-
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Kerang Bakau (Gelonia coaxans)
Kerang bakau (Gelonia coaxans) termasuk salah satu jenis kerang yang
habitat dan lingkungannya masih dipengaruhi oleh ekosistem mangrove. Gelonia
coaxans dapat ditemukan di area hutan mangrove, karena sesuai untuk kehidupan
organisme dan merupakan sumber beberapa jenis nutrient (Macintosh et al.,
2002). Kerang jenis Gelonia coaxans dapat ditemukan di hampir semua kawasan
pesisir pantai yang masih di tumbuhi oleh mangrove, karena merupakan habitat
yang sesuai bagi kerang kapah jenis Gelonia coaxans yang dipengaruhi oleh
substrat berlumpur serta masih dipengaruhi oleh arus pasang surut air laut.
2.1.1 Morfologi Kerang Bakau (Gelonia coaxans)
Kerang jenis Geloina coaxans hidup di dasar perairan dan membenamkan
diri dalam lumpur serta memakan serasah dan plankton sebagai sumber
makanannya . Kerang jenis ini mempunyai bentuk cangkang seperti piring atau
cawan yang terdiri dari dua katub yang bilateral simetris dan pipih pada bagian
pinggirnya serta cembung pada bagian tengah cangkang (Saroeng, 2013). Kerang
jenis Geloina coaxans memiliki dua cangkang yang setangkup sebagai pelindung
tubuhnya dan memiliki ukuran yang berbeda Kerang Geloina coaxans memiliki
sifat pertumbuhan allometri negatif dari hubungan dimensi cangkang (panjang,
tinggi, tebal) dengan berat kering daging rata-rata lebih dari 54.11% memiliki
-
10
bentuk tubuh kurus (Salim et al. 2018). Melihat morfologi diatas maka
diperolehlah gambar perbandingan kerang bakau (Gelonia coaxans) sebagai
berikut:
(a) (b)
Gambar 2.1 (a) Kerang Bakau (Gelonia coaxans) ( Dokumen Pribadi, 2018),
(b) Kerang Bakau (Gelonia coaxans) (Weliyadi et al., 2018)
2.1.2 Klasifikasi Kerang Bakau (Gelonia coaxans)
Klasifikasi Kerang Bakau (Gelonia coaxans) menurut World Register of
Marine Species (1791) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Subclass : Heterodonta
Infraclass : Euheterodonta
Superorder : Imparidentia
Order : Venerida
Superfamily : Cyrenoidea
Family : Cyrenidae
Genus : Gelonia
Species : Gelonia coaxans
-
11
2.1.3 Kandungan Kerang Bakau (Gelonia coaxans)
Kerang bakau (Gelonia coaxans) telah dikonsumsi oleh masyarakat
dengan harga jual mencapai Rp. 20.000,-/kg. Kandungan gizi biota ini tergolong
tinggi dengan komposisi protein sebesar 7,06% - 16,87%, lemak sebesar 0,40 -
2,47%, karbohidrat sebesar 2,36-4,95%, serat 5,53%, air 2,70% serta memberikan
energi sebesar 69-88 kkal/100 gram daging (Agustini, 2016). Menurut Yanti
(2017) cangkang kerang bakau (Gelonia coaxans) mengandung kalsium yang
berfungsi untuk sintesis hidrosiapatit.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Weliyadi et al, 2018
kandungan komponen aktif yang terkandung dalam ekstrak kerang bakau
(Gelonia coaxans) yakni alkaloid, tanin, saponin, flavonoid dan steroid. Kerang
bakau (Gelonia coaxans) dapat dinyatakan memiliki potensi farmaseutikal
sehingga dapat dikembangkan dalam bidang pangan dan obat-obatan.
2.2 Tinjauan Umum Tikus Putih (Rattus norvegicus)
2.2.1 Definisi Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang dengan
sengaja dipelihara dan diternakan untuk digunakan sebagai hewan model untuk
mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu pengetahuan
dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium. Tikus putih (Rattus
norvegicus) merupakan hewan mamalia yang memiliki dampak terhadap suatu
perlakuan dikarena tidak berbeda jauh dari mamalia lainnya (Amir et al. 2015).
Penggunaan tikus putih (Rattus norvegicus) dalam percobaan didasarkan atas
-
12
kemampuan hidup tikus hanya 2-3 tahun, lama reproduksi selama 1 tahun
pertimbangan dan ekonomis (Fitriani, 2016). Tikus putih sebagai hewan
percobaan relative resisten terhadap infeksi dan cenderung untuk berkumpul
dengan sesamanya tidak terlalu besar sehingga lebih mudah menjadikan sebagai
hewan model.
2.2.2 Morfologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Tikus putih (Rattus norvegicus) termasuk kedalam hewan mamalia yang
memiliki ekor panjang. Ciri-ciri morfologi tikus putih (Rattus norvegicus) yaitu
bertubuh panjang dengan kepala lebih kecil dan sempit, telinga tebal dan pendek
dengan rambut halus, mata berwarna merah, ciri yang paling terlihat yakni
ekornya yang panjang (Pambudi, 2017). Tikus putih (Rattus norvegicus) memiliki
ciri-ciri morfologis seperti albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih panjang
dibandingkan badannya, dan memiliki pertumbuhan yang cepat (Prasetya, 2011).
Tikus ini memiliki panjang mencapai 40 cm jika diukur dari hidung sampai ujung
ekor serta memiliki berat badan mencapai 140-500 gram (Subandi, 2018). Melihat
morfologi diatas berikut perbandingan tikus putih (Rattus norvegicus):
(a) (b)
Gambar 2.2 (a) Tikus Putih (Rattus norvegicus) ( Dokumen Pribadi, 2019),
(b) Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Subandi, 2018)
-
13
2.2.3 Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Menurut Akbar (2010) klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mamalia
Order : Rodentia
Suborder : Odontoceti
Family : Muridae
Genus : Rattus
Species : Rattus norvegicus
2.3 Tinjauan Umum Ekstrak
2.3.1 Definisi Ekstrak
Ekstrak merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan cara menarik zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai. Menurut Tiwari et al. (2011) menyebutkan bahwa variasi dalam perbedaan
metode ekstrasi dapat mempengaruhi kuantitas dan komposisi metabolit sekunder
dari ekstrak hal tersebut tergantung pada tipe ekstrasi, waktu, suhu, sifat pelarut,
konsentrasi pelarut, dan polaritas. Metode ekstraksi terdiri dari beberapa macam
di antaranya yakni maserasi (perendaman), perkolasi, digesti, infusi, dan
dekoksifikasi. Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah ekstraksi
secara panas dan dingin. Menurut Fatmawaty et al. (2019) ekstraksi dapat
-
14
digolongkan sebagai berikut; 1) Ekstraksi secara dingin yang terdiri dari
soxhletasi, maserasi dan perkolasi. 2) Ekstraksi Secara panas yang terdiri dari
infudasi dan refluks.
2.3.2 Ekstraksi Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia kering dalam cairan penyari. Cairan
penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dan diluar sel, maka larutan yang
terletak didalam akan terdesak keluar. Peristiwa tersebut terulang terus hingga
menjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan didalam sel.
Simplisia yang akan diekstraksi diserbukkan dengan derajat tertentu lalu
dimasukkan ke dalam bejana maserasi. Simplisia tersebut direndam dengan cairan
penyari, setelah itu dalam waktu tertentu sesekali diaduk. Perlakuan tersebut
dilakukan selama 2 hari (Afifah, 2011). Keuntungan cara penyarian dengan
maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan
mudah di usahakan (Rusmiati, 2010).
Pemisahan zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak saling mencampur
antara lain menggunakan alat corong pisah. Terdapat suatu jenis pemisahan
lainnya dimana pada satu fase dapat berulang-ulang dikontakkan dengan fase
yang lain, misalnya ekstraksi berulang-ulang suatu larutan dalam pelarut air dan
pelarut organik, dalam hal ini digunakan suatu alat yaitu ekstraktor sokhlet.
-
15
Menurut Puspitasari (2011) metode sokhlet merupakan metode ekstraksi dari
padatan dengan pelarut cair secara kontinue. Alatnya dinamakan sokhlet
(ekstraktor sokhlet) yang digunakan untuk ekstraksi kontinue dari sejumlah kecil
bahan.
Ekstraksi yang digunakan yakni pelarut organik dengan kepolaran yang
semakin meningkat secara berurutan. Pelarut yang digunakan harus memenuhi
syarat tertentu yakni tidak toksik, tidak meninggalkan residu, harga murah, tidak
korosif, aman, dan tidak mudah meledak (Aziz et al., 2014). Menurut Rifai et al.,
(2018) etanol merupakan larutan penyari yang bersifat universal yakni dapat
melarutkan senyawa polar maupun senyawa nonpolar sehingga dipertimbangkan
sebagai penyari karena lebih selektif dari pada air. Sukar ditumbuhi mikroba
dalam etanol 20% ke atas. Etanol memiliki beberapa kelebihan lain yaitu tak
beracun, netral, absorbsi baik, bercampur dengan air pada segala perbandingan,
memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut, dan tidak memerlukan panas tinggi
untuk pemekatan.
2.4 Tinjauan Umum Kulit
2.4.1 Definisi Kulit
Kulit atau integumen adalah organ yang memisahkan, membedakan,
melindungi terhadap lingkungan sekitarnya. Fungsi utama kulit ialah proteksi,
absorpsi, ekskresi, presepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan
pigmen, pembentukan vitamin D dan keranitisasi (Kalagi, 2013). Kulit terdiri dari
ujung saraf dan reseptor yang dapat mendeteksi stimulus yang berhubungan
-
16
dengan sentuhan, tekanan, temperatur dan nyeri. Kulit didalamnya terdapat ujung
saraf peraba yang mempunyai banyak fungsi, antara lain yakni membantu
mengatur suhu dan mengendalikan hilangnya air dari tubuh. Kulit terbagi
menjadi tiga lapisan yaitu lapisan epidermis atau kutikula, lapisan dermis atau
korium, dan Subkutis (Pearce, 2009).
Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel
berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan
epitel, tidak mempunyai pembuluh darah maupun limfa, oleh karena itu semua
nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler pada lapisan dermis. Epitel berlapis
gepeng pada epidermis ini tersusun oleh banyak lapis sel yang disebut keratinosit.
Sel-sel ini secara tetap diperbarui melalui mitosis sel-sel dalam lapis basal yang
secara berangsur digeser ke permukaan epitel. Selama perjalanannya, sel-sel ini
berdiferensiasi, membesar, dan mengumpulkan filamen keratin dalam
sitoplasmanya. Mendekati permukaan, selsel ini mati dan secara tetap dilepaskan
atau terkelupas (Kalagi, 2013).
Dermis merupakan lapisan kulit yang terdiri atas kolagen, jaringan fibrosa,
dan elastin. Lapisan superfisial menonjol ke dalam epidermis berupa sejumlah
papilla kecil . lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan subkutan. Lapisan
ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, dan syaraf (Wibowo, 2012).
Jumlah sel dalam dermis relatif sedikit. Sel-sel dermis merupakan sel-sel jaringan
ikat seperti fibroblas, sel lemak, sedikit makrofag dan sel mast (Kalagi, 2013).
-
17
Lapisan subkutis kulit terletak di bawah dermis yang terdiri atas lemas dan
jaringan ikat yang berfungsi sebagai peredam kejut dan insulator panas. Lapisan
subkutis adalah tempat menyimpan kalori dimana pada lapisan ini terdapat ujung-
ujung syaraf tepi, pembuluh darah, dan saluran getah bening (Wibowo, 2012).
Menurut Jeyaratnam (2010) jaringan subkutis dapat berupa jaringan ikat lebih
longgar dengan serat kolagen halus terorientasi terutama sejajar terhadap
permukaan kulit, dengan beberapa di antaranya menyatu dengan yang dari dermis.
Pada daerah tertentu, seperti punggung tangan, lapis ini meungkinkan gerakan
kulit di atas struktur di bawahnya.
2.5 Tinjauan Umum Luka
2.5.1 Definisi Luka
Luka merupakan hilang atau rusaknya suatu jaringan tubuh yang terjadi
dikarenakan adanya suatu faktor yang mengganggu sistem perlindungan tubuh
yang disebabkan kontak dengan sumber panas (seperti bahan kimia, air panas, api,
radiasi, dan listrik), hasil tindakan medis, maupun perubahan kondisi fisiologis.
Bentuk dari luka berbeda tergantung penyebabnya, ada yang terbuka dan tertutup.
Insisi/luka sayat merupakan salah satu contoh luka terbuka dimana terdapat
robekan linier pada kulit dan jaringan terdapat di bawahnya. Luka dapat
menyebabkan gangguan pada fungsi dan struktur anatomi tubuh (Purnama et
al.,2016).
-
18
2.5.2 Jenis-Jenis Luka
Luka dibedakan menjadi dua yakni luka akut dan luka kronis berdasarkan
lama penyembuhannya. Menurut Rahmawati (2014) Luka diklasifikasikan dalam
dua bagian yakni luka akut dan luka kronik. Menurut Purnama et al (2016) luka
dapat diklasifikasikan sebagai berikut;
1. Luka akibat benda tumpul, terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Luka memar atau disebut juga kontusio merupakan perdarahan dalam
jaringan dibawah kulit akibat pecahnya kapiler dan vena.
b. Luka Lecet terjadi akibat epidermis yang bersentuhan dengan benda yang
permukaannya kasar atau runcing.
2. Luka akibat benda tajam, terbagi menjadi empat, yaitu:
a. Luka tusuk merupakan luka yang memiliki kedalaman luka lebih dari
panjang luka, arah kekerasan tegak lurus dengan kulit.
b. Luka bacok merupakan luka yang memiliki kedalaman luka sama dengan
panjang luka, arah kekerasan miring dengan kulit.
c. Luka tangkis merupakan luka akibat perlawanan korban dan lukanya
terdapat di bagian ekstremitas.
d. Luka Sayat merupakan luka lebar dengan tepi dangkal, arah luka sejajar
dengan kulit. Luka ini biasanya ditimbulkan oleh irisan benda tajam;
contohnya pisau, silet, parang, dan sejenisnya.
-
19
2.5.3 Luka Sayat
Luka sayat (Vulnus scissum) adalah luka garis lurus beraturan yang
dicirikan dengan tepi luka. Luka sayat umumnya terjadi ketika adanya trauma
dengan benda-benda tajam yang mengenai tubuh (Culsum et al., 2018). Luka
sayat adalah suatu bentuk kehilangan atau kerusakan jaringan tubuh yang terjadi
karena benda tajam. Luka sayat dapat menimbulkan pendarahan yang melibatkan
peran hemostatis dan akhirnya terjadi peradangan (Nonci et al., 2017). Menurut
Wibowo (2017) luka sayat yang terjadi akibat trauma benda tajam dapat
menyebabkan pendarahan, infeksi terjadi dikarenakan kulit terbuka yang
memungkinan mudah ditumbuhi mikroorganisme sehingga dapat menyebabkan
luka menjadi kronik yaitu luka yang tidak sembuh dalam waktu yang diharapkan.
2.5.4 Proses Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena adanya
kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi secara berkesinambungan.
Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler, dan terbentuknya senyawa kimia
sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling
terkait pada proses penyembuhan luka. Ketika terjadi luka, tubuh memiliki
mekanisme untuk mengembalikan komponenkomponen jaringan yang rusak
dengan membentuk struktur baru dan fungsional (Purnama et al.,2016).
Menurut Ferreira et al., (2016) proses penyembuhan luka tidak hanya
terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga dipengaruhi oleh
faktor endogen, seperti umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, dan
-
20
kondisi metabolik. Proses penyembuhan luka melewati tiga fase yaitu fase
inflamasi, fase proliferase dan fase remodeling. Menurut Handayani et al., (2015)
Secara singkat, proses penyembuhan luka dibagi dalam 3 fase, yaitu;
1. Fase inflamasi atau fase inisial (Lag phase)
Fase inflamasi berlangsung saat terjadinya luka pada hari ke1 sampai hari
ke-5. Fase ini terjadi pendarahan, pembekuan/penghentian pendarahan akibat
kontraksi otot polos dinding pembuluh darah oleh trombin, fibrin serta ikut
keluarnya bahan pertahanan tubuh berupa sel-sel leukosit dan antibodi. Menurut
(Purnama et al.,2016) pada fase inflamasi sel darah putih dibawa kebagian yang
cedera, dimana sel-sel tersebut mengeluarkan benda asing seperti bakteri yang
dapat menyebabkan infeksi. Tahap penyembuhan selanjutnya disebut Fase
migrasi selama sel epitel bergerak dibawa bekuan kemudian terbentuk kropeng.
Sel fibroblast, yang bertanggung jawab menghasilkan kolagen juga bermigrasi
menuju luka. Waktu yang sama pembuluh darah yang rusak diperbaiki dan
bertumbuh pada Fase granulasi. Melihat fase penyembuhan luka diperoleh
Gambar 2.3
Gambar 2.3 Fase inflamasi terjadi segera setelah terjadinya luka dan bertujuan
untuk hemostasis,membuang jaringan mati dan mencegah infeksi
oleh mikroba pathogen. Tampak sebukan sel-sel radang berwarna
ungu (Tanggo, 2019).
-
21
2. Fase fibroplasi atau fase poliferasi
Fase fibroplasi terjadi dari hari ke-6 sampai dengan akhir minggu ke-3
terjadi poliferasi sel-sel fibroblast yang berasal dari sel-sel mesensim yang belum
berdiferensiasi, pembentukan jaringan granulasi yang terdiri dari sel-sel fibroblast,
serat kolagen yang dihasilkan oleh fibroblast, deposit sel-sel radang, pembuluh
darah baru, hasil angiogenesis dan terjadi penciutan luka akibat kontraksi serat
serat kolagen yang mempertautkan tepi luka. Epitelisasi akibat proses migrasi dan
proses mitosis sel-sel stratum basal dan keratinosit lain yang terpapar luka (sel-sel
kelenjar sebaseus, kelenjar keringat, dan akar rambut) ke tengah luka. Semua
proses ini akan berhenti bila seluruh permukaan luka sudah tertutup epitel.
Menurut (Purnama et al.,2016) fase poliferasi ditandai dengan tumbuhnya
epitelium dibawah kropeng, diikuti dengan tumbuhnya pembuluh darah produksi
serat kolagen oleh fibroblast, kolagen memberikan kekuatan untuk penyembuhan
luka. Melihat fase penyembuhan luka diperoleh Gambar 2.4
Gambar 2.4 Fase proliferasidi mana jaringan granulasi mengisi kavitas luka dan
keratinosit bermigrasi untuk menutup luka (Tanggo, 2013).
3. Fase maturasi atau fase remodelling
Proses penyembuhan akan diresorbsi kembali atau mengkerut menjadi
matur. Fase ini berlangsung selama 2 bulan atau lebih bahkan bisa sampai 1 tahun.
Tanda-tanda yang menunjukkan fase ini sudah berakhir, semua tanda radang
-
22
hilang, pucat, tidak ada rasa sakit/gatal, lemas tak ada indurasi, pembengkakan
sudah hilang. Menurut (Purnama et al.,2016) fase terakhir dari proses
penyembuhan luka yakni fase maturasi, yang berlangsung beberapa bulan
tergantung dari luas luka , serat kolagen menjadi lebih terorganisir dan menarik
tepi luka bersama. Jumlah fibroblasts berkurang dan suplai darah kembali normal.
Melihat fase penyembuhan luka diatas diperoleh Gambar 2.5
Gambar 2.5 Fase maturasi ditandai dengan jumlah fibrobla berkurang dan suplai
darah kembali normal (Tanggo, 2013).
2.5.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka yang normal merupakan suatu proses kompleks dan
dinamis. Proses penyembuhan luka berlangsung secara alami maupun dengan
bantuan kimiawi, seperti dengan zat-zat obat, salep dan lain-lain. Pembekuan
darah dapat menghambat penyembuhan luka sehingga mengalmi nyeri, bengkak
dan panas, reaksi tubuh terhadap mikroorganisme sehingga menyebabkan sistem
daya tahan tubuh terganggu dan jaringan kulit mati (Lessy, 2013). Menurut
Darmawati, (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka yakni
situasi imunologi, kadar gula darah( impaired white cell function), hidrasi (slows
metabolsm), nutrisi, kadar albumin darah,suplai oksigen dan vaskularisasi, nyeri
(causes vasocons traction), dan kortikos teroid (depress immune function).
-
23
2.5.6 Mekanisme Penyembuhan Luka dengan Menggunakan Kerang
Bakau (Gelonia coaxans).
Menurut Weliyadi et al (2018) berdasarkan hasil analisis fitokimia
komponen bioaktif kerang bakau (Gelonia coaxans) mengandung alkaloid, tanin,
saponin, flavonoid, triterpenoid dan steroid. Saponin dapat memacu pembentukan
kolagen yang berperan dalam proses penyembuhan luka (Mappa et al., 2013).
Mekanisme kerja dari saponin dalam penyembuhan luka adalah menstimulasi
pembentukan fibronektin yang berperan penting dalam proses penutupan luka dan
meningkatkan epitelisasi jaringan (Primadina et al. 2019).
Fibronektin merupakan suatu glikoprotein besar serta multi fungsional,
mengandung area yang berikatan dengan beberapa makromolekul seperti kolagen,
proteoglikan, fibrin dan heparin. Fibronektin dapat ditemukan pada fase pertama
penyembuhan luka. Stimulasinya sintesis fibronektin oleh fibroblas. fibroblas
digunakan pada fase penyembuhan luka berikutnya untuk menghasilkan kolagen.
Banyaknya fibroblas yang bermigrasi ke celah luka maka kolagen yang disintesis
oleh fibroblas juga akan semakin banyak. Kolagen baru ini akan bertumpuk
dengan kolagen lama yang ada di dalam matriks ekstraseluler. Hal ini
menyebabkan kolagen di dalam matriks ekstraseluler menjadi lebih tebal dan luka
menjadi semakin cepat sembuh (Toruan, 2015).
Flavonoid mempunyai aktivitas sebagai antiseptik dan antibakteri.
Mekanisme kerja flavonoid dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri
dengan jalan merusak permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom dan lisosom
sebagai hasil dari interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri dan juga mampu
melepaskan energi tranduksi terhadap membran sitoplasma bakteri serta
-
24
menghambat motilitas bakteri. Tanin berfungsi sebagai adstringen yang dapat
menyebabkan penciutan pori-pori kulit, memperkeras kulit, menghentikan eksudat
dan pendarahan yang ringan, sehingga mampu menutupi luka dan mencegah
pendarahan yang biasa timbul pada luka (Mappa et al., 2013).
Penelitian oleh Weliyadi et al., (2018) kerang bakau (Gelonia coaxans)
memiliki antimikroba yang dapat menghambat bakteri Vibrio parahaemolyticus
yang menyebabkan keracunan makanan khususnya makanan laut. Penelitian yang
dilakukan oleh Ravichandran et al. (2011) menyebutkan bahwa kerang bakau
(Gelonia coaxans) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
pyogenes dan Staphylococcus aureus. Penyembuhan luka melewati tiga fase, yaitu
fase inflamasi, proliferase dan fase remodeling.
2.6 Tinjauan Umum Sumber Belajar
2.6.1 Definisi Sumber Belajar
Belajar merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan secara terencana,
sistematis, dan menggunakan metode tertentu untuk mengubah perilaku relatif
menetap melalui interaksi dengan sumber belajar (Prastowo, 2017). Sumber
belajar merupakan salah satu komponen dalam proses pembelajaran yang
memungkinkan individu memperoleh pengetahuan, kemampuan, keyakinan,sikap,
emosi, dan perasaan sehingga menjadikan belajar sebagai kegiatan yang efektif.
Belajar yang efektif dapat membanti siswa untuk meningkatkan kemampuan yang
diharapkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai sehingga dalam belajar yang
efektif dibutuhkan sumber belajar yang relefan (Darmadi, 2017).
-
25
2.6.2 Fungsi Sumber Belajar
Sumber belajar memiliki fungsi yakni; Meningkatkan produktivitas
pembelajaran dengan jalan: (a) mempercepat laju belajar dan membantu guru
untuk menggunakan waktu secara lebih baik dan (b) mengurangi beban guru
dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan
mengembangkan gairah (Prastowo, 2017).
Menurut Satrianawati (2018) sumber belajar memiliki fungsi sebagai berikut;
1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran, melalui mempercepat laju
belajar dan membantu pengajar untuk menggunakan waktu secara lebih baik
dan mengurangi beban guru/dosen dalam menyajikan informasi.
2. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pengajaran, melalui
perencanaan program pembelajaran yang lebih sistematis dan
pengembangan bahan pembelajaran berbasis penelitian.
3. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual,
melaluimengurangi kontrol guru/dosen yang kaku dan tradisional dan
memberikan kesempatan kepada murid/mahasiswa untuk belajar sesuai
dengan kemampuannya.
4. Memungkinkan belajar seketika, melalui pengurang jurang pemisah antara
pelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya
konkrit dan memberikan pengetahuan yang bersifat langsung.
5. Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, terutama dengan
adanya media massa.
-
26
2.6.3 Kriteria Pemilihan Sumber Belajar
Menurut Abdullah (2012), pemanfaatan aneka sumber belajar perlu
disesuaikan dengan kebutuhan, efisiensi, dan efektivitas penggunaannya. Menurut
Satrianawati (2018) kriteria sumber belajar sebagai berikut;
1. Ekonomis, tidak harus terpatok pada harga mahal,
2. Mudah, dekat, dan tersedia di sekitar lingkungan,
3. Praktis, tidak memerlukan pengelolaan yang rumit, sulit, dan langka,
4. Sesuai dengan tujuan, mendukung proses dan pencapaian tujuan belajar,
dapat membangkitkan motivasi dan semangat belajar siswa,
5. Fleksibel, dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan instruksional.
2.6.4 Pemanfaatan Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar
Sumber belajar dapat dipandang dari dua sisi yakni dari sisi hasil dan sisi
produk. Pemanfaatan hasil penelitian sebagai sumber belajar harus
mempertimbangkan syarat pemanfaatan sumber belajar. Menurut Kustiawan
(2016) syarat pemanfaatan sumber belajar yakni;
1.Kejelasan potensi
2.Kejelasan sasaran
3. Kesesuaian dengan sumber belajar
4. Kejelasan informasi yang diungkapkan
5. Kejelasan pedoman eksplorasinya
6. Kejelasan perolehan yang didapatkan
-
27
Keterangan:
1. Diteliti
2. Tidak diteliti
2.7 Kerangka Konseptual
Gambar 2.6 Kerangka Konseptual
Luka
Akibat benda tajam Akibat benda tumpul
Luka
memar
Luka
lecet
Luka
sayat
Luka
lecet
Luka
bacok
Luka
tangkis
Obat kimia Obat tradisional
Digunakan
secara turun-
temurun
Hewan yang digunakan yakni
Kerang bakau (Gelonia coaxans)
Mengandung senyawa
antibakteri yaitu alkaloid,
flavonoid, tanin, saponin,
steroid, triterpenoid dan
steroid (Weliyadi et al.,
2018)
Memiliki aktifitas
antimikroba yang mampu
menghambat Streptococcus
pyogenes dan
Staphylococcus aureus yang
menyebabkan infeksi luka
(Ravichandran et al., 2011)
Ekstrak
Luka sayat pada tikus putih
Konsentrasi
5%, 10%, dan
15%
Luka sayat dinyatakan sembuh
apabila:
Tidak adanya eritema
Penurunan panjang luka
Luka menutup
Luka sembuh
Pemanfaatan
Sumber belajar
-
28
2.8 Hipotesis
1. Ada pengaruh pemberian ekstrak kerang bakau (Gelonia coaxans)
terhadap penyembuhan luka sayat pada Tikus Putih (Rattus norvegicus).
2. Hasil penelitian kerang bakau (Gelonia coaxans) terhadap penyembuhan
luka sayat pada tikus putih (Rattus norvegicus) dapat dimanfaatkan
sebagai sumber belajar biologi.