4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Mata Pelajaran Matematika
2.1.1.1 Pengertian Matematika
Matematika merupakan ilmu yang universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai
disiplin ilmu dan melatih daya pikir manusia. Matematika juga merupakan
wahana yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan
intelektual (Depdiknas:2004). Matematika melatih individu, menanam, memupuk
dan mengembangkan kemampuan berpikir logis dan kritis dalam pola berpikir
abstrak, sehingga mampu memecahkan soal-soal yang dihadapinya dalam
kehidupan sehari-hari (Oemar Hamalik:2008).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan matematika merupakan ilmu yang
universal mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan melatih
individu, menanam, memupuk dan mengembangkan kemampuan berpikir logis
dan kritis dalam pola berpikir abstrak, sehingga mampu memecahkan soal-soal
yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu universal berarti ilmu yang
dipelajari dimanapun di dunia, matematika juga mempunyai peran penting dalam
berbagai disiplin ilmu karena sebagai landasan untuk melatih daya pikir siswa.
2.1.1.2. Tujuan Mata Pelajaran Matematika
Dalam Permendiknas No 20 Tahun 2006, mata pelajaran matematika
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah. Menggunakan penalaran pada pola dan
sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi,
menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
2.1.1.3. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Matematika
Permendiknas No. 20 Tahun 2006, mata pelajaran matematika pada satuan
pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut: bilangan, geometri dan
pengukuran, pengolahan data.
2.1.1.4. Pengertian Pembelajaran
Menurut Hamalik (2010:57), “pembelajaran adalah suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan
prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran”. Sedangkan
menurut Rusman (2011:134), “pembelajaran adalah suatu proses interaksi anatara
guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka
maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media
pembelajaran”.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,
fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan
pembelajaran serta didalamnya ada interaksi anatara guru dengan siswa, baik
interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak
langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran.
2.1.1.5. Pengertian Pembelajaran Matematika
Menurut Wahyudi (2010:13), “pembelajaran matematika adalah proses
yang dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan
memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan belajar
matematika”. Sedangkan menurut Muhsetyo (2011:1.26), “pembelajaran
matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui
serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi
tentang bahan matematika yang dipelajari”.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika adalah proses yang dirancang dengan tujuan untuk menciptakan
6
suasana lingkungan memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan
belajar matematika melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa
memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari.
2.1.2. Model Pembelajaran Generatif
2.1.2.1. Pengertian Pembelajaran Generatif
Menurut Miftahul Huda (2013:309), “pembelajaran generatif merupakan
salah satu strategi pembelajaran yang berusaha menyatukan gagasan-gagasan baru
dengan skema pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa”. Gagasan baru itu
akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab persoalan atau gejala
yang terkait. Jika gagasan baru itu berhasil menjawab permasalahan yang
dihadapi, maka gagasan baru itu akan disimpan dalam memori jangka panjang.
Intisari dari belajar generatif adalah bahwa otak tidak menerima informasi
dengan pasif, melainkan justru dengan aktif mengkonstruksi suatu interpretasi dari
informasi tersebut dan kemudian membuat kesimpulan.
2.1.2.2. Landasan Teoritik dan Empirik Pembelajaran Generatif
Pembelajaran generatif memiliki landasan teoritik yang berakar pada teori-
teori belajar konstruktivis mengenai belajar dan pembelajaran. Butir-butir penting
dari pandangan belajar menurut teori konstruktivis ini menurut Nur (2000:2-15)
dan Katu (1995.a:1-2), antaranya adalah.
a) Menekankan bahwa perubahan kognitif hanya bisa terjadi jika konsepsi-
konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses
ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru.
b) Seseorang belajar jika dia bekerja dalam zona perkembangan terdekat, yaitu
daerah perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangannya saat ini.
Seseorang belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona
tersebut. Seseorang bekerja pada zona perkembangan terdekatnya jika mereka
terlibat dalam tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri, tetapi dapat
menyelesaikannya jika dibantu sedikit dari teman sebaya atau orang dewasa.
c) Penekanan pada prinsip scaffolding, yaitu pemberian dukungan tahap demi
tahap untuk belajar dan pemecahan masalah. Dukungan itu sifatnya lebih
7
terstruktur pada tahap awal, dan kemudian secara bertahap mengalihkan
tanggung jawab belajar tersebut kepada siswa untuk bekerja atas arahan dari
mereka sendiri. Jadi, siswa sebaiknya lansung saja diberikan tugas kompleks,
sulit, dan realistik kemudian dibantu menyelesaikan tugas kompleks tersebut
dengan menerapkan scaffolding.
d) Lebih menekankan pada pengajaran top-down daripada bottom-up. Top-down
berarti siswa langsung mulai dari masalah-masalah kompleks, utuh, dan
autentik untuk dipecahkan. Dalam proses pemecahan masalah tersebut, siswa
mempelajari keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk
memecahkan masalah kompleks tadi dengan bantuan guru/dosen atau teman
sebaya yang lebih mampu.
e) Menganut asumsi sentral bahwa belajar itu ditemukan. Meskipun jika kita
menyampaikan informasi kepada siswa, tetapi mereka harus melakukan
operasi mental atau kerja otak atas informasi tersebut untuk membuat
informasi itu masuk ke dalam pemahaman mereka.
f) Menganut visi siswa ideal, yaitu seorang siswa yang dapat memiliki
kemampuan pengaturan diri sendiri dalam belajar.
g) Menganggap bahwa jika seseorang memiliki strategi belajar yang efektif dan
motivasi, serta tekun menerapkan strategi itu sampai suatu tugas terselesaikan
demi kepuasan mereka sendiri, maka kemungkinan sekali mereka adalah
pelajar yang efektif dan memiliki motivasi abadi dalam belajar.
Pengetahuan dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas. Tidak semua pembelajaran dapat
disampaikan semuanya oleh guru. Siswa harus mengkonstruksi sendiri
pengetahuan di benak mereka sendiri serta menemukan dan menggunakan suatu
informasi kompleks ke situasi lain. Dengan dasar itu pembelajaran harus dikemas
menjadi proses ‟mengkonstruksi‟ bukan „menerima‟ pengetahuan. Jadi siswa
dituntut untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga siswa lebih
mandiri dan mampu belajar sendiri.
8
2.1.2.3. Elemen Dasar Pembelajaran Generatif
Elemen dasar pembelajaran generatif menurut Miftahul Huda (2013:310),
terdiri atas 4 elemen dengan penjelasan sebagai berikut.
a) Mengingat (recall)
Aktivitas ini melibatkan siswa untuk menarik kembali informasi dari
memori lama. Tujuannya adalah mempelajari informasi berdasarkan fakta.
Teknik-teknik recall mencakup repetisi/pengulangan, latihan/praktik, dan review
b) Menggabungkan (integration)
Aktivitas ini mengharuskan siswa untuk menggabungkan pengetahuan
baru dengan pengetahuan sebelumnya. Tujuan dari integrasi adalah
mentransformasi informasi ke dalam bentuk yang lebih mudah diingat. Metode-
metode integrasi bisa mencakup antara lain: paraphrasing (meng-outline dengan
bentuk naratif), summarizing (menceritakan kembali konten pelajaran agar dapat
menginterprestasikan atau menjelaskan dengan baik), issue trees (memetakan isu-
isu ke dalam pohon/jaringan ide-ide), generating analogies (membuat analogi-
analogi atau metafor-metafor yang dapat memudahkan proses integrasi).
c) Mengolah (organization)
Kegiatan ini melibatkan siswa untuk menghubungkan pengetahuan
sebelumnya dengan gagasan-gagasan dan konsep-konsep yang baru dengan cara
yang sistematis. Teknik-teknik organisasi ide antara lain mencakup: analisis
gagasan-gagasan kunci, outlining, kategorisasi, clustering, dan pemetaan konsep.
d) Memerinci (elaboration)
Aktivitas ini mengharuskan siswa untuk menghubungkan materi baru
dengan informasi atau gagasan yang sudah mereka miliki sebelumnya. Tujuan
elaborasi adalah untuk menambah gagasan-gagasan ke dalam informasi baru.
Metode-metode elaborasi mencakup antara lain: membuat gambar mental atau
diagram fisik, free writing, elaborasi kalimat, tampilan visual, slide, dan majalah
dinding.
Dalam proses pembelajaran, uniknya tahap-tahap ini bisa diterapkan
sendiri-sendiri ataupun secara kombinatif antar satu sama lain untuk mencapai
tujuan pembelajaran (Miftahul Huda, 2013:309).
9
2.1.2.4. Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran Generatif
Dalam melaksanakan pembelajaran generatif, menurut Sutrisno (Purwati,
2009:36), Guru perlu memperhatikan beberapa hal, diantaranya adalah sebagai
berikut.
(1) Menyajikan demonstrasi untuk menantang intuisi siswa. Setelah guru
mengetahui intuisi yang dimiliki siswa, guru mempersiapkan demonstrasi
yang menghasilkan peristiwa yang dapat berbeda dari intuisi siswa. Dengan
melihat peristiwa yang berbeda dari dugaan mereka maka di dalam pikiran
mereka timbul perasaan kacau (dissonance) yang secara psikologis
membangkitkan perasaan tidak tenteram sehingga dapat memotivasi mereka
untuk mengurangi perasaan kacau itu dengan mencari alternatif penjelasan.
(2) Mengakomodasi keinginan siswa dalam mencari alternatif penjelasan dengan
menyajikan berbagai kemungkinan kegiatan siswa antara lain berupa
eksperimen/percobaan, kegiatan kelompok menggunakan diagram, analogi,
atau simulasi, pelatihan menggunakan tampilan jamak (multiple
representation) untuk mengaktifkan siswa dalam proses belajar. Variasi
kegiatan ini dapat membantu siswa memperoleh penjelasan yang cukup
memuaskan.
(3) Untuk lebih memperkuat pemahaman mereka maka guru dapat memberikan
soal-soal terbuka (open-ended questions), soal-soal kaya konteks (context-
rich problems) dan pertanyaan terbalik (reverse questions) yang dapat
dikerjakan secara kelompok.
Pembelajaran dengan model generatif guru harus kreatif dalam
mendemostrasikan materi dan peka terhadap apa yang ada dalam fikiran siswa
sehingga proses pembelajaran sesuai dengan tahapan-tahapan model
pembelajaran.
2.1.2.5. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Generatif
Model pembelajaran generatif menurut Sutarman (dalam Wena, 2009)
mempunyai kelebihan dan kelemahan yaitu:
10
a) Kelebihan
1. Pembelajaran generatif memberikan peluang kepada siswa untuk belajar
secara kooperatif.
2. Merangsang rasa ingin tahu siswa dan dapat meningkatkan keterampilan
proses.
3. Meningkatkan aktifitas belajar siswa, di antaranya dengan bertukar fikiran
dengan siswa yang lainnya, menjawab pertannyaan dari guru, serta berani
tampil untuk mempresentasikan hipotesisnya.
4. Siswa lebih terarah mandiri dan mampu bekerja sendiri.
b) Kelemahan
1. Pembelajaran generatif memerlukan waktu yang relatif lama.
2. Siswa dihawatirkan terjadi salah konsep karena usaha menggali
pengetahuan sebagian besar adalah dari siswa itu sendiri.
3. Suasana bisa jadi tidak terkontrol karena adanya pendapat dari siswa yang
berbeda-beda, sehingga bisa jadi menimbulkan suasana kelas jadi ribut.
2.1.2.6. Tahapan Pembelajaran Generatif
Langkah-langkah atau tahapan pembelajaran generatif menurut Katu
(1995.b:5-6), terdiri atas 5 tahap dengan penjelasan sebagai berikut.
a) Tahap 1: pengingatan
Pada tahap awal ini, guru menuliskan topik dan melibatkan siswa dalam
diskusi yang bertujuan untuk menggali pemahaman mereka tentang topik yang
akan dibahas. Mereka diajak untuk mengungkapkan pemahaman dan pengalaman
mereka dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan topik tersebut.
Mereka diminta mengomentari pendapat teman sekelas dan membandingkannya
dengan pendapat sendiri. Tujuan dari tahap pengingatan ini adalah untuk menarik
perhatian siswa terhadap pokok yang sedang dibahas, membuat pemahaman
mereka menjadi eksplisit, dan sadar akan variasi pendapat di antara mereka
sendiri. Untuk membuat suasana menjadi kondusif, guru diharapkan tidak akan
menilai mana pendapat yang “salah” dan mana yang “benar”. Yang perlu
dilakukan adalah membuat mereka berani mengemukakan pendapatnya tanpa
11
takut disalahkan. Sebaiknya pertanyaan yang diajukan guru adalah pertanyaan
terbuka.
b) Tahap 2: tantangan dan konfrontasi
Setelah guru mengetahui pandangan sebagian siswanya, guru mengajak
mereka untuk mengemukakan fenomena atau gejala-gejala yang diperkirakan
muncul dari suatu peristiwa yang akan didemonstrasikan. Kemudian mereka
diminta mengemukakan alasan untuk mendukung dugaan mereka. Mereka juga
diajak untuk menanggapi pendapat teman satu kelas mereka yang berbeda dari
pendapat sendiri. Guru diharapkan untuk mencatat dan mengelompokkan dugaan
dan penjelasan yang muncul di papan tulis. Secara sadar guru mempertentangkan
pendapat-pendapat yang berbeda itu. Setelah itu guru melaksanakan demonstrasi
dan meminta siswa untuk mengamati dengan seksama gejala yang muncul. Guru
perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mencerna apa yang mereka
amati, akan merasa terganggu dan mengalami konflik kognitif dalam pikirannya.
Setelah itu barulah guru menayakan apakah gejala yang mereka amati itu sesuai
atau tidak dengan pikiran mereka. Dengan menggunakan cara dialog yang timbal
balik dan saling melengkapi, diharapkan mereka dapat menemukan jawaban atas
gejala yang mereka amati. Dalam hal ini guru menyiapkan perangkat demonstrasi,
tampilan gambar, atau grafik yang dapat membantu siswa menemukan alternatif
jawaban atas gejala yang diamati.
c) Tahap 3: reorganisasi kerangka kerja konsep
Pada tahap ini guru membantu siswa dengan mengusulkan alternatif
tafsiran menurut ilmuwan dan menunjukkan bahwa pandangan yang dia usulkan
dapat menjelaskan secara koheren gejala yang mereka amati. siswa diberikan
beberapa persoalan sejenis dan menyarankan mereka menjawabnya dengan
pandangan alternatif yang diusulkan guru. Diharapkan mereka akan merasakan
bahwa pandangan baru dari guru tersebut mudah dimengerti, masuk akal, dan
berhasil dalam menjawab berbagai persoalan. Diharapkan siswa mulai
mereorganisasi kerangka berpikir mereka dengan melakukan perubahan struktur
dan hubungan antar konsep-konsep. Proses reorganisasi ini tentu membutuhkan
waktu.
12
d) Tahap 4: aplikasi konsep
Pada tahap ini, guru memberikan berbagai persoalan dengan konteks yang
berbeda untuk diselesaikan oleh siswa dengan kerangka konsep yang telah
mengalami rekonstruksi. Maksudnya adalah memberi kesempatan kepada siswa
untuk menerapkan pengetahuan/keterampilan baru mereka pada situasi dan
kondisi yang baru. Keberhasilan mereka menerapkan pengetahuan dalam situasi
baru akan membuat para siswa makin yakin akan keunggulan kerangka kerja
konseptual mereka yang sudah direorganisasi. Pelatihan ini dimaksudkan juga
untuk lebih menguatkan hubungan antar konsep di dalam kerangka berpikir yang
baru mengalami reorganisasi.
e) Tahap 5: menilai kembali
Dalam suatu diskusi, guru mengajak siswanya dalam menilai kembali
kerangka kerja konsep yang telah mereka dapatkan.
Dalam proses pembelajaran dengan model generatif harus benar-benar
melaksanakan setiap tahap-tahapannya agar hasil dari perubahan siswa setelah
belajar dengan model generatif dapat terlihat. Siswa tidak hanya mendengarkan
penjelasan dari guru melainkan siswa berfikir aktif menemukan konsep-konsep
baru sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman mereka dan kemudian
diterapkan pada permasalahan yang mereka hadapi.
2.1.2.7. Sintaks Pembelajaran Generatif
Berdasakan teori-teori di atas maka dapat dibuat sintaks pembelajaran
generatif sebagai berikut.
Tabel 1
Sintaks Pembelajaran Generatif
Kegiatan awal
1. Salam
2. Doa
3. Presensi
13
Kegiatan inti
1. Guru menuliskan topik dan melibatkan siswa dalam diskusi yang
bertujuan untuk menggali pemahaman siswa tentang topik yang akan
dibahas.
2. Siswa diajak untuk mengungkapkan pemahaman dan pengalaman
mereka dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan topik
tersebut.
3. Siswa diminta mengomentari pendapat teman sekelas dan
membandingkannya dengan pendapat sendiri.
4. Setelah guru mengetahui pandangan sebagian siswanya, guru mengajak
siswa untuk mengemukakan fenomena atau gejala-gejala yang
diperkirakan muncul dari suatu peristiwa yang akan didemonstrasikan.
5. Siswa diberi kesempatan mengemukakan alasan untuk mendukung
dugaan mereka. Siswa juga diajak untuk menanggapi pendapat teman
satu kelas mereka yang berbeda dari pendapat sendiri.
6. Guru mencatat dan mengelompokkan dugaan-dugaan siswa. Kemudian
guru mempertentangkan pendapat-pendapat yang berbeda itu.
7. Setelah itu guru melaksanakan demonstrasi dan meminta siswa untuk
mengamati dengan seksama gejala yang muncul.
8. Siswa diberi kesempatan untuk mencerna apa yang mereka amati
sehingga siswa akan mengalami konflik kognitif dalam pikirannya.
Kemudian barulah guru menayakan apakah gejala yang mereka amati
itu sesuai atau tidak dengan pikiran mereka.
9. Guru membantu siswa dengan mengusulkan alternatif tafsiran menurut
ilmuwan dan menunjukkan bahwa pandangan yang guru usulkan dapat
menjelaskan secara koheren gejala yang mereka amati.
10. Siswa diberikan beberapa persoalan sejenis dan menyarankan siswa
menjawabnya dengan pandangan alternatif yang diusulkan guru.
Dengan begitu, diharapkan siswa mulai mereorganisasi kerangka
berpikir mereka dengan melakukan perubahan struktur dan hubungan
antar konsep-konsep.
14
11. Guru memberikan berbagai persoalan dengan konteks yang berbeda
untuk diselesaikan oleh siswa dengan kerangka konsep yang telah
mengalami rekonstruksi.
12. Guru bersama siswa berdiskusi untuk menilai kembali kerangka kerja
konsep yang telah siswa dapatkan.
Kegitan akhir
1. Guru menyimpulkan kegiatan pembelajaran.
2. Guru menutup pelajaran.
2.1.3. Hasil Belajar
2.1.3.1. Pengertian Belajar
Joko Susilo (2009:23) mengatakan bahwa, “belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui pengalaman”. Dalam pengertian ini, belajar
adalah merupakan suatu proses, satu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu yakni
mengalami. Hasil belajar bukan penguasaan dan latihan, melainkan perubahan
kelakuan. Beberapa pendapat di atas tersebut menegaskan bahwa belajar
merupakan suatu perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman
berulang-ulang.
Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa belajar
sesungguhnya mengandung tiga unsur, yaitu: (1) Belajar berkaitan dengan
perubahan tingkah laku. (2) Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh
proses pengalaman. (3) Perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif
permanen.
2.1.3.2. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar menurut Nana Sudjana (2005:3), “hasil belajar adalah
perubahan tingkah laku siswa setelah melalui proses pembelajaran”. Menurut
Dimyati (2007:12), “hasil belajar adalah hasil proses belajar di mana pelaku aktif
dalam belajar adalah siswa dan pelaku aktif dalam pembelajaran adalah guru”.
15
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan hasil belajar adalah hasil yang dicapai
oleh seorang siswa sebagai hasil proses belajar.
2.1.3.3. Macam Hasil Belajar
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan pendidikan, baik tujuan
kurikulum maupun tujuan instrasional menggunakan klasifikasi hasil belajar dan
Benjamin Bloom yang ranah kognitif, ranah efektif, dan ranah psikomotoris
(Nana Sudjana, 2005:22).
a) Ranah kognitif
Evaluasi aspek kognitif berkenaan dengan pengetahuan dan keterampilan
intelektual yang meliputi: pengamatan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan
evaluasi.
b) Ranah afektif
Evaluasi aspek afektif berkenaan dengan sikap dan nilai, yang meliputi:
menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan
suatu nilai atau kompleks nilai.
c) Ranah psikomotorik
Pengukuran keberhasilan pada aspek psikomotor ditunjukkan pada
keterampilan dalam merangkai alat keterampilan kerja dan ketelitian dalam
mendapatkan hasil. Evaluasi dari aspek keterampilan yang dimiliki oleh siswa
bertujuan untuk mengukur sejauh mana siswa menguasai teknik praktikum. Aspek
ini menitikberatkan pada unjuk kerja siswa. Ranah psikomotorik meliputi:
peniruan, manipulasi, ketetapan, artikulasi, pengalamiahan.
2.1.3.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Merson (dalam Tu‟u, 2004), faktor-faktor yang mempengaruhi
proses dan hasil belajar adalah sebagai berikut:
1) Faktor dalam, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar
siswa yang berasal dari dalam diri siswa yang sedang belajar.
Faktor dalam meliputi:
a) Kondisi fisiologis
16
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap
kemampuan belajar seseorang. Seorang siswa dalam keadaan segar jasmaninya
akan berpengaruh terhadap hasil belajarnya, sebaliknya siswa yang fisiknya lelah
juga akan mempengaruhi hasil belajarnya. Di samping kondisi tersebut yang tidak
kalah pentingnya adalah kondisi panca indera, terutama penglihatan dan
pendengaran. Sebagian besar yang dipelajari manusia adalah dengan membaca,
melihat contoh atau model, melakukan observasi, mengamati hasil eksperimen,
mendengarkan keterangan guru, mendengarkan ceramah keterangan orang lain.
Jadi jelaslah di antara seluruh panca indera mata dan telinga mempunyai peranan
yang sangat penting. Seperti yang dipaparkan oleh Edgar Dale (dalam Tu‟u
2004:40), bahwa pengalaman belajar manusia itu 75% diperoleh melalui indera
lihat, 13% melalui indera dengar, dan 12% melalui indera lainnya.
b) Kondisi psikologis
Semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja berpengaruh terhadap
proses belajar yang juga bersifat psikologis. Beberapa faktor yang mempengaruhi
terhadap proses dari hasil belajar yaitu:
Kecerdasan
Seorang siswa yang cerdas umumnya akan lebih cepat mampu belajar jika
dibandingkan dengan siswa yang kurang cerdas, meskipun fasilitas dan waktu
yang diperlukan untuk mempelajari materi atau bahan pelajaran sama. Hasil
pengukuran kecerdasannya biasa dinyatakan dengan angka yang menunjukkan
perbandingan kecerdasan yang dikenal dengan istilah IQ (Intelligence Quotion).
Berbagai hasil penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara IQ dengan hasil
belajar di sekolah. Tinggi rendahnya kecerdasan yang dimiliki seorang siswa
sangat menentukan keberhasilannya mencapai prestasi belajar, termasuk prestasi-
prestasinya lain sesuai macam-macam kecerdasan yang menonjol yang ada pada
dirinya. Hal itu dapat kita ketahui umumnya tingkat kecerdasan yang baik dan
sangat baik cenderung lebih baik angka nilai yang dicapai siswa.
Bakat
Di samping intelegensi, bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya
terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Bakat adalah kemampuan yang ada
17
pada seseorang yang dibawanya sejak lahir, yang diterima sebagai warisan dari
orang tua. Bagi seorang siswa bakat bisa berbeda dengan siswa lain. Ada siswa
yang berbakat dalam bidang ilmu sosial dan ada yang di ilmu pasti. Seorang siswa
yang berbakat di bidang ilmu sosial akan sukar berprestasi tinggi di bidang ilmu
pasti dan sebaliknya. Bakat-bakat yang dimiliki siswa tersebut apabila diberi
kesempatan dikembangkan dalam pembelajaran, akan dapat mencapai prestasi
yang tinggi. Sebaliknya, seorang siswa ketika akan memilih bidang
pendidikannya, sebaiknya memperhatikan aspek bakat yang ada padanya. Untuk
itu, sebaiknya bersama orang tuanya meminta jasa layanan psikotes untuk melihat
dan mengetahui bakatnya. Sesudah ada kejelasan, baru menentukan pilihan.
Motivasi dan perhatian
Minat adalah kecenderungan yang besar terhadap sesuatu. Perhatian
adalah melihat dan mendengar dengan baik dan teliti terhadap sesuatu. Minat dan
perhatian biasanya berkaitan erat. Apabila seorang siswa menaruh minat pada satu
pelajaran tertentu, biasanya cenderung memperhatikannya dengan baik. Minat dan
perhatian yang tinggi pada mata pelajaran akan memberi dampak yang baik bagi
prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, seorang siswa harus menaruh minat dan
perhatian yang tinggi dalam proses pembelajaran-pembelajaran di sekolah.
Dengan minat dan perhatian yang tinggi, guru boleh yakin akan berhasil dalam
pembelajaran.
Motivasi
Motivasi adalah kondisi psikologi yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Motivasi belajar kondisi psikologis yang mendorong
seseorang untuk belajar. Motivasi selalu mendasari dan mempengaruhi setiap
usaha serta kegiatan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam
belajar, kalau siswa mempunyai motivasi yang baik dan kuat, hal itu akan
memperbesar usaha dan kegiatannya mencapai prestasi yang tinggi. Siswa yang
kehilangan motivasi dalam belajar akan memberi dampak kurang baik bagi
prestasi belajarnya.
18
Emosi
Sebagaimana yang diketahui bahwa dalam proses belajar seorang siswa
akan terbentuk suatu kepribadian tertentu, atau tipe tertentu, misalnya siswa yang
emosional dalam belajar, akan mudah putus asa. Hal ini mau tidak mau akan
mempengaruhi bagaimana siswa menerima, menghayati pengalaman yang
didapatnya dalam suatu pembelajaran.
Kemampuan kognitif
Yang dimaksud dengan kemampuan kognitif yaitu kemampuan berpikir,
menalar yang dimiliki siswa. Jadi kemampuan kognitif berkaitan erat dengan
ingatan dan berfikir seorang siswa.
2) Faktor luar, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa yang dapat
mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor tersebut adalah faktor
lingkungan. Faktor lingkungan dibedakan menjadi dua yaitu:
a) Lingkungan alami, yaitu yaitu kondisi alami yang dapat berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar, termasuk dalam lingkungan alami yaitu suhu,
cuaca, udara, pada waktu itu dan kejadian-kejadian yang sedang berlangsung.
b) Lingkungan sosial, dapat berwujud manusia, wujud lain yang berpengaruh
langsung terhadap proses dan hasil belajar. Misalnya hubungan murid dengan
guru, orang tua dengan anak, dan lingkungan masyarakat di luar sosial yang baik,
mesra dapat membantu terciptanya prestasi belajar siswa.
2.1.4. Hubungan antara Model Pembelajaran Generatif dengan Hasil Belajar
Berdasarkan kajian teori diatas, hubungan antara model pembelajaran
generatif dengan hasil belajar merupakan hubungan sebab akibat, karena
pembelajaran generatif dapat meningkatkan hasil belajar. Alasannya, menurut
Miftahul Huda (2013:309), “pembelajaran generatif merupakan salah satu strategi
pembelajaran yang berusaha menyatukan gagasan-gagasan baru dengan skema
pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa”. Dari pendapat Miftahul Huda maka
pembelajaran generatif memiliki kelebihan yaitu merangsang rasa ingin tahu
siswa serta memanfaatkan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa untuk
mempelajari gagasan-gagasan baru. Kelebihan pembelajaran generatif akan
19
membuat siswa lebih mudah dalam belajar mengenai materi yang diberikan guru
sehingga hasil belajar siswa akan meningkatan.
2.2. Kajian yang Relevan
a) Penelitian yang dilakukan oleh I Wyn. Romi Sudhita, I Nym. Wirya, Ni Wyn.
Parsiti tahun 2013 dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran Generatif terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri
di Desa Sebatu Kecamatan Tegallalang” dengan tujuan untuk mengetahui
perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran
menggunakan model pembelajaran generatif dan siswa yang mengikuti
pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa
kelas 5 SD Negeri di Desa Sebatu tahun pelajaran 2012/2013. Jenis penelitian
ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment), dengan rancangan
post-test only control group design. Populasi penelitian ini adalah semua siswa
kelas 5 SD Negeri di Desa Sebatu yang berjumlah 158 siswa. Sampel
penelitian adalah seluruh siswa kelas 5 di SD Negeri 4 Sebatu dan di SD
Negeri 2 Sebatu dengan jumlah 61 orang yang dipilih dengan teknik random
sampling. Pengumpulan data hasil belajar IPA siswa menggunakan metode
tes. Instrumen yang digunakan adalah tes pilihan ganda dengan satu jawaban
benar. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis
statistik deskriptif dan statistik inferensial. Hasil penelitian menemukan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang
mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran generatif dan
siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran
konvensional pada siswa kelas 5 SD Negeri di Desa Sebatu Kecamatan
Tegallalang tahun pelajaran 2012/2013 (thitung = 43,917 > ttabel = 2,000).
Kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model
pembelajaran generatif menunjukkan hasil belajar yang lebih baik
dibandingkan dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran
menggunakan model pembelajaran konvensional.
b) Penelitian yang dilakukan oleh Pt. Eka Yulia C, Ni Wyn. Suniasih, Md. Putra
tahun 2013 dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Penerapan
20
Pembelajaran Generatif terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Gugus
III Kecamatan Semarapura” dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan yang
signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui penerapan
pembelajaran generatif dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran
konvensional pada siswa kelas 4 SD Gugus III Kecamatan Semarapura Tahun
Ajaran 2012/2013. Penelitian ini merupakan penelitian pra-eksperimen dengan
desain penelitiannya adalah static group comparison. Populasi dalam
penelitian ini siswa kelas 4 SD Gugus III Kecamatan Semarapura. Untuk
menentukan sampel digunakan teknik random sampling.Sampel dalam
penelitian ini adalah siswa kelas 4 SD Negeri 2 Semarapura Tengah yang
berjumlah 32 orang kelompok eksperimen dan SD Negeri Semarapura Kauh
yang berjumlah 32 orang kelompok kontrol. Pengumpulan data hasil belajar
IPA dilakukan dengan metode tes yaitu tes hasil belajar IPA, jenis tes objektif
bentuk pilihan ganda biasa. Data selanjutnya dianalisis menggunakan analisis
statistik uj-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui penerapan
pembelajaran generatif dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran
konvensional. Hal ini terbukti dari hasil analisis dengan menggunakan uji-t
diperoleh thitung= 3,30>ttabel(α=0,05,62)= 2,00 dan didukung dengan
perbedaan rata-rata hasil belajar IPA antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol yaitu = 63,84 > = 51,22. Dengan demikian dapat
disimpulkan model pembelajaran generatif berpengaruh terhadap hasil belajar
IPA siswa di kelas 4 di SD Gugus III Kecamatan Semarapura tahun ajaran
2012/2013.
c) Penelitian yang dilakukan oleh Kd. A. Permana Dewi, Made Sulastri, I G. A.
Tri Agustiana tahun 2013 dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
Model Pembelajaran Generatif terhadap Kemampuan Berpikir Kritis IPA
Siswa Kelas 5 di Gugus VIII Kecamatan Buleleng” dengan tujuan untuk
mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran generatif dan siswa
yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
21
konvensional pada mata pelajaran IPA kelas 5 tahun pelajaran 2012/2013.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini
adalah kelas 5 di Gugus VIII Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2012/2013
yang berjumlah 111 orang. Sampel penelitian ini yaitu kelas 5 SD No. 1 Paket
Agung yang berjumlah 34 orang dan kelas 5 SD No. 2 Paket Agung yang
berjumlah 34 orang. Data hasil kemampuan berpikir kritis dikumpulkan
dengan menggunakan tes uraian. Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial yaitu
uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan
berpikir kritis antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran generatif dan siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada
mata pelajaran IPA kelas 5 tahun pelajaran 2012/2013. Perbandingan
perhitungan rata-rata hasil kemampuan berpikir kritis IPA kelompok
eksperimen adalah 36,74 lebih besar dari rata-rata hasil kemampuan berpikir
kritis IPA kelompok kontrol adalah 25,53. Adanya perbedaan menunjukkan
bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran generatif
berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis IPA dibandingkan dengan
model pembelajaran konvensional kelas 5 SD Gugus VIII Kecamatan
Buleleng tahun pelajaran 2012/2013.
Berbeda dari ketiga penelitian di atas, penelitian ini dilakukan bertujuan
untuk meningkatkan hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran
generatif pada mata pelajaran matematika.
2.3. Kerangka Pikir
Model pembelajaran generatif merupakan salah satu strategi pembelajaran
yang berusaha menyatukan gagasan-gagasan baru dengan skema pengetahuan
yang telah dimiliki oleh siswa. Gagasan baru itu dikaitkan dengan gagasan lama
yang sudah dipahami siswa. Jika gagasan baru itu berhasil menjawab
permasalahan yang dihadapi, maka gagasan baru itu akan disimpan dalam memori
jangka panjang. Intisari dari pembelajaran generatif adalah bahwa otak tidak
menerima informasi dengan pasif, melainkan justru dengan aktif mengkonstruksi
22
suatu interpretasi dari informasi tersebut dan kemudian membuat kesimpulan.
Pada penjelasan di atas, telah disebutkan bahwa model pembelajaran generatif
memungkinkan siswa dapat menyelesaikan permasalahan baru menggunakan
pengetahuan yang sudah mereka pahami sehingga pengetahuan baru itu akan
disimpan dalam memori jangka panjang.
Dalam kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran matematika kelas 5
SDN Candirejo 02, guru masih menggunakan pembelajaran konvensional, dimana
siswa hanya mengerti cara mengerjakan soal tanpa memahami konsep yang ingin
dicapai guru, sehingga potensi-potensi yang dimiliki siswa belum tergali secara
optimal. Akibatnya hasil belajar siswa menjadi rendah pada mata pelajaran
matematika. Maka perlu diterapkan model pembelajaran yang inovatif untuk
meningkatkan hasil belajar siswa, salah satunya yaitu model pembelajaran
generatif.
Kondisi awal Hasil belajar
siswa rendah
Penerapan model
pembelajaran generatif (Pengetahuan baru dikaitkan
dengan pengetahuan lama yang
sudah dipahami siswa)
Hasil belajar
siswa meningkat
Pemantapan penerapan
model pembelajaran
generatif
(baru diketahui setelah dilakukan refleksi atas
tindakan siklus I)
Hasil
belajar
siswa lebih
meningkat
Pembelajaran
konvensional
Ceramah
Tanya jawab
Penugasan
Gambar 1 Skema Kerangka Pikir
23
2.4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan hasil kajian teori, kajian penelitian yang relevan, dan
kerangka pikir di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah
melalui penerapan model pembelajaran generatif diduga dapat meningkatkan hasil
belajar matematika siswa kelas 5 SD Negeri Candirejo 02 pada semester II tahun
pelajaran 2013/2014.