Download - Case TB Paru anak
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
1/29
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL
Nama Mahasiswa : Felyana Gunawan Dokter Pembimbing : dr.Hery Susanto, Sp.A
NIM : 030.07.092 Tanda tangan :
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R
Umur : 7 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jl. Berkudoro RT04 RW05
Nama ayah : Tn. F
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SMP
Penghasilan : 1.500.000 per bulan
Nama ibu : Ny. N
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP
1
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
2/29
Penghasilan : -
Ruangan : Poliklinik Anak
No. CM : 645170
Datang ke RSU Kardinah Tegal: 28 Febuari 2013
II. DATA DASAR
ANAMNESIS (Alloanamnesis dan Autoanamnesis)
Anamnesis dengan pasien dan orang tua pasien dilakukan pada tanggal 28 Febuari 2013
di poliklinik anak pukul 11.00 WIB.
Keluhan Utama : Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 bulan yang lalu terdapat keluhan batuk pada pasien. Batuk dirasakan berdahak
namun sulit untuk dikeluarkan. Pasien mengatakan bahwa dahak pernah keluar sedikit dan
berwarna hijau kekuningan dan tidak pernah disertai darah. Batuk dirasakan terus-menerus
dan tidak dipengaruhi oleh dingin. Selain itu juga terdapat sesak, sesak dirasakan jika pasien
batuk. Pasien sudah mengkonsumsi obat batuk yang dibeli diwarung namun keluhan batuk
tetap ada.
Semenjak sakit ini nafsu makan menjadi berkurang. Ibu pasien tidak pernah secara rutin
mengontrol berat badan pasien, namun ibu pasien merasakan bahwa pasien tampak mengurus
dan juga celana pasien menjadi lebih longgar dibandingkan sebelumnya.
Pasien mengatakan tidak terdapat keluhan pusing, pilek, nyeri menelan, mimisan, gusiberdarah, riwayat perdarahan lain, mual, muntah, nyeri perut, serta tidak terdapat benjolan di
leher, ketiak, maupun selangkangan. Buang air besar 1x sehari, konsistensi lunak. Buang air
kecil lancar, tidak terdapat rasa nyeri dan perih saat berkemih. Ayah serta kakek pasien
merupakan perokok aktif.
Sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu timbul panas, panas dirasakan terus menerus
sepanjang hari namun tidak tinggi, hanya hangat-hangat saja. Tidak disertai menggigil
maupun keringat malam.
2
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
3/29
1 minggu setelah demam timbul, ibu pasien membawa pasien untuk berobat ke poliklinik
anak RSUD kardinah, kemudian pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan foto
Rontgen dada dan pemeriksaan laboratorium darah.
1 minggu kemudian pasien kembali kontrol ke poliklinik anak dengan membawa hasil
foto Rontgen dada dan hasil laboratorium darah. Masih terdapat keluhan batuk pada pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sejak kecil pasien sering timbul keluhan batuk, namun keluhan selalu membaik
setelah mengkonsumsi obat batuk yang dibelikan oleh ibu pasien di warung.
Tidak ada riwayat alergi makanan, obat, dingin dan debu.
Tidak ada riwayat asma, bersin-bersin di pagi hari, dan penyakit jantung.
Riwayat Penyakit Keluarga
Kakek pasien mempunyai keluhan batuk lama dan didiagnosa TB Paru namun tidak
melakukan pengobatan.
Tidak ada riwayat alergi makanan, obat, dingin dan debu.
Tidak ada riwayat asma, bersin-bersin di pagi hari, dan penyakit jantung.
Riwayat Lingkungan Perumahan
Kepemilikan : Rumah pribadi
Keadaan Rumah :
Pasien tinggal bersama kedua orangtua serta kakek dan neneknya di kawasan yang padat
penduduknya. Tempat tinggal pasien berukuran 70m2, beratap genteng, dinding
tembok, lantai menggunakan keramik, dengan 2 kamar tidur yang berjendela, 1 ruang
tamu. Cahaya matahari dapat masuk melalui jendela. Kamar mandi ada 1 dan terdapat di
3
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
4/29
dalam rumah. Penerangan dengan listrik. Air berasal dari PAM. Jarak septic tank kurang
lebih 10 meter dari sumber air. Air limbah rumah tangga disalurkan melalui selokan di
depan rumah. Selokan dibersihkan 1 kali dalam sebulan dan aliran air di dalamnya
lancar.
Kesan : rumah dan sanitasi lingkungan baik
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai buruh bangunan dengan penghasilan 1.500.000 per
bulan, sedangkan ibu adalah ibu rumah tangga. Ayah pasien menanggung 1 orang anak, 1
orang istri, serta 2 orang tua. Biaya pengobatan ditanggung jamkesmas.
Kesan: riwayat sosial ekonomi kurang
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kehamilan
Perawatan Antenatal : Rutin periksa ke bidan, imunisasi TT2x
Penyakit Kehamilan : Tidak ada
Kelahiran
Tempat kelahiran : rumah bidan
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : spontan pervaginam
Masa gestasi : 38 minggu
Keadaan bayi
Berat badan lahir : 2600 gram
Panjang badan lahir : 47 cm
Lingkar kepala : ibu tidak tahu
Langsung menangis : ya
Nilai APGAR : ibu tidak tahu
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesan : riwayat kehamilan dan kelahiran baik
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
4
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
5/29
Pertumbuhan:
Berat badan lahir 2600 gram. Panjang badan lahir 47 cm.
Berat badan sekarang 19 kg. Tinggi badan 127 cm.
Perkembangan:
Pertumbuhan gigi pertama : ibu lupa
Psikomotor
Tengkurap dan berbalik sendiri : 6 bulan
Duduk : 8 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 11 bulan
Berbicara : 12 bulan
Membaca : 6 tahun
Tidak ada gangguan perkembangan dalam mental dan emosi. Interaksi dengan
orang sekitar baik.
Kesan : Baik ( Perkembangan sesuai dengan usia)
Riwayat Makan dan Minum Anak
Ibu mengaku memberikan ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bln
Usia 7 bulan diberikan susu formula dan bubur susu 3 x sehari.
Usia 8 bulan diberikan susu formula dan bubur tim 3 x sehari.
Usia 1 tahun diberikan makanan lunak dan pisang yang dilumatkan
Usia 1 1/2 tahun anak telah makan nasi, lauk pauk, dan sayur
Jenis Makanan Frekuensi
5
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
6/29
Nasi 3x 3-4 sendok makan
Tahu / tempe 3-4x seminggu
Ikan 1x seminggu
Sayur 3-4x seminggu
Telur 1x seminggu
Kesan : Kualitas makanan kurang baik dan kuantitas makanan cukup baik
Nafsu makan menurun sejak sakit.
Riwayat Imunisasi
VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)BCG - - - - - -
DPT/ DT - - - - - -POLIO - - - - - -
CAMPAK - - - - - -HEPATITIS B 0
bulan
- - - - -
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap
Riwayat Keluarga Berencana
Ibu pasien mengaku mengikuti program KB
Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
No Umur Jenis
Kelamin
Hidup Lahir
Mati
Abotus Mati Keterangan
1 7 tahun Hidup - - - Sakit
Silsilah/ Ikhtisar Keturunan
6
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
7/29
Keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Pasien
: TB Paru : meniggal dunia
Kesan: kakek pasien menderita TB Paru
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 28 Febuari 2013 pukul 11.30 WIB di poliklinik anak
Kesan Umum :
kesadaran compos mentis, tampak sakit ringan, tampak kurus
Tanda Vital
Nadi : 83 x/menit, reguler
Laju Nafas : 24 x/menit, reguler
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Suhu : 36,4 C (axilla)
Data Antropometri
Berat badan sekarang : 19 kg
Tinggi Badan: 127 cm
Status Internus
Kepala : Mesocephal
Rambut : Hitam, lebat, tampak terdistribusi merata, tidak mudah
dicabut
Mata : Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem
palpebra (-/-), mata cekung (-/-)
7
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
8/29
Hidung : Bentuk normal, simetris, sekret (-/-)
Telinga : Bentuk dan ukuran normal, discharge (-/-)
Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-)
Tenggorok : Faring hiperemis (-)
: Tonsil T1-T1 hiperemis (-), detritus (-), granulasi (-)
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-)
Axilla : Pembesaran KGB (-)
Thorax : Dinding thorax normothorax dan simetris
Pulmo:
Inspeksi : Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris,
retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus tidak dilakukan
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri-kanan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler diseluruh lapang paru
kiri-kanan, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV midclavicula
sinistra
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen :
8
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
9/29
Inspeksi : datar dan simetris.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Palpasi : Supel, hepar & lien tidak teraba membesar,turgor kembali < 2 detik.
Perkusi : timpani di ke 4 kuadran abdomen.
Inguinal : Pembesaran KGB (-)
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Anorektal : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-Akral Sianosis -/- -/-
CRT
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
10/29
Deskripsi :
Jantung dalam batas normal, COR CTR
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
11/29
Hemoglobin 12.4 11.5-15.5 g/dL
Hematokrit 38.0 35-45 %
MCV 87.0 76-96 U
MCH 28.4 27-31 pcg
MCHC 32.6 33.0-37.0 g/dL
Trombosit 275 150-400.103/ul
Widal
St-Onegatif negatif
St-Hnegatif negatif
S pt - AHnegatif negatif
PEMERIKSAAN KHUSUS
Data antropometri:
Anak laki-laki usia : 7 tahun
Berat badan : 19 kilogram
Tinggi badan : 127 cm
Pemeriksaan Status Gizi
Pertumbuhan fisik anak laki-laki menurut persentil NCHS :
BB/U= 19/24 x100% = 79.17% (rendah)
TB/U = 127/123x 100% = 103.25% (normal)
BB/TB = 19/26x 100% = 73.08% (gizi kurang)
11
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
12/29
Kesan : Berat badan rendah, tinggi badan normal, dan status gizi kurang
Daftar Masalah pada pasien ini:
Aktif:
1. Batuk
2. Sesak
3. Demam
4. Foto thorax: komplek primer TB
Inaktif:
1. Berat badan menurun
2. Gizi Kurang
V. DIAGNOSA BANDING
Batuk
TB Paru
Bronkitis
Bronkopneumonia
ISPA
Asma bronkiale
Observasi Febris
TB Paru
Bronkitis
Bronkopneumonia
12
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
13/29
ISPA
Demam Tifoid
Status Gizi Kurang
Faktor individu
Faktor asupan
Faktor penyakit
VI. DIAGNOSA SEMENTARA
I. TB Paru
II. Status Gizi kurang
VII. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Oral :
Rimcure 1x3 tab
Vit B6 1x10mg
2. Non medikamentosa
Memberikan penjelasan kepada keluarga, bahwa TB paru memerlukan
pengobatan yang lama 6 bulan
Edukasi kepada keluarga mengenai pentingnya kepatuhan meminum obat
setiap hari
Skrining terhadap saudara pasien dan kedua orang tua pasien
Pengobatan pada keluarga yang menderita TB
13
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
14/29
Memberi asupan gizi yang baik sesuai usia
Menghindarkan kontak dengan pasien TB dewasa
Kontrol tiap 1 bulan sekali
3. Diet
Kebutuhan kalori : (100x10) + (50x9) = 1450 kal/hari
Kebutuhan protein : 2x19 = 38 gram/hari
Kebutuhan lemak :
Pembagian makanan per hari
- nasi 3 piring
- ayam 2 potong
- tahu tempe 3 potong
- sayur 3 mangkuk kecil
- buah-buahan
- susu
VIII. PROGNOSA
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
IX. USULAN PEMERIKSAAN
Uji tuberkulin
14
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
15/29
Pemeriksaan BTA Sputum
Pemeriksaan Bilas lambung
ANALISA KASUS
Pada kasus ini diagnosisnya adalah TB Paru Primer berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Pada kasus ini, diagnosis TB paru berdasarkan anamnesisnya yaitu, pasien datangberobat dengan keluhan utama batuk. Batuk sudah berlangsung 1 bulan, disertai dahak namun
sulit untuk dikeluarkan. Batuk dirasakan terus-menerus dan tidak dipengaruhi oleh dingin.
Pasien sudah mengkonsumsi obat batuk yang dibeli diwarung namun keluhan batuk tetap
ada.
Semenjak sakit nafsu makan menjadi berkurang sehingga terjadi penurunan berat
badan pasien yang ditandai dengan celana pasien menjadi lebih longgar dibandingkan
sebelumnya dan menurut ibu pasien tampak lebih kurus.
Terdapat panas 2 minggu, panas dirasakan terus menerus sepanjang hari namun
tidak tinggi, hanya hangat-hangat saja. Tidak disertai menggigil maupun keringat malam.
Tidak terdapat benjolan di leher, ketiak, maupun selangkangan. Terdapat riwayat
kontak dengan penderita TB dewasa yaitu kakek pasien mempunyai keluhan batuk lama dan
didiagnosa TB Paru namun tidak melakukan pengobatan.
15
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
16/29
Pemeriksaan Fisik
Dari keadaan umum pasien tampak sadar dan tampak kurus. Tanda vital didapatkan
normal, suhu normal. Status generalis dalam batas normal dan tidak didapatkan ronkhi,
wheezing, retraksi pernapasan, dan pembesaran kelenjar getah bening di leher, axilla, serta
inguinal..Dari pemeriksaan status gizi menurut persentil NCHS, didapatkan hasil sebagai
berikut.
BB/U= 19/24 x100% = 79.17% (rendah)
TB/U = 127/123x 100% = 103.25% (normal)
BB/TB = 19/26x 100% = 73.08% (gizi kurang)
Kesan : Berat badan rendah, tinggi badan normal, dan status gizi kurang
Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pemeriksaan foto thoraks posisi PA dan lateral, dan didapatkan hasil:
Jantung dalam batas normal, COR CTR
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
17/29
penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara berkembang maupun di
negara maju.
III. PREVALEN
Morbiditas dan mortalitas
Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus TB anak
per tahun adalah 5-6% dari total kasus TB. Berdasarkan laporan tahun 1985, dari 1261 kasus
TB anak berusia
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
18/29
IV. FAKTOR RESIKO
Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya
penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor resiko infeksi dan faktor
resiko progresi infeksi menjadi penyakit (resiko penyakit).
1. Resiko infeksi TB
Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan orang
dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang
tidak sehat (higiene dan sanitasi yang tidak membaik), tempat penampungan umum (panti
asuhan, penjara atau panti perawatan lain) yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif.
Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien
dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif, infiltrat luas atau kavitas pada lobus atas,
produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan
yang kurang sehat terutama sirkulasi udara yang kurang baik.
Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di sekitarnya.
Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan di dalam sekret endobronkial pasien
anak. Hal tersebut karena:
a. Jumlah kuman pada TB anak biasanya sedikit (paucibacillary), tetapi karena imunitas
anak masih lemah jumlah yang sedikit tersebut sudah mampu menyebabkan sakit.
b. Lokasi infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer biasanya
terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi produksi
sputum.
c. Sedikitnya atau tidak ada produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di
daerah parenkim menyebabkan jarangnya gejala batuk pada TB anak.
2. Resiko sakit TB
Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB. Berikut ini adalah
faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB.
a. Usia
Anak berusia 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi
menjadi sakit TB karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur).
Akan tetapi, risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap seiring dengan
pertambahan usia. Anak berusia < 5 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami TB
18
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
19/29
diseminata (seperti TB milier dan meningitis TB). Pada bayi, rentang waktu antara
terjadinya infeksi dan timbulnya sakit TB singkat (kurang dari 1 tahun) dan biasanya
timbul gejala yang akut.
a. Infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji tuberkulin (dari negatif menjadi
positif) dalam 1 tahun terakhir.
b. Sosial ekonomi yang rendah, kepadatan hunian, penghasilan yang kurang, pengangguran,
pendidikan yang rendah.
c. Faktor lain yaitu malnutrisi, imunokompromais (misalnya pada infeksi HIV, keganasan,
transplantasi organ dan pengobatan imunosupresi).
d. Virulensi dari M. Tuberculosis dan dosis infeksinya.
V. PATOGENESIS DAN PERJALANAN ALAMIAH
Paru merupakan port dentree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup setelah melewati barier
mukosa basil TB akan mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan
seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respon imunologis
spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada
individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan
memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman
TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan
akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat
tersebut yang dinamakan fokus ghon (fokus primer).
Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional, yaitu
kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini
menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di bawah atau tengah, kelenjar limfe
yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahiler, sedangkan jika fokus primer terletak di
apeks paru, yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal. Gabungan antara fokus primer,
limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.
Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya komplek primer
secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu. Pada saat terbentuknya komplek primer inilah,
19
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
20/29
infeksi TB primer terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru dapat mengalami
salah satu hal sebagai berikut, mengalami resolusi secara sempurna, atau membentuk fibrosis
atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis pengkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe
regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya
tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Komplek primer dapat juga mengalami komplikasi yang disebabkan oleh fokus di
paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
pneumonitis dan pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis pengkejuan yang berat, bagian tengah
lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru
(kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal
infeksi akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat
terganggu yaitu obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal yang akan
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Dapat juga terjadi obstruksi total yang
menyebabkan atelektasis.
Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi
penyebaran secara hematogen dan limfogen. Pada penyebaran limfogen kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk komplek primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen,
kuman TB masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh dan disebut
penyakit sistemik. Penyebaran hematogen sering tersamar (occult hematogenic spread)
sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai
organ di seluruh tubuh dan biasanya yang dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi
baik terutama apek paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan
bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dan bisa terjadi
reaktivasi jika daya tahan tubuh pejamu turun.
20
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
21/29
Bagan patogenesis tuberkulosis.
Catatan:
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread).
Kuman TB kemudian membuat focus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang
baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), lirntangitis (2), dan limladenitis regional
(3).
21
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
22/29
3. TB primer adalah proses masuknya kuman TB, terjadinya penyebaran hematogen,
terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik, hingga pasien mengalami
infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer.
4. Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya bisa melalui
proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya)
oleh kuman TB dari luar (eksogen).
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan menemukan M.TB pada pemeriksaan sputum
atau bilasan lambung, cairan cerebrospinal, cairan pleura atau pada biopsi jaringan. Jumlah
kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasikerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian
perifer. Selain itu tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kuman BTA
baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam 1 ml
dahak.
Kesulitan kedua, pengambilan spesimen/sputum sulit dilakukan. Pada anak, walaupun
batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang
diambil melalui NGT. Dahak yang representatif untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis
adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna hijau kekuningan dengan volume 3-5 ml.
Karena alasan di atas, diagnosis TB anak bergantung pada penemuan klinis dan
radiologis yang keduanya seringkali tidak spesifik. Kadang-kadang TB anak ditemukan
karena adanya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan
gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin positif, dan foto paru yang
mengarah pada TB (sugestif TB) merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit
TB.
Selain itu, manifestasi klinis TB sangat bervariasi tergantung padaa beberapa faktor
yaitu jumlah kuman, virulensi kuman dan daya tahan tubuh host. Manifestasi klinis TB dibagi
2 yaitu manifestasi klinis dan manifestasi spesifik organ. Yang termasuk manifestasi klinis
antara lain; 1) deman lebih dari 2 minggu dengan penyebab yang tidak jelas yang dapat
disertai keringat malam hari, 2) nafsu makan tidak ada (anoreksia) yang dapat disertai
penurunan berat badan, 3) batuk lama lebih dari 3 minggu, 4) malaise dan 5) diare persistenyang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare. Sedangkan yang termasuk manifestasi
22
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
23/29
spesifik organ antara lain; 1) TB kelenjar superfisial yang paling banyak mengenai kelenjar
kolli, 2) Tuberkulosis otak dan saraf (menigitis Tb dan tuberkuloma), 3) tuberkulosis skeletal
(spondilitis, gonisitis), 4) tuberkulosis kulit (skrodulodermal).
Kesulitan dalam mendiagnosis TB anak karena gejalanya tidak khas, dibuatlah sistem
skoring yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pembobotan
tertinggi ada pada uji tuberkulin dan adanya kontak TB dengan BTA positif, karena
berdasarkan penelitian akan menularkan sekitar 65% orang di sekitarnya.
Berikut tabel sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB
Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak
jelas
- Laporan
keluarga,
BTA (-),
tidak
tahu/tidak
jelas
BTA (+)
Uji tuberkulin Negatif - - Positif (10
mm, atau 5
mm pada
keadaan
imunosupresi)
Berat badan/keadaan gizi - BB/TB
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
24/29
tulang/sendi panggul,
lutut, falang
pembengka
kan
Foto rontgen toraks Normal/
Tidak jelas
Kesan TB - -
Catatan :
Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter
Bila dijumpai gambaran milier atau skrofuloderma, langsung didiagnosis TB
Berat badan dinilai saat pasien datang (momen opname)
Demam dan batuk tidak memiliki respons terhadap terapi baku
Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak
*Gambaran sugestif TB, berupa : pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
dengan/tanpa infiltrat; konsolidasi segmental atau lobar; kalsifikasi dengan infiltrat;
atelektasis; tuberkuloma. Gambaran milier tidak dihitung dalam skor karena
diperlakukan secara khusus.
Mengingat pentingnya peran uji tuberkulin dalam mendiagnosis TB anak, maka
sebaiknya disediakan tuberkulin di tempat pelayanan kesehatan
Pada anak yang diberi imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG ( 7 hari) harus
dievaluasi dengan sistem skoring TB anak, BCG bukan merupakan alat diagnostik
Diagnosis kerja TB anak ditegakkan bila jumlah skor 6 (skor maksimal13)
VII.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Uji Tuberkulin
24
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
25/29
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang kuat.
Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB (telah ada
kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas selular terhadap TB), maka
akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi
lokal, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah suntikan.
Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat aktivitas dan
beratnya proses penyakit.
Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-232TU
atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48
72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan
hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepiindurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter transversal indurasi diukur dengan alat
pengukur transparan, dan hasilnya dinyatakan dalani milimeter. Jika tidak timbul indurasi
sama sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negative.
Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi > 10 mm dinyatakan positif
tanpa menghiraukan penyebabnya.
Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 1015 mm dinyatakan
uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin
disebabkan oleh BCGnya. Akan tetapi, bila ukuran indurasi >15 mm, hasil positif ini sangat
mungkin karena infeksi TB alamiah. Pada keadaan tertentu, yaitu tertekannya sistem imun
(imunokompromais), maka cut off-point hasil positif yang digunakan adalah 5 mm.
Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut:
1. Infeksi TB alamiah
a. infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)
b. infeksi TB dan sakit TB
c. TB yang telah sembuh.
2. lmunisasi BCG (infeksi TB buatan).
3. Infeksi mikobakterium atipik.
Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada tiga keadaan berikut:
25
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
26/29
1. Tidak ada infeksi TB.
2. Dalam masa inkubasi infeksi TB.
3. Anergi.
2. Radiologis
Gambaran foto toraks pada TB tidak khas; kelainan-kelainan radiologis pada TB dapat juga
dijumpai pada penyakit lain. Sebaliknya, foto toraks yang normal (tidak terdetek secara
radiologis) tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan penunjang
lain mendukung. Secara umum gambaran radiologis yang sugestif TB adalah : pembesaran
kelenjar hilus dengan/tanpa infiltrate, konsolidasi segmental, milier, kalsifikasi dengan
infiltrate, atelektasis, infiltrate, efusi pleura, tuberkuloma.
3. Mikrobiologis
Diagnosis pasti TB ditegakkan bila ditemukan kuman TB pada pemeriksaan mikrobiologis.
pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari dua macam: pemeriksaan
mikrobiologis apusan langsung untuk BTA dan pemeriksaan biakan kuman M. tubercuosis
VIII. TATALAKSANA TB PADA ANAK
Beberapa hal penting dalam penatalaksanaan TB anak adalah:
Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan dalam monoterapi
Pemberian gizi yang kuat
Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan.
Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis
(pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TBdiberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer atau anak yang terinfeksi TB tanpa
sakit TB (profilaksis sekunder)).
Paduan Obat Terapi TB Anak
26
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
27/29
Prinsip dasar terapi TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu
relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan
pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan (4 bulan kecuali pada TB berat). Pemberian
paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh
kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk
membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan. OAT
diberikan setiap hari dengan paduan obat yaitu rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Pada
fase intensif diberikan rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Sedangkan pada fase lanjutan
diberikan rifampisin dan isoniazid. Untuk kasus TB tertentu yaitu : TB milier, efusi pleura
TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB diberikan
kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi 3 dosis. Lama pemberian
kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan taffering off dalam jangka
waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid adalah untuk mengurangi proses inflamasi dan
mencegah terjadinya perlekatan jaringan.
Berikut tabel dosis OAT yang biasa digunakan.
Nama obat Dosis harian(mg/kgBB/hari)
Dosismaksimal
(mg/hari)
Efek samping
Isoniazid 5-15 300 Hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitivitas
Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit,
hepatitis, trombositopenia,
peningkatan enzim hati, cairan
tubuh berwarna oranye kemerahan.
Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hepar, artralgia,
gastrointestinal
Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman mata
berkurang, buta warna merah hijau,
hipersensitivitas, gastriintestinal
Streptomisin 15-40 1000 Ototoksisk, nefrotoksik
27
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
28/29
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lamadengan
jumlah obat yang banyak, paduan OAT disediakan dalam bentuk Kombinasi Dosis
Tepat/Fixed dose Combination.
Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu:\
Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H (Isoniazid), dan
Z (Pirazinamid) yang digunakan dalam tahan intensif
Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H 9Isoniazid)
yang digunakan pada tahap lanjutan.
Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak dan
komposisi dari tablet KDT tersebut.
Tablet berikut ini adalah contoh dari dosis KDT yang komposisi tablet RHZ adalah
R=75mg, H=50mg, Z=150mg dan komposisi tablet RH adalah R=75mg dan H=50mg.
BERAT BADAN (kg) 2 BULAN TIAP HARI
RHZ (75/50/150)
4 BULAN TIAP HARI
RH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyano DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed.
Jakarta:Badan Penerbit IDAI. 2008.
28
-
7/28/2019 Case TB Paru anak
29/29
2. Hardiono, dkk. 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.Ed.I. 2004. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.
3. Werdhani, Retno A. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis. Jakarta:
Departemen Ilmu kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI.2002.