13
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Deskripsi Teoretik
2.1.1 Modul
Modul adalah materi pelajaran yang disusun dan
disajikan secara tertulis, sehingga pembaca dapat
menggunakannya secara mandiri (Daryanto, 2013).
Menurut Dikmenjur (2004) Penyusunan modul
memiliki tujuan sebagai berikut: (a) Memperjelas dan
mempermudah penyajian pesan pembelajaran; (b)
Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera,
baik peserta pelatihan maupun instruktur; (c) Dapat
digunakan secara tepat dan bervariasi; (d) Dapat
digunakan untuk meningkatkan motivasi dan gairah
belajar peserta pelatihan; (e) Dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan peserta pelatihan dalam
interaksinya dengan lingkungan; (f) Dapat digunakan
untuk belajar mandiri sesuai kemampuan dan minat
peserta pelatihan; (g) Dapat digunakan untuk
mengukur dan mengevaluasi hasil belajar mereka
sendiri. Dari beberapa tujuan penyusunan modul
tersebut, diharapkan modul dapat menjadi media yang
tepat dalam pelatihan, sehingga kebutuhan pembelajar
dapat terpenuhi sesuai minat dan kemampuan.
Penyusunan modul bertujuan agar dapat
mengembangkan kemampuan peserta pelatihan.
14
Menurut Daryanto (2013), modul memiliki
beberapa karakteristik antara lain: a) Self instruction:
yaitu peserta dimungkinkan dapat belajar secara
mandiri melalui modul; b) Self contained: apabila
seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan tertuang
dalam modul tersebut; c) Stand alone: modul tidak
tergantung dengan media lain, atau tidak digunakan
bersama-sama dengan media lain; d) Adaptif: modul
memiliki penyesuaian yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; e) User
friendly: modul dirancang untuk dapat membantu
pengguna, sehingga pengguna dapat merespon dan
mengakses sesuai dengan keinginan dalam
kemudahan. Karakter-karakter modul inilah yang
nantinya menjadi perhatian penulis dalam menyusun
modul sehingga dapat menghasilkan modul yang
mampu meningkatkan motivasi dalam pelatihan.
Sebuah modul setidaknya berisi tiga hal utama,
Pendahuluan, Isi dari modul, dan Penutup. Langkah
awal yang perlu dilakukan dalam mengembangkan
sebuah modul adalah membuat rancangan modul.
Rancangan ini berfungsi sebagai petunjuk yang
menjadi dasar dalam memulai pembuatan modul.
2.1.1.1 Prosedur Pengembangan Modul
Dalam bukunya, Daryanto (2013) mengatakan
bahwa modul disusun dalam satu kerangka yang utuh
15
dan sistematis, dimana modul harus berdasarkan
prinsip-prinsip pengambangan suatu modul antara
lain; analisis kebutuhan, pengembangan modul, desain
modul, implementasi, penilaian, evaluasi dan validasi,
serta jaminan kualitas. Selain prinsip, ada tahapan
yang harus dilalui dalam penyusunan modul, yaitu
menetapkan strategi pembelajaran dan media,
memproduksi modul, dan juga mengembangkan
peringkat penilaian. Dalam penelitian ini, modul akan
dikemas menggunakan sistematika seperti yang
diungkapkan menurut Daryanto (2013). Kerangka
modul tersebut disusun sebagai berikut:
Kata Pengantar
Berisi tentang fungsi modul dalam proses
pembelajaran.
Daftar Isi
Berisi tentang outline modul dan dilengkapi
dengan nomor halaman.
Peta Kompetensi
Berisi diagram pencapaian kompetensi bagi
pengguna modul.
Glosarium
Berisi tentang arti dari setiap istilah, kata-kata
sulit maupun kata-kata asing, dan disusun menurut
abjad.
I. PENDAHULUAN
A. Standar Kompetensi
16
Berisi tentang kompetensi dasar yang akan
digunakan sebagai standard dalam keseluruhan
pembelajaran.
B. Deskripsi
Berisi penjelasan singkat tentang nama dan
ruang lingkup isi modul. Hasil belajar yang akan
dicapai setelah menyelesaikan pembelajaran
menggunakan modul serta manfaat kompetensi
dalam pembelajaran juga dipaparkan dalam
deskripsi singkat ini.
C. Petunjuk Penggunaan Modul
Memuat panduan tata cara menggunakan
modul, yaitu:
a. Langkah-langkah yang harus dilakukan
untuk mempelajari modul secara benar
b. Perlengkapan, seperti sarana dan
prasarana, serta fasilitas yang harus
dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan
pembelajaran modul.
D. Tujuan Akhir
Pernyataan tujuan akhir yang hendak dicapai
peserta setelah menyelesaikan pembelajaran
suatu modul. Tujuan akhir ini harus memuat:
1. Kinerja yang diharapkan
2. Kriteria keberhasilan
17
II. PEMBELAJARAN
A. Pembelajaran 1:
1. Tujuan
Berisi tentang kemampuan yang harus
dikuasai pengguna modul untuk satu
kesatuan kegiatan pembelajaran modul.
2. Uraian Materi
Berisi tentang uraian pengetahuan/ konsep/
prinsip tentang Pembelajaran 1.
3. Tugas
Berisi instruksi tugas yang bertujuan
untuk penguatan pemahaman terhadap
pengetahuan/ konsep/ prinsip tentang
Pembelajaran 1. Bentuk tugasnya berupa
latihan-latihan.
4. Evaluasi
Berisi tugas-tugas yang dapat
dipraktekkan sebagai bahan evaluasi, untuk
mengetahui sejauh mana penguasaan
pembelajaran yang telah dicapai. Hal ini akan
digunakan sebagai dasar untuk melanjutkan
kegiatan pembelajaran berikutnya.
B. Pembelajaran 2 - pembelajaran n
18
III. EVALUASI
Teknik dan metode evaluasi serta tugas-tugas
yang diberikan harus disesuaikan dengan indikator
keberhasilan yang diacu.
Daftar Pustaka
Berisi daftar referensi yang digunakan sebagai
acuan dalam penyusunan modul.
Berdasarkan analisis kebutuhan guru di SD
Negeri Kroyo 1 Kecamatan Karangmalang Kabupaten
Sragen, maka dalam penyusunan modul ini, penulis
akan memasukkan dua jenis materi pembelajaran,
yaitu pengenalan aplikasi Microsoft Power Point dan
pemanfaatan internet.
2.1.1.2 Pemanfaatan Internet
Menurut Budi Sutedjo Dharma Oetomo, Ester
Wibowo (2007:117) yang dikutip oleh Rivai & Sukadi
(2013), Internet merupakan sekumpulan jaringan yang
terhubung satu dengan lainya, dimana jaringan
menjadikan sambungan menuju global informasi.
Darmawan (2012:267) mengatakan bahwa Internet
merupakan jaringan komunikasi secara elektronik yang
mampu membawa informasi dari satu tempat ke
tempat yang lain melalui perantara relay satelit yang
mampu mengitari dunia. Jika dilihat dari manfaatnya,
internet memiliki kemampuan mengirim dan menerima
19
informasi dengan sangat cepat, bahkan mampu
mengelilingi dunia dalam waktu yang singkat. Dengan
internet, siapapun dapat mengakses informasi untuk
setiap jenis kebutuhan, karena internet menawarkan
kecepatan dan kemudahan tanpa dibatasi oleh ruang
dan waktu, yang memungkinkan untuk mengakses
informasi kapanpun dan dimanapun. Maka dengan
adanya internet ini diharapkan dapat membantu dalam
pencarian informasi yang dibutuhkan oleh tenaga
pendidik di SD Negeri Kroyo 1 Kecamatan
Karangmalang Kabupaten Sragen.
2.1.1.3 Presentasi Power Point
Menurut Sanaky (2009:127), Microsoft Power
Point adalah program aplikasi presentasi yang berada
dibawah naungan Microsoft Office, yang dapat
menampilkan pesan ke layar dengan bantuan LCD
Proyektor. Sedangkan Power Point menurut Nurseto
(2011) adalah salah satu perangkat lunak (software)
yang dirancang khusus untuk mampu menampilkan
presentasi dengan menarik, mudah dalam pembuatan
maupun penggunaan dan memiliki harga yang murah
dan dapat dijangkau, karena hanya membutuhkan alat
untuk menyimpan data yang biasa disebut data
storage. Dengan adanya sarana dan prasarana yang
mendukung penggunaan Power Point seperti komputer,
laptop, dan LCD Proyektor, maka diharapkan
20
penggunaan media presentasi Power Point ini dapat
membantu merancang pembelajaran dan menampilkan
dalam bentuk presentasi dihadapan peserta didik
dengan lebih menarik.
Menurut Jonnes (2003), ada beberapa alasan
menggunakan Power Point diantaranya adalah: (1)
penggunaan Power Point yang tepat dapat
meningkatkan pengalaman belajar mengajar baik bagi
tenaga pendidik maupun peserta didik; (2)
menggunakan Power Point dapat menjadi gaya
mengajar tenaga pendidik yang pada akhirnya dapat
memberi stimulus bagi peserta didik untuk belajar
menggunakan media audiovisual; dan (3) materi
pembelajaran dari Power Point berupa format file,
sehingga materi dapat didistribusikan dan dimodifikasi
dengan mudah. Dari beberapa manfaat penggunaan
Power Point, dapat disimpulkan bahwa Power Point
memberikan banyak keuntungan bagi guru dan siswa,
yaitu dapat meningkatkan pengalaman belajar
mengajar. Bagi guru yang kreatif, penggunaan Power
Point dalam penyampaian materi pembelajaran menjadi
gaya yang khas dalam proses pengajaran, sehingga hal
ini dapat menjadi daya tarik yang dapat menangkap
perhatian siswa dalam proses belajar mengajar. Bagi
guru, penggunaan media presentasi Power Point dalam
penyampaian materi pembelajaran memberikan
kemudahan dalam penyusunan materi, sehingga dapat
21
dengan mudah dilakukan modifikasi maupun
pemindahan file karena materi pembelajaran disimpan
dalam bentuk file.
Sebaliknya, penggunaan Power Point juga
memiliki beberapa kelemahan seperti yang
diungkapkan oleh (Alfian, 2010:6) yaitu: (1) jika
presentasi terdiri dari banyak animasi, grafik, dan
suara-suara yang terlalu banyak dapat mengalihkan
perhatian siswa terhadap materi pembelajaran; (2)
dibutuhkan waktu yang relatif lama dalam
pembuatannya untuk mendapatkan slide presentasi
yang menarik; (3) jika tidak pandai dalam
mengkombinasikan warna, akan mengganggu
penglihatan; (4) pengguna Power Point yang tidak
kreatif, ditakutkan hanya akan membacakan isi slide
saja tanpa menjelaskan isi pembelajaran; dan (5)
penggunaan Power Point dan perangkat penyajiannya
sangat tergantung pada aliran listrik. Jika terjadi
pemadaman aliran listrik, maka penggunaan Power
Point tidak dapat dilaksanakan pada saat itu juga.
Jika melihat dari kelemahan penggunaan Power
Point, beberapa hal tersebut dapat dicarikan solusi,
sehingga dapat meminimalisir kelemahan Power Point.
Apabila membuat materi presentasi, sebisa mungkin
diperhatikan keseimbangan antara design dengan
kebutuhan. Apabila akan menambahkan materi dalam
bentuk audio visual, pastikan komposisinya seimbang.
22
Suara yang dihasilkan disarankan tidak terlalu keras,
sehingga dapat mengganggu pendengaran saat proses
belajar mengajar. hal ini dapat menyebabkan materi
pembelajaran tidak dapat tersampaikan dengan baik.
Apabila hendak menyisipkan gambar, hendaknya
dipilih gambar yang warnanya tidak terlalu mencolok,
sehingga cahaya yang dipancarkan oleh LCD Proyektor
tidak mengganggu pandangan. Pada dasarnya
pembuatan materi dengan menggunakan Power Point
membutuhkan waktu yang relatif lama, terutama jika
pengguna belum terbiasa. Hal ini akan berangsur
menghilang jika pengguna berlatih terus menerus
sehingga menjadi terbiasa. Hal ini akan
mengakibatkan menjadi mudahnya penggunaan Power
Point.
Dalam membuat materi pembelajaran
menggunakan Power Point, hendaknya membuat
dengan sekreatif mungkin, sehingga siswa dapat
menikmati proses belajar dan yang terpenting adalah
materi dapat tersampaikan dengan baik. Yang perlu
diperhatikan adalah, materi yang dibuat hanya terdiri
dari poin-poin atau kata kunci. Jadi diharapkan guru
mampu menjelaskan isi poin-poin tersebut. Apabila
menyisipkan materi yang terlalu banyak hanya akan
membuat guru show and tell (memperlihatkan dan
menyampaikan) semua isi slide tanpa menjelaskan isi
materi. Ketergantungan Power Poiint terhadap arus
23
listrik juga menjadi kelemahan yang utama. Apabila
terjadi pemadaman listrik, materi pembelajaran
menggunakan Power Point hanya akan sia-sia saja.
Akan tetapi, jika sekolah memiliki mesin Generator
akan lebih baik lagi, karena adanya pemadaman listrik
tidak akan menjadi hambatan dalam proses belajar
mengajar. sebaliknya, jika sekolah tidak memiliki
mesin Generator, maka hal ini adalah kelemahan Power
Point yang paling utama, dan guru pun tidak dapat
berbuat apa-apa selain kembali melakukan metode
pengajaran konvensional.
2.1.2 Training
Training (pelatihan) adalah tindakan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kecakapan sumber
daya dalam suatu organisasi untuk melaksanakan
suatu pekerjaan tertentu (Flipo, 1961) dalam Sujoko
(2012). Widodo (2015:80) mengutip Instruksi Presiden
No. 15 tahun 1974 yang merumuskan pengertian
pelatihan sebagai bagian dari pendidikan yang
berhubungan dengan proses belajar untuk
meningkatkan ketrampilan dalam waktu yang singkat,
dengan mengedepankan praktek daripada teori. Hal
senada dengan Instruksi Presiden diungkapkan oleh
Andrew E. Sikula dan dikutip oleh Murtoyo (2000:63),
bahwa pelatihan merupakan proses pendidikan yang
mempunyai tujuan untuk memperbaiki ketrampilan
24
dan pengetahuan secara teknis yang diadakan dalam
waktu yang relatif singkat. Hal ini biasanya dilakukan
untuk menghadapi suatu pekerjaan tertentu pada saat
itu.
Sikula mengatakan bahwa pelatihan merupakan
proses pendidikan dalam jangka pendek yang
memanfaatkan prosedur yang sistematis dan
terorganisir (Sedarmayanti, 2016). Dari beberapa teori
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pelatiha atau
Training merupakan suatu proses pendidikan atau
latihan yang dilaksanakan dalam waktu yang relatif
singkat, yang diselenggarakan untuk meningkatkan
ketrampilan.
Menurut SK Menpan No. 01/Kep/M.Pan/2001,
di lingkungan PNS, pelatihan lebih menekankan pada
praktek daripada teori yang dilakukan dengan
menggunakan pendekatan pelatihan untuk orang
dewasa dan bertujuan untuk meningkatkan dalam satu
atau beberapa jenis keterampilan tertentu. Nawawi
(1983:113) mengatakan bahwa Training adalah suatu
usaha yang dilakukan oleh guru untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan
tugasnya sehingga dapat meningkatkan
produktivitasnya. Menurut Simamora (2004:348 – 350)
manfaat pelatihan antara lain :
1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas
produktivitas.
25
2. Menciptakan sikap, loyalitas dan kerjasama yang
lebih menguntungkan.
3. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan perencanaan
sumber daya manusia.
4. Membantu karyawan dalam peningkatan dan
pengembangan pribadi mereka.
Dari beberapa manfaat yang diutarakan oleh Simamora
(2004:348-350) dapat ditarik kesimpulan bahwa
pelatihan dapat meningkatkan kinerja karyawan
sehingga produktivitas dan kerjasama antar karyawan
akan lebih menguntungkan.
Menurut Danim (2010), ada beberapa strategi
yang dapat dilaksanakan dalam pendidikan dan
pelatihan, yaitu: In-house training, program magang,
kemitraaan sekolah, belajar jarak jauh, pelatihan
berjenjang dan pelatihan khusus, kursus singkat di
perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya,
pembinaan internal oleh sekolah, dan pendidikan
lanjut.
Dari beberapa strategi yang ada, penulis berfokus
hanya pada In-House Training (IHT) sebagai strategi
untuk meningkatkan kompetensi guru. Menurut
Danim (2010), In-House Training adalah pelatihan yang
dilaksanakan secara internal, dapat dilaksanakan di
lingkungan sekolah maupun di tempat lain yang
ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan.
Strategi pelatihan melalui In-House Training ini
26
dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa untuk
meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru
tidak harus dilakukan dalam lingkungan eksternal
saja, tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki
kompetensi yang belum dimiliki oleh guru yang lain.
Dengan begitu, strategi In-House Training diharapkan
dapat lebih menghemat waktu dan biaya.
IHT dipilih karena menurut Danim (2010) dalam
meningkatkan kompetensi dan karir guru tidak harus
dilakukan secara eksternal, tetapi dapat dilakukan
dalam lingkungan internal. IHT dapat dilakukan di
rumah sendiri, dalam hal ini IHT dilakukan di sekolah
sehingga pelatihan menjadi lebih efektif dan efisien.
Pelatihan melalui IHT ini dapat dipimpin oleh sesama
guru yang memiliki keterampilan tertentu yang belum
dimiliki oleh guru lain. Dengan demikian, In-House
Training ini tidak membutuhkan biaya yang banyak.
Pemilihan waktunya juga dapat menyesuaikan dengan
kondisi yang ada.
2.1.3 Kompetensi ICT
Kompetensi adalah “behaviours that individuals
demonstrate when undertaking job-relevant tasks
effectively within a given organizational context”, yang
artinya kompetensi merupakan perilaku yang
dibuktikan oleh individu ketika mendapatkan tugas
yang berhubungan dengan pekerjaan dalam konteks
27
organisasi tertentu (Whiddett & Hollyforde, 2003) dalam
Sopiatin (2010:57). Sebagai pendidik yang professional,
guru tentunya wajib menguasai empat kompetensi
yang diperolehnya melalui pendidikan profesi, yaitu
kompetensi pedagogik, kepribadian, social, dan
professional, seperti yang tertera dalam UU RI No. 4
Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dan juga
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun
2007 mengenai Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi guru, untuk lebih lengkapnya, dapat
dilihat pada lampiran 1. Dalam UU RI No. 4 tahun
2005, pasal 10 ayat 1 mengatakan bahwa ke-empat
kompetensi tersebut adalah: Kompetensi Pedagogik,
Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial,
Kompetensi Profesional.
Dalam tugasnya sebagai pendidik, guru
diharapkan mampu mengelola pembelajaran, tidak
hanya sekedar memindahkan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya kepada murid, tetapi juga harus menguasai
secara teoritis dan proses aplikasinya dalam
pembelajaran. Diantara keempat kompetensi tersebut,
kompetensi yang erat hubungannya dengan
pengelolaan pembelajaran adalah kompetensi
pedagogik.
Dalam kompetensi pedagogik, kompetensi
tersebut berhubungan dengan: (1) menguasai
karakteristik peserta didik, (2) menguasai teori dan
28
prinsip-prinsip pembelajaran, (3) mengembangkan
kurikulum dan merancang pembelajaran, (4)
menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik,
memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) atau Information and Communication Technology
(ICT) untuk kepentingan pembelajaran, (5)
memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik, (6)
berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun
dengan peserta didik, (7) menyelenggarakan evaluasi
dan penilaian proses dan hasil belajar, (8)
memanfaatkan hasil evaluasi dan penilaian untuk
kepentingan pembelajaran, (9) melakukan tindakan
reflektif untuk untuk peningkatan kualitas
pembelajaran (Irwantoro & Suryana, 2016: -4).
Kompetensi pedagogik dinilai sangat penting bagi
guru, karena berhubungan dengan pengelolaan
pembelajaran. Irwantoro & Suryana (2016:292)
menyebutkan beberapa alasan mengapa masih banyak
guru belum sepenuhnya memanfaatkan internet dan
multimedia , yaitu (a) banyak guru yang berusia lanjut
dan menghadapi kesulitan dalam belajar internet dan
multimedia, (b) rendahnya motivasi guru untuk belajar
mengoperasikan internet dan multimedia, (c) belum
adanya instruksi yang kuat untuk mewajibkan guru
untuk memiliki kompetensi ICT bagi pelaksanaan
pembelajaran, (d) minimnya sarana jaringan internet
dan multimedia, serta (e) belum adanya pelaksanaan
29
program pelatihan dan pengembangan yang
berkelanjutan untuk menguasai kompetensi ICT
berbantuan internet bagi kepentingan proses
pembelajaran.
Di era global ini, dalam dunia pendidikan,
internet dan multimedia seperti sesuatu yang tidak
boleh ditawar lagi penggunaannya, apalagi mulai
diterapkan kembali kurikulum 2013. Hal itu akan
sangat diperlukan untuk mendukung pembelajaran,
dimana materi yang diperoleh tidak hanya dari textbook
yang tersedia. Penggunaan ICT diharapkan mampu
mendukung proses pembelajaran, sehingga
pelaksanaan kurikulum 2013 di SD Negeri Kroyo 1
Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen dapat
berjalan sesuai harapan. Pembelajaran dalam
kurikulum 2013 tanpa menggunakan ICT sebenarnya
dapat ditoleransi, tetapi untuk jangka waktu yang
lama, ditakutkan akan berdampak pada proses belajar
mengajar yang semakin melambat. Hal ini terjadi
karena kemajuan teknologi yang begitu cepat tetapi
tidak diimbangi dengan kompetensi guru yang masih
rendah.
2.2 Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Sujoko (2012:36)
dalam jurnalnya yang berjudul “Peningkatan
Kemampuan Guru Mata Pelajaran melalui In-House
30
Training” menyebutkan bahwa meningkatkan
kemampuan guru mata pelajaran berhasil dilakukan
dengan cara pemberian In-House Training kepada guru
di SMPK BPK Penabur Cimahi dan mendapatkan hasil
yang signifikan. Pada siklus tahap pertama, diperoleh
hasil 50% guru mempunyai kemampuan sama dengan
kategori baik. Setelah dilakukan siklus tahap kedua,
kemampuan guru setelah melakukan IHT meningkat
menjadi 80%. Melihat temuan yang dihasilkan dapat
disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam
mengimplementasikan RPP bermuatan PBKB di SMPK
BPK PENABUR Cimahi meningkat secara signifikan.
Selain itu, Turere (2013) mendapatkan temuan
bahwa Pendidikan dan pelatihan mempunyai pengaruh
terhadap peningkatan kinerja karyawan. Pendidikan
dan pelatihan secara bersama berpengaruh terhadap
kinerja karyawan. Hal ini banyak memberikan
sumbangan yang cukup besar terhadap naik-turunnya
kinerja karyawan, meskipun masih banyak diakibatkan
oleh faktor-faktor lain. Dalam hal ini terdapat
hubungan yang sangat erat antara pendidikan dan
pelatihan dengan efektivitas kerja pegawai. Penelitian
lain yang relevan dengan model In House Training
berjudul “In House Training (IHT) Model to Improve the
Abilities of English Teachers in Developing Teaching
Materials” yang ditulis oleh Lengkanawati, dkk (2015).
Dalam penelitian ini didapatkan temuan bahwa Model
31
In House Training dapat menjadi alternatif yang efektif
untuk meningkatkan kemampuan guru Bahasa Inggris
dalam mengembangkan materi belajar mengajar
Bahasa Inggris.
Dalam hal teknologi, penelitian yang dilakukan
oleh Lestari (2012) menunjukan temuan bahwa prestasi
belajar siswa dengan media pembelajaran berbasis ICT
lebih efektif dibandingkan media pembelajaran
konvensional. Hal ini ditunjukan dengan peningkatan
besarnya capaian dan rata-rata post-test kelas yang
menggunakan media pembelajaran berbasis ICT
terhadap prestasi belajar siswa. Maka dari itu,
penggunaan media pembelajaran berbasis ICT (dalam
penelitian tersebut menggunakan Ms.PowerPoint) baik
digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Heitinka, dkk (2016) dalam jurnalnya “Teachers’
Professional Reasoning About Their Pedagogical Use of
Technology” menunjukkan temuan bahwa kebanyakan
teknologi yang digunakan bertujuan untuk
menguatkan kedua pedagogi dan subjek, atau hanya
pedagogi saja. Alasan ini ditujukan untuk membuat
pembelajaran menjadi menarik bagi siswa, dengan
memfasilitasi proses belajar mengajar dalam
pendidikan.
Dari beberapa jurnal penelitian yang ada, penulis
menemukan beberapa persamaan, yaitu dalam
pemberian pelatihan melalui In-House Training dapat
32
memberi dampak yang positif dan signifikan dalam
peningkatan kinerja karyawan. Selain itu,
pemanfaatan ICT dalam pendidikan memberikan
dampak positif bagi siswa, yaitu membuat pelajaran
menjadi menarik dan memfasilitasi proses belajar
mengajar di sekolah. Perbedaan yang mendasar
terdapat pada ruang lingkup penelitian. Melihat hasil
dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, penulis
menyimpulkan bahwa pelatihan melalui In-House
Training dan pemanfaatan ICT dalam pendidikan
memberi dampak positif. Berkaca dari beberapa
penelitian terdahulu, dalam penelitian ini penulis akan
memotret penerapan IHT dan penggunaan ICT dalam
pembelajaran
Dalam beberapa penelitian terdahulu, peneliti
tidak menemukan adanya pengembangan modul yang
dapat digunakan sebagai media pelatihan. Yang
membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian
sekarang adalah, penelitian ini menghasilkan modul,
yang dapat dimanfaatkan dalam IHT. Pengembangan
modul ini menjadi hal yang mendasar, karena
pelatihan ini memuat banyak materi pembelajaran.
Jika tanpa modul, maka pelatihan akan dirasa sulit
untuk dilakukan. Hal ini didukung fakta bahwa
peserta pelatihan terdiri dari beberapa guru yang
sudah berusia menjelang purna tugas, dimana
beberapa dari mereka akan kesulitan dalam menghafal
33
materi. Dalam penelitian ini, pembuatan modul IHT
untuk meningkatkan kompetensi ICT dinilai perlu agar
dapat dimanfaatkan sebagai pedoman pelaksanaan IHT
di kalangan guru SD Negeri Kroyo 1 Karangmalang.
2.3 Kerangka Berpikir
Alur pemikiran dalam pengembangan ini
menggunakan kerangka berpikir yang dapat dilihat
dalam bagan berikut ini:
Kerangka berpikir di atas menjelaskan bahwa pada
kondisi awal, ditemukan situasi bahwa di Kabupaten
Sragen mulai diterapkan kembali Kurikulum 2013
mulai tahun ajaran 2016/2017. Fakta yang terjadi di
lapangan adalah, bahwa guru-guru masih
menggunakan metode konvensional dalam proses
pengajaran. Pengajaran dilakukan dengan metode
Pengajaran
Konvensional
Reimplementasi
Kurikulum 2013
Kompetensi ICT
rendah
IHT Peningkatan
Kompetensi ICT
Kebutuhan
Peningkatan
Kompetensi ICT
Modul IHT
Peningkatan
Kompetensi ICT
Rancangan
Modul IHT
Peningkatan
Kompetensi
ICT
Uji coba
Modul
IHT
34
ceramah, yakni guru menjelaskan materi pembelajaran
dengan mengacu pada textbook yang tersedia.
Penerapan Kurikulum 2013 dihadapi dengan materi
yang disediakan oleh pemerintah, tetapi tidak didukung
dengan materi-materi yang penting untuk dijelaskan
kepada murid tetapi tidak tersedia di textbook. Karena
rendahnya kompetensi ICT yang dimiliki oleh guru-
guru, maka hal itu menyebabkan terjadinya kendala
dalam reimplementasi kurikulum 2013.
Setelah dilakukan analisis kebutuhan, maka
diketahui bahwa kebutuhan guru adalah peningkatan
kompetensi ICT yang dilaksanakan melalui IHT, yang
mana materi peningkatan kompetensi ICT memuat
tentang pengenalan aplikasi Microsoft Power Point dan
pemanfaatan internet yang disajikan dalam bentuk
Modul. Berangkat dari analisis kebutuhan itulah maka
penulis membuat rancangan modul IHT peningkatan
kompetensi ICT. Sebelum modul digunakan sebagai
media peningkatan kompetensi ICT, rancangan modul
terlebih dahulu dilakukan uji coba. Modul yang telah
layak diuji cobakan tersebut, apabila digunakan
dengan tepat, maka diharapkan dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan kompetensi ICT di kalangan guru
Sekolah Dasar.