9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Brain Gym
Brain gym memiliki beragam definisi, mulai dari suatu permainan yang
membutuhkan tenaga besar hingga kegiatan sederhana. Brain gym berkaitan erat
dengan peran otak yang dapat mengembangkan kreativitas (berpikir kreatif).
a. Pengertian
Brain gym terdiri dari dua kata yaitu brain dan gym. Brain berasal dari
bahasa Inggris yang berarti otak (Suwondo Admojo & Darseno, 2005: 40). Gym
berasal dari akar kata gymnastics (bahasa Inggris) yang berarti olahraga senam
(Suwondo Admojo & Darseno, 2005: 136). Dennison & Dennison (2005: 1)
memiliki Brain Gym berupa serangkaian gerak sederhana yang menyenangkan
dan digunakan oleh para murid di Educational Kinesiology (Edu-K) untuk
meningkatkan kemampuan belajar mereka dengan menggunakan keseluruhan
otak. Edu-Kinestetik adalah nama penerapan kinestetik (gerakan) terhadap studi
mengenai otak, badan kiri-kanan, dan integrasi antara keduanya dalam rangka
mengurangi stres dan memaksimalkan potensi belajar (Dennison & Dennison,
2005: 74). Peneliti menyimpulkan dari pemaparan di atas, bahwa Brain Gym
adalah serangkaian gerak sederhana untuk meningkatkan kemampuan belajar
mereka dengan menggunakan keseluruhan otak.
Latar belakang gerakan Brain Gym adalah untuk menstimulasi,
meringankan, dan merelaksasi anak dalam pembelajaran. Kegunaan tersebut
10
terdapat dalam tiga dimensi, yaitu: 1) dimensi lateralitas, 2) dimensi pemfokusan,
dan 3) dimensi pemusatan (Dennison & Dennison, 2005: 1).
1) Dimensi Lateralitas
Brain Gym berfungsi untuk memberi stimulasi dalam dimensi lateralitas.
Kemampuan lateral adalah keterampilan berkomunikasi, berbahasa, dan
keterampilan melakukan kegiatan jarak dekat yang memerlukan orientasi ruang
gerak tubuh kiri-kanan (Dennison & Dennison, 2005: 2). Sedangkan Pangrazi &
Daeur (1981: 18) menyatakan kemampuan lateralitas merupakan faktor yang
mempengaruhi kemampuan koordinasi tubuh sebagai kemampuan motorik dasar.
Sisi tubuh manusia dibagi menjadi kanan dan kiri. Sifat ini memungkinkan
dominasi salah satu sisi, misal menulis dengan tangan kanan atau kiri, dan juga
untuk integrasi kedua sisi tubuh (bilateral integration), yaitu untuk menyeberangi
garis tengah tubuh untuk bekerja di “bidang tengah” (Dennison & Dennison,
2005: 2). Kemampuan ini dapat meningkatkan perceptual motor tubuh (Pangrazi
& Daeur, 1981: 15). Jika keterampilan ini dikuasai maka anak dapat
menerjemahkan kode/ simbol tertulis. Penguasaan tersebut merupakan
kemampuan dasar akademik. Ketidakmampuan untuk menyeberangi garis tengah
mangkibatkan apa yang disebut ketidakmampuan belajar (learning disabled) atau
disleksia. Gerakan-gerakan yang menstimulasi koordinasi kedua belahan otak dan
gabungan dua sisi (bilateral) terdapat dalam kegiatan Brain Gym (Dennison &
Dennison, 2005: 2).
Koordinasi kedua belahan otak jarang dilakukan dalam pembelajaran,
terlebih pengembangan otak kanan. Gowan (dalam Endyah Murniati, 2012: 31)
11
sepakat bahwa kekeliruan pembelajaran adalah kurangnya perhatian terhadap
pengembangan fungsi otak kanan. Berbeda dengan otak kiri yang sering diberi
rangsangan seperti baca, tulis, dan hitung (calistung).
Torrance (dalam Endyah Murniati, 2012: 31) menyampaikan bahwa terjadi
penurunan kreativitas (creativity drop) pada usia 7-12 tahun. Hal ini disebabkan
oleh otak belahan kanan yang diabaikan pada usia tersebut. Pendidikan kesenian,
musik, mengarang bebas, dan drama sangat baik untuk pertumbuhan otak kanan.
Pendidikan tersebut tentunya harus disesuaikan dengan perkembangan nilai
agama dan moral sesuai tahapannya. Akan tetapi, penekanan dalam pembelajaran
tidakhanya pada sisi otak kanan maupun kiri saja. Suyadi (2014: 59) menegaskan
bahwa semua bagian otak bekerja secara serentak karena antar miliaran sel saling
berkoneksi dalam merespon setiap informasi (termasuk pembelajaran) yang
diterima. Hal itu mengindikasikan bahwa seluruh bagian otak harus bekerja
optimal.
2) Dimensi Pemfokusan
Brain Gym berfungsi untuk meringankan aktivitas dalam dimensi
pemfokusan. Fokus adalah kemampuan menyeberangi “garis tengah partisipasi”
yang memisahkan bagian belakang dan depan tubuh, dan juga bagian belakang
(occipital) dan depan otak (frontal lobe) (Dennison & Dennison, 2005: 2). Secara
sederhana, fokus adalah kemampuan seseorang berkonsentrasi pada suatu bagian
dari pengalaman, membedakan, dan membatasinya dari bagian lainnya melalui
kesadaran kesamaan dan perbedaan (Dennison & Dennison, 2005: 74). Garis
tengah partisipasi adalah garis bayangan vertikal di tengah tubuh (dilihat dari
12
samping), memisahkan tubuh serta otak bagian depan dan bagian belakang,
tergantung partisipasi batin pada suatu kegiatan apakah seseorang berada di depan
atau belakang garis tersebut. Kurang fokus menghasilkan kurangnya ekspresi diri
dan keaktifan dalam pembelajaran. Masalah yang terjadi dalam dimensi ini misal
anak yang kurang fokus (underfocused, kurang perhatian, kurang pengertian,
terlambat bicara, hiperaktif) dan anak yang fokus berlebih (overfocused)
(Dennison & Dennison, 2005: 2). Padahal anak memiliki tingkat fokus yang
rendah. Akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan aktivitas yang bervariasi. Hal ini
memberikan kebebasan gerak anak (Pangrazi & Dauer, 1981: 14). Gerakan brain
gym dapat membantu melepaskan hambatan fokus dengan aktivitas bagian depan
dan belakang otak (Dennison & Dennison, 2005: 2).
3) Dimensi Pemusatan
Brain Gym berfungsi untuk merelaksasi tubuh dalam dimensi pemusatan.
Pemusatan adalah kemampuan menyeberangi garis yang memisahkan anntara
muatan emosional dan pikiran abstrak serta untuk mengatur gerakan-gerakan
reflex tubuh (Dennison & Dennison, 2005: 76). Emosional diatur dalam bagian
tengah sistem limbik (midbrain). Pikiran abstrak diatur dalam otak besar
(cerebrum). Hal ini sesuai dengan pendapat Crossley (dalam Dietze, 2006: 80)
yang menyatakan “current studies in the field of developmental, educational and
physiological pshycology suggest the child’s earliest learning is based on
movement and so too is the collection of subsequent knowledge”. Artinya, gerakan
merupakan dasar pembelajaran anak dan gerakan bisa menambah pengetahuan
13
lain. Contoh, ketika anak diminta bermain tanpa ruang yang luas, ia juga akan
belajar tentang konsep ruang, bentuk, dan cara berpikir abstrak.
Ketidakmampuan pemusatan ditandai berupa ketakutan tak beralasan atau
tidak mampu merasakan atau menyatakan emosi. Gerakan Brain Gym saat
membuat relaks dan membantu menyiapkan anak untuk mengolah informasi tanpa
pengaruh emosi negatif disebut pemusatan (Dennison & Dennison, 2005: 2).
Gerakan ini sangat bermanfaat dalam menyerap kegiatan pembelajaran
dan kemampuan akademik. Crossley (dalam Dietze, 2006: 80) juga sepakat
melalui pernyataannya sebagai berikut.
“New research in the development and function of the human brain is
encouraging early childhood practitioners to revisit the importance of
encouraging movements activities for young children. The more movement
experiences children have, the more efficient their brain become at
processing motor responses. Developing and using nerve tissue is a
mutually enhancing process, and using the neural muscular mechanism
facilities development.”
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa perkembangan dan fungsi otak
manusia akan meningkat apabila pengasuh anak usia dini kembali mengingat
pentingnya gerakan bagi anak usia dini. Pengalaman gerakan anak berfungsi
meningkatkan respon motor.
Kelebihan (Eva Imania Eliasa, 2007: 2) dari gerakan untuk anak adalah
a. anak belajar dan bekerja tanpa stres, karena dilakukan dalam waktu singkat,
b. tidak memerlukan bahan atau tempat khusus, sehingga dapat menyesuaikan
situasi belajar dan bekerja dalam kehidupan sehari-hari,
c. dapat meningkatkan kepercayaan diri,
14
d. hasil akan segera dirasakan dalam hal kemandirian anak dalam belajar dan
seseorang dalam bekerja,
e. meningkatkan potensi dan keterampilan yang dimiliki, karena brain gym
menyenangkan dan menyehatkan.
Brain Gym ini memiliki tiga hal penting (Dennison & Dennison, 2005: 3),
yaitu:
a. belajar adalah kegiatan yang alami dan menyenangkan yang terus terjadi
sepanjang hidup,
b. kesulitan belajar adalah tidak mampunya seseorang menghadapi stres dan ragu
menghadapi tugas baru, dan
c. anak akan berkesulitan belajar jika tidak melakukan gerakan/ aktivitas.
Peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan Brain Gym adalah serangkaian
gerak sederhana yang menyenangkan dan digunakan oleh para murid di
Educational Kinesiology (Edu-K) untuk meningkatkan kemampuan belajar
dengan menggunakan kerja keseluruhan otak. Brain Gym berfungsi untuk
memberi stimulasi, meringankan, dan merelaksasi anak. Ketiga fungsi ini masuk
ke dalam tiga dimensi yaitu: lateralitas, pemfokusan, dan pemusatan. Kelebihan
gerakan Brain Gym adalah mengurangi stress, hemat tempat, meningkatkan
kepercayaan diri, meningkatkan kemandirian, dan meningkatkan potensi maupun
keterampilan.
15
b. Jenis gerakan
Dennison & Dennison (2005: 1) membagi gerakan Brain Gym menjadi
tiga: 1) gerakan menyeberangi garis tengah, 2) gerakan meregangkan otot, dan 3)
gerakan meningkatkan energi dan penguatan sikap.
1) Gerakan menyeberangi garis tengah (the middle movements)
Dennison & Dennison (2005: 5) menyatakan bahwa gerakan
menyeberangi garis tengah berfokus pada gerakan tubuh bagian kiri dan kanan
dengan melewati bagian tengah tubuh. Bidang tengah adalah wilayah penglihatan
kiri dan kanan yang tumpang tindih agar dapat belajar secara terpadu (Dennison &
Dennison, 2005: 74). Menurut Pate et al (1984: 144), bidang tengah atau yang
disebut bidang lateral adalah bidang yang membagi badan menjadi ruas-ruas
kanan dan kiri dengan sebuah sumbu horizontal melalui persendian dari sisi yang
satu ke sisi lainnya. Perkembangan kemampuan gerak bilateral/ gerak dua sisi
tubuh sangat diperlukan untuk melatih kemandirian seperti merangkak, dan
berjalan. Selain itu, kemampuan gerak bilateral berfungsi mengatur kerja seluruh
tubuh dan meningkatkan kemampuan belajar melalui penglihatan jarak dekat
(Dennison & Dennison, 2005: 5).
2) Gerakan Meregangkan Otot (Lengthening Activities)
Dennison & Dennison (2005: 29) menyatakan gerakan meregangkan otot
berfungsi untuk mengembangkan dan menguatkan hubungan-hubungan saraf.
Hubungan saraf ini dapat menyambungkan informasi di otak belakang yang akan
diolah dan diterjemahkan pada otak bagian depan. Gerakan ini juga dapat
mengurangi ketidakmampuan berbahasa yang menghasilkan informasi spesifik.
16
Selama 5 bulan pertama, informasi sudah tersimpan di batang otak. Batang otak
berfungsi dalam hal penciuman menggunakan saraf. Saraf penciuman ini menuju
sistem limbik. Selain itu, batang otak juga berperan dalam kerja denyut jantung,
pernapasan, suhu tubuh, pencernaan, dan sistem aktivasi artikular yang berperan
dalam kesadaran otak (Suyadi, 2014: 88). Kesadaran otak memiliki peran penting
dalam kegiatan belajar anak.
Beberapa anak merasa belajar sebagai sesuatu yang menakutkan. Akan
tetapi, ketika anak dalam lingkungan baru dan menangkap terlalu banyak
informasi, ia akan menarik diri sehingga merasa cukup aman dan lebih mudah
untuk maju. Anak yang selalu menarik diri karena merasa tidak aman/ berbahaya
suatu saat akan melakukan gerak reflex fisiologis. Salah satu gerak refleks
fisiologis terhadap bahaya adalah kontraksi otot. Apabila otot berkontraksi maka
akan menggunakan kekuatan di atas kedua ruas yang diikatnya (Pate et al, 1984:
154). Jika kekuatan itu mendapat perlawanan maka otot memendek di bagian
belakang tubuh (dari kepala sampai tumit). Hal ini dapat mengganggu
keseimbangan di dalam telinga dan kesadaran ruang gerak. Respon ini dikenal
sebagai tendon-guard reflex. Hurlock (1978: 138) menyatakan bahwa gangguan
keseimbangan menimbulkan perilaku anak, seperti canggung, lesu, dan mudah
teralihkan perhatiannya. Hal ini menyebabkan anak susah memusatkan pikiran
dalam mengerjakan tugas dalam pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa Brain
Gym mampu meningkatkan perhatian anak terhadap pembelajaran.
17
3) Gerakan meningkatkan energi dan penguatan sikap (energy exercises
and deepening attitude).
Dennison & Dennison (2005: 43) menyatakan bahwa gerakan
meningkatkan energi dan menunjang sikap positif mengaktifkan kembali
hubungan-hubungan saraf antara tubuh dan otak sehingga memudahkan aliran
energi elektromagnetis ke seluruh tubuh. Gerakan-gerakan ini menunjang
perubahan elektrik dan kimiawi yang berlangsung selama semua kejadian mental
dan fisik. Weinberg & Gould (dalam Komarudin, 2013: 70) menjelaskan
“Confidence is characterized by a high expectancy of success. It can help
individuals in the following areas: (a) confidence arouses positive emotions, (b)
confidence facilitates concentration, (c) confidence affects goals, (d) confidences
increase effort, (e) confidence affects game strategy,and (f) confidence affects
psychological momentum.”
Pendapat di atas mengartikan bahwa munculnya sikap atau emosi positif
sejalan dengan peningkatan kepercayaan diri. Kepercayaan diri juga mampu
meningkatkan konsentrasi, berani mengambil risiko/ tantangan/ usaha/ strategi,
dan mental yang kuat. Setyobroto (dalam Komarudin, 2013: 72) menyatakan
ketidakpercayaan diri merupakan faktor penghambat pencapaian prestasi.
Energi dari tiga dimensi tubuh (kiri-kanan, atas-bawah, belakang-depan,
dan sebaliknya) meningkatkan kemampuan memahami arah, sadar kiri dan kanan,
pemusatan dan pemfokusan serta sadar akan keberadaan dalam ruang dan
hubungan dengan benda-benda sekitar. Gerakan meningkatkan energi dapat
meningkatkan kepekaan terhadap rangsangan luar yang biasanya berkembang saat
bayi. Kepekaan ini terjadi apabila terdapat kecocokan antara apa yang dilihat dan
apa yang dirasakan (Dennison & Dennison, 2005: 44). Rangsangan sensori yang
masuk (kecuali penciuman), masuk ke dalam thalamus (berasal dari bahasa
18
Yunani yang berarti ruang dalam). Informasi akan diproses di bagian otak lain.
Otak besar (cerebrum) juga mengirimkan sinyal elektrik pada thalamus termasuk
dalam hal kognitif dan memori (Suyadi, 2014: 91). Sinyal tersebut diteruskan
serabut syaraf menuju otak. Sinyal tersebut berguna merespon rangsangan luar
tubuh. Tanpa kesesuaian antara rangsangan dan respon maka akan terjadi konflik
sensorik sehingga menyebabkan kesulitan belajar (Dennison & Dennison, 2005:
44).
Peneliti menyimpulkan bahwa gerakan Brain Gym ada tiga, yaitu: gerakan
menyeberangi garis tengah (the middle movements), gerakan meregangkan otot
(lengthening activities), serta gerakan meningkatkan energi dan penguatan sikap
(energy exercises and deepening attitude). Gerakan menyeberangi garis tengah
(the middle movements) melatih kemandirian dan koordinasi seluruh tubuh, dan
meningkatkan kemampuan belajar melalui penglihatan jarak dekat. Gerakan
meregangkan otot (lengthening activities) meningkatkan keterampilan komunikasi
dan berani mengambil risiko. Gerakan meningkatkan energi dan penguatan sikap
(energy exercises and deepening attitude) melatih kemampuan mengetahui
arah, pemusatan-fokus, dan kesadaran/ kepekaan, kepercayaan diri, konsentrasi,
keberanian mengambil risiko atau tantangan, usaha, strategi, menimbulkan rasa
aman.
c. Pengembangan Keterampilan
Dennison & Dennison (2005: 63) menyatakan bahwa Brain Gym dapat
meningkatkan beberapa keterampilan, yaitu: keterampilan membaca, keterampilan
19
berpikir, kecakapan menulis, kecakapan kesadaran diri, keterampilan belajar di
lingkungan rumah, lingkungan pribadi. Keterampilan terebut mampu
dikembangkan dengan beberapa teknik gerakan. Dennison & Dennison (2005: 69)
memberikan teknik gerakan yang mampu meningkatkan kretivitas anak (berpikir
kreatif) yaitu: a) gerakan silang, b) luncuran grativasi, c) mengisi energi, dan d)
olengan pinggul.
1) Gerakan silang
Caranya yaitu anak mempertemukan tangan kiri dan kaki kanan begitu
sebaliknya secara bergantian. Gerakan ini dilakukan 2 (dua) kali. Gerakan
silang merupakan gerakan pemanasan yang menghubungkan kedua sisi otak.
Gerakan pemanasan ini berguna untuk menyeberangi garis tengah lateral
tubuh.
Gambar 2. Gerakan Silang
2) Luncuran grativasi
Langkahnya yaitu: (1) anak berdiri sambil membungkuk, tangan lurus
ke bawah; (2) anak menarik nafas diikuti gerakan tangan ke atas kemudian
mengeluarkan nafas diikuti tangan ke depan sambil mengeluarkan suara.
Gerakan ini dilakukan 8 (delapan) kali. Gerakan ini melepaskan ketegangan
20
wilayah pinggul dan pelvis sehingga anak dapat duduk dan berdiri dengan
nyaman (Dennison & Dennison, 2005: 39).
Gambar 3. Luncuran Gravitasi
3) Mengisi energi
Langkahnya yaitu: (1) anak duduk jongkok kaki, lutut menyentuh
lantai, tangan ditempatkan di lutut, (2) anak menarik nafas sambil
menggerakkan kepala dari menunduk, (3) anak mengeluarkan nafas dengan
mengangkat dahinya, kepala menghadap ke atas. Gerakan ini dilakukan 7
(tujuh) kali. Gerakan bolak balik kepala meningkatkan peredaran ke otak
bagian depan (frontal lobe) untuk meningkatkan kemampuan memahami dan
berpikir rasional.
Gambar 4. Mengisi Energi
21
4) Olengan pinggul
Langkahnya yaitu: (1) anak menengadahkan badan ke langit-langit,
tangan dan kaki menopang tubuh, kaki menekuk ke depan, (2) pinggul
digoyangkan kanan dan kiri. Gerakan ini dilakukan 6 (enam) kali. Olengan
pinggul dapat membuat rileks punggung bawah dan tulang kelangkang
(sacrum) dengan memijat kelompok otot hamstring (otot sekitar paha) dan otot
gluteus (otot sekitar pantat). Selain itu,dapat menstimulasi saraf di pinggul
yang melemah karena terlalu lama duduk. Ketika tulang kelangkang dapat
bergerak bebas, otak menjadi aktif karena berada pada ujung jalur susunan
saraf pusat. Peredaran cairan pada tulang belakang dirangsang sehingga tubuh
bekerja lebih efisien.
Gambar 5. Olengan Pinggul
Dennison & Dennison (2005: 69) menyatakan bahwa fokus, perhatian, dan
konsentrasi memerlukan perpaduan pengalaman masa lalu (nyata, khayalan, atau
seolah-olah mengalami sendiri) dan informasi baru (diterima oleh otak belakang
dan diungkapkan dalam bahasa melalui otak depan). Perpaduan inilah yang
disimpan sebagai pengetahuan. Pengetahuan ini dapat ditemukan melalui
brainstorming. Brainstorming adalah bersama-sama membicarakan suatu ide
22
(Levine, 2004: 253-254). Aktivitas yang dimulai tanpa modal apapun atau dengan
hal kecil bahkan bisa menghasilkan suatu produk atau kumpulan pendapat yang
inovatif akan mengembangkan pemikiran kreatif secara bebas. Hal ini berarti
brainstorming merupakan bagian dari kreativitas.
2. Kreativitas
Kreativitas (berpikir kreatif) dalam penelitian ini akan membahas memiliki
bagian-bagian penting seperti pengertian, teori proses, aspek kreativitas,
karakteristik pribadi kreatif, dan perkembangan kreativitas usia 5-6 tahun.
a. Pengertian
Suratno (2005: 24) menyatakan bahwa kreativitas merupakan suatu
aktivitas imajinatif yang memanifestasikan kecerdikan dari pikiran yang berdaya
untuk menghasilkan suatu produk dan atau untuk menyelesaikan masalah. Yeni
Rachmawati dan Euis Kurniati (2010: 16) mengemukakan kreativitas merupakan
suatu proses mental individu yang melahirkan gagasan, proses, metode ataupun
produk baru yang efektif yang bersifat imajinatif, estetis, fleksibel, interasi,
suksesi, diskontinuitas, dan diferensiasi yang berdaya guna dalam berbagai bidang
untuk pemecahan suatu masalah. Tri Wahyulis Setyowati (2012: 10) menyatakan
bahwa kreativitas merupakan aktivitas imajinatif yang mampu menghasilkan
sesuatu yang orisinal, kreativitas merupakan proses perwujudan (manifestasi) dari
kecerdikan dalam pencarian sesuatu yang bernilai, kreativitas merupakan hasil
dari pemikiran yang berdaya, kreativitas merupakan aktivitas yang bertujuan
menghasilkan sesuatu produk yang baru. Julius Chandra (1994: 17) menyatakan
23
kreativitas adalah kemampuan mental dan berbagai jenis keterampilan khas
manusia yang dapat melahirkan pengungkapan yang unik, berbeda, orisinal, sama
sekali baru, indah, efisien, tepat sasaran, dan tepat guna. Menurut Stenberg (2006:
398), banyak peneliti yang mendefinisikan secara luas kreativitas sebagai proses
memproduksi sesuatu yang orisinil dan bernilai. Sedangkan, Utami Munandar
(1995: 73) menyatakan bahwa kreativitas atau berpikir kreatif adalah suatu proses
yang tercermin dari kelancaran, fleksibilitas, dan orisinalitas dalam berpikir.
Bambang Utomo (2001: 47) menyatakan berpikir kreatif harus dimulai
dengan sikap eksploratif terhadap berbagai kemungkinan atau alternatif baru.
Langrehr (2003: 14) menyatakan bahwa berpikir kreatif adalah keluar dari pola
berpikir biasa (membebaskan diri dari pola yang biasa diingat otak). Drevdahl
(Hurlock, 1978: 4) mengemukakan bahwa kreativitas adalah kemampuan
seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk, gagasan apa saja yang baru,
dan tidak dikenal pembuatnya.
Clegg & Birch (2001: 6) membagi kreativitas dalam 3 jenis, yaitu:
kreativitas artistik (artistic creativity), kreativitas penemuan (creativity of
discovery), kreativitas humor (creativity of humor).
Unsur karakteristik kreativitas menurut Hurlock (1978: 5) yaitu: 1)
kreativitas merupakan proses, bukan hasil; 2) proses yang mempunyai tujuan,
mendatangkan keuntungan bagi individu maupun masyarakat; 3) kreativitas
mengarah pada penciptaan baru, berbeda, dan unik dalam bentuk lisan-tulisan
maupun konkret-abstrak; 4) kreativitas berasal dari pemikiran divergen,
sedangkan konformitas dan pemecahan sehari-hari berasal dari pemikiran
24
konvergen; 5) kreativitas merupakan suatu cara berpikir (bukan berarti
kecerdasan) yang mencaku kemampuan mental selain berpikir; 6) kemampuan
mencipta bergantung pada perolehan pengetahuan yang diterima; dan 7)
kreativitas merupakan bentuk imajinasi yang terkendali dan mengarah pada
bentuk prestasi, seperti melukis, membangun dengan balok, dan melamun.
Penjabaran di atas memberikan pengertian kreativitas. Peneliti
menyimpulkan bahwa kreativitas adalah proses mental akibat dari proses
perwujudan (manifestasi) kecerdikan dalam mencari suatu hal berupa gagasan,
proses, dan metode yang memiliki karakteristik kelancaran, kelenturan, keaslian,
dan elaborasi.
b. Teori Proses Kreatif
Para peneliti sepakat bahwa kreativitas/ berpikir kreatif merupakan proses
mental. Berikut beberapa teori tentang terjadinya proses dalam berpikir kreatif/
kreativitas. Teori proses kreatif memiliki dua pandangan, yaitu: 1) Teori Wallas,
dan 2) Teori Belahan Otak Kanan-Kiri.
1) Teori Wallas
Wallas (dalam Utami Munandar, 1999: 37) menyatakan proses kreatif
terdiri empat tahap, yaitu: a) persiapan, b) inkubasi, c) iluminasi, dan d)
verifikasi/ evaluasi.
a) Persiapan. Seseorang mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah
dengan berpikir, mencari jawaban, bertanya kepada orang lain, dan
sebagainya.
25
b) Inkubasi. Kegiatan mencari dan mengumpulkan data/ informasi kemudian
berhenti sejenak. Seseorang seperti melepaskan diri dari masalah tersebut.
Namun, memasukkannya ke dalam alam pra-sadar. Tahap ini penting untuk
memunculkan inspirasi. Hal ini awal mula suatu penemuan atau kreasi baru
dan berasal dari daerah pra-sadar atau timbul dalam keadaan tidak sadar
secara penuh.
c) Iluminasi. Tahap ini merupakan tahap timbulnya „insight‟ atau „Aha-
Erlebnis‟. Saat timbulnya inspirasi/ gagasan baru terdapat pula proses
psikologis
d) Verifikasi atau evaluasi. Tahap ini memadukan antara ide atau kreasi baru
dengan realitas. Perlu adanya pemikiran yang kritis dan konvergen. Dengan
kata lain, proses divergensi (pemikiran kreatif) harus diikuti oleh proses
konvergensi (pemikiran kritis).
Cropley (dalam Utami Munandar, 1999: 75) menekankan teori Wallas dengan
menunjukkan hubungan antara proses kreatif dan produk yang dicapai. Ia
mengatakan bahwa pada perilaku kreatif terdapat ciri-ciri psikologis yang saling
berinteraksi sebagai hasil dari berpikir konvergen dan kecerdasan (pengetahuan,
dan keterampilan) manusia yang memiliki unsur mental. Ketika seseorang
mengahadapi masalah yang harus dipecahkan, maka ia akan menggabungkan
unsur-unsur mental sampai timbul kesesuaian seperti gagasan, model, tindakan,
cara menyusun kata, melodi, atau bentuk. Pemikiran divergen mampu
menggabungkan unsur-unsur dengan cara yang tidak lazim dan tidak terduga.
Susunan kesesuaian tersebut tidak memerlukan berpikir konvergen dan divergen
26
saja. Berikut beberapa faktor lain yang mempengaruhi, yaitu: a) motivasi, b)
karakter pribadi yang terbuka terhadap pembaruan, c) unsur sosial, dan d)
keterampilan komunikasi.
2) Teori Belahan Otak Kanan dan Kiri
Bayi dilahirkan dalam keadaan belum memiliki gerakan yang teratur.
Anak melakukan adaptasi sehingga anak mampu mengubah pola menjadi lebih
teratur sesuai fungsinya seperti arah kanan atau kiri. Hal ini dipengaruhi oleh
belahan (hemisfer) otak. Hemisfer otak memiliki dua bagian yaitu hemisfer kanan
dan kiri. Keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Hemisfer kanan berfungsi
mengendalikan cara kerja otak kiri. Hemisfer kiri berfungsi mengendalikan cara
kerja otak kanan. Dominasi penggunaannya sering muncul. Anak Indonesia pada
umumnya lebih dominan menggunakan tangan kanan yang berarti dominasi
hemisfer kiri (Utami Munandar, 1995: 42). Optimalisasi otak tidak hanya
ditekankan pada otak kiri atau pun otak kanan saja. Namun, kedua belahan otak
perlu bekerja bersama. Kerjasama ini dapat meningkatkan pemahaman. Berikut
tahap optimalisasi otak, yaitu: (a) menangkap dan menyimpan informasi, (b)
mengubah informasi menjadi ide baru, dan (c) mengaplikasikan ide baru untuk
menyelesaikan masalah. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah relaksasi.
Menurut Suyadi (2014: 143) anak harus berdiri dan bergerak pada waktu tertentu
saat pembelajaran. Gerakan sederhana tersebut dapat memberi kebugaran tubuh
dan menambah jumlah oksigen dalam otak. Oksigen dan glukosa (gula tubuh)
akan bersama menghasilkan aliran listrik. Aliran listrik akan berubah menjadi
aliran kimiawi ketika meloncati ujung sel saraf ke sel saraf lain. Aliran kimiawi
27
akan diteruskan dan berubah menjadi ide baru. Ide baru akan membuat anak
menjadi lebih berpikir kreatif. Torrance (dalam Dedi Supriadi, 1994) berpendapat
bahwa penurunan kreativitas (creativity drop) terjadi pada anak usia 7-12 tahun.
Hal ini berarti bahwa usia 5-6 tahun memiliki kreativitas yang relatif masih tinggi.
Teori ini diterapkan oleh Dennison & Dennison dalam kegiatan Brain Gym Edu-K
(Dennison & Dennison, 2005: 1).
Peneliti menggunakan teori belahan otak kanan dan kiri. Hal ini
disebabkan oleh adanya keterkaitan antara teori proses kreativitas belahan otak
kanan-kiri dengan brain gym yang dikembangkan Dennison & Dennison dalam
Edu-K.
c. Aspek-aspek Kreativitas
Aspek kreativitas menurut Parnes (dalam Yeni Rachmawati dan Euis
Kurniati, 2010: 14) ada 5 (lima) macam, yaitu:
1) Fluency (kelancaran).Yaitu kemampuan dalam mengemukakan ide-ide untuk
memecahkan masalah.
2) Flexibility (keluwesan). Yaitu kemampuan untuk menghasilkan ide untuk
memecahkan masalah dengan hal di luar kebiasaan.
3) Originality (keaslian). Yaitu kemampuan memberikan respon unik.
4) Elaboration (keterperincian). Yaitu kemampuan menyatakan pengarahan ide
secara terperinci untuk mewujudkan ide menjadi kenyataan.
5) Sensitivity (kepekaan). Yaitu kepekaan dalam menangkap dan menghasilkan
masalah sebagai tanggapan terhadap situasi.
28
Jamaris (dalam Yuliani Nurani Sujiono & Bambang Sujiono, 2010: 38)
menyatakan bahwa aspek kreativitas ada lima, yaitu:
1) kelancaran dalam memberikan jawaban dan atau mengemukakan ide atau
pendapat,
2) kelenturan berupa kemampuan untuk mengemukakan berbagai alternatif dalam
memecahkan masalah,
3) keaslian berupa kemampuan untuk menghasilkan berbagai ide atau karya yang
asli hasil pemikiran sendiri,
4) elaborasi berupa kemampuan untuk memperluas ide dan aspek-aspek yang
mungkin tidak terpikirkan atau terlihat oleh orang lain, dan
5) keuletan dan kesabaran berupa kemampuan untuk berani menghadapi situasi
yang tidak menentu.
Utami Munandar (1999: 65) meneliti penilaian kreativitas mengarang
dengan menggunakan empat aspek kreativitas, yaitu: 1) kelancaran, 2) kelenturan,
3) keaslian, dan 4) keterperincian (elaborasi, kekayaan).
Pemaparan berbagai pendapat tentang aspek kreativitas di atas,
memberikan gambaran peneliti untuk menggunakan empat aspek penelitian, yaitu:
kelancaran, kelenturan, keaslian, dan elaborasi. Keuletan dan kesabaran tidak
digunakan dalam penelitian ini diebabkan membutuhkan jangka waktu yang lebih
lama untuk diteliti.
29
d. Karakteristik Kreativitas Anak Usia 5-6 Tahun
Teori Carl Rogers (dalam Utami Munandar, 1999: 67) menyampaikan tiga
kondisi internal pribadi kreatif, yaitu: 1) keterbukaan terhadap pengalaman, 2)
kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang
(internal locus of evaluation), dan 3) kemampuan untuk bereksperimen, „bermain‟
dengan konsep.
Supriadi (dalam Dedi Supriadi 1994: 120) menyatakan bahwa ciri pribadi
yang kreatif adalah:
“1) terbuka terhadap pengalaman baru, 2) fleksibel dalam berpikir dan
merespon, 3) bebas dalam menyatakan pendapat dan perasaan, 4) menghargai
fantasi, 5) tertarik pada kegiatan kreatif, 6) mempunyai pendapat sendiri dan tidak
terpengaruh orang lain, 7) mempunyai rasa ingin tahu yang besar, 8) toleran
terhadap perbedaan pendapat dan situasi yang tidak pasti, 9) berani mengambil
resiko yang diperhitungkan, 10) percaya diri dan mandiri, 11) memiliki tanggung
jawab dan komitmen kepada tugas, 12) tekun dan tidak mudah bosan, 13) tidak
kehabisan akal dalam memecahkan masalah, 14) kaya akan insiatif, 15) peka
terhadap situasi lingkungan, 16) lebih berorientasi ke masa kini dan masa depan
daripada masa lalu, 17) memiliki citra diri dan stabilitas emosi yang baik, 18)
tertarik kepada hal-hal yang abstrak, kompleks, holistik, dan mengandung teka-
teki, 19) memiliki gagasan yang orisinal, 20) mempunyai minat yang luas, 21)
menggunakan waktu luang untuk kegiatan yang bermanfaat dan konstruktif bagi
pengembangan diri, 22) kritis terhadap pendapat orang lain, 23) senang
mengajukan pertanyaan yang baik, dan 24) memiliki kesadaran etik-moral dan
estetik yang tinggi.”
Catron dan Allen (dalam Yuliani Nurani Sujiono dan Bambang Sujiono,
2010: 40) menyatakan bahwa ada dua belas indikator kreatif pada anak usia dini,
yaitu: 1) anak berani mengambil risiko berperilaku berbeda dan mencoba hal baru
maupun sulit; 2) anak memiliki selera humor yang luar biasa dalam kehidupan
sehari-hari; 3) anak berpendirian tegas/ tetap, terang-terangan, dan berkeinginan
untuk bicara terbuka dan bebas; 4) anak bersifat non konfirmis (melakukan
sesuatu dengan caranya sendiri); 5) anak mengekspresikan imajinasi secara
30
verbal, misal: membuat kata-kata lucu atau cerita fantastis; 6) anak memiliki rasa
ingin tahu yang tinggi (misal: tertarik pada berbagai hal, senang bertanya); 7) anak
menjadi terarah dan termotivasi oleh diri sendiri, anak memiliki imajinasi, dan
menyukai fantasi; 8) anak terlibat dalam eksplorasi sistematis dan disengaja dalam
rencana dari suatu kegiatan; 9) anak menggunakan imajinasinya dalam bermain
terutama bermain pura-pura; 10) anak menjadi inovatif, penemu, dan memiliki
banyak sumber daya; 11) anak bereksplorasi, berkesperimen dengan objek (misal:
memasukkan atau menjadikan sesuatu sebagai bagian dari tujuan), dan 12) anak
bersifat fleksibel bahkan anak berbakat dapat mendesain sesuatu.
Utami Munandar (1988: 53) membagi usia pra sekolah menjadi dua, yaitu:
1) 0-2 tahun. Masa pertumbuhan anak ditandai oleh kecenderungan sensoris/
motoris.
2) 2-7 tahun. Masa perkembangan ini mencakup usia 5-6 tahun. Perkembangan
anak cenderung memiliki suasana intuitif yaitu segala perbuatan rasional
tidak didukung pemikiran rasional tetapi perasaan. Kreativitas untuk masa ini
belum memiliki kriteria tepat guna dan tepat sasaran. Sebenarnya tepat guna
dan tepat sasaran dapat dipenuhi dengan membuat sederhana pengertiannya.
Namun, yang dimaksud tepat guna dan tepat sasaran adalah bermanfaat bagi
banyak orang. Oleh karena itu, pengertian kreativitas khususnya pada anak
usia 5-6 tahun, tidak sampai pada tahapan tepat guna dan tepat sasaran.
Thomas (dalam Harun Rasyid dkk, 2009: 126) menyatakan anak berusia 4-
6 tahun (usia TK) memiliki karakteristik individual secara umum yaitu game-
playing activity. Game-playing activity memiliki kaitan yang erat dengan gerak.
31
Freeman dan Munandar (dalam Suyanto, 2005: 75) menyatakan perilaku
kreativitas alamiah anak prasekolah diidentifikasi dari ciri-ciri berikut, yaitu: 1)
senang menjajaki lingkungannya, 2) mengamati dan memegang segala sesuatu,
eksplorasi secara ekspansif dan eksesif, 3) rasa ingin tahu besar, suka mengajukan
pertanyaan yang kontinyu, 4) spontan menyatakan pikiran dan perasaan, 5) suka
berpetualang mencari pengalaman baru, 6) suka melakukan eksperimen, 7) jarang
merasa bosan, dan 8) mempunyai daya imajinasi tinggi.
Yuliani Nurani Sujiono dan Bambang Sujiono (2010: 40-41) membagi
indikator karakteristik pribadi kreatif anak dalam aspek kreativitas Jamaris, yaitu:
1) Kelancaran. Anak memiliki selera humor yang luar biasa dalam kehidupan
sehari-hari, anak mengekspresikan imajinasi secara verbal (contoh: membuat
kata-kata lucu atau cerita fantastis), anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi
(tertarik pada berbagai hal, dan senang bertanya).
2) Kelenturan. Anak berkeinginan untuk mengambil risiko berperilaku berbeda,
anak menggunakan imajinasinya dalam bermain terutama bermain pura-pura,
anak bersifat fleksibel bahkan anak berbakat dapat mendesain sesuatu.
3) Keaslian. Anak berani mengambil risiko berperilaku berbeda dan mencoba hal
baru maupun sulit, anak bersifat nonkonfirmis (melakukan hal-hal dengan
caranya sendiri), anak menjadi inovatif, penemu, dan memiliki banyak sumber
daya.
4) Elaborasi. Anak menjadi terarah dan termotivasi oleh diri sendiri, anak
memiliki imajinasi, dan menyukai fantasi, anak terlibat dalam eksplorasi
sistematis dan disengaja dalam rencana dari suatu kegiatan, anak bereksplorasi,
32
berkesperimen dengan objek (misal: memasukkan atau menjadikan sesuatu
sebagai bagian dari tujuan).
5) Keuletan dan kesabaran. Anak berpendirian tegas/ tetap, terang-terangan, dan
berkeinginan untuk bicara terbuka dan bebas, anak berani mengambil risiko
berperilaku berbeda dan mencoba hal baru maupun sulit.
Peneliti mengaitkan karakteristik pribadi anak usia 5-6 tahun dengan aspek
kreativitas. Berikut karakteristik kreativitas anak usia 5-6 tahun berdasarkan aspek
kreativitas yang digunakan penelitian ini.
1. Anak mampu menjawab nama benda yang dipikirkan dalam susunan balok
(kelancaran).
2. Anak mampu mengemukakan berbagai alternatif fungsi sebuah balok
(kelenturan).
3. Anak mampu menghasilkan ide tentang fungsi sebuah balok yang berbeda dari
teman lain (keaslian).
4. Anak mampu mengembangkan gagasan, dan menjelaskannya secara rinci jika
bangunan balok buatannya dirobohkan (elaborasi).
e. Cara Mengukur Kreativitas
Utami Munandar (1999: 81) memberikan gambaran tentang cara
mengukur kreativitas anak. Cara mengukur kreativitas dibagi menjadi dua macam
yaitu tes dan non tes.
33
1) Tes
Utami Munandar (1999: 94) membagi tes menjadi tiga macam, yaitu: 1)
tes mengukur kreativitas secara langsung, 2) tes mengukur unsur kreativitas, dan
3) tes mengukur ciri kepribadian kreatif.
a) Tes mengukur kreativitas secara langsung
Menurut ranahnya, tes untuk mengukur kreativitas terdiri dari dua , yaitu:
aptitude traits (ciri kognitif dari kreativitas), dan non aptitude traits (ciri afektif
dari kreativitas). Tes yang mengukur ciri kognitif dari kreativitas yaitu Tes
Keativitas Verbal (TKV) sedangkan tes yang mengukur ciri afektif dari kreativitas
adalah skala sikap kreatif.
Tes kreativitas ini yang terkenal yaitu dari Torrance yaitu TTCT (Torrance
Test of Creative Thinking) yang mempunyai bentuk verbal dan bentuk figural.
Utami Munandar telah mengadaptasi tes ini untuk diterapkan di Indonesia,
yaitu:(1) Tes Kreativitas Figural dan (2) Tes Kreativitas Verbal.
(1) Tes Kreativitas Figural (TKF)
Tes ini telah diadaptasi Utami Munandar dari Circle Test milik Torrance.
Manfaat penelitian Munandar ini adalah memberi pengetahuan baru tentang
pengukuran kemampuan berpikir kreatif. Tes TKF berguna untuk mengukur
kreativitas berbentuk produk (hasil). TKF mengukur aspek kreativitas, yaitu:
kelancaran, kelenturan, orisinalitas, dan elaborasi. Kelebihan TKF: dapat
mengukur kemampuan kombinasi antar unsur yang diberikan. Jika anak
mampu menggabung dua lingkaran atau lebih menjadi satu obyek maka
34
diberi skor “Bonus Orisinalitas”. Semakin banyak lingkaran, semakin tinggi
skornya.
(2) Tes Kreativitas Verbal (TKV)
Tes Kreativitas Verbal (TKV) berguna untuk mengukur kreativitas berbentuk
verbal. Utami Munandar (2002: 96) membagi tes ini dalam enam subtes, yaitu
(a) permulaan kata, (b) menyusun kata, (c) membentuk kalimat tiga kata, (d)
sifat-sifat yang sama, dan (e) macam-macam penggunaan. Setiap subtes
mengukur aspek berpikir kreatif yang berbeda.
(3) Skala Sikap Kreatif
Utami Munandar dkk (1995: 75) menyusun skala sikap kreatif untuk
mengukur sikap kreatif (afektif). Hal ini disebabkan perilaku kreatif tidak
hanya membutuhkan berpikir kreatif (kognitif) tetapi juga sikap kreatif
(afektif). Penilaian sikap kreatif diturunkan dengan mempertimbangkan
pengertian dari kreativitas. Menurut Utami Munandar (1999: 89) kreativitas
atau berpikir kreatif adalah suatu proses yang berasal dari kelancaran,
kelenturan, fleksibilitas, dan orisinalitas dalam berpikir. Skala sikap kreatif
ini mengambil delapan butir pernyataan, yaitu: keterbukaan terhadap
pengalaman baru, kelenturan dalam berpikir, kebebasan dalam ungkapan diri,
menghargai fantasi, minat terhadap gagasan sendiri, dan kemandirian dalam
memberi pertimbangan. Skala tersebut digunakan untuk siswa SD dan SMP.
Pernyataan dijawab “ya” atau “tidak”.
35
(4) Skala Penilaian Anak Berbakat oleh Guru
Skala penilaian oleh guru ini digunakan untuk menilai anak berbakat. Skala
ini diambil dari skala penilaian anak berbakat Renzulli, dkk. Renzulli (dalam
Utami Munandar, 1995: 24-27) menyatakan keberbakatan dilihat dari “Three
Ring Conception”, yaitu: (1) kemampuan umum, (2) kreativitas, (3)
pengikatan diri terhadap tugas.
b) Tes mengukur unsur kreativitas
Kreativitas memiliki beberapa dimensi, yaitu: dimensi kognitif (berpikir
kreatif), afektif (sikap dan kepribadian), dan psikomotor (keterampilan kreatif).
Masing-masing dimensi meliputi berbagai kategori, misalnya dimensi kognitif
dari kreativitas (berpikir divergen) mencakup unsur/ aspek kelancaran,
kelenturan, dan orisinalitas dalam berpikir, dan kemampuan untuk memperinci
(elaborasi). Unsur-unsur tersebut diberikan tes masing-masing (Utami
Munandar, 2002: 82). Misal, orisinalitas pada usia 5-6 tahun, diberikan tes
mengarang cerita dengan menggunakan balok. Tes ini meminta anak
menggunakan cara yang tidak lazim.
c) Tes mengukur ciri kepribadian kreatif
Ciri kepribadian kreatif diukur melalui beberapa tes di bawah ini: (1)
tes mengajukan pertanyaan, (2) Tes risk tasking, (3) tes figure preference, (4)
tes sex role identity (Utami Munandar, 1995: 64).
Tes mengajukan pertanyaan merupakan bagian dari tes Torrance untuk
berpikir kreatif. Tes risk tasking, digunakan untuk menunjukkan dampak
pengambilan risiko terhadap kreativitas. Tes figure preference dari Barron-Welsh
36
yang menunjukkan ketidakteraturannya sebagai salah satu ciri kepribadian kreatif.
Tes sex role identity untuk mengukur sejauh mana seseorang mengidentifikasi diri
dengan peran jenis kelaminnya dan menggunakan alat berupa sex role inventory
(Utami Munandar, 2002: 83).
2) Non tes
Cara mengukur kreativitas melalui nontes ada tiga, yaitu: 1) daftar periksa
(checklist) dan kuesioner, 2) daftar pengalaman, dan 3) pengamatan langsung
terhadap kinerja kreatif (Utami Munandar, 1999: 94).
a) Daftar periksa (checklist) dan kuisioner.
Alat ini disusun berdasarkan penelitian karakteristik khusus yang
dimiliki pribadi kreatif.
b) Daftar pengalaman.
Teknik ini menilai sesuatu yang telah dilakukan seseorang di masa lalu.
Beberapa studi menemukan korelasi yang tinggi antara “laporan diri” dan
prestasi kreatif di masa depan. Format yang paling sederhana adalah meminta
seseorang menulis autobiografi singkat, lalu dinilai untuk kuantitas dan kualitas
perilaku kreatif.
Metode yang lebih formal adalah the state of past creative activities
yang dikembangkan oleh Bell. Bell menggunakan dokumentasi kegiatan kreatif
yang dilakukan selama 1-3 tahun terakhir (Munandar, 1995: 64). Kegiatan
kreatif dapat berupa kegiatan seni, sastra, dan ilmiah. Kegiatan atau produk
yang dihasilkan, termasuk pameran produk tersebut dicatat. Setiap kegiatan
37
dinilai berdasarkan beberapa kriteria. Penilaian secara keseluruhan berdasarkan
kriteria tersebut (Utami Munandar, 1995: 64).
c) Pengamatan langsung terhadap kinerja kreatif.
Cara ini dilakukan dengan mengamati orang ketika bertindak dalam
situasi tertentu. Kelebihannya adalah paling akurat. Kekurangannya
adalahjangka waktu lama, dan bersifat subyektif (Utami Munandar, 2002: 84).
Dari bahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa cara mengukur kreativitas
ada dua yaitu tes dan nontes. Tes dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) tes
mengukur kreativitas secara langsung, 2) tes mengukur unsur kreativitas, dan 3)
tes mengukur ciri kepribadian kreatif. Sedangkan, nontes dibagi menjadi tiga,
yaitu: 1) daftar periksa (checklist) dan kuesioner, 2) daftar pengalaman, dan 3)
pengamatan langsung terhadap kinerja kreatif.
Tes mengukur kreatif secara langsung dibagi menjadi dua jenis bidang
yaitu aptitude traits (ciri kognitif dari kreativitas), dan non aptitude traits (ciri
afektif dari kreativitas). Selain itu, terdapat TTCT yang diramu Utami Munandar
menjadi Tes Kreativitas Figural dan Tes Kreativitas Verbal dilengkapi dengan
skala sikap kreatif dan penilaian anak oleh guru. Peneliti memutuskan untuk
menggunakan tes mengukur unsur kreativitas karena mencakup unsur/ aspek
dimensi kognitif kreativitas milik Jamaris.
3. Kreativitas dan Brain Gym
Otak terletak dalam batok kepala dan berlanjut ke bagian saraf tulang
belakang (medulla spinalis). Berat otak kurang lebih 1,4 kg atau 2 % berat badan.
38
Anak yang baru lahir mempunyai 100-200 milyar neuron (sel syaraf). Marin
Diamond menyatakan bahwa neuron (sel syaraf) berkembang dengan kecepatan
mengejutkan, antara 50.000-100.000 per detik selama pertumbuhan janin (Given,
2007: 51). Neuron yang berjumlah milyaran tersebut memiliki fungsi seperti
saklar. Neuron menyeimbangkan rangsangan yang diterima melalui berbagai indra
dengan menggabungkan gambar abstrak dan tulisan atau kata (Suyadi, 2014: 119).
Selanjutnya, perkembangan otak usia 2 tahun, mencapai 75%. Perkembangan
otak usia 5 tahun mencapai 90%. Perkembangan otak usia 10 mencapai 99%.
Perkembangan otak di atas usia tersebut semakin melambat. Perlu menunggu usia
18 tahun untuk mencapai 100 % (Gunawan, 2003: 57). Jensen (2008: 13-14)
menyatakan bahwa seorang anak yang diterlantarkan memiliki berat otak 25
persen lebih sedikit daripada otak anak normal. Pengalaman negatif seperti
ancaman, penelantaran, kekerasan menyebabkan stres dan IQ yang lebih rendah.
Begitu pula mencela anak juga tidak dianjurkan. Hasil penelitian Canfield (dalam
Nasiruddin, 2010: 181) menunjukkan bahwa setiap anak rata-rata menerima
sejumlah 460 komentar atau kritik dan hanya 75 komentar positif atau dukungan.
Pengalaman negatif ini bisa meningkatkan risiko keterbelakangan mental. Masa
anak-anak adalah masa yang sensitif. Masa ini jangan sampai ada wilayah saraf
yang tersia-siakan. Sebab, saraf otak anak terus berkembang pesat. Jensen (2008:
66) memberikan solusi untuk mengoptimalkannya, yaitu: a) kegiatan fisik
(voluntary grass motor), b) pembelajaran yang baru, menantang, dan penuh arti,
c) kesulitan yang logis (tidak mengacaukan), d) tingkat stres yang dikelola (tidak
bosan atau tertekan), e) dukungan sosial, f) nutrisi yang baik, dan g) waktu yang
39
cukup. Salah satu solusi di atas yang memiliki kaitan erat dengan penelitian ini
adalah kegiatan fisik (voluntary grass motor). Beberapa studi yang ditemui
Renzulli (dalam Jensen, 2008: 178) menyatakan bahwa gerak badan mamalia
meningkatkan produksi sel-sel otak baru yang fungsional dan meningkatkan kadar
kalsium dalam darah. Kalsium dibawa ke otak yang daapat meningkatkan fungsi
kognitif dan memori kerja. Kegiatan fisik merupakan aktivitas yang membuat
anak mengetahui banyak hal. Sebab, pada dasarnya anak memiliki ciri yaitu
keingintahuan (curiosity) yang lebih. Hal itu meningkatkan pengetahuan anak.
Pengetahuan itu diramu di dalam otak sehingga anak semakin berpikir kreatif.
Aktivitas ini sering dikaitkan dengan gerak anak. Pada dasarnya bergerak
merupakan hal yang disenangi anak. Perasaan senang ini membuat anak lebih
nyaman. Pangrazi dan Dauer (1981: 16) juga sepakat bahwa gerakan sederhana
sebagai perkembangan fisik yang mampu memberikan kenyamanan sehingga
anak mempunyai kesempatan untuk relaksasi. Relaksasi mempermudah anak
mengeluarkan ide segar sehingga kreativitas anak meningkat.
Selain keingintahuan, anak juga memiliki intensitas perhatian yang sedikit.
Kebutuhan anak yang dapat diberikan guru adalah memberi aktivitas yang
bervariasi dan penjelasan yang singkat saja (Pangrazi & Dauer, 1981: 14).
Aktivitas yang bervariasi menambah ruang gerak anak.
Peneliti memutuskan untuk menggunakan teknik keterampilan Berpikir
Kreatif sebagai gerakan Brain Gym dalam penelitian ini. Teknik tersebut lebih
sederhana dengan membagi dalam dua kondisi yaitu pada awal dan akhir
pembelajaran (dua kali dalam satu pertemuan). Hal ini disebabkan karena subyek
40
penelitian ini adalah anak usia 5-6 tahun. Anak usia 5-6 tahun memiliki intensitas
gerak yang tinggi. Jika berlebih maka anak merasa lelah. Berikut teknik gerakan
brain gym keterampilan berpikir kreatif anak usia 5-6 tahun.
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Berikut beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
Pertama, penelitian Silvia Lailatul Fani (2011: 97) yang menggunakan
metode penelitian tindakan kelas tentang penggunaan metode Brain Gym untuk
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Jumlah responden 11 anak.
Penelitian ini memiliki tiga siklus dan menggunakan pre test-post test. Hasil
siklus ketiga menunjukkan bahwa nilai post test lebih besar daripada nilai pre test.
Hal ini menunjukkan adanya peningkatan motivasi belajar siswa setelah
menggunakan Brain Gym.
Kedua, Khalsa, Guruchiter Kaur dan Sifft, Josie M. (dalam Dennison &
Dennison, 2005: 73) melakukan studi yang melibatkan 52 anak yang dipilih dari
kelas Pendidikan Khusus. Kelas tersebut dibagi menjadi dua kelompok yaitu
kelompok eksperimen (Brain Gym) dan kelompok control. Kelompok Brain Gym
memperlihatkan satu urutan gerakan, sementara kelompok kontrol terlibat dalam
gerakan sembarang selama kurang lebih tujuh menit. Masa tanggap visual dari
semua anak diuji sebelum dan sesudah melakukan gerakan-gerakan yang
ditentukan. Hasilnya menunjukkan bahwa anak yang melakukan gerakan Brain
Gym mengalami peningkatan sedangkan kelompok kontrol tidak mengalami
peningkatan.
41
Hasil penelitian-penelitian tersebut memberi gambaran bahwa Brain Gym
mampu meningkatkan kerja seluruh otak. Oleh karena itu, kemampuan tubuh
memiliki tingkat kepekaan lebih untuk menerima rangsangan/ stimulus dari luar.
Kepekaan tersebut juga mampu meningkatkan kreativitas anak.
C. Kerangka Berpikir
Brain Gym adalah serangkaian gerak sederhana dan menyenangkan yang
digunakan oleh anak di Educational Kinesiology (Edu-K) untuk meningkatkan
kemampuan belajar mereka dengan menggunakan keseluruhan otak. Teori yang
digunakan Brain Gym milik Dennison & Dennison adalah teori belahan otak
kanan dan kiri. Teori tersebut berbunyi bahwa apabila kedua belahan mampu
bekerja sama maka akan menghasilkan sebuah kepemahamanan. Cara agar kedua
belahan otak mampu bekerja sama adalah dengan gerakan sederhana salah
satunya berupa Brain Gym. Brain Gym dapat memberi kebugaran tubuh dan
menambah jumlah oksigen dalam otak. Oksigen dan glukosa (gula tubuh) akan
bersama menghasilkan aliran listrik. Aliran listrik akan berubah menjadi aliran
kimiawi ketika meloncati ujung-ujung sel saraf. Aliran kimiawi akan diteruskan
dan berubah menjadi ide baru. Ide baru akan membuat anak menjadi lebih berpikir
kreatif.
Brain Gym berfungsi untuk memberi stimulasi, meringankan, dan
merelaksasi anak. Ketiga fungsi ini masuk ke dalam tiga dimensi yaitu: lateralitas,
pemfokusan, dan pemusatan. Kelebihan gerakan Brain Gym adalah mengurangi
stres; hemat tempat; meningkatkan kepercayaan diri; meningkatkan kemandirian;
serta meningkatkan potensi dan keterampilan.
42
Brain Gym memiliki tiga jenis gerakan dasar, yaitu: gerakan menyeberangi
garis tengah (the middle movements), gerakan meregangkan otot (lengthening
activities), serta gerakan meningkatkan energi dan penguatan sikap (energy
exercises and deepening attitude). Gerakan menyeberangi garis tengah (the
middle movements) melatih kemandirian dan koordinasi seluruh tubuh, dan
meningkatkan kemampuan belajar melalui penglihatan jarak dekat. Gerakan
meregangkan otot (lengthening activities) meningkatkan keterampilan komunikasi
dan berani mengambil risiko. Gerakan meningkatkan energi dan penguatan sikap
(energy exercises and deepening attitude) melatih kemampuan mengetahui
arah, pemusatan-fokus, dan kesadaran/ kepekaan, kepercayaan diri, konsentrasi,
keberanian mengambil risiko atau tantangan, usaha, strategi, menimbulkan rasa
aman.
Brain Gym memiliki banyak teknik. Teknik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik Berpikir Kreatif. Gerakan yang digunakan yaitu: 1)
gerakan silang: 4 kali, 2) luncuran grativasi: 17-22 kali, 3) mengisi energi: 14 kali,
dan 4) olengan pinggul: 11 kali. Masing-masing gerakan dibagi dalam dua kondisi
yaitu awal dan akhir pembelajaran. Teknik Berpikir kreatif identik dengan
kreativitas. Teknik ini berguna untuk mencari pengaruh Brain Gym terhadap
kreativitas.
Kreativitas adalah proses mental akibat dari proses perwujudan
(manifestasi) kecerdikan dalam mencari suatu hal berupa gagasan, proses, dan
metode yang memiliki karakteristik kelancaran, kelenturan, keaslian, dan
elaborasi. Aspek kreativitas tersebut disesuaikan dengan karakteristik pribadi anak
43
usia 5-6 tahun untuk dasar pembuatan instrumen penelitian. Berikut aspek
kreativitas yang disesuaikan dengan karakteristik kreativitas anak usia 5-6 tahun
di TK ABA Sidoharjo.
1. Anak mampu menyusun berbagai benda menggunakan beberapa balok
(kelancaran).
2. Anak mampu menyebutkan berbagai fungsi sebuah balok (kelenturan).
3. Anak mampu menjawab fungsi sebuah balok yang berbeda dari teman lain
(keaslian).
4. Anak mampu mengembangkan gagasan, dan menjelaskannya secara rinci jika
bangunan balok buatannya dirobohkan (elaborasi).
Peneliti hanya menggunakan 4 macam aspek kreativitas sebagai sub
indikator, yaitu kelancaran, kelenturan, keaslian, dan elaborasi. Sebab, keuletan-
kesabaran membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan, waktu penelitian di
lembaga sekolah tersebut sangat terbatas sekitar dua hingga tiga jam.
D. Hipotesis
Hipotesis yang dapat diajukan, yaitu:
1. Penggunaan Brain Gym berpengaruh signifikan terhadap kreativitas anak usia
5-6 tahun di TK ABA Sidoharjo, Turi, Sleman, Yogyakarta.