DAFTAR PUSTAKA
Aminudin. 1991. Pengantar Apresiasi Ilmu Sastra. Bandung : Sinar Baru.
Amirin, T. M. 1990. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers.
. . 1990. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Rajawali Perss.
Basuki, W. 2004. Medhitasi Alang-Alang Kumpulan Geguritan. Sidoarjo: Sanggar
Zuhra Gupita.
Depdikdas Prop. Bali. 1991. Kamus Bali Indonesia. Bali: Gramedia
Esten, M. 1989. Kesusasteraan, Pengantar Teori dan Sejarah. Angakasa :
Bandung.
Hariyono, P. 1994. Kultur Cina dan Jawa Pemahaman Menuju Asimilasi
Kultural. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Hartoko, dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta : Gramedia.
Kasnadi dan Sutejo. 2010. Kajian Prosa; Kiat Menyisir Dunia Prosa.
Yogyakarta: Hanindita Graha Widia.
Keraf, G. 1994. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : Gramedia : Pustaka Utama.
Koentjaraningrat. 1979. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
. 2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
Djambatan
Moelino, A. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Moleong, L. J. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : Gramedia.
. (2007.Metodologi Penelitian Kualitatif,. Bandung: Penerbit PT
Remaja RosdakaryaOffset
Pardi, dkk. 1996. Sastra Jawa Periode Akhir Abad XIX – Tahun 1920. Jakarta :
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Peursen, V. 1988. Strategi Kebudayaan, Edisi Kedua. Yogyakarta: Kanisius
Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta :
BalaiPustaka.
Prabowo, D. P. 2002. Budaya. Yogyakarta : Kedaulatan Rakyat.
Pradopo,R.D.1995. Pengkajian Puisi: Analisis Strata Norma
danAnalisisStruktural Semiotika. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada
Press.
Riffaterre, M. 1978. Semiotic of Poetry. Blomington : India University Press.
Sangidu. 2007. Penelitian Sastra; pendekatan, teori, metode, teknik dan kiat.
Yogyakarta: Seksi Penerbitan Sastra Asia Barat FIB UGM.
Santoso, P. 1993. Ancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra. Bandung :
Angkasa.
Satoto, S. 1991. Metode Penelitian Sastra. Surakarta : Universitas Sebelas Maret
Press.
Semi, A. 1993. Anatomi Sastra. Padang : Angakasa Raya.
Setianingrumi, L. 2005. Skripsi. Aspek Tematis Dalam Geguritan Karya Handoyo
Wibowo (Analisis Struktur dan Semiotika).Program Studi Sastra Daerah.
UniversitasSebelas Maret Surakarta.
Subalidinata, R.S. 1981. Seluk Beluk Kesusastraan Jawa. Yogyakarta : Fakultas
Sastra Universitas Gajah Mada.
Subroto, D. E. 1989. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Jawa. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Sudjiman, P. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta : Pustaka Jaya.
1990. Serba-Serbi Semiotika . Jakarta : Gramedia.
Soekanto, S. 1863. Teori Sosiologi: Perubahan Sosial. Jakarta: Ghalia Indonesia
. 2006. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Suminto A.S. 1985. Puisi dan Pengajarannya : (Sebuah Pengantar). Semarang :
IKIP semarang Press.
Suseno, F. M. 1988. Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi Tentang
Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta:Gramedia.
Sutopo, H. B. 1988. Dasar-dasar Analisis dan Interpretasi Data dalam Penelitian
Kualitatif. Surakarta : FISIP UNS.
. 2002. Metode Penelitian Kualitatif : Dasar Teori dan Terapannya
dalam Penelitian. Surakarta : Sebelas Maret University Press.
. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.
Tarigan, H. G. 1991. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung : Angkasa.
Taylor, W.E. 1932. Primitive culture dan Anthropology. Jakarta: Gramedia
Teeuw, A. 1983. Tergantung Pada Kata. Jakarta : Pustaka jaya.
. .1984. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta : Gramedia.
Tim Penyusun. 2013. Pedoman Penulisan Skripsi/Tugas Akhir. Surakarta: UNS
Press.
Waluyo, H. J. 1991. Teori dan Aplikasi Puisi. Jakarta : Erlangga.
Wellek, R dan Austin W. 1983. Teori Kesusastraan, Diterjemahkan
olehManoekmi Sardjoe. Jakarta ; Intermasa.
Wiryaatmaja S, dkk. 1987. Struktur Puisi Jawa Modern. Jakarta : Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Lampiran 1: Riwayat Hidup Pengarang
WIDODO BASUKI. Pria kelahiran Trenggalek 18 Juli 1967 ini sehari-hari
bekerja sebagai wartawan/Redaktur Pelaksana di Majalah Jaya Baya. Ia
bergabung di media berbahasa Jawa itu sejak 1993, karena kecintaanya pada
bahasa dan sastra Jawa, meski sebenarnya latar pendidikan formalnya dari jurusan
Seni Rupa (Murni) Sekolah Tinggi Kesenian “Wilwatikta” Surabaya (STKWS)
dan sarjana pendidikan Seni Rupa IKIP PGRI Adhibuana Surabaya (UNIPA).
Pergulatannya yang cukup intens di “dunia Jawa” menyebabkan hal itu
selalu mewarnai karya-karyanya baik yang berupa tulisan maupun seni lukis yang
ditekuninya.
Sebagai penggurit, dia pernah membacakan guritan di Taman Ismail
Marzuki (TIM) Jakarta atas undangan Dewan Kesenian Jakarta tahun 1999.
Pernah menjabat Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Surabaya (DKS) Periode
1998-2003. Tulisan-tulisannya berupa crita cerkak (cerpen), artikel budaya, cerita
rakyat, cerita anak-anak, tersebar di berbagai media. Sedangkan sejumlah buku
karyanya, diantaranya: Kitir Tengah Wengi (1998). Crita Saka Tlatah Wetan
(guritan, 1999) Medhitasi Alang-Alang (kumpula guritan) 2004, Menak Sopal dan
Budaya Putih (cerita anak, Citra Jaya Murti, 1997), Crita Rakyat Saka Trenggalek
(Grasindo, 2008), dan kumpulan guritan “Bocah Cilik Diuber Srengenge”. (CDS,
2011), buku ceritera rakyat,”Dredah ing Padhepokan Sukma Ilang (Paramarta,
2013).”, serta puluhan antologi bersama, baik berupa guritan, puisi dan lain-lain.
Beberapa penghargaan diantaranya:
1. Juara I Naskah Guritan, Depdikbud Jawa Timur, 1996.
2. Buku kumpulan guritan “Layang Saka Paran” mendapatkan
penghargaan Sastra Rancage tahun 2000.
3. Juara I Naskah Dongeng Tingkat Nasional yang di adakan Sanggar
Sastra Jawa Yogyakarta (SSJY) 2002.
4. Penghargaan Seniman Berprestasi dari Gubernur Jawa Timur (2004),
kemudian dipercaya masuk Tim Penghargaan Seniman Jawa Timur
(2005-2008).
5. Juara 2 penulisan Cerpen Bernafaskan Panji, Dewan Kesenian Jatim-
Dewan Kesenian Jombang, tahun 2010.
6. Budang jurnalistik, karya tulisnya pernah mendapatkan Juara I
Jurnalistik Perkoperasian, Departemen koperasi Jawa Timur tahun
1993. Sedangkan karya tulis Jurnalistik Pariwisata Departemen
Pariwisatta Propinsi Jawa Timur, sejak tahun 2008-sampai sekarang
telah 5 kali mendapatkan kejuaraan.
Disamping sebagai penulis lepas bidang budaya juga sering dipercaya
sebagai pembicara atau pemakalah, pemateri workshop dongeng, guritan, dan juga
pengamat di berbagai lomba. Tinggal di Sukolegok, RT 13 RW 05, Desa Suko,
Kec. Sukodono, Kab. Sidoarjo. Email: [email protected], Telp. 031
7870475, HP.081803048066.
Lampiran 2: Bukti Wawancara Pengarang (Daftar Pertanyaan dan Jawaban)
1. Bagaimanakah latar belakang kepengarangan Bapak yang meliputi sejak
kapan mulai mengarang? Bentuk tulisan apa saja yang pernah dibuat?
Jawaban: Sejak SMP tahun 80-an saya mulai belajar menulis di awali
dari cerita anak-anak, karena orang tua berlanggan majalah berbahasa
Jawa, saya belajar menulis guritan dan crita remaja. Baru tahun 1996
ketika kuliah di Surabaya karya berupa guritan, crita cerkak, cerita anak,
artikel budaya dimuat di berbagai media bahasa Jawa dan Indonesia.
2. Sejak kapan guritan Medhitasi Alang-Alang ini ditulis?
Jawaban:Guritan dalam kumpulan Medhitasi Alang-Alangmerupakan
guritan yang bertitimangs atau ditulis tahun 200-2004.
3. Mengapa antologi guritan tersebut diberi judul Medhitasi alang-Alang?
Jawaban:Judul Medhitasi Alang-Alang mengambil salah satu judul
guritan yang ada di buku ini.
4. Apakah makna harfiah dari judul Medhitasi Alang-Alang tersebut?
Jawaban: Secara harfiah makna Medhitasi Alang-Alang adalah
menenangkan diri untuk merenungkan makna keteguhan tumbuhan ilalang
yang terus bertahan hidup meskipun banyak cobaan, ditebang, dibakar,
diinjak, tapi tetap bertahan hidup.
5. Apakah makna simbolis dari judul Medhitasi Alang-Alang?
Jawaban: Merupakan simbol hidup, “jangan pernah menyerah” dalam
cobaan apapun.
6. Mengapa dari sekian banyak judul yang ada dalam antologi guritan
tersebut dipilih judul Medhitasi Alang-Alang?
Jawaban: Judul Medhitasi Alang-Alang saya anggap mewakili dari
ungkapan rasa yang saya rasakan dan saya alami.
7. Apa yang melatarbelakangi bapak dalam penulisan guritan Medhitasi
Alang-Alang?
Jawaban: Secara pribadi, guritan adalah karya sastra yang sekaligus di
dalamnya ada muatan-muatan nilai-nilai universal dalam kehidupan.
8. Adakah hubungan antara guritan ini dengan kenyataan hidup bapak?
Jawaban: Setiap penciptaan karya seni (dalam hal ini sastra) merupakan
ungkapan perasaan pengarangnya. Tentu ada juga muatan yang di alami
pengarangnya.
9. Guritan Medhitasi Alang-Alang ini merupakan karya bapak yang
keberapa?
Jawaban: Kumpulan guritan Medhitasi Alang-Alang (2004) merupakan
kumpulan guritan pribadi yang ketiga, setelah Kitir Tengah Wengi dan
Layang Saka Paran tahun 1999.
10. Mengapa guritan yang ada dalam antologi guritan Medhitasi Alang-Alang
ini menggunakan bahasa yang kebanyakan orang susah untuk dipahami
kata-katanya?
Jawaban: Bahasa Jawa yang saya pakai sebenarnya tidak susah dipahami,
Cuma anak muda jamn sekarang saja yang tidak paham dan
menganggapnya susah difahami. Memang simbol kata-kata sangat spesifik
yang tidak serta merta di maknai secara harfiah belaka.
11. Apa amanat atau pesan yang disampaikan dalam guritan tersebut?
Jawaban: Amanat yang di sampaikan diantaranya mari kita jaga nilai-
nilai budaya adiluhung yang kita punyai sebagai orang Jawa.
12. Bagamana pandangan bapak mengenai nilai budaya lokal khususnya jawa?
Jawaban: Nilai lokal Jawa merupakan nilai-nilai luhur untuk
pembentukan karakter bangsa yang patut dipertahankan.
13. Bagaimanakah menurut pandangan bapak jika guritan Medhitasi Alang-
Alang ini saya kaji dari sisi nilai-nilai budaya lokal jawa?
Jawaban: Nilai bisa tercermin pada bahasa dan simbol yang dipergunakan
dalam karya.
14. Bagaimanakah nilai budaya lokal jawa pada saat penciptaan guritan
Medhitasi Alang-Alang?
Jawaban: Sebagai orang Jawa, bahasa Jawa sebagai ungkapan dalam
karya, tentunya otomatis mengangkat nilai-nilai lokalitas buday Jawa.
15. Adakah relevansi dari nilai budaya lokal saat itu dengan masa sekarang
ini?
Jawaban:Sangat relevan, untuk membentuk karakter bangsa dan
menangkal budaya asing yang negatif
16. Sebagai sastrawan apa harapan bapak terhadap perkembangan dunia
sastra, khususnya guritan?
Jawaban: Harapan sebagai sastrawan Jawa tentunya berharap agar
apresiasi sastra Jawa bisa lebih luas. Jangan hanya diteliti dan diletakan di
rak museum, tapi lebih bermakna bagi generasi muda untuk lebih
mengenal dan mencintai sastra Jawa.
Lampiran 3: Surat Pernyataan Pengarang
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya
Nama :
Tempat &
Tanggal Lahir :
Pekerjaan :
Alamat :
Menyatakan bahwa saudara Ana Tri Stetiyawati mahasiswa Prodi Sastra
Daerah 20012 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta, telah
benar-benar melakukan wawancara terhadap saya pada hari Jumat, tanggal 05
Agustus 2016 mengenai geguritan “Medhitasi Alang-Alang” yang berada
Sidoarjo untuk memperoleh data guna kepentingan menyususn skripsi dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Sidoarjo, 05 Agustus 2016
Widodo Basuki
Lampiran 4: Foto dengan Pengarang Widodo Basuki
Lampiran 5: Guritan dan Terjemahan
1) Dongeng Mistis
ing pungkasane gamelan talu
dupa kemelun dadi daging
ukara dadi roh
hong, sepisan dadi
kelir manjelma jagad
blencong dadi srengenge
ing ngisore janur malengkung
adam lan babu kawa campur dewa-dewa
njumputi kama tumiba
dibungkusi kulit
dikemuli wewayangan
wong jawa
senengane dolanan nyawa
2) Cengkir Gadhing
wis pecah wujude cengkir gadhing
saka pikiran wening, dimen eling
saka kene tumetese banyu suci
bisa kanggo tamba ngelak salawase
kanggo mbukak langit lan bumi
ing wit klapa gadhing iku ndhisik
bocah-bocah penekan, plurutan
nggogrokake dhompolane, mbiyaki tapas-tapase
cengkir gadhing dienggo dolanan
disesep-sesep banyune
diklamuti putih daginge
sing tininggal mung kari bathok sepasang
manjing jroning dhadha
manjing jroning jiwa
kanggo madhai tumetese donga
kanggo urubing dahana
3) Medhitasi Godhong Suruh
salembar godhong suruh
ginulung tinalenan sahadat rosul
kembang mayang binukak
godhong suruh dadi tumbak
wekasan manjing pungkasan
pungkasan manjung wekasan
dhadhung awuk ambruk sinuduk
godhong suruh gilang-gumilang
cahyane bang ketebang
4) Guritan Pari Sawuli
pari sawuli iki tetep sumimpen ing senthong tengah
dak emi-emi pindha dewi sri
dak dama-dama pindho raden sadana
ing tembe bisaa amaregi
ing tembe dadia pusaka
tumancep ing tanah bawera
thukul ngrembaka mekrok kembange
dadi sawijining generasi
pari sawuli iki critane katresnan jati
wujud bumiku tlatah kang subur
gemah ripah low jinawi
linabur birune samodra
rinengga ocehe manuk sesautan
nepusi tembang kebegjan
iki bumi kinasih, dasih!
panggone ngelak lan ngelih
sapa ora melik citrane ibu
kang tuhu tresna marang putrane?
delengen,
among tani ing tengah sawah
nggemeni tanduran garbis lan blewah
otot-otote prakosa, kulite werna cemani
„kringet kotos, dhadha nggilap
pamandenge pindha landhepe glathi
nanging krasa adhem mrebewani
sapa sing ora kepranan ngrasakake sumilire angin,
sinambi leledhang ing ngisor trembesi?
iki bumi pertiwi, mitraku
sing tansah aweh asih asaah lan asuh
kinalungan slendhange para hapsari
tangan-tangan prakosa nyulap lemah ngare
ing tembe dadi panggonan sumendhe
kalamun lungkrah ing wayah sore
saben dina terus makarya
kanthi ati sumeleh
lega, lila, legawa
nyawijekake rasa syukur ing ngrasa-Ne
pari sawuli kang sumimpen ing senthong tengah
tetep dak pundhi dak aji-aji
kanthi tresna suci
dimen bisa kanggo seksi
iki warisan tembang pungkasan:
apa sliramu uga rumangsa handarbeni, mitraku
5) Tancepna Maneh „Tancapkan Lagi‟
tancepna maneh swiwi-swiwiku
nganggo pucuking glathi
ing plataran katresnanmu
kareben bocah-bocah bali lelagon
lumantar sumilire angin
:cempe-cempe
undangna barat gedhe
tak opahi duduh tape
yen kurang goleka dhewe
heee...
tancepna maneh swiwi-swiwiku
kinemulan pinjung kluwung malengkung
nalika grimis riwis-riwis
isih nelesi gorokan
kareben bocah-bocah bali tetembangan
: uda celak kali banjir
iwak cethak padha minggir
mbah sakiyem nandur cipir
rambatane kayu dhondhong
mbah, jembutmu kobong
heee...
tancepna maneh swiwi-swiwiku
munggah grayah-grayah pucuk plaza
andhok ing kentuky, disko sewengi natas
ing kana ana kringet lan luh
karaokene katrem kekidungan
tembang megatruh
aja kok sengguh jaman iki
isih kaya wingi, adhi
kabeh wis owah, kabeh wis gingsir
legakna atimu, lang ngasoa kang taneg
sinambi rengeng-rengeng
sisane gendhing pacul gowang
bakal ngangkangi awang-awang
tancepna maneh swiwi-swiwiku
kareben aku bisa mabur ngawiyat
nadyan getih bali tumetes
6) Ziarah
dak tandur wangine kembang mlathi
pinangka rabuk watu nisanmu
ana lagu gumonthang
mbarengi runtuhe kembang semboja
siji mbaka siji
tanpa dak rasa srengengeku bakal angslup
kejepit nisan iki
nadyan ora dak ranti
7) Riyayan
riyayan ing ing padesan saben taun
kembang mekar maneh sandhuwure kubur
nancepake gegantilane benang leluhur
ndhedher wiji karosan
urip bareng ombak-ombak
urip kembul bojana bareng sanak
mgrahapi nyamikan, wedang gula jawa
ngluberake pangaksama
ing padesan dadi pasren amiwiti jangkah kapisan
gamelan talu bola-bali
tinabuh tanpa wekasan
manise kembang gula jawa, apura ingapura
lampu-lampu blencong kekencaran
riyayan ing padesan
mbalekake balung-balung rapuh
sawise dadi sanggan ing paran
8) Medhitasi Alang-Alang 1
sapa sing wani urip ing kene
nantang srengenge
ing puthuk ngenthak-enthak
bayi sing metu saka kuping kae
gumlethak,
tinandhu alang-alang
kabeh kala tinantang
: aku basukarna,
anake ibu kunthi nalibrata
sing ditemu kusir adhirata
apa isih kurang anggonmu munasika?
dhalange gumuyu lakak-lakak
: karna, si bocah pidak pedarakan
dadi senopati mungsuh arjuna?
menthang gendhewa-gendhewa adhep-adhepan
ing perang baratayuda
karna tetep dadi paraga kalah mungsuh arjuna
angruwat papanistha wae
yagene kudu ora suwala
karo sing bisa njamu dewa-dewa
9) Tembang Lemah Ngare
gumerite lawang gubug iki
minagka paseksen wengi lan sore
omah dadi swargane
langit lan bumi durung kinunci
emprit gantil neba ing sawah
mapag dina paring sesulih
srengenge mbirat ngelak lang ngelih
nganam klasa ing mburitan
milahi lan melahi jangka jumangkah
sinambi nyawang laron lumebu geni
apa ati wis mlebu bui?
lesung jumengglung asung pawarta
sesuk ana kidung gumonthang
bedhug-bedhug ditabuh ndhrandhang
enggal rebuten popok-popok wewe
kanggo nyulap sabrang gawe
:gendhuk, enggal turua kang taneg
sawise iku,
wong tuamu ajarana mlaku.
10) Panen
sawise direwangi pindha adus kringet
anggone ngupakara tanduran iki
wis samesthine ing pungkase mangsa
bakal panen
-wong temen bakal tinemu, ndhuk!
ngono simbah aweh sesorah
ora mung manungsa butuh panggulawenthah
nanging tanduran uga tinitah
butuh tresna
butuh asih
-kang nandur wenang ngundhuh, ndhuk!
semono uga atimu kang wis sumadiya
dadi pasren lan uritane guritan
wis sasesthine sliramu dhewe
kang wenang ani-ani ulenan pari
sinubya suka sukur maring allah
aja wedi marang kang bakal anjrah rayah
jalaran ing kono ana wewadi
bakal tumurune berkah
1) Dongeng Mistis
di akir gamelan ditabuh
kemenyan berasap menjadi daging
kalimat menjadi roh
hong, pertama menjdi
kelir menjilma semseta
blencong menjadi matahari
di bawahnya janur melengkung
adam dan kaum hawa bercampur dewa-dewa
mengambili cinta yang jatuh
terbungkus kulit
berslimut bayangan
orang jawa
senangnya bermain nyawa
2) Cengkir Gadhing
sudah pecah bentuknya cengkir gadhing
dari pikiran jernih, supaya ingat
dari sini menetesnya air suci
bisa untuk obat haus selamanya
untuk membuka langit dan bumi
di pohon kelapa gadhing itu dulu
anak-anak panjatan, prosotan
menjatuhkan buah, membuka tapas-tapasnya
cengkir gadhing untuk bermain
dihisap-hisap airnya
dijilati putih dagingnya
yang tertinggal hanya saja tempurung sepasang
masuk dalam dada
masuk dalam jiwa
untuk wadah menetasnya doa
untuk menyalanya api
3) Medhitasi Daun Sirih
satu lembar daun suruh
tergulung tertali sahadat rosul
kembang mayang terbuka
daun suruh menjadi tombak
akhir menjadi akhiran
akhiran menjadi akhir
dhadhung awuk ambruk sinuduk
daun suruh bersinar benderang
cahayanya sedikit terlihat
4) Puisi Padi Seikat
padi seikat ini tetap tersimpan di kamar tengah
ku sayang-sayang bagai dewi sri
dimanja-manja bagai raden sadana
yang nanti bisa mengenyangkan
yang nanti menjadi senjata
tertancap di tanah luas
tumbuh subur mekar bunganya
menjadi salah satu generasi
padi seikat ini ceritanya kecintaan diri
bwntuk bumiku tempat yang subur
gemah ripah loh jinawi
bersatu birunya samudra
menunggu kicauan burung bersautan
mengukur bunga keburuntungan
ini bumi kasih sayang, teman!
tempatnya haus dan lapar
siapa tidak memiliki gambaran ibu
yang nyata cinta terhadap putranya?
lihatlah,
hanya petani di tengah sawah
merawat tanaman labu dan blewah
otot-ototnya perkasa, kulitnya warna hitam
keringat bercucuran, dada mengkilat
penglihatanya bagai tajamnya pisau
tetapi terasa dingin berwibawa
siapa yang tidak ingin merasakan sumilinya angin,
sambil santai di bawah trembesi?
ini bumi pertiwi, temanku
yang selalu memberi kasih, kekuatan dan ketenagan
berkalung selendangnya para bidadari
tangan-tangan perkasa mengubah tanah pegunungan
yang nanti menjadi tempat beristirahat
ketika lelah di waktu sore
setiap hari harus bekerja
sampai hati pasrah
lega, rela, ikhlas
menjadikan rasa syukur di hadap-Nya
padi seikat yang tersimpan d kamar tengah
tetap ku angkat dan sayang-sayang
dengan cinta suci
agar bisa untuk saksi
ini warisan lagu terakhir:
apa dirimu juga merasa memiliki, temanku?
5) Tancapkan Lagi
tancapkan lagi sayap-sayapku
menggunakan ujung pisau
di halaman kecintaanmu
maunya anak-anak kembali bernyanyian
lewat sumilirnya angin
:cempe-cempe
undangna barat gedhe
tak opahi duduh tape
yen kurang goleka dhewe
heee...
tancep lagi sayap-sayapku
berslimutan tapih pelangi melengkung
ketika hujan rintik-rintik
masih membasahi tenggorokan
maunya anak-anak kembali bernyanyi
: uda celak kali banjir
iwak cethak padha minggir
mbah sakiyem nandur cipir
rambatane kayu dhondhong
mbah, jembutmu kobong
heee...
tancapkan lagi sayap-sayapku
naik merangkak-rangkak ujung pohon
berhenti di kentuky, disko semalam suntuk
disana ada kringat dan air mata
karaokenya betah berdendangan
lagu megatruh
jangan kok kira jaman sekarang ini
masaih seperti kemarin, adhi
semua sudah berubah, semua sudah sirna
legakan hatimu, dan beristirahatlah yang puas
sambil bersenandung
sisanya lagu cangkul patah
akan melangkahi awang-awang
tancapkan lagi sayap-sayapku
inginya aku bisa terbang ke awang-awang
walaupun darah kembali menetes
6) Ziarah
ku tanam harumnya bunga melati
sebagai pupuk batu nisanmu
ada lagu berkumandang
bersamaan jatuhnya bunga kamboja
satu per satu
tanpa ku rasa matahariku akan terbenam
terjepit nisan ini
walaupun tidak ku nanti
7) Lebaran
lebaran dipedesaan setiap tahun
bunga mekar lagi diatasnya makam
membukak biji kekuatan
hidup bersama ombak-ombak
hidup berbagi pesta bersama keluarga
memakan camilan, minum gulang jawa
mengungkapkan permohonan maaf
di desa menjadi tempat mengawali langkah pertama
gamelan talu terus berbunyi
dipukul tanpa akhir
manisnya bunga gula jawa, maaf sedalam-dalamnya
lampu-lampu blencong bersinar
lebaran di desa
mengembalikan tulang-tulang rapuh
sesudah menjadi beban di perantauan
8) Medhitasi Alang-Alang 1
siapa yang berani hidup di sini
menantang matahari
di gunung yang sangat luas
bayi yang keluar dari kuping itu
tergeletak,
terhalang alang-alang
semua dijerat di tantang
:saya basukarna
anaknya ibu kunthi nalibrata
yang di temukan kusir adhirata
apa masih kurang apa yang kau perbuat?
dhalangnya tersenyum terbahak-bahak
: karna, si anak dari desa
menjadi senopati melawan arjuna?
menantang gagah berani berhadapan
di perang baratayuda
karna tetap menjadi pelaku kalah melawan arjuna
membersihkan tempat buruk
kenapa harus tidak bangga
kepada yang bisa menyambut dewa-dewa
9) Lagu Tanah Pegunungan
berderitnya pintu gubug ini
sebagai saksi, malam dan sore
rumah menjadi surganya
langit dan bumi belum terkunci
emprit gantil jatuh di sawah
menjemput hari memberi pengganti
matahari terang haus dan lapar
menganyam tikar di belakang
memisah dan memilih jangka langkahnya
sambil memandang laron memasuki api
apa hati sudah masuk penjara?
lesung jumengglung memberi berita
besuk ada lagu berkumandang
gong-gong dipukul berdendangan
cepat rebutlah popok-popok wewe
untuk mengubah tepi pekerjaan
:nak, cepat tidurlah yang puas
sesudah itu,
orang tuamu ajarilah berjalan
10) Panen
sesudah berjuang bagai mandi keringat
dimana membedakan tanaman ini
sudah semestinya di akhir musim
akan panen
-orang serius akan menemukan, nak!
begitu simbah memberi nasihat
tidak hanya manusia butuh pemelihara
tetapi tanaman juga butuh
butuh cinta
butuh kasih
-yang menanam berhak panen, nak!
begitu juga hatimu yang sudah punya niat
menjadi tempat indah dan cerita.
sudah semestinya dirimu sendiri
yang berhak ani-ani seikat padi
selalu suka syukur kepada allah
jangan takut kepada yang akan merebut paksa
karena di sana ada rahasia
akan turunya berkah