BULETIN MACAN TUTUL EDISI 4 EDIT.PDF, Flat 1 of 14 - Pages: 28, 1, 07/29/18 04:42 PM
Cyan Magenta Yellow Black
Tim Redaksi
Redaksi
Pembina :Kepala Balai Besar KSDA Jawa Barat
Penanggung Jawab :Kepala Bagian Tata Usaha
Pemimpin Redaksi :Kepala Sub Bagian Data Evlap dan Kehumasan
Tim Redaksi :Agus Komarudin,STP., Msi.Rudi Kurniawan, S.Si., MT., MPPVitri Ludiana Harahap, S.HutDadang Suhendar, S.E.Deden HendarmanAgi Hindasah, S.KomPramadya Reza F
Distributor :Staf Balai Besar KSDA Jawa Barat
Foto Logo Buletin : Macan TutulSumber Taman Safari Indonesia - Cisarua
Foto Cover Buletin : Panorama TWA Gunung Papandayan - GarutLayout dan Desain :Agi Hindasah, S.Kom
Editor :Rudi Kurniawan, S.Si., MT., MPP
Redaksi :Buletin Macan TutulBalai Besar KSDA Jawa BaratJl. Gedebage Selatan No. 117Kel. Rancabolang, Kec. GedebageBandung 40294Telp. (022) 7567715, Fax. (022) 7535107
24
BULETIN MACAN TUTUL EDISI 4 EDIT.PDF, Flat 2 of 14 - Pages: 2, 27, 07/29/18 04:42 PM
Cyan Magenta Yellow Black
23
yang harus dipenuhi baik luasan
maupun persyaratan perolehan
satwanya.
Balai Besar KSDA Jawa
Barat memiliki 3 (tiga) LK umum
sebagai binaan, yaitu : Taman Safari
Indones ia C isarua d i Bogor,
Bandung Zoo/Kebun Binatang
Bandung di Bandung dan Taman
Satwa Cikembulan di Garut
Sedangkan untuk LK Khusus
memiliki 5 (lima) binaan, yaitu Pusat
P e n y e l a m a t a n S a t w a Ya y a s a n
Cikananga Konservasi Terpadu di
Sukabumi, Pusat Rehabilitasi Primata
yang d ike lo la o leh The Asp ina l l
Foundation (TAP) di Ciwidey, Pusat
Konservasi Elang Kamojang (PKEK) di
Garut yang dikelola oleh Pertamina
Geothermal Energy dan Yayasan IAR
Indonesia (YIARI) di Bogor serta Animal
Sanctuary Trust Indonesia (ASTI) di
Gadog Bogor. Dari kelima LK khusus ini,
beberapa memiliki spesifikasi khusus
dalam melakukan konservasi satwa.
S a t w a h a s i l p e n y e r a h a n
masyarakat maupun hasil sitaan/operasi
yustisi dititiprawatkan ke LK sesuai
dengan jenis dan kondisi satwa. Jenis
raptor akan ditempatkan di PKEK, jenis
primata endemik pulau Jawa akan
ditempatkan di TAF dan untuk primata
lainnya seperti kukang, monyet ekor
p a n j a n g d i t e m p a t k a n d i Y I A R I .
Sedangkan untuk jenis satwa lainnya
akan di titiprawat di PPSC dan ASTI atau
LK umum, demikian juga dengan satwa
yang tidak lagi bisa untuk direhabilitasi
karena kondisi fisik yang cacat akan
ditempatkan pada LK khusus atau umum
sebaga i sarana edukas i kepada
masyarakat.
Satwa yang ditempatkan pada
LK khusus akan direhabilitasi dan
dievaluasi kondisi kesehatanmya dan
d i m a s u k k a n d a l a m p r o g r a m
pelepasliaran. Pelepasliaran dilakukan
dengan melihat tingkat keliaran dari
mas ing-mas ing sa twa dan akan
dilepaskan pada habitat aslinya atau
yang mendekati habitat aslinya. Hingga
Juni 2018 sedikitnya ada 25 individu
s a t w a h a s i l r e h a b i l i t a s i t e l a h
dilepasliarkan yaitu : 5 individu jenis
raptor, 15 individu Kukang jawa, 4 ekor
Lutung jawa, 1 kor Macan tutul jawa.
Te r b a t a s n y a s a r a n a d a n
prasarana yang dimiliki oleh Balai Besar
KSDA Jawa Barat, membuat keberadaan
LK tersebut diatas baik LK Khusus
maupun LK Umum menjadi sangat
penting, hal ini dilatarbelakangi antara
lain oleh tingginya jumlah satwa liar hasil
dari penertiban peredaran TSL baik
berupa hasil operasi yustisi maupun
penyerahan dari masyarakat yang terjadi
dalam dekade terakhir.
Daftar Isi
Monyet itu Tak Lagi Mengganggu (Sebuah Kisah Evakuasi dan Penyelamatan Monyet Ekor Panjang) ...........................
Berbahaya, Memelihara Satwa Liar di Rumah!!! ..................
Mengenal 5 Prinsip Kesejahteraan Satwa ............................
Populasi dan Struktur Lutung Jawa (Trachypithecus auratus mauritus) di Taman Buru Masigit Kareumbi ..........................
BBKSDA Jabar Memanfaatkan Media Sosial Sebagai Layanan Pengaduan Masyarakat .........................................
Satwa-satwa Liar pun Kembali Ke Pangkuan Negara (Hasil Penertiban Kepemilikan TSL Semester I Tahun 2018) .........
Mengenal Lembaga Konservasi di Jawa Barat ....................
1
4
8
12
16
19
22
BULETIN MACAN TUTUL EDISI 4 EDIT.PDF, Flat 3 of 14 - Pages: 26, 3, 07/29/18 04:42 PM
Cyan Magenta Yellow Black
1
Satwa liar sebagaimana dinyatakan
dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan
E k o s i s t e m n y a m e n g a n d u n g
pengertian semua binatang yang hidup
di darat, dan atau di air, dan atau di
udara yang masih mempunyai sifat-
sifat liar, baik yang hidup bebas
maupun yang dipelihara oleh manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita
masih melihat adanya warga yang
memelihara satwa liar dilindungi
maupun tidak dilindungi sebagai
hiburan/kesenangan ataupun hobi.
Pada awal dipelihara, hewan masih
kecil dan nampak lucu perilakunya.
Namun seiring dengan bertambahnya
waktu, hewan yang dipeliharanya itu
akan bertambah besar. Hal inilah yang
kadang-kadang tidak disadari oleh
warga pemelihara/pemilik satwa liar.
Setelah satwa liar tersebut membesar,
mereka menjadi bosan karena sudah
dianggap tidak menarik lagi. Tidak
mengherankan jika mereka kerap kali
melepaskan begitu saja hewan peliharaan
ke lingkungan. Hewan yang sudah terbiasa
diberi makan dan berinteraksi dengan
m a n u s i a , a p a b i l a d i l e p a s a k a n
menimbulkan permasalahan baru karena
masyarakat merasa terganggu. Apalagi jika
satwa liar tersebut berperilaku cenderung
menyerang/agresif yang menimbulkan
keresahan, kekhawatiran, dan ketakutan
warga.
Kasus dilepaskannya satwa liar
terjadi beberapa waktu yang lalu. Berawal
dari adanya laporan seorang warga
masyarakat ke Call Center Seksi Konservasi
Wilayah V (SKW V) Garut pada hari Jum'at
tanggal 22 Juni 2018 sekira pukul 18.54
WIB. Informasi yang didapat berbunyi :
“Saya Sri dari Pataruman mau melaporkan
adanya seekor monyet yang berkeliaran di
belakang rumah Ibu Tati d/a Jln. Raya
Bandrek RT 02 RW 01 Desa Sukamerang,
Kecamatan Kersamanah, Kabupaten Garut.
Apa bisa dibantu solusinya untuk ditangkap?
Karena khawatir masuk ke rumah”.
S e l a n j u t n y a , y a n g b e r s a n g k u t a n
mengirimkan nomor HP keluarga a.n. Irma di
tempat kejadian tersebut.
Lebih lanjut Tim Gugus Tugas
Evakuasi dan Penyelamatan TSL SKW V
Garut menghubungi nomor tersebut guna
memastikan keberadaan monyet berikut
a l ama t r umah d imaksud . Menu ru t
pengakuan Sdri. Irma, monyet tersebut
sudah ada sejak tanggal 21 Juni 2018 dan
Monyet Itu Tak Lagi Mengganggu(Sebuah Kisah Evakuasi dan Penyelamatan Monyet Ekor Panjang)
Oleh : Purwantono (Kepala Seksi Konservasi Wilayah V Garut)
22
Sesua i dengan penger t iannya
lembaga konservasi (LK) diartikan
sebagai lembaga yang bergerak di
bidang konservasi tumbuhan/dan atau
satwa liar diluar habitatnya (ex-situ),
b a i k b e r u p a l e m b a g a
p e m e r i n t a h m a u p u n
lembaga non pemerintah. Di
Indonesia terdapat 2 jenis
lembaga konservasi yang
disesuaikan dengan fungsi
dan kepentingannya, yaitu
LK untuk kepentingan umum
dan LK untuk kepentingan
khusus.
Ta n p a d i s a d a r i
tempat rekreasi outdoor
yang banyak d i kun jung i yang
menampilkan berbagai satwa baik
satwa yang dilindungi ataupun tidak
dil indungi, satwa yang endemik
Indonesia maupun satwa yang
didatangkan dari luar Indonesia
berperan besar dalam meningkatkan
pengetahuan masyarakat luas, ilmu
pengetahuan dan kelangsungan satwa
itu sendiri.
Sebagai Uni t Pelaksana
Teknis dari Direktorat Jenderal
Konservasi Sumber Daya Alam dan
Ekosistem Kementerian Lingkungan
Hidup Dan Kehutanan, maka Balai
Besar KSDA Jawa Barat pun sesuai
d e n g a n f u n g s i n y a m e l a k u k a n
pengawasan dan pengendal ian
peredaran tumbuhan dan satwa liar
antara lain melalui pengawasan dan
pengendalian konservasi in – situ dan
k o n s e r v a s i e x - s i t u . D a l a m
menjalankan pengelolaan konservasi
ex situ, khususnya dalam pengelolaan
tertib peredaran tumbuhan
d a n s a t w a l i a r y a n g
dilindungi, Balai Besar KSDA
Jawa Barat dituntut untuk
memperluas jaringan dengan
berbagai pihak. Bukan tanpa
alasan mengapa hal ini perlu
d i l a k u k a n , s e b a b
p e l a n g g a r a n t e r h a d a p
peredaran tumbuhan dan
satwa liar di Jawa Barat
masih sering terjadi sehingga
diperlukan keterlibatan berbagai pihak
da lam rangka menanggu lang i
pelanggaran tersebut. Taman Safari,
Kebun Binatang, Taman Satwa, Kebun
B o t a n i m e r u p a k a n l e m b a g a
konservasi yang d ikategor ikan
sebagai lembaga konservasi untuk
kepent ingan umum. Walaupun
bertujuan untuk konservasi tumbuhan
d a n s a t w a , L K u m u m d a p a t
mengkomersilkan lembaganya untuk
memperoleh keuntungan melalui tiket
masuk. Berbeda dengan LK umum, LK
k h u s u s m e r u p a k a n l e m b a g a
konservasi yang fokus pada fungsi
penyelamatan atau rehabilitasi satwa
dari jenis kelas/taksa tertentu. Untuk
mendirikan lembaga seperti diatas
membutuhkan beberapa persyaratan
Mengenal Lembaga Konservasi di Jawa BaratOleh : Vitri Ludiana H. (Analis Data Kehumasan)
BULETIN MACAN TUTUL EDISI 4 EDIT.PDF, Flat 4 of 14 - Pages: 4, 25, 07/29/18 04:42 PM
Cyan Magenta Yellow Black
21
Periode bulan April
Jumlah sa twa yang d i se rahkan
sebanyak 15 ekor yang terdiri dari 10
jenis dan terbagi ke dalam 3 kelas (Aves
sebanyak 8 ekor, Mamalia sebanyak 5
ekor dan reptil sebanyak 2 ekor), yang
b e r a s a l d a r i m a s y a r a k a t y a n g
menyerahkan sebanyak 9 orang.
Periode bulan Mei
Jumlah satwa yang diserahkan
sebanyak 90 ekor yang terdiri dari 16
jenis dan terbagi ke dalam 4 kelas
(Aves sebanyak 75 ekor, Mamalia
sebanyak 6 ekor, Primata sebanyak 3
ekor dan reptil sebanyak 6 ekor), yang
be rasa l da r i masyaraka t yang
menyerahkan sebanyak 14 orang.
Periode bulan Juni
Jumlah satwa yang diserahkan
sebanyak 28 ekor yang terdiri
dari 13 jenis dan terbagi ke
dalam 4 kelas (Aves sebanyak
10 ekor, Mamalia sebanyak 7
ekor, Primata sebanyak 1 ekor
dan reptil sebanyak 10 ekor),
yang berasal dari masyarakat
yang menyerahkan sebanyak
20 orang.
No. Jenis Jumlah
Aves
1. Elang Ular Bido (Spilornis cheela) 2
2. Elang Laut perut putih (Halieetus leugastor) 1
3. Beo Nias (Gracula religiosa) 1
4. Burung Bangau Sandalawe (Ciconia episcopus) 1
5. Elang Brontok (Nisaetus cirrhatus) 2
6. Nuri Kepala Hitam 1
7. Srigunting Hitam (Dicrucus macrocercus) 2
8. Manyar (Ploceus sp). 65
Mamalia
9. Kukang (Nycticebus sp) 4
10. Binturong (Arctictis binturong) 2
Primata
11. Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) 2
12. Surili (Presbytis comata) 1
Reptil
13. Sanca Kembang (Phyton reticulatus) 1
14. Buaya Muara (Crocodylus porosus) 3
15. Ular Sanca Bodo Albino (Phyton Morulus) 1
16. Ular Sanca Bodo (Phyton Morulus) 1
Jumlah 90
No. Jenis Jumlah
Aves
1. Kakatua Jambul Kuning (Cacatua galerita) 3
2. Kakatua Seram (Cacatua Molucencis) 1
3. Kakatua Putih Kecil (Cacatua goffini) 1
4. Elang Ular Bido (Spilornis cheela) 1
5. Alap-alap (Falco moluccensis) 1
6. Beo Nias (Gracula robusta) 1
Mamalia
7. Kucing Hutan (Felis bengalencis) 1
8. Kukang (Nycticebus sp 4
Reptil
9. Ular King Kobra (Ophiophagus hannah) 1
10. Buaya Air Tawar (Crocodylus siamensis) 1
Jumlah 15
No. Jenis Jumlah
Aves
1. Elang Bondol (Haliastur Indus) 1
2. Elang Laut Dada Putih (Haliaeetus leucogaster) 1
3. Elang Ular Bido (Spilornis cheela) 4
4. Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) 1
5. Raja Udang Meninting (Alcedinidae sp.) 1
6. Kakatua Jambul Kuning Besar (Cacatua galerita) 2
Mamalia
7. Kukang (Nycticebus sp) 5
8. Kucing Hutan (Felis bengalensis) 1
9. Macan Tutul (Phantera pardus melas) 1
Primata
10. Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) 1
Reptil
11. Buaya Muara (Crocodylus porosus) 3
12. Soa-Soa Layar (Hydrosaurus amboinensis) 5
13. Sanca Kembang (Phyton reticulatus) 2
Jumlah 28
kemungkinan dilepaskan oleh seseorang
y a n g p e r n a h m e m e l i h a r a n y a .
Keberadaannya sangat mengganggu
karena monyet tersebut sangat agresif
dan berusaha menyerang bila melihat
anak kecil dan wanita melintas di sekitar
tempat monyet berada. Lebih lanjut Irma
berujar, “Kami takut Pak, kami tidak
berani membuka pintu rumah karena
monyet itu akan masuk, mengambil dan
mengacak-acak makanan kami. Apalagi
dengan anak kecil dan wanita, dia akan
berusaha mengejar dan menyerang.
Kami takut digigit Pak, karena kabarnya
kalau digigit monyet yang giginya
bertaring itu akan menularkan rabies.
Para tetangga juga terutama anak kecil
dan wanita akan berlarian ketika sedang
melintasi rumah kami karena takut dikejar
monyet itu.”
Malam itu juga Tim Gugus Tugas
segera menuju lokasi tempat monyet
tersebut berada. Dibutuhkan waktu
kurang lebih 1 jam 15 menit untuk
mencapai lokasi dimaksud dari Kantor
SKW V Garut. Pemilik rumah tersebut
bernama Ending Mahpudin, berumur 75
tahun, berprofesi sebagai pedagang dan
beralamat di Jln. Raya Bandrek RT 02
RW 01 Desa Sukamerang, Kecamatan
Kersamanah, Kabupaten Garut. Benar
saja, sesaat setelah sampai di rumah
tersebut, monyet yang teridentifikasi
sebagai kera abu-abu/monyet ekor
panjang (Macaca fascicularis) nampak
sedang berkeliaran di atas genting dan
pagar rumah Sdr. Ending Mahpudin
karena melihat kerumunan beberapa
orang yang datang. Namun demikian
hingga pukul 23.00 WIB, monyet yang
berjenis kelamin jantan dengan berat
diperkirakan mencapai 3-4 kg tersebut
belum berhasil ditangkap. Akhirnya, Tim
memutuskan bahwa penangkapan
monyet akan dilanjutkan keesokan
harinya dengan melibatkan pihak dokter
hewan dari Taman Satwa Cikembulan.
Demikian juga dengan bantuan peralatan
biusnya kalau-kalau monyet tersebut sulit
ditangkap dapat dipergunakan obat bius
untuk melumpuhkan monyet tersebut
sementara waktu.
Pada keesokan harinya sejak
pagi Tim Gugus Tugas bersama dengan
seorang dokter hewan Cikembulan (drh.
Anggi) dan seorang ahli sumpit (Sdr.
Dancuy) melanjutkan usaha untuk
menangkap monyet tersebut di lokasi.
Monyet dipancing dengan kandang jebak
yang telah diberi pakan, namun tidak mau
m a s u k . K e m u d i a n d i l a k u k a n
penangkapan dengan jaring tangkap juga
tidak berhasil. Opsi terakhir dengan obat
bius dalam jarum suntik yang telah
dipersiapkan melalui penyumpitan,
namun pada saat ditembakan ternyata
jarum suntiknya tidak berhasil menancap
pada tubuh monyet. Akhirnya hingga jam
11.15 WIB usaha untuk menangkap
monyet belum membuahkan hasil.
Monyet malah sulit didekati dan berusaha
menjauh dari lokasi pindah ke bangunan
ruko bertingkat tak jauh dari tempat
semula karena takut akan ditangkap.
Akhirnya Tim memutuskan untuk
bergantian melakukan pemantauan
2
BULETIN MACAN TUTUL EDISI 4 EDIT.PDF, Flat 5 of 14 - Pages: 24, 5, 07/29/18 04:42 PM
Cyan Magenta Yellow Black
3
dengan berpura-pura meninggalkan
lokasi sambil menunggu perkembangan
lebih lanjut. Kandang jebak tetap
dipasang dengan memindahkan dari
halaman rumah dan menempatkannya di
atas genteng tempat biasa monyet
tersebut berlalu lalang agar lebih mudah
mendekati kandang jebak.
Se lang 30 meni t kemudian, Tim
pemantau berhasil menangkap monyet
yang terperangkap dalam kandang jebak
dan selanjutnya melakukan evakuasi
serta mengamankan monyet tersebut
dari lokasi dengan membawa ke Kantor
SKW V Garut. Keberhasilan penanganan
monyet ini disambut antusias oleh warga
sekitar lokasi dan ucapan terima kasih
kepada Tim Gugus Tugas, mengingat
selama ini gangguan monyet ibarat teror
y a n g m e n i m b u l k a n k e r e s a h a n ,
kekhawatiran dan ketakutan, akhirnya
berakhir seiring dengan dievakuasinya
monyet dari lokasi tersebut.
Tim Gugus Tugas juga telah
menghimbau kepada masyarakat
setempat untuk ikut menyampaikan
pesan kepada masyarakat lain agar tidak
melepas begitu saja satwa liar yang
pernah dipeliharanya. Hendaknya satwa
liar tersebut diserahkan ke pihak yang
berwenang dalam hal ini BBKSDA Jabar
(Kantor SKW V Garut apabila lokasinya
berada dalam lingkup wilayah kerja SKW
V Garut). Lebih lanjut terhadap satwa
serahan dari masyarakat akan dilakukan
habituasi terlebih dahulu sebelum
dilepasliarkan ke habitatnya.
Untuk mengembalikan monyet
tersebut ke habitatnya tentulah tidak
semudah membalikan telapak tangan,
mengingat perilaku yang ditampakkan
sudah memiliki ketergantungan pakan
dan terbiasa hidup berdekatan dengan
lingkungan manusia. Masih perlu proses
habituasi ataupun rehabilitasi bagi
monyet tersebut sebelum dilepasliarkan
kembali. Selama diamankan di Kantor
SKW V Garut, sambi l menunggu
pelepasliarannya, monyet ini tentunya
dalam kondisi terkurung di kandang. Ini
hanya menambah dan memperpanjang
penderitaannya selama dalam kurungan
saja karena memang tidak mungkin
dilepasliarkan begitu saja saat itu juga.
So, kalau sudah begini, akankah manusia
bersikukuh ingin tetap memeliharanya
demi mengejar kesenangan ataupun hobi
belaka….???
Akhirnya disampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu keberhasilan
penanganan gangguan monyet ini.
20
Periode bulan Januari
Jumlah satwa yang diserahkan
sebanyak 17 ekor yang terdiri dari 9
jenis dan terbagi ke dalam 4 kelas
(Aves sebanyak 10 ekor, Mamalia
sebanyak 5 ekor, Primata sebanyak 1
ekor dan reptil sebanyak 1 ekor), yang
berasal dar i masyarakat yang
menyerahkan sebanyak 12 orang.
Periode bulan Februari
Jumlah satwa yang diserahkan
sebanyak 19 ekor yang terdiri
dari 14 jenis dan terbagi ke
dalam 5 kelas (Aves sebanyak
7 ekor, Mamalia sebanyak 4
ekor, Primata sebanyak 5 ekor
dan reptil sebanyak 2 ekor
serta Mollusca sebanyak 1
individu), yang berasal dari
m a s y a r a k a t y a n g
menyerahkan sebanyak 13
orang.
Periode bulan Maret
Jumlah satwa yang diserahkan sebanyak
21 ekor yang terdiri dari 14 jenis dan terbagi
ke dalam 3 kelas (Aves sebanyak 16 ekor,
Mamalia sebanyak 3 ekor, Primata
sebanyak 2 ekor), yang berasal dari
masyarakat yang menyerahkan sebanyak
10 orang.
No. Jenis Jumlah
Aves
1. Elang Ular Bido (Spilornis cheela) 3
2. Elang Brontok (Nisaetus cirrhatus) 1
3. Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) 1
4. Burung Makau (Ara ararauna) 3
5. Burung Makau (Ara Chloropterus) 2
Mamalia
6. Kukang (Nycticebus javanicus) 3
7. Kucing Hutan (Felis bengalencis) 2
Primata
8. Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) 1
Reptil
9. Buaya Muara (Crocodylus porosus) 1
Jumlah 17
N o. Jenis Jum lah
A ves
1. Kakatua Jambul Kuning Kecil (C acatua su lphurea ) 1
2 . Kakatua Jambul Kuning (C acatua ga lerita ) 2
3 . E lang Ular B ido (Spilorn is chee la ) 3
4 . E lang Brontok (N isaetus cirrhatus) 1
M am alia
5 . Kukang (N ycticebus coucang) 1
6 . M usang pandan (Paradoxurus herm aphrod itus) 1
7 . Kucing H utan (Felis bengalinsis) 1
8 . T renggiling (M anis Javan ica ) 1
Prim ata
9 . O wa Kalimantan (H ylobates a lb ibarb is) 1
10. M onyet Ekor Panjang (M acaca fascicu laris) 3
11. S iamang (Symphalangus syndactylus) 1
R eptil
12. Buaya M uara (C rocodylus porosus) 1
13. U lar Sanca Kembang (Phyton re ticu la tus) 1
M ollusca
14. Fosil K ima Laut (Tridacna g igas) 1
Jum lah 19
No. Jenis Jumlah
Aves
1. Merak Hijau (Pavo muticus) 4
2. Kakatua Raja (Probosciger aterrimus) 1
3. Nuri Kepala Hitam (Lorius lori) 2
4. Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) 1
5. Elang Ular Bido (Spilornis cheela) 1
6. Merak Hijau (Pavo muticus) 2
7. Elang Bondol (Haliastur indus) 1
8. Elang Laut Dada Putih (Haliaeetus leucogaster) 2
9. Alap-alap jambul (Accipiter trivirgatus) 1
10 Elang Paria (Milvus migrans) 1
Mamalia
11. Kukang (Nycticebus coucang) 3
Primata
12. Owa Jawa (Hylobates moloch) 1
13. Lutung Jawa (Trachypithecus auranus) 1
14. Siamang (Symphalangus syndactylus) 1
Jumlah 21
BULETIN MACAN TUTUL EDISI 4 EDIT.PDF, Flat 6 of 14 - Pages: 6, 23, 07/29/18 04:42 PM
Cyan Magenta Yellow Black
19
Berdasarkan Undang-undang Nomor : 5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
pada Bab V pasal 21 ayat 2 huruf (a)
dijelaskan bahwa setiap orang dilarang
untuk: menangkap, melukai, membunuh,
menyimpan, memiliki, memelihara,
mengangkut, dan memperniagakan
satwa yang dilindungi dalam keadaan
hidup; dan pada huruf (b) setiap orang
dilarang untuk: menyimpan, memiliki,
m e m e l i h a r a , m e n g a n g k u t , d a n
memperniagakan satwa yang dilindungi
dalam keadaan mati.
Sedangkan pada Bab V Pasal 24
d i j e l a s k a n : ( 1 ) A p a b i l a t e r j a d i
pe langgaran te rhadap la rangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21,
tumbuhan dan satwa tersebut dirampas
untuk negara, (2) Jenis tumbuhan dan
satwa yang dilindungi atau bagian-
bagiannya yang dirampas untuk negara
dikembal ikan ke habi tatnya atau
diserahkan kepada lembaga-lembaga
yang bergerak di bidang konservasi
tumbuhan dari satwa, kecuali apabila
keadaannya sudah tidak memungkinkan
untuk dimanfaatkan sehingga dinilai lebih
baik dimusnahkan.
Selain mengacu kepada UU
tersebut diatas, dalam menjalankan
tugas dan fungsinya, Balai Besar KSDA
Jawa Barat mengacu kepada Peraturan
M e n t e r i L i n g k u n g a n H i d u p d a n
Kehutanan Republik Indonesia nomor:
P.8/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis Konservasi Sumber Daya Alam,
dimana salah satu fungsi dari Balai Besar
KSDA Jawa Barat adalah pengawasan
dan pengendalian peredaran tumbuhan
dan satwa liar;
Untuk mengoptimalkan fungsi
tersebut diatas, maka sejak awal tahun
2017 telah dibentuk Tim Gugus Tugas
Evakuasi dan Penyelamatan Tumbuhan
dan Satwa Liar Lingkup Balai Besar
Konservasi Sumber Daya Alam Jawa
Barat. Keberadaan Tim Gugus Tugas ini
berdampak cukup signifikan, yaitu
terbukti sebanyak 953 ekor satwa dapat
dikembalikan kepada negara selama
kurun waktu tahun 2017.
Sedangkan untuk kurun waktu semester I
tahun 2018 (Januari s/d Juni 2018),
sebanyak 190 ekor satwa dapat
dikembalikan kepada Negara. Banyak
cerita unik yang menyertai kegiatan
penertiban peredaran tumbuhan dan
satwa selama kurun waktu tersebut.
Dari 190 ekor satwa yang
diserahkan, jika dibagi berdasarkan kelas
satwa, maka satwa-satwa tersebut terdiri
dari: kelompok kelas Aves sebanyak 126
ekor, kelas mamalia sebanyak 30 ekor,
kelas primata sebanyak 12 ekor, kelas
reptil sebanyak 21 ekor, dan kelas
mollusca sebanyak 1 ekor yang berasal
dari penyerahan masyarakat sebanayk
78 orang.
Satwa-satwa Liar pun Kembali Ke Pangkuan Negara (Hasil Penertiban Kepemilikan TSL Semester I Tahun 2018)
Oleh : Agus Komarudin (Kasubbag Data, Evlap dan Kehumasan)
4
Siapa yang tak gemas melihat bayi
orangutan? Gerak-gerik dan tingkah
laku bayi orangutan yang amat lucu
dan menggemaskan sering membuat
kita tak tahan ingin memeliharanya di
rumah, apalagi bayi orangutan mirip
seperti bayi manusia yang bisa
didandanin dan diajak main. Demikian
juga dengan primata lainnya seperti
owa, lutung, surili, monyet, kukang.
Ada juga satwa liar yang enak
untuk dipandang karena keindahan
bulu atau kegagahannya badannya.
Sebut saja burung merak hijau yang
memiliki kepakan ekor yang indah
mengembang seakan memamerkan
“akulah satwa cantik dengan bulu
terindah”. Atau burung jalak bali
dengan warna bulu yang putih bersih
dengan pelupuk matanya yang biru
tua. Demikian pula dengan burung
cendrawasih yang memiliki berbagai
bulu yang indah sehingga mendapat
julukan “birds of paradise”. Jangan
dilupakan juga berbagai jenis burung
elang yang gagah dengan paruh
bengkoknya dan sorot mata yang tajam
serta cengkaraman kukunya yang kuat
seh ingga membuat o rang bangga
memeliharanya.
Uraian di atas memberikan sedikit
gambaran tentang latar belakang mengapa
kemudian masyarakat senang memelihara
berbagai jenis satwa liar. Di Indonesia,
minat masyarakat dalam memelihara satwa
liar yang dianggap eksotis seperti jenis-jenis
di atas masih tinggi, bahkan dianggap
sebagai sebuah kebanggaan.
Namun disayangkan, untuk memenuhi
“syahwat” tersebut sebagian besar
masyarakat mendapatkan satwa-satwa liar
tersebut secara illegal, antara lain melalui
jual beli secara illegal baik secara langsung
maupun secara onl ine; pember ian
/cinderamata tanpa dokumen yang sah;
serta perburuan liar.
Dibalik keindahan atau kegagahan
s a t w a l i a r y a n g b i s a m e m b u a t
pemeliharanya bangga, ternyata ada
bahaya atau resiko yang mengancam
terutama jika satwa liar yang dipelihara
adalah mamalia atau primata. Setidaknya
terdapat 5 (lima) bahaya atau resiko yang
akan terjadi jika kita memelihara satwa liar
sebagai berikut.
1. Membahayakan diri
Memelihara satwa liar yang termasuk
ke dalam kelompok hewan buas
memiliki resiko yang cukup tinggi.
Meskipun sudah dipelihara dan
dianggap sudah jinak, satwa liar pada
umumnya masih memiliki naluri
Berbahaya, Memelihara Satwa Liar di Rumah!!! Oleh : Agus Komarudin (Kasubbag Data, Evlap dan Kehumasan)
BULETIN MACAN TUTUL EDISI 4 EDIT.PDF, Flat 7 of 14 - Pages: 22, 7, 07/29/18 04:42 PM
Cyan Magenta Yellow Black
5
sebagai hewan buas.
Seper t i hewan buas la innya,
harimau yang dianggap jinak dan
gagah bisa saja sewaktu-waktu
menjadi agresif dan menerkam kita;
buaya yang dianggap jinak juga bisa
saja sewaktu-waktu menjadi agresif
dan menggigit kita; ular yang
dianggap jinak dan lucu juga bisa
saja sewaktu-waktu menjadi agresif
dan mencakar serta menggigit kita;
atau lutung yang dianggap jinak dan
cantik juga bisa saja sewaktu-waktu
menjadi agresif dan melilit serta
mematuk kita.
Sifat satwa liar yang sulit ditebak dan
dapat berubah karena kondisi cuaca
ataupun siklus hidup satwa liar itu
sendiri ataupun dari perlakuan
pemilik dapat mengakibatkan sifat
liar/buas dari satwa itu secara tiba-
tiba muncul dan membahayakan
pemiliknya. Sudah banyak kejadian
sa twa l i a r yang sudah lama
dipelihara tiba-tiba menyerang
pemiliknya.
2. Menyebarkan penyakit atau
zoonosis
Zoonosis atau penyakit yang dapat
menular dari hewan ke manusia atau
sebaliknya, juga menjadi alasan
m e n g a p a k i t a t i d a k b o l e h
memelihara satwa liar. Organisasi
K e s e h a t a n H e w a n D u n i a
menyatakan bahwa 75% penyakit
baru yang mempengaruhi manusia
disebabkan oleh patogen yang
berasal dari hewan dan produk
hewan. Satwa liar sangatlah mudah
stress ketika terjadi perubahan
habitat, misalnya ketika dipelihara di
rumah dengan perlakuan yang tidak
sesua i dengan t i ngkah l aku
alaminya.
Stress di satwa akan menyebabkan
pelemahan sistem kekebalan,
s e h i n g g a p a t o g e n a t a u
mikroorganisme penyebab penyakit
yang sebenarnya sudah berdiam di
dalam tubuh satwa liar akan mudah
bereplikasi atau memperbanyak diri.
Berikutnya, akan terjadi penyebaran
patogen tersebut ke seluruh tubuh
dan akan dapat menyebarkan atau
menularkan patogen ke lingkungan.
Jika patogen ini mempunyai sifat
yang bisa menular ke manusia,
maka penyakit yang bersumber dari
hewan akan muncul di manusia.
Ya n g d i k h a w a t i r k a n a d a l a h
terjadinya wabah. Jika terjadi wabah,
maka kerugian-kerugian akan
muncul, karena untuk menangani
wabah membutuhkan waktu dan
biaya yang tidak sedikit.
Jenis zoonosis atau penyakit yang
dapat menular dari hewan ke
manusia atau sebaliknya, antara lain
hepatitis, tuberculosa (TBC), rabies,
cacing, toxoplasmosis, psitacosis,
salmonellosis, leptospirosis, dan
herpes.
3. Terganggunya Keseimbangan
Ekosistem dan Punahnya Satwa
Liar
Akhir-akhir ini peredaran illegal
18
Jawa Barat telah meringankan BBKSDA
Jawa Barat dalam menjalankan tugas
pengawasan peredaran tumbuhan dan
satwa liar. Dengan memanfaatkan
teknologi kekinian, media sosial dapat
berperan sebagai perpanjangan tangan
institusi untuk mensosialisasikan tugas,
peran dan fungsi institusi dalam capaian
kinerja yang substantif karena media
sosial mampu menjangkau masyakarat
luas.
BULETIN MACAN TUTUL EDISI 4 EDIT.PDF, Flat 8 of 14 - Pages: 8, 21, 07/29/18 04:42 PM
Cyan Magenta Yellow Black
17
Penggunaan berbagai media
komunikasi sebagai sarana pengaduan
masyarakat ini, dimaksudkan sebagai
cara bagaimana Balai Besar KSDA Jawa
Barat dalam merangkul berbagai lapisan
atau golongan masyarakat untuk peduli
dan berperan serta dalam Konservasi
Tumbuhan dan Satwa Liar, sesuai tren
komunikasi dari golongan masyarakat
tersebut.
Selain itu, penggunaan berbagai
media komunikasi ini juga dalam upaya
mengimbangi perkembangan teknologi
komunikasi sehingga informasi yang
diterima oleh masyarakat pun lebih
merata pada berbagai go longan
masyarakat sesuai dengan media
komunikasi yang mereka gunakan. Hal
yang tidak kalah pentingnya dalam
penggunaan berbagai media komunikasi
ini adalah sebagai upaya mengimbangi
modus operandi yang digunakan oleh
para pelaku illegal trading TSL yang
Dilindungi Undang-undang, dimana
mereka sudah menggunakan media
online antara lain: Facebook, Twitter dan
Instagram.
Media komunikasi yang paling
banyak digunakan oleh masyarakat
untuk menyampaikan pengaduan adalah
Facebook, Whatsapp dan Twitter, media
ini dipilih karena dapat menampilkan
secara visual dari obyek yang dilaporkan
sehingga komunikasi pun bisa lebih
interaktif.
Untuk mendukung/menindaklanjuti
terhadap pengaduan masyarakat
tersebut, maka Balai Besar KSDA Jawa
Barat membentuk Tim Gugus Tugas
Evakuasi dan Penyelamatan Tumbuhan
dan Satwa Liar di masing – masing
Bidang KSDA Wilayah dan Seksi
Konservasi Wilayah dengan tujuan dapat
memberikan respon/tanggapan yang
cepat atas pengaduan tersebut sejalan
dengan predikat Quick response.
Pengaduan layanan melalui
media sosial memang terlihat praktis dan
mudah akan tetapi bukan berarti tanpa
kendala, terutama terkait pengaduan
peredaran tumbuhan dan satwa liar
secara illegal, dimana masyarakat yang
melaporkan tidak memberikan data yang
lengkap sehingga merepotkan petugas
BBKSDA Jabar dalam melakukan
pelacakan laporan tersebut.
Pembuatan layanan pengaduan
dengan memanfaatkan berbagai media
komunikasi ini telah membuahkan hasil
yang signifikan yaitu untuk periode bulan
Januari s/d Juni 2018 telah diserahkan
sebanyak 190 ekor satwa.
Penyerahan satwa d iatas,
sebagian besar bersumber dari adanya
i n f o r m a s i / l a p o r a n p e n g a d u a n
masyarakat melalui Layanan Pengaduan
Quick response yang selanjutnya
ditindaklanjuti oleh Tim Gugus Tugas
Evakuasi dan Penyelamatan Tumbuhan
dan Satwa Liar. Data penyerahan satwa
tersebut diatas membuktikan bahwa
masyarakat sudah mulai berperan aktif
dalam pengawasan peredaran tumbuhan
dan satwa liar. Sehingga keberadaan
layanan pengaduan pada setiap media
sosial yang dimiliki Balai Besar KSDA
6
satwa liar untuk dipelihara semakin
meningkat. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya komunitas perdagangan
satwa secara on-line melalui media
sosial. Belum lagi perdagangan
yang masih di lakukan secara
tradisional di pasar-pasar burung.
A s a l - u s u l s a t w a y a n g
diperdagangkan secara i l legal
tersebut patut diduga bersumber dari
hasil perburuan liar dari alam karena
untuk jenis-jenis satwa liar tertentu
belum ada penangkaran resmi
( b e r i z i n ) y a n g b e r h a s i l
menangkarkannya.
Satwa l iar memil ik i perannya
masing-masing dalam menjaga
keseimbangan ekosistem. Ada yang
menjadi top predator dalam rantai
ekosistem seperti Harimau, Macan
Tutul, Buaya, Beruang, atau Elang.
Ada juga satwa penyebar biji-biji
tanaman seperti burung dan primate.
Ada juga penyeimbang hama dan
penyakit seperti ular, burung, dan
kukang. Di samping itu semua,
masih banyak jenis lainnya yang
mempunyai peran penting di alam.
Jika jumlah atau jenis satwa di alam
terus berkurang, maka dengan
s e n d i r i n y a a k a n m e m b u a t
keseimbangan ekosistem menjadi
terganggu, terutama berkaitan
dengan rantai dan jaring-jaring
makanan. Kondisi tersebut dapat
mengak iba tkan penambahan
populasi suatu jenis satwa secara
tidak terkendali sehingga berpotensi
menjadi hama yang mengganggu
manusia.
4. Melanggar hukum
Memel iha ra sa twa l i a r yang
dilindungi Undang-undang tanpa izin
sebagaimana diatur dalam pada
Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1 9 9 0 t e n t a n g K o n s e r v a s i
S u m b e r d a y a A l a m d a n
Ekosistemnya junto Peraturan
Pemerintah Nomor 7 tahun 1999
t e n t a n g P e n g a w e t a n J e n i s
Tumbuhan dan Satwa adalah
tindakan melanggar hukum dan
dapat dikenakan sanksi pidana
berupa penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
5. Mengekang Kebebasan Satwa
Liar
Layaknya manusia, satwa liar pun
sebagai mahkhluk ciptaan Tuhan
mempunyai keinginan menjalani
kehidupan secara alami sesuai
kodratnya sebagai satwa liar yang
b iasa h idup d i hu tan/hab i ta t
alaminya.
Dalam beberapa kejadian, kita
sering menyaksikan atau membaca
b a h w a d a l a m p e n e r t i b a n
kepemilikan/pemeliharaan illegal
satwa liar yang dilindungi undang-
undang, pihak Pemerintah (BKSDA)
harus “menjelaskan mati-matian”
kepada pemilik satwa liar mengenai
resiko memelihara satwa liar. Selain
resiko dari aspek hukum serta
aspek-aspek lainnya seperti telah
BULETIN MACAN TUTUL EDISI 4 EDIT.PDF, Flat 9 of 14 - Pages: 20, 9, 07/29/18 04:42 PM
Cyan Magenta Yellow Black
7
dijelaskan sebelumnya, aspek
kese jah te raan sa twa j uga
menjadi aspek penting lainnya
yang d isampa ikan kepada
masyarakat. Namun demikian,
mereka berkilah bahwa satwa
tersebut sangat mereka sayangi
d a n s u d a h h i d u p n y a m a n
bersamanya. Makanan dan
m i n u m a n s e l a l u m e r e k a
perhatikan dengan makanan
yang terkadang bukan makanan
alami satwa, kandang pun bagus
dari stainless dan berukir indah.
Namun, apakah ada yang bisa
menjamin bahwa satwa merasa
h i d u p n y a m a n d a n b i s a
mengekspresikan sifat liarnya,
b i s a b e r k e m b a n g b i a k .
Mungkinkah mereka pernah
berkeinginan untuk hidup bebas
di alam liar, berinteraksi dengan
kelompoknya, bebas mencari
makan secara alami, karena
satwa liar “tidak bisa berbicara”.
Konsep “Lima Kebebasan” (Five
o f F r e e d o m ) s a t w a y a n g
dicetuskan oleh Inggris sejak
tahun 1992 yang harus menjadi
perhatian dan pertimbangan bagi
para pemelihara satwa liar, yaitu :
1. Bebas dari rasa lapar dan haus
2. Bebas dari rasa tidak nyaman
3. Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit
4. Bebas mengekspres ikan perilaku normal
5. Bebas dari rasa stress dan tertekan.
Para pemelihara satwa banyak yang
belum menyadari bahwa satwa liar
perlu menyalurkan hasrat “seksnya”
untuk berkembang biak sehingga perlu
pasangan (tidak mungkin dipelihara
hanya seekor); menyalurkan perilaku
n o r m a l a l a m i n y a s e h i n g g a
membutuhkan ruang yang cukup untuk
terbang bagi burung; serta memanjat
untuk primata.
Banyak pemelihara satwa merasa
sudah memperhatikan dan menyayangi
satwa liar peliharaannya, dengan
member ikan pakan yang enak,
kandang yang bagus, pemeriksaan
rutin dari dokter hewan. Akan tetapi, itu
saja tidak cukup karena jika salah satu
dari lima konsep kesejahteraan satwa
tersebut tidak terpenuhi, berarti kita
telah “Mengekang Kebebasan Satwa
Liar”.
Itulah, setidaknya 5 (lima) resiko yang akan
timbul sebagai akibat dari memelihara satwa
liar di rumah secara illegal. Jika anda peduli
terhadap mereka, lebih baik membiarkan
mereka h idup d i a lam l i a r, bebas
berkembang biak sehingga keseimbangan
alam ini akan terjaga.
Masih maukah memelihara satwa liar di
rumah ???
Sumber bacaan :
https://www.kompasiana.com, https://www.profauna.net,
http://fkh.ipb.ac.id, https://www.smallcrab.com/
16
Dengan keragaman hayati dan tingkat endemisitas yang tinggi, Indonesia dijuluki sebagai negara Mega Biodiversity kedua di dunia setelah Brazil. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat k e r a g a m a n d i a n t a r a n y a k a r e n a Indonesia memiliki belasan ribu pulau dengan berbagai endemisitas yang dimiliki setiap pulau tersebut.
K e m i s k i n a n d a n h e d o n i s m e
(kesenangan) menjadi pemicu utama dari
eksploitasi sumber daya genetik. Sebut
sa ja perdagangan Kukang jawa,
berbagai jenis Elang, dan jenis satwa
di l indungi lainnya yang berstatus
terancam punah salah satu pemicunya
karena tuntutan ekonomi. Penjual
b i a s a n y a s e l a l u b e r d a l i h t i d a k
mengetahui bahwa satwa dagangannya
merupakan satwa yang dilindungi.
Berbeda dengan si penjual, si
pembeli yang ingin memelihara satwa
langka yang digolongkan sebagai barang
superior ini biasanya dilatarbelakangi
t ingkat pendapatan yang t ingg i ,
mengutamakan gaya hidup, gengsi dan
hobi atau biasa disebut dengan kaum
hedonis. Bagi kaum ini memiliki satwa
langka dalam keadaan hidup maupun
mati dianggap memiliki kebanggan dan
nilai gengsi tersendiri, merasa lebih
diakui di mata masyarakat sekitarnya.
Sebagai pengelola kawasan
konservasi baik in situ maupun eks situ,
Balai Besar KSDA Jawa Barat tidak
tinggal diam dan menunggu, berbagai
upaya dilakukan dalam mencegah,
memberantas, dan menyelesaikan
berbagai issue konservasi. Selain
permasalahan konservasi in situ (di
d a l a m k a w a s a n k o n s e r v a s i ) ,
permasalahan konservasi eks situ (di luar
kawasan konservasi) yang marak terjadi
di berbagai wi layah di Indonesia
diantaranya kepemilikan satwa liar yang
Dilindungi Undang-undang secara illegal.
Untuk mengurangi laju perkembangan
issue tersebut Balai Besar KSDA Jawa
Barat melakukan berbagai upaya, salah
satunya dengan pembentukan Layanan
Pengaduanquick response di lingkup
wilayah kerja Balai Besar KSDA Jawa
Barat.
Quick response ini merupakan
sarana yang menampung set iap
p e n g a d u a n m a s y a r a k a t a t a s
perdagangan tumbuhan dan satwa liar
yang d i l indungi Undang-undang,
perburuan satwa liar yang Dilindungi
Undang-undang, gangguan kawasan
konservasi, kebakaran hutan dan lahan
s e r t a k o n fl i k s a t w a l i a r. U n t u k
memudahkan masyarakat da lam
melakukan pengaduan, maka Balai
Besar KSDA Jawa Barat mencoba
m e m a n f a a t k a n b e r b a g a i m e d i a
komunikasi yang ada, baik melalui
jaringan telepon, faximile dan email
ataupun melalui media sosial seperti
Facebook, Whatsapp, Twitter dan
Instagram serta Youtube.
BBKSDA Jabar Manfaatkan Media Sosial Sebagai Layanan Pengaduan Masyarakat
Oleh : Vitri Ludiana H. (Analis Data Kehumasan)
BULETIN MACAN TUTUL EDISI 4 EDIT.PDF, Flat 10 of 14 - Pages: 10, 19, 07/29/18 04:42 PM
Cyan Magenta Yellow Black
15
Berdasarkan hasil penelitian di
TBMK Sumedang, Jawa Barat, dapat
disimpulkan beberapa hal sebagia
berikut.
a) Kepadatan populasi Lutung Jawa di
TBMK Sumedang, Jawa Barat 2adalah 11 ind/ km
b) Struktur kelompok Lutung
Jawa di TBMK Sumedang,
Jawa Barat terdiri dari 2-6
individu dewasa, 0-5 individu
muda, 1-5 individu anak-
anak. Struktur kelompok ini
merupakan struktur umur
reproduktif, ditandai dengan
populasi yang sebagian
besar anggotanya adalah
individu-indivu berumur
sama dengan umur ra ta- ra ta
populasi. Dengan demikian, populasi
ini memiliki pembagian umur yang
lebih merata, sehingga populasi
dikatakan dalam kondisi mantap.
8
B e r b i c a r a t e n t a n g
k e s e j a h t e r a a n s a t w a
(Animal Welfare), t idak
hanya sekadar berbicara
pemenuhan kebutuhan fisik
a t a u k e t i a d a a n
luka/penyakit pada satwa,
meskipun fungsi fisik dan
kondisi keseluruhan satwa
adalah aspek penting dalam
k e s e j a h t e r a a n s a t w a .
Kesejahteraan suatu satwa
bisa saja dikatakan buruk walaupun
secara kasat mata tidak terdapat
masalah fisik yang nyata dalam tubuh
satwa. Sebagai contoh, jika satwa berada
dalam keadaan takut, bosan, frustasi,
cemas atau menderita stress kronis,
mereka mungkin secara fisik nampak
“normal” tetapi sebenarnya mereka tidak
berada dalam keadaaan sejahtera.
Secara umum, satwa yang
ditempatkan dalam kandang yang tidak
memenuhi syarat, akan memperlihatkan
penurunan tingkat interaksi dengan
lingkungan mereka. Hal ini dapat
diekspresikan dalam berbagai macam
perilaku seperti ketika mereka duduk,
berbaring atau memperbanyak tidur,
reaksi yang berlebihan terhadap hal baru
a t a u p e n i n g k a t a n p e r i l a k u
stereotip/abnormal (seperti bergoyang-
goyang, mondar-mandir, menggeleng-
gelengkan kepala, atau mempermainkan
lidah). Dalam upaya mengurangi frustasi,
kebosanan, dan penyebab stress
lainnya, secara perlahan
satwa akan menjauh dari
lingkungannya dan menjadi
tidak aktif, hanya duduk-
duduk, berbaring atau tidur
dalam waktu yang lama
s e c a r a t i d a k n o r m a l .
Beberapa satwa mulai
menun jukkan per i l aku
s t e r e o t i p , m e l a k u k a n
keg ia tan secara te rus
menerus/lama, obsesif,
berulang-ulang dengan tujuan yang tidak
berbeda dengan perilakunya di alam.
H a l - h a l t e r s e b u t b i a s a n y a
mengindikasikan kesejahteraan satwa
yang kurang.
Memenuhi segala kebutuhan
a lami satwa l iar da lam kandang
m e r u p a k a n h a l p e n t i n g b a g i
kesejahteraan satwa, akan tetapi hal ini
sering dilupakan atau diabaikan oleh
pemilik satwa. Semua satwa yang
dipelihara dalam kandang harus mampu
berperilaku layaknya satwa tersebut
hidup di alam.
Ÿ Pengertian Kesejahteraan Satwa
Terdapat berbagai pengertian
tentang apa itu kesejahteraan satwa,
namun secara sederhana kesejahteraan
satwa (animal welfare) adalah keadaan
fisik dan psikologis yang sehat dan
sejahtera bagi satwa-satwa yang
berinteraksi dengan manusia. Menurut
Organisasi Kesehatan Hewan Dunia
(OIE), kesejahteraan satwa adalah
Mengenal 5 Prinsip Kesejahteraan Satwa Oleh : Agus Komarudin (Kasubbag Data, Evlap dan Kehumasan)
BULETIN MACAN TUTUL EDISI 4 EDIT.PDF, Flat 11 of 14 - Pages: 18, 11, 07/29/18 04:42 PM
Cyan Magenta Yellow Black
9
bagaimana hewan mengatasi kondisi
lingkungannya. Sedangkan UU No.
18/2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan mendefinisikan
kesejahteraan satwa sebagai segala
urusan yang berhubungan dengan
keadaan fisik dan mental hewan menurut
ukuran perilaku alami hewan yang perlu
di terapkan dan di tegakkan untuk
melindungi hewan dari perlakuan setiap
orang yang tidak layak terhadap hewan
yang dimanfaatkan manusia.
S e d a n g k a n b e r d a s a r k a n
P e r a t u r a n D i r e k t u r J e n d e r a l
Perlindungan Hutan dan Konservasi
Alam Nomor P.9/IV-SET/2011 tentang
Pedoman Etika dan Kesejahteraan
Satwa di Lembaga Konservasi pada Bab I
Pasal 1 dijelaskan bahwa kesejahteraan
satwa (hewan) adalah keberlangsungan
hidup satwa yang perlu diperhatikan oleh
pengelola agar satwa hidup sehat, cukup
pakan, dapat mengekspresikan perilaku
normal, serta tumbuh dan berkembang
biak dengan baik dalam lingkungan yang
aman dan nyaman.
Berdasarkan definisi tersebut di
atas, jelas sekali bahwa kesejahteraan
satwa bukan hanya memastikan tidak
a d a n y a p e n y i k s a a n fi s i k y a n g
menyebabkan rasa sakit pada satwa,
melainkan juga mencakup upaya kita
untuk memast ikan bahwa secara
psikologis dan fisik satwa tersebut dapat
memenuhi kebutuhan alaminya. Dari
definisi di atas jelaslah bahwa yang
menjadi sasaran animal welfare adalah
satwa yang dimanfaatkan oleh manusia
atau dengan kata lain satwa yang
berinteraksi dengan manusia, bukan
yang hidup bebas di alam. Mengapa?
K a r e n a b a g i s a t w a - s a t w a y a n g
dimanfaatkan dan berinteraksi dengan
manusia, intervensi manusia menjadi
sangat penting dalam mempengaruhi
kondisi dan kelangsungan hidup hewan
tersebut. Sedangkan satwa yang sudah
hidup bebas di alam, biarkanlah hidup
secara bebas karena ia akan mampu
memenuhi segala kebutuhan fisik dan
psikologisnya dengan nalurinya sendiri.
Dalam prinsip kesejahteraan
satwa, semua orang didorong untuk
menumbuhkan empati terhadap hewan
dan mengembangkan sikap menghargai
hewan. Jika masyarakat memahami
perasaan diri sendiri dan perasaan orang
lain, mereka bisa memahami juga
bagaimana binatang harus diperlakukan.
Kesejahteraan satwa mengukur baik
kesenangan maupun keseha tan
binatang.
Selanjutnya, para aktivis kesejahteraan
satwa mengajarkan bahwa satwa
memil iki perasaan sepert i halnya
manusia. Misalnya perasaan seperti
kebosanan, stres, kesenangan, dan
penderitaan. Setiap jenis satwa liar harus
dibiarkan hidup bebas di alam atau hidup
yang berkualitas di lingkungan yang
disesuaikan dengan pola perilaku,
kebutuhan, serta karakteristik habitat
alamnya di kandang.
Ÿ 5 Prinsip Kesejahteraan Satwa
Prinsip “Lima Kebebasan” (Five of
Freedom) yang dicetuskan oleh Inggris
(Rahmi, Rizaldi, & Novarino, 2013).
Data yang diperoleh dari hasil
pengamatan di lapangan, ditabulasi, dan
selanjutnya diolah, sebagaimana
diadaptasi dari Rahmi dkk. (2013):
1) Kepadatan Popu las i : dengan
menghitung kepadatan individu 2Lutung Jawa/km
2) Struktur Kelompok:
a) Menghitung ukuran kelompok
( j u m l a h i n d i v i d u d a l a m
kelompok) dari seluruh kelompok
Lutung Jawa yang terdeteksi;
b) Mengidentifikasi jumlah individu
berdasarkan kelas umur (bayi,
anak, muda, dewasa, tua);
c) M e n g h i t u n g k e p a d a t a n 2kelompok Lutung Jawa/km ;
d) Menghitung luas daerah jelajah 2kelompok Lutung Jawa/km .
Beberapa parameter pengamatan yang
dicatat antara lain panjang jalur yang
ditempuh (meter), jarak langsung antara
observer dan primata (meter) sebagai
lebar jalur, jarak antar transek, jumlah
individu primata yang terlihat, waktu
pertemuan, lokasi satwa primata pada
jalur pengamatan, dan komposisi umur
(Tobing, 2008).
Menurut Vogt (2003) luas daerah
jelajah Lutung Jawa adalah 14 ha atau
setara dengan 0,14 km2 per hari. Dalam
waktu yang sedikit bersamaan rata-rata
kelompok bertumpang tindih dan jarak
hariannya bervariasi sekitar 540-740 m,
terutama pada habitat yang rusak. Akan
tetapi seperti ditampilkan dalam peta
penelitian, tidak terlihat daerah jelajah
lutung jawa yang tumpang tindih di
TBMK. Hal ini memberi tanda bahwa
habitat lutung jawa di TBMK belum terlalu
rusak. Dimana Lutung Jawa dapat
mencar i sumber pakannya pada
pergerakan daerah jelajah masing-
masing tiap kelompok.
Jumlah individu lutung jawa rata-
rata yang diamati di TBMK, yaitu tujuh
individu per kelompok. Daerah seluas
23,4 Ha mampu menampung tujuh
kelompok lutung jawa dengan jumlah
total 50 individu.
D a p a t d i s i m p u l k a n b a h w a
populasi lutung jawa di TBMK tidak padat.
Ukuran kelompok (group size) lutung
jawa yang ditemukan selama penelitian di
TBMK adalah 4, 5, 7, 12, dan 13 individu
per kelompok. Hal ini mendukung dugaan
bahwa lutung jawa hidup membentuk
keluarga dengan diikuti beberapa anak
yang sudah mandiri (Supriatna dan
Wahyono, 2000). Ciri-ciri mandiri adalah
sudah bisa melakukan aktivitasnya
sendiri seperti tidak selalu berada dalam
gendongan lutung jawa dewasa dalam
setiap perpindahan dan sudah bisa
mencari makan sendiri.
Dari ketujuh kelompok yang
dijumpai selama pengamatan tidak
satupun kelompok yang memiliki bayi.
Ha l i n i d i sebabkan lu tung jawa
memberikan kelahiran tunggal pada
keturunannya dan jenis in i t idak
ditemukan mempunyai musim lahir
d e n g a n k e l a h i r a n t e r j a d i p a d a
keseluruhan tahun.
14
BULETIN MACAN TUTUL EDISI 4 EDIT.PDF, Flat 12 of 14 - Pages: 12, 17, 07/29/18 04:42 PM
Cyan Magenta Yellow Black
13
kekayaan hayati fauna yang eksotis dan
unik di Indonesia serta berperan penting
dalam fungsi ekologis suatu ekosistem.
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif, dengan teknik pengamatan
yang fokus pada tempat di mana objek
hewan berada dengan memaparkan
karakter dari masing-masing umur
individu dalam kelompok. Kepadatan
popu las i yang d igunakan un tuk
penghitungan/pendugaan populasi
d i d a p a t k a n d e n g a n m e l a k u k a n
pengamatan di areal contoh berupa jalur
( t ransek) yang sudah di tentukan
sebelumnya yang biasa disebut line
transects method. Jumlah dan panjang
tidaklah begitu penting karena data yang
akan dicari adalah kepadatan. Jarak
antar jalur/transek ditetapkan dengan
pertimbangan bahwa lutung jawa yang
terdeteksi dari suatu jalur tidak akan
terdeteksi dari jalur lainnya (yang
b e r d e k a t a n ) d a l a m w a k t u y a n g
bersamaan, jika pengamatan dilakukan
secara bersamaan oleh 2 pengamat di
dua jalur. Dengan demikian, akan
terhindar satu individu yang sama dalam
kelompok terhitung dua kali.
Metode jalur merupakan metode
yang paling umum dan paling sering
digunakan dalam menduga kepadatan
dan ukuran populasi suatu spesies
primata. Penerapan metode jalur
m e m p u n y a i b e b e r a p a v a r i a s i
berdasarkan penentuan lebar jalur
efektif. Dalam penelitian ini metode jalur
yang digunakan menggunakan “King's
method”. Dalam hal ini, lebar jalur
ditentukan berdasarkan jarak langsung
(D) antara observer dan primata target
(Tobing, 2008).
Pengambi lan data d imula i
dengan mencari hewan objek (lutung
jawa), kemudian mengikuti pergerakan
kelompoknya (jelajah). Pengamatan
d i lakukan dengan ber ja lan pada
kecepatan konstan (sekitar 0,5 km/jam)
menelusuri jalur (areal contoh) yang
sudah ditentukan sebelumnya dan
mencatat data-data yang diperlukan
tentang jalur. Dalam pengambilan data
terlebih dahulu mengetahui luas areal
y a n g i n g i n d i t e l i t i , k e m u d i a n
menggunakan teknik estimasi ukuran
populasi yang dapat dilakukan dengan
hanya mengamat i sebagian dar i
kawasan yang hendak diduga, namun
daerah contoh harus mewakili seluruh
kawasan (Tobing, 2008).
Pengamatan terhadap individu dan
kelompok Lutung Jawa dilakukan dengan
teropong binokuler, dimulai pada pagi
hari pukul 06.00 WIB sampai pukul 16.00
WIB. Setiap kelompok yang ditemukan,
posisi tempatnya ditentukan dengan
m e n g g u n a k a n k o o r d i n a t G P S .
Selanjutnya dilakukan penghitungan
jumlah individu dalam kelompok yaitu
jumlah individu dewasa, muda, anak-
a n a k d a n b a y i . P e n g u l a n g a n
pengamatan dilakukan 5 kali sampai
didapatkan data mengenai struktur
ke lompok, se te lah i tu d i lakukan
pengamatan terhadap kelompok lain
dengan cara yang sama dengan
pengamatan kelompok sebelumnya
10
sejak tahun 1992 dikenal sebagai
panduan umum menilai kesejahteraan
binatang/satwa. Lima Kebebasan
Binatang/Satwa (The Five Freedoms)
ditetapkan pada akhir 1960-an. Pada
periode itu, pemerintah Inggris Raya
m e n d i r i k a n k o m i s i u n t u k
m e n g i n v e s t a g a s i b a g a i m a n a
binatang/satwa diperlakukan di pertanian
setempat. Komisi itu menarik kesimpulan
bahwa ada kebutuhan untuk menetapkan
garis kebijaksanaan tentang bagaimana
binatang seharusnya diperlakukan.
Metode ini sudah dianggap sebagai
metode internasional, dan RSPCA (Royal
Society for the Prevention of Cruelty
Against Animals ) percaya bahwa
siapapun yang memil ik i b inatang
mempunyai tanggung jawab untuk
memberi satwa itu Lima Kebebasan ini.
B e r i k u t a d a l a h l i m a p r i n s i p
kesejahteraan satwa (Five Freedoms)
1. Bebas dari rasa haus dan lapar
(Freedom from hunger and thirst)
Prinsip pertama ini diartikan sebagai
kemudahan akses akan air minum
d a n m a k a n a n y a n g d a p a t
mempertahankan kesehatan dan
tenaga. Dalam hal ini adalah
penyediaan pakan yang sesuai
dengan spesies dan keseimbangan
gizi. Apabila keadaan ini gagal
d ipenuhi maka akan memicu
timbulnya penyakit dan penderitaan.
2. B e b a s d a r i r a s a
ketidaknyamanan/penyiksaan
fisik (Freedom from discomfort)
Prinsip kedua ini dapat diartikan
sebagai penyediaan lingkungan
yang layak dengan memperhatikan
kebutuhan satwa terhadap tempat
tinggal yang sesuai dengan jenis
satwa termasuk shelter, areal
istirahat yang nyaman, dan areal
bermain/beraktifitas.
Selain itu, faktor lingkungan yang
h a r u s d i p e r h a t i k a n m e l i p u t i
temperatur, kelembaban, ventilasi,
dan pencahayaan yang harus sesuai
dengan kondisi alamiah hewan yang
bersangkutan. Ukuran dan jenis
kandang haruslah mengikuti the
Guide for the Care and Use of
Laboratory Animals. Pada jenis-jenis
hewan yang hidupnya berkelompok
seperti primata, maka peneliti harus
memperhatikan sosialisasi dan
status hirarki di dalam suatu
kelompok.
Apabila keadaan ini gagal dipenuhi
m a k a a k a n m e n i m b u l k a n
penderitaan dan rasa sakit secara
mental yang akan berdampak pada
kondisi fisik dan psikologi hewan.
3. Bebas dari rasa sakit, cedera dan
penyakit (Freedom from pain, injury
and disease)
Prinsip yang ketiga ini berkaitan
dengan upaya pencegahan penyakit
atau diagnosa dan treatment yang
cepat, dan jika telah terkena maka
harus mendapatkan diagnosa dan
terapi yang tepat.
Kond is i i n i d ipenuh i me la lu i
penerapan pemeriksaan medis yang
r e g u l e r. A p a b i l a k o n d i s i i n i
BULETIN MACAN TUTUL EDISI 4 EDIT.PDF, Flat 13 of 14 - Pages: 16, 13, 07/29/18 04:42 PM
Cyan Magenta Yellow Black
11
terabaikan maka akan memicu
timbulnya penyakit dan ancaman
transmisi penyakit baik pada hewan
lain maupun manusia. Contohnya,
penyakit Hepatitis dan TBC pada
p r i m a t a y a n g d i p e l i h a r a /
direhabilitasi.
4. Bebas untuk mengekspesikan
perilaku alamiah (Freedom to
express normal behaviour)
Pengertian dari prinsip keempat ini
adalah penyediaan ruang yang
cukup, fasilitas yang tepat, dan
adanya teman dari jenis yang sama,
d a p a t d i u p a y a k a n m e l a l u i
penyediaan luasan kandang yang
cukup, kualitas kandang yang baik,
dan teman dari hewan yang sejenis
dengan memperhatikan sosialisasi,
tingkah-laku spesifik (misal cara
mengambil makan), serta program
pengayaan. Program pengayaan
ialah memberikan bentuk-bentuk
mainan, bahan atau alat yang dapat
digunakan oleh hewan di dalam
mengekspresikan tingkah-lakunya,
misal tempat berayun buat primata,
serutan kayu buat rodensia, dan lain
sebagainya.
Apabila keadaan ini tidak terpenuhi
maka akan muncu l pe r i l aku
abnormal seperti stereotip, dan
berakhir dengan gangguan fisik
lainnya.
5. Bebas dari ketakutan dan rasa
tertekan (Freedom from fear and
distress)
Prinsip yang terakhir ini bekaitan
dengan penyediaan kondisi dan
perlakuan yang dapat mencegah
p e n d e r i t a a n m e n t a l . S t r e s s
umumnya diartikan sebagai lawan
dar ipada se jahtera. Dis t ress
merupakan kondisi lanjutan dari
s t r ess yang mengak iba t kan
perubahan patologis. Lebih lanjut,
kondisi ini terlihat pada respon
perilaku seperti menghindar dari
stressor (seperti menghindar dari
temperatur dingin ke tempat yang
lebih hangat dan sebaliknya),
menunjukkan perilaku displacement
(seperti menunjukkan perilaku
display yang tidak relevan terhadap
situasi konflik di mana tidak ada
fungs i nya ta ) . Apab i la t i dak
ditangani akan muncul perilaku
s te reo t ip i k yang merupakan
gerakan pengulangan dan secara
relatif kelangsungan gerakan tidak
bervariasi dan tidak punya tujuan
jelas.
Setelah kita mengetahui prinsip-prinsip
kesejahteraan satwa yang diperlukan
oleh suatu individu atau kelompok satwa
sehingga dapat menjalani hidup layaknya
di alam bebas, masihkah kita akan
memenjarakan satwa dalam kandang
walaupun terbuat dari emas???
Sumber Bacaan :https://www.profauna.net, http://fkh.ipb.ac.id,
http://abahmandar.blogspot.com, http://www.isaw.or.id
Kawasan hutan Gunung Masigit dan
Kareumbi ditetapkan sebagai Taman
Buru (TB) berdasarkan Surat Keputusan
M e n t e r i P e r t a n i a n N o m o r
297/Kpts/Um/5/1976 tanggal 15 Mei
1976 dengan luas 12.420,70 Ha. Di
Taman Buru Masigit Kareumbi (TBMK)
Sumedang te rdapa t hu tan yang
heterogen dengan keanekaragaman
alam serta berbagai jenis satwa yang
hidup di dalamnya. Salah satu di
a n t a r a n y a a d a l a h l u t u n g j a w a
(Trachypithecus auratus mauritus).
Lutung jawa merupakan salah satu
monyet dari kelompok dunia lama yang
merupakan hewan endemik Indonesia
terutama di Pulau Jawa, Bali, Kalimantan,
dan Sumate ra . Hewan endemik
Indonesia adalah hewan-hewan yang
hanya ditemukan di Indonesia dan tidak
ditemukan di tempat lain (Supriatna &
Wahono, 2000).
Lutung jawa merupakan jenis
primata endemik Pulau Jawa dan Bali
yang kondisi populasi dan habitatnya
semakin terfragmentasi. Kehidupan
lutung jawa pun semakin terisolasi yang
disebabkan tingginya perambahan
hutan, tingkat perdagangan illegal, dan
perburuan liar terhadap lutung jawa.
Menurut red list IUCN tahun 2015, status
konservasi lutung jawa adalah rentan
(vulnerable) dan termasuk dalam daftar
apend i ks I I C ITES. Apend iks I I
merupakan daftar spesies yang tidak
terancam kepunahan dan berpeluang
terancam punah bila perdagangan terus
berlanjut tanpa adanya pengaturan
(Supriantna & Wahono, 2000).
Lutung Jawa di Indonesia merupakan
jenis primata yang dilindungi. Status
d i l i ndung i te rsebut berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan Nomor : 733/Kpts-II/1999
tentang Penetapan Lutung Jawa sebagai
satwa yang dilindungi. Salah satu
pertimbangan dalam penetapan status
di l indungi ini karena populasinya
m e n g a l a m i p e n u r u n a n d a n
keberadaannya di alam terancam punah.
Selain menjadi primata yang dilindungi,
lutung jawa juga menjadi bukti tingginya
12
Populasi dan Struktur Lutung Jawa (Trachypithecus auratus mauritus) di Taman Buru Masigit Kareumbi
Oleh : Dwi Hendra Kristianto (PEH Pelaksana Lanjutan)
BULETIN MACAN TUTUL EDISI 4 EDIT.PDF, Flat 14 of 14 - Pages: 14, 15, 07/29/18 04:42 PM
Cyan Magenta Yellow Black