BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam era globalisasi seperti saat ini manusia dituntut untuk menguasai
ketrampilan berbahasa terutama berbahasa asing. Bahasa Inggris adalah salah satu
bahasa yang digunakan dunia internasional sebagai sarana berkomunikasi
antarnegara, sehingga wajib dikuasai oleh pembelajar bahasa. Bahasa Inggris
merupakan bahasa utama yang kurang lebih mendominasi seluruh aspek
komunikasi internasional. Bahasa Inggris dituturkan di bagian-bagian dunia lebih
banyak dari pada bahasa lain dan oleh lebih banyak orang dari pada bahasa lain
(Kachru, 1985:75). Untuk mempelajari bahasa, pembelajar harus memiliki
ketrampilan berbahasa. Menurut Nida (1957:19) dan Haris (1977:9) via Selviana
(2002), ketrampilan berbahasa mempunyai empat komponen yaitu ketrampilan
mendengarkan (listening skill), kertampilan berbicara (speaking skill), ketrampilan
membaca (reading skill), dan ketrampilan menulis (writing skill). Setiap
ketrampilan tersebut berhubungan satu sama lain.
Dalam penelitian ini, penulis membahas aspek kemampuan menulis.
Menulis merupakan suatu ketrampilan berbahasa yang dipergunakan untuk
berkomunikasi secara tidak langsung, dan menulis merupakan kegiatan yang paling
sulit dilakukan pembelajar dan paling sulit diajarkan oleh guru (Alwasilah, 1999).
Dalam menulis, seseorang harus terampil dalam membangun ide dan gagasan di
setiap paragraf dengan baik serta terampil memanfaatkan dan menggunakan
grafologi, struktur bahasa dan kosakata. Menurut Allen dan Campbel (1972),
seseorang harus dapat membentuk gagasan, menyusunnya dalam wacana yang
terorganisasi dengan efektif dan mengungkapkannya dengan baik sesuai dengan
tata bahasa, diksi, dan sintaksis yang berterima. Oleh karena itu, aspek gramatika
dalam penulisan tidak dapat dihilangkan.
Bahasa Inggris merupakan bahasa kedua bagi sebagian negara di Asia, dan
sebagai bahasa asing di Indonesia. Pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia mulai
dilakukan sejak taman kanak – kanak karena pada usia antara 5-7 tahun dan pada
usia 12-14 tahun merupakan titik transisi di dalam perkembangan bahasa. Pada
masa itu terjadi perubahan yang signifikan di dalam penguasaan bahasa. Pada usia
delapan tahun mereka umumnya sudah mampu menggunakan bahasa yang baik
dari segi morfologi ataupun sintaksis. Pemerolehan bahasa kedua anak juga
meliputi unsur internal bahasa seperti mofologi, fonologi, sintaksis, semantik dan
pragmatik. Khusus dalam pemerolehan kata (morfologi) dan kalimat (sintaksis)
bahasa kedua (L2) tahapan – tahapan yang dilalui sama seperti pemerolehan bahasa
pertama (L1) (Ellis, 1994). Brown (1973) dalam Littlewood (1988:2) menjelaskan
bahwa anak akan berkembang dari masa di mana anak tidak mempunyai
pengetahuan mengenai L2 sama sekali hingga anak mempunyai kompetensi yang
menyerupai penutur asli.
Banyak sekolah yang menerapkan sistem dua bahasa pada
pembelajarannya. Salah satu sekolah yang menerapkan sistem pembelajaran
menggunakan dua bahasa yaitu SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Dalam sistem
seleksi masuk kelas bilingual, pembelajar diharapkan telah menguasai beberapa
ketrampilan berbahasa, khususnya dua komponen ketrampilan berbahasa yaitu
ketrampilan berbicara dan ketrampilan menulis. Pada ketrampilan berbicara, siswa
diberi materi uji untuk mengungkapkan self-introduction. Hal ini dimaksudkan agar
dapat mengetahui seberapa jauh kompetensi berbicara dan keberanian siswa dalam
menggunakan bahasa Inggris. Sedangkan pada ketrampilan menulis siswa diberi
materi uji untuk menulis daily activity. Agar dapat mengetahui kompetensi menulis
pada siswa, aspek penilaian yang ditekankan ialah aspek gramatika dan koherensi
antarkalimat.
Prinsip menulis dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia tidak jauh
berbeda. Akan tetapi, kaidah stuktur gramatika yang digunakan dalam bahasa
Inggris berbeda dengan kaidah struktur gramatika pada bahasa Indonesia. Contoh
perbedaan tersebut yaitu bahasa Inggris memiliki tenses (kala) untuk menandakan
waktu sedangkan bahasa Indonesia tidak memiliki bentuk gramatika yang spesifik
untuk menyatakan kala. Contohnya:
*I went to school yesterday.
(saya pergi ke sekolah kemarin)
Pada contoh di atas, tata bahasa dalam bahasa Inggris mengubah bentuk
verba sebagai penanda kalimat lampau sedangkan dalam bahasa Indonesia, verba
tidak diubah ke dalam bentuk lampau.
Menurut Lyons (1968:54) dalam belajar bahasa Inggris, salah satu masalah
terbesar yang dihadapi pelajar yaitu tata bahasa. Lebih lanjut Lyons menjelaskan
bahwa “tata bahasa adalah bentuk kata-kata dari bahasa itu sendiri dan kombinasi
mereka dalam frasa, klausa dan kalimat” atau dapat dikatakan bahwa tata bahasa
memberikan aturan tentang bagaimana mengkombinasikan kata-kata menjadi
kalimat. Dalam proses pembelajaran bahasa kedua, seorang pembelajar bahasa
tidak lepas dari kesalahan – kesalahan berbahasa. Hal itu merupakan hal yang
mendasar karena pembelajar bahasa kedua bukan merupakan penutur asli dari
bahasa tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya proses pembelajaran untuk
memperbaiki kesalahan berbahasa agar dapat meningkatkan kemampuan
berbahasanya.
Kesalahan berbahasa khususnya pada kompetensi menulis juga terjadi pada
siswa kelas bilingual di mana siswa sering sekali menggunakan bahasa ibu yang
diterjemahkan ke dalam bahasa kedua. Padahal, struktur gramatika bahasa ibu (L1)
berbeda dengan sturktur bahasa kedua (L2). Hal tersebut dapat dilihat pada contoh
di bawah ini:
“Saya ke Semarang kemarin”.
Ragam informal dalam bahasa Indonesia memungkinkan pembentukan
kalimat menggunakan verba. Di dalam bahasa Inggris, hal tersebut tidak mungkin
terjadi. Seperti halnya pada contoh di bawah ini :
*I to Semarang yesterday.
(I went to Semarang Yesterday)
Kalimat di atas memerlukan verba yang diletakkan sebelum kata keterangan
tempat. Jika tidak menggunakan verba, kalimat tersebut salah dan tidak mematuhi
aturan gramatika dalam bahasa Inggris.
Kesalahan gramatika tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya
kurangnya pemahaman dalam mempelajari bahasa kedua dan pengaruh bahasa ibu
dari pembelajar bahasa kedua. Corder (1973:10) menyebut kesalahan itu sebagai
mistake atau error of performance dan membedakannya dengan error yang disebut
error of competence. Penyebab terjadinya mistake tidak berhubungan dengan
kurangnya kemampuan berbahasa atau pengetahuan tentang sistem bahasa. Mistake
yang terjadi dapat disadari dan diperbaiki oleh penutur itu sendiri. Sementara error
merupakan kesalahan yang terjadi secara sistematis dan tidak mudah diperbaiki
secara tepat oleh pembelajar itu sendiri karena kurangnya pengetahuan bahasa atau
kompetensi.
Menurut Dulay dan Krashen, (1981: 50) Error analysis (analisis kesalahan)
berfokus pada form (bentuk) bahasa pembelajar, mengkaji bahasa pembelajar
berdasarkan tipe dasarnya: error of omission (penghilangan ), error of addition
(penambahan), error of selection (penggantian), dan error of ordering (kesalahan
susunan kata). Hal ini dapat ditemukan pada karangan siswa kelas bilingual seperti
pada contoh di bawah ini:
(1) *There, I enjoy the scene of the beach. (data no. 114)
(1a) There, I enjoyed the scene of the beach (data no. 114a)
(Disana, saya menikmati pemandangan pantai)
Bentuk kesalahan di atas termasuk dalam jenis kesalahan penghilangan
(omission). Kata kerja (enjoy) dalam kalimat tersebut tidak diubah ke dalam bentuk
past tense (enjoyed), karena bentuk karangan recount menggunakan pola kalimat
past tense.
(2) *Next day, we go to Taman Safari II
(2a) Next day, we went to Taman Safari II
(pada hari berikutnya, kami pergi ke Taman Safari II)
Bentuk kesalahan (2), termasuk jenis kesalahan penghilangan (omission).
Siswa tidak mengubah kata kerja (go) ke dalam bentuk irregular past tense (went).
Bentuk karangan recount seharusnya menggunakan bentuk kalimat past tense.
(3) *Last holiday me and my family went to Borobudur temple in
Magelang.
(3a) Last Holiday, my family and I went to Borobudur temple in Magelang
(Liburan yang lalu, aku dan keluargaku pergi ke candi Borobudur di
Magelang)
Bentuk kesalahan (3), termasuk jenis kesalahbentukan (misfromation-
alternating form of pronoun). Pada kalimat tersebut terdapat kesalahan kata ganti
orang yaitu kata (me) seharusnya diganti dengan (I). Hal tersebut dikarenakan
posisi (I) digunakan sebagai subject pronoun sedangkan (me) digunakan untuk
penyebutan pada object pronoun.
(4)*The salesman selled it so cheap.
(4a) The salesman sold it so cheap
(sales menjualnya sangat murah)
Kesalahan (4) termasuk dalam bentuk jenis kesalahbentukan (misformation-
over regularization). Kesalahan penggunaan irregular verb (sell) menjadi (selled)
yang seharusnya dalam bentuk past tense menjadi sold.
(5)*Actually, the airplane departed at 07.00 p.m to Jakarta.
(5a) Actually, the airplane departed to Jakarta at 07.00 P.M
(sebenarnya, pesawat terbang ke jakarta pukul 7 pagi)
Kesalahan (5) termasuk dalam jenis kesalah urutan (misordering). Dalam
struktur kalimat bahasa Inggris seharusnya keterangan tempat disebutkan terlebih
dahulu karena pada kata „Jakarta‟ termasuk dalam objek kalimat kemudian diikuti
oleh keterangan waktu.
Penelitian ini berfokus pada kompetensi menulis khususnya kesalahan
penulisan karangan recount. Pada karangan recount siswa harus menggunakan tata
bahasa bentuk lampau ketika menulis kalimat. Penggunaan tata bahasa bentuk
lampau (past tense) oleh siswa sekolah tingkat pertama dianggap lebih rumit
daripada tata bahasa bentuk sekarang (present tense). Dalam penggunaanya siswa
harus mengubah kata kerja beraturan (regular verb) dan kata kerja tidak beraturan
(irregular verb).
Oleh karena itu, pada penelitian ini, penulis ingin mengetahui bentuk
kesalahan gramatika yang sering dilakukan oleh siswa kelas bilingual serta
penyebab kesalahan gramatika yang terdapat pada karangan bahasa Inggris siswa
kelas bilingual dalam penulisan karangan recount. Pokok pembahasan dalam
penelitian ini mengenai kesalahan gramatika yang terdapat pada karangan recount
yang ditulis oleh siswa kelas VIII dan IX bilingual SMP Muhammadiyah III
Yogyakarta. Pemilihan kelas bilingual dirasa tepat sebab kelas bilingual dianggap
telah menguasai bahasa Inggris dengan baik dan benar. Dengan demikian,
penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan untuk
meminimalisasi tingkat kesalahan berbahasa pada kompetensi menulis khususnya
pada aspek gramatika pembelajar bahasa kedua, dalam hal ini ialah siswa kelas
bilingual SMP Muhammadiyah III Yogyakarta.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, rumusan
masalah dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah bentuk kesalahan gramatika pada karangan bahasa Inggris
siswa kelas VIII dan IX bilingual di SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta.
2. Apa saja faktor – faktor penyebab kesalahan berbahasa yang terdapat
dalam karangan bahasa Inggris siswa kelas VIII dan IX bilingual di SMP
Muhammadiyah 3 Yogyakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan bentuk kesalahan gramatika pada karangan bahasa Inggris
siswa kelas bilingual di SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta.
2. Menjelaskan faktor – faktor penyebab kesalahan yang terdapat pada
karangan bahasa Inggris siswa kelas bilingual di SMP Muhammadiyah 3
Yogyakarta
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis yakni
manfaat pada bidang keilmuan (teoritis) dan manfaat praktis. Manfaat teoritis
dari hasil analisis kesalahan gramatika ini diharapkan dapat memperluas
pengetahuan linguistik, khususnya perbedaan antar bahasa. Sedangkan manfaat
praktis pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
pengajar bahasa Inggris dalam mengajarkan bahasa Inggris sebagai bahasa
kedua untuk siswa sekolah menengah tingkat pertama sehingga dapat
meminimalisasi kesalahan berbahasa. Hasil penelitian ini diharapkan juga
dapat menjadi salah satu bentuk evaluasi yang dapat digunakan untuk
mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran sehingga dapat melaksanakan
kegiatan belajar mengajar yang lebih baik dan bermutu.
1.5 Tinjauan Pusataka
Beberapa penelitian mengenai kesalahan pada pembelajaran bahasa
kedua telah banyak dilakukan. Seon-hee, Min (2009) yang mengadakan
penelitian dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Kesalahan Berbahasa Korea
(Studi Kasus Karangan Mahasiswa Jurusan Bahasa Korea, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Gadjah Mada)”. Hasil penelitian tersebut menunjukan
kesalahan pelafalan yang tercermin pada penulisan bahasa Korea yang terjadi
pada pelafalan konsonan (onset), khususnya alam membedakan bunyi lax,
reinforces, dan aspirate dalam pasangan minimal. Seon- hee juga menjelaskan
mengenai faktor penyebab kesalahan dalam bidang fonologi antara bahasa
Indonesia dan bahasa Korea. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa
kesalahan tidak hanya terjadi karena interferensi bahasa Indonesia saja, tetapi
juga dikarenakan faktor-faktor lain. Walaupun demikian, aspek interferensi
bahasa ibu sangat ditekankan dalam analisisnya.
Hasil penelitian serupa dilakukan Erizal (2005) mengenai analisis
kesalahan gramatika dalam karangan bahasa jepang mahasiswa STBA
HARAPAN MEDAN. Kesimpulan pada tesis tersebut menunjukan bahwa
kesalahan gramatika yang terdapat dalam karangan mahasiswa tersebut lebih
dipengaruhi oleh unsur – unsur sintaksis bahasa Jepang daripada unsur – unsur
sintaksis bahasa Indonesia atau kesalahan tersebut disebabkan oleh pengaruh
antarunsur dalam struktur kalimat bahasa Jepang yang jauh lebih dominan
daripada pengaruhi antarunsur dalam struktur kalimat bahasa Indonesia.
Kalimat – kalimat bahasa Jepang mahasiswa masih dapat dipahami atau
dimengerti maknanya, sekalipun terdapat kesalahan gramatika di dalamnya. Ini
terjadi karena unsur – unsur yang dihilangkan dan digabungkan oleh
mahasiswa merupakan morfem gramatika yang hanya mempunyai peran kecil
dalam pembentukan makna kalimat secara keseluruhan. Pengaruh bahasa
Indonesia terhadap bahasa Jepang sebagian besar ditemukan pada kesalahan –
kesalahan karena penghilangan dan salah penempatan. Ini terjadi karena
adanya sistem sintaksis pada kedua bahasa tersebut.
Hasil penelitian Winly Jovi (2013) mengenai kesalahan – kesalahan
gramatikal bahasa Inggris pada karangan deskriptive siswa SMKN1 Amurang
Manado. Kesimpulan pada skripsi tersebut ditemukan 27 jenis kesalahan
gramatikal bahasa Inggris pada karangan deskriptif siswa. Dari data kesalahan-
kesalahan gramatikal di atas dapat dilihat bahwa dalam proses pembelajaran
siswa mengenai bahasa Inggris masih terdapat banyak kesalahan yang dibuat.
Kesalahan ini biasanya dipengaruhi oleh bahasa pertama atau bahasa ibu yang
diterapkan dalam bahasa kedua dan juga kompetensi siswa dalam menyerap
materi yang diberikan oleh pengajar. Melalui kesalahan-kesalahan yang
didapat bisa menjadi proses evaluasi bagi perkembangan pembelajaran bahasa
Inggris entah itu pada minat belajar siswa atau sistem pembelajaran yang
diterapkan oleh pengajar. Kesalahan-kesalahan gramatikal sering terjadi karena
bahasa Inggris merupakan sebagai bahasa asing bagi siswa-siswa tersebut.
Dari contoh penelitian serupa yang telah dilakukan, penelitian ini
membahas analisis kesalahan gramatika pada karangan bahasa Inggris siswa
kelas bilingual di SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Penelitian sebelumnya,
menggunakan mahasiswa sebagai objek penelitian, sedangkan penelitian ini
menggunakan siswa – siswa kelas bilingual di sekolah menengah tingkat
pertama untuk dikaji menjadi objek penelitian. Penulis berasumsi bahwa siswa
– siswi kelas bilingual lebih menguasai bahasa Inggris dibanding kelas reguler.
Dengan demikian, kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh siswa kelas
billigual dipandang lebih bagus daripada mahasiswa tingkat pertama yang
belum menguasai bahasa Inggris dengan baik.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah terletak
pada bahasa yang diteliti. Soen-Hee, Min (2009) mengadakan penelitian studi
kasus bahasa Korea sedangkan penelitian Erizal (2005) mengarah pada
kesalahan gramatika bahasa Jepang. Penelitian lain yang telah ada tentang
kesalahan gramatika lebih mengarah pada bidang pendidikan bukan mengacu
pada bidang linguistik sehingga penulis merasa perlu melakukan penelitian
tentang kesalahan gramatika dalam ranah linguistik.
1.6 Landasan Teori
1.6.1 Pemerolehan Bahasa Kedua atau Second Language Acquisition
(SLA)
Gass dan selinker (2008:1) mengemukakan perolehan bahasa
kedua atau second language acquisition (SLA) adalah ilmu tentang
pemerolehan sebuah bahasa yang bukan bahasa utama (non primary);
yang merupakan pemerolehan bahasa selain bahasa ibu. Ilmu yang
mempelajari mengapa kebanyakan pembelajar bahasa kedua tidak dapat
mencapai target pengetahuan dan penguasaan yang sama dalam
memperoleh bahasa kedua mereka yang tidak sebaik seperti
pemerolehan bahasa pertama.
Bahasa kedua bisa disingkat dengan L2. Konteks kedua dalam
perolehan bahasa kedua juga mengacu pada beberapa bahasa yang
dipelajari setelah bahasa ibu baik itu bahasa ketiga, keempat atau bahasa
asing. Sehingga belajar bahasa secara natural atau alami sebagai akibat
tinggal di negara di mana bahasa itu dituturkan atau belajar bahasa
dalam ruang kelas bahasa tersebut digunakan sebagai bahasa pengantar
merupakann bagian dari disiplin ilmu pemerolehan bahasa kedua second
language acquisition (Ellis, 1997:3)
1.6.2 Gramatika
Istilah gramatika berasal dari bahasa Inggris yang berarti tata
bahasa. Kridalaksana (1993:66) mendefinisikan gramatika sebagai sub
sistem dalam organisasi bahasa di mana satuan – satuan bermakna
bergabung untuk membentuk satuan – satuan yang lebih besar. Secara
kasar, gramatika terbagi atas morfologi dan sintaksis. Lewis (1993:8)
mendefiniskan gramatika sebagai rangkaian bentuk kalimat yang di
dalamnya terdapat kata – kata yang sesuai yang bisa ditempatkan, di
samping itu Paulston dan Bruder (1971:1) merumuskan gramatika
sebagai bentuk dan penyusunan kata yang berterima dalam frase dan
kalimat. Sesuai dengan beberapa definisi mengenai gramatika di atas
dapat disimpulkan bahwa gramatika merupakan aturan pembentukan
kalimat yang mencakup dua aspek yaitu aspek pembentukan kata
(morfologi) dan aspek pembentukan kalimat (sintaksis).
1.6.3 Recount Text
Dalam recount text siswa dituntut untuk membangun sebuah teks
yang terorganisasi atau terstruktur yang dirangkai untuk menceriakan
kejadian – kejadian pada masa lalu. Dengan kata lain, siswa
menceritakan kejadian yang dialami kepada orang lain yang dapat
diungkapkan melalui bentuk tulisan yang didalamnya dituliskan
kronologis peristiwa – peristiwa yang terjadi. Recount text adalah jenis
teks yang berisi tentang pengalaman pribadi seseorang yang disampaikan
secara runtut (Fadlun, 2011:98).
Menurut Anderson (1997:48) recount text bertujuan untuk
memberikan gambaran kepada pembaca tentang sebuah peristiwa yang
terjadi menurut waktu dan tempat kejadian yang difokuskan adalah
kejadian yang ditulis secara berurutan. Terdapat tiga jenis recount text,
yaitu (1) personal recount; menceritakan kembali pengamalan di mana
penulis telah terlibat secara langsung, (2) factual recount: menceritakan
kembali kejadian seperti berita dikoran, laporan kecelakaan; dan (3)
imaginative recount: menceritakan peran yang bersifat imajinatif dan
menghubungkan kejadian khayalan (Emilia dkk, 2008:16).
Recount text memiliki tata bahasa alam penulisanya seperti
penggunaan past tense, adverb of sequence time (kata keterangan urutan
waktu) seperti: first, then, next, finally, etc; memakai personal pronoun
(pronominal) seperti: he, we, they, etc (Fadlun: 2011:98).
1.6.4 Analisis Kesalahan
Analisis kesalahan tersebut membandingkan interlanguage
dengan bahasa sasaran dan berbeda dengan analisis konstrastif yang
membandingkan bahasa ibu dan bahasa sasaran. Pateda (1989:35)
menyatakan bahwa analisis kesalahan dimaksudkan supaya pada
pengajar mengetahui kesalahan – kesalahan yang dilakukan oleh para
pembelajar, memperbaiki metode atau teknik pengajarannya, serta
merencakan sistem pengajaran bahasa yang dipelajari dengan baik.
Selain bermanfaat bagi pengajar, pembelajar pun diberikan kesempatan
untuk memahami kesalahan – kesalahan yang sering muncul sehingga
dapat membantu dalam mempelajari bahasa sasaran tersebut.
Ada beberapa kesalahan yang sering dilakukan oleh pembelajar
bahasa yaitu kekeliruan (mistake), kesalahan (error), dan keseleo lidah
(slip of the tounge). Kekeliruan merujuk pada kesalahan performa, di
mana pembelajar bahasa tersebut mengetahui sistemnya tetapi gagal
dalam menggunakannya. Kekeliruan juga diartikan sebagai bentuk –
bentuk bahasa yang tidak benar secara gramatika. Sedangkan kesalahan
adalah hasil dari kompetensi sistematik seseorang (sistem pembelajar
yang tidak tepat). Kekeliruan harus dibedakan secara teliti dari
kesalahan pembelajar bahasa kedua, kejanggalan dalam bahasa
pembelajar bersangkutan merupakan manifestasi langsung sebuah
sistem yang ia jalankan saat itu (Brown, 2007:283). Sebuah kesalahan
tidak bisa dikoreksi sendiri, sedangkan kekeliruan bisa dikoreksi sendiri
jika penyimpangan ditunjukan kepada penutur. Selip lidah atau keseleo
lidah adalah kesalahan yang dilakukan oleh penutur asli yang tidak
disadari. Berdasar teori tersebut fokus penelitian ini adalah kesalahan
gramatika yang dilakukan oleh pembelajar bahasa kedua.
Corder (1973:11) memaparkan tiga alasan pentingnya
pelaksanaan analisis kesalahan. Pertama, hasil analisis kesalahan
berperan penting bagi pembelajar karena dapat mengetahui sejauh
mana tujuan pembelajaran tercapai dan hal-hal yang harus dikerjakan
untuk meningkatkan kualitas hasil pembelajaran. Kedua, dengan hasil
analisis kesalahan, pengajar dapat mengetahui bagaimana pembelajar
mempelajari atau memperoleh bahasa dan strategi atau proses yang
digunakan oleh pembelajar dalam mempelajari bahasa. Ketiga, sebagai
aspek terpenting, analisis kesalahan perlu dilakukan karena dapat
membantu pembelajar dalam mempelajari dan memahami bahasa
melalui kesalahan dan mempelajarinya. Sebuah pembedaan. utama
dilakukan sejak awal antara kesalahan terbuka dan tertutup. Ujaran –
ujaran salah yang terbuka sudah pasti tidak gramatika pada taraf
kalimat. Ujaran salah yang tertutup adalah benar secara gramatika
tetapi tidak ditafsirkan dalam konteks komunikasi (Brown, 2007: 286).
1.6.5 Klasifikasi Tipe Kesalahan
Crystal (1980) seperti yang dikutip oleh Pateda berpendapat
bahwa analisis kesalahan adalah suatu teknik mengidentifikasi,
mengklasifikasi, dan menginterpretasikan secara sistematis kesalahan
bahasa kedua berdasarkan teori linguistik.
Jenis – jenis kesalahan dapat diidentifikasi berdasarkan
klasifikasi yang dibuat oleh Richard (1971) yaitu kesalahan tatabahasa
(syntatical error), kesalahan kosakata (lexical error), kesalahan
morfologi (morfological error). Pada penelitian ini, lebih mengacu
pada kesalahan tata bahasa sehingga penulis menggunaakan teori
comparative taxonomy dari Dulay et al (1981) yaitu penambahan
(additon), pengurangan (ommision), salah formasi (misformation), dan
salah susun (missordering).
1. Penanggalan (omission), penutur bahasa menanggalkan satu atau
lebih unsur-unsur bahasa yang diperlukan dalam suatu frasa atau
kalimat. Akibatnya terjadi penyimpangan konstruksi frasa atau
kalimat.
2. Penambahan (addition), penutur bahasa menambahkan satu atau
lebih unsur-unsur bahasa yang tidak diperlukan dalam suatu frasa
atau kalimat. Akibatnya terjadi penyimpangan konstruksi frasa atau
kalimat.
3. Kesalahbentukan (misformation), penutur membentuk suatu frasa
atau kalimat yang tidak sesuai kaidah bahasa itu. Akibatnya
konstruksi frasa atau kalimat menjadi salah (penyimpangan) kaidah
bahasa.
4. Kesalahurutan (misordering), penutur menyusun atau mengurutkan
unsurunsur bahasa dalam suatu konstruksi frasa atau kalimat di luar
kaidah bahasa itu. Akibatnya frasa atau kalimat itu menyimpang
dari kaidah bahasa.
Richard (1971:173 -174) menggolongkan kesalahan ke dalam
tiga kategoti yaitu interlingual errors, developmental error, dan
intralingual errors. Interlinguial error adalah kesalahan yang terjadi
arena adanya perbedaan bahasa ibu dan bahasa sasaran. Kesalahan itu
sangat bergantung pada sistem bahasa ibu pembelajar. Berbeda dengan
interlingual error tersebut, developmental error dan intralingual errors
terlepas dari pengaruh bahasa ibu pembelajar, tetapi memperlihatkan
kesalahan secara umum dalam pembelajaran bahasa asing.
Berdasarkan taksonomi komparatif, kesalahan dibedakan
menjadi 4 (empat) tataran kesalahan. Berikut adalah keempat jenis
kesalahan berdasarkan taksonomi komparatif:
1. Kesalahan interlingual disebut juga kesalahan interferensi, yakni:
kesalahan yang bersumber (akibat) dari pengaruh bahasa pertama
(B1) terhadap bahasa kedua (B2).
2. Kesalahan intralingual adalah kesalahan akibat perkembangan.
Kesalahan berbahasa bersumber dari penguasaan bahasa kedua (B2)
yang belum memadai.
3. Kesalahan ambigu adalah kesalahan berbahasa yang merefleksikan
kesalahan interlingual dan intralingual. Kesalahan ini diakibatkan
kesalahan pada interlingual dan intralingual.
4. Kesalahan unik adalah kesalahan bahasa yang tidak dapat
dideskripsikan berdasarkan tataran kesalahan interlingual dan
intralingual. Kesalahan ini tidak dapat dilacak dari B1 maupun B2.
Berdasarkan kategori efek komunikasi, kesalahan bahasa dapat
dibedakan menjadi kesalahan lokal dan kesalahan global. Berdasarkan
jenis penyimpangan bahasa, kesalahan lokal adalah kesalahan
konstruksi kalimat yang ditanggalkan (dihilangkan) salah satu
unsurnya. Akibatnya proses komunikasi menjadi terganggu. Adapun
kesalahan global adalah tataran kesalahan bahasa yang menyebabkan
seluruh tuturan atau isi yang dipesankan dalam berkomunikasi, baik
lisan maupun tulis, sehingga tuturan menjadi tidak dapat dipahami.
Kesalahan yang dihasilkan oleh pembelajar bahasa asing bukan hanya
disebabkan oleh interferensi bahasa pertama. Pada tataran tatabahasa,
yaitu morfologi dan sintaksis, kesalahan yang terjadi merupakan
kesalahan intralingual dan kesalahan proses atau kesalahan
keberkembangan dalam bahasa. Dalam analisis kesalahan, dikenal
adanya developmental errors, yaitu kesalahan yang seperti yang
dialami anak kecil ketika mempelajari bahasa pertamanya. Dengan kata
lain, seorang pembelajar bahasa kedua mengalami proses-proses yang
seperti ketika mereka mempelajari bahasa pertama dan menghasilkan
kesalahan-kesalahan umum belajar bahasa.
Berdasarkan pengalamannya dalam pengajaran bahasa Inggris
untuk orang asing, Jack Richards (dalam Parera, 1997: 139)
mengelompokkan kesalahan berbahasa menjadi kesalahan intralingual
dan keprosesan sebagai berikut:
a. Generalisasi berlebih, meliputi fakta dan kebiasaan pembelajar yang
membuat bentuk yang ia tahu dalam bahasa yang dipelajarinya.
b. Ketidaktahuan batas kaidah, meliputi kesalahan pembentukan
kebahasaan yang berdasarkan analogi.
c. Ketaklengkapan penerapan kaidah, meliputi penerapan kaidah
bahasa secara berlebihan atau ketidaklengkapan penerapan kaidah
karena menghindari beban linguistik yang terlalu besar.
Berdasarkan jenis-jenis kesalahan di atas, dapat dibuktikan
bahwa interferensi bahasa pertama bukanlah satu-satunya penyebab
kesalahan. Bahkan, Dulay (1981) menegaskan bahwa pengaruh bahasa
pertama sekali sekali pengaruh bahasa pertama sebagai faktor penyebab
kesalahan. Kesalahan yang disebabkan faktor lingual lebih banyak
disebabkan karena proses psikologi dalam proses pembelajaran bahasa
kedua.
Berdasarkan kategori kesalahan berbahasa yang telah
diklasifikasikan sebelumnya, Dulay (1981) membedakan juga
kesalahan global (global errors) dengan kesalahan lokal (local errors).
Kesalahan global adalah kesalahan yang mempengaruhi keseluruhan
organisasi kalimat dan mempengaruhi proses komunikasi. Kesalahan
ini berhubungan dengan wilayah sintaksis yang luas.
Kesalahan lokal adalah kesalahan yang hanya mempengaruh
elemen-elemen tertentu dalam sebuah kalimat dan tidak terlalu
mengganggu proses penyampaian informasi. Dalam bahasa Inggris,
kesalahan lokal ini termasuk kesalahan yang terjadi pada kata benda,
infleksi kata kerja, artikel, dan kata kerja bantu. Selain itu, ada tipe-tipe
kesalahan yang didasarkan pada perbandingan antara struktur bahasa
kedua dengan tipe-tipe konstruksi tuturan tertentu.
1.6.6 Penyebab Kesalahan
Penyebab kesalahan berbahasa bukan hanya bersumber pada
faktor linguistik, tetapi juga berasal dari faktor nonlinguistik. Perbedaan
sistem antara bahasa ibu dengan bahasa target menimbulkan transfer
negatif sehingga mendorong terjadinya kesalahan. Sebaliknya, pola-
pola yang sama antara dua bahasa akan menimbulkan transfer positif
sehingga mempermudah proses pembelajaran bahasa asing.
Penggunaan bahasa target yang dipaksakan dan masih dalam kondisi
kurang menguasai akan banyak menghasilkan bentuk-bentuk
kebahasaan yang salah dalam proses pemerolehan bahasa kedua.
1.6.7 Interlingual
Istilah interlanguage pertama kali digunakan oleh Selinker pada
tahun 1969 untuk membedakan perspektif mengajar (teaching
perspective) dan perpektif belajar (learning perspective). Ketika peserta
didik mentransformasi dan menghasilkan pola – pola bahasa akibat
aktivitas berlajarnya, pengaruh dari bahasa pertama selalu muncul.
Aktivitas belajar yang menghasilkan pola – pola pada bahasa kedua
yang dipengaruhi oleh bahasa pertama disebut interlingual (Selinker via
Pateda, 1989:73).
Dengan mengobservasi dan mengidentifikasi proses interlingual
sehingga dapat mempelajari proses psikolinguistik yang terbagi dalam
lima proses, antara lain:
a. Transfer bahasa (language transfer)
b. Transfer latihan (language training)
c. Transfer belajar bahasa kedua (strategies od second language
learning)
d. Strategi komunikasi bahasa kedua (strategies of second language
communication)
e. Pemukulrataan materi linguistik bahasa yang sedang dipelajari
(overgeneralization of target language linguistic material)
Proses psikologistik dalam belajar bahasa inilah yang
menyebabkan terjadinya kesalahan dalam memperoleh bahasa target.
Pada proses interlingual inilah kesalaha – kesalahan berbahasa
diproduksi.
1.7 Metode Penelitian
Metode penelitian dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap penyediaan
data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data (Sudaryanto,
1993: 5-7).
Pada tahap penyediaan data dalam penelitian ini diperoleh melalui
metode simak yaitu melalui pengamatan langsung dengan mengumpulkan
karangan bahasa Inggris siswa kelas VIII dan IX bilingual SMP
Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Pengamatan dilakukan pada siswa kelas VIII
dan IX bilingual yang mengikuti pembelajar bahasa Inggris di kelas dengan
materi pokok karangan recount dan tata bahasa bentuk lampau di SMP
Muhammadiyah 3 Yogyakarta.
Materi jenis – jenis karangan dalam bahasa Inggris telah diajarkan oleh
guru bahasa Inggris sejak kelas VI hingga kelas IX. Penggunaan pola kalimat
lampau juga telah diajarkan pada awal kelas. Pemilihan informan pada siswa
kelas VIII dan IX bilingual ini didasarkan atas asumsi bahwa siswa kelas VIII
dan IX bilingual telah menguasai bahasa Inggris lebih baik dari pada kelas
regular karena bahasa pengantar dalam pengajaran dikelas bilingual
menggunakan bahasa Inggris kecuali beberapa pelajaran tertentu seperti bahasa
Jawa dan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, mereka dianggap telah dapat
menggunakan bahasa Inggris dengan baik untuk kegiatan pembelajaran
maupun komunikasi sehari – hari.
Data dalam penelitian ini merupakan karangan yang ditulis oleh 80
orang siswa kelas VIII dan IX bilingual di SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta
pada mata pelajaran bahasa Inggris dengan materi pembelajaran menulis
karangan recount. Kumpulan karangan tersebut merupakan hasil tugas menulis
cerita pendek dengan topik yang sudah ditentukan oleh pengajar yaitu holiday.
Karangan tersebut berjumlah jumlah 80 karangan. Jumlah kalimat yang
diambil untuk data penelitan adalah 318 kalimat. Sedangkan kalimat yang
dianalisis dalam penelian ini berjumlah 90 kalimat. Kesalahan pada segi
gramatika yang terdapat pada data tersebut kemudian diklasifikasikan menurut
surface strategy taxonomy.
Data mengenai penyebab – penyebab kesalahan diperoleh dari
pengamatan terhadap data karangan bahasa Inggris yang dibuat oleh siswa
kelas bilingual. Untuk menambah keakuratan data, penulis melakukan
pengamatan pada data pendukung yaitu tugas – tugas bahasa Inggris siswa
kelas bilingual. Dengan demikian, peneliti dapat mengetahui kekurangan dan
kelebihan setiap siswa dalam segi penguasaan gramatikanya serta dapat
mengetahui kesalahan gramatika yang sering dilakukan oleh siswa kelas
bilingual. Objek dalam penelitian ini adalah kesalahan – kesalahan gramatika
dalam karangan bahasa Inggris siswa kelas VIII dan IX bilingual di SMP
Muhammadiyah 3 Yogyakarta.
Pada tahap analisis data, penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif dengan cara mengelompokan bentuk – bentuk kesalahan gramatika
dalam kartu kemudian menganalisisnya. Bentuk – bentuk kesalahan dianalisis
berdasarkan tataranya dalam segi gramatika. Setelah itu, hasil pengelompokan
bentuk – bentuk kesalahan pada segi gramatika tersebut dihubungkan dengan
penyebab – penyebab kesalahan sehingga dapat diketahui bagaimana
terjadinya kesalahan - kesalahan tersebut. Dalam satu karangan siswa di ambil
beberapa kalimat yang memuat kesalahan gramatika, kemudian dipilah
menurut klasifikasi kesalahan gramatika tersebut. Setelah itu kalimat yang
memiliki kesalahan gramatika dianalisis menurut jenis kesalahan gramatika.
Hasil penelitian ini akan disajikan secara deskriptif. Data pada penelitian
ini akan disajikan menggunakan tabel yang telah diklasifikasikan menurut
jenis kesalahan. Hasil penelitian juga disajikan dalam tabel persentase
kesalahan pada tiap – tipa klasifikasi tipe kesalahan gramatika. Pada
penomeran data sesuai dengan urutan data yang menjadi data sampel yang di
analisis. Sedangkan penomeran data penelitian sesual dengan klasifikasi data
secara keseluruhan serta menggunakan huruf (a) kecil sebagai tanda
pembetulan kesalahan pada karangan bahasa Inggris siswa oleh peneliti.
Peletakan tanda asterik (*) sebagai tanda adanya kesalahan gramatika pada
sebuah kalimat.
1.8 Sistematika Penyajian
Laporan penelitian ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai
berikut supaya pemahaman terhadap kajian ini menjadi lebih terarah. Bab I
berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan
sistematika penyajian. Bab II mendeskripsikan bentuk-bentuk kesalahan
berbahasa pada tataran gramatika oleh pembelajar bahasa Inggris kelas
bilingual. Bab III menjelaskan penyebab-penyebab kesalahan berbahasa pada
tataran gramatika. Terakhir, bab IV berupa penutup yang berisi kesimpulan
dan saran.