Download - bahan skenario 4
DISUSUN OLEH :
Nama : Panthera Nur Kuncoro
Nim : 07.083 / IIIB
Pembimbing : ERFANDI S.Kep Ners
SALAH PERLAKUAN PADA LANSIA
Proses menua (aging) adalah proses alami yang dihadapi manusia. Dalam proses ini , tahap yang paling krusial adalah tahap lansia (lanjut usia). Dalam tahap ini, pada diri manusia secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum ( fisik) maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut usia. Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Efek-efek tersebut menentukan lansia dalam melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk, akan tetapi ciri-ciri usia lanjut cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk dari pada yang baik dan kepada kesengsaraan dari pada kebahagiaan, itulah sebabnya mengapa usia lanjut lebih rentan dari pada usia madya.
Ketika para lanjut usia bepergian idealnya memang perlu ditemani. Tapi terkadang hal ini tidak bisa dilakukan karena adanya berbagai hal. Untuk beberapa orang tua, melakukan kegiatan sendiri tanpa adanya bantuan akan membuat mereka merasa bangga karena tidak merepotkan orang lain, juga akan meningkatkan kepercayaan diri karena mereka merasa masih mampu melakukannya. Oleh karena itu dengan memberikan kebebasan beraktivitas kepada orang tua kita, mungkin hal ini dapat menjadi salah satu cara agar para lansia tetap sehat dan bermanfaat seperti keinginan mereka.
Masalah-masalah kesehatan atau penyakit fisik dan atau kesehatan jiwa yang sering timbul pada proses menua (lansia) diantara; Gangguan sirkulasi darah, gangguan metabolisme hormonal, gangguan pada persendian, dan berbagai macam neoplasma. Masalah sosial yang dihadapi lanjut usia (lansia) adalah bahwa keberadaan lansia sering dipersepsikan negatif oleh masyarakat luas. Kaum lansia sering dianggap tidak berdaya, sakit-sakitan, tidak produktif dan sebagainya. Tak jarang mereka diperlakukan sebagai beban keluarga, masyarakat, hingga Negara. Mereka seringkali tidak disukai serta sering dikucilkan di panti-panti jompo. Perubahan perilaku ke arah negatif ini justru akan mengancam keharmonisan
dalam kehidupan lansia atau bahkan sering menimbulkan masalah yang serius dalam kehidupannya.
Orang yang sudah lanjut usia seringkali mendapat perlakuan yang sebenarnya tidak mereka inginkan, misalnya selalu disuruh duduk saja. Mungkin para lansia itu akan berfikir, “ Mentang-mentang sudah tua, disuruh diam saja. Padahal kan aku ingin membantu juga”. Begitulah yang biasanya terjadi, yang muda merasa kasihan, sementara yang tua merasa kalau mereka masih sanggup melakukan sesuatu. Apa yang orang muda lakukan pada mereka yang sudah lansia seperti yang dikemukakan tersebut, sebenarnya suatu kesalahan (Bali Post, 2 Juni 2002). Sementara sumber data dari World Bank tahun 1994 (Kompas, 30 Mei 1996) membeberkan usia harapan hidup rata-rata penduduk Indonesia ditahun 1960 hanyalah 46 tahun, tetapi ditahun 1990 usia harapan hidup melonjak menjadi 59 tahun, sedangkan ditahun 1994 adalah 62 tahun. Lantas ditahun 2000 meningkat lagi menjadi minimal 70 tahun.
Perkiraan pada tahun 2005 nanti akan terjadi ledakan lansia di Indonesia, jumlah lansia akan mencapai 16,2 juta jiwa atau 7,4 % dari total penduduk yang berjumlah sekitar 216,6 juta jiwa.Memang datangnya masa tua tidak dapat ditentukan dengan pasti sesuai dengan kedudukannya sebagai suatu bagian yang tidak terpisah dari proses hidup seluruhnya sesuai pula dengan kenyataan bahwa semua berlaku menurut hukum alam yang berlaku. Hal ini dikuatkan dari hasil studi kasus yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa lansia merasa tidak nyaman saat kondisinya sedang drop (kesehatan menurun), lansia sering mengeluh tidak diperhatikan serta cenderung memperhatikan perilakunya seperti pola makan yang sangat diatur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Santoso (2000:56) bahwa dalam kehidupan lansia ternyata sebagian besar orang usia lanjut masih mampu mengisi hari-hari tuanya dengan berbagai kegiatan seperti kegiatan keagamaan, mengasuh cucu, memantau pekerjaan sehari-hari, membuat kerajinan seperti menyulam dan lain-lain. (Bali pots,2002)
Usia lanjut dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai oleh penderitaan berbagai dengan masa penyakit dan keudzuran serta kesadaran bahwa setiap orang akan mati, maka kecemasan akan kematian menjadi masalah psikologis yang penting pada lansia, khususnya lansia yang mengalami penyakit kronis. Pada orang lanjut usia biasanya memiliki kecenderungan penyakit kronis (menahun/berlangsung beberapa tahun) dan progresif (makin berat) sampai penderitanya mengalami kematian. Kenyataannya, proses penuaan dibarengi bersamaan dengan menurunnya daya tahan tubuh serta metabolisme sehingga menjadi rawan terhadap penyakit, tetapi banyak penyakit yang menyertai proses
ketuaan dewasa ini dapat dikontrol dan diobati. Masalah fisik dan psikologis sering ditemukan pada lanjut usia. Faktor psikologis diantaranya perasaan bosan, keletihan atau perasaan depresi (Nugroho, 1992 : 32).
Kecemasan akan kematian dapat berkaitan dengan datangnya kematian itu sendiri, dan dapat pula berkaitan dengan caranya kematian serta rasa sakit atau siksaan yang mungkin menyertai datangnya kematian, karena itu pemahaman dan pembahasan yang mendalam tentang kecemasan lansia penting untuk, khususnya lansia yang mengalami penyakit kronis, dalam menghadapi kematian menjadi penting untuk diteliti. Sebab kecemasan bisa menyerang siapa saja. Namun, ada spesifikasi bentuk kecemasan yang didasarkan pada usia individu. Umumnya, kecemasan ini merupakan suatu pikiran yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan kekhawatiran, rasa tidak tenang, dan perasaan yang tidak baik atau tidak enak yang tidak dapat dihindari oleh seseorang (Hurlock, 1990:91).
Disamping itu juga, ada beberapa faktor lain yang dapat menimbulkan kecemasan ini, salah satunya adalah situasi. Menurut Hurlock (1990:93) bahwa jika setiap situasi yang mengancam keberadaan organisme dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan dalam kadar terberat dirasakan sebagai akibat dari perubahan sosial yang sangat cepat. Hal ini sesuai dengan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti dengan salah seorang lansia yang sedang mengalami pengobatan rawat jalan karena terkena penyakit kronis di tempat kediamannya, seperti dituturkan oleh Azis salah seorang anak yang orang tuanya sedang menjalani terapi pasca pengobatan penyakit stroke di RSU Saiful Anwar Malang, bahwa“ia pasrah terhadap penyakit yang diderita oleh ibunya, berbagai usaha sudah kami lakukan sebagai anak agar ibu cepat sembuh walaupun tidak 75% sembuhnya. Tapi ibu juga agak rewel susah diatur dan kadang mintanya macem-macem, disuruh diam duduk disitu, ia malah kepengen jalan katanya gak betah tiduran aja”.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Casanah,2000:27) mengemukakan bahwa mungkin saja orang yang sudah lanjut usia seringkali mendapat perlakuan yang sebenarnya tidak mereka inginkan, misalnya selalu disuruh duduk saja. Mungkin para lansia itu akan berfikir, “ Mentang-mentang sudah tua, disuruh diam saja. Padahal kan aku ingin membantu juga .” Begitulah yang biasanya terjadi, yang muda merasa kasihan, sementara yang tua merasa kalau mereka masih sanggup melakukan sesuatu. Apa yang orang muda lakukan pada mereka yang sudah lansia seperti yang dikemukaan tersebut, sebenarnya suatu kesalahan. Keluhan-keluhan tersebut merupkan suatu cara yang memang seringkali dilakukan dan terjadi dikalangan lansia yang tujuannya adalah untuk
mendapatkan perhatian lebih dari orang-orang terdekatnya yang mungkin hal tersebut bagi si orang tua (lansia) terasa sangat jauh dari dirinya apalagi dalam bentuk perhatian terhadap kesehatan dirinya, seperti pola makan yang sangat diatur, dan lain sebagainya adalah merupakan hasil dari adanya kecemasan akan kondisi kesehatan fisiknya (lansia).
Terdapatnya beberapa penyakit sekaligus pada waktu yang sama, juga sering terjadi pada lansia dan inilah yang sering menimbulkan masalah dalam diagnostik sekaligus menimbukan kecemasan bagi si lansia itu sendiri. Bahkan adakalanya bahwa penyakit yang gawat, kurang diperhatikan karena gejala-gejalanya terselubung oleh keluhan-keluhan umum yang dikemukakan atau oleh karena gejala-gejala proses menjadi tua. Adakalanya mereka melebih-lebihkan keluhan mereka, sebaliknya sering mereka tidak mengemukakan apa yang dirasakan sesungguhnya.
Selain kesehatan fisik yang perlu dipahami, juga ada kesehatan mental, misalnya depresi. Depresi pada lansia memiliki latar belakang yang agak berbeda dengan orang dewasa lainnya, karena depresi pada lansia lebih sering timbul akibat berbagai penyakit fisik yang dideritanya. Suatu ketergantungan hidup pada orang lain timbul pada sebagian lansia yang kondisi fisiknya memang sudah tidak sempurna lagi, sehingga merupakan fenomena kedua penyebab adanya depresi (Nugroho,1992:69). Kecemasan lansia yang mengalami penyakit kronis dalam menghadapi kematian diantaranya adalah terjadinya perubahan yang drastis dari kondisi fisiknya yang menyebabkan timbulnya penyakit tertentu dan menimbulkan kecemasan seperti gangguan penceranaan, detak jantung bertambah cepat berdebar-debar akibatdari penyakit yang dideritanya kambuh, sering merasa pusing, tidur tidak nyenyak, nafsu makan hilang. Kemudian secara psikologis kecemasan lansia yang mengalami penyakit kronis dalam menghadapi kematian adalah seperti adanya perasaan khawatir, cemas atau takut terhadap kematianitu sendiri, tidak berdaya, lemas, tidak percaya diri, ingin bunuh diri, tidak tentram, dan gelisah.
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kecemasan pada lansia yang mengalami penyakit kronis dalam menghadapi kematian diantaranya adalah selalu memikirkan penyakit yang dideritanya, kendala ekonomi, waktu berkumpul dengan keluarga yang dimiliki sangat sedikit karena anak-anaknya tidak berada satu rumah/berlainan kota dengan subyek, kepikiran anaknya yang belum menikah, sering merasa kesepian, kadang sulit tidur dan kurangnya nafsu makan karena selalu memikirkan penyakit yang dideritanya
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecemasan pada lansia yang mengalami penyakit kronis dalam menghadapi kematian meliputi menghibur dan menenangkan diri dengan menyanyi, rajin beribadah, menyibukkan diri, misalnya mencuci pakaian atau menyirami tanaman. rajin memeriksakan kesehatannnya ke dokter atau puskesmasterdekat dan mengatur pola makan teratur sebisa mungin, dan mengisi hari-harinya dengan cara menjenguk anak dan cucunya atau pergi mengunjungi ke panti jompo
Yang tidak disukai lansia daging yang terhidang di piring adalah sesuatu yang prosesnya boros energi, merusak lingkungan, tidak efektif, dan menjadi pemicu beragam penyakit. “Untuk setiap 1 kg daging sapi, butuh 6,5 kg jagung dan dedaunan.Sedangkan untuk menghasilkan 1 kg daging kambing, butuh 4,5 kg. Ini boros. Termasuk boros air, karena hewan kan butuh banyak air. Sementara di satus sisi, pada belahan bumi ini yang lain, ada banyak kasus kelaparan. Yang kita berikan sebagai pakan ternak, jika kita berikan ke mereka yang kelaparan, saya yakin tak ada ancaman kelaparan,” ujar Murdijati.
Proses penggemukan hewan ternak, lanjut dia, juga dilakukan dengan obat-obatan kimia. Hal ini jelas tidak sehat. “Industri daging juga berkontribusi pada terjadinya pemanasan global. Artinya adalah pola makan kita harus cepat diubah. Kurangi banyak konsumsi daging, dan perbanyak menu nabati,” katanya.
Secara terpisah, Prasasto Satwiko, profesor pada Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Atma Jaya Yogyakarta, vegetarian, yang juga Koordinator Pusat Studi Energi UAJY mengatakan, memang sulit mengubah benak masyarakat yang telanjur “daging minded”, dan menempatkan daging sebagai makanan bergengsi. Sisi defensif orang pun akan langsung “menyala” jika disodori fakta tentang dampak daging.”Intinya, daging itu tak perlu dikonsumsi (karena tubuh tak membutuhkan). Manusia bisa hidup sehat hanya dengan makan sayur dan buah (tumbuhan),” ujar Prasasto. Ia sendiri pernah melontarkan kritik pada ahli pangan dan gizi. Mereka, menurut Prasasto, mestinya juga memaparkan dampak bahaya daging sebagai sebuah fakta. “Saat menjumpai makanan dari olahan daging, manusia lupa. Lupa darimana asal daging, lupa bahwa hewan ternak itu digemukkan dengan zat kimia, lupa bahwa daging itu sumber
Perubahan gaya hidup ini dapat dilihat secara jelas antara lain dengan munculnya tempat-tempat makan junk food di hampir seluruh sudut kota. Junk food adalah makanan tidak sehat karena memiliki nilai nutrisi rendah.Jenis makanan ini mengandung lemak jenuh (saturated fat), garam dan gula, serta bermacam-macam additive seperti monosodium glutamate dan tartrazine dengan kadar yang tinggi.
Junk food hampir tidak mengandung protein, vitamin serta serat yang sangat dibutuhkan tubuh. Di kota-kota besar di Indonesia junk food dijual di berbagai pusat perbelanjaan dan pusat jajanan. Bahkan restoran jenis makanan yang memiliki kadar kolesterol tinggi ini sudah merambah kota-kota kecil di hampir seluruh pelosok tanah air.
Di Jakarta, misalnya, tempat makan seperti ini bisa dijumpai di seluruh sudut kota. Demikian juga di kota-kota sekitar Jakarta seperti Bekasi, Depok, Tangerang, dan Cibubur, masyarakat dimanjakan dengan mudahnya mendapatkan makanan serba instan bahkan gerai-gerai penjualan makanan cepat saji menawarkan jasa pesan antar.
Pola makan makanan yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat perkotaan. Sebagai contoh, gorengan jenis makanan murah meriah dan mudah didapat karena banyak dijual di pinggir jalan ini rasanya memang enak. Jajanan seperti pisang goreng, tahu isi, ubi goreng, pisang coklat (piscok), bala-bala serta banyak yang lain dengan rasanya yang gurih, renyah, dan berharga murah, membuat orang menyukai makanan gorengan.Namun banyak orang yang tidak tahu bahwa makanan gorengan adalah makanan yang memiliki risiko tinggi sebagai pemicu penyakit degeneratif seperti penyakit diabetes melitus, kardiovaskular, serta stroke.
TIDUR berlebih ternyata juga tidak baik bagi kesehatan. Menurut para peneliti dari University Hospital of Madrid di Spanyol, mereka yang tidur lebih dari delapan jam sehari berisiko dua kali lipat lebih besar mengalami kepikunan. Bahaya ini tetap berlaku baik bagi mereka yang tidur lebih lama di pagi hari dan mereka yang tidur siang.
Sampai saat ini, menurut peneliti, belum ditemukan alasan yang jelas mengenai tren ini. Tetapi, terang mereka, tidur berlebih ini kemungkinan merupakan gejala awal dari penyakit alzhemier atau bentuk kepikunan lainnya. Selain itu, tinggal di tempat tidur lebih lama, menurut mereka, juga merupakan gejala depresi, yang dinyatakan bisa meningkatkan risiko kepikunan pada lansia. Tetapi, terang mereka lagi, mungkin juga kelebihan tidur itu sendiri sebenarnya meningkatkan risiko mengalami kepikunan. Karena itu, para dokter harus mencari tahu lama waktu tidur pasien untuk melihat kemungkinan risiko mereka.
Dalam studi yang dipublikasikan di European Journal of Neurology ini, para peneliti memelajari 3.286 laki-laki dan perempuan berusia 65 tahun ke atas. Mereka ditanya mengenai kesehatan dan gaya hidup, seperti jumlah rata-rata jam
tidur selama 24 jam, termasuk tidur siang. Peneliti mengikuti perkembangan partisipan ini selama 3 tahun. Selama masa studi ini, 140 partisipan didiagnosis mengalami alzheimer atau bentuk kepikunan lainnya. bahwa tidur lama merupakan gejala awal kepikunan atau bisa memicu peningkatan risiko mengalami kepikunan.”Tapi mekanisme yang mendasari hal ini belum bisa dijelaskan secara pasti.”hasil studi ini menunjukkan bahwa tidur lebih lama dari normal dan merasa mengantuk di siang hari berkaitan dengan menderita demensia dalam 3 tahun mendatang. Menurut Sorensen, tidak ada hubungan psikologis yang jelas dan tidur lebih lama dari normal juga kelihatannya bukan faktor risiko langsung yang mempengaruhi kepikunan. Tetapi, hal ini kemungkinan gejala awal dari kondisi yang belum terdiagnosis.merusak zat-zat kimia pembawa pesan di otak. Kondisi ini dimulai dengan pembentukan plak yang akan mengganggu sistem pengiriman pesan normal dengan cara memicu peradangan. Penyebabnya belum jelas, tetapi penelitian menganjurkan langkah pencegahan dengan cara mengisi kuis, teka-teki silang, atau membaca.
Daftar pustaka
1. Direktorat Kesehatan Jiwa.Pedoman Pengelolaan Jiwa dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia.Dep Kes RI,1982
2. Gunadi H.Problematik usia lanjut ditinjau dari sudut kesehatan jiwa .Jiwa XVII (4): 89-97,1984
3. Kaplan HI,Sadock BJ and Greb.Geriatri.Sinpsi Psikiatri vol 1/7.Alih bahasa :Wijaya Kusuma,Bina Rupa Aksara,Jakarta,867-881,1997.
TREN DAN ISU PELAYANAN KESEHATAN PADA LANSIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat
perkembangan yang cukup baik, maka makin tinggi pula harapan hidup penduduknya.
Diperkirakan harapan hidup orang Indonesia dapat mencapai 70 tahun pada tahun 2000.
Kesejahteraan penduduk usia lanjut karena kondisi fisik dan/atau mentalnya tidak
memungkinkan lagi untuk berperan dalam pembangunan, maka lansia perlu mendapat perhatian
khusus dari pemerintah dan masyarakat (GBHN, 1993).
Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh instansi pemerintah diantaranya pelayanan kesehatan,
sosial, ketenagakerjaan dan lainnya telah dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu tingkat
individu lansia, kelompok lansia, keluarga, Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW), Sarana
pelayanan kesehatan tingkat dasar (primer), tingkat pertama (sekunder), tingkat lanjutan, (tersier)
untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada lansia.
B. Tujuan
1. agar mahasiswa mengetahui cara menghadapi dan merawat lansia.
2. Agar mahasiswa mengerti masalah apa saja yang dialami oleh lansia.
3. Menambah wawasan mahasiswa tantang keperawatan komunitas khus nya gerontik.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Masalah Kesehatan Gerontik
1. Masalah kehidupan sexual
Adanya anggapan bahwa semua ketertarikan seks pada lansia telah hilang adalah mitos atau
kesalahpahaman. (parke, 1990). Pada kenyataannya hubungan seksual pada suami isri yang
sudah menikah dapat berlanjut sampai bertahun-tahun. Bahkan aktivitas ini dapat dilakukan pada
saat klien sakit aau mengalami ketidakmampuan dengan cara berimajinasi atau menyesuaikan
diri dengan pasangan masing-masing. Hal ini dapat menjadi tanda bahwa maturitas dan
kemesraan antara kedua pasangan sepenuhnya normal. Ketertarikan terhadap hubungan intim
dapat terulang antara pasangan dalam membentuk ikatan fisik dan emosional secara mendalam
selama masih mampu melaksanakan.
2. Perubahan prilaku
Pada lansia sering dijumpai terjadinya perubahan perilaku diantaranya: daya ingat menurun,
pelupa, sering menarik diri, ada kecendrungan penurunan merawat diri, timbulnya kecemasan
karena dirinya sudah tidak menarik lagi, lansia sering menyebabkan sensitivitas emosional
seseorang yang akhinya menjadi sumber banyak masalah.
3. Pembatasan fisik
Semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama dibidang
kemampuan fisik yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan – peranan sosialnya. Hal
ini mengakibatkan pula timbulnya ganggun di dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya
sehingga dapat meningkatkan ketergantunan yang memerlukan bantuan orang lain.
4. Palliative care
Pemberian obat pada lansia bersifat palliative care adalah obat tersebut ditunjukan untuk
mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh lansia. Fenomena poli fermasi dapat menimbulkan
masalah, yaitu adanya interaksi obat dan efek samping obat. Sebagai contoh klien dengan gagal
jantung dan edema mungkin diobatai dengan dioksin dan diuretika. Diuretik berfungsi untu
mengurangi volume darah dan salah satu efek sampingnya yaitu keracunan digosin. Klien yang
sama mungkin mengalami depresi sehingga diobati dengan antidepresan. Dan efek samping
inilah yang menyebaban ketidaknyaman lansia.
5. Pengunaan obat
Medikasi pada lansia memerlukan perhatian yang khusus dan merupakan persoalan yang sering
kali muncul dimasyarakat atau rumah sakit. Persoalan utama dan terapi obat pada lansia adalah
terjadinya perubahan fisiologi pada lansia akibat efek obat yang luas, termasuk efek samping
obat tersebut. (Watson, 1992). Dampak praktis dengan adanya perubahan usia ini adalah bahwa
obat dengan dosis yang lebih kecil cenderung diberikan untuk lansia. Namun hal ini tetap
bermasalah karena lansia sering kali menderita bermacam-macam penyakit untuk diobati
sehingga mereka membutuhkan beberapa jenis obat. Persoalan yang dialami lansia dalam
pengobatan adalah :
Bingung
Lemah ingatan
Penglihatan berkurang
Tidak bias memegang
Kurang memahami pentingnya program tersebut unuk dipatuhi dan dijalankan
6. Kesehatan mental
Selain mengalami kemunduran fisik lansia juga mengalami kemunduran mental. Semakin lanjut
seseorang, kesibukan soialnya akan semakin berkurang dan dapat mengakibatkan berkurangnya
intregrasi dengan lingkungannya.
B. Upaya Pelayanan Kesehatan terhadap Lansia
Upaya pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi azas, pendekatan, dan jenis pelayanan
kesehatan yang diterima.
1. Azas
Menurut WHO (1991) adalah to Add life to the Years that Have Been Added to life, dengan
prinsip kemerdekaan (independence), partisipasi (participation), perawatan (care), pemenuhan
diri (self fulfillment), dan kehormatan (dignity).
Azas yang dianut oleh Departemen Kesehatan RI adalah Add life to the Years, Add Health to
Life, and Add Years to Life, yaitu meningkatkan mutu kehidupan lanjut usia, meningkatkan
kesehatan, dan memperpanjang usia.
2. Pendekatan
Menurut World Health Organization (1982), pendekatan yang digunakan adalag sebagai berikut :
Menikmati hasil pembangunan (sharing the benefits of social development)
Masing-masing lansia mempunyai keunikan (individuality of aging persons)
Lansia diusahakan mandiri dalam berbagai hal (nondependence)
Lansia turut memilih kebijakan (choice)
Memberikan perawatan di rumah (home care)
Pelayanan harus dicapai dengan mudah (accessibility)
Mendorong ikatan akrab antar kelompok/ antar generasi (engaging the aging)
Transportasi dan utilitas bangunan yang sesuai dengan lansia (mobility)
Para lansia dapat terus berguna dalam menghasilkan karya (productivity)
Lansia beserta keluarga aktif memelihara kesehatan lansia (self help care and family care)
3. Jenis
Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lim upaya kesehatan, yaitu
Promotif, prevention, diagnosa dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan, serta pemulihan.
Promotif
Upaya promotif juga merupakan proses advokasi kesehatan untuk meningkatkan dukungan klien,
tenaga profesional dan masyarakat terhadap praktek kesehatan yang positif menjadi norma-
norma sosial.
Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia sebagai berikut :
Mengurangi cedera
Meningkatkan keamanan di tempat kerja
Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk
Menibgkatkan keamanan, penanganan makanan dan obat-obatan
Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mulut
Preventif
o Mencakup pencegahan primer, sekunder dan tersier. Contoh pencegahan primer :
program imunisasi, konseling, dukungan nutrisi, exercise, keamanan di dalam dan
sekitar rumah, menejemen stres, menggunakan medikasi yang tepat.
o Melakukakn pencegahan sekuder meliputi pemeriksaan terhadap penderita tanpa
gejala. Jenis pelayanan pencegahan sekunder: kontrol hipertensi, deteksi dan
pengobatan kanker, skrining : pemeriksaan rektal, mamogram, papsmear, gigi,
mulut.
o Melakukan pencegahan tersier dilakukan sesudah gejala penyakit dan cacat. Jenis
pelayanan mencegah berkembangnya gejala dengan memfasilisasi rehabilitasi,
medukung usaha untuk mempertahankan kemampuan anggota badan yang masih
bnerfungsi
Rehabilitatif
Prinsip :
Pertahankan lingkungan aman
Pertahankan kenyamanan, istirahat, aktifitas dan mobilitas
Pertahankan kecukupan gizi
Pertahankan fungsi pernafasan
Pertahankan aliran darah
Pertahankan kulit
Pertahankan fungsi pencernaan
Pertahankan fungsi saluran perkemihaan
Meningkatkan fungsi psikososial
Pertahankan komunikasi
Mendorong pelaksanaan tugas
C. Hukum dan Perundang-undangan yang Terkait dengan Lansia
UU No. 4 tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan bagi Orang Jomp.
UU No.14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja
UU No.6 tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial
UU No.3 tahun 1982 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
UU No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
UU No.4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman
UU No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Sejahtera
UU No.11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun
UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
PP No.21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera
PP No.27 tahun 1994 tentang Pengelolaan Perkembangan Kependudukan
UU No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia (tambahan lembaran negara Nomor
3796) sebagai pengganti UU No.4 tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan bagi Orang
Jompo.
UU No. 13 tahun 1998 ini berisikan antara lain :
Hak, kewajiban, tugas, serta tanggung jawab pemerintah, masyarakat, dan kelembagaan.
Upaya pemberdayaan
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lansia potensial dan tidak potensial
Pelayanan terhadap lansia
Perlindungan sosial
Bantuan sosial
Koordinasi
Ketentuan pidana dan sanksi administrasi
Ketentuan peralihan
Beberapa undang-undang yang perlu disusun adalah :
UU tentang Pelayanan Lansia Berkelanjutan (Continum of Care)
UU tentang Tunjangan Perawatan Lansia
UU tentang Penghuni Panti (Charter of Resident’s Right)
UU tentang Pelayanan Lansia di Masyarakat (Community Option Program)
D. Peran Perawat
Berkaitan dengan kode etik yang harus diperhatikan oleh perawat adalah :
Perawat harus memberikan rasa hormat kepada klien tanpa memperhatikan suku, ras, gol,
pangkat, jabatan, status social, maslah kesehatan.
Menjaga rahasia klien
Melindungi klien dari campur tangan pihak yang tidak kompeten, tidak etis, praktek
illegal.
Perawat berhak mnerima jasa dari hasil konsultasi danpekerjaannya
Perawat menjaga kompetesi keperawatan
Perawat memberikan pendapat dan menggunakannya. Kompetei individu serta kualifikasi
daalm memberikan konsultasi
Berpartisipasi aktif dalam kelanjutanyaperkembangannya body of knowledge
Berpartipitasi aktif dalam meningkatan standar professional
Berpatisipasi dalam usaha mencegah masyarakat, dari informasi yang salah dan
misinterpretasi dan menjaga integritas perawat
Perawat melakukan kolaborasi dengan profesi kesehatannya yang lain atau ahli dalam rangka
meningkatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat termasuk pada lansia.
E. Program Pemerintah dalam Meningkatkan Kesehatan Masyarakat Khususnya Lansia
Contoh upaya pemerintah di negara maju dalam meningkatkan kesehatan masyarakatnya,
diantaranya adanya medicare dan medicaid. Medicare adalah program asuransi social federal
yang dirancang untu menyediakan perawatan kesehatan bagi lansia yang memberikan jaminan
keamanan social. Medicare dibagi 2 : bagian A asuransi rumah sakit dan B asuransi medis.
Semua pasien berhak atas bagian A, yang memberikan santunan terbatas untuk perawatan rumah
sakit dan perawatan di rumah pasca rumah sakit dan kunjungan asuhan kesehatan yang tidak
terbatas di rumah. Bagian B merupakan program sukarela dengan penambhan sedikit premi
perbulan, bagian B menyantuni secara terbatas layanan rawat jalan medis dan kunjungan dokter.
Layanan mayor yang tidak di santuni oleh ke dua bagian tersebut termasuk asuhan keperwatan
tidak terampil, asuhan keperawatan rumah yang berkelanjutan obat-obat yang diresepkan, kaca
mata dan perawatan gigi. Medical membayar sekitar biyaya kesehatan lansia (U.S Senate
Committee on Aging, 1991).
Medicaid adalah program kesehatan yang dibiayai oleh dana Negara dan bantuan pemerintah
bersangkutan. Program ini beredaq antara satu Negara dengan lainya dan hanya diperuntukan
bagi orang tidak mampu. Medicaid merupakan sumber utama dana masyarakat yang memberikan
asuhan keperawatan di rumah bagi lansia yang tidak mampu. Program ini menjamin semua
layanan medis dasar dan layanan medis lain seperti obta-obatan, kaca mata dan perawatan gigi.
Adapun program kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia yang diperuntukkan khusunya
bagi lansia adalah JPKM yang merupakan salah satu program pokok perawatan kesehatan
masyarakat yang ada di puskesmas sasarannya adalah yang didalamnya ada keluarga lansia.
Perkembangan jumlah keluarga yang terus menerus meningkat dan banyaknya keluarga yang
berisiko tentunya menurut perawat memberikan pelayanan pada keluarga secara professional.
Tuntutan ini tentunya membangun “ Indonesia Sehat 2010 “ yang salah satu strateginya adalah
Jaminan Pemeliharan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Dengan strategi ini diharapkan lansia
mendapatkan yang baik dan perhatian yang selayakn
F. Pandangan Islam Tentang Lansia
Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra : 23-24
Artinya :
Dan tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah
berbuat baik ibu bapakmu. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai usia
lanjut dalam pemeliharaan, maka jangan sekali-sekali engkau mengatakan kepada ke duanya
perkataan “Ah” dan janganlah engkau membentak mereka dan ucapkanlah kepada keduanya
perkataan yang baik.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih saying dan ucapkanlah “ wahai
tuhanku sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku diwaktu kecil”.
DAFTAR PUSTAKA
Maryam, R siti.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya. 2008. Jakatra: Salemba medika
1. Situart dan Sundart. Keperawatan Medikal Bedah 1.2001. Jakarta: EGC
2. Mubarak Wahid iqbal,dkk. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. 2006. Jakarta: Sagung Seto
Anonym,