12
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Relasi Bahasa dan Masyarakat
Bahasa adalah ciptaan manusia, sehingga terdapat banyak ragam bahasa di
dunia ini. Berbagai negara dan daerah pasti mempunyai bahasa tersendiri untuk
berinteraksi. Oleh karena itu, meskipun di Indonesia mempunyai berbagai ragam
bahasa daerah, tetapi bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa pemersatu bangsa di
Indonesia. Bahasa adalah alat komunikasi yang sangat penting bagi manusia,
karena dengan bahasa manusia dapat menyampaikan ide, pikiran, serta perasaan
kepada orang lain agar bisa dipahami dan dimengerti oleh pendengar atau lawan
bicara melalui bahasa yang diungkapkan. Bahasa sangat berkaitan dengan
manusia dan sebaliknya manusia juga berkaitan dengan bahasa. Manusia tidak
akan lepas dari bahasa, karena mereka saling ketergantungan.
Menurut Pringgawidagda (2002: 4), bahasa merupakan alat utama untuk
berkomunikasi dalam kehidupan manusia, baik secara individu maupun kolektif
sosial. Kridalaksana (dalam Aminuddin, 2011: 28-29), mengartikan bahasa
sebagai suatu sistem lambang arbitrer yang menggunakan suatu masyarakat untuk
bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Chaer dan Agustina
(1995:14), mengatakan bahwa fungsi utama bahasa adalah sebagai alat
komunikasi. Hal ini sejalan dengan Soeparno (1993:5), yang menyatakan bahwa
fungsi umum bahasa adalah sebagai alat komunikasi sosial. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa bahasa sangat berkaitan erat dengan manusia, karena tidak
adanya bahasa, manusia tidak dapat berinteraksi dengan orang lain. Selain itu
bahasa juga menyatukan hubungan keluarga, negara, masyarakat dengan pejabat,
dan juga fans dengan public figure.
13
Bahasa dan masyarakat, bahasa dan kemasyarakatan, dua hal yang
bertemu di satu titik, artinya antara bahasa dan masyarakat tidak akan pernah
terpisahkan. Bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer, digunakan oleh
anggota masyarakat sebagai alat komunikasi, berinteraksi dan
mengidentifikasikan diri. Masyarakat tidak lepas dari suatu bahasa. Begitu juga
bahasa tidak pernah lepas dari masyarakat. Mereka saling berkaitan dan
ketergantungan, karena dengan tidak adanya bahasa, masyarakat tidak dapat
berinteraksi satu sama lain. Seperti yang dikemukakan Kartomihardjo (1988: 11)
bahwa masyarakat pemakai bahasa secara sadar atau tidak sadar menggunakan
bahasa yang hidup dan dipergunakan dalam masyarakat. Sebaliknya, bahasa juga
dapat mengikat anggota masyarakat pemakai bahasa yang bersangkutan menjadi
satu masyarakat yang kuat, bersatu, dan maju.
Bahasa tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat pemakainya,
keberadaan yang satu menunjang kebudayaan yang lain. Berkaitan dengan
masalah bahasa dan masyarakat, ada dua aspek dalam tingkah laku bahasa. Aspek
yang pertama adalah fungsi bahasa dalam mengadakan hubungan sosial, aspek
ynag kedua dalah peran yang dimainkan oleh bahasa sebagai pembawa informasi
tentang pembicara. Jika salah satu pembicara (dalam satu pembicaraan) berasal
dari daerah atau lapisan masyarakat yang berlainan, terlihat bahasa mereka akan
berbeda. Hal ini terjadi karena lingkungan masyarakat membentuk kebiasaan
berbahasa (Trudgil dalam Supardo 1988: 27).
Masyarakat Indonesia sekarang ini bisa dikatakan sebagai masyarakat
modern. Dilihat dari segi bahasanya yang digunakan, dari segi penampilan atau
cara berpakaiannya yang lebih kebarat-baratan, kemudian juga dilihat dari segi
aktivitasnya sehari-hari masyarakat tidak pernah lepas dari media sosial, mereka
14
lebih mementingkan aktivitasnya didalam media sosial (dunia maya) daripada di
dunia nyata. Media sosial yang dimaksud adalah suatu wadah untuk berinteraksi,
bertukar pikiran ataupun informasi yang berupa tulisan. Seperti yang dikatakan
Zarella (dalam Setyani, 2013: 6) bahwa media sosial merupakan perkembangan
mutakhir dari teknologi-teknologi web baru berbasis internet yang memudahkan
semua orang untuk dapat berkomunikasi, berpartisipasi, saling berbagi dan
membentuk sebuah jaringan secara online, sehingga dapat menyebarluaskan
konten mereka sendiri. Media sosial mempunyai banyak bentuk, diantaranya yang
paling popular meliputi twitter, facebook, instagram. Tetapi bentuk media sosial
tersebut yang menjadi sumber dari penelitian yang berjudul Kajian Sosiolinguistik
Bahasa Nama Fans Publik Indonesia berupa facebook.
Facebook adalah suatu situs jejaring sosial yang dapat dijadikan sebagai
wadah untuk menjalin hubungan pertemanan dengan seluruh orang yang ada di
belahan dunia untuk dapat berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Facebook
merupakan situs pertemanan yang dapat digunakan oleh manusia untuk bertukar
informasi, berbagi foto, dan video (Madcoms dalam Setyani, 2013: 6). Oleh
karena itu, facebook ialah salah satu sumber tempat berkembangnya pembentukan
kelompok fans atau tokoh tertentu. Facebook juga sebagai salah satu media sosial
yang populer, oleh karena itu peneliti memilih sumber penelitian dari media sosial
berupa facebook.
Hingga saat ini media sosial di Indonesia sangat berkembang pesat. Dilihat
dari masyarakatnya yang sangat berantusias, terbukti dari postingan status, foto,
dan video mereka yang mewakili untuk menyampaikan ide, aktivitas dan
perasaannya yang sedang dialami saat ini. Media sosial bertujuan untuk
15
memudahkan seseorang untuk beriteraksi dengan siapapun dan menjalin
kedekatan secara personal ataupun kelompok, selain itu juga menyatukan
hubungan keluarga, negara, masyarakat dengan pejabat, dan juga fans dengan
tokoh publik.
2.2 Fans
Fans berasal dari bahasa Inggris yang artinya penggemar, penggemar
dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) yaitu dari kata gemar yang berarti
suka sekali. Penggemar yaitu seseorang yang menggemari sesuatu dengan
antusias dan secara kolektif kelompok penggemar akan membentuk basis
penggemar (fanbase) atau fandom. Fanbase yaitu suatu forum yang ditujukan
untuk mendukung seorang idola sedangkan fandom yaitu istilah untuk kumpulan
fans dari seorang idola (Mahmudah, 2015: 3). Oleh karena itu, penggemar adalah
orang yang menggemari suatu objek.
Fans sangat berarti bagi tokoh publik, karena dengan mempunyai banyak
fans maka mereka akan lebih terkenal. Tokoh publik juga selalu memberikan
dukungan dan semangat untuk penggemar agar mereka dapat menghadapi
masalah dan berbagi kesenangan bersama-sama. Fans atau yang disebut
penggemar biasanya memiliki forum-forum khusus yang memungkinkan mereka
untuk melakukan sharing secara beramai-ramai. Forum-forum ini umumnya
adalah situs yang dibuat oleh penggemar dan diperuntukkan bagi penggemar pula.
Tidak hanya melalui forum, tetapi situs-situs jejaring sosial seperti twitter,
facebook, instagram, maupun blog juga memudahkan mereka dalam melakukan
kegiatan fans. Melalui forum/jejaring sosial mereka bisa membicarakan berbagai
16
macam hal, dari mulai video klip yang baru keluar hingga gaya berpenampilan
sang idola yang terus berganti-ganti.
Semua penggemar (fans) selalu mempunyai identitas diri atau kelompok
untuk memperkenalkan dirinya kepada masyarakat, agar masyarakat dan juga
tokoh idolannya tahu bahwa mereka adalah penggemar yang patut untuk dihargai
keberadaannya. Fans atau penggemar seringkali membentuk komunitas atau
kelompok fans yang mengidolakan tokoh publik yang sama. Kelompok
penggemar (fans) yang fanatik selalu memiliki kreativitas, menciptakan alternatif-
alternatif baru seperti menamakan kelompok penggemar atau komunitasnya
tersebut dengan nama-nama yang sangat asing yang mempunyai nilai estetika
yang dimilikinya, sebagai wujud rasa cinta mereka kepada idolanya. Oleh karena
itu, identitas diri (nama) itu sangat penting bagi penggemar (fans) yang
mengagumi suatu tokoh idola tertentu baik secara individu maupun kelompok.
2.3 Hakikat Nama atau Identitas Diri
Identitas dalam pengertian sempit dapat berupa nama, logo, warna atau
semua komponen yang dapat mewakili individu, organisasi atau instansi. Tetapi
meskipun hanya sekedar nama, logo, makna suatu identitas sangat besar bagi
pemilik identitas tersebut (Dirgantoro, 2004: 90). Begitu juga dengan Marcia
(1993) yang mengatakan bahwa identitas nama adalah komponen penting yang
menunjukkan identitas personal individu.
Menurut Yusuf (2004: 202), perkembangan identitas diri dipengaruhi oleh
berbagai faktor, di antaranya yaitu sebagai berikut, (a) iklim keluarga, (b) tokoh idola,
(c) peluang pengembangan diri. Iklim keluarga adalah yang berkaitan dengan interaksi
17
sosioemosional antar anggota keluarga. Tokoh idola adalah orang-orang yang
dipersepsi oleh remaja sebagai figur yang memiliki posisi di masyarakat. Tokoh idola
seringkali mempunyai fans atau penggemar yang mengidolakan tokoh idola yang sama.
Biasanya para fans mempunyai komunitas atau kelompok dengan memberikan
identitas (nama) yang bertujuan untuk memperkenalkan bahwa setiap fans mempunyai
ciri khas yang membedakan dengan kelompok lain. Peluang pengembangan diri adalah
kesempatan untuk melihat kedepan dan menguji dirinya dalam setting (adegan) yang
beragam. Dalam hal ini, eksperimentasi atau pengalaman dalam menyampaikan
gagasan. Penampilan peran-peran dan bergaul dengan orang lain.
Aristoteles (dalam Chaer, 2013: 44) mengatakan bahwa penamaan atau
pemberian nama adalah soal konvensi atau perjanjian belaka di antara sesama
status masyarakat bahasa. Antara suatu satuan bahasa sebagai lambang, misalnya
kata, dengan suatu yang dilambangkan bersifat sewenang-wenang dan tidak ada
hubungan „wajib‟ di antara keduanya. Jika sebuah nama sama dengan lambang
untuk sesuatu yang dilambangkan, berarti pemberian nama itu pun bersifat arbiter,
tidak ada hubungan wajib sama sekali.
“Apalah arti sebuah nama”, begitulah pujangga William Shakespeare
mendeskripsikan arti penting „nama‟ dalam kehidupan. Namun, pujangga ini
ternyata tidak sepenuhnya benar dalam mendeskripsikan suatu nama, karena
dalam kehidupan nyata „nama‟ merupakan sesuatu yang penting bagi seseorang.
Hal ini dikarenakan, nama mengandung sebuah makna dan harapan dari orang
yang memberikan nama tersebut. Untuk itu, dalam memberikan nama terhadap
sesuatu harus mempertimbangkan baik buruknya. Nama yang baik akan membuat
si pemilik nama mempunyai harapan baik di masa depan, sehingga motivasi bagi
18
si pemilik nama dalam mengarungi bahtera kehidupan. Selain mengandung makna
dan harapan si pemberi nama, nama juga sangat berarti untuk kepentingan si
pemilik nama itu sendiri, karena dengan nama dapat menunjukkan identitas
keluarganya, bangsa, agama maupun kelompok penggemar suatu tokoh.
Sobur (2009: 189) mengatakan bahwa „nama‟ dapat melambangkan status,
cita rasa budaya, untuk memperoleh citra tertentu (pengelolaan kesan), sebagai
nama hoki atau apapun alasannya. Nama pribadi merupakan unsur penting yang
menunjukkan identitas seseorang dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan segala
bentuk interaksi selalu dimulai dengan nama dan kemudian baru diikuti atribut-
atribut lainnya. Secara tidak sadar orang akan didorong untuk memenuhi citra
(image, gambaran) yang terkandung dalam namanya. Teori penamaan/labeling
(dalam Pratama, 2010) menjelaskan, kemungkinan seseorang menjadi jahat
karena masyarakat menamainya sebagai penjahat. Oleh karena itu, dalam Islam
diajarkan untuk memberi nama yang baik bagi anak-anak, karena dalam sebuah
nama mengandung unsur doa dan harapan di masa yang akan datang.
Husen (dalam Christomy dan Untung Yuwono, 2004: 266) mengatakan bahwa
semua kegiatan yang dilakukan oleh orang atau lembaga selalu mengacu pada
penggunaan nama. Oleh karena itu, penggunaan nama sangat vital dalam suatu
kelompok, tujuannya untuk mengenalkan identitas kelompok tersebut. Terkait dengan
judul penelitian tersebut yang membahas tentang identitas nama fans tokoh publik
Indonesia terfokus pada satu teori yaitu kajian sosiolinguistik yaitu kajian yang
mempelajari bahasa yang dikaitkan dengan masyarakat.
19
2.4 Kajian Sosiolinguistik
Sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-
fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu
berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat
(Fishman, 1972). Menurut Nababan (1986: 2), sosiolinguistik ialah studi atau
pembahasan dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota
masyarakat. Boleh juga dikatakan bahwa sosiolinguistik mempelajari dan
membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan
(variasi) yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor
kemasyarakatan (sosial).
Sosiolingistik merupakan antar disipliner antara sosiologi dan linguistik,
dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan sangat erat. Sosiologi adalah
kajian yang bjektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat, mengenai
lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat. Linguistik
adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil
bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, secara mudah dapat dikatakan
bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa
dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat (Chaer dan
Agustina, 2010: 2).
Seperti pendapat Sumarsono dan Partana (2002:1 ) sosiolinguistik adalah
kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan kondisi kemasyarakatan (dipelajari
oleh ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi). Appel (dalam Aslinda dan Syafyahya,
2010: 6) mengatakan, sosiolinguistik memandang bahasa sebagai sistem sosial
dan sistem komunikasi serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan
20
tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan pemakaian bahasa adalah bentuk
interaksi sosial yang terjadi dalam situasi kongkret, dengan demikian dalam
sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat secara internal, tetapi dlihat sebagai sarana
interaksi/komunikasi di dalam masyarakat.
Sosiolinguistik di dalamnya terdapat aspek SPEAKING yang akan
diaplikasikan berdasarkan data yang akan dianalisis dengan objek yang akan
diteliti yaitu fans dengan tokoh publik. Speaking berasal dari bahasa Inggris yang
artinya berbicara. Menurut Tarigan (2008), mengemukakan bahwa berbicara
adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan. Tetapi speaking di dalam sosiolinguistik yang dimaksud yaitu unsur-
unsur yang terdapat dalam tindak berbahasa dan kaitannya dengan, atau
pengaruhnya terhadap bentuk dan pemilihan ragam bahasa. Unsur-unsur itu ialah
antara lain, siapa berbicara dengan siapa, tentang apa (topik), dalam situasi
(setting) yang bagaimana, dengan tujuan apa, dengan jalur apa (tulisan, lisan,
telegram, dan sebagainya), dan ragam bahasa yang mana.
Hymes (dalam Nababan, 1986: 7) menggambarkan kelima belas unsur berbahasa
yang dihasilkan analisisnya dalam suatu akronim bahasa Inggris yang tergolong dalam
delapan unsur, sehingga menghasilkan istilah SPEAKING dengan huruf-huruf
pertamanya meliputi, S (setting dan scene), P (participants), E (ends), A (act sequences),
K (key), I (instrumentalities/jalur), N (norms), G (genres/bentuk dan ragam bahasa).
Menurut Hymes (dalam Pateda, 1992: 22-23), setting dan scene (S) dimaknai dalam
bahasa Indonesia yaitu letak atau tempat kejadian. Setting/latar berhubungan dengan
dimensi waktu dan tempat, sedangkan scene yakni tafsiran terhadap situasi. Oleh
21
karena itu, dapat diartikan bahwa setting/scene adalah penggambaran mengenai waktu,
tempat, dan suasana/situasi terjadinya suatu peristiwa. Participants (P) dalam bahasa
Indonesia mempunyai arti yaitu peserta. Peserta yang di maksud ialah pelaku atau
pihak-pihak yang terlibat dan berhubungan dengan pembicara, pendengar,
pendengar-pendengar yang ikut, dan sumber. Ends (E) dalam bahasa Indonesia
mempunyai arti yaitu tujuan. Lebih jelasnya dalam penelitian ini bagaiamana
maksud dan tujuan dari pemberian nama fans tersebut. Act sequence (A) yaitu
mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran dan isi ujaran ini
berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan
hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Key (K) dalam
bahasa Indonesia mempunyai arti yaitu nada atau pedoman. Menurut Hymes
(dalam Pateda, 1992: 22-23) key berhubungan jenis aksen, yaitu nada, cara, dan
semangat di mana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, dengan serius,
dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya.
Instrumentalities (I) yang di maksud yaitu bentuk bahasa dan variasi bahasa.
Instrumentalitiesini mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, jalur lisan, atau
tertulis seperti media sosial berupa facebook. Norms (N) dalam bahasa Indonesia
mempunyai arti yaitu norma atau aturan. Norma yang di maksud mengacu pada
norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya yang berhubungan dengan cara
berinterupsi, bertanya dan sebagainya. Selaian itu juga mengacu pada norma
penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara. Genre (G) dalam bahasa Indonesia
mempunyai arti yaitu aliran. Menurut Hymes (dalam Pateda, 1992: 22-23), genre
mengacu pada jenis bentuk penyampaian.
22
2.5 Bentuk Diksi dalam Kajian Sosiolinguistik
Bentuk diksi yang dimaksud adalah pilihan kata yang digunakan dalam
penamaan identitas nama fans tokoh publik Indonesia. Diksi-diksi tersebut
dikelompokkan berdasarkan kelas kata. Menurut Keraf (2000: 22-23), bahwa diksi
bukan hanya dipergunakan untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga
meliputi fraseologi, gaya bahasa dan ungkapan. Diksi yang digunakan dalam penamaan
identitas nama fans dapat berupa kata, kelompok kata (frasa), maupun klausa, namun
yang paling banyak ditemukan dalam penelitian tersebut adalah berbentuk kata.
Menurut Keraf (2000: 24) dari uraian yang singkat tersebut, dapat diturunkan tiga
kesimpulan utama mengenai diksi. Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian
kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana
membentuk pengelompokkan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-
ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-
nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan
bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok
masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan
oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu.
Bentuk diksi nama fans biasanya berupa kata dan frasa yang meliputi bentuk
kata berupa istilah, bentuk kata berupa nama individu, bentuk kata berupa nama
kelompok, bentuk kata berupa akronim, bentuk kata berupa singkatan, bentuk kata
yang menunjukkan wilayah/tempat, bentuk frasa berupa istilah, bentuk frasa
berupa nama kelompok, bentuk frasa berupa nama individu, bentuk frasa berupa
akronim, bentuk frasa berupa singkatan, bentuk frasa berupa simbol, bentuk frasa
yang menunjukkan wilayah/tempat, dan masih banyak lagi.
23
Menurut pendapat Djajasudarma (1993:5), makna adalah pertautan yang
ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Sejalan dengan
pendapat tersebut, Lyons (dalam Djajasudarma, 1993:5) menyebutkan bahwa
mengkaji makna atau memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian kata
tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata
tersebut berbeda dari kata-kata lain. Dari beberapa pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa makna merupakan arti dari suatu kata atau maksud pembicara
yang membuat kata tersebut berbeda.
2.6 Fungsi Bahasa
Fungsi bahasa secara umum yaitu komunikasi, sedangkan fungsi utama
bahasa yaitu sebagai alat komunikasi atau alat interaksi yang hanya dimiliki
manusia (Nababan, 1986: 38). Menurut Keraf (1984: 3-6), fungsi bahasa dapat
diturunkan dari dasar dan motif pertumbuhan bahasa. Dasar dan motif
pertumbuhan bahasa dalam garis besarnya dapat berfungsi, (a) untuk menyatakan
ekspresi diri, (b) sebagai alat komunikasi, (c) sebagai alat untuk mengadakan
integrasi dan adaptasi sosial, (d) sebagai alat untuk mengadakan kontrol sosial.
Selain fungsi di atas, terdapat banyak fungsi-fungsi bahasa lainnya, seperti yang
dikemukakan oleh Brinker (dalam Suwito, 2013:15-16) bahwa terdapat lima fungsi
dasar bahasa meliputi, (a) fungsi informasi, (b) fungsi mempengaruhi, (c) fungsi
obligasi, (d) fungsi kontak, (e) fungsi deklarasi. Dalam fungsi informasi, bahasa
digunakan untuk membagikan informasi kepada orang lain, sedangkan fungsi
mempengaruhi, bahasa digunakan untuk mempengaruhi orang lain dalam melakukan
sesuatu, fungsi obligasi, bahasa digunakan untuk meminta orang lain untuk melakukan
hal-hal yang wajib, dalam fungsi kontak, bahasa digunakan untuk menjalin kontak
24
dengan seseorang, menanyakan suatu hal dan sebagainya, dan fungsi deklarasi, bahasa
digunakan untuk mengungkapkan fakta baru, seperti pada surat pengangkatan,
sertifikat, dan ijazah.
Menurut Leech (1977: 47-50) fungsi bahasa dikategorikan dalam lima
fungsi, yakni fungsi informatif, fungsi ekspresif, fungsi direktif, fungsi estetis, dan
fungsi fatis. Fungsi informatif yaitu bahasa yang berfungsi sebagai alat untuk
menyampaikan informasi, fungsi ekspresif bahasa dipakai untuk mengungkapkan
perasaan dan sikap penuturnya, fungsi direktif yaitu jika bahasa yang digunakan
bertujuan untuk memepengaruhi perilaku atau sikap orang lain. Contoh fungsi
direktif bahasa adalah pada ujaran yang berupa perintah dan permohonan, fungsi
estetis bahasa yaitu penggunaan berkaitan dengan karya seni, dan fungsi fatis
yaitu fungsi bahasa yang digunakan untuk menjaga hubungan sosial secara baik
dan menjaga agar komunikasi tetap berkesinambungan.Oleh karena itu, di dalam
penelitian ini lebih mengacu pada lima fungsi bahasa yang dikemukakan oleh
Leech yaitu fungsi informatif, fungsi ekspresif, fungsi direktif, fungsi estetis, dan
fungsi fatis, karena menurut peneliti, data yang didapatkan sangat cocok dianalisis
dengan menggunakan teori tentang fungsi bahasa yang dikemukakan oleh Leech.