UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
Tugas 2 Analisis Sistem
System Thinking, Diagram IO, dan Diagram Cuasal Loop
Disusun oleh:
Nama : Debby Rahmawati (10308067)
Dedi Wiyanto (10308068)
Jurusan : Teknik Sipil
Dosen : Dr. Ruswandi T.
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Sistem
Universitas Gunadarma
2011
SYSTEM THINKING (BERFIKIR SISTEM)
Semua situasi masalah di dunia berhubungan dengan masalah keputusan yang
seringkali solusi pemecahannya menjadi tidak jelas dikarenakan situasi masalah yang
kompleks dan interaksi antara beragam elemen atau aspek memiliki derajat kompleksitas
yang membatasi kapasitas pikiran manusia sehingga tidak dapat mengevaluasi sedetail
mungkin hal-hal tersebut. Sebagai cara pemecahannya, pengaturan terhadap masalah-masalah
tersebut adalah berupa sistem, yaitu kumpulan hal atau orang yang berhubungan dan
berkaitan satu sama lain serta saling mempengaruhi dalam cara khusus dan memiliki tujuan
tertentu.
Berhubungan dengan kompleksitas sistem untuk pengambilan keputusan yang efektif,
maka diperlukan cara berfikir yang baru (berfikir sistem atau system thinking) sebagai alat
bantu analis memaparkan masalah yang kompleks dan menemukan solusi yang optimal atau
terbaik dimana berbagai masalah tersebut tidak dapat lagi didasarkan pada sebab akibat
bahkan hal tersebut menjadi lingkaran setan (Agus Ristono, 2011).
Begitu pula dengan permasalahan persediaan energi yang terdapat di alam berkurang
secara cepat, ketergantungan kebutuhan manusia pada sumber energi yang tidak dapat
diperbaharui sudah sangat mengkhawatirkan. Melihat kondisi kependudukan yang
mengalami penambahan secara besar menuntut pembangunan hunian yang meningkat,
berbanding lurus dengan kebutuhan energi yang dibutuhkan manusia. Hal ini mengakibatkan
krisis energi tidak dapat diperbaharui terjadi di berbagai tempat di dunia dan memerlukan
suatu tindakan pembangunan dengan sumber bahan bakar non-fossil yang dapat diperbaharui.
Memperhatikan kondisi alam dan potensi angin yang tersebar diseluruh Indonesia
memungkinkan beberapa daerah dapat mengembangkannya menjadi sumber energi untuk
1
kebutuhan listriknya dimana dalam perencanaannya perlu digunakan kerangka berfikir sistem
untuk menguraikan masalah yang kompleks dan dapat dihasilkan solusi yang optimal.
Ilmu pengetahuan modern telah memecah persoalan-persoalan dunia ini menjadi
bagian-bagian kecil, misalnya berdasarkan sektor. Masalah ekonomi dipecahkan oleh
ekonom, masalah politik dipecahkan oleh politikus. Masalah lingkungan dipecahkan oleh
para ahli Ekologi. Pendekatan ini disebut pendekatan reduksionis.. Padahal semua persoalan
ini bukanlah persoalan yang berbeda-beda, melainkan hanyalah sisi-sisi yang berbeda dari
bangunan yang sama, realitas dunia ini. Persoalan ini berhubungan satu dengan yang lain
dalam satu jaring-jaring permasalahan yang kompleks. Apa yang diputuskan oleh
sekelompok elite di sidang PBB akan berpengaruh terhadap kehidupan para petani di
Banglades dan sebaliknya. Keputusan untuk berhenti bertani yang dilakukan oleh salah
seorang petani di pelosok Irian akan berpengaruh pada persediaan pangan dunia.
Dunia sedang mencari bentuknya. Dunia sedang berevolusi ke satu tingkat peradaban
baru yang lebih berkualitas daripada tingkat peradaban sebelumnya. Hal ini berarti harus ada
penyelesaian terhadap persoalan-persoalan umum dunia seperti ketidakadilan sosial,
kemiskinan dan kerusakan lingkungan tadi. Dengan paradigma yang lama, yakni pendekatan
reduksionis, permasalahan-permasalahan tadi tidak mungkin terselesaikan.
Sistem dapat diartikan sebagai kumpulan elemen yang saling berkaitan dan saling
mempengaruhi dan mempunyai tujuan yang sama. Ilmu pengetahuan modern telah mencapai
kemajuannya dengan memecah-mecah sistem menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan
mempelajari secara mendalam masing-masing bagian itu. Pendekatan ini tidak berlaku untuk
sistem. Sebuah sistem adalah lebih daripada bila seluruh komponennya dijumlahkan (Gambar
1). Dan sistem akan bekerja bila seluruh komponennya terletak dan terhubung pada
tempatnya.
Sumber: Hari Kusnanto, 2011.
Gambar 1. Sistem
2
Cara berpikir sistem adalah salah satu pendekatan yang diperlukan agar manusia
dapat memandang persoalan-persoalan dunia ini dengan lebih menyeluruh dan dengan
demikian pengambilan keputusan dan pilihan aksi dapat dibuat lebih terarah kepada sumber-
sumber persoalan yang akan mengubah sistem secara efektif. Dibawah ini (Gambar 2)
digambarkan perbedaan antara penyelesaian masalah dengan berfikir sistem dan pendekatan
reduksionis (paradigma lama).
Sumber: Ruswandi, 2011.
Gambar 2. Penyelesaian Masalah dengan Berpikir Sistem dan Pendekatan Reduksionis
Beberapa nilai yang terkandung dalam cara berpikir sistem :
1. Menghargai bagaimana model mental mempengaruhi cara pandang kita
2. Mengubah perspektif untuk melihat leverage point baru
3. Melihat pada kesalingtergantungan (interdependencies)
4. Merasakan dan menghargai kepentingan jangka panjang dan lingkungan
5. Memperkirakan yang biasanya tidak diperkirakan
6. Berfokus pada struktur yang membangun dan menyebabkan perilaku sistem
7. Menyadari bagian yang tersulit tanpa tendensi untuk menyelesaikannya dengan tergesa-
gesa
8. Mencari pengalaman
9. Menggunakan bahasa pola dasar dan analogi untuk mengantisipasi perilaku dan
kecenderungan untuk berubah.
3
PROBLEMS SOLUTION
FUNDAMENTALPROBLEMS
SYMPTHOMATICPROBLEMS
HOLISTIK SNAPSHOT
SYSTEMAPROACH
NON SYSTEM APROACH
MULTI DISIPLIN MONO DISIPLIN?
Pendekatan Reduksionis
Berpikir Sistem
Berdasarkan hal tersebut dapat digambarkan penyelesaian berfikir sistem seperti diagram
blok berikut.
Sumber: Ruswandi, 2011.
Gambar 3. Diagram Blok Berfikir Sistem
Permasalahan yang terjadi di dunia nyata dapat dicari solusinya dengan menggunakan
paradigma baru yang melihat masalah sebagai suatu sistem sehingga harus dikaji
menggunakan pendekatan sistem yang manggabungkan dan mempertimbangkan berbagai sisi
baik ekonomi, biofisik, maupun sosial budaya dengan melakukan uji kelayakan ekonomi,
penerimaan masyarakat, serta ketahanan lingkungan. Beranjak dari hal tersebut maka
pengambilan keputusan dan pilihan aksi dapat dibuat lebih terarah kepada sumber-sumber
persoalan yang akan mengubah sistem secara efektif (system thinking). Lalu dengan analisis
sistem yang selanjutnya dilakukan dapat dimodelkan berdasarkan struktur dan pola seperti
yang terjadi dalam kehidupan nyata sehingga hasilnya dapat digunakan untuk memprediksi
serta mendapatkan solusi yang terbaik dengan uraian langkah-langkah penyelesaian (Gambar
4):
1. Cognitive Map
a. Need Analysys
b. Formulasi masalah
2. Causal Map
Diagram sebab akibat
4
REAL WORLD
SYSTEM APPROACH
SYSTEM THINKING
ARCHETYPEMODEL DINAMIC
STRUKTUR, POLA, KEJADIAN
SOSBUD
EKONOMIBIOFISIK
-Economically feasible-Sociologically acceptable- Ecologically sustainable
3. Pengembangan Model
Model dinamik
4. Validasi dan Verifikasi
a. Validasi struktur
b. Validasi kinerja
Sumber: Ruswandi, 2011.
Gambar 4. Langkah-Langkah Penyelesaian Masalah dengan System Thinking
Melalui pendekatan berpikir sistem, terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh yaitu:
1. Memberi pemahaman atas keterkaitan elemen-elemen yang mempengaruhi kinerja
organisasi
2. Menjadi bahasa bersama untuk dialog tentang struktur dan proses sistem
3. Memetakan dan simulasi apa yang dipahami bersama
5
COGNITIF MAP
ANALISIS KEBUTUHANFORMULASI MASALAH
COGNITIF MAP
ANALISIS KEBUTUHANFORMULASI MASALAH
MODEL ABSTRAK MODEL ABSTRAK
CAUSAL MAP CAUSAL MAP
KONSTRUKSI MODEL KONSTRUKSI MODEL
VALIDASI DAN VERIFIKASI
VALIDASI DAN VERIFIKASI
WAWANCARA PAKAR
DISKUSI MELALUI FGD,OBSERVASI DI
LAPANGAN
DIAGRAMSEBABAKIBAT
MODEL DINAMIK
OK
SELESAI SELESAI
TIDAK
YA
DIAGRAM INPUT OUTPUT
6
Penjelasan Diagram Input Output (IO)
Input Tidak Terkendali:
1. Kecepatan angin
Sekitar 1-3 % energi matahari yang mencapai permukaan bumi dikonversi menjadi energi
angin. Jumlah ini setara dengan 50-100 kali lebih besar dari energi yang diubah ke bentuk
biomassa oleh seluruh tanaman di permukaan bumi melalu proses fotosintesis. Namun
angin memiliki kekuatan berbeda-beda dan dengan demikian tidak dapat menjamin power
secara berkelanjutan.
Turbin tersebut paling tidak membutuhkan angin dalam kisaran 5,5 m/s (20 km/jam).
Sebagian besar daerah di Indonesia mempunyai kecepatan angin rata-rata sekitar 4 m/s,
kecuali beberapa daerah di Indonesia yang memiliki potensi pengembangan PLTB antara
lain NTB, NTT, Maluku, dan wilayah-wilayah Indonesia bagian timur lainnya. Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional mengukur kecepatan angin di Indonesia Timur dan
menyimpulkan daerah dengan kecepatan angin tinggi adalah Nusa Tenggara Barat dan
Timur dan Sulawesi. Kupang merupakan lokasi dengan potensi paling besar karena
memiliki kecepatan angin sebesar 5,5 m/detik.
2. Perubahan kondisi alam (cuaca dan iklim)
Perubahan musim, perbedaan siang dan malam, pengaruh gaya coriolis, irregularitas
albedo permukaan daratan dan air, kelembaban dan gesekan angin dengan berbagai
permukaan merupakan beberapa contoh dari begitu banyak faktor yang mengakibatkan
aliran angin menjadi kompleks.
7
3. Biaya konstruksi dan investasi yang besar
Hambatan utama dalam penyebarluasan pemanfaatan energi angin di Indonesia adalah
lokasi spesifik (specific site) dan harga relatif tinggi dibanding harga per kWh listrik yang
dihasilkan oleh sumber energi konvensional. Seringkali pada lokasi potensial
pemanfaatan energi angin, tetapi jauh dari calon pelanggan. Jika ada pun, calon
pelanggan tidak memiliki daya beli tinggi. Investasi yang mahal, kurangnya subsidi
pemerintah, dan komponen turbin hasil impor mengakibatkan harga listrik dan
pembangkitan tenaga angin belum bisa murah.
Input Terkendali:
1. Jumlah kebutuhan energi
Pertumbuhan ekonomi yang semakin baik akan meningkatkan kebutuhan energi dalam
negeri dan kemampuan/daya beli masyarakat serta akan menjadi daya tarik investasi
swasta yang diperlukan dalam pembangunan sektor energi. Peranan energi baru dan
terbarukan lainnya meningkat menjadi 4,4% pada tahun 2025.
2. Perkembangan teknologi
PT Pindad merupakan industri dalam negeri yang memproduksi generator elektrik dalam
berbagai spesifikasi. Generator tersebut diaplikasi pada berbagai pembangkit listrik. Ada
tiga jenis generator yang diproduksi PT Pindad, yaitu generator permanent magenet,
induced magnet, dan synchronous. Generator PT Pindad yang telah diaplikasikan adalah
generator untuk turbin angin berkapasitas 10 kW dan 50 kW. Turbin ini dioperasikan di
Ende, Nusa Tenggar Timur.
3. Jumlah penghuni
Jumlah penghuni dari gedung yang dapat diperkirakan sehingga dapat juga direncakan
seberapa besar energi yang harus dihasilkan oleh sumber energi yang ada.
8
4. Ketersediaan sumber energi
Seluruh energi terbaharui secara definisi juga merupakan energi berkelanjutan, yang
berarti mereka tersedia dalam waktu jauh ke depan yang berarti tidak diperlukannya
perencanaan apabila mereka habis seperti halnya perencanaan ke depan untuk bahan
bakar fossil.
Input Lingkungan:
1. Undang-undang No. 30 Tahun 2007 Tentang Energi
2. Undang-undang No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan
3. Peraturan Menteri ESDM Nomor 30 Tahun 2006 tentang Penetapan dan Pemberlakuan
Standar Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan Bidang Pembangkitan Energi Baru
dan Terbarukan Pembangkit Listrik Tenaga Mikri Hidro (PLTMH), Pembangkit Listrik
Biomassa (PLTBM), Pembagkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), dan Pembangkit Listrik
Tenaga Surya (PLTS).
4. Peraturan Menteri ESDM No. 30 Tahun 2009 tentang Penetapan dan Pemberlakuan
Standar Kompetensi Tenaga Teknik Kelistrikan Bidang Pembangkitan Tenaga Listrik
Sub Bagian Perancangan, Sub Bagian Perencanaan, Sub bagian Konstruksi dan Sub
Bagian Inspeksi.
Output Diharapkan:
1. Terpenuhinya kebutuhan listrik apartemen
Hasil perencanaan sumber energi angin yang terpasang pada gedung apartemen berupaya
untuk memenuhinya kebutuhan listrik tanpa ketergantungan dengan sumber daya
konvensional.
9
2. Energi yang lebih ekonomis
Jika dikaitkan dengan penggunaan minyak bumi sebagai bahan bakar sistem pembangkit
listrik, maka kecenderungan tersebut berarti akan meningkatkan pula biaya operasional
pembangkitan yang berpengaruh langsung terhadap biaya satuan produksi energi
listriknya. Di lain pihak biaya satuan produksi energi listrik dari sistem pembangkit listrik
yang memanfaatkan sumber daya energi terbarukan menunjukkan tendensi menurun,
sehingga banyak ilmuwan percaya, bahwa pada suatu saat biaya satuan produksi tersebut
akan lebih rendah dari biaya satuan produksi dengan minyak bumi atau energi fosil
lainnya.
Sumber: Pekik Argo Dahono, 2011.
Gambar 5. Perbandingan Biaya Produksi Listrik Beberapa Sumber Energi
3. Bangunan dengan green energy
Bangunan dengan energi hijau menjadi harapan terciptanya gedung dengan sumber
energi dan tenaga yang ramah terhadap lingkungan. Khususnya, istilah ini merujuk ke
sumber-sumber energi yang dapat diperbaharui dan tidak mencemari lingkungan
seperti air, sinar matahari dan angin.
10
4. Peningkatan kualitas lingkungan
Pembakaran energi fosil akan membebaskan Karbondioksida (CO2) dan beberapa gas
yang merugikan lainnya ke atmosfir. Pembebasan ini merubah komposisi kimia lapisan
udara dan mengakibatkan terbentuknya efek rumah kaca (green house effect), yang
memberi kontribusi pada peningkatan suhu bumi. Guna mengurangi pengaruh negatif
tersebut, sudah sepantasnya dikembangkan pemanfaatan sumber daya energi terbarukan
dalam produksi energi listrik. Sebagai ilustrasi, setiap kWh energi listrik yang diproduksi
dari energi terbarukan dapat menghindarkan pembebasan 974 gr CO2, 962 mg SO2 dan
700 mg NOx ke udara, dari pada jika diproduksi dari energi fosil.
Output Tidak Diharapkan:
1. Kurangnya pasokan energi listrik
Akibat kecepatan angin yang tidak menentu dan perubahan kondisi alam dan cuaca, maka
mungkin tenaga listrik yang dihasilkan menjadi relatif lebih kecil dari erencanaan untuk
memenuhi seluruh kebutuhan energi listrik yang diperlukan sehingga akan terjadi
kurangnya pasokan energi listrik.
2. Pencemaran suara
Keluaran dari proses konversi angin untuk dihasilkan menjadi energi listrik yang
dilakukan oleh turbin menghasilkan suara yang cukup keras, dan menjadikan ini sebagai
salah satu pencemaran udara yang tidak memberi kenyamanan pada manusia.
3. Kegagalan investasi
Kegagalan investasi dapat terjadi jika pada perencanaan keseluruhan studi kelayakan
aspek tidak seimbang. Serta pengoperasian yang buruk dan belum tersedinya teknologi
serta SDM yang terampil.
11
Manajemen:
1. Pengelolaan gedung
Terintegrasinya perangkat utilitas gedung dengan sumber energi harus dipastikan agar
seluruh kegiatan yang membutuhkan listrik dapat berjalan lancar.
2. Maintenance sumber energi
Penggunaan secara terus menerus dalam menghasil energi perlu pula didukung dengan
maintenance yang berkala yang telah dapat mengacu pada lampiran III PerMen ESDM
No. 26 Tahun 2009 tentang Standar Kompetensi Sub Bidang Pemeliharaan PLTB.
3. Pelatihan tenaga terampil (SDM)
Orang-orang yang berhubungan dengan konstruksi, pelaksanaan operasional, dan
pemeliharaan sumber energi angin ini harus memiliki kompetensi yang telah ditetapkan
pada lampiran III Permen ESDM No. 26 Tahun 2009 tentang Standar Kompetensi Tenaga
Teknik Ketenagalistrikan Bidang Pembangkitan Energi Baru dan Terbarukan (PLTB).
4. Benefit & Monitoring Evaluation (BME)
Perlu direncanakannya monitoring terhadap kegiatan pembangunan, operasional, dan
pemeliharaan serta evaluasi seberapa besar keuntungan yang didapatkan dibandingkan
hasil perencanaan awal.
12
Sumber: LAPAN, Majalah Energi Edisi Maret 2011
Gambar 6. Peta Potensi Angin Beberapa Daerah di Indonesia
13
DIAGRAM SEBAB AKIBAT (CAUSAL LOOP)
Gambar 7. Diagram Sebab Akibat (Causal Loop)
Penjelasan Diagram Causal Loop:
Persediaan energi yang terdapat di alam berkurang secara cepat,
ketergantungan kebutuhan manusia pada sumber energi yang tidak dapat
diperbaharui sudah sangat mengkhawatirkan. Melihat kondisi kependudukan yang
mengalami penambahan secara besar, berbanding lurus dengan kebutuhan energi
yang dibutuhkan manusia untuk keberlangsungan eksistensinya. Hal ini
mengakibatkan krisis energi tidak dapat diperbaharui terjadi serentak di berbagai
tempat di dunia. Mengingat ketersediaan energi yang makin menipis ini menuntut
14
adanya inovasi teknologi pembangkit energi yang baru, yang sumbernya ada dan
banyak serta dapat terus diperbaharui. Salah satu alternatif energi yang dapat
dikembangkan adalah penggunaan energi angin, Indonesia yang memiliki sebaran
potensi angin yang bagus di hampir seluruh wilayah Nusantara ini sangat
mungkin mengembangkan pembangkit listrik bertenagakan angin.
Energi angin ini menghasilkan biaya produksi listrik yang lebih murah,
meskipun pada investasi awal untuk mendirikan pembangkit tenaga ini
membutuhkan biaya yang sangat besar. Tapi jika biaya investasi tersebut telah
kembali, maka biaya untuk memproduksi listrik dengan sumber energi utamanya
adalah angin menjadi sangat kecil. Sehingga energi ini dapat diterapkan secara
ekonomis dan dapat diberlakukan pada bangunan gedung.
Pembangkit energi angin yang ke depannya akan menjadi kebutuhan dan
sebuah trend di masyarakat akan menuntut kompetisi pasar industri untuk
memproduksi segala komponen-komponen pendukung terciptanya sistem
pembangkit energi ini. Sehingga menjamurnya pabrik-pabrik industri yang
memproduksi generator, turbin dan kelengkapan lainnya akan membuka lapangan
kerja baru bagi masyarakat yang dapat meningkatkan jumlah angkatan kerja baru
dan berakhir pada meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat secara umum.
Seiring dengan kualitas kehidupan yang meningkat maka menuntut adanya
kehidupan yang lebih baik melalui pemenuhan kebutuhan ruang yang bertambah
pula dimana artinya akan menurun jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan
meningkatnya pembangunan hunian yang dapat dikombinasikan dengan
penerapan energi angin. Kualitas kehidupan yang meningkat dan peningkatan
15
lapangan kerja yang ditimbulkan dapat meningkatkan pendapatan perkapita secara
umum sehingga semangat berinvestasi dapat terpicu dan tertariknya para investor
menanamkan modal dalam hal penerapan energi angin pada bangunan.
Setiap inovasi teknologi tidak terlepas dari dampak sisi baik dan buruknya,
sisi baik pada dari energi angin ini adalah tidak adanya sisa keluaran hasil
pembakaran serta bahan-bahan berbahaya lainnya. Sehingga tingkat pencemaran
udara dapat berkurang secara signifikan dan kualitas lingkungan hidup dapat
meningkat sejalan dengan sedikitnya kadar udara kotor. Pada sisi buruknya adalah
efek suara dari turbin yang ditimbulkan sangat menganggu pendengaran sekitar
terutama pada lingkungan kawasan permukiman. Batas-batas peningkatan
pencemaran suara dan udara ini memerlukan batasan regulasi dari pemerintah
mengenai penggunaan energi terbarukan angin baik dalam hal instalasi,
operasional, maupun maintenance seperti yang telah diatur dalam Peraturan
Menteri ESDM No. 30 Tahun 2009 tentang Penetapan dan Pemberlakuan Standar
Kompetensi Tenaga Teknik Kelistrikan Bidang Pembangkitan Tenaga Listrik Sub
Bagian Perancangan, Sub Bagian Perencanaan, Sub bagian Konstruksi dan Sub
Bagian Inspeksi serta sejumlah peraturan lainnya yang terkait. Melalui adanya
dukungan aturan pemerintah tersebut maka dapat mendukung pemenuhan
kebutuhan hunian yang diwujudkan melalui pembangunan gedung berbasiskan
energi angin.
16
Gambar 8. Diagram Sub Sistem Krisis Energi
Penjelasan dari sub sistem keterkaitan krisis energi, inovasi teknologi dan
energi terbarukan angin dapat dijelaskan sebagai berikut:
Seiring dari berkembangnya waktu mengakibatan krisis energi. Krisis
energi dalam hal ini adalah menurunnya ketersediaan sumber energi fosil yang
tidak dapat diperbaharui. Kemudian dari faktor kenaikkan penduduk secara nyata
akan meningkatkan krisis energi tersebut. Selanjutnya dari pembangunan fisik
yang terjadi pada lingkungan masyarakat menyebabkan kenaikan krisis energi
semakin tidak dapat dielakkan. Dari faktor-faktor yang mengelilingi krisis energi
yang terjadi, ada keterkaitan utama lagi dari waktu yang berjalan terhadap
kenaikan jumlah pembangunan, dan kenaikan jumlah penduduk. Kemudian dari
kenaikan jumlah penduduk tersebut menambah jumlah pembangunan yang terjadi.
17
Krisis energi yang terjadi menuntut adanya perkembangan pada inovasi
teknologi, inovasi teknologi ini berdampak pada langsung pengembangan SDM
yang bertimbal balik kembali pada kemajuan inovasi teknologi. Inovasi teknologi
ini menunjang proses pendidikan pada seluruh aspek institusi akademik dan non
akademik, dan pada akhirnya SDM yant terkait pada proses pendidikan ini akan
memberikan dampak baik kembali pada pengembangan inovasi teknologi ke
depannya. Salah satu dampak terhadap SDA adalah adanya ekploitasi yang
berlebih terhadap penggunaan SDA yang ada untuk menunjang infrastruktur dari
inovasi teknologi, oleh karena itulah diperlukan regulasi dari pemerintah untuk
mengatur kadar yang cukup dalam pengembangannya ke depan.
Meningkatnya inovasi teknologi beserta komponen-komponen di
dalamnya, yakni SDM, SDA dan pendidikan, menjadikan energi terbarukan angin
bertambah secara kuantitatif maupun kualitatif. Bertambahnya energi terbarukan
angin ini, terciptalah suatu trend baru di masyarakat akan kebutuhan energi baru
terbarukan, sehingga supply permintaan energi terbarukan angin ini akan semakin
diminati. Kelanjutan dari permintaaan ini menuntut adanya ketersediaan lahan
bagi sejumlah industri dan lokasi penempatan pembangkit energi angin. Sehingga
ketersediaan lahan ini akan semakin menurun di kemudian hari. Adapun faktor
yang tidak dapat dikendalikan, dalam hal ini adalah potensi angin yang meningkat
juga turut menambah ketersediaan pembangkit energi terbarukan angin bertambah
secara signifikan.
18
Gambar 9. Diagram Sub Sistem Penerapan Energi Angin pada Gedung
Penjelasan dari subsistem regulasi pemerintah, kualitas lingkungan dan
penerapan energi angin pada gedung dapat dijelaskan sebagai berikut:
Keterkaitan pada krisis energi yang dibahas sebelumnya pada subsistem
krisis energi yang pada akhirnya adalah dibutuhkan pembangkit energi dari tenaga
terbarukan angin yang secara langsung mengurangi pencemaran udara dan di sisi
lain meningkatkan pencemaran suara. Maka dibutukan regulasi dari pemerintah
secara langsung untuk mengatur kondisi-kondisi yang diperlukan bagi masyarakat
pengguna energi terbarukan angin ini. Regulasi pemerintah ini akan menambah
secara langsung peraturan energi dan lingkungan yang mengatur parameter
19
lingkungan yang baik, serta penambahan pada kebijakan pemerintah dalam sektor
pembangunan berbasiskan energi baru terbarukan.
Regulasi pemerintah ini menjadikan peningkatan kualitas lingkungan yang
diharapkan dapat diwujudkan dengan segera dan sebaik mungkin. Kualitas
lingkungan ini dapat diindikasikan pada peningkatan kadar oksigen yang banyak
dan jumlah tumbuhan yang bertambah. Sehingga dapat jelas manfaat yang
dirasakan adalah kesegaran udara yang dirasakan.
Regulasi pemerintah dan kualitas lingkungan ini memicu pada penerapan
energi angin pada gedung yang semakin baik ke depannya, untuk itu perlu
kolaborasi baik atas segala sektor yang terkait dalam realisasinya.
Penerapan energi angin pada gedung yang masih cukup baru dalam
pengembangannya dan masih sedikitnya tenaga ahli yang mengerjakannya, maka
diperlukan banyak sekali pelatihan-pelatihan yang harus dilaksanakan agar terjadi
percepatan dalam perkembangannya. Utilitas yang diperlukan pada pembangunan
gedung yang telah berbasiskan energi angin perlu diadaptasi sedemikian hingga
tercapainya kondisi gedung yang ideal. Sedangkan dari sisi pengelolaan
(manajemen) gedung perlu dibuat konsep baru yang sesuai dengan inovasi
teknologi pembangkit energi angin, karena banyak faktor seperti perawatan dan
pemeliharaan yang disesuaikan. Begitu pula pelatihan yang telah dijelaskan diatas
akan berproses juga pada SDM yang terkait langsung dengan utilitas gedung
beserta pengelolaannya.
20
21
22
Sumber: Soeripno Martosaputro, Majalah Energi Edisi Maret 2011.
23
ANALISIS HIERARKI PROSES (AHP) DENGAN
CRITERIUM DECISION PLUS (CDP)
CDP merupakan salah satu pengambil keputusan ideal.
Program ini menyediakan 20 block struktur hirarki, artinya dapat
membantu analisis penentuan pilihan/penentuan prioritas sampai dengan 20
alternatif. Hasil analisanya dapat berupa diagram sensitivitas, contribution, grafik
dan lainnya yang dapat diubah tampilannya. Alternatif akan dilihat dari score,
alternatif mana yang lebih unggul. Langkah-langkah pengerjaannya seperti berikut
ini :
1. Menetapkan goal, kriteria dan subkriteria
Gambar 10. Penetapan Goal, Kriteria, dan Subkriteria
2. Selanjutnya hal-hal tersebut digambarkan dalam sebuah diagram struktur
hierarki seperti:
24
Gambar 11. Diagram Struktur Hierarki
25
Diagram pada gambar 11. diatas mempresentasikan keputusan untuk memilih
prioritas sistem pengembangan apartemen berbasis energi angin. Adapu kriteria
untuk membuat keputusan tersebut adalah:
1. Aspek teknologi
2. Aspek ekonomi
3. Aspek legalitas
4. Aspek operasional
5. Aspek ekologi
Alternatif yang tersedia dalam membuat keputusan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Pengembangan turbin angin
2. Pelatihan tenaga terampil
3. Evaluasi dan monitoring manfaat
3. Lalu dilakukan penilaian terhadap kriteria dengan cara mengisi data
perbandingan antar kriteria dengan klik tombol di toolbar dan rate
masing-masing kriteria, subkriteria hingga alternatif untuk mengetahui mana
yang lebih unggul (Gambar 12).
Gambar 12. Hasil pengisian nilai antar kriteria pada level 2
26
Gambar 13. Hasil pengisian nilai antar subkriteria pada kriteria teknologi
Gambar 14. Hasil pengisian nilai antar subkriteria pada kriteria ekonomi
27
Gambar 15. Hasil pengisian nilai antar subkriteria pada kriteria legalitas
Gambar 16. Hasil pengisian nilai antar subkriteria pada kriteria
operasional
28
Gambar 17. Hasil pengisian nilai antar subkriteria pada kriteria ekologi
4. Setelah di rate langkah selanjutnya adalah melihat score dengan mengklik
tombol di toolbar, hingga didapat output seperti berikut :
Gambar 18. Hasil pengolahan akhir AHP
Berdasarkan hasil pengolahan akhir, dapat dilihat bahwa pengembangan turbin
angin memiliki nilai decision scors 0,714 dan lebih unggul dibandingkan yang
lainnya.
5. Setelah itu pilih hasil analisis yang diinginkan, misalnya dalam hal ini
contribution by criteria hingga muncul output seperti berikut :
29
Gambar 19. Grafik Kontribusi Apartemen Berenergi Angin
Dapat dilihat bahwa pada alternatif pengembangan turbin angin, aspek ekologi
memegang peranan paling penting, setelah itu aspek legalitas baru aspek
teknologi. Begitu pula pada evaluasi dan monitoring manfaat, kriteria yang unggul
adalah aspek ekologi dan pada alternatif ketiga yaitu pelatihan tenaga terampil,
aspek legalitas memegang peranan paling penting.
Gambar 20. Grafik Kontribusi Ekonomi
30
KESIMPULAN
31
6. REFERENSI
Muttaqin, Adi Yusuf. 2006. Analisis dengan CDP versi 3.0. Universitas Diponogoro
Semarang.
32