6
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Menurut Abraham Maslow, manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang
harus dipenuhi secara memuaskan melalui proses homeostatis, baik fisiologis
maupun psikologis. Adapun kebutuhan merupakan suatu hal yang penting,
bermanfaat, atau diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu
sendiri. Banyak ahli filsafat, psikologis, dan fisiologis menguraikan kebutuhan
manusia dan membahasnyabdari berbagai segi. Orang pertama yang
menguraikan kebutuhan manusia adalah Aristoteles. Sekitar tahun 1950,
Abraham maslow seorang psikolog dari Amerika mengembangkan teori tentang
kebutuhan dasar manusia yang lebih dikenal dengan istilah Hierarki Kebutuhan
Dasar Manusia Maslow. Hierarki tersebut meliputi lima kategori kebutuhan
dasar yaitu sebagai berikut.
a. Kebutuhan Fisiologis (Physiologic Needs)
Pada tingkat yang paling bawah, terdapat kebutuhan yang bersifat fisiologik
(kebutuhan akan udara, makanan, minuman dan sebagainya) yang ditandai oleh
kekurangan (defisit) sesuatu dalam tubuh yang bersangkutan. Kebutuhan ini
dinamakan juga kebutuhan dasar (basic needs) yang jika tidak dipenuhi dalam
keadaan yang sangat ekstrem (misalnya kelaparan) manusia yang bersangkutan
kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena seluruh kapasitas manusia
tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
itu. Sebaliknya, jika kebutuhan dasar ini relative sudah tercukupi, muncullah
kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan akan rasa aman (safety needs).
Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hierarki Maslow.
Umumnya, seseorang yang memiliki beberapa kebutuhan yang belum terpenuhi
akan lebih dulu memenuhi kebutuhan fisiologisnyadibandingkan kebutuhan
yang lain. Sebagai contoh, seseorang yang kekurangan makanan, keselamatan,
dan cinta biasanya akan berusaha memenuhi kebutuhan akan makanan sebelum
7
memenuhi kebutuhan akan cinta. Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang
mutlak dipenuhi manusia untuk bertahan hidup. Manusia memiliki delapan
macam kebutuhan, yaitu sebagai berikut
a) Kebutuhan oksigen dan pertukaran gas;
b) Kebutuhan cairan dan elektrolit;
c) Kebutuhan makanan;
d) Kebutuhan eliminasi urine dan alvi;
e) Kebutuhan istirahat dan tidur;
f) Kebutuhan aktivitas;
g) Kebutuhan kesehatan temperatur tubuh; dan
h) Kebutuhan seksual.
Kebutuhan seksual tidak diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup
seseorang, tetapi penting untuk mempertahankan kelangsungan umat
manusia.
b. Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (Safety and Security Needs)
Jenis kebutuhan yang kedua ini berhubungan dengan jaminan keamanan,
stabilitas, perlindungan, struktur, keteraturan, situasi yang bisa diperkirakan,
bebas dari rasa takut dan cemas, dan sebagainya. Oleh karena adanya kebutuhan
inilah maka manusia membuat peraturan, undang-undang, mengembangkan
kepercayaan, membuat system, asuransi, pension, dan sebagainya. Sama halnya
dengan basic needs, kalau safety needs ini terlalu lama dan terlalu banyak tidak
terpenuhi, maka pandangan sesorang tentang dunianya dapat terpengaruh dan
pada gilirannya pun perilakuknya akan cenderung kea rah yang makin negative.
Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud adalah aman dari
berbagai aspek, baik fisiologis maupun psikologis, kebutuhan ini meliputi
sebagai berikut
a) Kebutuhan perlindungan diri dari udara dingin, panas, kecelakaan, dan
infeksi;
b) Bebas dari rasa takut dan kecemasan; dan
c) Bebas dari perasaan terancam karena pengalaman yang baru dan asing.
8
c. Kebutuhan Rasa Cinta, Memiliki, dan Dimiliki (Love and Belonging Needs)
Setelah kebutuhan dasar dan rasa aman relative dipenuhi, maka timbul
kebutuhan untuk dimiliki dan dicintai (belongingness and love needs). Setiap
orang ingin setia kawan dan butuh kesetiakawanan. Setiap orang pun ingin
mempunyai kelompoknya sendiri, ingin punya “akar” dalam masyarakat. Setiap
orang butuh menjadi bagian dalam sebuah keluarga, sebuah kampong, suatu
marga, dan lain-lain. Setiap orang yang tidak mempunyai keluarga akan merasa
sebatang kara, sedangkan orang yang tidak sekolah dan tidak bekerja merasa
dirinya oengangguran yang tidak berharga. Kondisi seperti ini akan menurunkan
harga diri orang yang bersangkutan. Kebutuhan ini meliputi sebagai berikut
1) Memberi dan menerima kasih sayang;
2) Perasaan dimiliki dan hubungan yang berarti dengan orang lain;
3) Kehangatan;
4) Persahabatan; dan
5) Mendapat tempat atau diakui dalam keluarga, kelompok, serta lingkungan
sosial.
d. Kebutuhan Harga Diri (self-Esteem Needs)
Di sisi lain, jika kebutuhan tingkat tiga relative sudah terpenuhi, maka
timbul kebutuhan akan harga diri (self-Esteem Needs). Ada dua macam
kebutuhan akan harga diri. Pertama, adalah kebutuhan-kebutuhan akan
kekuatan, penguasaan, kompetensi, percaya diri, dan kemandirian. Sementara
yang kedua adalah kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status,
ketenaran, dominasi, kebanggan, dianggap penting, dan apresiasi dari orang lain.
Orang0orang yang terpenuhi kebutuhannya akan harga diri akan tampil sebagai
orang yang percaya diri, tidak bergantung pada orang lain, dan selalu siap untuk
berkembang terus untuk selanjutnya meraih kebutuhan yang tertinggi yaitu
aktualisasi diri (self actualization). Kebutuhan ini meliputi sebagai berikut
1) Perasaan tidak bergantung pada orang lain;
2) Kompeten; dan
3) Penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Need for Self Actualization)
9
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang terdapat 17 meta kebutuhan yang
tidak tersusun secara hierarki, melainkan saling mengisi. Jika berbagai meta
kebutuhan tidak terpenuhi maka akan terjadi meta patologi seperti apatisme,
kebosanan, putus asa, tidak punya rasa humor lagi, keterasingan, mementingkan
diri sendiri, kehilangan selera, dan sebagainya. Kebutuhan ini meliputi sebagai
berikut
1) Dapat mengenal diri sendiri dengan baik (mengenal dan memahami potensi
diri);
2) Belajar memenuhi kebutuhan diri sendiri;
3) Tidak emosional;
4) Mempunyai dedikasi yang tinggi;
5) Kreatif; dan
6) Mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan sebagainya (Mubarak, dkk,
2015).
Kebutuhan dasar manusia menurut Virginnia Henderson yaitu, manusia
mengalami perkembangan yang dimulai dari proses tumbuh-kembang dalam
rentang kehidupan (life spend). Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, individu
memulainya dengan bergantung pada orang lain dan belajar untuk mandiri
melalui sebuah proses yang disebut pendewasaan. Proses tersebut dipengaruhi
oleh pola asuh, lingkungan sekitar, dan status kesehatan individu. Saat
melakukan aktivitas sehari-hari, individu dapat dikelompokkan kedalam tiga
kategori yaitu
a. Terhambat dalam melakukan aktivitas;
b. Belum mampu melakukan aktivitas; dan
c. Tidak dapat melakukan aktivitas.
Virginnia Henderson membagi kebutuhan dasar manusia kedalam 14 komponen
tersebut adalah sebagai berikut
a. Bernafas secara normal;
b. Makan dan minum yang cukup;
c. Eliminasi (buang air besar dan kecil);
d. Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan;
10
e. Tidur dan istirahat;
f. Memilih pakaian yang tepat;
g. Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran yang normal dengan
menyesuaikan pakaian yang digunakan dan memodifikasi lingkungan;
h. Menjaga kebersihan diri dan penempilan;
i. Menghindari bahaya dari lingkungan dan menghindari membahayakan orang
lain;
j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi;
k. Beribadah sesuai agama dan kepercayaan;
l. Bekerja sedemikian rupa sebagai modal untuk membiayai kebutuhan hidup;
m. Bermain atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi; dan
n. Belajar menemukan atau memuaskan rasa ingin tau yang mengarah pada
perkembangan yang normal, kesehatan, dan penggunaan fasilitas kesehatan
yang tersedia (Saputra, 2013).
Rasa nyaman adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan. Menurut
Donahue, 1989 dalam Potter & Perry, 2006 meringkaskan melalui easa nyaman
dan tindakan untuk mengupayakan kenyamanan perawat memberikan kekuatan,
harapan, hiburan, dukungan, dorongan dan bantuan. Berbagai teori keperawatan
menyatakan kenyamanan sebagai kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan
pemberian asuhan keperawatan.
Konsep kenyamanan memiliki subjektivitas yang sama dengan nyeri.
Kolcaba, 1992 dalam Potter & Perry mendefinisikan kenyamanan dengan cara
yang konsisten pada pengalaman subjektif klien. Kolcaba mendefinisikan
kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhi kebutuhan dasar manusia.
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang
meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi),
dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah atau nyeri).
2. Konsep Dasar Nyeri
11
Nyeri sangat tidak menyenangkan dan merupakan sensasi yang sangat
personal yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi
pikiran seseorang, mengarahkan semua aktivitas, dan mengubah kehidupan
seseorang. Namun nyeri adalah konsep yang sulit untuk dikomunikasikan oleh
seorang klien. Seorang perawat tidak dapat merasa ataupun melihat nyeri yang
dialami klien.Tidak ada dua orang yang mengalami nyeri yang benar-benar
sama. Selain itu, perbedaan persepsi dan reaksi nyeri individual, serta banyak
penyebab nyeri, memunculkan situasi yang kompleks bagi perawat saat
menyusun perencanaan untuk meredakan nyeri dan memberikan kenyamanan.
Penatalaksanaan nyeri yang efektif adalah aspek penting dalam asuhan
keperawatan. Nyeri lebih dari sekadar sebuah gejala; nyeri merupakan masalah
yang memiliki prioritas tinggi. Nyeri menandakan bahaya fisiologis dan
psikologis bagi kesehatan pemulihan. Nyeri berat dianggap sebagai situasi
darurat yang patut mendapat perhatian dan penanganan yang tepat. (Kozier, dkk,
2010).
3. Teori Nyeri
Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangangan nyeri, di antaranya:
a. Teori Pemisahan (Specificity Theory)
Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis (spinal
cord) melalui kornu dorsalis yang bersinaps di daerah posterior, kemudian
naik ke tractus lissur dan menyilang di garis median ke sisi lainnya, dan
berakhir di korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
b. Teori Pola (Pattern Theory)
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla
spinalis dan merangsang aktivitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respons
yang merangsang ke bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri, serta
kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga
menimbulkan nyeri. Persepsi di pengaruhi oleh modalitas respon dari reaksi
sel T.
c. Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory)
12
Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kerja serat saraf besar dan kecil
yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat
saraf besar akan meningkatkan aktivitas substansia gelatinosa yang
mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T
terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat.
Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang korteks serebri. Hasil
persepsi ini akan dikembalikan ke dalam medulla spinalis melalui serat eferen
dan reaksinya memengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat kecil akan
menghambat aktivitas substansia gelatinosa dan membuka pintu mekanisme,
sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan menghantarkan
rangsangan nyeri.
d. Teori Transmisi atau Inhibasi
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls
saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmitter
yang spesifik. Kemudian, inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-
impuls pada serabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls pada serabut
lamban dan endogen system supresif. (Hidayat,2009)
4. Klasifikasi Nyeri
a. Bentuk nyeri
Nyeri dapat digambarkan dalam hal durasi, lokasi, atau etiologinya.
Saat nyeri hanya berlangsung selama periode pemulihan yang telah
diperkirakan, nyeri digambarkan sebagai nyeri akut, baik nyeri memiliki
artian mendadak atau lambat tanpa memperhatikan intensitas nya. Di sisi lain,
nyeri kronik berlangsung lama, biasanya bersifat kambuhan atau menetap
selama 6 bulan atau lebih, dan mengganggu fungsi tubuh. Nyeri kronik
malignan atau ganas, jika dihubungkan dengan kanker atau kondisi
mengancam jiwa lainnya, atau sebagai nyeri kronik nonmalignan atau jinak
jika etiologinya adalah gangguan yang tidak bersifat progresif. Nyeri akut dan
kronik menyebabkan respons fisiologis dan perilaku yang berbeda, seperti
ditunjukan dalam tabel.
13
Tabel 2.1 Perbedaan Antara Nyeri Akut dan Kronik
Perbandingan Nyeri Akut dan Kronik
Nyeri Akut Nyeri Kronik
Ringan sampai berat
Respons system saraf simpatik:
Peningkatan denyut nadi
Peningkatan tekanan darah
Diaforesis
Dilatasi pupil
Berhubungan dengan cedera jaringan;
Hilang dengan penyembuhan
Klien tampak gelisah dan cemas
Klien melaporkan rasa nyeri
Klien menunjukan perilaku yang
mengindikasikan rasa nyeri; menangis,
menggosok area nyeri, memegang area nyeri.
Ringan sampai berat
Respons sistem saraf parasimpatik;
Tanda-tanda vital normal
Kulit kering, hangat
Pupil normal atau dilatasi
Terus berlanjut setelah penyembuhan
Klien tampak depresi dan menarik diri
Klien sering kali tidak menyebutkan rasa nyeri
kecuali ditanya
Perilaku nyeri sering kali tidak muncul.
Sumber: Kozier, dkk (2010)
b. Jenis nyeri
Berdasarkan lokasinya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri perifer, nyeri
sentral, dan nyeri psikogenik.
1). Nyeri perifer, bisa dibagi menjadi 3 yaitu
a). Nyeri superfisial
Berasal dar saraf perifer di kulit dan mukosa.
b). Nyeri dalam (profunda)
Berasal dari reseptor sendi tendon, fasia, dan organ dalam (visceral).
Nyeri ini bersifat tumpul, terus-menerus atau seperti terbakar, dipicu oleh
stimulasi mekanik seperti tekanan, kerusakan jaringan, dan stimulasi
kimiawi.
c), Nyeri alih (referred pain)
Merupakan nyeri yang dirasakan di tempat yang jauh dari sumber nyeri,
diakibatkan bersatunya serabut-serabut aferen yang berbeda pada
neuron-neuron kornu posterior yang sama di medula spinalis.
2). Nyeri sentral, Merupakan nyeri yang diakibatkan oleh adanya rangsangan
pada saraf spinal, batang otak, thalamus, maupun korteks serebri.
3). Nyeri psikogenik, Adalah nyeri yang dipicu dan dipicu oleh faktor psikologis
(Satyanegara, 2018).
c. Tipe nyeri
14
a. Nyeri dapat dikategorikan sesuai dengan asalnya sebagai nyeri kutaneus,
somatic profunda, atau visceral.
a). Nyeri kutaneus
Berasal di kulit atau jaringan subkutan. Teriris kertas yang menyebabkan
nyeri tajam dengan sedikit rasa terbakar adalah contoh nyeri kutaneus.
b). Nyeri somatik profunda
Berasal dari ligament, tendon, tulang, pembuluh darah, dan saraf. Nyeri
somatik profunda menyebar dan cenderung berlangsung lebih lama
dibandingkan nyeri kutaneus. Keseleo pergelangan kaki adalah sebuah
contoh nyeri somatik profunda,
c). Nyeri viseral
Berasal dari stimulasi reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium, dan
toraks. Nyeri viseral cenderung menyebar dan sering kali terasa seperti
nhyeri somatik profunda, yaitu rasa terbakar, nyeri tumpul, atau merasa
tertekan. Nyeri viseral sering kali disebabkan oleh peregangan jaringan,
iskemia, dan spasme otot. Misalnya, obstruksi usus akan menyebabkan
nyeri viseral.
d. Nyeri berdasarkan tempatnya
a). Nyeri menjalar
Dirasakan di sumber nyeri dan meluas ke jaringan-jaringan di sekitarnya.
Misalnya, nyeri jantung tidak hanya dapat dirasakan di dada tetapi juga
dirasakan di sepanjang bahu kiri dan turun ke lengan.
b). Nyeri alih
Adalah nyeri yang dirasakan di satu bagian tubuh yang cukup jauh dari
jaringan yang menyebabkan nyeri. Misalnya, nyeri yang berasal dari
sebuah bagian visera abdomen dapat dirasakan di suatu area kulit yang
jauh dari organ yang menyebabkan rasa nyeri.
c). Nyeri tak tertahankan
Nyeri yang sangat sulit untuk diredakan. Salah satu contohnya
adalah nyeri akibat keganasan stadium lanjut. Saat merawat seorang klien
yang mengalami nyeri tak tertahankan, perawat dituntut untuk
15
menggunakan sejumlah metoda, baik farmakologi maupun
nonfarmakologi, untuk meredakan nyeri klien.
d). Nyeri neuropatik
Nyeri akibat kerusakan sistem saraf pusat di masa kini atau masa
lalu dan mungkin tidak mempunyai sebuah stimulus, seperti kerusakan
jaringan atau saraf, untuk rasa nyeri. Nyeri neuropatik berlangsung lama,
tidak menyenangkan dan dapat digambarkan sebagai: rasa terbakar, nyeri
tumpul, dan nyeri tumpul yang berkepanjangan; episode nyeri tajam
seperti tertembak dapat juga dialami
e). Nyeri bayangan
Sensasi rasa nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang telah
hilang (mis., kaki yang telah diamputasi) atau yang lumpuh akibat cedera
tulang belakang, adalah sebuah contoh nyeri neuropatik. Ini dapat
dibedakan, adalah sebuah contoh nyeri neuropatik. Ini dapat dibedakan
dari sensasi bayangan, yaitu perasaan bahwa bagian tubuh yang telah
hilang masih ada. insidensi nyeri bayangan dapat dikurangi jika analgesik
diberikan melalui kateter epidural sebelum amputasi (Hawton &
Redmond,1998 dalam Kozier, dkk, 2010).
5. Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri
Karena nyeri merupakan sesuatu yang kompleks, banyak faktor yang
mempengaruhi pengalaman nyeri individu. Perawat mempertimbangkan semua
faktor yang mempengaruhi klien merasa nyeri. Hal ini sangat penting dalam
upaya untuk memastikan bahwa perawat menggunakan pendekatan yang holistik
dalam pengkajian dan perawatan klien yang mengalami nyeri.
1. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya
pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan, yang ditemukan di
antara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan
lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan
memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan
nyeri. Anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata juga
16
mengalami kesulitan untuk mengungkapkan secara verbal dan
mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau petugas kesehatan.
Kemampuan klien lansia untuk menginterpretasi nyeri dapat
mengalami komplikasi dengan keberadaan berbagai penyakit disertai gejala
samar-samar yang mungkin mengenai bagian tubuh yang sama. Apabila klien
lansia ini memiliki sumber nyeri lebih dari satu, maka perawat harus
mengumpulkan pengkajian yang rinci. Manifestasi berbagai penyakit dapat
menimbulkan kondisi-kondisi nyeri yang tidak khas. Dengan kata lain,
penyakit yang berbeda dapat menimbulkan gejala yang sama. Misalnya, nyeri
dada tidak selalu mengindikasikan serangan jantung. Nyeri dada juga dapat
merupakan gejala artritis pada spinal atau gejala gangguan abdomen.
Herr dan Mobily (1991) dalam Potter dan Perry (2006) mencatat bahwa
klien lansia tidak melaporkan nyeri untuk alasan-alasan berikut
a. Klien lansia yakin bahwa nyeri merupakan susuatu yang mereka harus
terima. Karena petugas kesehatan dan anak-anak yakin bahwa nyeri
merupakan akibat alamiah dari proses penuaan, sehingga keluhan sering
kali diabaikan. Hal ini membuat klien lansia menjadi marah, sehingga
mereka tidak melaporkan nyeri yang mereka rasakan;
b. Klien lansia mungkin menyangkal bahwa mereka merasakan nyeri karena
takut akan konsekuensi yang tidak diketahui. Mereka sangat takut akan
kehilangan kebebasan mereka. Apabila mereka mengakui bahwa mereka
merasakan nyeri, maka akan mengarah kepada proses diagnostik yang
mahal dan tidak menyenangkan serta tindakan yang teraupetik;
c. Klien lansia memilih untuk tidak mengakui bahwa mereka merasakan nyeri
karena ketakutan akan mengalami penyakit yang berat atau meninggal;
d. Klien lansia menggunakan istilah yang berbeda-beda untuk men-
deskripsikan pengalaman nyeri. Istilah seperti ketidaknyamanan, sakit,
atau disakiti digunakan untuk menyangkal bahwa mereka merasakan
nyeri; dan
e. Banyak klien lansia yakin bahwa merupakan hal yang tidak dapat diterima
apabila memperlihatkan respons terhadap nyeri. Seringkali klien lansia
17
menggunakan berbagai cara untuk mengalihkan perhatian dan nyeri
(McCaffery dan Beebe,1989 dalam Potter dan Perry 2006).
2. Jenis kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
berespons terhadap nyeri (Gil, 1990 dalam Potter dan Perry, 2006).
Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor
dalam mengekspresikan nyeri. Beberapakebudayaan yang mempengaruhi
jenis kelamin seperti menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani
dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan boleh
menangis dalam situasi yang sama. Toleransi nyeri sejak lama telah menjasi
subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita. Akan tetapi, toleransi
terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal
yang unik pada setiap individu, tanpa memperhatikan jenis kelamin.
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang
diterima oleh kebudayaan mereka. Putugas kesehatan sering sekali berasumsi
bahwa cara yang mereka lakukan dan apa yang mereka yakini adalah sama
dengan cara dan keyakinan orang lain. Dengan demikian mereka mencoba
mengira bagaimana klien akan berespon terhadap nyeri. Misalnya, apabila
seorang perawat yakin bahwa menangis dan merintih mengindikasikan suatu
ketidakmampuan untuk mentoleransi nyeri, akibatnya pemberian terapi
mungkin tidak cocok untuk klien berkebangsaan Meksiko-Amerika. Seorang
klien berkebangsaan Meksiko-Amerika yang menangis keras tidak selalu
mempersepsikan pengalaman nyeri sebagai sesuatu yang berat atau
mangharapkan perawat melakukan intervensi (Calvillo dan Flaskerud,1991
dalam Potter dan Perry,2006).
4. Makna Nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi
pengalaman pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu
18
tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda,
apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan hukuman,
dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang sedang bersalin akan
mempersepsikan nyeri berbeda dengan seorang wanita yang mengalami nyeri
akibat cedera karena pukulan pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri yang
dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri.
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun (Gill, 1990 dalam Potter dan
Perry, 2006). Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan
di berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik
imajinasi terbimbing (guided imagery), dan massase. Dengan memfokuskan
perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, maka perawat
menempatkan nyeri pada kesadaran yang perifer. Biasanya, hal ini
menyebabkan toleransi nyeri individu meningkat, khususnya terhadap nyeri
yang berlangsung hanya selama waktu distraksi.
6. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas sering
kali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu
perasaan ansietas. Paice, 1991 dalam Potter dan Perry, 2006 melaporkan
suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang
diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas.
7. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan
sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Hal ini
dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit
dalam jangka lama. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi
nyeri bahkan dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri seringkali lebih berkurang
19
setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap dibanding pada
akhir hari yang melelahkan.
8. Pengalaman Sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri
sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri
dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak
lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau
menderita penyakit yang berat, maka ansietas atau bahkan rasa takut dapat
muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri, dengan jenis yang
sama berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut dengan berhasil
dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk
menginterpretasikan sensasi nyeri. Akibatnya, klien akan lebih siap untuk
melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untyk menghilangkan nyeri.
9. Gaya Koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat anda
merasa kesepian. Apabila klien mengalami nyeri dikeadaan perawatan
kesehatan, seperti di runah sakit, klien merasa tidak berdaya dengan rasa sepi
itu. Hal yang sering terjadi adalah klien merasa kehilangan kontrol terhadap
lingkungan atau kehilangan kontrol terhadap hasil akhir dari peristiwa-
peristiwa yang terjadi. Dengan demikian, gaya koping mempengaruhi
kemampuan individu tersebut untuk mengatasi nyeri.
10. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri ialah kehadiran
orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien.
Individu dari kelompok sosial budaya yang berbeda memiliki harapan yang
berbeda tentang orang tempat mereka menumpahkan keluhan mereka tentang
nyeri (Meinhart dan McCaffery, 1983 dalam Potter dan Perry, 2016). Individu
yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau
teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan.
Walaupun nyeri tetap klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai klien akan
meminimalkan kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada keluarga atau
20
teman, seringkali pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan.
Kehadiran orang tua sangat penting bagi anak-anak yang sedang mengalami
nyeri.
6. Efek yang Ditimbulkan oleh Nyeri
a. Tanda dan gejala fisik
Respon fisiologis terhadap nyeri dapat menunjukan keberadaan dan
sifat nyeri dan ancaman yang potensial terhadap kesejahteraan klien. Apabila
klien merasakan nyeri, perawat harus mengkaji tanda-tanda vital, melakukan
pemeriksaan fisik terfokus, dan mengobservasi keterlibatan sistem saraf
otonom. Tanda fisiologis dapat menunjukan nyeri pada klien yang berupaya
untuk tidak mengeluh atau tidak mengakui ketidaknyamanan. Tidak ada suatu
tingkatan atau ekstensi perubahan yang dapat diperkirakan dalam kondisi
klien yang mengindikasikan nyeri.
b. Efek perilaku
Apabila seorang klien mengalami nyeri, maka perawat mengkaji kata-
kata yang diucapkan, respons vokal, gerakan wajah dan tubuh, serta interaksi
sosial. Laporan verbal tentang nyeri merupakan begian vital pada pengkajian.
Perawat harus bersedia mendengarkan dan berusaha memahami klien.
c. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari
Klien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi
dalam aktivitas rutin. pengkajian pada perubahan ini menunjukan sejauh
mana kemampuan dan proses penyesuaian klien diperlukan untuk
membantunya berpartisipasi dalam perawatan diri.
7. Penanganan Nyeri Pasca Operasi
a. Meningkatkan peroses penyembuhan luka dan mengurangi rasa nyeri dengan
cara merawat luka dan memperbaiki asupan makanan tinggi protein dan
vitamin C;
b. Mempertahankan respirasi sempurna, dengan cara latihan nafas dalam dengan
mulut terbuka, tahan nafas selama 3 detik, kemudian hembuskan. Atau dapat
dengan cara menarik nafas melalui hidung dengan menggunakan diafragma,
21
kemudian dikeluarkan nafas perlahan-lahan melalui mulut yang
dikuncupkan;
c. Mempertahankan sirkulasi, pakaikan stoking pada pasien yang beresiko
terjadi trombophlebitis, atau pasien dilatih agar tidak duduk terlalu lama dan
harus meninggikan kaki pada tempat duduk guna memperlancar vena balik;
d. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, dengan cara mem-
berikan cairan sesuai dengan kebutuhan dan memonitor input dan output,
serta mempertahankan nutrisi yang cukup;
e. Mempertahankan eliminasi, dengan cara mempertahankan asupan dan output
serta mencegah retensi urine; dan
f. Mengurangi kecemasan dengan cara melakukan komunikasi teraupetik.
8. Intensitas Nyeri atau Skala Peringkat.
Indikator tunggal terpenting keberadaan dan intensitas nyeri adalah laporan
klien mengenai nyeri. Namun pada praktiknya, McCaffery, Ferrel, dan Pasero,
2000 dalam Kozier, dkk, 2010 menemukan bahwa perawat cenderung
menggunakan cara yang kurang dapat diandalkan untuk mengkaji nyeri. Faktor
utama yang diidentifikasi oleh perawat dipengaruhi secara budaya (mis, ekspresi
wajah, verbalisasi, meminta pereda nyeri). Selain itu, studi menunjukkan bahwa
pemberi perawatan kesehatan dapat merendahkan atau melebih-lebihkan
intensitas nyeri (Bergh & Sjostorm, 1999 dalam Kozier, dkk, 2010). Penggunaan
skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan reliabel dalam menentukan
intensitas nyeri klien.
Saat mencatat intensitas nyeri, sangat penting untuk menentukan setiap
faktor terkait yang dapat memengaruhi nyeri. Apabila intensitas berubah,
perawat perlu mempertimbangkan kemungkinan penyebab. Misalnya, hilangnya
nyeri abdomen akut secara mendadak dapat mengindikasikan ruptur apendiks.
Beberapa faktor yang memengaruhi persepsi intensitas:
1) Jumlah distraksi atau konsentrasi klien pada kejadian lain;
2) Keadaan kesadaran klien;
3) Tingkat aktivitas; dan
4) Harapan klien.
22
9. Penilaian Respon Intensitas Nyeri
a. Numeric Rating Scale
Dimana intensitas nyeri diukur dalam skala 10, dengan nilai 0 menyatakan
tidak nyeri dan nilai 10 menyatakan nyeri yang amat sangat dan tidak
tertahankan lagi.
Sumber: Ikawati & Anurogo (2018)
Gambar 2.1 Skala inrensitas nyeri 10 poin dengan keterangan kata
Skala pada numeric rating scale dan interprestasinya. intensitas nyeri pada
skala 1-3 disebut nyeri ringan, 4-6 disebut nyeri sedang, dan 7-1- dikatakan
nyeri berat.
b. Face Pain Rating Scale
Sumber: Ikawati & Anurogo (2018)
Gambar 2.2 Skala peringkat wajah. Face Pain Rating Scale
c. Visual Analog Scale (VAS)
23
Sumber: Ikawati & Anurogo (2018)
Gambar 2.3 Visual Analog Scale
Selain menentukan intensitas nyeri, perlu diidentifikasi juga onset, durasi,
karakteristik rasa nyerinya, seperti apakah nyerinya tajam, tumpul, berdenyut,
dll. Intensitas nyeri pada saat ada aktivitas tubuh juga sebaiknya dinilai,
misalnya pasien diminta menilai nyerinya ketika dia batuk, bernafas dalam-
dalam, atau berbaring.
10. Penatalaksanaan Nyeri Pasca Operasi
Upaya mengatasi nyeri (ketidaknyamanan) ini dapat dilakukan antara lain
dengan metode serta teknik distraksi dan relaksasi. Adapun praktiknya sebagai
berikut:
a. Teknik distraksi
Merupakan pengalih perhatian pasien dari rasa nyeri
1) Perawat meminta pasien untuk bernapas lambat serta berirama teratur;
2) Perawat meminta pasien bernyanyi dengan irama sambil menghitung
ketukannya;
3) Perawat meminta pasien untuk mendengarkan musik;
4) Perawat mengajak pasien berimajinasi (guided imagery); dan
a) Atur posisi pasien supaya nyaman.
b) Minta pasien untuk memikirkan hal-hal yang menyenangkan atau
pengalaman yang membantu menggunakan semua indera.
c) Minta pasien untuk tetap fokus pada bayangan yang menyenangkan,
sambil merelaksasikan tubuh.
d) Jika pasien tampak rileks, maka perawat tidak perlu bicara lagi.
e) Jika pasien menunjukkan tanda-tanda agitasi, gelisah atau tidak
nyaman, maka perawat harus segera menghentikan latihan serta
memulai lagi ketika pasien siap.
24
b. Teknik relaksasi
Teknik ini didasarkan pada keyakinan bahwa tubuh merespons pada
ansietas (ketakutan). Hal inilah yang merangsang pikiran sehingga
menyebabkan rasa nyeri. Teknik relaksasi memiliki bwragam jenis, salah
satunya adalah relaksasi autogenik. Relaksasi ini lebih mudah dilakukan
serta tidak berisiko. Pada prinsipnya pasien harus mampu berkonsentrasi
sambil membaca mantra atau doa dalam hati, sambil melakukan ekspirasi
udara paru. Tujuannya untuk menurunkan tegangan fisiologis
1) Baringkan tubuh pasien. Kepala disangga dengan bantal serta
memejamkan mata;
2) Atur napas sehingga menjadi lebih teratur; dan
3) Tarik napas sekuat-kuatnya, lalu buang secara perlahan-lahan, sambil
mengatakan dalam hati, “saya damai dan tenang”. (Susanto dan
Fitriana, 2017).
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian nyeri yang akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri
yang efektif. Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan
dirasakan secara berbeda pada masing-masing individu, maka perawat perlu
mengkaji semua faktor yang memengaruhi nyeri, seperti faktor fisiologis,
psikologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri
atas dua komponen utama, yakni
a) Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien; dan
b) Observasi langsung pada respons perilaku dan fisiologis klien.
Tujuan pengkajian adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap
pengalaman subjektif.
Tabel 2.2 Pengingat Pengkajian Nyeri
Mnemonik untuk pengkajian nyeri
25
P : Provokasi (apa yang menyebabkan nyeri)
Q : Quality atau kualitas
R : Radiasi/region (area)
S : Severity atau keparahan
T : Timing atau waktu
Sumber: Kozier, dkk (2010)
2. Riwayat Nyeri
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberi klien
kesempatan untuk mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan
situasi tersebut dengan kata-kata mereka sendiri. Langkah ini akan membantu
perawat memahami makna nyeri bagi klien dan bagaimana ia berkoping
terhadap situasi tersebut. Secara umum, pengkajian riwayat nyeri meliputi
beberapa aspek, antara lain
a. Lokasi;
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien menunjukan
area nyerinya. Pengkajian ini bisa dilakukan dengan bantuan gambar
tubuh. Klien bisa menandai bagian tubuh yang mengalami nyeri. Ini
sangat bermanfaat, terutama untuk klien yang memiliki lebih dari satu
sumber nyeri.
b. Intensitas nyeri;
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan
terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri pasien. Skala nyeri yang
paling sering digunakan adalah rentang 0-5 atau 1-10. Angka “0”
menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka tertinggi menandakan nyeri
“terhebat” yang dirasakan klien.
c. Kualitas nyeri;
Terkadang, nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk-tusuk”
d. Pola;
Pola nyeri meliputu waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval
nyeri. Karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa
lama nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir
muncul.
e. Faktor presipitasi;
26
Terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri. Sebagai
contoh, aktivitas fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri dada. Selain
itu, faktor linkungan ( lingkungan yang sangat dingin atau sangat panas ),
stressor fisik dan emosional juga dapat memicu munculnya nyeri.
f. Gejala yang menyertai;
Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing, dan diare.
g. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari;
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas harian
klien akan membantu perawat memahami prespektif klien tentang nyeri.
h. Sumber koping; dan
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi
nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri
sebelumnya atau pengaruh agama atau budaya.
i. Respon afektif.
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, tergantung pada situasi,
derajat dan durasi nyeri, interprestasi tentang nyeri, dan banyak faktor
lainnya. Perawat perlu mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah,
depresi, atau perasaan gagal pada diri klien.
3. Observasi respon perilaku dan fisiologis
Banyak respon non verbal yang bisa dijadikan indikator nyeri. Salah
satu yang paling utama adalah ekspresi wajah. Perilaku seperti menutup mata
rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar, menggigit bibir bawah, dan
seringai wajah dapat mengindikasikan nyeri selain ekspresi wajah, respon
prilaku lain yang dapat menandakan nyeri adalah vokalisasi ( mis; rangan,
menangis, berteriak), imobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri,
gerakan tubuh tanpa tujuan (mis; menendang-nendang, membolak-balikan
tubuh diatas kasur), dll.
2. Diagnosa Keperawatan
Penegakan diagnosa keperawatan yang akurat untuk klien yang
mengalami nyeri dilakukan berdasarkan pengumpulan dan analisis data yang
27
cermat. Seorang perawat jangan mendiagnosa klien mengalami nyeri dengan
sederhana hanya karena menyangka klien mengalami ketidaknyamanan.
Diagnosa yang akurat dibuat hanya setelah pengkajian lengkap semua variabel.
Dalam contoh diagnosa nyeri, perawat dapat mengkaji perilaku klien yang
menarik diri dari komunikasi, postur tubuh kaku, klien mengeluh, ungkapan
verbal ketidaknyamanan klien. Diagnosa keperawatan harus berfokus pada sifat
khusus nyeri untuk membantu perawat mengidentifikasi jenis intervensi yang
paling berguna untuk menghilangkan nyeri dan meminimalkan efek intervensi
itu pada gaya hidup dan fungsi klien.
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017 diagnosis yang muncul pada
kasus nyeri akut antara lain
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (mis., inflamasi,
iskemia, neoplasma);
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera kimiawi (mis., terbakar,
bahan kimia iritan); dan
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (mis., abses, amputasi,
terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan.
Menurut Potter dan Perry, 2006 diagnosa keperawatan NANDA untuk
klien pasca operatif antara lain:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan (hilangnya batuk,
penumpukan sekresi, sedasi yang berkepanjangan);
b. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan (nyeri insisi, efek
analgesik pada ventilasi);
c. Nyeri berhubungan dengan (insisi bedah, iritasi nasal akibat pemasangan
selang NG);
d. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan (paksaan menjalani
pembedahan, terapi pascaoperatif);
e. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan (drainase luka, asupan
cairan yang tidak adekuat);
28
f. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan (drainase luka,
gangguan mobilitas);
g. Berduka adaptif berhubungan dengan kondisi kritis klien;
h. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan (nyeri, pembatasan aktivitas
pasca operatif);
i. Perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan (iritasi selang NG atau
ET, puasa);
j. Defisit perawatan diri: makan, mandi/membersihkan diri, memakai
baju/berhias, berkemih dan defekasi berhubungan dengan pembatasan
aktivitas pascaoperatif;
k. Risiko perubahan suhu tubuh berhubungan dengan penurunan metabolisme;
l. Risiko infeksi berhubungan dengan insisi luka bedah; dan
m. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang
endotrakea atau selang pada jalan nafas.
29
29
3. Intervensi Keperawatan Tabel 2.3 Intervensi keperawatan menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Diagnosa Intervensi Utama Intervensi Pendukung
Nyeri Akut berhubungan dengan agen
pencedera fisik.
Defiisi:
Pengalaman sensorik atau emosioal yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
diharapkan nyeri klien berkurang dengan
kriteria hasil sebagai berikut:
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu meng-gunakan teknik
nonfarma-kologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang.
Penyebab:
- Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi,
iskemia, neoplasma
- Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar,
bahan kimia iritan
- Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi,
terbakar, terpotong, mengangkat berat,
Manajemen Nyeri:
Observasi :
- Identifikasi lokasi, karekteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respons nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
- Monitor keberhasilan terapi kompementer
yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Teraupetik:
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
- Aromaterapi
- Dukungan hipnosis diri
- Dukungan pengungkapan kebutuhan
- Edukasi efek samping obat
- Edukasi manajemen nyeri
- Edukasi proses penyakit
- Edukasi teknik napas
- Kompres dingin
- Kompres panas
- Konsultasi
- Latihan pernapasan
- Manajemen efek samping obat
- Manajemen kenyamanan lingkungan
- Manajemen medikasi
- Manajemen sedasi
- Manajemen terapi radiasi
- Pemantauan nyeri
- Pemberian obat
- Pemberian obat intravena
- Pemberian obat oral
- Pemberian obat intravena
- Pemberian obat topikal
- Pengaturan posisi
- Perawatan amputasi
- Perawatan kenyamanan
- Teknik distraksi
- Teknik imajinasi Terbimbing
- Terapi Akupresur
- Terapi akupuntur
- Terapi bantuan hewan
30
prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif:
- Mengeluh nyeri
Objektif:
- Tampak meringis
- Bersikap protektif (mis. waspada,
posisi menghindari nyeri)
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Objektif:
- Tekanan darah meningkat
- Pola nafas berubah
- Nafsu makan berubah
- Proses berpikir terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada diri sendiri
- Diaforesis
Kondisi Klinis Terkait:
- Kondisi pembedahan
- Cedera traumatis
- Infeksi
- Sindrom koroner akut
- Glaukoma
Edukasi:
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu.
Pemberian Analgesik:
Observasi:
- Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
- Identifikasi riwayat alergi obat
- Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis.
narkotika, non-narkotik, atau NSASID)
dengan tingkat keparahan nyeri
- Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
- Monitor efektifitas analgesik
Teraupetik:
- Diskusikan jenis analgesik yang disukai
untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu
- Pertimbangkan penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk mempertahankan
kadar dalam serum
- Tetapkan target efektifitas analgesik untuk
mengoptimalkan respons pasien
- Dokumentasikan respons terhadap efek
analgesik dan efek yang tidak diinginkan
-
- Terapi humor
- Terapi murattal
- Terapi musik
- Terapi pemijatan
- Terapi relaksasi
- Terapi sentuhan
- Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation (TENS)
31
Edukasi:
- Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi
Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
berhubungan dengan penurunan mobilitas
Definisi:
Kerusakan kulit (dermis dan atau epidermis)
atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia,
otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan
atau ligamen).
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
diharapkan tidak terjadi gangguan integritas
kulit dengan kriteria hasil sebagai berikut:
- Perfusi jaringan normal
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
- Ketebalan dan tekstur jaringan normal
- Menunjukan pemahaman dalam proses
perbaikan kulit dan dan mencegah
terjadinya cidera berulang
- Menunjukkan terjadinya proses
penyembuhan luka
Penyebab:
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan status nutrisi (kelebihan atau
kekurangan)
- Kekurangan/kelebihan volume cairan
- Penurunan mobilitas
- Bahan kimia iritatif
- Suhu lingkungan yang ekstrem
- Faktor mekanis (mis. penekanan pada
tonjolan tulang, gesekan) atau faktor
Perawatan Integritas Kulit
Observasi:
- Identifikasi penyebab gangguan integritas
kulit (mis. perubahan sirkulasi, perbahan
status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
Teraupetik:
- Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
- Lakukan pemijatan pada area penonjolan
tulang jika perlu
- Bersihkan perineal dengan air hangat
terutama selama periode diare
- Gunakan produk berbahan petrolium atau
minyak pada kulit kering
- Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
hipoalergic pada kulit sensitif
- Hindari produk berbahan dasar alkohol pada
kulit kering
Edukasi:
- Anjurkan menggunakan pelembab (mis.
Lotion, serum)
- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan buah dan
sayur
- Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrem
- Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
minimal 30 saat berada diluar rumah
- Dukungan perawatan diri
- Edukasi perawatan diri
- Edukasi perawatan kulit
- Edukasi perilaku upaya kesehatan
- Edukasi pola perilaku kebersihan
- Edukasi program pengobatan
- Konsultasi latihan rentang gerak
- Manajemen nyeri
- Pelaporan status kesehatan
- Pemberian obat
- Pemberian obat intradermal
- Pemberian obat intramuskular
- Pemberian obat intravena
- Pemberian obat kulit
- Pemberian obat subkutan
- Pemberian obat tropikal
- Penjahitan luka
- Perawatan area insisi
- Perawatan imobilitas
- Perawatan kuku
- Perawatan luka bakar
- Perawatan luka tekan
- Perawatan pasca seksio sesaria
- Perawatan skin graft
- Tekhnik latihan penguatan otot dan sendi
- Terapi lintah
- Skrinning kanker
32
elektris (elektrodiatermi, energi listrik
bertegangan tinggi)
- Efek samping terapi radiasi
- Kelembaban
- Proses penuaan
- Neuropati periver
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan hormonal
- Kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi integritas
jaringan.
Gejala dan tanda mayor
Objektif:
- Kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit
Gejala dan Tanda Minor
Objektif:
- Nyeri
- Perdarahan
- Kemerahan
- Hematoma
- Kondisi Klinis Terkait:
- Imobilisasi
- Gagal jantung kongestif
- Gagal ginjal
- Diebetes melitus
- 5. Imunodefisiensi (mis. AIDS)
- Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya
Perawatan Luka:
Observasi:
- Monitor karakteristik luka (mis. drainase,
warna, ukuran, bau)
- Monitor tanda-tanda infeksi
Teraupetik:
- Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
- Cukur rambut didaerah sekitar luka, jika
perlu
- Bersihkan dengan cairan Nacl atau
pembersih nontoxic sesuai kebutuhan
- Bersihkan jaringan nekrotik
- Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi jika
perlu
- Pasang balutan sesuai jenis luka
- Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
- Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
- Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam
atau sesuai kondisi pasien
- Berikan diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
- Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis.
Vitamin A, Vitamin C, zinc, asam amino,
sesuai indikasi)
- Berikan terapi TENS (stimulasi saraf
transkutaneous) jika perlu
Edukasi:
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
33
- Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein
- Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi:
- Kolaborasi prosedur debridement (mis.
enzimatic, biologis, mekanis, autolitik) jika
perlu
- Kolaborasi pemberian antibiotik jika perlu.
Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan
nyeri
Definisi:
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau
lebih ekstremitas secara mandiri
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
diharapkan nyeri klien berkurang dengan
kriteria hasil sebagai berikut:
- Klien meningkat dalam aktivitas fisik
- Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas
- Memverbalisasikan perasaan dalam
meningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah.
- Memperagakan peng-gunaan alat
- Bantu untuk mobilisasi (walker)
Penyebab:
- Kerusakan integritas struktur tulang
- Perubahan metabolisme
- Ketidakbugaran fisik
- Penurunan kendali otot
- Penurunan massa otot
- Penurunan kekuatan otot
- Keterlambatan perkembangan
- Kekakuan sendi
Dukungan Ambulasi: Observasi:
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan
ambulasi
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai ambulasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan
ambulasi teraupetik fasilitas aktivitas
ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat,
kruk)
- Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika
perlu
- Libatkan keluaraga untuk emmbantu pasien
dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan (mis.berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke
kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
Dukungan Mobilisasi
Observasi:
- Dukungan kepatuhan program
pengobatan
- Dukungan perawatan diri
- Dukungan perawatan diri: BAB/BAK
- Dukungan keperawatan diri: berpakaian
- Dukungan keperawatan diri:
makan/minum
- Dukungan perawatan diri: mandi
- Edukasi latihan fisik
- Edukasi teknik ambulasi
- Dukungan teknik transfer
- Konsultasi via telepon
- Latihan otogenik
- Manajemen energi
- Manajemen lingkungan
- Manajemen mood
- Manajemen nutrisi
- Manajemen nyeri
- Manajemen medikasi
- Manajemen program latihan
- Manajemen sensasi perifer
- Pemantauan neurologis
- Pemberian obat
- Pemberian obat intavena
- Pembidaian
34
- Kontraktur
- Malnutrisi
- Gangguan muskuloskeletal
- Gangguan neuromuskular
- Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75
sesuai usia
- Efek agen farmakologis
- Program pembatasan gerak
- Nyeri
- Kurang terpapar informasi tentang
aktivitas fisik
- Kecemasan
- Gangguan kognitif
- Keengganan melakukan pergerakan
- Gangguan sensoripersepsi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif:
- Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas
Objektif
- Kekuatan otot menurun
- Rentang gerak (ROM) menurun
- Gejala dan Tanda Minor
Subjektif:
- Nyeri saat bergerak
- Enggan melakukan pergerakan
- Merasa cemas saat bergerak
Objektif:
- Sendi kaku
- Gerakan tidak terkontaminasi
- Gerakan terbatas
- Fisik lemah
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan
pergerakan
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai mobilisasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
Teraupetik:
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
bantu (mis. pagar tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur
ke kursi)
- Pencegahan jatuh
- Pencegahan luka tekan
- Pengaturan posisi
- Pengekangan fisik
- Perawatan kaki
- Perawatan sirkulasi
- Perawatan tirah baring
- Perawatan traksi
- Promosi berat badan
- Promosi kepatuhan program latihan
- Promosi latihan fisik
- Teknik latihan penguatan otot
- Teknik latihan penguatan sendi
- Terapi aktivitas
- Terapi pemijatan
- Terapi relaksasi otot progresif
Sumber: Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018), Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), Nurafif & Kusuma (2015).
35
36
36
5. Implementasi
Lakukan, informasikan, dan tuliskan, adalah frase tindakan implementasi.
Melakukan asuhan keperawatan dengan dan untuk klien. Menginformasikan
hasil dengan cara berkomunikasi dengan klien dan anggota tim layanan
kesehatan lain, secara individual atau dalam konferensi perencanaan.
Menuliskan informasi dengan cara mendokumentasikannya sehingga penyedia
layanan kesehatan selanjutnya dapat melakukan tindakan dengan tujuan dan
pemahaman. Selalu ingat bahwa komunikasi dan dokumentasi yang adekuat
akan memfasilitasi kontinuitas asuhan (Rosdahl dan Kowalski, 2017)
6. Evaluasi
Evaluasi adalah pengukuran keefektifan pengkajian, diagnosis,
perencanaan, dan implementasi. Klien adalah fokus evaluasi. Langkah-langkah
dalam mengevaluasi asuhan keperawatan adalah, menganalisis respon klien,
mengidentifikasi faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan atau
kegagalan, dan perencanaan untuk asuhan di masa depan.
Menurut Dinarti, dkk, (2013). Evaluasi asuhan keperawatan
didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subyektif, obyektif, assesment,
planning). Komponen SOAP yaitu S (subyektif) dimana perawat menemukan
keluhan klien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan. O (obyektif)
adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi klien secara
langsung dan dirasakan setelah selesai tindakan keperawatan. A (assesment)
adalah kesimpulan dari data subyektyif dan obyektif (biasanya ditulis dalam
bentuk masalah keperawatan), P (planning) adalah perencanaan keperawatan
yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi atau ditambah dengan rencana
kegiatan yang sudah ditentukan sebelumnya.
C. Tinjauan Konsep Penyakit
1. Pengertian Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Apendiks merupakan suatu tambahan seperti
kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab
yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang
37
akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan
inflamasi.
Apendisitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui
peradangan, obstruksi dan iskemia dalam jangka waktu bervariasi. Apendisitis
akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Infeksi
pada apendiks terjadi karena tersumbatnya lumen oleh fekalit (batu feses),
hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Apendisitis perupakan peradangan
pada apendiks yang berbahaya dan jika tidak ditangani dengan segera akan
terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan pecahnya lumen usus (Mardalena,
2018)
2. Etiologi Apendisitis
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya, diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada
lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan
tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur,
benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris. Penelitian epidemiologi
menunjukan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis (Mardalena, 2018).
3. Gejala Klinis
Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam
setelah munculnya gejala pertama
a. Nyeri perut;
Nyeri perut ini sering disetai mual serta satu atau lebih episode muntah
dengan rasa sakit.
b. Umumnya nafsu makan menurun;
c. Konstipasi;
d. Nilai leukosit biasanya meningkat dari rentang nilai normal;
e. Pada aukskultasi, bising usus normal atau meningkat pada awal apendisitis
dan bising melemah jika terjadi perforasi;
f. Demam; dan
38
g. Temuan dari hasil USG berupa cairan yang berada di sekitar apendiks menjadi
sebuah tanda sonografik penting (Mardalena, 2018).
4. Klasifikasi Apendisitis
a. Apendisitis Akut
Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberikan tanda
setempat. Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar dan tumpul yang
merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan
ini disertai rasa mual, muntah dan penurunan nafsu makan. Dalam beberapa
jam, nyeri akan berpindah ke titik McBurney. Pada titik ini, nyeri yang
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat.
b. Apendisitis Kronis
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan tiga hal
yaitu
1) Pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen selama
paling sedikit tiga minggu tanpa alternatif diagnosis lain;
2) Setelah dilakukan apendiktomi, gejala yang dialami pasien akan hilang;
dan
3) Secara histopatologik gejala dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi
kronis yang aktif atau fibrosis pada apendiks (Mardalena, 2018).
5. Patofisiologi Apendisitis
Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen dan ulserasi
mukosa menjadi langkah awal terjadinya apendisitis. Obstruksi lumen yang
tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimal. Selanjutnya, terjadi
peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi secara terus
menerus karena multiplikasi cepat dari bakteri. Obstruksi juga menyebabkan
mukus yang diprosuksi mukosa terbendung. Semakin lama, mukus terbatas
sehingga meningkatkan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, hambatan aliran limfe, ulserasi mukosa, dan invasi bakteri. Infeksi
memperberat pembengkakan apendiks (edema) dan trombosis pada pembuluh
39
darah intramural (dinding apendiks) menyebabkan iskemik. Pada tahap ini
mungkin terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila
sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat dan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, serta bekteri akan menembus dinding. bila
kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren (Mardalena, 2018).
6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi:
Akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana
dinding perut tampak mengencang (distensi).
b) Palpasi
1) Di daerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (blumberg sign) yang mana
merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut;
2) Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/tungkai diangkat
tinggi-tinggi, maka rasa nyeri diperut semakin parah; dan
3) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
2. Pemeriksaan laboratrium
Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000-18.000/mm3.
Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu maka kemungkinan apendiks
sudah mengalami perforasi (pecah).
3. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit;
b. Ultrasonografi; dan
c. CT Scan (Nurafif & Kusuma, 2015).
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian
antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Penatalaksanaan antibiotik dan istrirahat
di tempat tidur. Penatalaksanaan pembedahan hanya dilakukan bila dalam
40
perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum. Penatalaksanaan
apendisitis menurut Mansjoer dalam Mardalena 2018 antara lain
1. Sebelum Operasi
a. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi;
b. Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin;
c. Rehidrasi;
d. Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara
intravena;
e. Obat-obatan penurun panas diberikan setelah rehidrasi tercapai; dan
f. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Operasi
a. Apendiktomi;
b. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika;
c. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin
mengecil atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu
beberapa hari; dan
d. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi efektif sesudah 6
minggu sampai 3 bulan.
3. Pasca Operasi
a. Observasi TTV;
b. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah;
c. Baringkan pasien dalam posisi Semi Fowler;
d. Pasien dikatakan baik, bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan;
e. Bila ada tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa
dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal;
f. Berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring, dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak;
41
g. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 20x30 menit;
h. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar; dan
i. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
8. Komplikasi
Yang paling sering adalah:
1. Perforasi
Insiden perforasi 10-32%, rata-rata 20% paling sering terjadi pada usia
muda sekali atau terlalu tua, perforasi timbul 93% pada anak-anak dibawah 2
tahun antara 40-75%, kasus usia diatas 60 tahun keatas. Perforasi jarang
timbul dalam 12 jam pertama sejak awal sakit. Perforasi terjadi 70% pada
kasus dengan peningkatan suhu hingga 9,5 derajat celcius tampak toksin,
nyeri tekan seluruh perut, dan leukositisis meningkat akibat perforasi dan
pembentukan.
2. Peritonitis
Adalah trombofebitis septik pada sistem vena porta ditandai dengan
panas tinggi 39 derajat celcius sampai 40 derajat celcius menggigil dan
ikterus merupakan penyakit yang relatif jarang
a. Tromboflebitis supuratif dari system portal, jarang terjadi tetapi merupakan
komplikasi yang letal;
b. Abses subfrenikus dan fokal sepsis intra abdominak lain; dan
c. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan (Razan, 2018).
3. Hemoragi
Selama atau setelah pembedahan dapat memicu syok (keluarnya darah
dari pembuluh darah yang robek) sehingga memerlukan transfusi darah atau
pengganti cairan lain. Tindakan yang cepat dan tepat diperlukan dalam
peristiwa hemoragi (perdarahan) karena perdarahan yang berlebihan dapat
berakibat fatal.
4. Hipotensi dan Syok
42
Tekanan darah mungkin rendah setelah pembedahan. Ini dapat
disebabkan oleh kehilangan darah tetapi dapat juga terjadi akibat menunda
pemberian makanan, minuman, dan obat sebelum pembedahan.
5. Hipertensi Pascaoperasi
Klien dapat juga memperlihatkan tekanan darah tinggi setelah
pembedahan. Ini mungkin akibat dari menunda obat anti hipertensi yang biasa
diminum klien sebelum pembedahan atau disebabkan oleh trauma akibat
pembedahan.
6. Hipoksia dan Hipoksemia
Anestetik dan obat praoperasi terkadang menekan pernapasan
(hipoventilasi) dan mengganggu oksigenasi darah (hipoksemia).
7. Hipotermia
Klien sering kali mengeluhkan perasaan dingin setelah pembedahan. Ini
umumnya dihubungkan dengan anestesia. Namun, menggigil berat dapat
menyebabkan hipoksemia, hipoksia, dan stress jantung.
8. Komplikasi Neurologis
Komplikasi neurologis mencakup keterlambatan terjaga (tidak sadar
dalam 60 sampai 90 menit), yang dapat disebabkan oleh hipoksia, hipotermia,
atau ketidakseimbangan elektrolit.
9. Ketidaknyamanan Pascaoperasi
Pada saat klien kembali dari PACU ke area penerimaan rawat jalan atau
ke unit keperawatan, klien biasanya terjaga dan menyadari sejumlah
ketidaknyamanan seperti nyeri, haus, atau distensi abdomen (Rosdahl dan
Kowalski, 2017).