Download - Bab III - 1. Pemerintahan Desa-revisi
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
BAB III
ANALISIS 25 DESA DI KABUPATEN KULON PROGO
1. PEMERINTAHAN DESA
A. PENGANTAR
Pada dasarnya struktur kelembagaan yang berlaku pada desa-
desa di Kabupaten Kulon Progo menggunakan Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999. Dengan demikian desa yang diatur dalam undang-
Undang Nomor 22 tahun 1999 tersebut diatas merupakan perubahan
dari desa yang diatur secara seragam dalam Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1979, menjadi desa yang memiliki landasan yang kuat dalam
membangun masyarakatnya. Disamping itu, desa tidak lagi sebagai
bawahan Kecamatan akan tetapi justru sebaliknya desa merupakan
“independent Community” yaitu desa dan masyarakatnya berhak
berbicara atas kepentingan masyarakatnya sendiri. Struktur yang
berlaku menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 seperti pada
skema dibawah ini.
58
Sekretariat BPD
KEPALA DESA
Carik Desa
BagianPemerintahan
BagianPembangunan
BagianKemasyarakatan
BagianKeuanga
Bagian Umum
BPD
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Keterangan:
__________ : Garis Komando
------------------- : Garis Koordinasi
Berdasarkan skema di atas menunjukan adanya pembagian
kekuasaan kepala desa. Berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 Lembaga
Musyawarah Desa (LMD) yang juga diketuai oleh kepala desa diganti
dengan Badan Perwakilan Desa dan dipilih langsung oleh masyarakat.
Kepala Desa tidak lagi sebagai penguasa utama dalam struktur
pemerintahan desa. Kinerja kepala desa dikontrol oleh BPD. Kepala
desa bertanggungjawab kepada BPD melalui laporan
pertanggungjawaban. Kebanyakan BPD Di Kabupaten Kulon Progo
terbentuk pada tahun 2001. Pembentukan BPD di Desa Kulon Progo
berdasarkan pada Peraturan Daerah. Adapun tujuan BPD berdasarkan
perda tersebut sebagai wahana untuk melaksanakan demokrasi
berdasarkan Pancasila. Jumlah anggota BPD di desa Kulon Progo
sangat variatif tergantung jumlah penduduk. Ada satu desa yang
hanya memiliki 7 anggota dalam arti pola minimal, namun ada yang
memiliki sejumlah 15 orang bahkan 17.
Sistem pemilihan anggota BPD di Desa Kulon Progo,
kebanyakan memakai sistem distrik, dimana tiap distrik terdiri dari
beberapa dusun. Namun ada sebagian desa yang memakai juga sistem
pemilihan dengan mengedepankan unsur perwakilan calon dusun.
Masing-masing dusun mengirimkan calonnya, baru diadakan
pemilihan di tingkat desa.
BPD dalam menjalankan fungsinya melakukan penyerapan
aspirasi melalui forum perwakilan tiap Pedukuhan ataupun melalui
tokoh-tokoh masyarakat dan agama. Dalam melakukan proses
penyerapan aspirasi ini berdasarkan penelitian yang dilakukan ada
BPD yang ikut mendorong terbentuknya kelurahan yaitu di Desa
59
DUKUH
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Margosari, dalam arti BPD mendesakkan usulan agar status Desa
Margosari berubah menjadi kelurahan. Hal ini menurut keterangan
Ketua BPD ada tiga hal yang mendasari mengapa BPD mengajukan
usulan untuk perubahan status ini. Pertama secara geografis letak
Desa Margosari berdekatan dengan wilayah perkotaan. Hal ini juga
didukung adanya pembangunan fasilitas-fasilitas perkantoran milik
pemerintah daerah; Kedua tanah bengkok sulit diharapkan menjadi
bertambah. Hal ini terkait dengan tingkat kesejahteraan perangkat
desa yang minim dan ini, akan berpengaruh pada mekanisme kerja
aparat. Disamping itu, juga dipengaruhi potensi desa yang sulit
berkembang; dan ketiga, karena kondisi internal terkait dengan
kinerja pamong dalam rangka peningkatan pelayanan pada
masyarakat desa. Karena selama ini, masyarakat menilai sebuah
pelayanan hanya sebatas ketika berurusan dengan pemerintah saja.
Artinya kondisi pelayanan semacam ini, hanya sebatas pelayanan
berdasarkan kuantitas tetapi belum mengarah ke kualitas pelayanan.
Sedangkan dalam proses legislasinya BPD menjalankan
fungsinya membuat perdes dengan kepala desa. Dalam melakukan
fungsi pengawasannya BPD di daerah Kulon Progo hampir sebagian
besar telah menjalankan fungsinya misalnya ditemukannya hal yang
berkaitan dengan lemahnya kinerja pemerintahan desa, bahkan tidak
jarang dalam melakukan pengawasannya ada BPD yang melaporakan
kinerja Kepala Desa ke Badan Pengawasan Daerah untuk diadakan
pembinaan. Sedangkan secara administratif bahkan ada BPD yang
pernah melakukan teguran kepada kepala desa. Disamping itu, juga
masalah belum banyaknya desa yang memiliki monografi desa yang
lengkap dan perencanaan belum sesuai dengan yang diharapkan.
Evaluasi terhadap pemerintah desa dilakukan tiap tahun yang dihadiri
oleh Tokoh Masyarakat, Karang Taruna, LPMD, BPD dan Pamong
Desa.
60
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Namun kebanyakan BPD di Kulon Progo belum begitu serius
membicarakan apabila beralih status menjadi kelurahan berakibat
pengambilalihan aset desa oleh pemerintah kabupaten. Namun juga
ada pendapat dari BPD dengan alih status desa menjadi kelurahan
akan mendorong profesionalisme dalam tubuh aparat pemerintah
dalam hal pelayanan pada masyarakat dan masyarakat dapat
menuntut akan pelayanan yang berkualitas dan lebih baik. Hal ini
disebabkan kondisi Desa terkait dengan beban kerja pamong dan
konpensasi tidak dapat dipertahankan lagi, berkaitan dengan
pengabdian. Selain itu ada pendapat bahwa pemilihan kepala desa
memiliki kelemahan yaitu : pertama; adanya pemilihan langsung
menimbulkan perjudian; kedua calon yang berpotensi dan baik tidak
jadi atau tidak bisa menjadi kepala desa karena kalah suara.
Asumsinya bahwa masyarakat Desa kebanyakan dalam menentukan
pemimpin lokal belum berdasarkan atas rasionalitas kapasitas calon.
Kepala desa dalam menjalankan pemerintahannya dibantu oleh
beberapa kepala bagian. Pada umumnya kepala bagian tersebut
membidangi bagian-bagian khusus, yaitu keuangan, pemerintahan,
pembagunan, kemasyarakatan, kesejahteraan masyarakat dan umum.
Tetapi tidak semua bidang dimiliki oleh desa. Bidang-bidang yang
dapat digabungkan akan digabungkan untuk mengefektifkan
pengorganisasian. Kepala-kepala bagian juga dibantu oleh staf.
Lembaga lain yang ada di desa yang umumnya dibentuk
berdasarkan anjuran pemerintah adalah Lembaga Pembangunan
Masyarakat Desa (LPMD). Tugas dan fungsi LPMD hampir sama
dengan LKMD di masa UU No.5 Tahun 1979. LPMD membantu
pemerintahan desa dalam hal perencanaan pembangunan desa. Pada
setiap RT, LPMD memiliki wakil-wakil yang disebut KKLPMD.
KKLPMD memiliki tugas menjaring aspirasi ditingkat RT yang akan
dijadikan acuan dalam menyusun rencana pembangunan di tingkat
61
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
desa. Proses perencanaan di LPMD berkisar bulan Oktober dan
November. Perencanaan tersebut dilakukan melalui Dukuh dan
KKLPMD yang telah membawa usulan rencana. Di tingkat KKLPMD
melibatkan perwakilan masyarakat (RT) dan tokoh masyarakat
(dukuh). Hasilnya akan diajukan pada forum UDKP di tingkat
kecamatan. Sedangkan evaluasi dilakukan pada saat pra UDKP
bersamaan dengan proses penyusunan usulan rencana. Forum
evaluasi ini dihadiri oleh tokoh masyarakat, pamong desa, Karang
Taruna, dan BPD. Diakui oleh Ketua LPMD bahwa struktur yang ada
dalam LPMD baru sebatas formalitas, sedangkan realisasinya masih
belum terlaksana.
Pembangunan di desa lebih banyak melibatkan swadaya
masyarakat, contoh pembebasan lahan guna pembangunan jalan desa
dan pengerasan jalan (terkait dengan material dan bahan yang
digunakan). Sedangkan bantuan dari kabupaten berupa semen dan
aspal. LPMD yang seyogyanya memberikan masukan dan
merencanakan pembangunan desa, belum dapat berbuat banyak.
Peran-peran yang seharusnya dipegang lebih banyak dijalankan oleh
pemerintah desa dan BPD. Mereka hanya dihadirkan pada saat
pembuatan rencana pembangunan yang akan di ajukan ke kecamatan.
Forum-forum Musbangdus maupun Musbangdes selama ini hanya
bersifat formalitas belaka. Pembahasan hanya difokuskan pada
program apa yang belum turun atau belum terrealisasi diajukan
kembali dan ditambah dengan program-program baru. Aspirasi dari
masyarakat hanya diwakili oleh KKLPMD. Sedangkan pertemuan
dengan seluruh masyarakat di tingkat RT hampir semua desa tidak
melakukannya. Perwakilan RT sudah diangggap sebagai aspirasi dari
masyarakat, baik dalam hal perumusan program maupun
pengambilan kebijakan.
62
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Dukuh merupakan salah satu lembaga yang membantu
pemerintah desa dalam mengorganisasikan masyarakat yang lebih
kecil. Tiap desa biasanya terdiri dari beberapa pedukuhan dan
dipimpin oleh seorang dukuh. Selain membantu mengorganisasikan
masyarakat, dukuh juga memiliki tugas mengakomodir aspirasi
masyarakat di tingkat pedukuhan. Selain itu duku juga mengemban
tugas sosial kemasyarakatan dibawah pamong. Beberapa lembaga
informal yang dibentuk atas inisiatif masyarakat juga terdapat di
desa. Lembaga–lembaga tersebut umumnya membidangi urusan
tertentu atau golongan tertentu. Karang Taruna, kelompok tani,
kelompok kesenian, kelompok pengajian, dan kelompok arisan adalah
beberapa lembaga dari sekian banyak lembaga yang ada di desa.
Hubungan pemerintah desa dengan lembaga-lembaga desa
cukup positif, tetapi pemerintah desa baru menjalin hubungan dengan
lembaga-lembaga desa ditingkat desa sedangkan ditingkat pedukuhan
masih belum tersentuh oleh pemerintah desa. Relasi yang masih
dimaknai sebatas hubungan dalam hal pengambilan kebijakan melalui
musyawarah desa. Hasil dari hubungan tersebut masih dinilai sebatas
kulit luar, belum dimaknai secara lebih luas sebagai contoh ketika
APBDes telah mengakomodir kebutuhan di tingkat pedukuhan atau
adanya Perdes yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat secara
umum, maka secara politik perdes tersebut sudah cukup representatif
untuk diberlakukan.
Mayoritas dalam setiap pengambilan kebijakan, yang akan
diundang sampai pada batasan Dukuh, itu pun bukan berarti dukuh
telah melakukan pertemuan dahulu dengan masyarakat di pedukuhan.
Bisa jadi usulan dari dukuh merupakan pendapat individu. Setiap ada
rancangan perdes, pamong rembugan dengan BPD, ini dilakukan
secara rutin tahunan. Prakarsa membuat perdes masih berasal dari
pemerintah desa. Perdes tahun 2005 ada 5 (pungutan desa,
63
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
pengelolaan tanah kas desa, APBDes, program kerja tahunan) perdes
dibahas antara pamong dan seluruh anggota BPD.
Hubungan LPMD dengan kelembagaan yang lain terjalin
terutama berkaitan dengan rencana pembangunan dan
pelaksanaannya. LPMD tidak pernah berhubungan dengan BPD.
LPMD lebih banyak berhubungan dengan perangkat terutama dalam
kegiatan membuat perencanaan pembangunan maupun saat
pelaksanaan pembangunan desa. Hubungan pemdes dengan RT, RW.
RT difungsikan sebagai alat kepanjangan pemdes, sedang RW di
Kulon Progo sebagai bentuk paguyuban masyarakat. Dalam hal
perencanaan pembangunan RT, RW masih diberikan peluang untuk
mengusulkan program pembangunan.
Peraturan dan kebijakan-kebijakan desa biasanya tercantum
dalam Peraturan Desa (Perdes). Proses pengambilan keputusan
berupa perdes hanya diikuti oleh BPD dan LPMD, sedangkan
sebelumnya, belum atau tidak mengikut -sertakan masyarakat secara
langsung. Hal ini dimungkinkan karena pemerintah desa menganggap
bahwasanya BPD dan LPMD telah mewakili masyarakat secara
keseluruhan. Anggapan tersebut tidaklah salah, memang seyogyanya
demikian. Tetapi ada proses yang harus dilalui. Yang menjadi masalah
adalah proses tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya,
sehingga masyarakat tidak merasa turut dilibatkan. Sejauh ini yang
dihasilkan Perintah Desa masih belum sesuai keinginan, artinya masih
banyak hal-hal yang perlu dibenahi. Perdes-perdes yang ada sejauh ini
setidaknya tidak bertentangan dengan keinginan masyarakat Desa.
Pemerintah Desa maupun BPD masih lambat menyerap aspirasi dari
bawah, hal ini masih dimaklumi oleh sebagian dari pamong karena
sumber daya yang terbatas.
Kebijakan yang ditempuh oleh sebagian besar Pemerintah Desa
masih mengacu pada kebijakan yang telah ditetapkan oleh Kabupaten
64
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
melalui perda-perdanya. Kebijakan mengenai pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan masih mengacu pada peraturan
yang dibuat Kabupaten. Bahkan tidak jarang ada perda terlalu jauh
mengintervensi kebijakan di bidang pemerintahan yang akan diambil
oleh Pemerintah Desa. Di bidang pembangunan kebijakan desa dalam
perencaannya berusaha untuk melibatkan masyarakatnya. Namun
pola pembangunan yang direncanakan dari bawah sering kandas di
tingkat atas (Kabupaten ataupun instansi yang lain). Musbangdes dan
UDKP yang dilakukan oleh Kabupaten, sering kali tidak pernah
melibatkan desa. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada proses
pengawalan kebijakan desa di tingkat Kabupaten.
Proses pembuatan perdes belum melibatkan warga, draft perdes
cukup dibuat oleh kepala-kepala bagian terutama kepala bagian
pemerintahan bersama-sama dengan Lurah desa, selanjutnya draft
itu diserahkan kepada sekretaris BPD, kemudian diselenggarakan
rapat antara perangkat desa dengan BPD. Setelah menjadi perdes,
pemerintah desa melalui para kepala dukuh melakuakan sosialisasi
dengan cara kepala dukuh memanfaatkan pertemuan RT, RW,
maupun pertemuan dukuh. Partisipasi warga dalam pembuatan
perdes jarang yang melakukan, hanya anggota BPD sesuai distrik
yang diwakilinya sering hadir dalam rapat-rapat dukuh, maupun di
tingkat RT untuk mendengarkan aspirasi warga, yang nanti dibawa
dalam rapat pembuatan perdes di desa. Aspirasi warga dapat
ditampung dan disalurkan pada forum keputusan perdes. Jadi anggota
BPD sudah cukup aktif dalam menjaring aspirasi warga. Anggota BPD
sering juga dalam menyampaikan aspirasi langsung kepada lurah
desa. BPD melakukan rapat rutin tiap bulan, bisa juga pertemuan itu
menghadirkan pamong. Penyusunan perdes tidak pernah
bertentangan dengan Perda. Penyusunan perdes dilakuan dengan
65
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
mempelajari perda dahulu baru menyusun draft perdes. Perdes dibuat
senantiasa bersumber Perda.
Dari kebijakan Pemerintah Desa di bidang pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan ini menunjukan bahwa sebagian
besar desa di Kabupaten Kulon Progo masih lebih berorientasi pada
hal-hal yang sifatnya administrasi belum sepenuhnya menyentuh pada
aspek pelayanan kepada masyarakat secara luas. Disamping itu
Pemerintah Desa dalam menentukan kebijakannya belum didasari
adanya Rencana Strategis (Renstra) Desa. Kebijakan masih di
dasarkan pada kebutuhan sesaat dengan berpedoman pada kebijakan-
kebijakan tahun sebelumnya. Hal ini tergambar dalam peratuaran
desa mengenai program desa. Namun rencana pembangunan yang
menyeluruh dari desa yang tergambar dalam bentuk rencana strategis
desa kebanyakan belum ada. Perencanaan program pembangunan di
desa lebih banyak direncanakan dalam bentuk program kerja tahunan
desa.
LPJ Kades disampaikan kepada rakyat melalui BPD, camat dan
Bupati diberi tembusan. Mekanismenya setelah APBDes telah
dilaksanakan, maka masing-masing bagian membuat laporan sesuai
tupoksinya dalam menjalankan tugas tahunan. Setiap bagian
membuat lis kegiatan tahunan, Lurah juga membuat laporan kegiatan
pemerintahan , pembangunan dan kemasyarakatan.
Yang diundang dalam LPJ hanya BPD, masyarakat kebanyakan
belum ada yang ikut mendengarkan LPJ Kades. Dalam LPJ yang hadir
hanya BPD dan seluruh staf desa. Sosialisasi LPJ tidak dilakuan
kepada warga, yang disosialisasikan hanya perdesnya. Penolakan LPJ
belum pernah ada kasus penolakan, yang terjadi diterima tetapi
dengan cacatan. Perbaikan LPJ dilakukan Kades bersama dengan
Kabag. LPJ dibuat sejak ada BPD. LPJ diujudkan dengan bentuk buku
laporan.
66
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Selama ini Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa hanya
diketahui oleh BPD dan LPMD saja. Belum pernah ada LPJ Kepala
Desa disosialisasikan kepada masyarakat desa. Sehingga yang menilai
akan baik dan tidaknya kinerja kepala desa hanya BPD dan LPMD.
Tetapi setidaknya para pamong menghendaki adanya informasi
tentang LPJ Kepala Desa, karena masyarakat juga ingin mengetahui
apa yang telah dilakukan oleh pemerintah desanya.
Dalam pengkajian dan penelitian tentang alih status Desa
menjadi Kelurahan pada bidang pemerintahan desa digunakan
indikator:
a. Struktur pemerintahan desa;
b. Hubungan pemerintah desa dengan lembaga-lembaga di desa;
c. Hubungan pemerintah desa dengan supradesa;
d. RENSTRA Desa;
e. Perdes dan keputusan-keputusan kepala desa;
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa;
g. Pemilihan Kepala Desa;
h. Tingkat partisipasi masyarakat desa.
B. LAPORAN TIAP DESA
1. Desa Temon Kulon
a. Struktur Pemerintah Desa
Sampai dengan saat ini struktur organisasi pemerintahan desa
masih menggunakan UU.No 22/99. Di Desa Temon Kulon para
pamong menjalankan tugas sesuai tupoksi. Masing-masing bagian
dalam menjalankan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan
kepada masyarakat desa berdasar UU. 22/99. Demikian pula
dengan kehadiran BPD para pamong menjalankan tugasnya
berdasarkan Perdes yang sudah diputuskan bersama dengan BPD.
67
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Disamping itu dalam menjalankan tugas sehari-hari mendasarkan
pada Keputusan Lurah Desa.
Peraturan desa tentang jenis pungutan sudah dipasang secara
terbuka, misalnya biaya ganti nama, biaya legalisasi, biaya
peralihan hak, biaya pemeliharaan sarana dan prasaran, dan
sebagainya. Inisiatif pelayanan secara terbuka mengenai pungutan
desa ini berasal dari inisiatif langsung dari kepal desa bersama-
sama dengan BPD. Inisiatif ini dimulai pada tahun 2004 dengan
mendasarkan diri pada Perdes No: 03 tahun 2004.
b. Hubungan Pemerintah Desa Dengan Lembaga-lembaga di
Desa
Hubungan antara pemerintah desa dengan BPD baik
Pemerintah desa menganggap bahwa BPD adalah mitra kerja
mereka. Walaupun ada benturan-benturan namun benturan
tersebut justru dipakai sebagai awal untuk menyatukan persepsi.
setiap ada masalah dalam hubunganannya dengan mekanisme
kerja selalu diselesaikan dengan musyawarah. Rapat koordianasi
BPD dilakukan sebulan sekali yang berlangsung di kantor BPD. .
Sedangkan rapat kordinasi dengan pemerintah desa dilakukan juga
dalam rangka pengesahan peraturan desa. Misalnya pengesahan
peraturan desa mengenai APBDes.
c. Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
Hubungan antara desa dengan kabupaten selama ini cukup
lancar. Hal ini terkait dengan banyaknya bantuan dari kabupaten
yang turun ke desa Temon Kulon ini. Dari bantuan aspal sampai
pembangunan prasarana fisik seperti jalan bunket.Selain bantuan
dana hubungan antara kabupaten dengan desa juga dilakukan
68
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
dengan jalan kabupaten melakukan pembinaan kepada perangkat
desa yang baisanya dilakukan pada akhir tahun.
Hubungan antara kabupaten dan desa lebih pada hubungan
pengalokasian dana-dana pembangunan. Namun harapan dari
kepala desa Temon Kulon ini dalam hubungan kabupaten dengan
desa ini ditetapkan secara jelas mengenai pengelolaan prasana dan
sarana yang ada di desa, misalnya pembangunan jalan kabupaten
yang mengelola seharusnya kabupaten tapi yang kena imbasnya
kepala desa.Kelayakan bantuan kepada desa-desa yang
membutuhkan juga perlu diperhitungkan. Pemerintah kabupaten
harus betul-betul berani menjemput bola bahkan kalau perlu
meninjau lokasi apakah layak dibiayai atau tidak, karena
seringkali bantuan justru membuat masyarakat tercerai berai.
d. Renstra Desa/Program Kerja tahunan
Renstra dalam arti perencanaan strategis desa yang terukur
belum dibuat. Pamong belum memehami tentang hal itu. Desa
belum memliki perencanaan jangka menegah sehingga arah 5
tahun ke depan tidak pernah terpikirkan. Namun pamong sangat
sadar hal itu sebenarnya penting diketahui dan harus dibuat, tetapi
ke arah itu belum ada rencana pembuatannya (kapasitas membuat
itu belum punya). Untuk melakukan perencanaan pembangunan di
desa ada yang disebut dengan program tahunan. Program tahunan
ini yang oleh desa dipahami sebagai renstra desa.
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Proses pembuatan perdes belum banyak melibatkan warga,
draft perdes cukup dibuat oleh kepala-kepala bagian bersama-
sama dengan Lurah desa, selanjutnya draft itu diserahkan kepada
sekretaris BPD.langkah selanjutnya diselenggarakan rapat antara
69
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
perangkat desa dengan BPD. Setelah menjadi perdes, pemerintah
desa melalui para kepala dukuh melakuakan sosialisasi dengan
cara kepala dukuh memanfaatkan pertemuan RT, RW, maupun
pertemuan dukuh. Partisipasi warga dalam pembuatan perdes
jarang yang melakukan, hanya anggota BPD sesuai distrik yang
diwakilinya sering hadir dalam rapat-rapat dukuh, maupun di
tingkat RT untuk mendengarkan aspirasi warga, yang nanti dibawa
dalam rapat pembuatan perdes di desa. Aspirasi warga dapat
ditampung dan disalurkan pada forum keputusan perdes. Jadi
anggota BPD sudah cukup aktif dalam menjaring aspirasi warga.
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Kades melakukan LPJ disampaikan kepada rakyat melalui BPD,
camat dan Bupati diberi tembusan.Mekanismenya setelah APBDes
telah dilaksanakan, maka masing bagian membuat laporan sesuai
tupoksinya dalam menjalankan tugas tahunan. Setiap bagian
membuat lis kegiatan tahunan, Lurah juga membuat laporan
kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Yang
diundang dalam LPJ hanya BPD, masyarakat belum ada yang ikut
mendengarkan LPJ Kades. LPJ yang hadir hanya BPD dan seluruh
staf desa.Sosialisasi LPJ tidak dilakuan kepada warga, yang
disosialisasikan hanya perdesnya.
g. Pemilihan Anggota Kepala Desa (Pilkades)
Pemilihan lurah desa pada tahun 2002 menghadirkan dua calon.
Lurah yang yang sekarang menang mutlak dengan memperoleh
suara 70%. Pilkades disini terbilang aman.Menurut keterangan
lurah desa sekarang ini dalam pilkades dia tidak pingin maju
namun karena dorongan dari warga dan untuk mengisi sejarah
hidup dan mengabdikan diri . Visi dan misi kepala desa Temon
70
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Kulon ke depan adalah membawa desa Temon kulon ke depan ke
arah perubahan yang baik. Untuk mewujudkan perlu ada
kerukunan dan tidak punya janji apa-apa. Pak Lurah berlatar
belakang wiraswasta mebeler sejak tahun 1991. Asli putra desa.
Sedangkan pilihan BPD dilakukan secara Langsung dengan
menggelar pemilihan di desa, sehingga hanya ada satu TPS. Pilihan
anggota BPD ini diikuti oleh 16 calon dari sekitar 1500 pemilih.
Maka berdasarkan ketentuan perda yang ada maka nggota BPD di
desa Temon Kulon ini beranggotakan mininal, yairtu hanya 7
anggota.Namun yang menjadi menarik dari 5 dusun yang ada,
maka berdasarkan pemilihan langsung anggota BPD semua
terwakili.Hal ini menunjukan watak lokalitas dan fanatisme dusun
masih nampak .
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Partisipasi warga dalam Perencanaan pembangunan desa
diwadahi lewat forum dukuh, dilakukan sebelum musbangdes
dilaksanakan pada tingkat desa. Partisipasi yang dilakukan warga
selama ini lebih mencerminkan usulan-usulan, yang belum
menyentuh pada persoalan yang kongkrit yang dihadapi warga.
Biasanya warga yang masyarakat bawah hanya diam, sehingga
usulan itu kebanyakan disampaikan oleh para tokohnya.
Warga masyarakat selama ini ada yang kritis tetapi sebatas
mengkritisi kegiatan pembangunan (yang bias fisik). warga
nampaknya belum banyak berpartisipasi dalam kebijakan-
kebijakan politik desa yang menyangkut kepentingan warga desa di
masa yang akan datang. Lebih-lebih partisipasi pada kebijakan
yang bersifat kepemerintahan, konon warga itu tinggal ndherek
saja, warga menganggap bahwa urusan pemerintahan itu menjadi
wewenang perangkat desa, warga tak perlu ikut-ikutan.
71
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
2. Desa Wates
a. Struktur Pemerintah Desa
Struktur organisasi pemerintahan desa di desa Wates dalam
penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari menggunakan struktur
yang mendasarkan diri pada UU No.22/1999. Berdasarkan struktur
ini maka para pamong desa menjalankan tugas sesuai tupoksi.
Namun dalam menjalankan tupoksinya masing bagian tidak ketat.
Tidak ketat disini berarti bahwa masing-masing bagian tidak harus
dibagi dalam tugasnya dalam menjalankan pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat melainkan
masing-masing bagian saling melengkapi. Para pamong dalam
menjalankan tugasnya berdasarkan Perdes yang sudah diputuskan
bersama dengan BPD. Disamping itu juga dalam tugas sehari-hari
mendasarkan pada Keputusan Lurah Desa.
Struktur organisasi dan personalia Pemerintah desa pada
mulanya menggunakan pola empat kepala bagian, namun setelah
kepala bagian umum dikonversikan menjadi sekretaris BPD, maka
kemudian menjadi tiga kepala bagian. Maka secara kelembagan
dan organisasi struktur pemerintahan di desa Wates dapat
dikatakan menggunakan pola minimal. Disamping itu penggunaan
pola minimal ini menguntungkan desa mengingat sumber-sumber
keuangan desa yang sangat terbatas.
Khusus mengenai bagian umum seperti desa-desa di Kabupaten
Kulon Progo pada umumnya merangkap juga sebagai sekretaris
BPD. Hal ini kadang menyebabkan adanya kerancuan dalam
menjalankan fungsinya. Di satu sisi dia sebagai kepala bagian
72
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
umum mendapat bengkok, namun disisi lain dalam menjalankan
fungsinya dia lebih banyak menjalankan fungsi sebagai sekretaris
BPD.
Sedangkan mengenai hubungan tugas atau pembagian
kewenangan dengan perangkat desa menganut pembagian
kewenangan yang jelas tergantung situasi. Dalam arti bahwa
masing-masing bagian mempunyai pembagian tugas yang jelas
namun dengan tetap mementingkan kerjasama antar bagian.
b. Hubungan Pemerintah Desa Dengan Lembaga-
Lembaga Di Desa
Hubungan pemerintah desa dengan BPD di desa Wates menurut
keterangan kepala desa Wates dapat dikatakan relatif baik dan
harmonis. Hal ini sangat tergantung pengelolaan hubungannnya.
Kepala desa Wates dalam membina hubungan dengan BPD
mempunyai prinsip bahwa lurah desa bukan yang paling tahu.
Selama BPD mengkontrol masalah urusan-urusan pemerintahan
tidak masalah, namun kalau menjurus di luar pelaksanaan
pemerintahan lurah desa tidak setuju. Berdasarkan jumlah
penduduk desa tersebut maka BPD memiliki 17 anggota.Latar
belakang anggota BPD sangat beragam ada mantan PNS, swata,
mantan pegawai bank, guru,wiraswasta.
Sedangkan dengan kelembagaan desa lainnya seperti dengan
LPMD, PKK, Karang taruna menurut keterangan lurah desa wates
selama ini tidak menimbulkan masalah.Hubungan tetap menjaga
kebebasan masing-masing lembaga, bahkan untuk mengatasi
kenakalan remaja dan narkoba kepala desa Wates merencanakan
mendidrikan sasana tinju.
c. Hubungan Pemerintah Desa Dengan Supra Desa
73
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Hubungan pemerintah desa dengan kabupaten relatif baik,
dalam arti kabupaten memberikan bantuan terhadap dana-dana
stimulan kepada desa. Namun yang perlu diperhatikan bahwa
kabupaten kurang memberikan kepada perangkat desa mengenai
peningkatan kapasitas para aparat desa seperti misalnya;
pelatihan-pelatihan yang langsung menggunakan praktek-praktek.
Kabupaten selama ini hanya sekedar penyumbang dana yang
menunjang kegiatan pemerintahan dan pembangunan desa.
Menurut keterangan lurah desa kewenangan desa selama ini
cukup luas, justru kalau nantinya menjadi kelurahan kewenangan
desa menjadi berkurang karena desa hanya sebagai pelaksana.
Tugas-tugas pemerintah desa menjadi dibatasi, terlebih lagi tugas-
tugas di bidang kemasyarakatan. Maka untuk itu perlu dipikirkan
ke depan bagaimana bagaimana masalah desentralisasi ini tidak
hanya berhenti di kabupaten, namun desa juga bisa melaksanakan
desentralisasi, sehingga desa akan tetap menjadi desa seperti
semula atau kelurahan tidak menjadi masalah lagi.
d. Renstra Desa/Program Kerja Tahunan
Proses penyusunan program kerja dilakukan ditingkat desa
yang dilakukan oleh pamong bersama kepala dukuh. Renstra desa
wates ini didasarkan dan diselaraskan dengan program tahunan
desa. Dimana program tahunan ini dijiwai oleh visi dan misi desa
wates. Namun harus diakui renstra desa wates yang iasanya dalam
bentuk program kerja tahunan masih mengedepankan
pembangunan fisik di tingkat dukuh dan merangsang swadaya
masyarakat. Pengembangan kapasitas masyarakat melalui bidang
pendidikan, kesehatan, ekonomi masih perlu ditingkatkan.
e. Perdes dan Keputusan-keputusan Kepala Desa
74
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Pembuatan dan penyusunan peraturan desa di desa wates
seperti desa-desa di Kabupaten Kulon Progo lebih banyak
dilakukan oleh pemerintah desa. Kepala bagian pemerintah desa
yang paling berperan dalam menyusun perdes ini. Jadi eksekutif
desa masih lebih besar peranannya dalam penyusunan perdes ini.
Dalam penyusunan perdes ini tidak ada pertemuan rutin antara
BPD dengan pemerintah desa kecuali dalam pembahasan untuk
bersama-bersama menyelenggarakan rapat pleno untuk
memberikan masukan perdes yang telah di buat oleh pemerintah
desa. Perdes yang disusun oleh desa wates masih terpaku pada
pembuatan perdes siklus tahunan.
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Laporan pertanggungjawabab kepala desa masih dilakukan
sebatas dengan BPD. Selama menjabat sebagai kepala desa sejak
tahun 2002, laporan pertanggungjawaban kepala desa Wates
diterima oleh BPD. Masyarakat boleh hadir dalam penyampaian
LPJ kepala Desa tersebut namun sebatas hanya mendengarkan
dalam forum tersebut.
g. Pemilihan Kepala Desa ( Pilkades)
Pilkades yang diselenggarakan di desa wates cukup dinamis
bahkan dalam pelaksanaannya dan sesudahnya situasinya dapat
digambarkan mencekam dikalangan masyarakat. Calon kepala
desa yang mengikuti pemilihan pada tahun 2002 sebanyak 14
calon. Dari keempat belas calon tersebut akhirnya diambil dua
calon yang menduduki urutan teratas pada putaran pertama.
Urutan pertama dan kedua pada putaran pertama tersebut yang
mengikuti babak final untuk menentukan pemenangnya. Akhirnya
setelah melalui pertarungan yang sengit terpilihlah kepala desa
75
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
yang baru pada tahun 2002 dengan selisih suara hanya terpaut
anggka 600 dengan calon yang kalah.
Setelah terpilih menjadi lurah, maka seharusnya pemenangnya
segera dilantik, namun karena adanya isu money politik, pelantikan
lurah desa menjadi terhambat. Namun setelah menunggu
beberapa saat akhirnya lurah desa wates dilantik juga. Sedangkan
mengenai pemilihan perangkat desa, di desa wates tidak
menggunakan sistem pemilihan langsung seperti di desa-desa
Kabupaten Bantul, namun melalui pengangkatan oleh Bupati untuk
perangkat desa pada masa berlakunya UU NO.5/1979, dan melalui
sistem seleksi oleh BPD dan panitia seleksi pengisian perangkat di
desa untuk pengisian perangkat pada masa berlakunya UU No.UU
No.22/1999
Pemilihan BPD di desa wates cukup ramai. Mengingat desa
wates adalah ibukota Kulon Progo. Disamping itu di Desa wateslah
kaya akan sumber daya manusia maka cukup banyak calon yang
tertarik untuk menjadi anggota BPD.
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Sebagai pusat ibukota kabupaten maka perkembangan dinamika
masyarakat di bidang sosial, ekonomi, politik dan budaya desa
wates cukup pesat. Partisipasi masyarakat selama ini dalam
swadaya pada bidang pembangunan fisik termasuk di dalamnya
pembangunan sarana dan prasarana cukup tinggi. Hal ini
disebabkankarena adanya dorongan dari masyarakat untuk
berkembang dan maju sebagai ibukota kabupaten.Kerelaan
menyumbangkan materi baik berupa uang maupun barang
kepentingan sarana umum masih menjadi tolok ukur swadaya yang
kemudian dimaknai sebagai bentuk keikutsertaan masyarakat
untuk berpartisipasi.
76
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Partisipasi di bidang pembangunan ini di desa wates lebih
banyak menjadi tugas LPMD sebagai lembaga pemeberdayaan
masyarakat di desa. Peran dari LPMD di desa wates ini sangat
penting bagi tumbuh dan berkembangnya pembangunan yang
berkelanjutan di desa wates.
3. Desa Giripeni
a. Struktur Pemerintah Desa
Sejak tahun 2001 Desa Giri peni sudah mengunakan Undang-
undang Nomor 22 tahun 1999. Seiring dengan bergulirnya
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999,maka dibentuk pula Badan
Perwakilan Desa (BPD). Hadirnya BPD disatu sisi memberikan
keuntungan bahwasanya untuk memikirkan desa tidak cukup
hanya pamong desa saja, BPD adalah lembaga yang juga
diharapkan mampu memikirkan desa. Tetapi ada sebagian desa
yang menganggap kehadiran BPD memunculkan rival baru dalam
arena politik di desa.
Kinerja pemerintah desa dalam mendukung adanya kinerja yang
baik pemerintah desa mewajibkan dukuh untuk piket satu hari
satu.secara bergantian.hal ini dianggap dukuhlah sebagai ujung
tombak pelayanan kepada masyarakat. Bagi perangkat desa ada
yang bandel kepala desa berusaha untuk maju. Dalam rangka
untuk meningkatkan pelayanan maka lurah desa melakukan
beberapa kebijakan, yaitu: pertama kabag dulu satu ruangan
sekarang ruangannya disatukan agar kelihatan kompak dan
kelihatanya kebersamaannya. Kedua, sekretaris BPD yang
merangkap kaur umum tuganya akan ditinjau kembali karena ada
dualisme tugas dan justru sering meninggalkan tugas sebagai kaur
umum. Ketiga mendorong masyarakat untuk mengurus surat
sendiri-sendiri.
77
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
b. Hubungan Pemerintah desa Dengan Lembaga-
lembaga di Desa
Hubungan desa dengan dusun. Dukuh sebagai implementator
dari program-program desa. Tiap bulan mengadakan koordinasi
dan evaluasi. Selain dukuh masih ada bebrapa lembaga desa baik
formal maupun informal di desa. Lembaga-lembaga ini sebenarnya
dapat membantu pemerintahan desa dalam hal penjaringan
aspirasi. Namun selama ini lembaga-lembaga tersebut tidak terlalu
banyak memberikan bantuan pemikiran, hanya lembaga-lembaga
formal seperti BPD dan LPMD namun masih belum optimal,ini
karena selama ini pemerintah desa hampir tidak pernah
mengikutsertakanlembaga informal dalam melakukan perencanaan
desa.
c. Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
Pemerintah kabupaten berkuasa atas Perda untuk mengatur
desa, tidak perduli bahwasanya karakteristik masing-masing desa
berbeda-beda sehingga perlakuan yang seharusnya diterapkanpun
berbeda. Hubungan kabupaten-desa, hubungan ini bersifat
menciptakan ketergantuang desa terhadap kabupaten. Bantuan
yang digulirkan ke desa besar. Pasar desa tidak ada. Kabupaten
lebih bersifat mengarahkan misalnya dalam pembuatan perdes.
Perlu dilengkapi dengan mengadakan pelatihan-pelatihan bagi
perangkat desa untuk meningkatkan SDM. Lurah sangat
tergantung bagaimana elite atas yaitu pemerintah daerah
mensosialisasikan karena masyarakat masih menganut pola patron
klien maksusdnya apa yang disampaikan oleh pihak pemerintah
masih menjadi dasar bertindak.
78
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
d. Renstra Desa/Program Kerja Tahunan
Selam ini rencana strategis jangka panjang belum ada, yang
dilakukan selama ini hanyalah penyusunan rencana utuk satu
tahun yang diajukan tiap tahun. Dalam menyusun renncana prinsip
yang dipakai adalah program tahun sebelumnya. Jadi jika masih
ada program yang tidak disetujui tahun yang lalu maka program
itu akan diajukan lagi. Selama ini program yang disusun lebih
banyak program fisik. Sedangkan untuk program non fisik masih
belum banyak mendapat perhatian.
e. Perdes dan Keputusan-keputusan Kepala Desa
Proses penyusunan perdes dimulai dengan pemerintah desa
mengajukan rancangan. Rancangan tersebut kemudian diserahkan
pada BPD. Kemudian BDP mengumpulkan ketua RT dan beberapa
tokoh tingkat pedukuhan. Hasil yang didapat di tingkat pedukuhan
akan diplenokan di BPD. Hasilnya akan dijadikan Perdes.
Sedangangkan untuk program pembagunan yang lebih banyak
berperan adalah LPMD. Melalui KKLPMD mengumpulkan para
ketua RT dan tokoh masyarakat dan pemuda untuk membahas
program pembangunan untuk satu tahun kedepan. Dasar yang
dipakai adalah program pembangunan tahun sebelumnya. Jika
adayang tidak disetujui atau terealisasi akan diajukan lagi.
Kemudian sisanya barua akan mengajukan program baru.
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa selama ini melalui
pleno yang dihadiri oleh BPD dan beberapa tokoh masyarakat.
Walaupun bersifat terbuka bagi umum tetapi aturan mainnya
masyarakat hanya sebagai pendengar. Mereka tidak mempunyai
79
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
hak suara maupun hak bicara. Sehingga bisa dikatakan masyarakat
tetap sebagai penonton.
g. Pemilihan Kepala Desa (Pilkada)
Pemilihan kepala desa terjadi pengusungan jago pada dusun
tertentu mengusung dua jago. Hal ini menyebabkan gejolak
sedikit. Justru lurah sekarang ini tidak termasuk dari dusun
tersebut. Lurah sekarang mendapat suara 1550 suara dari sekitar
4400 pemilih. Pak bajuri menang mutlak di 3 TPS dari 10 TPS. Ada
masyarakat dari salah satu pedukuhan masih kagol menyebabkan
kegiatannya macet, karena jagonya nggak jadi.
Pertanggungjawaban diterima dengan cataan.Tingkat partisipasi
warga diatas 90-an%. Pemilihan BPD dibagi dalam 4 daerah
pemilihan berdasarkan geografis. Kursi BPD di Desa Giripeni ada
17.
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat terutama dalam pembangunan sudah
cukup baik. Tolok ukur yang dipakai adalah tingkat swadaya
masyarakat tinggi terutama pada saat program pembagunan
bergulir. Ketika pelakasanaan program mulai dilaksanakan maka
masyarakat dengan antusias menyumbangkan materi maupun
tenaga demi berlangsungnya program tersebut.
Partisipasi dalam politik masih sebatas mengikuti pemilihan
kepala dukuh, kepala desa dan BPD. Kontrol dan pengawasan
jalannya pemerintahan desa telah sepenuhnya diserahkan kepada
BPD. Masyarakat berpikir apa yang menurut BPD baik mereka
percaya bahwa hal itu baik untuk masyarakat.
80
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
4. Desa Bendungan
a. Struktur Pemerintah Desa
Seperti halnya desa-desa yang lain, bahwasanya struktur
pemeritahan desa di Desa Bendungan telah menggunakan Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999. Undang-undang ini mengatur
dibentuknya BPD sebagai funsi kontrol dan sebagai patner dengan
kepala desa. Tetapi pada kenyataannya BPD menempatkan diri
lebih tinggi dibandingkan dengan Kepala Desa.
Funsi kontrol pada dasarnya haruslah tepat menempatkannya,
sehingga tidak terjadi arogansi dalam pemerintahan. Fungi BPD
adalah sebagai salah satu kepanjangan tangan dari masyarakat
sehingga hubungannya dengan pemerintahan desa juga berupa
fungsi pertimbangan.Sistempelayanan dilakukansecara 24 jam
bahkan untuk mengejar pelayanan kadangkalapenduduk desa
menemui di rumah kepala desa dan perangkatnya dan setiap bulan
kepala desa mengadakan rapat koordinasi.
b. Hubungan Pemerintah Desa Dengan Lembaga-
lembaga di Desa
Hubungan kerja antara Pemerintah desa dengan BPD, pada
awalnya tidak serasi hal ini disebabkan karena anggota BPD belum
begitu menguasai fungsinya.BPDlebih bertindak sebagai pengawas
daripada mitra kerja.pergantian BPD ditengah jalan juga terjadi.
Bahkan terjadi pergantian ketua BPD sampai empat kali. BPD
sering melakukan teguran kepada pemerintah desa namun kurang
bisa menempatkan fungsinya. Sehingga pengawasannya tidak
efektif.
c. Hubungan Pemerintah Desa Dengan Supra Desa
81
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Hubungan pemrintah desa dengan kabupaten lebih pada
bantuan pembangunan yang berupa bantuan simultan. Bantuan itu
wujudnya berupa bantuan semen dan aspal. Melalui perdanya
kabupaten melakukan pembinaan kepada desa,contoh : pernah
terjadi kasus kadus diganti dari kabupaten namun rakyat menolak
dan memberontak pilihan dari kabupaten tersebut.
d. Renstra Desa/Program Kerja Tahunan
Dalam proses pembangunan ada mekanisme yang mengaturnya.
Mekanisme itu adalah sebelum pak lurah punya usul, pak lurah
tersebut harus musyawarah dengan dukuh, setelah itu dukuh
musyawarah untuk mendengarkan suara rakyatnya. Kalau
pembangunan itu nilainya cukup besar maka biasanya lurah desa
dan kepala dusunnya turun bersama-sama ke rakyat. Sehingga
pembangunan di bendungan ini merata untuk tiap-tiap dusun.
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Masalah penyusunan perdes, berasal dari pemerintha desa
khususdari bagian pemerintahan desa. Bahkan dalam proses
penyusunanannya pemerintah desa terlibat sendiri pada saat nanti
BPD tinggal melakukan kontrol.
f. Laporann Pertanggungjawaban Kepala Desa
LPJ lurah sampai sekarang belum ada keterangannya sudah
diterima atau belum, namun berdasarkan bocoran yang diterima
oleh lurah desa.LPJ tersebut sudah ditandatangani.
g. Pemilihan Kepala Desa
Pada saat pilkades Desa Bendungan dapat melaksanakan secara
sehat walaupun banyak calon yaitu sebanyak 6 orang. Calon yang
sudah menjabat menang kembali secara mutlak.
82
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Tingkat partisipasi warga masih cenderung pada swadaya
material dalam pelaksanaan pembangunan di desa. Swadaya itu
dapat berupa uang, bahan bagunan atau penghibahan tanah milik
mereka. Sedangkan untuk partisipasi politik sepertinya hampir
sama dengan desa-desa yang lain. Tetapi jika kita melihat kasus
pencopotan dukuh oleh kabupaten dan dibela oleh masyarakat,
menunjukan pentingnya kepemimpinan tingkat bawah dan campur
tangan kabupaten sampai dengan tingkat pedukuhan di tolak oleh
masyarakat.
5. Desa Triharjo
a. Struktur Pemerintah Desa
Desa Triharjo sama dengan desa-desa yang lain yaitu telah
menggunakan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. Dimana
menurut undang-undang tersebut diwajibkan pembentukan Badan
Perwakilan Desa. Badan ini nantinya menjadi partner kepala desa
dalam menjalankan roda pemerintahan desa. Desa Triharjo sejak
tahun 2001 telah membentuk Badan Perwakilan Desa.
Pelayanan perangkat desa dibuka tiap hari mulai 08.30-13.30,
pelayanan sesuai dengan job masing-masing dan saling mengisi.
Pelayanan yang banyak dilayani adalah keperluan KTP dan surat-
surat pengantar. Pelayanan yang dilakukan mendekati ramai pada
saat sesudah lebaran dan adanya lowongan pekerjaan, misalnya
pendaftaran CPNS.
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan Lembaga-Lembaga di
Desa
83
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Hubungan antara pemerintah dengan BPD dapat dikatakan
seiring. BPD dalam beberapa kesempatan meberikan masukan
tentang masalah keuangan, pembangunan dan mengingatkan
kepada perangkat desa dalam menjalankan tugasnya sebatas
wewenang yang dipunyai oleh BPD.sebagai contoh : dalam rangka
perbaikan pendapatan perangkat desa, BPD Triharjo mengusulkan
ada tunjangan perangkat desa yang diambilkan dari pendapatan
asli desa. Lurah mendapat tunjangan 400.000,Carik300000 Kepala
bagian 950.000 dibagi untuk jumlah dusun yang ada, dukuh
750.000 dibagi jumlah dukuh yang ada, serta staf mendapat
tunjangan 600.000.
Dalam pemilihan BPD dengan memakai sistem distrik. Pemilihan
BPD ini mendapat sambutan yang cukup baik dari masyarakat. Hal
ini terbukti pada saat dibuka pendaftaran, ada satu distrik yang
menerima calon lebih dari 6 orang.
c. Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
Hubungan dengan kabupaten selama ini berupa adanya
bantuan-bantuan desa, pembinaan perangkat desa dan perda yang
mengatur tentang desa. Bantuan dari pemerintah kabupaten lebih
banyak pada bantuan simultan. Bantuan ini diharapkan akan
memotivasi munculnya swadaya masyarakat. Bantuan dari
kabupaten lebih banyak pada bantuan fisik yaitu berupa semen dan
aspal.
Perda yang disusun kabupanten merupakan juknis dalam
menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan di desa.
Kebanyakan desa-desa mengikuti apa yang tercantum dalam perda.
Belum pernah melakukan sebuah inovasi baru atau trobosan yang
tentunya tidak menyimpang terlalu jauh dengan perda.
84
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
d.Renstra Desa/Program Kerja Tahunan
Desa Triharjo belum pernah membuat rencana srategis jangka
panjang. Selain belum ada keharusan dari pemerintah kabupaten
juga karena pemahaman rencana oleh pemerintah desa adalah
perencanan tahunan yang berupa program-program kerja. Itupun
tanpa diikuti indikator keberhasilan dan indikator proses. Sehingga
penilaian akan pembangunan hanya pada terwujudnya apa yang
telah direncanakan. Belum mengacu pada kualitas sebuah program
atau kaulitas dari hasil sebuah program. Pembangunan yang
mendapat prioritas dari masyarakat adalah selokan, jalan. Artinya
pembangunan masih dititikberatkan pada pembangunan fisik.
Peningkatan SDM bagi aparat Belum pernah dilakukan hanya
mengisi blanko dari kabupaten dan desa hanya digelontor dengan
batuan karitatif.
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Mengenai perdes yang aktif tetap perangkat desa. Perdes
digagas oleh carik, kabag pemerintahan desa dan sekretaris BPD
merumuskan perdes bersama-sama. Inisiatif dari pemerintah desa.
Keterlibatan masyarakat masih dinilai pasif. Mungkin sebagian ada
yang punya perhatian tetapi itupun karena tokoh masyarakat. Hasil
rumusan perangkat desa dan sekretaris BPD, baru akan di
plenokan dalam pleno yang dihadiri oleh anggota BPD saja. Hasil
persetujhuan tersebut baru akan disahkan dan dijadikan perdes.
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Laporan pertanggungjawaban kepala desa selama ini hanya
diselenggarakan dalam sidang pleno BPD. Walaupun tidak
menutup kemungkinan masyarakat boleh menghadiri tetapi hak-
hak dan kewajibanya terbatas. Sosialisasi pada masyarakat pun
85
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
sebatas pada tokoh masyarakat dan ketua-ketua RT. Laporan
pertanggungjawaban kepala desa dilakukan setahun sekali.
g. Pemilihan Kepala Desa
Pemilihan kepala desa di Desa Triharjo terakhir dilaksanakan
pada tahun 2004. Panitia Pemilihan Kepala Desa diambil dari BPD,
tokoh masyarakat dan beberapa pamong desa. Pada pemilihan
tersebut terdapat lima calon kepala desa. Setelah dilakuklan
penghitungan suara hanya selisih satu suara antara urutan
pertama dengan urutan kedua. Visi dan misi lurah terpilih adalah
meningkatkan pelayanan masyarakat, membenahi kinerja
perangkat.
Sedangkan pemilihan anggota BPD seperti desa-desa yang lain
dapat berjalan dengan demokratis dan mendapat perhatian dari
masyarakat.
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Di Desa Triharjo untuk melihat partisipasi masyarakat sam
halnya dengan desa-desa lain. Partisipasi masih dimaknai atau
dinilai dari swadaya masyarakat dalam pembangunan desa.
Sedangkan untuk partisipasi politik yaitu dengan mengikuti
pemilihan-pemilihan di desa. Sebagai contoh mengikuti pemilihan
Dukuh, BDP dan Kepala Desa. Sedangkan untuk hal-hal yang
bersifat pengawasan dan pembuatan kebijakan di desa masyarakat
mempercayakan kepada BPD dan perangkat desa.
6. Desa Panjatan
a. Struktur Pemerintah Desa
86
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Sampai dengan saat ini struktur organisasi pemerintahan desa
masih menggunakan UU.No 22/99. Di Desa panjatan para pamong
menjalankan tugas sesuai tupoksi. Namun dalam menjalankan
tupoksinya masing bagian tidak ketat. Masing-masing bagian
dalam menjalankan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan
kepada masyarakat desa saling melengkapi. Demikian pula dengan
kehadiran BPD para pamong menjalankan tugasnya berdasarkan
Perdes yang sudah diputuskan bersama dengan BPD. Demikian
juga dalam tugas sehari-hari mendasarkan pada Keputusan Lurah
Desa.
Struktur organisasi dan personalia Pemerintah desa dengan
menggunakan pola minimal, hal ini disebabkan sumber-sumber
keuangan desa yang sangat terbatas, terutama terbatasnya tanah
pelungguh yang tersedia untuk menggaji para pamong terbatas
luasnya. Mengenai job discription masing-masing bagian berjalan
sebagaimana mestinya, mendasarkan pada tupoksinya masing-
masing, namun demikian jika terdapat bagian yang terlalu padat
kegiatannya, masing bagian yang kurang begitu sibuk dapat salin
membantu. Namun khusus mengenai bagian umum seperti desa-
desa di Kabupaten Kulon Progo pada umumnya merangkap juga
sebagai sekretaris desa. Hal ini kadang menyebabkan adanya
kerancuan dalam menjalankan fungsinya. Di satu sisi dia sebagai
kepala bagian umum mendapat bengkok, namun disisi lain dalam
menjalankan fungsinya dia lebih banyak menjalankan fungsi
sebagai sekretaris BPD.
Sedangkan mengenai hubungan lurah dengan perangkat desa
tentang pembagian antara bagian tidak menganut pembagian
kewenangan yang jelas tergantung situasi. Dalam arti bahwa
masing-masing bagian mempunyai pembagian tugas yang jelas
namun tetap mementingkan kerjasama antar bagian. Namun
87
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
demikian ada beberapa bagian yang dipandang masih ada
beberapa pembinaan dari lurah desa. Dalam menyelesaikan
masalah tersebut lurah desa melakukan pembinaan dengan jalan
melakukan pendekatan persuasif.
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan Lembaga-Lembaga di
Desa
Hubungan pemerintah desa dengan BPD di desa Panjatan dapat
dikatakan relatif baik, namun diakui oleh kepala desa ada beberapa
anggota BPD yang sudah menjalankan tugasnya dengan baik dalam
arti kreatif, namun juga masih ada yang belum mengerti makna
tugas BPD. BPD dalam pertemuan-pertemuannya dengan
pemerintah desa selalu mengingatkan akan pentingnya pelayanan
yang baik yang harus dilakukan oleh pemerintah desa Berdasarkan
jumlah penduduk desa tersebut maka BPD hanya memiliki 7
anggota.
c. Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
Hubungan pemerintah desa dengan kabupaten relatif baik,
dalam arti kabupaten memberikan bantuan terhadap dana-dana
stimulan kepada desa, namun kadang-kadang dana yang harus
diterima oleh perangkat desa selama triwulan sekali kadang-
kadang terlambat. Namun yang perlu diperhatikan bahwa
kabupaten kurang memberikan kepada perangkat desa mengenai
peningkatan kapasitas para aparat desa seperti misalnmya;
pelatihan-pelatihan yang langsung menggunakan praktek-praktek.
Kabupaten selama ini hanya sekedar penyumbang dana yang
menunjang kegiatan pemerintahan dan pembangunan desa. Oleh
88
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
pemkab dana tersebut diwujudkan Dana Bantuan Desa yang
semula inpres bandes. Penggunaannya untuk kegiatan
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Dana itu
dimasukkan dalam APBDes tiap tahunnya.
d. Renstra Desa/Program Kerja Tahunan
Proses penyusunan program kerja dilakukan ditingkat desa
yang dilakukan oleh pamong bersama kepala dukuh. Renstra desa
panjatan secara faktual belum sempurna betul, dalam arti renstra
desa masih berbentuk program tahunan, dan kebanyakan hanya
menitikberatkan pada program-program fisik. Biasanya dana dalam
renstra ini untuk dana perangsang pembangunan fisik di tingkat
dukuh dan merangsang swadaya masyarakat. swadaya bisa
mencapai 2 kali lipat dari dana bantuan tersebut.
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Pembuatan dan penyusunan peraturan desa di desa panjatan
lebih banyak dilakukan oleh pemerintah desa. Kepala bagian
pemerintah desa yang paling berperan dalam menyusun perdes ini.
Jadi eksekutif desa masih lebih besar peranannya dalam
penyusunan perdes ini. Dalam penyusunan perdes ini tidak ada
pertemuan rutin antara BPD dengan pemerintah desa kecuali
dalam pembahasan untuk bersama-bersama menyelenggarakan
rapat pleno untuk memberikan masukan perdes yang telah di buat
oleh pemerintah desa.
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Laporan pertanggungjawabab kepala desa masih dilakukan
sebatas dengan BPD. Walaupun terdapat masyarakat yang hadir
tetapi lebih banyak mendengarkan. Hal ini dikarenakan sesuai
dengan hak-hak dalam forum tersebut.
89
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
g. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)
Pilkades yang diselenggarakan di desa Panjatan terakhir
diadakan pada tahun 2002. dalam pilkades ini diikuiti oleh 4 calon.
Dari empat calon tersebut ada calon perempuan sebanyak
satu.dalam proses pemilihan memang pada awal-awalnya
masyarakat terkotak-kotak dalam dukung-mendukung dan semapat
memanas, namun tidak sampai menyebabkan ontran-ontran atau
kericuhan. Setelah melalui pemilihan yang diikuti oleh sekitar 900
pemilih maka desa panjatan berhasil memilih seorang pensiunan
guru untuk menjadi lurah desa dengan menyisihkan lawan-
lawannya walaupun dengan kemenangan atau selisih suara sedikit.
Lurah terpilih di desa panjatan ini kalau ditarik garis keturunan
masih memiliki garis keturunan lurah, karena pamannya
sebelumnya juga menjadi lurah.
Pemilihan BPD di desa Panjatan menurut keterangan para
perangkat desa di bilang- biasa-biasa saja tidak terlalu istimewa.
Pemilihan anggota BPD dengan sistem masing-masing pedukuhan
mengadakan pemilihan sendiri-sendiri yang akan mewakili
dusunnya sebagai anggota BPD. Berapa anggota BPD dari masing-
masing diusun berdasarkan jumlah quota. Dari lima jumlah dusun
maka ditetapkan jumalh anggota BPD sebanyak 7 orang jadi ada
satu dusun yang diwakili lebih dari satu anggota.
h. Tingkat Partipasi Masyarakat
Partisipasi selama ini dalam swadaya pada bidang
pembangunan fisik. Kerelaan menyumbangkan materi baik berupa
uang maupun barang atau pembebasan lahan guna kepentingan
sarana umum masih menjadi tolok ukur swadayayang kemudian
dimaknai sebagai partisipasi. Partisipasi di bidang pembangunan
90
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
ini lebih banyak menjadi tugas nLPMD sebagai lembaga
pemeberdayaan masyarakat di desa panjatan. Peran dari LPMD di
desa panjatan ini belum maksimal betul, dikarenakan ini lembaga
baru sebagai pengganti dari LKMD.
7. Desa Brosot
a. Struktur Pemerintah Desa
Sampai dengan saat ini struktur organisasi pemerintahan desa
masih menggunakan UU.No 22/99. Di Brosot para pamong
menjalankan tugas sesuai tupoksi. Masing-masing bagian dalam
menjalankan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada
masyarakat desa berdasar UU. 22/99. Demikian pula dengan
kehadiran BPD para pamong menjalankan tugasnya berdasarkan
Perdes yang sudah diputuskan bersama dengan BPD. Demikian
juga dalam tugas sehari-hari mendasarkan pada Keputusan Lurah
Desa.
Struktur organisasi dan personalia Pemerintah desa dengan
menggunakan pola minimal, hal ini disebabkan sumber-sumber
keuangan desa yang sangat terbatas, terutama terbatasnya tanah
pelungguh yang tyersedia untuk menggaji para pamong. Mengenai
job discription masing-masing bagian berjalan sebagaimana
mestinya, mendasarkan pada tupoksinya masing-masing, Namun
demikian jika terdapat bagian yang terlalu padat kegiatannya,
masing bagian yang kurang begitu sibuk dapat salin
membantu.Hubungan lurah dengan perangkat desa. Pembagian
antara bagian tidak menganut pembagian kewenangan yang jelas
tergantung situasi. Dalam arti bahwa masing-masing bagian
mempunyai pembagian tugas yang jelas namun namun tetap
mementingkan kerjasama antar bagian.
91
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan Lembaga-Lembaga DI
Desa
Hubungan pemerintah desa dengan BPD berjalan baik duduk
satu meja tidak mencari kemenangan khususnya mengenai
pungutan desa, program kerja. LPJ diterima terus oleh BPD. BPD
bahkan pernah memberikan teguran kepada pelayanan. Pelayanan
mulai jam 08.00.Sedangkan dengan lembaga di luar BPD dapat
dikatakan tidak menjadi masalah bahkan saling mendukung satu
sama lain, seperti misalnya dengan LPMD dan PKK.
c. Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
Kabupaten hanya sekedar penyumbang dana, masalah
peraturan selama ini desa mengirim peraturan dalam bentuk
perdes bupati tidak ada penolakan tida ada perbaikan teknis.
Pelatihan bentuk ceramah minim praktek.Bantuan Pemkab yang
menunjang kegiatan pemerintahan dan pembangunan desa. Oleh
pemkab diujudkan Dana Bantuan Desa yang semula inpres bandes.
Penggunaannya untuk kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan. Dana itu dimasukkan dlam APBDes tiap
tahunnya.
d. Renstra Desa/Program Kerja Tahunan
Proses penyusunan program kerja dilakukan ditingkat desa
yang dilakukan oleh pamong bersama kepala dukuh. Biasanya dana
ini untuk dana perangsang pembangunan fisik di tingkat dukuh dan
merangsang swadaya masyarakat. Swadaya bisa mencapai 2 kali
lipat dari dana bantuan tersebut.
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
92
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Tidak ada pertemuan rutin antara BPD dengan pemerintah desa
kecuali dalam membicarakan peraturan-peraturan desa.
Keberadaan forum warga setiap RT ada. Forum itu dilakukan
secara rutin tiap bulan. Dalam forum itu senantiasa dihadiri oleh
kepala dukuh. Keberadaan forum itu sangat membantu pemerintah
desa dalam mensosialisasikan kegiatan pemerintah desa maupun
sebagai wadah untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang
dihadapi oleh warga. Forum-forum ini juga digunakan untuk
menjaring aspirasi dari tingkat bawah.
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Laporan pertanggungjawabab kepala desa masih dilakukan
sebatas dengan BPD. Walaupun terdapat masyarakat yang hadir
tetapi lebih banyak mendengarkan. Hal ini dikarenakan sesuai
dengan hak-hak dalam forum tersebut.
g. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)
Pilkades diikuti oleh tujuh peserta dan yang memenangkan
adalah Supeno dengan meraih kemenangan mutlak, yaitu 60%.
Pada saat pilkades Supeno tidak akan mencalonkan namun ada
gerakan dari rakyat untuk mencalonkan dia, yaitu ditandai dengan
adanya penggalangan dana dari masyarakat.
Pemilihan BPD diikuti oleh 13 calon/peserta. Pemilihan BPD
dengan memakai sistem distrik.satu distrik diwakili oleh dua
dusun. Semua dusun terwakili. Tingkat partisipasi masyarakat
adalah 90%.
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Partisipasi selama ini adalam swadaya pada bidang
pembangunan fisik. Kerelaan menyumbangkan materi baik berupa
93
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
uang maupun barang atau pembebasan lahan guna kepentingan
sarana umum masih menjadi tolok ukur swadaya yang kemudian
dimaknai sebagai partisipasi.
8. Desa Ngentakrejo
a. Struktur Pemerintah Desa
Desa Ngentakredjo adalah sebuah desa yang dalam sistem
penyelenggaraan pemerintahan masih menggunakan Struktur
organisasi pemerintahan berdasarkan UU NO.22/1999.
Berdasarkan struktur ini maka para pamong desa menjalankan
tugas sesuai dengan bidangnya masing-masing. Namun antar
bagian dalam menjalankan tugas dan fungsinya tidak terlalu ketat.
Tidak ketat disini berarti bahwa masing-masing bagian saling
membantu dalam menyelesaikan pekerjaanya sehari-hari,
khususnya dalam menjalankan tugas di bidang pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat melainkan
masing-masing bagian saling melengkapi. Demikian pula dengan
kehadiran BPD para pamong dalam menjalankan tugasnya
berdasarkan Perdes yang sudah diputuskan bersama dengan BPD.
Disamping itu juga dalam tugas sehari-hari mendasarkan pada
Keputusan Lurah Desa. Pemerintah desa
mempertanggungjawabkan semua pelaksanaan tugasnya kepada
BPD
Struktur organisasi dan personalia Pemerintah desa
menggunakan pola empat kepala bagian, namun setelah kepala
bagian dikonversikan menjadi sekretaris BPD, maka kemudian
menjadi tiga kepala bagian. Maka secara kelembagan dan
organisasi struktur pemerintahan di desa ngentakredjo
menggunakan pola minimal. Sedangkan khususnya mengenai
94
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
bagian umum seperti desa-desa di Kabupaten Kulon Progo pada
umumnya merangkap juga sebagai sekretaris BPD.
Mengenai hubungan lurah dengan perangkat desa tentang
pembagian kewengan antara lurah desa dengan perangkat di
bawahnya tidak menganut pembagian kewengan yang jelas
tergantung situasi. Dalam arti bahwa masing-masing bagian
mempunyai kewenangannya sendiri-sendiri namun dalam keadaan
tertentu mereka saling membantu dan melengkap.
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan Lembaga-
Lembaga DI Desa
Hubungan pemerintah desa dengan BPD di desa ngentakredjo
dapat dikatakan relatif baik dan harmonis. Hal ini karena kepala
desa ngentakredjo dalam membina hubungan dengan BPD
mempunyai prinsip bahwa BPD adalah mitra kepala desa dan
bukan musuh BPD. Selama ini BPD melakukan tugas dan fungsinya
sudah sesuai dengan garisnya. Anggota BPD memiliki anggota
yang memiliki latar belakang yang sangat beragam ada mantan
PNS, swata, mantan pegawai bank, guru,wiraswasta.
Sedangkan dengan kelembagaan desa lainnya seperti dengan
LPMD dan lembaga-lembaga sosial lainnya yang ada di desa tidak
menimbulkan masalah,hubungan tetap menjaga kebebasan masing-
masing lembaga.
c. HubunganPemerintah Desa dengan Supra Desa
Hubungan pemerintah desa dengan kabupaten relatif baik,
dalam arti kabupaten memberikan bantuan terhadap dana-dana
stimulan kepada desa. Bantuan stimulan ini diberikan kepada desa
95
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
dalam rangka mendorong pembangunan yang ada di desa
ngentakredjo. Namun yang perlu diperhatikan seperti desa-desa di
Kulon Progo bahwa kabupaten kurang memberikan kesempatan
kepada perangkat desa mengenai peningkatan kapasitas para
aparat desa seperti misalnmya; pelatihan-pelatihan yang langsung
menggunakan praktek-praktek. Kabupaten selama ini hanya
sekedar penyumbang dana yang menunjang kegiatan
pemerintahan dan pembangunan desa.
d. Renstra Desa/Program Kerja Tahunan
Proses penyusunan program kerja dilakukan ditingkat desa
yang dilakukan oleh pamong bersama kepala dukuh. Renstra desa
ngentakredjo didasarkan dan diselaraskan dengan program
tahunan desa. Dimana program tahunan ini masih mengedepankan
pembangunan fisik di tingkat masyarakat dan merangsang
swadaya masyarakat. Pengembangan kapasitas masyarakat melalui
bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dalam perencanaan masih
minim.
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Pembuatan dan penyusunan peraturan desa di desa
ngentakredjo seperti desa-desa di Kabupaten Kulon Progo lebih
banyak dilakukan oleh pemerintah desa. Kepala bagian pemerintah
desa yang paling berperan dalam menyusun perdes ini. Jadi
eksekutif desa masih lebih besar peranannya dalam penyusunan
perdes ini. Dalam penyusunan perdes ini tidak ada pertemuan rutin
antara BPD dengan pemerintah desa kecuali dalam pembahasan
untuk bersama-bersama menyelenggarakan rapat pleno untuk
memberikan masukan perdes yang telah di buat oleh pemerintah
96
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
desa. Perdes yang disusun oleh desa ngentakredjo masih terpaku
pada pembuatan perdes siklus tahunan.
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Laporan pertanggungjawaban kepala desa masih dilakukan
sebatas dengan BPD. Selama ini pemerintah desa dalam
memberikan laporan pertanggungjawaban kepada BPD tidak
menjadi masalah dan diterima. Dapat dikatakan hubungan antara
pemerintah desa dengan BPD serasi.
g. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)
Pilkades yang diselenggarakan di desa Ngentakredjo cukup
dinamis, isu money politic mewarnai dinamika pelaksanaan
pilkades ini. Setelah melalui pemilihan yang cukup semarak maka
terpilih kepala desa baru. Latar belakang kepala desa baru ini
adalah pensiunan polisi. Sedangkan untuk rekrutmen perangkat
desa lainnya, di desa ngentakredjo tidak menggunakan sistem
pemilihan langsung seperti di desa-desa Kabupaten Bantul, namun
melalui pengangkatan oleh Bupati untuk perangkat desa pada
masa berlakunya UU NO.5/1979, dan melalui sistem seleksi oleh
BPD dan panitia seleksi pengisian perangkat di desa untuk
pengisian perangkat pada masa berlakunya UU No.UU
No.22/1999. Sedangkan mengenai pemilihan anggota BPD dengan
menggunakan sistem distrik dapat berlangsung dengan baik.
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Partispasi masyarakat desa ngentakredjo dapat dikatakan cukup
baik. Partisipasi masyarakat selama ini dalam swadaya pada
bidang pembangunan fisik termasuk di dalamnya pembangunan
sarana dan prasarana cukup tinggi. Kerelaan menyumbangkan
97
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
materi baik berupa uang maupun barang untuk membangun
kepentingan sarana umum masih menjadi tolok ukur swadaya yang
kemudian dimaknai sebagai bentuk keikutsertaan masyarakat
untuk berpartisipasi.
Partisipasi di bidang pembangunan ini di desa ngentakredjo
lebih banyak menjadi tugas LPMD sebagai lembaga
pemeberdayaan masyarakat di desa. Peran dari LPMD di desa
ngentakredjo ini sangat penting bagi tumbuh dan berkembangnya
pembangunan yang berkelanjutan di desa.
9. Desa Gulurejo
a. Struktur Pemerintah Desa
Struktur organisasi pemerintahan desa sudah menggunakan
UU.No 22/99. Struktur organisasi dan personalia Pemerintah desa
dengan menggunakan pola minimal, hal ini disebabkan sumber-
sumber keuangan desa yang sangat terbatas, terutama terbatasnya
tanah pelungguh yang tyersedia untuk menggaji para pamong
terbatas luasnya. Pandangan pamong pada struktur organisasi
pemerintahan desa berdasarkan UU 22 tahun 1999, umumnya
tidak memjadi persoalan. Yang menjadi sikapnya adalah yang
penting bagaimana menjalankan tugas sesuai dengan jobnya, dan
pelayanan pada masyarakat berjalan lancar.
Kepala desa senantiasa melakukan kontrol terhadap staf, hal ini
dilakukan seminggu dua kali dengan pertemuan rapat koordinasi
pada staf maupun dengan para kepala dukuh. Pendelegasian
wewenang kades jelas ada, ini dilakukan sesuai dengan tupoksi
masing -masing bagian.
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan Lembaga-Lembaga Di
Desa
98
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Hubungan LPMD mekanisme hubungan terjalin terutama
berkaitan dengan rencana pembangunan dan pelaksanaannya.
LPMD tidak pernah berhubungan dengan BPD. LPMD lebih banyak
berhubungan dengan perangkat terutama dalam kegiatan
membuat perencanaan pembanguna maupun saat pelaksanaan
pembangunan desa.
Hubungan pemdes dengan RT, RW . RT difungsikan sebagai alat
kepanjangan pemdes, sedang RW di Kulon Progo sebagai bentuk
paguyuban masyarakat. Dalam hal perencanaan pembangunan RT,
RW masih diberikan peluang untuk mengusulkan program
pembangunan.
Sedangkan untuk hubungan dengan BPD sendiri pada awalnya
masih mengalami kesulitan. Tetapi setelah berjalan beberapa
tahun tidak lagi terjadi. Pemahaman terhadap tupoksi salah satu
penyebab adanya kesulitan dalam hubungan pemerintah desa
dengan BPD. Tetapi begitu tupoksi sudah dipahami oleh BPD maka
tidak lagi ada kesulitan.
c. Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
Hubungan pemkab dengan pemdes dirasakan saling terkait,
pemkab responsif. Hubungan selama ini berupa bantuan-bantuan
pendanaan dan bantuan-bantuan material. Tentang rencana
pelaksanaan UU No. 32/2004, pemkab telah melakukan sosialisasi
melalui Bagian Pemdes Pemkab, BPD juga diajak dalam sosialisasi
tersebut
Bantuan pembiayaan pemkab terhadap program kerja pemdes
dengan cara memberi bantuan dana pembangunan desa. Sekarang
ini ada dana LKM walaupun uangnya belum boleh
dioperasionalkan, desa hanya memperoleh bungan simpanan dana
99
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
LKM tersebut setiap tahunnya, dana tersebut dianggarakan dalam
APBDes tahunan.
d. Renstra Desa/Program Kerja Tahunan
Renstra belum dibuat. Pamong belum memehami ttg hal itu.
Desa belum memliki perencanaan jangka menegah sehingga arah 5
tahun ke depan tidak pernah terpikirkan. Namun pamong sangat
sadar hal itu sebenarnya penting diketahui dan harus dibuat, tetapi
ke arah itu belum ada rencana pembuatannya (kapasitas membuat
itu belum punya).
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Perdes masih mengacu pada perda. Prosesnya, BPD melakukan
pertemuan rutin selapanan. Pada pertemuan tersebut selain
sebagai ajang arisan juga untuk menggali aspirasi dari masyarakat.
Kemudian dibuat sebuah raperdes, raperdes tersebut disampaikan
kepada pemerintah desa untuk dipelajari. Kemudian diadakan
pleno dengan BPD dan perangkat desa.
e. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Pada tiap akhir tahun anggaran maka pemerintah desa
membuat laporan pertanggungjawaban. Tiap kabag diberikan
tugas untuk membuat laporan pada bagian masing-masing. Proses
pelaporan LPJ dari kepala desa membuat rancangan kemudian
bersama dengan BPD dikritisi dan dibahas bersama.
Forum laporan pertanggungjawaban kepala desa hanya dihadiri
oleh BPD dan beberapa perangkat desa. Walaupun sudah ada
pengumuman untuk bisa menghadiri forum tersebut tetapi selama
ini belum ada masyarakat yang turut menghadiri forum tersebut.
Laporan pertanggungjawaban disosialisakan kepada warga melalui
dukuh dan ketua-ketua RT.
100
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
f. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)
Pemilihan kepala desa dilakasanakan menggunakan dana
APBDes dan dana bantuan dari pemerintah kabupaten. Panitia
pemilihan terdiri dari BPD, pamong dan tokoh masyarakat. Selama
ini pelaksanaan pemilihan kepala desa di Desa Gulurejo aman dan
berjalan demokratis, tidak ada intervensi dari manapun. Proses
pemilihan kepala desa diawali oleh pembentukan panitia, dimana
panitia tersebut terdiri dari BPD, tokoh masyarakat dan beberapa
pamong. Kemudian diadakan pendaftaran calon. Setelah
pendaftaran calon proses selanjutnya adalah kampanye dimana
dalam kampanye tersebut mengutarakan visi dan misi calon kepala
desa. Dan pada puncaknya adalah pemilihan langsung oleh
masyarakat.
g. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat dilakukan dalam forum-forum rembug
yang ada pada level RT dan dusun. Forum-forum tersebut
dilakukan rutin tiap selapanan. Partisipasi jua dimaknai sebagai
swadaya dalam pembangunan. Swadaya tersebut lebih pada bidang
fisik yaitu berupa material.
10. Desa Jatirejo
a. Struktur Pemerintah Desa
Desa Jatirejo sama dengan desa-desa yang lain yaitu telah
menggunakan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. Dimana
menurut undang-undang tersebut diwajibkan pembentukan Badan
Perwakilan Desa. Badan ini nantinya menjadi partner kepala desa
101
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
dalam menjalankan roda pemerintahan desa. Desa Jatirejo sejak
tahun 2001 telah membentuk Badan Perwakilan Desa.
Menurut penuturan pamong, bahwa dampak dengan
digunakanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah kinerja
kepala desa dan pamong semakin meningkat. Pemberian otoritas
yang lebih pada desa memacu untuk lebih profesional juga
regenerasi di tubuh pemerintah desa. Pamong desa untuk periode
sekarang lebih banyak kaum muda. Pelayanan tidak terlalu
bermasalah artinya dari dahulu pelayanan tidak pernah menjadi
hambatan oleh warga desa. Peningkatan terjadi hanya pada jam
kerja pamong lebih, jika dahulu pulang pukul 12.00 WIB sekarang
sampai dengan pukul 14.00 WIB. Hubungan keja antar pamong
sistem yang dipakai adalah saling mengisi.
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan Lembaga-
Lembaga di dsa
Hubungan pemerintah desa dengan lembaga-lembaga desa
terutama BPD dan LPMD pada awalnya mengalami kesulitan
karena adanya kesalahfahaman tentang tugas dan fungsi.
Kesalahfahaman tersebut bahkan sudah mengarah pada oposisi
yang selalu mengkritisi atau bahkan mencari sebuah kesalah pada
pemerintah desa. Tetapi ketika pemerintah desa mengadakan
sosialisasi terhadap tugas dan fungsinya kesalahfahaman tersebut
berangsur-angsur berkurang bahkan sekarang tidak ada lagi
masalah. Bahkan lembaga-lembaga tersebut mendapatkan alokasi
dana dari pemerintah desa yaitu honor bagi BPD dan dana
akomodasi untuk rapat dan seragam bagi LPMD. Anggaran
tersebut diambilkan dari dana kas desa.
c. Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
102
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Peran dan hubungan pemerintah desa dengan kabupaten hanya
sebatas masalah program desa yaitu berkenaan dengan bantuan
terhadap program-program desa. Bantuan tersebut berupa semen
dan aspal. Hal ini kaitanya dengan program pengerasan jalan desa.
Bantuan tersebut langsung disalurkan ke pedukuhan langsung.
d. Renstra Desa /Program Kerja Tahunan
Desa Jatirejo belum pernah membuat rencana srategis jangka
panjang. Hal ini lebih disebabkan karena belum ada keharusan dari
pemerintah kabupaten juga karena pemahaman rencana oleh
pemerintah desa adalah perencanan tahunan yang berupa
program-program kerja. Perencanaan tahunan tersebut juga tanpa
diikuti indikator keberhasilan dan indikator proses. Sehingga
penilaian akan pembangunan hanya pada terwujudnya apa yang
telah direncanakan. Belum mengacu pada kualitas sebuah program
atau kaulitas dari hasil sebuah program.
Pembangunan yang mendapat prioritas dari masyarakat adalah
selokan, jalan. Artinya pembangunan masih dititikberatkan pada
pembangunan fisik. Peningkatan SDM bagi aparat Belum pernah
dilakukan hanya mengisi blanko dari kabupaten dan desa hanya
digelontor dengan batuan karitatif.
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Mengenai perdes yang aktif tetap perangkat desa. Pamong desa
mengundang tokoh masyarakat seperti dukuh dan BPD untuk
mengadakan Musbangdes. Hasil dari musbangdes kemudian
menjadi APBDes. Setelah APBDes disetujui dan dana program
turun maka baru akan mengumpulkan para RT dan LPMD untuk
menyelengarakan atau melaksanakan program tersebut.
103
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Keterlibatan masyarakat masih dinilai pasif. Mungkin sebagian ada
yang punya perhatian tetapi itupun karena tokoh masyarakat.
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Laporan pertanggungjawaban kepala desa selama ini hanya
diselenggarakan dalam sidang pleno BPD. Walaupun tidak
menutup kemungkinan masyarakat boleh menghadiri tetapi hak-
hak dan kewajibanya terbatas. Sosialisasi pada masyarakat pun
sebatas pada tokoh masyarakat dan ketua-ketua RT. Laporan
pertanggungjawaban kepala desa dilakukan setahun sekali.
g. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)
Panitia Pemilihan Kepala Desa, Desa Jatirejo diambil dari BPD,
tokoh masyarakat dan beberapa pamong desa. Pemilihan dilakukan
secara langsung oleh masyarakat desa. Sumber dana pemilihan
kepala desa berasal dari dana kas desa dan bantuan dari
kabupaten. Sejauh ini tidak ada indikasi terjadinya KKN bahkan
pembagian sebako yang tahun-tahun sebelumnya ada tetapi untuk
pemilihan terakhir tidak ada.
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Di Desa Jatirejo untuk melihat partisipasi masyarakat sama
halnya dengan desa-desa lain. Partisipasi masih dimaknai atau
dinilai dari swadaya masyarakat dalam pembangunan desa.
Sedangkan untuk partisipasi politik yaitu dengan mengikuti
pemilihan-pemilihan di desa. Sebagai contoh mengikuti pemilihan
Dukuh, BDP dan Kepala Desa. Sedangkan untuk hal-hal yang
bersifat pengawasan dan pembuatan kebijakan di desa masyarakat
mempercayakan kepada BPD dan perangkat desa.
104
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
11. Desa Banguncipto
a. Struktur Pemerintah Desa
Struktur organisasi pemerintahan desa masih menggunakan
UU.No 22/99. Di Desa Banguncipto para pamong menjalankan
tugas sesuai tupoksi. Masing-masing bagian dalam menjalankan
pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat
desa berdasar UU. 22/99. Demikian pula dengan kehadiran BPD
para pamong menjalankan tugasnya berdasarkan Perdes yang
sudah diputuskan bersama dengan BPD. Demikian juga dalam
tugas sehari-hari mendasarkan pada Keputusan Lurah Desa. UU.
22/99 sebenarnya memberikan peluang bagi desa untuk
memperkuat kewenangannya (otonom), dan di desa ada BPD, ini
memberikan garansi adanya demokratisasi, sehingga kepala desa
tidak bisa memegang kekuasaan secara terpusat, tetapi harus
membagi kekuasaannya dengan BPD ini.
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan Lembaga-
Lembaga di Desa
Organisasi yang ada di desa kami saat ini seperti BPD, LPMD,
PHBI, PKK, Karang Taruna, kelompok pengajian, kelompok arisan.
Organisasi tersebut semua masih ada dan berjalan semestinya,
walaupun belum maksimal. Organisasi itu juga berperan dalam
memotivasi warga untuk melakukan swadaya terhadap
pembangunan jalan ataupun sarana lainnya. Pemerintahan desa
berperannaktif secar timbal balik,baik hubungan antara lembaga
maupun lembaga atau perkumpulan tersebut dengan pemerintah
desa, secara top down maupun botton-up. Hubungan itu dilakukan
dengan saling koordinasi dan memberi masukan ketika ada
persoalan di desa, seperti kordinasi terkait dengan pembangunan
105
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
jalan, pembangunan masjid maupun mashala, keamanan
lingkungan pedukuhan masing-masing. Pemerintah desa
membangun hubungan dengan perkumpulan tersebut seperti,
bidang fasilitasi, konsultasi, konsolidasi, dan advokasi. Bidang
fasilitasi; kepala desa melakukan upaya fasilitasi terhadap
kebutuhan-kebutuhan perkumpulan terkait dengan masalah
pembangunan desa dan peningkatan sumber daya manusia, seperti
melakukan penyuluhan dan pelatihan yang diadakan oleh
pemerintah kebupaten.
BPD memang belum berperan maksimal, hanya saja secara
kelembagaan mereka sudah melakukan tugasnya menyampaikan
aspirasi warga desa kepada pemerintah desa terkait masalah
pembangunan jalan ataupun dana bantuan untuk pembenahan
sekolah dan juga fasilitas lainnya. Kelompok tani yang sering
melakukan pertemuan di kantor desa juga membahas berbagai
persoalan pertanaian di desa, baik itu masalah benih, pupuk
maupun persoalan penyakit tanaman yang dihadapi oleh para
petani sehingga memudahkan mencari solusinya.
Lembaga BPD selaku lembaga legislasi dan pemerintah desa
selaku lembaga eksekutif selalu membangun hubungan yang
harmonis dengan cara mengadakan sharing pendapat maupun
haering atau kunjungan untuk membahas hal-hal yang bersifat
publik dan berkaitan dengan pembanguan desa dalam kurun waktu
5 atau 6 tahun kedepan. Dan BPD di desa ini setidak sudah sesuai
dengan harapanya masyarakat, hal ini dapat dilihat dari
keterlibatan mereka dalam melakukan penjaringan aspirasi
serta ,menyampaikan aspirasi atau usulan dari waerga desa
kepada pemerintahan desa. Memang BPD sekarang belum optimal
kinerja nya oleh karena itu perlu dioptimlakan kinerjanya dengan
didukung peningkatan sumber daya manusia. BPD dan Kepala desa
106
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
juga secara umum sudah melakukan upaya-upaya penyerapan
aspirasi akan tetapi belum maksimal, dalam artian tidak semua apa
yang menjadi kebutuhan warga dapat dipenuhi, hal ini bisa dilihat
dari ada kecenderungan pembangunan jalan lebih dititik beratkan
pada swadaya masyarakat.
c. Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
Hubungan dengan kabupaten selama ini bersifat bantuan.
Diamana kabupaten sering memberikan bantukan kepada desa.
Selain itu pembinaan dan sosialisasi tentang hal-hal terbaru
berkenaan dengan desa juga sering dilakukan.
d. Renstra Desa
Renstra belum dibuat. Pamong belum memehami tentang hal
itu. Desa belum memliki perencanaan jangka menegah sehingga
arah 5 tahun ke depan tidak pernah terpikirkan. Namun pamong
sangat sadar hal itu sebenarnya penting diketahui dan harus
dibuat, tetapi ke arah itu belum ada rencana pembuatannya
(kapasitas membuat itu belum punya). Yang ada selama ini adalah
rencana untuk satu tahun kedepan.
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Selama ini proses penjaringan aspirasi biasanya dari bawah,
dalam artian, warga desa ketika mengadakan pertemuan di tingkat
RT maupun pedukuhan yang dihadiri oleh tokoh masyarakat dan
juga pengurus RT, RW serta melibatkan BPD, mengajukan usulan-
usulan kepada pemerintah desa baik itu mengenai pembangunan
(fisik) maupun masalah ekonomi warga serta keamanan lingkungan
desa yang sifatnya membangun, setelah itu hasil pertremuan itu
kami sampaikan ke kepala desa memalui RT maupun melalui BPD
107
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
jadi proses penjaringan aspirasi itu kadang dilakukan oleh RT,
Dukuh maupun BPD. Dapat dikatakan ada inisiatif dari atas dan
ada juga ada inisiatif dari bawah, tapi selama ini inisiatif justru
lebih cenderung datang dari warga desa. Selama ini yang
cenderung menjadi pusat perhatian yaitu masalah pembangunan
fisik, serta lapangan pekerjaan yang masih minim, serta persoalan
pendapatan desa yang minim pula. Rapat ini juga dihadiri oleh
anggota BPD. Biasanya hasil rapat itu akan dilaksanakan bersama
dan sudah menjadi kesepakatan bersama, termasuk masalah
anggaran untuk tiap pedukuhan untuk membangun sarana dan
prasarana di pedukuhan masing-masing.
Demikian juga dalam pembuatan kebijakan desa, kepala desa
selain melibatkan pamong desa, baik dukuh, kabag atau kaur, juga
melibatkan tokoh masyarakat serta perwakilan dari perkumpulan.
Proses kebijakan ini dibuat melalui rapat desa dimana kepala desa
mengundang peserta tadi, dan pada rapat tersebut setiap peserta
rapat diberikan kesempatan untuk mengungkapkan keluhan dan
masukanya terkait desa kedepan.
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Selama ini di desa tetap menggunakan prosedur yang telah
diatur dalam UU, dimana LPJ kades secara vertikal kepada
lembaga/pejabat diatasnya, sedangkan secara horizontal kepada
masyarakat melalui BPD. LPJ dibuat semacam review dari masing-
masing bagian maupun urusan berdasarkan bidang yang ada dan
dirangkum menjadi satu kesatuan dari beberapa satuan kegiatan
yang telah tertera pada restra di pemerintah desa. Yang terlibat
dalam LPJ ini adalah Lurah Desa dan semua aparat desa mulai dari
kaur atau kabag, dukuh sampai RT/RW serta BPD. LPJ ini biasanya
108
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
disampaikan secara tertulis oleh kepala desa dihadapan anggota
BPD yang juga dihadiri oleh seluruh pamong desa.
Selain itu Kepala Desa juga memberikan laporanya kepada
pemerintah kabupaten secara tertulis sebagai upaya pemerintah
menginformasi segala kegiatan dan upaya yang telah dilakukan
oleh kepala desa selama bertugas. Selama ini belum ada penolakan
LPJ kades, BPD dan masyarakat desa menerima LPJ tersebut.
dengan beberapa catatan, khususnya terkait masalah penggunaan
keuangan bantuan pemerintah pusat ataupun bantuan dari pihak
lain diluar desa.
g. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)
Pemilihan kepala desa semua berjalan lancar damai dan tidak
ada masalah, cukup demokratis, dan transparan karena dipilih
secara langsung melibatkan seluruh warga desa. Tidak ada
intimidasi atau iming-iming dari salah satu calon, semua berjalan
sesuai dengan aturan yang telah disepakati bersama oleh warga
dan tokoh masyarakat yang terlibat dalam kepanitiaan. Pemilihan
kepala desa ini juga dihadiri oleh pihak kabupaten sebagai
pengawas jalannya pemlihan.
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Pembangunan desa jelas melibatkan warga desa, dimana
prosesnya adalah dari menyusun perencanaan atau planning,
pelaksanaan, kontrol, evaluating dan follow up/tindak lanjut.
Keterlibatan warga dalam pembangunan ini dapat dilihat dari
swadaya masyarakat dalam pembangunan desa yang relative tinggi
serta keterlibatan atau partisipasi langsung warga terhadap
pembuatan jalan ataupun pembuatan rumah sekolah. Selama ini,,
kepala desa juga memberikan kesempatan kepada warga untuk
109
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
melakukan kontrol terhadap peran dan kerja-kerja pemerintah
khususnya dalam proyek pembangunan, karena menurut saya
masyarakat sebagai fungsi kontrol kinerja pemerintah desa melalui
lembaga yang ada yaitu BPD.
Masalah pembangunan desa, dapat dikatakan bahwa
pembangunan fisik di desa ini merupakan hasil partisipasi warga
desa melaui swadaya dana dan tenaga, dan itu rutin setiap tahun.
Pemerintah desa memang telah menganggarkan untuk setiap
dusun, anggaran pembangunan sekitar 1 juta- 1,5 juta akan tetapi
itukan tidak cukup, kekurangannya kami sebagai warga harus
melakukan swadaya agar pembangunan itu bisa mencapai target.
Kepala desa sekarang juga memberikan kesempatan kepada warga
untuk melakukan pengawasan terhadap pembangunan yang
dilakukan, dan kami selain melakukan pengawasan langung, juga
memberikan mandat kepada BPD untuk melakukan hal itu
sehingga pemerintah desa tidak berlaku semena-mena ataupun
meyelewengkan dana pembangunan.
12. Desa Tuksono
a. Struktur Pemerintah Desa
Pengalaman menjalankan UU. 5/79. Segala sesuatu desa
seakan-akan hanya pelaksana dari kebijakan kabupaten. Bagi desa
tuksono apapun UU nya tidak manjadi masalah, yang penting dapat
menjalankan sesuai dengan aturannya. Hanya saja dengan UU.
22/99 desa merasakan ada kebebasan dalam menjalankan kinerja
pemerintahan desa. Keberadaan BPD tidak menjadi maslah bagi
kami, sebab kami selalu benjalin hubungan dengan baik, baik
dalam penyusunan perdes maupun dalam melaksanakan kebijakan
kabupaten (perda) maupun dalam kami menjalankan perdes.
110
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Perdes yang dirancang bersama dengan BPD, pelaksaannya juga
kami diskusikan bersama. Kadang BPD berseberangan dengan
lurah desa. Tetapi bagi kami di tuksono tidak menjadi masalah,
justru kami ada mitra kerja kenapa harus kita musuhi. Kuncinya
bagi kami hubungan kita buat dengan transparan, kemudian
hubngan kekeluarkan secara kental, bukan berarti hubungan
kolusi, tetapi setiap ada masalah kita ajak berembug.
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan Lembaga-lembaga di
Desa
Perkumpulan atau organsasi yang ada di desa ini , ditingkat
dusun semua hampir ada seperti perkumpuan arisan bapak-bapak
dan arisan ibu-ibu kelompok simpan pinjam di tingkat RT dan
pedukuhan, kelompok pengajian. Semua masih berfungsi dalam
menjalankan programnya masing-masing. Perkumpulan arisan atas
dasar inisiatif dari warga desa. Perkumpulan arisan ataupun
perkumpulan lainya yang ada di desa selain membahas
programnya masing-masing juga membahas persoalan
pembangunan desa ketika mengadakan pertemuan rutin tersebut.
Seperti kelompk arisan juga memfokuskan diri untuk mebahas
pembangunan desa dengan melakukan insiatif mengajukan
proposal kepada pihak kabupaten untuk meminta dana bantuan
dalam rangka pembangunan jalan-jalan dipedukuhan dan hal ini
dikoordinir oleh RT maupun dukuh masing-masing. Proposal yang
sudah dibikin biasanya disampaikan ke pemdes dulu dan pemdes
yang akan menyampaikannya ke pihak kabupaten.
Kendala yang dihadapi biasanya dana yang dikucurkan tidak
sesuai dengan harapan kami, akan tetapi kami tetap berusaha
dengan cara-cara kami sendiri seperti dengan swadaya agar,
program pembangunan jalan tersebut tetap dilaksanakan. Kades
111
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
juga membangun hubungan baik dengan perkumpulan yang ada di
desa ini dimana kades berupaya dalam satu bulan sekali
memberikan masukan atau pengarahan kepada kelompok-
kelompok tersebut terkait apa yang harus dilakukan, dan yang
diprioritaskan. Akan tetapi kades belum ada memberikan bantuan
dana kepada kelompok-kelompok tersebut.
c. Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
Selama ini hubungan yang dijalin antara desa dengan kabupaten
adalah masih berorientasi antara atasan dan bawahan. Desa
sebagai bawahan masih harus mengikuti beberapa petujuk dari
kabupaten. Petunjuk dari kabupaten dapat berupa perda sebagai
contoh pengaturan tentang tanah bengkok. Hubungan tersebut
juga berupa pembinanaan para pamong desa.
d. Renstra Desa/Program Desa
Rencana strategis jangka panjang belum ada, yang ada baru
rencana jangka pendek yaitu satu tahunan. Prosesnya, dimana tipa-
tiap dukuh diundang bersama-tokoh-tokohnya, kemudian masing-
masing dukuh menceritakan apa saja yang menjadi kebutuhan
setiap pedukuhan itu dan ini yang dikenal dengan sebutan
musbangdus. Hasil musbangdus ini nanti akan dibawa ke
musbangdes. Selama ini usulan dari warga tidak semuanya
terpenuhi karena memang anggaran desa terbatas.
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Pemerintah desa sudah melibatkan masyarakat dalam mebuat
kebijakan, hanya saja tidak semua warga, tetapi melalui
perwakilan. Yangbtrelibta diantaranya Dukuh, BPD, LKMD, ketua
RT/RW serta seluruh pamong dalam. Sehingga dapat dikatakan
112
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
kebijakan selama masih diterima oleh masyarakat karena
prosesnya sudah melibtakan perwakilan warga. Pemerintah juga
melibatakan masyarakat dalam pembangunan desa dan bukan
hanya pada kebijakan saja. Keterlibatan itu melalui gotong-royong
membangun jalan serta memberikan swadaya atas pembangunan
tersebut. Hasli pembangunan tersebut jelas dinikmati bersama oleh
seluruh warga desa, maka menjadi tanggungjawab seluruh warga
untuk menjaga dan merawat hasil pembangunan tersebut.
Selama ini proses penjaringan aspirasi yang dilakukan oleh
pemerintah desa biasanya memanfaatkan dukuh. Dukuh yang akan
mengundang warganya ditiap pedukuhan masing-masing
danberkumpul unutk mebhasa apa yang akan dilakukan baik itu
masalah pembangunan jalan, masalah keamanan ataupun masalah
lainnya. Pertemuan ini biasanya atas perintah kepala desa. Ketika
rapat itu ,yang hadir tokoh-tokoh masyarakat, pengurus RT, RW,
karang taruna, dan hampir semua orang tua diundang. Selama ini
ketika ada usulan dari masyarakat melalui dukuh, akan diterima,
kebanyakan dilihat dari penggunaan dana. Dan yang didahulukan
biasanya pembangunan jalan, perbaikan mushola. Pemerintah
memang memberikan bantuan yang telah dianggarkan tiap tahun
untuk setiap pedukuhan sebesar 1 juta sampai 1,5 juta.
e. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Laporan pertanggungjawaban kades selama ini diserahkan
kepada BPD, sebab BPD merupakan lembaga perwakilan yang ada
di desa,dimana anggotanya dipilih secara langung oleh warga di
tiap pedukuhan masing-masing. LPJ kades ini juga melibatkan
tokoh masyarakat, ketua RT, RW, Pamong, Dukuh dan LPMD. LPJ
kades sifatnya tertulis, dimana kades menyampaikan dihadapan
seluruh anggota BPD dan juga undangan yang disebutkan tadi.
113
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Apabila tidak pas atau tidak sesuai LPJ yang tertulis tersebut
dengan kondisi riil di lapangan, BPD merekomendasikan kepada
kades untuk memperbaiki laporannya itu. Yang terjadi selama ini
(perbaikan laporan), khususnya laporan keuangan. Sikap BPD
ketika ada teguran atau perintah perbaikan LPJ tersebut cukup
terbuka dan menerima setiap masukan dari BPD maupun warga
yang hadir saat penyampian LJP itu.
f. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)
Proses pemilihan kades berjalan dengan baik, soalnya kades
yang terpilih sekarang betul-betul kehendak warga dan masih
disukai warga. Panitia pemilihan kades ini diambil dari tokoh-tokoh
masyarakat yang dipilih secara selektif berdasarkan masukan dari
warga dan tidak boleh berasal dari pedukuhan warga yang
mencalonkan diri sebagai kades. Sedangkan dari pihak kabupaten
tidak ada campur tangan, yang ada kabupaten hanya menjadi
pelindung ataupoun pengawas. Yang menentukan semua kriteria
calon adalah hak panitia pilkades. Pemilihan ini tidak ada unusur
KKN, sebab masyarakat sudah bisa memastikan siap yang akan
menang. Hal ini disebabkan dalam periode sebelumnya kades yang
terpilih kembali ini merupakan sosok yang disukai warga.
g. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masih dimaknai sebagai swadaya masyarakat dalam
bidang pembangunan fisik. Swadaya masyarakat setiap tahun
berbeda-beda, tergantung tingkat ekonomi warga. Untuk tahun ini
lebih meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sumbangan atau swadaya untuk membangun jalan sesuai dengan
kemampuan. Tiap-tiap RT atau pedukuhan memiliki tingkat
swadaya yang berbeda-beda. Dan biasanya swadaya ini sudah
114
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
disepakati terlebih dahulu oleh seluruh anggota masyarakat yang
hadir ketika musyarah di tingkat RT, khususnya besar swadaya
yang harus dikeluarkan oleh tiap-tiap keluarga. Di desa ini, hampir
seluruh warga diundang 2 kali seminggu setiap malam senin untuk
menghadiri pertemuan RT,baik pertemuan Bapak-bapak mupun
pertemuan ibu-bu. Yang dibahas selain persolan pembangunan
desa , juga membicarakan tentang arisan dan pengumpulan dana
kas RT.
13. Desa Salamrejo
a. Struktur Pemerintah desa
Sampai dengan saat ini struktur organisasi pemerintahan desa
masih menggunakan UU.No 22/99. Di Desa Salamrejo para
pamong menjalankan tugas sesuai tupoksi. Masing-masing bagian
dalam menjalankan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan
kepada masyarakat desa berdasar UU. 22/99. Demikian pula
dengan kehadiran BPD para pamong menjalankan tugasnya
berdasarkan Perdes yang sudah diputuskan bersama dengan BPD.
Demikian juga dalam tugas sehari-hari mendasarkan pada
Keputusan Lurah Desa.
Struktur organisasi dan personalia Pemerintah desa dengan
menggunakan pola minimal, hal ini disebabkan sumber-sumber
keuangan desa yang sangat terbatas, terutama terbatasnya tanah
pelungguh yang tyersedia untuk menggaji para pamong terbatas
luasnya. Tanah kas desa juga sangat sempit hanya kurang lebih 1
Ha.
Mengenai job discription masing-masing bagian berjalan
sebagaimana mestinya, mendasarkan pada tupoksinya masing-
masing, namun demikian jika terdapat bagian yang terlalu padat
kegiatannya, masing bagian yang kurang begitu sibuk dapat salin
115
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
membantu. Hal ini dilakukan teritama kebutuhan pelayanan
kepada penduduk yang sifatnya mendesak. Kabag pemerintahan
selaku pelayanan administrasi kepada penduduk jika banyak yang
minta pelayanan, bisa dibantu bagian yang lain yang pada saat itu
tidak sibuk. Jadi upaya pelayanan prima kepada warga menjadi
prioritas, agar warga datang ke kantor desa untuk mendapatkan
pelayanan tidak kecewa.
Pandangan pamong pada struktur organisasi pemerintahan desa
berdasarkan UU. 22/99, umumnya tidak memjadi persoalan. Yang
menjadi sikapnya adalah yang penting bagaimana menjalankan
tugas sesuai dengan jobnya, dan pelayanan pada masyarakat
berjalan lancar.
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan lembaga-lembaga di
Desa
Setiap ada rancangan perdes, pamong rembugan dengan BPD,
ini dilakukan secara rutin tahunan. Prakarsa membuat perdes
masih berasal dari pem des. Perdes tahun 2005 ada 5 (pungutan
desa, pengelolaan tanah kas desa, apbdes, porgram kerja tahunan)
perdes dibahas antara pamong dan seluruh anggota BPD.
Hubungan LPMD mekanisme hubungan terjalin terutama
berkaitan dengan rencana pembangunan dan pelaksanaannya.
LPMD tidak pernah berhubungan dengan BPD. LPMD lebih banyak
berhubungan dengan perangkat terutama dalam kegiatan
membuat perencanaan pembanguna maupun saat pelaksanaan
pembangunan desa.
Hubungan pemdes dengan RT, RW . RT difungsikan sebagai alat
kepanjangan pemdes, sedang RW di KP sebagai bentuk paguyuban
masyarakat. Dalam hal perencanaan pembangunan RT, RW masih
diberikan peluang untuk mengusulkan program pembangunan.
116
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
c. Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
Kabupaten tidak melakukan intervensi dalam kegiatan
pembangunan, tetapi campur tangan itu pada bidang
pemerintahan desa melalui perda-perda. Namun perda dirasakan
oleh pemdes tidak membelenggu. Tetapi malah memberikan
kemudahan terutama perda tentang penghasilan pamong. Luas
tanah lungguh.Lurah 6,125 ha, bagian, carik 5 bagian dan kabag 4
bagian (perda no. 7 tahun 2003). Dukuh 5000 m2. pologoro
diperdeskan 1%.
Kekayaan desa yang diambil alih kabupaten berupa tanah-tanah
yang digunakan untuk bangunan fasilitas sosial, seperti gedung
SD, Puskesmas dll. Sekarang desa mendapat uang sewa dari tanah-
tanah yang semula menjadi milik desa ttp sekarang untuk
keperluan umum.Pemkab sering melakukan sosialisasi kepada
pemdes maupun masyarakat teruttama berkatan program
kabupaten yang berkaitan dengan bantuan kepada desa. Hubungan
pemkab dengan pemdes dirasakan saling terkait, pemkab
responsif.
d. Renstra Desa
Renstra belum dibuat. Pamong belum memehami tentang hal
itu. Desa belum memliki perencanaan jangka menegah sehingga
arah 5 tahun ke depan tidak pernah terpikirkan. Namun pamong
sangat sadar hal itu sebenarnya penting diketahui dan harus
dibuat, tetapi ke arah itu belum ada rencana pembuatannya
(kapasitas membuat itu belum punya).
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Proses pembuatan perdes belum melibatkan warga, draft perdes
cukup dibuat oleh bagian-bagian bersama-sama dengan Lurah
117
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
desa, selanjutnya draft itu diserahkan kepada sekretaris BPD
selanjutnya diselenggarakan rapat antara perangkat desa dengan
BPD.
Setelah menjadi perdes, pemerintah desa melalui para kepala
dukuh melakuakan sosialisasi dengan cara kepala dukuh
memanfaatkan pertemuan RT, RW, maupun pertemuan dukuh.
Partisipasi warga dalam pembuatan perdes jarang yang
melakukan, hanya anggota BPD sesuai distrik yang diwakilinya
sering hadir dalam rapat-rapat dukuh, maupun di tingkat RT untuk
mendengarkan aspirasi warga, yang nanti dibawa dalam rapat
pembuatan perdes di desa. Aspirasi warga dapat ditampung dan
disalurkan pada forum keputusan perdes. Jadi anggota BPD sudah
cukup aktif dalam menjaring aspirasi warga. Anggota BPD sering
juga dalam menyampaikan aspirasi langsung kepada lurah desa.
BPD rapat rutin tiap bulan, bisa juga pertemuan itu menghadirkan
pamong.
Konflik BPD dengan pemdes juga ada, tetapi senantiasa bisa
diselesaikan dengan baik. Konflik muncul lebih mencerminkan
konflik yang didasarkan kekritisan warga dalam menaggapi kinerja
pemdes/lurah dalam pelaksanaan pembangunan, terutama rakyat
menghendaki ada transparansi dalam penggunaan dana
pembangunan. Kekritisan warga muncul terutama wilayah/blok
yang kemarin tidak mendukung Lurah desa yang terpilih.Walaupun
ada konflik dalam mekanisme kerja namuan kerjasama antara
pemerintah desa dengan BPD dalam membuat perdes tetap jalan.
Penyusunan perdes tidak pernah bertentangan dengan Perda.
Penyusunan perdes dilakukan dengan mempelajari perda dahulu
baru menyusun draft perdes. Perdes dibuat senantiasa bersumber
Perda. Walaupun kadang terjadi bahwa anggota BPD yang
118
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
berlatarbelakang pendidikan dan pengalaman yang kurang sering
melakukan kontroversi (cenderung waton suloyo).
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Kades melakukan LPJ disampaikan kepada rakyat melalui BPD,
camat dan Bupati diberi tembusan. Mekanismenya masing-masing
bagian membuat laporan sesuai tupoksinya dalam menjalankan
tugas tahunan. Setiap bagian membuat lis kegiatan tahunan, Lurah
juga membuat laporan kegiatan pemerintahan , pembangunan dan
kemasyarakatan.
Yang diundang dalam LPJ hanya BPD, masyarakat belum ada
yang ikut mendengarkan LPJ Kades. LPJ yang hadir hanya BPD dan
seluruh staf desa. Sosialisasi LPJ tidak dilakuan kepada warga,
yang disosialisasikan hanya perdesnya. Penolakan LPJ belum
pernah ada kasus penolakan, yang terjadi diterima tetapi dengan
cacatan. Perbaikan LPJ dilakukan Kades bersama dengan Kabag.
LPJ dibuat sejak ada BPD. LPJ diujudkan dengan bentuk buku
laporan.
BPD melakukan kontrol keuangan desa 3 bulanan, dan 6
bulanan berdasar laporan kades. Anggota BPD belum ada yang
secara kritis memeriksa keuangan desa. Hanya yang pernah terjadi
anggota BPD mengkritisi tentang pengelolaan tanah kas desa.
Tanah kas desa disewakan dengan cara lelang yang disampaikan
kepada warga. Namun yang melelang kebanyakan hanya mereka
yang tidak punya tanah pertanian.
g. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)
Pemerintah kabupaten membantu uang sebesar 3,5 juta.
Seluruh biaya pemilihan 12 juta. Kekurangannya dianggarkan oleh
desa dan kekurangan sebesar 4 juta ditutup oleh lurah desa yang
119
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
terpilih, ini dilakukan dengan kontrak sosial dengan calon lurah
sebelaum pemilihan. Lurah desa tidak dilakukan tes oleh pemkab,
tetapi seleksi dilakukan langsung oleh masyarakat melalui pilihan
itu.
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Musbangdes sebagai forum wadah partispasi masyarakat telah
dilakukan dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat.
Musbangdes dilakukan setelah APBDes di tok oleh BPD. Berikutnya
baru dilaksanakan musbangdes. Partisipasi warga dalam
Perencanaan pembangunan desa diwadahi lewat forum dukuh,
dilakukan sebelum musbangdes dilaksanakan pada tingkat desa.
Partisipasi yang dilakukan warga selama ini lebih
mencerminkan usulan-usulan, yang belum menyentuh pada
persoalan yang kongkrit yang dihadapi warga. Biasanya warga
yang masyarakat bawah hanya diam, sehingga usulan itu
kebanyakan disampaikan oleh para tokohnya.
Warga masyarakat selama ini ada yang kritis tetapi sebatas
mengkritisi kegiatan pembangunan (yang bias fisik). warga
nampaknya belum banyak berpartisipasi dalam kijakan-kebijakan
politik desa yang menyangkut kepentingan warga desa di masa
yang akan datang. Lebih-lebih partisipasi pada kebijakan yang
bersifat kepemerintahan, konon warga itu tinggal ndherek saja,
warga menganggap bahwa urusan pemerintahan itu menjadi
wenang perngkat desa, warga tak perlu ikut-ikutan.
14. Desa Sukoreno
a. Struktur Pemerintah Desa
UU. 5/79 mengatur secara rinci tentang keberadaan desa,
sehingga desa sekedar kepanjangan pemerintah supra desa. Segala
120
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
sesuatu yang menyangkut desa diatur secara ketat oleh
pemerintah di atasnya. Kepala desa menjadi pusat segala kekuatan
politik. Sedang UU. 22/99 sebenarnya memberikan peluang bagi
desa untuk memperkuat kewenangannya (otonom), dan di desa ada
BPD, ini memberikan garansi adanya demokratisasi, sehingga
kepala desa tidak bisa memegang kekuasaan secara terpusat,
tetapi harus membagi kekuasaannya dengan BPD ini. Sedang pada
UU. 32/04 desa tidak diatur secara jelas, sampai dengan saat
inipun tentang PP nya belaum ada. Sehingga di UU No.22 itu
nikmatnya seperti apa, tetapi sudah diganti. Di UU 32/04 yang
secara demokrasi mengalami kemunduran. Di UU. 32/04 ada
kepastian hak desa untuk memperoleh bagian dari DAU. Ini
membuat tercengan pemerintah kabupaten/kota. Dengan adanya
ini maka seakan-akan kabupaten/kota dipaksakan untuk
mengeluarkan haknya kepada desa. Ini masih pertanyaan, sebab
PP nya belum ada, walaupun sudah ada SE mendagri. SE menteri
kan bisa diabaikan oleh bupati, sebab sampai dengan saat ini draft
ADD di DIY belum ada. Ini pengalaman dengan 3 UU tadi.
Dengan UU 22/99 di sukoreno tidak ada masalah. Semuanya
dapat berjalan dengan baik sebab masing-masing pihak dapat
memahami topoksinya. Antara BPD dengan pamong, saling
melengkapi dan mengoreksi. BPD jauh sebelumnya sudah membuat
tupoksi dengan perdes. Sekarang kinerjanya dengan 22/99, karena
PP penjabaran 32/04 belum ada.
Staf pemerintah desa tidak ada yang tumpangtindih dalam
menjalankan tugas sehari-hari. namun Carik desa karena menjadi
pengurus Bodronoyo sering meninggalkan tugas luar, tidak
menjadi masalah. Sebab tugas-tugas dapat dilaksanakan dengan
baik. Carik memiliki 4 staf, dahulu dibantu oleh Kabag Umum,
121
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
namun karena sekarang Kabag Umum menjadi sekretaris BPD,
maka tugas-tugasnya dirangkap oleh carik.
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan Lembaga-Lembaga
di Desa
Relasi bagus. Relasinya dengan LPMD, BPD, lembaga-lembaga
sosial yang ada bekerjasama secara proporsional, artinya seperti
BPD misalnya, kita beri anggaran setiap tahunnya 14 juta,
sehingga BPD dapat melaksanakan tugas yang didukung dengan
sarana yang memadai. Di APBDes seluruh anggaran kelembagaan
(PKK, Karangtaruna, BPD, LPMD) dll di putuskan lewat keputusan
kepala desa, sebagai amanat Perdes yaitu: Perdes kelembagaan.
Dan dalam APBDesnya semua lembaga-lembaga itu diberi
anggaran.
RT sering dinakali kepala dukuh dalam hal pelaksanaan tugas
pemdes. RW di kulon progo dihapus, alasannya terlalu panjang
birokrasi di desa. Basis sosial ada di RT. Lembaga bentukan non
pemerintah. Kelompok kesenian di sukoreno diwadahi dalam
kelompok budaya, yang diberi anggaran para pengurus/pamong
dlm kelompok kesenian itu. ABDes menganggarkan kelompok-
kelompok kesenian.
Tentang dana APBD yang diberikan di desa termasuk dana
pembentukan UKM yang sekarang setiap desa baru memperoleh
bungan simpanan dari dana UKM tersebut yang besarnya kurang
lebih ada yang 500 juta rupiah. Tetapi perhitungannya secara
proporsional sehingga ada desa yang baru terima dana UKM itu
sebesar 250 juta.
Bagaimana dengan kelompok –kelompok sosial. Ada forum
kelompok forum posko I, khusus pada kelompok pertanian (luas).
Posko I (terdiri lembaga formal dan non formal). Pembinaan
122
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
dilakukan baik secara kelembagaan maupun transfer teknologi
dalam usaha peningkatan produksi. Misalnya: sekarang ini sedang
digalakkan jagung hibrida. Kelompok dalam masyarakat ada 2
yaitu yang dalam bentuk kesenian melalui pamong desa budaya
(pengurus desa budaya/pamong) tugasnya menghimpun potensi
seni, pemuda dll. Yang kedua hubungan kelompok usaha ekonomi
produktif bersama dengan LPMD khusunya seksi ekonomi dan
pembangunan.
Tentang keamanan wilayah ada babinsa desa, untuk pembinaan
keamanan lingkungan dengan membangkitkan kelompok ronda,
gardu-gardu ronda. Ini sangat membantu pemerintah desa dalam
hal ketertiban masyarakat. Mengenai soal kasus perdata, biasanya
polisi dengan pamong berdiskusi sebaiknya kasus ini akan dip
roses lewat hokum positip atau mau cukup diselesaikan dengan
musyawarah yang difasilitasi oleh lurah desa.
c. Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
Pembinaan pemkab terhadap desa sebenarnya dalam bentuk
perda ini bentuk campur tangan). Bagi desa perda sebagai
referensi, desa mempunyai kewenangan untuk melaksanakan
otonominya. Otonomi di kabupaten, sebetulnya otonomi itu harus
mengakui potensi otonomi desa, tapi yang sering terjadi,
kabupaten mengklaim bahwa otonomi ada di kabupaten, sehingga
nampak bahwa otonomi yang beruapa asal usul yang dimiliki desa,
kurang diperhatikan. Pejabat sering mengatakan : otonomi itu ada
dikota/kabupaten, atas hal ini sering digunakan sebagai landasan
mereka untuk melakukan pembinaan kepada desa. Senarnya
otonomi desa sesusai asal-usul, ini masih sering dihargai dalam
pengelolaan tentang sewa tanah kas desa, sewa dengan pihak ke
tiga.
123
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Hubungan pemerintah desa dengan supradesa kadang perlu
dibicarakan secara serius, khususnya misalnya di desa tersebut
akan kedatangan investasi dalam skala besar, misalnya untuk desa
Sukoreno akan dijadikan pangkalan truk BBM, seperti di rewulu
itu, lalu bagamimana pengaturan hubungan imbal-baliknya?
d. Renstra Desa/Pola Kerja Tahunan
Desa sukorena belum punya renstra. Bentuknya di sukoreno ada
musyawarah pembangunan untuk jangka tahunan. Prosesnya
musyawarah di level RT, Dusun, dan di bawa ke desa. Jangka 5
tahun diagendakan, dengan cara tahun 1 dilaksanakan, tahun ke 2
dilakukan, seterusnya samapai 5 tahun. Visi misi belum punya.
yang ada baru panduan program 5 tahunan (secara parsial masing-
masing bidang/sektoral).
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Dimulai dengan musyawarah pembangunan yang dihadiri pada
kepala dukuh dan segenap pamong desa, di pimpin oleh Lurah
Desa. Dalam musbang sekor-sektor pembangunan di bicarakan.
Bagaimana masjid-masjid akan diperbaiki ?, Dari dusun
dibicarakan dengan warga atas usulan-usulan RT, kemudian di
skala prioritaskan dan selanjutnya di bawa di musbang desa, ada
yang diselesi sebab usulan itu sering tidak mencerminkan
kebutuhan tetapi lebih daftar keinginan. Disatu pihak desa
mendengarkan aspirasi hasil musyawarah POSKO I, terutama
program kerja tahunan yang berhubungan usaha peningkatan
produksi dan ekonomi. Di tingkat desa seterusnya disusun panitia
penyusunan draft perdes, masing-masing bagian membuat draft
124
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
sesuai dengan bidangnya masing-masing. Masing masing membuat
dari aspek kerohanian, infrastruktur desa, dari musbangdus, ke
musbangdes dari seluruh rencana pembangunan dirumuskan
dalam bentuk progam kerja tahunan yang akan di perdeskan.
Perdes tentang mekanisme dan tata kerja organisasi
pemerintahan desa/ di rumuskan tupoksinya. Pada tahun 2003
telah dibuat mekanisme program kerja tahunan, tatalaksana,
tupoksi. APBDes yang menetapkan angka-angka panitia yang
terdiri dari paa staf pamong, kemudian di buat draft selanjutnya
ngundang BPD untuk dimintakan persetujuan.
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
LPJ senantiasa berjalan dengan baik dan mulus. Hal ini
disebabkan masing-masing dapat menjalankan tupoksinya.
Masyarakat tidak secara langsung terlibat, tetapi BPD melakukan
sosialisasi LPJ ke dusun-dusun. BPD melakukan cek and balance
dilakukan tiap triwulan dan semester. Sehingga LPJ itu tinggal
merumuskan laporan. Tentang keuangan desa ada yang lebih
kompenten dalam pengawasannya yaitu Bawasda.
g. Pemilihan Kepala Desa
Proses pemilihan lurah desa berjalan demokratis, pemerintah
kabupaten menfasilitasi dana sebesar Rp.2,500.000,-. Biaya
keseluruhan biaya pilihan lurah 32 juta. Dianggarkan lewat
APBDes. Kekuarangannya ada 40 % dibebnkan pada Lurah terpilih
(ini sudah menjadi persyaratan administrasi pencalonan Lurah
Desa).
125
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat dilakukan dalam forum-forum rembug
yang ada pada level RT dan dusun. Di tingkat desa lewat
kelembagaan yang resmi, BPD, PKK, LPMD, Karang taruna dan
POSKO I (Petani dan peternak) maupun Pamong desa budaya.
Dalam hal kontrolwarga terhadap kebijakan desa diwakilkan oleh
BPD, karena BPD sudah dapat melakukan penjaringan aspirasi
masyarakat secara langsung.
15. Desa Sentolo
a. Struktur Pemerintah Desa
Keberadaan UU No.5 tahun 1979, UU No.22 tahun 1999 dan UU
No.32 tahun 2004 memang tidak seluruhnya masyarakat paham
akan isi, maksud dan tujuannya, apalagi terkait perbedaan-
perbedaan misi yang diemban oleh ketiga UU tersebut. Demikian
halnya oleh masyarakat desa, hanya sebagian kecil yang mereka
pahami : UU No.5 tahun1979 itu lebih cenderung pada sentralisasi,
UU No 22/99 ada perubahan yang cukup berarti, dimana otonomi
daerah mulai diterapkan bahkan sampai ditingkat desa, sedangkan
UU No 32/2004, dampak bagi desa terhadap keberadaan UU
tersebut adalah Carik akan diganti dari PNS. Persolan lain yang
juga dihadapi oleh masyarakat Desa Sentolo adalah minimnya
sosialisasi setiap kebijakan UU yang baru.
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan Lembaga-lembaga
di Desa
Berbicara tentang hubungan kerja antara BPD dengan
pemerintah desa, memang beberapa waktu lalu sempat
menegangkan, dalam artian BPD mencoba menjalankan tugasnya
sesui dengan aturan yang dijabarkan, sehingga beberapa
126
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
aparatpemerintah desa merasa risih dengan kerja-kerja anggota
BPD tersebut yang melakukan pngawasan terhadap pemerintah
desa, namun semua itu masih dalam konteks semangat demokrasi,
jadi hubungan kerja BPD dan pemerintah desa relative baik, dan
BPD-pun terlibat dalam penyusunan perdes itu dan perdes tersebut
selama ini relative masih baik, belum ada demonstrasi ataupun
masyarakat yang mengkomplain atas perdes ataupun keputusan
kepala desa tersebut. Bukan berarti semua masyarakat menerima,
ada juga sebagian kecil yang tidak menerimanya, katakanlah hal
itu terkait denganpersolan pribadi,ataupun ketidakpuasan lainnya.
c. Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
Hubungan antara pemdes sentolo dengan kabupaten masih
dianggap baik, dimana pemerintah kabupaten masih sempat
melakukan koordinasi, kerjasama dan sosialisasi beberapa program
seperti program penyuluhan tentang kesehatan, pertanian, serta
sosialiasi tentang beberapa program bantuan dalam rangka
meningkatkan kehidupan social masyarakat seperti program P2KP
dan Raskin.
Keterlibatan kabupaten juga sempat menjadi masalah di desa
sentolo, hal itu terkait dengan kebijakan pengalihan retribusi dan
pengelolaan pasar sentolo, dimana proses campur tangan tersebut,
pemkab merekomendasikan agar pemdes mau mengalihkan status
pasar desa menjadi milik kabupaten, yang akhirnya pasar tersebut
tetap dikelola pemkab.Tindakan pemkab tersebut ternyata tidak
mendapat tanggapan serius oleh pemdes, dalam artian bisa-bisa
saja, karena pemdes menggap bahwa aturan desa tidak boleh
bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi (Perda). Jadi
kewenangan sudah ada sebenarnya kewenangan mengolah adat
127
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
istiadat, kewenangan mengurus tanah bengkok, kewenangan
mengangkat pengurus RT, RW.
d. Renstra Desa/Program Kerja Tahunan
Pemerintah desa sekarang setidaknya, sedikit banyak sudah
sudah berjalan dengan baik dan memahami apa yang diinginkan
oleh masyarakat, kemampuan kepala desa yang tidak diragukan
lagi dengan pengalamanya sehingga dalam menjalankan dan
membuat program yang terkait dengan rencana dan strategi, saya
kira pemerintah desa khususnya kepala desa paham akan hal
tersebut. Hal ini dapat dilihat dari difungsikannya lembaga-
lembaga sosial masyarakat serta lembaga yang dibentuk
pemerintah seperti KKLPMD, PKK dll, sebagai wadah penjaring
aspirasi. Renstra ini kalau betul-betul dilaksanakan secara baik dan
professional, jelas memberikan manfaat yang baik pula, sebab
dengan membuat renstra, karena dapat melakukan perencanaan
pembangunan yang terprogram sehingga pembangunan tersebut
bisa dicapai sesuai target dan mengklasifikasi mana yang penting,
mana yang menjadi kebutuhan utama masyarakat dan lain-lain.
Penyusunan renstra biasanya kepala desa beserta pamongnya,
serta pengurus RT ,RW, dan juga BPD.
e. Perdes dan Keputusan-keputusan Kepala Desa
Proses pembuatan kebijakan biasanya melalui musbangdus
kemudian disampaikan pada musbangdes. Pada pertemuan itu
memang beberapa tokoh masyarakat diundang untuk membahas
persoalan kebijakan tersebut. Namun ada satu hal yang harus
dicatat, terkadang kebijakan itu sudah ada dan disusun oleh
pemerintah desa, nanti pada saat musbangdus tinggal sosialisasi,
128
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
baik itu kebijakan tentang pembangunan jalan, pembangunan
sarana dan prasaran, termasuk kebijakan yang berujud perdes.
e. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Selama ini kalau dilihat dari prosedur yang telah ditentukan
terjadi perbedaan-perbedaan yang membingungkan
masyarakat.Halini juga terjadi di desa Sentolo, kalau pada saat
kepemimpinan kepala desa yang sebelumnya, LPJ kepala desa
kepada BPD, katanya menurut aturan yang baru ( UU No.32/2004)
Kepala desa bertanggung jawab langsung kepada Bupati. Biasanya
LPJ kades tersebut dibuat secara tertulis dan dilaporkan kepada
BPD yang dihadiri oleh pamong desa, dimana kades melaporkan
secara gamblang apa-apa yang telah dikerjakanya dan ini cukup
transparan, kalau hal ini terhadap BPD kan BPD dapat menilai
secara langsung karena anggota BPD bertempat tingal di desa
tersebut.
Sosialisasinya atas LPJ tersebut yaitu melalui tiap pedukuhan
masing-masing, dimana setiap dukuh mengundang RT, RW, dan
tokoh-tokoh masyarakat untuk membicarakan (sosialisasi) tentang
LPJ tersebut. Sedangkan LPJ dalam bentuk keungan reguler
biasanya beliau (kades) menggunakan laporan secara tertulis yang
kemudian akan disampaikan ketika rapat bulanan di kantor desa
tidak semua warga desa hadir tetapi hanya perwakilan dari RT, RW
dan pedukuhan masing-masing.
f. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)
Berbicara tentang pemilihan kepala desa yang baru ini, berjalan
dengan baik tidak ada konflik dan cukup demokratislah. Karena
calon-calon kades tersebut bersaing secara sehat dan positif, dan
tidak ada unsur KKN. Yang menjadi tolak ukur kesuksesan
129
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
pemilihan bisa dilihat sikap menerima kekalahan dengan legowo
dari ke tiga calon yang gagal terpilih tersebut. Justru saat ini ada
juga calon kades yang gagal menjadi anggota BPD, sebenarnya ini
menarik karena mereka tetap memiliki komitmen unuk mengabdi
kepada desanya, terlepas itu apakah ada kepetingan pribadi atau
tidak. Selama proses pemilihan kepala desa sejauh ini tidak ada
campur tangan dari pihak luar maupun pihak kabupaten, dan
cukup mandiri dan independenlah. Memang ada bantuan dari
kabupaten: berupa bantuan tenaga penyuluhan tentang pemilihan
kepala desa tersebut, ada juga bantuan dana. Tentang biaya
pemilihan kepala desa tersebut berasal dari dana khas desa yang
telah dianggarkan oleh pemerintah desa.
g. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Warga Desa Sentolo dapat dikatakan sebagianwarga yang
tingkat kesibukannya relative tinggi, keran banyak yang berkerja
disektor buruh, wiraswasta dan sedidkit yang jadi PNS, namuan
demikian terkait denga persolan membanguan desa saya kira
tingkat partisipasi masyarakat cukup bagus, dalam artian bahwa
ketika masyarakat diundang untuk hadir dalam rapat-rapat yang
membahas pembangunan desa baik itu yang dilaksanakan pada
tingkat RT, pedukuhan maupun di kantor desa, mereka hadir cukup
antusias. Masyarakat juga menyampaikan berbagaia persolan
dalam rapat tersebut termasuk tentang berapa sawdaya yang
harus dibutuhkan.
16. Desa Pengasih
a. Struktur Pemerintah Desa
Pengalaman menjalankan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979
bagi Desa Pengasih sangat menarik. Menurut pengakuan kepala
130
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
desa bahwasanya hingga pergantian undang-undang belum
melaksanakan atau mewujudkan Undang-undang Nomor 5 Tahun
1979 secara sempurna. Pengalaman merangkap jabatan antara
LMD dan Lurah desa dirasa sangat merepotkan. Laporan
pertanggungjawaban dibuat oleh kepala desa dan dilaporkan ke
LMD yang dijabat oleh kepala desa itu sendiri dan dinilai sendiri.
Kehadiran Undang-undang Nomor 22 Tahun menuntutadaya
lembaga baru yaitu Badan Perwakilan Desa. BPD berbeda dengan
LMD, BPD anggotanya dipilih langsung oleh masyarakat desa. BPD
berfungsi sebagai mitra kerja guna membangun desa. Tetapi dalam
pelakasananya BPD masih belum optimal menjalankan tugas dan
fungsinya. Sekretaris BPD merupakan Kabag Umum Desa.
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan Lembaga-Lembaga
di Desa
Lembaga-lembaga desa sudah sangat banyak bermunculan di
Desa Pengasih baik yang formal yaitu yang merupakan bentukan
pemerintah maupun yang informal yaitu atas inisiatif masyarakat.
Selama ini lembaga-lembaga tersebut menjadi bagian dari desa
untuk memberikan sumbangan pemikiran atau setidanya
kelompok-kelompok ini mempunyai aspirasi terkait dengan
pembangunan di desa.
Untuk menjalankan kegiatanya lembaga-lembaga tersebut juga
mendapatkan bantuan dari pemerintah desa yang berupa dana
operasional. Hanya saja bantuan tersebut merupakan simultan
untuk menumbuhakan swadaya pada anggotanya.
c. Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
Selama ini hubungan desa Pengasih dengan kabupaten baik-
baik saja. Hubungan kabupaten dengan desa lebih pada pembinaan
131
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
dan pemberian bantuan kepada desa. Sampai pada sebuah kasus
Proyek Perumahan PNS oleh kabupaten. Dengan berbekal SK
gubernur dan Bupati maka dilakukan pembebasan tanah kas desa
guna kepentingan proyek tersebut. Pembeliantanah oeh kabupaten
dimaksudkan agar desa dapat membeli tanah baru. Tetapi segala
ketentuan di atur oleh kabupaten. Hal ini dapat dikatakan
bahwasannya kabupaten sudah terlalu jauh ikut campur tangan
dalam urusan di desa.
d. Renstra Desa/Pola Kerja Tahunan
Seperti kebanyakan desa-desa lain rencana strategis belum
dapat diwujudkan. Hal ini karena sumber daya manusia yang
belum memadai, sehingga perencanaan masih sebatas
perencanaan untuk satu tahun kedepan. Program-program yang
diusung masih menitikberatkan pada program-program fisik.
e. Perdes dan Keputusan-keputusan Kepala Desa
Pengambilan keputusan seperti Perdes dan APBDes, lebih
banyak berperan adalah perangkat desa, BPD dan beberapa tokoh
masyarakat seperti ketua RT dan dukuh. Prosesnya bermula dari
perangkat desa dan sekretaris BPD membuat rancangan.
Rancangan tersebut kemudian disosialisasikan kepada RT dan
Dukuh. Pendapat para tokoh tersebut akan diplenokan di tingkat
BPD. Hasil pleno tersebut akan dijadikan perdes maupun APBDes.
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Laporan pertanggungjawaban kepala desa biasanya di
sampaikan kepada BPD pada sidang paripurna BPD. Dalam forum
ini memang dibuka oleh umum dan masyarakat diperkenankan
hadir. Tapi masyarakat tidak memiliki hak untuk turut mengkritisi
132
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
laporan pertanggungjawaban kepala desa tersebut. Sehingga
masyarakat tetap saja sebagai pendengar dan penonton.
g. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)
Proses pemilihan kepala desa diawali oleh pembentukan panitia,
dimana panitia tersebut terdiri dari BPD, tokoh masyarakat dan
beberapa pamong. Kemudian diadakan pendaftaran calon. Setelah
pendaftaran calon proses selanjutnya adalah kampanye dimana
dalam kampanye tersebut mengutarakan visi dan misi calon kepala
desa. Dan pada puncaknya adalah pemilihan langsung oleh
masyarakat. Selama pemilihan kepala desa berlangsung dengan
aman, demokratis dan tanpa kecurangan.
h. Tingkat partisipasi Masyarakat
Seperti desa-desa yang lain, partisipasi masyarakat masih dinilai
dari tingkat swadaya mereka dalam pembangunan desa. Swadaya
tersebut berupa masyarakat merelakan sebagian harta baik berupa
uang maupun material lain seperti bahan bagunan, makanan,
minuman dan tanah. Partisipasi dalam bidang politik adalah
bagaimana m,asyarakat mengikuti pemilihan baik pemilihan BPD,
kepala desa maupun pemilihan dukuh. Atau juga menghadiri
pertemuan baik tingkat RT maupun pedukuhan. Sedangkan untuk
pengawasan, masyarakat mempercayakan kepada BPD.
17. Desa Sendangsari
a. Struktur Pemerintah Desa
Struktur pemerintah desa Sendangsari adalah UU No. 22 tahun
1999. Perubahan struktur dalam pemerintahan desa dimengerti
oleh para pamong sebatas perubahan LMD menjadi BPD dan
LKMD menjadi LPMD. Sedangkan untuk pembagian kekuasaan di
133
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
desa antar Kepala Desa dengan BPD masih belum ada, artinya
peran BPD yang seharusnya bisa memberikan dinamika politik di
desa hampir tidak ada. Ini dimungkinkan karena anggapan tentang
dirubahnya LMD menjadi BPD dimaknai bahwa tugas BPD hampir
sama dengan LMDdemikian halnya dengan yang lain. Masalah pola
kerja dan kinerja aparat pemerintah desa, selama ini diakui masih
banyak penyelenggaraan tugas pemerintah desa tumpang tindih.
Bahkan kepala desa sering merangkap pekerjaan, artinya hal-hal
yang sebenarnya tidak harus dilaksanakan dan bisa dilaksanakan
oleh Kabag atau staf tetapi dikerjakan oleh kepala desa. Dengan
kata lain bahwa pendelegasian, pembagian dan interfensi dalam
melaksanakan tugas dan fungsi sebagai aparatur desa masih belum
optimal, sehingga pendelegasian dan pembagian tugas belum
berfungsi dengan baik. Tetapi setidaknya masyarakat melihat
bahwa pelayanan yang diberikan sudah cukup baik. Artinya sangat
jarang masyarakat dalam mengurus berbagai hal tidak dapat
dilayani pada saat itu juga.
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan lembaga-Lembaga
di Desa
Hubungan pemerintah desa dengan lembaga-lembaga desa
cukup positif, tetapi pemerintah desa baru menjalin hubungan
dengan lembaga-lembaga desa ditingkat desa sedangkan ditingkat
pedukuhan masih belum tersentuh oleh pemerintah desa. Relasi
yang masih dimaknai sebatas hubungan dalam hal pengambilan
kebijakan melalui musyawarah desa. Hasil dari hubungan tersebut
masih dinilai sebatas kulit luar, sebagai contoh ketika APBDes
telah mengakomodir kebutuhan ditingkat pedukuhan atau adanya
Perdes yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat secara
umum. Sehingga relasi belum dimaknai secara lebih luas.
134
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Mayoritas dalam setiap pengambilan kebijakan, yang akan
diundang sampai pada batasan Dukuh, itu pun bukan berarti dukuh
telah melakukan pertemuan dahulu dengan masyarakat di
pedukuhan. Bisa jadi usulan dari dukuh merupakan pendapat
individu.
c. Hubungan pemerintah Desa dengan Supra Desa
Pembinaan darikabupaten dimaknai oleh pamong sebagai
sebuah kebijakan yang berupa keputusan dari kabupaten, sebagai
contoh kebijakan ditingkat desa yang telah disetujui oleh
masyarakat desa belum dapat dijalankan apabila belum mendapat
persetujuan dari pemerintah kabupaten. Pihak pemerintah desa
masih melihat bahwasannya hal yang demikian adalah sesuatu
yang wajar karena beranggapan bahwa desa adalah bawahan
kabupaten. Kewenangandesa lebih banyak ketika menyusun
rencana pembangunan dan APBDes, tetapi dalam pelaksanaannya
masih tetap menunggu persetujuan dari pemerintah kabupaten.
Sosialisasi program kabupaten yang terkait dengan desa lebih
banyak dilakukan oleh pemerintah desa melalui musyawarah desa,
sedangkan dari kabupaten sendiri masih jarang terjadi.
d. Renstra Desa/Pola Kerja Tahunan
Rencana strategis belum dimaknai sebagai hal yang sangat
penting, artinya rencana strategis belum mengacu pada satu
tujuan sehingga pola yang ada adalah menapung aspirasi berupa
keluhan dari setiap pedukuhan di wilayahnya. Dan hal itu masih
sebatas hal-hal yang bersifat fisik. Jadi perencanaan strategis
masih dipahami sebagai penyusunan program dari tiap pedukuhan
atau tiap RT. Perencanaan pembangunan desa dimulai dengan
melakukan musyawarah dengan tokoh masyarakat dan para dukuh
135
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
oleh BPD. Dari setiap dukuh akan memberikan usulan tentang hal-
hal yang perlu dibenahi di pedukuhannya masing-masing.
Rendahnya sumber daya manusia di dalam tubuh BPD maupun
pemerintah desa diakui sebagai hal yang menjadi salah satu faktor
penghambat dalam merespon keinginan dan aspirasi dari
masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan
perencanaan desa berada pada tingkat pedukuhan. Dimana ada
musyawarah di tingkat pedukuhan.
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Proses pengambilan keputusan berupa perdes hanya diikuti oleh
BPD dan LPMD, sedangkan sebelumnya belum atau tidak mengikut
sertakan masyarakat secara langsung. Hal ini dimungkinkan
karena pemerintah desa menganggap bahwasanya BPD dan LPMD
telah mewakili masyarakat secara keseluruhan. Anggapan tersebut
tidaklah salah, memang seyogyanya demikian. Tetapi ada proses
yang harus dilalui. Yang menjadi masalah adalah proses tersebut
belum berjalan sebagaimana mestinya, sehingga masyarakat tidak
merasa turut dilibatkan. Sejauh ini yang dihasilkan Perintah Desa
masih belum sesuai keinginan artinya basih banyak hal-hal yang
perlu dibenahi. Perdes-perdes yang ada sejauh ini setidaknya tidak
bertentangan dengan keinginan masyarakat Desa. Pemerintah
Desa maupun BPD masih lambat menyerap aspirasi dari bawah, hal
ini masih dimaklumi oleh sebagian dari pamong karena sumber
daya yang terbatas.
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Selama ini Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa hanya
diketahui oleh BPD dan LPMD saja. Belum pernah ada LPJ Kepala
Desa disosialisasikan kepada masyarakat desa. Sehingga yang
136
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
menilai akan baik dan tidaknya kinerja kepala desa hanya BPD dan
LPMD. Tetapi setidaknya para pamong menghendaki adanya
informasi tentang LPJ Kepala Desa, karena masyarakat juga ingin
mengetahui apa yang telah dilakukan oleh pemerintah desanya.
g. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)
Selama ini proses pemilihan kepala desa sudah baik artinya
sudah sesuai dengan ketentuan yang diberikan dari pemerintah
kabupaten. Intervensi yang dilakukan oleh kabupaten menurut
pamong berupa peraturan dan tata tertib pemilihan. Fasilitas yang
diberikan oleh pemerintah kabupaten berupa kotak suara dan
dana. Pemilihan ini juga dibiayai oleh masyarakat, sebagai contoh
rapat persiapan pemilihan dan konsumsi pada waktu pra
pelaksanaan. Partisipasi masyarakat dalam bidang politik memang
hanya sebatas ikut serta dalam pemilihan baik kepaladesa, BPD,
maupun dukuh. Sedangkan pengawasan kinerja kepala desa masih
dipahami sebagai tugas BPD saja, apalagi pengawasan terhadap
kinerja BPD dan Dukuh hampir pasti tidak ada.
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat oleh masyarakat desa sendiri masih
dimaknai sebagai keikutsertaan menyumbang (swadaya) atau
berperan dalam kegiatan desa menyangkut pembangunan sarana
umum terutama yang bersifat fisik. Partisipasi sendiri oleh
masyarakat desa belum dimaknai sebagai sesuatu yang lebih luas.
Sehingga anggapan mereka tingkat partisipasi mereka tinggi
dalam pembagunan desa. Bantuan dari Pemerintah Kabupaten
hanya berupa simultan untuk merangsang swadaya masyarakat.
Swadaya itu berupa materi, tenaga dan hibah tanah yang terkena
pembangunan sarana umum desa.
137
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
18. Desa Margosari
a. Struktur Pemerintah Desa
Tokoh-tokoh desa mayoritas tidak mengetahui perubahan
undang-undang yang mengatur penyelenggaraan pemerintah desa.
Sebagian beralasan karena pemerintah desa tidak
mensosialisasikan kepada mereka. Struktur pemerintah desa di
Desa Magosari menurut beberapa tokoh masyarakat masih banyak
yang perlu dibenahi. Hal ini lebih terkait pada masalahpola kerja
dan kinerja aparat pemerintah desa. Selama ini diakui masih
banyak penyelenggaraan tugas pemerintah desa tumpang tindih.
Bahkan kepala desa sering merangkap pekerjaan, artinya hal-hal
yang sebenarnya tidak harus dilaksanakan dan bisa dilaksanakan
oleh Kabag atau staf tetapi dikerjakan oleh kepala desa. Dengan
kata lain bahwa pendelegasian, pembagian dan interfensi dalam
melaksanakan tugas dan fungsi sebagai aparatur desa masih belum
optimal, sehingga pendelegasian dan pembagian tugas belum
berfungsi dengan baik. Tetapi setidaknya masyarakat melihat
bahwa pelayanan yang diberikan sudah cukup baik. Artinya sangat
jarang masyarakat dalam mengurus berbagai hal tidak dapat
dilayani pada saat itu juga.
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan Lembaga-Lembaga di
Desa
Hubungan pemerintah desa dengan lembaga-lembaga desa
cukup positif, tetapi pemerintah desa baru menjalin hubungan
dengan lembaga-lembaga desa ditingkat desa sedangkan ditingkat
pedukuhan masih belum tersentuh oleh pemerintah desa. Relasi
yang dimaknai oleh informan masih sebatas hubungan dalam hal
pengambilan kebijakan melalui musyawarah desa. Hasil dari
138
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
hubungan tersebut masih dinilai sebatas kulit luar, sebagai contoh
ketika APBDes telah mengakomodir kebutuhan ditingkat
pedukuhan atau adanya Perdes yang berkaitan dengan
kepentingan masyarakat secara umum. Sehingga relasi belum
dimaknai secara lebih luas.
c.Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
Campur tangan kabupaten dimaknai oleh informan sebagai
sebuah kebijakan yang berupa keputusan dari kabupaten, sebagai
contoh kebijakan ditingkat desa yang telah disetujui oleh
masyarakat desa belum dapat dijalankan apabila belum mendapat
persetujuan dari pemerintah kabupaten. Pihak pemerintah desa
masih melihat bahwasannya hal yang demikian adalah sesuatu
yang wajar karena beranggapan bahwa desa adalah bawahan
kabupaten. Kewengan desa lebih banyak ketika menyusun rencana
pembangunan dan APBDes, tetapi dalam pelaksanaannya masih
tetap menunggu persetujuan dari pemerintah kabupaten.
Sosialisasi program kabupaten yang terkait dengan desa lebih
banyak dilakukan oleh pemerintah desa melalui musyawarah desa,
sedangkan dari kabupaten sendiri masih jarang terjadi.
d.Renstra Desa/Program Kerja Tahunan
Rencana strategis belum dimaknai sebagai hal yang sangat
penting, artinya rencana strategis belum mengacu pada satu
tujuan sehingga pola yang ada adalah menmpung aspirasi berupa
keluhan dari setiap pedukuhan di wilayahnya. Dan hal itu masih
sebatas hal-hal yang bersifat fisik. Perencanaan pembangunan desa
dimulai dengan melakukan musyawarah dengan tokoh masyarakat
dan para dukuh oleh BPD. Dari setiap dukuh akan memberikan
usulan tentang hal-hal yang perlu dibenahi di pedukuhannya
139
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
masing-masing. Rendahnya sumber daya manusia di dalam tubuh
BPD maupun pemerintah desa diakui sebagai hal yang menjadi
salah satu faktor penghambat dalam merespon keinginan dan
aspirasi dari masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam
pembuatan perencanaan desa berada pada tingkat pedukuhan.
Dimana ada musyawarah di tingkat pedukuhan.
e.Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Proses pengambilan keputusan berupa perdes hanya diikuti oleh
BPD dan LPMD, sedangkan sebelumnya belum atau tidak mengikut
sertakan masyarakat secara langsung. Hal ini dimungkinkan
karena pemerintah desa menganggap bahwasanya BPD dan LPMD
telah mewakili masyarakat secara keseluruhan. Anggapan tersebut
tidaklah salah, memang seyogyanya demikian. Tetapi ada proses
yang harus dilalui. Yang menjadi masalah adalah proses tersebut
belum berjalan sebagaimana mestinya, sehingga masyarakat tidak
merasa turut dilibatkan. Sejauh ini yang dihasilkan Perintah Desa
Margosari masih belum sesuai keinginan artinya basih banyak hal-
hal yang perlu dibenahi. Perdes-perdes yang ada sejauh ini
setidaknya tidak bertentangan dengan keinginan masyarakat Desa
Margosari. Pemerintah Desa Margosari maupun BPD masih lambat
menyerap aspirasi dari bawah, hal ini masih dimaklumi oleh
sebagian dari informan karena sumber daya yang terbatas.
f.Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Selama ini Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa hanya
diketahui oleh BPD dan LPMD saja. Belum pernah ada LPJ Kepala
Desa disosialisasikan kepada masyarakat desa. Sehingga yang
menilai akan baik dan tidaknya kinerja kepala desa hanya BPD dan
LPMD. Tetapi setidaknya para informan menghendaki adanya
140
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
informasi tentang LPJ Kepala Desa, karena masyarakat juga ingin
mengetahui apa yang telah dilakukan oleh pemerintah desanya.
g. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)
Selama ini proses pemilihan kepala desa di Desa Margosari
sudah baik artinya sudah sesuai dengan ketentuan yang diberikan
dari pemerintah kabupaten. Intervensi yang dilakukan oleh
kabupaten menurut informan berupa peraturan dan tata tertib
pemilihan. Fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kabupaten
berupa kotak suara dan dana. Pemilihan ini juga dibiayai oleh
masyarakat, sebagai contoh rapat persiapan pemilihan dan
konsumsi pada waktu pra pelaksanaan.
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat oleh masyarakat Desa Margosari sendiri
masih dimaknai sebagai keikutsertaan menyumbang (swadaya)
atau berperan dalam kegiatan desa menyangkut pembangunan
sarana umum. Partisipasi sendiri oleh masyarakat Desa Margosari
belum dimaknai sebagai sesuatu yang lebih luas. Sehingga
anggapan mereka tingkat partisipasi mereka tinggi dalam
pembagunan desa. Bantuan dari Pemerintah Kabupaten hanya
berupa simultan untuk merangsang swadaya masyarakat. Swadaya
itu berupa materi, tenaga dan hibah tanah yang terkena
pembangunan sarana umum desa.
19. Desa Karangsari
a. Struktur Pemerintah Desa
Selamaini diakui masih penyelenggaraan tugas pemerintah desa
karangsari masih tumpang tindih. Kepala desa merangkap
pekerjaan, artinya hal-hal yang sebenarnya tidak harus
141
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
dilaksanakan dan bisa dilaksanakan oleh Kabag atau staf tetapi
dikerjakan oleh kepala desa. Dengan kata lain bahwa
pendelegasian, pembagian dan interfensi dalam melaksanakan
tugas dan fungsi sebagai aparatur desa masih belum optimal,
sehingga pendelegasian dan pembagian tugas belum berfungsi
dengan baik. Tetapi setidaknya masyarakat melihat bahwa
pelayanan yang diberikan sudah cukup baik. Artinya sangat jarang
masyarakat dalam mengurus berbagai hal tidak dapat dilayani
pada saat itu juga.
b.Hubungan Pemerintah Desa dengan Lembaga-Lembaga Di
Desa
Hubungan pemerintah desa dengan lembaga-lembaga desa
cukup positif, masing-masing kelembagaan desa dapat
menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya dan akan saling
mengadakan kordinasi apabila diperlukan. Relasi di desa
karangsari sebatas hubungan dalam hal pengambilan kebijakan
melalui musyawarah desa. Sehingga relasi belum dimaknai secara
lebih luas. Sebagai bagian yang terpisahkan dari kordinasi diantara
lembaga-lembaga desa.
c. Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
Kewenangandesa lebih banyak ketika menyusun rencana
pembangunan dan APBDes, tetapi dalam pelaksanaannya masih
tetap menunggu persetujuan dari pemerintah kabupaten.
Sosialisasi program kabupaten yang terkait dengan desa lebih
banyak dilakukan oleh pemerintah desa melalui musyawarah desa,
sedangkan dari kabupaten sendiri masih jarang terjadi.
d. Renstra Desa/Program Kerja Tahunan
142
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Rencana strategis belum dimaknai sebagai hal yang sangat
penting, sebagai sebuah rencana strategis. Renstra desa masih
sebatas hal-hal yang bersifat fisik. Jadi perencanaan strategis
masih dipahami sebagai penyusunan program dari tiap pedukuhan
atau tiap RT. Perencanaan pembangunan desa dimulai dengan
melakukan musyawarah dengan tokoh masyarakat dan para dukuh
oleh BPD. Dari setiap dukuh akan memberikan usulan tentang hal-
hal yang perlu dibenahi di pedukuhannya masing-masing.
Rendahnya sumber daya manusia di dalam tubuh BPD maupun
pemerintah desa diakui sebagai hal yang menjadi salah satu faktor
penghambat dalam merespon keinginan dan aspirasi dari
masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan
perencanaan desa berada pada tingkat pedukuhan. Dimana ada
musyawarah di tingkat pedukuhan.
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Proses-proses pengambilan kebijakan dalam bentuk perdes
jarang mengikutsrtakan rakyat secara langsung. Semuanya masih
sebatas intern BPD. Pembuatan perdes hanya diwakili oleh tokoh
masyarakat, dukuh dan RT. Itupun hanya sebatas penggalian
aspirasi sedangkan pengodongan dan pemutusannya antara BPD
dan Pemerintah Desa saja.
Hal ini dimungkinkan karena pemerintah desa menganggap
bahwasanya BPD telah mewakili masyarakat secara keseluruhan.
Anggapan tersebut tidaklah salah, memang seyogyanya demikian.
Tetapi ada proses yang harus dilalui. Yang menjadi masalah adalah
proses tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya, sehingga
masyarakat tidak merasa turut dilibatkan. Sejauh ini yang
dihasilkan Perintah Desa masih belum sesuai keinginan artinya
basih banyak hal-hal yang perlu dibenahi. Perdes-perdes yang ada
143
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
sejauh ini setidaknya tidak bertentangan dengan keinginan
masyarakat Desa. Pemerintah Desa maupun BPD masih lambat
menyerap aspirasi dari bawah, hal ini masih dimaklumi oleh
sebagian dari pamong karena sumber daya yang terbatas.
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa.
Selama ini Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa hanya
diketahui oleh BPD saja. Belum pernah ada LPJ Kepala Desa
disosialisasikan kepada masyarakat desa. Sehingga yang menilai
akan baik dan tidaknya kinerja kepala desa hanya BPD dan LPMD.
Tetapi setidaknya para pamong menghendaki adanya informasi
tentang LPJ Kepala Desa, karena masyarakat juga ingin
mengetahui apa yang telah dilakukan oleh pemerintah desanya.
Laporan pertanggungjawaban Kepala Desa hanya dihadiri oleh
BPD dan perangkat desa. Masyarakat masih sebatas penonton
diluar arena, itu pun sebagian desa masih ada yang tidak
mempublikasikan adanya laporan pertanggungjawaban Kepala
Desa.Demikian juga mekanisme laporan pertanggungjawaban
kepala desa di desa karangsari mirip dengan mekanisme yang
sering terjadi seperti tersebut di atas.
g. Pemilihan Kepala Kepala Desa
Forum-forum pemilihan di desa antara lain adalah pemilihan
kepala desa, pemilihan BPD dan pemilihan dukuh. Secara formal
rekrutmen Kepala Desa di desa-desa Kulon Progo dilakukan
melalui suatu proses pemilihan langsung. Dasar hukum yang
dipakai dalam pelaksanaan pemilihan Kepala Desa ini berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten. Proses pemilihan Kepala Desa ini
didahului dengan pembentukan panitia tingkat desa. Biasanya yang
duduk sebagai panitia adalah tokoh-tokoh desa dan perwakilan
pedukuhan.Sama halnya dengan pemilihan kepala desa, pemilihan
144
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
dukuh dan BPD diawali dengan proses pencalonan dan seleksi.
Kemudian kampanye dan pemilihan langsung. Pada dasarnya
semua pemilihan di desa tidak jauh berbeda. Proses ini dilalui oleh
semua pemilihan.
Selama ini proses pemilihan kepala desa sudah baik artinya
sudah sesuai dengan ketentuan yang diberikan dari pemerintah
kabupaten. Intervensi yang dilakukan oleh kabupaten menurut
pamong berupa peraturan dan tata tertib pemilihan. Fasilitas yang
diberikan oleh pemerintah kabupaten berupa kotak suara dan
dana. Pemilihan ini juga dibiayai oleh masyarakat, sebagai contoh
rapat persiapan pemilihan dan konsumsi pada waktu pra
pelaksanaan. Partisipasi masyarakat dalam bidang politik memang
hanya sebatas ikut serta dalam pemilihan baik kepal desa, BPD,
maupun dukuh. Sedangkan pengawasan kinerja kepala desa masih
dipahami sebagai tugas BPD saja, apalagi pengawasan terhadap
kinerja BPD dan Dukuh hampir pasti tidak ada.
Mekanisme pemilihan kepala desa di karangsasri melalui
mekanisme tersebut di atas dan dapat dikatakan sudah cukup
berhasil serta demokratis.
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat oleh masyarakat desa sendiri masih
dimaknai sebagai keikutsertaan menyumbang (swadaya) atau
berperan dalam kegiatan desa menyangkut pembangunan sarana
umum terutama yang bersifat fisik. Partisipasi sendiri oleh
masyarakat desa belum dimaknai sebagai sesuatu yang lebih luas.
Sehingga anggapan mereka tingkat partisipasi mereka tinggi
dalam pembagunan desa. Bantuan dari Pemerintah Kabupaten
hanya berupa simultan untuk merangsang swadaya masyarakat.
145
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Swadaya itu berupa materi, tenaga dan hibah tanah yang terkena
pembangunan sarana umum desa.
20. Desa Hargorejo
a. Struktur Pemerintah Desa
Polakerja dan kinerja aparat pemerintah desa hargorejo diakui
masih banyak penyelenggaraan tugas pemerintah desa tumpang
tindih. pendelegasian, pembagian dan interfensi dalam
melaksanakan tugas dan fungsi sebagai aparatur desa masih belum
optimal, sehingga pendelegasian dan pembagian tugas belum
berfungsi dengan baik. namun masyarakat melihat bahwa
pelayanan yang diberikan sudah cukup baik. Artinya sangat jarang
masyarakat dalam mengurus berbagai hal tidak dapat dilayani
pada saat itu juga.
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan Lembaga-Lembaga di
Desa
Relasi kelembagaan desa di Hargorejo dalam hal pengambilan
kebijakan melalui musyawarah desa. LPMD yang seyogyanya
memberikan masukan dan merencanakan pembagunan desa,
belum dapat berbuat banyak. Peran-peran yang seharusnya
dipegang lebih banyak dijalankan oleh pemerintah desa dan BPD.
Mereka hanya dihadirkan pada saat pembuatan rencana
pembangunan yang akan di ajukan ke kecamatan. Forum-forum
Msbangdus maupun Musbangdes selama ini hanya bersifat
formalitas belaka. Pembahasan hanya difokuskan pada program
apa yang belum turun atau belum terrealisasi diajukan kembali dan
ditambah dengan program-program baru.
146
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
c. Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
Campur tangan kabupaten dimaknai oleh pamong sebagai
sebuah kebijakan yang berupa keputusan dari kabupaten, sebagai
contoh kebijakan ditingkat desa yang telah disetujui oleh
masyarakat desa belum dapat dijalankan apabila belum mendapat
persetujuan dari pemerintah kabupaten. Pihak pemerintah desa
masih melihat bahwasannya hal yang demikian adalah sesuatu
yang wajar karena beranggapan bahwa desa adalah bawahan
kabupaten. Kewengan desa lebih banyak ketika menyusun rencana
pembangunan dan APBDes, tetapi dalam pelaksanaannya masih
tetap menunggu persetujuan dari pemerintah kabupaten.
Sosialisasi program kabupaten yang terkait dengan desa lebih
banyak dilakukan oleh pemerintah desa melalui musyawarah desa,
sedangkan dari kabupaten sendiri masih jarang terjadi.
d. Renstra Desa/Program Kerja Tahunan
Rencana strategis belum dimaknai sebagai hal yang sangat
penting, artinya rencana strategis belum mengacu pada satu
tujuan sehingga pola yang ada adalah menmpung aspirasi berupa
keluhan dari setiap pedukuhan di wilayahnya. Dan hal itu masih
sebatas hal-hal yang bersifat fisik. Jadi perencanaan strategis
masih dipahami sebagai penyusunan program dari tiap pedukuhan
atau tiap RT. Perencanaan pembangunan desa dimulai dengan
melakukan musyawarah dengan tokoh masyarakat dan para dukuh
oleh BPD. Dari setiap dukuh akan memberikan usulan tentang
hal-hal yang perlu dibenahi di pedukuhannya masing-masing.
Rendahnya sumber daya manusia di dalam tubuh BPD maupun
pemerintah desa diakui sebagai hal yang menjadi salah satu faktor
penghambat dalam merespon keinginan dan aspirasi dari
147
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan
perencanaan desa berada pada tingkat pedukuhan. Dimana ada
musyawarah di tingkat pedukuhan.
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Proses pengambilan keputusan berupa perdes hanya diikuti oleh
BPD sebagai wakil rakyat. menganggap bahwasanya BPD telah
mewakili masyarakat secara keseluruhan. Anggapan tersebut
tidaklah salah, memang seyogyanya demikian. Tetapi ada proses
yang harus dilalui. Yang menjadi masalah adalah proses tersebut
belum berjalan sebagaimana mestinya, sehingga masyarakat tidak
merasa turut dilibatkan. Sejauh ini yang dihasilkan Perintah Desa
masih belum sesuai keinginan artinya basih banyak hal-hal yang
perlu dibenahi. Perdes-perdes yang ada sejauh ini setidaknya tidak
bertentangan dengan keinginan masyarakat Desa. Pemerintah
Desa maupun BPD masih lambat menyerap aspirasi dari bawah, hal
ini masih dimaklumi oleh sebagian dari pamong karena sumber
daya yang terbatas.
Aspirasi dari masyarakat hanya diwakili oleh RT, Dukuh dan
KKLPMD. Sedagkan pertemuan dengan seluruh masyarakat di
tingkat RT hapir semua desa tidak melakukan. Perwakilan RT
sudah diangggap sebagai aspirasi dari masyarakat, baik dalam hal
perumusan program maupun pengambilan kebijakan.
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Selama ini Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa hanya
diketahui oleh BPD.jarang ada LPJ Kepala Desa disosialisasikan
kepada masyarakat desa. Sehingga yang menilai akan baik dan
tidaknya kinerja kepala desa hanya BPD dan LPMD. Tetapi
setidaknya para pamong menghendaki adanya informasi tentang
148
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
LPJ Kepala Desa, karena masyarakat juga ingin mengetahui apa
yang telah dilakukan oleh pemerintah desanya. Laporan
pertanggungjawaban Kepala Desa hanya dihadiri oleh BPD dan
perangkat desa. Masyarakat masih sebatas penonton diluar arena,
itu pun sebagian desa masih ada yang tidak mempublikasikan
adanya laporan pertanggungjawaban Kepala Desa. Desa Hargorejo
dalam melakukan pertanggungjawaban kepala desa juga memalui
mekanisme pertanggungjawaban kepala desa ke BPD, masyarakat
boleh tahu dan melihat, namun sejauh ini belum pertnah
masyarakat menggunakan hak untuk melihat mekanisme
pertanggungjawaban ini.
g. Pemilihan Kepala Desa
Selama ini proses pemilihan kepala desa sudah baik artinya
sudah sesuai dengan ketentuan yang diberikan dari pemerintah
kabupaten. Intervensi yang dilakukan oleh kabupaten menurut
pamong berupa peraturan dan tata tertib pemilihan. Fasilitas yang
diberikan oleh pemerintah kabupaten berupa kotak suara dan
dana. Pemilihan ini juga dibiayai oleh masyarakat, sebagai contoh
rapat persiapan pemilihan dan konsumsi pada waktu pra
pelaksanaan. Partisipasi masyarakat dalam bidang politik memang
hanya sebatas ikut serta dalam pemilihan baik kepal desa, BPD,
maupun dukuh.
Sedangkan pengawasan kinerja kepala desa masih dipahami
sebagai tugas BPD saja, apalagi pengawasan terhadap kinerja BPD
dan Dukuh hampir pasti tidak ada. Sedangkan untuk pengisian
jabatan perangkat desa seperti Kepala-kepala Bagian dilakukan
melalui mekanisme tidak pilihan langsung tetapi dilakukan dengan
mekanisme tidak langsung, yaitu melalui ujian baik tertulis maupun
lisan. Hasil seleksi baik tertulis, lisan dilakukan melalui mekanisme
149
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
rapat bersama antara BPD dengan Kepala Desa beserta panitia
yang lain. Bagi yang terpilih melalui seleksi tersebut akan dilantik
oleh Kepala Desa.
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat oleh masyarakat desa sendiri masih
dimaknai sebagai keikutsertaan menyumbang (swadaya) atau
berperan dalam kegiatan desa menyangkut pembangunan sarana
umum terutama yang bersifat fisik. Partisipasi sendiri oleh
masyarakat desa belum dimaknai sebagai sesuatu yang lebih luas.
Sehingga anggapan mereka tingkat partisipasi mereka tinggi
dalam pembagunan desa. Bantuan dari Pemerintah Kabupaten
hanya berupa simultan untuk merangsang swadaya masyarakat.
Swadaya itu berupa materi, tenaga dan hibah tanah yang terkena
pembangunan sarana umum desa.
Peran politik masyarakat secara langsung hanya pada Pilkades
dan Pemilihan BPD. Peran-peran lain seperti pengambilan
keputusan perencanaan pembangunan masih berupa perwakilan
pedukuhan dan tokoh masyarakat. Hal yang demikian sudah
dianggap bahwa perwakilan tersebut sudah merupakan
representatisi dari masyarakat desa.
21. Desa Giripurwo
a. Struktur Pemerintah Desa
Struktur pemerintah desa telah menganut Undang-undang No.
22 tahun 1999. Sama dengan desa-desa lainnya perubahan UU
dimengerti oleh para pamong sebatas perubahan LMD menjadi
BPD dan LKMD menjadi LPMD. Dalam UU No.22 Tahun 1999
Kepala Desa harus memperhatikan suara BPD. BPD inilah yang
bertugas mengkontrol pelaksanaan tugas Kepala Desa beserta
perangkatnya. Disamping itu juga pertanggungjawaban Kepala
150
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Desa dalam UU No5 tahun 1979 kepada Bupati melalui Camat.
Sedangkan dalam UU No.22 Tahun 1999 pertanggungjawabannya
kepada rakyat melalui BPD.
Sedangkan untuk pembagian kekuasaan di desa antar Kepala
Desa dengan BPD masih belum ada, artinya peran BPD yang
seharusnya bisa memberikan dinamika politik di desa hampir tidak
ada. Ini dimungkinkan karena anggapan tentang dirubahanya LMD
menjadi BPD dimaknai bahwa tugas BPD hampir sama dengan
BPD, demikian halnya dengan yang lain. Masalah pola kerja dan
kinerja aparat pemerintah desa, selama ini diakui masih banyak
penyelenggaraan tugas pemerintah desa tumpang tindih. Bahkan
kepala desa sering merangkap pekerjaan, artinya hal-hal yang
sebenarnya tidak harus dilaksanakan dan bisa dilaksanakan oleh
Kabag atau staf tetapi dikerjakan oleh kepala desa. Dengan kata
lain bahwa pendelegasian, pembagian dan interfensi dalam
melaksanakan tugas dan fungsi sebagai aparatur desa masih belum
optimal, sehingga pendelegasian dan pembagian tugas belum
berfungsi dengan baik. Tetapi setidaknya masyarakat melihat
bahwa pelayanan yang diberikan sudah cukup baik. Artinya sangat
jarang masyarakat dalam mengurus berbagai hal tidak dapat
dilayani pada saat itu juga.
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan Lembaga-Lembaga di
Desa
Hubungan pemerintah desa dengan lembaga-lembaga desa
cukup positif, tetapi pemerintah desa baru menjalin hubungan
dengan lembaga-lembaga desa ditingkat desa sedangkan ditingkat
pedukuhan masih belum tersentuh oleh pemerintah desa. Relasi
yang masih dimaknai sebatas hubungan dalam hal pengambilan
kebijakan melalui musyawarah desa. Hasil dari hubungan tersebut
151
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
masih dinilai sebatas kulit luar, sebagai contoh ketika penyusunan
Perdes yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat secara
umum. Sehingga relasi belum dimaknai secara lebih luas.
Mayoritas dalam setiap pengambilan kebijakan, yang akan
diundang sampai pada batasan Dukuh, itu pun bukan berarti dukuh
telah melakukan pertemuan dahulu dengan masyarakat di
pedukuhan. Bisa jadi usulan dari dukuh merupakan pendapat
individu.
Sedangkan dalam proses legislasinya BPD menjalankan
fungsinya membuat perdes dengan kepala desa. Sedangkan dalam
melakukan fungsi pengawasannya BPD pernah melakukan teguran
secara keras kepada mantan kepala desa, karena berkaitan dengan
lemahnya kinerja pemerintahan desa, bahkan dalam
perkembangannya BPD melaporakan kinerja Kepala Desa
Giripurwo ini ke Badan Pengawasan Daerah untuk diadakan
pembinaan terkait dengan penyalahgunaan Dana Bantuan Desa
Sedangkan secara administratif BPD pernah melakukan teguran
kepada kepala desa, misalnya menegur kades berkaitan dengan
laporan pertanggungjawabannya yang tidak sesuai di masa akhir
jabatannya Kepala Desa Giripurwo. Sedangkan untuk LPMD
sebagian masih belum terbentuk sebagai contoh Desa Giripurwo
belum mempunyai LPMD.
c. Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
Campur tangan kabupaten dimaknai oleh pamong sebagai
sebuah kebijakan yang berupa keputusan dari kabupaten, sebagai
contoh kebijakan ditingkat desa yang telah disetujui oleh
masyarakat desa belum dapat dijalankan apabila belum mendapat
persetujuan dari pemerintah kabupaten.
152
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Pihak pemerintah desa masih melihat bahwasannya hal yang
demikian adalah sesuatu yang wajar karena beranggapan bahwa
desa adalah bawahan kabupaten. Kewengan desa lebih banyak
ketika menyusun rencana pembangunan dan APBDes, tetapi dalam
pelaksanaannya masih tetap menunggu persetujuan dari
pemerintah kabupaten. Sosialisasi program kabupaten yang terkait
dengan desa lebih banyak dilakukan oleh pemerintah desa melalui
musyawarah desa, sedangkan dari kabupaten sendiri masih jarang
terjadi.
d. Renstra Desa/Program Kerja Tahunan
Rencana pembangunan yang menyeluruh dari desa yang
tergambar dalam bentuk rencana strategis desa kebanyakan belum
ada. Rencana strategis belum dimaknai sebagai hal yang sangat
penting, artinya rencana strategis belum mengacu pada satu
tujuan sehingga pola yang ada adalah menmpung aspirasi berupa
keluhan dari setiap pedukuhan di wilayahnya. Dan hal itu masih
sebatas hal-hal yang bersifat fisik. Jadi perencanaan strategis
masih dipahami sebagai penyusunan program dari tiap pedukuhan
atau tiap RT.
Perencanaan pembangunan desa dimulai dengan melakukan
musyawarah dengan tokoh masyarakat dan para dukuh oleh BPD.
Dari setiap dukuh akan memberikan usulan tentang hal-hal yang
perlu dibenahi di pedukuhannya masing-masing. Rendahnya
sumber daya manusia di dalam tubuh BPD maupun pemerintah
desa diakui sebagai hal yang menjadi salah satu faktor penghambat
dalam merespon keinginan dan aspirasi dari masyarakat.
Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan perencanaan desa
berada pada tingkat pedukuhan. Dimana ada musyawarah di
tingkat pedukuhan.
153
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Proses pengambilan keputusan berupa perdes hanya diikuti oleh
BPD dan LPMD, sedangkan sebelumnya belum atau tidak mengikut
sertakan masyarakat secara langsung. Hal ini dimungkinkan
karena pemerintah desa menganggap bahwasanya BPD dan LPMD
telah mewakili masyarakat secara keseluruhan. Anggapan tersebut
tidaklah salah, memang seyogyanya demikian. Tetapi ada proses
yang harus dilalui.
Yang menjadi masalah adalah proses tersebut belum berjalan
sebagaimana mestinya, sehingga masyarakat tidak merasa turut
dilibatkan. Sejauh ini yang dihasilkan Perintah Desa masih belum
sesuai keinginan artinya basih banyak hal-hal yang perlu dibenahi.
Perdes-perdes yang ada sejauh ini setidaknya tidak bertentangan
dengan keinginan masyarakat Desa. Pemerintah Desa maupun BPD
masih lambat menyerap aspirasi dari bawah, hal ini masih
dimaklumi oleh sebagian dari pamong karena sumber daya yang
terbatas.
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Selama ini Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa hanya
diketahui oleh BPD dan LPMD saja. Belum pernah ada LPJ Kepala
Desa disosialisasikan kepada masyarakat desa. Sehingga yang
menilai akan baik dan tidaknya kinerja kepala desa hanya BPD dan
LPMD. Tetapi setidaknya para pamong menghendaki adanya
informasi tentang LPJ Kepala Desa, karena masyarakat juga ingin
mengetahui apa yang telah dilakukan oleh pemerintah desanya.
g. Pemilihan Kepala Desa(Pilkades)
154
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Selama ini proses pemilihan kepala desa sudah baik artinya
sudah sesuai dengan ketentuan yang diberikan dari pemerintah
kabupaten. Intervensi yang dilakukan oleh kabupaten menurut
pamong berupa peraturan dan tata tertib pemilihan. Fasilitas yang
diberikan oleh pemerintah kabupaten berupa kotak suara dan
dana. Pemilihan ini juga dibiayai oleh masyarakat, sebagai contoh
rapat persiapan pemilihan dan konsumsi pada waktu pra
pelaksanaan.
Partisipasi masyarakat dalam bidang politik memang hanya
sebatas ikut serta dalam pemilihan baik kepal desa, BPD, maupun
dukuh. Sedangkan pengawasan kinerja kepala desa masih
dipahami sebagai tugas BPD saja, apalagi pengawasan terhadap
kinerja BPD dan Dukuh hampir pasti tidak ada.
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat oleh masyarakat desa Giripurwo
dimaknai sebagai keikutsertaan menyumbang (swadaya) atau
berperan dalam kegiatan desa menyangkut pembangunan sarana
umum terutama yang bersifat fisik. Partisipasi sendiri oleh
masyarakat desa belum dimaknai sebagai sesuatu yang lebih luas.
Sehingga anggapan mereka tingkat partisipasi mereka tinggi
dalam pembagunan desa. Bantuan dari Pemerintah Kabupaten
hanya berupa simultan untuk merangsang swadaya masyarakat.
Swadaya itu berupa materi, tenaga dan hibah tanah yang terkena
pembangunan sarana umum desa.
22. Desa Jatisarono
a. Struktur Pemerintah Desa
Struktur Pemerintahan Desa berdasarkan UU No.22 Tahun
1999 berbeda dibandingkan dengan struktur pemerintahan
155
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
berdasarkan UU No.5 tahun 1979. tetapi untuk Desa Jatisarono
struktur pemerintah desa-nya telah menganut Undang-undang No.
22 tahun 1999. Berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 ini kedudukan
Kepala Desa berbeda bila dibandingkan dengan UU No.5 tahun
1979. Kepala Desa berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 bukan lagi
merupakan Pusat kekuasaan yang ada di desa. Kepala Desa dewasa
ini harus berbagi kekuasaan dengan Badan Perwakilan Desa (BPD).
Kepala Desa dikontrol oleh BPD dalam menjalankan
pemerintahannya.
Perubahan struktur dalam pemerintahan desa dimengerti oleh
para pamong sebatas perubahan LMD menjadi BPD dan LKMD
menjadi LPMD. Sedangkan untuk pembagian kekuasaan di desa
antar Kepala Desa dengan BPD masih belum ada, artinya peran
BPD yang seharusnya bisa memberikan dinamika politik di desa
hampir tidak ada. Ini dimungkinkan karena anggapan tentang
dirubahanya LMD menjadi BPD dimaknai bahwa tugas BPD hampir
sama dengan BPD, demikian halnya dengan yang lain.
Masalah pola kerja dan kinerja aparat pemerintah desa, selama
ini diakui masih banyak penyelenggaraan tugas pemerintah desa
tumpang tindih. Bahkan kepala desa sering merangkap pekerjaan,
artinya hal-hal yang sebenarnya tidak harus dilaksanakan dan bisa
dilaksanakan oleh Kabag atau staf tetapi dikerjakan oleh kepala
desa. Dengan kata lain bahwa pendelegasian, pembagian dan
interfensi dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai aparatur
desa masih belum optimal, sehingga pendelegasian dan pembagian
tugas belum berfungsi dengan baik. Tetapi setidaknya masyarakat
melihat bahwa pelayanan yang diberikan sudah cukup baik. Artinya
sangat jarang masyarakat dalam mengurus berbagai hal tidak
dapat dilayani pada saat itu juga.
156
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan Lembaga-
Lembaga di Desa
Hubungan pemerintah desa dengan lembaga-lembaga desa
cukup positif, tetapi pemerintah desa baru menjalin hubungan
dengan lembaga-lembaga desa ditingkat desa sedangkan ditingkat
pedukuhan masih belum tersentuh oleh pemerintah desa. Relasi
yang masih dimaknai sebatas hubungan dalam hal pengambilan
kebijakan melalui musyawarah desa.
Hasil dari hubungan tersebut masih dinilai sebatas kulit luar,
sebagai contoh ketika APBDes telah mengakomodir kebutuhan
ditingkat pedukuhan atau adanya Perdes yang berkaitan dengan
kepentingan masyarakat secara umum. Sehingga relasi belum
dimaknai secara lebih luas. Mayoritas dalam setiap pengambilan
kebijakan, yang akan diundang sampai pada batasan Dukuh, itu
pun bukan berarti dukuh telah melakukan pertemuan dahulu
dengan masyarakat di pedukuhan. Bisa jadi usulan dari dukuh
merupakan pendapat individu.
c. Hubungan pemerintah Desa dengan Supra Desa
Campur tangan kabupaten dimaknai oleh pamong sebagai
sebuah kebijakan yang berupa keputusan dari kabupaten, sebagai
contoh kebijakan ditingkat desa yang telah disetujui oleh
masyarakat desa belum dapat dijalankan apabila belum mendapat
persetujuan dari pemerintah kabupaten.
Pihak pemerintah desa masih melihat bahwasannya hal yang
demikian adalah sesuatu yang wajar karena beranggapan bahwa
desa adalah bawahan kabupaten. Kewengan desa lebih banyak
ketika menyusun rencana pembangunan dan APBDes, tetapi dalam
pelaksanaannya masih tetap menunggu persetujuan dari
pemerintah kabupaten. Sosialisasi program kabupaten yang terkait
157
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
dengan desa lebih banyak dilakukan oleh pemerintah desa melalui
musyawarah desa, sedangkan dari kabupaten sendiri masih jarang
terjadi.
d. Renstra Desa/Program Kerja Tahunan
Dibidang pembangunan kebijakan desa dalam perencaannya
berusaha untuk melibatkan masyarakatnya. Namun pola
pembangunan yang direncanakan dari bawah sering kandas di
tingkat atas (Kabupaten ataupun instansi yang lain). Musbangdes
dan UDKP yang dilakukan oleh Kabupaten sering desa tidak
pernah diajak. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada proses
pengawalan kebijakan desa di tingkat Kabupaten.
Musyawarah ini bertujuan merumuskan program kerja satu
tahun ke depan. Hasil perumusan program tersebut diajukan ke
tingkat kecamatan. Selanjutnya kecamatan yang akan membawa
usulan tersebut ke kabupaten. Program yang diajuakan lebih
banyak pada pembangunan fisik. Masyarakat juga diberikan
keleluasaan oleh Pemerintah Desa untuk ikut mengawasi
pelaksanaan program tersebut.
Rencana strategis belum dimaknai sebagai hal yang sangat
penting, artinya rencana strategis belum mengacu pada satu
tujuan sehingga pola yang ada adalah menmpung aspirasi berupa
keluhan dari setiap pedukuhan di wilayahnya. Dan hal itu masih
sebatas hal-hal yang bersifat fisik. Jadi perencanaan strategis
masih dipahami sebagai penyusunan program dari tiap pedukuhan
atau tiap RT. Perencanaan pembangunan desa dimulai dengan
melakukan musyawarah dengan tokoh masyarakat dan para dukuh
oleh BPD. Dari setiap dukuh akan memberikan usulan tentang hal-
hal yang perlu dibenahi di pedukuhannya masing-masing.
Rendahnya sumber daya manusia di dalam tubuh BPD maupun
158
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
pemerintah desa diakui sebagai hal yang menjadi salah satu faktor
penghambat dalam merespon keinginan dan aspirasi dari
masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan
perencanaan desa berada pada tingkat pedukuhan. Dimana ada
musyawarah di tingkat pedukuhan.
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Kebijakan yang ditempuh oleh sebagian besar Pemerintah Desa
masih mengacu pada kebijakan yang telah ditetapkan oleh
Kabupaten melalui perda-perdanya. Kebijakan mengenai
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan masih mengacu
pada peraturan yang di buat Kabupaten. Bahkan tidak jarang ada
perda terlalu jauh mengintervensi kebijakan di bidang
pemerintahan yang akan diambil oleh Pemerintah Desa.
Proses pengambilan keputusan berupa perdes hanya diikuti oleh
BPD dan LPMD, sedangkan sebelumnya belum atau tidak mengikut
sertakan masyarakat secara langsung. Hal ini dimungkinkan
karena pemerintah desa menganggap bahwasanya BPD dan LPMD
telah mewakili masyarakat secara keseluruhan. Anggapan tersebut
tidaklah salah, memang seyogyanya demikian. Tetapi ada proses
yang harus dilalui. Yang menjadi masalah adalah proses tersebut
belum berjalan sebagaimana mestinya, sehingga masyarakat tidak
merasa turut dilibatkan. Sejauh ini yang dihasilkan Perintah Desa
masih belum sesuai keinginan artinya basih banyak hal-hal yang
perlu dibenahi. Perdes-perdes yang ada sejauh ini setidaknya tidak
bertentangan dengan keinginan masyarakat Desa. Pemerintah
Desa maupun BPD masih lambat menyerap aspirasi dari bawah, hal
ini masih dimaklumi oleh sebagian dari pamong karena sumber
daya yang terbatas.
159
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Selama ini Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa hanya
diketahui oleh BPD dan LPMD saja. Belum pernah ada LPJ Kepala
Desa disosialisasikan kepada masyarakat desa. Sehingga yang
menilai akan baik dan tidaknya kinerja kepala desa hanya BPD dan
LPMD. Tetapi setidaknya para pamong menghendaki adanya
informasi tentang LPJ Kepala Desa, karena masyarakat juga ingin
mengetahui apa yang telah dilakukan oleh pemerintah desanya.
g. Pemilihan Kepala Desa
Selama ini proses pemilihan kepala desa sudah baik artinya
sudah sesuai dengan ketentuan yang diberikan dari pemerintah
kabupaten. Intervensi yang dilakukan oleh kabupaten menurut
pamong berupa peraturan dan tata tertib pemilihan. Proses yang
dilalui dalam pemilihan kepala desa sama dengan desa-desa yang
lain. Mulai dari pembentukan panitia, pendaftaran calon, seleksi
calon, kampanye hingga pencoblosan.
Fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kabupaten berupa
kotak suara dan dana. Pemilihan ini juga dibiayai oleh masyarakat,
sebagai contoh rapat persiapan pemilihan dan konsumsi pada
waktu pra pelaksanaan. Partisipasi masyarakat dalam bidang
politik memang hanya sebatas ikut serta dalam pemilihan baik
kepal desa, BPD, maupun dukuh. Sedangkan pengawasan kinerja
kepala desa masih dipahami sebagai tugas BPD saja, apalagi
pengawasan terhadap kinerja BPD dan Dukuh hampir pasti tidak
ada.
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat oleh masyarakat desa sendiri masih
dimaknai sebagai keikutsertaan menyumbang (swadaya) atau
160
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
berperan dalam kegiatan desa menyangkut pembangunan sarana
umum terutama yang bersifat fisik. Partisipasi sendiri oleh
masyarakat desa belum dimaknai sebagai sesuatu yang lebih luas.
Sehingga anggapan mereka tingkat partisipasi mereka tinggi
dalam pembagunan desa. Bantuan dari Pemerintah Kabupaten
hanya berupa simultan untuk merangsang swadaya masyarakat.
Swadaya itu berupa materi, tenaga dan hibah tanah yang terkena
pembangunan sarana umum desa.
23. Desa Gerbosari
a. Struktur Pemerintah Desa
Struktur pemerintah desa Gerbosari sesuai dengan UU No. 22
tahun 1999. Perubahan struktur dalam pemerintahan desa dmana
Kepala Desa dikontrol oleh BPD dalam menjalankan
pemerintahannya. Hal ini tentu berbeda dengan pada saat
diberlakukannya UU No.5 tahun 1979. Pada saat UU No.5 tahun
1979 berlaku, Kepala Desa disamping sebagai Kepala Desa juga
merangkap sebagai alat dari pemerintah Pusat yang ada di desa
sekaligus sebagai ketua LMD (Lembaga Musyawarah Desa).
Sedangkan untuk pembagian kekuasaan di desa antar Kepala
Desa dengan BPD masih belum ada, artinya peran BPD yang
seharusnya bisa memberikan dinamika politik di desa hampir tidak
ada. Ini dimungkinkan karena anggapan tentang dirubahanya LMD
menjadi BPD dimaknai bahwa tugas BPD hampir sama dengan
BPD, demikian halnya dengan yang lain. Masalah pola kerja dan
kinerja aparat pemerintah desa, selama ini diakui masih banyak
penyelenggaraan tugas pemerintah desa tumpang tindih. Bahkan
kepala desa sering merangkap pekerjaan, artinya hal-hal yang
sebenarnya tidak harus dilaksanakan dan bisa dilaksanakan oleh
Kabag atau staf tetapi dikerjakan oleh kepala desa. Dengan kata
161
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
lain bahwa pendelegasian, pembagian dan interfensi dalam
melaksanakan tugas dan fungsi sebagai aparatur desa masih belum
optimal, sehingga pendelegasian dan pembagian tugas belum
berfungsi dengan baik. Tetapi setidaknya masyarakat melihat
bahwa pelayanan yang diberikan sudah cukup baik. Artinya sangat
jarang masyarakat dalam mengurus berbagai hal tidak dapat
dilayani pada saat itu juga.
Gambaran ataupun pemaparan tersebut juga terjadi di
gerbosari, dimana perubahan UU tersebut mempengaruhi
mekanisme pembagian kewenangan dan pembagian tugas dalam
struktur pemerintahan desa.
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan Lembaga-
Lembaga di Desa
Hubungan pemerintah desa dengan lembaga-lembaga desa
cukup positif, tetapi pemerintah desa baru menjalin hubungan
dengan lembaga-lembaga desa ditingkat desa sedangkan ditingkat
pedukuhan masih belum tersentuh oleh pemerintah desa. Relasi
yang masih dimaknai sebatas hubungan dalam hal pengambilan
kebijakan melalui musyawarah desa. Hasil dari hubungan tersebut
masih dinilai sebatas kulit luar, sebagai contoh ketika APBDes
telah mengakomodir kebutuhan ditingkat pedukuhan atau adanya
Perdes yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat secara
umum. Sehingga relasi belum dimaknai secara lebih luas.
Mayoritas dalam setiap pengambilan kebijakan, yang akan
diundang sampai pada batasan Dukuh, itu pun bukan berarti dukuh
telah melakukan pertemuan dahulu dengan masyarakat di
pedukuhan. Bisa jadi usulan dari dukuh merupakan pendapat
individu.
162
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
c. Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
Campur tangan kabupaten dimaknai oleh pamong sebagai
sebuah kebijakan yang berupa keputusan dari kabupaten, sebagai
contoh kebijakan ditingkat desa yang telah disetujui oleh
masyarakat desa belum dapat dijalankan apabila belum mendapat
persetujuan dari pemerintah kabupaten. Pihak pemerintah desa
masih melihat bahwasannya hal yang demikian adalah sesuatu
yang wajar karena beranggapan bahwa desa adalah bawahan
kabupaten. Kewengan desa lebih banyak ketika menyusun rencana
pembangunan dan APBDes, tetapi dalam pelaksanaannya masih
tetap menunggu persetujuan dari pemerintah kabupaten.
Sosialisasi program kabupaten yang terkait dengan desa lebih
banyak dilakukan oleh pemerintah desa melalui musyawarah desa,
sedangkan dari kabupaten sendiri masih jarang terjadi.
d. Renstra Desa/Program Kerja Tahunan
Pemerintah Desa dalam menentukan kebijakannya belum
didasari adanya rencana strategis Desa (Renstra). Kebijakan masih
di dasarkan pada kebutuhan sesaat dengan berpedoman pada
kebijakan-kebijakan tahun sebelumnya hal ini tergambar dalam
peratuaran desa mengenai program desa. Rencana strategis belum
dimaknai sebagai hal yang sangat penting, artinya rencana
strategis belum mengacu pada satu tujuan sehingga pola yang ada
adalah menmpung aspirasi berupa keluhan dari setiap pedukuhan
di wilayahnya. Dan hal itu masih sebatas hal-hal yang bersifat fisik.
Jadi perencanaan strategis masih dipahami sebagai penyusunan
program dari tiap pedukuhan atau tiap RT. Perencanaan
pembangunan desa dimulai dengan melakukan musyawarah
dengan tokoh masyarakat dan para dukuh oleh BPD. Dari setiap
dukuh akan memberikan usulan tentang hal-hal yang perlu
163
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
dibenahi di pedukuhannya masing-masing. Rendahnya sumber
daya manusia di dalam tubuh BPD maupun pemerintah desa diakui
sebagai hal yang menjadi salah satu faktor penghambat dalam
merespon keinginan dan aspirasi dari masyarakat. Keterlibatan
masyarakat dalam pembuatan perencanaan desa berada pada
tingkat pedukuhan. Dimana ada musyawarah di tingkat pedukuhan.
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Proses pengambilan keputusan berupa perdes hanya diikuti oleh
BPD dan LPMD, sedangkan sebelumnya belum atau tidak mengikut
sertakan masyarakat secara langsung. Hal ini dimungkinkan
karena pemerintah desa menganggap bahwasanya BPD dan LPMD
telah mewakili masyarakat secara keseluruhan. Anggapan tersebut
tidaklah salah, memang seyogyanya demikian. Tetapi ada proses
yang harus dilalui. Yang menjadi masalah adalah proses tersebut
belum berjalan sebagaimana mestinya, sehingga masyarakat tidak
merasa turut dilibatkan.
Sejauh ini yang dihasilkan Perintah Desa masih belum sesuai
keinginan artinya basih banyak hal-hal yang perlu dibenahi.
Perdes-perdes yang ada sejauh ini setidaknya tidak bertentangan
dengan keinginan masyarakat Desa. Pemerintah Desa maupun BPD
masih lambat menyerap aspirasi dari bawah, hal ini masih
dimaklumi oleh sebagian dari pamong karena sumber daya yang
terbatas.
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Selama ini Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa hanya
diketahui oleh BPD dan LPMD saja ( kalau diundang).LPJ Kepala
Desa disosialisasikan kepada masyarakat desa. Sehingga yang
menilai akan baik dan tidaknya kinerja kepala desa hanya BPD dan
164
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
LPMD. Tetapi setidaknya para pamong menghendaki adanya
informasi tentang LPJ Kepala Desa, karena masyarakat juga ingin
mengetahui apa yang telah dilakukan oleh pemerintah desanya.
g. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)
Selama ini proses pemilihan kepala desa sudah baik artinya
sudah sesuai dengan ketentuan yang diberikan dari pemerintah
kabupaten. Intervensi yang dilakukan oleh kabupaten menurut
pamong berupa peraturan dan tata tertib pemilihan. Fasilitas yang
diberikan oleh pemerintah kabupaten berupa kotak suara dan
dana. Pemilihan ini juga dibiayai oleh masyarakat, sebagai contoh
rapat persiapan pemilihan dan konsumsi pada waktu pra
pelaksanaan. Partisipasi masyarakat dalam bidang politik memang
hanya sebatas ikut serta dalam pemilihan baik kepal desa, BPD,
maupun dukuh. Sedangkan pengawasan kinerja kepala desa masih
dipahami sebagai tugas BPD saja, apalagi pengawasan terhadap
kinerja BPD dan Dukuh hampir pasti tidak ada.
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat oleh masyarakat desa sendiri masih
dimaknai sebagai keikutsertaan menyumbang (swadaya) atau
berperan dalam kegiatan desa menyangkut pembangunan sarana
umum terutama yang bersifat fisik. Partisipasi sendiri oleh
masyarakat desa belum dimaknai sebagai sesuatu yang lebih luas.
Sehingga anggapan mereka tingkat partisipasi mereka tinggi
dalam pembagunan desa. Bantuan dari Pemerintah Kabupaten
hanya berupa simultan untuk merangsang swadaya masyarakat.
Swadaya itu berupa materi, tenaga dan hibah tanah yang terkena
pembangunan sarana umum desa.
165
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
24. Desa Banjaarum
a. Struktur Pemerintah Desa
Seperti di desa-desa lainnya perubahan UU dimengerti oleh
para pamong sebatas perubahan LMD menjadi BPD dan LKMD
menjadi LPMD. Masalah pola kerja dan kinerja aparat pemerintah
desa, selama ini diakui masih banyak penyelenggaraan tugas
pemerintah desa tumpang tindih. Bahkan kepala desa sering
merangkap pekerjaan, artinya hal-hal yang sebenarnya tidak harus
dilaksanakan dan bisa dilaksanakan oleh Kabag atau staf tetapi
dikerjakan oleh kepala desa. Dengan kata lain bahwa
pendelegasian, pembagian dan interfensi dalam melaksanakan
tugas dan fungsi sebagai aparatur desaBanjararum belum optimal.
Pendelegasian dan pembagian tugas belum berfungsi dengan baik.
Tetapi setidaknya masyarakat melihat bahwa pelayanan yang
diberikan sudah cukup baik. Artinya sangat jarang masyarakat
dalam mengurus berbagai hal tidak dapat dilayani pada saat itu
juga.gambaran mekanisme ini masih sering terjadi juga di desa
banjararum, dimana tumpangtindih antar bagian masih sring
terjadi, sehingga menyulitkan terjadinya pembagian wewenang
yang pasti.
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan Lembaga-
Lembaga di Desa
Hubungan pemerintah desa dengan lembaga-lembaga desa
cukup positif, namun relasi dimaknai sebatas hubungan dalam hal
pengambilan kebijakan melalui musyawarah desa. Sehingga relasi
belum dimaknai secara lebih luas. Mayoritas dalam setiap
pengambilan kebijakan, yang akan diundang hanya pada batasan
Dukuh, itu pun bukan berarti dukuh telah melakukan pertemuan
166
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
dahulu dengan masyarakat di pedukuhan. Bisa jadi usulan dari
dukuh merupakan pendapat individu masyarakat desa Banjaarum.
c. Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
Hubungan kabupaten dengan pemerintah desa lebih pada
hubungan fasilitasi bantuan kabupaten kepada pemerintah desa
Banjararum, khususnya fasilitasi di bidang pembangunan
fisik.Pihak pemerintah desa masih melihat bahwasannya hal yang
demikian adalah sesuatu yang wajar karena beranggapan bahwa
desa adalah bawahan kabupaten.
Kewengan desa lebih banyak ketika menyusun rencana
pembangunan dan APBDes, tetapi dalam pelaksanaannya masih
tetap menunggu persetujuan dari pemerintah kabupaten.
Sosialisasi program kabupaten yang terkait dengan desa lebih
banyak dilakukan oleh pemerintah desa melalui musyawarah desa,
sedangkan dari kabupaten sendiri masih jarang terjadi.
d. Renstra Desa/Program Kerja Tahunan
Rencana strategis belum dimaknai sebagai hal yang sangat
penting, artinya rencana strategis belum mengacu pada satu
tujuan sehingga pola yang ada adalah menmpung aspirasi berupa
keluhan dari setiap pedukuhan di wilayahnya. Dan hal itu masih
sebatas hal-hal yang bersifat fisik. Jadi perencanaan strategis
masih dipahami sebagai penyusunan program dari tiap pedukuhan
atau tiap RT. Perencanaan pembangunan desa dimulai dengan
melakukan musyawarah dengan tokoh masyarakat dan para dukuh
oleh BPD.
Dari setiap dukuh akan memberikan usulan tentang hal-hal yang
perlu dibenahi di pedukuhannya masing-masing. Rendahnya
sumber daya manusia di dalam tubuh BPD maupun pemerintah
167
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
desa diakui sebagai hal yang menjadi salah satu faktor penghambat
dalam merespon keinginan dan aspirasi dari masyarakat.
Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan perencanaan desa
berada pada tingkat pedukuhan. Dimana ada musyawarah di
tingkat pedukuhan.
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Proses pengambilan keputusan berupa perdes hanya diikuti oleh
BPD dan LPMD, sedangkan sebelumnya belum atau tidak mengikut
sertakan masyarakat secara langsung. Hal ini dimungkinkan
karena pemerintah desa menganggap bahwasanya BPD dan LPMD
telah mewakili masyarakat secara keseluruhan. Anggapan tersebut
tidaklah salah, memang seyogyanya demikian. Tetapi ada proses
yang harus dilalui. Yang menjadi masalah adalah proses tersebut
belum berjalan sebagaimana mestinya, sehingga masyarakat tidak
merasa turut dilibatkan.
Sejauh ini yang dihasilkan Perintah Desa masih belum sesuai
keinginan artinya basih banyak hal-hal yang perlu dibenahi.
Perdes-perdes yang ada sejauh ini setidaknya tidak bertentangan
dengan keinginan masyarakat Desa. Pemerintah Desa maupun BPD
masih lambat menyerap aspirasi dari bawah, hal ini masih
dimaklumi oleh sebagian dari pamong karena sumber daya yang
terbatas.
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Selama ini Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa hanya
diketahui oleh BPD dan LPMD saja. Belum pernah ada LPJ Kepala
Desa disosialisasikan kepada masyarakat desa. Sehingga yang
menilai akan baik dan tidaknya kinerja kepala desa hanya BPD dan
LPMD. Tetapi setidaknya para pamong menghendaki adanya
168
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
informasi tentang LPJ Kepala Desa, karena masyarakat juga ingin
mengetahui apa yang telah dilakukan oleh pemerintah desanya.
g. Pemilihan Kepala Desa
Selama ini proses pemilihan kepala desa sudah baik artinya
sudah sesuai dengan ketentuan yang diberikan dari pemerintah
kabupaten. Intervensi yang dilakukan oleh kabupaten menurut
pamong berupa peraturan dan tata tertib pemilihan. Fasilitas yang
diberikan oleh pemerintah kabupaten berupa kotak suara dan
dana. Pemilihan ini juga dibiayai oleh masyarakat, sebagai contoh
rapat persiapan pemilihan dan konsumsi pada waktu pra
pelaksanaan. Partisipasi masyarakat dalam bidang politik memang
hanya sebatas ikut serta dalam pemilihan baik kepal desa, BPD,
maupun dukuh. Sedangkan pengawasan kinerja kepala desa masih
dipahami sebagai tugas BPD saja, apalagi pengawasan terhadap
kinerja BPD dan Dukuh hampir pasti tidak ada.
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat oleh masyarakat desa sendiri masih
dimaknai sebagai keikutsertaan menyumbang (swadaya) atau
berperan dalam kegiatan desa menyangkut pembangunan sarana
umum terutama yang bersifat fisik.
Partisipasi sendiri oleh masyarakat desa belum dimaknai
sebagai sesuatu yang lebih luas. Sehingga anggapan mereka
tingkat partisipasi mereka tinggi dalam pembagunan desa.
Bantuan dari Pemerintah Kabupaten hanya berupa simultan untuk
merangsang swadaya masyarakat. Swadaya itu berupa materi,
tenaga dan hibah tanah yang terkena pembangunan sarana umum
desa.
169
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
25. Desa Banjaroya
a. Struktur Pemerintah Desa
Struktur pemerintah desa telah menganut Undang-undang No.
22 tahun 1999. Perubahan struktur dalam pemerintahan desa
dimengerti oleh para pamong sebatas perubahan LMD menjadi
BPD dan LKMD menjadi LPMD. Walaupun demikian hal ini tetap
saja memberikasn sebuah dampak yang cukup baik terutama bagi
pemerintahan di desa. BPD sebagai salah satu wadah sekaligus
partner dan menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemerintah
desa sehingga transparansi pemerintahan mulai terbuka.
Sedangkan untuk pembagian kekuasaan di desa Banjarroyo ini
antara pemerintah desa dengan BPD sudah semetinya. Namun BPD
sebagai parlemen desa diharapkan lebih memainkan dirinya
sebagai lembaga yang dinamis mewarnai demokrasi desa.
Masalah pola kerja dan kinerja aparat pemerintah desa
Banjaroyo selama ini seperti desa-desa lainnya di Kabupaten Kulon
Progo masih tumpang tindih antara satu bagian dengan bagian
lain, tidak jarang kepala desa melakukan tugas yang seharusnya
bukan tugasnya. Dengan kata lain bahwa pendelegasian,
pembagian dan interfensi dalam melaksanakan tugas dan fungsi
sebagai aparatur desa masih belum optimal, sehingga
pendelegasian dan pembagian tugas belum berfungsi dengan baik.
Dengan kepemimpinan baru hal tersebut sedikit demi sedikit mulai
diperbaiki. Tetapi setidaknya masyarakat melihat bahwa pelayanan
yang diberikan sudah cukup baik. Artinya sangat jarang
masyarakat dalam mengurus berbagai hal tidak dapat dilayani
pada saat itu juga.
b. Hubungan Pemerintah Desa dengan Lembaga-
Lembaga di Desa
170
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
Hubungan pemerintah desa dengan lembaga-lembaga desa
cukup positif, pemerintah desa menjalin hubungan dengan
lembaga-lembaga desa ditingkat desa.Misalnya pemerintah desa
Banjaroyo menjalin relasi dengan LPMD,dibidang pembangunan.
LPMD yang juga merupakan lembaga desa, peran dan fungsinya
sering tumpang tindih dengan BPD, karena LPMD sering dianggap
sebagai penyalur aspirasi juga.
c. Hubungan Pemerintah Desa dengan Supra Desa
Hubungan pemerintah desa dengan supradesa lebih pada
hubunganya yang sifatnya fasilitasi. Kabupaten lebih bersifat
sebagai supporting desa khususnya dalam hal dana-dana
pembangunan. Pihak pemerintah desa masih melihat bahwasannya
hal yang demikian adalah sesuatu yang wajar karena beranggapan
bahwa desa adalah bawahan kabupaten. Kewengan desa lebih
banyak ketika menyusun rencana pembangunan dan APBDes,
tetapi dalam pelaksanaannya masih tetap menunggu persetujuan
dari pemerintah kabupaten. Sosialisasi program kabupaten yang
terkait dengan desa lebih banyak dilakukan oleh pemerintah desa
melalui musyawarah desa, sedangkan dari kabupaten sendiri masih
jarang terjadi.
d. Renstra Desa/Program Kerja Tahunan
Rencana strategis di desa banjarroyo bukan yang sangat
penting, artinya rencana strategis belum mengacu pada satu
tujuan sehingga pola yang ada adalah menmpung aspirasi berupa
keluhan dari setiap pedukuhan di wilayahnya. Dan hal itu masih
sebatas hal-hal yang bersifat fisik. Jadi perencanaan strategis
masih dipahami sebagai penyusunan program dari tiap pedukuhan
atau tiap RT. Perencanaan pembangunan desa dimulai dengan
171
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
melakukan musyawarah dengan tokoh masyarakat dan para dukuh
oleh BPD.
Dari setiap dukuh akan memberikan usulan tentang hal-hal yang
perlu dibenahi di pedukuhannya masing-masing. Rendahnya
sumber daya manusia di dalam tubuh BPD maupun pemerintah
desa diakui sebagai hal yang menjadi salah satu faktor penghambat
dalam merespon keinginan dan aspirasi dari masyarakat.
Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan perencanaan desa
berada pada tingkat pedukuhan. Dimana ada musyawarah di
tingkat pedukuhan.
e. Perdes dan Keputusan-Keputusan Kepala Desa
Proses pengambilan keputusan berupa perdes di Desa banjaroyo
hanya melibatkan BPD dengen pemerintah desa. Hal ini
dimungkinkan karena pemerintah desa menganggap bahwasanya
BPD telah mewakili masyarakat secara keseluruhan. Anggapan
tersebut tidaklah salah, memang seyogyanya demikian. Tetapi ada
proses yang harus dilalui. Yang menjadi masalah adalah proses
tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya, sehingga
masyarakat tidak merasa turut dilibatkan.
f. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa
Selama ini Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa hanya
diketahui oleh BPD dan LPMD saja. Belum pernah ada LPJ Kepala
Desa disosialisasikan kepada masyarakat desa. Sehingga yang
menilai akan baik dan tidaknya kinerja kepala desa hanya BPD.
Masyarakat ingin mengetahui apa yang telah dilakukan oleh
pemerintah desanya.
172
Laporan Akhir Penelitian dan Pengkajian Alih Status Desa Menjadi Kelurahan-Kabupaten Kulon Progo 2005STPMD “APMD” Yogyakarta
g. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)
Selama ini proses pemilihan kepala desa sudah baik artinya
sudah sesuai dengan ketentuan yang diberikan dari pemerintah
kabupaten. Intervensi yang dilakukan oleh kabupaten menurut
pamong berupa peraturan dan tata tertib pemilihan. Fasilitas yang
diberikan oleh pemerintah kabupaten berupa kotak suara dan
dana. Pemilihan ini juga dibiayai oleh masyarakat, sebagai contoh
rapat persiapan pemilihan dan konsumsi pada waktu pra
pelaksanaan.
h. Tingkat Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat oleh masyarakat desa Banjarroyo masih
dimaknai keikutsertaan menyumbang (swadaya) atau berperan
dalam kegiatan desa menyangkut pembangunan sarana umum
terutama yang bersifat fisik. Partisipasi sendiri oleh masyarakat
desa belum dimaknai sebagai sesuatu yang lebih luas. Sehingga
anggapan mereka tingkat partisipasi mereka tinggi dalam
pembagunan desa. Bantuan dari Pemerintah Kabupaten hanya
berupa simultan untuk merangsang swadaya masyarakat. Swadaya
itu berupa materi, tenaga dan hibah tanah yang terkena
pembangunan sarana umum desa.
173