”Maka tetaplah demikian keluhan mereka, sehingga Kami jadikan
mereka sebagai tanaman yang telah dituai, yang tidak dapat hidup lagi”.(QS. Al–Anbiya: 15).
3. Panggilan atau Seruan
Allah berfirman dalam QS. Ar-rum: 52, yang berbunyi:
☺ ☺ ☺
Artinya: ”Maka kamu tidak akan sanggup menjadikan orang–orang yang
mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang–orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling ke belakang.” (QS. Ar–Rum: 52).
Maksud dari ayat ini hanya Allah–lah yang sanggup untuk menjawab
panggilan atau seruan. Hanya Allah pula yang mampu membuat orang–orang
yang sudah mati bisa mendengar.
4. Meminta Pertolongan
Allah berfirman dalam QS. Al-Fatihah: 5, yang berbunyi:
⌧
Artinya: ”Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah: 5).
Maksudnya hanya kepada Allah-lah kita harus meminta pertolongan.
Bukan kepada yang lainnya, karena itu akan membuat syirik yang termasuk dosa
besar dan tidak akan diampuni oleh Allah.
44
5. Permohonan
Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 186, yang berbunyi:
Artinya: ”Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186).
Seruan permohonan hanya patut kita lakukan kepada Allah. Sungguh
maha benar Allah dengan segala firmanNya.
6. Memuji
Do’a dapat berarti memuji sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-’Isra:
110, yang berbunyi:
Artinya: ”Katakanlah: ’Serulah (pujilah) Allah atau serulah (pujilah) Ar–
Rahman”.(QS. Al – Isra: 110).
2. Tujuan Do’a42
Tujuan do’a terdiri dari berbagai macam, diantaranya:
1. Untuk memohon hidup agar selalu dalam bimbingan dan mendapat
petunjuk dari Allah swt.
2. Untuk memohon agar selamat dunia dan akhirat.
3. Untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Allah swt atas karunia–Nya
kepada hamba–hambanya.
42 Ibid, h. 26-27
45
4. Wujud permintaan untuk perlindungan dari Allah swt atas godaan dan
gangguan syetan yang terkutuk.
5. Permohonan yang spesifik, karena mempunyai masalah yang berbeda–
beda.
3. Bentuk–Bentuk Do’a
Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang maha hidup
lagi maha mulia, Dia akan malu pada hamba–Nya apabila hambanya yang
mengetengadahkan tangannya kemudian Dia menolaknya tanpa memberikan
sesuatu apapun”.(HR. Abu Dawud).
Dalam psikofitrah ada tiga bentuk do’a yaitu:
1. Do’a yang sungguh–sungguh, memiliki kekuatan yang menolak musibah
dan mudah dikabulkan karena bermanfaat bagi umat.
2. Do’a yang lebih lemah dari musibah, namun mampu membuat yang
berdo’a menjadi memiliki ketenangan hati.
3. Do’a yang gagal, karena sifat tergesa–gesa dan tidak sabar.43
4. Karakteristik Do’a
Do’a yang diperintahkan oleh Allah kepada hamba–Nya adalah bukti
hidup akan adanya hubungan manusia dengan Allah swt. Artinya, munajat yang
lahir dari hati manusia untuk berdialog dengan Allah, ketika manusia
membutuhkan dan berkeinginan meraih kemurahan dari Allah dan tatapan rahmat
Allah yang luas.
43 Agus Syafi’i, “Tiga Bentuk Do’a,“ (http://agussyafi’i.blogspot.com)
46
Dengan demikian, do’a merupakan sesuatu yang menumbuhkan dalam
jiwa manusia, hubungan spiritual dengan Allah, dimana manusia merasakan
bahwa Allah dekat darinya, dari harapan, penderitaan, masalah, dan kebutuhan,
meringankan beban yang menimpanya, menyelesaikan kesulitannya. Disitulah
manusia akan menemukan kebutuhannya disisi Tuhannya yang tidak akan
ditemukan pada selain Allah.44 Inilah yang disebut dalam Al–Qur’an, QS. Al–
Baqarah: 186, yang berbunyi:
Artinya: ”Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku,
Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al–Baqarah: 186).45
Menurut almarhum Ali Syari’ati, ada tiga karakteristik do’a dalam Islam,
yaitu:
1. Percakapan dan dialog dengan Allah.
Didalamnya, sifat–sifat, kedudukan dan dzat Tuhan serta hubungan–Nya
dengan makhluk, terutama manusia. Do’a dalam Islam adalah sebuah
seruan yang tingkat ketelitian dan kedalamannya layak dijadikan
argument yang kuat, terdalam dan terjeli ketika mengejawantahkan
Allah dalam kehidupan.
2. Iradat atau kehendak Illahi yang meluap didalamnya.
44 Husein Fadhlullah., “Menyelami Samudera Do’a,” (Jakarta: Al–Huda, 2005), Cet. Ke–
1, h. 265-266 45 Departemen Agama Republik Indonesia, Op. cit. h. 22
47
Iradat ini bukanlah berasal dari hasrat dan kebutuhan material yang kita
saksikan dan kita kenali. Tetapi, ia adalah sesuatu yang berasal dari
perangai–perangai yang terpuji dan keutamaan–keutamaan yang mulia.
3. Saripati ideologis keberagamaan
Segi lain do’a, bukan sekedar sisi “pemenuhan kebutuhan”, tetapi
berkaitan dengan eksistensi kita sebagai seorang muslim. Do’a adalah
satu medium untuk mendekatkan diri dengan Tuhan yang maha abadi dan
maha penyayang. Dengan demikian, posisi do’a dalam kehidupan umat
islam harus diletakkan diatas segala–galanya, karena dengan berdo’a
sebetulnya mengakui eksistensi Tuhan. Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yang tidak berdo’a kepada Allah, maka Allah murka
kepadanya”.(HR. Tirmidzi).
Jadi tulus dan ikhlas dalam berdo’a atau mengkomunikasikan segala
kebutuhan kepada–Nya, supaya tercipta kekuatan dalam diri.46
5. Do’a dan Tingkatannya yang tertinggi
Dalam do’a pun ada tingkatannya. Do’a yang paling tinggi tingkatanya
yaitu gaya bahasa Allah, Tuhan yang kita seru. Dan ketika Allah berfirman
kepada kita : Serulah Aku dengan ini, maka terbukalah bagi kita kemudahan untuk
keluar dari kesulitan memilih dan lebih mudah bagi kita untuk terhindar dari
kesalahan, dan juga lebih dekat untuk dikabulkan. Karena kata-kata itu dari Allah,
sehingga kita tidak perlu lagi mencari kata yang tepat yang boleh jadi jika kita
yang menyusunnya akan salah.
46 Syukron Abdillah, “Ikhlas Berkomunikasi dengan–Nya,” (http://syukronblogspot.com)
48
Islam telah menghubungkan semua aktivitas kehidupan dengan Allah,
sehingga kita tidak pernah lengah kepada Allah walaupun sejenak, dan untuk itu
setiap aktivitas dan setiap kondisi kehidupan ada do’anya tersendiri. Seharusnya
kita tidak memotivasi do’a dengan “akan dikabulkan”, akan tetapi untuk
menyatakan ketundukan dan ketidak berdayaan kita dihadapan Allah yang Maha
Kuasa atas segala sesuatu. Jika do’a kita diterima, maka itu baik bagi kita dan
terkadang Allah menangguhkan pengabulan do’a hamba-Nya agar ia terus-
menerus berdo’a, karena Allah menyukai hamba-Nya untuk selalu berdo’a
kepada-Nya. Tapi Allah tidak menyukai suara hamba-Nya yang berbuat maksiat
dan yang kafir, maka terkadang disegerakan permohonan sehingga tidak
berkepanjangan memohon kepada-Nya dan Allah tidak lagi mendengarnya
menyeru kepada-Nya.
Orang yang beriman tentu sudah mengetahui, bahwa dunia merupakan
jalan menuju akhirat, dan bahwasanya masa di dunia merupakan masa ujian dan
masa untuk beramal. Berdasarkan amalnya di dunia itulah ia akan mendapatkan
balasan kelak di akhirat. Seorang mukmin tidak menginginkan dunia kecuali
untuk mengantarkannya ke surga. Seorang yang mukmin tentu mengetahui mana
yang baik, karena itu ia meminta yang baik tersebut untuk dirinya. Jangan kira
bahwa seorang yang mukmin itu bodoh, bahkan sebenarnya ia benar-benar
seorang yang cerdik. Misalnya ia mempunyai satu pound, ia tahu bahwa uang
tersebut dapat memberikan keni’matan bagi dirinya, tapi ia pun tahu bahwa jika ia
menyedekahkan uang tersebut tentu akan berlipat gandalah keni’matan yang akan
dirasakannya. Bukan dinilai satu pound yang disedekahkannya itu, tapi dengan
49
kekuasaan Allah keni’matan baginya akan berlipat ganda, sebagaimana
disebutkan dalam firman-Nya : QS. Al-Imran: 169 yang berbunyi:
Artinya: ”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan
Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS. Al-Imran: 169).
6. Do’a dan Dzikir untuk Penyembuhan
Pada waktu seseorang dalam pengobatan atau perawatan maka selain obat
dan tindakan medis juga disertai do’a dan dzikir, maka manakala disaat rasa sakit
terasa reda dan terasa sedang dalam penyembuhan, lebih baik membaca dzikir
seperti:
1. Laa ilaha illallahu Allahu akbar. Artinya: (tidak ada Ilahi (Tuhan) selain Allah,
dan Allah Maha Besar).
2. Laa ilaha illallahu wahdhahu laa syarii kalah. Artinya: (tidak ada Tuhan selain
Allah yang Maha Esa, tidak sekutu baginya dan tiada bandingannya).
3. Laa illaha illallah lahul mulku walahul hamdu. Artinya: (tidak ada Tuhan
kecuali Allah, Allah yang mempunyai segala kekuatan dan segala puji).
4. Laa ilaha illallah wala haula wala kuwwata ila billah. Artinya: (tiada Tuhan
melainkan Allah tidak ada daya dan kekuatan sakit dan minta pertolongan
kepada ahlinya (tabib atau dokter).
BAB III
PROFIL KYAI ZARQONI
A. Riwayat Hidup Kyai Zarqoni
Kyai Zarqoni merupakan anak ke–7 dari 12 bersaudara. Beliau dilahirkan
di Tangerang pada tanggal 09 Mei 1952, yang terlahir dari pasangan H. Raiman
dan Hj. Minah.1
Beliau terlahir bukan dari kalangan Kyai atau pun Ulama, melainkan
kedua orang tua beliau adalah seorang petani yang sangat ulet dan jujur dalam
bekerja, orang tua (Kyai Zarqoni) beliau merupakan orang tua yang disegani oleh
anak–anaknya. Ibunda beliau (Kyai Zarqoni), Hj. Minah merupakan sosok wanita
yang shalihah dan sangat baik kepada saudara maupun tetangganya dan banyak
berjasa terhadap saudara atau tetangganya.
Kyai Zarqoni semasa kecilnya lahir bersama kedua orang tuanya di
wilayah Gading Serpong–Tangerang dengan penuh kasih sayang. Walaupun masa
kanak–kanak dan remajanya penuh kepahitan dalam urusan ekonomi untuk
menopang kebutuhan keluarganya. Dari kedua orang tua beliau (Kyai Zarqoni),
H. Raiman dan Hj. Minah, selain beliau lahir, lahir pula seorang kakak laki–laki
(H. Harif dan Muhammad Mad Sobir) dan seorang kakak perempuan (Hj.
Ramlah, Hj. Sutamah dan Hj. Mihaya), seorang adik perempuan (Baban) dan
seorang adik laki-laki (H. Safrudin dan H. Ibrohim) dan yang lainnya sudah wafat
sejak dini.
1 Kyai Zarqoni, Wawancara Pribadi, Tangerang, 16 November 2009
50
51
Berbeda dengan kakak–kakak dan adik–adiknya, Kyai Zarqoni semasa
kecilnya terkenal sebagai anak yang paling nekat, pemberani, cerdas dan mandiri
dibandingkan dengan kakak, adik dan teman–teman sebayanya waktu itu.
Keberaniannya itulah membuat beliau terkenal dan terkesan cerdas dan
pemberani. Walaupun demikian, selama masa kanak–kanak sampai remaja dan
pemuda beliau juga sangat rajin membantu orang tua dalam memenuhi nafkah
keluarga termasuk belajar di sekolah dan di pondok pesantren yang jaraknya
sangat jauh.
Masa kanak–kanak dilaluinya bersama keluarga dengan penuh
keprihatinan. Ayahnya hanya seorang petani dan ibunya seorang ibu rumah
tangga, tentunya untuk memenuhi 9 orang anak–anaknya sangat sulit dirasakan
pada saat itu, karenanya beliau sempat menjadi penjual sayuran dan kue-kue
dikampungnya.
Hal tersebut beliau lalui bersama keluarga dengan penuh kesabaran,
hingga ketika menginjak masa akhir kepemudaannya ditandai dengan menikahi
seorang gadis desa pada saat itu di kampungnya yakni Ustd. Sahlah binti KH.
Ya’qub (alm) bin KH. Yahya. Isteri beliau adalah keluarga yang berlatar belakang
serba ada dan punya, selain itu istri beliau adalah cicit dari KH. Abuya Musa dan
cucu dari KH. Abuya Syu’aeb, yang banyak penghormatan dan disegani oleh
masyarakat setempat dan masyarakat yang ada di Tangerang maupun diluar
Tangerang atau masyarakat luas.
Beliau memiliki 7 orang anak, yakni (Muhammad Aufa, Syahrul Munir,
Subhan, Siti Jamilah, Siti Aisyah, Siti Masyhuroh, Siti ‘Alawiyah). Dan memiliki
seorang menantu, suami dari Siti Jamilah yaitu Muhammad Zaki yang memiliki
52
satu orang anak yaitu Ahdan Ahdi, dan isteri dari Muhammad Aufa yaitu Ariyanih
yang memiliki satu orang anak yaitu Mecca El–Shina. Beliau merasa cucu–
cucunya adalah obat penghibur di masa tua.
B. Perjuangan Dakwah Kyai Zarqoni
Perjalanan dakwah beliau dimulai dengan adanya niat, tekad, semangat
yang tinggi, pengorbanan, serta dorongan dari orang tuanya. Dan beliau
mempunyai prinsip dalam berdakwah “Sebaik–baiknya manusia bermanfaat bagi
orang lain” ini yang menjadi kunci sukses beliau, tentunya semua ini harus
dibarengi dengan berdzikir kepada Allah dan menjalankan apa yang
diperintahkan–Nya. Insya Allah segala apa yang kita lakukan di dunia ini pasti
Allah akan menghendakinya. Semasa hidupnya beliau selalu ingin
mengedepankan pendidikan (mencari ilmu) meskipun materinya kurang memadai,
akan tetapi beliau tetap semangat mencari nafkah selama beliau jauh dari orang
tuanya (di pesantren salafi).
Pada tahun 1976 beliau menikah dengan Ustd. Sahlah, dari sinilah karir
beliau mulai meningkat dan segala kegiatan beliau dijalani hingga beliau lebih
dikenal khalayak. Dengan kemampuan beliau, beliau digencar oleh masyarakat
untuk menyampaikan ilmunya. Beliau banyak belajar dari berbagai lembaga
islam, diantaranya yaitu:
1. Pondok pesantren Nurul Huda Gading Serpong–Tangerang pimpinan
KH. Basri Tamim
2. Pondok pesantren Nurul Huda Gading Serpong–Tangerang pimpinan
KH. Shaleh Nawawi
53
3. Pondok pesantren As–Salam Gerendeng–Tangerang pimpinan KH.
Abdur Rohim
4. Pondok pesantren As–Salafiyah Cisoka–Tangerang pimpinan KH. Usuf
5. Pondok pesantren As–Salafiyah Kedaung–Bogor pimpinan Ajengan KH.
Basri
6. Pondok pesantren Ar–Riyadhah Cirebon pimpinan Mbah KH. Muhidin
7. Pondok pesantren Ar–Riyadhah Madura pimpinan KH. Kholil.
Disitulah beliau banyak belajar agama dan dari sejak kecil beliau memang
sudah bisa membaca kitab–kitab kuning yang diajari oleh KH. Basri Tamim. Dan
beliau dikenal sebagai murid yang cerdas, pintar, dan ulet.
Pada masa mudanya beliau suka adu argumen dengan guru–gurunya.
Disinilah beliau banyak diminati oleh masyarakat setempat dan sering ada
panggilan untuk menyampaikan ilmu–ilmu yang beliau pelajari dari guru–
gurunya.
C. Kegiatan Dakwah Kyai Zarqoni
Kegiatan dakwah yang beliau lakukan sama seperti para mubaligh–
mubaligh lain lakukan, tetapi ada yang menjadi perbedaan mengenai konsep
dakwah pengobatan dzikir dan do’a. Beliau lebih menekankan kepada pengobatan
dengan dzikir dan do’a. Konsep dakwah pengobatan dzikir dan do’a inilah yang
menjadi kunci sukses beliau.
54
Beberapa acara yang beliau laksanakan, baik berupa ceramah, mengajar,
tahlilan, mengobati orang yang sedang sakit, dan launching yang sering diundang
oleh pasien atau muridnya beliau. Disinilah beliau memiliki konsep tersendiri dan
tak lepas dari pada konsep spiritual atau berpedoman kepada al-qur’an dan hadits.
Adapun nama–nama atau lokasi tempat beliau berdakwah, yaitu:
1. Masjid Sunnil Mukhlis di Gading Serpong-Tangerang pimpinan KH.
Basri Tamim
2. Pondok Pesantren As–Salam di Gerendeng–Tangerang pimpinan KH.
Abdur Rohim
3. Masjid di Cipondoh–Tangerang
4. Mushala di Rawa Mangun–Jakarta Timur pimpinan KH. Abdul Rozak
5. Lembaga private di Cikini–Jakarta Timur pimpinan Ust. H. Koyobi
6. Pengajian kitab kuning di Perumahan Bogor
7. Pengajian kitab kuning di Sukabumi
8. Ceramah agama di Gading Serpong-Tangerang
9. Ceramah agama di Cipondoh–Tangerang
10. Ceramah agama di Ciomas–Serang
11. Ceramah agama di Cikupa-Tangerang
12. Ceramah agama di UNIS Tangerang
13. Ceramah agama di Perumahan BSD–Tangerang
55
14. Ceramah agama di kantor pemasaran Summarecon Mall Serpong
15. Ceramah isra mi’raj, maulid di Gading Serpong-Tangerang
16. Ceramah agama di Pondok Pesantren El–Wasatiyah Cipondoh-
Tangerang
17. Pengajian kitab kuning di kediaman Kyai Zarqoni Tangerang
18. Mengislamkan orang yang beragama kristiani
19. Memberikan pengetahuan agama kepada para mu’allaf
20. Tahlilan bersama di setiap rumah warga Gading Serpong–Tangerang.
56
BAB IV
ANALISIS PENGOBATAN DZIKIR DAN DO’A
SEBAGAI METODE DAKWAH KYAI ZARQONI
A. Konsep Dakwah Pengobatan Dzikir dan Do’a Kyai Zarqoni
Dakwah merupakan tuntunan yang diajarkan oleh Islam untuk mengajak
kepada kebajikan, mendorong, dan memberikan nasihat-nasihat atau pesan-pesan
yang baik kepada mad’unya yang berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an dan
Hadits Nabi agar tidak keluar dari syari’at Islam. Begitu pun dengan pengobatan
dzikir dan do’a Kyai Zarqoni yang berpedoman pada kitab suci Al–Qur’an dan
Hadits Nabi yang ditaklifkan oleh Allah didalamnya. Dakwah beliau (Kyai
Zarqoni) melalui pengobatan dzikir dan do’a ini, yakni beliau yakin dengan izin
Allah, pasien bisa disembuhkan dari segala penyakitnya. Karena itu Allah adalah
maha penyembuh.
Islam telah memperkenalkan dirinya sebagai agama yang sangat dekat dan
akrab dengan manusia dalam rangka mencapai tujuan hidupnya, sejahtera dunia
dan akhirat. Dalam ajaran agama Islam seseorang yang menderita penyakit baik
fisik maupun psikhis (kejiwaan) diwajibkan untuk berusaha berobat kepada
ahlinya dan disertai berdzikir dan berdo’a, karena peran pengobatan dzikir dan
do’a ini sangat penting demi kesembuhan pasien untuk seutuhnya tanpa adanya
efek samping. Sebagaimana telah disebutkan dimuka bahwa mengobati saja tanpa
disertai dzikir dan do’a, tidaklah lengkap.1 Allah berfirman dalam QS. Al–
Fushilat: 44, yang berbunyi:
1 Abuddinata, M. A, “Persfektif Islam tentang Pendidikan Kedokteran,” (UIN Jakarta
Press, 2004), h. 27–29
57
☺
☺
⌦ ⌧
⌦ ☺
Artinya: ”Dan jikalau kami jadikan Al-Quran itu suatu bacaan dalam bahasa
selain Arab, tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah (patut Al-Quran) dalam bahasa asing sedang (Rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al-Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al-Quran itu suatu kegelapan bagi mereka.” (QS. Fushilat: 44).
Hal ini sesuai dengan Hadits sebagai berikut, yang artinya:
“Setiap penyakit ada obatnya, jika obat itu tepat mengenai sasarannya, maka dengan izin Allah swt penyakit itu akan sembuh.”(HR. Muslim dan Ahmad).
Pengobatan akan lebih efektif apabila mengobati pasien mempunyai
hubungan yang kuat dan dekat dengan Allah swt. Dzikir dan do’a adalah inti
pengobatan jiwa, dengan demikian hakikat penyembuhan itu adalah dari Allah swt
yang bersifat As–Syafi’ (maha penyembuh). Pasien juga didekatkan dengan Allah
melalui nasihat dan tuntunan ibadah dengan benar serta menjauhi sifat–sifat
mazmumah (tercela).2 Bahwa pasien juga harus menuruti nasihat–nasihat yang
diberikan oleh Kyai Zarqoni, karena Allah pun menegaskan ”Ingatlah kamu
dalam waktu duduk, berdiri dan berbaring, niscaya Allah akan mengingat pula
kepadamu (hamba-Nya).” Adapun nasihat-nasihat yang diberikan oleh Kyai
Zarqoni kepada pasiennya, diantaranya; melakukan shalat wajib dan sunnah,
selalu melakukan dzikir dan do’a kapan pun, di mana pun dan dalam keadaan apa
pun, melaksanakan puasa-puasa sunnah, selain beliau memberikan nasihat-
2 Ibid, h. 30
58
nasihat kepada pasien-pasiennya, beliau pun melakukan hal yang sama demi
kesembuhan pasien-pasiennya, karena ini memang tugasnya beliau (Kyai Zarqoni)
untuk membantu pasiennya dengan melakukan dzikir dan do’a secara terus-
menerus sampai pasien bisa terbantu dan sembuh dari penyakitnya, namun semua
ini adalah atas kehendak Allah yang maha menyembuhkan. Allah swt berfirman
dalam QS. Asy-Syu’ara: 80, yang berbunyi:
Artinya: ”Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” (QS.
Asy-Syu’ara: 80). Adapun pengobatan dzikir dan do’a beliau (Kyai Zarqoni) berdedikasi
mengamalkannya lebih dari 30 tahun dan yang bisa direalisasikan dan
dikembangkan kepada pasien antara lain:
1. Bila pasien sudah merasa frustasi dengan penyakit yang tidak kunjung
sembuh, maka dengan pengobatan dzikir dan do’a ini insya Allah dapat
menjadi jawabannya. Berdasarkan pada petunjuk Al–Qur’an dan Hadits
agar tidak keluar dari syari’at Islam. Pengobatan dengan cara ini bisa
menjadi alternatif akhir bagi pasien. Dengan menjalankan pengobatan
dzikir dan do’a ini tidak ada resiko atau efek samping yang negativ.
2. Pengobatan dengan dzikir dan do’a ini memberikan hikmah kesembuhan
seutuhnya dan insya Allah tidak melukai dan menyakiti siapa pun (tanpa
pembedahan, tanpa operasi dan tanpa memasukan alat-alat ke dalam
tubuh).
59
Adapun konsep dakwah pengobatan dzikir dan do’a Kyai Zarqoni ini
mengobati dengan dua konsep, diantaranya:
- Konsep tauhid dengan menggunakan energi sinar penyembuh yang
datangnya dari Allah yang maha menyembuhkan dengan perantara
dzikir dan do’a Kyai Zarqoni yang bertujuan membantu pasiennya
untuk sembuh dari segala penyakitnya. Selain itu pengobatan dzikir
dan do’a ini dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah, karena pada
kenyataannya ada juga beberapa pasien yang tidak tahu terhadap ilmu-
ilmu yang diajarkan oleh Islam, terutama tentang dzikir dan do’a.
Dengan pengobatan dzikir dan do’a ini pun hati dan pikiran lebih
tenang dan tentram. Karena penyakit itu bisa datang dari hati dan
pikiran kita yang terkadang tidak seimbang, maka dengan melakukan
dzikir dan do’a setiap saat insya Allah kita akan dijauhkan dan
disembuhkan dari segala penyakitnya.
- Konsep rasional dengan menggunakan air zam-zam atau air mineral
yang sudah dido’akan, karena air pun dapat membersihkan segala
kotoran yang ada di dalam tubuh manusia.
Berdasarkan keluhan penyakit hingga yang berat dan kronis sekalipun
setelah beberapa kali mengobati dengan dzikir dan do’a ini dapat berkurang dan
akhirnya sedikit demi sedikit penyakit akan lenyap dan hilang seutuhnya berkat
dzikir dan do’a. Pasien memperoleh kesembuhan dalam waktu yang cukup dan
tidak harus melakukan rawat inap, karena dengan melakukan pengobatan dzikir
dan do’a ini bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja dan kesembuhannya pun
tidak meninggalkan bekas yang buruk kepada pasien. Sangat penting untuk
60
melakukan dzikir dan do’a secara rutin dan disiplin, mengikuti petunjuk dan
bimbingan yang diberikan dengan penuh keyakinan atas Kemahakuasaan Allah,
agar proses pengobatan dapat berjalan dengan sempurna dan segera sembuh.
Dzikir dan do’a untuk kesembuhan: “Adz–hibil ba’sa Rabban naas, isyfinii
antasy–syafi’i, laa syifa-a illa syifaa-uk, syifaa-an laa yughadiru saqoman walaa
alamaa” (lenyapkanlah penderitaanku wahai Tuhan sekalian manusia,
sembuhkanlah aku. Engkaulah pemberi kesembuhan. Tiada kesembuhan kecuali
kesembuhan daripada-Mu, kesembuhan yang tidak akan menimbulkan bekas).
Dengan konsep dakwah pengobatan dzikir dan do’a Kyai Zarqoni ini
pasien lebih dapat mendekatkan diri kepada Allah karena ajakan-ajakan atau
nasihat-nasihat beliau, dan untuk pasien non muslim bisa terbuka hatinya untuk
menjadi seorang muslim (muallaf). Karena setiap pertemuan (untuk berobat)
beliau (Kyai Zarqoni) selalu memberikan ajaran-ajaran yang diajarkan oleh Rasul-
Nya yang bersifat mengajak, mendorong kepada kebajikan dan mencegah dari
segala kemunkaran, seperti; mengingatkan pasien untuk selalu mengingat Allah di
mana pun dan kapan pun ia berada, selalu bersyukur atas apa yang dideritanya,
untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah meski dalam keadaan apa pun, untuk
selalu melakukan sunnah Rasul (shalat sunnah, puasa sunnah, sadaqah, dan lain
sebagainya). Maka dengan seperti itu Kyai Zarqoni sangat bersedia dan
mengizinkan serta memberikan keyakinan penuh kepada pasiennya (non muslim)
untuk menjadi seorang muallaf, setelah itu ada tindak lanjutnya yaitu seorang
muallaf harus belajar agama Islam dari nol, baik belajar kepada beliau (Kyai
Zarqoni) maupun belajar ke lembaga-lembaga Islam lain. Dan disinilah sangat
terlihat peran dakwahnya dalam pengobatan dzikir dan do’a Kyai Zarqoni.
61
Lamanya waktu pengobatan dengan Kyai Zarqoni cukup datang satu atau
dua kali saja, karena pengobatan dengan dzikir dan do’a ini bisa dilakukan
dirumah masing-masing pasien yang dilakukannya setiap waktu atau sehabis
shalat dengan membawa air do’a dari Kyai Zarqoni. Dan tentunya Kyai Zarqoni
pun melakukan dzikir dan do’a untuk mengobati pasiennya setiap waktu hingga
pasien itu sudah sembuh dan biasanya pasien yang sudah sembuh memberikan
kabar kepada Kyai Zarqoni dengan datang langsung maupun melalui via telepon.
Waktu penyembuhannya bisa dihitung hari, karena itu semua tergantung
pada keseriusan dan kekhusyuan pasien yang melakukan dzikir dan do’a untuk
mengobati penyakitnya dan disisi lain Kyai Zarqoni melakukan dzikir dan do’a
dikediamannya.
Mengobati pasien non muslim hanya Kyai Zarqoni yang melakukan dzikir
dan do’a, pasien non muslim hanya berobat dan membawa air do’a dari Kyai
Zarqoni. Dengan adanya pengobatan dzikir dan do’a ini Allah telah memberikan
kehendak lain terhadap pasien Kyai Zarqoni yang non muslim untuk menjadi
seorang muallaf. Namun, semuanya membutuhkan proses yang cukup panjang.
Karena menggugah hati seseorang (non muslim) tidak semudah yang penulis
pikir, apalagi masalah pindah keyakinan. Setelah pasien non muslim menjadi
seorang muallaf, maka pasien tersebut harus belajar ajaran-ajaran Islam baik
kepada Kyai Zarqoni maupun ke lembaga-lembaga Islam lain yang sesuai dengan
keinginan pasien. Dan sampai sekarang pun pasien-pasien Islam, muallaf, dan non
muslim masih melakukan silaturrahmi dengan Kyai Zarqoni. Disinilah peranan
dakwah Kyai Zarqoni dalam mengobati pasiennya, selain membantu untuk
menyembuhkan pasiennya, beliau (Kyai Zarqoni) juga tetap menjalin hubungan
62
persaudaraan di dalam Islam dengan cara melakukan tali silaturrahmi antara
pasien dan Kyai Zarqoni.
A. Penerapan Pengobatan Dzikir dan Do’a
Tokoh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Kyai Zarqoni yang
mana beliau dalam melaksanakan pengobatan dzikir dan do’a ini melakukannya
setiap waktu dan secara terus-menerus. Menurut beliau sebagai pedzikir, latar
belakang mengapa kegiatan dzikir dan do’a ini dilakukan atau diadakan karena
dengan bebekal dzikir manusia akan selalu terarah, karena segala sesuatunya akan
kembali kepada Allah. Dzikir dan do’a adalah olah raga rohani, agar jasmani sehat
begitu juga rohani. Tubuh manusia butuh makanan, begitu juga dengan jiwa
manusia yaitu makanannya berdzikir dan berdo’a.3
Seorang pasien yang datang kepada beliau (Kyai Zarqoni) di kediaman
Kyai Zarqoni dengan keluhan sakit fisik maupun sakit psikhis dan tidak bisa
berobat dengan dokter atau sakit yang tak kunjung sembuh. Kemudian beliau
menganjurkan untuk lebih banyak mendekatkan diri kepada Allah swt dengan
melakukan shalat, dzikir, do’a, puasa, dan ajaran-ajaran yang ada dalam Islam.
Namun penulis lebih mengkhususkan untuk menganalisis penerapan pengobatan
dengan dzikir dan do’anya saja.
Setelah itu seorang pasien biasanya berguru pada beliau (Kyai Zarqoni),
akan tetapi untuk berguru dengan beliau tidak semudah berguru dengan guru
sekolah dan lain sebagainya. Karena prosesnya dilihat dari niat dan keinginan
pasien tersebut, jika seorang pasien ingin berguru dan punya niat yang bersifat
3 Kyai Zarqoni., “Wawancara Pribadi” (Tangerang, 25 Maret, 2010)
63
menyimpang, maka semua keinginannya tidak diizinkan. Pada kenyataannya tidak
banyak pasien yang sekaligus yang berguru kepada beliau (Kyai Zarqoni), karena
ini dilihat dari tujuan pasien tersebut untuk melakukan semua ini harus memiliki
sifat istiqomah atau tidak memperkaya diri. Beliau (Kyai Zarqoni) menceritakan
salah satu muridnya yang berguru kepadanya (Kyai Zarqoni), namun yang terjadi
adalah pengkhianatan dan hanya untuk memperkaya diri.
Ketika beliau sedang melakukan pengobatan dikamarnya, biasanya beliau
mengobati pasien setelah shalat wajib, shalat sunnah dan pada saat beliau (Kyai
Zarqoni) sedang melakukan dzikir dan do’a dengan membacakan dzikir dan do’a
secara terus-menerus (setiap waktu), didalam kamar tempat beliau mengobati
pasiennya. Beliau mempunyai pengalaman dalam kesehatan sejak ia berguru
dengan guru besar beliau (Mbah KH. Muhiddin) dari Cirebon. Yakni pelayanan
tanpa pamrih kepada seorang pasien yang sedang sakit. Tidak ada perbuatan
manusia yang lebih disukai oleh Allah dibandingkan menolong makhluk–Nya
yang sakit dan menderita. Itulah yang diungkapkan Kyai Zarqoni pada saat
penulis melakukan penelitian.
Jadi, berbicara masalah pengobatan ini, maka harus dilakukan secara utuh
dalam diri manusia. Karena manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling
sempurna. Ketika manusia diberi kebebasan untuk memahami dan menjaga
karunia–Nya, maka ia harus selalu bertaqwa dan melakukan perintah–
perintahNya. Dalam diri manusia ada dua bentuk yang tidak dapat dipisahkan.
Pertama, dunia insan, di mana dunia ini berupa fisik. Kedua adalah psikis dunia
ruh yang tidak dapat dilihat oleh panca indera. Manusia diciptakan oleh Allah
dalam bentuk yang sempurna dengan adanya fisik yang dapat berfungsi untuk
64
melakukan kegiatan dalam kehidupan sehari–hari dan adanya psikis yang dapat
digunakan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Masing–masing terdapat
pada tubuh dan bekerja sesuai dengan fungsinya, maka manusia harus menjaga
tubuh dari datangnya penyakit baik itu fisik maupun psikhis.
Cara pengobatan beliau juga adalah dengan menggunakan air zam–zam
atau air mineral yang sudah diisi dengan dzikiran dan do’a. Hal ini dipercaya
bahwa air adalah dapat membersihkan segala kotoran-kotoran yang ada didalam
tubuh manusia yang mengakibatkan penyakit-penyakit itu timbul dan ditambah
lagi dengan dimasukannya ayat-ayat suci al-qur’an (dzikir dan do’a), selain itu
juga akan membersihkan hati manusia yang ada dalam tubuh manusai. Bila
berdzikir dan berdo’a dengan jumlah yang banyak, maka akan menghasilkan
efek–efek dalam berdzikir dan berdo’a yaitu mengobati semua penyakit. Dzikir
dan do’a adalah otaknya ibadah, ketika seorang mukmin dalam keadaan dicoba
kecemasan dan kekhawatiran khusus dalam kondisi sakit parah baik fisik maupun
psikhis, maka ketika berdzikir dan berdo’a yang diawali dengan niat sanjungan
untuk Allah dan diawali dengan pujian untuk Allah, maka yakin akan terkabul,
memohon dengan kerendahan hati.
Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata: ”Pada suatu ketika aku
pernah jatuh sakit, tetapi aku tidak menemukan seorang dokter atau obat
penyembuh. Lalu aku berusaha mengobati dan menyembuhkan diriku dengan
surat Al–Fatihah, maka aku melihat pengaruh yang sangat menakjubkan. Aku
ambil segelas air zam–zam dan membacakan padanya surat al–fatihah berkali–
kali, lalu aku meminumnya hingga aku mendapatkan kesembuhan total.
Selanjutnya aku bersandar dengan cara tersebut dalam mengobati berbagai
65
penyakit dan aku merasakan manfaat yang sangat besar. Kemudian aku
beritahukan kepada orang banyak yang mengeluhkan suatu penyakit dan banyak
dari mereka yang sembuh dengan cepat.
Pengobatan dengan dzikir dan do’a ini dapat dicapai dengan adanya dua
aspek, yaitu dari pihak pasien (orang yang sakit) dan dari pihak orang yang
mengobati.
Beliau menerapkan pengobatan dzikir dan do’a ini dengan membacakan
ayat–ayat Al–Qur’an khususnya ayat kursi sebanyak 80 juta kali. Dan penerapan
ini juga dilakukan dengan jarak dekat dan jarak jauh, tergantung pada permintaan
pasiennya.
B. Hambatan–Hambatan yang Dihadapinya serta Penanggulangannya
Keberhasilan dan kegagalan pada setiap manusia dan suatu organisasi
dalam mensyi’arkan dakwah Islam untuk mencapaikan target tidaklah mudah
seperti membalikan telapak tangan, tetapi sangat membutuhkan perjuangan dan
kesabaran, itu semua tidak terlepas dari adanya faktor pendukung dan
penghambat. Begitu pula yang dialami oleh Kyai Zarqoni dalam menyampaikan
dakwahnya dan dengan memberikan pengobatannya kepada pasiennya.
Hambatan–hambatan dalam suatu kegiatan merupakan suatu ujian dalam
mencapai keinginan atau perbaikan, dan hambatan tersebut biasanya datang dari
dalam maupun dari luar.
66
Mengenai hambatan diatas penulis akan menggambarkan melalui table
pengaruh kegiatan pengobatan dzikir dan do’a Kyai Zarqoni yaitu:
Hambatan Penanggulangannya
1. Tingkat pemahaman pasien
terkadang tidak mengerti apa
yang harus dilakukan untuk
menyembuhkan penyakitnya
2. Pasien yang datang mendadak
hingga larut malam.
3. Kesehatan pasien sangat kronis.
4. Adanya pasien yang datang
bukan untuk berobat akan tetapi
untuk meminta sesuatu agar
usahanya berhasil atau
didekatkan jodoh.
1. Beliau memberikan pengajaran
terlebih dahulu sehingga pasien
mengerti dan mampu melakukan.
2. Tetap berjiwa besar demi
kesembuhan pasien.
3. Melakukan Dzikir dan Do’a lebih
banyak hingga pagi hari, demi
kesembuhan pasien.
4. Beliau (Kyai Zarqoni) tidak
menolak akan tetapi member
pengertian dan nasihat-nasihat
kepada pasien.
Hambatan-hambatan diatas merupakan perang bathin manusia yang
berusaha untuk menyembuhkan penyakit pasien-pasiennya.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Allah swt telah menciptakan dunia beserta isinya dan manusia diciptakan
dari tanah yang kemudian disempurnakan dan ditiup ruh atau nyawa oleh Allah,
maka hiduplah manusia. Jadi, yang sebenarnya hidup itu bukan badan, akan tetapi
ruh atau nyawa yang dihembuskan kedalam tubuh manusia oleh Allah maha
pencipta. Semua makhluk yang digolongkan hidup adalah dimana mereka
bernafas. Kalau tidak bernafas itu artinya mati, karena organ dalam sel-sel tubuh
tidak berfungsi lagi.
Oleh karena itu janganlah manusia itu mengira bahwa ia dilepaskan begitu
saja hidup di dunia dengan sia-sia. Dibiarkan tidak beraturan, tidak dikontrol,
bagaikan hewan atau binatang yang tidak punya peraturan tata tertib dan
kesopanan. Tentunya tidak, karena manusia itu diciptakan sebagai makhluk yang
berakal, yang memiliki tujuan hidup, tugas hidup yang diawasi dengan teliti dan
cermat, dan pada suatu saat, pasti kelak mempertanggung jawabkan segala tindak
tanduk amal perbuatan dihadapan Allah swt yang telah memberikan kehidupan
serta syarat hidup kepada-Nya.
Setelah penelitian ini dilakukan, maka penulis dapat menyimpulkan dari
konsep dakwah pengobatan dzikir dan do’a Kyai Zarqoni. Adapun kesimpulannya
sebagai berikut:
1. Konsep dakwah pengobatan dzikir dan do’a yang digunakan oleh Kyai
Zarqoni yaitu dengan berpedoman pada kitab suci al–qur’an dan al–hadits
67
68
dan melalui nasihat atau tuntunan ibadah dengan benar serta menjauhi
sifat–sifat mazmumah (tercela). Sehingga pasien pun harus melakukan
nasihat-nasihat yang disampaikan oleh Kyai Zarqoni tersebut diantaranya:
setiap waktu dan sehabis shalat melakukan dzikir dan do’a dimanapun dan
dalam keadaan apapun, puasa sunnah (karena puasa juga bisa
menyembuhkan dari segala penyakit), selain itu beliau (Kyai Zarqoni) juga
melakukan dzikir dan do’a setiap waktu agar pasien cepat terbantu dan
sembuh atas izin Allah.
2. Penerapan pengobatan dzikir dan do’a Kyai Zarqoni diantaranya: Dengan
melakukan pengobatan dikamarnya, biasanya beliau mengobati pasien
setelah shalat wajib dan shalat sunnah dengan membacakan dzikir dan
do’a secara terus-menerus (setiap waktu), dan beliau mengobati pasiennya
dengan menerapkannya lewat air do’a, karena air pun memiliki khasiat
untuk menyembuhkan dan menghilangkan kotoran yang ada dalam tubuh
manusia apalagi ditambah dengan ayat-ayat al-qur’an (dzikir dan do’a).
Beliau juga menerapkan pengobatan pengobatan dengan jarak dekat
maupun jarak jauh tergantung permintaan dari pasiennya, sehingga pasien
bisa terbantu dengan penerapan pengobatan ini.
3. Keberhasilan pengobatan yang digunakan Kyai Zarqoni karena dapat
memberikan solusi yang baik terhadap pasien. Begitu pula faktor
pendukung yang menunjang jalannya suatu kegiatan dakwah melalui
pengobatan dzikir dan do’a ini. Namun juga tidak luput dari hambatan
yang dihadapi oleh Kyai Zarqoni. Dengan adanya hambatan tersebut,
69
maka beliau menjadikan motivasi untuk meningkatkan kualitas kegiatan
dakwahnya. Khususnya dalam pengobatan dzikir dan do’a ini.
B. SARAN
1. Kepada Kyai Zarqoni agar terus berjuang dan sabar dalam
mensyi’arkan ajaran agama Islam (wa bil khusus untuk mengobati
pasiennya) dan menciptakan masyarakat yang agamis, serta
menjadikan negara yang Baldatun Toyyibatun Warrabun Ghofur.
2. Kepada Kyai Zarqoni agar tetap mempertahankan konsep
kerohaniannya (konsep dakwah melalui pengobatan dzikir dan do’a
ini) demi kemaslahatan dan kesejahteraan umat, dan mudah–mudahan
Allah swt selalu memberikan keberkahan hidup atas amal dan ilmu
yang sudah dicurahkan dan bermanfaat bagi masyarakat umum.
3. Kepada pemuka agama dan seluruh lembaga dakwah baik formal
maupun non formal agar tetap menjalankan aktivitas dakwahnya dalam
mengembangkan ajaran Al–Qur’an dan sunnah dengan cara yang baik
dan benar. Baik dalam penyampaiannya maupun dalam prakteknya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Dawi, M. Ahmad., Buku Pintar Para Da’i, (Surabaya: Duta Ilmu,
1995).
Al- Ghazali, “Mutiara Ihya Ulumuddin”.
Al- Jauziyah, Qayyim, Ibnu., Madarijus Salim, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 1998).
Al-Maraghi, Mustafa, Ahmad., Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha
Putra), juz ke-II.
Al- Munawar, Husin, Agil, H.S. Dr. M. A., dkk., Sistem Kedokteran Nabi:
Kesehatan dan Pengobatan Menurut Petunjuk Nabi Muhammad
saw, (Semarang: Dimas, 1994).
Amin, Munir, Samsul., MA, Drs., Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009),
cet ke-1.
Amstrong, Amatullah., Khazanah Istilah Sufi, Kunci Memasuki Dunia
Tasawuf, (Bandung: Mizan, 1996).
Ardani, Prof. Dr., Memahami Permasalahan Fiqh Dakwah, (Jakarta: PT.
Mitra Cahaya Utama, 2006).
Bachtiar, Wardi., Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos,
1997), cet. Ke-I
Departemen Agama Rupublik Indonesia., Al-Qur’an dan Terjemahan,
(Jakarta: Diponegoro, 2000).
El-Sulthani, Labay, Mawardi, KH., Zikir dan Do’a dalam Kesibukan,
(Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1991).
Fadhullah., Husein., Menyelami Samudra Do’a, (Jakarta: Al-Huda: 2005),
cet.ke-1.
Hadi, Sutrisno., Metodologi Research, (Yogyakarta: Ardi Offset, 1992),
cet. Ke-21.
Hadibroto, Iwan., dan Alam, Syamsir., Seluk Beluk: Pengobatan Alternatif
dan Komplementer, (Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer, 2006).
Hamka., Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983).
Hawari, Dadang, H., Prof., Dr., Psikiater, (Jakarta: Dana Bhakti
Primayasa,1997).
Kinoysan., keajaiban, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2007).
Liza, Zikir menurut Islam dan Kesehatan.
Moeloeng, Lexi, J., Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, 2007), edisi revisi.
Nasuhi, Hamid, dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis
dan Disertasi, (Jakarta: Ceqda, 2007), cet. Ke-11.
Najati, Ustman, Muhammad, Drs., Ilmu Jiwa: Dalam Al-Qur’an, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2005).
Rahman, Fazlur., Etika Pengobatan Islam: Penjelajahan seorang
Meomodernis, (Bandung: Mizan, 1999), cet. Ke-1.
Saleh, Yurisadi, Arman, Sps., Ms., dr., Berdzikir untuk Kesehatan Saraf:
Rahasia La Illaha Illallah dan Astaghfirullah untuk
Menghilangkan Nyeri serta Menumbuhkan Ketenangan dan
Kestabilan Syaraf, (Jakarta: Zaman, 2010).
Salim Ibrahim, Muhammad., Berobat dengan Ayat-Ayat Qur’an,
(Bandung: Trigenda Karya, 1995), cet ke-1.
Shihab, M., Quraish., Wawasan Al-Qur’an tentang Zikir dan Do’a,
(Jakarta: Lentera Hati, 2006), cet. ke-1.
Singarimbun, Masi, dkk., Metodologi Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES,
1989), cet. Ke-1.
Sya’rawi, M. Mutawalli., Prof. Dr., Do’a: yang Dikabulkan, (Jakarta:
1994).
Syukir, Asmuni., Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-
Ikhlas, 1983).
Syukir, Amin. M, H. M.A., Dr., Prof., Zikir Untuk Memyembuhkan
Kankerku, (Jakarta: Mizan, 2007).
Tebba, Sudirman., Bekerja dengan Hati: Bagaimana Membangun Etos
Kerja dengan Spiritualitas Religius, (Jakarta: Bee Media
Indonesia, 2006), Edisi Revisi.
Daftar Artikel-Artikel:
Al-Kisah., Jakarta 2008. Edisi 19 Mei- 1 Juni.
Abdillah, Syukron., Ikhlas Berkomunikasi dengan-Nya, (Http://
Syukronblogspot.com).
Sayfi’I, Agus., Tiga Bentuk Do’a, (Htpp:// Assyafi’i. Blogspot. Com).