BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Leukemia adalah format yang paling umum dari masa kanak kanak kanker dan
juga merupakan kanker darah pembentuk jaringan ( Wong, 2001 )
Leukemia merupakan penyakit maligna proliferatif generalisata dari jaringan
pembentuk darah ( Sacharin, 1997 )
Leukemia adalah suatu keganasan pada pembuat sel darah berupa proliferasi
patologis sel hematopoitik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan
sumsum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke
jaringan tubuh ( Arif Mansjoer, 2000 )
Leukemia adalah penyakit neoplasmatik yang ditandai oleh proliferasi
abnormal dari sel hematopoitik ( Price, 1999 )
Jadi leukemia adalah penyakit maligna proliferatif genealisata dan suatu
keganasan pada pembuat sel darah berupa proliferasi patologis sel
hematopoitik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang
dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh
lain
Klasifikasi Leukemia
1. Akut lymphocytic leukemia / leukemia lymphocitik akut
Pada penyakit jenis ini disebabkan oleh pertumbuhan lymphoblast yang
tidak normal pada inti tulang dan pada bagian limpa dan spleen
2. Chronic lympocytic leukemia / leukemia lymphocytik kronis
Penyakit ini disebabkan oleh penggandaan dan akumulasi dari lymphocyte
kecil dan abnormal dibagian tulang, darah dan jaringan tubuh
3. Leukemia myelogeneus akut
Leukemia myelogeneus akut ( AML ) disebabkan oleh reproduksi
myeloblast yang tidak terkendali dan karena hyperplasia dari inti tulang
dan pada spleen
4. Leukemia myelogeneus kronis
Myelogeneus kronis ( CML ) disebabkan oleh penggandaan tidak normal
pada bagian tulang, merupakan akibat disorder pematangan sel darah putih
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Sistem sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan dan
oksigen dari traktus digestivus dan dari paru – paru ke sel –sel tubuh. Selain
itu, system sirkulasi merupakan sarana untuk membuang sisa – sisa
metabolisme dari sel- sel ke ginjal, paru – paru dan kulit yang merupakan
tempat ekskresi sisa – sisa metabolisme.
Organ – organ system sirkulasi mencakup jantung, pembuluh darah dan darah
a. Jantung
Jantung adalah organ berongga, terletak di mediastinum diantara
kedua paru – paru di dalam rongga dada, di atas diafragma. Fungsinya
adalah memompa darah kaya oksigen ke dalam system arteri ( yang
membawanya ke sel – sel ) dan menampung darah dari system vena dan
meneruskannya ke paru untuk reoksigenasi. Fungsi arteri, kapiler,vena dan
pembuluh limfe adalah membawa darah ke dan sel di seluruh tubuh.
b. Pembuluh Darah
Pembuluh darah ada tiga, yaitu :
1) Arteri ( pembuluh nadi )
Arteri meninggalkan jantung pada ventrikel kiri dan kanan
2) Kapiler ( Pembuluh rambut )
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang bersal dari
cabang terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali di bawah
mikroskop. Kapiler membentuk anyaman di seluruh jaringan tubuh,
kapiler selanjutnya bertemu satu dengan yang lain menjadi pembuluh
darah yang lebih besar yang disebut vena.
3) Vena ( pembuluh darah balik )
Vena membawa darah kotor kembali ke jantung
c. Darah
Beberapa pengertian darah menurut beberapa ahli :
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian : bagian cair yang
disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel – sel darah
( Pearce Evelyn, 2002 )
Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah
yang warnanya merah ( Sayfuddin,1997 )
Darah adalah suatu cairan kental yang terdiri dari sel – sel dan plasma
( Guyton, 1992 )
Proses pembentukan sel darah ( hemopoesis ) terdapat tiga tempat, yaitu :
sumsum tulang, hepar dan limpa
1) Sumsum tulang yang aktif dalam proses hemopoesis adalah :
a. Tulang Vertebrae
b. Sternum ( tulang dada )
c. Costa ( tulang iga )
2) Hepar
Merupakan kelenjar terbesar dari beberapa kelenjar pada tubuh
manusia
3) Limpa
Limpa terletak di bagian kiri atas abdomen. Limpa berbentuk
setengah bulan berwarna kemerahan. Limpa adalah organ berkapsula
dengan berat normal 100 – 150 gr. Limpa mempunyai dua fungsi,
yaitu sebagai organ limfoid dan memfagosit material tertentu dalam
sirkulasi darahmerah yang rusak.
Fungsi darah secara umum terdiri atas :
1) Sebagai alat pengangkut yaitu
Mengambil O2 atau zat pembakaran dari paru – paru untuk diedarakn
ke seluruh jaringan tubuh, mengangkut CO2 dari jaringan untuk
dikeluarkan melalui paru – paru, mengambil zat – zat makanan dari
usus halus untuk diedarkan dan dibagikan keseluruh jaringan tubuh
atau alat tubuh, mengangkat atau mengeluarkan zat – zat yang tidak
berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal
2) Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun
yng akan membinasakan tubuh dengan perantaraan lekosit, antibody
atau zat – zat anti racun
3) Menyebarkan panas ke seluruh tubuh
Bagian – bagian darah
Darah terdiri dari dua bagiaan yaitu :
1) Sel – sel darah ada tiga macam yaitu :
a) Eritrosit ( sel darah merah )
Eritrosit merupakan cakram bionkaf yang tidak berinti,
ukurannyakira –kira 8m, tidak dapat bergerak. Banyaknya kira – kira 5
juta dalam mm3. Eritrosit berwarna kuning kemerah – merahan karena
di dalamnya mengandung suatu zat yng disebut hemoglobin. Warna ini
akan bertanbah merah jika di dalamnya banyak mengandung O2.
fungsi dari eritrosit adalah mengikat O2 dari paru – paru untuk
diedarkan ke seluruh tubuh dan mengikat CO2 dari jaringan tubuh
untuk dikeluarkan melalui paru – paru
b) Trombosit ( sel pembeku )
Merupakan benda – benda kecil yang bentuknya dan ukurannya
bermacam – macam, ada yang bulat dan ada yng lonjong. Warnanya
putihdengan jumlah normal 150.000 – 450.000/mm3. Trombosit
memegang peran penting dalam pembekuan darah jika kurang dari
normal. Apabila timbul luka, darah tidak lekas membeku sehingga
timbul perdarahan terus menerus.
Proses pembekuan darah dibantu oleh suatu zat yaitu Ca2+ dan
fibrinogen. fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh mendapat luka.
Jika tubuh terluka, darah akan keluar, trombosit pecah dan akan
mengeluarkan zat yang disebut trombokinase. Trombokinse akan
bertemu dengan protombin dengn bantuan Ca2+ akan menjadi
trombin. Trombin akan bertemu dengan fibrin yang merupakan benang
– benang halus, bentuk jaringan yang tidak teratur letaknya, yang akan
menahan sel darah, dengandemikian terjadi pembekuan
c) Leukosit ( sel darah putih )
Sel darah yang bentuknya dapat berubah – ubah dan dapat
bergerak dengan perantara kaki palsu ( pseudopodia ) mempunyai
bermacam – macam inti sel sehingga dapat dibedakan berdasarkan inti
sel. Lekosit berwarna bening ( tidak berwarna ), banyaknya kira – kira
4.000- 11.000/mm3.
Lekosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan
memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk kedalam jaringan
tubuh jaringan Retikulo Endotel System. Fungsi yang lain yaitu
aebagai pengangkut, dimana lekosit mengangkut dan membawa zat
lemak dari dinding usus melalui limpa ke pembuluh darah.
Sel lekosit selain di dalam pembuluh darah juga terdapat di
seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan
karena kemasukan kuman atau infeksi maka jumlah lekosit yang ada
dalam darah akan meningkat.
Hal ini disebabkan sel lekosit yang biasanya tinggal di dalam
kelenjar limfe sekarang beredar dalam darah untuk mempertahankan
tubuh terhadap serangan bibit penyakit tersebut.
Macam – macam lekosit meliputi :
(1) Agranulosit
Sel yang tidak mempunyai granula di dalam sitoplasmanya, terdiri
dari :
(a) Limfosit
Ada dua jenis limfosit, yaitu limfosit – T, diaktifkan oleh
timosin dalam kelenjar timus, dan limfosit – B, diaktifkan dalam
jaringan limfoid. Sebagian beredar dalam darah dan lainnya
menetap di jaringan limfoid, seperti limfonodus, limpa dan pada
dinding usus. Bila limfosit aktif bertemu antigen, maka masing –
masing dapat berkembang menjadi sel efektor, yang menghadapi
antigen itu, dan sel memori, yang menetap dalam jaringan limfoid.
Fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang masuk ke
dalam jaringan tubuh.
(b) Monosit
Sel mononuklir besar asal sumsum tulang merah. Beredar di
dalam darah, namun berfungsi terutama di jaringan, sesudah
berkembang menjadi makrofag. Keduanya menghasilkan
interleukin I, yang a) Bekerja pada hipotalamus, menaikkan suhu
badan pada infeksi dengan kuman ; b) Merangsang pembentukan
globulin oleh hati ; c) Meningkatkan produksi limfosit – T aktif.
(2) Granulosit
Berasal dari sel induk di sumsum tulang merah, dari mielosit
sebelum berdiferensiasi menjadi salah satunya. Disebut demikian
karena di dalam sitoplasmanya terdapat granula, terdiri dari :
(a) Neutrofil
Fungsi utamanya adalah untuk melindungi terhadap benda
asing yang masuk tubuh, dan melenyapkan bahan limbah. Sel – sel
ini tertarik ke tempat infeki oleh substansi kimawi yang dilepaskan
sel – sel cedera, kemotaksin. Sel – sel ini menembus dinding
kapiler di daerah radang dengan gerakan ameboid. Kemudian
mereka memfagositosis dan membunuh kuman, dan bersama sel
jaringan mati, kuman mati maupun hidup, fagosit yang mati,
membentuk nanah.
(b) Eosinofil
Banyak diantaranya bermigrsi keluar pembuluh darah
menuju daerah tubuh yang terpapar, mis. Jaringan ikat di bawah
kulit, membrane mukosa saluran nafas dan saluran cerna, pelapis
vagina dan rahim. Fungsi eosinofil melindungi tubuh terhadap
bahan asing, khususnya parasit. Jumlah eosinofil meningkat pada
keadaan alergi, seperti pada asma bronchial.
(c) Basofil
Sel ini menggetahkan histamine, yang menimbulkan
vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas dinding kapiler. Hal
ini mempermudah fagosit dan substansi protektif lain, seperti zat
anti, tiba di celah jaringan. Bersama sel mast, mengumpul di
daerah radang yang menyembuh.
2) Plasma darah
Bagian darah yang encer tanpa sel – sel darah warna bening
kekuningan hampir 90% plasma darah terdiri dari :
a) Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah
b) Garam – garam mineral ( garam kalsium, kalium, natrium dan lain
– lain yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan
osmotic )
c) Protein darah ( albumin dan globulin ) meningkatkan viskositas
darah dan juga menimbulkan tekanan osmotic untuk memelihara
keseimbangan cairan dalam tubuh
d) Zat makanan ( zat amino, glukosa lemak, mineral dan vitamin )
e) Hormon yaitu yang dihasilkan dari kelenjar tubuh
f) Antibodi atau anti toksin
2. Fisiologi
Sistem hematology tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi,
termasuk sumsum tulang dan nodus limfa. Darah adalah organ khusus yang
berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan.
Cairan darah tersusun atas komponen sel yang tersuspensi dalam plasma
darah. Sel darah dibagi menjadi eritrosit (sel darah merah, normalnya 5000 per
mm³) dan lekosit (sel darah putih, normalnya 4000-11.000 per mm³ darah).
Terdapat sekitar 500-1000 eritrosit tiap 1 lekosit. Lllllllllllekosit dapat berada
dalam beberapa bentuk : eosinofil, basofil, monosit, netrofil dan limfosit.
Selain itu dalam suspensi plasma, ada juga fragmen-fragmen sel tak berinti
yang disebut trombosit (150.000-450.000 per mm³ darah). Komponen selular
darah ini normalnya menyusun 40-45 % volume darah. Fraksi darah yang
ditempati oleh eritrosit disebut hematokrit. Darah terlihat sebagai cairan
merah, opak dan kental. Warnanya ditentukan oleh hemoglobin yang
terkandung dalam sel darah merah.
Volume darah manusia sekitar 7-10 % berat badan normal dan berjumlah
sekitar 5 liter. Darah bersirkulasi didalam system vaskuler dan berperan
sebagai penghubung antara organ tubuh, membawa oksigen yang diabsorbsi
leh paru dan nutrisi yang diabsorbsi oleh traktus gastrointestinal ke sel tubuh
untuk metabolisme sel.
Darah juga mengangkut produk sampah yang dihasilkan oleh metabolisme
sel ke paru, kulit dan ginjal yang akan ditransformasi dan dibuang keluar dari
tubuh. Darah juga membawa hormone dan antibody ketempat sasaran atau
tujuan.
Untuk menjalankan fungsinya, darah harus tetap berada dalam keadaan
cair normal. Karena perubahan cairan, selalu terdapat bahaya kehilangan darah
dari system vaskuler akibat trauma. Untuk mencegah bahaya ini, darah
memiliki mekanisme pembekuan yang sangat peka yang dapat diaktifkan
setiap saat diperlukan untuk menyumbat kebocoran pada pembuluh darah.
Pembekuan yang berlebihan juga sama bahayanya karena potensial
menyumbat aliran darah ke jaringan vital. Untuk menghindari komplikasi ini,
tubuh memiliki mekanisme vibrinolitik yang kemudian akan melarutkan
bekuan yang terbentuk dalam pembuluh darah.
( Tambayong, 2001 ;Syaifuddin, 1997 ; Guyton, 1992 ; Pearce Evelyn, 2002 ;
Smeltzer and Bare, 2001)
C. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat factor
predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan
struktur gen ( T cell leukemia – lymphoma virus / HTLV )
2. Radiasi ionisasi : lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker
sebelumnya
3. Terpapar zat – zat kimiawi seperti benzene, arsen, kloramfenikol,
fenilbutazon, dan agen anti neoplastik
4. Obat – obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylbestrol
5. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
6. Kelainan kromosom : Sindrom Bloom’trisomi 21 ( Syndrom Down’s ),
Trisomi G ( Sindrom Klinefelter’s ), Sindrom fanconi’s, kromosom
Philadelphia positif, Talangiektasis ataksia
( Price, 1999 )
D. Patofisiologi
Leukemia adalah perkembangbiakan tak terbatas dari WBCs yang belum
dewasa dalam jaringan pembentuk darah dalam tubuh. Meskipun bukan
merupakan “tumor”, sel leukemic memiliki neoplastik yang sama seperti sel
kanker padat. Oleh karenanya kondisi pathologis dan manifestasi klinis
disebabkan oleh penyusupan dan penggantian jaringan apapun dalam tubuh
oleh sel leukemik yang tak berfungsi. Organ pembuluh darah seperti limpa
dan hati merupakan bagian yang sangat terpengaruh kondisi itu.
Untuk memahami pathophysiology proses leukemik, sangatlah penting
bagi kita untuk menjelaskan dua kesalahpahaman umum. Pertama, meskipun
leukemia merupakan hasil reproduksi yang berlebihan dari WBCs, dalam
bentuk yang akut jumlah leukositnya rendah (karenanya disebut dengan istilah
leukemia). Kedua, sel belum dewasa ini tidak menyerang dan menghancurkan
sel darah normal atau jaringan pembuluh darah dengan sengaja. Penghancuran
sel terjadi melalui penyusupan dan kompetisi elemen metabolik.
Dalam semua jenis leukemia, perkembangbiakan sel menekan produksi
elemen yang terbentuk dalam darah pada sumsum tulang melalui persaingan
dan penghilangan sel normal dari nutrisi pokok yang digunakan untuk
metabolisme. Tanda dan gejala leukemia yang sering muncul merupakan
akibat dari penyusupan pada sumsum tulang. Tiga konsekuensi utamanya
adalah (1) anemia dari pengurangan RBCs, (2) infeksi dari neutropenia, dan
(3) sering berdarah dari pengurangan produksi platelet. Invasi sumsum darah
oleh sel leukemik secara bertahap menyebabkan tulang melemah dan akhirnya
terjadi fraktur (patah tulang). Ketika sel leukemik melakukan invasi ke
periosteum, peningkatan tekanan menimbulkan rasa sakit.
Limpa, hati dan kelenjar getah bening menunjukkan infiltrasi,
pembesaran dan akhirnya fibrosis. Hepatosplenomegally lebih sering terjadi
daripada lymphadenopathy. Bagian terpenting lainnya adalah sistem saraf
pusat , yang bisa menyebabkan terjadinya penurunan tekanan intracranial.
Sel leukemik juga bisa menyerang testis, ginjal, prostat, indung telur,
sistim pernapasan GI dan paru-paru. Setelah melakukan perjuangan dalam
jangka waktu yang lama, tempat invasi leukemia, terutama testis, secara klinis
menjadi tempat yang lebih penting.
( Wong, 2001 )
E. Manifestasi Klinik
Gejala yang khas ialah pucat ( dapat terjadi mendadak ), panas dan
perdarahan disertai splenomegali dan kadang – kadang hepatomegali serta
limfadenopati. Pasien yang menunjukkan gejala lengkap seperti yang
disebutkan ini, secara klinik dapat didiagnosa leukemia. Perdarahan dapat
berupa ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan gusi dan sebagainya. Pada
stadium permulaan mungkin tidak terdapat splenomegali.
Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau tulang yang dapat
disalahtafsirkan sebagai penyakit reumatik. Gejala lain dapat timbul sebagai
akibat infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh seperti lesi purpura pada kulit,
efusi pleura, kejang pada leukemia serebral. ( Ngastiyah, 1997 )
Tanda dan gejala awal dapat termasuk demam, anemia, perdarahan,
kelemahan, nyeri tulang atau sendi dengan atau tanpa pembengkakan. Purpura
merupakan hal yamg umum serta hepar dan lien membesar. Jika terdapat
infiltrasi kedalam susunan saraf pusat, dapat ditemukan tanda meningitis.
Cairan serebrospinal mengandung protein yang meningkat dan glucose yang
menurun. Tampaknya juga terdapat beberapa hubungan antara leukemia dan
sindrom down. ( Sacharin, 1997 )
F. Penatalaksanaan
Pengobatan terutama ditujukan untuk dua hal ( Netty Tejawinata, 1996 ),
yaitu:
1. Memperbaiki keadaan umum, dengan tindakan :
a. Tranfusi sel darah merah padat ( Pocket Red Cell – PRC ) untuk
mengatasi anemi. Apabila tejadi perdarahan hebat dan jumlah
trombosit kurang dari 10.000/mm3, maka diperlukan tranfusi
trombosit.
b. Pencegahan antibiotic profilaksis untuk pencegahan infeksi
2. Pengobatan spesifik
Terutama ditujukan untuk mengatasi sel – sel yang abnormal.
Pelaksanaannya tergantung pada kebijakan masing – masing Rumah Sakit,
tetapi prinsip dasar pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
a. Induksi untuk mencapai remisi. Obat yang diberikan untuk mengatasi
ca ( kanker ) sering disebut dengan sitostatika ( kemoterapi ). Obat
diberikan secara kombinasi dengan maksud untuk mengurangi sel
– sel blastosit 5%, baik secara sistemik maupun intratekal,
sehingga dapat mengurangi gejala – gejala yang tampak
b. Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel – sel yang
tersisa tidak memperbanyak diri lagi
c. Mencegah penyebaran ke sistem syaraf pusat. Untuk itu obat diberikan
secara intratekal
d. Terapi rumatan (pemeliharaan). Dimaksudkan untuk mempertahankan
masa remisi
( Nursalam, 2005 )
G. Pengkajian Fokus dan Pemeriksaan Penunjang
1. Pengkajian Fokus
Anak yang menderita leukemia sering mengalami keluhan –
keluhan yang tidak spesifik, akibatnya anak diduga mengalami sakit yang
ringan sifatnya, sehingga tidak segera dibawa ke dokter. Oleh karena itu,
perlu dilakukan pengkajian secara cermat. Data – data yang perlu dikaji
adalah data – data yang didapatkan pada anak berkaitan dengan kegagalan
sumsum tulang dan adanya infiltrasi ke organ lain, sebagai berikut :
a. Usia
Menurut Wong ( 1991 ), leukemia merupakan kanker yang
banyak diderita oleh anak yang berusia 2 -5 tahun, dimana penderita
laki – laki lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan perempuan.
b. Kegagalan sumsum tulang untuk memproduksi sel darah
mengakibatkan berbagai keluhan dan gejala, yaitu :
1) Anemi
Anak yang mengalami leukemia juga mengalami pucat,
mudah lelah, kadang – kadang sesak napas. Anemi terjadi karena
sumsum tulang gagal memproduksi sel darah merah.
2) Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi
Adanya penurunan leukosit secara otomatis akan
menurunkan daya tahan tubuh, karena leukosit yan berfungsi untuk
mempertahankan daya tahan tubuh tidak dapat bekerja secara
optimal . konsekuensi dari semuanya itu adalah tubuh akan mudah
terkena infeksi yang bersifat local ataupun sistemik, dan kejadian
tersebut sering berulang. Suhu tubuh yang meningkat disebabkan
karena adanya infeksi kuman secara sistemik ( sepsis )
Tanda – tanda infeksi tersebut harus diwaspadai karena pada
anak yang menderita leukemia, tidak ditemukan tanda- tanda yang
spesifik pada tahap awalnya.
3) Perdarahan
Tanda – tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya
perdarahan mukosa seperti gusi, hidung ( epistaksis ), atau
perdarahan bawah kulit yang sering disebut dengan petekie.
Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan
c. Adanya sel –sel darah abnormal yang melakukan infiltrasi ke organ
tubuh lain dapat mengakibatkan :
1) Nyeri pada tulang atau persendian
Adanya infiltrasi sel – sel abnormal ke sistem
musculoskeletal membuat anak merasa nyeri pada persendian
terutama apabila digerakkan
2) Pembesaran kelenjar getah bening
Selain tulang belakang, kelenjar getah bening merupakan
salah satu pembentukan limfosit, yang mempunyai salah satu
fungsi sebagai mekanisme pertahanan diri. Limfosit merupakan
salah satu bagian dari leukosit. Adanya pertumbuhan sel –sel darah
abnormal pada sumsum tulang mengakibatkan kelenjar getah
bening mengalami pembesaran karena infiltrasi sel – sel abnormal
dari sumsum tulang . pembesaran kelenjar getah bening dapat
diamati / palpasi karena letaknya superficial.
3) Hepatosplenomegali
Lien atau limpa juga merupakan salah satu organ yang
berfungsi untuk membentuk sel darah merah ketika bayi berada
dalam kandungan. Apabila sumsum tulang mengalami kerusakan,
lien dan hepar akan mengambil alih fungsinya sebagai pertahanan
diri. Sebagai kompensasi dari keadaan tersebut, lien dan hepar akan
mengalami pembesaran .
4) Penurunan Kesadaran
Adanya infiltrasi sel- sel abnormal ke otak dapat
menyebabkan berbagai gangguan, seperti kejang sampai koma
d. Selain data – data tersebut, perlu juga dikaji data – data yang tidak
spesifik yang dialami oleh anak yang sakit, misalnya :
1) Pola makan. Biasanya mengalami penurunan nafsu makan
2) Kelemahan dan kelelehan fisik
3) Pola hidup, terutama dikaitkan dengan kebiasaan mengkonsumsi
bahan makanan yang tergolong karsinogenik, yaitu makanan yang
beresiko mempermudah timbulnya kanker karena mengandung
bahan pengawet / kimia, misalnya, makanan kalengan atau tinggal
di lingkungan yang banyak polutannya
4) Apabila pasien yang dikaji sedang dalam pemberian sitostatika,
perlu diperhatikan efek samping yang kemungkinan timbul, seperti
rambut rontok, stomatitis, atau kuku yang menghitam
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah, umumnya didapatkan hasil :
b. Hb dan eritrosit : menurun
c. Leukosit : normal menurun atau meningkat
d. Thrombosit : menurun ( Thrombositopeni ) dan kadang – kadang
jumlahnya sangat sedikit.
e. Hapusan darah : hormokrom, normasiter, dan hampir selalu
dijumpai blastosit yang abnormal
3. Pemeriksaan sumsum tulang
Bagi anak yang diduga menderita leukemia, pemeriksaan sumsum
tulang ( boneage ) mutlak dilakukan. Hasil pemeriksaan hampir selalu
penuh dengan blastosit abnormal dan system hemopoitik normal yang
terdesak
( Nursalam, 2005)
H. Pathways Keperawatan
I. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen dengan kebutuhan tubuh, kelemahan fisik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan terjadi
peningkatan terhadap aktifitas
Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan aktivitas secara bertahap
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien dalam aktifitas sehari – hari
Rasional : Merencanakan intervensi dengan tepat
b. Pantau frekuensi / irama jantung, TD,dan frekuensi pernapasan
sebelum/setelah aktivitas
Rasional : Penurunan TD, takikardia, disritmia dan takipnea
adalah indikatif dari toleransi terhadap aktivitas
c. Berikan lingkungan tenang dan pertahankan tirah baring
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan
oksigen tubuh dan menyediakan energi yang digunakan
untuk penyembuhan
d. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi
Rasional : Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa
mempengaruhi kebutuhan oksigen berlebihan
( Doengoes, 2000 )
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan infiltrasi sel
abnormal ke musculoskeletal
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat
berkurang
Kriteria Hasil : klien tampak rileks
Skala nyeri berkurang
Intervensi :
a. Kaji intensitas skala nyeri
Rasional : membantu mengkaji kebutuhan untuk intervensi
b. Berikan lingkungan nyaman
Rasional : meningkatkan istirahat dan meningkatkan koping
c. Dorong menggunakan tehnik manajemen nyeri contoh :
relaksasi/napas dalam, sentuhan terapeutik
Rasional : membantu manajemen nyeri dengan perhatian langsung
d. Kolaborasi pemberian anti analgetik sesuai indikasi
Rasional : mengurangi rasa nyeri
( Doengoes, 2000 )
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan
terpenuhi
Kriteria Hasil : Nafsu makan meningkat, BB meningkat
Intervensi :
a. Observasi dan catat masukan makanan klien
Rasional : mengawasi masukan kalori/kuwalitas kekurangan
konsumsi makanan
b. Timbang BB setiap hari
Rasional : Mengawasi penurunan BB / efektifitas intervensi nutrisi
c. Berikan makanan sedikit dan frekuwensi sering
Rasional : meningkatkan pemasukan
d. Kolaborasi ahli gizi
Rasional : membantu dalam membuat rencana diet untuk
memenuhi kebutuhan individu
( Doengoes, 2000 )
4. Resiko cedera : perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
perdarahan
Kriteria hasil : Pasien tidak mengalami perdarahan
Intervensi :
a. Observasi tanda perdarahan
Rasional : membantu mengkaji kebutuhan untuk intervensi
b. Hindari aktivitas bermain yang mungkin menyebabkan cedera fisik
Rasional : menurunkan resiko cedera
c. Jangan memberikan mainan yang permukaannya tajam
Rasional : menurunkan resiko perdarahan
d. Kolaborasi pemberian trombosit sesuai program
Rasional : Membantu mengurangi trombositopeni
( Wong, 2001 )
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder yang
tidak adekut
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien
terhindar dari infeksi
Kriteria hasil : Tidak ada tanda – tanda infeksi
Intervensi :
a. Monitor suhu tubuh
Rasional : mengetahui tanda – tanda infeksi
b. Berikan nutrisi adekuat
Rasional : untuk meningkatkan daya imun tubuh
c. Tempatkan pada ruangan khusus
Rasional : Melindungi dari sumber potensial pathogen infeksi
d. Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai indikasi
Rasional : menurunkan kemungkinan terjadinya pertumbuhan
bakteri / infeksi
( Wong, 2001 )
6. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen ke sel jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
perubahan perfusi jaringan
Kriteria hasil : TTV stabil, kulit hangat, turgor kulit baik
Intervensi :
a. Monitor TTV, palpasi nadi perifer
Rasional : Indikator keadekuatan perfusi sistemik, kebutuhan
cairan dan terjadinya komplikasi
b. Kaji pengisian kapiler, warna kulit, turgor kulit
Raasional : Kulit pucat/sianosis, dan pengisian kapiler lebih dari
2 detik menunjukan vasokonstriksi perifer
c. Catat adanya keluhan rasa dingin
Rasional : Vasokonstriksi ( ke organ vital ) menurunkan sirkulasi
perifer
d. Pertahankan suhu lingkungan
Rasional : Mencegah vasokonstriksi, membantu dalam
mempertahankan sirkulasi dan perfusi
( Doengoes, 2000 )
7. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kemampuan mengikat O2
menurun
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas
menjadi efektif
Kriteria hasil : Tidak terjadi sesak nafas
RR dalam batas normal 20 -30x/menit
Intervensi :
a. Catat kecepatan / kedalaman pernafasan
Rasional : Peningkatan nafas menunjukkan kesulitan pernafasan
dan adanya kebutuhan untuk meningkatkan
pengawasan/intervensi medis
b. Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Berkurangnya suara pernafasan diperkirakan telah
terjadi atelektasis
c. Berikan posisi yang nyaman mis. semi fowler
Rasional : Meningkatkan fungsi pernafasan yang optimal dan
mengurangi aspirasi
d. Berikan O2 jika dibutuhkan
Rasional : mempertahankan ventilasi/oksigenasi efektif untuk
mencegah/memperbaiki pernafasan
( Doengoes, 2000 )
8. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan depresi sumsum
tulang, kerapuhan tulang
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kerusakan
mobilitas fisik dapat berkurang
Kriteria hasil : mempertahankan posisi fungional
Meningkatkan kekuatan / fungsi yang sakit
Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktifitas
Intervensi:
a. Kaji derajat imobilitas
Rasional : Untuk melakukan intervensi yang tepat
b. Instruksikan pasien untuk/Bantu dalam rentang gerak pada
ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit
Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot untuk meningkatkan
tonus otot
c. Ubah posisi secara periodic
Rasional : Mencegah/menurunkan insiden komplikasi
kulit/pernafasan
d. Kolaborasi fisioterapi/okupasi terapi
( Doengoes, 2000 )