1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
IFRS (International Financial Reporting Standards) merupakan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang digunakan sebagai
standard secara global dan telah disepakati. Indonesia, telah melakukan
adopsi penuh IFRS mulai 1 Januari 2012. Perbedaan antara PSAK
berdasar US GAAP dengan IFRS adalah yang sebelumnya PSAK
menganut historical cost mengubah paradigma menjadi fair value based.
Nilai wajar yang diatur dalam FASB Concept Statement No.7 adalah harga
yang akan diterima dalam penjualan aset atau pembayaran untuk
mentransfer kewajiban dalam transaksi yang tertata antara partisipan di
pasar dan tanggal pengukuran. IFRS merupakan standar akuntansi global
yang bertujuan menghasilkan laporan keuangan yang memiliki tingkat
kredibilitas tinggi.
Salah satu kriteria laporan keuangan dengan kredibilitas tinggi
dengan didukung adanya opini dari auditor independen yang menilai
apakah laporan keuangan tersebut disajikan secara wajar dan benar.
Auditor melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dalam mengaudit
laporan keuangan dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai,
balasan atas jasanya akan mendapatkan fee atau imbalan sesuai atas jasa
profesional yang telah diberikan kepada klien.
2
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ahmar (2016) merupakan
penelitian untuk menginvestigasi 434 emiten sejak tahun 2012 sampai
dengan 2014 sejak implementasi IFRS memberikan hasil penelitian yang
mengejutkan. Tidak lebih dari 10% emiten melaporkan revaluasi aset.
Selanjutnya menurut Ahmar (2016) juga menjelaskan bahwa audit fees
yang meningkat seiring aktivitas revaluasi seharusnya tidak menjadi alasan
untuk takut melakukan revaluasi aset karena biaya keagenan yang muncul
atas kontrak antara emiten dengan pemeriksanya (auditor) terkait dengan
nilai wajar akan saling hapus dengan keuntungan atas nilai wajar tersebut.
Menurut Yao et al. (2014) yang menginvestigasi hubungan
revaluasi aset dengan audit fees pada perusahaan di Australia. Hasil
penelitian ini diantaranya ada peningkatan signifikan untuk audit fees
ketika fixed assets dinilai dalam fair value. Independen appraisal secara
signifikan mengurangi hubungan positif antara revaluasi aset dengan audit
fees. Dengan demikian, secara spesifik komite audit independen dapat
mengurangi bias laporan keuangan yang pada akhirnya meningkatkan
kualitas dan kredibilitas laporan keuangan. Hal ini menguatkan fakta
bahwa audit fees erat kaitannya dengan pengadopsian IFRS, karena
terdapat periode transisi dimana perusahaan masih dalam rangka peralihan
dari yang tidak IFRS ke tahap implementasi IFRS.
Di Indonesia, perkembangan audit fees masih menjadi
perbincangan karena belum adanya peraturan yang menetapkan standar
minimal audit fees yang akan diterima auditor setelah melakukan
3
tugasnya. Audit fees masuk ke dalam pos beban umum dan administrasi
dan ditulis dengan nama akun jasa profesional. Berikut adalah gambar
perkembangan audit fees perusahaan manufaktur yang menerapkan
revaluasi aset dan yang tidak menerapkan revaluasi aset.
Grafik di atas menunjukkan bahwa sejak pengadopsian IFRS
dengan model revaluasi meskipun masih belum sepenuhnya dilakukan
oleh emiten, tahun 2012 sampai dengan 2014 audit fees emiten yang
melakukan revaluasi aset mengalami peningkatan. Hal ini didukung
dengan fakta yang salah satunya adalah meningkatnya beban jasa
profesional yang berpengaruh signifikan terhadap pelaksanaan revaluasi.
Tetapi fakta ini berbeda dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh
Goncharov et al (2012) yang mengungkapkan bahwa revaluasi aset tidak
memiliki hubungan yang signifikan terhadap audit fees.
Gambar 1.
Perkembangan Audit Fees Perusahaan Manufaktur Tahun 2012-2014
(Jutaan Rp)
Sumber: Data IDX annual report (diolah kembali)
382565
478230
335308
2321 4422 62009
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
20
12
20
13
20
14
Audit Fees TidakRevaluasi Aset
Audit Fees RevaluasiAset
4
Dengan penerapan standarisasi internasional IFRS, maka
diharapkan akan berdampak pada performance atau kinerja keuangan
perusahaan. Hal ini didukung adanya perbedaan pengukuran terhadap nilai
item-item laporan keuangan yang sebelumnya menggunakan konsep
historical cost. Penelitian yang dilakukan oleh Kappa (2009), yang
meneliti hubungan antara revaluasi aktiva tetap dengan return on
investment (ROI) dan return on assets (ROA). Penelitian dilakukan pada
10 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan
telah melakukan revaluasi aktiva tetap pada tahun 2006. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara revaluasi aktiva tetap
dengan ROI dan ROA. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan
dilakukannya kebijakan revaluasi aktiva tetap tidak akan berdampak
terhadap ROI dan ROA. Berbeda dengan hasil penelitian Aboody et al
(1999), Dimitropoulos et al (2013), Yao et al (2014) penelitiannya
menunjukkan bahwa revaluasi aset berhubungan signifikan terhadap
return on assets (ROA). Revaluasi aktiva tetap berakibat kuat terhadap
komponen total aktiva, dikarenakan pada umumnya aktiva tetap
mempunyai nilai yang relatif lebih besar dibandingkan dengan komponen
aktiva lainnya sehingga hal ini akhirnya berdampak terhadap total
aktivanya.
Berikut adalah gambar perkembangan return on assets (ROA)
perusahaan manufaktur di Indonesia yang menerapkan revaluasi aset dan
yang tidak menerapkan revaluasi aset.
5
Gambar 2.
Perkembangan ROA Perusahaan Manufaktur Tahun 2012-2014
(%)
Sumber: Data IDX annual report (diolah kembali)
Berdasarkan gambar di atas menunjukkan pergerakan ROA untuk
emiten yang menerapkan revaluasi aset dari tahun 2012 ke tahun 2013
mengalami penurunan dan dari tahun 2013 ke 2014 mengalami kenaikan.
Hal tersebut kemungkinan disebabkan adanya penggunaan IFRS yang
meminta pengungkapan lebih dibanding dengan US GAAP. International
Financial Reporting Standards (IFRS) meningkatkan reliabilitas,
tranparansi dan komparabilitas laporan keuangan sehingga memungkinkan
penurunan rasio-rasio keuangan perusahaan. Kinerja keuangan ROA
merupakan rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengetahui
kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba (profit) dari semua
kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki perusahaan seperti kegiatan
penjualan, kas, modal, jumlah karyawan yang dipekerjakan.
680.27 735
444
14.53
-2.47
39.75
-100
0
100
200
300
400
500
600
700
800
20
12
20
13
20
14
ROA Tidak RevaluasiAset
ROA Revaluasi Aset
6
Begitu juga yang terjadi untuk aspek leverage perusahaan. Dalam
melakukan pengambilan keputusan leverage, manajer keuangan tidak
cukup hanya memperhatikan laba, melainkan juga risiko yang
ditimbulkan. Rasio leverage yang diwakili oleh debt to assets ratio (DAR)
yang mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan dibiayai oleh utang
atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan
aktiva. Penelitian Kappa (2009) yang menunjukkan hasil berbeda dengan
penelitian oleh Yao et al. (2014), bahwa ROA mempunyai hubungan yang
signifikan negatif terhadap audit fees dan leverage sebagai variabel
kontrol berhubungan positif signifikan terhadap audit fees. Dalam hal ini
audit fees akan mengalami peningkatan ketika perusahaan melakukan
revaluasi aset dan diaudit oleh KAP Big 4. Hasil dari penelitian ini
memiliki implikasi yang penting untuk menetapkan standar untuk fair
value accounting dan jasa audit. Penggunaan fair value accounting
meningkatkan pengungkapan secara benar dan wajar, tetapi hal itu juga
meningkatkan biaya penilaian bagi auditor. Terlebih lagi keandalan
estimasi nilai wajar tergantung pada kualitas dari corporate governance.
Berikut adalah gambar perkembangan debt to assets ratio (DAR)
perusahaan manufaktur di Indonesia yang menerapkan revaluasi aset dan
yang tidak menerapkan revaluasi aset pada tahun pasca pengadopsian
IFRS 2012 sampai dengan 2014.
7
Gambar 3.
Perkembangan DAR Perusahaan Manufaktur Tahun 2012-2014
(%)
Sumber: Data IDX annual report (diolah kembali)
Gambar tersebut menjelaskan bahwa perkembangan DAR emiten
yang melakukan revaluasi aset tahun 2012 sampai 2013 mengalami
penurunan sebesar 59,91% dan 2013 sampai 2014 mengalami kenaikan
sebesar 128,61%. Seperti halnya yang terjadi pada perkembangan ROA
yang sudah diuraikan di atas, pergerakan fluktuatif debt to assets ratio
(DAR) kemungkinan disebabkan adanya penggunaan IFRS yang meminta
pengungkapan lebih dibanding dengan US GAAP. International Financial
Reporting Standards (IFRS) meningkatkan reliabilitas, tranparansi dan
komparabilitas laporan keuangan sehingga memungkinkan penurunan
rasio-rasio keuangan perusahaan. Akan tetapi di sisi lain, revaluaasi aset
yang akan meningkatkan nilai buku total aset, mempunyai dampak
membaiknya bebrapa rasio keuangan perusahaan, khususnya debt to equity
6761.48 7264.15 7065.14
280 220.09 348.7
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
20
12
20
13
20
14
DAR Tidak RevaluasiAset
DAR Revaluasi Aset
8
dan debt to assets. Hal ini berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam
melunasi utang jangka panjang akan mempengaruhi pihak kreditur
memberikan pinjaman. Semakin baik tingkat leverage perusahaan, maka
maka akan semakin mudah memperoleh pinjaman.
Setiap perusahaan harus mempunyai aset agar dapat menghasilkan
produk untuk memenuhi tujuannya. Tanpa adanya aset, tidak ada
perusahaan yang dapat menghasilkan suatu produk untuk dijual. Aset
dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan
kriterianya yakni aset lancar (current assets), aset tidak berwujud
(intangible assets), aset tetap berwujud (tangible assets). Setiap
perusahaan memiliki jenis dan bentuk aset tetap yang berbeda tergantung
dari bidang usaha masing-masing. Rudianto (2012), mendefinisikan aset
tetap adalah barang berwujud milik perusahaan yang sifatnya relatif
permanen dan digunakan dalam kegiatan normal perusahaan, bukan untuk
diperjualbelikan.
Revaluasi aset merupakan salah satu topik yang menonjol saat
pemberlakuan standar akuntansi berbasis IFRS. Penilaian aset dan
dampaknya terhadap laba yang dilaporkan entitas perusahaan memiliki
masalah yang besar dalam literatur dan praktek akuntansi. Revaluasi
diperbolehkan berdasarkan IFRS tetapi tidak di bawah US GAAP. Dalam
IFRS memungkinkan perusahaan memilih untuk merevaluasi aset tetap
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan perusahaan. Seperti yang dijelaskan
9
dalam PSAK 16 Revisi 2007 dan 2011 menyatakan suatu perusahaan
diperbolehkan memilih model revaluasi dalam mengukur aset tetapnya.
Ketika Pemerintah meluncurkan Paket Kebijakan V pada tanggal 2
Oktober 2015 salah satu kebijakannya adalah insentif bagi perusahaan
yang melakukan revaluasi aset. Jika sebelumnya perusahaan dikenakan
pajak PPH 10% untuk kenaikan nilai aset, maka sekarang pajak dipangkas
menjadi 3-6% saja. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) nomor 191/PMK.010/2015 tentang penilaian kembali
aktiva tetap dengan tujuan agar perusahaan yang sebelumnya tidak
melakukan revaluasi atas aset tetapnya diharapkan dengan penurunan tarif
PPH tersebut dapat melakukan revaluasi aset.
Berdasarkan adanya Peraturan Menteri Keuangan tersebut maka
isu penting yang diakibatkan adalah aktivitas revaluasi aset, terutama
untuk perusahaan-perusahaan manufaktur sektor industri tersebut
menuntuu kepemilikan aset tetap untuk aktivitas produksi dan non
produksi.
Berikut adalah tabel dari persentase perusahaan yang melakukan
revaluasi aset dan yang tidak melakukan revaluasi aset dari tahun 2012
sampai dengan 2015.
10
Penyajian hasil persentase atas perusahaan manufaktur yang
melakukan revaluasi aset dan yang tidak melakukan revaluasi aset juga
bisa dilihat dalam bentuk gambar berikut ini.
Gambar 4.
Perkembangan Proporsi Perusahaan Manufaktur Tahun 2012-2014
Sumber: Ahmar (2016)
Berdasarkan tabel dan gambar di atas maka terdapat perbedaan
jumlah perusahaan dari tahun 2012 sampai dengan 2014. Hal ini
Ringkasan Jumlah Emiten Terkait Revaluasi Aset Berdasarkan Tahun Penyajian
Tidak Ya
2012 122 (94.1%) 8 (5.9%) 130 (100%)
2013 145 (91.6%) 13 (8.4%) 158 (100%)
2014 136 (93.7%) 10 (6.3%) 146 (100%)
Sumber: Ahmar (2016)
Tabel 1.
TahunRevaluasi Aset
Jumlah
94.1 91.6 93.7
5.9 8.4 6.3
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
2012 2013 2014
Tidak Revaluasi Aset
Revaluasi Aset
11
disebabkan ada beberapa perusahaan yang delisting ataupun relisting dari
Bursa Efek Indonesia yang diakses melalui www.idx.co.id. Perusahaan
yang diteliti mulai tahun 2012 sejumlah 130 perusahaan, 2013 sejumlah
158 perusahaan, 2014 terdapat 146 perusahaan. Hasil pengamatan peneliti
bahwa tahun 2012 perusahaan manufaktur yang melakukan revaluasi
sebanyak 8 (5.9%) dan yang tidak revaluasi sebanyak 122 (94.1%), tahun 2013
yang melakukan revaluasi sebanyak 13 (8.4%), dan yang tidak revaluasi 145
(91.6%), tahun 2014 yang melakukan revaluasi sebanyak 10 (6.3%) dan yang
tidak revaluasi 136 (93.7%).
Menurut Hastoni (2013), yang meneliti tentang model revaluasi
aset tetap dan penerapannya pada perusahaan go public di Indonesia.
Penelitiannya menunjukkan sampai dengan akhir 2012, masih sedikit
perusahaan yang menerapkan model revaluasi. Hal tersebut disebabkan
karena belum sinkronnya antara standar akuntansi dan peraturan
perpajakan. Hastoni juga berpendapat sebenarnya model revaluasi sangat
baik jika diterapkan karena dapat meningkatkan kualitas informasi
keuangan.
Penelitian oleh Friskianti, (2014) yang menganalisis perbedaan
kualitas informasi akuntansi sebelum dan sesudah adopsi IFRS dari sisi
manajemen laba dan relevansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan signifikan kualitas informasi akuntansi sebelum dan
sesudah adopsi IFRS baik dari sisi manajemen laba maupun relevansi.
Hasil tersebut mungkin disebabkan karena penerapan fair value yang
12
seharusnya dapat mengurangi manajemen laba mengalami kendala yaitu
ketidaksinkronan peraturan pajak mengenai revaluasi.
Penelitian Lopes dkk, (2012) melakukan penelitian revaluasi aset
dan bagaimana hubungannya dengan kinerja perusahaan di masa
mendatang jika terkait praktek good corporate governance (GCG). Secara
empiris hasil penelitian menunjukkan revaluasi aset di Brazil dilakukan
bukan untuk menyampaikan informasi kepada investor, tetapi untuk
memperbaiki posisi ekuitas perusahaan. Begitu juga dengan GCG yang
diproksikan dengan Brazilian Corporate Governance Index (BCGI)
menunjukkan ketika BCGI tinggi maka tidak melakukan revaluasi,
sebaliknya BCGI rendah perusahaan cenderung melakukan revaluasi aset.
Hal ini fakta yang membuat pemerintah Brazil melarang perusahaan
melakukan revaluasi aset.
Banyaknya pandangan negatif mengenai revaluasi aset bisa jadi
disebabkan oleh reaksi emosional dan politikal selama dan setelah masa
Great Depression yang diduga disebabkan oleh penyalahgunaan revaluasi
aset pada tahun 1920-an sampai awal tahun 1930-an. Dillon (2015),
menginvestigasi pengaruh revaluasi aset terhadap Great Depression yang
terjadi pada tahun 1929–1939 di Amerika Serikat. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa pada saat itu, perusahaan justru melakukan revaluasi
aset untuk menurunkan nilai aset pada periode 1925–1934 (paralel dengan
peristiwa Great Depression. Berdasarkan bukti yang ada, terlihat
13
memanipulasi laba di periode tersebut. Konsep penerapan revaluasi aset
dipandang dapat diterima, tetapi faktanya menunjukkan sebaliknya.
Kinerja keuangan dalam kaitannya dengan revaluasi aset
diharapkan berpengaruh karena untuk melihat seberapa aktif aset yang
dimiliki perusahaan dapat mendorong adanya revaluasi. Penelitian
mengenai kinerja keuangan perusahaan yang berhubungan dengan
revaluasi aset sudah dilakukan oleh Kappa (2009), yang membuktikan
secara empiris bahwa ROA dan ROI tidak berpengaruh signifikan
terhadap revaluasi. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Cheng, Lin (2009) yang menunjukkan hasil empiris bahwa perusahaan
dengan resiko yang tinggi cenderung menaikkan aset saat revaluasi.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Yao et al. (2014), yang membuktikan
return on assets (ROA) dan debt to assets ratio (DAR) mempunyai
hubungan yang signifikan negatif dan positif terhadap audit fees
sebagai indikator dilakukannya revaluasi aset.
Sejauh ini di Indonesia belum banyak ditemukan penelitian
mengenai revaluasi aset dan bagaimana hubungannya dengan kinerja
keuangan perusahaan jika didasarkan atas berlakunya Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) nomor 191/PMK.010/2015 tentang penilaian kembali
aktiva tetap untuk tujuan perpajakan bagi permohonan yang diajukan pada
tahun 2015 dan tahun 2016.
Penelitian ini menganalisis perbedaan audit fees, return on assets
(ROA) serta debt to assets ratio (DAR) emiten yang melakukan revaluasi
14
aset dan tidak melakukan revaluasi aset. Pemilihan sektor manufaktur dan
indikator kinerja keuangan perusahaan sebagai sampel mengacu pada
penelitian Ahmar (2016), Kappa (2009), Yao et al. (2014) dan Cheng, Lin
(2009).
1.2 Identifikasi Masalah
Pengadopsian IFRS oleh Indonesia yang dimulai tahun 2012
memberikan kendala baik dalam kesiapan SDM dan infrastruktur yang
mendukung. Kondisi di Indonesia yang belum mensinkronisasikan aturan
perundang-undangan khususnya perpajakan dengan adopsi IFRS,
membuat para pelaku ekonomi khususnya perusahaan publik masih
enggan menerapkannya. Hal ini terlihat ketika dalam IFRS penilaian
kembali atas aset tetap (asset revaluation) belum banyak diterapkan oleh
para emiten di Indonesia. Dalam penerapan revaluation model
memerlukan biaya tambahan untuk jasa penilai (appraiser) untuk menilai
aset tetap sehingga hal ini yang menyebabkan emiten enggan menerapkan
model revaluasi.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka
identifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Audit fees merupakan salah satu komponen yang mengalami perubahan
seiring dengan aktivitas revaluasi aset yang erat kaitannya dengan
pengadopsian IFRS. Penentuan biaya audit sebenarnya sebagai
15
implikasi dari meningkatnya jasa pemeriksaan yang dilakukan oleh
auditor independen.
2. Return on Assets (ROA) sebagai indikator pengukuran kinerja
perusahaan dari aspek profitabilitas, memberikan gambaran mengenai
tingkat pengembalian investasi yang dapat diberikan perusahaan atas
penggunaan aktiva dalam kegiatan operasi perusahaan. ROA juga erat
kaitannya dengan penerapan model revaluasi. Dari beberapa penelitian
terdahulu ditemukan hasil yang signifikan hubungan antara ROA
dengan meningkatnya aktivitas revaluasi aset.
3. Return on Investment (ROI) merupakan salah satu pengukuran yang
biasa digunakan oleh para pemakai informasi, khususnya para investor
maupun calon investor dalam menilai kemampuan tingkat
pengembalian investasi perusahaan. ROI memberikan gambaran
mengenai keuntungan yang diperoleh dari operasi perusahaan dengan
jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan
keuntungan operasi tersebut.
4. Debt to Assets Ratio (DAR) sebagai salah satu pengukuran aspek
leverage yang menggambarkan seluruh aset perusahaan dan risiko
keuangan yang akan menjadi beban perusahaan di masa yang akan
datang yang pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan.
5. Market-to-Book-Ratio merupakan sinyal kemungkinan terhadap
pertumbuhan perusahaan. Market-to-book-ratio yang tinggi pertanda
16
bahwa pertumbuhan atau asset undervalued. Kondisi seperti ini
berdampak terhadap kebijakan revaluasi aset tetap perusahaan.
6. Ukuran perusahaan, merupakan salah satu faktor yang mendorong
keputusan perusahaan untuk merevaluasi aset. Perusahaan besar akan
melaporkan laba tinggi yang akan menarik perhatian regulator dan
pihak lain yang memiliki kapasitas untuk membuat aturan baru
7. Good Corporate Governance (GCG) akan meningkatkan kinerja
perusahaan serta meningkatkan nilai perusahaan bagi pemegang saham.
Dengan GCG, memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara
meningkatkan penerapan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran dalam pelaksanaan
kegiatan perusahaan.
8. Masih jarangnya penelitian mengenai revaluasi aset di Indonesia dan
bagaimana peran serta perpajakan dalam mendukung adanya kebijakan
IFRS tersebut.
9. Kontribusi penerapan revaluasi aset untuk perkembangan perusahaan
dan pemerintah Indonesia.
10. Dari beberapa penelitian terdahulu, terdapat hasil penelitian yang tidak
mendukung bahwa revaluasi aset mempunyai pengaruh terhadap kinerja
keuangan perusahaan.
11. Beberapa penelitian terdahulu juga menunjukkan diantara variabel –
variabel yang mendukung adanya revaluasi aset yang paling berperan
adalah faktor pembebanan atas biaya audit (audit fees).
17
12. Penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan kinerja keuangan
emiten yang melakukan revaluasi aset dengan yang tidak melakukan
revaluasi aset dengan menggunakan rasio profitabilitas yang diwakili
return on assets (ROA) dan rasio leverage diwakili debt to assets ratio
(DAR).
13. Penerapan revaluasi aset juga diprediksi dapat mengakibatkan biaya
audit (audit fees) mengalami perubahan, sehingga penelitian ini
bermaksud membandingkan audit fees bagi emiten yang melakukan
revaluasi aset dan yang tidak melakukan revaluasi aset.
1.3 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah penelitian ini adalah :
1. Audit fees dipilih karena berdasar penelitian terdahulu bahwa revaluasi
aset menyebabkan peningkatan terhadap biaya audit.
2. Kinerja keuangan perusahaan difokuskan pada faktor profitabilitas.
Profitabilitas karena laba sebagai indikator kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban kepada kreditur dan investor, serta salah
satu faktor penilaian terhadap prospek perusahaan di masa depan.
Dalam hal ini rasio yang digunakan adalah return on assets (ROA).
3. Pengukuran mengenai risiko perusahaan yang diproksikan dengan debt
to assets ratio (DAR) yang menggambarkan seberapa jauh utang dapat
ditutupi oleh aset.
18
4. Perusahaan yang diteliti fokus pada perusahaan publik yang terdaftar
(listing) di Bursa Efek Indonesia.
5. Perusahaan difokuskan pada perusahaan manufaktur (secondary
manufacture) yang mempunyai komponen other comprehensive
income (OCI) pada laporan laba rugi komprehensif.
1.4 Perumusan Masalah
Revaluasi aset memberikan manfaat baik bagi pemerintah maupun
perusahaan. Bagi pemerintah atau Direktorat Jenderal Pajak sebagai sarana
untuk meningkatkan penerimaan pajak yang berasal dari Pajak
Penghasilan Badan (PPh Badan), sedangkan bagi perusahaan dapat
melakukan perencanaan dalam rangka menghemat pembayaran pajaknya.
Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, masalah yang
hendak diteliti dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada perbedaan audit fees emiten yang melakukan revaluasi
aset dan tidak melakukan revaluasi aset?
2. Apakah ada perbedaan return on assets (ROA) emiten yang
melakukan revaluasi aset dan tidak melakukan revaluasi aset?
3. Apakah ada perbedaan debt to assets ratio (DAR) emiten yang
melakukan revaluasi aset dan tidak melakukan revaluasi aset?
19
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka
penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Menganalisis perbedaan audit fees emiten yang melakukan revaluasi
aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
2. Menganalisis perbedaan return on assets (ROA) emiten yang
melakukan revaluasi aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
3. Menganalisis perbedaan debt to assets ratio (DAR) emiten yang
melakukan revaluasi aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
1.6 Manfaat dan Kegunaan Penelitian
1.6.1 Kegunaan Teoritis
1. Penelitian ini menganalisis perbedaan audit fees, kinerja keuangan dan
risiko bagi emiten yang melakukan revaluasi aset dan yang tidak
melakukan revaluasi aset.
2. Sebagai tambahan pengetahuan literatur akuntansi mengenai
penerapan revaluasi aset sebagai implementasi dari pengadopsian
IFRS.
1.6.2 Kegunaan Praktis
1. Bagi pemerintah
Dapat memberikan acuan untuk mengevaluasi apakah aturan
perpajakan yang ditetapkan sudah mempunyai sinkronisasi dengan
20
aturan akuntansi di Indonesia yakni Pernyataan Standar Akuntansi
(PSAK).
2. Bagi Perusahaan
Sebagai acuan bagi pihak internal perusahaan dalam mengelola
perencanaan penghematan pajak dan memberikan nilai tambah bagi
perkembangan perusahaan secara berkelanjutan.
21
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Signalling Theory
Signalling Theory adalah teori yang melihat tanda–tanda tentang
kondisi yang menggambarkan suatu perusahaan. Teori ini menekankan
kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap
keputusan investasi pihak di luar perusahaan. Menurut Ross (1977) dalam
artikel “The Determination of Financial Structure: The Incentive –
Signalling Approach” mengemukakan bahwa ketika perusahaan memiliki
informasi, yang mana informasi tersebut mencerminkan sinyal positif
sesuai dengan kondisi sebenarnya perusahaan, maka sinyal tersebut
dianggap valid dan dapat dipercaya.
Signalling Theory menurut Fahmi (2011: 103), merupakan teori
yang membahas tentang naik turunnya harga di pasar, sehingga akan
memberi pengaruh pada keputusan investor. Apapun informasi yang
terjadi dari kondisi saham suatu perusahaan adalah selalu memberi efek
bagi keputusan investor sebagai pihak yang menangkap sinyal tersebut.
Tanggapan para investor terhadap sinyal positif dan sinyal negatif adalah
sangat mempengaruhi kondisi pasar, mereka akan bereaksi dengan
berbagai cara dalam menanggapi sinyal tersebut. Hal itu dikarenakan,
sinyal yang terbentuk sebagai reaksi investor untuk menghindari
timbulnya risiko yang lebih besar karena faktor pasar yang belum
memberi keuntungan atau berpihak kepadanya.
22
Signalling Theory dalam penelitian ini menjelaskan bahwa pihak
internal perusahaan dalam hal ini manajemen perusahaan sebagai pihak
yang memberikan sinyal berupa pernyataan penilaian kembali atas aset
(revaluasi aset) yang disajikan dalam komponen laporan keuangan. Sinyal
yang diberikan pihak manjemen perusahaan tersebut diharapkan dapat
bermanfaat bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Dalam
segi positif perusahaan dapat menunjukkan kepemilikan asetnya yang
akhirnya dapat meyakinkan kepercayaan kreditur untuk meminjamkan
sejumlah dana bagi kelangsungan perusahaan. Hal lain juga berkaitan
dengan informasi laba yang disajikan dalam laporan laba rugi
komprehensif bisa memberikan sinyal positif terhadap kewajiban
perpajakannya.
Pihak internal perusahaan yang melaporkan tentang adanya
revaluasi aset di dalam komponen laporan laba rugi komprehensif yang
dilengkapi dengan penyajian other comprehensive income (OCI) akan
memberikan sinyal positif atas penerbitan laporan keuangan. Penyajian
other comprehensive income (OCI) yang merupakan pengadopsian dari
IFRS memberikan sinyal melalui komponen dalam OCI yang memuat
keuntungan dan kerugian yang belum direalisasi: (1) selisih kurs mata
uang asing, (2) revaluasi aset tetap berwujud dan aset tidak berwujud, (3)
penyesuaian liabilitas minimum pension, (4) perubahan investasi dalam
sekuritas yang dikategorikan sebagai tersedia untuk dijual, (5) lindung
23
nilai arus kas, (6) bagian dari entitas asosiasi dan ventura bersama yang
dicatat dengan metode ekuitas dalam OCI.
Dalam penelitian ini, pada hakikatnya komponen other
comprehensive income (OCI) yang memberikan sinyal positif terhadap
pasar adalah bagian dari penilaian kembali atas aset tetap perusahaan.
Dengan adanya penyajian dan pengungkapan atas revaluasi aset
perusahaan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal
terhadap laba dan kepentingan perpajakannya.
2.2 Audit Fees
Penyajian informasi yang relevan sekaligus andal terkadang
menimbulkan kendala, yakni masalah ketepatan waktu, keseimbangan
biaya dan manfaat, dan trade-off antara relevan dan andal (Hidayat, 2012).
Penggunaan nilai wajar merupakan salah satu wujud untuk menghasilkan
informasi akuntansi yang relevan karena nilai wajar mengevaluasi
peristiwa masa lalu dan masa kini serta memberikan prediksi akan masa
yang akan datang. Informasi yang andal ditentukan oleh peran perusahaan
sebagai penyusun laporan keuangan dan auditor eksternal sebagai pihak
independen yang menilai kewajaran laporan keuangan. Kecakapan auditor
independen menentukan keandalan dari laporan keuangan yang
dicerminkan dari dari kualitas audit yang dilakukan. Semakin berkualitas
audit yang dilakukan, akan terjadi perubahan biaya secara serentak sebagai
akibat peningkatan kualitas audit tersebut.
24
Audit fees adalah besaran biaya yang diterima auditor dengan
mempertimbangkan berbagai hal seperti kompleksitas jasa yang diberikan,
tingkat keahlian dan lain-lain. Menurut Sukrisno Agoes (2012:18) definisi
audit fees sebagai berikut:
”Besarnya biaya tergantung antara lain resiko penugasan,
kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan
untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang
bersangkutan dan pertimbangan biaya professional lainnya.”
Sedangkan indikator atas audit fees menurut Sukrisno Agoes
(2012:18) dapat diukur dari:
1. Resiko penugasan
2. Kompleksitas jasa yang diberikan
3. Struktur biaya kantor akuntan publik yang bersangkutan dan
pertimbangan profesi lainnya.
4. Ukuran KAP.
2.3 Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk
melihat sejauh mana perusahaan telah melaksanakan dengan
menggunakan standar pelaksanaan keuangan secara baik dan benar.
Kinerja menunjukkan sesuatu yang berhubungan dengan kekuatan serta
kelemahan suatu perusahaan. Menurut Irham Fahmi (2011: 2) kinerja
keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana
25
suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan
pelaksanaan keuangan secara baik dan benar.
Kinerja keuangan merupakan suatu gambaran mengenai kondisi
keuangan perusahaan yang dianalisis dengan dengan alat analisis
keuangan. Jika tujuan manajemen adalah untuk memaksimalkan nilai
perusahaan, maka harus memanfaatkan keunggulan dari kekuatan
perusahaan dan secara bersama-sama mengoreksi kelemahan perusahaan.
Dalam hal ini analisis laporan keuangan mencakup (1) pembandingan
kinerja perusahaan dengan perusahaan lain dalam industri yang sama, (2)
evaluasi kecenderungan posisi keuangan perusahaan sepanjang waktu
(Brigham dan Houston, 2001:78).
Penilaian kinerja keuangan merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan melalui perhitungan dengan
rasio keuangan. Rasio keuangan dirancang untuk membantu mengevaluasi
laporan keuangan. Hal ini sangat penting agar sumber daya digunakan
secara optimal dalam menghadapi perubahan lingkungan.
Berdasar teori kinerja keuangan di atas, maka pada dasarnya
hubungan antara kinerja keuangan dengan rasio keuangan adalah
digunakan untuk memprediksi dan mengantisipasi kondisi di masa depan
dan sebagai titik awal untuk perencanaan tindakan yang akan
mempengaruhi kejadian di masa depan.
26
2.3.1 Return On Assets (ROA)
Rasio profitabilitas adalah sekelompok rasio yang memperlihatkan
pengaruh gabungan dari likuiditas, manajemen aktiva, dan hutang terhadap
hasil operasi (Brigham dan Houston, 2001:89). Salah satu rasio
profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah return on assets
(ROA). Rasio yang disebut juga dengan rentabilitas ekonomis ini
digunakan untuk mengetahui seberapa besar perusahaan dalam
mendapatkan laba dengan semua aktivitas yang dimiliki oleh perusahaan.
Secara konseptual ROA adalah rasio laba bersih terhadap total aktiva, tapi
laba di sini adalah laba sebelum pajak bunga dan pajak atau EBIT terhadap
rata-rata aktiva (Brigham dan Houston, 2001:90). Rumus yang digunakan
adalah :
ROA =
ROA menunjukkan efektivitas dari manajemen dalam
menghasilkan profit yang berkaitan dengan ketersediaan aset perusahaan.
Semakin tinggi ROA maka dapat menunjukkan kinerja keuangan
perusahaan baik dalam pengelolaan asetnya. Sebaliknya semakin rendah
ROA menunjukkan aset yang digunakan tidak mampu memberikan laba
bagi perusahaan.
27
2.3.2 Debt to Assets Ratio (DAR)
Rasio leverage atau yang disebut dengan raiso pembiayaan dengan
utang, memiliki tiga implikasi penting: (1) memperoleh dana melalui
utang membuat pemegang saham dapat mempertahankan pengendalian
atas perusahaan dengan investasi yang terbatas, (2) kreditur melihat
ekuitas, atau dana yang disetor pemilik, untuk memberikan marjin
pengaman, sehingga jika pemegang saham hanya meberikan sebagian
kecil dari total pembiayaan, maka risiko perusahaan sebagian besar ada
pada kreditur, (3) jika perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih
besar atas investasi dibiayai dengan dana pinjaman disbanding
pembayaran bunga, maka pengembalian atas modal pemilik akan lebih
besar atau leveraged (Brigham dan Houston, 2001:84).
Salah satu rasio leverage yang digunakan dalam penelitian ini
adalah rasio utang terhadap total aktiva, yang pada umumnya disebut rasio
utang (debt ratio) yakni mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan
dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh
terhadap pengelolaan aktiva, atau mengukur prosentase berapa besar dana
yang berasal dari utang (www. ilmuekonomi.net). Rumus yang digunakan
untuk menghitung rasio ini adalah:
DAR =
28
DAR memberikan beberapa indikasi mengenai kemampuan
perusahaan untuk menahan kerugian tanpa merusak ketertarikan para
kreditor. Semakin besar persentase utang terhadap total aset, semakin
besar risiko perusahaan tidak dapat melunasi kewajibannya yang akan
jatuh tempo.
2.4 Revaluasi Aset PSAK 16
Aset adalah sumberdaya yang dikendalikan oleh entitas sebagai
hasil dari peristiwa masa lalu dan dimana manfaat ekonomi di masa datang
diharapkan mengalir ke entitas tersebut (Ghozali, 2014:212). Dalam PSAK
16 revisi 2011, aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk
digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk
disewakan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan
diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode
(http://www.iaiglobal.or.id). Karakteristik utama dari aset adalah :
1. Memiliki manfaat di masa yang akan datang artinya adalah dapat
digunakan untuk memproduksi sesuatu yang bernilai bagi kesatuan
usaha tersebut.
2. Dapat dikendalikan manfaatnya. Untuk memiliki aset, suatu kesatuan
harus mengendalikan manfaat ekonomi suatu elemen di masa yang akan
datang dan pada umumnya dengan dapat mengatur penggunaan manfaat
elemen tersebut.
29
3. Transaksi sudah terjadi. Manfaat ekonomi di masa yang akan datang
suatu aset dari suatu kesatuan usaha merupakan hasil suatu transaksi
atau suatu peristiwa seperti pembelian atau perjanjian persewaan telah
terjadi yang memberikan hak penggunaan dan pengendalian terhadap
manfaat ekonomi aset tersebut.
Sedangkan menurut Kartikahadi (2012:316) sifat dan karakteristik
aset tetap adalah:
1. Aset tetap adalah aset berwujud yang secara fisik dapat dilihat dan
disentuh.
2. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang dan
jasa dan tidak untuk dijual kembali. Hanya aset berwujud yang
digunakan dalam kegiatan operasional sehari-hari yang dapat
dikategorikan sebagai aset tetap, sedangkan aset yang berwujud yang
akan dijual biasanya dikategorikan sebagai persediaan.
3. Digunakan untuk waktu yang panjang, lebih dari satu periode
akuntansi. Aset tetap memberikan manfaat untuk masa lebih dari satu
periode, dengan demikian investasi atau biaya untuk perolehan aset teap
harus dialokasikan pada periode-periode dimana manfaat dari aset
tersebut dapat diperoleh dan hal ini dilakukan melalui beban
penyusutan secara periodik.
Berdasarkan sifat dan karaktersitik tersebut, maka aset tetap dapat
dikelompokkan sebagai berikut: tanah, tanah dan bangunan, mesin dan
peralatan pabrik, peralatan dan perabotan kantor serta kendaraan.
30
Dalam PSAK 16 mengatur aset tetap, perusahaan dapat memilih
metode penilaian atas aset tetapnya, yaitu:
1. Cost Method (Metode Biaya)
Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi dengan akumulasi
penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset.
2. Revaluation Method (Metode Revaluasi)
Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat
diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai
wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan
akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi
(Kartikahadi, 2012:337).
Dengan metode biaya, perusahaan menyusutkan aset tetapnya tanpa
melakukan revaluasi, sebagai konsekuensinya perusahaan menilai apakah
terdapat indikasi penurunan nilai sesuai dengan PSAK 48: Penurunan
Nilai Aset. Sedangkan ketika perusahaan melakukan metode revaluasi,
maka akan muncul di dalam komponen other comprehensive income
(OCI) di dalam laporan laba rugi komprehensif.
Revaluasi aset tetap adalah penilaian ulang akan aset tetap suatu
entitas. Jika suatu entitas memilih menggunakan metode revaluasi maka
metode ini harus ditetapkan secara konsisten oleh perusahaan. Penerapan
metode revaluasi dilakukan untuk aset tetap dalam kelompok yang sama.
Sebagai contoh jika induk menggunakan metode revaluasi maka
konsekuensinya anak perusahaan untuk kelompok aset tanah harus
31
menggunakan metode revaluasi. Pada saat melakukan revaluasi, selisih
antara nilai tercatat aset dan nilai hasil revaluasi akan diakui sebagai
surplus revaluasi. Revaluasi merupakan komponen dalam laporan laba
rugi komprehensif yang merupakan bagian dari ekuitas. Jika sebelum
revaluasi entitas telah melakukan penurunan nilai maka, akan dilakukan
pembalikan penurunan nilai sebelum diakui sebagai surplus revaluasi. Jika
revaluasi menghasilkan nilai yang lebih kecil dari nilai aset tercatat maka
penurunan nilai akan megurangi surplus revaluasi (jika ada), yang
kemudian akan mengurangi saldo laba. Dengan pencatatan tersebut, maka
entitas akan mengakui penurunan nilai (impairment), ketika revaluasi
menghasilkan nilai aset lebih kecil dari carrying value dengan
menggunakan metode biaya.
Dalam melakukan model revaluasi terdapat langkah untuk
menentukan nilai wajar suatu aset tetap. Sebagaimana disebutkan pada
paragraf 6 PSAK 16, yang dimaksud dengan nilai wajar adalah jumlah
yang dipakai untuk mempertukarkan aset antara pihak-pihak yang
berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi
dengan wajar (arm`s length transaction). Nilai wajar tanah dan bangunan
ditentukan melalui penilaian yang dilakukan oleh penilai yang memiliki
kualifikasi professional berdasarkan bukti pasar. Nilai wajar pabrik dan
peralatan menggunakan nilai pasar yang ditentukan oleh penilai. Jika tidak
ada pasar yang dapat dijadikan dasar penentuan nilai wajar karena sifat
dari aset tetap yang khusus dan jarang diperjualbelikan, kecuali sebagai
32
bagian dari bisnis yang berkelanjutan, entitas mungkin perlu mengestimasi
nilai wajar menggunakan pendekatan penghasilan atau biaya pengganti
yang telah disusutkan (depreciated replacement cost approach).
Menurut Siswati (2015), manfaat revaluasi aset tetap untuk
perusahaan yaitu:
1. Mencerminkan nilai yang sesungguhnya (nilai wajarnya), sehingga
dapat lebih baik dalam pengambilan keputusan bagi perusahaan
maupun investor dalam melakukan investasi.
2. Bagi perusahaan yang ingin atau yang sudah go public, revaluasi
berguna untuk menyusun nilai asetnya ke harga yang realistis.
3. Meningkatkan kepercayaan kreditur, sebagai dampak membaiknya
beberapa rasio keuangan perusahaan, khususnya yang ditunjukkan oleh
debt to assets ratio dan debt to equity ratio.
4. Penilaian kembali aktiva tetap ini juga dapat dilakukan oleh perusahaan
yang ingin merger. Dengan revaluasi maka dapat diketahui nilai wajar
dari aktiva tetap pada perusahaan masing-masing yang akan melakukan
merger.
2.4.1 Revaluasi Aset Tetap Berdasar Aspek Perpajakan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 191/PMK.010/2015
tentang penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan bagi
permohonan yang diajukan pada tahun 2015 dan 2016. Dalam PMK
tersebut dijelaskan bahwa Wajib Pajak dapat melakukan penilaian kembali
aktiva tetap untuk tujuan perpajakan dengan mendapatkan perlakuan
33
khusus apabila permohonan penilaian kembali diajukan kepada Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu sejak berlakunya Peraturan Menteri ini
sampai dengan tanggal 31 Desember 2016 (http://www.pajak.go.id).
Perlakuan khusus yang dimaksud berupa Pajak Penghasilan yang
bersifat final sebesar:
a. 3% (tiga persen), untuk permohonan yang diajukan sejak berlakunya
Peraturan Menteri Keuangan sampai dengan tanggal 31 Desember
2015.
b. 4% (empat persen), untuk permohonan yang diajukan sejak 1 Januari
2016 sampai dengan 30 Juni 2016.
c. 6% (enam persen), untuk permohonan yang diajukan sejak 1 Juli 2016
sampai dengan 31 Desember 2016.
Tarif tersebut dikenakan atas selisih lebih aktiva tetap hasil penilaian
kembali atau hasil perkiraan penilaian kembali oleh Wajib Pajak, di atas
nilai sisa buku fiskal semula.
Wajib Pajak yang berhak mengajukan permohonan meliputi: Wajib
Pajak badan dalam negeri, Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan Wajib Pajak
orang pribadi yang melakukan pembukuan, termasuk:
a. Wajib Pajak yang menyelenggrakan pembukuan dengan Bahasa Inggris
dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat.
34
b. Wajib Pajak yang masih berada dalam jangka waktu 5 tahun sejak
dilakukannya penilaian kembali terakhir berdasarkan PMK
79/PMK.03/2008.
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini merupakan pengembangan dari para peneliti
sebelumnya. Beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan
revaluasi aset, antara lain:
1. Philip Brown, H.Y. Izan and Alfred L. Loh (1992): Penelitian ini
menunjukkan hasil bahwa revaluasi aset melibatkan peningkatan
subyektivitas dalam estimasi penilaian aset perusahaan yang akhirnya
menyebabkan tambahan pekerjaan bagi auditor eksternal. Auditor dapat
menghabiskan lebih banyak waktu dalam meninjau dan memeriksa aset
perusahaan sehingga dimungkinkan muncul biaya audit tambahan
sebagai konsekuensi dari tambahan waktu pemeriksaan atas aset–aset
entitas.
2. David Aboody, Mary E. Barth, Ron Kasznik (1999): Meneliti
perusahaan di Inggris yang melakukan revaluasi aset tetap dan hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa (1) surplus revaluasi berpengaruh
positif secara signifikan terhadap perubahan kinerja masa depan, (2)
revaluasi tahun berjalan juga berpengaruh positif secara signifikan
terhadap annual returns (prices).
35
3. Julie Cotter, Scott Richardson (2002): Penelitian ini menginvestigasi
keandalan dari revaluasi aset dan bagaimana pengaruh dari penilai
independen. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa revaluasi aset
lebih andal dinilai oleh appraiser independence daripada oleh
manajemen perusahaan (pimpinan).
4. Stephen M. Courtenay, Steven F. Cahan (2004): Penelitian ini
meneliti perusahaan di Selandia Baru yang melakukan revaluasi aset
tetap dan menemukan bahwa revaluasi aset tetap lebih memiliki
relevansi nilai untuk perusahaan dengan tingkat leverage yang lebih
rendah.
5. Franck Missonier-Piera (2007): Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa (1) Leverage berpengaruh signifikan dan positif terhadap
revaluasi aset, (2) tingkat penjualan ekspor berpengaruh signifikan dan
positif terhadap revaluasi aset, (3) peluang investasi berpengaruh
signifikan dan positif terhadap revaluasi aset.
6. Antonius Kappa (2009): Penelitian ini menganalisis hubungan antara
revaluasi aktiva tetap dengan ROI dan ROA. Temuan dalam penelitian
ini bahwa tidak terdapat hubungan antara revaluasi aktiva tetap
7. Igor Goncharov, Edward J. Riedl, Thorsten Sellhorn (2012):
Penelitian ini menginvestigasi efek dari pelaporan dengan nilai wajar
dan bagaimana perlakuan biaya auditnya. Sampel penelitiannya adalah
industri real estate di Eropa yang mengadopsi IFRS. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa auditor membebankan biaya yang lebih rendah
36
untuk investasi properti dalam hal pengungkapan atas nilai wajar. Nilai
wajar dapat menyebabkan biaya monitoring yang lebih rendah, namun
setiap penurunan biaya audit akan berbeda dengan karakteristik dari
pelaporan nilai wajar termasuk kesulitan dalam pengukurannya.
8. Alexsandro Broedel Lopes ,Martin Walker (2012): Hasil dari
penelitian ini adalah (1) revalausi aset di Brazil dilakukan bukan untuk
menyampaikan informasi kepada investor, tetapi untuk memperbaiki
posisi ekuitas, (2) keputusan revaluasi aset berbanding terbalik dengan
Brazilian Corporate Governance Index (BCGI). Ketika BCGI tinggi
maka perusahaan cenderung tidak melakukan revaluasi aset, dan begitu
sebaliknya ketika BCGI rendah maka perusahaan melakukan revaluasi
aset, (3) fakta ini membuat pemerintah Brazil melarang perusahaan
melakukan revaluasi aset.
9. Michael L. Ettredge, Yang Xu, and Han S. Yi (2013): Temuan dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara
biaya audit dengan eksposur nilai wajar terhadap industri bank di
Amerika. Dalam hal ini pengukuran nilai wajar meningkatkan risiko
audit yang mengarah pada tingginya biaya audit (audit fees).
10. Panagiotis E. Dimitropoulos , Dimitrios Asteriou , Dimitrios
Kousenidis , Stergios Leventis (2013): Temuan dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa (1) pasca IFRS mengurangi manajemen laba, (2)
meningkatkan relevansi nilai akuntansi jika dibanding dengan standard
lokal, (3) kualitas audit semakin meningkat sejak IFRS (Big 5), (4)
37
ukuran perusahaan, risiko, profitabilitas, peluang pertumbuhan
berpengaruh signifikan ketika pasca adopsi IFRS.
11. Hastoni, Ak, MM (2013): Penelitian ini menginvestigasi adanya
penerapan model revaluasi aset tetap dan penerapannya pada
perusahaan Go Public di Indonesia. Temuan dalam penelitiannya
menunjukkan sampai dengan akhir 2012, masih sedikit perusahaan
yang menerapkan model revaluasi.
12. Dai Fei (Troy) Yao, Majella Percy, Fang Hu (2014): Penelitian ini
menganalisis hubungan antara reavaluasi aset dengan audit fees. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan: (1) ada peningkatan signifikan untuk
audit fees ketika fixed asset dinilai dalam fair value, (2) independent
appraisal secara signifikan mengurangi hubungan positif antara
revaluasi aset dengan audit fees, (3) perusahaan yang mengalami
peningkatan revaluasi aset dan yang fixed asset meningkat tiap tahun
memiliki audit fees yang lebih tinggi secara signifikan, (4) ROA
mempunyai hubungan negatif yang signifikan terhadap audit fees, (5)
Leverage sebagai variabel kontrol berhubungan positif signifikan
terhadap terhadap audit fees.
13. Resti Yulistia M., Popi Fauziati, Arie Frinola Minovia, Adzkya
Khairati (2014): Hasil dari penelitian menunjukkan (1) Leverage tidak
mempengaruhi pilihan perusahaan untuk melakukan upward fixed
assets revaluation, (2) arus kas operasi tidak mempengaruhi pilihan
perusahaan untuk melakukan upward fixed assets revaluation, (3) size
38
tidak mempengaruhi pilihan perusahaan untuk melakukan upward fixed
assets revaluation, (4) asset intensity tidak mempengaruhi pilihan
perusahaan untuk melakukan upward fixed assets revaluation.
14. Friskianti (2014): Penelitian ini menganalisis kualitas informasi
akuntansi pra dan pasca adospi IFRS. Hasil dari penelitiannya
menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan kualitas informasi
akuntansi sebelum dan sesudah adopsi IFRS baik dari sisi manajemen
laba maupun relevansi.
15. Putri Nabela Dewi (2014): Temuan penelitian ini (1) jika secara fiskal
perusahaan mengalami kerugian, maka sebaiknya perusahaan
melakukan revaluasi atas aset tetapnya, karena dalam pembayaran pajak
perusahaan akan lebih diuntungkan, (2) jika secara fiskal perusahaan
mengalami laba, maka revaluasi atas aset tetapnya dilakukan saja,
walaupun dalam pembayaran pajak perusahaan akan mengalami
kerugian, akan tetapi pada tahun berikutnya setelah dilakukan revaluasi
atas aset perusahaan maka perusahaan akan lebih menghemat pajak.
16. Mitchell Bryce , Muhammad Jahangir Ali, Paul R. Mather (2014):
Temuan penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) kualitas akuntansi
tidak mengalami peningkatan secara signifikan setelah adopsi IFRS di
Australia, (2) komite audit lebih efektif dalam menjaga kualitas
akuntansi berdasarkan IFRS daripada sebelumnya GAAP Australia
(AGAAP). Temuan tersebut menunjukkan dampak atas adopsi IFRS
39
dan karakteristik komite audit dalam kaitannya dengan kualitas
akuntansi.
17. Andison (2015): Temuan menunjukkan bahwa (1) adanya pengaruh
rasio leverage terhadap kebijakan perusahaan melakukan assets
revaluation, (2) tidak adanya pengaruh rasio liquidity terhadap
kebijakan perusahaan melakukan assets revaluation, (3) adanya
pengaruh rasio market to book ratio terhadap kebijakan perusahaan
melakukan assets revaluation, (3) reaksi pasar yang timbul sebagai
dampak perusahaan melakukan assets revaluation lebih baik dari
perusahaan yang tidak melakukan assets revaluation.
18. Nurmala Ahmar (2016): Penelitian ini merupakan investigasi awal
terkait perilaku revaluasi aset pada emiten di Bursa Efek Indonesia.
Desain riset dalam penelitian ini adalah deskriptif investigatif dengan
menguji sebanyak 434 perusahaan yang memiliki komponen other
comprehensive income (OCI). Riset ini didasarkan pada revaluasi aset
yang berkaitan dengan penyajian tahun laporan keuangan, revaluasi aset
berdasarkan kualifikasi Kantor Akuntan Publik, dan revaluasi aset
berkaitan dengan penyajian laporan keuangan berdasarkan mata uang.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) tidak lebih dari 10% emiten yang
melakukan revaluasi aset selama 3 tahun pemberlakukan IFRS dan
PSAK 16 terkait pilihan penilaian kembali berdasarkan nilai pasar, (2)
secara rata-rata jumlah emiten yang diaudit oleh KAP Non Big-4 secara
absolut lebih banyak (18 emiten) dibandingkan KAP Big 4 (13 emiten),
40
(3) proporsi emiten dalam sampel riset yang melakukan revaluasi aset
dan menyajikan laporan keuangannya dalam USD meningkat. Secara
keseluruhan, jumlah perusahaan yang menyajikan laporan keuangan
mata uang asing juga cenderung meningkat. Suatu temuan menarik
dalam konteks emiten di Indonesia.
Dari penelitian–penelitian sebelumnya, dapat ditarik matriks
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 2.
Matriks Penelitian Terdahulu
Revaluasi Aset
Audit Fees ROA ROI DAR
1 Yao et al (2014) Signifikan Signifikan Signifikan
2 Kappa (2009) Tidak Signifikan Tidak Signifikan
3 Yulistia dkk (2014) Tidak Signifikan
4 Andison (2015) Signifikan
5 Franck Missonier-Piera (2007) Signifikan
6 Dimitropoulos et al (2013) Signifikan Signifikan Signifikan
7 Ettredge et al (2013) Signifikan
8 Brown et al (1992) Signifikan
9 Goncharov et al (2012) Tidak Signifikan
10 Courtenay et al (2004) Tidak Signifikan
11 Aboody et al (1999) Signifikan
12 Bryce et al (2014) Signifikan
Sumber: Jurnal Nasional dan Internasional
No Peneliti (Tahun)
Variabel Dependen
41
2.6 Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini adalah adanya
penerapan model revaluasi terhadap aset entitas. Dengan adanya Peraturan
Menteri Keuangan nomor 191/PMK.010/2015 tentang penilaian kembali
aktiva tetap untuk tujuan perpajakan bagi permohonan yang diajukan pada
tahun 2015 dan 2016, maka diharapkan terdapat peningkatan penerapan
revaluasi aset dari emiten yang sebelumnya tidak menerapkan model
tersebut. Hal ini dikarenakan terdapat perlakuan khusus akan diberikan
kepada Wajib Pajak berupa pengenaan PPH final sebesar: (a) 3% (tiga
persen), untuk permohonan yang diajukan sejak 20 Oktober 2015 s.d. 31
Desember 2015, (b) 4% (empat persen), untuk permohonan yang diajukan
sejak 1 Januari 2016 s.d. 30 Juni 2016, (c) 6% (enam persen), untuk
permohonan yang diajukan sejak 1 Juli 2016 s.d. 31 Desember 2016.
Dewi (2014), mengungkapkan (1) jika secara fiskal perusahaan
mengalami kerugian, maka sebaiknya perusahaan melakukan revaluasi
atas aset tetapnya, karena dalam pembayaran pajak perusahaan akan lebih
diuntungkan, (2) jika secara fiskal perusahaan mengalami laba, maka
revaluasi atas aset tetapnya dilakukan saja, walaupun dalam pembayaran
pajak perusahaan akan mengalami kerugian, akan tetapi pada tahun
berikutnya setelah dilakukan revaluasi atas aset perusahaan maka
perusahaan akan lebih menghemat pajak.
Penyajian laporan keuangan dengan nilai wajar (fair value)
diharapkan mampu meningkatkan kualitas informasi akuntansi yang
42
dikonsumsi oleh pengguna laporan keuangan secara luas. Salah satu
penyajian dengan nilai wajar adalah penyajian fair value atas aset – aset
perusahaan. Secara logis apabila nilai atas aset semakin tinggi maka
berdampak pada peningkatan kepercayaan bagi pengguna laporan
keuangan (Ahmar, 2016).
Penelitian ini dikembangkan dari penelitian–penelitian
sebelumnya. Menurut hasil penelitian Yao et al (2014), Dimitropoulos et
al (2013), Ettredge et al (2013), Brown et al (1992), Bryce et al (2014)
menunjukkan hasil yang signifikan hubungan antara revaluasi aset dengan
biaya audit (audit fees). Hasil yang berbeda didapatkan dari penelitian
Goncharov et al (2012) yang mengungkapkan bahwa revaluasi aset tidak
memiliki hubungan yang signifikan terhadap audit fees. Jika dilihat dari
aspek kinerja keuangan perusahaan, menurut Aboody et al (1999),
Dimitropoulos et al (2013), Yao et al (2014) penelitiannya menunjukkan
bahwa revaluasi aset berhubungan signifikan terhadap return on assets
(ROA). Sedangkan hasil yang berbeda didapat oleh Kappa (2009). Untuk
aspek leverage, hasil penelitian Yao et al (2014), Andison (2015), Franck
Missonier-Piera (2007), mengungkapkan revaluasi aset memiliki
hubungan yang signifikan terhadap leverage dalam diproksikan dengan
debt to assets ratio (DAR). Sedangkan hasil yang berbeda ditemukan oleh
Yulistia dkk (2014), Courtenay et al (2004).
Berdasarkan kajian teori, kerangka pemikiran teoritis dapat
digambarkan sebagai berikut :
43
Gambar 5.
Kerangka Penelitian H1
Gambar 6.
Kerangka Penelitian H2
Gambar 7.
Kerangka Penelitian H3
44
2.7 Formulasi Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu pendapat atau kesimpulan yang
sifatnya masih sementara. Hipotesis dirumuskan dalam bentuk pernyataan
yang menghubungkan antara dua variabel atau lebih dan memberikan
gambaran bagaimana bentuk hubungan tersebut positif atau negatif.
Mengacu pada kerangka berpikir di atas, hipotesis dalam penelitian ini
adalah:
1. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk melihat hubungan antara
revaluasi aset dan audit fees. Dari hasil penelitian Yao et al (2014),
Dimitropoulos et al (2013), Ettredge et al (2013), Brown et al (1992),
Bryce et al (2014) menunjukkan adanya signifikansi hubungan antara
revaluasi aset dengan biaya audit (audit fees). Secara tidak langsung
ketika perusahaan menetapkan penilaian atas asetnya menggunakan
revaluation model, seharusnya peningkatan biaya audit atas jasa auditor
independen yang dibebankan kepada perusahaan bukan menjadi alasan
takut dalam melakukan revaluasi aset. Hal tersebut akan dapat ditutup
dengan keuntungan atas kenaikan nilai wajar aset tersebut. Dari hal
tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1: Terdapat perbedaan audit fees emiten yang melakukan revaluasi
aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
2. Dari hasil penelitian Aboody et al (1999), Dimitropoulos et al (2013),
Yao et al (2014) penelitiannya menunjukkan bahwa revaluasi aset
berhubungan signifikan terhadap return on assets (ROA). Perusahaan
45
yang memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan pesaing, maka
perusahaan tersebut memiliki peluang untuk meningkatkan laba bersih.
Laba bersih diperoleh perusahaan dari jumlah pendapatan dikurangi
dengan beban perusahaan. Peningkatan laba bersih perusahaan
dipengaruhi oleh penggunaan secara efisien pada aset perusahaan.
Dengan memfokuskan pada laba bersih dan pengelolaan atas aset
emiten secara efisien maka nilai return on assets akan meningkat.
Berdasarkan penjelasan di atas maka hipotesis yang diajukan sebagai
berikut:
H2: Terdapat perbedaan return on assets (ROA) emiten yang
melakukan revaluasi aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
3. Untuk menganalisis laporan keuangan suatu perusahaan dibutuhkan
rasio keuangan yang merupakan indeks menghubungkan dua angka
akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka
lainnya. Sehingga dapat diketahui tingkat efisiensi dalam penggunaan
modal untuk mendapatkan laba dengan tingkat penjualan tertentu.
Leverage yang diwakili oleh debt to assets ratio (DAR)
menggambarkan seluruh aset perusahaan dan risiko keuangan yang
akan menjadi beban perusahaan di masa yang akan datang yang pada
akhirnya akan mempengaruhi pendapatan. Rasio leverage akan menjadi
pertimbangan bagi emiten dalam melakukan revaluasi aset tetap atau
tidak. Berdasar uraian di atas maka hipotesis yang diajukan sebagai
berikut:
46
H3: Terdapat perbedaan debt to assets ratio (DAR) emiten yang
melakukan revaluasi aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
47
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi empiris yang dilakukan untuk
membuktikan adanya perbedaan audit fees, return on assets (ROA) dan
debt to assets ratio (DAR) emiten yang melakukan revaluasi aset tetap dan
yang tidak melakukan revaluasi aset tetap. Jenis dari penelitian ini
dikategorikan penelitian komparatif, yaitu suatu penelitian yang bersifat
membandingkan dengan menggunakan variabel yang sama dengan
variabel mandiri tetapi untuk sampel yang lebih dari satu, atau dalam
waktu yang berbeda. Sumber dan jenis data merupakan data sekunder
antara lain diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id).
Data sekunder tersebut untuk memenuhi variabel yang diteliti yaitu
revaluasi aset tetap, audit fess, return on assets (ROA), dan debt to assets
ratio (DAR). Adapun subjek yang akan diteliti adalah emiten yang
termasuk dalam secondary manufacture yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) selama periode tahun 2012–2015.
3.2 Populasi dan Sampel
Penelitian ini menggunakan metode penelitian sampel purposive
sampling, dimana peneliti memiliki pertimbangan-pertimbangan/pendapat
tertentu terhadap sampel yang diteliti. Adapun kriteria sampel tersebut,
adalah:
48
1. Perusahaan atau emiten yang termasuk secondary manufacture yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan diakses melalui website resmi
www.idx.co.id.
2. Perusahaan atau emiten yang dalam Laporan Laba Rugi Komprehensif-
nya terdapat komponen other comprehensive income (OCI).
3. Perusahaan yang terdapat komponen revaluasi aset.
4. Perusahaan yang mempunyai ikhtisar data keuangan untuk melihat
perbandingan rasio keuangan perusahaan.
3.3 Operasionalisasi Variabel
3.3.1 Variabel dependen
3.3.1.1 Audit Fees
Audit fees diukur dengan menggunakan logaritma natural dari data
atas akun professional fees yang merujuk pada penelitian Goncharov et al
(2012), Yao et al (2014), Kurniasih (2014). Dasar pengambilan keputusan
ini adalah belum tersedianya data tentang audit fees dikarenakan
pengungkapan data tentang audit fees di Indonesia masih berupa voluntary
disclosure, sehingga belum banyak emiten yang mencantumkan data
tersebut dalam annual report.
3.3.1.2 Return On Assets (ROA)
Sedangkan return on assets (ROA) diukur dengan membandingkan
laba bersih terhadap total aktiva, tapi laba di sini adalah laba sebelum
49
pajak bunga dan pajak atau EBIT terhadap total aktiva (Brigham dan
Houston, 2001:90). Rumus yang digunakan adalah :
ROA =
3.3.1.3 Debt to Assets Ratio (DAR)
Rasio leverage atau yang disebut dengan raiso pembiayaan dengan
utang, Salah satu rasio leverage yang digunakan dalam penelitian ini
adalah rasio utang terhadap total aktiva, yang pada umumnya disebut rasio
utang (debt ratio) yakni mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan
dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh
terhadap pengelolaan aktiva, atau mengukur prosentase berapa besar dana
yang berasal dari utang. Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio
ini adalah:
DAR =
3.3.2 Variabel independen
Sedangkan variabel independennya adalah revaluasi aset
perusahaan yang melakukan dan yang tidak melakukan revaluasi aset.
Menurut penelitian yang dilakukan Yao et al (2014), variabel ini diukur
50
dengan menggunakan perhitungan variabel dummy, skor 1 jika emiten
melakukan revaluasi aset dan skor 0 jika emiten tidak melakukan revaluasi
aset.
Lebih rinci variabel dependen dan independen dalam penelitian ini
diuraikan sebagai berikut:
Tabel 3.
Operasionalisasi Variabel
Sumber: Jurnal penelitian sebelumnya
3.4 Metode Analisis
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan audit fees,
return on assets dan debt to assets ratio emiten yang melakukan revaluasi
aset dan tidak melakukan revaluasi aset. Menurut Ghozali (2016:3), tujuan
dari analisis data adalah mendapatkan informasi relevan yang terkandung
di dalam data penelitian dan menggunakan hasilnya untuk memecahkan
suatu masalah. Data dari ketiga variabel terikat yaitu audit fees, ROA dan
Variabel/Sub
Variabel
Indikator Ukuran Rujukan
Audit
Fees
Professional
Fees
Logaritma Natural nilai
professional fees
Goncharov, et al.
(2011)
Kinerja
Keuangan
Return On
Assets (ROA)
x 100%
Yao, et al.
(2014)
Risiko/Leverage
Perusahaan
Debt to Assets
Ratio (DAR)
Yao, et al.
(2014)
Revaluasi Aset
Tetap
Financial
Statement
0 Jika item tersebut tidak
dilakukan oleh emiten
1 Jika item tersebut
dilakukan oleh emiten
Yao, et al.
(2014)
51
DAR dianalisis dengan uji normalitas untuk mengetahui apakah data
tersebut berdistribusi normal atau tidak (Ghozali, 2016:154).
Metode yang dipakai dalam penelitian ini karena terdiri dari satu
variabel terikat (metrik) dan satu variabel bebas (non-metrik), maka uji
statistik yang digunakan adalah uji beda rata-rata atau independent sample
t-test (uji beda independen). Uji independent sample t-test merupakan uji
komparatif atau uji beda untuk mengetahui adakah perbedaan mean atau
rata-rata yang bermakna antara 2 kelompok bebas yang berskala
interval/rasio. Kadang–kadang uji ini tidak tepat oleh karena asumsinya
tidak terpenuhi, maka dalam kondisi seperti ini statistik yang sesuai
digunakan adalah statistik non-parametrik dengan kasus dua sampel
berbeda (Ghozali, 2002:98). Adapun uji statistik non-parametrik yang
dilakukan adalah uji Mann Whitney U-Test.
3.4.1 Uji Beda
Tahapan uji beda dilakukan sebagai berikut:
1. Melakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji Kolmogorov
Smirnov. Data dikatakan normal jika probabilitas signifikan ≥ 0,05.
2. Pengujian hipotesis dengan tahapan sebagai berikut:
a. Merumuskan hipotesis
Formula:
H0.1: µ1 = µ2
H1.1: µ1 ≠ µ2
sehingga
52
H0.1: Tidak terdapat perbedaan audit fees emiten yang melakukan
revaluasi aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
H1.1: Terdapat perbedaan audit fees emiten yang melakukan revaluasi
aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
H0.2: Tidak terdapat perbedaan ROA emiten yang melakukan
revaluasi aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
H1.2: Terdapat perbedaan ROA emiten yang melakukan revaluasi
aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
H0.3: Tidak terdapat perbedaan DAR emiten yang melakukan
revaluasi aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
H1.3: Terdapat perbedaan DAR emiten yang melakukan revaluasi
aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
b. Menentukan tingkat signifikansi α = 5% atau 10%.
c. Menentukan kriteria pengujian hipotesis. H0 ditolak jika probabilitas
< 0,05.
d. Melakukan uji beda dengan uji Independent Sample T-Test. Jika data
tidak berdistribusi normal maka menggunakan uji Mann Whitney U-
Test.
e. Menginterpretasi hasil pengujian.
f. Menyusun simpulan berdasarkan hasil interpretasi dan pembahasan.
53
BAB IV
GAMBARAN SUBYEK PENELITIAN DAN ANALISA DATA
4.1 Gambaran Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini menggunakan populasi perusahaan atau
emiten yang termasuk secondary manufacture yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia yang melaporkan keuangannya pada periode tahun 2012-2015
serta menggunakan data seluruh perusahaan publik yang diakses melalui
www.idx.co.id. Perincian data yang digunakan untuk penelitian ini dapat
diuraikan sebagai berikut:
Berdasarkan seleksi sampel pada tabel 4.1 di atas daat dijelaskan
bahwa jumlah sampel awal pada perusahaan secondary manufacture yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2012-2015 secara
keseluruhan tiap tahun jumlahnya sama masing-masing 143 perusahaan,
sehingga total seluruh sampel awal periode pengamatan sebanyak 572
perusahaan.
2012 2013 2014 2015
Jumlah sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI 143 143 143 143 572
Eliminasi : Data perusahaan yang tidak lengkap (44) (44) (37) (47) (172)
Data Tahap 1 : 99 99 106 96 400
Eliminasi : Data perusahaan yang tidak melakukan revaluasi aset (73) (70) (75) (64) (282)
Data sampel final 26 29 31 32 118
Sumber: Data sekunder yang diolah.
TotalTahun
Sampel
Tabel 4.1
Pemilihan Sampel Penelitian
54
Penyesuaian seleksi data tahap pertama, yaitu pengurangan data
awal sampel perusahaan dengan yang tidak memiliki data yang lengkap
dan dibutuhkan pada periode penelitian setiap tahunnya. Perusahaan yang
dieliminasi dari tahun 2012-2015 yaitu sebanyak 44 perusahaan pada
tahun 2012, 44 perusahaan pada tahun 2013, 37 perusahaan pada tahun
2014 dan 47 perusahaan di tahun 2015.
Penyesuaian selanjutnya terdapat pengurangan data perusahaan
yang tidak melakukan revaluasi aset. Perusahaan yang dieliminasi tahun
2012-2015 dapat dirinci sebagai berikut, tahun 2012 sebanyak 72
perusahaan, tahun 2013 sebanyak 70 perusahaan, tahun 2014 sebanyak 75
perusahaan, tahun 2015 sebanyak 64 perusahaan.
Selanjutnya dapat diperoleh data sampel akhir (final) selama tahun
amatan 2012-2015 terdiri dari, tahun 2012 sebanyak 26, tahun 2013
sebanyak 29 perusahaan, tahun 2014 sebanyak 31 perusahaan, tahun 2015
sebanyak 32 perusahaan. Sehingga didapatlah total sampel perusahaan
manufaktur sebanyak 118 perusahaan.
4.2 Analisis Data
Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini
menggunakan analisis deskriptif dan analisis statistik yaitu statistik
deskriptif, uji normalitas serta melakukan pengujian hipotesis
menggunakan uji beda parametrik atau data yang berdistribusi normal
dengan menggunakan uji Independent Sample T-Test dan uji beda non
55
parametrik atau data yang tidak terdistribusi normal dengan menggunakan
Mann Whitney U-Test. Software yang digunakan dalam pengujian ini
menggunakan SPSS 22.0 For Windows.
4.2.1 Uji Normalitas Data
Berdasarkan tabel 4.3 di atas, nilai Kolmogorov-Smirnov (K-S)
Test untuk variabel audit fees 0.340 dengan probabilitas signifikansi 0.000
yang menunjukkan bahwa variabel audit fees tidak terdistribusi secara
normal karena α ≤ 0.05. Data yang sama juga dimiliki oleh variabel ROA
dengan nilai K-S sebesar 0.142 dan probabilitas signifikansi 0.017, yang
menunjukkan bahwa variabel ROA tidak terdistribusi secara normal (α ≤
0.05).
Berbeda halnya dengan variabel DAR, dengan nilai K-S 0.059
dan probabilitas signifikansi 0.803, yang menunjukkan bahwa variabel
DAR terdistribusi secara normal (α ≥ 0.05).
AUDIT FEES ROA DAR
118 118 118
Mean 4007.351 3.966 45.839
Std. Deviation 8738.310 6.372 25.526
Absolute .340 .142 .059
Positive .340 .142 .052
Negative -.324 -.107 -.059
3.699 1.543 .643
.000 .017 .803
Sumber: Data sekunder yang diolah.
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Tabel 4.2
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
Normal Parametersa,,b
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
56
4.2.2 Analisis Deskriptif
Penelitian ini menggunakan objek pada perusahaan manufaktur di
Bursa Efek Indonesia (BEI) periode amatan 2012-2015. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan
keuangan perusahaan, kinerja keuangan perusahaan dan laporan tahunan
perusahaan yang mempunyai komponen OCI (Other Comprehensive
Income) serta terdapat akun revaluasi aset tetap. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis perbedaan audit fees, ROA dan DAR emiten
yang melakukan revaluasi aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif
digunakan untuk memberikan sebuah informasi maupun penjelasan
mengenai keseluruhan variabel yang digunakan. Langkah awal sebelum
melakukan pengujian hipotesis, terlebih dulu melakukan analisis deskriptif
terhadap setiap masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian,
antara lain audit fees yang disajikan dalam akun Biaya Jasa Profesional
(Professional Fees), kinerja keuangan yang dicerminkan dari ROA
(Return On Assets) dan risiko perusahaan yang diwakili oleh DAR (Debt
to Assets Ratio).
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
AUDIT FEES 118 4007.351 8738.310 21.222 45727.273
ROA 118 3.966 6.372 -10.700 34.440
DAR 118 45.839 25.526 .170 114.000
Sumber: Data sekunder yang diolah.
Hasil Uji Statistik Deskriptif
Tabel 4.3
Hasil Uji Deskriptif
57
Berdasarkan tabel 4.3 di atas yang merupakan hasil output SPSS
menunjukkan bahwa jumlah data (N) sebanyak 118. Selain itu juga dapat
diketahui bahwa:
1. Variabel Audit Fees
Audit fees adalah besaran biaya yang diterima auditor dengan
mempertimbangkan berbagai hal seperti kompleksitas jasa yang diberikan,
tingkat keahlian dan lain-lain. Penyajian informasi yang relevan sekaligus
andal terkadang menimbulkan kendala, yakni masalah ketepatan waktu,
keseimbangan biaya dan manfaat, dan trade-off antara relevan dan andal
(Hidayat, 2012). Menurut Sukrisno Agoes (2012:18) definisi audit fees
adalah besarnya biaya tergantung antara lain resiko penugasan,
kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk
melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan
pertimbangan biaya professional lainnya. Audit fees yang digunakan dalam
penelitian ini diperoleh dari Laporan Catatan Atas Laporan Keuangan
yang terdapat pada akun biaya jasa profesional (professional fees) dengan
periode amatan 2012-2015.
Menurut tabel di atas menunjukkan audit fees memiliki nilai rata-
rata sebesar 4007.351 dengan nilai standar deviasi sebesar 8738.310 yang
menunjukkan bahwa variabel audit fees memiliki variasi yang besar
(heterogen), yaitu unsur-unsur dari populasi yang diteliti memiliki sifat-
sifat yang relatif berbeda antara satu dengan yang lainnya, selama tahun
penelitian 2012-2015. Nilai minimum 21.222 dimiliki oleh Multi Prima
58
Sejahtera Tbk d.h Lippo Enterprises Tbk (LPIN) pada tahun 2012, nilai
maksimum sebesar 45727.273 dimiliki oleh Astra International Tbk
(ASII) pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa variabel audit fees
memiliki nilai yang relatif beragam dan disesuaikan dengan kebutuhan
perusahaan.
2. Variabel Kinerja Keuangan Return On Assets (ROA)
Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat
sejauh mana perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan standar
pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Rasio profitabilitas adalah
sekelompok rasio yang memperlihatkan pengaruh gabungan dari likuiditas,
manajemen aktiva, dan hutang terhadap hasil operasi (Brigham dan
Houston, 2001:89). Salah satu rasio profitabilitas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Return On Assets (ROA). ROA menunjukkan
efektivitas dari manajemen dalam menghasilkan profit yang berkaitan
dengan ketersediaan aset perusahaan.
Menurut tabel di atas menunjukkan ROA memiliki nilai rata-rata
sebesar 3.966 dengan nilai standar deviasi sebesar 6.372 yang
menunjukkan bahwa variabel ROA memiliki variasi yang besar
(heterogen), yaitu unsur-unsur dari populasi yang diteliti memiliki sifat-
sifat yang relatif berbeda antara satu dengan yang lainnya, selama tahun
penelitian 2012-2015. Nilai minimum dari ROA sebesar -10.700 dimiliki
oleh Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk (KBRI) pada tahun 2015, nilai
maksimum sebesar 34.440 dimiliki oleh Ekadharma International Tbk
59
(EKAD) pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa variabel ROA
memiliki nilai yang relatif beragam dan disesuaikan dengan kebutuhan
perusahaan. Nilai minimum menunjukkan bahwa perusahaan tersebut
memiliki nilai laba negatif dan tidak dapat mengembalikan labanya pada
satu periode usahanya atau mengalami kerugian. Nilai maksimum
menujukkan bahwa perusahaan tersebut mendapatkan laba yang sangat
tinggi serta dapat mengembalikan labanya dalam periode usahanya.
3. Variabel Risiko Debt to Assets Ratio (DAR)
Rasio utang (debt ratio) yakni mengukur seberapa banyak aktiva
perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan
berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva, atau mengukur prosentase
berapa besar dana yang berasal dari utang (www. ilmuekonomi.net).
Dalam tabel di atas menunjukkan DAR memiliki nilai rata-rata
sebesar 45.839 dengan nilai standar deviasi sebesar 25.526 yang
menunjukkan bahwa variabel DAR memiliki variasi yang besar
(heterogen), yaitu unsur-unsur dari populasi yang diteliti memiliki sifat-
sifat yang relatif berbeda antara satu dengan yang lainnya, selama tahun
penelitian 2012-2015. Nilai minimum 0.170 dimiliki oleh Chitose
Internasional Tbk (CINT) pada tahun 2015, nilai maksimum sebesar
114.000 dimiliki oleh Eterindo Wahanatama Tbk (ETWA) pada tahun
2013. Hal ini menunjukkan bahwa variabel DAR memiliki nilai yang
relatif beragam dan disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.
4.2.2.1 Audit Fees Berdasarkan Status Revaluasi Aset
60
Rata-rata nilai kinerja keuangan audit fees berdasarkan status
revaluasi aset pada periode tahun 2012-2015:
Pada tabel 4.4 di atas merupakan deskriptif audit fees berdasarkan
status revaluasi aset. Status penyajian revaluasi aset yang disajikan oleh
variabel audit fees menunjukkan perusahaan yang melakukan revaluasi
aset, yaitu sebanyak 57 perusahaan manufaktur pada periode amatan 2012-
2015. Rata-rata audit fees pada perusahaan yang melakukan revaluasi aset
pada periode amatan 2012-2015 sebesar 5240.185 dan nilai standar deviasi
sebesar 11714.860. Hal ini menunjukkan bahwa data memiliki variasi
yang besar (heterogen), yaitu unsur-unsur dari populasi yang diteliti
memiliki sifat-sifat yang relatif berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Sedangkan status penyajian revaluasi aset yang menunjukkan perusahaan
tidak melakukan revaluasi aset, yaitu sebanyak 61 perusahaan manufaktur
pada periode amatan 2012-2015. Rata-rata audit fees perusahaan yang
tidak melakukan revaluasi aset pada periode amatan 2012-2015 sebesar
2855.358 dan nilai standar deviasi sebesar 4244.572.
Berdasarkan hasil tabel tersebut maka rata-rata audit fees
perusahaan yang melakukan revaluasi aset lebih banyak daripada
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
REVALUASI ASET 57 5240.185 11714.860 1551.671
TIDAK
REVALUASI ASET
61 2855.358 4244.572 543.462
Sumber: Data sekunder yang diolah.
Group Statistics
Tabel 4.4
AUDIT
FEES
STATUS PENYAJIAN RA
Deskriptif Audit Fees Berdasarkan Status Revaluasi Aset
61
perusahaan yang tidak melakukan revaluasi aset (5240.185 > 2855.358)
tetapi selisihnya tipis.
4.2.2.2 ROA berdasarkan Status Revaluasi Aset
Rata-rata nilai Kinerja Keuangan ROA berdasarkan status
revaluasi aset pada periode tahun 2012-2015:
Pada tabel 4.5 di atas merupakan deskriptif ROA berdasarkan
status revaluasi aset. Status penyajian revaluasi aset yang disajikan oleh
variabel ROA menunjukkan perusahaan yang melakukan revaluasi aset,
yaitu sebanyak 57 perusahaan manufaktur pada periode amatan 2012-
2015. Rata-rata ROA pada perusahaan yang melakukan revaluasi aset pada
periode amatan 2012-2015 sebesar 2.726 dan nilai standar deviasi sebesar
5.546. Hal ini menunjukkan bahwa data memiliki variasi yang besar
(heterogen), yaitu unsur-unsur dari populasi yang diteliti memiliki sifat-
sifat yang relatif berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sedangkan
status penyajian revaluasi aset yang menunjukkan perusahaan tidak
melakukan revaluasi aset, yaitu sebanyak 61 perusahaan manufaktur pada
periode amatan 2012-2015. Rata-rata ROA perusahaan yang tidak
melakukan revaluasi aset pada periode amatan 2012-2015 sebesar 5.124
dan nilai standar deviasi sebesar 6.902.
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
REVALUASI ASET 57 2.726 5.546 .735
TIDAK REVALUASI
ASET
61 5.124 6.902 .884
Sumber: Data sekunder yang diolah.
Tabel 4.5
Deskriptif ROA Berdasarkan Status Revaluasi Aset
STATUS PENYAJIAN RA
ROA
62
Berdasarkan hasil tabel tersebut maka rata-rata ROA perusahaan
yang melakukan revaluasi aset lebih sedikit daripada perusahaan yang
tidak melakukan revaluasi aset (2.726 < 5.124) tetapi selisihnya tipis.
4.2.2.3 DAR Berdasarkan Status Revaluasi Aset
Rata-rata nilai Kinerja Keuangan DAR berdasarkan status
Revaluasi Aset pada periode tahun 2012-2015:
Pada tabel 4.6 di atas merupakan deskriptif DAR berdasarkan
status revaluasi aset. Status penyajian revaluasi aset yang disajikan oleh
variabel DAR menunjukkan perusahaan yang melakukan revaluasi aset,
yaitu sebanyak 57 perusahaan manufaktur pada periode amatan 2012-
2015. Rata-rata DAR pada perusahaan yang melakukan revaluasi aset pada
periode amatan 2012-2015 sebesar 48.373 dan nilai standar deviasi
sebesar 27.256. Hal ini menunjukkan bahwa data memiliki variasi yang
besar (heterogen), yaitu unsur-unsur dari populasi yang diteliti memiliki
sifat-sifat yang relatif berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sedangkan
status penyajian revaluasi aset yang menunjukkan perusahaan tidak
melakukan revaluasi aset, yaitu sebanyak 61 perusahaan manufaktur pada
periode amatan 2012-2015. Rata-rata DAR perusahaan yang tidak
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
REVALUASI ASET 57 48.373 27.256 3.610
TIDAK REVALUASI
ASET
61 43.472 23.778 3.044
Sumber: Data sekunder yang diolah.
DAR
STATUS PENYAJIAN RA
Tabel 4.6
Deskriptif DAR Berdasarkan Status Revaluasi Aset
63
melakukan revaluasi aset pada periode amatan 2012-2015 sebesar 43.472
dan nilai standar deviasi sebesar 23.778.
Berdasarkan hasil tabel tersebut maka rata-rata DAR perusahaan
yang melakukan revaluasi aset lebih besar daripada perusahaan yang tidak
melakukan revaluasi aset (48.373 > 43.472) tetapi selisihnya tipis.
4.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis yang digunakan pada uji beda hipotesis ini
dengan menggunakan uji beda parametrik Independent Sample T-Test
untuk data yang berdistribusi normal dan uji beda non-parametrik Mann
Whitney U-Test untuk data yang tidak berdistribusi normal. Hasil yang
didapatkan dari uji normalitas sebelumnya yakni Audit Fees, ROA
berdistribusi tidak normal dan DAR berdistribusi normal. Oleh karena
itu, uji beda yang dilakukan untuk menguji hipotesis ini menggunakan uji
beda parametrik yaitu Independent Sample T-Test dan uji beda non-
parametrik yaitu Mann Whitney U-Test dengan pengujian hipotesis pada
penelitian sebagai berikut:
4.3.1 Pengujian Hipotesis 1: Pengujian Audit Fees Berdasarkan
Status Penyajian Revaluasi Aset.
H0: Tidak terdapat perbedaan audit fees emiten yang melakukan
revaluasi aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
64
H1: Terdapat perbedaan audit fees emiten yang melakukan revaluasi aset
dan tidak melakukan revaluasi aset.
Berikut ini adalah hasil uji beda audit fees berdasarkan status
penyajian revaluasi aset:
Berdasarkan tabel 4.7 di atas pengujian dilakukan dengan alat uji
beda Mann Whitney U-Test diperoleh hasil bahwa nilai probabilitas
sebesar 0.680 (p > 0.05) maka dapat dikatakan bahwa H0 diterima atau
tidak terdapat perbedaan audit fees emiten yang melakukan revaluasi aset
dan tidak melakukan revaluasi aset.
4.3.2 Pengujian Hipotesis 2: Pengujian ROA Berdasarkan Status
Penyajian Revaluasi Aset
H0: Tidak terdapat perbedaan ROA emiten yang melakukan
revaluasi aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
H1: Terdapat perbedaan ROA emiten yang melakukan revaluasi aset dan
tidak melakukan revaluasi aset.
Berikut ini adalah hasil uji beda ROA berdasarkan status
penyajian revaluasi aset:
AUDIT FEES
Mann-Whitney U 1662.000
Wilcoxon W 3553.000
Z -.412
Asymp. Sig. (2-tailed) .680
Sumber: Data sekunder yang diolah.
Test Statisticsa
a. Grouping Variable: STATUS PENYAJIAN RA
Tabel 4.7
65
Berdasarkan tabel 4.8 di atas pengujian dilakukan dengan alat uji
beda Mann Whitney U-Test diperoleh hasil bahwa nilai probabilitas
sebesar 0.064 (p < 0.1) maka dapat dikatakan bahwa H0 ditolak atau
terdapat perbedaan ROA emiten yang melakukan revaluasi aset dan tidak
melakukan revaluasi aset.
4.3.3 Pengujian Hipotesis 3: Pengujian DAR Berdasarkan Status
Penyajian Revaluasi Aset
H0: Tidak terdapat perbedaan DAR emiten yang melakukan
revaluasi aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
H1: Terdapat perbedaan DAR emiten yang melakukan revaluasi aset dan
tidak melakukan revaluasi aset.
Berikut ini adalah hasil uji beda dari DAR berdasarkan status
penyajian revaluasi aset:
ROA
Mann-Whitney U 1394.500
Wilcoxon W 3047.500
Z -1.853
Asymp. Sig. (2-tailed) .064
Sumber: Data sekunder yang diolah.
Test Statisticsa
a. Grouping Variable: STATUS PENYAJIAN RA
Tabel 4.8
66
Berdasarkan tabel 4.9 di atas pengujian dilakukan dengan alat uji
beda Independent Sample T-Test diperoleh hasil bahwa F=0.690
(p=0.408) karena p di atas 0.05 maka dapat dikatakan bahwa tidak
terdapat perbedaan varians pada data DAR perusahaan yang melakukan
revaluasi aset dan yang tidak melakukan revaluasi aset. Terlihat bahwa
nilai t hitung adalah dengan probabilitas 0.299 > 0.05, maka H0 diterima
dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan DAR emiten yang
melakukan revaluasi aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
4.4 Pengembangan Pengujian
Pengembangan pengujian hipotesis dilakukan pada emiten sebelum
dan sesudah menerapkan metode revaluasi aset. Alat uji yang digunakan
yaitu uji beda parametrik Paired T-Test untuk data yang berdistribusi
normal dan uji beda non-parametrik Wilcoxon Signed Ranks Test untuk
data yang berdistribusi tidak normal.
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
Equal variances
assumed
.690 .408 1.043 116 .299 4.901 4.701 -4.409 14.211
Equal variances
not assumed
1.038 111.392 .302 4.901 4.723 -4.456 14.259
Sumber: Data sekunder yang diolah.
Tabel 4.9
DAR
Independent Samples Test
Levene's Test for t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of
67
Pada tabel 4.10 hasil yang didapatkan dari uji normalitas yakni
audit fees berdistribusi tidak normal. Sedangkan ROA dan DAR
berdistribusi normal. Hasil yang didapat dari pengembangan pengujian
hipotesis sebelum dan sesudah revaluasi aset sebagai berikut:
Pada tabel 4.11 menunjukkan hasil pengembangan hipotesis
dengan menggunakan alat uji Wilcoxon Signed Ranks Test untuk data
yang berdistribusi tidak normal dan Paired T-Test untuk data yang
berdistribusi normal. Bedasarkan tabel di atas menunjukkan hasil uji
ROA
Sebelum
ROA
Sesudah Audit Fee - Sblm Audit Fee Ssd
DAR
Sebelum
DAR
Sesudah
42 42 42 42 42 42
Mean 2.10 2.03 4497.033 5494.234 48.335 45.728
Std.
Deviation
6.253 5.167 11130.885 11976.919 28.062 27.480
Absolute .162 .141 .394 .424 .129 .114
Positive .161 .105 .394 .424 .096 .113
Negative -.162 -.141 -.343 -.325 -.129 -.114
1.051 .912 2.553 2.749 .833 .737
.220 .376 .000 .000 .492 .649
Sumber: Data sekunder yang diolah.
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
Normal
Paramete
rsa,,b
Most
Extreme
Differenc
Kolmogorov-
Asymp. Sig. (2-
Tabel 4.10
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
P Value 0.000 0.000 0.220 0.376 0.492 0.649
Signifikansi Uji Normalitas Tidak Normal Tidak Normal Normal Normal Normal Normal
Alat Uji Wilcoxon Signed Ranks Test Wilcoxon Signed Ranks Test Paired T-Test Paired T-Test Paired T-Test Paired T-Test
Hasil
Signifikansi Pengembangan Pengujian
Sumber: Data sekunder yang diolah.
Tidak Beda Tidak Beda Tidak Beda
Tabel 4.11
Hasil Pengembangan Pengujian Hipotesis
Audit Fees ROA DARVariabel
0.936 0.5900.279
68
hipotesis untuk audit fees sebelum dan sesudah sebesar 0.279 (p > 0.05)
sehingga didapat kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan audit fees
sebelum dan sesudah revaluasi aset. Sedangkan ROA dan DAR
menunjukkan hasil uji sebesar 0.936 dan 0.590 yang mana keduanya
mempunyai probabilitas > 0.05, hal ini dapat disimpulkan bahwa ROA
dan DAR tidak ada perbedaan untuk sebelum dan sesudah penerapan
revaluasi aset.
4.5 Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan audit fees,
return on assets (ROA) dan debt to assets ratio (DAR) emiten yang
melakukan revaluasi aset dan yang tidak melakukan revaluasi aset.
Sehubungan dengan diberlakukannya standar akuntansi berbasis IFRS,
maka salah satu bahasan yang sedang berkembang adalah adanya
penerapan revaluasi aset. Revaluasi aset merupakan aktivitas dalam
akuntansi untuk menilai kembali aset tetap perusahaan yang berdampak
terhadap laba yang dilaporkan dalam laporan laba rugi komprehensif.
Berdasarkan pengamatan beberapa tahun jika dilihat dari laporan keuangan
perusahaan khususnya terdapat pada komponen other comprehensive
income (OCI), penerapan penilaian kembali aset tetap (revaluasi aset)
masih sedikit jumlahnya. Sebenarnya model revaluasi sangat baik jika
diterapkan karena dapat meningkatkan kualitas informasi keuangan.
Berdasarkan hasil uji normalitas yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa data tidak berdistribusi normal untuk variabel audit
69
fees dan ROA, sedangkan DAR datanya berdistribusi normal. Hasil
pengujian selanjutnya menggunakan uji beda Mann Whitney U-Test untuk
variabel yang tidak berdistribusi normal dan uji beda Independent Sample
T-Test untuk variabel yang berdistribusi normal.
Hasil uji beda dengan Mann Whitney U-Test yang ditunjukkan oleh
variabel audit fees dan ROA menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
signifikansi emiten yang melakukan revaluasi aset dan tidak melakukan
revaluasi aset pada periode amatan 2012-2015. Sedangkan DAR yang diuji
dengan alat uji beda Independent Sample T-Test menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan signifikansi emiten yang melakukan revaluasi aset dan
tidak melakukan revaluasi aset pada periode amatan 2012-2015.
4.5.1 Perbedaan Audit Fees Berdasarkan Revaluasi Aset
Audit fees merupakan pendapatan yang besarannya bervariasi
tergantung dari jenis penugasan audit seperti ukuran perusahaan klien,
kompleksitas jasa audit serta nama KAP yang melakukan jasa audit
(www.ahlibaca.com). Audit fees biasanya diterima oleh seorang akuntan
publik setelah melaksanakan jasa auditnya, besarnya tergantung dari resiko
penugasan. Fee yang besar dapat membuat kantor akuntan sulit menolak
kehendak klien dan fee yang kecil dapat menyebabkan waktu dan biaya
pelaksanaan prosedur audit terbatas.
Berdasarkan tabel 4.7 telah dilakukan pengujian uji beda Mann-
Whitney U T-Test untuk menguji variabel Audit fees diperoleh hasil bahwa
H0 diterima atau tidak terdapat perbedaan audit fees emiten yang
70
melakukan revaluasi aset dan tidak melakukan revaluasi aset pada periode
amatan 2012-2015. Hasil ini dimungkinkan karena kenaikan audit fees
setelah dilakukan revaluasi aset memiliki nilai tidak signifikan, masih
dalam batas yang wajar dan umumnya KAP yang dipilih masih sama
dengan tahun-tahun sebelumnya dimaksudkan untuk menjaga hubungan
baik kedua belah pihak.
Penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Yao et al (2014),
Dimitropoulos et al (2013), Ettredge et al (2013), Brown et al (1992),
Bryce et al (2014) menunjukkan hasil yang signifikan hubungan antara
revaluasi aset dengan biaya audit (audit fees). Hasil yang berbeda
didapatkan dari penelitian Goncharov et al (2012) yang mengungkapkan
bahwa revaluasi aset tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap
audit fees.
4.5.2 Perbedaan ROA Berdasarkan Revaluasi Aset
Kinerja keuangan merupakan suatu gambaran mengenai kondisi
keuangan perusahaan yang dianalisis dengan dengan alat analisis
keuangan. Menurut Fahmi (2011: 2) kinerja keuangan adalah suatu analisis
yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah
melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan
secara baik dan benar. Rasio profitabilitas adalah sekelompok rasio yang
memperlihatkan pengaruh gabungan dari likuiditas, manajemen aktiva,
dan hutang terhadap hasil operasi (Brigham dan Houston, 2001:89). Secara
konseptual ROA adalah rasio laba bersih terhadap total aktiva, tapi laba di
71
sini adalah laba sebelum pajak bunga dan pajak atau EBIT terhadap rata-
rata aktiva.
Berdasarkan tabel 4.8 telah dilakukan pengujian uji beda Mann-
Whitney U T-Test untuk menguji variabel ROA telah diperoleh hasil
bahwa H0 ditolak atau terdapat perbedaan ROA emiten yang melakukan
revaluasi aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
Penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Aboody et al
(1999), Dimitropoulos et al (2013), Yao et al (2014) penelitiannya
menunjukkan bahwa revaluasi aset berhubungan signifikan terhadap
Return On Assets (ROA). Sedangkan hasil yang berbeda didapat oleh
Kappa (2009).
4.5.3 Perbedaan DAR Berdasarkan Revaluasi Aset
Rasio leverage atau yang disebut dengan raiso pembiayaan dengan
utang, memiliki tiga implikasi penting: (1) memperoleh dana melalui utang
membuat pemegang saham dapat mempertahankan pengendalian atas
perusahaan dengan investasi yang terbatas, (2) kreditur melihat ekuitas,
atau dana yang disetor pemilik, untuk memberikan marjin pengaman,
sehingga jika pemegang saham hanya meberikan sebagian kecil dari total
pembiayaan, maka risiko perusahaan sebagian besar ada pada kreditur, (3)
jika perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar atas investasi
dibiayai dengan dana pinjaman disbanding pembayaran bunga, maka
pengembalian atas modal pemilik akan lebih besar atau leveraged
(Brigham dan Houston, 2001:84). Debt To Assets Ratio (DAR)
72
memberikan beberapa indikasi mengenai kemampuan perusahaan untuk
menahan kerugian tanpa merusak ketertarikan para kreditor. Semakin
besar persentase utang terhadap total aset, semakin besar risiko perusahaan
tidak dapat melunasi kewajibannya yang akan jatuh tempo.
Berdasarkan tabel 4.9 yang telah dilakukan pengujian dengan alat
uji beda Independent Sample T-Test diperoleh hasil bahwa tidak terdapat
perbedaan varians pada data DAR perusahaan yang melakukan revaluasi
aset dan yang tidak melakukan revaluasi aset. Dapat dikatakan bahwa H0
diterima dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan DAR
emiten yang melakukan revaluasi aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
Hal ini dikarenakan kenaikan nilai revaluasi aset tetap tidak signifikan
yang dapat meningkatkan nilai total aset, sehingga tidak mengalami
penurunan DAR secara signifikan meskipun aset tetap telah direvaluasi.
Begitu pula dengan total utang konstan (tidak mengalami perubahan).
Hasil ini juga didukung dengan adanya pengembangan pengujian
hipotesis penelitian yaitu untuk emiten yang sebelumnya tidak melakukan
revaluasi dan emiten yang pada tahun berikutnya menerapkan revaluasi.
Alat uji yang digunakan adalah Wilcoxon Signed Ranks Test untuk data
yang berdistribusi tidak normal dan Paired T-Test untuk data yang
berdistribusi normal. Bedasarkan tabel 4.11 yang sudah dijelaskan
sebelumnya menunjukkan bahwa audit fees sebelum dan sesudah didapat
kesimpulan tidak terdapat perbedaan audit fees sebelum dan sesudah
revaluasi aset. Sedangkan ROA dan DAR menunjukkan hasil bahwa ROA
73
dan DAR tidak terdapat perbedaan untuk sebelum dan sesudah penerapan
revaluasi aset.
Penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Yao et al (2014),
Andison (2015), Piera (2007), mengungkapkan revaluasi aset memiliki
hubungan yang signifikan terhadap leverage dalam diproksikan dengan
debt to assets ratio (DAR). Sedangkan hasil yang berbeda ditemukan oleh
Yulistia dkk (2014), Courtenay et al (2004).
74
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini menggunakan objek pada perusahaan manufaktur di
Bursa Efek Indonesia (BEI) periode amatan 2012-2015. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan
keuangan perusahaan, kinerja keuangan perusahaan dan laporan tahunan
perusahaan yang mempunyai komponen OCI (Other Comprehensive
Income) serta terdapat akun revaluasi aset tetap. Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini berjumlah 118 sampel. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis perbedaan audit fees, ROA dan DAR emiten
yang melakukan revaluasi aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
Pengujian data menggunakan analisis deskriptif dan analisis
statistik yaitu statistik deskriptif, uji normalitas serta melakukan pengujian
hipotesis menggunakan uji beda parametrik atau data yang berdistribusi
normal dengan menggunakan uji Independent Sample T-Test dan uji beda
non parametrik atau data yang tidak terdistribusi normal dengan
menggunakan Mann Whitney U-Test. Software yang digunakan dalam
pengujian ini menggunakan SPSS 22.0 For Windows.
Berdasarkan hasil pengujian dan analisis data yang dilakukan,
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
75
1. Tidak terdapat perbedaan audit fees emiten yang melakukan revaluasi
aset dan tidak melakukan revaluasi aset.
2. Terdapat perbedaan ROA emiten yang melakukan revaluasi aset dan
tidak melakukan revaluasi aset.
3. Tidak terdapat perbedaan DAR emiten yang melakukan revaluasi aset
dan tidak melakukan revaluasi aset.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan penelitian, maka
saran yang dapat diberikan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perbandingan status revaluasi aset perusahaan selain
perusahaan manufaktur perlu dilakukan observasi lebih lanjut.
2. Penelitian mendatang dapat menindaklanjuti dengan menguji secara
empiris perusahaan selain manufakur yaitu perbankan.