24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Menyusui
2.1.1 Definisi Menyusui
Menyusui adalah suatu proses alamiah dalam lingkungan kebudayaan
kita saat ini melakukan hal yang alamiah seperti menyusui tidaklah selalu
mudah sehingga perlu pengetahuan dan latihan yang tepat. Survei
menunjukkan terdapat 40% wanita yang tidak menyusui bayinya karena
banyak yang mengalami nyeri dan pembengkakan payudara (Rinata et al.,
2016). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyusui
didefinisikan organ tubuh yang terletak dibagian dada wanita dan dapat
menghasilkan makanan untuk bayi berupa cairan atau air susu. Ini adalah cara
yang ideal bagi ibu untuk memberikan kasih sayang pada anaknya dalam
memenuhi gizi bayi dan dapat menurunkan risiko infeksi pada anak termasuk
sindrom kematian mendadak bayi (Colombo et al., 2018).
Menyusui merupakan suatu cara yang ideal dalam memberikan
makanan bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sehat serta dapat
mempengaruhi biologis dan kejewaan terhadap kesehatan ibu dan bayi.
Menyusui merupakan suatu cara yang tidak ada duanya dalam memberikan
makanan ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sehat serta
mempunyai pengaruh biologis dan kejiwaan unik terhadap kesehatan ibu dan
bayi (Sari et al., 2014).
25
2.1.2 Klasifikasi Menyusui
Menurut laporan Riskesdas (Kemenkes, 2014) pola menyusui terdapat tiga
kategori yaitu:
a. Menyusui eksklusif
Merupakan suatu kondisi dimana memberikan asupan ASI idak memberi bayi
makanan atau minuman lain kecuali obat atau vitamin tetes dan mineral.
b. Menyusui predominan
Merupakan suatu kondisi dimana menyusui bayi tetapi juga diberikan zat
tambahan lain selain ASI seperti teh atau air putih sebagai makanan atau
minuman prelakteal sebelum ASI keluar.
c. Menyusui parsial
Merupakan suatu kondisis dimana menyusui bayi serta diberikan makanan
buatan seperti susu formula dan bubur sebelum bayi berumur enam bulan
baik diberikan secara berkelanjutan atau sebagai makanan prelakteal.
2.1.3 Mekanisme Menyusui
Ibrahim (2017) Bayi memiliki 3 (tiga) refleks, yang penting dalam mekanisme
hisapan bayi saat menyusui seperti :
a. Refleks Mencari (Rooting Reflex)
Payudara ibu yang menempel pada pipi atau daerah sekeliling mulut
merupakan rangsangan yang menimbulkan refleks mencari pada bayi. Ini
menyebabkan kepala bayi berputar menuju putting susu dan ditarik masuk
kedalam mulut.
b. Refleks Menghisap (Sucking Reflex)
26
Putting susu yang sudah masuk kedalam mulut dengan bantuan lidah ditarik
lebih jauh menuju rahang dan tekanan bibir dengan gerakan rahang secara
berirama maka akan maka gusi akan mencepit kalang payudara dan sinus
laktiferus, sehingga air susu akan mengalir keputing susu, selanjutnya bagian
belakang lidah menekan putting susu pada langit-langit yang mengakibatkan
air susu keluar.
c. Refleks Menelan (Swallowing Refleks)
Pada saat air susu keluar dari putting akan disusul dengan gerakan menghisap.
Yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi, sehingga pengeluaran air susu akan
bertambah dan diteruskan dengan mekanisme menelan masuk lambung.
Keadaan ini tidak akan terjadi bila bayi diberi susu formula dengan botol.
Dalam penggunaan susu botol rahang bayi kurang berperan, sebab susu dapat
mengalir dengan mudah dari lubang dot.
2.1.4 Manfaat Menyusui
Manfaat menyusui bagi ibu dan bayi menurut (Khoiriyah & Prihatini,
2014) ASI mengandung nutrisi yang optimal dan baik untuk pertumbuhan
serta perkembangan bayi, dapat meningkatkan kesehatan dan meningkatkan
kekebalan tubuh bayi sehingga dapat mencegah dari berbagai penyakit, selain
itu bermanfaat untuk membantu perkembangan otak dan fisik bayi. Manfaat
untuk ibu dapat mengurangi resiko kanker payudara dan kanker ovarium, dan
yang paling penting menyusui akan meningkatkan rasa kasih sayang antara ibu
dan anak. Ibu yang menyusui anaknya dapat menurunkan berat badan seperti
sebelum kehamilan dan mereka memiliki risiko diabetes lebih rendah
dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui. Menyusui menciptakan
27
perasaan normal atau positif pada ibu dan anak dan mencegah depresi
pascapartum (Rafizade et.al., 2019).
Menurut Rini Susilo & Feti Kumala (2016) terdapat beberapa manfaat
menyusui dalam berbagai aspek, seperti :
1) Aspek fisik
Kedekatan antara ibu dan bayinya dapat mempermudah menyusui setiap
waktu, semakin sering bayi menyusu maka ASI akan segera keluar.
2) Aspek fisiologis
Semakin lebih sering ibu menyusui bayi maka gizi yang dibutuhkan akan
tercukupi oleh ASI dan refleks oksitosin yang ditimbulkan dari proses
menyusui akan membantu involusio uteri dan produksi ASI akan dipacu
oleh refleks prolaktin sehingga dapatr digunakan sebagai KB alami.
3) Aspek psikologis
Dapat menjalin hubungan batin anatara ibu dan bayi disebabkan oleh
adanya sentuhan badaniah ibu dan bayi. Kehangatan ibu memberikan
stimulasi mental yang diperlukan bayi, sehingga mempengaruhi
perkembangan psikologis bayi dan ibu yang memeberikan ASI secara
eksklusif mendapat kepuasan tersendiri.
4) Aspek ekonomis
Menyusui secara eksklusif memberikan dampak positif untuk ekonomi
karena tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli susu
formula.
28
2.1.5 Proses Fisiologi Menyusui
Menyusui merupakan suatu proses fisiologis untuk memberikan zat
gizi kepada bayi secara optimal (Mardiana, 2017). Laktasi atau menyusui
adalah kelengkapan fisiologis dan penyem purnaan dari sebuah siklus
reproduksi. Sebenarnya laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian
yaitu produksi ASI (prolaktin) dan pengeluaran ASI (Oksitosin) (Rejeki,
2019).
1. Produksi ASI (Prolaktin)
Pembentukan payudara dimulai sejak embrio berusia 18-19 minggu dan
berakhir ketika mulai menstruasi. Hormon yang berperan adalah
hormonesterogen dan progesteron yang membantu maturasi alveoli.
Selama kehamilan hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI
belum keluar karena pengaruh hormon estrogen yang masih tinggi.
Kadar estrogen dan progesteron akan menurun pada saat hari kedua
atau ketiga pasca persalinan, sehingga terjadi sekresi ASI. Hormon
prolaktin berfungsi untuk produksi ASI dan merangsang sel-sel
pembuat susu untuk bekerja. Sebagian besar hormon prolaktin berada
dalam darah selama kurang lebih 30 menit, setelah proses menyusui
(Murti & Hendriani, 2017).
2. Pengeluaran ASI (Oksitosin)
Ketika bayi menghisap payudara, hormon oksitosin membuat ASI
mengalir dari dalam alveoli melalui saluran susu menuju ke reservoir
susu yang berlokasi dibelakang aerola lalu ke dalam mulut bayi.
Sehingga semakin sering bayi mengisap, semakin banyak air susu yang
dihasilkan. Pengaruh hormonal bekerja melalui dari bulan ketiga
29
kehamilan dimana tubuh wanita memproduksi hormon yang
menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara (Murti &
Hendriani, 2017).
Pada proses laktasi terdapat dua reflek yang masing-masing berperan sebagai
pembentuk dan pengeluaran ASI yaitu :
1. Refleks Prolaktin (Produksi ASI)
Setiap bayi menghisap maka akan merangsang ujung syaraf di sekitar
payudara. Rangsangan ini disalurkan ke otak dan merangsang kelenjar
hipofisis bagian depan untuk memproduksi hormon prolaktin. Prolaktin
dialirkan ke pabrik ASI sehingga merangsang sel-sel alveoli pembuat ASI
untuk memproduksi ASI. Semakin banyak ASI yang dikeluarkan dari
payudara maka semakin banyak produksi ASI Hormon prolaktin juga
dapat menekan fungsi indung telur (ovarium) sehingga menyusui secara
ekslusif akan dapat memperlambat kembalinya kesuburan dan haid,
sehingga dapat digunakan sebagai KB alami. Kadar prolaktin pada ibu
menyusui akan menjadi normal 3 bulan setelah melahirkan sampai
proses penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada
peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun pengeluaran air
susu tetap berlangsung (Sari & Agustina, 2020).
Gambar 1 Reflek Prolaktin
30
2. Refleks Oksitosin (Pengaliran ASI atau Let Down Reflex)
Dimana pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior, rangsangam
tersebut berasal dari isapan bayi yang dilanjutkan ke hipofase posterior
(neurohipofise) kemudian dikeluarkan hormon oksitosin. Hormon
oksitosin dialirkan melalui aliran darah menuju payudara kemudian
menuju uterus sehingga menimbulkan kontraksi. Kontraksi dari
belakang membuat memeras air susu yang telah terbuat, keluar dari
alveoli dan masuk kesistem duktus dan selanjutnya mengalir melalui
duktus lactiferus masuk kemulut bayi. Faktor-faktor yang meningkatkan
let down reflex adalah melihat bayi, mendengarkan suara bayi,
memikirkan untuk menyusui bayi (Murti & Hendriani, 2017). Agar let
down reflex terjadi dengan baik maka perlu dilakukan stimulasi
pengeluaran hormon oksitosin yaitu dengan merangsang titik di atas
putting, titik tepat pada putting dan titik di bawah puting serta titik di
punggung yang segaris dengan payudara. Salah satu cara merangsang
stimulasi pengeluaran oksitosin adalah dengan melakukan pemijatan
yang dapat juga meningkatkan rasa nyaman terhadap ibu (Nadiya &
Rahmah, 2020).
Gambar 2 Reflek Oksitosin
31
2.1.6 Manajemen Laktasi
Manajemen laktasi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk membantu
ibu mencapai keberhasilan dalam menyusui. Manajemen laktasi dimulai pada
masa kehamilan (antenatal), setelah persalinan (perinatal), dan pada masa
menyusui sampai anak berumur dua tahun (postnatal) (Hutagaol, 2018).
Periode manajemen laktasi :
1. Masa kehamilan (Antenatal)
Hal yang perlu diperhatikan dalam menejemen laktasi sebelum
kelahiran adalah :
a. Ibu mencari informasi tentang keunggulan ASI, manfaat
menyusui bagi ibu dan bayi, serta dampak negative pemberian
susu formula.
b. Ibu memeriksakan kesehatan tubuh pada saat kehamilan
kondisi puting payudara, dan memantau kenaikan berat badan
saat hamil.
c. Ibu melakukan perawatan payudara sejak kehamilan berumur
6 bulan hingga ibu siap untuk menyusui, ini bermaksut agar
ibu mampu memproduksi dan memberikan ASI yang
mencukupi kebutuhan bayi.
d. Ibu senantiasa mencari informasi tentang gisi dan makanan
tambahan sejak kehamilan trimester ke-2.makanan tambahan
saat hamil sebanyak 1 1/3 kali dari makanan yang dikonsumsi
sebelum hamil.
2. Masa Persalinan (Perinatal)
32
Hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen laktasi saat kelahiran
yaitu:
a. Masa persaliinan merupakan masa yang paling penting dalam
kehidupan bayi selanjutnya,bayi harus menyusui yang baik dan
benar baik posisi maupun cara melekatkan bayi pada payudara
ibu.
b. Membantu ibu kontak langsung dengan bayi selama 24 jam
agar menyusui dapat dilakukan tanpa jadwal.
c. Ibu nifas diberi kapsul vitamin A dalam waktu 2 minggu
setelah melahirkan.
3. Masa Menyusui (Postnatal)
Hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen laktasi setelah kelahiran:
a. Setelah bayi mendapatkan ASI pada minggu pertama
kelahiran,ibu harus menyusui bayi secara eksklusif selama
bulan pertama setelah bayi lahir dan saat itu bayi hanya di beri
ASI tanpa makanan tambahan.
b. Ibu mencari informasi yang tentang gisi makanan ketika masa
menyusui agar bayi tumbuh sehat.
c. Ibu harus cukup istirahat untuk menjaga kesehatannya dan
menenangkan pikiran serta menghindarkan diri dari kelelahan
yang berlebihan agar produksi ASI tidak terhambat.
d. Ibu selalu mengikuti petunjuk petugas kesehatan(merujuk
posyandu atau puskesmas). Bila ada masalah dalam proses
menyusui.
33
e. Ibu tetap memperhatikan gisi/makanan anak,terutama pada
bayi usia 4 bulan
2.1.7 Teknik Menyusui yang Benar
Ibu menyusui seharusnya mengetahui cara dan tekhnik menyusui
yang benar dengan memperhatikan akibat tidak menyusui dengan benar yaitu
puting susu lecet, ASI tidak keluar secara optimal sehingga mempengaruhi
produksi ASI, bayi tidak mau menyusu. Prinsip menyusui yang benar yaitu
memberi ASI dalam suasana yang santai bagi ibu dan bayi, untuk kondisi ibu
senyaman mungkin, saat minggu pertama (bayi perlu diberi ASI setiap 2,5–3
jam sekali), menjelang akhir minggu ke enam kebutuhan ASI bayi setiap 4 jam
sekali yang biasanya sampai umur antara 10-12 bulan. Pada usia ini sebagian
besar bayi tidur sepanjang malam sehingga tidak perlu lagi memberi makan di
malam hari (Suprayitno, Pratiwi, & Yasin, 2018).
Dalam Mardiyah (2018) teknik menyusui yang benar, yaitu :
1. Cuci tangan yang bersih
2. Bersihkan puting susu dengan kapas steril.
3. Keluarkan ASI sedikit oleskan pada puting susu dan areola untuk
menjaga kelembaban puting susu
4. Posisi ibu dengan duduk atau berbaring sesuai dengan kenyamanan ibu.
Bila duduk usahakan agar kaki ibu tidak menggantung dan punggung
bersandar pada kursi
5. Letakkan bayi menghadap pada ibu dengan satu tangan/siku menopang
kepala bayi dan telapak tangan satunya menahan bokong bayi.
6. Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu dan yang satu didepan.
34
7. Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap payudara.
8. Telinga dan tangan bayi terletak pada garis yang lurus
9. Ibu menatap bayi dengan penu kasih sayang
10. Payudara dipegang ibu jari ibu dan jari lainnya menopang payudara
bawah/membentuk seperti huruf C
11. Beri rangsangan bayi untuk membuka mulut dengan memegang pipi
bayi dan dan menyentuh sisi mulut bayi
12. Usahakan seluruh areolamasuk ke mulut bayi
13. Setelah bayi kenyang lepas puting ibu dengan cara jari kelingking
dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut mulut bayi kemudian dagu
ditekan kebawah
14. Setelah selesai menyusui keluarkan ASI ibu sedikit dan oleskan pada
puting dan areola seperti saat pertama mulai menyusui
15. Sendawakan bayi untuk mengeluarkan udara dengan cara gendong bayi
dengan tegak dan bersandar pada bahu ibu. Kemudian punggung bayi
tepuk dengan perlahan.
2.2 Konsep ASI (Air Susu Ibu)
2.2.1 Definisi ASI
ASI (Air Susu Ibu) adalah makanan utama yang dibutuhkan oleh bayi,
tidak ada makanan lain yang mampu menandingi kandungan dari gizi pada
ASI. ASI mengandung protein, lemak, gula kalsium dan juga terdapat zat-zat
yang disebut antibodi biasanya melindungi bayi dari serangan penyakit selama
ibu menyusui dan beberapa waktu kedepannya (Ramadani, 2017). Sedangkan
menurut Hanifah et al (2017) ASI merupakan gizi terbaik untuk bayi yang
35
mengandung vitamin, mineral dan nutrisi yang diperlukan oleh bayi untuk
pertumbuhan dan perkembangannya dalam enam bulan pertama setelah
kelahiran, selain mengandung gizi yang baik, juga mengandung enzim-enzim
untuk mencerna zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut (Royaningsih
& Wahyuningsih, 2018) ASI mudah dicerna oleh bayi, karena didalam ASI
terdapat enzim lipase yang membantu pencernaan lemak dan enzim ini tidak
terdapat pada susu formula atau susu hewan. Lemak yang ada pada ASI dapat
dicerna maksimal oleh tubuh bayi di banding lemak yang ada pada susu
formula, sehingga tinja bayi susu formula lebih banyak mengandung makanan
yang tidak dapat di cerna (Khasanah & Sulistyawati, 2018).
2.2.2 Jenis-jenis ASI
Dalam Yuliani (2018) ASI dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan waktu
produksinya yaitu:
1. Kolostrum, merupakan ASI yang keluar saat hari pertama setelah
melahirkan biasanya bertekstur kental dan berwarna kekuningan yang
bermanfaat untuk memberikan perlindungan pada bayi dari infeksi dan
memiliki efek laktasif (pencahar) yang dapat membantu bayi mengeluarkan
fesesnya.
2. Air susu masa peralihan (masa transisi) adalah ASI yang dihasilkan setelah
kolostrum, biasanya keluar kurang lebih selama dua minggu. Air susu masa
peralihan biasanya lebih banyak mengandung kalori dibanding kolostrum.
3. Air susu mature, keluar saat minggu ke tiga sampai minggu kelima
biasanya berwarna cenderung lebih putih, bertekstur kental dan
mengandung lemak yang diperlukan untuk menambah berat badan bayi.
36
2.2.3 Kandungan ASI
Beberapa komponen yang terkandung dalam ASI diantaranya :
1. Lemak
Lemak merupakan sumber kalori utama dalam ASI. Kadar lemak dalam
ASI berkisar antara 3,5-4,5%, kadar lemak yang tinggi dibutuhkan untuk
mendukung perkembangan otak yang cepat semasa bayi. Lemak pada
ASI mengandung komponen asam lemak esensial yaitu asam linoleat dan
asam alda linolenat yang akan diolah tubuh bayi menjadi AA dan DHA..
Arachidonic Acid (AA) dan Decosahexanoic Acid (DHA) adalah asam
lemak tak jenuh yang berfungsi untuk sumber energi, tetapi juga sangat
penting bagi perkembangan sel – sel otak yang dapat mempengaruhi
fungsi mental, penglihatan dan perkembangan psikomotorik bayi (Intani
et al., 2019).
2. Karbohidrat
Dalam karbohidrat terdapat laktosa yang merupakan komponen utama
ASI. Laktosa memenuhi 40-45% kebutuhan energi bayi, 100 ml ASI
mengandung 7 gram laktosa. Jenis karbohidrat yang ada dalam ASI
adalah oligosakarida yang memiliki fungsi penting melindungi bayi dari
infeksi. Kurangnyanya laktosa yang dihasilkan oleh ASI dapat timbulnya
resiko bayi mengalami diare (Ruliansyah et al., 2016).
3. Protein
Kandungan protein dalam ASI adalah 0,9 gram/100ml. ASI juga
mengandung asam amino yang sesuai untuk kebutuhan bayi. dalam ASI
terdiri dari casein (protein yang sulit dicerna) dan whey (protein yang
mudah dicerna). Terdapat juga dua asam amino dalam ASI yang tidak
37
ada dalam susu sapi yaitu sistin yang berfungsi untuk pertumbuhan
somatik dan taurin yang berfungsi untuk pertumbuhan otak.(Djama,
2018).
4. Air
ASI mengandung lebih dari 80% air dan mengandung semua air yang
dibutuhkan bayi baru lahir. Kekentalan ASI sesuai saluran cerna bayi,
sedangkan susu formula lebih kental dibandingkan ASI. Hal tersebut
yang dapat menyebabkan diare pada bayi yang mendapat susu formula
(Wijaya, 2019).
5. Vitamin
Secara umum ASI mengandung berbagai vitamin seperti vitamin K, E
dan D namun kadar vitamin D cukup rendah sehingga bayi juga
memerlukan paparan sinar matahari pagi. Vitamin K dibutuhkan sebagai
salah satu zat gizi yang berfungsi sebagai faktor pembekuan. Bayi yang
hanya mendapat ASI berisiko perdarahan, walaupun angka kejadiannya
kecil. Oleh karena itu, bayi baru lahir perlu diberi suntikan vitamin K
(Wijaya, 2019).
6. Mineral
Mineral dalam ASI mempunyai kualitas yang lebih baik dan lebih mudah
diserap dibandingkan mineral dalam susu sapi. Mineral utama dalam ASI
adalah kalsium yang mempunyai fungsi untuk pertumbuhan jaringan otot
dan rangka, transmisi jaringan saraf dan pembekuan darah (Wijaya,
2019).
2.2.4 Manfaat Pemberian ASI
a. Manfaat bagi ibu
38
- Mengurangi jumlah perdarahan yang keluar setelah melahirkan (hisapan
pada puting merangsang keluarnya oksitosin secara alami yang
membantu kontraksi rahim).
- Mengurangi kemungkinan terjadi kehamilan karena ibu yang menyusui
mengalami kemunduran masa haid yang disebabkan oleh kadar
prolactin yang tinggi menyebabkan menghambat ovulasi sehingga
menunda masa subur dan menjadi KB alami.
- Mengurangi kemungkinan terjadinya osteoporosis.
- Lebih ekonomis dan hemat karena tidak perlu membeli susu formula.
- Dapat memberikan kepuasan tersendiri karena dapat memenuhi
kebutuhan bayi.
- Mengurangi risiko terjadinya kanker payudara dan kanker ovarium
(Mardiyah, 2018)
b. Manfaat bagi bayi
- Dengan ASI dapat menurunkan angka kejadian alergi, terganggunya
pernapasan, diare dan obesitas pada anak.
- Bayi mendapatkan perlindungan dan kehangatan melalui kontak secara
langsung dengan ibu.
- ASI diberikan langsung dari payudara, ASI pasti lebih bersi dibanding
dengan susu botol (kalau kebersihan botol kurang terjaga) (Mardiyah,
2018).
- Bayi yang diberi ASI lebih berpotensi mendapatkan berat badan ideal.
- Dapat memenuhi nutrisi yang dibutuhkan bayi untuk tumbuh
kembang.
39
- ASI mengandung antibodi yang dapat mempertahankan daya tahan
tubuh dan mencegah infeksi (Wijaya, 2019).
2.2.5 Tipe-tipe Pemberian ASI
Suryamah ( 2019) menjelaskan terdapat beberapa cara pemberian ASI
kepada bayi yaitu :
1. Direct Breastfeeding
Direct Breastfeeding atau menyusui secara langsung adalah proses interaktif
antara ibu dan bayi dalam pemberian ASI secara langsung dari payudara
ibu ke bayi secara langsung tanpa ada perantara tertentu yang bermanfaat
untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi (Muyassaroh et al., 2020).
Menyusui berpengaruh terhadap kontak langsung ibu dan bayi. Ikatan
kasih sayang ibu dan bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti
sentuhan kulit (skin to skin contact). Sentuhan kulit tersebut dapat
membuat bayi akan merasa aman dan nyaman karena bayi merasakan
kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah
dikenal sejak bayi dalam rahim (Suryamah, 2019).
2. Indirect Breastfeeding
Indirect Breastfeeding adalah cara menyusui atau memberikan ASI secara
tidak langsung. Cara menyusui bayi dengan menggunakan pompa ASI
atau botol susu. Ibu bekerja biasanya berkemungkinan besar tidak dapat
memberikan ASI eksklusif pada bayinya karena kebanyakan ibu bekerja
waktu merawat bayinya lebih sedikit. Sebenarnya ibu bekerja masih dapat
memberikan ASI eksklusif pada bayinya dengan cara memompa atau
40
dengan memerah ASI, kemudian disimpan dan diberikan pada bayinya
nanti (Timporok, 2018).
3. Donor ASI
Terdapat beberapa keadaan di mana ibu tidak bisa menyusui bayinya
secara langsung, donor ASI ini merupakan alternatif untuk mendukung
pemberian ASI sebagai makanan terbaik bagi bayi. Donor ASI dapat
diartikan sebagai ASI yang didonasikan oleh seorang ibu untuk diberikan
pada bayi orang lain dan diberikan secara sukarela. Donor ASI dilakukan
sesuai permintaan ibu kandung atau keluarga bayi yang bersangkutan
dengan ibu donor ASI. Untuk memberikan donor ASI seorang pendonor
harus melalui beberapa tahap skrining atau penapisan. Skrining dilakukan
untuk menjamin agar bayi yang mendapat ASI donor tidak terpapar
penyakit yang mungkin diderita oleh ibu donor (Halim, 2019).
Dalam Ari & Daniella (2018) ibu yang ingin mendonorkan ASInya harus melalui
beberapa tahap penapisan, yaitu :
a. Penapisan I
- Memiliki bayi berusia kurang dari enam bulan.
- Sehat dan tidak mempunyai kontraindikasi menyusui
- Produksi ASI sudah memenuhi kebutuhan bayinya dan
memutuskan untuk mendonasikan ASI atas dasar produksi yang
berlebih.
- Tidak menerima transfusi darah atau transplantasi organ/jaringan
dalam 12 bulan terakhir.
41
- Tidak mengonsumsi obat, termasuk insulin, hormon tiroid, dan
produk yang bisa mempengaruhi bayi. Obat/suplemen herbal
harus dinilai kompatibilitasnya terhadap ASI.
- Tidak ada riwayat menderita penyakit menular, seperti hepatitis,
human immunodeficiency virus (HIV), atau human T-lymphotropic virus-2
(HTLV2)
- Tidak memiliki pasangan seksual yang berisiko terinfeksi penyakit,
seperti HIV, HTLV2, hepatitis B/C (termasuk penderita
hemofilia yang rutin menerima komponen darah), menggunakan
obat ilegal, perokok, atau minum beralkohol.
b. Penapisan II
- Harus menjalani skrining meliputi tes HIV, HTLV, sifilis,
hepatitis B, hepatitis C, dan cytomegalovirus (CMV) (bila akan
diberikan pada bayi prematur)
- Apabila ada keraguan, tes dapat dilakukan setiap tiga bulan.
- Setelah melalui tahapan penapisan, ASI harus diyakini bebas dari
virus atau bakteri dengan cara pasteurisasi atau pemanasan.
2.2.6 Hambatan dalam Pemberian ASI
Menurut Yusnita & Rustina (2020) terdapat beberapa faktor-faktor
yang dapat menghambat ibu dalam pemberian ASI Eksklusif yaitu :
1. Faktor Sosiodemografi
Berbagai karakterisitk demografi ibu yang berpengaruh ini antara lain
usia, tingkat pendidikan ibu dan ayah, paritas, tempat tinggal dan
status pekerjaan. Ibu yang harus kembali bekerja merupakan
hambatan yang paling banyak ditemui sehingga ibu tidak dapat
42
memberikan makanan yang sesuai pada bayi. Sedangkan ibu yang
menikah di usia muda cenderung memberikan makanan yang tidak
sesuai pada bayi, dalam beberapa penelitian menyebutkan ibu yang
berusia <25 tahun kurang baik dalam mempraktikkan pemberian ASI
eksklusif. Status ekonomi yang rendah sehingga membuat ibu harus
bekerja dan tidak memungkin untuk mempertahankan pemberian ASI
eksklusif.
2. Pengetahuan Tentang Menyusui
Ibu yang memiliki pengetahuan yang kurang baik dapat membuat
memberikan makanan yang tidak sesuai pada bayi, ibu tidak
mengetahui apa yang dimaksud dengan ASI eksklusif dan berapa lama
direkomendasikan untuk diberikan pada bayi. Seharusnya pemberian
pengetahuan menyusui sebaiknya sudah mulai pada saat kehamilan.
Karena itu perlu ditingkatkan strategi untuk memaksimalkan
pemberian edukasi menyusui yang dimulai pada saat kehamilan dan
berkelanjutan pada masa berikutnya.
3. Faktor Tentang Kecukupan Suplai ASI
Hampir sebagian besar studi mengatakan bahwa alasan ibu berhenti
menyusui adalah persepsi bahwa suplai ASI tidak mencukupi
kebutuhan bayi. Produksi ASI yang dianggap tidak cukup untuk
persediaan bayi di rumah menjadi alasan utama, sehingga ibu tidak
punya pilihan selain menambahkan makanan lainnya seperti susu
formula. Pemberian edukasi dan dukungan dari keluarga atau tenaga
kesehatan setelah melahirkan perlu dilakukan kepada ibu menyusui
agar mereka mendapatkan dukungan dan informasi yang benar.
43
4. Dukungan Tempat Bekerja
Ibu bekerja berisiko 3 kali lipat untuk berhenti menyusui lebih awal
dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Dukungan yang tidak memadai
di tempat bekerja merupakan tantangan utama bagi ibu bekerja untuk
melanjutkan pemberian ASI eksklusif. Seperti kurangnya fasilitas dan
waktu untuk memompa ASI, sehingga ibu tidak memiliki cukup
waktu untuk memompa dan dilakukan tidak di tempat khusus seperti
di ruang kerja, toilet atau mobil.
5. Faktor Sosial dan Budaya
Praktik budaya tertentu sering menjadi hambatan bagi ibu dalam
memberikan makanan yang sesuai bagi bayi. Budaya juga masih
berpengaruh pada pemberian ASI di Indonesia. Ibu yang memiliki
pengetahuan yang baik tidak menjamin akan melakukan perilaku yang
sesuai, hal ini disebabkan karena pengaruh sosial, budaya, nilai-nilai
atau kepercayaan dalam masyarakat. Praktik pemberian makanan bayi
masih dipengaruhi oleh mitos dan kesalahpahaman bahwa suplai ASI
kurang dan ASI eksklusif tidak mengandung nutrisi yang cukup
sehingga memerlukan makanan tambahan. Pengaruh lingkungan
seperti dukungan suami, teman sebaya, ibu dan mertua memengaruhi
ibu dalam membuat keputusan dalam menyusui.
2.3 Faktor yang mempengaruhi ibu menyusui
2.3.1 Faktor Ibu
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi niat ibu untuk
menyusui seperti keterampilan dan pengetahuan ibu tentang menyusui, status
44
budaya, sosial ekonomi, self-efficacy, sistem pendukung, keterampilan tenaga
kesehatan dan faktor psikologis seperti keyakinan ibu dan keluarga setelah
melahirkan (Rafizadeh et al., 2019). Terdapat dua faktor yang mepengaruhi,
yaitu:
a. Faktor predisposisi
1) Umur
Umur mempengaruhi keberhasilan menyusui, usia 20-35 tahun
merupakan rentang usia yang baik untuk berproduksi dan pada usia
tersebut ibu memiliki kemampuan laktasi yang lebih baik dibandingkan
ibu yang berumur kurang dari 20 atau lebih dari 35 tahun. Pada
penelitian (Rinata et al., 2016) dijelaskan ibu dengan rentang umur 21-25
tahun lebih besar dari pada usia kurang 20 ataupun lebih dari 35 tahun.
2) Pekerjaaan
Pada saat ini ibu tidak hanya melakukan pekerjaan rumah tapi juga
bekerja. Ibu-ibu yang bekerja, upaya pemberian ASI seringkali terganggu
karena seperti cuti hamil dan melahirkan yang singkat. Dengan tidak
memperoleh ASI karena ibu bekerja mereka lebih memilih memberikan
susu formula kepada anaknya untuk mencukupi kebutuhan bayi. Inilah
salah satu faktor yang dapat menyebabkan terganggunya proses menyesui
(Bahriyah et al., 2017).
3) Pengetahuan
Ibu yang berpengetahuan rendah beresiko tinggi terjadi masalah
kesehatan pada bayinya dibandingkan ibu yang memiliki pengetahuan
tinggi. Pengetahuan ibu tentang dan cara pemberian ASI yang benar
dapat menunjang keberhasilan ibu dalam menyusui (D. A. Lestari, 2015).
45
Menurut penelitian (Maimunah & Sitorus, 2020) pengetahuan
mempengaruhi keberhasilan menyusui, hal itu disebabkan karena ibu
yang berpengetahuan baik tentang konsumsi nutrisi cenderung produksi
ASInya lancar dibandingkan dengan ibu yang berpengetahuan kurang.
b. Faktor presipitasi
1) Dukungan keluarga atau suami
Dukungan keluarga adalah suatu proses hubungan antara keluarga
yang bersifat selalu mendukng dan siap memberikan bantuan jika
dibutuhkan. Peran suami dan keluarga perlu dilibatkan karena
bermanfaat pada konsisi emosi ibu sehingga akan mempengaruhi
produksi ASI. Ibu yang kurang mendapatkan dukungan menyusui
dari keluarga akan menurunkan pemberian ASI (Andriani, 2017).
Dalam penelitian (Yuseva et al., 2017) ibu yang mendapatkan
dukungan emosional memiliki skor lebih tinggi dengan nilai
signifikansi 0,026 sehingga dapat disimpulkan bahwa dukungan
emosional memiliki pengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif.
Dukungan emosional yang dimaksud diantaranya motivasi dalam
melakukan perah ASI, memberikan dorongan untuk tetap menyusui
walaupun ASI sedikit ketika pertama keluar, dorongan untuk tidak
memberikan makanan dan minuman selain ASI, memberikan suasana
tenang dan menemani ketika menyusui.
2) Dukungan tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan bisa memberikan dukungan emosional dan
informasi terpadu mengenai breast care dan bimbingan pemberian
ASI kepada bayi. Dukungan yang baik dari tenaga kesehatan dapat
46
meningkatkan keinginan ibu untuk melakukan pemberian ASI
Ekslusif (Nabavi, 2019). Hal ini ditunjukan dalam penelitian Nabavi
(2019) dimana orang yang mendapat dukungan dari tenaga kesehatan
cendrung mau menyusui secara ekslusif.
3) Faktor psikologis
Bagi seorang ibu, menyusui merupakan proses yang tidak mudah
karena ini masa yang paling sensitif baik dalam kehidupan ibu secara
fisik atau psikologis. Seorang bayi yang baru lahir akan mengubah
kehidupan ibu secara fisik, emosional dan psikologis. Gangguan
proses pemberian ASI juga dipengaruhi oleh suasana hati ibu yang
rileks dan santai, apabila suasana hati ibu tidak rileks akan
menyebabkan ASI sulit untuk keluar dan juga nutrisi ibu saat
menyusui juga harus terpenuhi (Maryatun et al., 2019). Saat menyusui
ibu dipengaruhi oleh 2 hormon, yaitu hormon prolaktin dan
oksitosin. Hormonprolaktin adalah hormon yang berperan dalam
produksi ASI, karenanya produksi ASI akan terganggu jika ibu
menyusui mengalami kegelisahan dan ketidaknyamanan secara
psikologis. Ibu yang psikologisnya terganggu sangat berpengaruh
terhadap kelancaran produksi ASInya.
Dalam Metti (2019) factor yang mempengaruhi proses laktasi berasal dari ibu
dan teknik menyusui. Teknik menyusui yang tidak benar, dapat menyebabkan putting
lecet dan menjadikan ibu enggan menyusui dan bayi tidak mau menyusu. Bila bayi
enggan menyusu akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh
pada rangsangan produksi ASI (Rusyantia, 2017). Pada dasarnya bentuk putting susu
normal adalah putting secara tampak menonjol melebihi permukaan areola.
47
Terkadang payudara wanita mengalami pembengkakan akibat pengaruh hormonal
dan ASI yang tidak di kosongkoan termasuk putting cenderung lecet. Selain itu di
sekitar warna puting akan lebih gelap. Karena adanya perubahan tersebut, payudara
menjadi mudah teriritasi bahkan mudah luka oleh karena itu perlu dilakukan
perawatan payudara (Zainiyah, 2019). Dari penelitian (Rusyantia, 2017) juga
menyatakan ibu yang mengetahui teknik menyusui dengan benar dapat
mempengaruhi keberhasilan menyusui karena dengan memberitahukan teknik
menyusui yang benar, ibu dapat mengetahui pelekatan, posisi yang baik dan benar
sehingga dapat meminimalisir terjadinya masalah-masalah yang dihadapi selama
menyusui.
2.3.2 Faktor Bayi
1. Umur Bayi
Umur bayi mempengaruhi dalam pemberian ASI eksklusif karena
bayi yang mendapatkan ASI sampai berusia 6 bulan akan lebih cepat
berkembang dibandingkan dengan anak yang tidak diberikan ASI
karena ASI mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh anak
agar anak dapat berkembang secara optimal. Pemberian ASI berperan
penting terhadap perkembangan anak sesuai dengan tahapan usianya,
jika pemberian ASI pada anak kurang maka perkembangan anak
cenderung akan menyimpang (Trisna, 2019).
2. Jenis Persalinan
a. Persalinan Normal
Pada ibu yang melahirkan secara normal akan lebih cepat
melakukan mobilisasi dini post partum karena ibu sudah
diperbolehkan bangun dari tempat tidur sebelum 48 jam dan
48
dianjurkan agar secepat mungkin berjalan. Mobilisasi yang dini
setelah melahirkan akan memungkinkan ibu dapat segera
merawat sendiri bayinya termasuk dalam hal menyusui. Bayi
dapat sedini mungkin mendapatkan ASI dari ibunya dan
menghindarkan bayi dari pemberian asupan makanan
prelakteal yang akan menggagalkan pemberian ASI eksklusif
(Aswita, 2018)
b. Persalinan Caesar
Banyak ibu setelah melakukan operasi caesar yang tidak
menyusui bayinya dikarenakan beberapa faktor antara lain
proses persalinan caesar, komplikasi saat persalinan, proses
penjahitan setelah persalinan, bayi membutuhkan penanganan
khusus, serta adapula bayi yang diletakkan di dada ibu sesaat
setelah melahirkan namun dengan waktu kurang dari 1 jam.
Faktor seperti pemisahan ibu dan bayi serta ketidak nyamanan
karena nyeri setelah operasi sehingga membutuhkan waktu
lebih lama untuk memulihkan diri sebelum mampu untuk
menyusui bayinya. Ketidak nyamanan dan nyeri merupakan
kondisi psikis setelah persalinan. Produksi ASI sangat
dipengaruhi oleh kondisi psikis tersebut sehingga ibu akhirnya
tidak berhasil menyusui dengan baik (Apriliani et al, 2020).
3. Bayi Prematur
Faktor dari bayi sendiri adalah anak yang lahir sebelum waktunya
yakni prematur atau lahir dengan berat badan yang sangat rendah,
anak sakit dan berbagai penyakit macam cacat bibir. Bayi yang lahir
49
dengan berat lahir 2000 gram atau lebih dengan pemberian ASI saja
maka pertumbuhan bayi akan tetap subur tetapi jika berat lahir kurang
dari 2000 gram diperkirakan bayi mengalami percepatan dalam
pertumbuhan sehingga pemberian ASI saja tidak mencukupi
kebutuhan nutrient untuk pertumbuhan normal. Bayi yang lahir
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) biasanya terlalu lemah untuk
menghisap ASI dari payudara sehingga tidak mencapai keberhasilan
dalam memenuhi nutrient sampai bayi mencapai usia matur
(Damayanti et al., 2020).
2.3.3 Faktor Eksternal
Pada faktor eksternal tersebut contohnya seperti tempat tinggal ibu
yang dapat mempengaruhi ibu menyusui eksklusif. Karakteristik tempat
tinggal di mana anggota rumah tangga tinggal merupakan faktor penting yang
menentukan status kesehatan anggota rumah tangga, utamanya anggota
rumah tangga yang rentan seperti anak-anak dan orang lanjut umur dimana
hal tersebut dapat mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian ASI ekslusif.
Di perkotaan kesibukan sosial serta kenaikan tingkat partisipasi angkatan
kerja wanita menjadi salah satu faktor lebih rendahnya pemberian asi.
Sedangkan ibu di pedesaan memiliki durasi menyusui lebih lama daripada ibu
di perkotaan. Hal ini dikarenakan pekerjaan ibu yang tinggal di pedesaan
merupakan pekerjaan yang jam kerjanya tidak formal, sehingga ibu bisa lebih
leluasa untuk menyusui bayinya (Purnamawati, 2003). Memberikan ASI
eksklusif pada bayinya serta dengan lingkungan tempat tinggal ibu yang
sebagian besar memberikan ASI eksklusif maka ibu akan terdorong untuk
ikut memberikan ASI eksklusif karena lingkungan dapat memberikan
50
pengaruh yang postif serta negatif pada ibu dalam berperilaku sehingga tidak
jarang ibu mengikuti apa yang ada disekitar lingkunga tempat tinggal (Harseni
& Kebidanan, 2017)